Wednesday, April 29, 2020

EPISODE 02/04 THESIS, ANTITHESIS, SYNTHESIS PART 2 ~ STEPHEN BOHR


Part 02/04 - Stephen Bohr
THESIS, ANTITHESIS, SYNTHESIS Part 2 – Jan 2020

Dibuka dengan doa.


The key verse that is guiding our study this weekend is Revelation chapter 13 and verse 3.  This chapter is speaking about the Beast which is another symbol for the Little Horn. This system is also called the Abomination of Desolation, it's called the Man of Sin, the King of the North, the Antichrist, the Harlot of Revelation 17, there are many names given to this system. The Beast of Revelation 13 represents the Roman Catholic Papacy.
Now, let me explain that, when we say “the Papacy”, we're not talking about the members of the Roman Catholic Church, there are many sincere loving Christians in the Roman Catholic Church. We are talking about the system, the Papacy is a union of church and state and so we're not referring to the individuals in the church, we're referring to the system. That's what the Beast of Revelation 13 represents.

Ayat inti yang membimbing pelajaran kita akhir pekan ini ialah Wahyu 13:3. Pasal ini berbicara tentang satu Binatang, lambang dari Tanduk Kecil. Sistem ini juga disebut Kekejian yang Menelantarkan (= Kekejian yang mengakibatkan penelantaran), disebut Manusia Dosa (Manusia Durhaka), Raja negeri Utara, Antikristus, Perempuan Pelacur di Wahyu 17. Ada banyak nama yang diberikan kepada sistem ini. Binatang Wahyu 13 melambangkan Kepausan Roma Katolik.
Nah, saya perlu menjelaskan, bila kita mengatakan “Kepausan” kita tidak berbicara tentang jemaat gereja Roma Katolik. Ada banyak orang Kristen yang tulus dan penuh kasih di dalam gereja Roma Katolik. Kita berbicara tentang sebuah sistem. Kepausan adalah persatuan gereja dengan negara, jadi kita tidak berbicara tentang para individu di dalam gereja, kita berbicara tentang sistemnya. Itulah yang dilambangkan oleh Binatang  Wahyu 13.


And last evening we were speaking about how history moves from a thesis to an antithesis to a synthesis, and we applied this concept of history to a particular segment of human history. We noticed that during the 1260 years of Papal dominance from 538 to 1798, the Papacy basically ruled over the civil powers of Europe, in others words, the Papacy dictated and the civil powers did what the Papacy wanted them to do.
But then you have the rise of the antithesis to this, which is composed of two stages. The first reaction against the Papacy was the Protestant Reformation. The date 1517 is usually given for the beginning of the Protestant Reformation although you have others, Wycliffe and Hus and others that came before this. So the first reaction against the Papacy major was the Protestant Reformation.
And then at the end of the 1260 years from 1793 to 1798 you have the French Revolution, where the civil powers of the world beginning with France rose and gave the Papacy it's deadly wound. In other words, the civil powers of the world withdrew their support from the Papacy.
And so you have the action, and then you have the reaction, and then at the end we will have the synthesis. 
Dan semalam kita membahas tentang bagaimana sejarah mengalir dari sebuah thesis, ke antithesis, ke suatu synthesis; dan kita mengaplikasikan konsep sejarah ini ke suatu segmen khusus dari sejarah manusia. Kita menyimak bahwa selama 1260 tahun kekuasaan Kepausan dari tahun 538 hingga 1798, Kepausan pada dasarnya menguasai para penguasa Eropa, dengah kata lain Kepausan mendikte, dan penguasa-penguasa sipil melakukan apa yang dikehendaki Kepausan supaya mereka lakukan.
Tetapi kemudian kita melihat timbulnya antithesis kepada kondisi itu, yang terdiri atas dua tahap. Reaksi tahap pertama terhadap Kepausan adalah Reformasi Protestan. Tahun 1517 adalah tahun yang biasanya dianggap sebagai mulainya Reformasi Protestan, walaupun ada yang lain, misalnya Wycliffe dan Hus dan yang lain yang muncul sebelum ini. Jadi reaksi pertama terhadap Kepausan yang utama ialah Reformasi Protestan.
Lalu menjelang akhir 1260 tahun tersebut, dari tahun 1793 ke 1798, muncullah Revolusi Perancis, di mana kekuasaan-kekuasaan sipil dunia, mulai dari Perancis, bangkit dan memberikan luka yang mematikan kepada Kepausan. Dengan kata lain, kekuasaan sipil dunia menarik dukungan mereka kepada Kepausan.
Maka kita sudah melihat aksi, kemudian ada reaksi, dan pada akhirnya kita akan melihat sinthesisnya.


What does that mean? It means that the contradictory sides are going to come together. In other words, Protestantism, Romanism, and the civil powers of the world will all merge together, they will synthesize, in other words, or come together.
Ellen White referred to this in Great Controversy with words and I paraphrase, she states, “…Papists, Protestants and Worldlings…” how many in the final conflict? How many? Three. “…Papists, Protestants and Worldlings will see in this movement together, a means to convert the world and to introduce the long-awaited millennium of peace on earth…”  that's the way Ellen White describes it in the book Great Controversy and we are seeing in a world today a synthesis of the Papacy, apostate Protestantism, and the Socialist-Globalist secular powers of the world.

Apa artinya? Artinya pihak-pihak yang berlawanan akan bersatu. Dengan kata lain, Protestantisme, Romanisme dan kekuasaan-kekuasaan sipil dunia, semuanya akan bergabung, mereka akan bersinthesis, dengan kata lain, menyatu.
Ellen White menyebut ini dalam Great Controversy dengan kata-kata,  dan saya parafrase, katanya, “…Kepausan, Protestan, dan Dunia…”  ada berapa pihak dalam konflik akhir ini? Berapa? Tiga.   “…Kepausan, Protestan, dan Dunia akan melihat dalam gerakan persatuan ini, suatu sarana untuk mengubah dunia, dan memperkenalkan suatu masa millenium yang damai di bumi yang sudah lama dinanti-nantikan…”  demikianlah cara Ellen White mendeskripsikannya dalam buku Great Controversy, dan hari ini kita sedang menyaksikan di dunia,  sinthesis antara Kepausan, Protestan murtad dan golongan Sosialis/Globalis kekuasan sekuler dunia.   


Now I would like to read as we enter new territory this morning, some statements from the Roman Catholic Papacy where they use certain catch words and expressions that indicate how the Papacy has embraced Socialism. There are several words and phrases that show that the Papacy has basically embraced Socialism, I would even go so far as to say Communism.

Nah, saat kita akan memasuki teritori baru pagi ini, saya ingin membacakan beberapa pernyataan dari Kepausan Roma Katolik, di mana mereka memakai istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan khas yang menunjukkan bahwa Kepausan telah memeluk Sosialisme. Ada beberapa kata dan ungkapan yang menunjukkan bahwa pada dasarnya Kepausan telah memeluk Sosialisme, bahkan saya berani mengatakan lebih jauh bahwa itu sudah Komunisme.


The first of those expressions is “the common good”. Have you noticed that? “The common good”,  what does that mean? It means that individualism is out and it means that free enterprise is also out. Everything needs to be done ~ according to the Papacy ~ for the common good. In other words, for the global good.

Yang pertama dari istilah-istilah itu ialah “demi kebaikan bersama”. Apakah kalian pernah memperhatikan? “Demi kebaikan bersama” apa maksudnya? Maksudnya, individualisme sudah tidak ada lagi, dan perdagangan bebas juga sudah tidak ada lagi. Menurut Kepausan semuanya harus dilakukan demi kebaikan bersama, dengan kata lain demi kebaikan global.


I read a couple of statements from a Roman Catholic sources.
The first is from the Compendium of Catholic Social Doctrine ~ I  have an entire copy of this. It takes more than one whole ream of paper to see what the Social Doctrine of the Roman Catholic Church is officially today. In section 167 of this Compendium we find the following words: “…the common good therefore, involves all members of society. No one is exempt from cooperating according to each person's possibilities in attaining and developing it…”  That is the common good.

Saya membacakan dua pernyataan dari sumber Roma Katolik.
Yang pertama ialah dari Compendium of Catholic Social Doctrine ~ saya punya salinan lengkap dokumen ini. Sekarang ini, dibutuhkan surat-surat resmi yang tebalnya lebih dari satu rim  untuk bisa melihat dokumen ini.  Di seksi 167 Compendium ini, kita jumpai kata-kata berikut: “…oleh karena itu, kebaikan bersama, melibatkan semua anggota masyarakat. Tidak ada seorang pun yang terbebas dari bekerjasama sesuai kemampuan setiap orang untuk mencapai dan mengembangkannya…”  itulah kebaikan bersama.


Pope Francis in his encyclical Laudato Si paragraph 169 explained: “…international negotiations…” that is negotiations between different nations, “…cannot make significant progress…”  those negotiations among nations can't make progress. What is the reason why they can't make progress? He explains, “…due to positions taken by countries…”  like the USA, for example, right now; so once again “…due to positions taken by countries which place their national interests above the global common good.” Are you understanding what this is saying? Individual countries cannot focus on their own interests, they have to focus on the global common good. Nationalism is out. Individualism is out. Globalism is in.

Paus Francis dalam ensiklikalnya Laudato Si, paragraf 169 menjelaskan: “…Negosiasi-negosiasi internasional…” yaitu negosiasi-negosiasi antar bangsa, “…tidak berhasil mencapai kemajuan yang signifikan…”  negosiasi-negosiasi antar bangsa itu tidak menghasilkan kemajuan. Apakah alasannya mengapa tidak menghasilkan kemajuan? Paus Francis menjelaskan,  “…oleh karena posisi yang diambil oleh negara-negara itu…”  seperti misalnya Amerika Serikat, saat ini. Jadi sekali lagi,  “…oleh karena posisi yang diambil oleh negara-negara itu, yang menempatkan kepentingan nasional mereka sendiri di atas kebaikan bersama yang global…”  Apakah kalian paham apa yang dikatakan di sini? Negara-negara individu tidak boleh fokus pada kepentingan mereka sendiri, mereka harus fokus pada kebaikan bersama yang global. Nasionalisme dibuang. Globalisme yang masuk.    


Another expression or word that is used by the Papacy these days, which is a Socialist word, is the word “solidarity”. What does solidarity mean? It means that everyone on earth must cooperate together for the common good because we are all members of a common humanity and we must all come together and cooperate. We must all have solidarity.

Kata atau istilah yang lain yang dipakai oleh Kepausan dewasa ini, yang adalah suatu kata Sosialis, ialah kata “solidaritas”.  Apa maksudnya solidaritas? Artinya semua orang di bumi harus bekerjasama demi kebaikan bersama karena kita semua adalah anggota kemanusiaan yang sama, dan kita semua harus bersatu dan bekerjasama. Kita semua harus punya solidaritas.


Let me read you a couple of statements from Roman Catholic sources, actually from the Pope's encyclical on the environment, Laudato Si.  Once again, in this particular encyclical the Pope constantly rails without mentioning the name he rails against, the system that exists in the United States: Capitalism. Because this is a Socialist document, even conservatives within the Roman Catholic Communion are disgusted with the Pope, with the present Pope, because he has embraced Socialism and he's forgotten Roman Catholic doctrine and the authority of the Papal chair.
So this is what he wrote in paragraph 14: “…Obstructionist attitudes…” like the one of the United States right now, like withdrawing from the Paris climate agreement, that's obstruction in the minds of the Pope, “…Ostructionist attitudes even on the part of believers can range from denial of the problem…”  that is of climate change, “…to indifference nonchalant resignation or blind confidence in technical solutions…” and then he wrote, “…We require a new and universal solidarity…”  in other words, no obstruction,  we need a universal solidarity. 
In paragraph 201 he wrote, “…The majority of people living on our planet profess to be believers, this should spur religions to dialog among themselves, for the sake of protecting nature, defending the poor, and building networks of respect and fraternity, solidarity…” a common word in the Socialist view that the present Papacy has.

