Friday, November 24, 2023

EPISODE 10/32 ~ THE FINAL GENERATION ~ THE HIGHER AND LOWER NATURES ~ KEVIN PAULSON

 

THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM

Part 10/32 – Kevin Paulson

THE HIGHER AND LOWER NATURES

https://www.youtube.com/watch?v=54RaFeXQvdc&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=10

 

Dibuka dengan doa

 

 

There is probably no dispute in contemporary Adventism ~ not even women's ordination ~ that is quite so divisive and incendiary as the dispute over the human nature of Christ. Several reasons could be given to explain this, but I think probably the most conspicuous of these or the most potent of them at least, was illustrated a number of years ago by the late ABC News reporter Cokie Roberts, when during the presidential administration of George H.W. Bush she spoke about the president's irregular heartbeat problem. Now the older ones listening to this presentation will probably remember this, when the late president was diagnosed as having what was described as an irregular heartbeat. Now it was not medically serious, but Mrs. Roberts made the statement on the ABC news weekly program “This Week with David Brinkley” which of course now is “This Week with George Stephanopoulos”, that even though this is not medically serious ~ whenever people hear the words “president” and “heart” in the same phrase, they get nervous. All you need to do is ask Senator Bernie Sanders. Some of you may remember a year ago when he suffered a rather serious heart attack, that's no small matter when you're running for president, or even more so if you're actually serving as president.

And so when we talk about Jesus’ humanity and we include the adjective “sinful” in the same phrase as the name of Jesus ~ just like the words “president” and “heart” in the same phrase as Cokie Roberts said ~ it tends to make people uneasy.

 

Kira-kira tidak ada perdebatan di Adventisme kontemporer ~ bahkan tidak juga tentang pentahbisan perempuan  ~ yang begitu memecah-belah dan menyulut pertengkaran, seperti perdebatan mengenai kodrat kemanusiaan Kristus. Beberapa alasan bisa diberikan untuk menjelaskan ini, tetapi menurut saya yang paling menyolok atau paling kuat dari semuanya, adalah yang digambarkan oleh mendiang reporter ABC News, Cokie Roberts, banyak tahun yang lalu, ketika di zaman masa jabatan George H.W. Bush, Cokie Roberts menyinggung bahwa detak jantung presiden itu tidak teratur.  Nah, mereka yang lebih tua yang mendengarkan presentasi ini mungkin akan ingat ini, ketika mendiang presiden itu didiagnosa mengidap apa yang digambarkan sebagai detak jantung yang tidak teratur. Nah, hal ini tidak serius secara medis, tetapi Ny. Roberts membuat pernyataan tersebut di acara mingguan ABC News “This Week with David Brinkley” yang sekarang program itu bernama “This Week with George Stephanopoulos”, walaupun itu tidak serius secara medis, tapi setiap kali orang mendengar kata “presiden” dan “jantung” dalam kalimat yang sama, mereka menjadi khawatir. Tanya saja kepada Senator Bernie Sanders. Beberapa dari kalian mungkin ingat setahun lalu ketika dia mengalami serangan jantung yang cukup serius, itu bukan hal sepele buat orang yang sedang mencalonkan diri menjadi presiden, atau lebih parah lagi jika orang itu malah sedang menjabat sebagai presiden.

Maka jika kita berbicara tentang kemanusiaan Yesus dan kita memasukkan kata sifat “berdosa” dalam kalimat yang sama di mana ada nama Yesus ~ sama seperti kata “presiden” dan “jantung” dalam kalimat yang sama seperti yang dikatakan Cokie Roberts ~ itu cenderung membuat orang khawatir.

 

 

Now what we're going to try to do this morning is to apply the principle we examined yesterday in the two presentations dealing with the Bible and the writings of the Spirit of Prophecy, and how to understand them when they seem to be difficult.

 

Nah apa yang akan kita coba lakukan pagi ini ialah mengaplikasikan prinsip yang telah kita simak kemarin dalam dua presentasi yang membahas tentang Alkitab dan tulisan-tulisan Roh Nubuat, dan bagaimana memahami mereka pada waktu mereka sepertinya sulit dipahami.

 

 

We're going to apply this principle to the issue of Jesus’ human nature, because indeed there are several Ellen White statements that we're going to examine this morning, which are commonly used by advocates of the pre-fall view of Jesus’ human nature to prove that He did not experience the inherited urges, tendencies, and hormones of a fallen human being. What we're going to show is how these statements fit together with all of the other passages which make it very clear that Jesus had the same humanity as the rest of us.

 

Kita akan mengaplikasikan prinsip ini kepada isu kemanusiaan Yesus, karena memang benar ada beberapa pernyataan Ellen White yang akan kita simak pagi ini, yang umum dipakai oleh para pembela konsep bahwa kemanusiaan Yesus itu sama dengan kemanusiaan sebelum adanya dosa untuk membuktikan bahwa Yesus tidak mengalami dorongan-dorongan, kecenderungan-kecenderungan, dan hormon-hormon yang diwarisi oleh seorang manusia setelah manusia jatuh dalam dosa. Apa yang akan kami tunjukkan ialah bagaimana pernyataan-pernyataan Ellen White ini cocok dengan kutipan-kutipan lain yang membuatnya sangat jelas bahwa Yesus memiliki kemanusiaan yang sama seperti kita semua.

 

 

But before we consider the Ellen White statements in question, what I have found most interesting regarding the modern Adventist Christology debate is, that those who seem most anxious to reduce the authoritative role of the Ellen G. White writings in the church's doctrinal controversies, are the very ones whom I have never seen present their case ~ for the pre-fall humanity of Jesus ~ without using the Ellen White statements that we're going to be looking at.

Think about it. When was the last time you heard a sermon or a lecture inside Adventism by someone who believes that Jesus had the nature of Adam as it was before he fell, using Bible verses only? When was the last time you heard someone present that case inside Adventism using the Bible alone?

 

Tapi sebelum kita merenungkan pernyataan-pernyataan Ellen White yang dimaksud, yang paling menarik saya dapati dalam perdebatan Adventisme modern tentang Kristologi ialah bahwa mereka yang tampaknya paling ingin mengurangi wewenang peranan tulisan-tulisan Ellen G. White dalam kontroversi doktrin gereja, adalah orang-orang yang sama yang tidak pernah saya lihat mempresentasikan kasus mereka ~ bahwa kemanusiaan Yesus itu  kemanusiaan yang sebelum jatuh dalam dosa ~ tanpa menggunakan pernyataan-pernyataan Ellen White yang akan kita simak.

Pikirkanlah. Kapan terakhir kalinya kalian mendengar sebuah khotbah atau ceramah di dalam Adventisme oleh orang yang meyakini bahwa Yesus memiliki kodrat alami Adam sebelum kejatuhannya, hanya dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci? Kapan terakhir kalinya kalian mendengar seseorang mempresentasikan kasus itu di dalam Adventisme hanya menggunakan Alkitab saja?

 

 

Now, when it comes to presenting the post-fall view, that's really not a difficult thing to do at all. In fact there is a book that was published a number of years ago by a Methodist scholar named Harry Johnson. It was published first in 1962 (that particular edition is out of print, but it has since been republished by an evangelical publishing house) which I think is truly remarkable. This book is titled “The Humanity of The Savior”.

You see it on the screen there. You'll see the original edition on the left, and the more recent edition published by an evangelical publisher in Oregon on the right. I think it's truly  wonderful that there are people outside of Adventism that are interested in this subject. I don't think that Harry Johnson ever heard of Ellen White. He presents his case for the post-fall humanity of Christ exclusively from the Bible.

 


Nah, kalau itu  mengenai mempresentasikan konsep setelah kejatuhan manusia, itu bukan hal yang sulit. Bahkan ada sebuah buku yang diterbitkan beberapa tahun yang lalu oleh seorang pakar Methodist bernama Harry Johnson. Itu diterbitkan pertama di tahun 1962 (edisi ini sudah habis, tetapi sejak itu buku ini sudah dicetak ulang oleh sebuah penerbitan evangelis), dan menurut saya itu benar-benar mengagumkan. Buku ini judulnya “The Humanity of the Savior” (Kemanusiaan Sang Juruselamat).

Kalian lihat di layar di sini, kalian akan melihat edisi yang asli di sebelah kiri, dan edisi yang lebih baru yang diterbitkan oleh penerbitan evangelis di Oregon di sebelah kanan. Menurut saya sungguh bagus ada orang-orang di luar Adventisme yang tertarik pada topik ini. Menurut saya Harry Johnson tidak pernah mendengar tentang Ellen White. Dia mempresentasikan kasusnya secara ekslusif hanya dari Alkitab bahwa kemanusian Kristus adalah kemanusiaan pasca kejatuhan.

 

 

But now we're going to look at these three statements, three Ellen White passages which are commonly used to demonstrate by the pre-fall camp ~ so far as Christology is concerned inside the church ~ to prove that Jesus had Adam's pre-fall nature.

 

Tetapi sekarang kita akan menyimak tiga pernyataan tersebut, tiga kutipan Ellen White yang umum digunakan di dalam gereja oleh kelompok pro konsep Kristologi pra-kejatuhan, untuk mendemonstrasikan, untuk membuktikan bahwa Yesus memiliki kemanusiaan Adam sebelum kejatuhannya.

 

 

The first of these of course is from the famous Baker Letter 8 of 1895. Many of us are familiar with it, for it is partially published in Vol. 5 of the Bible Commentary page 1128 where Ellen White says, “Be careful, exceedingly careful as to how you dwell upon the human nature of Christ. Do not set Him before the people as a man with the propensities of sin. ….  He could have sinned; He could have fallen, but not for one moment was there in Him an evil propensity.”

 

Yang pertama tentu saja adalah surat Baker yang terkenal, Letter 8, 1895. Banyak dari kita mengenalnya karena ini diterbitkan sebagian di Bible Commentary Vol. 5 hal. 1128 di mana Ellen White berkata, “…Berhati-hatilah, sangat berhati-hati bagaimana engkau membicarakan kemanusiaan Kristus. Jangan menempatkan Dia di hadapan orang sebagai seorang Manusia dengan kecenderungan terhadap dosa….. Kristus punya kemungkinan berbuat dosa; Dia punya kemugkinan jatuh, tetapi di dalam DiriNya tidak sedetik pun ada kecenderungan terhadap yang jahat.”

 

 

Here's another such statement on pages 201-202 in Vol. 2 of the Testimonies, “He…” that is Christ, “…is a brother in our infirmities, but not in possessing like passions.  As the sinless One, His nature recoiled from evil.”

On page 509 of the same Volume, we have a similar statement.  “He was a mighty petitioner, not possessing the passions of our human, fallen natures, but compassed with like infirmities, tempted in all points even as we are.”

 

Ini ada pernyataan yang seperti itu di Testimonies Vol. 2 hal. 201-202, “…Dia…” yaitu Kristus, “…sama dengan kita dalam hal kelemahan-kelemahan kita, tetapi tidak dalam hal memiliki nafsu-nafsu yang serupa. Sebagai Dia yang tidak berdosa, adalah sifat alamiNya untuk langsung mundur dari yang jahat.”

