MICHIGAN
CAMP MEETING 2023
Part 03/30 - Stephen Bohr
THE CERTAINTY OF GOD’S PROMISES
https://www.youtube.com/watch?v=qKfRNPtN9j8
Dibuka dengan doa.
During His
earthly ministry Jesus had many theological battles with the Pharisees but He also
had battles with the Sadducees who sought to entrap Jesus in apparently
insolvable dilemmas. Once the Apostle Paul was speaking in a certain place to a
group that had Sadducees and Pharisees; and when the Apostle Paul spoke about the
resurrection there was dissension between these two Jewish sects. Let's read
about it in Acts 23:7-9. It says,
“7 And when he
had said this…” when e had
spoken about the resurrection, “…a dissension arose between the Pharisees
and the Sadducees; and the assembly was divided. 8 For Sadducees say that
there is no resurrection—and no angel or spirit; but the Pharisees confess
both…” It's kind of like the churches today. See,
Adventists have controversy with Sunday-keepers because we keep the Sabbath. We
all claim to be Christians. You know, Adventists believe that the dead know
nothing, whereas many churches believe that the dead know everything; and so in
the times of Christ these Jewish sects, they were all Jews, but they have
different belief systems.
Selama ministriNya di dunia, Yesus mengalami
banyak pertarungan theologi dengan kelompok Farisi, tetapi Dia
juga mengalami banyak pertarungan dengan kelompok Saduki yang berusaha
menjebak Yesus dalam dilemma-dilema yang jelas-jelas tidak bisa diselesaikan. Suatu kali Rasul
Paulus berbicara di suatu tempat kepada sekelompok orang yang terdiri atas
orang-orang Farisi dan Saduki, dan ketika Rasul Paulus bicara tentang
kebangkitan, di sana terbit perselisihan antara kedua
sekte Yahudi tersebut. Mari kita baca tentang hal ini di Kisah 23:7-9,
dikatakan, “7 Dan ketika ia telah
berkata demikian,…” ketika Paulus telah bicara tentang kebangkitan,
“…timbullah perselisihan antara
orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki, dan yang hadir
pun terbagi. 8 Sebab orang-orang Saduki mengatakan, bahwa
kebangkitan itu tidak ada, dan tidak ada
malaikat atau roh; tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya ada…” Ini mirip gereja-gereja sekarang. Lihat, Advent
bertentangan dengan pemelihara hari Minggu karena kita memelihara Sabat. Kita
semua mengklaim sebagai Kristen. Kalian tahu, Advent meyakini bahwa orang mati
tidak tahu apa-apa, tetapi banyak gereja meyakini bahwa orang mati tahu segala.
Maka sekte-sekte Yahudi di zaman Kristus ini, mereka semuanya orang Yahudi,
tetapi mereka memiliki sistem keyakinan yang berbeda.
Ellen
White confirmed what Acts 23 tells us about the Sadducees and the resurrection.
In Desire of Ages page 603 she wrote, “The Sadducees
denied the existence of angels, the resurrection of the dead, and the doctrine
of a future life, with its rewards and punishments…” Now why
did the Sadducees deny the resurrection? Why did they teach that there was no resurrection?
Well, there were basically two reasons.
Ellen White
mengkonfirmasi apa yang diberitahukan Kisah 23 kepada kita mengenai orang-orang
Saduki dan kebangkitan. Di Desire of Ages hal. 603, Ellen White menulis, “…Orang-orang
Saduki tidak mengakui eksistensi para malaikat, kebangkitan orang mati, dan
doktrin adanya kehidupan yang akan datang dengan pahala-pahalanya dan hukuman-hukumannya…” Nah, mengapa orang-orang
Saduki tidak mengakui kebangkitan? Mengapa mereka mengajarkan tidak ada
kebangkitan? Nah, pada dasarnya ada dua alasan.
The first
reason is that according to them a resurrection would be contrary to observable
scientific principles. It's the same argument that is used by liberal
Christian theologians today, which they called the principle of analogy; and
that is, that if we don't see resurrections from the dead today, they did not
exist in the past either. For the Sadducees it was impossible for a body that
had been decomposed and was in the tomb to reintegrate it and resurrect it from
the dead. So basically they said resurrections are contrary to science.
Alasan pertama ialah, menurut mereka kebangkitan itu bertentangan dengan
prinsip-prinsip saintifik yang bisa dilihat. Ini adalah
argumentasi yang sama yang dipakai oleh para theolog Kristen liberal hari ini,
yang mereka namakan prinsip analogi; dan itu adalah, jika kita tidak melihat
kebangkitan dari kematian hari ini, itu juga tidak ada di masa lampau. Bagi
orang-orang Saduki, mustahil sebuah tubuh yang sudah rusak dan ada dalam kubur
untuk menjadi utuh kembali dan bangkit dari kematian. Maka pada dasarnya mereka
berkata bahwa kebangkitan itu
bertentangan dengan sains.
Ellen
White wrote in Desire of Ages page 537 and 538
about this objection to the resurrection. She stated, “They did
not believe in a resurrection of the dead. Producing so-called
science, they had reasoned that it
would be an impossibility for a dead body to be brought to life….” So because of so-called science the Sadducees did
not believe in the resurrection of the dead.
Ellen White menulis
di Desire of
Ages hal. 537-538 tentang keberatan
terhadap kebangkitan ini. Dia menyatakan, “…Mereka tidak
percaya dalam kebangkitan orang mati. Mengetengahkan apa yang mereka sebut sains (= bukan sains yang benar), mereka telah berdalih bahwa adalah suatu kemustahilan
bagi sebuah tubuh yang mati untuk dikembalikan hidup…” Jadi karena apa yang mereka sebut sains, orang-orang Saduki tidak percaya pada kebangkitan orang mati.
But there
was a second reason. The second reason is that the Sadducees only accepted as fully
inspired the five books of Moses, and they could not find the doctrine
of the resurrection in the first five books of the
Bible, and so they said if it's not in the first five books of the Bible, which
we accept as fully inspired, we cannot accept the doctrine of the resurrection.
The
Theologian R.C. Sproul wrote the following words about this, “The Sadducees did not believe in the
resurrection of the dead, ‘for we do not find the resurrection taught
explicitly in the first five books of the Bible.’…”
Tetapi ada alasan kedua. Alasan yang kedua ialah, orang-orang Saduki hanya menerima kelima kitab tulisan
Musa sebagai tulisan yang sepenuhnya diilhami, dan karena mereka
tidak bisa menemukan doktrin kebangkitan dalam kelima kitab pertama Alkitab,
maka mereka berkata bahwa jika itu tidak terdapat dalam kelima kitab pertama
Alkitab yang kami terima sebagai sepenuhnya diilhami, kami tidak bisa menerima
doktrin kebangkitan.
Theolog R.C. Sproul menulis kata-kata berikut tentang hal ini. “…Orang-orang
Saduki tidak percaya kebangkitan orang mati ‘karena kami tidak menemukan
kebangkitan diajarkan secara eksplisit dalam kelima kitab pertama dari
Alkitab.’…”
So the
Sadducees rejected the resurrection
1. because they considered it unscientific and
2. because they could not find it in the Pentateuch,
in the first five books of the Bible, known as the law of Moses.
Jadi orang-orang Saduki menolak kebangkitan:
1. karena mereka menganggapnya tidak saintifik,
dan
2. karena mereka tidak bisa menemukannya dalam
Pentateukh, dalam kelima kitab pertama Alkitab, yang dikenal sebagai Taurat
Musa.
And so
these Sadducees came to Jesus once, and they wanted to ridicule His belief in
the resurrection, and they presented an absurd preposterous and hypothetical
case of seven brothers who married the same woman. After telling the story,
they asked Jesus whose wife this woman would be in the resurrection, because
she had seven husbands. And by the way, they used the
writings of Moses to defend their view of what is known as levirate marriage,
if a brother died and he did not leave a posterity, it was according
to Moses that his brother had to marry his wife and give him posterity.
Maka suatu saat orang-orang Saduki ini datang kepada
Yesus dan mereka ingin mengejek keyakinanNya tentang kebangkitan; dan mereka mempresentasikan
sebuah kasus hipotetis yang mustahil dan tidak masuk akal mengenai tujuh
bersaudara yang mengawini satu perempuan yang sama. Setelah menceritakan kisah
itu, mereka bertanya kepada Yesus, dalam kebangkitan perempuan itu akan menjadi
istri siapa, karena dia punya tujuh suami. Dan mereka menggunakan
tulisan-tulisan Musa untuk membekking pendapat mereka mengenai apa yang dikenal
sebagai perkawinan “levirate” yang wajib, apabila seorang
laki-laki mati dan
tidak meninggalkan keturunan, menurut Musa, saudara laki-lakinya harus mengawini jandanya dan memberinya keturunan.
Let's read
the passage about the encounter of the Sadducees with Jesus. Luke 20:27-33,
this is the scenario that they present to Jesus. Luke 20:27-33. “27 Then some
of the Sadducees, who deny that there is a resurrection, came to Him and asked Him, 28 saying: ‘Teacher, Moses wrote…” what do they use as their authority? Moses,
yes. And by the way the Bible reference is Deuteronomy 25:5, this is the text that
they're referring to. So once again, “…27 Then some
of the Sadducees, who deny that there is a resurrection, came to Him and asked Him, 28 saying: ‘Teacher, Moses wrote to us that if a man’s brother dies, having a wife, and he dies
without children, his brother should take his wife and raise up offspring for
his brother. 29 Now there were seven brothers. And the
first took a wife, and died without children. 30 And the
second took her as wife, and he died childless. 31 Then
the third took her, and in like manner the seven also; and they left no
children, and died. 32 Last of all the woman died
also. 33 Therefore, in the resurrection, whose wife does
she become?...” They want to put Jesus between a rock and a
hard place, but they don't understand whom they're dealing with. Now Jesus
responds in two points, those two points are not mentioned in the Gospel of
Luke, but they're mentioned in the Gospel of
Matthew. So save your place there, and let's go to Matthew 22:29.
