Saturday, April 13, 2024

EPISODE 32/32 ~ THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM ~ LOOKING UNTO JESUS ~ STEPHEN BOHR

 

THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM

Part 32/32 - Stephen Bohr

LOOKING UNTO JESUS

https://www.youtube.com/watch?v=5V-SVjNjcc0&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=33

 

 

Dibuka dengan doa.

 

 

You're driving down an icy road in the dead of winter and your car begins to skid on the ice and you lose control of the car. Which ditch would you rather slide into, the right ditch or the left ditch? Most likely I would guess that you have no preference. You would rather stay on the road. In this concluding presentation in the Final Generation Symposium we are going to discuss two theological ditches that take us off the spiritual road, and how to stay on the road, we're going to look at. Ellen White vividly described the two ditches and the counterfeit theology that stands behind the two ditches.

 

Kita sedang mengemudi di jalan menurun yang bersalut es di tengah-tengah musim salju, dan mobil kita mulai selip di atas jalanan yang licin dan kita kehilangan kendali atas mobil itu. Kita lebih suka masuk ke parit yang mana, parit kanan atau parit kiri? Tebakan saya yang paling mirip adalah tidak ada parit yang kita pilih. Kita lebih suka tetap berada di atas jalan. Dalam presentasi pamungkas dari Simposium Generasi Terakhir ini, kita akan membahas dua parit theologi yang membawa kita keluar dari jalanan spiritual, dan bagaimana kita bisa tetap berada di atas jalan, kita akan melihatnya. Ellen White menggambarkan dengan jelas kedua parit itu dan theologi palsu yang berada di belakang kedua parit tersebut.

 

 

I read from Great Controversy page 572, “A prayerful study of the Bible would show Protestants the real character of the papacy, and would cause them to abhor and to shun it; but many are so wise in their own conceit that they feel no need of humbly seeking God that they may be led into the truth. Although priding themselves on their enlightenment,  they are ignorant both of the Scriptures and of the power of God….” listen carefully now.  “…They must have some means of quieting their consciences, and they seek that which is least spiritual and humiliating. What they desire is a method of forgetting God which shall pass as a method of remembering Him. The papacy is well adapted to meet the wants…”  not the needs “…the wants of all these. It is prepared for two classes of mankind, embracing nearly the whole world—those who would be saved by their merits, and those who would be saved in their sins. Here is the secret of its power.”

 

Saya membaca dari Great Controversy hal. 572, “…Suatu pembelajaran Alkitab yang disertai doa akan menunjukkan kepada orang-orang Protestan karakter sesungguhnya dari Kepausan, dan akan membuat mereka muak kepadanya dan menjauhinya; tetapi banyak yang merasa begitu pandai dalam kesombongannya sendiri sehingga mereka tidak merasa perlu mencari Allah dengan rendah hati agar mereka boleh dituntun kepada kebenaran. Walaupun mereka membanggakan diri dengan pencerahan mereka, mereka tidak tahu apa-apa baik tentang Kitab Suci maupun kuasa Allah…”  Sekarang dengarkan baik-baik,    “…Mereka tentunya punya beberapa cara untuk membungkam hati nurani mereka dan mereka mencari mana cara yang paling tidak spiritual dan merendahkan. Apa yang mereka inginkan ialah suatu cara untuk melupakan Allah yang akan bisa dianggap sebagai cara mengingatNya. Kepausan cukup bisa beradaptasi untuk memberikan apa yang diminta…”  bukan apa yang diperlukan, “…apa yang diminta dari semua ini. Dia siap bagi kedua golongan manusia, merangkul hampir seluruh dunia ~ (1) mereka yang mau diselamatkan oleh amal mereka, dan (2) mereka yang mau diselamatkan dalam dosa-dosa mereka. Di sinilah rahasia kekuatannya.”

 

 

Two deadly errors :

ü   the idea that you can be saved by your merits,

ü   and the idea that we can be saved in our sins.

 

Dua kesalahan fatal:

ü   konsep bahwa kita bisa diselamatkan oleh amal kita,

ü   dan konsep bahwa kita bisa diselamatkan dalam dosa-dosa kita.

 

 

So let's examine the right ditch: Legalism.

The legalist has problems with the internal motivations for doing good works. He believes that he can be saved by his merits and exalts the Law at the expense of grace. The Pharisees have three qualities:

1.    They trust in their own works for salvation.

2.    They compare their righteousness with the righteousness of others, and

3.    What they do, they do to acquire the praise of fellow human beings.

 

Jadi mari kita periksa parit yang kanan: Legalisme.

Orang legalis punya masalah dengan motivasi internal  untuk berbuat baik. Dia percaya bahwa dia bisa diselamatkan oleh amal-amalnya dan meninggikan Hukum dengan merendahkan kasih karunia. Orang-orang Farisi punya tiga sifat:

1.    Mereka mengandalkan perbuatan mereka sendiri untuk selamat.

2.    Mereka membandingkan kebenaran mereka dengan kebenaran orang lain, dan

3.    Apa yang mereka lakukan, mereka lakukan untuk mendapatkan pujian sesama manusia.

 

 

Now there's a story that I want to read which epitomizes the attitude of the legalist, of the person who lives in the first ditch, the right ditch as I’ve called it. Luke 18:9-14 has the parable of the Pharisee and the publican. And this is how it reads. Also He…” that is Jesus  “…spoke this parable to some who trusted in themselves that they were righteous, and despised others…” there you have two of the characteristics: they were self-centered and they despised others  “…10 ‘Two men went up to the temple to pray, one a Pharisee and the other a tax collector. 11 The Pharisee stood and prayed thus with himself, ‘God, I thank You that I am not like other men— extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. 12 I fast twice a week; I give tithes of all that I possess.’…” now notice the contrast of the tax collector  “…13 And the tax collector, standing afar off, would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast, saying, ‘God, be merciful to me a sinner!’ 14 I tell you, this man went down to his house justified rather than the other; for everyone who exalts himself will be humbled, and he who humbles himself will be exalted.”

 

Nah, ada cerita yang mau saya bacakan yang menggambarkan sikap orang legalis, orang yang hidup dalam parit yang pertama, parit kanan sebagaimana saya sebutkan tadi. Lukas 18:9-14 adalah perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai. Dan beginilah bunyinya, 9 Juga Dia…” yaitu Yesus, “…mengatakan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang mengandalkan diri mereka sendiri bahwa mereka benar dan memandang rendah orang lain,…”  jadi di sini ada dua dari sifat-sifat mereka: mereka memusatkan segala pada diri mereka sendiri dan mereka merendahkan orang lain. “…10 Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. 11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dengan dirinya sendiri demikian, ‘Ya Allah, aku bersyukur aku tidak seperti orang lain ~ pemeras, lalim, pezinah, bahkan seperti pemungut cukai ini. 12 Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala milikku.’…”  Sekarang simak kontrasnya dengan si pemungut cukai. “…13 Dan pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan tidak sedikit pun  berani mengangkat matanya ke langit, melainkan  memukuli dadanya sambil berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa.’ 14 Aku berkata kepadamu, Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah,  tidak seperti yang satunya. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

 

 

Jesus had to struggle constantly in His ministry against this deadly ditch, the ditch of legalism. We find other stories that illustrate Christ's battle with the Pharisees of His day.

ü   We think of the rich young ruler.

Outwardly he seemingly was a Commandment-keeper but lacked the inward motivation of love.

 

ü   The elder son in the story of the prodigal son.

He served his father not out of love but out of reward. In fact, Luke 15:29 we find the elder son saying, he's speaking to his father, 29…. ‘Lo, these many years I have been serving you; I never transgressed your commandment at any time; and yet you never gave me a young goat, that I might make merry with my friends.’…”

 

ü   The parable of the vineyard workers also illustrates those who serve in order to earn the reward.

You know, the owner of the vineyard went out at different hours of the day to recruit workers, and he recruited some at 6 a.m and some at 5 o'clock in the afternoon right before the end of the working day. And when the payment came everyone was paid the same. And of course this aggravated those who had been working since 6 a.m. They said, “We worked more and therefore we deserve a greater reward.”

 

ü   We also find this same characteristic in Matthew chapter 6 the first few verses.

There you have the Pharisees giving alms and praying in public squares with a great show of piety, to be praised by men, and they got their reward which was the praise of men. The problem with the Pharisees is that the outside looked good but the inside was all wrong.

 

ü   Notice Matthew 23:23-28.

Here we have epitomized the problem of the legalist, the one who is in the right ditch. 23 Woe to you…” Jesus is speaking, “…scribes and Pharisees, hypocrites! For you pay tithe of mint and anise and cummin, and have neglected the weightier matters of the Law: justice and mercy and faith. These you ought to have done, without leaving the others undone. 24 Blind guides, who strain out a gnat and swallow a camel!  25 ‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites!...” now here comes a diagnosis of the problem  “…Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you cleanse the outside of the cup and dish, but inside they are full of extortion and self-indulgence.26 Blind Pharisee, first cleanse the inside of the cup and dish, that the outside of them may be clean also. 27 ‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you are like whitewashed tombs which indeed appear beautiful outwardly, but inside are full of dead men’s bones and all uncleanness. 28 Even so you also outwardly appear righteous to men, but inside you are full of hypocrisy and Lawlessness’.”

What is the problem of the Pharisee? Looks like a Law-keeper outside but there are problems inside. The motivation for those works is for exaltation and for personal salvation.

 

Dalam ministriNya Yesus harus senantiasa bergumul melawan parit yang mematikan in, parit legalisme. Kita temukan kisah-kisah lain yang menggambarkan pergumulan Kristus dengan orang-orang Farisi di zamanNya.

ü   Kita teringat akan pemimpin muda yang kaya.

Di luarnya dia sepertinya seorang pemelihara Hukum, tetapi dia tidak punya motivasi cinta dalam hatinya.

 

ü   Anak yang sulung di kisah anak yang hilang.

Dia mengabdi pada ayahya bukan demi cinta, melainkan demi pahala. Sesungguhnya di Lukas 15:29 kita temukan anak sulung ini berkata, dia sedang bicara kepada ayahnya, 29 ….katanya ‘Lihatlah, telah bertahun-tahun aku melayani bapak dan belum pernah aku melanggar perintah bapak kapan pun, tetapi kepadaku belum pernah bapak berikan seekor anak kambing supaya aku boleh bersenang-senang dengan sahabat-sahabatku.’…”

 

ü   Perumpamaan dari pekerja kebun anggur juga menggambarkan mereka yang mengabdi demi mendapatkan pahala.

Kalian tahu, pemilik kebun anggur itu keluar pada jam-jam yang berbeda untuk mencari pekerja, dan dia mengangkat beberapa pada pukul 6 a.m., dan beberapa pada pukul 5 sore, tepat sebelum berakhirnya jam kerja. Dan ketika tiba saat gajian, semua mendapat gaji yang sama. Dan tentu saja ini membuat marah mereka yang telah bekerja sejak pukul 6 a.m. Mereka berkata, “Kami bekerja lebih banyak dan karenanya kami berhak atas gaji yang lebih banyak.”

 

ü   Kita juga menemukan karakteristik yang sama ini di Matius pasal 6 ayat-ayat pertamanya.

Di sini ada orang Farisi yang memberi derma dan berdoa di alun-alun dengan memamerkan gaya kesalehannya supaya dipuji manusia, dan mereka sudah mendapatkan pahala mereka yaitu pujian manusia. Masalah dengan orang-orang Farisi ialah di bagian luarnya mereka tampak bagus, tetapi bagian dalamnya semuanya salah.

