Friday, February 17, 2023

EPISODE 19/22 ~ BELIEVE HIS PROPHETS ~ CRITICS ON ELLEN WHITE'S WRITINGS ~ STEPHEN BOHR

 

BELIEVE HIS PROPHETS

Part 19/22 - Stephen Bohr

CRITICS ON ELLEN WHITE’S WRITINGS

https://www.youtube.com/watch?v=BO9g5098Sqw

 

Dibuka dengan doa.

 

 

Okay, welcome back. We are going to spend the next two class periods discussing an article that appeared in Adventist Today ~ not the most conservative magazine that is published by Seventh-Day Adventist. We're going to discuss an article that was put on the blog and the title of this article is Ellen G. White and Her English Composition Skills ~  A Brief Summary by Eduard C. Hanganu. I hope that I’m pronouncing the name correctly. It  was put there on January 23, 2015, and here is a note of explanation that is there on the website of Adventist Today. 

“This is a guest blog on a subject of interest to many Adventists. Eduard Hanganu is currently an adjunct English language lecturer in the Department of English at the University of Evansville, Evansville Indiana.”

And it was posted on the Adventist Today website. I’m going to follow this material quite closely. We're going to read the entire article and then I am going to make some remarks concerning what the article says. So I will read it uncritically first, and then we will offer some what I believe to be constructive criticism, and some answers to the article.

 

Oke, selamat bertemu lagi. Di dua kelas berikutnya kita akan membahas sebuah artikel yang muncul di Adventist Today ~ sebuah majalah terbitan MAHK, yang tidak terlalu konservatif. Kita akan membahas sebuah artikel yang dipasang di blog dan judul artikel itu ialah Ellen G. White and Her English Composition Skills ~ A Brief Summary (Ellen G. White dan Kemampuannya dalam Komposisi Inggris ~ Suatu Ringkasan Singkat) oleh Eduard C. Hanganu. Semoga saya melafalkan namanya dengan tepat. Itu diposting di sana pada tanggal 23 Januari, 2015, dan di sini ada catatan penjelasan yang ada di situs Adventsit Today.

“Ini adalah blog tamu mengenai topik yang menarik perhatian banyak orang Advent. Eduard Hanganu pada saat ini adalah penceramah tambahan tentang bahasa Inggris di Departemen bahasa Inggris di Universitas Evansville, Evansville Indiana.”

Dan itu diposting di situs Adventist Today. Saya akan mengikuti bahan ini secara runtut. Kita akan membaca seluruh artikel itu kemudian saya akan memberikan beberapa komentar mengenai apa yang dikatakan artikel tersebut. Jadi pertama saya akan membacakannya tanpa mengeritiknya, kemudian kami akan menyampaikan apa yang saya yakini adalah kritikan yang konstruktif, dan beberapa jawaban kepada artikel itu.

 

 

Introduction

The traditional Seventh-day Adventist [SDA] folkloric and theological literature has often pointed to Ellen White’s “beautiful” prose as the indisputable evidence that the numerous books, articles, pamphlets, and other works for which she took credit and which were published under her name have a non-human but rather “celestial” or “divine” origin, because the claimed “unique” and “wonderful” English language that defines her religious literature was handed to her through superhuman visions and angelic dictations…” So we begin to see in the first paragraph that this is not going to be an objective evaluation of Ellen White.

“…Some readers, though, are not too impressed with the language in her publications and mention that the sentences, paragraphs, and chapters seem to be written in a bombastic rhetoric that appears to be designed to impress, dazzle, and distract rather than inform and convince. The writer seems to wish to impose a certain perspective on the readers – the unverifiable notion that some rhetorical format in a text would prove in itself and without doubt what or who originated the document.

 



 

Pengantar

Literatur tradisional MAHK yang bersifat dongeng dan theologis sering menunjuk tulisan Ellen White yang “indah” sebagai bukti yang tidak terbantahkan bahwa pelbagai macam buku, artikel-artikel, pamflet-pamflet, dan karya-karya lain untuk mana Ellen White telah menerima kredit dan yang diterbitkan dengan namanya, berasal dari sumber yang non-manusiawi, melainkan yang “surgawi” atau “ilahi”, karena bahasa Inggrisnya yang diklaim “unik” dan “luar biasa” yang menjadi ciri khas literaturnya, diserahkan kepadanya melalui penglihatan-penglihatan non-kodrati manusia dan pendiktean dari malaikat…”  Maka kita mulai melihat di paragraf pertama ini, bahwa ini bukanlah penilaian yang objektif atas  Ellen White.  

“…Namun demikian ada pembaca yang tidak terlalu terkesan dengan bahasa dalam publikasinya, dan mengatakan bahwa kalimat-kalimat, paragraf-paragraf, dan bab-bab sepertinya ditulis secara retorika bombastis yang sepertinya dirancang untuk membuat orang terkesan, membuat mata silau, dan lebih mengalihkan perhatian daripada memberi informasi dan meyakinkan. Si penulis sepertinya ingin memaksakan suatu perspektif tertentu pada para pembaca ~ gagasan yang tidak terbukti bahwa beberapa format retorika dalam suatu teks akan membuktikan sendiri dan tanpa keraguan, apa atau siapa sumber dokumen itu.

 

 

Those who have searched deeper…”  of course like himself “…into the writer’s background are also faced with a puzzle that seems hard to solve: how could a woman with a limited or rather absent formal education publish books, articles, pamphlets, and other materials that appear to demonstrate above average English composition skills, a large lexicon, and also remarkable grammatical correctness?

 

Mereka yang telah menyelidiki lebih dalam…”  tentu saja seperti dirinya sendiri (Hanganu)  “….ke latar belakang si penulis (Ellen White) juga berhadapan dengan sebuah tekateki yang sepertinya sulit untuk dipecahkan: bagaimana seorang perempuan dengan pendidikan formal yang terbatas atau lebih tepatnya nihil, mempublikasikan buku-buku, artikel-artikel, pamflet-pamflet, dan materi-materi lainnya yang tampaknya mendemonstrasikan kemampuan komposisi bahasa Inggris di atas rata-rata, perbendaharaan kata yang luas, dan juga ketepatan tatabahasa yang mengagumkan?

 

While it is true that Ellen White made numerous, non-factual, and uncorroborated claims about her “visions” and that angelic “guard” that often dictated to her “divine” content, such fantastic claims still fail to explain how her illiterate and illegible longhand scribbles became the “beautiful prose” that continues to amaze and awe the SDA church members and persuade them to believe that the books and articles she published under her name are God-given and contain unadulterated and perfect truths.

 

Sementara  memang benar Ellen White telah membuat banyak klaim yang non-faktual dan tidak terbukti tentang “penglihatan-penglihatan”nya dan bahwa malaikat-malaikat “penjaga” yang sering mendiktekan kepadanya konten yang “ilahi”, klaim-klaim yang tidak masuk akal ini masih gagal menjelaskan bagaimana tulisan tangan cakar ayam orang yang tidak berpendidikan dan yang tidak terbaca bisa menjadi “prosa yang indah” yang terus-menerus mengagumkan dan membuat anggota-anggota gereja MAHK terpesona dan bisa membujuk mereka untuk meyakini bahwa buku-buku dan artikel-artikel yang diterbitkannya dengan namanya itu berasal dari Allah, dan berisikan kebenaran yang tidak terpolusi dan sempurna.

 

 

This brief discussion is intended to summarize Ellen White’s English language skills from the information contained in her own autobiographical and personal comments which she made at different times in her life, and from information contained in the biographical book that her grandson, Arthur L. White, wrote, and offers some possible explanation for the radical and implausible distance between Ellen White’s non-existent language skills and the well-written documents that were published under her name and for which she took credit…”

 

Diskusi pendek ini tujuannya untuk menyimpulkan bahwa kemampuan bahasa Inggris Ellen White dari informasi yang terdapat di autobiografinya sendiri dan komentar-komentar pribadi yang dibuatnya di saat-saat berbeda dalam hidupnya, dan dari informasi yang terdapat di buku biografi yang ditulis cucunya, Arthur L. White, dan yang menyediakan beberapa penjelasan yang mungkin terjadi untuk jurang yang radikal dan tidak masuk akal antara keahlian bahasa yang tidak dimiliki Ellen White dengan dokumen-dokumen yang ditulis dengan baik, yang diterbitkan dengan namanya, dan yang untuk mana itu dianggap karyanya…”  

 

 

Then comes the subtitle.

White’s English “Skills” Summarized

When she lived with her parents in Portland, Maine, Ellen White had an accident that produced a radical change in her life. She was nine at the time, and a classmate hit her on the nose with a stone.1 Due to the adverse health state that followed the trauma, “Ellen’s formal education ended abruptly.”2 She “was able to attend school but little,”3 and “it seemed impossible for [her] to study and to retain what [she] learned.”4 She was so weak that her “hand trembled so that [she] made but little progress in writing,”5 and she “could get no farther than the simple copies in coarse hand.”6 Because she was so debilitated, her teachers recommended that she leave school for a time until she regained her health.7 She never returned to formal education, and evidence shows that her English language skills never developed enough to be adequate for book and article publication…” that's one of the points that I’m going to definitely argue with.

“…She was 45 when she complained that she “[was] not a scholar,” 8 that she could not “prepare [her] own writings for the press,”9 and that she wished to “become a scholar in the [grammar] science.”10 Her inadequate skills made it imperative that she have “help from her husband and others” at all times.11 The “prophet”…” you notice he puts it in quotation marks “…The “prophet” even became so discouraged and disappointed with her poor editorial skills that she made the decision that…”  and now he quotes, “…“therefore I shall do no more with them…” that is with her documents “…at present. I am not a scholar. I cannot prepare my own writings for the press. Until I can do this I shall write no more.”12

 

Lalu muncul sub-judulnya.  

“Keahlian” Bahasa Inggris Ellen White Disimpulkan

Ketika dia hidup bersama orangtuanya di Portland, Maine, Ellen White mengalami kecelakaan yang mengakibatkan suatu perubahan radikal dalam hidupnya. Usianya sembilan tahun saat itu, dan seorang teman sekolah menimpuknya dengan batu mengenai hidungnya.1  Karena kondisi kesehatannya yang buruk setelah trauma tersebut, “pendidikan formal Ellen mendadak terhenti.”2. “Dia jarang bisa hadir di sekolah”3, dan “sepertinya mustahil baginya untuk belajar dan mengingat apa yang telah dipelajarinya.”4. Dia begitu lemah, sampai “tangannya bergetar sehingga dia hanya bisa membuat sedikit kemajuan dalam menulis.”5 dan “dia tidak bisa berbuat lebih daripada membuat salinan yang sederhana dalam tulisan yang jelek.”6 Karena dia sedemikian lemahnya, guru-gurunya merekomendasikan dia sementara tidak ke sekolah sampai kesehatannya pulih.7  Dia tidak pernah kembali ke pendidikan formal, dan bukti menunjukkan bahwa kemampuannya berbahasa Inggris tidak pernah cukup berkembang untuk menulis buku dan artikel yang diterbitkan…”  itulah salah satu poin yang jelas akan saya debat.   “….Usianya 45 tahun ketika dia komplain dia “bukanlah seorang terpelajar”8, bahwa dia tidak bisa “menyiapkan tulisan-tulisannya sendiri untuk penerbitan”9, dan bahwa dia berharap “menjadi seorang terpelajar dalam ilmu [tatabahasa] itu.”10 Kemampuannya yang tidak memadai membuatnya harus selalu mendapatkan “bantuan dari suaminya dan orang-orang lain”11. “Nabi” itu…”  simak Hanganu menulis kata nabi di antara tanda kutip. “….”Nabi” itu bahkan menjadi begitu kecil hati dan kecewa dengan kemampuan editorialnya yang buruk sehingga dia membuat keputusan…”  dan sekarang dia mengutip,   “….oleh karena itu aku tidak akan membuat mereka lagi…” maksudnya dokumen-dokumennya,   “….sekarang ini. Aku bukan orang terpelajar, aku tidak bisa menyiapkan tulisan-tulisanku sendiri untuk penerbitan. Sampai aku bisa melakukan itu, aku tidak akan menulis lagi.”12