Di hal. 509 dari Volume yang sama, ada pernyataan yang serupa, “…Dia adalah pemohon yang sangat perkasa, yang tidak memiliki nafsu-nafsu kemanusiaan kita yang sudah jatuh  dalam dosa, tetapi dikelilingi oleh kelemahan-kelemahan yang sama, Dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita.”

 

 

Now the problem is, many who quote these  particular statements, like the authors of the recent books attacking Last Generation Theology, they quote these statements but leave entirely unmentioned most of the time the ones that we're going to examine next.

Now I’m not saying that both sides don't occasionally fall into this trap in these particular discussions,  because they do,  but the fact is, that regardless of who does it, regardless of who presents their case on a doctrinal issue using only one set of evidence, it is not a good idea.

 

Nah, masalahnya ialah, banyak orang yang mengutip pernyataan-pernyataan ini ~ seperti penulis-penulis buku-buku baru yang menyerang Theologi Generasi Terakhir ~ mereka mengutip pernyataan-pernyataan ini tetapi seringnya sama sekali tidak menyinggung tentang apa yang akan kita simak berikut ini.

Nah, saya tidak mengatakan bahwa kedua belah pihak dari waktu ke waktu tidak jatuh dalam lubang yang sama ini dalam diskusi-diskusi ini, karena mereka memang berbuat begitu. Tetapi faktanya ialah, tidak soal siapa yang melakukannya, tidak soal siapa yang mempresentasikan kasusnya tentang isu yang menyangkut doktrin dengan hanya menggunakan satu set alasan, itu bukanlah ide yang baik.

 

 

As in evangelism we have to consider those Bible verses that our friends in the evangelical world will approach us with. You know like Colossians 2:14-16 about the “handwriting of ordinances that was against us” and not being judged based upon the festivals and the new moons and the sabbath days, we can't pretend that these verses aren't in the Bible. We've got to demonstrate how they harmonize with all of the other verses. And we have to do the same thing when we discuss Ellen White passages  dealing with the humanity of Jesus, and any number of other related issues. That's what we tried to do yesterday when we were talking about some of the arguments based allegedly on Ellen White against  the idea of character perfection.

 

Sebagaimana dalam penginjilan, kita harus memikirkan ayat-ayat Alkitab yang akan diajukan teman-teman kita dari dunia evangelis ~ kalian tahu misalnya Kolose 2:14-16, tentang tulisan-tulisan tangan tentang peraturan-peraturan yang mendakwa kita” dan tidak dihakimi berdasarkan hari-hari raya dan bulan-bulan baru, dan hari-hari sabat ~ kita tidak bisa pura-pura bersikap ayat-ayat tersebut tidak ada di Alkitab. Kita harus menunjukkan bagaimana ayat-ayat ini serasi dengan semua ayat yang lain. Dan kita harus melakukan yang sama bila kita berdiskusi tentang kutipan-kutipan Ellen White mengenai kemanusiaan Yesus, dan isu-isu lain apa pun yang terkait. Itulah yang berusaha kami lakukan kemarin ketika kami bicara tentang beberapa argumentasi berdasarkan kutipan Ellen White yang dianggap menentang konsep kesempurnaan karakter.

 

 

Now we're going to look at some other Ellen White statements about Jesus and fallen human passions. One of these is in In Heavenly Places page 155. I remember when I first encountered this statement when I held the opposite view on this and this is one of the statements that changed my mind. “Though He…” that is Christ  “…had all the strength of passion of humanity, never did He yield to temptation to do one single act which was not pure and elevating and ennobling.” Now quite obviously these are fallen human passions she's talking about. Otherwise she wouldn't use the word “Though He had all the strength of passion of humanity, never did He yield to temptation…”

 

Sekarang kita akan menyimak beberapa pernyataan lain dari Ellen White tentang Yesus dan nafsu-nafsu manusia berdosa. Salah satunya ada di In Heavenly Places hal. 155. Saya ingat ketika pertama saya bertemu pernyataan ini selagi saya masih mempunyai pandangan berlawanan tentang hal ini, inilah salah satu pernyataan yang telah mengubah pikiran saya. “…Walaupun Dia…” yaitu Kristus “…memiliki seluruh kekuatan nafsu kemanusiaan, tidak pernah Dia menyerah kepada godaan untuk melakukan satu pun tindakan yang tidak murni dan tidak mengangkat dan tidak memuliakan…”  Nah, jelas ini adalah nafsu-nafsu manusia yang sudah jatuh dalam dosa yang dibicarakan Ellen White. Andai bukan, dia tidak akan menggunakan kata  “…Walaupun Dia memiliki seluruh kekuatan nafsu kemanusiaan, tidak pernah Dia menyerah kepada godaan.”

 

 

Here's another one from Signs of the Times, April 9 1896, “The words of Christ encourage parents to bring their little ones to Jesus. They may be wayward and possess passions like those of humanity, but this should not deter us from bringing them to Christ. He blessed children that were possessed of passions like His own.”

Think about that.

 

Ini ada pernyataan yang lain dari Signs of the Times, 9 April, 1896,   “…Kata-kata Kristus mendorong para orangtua untuk membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Anak-anak itu mungkin saja nakal dan memiliki nafsu-nafsu sama dengan yang dimiliki kemanusiaan, tetapi ini tidak seharusnya menghalangi kita dari membawa mereka kepada Krisus. Dia memberkati anak-anak yang dikuasai oleh nafsu-nafsu yang sama seperti milikNya.” 

Pikirkan itu.

 

 

Here's one from Christ Triumphant page 260, “By a word Christ could have mastered the powers of Satan. But He came into the world that He might endure every test, every provocation, that it is possible for human beings to bear; and yet not be provoked or impassioned, or retaliate in word, in spirit, or in action.”

 

Ini satu dari Christ Triumphant hal. 260,    “…Dengan mengucapkan satu kata  Kristus bisa saja mengalahkan kekuatan Setan. Tetapi Dia datang ke dunia agar Dia boleh mengalami setiap ujian, setiap provokasi yang sanggup dipikul oleh mausia, namun tidak terprovokasi atau marah, atau membalas dengan kata-kata, dalam hati atau dengan perbuatan.”

 

 

Now once again it's obvious that the kind of passions Ellen White is describing are fallen and sinful. We know that Ellen White also tells us that the unfallen Adam had passions, but they were very different.

Patriarchs and Prophets page 45, Ellen White says,  “His…” referring to Adam’s  “…nature was in harmony with the will of God. His mind was capable of comprehending divine things. His affections were pure; his appetites and passions were under the control of reason…”   

But these benign passions aren't the ones Ellen White is talking about in the statements that we've been considering.

You know we read that though Jesus had all the strength of human passion that He never yielded to temptations to do anything impure or ignoble. We read that, if our children are wayward and posses passions like those of humanity, this shouldn't discourage us from bringing them to Jesus, because He had the same passions, He blessed children she said that were possessed of passions like His own.

 

Nah, sekali lagi jelas bahwa jenis nafsu yang digambarkan Ellen White itu adalah setelah manusia berdosa. Kita tahu bahwa Ellen White juga memberitahu kita bahwa Adam sebelum kejatuhannya juga memiliki nafsu-nafsu, tetapi mereka sangat berbeda.

Patriarchs and Prophets hal. 45, Ellen White berkata, “…Sifat alaminya…”  mengacu kepada sifat alami Adam,    “…itu serasi dengan kehendak Allah. Pikirannya sanggup mengerti hal-hal ilahi. Perasaan sayangnya murni, selera makannya dan nafsu-nafsunya di bawah kendali logika…”  Tetapi nafsu-nafsu baik ini bukanlah yang dibicarakan Ellen White dalam pernyataan-pernyataan yang sedang kita pertimbangkan.

Kalian tahu, kita sudah membaca bahwa walaupun Yesus memiliki semua nafsu kemanusiaan secara kuat, Dia tidak pernah menyerah kepada godaan untuk melakukan apa pun yang tidak murni atau tidak mulia. Kita sudah membaca bahwa jika anak-anak kita nakal dan memiliki nafsu-nafsu sama dengan yang dimiliki kemanusiaan, ini jangan melunturkan keinginan kita untuk membawa mereka kepada Yesus, karena Dia memiliki nafsu-nafsu yang sama. Kata Ellen White, Yesus memberkati anak-anak yang dikuasai nafsu-nafsu seperti yang dimilikiNya juga.

 

 

So we have to ask, are these two sets of statements contradictory:

ü    those that say He did not have like passions,

ü    and those that clearly say He did?

Is Ellen White contradicting herself?

Well we need to remember this statement that we considered yesterday in Vol. 1 of Selected Messages page 42, “The testimonies themselves will be the key that will explain the messages given as Scripture is explained by Scripture.”

In other words, in order to resolve the apparent conflict on this issue inside Adventism, we need to use the same method we use when a Baptist Christian with whom we're studying the Bible brings up the verse in 2 Corinthians 5 that talks about people being “absent from the body and present with the Lord”. We can't pretend that that verse doesn't exist. We have to look at other passages and show how all of the verses harmonize.

 

Jadi kita harus bertanya, apakah kedua set pernyataan itu bertentangan:

ü      ayat-ayat yang mengatakan bahwa Dia tidak memiliki nafsu-nafsu yang sama,

ü    dan ayat-ayat yang mengatakan dengan jelas Dia punya?

Apakah Ellen White mengkontradiksi dirinya sendiri?

Nah, kita harus ingat pernyataan ini yang sudah kita simak kemarin di Selected Messages Vol. 1 hal 42, “…Kesaksian-kesaksian itu sendiri akan menjadi kunci yang akan menjelaskan pesan-pesan yang diberikan, sebagaimana Kitab Suci dijelaskan oleh Kitab Suci. …” 

Dengan kata lain, untuk menyelesaikan konflik yang nyata mengenai isu ini di dalam Adventisme, kita harus menggunakan metode yang sama yang kami gunakan ketika seorang Kristen Baptist yang sedang belajar Alkitab bersama kami, mengajukan ayat 2 Korintus 5:8 yang bicara tentang orang-orang yang tidak berada dalam tubuh, dan ada bersama Tuhan”. Kita tidak bisa berpura-pura bahwa ayat ini tidak ada. Kita harus melihat kutipan-kutipan lain dan menunjukkan bagaimana semua ayat itu serasi satu sama lain.

 

 

So now we're going to look at a concept that is explained in the Bible as well as Ellen White's writings, which I believe helps us resolve this apparent difference. And we're talking here about the lower and higher natures, that is where I took the title of this presentation: The Lower and Higher Natures, the key to resolving the Adventist Christology debate.

 

Jadi sekarang kita akan melihat pada konsep yang dijelaskan di dalam Alkitab dan juga tulisan-tulisan Ellen White, yang saya yakini bisa membantu kita menyelesaikan perbedaan yang nyata ini. Dan di sini kita bicara tentang sifat alami yang lebih rendah dan sifat alami yang lebih tinggi. Dari sinilah saya mengambil judul presentasi ini: Sifat Alami yang Lebih Rendah dan Sifat Alami yang Lebih Tinggi, Kuncinya untuk Menyelesaikan perdebatan Kristologi Adventisme.

