THE
FINAL GENERATION SYMPOSIUM
Part 32/32 - Stephen Bohr
LOOKING UNTO JESUS
https://www.youtube.com/watch?v=5V-SVjNjcc0&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=33
Dibuka dengan doa.
You're driving down an icy road in the dead of winter and your car begins
to skid on the ice and you lose control of the car. Which ditch would you
rather slide into, the right ditch or the left ditch? Most likely I would guess
that you have no preference. You would rather stay on the road. In this
concluding presentation in the Final Generation Symposium we are going to
discuss two
theological ditches that take us off the spiritual road, and how to
stay on the road, we're going to look at. Ellen White
vividly described the two ditches and the counterfeit theology that stands behind
the two ditches.
Kita sedang mengemudi di jalan menurun yang bersalut es
di tengah-tengah musim salju, dan mobil kita mulai selip di atas jalanan yang
licin dan kita kehilangan kendali atas mobil itu. Kita lebih suka masuk ke
parit yang mana, parit kanan atau parit kiri? Tebakan saya yang paling mirip
adalah tidak ada parit yang kita pilih. Kita lebih suka tetap berada di atas
jalan. Dalam presentasi pamungkas dari Simposium Generasi Terakhir ini, kita
akan membahas dua parit theologi
yang membawa kita keluar dari jalanan spiritual, dan bagaimana
kita bisa tetap berada di atas jalan, kita akan melihatnya. Ellen White
menggambarkan dengan jelas kedua parit itu dan
theologi palsu yang berada di belakang kedua parit tersebut.
I read from Great
Controversy page 572, “A prayerful study of the Bible would show Protestants the real character of the papacy, and would cause them to abhor and to shun it; but many are so wise in their own conceit that they feel no need of humbly seeking God that they may be led into the truth. Although priding themselves on their enlightenment, they are ignorant both of the Scriptures and of
the power of God….” listen carefully now. “…They must have some means of quieting their consciences, and they seek that which is least
spiritual and humiliating. What they desire is a method of forgetting God which shall pass as a method of remembering Him. The papacy
is well adapted to meet the wants…” not the needs “…the wants
of all these. It is prepared for two classes of mankind, embracing nearly the whole world—those who would be
saved by their
merits, and those who would be saved in their sins. Here is the secret of its power.”
Saya membaca dari Great Controversy hal. 572, “…Suatu pembelajaran Alkitab yang disertai doa akan
menunjukkan kepada orang-orang Protestan karakter sesungguhnya dari Kepausan, dan akan membuat mereka muak kepadanya dan menjauhinya;
tetapi banyak yang merasa begitu pandai dalam kesombongannya sendiri sehingga
mereka tidak merasa perlu mencari Allah dengan rendah hati agar mereka boleh
dituntun kepada kebenaran. Walaupun mereka membanggakan diri dengan pencerahan mereka, mereka tidak tahu apa-apa baik tentang
Kitab Suci maupun kuasa Allah…” Sekarang dengarkan baik-baik, “…Mereka tentunya punya beberapa cara untuk membungkam hati nurani mereka dan mereka
mencari mana cara yang paling tidak
spiritual dan merendahkan. Apa yang mereka
inginkan ialah suatu cara untuk melupakan Allah yang akan bisa dianggap sebagai
cara mengingatNya. Kepausan cukup bisa beradaptasi untuk memberikan apa yang diminta…” bukan apa yang diperlukan, “…apa yang diminta dari semua ini. Dia siap bagi kedua
golongan manusia, merangkul hampir seluruh dunia ~ (1) mereka yang
mau diselamatkan oleh amal mereka, dan (2) mereka yang mau diselamatkan dalam dosa-dosa mereka. Di
sinilah rahasia kekuatannya.”
Two deadly errors :
ü the idea that you can be saved by your merits,
ü and the idea that we can be saved in our sins.
Dua kesalahan fatal:
ü konsep bahwa kita bisa
diselamatkan oleh amal kita,
ü dan konsep bahwa kita bisa
diselamatkan dalam dosa-dosa kita.
So let's examine the right ditch: Legalism.
The legalist has problems with the internal motivations for doing
good works. He believes that he can be saved by his merits and exalts the
Law at the expense of grace. The Pharisees have three qualities:
1. They trust in their own works for
salvation.
2. They compare their righteousness with the
righteousness of others, and
3. What they do, they do to acquire the praise
of fellow human beings.
Jadi mari kita periksa parit yang kanan: Legalisme.
Orang legalis punya masalah
dengan motivasi internal untuk berbuat
baik. Dia percaya bahwa dia bisa
diselamatkan oleh amal-amalnya dan meninggikan Hukum dengan merendahkan kasih
karunia. Orang-orang Farisi punya tiga sifat:
1. Mereka mengandalkan perbuatan mereka sendiri untuk
selamat.
2. Mereka membandingkan kebenaran mereka dengan kebenaran
orang lain, dan
3. Apa yang mereka lakukan, mereka lakukan untuk mendapatkan
pujian sesama manusia.
Now there's a
story that I want to read which epitomizes the attitude of the legalist, of the
person who lives in the first ditch, the right ditch as I’ve called it. Luke
18:9-14 has the parable of the Pharisee and the publican. And this is how it
reads. “9 Also He…” that is Jesus “…spoke this parable to
some who trusted in themselves that they were righteous, and despised
others…” there you have two of the
characteristics: they were self-centered and they despised others “…10 ‘Two men went up to the temple to pray, one a Pharisee and
the other a tax collector. 11 The Pharisee stood and prayed thus with
himself, ‘God, I thank You that I am not like other men—
extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. 12 I fast twice a week; I give tithes of all that I
possess.’…” now notice the
contrast of the tax collector “…13 And the tax collector, standing afar off, would not so
much as raise his eyes
to heaven, but beat his breast, saying, ‘God, be merciful to me a sinner!’ 14 I tell you, this man went down to his house
justified rather than
the other; for everyone who exalts himself will be humbled, and he who humbles himself will be exalted.”
Nah, ada cerita yang mau saya bacakan yang menggambarkan
sikap orang legalis, orang yang hidup dalam parit yang pertama, parit kanan
sebagaimana saya sebutkan tadi. Lukas 18:9-14 adalah
perumpamaan orang Farisi dan pemungut cukai. Dan beginilah bunyinya, “9 Juga
Dia…” yaitu Yesus, “…mengatakan perumpamaan ini kepada beberapa
orang yang mengandalkan diri mereka sendiri
bahwa mereka benar dan memandang rendah orang lain,…” jadi di sini ada dua dari sifat-sifat mereka:
mereka memusatkan segala pada diri mereka sendiri dan mereka merendahkan orang
lain. “…10
Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan
yang lain pemungut cukai. 11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dengan dirinya sendiri demikian, ‘Ya Allah, aku
bersyukur aku tidak seperti orang lain ~ pemeras, lalim, pezinah, bahkan seperti pemungut cukai ini. 12 Aku berpuasa dua
kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala milikku.’…” Sekarang simak kontrasnya dengan si pemungut cukai. “…13 Dan
pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan tidak sedikit pun berani mengangkat matanya ke langit, melainkan memukuli dadanya
sambil berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku
orang yang berdosa.’ 14 Aku
berkata kepadamu, Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan
Allah, tidak
seperti yang satunya. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan
direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Jesus had to struggle constantly in His ministry against this deadly ditch,
the ditch of legalism. We find other stories that illustrate Christ's battle
with the Pharisees of His day.
ü We think of the rich young ruler.
Outwardly he
seemingly was a Commandment-keeper but lacked the inward motivation of love.
ü The elder son in the story of the prodigal son.
He served his
father not out of love but out of reward. In fact, Luke 15:29 we find the elder
son saying, he's speaking to his father, “ 29….
‘Lo, these many years I have been serving you; I never transgressed your
commandment at any time; and yet you never gave me a young goat, that I might
make merry with my friends.’…”
ü The parable of the vineyard workers also illustrates those who serve in
order to earn the reward.
You know, the
owner of the vineyard went out at different hours of the day to recruit
workers, and he recruited some at 6 a.m and some at 5 o'clock in the afternoon
right before the end of the working day. And when the payment came everyone was
paid the same. And of course this aggravated those who had been working since 6
a.m. They said, “We worked more and therefore we deserve a greater reward.”
ü We also find this same characteristic in Matthew chapter 6 the first few
verses.
There you have
the Pharisees giving alms and praying in public squares with a great show of
piety, to be praised by men, and they got their reward which was the praise of
men. The problem with the Pharisees is that the outside looked good but the
inside was all wrong.
ü Notice Matthew 23:23-28.
Here we have epitomized the problem of the
legalist, the one who is in the right ditch. “23 Woe to you…” Jesus is speaking, “…scribes and Pharisees, hypocrites! For you pay tithe of mint and
anise and cummin, and have neglected the
weightier matters of
the Law: justice and mercy and faith. These you ought to have done, without
leaving the others undone. 24 Blind guides, who strain out a gnat and
swallow a camel! 25 ‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites!...” now here comes a diagnosis of the problem “…‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you
cleanse the outside of the cup and dish, but inside they are full of extortion
and self-indulgence.26 Blind Pharisee, first cleanse the inside of the cup and
dish, that the outside of them may be clean also. 27 ‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you are like whitewashed tombs which indeed appear
beautiful outwardly, but inside are full of dead men’s bones and all uncleanness. 28 Even so you also outwardly appear righteous to men, but
inside you are full of hypocrisy and Lawlessness’.”
What is the
problem of the Pharisee? Looks like a Law-keeper outside but there are
problems inside. The motivation for those works is for exaltation
and for personal salvation.
Dalam ministriNya Yesus harus senantiasa bergumul melawan
parit yang mematikan in, parit legalisme. Kita temukan kisah-kisah lain yang
menggambarkan pergumulan Kristus dengan orang-orang Farisi di zamanNya.
ü Kita teringat akan pemimpin
muda yang kaya.
Di luarnya dia sepertinya seorang pemelihara Hukum,
tetapi dia tidak punya motivasi cinta dalam hatinya.
ü Anak yang sulung di kisah anak
yang hilang.
Dia mengabdi pada ayahya bukan demi cinta, melainkan demi
pahala. Sesungguhnya di Lukas 15:29 kita temukan anak sulung ini berkata, dia
sedang bicara kepada ayahnya, “29 ….katanya ‘Lihatlah, telah bertahun-tahun aku melayani bapak dan belum pernah
aku melanggar perintah bapak kapan pun,
tetapi kepadaku belum pernah bapak berikan seekor anak kambing supaya aku boleh bersenang-senang
dengan sahabat-sahabatku.’…”
ü Perumpamaan dari pekerja kebun
anggur juga menggambarkan mereka yang mengabdi demi mendapatkan pahala.
Kalian tahu, pemilik kebun anggur itu keluar pada jam-jam
yang berbeda untuk mencari pekerja, dan dia mengangkat beberapa pada pukul 6
a.m., dan beberapa pada pukul 5 sore, tepat sebelum berakhirnya jam kerja. Dan
ketika tiba saat gajian, semua mendapat gaji yang sama. Dan tentu saja ini
membuat marah mereka yang telah bekerja sejak pukul 6 a.m. Mereka berkata,
“Kami bekerja lebih banyak dan karenanya kami berhak atas
gaji yang lebih banyak.”
ü Kita juga menemukan
karakteristik yang sama ini di Matius pasal 6 ayat-ayat pertamanya.
Di sini ada orang Farisi yang memberi derma dan berdoa di
alun-alun dengan memamerkan gaya kesalehannya supaya dipuji manusia, dan
mereka sudah mendapatkan pahala mereka yaitu pujian manusia. Masalah dengan
orang-orang Farisi ialah di bagian luarnya mereka tampak bagus, tetapi bagian
dalamnya semuanya salah.