Izinkan saya membacakan dua pernyataan dari sumber Roma Katolik, sebenarnya dari ensiklikal Paus tentang lingkungan hidup, Laudato Si. Sekali lagi, dalam ensiklikal tersebut, Paus berulang-ulang mencerca tanpa menyebutkan nama apa yang dia cerca, yaitu sistem yang ada di Amerika Serikat: Kapitalisme. Karena ini ialah suatu dokumen Sosialis, bahkan golongan konservatif pun dalam komunitas Roma Katolik merasa muak dengan Paus, dengan Paus yang sekarang, karena dia telah merangkul Sosialisme dan dia telah melupakan doktrin Roma Katolik dan wewenang takhta Kepausan.
Jadi inilah yang ditulisnya di paragraf 14: “…Sikap-sikap yang menghalangi…”  seperti yang dilakukan Amerika Serikat sekarang ini, dengan mundurnya dari perjanjian tentang iklim di Paris, itu pada pemikiran Paus adalah menghalangi, “…Sikap-sikap yang menghalangi, kendati pun dari orang-orang yang beriman, bisa mulai dari menolak mengakui adanya masalah itu…”  masalah perubahan iklim, “…sampai sikap pasrah yang tidak acuh, atau keyakinan buta dalam solusi-solusi teknis…”  kemudian Paus menulis, “…Kita membutuhkan solidaritas yang baru yang universal…”  dengan kata lain, tidak menghalangi, kita membutuhkan solidaritas universal.
Di paragraf 201, Paus menulis, “…Mayoritas manusia yang hidup di planet kita, mengaku beriman, hal ini seharusnya memacu agama-agama untuk berdialog di antara mereka sendiri demi melindungi alam, membela yang miskin, dan membangun jaringan saling menghargai, persaudaraan, solidaritas…”  kata yang umum dalam faham Sosialis yang dimiliki oleh Kepausan yang sekarang. 


Another word that appears quite frequently in Papal literature is the word “Subsidiarity”. What does “subsidiarity” mean? It means that our personal individual interests are subsidiary to the common good, it means that the interests of individual states or nations are subsidiary to the interests of the common good. Constantly you find the word “subsidiarity”.  Our individual desires and our national desires are subsidiary to the global aims and the global good.

Kata lain yang sering muncul dalam literatur Kepausan ialah kata “subsidiaritas”. Apa artinya “subsidiaritas”? Artinya, kepentingan masing-masing pribadi harus tunduk kepada kebaikan bersama, artinya kepentingan individu suatu negara atau bangsa, harus tunduk kepada kepentingan dari kebaikan bersama. Kata “subsidiaritas” terus-menerus kita jumpai. Keinginan individu kita dan keinginan nasional kita, harus tunduk kepada tujuan global dan kebaikan global.


The final expression that I would like to refer to is called “the common destination of goods”, What is meant by “the common destination of goods”? Basically what this means is that property is not necessarily personal but belongs to all humanity according to need. Let me read from the Compendium of Catholic Social Doctrine about what this expression, “the common destination of goods” means. It's anti-Capitalist and pro Socialism/Globalism.
I read from section 173 of the Compendium of Catholic Social Doctrine:   “Even if it’s true that everyone is born with the right to use the goods of the earth, it is likewise true that in order to ensure that this right is exercised in an equitable and orderly fashion, regulated interventions are necessary, interventions that are the result of national and international agreements; and a juridical order that adjudicates and specifies the exercise of this right…” in other words, you have to have an authority that tells you how you use your goods and who uses your goods.

Istilah yang terakhir yang ingin saya sebutkan ialah “destinasi bersama harta benda”. Apa yang dimaksud dengan “destinasi bersama harta benda”? Pada dasarnya apa yang dimaksud ini ialah, harta benda belum tentu milik pribadi, melainkan adalah milik semua manusia, sesuai kebutuhannya. Saya akan membacakan dari Compendium of Catholic Social Doctrine tentang apa yang dimaksud dengan istilah “destinasi bersama harta benda.” Ini anti-Kapitalis dan pro Sosialis/Globalis.
Saya baca dari seksi 173 dari Compendium of Catholic Social Doctrine:  “…Walaupun benar bahwa setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memakai harta bumi, tetapi sama benarnya, demi memastikan hak ini dipakai dengan cara yang adil dan tertib, dibutuhkan campur tangan yang diatur oleh peraturan, campur tangan yang adalah hasil dari perjanjian nasional dan internasional;  dan suatu tatanan yuridis yang mengadili dan memerinci pelaksanaan hak ini…” dengan kata lain, harus ada autoritas yang mengatur bagaimana kita boleh memakai harta benda kita dan siapa yang boleh memakai harta benda kita.


In another place in the Compendium, this is section 177, we find this quotation and this is amazing, very Socialist practically Communist. Now, don't miss this afternoon because I'm going to go back and I'm going to talk about how the Roman Catholic Papacy has changed its emphasis, and why. It used to emphasize the authority of the Papal chair, it used to emphasize the importance of the doctrines or the dogmas of the church. Now neither one of those things are central to Roman Catholicism. Now it is everything that we are talking about and there's agenda behind it.
Notice this statement, official Roman Catholic teaching: “…Christian tradition has never recognized the right to private property as absolute and untouchable...” Did you catch that? That's Communism! “…Christian tradition has never recognized the right to private property as absolute and untouchable, on the contrary it has always understood this right…”  that is the private property “…within the broader context of the right common to all, to use the goods of the whole creation. The right to private property is subordinated to the right to common use, the fact that goods are meant for everyone.”
Section 179  “…New technological and scientific knowledge must be placed at the service of mankind's primary needs, gradually increasing humanity’s common patrimony, putting the principle of the universal destination of goods into full effect…”  what needs to happen in order to put the principle of the universal destination of goods into full effect? Here's the explanation, “…therefore requires action at the international level…” has to be global in other words, “…and planned programs on the part of all countries.”

Di tempat lain di Compendium, ini seksi 177, kita mendapatkan kutipan ini, dan ini mengagumkan, sangat Sosialis, nyaris Komunis. Nah, jangan melewatkan nanti sore karena saya akan kembali dan akan berbicara tentang bagaimana Kepausan Roma Katolik telah mengganti penekanan mereka dan mengapa. Dulu Kepausan menekankan pada autoritas takhta Kepausan, menekankan pentingnya doktrin dan dogma gereja. Sekarang kedua-duanya tidak lagi yang terpenting bagi Katolikisme Roma. Sekarang, justru semua yang sedang kita bicarakan ini, dan ada agenda di baliknya.
Perhatikan pernyataan ini, ajaran resmi Roma Katolik: “…Tradisi Kristen tidak pernah mengakui hak kepemilikan pribadi sebagai mutlak dan tidak boleh disentuh…”  apakah kalian menangkap ini? Ini Komunisme!   “…Tradisi Kristen tidak pernah mengakui hak kepemilikan pribadi sebagai mutlak dan tidak boleh disentuh. Sebaliknya, pemahaman atas hak ini…”  yaitu hak atas harta benda pribadi, “…selalu diartikan dalam konteks yang lebih luas, sebagai hak yang dimiliki semua orang untuk memakai seluruh harta alam semesta. Hak kepemilikan pribadi itu tunduk kepada hak kebaikan bersama, fakta bahwa harta itu diperuntukkan bagi semua manusia.”
Seksi 179, “…Pengetahuan teknologi dan sains yang baru harus diperuntukkan melayani kebutuhan utama manusia, secara bertahap meningkatkan warisan bersama semua manusia, demi menerapkan secara penuh prinsip destinasi harta benda universal…”  apa yang harus terjadi demi menerapkan secara penuh prinsip destinasi harta benda universal? Ini penjelasannya, “…dengan demikian membutuhkan tindakan pada tingkat internasional…”  dengan kata lain haruslah global, “…dan program-program terencana dari semua negara.”


In the encyclical Laudato Si paragraph 93 ~ every Adventist should read  the encyclical by the Pope on the environment, there's a lot of good things in it, but it's truth mixed with error, and the agenda behind it is a Socialist agenda.
In paragraph 93 the Pope wrote in his encyclical: “…The principle of the subordination of private property to the universal destination of goods, and thus the right of everyone to their use, is a golden rule of social conduct, and the first principle of the whole ethical and social order…”  this is the Pope writing now, “…The Christian tradition has never recognized the right to private property as absolute and inviolable and has stressed the social purpose of all forms of private property…”  in other words, private property is not private, what you have belongs to everyone.

Dalam ensiklikal Laudato Si paragraf 93 ~ setiap orang Advent harus membaca ensiklikal Paus tentang lingkungan hidup ini, ada banyak hal yang bagus di dalamnya, tetapi itu kebenaran yang bercampur dengan kesalahan, dan agenda di baliknya adalah agenda Sosialis.
Di paragraf 93, Paus menulis dalam ensiklikalnya: “…Prinsip tunduknya hak milik pribadi pada destinasi harta benda universal, dan selanjutnya hak setiap manusia untuk menggunakannya, adalah suatu peraturan emas perilaku sosial, dan prinsip pertama dari seluruh tatanan etis dan sosial…”  ini tulisan Paus sekarang,    “…Tradisi Kristen tidak pernah mengakui hak kepemilikan pribadi sebagai mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, dan telah menekankan pada tujuan sosial segala bentuk harta benda pribadi…”  dengan kata lain, harta benda pribadi bukan milik pribadi, apa yang kita punya, itu milik semua orang.  “…
.

That's the reason why ~  I don't know if you've been keeping in touch with what's been happening in Chile,  you know one of the problems we have in the US is that we don't get any news, except the impeachment from morning to night to midnight, impeachment, impeachment, and it's all just basically opinion. But we get no international news. Americans don't know what's happening on a global scale. It's not like other countries. My wife, you know, we have a couple of Colombian channels that we get in our home. There's lots of international news about what's happening all over the world, you don't find that in the US. In Chile there has been a tremendous uprising against the government, against the Capitalist government. Chile was one of the most prosperous countries in all of Latin America, and for those of you who have been watching, multitudes simply ransacked stores, looted stores. What did the Pope have to say about the populace going into stores, stealing everything from the stores? What did he have to say? Nothing!  In Venezuela, Communist government, Socialist government, the government has basically  expropriated all kinds of private property, taking it over for the  government. What does the Pope had to say about this? Absolutely nothing, because the Papal view is that private property is not private, it is there for the global good for everyone, which means that if you have something that somebody else thinks that they need, they can take it. Is that the kind of world that you want to live in, a Globalist/Socialist world? Not me!

Itulah sebabnya mengapa ~ entah apa kalian mengikuti apa yang terjadi di Chili, kalian tahu salah satu masalah yang kita miliki di Amerika Serikat ialah kita tidak mendapatkan berita apa pun kecuali tentang pemakzulan, dari pagi hingga malam hingga tengah malam, pemakzulan, pemakzulan (= pemakzulan Donald Trump), dan pada dasarnya semua itu hanya pendapat. Tetapi kita tidak mendapat berita internasional. Orang Amerika tidak tahu apa yang sedang terjadi pada skala global. Beda dengan negara-negara lain. Istri saya, kalian tahu, di rumah kami memiliki dua saluran berita Columbia. Ada banyak berita internasional tentang apa saja yang sedang terjadi di seluruh dunia. Ini tidak kita peroleh di Amerika Serikat. Di Chili  telah terjadi gejolak besar melawan pemerintah Kapitalis. Chili adalah salah satu negara yang paling makmur di seluruh Amerika Latin. Dan bagi kalian yang menonton beritanya, banyak orang semata-mata menjarah toko-toko, merampok toko-toko. Apa kata Paus tentang masyarakat yang pergi ke toko-toko, mencuri semuanya dari toko-toko? Paus bilang apa? Tidak bilang apa-apa! Di Venezuela, pemerintahan Komunis, pemerintahan Sosialis, pada dasarnya Pemerintah telah menyita segala bentuk harta benda, mengambil alih semuanya bagi Pemerintah. Paus bilang apa tentang ini? Sama sekali tidak bilang apa-apa, karena pandangan Paus ialah, harta benda pribadi bukan hak pribadi, itu adalah demi kebaikan bersama yang global, artinya jika kita punya sesuatu yang dianggap orang lain dia perlukan, orang itu boleh mengambilnya. Apakah kita mau tinggal di dunia macam begini, dunia Globalis/Sosialis? Saya tidak!  


