Thursday, September 14, 2023

EPISODE 06/32 ~ THE FINAL GENERATION ~ THE NATURE OF SIN ~ AKEEM JAMES

 

THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM

Part 06/32 – Akeem James

THE NATURE OF SIN

https://www.youtube.com/watch?v=dJEa-DFBFVM&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=6

 

 

Dibuka dengan doa

 

The first section we're going to talk about, as we consider this subject of “the bent defined  and the victory” covering the nature of sin, is death and sin. When looking at the subject of salvation, and how it occurs in one's life, it is pivotal to first understand the definition that is given in the Word of God as it concerns sin itself. How we understand the nature of sin determines our understanding of soteriology, or as we would call it “the study of salvation”. Our understanding on whether we are born sinners or not, hinges upon our understanding of sin's definition. It will also help us to understand whether we are condemned based on the sinful nature which we all possess, or if our condemnation is connected solely to our choices.

 

Bagian pertama yang akan kita bicarakan saat kita membahas tentang topik “penjelasan tentang kecenderungan dan kemenangan” mengenai sifat alami dosa, ialah kematian dan dosa. Bila kita melihat ke topik keselamatan dan bagaimana itu terjadi dalam kehidupan seseorang, sangatlah penting untuk mengerti lebih dulu definisi yang diberikan Firman Allah mengenai dosa itu sendiri. Bagaimana kita memahami sifat alami dosa menentukan pemahaman kita tentang soteriologi, atau yang kita sebut “ilmu tentang keselamatan”. Pengertian kita mengenai apakah kita terlahir berdosa atau tidak, tergantung sepenuhnya pada pengertian kita tentang definsi dosa. Itu juga akan membantu kita memahami apakah kita dihakimi berdasarkan sifat berdosa alami  yang dimiliki kita semua, atau apakah penghakiman kita terkait hanya kepada pilihan-pilihan kita.

 

 

The first text that we will go to so that we can gain an acute understanding on this subject is  Ezekiel 18:20. Now  Ezekiel 18:20 is usually used to help us to gain a greater understanding as it concerns what happens when we die, but today we're going to look at it in light of the subject of the nature of sin itself. The Bible states there, 20 The soul that sinneth, it shall die. The son shall not bear the iniquity of the father, neither shall the father bear the iniquity of the son: the righteousness of the righteous shall be upon him, and the wickedness of the wicked shall be upon him.”

Notice the text states “the soul” or individual “who sins will die”. We understand this dying to be a reference to eternal death or loss. It is synonymous to the one who perishes in John 3:16. The children are not blamed for the sins of their fathers nor vice versa. However, some may look at this text and remember a segment of the second Commandment which states ~ and this is found in Exodus 20:5 ~ and it  states there concerning the prohibition of worshiping graven images, the following, 5 Thou shalt not bow down thyself to them, nor serve them…” why?  “…for I the LORD thy God am a jealous God, visiting the iniquity of the fathers upon the children…” get this  “…unto the third and fourth generation of them that hate me.”

Now while the text seems to indicate that God visits or contextually judges the children for the sins of their ancestors, it is the exact opposite.  An understanding of both the history of the Israelites and the Canaanites gives us our answer. What God is really seeking to portray in this section of the second Commandment is not that He judges present generations for the sins of past generations, but rather that He judges present generations in relation to the sins of their forefathers because they (the present generation) continue to do or practice those very same sins. It was because over a 400 year time span the Canaanite descendants perpetuated the abominations of previous generations that God judged them, and their probationary period of repentance closed. If this is the true reading of Exodus 20:5 then it matches perfectly with  Ezekiel 18:20, friends. In other words, the soul in the case of Exodus 20:5 the Israelite that chooses to do the same sins of previous generations, will be judged not because his or her father did it, but because he or she that soul sinned that very same sin in their lifetime. This is the understanding of what we would term hereditary tendencies which are given into and cultivated, tendencies to sin. Each generation within their generation cultivated sin in their own lives, and we'll see this as we continue reading.

 

Ayat pertama yang akan kita lihat supaya kita bisa mendapatkan pemahaman yang akurat tentang topik ini ialah Yehezkiel 18:20. Nah biasanya Yehezkiel 18:20 dipakai untuk membantu kita mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai apa yang terjadi ketika kita mati, tetapi hari ini kita akan menyimaknya sehubungan dengan topik sifat alami dosa itu sendiri. Alkitab menulis, 20 Jiwa (= orang) yang berbuat dosa, itu yang akan mati. Si anak tidak akan menanggung kesalahan ayahnya; begitu juga si ayah tidak akan menanggung kesalahan anaknya. Kebenaran orang benar akan diperhitungkan atasnya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya…” 

Simak ayat ini menulis   “…Jiwa…”  atau individu   “…yang berbuat dosa, itu yang akan mati…” Kita paham kematian ini mengacu kepada kematian kekal atau musnah selamanya. Ini sinonim dengan mereka yang “binasa” di Yohanes 3:16. Anak-anak tidak dipersalahkan untuk dosa bapak-bapak mereka, maupun sebaliknya. Namun begitu, ada yang melihat ayat ini dan ingat satu bagian dari Perintah Kedua yang menyatakan ~ dan ini ada di Keluaran 20:5 ~ dan itu menyatakan di sana tentang larangan menyembah patung, sbb.: “…5 Jangan engkau sujud menyembah kepada mereka, atau melayani mereka…”  mengapa? “…sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan dosa bapak-bapak ke atas anak-anak,…” simak ini, “…hingga ke keturunan yang ketiga dan keempat dari mereka yang membenci Aku.”

Nah, sementara ayat ini sepertinya mengindikasikan bahwa Allah mendatangi atau menghakimi anak-anak untuk dosa leluhur mereka, tetapi sebenarnya justru sebaliknya. Suatu pemahaman tentang sejarah bangsa Israel dan bangsa Kanaan memberikan jawabannya kepada kita. Apa yang sesungguhnya mau digambarkan Allah di bagian ini dari Perintah yang Kedua bukanlah bahwa Dia menghakimi generasi yang sekarang untuk dosa-dosa generasi-generasi yang lampau, melainkan Allah menghakimi generasi yang sekarang sehubungan dengan dosa-dosa leluhur mereka karena mereka (generasi yang sekarang) meneruskan berbuat atau mempraktekkan dosa-dosa yang sama itu. Itu karena selama jangka waktu yang lebih dari 400 tahun keturunan bangsa Kanaan melestarikan kekejian-kekejian dari generasi-generasi sebelumnya, sehingga Allah menghakimi mereka, dan masa percobaan mereka, waktu mereka untuk bertobat, ditutup. Jika inilah makna sebenarnya dari Keluaran 20:5, maka ini selaras sepenuhnya dengan Yehezkiel 18:20, teman-teman. Dengan kata lain, jiwa (= orang) yang disebutkan di Keluaran 20:5, yaitu bangsa Israel yang memilih untuk melakukan dosa-dosa yang sama dari generasi-generasi sebelumnya, akan dihakimi bukan karena bapaknya yang melakukan dosa itu, tetapi karena dia sendiri, orang itu sendiri yang melakukan dosa yang sama dalam hidupnya. Inilah pemahaman dari apa yang kita sebut kecenderungan yang diwariskan, yang diberikan dan dikembangkan, kecenderungan untuk berbuat dosa. Setiap generasi di zamannya sendiri mengembangkan dosa dalam kehidupan mereka sendiri, dan ini akan kita lihat dengan melanjutkan membaca pelajaran ini.

 

 

The same idea is further echoed in the New Testament in Romans 5:12 and it reads there, 12 Wherefore, as by one man…” speaking about Adam  “…sin entered into the world, and death by sin; and so death passed upon all men…” notice the reason why, we mentioned this in our previous panel discussion,  “…for…”  or because “…that all have sinned.”

You would think that the verse would have ended by saying “death passed upon all men because Adam sinned”,  rather the text points to the powerful reality that men and women can experience the wages of sin which is eternal death,  because they themselves choose to sin. Therefore, we are not judged or condemned because of Adam's sin, friends, but rather because we choose or chose to follow Adam's example.

The powerful thought is that everything else in Romans 5 from verse 12 onwards must be read through the lens of verse 12. For example it states in verse 17,17 For if by one man's offence death reigned by one; much more they which receive abundance of grace and of the gift of righteousness shall reign in life by one, Jesus Christ.”

 

Konsep yang sama selanjutnya digemakan di Perjanjian Baru di Roma 5:12 dan ditulis di sana, 12 Sebab itu, sebagaimana karena satu orang…”  bicara tentang Adam,  “…dosa telah masuk ke dalam dunia, dan kematian oleh dosa; maka kematian terjadi pada semua orang,…”  simak apa alasannya, kami sudah menyebut ini dalam diskusi panel yang lalu, “…karena semua telah berbuat dosa…” 

Kita sangka ayat ini berakhir dengan mengatakan “…kematian terjadi pada semua orang,  karena Adam telah berbuat dosa, tetapi malah ayat ini menujuk ke kenyataan yang jelas bahwa manusia bisa mengalami upah dosa yang adalah kematian kekal, karena mereka sendiri memilih untuk berbuat dosa. Oleh karena itu, kita bukan dihakimi atau dihukum karena dosa Adam, teman-teman, melainkan karena kita memilih atau telah memilih untuk mengikuti jejak Adam.