 

ü   Simak Matius 23:23-28

Di sini digambarkan masalah orang-orang legalis, yang ada di parit kanan. 23 Celakalah kamu…”  Yesus sedang bicara,   “…hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! Sebab kamu mengembalikan persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi telah mengabaikan yang lebih penting dalam Hukum Taurat, keadilan dan belas kasihan dan iman. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. 24 Kalian pemimpin-pemimpin buta, yang menyaring ngengat dan menelan unta! 25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik!…” sekarang diberikan diagnose masalahnya.  “…Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik!  Sebab kamu bersihkan sebelah luar cawan dan pinggan, tetapi sebelah dalamnya penuh pemerasan dan pemanjaan diri. 26 Hai orang Farisi yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan dan pinggan itu, supaya sebelah luarnya juga akan bersih. 27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! Sebab kamu sama seperti kuburan yang dicuci bersih, yang memang tampak indah sebelah luarnya, tetapi di sebelah dalamnya penuh tulang belulang orang mati dan pelbagai kenajisan. 28 Demikian jugalah, di luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di dalam kamu penuh kemunafikan dan pelanggaran Hukum.”

Apa masalah orang-orang Farisi? Mereka tampak seperti pemelihara Hukum di luarnya tapi ada masalah di dalam. Motivasi dari perbuatan-perbuatan itu ialah agar ditinggikan dan demi keselamatan pribadi.

 

 

Now let's talk about the left ditch: the idea of those who think that they can be saved in their sins. The left ditch represents those who excuse sin, they claim that the inside is right with the Lord, but the outside contradicts their claim. They claim that they can be saved in their sins, and they exalt grace above the Law.

ü   So the legalist exalts the Law above grace,

ü   and the person who excuses sin, exalts grace above the Law.

The apostle Paul spoke about these. In 2 Timothy 3:1-5 the apostle Paul gives a long list of sins that will exist in the last days. The first on the list is “lovers of their own selves”, and the list ends by “lovers of pleasure more than lovers of God”. And then the apostle Paul states that these individuals who are lovers of themselves and lovers of pleasure more than lovers of God, these individuals have the form of godliness but they lack the power of godliness.

 

Nah, mari kita bicara tentang parit yang kiri: konsep dari mereka yang menganggap mereka bisa diselamatkan dalam dosa-dosa mereka. Parit kiri mewakili mereka yang menerima adanya dosa, mereka mengklaim bahwa bagian dalamnya benar dengan Tuhan, namun bagian luar mereka bertolakbelakang dengan klaim mereka. Mereka mengklaim bahwa mereka bisa diselamatkan dalam dosa-dosa mereka, dan mereka meninggikan kasih karunia di atas Hukum.

ü   Maka yang legalis meninggikan Hukum di atas kasih karunia,

ü   Dan orang yang menerima kehadiran dosa, meninggikan kasih karunia di atas Hukum.

Rasul Paulus bicara tentang mereka ini. Di 2 Timotius 3:1-5 rasul Paulus memberikan sebuah daftar panjang dosa-dosa yang akan ada di hari-hari akhir. Yang pertama di daftar itu adalah mereka yang  “mencintai dirinya sendiri”   dan daftar itu berakhir dengan mereka yang  “mencintai kesenangan lebih daripada mencintai Allah”.  Orang-orang ini punya bentuk kesalehan namun tidak memiliki kuasa kesalehan.

 

 

Now in 2 Timothy chapter 3 talking about non-Christians, secular people, notice this statement from Ellen White. This is very interesting, it's Australasian Union Conference Record September 30 1912, “The picture which the apostle Paul has drawn of the professed people of God in the last days…” notice “…of the professed people of God in the last days is a sad but faithful delineation of the popular churches of our time…” So you say, “Well, those are the non-Adventist churches.” She quotes then,  “… ‘having a form of godliness but denying the power thereof, lovers of pleasure more than lovers of God, lovers of their own selves, covetous, boasters, proud’ and then she continues quoting to verse 7, “…such are a few specifications from the dark catalogue which he has given…” (Spirit of Prophecy Vol. 4 pg. 239). Just read that catalog, the outside is terribly wrong, and yet these are people that are saying we're fine in our relationship with the Lord inside. But let's not boast by saying that Paul is speaking about people outside the remnant church. He's speaking also to the remnant church.

In the same article Ellen White wrote,  “…This class will be developed among us as a people as well as in the world.” (Australasian Union Conference Record, September 30, 1912, para. 16)

 

Nah, di 2 Timotius pasal 3 bicara tentang non-Kristen, orang-orang sekuler, simak pernyataan ini dari Ellen White. Ini sangat menarik. Ini Australasian Union Conference Record, 30 September 1912,  “…Gambaran yang diberikan rasul Paulus tentang orang-orang yang mengaku umat Allah di hari-hari akhir…” simak,  “…tentang orang-orang yang mengaku umat Allah di hari-hari akhir, adalah gambaran yang menyedihkan namun benar dari gereja-gereja yang populer di zaman kita…”  Jadi kalian berkata, “Nah, itu kan gereja-gereja non-Advent.” Lalu Ellen White mengutip,  “…yang ‘memiliki suatu bentuk kesalehan namun tidak mengakui kuasanya, mencintai kesenangan lebih daripada mencintai Allah, mencintai dirinya sendiri, serakah, membual, sombong(2 Timotius 3:2-7)…” kemudian Ellen White melanjutkan mengutip hingga ayat 7,  “…yang demikian adalah beberapa spesifikasi dari katalog hitam yang telah diberikan Paulus…” (Spirit of Prophecy Vol. 4 hal. 239). Baca saja katalog itu. Namun demikian ini adalah orang-orang yang berkata bahwa kita ini baik-baik saja, hubungan kita dalam hati dengan Tuhan itu baik-baik. Tetapi marilah kita tidak membual dengan mengatakan bahwa Paulus bicara tentang orang-orang di luar gereja umat yang sisa. Dia juga bicara tentang gereja umat yang sisa.

Di artikel yang sama Ellen White menulis,   “…Kelompok ini akan berkembang di antara kita sebagai umat, sama seperti yang ada di dunia.” (Australasian Union Conference Record, September 30, 1912, para. 16)

 

 

In another place the apostle Paul describes once again, this other ditch, the left ditch, the idea that you can excuse sin, the idea that grace trumps the Law. I’m only going to read from 2 Timothy 4:3-4, “ For the time will come when they will not endure sound doctrine, but according to their own desires, because they have itching ears, they will heap up for themselves teachers; and they will turn their ears away from the truth, and be turned aside to fables.”

And you say, “Well, this must be talking about worldlings.”

 

Di ayat yang lain rasul Paulus menggambarkan sekali lagi parit yang lain ini, parit kiri, konsep bahwa kita boleh menerima adanya dosa, konsep bahwa kasih karunia itu mengalahkan Hukum. Saya hanya akan membaca dari 2 Timotius 4:3-4, 3 Karena akan datang waktunya, saat orang tidak mau lagi menerima doktrin yang benar, tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan guru-guru mereka sendiri, karena telinga mereka gatal, 4 dan  mereka akan memalingkan telinga dari kebenaran dan akan dialihkan ke cerita-cerita khayal.”

Dan kalian berkata, “Nah, tentunya ini bicara tentang orang-orang dunia.”

 

 

Let me read you once again from the Spirit of Prophecy. Ellen White wrote the following in Acts of the Apostles 504 and 505,  “By the pride of human wisdom, by contempt for the influence of the Holy Spirit, and by disrelish for the truths of Gods Word, many who profess to be Christians, and who feel competent to teach others, will be led to turn away from the requirements of God.  Paul declared to Timothy, The time will come when they will not endure sound doctrine; but after their own lusts shall they heap to themselves teachers, having itching ears; and they shall turn away their ears from the truth, and shall be turned unto fables.’…And now notice what Ellen White writes, “The apostle does not here refer to the openly irreligious, but to the professing Christians who make inclination their guide, and thus become enslaved by self. Such are willing to listen to those doctrines only that do not rebuke their sins or condemn their pleasure-loving course. They are offended by the plain words of the faithful servants of Christ and choose teachers who praise and flatter them.  And among professing ministers…” that’s us,  “…among professing ministers there are those who preach the opinions of men instead of the Word of God. Unfaithful to their trust, they lead astray those who look to them for spiritual guidance.”

 

Saya akan membacakan sekali lagi dari Roh Nubuat, Ellen White menulis yang berikut di Acts of the Apostles hal.504-505, “…Karena kebanggaan pada hikmat manusia, karena tidak menghormati pengaruh Roh Kudus, dan karena muak pada kebenaran-kebenaran Firman Allah, banyak yang mengaku Kristen dan yang merasa kompeten untuk mengajar orang lain, akan dituntun berbalik dari ketentuan-ketentuan Allah. Paulus menyatakan kepada Timotius,  ‘akan datang waktunya, saat orang tidak mau lagi menerima doktrin yang benar, tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan guru-guru mereka sendiri, karena telinga mereka gatal, 4 dan mereka akan memalingkan telinga dari kebenaran dan akan dialihkan ke cerita-cerita khayal.’ (2 Timotius 4:3-4)…” dan sekarang simak apa yang ditulis Ellen White,  “…Rasul ini tidak merujuk kepada mereka yang terang-terangan tidak beragama di sini, melainkan kepada yang mengaku Kristen, yang membuat dorongan hati menjadi penuntun mereka, dan dengan demikian diperbudak oleh diri sendiri. Mereka ini bersedia mendengarkan hanya doktrin-doktrin yang tidak menegur dosa-dosa mereka atau menghakimi tujuan hidup mereka, yang fokusnya ada pada mencintai kesenangan. Mereka tersinggung oleh kata-kata yang blak-blakan dari hamba-hamba Kristus yang setia dan memilih guru-guru yang memuji dan menyanjung mereka. Dan di antara mereka yang mengaku para pendeta…”  itu kami   “…di antara mereka yang mengaku para pendeta ada yang mengkhotbahkan pendapat manusia daripada Firman Allah. Tidak setia kepada apa yang dipercayakan mereka, mereka menyesatkan orang-orang yang mengandalkan mereka untuk bimbingan rohani.”

  

 

The other ditch excusing sin, saying that grace trumps the Law. Another passage where this ditch is described is in the words of Jesus, Matthew 7:21-23. Jesus said, 21 Not everyone who says to Me, ‘Lord, Lord,’…” by the way would these be Christians if they're saying ‘Lord, Lord’? Of course!   “…21 Not every one that saith unto Me, ‘Lord, Lord’, shall enter into the kingdom of heaven; but he that doeth the will of My Father which is in heaven. 22 Many will say to Me in that day, ‘Lord, Lord,…” these are Christians  “…‘Lord, Lord, have we not prophesied in Thy name, and in Thy name have cast out devils? And in Thy name done many wonderful works?’ 23 And then will I profess unto them, ‘I never knew you: depart from Me, ye that work iniquity.’…”

I don't like that translation. Do you know what the word is there for “iniquity”? It's the Greek word ἀνομία [anomia] which is translated in 1 John 3:4 “transgression of the Law”. So what Jesus is saying is,  “depart from Me you transgressors of the Law.”

That is the other ditch.

 

Parit yang lain ini menerima adanya dosa, mengatakan bahwa kasih karunia mengalahkan Hukum. Ayat lain di mana parit ini digambarkan ialah di kata-kata Yesus, Matius 7:21-23. Yesus berkata, 21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ …”  nah, apakah ini orang Kristen jika mereka berkata, ‘Tuhan, Tuhan’? Tentu saja!   “…21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’  akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. 22 Pada hari itu banyak orang akan berseru kepada-Ku ‘Tuhan, Tuhan,…”  ini orang-orang Kristen,   “…’Tuhan, Tuhan’,  bukankah kami bernubuat dalam nama-Mu, dan mengusir setan dengan nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat dalam nama-Mu?’ 23 Pada waktu itulah Aku akan menyatakan kepada mereka, ‘Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari Aku, kamu sekalian yang mempraktekkan dosa.’…” Saya tidak suka terjemahan ini. Tahukah kalian apa katanya di sana untuk “dosa”? Itu adalah kata Greeka ἀνομία [anomia] yang di 1 Yohanes 3:4 diterjemahkan “pelanggaran Hukum”. Jadi apa yang dikatakan Yesus adalah,  “Enyahlah dari Aku, kamu sekalian pelanggar Hukum’…”

Inilah parit yang kedua.

