EMERGING SPIRITUALITY_14__
Stephen Bohr ~ Summit 2015
PAPISTS, PROTESTANTS AND WORLDINGS PART 2
Dibuka
dengan doa.
Alright,
let’s go to page 11 of my material, page 11, and just let met give you a little
bit of review on the basis of what we have studied previously.
Ellen
White speaks about a threefold union as does Malachi Martin, and we found that
this threefold alliance is Papists, Protestants, and Worldlings or what we
refer to the Secular that includes the rulers of the world, the kings of the
world, the presidents of the world, as well as the unchurch, the secular.
And we notice that this group particularly is the target group of the Papacy now.
We
also notice that the Pope has embraced three main themes that resonate with
this particular group, with the worldlings:
1.
The environment
2.
Family ~ now he hasn’t,
the Pope hasn’t addressed overtly whether the family is male and female, or
male and male, or female and female, he’s just emphasizing the family without
emphasizing the heterosexual aspect. And then,
3.
The importance of
supplying the needs of the poor.
And
we notice also that he has placed all other social issues like euthanasia, abortion,
same sex marriage, he’s put those in the back burner because his
purpose is to win over the politicians of the world, the secular of the
world, the secular media and so on that don’t identify with the conservative
social agenda.
Baiklah
mari kita ke halaman 11 dari materi saya, halaman 11, dan saya mengulangi sedikit
berdasarkan apa yang telah kita pelajari.
Ellen
White berbicara tentang suatu persekutuan tiga kuasa sama seperti kata Malachi
Martin, dan kita mendapatkan bahwa persekutuan tiga kuasa ini adalah
orang-orang Kepausan, orang-orang Protestan, dan orang-orang duniawi atau yang
kita sebut Sekuler di mana termasuk para pemimpin dunia, raja-raja dunia,
presiden-presiden dunia, dan juga mereka yang tidak bergereja, golongan Sekuler.
Dan sudah kita simak bahwa kelompok ini, khususnya, mereka adalah
kelompok sasaran Kepausan sekarang.
Kita
juga menyimak bahwa Paus telah merangkul tiga tema pokok yang sesuai dengan selera
kelompok khusus ini, dengan orang-orang duniawi, yaitu:
1.
Lingkungan
hidup
2.
Keluarga
~ nah Paus tidak menyebut dengan jelas
apakah keluarga itu pria dengan wanita, atau pria dengan pria, atau wanita
dengan wanita. Dia cuma menekankan “keluarga” tanpa menekankan aspek
heteroseksualnya. Lalu,
3.
Pentingnya
menyediakan kebutuhan bagi orang-orang
miskin.
Dan
kita juga sudah menyimak bahwa Paus
telah mengesampingkan semua isu sosial yang lain, seperti euthanasia, aborsi,
perkawinan sesama jenis, karena tujuannya adalah untuk menarik
simpati para politikus dunia, dunia
sekuler, media sekuler dan lain-lain, yang tidak sepaham dengan agenda sosial yang konservatif.
And
then we also notice in our study that God gives the reason why we should care
for the environment, why we should emphasize the importance of the family structure, and why we should
care for the poor. And the reason is Creation. We should care for the
environment because God made it and it is His. We should care about the family
structure because God on the sixth day created the family, male and female, and
told them to be fruitful and multiply to form families. We should also care for
the poor because they were created by God. So the reason why we should
emphasize these three themes ~ which there is nothing wrong with the Pope
emphasizing these three themes except for the motivation for doing it that he
has ~ is Creation.
Lalu
kita juga menyimak dalam pembahasan kita bahwa Allah telah memberikan alasannya
mengapa kita harus peduli lingkungan hidup, mengapa kita harus menekankan
pentingnya struktur keluarga, dan mengapa kita harus peduli orang miskin. Dan
alasannya ialah Penciptaan. Kita harus peduli lingkungan hidup karena Allah
yang menciptakannya dan itu adalah milikNya. Kita harus peduli pada struktur
keluarga karena pada hari keenam Allah menciptakan keluarga, pria dan wanita,
dan menyuruh mereka beranak-cucu untuk
membentuk keluarga. Kita juga harus peduli orang miskin karena mereka
diciptakan Allah. Jadi alasan mengapa kita harus menekankan tiga tema ini,
ialah Penciptaan ~ sesungguhnya tidak salah Paus menekankan ketiga tema
tersebut, hanya saja dia memiliki motif yang keliru.
But
we notice that Creation took place in six days and then God established the
seventh day as a memorial of Creation. In other words the Sabbath reminds us that we are
supposed to take care of the environment because it is God’s, and the Sabbath
weekly reminds us that we are supposed to care for the poor because they were
created in the image of God just as we were. The Creation story, the Sabbath
also tells us we are supposed to gather together as a family structure as a
family unit, to keep the Sabbath, to
recognize that God should be the centre of the family. In other words
God gives a weekly reminder of these three items that the Pope has emphasized
in his agenda.
Now,
we are going to notice some very interesting things today about this.
Tetapi
kita juga menyimak bahwa Penciptaan terjadi
dalam waktu enam hari, lalu Allah menentukan hari yang ketujuh sebagai
peringatan Penciptaan. Dengan kata lain, Sabat
mengingatkan kita bahwa kita harus peduli lingkungan hidup karena itu milik
Allah, dan Sabat mingguan mengingatkan kita bahwa kita harus peduli orang
miskin karena mereka juga diciptakan dalam bentuk dan rupa Allah sama seperti
kita. Kisah Penciptaan, hari Sabat, juga
menyuruh kita untuk harus berkumpul dalam satu struktur keluarga, sebagai satu
unit keluarga, untuk memelihara hari Sabat, untuk mengakui bahwa Allah-lah yang
harus menjadi pusat kelaurga.
Dengan kata lain Allah memberikan suatu pengingat mingguan untuk ketiga hal
yang ditekankan Paus dalam agendanya.
Nah,
hari ini kita akan melihat hal-hal yang sangat menarik tentang tema ini.
We
also notice that the Sabbath is a sign of redemption, which is recreation, right?
The apostle Paul says those that are in Christ are new creations, the old
things passed and everything is new. So Paul said, redemption is a new creation.
Now
which day of the week did Jesus say “It is finished”? On the sixth day.
Did
He finish His work on the sixth day in Genesis? Yes.
And
then what did Jesus do on the Sabbath? He rested. By the way if you are
wondering whether the Bible says He rested, in Acts 2 (v.26), Jesus is
speaking, He is actually a quotation from the Psalms (16:9) “My flesh shall also rest in hope.”
So the Bible says that His flesh rested in hope, in the hope of the
resurrection, on Sabbath. And then of course the followers rested the Sabbath
day according to the commandment. So the Sabbath now becomes a sign of what? of
Redemption. Just like it was a sign of Creation.
Kita
juga sudah menyimak bahwa Sabat
adalah tanda penebusan, yaitu penciptaan baru, benar? Rasul Paulus berkata mereka
yang di dalam Kristus adalah ciptaan baru, yang lama sudah lewat dan semuanya
menjadi baru. Jadi Paulus berkata, penebusan adalah penciptaan
baru.
Nah,
di hari yang mana dalam satu minggu Yesus berkata, “Sudah selesai”? Pada hari
keenam.
Apakah
Yesus menyelesaikan pekerjaanNya pada hari keenam di kitab Kejadian? Ya.
Lalu
apa yang dilakukan Yesus pada hari Sabatnya? Dia beristirahat. Nah, jika kalian
bertanya-tanya apakah Alkitab berkata bahwa Yesus beristirahat, di Kisah 2 (ay.
26), Yesus sedang berbicara, Dia sedang mengutip dari kitab Mazmur (16:9), “DagingKu juga akan beristirahat dalam harapan”.
Jadi Alkitab berkata bahwa pada hari Sabat dagingNya akan beristirahat dalam
harapan, dalam harapan kebangkitan. Lalu tentu saja pengikut-pengikutNya beristirahat pada hari Sabat sesuai
Perintah Allah. Jadi Sabat sekarang menjadi tanda apa? Tanda Penebusan.
Sebagaimana itu juga tanda Penciptaan.
And
then we also notice that in the future
when God makes the new heavens and the new earth, what will be the sign of
the Creator? It will be the holy Sabbath.
And
then as we ended our study yesterday, we notice that the Bible has a very
interesting end time scenario. The Bible tells us that at the end time this world is going to
unravel at the seams. Things are going to get worse, and worse, and worse, and
worse, until the hope of the planet is the second coming of Jesus Christ in
power and glory, if not, there
would be no flesh left alive. That’s what Jesus said. So, it’s not going to get
better and better by solving the problems of the environment, by providing for
the needs of the poor, by emphasizing the family structure. None of that is
going to fix this. Things are going to get worse and worse and worse until the
only hope of the world is in a glorious literal personal rapid second coming of
Jesus Christ in power and glory. And then this world will be without form and
void for a thousand years. Then after the thousand years God will create a new
heavens and a new earth where we will live with Him forever. That is the
Biblical scenario.
Lalu
kita juga menyimak bahwa di masa yang akan datang ketika Allah menciptakan
langit yang baru dan bumi yang baru, apakah yang bakal menjadi tanda Sang Pencipta? Sabat yang
kudus.
Lalu
saat kita kemarin mengakhiri pembahasan kita, kita menyimak bahwa Alkitab
memiliki suatu skenario akhir zaman yang sangat menarik. Alkitab memberitahu
kita pada akhir zaman dunia ini akan
berantakan. Semua akan menjadi lebih buruk, dan lebih buruk, dan lebih buruk,
dan lebih buruk hingga satu-satunya harapan bagi planet ini adalah kedatangan
Yesus Kristus yang kedua kalinya dalam kuasa dan kemuliaan. Seandainya
bukan itu, tidak ada makhluk yang akan selamat. Itulah kata Yesus. Jadi kondisi
tidak akan menjadi semakin baik dengan menyelesaikan masalah-masalah lingkungan
hidup, dengan menyediakan kebutuhan orang miskin, dengan menekankan struktur
keluarga. Semua itu tidak akan memperbaiki kondisi ini. Segala sesuatu akan
menjadi semakin parah, dan semakin parah, hingga satu-satunya harapan dunia
adalah dalam kedatangan kedua Yesus Kristus secara harafiah, pribadi, dan
cepat, dalam kuasa dan kemuliaan. Lalu dunia ini akan menjadi tidak berbentuk
dan kosong selama seribu tahun lamanya. Dan setelah masa seribu tahun itu Allah
akan menciptakan langit baru dan bumi baru di mana kita akan hidup bersamaNya
untuk selama-lamanya. Itulah skenario Alkitab.
Now
let’s go to the bottom of page 11. Are we all caught up? Now, let’s go to the
bottom of page 11. And let’s study the Papacy’s view of beginnings and then we
are going to study their views of endings, because their views of endings is in
harmony with their views of beginnings. See, if we believe that God created
this world in seven days and it was rapid and it was supernatural, well you can
believe that the end is going to be rapid and supernatural. But if you believe
the beginning was not rapid and supernatural, you have to believe the same
about the end time.
Now,
let’s take a look at this.
Sekarang,
marilah kita ke bagian bawah halaman 11. Apakah semuanya sudah terliput?
Sekarang, marilah ke bagian bawah hal. 11. Dan mari kita pelajari pandangan
Kepausan tentang Asal Mula dan kemudian kita akan mempelajari pandangannya
tentang Akhirnya, karena pandangan mereka tentang Akhirnya sesuai dengan
pandangan mereka tentang Asal Mulanya. Lihat, jika kita meyakini Allah
menciptakan dunia ini dalam tujuh hari dan terjadinya cepat dan secara
supranatural, nah, kita bisa yakin bahwa Akhirnya juga akan cepat dan secara
supranatural. Tetapi jika kita meyakini Asal Mulanya tidak cepat dan tidak
supranatural, kita harus yakin bahwa Akhirnya juga sama seperti itu.
Sekarang,
mari kita simak ini.
The Papacy’s Views of Beginnings is radically
different. According to recent popes, primarily after Pope Pius XII, who ruled from 1939-1958, he is the infamous Pope of the Nazi regime ~
we won’t get into that ~ By the way before him, most Roman Catholic scholars
taught that Creation was literal. But after that, recent Popes began teaching
that life on earth came into existence by a Big Bang and then evolved over the
course of millions of years. According to this view, at some
point in the evolutionary process God gave a well developed simian a human
soul, and this marked the beginning of the evolutionary development of homo
sapiens. Roman Catholic Popes and theologians, primarily after the time of Jesuit
paleontologist Pierre Teilhard de Chardin
~ Frenchman, Jesuit ~ he is the guilty one that
changed the Roman Catholic
view from creation to evolution. He is a contemporary of Pope Pius
XII.
Pandangan Kepausan tentang Asal Mulanya sangat berbeda. Menurut Paus-paus yang terbaru, terutama setelah Paus Pius XII yang berkuasa dari 1939-1958 ~ dia adalah Paus yang terkenal keburukannya dari rejim Nazi, tapi kita tidak akan membahas hal itu sekarang ~ nah, sebelum Paus ini (Pius XII), kebanyakan ahli Alkitab Roma Katolik mengajarkan bahwa Penciptaan itu harafiah. Tetapi setelah itu, Paus-paus yang terbaru mulai mengajarkan bahwa kehidupan di dunia terjadi melalui Big Bang, kemudian berevolusi selama masa berjuta-juta tahun. Menurut pandangan ini, pada suatu ketika, saat masih proses evolusi, Allah memberikan nyawa manusia kepada seekor kera yang telah berkembang dengan baik, dan ini menandai awal evolusi perkembangan homo sapien (manusia). Para Paus Roma Katolik dan para theolog mereka terutama setelah zaman Pierre Teilhard de Chardin, orang Perancis, ahli fosil, Jesuit, dia inilah yang mengubah pandangan Roma Katolik dari Penciptaan ke Evolusi. Dia adalah rekan sejaman Paus Pius XII.
By the way, a
fascinating book that I am reading now is called The
Jesuits by Malachi Martin. Do you know the Roman Catholic church is going
through the same type of struggle that we are going through right now? Malachi
Martin was a very conservative Jesuit, extremely conservative. He wanted to go
to before Vatican II ~ you know Vatican II allowed now to say the mass in
English, you know, to give the Roman Catholic church a facelift so to speak.