Mari kita baca kutipan tentang perjumpaan
orang-orang Saduki dengan Yesus. Lukas 20:27-33, ini adalah skenario yang
mereka sampaikan Yesus. Lukas 20:27-33, “27
Maka beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan, datang kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya, 28 mengatakan,
‘Guru, Musa menulis…” apa yang mereka gunakan sebagai autoritas mereka? Musa,
betul. Dan referensi Alkitabnya ialah
Ulangan 25:5, inilah ayat yang mereka rujuk. Jadi sekali lagi, “…27
Maka beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan, datang kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya, 28 mengatakan,
‘Guru, Musa menulis kepada kita bahwa
jika saudara laki-laki seseorang, mati, yang mempunyai seorang istri, dan dia mati tidak
meninggalkan anak, saudaranya laki-laki
harus mengawini isterinya dan membangkitkan
keturunan bagi saudara laki-lakinya itu. 29
Nah, ada tujuh orang bersaudara. Dan yang
pertama mengambil seorang istri, dan mati tanpa anak. 30 Dan yang kedua mengambil perempuan
itu sebagai istri, dan dia mati tanpa anak. 31
Lalu yang ketiga mengambil perempuan itu, dan seperti
itu tujuh bersaudara itu juga; dan mereka tidak meninggalkan anak. 32
Yang terakhir, perempuan itu pun mati. 33
Jadi di kebangkitan perempuan itu istri siapa?...”
Mereka mau menempatkan Yesus di tempat yang terjepit,
tetapi mereka tidak sadar Siapa yang mereka hadapi. Nah, Yesus merespon dalam
dua poin, kedua poin tersebut tidak ada di Injil Lukas, tetapi mereka
disebutkan di Injil Matius. Jadi tandai tempat kalian di sana, dan mari kita ke
Matius 22:29.
Matthew 22:29
gives us the two reasons. And then Jesus is going to add a third reason. It
says in Matthew 22:29, “29 Jesus
answered and said to them, ‘You are mistaken, not knowing
the Scriptures nor the power of God.” Jesus is saying, you think that Moses did not
mention the resurrection? Well, you are mistaken, because Moses did refer to the resurrection of
the dead. So you are mistaken, you don't even understand the Scriptures
that you profess to believe in.
And then
Jesus says, “nor
the power of God”, in other words, you limit the power of God by
saying that God isn't powerful enough to resurrect the dead. But God is
Almighty, He can reintegrate the dead, and He can resurrect them from the dead.
So:
1. you ignore
the Scriptures, you are mistaken
2. also
because you deny the power of God,
3. but then
Jesus gave a third reason, and in this third reason,
He says,
“Your example is irrelevant because in the kingdom come there is not going to
be any marriage. So your example is irrelevant. This woman is not going to be
married to any of the seven brothers.”
Matius 22:29 memberi kita dua alasan.
Kemudian Yesus akan menambahkan alasan ketiga. Dikatakan di Matius 22:29,“29 Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Kamu salah, tanpa
mengetahui Kitab Suci maupun kuasa Allah…”
Yesus mengatakan, kamu sangka Musa
tidak bicara tentang kebangkitan? Nah, kamu salah, karena Musa ada mengacu kepada kebangkitan
orang mati. Jadi kamu salah,
kamu bahkan tidak mengerti Kitab Suci yang kamu akui kamu yakini.
Lalu kata Yesus “maupun kuasa Allah” dengan kata lain, kamu membatasi kuasa Allah dengan mengatakan Allah tidak
cukup berkuasa untuk membangkitkan orang mati. Tetapi Alah itu mahakuasa, Dia
bisa memulihkan kembali orang mati dan Dia bisa membangkitkan mereka dari
kematian. Jadi:
1.
kamu abaikan Kitab Suci, kamu salah,
2.
juga karena kamu mengingkari kuasa Allah,
3.
Tetapi kemudian Yesus memberikan alasan ketiga,
dan dalam alasan
ketiga ini Dia berkata, “Contoh yang kamu beri itu tidak relevan karena di
kerajaan yang akan datang tidak akan ada perkawinan apa pun. Jadi contoh soalmu
tidak relevan. Perempuan itu tidak akan menjadi istri yang mana pun dari
ketujuh bersaudara itu.”
Let's read
the response of Jesus in Luke 20 beginning with verse 33, Luke 20:33 and we’ll
read through verse 38. “34 Jesus answered and said to them, ‘The sons of
this age…” what did Jesus mean when He said “this age”?
Those who live in the present time, right? In this world, now, in
this world of sin, “… ‘The sons of
this age marry and are given in marriage. 35 But those
who are counted
worthy to attain that age…” that is
the age to come after the resurrection, “…and the resurrection from the dead, neither
marry nor are given in marriage; 36 nor can they die anymore, for they are
equal to the angels and are sons of God, being sons of the resurrection…” So He's saying, “Folks, your example is
irrelevant, because in the life to come there is not going to be any marriage.”
And let me just interject here, that marriage was established by God for this
world for a specific purpose. You see, in the other worlds there is not procreation, only
in this world. Ellen White has several statements where she says that the purpose
of procreation was to replace the vacancies that were left by Satan and his
angels in heaven when they fell. But when Jesus comes, that purpose
will have been fulfilled and so there will be no marriage in the Kingdom Come.
Ellen White makes that absolutely clear. She said there will be no marriage in
the kingdom come. But now Jesus transitions. He said, “You don't understand the
Scriptures, you deny the power of God, your example is irrelevant because
there's not going to be any marriage in the Kingdom Come.” And then Jesus now
speaks about their misunderstanding of the writings of Moses.
Mari kita baca tanggapan Yesus di Lukas 20
mulai ayat 34, Lukas 20:34 dan kita akan membaca hingga ayat 38. “34 Yesus menjawab
dan berkata kepada
mereka, ‘Orang-orang zaman ini…” apa yang dimaksud
Yesus ketika Dia berkata “zaman ini”? Mereka yang hidup di masa sekarang,
benar? Di dunia ini, sekarang, di
dunia yang berdosa ini. “…‘Orang-orang
zaman ini kawin dan dikawinkan, 35 tetapi
mereka yang dianggap layak untuk mencapai zaman
yang itu…” yaitu zaman yang akan datang setelah kebangkitan, “…dan
kebangkitan dari orang mati, tidak kawin maupun
dikawinkan. 36 Mereka juga tidak
dapat mati lagi karena mereka sama dengan malaikat-malaikat dan adalah anak-anak Allah, sebagai anak-anak kebangkitan.’…” Jadi Yesus
berkata, “Saudara-saudara, contohmu tidak relevan, karena dalam kehidupan yang
akan datang tidak akan ada perkawinan.” Dan izinkan saya memotong di sini,
bahwa perkawinan itu dibuat oleh Allah untuk dunia ini untuk tujuan tertentu.
Kalian lihat, di dunia-dunia lain
tidak ada kelahiran, hanya di dunia ini. Ellen White punya
beberapa pernyataan di mana dia mengatakan bahwa tujuan prokreasi ialah untuk menggantikan kekosongan
tempat yang ditinggalkan Setan dan malaikat-malaikatnya di Surga
ketika mereka jatuh dalam dosa. Tetapi ketika Yesus datang, tujuan itu akan
sudah digenapi sehingga tidak akan ada lagi perkawinan di kerajaan mendatang.
Ellen White membuat hal itu sangat jelas. Dia berkata bahwa nanti tidak akan ada
perkawinan di kerajaan yang akan datang. Tetapi
sekarang Yesus bertransisi. Dia mengatakan, “Kamu tidak mengerti Kitab Suci,
kamu mengingkari kuasa Allah, contoh yang kamu ajukan itu tidak relevan karena
tidak akan ada perkawinan di kerajaan yang akan datang.” Kemudian Yesus bicara
tentang kesalahapahaman mereka mengenai tulisan-tulisan Musa.
Notice what it says in verse 37.
“…37 But
even Moses…” why does He use the word “even”? He says, listen, “Even the Moses
you claim to believe in,” “…even Moses showed in the burning bush passage…” where is Jesus getting His answer from? From
the writings of Moses because if He had used any other reference they would
have said, “We don't accept those as inspired.” So Jesus says, “You claim to believe in Moses, in the
writings of Moses, well, let Me quote Moses to you.” And so once again, “…But even
Moses showed in the burning bush passage that the dead are raised,…” in other words, Moses in Exodus chapter 3
shows that he believed in the resurrection of the dead, “…when he called the Lord ‘the God of
Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.’…” Now you say, “Where do you have a reference
to the resurrection there? It simply says that Moses wrote that the Lord is the
God of Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.” Now it gets even more
complicated in verse 38, “…38 For He is not the God of
the dead but of the living,…”
Simak apa yang dikatakan di ayat 37, “37 Tetapi bahkan Musa…” mengapa Yesus
memakai kata “bahkan”? Dia berkata, dengarkan, “Bahkan Musa yang kamu klaim kamu
percayai”, “…bahkan Musa
telah menunjukkan di ayat semak yang menyala…” dari mana Yesus
mendapatkan jawabanNya? Dari tulisan-tulisan Musa karena andai Dia menggunakan
referensi lain, mereka akan berkata, “Kami tidak menerimanya
sebagai diilhami.” Jadi kata Yesus, “Kamu mengklaim mempecayai Musa, mempercayai tulisan-tulisan Musa, nah, saya akan
mengutip Musa bagi kalian. Maka sekali lagi, “…37
Tetapi bahkan Musa telah menunjukkan di
ayat semak yang menyala, bahwa orang-orang
mati dibangkitkan,…” dengan kata lain, Musa di Keluaran pasal 3, menunjukkan bahwa ia menyakini kebangkitan orang mati, “…ketika dia
menyebut Tuhan, ‘Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub’.…” Nah, kalian
berkata, “Di mana ada referensi tentang kebangkitan di sana? Ini hanya
mengatakan bahwa Musa menulis Tuhan adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan
Allah Yakub.” Sekarang jawabannya malah semakin rumit, di ayat 38, “… 38
Sebab Ia bukan Allah orang mati, melainkan
Allah orang hidup,…”
So Jesus seems to be saying
that at that moment, Abraham, Isaac, and Jacob, were alive but we know that
they were dead in the time of Moses, they had passed away, so what is it that
Jesus is saying when He states “for God is not a God of the dead but of the living”? We know that at that
time Abraham, Isaac, and Jacob, were dead. Ah the next verse, verse 38,
the end of verse 38 has the answer, “…38 For
He is not the God of the dead but of the living, for all live to Him…” not to us, all live to whom? To God,
all live to Him, not to us. Now you say, “What does this mean?”