 

 

Then we need to take the testimony of James. You see James counteracts the idea that some people were using, that Paul was teaching, that all we need is faith, and we don't need works. James is now going to say, “Now, wait a minute. Let me explain the other side of the issue.” In James 2:20-26 we find these words that are very well known. “ 20 But do you want to know, O foolish man, that faith without works is dead? 21 Was not Abraham our father justified by works when he offered Isaac his son on the altar? 22 Do you see that faith was working together with his works, and by works faith was made perfect? 23 And the Scripture was fulfilled which says, ‘Abraham believed God, and it was accounted to him for righteousness.’ And he was called the friend of God. 24 You see then that a man is justified by works, and not by faith only…”  Luther didn't like that, but you see, what Paul is saying we're justified by faith without works of Law, which by my definition are bad works because they're works that you do in order to earn salvation. James is saying, “Yes, if you have true faith you're going to have what? You're going to have as a result, good works.” So once again, “… 24 You see then that a man is justified by works, and not by faith only. 25 Likewise, was not Rahab the harlot also justified by works when she received the messengers and sent them out another way? 26 For as the body without the spirit is dead, so faith without works is dead also.”

Folks, neither faithless works nor a workless faith will save you. But rather a working faith, because that's the only true kind of faith.

 

Lalu kita perlu melihat kesaksian Yakobus. Kalian lihat, Yakobus mengkontra konsep yang dipakai beberapa orang, yang diajarkan Paulus, bahwa apa yang kita butuhkan hanyalah iman, dan kita tidak perlu perbuatan. Yakobus sekarang akan berkata, “Tunggu dulu. Izinkan saya menjelaskan sisi lain dari isu ini.” Di Yakobus 2:20-26 kita mendapati kata-kata yang terkenal ini. 20 Hai manusia yang bebal, maukah engkau tahu sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan itu mati? 21 Bukankah Abraham, bapak kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya  ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? 22 Apakah kamu lihat, bahwa imannya bekerjasama dengan perbuatan-perbuatannya? dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. 23 Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: ‘Abraham mempercayai Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran’ dan Abraham disebut ‘teman Allah.’ 24 Jadi kamu lihat, bagaimana oleh perbuatan-perbuatannya seorang manusia dibenarkan, dan bukan hanya oleh iman…”  Luther tidak suka itu,  tetapi kalian lihat, yang dikatakan Paulus ialah kita dibenarkan melalui iman tanpa perbuatan Hukum, yang menurut definisi saya adalah perbuatan-perbuatan yang buruk karena perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan keselamatan sebagai upahnya. Yakobus sedang berkata, “Betul, jika kamu punya iman yang sejati, kamu akan punya apa? Kamu akan punya perbuatan yang benar sebagai akibatnya.” Maka sekali lagi,  “…24 Jadi kamu lihat, bagaimana oleh perbuatan-perbuatannya seorang manusia dibenarkan, dan bukan hanya oleh iman.  25 Seperti itu pula,  bukankah  Rahab yang pelacur itu, dibenarkan oleh perbuatan-perbuatannya ketika ia menyembunyikan utusan-utusan itu di dalam rumahnya, dan menyuruh mereka keluar melalui jalan yang lain?  26 Sebab seperti tubuh tanpa roh itu mati, demikianlah iman tanpa perbuatan-perbuatan juga mati.”

Saudara-saudara, baik perbuatan yang tanpa iman, maupun iman yang tanpa perbuatan tidak akan menyelamatkan kita. Melainkan iman yang berbuat, karena itulah satu-satunya jenis iman yang sejati.

 

 

But there's a middle of the road position that keeps us out of both of the ditches, out of the ditch of legalism, and out of the ditch of those who try to excuse sin. It is a method of making the inside and the outside be in harmony through the power of the Holy Spirit.

 

Tetapi ada jalan tengah yang membuat kita berada di luar kedua buah parit, di luar parit legalisme, dan di luar parit mereka yang mencoba menerima kehadiran dosa. Itu adalah suatu cara untuk menjadikan  bagian dalam dan luar serasi melalui kuasa Roh Kudus.

 

 

I believe the fundamental problem of those who believe they can be saved by their works and those who believe that they can be saved in their sins, is that they fail to understand the true nature of sin. They see sin as breaking a code written on tables of stone. After all isn't this how the Bible defines sin? 1 John 3:4, 4 Whosoever committeth sin transgresseth also the Law: for sin is the transgression of the Law.” So you say, sin is breaking a code, it's breaking a list of regulations written on tables of stone.

 

Saya percaya, masalah mendasar dari mereka yang percaya mereka bisa diselamatkan oleh perbuatan mereka dan yang percaya mereka bisa diselamatkan dalam dosa mereka, ialah karena mereka gagal memahami kodrat dosa yang sesungguhnya. Mereka melihat dosa sebagai melanggar suatu ketentuan yang tertulis di atas loh-loh batu. Bukankah demikian Alkitab mendefinisikan dosa? 1 Yohanes 3:4,  Siapa yang berbuat dosa, juga melanggar Hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran Hukum Allah.” Jadi orang berkata, dosa itu melanggar suatu ketentuan, itu melanggar suatu daftar peraturan yang tertulis di atas loh-loh batu.

 

 

However, sin is far deeper than transgression of a list of Commandments written on tables of stone. The Law on tables of stone ~ very important ~ is a written description of who God is, of His character. When we break the written code, we are really sinning against God as a Person, because the Law is a written reflection of His Person. Sin, in other words, is not against a code. It is against a Person. Let me give you some biblical examples. You have for example:

ü   Joseph, when he rejected the advances of Potiphar's wife.

What did Joseph say? “I can't do this, that would be breaking the seventh Commandment: you shall not commit adultery”? That's not what he said.  Notice Genesis 39:9, Joseph says to Potiphar's wife , 9 there is no one greater in this house than I, nor has he kept back anything from me but you because you are his wife. How then I can I do this great wickedness and sin against…” the ten Commandments? No! Sin against whom? “…sin against God.”

 

ü   You know when the plague of locusts afflicted Egypt, even pharaoh understood that he had sinned against God.

We find in Exodus 10:16 these words, pharaoh says to Moses, 16I have sinned against the Lord your God and against you.’…”

 

ü   What about the golden calf?

Well, the people were breaking the Commandment “you shall have no other gods before Me”. They were also breaking the Commandment that said “thou shalt not make any graven image”. However, notice  Exodus 32:33, when God speaks to Moses about what is taking place at the foot of mount Sinai. 33 And the Lord said to Moses, ‘Whoever has sinned against Me, I will blot him out of My book.’…”

 

ü   When Achan broke the Commandment “you shall not covet” and he broke the Commandment “you shall not steal”, and finally he was found out, notice what Achan said.

He didn't say, “I have sinned against the tenth Commandment”,  “I have sinned against the Commandment you shall not steal”,  he says and this is in Joshua 7:20, 20 And Achan answered Joshua and said, Indeed I have sinned against the Lord God of Israel, and this is what I have done:…” 

 

ü   When Nathan confronted David with his sin of adultery and murder, what did David say?

“Oh I’m sorry that I broke the seventh Commandment, and the sixth Commandment”? That's not what he said although he had broken the sixth and the seventh Commandment.  Notice what David said in 2 Samuel 12:13, 13… I have sinned against the Lord”. And in his penitential Psalm, Psalm 51:4 notice David was explicit. In praying to God he said,  4 …against You, You only have I sinned and thus done this evil in Your sight that You may be found just when You speak and blameless when You judge.” 

“against You, You only have I sinned” is what David says.

 

ü   even Daniel referred to the apostasy of Israel as sin against the Lord.

Notice Daniel 9:10-11 the prayer of Daniel to the Lord, one of the most beautiful prayers in the Bible. This is what verse 10 says, 10 We have not obeyed the voice of the Lord our God, to walk in His Laws, which He set before us by His servants the prophets.11 Yes, all Israel has transgressed Your Law, and has departed so as not to obey Your voice; therefore the curse and the oath written in the Law of Moses the servant of God have been poured out on us,…” now notice  “…because we have sinned against Him.” Are you catching the picture?

 

ü   You remember the story of the prodigal son.

Did the prodigal son break the Commandment “honor your father and your mother”? He most certainly did. Did he break the Commandment “you shall not commit adultery”? Well, at least his brother accused him of lying with the harlots. And so he had broken the Commandment “honor your father and your mother” and he had broken the Commandment “you shall not commit adultery” and yet when he returns home, what does he say? He says,  “Father, I have sinned against heaven and against you and I am not worthy to be called your son.”

 

Namun, dosa itu jauh lebih mendalam daripada pelanggaran terhadap sebuah daftar Perintah-perintah yang tertulis pada loh-loh batu. Hukum pada loh-loh batu ~ ini sangat penting, simak ~ adalah suatu deskripsi tertulis tentang siapa Allah itu, tentang karakterNya. Ketika kita melanggar ketentuan yang tertulis, sesungguhnya kita berdosa terhadap Allah sebagai Pribadi, karena Hukum adalah pantulan dari PribadiNya dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, dosa itu bukan pelanggaran terhadap suatu ketentuan,  itu pelanggaran terhadap satu Pribadi. Saya akan memberikan beberapa contoh alkitabiah. Ada misalnya:

ü   Yusuf, ketika dia menolak rayuan istri Potifar.

Apa kata Yusuf? “Aku tidak bisa melakukan ini, itu berarti melanggar Perintah ketujuh: jangan berzinah”? Bukan itu katanya. Simak Kejadian 39:9 Yusuf berkata kepada istri Potifar, 9 Di rumah ini tidak ada yang lebih besar kuasanya daripada aku, dan tidak ada yang ditahannya dariku selain engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimana mungkin aku bisa melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap…”  Kesepuluh Perintah? Tidak! Dosa terhadap siapa?   “…dosa terhadap  Allah.”

 

ü   Ketika tulah belalang menyerang Mesir, bahkan Firaun mengerti dia telah berbuat dosa terhadap Allah.

Kita simak di Keluaran 10:16 kata-kata Firaun kepada Musa,

16 …‘Aku telah berbuat dosa terhadap TUHAN, Allahmu, dan terhadap kamu.”

 

ü   Bagaimana dengan patung lembu emas?

Bangsa Israel sedang melanggar Perintah “Jangan engkau punya allah lain di hadapanKu”. Mereka juga sedang melanggar Perintah yang mengatakan  “Jangan engkau membuat bagimu patung pahatan apa pun”.  Namun, simak Keluaran 32:33 ketika Allah bicara kepada Musa tentang apa yang sedang terjadi di kaki gunung Sinai. 33 Dan TUHAN berfirman kepada Musa, ‘Barangsiapa yang berdosa terhadapKu, nama orang itulah yang akan Kuhapuskan dari dalam kitabKu.’…”

 

ü   Ketika Akhan melanggar Perintah “Jangan mengingini”, dan dia melanggar Perintah “Jangan mencuri”, dan akhirnya dia ketahuan, simak apa kata Akhan.

Dia tidak berkata, “Aku telah berdosa terhadap Perintah kesepuluh”, “aku telah berdosa terhadap Perintah ‘Jangan mencuri’…” Dia berkata, dan ini ada di Yosua 7:20  20 Dan Akhan menjawab Yosua, dan berkata,Benar, aku telah berbuat dosa terhadap TUHAN, Allah Israel, dan beginilah yang telah kuperbuat:’…

 

ü   Ketika Natan mengkonfrontasi Daud dengan dosa berzinahnya dan pembunuhan, apa kata Daud?

“Oh, aku menyesal telah melanggar Perintah ketujuh dan Perintah keenam”? Bukan itu katanya walaupun dia memang telah melanggar Perintah keenam dan ketujuh. Simak apa kata Daud di 2 Samuel 12:13, 13 …‘Aku sudah berdosa terhadap TUHAN.’…” Dan mazmur penyesalannya, Mazmur 51:4, simak Daud secara eksplisit berdoa kepada Allah, dia berkata,4 Terhadap Engkau, Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan kejahatan ini di pemandanganMu, supaya Engkau boleh didapati benar ketika Engkau bicara, dan tidak bersalah ketika Engkau menghakimi.”