Didn’t change its nature but gave it a facelift. But Malachi Martin in this
book shows how the
Jesuits have liberalized the Roman Catholic church to make it palatable with
worldlings.
It’s
fascinating, it’s a long book it’s about 500 pages long, it really gives you a
bird eye’s view, there’s 3-4 chapters just on Ignatius Loyola which are really
eye opening, the spiritual exercises and so on. But anyway, let’s get back to this.
Nah, saya sekarang sedang membaca sebuah buku yang menarik, judulnya The Jesuits ditulis Malachi Martin. Tahukah kalian gereja Roma Katholik sedang mengalami pergumulan yang sama yang kita alami sekarang? Malachi Martin adalah seorang Jesuit yang sangat konservatif, amat sangat konservatif. Dia mau kembali ke masa sebelum Vatikan II ~ kalian tahu, Vatikan II mengizinkan misa sekarang dilakukan dalam bahasa Inggris, katakanlah ini seperti melakukan bedah plastik pada gereja Roma Katolik. Itu tidak mengubah kodratnya, tetapi itu membuatnya tampil lebih menarik. Namun Malachi Martin dalam bukunya tersebut menunjukkan bagaimana Ordo Jesuit telah meliberalisasikan gereja Roma Katolik dan membuatnya terasa lebih sesuai dengan selera orang-orang duniawi. Menarik sekali. Buku ini tebal, kira-kira 500 halaman, dan ini memberikan suatu pandangan dari sudut yang berbeda. Ada 3-4 bab hanya mengenai Ignatius Loyola yang sangat mencerahkan, pelatihan kerohaniannya, dll. Tetapi, baiklah, mari kita kembali ke topik kita.
Once again, Roman Catholic Popes and theologians ~ primarily after the time of Jesuit
paleontologist Pierre Teilhard de
Chardin
~ teach that the story of creation cannot be taken literally. It is a symbolic
myth. Thus the Pope in his encyclical refers to the language in the Creation
story as a symbolic narrative. In the Papacy’s view God used evolution as the mechanism to bring in to
existence what we see today in the world. Now listen, Pope
John Paul II ~ and this is before the present Pope ~ Pope John Paul II in a
speech to the Pontifical Academy of Sciences
in 1996 had already referred to evolution as more than a theory. And now
I quote John Paul II, “Today, almost half a century after
the publication of the encyclical (Humane Generis of Pope Pius XII, 1950) new knowledge
has led to the recognition of the theory of evolution as more than a
hypothesis…”
He is saying that evolution is more than just a hypothesis. “…It is indeed remarkable that this theory has been progressively accepted
by researchers, following a series of discoveries in various fields of
knowledge. The convergence…” he is talking about the convergence
of the studies of all these sciences, “…The convergence neither sought nor fabricated, of the results of the
work that was conducted independently is in itself a significant argument in
favor of the theory.” [Pope John Paul II to the Pontifical Academy of Sciences
1996].
So what he is saying is that biology and chemistry and all of these sciences,
they have studied you know, the origin of life, and they have all reached the
same conclusion that the world came into existence through the mechanism of
evolution. In
typical Jesuit fashion, Pope Francis I has also attempted to reconcile the
creation story with the evolutionary theory by synthesizing them,
thesis-antithesis-synthesis Hegel’s philosophy, which we have
already heard about from other speakers. In this way he’s attempted to please both
theologians and natural scientists, have your cake and eat
it too, in other words. The secular he wants to please and the religious. In
his own words ~ now I am quoting Pope Francis I ~ “The Big Bang, which
today we hold to be the origin of the world, does not contradict the
intervention of the divine creator, but rather requires it… Evolution in nature
is not inconsistent with the notion of creation, because evolution requires the
creation of beings that evolve…” Are you seeing how he is
trying to please both? “…When we read about creation in
Genesis we run the risk of imagining God was a magician with a magic wand able
to do everything. But that is not so…” so what he is saying is God can’t speak and have
things come into existence,
“…He created human beings and let them
develop according to the internal laws that He gave to each one so they would
reach their fulfillment.” In other words God created humanity
through the process of evolution. God was involved, yes, but He used evolution
as His method. The
purpose is to please theologians who believe in God and to please the secular
who believe in evolution. That is the Jesuit way.
Sekali lagi, para Paus Roma Katolik dan para theolognya ~ terutama setelah zaman ahli fosil Pierre Teilhard de Chardin, seorang Jesuit ~ mengajarkan bahwa kisah Penciptaan tidak bisa diterima secara harafiah. Itu adalah mitos simbolis. Maka dalam surat ensikliknya, Paus menyebut bahasa yang dipakai dalam kisah Penciptaan sebagai narasi simbolis. Dalam pandangan Kepausan, Allah memakai evolusi sebagai sarana untuk menghadirkan apa yang hari ini kita lihat ada di dunia ini.
Sekarang dengarkan, Paus Yohanes Paulus II ~ dan ini sebelum Paus yang sekarang ~ Paus Yohanes Paulus II dalam pidatonya kepada the Pontifical Academy of Sciences (Akademi Sains Kepausan) di tahun 1996, sudah menyebut evolusi sebagai lebih daripada sekadar teori. Dan sekarang saya mengutip Yohanes Paulus II, “Hari ini, hampir setengah abad setelah dipublikasikannya ensiklik itu (Humane Generis dari Paus Pius XII, 1950), pengetahuan-pengetahuan yang baru telah membuat teori evolusi diakui sebagai lebih daripada hanya suatu hypotesa….” Dia berkata bahwa evolusi itu lebih dari sekadar hypotesa. “…Sangat mengagumkan bahwa teori ini secara progresif telah diterima oleh para pelaku riset, setelah munculnya serangkaian penemuan di pelbagai bidang ilmu pengetahuan. Titik temunya…” dia berbicara tentang titik temu segala pelajaran dari sains, “…Titik temunya yang tidak dicari maupun direkayasa, adalah hasil karya yang dilakukan secara independen, sudah merupakan argumentasi yang signifikan, yang mendukung teori tersebut.” [Pope John Paul II kepada the Pontifical Academy of Sciences 1996]. Jadi, apa yang dikatakannya ialah, ilmu biologi dan ilmu kimia dan semua penyelidikan itu, mereka telah mempelajari asal mula kehidupan, dan mereka semua mencapai kesimpulan yang sama bahwa dunia ini muncul melalui mekanisme evolusi. Dengan gaya Jesuit yang tipikal, Paus Francis I juga pernah berusaha memadukan kisah Penciptaan dengan teori evolusi dengan mencocokkan mereka, thesis-antithesis-sintesis, filosofi Hegel** yang sudah kita dengar dari pembicara-pembicara lain.
[** Diktum Hegel: hanya yang rasional yang nyata. Dengan kata
lain semua kenyataan bisa dijelaskan dalam ketegori rasional.]
Dengan cara
ini, dia berusaha menyenangkan baik para theolog maupun ilmuwan alam, dengan
kata lain, kiri kena kanan kena. Paus Francis
mau menyenangkan golongan sekuler dan juga golongan rohani. Dalam kata-katanya sendiri ~ sekarang saya mengutip
Paus Francis I, “Big Bang yang hari ini kita yakini
sebagai asal mulanya dunia, tidak bertentangan dengan campur tangan Pencipta
yang ilahi, melainkan justru membutuhkannya… Evolusi dalam alam semesta tidaklah
inkonsisten dengan konsep Penciptaan karena evolusi memerlukan penciptaan
makhluk-makhluk yang berevolusi…” Apakah
kalian sekarang melihat bagaimana Paus Francis I berusaha menyenangkan kedua
belah pihak? “…Saat kita membaca
tentang penciptaan di kitab Kejadian, ada risiko kita lalu membayangkan Allah
sebagai tukang sulap dengan tongkat ajaibnya yang bisa melakukan segala
sesuatu. Tetapi sebenarnya tidak demikian…” jadi apa
yang dikatakan Paus Francis I adalah: Allah
tidak bisa bersabda lalu segala sesuatu jadi, “…Allah menciptakan manusia dan
membiarkan mereka berkembang sesuai hukum-hukum internal yang telah
diberikanNya kepada masing-masing agar mereka bisa mencapai kesempurnaannya.” Dengan kata lain Allah menciptakan manusia melalui
proses evolusi. Allah memang terlibat, tetapi Dia menggunakan evolusi sebagai
metodeNya. Tujuan
Paus Francis I adalah menyenangkan para theolog yang percaya dalam Allah, dan
menyenangkan golongan sekular yang meyakini evolusi. Inilah cara Jesuit.
Now, what the Pope
failed to describe ~ and this is important ~ in his statement, is the cruel and
disgusting mechanism of evolution. Scientist Frank Lewis Marsh, Seventh Day
Adventist, explained it this way, “Evolution presents a bloody, ruthless
struggle for existence from the very beginning, where there is much waste of
living substance and many false starts and blind alleys.” (Here I Stand, pg 277). It’s a method, in other words, of
trial and error. The process of evolution functions on the basis of natural
selection or the survival of the fittest, the strong survive and the weak pass
away until all the errors of the evolutionary process are ironed out. Does this
sound like a wise Creator? Is this the God who cares for the sparrow? Who
dresses the lilies of the field in their beauty and has the hair in our heads
numbered?
This method of trial and error, with suffering and death is a direct
attack against the omnipotence of God and His wisdom. Are the power and
the wisdom of God so limited that He could not get things right the first time,
but rather had to use the method of false start to weed out the imperfections
in the course of hundreds of millions or even billions of years?
Evolution also strikes directly against God’s love and goodness.
How could a God of love witness the cruel suffering of His creations over
millions of years even before sin entered the universe? By what authority by
the way would God have to tell us to be kind to the ecosystem and the lower
life forms and the less fortunate if He Himself showed such a crass disregard
for them in the supposed evolutionary process? Are you understanding?
Nah, apa yang gagal diungkapkan Paus dalam pernyataannya ~ dan ini penting ~ adalah betapa kejamnya dan menjijikkannya mekanisme evolusi itu. Ilmuwan Frank Lewis Marsh, seorang MAHK, menjelaskannya demikian, “Evolusi mengetengahkan suatu pergumulan yang kejam dari awal semula agar bisa eksis, di mana begitu banyak substansi hidup yang terbuang dan ada begitu banyak awal yang salah dan kegagalan-kegagalan ” (Here I Stand, hal. 277). Dengan kata lain, evolusi adalah suatu metode “trial and error” (coba-coba sampai bisa). Proses evolusi bekerja atas dasar seleksi alami atau yang paling sehat yang menang, yang kuat yang bertahan dan yang lemah lenyap hingga semua kesalahan yang ada terkikis seluruhnya melalui proses evolusi. Apakah ini gambaran Khalik yang bijak? Apakah ini Allah yang peduli pada burung pipit, yang menghiasi bunga bakung di padang secantik itu, dan yang mengetahui jumlah rambut di kepala kita?
Metode “trial and error” ini dengan segala penderitaan dan kematiannya, merupakan serangan langsung kepada kemahakuasaan Allah dan kebijaksanaanNya. Apakah kuasa dan kebijaksanaan Allah begitu terbatas sehingga Dia tidak mampu menciptakan dengan benar pertama kalinya tetapi harus melalui metode awal yang salah untuk menyortir segala ketidaksempurnaan selama waktu ratusan bahkan jutaan atau milyaran tahun?
Evolusi
juga menyerang langsung kepada kasih dan kemurahan Allah. Bagaimana Allah yang penuh kasih bisa menyaksikan
penderitaan kejam makhluk-makhluk ciptaanNya selama berjuta-juta tahun bahkan
sebelum dosa masuk ke dunia? Apa hak Allah menyuruh kita harus menyayangi ekosistem
dan bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah, serta orang-orang yang kurang
beruntung jika Dia sendiri menunjukkan ketidakpedulianNya yang begitu rendah
bagi mereka selama proses evolusi yang katanya dipakai Allah? Apakah kalian
paham?
The Bible describes a
literal and unbroken chain of events. If one link is broken, the entire chain
falls apart. Now let’s take a look at what that chain is.
1. Adam
and Eve were literal persons, whom God created perfect, and placed in a literal
garden of Eden just like Genesis says. You agree with that? Did they have any
taint of sin? No. No tendency. No propensity. Just like Lucifer hadn’t before
he sinned. Perfect natures.
2. Adam
and Eve were literally tempted by a literal serpent, and had a literal fall
into sin. Agree?
3. Once
the Bible says sin came in, it infected every literal descendant of Adam and
Eve. So far so good?
4. And
what came in as a result to all men? Death came in upon all men as a
consequence of sin. Let me ask you, is death a consequence of sin? Yes. So could death have existed
before sin? No.
5. This
is the most important. Because of sin and death, humanity needs a redeemer who
will make it possible to bring the world back to its original perfect condition
where there is no sin and no death. If you get the beginning wrong, you don’t
need a redeemer. Are you with me? Think about it. If there was death in the world long before sin, then the link between
sin and death and redemption is broken. Death would not
come in as a result of sin. Thus the link between Creation and Redemption is
broken because the purpose of redemption in the Bible is deliverance from
death.
Alkitab menggambarkan rangkaian peristiwa yang literal dan tidak terputus. Jika satu rantai lepas, seluruh rangkaian berantakan. Sekarang, marilah kita lihat rangkaian apa itu.
1.
Adam dan
Hawa adalah manusia-manusia yang sungguh-sungguh ada, yang diciptakan sempurna oleh Allah, dan ditempatkan
di dalam sebuah taman Eden yang sungguh-sungguh ada, persis
seperti kata kitab Kejadian. Kalian setuju? Apakah Adam dan Hawa memiliki noda
dosa? Tidak. Tidak ada kecenderungan untuk berbuat dosa. Sama seperti Lucifer juga
tidak punya kecenderungan berbuat dosa sebelum dia berbuat dosa. Kodrat-kodrat
mereka itu sempurna.
2.
Adam dan
Hawa secara harafiah dicobai
oleh seekor ular yang sungguh-sungguh, dan
mengalami kejatuhan yang sungguh-sungguh dalam dosa.
Setuju?
3.
Alkitab berkata
sekali dosa masuk, dosa itu menjangkiti setiap keturunan Adam dan Hawa
yang sungguh-sungguh ada. Sampai di
sini, oke?
4.
Dan apa
akibatnya bagi semua manusa? Kematian datang kepada semua manusia sebagai
akibat dosa. Coba saya tanya, apakah kematian itu konsekuensi dosa? Iya. Jadi mungkinkah kematian itu ada SEBELUM ada dosa? TIDAK.