Jadi Yesus sepertinya mengatakan bahwa pada saat itu
Abraham, Ishak dan Yakub itu hidup, tetapi kita tahu bahwa mereka sudah mati di
zaman Musa, mereka sudah tidak ada. Jadi apa yang dikatakan Yesus ketika Dia
menyatakan, “…38 Sebab Ia bukan Allah orang mati, melainkan
Allah orang hidup…”? Kita tahu bahwa pada saat itu Abraham, Ishak dan
Yakub sudah mati. Ah, di ayat berikutnya, ayat 38 bagian akhir
itu jawabannya, “…38 Sebab Ia bukan
Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab semua hidup bagiNya…” bukan bagi kita,
semua hidup bagi siapa? Bagi Allah, bagi
Allah mereka semua hidup, bukan bagi kita. Nah, kalian berkata,
“Apa maksudnya ini?”
Let me read you this statement from Ellen
White, remarkable statement where Ellen White is commenting on this passage, Desire of Ages page 606. “God counts the things
that are not, as though they were….” God what? Counts the things that for us are not, as though
they were. “…He sees the end from the beginning,
and beholds the result of His work as though it
were now accomplished. The precious
dead, from Adam down to the last saint who dies, will hear the voice of the Son of God, and will come forth…” that's our
perspective, by the way, “…will come forth
from the grave to
immortal life. God will be their God,…”
that's our prospective future “…God will be their
God, and they shall be His people.
There will be a close and
tender relationship between
God and the risen saints…” by using
the future tense, she's saying that for us, God is
going to have this intimate relationship with the redeemed. But now notice, “…This condition,
which is anticipated in His purpose, He beholds
as if it were already existing…” What? You
see, for
us is a promise, for God is a done deal. We'll come back to that. So
once again she writes, “…This condition,
which is anticipated in His purpose, He beholds as if it were already existing. The dead live unto Him.” The dead live unto whom? Unto God.
Saya akan membacakan pernyataan ini dari Ellen White, pernyataan yang
mengagumkan di mana Ellen White mengomentari kutipan ini, Desire of Ages hal. 606, “…Allah memperhitungkan hal-hal tidak menurut kondisi mereka
sekarang…” Allah apa? Memperhitungkan hal-hal yang
buat kita sekarang tidak ada, seolah-olah mereka ada. “…Dia melihat yang akhir dari awal, dan melihat hasil dari karyaNya
seolah-olah itu digenapi sekarang ini.
Orang-orang mati yang dikasihiNya, mulai dari Adam terus hingga orang
kudus terakhir yang mati, akan mendengar suara Anak Allah dan akan
keluar…” ini menurut perspektif kita
ya, “…akan keluar dari kubur kepada hidup
kekal. Allah akan menjadi Allah mereka…” ini prospektif masa depan
kita,
“…Allah akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umatNya. Akan
ada suatu hubungan yang intim dan indah antara Allah dengan orang-orang kudus
yang bangkit…” dengan menggunakan keterangan waktu “akan”, Ellen White mengatakan bahwa
bagi kita, Allah akan memiliki hubungan intim ini dengan umat tebusan. Tetapi
sekarang simak, “…Kondisi ini yang
diantisipasi dalam tujuanNya, Dia melihat itu seolah-olah itu sudah terjadi…” Apa? Kalian lihat, buat kita itu suatu janji, buat
Allah itu sudah terjadi. Kita nanti akan kembali kemari. Jadi
sekali lagi Ellen White menulis, “…Kondisi ini yang diantisipasi dalam
tujuanNya, Dia melihat itu seolah-olah itu sudah terjadi. BagiNya orang-orang yang mati itu hidup. …” Bagi siapa orang-orang mati itu hidup? Bagi Allah.
Now let me
explain a little bit this as best as I can. For us time-bound creatures, that
which has been done, and that which will be done, are two different things. What
has been done is Past, and what will be done is Future. However,
v God is not
time-bound as we are.
v That which
is potential for us, is actual for God. For God
potentiality is actuality,
v that is to
say, in the mind of God, things exist
before they come into actual existence.
v God looks
at the broad panorama of eternity as transpiring before His view in the present.
For this reason in Acts 15:18 we find these
remarkable words, “18 ‘Known to
God from eternity are all His works.” Although
time is important for God, in contrast to us He lives as
it were in an eternal present. After all the Bible calls Him the “I AM” not the
“I was” or the “I will be”.
Now when the Bible says that God states “I
was”, “I am”, and “I will be” He's using our way of thinking, our relationship
with time.
Nah, saya akan menjelaskan sedikit sebisa
saya. Bagi kita, makhluk-makhluk yang terikat oleh waktu, apa yang telah
terjadi dan apa yang akan terjadi adalah dua hal yang berbeda. Apa yang telah
terjadi itu Waktu Lampau, dan apa yang akan terjadi itu Masa Depan. Namun,
v Allah tidak terikat oleh waktu sebagaimana kita.
v Apa yang bagi kita potensial, bagi Allah itu
aktual. Bagi
Allah potensi itu aktualitas,
v dengan kata lain dalam pikiran Allah, hal-hal sudah ada sebelum mereka benar-benar ada.
v Allah memandang ke panorama luas kekekalan
sebagai sedang terjadi di depan mataNya sekarang.
Karena inilah di Kisah 15:18 kita mendapatkan kata-kata
yang mengagumkan ini, “18 Semua
pekerjaanNya
diketahui oleh Allah dari kekekalan…” walaupun waktu itu
penting bagi Allah; berbeda dengan kita, Dia hidup seolah-olah dalam kekekalan masa
kini. Bukankah Alkitab
menyebutNya “AKU YANG SEKARANG”
bukan “Aku yang dulu” atau “Aku yang nanti”.
Nah, bila Alkitab
mengatakan Allah sebagai “Aku yang dulu” dan “Aku yang nanti” Dia menggunakan
cara berpikir kita, kaitan kita dengan waktu.
Now let's
notice the passage that Jesus quoted from the writings of Moses. Exodus 3:6 and
then we'll jump down to verses 13 and 14. Exodus 3:6 this is when the Lord
appears to Moses in the burning bush. “ 6 Moreover He
said, ‘I am…” He doesn't
say “I was”, “…I am the God of
your father—the God of Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.’…” now wait a
minute, they were dead, so how could God say “I am” not “I was” while they were
alive? “…I am the God of your father—the God
of Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.’ And Moses hid his face,
for he was afraid to look upon God…” Let's go to verses 13 and 14“…13 Then Moses said to God,
‘Indeed, when I come
to the children of Israel and say to them, ‘The God of your fathers has sent me
to you,’ and they say to me, ‘What is His
name?’ what shall I say to them?’ 14 And
God said to Moses, ‘I AM WHO I AM.’ And He said, ‘Thus you shall say to the
children of Israel, ‘I AM has sent me to you.’…” “I am” refers to an eternal presence.
Sekarang, mari kita simak kutipan yang dikutip Yesus dari
tulisan Musa. Keluaran 3:6 kemudian kita akan melompat ke ayat 13 dan 14.
Keluaran 3:6, ini ketika Tuhan menampakkan DiriNya kepada Musa di semak yang
menyala. “…6 Selain itu Ia berkata,
‘Aku yang sekarang…” Dia tidak berkata “Aku yang dulu”, “…’Aku yang
sekarang adalah
Allah leluhurmu
~ Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.’…” tunggu dulu,
mereka kan sudah mati, bagaimana kok Allah berkata “Aku yang sekarang” bukan
“Aku yang dulu” ketika mereka hidup? “…Aku yang
sekarang adalah Allah leluhurmu ~ Allah Abraham, Allah Ishak dan
Allah Yakub.’ Dan Musa menyembunyikan mukanya, sebab ia takut memandang Allah…” Mari ke ayat 13 dan 14, “…13
Lalu Musa berkata kepada Allah, ‘Sesungguhnya
apabila aku datang kepada orang Israel dan
berkata kepada mereka, ‘Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu’, dan
mereka berkata kepadaku, ‘Siapa namaNya?’ Apa yang harus aku katakan kepada mereka?’ 14 Dan Allah berkata kepada Musa, ‘AKU ADALAH AKU YANG SEKARANG’, dan Allah berkata, ‘Demikianlah harus
kamu katakan kepada orang Israel, AKU YANG
SEKARANG telah mengutus aku (= Musa)
kepadamu.’…” “Aku yang sekarang” merujuk
kepada kehadiran yang kekal.
Now notice
another remarkable statement from the writings of Ellen White, Manuscript Releases Vol. 14 pages 22 and 23,
she's explaining what “I AM” means. “I AM means an eternal
presence; the past, present, and future are alike to God…” Let me ask
you, are the past, present, and future alike to us? No. But she says, “…I AM means an eternal
presence; the past, present, and future are alike to God. He sees the most remote events of past history
and the far distant future
with as clear a vision
as we do those things that are transpiring daily.”
