Tuesday, December 26, 2023

EPISODE 14/32 ~ THE FINAL GENERATION ~ BIBLICAL SALVATION: GOD'S PART AND OUR PART ~ KEVIN PAULSON

 

THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM

Part 14/32 – Kevin Paulson

BIBLICAL SALVATION: GOD’S PART AND OUR PART

https://www.youtube.com/watch?v=4IS3SYBtcOI&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=14

 

 

Dibuka dengan doa

 

The question of God's part and humanity's part in the process of biblical salvation is directly connected to the question of what is sin, which was addressed yesterday afternoon. The very first reference to salvation in the New Testament is found in the book of Matthew  1:21, remember when the angel appears to Joseph and tells him that Mary is going to bring forth a Child based on the intervention of the Holy Spirit. Matthew 1:21 says, 21… thou shalt call His name JESUS: for He shall save His people from their sins.”

 

Pertanyaan tentang bagian Allah dan bagian manusia dalam proses keselamatan yang alkitabiah itu terkait langung dengan pertanyaan apakah dosa itu, yang sudah dibahas kemarin petang. Referensi yang pertama tentang keselamatan di Perjanjian Baru, ada di kitab Matius 1:21, ingat ketika malaikat tampil kepada Yusuf dan memberitahu dia bahwa Maria akan melahirkan seorang Anak atas campur tangan Roh Kudus. Matius 1:21 berkata,

21 …engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.”

 

 

Now if as opponents of Last Generation Theology would have us believe, sin is an involuntary condition, received at birth, then the only way one can be saved from sin is either by getting rid of that involuntary condition, or by declaring the sinner righteous despite that condition.

Now for both sides in the present controversy over Last Generation Theology, both believe as we've noted many times already, that the fallen nature that we inherit at birth will be taken away when Jesus comes. There are still a few folks out there ~ I occasionally meet them from time to time ~ who still have the idea that before Jesus returns that fallen nature is going to be eradicated but those are a very small minority so far as Adventists who believe in perfection theology is concerned.

 

Nah, para penentang Theologi Generasi Terakhir mau kita percaya bahwa dosa adalah kondisi yang tidak bisa dihindari, yang diterima saat manusia lahir, maka satu-satunya jalan manusia bisa diselamatkan dari dosa ialah dengan melenyapkan kondisi yang di luar kemauan manusia itu, atau dengan mendeklarasikan si pendosa itu benar, walaupun bertentangan dengan kondisinya itu.

Nah bagi kedua belah pihak yang sekarang sedang bertikai tentang Theologi Generasi Terakhir, keduanya meyakini ~ seperti yang sudah kita simak beberapa kali ~ bahwa kodrat berdosa yang kita warisi dari lahir, akan disingkirkan ketika Yesus datang kembali. Di luar sana masih ada beberapa orang ~ saya bertemu mereka dari waktu ke waktu ~ yang masih memegang konsep bahwa sebelum Yesus datang kembali, kodrat berdosa itu akan dihapus; tetapi mereka hanyalah sejumlah kecil minoritas orang Advent yang meyakini theologi kesempurnaan.

 

 

The real difference between the two camps on the subject of salvation is, that those who believe in Last Generation Theology believe:

ü   that the conditions of salvation ~ which we all agree ~ are obedience to the Law of God,

ü   that those conditions are met through the righteousness of Christ which includes both Justification and Sanctification.

 

Perbedaan yang sebenarnya antara kedua kubu mengenai subjek keselamatan ialah, bahwa mereka yang meyakini Theologi Generasi Terakhir, meyakini:

ü   bahwa syarat-syarat keselamatan ~ yang kita semua sepakati ~ adalah kepatuhan kepada Hukum Allah,

ü   bahwa syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh kebenaran Kristus di mana termasuk baik Pembenaran maupun Pengudusan.

 

 

Opponents of Last Generation Theology by contrast, believe:

ü   that because of original sin,

the only way the demands of the Law can be met, is through forensic or legal righteousness ~ which they believe Justification represents.

ü   Thus according to their theology

the only way a Christian can experience salvation and acceptance before God in heaven's judgment is through a declarative righteousness, that declares us holy even though we are not. And we're not only talking about the past here, we're talking about the present and the future according to what they believe.

ü   These people believe that we are saved, not ~

the Justification rather involves, as we're going to find out in our discussion ~ not only forgiveness for past sins but also forgiveness for present and future sins. Some have called that “advance forgiveness”. Some have more rightly described it as another form of the Catholic doctrine of indulgences, only in this case the indulgences are free.

 

Penentang-penentang Theologi Generasi Terakhir, meyakini:

ü   bahwa karena dosa asal,

satu-satunya jalan tuntutan Hukum bisa dipenuhi ialah melalui kebenaran forensik atau kebenaran yang sah secara hukum ~ yang mereka yakini itu diwakili oleh Pembenaran.

ü   Dengan demikian menurut theologi mereka,

satu-satunya jalan seorang Kristen bisa mengalami keselamatan dan diterima di hadapan Allah di penghakiman surgawi, ialah melalui kebenaran yang dideklarasikan, yang menyatakan kita kudus walaupun kita tidak. Dan di sini kita tidak hanya bicara tentang dosa-dosa yang lalu, kita bicara tentang yang sekarang dan yang akan datang, menurut apa yang mereka yakini.

ü   Orang-orang itu meyakini bahwa kita selamat, bukan ~

bahwa Pembenaran melibatkan, sepeti yang akan kita lihat dalam diskusi kita ~ bukan hanya pengampunan untuk dosa-dosa yang lalu, tetapi juga pengampunan untuk dosa-dosa yang sekarang dan yang akan datang. Ada yang menyebut ini “pengampunan di depan”. Ada yang menyebutnya dengan lebih tepat sebagai bentuk lain dari doktrin Katolik tentang indulgensia, hanya saja di sini indulgensianya gratis.

 

 

One author in one of the recent books attacking Last Generation Theology says, that the ultimate ground of one's acceptance in the judgment is not the believer's Spirit-empowered works, but the righteousness of Christ.

Now we're going to find out from the Bible and the writings of the Spirit of Prophecy in the next few moments that the believer's Spirit-enabled works, and the righteousness of Christ are one and the same thing.

 

Seorang penulis salah satu buku baru yang menyerang Thelogi Generasi Terakhir berkata, bahwa dasar utama diterimanya seseorang dalam penghakiman bukanlah perbuatan-perbuatan si orang beriman yang dimampukan Roh Kudus, melainkan kebenaran Kristus.

Nah sebentar kita akan melihat dari Alkitab dan tulisan-tulisan Roh Nubuat bahwa perbuatan-perbuatan si orang beriman yang dimampukan Roh Kudus, dan kebenaran Kristus itu adalah hal yang satu dan sama.

 

 

There is a difference between what we attempt in our own strength ~ like we were just discussing in the panel ~ and what we do through God's strength. But the opponents of Last Generation Theology don't make that distinction. They believe that even what people do through the Holy Spirit has nothing to do with salvation. But what we're going to demonstrate here in the next few moments is that biblical salvation is cooperative, that it involves God's part and humanity's part.

 

Ada bedanya antara apa yang kita usahakan dengan kemampuan kita sendiri ~ seperti yang tadi didiskusikan di panel ~ dan apa yang lakukan melalui kuasa Allah. Tetapi para penentang Theologi Generasi Terakhir tidak membuat perbedaan itu. Mereka meyakini bahkan apa yang dilakukan orang melalui Roh Kudus, tidak ada kaitannya dengan keselamatan. Tetapi  yang sebentar akan kita buktikan di sini ialah bahwa keselamatan yang alkitabiah itu kooperatif, itu melibatkan bagian Allah dan bagian manusia.

 

 

Now we're going to start with the Old Testament in looking at the issues of salvation, because remember what Paul said to Timothy in 2 Timothy 3:15 he writes,15 And that from a child thou hast known the holy scriptures, which are able to make thee wise unto salvation through faith which is in Christ Jesus.”

Now Paul affirmed his faith in Old Testament salvation theology in that famous passage that Martin Luther heard ringing in his ears while he was walking up on his knees that staircase in Rome, which they thought had been transported miraculously from Pilate's judgment hall to the eternal city. We know what that passage is. It's in Romans 1:17 and this is taken directly out of the book of Habakkuk 2:4,  “the just shall live by faith”. But this is by no means Paul's only reference to the Old Testament in establishing his understanding of salvation.

 

Nah, kita akan mulai dengan Perjanjian Lama untuk menyimak isu-isu keselamatan, karena ingat apa kata Paulus kepada Timotius di 1 Timotius 3:15 dia menulis,15 Dan bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci, yang dapat membuat engkau bijaksana sampai ke keselamatan melalui iman dalam Kristus Yesus.”

Nah, Paulus mengafirmasi imannya dalam theologi keselamatan di Perjanjian Lama, dalam ayat yang terkenal yang mendering di telinga Martin Luther sementara dia merangkak di atas lututnya menaiki anak tangga di Roma, yang menurut kata mereka itu telah dipindahkan secara ajaib dari ruang penghakiman Pilatus ke kota abadi (kota Roma). Kita tahu ayat yang mana itu. Itu ialah Roma 1:17 dan ini diambil langsung dari kitab Habakuk 2:4, “orang benar akan hidup oleh iman”. Tetapi ini bukanlah satu-satunya referensi Paulus ke Perjanjian Lama dalam menetapkan pengertiannya tentang keselamatan.