Now let's notice a few statements where the Papacy uses these specific expressions that I've mentioned. Let's begin with Benedict XVI. In 2009 he wrote an encyclical called Caritas in Veritate, that means “Charity in Truth”. Listen carefully to what he wrote in that particular encyclical, this is paragraph 67, it clearly shows what the Papacy has in mind. He mentions seven things at the beginning of this paragraph: “… (1) to manage the global economy, (2) to revive economies hit by the crisis…”  this was the crisis of 2008, “…(3) to avoid any deterioration of the present crisis and the greater imbalances that would result, (4) to bring about integral and timely disarmament, (5) food security and peace, (6) to guarantee the protection of the environment, (7) to regulate migration…” are you noticing what the agenda is?  To manage the global economy, to revive economies hit by the crisis, to avoid
further  deterioration of the present crisis, to fight for disarmament, for food security and peace, to protect the environment, and to regulate migration; what is needed according to Pope Benedict  for all this? He says, “…there is an urgent need of a true world political authority…” What is needed to implement all these things? A what? A true world political authority, “…as my predecessor Blessed John XXIII indicated some years ago…” listen carefully now, “…such an authority would  need to be regulated by law…”  to how many countries would that law apply?  Every country because it's a world political authority, “…such an authority would need to be regulated by law…” now listen carefully, “…to observe consistently the principles of subsidiarity and solidarity, to seek to establish the common good…” do you see the terms there? “…to seek to establish the common good and to make a commitment to securing authentic integral human development, inspired by the values of charity in truth…”  now, listen carefully “…Furthermore, such an authority…” what kind of authority, is it?  A world political authority, “…such an authority would need to be universally recognized and to be vested with effective power to ensure security for all, regard for justice and respect for rights. Obviously, it would have to have the authority to ensure compliance with its decisions from all parties and also with the coordinated measures adopted in various international forums…”  I'm not reading from the enemies of the Papacy, I'm reading statements from the Papacy itself, their objectives.

Sekarang, mari kita perhatikan beberapa pernyataan di mana Kepausan memakai istilah-istilah khusus yang tadi saya sebutkan. Mari kita mulai dengan Benedict XVI. Di tahun 2009 dia menulis sebuah ensiklikal berjudul Caritas in Veritate, yang artinya “Kasih yang Sejati”. Dengarkan baik-baik kepada apa yang dia tulis dalam ensiklikal tersebut, ini ada di paragraf 67, ini jelas menunjukkan apa yang diniatkan Kepausan. Dia menyebutkan tujuh hal pada awal paragraf ini: “…(1) untuk mengatur ekonomi global, (2) untuk memulihkan kembali ekonomi yang terpukul oleh krisis…”  ini krisis tahun 2008,   “…(3) untuk menghindari kemunduran apa pun akibat krisis yang sekarang dan ketidakseimbangan yang lebih parah yang akan terjadi, (4) untuk mewujudkan pelucutan senjata yang integral dan tepat waktu, (5) dan jaminan adanya pangan dan perdamaian, (6) untuk memastikan perlindungan pada lingkungan hidup, (7) untuk mengatur migrasi…”  apakah kalian melihat apa agendanya? Untuk mengatur ekonomi global, untuk memulihkan ekonomi yang terpukul krisis, untuk menghindari kemunduran lebih lanjut akibat krisis yang sekarang, untuk berjuang demi pelucutan senjata, demi pangan dan perdamaian, untuk melindungi lingkungan hidup, dan untuk mengatur migrasi.  Menurut Paus Benedict apa yang diperlukan untuk semua ini?  Katanya, “…Ada kebutuhan mendesak bagi satu autoritas politik  yang sejati bagi dunia …”  apa yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan semua itu? Satu apa? Satu autoritas politik yang sejati bagi dunia, “…sebagaimana pendahulu saya Yohanes XXIII yang terberkati, mengindikasikan beberapa tahun yang lalu.…”  Sekarang, dengarkan baik-baik,   “…autoritas semacam ini perlu diatur oleh hukum…”  hukum tersebut akan berlaku untuk berapa negara? Setiap negara, karena ini adalah autoritas politik dunia, “…autoritas semacam ini perlu diatur oleh hukum…”  sekarang, dengarkan baik-baik,   “…untuk mematuhi secara konsisten prinsip-prinsip subsidiaritas dan solidaritas, demi usaha untuk menegakkan kebaikan bersama…”  apakah kalian melihat istilah-istilah itu di sini?   “…demi usaha untuk menegakkan kebaikan bersama dan membuat suatu komitmen untuk menjamin pengembangan manusia secara integral yang autentik, yang diilhami oleh nilai-nilai kasih yang sejati…”  sekarang, dengarkan baik-baik,   “…Lebih lanjut, autoritas semacam ini…”  autoritas macam apa ini? Autoritas politik dunia,   “…autoritas semacam ini harus diakui secara universal, dan diberi kekuasaan yang efektif guna memastikan keamanan bagi semua, menghargai keadilan dan menghormati hak-hak. Jelas, autoritas ini harus memiliki wewenang yang menjamin kepatuhan semua pihak pada keputusan-keputusannya, dan juga pada langkah-langkah koordinasi yang diambil oleh pelbagai forum internasional…”  Saya tidak membaca dari tulisan musuh-musuh Kepausan. Saya membaca pernyataan-pernyataan dari Kepausan sendiri, tujuan-tujuan mereka. 


Paragraph 173 of the Compendium states this, “…Even if it is true that everyone is born with the right to use the goods of the earth, it is likewise true that in order to ensure that this right is exercised in an equitable and orderly fashion, regulated interventions are necessary. Interventions that are the result of national and international agreements and a juridical order..” what does a juridical order mean? It's the judicial branch that enforces the law and so, “…a juridical order that adjudicates and specifies the exercise of this right.” 

Paragraf 173 dari Compendium menyatakan demikian, “…Walaupun benar bahwa setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memakai harta bumi, tetapi sama benarnya, demi memastikan hak ini dipakai dengan cara yang adil dan tertib, dibutuhkan campur tangan yang diatur oleh peraturan, campur tangan yang adalah hasil dari perjanjian nasional dan internasional;  dan suatu tatanan yuridis…”  apa yang dimaksud dengan tatanan yuridis? Ini adalah satu cabang yudisial yang melaksanakan hukum, maka “…suatu tatanan yuridis yang mengadili dan memerinci pelaksanaan hak ini…”


Now the question is to which authority was Benedict XVI referring to when he says that there needs to be a global authority that can make sure that everybody cooperates and whoever doesn't, there need to be measures, juridical measures taken against them? To what authority was referring?  Well, there was a previous Pope that explained, this is Pope Pius XI in an encyclical titled Quadragesimo anno, he wrote the following ~ speaking about another pope, Leo XIII, he stated, “…that principle which Leo XIII so clearly established, must be laid down at the outset here, namely that there resides in Us…” the word “Us”, the “U” is capitalized. When the Papacy uses the word “us” with a capital “U” it means the Popes. So what is he saying? He's saying “it resides in Us…” the Popes, “…the right and duty to pronounce with supreme authority upon social and economic matters…” with whom does it rest to pronounce with supreme authority on social and economic matters? What would the global authority be? It would be the Papacy.

Sekarang pertanyaannya ialah, Benedict XVI merujuk kepada autoritas mana ketika dia berkata bahwa harus ada suatu autoritas global yang bisa memastikan setiap orang bekerjasama, dan barangsiapa tidak melakukannya, harus ada tindakan ~ tindakan hukum ~ yang dikenakan kepada mereka? Benedict merujuk kepada autoritas yang mana? Nah, ada seorang Paus yang lampau yang menjelaskannya, yaitu Paus Pius XI dalam sebuah ensiklikal berjudul Quadragesimo anno,  dia menulis sebagai berikut ~ berbicara tentang seorang Paus yang lain yaitu Leo XIII, Paus Pius XI menyatakan, “…Prinsip yang dibuat Leo XIII dengan begitu jelas, harus dipaparkan di sini dari awal, yaitu bahwa ada pada Kami…”  kata “Kami” huruf “K”nya ditulis dalam huruf besar. Bila Kepausan memakai kata “kami” dengan “K” besar, artinya itu para Paus. Jadi apa yang dikatakan Pius XI? Dia berkata, “…apa pada Kami…” para Paus,  “…hak dan kewajiban untuk menetapkan dengan autoritas tertinggi dalam masalah sosial dan ekonomi…”  terletak pada siapa hak dan kewajiban untuk menetapkan dengan autoritas tertinggi dalam masalah sosial dan ekonomi? Siapakah yang akan memangku autoritas global itu? Kepausan.   


In 1967 a journalist and also Hollywood copyright, philosopher Ayn Rand wrote the following words. She almost sounds like an Adventist here. She could already discern what the Papal objectives are. I read ~ this is from the book Ecclesiastical Megalomania page 195, “…the Catholic Church has never given up the hope to re-establish…” what does “reestablish” mean? Folks, you cannot “reestablish” something that isn’t already established. So at some point, this system must have lost its establishment. “…the Catholic Church has never given up the hope to re-establish the medieval union of church and state, with a global state and a global theocracy as its ultimate goal. The Roman church-state…”  that's another expression that explains what the word Papacy means,  “…the Roman church-state is a hybrid, a monster of ecclesiastical and political power. Its political thought is totalitarian and whenever it has had the opportunity to apply its principles, the result has been bloody repression. If during the last 30 years…” remember she's writing in 1967, “… if in the last 30 years the Papacy has softened its assertions of full supreme and irresponsible power and has murdered fewer people than before, such changes in behavior are not due to a change in its ideas but to a change in its circumstances…” because it has a deadly wound. And then she writes this, this is the part that sounds almost Adventist, “…The Roman church-state in the 20th century, however, is an institution recovering from a mortal wound…” she probably never read Revelation 13, extremely secular person, and she is saying, “…the Roman church-state in the 20th century however, is an institution recovering from a mortal wound…” And then she writes, “…If and when…” we can get rid of the “if” as Adventist, but she writes, “…If and when it regains…” what does “regain” mean? It cannot regain what it didn't what? What it didn't lose. “…If and when it regains its full power and authority, it will impose a regime more sinister than any the planet has yet seen…” was she on target? She was very much on target.

Di tahun 1967, seorang jurnalis dan juga seorang pengurus hak cipta Hollywood, ahli filsafat  Ayn Rand, menulis kata-kata berikut. Kata-katanya nyaris seperti orang Advent di sini. Dia sudah bisa menangkap apa tujuan Kepausan. Saya bacakan ~ ini dari buku Ecclesiastical Megalomania hal. 195, “…Gereja Katolik tidak pernah putus harap untuk menegakkan kembali…” apa arti “menegakkan kembali”?  Saudara-saudara, kita tidak bisa “menegakkan kembali” sesuatu yang belum pernah ada. Jadi pada suatu masa, sistem ini pasti telah pernah kehilangan statusnya, “…Gereja Katolik tidak pernah putus harap untuk menegakkan kembali penggabungan gereja dengan negara ala abad pertengahan, dengan pemerintahan yang global dan theokrasi yang global sebagai tujuan akhirnya. Gereja-negara Roma…”  ini istilah lain untuk menjelaskan apa makna kata “Kepausan”,   “…Gereja-negara Roma adalah suatu produk blasteran ~ momok yang terdiri atas kekuasaan gereja dan kekuasaan politik.  Konsep politiknya totalitarian, dan setiap kali dia punya kesempatan untuk memberlakukan prinsip-prinsipnya, hasilnya adalah represi berdarah. Jika selama 30 tahun yang terakhir …”  ingat, dia menulisnya di tahun 1967, “…Jika selama 30 tahun yang terakhir dia telah memperlunak demonstrasi kekuasaan tertingginya yang penuh dan yang tidak bertanggungjawab, dan telah membunuh lebih sedikit orang daripada sebelumnya, maka perubahan dalam sikapnya itu bukanlah karena perubahan ideologinya, melainkan karena perubahan situasi dan kondisi…” karena dia telah kena luka yang mematikan. Kemudian Ayn Rand menulis ini, inilah bagian yang sangat mirip Advent, “…Gereja-negara Roma di abad ke-20 adalah suatu institusi yang sedang pulih dari luka yang mematikan…”  Besar kemungkinan Ayn Rand tidak pernah membaca Wahyu 13, dia seorang yang sangat sekuler, dan dia berkata, “…Gereja-negara Roma di abad ke-20 adalah suatu institusi yang sedang pulih dari luka yang mematikan…”  lalu dia menulis, “…Jika dan bila…” sebagai orang Advent, kita bisa menghapus kata “jika”nya, tetapi dia menulis, “…Jika dan bila dia mendapatkan kembali…” apa artinya “mendapatkan kembali”?  Kepausan tidak bisa mendapatkan kembali apa yang tidak apa? Apa yang tidak pernah hilang darinya, “…Jika dan bila dia mendapatkan kembali  kuasa dan wewenangnya yang penuh, dia akan memberlakukan suatu rezim yang lebih kejam daripada apa yang pernah dilihat planet ini. …”  apakah Ayn Rand tepat sasaran? Dia sangat tepat sasaran.