ü Simak Matius 23:23-28
Di sini digambarkan masalah orang-orang legalis, yang ada
di parit kanan. “23
Celakalah kamu…” Yesus sedang bicara, “…hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi, orang-orang munafik! Sebab kamu
mengembalikan persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi telah mengabaikan yang lebih penting dalam Hukum Taurat, keadilan dan belas kasihan dan iman. Yang satu harus dilakukan dan yang lain
jangan diabaikan. 24 Kalian
pemimpin-pemimpin buta, yang menyaring ngengat
dan menelan unta! 25 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, orang-orang munafik!…” sekarang diberikan diagnose masalahnya. “…Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! Sebab kamu
bersihkan sebelah luar cawan dan pinggan, tetapi sebelah dalamnya
penuh pemerasan dan pemanjaan diri. 26 Hai orang Farisi yang buta,
bersihkanlah dahulu sebelah dalam
cawan dan pinggan itu, supaya sebelah luarnya juga akan bersih. 27 Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik! Sebab
kamu sama seperti kuburan yang dicuci bersih,
yang memang tampak indah sebelah luarnya, tetapi di sebelah dalamnya penuh tulang belulang orang mati dan pelbagai kenajisan.
28 Demikian jugalah, di luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi
di dalam kamu penuh kemunafikan dan pelanggaran
Hukum.”
Apa masalah orang-orang Farisi? Mereka tampak seperti pemelihara Hukum
di luarnya tapi ada masalah di dalam. Motivasi dari
perbuatan-perbuatan itu ialah agar
ditinggikan dan demi keselamatan pribadi.
Now let's talk about the left ditch: the idea of those who think that they can be saved in their sins. The left ditch
represents those who excuse sin, they claim that the inside is right with
the Lord, but the outside contradicts their claim. They claim that they can be
saved in their sins, and they exalt grace above the Law.
ü So the legalist exalts the Law above grace,
ü and the person who excuses sin, exalts grace above the Law.
The apostle Paul spoke about these. In 2 Timothy 3:1-5 the apostle Paul gives a long list
of sins that will exist in the last days. The first on the list is “lovers of their own selves”, and the list ends by “lovers of pleasure more than lovers of
God”. And then the apostle Paul states that
these individuals who are lovers of themselves and lovers of pleasure more than
lovers of God, these individuals have the form of godliness but they lack the power
of godliness.
Nah, mari kita bicara tentang parit yang kiri: konsep dari
mereka yang menganggap mereka bisa diselamatkan dalam dosa-dosa mereka. Parit kiri mewakili mereka yang
menerima adanya dosa, mereka mengklaim bahwa bagian dalamnya
benar dengan Tuhan, namun bagian luar mereka bertolakbelakang dengan klaim
mereka. Mereka mengklaim bahwa mereka bisa
diselamatkan dalam dosa-dosa mereka, dan mereka meninggikan
kasih karunia di atas Hukum.
ü Maka yang legalis meninggikan Hukum di atas kasih karunia,
ü Dan orang yang menerima kehadiran dosa, meninggikan kasih karunia di
atas Hukum.
Rasul Paulus bicara tentang mereka ini. Di 2 Timotius 3:1-5
rasul Paulus memberikan sebuah daftar panjang dosa-dosa yang akan ada di
hari-hari akhir. Yang pertama di daftar itu adalah mereka yang “mencintai
dirinya sendiri” dan daftar itu berakhir dengan mereka yang “mencintai kesenangan lebih daripada mencintai
Allah”. Orang-orang ini punya bentuk kesalehan namun tidak memiliki kuasa
kesalehan.
Now in 2 Timothy chapter 3 talking about non-Christians, secular people, notice
this statement from Ellen White. This is very interesting, it's Australasian Union Conference Record September 30
1912, “The picture which the
apostle Paul has drawn of the professed people of God in the last days…” notice “…of
the professed people of God in the last days is a sad but faithful delineation
of the popular churches of our time…” So you say,
“Well, those are the non-Adventist churches.” She quotes then, “… ‘having a form of godliness but denying the power thereof, lovers of
pleasure more than lovers of God, lovers of their own selves, covetous, boasters, proud’ ” and then she
continues quoting to verse 7, “…such are
a few specifications from the dark catalogue which he has given…” (Spirit of Prophecy Vol. 4 pg. 239). Just read that catalog, the outside is
terribly wrong, and yet these are people that are saying we're fine in our
relationship with the Lord inside. But let's not boast by saying that Paul is
speaking about people outside the remnant church. He's speaking also to the
remnant church.
In the same article Ellen White wrote,
“…This class will be
developed among us as a people as well as in the world.” (Australasian Union Conference Record, September 30, 1912, para. 16)
Nah, di 2 Timotius pasal 3
bicara tentang non-Kristen, orang-orang sekuler, simak pernyataan ini dari
Ellen White. Ini sangat menarik. Ini Australasian Union Conference Record, 30 September 1912, “…Gambaran yang
diberikan rasul Paulus tentang orang-orang yang mengaku umat Allah di hari-hari
akhir…” simak, “…tentang orang-orang yang mengaku umat Allah
di hari-hari akhir, adalah gambaran yang menyedihkan namun benar dari
gereja-gereja yang populer di zaman kita…”
Jadi kalian berkata, “Nah, itu kan gereja-gereja
non-Advent.” Lalu Ellen White mengutip, “…yang ‘memiliki suatu
bentuk kesalehan namun tidak mengakui kuasanya, mencintai kesenangan lebih
daripada mencintai Allah, mencintai dirinya
sendiri, serakah, membual, sombong’ (2
Timotius 3:2-7)…” kemudian Ellen White melanjutkan mengutip hingga ayat 7, “…yang demikian adalah beberapa spesifikasi
dari katalog hitam yang telah diberikan Paulus…” (Spirit
of Prophecy Vol. 4 hal. 239). Baca saja katalog itu. Namun
demikian ini adalah orang-orang yang berkata bahwa kita ini baik-baik saja, hubungan kita dalam hati dengan Tuhan itu baik-baik. Tetapi marilah kita tidak
membual dengan mengatakan bahwa Paulus bicara tentang orang-orang di luar
gereja umat yang sisa. Dia juga bicara tentang gereja umat yang sisa.
Di artikel yang sama Ellen
White menulis, “…Kelompok ini akan berkembang di antara kita
sebagai umat, sama seperti yang ada di dunia.” (Australasian
Union Conference Record, September 30, 1912, para. 16)
In another place the apostle Paul describes once again, this other ditch,
the left ditch, the idea that you can excuse sin, the idea that grace trumps
the Law. I’m only going to read from 2 Timothy 4:3-4, “ 3 For
the time will come when they will not endure sound doctrine, but
according to their own desires, because they
have itching ears, they will heap up for themselves teachers; 4 and they
will turn their ears
away from the truth, and be turned aside to fables.”
And you say, “Well, this must be talking about worldlings.”
Di ayat yang lain rasul Paulus menggambarkan sekali lagi
parit yang lain ini, parit kiri, konsep bahwa kita boleh menerima adanya dosa,
konsep bahwa kasih karunia itu mengalahkan Hukum. Saya hanya
akan membaca dari 2 Timotius 4:3-4, “3 Karena
akan datang waktunya, saat orang tidak mau lagi menerima doktrin yang benar, tetapi menurut
keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan guru-guru mereka sendiri, karena telinga mereka
gatal, 4 dan mereka akan memalingkan telinga dari
kebenaran dan akan dialihkan ke cerita-cerita khayal.”
Dan kalian berkata, “Nah,
tentunya ini bicara tentang orang-orang dunia.”
Let me read you once again from the Spirit of Prophecy. Ellen White wrote the following in Acts of the Apostles 504 and 505, “By the pride of human wisdom, by contempt
for the influence of the Holy Spirit, and by disrelish
for the truths of God’s Word, many who profess to be Christians, and who feel competent to teach others,
will be led to turn away from the
requirements of God. Paul declared to Timothy, ‘The time will come when they will not endure sound doctrine;
but after their own lusts shall they heap to themselves teachers, having itching ears; and
they shall turn away their
ears from the truth, and shall be turned unto fables.’…” And now notice what Ellen White writes, “The apostle does not here refer to the openly irreligious, but to the professing
Christians who make inclination
their guide, and thus become enslaved by self. Such are willing to listen to those doctrines only that do not rebuke their sins
or condemn their pleasure-loving course. They
are offended
by the plain words of the faithful
servants of Christ and
choose teachers who praise and flatter
them. And among
professing ministers…” that’s us,
“…among professing ministers there are those
who preach the opinions
of men instead of the Word of God.
Unfaithful to their trust, they lead astray
those who look to them for spiritual guidance.”
Saya akan membacakan sekali lagi dari Roh Nubuat, Ellen White menulis yang
berikut di Acts of the Apostles hal.504-505, “…Karena kebanggaan pada hikmat manusia, karena tidak
menghormati pengaruh Roh Kudus, dan karena muak pada kebenaran-kebenaran Firman
Allah, banyak yang mengaku Kristen dan yang merasa kompeten untuk mengajar
orang lain, akan dituntun berbalik dari ketentuan-ketentuan Allah. Paulus
menyatakan kepada Timotius, ‘akan datang waktunya, saat orang tidak mau lagi menerima
doktrin yang benar, tetapi menurut keinginan mereka sendiri, mereka akan mengumpulkan guru-guru mereka sendiri, karena
telinga mereka gatal, 4 dan mereka
akan memalingkan telinga dari kebenaran dan akan
dialihkan ke cerita-cerita khayal.’ (2
Timotius 4:3-4)…” dan sekarang simak apa yang
ditulis Ellen White, “…Rasul ini tidak merujuk kepada mereka yang
terang-terangan tidak beragama di sini, melainkan kepada yang mengaku Kristen,
yang membuat dorongan hati menjadi penuntun mereka, dan dengan demikian
diperbudak oleh diri sendiri. Mereka ini bersedia mendengarkan hanya
doktrin-doktrin yang tidak menegur dosa-dosa mereka atau menghakimi tujuan
hidup mereka, yang fokusnya ada pada mencintai kesenangan. Mereka tersinggung oleh kata-kata
yang blak-blakan dari hamba-hamba Kristus yang setia dan memilih guru-guru yang
memuji dan menyanjung mereka. Dan di antara mereka yang mengaku para pendeta…” itu kami “…di antara mereka yang mengaku para pendeta ada yang mengkhotbahkan
pendapat manusia daripada Firman Allah. Tidak setia kepada apa yang
dipercayakan mereka, mereka menyesatkan orang-orang yang mengandalkan mereka
untuk bimbingan rohani.”
The other ditch excusing sin, saying that grace trumps the Law. Another
passage where this ditch is described is in the words of Jesus, Matthew 7:21-23.
Jesus said, “21 Not everyone who says to
Me, ‘Lord, Lord,’…” by the way would these be Christians if
they're saying ‘Lord, Lord’? Of course! “…21 Not every one
that saith unto Me, ‘Lord, Lord’, shall enter into the kingdom of heaven; but
he that doeth the will of My Father which is in heaven. 22 Many will
say to Me in that day, ‘Lord, Lord,…” these are Christians “…‘Lord, Lord,
have we not prophesied in Thy name, and in Thy name have cast out devils? And
in Thy name done many wonderful works?’ 23 And then will I profess
unto them, ‘I never knew you: depart from Me, ye that work iniquity.’…”
I don't like that translation. Do you know what the word is there for
“iniquity”? It's the Greek word ἀνομία [anomia] which is translated in 1 John 3:4
“transgression of the Law”. So what Jesus is saying is, “depart from Me
you transgressors of the Law.”
That is the other ditch.
Parit yang lain ini menerima
adanya dosa, mengatakan bahwa kasih karunia mengalahkan Hukum. Ayat lain di
mana parit ini digambarkan ialah di kata-kata Yesus, Matius 7:21-23. Yesus
berkata, “21 Bukan setiap
orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ …”
nah, apakah ini orang Kristen jika
mereka berkata, ‘Tuhan, Tuhan’? Tentu saja! “…21 Bukan setiap orang yang
berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku
yang di sorga. 22 Pada hari itu
banyak orang akan berseru kepada-Ku ‘Tuhan, Tuhan,…” ini orang-orang
Kristen, “…’Tuhan, Tuhan’, bukankah kami bernubuat dalam nama-Mu, dan mengusir setan dengan
nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat dalam
nama-Mu?’ 23 Pada waktu itulah Aku akan menyatakan kepada mereka, ‘Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah
dari Aku, kamu sekalian yang mempraktekkan dosa.’…”
Saya tidak suka terjemahan ini. Tahukah
kalian apa katanya di sana untuk “dosa”? Itu adalah kata Greeka ἀνομία
[anomia] yang di 1 Yohanes
3:4 diterjemahkan “pelanggaran Hukum”. Jadi apa yang dikatakan Yesus adalah,
“Enyahlah dari Aku, kamu sekalian pelanggar
Hukum’…”
Inilah parit yang kedua.