Konsep yang kuat ialah segala sesuatu di Roma pasal 5 mulai dari ayat 12 dan seterusnya harus dibaca melalui pemahaman ayat 12. Misalnya di ayat 17 dikatakan,  “…17 Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa melalui satu itu, lebih-lebih mereka yang menerima kelimpahan rahmat dan karunia pembenaran, akan berkuasa dalam hidup melalui Satu, yaitu Yesus Kristus.”

 

 

Now some might say, you see the texts shows that death reigned over all men because of Adam's transgression. While it looks this way at first, this is why verse 12 is important. Two things are revealed in this verse:

1.    the death being referred to here is not the temporal death of this life,

but eternal death itself. The way that we know this is because the death of verse 17 is in contrast to the life which we shall reign in with Jesus Christ. This life is mentioned at the end of verse 17. Revelation 5:10 refers to this eternal life when it says, 10 And hast made us unto our God kings and priests: and we shall reign on the earth.” Notice the text states “we shall reign on the earth”, the idea being communicated, is that the time of the saints reigning on earth is yet future; we know that future to be after the millennium period, when Jesus states that “the meek will inherit the earth” (Matthew 5:5).

2.    If we read verse 17 through the lens of verse 12,

what verse 17 is really saying is that by one man (Adam)'s offense death reigned because everyone after Adam ~ if we're reading it in context of verse 12 ~ chose to follow in Adam's footsteps, they chose to follow his example.

3.    Another thing too is that if the life being referenced at the end of verse 17 is eternal life, friends,

then we know that eternal life is not just passed on, right? Eternal life when it comes to eternal life, it does not just go from one generation to the next. Eternal life while given as a gift, the individual who gets it must first choose to receive it.  Hence the latter part of verse 17 states,  “…much more they which receive abundance of grace and of the gift of righteousness shall reign in life by one, Jesus Christ.” Therefore, the reception of eternal life or eternal death comes upon the basis of one choosing one or the other, if that makes sense.

 

Nah, ada yang mungkin berkata, kalian lihat ayat-ayat itu menunjukkan bahwa maut berkuasa atas semua manusia karena pelanggaran Adam.  Sementara tampaknya seakan-akan memang demikian pada mulanya, itulah mengapa ayat 12 itu penting. Ada dua hal yang diungkapkan oleh ayat ini.

1.    Kematian yang dimaksud di sini bukanlah kematian sementara di kehidupan yang sekarang ini,

melainkan kematian kekal itu sendiri. Kita mengetahui ini karena kematian di ayat 17 dibandingkan dengan hidup di mana manusia akan berkuasa bersama Yesus Kristus. Hidup ini disebutkan di bagian akhir ayat 17. Wahyu 5:10 mengacu pada hidup kekal ini ketika dikatakan, 10 Dan telah membuat kami menjadi raja-raja dan imam-imam bagi Allah kita, dan kami akan memerintah sebagai raja di bumi…”  Simak ayat ini menyatakan,  “…kami akan memerintah sebagai raja di bumi…”  konsep yang disampaikan ialah waktu orang-orang kudus berkuasa di dunia itu masih di masa depan, dan kita tahu masa depan itu ialah setelah periode Millenium, di mana Yesus berkata, “…orang-orang yang ikhlas menerima apa pun… akan mewarisi bumi. (Matius 5:5).

2.    Jika kita membaca ayat 17 melalui konteks ayat 12,

apa yang sesungguhnya dikatakan ayat 17 ialah, karena pelanggaran satu orang (Adam), kematian berkuasa karena setiap manusia setelah Adam ~ jika kita membacanya dalam konteks ayat 12 ~ memilih untuk mengikuti jejak Adam, mereka memilih mengikuti contohnya.

3.    Hal yang lain juga ialah jika hidup yang dimaksud pada akhir ayat 17 itu hidup kekal, teman-teman,

maka kita tahu bahwa hidup kekal tidak diwariskan begitu saja, bukan? Hidup kekal tidak begitu saja menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Walaupun hidup kekal diberikan sebagai pemberian, individu yang menerimanya harus lebih dulu memilih untuk mau menerimanya. Karena itu bagian akhir ayat 17 menyatakan,  “lebih-lebih mereka yang menerima kelimpahan rahmat dan karunia pembenaran, akan berkuasa dalam hidup melalui Satu, yaitu Yesus Kristus…” Oleh karena itu penerimaan hidup kekal atau kematian kekal itu berdasarkan seseorang memilih yang satu atau yang lain, jika itu masuk akal.  

 

 

Verse 18 is another verse that is commonly used to propagate the idea that the judgment comes upon all because of Adam's transgression. The verse states, 18 Therefore as by the offence of one judgment came upon all men to condemnation; even so by the righteousness of One the free gift came upon all men unto justification of life.”

Notice that in the King James Bible the words “judgment came” and “the free gift” are both italicized, which means they were supplied they're not in the original. When the verse is read without these phrases it connects and easily agrees with the context in which we are reading verse 18. Verse 18 would then read as follows,18 Therefore as by the offence of one, judgment came upon all men to condemnation; even so by the righteousness of one the free gift came upon all men unto justification of life.”

 

Ayat 18 adalah ayat yang lain yang biasanya dipakai untuk menyebarkan konsep bahwa penghakiman datang kepada semua karena pelanggaran Adam. Ayat itu berkata, 18 Sebab itu, sebagaimana oleh pelanggaran satu orang, penghakiman datang ke atas semua orang menuju penghukuman; demikian pula oleh kebenaran Satu, pemberian cuma-cuma datang ke atas semua orang menuju pembenaran kepada hidup..”

Simak di terjemahan KJV, kata  penghakiman datangdan  pemberian cuma-cuma datang sama-sama dicetak dengan huruf miring, yang berarti mereka ditambahkan, mereka tidak ada di naskah salinan yang asli. Bila ayat ini dibaca tanpa kata-kata tersebut, itu menyambung dan serasi dengan konteks yang sedang kita baca, ayat 18. Maka ayat 18 akan berbunyi sbb. 18 Sebab itu, sebagaimana oleh pelanggaran satu orang, penghakiman datang ke atas semua orang menuju penghukuman; demikian pula oleh kebenaran Satu, pemberian cuma-cuma datang ke atas semua orang menuju pembenaran kepada hidup.

 

 

So what we are seeing here is exactly what we saw in verses 12 and 17. The offense of one (Adam) resulted in the condemnation of all. Why? Verse 12 tells us, because “all have sinned”, right? All men choose to follow or chose to follow Adam's example, therefore condemnation comes to them not because of Adam's sin, but their own. Their own sins, friends, brought this condemnation.

 

Jadi apa yang kita lihat di sini itu persis apa yang kita lihat di ayat 12 dan 17.  Kesalahan satu orang (Adam) mengakibatkan semua kena hukuman. Mengapa? Ayat 12 mengatakan ”karena semua telah berbuat dosa”, benar? Semua orang memilih atau telah memilih untuk mengikuti jejak Adam, oleh karena itu hukuman datang kepada mereka bukan karena dosa Adam, melainkan dosa mereka sendiri. Dosa mereka sendiri, teman-teman, yang mendatangkan hukuman ini.

 

 

Some will also look at the latter part of verse 18, and state that by the righteousness of life of Jesus, of Christ, all are justified, probably some of you have heard of this teaching; for it states,  ”…even so by the righteousness of one (Jesus) upon all men unto justification of life.”

But we read who the “all” is or are,  who receive the justification or righteousness that leads to life; specifically in verse 17, and it states there, “…much more they which receive (1) abundance of grace and (2) of the gift of righteousness, shall reign in life by One, Jesus Christ.”

Therefore who are the “all” who are condemned? It is particularly those who chose sin and followed Adam's example.

Who are the “all” that are justified unto life? None other than those who chose to receive the righteousness of Christ, which results in eternal life.

 

Ada juga orang-orang yang melihat ke bagian belakang ayat 18 dan menyatakan bahwa melalui kebenaran hidup Yesus, hidup Kristus, semua dibenarkan. Mungkin ada dari kalian yang telah mendengar doktrin ini, karena dikatakan  “demikian pula oleh kebenaran Satu, (Yesus), semua orang menuju pembenaran kepada hidup”. 