“Terhadap Engkau, Engkau sajalah aku telah berdosa…”  itulah yang dikatakan Daud.

 

ü   Bahkan Daniel merujuk kepada kemurtadan Israel sebagai dosa terhadap Tuhan.

Simak Daniel 9:10-11 doa Daniel kepada Tuhan, salah satu doa yang terindah dalam Alkitab. Inilah yang dikatakan ayat 10. 10 Kami juga sudah tidak mematuhi suara Tuhan Allah kami, untuk berjalan di dalam HukumNya, yang telah diberikanNya kepada kami oleh hamba-hambaNya para nabi. 11 Ya, seluruh Israel telah melanggar HukumMu, yaitu dengan menyimpang, sehingga mereka tidak mematuhi suaraMu, itulah sebabnya kutuk telah dicurahkan ke atas kami dan sumpah yang tertulis dalam kitab Hukum Musa, hamba Allah itu,…” sekarang simak  “…sebab kami telah berbuat dosa terhadap Dia…”  Apakah kalian menangkap gambarnya?

 

ü   Kalian ingat kisah anak yang hilang.

Apakah anak yang hilang melanggar Perintah “Hormati ayahmu dan ibumu”? Tentu saja. Apakah dia melanggar Perintah “Jangan berzinah”? Nah, setidaknya saudaranya menuduh dia berzinah dengan pelacur-pelacur. Maka dia telah melanggar Perintah “Hormati ayahmu dan ibumu”  dan Perintah  “Jangan berzinah” namun ketika dia pulang, apa katanya? Dia berkata,  21 ….’Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan di pemandanganmu, dan tidak layak lagi disebut anak bapa.’…” (Lukas 15:21)

 

 

In all these cases, yes, the people broke a written code but they sinned against a Person whose character is described in the code.

 

Jadi dalam semua kasus ini, ya, mereka telah melanggar suatu ketentuan tertulis, tetapi mereka berdosa terhadap satu Pribadi yang karakterNya dideskripsikan dalam ketentuan tersebut.

 

 

So instead of thinking of sin as the mere transgression of Commandments written on tables of stone, think of sin as transgression against Jesus, whose reflection is found in the code, then we are not unlike the Law, we are unlike Jesus who is the embodiment of the Law. We will see that breaking the Law results in breaking relationships with our best Friend.

Stone is cold, inanimate, unfeeling, and hard. You cannot offend tables of stone. Tables of stone don't cry when you break them, but Jesus does. Sin breaks relationships. We find in Isaiah 59:2 these words, God is speaking to Israel, But your iniquities have separated you from your God; and your sins have hidden His face from you, so that He will not hear.”

 

Jadi daripada menganggap dosa semata-mata pelanggaran Perintah-perintah yang tertulis di loh-loh batu, anggaplah dosa sebagai pelanggaran terhadap Yesus, yang pantulanNya terdapat pada ketentuan itu, maka kita tidak lagi berbeda dari Hukum, melainkan kita berbeda dari Yesus yang adalah perwujudan Hukum itu. Kita akan melihat bahwa melanggar Hukum berakibat menghancurkan hubungan dengan Sahabat terbaik kita.

Batu itu dingin, mati, tidak merasa, dan keras. Kita tidak bisa membuat loh-loh batu sakit hati. Loh-loh batu tidak menangis bila kita pecahkan, tetapi Yesus menangis. Dosa menghancurkan hubungan. Kita temukan kata-kata ini di Yesaya 59:2, Allah sedang berbicara kepada Israel, 2 tetapi kejahatan-kejahatanmu telah memisahkan antara kamu dan Allahmu; dan dosa-dosamu membuat Dia menyembunyikan wajahNya dari kamu, sehingga Ia tidak mau mendengar.”

 

 

So sin means more than breaking a code, it is personal, it breaks relationships. This is what Paul meant when he wrote that genuine Christians do not serve in “deadness of letter”, that is the Law is a mere code, but “in newness of spirit”, which has to do with our relationship with Christ.

 

Jadi dosa berarti lebih daripada sekadar melanggar suatu ketentuan, itu bersifat pribadi, itu menghancurkan hubungan. Inilah yang dimaksud Paulus ketika dia menulis bahwa orang-orang Kristen sejati tidak melayani secara harafiah yang lama”  yaitu bahwa Hukum semata-mata sebuah ketentuan, melainkan  “dalam Roh yang baru” (Roma 7:6), yang berkaitan dengan hubungan kita dengan Kristus.

 

 

An example of this will help us understand what I mean. One of my favorite national parks  I used to visit it several times a year when I worked in Wyoming, is Grand Teton National Park.  There's this specific place, there's a lake and behind the lake is this snow-capped mountain with beautiful green pine trees in front of that snow-capped mountain. I’ve taken pictures early in the morning when the lake is absolutely calm, and you know ~ this is when you had to develop pictures ~ when the pictures were developed, I couldn't tell what the original was and what the reflection was. In other words, it looked like, the reflection looked exactly like the backdrop. This is the relationship between Christ and His Law. The Law reflects Jesus Christ.

 

Suatu contoh ini akan membantu kita memahami apa yang saya maksud. Salah satu taman nasional favorit saya yang sering saya kunjungi beberapa kali dalam setahun ketika saya masih bekerja di Wyoming adalah Grand Teton National Park. Ada tempat ini yang khas, ada sebuah danau dan di belakang danau ada sebuah gunung yang puncaknya tertutup salju dengan pohon-pohon cemara hijau yang indah di depan gunung yang puncaknya tertutup salju itu. Saya mengambil foto-foto di pagi hari ketika danau itu begitu tenang, dan ~ kalian tahu, ini di zaman ketika kita masih harus mencuci film dan mencetak foto-foto ~ ketika foto-foto itu jadi, saya tidak bisa membedakan mana yang asli dan mana yang pantulan. Dengan kata lain pantulannya tampak persis sama dengan latar belakangnya. Inilah hubungan antara Kristus dengan HukumNya. Hukum itu memantulkan Yesus Kristus.

 

 

Notice this statement from Ellen White in Vol. 5 of the Bible Commentary page 1131, “What speech is to thought, so is Christ to the invisible Father…” The Father speaks, in other words, the Father transmits to Jesus His thoughts and then Jesus expresses in words the thoughts of the Father. So  “…What speech is to thought, so is Christ to the invisible Father. He…” that is Jesus  “…is the manifestation of the Father, and is called the Word of God. God sent His Son into the world, His divinity clothed with humanity, that man might bear the image of the invisible God…” Now notice this, what Jesus did. “…He made known in His words,…” that is God the Father's words  “…His character, His power and majesty, the nature and attributes of God. Divinity flashed through humanity in softening, subduing light…” and now here's the key portion  “…He was the embodiment of the Law of God, which is the transcript of His character… ”  What is the written Law? A transcript of Christ's character. And Jesus is the embodiment of the Law.

 

Simak pernyataan ini dari Ellen White di Bible Commentary Vol. 5 hal. 1131, “…Sebagaimana kata-kata terhadap pikiran, demikianlah Kristus terhadap Bapa yang tidak tampak…”  Bapa bicara, dengan kata lain, Bapa memindahkan ke Yesus pikiran-pikiranNya, kemudian Yesus mengungkapkan pikiran-pikiran Bapa dengan kata-kata. Jadi  “…Sebagaimana kata-kata terhadap pikiran, demikianlah Kristus terhadap Bapa yang tidak tampak. Dia…”  yaitu Yesus, “…adalah perwujudan Bapa, dan disebut Firman Allah. Allah mengutus AnakNya ke dunia, keilahianNya diselubungi oleh kemanusiaan, agar manusia tahan dengan gambaran Allah yang tidak tampak…”  Sekarang simak ini, apa yang dilakukan Yesus. “…Dengan kata-kataNya…” kata-kata Allah Bapa, “…Dia memperkenalkan karakterNya, kuasaNya dan keagunganNya, sifat dan tabiat Allah. Keilahian terpancar melalui kemanusiaan dalam sinar yang lembut dan menenangkan.…”  dan sekarang ini bagian kuncinya. “…Dialah perwujudan Hukum Allah, yang adalah transkrip dari karakterNya.” (Ms pp. 77, 1899, 5BC p. 1131). Hukum yang tertulis itu apa? Sebuah transkrip (salinan) dari karakter Allah. Dan Yesus adalah perwujudan dari Hukum itu.

 

 

What do we mean by “embodiment of the Law”? It simply means that Jesus lived the Law in living flesh. He lived the Law in His body and that's the reason why in Psalm 40:7-8 we find these beautiful words,  Then I said…”  and Jesus is speaking here prophetically “…Then I said, ‘Behold, I come.  In the scroll of the book it is written of Me.’  I delight to do Your will, O my God, and Your Law is within My heart.’…”

 

Apa maksudnya  “perwujudan Hukum”?  Itu semata-mata berarti Yesus menghidupkan Hukum itu dalam dagingNya. Dia menghidupkan Hukum itu dalam tubuhNya, dan itulah alasannya mengapa di Mazmur 40:7-8 kita menemukan kata-kata yang indah ini, 7 Lalu Aku berkata,…”  dan di sini Yesus sedang bicara dalam nubuat, “…Lalu Aku berkata, ‘Lihat, Aku datang; dalam gulungan kitab-Mu ada tertulis tentang Aku; 8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku.’…”

 

 

So Jesus was the Law in bodily form, the written Law was manifested in other words, in living flesh. This helps us understand a statement, a very perplexing statement of Ellen White, if we don't think about it carefully. Some Christians say, “I love Jesus” and almost in the same breath they say, “but the Law was nailed to the cross.” However, to crucify the Law is to crucify Jesus, because the Law is a reflection of Jesus.

 

Jadi Yesus adalah Hukum dalam bentuk tubuh, dengan kata lain,  Hukum tertulis yang dimanifestasikan dalam daging yang hidup. Ini membantu kita untuk memahami suatu pernyataan, suatu pernyataan Ellen White yang sangat membingungkan jika kita tidak memikirkannya dengan hati-hati. Beberapa orang Kristen berkata, “Aku cinta Yesus” dan nyaris dengan tarikan nafas yang sama mereka berkata, “Tetapi Hukum itu sudah dipakukan di salib.” Namun, menyalibkan Hukum itu sama dengan menyalibkan Yesus, karena Hukum adalah pantulan Yesus.

 

 

Ellen White compared ~ and here's the statement ~  the great sin of the Jewish nation with the sin of the Christian world at the end of time. And many times when I read this statement I said, but these two sins are not similar: the one that was committed by the Jewish nation, the one that's going to be committed at the end of time. And then I started thinking about it and they are the same sin.

In Great Controversy page 22 Ellen White wrote, “Jesus looking down to the last generation, saw the world involved in a deception similar to that which caused the destruction of Jerusalem. The great sin of the Jews was their rejection of Christ, the great sin of the Christian world be their rejection of the Law of God, the foundation of His government in heaven and earth.”

 

Ellen White membandingkan ~ dan inilah pernyataannya ~ dosa besar bangsa Yahudi dengan dosa dunia Kristen pada akhir zaman. Dan seringkali ketika saya membaca pernyataan ini saya berkata, tapi kedua dosa ini tidak sama: dosa yang dilakukan oleh bangsa Yahudi dengan dosa yang akan dilakukan pada akhir zaman. Kemudian saya mulai memiirkannya dan mereka memang dosa yang sama.

Di Great Controversy hal. 22 Ellen White menulis, “Memandang jauh ke generasi manusia yang terakhir, Yesus melihat dunia ini terlibat dalam penyesatan yang mirip dengan yang mengakibatkan kehancuran Yerusalem. Dosa besar orang-orang Yahudi adalah penolakan mereka terhadap Kristus, dan dosa besar dunia Kristen adalah penolakan mereka terhadap Hukum Tuhan, dasar pemerintahanNya di Surga dan di bumi.”