Sekarang simak pernyataan lain yang luar biasa dari tulisan Ellen White, Manuscript
Releases Vol. 14 hal. 22-23, dia menjelaskan apa maksud “Aku yang sekarang”. “…AKU YANG
SEKARANG artinya kehadiran yang kekal; masa lampau, masa sekarang, dan masa
depan semuanya sama bagi Allah…” Coba saya tanya, apakah masa
lampau, masa sekarang, dan masa depan sama bagi kita? Tidak. Tetapi Ellen White
berkata, “…AKU YANG
SEKARANG artinya kehadiran yang kekal; masa lampau, masa sekarang, dan masa
depan semuanya sama bagi Allah. Allah melihat peristiwa-peristwa sejarah masa
lampau yang paling lama dan masa depan yang paling jauh dengan pandangan yang
sama jelasnya sebagaimana kita melihat hal-hal yang terjadi setiap hari.”
You know
when I presented this sermon, people are kind of puzzled, “I never heard this before,” but it's
what the Bible and the Spirit of Prophecy teach. You say where does the Bible teach
such a thing? Well, first of all we have the passage from Luke 20 where it says
that God is “not the God of the dead but of the living” and Abraham, Isaac, and Jacob, were already
dead. But we have further evidence.
Kalian tahu, ketika saya menyampaikan khotbah ini, orang-orang
pada bingung, “Saya kok tidak pernah mendengar ini sebelumnya.” Tetapi inilah
yang diajarkan Alkitab dan Roh Nubuat. Kalian berkata, di mana di Alkitab
mengajarkan hal seperti ini? Nah, pertama ada ayat di Lukas 20 di mana
dikatakan bahwa Allah itu “bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang
hidup” (ay.
38), padahal Abraham, Ishak, Yakub semuanya
sudah mati. Tetapi kita punya alasan yang lain.
Go with me
to Genesis 17:4 and 5. This is before Isaac was born. Through Isaac many
descendants were going to be given to Abraham. Now notice Genesis 17 and we'll
read verse 4, and then there's a change in verse 5. Verse 4 says, “4 As for Me…”
God is speaking to Abraham, “…As for Me, behold, My
covenant is with you, and you shall be a
father of many nations...” whose time
reference is that, “you shall be a father of many nations”? That's
Abraham's perspective, it's future. But now notice the very next verse “…5 No longer shall your
name be called Abram, but your name shall be Abraham; for I have made you a father of many
nations.”
Are you
catching the difference? Verse 4 says,
“I will make you a father of nations”, that's Abraham's perspective. But
then in the next verse He says, “I have made
you a father of many nations”. In other words, for Me it's a done deal; for
you it's future, for Me it's present, you can take it to the bank now.
You say,
“Well, maybe you're just stretching the text, Pastor Bohr.”
Well let's
see what the Apostle Paul had to say about this passage.
Mari bersama saya ke Kejadian 17:4-5. Ini sebelum Ishak
dilahirkan. Melalui Ishak banyak keturunan akan diberikan kepada Abraham.
Sekarang simak Kejadian 17 dan kita akan membaca ayat 4, kemudian ada perubahan
di ayat 5. Ayat 4 berkata, “4 Sedangkan
untuk Aku…” Allah sedang bicara kepada Abraham, “…4 Sedangkan
untuk Aku, lihatlah, perjanjian-Ku itu dengan engkau, dan engkau akan menjadi bapak banyak bangsa…”
referensi waktu siapa ini, “engkau akan menjadi
bapak banyak bangsa”? Ini perspektif Abraham, ini di masa depan. Tetapi
sekarang simak ayat berikut, “…5
Namamu bukan lagi dipanggil Abram, melainkan
namamu akan menjadi Abraham, karena Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa…”
Apa kalian melihat bedanya? Ayat 4 berkata, “Aku akan menjadikan
engkau bapak banyak bangsa”, itu perspektif Abraham. Tetapi kemudian di ayat
berikutnya Allah berkata, “…Aku telah
menjadikan engkau bapak banyak bangsa…” Dengan kata lain,
bagi Aku itu sudah terjadi; buat engkau itu masih masa depan; buat Aku itu sekarang,
sudah bisa dijadikan jaminan sekarang.
Kalian berkata, “Nah, mungkin Anda hanya mengolor-olor
ayatnya supaya klop, Pastor Bohr.”
Nah, marilah kita lihat apa kata rasul Paulus tentang
ayat ini.
Go with me
to Romans 4:17. Here Paul is referring to the verses that we just read from
Genesis chapter 17. “17 (As
it is written, I have made you the father of many nations) he is our father in the presence of God whom
he believed ~ the God, who makes the dead alive…”, by the
way that's a reference to Hebrew, it's referred to in Hebrews 11:12 where it
says that the body of Abraham was as good as dead at this point, he was beyond
child-producing age. And so it says, “…he is
our father in the presence of God whom he believed ~ the God, who makes the
dead alive and summons the things that do not yet exist as though they already
do.” (NET).
Is my
assessment correct? The Apostle Paul says, absolutely!
Mari bersama saya ke Roma 4:17. Di sini
Paulus merujuk kepada ayat-ayat yang baru kita
baca di Kejadian pasal 17. “17
(seperti ada tertulis: ‘Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa’) – dia adalah bapak kita di hadapan Allah yang dipercayainya ~ Allah yang membuat yang mati, hidup…” nah ini merujuk ke kitab Ibrani, ini merujuk ke Ibrani
11:12 di mana dikatakan bahwa tubuh Abraham itu sudah sama seperti mati pada saat itu, maksudnya dia sudah melewati usia bisa membuahi anak. Maka
dikatakan, “…dia (Abraham)
adalah
bapak kita di hadapan Allah yang dipercayainya
~ Allah yang membuat yang mati, hidup; dan memanggil
hadir hal-hal yang belum ada,
seolah-olah mereka sudah ada.” (terjemahan
NET)
Apakah penilaian saya benar? Rasul Paulus berkata, tepat sekali!
Now let me
read you a couple of translations that make this even clearer.
The New English translation: “(As it is written, I have made you the
father of many nations). He is our father in the presence of God, whom he believed,
the God who makes the dead alive, and summons the things that do not yet exist,
as though they already do.”
Sekarang saya akan membacakan dua terjemahan yang membuat
ini bahkan lebih jelas.
Terjemahan
The New English Translation: “(seperti ada tertulis: ‘Aku telah menjadikan engkau bapak
banyak bangsa’) – dia adalah bapak kita di
hadapan Allah yang dipercayainya ~ Allah
yang membuat yang mati hidup dan memanggil hadir hal-hal yang
belum ada seolah-olah mereka sudah ada.”
The Weymouth translation reads like this: “Thus in
the sight of God in whom he believed, Who gives life to the dead, and makes
reference to things that do not exist, as though they did. Abraham is the forefather
of us all. As it is written I have appointed you to be the forefather of many
nations.”
Terjemahan Weymouth Translation mengatakan demikian, “…Maka
di pemandangan Allah, yang dipercayainya, Yang memberi hidup kepada yang sudah
mati, dan merujuk kepada hal-hal yang tidak eksis seolah-olah mereka ada.
Abraham adalah leluhur kita semua. Sebagaimana tertulis bahwa Aku telah
menetapkan engkau menjadi bapak leluhur banyak bangsa.”
The great
Bible commentator, Presbyterian Bible commentator, from long ago Albert Barnes
explained Romans 4:17 in the following words, that is, “Those things which God foretells and promises
are so certain that He may speak of them as already in existence. Thus in
relation to Abraham, God ~ instead of simply promising that it would make him
the father of many nations ~ speaks of it as already done. ‘I have made thee’
~~ in His own mind or purpose, God had so constituted him, and it was so
certain that it would take place that He might speak of it as already done.”
What for
us is promise, for God is a done deal. We can
take God's promises to the bank because God sees everything as if it were present,
and God knows exactly what's going to happen.
Komentator Alkitab yang terkenal, komentator Presbyterian di zaman lampau,
Albert Barnes menjelaskan Roma 4:17 dengan kata-kata berikut, “…Hal-hal yang diberitahukan
sebelum terjadinya dan dijanjikan Allah itu
sedemikian pasti sehingga Dia boleh mengatakan mereka sebagai sudah terjadi. Dengan demikian, sehubungan
dengan Abraham, Allah ~ bukan sekedar berjanji akan menjadikan dia bapak banyak
bangsa ~ tetapi berbicara seolah-olah itu sudah terjadi. ‘Aku telah menjadikan
engkau’ ~ dalam pikiranNya sendiri atau tujuanNya, Allah sudah menetapkan
Abraham demikian, dan itu begitu pasti akan terjadi sehingga Dia boleh
membicarakannya seakan-akan itu sudah terjadi. …”
Apa yang bagi kita adalah janji,
bagi Allah itu sudah jadi. Kita bisa menganggap janji
Allah suatu jaminan karena Allah
melihat segala sesuatu seakan-akan itu terjadi sekarang, dan
Allah tahu persis apa yang akan terjadi.
Now let's
take another biblical example. “The Lamb
slain from the foundation of the world” (Revelation
13:8). It's speaking about those who are going to
worship the Beast at the end of time, and it says “all who
dwell on the earth will worship him, whose names have not been written in the
Book of Life of the Lamb slain from the foundation of the world.” Now for us, when did Jesus die? He died in
the year 31, the month of Nisan, the 14th day, at three o'clock in the
afternoon. But not for God! Because it says “the Lamb
slain from the foundation of the world.”
From our
perspective, us who are captive of time, this happened in the past, but for God who
lives in an eternal present, Jesus was already sacrificed before the
foundation of the world.