5.
Ini yang
terpenting. Karena dosa dan kematian, manusia membutuhkan penebus yang membuka
kesempatan untuk bisa membawa dunia kembali kepada kondisinya yang semula yang
sempurna di mana tidak ada dosa dan tidak ada kematian. Jika kita salah tentang
asal mulanya, maka kita tidak butuh penebus. Kalian paham? Pikirkan. Andaikan sudah ada kematian di dunia jauh
sebelum ada dosa, maka kaitan antara dosa dengan kematian dan penebusan,
terputus. Kematian tidak akan datang
sebagai akibat dosa. Maka hubungan antara Penciptaan dan Penebusan terputus
karena tujuan penebusan dalam Alkitab adalah menyelamatkan dari kematian.
Roman Catholic
theologian ~ interesting ~ Karl Schmitz Moormann, was brutally honest when he
wrote about the link between a literal fall into sin followed by death and
making necessary redemption from sin and death. By the way he is a very liberal
Roman Catholic theologian. Notice what he says, “The notion of the traditional
view of redemption as reconciliation and ransom from the consequences of Adam’s
fall is nonsense for anyone who knows about the evolutionary background to
human existence in the modern world.” [Creation,
Catastrophe and Calvary pg. 112]. Are you understanding
what this man is saying? He is saying that it is ridiculous to believe that
redemption is what? That redemption is reconciliation and ransom from the
consequences of Adam’s sin because he doesn’t believe in the story of Adam and
Eve’s sin. Further, he states, that because in his view the story of Genesis is
not literal, salvation cannot mean returning to an original state but must be
conceived as perfecting through the process of evolution. Is that the SDA view?
Theolog Roma Katolik ~ ini menarik ~ Karl Schmitz Moormann, sangat jujur ketika dia menulis mengenai hubungan antara kejatuhan yang sungguh-sungguh dalam dosa diikuti oleh kematian, yang mengakibatkan perlunya penebusan dari dosa dan kematian. Nah, ketahuilah Moormann adalah seorang theolog Roma Katolik yang sangat liberal. Perhatikan apa katanya, “Konsep tentang pandangan yang tradisional mengenai penebusan sebagai rekonsiliasi dan pengganti hukuman dosa akibat kejatuhan Adam, tidaklah masuk akal bagi siapa pun di dunia yang modern, yang tahu tentang latar belakang evolusi eksistensi manusia.” [Creation, Catastrophe and Calvary hal. 112] Apakah kalian paham apa yang dikatakan orang ini? Dia berkata bahwa sangat konyol mempercayai penebusan itu apa? Penebusan itu rekonsiliasi dan pengganti hukuman dosa akibat dosa Adam, karena dia tidak percaya kisah dosa Adam dan Hawa. Lebih lanjut, dia nyatakan, bahwa menurut dia, kisah di kitab Kejadian itu bukan kisah yang harafiah, bahwa keselamatan tidak mungkin berarti kembali ke kondisi aslinya, melainkan harus diterima sebagai penyempurnaan melalui proses evolusi. Apakah ini pendapat MAHK?
By the way do you know
something? All of these views of the Emerging Church that are starting to enter
the SDA church are BASED ON THE THEORY OF EVOLUTION. Those who are propounding
that, they
might still say today that “we believe in creation” ~ you know, and they might think in their minds
that they can reconcile creation with Pantheism, but ultimately they will lose
their view of the Creator God because that happened with Kellogg. The target of the Devil is Creation and the Sabbath and ultimately
Redemption.
Nah, tahukah kalian, semua pendapat ini yang dimiliki Emerging Church (= Gereja Baru) yang mulai memasuki gereja MAHK, adalah BERDASARKAN TEORI EVOLUSI. Mereka yang mengemukakan bahwa sekarang ini mereka masih berkata “kami meyakini Penciptaan”~ kalian tahu ~ mungkin mereka berpikir bahwa mereka bisa mempersatukan konsep Penciptaan dengan Panteisme, tetapi akhirnya mereka akan melepaskan keyakinan mereka kepada Allah Pencipta, karena itulah yang terjadi pada Kellogg. Sasaran Iblis adalah Penciptaan dan Sabat dan akhirnya Penebusan.
That’s why Ellen White
says that these views will sweep away the whole Christian economy, there will
be no Christianity left, if these views are embraced. This is serious what we
are talking about. You know, we didn’t just choose this theme at this Summit because
we thought that it would be a nice thing and it would attract a lot of people.
We are serious about this. At stake is the existence of our church. Do you
think it is important that we speak about these things? We can’t stay quiet.
Itulah mengapa Ellen White berkata bahwa pandangan-pandangan ini akan menyapu habis seluruh ekonomi Kristen, tidak akan ada Kekristenan lagi yang tersisa jika pandangan ini diterima. Yang kita bahas ini masalah serius. Kalian tahu, kami tidak kebetulan memilih tema ini untuk KTT ini karena kami menganggap ini adalah materi yang bagus dan akan menarik banyak orang. Kami serius tentang hal ini. Yang dipertaruhkan adalah eksistensi gereja kita. Menurut kalian apakah penting kita membahas hal-hal ini? Kita tidak boleh diam saja.
Now, let’s continue.
Excuse my zeal. I love this is my church. I love this church. Can’t
let this church go down the tubes. I’d rather fight than switch. Some of the
old timers will remember that.
The question that begs
to be asked is this: In this scenario how much longer must creation wait before
the process of evolution reaches its omega point, to use the words of Chardin?
Will it take millions of years? Billions? How many millions of billions of
years must we wait for the
lamb and wild beasts to live together in harmony and for wars to cease? How much longer must
creation cry out in pain for its deliverance? The evolutionary scenario
certainly doesn’t offer as much hope for an imminent coming of Jesus to quickly
make all things new, because where are we in the process of evolution? There
still might be million of years for the mistakes to be ironed out. Will change
take place over vast periods of time or will it be in a moment, in a twinkling
of an eye at the last trump? Clearly our view of how things began will
certainly impact our view of how things will end.
Sekarang, mari kita lanjutkan. Maafkan semangat saya. Saya mengasihi gereja saya ini. Saya mengasihi gereja ini. Tidak bisa membiarkan gereja ini masuk saluran pembuangan. Lebih baik saya bertempur daripada berubah haluan. Beberapa orang-orang tua masih akan mengingat hal itu.
Pertanyaan
yang mendesak untuk diajukan adalah ini: Dalam skenario ini, berapa lamakah
Penciptaan harus menunggu sebelum proses evolusi mencapai titik omeganya? ~
menyitir kata-kata Chardin. Apakah perlu jutaan tahun? Milyaran tahun? Berapa
juta atau milyaran tahun lagi kita harus menunggu hingga anak domba dan
binatang buas bisa hidup bersama dalam keharmonisan, dan perang akan berhenti?
Berapa lama lagi alam semesta harus berteriak kesakitan menantikan
penyelamatannya? Skenario evolusi jelas tidak menawarkan harapan bagi
kedatangan Yesus dalam waktu dekat untuk segera menjadikan segalanya baru,
karena di manakah posisi kita sekarang dalam proses evolusi? Bisa saja masih ada jutaan tahun lagi untuk
membenahi semua kesalahan yang ada.
Apakah perubahan akan terjadi dalam jangka waktu yang sangat lama ataukah itu
akan terjadi dalam sekejap, dalam sekejap mata pada saat sangkakala yang
terakhir? Jelas pandangan kita tentang bagaimana asal mula itu terjadi akan
mempengaruhi pandangan kita tentang bagaimana semua itu akan berakhir.
Now, let’s talk about
evolution and the Sabbath.
It has become common for
Roman Catholic theologians and some
Evangelical and Adventist
ones as well to refer to the story of Genesis 1-11 as non historical legends.
What would happen with the Sabbath if the story of creation did not literally
take place just as Genesis describes it? The answer is inescapable. If
the days of creation were not literal 24-hour days, then the seventh day was
not either. And the Sabbath as a perpetual memorial of a loving-wise omnipotent
Creator evaporates. The
target of the Devil is the Sabbath, folks.
Sekarang marilah kita bahas tentang evolusi dan Sabat.
Sudah umum
bagi para theolog Roma Katolik dan beberapa theolog Evangelist dan bahkan dari Advent juga, untuk menyebut kisah
kitab Kejadian pasal 1-11 sebagai legenda non-sejarah. Apa yang akan terjadi dengan Sabat seandainya kisah
Penciptaan tidak benar-benar terjadi seperti yang digambarkan di kitab
Kejadian? Jawabannya tidak terelakkan. Andai
hari-hari Penciptaan bukan hari-hari 24 jam secara harafiah, maka hari yang
ketujuh juga bukan. Dan Sabat sebagai peringatan yang abadi akan Pencipta yang
pengasih, bijak dan mahakuasa, menguap begitu saja. Yang ditarget Iblis adalah hari Sabat, Saudara-saudara.
Actually Francis’
concept of beginnings is incongruent ~ in other words it doesn’t fit ~ with his
expressed desire to address climate change, family values and the plight of the
poor. Why should we respect creation if it has evolved over million of years
and is still in the process of evolving? If by a process of natural selection or
the survival of the fittest, the strong survive and the weak disappear, why should we help the
underdog? Why should the haves be
concerned about those who have not? Is it not the mechanism of evolution that
the strong thrive and the weak disappear?
Only when we realize that all persons are God’s creatures, created
originally and literally in the image of God, will we feel the desire to care
for them and provide for their needs.
Sebenarnya konsep Francis mengenai Asal Mula itu tidak kompatibel ~ dengan kata lain, itu tidak cocok ~ dengan hasratnya yang dinyatakannya untuk menangani persoalan perubahan iklim, nilai-nilai kekeluargaan, dan nasib orang miskin. Mengapa kita harus menghargai penciptaan jika itu terjadinya lewat evolusi berjuta-juta tahun dan masih dalam tahap tetap berevolusi? Jika melalui suatu proses seleksi alami atau yang sehat yang bertahan, yang kuat yang selamat dan yang lemah lenyap, mengapa kita harus membantu mereka yang lemah? Mengapa orang yang mampu harus mempedulikan mereka yang tidak mampu? Bukankah itu mekanisme evolusi bahwa yang kuat yang bertahan dan yang lemah akan hilang?
Hanya
apabila
kita menyadari bahwa semua orang adalah makhluk ciptaan Allah, aslinya
diciptakan secara harafiah dalam bentuk dan rupa Allah, kita akan merasakan
dorongan untuk mempedulikan mereka dan menyediakan kebutuhan mereka.
Further, if the creation
story did not literally take place, how can we argue that a family should have
a father and a mother rather than two fathers and two mothers? See, the target of the Devil in
getting rid of Creation is getting rid of heterosexual
marriage. Because
if the story of creation didn’t take place as it said in the Bible, then you
cannot say that God had established the Sabbath or heterosexual marriage. Those
are the targets of the Devil, the two creation institutions.
Lebih lanjut, jika kisah Penciptaan tidak sungguh-sungguh terjadi, bagaimana kita bisa membela bahwa suatu keluarga harus memiliki seorang ayah dan seorang ibu, bukan dua ayah atau dua ibu? Lihat, yang ditarget oleh Iblis dalam menyingkirkan konsep Penciptaan adalah dengan menyingkirkan perkawinan heteroseksual. Karena andai kisah Penciptaan tidak terjadi sebagaimana tertulis di Alkitab, maka kita tidak bisa berkata bahwa Allah telah menetapkan hari Sabat maupun perkawinan heteroseksual. Inilah sasaran-sasaran Iblis, kedua lembaga yang ditentukan Allah saat Penciptaan.
The Papacy claims that
climate changes caused by human activity, it must be resolved by mere human
methods such as conservation, recycling, eliminating fossil fuels and
international laws and treaties adopted in response to the moral voice of the
Roman Catholic Papacy. We know that one of those international laws will eventually be mandatory Sunday
rest,
this law will presumably give a rest to the environment, provide family time
for worship, help people connect with their spiritual roots and give the poor a
rest from the endless capitalist’s cycle of work. This in turn will supposedly
bring in the long expected millennium of peace and prosperity under the moral
leadership of the Papacy guiding the civil powers of the world. Thus, in this
misguided scenario, the planet will have reached the ending point of the grand
design. Are you catching the picture?
Kepausan mengklaim bahwa perubahan iklim diakibatkan oleh aktivitas manusia, jadi itu harus diselesaikan oleh metode manusia saja seperti konservasi, daur ulang, melenyapkan bahan bakar dari fosil (batubara, dll.) dan oleh hukum-hukum dan perjanjian-perjanjian internasional yang dibuat berdasarkan suara moral Kepausan Roma Katolik. Kita tahu bahwa salah satu dari hukum-hukum internasional itu akhirnya adalah paksaan untuk berhenti bekerja pada hari Minggu. Hukum ini, dianggap bisa memberikan istirahat kepada lingkungan hidup, memberikan waktu untuk berbakti kepada keluarga, membantu manusia terhubung dengan akar rohaninya, dan memberikan istirahat kepada orang-orang miskin dari lingkaran kerja kapitalis yang tidak ada akhirnya. Pada gilirannya ini dianggap bisa mendatangkan masa seribu tahun kedamaian dan kemakmuran yang sudah lama ditunggu-tunggu, di bawah kepemimpinan moral Kepausan yang membimbing kekuasaan-kekuasaan sipil dunia. Maka, dalam skenario yang sesat ini, planet kita akan mencapai titik akhir dari rancangan agung itu. Apakah kalian menangkap gambarnya?
(Ingat
dalam pelajaran 08 dikatakan “pada dasarnya “rancangan agung” itu adalah Dunia Di Bawah Satu Pemerintahan”
yaitu kekuasaan Kepausan.)
Now, we have studied the
Roman Catholic views of the beginnings, let’s see if their views of the end
squares with their views of the beginnings. Can we expect ~ continuing here ~ a
rapid supernatural end to human history with an evolutionary model? Impossible.
If the original creation was not supernatural, rapid, literal and perfect,
could we expect that when God creates a new heavens and a new earth, it will be
so? The Papacy’s view of the end is compromised by its views of the beginnings.
How many more millions of years must we wait for the process of evolution to
work out its quirks, wrinkles and flaws? For Roman Catholic theologians and popes the blessed hope of the church
is not found in the second coming of Jesus.