 

 

Arthur White mentions that…” and here's a quotation “…“it was ever a source of regret to Mrs. White that her schooling had been very brief, and her knowledge of the technical rules of writing was therefore limited.”13 When she started to publish, she asked James White to “help her…” and now this is a quotation “…help her in preparing it…” that is the work  “…technically for publication,”14 and he…” once again a quote,  “…“would point out weaknesses in composition and faulty grammar.”15 Ellen White emphasizes the fact that her husband corrected her “grammatical errors”16 and eliminated “needless repetition”17 from her sentences and paragraphs. When James White…” and he's offering several quotations here. I won't mention every time that you have quotation marks.  “…“When James White could not give time to the technical correction of all her writings,” 18 Ellen White was forced to resort to “editorial assistants” for the same work, that is, “the burden of making grammatical corrections.”19 That extensive editorial work was needed because often her sentences and paragraphs were not “grammatically consistent,”20 and were often plagued with “faulty arrangement,”21and “unnecessary repetition.”22 This happened because “she paid little attention to the rules of punctuation, capitalization, and spelling,” 23 and “there was much repetition and faulty grammatical construction [in her paragraphs].”24

 

Arthur White menyinggung bahwa…”  dan ini suatu kutipan,   “…”Ny. White selalu amat menyesali bahwa pendidikannya di sekolah sangat singkat, dan karenanya pengetahuannya tentang peraturan teknis menulis sangat terbatas.”13  Ketika dia mulai menerbitkan, dia minta James White untuk “menolongnya”…”  dan sekarang ini adalah suatu kutipan, “…menolongnya menyiapkannya…” maksudnya pekerjaannya,  “….secara teknis untuk diterbitkan”14  dan dia (James White)…”  sekali lagi suatu kutipan,   “…”akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam komposisi dan tatabahasanya yang salah.”15 Ellen White menekankan faktanya bahwa suaminya mengoreksi “kesalahan-kesalahan tatabahasa”nya16 dan menghapus “pengulangan-pengulangan yang tidak perlu”17 dari kalimat-kalimatnya dan paragraf-paragrafnya. Ketika James White…”  dan dia memberikan beberapa kutipan di sini. Saya tidak akan mengatakan setiap kali ada kutipan. “…”Ketika James White tidak punya waktu untuk mengoreksi teknik semua tulisannya”18 Ellen White terpaksa mengambil “asisten editorial” untuk pekerjaan tersebut, yaitu, “beban membuat koreksi-koreksi gramatika”19. Pekerjaan editorial yang luas itu diperlukan karena seringkali kalimat-kalimatnya dan paragraf-paragrafnya tidak konsisten secara “gramatika”20 dan sering terganggu dengan “penataan yang salah”21 dan “pengulangan yang tidak perlu”22. Ini terjadi karena “dia (Ellen White) tidak memperhatikan kaidah titik-koma, huruf besar, dan ejaan”23 dan “ada banyak pengulangan dan konstruksi gramatika yang salah (dalam paragraf-paragrafnya).”24

 

 

Historian Ronald Graybill summarizes in the following manner the illiterate condition that characterized Ellen White’s English language composition skills and defined her handwritten manuscripts before the “editorial assistants” changed those scribbles into the “beautiful” prose for which Ellen White took unfair credit:

With effort, Mrs. White could write neatly and compose clear sentences. Early in her career, most of her letters went out in her own hand. But with editors to rely on, she devoted less and less attention to style, grammar, and penmanship25…” these are the words of Graybill  “…She usually wrote in great haste and deep conviction. The result was a torrent of thoughts uninhibited by the conventions of complete sentences and compact paragraphs. Robert Peel said of Mrs. Eddy…” now for some reason he's going to transition to Mary Baker Eddy, and compare her to Ellen White. Once again,  “…Robert Peel said of Mrs. Eddy that “Some of the writing seems to be a rush and tumble of words, as though the writer’s thoughts were flooding ahead of her pen. Sentences are chaotic, punctuation erratic, quotations inexact, meanings obscure.”22…” he's referring here to Mary Baker Eddy insinuating that Ellen White is in the same category. In fact he says, “….The words might be applied to Ellen White as well.25…”

 

Sejarahwan Ronald Graybill menyimpulkan tentang kondisi ketidakterpelajarnya yang menjadi ciri khas hasil komposisi dalam bahasa Inggris Ellen White dan naskah-naskah tulisan tangannya, sebelum para “asisten editorial” mengubah coretan-coretan itu  ke dalam prosa yang “indah” untuk mana Ellen White secara tidak layak mengambil kreditnya.

Dengan upaya keras Ny. White bisa menulis dengan rapi dan menyusun kalimat-kalimat yang jelas. Di bagian awal kariernya, kebanyakan surat-suratnya dikirim dalam tulisan tangannya sendiri. Tetapi dengan mengandalkan para editor, semakin lama dia mendedikasikan semakin sedikit perhatian kepada gaya, tatabahasa, dan tulisan tangan25…”  inilah kata-kata Graybill,   “….Dia (Ellen White) biasanya menulis dalam kondisi sangat tergesa-gesa dan keyakinan penuh. Hasilnya adalah curahan deras pikiran-pikiran yang tidak terkendali oleh kebiasaan kalimat-kalimat lengkap dan paragraf-paragraf yang padat. Robert Peel berkata tentang Ny. Eddy…”  nah, karena alasan tertentu dia akan beralih ke Mary Baker Eddy (pendiri golongan Christian Science) dan membandingkan dia dengan Ellen White. Sekali lagi, “….Robert Peel berkata tentang Ny. Eddy bahwa “beberapa dari tulisan itu seperti semburan arus dan curahan kata-kata, seolah-olah pikiran si penulis banjir yang mendahului kecepatan pena-nya. Kalimat-kalimat menjadi kacau, tanda-tanda baca tidak teratur, kutipan-kutipan tidak tepat, makna tidak jelas.”22…”  dia mengacu di sini kepada Mary Baker Eddy, menyindir bahwa Ellen White masuk kategori yang sama. Bahkan Hanganu berkata,    “….Kata-kata ini bisa diaplikasikan kepada Ellen White juga.25…”  

 

 

Then he discusses Ellen White's editorial helpers.

Ellen White’s Editorial “Helpers”

Because Ellen White’s composition skills were so minimal and inadequate, she had to depend on what she liked to call “helpers,” “secretaries,” or “editorial assistants” who were hired to correct and edit her sometimes plagiarized pages, paragraphs, and chapters; compile that plagiarized material into books, articles, and pamphlets, and prepare the documents for the press…”  being quite objective, isn't he?  “…Jerry Moon, Church History Department chair at Andrews University, mentions the rather unknown and curious fact…”  Folks, it is not unknown and curious, it is well known, but anyway he mentions, “…the rather unknown and curious fact that “during her lifetime, Ellen White employed some 20 paid and unpaid individuals to help her in preparation of her letters and manuscripts for mailing or publication,”26 while “at any given time Ellen White would have between 6 and 12 employees working in her publishing enterprise.”27…” those are comments by Jerry Moon.

 

Lalu dia membahas tentang pembantu-pembantu editorial Ellen White.

“Pembantu-pembantu” Editorial Ellen White

Karena kemampuan komposisi Ellen White begitu minimal dan tidak memadai, dia harus bergantung pada apa yang disebutnya para “pembantu”, “sekretaris” atau “asisten editorial” yang dipekerjakan untuk mengoreksi dan mengedit halaman-halaman, paragraf-paragraf, bab-bab yang terkadang adalah plagiat, mengumpulkan bahan-bahan plagiat itu menjadi buku-buku, artikel-artikel, dan pamflet-pamfelt, dan mempersiapkan dokumen-dokumen itu untuk penerbitan…” Hanganu ini sangat objektif, bukan?   “…Jerry Moon, ketua Departemen Sejarah Gereja di Universitas Andrews, mengatakan fakta yang kurang diketahui dan aneh…”  Saudara-saudara, itu bukan tidak diketahui dan aneh, itu sangat diketahui, nah, tapi dia mengatakan, “….fakta yang kurang diketahui dan aneh bahwa “di masa hidupnya Ellen White mempekerjakan sekitar 20 orang yang digaji dan tidak digaji untuk membantunya mempersiapkan surat-suratnya dan naskah-naskahnya yang dikirim ke percetakan.”26 sementara “kapan pun Ellen Whie selalu memiliki 6 hingga 12 karyawan yang bekerja di penerbitannya.”27 …”  ini adalah komentar Jerry Moon.

 

 

“…Moon’s document includes ample information about all these known and little known “helpers,” “secretaries,” or “editorial assistants.” The information he provides includes their names, work times, “clearance”…” that is how much freedom these individuals had “…to “edit” and “improve” Ellen White’s “manuscripts” or “autographs”, and their specific “work descriptions,” or what their particular assignments were…” Then he makes additional comments about Ellen White's editorial assistants.

 

Dokumen Moon berisikan informasi yang cukup banyak tentang semua “pembantu”, “sekretaris”, atau “asisten editorial” yang diketahui dan yang kurang diketahui. Informasi yang disediakannya termasuk nama mereka, masa kerja, “kewenangan” …”  maksudnya seberapa banyak kebebasan yang dimiliki orang-orang itu “….untuk “mengedit” dan “memperbaiki”  “naskah-naskah” atau “autograf-autograf” Ellen White dan “deskripsi pekerjaan” mereka yang spesifik, atau apa tugas khusus mereka…”  Lalu dia membuat komentar tambahan tentang para asisten editorial Ellen White.

 

 

Ellen White’s “Editorial Assistants”

“…Moon lists in this category the following “assistants”: James White, Mary Clough, Mary Kelsey White, James Edson White, W.C. White, Marian Davis, Adelia Patten, Miss E.J. Burnham, Miss Sarah Peck, Miss Maggie Hare, Mr. Dores E. Robinson, Miss Minnie Hawkins, “Sister Tenney,” Miss Frances E. Bolton, Mrs. W.F. Caldwell, and Charles C. Crisler. Out of these individuals, James White, Mary Kelsey White, James Edson White, W.C. White, Marian Davis, and Miss Frances E. Bolton had unlimited clearance—that is, they could plagiarize documents…” those are his words  “…perform heavy editing…” those are his words  “…and prepare documents for publication. The other people Moon mentions had limited “editorial” clearance. Their work appears to be confined to “copying” (whatever that means), and other similar basic activities.28

 

“Asisten-asisten Editorial” Ellen White

Moon mendaftar dalam kategori ini, para “asisten” sbb. : James White, Mary Clough, Mary Kelsey White, James Edson White, W.C. White, Marian Davis, Adelia Patten, Miss E.J. Burnham, Miss Sarah Peck, Miss Maggie Hare, Mr. Dores E. Robinson, Miss Minnie Hawkins, “Sister Tenney,” Miss Frances E. Bolton, Mrs. W.F. Caldwell, dan Charles C. Crisler. Dari orang-orang ini, James White, Mary Kelsey White, James Edson White, W.C. White, Marian Davis, and Miss Frances E. Bolton memiliki wewenang tidak terbatas ~ yaitu, mereka boleh memplagiat dokumen-dokumen…”  itu kata-katanya,  “…mengedit besar-besaran…”  ini juga kata-katanya,   “…dan mempersiapkan dokumen untuk publikasi. Orang-orang yang lain, kata Moon, memiliki wewenang “editorial” yang terbatas. Pekerjaan mereka sepertinya terbatas pada “menyalin” (apa pun yang dimaksud dengan itu) dan aktivitas dasar lainnya yang serupa.28

 

 

Ellen White’s Editorial “Consultants”

Moon also mentions a group of “consultants,” that is, individuals who were requested from time to time to provide her with advice concerning the materials she intended to publish, or perform research for her books and other materials…” so she had research assistants in other words.  “…Among them are J.H. Waggoner, J.N. Loughborough, H. Camden Lacey, Edwin R. Palmer, J.H. Kellogg…” and he puts in parentheses”…(the “pantheist”)…” insinuating that perhaps he might have had some influence on the prophet ”…and Dr. David Paulson, who are mentioned for consulting, and W.W. Prescott, who is mentioned for research.29…”

 

“Konsultan-konsultan” Editorial Ellen White.