Sekarang mari kita simak contoh alkitabiah
yang lain. “Sang
Domba, yang telah disembelih dari fondasi dunia” (Wahyu 13:8). Ini bicara tentang mereka yang akan menyembah Binatang
pada akhir zaman dan dikatakan, “8 Dan
semua yang diam di atas bumi akan menyembahnya,
yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan Sang Domba, yang telah disembelih dari fondasi dunia…” Nah, bagi kita kapan Yesus mati? Dia mati di tahun 31, di
bulan Nisan, hari ke-14, pukul 3 petang. Tetapi tidak bagi Tuhan! Karena
dikatakan “…Sang Domba,
yang telah disembelih dari fondasi dunia…”
Dari perspektif kita, kita yang adalah tawanan waktu, ini
terjadi di masa lampau, tetapi bagi Allah,
yang hidup di masa sekarang yang kekal, Yesus sudah dikurbankan
sebelum fondasi dunia (sebelum dunia diciptakan).
Now let me
read you a statement from Ellen White, The
Faith I Live By which is a devotional book page
77, “The covenant
of grace is not a new truth, for it existed in the mind of God from
all eternity. This is why it is called the everlasting covenant.“
Sekarang saya akan bacakan sebuah pernyataan dari Ellen White, The
Faith I Live By hal. 77, yang adalah sebuah buku devosi, “…Perjanjian rahmat (kasih
karunia) itu bukan kebenaran yang baru, karena itu
sudah ada dalam pikiran Allah sejak kekekalan. Inilah mengapa itu disebut
perjanjian kekal.”
Now Peter
understood this. In 1 Peter 1:20 he presents both perspectives, ours and God’s.
Notice 1 Peter 1:20. Speaking about Jesus it says, “ 20 He indeed was
foreordained…” by the way that's the Greek word προγινώσκω [proginóskó] we're going to refer to that word in a little
while. προγινώσκω [proginóskó] which
means to know something in advance, so basically He was indeed foreordained,
which mean it was known in advance, “…before the foundation of the world,…” whose perspective of time is that? God’s. But
now notice the last half of the verse, “…but was manifest in these last
times for…” whom? “…for you…” for us. So in
other words, He was foreknown in the mind of God from eternity past, but He was
manifested for us when Jesus came to this earth and died for our sins.
Nah, Petrus memahami ini. Di 1 Petris 1:20 dia
mengetengahkan dua perspektif, perspektif kita dan perspektif Allah. Simak 1
Petrus 1:20, berbicara tentang Yesus, dikatakan, “20 Dia sungguh-sungguh
sudah ditentukan…” nah itu adalah kata Greeka προγινώσκω [proginóskó] kita akan merujuk
kata itu sebentar lagi. προγινώσκω [proginóskó] yang berarti
mengetahui sesuatu sebelumnya. Jadi pada dasarnya Dia benar-benar sudah
ditentukan, berarti itu sudah diketahui sebelumnya, “…sebelum dunia
dijadikan…” ini perspektif waktu siapa? Perspektif waktu Allah.
Tetapi sekarang simak bagian akhir ayat ini, “…namun dinyatakan pada akhir masa ini untuk…” siapa? “…untuk kamu…” untuk kita. Jadi dengan kata lain, di pikiran Allah sejak
kekekalan yang lampau, Dia sudah diketahui (mati sebagai kurban), tetapi Dia dinyatakan untuk kita ketika Yesus datang ke
dunia ini dan mati untuk dosa-dosa kita.
The
Apostle Paul understood the same thing. Notice Titus 1:2-3. It says,“2 In hope of eternal life which
God who cannot lie promised before time began…” whose
perspective is that? God's perspective. He promised from eternity past. “…3 but has in due time
manifested…” that's our point of view, “…manifested His word through preaching,
which was committed to me according to the commandment of God our Savior.”
So you
have two perspectives of time. God did not have to wait for Jesus to die on the
cross. He lives in an eternal present. He saw it as clearly in the past as He
did when Jesus was dying on the cross, because He lives in an eternal present.
Don't ask me to explain that because I'm a slave of time, I have to look at my
watch to see when I'm supposed to end my sermon tonight. I wish I had God's
time to preach.
Rasul Paulus mengerti hal yang sama. Simak
Titus 1:2-3 mengatakan, “2
Dalam pengharapan akan hidup kekal yang oleh
Allah yang tidak bisa berdusta dijanjikan
sebelum ada perhitungan waktu, 3 tetapi
yang ketika waktunya tiba, telah menyatakan Firman-Nya melalui
pemberitaan Injil yang telah dipercayakan kepadaku sesuai dengan perintah
Allah, Juruselamat kita…”
Jadi ada dua perspektif waktu di sini. Allah tidak harus
menunggu Yesus mati di salib. Dia hidup dalam masa sekarang yang kekal. Dia
melihatnya sama jelas seperti di masa lampau ketika Yesus mati di salib, karena
Dia hidup di masa sekarang yang kekal. Jangan minta saya menjelaskan itu karena
saya juga budak waktu, saya harus melihat arloji saya untuk melihat kapan saya
harus mengakhiri khotbah saya malam ini. Seandainya saja saya punya waktu Allah
untuk berkhotbah.
Now let's notice
another example. When are our names written in the Book of Life? Well let's read
Revelation 17:8. It’s speaking of here about the Beast that rises from the bottomless
pit and it says there, “ 8 The Beast that you saw was, and is not, and will
ascend out of the bottomless pit and go to perdition. And those
who dwell on the earth will marvel, whose names are not
written…” by the way
the tense of the verb is a perfect tense, which a better translation would be
“whose names have not been written”; “…whose
names have not been written in the Book of Life from…” when? “…from the
foundation of the world,…”
When were
the names of the wicked not written in the Book of Life? From the foundation of
the world. So when are the names of God's faithful people written in the
Book of Life? From the foundation of the world!
Nah, mari kita simak contoh yang lain. Kapan nama kita ditulis di Kitab
Kehidupan? Nah, mari kita baca Wahyu 17:8, di sini bicara
tentang Binatang yang muncul dari lubang yang tidak ada dasarnya, dan dikatakan
di sana, “ 8 Binatang yang
telah kaulihat itu, pernah ada, dan sekarang tidak
ada, dan
akan naik keluar dari lubang yang tidak ada
dasarnya, dan menuju kepada kebinasaan. Dan mereka yang diam di bumi akan kagum, yang namanya
tidak tertulis…” nah, ketahuilah
keterangan waktu kata kerja ini dalam bahasa
aslinya adalah Perfect Tense, maka terjemahan yang
lebih tepat adalah “yang namanya tidak pernah tertulis”, “…yang namanya tidak pernah
tertulis di kitab kehidupan, dari…” kapan? “…dari fondasi dunia,…”
Kapan nama-nama orang-orang jahat tidak tertulis di Kitab
Kehidupan? Sejak fondasi dunia. Jadi kapan nama-nama
umat Allah yang setia ditulis di Kitab Kehidupan? Sejak fondasi dunia!
And you're
saying, “Pastor, you get into predestination here.” Yeah, we're going to deal
with that, we're going to talk about an easy way to explain predestination. It's
not rocket science, we don't have to be King Solomon in order to understand the
issue of predestination. All we need to understand is what we're studying this
evening.
Dan kalian berkata, “Pastor, Anda masuk ke predestinasi
di sini.” Iya, kita akan membahas itu, kita akan bicara tentang cara yang mudah
untuk menjelaskan predestinasi. Itu bukan sains roket, kita tidak usah menjadi
Raja Salomo untuk bisa mengerti isu predestinasi. Yang kita perlukan untuk bisa
memahami adalah apa yang kita pelajari malam ini.
Let's
notice, in the book, the devotional book God's Amazing Grace page 143, Ellen White
seems to contradict the Bible. I emphasize the word “seems” okay? She says there
that our names are written in the Book of Life when we get baptized. So
Ellen White contradicts the Bible, right? Wrong! When we understand this
concept we'll understand that Ellen White and the Bible are in harmony. You
know, people are critical of Ellen White because they don't study hard enough.
You know for example, you know, how did Judas
die? Well if you read the book of Acts, it says that he fell headlong and his
belly exploded and his innards came out. Whereas in Matthew it says that he
went and hung himself. This you will say, “See, the Bible contradicts itself,
because it says different things about how Judas died.” Ellen Way reconciles
the two ideas perfectly. She says that Judas was the heaviest of the disciples,
and there was a branch that was hanging over a cliff where he was going to hang
himself. And because he was heavy, the rope broke and he fell a long distance.
His belly split open, and then his innards came out. Perfect explanation.
Mari kita simak, di buku devosi God’s Amazing Grace hal. 143, Ellen White sepertinya mengkontradiksi Alkitab. Saya
tekankan kata “sepertinya”, oke? Ellen
White berkata di sana bahwa nama-nama
kita ditulis dalam Kitab Kehidupan ketika kita dibaptis. Jadi
Ellen White mengkontradiksi Alkitab, benar? Salah! Bila kita memahami konsep
ini, kita akan paham bahwa Ellen White dan Alktab itu serasi. Kalian tahu,
orang-orang suka mengritik Ellen White karena mereka kurang belajar sungguh-sungguh.
Misalnya
kalian tahu, bagaimana Yudas mati? Nah, jika kita membaca kitab Kisah,
dikatakan bahwa dia jatuh nyungsep dan perutnya meletus dan organ-organnya yang
di dalam terburai keluar. Sementara di kitab Matius dikatakan dia pergi
menggantung dirinya. Ini kalian akan berkata, “Lihat, Alkitab mengkontradiksi
dirinya sendiri karena mengatakan hal yang berbeda tentang bagaimana Yudas
mati.” Ellen White merekonsiliasi kedua ide ini dengan sempurna. Dia bilang
Yudas adalah yang paling gemuk dari ke-12 rasul, dan dia menggantung dirinya
pada sebuah cabang yang mengarah di atas jurang. Dan karena badannya berat
talinya putus dan dia jatuh ke bawab cukup jauh. Perutnya pecah, lalu isinya
keluar. Penjelasan yang sempurna.
But people
find contradictions in the Bible that are not there. They find supposedly
contradictions in the writings of Ellen White that are not there. Study hard, if
you find what seems to be a contradiction, keep searching, go beyond that text
to everything that Ellen G. White wrote. I stand amazed ~ as I stand here
before you ~ at the profound theological knowledge that Ellen G. White had.