 

 

One of the most insightful passages in Paul's writings that comes out of the Old Testament is in Romans 4:6-8. 6 Even as David also describeth the blessedness of the man, unto whom God imputeth righteousness without works, 7 saying, ‘Blessed are they whose iniquities are forgiven, and whose sins are covered.’8 Blessed is the man to whom the Lord will not impute sin.’

Now this is taken directly out of Psalm 32:1-2 where the psalmist writes, 1 Blessed is he whose transgression is forgiven, whose sin is covered. 2 Blessed is the man unto whom the LORD imputeth not iniquity, and in whose spirit there is no guile.” Now this is significant because it calls to mind other biblical passages which tell us more about the conditions for receiving God's forgiveness.

Notice how the one to whom God does not impute iniquity is the one in whose spirit there is no guile. God not only imputes righteousness without works, He does it only to those in whose spirit is no guile.

 

Salah satu ayat yang paling mencerahkan di tulisan Paulus yang diambil dari Perjanjian Lama ada di Roma 4:6-8. 6 Yaitu seperti juga yang digambarkan Daud bagaimana keberkahan orang yang kepadanya Allah memperhitungkan kebenaran tanpa perbuatan 7 dengan mengatakan, ‘Diberkatilah mereka yang pelanggaran-pelanggarannya diampuni, dan yang dosa-dosanya ditutupi. 8 Diberkatilah manusia yang kepadanya Tuhan tidak akan membebankan dosa.’…”

Nah, ini diambil langsung dari Mazmur 32:1-2 di mana pemazmur menulis, 1 Berbahagialah dia yang pelanggarannya diampuni, yang dosanya ditutupi. 2 Berbahagialah manusia, yang kepadanya TUHAN tidak memperhitungkan kesalahan, dan yang dalam jiwanya tidak ada tipu muslihat.” Nah, ini signifikan karena ini mengingatkan kita kepada ayat-ayat Alkitab lainnya yang mengatakan kepada kita lebih banyak tentang syarat-syarat untuk menerima pengampunan Allah.

Simak bagaimana dia yang kepadanya Allah tidak membebankan pelanggaran adalah dia yang dalam jiwanya tidak ada tipu muslihat. Allah bukan hanya memperhitungkan kebenaran tanpa perbuatan, Dia berbuat itu hanya untuk mereka yang dalam jiwanya tidak ada tipu daya.

 

 

Now some people might wonder why didn't Paul quote that last clause in Psalm 32:2,  well I maintain that he didn't have to, because in 2 Timothy 3:16 he makes it very clear that, 16 All…” of the Old Testament  “…scripture is given by inspiration of God, and is profitable for doctrine, for reproof, for correction, for instruction in righteousness.”

And when in the previous verse Paul says to Timothy 15 And that from a child thou hast known the holy scriptures, which are able to make thee wise unto salvation through faith which is in Christ Jesus” remember, the only scriptures Timothy was taught from his childhood were the Old Testament. And so what is clear in Romans chapter 4 is that when Paul speaks elsewhere of Christians not being saved by works, that the works being described do not include the work of the Holy Spirit in and through the believer, because obviously in order to have our iniquity not imputed to us, we have to be free of guile. And the only way that happens is through Spirit empowered transformation.

 

Nah ada orang-orang yang mungkin berpikir mengapa Paulus tidak mengutip klausul yang terakhir di Mamur 32:2. Nah, saya yakin dia tidak perlu, karena di 2 Timotius 3:16 Paulus membuatnya sangat jelas bahwa “…16 Segala tulisan Kitab Suci…”  Perjanjian Lama  “…itu diberikan oleh ilham dari Allah, dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran…”  Dan bila di ayat sebelumnya Paulus berkata kepada Timotius,   “…15 Dan bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci, yang dapat membuat engkau bijaksana sampai ke keselamatan melalui iman dalam Kristus Yesus…”  ingat, satu-satunya Kitab Suci dari mana Timotius diajar sejak masa kecilnya adalah Kitab-kitab Perjanjian Lama. Jadi apa yang jelas di Roma pasal 4 ketika Paulus bicara di ayat-ayat lain tentang orang-orang Kristen tidak diselamatkan oleh perbuatan mereka, ialah perbuatan-perbuatan yang dimaksud tidak termasuk apa yang dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam dan melalui si orang yang beriman, karena sudah jelas supaya dosa-dosa kita tidak diperhitungkan pada kita, kita harus terbebas dari segala tipu daya.  Dan satu-satunya cara itu bisa terjadi ialah suatu transformasi yang dimampukan oleh Roh Kudus.

 

 

Those who reject Last Generation Theology insist that to include the Holy Spirit's transformative work in the saving process, is to accept the doctrine of salvation by works which Paul condemns. And we're going to see that this position that the opponents of Last Generation Theology take, is explicitly contrary to the New Testament. But we begin to understand.

 

Mereka yang menolak Theologi Generasi Terakhir bersikeras bahwa memasukkan pekerjaan transformasi Roh Kudus dalam proses penyelamatan adalah menerima doktrin keselamatan berdasarkan perbuatan yang disalahkan Paulus. Dan kita akan menyimak bahwa posisi yang diambil para penentang Theologi Generasi Terakhir, secara eksplisit bertentangan dengan Perjanjian Baru. Tetapi kita mulai paham.

 

 

Further David's statement about the guileless being the only ones eligible for forgiveness, when we look at other Old Testament passages that talk about the conditions for forgiveness, one of the strongest of these which we talked about in the panel discussion is 2 Chronicles 7:14. We know the verse well. 14 If My people, which are called by My name, shall humble themselves, and pray, and seek My face, and turn from their wicked ways; then will I hear from heaven, and will forgive their sin, and will heal their land.”

 

Lebih jauh, pernyataan Daud tentang mereka yang tidak punya tipu daya adalah satu-satunya yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pengampunan, ketika kita melihat ayat-ayat Perjanjian Lama lainnya yang bicara tentang syarat-syarat pengampunan, salah satu yang paling kuat darinya yang sudah kita bahas dalam diskusi panel, adalah 2 Tawarikh 7:14. Kita mengenal ayat itu dengan baik. 14 jika umat-Ku yang disebut dengan nama-Ku, mau merendahkan diri, dan berdoa dan mencari wajah-Ku, dan berbalik dari cara mereka yang jahat, maka Aku akan mendengar dari Surga dan akan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka.”

 

 

Proverbs 28:13, 13 He that covereth his sins shall not prosper: but whoso confesseth and forsaketh them shall have mercy.”

Amsal 28:13, 13  Dia yang menyembunyikan dosa-dosanya tidak akan makmur, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkan mereka akan menerima pengampunan.”

 

 

Isaiah 55:7, 7 Let the wicked forsake his way, and the unrighteous man his thoughts: and let him return unto the LORD, and He will have mercy upon him; and to our God, for He will abundantly pardon.” 

 

Yesaya 55:7, 7 Biarlah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; dan hendaklah ia kembali kepada TUHAN, dan Dia akan berbelaskasihan padanya; dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.”

 

 

Jesus also made it clear as to what the conditions are for receiving His Father's forgiveness. Matthew 6:14-15 tells us, 14 For if ye forgive men their trespasses, your heavenly Father will also forgive you: 15 But if ye forgive not men their trespasses, neither will your Father forgive your trespasses.” Once again God's forgiveness is conditional on obedience, and that obedience of course is only possible through the Spirit's transforming power.

 

Yesus juga membuatnya jelas apa syarat-syaratnya untuk menerima pengampunan BapaNya. Matius 6:14-15 memberitahu kita, 14 Karena jikalau kamu mengampuni orang pelanggarannya, Bapamu yang di Surga akan mengampuni kamu juga. 15 Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang pelanggarannya, Bapamu juga tidak akan mengampuni pelanggaranmu.”

 

 

Romans 2:13 tells us the same thing. 13 For not the hearers of the Law are just before God, but the doers of the Law shall be justified.”

 

Roma 2:13 memberitahu kita hal yang sama. 14 Karena bukanlah orang yang mendengar Hukum yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan Hukum yang akan dibenarkan.”

 


So when we put all of these verses together we can find the biblical conditions for receiving God's forgiveness. Let's look at them:

ü  humility

ü  confession

ü  and forsaking of sin

ü  a guileless spirit

ü  a willingness to forgive others

ü  and fulfilling the divine Law

And of course if we do all of these things that we've seen here, we are fulfilling the divine Law. When by contrast the Bible says we are not saved by works it is speaking of the self-produced surface piety unrelated to conversion and unconnected with God's transforming grace. We were talking about that for those of you who were tuned into the panel.

 

Jadi bila kita kumpulkan semua ayat ini kita bisa mendapatkan syarat-syarat alkitabiah untuk menerima pengampunan Allah. Mari kita simak:

ü  Kerendahan hati 

ü  pengakuan 

ü  dan meninggalkan dosa 

ü  jiwa yang tidak ada tipu musihat 

ü  kerelaan memaafkan orang lain 

ü  dan memenuhi Hukum Ilahi.