Tetapi kita simak siapakah    “semua”  yang dimaksud, yang menerima pembenaran atau yang dibenarkan, yang membawa kepada hidup; terutama yang di ayat 17, dan dikatakan di sana,  “…lebih-lebih mereka yang menerima (1) kelimpahan rahmat  dan  (2) karunia pembenaran, akan berkuasa dalam hidup melalui Satu, yaitu Yesus Kristus…”  Oleh karena itu siapakah “semua”  yang dihukum? Khususnya mereka yang memilih untuk berbuat dosa dan mengikuti jejak Adam.

Siapakah    “semua”  yang mendapat pembenaran kepada hidup? Tidak lain adalah mereka yang memilih untuk menerima kebenaran Kristus, yang membawa kepada hidup kekal.

 

 

No doubt by receiving the righteousness of Jesus we receive also the power to follow His example, right? Hence by this contextual analysis, we understand what verse 19 means when it then says, 19 For as by one man's disobedience many were made sinners, so by the obedience of One shall many be made righteous.”

 

Tidak diragukan lagi, dengan menerima kebenaran Yesus kita juga menerima kuasa untuk mengikuti teladanNya, benar? Dengan demikian melalui analisa kontekstual ini kita memahami apa makna ayat 19 ketika dikatakan, 19 Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang, banyak telah dijadikan orang-orang berdosa; maka oleh ketaatan Satu, banyak yang akan dijadikan benar.’

 

 

What we saw earlier had nothing to do with being made a sinner by birth. Notice the text doesn't say that. The antithesis is also true,  no one is made ~ and we notice ~ no one is made righteous by birth either. Many were made sinners according to verses 12 through 17 by choice and many were made righteous by the same thing, choice. Even the new birth comes upon the condition of receiving Christ into the heart. Both the choice to sin and the choice to receive the righteousness of the Son of God is ours.

 

Apa yang kita simak sebelumnya menyatakan tidak ada yang dikaitkan dengan dijadikan berdosa pada saat dilahirkan. Simak bahwa ayat itu tidak berkata demikian. Kebalikannya juga benar, tidak ada orang yang dijadikan ~ dan kita simak ~ tidak ada yang dijadikan benar pada saat dilahirkan juga. Banyak yang dijadikan berdosa menurut ayat 12 hingga 17 melalui pilihan, dan banyak yang dijadikan benar oleh hal yang sama, yaitu pilihan. Bahkan kelahiran baru terjadi berdasarkan syarat menerima Kristus ke dalam hati. Baik pilihan untuk berbuat dosa dan pilihan untuk menerima kebenaran Anak Allah, ada di tangan kita.

 

 

Ellen White  puts it this way. In Signs of the Times June 27, 1900, it states, “Human beings…”  listen to this, friends, “…Human beings have degenerated. One after another they fall under the curse, because sin has entered the world, and death by sin (para 3)…” here it is  “…We may choose God's way, and live; we may choose our own way, and know…”   and that word “know” is an experiential knowing; the idea being portrayed here is to know by experience, like Adam, “…that sin has entered into the world, and death by sin.” (para 8)

 

Ellen White menyatakannya demikian. Di Signs of the Times, 27 Juni 1900, dinyatakan, “…Manusia…”  dengarkan ini, teman-teman,   “…Manusia telah merosot akhlaknya. Satu demi satu mereka jatuh di bawah kutukan karena dosa telah masuk ke dalam dunia, dan melalui dosa, kematian (para 3) …”  ini dia,   “…Kita bisa memilih jalan Allah, dan hidup; kita bisa memilih jalan kita sendiri, dan mengetahui…”  kata “mengetahui” ini adalah mengetahui dari pengalaman, konsep yang digambarkan di sini ialah mengetahui melalui pengalaman sendiri, seperti Adam,  “…bahwa dosa telah masuk ke dalam dunia, dan melalui dosa, kematian.” (para 8).

 

 

In other words, God doesn't want us to have that kind of internal experience. He wants to bring us away from sin. There are certain things that God never intended for humanity to have an intimate knowledge of. And, friends, it is still the same today. Sometimes  I’m talking with my family members and they say, “Man, why did Eve have to partake of that fruit? Why did she have to do that? And then Adam, because he loved his wife more than he loved God, why did he then follow?” And friends, even though they say this,  to an extent  blaming Adam and Eve for where we are today, I always say that we are making the same choices today. We have the opportunity to make a different choice from that which placed the world in the position that it is in. Today God is saying we can do differently through His infinite power.

 

Dengan kata lain, Allah tidak ingin kita mendapat pengalaman internal seperti itu. Allah ingin membawa kita menjauh dari dosa. Ada hal-hal tertentu yang tidak pernah diinginkan Allah dialami oleh manusia secara intim. Dan, teman-teman, hari ini itu masih sama. Terkadang saya mengobrol dengan keluarga saya dan mereka berkata, “Wah, mengapa Hawa harus makan buah itu? Mengapa dia melakukan itu? Lalu Adam, karena dia mencintai istrinya lebih daripada dia mencintai Allah, mengapa dia harus ikut juga?” Dan teman-teman, walaupun mereka berkata demikian, sampai batas tertentu menyalahkan Adam dan Hawa untuk posisi di mana kita berada hari ini, saya selalu berkata bahwa kita sendiri sedang membuat pilihan yang sama hari ini. Kita punya kesempatan untuk membuat pilihan yang berbeda dari yang telah menempatkan dunia ini di posisinya hari ini. Sekarang Allah sedang berkata, kita bisa berbuat yang berbeda melalui kuasaNya yang tidak terbatas.

 

 

Now the next thing that we'll look at is we've seen the operations of choice in the salvation work, of course aided by divine power. And we've also understood more as it concerns sin, right? But what we're going to look at now is the significance, even more of the significance of choice in this matter, and the weight of force as it relates to temptation. Choice as we are seeing is a major component when speaking of the subject of sin.  James 1:14-15 also points out this reality with even more force, in light of all that we have covered. It states this, 14 But every man is tempted, when he is drawn away of his own lust, and enticed. 15 Then when lust hath conceived, it bringeth forth sin: and sin, when it is finished…” what does it bring forth?  “…bringeth forth death.” The idea being communicated in these verses is that there is a sequence that transpires which leads to sin. Everyone faces temptation. When the individual is drawn away by his or her own lust, and enticed; yet notice this is not called sin. Temptation in other words is not sin. This point is further revealed in Hebrews 4:15. When speaking of Jesus as our High Priest we learn there concerning our Savior that 15For we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.”   Jesus was tempted, yet did not sin; which means temptation is not sin.

So in light of establishing that, keep in mind, when sin is introduced and becomes a factor according to James 1:15, it is when the lust within has been conceived according to the verse, that is when sin comes forth.

 

Nah, hal berikutnya yang akan kita simak ialah kita sudah melihat peranan pilihan dalam pekerjaan keselamatan, tentu saja dibantu oleh kuasa ilahi. Dan kita juga sudah mengerti lebih banyak tentang dosa, benar? Tetapi apa yang akan kita simak sekarang ialah pentingnya, bahkan lebih kepada pentingnya pilihan dalam hal ini, dan bobotnya dalam hubungannya dengan  godaan. Seperti yang kita lihat, pilihan adalah komponen utama bila kita bicara tentang dosa. Yakobus 1:14-15 juga menunjukkan kenyataan ini dengan lebih kuat, sehubungan dengan apa yang telah kita liput. Dikatakan demikian, 14 Tetapi setiap orang dicobai saat ia diseret oleh hawa nafsunya sendiri, dan terpikat. 15 Lalu ketika hawa nafsu itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan dosa, bila itu sudah selesai (dilakukan),…”  dia menghasilkan apa?   “…ia melahirkan maut…” 

Konsep yang disampaikan ayat-ayat ini ialah ada suatu urut-urutan yang terjadi yang membawa kepada dosa. Setiap orang menghadapi  godaan. Bila orang itu diseret oleh hawa nafsunya sendiri, dan terpikat; namun perhatikan, ini tidak disebut dosa. Dengan kata lain  godaan itu bukan dosa.

Poin ini diungkapkan lebih jauh di Ibrani 4:15. Ketika bicara tentang Yesus Imam Besar kita, kita menjadi tahu tentang Juruselamat kita bahwa, “…Sebab kita bukan punya seorang imam besar yang tidak dapat disentuh oleh perasaan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya dalam segala hal telah dicobai sama dengan kita, namun tidak berbuat dosa…”  Yesus dicobai, namun tidak berbuat dosa; berarti  godaan itu bukan dosa.

Maka sehubungan dengan meneguhkan konsep itu, ingatlah, kapan dosa diperkenalkan dan menjadi suatu faktor, menurut Yakobus 1:15, ialah ketika hawa nafsu yang ada di dalam hati dibuahi, menurut ayat ini, saat itulah dosa dilahirkan.

 

 

Now I began to wonder what does the word “conceived” actually mean. The Greek word used contextually means and refers to lust or negative desires or impulses that a man or woman indulges.  I’ll say that again. The Greek word used contextually means and refers to lust or negative desires whose impulses a man or woman indulges. In other words, when a temptation comes, and it is indulged in ~  inspiration has a word for that, it is “cherished” ~  it is then that we have sinned.