There are two kinds of people with regard to Ellen White that criticize her:
1. those who
never read her and
2. those who
read her with the intention of criticizing
Tetapi orang mencari kontradiksi dalam Alkitab yang tidak
ada di sana. Mereka menemukan katanya kontradiksi-kontradiksi dalam tulisan-tulisan
Ellen White yang tidak ada di sana. Belajarlah dengan sungguh-sungguh, jika
kita menemukan apa yang sepertinya sebuah kontradiksi, carilah terus, pergilah
melampaui ayat tersebut ke segala sesuatu yang ditulis
Ellen G. White. Saya berdiri terkagum-kagum ~ saat saya berdiri di hadapan
kalian ~ melihat pengetahuan theologi yang dimiliki Ellen White. Ada dua jenis
manusia yang terkait dengan Ellen Whte, yang mengkritik dia:
1. Mereka yang tidak pernah membaca tulisannya
dan
2. Mereka yang membaca dengan tujuan
mengkritiknya.
Now let me
read you this statement from God's Amazing
Grace page 143. “The Father, the Son, and the Holy Ghost,…” how many Persons?
I didn't hear you. Three! Because the Third Person is being questioned these
days. Now Ellen White says, you know I can't explain the Holy Spirit. I know
the Holy Spirit's a Person, He's one of the three members of the Godhead, He's
as much God as the Father and the Son,
but the Ellen White says that we cannot explain the nature of the Holy Spirit, it's a
mystery. She says silence is
golden. We know a lot about the Father, we know a lot about the Son in the
Bible. Holy Spirit has an element of
mystery to Him, we accept it by faith, but don't deny that there is a Holy
Spirit. By the way, we can know the fruit of the Holy Spirit, we can see the gifts of the
Holy Spirit, like you can't see the wind but you can see the wind
moving the tree. And so we can study the effects of the Holy Spirit on the
human heart, we can study about the gifts of the Spirit and we can study about
the fruit of the Spirit. Now how did I get off on this tangent?
Nah, izinkan saya membacakan pernyataan ini dari God’s Amazing Grace hal. 143, “…Bapa, Anak, dan Roh Kudus…” berapa Pribadi? Saya tidak
dengar suara kalian. Tiga! Karena Pribadi Ketiga sekarang ini sedang
dipertanyakan. Nah, Ellen White berkata, kalian tahu, aku tidak bisa
menjelaskan Roh Kudus. Aku tahu Roh Kudus itu satu Pribadi, Dia satu dari
ketiga anggota Keallahan, Dia sama Allahnya sebagaimana Bapa dan Anak. Tetapi
Ellen White berkata kita tidak bisa menjelaskan kondisi alami Roh Kudus, itu suatu misteri.
Ellen White berkata, diam itu emas. Kita tahu banyak tentang Bapa, kita tahu
banyak tentang Anak di Alkitab. Roh Kudus mempunyai unsur misteri pada DiriNya,
kita menerima itu dengan iman, tetapi jangan mengingkari bahwa Roh Kudus itu
ada. Nah, kita bisa mengetahui buah Roh
Kudus, kita bisa melihat karunia-karunia Roh Kudus, seperti kita
tidak bisa melihat angin tetapi kita bisa melihat angin menggerakkan pohon.
Jadi kita bisa mempelajari pengaruh Roh Kudus pada hati manusia, kita bisa
mempelajari karunia-karunia Roh Kudus, dan kita bisa mempelajari buah Roh. Nah,
bagaimana saya bisa menyimpang kemari?
Let's go
back to the quotation. “The Father, the Son, and the Holy Ghost, powers infinite and omniscient, receive those who truly
enter into covenant relation
with God. They are present at every baptism…” Who's
present at every baptism? Father, Son, and Holy Spirit,
“…to receive the candidates who have renounced the world and
have received Christ into the soul temple. These candidates…” candidates means that they're going to be
baptized, right? “…These candidates
have entered
into the family of God, and their names
are inscribed in the Lamb’s book of life.”
When were their names
inscribed in the Lamb's Book of Life? When they were baptized. Wait a
minute! We noticed that the names are inscribed from the foundation of the
world. So how do we resolve this? This seeming contradiction between
Revelation 13:8 and Ellen White's statement is resolved when we recognize that Revelation
13:8 refers to God's eternal foreknowledge about who would accept Christ and be
baptized; whereas Ellen White is speaking about the moment when that
from our perspective became a reality. Are you with me or not?
Mari kita kembali ke kutipannya. “…Bapa,
Anak, dan Roh Kudus, kekuasaan yang tidak terbatas dan mahatahu, menerima
mereka yang benar-benar masuk dalam hubungan perjanjian dengan Allah. Mereka
hadir dalam setiap baptisan…” Siapa yag hadir dalam setiap baptisan? Bapa, Anak, dan Roh Kudus, “…untuk menerima
para calon yang telah menolak dunia dan telah menerima Kristus ke dalam bait
suci hati. Para calon ini…” para calon berarti mereka yang akan dibaptis, benar? “…Para calon ini telah masuk ke dalam keluarga Allah,
dan nama mereka tertulis dalam Kitab Kehidupan Sang Domba…” Kapan nama mereka tertulis dalam Kitab Kehidupan Sang Domba?
Ketika mereka dibaptis.
Tunggu sebentar, kita tadi menyimak bahwa nama-nama itu ditulis dari fondasi dunia.
Jadi bagaimana kita menyelesaikan perbedaan ini?
Kontradiksi yang sepertinya ada antara Wahyu 17:8 dengan pernyataan Ellen
White diselesaikan ketika kita mengenali bahwa Wahyu 17:8 merujuk kepada kemampuan
abadi Allah mengetahui sebelum terjadinya siapa yang akan menerima Kristus
dan dibaptis; sementara Ellen White sedang bicara dari
perspektif kita mengenai momen ketika itu menjadi kenyataan.
Apakah kalian memahami saya atau tidak?
Throughout
eternity God foreknew who would choose to accept the atonement and those who
would not accept the atonement. In other words, God from
eternity past knew the choices that people would make but He did not make those choices for
them. I'm going to read that
again. From eternity past God knew the choices that people would make but He
did not make those choices for them. God did not say in eternity past “By
Divine decree I choose this one group to be saved and I choose this other group
to be lost. Tough luck for those who are lost, they have
no choice in the matter.” God did not do that! God simply
foreknew who would choose Him and having that foreknowledge He elected them.
You see, there's a difference between predestination and pre-determination.
v God
predestined us to Salvation because He foreknew the choice that we would make,
v God predestined
us based on our choice, not on His. God-elected individuals, on the basis of
His foreknowledge of the choices that people would make.
Selama masa
kekekalan Allah sudah tahu lebih dahulu siapa yang akan
menerima penebusan dan siapa yang tidak akan menerima penebusan. Dengan kata lain, Allah dari
kekekalan lampau sudah mengetahui pilihan-pilihan yang akan dibuat manusia, tetapi Dia sendiri tidak membuat
pilihan-pilihan itu bagi mereka. Saya akan membaca itu lagi.
Dari kekekalan lampau Allah sudah mengetahui pilihan-pilihan yang akan dibuat
manusia, tetapi Dia sendiri tidak membuat pilihan-pilihan itu bagi mereka.
Allah tidak berkata di kekekalan lampau, “Berdasarkan titah Ilahi Aku memilih kelompok ini
diselamatkan dan Aku memilih kelompok yang lain ini untuk tidak selamat. Nasib
bagi mereka yang tidak selamat, mereka tidak punya pilihan dalam hal ini.”
Allah tidak berbuat itu! Allah
semata-mata sudah tahu sebelumnya siapa yang akan
memilih Dia, dan dengan kemampuan mengetahui lebih dulu itu Dia memilih
mereka. Kalian
lihat, ada perbedaan antara predestinasi dan predeterminasi.
v Allah mempredestinasi kita untuk selamat
karena Dia sudah tahu pilihan yang akan kita buat.
v Allah mempredestinasi kita berdasarkan
pilihan kita, bukan pilihanNya. Allah memilih individu-individu berdasarkan kemampuanNya
mengetahui lebih dahulu pilihan-pilihan yang akan dibuat manusia.
Now the
word “foreknowledge” appears twice in the New Testament and a related word the
verbal form appears five times.
v The two
words are πρόγνωσις [prognōsis].
What word
do we get in English from πρόγνωσις [prognōsis]? What is
a prognosis? It is to announce something that seemingly we believe is going to
happen, right?
v And the
other one is προγινώσκω [proginóskó].
The
Identical word but the verbal form.
Two times πρόγνωσις [prognōsis], five
times προγινώσκω [proginóskó].
Nah, kata “mengetahui lebih dahulu” muncul dua kali di Perjanjian Baru, dan sebuah kata yang
terkait, kata kerjanya, muncul lima kali.
v Yang dua kata tersebut adalah πρόγνωσις
[prognōsis].
Kata apa dalam bahasa Inggris yang kita dapatkan dari πρόγνωσις
[prognōsis]? Prognosis itu apa? Itu mengemukakan sesuatu yang
tampaknya kita yakini akan terjadi, benar?
v Dan kata yang lain adalah προγινώσκω [proginóskó].
Kata yang sama, tetapi dalam bentuk kata kerjanya.
Dua kali πρόγνωσις
[prognōsis] dan lima kali προγινώσκω [proginóskó].
Now we
don't have time to read all of these statements but basically the words mean “knowing
something in advance”, it means “a
forecast…”, this is the dictionary now, “a
forecast of the likely outcome of a situation." When a person goes to
the doctor because the person is feeling bad, the doctor gives a what? Detects
the disease, and gives a prognosis of what will happen to the patient in the
future, right? He might say, “Sorry to say you have six months to live,”
because of the disease that you have he gives a prognosis. The problem with the
doctor is that the doctor does not live in eternity, so he's giving a guess of
what is going to happen.