Moon juga menyebut suatu kelompok “konsultan”, yaitu orang-orang yang dari waktu ke waktu diminta untuk memberi Ellen White nasihat mengenai bahan-bahan yang berniat dipublikasikannya, atau membuat riset untuk buku-bukunya dan materi-materi lain. …”  Jadi dengan kata lain, Ellen White punya asisten riset.   “….Diantaranya ialah J.H. Waggoner, J.N. Loughborough, H. Camden Lacey, Edwin R. Palmer, J.H. Kellogg…”  dan dia tulis dalam kurung   “….(si “pantheis”)…”  menyindir bahwa mungkin dia punya pengaruh pada nabi itu,  “….dan Dr. David Paulson, yang disebut memberikan konsultasi, dan W.W. Prescott, yang disebut membuatkan riset.29 …”  

 

 

And now we come to the conclusion of his article.

Conclusion

“…The evidence from Ellen White herself, and from her grandson, Arthur L. White, about her absent formal education and her impaired English language skills during her entire lifetime…” excuse me, entire lifetime? He continued saying,  “…demonstrates that Ellen White did not have the English composition and grammar knowledge required to organize her possible ideas…” her what?  “…possible ideas into fluent, coherent, and literate sentences, paragraphs, and chapters, and to prepare her notes and manuscripts for publication.

Given the ample information about the numerous and qualified “editorial assistants” who were used to “work” on her manuscripts all through her career as a writer, the most reasonable solution to the puzzle, and the best  explanation as to how an illiterate woman could produce literate and even “beautiful” text that populates the numerous books, articles, and letters for which she took credit, seems to be that it was not Ellen White who wrote those documents and prepared them for the press, but the qualified “editorial assistants” who worked for her in the publication business but never received the due credit for their work.”

 

Dan sekarang kita tiba pada kesimpulan artikel ini.

Konklusi

“…Bukti dari Ellen White sendiri, dan dari cucunya, Arthur L. White, bahwa dia tidak memiliki pendidikan formal dan kemampuan bahasa Inggris yang lemah seumur hidupnya…” tunggu dulu, seumur hidupnya? Dia melanjutkan berkata,   “….mendemonstrasikan bahwa Ellen White tidak memiliki pengetahuan komposisi dan tatabahasa Inggris yang dibutuhkan untuk menyusun ide-idenya yang mungkin ada…”  apanya?   “….ide-idenya yang mungkin ada menjadi kalimat-kalimat, paragraf-paragraf, bab-bab, yang intelektual, lancar, dan bisa dipahami, dan untuk menyiapkan catatan-catatannya dan naskah-naskahnya untuk publikasi.

Dengan adanya cukup banyak informasi tentang banyaknya “asisten editorial”nya yang memenuhi syarat, yang terbiasa “mengerjakan” naskah-naskahnya sepanjang kariernya sebagai seorang penulis, maka solusi yang paling masuk akal untuk tekateki dan penjelasan yang paling bagus tentang bagaimana seorang perempuan yang tidak terpelajar bisa menghasilkan teks yang intelektual dan bahkan “indah”  yang memenuhi begitu banyak buku-buku, artikel-artikel dan surat-surat yang diakuinya sebagai hasil karyanya, sepertinya bukanlah Ellen White yang menulis dokumen-dokumen tersebut dan yang menyiapkan mereka untuk dicetak, tetapi para “asisten editorialnya” yang mumpuni yang bekerja untuknya di usaha publikasi, namun yang tidak pernah menerima pengakuan yang layak untuk jasa mereka.

 

 

What do you think? Wow! What an article! People who are not versed will read this and immediately outright they'll say, “We don't want anything to do with that plagiarist whose books were written by all of her editorial assistants.”

 

Bagaimana pendapat kalian? Wow! Artikel yang luar biasa! Orang-orang yang tidak paham bila membaca ini akan segera berkata secara blak-blakan, “Kami tidak mau punya urusan dengan seorang plagiat yang buku-bukunya ditulis oleh semua asisten editorialnya.”

 

 

But now we want to take a look at this, and I’m going to begin on page 7 where it says, “My Remarks Concerning The Article”.

Let's just skip that top paragraph for the moment.

It is obvious that the writer is being far from objective. He accuses Ellen White of using bombastic language but provides no examples. The author claims that Ellen White uses bombastic language designed to impress, dazzle, and distract, rather than inform and convince, and that the writer seeks to impose a certain perspective on the readers. Really? I have read thousands of pages, and have never gotten that impression. I guess it all depends with what attitude you read her writings. What is the meaning of the word “bombastic”? It means high-sounding, but with little meaning, inflated.

 

Tetapi sekarang kita mau menyimak ini, dan saya akan mulai di hal. 7 di mana dikatakan, “Komentar Saya Mengenai Artikel Tersebut”.

Kita loncati saja bagian atas paragraf itu untuk saat ini.

Jelas bahwa penulisnya (Hanganu) itu jauh dari bersikap objektif. Dia menuduh Ellen White menggunakan bahasa yang bombastis, tetapi tidak memberikan contohnya yang mana. Penulis ini mengklaim Ellen White menggunakan bahasa bombastis dengan tujuan untuk menarik, mempesona, dan mengalihkan perhatian, daripada memberi informasi dan meyakinkan, dan bahwa si penulis (Ellen White)  berusaha memaksakan perspektif tertentu pada pembacanya. Apa benar begitu? Saya sudah membaca ribuan halaman, dan tidak pernah mendapatkan kesan demikian. Saya rasa itu semua tergantung dengan sikap bagaimana orang membaca tulisannya.

Apa arti kata “bombastis”? Artinya berbunyi keras, tetapi tidak ada maknanya, menggembung (= tong kosong).

 

 

Now read this paragraph by the author of the article and tell me if the author of this article is not guilty of what he accuses Ellen White, if this is not bombastic language.

“The traditional Seventh-day Adventist [SDA] folkloric and theological literature has often pointed to Ellen White’s “beautiful” prose as the indisputable evidence that the numerous books, articles, pamphlets, and other works for which she took credit and which were published under her name have a non-human but rather “celestial” or “divine” origin because the claimed “unique” and “wonderful” English language that defines her religious literature was handed to her through superhuman visions and angelic dictations…” that is bombastic! 

That’s what he  accuses Ellen White of using is exactly what he is using, and he provides no examples of Ellen White so-called bombastic language, where she seeks to impose on the readers her point of view.

 

Sekarang bacalah paragraf ini oleh penulis artikel tersebut (Hanganu) dan katakan kepada saya apakah penulis artikel ini tidak melakukan kesalahan yang dituduhkannya kepada Ellen White, apakah ini bukan bahasa yang bombastis?

 “….Literatur tradisional MAHK yang bersifat dongeng dan theologis sering menunjuk tulisan Ellen White yang “indah” sebagai bukti yang tidak terbantahkan bahwa pelbagai macam buku, artikel-artikel, pamflet-pamflet, dan karya-karya lain untuk mana Ellen White telah menerima kredit dan yang diterbitkan dengan namanya, berasal dari sumber yang non-manusiawi, melainkan yang “surgawi” atau “ilahi”, karena bahasa Inggrisnya yang diklaim “unik” dan “luar biasa” yang menjadi ciri khas literaturnya, diserahkan kepadanya melalui penglihatan-penglihatan non-kodrati manusia dan pendiktean dari malaikat…”  ini baru bombastis!

Apa yang dituduhkannya telah dilakukan oleh Ellen White, justru persis itulah yang dia lakukan, dan dia tidak memberikan contoh mana bahasa Ellen White yang disebutnya bombastis, di mana Ellen White berusaha memaksakan segi pandangnya kepada para pembaca.

 

 

Now let's talk about Ellen White's scribbling as he calls it. I would like to see how the author of the article would scribble after two and a half years’ of elementary education, after suffering a life-threatening blow to the face, after having several small strokes and a major stroke, and after suffering with rheumatoid arthritis.

 

Sekarang mari kita bahas tentang corat-coret Ellen White, istilah yang dipakainya. Saya ingin lihat bagaimana si penulis (Hanganu) artikel tersebut bisa menulis dengan mendapatkan hanya 2½ tahun pendidikan dasar, setelah menderita pukulan di wajahnya yang mengancam nyawanya, setelah mengalami beberapa kali stroke ringan dan satu kali stroke besar, dan setelah menderita artritis rheumatoid.

 

 

It is clear that the author clearly suffers from intellectual pride that borders on arrogance. He leaves a distinct impression that only people with a formal education can write, but there have been many autodidacts (that is self-taught) that have become quite proficient writers.

 

Jelas bahwa penulis artikel ini (Hanganu) menderita kesombongan intelektual yang sudah bisa dikatakan arogansi. Dia meninggalkan kesan yang jelas bahwa hanya orang-orang yang punya pendidikan formal yang bisa menulis, tetapi sudah ada banyak orang autodidak (yaitu yang belajar sendiri) yang telah menjadi penulis yang cukup ahli.

 

 

Ellen White never claimed that her use of beautiful language was proof of her inspiration. She never claimed that her language was handed down to her through superhuman visions, and angelic dictations. She never claimed that the message she received was verbally dictated to her. She clearly explains in her writings that prophets were not God’s stenographers who took down dictation word for word.  She never claimed that every word, every syllable, every idiom, every figure of speech came directly from God.

And of course the author of the article is not claiming that either. What he's saying is that the style of the language of Ellen White comes from her many editors and editorial assistants. But I felt that I needed to make this very clear.

 

Ellen White tidak pernah mengklaim bahwa dengan menggunakan bahasa yang indah adalah bukti dari ilham yang diterimanya. Dia tidak pernah mengklaim bahwa bahasanya diterima olehnya melalui penglihatan non-manusiawi dan dari pendiktean malaikat. Dia tidak pernah mengklaim bahwa pesan yang diterimanya itu didiktekan kepadanya secara verbal. Dia menerangkan dengan jelas di tulisan-tulisannya bahwa para nabi bukanlah stenografer Allah yang menulis apa yang didiktekan kepadanya kata per kata. Ellen White tidak pernah mengklaim bahwa setiap kata, setiap suku kata, setiap idiom, setiap ungkapan, datang langsung dari Allah.