 

 

So now, wait a minute, it's not the same to reject Christ as it is for the Christian world to reject the Law, is it? Yes, it is. You see, the Jews claim to believe in the reflection but they rejected That which cast the reflection. And Christians will reject the reflection while they claim to follow the original.

It is impossible to love Christ and despise the Law, because the Law is a reflection of who Jesus is. Jesus was the Law in living color. Genuine Christians experience hatred and love at the same time. You say, Christians should hate? Yes. Listen up! They love the Law and Jesus, and they hate sin and transgression, because of what sin did to Jesus. Jesus hated sin.

 

Jadi sekarang, tunggu dulu, tidak sama menolak Kristus dengan dunia Kristen menolak Hukum, kan? Sama. Kalian lihat, orang Yahudi mengklaim mempercayai pantulannya tetapi mereka menolak Yang memantulkan. Dan orang-orang Kristen akan menolak pantulannya sementara mereka mengklaim mereka mengikuti Yang Asli.

Mustahil mengasihi Kristus dan membenci Hukum, karena Hukum adalah pantulan dari Kristus. Yesus adalah Hukum itu dalam warna-warna yang hidup. Orang-orang Kristen yang sejati mengalami benci dan kasih pada waktu yang bersamaan. Kalian berkata, orang Kristen membenci? Ya! Dengarkan! Mereka mengasihi Hukum dan Yesus dan mereka membenci dosa dan pelanggaran Hukum, karena apa yang dibuat dosa pada Yesus. Yesus membenci dosa.

 

 

Notice Hebrews 1:9, You have loved…” speaking about Jesus  “…You have loved righteousness and hated Lawlessness;…” once again it's the same word “transgression of the Law”,  “…therefore God, Your God, has anointed You with the oil of gladness more than Your companions.’…”

Ellen White amplifies this verse in Hebrews 1:9, “Never before had there been a being upon the earth who hated sin with so perfect a hatred as did Christ.  He had seen its deceiving, infatuating power upon the holy angels, and all His powers were enlisted against it.” That is Selected Messages Vol. 1 page 254.

 

Simak Ibrani 1:9,  “…9 Engkau telah mencintai…”  bicara tentang Yesus,   “…Engkau telah mencintai kebenaran dan membenci dosa;…”  sekali lagi ini kata yang sama “pelaggaran Hukum”,   “…sebab itu Allah, yaitu Allah-Mu, telah mengurapi Engkau dengan minyak sukacita, melebihi rekan-rekanMu.”

Ellen White memperluas ayat di Ibrani 1:9 ini, “…Belum pernah ada sosok di bumi yang membenci dosa dengan kebencian yang begitu sempurna seperti Kristus. Dia telah melihat kuasa penyesatannya yang memabukkan pada malaikat-malaikat kudus, dan semua kuasaNya difokuskan untuk melawan itu…”   Ini Selected Messages Vol. 1 hal. 254.

 

 

In the devotional book This Day With God she wrote, “While He hated sin with a perfect hatred, He could weep over the sinner.”

 

Dalam buku devosi This Day with God hal. 279, Ellen White menulis,   “…Sementara Dia (Yesus) membenci dosa dengan kebencian yang sempurna, Dia bisa meratapi orang yang berdosa.”

 

 

So let's ask the question, why do genuine Christians hate sin and love the Savior? What motivates them to live in harmony with the Law? Is it fear of punishment? Is it earning salvation? No! Let's examine the reason why genuine Christians love the Savior and hate sin. I’ll give you a hint. It's because they behold Christ and what Christ went through. In order to understand this, we have to go to Leviticus 4 and 5, and I’m just going to mention something that we find in those chapters, In those chapters we find that sinners brought a victim to the sanctuary, and they placed their hand on the head of the victim, confessed their sin on the victim's head, and then the priest slew the victim. Thus the sin was transferred from the sinner to the victim. This ceremony ~ and this is very important ~ occurred while the victim was still alive. That's an important point. The sinner placed his hand on the head of the victim while the victim was still alive, and it was on the head of the victim. Why the head? The head is the place where thinking, reasoning, feeling, and choice occurs. Only after sins were placed on the head of the animal, did the animal die.

 

Jadi mari kita ajukan pertanyaan, mengapa Kristen sejati membenci dosa dan mengasihi Sang Juruselamat? Apa yang memotivasi mereka untuk hidup selaras dengan Hukum? Apakah rasa takut dihukum? Apakah itu upaya mencapai keselamatan? Tidak! Mari kita periksa alasannya mengapa orang Kristen yang sejati mengasihi Sang Juruselamat dan membenci dosa. Saya berikan petunjuk. Itu karena mereka memandang Kristus dan apa yang telah dialami Kristus. Agar memahami ini, kita harus ke Imamat pasal 4 dan 5, dan saya hanya akan menyinggung sesuatu yang kita temukan di pasal-pasal tersebut.

Di pasal-pasal tersebut kita dapati bahwa orang yang berdosa membawa seekor hewan kurban ke Bait Suci, dan mereka menempatkan tangan mereka di atas kepala kurban itu, mengakui dosa-dosa mereka pada kepala kurban, kemudian imam menyembelih kurban. Dengan demikian dosa dipindahkan dari orang yang berdosa kepada kurban. Upacara ini ~ dan ini sangat penting ~ terjadi sementara kurban masih hidup. Ini adalah poin yang penting. Orang berdosa menempatkan tangannya di atas kepala kurban selagi kurban masih hidup, dan itu di atas kepala kurban. Mengapa kok di kepala? Kepala adalah tempat untuk berpikir, mempertimbangkan, merasa, dan pilihan terjadi. Hanya setelah dosa ditempatkan di atas kepala hewan itu, hewan itu mati.

 

 

So let's go to Gethsemane and find the fulfillment of this ceremony from Leviticus 4 and 5. When we think of Jesus bearing our sins, we usually think of the cross. But the sins were actually placed on Jesus while He was alive in the garden of Gethsemane. Notice Matthew 26:38, here Jesus is going to express His anguish as He's in the garden about to begin His passion. This is how it reads.  38 Then He said to them…” to His disciples  “…‘My soul is exceedingly sorrowful, even to death. Stay here and watch with Me’…” Notice in this verse that it was the sorrow that led to the death of Christ, didn't it? He says, “…‘My soul is exceedingly sorrowful,…” what?  “...even to death…” Now in hard times we long for understanding and support from others. Jesus longed for this support, but He found absolutely none. The disciples slept, three times, while Jesus agonized in the garden. One of His inner circle betrayed Him, one of His disciples denied having any association with Jesus and denied Him by using vulgar language.

 

Jadi mari ke Getemani dan menemukan penggenapan upacara dari Imamat 4 dan 5 ini. Ketika kita berpikir tentang Yesus memikul dosa-dosa kita, biasanya kita berpikir tentang salib. Tetapi dosa-dosa sesungguhnya ditempatkan pada Yesus selagi Dia masih hidup di taman Getsemani. Simak Matius 26:38, di sini Yesus akan mengungkapkan kepedihanNa selagi Dia ada di taman untuk memulai masa kesengsaraanNya. Begini bunyinya, 38 Lalu kataNya kepada mereka…”  kepada murid-muridNya, “…‘Hati-Ku sangat sedih, bahkan sampai mati. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’…”  Simak di ayat ini kesedihanlah yang akan mengakibatkan kematian Kristus, bukan? Dia berkata,  “…‘Hati-Ku sangat sedih’,…” apa? “…bahkan sampai mati.…” Nah, di masa susah kita rindu pengertian dan dukungan dari orang lain. Yesus rindu dukungan ini, tetapi Dia sama sekali tidak menemukannya. Murid-muridNya tidur, tiga kali, selagi Yesus bergumul dengan kesedihan di taman. Salah satu dari lingkaran dalamNya telah mengkhianatiNya; salah satu dari murid-muridNya menyangkal punya hubungan apa pun dengan Yesus dan tidak mengakui Dia, dengan memakai bahasa yang kasar. 

 

 

Isaiah 63:3 says that Jesus tread the wine press alone. In fact Ellen White wrote about this in Vol. 7 of the Bible Commentary page 934. “He died outside the camp, where felons and murderers were executed. There He trod the winepress alone, bearing the penalty that should have fallen on the sinner….”

 

Yesaya 63:3 mengatakan bahwa Yesus menginjak tempat perasan anggur sendirian. Bahkan Ellen White menulis tentang ini di Bible Commentary Vol. 7 hal. 934.    “…Dia mati di luar perkemahan, di mana para penjahat dan pembunuh dieksekusi. Di sana Dia menginjak tempat pemerasan anggur seorang diri, memikul hukuman yang seharusnya jatuh pada orang berdosa.” ,

 

 

In the garden Jesus felt that His own Father was forsaking Him and Satan tempted Him to think that what He was going through would be fruitless, because everyone was going to be lost anyway, and that Jesus was risking His own existence by going forward with the plan. We know that in the garden according to Matthew 26:39, 42, 44, that Jesus three times begged His Father to do something. Let's read those verses, Matthew 26:39, 39 He went a little farther and fell on His face, and prayed, saying, ‘O My Father, if it is possible, let this cup pass from Me; nevertheless, not as I will, but as You will.’…” verse 42  “…42 Again, a second time, He went away and prayed, saying, ‘O My Father, if this cup cannot pass away from Me unless I drink it, Your will be done.’…” and then verse 44 tells us,  “…44 So He left them, went away again, and prayed the third time, saying the same words.”

 

Di taman Yesus merasa BapaNya sendiri telah meninggalkan Dia, dan Setan menggodaNya untuk berpikir bahwa apa yang sedang dialamiNya tidak akan ada hasilnya karena semua orang toh tidak akan selamat, dan bahwa Yesus hanya mempertaruhkan eksistensiNya sendiri dengan melanjutkan rencana itu. Kita tahu bahwa di taman menurut Matius 26:39, 42, 44, tiga kali Yesus memohon kepada BapaNya untuk berbuat sesuatu. Mari kita baca  ayat-ayat itu. Matius 26:39,39 Dan Ia berjalan sedikit lebih jauh, lalu sujud dengan wajahNya sampai ke tanah dan berdoa, kata-Nya: ‘Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lewat dari Aku, namun demikian janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’…” ayat 42, “…42  Dia pergi lagi kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya, ‘Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lewat dariKu, kecuali  Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu.’…” Lalu ayat 44 mengatakan kepada kita, “…44 Dan Ia meninggalkan mereka lalu pergi lagi dan berdoa untuk ketiga kalinya,  mengucapkan kata-kata yang sama.

 

 

The book of Hebrews describes His anguish as He pled with His Father. Hebrews 5:7-8 tells us this, who, in the days of His flesh, when He had offered up prayers and supplications, with vehement cries and tears to Him who was able to save Him from death, and was heard because of His godly fear…”  as Jesus was praying we're told that He sweated great drops of blood.  We find this in John chapter 18,  it says, “ 44 And being in agony…” actually Luke 22:44  “…And being in agony He prayed more earnestly. Then His sweat became like great drops of blood falling down to the ground.”

 

Kitab Ibrani menggambarkan kesedihanNya selagi Dia memohon kepada BapaNya. Ibrani 5:7-8 mengatakan ini kepada kita,  7 yang semasa hidup-Nya sebagai manusia, setelah Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan didengar karena takutNya pada Allah.…” sementara Yesus berdoa, kita diberitahu bahwa Dia mengeluarkan keringat dalam bentuk tetesan-tetesan besar darah. Kita dapati ini di Lukas 22:44 yang mengatakan, “…44 Dan sementara sangat menderita Ia makin bersungguh-sungguh berdoa. Dan peluh-Nya seperti tetesan-tetesan darah yang besar, jatuh ke tanah.”