 

 

Now we're going to start with the Bible. What did Jesus say to His disciples in Gethsemane?  Matthew 26:41, 41… the spirit indeed is willing, but the flesh is weak.” Remember, this is when Jesus is talking to the disciples who were going  to sleep rather than watching and praying with Him.

The apostle Paul writes in 1 Corinthians 9:27, 27 But I keep under my body, and bring it into subjection…”

In another passage he writes, 2 Corinthians 10:5, “5 Casting down imaginations, and every high thing that exalteth itself against the knowledge of God, and bringing into captivity every thought to the obedience of Christ.”

 

Nah, kita akan mulai dengan Alkitab. Apa kata Yesus kepada murid-muridNya di Getsemani? Matius 26:41,  “…roh memang mau, tetapi daging lemah…”  Ingat, ini saatnya ketika Yesus berbicara kepada murid-muridNya yang pergi tidur gantinya berjaga dan berdoa bersamaNya.

Rasul Paulus menulis di 1 Korintus 9:27, “…Tetapi aku melatih tubuhku dan menaklukkannya…”

Di bagian yang lain Paulus menulis, di 2 Korintus 10:5, Mencampakkan imajinasi-imajinasi, dan setiap hal yang tinggi yang meninggikan dirinya sendiri menentang pengetahuan tentang Allah, dan membawa setiap pikiran untuk ditaklukkan kepada kepatuhan di bawah Kristus.”

 

 

Now contrary to what some people have alleged, this has nothing to do, this distinction between lower and higher forces within humanity, it has nothing to do with Greek dualism or what happens to the spirit when a person dies. People have tried to say that those Adventists who have used this argument with regard to Jesus’ humanity are embracing Greek philosophy. Well, there's nothing true about this whatsoever. We see clearly in the Bible, this distinction that Jesus made, “the spirit indeed is willing but the flesh is weak”.

 

Nah, berlawanan dengan apa yang dituduhkan beberapa orang, ini tidak ada kaitannya ~  perbedaan ini antara kekuatan yang lebih rendah dan yang lebih tinggi dalam kemanusiaan ~ ini tidak ada kaitannya dengan dualisme Greeka, atau apa yang terjadi pada roh orang ketika dia mati. Ada yang berkata bahwa orang-orang Advent yang telah menggunakan perdebatan ini sehubungan dengan kemanusiaan Yesus, memeluk filsafat Greeka. Nah, sama sekali hal ini tidak benar. Kita melihat jelas di Alkitab, perbedaan yang dibuat oleh Yesus, bahwa  “…roh memang mau, tetapi daging lemah…”

 

 

Ellen White makes a similar comment in Vol. 5 of the Testimonies page 513 where she says,  

“The will is not the taste or the inclination, but it is the deciding power…

 

Ellen White membuat komentar yang sama di Testimonies Vol. 5 hal. 513, di mana dia berkata, “…Kemauan itu bukan rasa atau kecenderungan, melainkan itulah kekuatan yang menentukan …”

 

 

Now we have a lot of other statements that we're going to look at that show this distinction between the lower passions and the higher powers. But let's remember a passage that was quoted yesterday, in the presentation that you heard on the nature of sin. This is from James 1:14-15. This helps us understand when in fact temptation becomes sin,14 But every man is tempted…” the apostle writes, “…when he is drawn away of his own lust, and enticed. 15 Then when lust hath conceived, it bringeth forth sin: and sin, when it is finished, bringeth forth death.”

 

Nah, ada banyak pernyataan yang lain yang akan kita simak, yang menunjukkan perbedaan antara nafsu-nafsu yang lebih rendah dan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi. Tetapi marilah kita ingat sebuah kutipan yang dikutip kemarin dalam presentasi yang kalian dengarkan tentang sifat alami dosa. Ini dari Yakobus 1:14-15, ini membantu kita mengerti kapan tepatnya godaan berubah menjadi dosa. 14 Tetapi setiap orang dicobai…”  tulis rasul itu, “…saat ia diseret oleh hawa nafsunya sendiri, dan terpikat. 15 Lalu ketika hawa nafsu itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan dosa, bila itu sudah selesai (dilakukan), ia melahirkan maut.”

 

 

Now we need to understand very clearly that the word “lust” in the New Testament is not a bad word. This is not in my notes, but I’m going to share it anyway. Some people become very upset when you imply that Jesus had to struggle with “lust”, but, folks, the same word Jesus used in Matthew 5:28 about looking upon a woman to lust ἐπιθυμέω [epithumeō] after her, is the same word used in Luke 22:15 where He says to His disciples, 15... I have desired ἐπιθυμέω [epithumeō] to eat this Passover…” supper  “…with you...” So the word “lust” ἐπιθυμέω [epithumeō] can refer to good desires, it can refer to bad ones; but what we see here in this passage from James chapter 1 is, the desires of a sinful variety only become sin when they are given consent by the will.  You are not defiled, you are not filthy, because you have a sinful desire pulsing and throbbing inside you. It's only when the will gives consent that it becomes sin.

 

Nah, kita harus mengerti dengan sangat jelas bahwa kata “nafsu” di Perjanjian Baru bukanlah kata yang buruk. Ini tidak ada dalam catatan yang saya buat, tetapi saya tetap akan membagikannya. Ada orang-orang yang menjadi sangat terusik bila kita mengimplikasikan bahwa Yesus harus bergumul dengan “nafsu”, tetapi, Saudara-saudara, kata yang sama yang dipakai Yesus di Matius 5:28 tentang memandang seorang wanita dan menginginkannya ἐπιθυμέω [epithumeō]  adalah kata yang sama yang dipakai di Lukas 22:15 di mana Yesus berkata kepada murid-muridNya, 15 Aku telah merindukan ἐπιθυμέω [epithumeō] makan…” malam  “…Paskah ini bersama-sama dengan kamu…’” Jadi kata “nafsu” ἐπιθυμέω [epithumeō] bisa mengacu kepada keinginan yang baik, dan bisa mengacu kepada keinginan yang buruk. Tetapi apa yang kita lihat dalam kutipan ini, dari Yakobus pasal 1, ialah bahwa keinginan dari jenis yang jahat hanya menjadi dosa ketika itu mendapat persetujuan dari kemauan. Kita tidak dicemarkan, kita tidak menjadi najis karena kita punya keinginan yang jahat yang berdetak dan berdenyut di dalam kita. Hanya bila kemauan memberikan persetujuannya, barulah itu menjadi dosa.

 

 

Listen to what Ellen White says on this subject in That I May Know Him page 140. This is one of the strongest statements on this subject that I know in the inspired writings.  “There are thoughts and feelings suggested and aroused by Satan that annoy even the best of men, but if they are not cherished, if they are repulsed as hateful, the soul is not contaminated with guilt, and no other is defiled by their influence.”

 

Dengarkan apa kata Ellen White tentang subjek ini di That I May Know Him hal. 140. Ini salah satu pernyataan yang paling kuat tentang topik ini yang saya tahu dalam tulisan-tulisan Roh Nubuat.  “…Ada pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang dibangkitkan oleh Setan yang mengganggu bahkan manusia-manusia yang paling baik. Tetapi bilamana mereka tidak dipelihara, jika mereka ditolak sebagai menjijikkan, maka jiwa itu tidak terkontaminasi oleh perasaan bersalah, dan tidak ada yang dicemarkan oleh pengaruh mereka.”

 

 

Notice this other statement from the book Adventist Home pages 127 to 128 where likewise Ellen White makes this distinction. “The lower passions…” she writes,  “…have their seat in the body and work through it.  The wordsflesh’ or ‘fleshly’ orcarnal lusts’ embrace the lower, corrupt nature; the flesh of itself cannot act contrary to the wtill of God…”  think about that: the fleshly nature cannot act contrary to the will of God, not without the consent of the will. She goes on to say, “…We are commanded to crucify the flesh, with the affections and lusts. How shall we do it?  Shall we inflict pain on the body?...” you know like the Buddhist monks in Vietnam who burn themselves alive to protest the war.  “…Shall we inflict pain on the body? No; but put to death the temptation to sin. The corrupt thought is to be expelled. Every thought is to be brought into captivity to Jesus Christ…” just like we saw there in 2 Corinthians 10. “…All animal propensities are to be subjected to the higher powers of the soul.”

 

Simak pernyataan lain ini dari buku Adventist Home hal. 127-128 di mana Ellen White juga membuat perbedaan ini. “…Nafsu-nafsu yang lebih rendah…” tulis Ellen White,    “…tempatnya di dalam tubuh dan bekerja melaluinya. Kata-kata ‘daging’ atau ‘kedagingan’ atau ‘nafsu jasmani’ merangkum sifat alami yang lebih rendah yang korup; daging itu dari dirinya sendiri tidak bisa bertindak berlawanan dengan kehendak Allah…”  coba pikirkan itu: sifat alami kedagingan tidak bisa bertindak berlawanan dengan kehendak Allah, tanpa disetujui oleh kemauan. Ellen White melanjutkan berkata,    “…Kita diperintahkan untuk menyalibkan daging, bersama semua kesenangan dan nafsunya. Bagaimana kita bisa melakukan itu? Haruskah kita menyiksa tubuh? …”  kalian tahu, seperti rahib-rahib Buddha di Vietnam yang membakar diri mereka sendiri hidup-hidup untuk memprotes perang.    “…Haruskah kita menyiksa tubuh? Tidak; tetapi binasakanlah godaan untuk berbuat dosa. Pikiran yang korup harus dibuang. Setiap pikiran harus dibawa untuk ditaklukkan di bawah Yesus Kristus…”  persis seperti yang kita lihat di 2 Korintus 10.   “…Semua kecenderungan hewani harus ditundukkan kepada kuasa yang lebih tinggi dari jiwa.”

 

 

Notice how carefully Ellen White talks about the lower passions and the higher powers. Once this distinction is understood, folks, we can begin to understand how in one set of statements Ellen White can say Jesus did not have like passions as we, and in another set of statements say that He did. Let's look at some other Ellen White statements on this distinction between lower passions and higher powers.

 

Simak bagaimana berhati-hatinya Ellen White bicara tentang nafsu-nafsu yang lebih rendah dan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi. Sekali perbedaan ini dipahami, Saudara-saudara, kita bisa mulai mengerti bagaimana dalam satu set pernyataan Ellen White berkata Yesus tidak memiliki nafsu-nafsu yang sama seperti kita, dan di set pernyataan yang lain dia mengatakan Yesus memilikinya. Mari kita lihat beberapa pernyataan Ellen White yang lain tentang perbedaan antara nafsu-nafsu yang lebih rendah dengan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi.

 

 

This one is from Ministry of Healing page 130 where she writes, “The body is to be brought into subjection. The higher powers of the being are to rule. The passions are to be controlled by the will, which is itself to be under the control of God.” 