The goal is for the Papacy to
take over the kingdoms of the world by joining church and state in order to
establish a theocratic kingdom where the church will control and provide moral
guidance for the state.
I ask, how many times
did you hear John Paul II refer to the second coming as the great hope of the
church? None. How many times have you heard Pope Francis say that the second
coming is the great hope of the church? None.
Because that is not the hope of the Roman Catholic church. That is not the
eschatology of the Roman Catholic church. The eschatology of the Roman Catholic church is through the moral
guidance of the Papacy, combine with all of the nations of the world ~ in this
case it will be the UN ~ they are going to establish a theocracy like the one
that existed during the 1260 years, and there will be a millennium of peace.
Have you heard that
quotation from Ellen White about this bringing in the millennium, the long
expected millennium?
Sekarang kita telah mempelajari pandangan Roma Katolik tentang Asal Mula dunia, marilah kita lihat apakah pandangan mereka tentang Akhirnya sesuai dengan pandangan mereka tentang Asal Mulanya. Bisakah kita berharap, sejarah manusia di sini akan berakhir secara cepat dan supranatural dengan model evolusi? Mustahil. Jika Penciptaan yang mula-mula tidak supranatural, cepat, harafiah dan sempurna, bagaimana kita bisa berharap ketika Allah menciptakan langit baru dan bumi baru, caranya akan demikian? Pandangan Kepausan tentang Akhirnya akan dipengaruhi oleh pandangannya tentang Asal Mula. Berapa juta tahun lagi kita harus menunggu proses evolusi ini membenahi semua kejanggalan, kerut, dan cacat? Bagi theolog-theolog dan Paus-paus Roma Katolik harapan mulia gereja tidaklah terletak pada kedatangan kedua Yesus. Tujuan Kepausan adalah mengambil alih kerajaan-kerajaan dunia dengan menggabungkan gereja dengan pemerintahan untuk mendirikan suatu kerajaan theokratis di mana gereja yang akan mengendalikan dan memberikan bimbingan moral bagi pemerintah.
Saya tanya,
sudah berapa kali kita pernah mendengar Yohanes Paulus II menyebut kedatangan
kedua Kristus sebagai harapan mulia gereja? Tidak pernah. Berapa kali kita
pernah mendengar Paus Francis mengatakan bahwa kedatang yang kedua adalah
harapan mulia gereja? Tidak pernah. Karena itu bukanlah harapan gereja Roma
Katolik. Itu bukan eskatologi gereja Roma Katolik. Eskatologi gereja Roma Katolik adalah, melalui
bimbingan Kepausan, bersama semua bangsa di dunia – dalam hal ini dengan PBB ~
mereka akan mendirikan suatu theokrasi seperti yang pernah ada selama 1260
tahun, dan akan terjadi masa seribu tahun kedamaian.
Pernahkah
kalian mendengar kutipan dari Ellen White tentang mendatangkan millenium ini,
masa seribu tahun yang sudah lama dinantikan?
The Reform scholar John
W. Robbins in his book, Ecclesiastical Megalomenia
pg.187 expressed ~ he is a Presbyterian, a Reformed scholar, he’s not SDA, but
he knows what the Papacy’s up to ~ he says, “What the Roman Catholic
church-state accomplished on a small scale during the Middle Ages, is what it
desires to achieve on a global scale in the coming millennium.” (1999).
Praise the Lord that we still have some people outside the Adventist church who
get the picture.
Seorang ahli dari denominasi Reformed, John W. Robbins dalam bukunya Ecclesiastical Megalomania hal. 187 menyatakan ~ dia adalah seorang Presbyterian, seorang ahli
Alkitab Reformed, dia bukan MAHK, tetapi dia tahu apa rencana Kepausan ~ dia
berkata, “Apa yang dicapai oleh
gabungan gereja Roma Katolik dengan pemerintah dalam skala yang kecil selama Abad
Pertengahan, adalah apa yang dicita-citakannya bisa dicapainya dalam skala
global dalam masa seribu tahun yang mendatang.” (1999). Puji Tuhan masih ada orang-orang di luar gereja Advent
yang paham apa yang terjadi.
There is nothing new
under the sun.
This theocratic ~ now
listen carefully ~ this theocratic experiment has been tried once before during
the 1260 years, and this happened in Europe. And what happened? It failed
miserably, bringing about misery, disease, suffering, poverty, civil wars, squalor,
strife and moldered dump that eventually culminated in the explosion of the
French revolution. What makes us think that the Papacy will do any better on a
global scale? Since the
time of St. Agustin the Roman Catholic church has taught that the stone that
hits the feet of the image of Daniel 2 does not represent the second coming of
Jesus.
The Roman Catholic church does not believe that the stone is the second coming
of Christ. What do they believe? It rather represents the Papacy taking over the reigns of the secular
powers of the world to establish Christ’s universal kingdom of peace on earth. It
is a sobering fact that on the Mt. of Temptation Satan offered Jesus all the
kingdoms of the world and He rejected them, but Satan offered the Papacy those
same kingdoms and the Papacy accepted the offer. That’s why the Papacy is the
vice-regent of Satan. And I know that’s a strong expression, but it’s true.
Tidak ada barang baru di bawah matahari.
Theokrasi
ini ~ sekarang, dengarkan baik-baik ~ eksperimen theokrasi ini sudah pernah
dicoba sekali sebelumnya selama 1260 tahun, dan itu terjadi di Eropa. Apa yang
terjadi? Cara itu gagal tragis, mendatangkan kesengsaraan, penyakit,
penderitaan, kemiskinan, peperangan sipil, kekumuhan, perkelahian, dan
kemelaratan yang akhirnya memuncak dalam ledakan revolusi Perancis. Apa yang
membuat kita berpikir bahwa Kepausan akan berhasil lebih baik dalam skala yang
global? Sejak zaman St. Agustin, gereja Roma Katolik
telah mengajarkan bahwa batu yang menimpa kaki patung di Daniel pasal 2, TIDAK
melambangkan kedatangan kedua Yesus. Gereja
Roma Katolik tidak percaya bahwa batu itu adalah kedatangan kedua Kristus. Apa
yang mereka percayai? Bahwa
batu itu melambangkan KEPAUSAN MENGAMBIL ALIH tali kekang kekuasaan-kekuasaan
di bumi untuk mendirikan kerajaan universal Kristus yang damai di dunia. Peristiwa
di Bukit Pencobaan di mana Setan menawari Yesus semua kerajaan dunia yang
ditolak oleh Yesus adalah fakta yang seharusnya menyadarkan kita. Tetapi ketika
Setan menawari Kepausan kerajaan-kerajaan yang sama, Kepausan menerima tawaran
tersebut. Itulah sebabnya Kepausan adalah wakil-kuasa Setan. Saya tahu ini
adalah istilah yang keras, tetapi ini adalah kebenaran.
What is the Papacy’s
ultimate goal in all of these discussions on climate change, family values and
helping the poor? Now, we get to a very important point in this discussion. We
can tell by the catch
words and expressions the Papacy has used to address these issues.
The key words ~ now, listen carefully ~ and expressions that appear repeatedly are “the common
good”
and in parenthesis I have the explanation. Individualism is an enemy to be dreaded. Solidarity, we
are all in this together, so we must all unite in one ecumenical body, as he
says in his encyclical “we require a new and universal
solidarity.”
Another word is “subsidiarity” that simply
means our personal interests are subsidiary to the common good.
Apakah gol terakhir Kepausan dengan semua pembicaraan tentang perubahan iklim, nilai kekeluargaan, dan bantuan kepada orang miskin? Sekarang kita tiba pada poin yang sangat penting dalam pembahasan ini. Kita bisa tahu dari kata-kata kunci dan ungkapan-ungkapan yang dipakai Kepausan untuk mengetengahkan isu-isu tersebut. Kata-kata kuncinya ~ sekarang, dengarkan baik-baik ~ dan ungkapan-ungkapan yang muncul berulang-ulang adalah “kebaikan bersama” dan dalam kurung saya berikan penjelasannya. Individualisme adalah musuh yang harus ditakuti. Solidaritas, kita semua mengalami hal yang sama, jadi kita harus bersatu dalam satu badan ekumene, seperti yang dikatakannya dalam ensikliknya, “kita perlu solidaritas baru yang universal.”
Kata kunci
yang lain adalah “subsidiaritas”
(= rela kepentingannya
dikalahkan) yang artinya semata-mata adalah kepentingan pribadi kita dikalahkan
oleh kebaikan bersama.
And finally “the common destination of
goods”.
You will find, it means that property is not personal but belongs to all of
humanity according to need. Are you catching the picture?
Time and again popes’ conciliar documents and theologians have used these words and
expressions ~ I have about 10 pages of them but I only included two in this
document. Let’s take a look at a few of them.
Dan akhirnya bahwa “seluruh hasil alam semesta adalah milik bersama”. Kalian akan mendapati bahwa itu berarti harta tidak bersifat pribadi, tetapi merupakan milik semua manusia sesuai kebutuhannya. Apakah kalian menangkap gambarnya?
Berulang-ulang
dokumen-dokumen konsili Kepausan dan para theolog memakai kata-kata dan
ungkapan-ungkapan ini ~ saya punya sekitar 10 halaman, tetapi saya hanya
memasukkan dua dalam dokumen ini. Mari kita lihat beberapa darinya.
Pope Benedict XVI in
2009 his encyclical Caritas in Veritate made this chilling suggestion: “There is urgent need of a true world political authority, as my
predecessor blessed John XXIII indicated some years ago. Such an authority
would need to be regulated by law, to observe consistently the principles of
subsidiarity and solidarity, to seek to establish the…”
what? “…the common good, and
to make a commitment to securing authentic integral human development inspired
by the values of charity in truth…” Caritas in Veritate “…Furthermore such…” now here comes the scary part, “…Furthermore, such an authority would need to be universally
recognized and to be vested with the effective power to ensure security for
all, regard for justice, and respect for rights.” And, I’ll give
you one guess who that universally recognized power would be, hehehe. Something
similar to the UN.
Paus Benedict XVI pada tahun 2009 dalam ensikliknya Caritas in Veritate membuat usul yang mengerikan ini: “Ada kebutuhan yang mendesak bagi seorang penguasa dunia politik yang sejati, sebagaimana yang telah diindikasikan pendahulu saya Yohanes XXIII yang mulia beberapa tahun yang lalu. Penguasa seperti ini haruslah diatur oleh hukum, untuk secara konsisten memperhatikan konsep subsidiaritas dan solidaritas, untuk menegakkan…” apa? “…kebaikan bersama, dan membuat komitmen untuk mengamankan perkembangan manusia secara integral yang otentik yang diilhami oleh nilai-nilai amal dalam kebenaran (Caritas in Veritate). Selanjutnya…” sekarang tiba bagian yang mengerikan, “…selanjutnya, penguasa ini harus diakui secara universal dan diberi kekuasaan yang efektif untuk menjamin keamanan bagi semua, menghormati keadilan, dan menghormati hak-hak.” Dan saya berikan kepada kalian satu kesempatan untuk menebak siapa kekuasaan yang diakui secara universal itu nantinya, hehehehe. Sesuatu yang mirip PBB.
Something similar is
stated in the Compendium of Catholic Social Doctrine. By the way this is a document
I have it on my desk, it is this thick (about 10 cm) literally. The social
doctrine of the Roman Catholic church, I’ve read the whole thing, but it makes
fascinating reading. And this is just one statement, and I have many others as
well.
“If it is true that
everyone is born with the right to use the goods of the earth, it is likewise true
that, in order to ensure that this right is exercised in an equitable and
orderly fashion, regulated interventions are necessary, interventions that are
the result of national and international agreements, and a juridical order that
adjudicates and specifies the exercise of this right.” [section 173]. Basically what he is saying is there is no
such thing as private property. If a government wants to confiscate and
expropriate something that belongs to someone to give it to the poor, it’s
perfectly acceptable. This has happened in Venezuela, it’s the government
stealing from the people. But it’s the idea, it’s this idea that there needs to
be national and international agreements and a juridical order, that is an
enforcement agency, that adjudicates and specifies the exercise of this right.
In other words it’s not really right. The government decides.
Sesuatu yang mirip itu juga dinyatakan dalam Compendium of Catholic Social Doctrine. Ketahuilah dokumen ini ada di atas meja saya, tebalnya sekian (sekitar 10 cm), benar-benar sekian. Doktrin sosial gereja Roma Katolik, saya telah membaca seluruh isinya, tetapi ini bahan bacaan yang menarik. Dan ini hanya salah satu pernyataannya, padahal ada banyak. “Memang benar setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memanfaatkan harta bumi ini, sama benarnya bahwa untuk menjamin hak ini betul-betul dijalankan secara adil dan tertib, dibutuhkan campur tangan yang diatur, campur tangan yang didasari oleh perjanjian-perjanjian nasional maupun internasional, dan suatu perintah yang berkekuatan hukum yang menghakimi dan memperinci pelaksanaan wewenang ini.” [seksi 173]. Pada dasarnya apa yang dia katakan adalah, tidak ada hak milik pribadi. Jika pemerintah mau menyita dan mengambil alih sesuatu milik seseorang untuk diberikan kepada orang miskin, itu sah-sah saja. Ini sudah pernah terjadi di Venezuela, pemerintah mencuri dari rakyat. Tetapi gagasannya itu, gagasan bahwa dibutuhkan perjanjian nasional dan internasional dan suatu perintah yang berkekuatan hukum, yaitu suatu badan pelaksana yang menghakimi dan memerinci pelaksanaan hak tersebut. Dengan kata lain, itu bukan benar-benar hak. Pemerintah yang menentukan.
Now, the
question is which world political authority was Pope Benedict referring to?
Well, Pope Pius XI in his encyclical Quadragesimo Anno had already provided the answer. Listen carefully, “That principle
which Leo XIII so clearly established must be laid down at the outset here,
namely, that there resides in us…” that is in the Papacy, “…the right and
duty to pronounce with supreme authority upon social and economic matters.”
[May 15, 1931, paragraph 41]. Are you catching the picture?
Sekarang,
pertanyaannya ialah, penguasa politik dunia yang mana yang dimaksud oleh Paus
Benedict? Nah, Paus Pius XI dalam ensikliknya Quadragesimo Anno,
telah menyediakan jawabannya. Dengarkan baik-baik, “Kaidah yang telah ditentukan Leo XIII dengan begitu jelas, harus
disodorkan pada awalnya di sini, yaitu, bahwa ada pada kami…”
yaitu pada Kepausan, “…hak dan
kewajiban untuk memutuskan dengan autoritas tertinggi tentang masalah sosial
dan ekonomi.” [15 Mei, 1931, paragraf 41]. Apa
kalian menangkap gambarnya?