 

Sekarang saya mulai bertanya-tanya, apa makna sesungguhnya dari kata “dibuahi”. Kata Greeka yang dipakai secara kontekstual berarti, dan mengacu kepada hawa nafsu atau keinginan-keinginan negatif atau dorongan hati yang diikuti oleh laki-laki atau perempuan. Saya akan mengulanginya. Kata Greeka yang dipakai, secara kontekstual berarti dan mengacu kepada hawa nafsu atau keinginan-keinginan negatif yang dorongannya diikuti oleh laki-laki atau perempuan. Dengan kata lain, ketika datang  godaan, dan itu diikuti ~ tulisan inspirasi punya kata khusus untuk itu, yaitu “disayangi” ~  saat itulah kita telah berdosa.

 

 

Inspired writings further ratifies this point by saying in the following statements, and this is taken from That I May Know Him page 140. It states there ~ now when I read this statement, friends, I want you to think of some of the best Bible characters that you can conjure up in your minds, men that usually even when Christians look at them they set them apart almost as though, wow, these men were on another level that cannot be attained, it's unattainable. I want you to think of this, think of these men when I read this statement, men like Joseph, men like Daniel,  it states, “There are thoughts and feelings suggested and aroused by Satan that annoy even the best of men…”  so think about Daniel, think about Joseph, think about your favorite Bible character that seems so spotless. Even these people, the Spirit of Prophecy tells us, Satan suggested and aroused thoughts and feelings that were opposite to what God wanted.  But here's the good news,  “…but if they are not cherished, if they are repulsed as hateful, the soul is not contaminated with guilt, and no other is defiled by their influence.” So the soul is not contaminated with guilt and no other defiled by their influence.

 

Tulisan-tulisan inspirasi meratifikasi poin ini dengan mengatakan dalam pernyataan-pernyataan berikut, dan ini diambil dari buku That I May Know Him hal. 140. Dikatakan di sana ~ nah, bila saya bacakan pernyataan ini, teman-teman, saya mau kalian berpkir tentang beberapa tokoh yang terbaik dalam Alkitab yang kalian ingat, yaitu orang-orang yang dalam pemandangan orang Kristen pun biasanya mereka dianggap wah, ini kelas yang berbeda, orang-orang ini berada di tingkatan yang lain yang tidak bisa kita capai. Saya mau kalian memikirkan ini. Pikirkan orang-orang itu ketika saya membacakan pernyataan ini, orang-orang seperti Yusuf, seperti Daniel. Dikatakan, “…Ada pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan yang diusulkan dan dibangkitkan oleh Setan yang membuat jengkel bahkan orang-orang yang terbaik…”  jadi pikirkan Daniel, pikirkan Yusuf, pikirkan tokoh Alkitab favorit kalian yang tampaknya begitu bersih. Bahkan dalam orang-orang ini, kata Roh Nubuat, Setan mengusulkan dan membangkitkan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang berlawanan dengan apa yang dikehendaki Allah. Tetapi di sinilah kabar baiknya,   “…tetapi jika mereka (pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan itu) tidak disayangi dan tidak disimpan dalam hati, jika mereka ditolak sebagai sesuatu yang dibenci, maka jiwa tidak terkontaminasi oleh perasaan bersalah, dan tidak ada yang menjadi najis oleh pengaruhnya…”  Jadi jiwa tidak terkontaminasi dengan perasaan bersalah dan tidak ada yang menjadi najis oleh pengaruhnya.

 

 

Another statement goes as follows, “…The sin of evilspeaking begins with the cherishing of evil thoughts.   Guile includes  impurity  in all its forms.   An impure thought tolerated, an unholy desire…” here's the word again  “…cherished, and the soul is contaminated, its integrity compromised. “ This is taken from Testimonies to the Church Vol. 5 page 177.

 

Pernyataan yang lain berbunyi demikian, “…Dosa berbicara jahat dimulai dengan menyayangi pikiran-pikiran yang jahat.  Dalam kelicikan termasuk ketidakmurnian dalam segala bentuknya. Bila suatu pikiran yang kotor ditoleransi, suatu keinginan yang najis…”  ini kota itu lagi  “…disayangi dan disimpan, maka jiwa menjadi terkontaminasi, integritasnya terkompromi…”  Ini diambil dari Testimonies to the Church Vol. 5 hal. 177.

 

 

Based on both of these inspired statements we are seeing that:

1.    the arousal of sinful urges is not sin,

2.    the manifestation of sinful thoughts are not sin in itself,

3.    what constitutes sin is, when these thoughts and urges are indulged in or cherished by the will.

When with the free will God has given us we choose to give in to these sinful urges and thoughts, to indulge or cherish them, it is then that we sin against God.

It is also important to note that even that will or freedom to choose cannot be forced. The Devil cannot force us to sin.

 

Berdasarkan kedua pernyataan inspirasi ini, kita lihat bahwa:

1.    timbulnya dorongan-dorongan berdosa itu bukan dosa,

2.    manifestasi pikiran-pikiran berdosa itu sendiri bukan dosa,

3.    apa yang termasuk dosa ialah ketika pikiran-pikiran itu dan dorongan-dorongan itu dituruti atau disayangi oleh kemauan kita.

Bilamana dengan kebebasan memilih yang telah diberikan Allah kepada kita, kita memilih untuk menyerah kepada dorongan-dorongan dan pikiran-pikiran berdosa itu, untuk melakukan atau memelihara mereka, pada waktu itulah kita berbuat dosa terhadap Allah.

Juga penting untuk mengingat bahwa bahkan kemauan itu atau kebebasan untuk memilih itu tidak bisa dipaksa. Iblis tidak bisa memaksa kita untuk berbuat dosa.

 

 

However, there are times when certain Ellen White statements are used to communicate an idea that is  totally contrary to this. For example, the two following statements seem to give the idea that men are born sinners, that Adam's sin has been inherited by his posterity.

It reads as follows, and this is taken from Signs of the Times June 13, 1900, “Adam's fall in the Garden of Eden caused all to sin; but in the Garden of Gethsemane Christ drank the bitter cup of suffering and death, that whosoever believes in Him may not perish, but have everlasting life.”

 

Namun, ada kalanya pernyataan-pernyataan tertentu dari Ellen White dpakai untuk menyampaikan ide yang sama sekali bertentangan dengan ini. Misalnya, dua pernyataan berikut seolah-olah memberi ide bahwa manusia itu dilahirkan berdosa, bahwa dosa Adam telah diwarisi oleh keturunannya.

Demikian bunyinya, dan ini diambil dari Signs of the Times 13 Juni, 1900, “…Kejatuhan Adam di Taman Eden menyebabkan semua berdosa; tetapi di Taman Getsemani, Kristus sudah minum cawan pahit penderitaan dan kematian, supaya siapa pun yang percaya dalam Dia, boleh tidak binasa melainkan mendapat hidup kekal.”

 

 

Another statement which seems to give that same idea also reads as follows, “As a result of Adams disobedience every human being is a transgressor of the Law, sold under sin.” (In Heavenly Places page 146).

 

Pernyataan yang lain yang sepertinya memberi ide yang sama juga berbunyi sbb.    “…Sebagai akibat ketidakpatuhan Adam, setiap manusia adalah pelanggar Hukum, digadaikan di bawah dosa (= di bawah belenggu dosa). (In Heavenly Places hal. 146)

 

 

Yet remember in light of these statements, remember that according to Romans 5:12 and  Ezekiel 18:20, we saw that the reason for this was due to the fact that all men chose to follow Adam's example. Not only that, but we must take these inspired statements and unite them with the many other statements that are connected to this very topic, so that we may have a more complete picture.

 

Namun ingatlah, terkait kepada pernyataan-pernyataan ini, ingatlah menurut Roma 5:12, dan Yehezkiel 18:20, kita melihat bahwa alasannya ialah dikarenakan fakta bahwa semua manusia telah memilih untuk mengikuti jejak Adam. Dan bukan hanya itu, melainkan kita harus mengambil pernyataan-pernyataan inspirasi ini dan mempersatukan mereka dengan banyak pernyataan lainnya yang terkait kepada topik ini, sehingga kita bisa memiliki gambaran yang lebih lengkap.

 

 

You remember in one of our presentations prior, we saw that just as Scripture must be compared with Scripture, testimony must be compared to testimony, so that we get a greater picture of what God is saying through inspiration.

Such statements are as follows ~ this is taken from Testimonies to the Church Vol. 5 page 177 ~  the profundity of this statement, friends, is so amazing that it blew my mind. It says, “No man can be forced to transgress. His own consent must be first gained; the soul must purpose the sinful act before passion can dominate over reason or iniquity triumph over conscience.”

Signs of the Times December 18, 1893, “It is not in the power of Satan to force anyone to sin. Sin is the sinner's individual act. Before sin exists in the heart, the consent of the will must be given, and as soon as it is given, sin is triumphant, and hell rejoices…”  (para 10.)