 

 

What was in the cup that Jesus had to drink, and who gave Him that cup? Do you know that the word “cup” that is the same word that is used for the “vials” that the angels pour out in Revelation chapter 16? Jesus was about to drink the wine of the wrath of God against sin and sinners. We find in John 18:11, 11 So Jesus said to Peter, ‘Put your sword into the sheath. Shall I not drink the cup which My Father has given Me?’”

 

Apa yang ada di dalam cawan yang harus diminum Yesus? Dan siapa yang memberiNya cawan itu? Tahukah kalian bahwa kata “cawan” ini adalah kata yang sama yang dipakai untuk menyebut “cawan” yang dicurahkan para malaikat di Wahyu pasal 16? Yesus akan minum anggur murka Allah terhadap dosa dan para pendosa. Kita melihat ini di Yohanes 18:11, “…11 Kata Yesus kepada Petrus: ‘Masukkan pedangmu itu ke dalam sarungnya.  Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku?’…”

 

 

Isaiah 53 tells us, All we like sheep have gone astray; we have turned, every one, to his own way; and the Lord has laid on Him the iniquity of us all.”

 

Yesaya 53 mengatakan kepada kita, “…6 Kita sekalian seperti domba yang tersesat, masing-masing kita telah berbalik mengambil jalannya sendiri, dan TUHAN telah menimpakan kepadaNya kejahatan kita semua,” 

 

 

Jesus feared that His separation from His Father would be eternal. In the book Desire of Ages page 753 Ellen White wrote, “…Satan with his fierce temptations wrung the heart of Jesus. The Savior could not see through the portals of the tomb.  Hope did not present to Him His coming forth from the grave  a conqueror,  or tell Him of His Father's acceptance of the sacrifice. He feared that sin was so offensive to God that Their separation was to be eternal. Christ felt the anguish which the sinner will feel when mercy shall no longer plead for the guilty race. It was the sense of sin, bringing the Father's wrath upon Him as man’s substitute, that made the cup He drank so bitter and broke the heart of the Son of God…”

 

Yesus khawatir perpisahanNya dari BapaNya itu kekal. Di buku Desire of Ages hal. 753, Ellen White menulis,  “…Dengan godaan-godaannya yang sengit, Setan meremas-remas hati Yesus. Sang Juruselamat tidak bisa melihat melampaui gerbang kubur. Harapan tidak menampakkan kepadaNya kebangkitanNya dari kubur sebagai seorang pemenang, atau menyampaikan kepadaNya bahwa BapaNya berkenan menerima kurban itu. Dia takut dosa itu begitu menjijikkan bagi Allah sehingga perpisahan Mereka bersifat kekal. Kristus merasakan penderitaan yang akan dirasakan orang berdosa ketika tidak ada lagi belas kasihan yang memohon bagi umat yang berdosa. Keberadaan dosalah yang mendatangkan murka Bapa ke atas DiriNya sebagai pengganti manusia, yang membuat cawan yang diminumnya begitu pahit dan menghancurkan hati Anak Allah…” 

 

 

Several years ago Mel Gibson came out with the movie The Passion of the Christ. I finally watched this movie. It majors in the terrible beatings, physical beatings that Jesus received. But do you know what? Jesus would have died in the garden before a single person placed one finger on Him.

Notice Desire of Ages, well actually this quotation is also in Desire of Ages, but Bible Training School September 1, 1915. She wrote, “Human nature would then and there…” that is in the garden before they even arrested Him  “…then and there have died under the horror of the sense of sin, had not an angel from heaven strengthened Him to bear the agony…”   that's what happened in Gethsemane. Why? Because of sin. Sin is a terrible monster. You see, sin is not merely breaking a list of Commandments. It's not breaking a written code. Sin is against Jesus. It took Jesus to the garden of Gethsemane and it took Him to the cross.

 

Beberapa tahun lalu Mel Gibson membuat film The Passion of the Christ. Saya akhirnya menonton film ini. Film ini isinya banyak tentang pemukulan yang dahsyat, pemukulan fisik yang diterima Yesus. Tetapi tahukah kalian, Yesus bisa mati di taman itu sebelum satu manusia pun menyentuhNya.

Simak Bible Training School 1 September 1915, nah ini juga ada di Desire of Ages. Ellen White menulis,   “…Kodrat manusia pada saat dan tempat itu…”  ini di taman bahkan sebelum orang-orang menangkapNya, “…pada saat dan tempat itu bisa mati di bawah kengerian seramnya dosa, andaikan tidak ada malaikat dari Surga yang menguatkan Dia untuk menanggung sengsaranya…”   itu yang terjadi di Getsemani. Mengapa? Karena dosa. Dosa adalah momok yang mengerikan. Kalian lihat, dosa bukan sekadar melanggar Perintah-perintah. Itu bukan melanggar sebuah ketentuan tertulis. Dosa itu melawan Yesus. Itu yang membawa Yesus ke taman Getsemani dan itu membawaNya ke salib.

 

 

You know during the ministry of Jesus, Jesus said in John 8:29, 29 And He who sent Me is with Me. The Father has not left Me alone, for I always do those things that please Him.” How different was His cry on the cross. Matthew 27:46 says that Jesus prayed, “ 46  ‘My God, My God, why have You forsaken Me?’…” Why was Jesus crying out this way?

In Selected Messages Vol. 1 page 321 Ellen White wrote these profound words, “The guilt of every sin pressed its weight upon the divine soul of the worlds Redeemer. The evil thoughts, the evil words, the evil deeds…” listen carefully now  “…of every son and daughter of Adam, called for retribution upon Himself; for He had become mans substitute. Though the guilt of sin was not His, His Spirit was torn and bruised by the transgressions of men, and He who knew no sin became sin for us, that we might be made the righteousness of God in Him.”

 

Kalian tahu selama ministri Yesus, di Yohanes 8:29 Yesus berkata,   “…29 Dan Ia, yang telah mengutus Aku, menyertai Aku. Bapa tidak meninggalkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya…”  Betapa berbedanya seruanNya di atas salib. Matius 27:46 mengatakan bahwa Yesus berdoa,46 …‘Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’…”  Mengapa Yesus berseru seperti ini?

Di Selected Messages Vol. 1 hal. 321, Ellen White menulis kata-kata yang mencerahkan ini, “…Rasa bersalah setiap dosa menjadi beban yang menekan di atas jiwa Ilahi Sang Juruselamat dunia. Pikiran-pikiran jahat, kata-kata jahat, perbuatan-perbuatan jahat…”  dengarkan baik-baik sekarang, “…dari setiap anak laki-laki dan perempuan Adam, menuntut retribusi pada DiriNya; karena Dia telah menjadi pengganti manusia. Walaupun rasa bersalah dosa itu bukanlah milikNya, RohNya tercabik dan terluka oleh pelanggaran-pelanggaran manusia, dan Dia  yang tidak mengenal dosa menjadi dosa bagi kita, agar kita bisa dijadikan pembenaran Allah di dalam Dia.”

 

 

In fact Ellen White wrote, “He died outside the camp, where felons and murderers were executed. There He trod the winepress alone, bearing the penalty that should have fallen on the sinner….”  

 

Faktanya Ellen White menulis,   “…Dia mati di luar perkemahan, di mana para penjahat dan pembunuh dieksekusi. Di sana Dia menginjak tempat pemerasan anggur seorang diri, memikul hukuman yang seharusnya jatuh pada orang berdosa.” (Bible Commentary Vol. 7 page 934).

 

 

The gospel prophet Isaiah wrote in Isaiah 53:4 through 6, Surely He has borne our griefs and carried our sorrows; yet we esteemed Him stricken, smitten by…” whom? “…smitten by God, and afflicted.But He was wounded for our transgressions, He was bruised for our iniquities; the chastisement for our peace was upon Him, and by His stripes we are healed. All we like sheep have gone astray; we have turned, every one, to his own way; and the Lord has laid on Him the iniquity of us all.”

What caused the agonizing experience of Jesus? Sin. Gethsemane and the cross reveal that sin is a monster.  It caused the suffering and death of Jesus. And as we behold what sin did to Jesus, we will hate sin for what it did to Him, and we will love the Savior for what He did for us.

 

Nabi kabar baik Yesaya menulis di Yesaya 53:4-6, “…4 Sesungguhnya, Dia yang telah menanggung duka kita dan memikul kesedihan kita; namun kita menganggap  Dia kena pukul, dipukul oleh…” siapa?  “…dipukul oleh  Allah, dan tersiksa. 5Tetapi Dia dilukai karena pelanggaran-pelanggaran kita, Dia dipukuli hingga memar karena kejahatan-kejahatan kita; hukuman demi pendamaian kita ditanggung olehNya, dan oleh bilur-bilurnya kita disembuhkan. 6Kita sekalian seperti domba yang tersesat, masing-masing kita telah berbablik mengambil jalannya sendiri, dan TUHAN telah menimpakan kepadaNya kejahatan kita semua. …” 

Apa yang mengakibatkan pengalaman Yesus yang penuh kesengsaraan? Dosa. Getsemani dan salib mengungkapkan bahwa dosa itu momok. Itu menimbulkan penderitaan dan kematian Yesus. Dan saat kita melihat apa yang diperbuat dosa pada Yesus, kita akan membenci dosa untuk apa yang dilakukannya pada Yesus, dan kita akan mengasihi Sang Juruselamat untuk apa yang telah dilakukanNya bagi kita.  

 

 

It is not when we behold the written Law on tables of stone that we see the horrendous nature of sin and its remedy. It is by beholding Jesus in Gethsemane and on the cross that we understand the depths of sin, and come to hate sin and love Jesus.

When the prophet Isaiah caught a glimpse of the holiness of God ~ by the way one of the favorite expressions of Isaiah is “the Holy One of Israel”  it's used over 30 times in the book ~ when Isaiah caught a glimpse of the holiness of God,  like we should catch a glimpse of the holiness of Jesus ~ according to Isaiah 6:5 he said, Woe is me, for I am undone! Because I am a man of unclean lips, and I dwell in the midst of a people of unclean lips; for my eyes have seen the King, the Lord of hosts.

 

Bukan ketika kita memandang Hukum yang tertulis pada loh-loh batu kita melihat kengerian kodrat dosa dan obatnya. Dengan memandang Yesus di Getsemani dan di salib yang membuat kita mengerti dalamnya dosa, dan menjadi membenci dosa dan mengasihi Yesus.

Ketika nabi Yesaya menangkap sekilas kekudusan Allah ~ nah salah satu ungkapan favorit Yesaya ialah “Yang Kudus dari Israel” itu digunakan lebih dari 30 kali dalam kitabnya ~ ketika Yesaya menangkap sekilas kekudusan Allah, seperti kita menangkap sekilas kekudusan Yesus ~ menurut Yesaya 6:5 dia berkata, 5 …‘Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir; karena mataku telah melihat Sang Raja, TUHAN semesta alam.’…”

 

 

Likewise when Peter met Jesus on the shore of the sea of Galilee, Peter said to Jesus, Luke 5:8, “  …’Depart from me, for I am a sinful man,’…”

 

Sama seperti ketika Petrus bertemu Yesus di pantai danau Galilea, Petrus berkata kepada Yesus, Lukas 5:8,8 ‘Pergilah dariku, karena aku ini orang berdosa’…”

 

 

We're told in Exodus 3:6 when Moses met God at the burning bush he hid his face for he was afraid to look upon God. And the apostle Paul exclaimed,  “For I know that in me that is in my flesh nothing good dwells… 0, wretched man that I am who will deliver me from this body of death” Even the holy Daniel wrote the following in his prayer. Daniel 9:15, 15 …we have sinned…” and committed iniquity “…we have done wickedly…” and rebelled even by departing from Your precepts and Your judgments.”

You see folks when we behold Jesus Christ and what sin did to Him and we behold His holiness, we do not feel good about ourselves, we feel good about Him. We are not filled with self-righteousness and we will not want to continue sinning, because it did that to Jesus. This is going to also apply to those who go through the final Time of Trouble.