The
Papacy’s end time scenario is radically different than the Biblical one. As we
have previously seen, the Bible portrays a
pessimistic end time scenario, the earth will grow old, there will be
earthquakes, famines, pestilence, social unrests, and wars that will lead to a
tribulation such as never has been seen, the abomination of desolation, a universal
Sunday law will be set up and God’s people will be hated and persecuted by all
nations. Towards the end of the great tribulation the seven last plagues will
decimate the earth and the second coming of Jesus will reduce the planet to the
way it was in before creation week,
dark, empty, disorderly and uninhabitable. The angels will then gather up God’s
elects and take them to Heaven for a thousand years, after which God will
create a new heavens and a new earth. That’s the biblical scenario.
Skenario
Akhir zaman Kepausan sangat berbeda dari yang ada di Alkitab. Seperti yang
sudah kita simak, Alkitab menggambarkan skenario akhir zaman yang
pesimistis,
dunia akan menjadi tua, banyak gempa bumi,
kelaparan, wabah penyakit, kerusuhan, peperangan yang akan berlanjut ke masa
kesukaran besar seperti yang belum pernah terlihat, kekejian yang mengakibatkan (bumi)
ditelantarkan (oleh Tuhan),
undang-undang Hari Minggu yang akan diadakan dan umat Allah akan dibenci dan
dianiaya oleh semua bangsa. Menjelang akhir masa kesukaran besar itu tujuh
malapetaka terakhir akan mengikis bumi dan kedatangan kedua Yesus akan membuat
planet ini kembali seperti keadaannya sebelum minggu Penciptaan, gelap, kosong,
kacau dan tidak bisa dihuni. Kemudian para malaikat akan mengumpulkan umat
pilihan Allah dan membawa mereka ke Surga selama seribu tahun, setelah itu
Allah akan menciptakan langit yang baru dan bumi yang baru. Itulah skenario
Alkitab.
In contrast
the Papacy sees a potentially brilliant
future for the planet under its moral leadership. In its view human
ingenuity and international laws will be able to solve the planet’s problems,
and the kingdom of God will be established on earth with the Papacy serving as
the moral voice for the nations of the world. Thus, Pope Francis in his speech
to the UN stated this ~ notice how it centers on human beings’ laws and taking
care of the environment, and in providing for the poor ~ this is what he said, “Among other
things, human genius well applied, will surely help to meet the grave
challenges of ecological deterioration and of exclusion [of the poor].”
So what’s
the solution for the problems of the poor and for the eco system? Human genius.
The Papacy believes that this theocracy will bring about the long expected
millennium of peace. By the way that’s what Protestants also believe. And
that’s also what the secular people will come to believe. The Papacy believes
that this is going to happen and that prosperity will come as its result. You
see, for the Papacy this world is our
permanent home, an idea that contradicts the Bible of course. According
to Scripture we are strangers and pilgrims on this earth, the heavenly city is
our home, our citizenship is in heaven from where we expect Jesus at His second
coming. Is it any coincidence that the wicked
in Revelation are portrayed as the earth dwellers, which are glued to this
planet?
Sebaliknya,
Kepausan melihat potensi masa depan yang cemerlang bagi planet ini di
bawah kepemimpinan moralnya. Dalam pandangannya, akal manusia dan
hukum-hukum internasional akan bisa menyelesaikan masalah-masalah planet, dan
kerajaan Allah akan didirikan di dunia dengan Kepausan berperan sebagai suara
moral bagi bangsa-bangsa dunia. Dengan demikian, Paus Francis dalam pidatonya
kepada PBB, menyatakan ini ~ perhatikan bagaimana itu berpusat pada hukum-hukum
manusia dan mempedulikan lingkungan hidup dan memenuhi kebutuhan orang miskin ~
inilah yang dikatakannya, “Antara lain, akal manusia yang
diaplikasikan dengan tepat, pasti akan membantu memenuhi tantangan berat
kerusakan ekologi dan
penyisihan orang miskin.”
Jadi
apa solusi bagi masalah orang miskin dan ekosistem? Akal manusia. Kepausan
meyakini bahwa theokrasi ini akan mendatangkan seribu tahun kedamaian yang
sudah lama dinantikan. Nah, ketahuilah, itu juga yang diyakini golongan
Protestan. Dan itu juga yang bakal diyakini orang-orang sekuler. Kepausan
meyakini bahwa ini akan terjadi dan bahwa sebagai akibatnya, kemakmuran pun
akan tiba. Kalian lihat, bagi Kepausan, dunia ini adalah
rumah permanen kita, suatu konsep yang tentu saja berseberangan
dengan Alkitab. Menurut Firman Allah, kita adalah orang asing dan peziarah di
dunia ini, Kota Suci itulah rumah kita, kewarganegaraan kita ada di Surga dari
mana kita menantikan Yesus datang saat kedatanganNya yang kedua. Apakah suatu
kebetulan orang-orang fasik di kitab Wahyu digambarkan sebagai “penghuni-penghuni
bumi”,
yang melekat pada dunia ini?
The Pope has
linked these three causes to captivate the world: climate change, poverty and family and here
comes a very important point, he has linked all three with Sunday sacredness. This is not a SDA imposition. He has
said this. According to the Pope, “…capitalization has enslaved the poor and
deprived them of necessary rest, and therefore international governments should
draw up laws that would pressure private enterprise to give them a Sunday
rest.” It reminds me of the Dodge Ram advertisement that Ellen mentioned
yesterday.
By the way
this has already been done in the Pope’s native Argentina, and there is great
pressure to do the same in the European union. Are you aware of the fact that the Papacy, and the labor unions and the churches
in Europe are pressuring the European parliament to give Sunday off, to close
all of the businesses on Sunday so that people can go back to church,
because only 6% of the French attend mass on a regular basis.
So the way
to solve that problem is to make a law that close everything down and then
they’ll go to church. Now, that’s a good motivation.
Kepausan
mengaitkan ketiga tujuan ini
untuk memikat dunia: perubahan iklim, kemiskinan, dan keluarga. Dan sekarang
tiba poin yang sangat penting. Kepausan telah mengaitkan ketiganya dengan
kesucian hari Minggu. Ini bukanlah karangan MAHK. Paus yang
berkata ini. Menurut Paus, “…kapitalisme
telah memperbudak orang-orang yang miskin dan merampas dari mereka istirahat
yang mereka butuhkan. Oleh sebab itu pemerintahan internasional harus membuat undang-undang
yang akan menekan usaha-usaha swasta untuk memberikan mereka libur hari
Minggu.” Ini mengingatkan saya kepada
iklan prahoto Dodge Ram yang disinggung Ellen kemarin (bisa lihat di Youtube https://www.ispot.tv/ad/7Hrn/ram-trucks-sunday “Take time for Sunday”)
Nah,
ketahuilah ini sudah dilakukan di kampung halaman Paus di Argentina, dan sudah
ada tekanan besar untuk melakukan yang sama di uni Eropa. Apakah kalian
menyadari faktanya bahwa Kepausan dan serikat buruh dan
gereja-gereja di Eropa sedang menekan parlemen Eropa untuk meliburkan hari
Minggu, untuk menutup semua usaha pada
hari Minggu supaya orang bisa kembali ke gereja? Karena hanya 6%
dari orang Perancis yang menghadiri misa secara teratur.
Jadi
caranya untuk menyelesaikan masalah adalah membuat undang-undang untuk menutup
semua, kemudian mereka akan pergi ke gereja. Nah, itu adalah motivasi yang
bagus.
The Pope
has further argued that capitalist countries have spoiled he environment. So
notice, his first argument has to do with, you know, with the capitalist system
you know, we need to give Sunday rest to the poor. The Pope has further argued
that the capitalist countries have spoiled the environment and the poor
countries have suffered as a result and therefore the rich nations should
financially compensate the poor ones. And the
Pope has indicated that Sunday is a magnificent way to let the environment
rests by stopping the exploitation of nature by one day in seven. He
has further stated that capitalism treats human beings like machines and
deprives them of the opportunity to gather with their families for Sunday mass
and spiritual enrichment. So all three of these are connected with Sunday.
1.
The poor ~ give them their Sunday rest, you capitalists!
2.
Family ~ oh, you know because they
are so busy all the time you know, they don’t have time to go to church. So let
families rest on Sunday.
3.
The environment ~ oh, the environment needs one day to rest
Paus
selanjutnya juga mendebat bahwa negara-negara kapitalis telah merusak lingkungan
hidup. Jadi perhatikan, argumentasinya yang pertama berkaitan dengan sistem
kapitalisme, kalian tahu, kita perlu memberikan libur hari Minggu
kepada yang miskin. Paus lebih lanjut juga mendebat bahwa
negara-negara kapitalis telah merusak lingkungan hidup dan negara-negara miskin
menderita sebagai akibatnya, oleh karena itu negara-negara kaya harus
memberikan ganti rugi finansial kepada negara-negara yang miskin. Dan
Paus mengindikasikan bahwa hari Minggu adalah cara yang sangat bagus untuk
membiarkan lingkungan hidup beristirahat dengan menghentikan eksploitasi alam
sekali dalam tujuh hari. Paus lebih
lanjut menyatakan bahwa kapitalisme memperlakukan manusia seperti mesin dan
merampas kesempatan mereka berkumpul dengan keluarga mereka, untuk mengikiuti misa hari
Minggu dan memperkaya kerohanian.
Jadi ketiganya semua dikaitkan dengan hari Minggu.
1. Orang
miskin ~ berikan mereka libur hari Minggu, hai, kalian
para kapitalis!
2. Keluarga
~ oh, kalian tahu karena mereka begitu sibuk setiap waktu mereka tidak ada
waktu ke gereja. Jadi biarkan keluarga juga libur hari minggu
3. Lingkungan
hidup ~ oh, lingkungan hidup perlu satu hari untuk beristirahat.
The bottom
of page 16. As the biblical foundation for this Save the Planet Crusade, hehehe,
the Pope appeals ~ this is so ironic
~ he appeals in his encyclical to the pattern of the seven day weekly cycle,
the seven year sabbatical cycle, and the 49 year cycle of the Jubilee, but
here is the interesting point: this is all fine and dandy except for the fact
that in all these cycles IT WAS THE 7TH
IN THE SEQUENCE NOT THE FIRST, where the people were to rest, the debts
of the poor were to be forgiven ~ in other words you are supposed to care for
those who are in need ~ the captives were to be released, and the fields were
to be left fallow on the seventh not the
first in all these cycles. The Bible clearly indicates that the 7th
day Sabbath is the day to let the environment rest, the day for work to cease
so that men can spend time with God and with family, a day to give the poor a
break from the rat race of work. The Pope’s idea is great but he has the wrong
day.
Bagian
bawah halaman 16. Dasar Alkitab yang dipakai untuk Save the Planet Crusade
(Gerakan Menyelamatkan Planet), hehehe, Paus mengajukan ~
ini begitu ironis ~ dia mengajukan dalam ensikliknya pola siklus
mingguan tujuh hari, siklus Sabat tujuh tahunan, dan siklus 49 tahun Yobel,
tetapi ini poinnya yang menarik: semua ini bagus-bagus saja, kecuali
faktanya bahwa dalam semua
siklus ini. dasarnya adalah YANG
KE-7 DALAM URUTANNYA, BUKAN YANG PERTAMA, saat manusia diharuskan
beristirahat, saat utang orang miskin dihapuskan ~ dengan kata lain kita
diharuskan peduli kepada mereka yang membutuhkan ~ saat para tawanan
dilepaskan, dan saat ladang-ladang dibiarkan tidak digarap, yaitu pada yang
ketujuh bukan yang pertama dalam semua siklus itu. Alkitab dengan jelas
mengindikasikan bahwa Sabat hari ketujuh adalah hari untuk mengistirahatkan
lingkungan hidup, hari untuk berhenti bekerja supaya manusia bisa menghabiskan
waktu bersama Allah dan keluarga, hari untuk memberikan istirahat kepada orang
miskin dari kesibukan kerja tanpa akhir. Gagasan Paus itu bagus, tetapi dia
memilih hari yang salah.
On August
19, 2015, at its weekly general audience Pope Francis spoke about the need for
days of rest especially Sunday’s
celebration of mass and time with the family because they are important
reminders that every human being is made in the image and likeness of God and
is not a slave to work. Last I knew it was
the Sabbath that the Bible says signifies that. Even a superficial
reader of the Genesis story will discern a serious disconnect between the
Pope’s counsel and the creation story. How
can the Pope appeal for Sunday rest day based on the creation story when the
story clearly states the seventh day Sabbath is the commemorative day of rest,
not the first? I mean are people not intelligent enough to understand this?
Pada
19 Agustus 2015, saat audiensi umum mingguannya, Paus Francis berbicara tentang
perlunya hari-hari perhentian, terutama perayaan misa pada hari Minggu, dan
waktu bersama keluarga karena itu adalah pengingat-pengingat penting bahwa
setiap manusia diciptakan dalam bentuk dan rupa Allah, dan bukan budak yang
harus bekerja. Setahu saya sampai sekarang, Alkitab berkata bahwa hari
Sabat-lah yang menjadi tanda tersebut. Bahkan bagi seorang yang
membaca kitab Kejadian sambil lalu saja, dia akan melihat ketidakcocokan yang
serius antara nasihat Paus ini dengan kisah Penciptaan.
Kok bisa Paus mengajukan hari Minggu sebagai hari istirahat berdasarkan
kisah Penciptaan padahal kisah itu dengan jelas menyatakan Sabat hari
ketujuhlah hari peringatan perhentian, bukan hari yang pertama?
Maksud
saya, masa manusia tidak cukup inteligen untuk memahami ini?
And now it
gets worse. On what authority could Pope John Paul II boldly state in paragraph
14 of his pastoral letter Dies Domini that
Sunday should be kept because God blessed it and made it holy? Listen to what
he said, “Sunday is the day of rest…” I am quoting
him now, “…because it is the day
‘blessed’ by God and ‘made holy’ by Him, set apart from the other days to be,
among all of them, ‘the Lord’s day’.”