Dan tentu saja penulis artikel ini juga tidak mengklaim itu. Apa yang dia katakan ialah gaya bahasa Ellen White berasal dari banyak editor dan asisten editorialnya. Tetapi saya rasa, saya perlu membuat ini sangat jelas.

 

 

On June 4, 1906, Ellen White wrote a letter to a church member who was misinformed about the nature of inspiration. Here are the words. “But now I must respond to the letters received from you and others. In your letter you speak of your early training to have implicit faith in the testimonies and say, ‘I was led to conclude and most firmly believe that every word that you ever spoke in public or private, that every letter you wrote under any and all circumstances, was as inspired as the Ten Commandments.’

My brother, you have studied my writings diligently…” by the way the Ten Commandments were dictated by God  “…My brother, you have studied my writings diligently and you have never found that I have made any such claims, neither will you find that the pioneers in our cause ever made such claims.” (1 Selected Messages pg. 24)

 

Pada 4 Juni 1906, Ellen White menulis sepucuk surat ke seorang anggota gereja yang salah informasi mengenai sifat inspirasi. Inilah kata-katanya. “…Tetapi sekarang aku harus merespon ke surat-surat yang aku terima dari engkau dan yang lain. Di suratmu, kau bicara tentang pelatihanmu yang awal agar memiliki iman yang implisit (menerima tanpa mempertanyakan) pada kesaksian-kesaksian dan berkata ‘Aku dituntun untuk menyimpulkan dan meyakini dengan teguh bahwa setiap perkataan yang pernah engkau ucapkan secara publik ataupun pribadi, bahwa setiap surat yang engkau tulis dalam kondisi apa pun, adalah terinspirasi seperti Ke-10 Perintah Allah.’

Saudaraku, engkau telah mempelajari tulisan-tulisanku dengan rajin…”  nah, Ke-10 Perintah Allah itu memang didiktekan oleh Allah. “…Saudaraku, engkau telah mempelajari tulisan-tulisanku dengan rajin dan engkau tidak pernah menemukan klaim seperti itu yang aku buat, demikian pula engkau tidak akan pernah menemukan pioner-pioner gerakan kita pernah membuat klaim seperti ini.” (1 Selected Messages hal. 24)

 

 

D.M. Canright who was a Seventh-Day Adventist evangelist who three times forsook the Seventh-Day Adventist Church, and the third time left for good, became very critical of Ellen White. He actually wrote a book that was published in 1911, The Life of Mrs. E.G. White, and he launched this false accusation at her. Every line she wrote, whether in articles, letters, testimonies, or books, she claimed she was dictated to her by the Holy Ghost, and hence must be infallible.

But Ellen White affirmed in Selected Messages Vol. 1 page 37, “In regard to infallibility, I never claimed it; God alone is infallible…” now where I’m going with this, folks, is that the way that God inspired the prophets was, that God gave the thoughts, He showed the prophet scenes, and then God told the prophet, “I want you to write this according to your language skills, according to your ability.” So it is not the words that are inspired, it is the prophet that is inspired.

 

D.M. Canright, seorang evangelis MAHK yang tiga kali telah meninggalkan gereja MAHK, dan ketiga kalinya dia meninggalkan gereja untuk selamanya, menjadi sangat kritikal tentang Ellen White. Dia menulis sebuah buku yang diterbitkan di 1911, The Life of Mrs. E.G. White, dan dia melontarkan tuduhan palsu ini kepadanya. Setiap kali Ellen White menulis, apakah di artikel-artikel, surat-surat, kesaksian-kesaksian, atau buku-buku, dia mengklaim dia didikte oleh Roh Kudus, dan oleh karena itu haruslah itu tidak bisa salah.

Tetapi Ellen White mengafirmasi di Selected Messages Vol. 1 hal. 37,   “…Sehubungan dengan infalibilitas (sifat tidak bisa salah), aku tidak pernah mengklaim itu. Hanya Allah yang infalibel. …”  (Letter 10, 1895)

Nah, apa tujuan saya dengan ini, Saudara-saudara, yaitu cara Allah menginspirasi para nabi itu, Allah memberikan konsepnya, Dia menunjukkan adegan-adegannya kepada si nabi, kemudian Allah berkata kepada si nabi, “Aku mau kamu tulis ini menurut keahlian bahasamu, menurut kemampuanmu.” Jadi bukan kata-katanya yang terinspirasi, tapi nabinya yang diinspirasi.

 

 

So if Ellen White was deficient in the use of the English language and editorial assistants cleaned up the grammar, and the syntax, and the spelling, there's nothing wrong with that as long as you have the correct view of inspiration, as long as you know that these writings were not dictated because if they were dictated then God has bad grammar and bad syntax and He doesn't know how to spell.

The problem is with your view of inspiration.

But the thoughts are Ellen White's, they are not the thoughts of the editorial assistants. Are you with me?

 

Maka, jika Ellen White kurang ahli menggunakan bahasa Inggris dan para asisten editorial yang membenahi tatabahasanya, sintaksisnya, dan ejaannya, tidak ada yang salah dengan itu, selama itu tetap pandangan inspirasi yang benar, selama kita tahu bahwa tulisan-tulisan tersebut tidak didiktekan karena andai itu didiktekan maka berarti tatabahasa dan sintaksis Allah jelek, dan Allah tidak tahu bagaimana mengeja yang benar.

Masalahnya ialah pandangan kita tentang inspirasi.

Tetapi pikiran-pikirannya itu milik Ellen White, mereka bukan pikiran-pikiran para asisten editorialnya. Apakah kalian paham?

 

 

Now let's continue here. W.C. White the son of Mrs. Ellen G. White, who was very active during her ministry, had this to say, “Mother has never laid claim to verbal inspiration, and I do not find that my father, or Elder Bates, Andrews, Smith, or Waggoner put forth this claim. If there were verbal inspiration in writing her manuscripts, why should there be on her part the work of addition or adaptation?” (The Ellen G. White Writings, p. 189)

 

Sekarang mari kita lanjut di sini. W.C. White, anak Mrs. Ellen G. White, yang sangat aktif selama pelayanan ibunya, berkata demikian,   “…Ibu tidak pernah mengklaim adanya inspirasi verbal, dan aku tidak pernah tahu ayahku, atau Ketua Bates, Andrews, Smith, atau Waggoner, mengemukakan klaim ini. Andaikan ada inspirasi verbal dalam penulisan naskah-naskahnya, mengapa harus ada pekerjaan penambahan atau adaptasi di pihak Ibu?” (The Ellen G. White Writings, hal. 189)

 

 

Why would there be editors? Why would she add, why for example, to Spiritual Gifts why would she expand that to five volumes? Why would she cross off words and put other words there? Why would certain words be added to the text, if the text was being dictated to her?

 

Mengapa harus ada para editor? Mengapa Ellen White menambahkan, mengapa misalnya Ellen White memperluas Spiritual Gifts hingga 5 jilid? Mengapa dia mencoret kata-kata dan mengantinya dengan kata-kata yang lain di sana? Jika teks tersebut didiktekan kepadanya mengapa ada kata-kata tertentu yang ditambahkan ke teks?

 

 

The General Conference in 1883 defined what inspiration is. At the top of page 9, “We believe the light given by God to His servants is by the enlightenment of the mind, thus imparting the…” what? “…the thoughts and not, accept in rare cases,  the very words in which the ideas should be expressed…”

 

General Conference di tahun 1883 mendefinisikan apa inspirasi itu. Bagian atas hal. 9,     “…Kami meyakini terang yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya ialah dengan mencerahkan pikiran, dengan demikian membagikan…”  apa?    “…pikiran-pikiran, dan bukan ~ kecuali dalam kasus-kasus yang langka ~ kata-katanya sendiri di mana konsep-konsep dinyatakan.”

 

 

Ellen White herself explained in Review and Herald October 8, 1867.

“Although I am as dependent upon the Spirit of the Lord in writing my views as I am in receiving them, yet the words I employ in describing what I have seen are…” what?  “…are my own, unless they be those spoken to me by an angel, which I always enclose in marks of quotation.”

 

Ellen White sendiri menjelaskan di Review and Herald, 8 Oktober 1867,    “…Walaupun aku sama tergantungnya pada Roh Tuhan dalam menulis pandangan-pandanganku sebagaimana dalam menerimanya, namun kata-kata yang aku pakai untuk menggambarkan apa yang telah aku lihat itu…”  apa?    “…itu milikku sendiri, kecuali jika mereka itu diucapkan kepadaku oleh seorang malaikat, dalam hal mana aku sertakan dalam tanda kutip.”

 

 

So her words were her own. What was inspired was the prophet. The message is presented in human language, but it is God's divine message in human language. In other words, we believe in thought inspiration. God does not dictate the message. So the style of the language is irrelevant when it comes to inspiration. God does not dictate the message, He does not take over the pen of the prophet. The prophet is not God's calligrapher. In inspiration, there is a divine and a human element. God imbues the prophet with thoughts, and then the prophet expresses God's thoughts in human words, according to his or her literary capacities. What is said about the Bible ~ if you're uncomfortable with this, you're not going to like Christ ~  what is said about the Bible can also be said about Jesus. He was the message of God but in human flesh, the manna was heavenly food but adapted to the needs of human beings. If God had dictated the Bible in His language we would have been lost because His thoughts are way above our thoughts. We have the divine treasure in human vessels.

You say, “Well we wish God would have spoken in His language.” You wouldn't be able to understand what God is saying, so God condescends,  God says, “I’m going to give them some help.” God! It's amazing how God, the humility of God, in speaking His message to the prophet in the language, the imperfect language of the prophet. So don't look at the language. The language that Ellen White used is irrelevant. If it was flowery, beautiful language, or if it was deficient language, is irrelevant. What is relevant is what? The message that is conveyed by the language.

So this idea that, you know, Adventists have believed that the beautiful language of Ellen White is an indication that, you know, these things were dictated to her as he says, it's irrelevant, it’s simply not true.

 

Jadi kata-kata Ellen White itu kata-katanya sendiri. Yang terinspirasi adalah si nabi. Pesannya disampaikan dalam bahasa manusia, tetapi itu pesan ilahi dari Allah dalam bahasa manusia. Dengan kata lain, kita meyakini inspirasi pikiran. Allah tidak mendiktekan pesanNya. Maka dalam hal inspirasi, gaya bahasanya tidak relevan. Allah tidak mendiktekan pesanNya, Dia tidak mengambil alih pena si nabi. Nabi itu bukan jurutulis Allah. Di inspirasi, ada unsur ilahi dan unsur manusiawi. Allah mengisi si nabi dengan pikiran-pikiran, kemudian si nabi menyampaikan pikiran-pikiran dari Allah dalam kata-kata manusia, menurut kemampuan bahasanya. Apa yang dikatakan tentang Alkitab ~ jika kalian merasa tidak nyaman dengan ini, kalian tidak akan menyukai Kristus ~ apa yang dikatakan tentang Alkitab juga bisa dikatakan tentang Yesus. Yesus adalah pesan Allah tetapi dalam bentuk manusia. Manna adalah makanan surga tetapi diadaptasikan ke kebutuhan manusia. Andai Allah mendiktekan Alkitab dalam bahasaNya, kita semua tidak akan mengerti karena pikiranNya jauh di atas pikiran kita. Kita mendapatkan harta karun ilahi dalam bejana-bejana manusiawi.