You know
another example is weather casters, they are the only profession where you can
be wrong half the time and still keep your job. They give a prognosis of the
weather but they make mistakes.
Nah, kita tidak punya waktu untuk membaca semua
pernyataan itu, tetapi pada dasarnya kata-kata itu berarti “mengetahui sesuatu
sebelumnya”; artinya “sebuah ramalan…”, ini sekarang adalah definisi dari kamus, “…sebuah ramalan dari
hasil yang mungkin terjadi dari sebuah situasi.” Ketika seseorang pergi ke dokter karena merasa tidak sehat, dokter
memberinya apa? Mendeteksi penyakitnya dan memberikan prognosis tentang apa
yang akan terjadi kepada pasien itu di masa depan, benar? Dokter itu mungkin
berkata, “Saya menyesal harus mengatakan Anda hanya
punya 6
bulan untuk hidup.” Karena penyakit yang kita miliki, dokter itu memberikan
prognosis. Masalahnya dengan dokter itu ialah, dia tidak hidup dalam kekekalan,
jadi dia hanya memberikan tebakan atas apa yang akan terjadi.
Kalian tahu, contoh yang lain adalah para peramal cuaca,
ini adalah satu-satunya profesi di mana orang boleh sering berbuat kesalahan tapi dia masih tetap boleh bekerja terus. Mereka memberikan prognosis
tentang cuaca tetapi mereka melakukan kesalahan.
But the
word πρόγνωσις [prognōsis] as it is
used of God means that God 100% of the time can see what is going to
happen, and there is no variation from what He sees. Let's notice a
couple of texts that use the word πρόγνωσις [prognōsis].
1 Peter
1:1-2. We read this before but let's read it again.“1 Peter, an
apostle of Jesus Christ, to
the pilgrims of the Dispersion in Pontus, Galatia, Cappadocia, Asia,
and Bithynia…” Now notice
this very important part of the verse. Verse 2, “…2 elect according
to…” what? Ah, πρόγνωσις [prognōsis]. On what basis does God elect someone? On the
basis of His what? On the basis of His foreknowledge, on the basis of knowing
the choice that the person will make. It continues saying, “…2 elect according to
the foreknowledge of God the Father, in sanctification of the Spirit,
for obedience and sprinkling of the blood of Jesus Christ: Grace to
you and peace be multiplied."
Tetapi kata πρόγνωσις [prognōsis] seperti yang dipakai untuk Allah, berarti Allah 100% senantiasa bisa
melihat apa yang akan terjadi, dan tidak ada variasi (perbedaan) dari apa yang
Dia lihat. Mari kita simak dua ayat yang memakai kata πρόγνωσις
[prognōsis].
1 Petrus 1:1-2, kita sudah membaca ini tadi
tetapi mari kita baca lagi. “1
Dari Petrus, seorang rasul Yesus Kristus,
kepada para peziarah Penyebaran (orang-orang Yahudi yang tersebar di negara-negara lain) di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan
Bitinia,…” sekarang simak bagian yang sangat penting dari ayat ini.
Ayat 2, “…2 yang dipilih
sesuai dengan…” apa? Ah πρόγνωσις
[prognōsis]. Atas dasar apa
Allah memilih seseorang? Atas dasar apaNya? Atas dasar pengetahuanNya akan hal-hal yang belum terjadi, atas dasar mengetahui pilihan yang akan dibuat
orang tersebut. Selanjutnya dikatakan, “…2
yang dipilih sesuai dengan pengetahuan Allah Bapa akan hal-hal yang belum terjadi, dalam pengudusan oleh Roh, untuk ketaatan dan percikan darah Yesus
Kristus. Rahmat dan damai sejahtera bagimu dilipatgandakan.”
Notice
also Acts 2:22-23, here it’s used with regards to the suffering and death of
Christ. Let me ask you, did God already see the death of Christ as if it were
present in eternity past? We’ve noticed that, right? So now notice Acts 2:22-23.
“22 ‘Men of
Israel, hear these words: Jesus of Nazareth, a Man attested by God to
you by miracles, wonders, and signs which God did through Him in your
midst, as you yourselves also know— 23 Him, being delivered by the determined
purpose…” Jesus was
delivered by the determined purpose or by God's plan and what? “…and foreknowledge of God…” that's the word πρόγνωσις [prognōsis]. Could God prognosticate what was going to
happen with Jesus so that we could understand it? Yes, but did God have to wait
for it to happen? No! God did not have to wait for it to happen. So it says, …23 Him, being
delivered by the determined purpose and foreknowledge of God you have
taken by Lawless hands, have crucified, and put to death..."
Simak juga Kisah 2:22-23, di sini ini dipakai
sehubungan dengan kesengsaraan dan kematian Kristus. Coba saya tanya, apakah di
kekekalan lampau Allah sudah melihat kematian Kristus seakan-akan itu sedang
terjadi pada waktu itu? Kita telah menyimak itu, bukan? Jadi sekarang simak
Kisah 2:22-23, “22 Hai
orang-orang Israel, dengarlah kata-kata ini:
Yesus dari Nazaret, satu Manusia yang telah dibuktikan oleh Allah
kepadamu melalui mujizat-mujizat,
keajaiban-keajaiban, dan tanda-tanda yang dilakukan Allah melalui Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang
kamu sendiri pun tahu. 23 Dia,
yang diserahkan demi tujuan yang pasti…” Yesus diserahkan
demi tujuan yang pasti atau oleh rencana Allah dan apa? “…dan pengetahuan Allah akan hal-hal yang belum terjadi…” ini kata πρόγνωσις
[prognōsis]. Bisakah Allah mengetahui lebih dahulu apa
yang akan terjadi pada Yesus sehingga kita boleh memahaminya? Ya, tetapi apakah
Allah harus menunggu sampai itu terjadi? Tidak! Allah tidak harus menunggu
sampai itu terjadi. Jadi dikatakan, “…23 Dia, yang diserahkan demi tujuan yang pasti dan pengetahuan Allah akan hal-hal yang belum terjadi, telah kamu tangkap
dengan tangan-tangan yang melanggar Hukum, dan. telah disalibkan dan
dibunuh.”
Now let's notice a couple of verses, we don't
have time to read all five of them, a couple of verses that use the word προγινώσκω [proginóskó] which is
the verbal form of πρόγνωσις [prognōsis]. Let's go to Romans 8:29. This is probably
the clearest verse that we can read on the issue of God's foreknowledge and how
it relates to election and predestination. It says there, “29 For whom He foreknew…” that's the word προγινώσκω [proginóskó] “…29
For whom He foreknew He also predestined…” are you catching the point? Whom God
foreknew in eternity past that was going to respond to the atonement, was going
to receive Jesus Christ as Savior, what did He do? He predestined. In other words,
He doesn't predestine way back here and say, “Tough luck, you know, of all
human beings I'm going to save this group and I'm going to condemn the other
group.” That's not the way it works. On the basis of His foreknowledge He
predestined a group to be saved because He knew what their choice would be.
Now notice what He continues saying “…29 For whom He foreknew He also
predestined to be conformed to the image of His Son, that He might be the
firstborn among many brethren. 30 Moreover whom He predestined…” whom He predestined on the basis of what? Of
His foreknowledge, that's the context, “…whom He predestined, these He also…” what? “…called; whom He called, these He also justified; and whom He
justified, these He also glorified.”
Are you understanding
this? It's not that difficult to understand.
Sekarang mari kita simak dua ayat. Kita tidak
punya waktu membaca semua kelimanya, dua ayat yang menggunakan kata προγινώσκω [proginóskó] yang
adalah bentuk kata kerja dari πρόγνωσις
[prognōsis]. Mari ke Roma 8:29. Mungkin ini adalah ayat yang paling
jelas yang bisa kita baca tentang isu kemahatahuan
Allah tentang apa yang belum terjadi dan bagamana itu terkait kepada pemilihan
dan predestinasi. Dikatakan di sana, “29
Sebab siapa yang sudah Dia ketahui dari semula…” inilah kata προγινώσκω [proginóskó], “…29 Sebab siapa yang sudah
Dia ketahui dari semula, Dia juga menentukan dari semula…” apakah kalian
menangkap poinnya? Siapa yang telah
diketahui Allah dari kekekalan masa lampau yang akan merespon
kepada penebusan, yang akan menerima
Yesus Kristus sebagai Juruselamat, Allah berbuat apa? Allah menentukan.
Dengan kata lain, Allah tidak menentukan jauh di masa lampau dan berkata,
“Nasib kalianlah. Dari semua manusia Aku akan menyelamatkan kelompok ini dan
menghukum kelompok yang satunya.” Tidak begitu cara kerjaNya. Berdasarkan apa yang diketahui Allah sebelumnya, Dia menentukan satu kelompok
untuk diselamatkan karena Dia sudah tahu apa bakal pilihan mereka.
Sekarang simak apa katanya selanjutnya, “…29
Sebab siapa yang sudah Dia ketahui dari semula, Dia
juga menentukan dari semula untuk dijadikan
serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia ( = Anak-Nya) boleh menjadi yang sulung di antara banyak
saudara.30 Selain itu, siapa yang
Dia tentukan dari semula…” yang Dia tentukan dari semula berdasarkan apa?
Berdasarkan pengetahuanNya sebelumnya, itulah konteksnya, “…siapa yang Dia
tentukan dari semula, mereka ini juga Dia…” apa? “…panggil;
siapa yang Dia
panggil, mereka ini juga Dia benarkan; dan siapa yang Dia benarkan, mereka ini juga Dia
muliakan.”
Apakah kalian paham ini? Tidak sesulit itu untuk
memahaminya.
Now let me
give you a couple of biblical examples.
God announced
before the birth of Jacob and Esau exactly what they were going to be like; and
some people have puzzled over this because God said, “The older will serve the younger, I loved
Jacob and I hated Esau”, before they
were born. So what happens is that God said, “Esau, tough luck. You know you're
going to be born, and I predestined you to, you know, to sell
your birthright. And Jacob, you're My favorite, so you're going to get the
birthright.” Is that the way it works? Absolutely not!