Then we need to
take the testimony of James. You see James counteracts the idea that some people
were using, that Paul was teaching, that all we need is faith, and we don't
need works. James is now going to say, “Now, wait a minute. Let me explain the
other side of the issue.” In James 2:20-26 we find these words that are very
well known. “ 20 But do you want to know, O foolish man, that faith
without works is dead? 21 Was not Abraham our father justified by works when
he offered Isaac his son on the altar? 22 Do you see that faith was working together with his works,
and by works faith was made perfect? 23 And the Scripture was fulfilled which says, ‘Abraham believed God, and it was accounted to him for righteousness.’ And he was called the friend of God. 24 You see then that a man is justified by works, and not by
faith only…” Luther didn't like that, but you see, what
Paul is saying we're justified by faith without works of Law, which by my
definition are bad works because they're works that you do in order to earn
salvation. James is saying, “Yes, if you have true faith you're going to
have what? You're going to have as a result, good works.” So once again, “… 24 You see then that a man is justified by works, and not by
faith only. 25 Likewise, was not Rahab the harlot
also justified by works when she received the messengers and sent them out another way? 26 For as the body without
the spirit is dead, so faith without works is dead also.”
Folks, neither faithless works nor a workless faith will save you. But rather
a working faith, because that's the only true kind of faith.
Lalu kita perlu melihat
kesaksian Yakobus. Kalian lihat, Yakobus mengkontra konsep yang dipakai
beberapa orang, yang diajarkan Paulus, bahwa apa yang kita butuhkan hanyalah
iman, dan kita tidak perlu perbuatan. Yakobus sekarang akan
berkata, “Tunggu dulu. Izinkan saya menjelaskan sisi lain dari isu ini.” Di
Yakobus 2:20-26 kita mendapati kata-kata yang terkenal ini. “20 Hai manusia yang bebal, maukah
engkau tahu sekarang, bahwa iman tanpa
perbuatan itu mati? 21 Bukankah
Abraham, bapak kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di
atas mezbah? 22 Apakah kamu
lihat, bahwa imannya bekerjasama dengan perbuatan-perbuatannya? dan oleh perbuatan-perbuatan
itu iman menjadi sempurna. 23 Dengan jalan demikian genaplah nas
yang mengatakan: ‘Abraham mempercayai Allah,
maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran’ dan Abraham disebut ‘teman Allah.’ 24 Jadi kamu lihat, bagaimana oleh perbuatan-perbuatannya
seorang manusia dibenarkan, dan bukan hanya oleh
iman…” Luther tidak suka
itu, tetapi kalian lihat, yang dikatakan
Paulus ialah kita dibenarkan melalui iman tanpa perbuatan Hukum, yang menurut definisi
saya adalah perbuatan-perbuatan yang
buruk karena perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan
keselamatan sebagai upahnya. Yakobus sedang berkata, “Betul, jika kamu punya iman yang sejati,
kamu akan punya apa? Kamu
akan punya perbuatan yang benar sebagai akibatnya.” Maka sekali
lagi, “…24 Jadi kamu lihat, bagaimana oleh perbuatan-perbuatannya seorang manusia dibenarkan, dan bukan hanya oleh iman. 25 Seperti
itu pula, bukankah Rahab yang pelacur
itu, dibenarkan oleh perbuatan-perbuatannya
ketika ia menyembunyikan utusan-utusan itu
di dalam rumahnya, dan menyuruh mereka keluar melalui
jalan yang lain? 26 Sebab
seperti tubuh tanpa roh itu mati,
demikianlah iman tanpa perbuatan-perbuatan juga
mati.”
Saudara-saudara, baik
perbuatan yang tanpa iman, maupun iman yang tanpa perbuatan tidak akan
menyelamatkan kita. Melainkan iman yang berbuat, karena itulah
satu-satunya jenis iman yang
sejati.
But there's a middle of the road position that keeps us out of both of the ditches,
out of the ditch of legalism, and out of the ditch of those who try to excuse
sin. It is a method of making the inside and the outside be in harmony
through the power of the Holy Spirit.
Tetapi ada jalan tengah yang membuat kita berada di luar
kedua buah parit, di luar parit legalisme, dan di luar parit mereka yang
mencoba menerima kehadiran dosa. Itu adalah suatu cara untuk menjadikan bagian dalam dan luar serasi melalui kuasa
Roh Kudus.
I believe the fundamental problem of those who believe they can be saved by
their works and those who believe that they can be saved in their sins, is that
they fail to understand the true nature of sin. They see sin as breaking a code
written on tables of stone. After all isn't this how the Bible defines sin? 1
John 3:4, “4
Whosoever committeth sin transgresseth also the Law: for sin is the
transgression of the Law.” So you say, sin
is breaking a code, it's breaking a list of regulations written on tables of
stone.
Saya percaya, masalah mendasar dari mereka yang percaya
mereka bisa diselamatkan oleh perbuatan mereka dan yang percaya mereka bisa
diselamatkan dalam dosa mereka, ialah karena mereka gagal memahami kodrat dosa yang sesungguhnya. Mereka melihat dosa sebagai melanggar suatu ketentuan yang tertulis di atas loh-loh batu. Bukankah demikian
Alkitab mendefinisikan dosa? 1 Yohanes 3:4, “Siapa yang
berbuat dosa, juga melanggar Hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran Hukum Allah.” Jadi orang
berkata, dosa itu melanggar suatu ketentuan, itu melanggar suatu daftar peraturan yang tertulis di
atas loh-loh batu.
However, sin is far deeper than transgression of a list of Commandments
written on tables of stone. The Law on tables of stone ~ very important
~ is a
written description of who God is, of His character. When we break the written
code, we are really sinning against God as a Person, because the Law is
a written reflection of His Person. Sin, in other words, is not against
a code. It is against a Person. Let me give you some biblical examples. You
have for example:
ü Joseph, when he rejected the advances of Potiphar's wife.
What did Joseph
say? “I can't do this, that would be breaking the seventh Commandment: you
shall not commit adultery”? That's not what he said. Notice Genesis 39:9, Joseph says to
Potiphar's wife , “9 there
is no one greater in this house than I, nor has he kept back anything from me
but you because you are his wife. How then I can I do this great wickedness and
sin against…” the ten Commandments? No! Sin
against whom? “…sin against
God.”
ü You know when the plague of locusts afflicted Egypt, even pharaoh
understood that he had sinned against God.
We find in
Exodus 10:16 these words, pharaoh says to Moses, “16… ‘I have
sinned against the Lord your
God and against you.’…”
ü What about the golden calf?
Well, the people
were breaking the Commandment “you shall have
no other gods before Me”. They were also
breaking the Commandment that said “thou shalt not
make any graven image”. However,
notice Exodus 32:33, when God speaks to
Moses about what is taking place at the foot of mount Sinai. “33 And
the Lord said
to Moses, ‘Whoever has sinned against Me, I will blot him out of My
book.’…”
ü When Achan broke the Commandment “you shall not
covet” and he broke the Commandment “you shall not steal”, and finally he was found out, notice what
Achan said.
He didn't say,
“I have sinned against the tenth Commandment”,
“I have sinned against the Commandment you shall not steal”, he says and this is in Joshua 7:20, “20 And Achan
answered Joshua and said, ‘Indeed I
have sinned against the Lord God
of Israel, and this is what I have done:’…”
ü When Nathan confronted David with his sin of adultery and murder, what did
David say?
“Oh I’m sorry
that I broke the seventh Commandment, and the sixth Commandment”? That's not
what he said although he had broken the sixth and the seventh Commandment. Notice what David said in 2 Samuel 12:13, “13…
I have sinned against the Lord”. And in his
penitential Psalm, Psalm 51:4 notice David was explicit. In praying to God he
said, “4
…against You, You only have I sinned and thus done this evil in Your
sight that You may be found just when You speak and blameless when You
judge.”
“against You,
You only have I sinned” is what David
says.
ü even Daniel referred to the apostasy of Israel as sin against the Lord.
Notice Daniel
9:10-11 the prayer of Daniel to the Lord, one of the most beautiful prayers in
the Bible. This is what verse 10 says, “10 We have not obeyed the
voice of the Lord our
God, to walk in His Laws, which He set before us by His servants the prophets.11 Yes, all Israel has transgressed Your Law, and has departed so as not
to obey Your voice; therefore the curse and the oath written in the Law of
Moses the servant of God have been poured out on us,…” now notice “…because we have sinned against Him.” Are you catching the picture?
ü You remember the story of the prodigal son.
Did the prodigal
son break the Commandment “honor your
father and your mother”? He most
certainly did. Did he break the Commandment “you shall not commit
adultery”? Well, at least his brother accused him of
lying with the harlots. And so he had broken the Commandment “honor your father and your mother” and he had broken the Commandment “you shall not commit adultery” and yet when he returns home, what does he
say? He says, “Father, I have sinned against heaven and
against you and I am not worthy to be called your son.”
Namun, dosa itu jauh lebih mendalam daripada pelanggaran
terhadap sebuah daftar Perintah-perintah yang tertulis pada loh-loh batu. Hukum pada loh-loh batu
~ ini sangat penting, simak ~ adalah
suatu deskripsi tertulis tentang siapa Allah itu, tentang karakterNya.
Ketika kita melanggar ketentuan yang tertulis, sesungguhnya
kita berdosa terhadap Allah sebagai Pribadi, karena Hukum adalah pantulan dari
PribadiNya dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, dosa itu bukan pelanggaran
terhadap suatu ketentuan, itu pelanggaran terhadap satu Pribadi.
Saya akan memberikan beberapa contoh alkitabiah. Ada misalnya:
ü Yusuf, ketika dia menolak
rayuan istri Potifar.
Apa kata Yusuf? “Aku tidak bisa melakukan ini, itu
berarti melanggar Perintah ketujuh: jangan berzinah”? Bukan itu katanya. Simak
Kejadian 39:9 Yusuf berkata kepada istri Potifar, “ 9 Di rumah ini tidak ada yang lebih besar kuasanya daripada aku, dan
tidak ada yang ditahannya dariku selain
engkau, sebab engkau isterinya. Bagaimana mungkin aku bisa melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap…” Kesepuluh
Perintah? Tidak! Dosa terhadap siapa? “…dosa terhadap Allah.”
ü Ketika tulah belalang
menyerang Mesir, bahkan Firaun mengerti dia telah berbuat dosa
terhadap Allah.
Kita simak di Keluaran 10:16 kata-kata Firaun kepada
Musa,
“16
…‘Aku telah berbuat dosa terhadap TUHAN, Allahmu, dan terhadap kamu.”
ü Bagaimana dengan patung lembu
emas?
Bangsa Israel sedang melanggar Perintah “Jangan engkau punya allah lain di hadapanKu”. Mereka juga sedang
melanggar Perintah yang mengatakan “Jangan engkau membuat
bagimu patung pahatan apa pun”. Namun, simak Keluaran 32:33 ketika Allah
bicara kepada Musa tentang apa yang sedang terjadi di kaki gunung Sinai. “33 Dan TUHAN
berfirman kepada Musa, ‘Barangsiapa yang
berdosa terhadapKu, nama orang itulah yang
akan Kuhapuskan dari dalam kitabKu.’…”
ü Ketika Akhan melanggar
Perintah “Jangan mengingini”, dan dia melanggar Perintah “Jangan mencuri”, dan akhirnya dia ketahuan,
simak apa kata Akhan.
Dia tidak berkata, “Aku telah berdosa terhadap Perintah
kesepuluh”, “aku telah berdosa terhadap Perintah ‘Jangan mencuri’…” Dia berkata, dan ini ada di
Yosua 7:20 “20 Dan Akhan
menjawab Yosua, dan berkata, ‘Benar, aku telah berbuat dosa terhadap TUHAN, Allah Israel, dan
beginilah yang telah kuperbuat:’…”
ü Ketika Natan mengkonfrontasi
Daud dengan dosa berzinahnya dan pembunuhan, apa kata Daud?