 

Yang ini dari Ministry of Healing hal. 130 di mana dia menulis,   “…Tubuh harus dibawa kepada penurutan. Kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi dari manusia yang harus memerintah. Nafsu-nafsu harus dikendalikan oleh kemauan, yang pada gilirannya harus berada di bawah kendali Allah.” (3/43)

 

 

Vol. 4 of the Testimonies page 235 she says, “Our natural propensities must be controlled, or we can never overcome as Christ overcame.”

Now if Christ didn't have to struggle with sinful propensities, why would Ellen White say we have to control ours or we can't overcome like Jesus did?

 

The Testimonies Vol. 4 hal. 235, Ellen White berkata,    “…Kecenderungan alami kita harus dikendalikan, kalau tidak, kita tidak akan pernah bisa menang sebagaimana Kristus telah menang…” 

Nah, andaikan Kristus tidak harus bergumul dengan kecenderungan-kecenderungan terhadap dosa, mengapa Ellen White berkata kita harus mengendalikan kecenderungan-kecenderungan kita, kalau tidak, kita tidak bisa menang sebagaimana Kristus sudah menang? 

 

 

Here's another statement I found only recently in my personal devotions, and I’m surprised nobody has found it before, or at least in all the literature I’ve read on this particular subject I haven't seen anybody address this particular statement. This one is also from Vol. 4 of the Testimonies page 216 and see how clearly it speaks about how Jesus gave us an example to overcome and how He did.  “God indicated…” here in 4 Testimonies page 216, “…God indicated that you could be educated to act a part in His cause, but it was necessary that your mind should be trained and disciplined to work in harmony with the plan of God.  You could gain the required experience if you would; you had the privilege presented before you of denying your inclination, as your Saviour had given you an example in His life…”   Think about that. How do we know and have the power to control our inclinations to deny them? Because Jesus gave us an example how to do it. So it sounds like Jesus clearly had to contend with evil inclinations, those are the only kind you need to deny.

 

Ini ada pernyataan yang lain yang saya temukan baru-baru ini dalam devosi pribadi saya, dan saya heran mengapa tidak ada orang yang pernah menemukannya sebelumnya, atau setidaknya dalam semua literatur yang telah saya baca tentang subjek khusus ini, saya belum pernah melihat ada yang membahas tentang pernyataan ini. Ini berasal dari Testimonies Vol. 4 hal. 216, dan lihatlah betapa jelasnya ini bicara tentang bagaimana Yesus memberi kita suatu teladan untuk menang dan bagaimana Dia telah menang.  “…Allah mengindikasikan…”  ini di Testimonies Vol. 4 hal. 216,     “…Allah mengindikasikan bahwa kamu bisa dididik untuk menjalankan sebagian dari misiNya, tetapi yang diperlukan ialah pikiranmu harus dilatih dan didisiplin untuk bekerja selaras dengan rencana Allah. Kamu bisa memperoleh pengalaman yang dibutuhkan jika kamu mau; kamu sudah punya kesempatan istimewa yang dipresentasikan di hadapanmu untuk menyangkal kecenderungan-kecenderunganmu, sebab Juruselamatmu telah memberikan kepadamu  teladan dalam hidupNya…”   Pikirkan ini. Bagaimana kita tahu dan punya kuasa untuk mengendalikan kecenderungan-kecenderungan kita, untuk menyangkal mereka? Karena Yesus telah memberi kita suatu teladan bagaimana melakukannya. Jadi berarti Yesus jelas pernah bertempur dengan kecenderungan-kecenderungan jahat, karena hanya jenis itulah yang perlu disangkal.

 

 

Now let's look at some other Ellen White statements that talk about not controlling evil passions and evil propensities but casting them out.

Desire of Ages page 305, “The only power that can create or perpetuate true peace is the grace of Christ. When this is implanted in the heart, it will cast out the evil passions that cause strife and dissension.”

 

Nah, mari kita simak pernyataan-pernyataan Ellen White yang lain, yang bicara bukan tentang mengendalikan nafsu-nafsu jahat dan kecenderungan-kecenderungan jahat, melainkan membuang mereka.

Desire of Ages hal. 305,    “…Satu-satunya kuasa yang bisa menciptakan atau melestarikan kedamaian sejati ialah rahmat Kristus. Ketika ini ditanamkan di dalam hati, itu akan membuang nafsu-nafsu jahat yang menyebabkan perselisihan dan perpecahan.”

 

 

This is from Testimonies to Ministers pages 171 and 172. “But although their evil propensities may seem to them as precious as the right hand or the right eye, they must be separated from the worker, or he cannot be acceptable before God.”

 

Ini dari Testimonies to Ministers hal. 171-172, “…Tetapi walaupun kecenderungan-kecenderungan jahat bagi mereka mungkin seakan-akan tangan yang kanan atau mata yang kanan, mereka harus dipisahkan dari si pekerja, kalau tidak, dia tidak diperkenan Allah.”

 

 

Messages to Young People page 42, “Nonsense and amusement- loving propensities should be discarded, as out of place in the life and experience of those who are living by faith in the Son of God, eating His flesh and drinking His blood.”

Notice here she isn't talking about controlling evil propensities, she's talking about discarding them.

 

Messages to Young People hal. 42,    “…Kecenderungan-kecenderungan yang tidak bermutu dan yang fokus pada hiburan harus dibuang, karena tidak pada tempatnya dalam kehidupan dan pengalaman mereka yang hidup oleh iman dalam Anak Allah, yang makan dagingNya dan minum darahNya. …” 

Simak di sini Ellen White tidak bicara tentang mengendalikan kecenderungan-kecenderungan yang jahat, dia bicara tentang membuang mereka.    

 

 

Here's another one. This is one of the strongest one of them all. This is from Vol. 7 of the Bible Commentary page 943, she says, “We must realize that through belief in Him…”  that is Jesus,  “…it is our privilege to be partakers of the divine nature, and so escape the corruption that is in the world through lust. Then we are cleansed from all sin, all defects of character. We need not retain one sinful propensity…”  And now here she explains exactly what she means by that, “…As we partake of the divine nature, hereditary and cultivated tendencies to wrong are cut away from the character, and we are made a living power for good…”  From where are these evil passions cast? From the heart. Where are sinful propensities not to be retained? In the life and in the character.

 

Ini ada lagi. Ini adalah salah satu yang paling keras dari semuanya. Ini dari Bible Commentary Vol. 7 hal. 943, Ellen White berkata, “…Kita harus menyadari bahwa melalui iman dalam Dia…”  dalam Yesus,  “…kita punya hak istimewa ikut mengambil bagian dalam sifat alami ilahi, dan dengan demikian lolos dari kerusakan yang ada di dalam dunia akibat nafsu buruk. Lalu kita dibersihkan dari semua dosa,  semua cacat karakter. Kita tidak perlu menyimpan satu pun kecenderungan kepada dosa…” Dan sekarang di sini Ellen White menjelaskan tepatnya apa yang dimaksudnya dengan itu.  “…Ketika kita mengambil bagian dari sifat alami ilahi, kecenderungan-kecenderungan kepada yang salah, yang telah diwariskan dan dikembangkan, dipotong, dipisahkan dari karakter, dan kita dijadikan suatu kekuatan yang hidup bagi yang baik…” Dari mana nafsu-nafsu jahat ini dibuang? Dari hati. Kecenderungan-kecenderungan terhadap dosa tidak boleh disimpan di mana? Dalam hidup dan di karakter.

 

 

Let's be very clear she isn't talking here about holy flesh, she isn't talking here about what happens at glorification when Jesus comes and obliterates our fallen natures. Remember there are statements and we've referred to them already, where? At least I think we have I’m not certain, but let's look at these statements from Ellen White that talk about what happens at glorification.

 

Mari kita jangan salah paham tentang ini, Ellen White di sini tidak bicara tentang  kedagingan yang kudus, Ellen White di sini tidak bicara tentang apa yang terjadi saat manusia dimuliakan ketika Yesus datang dan menghilangkan sifat alami kita yang jahat. Ingat ada pernyataan-pernyataan ~ dan kita sudah menyimak mereka, di mana? Paling tidak saya rasa kita sudah menyimak mereka, saya tidak pasti ~ tetapi mari kita lihat pernyataan-pernyataan ini dari Ellen White yang bicara tentang apa yang terjadi saat manusia dimuliakan.

 

 

One of these is in Acts of The Apostles page 560 to 561. You know when you speak on these topics so often you don't know exactly when you've referred to some of these things but thankfully like I’ve said several times already, repetition is important for ordinary people so that they can catch on.

Acts of The Apostles 560-561, “So long as Satan reigns, we shall have self to subdue, besetting sins to overcome; so long as life shall last, there will be no stopping place, no point which we can reach and say,  I have fully attained.”

 

Salah satu di antaranya ada di Acts of the Apostles hal. 560-561. Kalian tahu bila kita sudah begitu sering bicara tentang topik-topik ini, kita tidak tahu lagi tepatnya kapan kita merujuk kepada beberapa hal itu, tetapi untunglah seperti kata saya beberapa kali, pengulangan itu penting bagi orang awam supaya mereka bisa mengikuti.

Acts of the Apostles hal. 560-561, “…Selama Setan berkuasa kita masih harus menaklukkan diri sendiri, dosa-dosa yang tak ada habisnya yang harus dikalahkan; selama hidup ini ada, tidak akan ada tempat perhentian, tidak ada titik yang bisa kita capai dan berkata, aku sudah benar-benar mencapai.” 

 

 

Counsels to Teachers page 20, “Appetite and passion must be brought under the control of the Holy Spirit. There is no end to the warfare this side of eternity….”  Now notice she doesn't say there's no victory this side of eternity.

 

Counsels to Teachers hal. 20, “…Selera makan dan nafsu harus ditaklukkan di bawah kendali Roh Kudus. Perang tidak ada akhirnya di dunia yang sekarang ini…” Nah, simak, Ellen White tidak mengatakan tidak ada kemenangan di dunia yang sekarang ini.

 

 

Constant fighting is not the same as constant failing. If you remember the history of the Second World War you'll understand this. Remember from the invasion of Normandy in June of 1944 to the German surrender 11 months later in the little red schoolhouse in Rhymes France it was a series of uninterrupted victories for the Allies, but it was also some of the toughest and hardest fighting of the war. The same was true on the Russian front, it took the Soviet army two full years from the aftermath of Stalingrad to the conquest of Berlin to recover territory that the German army had taken only four months in 1941 to conquer. You know isn't that the way it is in our Christian walk? How quickly it is to lose a whole lot of territory to the enemy, and how hard and how long it can be to get it back.