Can you imagine, friends? Think about this. When temptation presents itself to you ~ and this is something that has helped me as well ~ that in giving in to transgression the fallen angels rejoice when we fall.  But friends, I tell you the truth. When through the power of our omnipotent Savior we overcome temptation, Heaven rejoices. Let us operate in such a way that Heaven's rejoicing will be continual.  Let that be our goal, friends.

 

Kalian ingat dalam sebuah presentasi kami sebelumnya, kita melihat bahwa sebagaimana Firman Allah harus dibandingkan dengan Firman Allah, kesaksian juga harus dibandingkan dengan kesaksian, supaya kita mendapat gambaran yang lebih luas tentang apa yang dikatakan Allah melalui inspirasi. Pernyataan-pernyataan itu sbb.

Ini diambil dari Testimonies to the Church Vol.5  hal.177. Dalamnya pernyataan ini, teman-teman, begitu mengagumkan sehingga saya terpesona. Dikatakan,  “…Tidak ada manusia yang bisa dipaksa untuk melanggar (Hukum Allah). Izin dari dirinya sendiri harus pertama didapatkan, orang itu harus setuju dengan perbuatan dosa itu sebelum hawa nafsu bisa mengalahkan akal sehat atau dosa menang atas hati nurani. …” 

Signs of the Times 18 Desember 1893 para.10, “…Setan tidak punya kuasa memaksa siapa pun untuk berbuat dosa. Dosa adalah perbuatan pendosa itu sendiri. Sebelum dosa muncul di dalam hati, kemauan harus memberikan persetujuannya dulu, dan begitu persetujuan itu diberikan, dosa menang, dan Setan bersukacita. …” 

Bisakah kalian bayangkan, teman-teman? Pikirkan ini. Ketika  godaan hadir di hadapan kalian ~ dan inilah yang telah membantu saya juga ~ bahwa dengan menyerah kepada pelanggaran, malaikat-malaikat jahat bersukacita bila kita jatuh. Tetapi teman-teman, saya katakan sejujurnya. Bila melalui kuasa Juruselamat kita yang mahakuasa kita mengalahkan  godaan, Surga bersukacita. Marilah kita bekerja sedemikian rupa sehingga sukacita Surga akan berkelanjutan. Hendaknya itu menjadi tujuan kita, teman-teman.

 

 

Temperance page 16, “Satan knows that he cannot overcome man unless he can control his will. He can do this by deceiving man so that he will co-operate with him in transgressing the Laws of nature in eating and drinking, which is transgression of the Law of God.” (Manuscript 3, 1897)

 

Temperance hal. 16,     “…Setan tahu dia tidak bisa mengalahkan manusia kecuali dia bisa mengendalikan kemauan manusia. Setan bisa melakukan ini dengan menipu manusia sehingga manusia mau bekerjasama dengan Setan dengan melanggar Hukum alam dalam hal makan dan minum, yang adalah pelanggaran Hukum Allah.” (Manuscript 3, 1897)

 

 

Although sin was the awful thing that had opened the floodgates of woe upon the world,…” this is another statement,   “…He…” Christ  “…would become the propitiation…”  here is all the love of Jesus, friends, that Christ  “…would become the propitiation…” the Substitute  “…of a race that had willed to sin.” (Signs of the Times, December 2, 1897 ~ From the Heart pg. 253).

Therefore no one was forced to inherit the sin or guilt of Adam by birth. Not one human is forced to sin against God, even by the enemy of souls. Rather we see that we are sinners by choice. Oh, the love of Jesus, friends, Jesus didn't come and die for a people for a race that will to do righteousness, He came and died for a race ~ according to the statement above which is From the Heart page 253 ~ for a race that willed to sin. The compassion of God.

 

“…Walaupun dosa adalah hal yang sangat buruk yang telah membuka pintu air celaka masuk ke dunia…”  ini pernyataan yang lain,   “…Dia…”  Kristus  “…akan menjadi pendamai…”  di sinilah keseluruhan kasih Yesus, teman-teman, bahwa Kristus “…akan menjadi pendamai…” Sang Pengganti “…dari umat manusia  yang memang punya kemauan untuk berbuat dosa.” (Signs of the Times, 2 Desember, 1897 ~ From the Heart hal. 253).

Oleh krena itu, tidak ada yang dipaksa untuk mewarisi dosa atau kesalahan Adam melalui kelahiran. Tidak ada satu manusia pun yang dipaksa berbuat dosa terhadap Allah, walaupun oleh musuh jiwa. Malah sebaliknya kita melihat bahwa kita adalah pendosa karena pilihan kita. Oh, kasih Yesus, teman-teman, Yesus tidak datang dan mati bagi suatu umat, suatu bangsa yang mau berbuat kebenaran, Dia datang dan mati bagi suatu umat ~ menurut pernyataan di atas yang diambil dari From the Heart hal. 253 ~ bagi suatu bangsa yang memang mau berbuat dosa. Itulah belas kasihan Allah.

 

 

From the Heart page 151 puts it this way, “The light of life is freely proffered to all. Every one who will may be guided by the bright beams of the Sun of Righteousness. Christ is the great remedy for sin. None can plead their circumstances, their education, or their temperament as an excuse for living in rebellion against God. Sinners are such by their own deliberate choice.”

 

From the Heart hal. 151 menyatakannya demikian,    “…Terang hidup ditawarkan dengan cuma-cuma kepada semua. Setiap orang yang mau, akan dipimpin oleh sinar terang Surya Kebenaran. Kristuslah penyembuh besar untuk dosa. Tidak ada yang bisa menyodorkan kondisi mereka, pendidikan mereka, atau tabiat mereka sebagai alasan mereka hidup dalam pemberontakan melawan Allah. Manusia berdosa karena mereka sengaja memilih demikian.”

 

 

Now as we've looked at this, we're looking at the science of temptation and the transition from temptation to sin. We've looked at choice, in that matter, how choice is involved in that matter. But friends, now we have to define what is sin, just what is sin according to the Bible and inspiration. In light of all that we have covered concerning sin, and how it has and has not affected us, it is crucial then to define just what sin is. The Bible tells us clearly sins’ definition by saying in 1 John 3:4, 4 Whosoever committeth sin transgresseth also the Law…” why?  “… for sin is the transgression of the Law.” The idea behind the word “transgress” is “contempt” and “violation of Law”, “iniquity”, “wickedness”. 

 

Nah, setelah kita menyimak ini, kita sedang melihat ke sains  godaan dan berpindahnya dari  godaan ke dosa. Kita sudah menyimak pilihan dalam hal itu, bagaimana pilihan terlibat dalam hal itu. Tetapi teman-teman, sekarang kita harus menjabarkan dosa itu apa, tepatnya apa itu dosa menurut Alkitab dan tulisan inspirasi. Sehubungan dengan semua yang sudah kita liput mengenai dosa, dan bagaimana ini sudah atau belum mempengaruhi kita, sangatlah penting untuk menjabarkan tepatnya apa itu dosa. Alkitab memberitahu kita dengan jelas apa definisi dosa dengan mengatakan di 1 Yohanes 3:4, “…4 Siapa yang berbuat dosa, juga melanggar Hukum Allah…”  mengapa?  “…sebab dosa ialah pelanggaran Hukum Allah.…”  Makna di balik kata “melanggar” adalah “kebencian”, dan “pelanggaran Hukum”, “dosa”, “kejahatan”.

 

 

Now what is interesting is that one will search the voluminous writings of the messenger of the Lord and will see that whenever she defines sin, she states the following: 

SDA Bible commentary Vol. 7 page 951, “…sin is the transgression of the Law…”,  this is the only definition of sin.  

The Great Controversy page 493, “Our only definition of sin is that given in the Word of God; it is the transgression of the Law; it is the outworking of a principle at war with the great Law of love which is the foundation  of the divine government.”

 

Nah yang menarik ialah, bila kita mencari di tumpukan tulisan-tulisan utusan Tuhan dan akan menemukan setiap kali Ellen White mejabarkan dosa, dia membuat pernyataan sbb.:

SDA Bible Commentary Vol. 7 hal. 951,   “…dosa adalah pelanggaran Hukum…”  inilah satu-satunya definisi dosa.

The Great Controversy hal. 493, “Satu-satunya definisi kami tentang dosa ialah yang diberikan di Firman Allah, yaitu  ‘pelanggaran Hukum’, itulah bekerjanya dengan cepat suatu prinsip yang bertentangan dengan Hukum kasih yang besar yang adalah fondasi dari pemerintahan ilahi.”

 

 

Our High Calling page 141, “What is to bring the sinner to the knowledge of his sins unless he knows what sin is?  The only definition of sin in the Word of God is given us in 1 John 3:4.Sin is the transgression of the Law’….