Now what
chapter and verse is that in? That is an OPEN
BOLDFACED LIE! It’s nowhere to be found in Scripture!
Dan
sekarang, lebih parah lagi. Atas dasar wewenang apa Paus Yohanes Paulus II bisa
dengan berani menyatakan di paragraf 14 dari surat pastoralnya Dies Domini bahwa hari Minggu harus
dipelihara karena Allah telah memberkatinya dan menguduskannya? Dengarkan apa
yang dia katakan, “Minggu adalah
hari perhentian…” sekarang saya sedang mengutip
dia, “…karena itulah
hari yang ‘diberkati’ oleh Tuhan dan ‘dikuduskan’ olehNya, dipisahkan dari
hari-hari yang lain untuk menjadi ‘Hari Tuhan’ dari antara semua hari.” Nah, pasal berapa dan
ayat berapa ini? Ini adalah KEBOHONGAN TERANG-TERANGAN! Ini sama
sekali tidak terdapat di dalam Alkitab!
According
to Francis in a radio address on August 12, 2015, he said this, “The obsession
with economic profit and technical efficiency put the human rhythms of life at
risk. Moments of rest especially on Sunday, are sacred because in them we find
God….” Last I knew the Bible says, it’s the Sabbath. You understand now why Sabbath and Sunday is going to be the issue in the
end time? See, what Ellen White
says, we’re seeing it before our eyes “…The Sunday Eucharist brings
to our celebrations every grace of Jesus Christ: His presence, His love and His
sacrifice; His forming us into a community, and His way of being with us.” The Sunday
Eucharist, see the Sunday and the mass are connected.
Menurut
Francis dalam suatu pembicaraan di radio pada 12 Agustus 2015, dia berkata
demikian, “Obsesi dengan
laba ekonomi dan efisiensi teknis menempatkan irama hidup manusia dalam bahaya.
Saat-saat istirahat terutama pada hari Minggu, itu kudus, karena di dalamnya
kita menemukan Allah…” Terakhir yang saya tahu
Alkitab berkata, itu hari Sabat. Kalian paham sekarang mengapa hari
Sabat dan hari Minggu akan menjadi isu pada akhir zaman? Nah,
apa kata Ellen White, kita sedang melihatnya sekarang terjadi di depan mata
kita. “…Ekaristi hari
Minggu mendatangkan setiap rahmat Yesus Kristus dalam semua aktivitas sukacita kita.
KehadiranNya, kasihNya dan pengorbananNya, pembentukan kita olehNya menjadi
satu komunitas, dan caraNya menyertai kita.” Ekaristi hari Minggu, lihat? Hari Minggu dan
misa itu dihubungkan.
But there
is a problem with his argument. THERE IS NO
EVIDENCE IN SCRIPTURE THAT JESUS ESTABLISHED THE SUNDAY EUCHARIST. Jesus did
establish the Lord’s Supper but it was on a Thursday evening. If Jesus
intended His followers to celebrate the Eucharist on Sunday, why did He
instituted the Lord’s Supper on Thursday evening? Jesus certainly did not celebrate it with His disciples on Resurrection
Sunday because He had already told them on Thursday that He would not
drink the cup with them again until He entered the kingdom. So He didn’t
celebrate the Eucharist on Sunday with His disciples. If Jesus had wanted His
disciples to celebrate the Eucharist on Sunday, He could have celebrated it with His disciples on Sunday night, after
all His blood had been shed and His body had been broken. But what Jesus ate
was part of a honecomb and a portion of a broiled fish.
Tapi
ada masalah dengan argumentasinya itu. TIDAK ADA BUKTI DI FIRMAN TUHAN
BAHWA YESUS MENETAPKAN EKARISTI HARI MINGGU. Yesus memang menetapkan Perjamuan
Kudus tetapi itu terjadi pada hari Kamis malam. Seandainya Yesus
mau pengikut-pengikutNya merayakan Ekaristi pada hari Minggu, mengapa Dia
menetapkan Perjamuan Kudus pada Kamis malam? Yesus pasti tidak mengadakan
Ekaristi bersama murid-muridNya pada hari Minggu kebangkitanNya
karena Dia sudah mengatakan kepada mereka pada Kamis malam itu bahwa Dia tidak
akan minum dari cawan perjamuan itu lagi bersama mereka hingga Dia menerima
kerajaanNya. Jadi Yesus tidak mengadakan Ekaristi pada hari Minggu bersama
murid-muridNya. Andaikan Yesus menghendaki murid-muridNya mengadakan Ekaristi
pada hari Minggu, Yesus bisa mengadakannya bersama murid-muridNya pada Minggu
malam, karena bukankah darahNya sudah tercurah dan tubuhNya sudah
dipecah-pecah? Tetapi apa yang dimakan Yesus adalah potongan sarangmadu dan
sepotong ikan bakar.
See, all of these arguments are totally anti-biblical.
But the people in the world are ignorant of the Bible, so they swallow the whole
thing, hook, line, sinker, fishing pole, fisherman, boat, hehehe. And in a
somewhat pantheistic conclusion ~ you need to read the conclusion to his
encyclical, I would encourage you to read the whole thing. It’s long, it’s
about 130-some pages, 237 I think paragraphs, it’s divided in paragraphs ~ in a
somewhat pantheistic conclusion ~ wow it’s scary what he says at the end. You
can see why he wanted to exalt Thomas Merton as one of the four heroes when he
gave the speech, the heroes from the US in his speech before Congress. Francis
ends his encyclical by appealing to the mass, to Sunday, to the Trinity ~ that
needs to be revisited ~ and the intercession of Mary. Yeah.
Lihat,
semua argumentasi ini sama sekali tidak alkitabiah.
Tetapi manusia-manusia di dunia tidak tahu tentang isi Alkitab, jadi mereka
telan saja seluruhnya, baik umpan, pemberat, tali pancing, tangkai pancing,
yang mancing sampai perahunya semua, hehehe. Dan dengan konklusi yang berbau
pantheistis ~ kalian perlu membaca konklusi ensikliknya, saya anjurkan kalian
membaca seluruhnya. Memang panjang, sekitar 130an halaman, 237 paragraf saya
rasa, terbagi dalam paragraf ~ dengan konklusi yang berbau pantheistis ~ wow,
apa yang dikatakannya pada bagian akhirnya itu mengerikan, kalian bisa melihat
mengapa dalam pidatonya dia memuji Thomas Merton sebagai salah satu dari empat
pahlawan Amerika Serikat, saat berpidato di depan Kongres. Francis mengakhiri
ensikliknya dengan mengajukan misa, hari Minggu, Trinitas ~ ini perlu ditinjau
lagi ~ dan perantaraan Maria. Yeah.
There is
much truth in the encyclical, but it is laced with errors. I mean, are the
causes bad? Is it bad to emphasize family? Is it bad to care for the
environment? Is it bad to care for the poor? No. Good causes. Wrong motivation.
If you drink 100.000 parts of water mixed with 1 part of cyanide, it will kill
you. A great degree of truth laced with a
slender part of error can be spiritually deadly.
Ada
banyak yang benar di dalam ensiklik itu, tetapi dirangkai dengan
kesalahan-kesalahan. Maksud saya apakah tujuan-tujuannya jelek? Apakah jelek
menekankan nilai kekeluargaan? Apakah jelek peduli pada lingkungan hidup?
Apakah jelek peduli orang miskin? Tidak. Tujuan-tujuan yang baik. Motivasinya
yang salah. Jika kita minum 100.000 bagian air yang bercampur dengan 1 bagian
sianida, kita tetap mati. Banyak kebenaran yang dirangkai
dengan sedikit kesalahan bisa membunuh secara rohani.
Now, let’s
go the next section of this deceptive system.
Why are so
many clergy and politicians in the Christian world are wondering after the
Papal system? The reason is they have chosen to cast aside the lurid history of
the Papacy either because of ignorance or because they think that the system
has changed. Many claim that the Papacy of today is not the same Papacy of the
past, even Adventists are writing these things. You know in Adventists Today
and in Specs you’ll find ~ sometimes I
wonder whether they are really Adventists by what they published. They are
certainly not SDA in the sense that we understand, the SDA in the sense that
Ellen White presents SDA. You know, they write “This Papacy has changed.” But
in this they ignore the fact that the Papacy
itself claims that it does not change. It’s model is semper idem, always the same. But the simple fact is that
the Papacy cannot anymore change its fundamental nature than a person can
change its DNA. Persons may change their external appearance, put in a lot of
make up and earrings and all those things but their DNA remains the same.
Likewise the Papacy may give itself a facelift, but underneath the change of
appearance is the same DNA. Ellen White has well described the deceptive nature
of the Papacy in the Great Controversy pg.
571 when she said, “The Papacy is just what prophecy declared that she
would be, the apostasy of the latter times…” and now is the best
description of the Papacy that I have ever found, especially Jesuits, “… It is part of her policy to
assume the character which will best accomplish her purpose; but beneath the
variable appearance of the chameleon she conceals the invariable venom of the
serpent.”
Sekarang
marilah kita ke bagian berikutnya dari sistem yang menyesatkan ini.
Menagapa ada begitu
banyak klerus dan politikus di dunia Kristen yang kagum pada sistem Kepausan?
Alasannya ialah, mereka telah memilih untuk mengabaikan sejarah seram Kepausan
entah karena ketidaktahuan atau karena mereka menganggap sistem itu telah berubah.
Banyak yang mengklaim bahwa Kepausan sekarang ini bukanlah Kepausan masa silam,
bahkan orang-orang Advent menulis demikian. Kalian tahu, di majalah Adventists Today dan di Specs (Spectrum Magazine) kita lihat ~ terkadang saya bertanya-tanya
berdasarkan apa yang mereka terbitkan, apakah mereka sungguh-sungguh orang
Advent? Yang pasti mereka bukanlah MAHK dalam arti yang kita pahami, bukan MAHK
dalam arti yang dikatakan oleh Ellen White tentang MAHK. Kalian tahu, mereka
menulis, “Kepausan ini telah berubah”. Tetapi dengan demikian mereka
mengabaikan faktanya bahwa Kepausan sendiri mengklaim bahwa
dia tidak pernah berubah. Modelnya adalah semper idem, selalu
sama. Fakta yang sederhana adalah Kepausan tidak
mungkin bisa mengubah tabiat fundamentalnya seperti seorang manusia tidak
mungkin mengubah DNAnya. Orang bisa mengubah penampilan lahiriahnya, memakai
banyak make-up dan anting-anting dan segala barang itu,
tetapi DNA mereka tetap sama. Begitu
juga Kepausan bisa saja membedah plastik wajahnya, tetapi di bawah perubahan
penampilannya itu terdapat DNA yang sama. Ellen White menggambarkan tabiat
Kepausan yang menyesatkan dengan sangat tepat di Great
Controversy hal. 571 ketika dia berkata, “…Kepausan
itu persis seperti yang sudah dikatakan
dalam nubuatan, dialah kemurtadan di masa-masa belakangan…” dan sekarang inilah deskripsi tentang Kepausan yang
paling tepat yang pernah saya temukan, terutama yang Jesuit,
“…Sudah menjadi bagian dari kebijakannya untuk memakai karakter yang akan
paling berhasil mencapai tujuannya. Tetapi di balik penampilan seekor bunglon
yang berubah-ubah, dia menyembunyikan racun ular yang tidak pernah berubah.”
A chameleon
is a lizard. I have lived in Latin America and many of you have been in tropical
countries. A chameleon is a lizard that
is able to change colors depending on the
environment where it is found. In this way it is able to camouflage
itself from its potential enemies. But despite the change in external color, a
chameleon is a chameleon still. This is the
way in which the Papacy operates. On the surface it appears innocuous and
charitable but by its very nature when it ascends to power it is despotic,
totalitarian, and rules with an iron fist. And that’s what people don’t
realize, and Ellen White says the US is playing around the snare and once the
US is caught in the snare, it will not be able to escape. It will be too late.
Seekor
bunglon adalah sejenis kadal. Saya pernah tinggal di Amerika Latin dan banyak
dari kalian juga pernah ke negara-negara tropis. Seekor bunglon adalah sejenis
kadal yang bisa berubah warna tergantung lingkungan di mana dia ditemukan.
Dengan cara ini dia bisa mengkamuflase dirinya dari yang berpotensi sebagai
musuh-musuhnya. Namun walaupun warna eksternalnya berubah, seekor bunglon tetap
seekor bunglon. Inilah cara yang dipakai Kepausan untuk
beroperasi. Di permukaannya dia tampak tidak berbahaya dan dermawan, tetapi
sesuai kodratnya ketika dia berkuasa, dia menjadi lalim, diktaktorial, dan
memerintah dengan tangan besi. Dan itulah yang tidak disadari
orang. Ellen Whie berkata bahwa Amerika Serikat sedang bermain dekat-dekat
perangkapnya dan sekali dia terjebak dalam perangkap itu, dia tidak akan bisa
meloloskan diri, sudah terlambat.
Many have pointed out that the Jesuit Pope, Francis I, has
exhibited great love for the destitute and outcast of society, he
washes the feet of prisoners, lives in humble quarters, drives an old beat up
car, lays hands on children, hugs lepers, refuses to judge gays, speaks about
love and peace and fights for the preservation of the environment, above all he
defends the rights of the poor. This has led most of the world to have a
positive image of the Roman Catholic system, hasn’t it? It is striking that
what Francis does is quite similar to what Jesus did while He was on the earth.
Did Jesus bless the children? Lay hands on children? And embraced the poor, and
refused to judge those who were sinners in the view, in the eyes of the
righteous people of that day and age? Absolutely. So it is striking that
Francis does, what he does is quite similar to what Jesus did while He was on
earth. This has led many to conclude that he is the representative of Christ on
earth. But it is
really a masterful counterfeit. He who claims to be Vicarius Filii
Dei ~ that means one who claims to occupy the place of Jesus Christ ~ or Vicarius Christi that means
Vicar of Christ ~ the one
who claims to occupy the place of Jesus on earth is actually the man of sin who
sits in the temple of God (that is the church), claiming that he is God.