 

Berperang terus-menerus tidak sama dengan gagal terus-menerus. Jika kalian ingat sejarah Perang Dunia II, kalian akan ingat ini. Ingat dari invasi Normandi bulan Juni 1944 hingga menyerahnya Jerman 11 bulan kemudian di sebuah sekolah kecil berwarna merah di Rhymes Perancis, itu ada serangkaian kemenangan untuk Sekutu, tetapi itu juga saat peperangan yang paling sengit dan keras. Hal yang sama juga terjadi di garis depan Rusia, tentara Soviet butuh waktu dua tahun penuh dari setelah Stalingrad hingga penaklukan Berlin untuk merebut kembali teritori yang telah ditaklukkan tentara Jerman dalam waktu hanya 4 bulan di 1941. Bukankah begitu juga pengalaman kekristenan kita? Betapa cepatnya kehilangan banyak teritori kepada musuh, dan betapa sulitnya dan lamanya untuk mendapatkannya kembali.

 

 

So what we're seeing here is that Jesus had sinful passions and propensities in His lower nature, but He did not have these in the higher nature, in the will and in the character, because the will resisted these things. And we don't have to retain sinful passions and propensities there either. The difference is very simple. Look at what Jesus had and what Jesus did not have. I hope that they will put that slide up there, but here we see the contrast between what Jesus had and what Jesus did not have.

ü    Jesus had a sinful urge resisted

ü    what Jesus did not have is a sinful urge exhibited

Think about that contrast between:

1.     an urge resisted ~ where there is no sin ~ as distinct from 

2.     where the urge is exhibited ~ where in fact there is sin.

Jesus had the first. Most definitely He did not have the second, because that would have required Him to sin. But having the first made it possible for Him to give us an example of how to overcome evil passions and propensities.

 

Jadi apa yang kita lihat di sini ialah Yesus memiliki nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan buruk dalam sifat alamiNya yang rendah, tetapi Dia tidak memiliki ini di sifat alamiNya yang tinggi, yaitu di dalam kemauan dan dalam karakterNya, karena kemauan menolak semua yang buruk itu. Dan kita juga tidak usah mempertahankan nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan terhadap dosa di sana (di kemauan dan karakter). Bedanya sangat sederhana. Lihat apa yang dimiliki Yesus dan apa yang tidak dimiliki Yesus. Moga-moga ini akan ditampilkan di layar, tapi di sini kita bisa melihat kontrasnya antara apa yang dimiliki Yesus dan apa yang tidak.

ü    Yesus punya dorongan-dorongan yang buruk yang ditolakNya.

ü    Yang tidak dipunyai Yesus ialah dorongan-dorongan buruk yang dilakukanNya.

Pikirkan kontras antara:

1.     dorongan yang ditolak ~ di mana tidak terjadi dosa ~ yang jelas berbeda dengan

2.     dorongan yang dihidupkan ~ di mana terjadi dosa.

Yesus memiliki yang pertama. Jelas sekali Dia tidak memiliki yang kedua, karena itu akan mengharuskanNya berbuat dosa. Tetapi dengan memiliki yang pertama, itu membuat Dia sanggup memberi kita suatu teladan bagaimana bisa mengalahkan nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan yang jahat.

 

 

Here's another statement. Once again when we compare inspiration with itself we begin to understand these things more clearly. Here's another statement where Ellen White talks about Jesus and corrupt propensities, Vol. 16 of the Manuscript Releases page 182, “…we must not become in our ideas common and earthly, and in our perverted ideas we must not think that the liability of Christ to yield to Satans temptations degraded His humanity and He possessed the same sinful, corrupt propensities as man…” Now if we stop there we might get the wrong idea, but let's look at the next paragraph, listen to what she says there.  “…Christ took our nature, fallen but not corrupted, and would not be corrupted unless He received the words of Satan in the place of the words of God.”

So what does it mean when she says He did not have the same corrupt propensities as we? Very simple. It means He chose not to sin. The corruption here described is not inherited, it is chosen. Notice what she says,  “…Christ took our nature, fallen but not corrupted, and would not be corrupted unless He received the words of Satan in the place of the words of God.”

Now, folks, I really wish I didn't have to point this out, but you know in one of the recent books attacking Last Generation Theology, this particular statement was quoted three times, and the last part of it which we read as to why Jesus’ nature was fallen but not corrupted is left out; all three of these times. This is very unfortunate, folks, when you do this kind of thing, you're not going to resolve the controversy. What you're going to do is prove your scholarly incompetence. And I don't like to use language like that, folks, but this is very disturbing, when the hard evidence that demonstrates what in fact Ellen White is saying, in the very next clause of the sentence they are quoting, is left out entirely. You know, if anybody were to do this in a political or legal setting, they would experience incredible humiliation. We need to be very careful that we do not let this happen.

 

Ini ada pernyataan yang lain. Sekali lagi ketika kita membandingkan Roh Nubuat dengan dirinya sendiri, kita mulai memahami hal-hal ini dengan lebih jelas. Ini ada pernyataan lain di mana Ellen White bicara tentang Yesus dan kecenderungan-kecenderungan yang buruk, Manuscript Releases Vol. 16 hal. 182, “…kita jangan menjadi rendah dan duniawi dalam konsep-konsep kita, dan dalam pikiran kita yang melenceng kita jangan berpikir bahwa kemungkinan Kristus untuk menyerah kepada godaan Setan, merendahkan derajat kemanusiaanNya dan Dia memiliki kecenderungan buruk terhadap dosa yang sama seperti manusia…”  Nah, jika kita berhenti di sini kita mungkin mendapat kesan yang salah, tetapi mari kita lihat paragraf berikutnya, dengarkan apa yang dikatakan Ellen White di sana,  “…Kristus mengambil sifat alami kita yang sudah jatuh, tetapi (Kristus) tidak korup, dan tidak akan menjadi korup kecuali Dia menerima kata-kata Setan menggantikan kata-kata Allah…” Jadi apa maksudnya ketika Ellen White berkata Yesus tidak memiliki kecenderungan-kecenderungan yang sama korupnya dengan kita? Sangat mudah. Artinya Yesus memilih untuk tidak berbuat dosa. Kerusakan (kondisi korup) yang digambarkan di sini tidak diwarisi, itu dipilih. Simak apa kata Ellen White, “…Kristus mengambil sifat alami kita yang sudah jatuh tetapi (Kristus) tidak korup, dan tidak akan menjadi korup kecuali Dia menerima kata-kata Setan menggantikan kata-kata Allah. …” 

Nah, Saudara-saudara, sebetulnya saya tidak ingin mengemukakan ini, tetapi kalian tahu, di salah satu buku baru yang menyerang Theologi Generasi Terakhir, pernyataan ini dikutip tiga kali, dan bagian akhirnya yang baru kita baca tentang mengapa sifat alami Yesus itu dari manusia yang sudah jatuh tetapi Dia tidak menjadi korup, itu tidak disertakan. Dalam ketiga-tiganya. Ini sangat disayangkan, Saudara-saudara. Bila kita melakukan hal ini kita tidak akan menyelesaikan kontroversi. Apa yang kita lakukan justru membuktikan ketidakkompetensian ilmu kita. Dan saya tidak suka menggunakan bahasa seperti ini, Saudara-saudara, tetapi ini sangat merugikan, bila bukti kuat yang menyatakan apa yang sesungguhnya dikatakan Ellen White di klausul berikutnya dari kalimat yang mereka kutip, seluruhnya ditinggalkan. Kalian tahu, jika ada yang berbuat begini dalam suatu setting politik atau legal, mereka akan dipermalukan besar. Kita harus sangat berhati-hati jangan sampai hal ini terjadi.

 

 

Now another way to understand this distinction is to understand Ellen White's distinction between hereditary and cultivated tendencies to evil.  Now we use today the terms “nature” and “nurture” for what Ellen White called “hereditary” and “cultivated” tendencies to evil. Now Ellen White is very clear that Jesus took our fallen heredity.

In Desire of Ages page 49 she says, “He came with such a heredity to share our sorrows and temptations, and to give us the example of a sinless life.”   Notice, why did He come with the same heredity as we ourselves? To share our temptations. Not just so He could be less physically strong or less mentally acute as the sinless Adam. Jesus took our fallen hereditary tendencies in order to give us an example, but obviously He did not take our fallen cultivated tendencies because to do that would have required Him to sin.

 

Nah, cara lain untuk memahami perbedaan ini ialah untuk mengerti perbedaan yang dibuat Ellen White antara kecenderungan-kecenderungan jahat yang diwarisi dan kecenderungan-kecenderungan jahat yang dikembangkan. Nah, hari ini kita menggunakan istilah “yang alami” dan “yang dipelihara” untuk apa yang disebut Ellen White sebagai kecenderungan-kecenderungan jahat “yang diwarisi” dan “yang dikembangkan”. Nah, Ellen White sangat jelas bahwa Yesus mengambil sifat alami yang kita warisi sebagai manusia yang sudah jatuh.

Di Desire of Ages hal 49 Ellen White berkata, “…Dia datang dengan warisan yang sedemikian rupa supaya bisa ikut merasakan kesedihan dan godaan kita, dan untuk memberi kita teladan dari suatu kehidupan yang bebas dari dosa…”  Simak, mengapa Dia datang dengan warisan yang sama yang kita miliki? Untuk ikut merasakan godaan-godaan kita. Bukan hanya agar Dia menjadi tidak sekuat secara fisik atau tidak setajam secara mental seperti Adam sebelum Adam berdosa. Yesus mengambil kecenderungan-kecenderungan jahat kita yang kita warisi untuk memberi kita teladan, tetapi jelas Yesus tidak mengambil kecenderungan-kecenderungan jahat kita yang kita kembangkan sendiri karena andai demikian, itu mengharuskan Yesus berbuat dosa.

 

 

Let's look again at this statement from Vol. 16 of the Manuscript Releases page 182 where she says,  “…we must not become in our ideas common and earthly, and in our perverted ideas we must not think that the liability of Christ to yield to Satans temptations degraded His humanity and He possessed the same sinful, corrupt propensities as man…”

 

Mari ita lihat lagi pernyataan yang ada di Manuscript Releases Vol. 16 hal. 182 di mana Ellen White berkata,  “…kita jangan menjadi rendah dan duniawi dalam konsep-konsep kita, dan dalam pikiran kita yang melenceng kita jangan berpikir bahwa kemungkinan Kristus untuk menyerah kepada godaan Setan, merendahkan derajat kemanusiaanNya dan Dia memiliki kecenderungan buruk terhadap dosa yang sama seperti manusia…” 

 

 

And yet look at this next statement we have in Vol. 4 of the Bible Commentary page 1147 she says, “Think of Christ's humiliation. He took upon Himself fallen, suffering human nature, degraded and defiled by sin.” (The Youth’s Instructor, December 20, 1900 – 4 BC 1147.4)

 

Namun simak pernyataan berikut ini yang ada di Bible Commentary Vol. 4 hal. 1147, Ellen White berkata,  “…Renungkan penghinaan Kristus. Dia mengambil bagi DiriNya sendiri, sifat alami manusia sengsara yang telah jatuh dalam dosa, yang telah merosot dan dicemarkan oleh dosa.” (The Youth’s Instructor, 20 Desember, 1900 – 4 BC 1147.4)

 

 

Notice how in the previous statement she's talking about “chosen degradation”, in this second statement she's talking about His “inherited fleshly nature” which was corrupted in order for Him to be able to give us an example, not a corruption He chose. There is the difference: choice versus inheritance, is the key.