 

Our High Calling hal. 141,    “…Apa yang bisa membawa si pendosa kepada pengetahuan tentang dosa-dosanya kecuai dia tahu dosa itu apa? Satu-satunya definisi dosa di Firman Allah diberikan kepada kita di 1 Yohanes 3:4, ‘Dosa adalah pelanggaran Hukum’…”

 

 

General Conference Bulletin March 2, 1897, “The only definition of sin given in God's Word is ‘the transgression of the Law’. It is not excusable and has no defense or justification.”

 

General Conference Bulletin 2 Maret 1897,    “…Satu-satunya definisi dosa yang diberikan di Firman Allah ialah “pelanggaran Hukum’. Ini tidak bisa dimaafkan dan tidak bisa dibela atau dibenarkan.”

 

 

Signs of the Times March 3rd, 1890,  “In order…” now this statement is so potent, friends, it says,  “…In order to let Jesus into our hearts, we must stop sinning….”  That is a heavy statement.   “…The only definition for sin that we have in the Bible is that it is the transgression of the Law.”

 

Signs of the Times 3 Maret 1890,    “…Supaya…”  nah, pernyataan ini begitu penuh kuasa, teman-teman, dikatakan,   “…Supaya bisa mengizinkan Yesus masuk ke hati kita, kita harus berhenti berbuat dosa…”  Ini pernyataan yang berat.  “…Satu-satunya definisi dosa yang kita miliki di Alkitab ialah bahwa itu adalah pelanggaran Hukum.”

 

 

In light of these clear definitions that we have seen, or one definition given through multiple or a plethora of statements from inspiration, that is given in both the Bible and the Spirit of Prophecy, some might wonder, well, what about Romans 14:23? This text seems to give another definition of sin. It states, 23 And he that doubteth is damned if he eat, because he eateth not of faith: for whatsoever is not of faith is sin.”

However,  this text becomes clearer when connected with Hebrews 11:6. There the Bible states that “without faith it is impossible to please Him”  in reference to God. It is as one possesses faith in God's Word which is the further extrapolation  of His Law, that we are enabled to obey and please God. However, if the ingredient of faith in God and His Commandments are missing, we are then missing the only power available, friends, to resist temptation, as 1 John 5:4 tells us, 4 For whatsoever is born of God overcometh the world: and this is the victory that overcometh the world, even our faith.”

 

Sehubungan dengan definisi-definisi yang jelas ini yang sudah kita simak, atau satu definisi yang diberikan melalui banyak pernyataan dari tulisan inspirasi, yang diberikan baik oleh Alkitab maupun oleh Roh Nubuat, mungkin ada yang bertanya-tanya, bagaimana dengan Roma 14:23? Ayat ini seolah-olah memberikan definisi yang berbeda tentang dosa. Tertulis, “…23 Tetapi dia yang bimbang, sudah bersalah kalau ia makan, karena ia tidak makan dari iman. Karena apa pun yang tidak dari iman, itu dosa…” 

Namun ayat ini menjadi lebih jelas bila dikaitkan dengan Ibrani 11:6. Di sini Alkitab menyatakan  “…tanpa iman tidak mungkin  berkenan kepada Allah” mengacu kepada Allah. Ini sebagaimana orang yang punya iman dalam Firman Allah yang merupakan ekstrapolasi (perluasan/perpanjangan) lebih jauh dari HukumNya, yang dimampukan mematuhi dan membuat Allah berkenan. Namun jika unsur iman dalam Allah dan Perintah-perintahNya tidak ada, maka kita kehilangan satu-satunya kuasa yang ada, teman-teman, untuk menolak  godaan, sebagaimana kata 1 Yohanes 5:4 kepada kita, 4 sebab apa pun yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: yaitu iman kita.”

 

 

Therefore 1 John 3:4 and Romans 14:23 are saying the same thing, even that sin ~ the voluntary choice to violate God's Law or principles ~ transpires where the ingredient of faith is lacking. The continual work of exercising a living faith in the Word of God in His Laws and principles will last ~ this continual work ~ will last until the Son of God appears in the clouds of glory. The continual work of subduing self by the power of God will be a lifelong work.

 

Itulah sebabnya 1 Yohanes 3:4 dan Roma 14:23 mengatakan hal yang sama, yaitu bahwa dosa ~ pilihan sukarela untuk melanggar Hukum Allah atau prinsip-prinsipnya ~ terjadi di mana tidak ada unsur iman. Perbuatan terus-menerus mempraktekkan suatu iman yang hidup pada Firman Allah, pada HukumNya dan prinsip-prinsipNya akan terus berlangsung ~ perbuatan yang terus menerus ini ~ akan terus berlangsung hingga Anak Allah muncul di awan-awan kemuliaan. Perbuatan terus-menerus menaklukkan diri sendiri dengan kuasa Allah adalah pekerjaan seumur hidup.

 

 

Acts of the Apostles page 560-561 puts it this way,  “So long as Satan reigns, we shall have self to subdue, besetting sins to overcome; so long as life shall last, there will be no stopping place, no point which we can reach and say,  I have fully attained…”

 

Acts of the Apostles hal. 560-561 menyatakannya demikian,    “…Selama Setan berkuasa kita masih harus menaklukkan diri sendiri, dosa-dosa yang tak ada habisnya yang harus dikalahkan; selama hidup ini ada, tidak akan ada tempat perhentian, tidak ada titik yang bisa kita capai dan berkata, aku sudah benar-benar mencapai.

 

 

And this is a common misconception about those who believe in the biblical truth of the Final Generation.  You hear many saying, “Well, you guys believe,  you're a part of that group of people who believe that before Jesus comes you cannot only attain to a perfect character, but you think there'll be a time when you can say ‘I’ve arrived’” But friends, according to the text we just read, according to the statement we just read, friends, this is not something that we're teaching. We are actually teaching that it is only Heaven, only God that will know when this level has been reached in our lives. We will continue battling against the sinful nature, not continue giving in to it, but continue warring against it, until the second advent of our Lord. But by the grace of Jesus as we will see, there can come a point in our experience where while we will war against the flesh, we will not give in to it. By God's grace, He can bring us to that point, friends. You may be struggling with things in your life today and wonder can God, can Jesus give me this victory? Friends, I assure you, that the One who intercedes for us can give us the power to overcome. Do not determine your theology by your experience. Let the Word of God define what is possible for you in Jesus.

Dan ini adalah konsep salah yang umum, tentang mereka yang meyakini kebenaran alkitabiah dari Generasi Terakhir. Kalian mendengar banyak yang berkata, “Nah, kalian percaya kalian adalah bagian dari kelompok orang-orang yang meyakini bahwa sebelum Yesus datang kalian bukan saja bisa mencapai karakter yang sempurna, namun kalian sangka ada saatnya ketika kalian bisa berkata, ‘Aku telah tiba’.” Tetapi, teman-teman, menurut ayat yang baru kita baca, menurut pernyataan yang baru kita baca, teman-teman, itu bukanlah apa yang kami ajarkan. Yang sesungguhnya kami ajarkan ialah hanya Surga, hanya Allah yang akan tahu kapan tahap itu telah dicapai dalam hidup kita. Kita akan terus  berperang melawan sifat alami untuk berbuat dosa, tidak terus menyerah kepadanya, tetapi terus berperang melawannya hingga kedatangan kedua Tuhan kita. Tetapi oleh rahmat Yesus ~ seperti yang akan kita lihat ~ akan ada saatnya dalam pengalaman kita di mana kita akan berperang melawan daging dan kita tidak akan menyerah padanya. Oleh karunia Allah, Dia bisa membawa kita ke titik itu, teman-teman. Kita mungkin sedang berjuang dengan hal-hal dalam hidup kita sekarang dan bertanya-tanya bisakah Allah, bisakah Yesus memberiku kemenangan ini? Teman-teman, saya jamin, bahwa Dia yang menjadi Perantara bagi kita bisa memberi kita kuasa untuk mengalahkan. Jangan menentuan theologi kalian dari pengalaman kalian. Izinkan Firman Allah yang menjabarkan apa yang mungkin bagi kita dalam Yesus.

 

 

Our next statement is taken From The Heart page 297.  “Just as long as Satan urges his temptations upon us, the battle for self-conquest will have to be fought over and over again; but by obedience, the truth will sanctify the soul.”

 

Pernyataan kita berikutnya diambil dari From the Heart hal. 297, “…Selama Setan terus menyodorkan godaan-godaan kepada kita, perjuangan untuk menaklukkan diri harus dilakukan berulang-ulang, tetapi melalui kepatuhan, kebenaran akan menguduskan jiwa.”