“Oh, aku menyesal telah melanggar Perintah ketujuh dan
Perintah keenam”? Bukan itu katanya walaupun dia memang telah melanggar
Perintah keenam dan ketujuh. Simak apa kata Daud di 2
Samuel 12:13, “13 …‘Aku sudah
berdosa terhadap TUHAN.’…” Dan mazmur penyesalannya, Mazmur 51:4, simak Daud secara
eksplisit berdoa kepada Allah, dia berkata, “4
Terhadap Engkau, Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan kejahatan ini di pemandanganMu, supaya Engkau boleh didapati benar ketika Engkau bicara, dan
tidak bersalah ketika Engkau menghakimi.”
“Terhadap
Engkau, Engkau sajalah aku telah berdosa…”
itulah yang dikatakan Daud.
ü Bahkan Daniel
merujuk kepada kemurtadan Israel sebagai dosa terhadap Tuhan.
Simak Daniel
9:10-11 doa Daniel kepada Tuhan, salah satu doa yang terindah dalam Alkitab.
Inilah yang dikatakan ayat 10. “10 Kami juga sudah tidak mematuhi suara
Tuhan Allah kami, untuk berjalan di dalam
HukumNya, yang telah diberikanNya kepada kami oleh hamba-hambaNya para nabi. 11 Ya,
seluruh Israel telah melanggar
HukumMu, yaitu dengan menyimpang, sehingga mereka tidak mematuhi suaraMu, itulah sebabnya kutuk telah dicurahkan ke atas kami
dan sumpah yang tertulis dalam kitab Hukum
Musa, hamba Allah itu,…” sekarang simak “…sebab
kami telah berbuat dosa terhadap Dia…” Apakah kalian menangkap gambarnya?
ü Kalian ingat kisah
anak yang hilang.
Apakah anak yang
hilang melanggar Perintah “Hormati
ayahmu dan ibumu”? Tentu saja.
Apakah dia melanggar Perintah “Jangan
berzinah”? Nah, setidaknya saudaranya menuduh
dia berzinah dengan pelacur-pelacur. Maka dia telah melanggar Perintah “Hormati ayahmu dan ibumu” dan Perintah “Jangan
berzinah” namun ketika dia pulang, apa katanya? Dia berkata, “21 ….’Bapa, aku telah berdosa
terhadap sorga dan di pemandanganmu, dan
tidak layak lagi disebut anak bapa.’…” (Lukas 15:21)
In all these cases, yes, the people broke a written code but they sinned against
a Person whose character is described in the code.
Jadi dalam semua kasus ini, ya, mereka telah melanggar
suatu ketentuan tertulis, tetapi mereka berdosa terhadap satu Pribadi yang
karakterNya dideskripsikan dalam ketentuan tersebut.
So instead of thinking of sin as the mere transgression of Commandments
written on tables of stone, think of sin as transgression against Jesus,
whose reflection is found in the code, then we are not unlike the Law, we are unlike
Jesus who is the embodiment of the Law. We will see that breaking the Law results
in breaking relationships with our best Friend.
Stone is cold, inanimate, unfeeling, and hard. You cannot offend tables of
stone. Tables of stone don't cry when you break them, but Jesus does. Sin breaks
relationships. We find in Isaiah 59:2 these words, God is speaking to
Israel, “2 But your
iniquities have separated you from your God; and your
sins have hidden His face
from you, so that He
will not hear.”
Jadi daripada menganggap dosa semata-mata pelanggaran
Perintah-perintah yang tertulis di loh-loh batu, anggaplah dosa sebagai pelanggaran terhadap Yesus,
yang pantulanNya terdapat pada ketentuan itu, maka kita tidak lagi
berbeda dari Hukum, melainkan kita berbeda dari Yesus yang adalah perwujudan Hukum itu.
Kita akan melihat bahwa melanggar Hukum berakibat menghancurkan hubungan dengan
Sahabat terbaik kita.
Batu itu dingin, mati, tidak merasa, dan keras. Kita
tidak bisa membuat loh-loh batu sakit hati. Loh-loh batu tidak menangis bila
kita pecahkan, tetapi Yesus menangis. Dosa
menghancurkan hubungan. Kita temukan kata-kata ini di Yesaya
59:2, Allah sedang berbicara kepada Israel, “2 tetapi
kejahatan-kejahatanmu telah memisahkan
antara kamu dan Allahmu; dan dosa-dosamu membuat Dia menyembunyikan wajahNya dari kamu, sehingga Ia tidak mau mendengar.”
So sin means more than breaking a code, it is personal, it breaks
relationships. This is what Paul meant when he wrote that genuine Christians do
not serve in “deadness of letter”, that is the Law is a mere code, but “in newness of spirit”, which has to do with our relationship with
Christ.
Jadi dosa berarti lebih daripada sekadar melanggar suatu ketentuan, itu
bersifat pribadi, itu menghancurkan hubungan. Inilah yang dimaksud Paulus
ketika dia menulis bahwa orang-orang Kristen sejati tidak melayani “secara harafiah
yang lama” yaitu bahwa Hukum semata-mata sebuah ketentuan,
melainkan “dalam Roh yang
baru” (Roma 7:6), yang berkaitan dengan hubungan kita dengan Kristus.
An example of this will help us understand what I mean. One of my favorite
national parks I used to visit it
several times a year when I worked in Wyoming, is Grand Teton National Park. There's this specific place, there's a lake and
behind the lake is this snow-capped mountain with beautiful green pine trees in
front of that snow-capped mountain. I’ve taken pictures early in the morning
when the lake is absolutely calm, and you know ~ this is when you had to
develop pictures ~ when the pictures were developed, I couldn't tell what the
original was and what the reflection was. In other words, it looked like, the
reflection looked exactly like the backdrop. This is the relationship between
Christ and His Law. The Law reflects Jesus Christ.
Suatu contoh ini akan membantu kita memahami
apa yang saya maksud. Salah satu taman nasional favorit saya yang sering saya
kunjungi beberapa kali dalam setahun ketika saya masih bekerja di Wyoming
adalah Grand Teton National Park. Ada tempat ini yang khas, ada sebuah danau
dan di belakang danau ada sebuah gunung yang puncaknya tertutup salju dengan
pohon-pohon cemara hijau yang indah di depan gunung yang puncaknya tertutup
salju itu. Saya mengambil foto-foto di pagi hari ketika danau itu begitu
tenang, dan ~ kalian tahu, ini di zaman ketika kita masih harus mencuci film
dan mencetak foto-foto ~ ketika foto-foto itu jadi, saya tidak bisa membedakan
mana yang asli dan mana yang pantulan. Dengan kata lain pantulannya tampak
persis sama dengan latar belakangnya. Inilah hubungan antara Kristus dengan
HukumNya. Hukum itu memantulkan Yesus
Kristus.
Notice this statement from Ellen White in Vol.
5 of the Bible Commentary page 1131, “What
speech is to thought, so is Christ to the invisible Father…” The Father speaks, in other words, the
Father transmits to Jesus His thoughts and then Jesus expresses in words the
thoughts of the Father. So
“…What speech is to thought, so is Christ to the invisible Father. He…” that is Jesus “…is the manifestation of the Father, and is
called the Word of God. God sent His Son into the world, His divinity clothed
with humanity, that man might bear the image of the invisible God…” Now notice this, what Jesus did. “…He made known in His words,…” that is God the Father's words
“…His character, His power and majesty, the nature and attributes of
God. Divinity flashed through humanity in softening, subduing light…” and now here's the key portion
“…He was the embodiment of the Law of God, which is the transcript of
His character… ” What is the written Law? A transcript of
Christ's character. And Jesus is the embodiment of the Law.
Simak pernyataan ini dari Ellen
White di Bible
Commentary Vol. 5 hal. 1131, “…Sebagaimana kata-kata terhadap pikiran, demikianlah Kristus terhadap Bapa yang
tidak tampak…” Bapa bicara, dengan kata lain, Bapa memindahkan ke Yesus pikiran-pikiranNya, kemudian Yesus mengungkapkan pikiran-pikiran Bapa dengan kata-kata.
Jadi “…Sebagaimana kata-kata terhadap pikiran, demikianlah Kristus terhadap Bapa yang
tidak tampak. Dia…” yaitu Yesus, “…adalah
perwujudan Bapa, dan disebut Firman Allah. Allah mengutus AnakNya ke dunia, keilahianNya
diselubungi oleh kemanusiaan, agar manusia tahan dengan gambaran Allah yang
tidak tampak…” Sekarang simak ini, apa yang dilakukan Yesus. “…Dengan kata-kataNya…” kata-kata Allah Bapa, “…Dia memperkenalkan karakterNya, kuasaNya dan keagunganNya,
sifat dan tabiat Allah. Keilahian terpancar melalui kemanusiaan dalam sinar
yang lembut dan menenangkan.…” dan sekarang ini bagian
kuncinya. “…Dialah perwujudan Hukum
Allah, yang adalah transkrip dari karakterNya.” (Ms pp. 77, 1899, 5BC p. 1131). Hukum yang tertulis itu apa? Sebuah transkrip (salinan) dari karakter
Allah. Dan Yesus adalah perwujudan dari Hukum itu.
What do we mean by “embodiment of the Law”? It simply means that Jesus lived the Law in living flesh.
He lived the Law in His body and that's the reason why in Psalm 40:7-8 we find
these beautiful words, “7 Then I
said…” and Jesus is speaking here prophetically “…Then I
said, ‘Behold, I
come. In the scroll of the book it is written of Me.’ 8 I delight to
do Your will, O my God, and Your Law is within
My heart.’…”
Apa maksudnya “perwujudan Hukum”? Itu semata-mata
berarti Yesus menghidupkan Hukum itu
dalam dagingNya. Dia menghidupkan Hukum itu dalam tubuhNya, dan
itulah alasannya mengapa di Mazmur 40:7-8 kita menemukan kata-kata yang indah
ini, “7 Lalu Aku
berkata,…” dan di sini Yesus sedang bicara dalam nubuat, “…Lalu Aku berkata, ‘Lihat, Aku datang; dalam gulungan kitab-Mu
ada tertulis tentang Aku; 8 Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku.’…”
So Jesus was the Law in bodily form, the written Law was manifested in
other words, in living flesh. This helps us understand a statement, a very
perplexing statement of Ellen White, if we don't think about it carefully. Some
Christians say, “I love Jesus” and almost in the same breath they say, “but the
Law was nailed to the cross.” However, to crucify the Law is to crucify Jesus, because
the Law is a reflection of Jesus.
Jadi Yesus adalah Hukum dalam bentuk tubuh, dengan kata
lain, Hukum tertulis yang
dimanifestasikan dalam daging yang hidup. Ini membantu kita untuk memahami
suatu pernyataan, suatu pernyataan Ellen White yang sangat membingungkan jika
kita tidak memikirkannya dengan hati-hati. Beberapa orang Kristen berkata, “Aku
cinta Yesus” dan nyaris dengan tarikan nafas yang sama mereka berkata, “Tetapi
Hukum itu sudah dipakukan di salib.” Namun, menyalibkan Hukum itu sama dengan menyalibkan Yesus,
karena Hukum adalah pantulan Yesus.
Ellen White compared ~ and here's the statement ~ the great sin of the Jewish nation with the
sin of the Christian world at the end of time. And many times when I read this
statement I said, but these two sins are not similar: the one that was committed
by the Jewish nation, the one that's going to be committed at
the end of time. And then I started thinking about it and they are the same sin.
In Great Controversy page 22 Ellen
White wrote, “Jesus looking down to
the last generation, saw the world involved in a deception similar to that
which caused the destruction of Jerusalem. The great sin of the Jews was their
rejection of Christ, the great sin of the Christian world be their rejection of
the Law of God, the foundation of His government in heaven and earth.”
Ellen White membandingkan ~ dan inilah
pernyataannya ~ dosa besar bangsa Yahudi dengan dosa dunia Kristen pada akhir
zaman. Dan seringkali ketika saya membaca pernyataan ini saya berkata, tapi
kedua dosa ini tidak sama: dosa yang dilakukan oleh bangsa Yahudi dengan dosa
yang akan dilakukan pada akhir zaman. Kemudian saya mulai memiirkannya dan
mereka memang dosa yang sama.