 

Simak bagaimana di pernyataan sebelumnya Ellen White bicara tentang “kemerosotan berdasarkan pilihan”. Di pernyataan yang kedua ini Ellen White bicara tentang “sifat alami dagingNya yang diwarisiNya”, yang sudah korup supaya Dia bisa memberi kita teladan,  korupsi itu bukan pilihanNya. Itulah bedanya: pilihan versus warisan, itulah kuncinya.

 

 

Now there are those who will quote to us this verse from Hebrews 7:26 which says, Jesus was 26 … holy, harmless, undefiled, separate from sinners”, and of course that's true; but those who quote this passage do not quote or generally ignore this statement from Ellen White about what you and I who still have our fallen natures are expected by God to achieve through His grace.

 

Nah ada mereka yang akan mengutip ayat ini kepada kita, dari Ibrani 7:26 yang mengatakan Yesus itu  kudus, tidak berniat jahat, tidak cemar, yang terpisah dari orang-orang berdosa”, dan tentu saja ini benar; tetapi mereka yang mengutip ayat ini tidak mengutip atau secara umum mengabaikan pernyataan dari Ellen White tentang apa yang diharapkan Allah dari kalian dan saya, yang masih memiliki sifat alami jahat, untuk kita capai melalui rahmatNya.

 

 

In Heavenly Places page 160, listen to what she says, “Cherish those things that are true, honest, just, pure, lovely and of good report; but put away whatever is unlike our Redeemer…”   listen now, folks, “…Every soul that gains eternal life must be like Christ, holy, harmless, undefiled, separate from sinners’ (Hebrews 7:26).

And you and I still have our fallen natures. This is not talking about what happens to people when they're glorified, it's talking about what happens here on earth, through the power of sanctifying grace.

 

In Heavenly Places hal. 160, dengarkan apa kata Ellen White, “…Sayangilah hal-hal yang benar, yang jujur, yang adil, yang murni, yang indah, dan yang punya nama baik; tetapi singkirkan apa pun yang tidak mirip Penebus kita…”  dengarkan sekarang, Saudara-saudara,    “…Setiap jiwa yang memperoleh hidup kekal haruslah menyerupai Kristus, kudus, tidak berniat jahat, tidak cemar, yang terpisah dari orang-orang berdosa’ (Ibrani 7:26).

Kalian dan saya masih tetap memiliki sifat alami kita sebagai manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Ini tidak bicara tentang apa yang terjadi pada manusia pada waktu mereka dimuliakan, ini bicara tentang apa yang terjadi sekarang di sini di bumi, melalui kuasa rahmat yang menguduskan.

 

 

Sons and Daughters of God page 102, “The grace of Christ alone can change your heart and then you will reflect the image of the Lord Jesus,…” don't you want to do that? I pray that that will happen to all who are listening to my voice and watching this series.  “…God calls upon us to be like Him,—pure, holy, and undefiled. We are to bear the divine image.”

 

Sons and Daughters of God hal. 102,  “…Hanya rahmat Kristus saja yang bisa mengubah hati kita, kemudian kita akan memantulan keserupaan Tuhan Yesus…” tidakkah kalian mau berbuat itu? Semoga itu akan terjadi pada semua yang sedang mendengarkan suara saya dan menonton seri ini.  “…Allah memanggil kita untuk menjadi seperti Dia, -- murni, kudus, dan tidak tercemar. Kita harus menyandang keserupaan ilahi.”

 

 

Now some people will also call to mind, this is an Ellen White statement where she makes this observation, this is from Review and Herald May 27 1884, “There was no sin in Him…” talking about Jesus “…that Satan could triumph over; no weakness or defect that he could use to his advantage. But we are sinful by nature, and we have a work to do to cleanse the soul temple of every defilement.”

But we need to look at other statements where she uses this language so that we can understand what Ellen White means when she says Jesus had no sin in Him and that we by contrast are sinful by nature.

 

Nah, ada orang-orang yang akan ingat ini adalah sebuah pernyataan Ellen White, di mana dia memberikan pandangan ini, ini dari Review and Herald, 27 Mei 1884,   “…Dalam DiriNya tidak ada dosa…” bicara tentang Yesus, “…yang bisa dianggap Setan sebagai kemenangannya; tidak ada kelemahan atau cacat yang bisa digunakan Setan demi keuntungannya. Tetapi secara alami kita ini berdosa, dan kita punya pekerjaan untuk membersihkan Bait Suci tubuh dari setiap pencemaran.”

Tetapi kita perlu melihat pernyataan-pernyataan lain di mana Ellen White memakai bahasa ini sehingga kita bisa memahami apa maksud Ellen White ketika dia berkata Yesus tidak punya dosa dalam Dirinya, dan bahwa kita kalau dibandingkan, secara alami kita itu berdosa.

 

 

Great Controversy page 623, “Satan finds in human hearts some point where he can gain a foothold; some sinful desire is cherished,…”  think about that “…by means of which his temptations assert their power. But Christ declared of Himself: ’The prince of this world cometh, and hath nothing in Me.’ (John 14:30). Satan could find nothing in the Son of God that would enable him to gain the victory.  He had kept His Fathers Commandments,  and there was no sin in Him that Satan could use to his advantage.  This is the condition in which those must be found who shall stand in the time of trouble.”  We're going to talk about that.

 

Great Controversy hal. 623, “Setan menemukan dalam hati manusia beberapa titik di mana dia bisa mendapatkan tempat berpijak, keinginan-keinginan jahat yang dipertahankan, …”  pikirkan itu “…melalui sarana itu godaan-godaan Setan ini menancapkan kekuasaan mereka. Tetapi Kristus menyatakan tentang DiriNya,  ‘penguasa dunia ini datang dan ia tidak punya  apa pun dalam diri-Ku.’ (Yohanes 14:30). Setan tidak bisa menemukan apa pun pada Anak Allah yang membuat dia (Setan) bisa mendapatkan kemenangan. Dia (Kristus) telah memelihara Perintah-perintah BapaNya, dan di dalamNya tidak ada dosa yang bisa dipakai Setan untuk keuntungannya. Dalam kondisi inilah mereka harus didapati, mereka yang akan bertahan di masa kesukaran.…”  Kita akan membicarakan ini.

 

 

Now once again Ellen White quotes this statement from Jesus, John 14:30 in Desire of Ages page 123. Once again she's clear that when Jesus said the prince of this world had nothing in Him, He was not referring to a struggle with the fleshly nature, He was referring to consenting to sin. Listen to what she says,  ’The prince of this world cometh,’ said Jesus, ‘and hath nothing in Me.’ (John 14:30).   There was in Him nothing  that responded to Satans  sophistry.   He did not consent to sin.   Not even by a thought did He yield to temptation.  So it may be with us…”   Praise God!  Ellen White is talking here about the cherishing of sinful desires, she's not talking about the inheritance of a fallen nature.

 

Nah, sekali lagi Ellen White mengutip pernyataan ini dari Yesus, Yohanes 14:30 di Desire of Ages hal. 123. Sekali lagi Ellen White jelas bahwa ketika Yesus berkata penguasa dunia ini tidak punya apa pun dalam diriNya, Dia tidak mengacu kepada pergumulan dengan daging alami, Dia mengacu kepada persetujuan untuk berbuat dosa. Dengarkan apa kata Ellen White, “…‘penguasa dunia ini datang’ kata Yesus,  ‘dan ia tidak punya  apa pun dalam diri-Ku.’ (Yohanes 14:30). Di dalam DiriNya tidak ada apa pun yang merespons kepada penyesatan Setan. Yesus tidak setuju untuk berbuat dosa. Bahkan tidak dengan satu pikiran pun Yesus pernah menyerah kepada godaan. Demikianlah kita juga bisa begitu…”  Puji Tuhan! Ellen White di sini bicara tentang mempertahankan nafsu-nafsu jahat, dia tidak bicara tentang mewarisi sifat alami manusia yang sudah jatuh dalam dosa.

 

 

So what in fact does Ellen White mean when in the statement we saw from Review and Herald May 27, 1884 where she says, Jesus had no sin in Him,  but you and I are sinful by nature, and we have to cleanse the soul temple of every defilement? Well, she explains what this means in such statements as Vol. 5 of the Testimonies page 214 where she says, “Not one of us will ever receive the seal of God while our characters have one spot or stain upon them. It is left with us to remedy the defects in our characters,  to cleanse the soul temple of every defilement. Then the latter rain will fall upon us as the early rain fell upon the disciples on the Day of Pentecost.”

Now obviously when she talks about cleansing the soul temple she's not talking about getting rid of the fallen nature. She's talking about the will and the character, we've already seen that the change in our fallen nature does not happen until Jesus comes back.

 

Jadi sebenarnya apa yang dimaksud Ellen White di dalam pernyataan di Review and Herald 27 Mei, 1884 yang kita lihat di mana dia mengatakan di dalam Yesus tidak ada dosa tetapi kalian dan saya secara alami jahat, dan kita harus membersihkan Bait Suci tubuh dari setiap pencemaran? Nah, Ellen White menjelaskan maksudnya dalam pernyataan-pernyataannya seperti yang ada di Testimonies Vol. 5 hal. 214 di mana dia berkata,    “…Tidak seorang pun dari kita akan pernah menerima meterai Allah selagi masih ada satu noda atau kotoran pada karakter kita. Tergantung kita untuk memperbaiki cacat-cacat di karakter kita, untuk membersihkan Bait Suci tubuh dari setiap pencemaran. Lalu hujan akhi akan jatuh ke atas kita sebagaimana hujan awal jatuh ke atas para murid pada Hari Pentakosta. …” 

Nah jelas ketika Ellen White bicara tentang membersihkan Bait Suci tubuh, dia tidak bicara mengenai menyingkirkan sifat alami jahat. Dia bicara mengenai kemauan dan karakter, kita tadi sudah menyimak bahwa perubahan sifat alami jahat kita tidak akan terjadi hingga kedatangan Yesus kembali.

 

 

There are a number of Ellen White statements where she talks about Jesus struggling with sinful thoughts. Look at this one from In Heavenly Places page 78, “Some realize their great weakness and sin, and become discouraged. Satan casts his dark shadow between them and the Lord Jesus, their atoning Sacrifice. They say, It is useless for me to pray. My prayers are so mingled with evil thoughts that the Lord will not hear them…” Have you ever felt that way,  or am I the only one?  Listen to what she says, though “…These suggestions are from Satan. In His humanity Christ met and resisted this temptation, and He knows how to succor those who are thus tempted.”