Dan tentu saja jika kita melakukan semua hal yang kita lihat di sini, kita sedang memenuhi Hukum Ilahi. Sebagai perbandingan bilamana Alkitab berkata kita tidak diselamatkan oleh perbuatan, itu bicara tentang perbuatan baik yang hanya di permukaan yang dihasilkan diri sendiri yang tidak terkait pertobatan dan tidak terkait rahmat Allah yang mengubahkan. Kita sudah bicara tentang itu, bagi kalian yang mengikuti diskusi panel.

 

 

The Old Testament origin of biblical righteousness by faith is clear in Hebrews chapter 11 ~ which we often of course call The Faith Chapter ~ in the chronicle of the various Old Testament worthies, who are described here as doing good things by faith. Perhaps the strongest example of these is verse 7. In Hebrews chapter 11, 7 By faith Noah, being warned of God of things not seen as yet, moved with fear, prepared an ark to the saving of his house; by the which he condemned the world, and became heir of the righteousness which is by faith.”   How did Noah become an heir of righteousness by faith? By building an ark, by saving his household from the flood, and condemning the world by his example.

 

Pembenaran oleh iman yang asli di Perjanjian Lama menjadi jelas di Ibrani pasal 11 ~ yang sering kita sebut sebagai Pasal Iman ~  di catatan sejarah orang-orang hebat Perjanjian Lama yang digambarkan di sini melakukan perbuatan-perbuatan baik karena iman. Mungkin contoh yang paling berbobot dari itu adalah ayat 7, di Ibrani pasal 11, 7 Karena iman, Nuh setelah diperingatkan Allah tentang hal-hal yang belum kelihatan, bertindak dengan gentar, mempersiapkan sebuah bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dengan tindakan mana ia telah menghukum dunia, dan menjadi ahliwaris kebenaran, yaitu melalui iman…”  Bagaimana Nuh menjadi ahliwaris kebenaran melalui iman? Dengan membangun sebuah bahtera, dengan menyelamatkan keluarganya dari air bah, dan membuktikan kesalahan dunia dengan teladannya.

 

 

Now more recently in one of our leading church publications there was a eulogy to the late Dr. Desmond Ford which tried to defend the idea that Ford taught for so many years, that righteousness by faith supposedly equals Justification only. Now I mentioned this once before, but if any of you are interested in reading an in-depth article that I have prepared on this subject on my website at Vindicate.com just look up the title “The Biblical Scope of Righteousness By Faith” and google my name with it Kevin Paulson and you'll find it.

 

Nah, tidak terlalu lama di salah satu publikasi gereja kita yang terkemuka ada sebuah elegi untuk mendiang Dr. Desmond Ford  yang berusaha membela konsep yang diajarkan Ford selama banyak tahun bahwa kebenaran oleh iman dianggap sama dengan Pembenaran saja. Nah, saya pernah menyinggung ini sebelumnya, tetapi jika dari antara kalian berminat  membaca suatu artikel yang mendalam yang telah saya siapkan tentang subjek ini di situs saya di Vindicate.com silakan mencari judul “The Biblical Scope of Righteousness By Faith” dan menggoogle nama saya Kevin Paulson bersamanya, kalian akan menemukannya.

 

 

The Bible is very clear, folks, that righteousness by faith as taught in the Bible includes both Justification and Sanctification.  We've already seen this in Hebrews 11, but we're going to find other passages that tell us the same thing. Once again let's look at what it says about Noah in Hebrews 11:7, 7 By faith Noah, being warned of God of things not seen as yet, moved with fear, prepared an ark to the saving of his house; by the which he condemned the world, and became heir of the righteousness which is by faith.”

Now, folks, if that's not equating a righteousness by faith with Sanctification,  I don't know what is.

 

Alkitab itu sangat jelas, Saudara-saudara, bahwa kebenaran oleh iman seperti yang diajarkan di Alkitab termasuk baik Pembenaran dan Pengudusan. Kita sudah melihat ini di Ibrani pasal 11, tetapi kita akan menemukan ayat-ayat lain yang mengatakan hal yang sama. Sekali lagi mari kita lihat apa yang dikatakan tentang Nuh di Ibrani 11:7, 7 Karena iman, Nuh setelah diperingatkan Allah tentang hal-hal yang belum kelihatan, bertindak dengan gentar, mempersiapkan sebuah bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dengan tindakan mana ia telah menghukum dunia, dan menjadi ahliwaris kebenaran, yaitu melalui iman…”  Nah, Saudara-saudara jika ini bukan menyamakan kebenaran oleh iman dengan Pengudusan, saya tidak tahu lagi apa ini.

 

 

Now let's look at some other passages.

Philippians 3:4-9, 4 Though I might also have confidence in the flesh. If any other man thinketh that he hath whereof he might trust in the flesh, I more: 5 Circumcised the eighth day, of the stock of Israel, of the tribe of Benjamin, an Hebrew of the Hebrews; as touching the Law, a Pharisee; 6 Concerning zeal, persecuting the church; touching the righteousness which is in the Law, blameless. 7 But what things were gain to me, those I counted loss for Christ. 8 Yea doubtless, and I count all things but loss for the excellency of the knowledge of Christ Jesus my Lord: for whom I have suffered the loss of all things, and do count them but dung, that I may win Christ, 9 And be found in Him, not having mine own righteousness, which is of the Law, but that which is through the faith of Christ, the righteousness which is of God by faith.”

Now clearly in this context the righteousness of the Law refers to what people attempt in their own strength apart from conversion.

 

Sekarang mari lihat beberapa ayat yang lain.

Filipi 3:4-9,   “…4 Sekalipun aku juga punya alasan untuk mengandalkan hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain menyangka dia bisa mengandalkan hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: 5 [aku] disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang yang paling Ibrani dari semua orang Ibrani; dalam hal  Hukum Taurat, seorang  Farisi; 6 dalam  hal semangat, [aku]  penganiaya jemaat; dalam hal kebenaran menurut Hukum Taurat, [aku] tidak bercacat. 7 Tetapi apa yang dahulu kuanggap menguntungkan bagiku, sekarang karena Kristus kuanggap tidak bernilai. 8 Ya, tidak diragukan, aku menganggap segala sesuatu tidak bernilai demi keistimewaan pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, demi Dia-lah aku telah menderita kehilangan segala sesuatu, dan yang kuanggap hanya sampah, supaya aku boleh memperoleh Kristus, 9dan berada dalam Dia, tidak dengan memiliki kebenaranku sendiri dari mentaati Hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran yang diperoleh melalui iman dalam Kristus, yaitu kebenaran yang dari Allah melalui iman. …” 

Nah, jelas dalam konteks ini kebenaran melalui Hukum mengacu kepada apa yang berusaha dilakukan manusia dengan kekuatan mereka sendiri telepas dari pertobatan.   

 

 

Now there are other passages in Paul's writings where the righteousness of the Law refers to the righteousness of Sanctification. For example in Romans 8:4 where Paul says, 4 That the righteousness of the Law might be fulfilled in us, who walk not after the flesh, but after the Spirit.”

Context and the inspired consensus tell the difference as well as Ellen White's admonition with regard to inspired language in Vol. 1 of Selected Messages page 20 she says, “Different meanings are expressed by the same word; there is not one word for each distinct idea.” We see this very clearly for example when in some statements Ellen White says that the atonement was complete at the cross, and in other statements she says the atonement is still going on.

 

Nah ada ayat-ayat lain tulisan Paulus di mana kebenaran dari Hukum mengacu kepada kebenaran Pengudusan. Misalnya di Roma 8:4 di mana Paulus berkata, 4 supaya kebenaran Hukum boleh digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.”

Konteks dan konsensus yang diilhami menyatakan perbedaannya, begitu juga peringatan Ellen White mengenai bahasa inspirasi di Selected Messages Vol. 1 hal 20, dia berkata,   “…Makna yang berbeda dinyatakan oleh kata yang sama, tidak ada satu kata untuk setiap konsep yang berbeda…” Kita melihat ini sangat jelas misalnya, dalam beberapa pernyataan Ellen White berkata bahwa penebusan sudah rampung di salib, dan di beberapa pernyataan yang lain dia berkata penebusan masih sedang berlangsung.

 

 

So what Paul is disavowing in Philippians chapter 3 and counting as dung is not the righteousness of Sanctification, but rather the surface piety and self-righteousness of his pharisaic past. The righteousness which is of God by faith in which Paul now rejoices, clearly includes Sanctification when we look at the very next verse, Philippians 3:10, 10 That I may know Him, and the power of His resurrection, and the fellowship of His sufferings, being made conformable unto His death.”  In other words, to know Jesus and to experience the fellowship of His sufferings is Sanctification. This is talking about practical godliness here, it's not talking about a legal declaration.

 

Jadi apa yang dianggap Paulus tidak berarti di Filipi pasal 3 dan dianggap sebagai sampah, bukanlah kebenaran dari Pengudusan, melainkan perbuatan baik yang dangkal dan perasaan benar sendiri dari masa lampaunya sebagai orang Farisi. Kebenaran yang dari Allah melalui iman yang di dalamnya Paulus sekarang bersukacita, dengan jelas adalah bagian dari Pengudusan bila kita menyimak ayat berikutnya, Filipi 3:10, 10 Agar aku boleh mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku diselaraskan  dengan kematian-Nya…”  Dengan kata lain, mengenal Yesus dan mengalami persekutuan dalam penderitaanNya itulah Pengudusan. Di sini bicara tentang kesalehan dalam praktek, ini bukan bicara tentang suatu deklarasi legal.