So what is the agenda of the Papacy with regards to the nations of the world? By the way is the United Nations a Socialist organization? Every time the United States proposes something ~ a Capitalist country ~ the nations of the world with one or two exceptions: Israel and a few others ~ they are vetoed because the United Nations is a Socialist a Globalist organization, most of the nations that belong to the United Nations are in favor of Globalism or Socialism, the same agenda that the Papacy has. See, the Papacy has changed its emphasis, has changed its talking points, so that it is palatable with the Globalist powers of the world, so that then they will feel confident in giving their support to the Papacy once more.

Jadi apakah agenda Kepausan sehubungan dengan bangsa-bangsa di bumi? Nah, apakah PBB itu sebuah organisasi Sosialis? Setiap kali Amerika Serikat mengusulkan sesuatu ~ negara Kapitalis ini ~ bangsa-bangsa di bumi dengan satu atau dua perkecualian seperti Israel dan beberapa negara lain ~ usul-usul itu diveto karena PBB adalah sebuah organisasi Sosialis/Globalis, dan kebanyakan bangsa-bangsa yang menjadi anggota PBB berpihak pada Globalisme/Sosialisme, agenda yang sama yang dimiliki Kepausan. Lihat, Kepausan telah mengubah titik tekannya, mengubah topik-topik pembicaraannya supaya sedap dikecap oleh kekuasaan-kekuasaan Globalis dunia, agar dengan demikian mereka akan merasa yakin memberikan dukungan mereka sekali lagi kepada Kepausan.


But as we noticed in our study last night the Papacy has a second priority. You see, there's another enemy that came up in antithesis to the Papacy, what was that other enemy?  Not only the Socialist powers of the world, but Protestantism.  Was Protestantism an antithetical movement against the Papacy? You’d better believe it. So somehow the Papacy has to win over Protestantism, not only the secular world not only the Globalist powers of the world, not only the Socialist/Communist powers of the world, but the Papacy somehow has to gain the support of Protestants again.

Namun seperti yang telah kita perhatikan dalam pelajaran kita semalam, Kepausan punya prioritas yang kedua. Kalian lihat, ada satu musuh yang lain, yang muncul sebagai antithesis Kepausan. Apakah musuh yang lain ini? Bukan hanya kekuasaan Sosialis dunia, tetapi Protestantisme. Apakah Protestantisme itu suatu gerakan antithetikal (berlawanan) terhadap Kepausan? Benar sekali. Jadi entah bagaimana, Kepausan harus bisa menang atas Protestantisme, bukan hanya atas dunia sekuler, bukan hanya atas kuasa Globalis dunia, bukan hanya atas kuasa Sosialis/Komunis dunia, tetapi Kepausan harus bisa memenangkan dukungan Protestan lagi, entah dengan cara apa pun.


Ellen White wrote in Great Controversy page 566 “…Protestants have tampered with and patronized popery…”  the word “popery” is a word for Papacy, it's a word from the times of Ellen White, refers to the Papacy, she says, “…Protestants have tampered with and patronized popery. They…” that is Protestants, “…have made compromises and concessions…” compromises and concessions to whom? To the Papacy.  “…which Papists themselves are surprised to see and fail to understand…”  in other words, the Papacy is saying, “This is too good to be true.  Protestants are ok with us.”  She continues, “…Men are closing their eyes to the real character of Romanism and the dangers to be apprehended from her supremacy…”  And then she gives this counsel, “…The people need to be aroused to resist the advances of this most dangerous foe to civil and religious liberty…”  Is the Papacy a dangerous foe to civil and religious liberty? Is that the way the media sees the Papacy? Is that the way that the political rulers of a world see the Papacy? Is that the way that Protestants are seeing the Papacy? No! This is a good system that cares for the poor and wants open borders to allow free immigration, etc. If Protestantism stood on the firm platform of Bible truth, it could never synthesize with the Papacy. The freedoms that we enjoy today in American society are due to the spirit of Protestantism, these include freedom of speech, freedom of the press, freedom of enterprise, freedom of conscience, and freedom of religion, all of these come from Protestantism.

Ellen White menulis di Great Controversy hal. 566, “Protestant telah mengotak-atik dan melindungi Kepausan. Mereka…”  yaitu Protestan,  “…telah membuat kompromi-kompromi dan konsesi-konsesi…”  kompromi dan konsesi dengan siapa? Dengan Kepausan, “…yang membuat heran Kepausan sendiri, yang tidak bisa mengertinya…”  dengan kata lain, Kepausan berkata, “Wah, ini luar biasa, Protestan lho oke dengan kami.” Ellen White melanjutkan, “…Manusia telah menutup mata mereka terhadap karakter sesungguhnya dari Romanisme, dan bahaya yang akan muncul dari keunggulannya…”  Kemudian Ellen White memberikan nasihat ini,   “…Orang-orang  perlu disadarkan agar menolak bujuk rayu dari musuh yang paling berbahaya bagi kebebasan sipil dan agama ini…”  Apakah Kepausan musuh yang berbahaya bagi kebebasan sipil dan agama? Apakah kesan ini yang diperoleh media dari melihat Kepausan? Apakah kesan ini yang diperoleh penguasa-penguasa politik dari memandang Kepausan? Apakah kesan ini yang diperoleh Protestan dari memandang Kepausan? Tidak! Ini lho sistem yang bagus yang peduli orang miskin dan mau membuka perbatasan negara untuk mengizinkan imigrasi bebas, dll. Andaikan Protestan berdiri teguh di atas landasan Alkitab, dia tidak akan pernah bersinthesis dengan Kepausan. Kebebasan-kebebasan yang kita nikmati hari ini di masyarakat Amerika semuanya karena semangat Protestantisme, termasuk di dalamnya kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berusaha, kebebaan hati nurani, dan kebebasan beragama, semua ini berasal dari Protestantisme.  


How is it that Protestants then could ever join a system that is antithetical to the values of Protestantism? The first is by embracing liberal ideas. Allow me to read you this statement from Ellen White,  Review and Herald June 1, 1886, she's criticizing Protestants even back there in 1886, “…and this ~ Catholicism ~ is the religion that Protestants are beginning to look upon with so much favor, and which will eventually be united with Protestantism. This union will not take place however, by a change in Catholicism…”  now Catholicism changes its face, it gets a facelift, but beneath the facelift and all the jewelry it puts on and all the makeup it's the same ugly system, in its substance or in its essence. I'm not talking about the individual Roman Catholic. Most of God's true people are in the Roman Catholic communion, they just don't know anything about this. So she states, “…This union…” or synthesis, “…however, will not take place by a change in Catholicism for Rome never changes, she claims infallibility…” So then what's going to happen? Listen, “…Protestants will change, Protestantism will change…”  So who's going to do the changing? Protestantism is going to do the changing. And now listen to this,  “…The adoption of liberal ideas on its part…” the adoption of liberal ideas by Protestantism, “…will bring it where it can clasp the hand of Catholicism…”  How is it the Protestantism is going to embrace and you know, hug Roman Catholicism? By the adoption of what? Liberal ideas!

Kalau begitu bagaimana Protestan kok bisa bergabung dengan sebuah sistem yang berlawanan (= antithetikal) dengan nilai-nilai Protestantisme? Yang pertama ialah dengan memeluk ide-ide liberal. Izinkan saya membacakan pernyataan ini dari Ellen White, Review and Herald, 1 Juni 1886, Ellen White mengritik Protestant bahkan sejak 1886 itu, “…Dan Katolikisme ini ialah agama yang mulai dipandang Protestan secara positif, dan yang pada akhirnya akan bersatu dengan Protestantisme. Namun, persatuan ini tidak akan terjadi melalui perubahan dalam Katolikisme…”  sekarang Katolikisme mengubah penampilannya, wajahnya sudah dipercantik, tetapi di bawah wajah cantik dan semua perhiasan dan dandanan yang dipakainya, secara substansinya atau esensinya dia tetap sistem buruk yang sama. Saya tidak berbicara tentang individu Roma Katolik. Kebanyakan umat Allah yang sejati ada di dalam komunitas Roma Katolik, hanya saja mereka tidak tahu apa-apa tentang ini. Jadi kata Ellen White, “…Namun persatuan ini…”  atau synthesis ini,   “…tidak akan terjadi melalui perubahan dalam Katolikisme karena Roma tidak pernah berubah, dia mengklaim tidak pernah salah…”  Maka, apa yang akan terjadi? Dengarkan, “…Protestan yang akan berubah. Protestantisme akan berubah…”  Jadi siapa yang akan berubah? Protestantisme yang akan berubah. Dan sekarang, dengarkan ini,   “…dengan mengadopsi ide-ide yang liberal di pihaknya…”  pengadopsian ide-ide liberal oleh Protestantisme,   “…akan membawanya sampai ke posisi di mana dia bisa menjabat tangan Katolikisme…”  Bagaimana Protestan akan memeluk dan merangkul Roma Katolikisme? Dengan mengadopsi apa?  Ide-ide liberal.


Now what could that expression “liberal ideas” mean? Well, we have to apply to Ellen White the same principles that we apply to the study of Scripture: Scripture explains Scripture. When you find an expression in one part of the Bible you go to other parts of the Bible that use the same expression, in order to have a fuller view. We do the same with Ellen White. So if she speaks of “liberal ideas” we need to go to other places in her writings that would explain what “liberal ideas” mean. Now Ellen White uses the word “liberal” in primarily three different ways:

Nah, istilah “ide-ide liberal” itu kira-kira bermakna apa? Nah, kita harus mengaplikasikan kepada Ellen White prinsip yang sama yang kita aplikasikan untuk mempelajari Firman Allah: Firman Allah menjelaskan Firman Allah. Bila kita menemukan istilah di satu bagian Alkitab, kita pergi ke tempat lain di Alkitab itu yang memakai istilah yang sama guna mendapatkan pandangan yang lebih lengkap. Kita berbuat yang sama dengan Ellen White. Jadi jika Ellen White bicara tentang “ide-ide liberal” kita harus pergi ke tempat lain dalam tulisannya yang bisa menjelaskan apa arti “ide-ide liberal.” Nah, Ellen White memakai kata “liberal” terutama dalam tiga cara yang berbeda:


The first way is that she says that seventh-day Adventist should be liberal. She's not speaking about us being liberal in our theology, but we should be liberal in our tithes and offerings.  So in that sense she uses the word “liberal” in a positive sense. She wrote for example, SDA Bible Commentary Volume 6 pg. 1103:  “…A responsibility rests upon the ministers of Christ to educate the  churches to be liberal.” So Ellen White says our ministers should educate our members to be liberal, not theologically liberal, but liberal in their giving.
Ellen White also uses the word “liberal” in a positive sense when she speaks about the principles upon which the United States was built, things like the Declaration of Independence, the Constitution, the Bill of Rights. In Great Controversy she wrote on page 442, speaking about the Beast that rises from the earth, “The lamb-like horns and the dragon voice of the symbol, point to a striking contradiction between the professions and the practice of the nation thus represented. The ‘speaking’ of the nation is the action of its legislative and judicial authorities, by such action it will give the lie to those liberal and peaceful principles which it has put forth as the foundation of her policy..”  So the United States was built upon liberal and peaceful principles,  the word “liberal” is used positively. Now I looked up in the Webster's dictionary of 1828 of the times of Ellen White what the word “liberal” means, in this sense, it means generous, free, and open.  Are the principles of the United States generous, free, and open? Yes.  In that sense “liberal” is good.