 

Ada sejumlah pernyataan-pernyataan Ellen White di mana dia bicara mengenai Yesus bergumul dengan pikiran-pikiran dosa. Lihat yang satu ini di In Heavenly Places hal. 78,      “…Ada yang menyadari besarnya kelemahan dan dosa mereka dan menjadi patah semangat. Setan menebarkan bayangan gelapnya di antara mereka dan Tuhan Yesus, Kurban pendamaian mereka. Mereka berkata, Percuma aku berdoa. Doa-doaku begitu tercampur dengan pikiran-pikiran jahat sampai Tuhan tidak akan mendengar mereka…”  pernahkah kalian merasa begitu atau hanya saya sendiri yang begitu? Namun, dengarkan apa kata Ellen White. “…Usulan-usulan ini datang dari Setan. Dalam kemanusiaanNya Kristus sudah menghadapi dan menolak godaan ini, dan Dia tahu bagaimana caranya untuk menolong mereka yang mendapat godaan seperti itu.”

 

 

Here's a statement from the book A Solemn Appeal. Many of you are familiar with that pamphlet which deals with such issues as sexual immorality, masturbation, and other practices that are condemned. Listen to what Ellen White says about the temptations of Jesus along these lines. Some people get really offended when you talk about Jesus having sexual temptations. Well, you know the Bible says He was tempted in all points like as we are, and if He wasn't tempted in that point, there are a whole lot of people in this world who don't have a relevant example.

Listen to what she says in the book A Solemn Appeal page 78 also in Our High Calling 337,  “All are accountable for their actions while upon probation in this world. All have power to control their actions. If they are weak in virtue and purity of thoughts and acts, they can obtain help from the Friend of the helpless. Jesus is acquainted with all the weaknesses of human nature…” Folks, what weaknesses is Ellen White discussing in context? She's talking about sex and she says, Jesus is acquainted with all the weaknesses of human nature,  “…and if entreated, will give strength to overcome the most powerful temptations.”

 

Ini ada pernyataan dari buku A Solemn Appeal. Banyak dari kalian familer dengan pamflet itu yang bicara tentang isu-isu seperti amoralisme seksual, masturbasi, dan prakek-praktek lainnya yang dihukum. Dengarkan apa kata Ellen White tentang godaan Yesus terkait jenis perbuatan-perbuatan itu. Ada orang-orang yang menjadi sangat tersinggung bila kita bicara tentang Yesus menghadapi godaan seksual. Nah, kalian tahu Alkitab mengatakan Dia dicobai dalam segala aspek sama seperti kita, dan andai Dia tidak dicobai dalam hal seksual itu, maka akan ada banyak orang di dunia yang tidak memiliki teladan yang relevan.

Dengarkan apa kata Ellen White dalam buku A Solemn Appeal hal. 78, juga di Our High Calling hal. 337,  “…Semua orang harus bertanggung jawab untuk tindakan mereka selagi mereka dalam masa percobaan di dunia ini. Semua punya kuasa untuk mengendalikan tindakan mereka. Jika mereka lemah dalam kesalehan dan kemurnian pikiran dan perbuatan, mereka bisa mendapatkan bantuan dari Sahabat orang-orang yang tidak berdaya. Yesus kenal semua kelemahan alami kemanusiaan…”  Saudara-saudara, kelemahan-kelemahan apa yang dibicarakan Ellen White dalam konteks ini? Dia bicara tentang seks, dan Ellen White berkata, Yesus kenal dengan semua kelemahan alami kemanusiaan,  “…dan bilamana dimohon, akan memberikan kekuatan untuk mengalahkan godaan yang paling kuat.”

 

 

Elsewhere we read in Bible Echo and Signs of The Times, December 1, 1892 she says, “His…” that is the Christian's “…strongest temptations will come from within, for he must battle against the inclinations of the natural heart. The Lord knows our weaknesses.” And how does He know them?

Ministry of Healing page 71 this is also in The Desire of Ages 329, “He knows by experience what are the weaknesses of humanity, what are our wants, and where lies the strength of our temptations;  for He was in all points tempted like as we are, yet without sin.”

 

Di tempat lain kita baca di Bible Echo dan Signs of the Times, 1 Desember 1892, Ellen White berkata,  “…Godaan yang terkuat baginya…”  yaitu bagi seorang Kristen,   “…akan datang dari dalam, karena dia harus bertempur melawan inklinasi-inklinasi alami hatinya. Tuhan tahu kelemahan-kelemahan kita…”  Dan bagaimana Dia bisa tahu mereka?

Ministry of Healing hal. 71, ini juga ada di The Desire of Ages hal. 329,   “…Dia tahu dari pengalaman apa saja kelemahan-kelemahan kemanusiaan, apa-apa yang kita inginkan, dan di mana letak kekuatan godaan-godaan kita; karena Dia juga dicobai dalam segala hal sama seperti kita, tetapi tidak berdosa.”

 

 

Now let's look for a moment shall we at some of the Ellen White statements where she says Jesus didn't have any taint of sin, because some people think this means He must have had a pre-fall nature. One statement like this is from Vol. 5 of the Bible Commentary page 1104 where she says, “… His spiritual nature…” this is referring to Jesus  “…was free from every taint of sin…”    But what is the spiritual nature? It's not the same as the fleshly nature.

 

Nah, mari kita simak sejenak beberapa pernyataan Ellen White di mana dia mengatakan Yesus tidak memiliki noda dosa apa pun, karena ada orang-orang yang berpikir ini berarti Yesus tentunya memiliki sifat alami pra-kejatuhan manusia. Satu pernyataan yang demikian datang dari Bible Commentary Vol. 5 hal. 1104 di mana Ellen White berkata,  “…sifat alami rohaniNya…”  ini bicara tentang Yesus,    “…bebas dari segala noda dosa…”   Sifat alami rohani itu apa? Itu tidak sama dengan sifat alami daging.

 

 

Listen to what she says in Patriarchs and Prophets page 101, “Professed followers of Christ are today eating and drinking with the drunken,  while their names stand in honored church records...” I sure hope that doesn't speak to any of the churches we're familiar with.   “…Intemperance benumbs the moral and spiritual powers and prepares the way for indulgence of the lower passions…” look at the distinction: the spiritual powers, the lower passions.

 

Dengarkan apa kata Ellen White di Patriarchs and Prophets hal. 101, “…Mereka yang mengaku sebagai pengikut-pengikut Kristus, hari ini makan dan minum bersama-sama para pemabuk, sementara nama-nama mereka tercantum dengan terhormat dalam kitab catatan gereja…” moga-moga ini tidak bicara tentang gereja-gereja yang kita kenal.   “…Tidak bisa mengendalikan diri melumpuhkan kekuatan moral dan spiritual dan mempersiapkan jalan bagi pemanjaan nafsu-nafsu rendah…”  lihat perbedaannya: kekuatan spiritual, nafsu-nafsu rendah. 

 

 

Ministry of Healing page 399, “The faculties of the mind, as the higher powers, are to rule the kingdom of the body. The natural appetites and passions are to be brought under the control of the conscience and the spiritual affections.”

 

Ministry of Healing hal. 399,   “…Kemampuan pikiran, sebagai kekuatan yang lebih tinggi, harus memerintah kerajaan tubuh. Selera alami dan nafsu-nafsu harus dibawa kepada penaklukan di bawah pengendalian hati nurani dan perasaan rohani.”

 

 

Signs of the Times August 11, 1887, “The indulgence of natural appetites and passions has a controlling influence over the nerves of the brain. The animal  organs are strengthened, while the moral and spiritual are depressed.”

Notice this distinction.

 

Signs of the Times 11 Agustus 1887, “…Memanjakan selera dan nafsu-nafsu alami berdampak pada pengendalian saraf-saraf otak. Organ-organ hewani dikuatkan sementara moral dan spiritualnya tertekan.”

Simak perbedaannya.

 

 

Another Ellen White statement says Vol. 7 of the Bible Commentary page 925, “He was born without a taint of sin…” speaking of Christ of course   “…but came into the world in like manner as the human family.”

 

Pernyataan lain Ellen White berkata di Bible Commentary Vol. 7 hal. 925,   “…Dia dilahirkan tanpa satu pun noda dosa…”  tentu ini bicara tentang Kristus,    “…tetapi datang ke dunia dengan cara yang sama seperti keluarga manusia.”

 

 

But what does Ellen White mean when she says “He was born without a taint of sin”? Does she mean that the rest of us are born tainted? She never says that! Listen to what she says in another statement Vol. 1 of Selected Messages page 253, “What a sight was this for Heaven to look upon! Christ, who knew not the least taint of sin or defilement, took our nature in its deteriorated condition.”

 

Tetapi apa yang dimaksud Ellen White ketika dia berkata “…Dia dilahirkan tanpa satu pun noda dosa…” apakah maksudnya kita semuanya dilahirkan ternoda? Dia tidak pernah berkata begitu! Dengarkan apa kata Ellen White dalam pernyataan yang lain di Selected Messages Vol. 1 hal. 253, “…Ini adalah pemandangan yang luar biasa untuk dilihat oleh Surga! Kristus yang tidak mengenal sedikit pun noda dosa atau pencemaran, mengambil sifat alami kita dalam kondisinya yang sudah merosot.”

 

 

Vol. 3 of Selected Messages page 134, “Though He had no taint of sin upon His character, yet He condescended to connect our fallen human nature with His divinity.”  

Folks, the only thing she's saying here when she says He was “born without a taint of sin” is that He came from heaven, pure. She's not saying the rest of us are born tainted.

This helps us understand other statements where she says for example in Medical Ministry page 181, “He…” that is Christ  “…took upon His sinless nature our sinful nature,…”   this is not talking about His human nature here, folks, it's talking about His divine nature upon which He took our sinful nature.

 

Selected Messages Vol. 3 hal. 134, “…Walaupun Dia tidak punya noda dosa pada karakterNya, namun Dia bersedia menghubungkan sifat alami kita yang jahat dengan keilahianNya…”  Saudara-saudara, satu-satunya hal yang dikatakan Ellen White di sini ketika dia berkata bahwa Kristus     “dilahirkan tanpa satu pun noda dosa” ialah Dia datang dari Surga, murni. Ellen White tidak mengatakan bahwa kita semuanya ini dilahirkan tercemar.

Ini membuat kita mengerti pernyataan-pernyataan lainnya di mana Ellen White mengatakan misalnya di Medical Ministry hal. 181,   “…Dia…”  yaitu Kristus,    “…mengambil untuk dikenakan pada sifat alamiNya yang tidak berdosa, sifat alami kita yang berdosa…”  ini tidak bicara tentang sifat alami kemanusiaanNya di sini, Saudara-saudara, ini bicara tentang sifat alami ilahiNya, ke atas mana Dia mengenakan sifat alami kita yang berdosa.

 

 

Listen to another statement, Signs of the Times February 20, 1893, “Sinless and exalted by nature…” this is talking about when He's up in heaven, folks, “Sinless and exalted by nature, the Son of God consented to take the habiliments  of humanity to become one with the fallen race.”

 

Dengarkan pernyataan yang lain, Signs of the Times, 20 Februari 1893,  “…Tidak berdosa dan ditinggikan secara alami…”  ini bicara tentang ketika Dia ada di Surga di atas, Saudara-saudara, “…Tidak berdosa dan ditinggikan secara alami, Anak Allah setuju mengambil pakaian kemanusiaan untuk menjadi satu dengan bangsa yang telah jatuh dalam dosa.”