 

 

In the 9th chapter of the book of Romans verses 30-32 we find the same thing, we find  righteousness by faith equated with transformative internal divinely imparted righteousness. 30 What shall we say then?...” Paul asks,  “…That the Gentiles, which followed not after righteousness, have attained to righteousness, even the righteousness which is of faith. 31 But Israel, which followed after the Law of righteousness, hath not attained to the Law of righteousness. 32 Wherefore? Because they sought it not by faith, but as it were by the works of the Law…” And obviously here when he's talking about the works of the Law, he's talking about unsanctified surface legalistic righteousness, not the righteousness of Sanctification. No one can fairly say that this reference to the righteousness which is of God by faith is limited to Justification. The only righteousness that is excluded from the righteousness Paul is saying comes by faith, is the surface piety and ritual religion of pharisaical righteousness. This is the pseudo righteousness in which Paul rejoiced before his conversion.

 

Di Roma 9:30-32 kita mendapatkan hal yang sama, kita mendapatkan kebenaran oleh iman sama dengan kebenaran yang mentransformasi secara internal yang dibagikan oleh Ilahi.  30 Jika demikian, apakah yang akan kita katakan? …”  tanya Paulus,   “…Bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengikuti kebenaran, telah mendapatkan kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari iman. 31 Tetapi Israel, yang mengikuti Hukum kebenaran, tidaklah sampai kepada Hukum kebenaran itu. 32 Mengapa? Karena mereka tidak mencarinya dengan  iman, tetapi sebagaimana yang mereka lakukan, oleh perbuatan Hukum…”  Jelas di sini ketika Paulus bicara tentang perbuatan menurut Hukum, Paulus bicara tentang kebenaran legalis yang hanya di permukaan dan yang tidak kudus, bukan kebenaran dari Pengudusan. Secara adil tidak ada yang bisa mengatakan bahwa referensi kepada kebenaran yang dari Allah melalui iman itu terbatas pada Pembenaran. Satu-satunya kebenaran yang ada di luar dari kebenaran yang berasal dari iman yang dikatakan Paulus, adalah perbuatan baik yang dangkal dan ritual agama kebenaran Farisi. Inilah kebenaran semu yang dulu dinikmati Paulus sebelum pertobatannya.

 

 

In Romans chapter 10 the transformative nature of righteousness by faith is also clear, as Paul cites a passage from Deuteronomy chapter 30 on this very point.

Romans 10:6-8 says, 6 But the righteousness which is of faith speaketh on this wise, Say not in thine heart, Who shall ascend into heaven? (that is, to bring Christ down from above) 7 or, Who shall descend into the deep? (that is, to bring up Christ again from the dead.) 8 But what saith it? The word is nigh thee, even in thy mouth, and in thy heart: that is, the word of faith, which we preach;”

Very clearly, folks, biblical righteousness by faith involves the writing of the Law on the heart and the practical holiness that the new covenant produces.

 

Di Roma 10 sifat transformatif dari kebenaran oleh iman juga jelas, seperti yang dikutip Paulus dari sebuah ayat di Ulangan pasal 30 tentang hal ini.

Roma 10:6-8 berkata,  6 Tetapi kebenaran yang dari iman berkata demikian, ‘Jangan katakan di dalam hatimu: Siapakah yang akan naik ke Surga?’(yaitu untuk membawa Kristus turun dari atas), 7 atau, ‘Siapakah yang akan turun ke tempat yang dalam? [abusos]’ (yaitu, untuk membawa Kristus naik dari antara orang mati.) 8 Tetapi apakah katanya? Firman itu dekat dengan kamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu; itulah firman iman, yang kami beritakan.”

Sangat jelas, Saudara-saudara, kebenaran oleh iman yang alkitabiah melibatkan penulisan Hukum di dalam hati, dan kesalehan praktis yang dihasilkan perjanjian yang baru.

 

 

There is no tension at all between the work of Christ for us and His work in us. There is no tension at all between Paul's disavowal of righteousness by works and the fact that obedience is the condition of our salvation, because the obedience which fulfills that condition is only that which is accomplished by divine-human cooperation.

Jesus was very clear on this point in Matthew 7:21 where He says, as He concludes His sermon on the mount, 21 Not every one that saith unto Me, Lord, Lord, shall enter into the kingdom of heaven; but he that doeth the will of My Father which is in heaven.”

 

Tidak ada pertentangan sama sekali antara pekerjaan Kristus bagi kita dan pekerjaanNya di dalam kita. Tidak ada pertentangan sama sekali antara penolakan Paulus akan kebenaran oleh perbuatan dan faktanya bahwa kepatuhan adalah syarat keselamatan kita, karena kepatuhan yang memenuhi syarat itu hanyalah kepatuhan yang dicapai oleh kerjasama Ilahi-kemanusiaan.

Yesus sangat jelas tentang poin ini di Matius 7:21 di mana Dia berkata saat Dia mengakhiri khobahNya di atas bukit, 21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Surga.”

 

 

We know the story of course of Jesus and the rich young ruler. The same conditions were stated. Matthew 19:16-17 it says, 16 And, behold, one came and said unto Him, ‘Good Master, what good thing shall I do, that I may have eternal life?’ 17 And He said unto him, ‘Why callest thou Me good? There is none good but One, that is, God: but if thou wilt enter into life, keep the Commandments.’…” But of course Jesus was clear that only through heaven's power can the Commandments be kept. When the young man walked away because he clung to his possessions, the disciples asked in verse 25 of the same chapter,  25… ‘who then can be saved?’ 26 But Jesus beheld them, and said unto them, ‘With men this is impossible; but with God…” how many things are possible?  “… all things are possible.’…”

 

Kita tentu saja tahu tentang kisah Yesus dengan penguasa muda yang kaya. Persyaratan yang sama yang dinyatakan. Matius 19:16-17 mengatakan,16 Dan lihatlah, seorang datang dan berkata kepadaNya, ‘Guru yang baik, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat agar aku boleh memiliki hidup yang kekal?’ 17 Dan Ia berkata kepadanya,Mengapa engkau menyebut Aku baik? Tidak ada yang baik, hanya Satu, yaitu Allah. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup turutilah perintah-perintah Allah.’…”  Tetapi tentu saja Yesus sangat jelas bahwa hanya melalui kuasa surgalah Perintah-perintah itu bisa dituruti. Ketika penguasa muda itu pergi meninggalkanNya karena dia menggandoli hartanya, para murid bertanya di ayat 25 pasal yang sama,   25…‘Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?’ 26 Tetapi Yesus memandang mereka dan berkata kepada mereka, ‘Bagi manusia ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu itu mungkin.’…”

 

 

When the Lawyer came to Jesus, the one to whom He told the story of the good Samaritan, Jesus gave the same teaching, in Luke 10:25-28,  25 And, behold, a certain Lawyer stood up, and tempted Him, saying, ‘Master, what shall I do to inherit eternal life?’…” same question that the young ruler asked.  “…26 He said unto him, ‘What is written in the Law? How readest thou?’ 27 And he answering said, ‘Thou shalt love the Lord thy God with all thy heart, and with all thy soul, and with all thy strength, and with all thy mind; and thy neighbour as thyself.’ 28 And He said unto him, ‘Thou hast answered right: this do, and thou shalt live.’…”

 

Ketika ahli Taurat itu datang kepada Yesus, yang kepadanya Yesus mengisahkan cerita orang Samaria yang baik, Yesus memberikan ajaran yang sama, di Lukas 10:25-28, 25 Dan lihatlah seorang ahli Taurat berdiri dan mencobai Yesus, katanya, ‘Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’…” pertanyaan yang sama yang ditanyakan si penguasa muda,  “…26 Kata Yesus kepadanya, ‘Apa yang tertulis di Hukum Taurat? Apa yang kaubaca?’ 27 Dan orang itu menjawab, berkata,Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’ 28 Dan Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau telah menjawab dengan benar. Lakukan itu, dan engkau akan hidup.’…”

 

 

And Paul the apostle taught the same thing, in Romans 2:6-11, speaking of God, Paul writes,6 Who will render to every man according to his deeds: 7 To them who by patient continuance in well doing seek for glory and honour and immortality, eternal life: 8 But unto them that are contentious, and do not obey the truth, but obey unrighteousness, indignation and wrath, 9tribulation and anguish, upon every soul of man that doeth evil, of the Jew first, and also of the Gentile; 10 But glory, honour, and peace, to every man that worketh good, to the Jew first, and also to the Gentile.”

Remember what Paul is trying to demonstrate here, not that obedience isn't required for salvation, but that all humanity, Jews and Gentiles alike, are in need of the forgiving and the transformative righteousness of Jesus.

 

Dan rasul Paulus mengajarkan hal yang sama, di Roma 2:6-11, bicara tentang Allah, Paulus menulis, 6 Yang  akan memberi setiap orang menurut perbuatan-perbuatannya. 7 Kepada mereka yang dengan tekun terus-menerus berbuat baik, mencari kemuliaan, dan kehormatan dan ketidakbinasaan: hidup kekal.  8 Tetapi kepada mereka yang suka mencari perkara dan tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada ketidakbenaran, kemarahan dan murka: 9 kesengsaraan dan penderitaan, pada setiap orang yang berbuat jahat, pada orang Yahudi dulu dan juga pada orang bukan Yahudi 10 tetapi kemuliaan, kehormatan dan damai sejahtera  kepada semua orang yang berbuat baik, pertama-tama  kepada orang Yahudi, dan juga kepada orang bukan Yahudi.”