Cara yang pertama ialah, Ellen White mengatakan MAHK harus liberal. Dia tidak berbicara tentang kita harus bersikap liberal dalam theologi kita, tetapi kita harus bersikap liberal dengan persepuluhan dan persembahan kita. Jadi dalam konteks ini Ellen White memakai kata “liberal” dengan pengertian yang positif. Misalnya dia menulis, SDA Bible Commentary Vol. 6 hal. 1103, “…Suatu tanggung jawab terletak pada hamba-hamba Kristus untuk mendidik gereja-gereja bersikap liberal…”  Jadi kata Ellen White, pendeta-pendeta kita harus mendidik anggota-anggota jemaat bersikap liberal, bukan secara theologi, tetapi liberal dalam hal memberi.
Ellen White juga memakai kata “liberal” dalam arti yang positif ketika dia berbicara tentang prinsip-prinsip yang menjadi dasar pembentukan negara Amerika Serikat, hal-hal seperti Deklarasi Kemerdekaannya, Undang-undang Dasarnya, Ke-10 Amendemen Pertama  UUDnya.  Di  Great Controversy  Ellen White menulis di hal. 442, berbicara tentang Binatang yang muncul dari bumi, “…Tanduknya yang menyerupai tanduk domba, dan suara naga dari simbol tersebut menunjuk kepada suatu kontradiksi yang menyolok antara apa yang diakui dan apa yang dilakukan oleh bangsa yang dilambangkan ini. ’Berbicara’nya suatu bangsa adalah tindakan yang dilakukan oleh pejabat-pejabat legislatif dan judisialnya. Dengan tindakan itu, mereka memasukkan kebohongan kepada prinsip-prinsip yang liberal dan damai, yang telah ditampilkan sebagai dasar kebijakannya…” Jadi Amerika Serikat terbentuk di atas prinsip-prinsip yang liberal dan damai, kata “liberal” dipakai secara positif. Nah, saya mencari di kamus Webster dari tahun 1828, dari zaman Ellen White, dan kata “liberal” dalam hal ini berarti murah hati, bebas, dan terbuka. Apakah prinsip-prinsip Amerika Serikat itu murah hati, bebas dan terbuka? Ya. Dalam pengertian ini kata “liberal” itu baik.


However, Ellen White also uses the word “liberal” in a negative sense. Let me just read you a couple of statements.  
Ministry of Healing pg. 129, “…The progress of reform depends upon a clear recognition of fundamental truth…” so fundamental truth is essential. Then she writes, “…While on the one hand, danger lurks in a narrow philosophy and a hard cold orthodoxy…”  so one side of the equation, one extreme is hard, cold, orthodoxy, in other words, bare doctrine, arid doctrine, orthodox doctrine, that's one extreme; then she warns, “…on the other hand there is great danger in careless liberalism…”  So on one side is hard cold orthodoxy ~ the emphasis is only on doctrine ~ on the other side is careless liberalism which means basically we can be flexible in our views, on theological views.
In Vol. 20 of Manuscript Releases pg. 71 she wrote, “…Sinners are continually crying, ‘You are too narrow, so narrow’; ‘Liberalism’ cry the lawless…” what do the lawless cry out? “… ‘Liberalism’ cry the lawless, ‘bring not your claims of the law upon us!’  ‘The religion of Christ’, says another, ‘is too hard. I cannot be a Christian. It involves too much.’…” 

Namun demikian, Ellen White juga memakai kata “liberal” dalam arti yang negatif. Saya akan membacakan dua pernyataan.
Ministry of Healing hal. 129, “…Kemajuan reformasi bergantung pada pengenalan yang jelas atas kebenaran yang fundamental…”  jadi kebenaran fundamental itu esensial. Lalu dia menulis, “…Sementara di satu pihak ada bahaya yang mengancam dalam filosofi yang cupet dan orthodoksi yang kaku dan dingin…”  jadi di satu sisi dari perbandingan ini, satu sisi ekstremnya ialah ortodoksi yang kaku dan dingin, dengan kata lain doktrin yang sulit dilaksanakan, membosankan, dan ortodoks, itu satu sisi ekstremnya; kemudian Ellen White memperingatkan, “…di pihak yang lain ada bahaya besar dalam liberalisme yang sembrono.…”  Jadi di satu pihak itu ortodoksi yang kaku dan dingin yang hanya menekankan pada doktrin, di pihak lain liberalisme yang sembrono yang artinya pada dasarnya kita boleh bersikap fleksibel dalam pandangan theologi kita.
Di Vol. 20 Manuscript Releases hal. 71, Ellen White menulis, “…Orang-orang berdosa tak henti-hentinya berseru, ‘Kalian terlalu cupet, begitu cupetnya’; yang melanggar Hukum berseru, ‘Liberalisme!’…”  apa yang diserukan para pelanggar Hukum?   “…yang melanggar Hukum berseru, ‘Liberalisme!’, ‘Jangan menyodorkan tuntutan Hukummu ke atas kami!’ ‘Agama Kristus,’ kata yang lain, ‘itu terlalu sukar. Saya tidak bisa menjadi orang Kristen. Terlalu banyak yang terlibat.’ …”  


So what does “liberal” mean in the negative sense in the writings of Ellen White? Basically it means that we need to have theological flexibility, not emphasis on doctrine but just allow everybody to have a big tent to allow everybody to believe whatever they want to believe, full diversity, inclusiveness, pluralism, without regard for Bible principles and doctrines. It also includes accommodating the biblical view of creation to the evolutionary theory which we'll talk about this afternoon.

Jadi apa arti “liberal” dalam pemahaman yang negatif di tulisan-tulisan Ellen White? Pada dasarnya itu berarti kita harus memiliki fleksibilitas dalam theologi, jangan menekankan pada doktrin melainkan mengizinkan saja semua orang punya tenda yang lebar dan membiarkan semua orang meyakini apa pun yang mau mereka yakini, perbedaan penuh, semua termasuk, pluralisme, tanpa peduli kepada prinsip-prinsip dan doktrin Alkitab. Juga termasuk mengakomodasikan pandangan alkitabiah tentang penciptaan kepada teori evolusi, yang akan kita bicarakan sore ini.


So the first way in which Protestants are going to embrace Catholicism is by adopting what? Liberal ideas, inclusiveness, pluralism, etc.

Jadi cara pertama bagaimana Protestan akan memeluk Katolikisme ialah dengan mengadopsi apa? Ide-ide yang liberal, inklusivitas, pluralisme, dll.


There's another way in which Protestantism is going to merge with the Papacy. Ellen White in Great Controversy page 571 wrote this, “…As the Protestant churches have been seeking the favor of the world…” what the Protestant churches have been doing? Seeking the favor of the world. All you have to do is turn on your television on a Sunday morning to watch the great preachers of the land, the mega preachers of the land, you know they're preaching things with which the world is pretty much comfortable, no ruffling of feathers.  So notice, “…as the Protestant churches have been seeking the favor of the world…”  listen carefully now, “…false charity has blinded their eyes…” what has blinded the eyes of Protestants as they’ve been seeking the favor of the world? And what does it mean that Protestantism is seeking the favor of the world? They want the world to what? To like them, yeah, to feel comfortable with them.  So “…as the Protestant churches have been seeking the favor of the world false charity has blinded their eyes…” let me ask you, if there's false charity there has to be what? True charity. She continues, …They do not see but that it is right to believe good of all evil…”   What would be believed good of all evil? How about saying gay marriage is okay, gay clergy is all right, abortion is fine, a prosperity gospel is all right, euthanasia is okay, you know don't press those points because the world's not going to like you, let's adapt to the world.  So, “…they do not see, but that it is right to believe good of all evil, and as an inevitable result they will  finally believe evil of all good….”

Ada cara yang lain lagi bagaimana Protestantisme akan menyatu dengan Kepausan. Ellen White di Great Controversy hal. 571 menulis ini,  “…Sementara gereja-gereja Protestan sedang menggalang simpati dunia…”  apa yang sedang dilakukan gereja-gereja Protestan? Menggalang simpati dunia. Kalian cukup menyalakan televisi kalian pada Minggu pagi untuk menonton pengkhotbah-pengkhotbah terkenal negara ini, pengkhotbah-pengkhotbah gereja-gereja mega di negara ini, kalian tahu, mereka mengkhotbahkan hal-hal yang nyaman bagi dunia, yang tidak menyinggung perasaan mereka. Jadi simak,   “…Sementara gereja-gereja Protestan sedang menggalang simpati dunia…”  dengarkan baik-baik sekarang,  “…mata mereka dibutakan oleh kasih yang palsu…”  apa yang telah membutakan mata Protestan selagi mereka menggalang simpati dunia? Dan apa artinya Protestan sedang menggalang simpati dunia? Mereka ingin agar dunia bagaimana? Menyukai mereka, iyah, agar dunia merasa nyaman dengan mereka. Jadi,  “…Sementara gereja-gereja Protestan sedang menggalang simpati dunia, mata mereka dibutakan oleh kasih yang palsu…”  coba saya tanya, jika ada kasih yang palsu pasti ada apa? Kasih yang sejati. Ellen White melanjutkan,  “…Mereka hanya melihat bahwa menganggap semua yang jahat itu baik, adalah benar…”  semua yang jahat seperti apa yang dianggap baik? Bagaimana dengan mengatakan perkawinan gay itu oke, imam gay itu oke, aborsi itu oke, injil kemakmuran itu oke, euthanasia itu oke, kalian tahu, jangan menyinggung poin-poin itu karena dunia tidak akan menyukai kita, mari kita menyesuaikan diri dengan dunia. Jadi, “…Mereka hanya melihat bahwa menganggap semua yang jahat itu baik, adalah benar; dan akibat yang tidak terelakkan dari ini ialah, akhirnya mereka menganggap semua yang baik itu sebagai jahat…”


Let me read you a few other statements where Ellen White uses the expression false charity and true charity. This is in an appeal to our ministers and conference committees, written in 1892, “…Bible charity is not sentimentalism…” do you know what sentimentalism is? Well, “O, let's just all get along, folks, let's just feel good about one another, forget doctrine, that's hard, arid, let's just hug each other and embrace each other, let everybody believe what they want.”  Once again, “…Bible charity is not sentimentalism but love in active exercise. To heal the hurt of the daughter of My people, slightly saying, ‘Peace, peace’ when there is no peace, is called charity…” what is called charity? “Peace, peace, all's fine,” she continues, “…to confederate together…” that's Humanism “…to confederate together, to call sin holiness and truth, is called charity…” so to confederate together, to all join together in diversity and to call sin holiness and truth, is called charity. But then she writes, “…but it is a counterfeit article…” what is a counterfeit article? Confederating together and failing to call sin and holiness and truth by its right name. She continues, “…Those who would cover evil under false charity…” ah, so now we know what false charity is, “…Those who would cover evil under false charity say to the sinner, ‘It shall be well with thee’. Charity hates the sin but loves the sinner and will warn him faithfully of his danger, pointing him to the Lamb of God who taketh away the sin of the world…”  what is it again? “…Charity hates the sin but loves the sinner and will warn him faithfully of his danger pointing him to the Lamb of God who takes away the sin of the world.”