Kalian berkata, “Andaikan saja Allah berbicara dalam bahasaNya.” Kalian tidak akan mengerti apa yang dikatakan Allah. Maka Allah mengalah, Allah berkata, “Aku akan memberi mereka bantuan.” Allah sendiri! Mengagumkan bagaimana Allah, kerendahan hatiNya memberikan pesanNya kepada si nabi dalam bahasa si nabi yang tidak sempurna. Jadi jangan lihat bahasanya. Bahasa yang dipakai Ellen White itu tidak relevan, apakah itu bahasa yang indah, atau apakah itu bahasa yang kurang bagus, itu tidak penting. Yang penting ialah apa? Pesan yang disampaikan oleh bahasa itu.

Jadi konsep ini, bahwa orang Advent meyakini bahasa Ellen White yang indah itulah indikasi bahwa hal-hal itu didiktekan kepadanya seperti yang dikatakan Hanganu, itu tidak penting. Itu semata-mata tidak benar.

 

 

Ellen White had this to say, "God has been pleased to communicate His truth to the world by human agencies, and He Himself, by His Holy Spirit, qualified men and enabled them to do His work. He guided the mind in the selection of what to speak and what to write. The treasure was entrusted to earthen vessels, yet it is, nonetheless, from Heaven. The testimony is conveyed through the imperfect expression of human language, yet it is the testimony of God; and the obedient, believing child of God beholds in it the glory of a divine power, full of grace and truth.” (God’s Amazing Grace pg. 198)

 

Ellen White mengatakan ini,    “…Allah berkenan mengkomunikasikan kebenaranNya ke dunia melalui agen-agen manusia, dan Dia Sendiri, melalui Roh KudusNya, melayakkan dan memampukan manusia untuk melakukan pekerjaanNya. Allah menuntun pikiran dalam memilih apa yang dikatakan dan apa yang ditulis. Harta karun itu dipercayakan kepada bejana-bejana duniawi, namun itu tetap datang dari Surga. Kesaksian disampaikan melalui ekspresi bahasa manusia yang tidak sempurna, namun itulah kesaksian dari Allah; dan anak Allah yang patuh dan beriman, melihat di dalamnya kemuliaan dari kuasa ilahi, penuh rahmat dan kebenaran.” (God’s Amazing Grace hal. 198)

 

 

Ellen White never claimed that the beautiful language of her books was an evidence of her inspiration, neither did she claim to be a William Shakespeare. She openly admitted her literary limitations, but she was always seeking to improve her literary capacities. This idea that she was the same at the end of her life as at the beginning, is simply false. She became a very good writer towards the end of her life, still some mistakes needed to be corrected but she was a much more proficient writer at the end of her life. That can be proved by reading her manuscripts. Just go to the White Estate, ask for her manuscripts, and read them. It's simply not true.

The author of the article seems to think that only those who have been trained in literary institutions are able to write.

If church members have claimed that her beautiful language  is proof of her inspiration, that is not her fault. 

 

Ellen White tidak pernah mengklaim bahwa bahasa yang indah di buku-bukunya adalah bukti inspirasinya, juga dia tidak mengklaim sebagai seorang William Shakespeare. Secara terbuka dia mengakui keterbatasan literasinya, tetapi dia selalu berusaha meningkatkan kemampuan literasinya. Konsep ini bahwa dia tetap sama di akhir hidupnya sebagaimana pada awalnya, semata-mata tidak benar. Ellen White menjadi seorang penulis yang sangat bagus di bagian akhir akhir hidupnya, memang masih ada beberapa kesalahan yang harus dikoreksi, tetapi dia menjadi seorang penulis yang jauh lebih mahir di akhir hidupnya. Ini bisa dibuktikan dengan membaca naskah-naskahnya. Pergilah ke White Estate, tanyakan naskah-naskahnya, dan bacalah mereka. Itu sama sekali tidak benar.

Penulis artikel itu (Hanganu) sepertinya berpendapat bahwa hanya mereka yang pernah dilatih dalam institusi-institusi literasi yang bisa menulis.

Jika anggota gereja yang mengklaim bahwa bahasa Ellen White yang indah itu bukti bahwa dia diinspirasi, itu bukan kesalahan Ellen White.

 

 

Ellen White did not attempt to hide that she was limited in her language skills, she was open and honest about it. She was absolutely transparent on this point. Here are some of many examples.

 

Ellen White tidak berusaha menyembunyikan faktanya bahwa dia terbatas dalam kemampuan berbahasanya, dia terbuka dan jujur tentang hal itu. Dia seluruhnya transparan tentang poin ini. Ini ada beberapa contoh:

 

 

In her diary for January 10, 1873, she wrote, “This morning I take into candid consideration my writings. My husband is too feeble to help me prepare them for the printer, therefore I shall do no more with them at present. I am not a scholar. I cannot prepare my own writings for the press. Until I can do this I shall write no more. It is not my duty to tax others with my manuscript.” (Manuscript 3, 1873 - Diary Jan. 10, 1873.)

 

Di catatan hariannya tanggal 10 Januari 1873, Ellen White menulis,   “…Tadi pagi aku membuat pertimbangan yang jujur tentang tulisan-tulisanku. Suamiku terlalu lemah untuk membantuku menyiapkan mereka untuk percetakan, oleh karena itu aku tidak akan berbuat apa-apa lagi dengan mereka saat ini. Aku bukan orang terpelajar, aku tidak bisa menyiapkan tulisan-tulisanku sendiri untuk percetakan. Sampai aku bisa melakukan ini, aku tidak akan menulis lagi. Bukanlah tugasku untuk membebani orang-orang lain dengan naskah-naskahku.” (Manuscript 3, 1873 - Diary Jan. 10, 1873.)

 

 

Here's another one.

Diary January 11, 1873, the very next day. “We  rested  well  last  night.  This  Sabbath  morning  opens  cloudy.  My mind  is  coming  to strange conclusions. I am thinking I must lay aside my writing I have taken so much pleasure in, and see if I cannot become a scholar. I am not a grammarian. I will try, if the Lord will help me, at forty-five years old…”  by the way she lived to be 87, so there was still over 40 years to grow in her ability to write. So once again, “…I am not a grammarian. I will try, if the Lord will help me, at forty-five years old to become a scholar in the science. God will help me. I believe He will.”- (Manuscript 3, 1873 ~ Diary Jan. 11, 1873.)

 

Ini ada yang lain.

Catatan harian 11 Januari, 1873, keesokan harinya.   “…Semalam kami tidur nyenyak. Sabat pagi ini dibuka dengan langit berawan. Pikiranku tiba pada kesimpulan yang aneh. Aku berpikir aku harus mengesampingkan penulisanku yang telah aku kerjakan dengan penuh sukacita, dan mencoba apakah aku tidak bisa menjadi seorang terpelajar. Aku bukan seorang ahli tatabahasa. Aku akan berusaha, jika Tuhan membantuku, pada usia 45 tahun…”  nah, dia hidup hingga usia 87, jadi masih ada lebih 40 tahun baginya untuk bertumbuh dalam kemampuannya menulis. Jadi sekali lagi, “…Aku bukan seorang ahli tatabahasa. Aku akan berusaha, jika Tuhan membantuku, pada usia 45 tahun menjadi seorang terpelajar dalam ilmu itu. Allah akan membantuku. Aku yakin Dia akan.…” (Manuscript 3, 1873 ~ Diary Jan. 11, 1873.)

 

 

You know one of the great secrets of being a good writer is being a good reader. And Ellen White was a prolific reader. You can tell by the number of volumes in her library. Notice this statement.

Letter 67, 1894, “Now I must leave this subject so imperfectly presented that I fear you will misinterpret that which I feel so anxious to make plain. Oh, that God would quicken the understanding, for I am but a poor writer, and cannot with pen or voice express the great and deep mysteries of God. Oh, pray for yourselves, pray for me.” ( Letter 67, 1894.)

That's the voice of humility.

 

Kalian tahu, salah satu rahasia besar menjadi penulis yang baik ialah menjadi pembaca yang baik. Dan Ellen White adalah seorang pembaca yang rajin. Kita bisa melihat dari jumlah buku di perpustakaannya. Simak pernyataan ini.

Letter 67,1894, “…Sekarang aku harus membiarkan subjek ini diisampaikan dengan sedemikian tidak sempurnanya sehingga aku khawatir kalian akan salah memahami apa yang sangat ingin aku jelaskan dengan gamblang. O, semoga Allah akan menghidupkan pengertian, karena aku hanyalah seorang penulis yang buruk, dan tidak bisa mengekspresikan dengan pena dan suara, rahasia-rahasia Allah yang dalam. O, berdoalah untuk dirimu sendiri, berdoalah untukku.”

Itulah suara kerendahan hati.

 

 

The author suggests that Ellen White had non-existent language skills. ~ That's a pretty tall statement, and it's really a false witness ~ and that for this reason the works were the products of her editorial assistants. In his own words,

“…it was not Ellen White who wrote those documents and prepared them for the press, but the qualified “editorial assistants” who worked for her in the publication business but never received the due credit for their work.”

Now let's pursue that.

This is a lame argument when you realize that a shadow writer does not get the credit for the work, but rather the person who gave the original thoughts does. Even today on television programs the news anchor is up front while the copy editors merely have their names in the credits at the end of the program.

Ellen White's editorial assistants were not totally ignored by the way, because we know the names of all of them. Furthermore, why should they get the credit, when they were paid for their services to be the editors? It is the employer that should get the credit, not the employees.

 

Penulis itu (Hanganu) memberikan kesan bahwa Ellen White tidak memiliki keahlian berbahasa. ~ Itu pernyataan yang sangat sombong dan sesungguhnya itu adalah fitnah ~ dan untuk alasan itu, karya-karyanya sesungguhnya adalah hasil para asisten editorialnya. Dalam kata-katanya sendiri,

“…bukanlah Ellen White yang menulis dokumen-dokumen tersebut dan yang menyiapkan mereka untuk dicetak, tetapi para “asisten editorialnya yang mumpuni yang bekerja untuknya di usaha publikasi, namun yang tidak pernah menerima pengakuan untuk jasa mereka…”

Nah mari kita bahas ini.

Ini adalah perdebatan yang lemah, bila kita menyadari bahwa seorang penulis bayangan tidak mendapat kredit untuk pekerjaannya, melainkan orang yang asli yang memberikan pemikirannya yang mendapat. Bahkan hari ini di program-program televisi, pembaca berita ada di depan sementara nama para pemeriksa naskah hanya muncul di bagian kredit akhir program.

Nah, ketahuilah, para asisten editorial Ellen White tidak seluruhnya diabaikan, karena kita tahu semua nama mereka. Lebih jauh, mengapa mereka harus mendapatkan kredit karena mereka dibayar untuk jasa mereka sebagai editor? Majikan merekalah yang harus mendapatkan kredit, bukan karyawan-karyawannya.

 

 

Peter and John are described as idiots and without grammar that's my own translation, ἀγράμματοι [agrammatoi] and ἰδιώτης [idiōtēs] in Acts 4:13. They were fishermen with little formal education. And yet John wrote, as did Peter. Did they retain editorial assistants, or did they apply themselves to develop their language skills? You know John wrote towards the end of his life; so were the two epistles of Peter. Evidently they learned to write.

 

Petrus dan Yohanes digambarkan sebagai orang-orang idiot dan tanpa tatabahasa, ini terjemahan saya sendiri, ἀγράμματοι [agrammatoi] dan ἰδιώτης [idiōtēs] di Kisah 4:13. Mereka adalah nelayan dengan pendidian formal yang sangat sedikit. Namun Yohanes menulis, begitu juga Petrus. Apakah mereka memiliki asisten editorial atau apakah mereka sendiri mengembangkan kemampuan berbahasa mereka? Kalian tahu, Yohanes menulis menjelang akhir hidupnya; begitu juga kedua surat Petrus. Jelas mereka telah belajar menulis.