Ingat apa yang Paulus mencoba untuk mendemonstrasikan di sini, bukannya kepatuhan tidak dibutuhkan supaya selamat, tetapi semua kemanusiaan, Yahudi dan non-Yahudi sama-sama membutuhkan kebenaran Yesus yang mengampuni dan mengubahkan.

 

 

Let's look at Romans 8:13 where the apostle states, 13 For if ye live after the flesh, ye shall die: but if ye through the Spirit do mortify the deeds of the body, ye shall live.”

 

Mari kita simak Roma 8:13 di mana rasul itu menyatakan, 13 Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika melalui Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”

 

 

Hebrews 5:9 says the same thing, 9 And being made perfect, He…” that is Christ,  “…became the author of eternal salvation unto all them that obey Him.”

 

Ibrani 5:9 mengatakan hal yang sama, 9 dan sesudah Ia dijadikan sempurna, Ia…”  yaitu Kristus,   “…telah menjadi pencipta keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.”

 

 

Ellen White echoes the teachings of Jesus and Paul in such statements as Vol. 2 of The Testimonies page 679.  “The lawyer asked Jesus what he should do that he might inherit eternal life. Jesus referred him to the Commandments of His Father, telling him that obedience to them was necessary for his salvation. Christ told him that he knew the Commandments,  and that if he obeyed them, he should have life.” 

 

Ellen White menggemakan ajaran-ajaran Yesus dan Paulus dalam pernyataan-pernyataan seperti di Testimonies Vol. 2 hal. 679,  “…Ahli Taurat itu bertanya kepada Yesus apa yang harus dilakukannya agar dia boleh mewarisi hidup kekal. Yesus mengarahkan dia kepada Perintah-perintah BapaNya, memberitahunya bahwa kepatuhan kepada mereka itu perlu bagi keselamatannya. Kristus memberitahunya bahwa dia tahu Perintah-perintah itu, dan bahwa jika dia mematuhi mereka, dia akan mendapat hidup kekal.”  

 

 

Review and Herald June 26, 1900   “When the lawyer came to Christ saying, ‘Master, what shall I do to inherit eternal life?’ The Savior did not say, Believe, only believe and you will be saved. ‘What is written in the Law?’ He said, ‘How readest thou?’ Here the false doctrine that man has nothing to do but believe is swept away. Eternal life is given to us on the condition that we obey the Commandments of God.”

And so when you hear people saying that the gospel is the unconditional good news of salvation, folks, that is a lie. The Bible is very clear, the Spirit of Prophecy writings are clear, there are conditions. And obedience is one of them. Thankfully only God's grace combined with our effort can make it happen.

 

Review and Herald 26 Juni 1900,   “…Ketika ahli Taurat itu datang kepada Kristus mengatakan, ‘Guru, apa yang harus aku lakukan untuk mewarisi hidup kekal?’ Sang Juruselamat tidak berkata, Percayalah, hanya percaya dan engkau akan diselamatkan. ‘Apa yang tertulis di Hukum Taurat?’ kataNya, ‘Apa yang engkau baca?’ Di sini doktrin palsu bahwa manusia tidak perlu berbuat apa-apa selain percaya, disapu pergi. Hidup kekal diberikan kepada kita dengan syarat kita mematuhi Perintah-perintah Allah.” 

Jadi jika kalian mendengar orang mengatakan bahwa Injil adalah kabar baik keselamatan tanpa syarat, itu suatu kebohongan, Saudara-saudara. Alkitab itu sangat jelas, tulisan-tulisan Roh Nubuat itu jelas, ada syarat-syaratnya. Dan kepatuhan adalah salah satu darinya. Syukurlah hanya rahmat Allah digabungkan dengan upaya kita yang bisa mewujudkannya.

 

 

Signs of The Times November 24, 1887 tells us exactly this. “The keeping of these [ten] Commandments comprises the whole duty of man, and presents the conditions of eternal life. Now the question is, will man comply with the requirements? Will he love God supremely and his neighbor as himself? There is no possible way for man to do this in his own strength. The divine power of Christ must be added to the effort of humanity…” notice she doesn't say the divine power of Christ is a substitute for the effort of humanity. It must be added.

 

Signs of the Times 24 November 1887, memberitahu kita persis ini. “…Pemeliharaan dari [Kesepuluh] Perintah-perintah ini merupakan seluruh kewajiban manusia, dan menyatakan syarat-syarat hidup kekal. Sekarang pertanyaannya ialah, maukah manusia menuruti persyaratan-persyaratan itu? Maukah dia paling mengasihi Allah dan mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri? Tidak ada kemungkinan bagi manusia untuk melakukan ini dengan kekuatannya sendiri. Kuasa Ilahi Kristus harus ditambahkan kepada upaya kemanusiaan…”  simak Ellen Whte tidak berkata kuasa Ilahi Kristus adalah pengganti upaya kemanusiaan. Itu harus ditambahkah.

 

 

Vol. 7 of the Bible Commentary page 920. Ellen White says, “…his…” that is the Christian’s  “…perfect obedience to all Gods Commandments, opens to him the gates of the Holy City.” (Letter 207, 1899).

 

Bible Commentary Vol. 7 hal. 920 Ellen White berkata,   “…kepatuhannya…”  yaitu kepatuhan orang Kristen    “…yang sempurna kepada semua Perintah Allah, membukakan baginya gerbang Kota Suci.” (Letter 207, 1899).

 

 

Vol. 7 of the Bible Commentary once again page 972,  “The gospel that is to be preached to all nations, kindreds, tongues, and peoples presents the truth in clear lines, showing that obedience is the condition of gaining eternal life. Christ imparts His righteousness  to those who consent to let Him take away their sins.” (Manuscript 40, 1900).

 

Sekali lagi Bible Commentary Vol. 7 hal 972,   “…Injil yang harus disampaikan kepada semua bangsa, suku, bahasa, dan kaum, menyatakan kebenaran secara gamblang, menunjukkan bahwa kepatuhan adalah syarat untuk mendapatkan hidup kekal. Kristus membagikan kebenaranNya kepada mereka yang mau mengizinkan Dia menyingkirkan dosa-dosa mereka.” (Manuscript 40, 1900). 

 

 

This Day With God page 72.  “Thank God. He attends us every step of the way through, if we are willing to be saved in Christs appointed way, through obedience to His requirements.”

 

This Day with God hal. 72,    “…Puji Tuhan. Dia menyertai kita setiap langkah sepanjang perjalanan, jika kita mau diselamatkan menurut cara yang ditentukan Kristus, melalui kepatuhan kepada syarat-syaratNya.”

 

 

Vol. 2 The Testimonies page 561, “In the strength of God alone can you bring yourself where you can be a recipient of His grace, an instrument  of righteousness.   Not only does God require you to control your thoughts, but also your passions and affections. Your salvation  depends…” listen carefully  “…Your salvation depends upon your governing  yourself in these things.

 

Testimonies Vol. 2 hal. 561,  “…Hanya dengan kekuatan Allah saja kamu bisa menempatkan dirimu di mana kamu bisa menjadi penerima rahmatNya, sebuah alat kebenaran. Allah bukan saja minta kamu mengendalikan pikiranmu, tetapi juga nafsumu dan perasaanmu. Keselamatanmu tergantung…”  dengarkan baik-baik,    “…keselamatanmu tergantung pada caramu menguasai dirimu dalam hal-hal itu.” 

 

 

The same Vol. of The Testimonies page 694,  “God would have all make a practical use of the plain teachings of His Word in regard to the salvation of man. If they are doers of the Word, which is plain and powerful in its simplicity, they will not fail to perfect Christian character. They will be sanctified through the truth, and through humble obedience to it will secure everlasting life.”

 

Volume yang sama (Vol. 2) dari Testimonies hal. 694,    “…Yang diinginkan Allah ialah agar semua menggunakan secara praktis ajaran-ajaran FirmanNya yang jelas mengenai keselamatan manusia. Jika mereka adalah pelaku Firman yang jelas dan berkuasa dalam kesederhanaannya, mereka tidak akan gagal menyempurnakan karakter Kristen. Mereka akan dikuduskan melalui kebenaran, dan melalui kepatuhan dalam kerendahan hati kepadanya akan menjamin hidup kekal.”

 

 

From The Heart page 181, “By accepting Christ as a personal Savior, men and women can stand firm against the temptations of the enemy. Human beings may have eternal life if they will accept the principles of heaven and allow Christ to bring the heart and mind into obedience to the Law of Jehovah.”

 

From the Heart hal. 181, “…Dengan menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi, laki-laki dan perempuan bisa berdiri teguh di hadapan godaan-godaan musuh. Manusia boleh memiliki hidup kekal jika mereka mau menerima prinsip-prinsip surga dan mengizinkan Kristus membawa hati dan pikiran ke kepatuhan kepada Hukum Yehova.”