Mari saya bacakan beberapa pernyataan di mana Ellen White memakai istilah kasih palsu dan kasih sejati. Ini adalah seruan kepada pendeta-pendeta kita dan komite-komite Konferens, yang ditulis tahun 1892, “…Kasih alkitabiah bukan sentimentalisme…”  apakah kalian tahu apa itu sentimentalisme? Nah, “O, hendaklah kita yang rukun, Saudara-saudara, hendaklah tidak bermusuhan satu sama lain, lupakan saja doktrin, itu kaku, membosankan, mari kita saling peluk satu sama lain, merangkul satu sama lain, biar saja setiap orang mengimani apa yang mereka mau.” Sekali lagi,  “…Kasih alkitabiah bukanlah sentimentalisme, melainkan kasih yang dipraktekkan secara aktif. Untuk menyembuhkan luka yang diderita putri-putri umatKu, dengan ringan dikatakan, ‘Damai, damai’ padahal tidak ada damai, itu disebut kasih…”  Apa yang disebut kasih? “Damai, damai, semuanya beres”. Ellen White melanjutkan, “…Bergabung menjadi satu…” ini adalah Humanisme,   “…Bergabung menjadi satu, menyebut dosa itu suci dan benar, itu disebut kasih…”  jadi berkumpul menjadi satu, menggabungkan semua yang berbeda menjadi satu, dan menyebut dosa itu suci dan benar, itu yang disebut kasih. Tetapi kemudian Ellen White menulis,   “…Tapi ini adalah artikel yang palsu…”  artikel palsu itu apa? Bergabung menjadi satu, dan gagal menyebut dosa, kesucian, dan kebenaran dengan sebutannya yang benar. Ellen White melanjutkan, “…Mereka yang mau menutupi kejahatan di bawah kasih yang palsu…”  ah, jadi sekarang kita tahu kasih palsu itu apa,   “…Mereka yang mau menutupi kejahatan di bawah kasih yang palsu, berkata kepada orang yang berdosa, ‘Semuanya akan baik bagimu.’ Kasih itu membenci dosa tetapi mengasihi orang yang berdosa, dan dengan setia akan mengingatkan dia akan bahayanya, menunjukkan kepadanya Anak Domba Allah yang mengangkat dosa dunia…”  Bagaimana sekali lagi?    “…Kasih itu membenci dosa tetapi mengasihi orang yang berdosa, dan dengan setia akan mengingatkan dia akan bahayanya, menunjukkan kepadanya Anak Domba Allah yang mengangkat dosa dunia…”


In Prophets and Kings pg. 675 Ellen White wrote,  “…In the work of reform to be carried forward today, there is need of men who like Ezra and Nehemiah will not palliate or excuse sin, nor shrink from vindicating the honor of God. Those upon whom rests the burden of this work, will not hold their peace when wrong is done, neither will they cover evil with a cloak of false charity…”  So what has Protestantism done? They have false charity, they want the world to like them and of course when you rebuke sin what happens? There's an opposite  reaction.

Di Prophets and Kings hal. 675 Ellen White menulis, “…Dalam pekerjaan reformasi yang harus dilaksanakan hari ini, diperlukan orang-orang yang seperti Ezra dan Nehemia yang tidak mau menganggap enteng atau memaafkan dosa, maupun undur dari membela kehormataan Allah. Mereka yang memikul beban pekerjaan ini, tidak akan diam saja ketika ada perbuatan yang salah, juga mereka tidak akan menutupi kejahatan dengan tabir kasih yang palsu…”  Jadi apa yang telah dilakukan Protestantisme? Mereka mempraktekkan kasih yang palsu, mereka ingin disukai oleh dunia, dan tentu saja jika kita menegur dosa, apa yang terjadi? Akan ada reaksi oposisi.


One more quotation, Acts of the Apostles pg. 554  “…‘You must have charity!’ is the cry heard everywhere…”  especially from those who profess sanctification, “…however, true charity is too pure to cover an unconfessed sin. While we are to love souls for whom Christ died, we are to make no compromise with evil. We are not to unite with the rebellious and call this charity. God requires His people in this age of the world to stand for the right and as unflinchingly as did John the Apostle in opposition to soul destroying errors…” quite explicit isn't it? 

Satu pernyataan lagi dari Acts of the Apostles hal. 554, “…‘Kamu harus punya kasih!’ adalah seruan yang terdengar di mana-mana…”  terutama dari mereka yang mengaku sudah memiliki kekudusan, “…namun, kasih sejati itu terlalu murni untuk menutupi dosa yang tidak diakui. Sementara kita harus mengasihi jiwa-jiwa yang bagi mereka Kristus sudah mati, kita tidak boleh berkompromi dengan kejahatan. Kita tidak boleh bersatu dengan mereka yang memberontak dan menyebut ini kasih. Allah menuntut umatNya di zaman ini untuk berdiri teguh demi kebenaran, sekokoh yang dilakukan Rasul Yohanes dalam menentang kesalahan-kesalahan yang membinasakan jiwa…”  cukup eksplisit, bukan? 


But there's a third way in which Protestantism will merge with the Papacy and that is coming together on common points of doctrine. Let me just read you a couple of statements from the writings of Ellen White, Great Controversy page 444, “…The wide diversity of belief in the Protestant churches is regarded by many as decisive proof that no effort to secure a forced uniformity can ever be made. However, there has been for years, in the churches of the Protestant faith, a strong and growing sentiment in favor…” listen carefully now,  “…in favor of a union based upon common points of doctrine…”  now, what has to happen in order to unite on common points of doctrine? She explains, “…To secure such a union, the discussion of subjects upon which all were not agreed, however important they might be from a Bible standpoint,  must necessarily be waived…”  Now, let's talk about only the points that unite us, not the points that divide us.
Page 445 the very next page, Ellen White wrote,  “…When the leading churches of the United States uniting upon such points of doctrine as  are held by them in common, shall influence the state to enforce their decrees and to sustain their institutions, then Protestant America will have formed an image of the Roman hierarchy, and the infliction of civil penalties upon dissenters, will inevitably result…” 

Tetapi ada cara ketiga bagaimana Protestantisme akan menyatu dengan Kepausan dan itu ialah bersatu dalam poin-poin doktrin yang sama. Izinkan saya membacakan dua pernyataan dari tulisan Ellen White, Great Controversy hal. 444, “…Lebarnya perbedaan dalam keyakinan di antara gereja-gereja Protestan, dianggap oleh banyak orang sebagai bukti yang menentukan bahwa upaya untuk mendapatkan keseragaman yang dipaksakan, tidak akan pernah terjadi. Namun begitu, selama bertahun-tahun di dalam gereja-gereja Protestan, semakin berkembang suatu sentimen yang kuat ke arah…”  dengarkan baik-baik sekarang, “…ke arah pembentukan suatu persatuan yang berdasarkan poin-poin doktrin yang sama…”  Nah, apa yang harus terjadi agar bisa bersatu dalam poin-poin doktrin yang sama? Ellen White menerangkan,    “…Untuk mencapai persatuan seperti ini, diskusi tentang topik-topik yang tidak disetujui oleh semua, betapa pun pentingnya dari sudut pandang Alkitab, harus ditinggalkan.” Nah, mari kita bicara hanya tentang poin-poin yang mempersatukan kita, bukan poin-poin yang memisahkan kita.
Hal. 445, halaman berikutnya, Ellen White menulis,   “…Ketika gereja-gereja terkemuka di Amerika Serikat,  bersatu dalam poin-poin doktrin mereka yang sama, lalu mempengaruhi negara untuk menjalankan keputusan-keputusan mereka dan mendukung institusi-institusi mereka, maka Amerika Protestan telah membentuk patung hierarki Roma, dan akibat yang tidak terelakkan ialah pemberlakukan hukuman sipil atas mereka yang tidak menurut.”


So what are the doctrines that Protestants ~ most Protestant churches ~ have in common with the Papacy? Do you think that they're going to argue over infant baptism? No, that's too controversial.  How about confessing your sins to a priest? Too controversial. How about the idea that when you're in communion you’re actually eating the body and blood of Christ? Too controversial. There are two doctrines that the Papacy and Protestants have in common and those two doctrines are the sanctity of Sunday and the immortality of the soul. And Ellen White has written that upon these two doctrines which Protestants and Catholics have in common, the union will come.

Jadi doktrin-doktrin Protestan ~ kebanyakan gereja-gereja Protestan ~ yang mana yang sama dengan Kepausan? Menurut kalian apakah mereka akan berdebat tentang pembaptisan bayi? Tidak, itu terlalu kontroversial. Bagaimana dengan mengaku dosa kepada seorang imam? Terlalu kontroversial. Bagaimana dengan konsep bahwa dalam upacara komuni (Perjamuan Kudus) orang benar-benar sedang makan tubuh dan darah Kristus? Terlalu kontroversial. Ada dua doktrin di mana Kepausan dan Protestan memiliki persamaan, dan kedua doktrin tersebut ialah, kekudusan hari Minggu dan kebakaan jiwa. Dan Ellen Whie menulis, di atas kedua doktrin inilah di mana Protestan dan Katolik memiliki persamaan, persatuan itu akan tercapai.


And by the way Protestants separated from the Papacy, the Papacy refers to this to the Protestants as the daughters, the alienated daughters; but unfortunately the daughters when they left the mother did not leave everything relating to the mother and so she will come back. Protestantism will come back to the mother.

Nah, Protestan telah memisahkan diri dari Kepausan. Kepausan menyebut ini, menyebut Protestan sebagai anak-anak perempuannya, anak-anak perempuan yang telah menjauhkan diri. Tetapi sayangnya, anak-anak perempuan ini ketika meninggalkan ibu mereka, tidak meninggalkan semua yang berkaitan dengan si ibu, maka dia akan kembali. Protestantisme akan kembali ke ibunya.


Now,  much of Protestantism today has forsaken the Bible as the absolute standard of truth, and  Protestantism has become liberal, politically correct, redefining truth and error in the light of tradition and not the Scriptures. What the Papacy did during the 1260 years by forbidding the Bible, today it does by undermining the authority of the Bible.  
Let me just read you a couple of statements from Ellen White, these are long statements but they compare what the Papacy did with the Bible during the 1260 years and what is happening today.  Our authority is in this book (the Bible), if our authority is culture, feelings, emotion, tradition, or any of those standards, we’re sunk. We must stand by this Word. Notice  what she wrote about the Papacy forbidding the Bible during the 1260 years, kept people in ignorance.
Great Controversy pg. 51 “…Satan well knew that the Holy Scriptures would enable men to discern his deceptions and withstand his power. It was by the Word that even the Savior of the world had resisted his attacks. At every assault Christ presented the shield of eternal truth saying ‘It is written’. To every suggestion of the adversary He opposed the wisdom and power of the Word. In order for Satan to maintain his sway over men and establish the authority of the Papal usurper, he must keep them in ignorance of the Scriptures. The Bible would exalt God and place finite men in their true position, therefore the sacred truths of the Bible must be concealed and suppressed. The Roman Church adopted this logic, for hundreds of years the circulation of the Bible was prohibited, the people were forbidden to read it or to have copies in their homes, and unprincipled priests and prelates interpreted its teachings to sustain their pretensions. Thus the Pope came almost universally to be acknowledged as the vicegerent of God on earth, endowed with authority over church and state. The detector of error having been removed, Satan worked according to his will…”
Are you catching the picture? By forbidding the Bible is the way that Satan could deceive people because the people had no way of discerning his counterfeit or his deceptions, because the Bible unmasks his deceptions.

Nah, banyak Protestantisme hari ini telah meninggalkan Alkitab sebagai standar kebenaran yang mutlak, dan Protestantisme telah menjadi liberal, benar secara politis (= tidak menimbulkan gejolak dengan menunjukkan kesalahan), mendefinisikan kembali yang benar dan yang salah berdasarkan tradisi dan bukan Firman Allah. Apa yang dilakukan Kepausan selama 1260 tahun dengan melarang Alkitab, hari ini dilakukan Protestantisme dengan merongrong autoritas Alkitab.
Saya akan membacakan dua pernyataan dari Ellen White, ini adalah pernyataan-pernyataan yang panjang, tetapi mereka membandingkan apa yang dilakukan Kepausan pada Alkitab selama 1260 tahun dan apa yang sedang terjadi hari ini. Autoritas kita ada pada Buku ini (Alkitab). Andai autoritas kita itu kebudayaan, perasaan, emosi, tradisi atau standar apa pun, celakalah kita. Kita harus berdiri teguh di atas Firman ini. Simak apa yang ditulis Ellen White tentang Kepausan melarang Alkitab selama 1260 tahun, itu menyebabkan umat tidak tahu apa-apa.
Great Controversay hal. 51,  “…Setan sangat tahu Kitab Suci akan memampukan manusia melihat penipuannya dan bertahan menentang kuasanya. Berdasarkan Firman Allah-lah bahkan Sang Juruselamat dunia telah bertahan terhadap serangan-serangannya. Pada setiap serangan, Kristus mengajukan perisai kebenaran yang abadi, dengan berkata, ‘Ada tertulis’. Kepada setiap usul lawannya, Kristus melawan dengan hikmat dan kuasa Firman Allah. Agar Setan bisa mempertahankan kuasanya atas manusia dan menegakkan autoritas Kepausan yang mau merebut kuasa, Setan harus mempertahankan agar manusia tetap tidak tahu apa-apa tentang Firman Allah. Alkitab akan meninggikan Allah dan menempatkan manusia yang fana di posisinya yang sebenarnya, oleh karena itu kebenaran yang sakral dari Alkitab harus disembunyikan dan ditutupi. Gereja Roma Katolik mengadopsi logika ini, selama ratusan tahun Alkitab dilarang beredar, rakyat dilarang membacanya atau memiliki salinannya di rumah mereka sendiri, dan imam-iman serta uskup-uskup yang curang menafsirkan ajaran-ajaran Alkitab untuk mendukung kepalsuan mereka. Maka, Paus nyaris secara universal diakui sebagai vigegerent (wakil) Allah di bumi, dipenuhi oleh kuasa atas gereja dan negara. Dengan telah disingkirkannya alat yang mendeteksi kesalahan, Setan bisa bekerja sesuka hatinya…”  
Apakah kalian menangkap gambarannya? Dengan melarang Alkitab adalah cara supaya Setan bisa menipu manusia, karena manusia tidak punya cara untuk melihat kepalsuannya atau kebohongannya, karena yang bisa membuka kedok penipuannya ialah Alkitab.