Banyak yang mengatakan bahwa Paus Jesuit Francis I telah menunjukkan kasih yang besar bagi yang melarat dan yang disingkirkan oleh masyarakat, dia mencuci kaki orang-orang yang di penjara, tempat tinggalnya sederhana, mengendarai mobil butut, menumpangkan tangannya di kepala anak-anak, memeluk orang kusta, menolak menghakimi orang gay, berbicara tentang kasih dan damai dan berjuang bagi pemeliharaan lingkungan hidup, dan di atas semua itu dia membela kepentingan orang miskin. Ini telah membuat mayoritas dunia mempunyai kesan yang positif tentang sistem Roma Katolik, bukan? Sangat menyolok apa yang dilakukan Francis itu mirip apa yang dilakukan Yesus ketika Dia hidup di dunia. Apakah Yesus memberkati anak-anak? Menumpangkan tangan di kepala anak-anak? Dan memeluk orang miskin, dan menolak menghakimi mereka yang berdosa di mata atau pandangan orang-orang yang merasa benar di zaman itu? Betul sekali. Jadi tidakkah menyolok apa yang dilakukan Francis itu sangat mirip dengan apa yang dilakukan Yesus ketika di dunia. Ini membuat banyak orang menyimpulkan bahwa Francis adalah wakil Kristus di dunia. Tetapi sebenarnya ini adalah pemalsuan yang sangat bagus. Dia yang mengklaim sebagai Vicarius Filii Dei ~ artinya yang mengklaim menduduki tempat Yesus Kristus ~ atau Vicarius Christi ~ artinya Wakil Kristus ~ yang mengklaim menduduki tempat Yesus di dunia sesungguhnya adalah manusia dosa [LAI: manusia durhaka] yang duduk di Bait Allah (yaitu gereja) dan mengklaim bahwa dialah Allah.
And here is something,
it is sobering to realize that Judas Iscariot also manifested a seeming
interest into the poor, and Judas who is called the son of perdition wanted a
temporal earthly kingdom and had his own colleagues fooled into the very end.
I have a two hour
presentation on the man of sin. It hasn’t been edited yet, but it’s going to be
edited.
That prophecy in 2
Thessalonians 2 is powerful.
Is it any surprise that
the Papacy is presently able to deceive almost the entire world? Is it any
coincidence that 2
Thessalonians 2 refers to the Papacy with the same name as Judas: the son of
perdition?
There must be a connection in their characters, because a name represents
characters. So if Judas is called the son of perdition and the Papacy is called
the son of perdition, there must be many similarities. And remember that
Francis I is a member of the Jesuit Order. Regarding their mode of operation, Ellen
White explains ~ now there is a description what Francis I looks like
today. “When appearing as
members of their order, they wore a garb of sanctity, visiting prisons…” has that happened recently with Francis? “…and hospitals,
ministering to the sick and the poor, professing to have renounced the world,
and bearing the sacred name of Jesus, who went about doing good. But under this
blameless exterior…” the chameleon aspect, folks, “…the most criminal and
deadly purposes, were often…” what? “…were often concealed.” (Great Controversy pg.235)
Dan ini ada lagi, menyadari bahwa Yudas Iskariot juga menunjukkan perhatian pada orang miskin itu seharusnya membuat kita melek. Dan Yudas yang juga disebut “anak kebinasaan” [LAI: yang telah ditentukan untuk binasa] menginginkan suatu kerajaan duniawi, dan berhasil mengelabui rekan-rekannya sendiri sampai saat yang terakhir. Saya telah membuat presentasi dua jam tentang manusia dosa. Itu belum diedit, tetapi akan diedit.
Nubuatan di
2 Tesalonika 2 itu sangat luar biasa.
Apakah
mengherankan jika Kepausan sekarang bisa mengelabui hampir seluruh dunia?
Apakah suatu kebetulan 2
Tesalonika 2 menyebut Kepausan dengan nama yang sama yang diberikan kepada
Yudas, yaitu anak kebinasaan? Pastilah
ada kaitannya dalam hal tabiat mereka karena nama menggambarkan tabiat. Jadi
jika Yudas disebut anak kebinasaan dan Kepausan disebut anak kebinasaan, pasti
harus ada persamaannya. Dan ingat, Francis I adalah anggota Ordo Jesuit.
Tentang modus operandinya, Ellen White menjelaskan ~ nah, inilah deskripsi
bagaimana penampilan Francis sekarang, “Ketika tampil sebagai anggota Ordo
mereka, mereka mengenakan pakaian kesucian, mengunjungi penjara-penjara…” apakah itu sudah terjadi dengan Francis baru-baru
ini? “…dan rumah-rumah sakit, melayani yang
sakit dan miskin, berlagak telah meninggalkan dunia, dan menyandang nama Yesus
yang kudus, pergi ke mana-mana berbuat baik. Tetapi di bawah eksteriornya yang
tidak bercacat…” ini faktor bunglonnya,
Saudara-saudara, “…tujuan-tujuan
yang paling kriminal dan mematikan sering…” apa? “…sering disembunyikan.” (Great
Controversy hal. 235)
You know there is not a
lot of overt references to Sunday, you know. Some people say, “Well, there’s no
national Sunday Law in Congress.” No. Because the Sunday movement is not overt at first, it’s covert at first.
Notice the statement from Ellen White, “The Sunday movement is
now making its way in darkness. The leaders are concealing the true issue, and
many who unite in the movement do not themselves see whither the undercurrent
is tending…” Do
you notice the terms? It’s making its way in darkness, the leaders are
concealing, people don’t see what’s happening in the undercurrent. “…Its professions are…” what?
“…mild, and apparently Christian, but
when it shall speak, it will reveal the spirit of the dragon.” (Testimonies to the Church Vol. 5, pg. 452)
Now, we are almost
finished here.
Kalian tahu, tidak begitu banyak sebutan yang jelas tentang hari Minggu. Ada orang berkata, “Di Kongres tidak ada Undang-undang Hari Minggu nasional.” Tidak. Karena gerakan hari Minggu itu tidak terang-terangan pada awalnya, itu tersamar pada awalnya. Perhatikan pernyataan dari Ellen White, “Gerakan hari Minggu sekarang sedang melaju dalam kegelapan. Para pemimpinnya menyembunyikan isu yang sebenarnya, dan banyak yang bergabung dalam gerakan itu sendiri tidak melihat ke mana arus bawahnya menuju…” Apakah kalian menyimak istilah-istilahnya? Melaju dalam kegelapan, para pemimpin menyembunyikan, orang-orang tidak melihat apa yang terjadi di arus bawah, “…Profesinya ialah…” apa? “…lembut, dan jelas-jelas Kristiani, tetapi ketika nanti dia berbicara, dia akan menyatakan roh si naga.” (Testimonies to the Church Vol. 5, hal 452).
Sekarang,
kita sudah hampir selesai.
We’ve come to a very
important part.
In the context of what
I’ve written, the SDA
church has a special relevance for this time. Our very name was
providentially chosen for a time such as this. Think of it. Our very name
points us to a supernatural beginning and a supernatural end: Creation in seven
literal days and the Second Coming of Jesus Christ.
The three angels message
has the same beginning and ending point. The first angel’s message commands the
entire world to worship the Creator and this directs our attention to the
literal seven-day-beginning. And immediately after the 3rd message,
Jesus is seen sitting on a cloud and coming to the earth, pointing us to the
second coming. Thus the
Three Angels Messages begin
with Creation and they end with the Second Coming. Just like the
name: “SEVENTH DAY – ADVENTIST”.
While the first angel’s
message commands us to worship the Creator, the third warns us not to worship
the Beast. You see the contrast?
The first angel says,
“Worship the Creator! Keep the Sabbath!” Well, if the Sabbath is the sign of
the Creator, then the Beast has its mark too. So what must the mark of the
Beast be, or the sign of the Beast? It must be the day that he has changed.
Thus worshiping the Creator and
worshiping the Beast are opposites.
If the Sabbath is the sign of the true Creator, then the Beast must
have a day that is a counterfeit sign.
Ellen White was correct
when she wrote this, “No name which we can take will be
appropriate but that which accords with our profession and expresses our faith
and marks us a peculiar people. The name SEVENTH DAY ADVENTIST is a standing
rebuke to the Protestant world…” and I would say to the
Catholic world as well. “…Here is the line of distinction between the worshipers of God and
those who worship the Beast and receive his mark.” (Testimonies to the Church pg. 223-224)
And then she says, “The people need to be aroused to resist the advances of this most
dangerous foe to civil and religious liberty.” (Great
Controversy pg. 566)
Kita telah tiba pada bagian yang sangat penting.
Sesuai
konteks yang telah saya tulis, gereja
MAHK memiliki relevansi yang sangat istimewa untuk masa ini. Nama kita, dipilih secara tepat untuk masa seperti
sekarang. Pikirkan. Nama kita menunjukkan kepada kita ke suatu Asal Mula yang
supranatural dan Akhir yang supranatural: Penciptaan dalam tujuh hari yang
harafiah, dan kedatangan kedua Yesus Kristus.
Pekabaran
Tiga Malaikat memiliki poin awal dan akhir yang sama. Pekabaran Malaikat
Pertama memerintahkan seluruh dunia untuk menyembah Sang Pencipta dan ini
mengarahkan perhatian kita ke Asal Mula kepada tujuh hari yang harafiah. Dan
segera setelah pekabaran yang ketiga, Yesus terlihat duduk di atas awan dan
datang ke dunia, menunjukkan kepada kita ke kedatanganNya yang kedua. Maka, Pekabaran Tiga Malaikat dimulai dengan Penciptaan dan diakhiri dengan
Kedatangan Kedua. Persis
seperti nama “SEVENTH DAY – ADVENTIST” [Hari Ketujuh – Kedatangan Kristus]
Sementara
pekabaran malaikat pertama menyuruh kita menyembah Sang Pencipta, pekabaran
yang ketiga mengingatkan kita untuk tidak menyembah Binatang itu. Apakah kalian
melihat kontrasnya?
Malaikat
pertama berkata, “Sembahlah Sang Pencipta!” Pelihara
hari Sabat! Nah, jika hari Sabat adalah tanda Sang Pencipta, maka Binatang itu
juga memiliki tandanya. Jadi apa tanda Binatang itu, apa pertanda Binatang itu?
Pastilah hari yang telah digantinya.
Berarti, menyembah Sang Pencipta dan menyembah Binatang
itu betolak belakang.
Jika Sabat
adalah tanda Pencipta yang sejati, maka Binatang itu pasti punya hari yang
merupakan tanda kepalsuannya. Ellen White sudah benar ketika dia menulis ini, “Tidak ada nama lain yang bisa kita
pakai yang pantas selain yang sesuai dengan profesi kita dan yang menyatakan
iman kita, dan menandai kita sebagai umat yang khas. Nama MASEHI ADVENT HARI
KETUJUH merupakan teguran tetap kepada dunia Protestan…” dan saya ingin mengatakan juga kepada dunia Katolik. “…Di sinilah garis pemisah antara para
penyembah Allah dan mereka yang menyembah Binatang itu dan menerima tandanya.” (Testimonies
to the Church pg 223-224)
Kemudian Ellen
White berkata, “Orang-orang
perlu disadarkan agar menolak bujukan musuh yang paling berbahaya bagi
kemerdekaan sipil dan beragama.” (Great
Controversy hal. 566)
You know we are never going
to go to this Philadelphia project. We have emails from people saying, you
know, “Should you really do that? You know, you are going to make people angry.
You know, this is the Pope’s moment,” you know I’ve received this, “It’s the
Pope’s moment, don’t spoil his party,” it’s
basically what they are saying. Folks, if now is not the time, I don’t
know when the time is going to be. And Ellen White says we need to warn people about
this dangerous foe to civil and religious liberty while we have freedom of
speech.
It’s going to be a lot more difficult later. There is no other church in the
world, folks, that claims that their mission is to reach the world with the
Three Angels Message. There is no other church that says, “This is our mission
and this is our message.”
God knew that the
remnant church needed to have a name that would distinguish it from the
apostate triumvirate. Our very name is a witness and a rebuke to Catholicism,
Protestantism, and worldlings and stands in contrast to their views of the Beginning
and of the End.
Kalian tahu, kami tidak akan pergi ke proyek di Philadelphia ini. Kami telah menerima email dari orang-orang yang berkata, “Apa itu tindakan yang benar jika Anda melakukan itu? Anda tahu, Anda akan membuat orang-orang marah. Anda tahu inilah saat Paus berjaya.” Saya telah menerima email begini, “Inilah saatnya Paus berjaya, jangan merusak pestanya,” itulah yang mereka katakan pada dasarnya. Saudara-saudara, jika sekarang bukan saatnya, saya tidak tahu kapan lagi saatnya. Dan Ellen White berkata, kita harus memperingatkan orang-orang tentang musuh yang berbahaya bagi kemerdekaan sipil dan beragama ini selagi kita masih memiliki kebebasan untuk berbicara. Nanti akan jauh lebih sulit lagi. Tidak ada gereja lain di dunia, Saudara-saudara, yang mengklaim misi mereka adalah mencapai dunia dengan Pekabaran Tiga Malaikat. Tidak ada gereja lain yang berkata, “Inilah misi kami dan inilah pekabaran kami.”
Allah tahu
bahwa gereja yang sisa perlu memiliki nama yang akan membedakannya dari
triumvirate yang murtad. Nama kita merupakan saksi dan teguran kepada
Katolikisme, Protestantisme, dan orang-orang dunia, dan tegak berdiri sebagai
kontras terhadap pandangan mereka tentang Asal Mula dan Akhirnya.
So where does Secrets
Unsealed fit in?
From its very inception,
Secrets Unsealed has committed itself to preaching the Three Angels Message. We
believe that our God-given duty is to call the world to worship the Creator and
to shun the Beast, his image and his mark. Pure and simple. This is the reason
why we exist. Ellen White has written concerning the reason for our existence
as a church and I quote, “There is no other work of so great
importance, they are to allow nothing else to absorb their attention.”
Other than preaching these three messages. That’s why we exist. If we are not
doing this, we have no reason to exist. God does not call us so that our main
mission is to build mega churches. You know the reason why people flock to mega
churches is because the message that is presented is palatable to their wishes.
As we have travelled to
different places many have expressed appreciation that we have kept the Three
Angels logo on our exhibition
booths and on our letterhead, our newsletters and our fundraising letters. And
it will continue to be so.
Jadi di mana posisi Secrets Unsealed?
Dari awal
kelahirannya, Secrets Unsealed telah komit mengabarkan Pekabaran Tiga Malaikat.