 

 

Review and Herald October 26, 1897  “ The terms of salvation for every son and daughter of Adam are here outlined.. It is plainly stated that the condition of gaining eternal life is obedience to the Commandments of God.”

 

Review and Herald 26 Oktober 1897,  “…Syarat-syarat keselamatan bagi setiap putra dan putri Adam dijelaskan di sini. Dinyatakan dengan gamblang bahwa syarat mendapatkan hidup kekal adalah kepatuhan kepada Perintah-perintah Allah.”

 

 

And one thing I hope you notice here, folks, do you notice that there's no difference between the theology of those statements written before 1888 and those written afterward? Please do not accept this Sinai to Golgotha mythology of Ellen White's salvation doctrine. Ellen White is just as clear before 1888 that only through divine power can the condition of obedience be rendered. And she is just as clear after 1888 as before, that this condition cannot be rendered in our own strength, but only through God's strength in conjunction with human effort.

 

Dan satu hal yang saya harap kalian melihatnya di sini, Saudara-saudara, apakah kaliah melihat bahwa tidak ada perbedaan antara theologi pernyataan-pernyataan yang ditulis sebelum 1888 dan yang ditulis setelahnya? Mohon jangan menerima mitos doktrin keselamatan Ellen White Sinai ke Golgota. Ellen White itu sama jelasnya sebelum 1888 bahwa hanya melalui kuasa Ilahi persyaratan kepatuhan itu bisa dicapai. Dan Ellen White sama jelasnya setelah 1888 sebagaimana sebelumnya, bahwa persyaratan ini tidak bisa dicapai dengan kekuatan kita sendiri melainkan hanya melalui kekuatan Allah bersama dengan upaya manusia.

 

 

Acts of the Apostles page 482,  “The work of gaining salvation is one of co-partnership, a joint operation….Human effort of itself is not sufficient.  Without the aid of divine power it avails nothing.  God works and man works.”

 

Acts of the Apostles hal. 482, “…Pekerjaan untuk mendapatkan keselamatan adalah pekerjaan kemitraan, suatu kerjasama….Upaya manusia sendiri tidak cukup. Tanpa bantuan kuasa Ilahi itu tidak akan mencapai apa-apa. Allah bekerja dan manusia bekerja. 

 

 

Christian Service page 96,  “Christians should arouse themselves, and take up their neglected duties; for the salvation of their own souls depends upon their individual efforts.” (The Review and Herald, August 23, 1881).

 

Christian Service hal. 96,   “…Orang-orang Kristen harus membangunkan diri mereka sendiri dan mengangkat tugas-tugas mereka yang telah diabaikan; karena keselamatan jiwa mereka sendiri tergantung pada upaya individu masing-masing.” (The Review and Herald, August 23, 1881). 

 

 

Bible Echo December 9, 1895 “Self-denial is the condition of salvation.”

 

Bible Echo 9 Desember 1895,   “…Penyangkalan diri adalah syarat keselamatan.”

 

 

Now, folks, I think it should be clear by now that so many “righteousness by faith” preachers in modern and contemporary Adventism have failed to do their homework. The marginalizing of human effort in the saving process by so many professed advocates of “righteousness by faith” in our ranks has been a scandal of unparalleled proportions. Without any question the result has been widespread personal and institutional disregard for the written counsel of God.

 

Nah, Saudara-saudara, saya rasa sudah jelas sekarang bahwa banyak pengkhotbah “kebenaran oleh iman” di Adventisme modern dan kontemporer, telah gagal melakukan PR mereka. Menyingkirkan usaha manusia dalam proses penyelamatan oleh begitu banyak orang dalam jajaran kita yang mengaku pembela “kebenaran oleh iman” telah menjadi skandal yang proporsinya tidak tertandingi. Tanpa diragukan hasilnya adalah semakin meluasnya  ketidak-perdulian pada nasihat tertulis Allah baik secara pribadi maupun secara institusional.

  

 

I saw a pamphlet only recently, produced within the denomination, urging that we accept practicing homosexuals into our fellowship, and the main argument was we're saved by grace and not by obedience. Folks, this false understanding of righteousness by faith is going to lead people straight to the fires of hell.

 

Baru-baru saja saya melihat sebuah pamflet yang diproduksi di dalam denominasi kita, mendorong agar kita menerima orang-orang yang mempraktekkan homoseksual ke dalam persekutuan kita, dan argumentasi utamanya ialah kita ini diselamatkan oleh kasih karunia dan bukan oleh kepatuhan. Saudara-saudara, pemahaman yang salah tentang kebenaran oleh iman ini akan membawa orang langsung ke  api neraka.

 

 

Now we're going to look at a few inspired statements about the nature of biblical Justification. Now those who believe, who oppose Last Generation Theology, insist that Justification is a declarative act only, and it has no transforming element. One of the authors in the book God's Character and The Last Generation pg. 83 to which I’ve made reference a number of times, stated, “Justification does not include the process of ethical transformation. Justification is accounting or reckoning a person righteous (Genesis 15:6, Romans 4:3-6), not making a person righteous.”

 

Sekarang kita akan melihat beberapa pernyataan yang diilhami tentang sifat dari Pembenaran yang alkitabiah. Nah, mereka yang percaya, yang menentang Theologi Generasi Terakhir, bersikeras bahwa Pembenaran hanyalah suatu tindakan deklaratif, dan dia tidak memiliki unsur transformatif. Salah satu penulis di buku God’s Character and The Last Generation hal. 83 yang sudah beberapa kali saya rujuk, menyatakan,    “…Pembenaran tidak termasuk proses transformasi etika. Pembenaran adalah memperhitungkan atau menganggap seseorang benar (Kejadian 15:6; Roma 4:3-6), bukan menjadikan seseorang benar.” 

 

 

Well, folks, what happened when God at the creation said, “Let there be light!” Did it stay dark? No! The Bible says, “and there was light.”

When the leper came to Jesus for healing in Matthew the eighth chapter, Jesus said to him, “Be thou clean” and the Bible says “immediately his leprosy was cleansed.”

Ellen White reflects this in such passages as Education page 254 where she says,  In the creation,He spake, and it was done; He commanded, and it stood fast.’ He ‘calleth those things which be not as though they were’ (Psalm 33:9; Romans 4:17); for when He calls them, they are.”

 

Nah, Saudara-saudara, apa yang terjadi ketika saat Penciptaan Allah berkata, “Hendaknya ada terang. Apakah tetap gelap? Tidak! Alkitab berkata “dan terang itu ada.”

Ketika seorang kusta datang pada Yesus untuk disembuhkan di Matius pasal 8(:3), Yesus berkata kepadanya, “Jadilah engkau tahir” dan Alkitab berkata “seketika itu kustanya tahir.”

Ellen White merefleksikan ini dalam teks di Education hal. 254 di mana dia berkata, “…Saat penciptaan,  Allah berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka itu tegak dengan kokoh.’ Dia ‘memanggil semua hal yang tidak ada, seakan-akan mereka sudah ada(Mazmur 33:9; Roma 4:17); karena ketika Dia memanggil mereka, mereka ada.” 

 

 

And this is why Paul says in Titus 3:5-7, 5 Not by works of righteousness which we have done, but according to His mercy He saved us, by the washing of regeneration, and renewing of the Holy Ghost; 6 Which He shed on us abundantly through Jesus Christ our Saviour; 7 that being justified by His grace, we should be made heirs according to the hope of eternal life.”

Notice the contrast this statement, this passage draws between the works of righteousness which we have done obviously in our own strength, and the washing of regeneration and renewing of the Holy Ghost, which is the means by which Paul says we are saved.

 

Dan inilah mengapa Paulus berkata di Titus 3:5-7, “…5 bukan karena perbuatan benar yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmatNya Dia menyelamatkan kita, melalui pembasuhan yang menghidupkan kembali, dan pembaharuan oleh Roh Kudus. 6 yang telah dicurahkan-Nya kepada kita dengan berlimpah melalui Yesus Kristus, Juruselamat kita. 7 Bahwa setelah dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, kita harus dijadikan ahliwaris sesuai harapan akan hidup kekal.” 

Simak kontras yang ditarik oleh pernyataan ini, ayat ini, antara pekerjaan Pembenaran yang jelas telah kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri, dengan pembasuhan yang meregenerasi dan pembaharuan oleh Roh Kudus, yang kata Paulus adalah sarana dengan mana kita diselamatkan.

 

 

Ellen White tells us in Vol. 6 of the Bible Commentary page 1070,  “Pardon and justification are one and the same thing.”

 

Ellen White memberitahu kita di Bible Commentary Vol. 6 hal. 1070,  “…Pengampunan dan Pembenaran itu hal yang satu dan sama.”

 

 

So with this in mind, let's look at what Ellen White says “to be pardoned” means in terms of its internal aspect. Review and Herald August 19, 1890  “To be pardoned in the way Christ pardons, is not only to be forgiven, but to be renewed in the spirit of our mind. The Lord says ‘a new heart will I give unto thee’, the image of Christ is to be stamped upon the very mind, heart, and soul.”

 

Maka dengan mengingat ini, mari kita lihat pada apa kata Ellen White tentang arti “diampuni” dalam aspek internalnya. Review and Herald 19 Agustus 1890, “…Diampuni oleh cara Kristus mengampuni, tidak hanya diampuni melainkan diperbaruhi dalam batin pikiran kita. Tuhan berkata, ‘sebuah hati yang baru akan Aku berikan kepadamu’ (Yehezkiel 36:26),  gambar Kristus akan dimeteraikan di pikiran, hati, dan roh yang sama.”