Di Great Controversy
hal. 22 Ellen White
menulis, “Memandang jauh ke generasi manusia yang terakhir, Yesus
melihat dunia ini terlibat dalam penyesatan yang mirip dengan yang
mengakibatkan kehancuran Yerusalem. Dosa besar orang-orang Yahudi adalah
penolakan mereka terhadap Kristus, dan dosa besar dunia Kristen adalah penolakan
mereka terhadap Hukum Tuhan, dasar pemerintahanNya di Surga dan di bumi.”
So now, wait a minute, it's not the same to reject Christ as it is for the
Christian world to reject the Law, is it? Yes, it is. You see, the Jews
claim to believe in the reflection but they rejected That which cast the
reflection. And Christians will reject the reflection while they claim to
follow the original.
It is impossible to love Christ and despise the Law, because the Law is a
reflection of who Jesus is. Jesus was the Law in living color. Genuine
Christians experience hatred and love at the same time. You say, Christians should hate? Yes.
Listen up! They love the Law and Jesus, and they hate sin and transgression,
because of what sin did to Jesus. Jesus hated sin.
Jadi sekarang, tunggu dulu, tidak sama menolak Kristus
dengan dunia Kristen menolak Hukum, kan? Sama. Kalian lihat, orang Yahudi mengklaim
mempercayai pantulannya tetapi mereka menolak Yang memantulkan. Dan orang-orang
Kristen akan menolak
pantulannya sementara mereka mengklaim mereka mengikuti Yang Asli.
Mustahil mengasihi Kristus dan membenci Hukum, karena
Hukum adalah pantulan dari Kristus. Yesus adalah Hukum itu dalam warna-warna
yang hidup. Orang-orang Kristen yang sejati mengalami benci dan kasih pada
waktu yang bersamaan. Kalian berkata, orang
Kristen membenci? Ya! Dengarkan! Mereka mengasihi Hukum dan Yesus dan mereka membenci dosa dan
pelanggaran Hukum, karena apa yang dibuat dosa pada Yesus. Yesus
membenci dosa.
Notice Hebrews 1:9, “9 You have
loved…” speaking about Jesus “…You have loved righteousness and hated Lawlessness;…”
once again it's the same word
“transgression of the Law”, “…therefore
God, Your God, has
anointed You with the oil of gladness more than Your companions.’…”
Ellen White amplifies this verse in Hebrews 1:9, “Never before had there been a being upon the earth who hated sin with so perfect a
hatred as did Christ. He had seen its deceiving, infatuating power upon the holy angels, and all His powers were enlisted
against it.” That is Selected Messages Vol. 1 page 254.
Simak Ibrani 1:9, “…9 Engkau telah mencintai…” bicara tentang Yesus, “…Engkau telah
mencintai kebenaran dan membenci dosa;…” sekali lagi ini kata yang sama “pelaggaran Hukum”,
“…sebab itu Allah, yaitu Allah-Mu,
telah mengurapi Engkau dengan minyak sukacita,
melebihi rekan-rekanMu.”
Ellen White
memperluas ayat di Ibrani 1:9 ini,
“…Belum pernah ada sosok di bumi yang membenci dosa dengan kebencian yang
begitu sempurna seperti Kristus. Dia telah melihat kuasa penyesatannya yang
memabukkan pada malaikat-malaikat kudus, dan semua kuasaNya difokuskan untuk
melawan itu…” Ini Selected
Messages Vol. 1 hal. 254.
In the devotional book This Day With God
she wrote, “While He hated
sin with a perfect hatred,
He could weep over the sinner.”
Dalam buku devosi This Day with God hal. 279, Ellen White menulis, “…Sementara Dia (Yesus) membenci dosa dengan
kebencian yang sempurna, Dia bisa meratapi
orang yang berdosa.”
So let's ask the question, why do genuine Christians hate sin and love the
Savior? What motivates them to live in harmony with the Law? Is it fear of punishment?
Is it earning salvation? No! Let's examine the reason why genuine Christians
love the Savior and hate sin. I’ll give you a hint. It's because they behold
Christ and what Christ went through. In order to understand this, we have to go
to Leviticus 4 and 5, and I’m just going to mention something that we find in
those chapters, In those chapters we find that sinners brought a victim to the
sanctuary, and they placed their hand on the head of the victim, confessed
their sin on the victim's head, and then the priest slew the victim. Thus the
sin was transferred from the sinner to the victim. This ceremony ~ and this is
very important ~ occurred while the victim was still alive. That's an important
point. The sinner placed his hand on the head of the victim while the victim
was still alive, and it was on the head of the victim. Why the head? The head
is the place where thinking, reasoning, feeling, and choice occurs. Only after
sins were placed on the head of the animal, did the animal die.
Jadi mari kita ajukan pertanyaan, mengapa Kristen sejati
membenci dosa dan mengasihi Sang Juruselamat? Apa yang memotivasi mereka untuk
hidup selaras dengan Hukum? Apakah rasa takut dihukum? Apakah itu upaya
mencapai keselamatan? Tidak! Mari kita periksa alasannya mengapa orang Kristen
yang sejati mengasihi Sang Juruselamat dan membenci dosa. Saya berikan
petunjuk. Itu karena mereka memandang Kristus dan apa yang telah dialami
Kristus. Agar memahami ini, kita harus ke Imamat pasal 4 dan 5, dan saya hanya
akan menyinggung sesuatu yang kita temukan di pasal-pasal tersebut.
Di pasal-pasal tersebut kita dapati bahwa orang yang
berdosa membawa seekor hewan kurban ke Bait Suci, dan mereka menempatkan tangan
mereka di atas kepala kurban itu, mengakui dosa-dosa mereka pada kepala kurban,
kemudian imam menyembelih kurban. Dengan demikian dosa dipindahkan dari orang
yang berdosa kepada kurban. Upacara ini ~ dan ini sangat penting ~ terjadi
sementara kurban masih hidup. Ini adalah poin yang penting. Orang berdosa
menempatkan tangannya di atas kepala kurban selagi kurban masih hidup, dan itu
di atas kepala kurban. Mengapa kok di kepala? Kepala adalah tempat untuk berpikir,
mempertimbangkan, merasa, dan pilihan terjadi. Hanya setelah dosa ditempatkan
di atas kepala hewan itu, hewan itu mati.
So let's go to Gethsemane and find the fulfillment of this ceremony from Leviticus
4 and 5. When we think of Jesus bearing our sins, we usually think of the cross.
But the sins
were actually placed on Jesus while He was alive in the garden of Gethsemane.
Notice Matthew 26:38, here Jesus is going to express His anguish as He's in the
garden about to begin His passion. This is how it reads. “38 Then He said to them…” to His disciples “…‘My soul is exceedingly sorrowful, even to
death. Stay here and watch with Me’…” Notice in this verse that it was the sorrow that led to the death of Christ,
didn't it? He says, “…‘My soul is exceedingly sorrowful,…” what?
“...even to death…” Now in hard
times we long for understanding and support from others. Jesus longed for this
support, but He found absolutely none. The disciples slept, three times, while Jesus agonized in the
garden. One of His inner circle betrayed Him, one of His disciples denied
having any association with Jesus and denied Him by using vulgar language.
Jadi mari ke Getemani dan
menemukan penggenapan upacara dari Imamat 4 dan 5 ini. Ketika kita berpikir
tentang Yesus memikul dosa-dosa kita, biasanya kita berpikir tentang salib.
Tetapi dosa-dosa sesungguhnya
ditempatkan pada Yesus selagi Dia masih
hidup di taman Getsemani. Simak Matius 26:38, di sini Yesus akan mengungkapkan
kepedihanNa selagi Dia ada di taman untuk memulai masa kesengsaraanNya. Begini
bunyinya, “38 Lalu kataNya
kepada mereka…” kepada murid-muridNya,
“…‘Hati-Ku sangat sedih, bahkan sampai mati. Tinggallah di sini dan
berjaga-jagalah dengan Aku.’…” Simak di ayat ini kesedihanlah yang akan mengakibatkan
kematian Kristus, bukan? Dia berkata, “…‘Hati-Ku sangat sedih’,…” apa? “…bahkan sampai
mati.…” Nah, di masa susah kita rindu
pengertian dan dukungan dari orang lain. Yesus rindu dukungan ini, tetapi Dia
sama sekali tidak menemukannya. Murid-muridNya
tidur, tiga kali, selagi Yesus bergumul dengan kesedihan di taman. Salah satu
dari lingkaran dalamNya telah mengkhianatiNya; salah satu dari murid-muridNya
menyangkal punya hubungan apa pun dengan Yesus dan tidak mengakui Dia, dengan memakai bahasa yang kasar.
Isaiah 63:3 says that Jesus tread the wine press alone. In fact Ellen White
wrote about this in Vol. 7 of the Bible Commentary
page 934. “He died outside the
camp, where felons and murderers
were executed. There He trod the winepress alone, bearing the penalty that should have fallen on the sinner….”
Yesaya 63:3 mengatakan bahwa Yesus menginjak tempat perasan anggur
sendirian. Bahkan Ellen White menulis tentang ini di Bible
Commentary Vol. 7 hal. 934.
“…Dia mati di luar perkemahan, di mana para penjahat dan pembunuh
dieksekusi. Di sana Dia menginjak tempat pemerasan anggur seorang diri, memikul
hukuman yang seharusnya jatuh pada orang berdosa.” ,
In the garden Jesus felt that His own Father was forsaking Him and Satan
tempted Him to think that what He was going through would be fruitless, because
everyone was going to be lost anyway, and that Jesus was risking His own
existence by going forward with the plan. We know that in the garden according
to Matthew 26:39, 42, 44, that Jesus three times begged His Father to do
something. Let's read those verses, Matthew 26:39, “39 He went a little farther and fell on His
face, and prayed, saying, ‘O My Father, if it is possible, let this cup pass from Me; nevertheless, not as I will, but as You will.’…” verse 42 “…42 Again, a second time, He went away and
prayed, saying, ‘O My Father, if this cup cannot pass away from Me unless I drink it, Your
will be done.’…” and then verse
44 tells us, “…44 So He left them, went away again, and
prayed the third time, saying the same words.”
Di taman Yesus merasa BapaNya
sendiri telah meninggalkan Dia, dan Setan menggodaNya untuk berpikir bahwa apa
yang sedang dialamiNya tidak akan ada hasilnya karena semua orang toh tidak
akan selamat, dan bahwa Yesus hanya mempertaruhkan eksistensiNya sendiri dengan
melanjutkan rencana itu. Kita tahu bahwa di taman menurut Matius 26:39, 42, 44,
tiga kali Yesus memohon kepada BapaNya untuk berbuat sesuatu. Mari kita
baca ayat-ayat itu. Matius 26:39,“39
Dan Ia berjalan sedikit lebih jauh, lalu sujud dengan wajahNya sampai ke tanah dan berdoa, kata-Nya: ‘Ya Bapa-Ku,
jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lewat
dari Aku, namun demikian janganlah seperti
yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’…” ayat 42, “…42 Dia pergi lagi
kedua kalinya dan berdoa, kata-Nya, ‘Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak
mungkin lewat dariKu, kecuali Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu.’…” Lalu ayat 44 mengatakan kepada kita, “…44 Dan
Ia meninggalkan mereka lalu pergi lagi dan berdoa untuk ketiga kalinya, mengucapkan kata-kata
yang sama.”
The book of Hebrews describes His anguish as He pled with His Father.
Hebrews 5:7-8 tells us this, “7 who, in the days of His flesh, when He
had offered up prayers and supplications, with vehement cries and
tears to Him who was able to save Him from death, and was
heard because of His godly fear…” as Jesus was praying we're told that He
sweated great drops of blood. We find
this in John chapter 18, it says, “ 44 And being in agony…” actually Luke 22:44
“…And being in agony He prayed more earnestly. Then His sweat became
like great drops of blood falling down to the ground.”
Kitab Ibrani menggambarkan
kesedihanNya selagi Dia memohon kepada BapaNya. Ibrani 5:7-8 mengatakan ini
kepada kita, “7
yang semasa hidup-Nya sebagai manusia, setelah Ia mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis
dan air mata kepada Dia yang sanggup
menyelamatkanNya dari maut, dan didengar karena takutNya
pada Allah.…” sementara Yesus
berdoa, kita diberitahu bahwa Dia mengeluarkan keringat dalam bentuk tetesan-tetesan besar darah. Kita dapati ini di Lukas
22:44 yang mengatakan, “…44
Dan sementara sangat menderita Ia makin
bersungguh-sungguh berdoa. Dan peluh-Nya
seperti tetesan-tetesan darah yang besar, jatuh ke tanah.”