Now, can the Devil today forbid the reading of the Bible? No! We live in the age of the internet. People have so many different versions of the Bible, the Papacy could never say, “You can't have a Bible.” You know there's this view that during the time of trouble we better memorize Scripture because the Bibles will be forbidden. That's not the Devil's method at the end of time.  At the end of time the Devil will do what he did by forbidding Bible, he will do it by undermining the authority of the Bible. And this is where I bring the second statement Great Controversy pg. 572, listen carefully, “…A day of great intellectual darkness has been shown to be favourable to the success of the Papacy…” what was the success of the Papacy? A great what? A day of great intellectual darkness. Why intellectual darkness? Because the Bible is light, “Thy Word is a light… and a lamp…” so where the light and the lamp isn't, there is what? Darkness.  So “…A day of great intellectual darkness has been shown to be favourable to the success of the Papacy. It will yet be demonstrated that a day of great intellectual light is equally favorable for its success. In past ages…”  now she explains how it's going to happen, “…in past ages when men were without God's Word and without the knowledge of the truth, their eyes were blindfolded and thousands were ensnared, not seeing the net spread for their feet. In this generation there are many whose eyes become dazzled by the glare of human speculations, science falsely so called, they discern not the net and walked into it as readily as if blindfolded. God designed that man's intellectual powers should be held as a gift from His maker and should be employed in the service of truth and righteousness. But when pride and ambition are cherished, and men exalt their own theories above the Word of God, then intelligence can accomplish greater harm than ignorance…”  Powerful statement. “…Thus the false science of the present day…” listen carefully, “…Thus the false science of the present day which undermines faith in the Bible, will prove as successful in preparing the way for the acceptance of the Papacy, with its pleasing forms as with the withholding of knowledge in  opening the way for its aggrandizement in the Dark Ages…”   So it's the same to forbid the Bible as to undermine its authority, because human beings consider themselves more intelligent than the Bible. 

Nah, bisakah Iblis hari ini melarang orang membaca Alkitab? Tidak! Kita hidup di zaman internet. Ada begitu banyak versi Alkitab yang berbeda, Kepausan tidak akan bisa berkata, “Kamu tidak boleh punya Alkitab.” Kalian tahu, ada pandangan bahwa sebaiknya kita menghafal Firman Tuhan karena selama masa kesusahan Alkitab akan dilarang. Itu bukan cara Iblis pada masa akhir zaman. Pada masa akhir zaman, Iblis akan melakukan apa yang pernah dilakukannya dengan melarang Alkitab, tetapi dia akan melakukannya dengan merongrong autoritas Alkitab. Dan di sinilah saya akan memperkenalkan pernyataan yang kedua, Great Controversy hal. 572, dengarkan baik-baik, “…Suatu masa kegelapan inteltual yang sangat parah telah ditunjukkan, yang mendukung keberhasilan Kepausan…”  apa yang mendukung Kepausan berhasil? Suatu apa yang parah?  “…Suatu masa kegelapan inteltual yang sangat parah…”  mengapa kegelapan intelektual? Karena Alkitab itu Terang, “FirmanMu itu terang… dan pelita…” jadi, di mana tidak ada terang dan pelita, yang ada apa? Kegelapan. Jadi, “…Suatu masa kegelapan inteltual yang sangat parah telah ditunjukkan, yang mendukung keberhasilan Kepausan. Masih akan didemonstrasikan, suatu masa terang intelektual yang besar akan sama menguntungkan bagi keberhasilannya. Di masa-masa lampau…”  sekarang Ellen White menjelaskan apa yang akan terjadi,   “…Di masa-masa lampau ketika manusia hidup tanpa Firman Allah, dan tanpa pengetahuan tentang kebenaran, mata mereka tertutup dan ribuan orang terjerat, karena tidak melihat jaring yang ditebarkan bagi kaki mereka. Di generasi ini ada banyak yang matanya dibutakan oleh silaunya spekulasi manusia, yang dikenal dengan sebutan sains. Mereka tidak melihat jaring itu dan tanpa ragu masuk ke dalamnya sama seolah-olah mata mereka ditutup. Allah telah merancang, kemampuan intelektual manusia harus dianggap sebagai karunia dari Penciptanya dan harus dipakai untuk pelayanan dalam kebenaran dan keadilan. Tetapi ketika kesombongan dan ambisi yang dipentingkan dan manusia meninggikan teori mereka sendiri di atas Firman Allah, maka inteligensia bisa menjadi bencana yang lebih besar daripada ketidaktahuan…”  Pernyataan yang keras.  “…Dengan demikian sains palsu zaman ini…”  dengarkan baik-baik, “…Dengan demikian, sains palsu zaman ini yang merongrong keyakinan pada Alkitab, akan terbukti sama berhasilnya dalam mempersiapkan jalan bagi diterimanya Kepausan dengan bentuknya yang menyenangkan, sebagaimana pembatasan pengetahuan membuka jalan bagi kejayaannya di Zaman Kegelapan…”  Jadi sama, melarang Alkitab sama seperti merongong autoritasnya, karena manusia menganggap diri sendiri lebih intelligen daripada Alkitab.


We're going to notice this afternoon, for example, the Papacy has fully embraced the theory of evolution. Pope Francis has said that the story in Genesis of the creation is  a symbolic story, that the universe came into existence by a Big Bang 13.8 billion years ago. Because who's going to believe that God has enough power to speak things into existence for six days in a world of sophistication like we know today?

Sore ini kita akan melihat, misalnya, bahwa Kepausan telah sepenuhnya menganut teori evolusi. Paus Francis telah mengatakan bahwa kisah di Kejadian tentang penciptaan itu adalah kisah yang simbolis, bahwa alam semesta ini terjadi oleh Big Bang 13.8 milyar tahun yang lalu. Karena di dunia yang canggih seperti yang kita kenal sekarang,  siapa yang akan percaya bahwa Allah punya cukup kuasa untuk bersabda selama enam hari dan benda-benda tercipta?


Now, one statement, actually two statements, as we close this morning. This afternoon we're going to delve more into how the Papacy has changed its talking points and why.
Ellen White wrote in Great Controversy  pg. 565 and 566, “…The Protestant churches are in great darkness…”  The Protestant churches are what? This is in her day, “…are in great darkness or they would discern the signs of the times. The Roman Church is far reaching in her plans and modes of operation. She is employing every device to extend her influence and increased her power in preparation for a fierce and determined conflict to regain control of the world, to reestablish persecution, and to undo all that Protestantism has done.  Catholicism is gaining ground upon every side, see the increasing number of her churches and chapels in Protestant countries, look at the popularity of her college and seminaries in America, so widely patronized by Protestants, look at the growth of ritualism in England and the frequent defections to the ranks of the Catholics. These things should awaken the anxiety of all who prize the pure principles of the gospel…” 

Sekarang, satu pernyataan lagi, sebenarnya dua pernyataan, sebagai penutup kita pagi ini. Sore nanti kita akan menggali lebih dalam tentang bagaimana Kepausan telah mengubah topik pembicaraannya dan mengapa.
Ellen White menulis di Great Controversy hal. 565-566 “…Gereja-gereja Protestan ada dalam kegelapan yang parah…”  gereja-gereja Protestan bagaimana? Dan itu di zaman dia  (Ellen White),   “…dalam kegelapan yang parah. Andaikan tidak, mereka akan bisa melihat tanda-tanda zaman. Gereja Roma Katolik sudah maju pesat dengan rencana-rencana dan modus operandinya. Dia memakai sarana apa pun untuk memperluas pengaruhnya dan menambah kekuatannya dalam mempersiapkan suatu konflik yang sengit dan serius, demi memenangkan kembali pengendalian dunia, demi menghidupkan kembali persekusi, dan untuk menihilkan semua yang telah dilakukan Protestantisme. Katolikisme sedang merangsak maju terus ke segala arah, lihat saja bertambahnya jumlah gereja-gereja dan kapel-kapel mereka di negara-negara Protestan. Lihat bagaimana populernya akademi-akademi pendidikan mereka dan seminari-seminari mereka  di Amerika, yang begitu banyak digunakan oleh orang-orang Protestan. Lihat pertumbuhan ritualisme di Inggris dan seringnya terjadi pembelotan ke barisan Katolik. Hal-hal ini seharusnya membangkitkan  kekhawatiran semua orang yang menghargai prinsip-prinsip Injil yang murni…”


I want to  mention one further thing and then read a closing short statement from the writings of Ellen White. The reason why Protestantism no longer fears the Papacy and does not discern how the Papacy is attempting to destroy Protestantism and to win over the support of the Socialist/Globalist powers of the world, is because Protestantism has forgotten its prophetic roots. You see the Reformers had no doubts that the Papacy was the Antichrist of Scripture, so they would have never united with the Papacy, because they studied prophecy and prophecy told them that the Little Horn, the Man of Sin, the Harlot of Revelation 17,  represents the Papacy. But to Roman Catholic scholars one by the name of Luis de Alcasar, right after the Protestant Reformation during the counter-Reformation, established a way of interpreting prophecy which is known as Preterism. It's the idea that the Antichrist prophecies were fulfilled in the past with a nasty individual called Antiochus Epiphanes who lived in 165 years before Christ, and the prophecies about the Beast in Revelation were fulfilled with the Roman emperors, that Nero was the Beast of Revelation 13. 
Liberal Protestant churches have embraced Preterism.  Liberal Protestant   churches  usually have the word “United” with them:  United Methodists, United Presbyterian, United Lutheran, United Church of Christ, those are a liberal wing of Protestantism, they are Preterists, they believe that the Antichrist prophecies were fulfilled with Antiochus Epiphanes, the earlier Roman emperors; and the Beast of revelation 13 was Nero, so it's just history.
Conservative Protestants like Pentecostals and Evangelicals embrace another method that  was established by another Roman Catholic scholar by the name of Francisco Rivera. He established Futurism.  It's the idea that the Antichrist prophecies have not been fulfilled yet, that at the very end of time a nasty individual is going to arise who is the Antichrist, he will blaspheme the God of heaven, he will rebuild the Jerusalem temple ~ by the way this will all happen after the rapture of the church. He will rebuild the Jewish temple, he will favor the Jews for three and a half years, then in the middle of the last week he'll turn against the Jews.  He'll build a gigantic image of himself, commit everybody to worship that image, and he will tattoo people on their foreheads or on their hand. Now who is that going to deceive? No one!