 

 

Other statements help us clarify what this “no taint of sin” principle is all about. Sons and Daughters of God page 148, “One unsanctified  act on the part of our Saviour,  would have marred the pattern, and He could not have been a perfect example for us; but although He was tempted in all points like as we are, He was yet without one taint of sin.” Why was He without a taint of sin? Because He never sinned! Not because He was born different.

 

Pernyataan-pernyataan lain membantu kita menjelaskan rumus “tidak ternoda oleh dosa” itu tentang apa. Sons and Daughters of God hal. 148,  “…Satu saja tindakan yang tidak kudus dari pihak Juruselamat kita, akan merusak polanya, dan Dia tidak akan menjadi teladan yang sempurna bagi kita; namun walaupun Dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita, tidak ada satu pun noda dosa padaNya…”  Mengapa tidak ada noda dosa padaNya? Karena Dia tidak pernah berbuat dosa! Bukan karena Dia dilahirkan beda.

 

 

Vol. 3 of Selected Messages pages 141-142, she says, “Christ, the second Adam, came in the likeness of sinful flesh. In mans behalf, He became subject to sorrow, to weariness, to hunger, and to thirst. He was subject to temptation but He yielded not to sin. No taint of sin was upon Him.”

You know, I remember hearing Clarence Darrow reading about or I think I heard this on a television program years ago where Clarence Darrow the famous criminal lawyer was reported to have said,  “I would rather be a friend of the working man than be one.”

Well, you know, praise God, Jesus wasn't just content to be our friend, He came down to our level and became one of us.

 

Selected Messages Vol. 3 hal. 141-142, Ellen White berkata, “…Kristus, Adam kedua, datang dalam keserupaan daging berdosa. Demi manusia, Dia harus tunduk kepada kesedihan, kepada kelelahan, kepada kelaparan, dan kepada kehausan. Dia harus kena godaan tetapi Dia tidak menyerah kepada dosa. Tidak ada noda dosa padaNya.”

Kalian tahu, saya teringat mendengar Clarence Darrow membaca, atau saya rasa saya mendengarnya di sebuah acara televisi bertahun-tahun yang lalu di mana Clarence Darrow pengacara kriminal yang terkenal itu, dikatakan pernah berkata, “Lebih baik menjadi teman seorang pekerja daripada menjadi seorang pekerja.” Nah, kalian tahu, puji Allah, Yesus tidak saja setuju menjadi teman kita, Dia turun ke tingkat kita dan menjadi salah satu dari kita.

 

 

You know some people might say, “Now wait a minute, Pastor Kevin, what about that verse in the Bible in Luke 1:35 that says Jesus was born ‘that holy Thing’, doesn't that mean He was born different?” No, because if you read the next chapter in the book of Luke, Luke 2:23 you know what it says? It says, in quoting a statement from the Old Testament,  “every male that openeth the womb shall be called holy to the Lord”, and those are people with fallen natures, and yet they're called “holy”. 

And remember of course the Bible says, “Be ye holy, for I am holy” and those are people who still have sinful natures. When the Bible talks about holiness, it's not talking about your fleshly nature it's talking about your choices. Choices are the issue.

 

Kalian tahu, ada orang-orang yang mungkin berkata, “Tunggu dulu, Pastor Kevin, bagaimana dengan ayat Alkitab di Lukas 1:35 yang mengatakan Yesus dilahirkanYang Kudus itu’, tidakkah itu berarti Dia dilahirkan beda?” Tidak, karena jika kita baca pasal berikutnya di kitab Lukas, Lukas 2:23 tahukah kalian apa katanya? Mengutip dari Perjanjian Lama, dikatakan, …Semua anak laki-laki yang membuka rahim harus disebut  kudus bagi Allah…”  dan ini bagi manusia dengan sifat alami setelah manusia jatuh dalam dosa, namun begitu mereka disebut “kudus”.

Dan ingat, tentu saja Alkitab berkata,Jadilah kamu kudus, karena Aku kudus” (1 Petrus 1:16) dan mereka itu adalah manusia-manusia yang mash memiliki sifat alami berdosa. Ketika Alkitab bicara tentang kekudusan, itu bukan bicara tentang daging alami kita, itu bicara tentang pilihan kita. Pilihan itulah isunya.

 

 

Here's another statement from Ye Shall Receive Power page 368. This is a powerful one, folks, “But many say that Jesus was not like us, that He was not as we are in the world, that He was divine, and therefore we cannot overcome as He overcame. But this is not true; for verily He took not on Him the nature of angels;  but He took on Him the seed of Abraham’....”   by the way what kind of a person was Abraham, was he fallen or was he unfallen? He was definitely fallen as I seem to recall,   “…For in that He Himself hath suffered being tempted, He is able to succour them that are tempted.” (Hebrews 2:16-18).

Notice how the human nature Jesus is described as taking, and the temptations He is described as undergoing, are represented by the seed of Abraham.

 

Ini ada pernyataan lain dari Ye Shall Receive Power hal. 368. Ini adalah pernyataan yang berbobot, Saudara-saudara.   “…Tetapi banyak yang berkata bahwa Yesus tidak seperti kita, bahwa Dia tidak seperti kita di dunia, bahwa Dia itu ilahi, dan oleh karenanya kita tidak bisa menang seperti Dia telah menang. Tetapi ini tidak benar, ‘Sebab sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri benih Abraham’…”  nah, Abraham itu jenis manusia seperti apa? Apakah dia manusia berdosa atau tidak? Jelas dia manusia berdosa seingat saya.    “…’Sebab sebagaimana Ia sendiri telah menderita karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.’…” (Ibrani 2:16, 18)

Simak sekarang bagaimana kodrat kemanusiaan Kristus digambarkan sebagai mengambil, dan godaan yang digambarkan dijalaniNya, disimbolkan oleh benih Abraham.

 

 

Notice what it says in this same statement Ye Shall Receive Power page 368, “Christ knows the sinners trials; He knows his temptations. He took upon Himself our nature; He was tempted in all points like as we are. He has wept, He was a man of sorrows, and acquainted with grief.” Notice what it says here, “Christ knows the sinners trials” not the sin, just the sinner Adam’s trials. He knows the sinner's trials, He knows his temptations” and He knows ~ like we saw in that earlier statement from Ministry of Healing page 71,  “He knows…” them  “…by experience”.

 

Simak apa yang dikatakan di pernyataan yang sama di Ye Shall Receive Power hal. 368,   “…Kristus tahu pencoban-pencobaan orang yang berdosa; Dia tahu  godaan-godaannya. Kristus mengambil bagi DiriNya Sendiri sifat alami kita; Dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita. Dia pernah menangis, Dia adalah manusia penuh duka, dan terbiasa dengan kesedihan” Simak apa yang dikatakan di sini, “…Kristus tahu pencoban-pencobaan orang yang berdosa…” bukan dosanya, hanya pencobaan-pencobaan si pendosa Adam. Dia tahu pencobaan-pencobaan orang yang berdosa.  “…Dia tahu  godaan-godaannya. …”  dan Dia tahu ~ seperti yang sudah kita simak pernyataan sebelumnya dari Ministry of Healing hal. 71,  “…Dia tahu…”  mereka    “…dari pengalaman.”

 

 

Finally let us let us close with Vol. 7 of the Bible Commentary page 929, listen to what it says, “The Lord now demands that every son and daughter of Adam, through faith in Jesus Christ, serve Him in human nature which we now have…” the last time I checked, folks, “the human nature we now have” is fallen.  “…The Lord Jesus has bridged the gulf that sin has made.  He has connected earth with heaven, and finite man with the infinite God. Jesus, the worlds Redeemer, could only keep the Commandments  of God in the same way that humanity can keep them.” (Manuscript 1, 1892)

What a glorious promise this truly is.

 

Akhirnya mari kita akhiri dengan Bible Commentary Vol. 7 hal. 929, dengarkan apa yang dikatakan,  “…Tuhan sekarang menuntut setiap anak laki-laki dan perempuan Adam, melalui iman dalam Yesus Kristus, untuk melayani Dia dalam sifat alami kemanusiaan yang kita miliki sekarang…”  terakhir kalinya saya periksa, Saudara-saudara, “sifat alami kemanusiaan yang kita miliki sekarang” itu berdosa.    “…Tuhan Yesus telah menjembatani jurang yang dibuat oleh dosa. Dia telah menghubungkan bumi dengan surga, manusia yang terbatas dengan Allah yang tidak terbatas. Yesus, Penebus dunia, hanya bisa memelihara Perintah-perintah Allah dengan cara yang sama kemanusiaan bisa memelihara mereka.” (Manuscript 1, 1892) 

Betapa sungguh mulianya janji ini.

 

 

You know people ask, does this issue matter? People think that this is some complicated arcane debate about Jesus’ human nature. Folks, it is practical, its practicality is felt in the predawn devotional hour as a young man pleads with God for strength to overcome the forces of lust. It is felt in the construction yard, in the executive office, where irritations and frustrations and impatience are met with the confidence that Jesus has been there first, and has shown us the path to victory. You know I remember when we had the 50th year questions on doctrine anniversary conference at Andrews University in 2007 which I was privileged to attend, and I was interviewed by the student movement, the student newspaper on the Andrews University campus, and I was asked about the relevance of this issue to college and university students, and I said, “Young people, think about it, if you were going to hire a tutor to help you through a difficult class, how much difference would it make whether or not the tutor you were going to hire had taken the class first?” I think that helped them understand very clearly just how relevant this controversy truly is.

 

Kalian tahu, orang-orang bertanya, apakah isu ini penting? Orang menganggap ini hanyalah perdebatan yang rumit dan sulit dimengerti tentang sifat alami kemanusiaan Yesus. Saudara-saudara, ini praktis. Kepraktisannya dirasakan di jam-jam devosi subuh saat seorang muda memohon kepada Allah untuk kekuatan mengalahkan kuasa nafsu. Ini dirasakan di lapangan konstruksi, di kantor eksekutif, di mana kejengkelan dan frustrasi dan ketidaksabaran dihadapi dengan keyakinan bahwa Yesus sudah pernah ada di sana lebih dulu, dan sudah menunjukkan kepada kita jalan menuju ke kemenangan. Kalian tahu, saya teringat ketika ada pertanyaan di 50 tahun ulangtahun konferens di Andrews University di tahun 2007 yang saya sempat hadir dan saya diwawancarai oleh gerakan mahasiswa, surat kabar mahasiswa di kampus Universitas Andrews, dan saya ditanya relevansinya isu ini bagi mahasiswa universitas, dan saya katakan, “Orang-orang muda, pikirkanlah. Jika kalian akan membayar seorang pembimbing untuk membantu kalian melewati kelas yang sulit, apakah ada bedanya pembimbing yang akan kalian pilih itu sudah pernah ikut dalam kelas itu sebelumnya?” Saya rasa itu membantu mereka mengerti dengan jells betapa relevannya kontroversi ini sesungguhnya.

 

 

 

 

 

 

24 11 23