What was in the cup that Jesus had to drink, and who gave Him that cup? Do
you know that the word “cup” that is the same word that is used for the “vials”
that the angels pour out in Revelation chapter 16? Jesus was about to drink the
wine of the wrath of God against sin and sinners. We find in John 18:11, “11 So Jesus said to Peter, ‘Put your sword into the sheath. Shall I
not drink the cup which My Father has given Me?’”
Apa yang ada di dalam cawan yang harus diminum Yesus? Dan
siapa yang memberiNya cawan itu? Tahukah kalian bahwa kata “cawan” ini adalah
kata yang sama yang dipakai untuk menyebut “cawan” yang dicurahkan para
malaikat di Wahyu pasal 16? Yesus akan minum anggur murka Allah terhadap dosa
dan
para pendosa. Kita melihat ini di Yohanes
18:11, “…11 Kata Yesus
kepada Petrus: ‘Masukkan pedangmu itu ke dalam sarungnya. Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan
Bapa kepada-Ku?’…”
Isaiah 53 tells us, “6 All we like
sheep have gone astray; we have turned, every one, to his own way; and
the Lord has
laid on Him the iniquity of us all.”
Yesaya 53 mengatakan kepada kita, “…6 Kita sekalian seperti domba yang tersesat, masing-masing kita telah berbalik mengambil jalannya sendiri, dan TUHAN telah menimpakan kepadaNya kejahatan
kita semua,”
Jesus feared that His separation from His Father would be eternal. In the
book Desire of Ages page 753 Ellen White
wrote, “…Satan with his fierce temptations wrung the heart of
Jesus. The Savior could not see through the portals of the tomb. Hope did not present to Him His coming forth
from the grave a conqueror, or tell Him of His Father's acceptance of the
sacrifice. He feared that sin was so offensive to God that Their separation was
to be eternal. Christ felt the anguish which the sinner will feel when mercy
shall no longer plead for the guilty race. It was the sense of sin, bringing
the Father's wrath upon Him as man’s substitute, that made the cup He drank so
bitter and broke the heart of the Son of God…”
Yesus khawatir perpisahanNya dari BapaNya itu kekal. Di
buku Desire of
Ages hal. 753, Ellen White menulis, “…Dengan godaan-godaannya yang sengit, Setan meremas-remas hati Yesus. Sang Juruselamat tidak
bisa melihat melampaui gerbang kubur. Harapan tidak menampakkan kepadaNya
kebangkitanNya dari kubur sebagai seorang pemenang, atau menyampaikan kepadaNya
bahwa BapaNya berkenan menerima kurban itu. Dia takut dosa itu begitu
menjijikkan bagi Allah sehingga perpisahan Mereka bersifat kekal. Kristus
merasakan penderitaan yang akan dirasakan orang berdosa ketika tidak ada lagi
belas kasihan yang memohon bagi umat yang berdosa. Keberadaan dosalah yang
mendatangkan murka Bapa ke atas DiriNya sebagai pengganti manusia, yang membuat
cawan yang diminumnya begitu pahit dan menghancurkan hati Anak Allah…”
Several years ago Mel Gibson came out with the movie The Passion of the
Christ. I finally watched this movie. It majors in the terrible beatings,
physical beatings that Jesus received. But do you know what? Jesus would have
died in the garden before a single person placed one finger on Him.
Notice Desire of Ages, well actually
this quotation is also in Desire of Ages,
but Bible Training School September 1, 1915.
She wrote, “Human nature would then and there…” that is in the garden before they even
arrested Him “…then and there
have died under the horror of the sense of sin, had not an angel from heaven
strengthened Him to bear the agony…” that's what happened in Gethsemane. Why?
Because of sin. Sin is a terrible monster. You see, sin is not merely breaking
a list of Commandments. It's not breaking a written code. Sin is against Jesus.
It took Jesus to the garden of Gethsemane and it took Him to the cross.
Beberapa tahun lalu Mel Gibson membuat film The Passion of the Christ. Saya akhirnya menonton film ini. Film ini isinya banyak tentang
pemukulan yang dahsyat, pemukulan fisik yang diterima Yesus. Tetapi tahukah
kalian, Yesus bisa mati di taman itu sebelum
satu manusia pun menyentuhNya.
Simak Bible Training School 1 September 1915, nah ini juga ada di Desire of Ages. Ellen White menulis, “…Kodrat manusia pada saat dan tempat itu…” ini di taman bahkan sebelum orang-orang menangkapNya, “…pada saat dan tempat itu bisa mati di bawah kengerian seramnya
dosa, andaikan tidak ada malaikat dari Surga yang menguatkan Dia untuk
menanggung sengsaranya…” itu yang terjadi di Getsemani. Mengapa? Karena dosa. Dosa adalah momok yang
mengerikan. Kalian lihat, dosa bukan sekadar melanggar Perintah-perintah. Itu
bukan melanggar sebuah ketentuan tertulis. Dosa itu melawan
Yesus. Itu yang membawa Yesus ke taman Getsemani dan itu membawaNya ke salib.
You know during the ministry of Jesus, Jesus said in John 8:29, “29 And He who sent Me is with Me. The Father has not left Me alone, for I always do those things that please
Him.” How different was His cry on the
cross. Matthew 27:46 says that Jesus prayed, “ 46 … ‘My
God, My God, why have You forsaken Me?’…” Why was Jesus crying out this way?
In Selected Messages Vol. 1 page 321
Ellen White wrote these profound words, “The guilt of every sin pressed its weight upon the
divine soul of the world’s Redeemer. The evil thoughts, the evil words, the evil deeds…” listen carefully now “…of every son and daughter of Adam, called for retribution upon Himself; for He had become
man’s substitute. Though the guilt of sin was not His, His Spirit was torn and
bruised by the transgressions of men, and He who knew no sin became sin for us, that
we might be made the righteousness of God in Him.”
Kalian tahu selama ministri Yesus, di Yohanes 8:29 Yesus
berkata, “…29 Dan Ia, yang telah mengutus
Aku, menyertai Aku. Bapa tidak meninggalkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa
berbuat apa yang berkenan kepada-Nya…” Betapa berbedanya seruanNya di atas salib. Matius 27:46
mengatakan bahwa Yesus berdoa, “46
…‘Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’…” Mengapa Yesus
berseru seperti ini?
Di Selected Messages
Vol. 1 hal. 321, Ellen White menulis kata-kata yang mencerahkan ini, “…Rasa bersalah setiap dosa menjadi beban yang menekan
di atas jiwa Ilahi Sang Juruselamat dunia. Pikiran-pikiran jahat, kata-kata
jahat, perbuatan-perbuatan jahat…” dengarkan baik-baik sekarang,
“…dari setiap anak laki-laki dan perempuan Adam, menuntut retribusi pada
DiriNya; karena Dia telah menjadi pengganti manusia. Walaupun rasa bersalah
dosa itu bukanlah milikNya,
RohNya tercabik dan terluka oleh pelanggaran-pelanggaran manusia, dan Dia yang tidak mengenal dosa menjadi dosa bagi
kita, agar kita bisa dijadikan pembenaran Allah di dalam Dia.”
In fact Ellen White wrote, “He died outside the
camp, where felons and murderers
were executed. There He trod the winepress alone, bearing the penalty that should have fallen on the sinner….”
Faktanya Ellen White menulis, “…Dia mati di luar perkemahan, di mana para
penjahat dan pembunuh dieksekusi. Di sana Dia menginjak tempat pemerasan anggur
seorang diri, memikul hukuman yang seharusnya jatuh pada orang berdosa.” (Bible Commentary Vol. 7 page 934).
The gospel prophet Isaiah wrote in Isaiah 53:4 through 6, “4 Surely He
has borne our griefs and carried our sorrows; yet we esteemed
Him stricken, smitten by…” whom? “…smitten by God, and afflicted.5 But He was wounded for our
transgressions, He was bruised for
our iniquities; the chastisement for our peace was upon Him, and by His stripes we are healed. 6 All we like
sheep have gone astray; we have turned, every one, to his own way; and
the Lord has
laid on Him the iniquity of us all.”
What caused the agonizing experience of Jesus? Sin. Gethsemane and the
cross reveal that sin is a monster. It
caused the suffering and death of Jesus. And as we behold what sin did to
Jesus, we will hate sin for what it did to Him, and we will love the Savior for
what He did for us.
Nabi kabar baik Yesaya menulis di
Yesaya 53:4-6, “…4 Sesungguhnya, Dia
yang telah menanggung duka kita dan memikul kesedihan kita; namun kita menganggap Dia kena pukul,
dipukul oleh…” siapa? “…dipukul oleh Allah, dan
tersiksa. 5Tetapi Dia dilukai
karena pelanggaran-pelanggaran kita, Dia dipukuli hingga memar karena kejahatan-kejahatan kita; hukuman demi pendamaian kita ditanggung olehNya, dan oleh
bilur-bilurnya kita disembuhkan. 6Kita
sekalian seperti domba yang tersesat,
masing-masing kita telah berbablik mengambil
jalannya sendiri, dan TUHAN telah menimpakan
kepadaNya kejahatan kita semua. …”
Apa yang mengakibatkan pengalaman Yesus yang penuh
kesengsaraan? Dosa. Getsemani dan salib mengungkapkan bahwa dosa itu momok. Itu
menimbulkan penderitaan dan kematian Yesus. Dan saat kita melihat apa yang
diperbuat dosa pada Yesus, kita akan membenci dosa untuk apa yang dilakukannya
pada Yesus, dan kita akan mengasihi Sang Juruselamat untuk apa yang telah
dilakukanNya bagi kita.
It is not when we behold the written Law on tables of stone that we see the
horrendous nature of sin and its remedy. It is by beholding Jesus in Gethsemane and on
the cross that we understand the depths of sin, and come to hate sin and love
Jesus.
When the prophet Isaiah caught a glimpse of the holiness of God ~ by the
way one of the favorite expressions of Isaiah is “the Holy One of Israel” it's used over 30 times in the book ~ when
Isaiah caught a glimpse of the holiness of God,
like we should catch a glimpse of the holiness of Jesus ~ according to
Isaiah 6:5 he said, “5 … ‘Woe is me, for I am undone! Because
I am a man
of unclean lips, and I dwell
in the midst of a people of unclean lips; for my eyes
have seen the King, the Lord of
hosts.’
Bukan ketika kita memandang Hukum yang tertulis pada
loh-loh batu kita melihat kengerian kodrat dosa dan obatnya. Dengan memandang Yesus di
Getsemani dan di salib yang membuat kita mengerti dalamnya dosa, dan menjadi
membenci dosa dan mengasihi Yesus.
Ketika nabi Yesaya menangkap sekilas kekudusan Allah ~
nah salah satu ungkapan favorit Yesaya ialah “Yang Kudus dari Israel” itu
digunakan lebih dari 30 kali dalam kitabnya ~ ketika Yesaya menangkap sekilas
kekudusan Allah, seperti kita menangkap sekilas kekudusan Yesus ~ menurut
Yesaya 6:5 dia berkata, “5 …‘Celakalah
aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di
tengah-tengah bangsa yang najis bibir; karena
mataku telah melihat Sang Raja, TUHAN semesta alam.’…”
Likewise when Peter
met Jesus on the shore of the sea of Galilee, Peter said to Jesus, Luke 5:8, “ 8 …’Depart from me,
for I am a sinful man,’…”
Sama seperti ketika Petrus bertemu Yesus di pantai danau
Galilea, Petrus berkata kepada Yesus, Lukas 5:8, “8
… ‘Pergilah dariku, karena aku ini orang berdosa’…”
We're told in Exodus 3:6 when Moses met God at the burning bush he hid his
face for he was afraid to look upon God. And the apostle Paul exclaimed, “For I know that
in me that is in my flesh nothing good dwells… 0, wretched man that I am who will deliver
me from this body of death” Even the holy
Daniel wrote the following in his prayer. Daniel 9:15, ”15 …we have sinned…” and committed iniquity “…we have done wickedly…” and rebelled even by departing from Your
precepts and Your judgments.”