 

Kita diberitahu di Keluaran 3:6  ketika Musa bertemu Allah di semak yang menyala, dia menyembunyikan wajahnya karena dia takut memandang Allah. Dan rasul Paulus berseru,

18 Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam kedaginganku, tidak ada apa pun yang baik… 24 O, aku manusia celaka! Siapakah yang akan menyelamatkan aku dari tubuh kematian  ini?” (Roma 7:18, 24). Bahkan Daniel yang kudus menulis yang berikut dalam doanya. Daniel 9:15, 15  …kami telah berbuat dosa…”  dan berbuat kejahatan,  “…kami telah berlaku fasik…” dan memberontak yaitu dengan meninggalkan ketetapan-ketetapanMu dan HukumMu.”

Kalian lihat, Saudara-saudara, pada waktu kita memandang Yesus Kristus dan apa yang dilakukan dosa padaNya, dan kita memandang kekudusanNya, kita tidak merasa diri kita sendiri baik, kita merasa Dia baik. Kita tidak dipenuhi rasa benar sendiri, dan kita tidak mau terus berbuat dosa, karena itu mengakibatkan kesengsaraan yang begitu pada Yesus. Ini juga akan berlaku pada mereka yang melalui Masa Kesukaran Besar yang terakhir.   

 

 

In Great Controversy page 618 and Herson read this this morning, “As Satan accuses the people of God on account of their sins, the Lord permits him to try them to the uttermost. Their confidence in God, their faith and firmness, will be severely tested. As they review the past, their hopes sink…”  notice they don't say, “I’m part of the final generation, and I’m fine with the Lord.” No, no, no! Notice, “…As they review the past, their hopes sink for in their whole lives they can see little good. They are fully conscious of their weakness and unworthiness…”  but then they look to Jesus and they claim the promises. 

 

Di Great Controversy hal. 618, dan ini sudah dibacakan Herson tadi pagi.    “…Ketika Setan menuduh umat Allah karena dosa-dosa mereka, Tuhan mengizinkan dia untuk mencobai mereka seberat-beratnya. Keyakinan mereka dalam Allah, iman dan keteguhan mereka akan diuji sangat berat. Ketika mereka mengingat kembali hidup mereka yang lewat, harapan mereka kandas…”  simak mereka tidak berkata, “Saya ini bagian dari generasi terakhir, dan saya baik-baik saja dengan Tuhan.” Tidak, tidak, tidak! Simak, “…Ketika mereka mengingat kembali  hidup mereka yang lewat, harapan mereka kandas karena sepanjang hidup mereka, mereka hanya melihat sedikit saja yang baik. Mereka sepenuhnya menyadari kelemahan dan ketidaklayakan mereka…”  Tetapi kemudian mereka memandang Yesus dan mereka mengklaim janji-janjiNya.

 

 

What do I mean by this? After sinning Adam and Eve felt no sorrow for sin, immediately after sinning. How do we know that? The fact that you blame other people for what you did shows that you're not truly sorry. What did Adam say?  “The woman that You gave me…”  so in other words, the woman is at blame, and You ultimately, because You made her. What does the woman say? “The serpent that You made, if You hadn't made that serpent we would not have sinned.”  They were not repentant. They thought they had just broken a Commandment not to eat from the tree. When is it that they really understood the depth of what they had done?

 

Apa maksud saya dengan itu? Setelah berbuat dosa, Adam dan Hawa tidak merasa sedih untuk dosanya, segera setelah mereka berdosa itu. Dari mana kita tahu? Fakta bila kita menyalahkan orang lain untuk apa yang kita lakukan membuktikan bahwa kita tidak benar-benar menyesal. Apa kata Adam? ‘“Perempuan yang Kauberikan kepadaku” (Kejadian 3:12).  Jadi dengan kata lain, perempuan itu yang salah, dan pada akhirnya Engkau, karena Engkau yang membuat dia. Apa kata si perempuan? “Ular itu” yang Engkau buat. (Kejadian 3:13). Andai Engkau tidak membuat ular itu, kami tidak akan berbuat dosa.” Mereka tidak menyesal. Mereka sangka mereka hanya melanggar sebuah Perintah tidak boleh makan dari pohon itu. Kapan mereka benar-benar paham parahnya perbuatan mereka?

 

 

I read now from Patriarchs and Prophets page 68,  “To Adam, the offering of the first sacrifice was a most painful ceremony. His hand must be raised to take life, which only God could give. It was the first time he had ever witnessed death, and he knew that had he been obedient to God, there would have been no death of man or beast. As he slew the innocent victim, he trembled at the thought that his sin must shed the blood of the spotless Lamb of God.  This scene gave him a deeper and more vivid sense of the greatness of his transgression, which nothing but the death of Gods dear Son could expiate. And he marveled at the infinite goodness that would give such a ransom to save the guilty. A star of hope illumined the dark and terrible future and relieved it of its utter desolation.”

Folks, when we can contemplate Calvary, we say like Isaiah, “I am undone” but at the same time we say, “But He bore my sin.” So at Calvary we see the terrible nature of sin, but we also see the wonderful love of the Savior.

 

Saya baca sekarang dari Patriarchs and Prophets hal. 68,    “…Bagi Adam, persembahan kurban yang pertama adalah upacara yang paling menyakitkan. Tangannya harus diangkat untuk mengambil nyawa, yang hanya bisa diberikan oleh Allah. Itu adalah pertama kalinya dia pernah menyaksikan kematian, dan dia tahu bahwa seandainya dia patuh kepada Allah, tidak akan ada kematian manusia maupun binatang. Ketika dia menyembelih kurban itu, dia gemetar memikirkan bahwa dosanya harus mencurahkan darah Domba Allah yang tidak bercela. Adegan ini memberinya pengertian yang lebih mendalam dan lebih nyata akan parahnya pelanggarannya, yang hanya bisa ditebus oleh kematian Anak Allah yang terkasih. Dan dia terkagum pada kebaikan yang tidak terbatas yang akan memberikan tebusan seperti itu untuk menyelamatkan yang berdosa. Secercah sinar harapan menerangi kegelapan masa depan yang mengerikan, dan mengangkatnya dari kehancurannya yang total. …” 

Saudara-sadara, ketika kita merenungkan Kalvari, kita berkata seperti Yesaya, “Aku binasa(Yesaya 6:5), tetapi pada waktu yang sama kita berkata, “Tetapi Dia telah menanggung dosaku.” Jadi di Kalvari kita melihat kodrat dosa yang mengerikan, tetapi kita juga melihat kasih Sang Juruselamat yang luar biasa.

 

 

So looking at the cross and at Gethsemane accomplishes two things for Adam and Eve.

1.    They saw the depth and greatness of their transgression and

2.    They understood the infinite goodness of God willing to send Jesus Christ their Creator to this earth to bear their penalty.

 

Jadi memandang salib dan Getsemani menghasilkan dua hal bagi Adam dan Hawa.

1.    Mereka melihat dalamnya dan parahnya pelanggaran mereka dan

2.    Mereka memahami kebaikan tanpa batas dari Allah yang rela mengirim Yesus Kristus Pencipta mereka ke dunia ini untuk menanggung hukuman mereka.

 

 

Let me give you an illustration from my own life so you can understand what I’m saying.

I grew up in the city of Caracas Venezuela. There I finished my elementary education in a Seventh-Day Adventist school. The school was on the first floor of a building that had two floors. My father's office who was the Conference President was on the second floor of the same building. Sometimes during recess I would go up to my father's office and I would sit behind the desk and I acted like I was the Conference President because I’d seen how he would sit there on the chair. One day as I went into the office it was my custom to kind of go through the trash bin because there might be something interesting there, I found an envelope. And the envelope had a bill, 20 Bolivares, which at that time was approximately 7 Dollars. Now folks, this was in the early 1960s, 7 Dollars was a lot of money. So I knew that that money had been thrown there accidentally. But my sinful nature said “finder's keepers, losers weepers”. So I took the money and I didn't want to sin alone, so I gave half to a friend. During recess we went out and we bought candy, and chips, and gum, and sodas, we lived it up, but of course the Principal noticed what we were doing. So we were called to the Principal's office. You see, I had broken two written Commandments: “thou shalt not steal” and “thou shalt not covet”. When the Principal called us to his office, I was sorry. I was sorry that I was caught, and I was sorry because I knew what was going to happen when I got home. I was going to get a whipping. But what was my surprise. When I got home and entered to the front entrance of the house, and I saw my mother, tears streaming down her face, and she said to me, “Son, I’m deeply disappointed. This is not what we taught you.” I would have taken a hundred whippings to not see my mother cry. From that day on I made a vow to the Lord that I would be honest in everything that I do. You see, my sin was not merely breaking a couple of Commandments. My sin caused the pain of my mother.

How much do our sins cause pain to Jesus?

 

Coba saya berikan sebuah ilustrasi dari kehidupan saya sendiri supaya kalian bisa mengerti apa yang saya katakan.

Saya besar di kota Caracas Venezuela. Di sana saya menyelesaikan pendidikan dasar saya di sebuah sekolah MAHK. Sekolah itu ada di lantai bawah dari sebuah gedung dua lantai. Kantor ayah saya yang adalah Presiden Konferens, ada di lantai dua gedung itu. Terkadang di jam istirahat saya akan pergi ke kantor ayah saya dan saya akan duduk di belakang meja dan bergaya seakan-akan saya adalah Presiden Konferens karena saya pernah melihat bagaimana ayah saya duduk di kursinya di sana. Suatu hari ketika saya ke kantor itu ~ kebiasaan saya ialah suka membongkar tong sampah karena mungkin ada sesuatu yang menarik di sana ~ saya menemukan sebuah amplop. Dan di dalam amplop ada uang 20 Bolivares, yang di zaman itu setara 7 Dollar. Nah, Saudara-saudara, ini tahun-tahun awal 1960an dan 7 Dollar itu uang yang banyak. Jadi saya tahu uang itu tentunya terbuang di sana dengan tidak disengaja. Tetapi kodrat berdosa saya berkata, “yang menemukan yang menyimpan, yang kehilangan yang menangis.” Jadi saya ambil uang itu dan karena saya tidak mau berdosa sendirian, saya berikan separo kepada seorang teman. Waktu istirahat kami keluar dan membeli permen, dan keripik, dan gum, dan soda, kami bersenang-senang. Tetapi tentu saja Kepala Sekolah melihat apa yang kami lakukan. Jadi kami dipanggil ke kantor Kepala Sekolah. Kalian lihat, saya telah melanggar dua Perintah tertulis: “Jangan mencuri” dan “Jangan mengingini”. Ketika Kepala Sekolah memanggil kami ke kantornya, saya menyesal. Saya menyesal saya tertangkap, dan saya menyesal karena saya tahu apa yang akan terjadi nanti saya pulang. Saya akan mendapat pukulan. Tetapi yang membuat saya terkejut, ketika saya pulang dan masuk ke pintu depan rumah, saya melihat ibu saya, air matanya mengalir turun ke wajahnya dan dia berkata kepada saya, “Nak, aku sangat kecewa. Ini bukan apa yang kami ajarkan kamu.”  Saya lebih baik menerima seratus pukulan daripada melihat ibu saya menangis. Mulai hari itu saya berjanji kepada Tuhan bahwa saya akan jujur dalam segala perbuatan saya. Kalian lihat, dosa saya bukan sekadar melanggar dua Perintah. Dosa saya mengakibatkan rasa sakit bagi ibu saya.

Berapa banyak sakit yang ditimbulkan dosa-dosa kita pada Yesus?

 

 

You see, we don't overcome sin, folks, by beholding the Law on tables of stone; but rather by beholding what sin did to Jesus, and the immense sacrifice that He made in order to save us.

Ellen White wrote in Christ’s Object Lessons page 159, “In one way only can a true knowledge of self be obtained. We must behold Christ. It is ignorance of Him that makes men so uplifted in their own righteousness. When we contemplate His purity and excellence, we shall see our own weakness and poverty and defects as they really are. We shall see ourselves lost and hopeless, clad in garments of self-righteousness, like every other sinner. We shall see that if we are ever saved, it will not be through our own goodness, but through Gods infinite grace.”