 

 

Now that we have defined sin as a voluntary decision, an act that first transpires in the heart, we must see another crucial factor as it concerns what the Devil plays upon in an effort to entice us to indulge in or cherish sin; namely the aspect of the sinful nature. As we have seen so far, we have not inherited Adam's sin or guilt. However, Adam's sin did leave his posterity with a predisposition to sin, a bent ~ as we're going to see inspiration calls it  ~ towards evil. This is what the Bible is referring to, when it uses the terms “self” and “the flesh”.  When Jesus said to Nicodemus, that “which is born of the flesh is flesh” (John 3:6), He is basically helping Nicodemus to see the reality that the first birth was one in which men, women, and children, are prone to follow the flesh, also known as the sinful nature. You probably sung that song many a time,  “prone to wander, Lord, I feel it, prone to leave the God I love”. Hence the necessity of being born again, for in the new birth rather than following our sinful nature, through the power of the Spirit we follow the divine nature.  Two births, two different natures; one drawing us to wickedness, the other drawing us to righteousness.

 

Sekarang setelah kita menjabarkan dosa sebagai suatu keputusan sukarela, suatu tindakan yang terjadi pertama di dalam hati, kita harus melihat faktor penting lainnya, mengenai apa yang dipakai Iblis dalam upaya untuk menyesatkan kita agar menuruti atau menyayangi dosa; yaitu aspek dari sifat alami kita untuk berbuat dosa. Sebagaimana yang sudah kita simak sejauh ini, kita tidak mewarisi dosa atau kesalahan Adam. Namun, dosa Adam memang meninggalkan bagi keturunannya suatu inklinasi untuk berbuat dosa, suatu kecenderungan ~ kita akan melihat inilah istilah yang dipakai tulisan inspirasi ~ ke arah apa yang jahat. Inilah yang dirujuk Alkitab ketika Alkitab menggunakan istilah “diri” dan “daging”. Ketika Yesus berkata kepada Nikodemus bahwa “Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging” (Yoh. 3:6), pada dasarnya Dia sedang membantu Nikodemus untuk melihat kenyataan bahwa kelahiran yang pertama adalah di mana laki-laki, perempuan, dan anak-anak, cenderung mengikuti daging, yang juga dikenal sebagai sifat alami untuk berbuat dosa. Kalian tentunya sering menyanyikan lagu ini “cenderung untuk menyeleweng, Tuhan, aku merasakannya, cenderung meninggalkan Allah yang kucinta”. Oleh karena itu pentingnya dilahirkan kembali, karena di dalam kelahiran baru, kita tidak mengikuti sifat alami kita untuk berdosa melainkan melalui kuasa Roh, kita mengikuti sifat ilahi. Dua kelahiran, dua sifat yang berbeda; yang satu menarik kita mendekati yang jahat, yang lain menarik kita kepada kebenaran.  

 

 

The book Education pg 29, puts it this way, “Not only intellectual but spiritual power, a perception of right, a desire for goodness,  exists in every heart.  But against these principles there is struggling an antagonistic power. The result of the eating of the tree of knowledge of good and evil is manifest in every mans experience.   There is in his nature a bent to evil, a force which, unaided,…”  no, this is not just about choice, but it's choice that is aided by divine power,  “…he cannot resist. To withstand this force, to attain that ideal which in his inmost soul he accepts as alone worthy,…” here's our hope  “…he can find help in but one power. That power is Christ. Co-operation with that power is mans greatest need.  In all educational effort should not this co-operation be the highest aim?” That's taken from Education page 29 paragraph 1.

So what are we seeing here? We are seeing the reality that we did inherit something from Adam as a result of his fall. It was not his sin or his guilt, however, but a fallen nature, the predisposition to sin, which was acquired after the fall of men.

 

Buku Education hal. 29 menulisnya demikian, “…Bukan hanya kemampuan intelektual tetapi kemampuan spiritual, persepsi tentang yang benar, suatu hasrat untuk yang benar, hadir di setiap hati. Tetapi terhadap prinsip-prinsip ini ada suatu kekuatan antagonistis yang berusaha melawan. Akibat makan dari pohon pengetahuan baik dan jahat, itu terwujud pada pengalaman setiap manusia. Dalam sifat alaminya ada kecenderungan kepada kejahatan, satu kekuatan yang bila tidak dibantu…”  tidak, ini bukan hanya tentang pilihan, tetapi ini pilihan yang dibantu oleh kekuatan ilahi, “…dia tidak bisa menolaknya. Untuk bertahan menghadapi kekuatan ini, untuk mencapai yang ideal yang dalam lubuk hatinya dia menerimanya sebagai satu-satunya yang layak…” inilah harapan kita, “…dia bisa menemukan bantuan hanya dalam satu kekuatan, kekuatan itulah Kristus. Kerjasama dengan kekuatan itu adalah kebutuhan terbesar manusia. Dalam semua upaya pendidikan, tidakkah kerjasama ini menjadi sasaran yang tertinggi? …”  Ini diambil dari Education hal. 29.1.

Jadi apa yang kita lihat di sini? Kita sedang melihat kenyataan bahwa kita toh mewarisi sesuatu dari Adam sebagai akibat kejatuhannya. Itu bukan dosa maupun perasaan bersalahnya, melainkan suatu kodrat berdosa, suatu inklinasi kepada dosa, yang diperoleh setelah kejatuhan manusia. 

 

 

Now some may say that, “What about Psalm 51:5 and Psalm 58:3?”

When David states in Psalm 51:5, 5 Behold, I was shapen in iniquity; and in sin did my mother conceive me.” We must take note that there is nowhere in the text that he was born a sinner, rather we assume, this is what it means.  However, as we have compared Scripture with Scripture and testimony with testimony we have seen the opposite. What the text is really pointing out is, the context into which David was born, even a sinful environment or world which surrounded David, rather than to his condition.

 

Nah, mungkin ada yang berkata, “Bagaimana dengan Mazmur 51:5 dan Mazmur 58:3?”

Ketika Daud menyatakan di Mazmur 51:5, “…5 Lihatlah, dalam kejahatan aku diperanakkan, dalam dosa ibuku mengandung aku…”  Kita harus menyimak bahwa di ayat ini sama sekali tidak dikatakan bahwa dia dilahirkan sebagai orang yang berdosa, melainkan kita sendiri yang menganggap itulah maksudnya. Namun, setelah kita membandingkan Kitab Suci dengan Kitab Suci, dan kesaksian dengan kesaksian, kita mendapatkan kebalikannya. Apa yang sebenarnya ditunjuk oleh ayat itu ialah, konteks atau keadaan di mana Daud dilahirkan, yaitu suatu lingkungan atau dunia yang berdosa yang mengelilingi Daud, bukan kondisi dirinya yang berdosa.

  

 

Psalms 58:3 says, 3 The wicked are estranged from the womb: they go astray as soon as they be born, speaking lies.” Notice the text states “the wicked” and not all humanity. Notice why they go astray. These are some powerful statements here that reveals to us why they go astray from the womb.

 

Mazmur 58:3 berkata, 3 Orang-orang fasik telah dijauhkan sejak dalam kandungan, mereka pergi  menyimpang segera setelah mereka lahir, bicara kebohongan…”  Simak ayat ini menyatakan  “…orang-orang fasik…”  dan bukan semua manusia. Simak mengapa mereka menyimpang. Ini adalah pernyataan-pernyataan yang keras di sini yang menyatakan kepada kita mengapa mereka menyimpang dari kandungan.

 

 

This is Review and Herald March 28, 1893, “Children are left…” get this, “…to come up instead of being trained up. The poor little children are thought not to know or understand a correction at ten or twelve months old, and they begin to show stubbornness very young…”. why was it? Because they were born sinners? No, my friends. It was because they were left to come up and they were not trained up. This is why parental influence is so crucial in our lives, a godly parental influence.

   

Ini Review and Herald 28 Maret 1893, “…Anak-anak dibiarkan…” dengarkan ini,    “…tumbuh sendiri, bukan dididik dalam pertumbuhan. Anak-anak kecil yang malang dianggap tidak tahu atau tidak paham dikoreksi pada usia 10-12 bulan, dan mereka mulai menunjukkan sifat keras kepala pada usia yang sangat muda…”  Mengapa demikian? Karena mereka lahir sebagai orang berdosa? Bukan, teman-temanku. Itu karena mereka dibiarkan tumbuh sendiri dan mereka tidak dididik dalam pertumbuhan. Inilah mengapa pengaruh orangtua begitu krusial dalam hidup kita, pengaruh orangtua yang saleh.

 

 

Child Guidance page 289, “I tremble especially for mothers, as I see them so blind, and feeling so little the responsibilities that devolve upon a mother. They see Satan working in the self-willed child of even but a few months of age. Filled with spiteful passion, Satan seems to be taking full possession.” {CG 289.1}

So we're seeing why these things happen once a child comes forward from the womb. It is because Satan is at work to begin to lead that child astray.

 

Child Guidance hal. 289, “…Aku gemetar terutama bagi para ibu, karena aku melihat mereka begitu buta, dan merasa begitu sedikit tanggung jawab yang diturunkan ke atas seorang ibu. Mereka melihat Setan bekerja dalam kemauan yang tak terkendali pada anak-anak yang baru berusia beberapa bulan. Dipenuhi oleh nafsu iri hati, sepertinya Setan sedang berkuasa penuh. …” 

Jadi kita sedang melihat mengapa hal-hal demikian terjadi begitu seorang anak lahir dari kandungan. Itu dikarenakan Setan sedang bekerja mulai menuntun anak itu supaya sesat.   