You see folks when we behold Jesus Christ and what sin did to Him and we behold
His holiness, we do not feel good about ourselves, we feel good about
Him. We
are not filled with self-righteousness and we will not want to continue sinning,
because it did that to Jesus. This is going to also apply to those who go
through the final Time of Trouble.
Kita diberitahu di Keluaran 3:6 ketika Musa bertemu Allah di semak yang
menyala, dia menyembunyikan wajahnya karena dia takut memandang Allah. Dan
rasul Paulus berseru,
“18
Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam kedaginganku, tidak ada apa pun
yang baik… 24 O, aku
manusia celaka! Siapakah yang akan menyelamatkan
aku dari tubuh kematian ini?” (Roma 7:18, 24). Bahkan Daniel yang kudus menulis yang berikut dalam
doanya. Daniel 9:15, “15 …kami telah berbuat dosa…” dan berbuat
kejahatan, “…kami telah berlaku fasik…” dan memberontak yaitu dengan meninggalkan ketetapan-ketetapanMu
dan HukumMu.”
Kalian lihat,
Saudara-saudara, pada waktu kita
memandang Yesus Kristus dan apa yang dilakukan dosa padaNya, dan
kita memandang kekudusanNya,
kita tidak merasa diri kita sendiri baik, kita merasa Dia baik. Kita tidak dipenuhi rasa benar
sendiri, dan kita tidak mau terus berbuat dosa, karena itu
mengakibatkan kesengsaraan yang begitu pada
Yesus. Ini juga akan berlaku pada mereka yang melalui Masa Kesukaran Besar yang
terakhir.
In Great
Controversy page 618 and Herson read this this morning, “As Satan accuses the people of God on account of their sins, the Lord permits him to try them to the uttermost. Their confidence in God, their
faith and firmness, will be severely tested. As they review
the past, their hopes sink…”
notice they don't say, “I’m part of the
final generation, and I’m fine with the Lord.” No, no, no! Notice, “…As they review the past, their hopes sink for
in their whole lives they can see little good. They are fully conscious
of their weakness and unworthiness…” but then they look to Jesus and they claim the promises.
Di Great Controversy hal. 618, dan ini sudah dibacakan
Herson tadi pagi. “…Ketika Setan menuduh umat Allah karena
dosa-dosa mereka, Tuhan mengizinkan dia untuk mencobai mereka seberat-beratnya.
Keyakinan mereka dalam Allah, iman dan keteguhan mereka akan diuji sangat
berat. Ketika mereka mengingat kembali hidup mereka yang lewat, harapan mereka kandas…”
simak mereka tidak berkata, “Saya ini bagian dari
generasi terakhir, dan saya baik-baik saja dengan Tuhan.” Tidak, tidak, tidak!
Simak, “…Ketika mereka mengingat kembali hidup mereka yang lewat, harapan mereka kandas karena sepanjang hidup mereka,
mereka hanya melihat sedikit saja yang baik. Mereka sepenuhnya menyadari
kelemahan dan ketidaklayakan mereka…” Tetapi kemudian mereka memandang Yesus dan mereka mengklaim
janji-janjiNya.
What do I mean by this? After sinning Adam and Eve felt no sorrow for sin,
immediately after sinning. How do we know that? The fact that you blame other
people for what you did shows that you're not truly sorry. What did Adam say? “The woman that You
gave me…” so in other
words, the woman is at blame, and You ultimately, because You made her. What
does the woman say? “The serpent that You made, if You hadn't made that serpent we would not have sinned.” They were not repentant. They thought they
had just broken a Commandment not to eat from the tree. When is it that they
really understood the depth of what they had done?
Apa maksud saya dengan itu? Setelah berbuat dosa, Adam
dan Hawa tidak merasa sedih untuk dosanya, segera setelah mereka berdosa itu.
Dari mana kita tahu? Fakta bila kita menyalahkan orang lain
untuk apa yang kita lakukan membuktikan bahwa kita tidak benar-benar menyesal.
Apa kata Adam? ‘“Perempuan yang Kauberikan kepadaku” (Kejadian
3:12). Jadi dengan kata lain, perempuan itu yang
salah, dan pada akhirnya Engkau, karena Engkau yang membuat dia. Apa kata si
perempuan? “Ular itu” yang Engkau buat. (Kejadian 3:13). Andai Engkau tidak membuat ular itu, kami tidak akan
berbuat dosa.” Mereka tidak menyesal. Mereka sangka mereka hanya melanggar
sebuah Perintah tidak boleh makan dari pohon itu. Kapan mereka benar-benar
paham parahnya perbuatan mereka?
I read now from Patriarchs and Prophets
page 68, “To Adam,
the offering of the first sacrifice was a most painful ceremony. His hand must be raised to take life, which only God could give. It was the first time he had ever witnessed death, and he knew that had he been obedient
to God, there would have
been no death of man or beast. As he
slew the innocent victim, he trembled
at the thought that his sin must shed the blood of the spotless Lamb of God. This
scene gave him a deeper and more vivid sense of
the greatness of his transgression, which nothing but the death of
God’s dear Son could expiate.
And he marveled at the infinite goodness
that would give such a ransom
to save the guilty. A star of hope illumined the dark and terrible future and relieved it of its utter desolation.”
Folks, when we can contemplate Calvary, we say like Isaiah, “I am undone” but at the same time we say, “But He bore
my sin.” So at Calvary we see the terrible nature of sin, but we also see the
wonderful love of the Savior.
Saya baca sekarang dari Patriarchs and Prophets hal. 68, “…Bagi Adam,
persembahan kurban yang pertama adalah upacara yang paling menyakitkan.
Tangannya harus diangkat untuk mengambil nyawa, yang hanya bisa diberikan oleh
Allah. Itu adalah pertama kalinya dia pernah menyaksikan kematian, dan dia tahu
bahwa seandainya dia patuh kepada Allah, tidak akan ada kematian manusia maupun
binatang. Ketika dia menyembelih kurban itu, dia gemetar memikirkan bahwa
dosanya harus mencurahkan darah Domba Allah yang tidak bercela. Adegan ini
memberinya pengertian yang lebih mendalam dan lebih nyata akan parahnya
pelanggarannya, yang hanya bisa ditebus oleh kematian Anak Allah yang terkasih.
Dan dia terkagum pada kebaikan yang tidak terbatas yang akan memberikan tebusan
seperti itu untuk menyelamatkan yang berdosa. Secercah sinar harapan menerangi
kegelapan masa depan yang mengerikan, dan mengangkatnya dari kehancurannya yang
total. …”
Saudara-sadara, ketika kita merenungkan Kalvari, kita berkata seperti Yesaya, “Aku binasa”(Yesaya 6:5), tetapi pada waktu yang sama
kita berkata, “Tetapi Dia telah menanggung dosaku.” Jadi di Kalvari kita
melihat kodrat dosa yang mengerikan, tetapi kita juga melihat kasih Sang
Juruselamat yang luar biasa.
So looking at the cross and at Gethsemane accomplishes two things for Adam
and Eve.
1. They saw the depth and greatness of their
transgression and
2. They understood the infinite goodness of
God willing to send Jesus Christ their Creator to this earth to bear their
penalty.
Jadi memandang salib dan Getsemani menghasilkan dua hal
bagi Adam dan Hawa.
1. Mereka melihat dalamnya dan parahnya pelanggaran mereka
dan
2. Mereka memahami kebaikan tanpa batas dari Allah yang rela
mengirim Yesus Kristus Pencipta mereka ke dunia ini untuk menanggung hukuman
mereka.
Let me give you an illustration from my own life so you can understand what
I’m saying.
I grew up in the city of Caracas Venezuela.
There I finished my elementary education in a Seventh-Day Adventist school. The
school was on the first floor of a building that had two floors. My father's
office who was the Conference President was on the second floor of the same
building. Sometimes during recess I would go up to my father's office and I
would sit behind the desk and I acted like I was the Conference President
because I’d seen how he would sit there on the chair. One day as I went into
the office it was my custom to kind of go through the trash bin because there
might be something interesting there, I found an envelope. And the envelope had
a bill, 20 Bolivares, which at that time was approximately 7 Dollars. Now
folks, this was in the early 1960s, 7 Dollars was a lot of money. So I knew
that that money had been thrown there accidentally. But my sinful nature said
“finder's keepers, losers weepers”. So I took the money and I didn't want to
sin alone, so I gave half to a friend. During recess we went out and we bought
candy, and chips, and gum, and sodas, we lived it up, but of course the
Principal noticed what we were doing. So we were called to the Principal's
office. You see, I had broken two written Commandments: “thou shalt not steal” and “thou shalt not
covet”. When the Principal called us to his
office, I was sorry. I was sorry that I was caught, and I was sorry because I
knew what was going to happen when I got home. I was going to get a whipping.
But what was my surprise. When I got home and entered to the front entrance of
the house, and I saw my mother, tears streaming down her face, and she said to
me, “Son, I’m deeply disappointed. This is not what we taught you.” I would
have taken a hundred whippings to not see my mother cry. From that day on I
made a vow to the Lord that I would be honest in everything that I do. You see,
my sin was not merely breaking a couple of Commandments. My sin caused the pain
of my mother.
How much do our sins cause pain to Jesus?
Coba saya berikan sebuah ilustrasi dari kehidupan saya
sendiri supaya kalian bisa mengerti apa yang saya katakan.
Saya besar
di kota Caracas Venezuela. Di sana saya menyelesaikan pendidikan dasar saya di
sebuah sekolah MAHK. Sekolah itu ada di lantai bawah dari sebuah gedung dua
lantai. Kantor ayah saya yang adalah Presiden Konferens, ada di lantai dua
gedung itu. Terkadang di jam istirahat saya akan pergi ke kantor ayah saya dan
saya akan duduk di belakang meja dan bergaya seakan-akan saya adalah Presiden
Konferens karena saya pernah melihat bagaimana ayah saya duduk
di kursinya di sana. Suatu hari ketika saya ke kantor itu ~ kebiasaan saya
ialah suka membongkar tong sampah karena mungkin ada
sesuatu yang menarik di sana ~ saya menemukan sebuah amplop. Dan di dalam
amplop ada uang 20 Bolivares, yang di zaman itu setara 7 Dollar.
Nah, Saudara-saudara, ini tahun-tahun awal 1960an dan 7 Dollar itu uang yang
banyak. Jadi saya tahu uang itu tentunya terbuang di sana dengan tidak
disengaja. Tetapi kodrat berdosa saya berkata, “yang menemukan yang menyimpan,
yang kehilangan yang menangis.” Jadi saya ambil uang itu dan karena saya tidak
mau berdosa sendirian, saya berikan separo kepada seorang teman. Waktu
istirahat kami keluar dan membeli permen, dan keripik, dan gum, dan soda, kami
bersenang-senang. Tetapi tentu saja Kepala Sekolah melihat apa yang kami
lakukan. Jadi kami dipanggil ke kantor Kepala Sekolah. Kalian lihat, saya telah
melanggar dua Perintah tertulis: “Jangan mencuri” dan “Jangan mengingini”. Ketika Kepala Sekolah
memanggil kami ke kantornya, saya menyesal. Saya menyesal saya tertangkap, dan
saya menyesal karena saya tahu apa yang akan terjadi nanti saya pulang. Saya
akan mendapat pukulan. Tetapi yang membuat saya terkejut, ketika saya pulang
dan masuk ke pintu depan rumah, saya melihat ibu saya, air matanya mengalir
turun ke wajahnya dan dia berkata kepada saya, “Nak, aku sangat
kecewa. Ini bukan apa yang kami ajarkan kamu.”
Saya lebih baik menerima seratus pukulan daripada melihat ibu saya
menangis. Mulai hari itu saya berjanji kepada Tuhan bahwa saya akan jujur dalam
segala perbuatan saya. Kalian lihat, dosa saya bukan sekadar melanggar dua
Perintah. Dosa saya mengakibatkan rasa sakit bagi ibu saya.
Berapa banyak sakit yang ditimbulkan dosa-dosa kita pada
Yesus?
You see, we don't overcome sin, folks, by beholding the Law on tables of
stone; but rather by beholding what sin did to Jesus, and the immense sacrifice
that He made in order to save us.
Ellen White wrote in Christ’s Object
Lessons page 159, “In one way only can a true knowledge of self be obtained. We must behold Christ.