 

Kalian lihat, kita tidak mengalahkan dosa dengan memandang Hukum pada loh-loh batu, Saudara-saudara, melainkan dengan memandang apa yang diperbuat dosa pada Yesus, dan pengorbanan besar yang dibuat Yesus untuk menyelamatkan kita.

Ellen White menulis di Christ’s Object Lessons hal.159,   “…Hanya dengan satu cara kita bisa mendapatkan pengetahuan yang sejati tentang diri kita sendiri. Kita harus memandang Kristus. Ketidaktahuan kita tentang Dia menjadikan manusia begitu sombong dengan kebenaran mereka sendiri. Ketika kita merenungkan kemurnianNya dan kesempurnaanNya, kita akan melihat kelemahan dan kemiskinan dan cacat kita sendiri sebagaimana mereka sesungguhnya. Kita akan melihat diri kita sendiri tersesat dan tidak berdaya, dalam pakaian pembenaran diri seperti orang berdosa yang lain. Kita akan melihat, jika kita mau diselamatkan, itu tidak akan melalui kebaikan kita sendiri, tetapi melalui kasih karunia yang tidak terbatas dari Allah.”

 

 

Sin is overcome not by focusing on the Law and trying to measure up to the Law, but by contemplating Jesus. He died for those sinful thoughts that we have, for the times that we've been to the movie theater to watch movies that are not in harmony with God's character, for the worldly music that we listen to, for the sinful actions that were performed, for the sinful words that we speak, and the evil feelings that we entertain. When we behold the absolute purity of Jesus and see what sin did to Jesus, we will love Jesus and we will hate sin.

In this symposium we've talked a lot about the need to overcome sin, but we haven't dealt much with the secret of how to do it. And that's why I decided at the end that we would  speak about how to overcome sin so that we can be found in the Time of Trouble without spot or wrinkle as we find in Revelation about the 144’000.

 

Dosa dikalahkan bukan dengan fokus pada Hukum dan berusaha untuk mencapai standar Hukum itu, melainkan dengan merenungkan Yesus. Dia mati bagi pikiran-pikiran dosa yang kita miliki, bagi saat-saat kita ke bioskop menonton film yang tidak selaras dengan karakter Allah, bagi musik duniawi yang kita dengarkan, bagi tindakan-tindakan dosa yang kita lakukan, bagi kata-kata dosa yang kita ucapkan, dan perasaan-perasaan jahat yang kita miliki. Ketika kita memandang kemurnian mutlak Yesus dan melihat apa yang dibuat dosa kepada Yesus, kita akan mengasihi Yesus dan kita akan membenci dosa.

Dalam simposium ini kita sudah bicara banyak tentang perlunya mengalahkan dosa, tetapi kita belum membahas banyak tentang rahasia bagaimana melakukannya. Dan itulah mengapa saya memutuskan di bagian akhir ini kita akan bicara tentang bagaimana mengalahkan dosa supaya di Masa Kesukaran Besar kita boleh didapati tanpa noda atau kerut seperti yang kita lihat di Wahyu tentang ke-144’000.

 

 

The apostle Paul gave us the secret, in Hebrews 12:1-3 Paul wrote, 1Therefore we also, since we are surrounded by so great a cloud of witnesses…”  because he just mentioned all of the heroes of chapter 11, “…let us lay aside every weight, and the sin which so easily ensnares us, and let us run with endurance the race that is set before us,…” So how do we set aside every weight and the sin that ensnares us? Here it is:  “…looking unto Jesus, the Author and Finisher of our faith, who for the joy that was set before Him endured the cross, despising the shame, and has sat down at the right hand of the throne of God….”  

 

Rasul Paulus memberi kita rahasianya, di Ibrani 12:1-3 Paulus menulis, 1 Karenanya kita juga, oleh sebab kita dikelilingi oleh awan saksi-saksi yang sedemikian besarnya,…”  karena dia baru saja menyebutkan semua pahlawan iman di pasal 11,  “…marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu mudah menjerat kita, dan marilah kita lari dengan tekun dalam perlombaan yang tersedia di hadapan kita…” Jadi bagaimana kita mengesampingkan setiap beban dan dosa yang menjerat kita? Ini dia,  “…2 Sambil memandang kepada Yesus, Pencipta dan Penuntas iman kita, yang demi sukacita yang tersedia di hadapanNya, dengan sabar menanggung salib, mengabaikan kehinaannya, dan telah duduk di sebelah tangan kanan takhta Allah.”

 

 

Ellen White wrote in the devotional book Sons and Daughters of God page 337, “By beholding Christ, by talking of Him, by beholding the loveliness of His character we become changed. Changed from glory to glory…” It doesn't happen overnight. “…And  what is glory?...”  she asks.  “…Characterand he becomes changed from character to character. Thus we see that there is a work of purification that goes on by beholding Jesus.”

 

Ellen White menulis di buku devosi Sons and Daughters of God hal. 337,  “Dengan memandang Kristus, dengan berbicara tentang Dia, dengan memandang keindahan karakterNya, kita diubahkan. Diubahkan dari kemuliaan ke kemuliaan. …”  tidak terjadi dalam satu malam.   “… Dan kemuliaan itu apa? …”  tanya Ellen White.    “…Karakter – dan dia berubah dari karakter ke karakter.  Dengan demikian kita melihat adanya suatu pekerjaan penyucian yang terjadi dengan memandang Yesus.”

 

 

Sin is overcome or sin defeats us by what we allow to come through our ears, through our eyes, and through our touch, and our five senses. That's why Ellen White tells us that we should meditate a thoughtful hour a day upon the life of Christ.

 

Dosa dikalahkan, atau dosa mengalahkan kita melalui apa yang kita izinkan masuk lewat telinga kita, lewat mata kita, lewat sentuhan kita, dan kelima indera kita. Itulah mengapa Ellen White mengatakan kepada kita bahwa kita harus merenungkan satu jam dalam meditasi setiap hari tentang kehidupan Kristus.

 

 

So folks, here's the summary of what I’m talking about.  At the end of time when probation closes, there are going to be two groups that fully reflect an image. I’m going to read you a statement that perhaps you've never heard before. This is not one of the common statements. Review and Herald April 14 1896. There's going to be one group that is going to perfectly reflect the character of Satan. Ellen White wrote, “The forces of darkness will unite with human agents who have given themselves into the control of Satan, and the same…” Listen, we're going to go through the same that Jesus went through.  “…and the same scenes that were exhibited at the trial, rejection, and crucifixion of Christ will be revived. Through yielding to satanic influences, men will be transformed into fiends…” those are demons, folks  “…and those who were created in the image of God, who were formed to honor and glorify their Creator, will become the habitation of dragons, and Satan will see in an apostate race his masterpiece of evil,—men who reflect his own image.”

That's chilling.

 

Jadi Saudara-saudara, ini kesimpulan dari apa yang saya bicarakan. Pada akhir masa ketika pintu kasihan menutup, akan ada dua kelompok yang sepenuhnya memantulkan suatu keserupaan. Saya akan membacakan sebuah pernyataan yang mungkin belum pernah kalian dengar sebelumnya. Ini bukan salah satu dari pernyataan-pernyataan yang biasa. Review and Herald 14 April 1896 para 7. Akan ada satu kelompok yang akan memantulkan karakter Setan dengan sempurna. Ellen White menulis, “…Kuasa kegelapan akan bersatu dengan agen-agen manusia yang telah menyerahkan diri mereka di bawah kendali Setan, dan…”  dengarkan, kita akan melalui pengalaman yang sama yang dialami Yesus,    “…dan adegan-adegan yang sama yang ditunjukkan di pengadilan, penolakan, dan penyaliban Kristus akan dihidupkan kembali. Dengan menyerah kepada pengaruh sataniah, manusia akan diubahkan menjadi momok…” ini adalah setan-setan, Saudara-saudara, “…dan mereka yang diciptakan dalam keserupaan Allah, yang dibentuk untuk menghormati dan memuliakan Pencipta mereka, akan menjadi tempat kediaman naga-naga, dan Setan akan melihat dalam satu ras yang murtad ini karya agung jahatnya: manusia-manusia yang memantulkan keserupaannya sendiri.”

Ini seram.

 

 

Here's the statement about those who will reflect the image of Christ. Great Controversy 621 speaking about those who will go through this Time of Trouble, “Their affliction is great, the flames of the furnace seem about to consume them; but the Refiner will bring them forth as gold tried in the fire. Gods love for His children during the period of their severest trial is as strong and tender as in the days of their sunniest prosperity; but it is needful for them to be placed in the furnace of fire; their earthliness must be consumed, that the image of Christ may be perfectly reflected

 

Ini pernyataannya tentang mereka yang akan memantulkan keserupaan Kristus. Great Controversy 621 bicara tentang mereka yang akan melewati Masa Kesukaran Besar itu. “…Penderitaan mereka besar, api dalam tungku tampaknya akan melahap mereka, tetapi Sang Pemurni akan membawa mereka keluar sebagai emas yang telah diuji dalam api. Kasih Allah bagi anak-anakNya selama masa ujian yang paling berat itu sekuat dan selembut pada hari-hari cerah kemakmuran mereka; tetapi perlu bagi mereka ditempatkan di dalam tungku api; keduniawian mereka haruslah dibakar habis supaya keserupaan Kristus boleh dipantulkan dengan sempurna.”

 

 

Two groups in the world in the Time of Trouble:

Ø    those who perfectly reflect the image of Satan and

Ø    those by beholding Jesus who reflect perfectly the image of Christ.

 

Dua kelompok di dunia di Masa Kesukaran Besar:

Ø    mereka yang memantulkan dengan sempurna keserupaan Setan dan

Ø    mereka yang dengan memandang Yesus, memantulkan dengan sempurna keserupaan Kristus.

 

 

I end by reading a statement of an exclamation of Ellen White. It's found in Review and Herald April 29, 1884. Ellen White wrote, “At times, in contemplating heavenly things, my heart has been filled with a rapturous joy and love that is very precious, but that no words can describe. I love Jesus, I love His Law; I want to be like Jesus, that I may reflect His image perfectly. I want to lie low at the foot of the cross, that I may be nothing, and Christ may be all in all.”

 

Saya akhiri dengan membacakan sebuah pernyataan bersemangat dari Ellen White. Ditemukan di Review and Herald 29 April 1884. Ellen White menulis, “…Terkadang, ketika merenungkan hal-hal surgawi, hatiku dipenuhi oleh sukacita yang luar biasa dan  kasih yang sangat berharga, yang tidak bisa digambarkan kata-kata. Aku mengasihi Yesus. Aku mengasihi HukumNya. Aku mau seperti Yesus supaya aku boleh menantulkan keserupaanNya dengan sempurna. Aku   mau  menyembunyikan diriku di kaki salib agar aku boleh menjadi bukan apa-apa dan Kristus boleh menjadi semuanya dalam semua.”

 

 

And so with this quotation we come to an end of the symposium on the final generation. Knowing all of this will not help us unless we take the information that we have shared and we personally apply it to our lives. I believe we're living in the last moments of time. All of the signs indicate it. Let's get close to Jesus. Let's plead that He will give us victory over sin so that we might pass through the Time of Trouble with success and be found without fault before the throne of God.

 

Maka dengan kutipan ini kita tiba pada akhir simposium tentang generasi terakhir. Mengetahui semua ini tidak akan membantu kita kecuali kita mengambil informasi yang telah kami bagikan dan kita aplikasikan dalam kehidupan prbadi kita. Saya meyakini kita sedang hidup di bagian masa yang terakhir. Semua tanda mengindikasikan itu. Mari kita mendekat ke Yesus. Mari kita memohon Dia akan memberi kita kemenangan atas dosa supaya kita bisa melalui Masa Kesukaran Besar dengan baik dan didapati tanpa cacat di hadapan takhta Allah.

 

 

 

 

 

13 04 24