Saya mau mengatakan satu hal lagi, kemudian saya akan membacakan pernyataan singkat sebagai penutup dari tulisan Ellen White. Alasan mengapa Protestantisme tidak lagi takut pada Kepausan dan tidak melihat bagaimana Kepausan sedang berusaha menghancurkan Potestantisme dan memenangkan dukungan dari kuasa Sosialis/Globalis dunia, ialah karena Protestantisme telah melupakan akarnya yang telah dinubuatkan. Kalian lihat, para Reformator tidak punya keraguan bahwa Kepausan ialah Antikristus dalam Firman Allah, jadi mereka pasti tidak akan mau bersatu dengan Kepausan, karena mereka mempelajari nubuatan, dan nubuatan memberitahu mereka bahwa Tanduk Kecil, Manusia Durhaka, Pelacur Wahyu 17, melambangkan Kepausan. Tetapi bagi pakar-pakar Roma Katolik, yang seorang bernama Luis de Alcasar, begitu setelah muncul Reformasi Protestan, selama masa konter-Reformasi dia menciptakan suatu cara untuk menafsirkan nubuatan yang dikenal sebagai cara Preterisme. Konsepnya ialah bahwa nubuatan-nubuatan Antikristus sudah digenapi di masa lampau oleh seorang manusia yang memuakkan bernama Antiochus Ephiphanes yang hidup 165 tahunan sebelum Kristus; sedangkan nubuatan tentang Binatang Wahyu 13 digenapi oleh kaisar-kaisar Roma, bahwa kaisar Nero adalah Binatang Wahyu 13.
Gereja-gereja Protestan liberal menganut Preterisme. Gereja-gereja Protestan liberal biasanya memakai kata “United” (Bersatu) dalam nama mereka: United Methodist, United Presbyterian, United Lutheran, United Church of Christ, mereka ini adalah sayap liberal Protestantisme. Mereka adalah Preteris, mereka meyakini bahwa nubuatan tentang Antikristus sudah digenapi oleh Antiochus Ephiphanes, kaisar-kaisar Roma yang awal-awal; dan Binatang Wahyu 13 adalah Nero, jadi itu cuma sejarah.
Protestan konservatif seperti Pentakosta dan Evangelis, menganut cara yang lain yang dibuat oleh seorang pakar Roma Katolik yang lain yang bernama Francisco Rivera. Dia yang menciptakan metode Futurisme. Konsepnya ialah nubuatan-nubuatan Antikristus masih belum digenapi, bahwa pada ujung akhir masa, seorang individu yang memuakkan akan bangkit dan itulah Antikristus, dia akan menghujat Allah surga, dia akan membangun kembali bait suci Yerusalem ~ dan ketahuilah semua ini akan terjadi setelah gereja/jemaat diangkat ke surga ~ dia akan membangun kembali bait suci Yerusalem, dia akan berbaik hati kepada orang-orang Yahudi selama tiga setengah tahun, kemudian di tengah-tengah minggu yang terakhir dia akan berbalik memusuhi orang-orang Yahudi. Dia akan membangun sebuah patung dirinya yang besar sekali, mengharuskan semua orang  menyembah patung itu, dan dia akan merajah semua orang di dahi atau di tangan mereka. Nah, siapa yang akan tertipu oleh ini? Tidak ada!


And so Satan has been successful in getting Protestantism to look to the past for the fulfillment of Antichrist prophecies or to look to the future after the church has gone to heaven in the rapture for the fulfillment of prophecy, and meanwhile in Rome and in the United States prophecies are being fulfilled, and they can't see it because they're looking in the wrong place. Protestantism has forgotten its roots. The Adventist Church is the last hope, it is the last historicist Church in the world today, it is the church that has not forsaken its prophetic principles, the principle of historicism.

Jadi Setan sudah berhasil membuat Protestantisme memandang ke masa lampau untuk penggenapan nubuatan-nubuatan Antikristus, atau memandang ke masa depan setelah gereja diangkat ke surga untuk penggenapan nubuatan. Dan sementara itu di Roma dan di Amerika Serikat nubuatan-nubuatan sedang digenapi dan Protestantisme tidak bisa melihatnya karena mereka sedang memandang ke tempat yang salah. Protestantisme telah melupakan akarnya. Gereja Advent adalah harapan terakhir, dia adalah gereja historis terakhir di dunia sekarang, dia adalah gereja yang tidak meninggalkan prinsip-prinsip yang telah dinubuatkan, prinsip historisme.


The prophecy was fulfilled, some of them is being fulfilled, and soon will culminate with the second coming of Jesus Christ. Let us never forsake, folks, our roots. Let us never be embarrassed about our origins. The Adventist Church was born from a great disappointment, some people are embarrassed about that. Well, why should we be embarrassed? The whole Christian Church originated with a great disappointment, they expected Jesus to establish His earthly kingdom and their hopes were dashed, but then they studied prophecies and “Oh, no, He was going to die, and resurrect and go to intercede in heaven! Now we understand!”  Well, after 1844 The Adventist Church studied further, they discovered that instead of Jesus establishing His kingdom on earth, He entered a new phase of His ministry in the Most Holy place of the heavenly sanctuary. So if you're embarrassed about the origins of the Adventist Church you would certainly be embarrassed about the origins of the Christian Church.  Are you with me? 

Nubuatan (Antikristus) ada yang telah digenapi, ada yang sedang digenapi, dan tidak lama lagi akan memuncak dengan kedatangan kedua Yesus Kristus. Janganlah kita pernah meninggalkan akar kita, Saudara-saudara. Janganlah kita pernah malu dengan asal usul kita. Gereja Advent lahir dari kekecewaan yang besar, dan ada beberapa orang yang malu dengan hal itu. Nah, mengapa kita harus malu? Seluruh gereja Kristen bermula dari kekecewaan yang besar, mereka berharap Yesus mendirikan kerajaan duniawiNya, dan harapan mereka hancur berantakan. Tetapi kemudian mereka mempelajari nubuatan dan “Oh, bukan, Dia harus mati, dan bangkit, dan pergi ke Surga untuk menjadi perantara. Sekarang kami paham!” Nah, setelah 1844, gereja Advent belajar lagi, mereka mendapati bahwa Yesus bukannya mendirikan kerajaanNya di bumi, melainkan Dia memasuki fase baru dalam pelayananNya di bilik Maha Suci Bait Suci surgawi. Jadi kalau kalian malu dengan asal usul gereja Advent, kalian juga pasti malu dengan asal usul gereja Kristen. Apakah kalian mengikuti saya?


It's time, folks, that we get back to our roots and preach what we should be preaching: present truth. The world needs to know these things, people's hearts are failing them for fear because they see what's happening, though they can't explain it. They can't get a good night's sleep. They say, “Where is all this leading to?” We know! We have the message and I don't say that arrogantly.  We have the message that can bring peace. Jesus said, “In the world you'll have tribulation but … I've overcome the world.” [John 16:33].

Saudara-saudara, sudah waktunya kita kembali ke akar kita dan menyampaikan pekabaran yang seharusnya kita sampaikan: kebenaran masa kini. Dunia perlu tahu tentang hal-hal ini, hati manusia sedang menciut dalam ketakutan karena mereka melihat apa yang sedang terjadi, walaupun mereka tidak bisa menjelaskannya. Mereka tidak bisa tidur nyenyak, mereka berkata, “Semua ini akan membawa kita ke mana?”  Kita tahu! Kita memiliki pekabarannya, dan saya tidak mengatakan itu dengan sombong. Kita punya pekabaran yang bisa memberi damai. Yesus berkata, “…Dalam dunia kamu akan mengalami penderitaan, tetapi … Aku telah mengalahkan dunia." [Yohanes 16:33]


Let me read you one closing statement, a short one, I read this one last night, speaking about the Papacy, “…The Papacy changes its face but it does not change its substance…” You've all heard the story of the frog and the scorpion, right? You all know that story? So is there anybody who's never heard the story of the frog and the scorpion? Oh, there's two or three. Can I tell you the story? There was a frog and a scorpion on the edge of a river and the frog can swim but the scorpion can't. So the scorpion says to the frog, “Hey, I need to
go to the other side of the river, can I climb on your back and you can swim across so I can get across the river?” And the frog says, “Yeah, right! You get on my back you'll sting me and I'll die.”  And the scorpion said, “I would never do that. If I did that we’d both die. Let me please, let me get, let me get on your back, so I can cross the river.” “No, no, no, no!” the frog says, “I know you're going to sting me and I'm going to die.” And the scorpion once again says, “No, no, you're not going to die because why would I sting you? I would drown too.” So finally the frog is persuaded and he allows the scorpion to get on his back. He starts swimming across the river and when he gets to the middle of the river, tisss! the scorpion stings the frog. And as a frog is at the point of death, he says to the scorpion, “You promised, you told me that you were not going to sting me, and now I'm going to die. Why did you do this?”  And the scorpion said, “Because it's my nature.”  You catch the point?
Ellen White wrote in  Great Controversy  pg. 571,  “…It is part of her policy to assume the character which will best accomplish her purpose…” see, she used to attack Protestantism she used to attack Communism/Socialism. Now the world has changed so she needs to change too.  Not what she is, but her look.  “…It is part of her policy to assume the character which will best accomplish her purpose but beneath the variable appearance of the chameleon…” you know what a chameleon is? It's a lizard that changes colors according to the environment where the lizard is found, camouflage, “…but beneath the variable appearance of the chameleon she conceals the invariable venom of the serpent…”

Saya akan membacakan satu pernyataan penutup, pendek saja, saya sudah membacakan ini semalam, berbicara tentang Kepausan, “…Kepausan mengubah wajahnya tetapi dia tidak mengubah substansinya…”  Kalian semua sudah pernah mendengar cerita tentang seekor katak dan seekor kalajengking, bukan? Kalian semua tahu cerita itu? Jadi apakah ada yang belum pernah mendengar cerita tentang seekor katak dan seekor kalajengking? Oh, ada dua atau tiga orang. Bolehkah saya menceritakan cerita itu? Ada seekor katak dan seekor kalajengking di tepi sungai. Dan katak itu bisa berenang tetapi kalajengkingnya tidak bisa. Maka kalajengking itu berkata kepada si katak, “Hei, aku perlu ke seberang, bolehkah aku naik ke punggungmu dan kamu yang berenang ke seberang supaya aku bisa ke seberang sungai?” Dan katak itu berkata, “Yang bener aja! Kamu naik ke punggungku, kamu akan menyengat aku dan matilah aku.” Dan kalajengking itu berkata, “Aku sekali-kali tidak akan berbuat demikian. Kalau aku berbuat begitu, kita sama-sama akan mati. Izinkan aku, tolong, izinkan aku naik ke punggungmu supaya aku bisa ke seberang sungai.” “Tidak, tidak, tidak, tidak!” kata si katak, “Aku tahu kamu akan menyengat aku dan aku akan mati.” Dan kalajengking itu berkata sekali lagi, “Tidak, tidak, tidak, kamu tidak akan mati. Untuk apa aku menyengatmu? Kan aku juga akan tenggelam?” Maka akhirnya katak pun diyakinkan dan dia mengizinkan kalajengking naik ke punggungnya. Dia mulai berenang menyeberangi sungai. Dan ketika dia tiba di tengah-tengah sungai, tisss! Kalajegking menyengat si katak. Dan sementara katak itu sekarat, dia berkata kepada si kalajengking, “Kamu berjanji! Kamu bilang kamu tidak akan menyengat aku. Dan sekarang aku akan mati. Mengapa kamu berbuat begitu?” Dan kalajengking itu berkata, “Karena itu kodratku.” Apakah kalian menangkap poinnya?
Ellen White menulis di Great Controversi hal. 571, “…Adalah bagian dari kebijakannya untuk memerankan peranan yang paling cocok guna mencapai tujuannya…”  lihat, tadinya dia menyerang Protestantisme, tadinya dia menyerang Komunisme/Sosialisme. Sekarang dunia sudah berubah, maka Kepausan harus berubah juga. Bukan mengubah siapa dirinya, melainkan mengubah penampilannya. “…Adalah bagian dari kebijakannya untuk memerankan peranan yang paling cocok guna mencapai tujuannya, tetapi di bawah penampilan seekor bunglon yang berubah-ubah …”  kalian tahu bunglon itu apa? Itu seekor kadal yang berubah warnanya sesuai lingkungan di mana dia berada, kamuflase, …tetapi di bawah penampilan seekor bunglon yang berubah-ubah, dia menyembunyikan bisa ular yang tidak pernah berubah.”


So this afternoon we will continue under the title “Frances the Socialist”, we're going to see that there is war in the Roman Catholic Church right now. The Jesuits have declared war on the Papacy.  The Jesuits are the ones that have led the Catholic Church to change its talking points in order to overcome Protestantism and in order to get the global powers to unite with the Papacy.   So don't miss the next exciting episode.

Let's pray.

Jadi sore ini kita akan melanjutkan dengan judul “Francis the Socialist”, kita akan melihat sekarang ini lagi ada perang dalam gereja Roma Katolik. Para Jesuit telah mengumumkan perang terhadap Kepausan.  Kelompok Jesuit adalah mereka yang telah membimbing gereja Katolik mengubah topik pembicaraannya untuk mengalahkan Protestantisme dan  membuat kekuasaan global dunia bergabung dengan Kepausan. Jadi jangan melewatkan episode yang menarik ini.

Mari kita berdoa.






28 04 20