 

 

Ye Shall Receive Power page 96  “Justification means pardon.  It means that the heart, purged from dead works…” that sounds like transformation to me, folks,  “…is prepared to receive the blessing of Sanctification. “

It's like one preacher said many years ago, the difference between Justification and Sanctification is the difference between getting married and staying married.

 

Ye Shall Receive Power hal. 96,    “…Pembenaran berarti pengampunan. Itu artinya hati yang dimurnikan dari perbuatan-perbuatan mati…”  itu kedengarannya seperti transformasi bagi saya, Saudara-saudara,   “…disiapkan untuk menerima berkat Pengudusan. …” 

Ini seperti kata seorang pengkhotbah banyak tahun yang lalu, perbedaan antara Pembenaran dengan Pengudusan itu seperti perbedaan antara melakukan pernikahan dengan tetap bertahan dalam pernikahan.

 

 

Thoughts From The Mount of Blessing page 114. This passage was quoted earlier today. “God's forgiveness is not merely a judicial act by which He sets us free from condemnation. It is not only forgiveness for sin, but reclaiming from sin. It is the outflow of redeeming love that transforms the heart. David had the true conception of forgiveness when he prayed, ‘Create in me a clean heart, O God; and renew a right spirit within me.’ (Psalm 51:10).

 

Thoughts from the Mount of Blessing hal. 114, teks ini sudah dikutip sebelumnya hari ini “…Pengampunan Allah bukan hanya tindakan judisial dengan mana Dia membebaskan kita dari hukuman. Bukan hanya pengampunan untuk dosa, tetapi mengklaim kembali dari dosa. Pancaran kasih yang menyelamatkan-lah yang mengubah hati. Daud memiliki konsep yang benar tentang pengampunan ketika dia berdoa, ‘10 Ciptakanlah hati yang bersih dalam diriku, ya Allah, dan perbaharuilah roh yang benar dalam aku.(Mazmur 51:10).”

 

 

Vol. 6 of the Bible Commentary page 1098  “By receiving His imputed righteousness, through the transforming  power of the Holy Spirit, we become like Him. (Manuscript 148, 1897).

 

Bible Commentary Vol. 6 hal. 1098, “…Dengan menerima kebenaranNya yang diperhitungkan kepada kita melalui kuasa transformasi Roh Kudus, kita menjadi seperti Dia.” (Manuscript 148, 1897).

 

 

That I May Know Him page 336, listen to this one.  “The grace of Christ purifies while it pardons, and fits men for a holy heaven….”  Notice it doesn't say the grace of Christ pardons and then it purifies. No! It says, it purifies while it pardons. 

Justification in the Bible and the Spirit of Prophecy means to declare, and to make righteous.  

 

That I May Know Him hal. 336, dengarkan ini, “…Rahmat Kristus memurnikan selagi mengampuni, dan ini melayakkan manusia untuk Surga yang kudus…” Simak tidak dikatakan bahwa rahmat Kristus mengampuni lalu memurnikan. Tidak! Dikatakan rahmat Kristus memurnikan selagi dia mengampuni.

Pembenaran di Alkitab dan di Roh Nubuat berarti mendeklarasikan, dan menjadikan benar.

 

 

The same critics of Last Generation Theology who deny the transformative aspect of Justification, insist that Justification covers more than just our past sins.  One of the authors in this book makes this statement “I viewed Justification as forgiving my past sins, but after conversion I felt that I needed to depend upon my Sanctification as the basis of my continued acceptance with God.” Well, you know, this dear brother would make it best take up his argument with the Bible and with the Spirit of Prophecy.

 

Kritikus-kritikus yang sama tentang Theologi Generasi Terakhir yang menyangkal aspek transformatif dari Pembenaran, bersikeras bahwa Pembenaran menutupi lebih dari hanya dosa-dosa kita yang lampau. Salah satu penulis dari buku ini membuat pernyataan ini, “…Saya melihat Pembenaran sebagai pengampunan dosa-dosa saya yang lampau, tetapi setelah pertobatan saya merasa saya perlu mengandalkan Pengudusan saya sebagai dasar terus diperkenannya saya oleh Allah…”  Nah, kalian tahu, Saudara yang terkasih ini sebaiknya menyampaikan argumentasinya kepada Alkitab dan Roh Nubuat.

 

 

What did Peter say in the house of Cornelius in Acts 10:35? 35 But in every nation he that feareth Him (God), and worketh righteousness, is accepted with Him.”

 

Apa kata Petrus di rumah Kornelius di Kisah 10:35?   “…35 Tetapi di setiap bangsa, siapa yang takut akan Dia (Allah), dan berbuat yang benar, berkenan kepada-Nya.”

 

 

Vol. 1 of Selected Messages page 366.  “…in order for man to retain justification, there must be continual obedience, through active, living faith that works by love and purifies the soul.”

 

Selected Messages Vol. 1 hal 366,  “…Supaya manusia mendapatkan Pembenaran, harus ada kepatuhan terus-menerus, melalui iman yang hidup dan aktif yang bekerja oleh kasih dan memurnikan jiwa.”

 

 

On page 397 of Vol. 1 of Selected Messages she also says, “It is by continual surrender of the will, by continual obedience, that the blessing of justification is retained.”

 

Di Selected Messages Vol. 1 hal. 397 Ellen White juga berkata,   “…Dengan penyerahan  kemauan yang terus-menerus, dengan kepatuhan yang terus-menerus, berkat Pembenaran  dipertahankan.”

 

 

Sons and Daughters of God page 45, “Many of those who claim to believe the testing truths for these last days, act as though God took no note of their disrespect of, and manifest disobedience  to, the principles of His holy Law.  The Law is the expression of His will, and it is through obedience to that Law that God proposes to accept the children of men as His sons and daughters.”

 

Sons and Daughters of God hal. 45, “…Banyak dari mereka yang mengklaim meyakini kebenaran-kebenaran yang menjadi dasar untuk hari-hari terakhir ini, berbuat seolah-olah Allah tidak perduli pada sikap tidak hormat mereka dan diwujudkannya ketidakpatuhan mereka kepada prinsip-prinsip HukumNya yang kudus. Hukum tu adalah ekspresi dari kehendakNya, dan melalui kepatuhan kepada Hukum itulah Allah menawarkan untuk menerima anak-anak manusia sebagai putra dan putriNya.” 

 

 

Review and Herald May 3, 1898,  “Through Jesus there is divine sympathy between God and the human beings who through obedience are accepted in the Beloved. Thus humanity conforms to the will of divinity, fulfilling the words ‘If ye love Me keep My Commandments’. The Commandment-keeping people of God are to walk in the sunlight of Christ's righteousness, their countenances expressing cheerfulness, and thanksgiving, joyful in the assurance ‘Blessed are they that do His Commandments that they may have the right to the tree of life and enter in through the gates into the city.’…

 

Review and Herald 3 Mei 1898, “…Melalui Yesus ada simpati Ilahi antara Allah dan manusia yang melalui kepatuhan mereka, diterima dalam Yang Terkasih. Dengan demikian kemanusiaan menyesuaikan kepada kehendak Ilahi, memenuhi kata-kata “Jikalau kamu mengasihi Aku, turuti Perintah-perintah-Ku’ (Yohanes 14:15). Umat Allah pemelihara Perintah-perintahNya harus hidup dalam cahaya kebenaran Kristus, wajah mereka mengekspresikan kegembiraan, dan rasa syukur, penuh sukacita dalam jaminan ‘Diberkatilah mereka yang melakukan perintah-perintah Tuhan sehingga mereka boleh memperoleh hak atas pohon kehidupan, dan boleh masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam Kota itu.’ (Wahyu 22:14)…”

 

 

Signs of The Times December 28, 1891,  “Through obedience to all the Commandments of God we are accepted in the Beloved.”  

 

Signs of the Times 28 Desember 1891,  “…Melalui kepatuhan kepada semua Perintah Allah, kita diterima dalam Yang Terkasih.”

 

 

Now we're going to look at Ellen White's statements that make it clear that past sins are what God's forgiveness covers. Signs of The Times December 15, 1887, “There is no way back to innocence and life except through repentance for having transgressed God's Law, and faith in the merits of the divine Sacrifice who has suffered for your transgressions of the past, and you are accepted in the Beloved on condition of obedience to the Commandments of your Creator.”

 

Sekarang kita akan melihat pernyataan-pernyataan Ellen White yang menjadikannya jelas bahwa dosa-dosa yang lampau yang diampuni oleh Allah. Signs of the Times 15 Desember 1887, “…Setelah melanggar Hukum Allah, tidak ada jalan untuk kembali kepada kemurnian dan hidup selain melalui pertobatan dan mempercayai jasa-jasa Kurban Ilahi yang telah menderita bagi pelanggaran-pelanggaranmu yang lampau, dan kamu dterima dalam Yang Terkasih berdasarkan syarat kepatuhan kepada Perintah-perintah Penciptamu.”