It is ignorance of Him that makes
men so uplifted in their
own righteousness. When we
contemplate His purity and excellence, we shall
see our own weakness
and poverty and defects
as they really are. We shall see ourselves lost and hopeless,
clad in garments
of self-righteousness, like every other sinner. We shall see that if we are ever saved, it will not be through our own goodness,
but through God’s infinite
grace.”
Kalian lihat, kita tidak mengalahkan dosa dengan
memandang Hukum pada loh-loh batu, Saudara-saudara, melainkan dengan memandang
apa yang diperbuat dosa pada Yesus, dan pengorbanan besar yang dibuat Yesus
untuk menyelamatkan kita.
Ellen White menulis di Christ’s Object Lessons hal.159, “…Hanya dengan satu cara kita bisa
mendapatkan pengetahuan yang sejati tentang diri kita sendiri. Kita harus
memandang Kristus. Ketidaktahuan kita tentang Dia menjadikan manusia begitu
sombong dengan kebenaran mereka sendiri. Ketika kita merenungkan kemurnianNya dan
kesempurnaanNya, kita akan melihat kelemahan dan kemiskinan dan cacat kita
sendiri sebagaimana mereka sesungguhnya. Kita akan melihat diri kita sendiri
tersesat dan tidak berdaya, dalam pakaian pembenaran diri seperti orang berdosa
yang lain. Kita akan melihat, jika kita mau diselamatkan, itu tidak akan melalui kebaikan kita
sendiri, tetapi melalui kasih karunia yang tidak terbatas dari Allah.”
Sin is overcome
not by focusing on the Law and trying to measure up to the Law, but by
contemplating Jesus. He died for
those sinful thoughts that we have, for the times that we've been to the movie
theater to watch movies that are not in harmony with God's character, for the
worldly music that we listen to, for the sinful actions that were performed,
for the sinful words that we speak, and the evil feelings that we entertain.
When we behold the absolute purity of Jesus and see what sin did to Jesus, we
will love Jesus and we will hate sin.
In this symposium we've talked a lot about the need to overcome sin, but we
haven't dealt much with the secret of how to do it. And that's why I decided at
the end that we would speak about how to
overcome sin so that we can be found in the Time of Trouble without spot or
wrinkle as we find in Revelation about the 144’000.
Dosa dikalahkan
bukan dengan fokus pada Hukum dan berusaha untuk mencapai standar Hukum itu,
melainkan dengan merenungkan Yesus. Dia mati bagi pikiran-pikiran dosa yang kita miliki,
bagi saat-saat kita ke bioskop menonton film yang tidak selaras dengan karakter
Allah, bagi musik duniawi yang kita dengarkan, bagi tindakan-tindakan dosa
yang kita lakukan, bagi kata-kata dosa yang kita ucapkan, dan perasaan-perasaan
jahat yang kita miliki. Ketika kita memandang kemurnian mutlak Yesus dan
melihat apa yang dibuat dosa kepada Yesus, kita akan mengasihi Yesus dan kita
akan membenci dosa.
Dalam simposium ini kita sudah bicara banyak tentang
perlunya mengalahkan dosa, tetapi kita belum membahas banyak tentang rahasia
bagaimana melakukannya. Dan itulah mengapa saya memutuskan di bagian akhir ini
kita akan bicara tentang bagaimana mengalahkan dosa supaya di Masa Kesukaran
Besar kita boleh didapati tanpa noda atau kerut seperti yang kita lihat di
Wahyu tentang ke-144’000.
The apostle Paul gave us the secret, in Hebrews 12:1-3 Paul wrote, “1Therefore we also, since we are surrounded by so great a cloud
of witnesses…” because he just mentioned all of the heroes
of chapter 11, “…let us lay aside every
weight, and the sin which so easily ensnares us, and let us run with endurance the race that
is set before us,…” So how do we set
aside every weight and the sin that ensnares us? Here it is: “…2 looking unto Jesus, the Author and Finisher
of our faith, who
for the joy that was set before Him endured the cross, despising the
shame, and has sat down at the right hand of the throne of God….”
Rasul Paulus memberi kita
rahasianya, di Ibrani 12:1-3 Paulus menulis, “1
Karenanya
kita juga, oleh
sebab kita dikelilingi oleh awan saksi-saksi yang sedemikian
besarnya,…” karena dia baru
saja menyebutkan semua pahlawan iman di pasal 11,
“…marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu mudah menjerat kita, dan marilah kita lari dengan tekun dalam perlombaan yang tersedia di hadapan kita…” Jadi bagaimana kita mengesampingkan setiap beban dan dosa
yang menjerat kita? Ini dia, “…2 Sambil memandang kepada
Yesus, Pencipta dan Penuntas iman kita, yang demi sukacita
yang tersedia di
hadapanNya, dengan sabar
menanggung salib, mengabaikan kehinaannya, dan
telah duduk di
sebelah tangan kanan takhta Allah.”
Ellen White wrote in the devotional book Sons
and Daughters of God page 337, “By beholding Christ,
by talking of
Him,
by beholding the loveliness of
His character we become changed.
Changed from glory to glory…” It doesn't happen overnight. “…And what is glory?...”
she asks. “…Character—and he becomes changed from character to character. Thus we see that there is a work of purification that goes on by beholding Jesus.”
Ellen White menulis di buku devosi Sons and Daughters of God hal. 337, “Dengan memandang
Kristus, dengan berbicara tentang Dia, dengan memandang keindahan karakterNya,
kita diubahkan. Diubahkan dari kemuliaan ke kemuliaan. …” tidak terjadi dalam satu malam. “… Dan kemuliaan itu apa? …” tanya Ellen White. “…Karakter – dan
dia berubah dari karakter ke karakter. Dengan demikian kita melihat adanya suatu
pekerjaan penyucian yang terjadi dengan memandang Yesus.”
Sin is overcome or sin defeats us by what we allow to come through our ears,
through our eyes, and through our touch, and our five senses. That's why Ellen
White tells us that we should meditate a thoughtful hour a day upon the life of
Christ.
Dosa dikalahkan, atau dosa mengalahkan kita melalui apa
yang kita izinkan masuk lewat telinga kita, lewat mata kita, lewat sentuhan
kita, dan kelima indera kita. Itulah mengapa Ellen White
mengatakan kepada kita bahwa kita harus merenungkan satu jam dalam meditasi
setiap hari tentang kehidupan Kristus.
So folks, here's the summary of what I’m talking about. At the end of time when probation closes,
there are going to be two groups that fully reflect an image. I’m going to read
you a statement that perhaps you've never heard before. This is not one of the
common statements. Review and Herald April 14
1896. There's going to be one group that is going to perfectly reflect the
character of Satan. Ellen White wrote, “The
forces of darkness will unite with human agents who have given themselves into
the control of Satan, and the same…” Listen, we're
going to go through the same that Jesus went through. “…and
the same scenes that were exhibited at the trial, rejection, and crucifixion of
Christ will be revived. Through yielding to satanic influences, men will be
transformed into fiends…” those are
demons, folks “…and those who were created in the image of
God, who were formed to honor and glorify their Creator, will become the
habitation of dragons, and Satan will see in an apostate race his masterpiece
of evil,—men who reflect his own image.”
That's chilling.
Jadi Saudara-saudara, ini kesimpulan dari apa yang saya
bicarakan. Pada akhir masa ketika pintu kasihan menutup, akan ada dua kelompok
yang sepenuhnya memantulkan suatu keserupaan. Saya akan membacakan sebuah
pernyataan yang mungkin belum pernah kalian dengar sebelumnya. Ini bukan salah
satu dari pernyataan-pernyataan yang biasa. Review and Herald
14 April 1896 para 7. Akan ada satu
kelompok yang akan memantulkan karakter Setan dengan sempurna.
Ellen White menulis, “…Kuasa
kegelapan akan bersatu dengan agen-agen manusia yang telah menyerahkan diri
mereka di bawah kendali Setan, dan…” dengarkan, kita akan melalui pengalaman yang sama yang dialami Yesus, “…dan
adegan-adegan yang sama yang ditunjukkan di pengadilan, penolakan, dan
penyaliban Kristus akan dihidupkan kembali. Dengan menyerah kepada pengaruh
sataniah, manusia akan diubahkan menjadi momok…” ini adalah setan-setan,
Saudara-saudara, “…dan mereka yang
diciptakan dalam keserupaan Allah, yang dibentuk untuk menghormati dan
memuliakan Pencipta mereka, akan menjadi tempat kediaman naga-naga, dan Setan
akan melihat dalam satu ras yang murtad ini karya agung jahatnya:
manusia-manusia yang memantulkan keserupaannya sendiri.”
Ini seram.
Here's the statement about those who will reflect the image of Christ. Great Controversy 621 speaking about those who
will go through this Time of Trouble, “Their affliction
is great, the flames of the furnace seem about to consume them; but the Refiner will bring them forth as gold tried in the fire. God’s love for
His children during the period of
their severest trial is as strong and tender as in the days of their sunniest
prosperity; but it is needful for
them to be placed in the furnace of fire; their earthliness must be consumed, that the image of Christ may be perfectly reflected
Ini pernyataannya
tentang mereka yang akan memantulkan keserupaan Kristus. Great Controversy 621 bicara tentang mereka
yang akan melewati Masa Kesukaran Besar itu. “…Penderitaan mereka besar, api dalam tungku tampaknya
akan melahap mereka, tetapi Sang Pemurni akan membawa mereka keluar sebagai
emas yang telah diuji dalam api. Kasih Allah bagi anak-anakNya selama masa
ujian yang paling berat itu sekuat
dan selembut pada hari-hari cerah kemakmuran mereka; tetapi perlu bagi mereka
ditempatkan di dalam tungku api; keduniawian mereka haruslah dibakar habis
supaya keserupaan Kristus boleh dipantulkan dengan sempurna.”
Two groups in the world in the Time of
Trouble:
Ø those who perfectly reflect the image of
Satan and
Ø those by beholding Jesus who reflect perfectly
the image of Christ.
Dua kelompok di dunia di Masa Kesukaran Besar:
Ø mereka yang memantulkan dengan sempurna keserupaan Setan
dan
Ø mereka yang dengan memandang Yesus, memantulkan dengan
sempurna keserupaan Kristus.
I end by reading a statement of an exclamation of Ellen White. It's found
in Review and Herald April 29, 1884. Ellen
White wrote, “At times, in contemplating heavenly things, my heart has
been filled with a rapturous joy and love that is very precious, but that no
words can describe. I love Jesus, I love His Law; I want to be like Jesus, that
I may reflect His image perfectly. I want to lie low at the foot of the cross,
that I may be nothing, and Christ may be all in all.”
Saya akhiri dengan membacakan sebuah pernyataan bersemangat dari Ellen
White. Ditemukan di Review and Herald 29 April 1884. Ellen White menulis, “…Terkadang, ketika merenungkan hal-hal surgawi, hatiku
dipenuhi oleh sukacita yang luar biasa dan
kasih yang sangat berharga, yang tidak bisa digambarkan kata-kata. Aku
mengasihi Yesus. Aku mengasihi HukumNya. Aku mau seperti Yesus supaya aku boleh
menantulkan keserupaanNya dengan sempurna. Aku
mau menyembunyikan diriku di kaki
salib agar aku boleh menjadi bukan apa-apa dan Kristus boleh menjadi semuanya dalam semua.”
And so with this quotation we come to an end of the symposium on the final
generation. Knowing all of this will not help us unless we take the information
that we have shared and we personally apply it to our lives. I believe we're
living in the last moments of time. All of the signs indicate it. Let's get close to Jesus. Let's plead
that He will give us victory over sin so that we might pass through the Time of
Trouble with success and be found without fault before the throne of God.
Maka dengan kutipan
ini kita tiba pada akhir simposium tentang generasi terakhir. Mengetahui semua
ini tidak akan membantu kita kecuali kita mengambil informasi yang telah kami
bagikan dan kita aplikasikan dalam kehidupan prbadi kita. Saya meyakini kita sedang
hidup di bagian masa yang terakhir. Semua tanda mengindikasikan itu. Mari kita
mendekat ke Yesus. Mari kita memohon Dia akan memberi kita kemenangan atas dosa
supaya kita bisa melalui Masa Kesukaran Besar dengan baik dan didapati tanpa
cacat di hadapan takhta Allah.
13 04 24