 

 

Ellen White emphasizes ~ here's another factor ~ that when at Pentecost they received the gift of tongues, they spoke the language correctly, notice they spoke correctly. Don't underestimate the ability of the Holy Spirit to qualify someone to write, even when they have no formal education. It's arrogant to say that someone that doesn't have formal education, a PhD, is not able to develop language skills and write. It’s intellectual arrogance.

 

Ellen White menekankan ~ ini ada faktor yang lain ~ bahwa pada hari Pentakosta mereka menerima karunia lidah, mereka berbicara dalam bahasa yang benar, simak mereka berbicara dengan benar. Jangan menghina kemampuan Roh Kudus melayakkan seseorang untuk menulis, bahkan bila dia tidak memiliki pendidikan formal apa pun. Sangatlah arogan mengatakan karena seseorang tidak memiliki pendidikan formal, bukan seorang PhD, dia tidak bisa mengembangkan kemampuannya berbahasa dan menulis. Itu kesombongan intelektual.

 

 

Notice Acts of the Apostles page 39 and 40,  “God therefore…”  speaking about Pentecost “…God therefore in a miraculous manner supplied the deficiency of the apostles…” you know, what this individual is saying? He's saying that God was not sufficiently able to help Ellen White. He's under estimating the ability of God to help the prophet. She continues saying,  “…The Holy Spirit did for them that which they could not have accomplished for themselves in a lifetime.  They could now proclaim the truths of the gospel abroad, speaking with accuracy the languages…”  Notice, the saying, “speaking”, “…the languages of those for whom they were laboring. This miraculous gift was a strong evidence to the world that their commission bore the signet of Heaven. From this time forth the language of the disciples was pure, simple, and accurate, whether they spoke in their native tongue or in a foreign language.”

It bears noting, folks, that the Greek of Peter's epistles and the Greek of the book of Revelation is very rough around the edges, in contrast to the Greek of Romans, Hebrews, and Luke. Paul and Luke were very highly educated, whereas Peter and John were not.

 

Simak Acts of the Apostles hal. 39-40, “…Oleh karena itu Allah…”  bicara tentang Pentakosta,    “…Oleh karena itu Allah dengan cara yang ajaib memenuhi kekurangan para rasul…”  Tahukah kalian apa yang dikatakan orang ini (Hanganu)? Dia mengatakan bahwa Allah tidak cukup mampu membantu Ellen White. Dia merendahkan kemampuan Allah untuk menolong nabi itu. Ellen White melanjutkan berkata,  “…Roh Kudus berbuat untuk mereka apa yang tidak bisa mereka capai sendiri seumur hidup. Mereka sekarang bisa memproklamasikan kebenaran injil keluar, berbicara dengan tepat dalam bahasa-bahasa…”  simak kata yang dipakai “berbicara”,   “…dalam bahasa-bahasa orang-orang untuk siapa mereka bekerja dengan keras. Karunia ajaib ini adalah bukti yang kuat bagi dunia bahwa tugas mereka menyandang meterai Surga. Mulai saat ini, bahasa para murid menjadi murni, sederhana, dan tepat, apakah mereka berbicara dalam bahasa ibu mereka atau dalam bahasa asing.”

Patut diperhatikan, Saudara-saudara, bahwa bahasa Greeka di surat-surat Petrus dan bahasa Greeka kitab Wahyu itu tidak mulus seluruhnya, dibandingkan dengan bahasa Greeka kitab Roma, Ibrani, dan Lukas. Paulus dan Lukas berpendidikan sangat tinggi, sementara Petrus dan Yohanes, tidak.

 

 

Now let's talk about Ellen White's management of the language. Let's talk about her as a speaker. Many people had the privilege of hearing Ellen White speak during her lifetime. Notice what a secular newspaper reporter had to say about a presentation that Ellen White made at Battle Creek. Here is what a secular person wrote about Ellen White's ability to speak. Was she some ignoramus who didn't know how to put together two sentences when she spoke? Listen carefully.

This is a presentation that Ellen White made at Battle Creek Tabernacle.  “There was a good attendance including a large number of our most prominent people at the lecture of Mrs. Ellen G. White at the Tabernacle last evening…” this was put in the newspaper of the following night.  “…This lady gave her audience a most eloquent discourse…” so which editor was whispering in her ear?  “…which was listened to with marked interest and attention. Her talk was interspersed with instructive facts which she had gathered in her recent visit to foreign lands, and demonstrated that this gifted lady has in addition to her many other rare qualifications, a great faculty for attentive careful observation and remarkable memory of details…” Now you understand why when she read the works of other authors some of the expressions stuck to her brain. She wasn't taking out the book and copying it, she was simply remembering what she had read. He continues saying,  “…This together with her fine delivery and her faculty of clothing her ideas with…” obtuse, illiterate, No! That's not what it says.  “…with choice, beautiful and appropriate language…” did she know how to handle the English language? Yes! She did. “…made her lecture one of the best that has ever been delivered by any lady in our city. That she may soon favor our community with another address is the earnest wish of all who attended last evening. And should she do so, there will be a large attendance…”

Does that sound like what is described in this article? Please! I mean be honest about it.

 

Nah, mari kita bahas tentang penguasaan bahasa Ellen White. Mari kita bahas dia sebagai seorang pembicara. Banyak orang mendapat kesempatan istimewa mendengar Ellen White berbicara di masa hidupnya. Simak apa kata seorang wartawan surat kabar sekuler tentang sebuah presentasi Ellen White di Battle Creek. Inilah yang ditulis oleh seorang sekuler tentang kemampuan Ellen White berbicara. Apakah dia seorang dungu yang tidak tahu bagaimana menyusun dua kalimat bila dia berbicara? Dengarkan baik-baik.

Ini adalah presentasi yang dibuat Ellen White di Battle Creek Tabernacle.

“… Ada kehadiran yang lumayan dalam jumlah, termasuk banyak dari orang-orang kita yang terpandang di ceramah Ny. Ellen G. White di Tabernacle semalam…”  ini diterbitkan di koran malam berikutnya. “…Ibu ini memberi pendengarnya suatu ceramah yang sangat indah…”  jadi editor yang mana yang sedang berbisik di telinganya?  “…yang didengarkan dengan penuh minat dan perhatian. Pembicaraannya diselingi oleh fakta-fakta yang instruktif yang telah dikumpulkannya saat kunjungannya yang terbaru ke luar negeri, dan mendemonstrasikan bahwa Ibu yang berbakat ini, di samping banyak kualifikasinya yang langka, memiliki kemampuan besar untuk observasi yang cermat dan seksama dan ingatan untuk detal-detail yang mengagumkan…” Sekarang kita paham mengapa ketika dia membaca karya-karya penulis-penulis yang lain, ada beberapa ungkapan yang melekat di ingatannya. Dia tidak mengeluarkan bukunya dan menyalinnya, dia semata-mata mengingat apa yang pernah dia baca. Wartawan ini melanjutkan berkata, “…Ini bersama-sama dengan cara penyampaiannya yang bagus dan kemampuannya mengemas ide-idenya dengan…” pengetahuan bahasanya yang tumpul… Tidak! Bukan itu katanya.  “…dengan bahasa pilihan yang indah dan layak…” apakah Ellen White menguasai bahasa Inggris? Ya! Betul. “…menjadikan ceramahnya salah satu yang terbaik yang pernah disampaikan oleh ibu mana pun di kota kita. Semoga dia boleh segera menghadiahi komunitas kita dengan ceramah yang lain, itulah harapan yang tulus dari semua yang hadir semalam. Dan sekiranya dia berbuat demikian, pasti akan ada banyak yang hadir …”

Apakah ini terdengar seperti apa yang digambarkan oleh artikel Hanganu? Yang bener aja! Maksud saya, yang jujur saja tentang hal ini.

 

 

At times some have asserted that the beauty, force, and power of Ellen White's writings are due to her editorial assistants, but who were the editorial assistants who interposed between her and her audiences? No literary assistants stood by her side polishing up her grammar, correcting her details, as she used choice, beautiful and appropriate language. This gifted lady with a remarkable memory of details demonstrated as is true for many other public persons that speaking skills are often different from one's writing techniques. Is that true? I find it extremely difficult to write, but I have no problem speaking. You know, I sit down to write a book, it takes a long time, a long time. It's laborious, it's hard, because you have to put all of your thoughts together. Ellen White didn't have that time. The thoughts just flowed to her mind and she just wrote, she didn't take the time to do all of the editorial work, because she knew that she had professionals who could clean up the grammar, and the syntax, why should she waste her time when there were people that were more capable in writing than she was? This gifted lady with a remarkable memory of details demonstrated as is true for many other public persons that speaking skills are often different from one's writing techniques.

Writing habits often reveal the author's mind is racing faster than the pen can write. You know sometimes I scribble things that I can't even read afterwards. Some of my best thoughts, some of my best theological thoughts come while I was riding my bicycle in the morning. You know what I do  when I get home? I scribble them on a piece of paper lest I forget, and many times I go back to the piece of paper and have to struggle to understand what I wrote.

Writing habits often reveal the author's mind is racing faster than the pen can write, regardless the author knows that the end product is what really matters, not the hasty techniques the author uses to get thought on paper. 

 

Terkadang ada yang menyatakan bahwa keindahan, kekuatan, dan kuasa tulisan-tulisan Ellen White itu jasa para asisten editorialnya, tetapi asisten editorial mana yang menjadi perantara dirinya dengan para pendengarnya? Tidak ada asisten literatur yang berdiri di sisinya, memoles tatabahasanya, mengoreksi detail-detailnya saat dia menggunakan bahasa pilihan, yang indah dan layak. Ibu yang berbakat ini yang punya ingatan yang luar biasa untuk detail-detail, membuktikan sebagaimana juga yang terjadi pada banyak tokoh publik, bahwa bakat berbicara seseorang itu sering berbeda dari teknik menulisnya. Benarkah itu? Buat saya, menulis itu sulit sekali, tetapi saya tidak punya masalah berbicara. Kalian tahu, saya duduk mau menulis buku, itu butuh waktu yang lama, waktu yang lama. Itu pekerjaan yang berat, itu sulit, karena saya harus mengumpulkan semua pikiran saya menjadi satu. Ellen White tidak punya waktu itu. Pikiran mengalir begitu saja ke benaknya dan dia tulis saja, dia tidak punya waktu untuk melakukan pekerjaan editorial, karena dia tahu dia punya orang-orang professional yang bisa membenahi tatabahasanya, sintaksisnya, jadi untuk apa dia harus membuang waktu bila ada orang-orang yang lebih mampu dalam hal menulis daripada dirinya? Ibu yang berbakat ini yang punya ingatan yang luar biasa untuk detail-detail, membuktikan sebagaimana juga yang terjadi pada banyak tokoh publik, bahwa bakat berbicara seseorang itu sering berbeda dari teknik menulisnya. Yang biasa terjadi saat menulis ialah pikiran si penulis berlari lebih cepat daripada yang bisa ditulis oleh pena-nya. Kalian tahu, terkadang saya mencatat sesuatu yang tidak bisa saya baca sendiri kemudian. Pikiran-pikiran theologi saya yang paling bagus, datang saat saya naik sepeda di pagi hari. Tahukah kalian apa yang saya lakukan begitu tiba di rumah? Saya menulis itu di secarik kertas supaya jangan lupa, dan seringkali saat saya kembali ke kertas itu, saya harus bergumul untuk mengerti apa yang telah saya tulis.