 

 

Steps To Christ page 62, “If you give yourself to Him (Christ), and accept Him as your Saviour, then, sinful as your life may have been…” that's the past  “…for His sake you are accounted righteous.  Christs character stands in place of your character, and you are accepted before God just as if you had not sinned.”

 

Steps to Christ hal. 62, “…Jika kamu menyerahkan dirimu kepadaNya (Kristus), dan menerima Dia sebagai Juruselamatmu, maka, seberdosa apa pun hidupmu…”  itu masa lampau, “…demi Dia, kamu diperhitungkan benar. Karakter Kristus berdiri di tempat karaktermu dan kamu diterima oleh Allah sama seolah-olah kamu tidak pernah berbuat dosa.”

 

 

Vol. 6 of the Bible Commentary page 1092, “Christ bears the penalty of mans past transgressions, and by imparting to man His righteousness, makes it possible for man to keep Gods holy Law.” (Manuscript 126, 1901).

 

Bible Commentary Vol. 6 hal. 1092, “…Kristus menanggung hukuman pelanggaran-pelanggaran manusia yang lampau, dan dengan membagikan kepada manusia kebenaranNya, memungkinkan manusia untuk memelihara Hukum Allah yang kudus.” (Manuscript 126, 1901). 

 

 

And of course how does Ellen White define imparted righteousness? Messages To Young People page 35,  “The righteousness by which we are justified is imputed; the righteousness by which we are sanctified is imparted. The first is our title to heaven,  the second is our fitness for heaven.” (The Review and Herald, June 4, 1895).

 

Dan tentu saja, bagaimana Ellen White menjelaskan tentang Pembenaran yang dibagikan? Messages to Young People hal. 35 “…Kebenaran dengan mana kita dibenarkan itu  diperhitungkan; kebenaran dengan mana kita dikuduskan itu  dibagikan. Yang pertama adalah hak (legalitas) kita ke Surga, yang kedua ialah kelayakan kita untuk Surga…” (The Review and Herald, June 4, 1895).

 

 

Desire of Ages page 762. “The Law requires righteousness,—a righteous life, a perfect char- acter; and this man has not to give. He cannot meet the claims of Gods holy Law. But Christ, coming to the earth as man, lived a holy life, and developed a perfect character. These He offers as a free gift to all who will receive them. His life stands for the life of men. Thus they have remission of sins that are past, through the forbearance of God… More than this, Christ imbues men with the attributes of God. He builds up the human character after the similitude of the divine character… Thus the very righteousness  of the Law is fulfilled in the believer in Christ.”

 

Desire of Ages hal. 762    “…Hukum menuntut kebenaran – hidup yang benar, karakter yang sempurna, dan ini, tidak dimiliki manusia untuk bisa dia berikan. Dia tidak bisa memenuhi klaim dari Hukum Allah yang kudus. Tetapi Kristus, yang datang ke dunia sebagai manusia, menjalani suatu hidup yang kudus, dan mengembangkan sebuah karakter yang sempurna. Ini Dia tawarkan sebagai pemberian cuma-cuma kepada semua yang mau menerima mereka. HidupNya sebagai ganti hidup manusia. Dengan demikian mereka mendapatkan remisi dosa-dosa yang sudah lampau, melalui panjang sabar Allah… Lebih daripada ini, Kristus mengaruniakan atribut-atribut Allah kepada manusia. Dia membangun karakter manusia mengikuti keserupaan dengan karakter Ilahi… Dengan demikian kebenaran Hukum digenapi dalam diri orang yang beriman dalam Kristus.” 

 

 

But in addition to past sins, we are also forgiven for sins of ignorance. In Acts 17:30 the apostle Paul spoke to the Athenians, and spoke about 30… the times of this ignorance God winked at…”

 

Tetapi lebih daripada dosa-dosa yang sudah lampau, kita juga diampuni untuk dosa-dosa ketidaktahuan. Di Kisah 17:30 rasul Paulus bicara kepada orang-orang Athena tentang   “…zaman kebodohan itu dimaafkan Allah…”

 

 

In James 4:17 the apostle James writes 17 … to him that knoweth to do good, and doeth it not, to him it is sin.”

 

Di Yakobus 4:17 rasul Yahokus menulis,   “…bagi dia yang tahu bagaimana berbuat baik, dan tidak melakukannya, baginya itu dosa.”

 

 

Early Writings page 254 says the same thing,  “The minds of all who embrace this message are directed to the Most Holy Place, where Jesus stands before the Ark, making His final intercession for all those for whom mercy still lingers and for those who have ignorantly broken the Law of God. This atonement is made for the righteous dead as well as for the righteous living. It includes all who died trusting in Christ, but who, not having received the light upon Gods commandments, had sinned ignorantly in transgressing its precepts.”

 

Early Writings hal. 254 mengatakan hal yang sama, “…Pikiran semua yang menerima pekabaran ini diarahkan ke Bilik Mahakudus di mana Yesus sedang berdiri di depan Tabut Perjanjian, membuat perantaraanNya yang terakhir bagi semua yang masih ditunggu oleh kemurahan, dan bagi mereka yang karena tidak tahu telah melanggar Hukum Allah. Pendamaian ini dibuat bagi orang-orang benar yang sudah mati maupun bagi orang-orang benar yang masih hidup. Termasuk di dalamnya semua yang telah mati dengan percaya dalam Kristus, tetapi yang karena tidak pernah menerima terang mengenai Perintah-perintah Allah, telah berbuat dosa tanpa mengetahuinya dengan melanggar ketentuan-ketentuannya.”

 

 

So what is the basis of our salvation according to the Bible and Spirit of Prophecy?  Ephesians 1:7 speaks about how forgiveness is a part of that process 7 In whom we have redemption through His blood, the forgiveness of sins, according to the riches of His grace.”

 

Jadi apa dasar keselamatan kita menurut Alkitab dan Roh Nubuat? Efesus 1:7 bicara tentang bagaimana pengampunan adalah bagian dari proses tersebut,    “…7 Dalam siapa  kita beroleh penebusan oleh darah-Nya, pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.”

 

 

2 Thessalonians 2:13 says,  Sanctification is part of the ground of our salvation also 13 … God hath from the beginning chosen you to salvation through sanctification of the Spirit and belief of the truth.”

 

2 Tesalonika 2:13 mengatakan Pengudusan adalah bagian dari alasan keselamatan kita juga, “…13 …Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan melalui pengudusan oleh Roh dan iman dalam kebenaran.”

 

 

Titus 3:5 once again, 5 Not by works of righteousness which we have done, but according to His mercy He saved us, by the washing of regeneration, and renewing of the Holy Ghost.”

 

Titus 3:5 sekali lagi, “…5 bukan karena perbuatan benar yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmatNya Dia menyelamatkan kita, melalui pembasuhan yang menghidupkan kembali, dan pembaharuan oleh Roh Kudus.”

 

 

And once again from Ellen White, Messages To Young People page 35, “The righteousness by which we are justified is imputed; the righteousness by which we are sanctified is imparted. The first is our title to heaven, the second is our fitness for heaven.” (The Review and Herald, June 4, 1895).

 

Dan sekali lagi dari Ellen White, Messages to Young People hal. 35,   “…Kebenaran dengan mana kita dibenarkan itu diperhitungkan; kebenaran dengan mana kita dikuduskan itu  dibagikan. Yang pertama adalah hak (legalitas) kita ke Surga, yang kedua ialah kelayakan kita untuk Surga…” (The Review and Herald, June 4, 1895).

 

 

And in Desire of Ages page 300 she explains how both of these phases of Jesus’ righteousness are the answer to legalism, in this statement she writes, “The proud heart strives to earn salvation; but both our title to heaven and our fitness for it are found in the righteousness of Christ.”

 

Dan di Desire of Ages hal. 300, Ellen White menerangkan bagaimana kedua fase kebenaran Yesus ini adalah jawaban kepada legalisme. Dalam pernyataan ini Ellen White menulis,    “…Hati yang sombong bekerja keras untuk memperoleh keselamatan; tetapi baik hak kita ke Surga maupun kelayakan kita untuk Surga ditemukan dalam kebenaran Kristus.”

 

 

And finally Ellen White explains the ground of our salvation so beautifully in Steps to Christ page 63,  “So we have nothing in ourselves of which to boast.  We have no ground for self-exaltation.  Our only ground of hope is in the righteousness of Christ imputed to us,…”  and you know, I get nervous, folks, when people put periods where God puts commas. Notice what she says “…Our only ground of hope is in the righteousness of Christ imputed to us, and in that wrought by His Spirit working in and through us.”

This is biblical salvation, God's part and humanity's part.

 

Dan akhirnya Ellen White menjelaskan alasan keselamatan kita begitu indahnya di Steps to Christ hal. 63,  “…Kita tidak punya apa-apa dalam diri kita untuk dibanggakan. Kita tidak punya alasan untuk meninggikan diri. Satu-satunya alasan pengharapan kita ada dalam kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada kita…”  dan kalian tahu, saya panik, Saudara-saudara bila orang menempatkan titik di mana Allah menempatkan koma. Simak apa kata Ellen White, “…Satu-satunya alasan pengharapan kita ada dalam kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada kita dan dalam apa yang dikerjakan oleh RohNya yang bekerja di dalam dan melalui kita.”

Inilah keselamatan yang alkitabiah, bagian Allah, dan bagian kemanusiaan.

 

 

 

26 12 23