Kami meyakini kewajiban yang diberikan Allah kepada kami adalah berseru kepada
dunia untuk menyembah Sang Pencipta dan menjauhi Binatang itu, patungnya, dan
tandanya. Mudah dan sederhana. Inilah alasannya kita eksis. Ellen White telah
menulis mengenai alasan eksistensi kita sebagai gereja dan saya kutip, “Tidak ada pekerjaan lain yang
sedemikian pentingnya, mereka tidak boleh mengizinkan apa pun yang lain untuk
menyerap perhatian mereka.” Selain
menyampaikan ketiga pekabaran ini. Itulah mengapa kita eksis. Jika kita tidak melakukan
ini, kita tidak punya alasan untuk eksis. Allah tidak memanggil kita agar misi
utama kita adalah membangun gereja-gereja mega. Kalian tahu alasannya mengapa
orang pada berduyun-duyun ke gereja-gereja mega, itu karena pekabaran yang
disampaikan di sana sedap-sedap sesuai keinginan mereka.
Dalam
perjalanan kami ke banyak tempat, banyak orang menyatakan apresiasinya karena
kami telah mempertahankan logo Tiga Malaikat pada gerai-gerai
pameran kami dan pada kepala surat
kami, pada bulletin kami dan surat-surat penggalangan dana kami. Dan itu akan
tetap seperti itu.
Recently someone asked
me somewhat sarcastically, “If Secrets Unsealed is all about the Three Angels
message, why did you waste three years on the women’s ordination issues?”
That’s what they said. Now listen. My answer was swift.
The first Angel’s
message calls us to worship the Creator and to return to its original Genesis
plan. The Genesis plan includes the Sabbath, marriage, diet, and the roles that
God assigned to men and women in the home and in the church. And the first Angel calls us to
worship the Creator. That must mean restoring the roles.
In fact Paul himself
directs us back to Creation when he refers to roles of men and women in the
home and in the church.
Furthermore the
relationship of the Father and the Son in the Godhead is reflected in the relationship
between Adam and Eve at Creation.
I read this statement, Great Controversy pg. 581, “God’s word has given warning of the impending danger, let this be
unheeded and the Protestant world will learn what the purposes of Rome really
are, only when it is too late to escape the snare.”
They are fooling around
at the opening of the snare right now, they don’t know that they are playing
with fire. We need to tell them.
Baru-baru ini ada yang menanyai saya dengan nada sarkastis, “Jika Secrets Unsealed seluruhnya adalah tentang Pekabaran Tiga Malaikat, mengapa Anda menghabiskan waktu tiga tahun dengan isu pengurapan wanita?” Itulah yang mereka katakan. Sekarang dengarkan. Jawaban saya cepat.
Pekabaran
Malaikat Pertama memanggil kita untuk menyembah Sang Pencipta dan kembali
kepada rancangan Asal Mula yang asli. Rancangan Asal Mula yang asli termasuk
Sabat, perkawinan, makanan, dan peranan yang ditetapkan Allah bagi laki-laki
dan wanita di dalam rumah tangga dan di gereja. Dan Malaikat yang Pertama memanggil kita untuk
menyembah Sang Pencipta. Itu pasti berarti memulihkan peranan-peranan tersebut. Bahkan Paulus sendiri mengarahkan kita kembali ke
Penciptaan ketika dia menyebut apa peranan laki-laki dan wanita di dalam rumah
tangga dan di gereja.
Lebih lanjut,
hubungan antara Bapa dengan Anak dalam KeTuhanan dicerminkan dalam hubungan
antara Adam dan Hawa di Penciptaan.
Saya
bacakan pernyataan ini, Great Controversy
hal. 581, “Firman Allah telah
memberikan peringatan akan bahaya yang mengancam. Jika ini diabaikan maka dunia
Protestan akan mendapat pelajaran apa tujuan Roma yang sesungguhnya,
hanya bila sudah terlambat untuk melepaskan diri dari perangkapnya.”
Mereka
sekarang sedang bermain-main di mulut perangkap itu, mereka tidak tahu bahwa
mereka sedang bermain dengan api. Kita harus memberitahu mereka.
Finally, let’s look at
some flaws as we summarize, some flaws in, ah, I am just going to deal with just
this one last section and then you can read The True Motivations part because
there is something that I want to say before we come to an end.
What are some of the
flaws in the arguments of Francis in his encyclical?
1. How
can Pope Francis encourage us to care
for God’s created order when he does not even believe that the creation story
is literal? Is that a valid point?
2. Even
if the Pope believed in a literal seven day creation ~ which he does not ~ he
has chosen the wrong day to commemorate it. The Bible is unambiguously clear
that the day to allow the created in order to rest is the seventh day Sabbath,
not Sunday.
3. The
motivation behind Francis’ call for his
reform is open to question. It seems like the ultimate objective of his climate
change, family, poverty crusade is global control. So the causes are good but
the motivation behind the causes is what we are concerned about.
4. Even
though climate change, family and poverty are directly related to explosive
population growth, the Pope simply brushes aside this factor because his church
is opposed to birth control. In paragraph 50 of his encyclical he reprimands
those who claim that population growth is a significant factor in the crises
the world presently faces. He says, population growth has nothing to do with
poverty. Yeah, right! Like we were all born yesterday. Notice what he says, “Instead of resolving the problems of the poor and thinking of how the
world can be different, some can only propose a reduction in the birth rate… demographic growth…” he says, “…is fully compatible with an integral and
shared development. To blame population growth instead of extreme and selective
consumerism on the part of some, is one way of refusing to face the issues.”
5. Pope
Francis fails to address the impact of animal husbandry upon the environment.
Dr. Testi can identify with this one. Some scientists esteemed that more than
50% of the methane gas in the atmosphere comes from the animal dung rather than
fossil fuels. Furthermore, animal husbandry not only defiles the air we breathe
but also the rivers of the oceans. Anybody who’s from Arkansas, that’s a prime
example of the chicken farms that are there. Arkansas is a beautiful state by
the way, I’m not saying you should go there.
So, if Francis is so concerned about God’s
creation plan why not encourage everyone to become a vegan? What good is it to
tell everyone in the Vatican to turn off lights and to turn down the
airconditioners and then be a voracious meat eater as an Argentinian by the
way, that keeps the meat producers mass producing animals that will defile the
environment?
6. Finally,
Francis lacks a clear concept of how things began and how they will end. The
Bible states that things will wax worse, and worse, and the Second Coming will
be the only solution to the problem. The Pope, however, sees a great future for
the planet under the moral leadership of the Papacy.
Akhirnya,
marilah kita lihat beberapa kelemahan sambil kita meringkasnya, beberapa kelemahan
di, ah, saya akan membahas hanya satu bagian terakhir ini kemudian kalian bisa
membaca bagian The True Motivation, karena ada sesuatu yang ingin saya
sampaikan sebelum kita akhiri.
Apakah
beberapa kelemahan dalam argumentasi Francis di ensikliknya?
1.
Kok bisa
Paus Francis mendorong kita untuk peduli ciptaan Allah padahal dia sendiri
tidak percaya bahwa kisah Penciptaan itu harafiah? Apakah itu poin yang absah?
2.
Bahkan
seandainya Paus mempercayai Penciptaan dalam tujuh hari harafiah ~ padahal
sesungguhnya dia tidak percaya ~ dia telah memilih hari yang salah untuk
memperingatinya. Alkitab amat sangat jelas bahwa hari yang diizinkan bagi
ciptaan untuk beristirahat adalah hari Sabat yang ketujuh, bukan hari Minggu.
3.
Motivasi di
belakang seruan Francis untuk mengadakan reformasi patut dipertanyakan.
Sepertinya ~ sebagaimana tujuan terakhir dari gerakan perubahan iklim,
keluarga, dan kemiskinan yang digelarnya ~ itu adalah untuk mendapatkan
pengendalian global. Jadi tujuan-tujuannya baik, tetapi motivasi di belakang
tujuan-tujuan itulah yang harus kita khawatirkan.
4.
Walaupun
perubahan iklim, keluarga dan kemiskinan bertalian langsung dengan meledaknya
pertambahan penduduk, Paus begitu saja meremehkan faktor ini karena gerejanya
menentang KB. Di paragraf 50 dari ensikliknya dia menegur mereka yang mengklaim
bahwa pertambahan penduduk merupakan faktor yang menentukan dalam krisis yang
dihadapi dunia. Paus berkata, pertambahan penduduk tidak ada kaitannya dengan
kemiskinan. Yeah, yang bener aja! Seolah-olah kita semua baru lahir kemarin.
Perhatikan apa katanya, “Bukannya menyelesaikan masalah kemiskinan dan berpikir bagaimana dunia
bisa menjadi berbeda, beberapa orang malah hanya bisa mengusulkan untuk
mengurangi angka kelahiran… pertumbuhan demografis…” kata Paus, “…seluruhnya kompatibel dengan perkembangan yang integral
dan yang dinikmati bersama. Menyalahkan pertambahan penduduk dan bukan
konsumerisme yang ekstrem dan selektif yang dilakukan beberapa pihak, adalah
salah satu cara untuk menolak menghadapi isu tersebut.”
5.
Paus
Francis gagal membahas tentang dampak peternakan pada lingkungan hidup. Dr. Teske
bisa mengaitkan ini. Beberapa ilmuwan menganggap bahwa lebih dari 50% gas metan
di atmosfir lebih banyak berasal dari kotoran hewan daripada dari bahan bakar
fosil. Terlebih, peternakan tidak hanya mempolusi udara yang kita irup, tetapi
juga sungai-sungai yang ke laut. Siapa pun yang berasal dari Arkansas ~ itu
adalah contoh yang sangat bagus dengan kehadiran peternakan ayam yang ada di
sana. Arkansas adalah provinsi yang indah, tetapi saya tidak berkata kalian
harus pergi ke sana.
Jadi jika Francis begitu prihatin
dengan rancangan Penciptaan Allah, mengapa tidak mendorong semua orang menjadi
vegan saja? Apa gunanya menyuruh semua orang di Vatikan untuk mematikan lampu
dan mengurangi alat pendingin ruangan tetapi menjadi pemakan daging yang rakus
seperti orang-orang Argentina, yang mempertahankan para produsen daging untuk
membudidayakan hewan-hewan secara masal, yang akan mempolusi lingkungan hidup?
6.
Akhirnya,
Francis kurang memiliki konsep jelas tentang bagaimana Asal Mula segala sesuatu
dan bagaimana segala sesuatu itu akan berakhir. Alkitab menyatakan bahwa
kondisi akan menjadi semakin lama semakin buruk, dan hanya Kedatangan Kedua
Kristus yang akan menyelesaikan masalah itu. Paus, sebaliknya, melihat masa
depan yang hebat bagi planet ini di bawah kepemimpinan moral Kepausan.
And
then the final section deals with how you can resolve the results of these issues.
The
real problem, folks, is not the problem for the environment, and the poor, the
problem is with human selfishness. And unless you resolve the problem of human
selfishness these other problems will never be resolved.
Kemudian bagian terakhir membahas bagaimana kita bisa menyelesaikan akibat isu-isu ini. Masalahnya yang sesungguhnya, Saudara-saudara, bukanlah masalah lingkungan hidup dan orang miskin. Masalahnya adalah keegoisan manusia. Dan kecuali kita menyelesaikan masalah keegoisan manusia, maka masalah-masalah ini tidak pernah bisa diselesaikan.
Now
in conclusion, what can we do when we leave this place?
Some
practical suggestions.
1. Take
the presentations that we have produced here, they will be in Youtube. They are
not on Youtube now, right, we are not live streaming. We’ll put them on
Youtube, they will be available for everybody. Make sure you send these to as
many people ~ the news about them ~ to your Facebook, emails, etc. Use social
media to share this Summit as well as the symposiums that have been done
previously on this particular issue.
2. Start
a study group in your home and invite people to come. By the way, don’t do this
secretly behind your pastor’s back. Tell your pastor, you know, “I want to
start a study group in my home,” there is no reason why they should forbid you
from doing that in your own home. Show them these videos, other faith increasing materials.
3. Pray
without ceasing that the Lord will be with this church and that the Lord will
make the necessary adjustments.
4. Speak
from person to person about the dangers that are facing the church. Some will
listen, some won’t. You know the ones that don’t listen, you know they have
their minds made up, you know Jesus said, “Shake the dust off your shoes,” and
go to the next person. There will be people who will listen. Let’s not keep
silent. Let’s speak up. Let’s be nice. Let’s be loving and kind. But let’s be
bold and clear and firm at the same time
Sekarang, sebagai kesimpulan, apa yang bisa kita lakukan setelah kita meninggalkan tempat ini?
Beberapa usul yang praktis:
1.
Bawalah
presentasi yang telah kita buat di sini, mereka akan ada di Youtube. Mereka
belum ada di Youtube sekarang, betul, kita tidak live streaming. Nanti akan kita tayangkan di Youtube, dan
akan tersedia bagi semua orang. Pastikan kalian mengirim ini ke
sebanyak-banyaknya orang ~ dan berita tentang presentasi-presentasi itu – ke
Facebook dan email kalian. Pakailah sosmed untuk membagikan KTT ini begitu juga
simposium-simposium yang sudah dilakukan sebelumnya mengenai isu khusus ini.
2.
Mulailah
membantuk grup belajar di rumah dan undanglah orang-orang datang. Nah, jangan
melakukan ini secara sembunyi-sembunyi di belakang punggung pendeta-pendeta
kalian. Katakan kepada pendeta-pendeta kalian, “Saya mau membentuk suatu grup
belajar di rumah.” Tidak ada alasan mengapa mereka akan melarang kalian
melakukan hal itu di rumah sendiri. Tunjukkan video-video ini dan bahan-bahan
lain yang meningkatkan iman.
3.
Berdoalah
tanpa henti agar Tuhan akan menyertai gereja ini dan agar Tuhan akan membuat
perubahan yang diperlukan.
4.
Berbicaralah
secara perorangan mengenai bahaya-bahaya yang sedang dihadapi gereja. Ada yang
mau mendengar, ada yang tidak. Mereka yang tidak mau mendengar, kalian tahu,
mereka yang telah memutuskan pilihan mereka, kalian tahu, Yesus berkata,
“Kebaskan debu dari sepatumu” dan pergilah ke orang berikutnya. Pasti akan ada
orang yang mau mendengar. Janganlah kita diam saja. Marilah kita bicara.
Marilah kita bersikap yang baik. Marilah kita bersikap mengasihi dan sabar.
Tetapi marilah bersikap berani dan jelas dan tegas pada waktu yang sama.
25
12 16