Yang biasa terjadi saat menulis ialah pikiran si penulis berlari lebih cepat daripada yang bisa ditulis oleh pena-nya. itu tidak jadi soal, si penulis tahu bahwa produk akhirnya itulah yang berarti, bukan teknik buru-buru yang dipakai si penulis untuk memindahkan pikirannya ke kertas.

 

 

Clifton Taylor a long time Bible teacher reflected on an occasion when he heard Ellen White for the first time. This is an eyewitness.

“All my life I had heard of this woman, and had wished to hear and see for myself. I had heard her critics declare that her writings were largely the work of her secretaries. Now I observed that in her extemporaneous speech…” that means that she didn't prepare for it “…her statements were filled with expression, exactly like those I had read so many times in her writings. As she related her various experiences, she impressed me as one who was glad to share with others the richness and blessing she had received…” So what about the editorial assistants? We know now that, you know, the beautiful language is not the test of inspiration or of the gift of prophecy. We know why Ellen White did not always use the most precise and exact language.

 

Clifton Taylor, seorang yang lama menjadi guru Alkitab merefleksi tentang suatu ketika saat untuk pertama kalinya dia mendengar Ellen White berbicara. Ini adalah seorang saksi mata.

“Seumur hidupku, aku sudah mendengar tentang perempuan ini, dan ingin mendengar dan melihatnya sendiri. Aku telah mendengar kritikus-kritikusnya menyatakan bahwa tulisan-tulisannya kebanyakan adalah pekerjaan para sekretarisnya. Nah, aku memperhatikan bahwa di pidatonya yang ekstemporan…” artinya dia tidak mempersiapkan pidato itu sebelumnya, “…pernyataan-pernyataannya penuh ekspresi, persis seperti yang sudah pernah sering aku baca di tulisan-tulisannya. Saat dia menceritakan pelbagai pengalamannya, dia memberiku kesan sebagai seseorang yang senang berbagi dengan orang lain, kekayaan dan berkat yang telah diterimanya…” Jadi bagaimana dengan para asisten editorialnya? Sekarang kita tahu bahwa bahasa yang indah itu bukan ujian pembuktian apakah itu inspirasi atau itu karunia nubuat. Kita tahu mengapa Ellen White tidak selalu menggunakan bahasa yang paling presisi dan tepat.

 

 

Let's talk a little bit about her copy editors. Regarding Ellen White's use of research assistants and copy editors, the author seems to ignore that sports figures that have a very limited knowledge of English writing skills, have written best-selling books, and I’d like to mention one specifically. There was a football player by the name of Dexter Manley who played for the Washington Redskins. He could not read or write, and yet a best-selling book was published by him. So how in the world could that happen? Well, let's continue reading. He was smart. The author seems to ignore that sports figures that have a very limited knowledge of English writing skills, have written best-selling books, actually they did not write them.

A shadow writer wrote the book after extensive interviews with the figure. The shadow writer is not permitted to add his own thoughts to the book. The player takes credit for the book, and the book is published under the player’s name even though professional editors do much of the editorial work. The player is given the right to read the finished product before it goes to press to make any necessary corrections, additions, or deletions. The editor cleans up the language, but the thought content belongs to the sports figure.

So why couldn't Ellen White use shadow editors? On repeated occasions Ellen White openly admitted that she used literary assistants to perfect the language of her articles and books, but on repeated occasions Ellen White emphasized something else, she emphasized two things:

1.   editorial assistants were not allowed to add their own thoughts to her productions, and

2.   she always read the finished product to make sure that things were as they should be.

 

Mari kita bicara sedikit tentang para copy editornya. Mengenai Ellen White menggunakan asisten riset dan editor, si penulis (Hanganu) sepertinya mengabaikan bahwa tokoh-tokoh olahraga yang memiliki kemampuan menulis dalam bahasa Inggris yang sangat terbatas, telah menghasilkan buku-buku paling laku, dan saya mau menyebut satu orang secara khusus. Ada seorang pemain bola bernama Dexter Manley yang bermain untuk Washington Redskins. Dia tidak bisa membaca atau menulis, namun sebuah buku paling laris diterbitkan olehnya. Jadi bagaimana ini bisa terjadi? Nah, mari kita lanjut membaca. Dia cerdik. Si penulis (Hanganu) sepertinya mengabaikan bahwa tokoh-tokoh olahraga yang memiliki kemampuan menulis dalam bahasa Inggris yang sangat terbatas, telah menulis buku-buku paling laku. Sesungguhnya mereka tidak menulis buku-buku itu. Seorang penulis siluman yang menulis buku itu setelah wawancara yang ekstensif dengan tokoh tersebut. Penulis siluman itu tidak diizinkan menambahkan pikirannya sendiri ke buku itu. Si pemain bola itu yang mengambil kredit untuk buku tersebut, dan buku itu dicetak dengan nama si pemain bola walaupun para editor professional yang terlibat dalam banyak pekerjaan editorialnya. Si pemain bola diberi hak untuk membaca produk akhirnya sebelum dicetak untuk membuat koreksi-koreksi, tambahan-tambahan, atau penghapusan-penghapusan yang diperlukan. Si editor yang membenahi bahasanya, tetapi konten pikirannya berasal dari si tokoh olahraga.

Jadi mengapa Ellen White tidak boleh menggunakan editor siluman? Pada banyak kesempatan Ellen White secara terbuka mengakui bahwa dia menggunakan asisten literasi untuk menyempurnakan bahasa artikel-artikelnya dan buku-bukunya, tetapi berulang kali Ellen White menekankan hal yang lain, dia menekankan dua hal:

1.   para editor pembantu tidak diizinkan menambahkan pikiran mereka sendiri ke karya tersebut, dan

2.   dia selalu membaca produk akhirnya untuk memastikan bahwa hal-hal sudah seperti yang seharusnya.

 

 

Now I’m going to read from her own writings what she actually said about her editors and there are many here but I thought that I would put lots of them in here so that you see that Ellen White wasn't hiding that she used editors, and she explains the reason why. She states at the top of page 13, “While my husband lived, he acted as a helper and counselor in the sending out of the messages that were given to me. We traveled extensively. Sometimes light would be given to me in the night season, sometimes in the daytime before large congregations. The instruction I received in vision was faithfully written out by me…” by whom? With absolutely perfect grammar, syntax, and spelling, right? No! But was the message written by her? Of course it was.  “…The instruction I received in vision was faithfully written out by me as I had time and strength for the work. Afterward we examined the matter together, my husband correcting…” what?  “…grammatical errors and eliminating needless repetition. Then it was carefully copied for the persons addressed, or for the printer. As the work grew, others assisted me…”  she's really trying to hide this, isn't she? “…others assisted me in the preparation of matter for publication. After my husband's death, faithful helpers joined me, who labored untiringly in the work of copying the testimonies and preparing articles for publication. But the reports that are circulated, that any of my helpers are permitted to add matter or change the meaning of the messages I write out, are not true…”  so you have to wonder who's telling the truth here. I choose Ellen White. She continues writing, “…While we were in Australia the Lord instructed me that W.C. White should be relieved from the many burdens his brethren would lay upon him, that he might be more free to assist me in the work the Lord has laid upon me. The promise had been given,I will put My Spirit upon him, and give him wisdom.’  Since my return to America I have several times received instruction that the Lord has given me W.C. White to be my helper, and that in this work the Lord will give him of His Spirit.” (1 Selected Messages pg. 50)

 

Sekarang saya akan membacakan dari tulisannya sendiri apa yang dikatakan Ellen White tentang para editornya dan ada banyak di sini, tetapi saya pikir saya akan memasukkan banyak dari mereka di sini supaya kalian bisa melihat bahwa Ellen White tidak menyembunyikan faktanya bahwa dia menggunakan editor, dan dia menjelaskan alasannya mengapa. Dia menyatakan di bagian atas hal. 13, “…Saat suamiku masih hidup, dia bertindak sebagai seorang penolong dan penasihat dalam mengirimkan pesan-pesan yang diberikan kepadaku. Kami banyak bepergian. Terkadang terang diberikan kepadaku di malam hari, terkadang di pagi hari di hadapan kumpulan jemaat yang banyak. Instruksi yang aku terima dalam penglihatan aku tulis dengan setia…” siapa yang menulis? Dengan tatabahasa, sintaksis, dan ejaan yang sempurna, benar? Tidak! Tetapi apakah pesannya ditulis oleh Ellen White? Tentu saja.  “…Instruksi yang aku terima dalam penglihatan aku tulis dengan setia bila aku punya waktu dan tenaga untuk pekerjaan itu. Setelah itu kami memeriksa bahannya bersama-sama, suamiku mengoreksi…” apa? “…kesalahan-kesalahan gramatik dan menghapus pengulangan yang tidak perlu. Kemudian itu disalin dengan seksama untuk orang-orang yang dialamatkan atau untuk penerbit. Dengan berkembangnya pekerjaan, orang-orang lain membantuku…” dia benar-benar berusaha menyembunyikan ini, bukan? “…orang-orang lain membantuku dalam mempersiapkan bahan untuk publikasi. Setelah kematian suamiku, pembantu-pembantu yang setia bergabung denganku, yang bekerja tanpa mengenal lelah dalam menyalin kesaksian-kesaksian dan menyiapkan artikel-artikel untuk publikasi. Tetapi laporan-laporan yang disebarkan bahwa pembantu-pembantuku yang mana saja diizinkan menambahi bahan atau mengubah makna pesan-pesan yang aku tulis, itu tidak benar…”  Jadi kita harus mereka-reka siapa yang bicara sejujurnya di sini. Saya memilih Ellen White. Dia melanjutkan menulis,    “…Selagi kami di Australia, Tuhan menginstruksikan aku bahwa W.C. White harus dibebaskan dari banyak beban yang mau ditanggungkan saudara-saudaranya kepadanya, supaya dia bisa lebih bebas membantuku dalam pekerjaan Tuhan yang diberikan kepadaku. Janji telah diberikan, ‘Aku akan menempatkan RohKu padanya dan memberinya hikmat’. Sejak kepulanganku ke Amerika, beberapa kali aku telah menerima instruksi bahwa Tuhan telah memberikan kepadaku W.C. White untuk menjadi pembantuku, dan bahwa dalam pekerjaan ini Tuhan akan memberinya RohNya.” (1 Selected Messages pg. 50)

 

 

She says in Vol. 3 of Selected Messages pg. 90, “My copyists you have seen. They do not change my language. It stands as I write it. . . .”  (3SM 90.3).        

 

Ellen White berkata di Selected Messages Vol. 3 hal. 90,    “…Para  penyalinku kamu sudah lihat. Mereka tidak mengubah bahasaku. Itu tetap seperti yang aku tulis. (3SM 90.3)

 

 

In Letter 133, 1902 she says, I read over all that is copied, to see that everything is as it should be. I read all the book manuscript before it is sent to the printer. So  you  can  see  that  my  time  must  be  fully occupied. Besides writing, I am called upon to speak to the different churches and to attend important meetings. I could not do this work unless the Lord helped me.”

 

Di Letter 133, 1902, Ellen White berkata, “…Aku membaca semua yang disalin, untuk memastikan bahwa semuanya seperti yang seharusnya. Aku membaca semua naskah buku sebelum itu dikirim ke percetakan. Jadi kalian lihat, waktuku terisi padat. Di samping menulis, aku juga diberi tugas untuk berbicara kepada gereja-gereja yang berbeda dan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan penting. Aku tidak mungkin bisa melakukan pekerjaan ini kecuali dengan bantuan Tuhan.”