 

 

Another statement that is used to push the idea of involuntary guilt and sin being inherited by Adam's descendants is ~  and here's a statement ~ “It is inevitable that children should suffer from the consequences of parental wrong- doing, but they are not punished for the parents’ guilt, except as they participate in their sins…” keep that statement in mind.  “…It is usually the case, however, that children walk in the steps of their parents…”  Example, right? This was taken from Patriarchs and Prophets page 306.  

1.    But notice in the statement, two things: 

but they…” referring to the children  “…are not punished for the parents’ guilt except as they participate in their sins.” So the notion that the child inherits the parents’ guilt or is even punished for it, is thrown out of the window.

2.    Secondly, the statement states  “It is inevitable that children should suffer from the consequences of parental wrong-doing,”.

Notice, the children suffer from the consequences of the parents’ wrongdoing. So there is a transmission of sins’ consequences. But nowhere does this statement say that there is a transmission of sin itself, right?

 

Pernyataan yang lain yang dipakai untuk mendukung konsep perasaan bersalah dan dosa yang diwarisi oleh keturunan Adam ialah ~ dan ini pernyataannya ~  “…Tidak bisa dielakkan anak-anak harus menderita dari konsekuensi kesalahan orangtua, tetapi mereka tidak dihukum untuk kesalahan orangtua mereka, kecuali jika mereka ikut ambil bagian dalam dosa-dosa orangtua mereka…” ingat-ingat pernyataan ini. “…Namun, biasanya kasus yang terjadi ialah anak-anak berjalan mengikuti jejak orangtua mereka…”  Contohnya, benar? Ini diambil dari Patriarchs and Prophets hal. 306.

1.    Tetapi simak di dalam pernyataan itu dua hal: 

”tetapi mereka…”  mengacu kepada anak-anak, “…tidak dihukum untuk kesalahan orangtua mereka, kecuali jika mereka ikut ambil bagian dalam dosa-dosa orangtua mereka…”  Jadi gagasan bahwa seorang anak mewarisi kesalahan orangtuanya atau bahkan dihukum untuk itu, harus dibuang jauh-jauh.  

2.    Pernyataan itu berkata, “…Tidak bisa dielakkan anak-anak harus menderita dari konsekuensi kesalahan orangtua…” 

simak, anak-anak menderita dari akibat perbuatan salah orangtua mereka. Jadi ada transmisi akibat dosa. Tetapi di pernyataan ini sama sekali tidak dikatakan ada transmisi dosa itu sendiri, benar? 

 

 

In conclusion in light of all that we have looked at so far, what can we conclude?

1.    Men and women experience eternal death,

not because of Adam's sin, but rather because all have sinned, in other words, choice. We have chosen to follow Adam's example, therefore except we choose to receive Jesus who is our life, the only other option is the absence of life itself, even “the wages of sin which is eternal death”.

2.    Temptation is not sin.

It is only as one chooses to indulge in or cherish an evil thought or temptation that it becomes sin in the heart, and is ultimately manifested in the life. If it is resisted within, it will not be manifested without.

3.    The only definition of sin is the transgression of the Law.

It is as we violate the principles of God that we become sinners. While we are born with a degenerate or sinful nature, a bent to evil, this does not constitute sin in itself. We are not born sinners, but rather become sinners as we give in to the pull of the sinful nature, also in Scripture known as “our flesh”. The only way to overcome the sinful nature is by becoming a partaker of the divine nature. Only through the power of Jesus Christ can we resist. By partaking of the power of the Son of God we can follow the example of His holy life.

 

Sebagai kesimpulan sehubungan dengan semua yang telah kita simak sampai di sini, apa yang bisa kita simpulkan?

1.    Laki-laki dan perempuan mengalami kematian kekal

bukan karena dosa Adam, tetapi justru karena semua telah berbuat dosa, dengan kata lain, itu pilihan mereka sendiri. Kita telah memilih untuk mengikuti jejak Adam, karena itu, kecuali kita memilih untuk menerima Yesus, yang adalah hidup bagi kita, opsi satu-satunya yang lain ialah ketidakadaannya hidup itu sendiri, yaitu “upah dosa itu maut (kematian kekal).”

2.    Godaan itu bukan dosa.

Hanya jika orang memilih untuk menuruti atau menyayangi suatu pikiran atau godaan yang jahat, baru itu menjadi dosa di dalam hati, dan akhirnya diwujudkan dalam hidup. Jika itu ditolak di dalam hati, itu tidak akan diwujudkan di luar.

3.    Satu-satunya definisi dosa ialah pelanggaran Hukum (Allah).

Pada waktu kita melanggar prinsip-prinsip Allah, itulah kita menjadi orang berdosa. Walaupun kita lahir dengan sifat yang bobrok atau sifat berdosa, cenderung kepada kejahatan, itu bukanlah dosa itu sendiri. Kita tidak dilahirkan berdosa, melainkan kita menjadi berdosa saat kita menyerah kepada daya tarik sifat alami untuk berbuat dosa, yang di Kitab Suci dikenal sebagai “daging kita”. Satu-satunya jalan mengalahkan sifat alami untuk berbuat dosa ialah dengan ikut ambil bagian dalam sifat ilahi. Hanya melalui kuasa Yesus Kristus kita bisa menolaknya. Dengan mengambil bagian dalam kuasa Anak Allah, kita bisa mengikuti teladan hidupNya yang kudus.

 

 

May we remember this statement as we close. Friends, this statement is so amazing, this is Manuscript Releases Vol. 9 page 238, it reads as follows, “As we see the condition of mankind today, the question arises in the minds of some, Is man by nature totally and wholly depraved? Is he hopelessly ruined?  No, he is not.  The Lord Jesus left the royal courts and, taking our human nature, lived such a life as everyone may live in humanity,…” so righteousness in sinful flesh, Jesus revealed that, the life that man can live  “…through following His example. We may perfect a life in this world [which] is an example of righteousness, and overcome as Christ has given us an example in His life,…” It continues, “…revealing that humanity may conquer as He, the great Pattern, [conquered].”

 

Sebagai penutup hendaknya kita ingat pernyataan ini. Teman-teman, pernyataan ini begitu mengagumkan, ini Manuscript Releases Vol. 9 hal. 238, tertulis sbb.    “…Sebagaimana yang kita lihat kondisi manusia hari ini, muncul pertanyaan di pikiran beberapa orang, apakah manusia secara alami sepenuhnya dan seluruhnya bejat akhlaknya? Apakah dia rusak tanpa harapan? Tidak, dia tidak. Tuhan Yesus meninggalkan istana dan mengambil kodrat manusia kita, menghidupkan suatu kehidupan yang bisa dihidupkan oleh semua manusia…” jadi ini kebenaran dalam daging berdosa, Yesus menyatakan hidup yang bisa dihidupkan oleh manusia,  “…dengan mengikuti teladanNya. Kita mungkin menghidupkan kehidupan yang sempurna di dunia ini, suatu teladan kebenaran, dan menang sebagaimana Kristus telah memberi kita contoh dalam hidupNya…”  Dilanjutkan, “…menyatakan bahwa manusia bisa menang sebagaimana Dia, Pola yang Agung (telah menang).”

 

 

Friends, as we close today what God is revealing to us is the reality that what was manifested in the life of Christ can be manifested in your life and mine, but we must connect our will with the reservoir of Omnipotent Power and as we do this Steps to Christ actually tells us that “our will united with the infinite omnipotent will of God becomes omnipotent”.  Friends, we are called to have an indomitable will, a will that cannot be broken as we surrender to the Son of God. May this be our prayer, that we might have that kind of character, a will that is fully surrendered, that becomes so powerful that it can resist self, sin, and Satan.

 

Teman-teman, sebagai penutup hari ini, apa yang telah dinyatakan Allah kepada kita ialah realita bahwa apa yang dimanifestasikan dalam hidup Kristus bisa dimanifestasikan dalam hidup kalian dan saya, tetapi kita harus menghubungkan kemauan kita dengan gudang Kekuatan Yang Mahakuasa, dan bila kita melakukan ini, Steps to Christ memberitahu kita bahwa “kemauan kita akan menyatu dengan kemauan Allah yang mahakuasa dan tidak terbatas, dan menjadi  penuh kuasa.” Teman-teman, kita dipanggil untuk memiliki kemauan yang gigih, kemauan yang tidak bisa dipatahkan jika kita berserah kepada Anak Allah. Hendaknya ini menjadi permohonan kita, agar kita boleh memiliki karakter seperti itu, suatu kemauan yang berserah sepenuhnya, yang menjadi sedemikian kuatnya ia bisa mengalahkan ego, dosa, dan Setan.

 

 

 

14 09 23