 

 

Probably the best-known editor of Ellen White's writings was a lady by the name of Marian Davis. She actually worked for Ellen White for a period of 25 years, and I’d like to read a few statements here about her work. This statement is Manuscript 146, 1904, “Marian had been with me about twenty-five years. She was my chief worker in arranging the matter for my books…” arranging the matter of the books, not creating, arranging.  “…She ever appreciated the writings…”  now notice how Marian Davis considered the writings  “…She ever appreciated the writings as sacred matter placed in her hands, and would often relate to me what comfort and blessing she received in performing this work, that it was her health and her life to do this work. She ever handled the matters placed in her hands as sacred. I shall miss her so much. Who will fill her place?” Was Marian Davis angry because she was not recognized for her work? Did she recognize that it was very sacred? Did she have an issue and say, “Well, the words of Ellen White they weren't inspired, I was the creator of those.”? Never! She continues saying. “…Marian's work is of a different order altogether. She is my bookmaker…” and some people have misinterpreted that, “see, Marian was the one who made the books.” But you need to understand what Ellen White is saying.  “…Fanny [Bolton]…” who you'll find the explanation here, she was a newspaper writer, and after becoming a Seventh-Day Adventist was drawn into Ellen White's literary work, and soon after accompany her to Australia. But anyway Fanny  “…never was my bookmaker. How are my books made? Marian does not put in her claim for recognition…” So he says that recognition was not given to the editors.  Marian didn't want any recognition. She wasn't the author, she was the editor.  Let me ask you, is that the editor of a book that gets all of the big credit? Oh, what a wonderful book written by the editor! Of course not! The editor simply cleans up the literary production. Now notice what she continues saying, “…She does her work in this way:…” in what sense was she the bookmaker.  “…She takes my articles that are published in the papers…” that is in The Signs of the Times, Review and Herald, Youths Instructor, etc.  “…and pastes them in blank books. She also has a copy of all the letters I write. In preparing a chapter for a book, Marian remembers that I have written something on that special point, which may make the matter more forcible. She begins to search for this, and if when she finds it, she sees that it will make the chapter more clear, she adds it…”  Are you understanding how she worked? And then she goes on to say, “…The  books  are  not  Marian's  productions,  but  my  own,  gathered  from  all  my  writings. Marian has a large field from which to draw,…” but that large field was written by Ellen White  “…and her ability to arrange the matter is of great value to me. It saves my poring over a mass of matter, which I have no time to do…”

And she also asked some of her consultants, you know, she would tell them you know, “I saw this in vision, see if you can find something relating to that.” You know, writers have research assistants,  is not such a big issue.

 

Mungkin editor tulisan-tulisan Ellen White yang paling dikenal adalah seorang ibu bernama Marian Davis. Dia bekerja untuk Ellen White selama 25 tahun, dan saya ingin membacakan beberapa pernyataan di sini tentang pekerjaannya. Pernyataan ini di Manuscript 146, 1904,   “…Marian sudah bersamaku sekitar 25 tahun. Dialah karyawanku yang paling utama dalam penyusunan bahan-bahan untuk buku-bukuku…”  menyusun bahan-bahan untuk buku-buku, bukan menciptakan, tapi menyusun.  “…Dia selalu mengapresiasi tulisan-tulisan itu…”  sekarang simak bagaimana Marian Davis menganggap tulisan-tulisan itu. “…Dia selalu mengapresiasi tulisan-tulisan itu sebagai bahan yang sakral yang ditempatkan di tangannya, dan sering dia akan menceritakan kepadaku  betapa itu merupakan penghiburan dan berkat yang diterimanya bekerja untuk pekerjaan ini, bahwa dia diberi kesehatan dan hidup memang untuk mengerjakan pekerjaan ini. Dia selalu menangani bahan-bahan yang diserahkan ke tangannya sebagai sakral. Aku akan sangat merindukannya. Siapa yang akan menggantikannya?…”  Apakah Marian Davis marah karena pekerjaannya tidak diakui? Apakah dia mengenali bahwa pekerjaan itu sangat sakral? Apakah dia punya masalah dan berkata, “Nah, kata-kata Ellen White itu tidak terinspirasi, akulah yang menciptakan itu.” Tidak pernah! Ellen White melanjutkan berkata, “…Pekerjaan Marian itu sama sekali dari jenis yang berbeda. Dia adalah pembuat bukuku…”  dan beberapa orang salah memahami ini, “lihat, Marian adalah yang membuat buku-buku itu”. Tetapi kalian perlu mengerti apa yang dikatakan Ellen White. “…Fanny (Bolton)…”  yang akan kalian temukan penjelasannya di sini, dia adalah seorang penulis suratkabar, dan setelah menjadi seorang MAHK,  dia ditarik ke pekerjaan literasi Ellen White, dan tidak lama kemudian mendampingi Ellen White ke Australia. Nah, tapi Fanny    “…tidak pernah menjadi pembuat bukuku. Bagaimana buku-bukuku dibuat? Marian tidak memasukkan klaimnya untuk minta diakui…”  Jadi dia (Hanganu) berkata bahwa para editor tidak mendapatkan pengakuan. Marian tidak mau pengakuan apa pun. Marian bukanlah pengarangnya, dia editornya. Coba saya tanya, apakah editor sebuah buku yang mendapatkan kredit besarnya? Oh, betapa bagusnya buku yang ditulis oleh editornya! Tentu saja tidak! Editor semata-mata membenahi produksi literasinya. Nah, simak apa kata Ellen White selanjutnya,    “…Dia melakukan pekerjaannya dengan cara demikian…”  dalam pengertian apa dia adalah si pembuat buku.  “…Dia mengambil artikel-artikelku yang sudah diterbitkan di surat-surat kabar…”  yaitu di Signs of the Times, Review and Herald, Youth Instructor, etc.  “…lalu melekatkannya di kitab-kitab kosong. Dia juga memiliki satu copy dari semua surat yang aku tulis. Dalam mempersiapkan satu bab untuk sebuah buku, Marian mengingat bahwa aku pernah menulis sesuatu tentang poin khusus itu, yang bisa membuat hal itu lebih kuat. Dia mulai mencarinya, dan jika dia menemukannya, dia lihat bahwa itu akan membuat bab tersebut lebih jelas, maka dia tambahkan…”  apakah kalian paham bagaimana Marian bekerja? Kemudian Ellen White melanjutkan berkata,    “…Buku-buku itu bukanlah karya Marian, melainkan karyaku sendiri, yang dikumpulkan dari semua tulisanku. Marian punya lahan yang luas dari mana dia bisa mengambilnya…” tetapi lahan luas tersebut ditulis oleh Ellen White, “…dan kemampuannya menyusun bahan itu sangat besar nilainya bagiku. Itu membebaskan aku dari harus memelototi setumpuk bahan, yang aku tidak punya waktu untuk lakukan. …” 

Dan Ellen White juga minta beberapa dari konsultannya, dia akan mengatakan kepada mereka, “Aku melihat ini dalam penglihatan, coba lihat apakah engkau bisa menemukan sesuatu yang berkaitan dengan itu.” Kalian tahu, para penulis punya asisten-asisten riset, itu bukan masalah besar.

 

 

W.C. White explained about Ellen White's editorial assistants, this will be the last quotation before our break.  “Mother's copyists are entrusted with the work of correcting grammatical errors of eliminating unnecessary repetitions and of grouping paragraphs and sections in their best order.  Mother’s workers of experience such as sisters Davis, Burnham, Bolton, Peck, and Hare, who are very familiar with her writings, are authorized to take a sentence, paragraph, or section, from one manuscript and incorporate it with another manuscript where the same thought was expressed, but not so clearly. But none of mother's workers are authorized to add to the manuscripts by introducing thoughts of their own.”

 

W.C. White menjelaskan tentang asisten-asisten editorial Ellen White, ini adalah kutipan terakhir sebelum jam istirahat kita. “Para penyalin Ibu dipercaya dengan pekerjaan mengoreksi kesalahan-kesalahan gramatika, menghapus pengulangan yang tidak perlu, dan mengelompokkan paragraf-paragraf dan bagian-bagian menurut susunan yang paling bagus. Karyawan-karyawan Ibu yang berpengalaman, seperti Saudari Davis, Burnham, Bolton, Peck, dan Hare, yang sangat mengenal tulisan-tulisannya, diberi wewenang untuk mengambil sebuah kalimat, paragraf, atau bagian dari satu naskah dan menggabungkannya dengan naskah yang lain di mana  konsep yang sama diekspresikan tetapi kurang begitu jelas. Tetapi tidak satu pun dari karyawan Ibu diberi wewenang untuk menambahkan ke naskah-naskah itu dengan memasukkan pikiran-pikiran mereka sendiri.”

 

 

And let me just add this one more before we reach an end of this session. “…The  books  are  not  Marian's  productions…”  we already have this quotation, once again, “…The  books  are  not  Marian's  productions but  my  own,  gathered  from  all  my  writings. Marian has a large field from which to draw,…” why?  Because Ellen White wrote over four thousand five hundred pages of articles in Signs of the Times, Review and Herald, Youth Instructor, and other journals. She had a vast mass of material from which she could draw. She finishes by saying, “…It saves my poring over a mass of matter, which I have no time to do…”

 

Dan izikan saya menambahkan satu ini lagi sebelum kita mengakhiri sesi ini. “…Buku-buku tersebut bukanlah karya Marian…”  kita sudah membaca kutipan ini, sekali lagi,    “…Buku-buku tersebut bukanlah karya Marian melainkan karyaku sendiri, dikumpulkan dari semua tulisanku. Marian punya lahan yang luas dari mana dia bisa mengambilnya…”  mengapa? Karena Ellen White sudah menulis lebih dari 4’500 halaman artikel di Signs of the Times, Review and Herald, Youth Instructor, dan jurnal-jurnal lainnya. Dia memiliki bahan yang banyak dari mana dia bisa mengambilnya. Ellen White mengakhiri dengan mengatakan,   “…Itu membebaskan aku dari harus memelototi setumpuk bahan, yang aku tidak punya waktu untuk lakukan.”

 

 

So what do you think? That because Ellen White was a prophet she had to spend all of her time putting all of the material that had previously been written in book form or she had to write it out all over again from scratch? Come on, be real, folks! Ellen White was a very busy person. She was active day and night. At night she was writing many times before anybody got up, hours before anybody got up. So she was a practical person.

Once again, what this author says about Ellen White simply does not present the full picture. Ellen White was the author or was the writer of these books, the author was the Holy Spirit, not her assistants.

 

Jadi apa pendapat kalian? Karena Ellen White seorang nabi dia harus menghabiskan semua waktunya mengumpulkan segala materi yang sebelumnya sudah ditulis dalam bentuk buku, atau dia harus menulisnya ulang lagi dari nol? Yang bener aja, Saudara-saudara! Ellen White adalah orang yang sangat sibuk. Dia aktif siang dan malam. Di malam hari dia menulis, dan sering kali sebelum ada yang bangun, berjam-jam sebelum orang lain bangun. Jadi dia adalah orang yang praktis.

Sekali lagi, apa yang dikatakan penulis ini (Hanganu) tentang Ellen White semata-mata tidak memberikan gambar yang utuh. Ellen White adalah penulis buku-buku ini, pengarangnya adalah Roh Kudus, bukan asisten-asisten Ellen White.

 

 

 

17 02 23