Let's
notice what we find in the Spirit of Prophecy
Vol. 1 page 106. Did God know from eternity past what the character of
Jacob and what the character of Esau would be like? Did He foreknow that? Yes!
On that basis, on the basis of what Jacob would decide, did God because
of His foreknowledge elect him, yes or no? Yes! Was His election
arbitrary? No! Was it predetermined? No! When we understand that God lives
in an eternal present He knows what choices people are going to make,
and so He
can announce long before it happens what's going to occur, because God
lives in an eternal present.
Nah, saya akan memberikan dua contoh alkitabiah.
Sebelum kelahiran Yakub dan Esau, Allah sudah mengumumkan
tepatnya mereka akan seperti apa; dan ada orang yang bingung dengan ini karena
sebelum mereka lahir Allah berkata, “Yang lebih tua akan menghamba kepada yang
lebih muda” (Kejadian
25:23), “Yakub Aku
kasihi tetapi Esau Aku benci.” (Roma 9:13). Jadi apa yang terjadi ialah Allah berkata,
“Nasibmu Esau. Kamu akan dilahirkan dan Aku menentukan kamu menjual hak anak
sulungmu. Dan Yakub, kamu favoritKu, jadi kamu yang akan mendapatkan hak anak
sulung itu.” Begitukah cara kerjanya? Sama sekali tidak!
Mari kita simak apa yang kita lihat di Spirit of Prophecy Vol. 1 hal. 106. Apakah dari kekekalan masa lampau Allah sudah tahu akan
seperti apa karakter Yakub dan karakter Esau? Apakah Allah sudah mengetahui itu
lebih dulu? Ya! Berdasarkan itu, berdasarkan
apa yang akan dipilih Yakub, apakah Allah karena kemahatahuanNya itu memilih dia,
ya atau tidak? Ya! Apakah pilihan Allah itu sesuka-suka hatiNya? Tidak! Apakah
itu sudah ditetapkan sebelumnya? Tidak! Bila kita mengerti bahwa Allah hidup di kekekalan masa kini, Dia
tahu pilihan apa saja yang akan dibuat manusia, maka Dia
bisa mengumumkan jauh sebelum terjadinya apa yang akan terjadi,
karena Allah hidup di kekekalan masa kini.
Notice
this statement of Ellen White. “God knows the end from
the beginning…” what? I
can't explain that. I can't predict what's going to happen tomorrow ~ in fact I can't predict what's going to
happen in the next couple of minutes. But God knows the end from the beginning. Now
notice the number of times that Ellen White uses here “know”, “know”.
“…He knew, before the birth
of Jacob and Esau, just what characters they would both
develop. He knew that Esau would not have a heart to obey Him. He
answered the troubled prayer of Rebekah, and informed her that she would have two children,
and the elder should serve the
younger. He presented the future history of her two sons before her, that they would be two nations, the one greater than the other, and the elder should serve the younger….”
So from God's perspective who lives in an
eternal present He could describe exactly the characters of Jacob and Esau
without missing a single detail.
Simak pernyataan ini dari Ellen White, “…Allah tahu yang akhir dari mulanya…” apa? Saya tidak bisa
menjelaskan itu. Saya tidak bisa meramal apa yang akan terjadi besok ~ bahkan
saya tidak bisa meramal apa yang akan terjadi dalam dua menit ke depan. Tetapi Allah tahu akhirnya dari
mula. Nah, simak berapa kali Ellen White di sini memakai kata
“tahu”, “tahu”. “…Allah tahu
sebelum kelahiran Yakub dan Esau karakter macam apa yang akan mereka berdua
kembangkan. Allah tahu bahwa Esau tidak
punya hati untuk mematuhiNya. Dia menjawab doa Ribkah yang gundah dan
memberitahunya bahwa dia akan punya dua anak, dan yang lebih tua akan menghamba
kepada yang muda. Dia menunjukkan sejarah masa depan kedua anaknya ini di
hadapan Ribkah, bahwa mereka akan menjadi dua bangsa, yang satu lebih hebat
daripada yang lain, dan yang lebih tua akan menghamba kepada yang lebih muda…” Jadi dari perspektif Allah
yang hidup dalam kekekalan masa kini, Dia bisa menggambarkan dengan tepat
karakter Yakub dan Esau tanpa kelewatan detail satu pun.
Let's
notice another biblical example, the betrayal of Jesus by Judas. How did it
work? God says to Judas, “You know, I brought you into the world to betray
Jesus.”
And Judas
says, “But what do I have to say?”
“Tough
luck, it's My choice, it's My sovereignty. I say you're going to betray Jesus,
you're going to hang yourself.”
Is that
the way it worked? No! In fact it had been prophesied a thousand years before
Judas did what he did, that he was going to do it. Who predicted that? God. For
God was it present? Yes, because God sees the whole sweep of eternity in one
glance, in one view and He announces certain things in prophecy that are going
to take place for our benefit, who are captives of time. What is a promise for us is a done deal
for God. That's great news. Don't miss tomorrow night, we're going to
follow up on this tomorrow night on how we can trust the promises of God.
Mari kita simak contoh alkitabiah yang lain,
pengkhianatan Yesus oleh Yudas. Bagaimana kerjanya? Allah berkata kepada Yudas,
“Aku melahirkan kamu ke dunia untuk mengkhianati Yesus.”
Dan Yudas berkata, “Aku punya pilihan apa?”
“Nasibmu, itu pilihanKu, Aku yang berkuasa. Aku
menentukan kamu akan mengkhianati Yesus, kamu akan gantung diri.”
Begitukah cara kerjanya? Tidak!
Faktanya itu telah dinubuatkan seribu tahun sebelum Yudas
melakukan apa yang dilakukannya, bahwa dia akan melakukan itu. Siapa yang
meramalkan itu? Allah. Bagi Allah apakah itu masa kini? Ya, karena Allah melihat seluruh kekekalan
dalam selayang padang, dalam sekali pandang, dan Dia mengumumkan
hal-hal tertentu dalam nubuatan yang akan terjadi bagi kebaikan kita, yang
terperangkap oleh waktu. Apa
yang merupakan janji bagi kita adalah hal yang pasti bagi Allah.
Ini kabar hebat. Jangan melewatkan besok malam, kita akan melanjutkan ini besok
malam mengenai bagaimana kita bisa mengandalkan janji Tuhan.
Notice in
Acts 1:20, this is when the disciples are gathered together to elect a
successor for Judas, and Peter is
speaking. And Peter states this, “20 ‘For it is
written in the Book of Psalms…” now he's
not mentioned by name “…‘Let his dwelling place be desolate, and let no one live in it’…” in other words he wasn't come going to come
back home and this is Psalm 109 “…and, ‘Let another take his office.…” announced a thousand years before it
happened, because God in His foreknowledge knew the choices that Judas would make,
not
because God determined those choices.
Simak Kisah 1:20, ini ketika para rasul
berkumpul untuk memilih seorang untuk menggantikan Yudas, dan Petrus sedang
bicara. Dan Petrus menyatakan ini, “20
Sebab ada tertulis dalam kitab Mazmur,…” nah, dia tidak
disebutkan dengan nama,
“…‘Biarlah tempat tinggalnya menjadi terlantar, dan biarlah tidak ada yang menghuninya.’…” dengan kata lain, dia tidak akan pulang lagi ke rumahnya. Dan
ini Mazmur 109, “…8 dan biarlah orang lain mengambil jabatannya…” ini diumumkan seribu tahun sebelum terjadinya karena Allah dalam kemahatahuanNya
mengetahui pilihan-pilihan yang akan dibuat Yudas, bukan karena Allah yang
menetapkan pilihan-pilihan tersebut.
Let me
give you an illustration that'll help you understand this. I want you to
imagine a train, and the conductor of a train. The conductor is driving the
train and he comes to a place where the tracks divide to the right and to the
left. Now, who determines whether the train goes right or left? Well, there are two different ways in which
it can happen. There can be someone in a booth next to the tracks that by
remote control switches the tracks, in that sense the conductor has nothing to
say about the direction of the train. But there's another way in which it can
happen, and that is that the conductor in the train has the remote control, and
can switch the tracks. In that sense the conductor is in control of which track
the train goes.
God is not
sitting in a booth so to speak, and when one individual reaches the place where
the tracks divide into salvation or
perdition, God says, “Saved ~ lost ~ saved ~ lost.” No! God gives us the remote to decide
which track we're going to go on. Does God already know which track we are
going to choose to take? He knows, but He does not determine it outside the
train. He gives us the freedom of choice. Are you following me or not?
Saya akan memberikan sebuah ilustrasi untuk membantu
kalian memahami ini. Saya mau kalian membayangkan sebuah kereta api, dan
masinis kereta api itu. Si masinis menjalankan kereta api, dan dia tiba pada
tempat di mana rel kereta api itu bercabang ke kanan dan ke kiri. Nah, siapa
yang menentukan apakah kereta itu akan ke kanan atau ke kiri? Nah, ada dua cara
bagaimana ini bisa terjadi. Bisa ada seseorang di sebuah tempat di dekat rel itu yang mengalihkan
jalur rel itu
dengan remote control.
Dalam hal ini si masinis tidak punya pilihan tentang arah kereta api itu.
Tetapi ada cara lain yang bisa terjadi, yaitu si masinis di dalam kereta itu
yang memegang remote control dan yang
mengalihkan jalur rel. Dalam hal ini, si masinis yang memegang
kendali rel mana yang akan dilewati kereta tersebut.
Allah tidak sedang duduk di sebuah tempat dan setiap kali seseorang tiba di persimpangan rel yang
menuju ke arah keselamatan atau kebinasaan, Allah berkata, “Selamat (menggerakkan remote ke kanan) ~ tidak selamat (menggerakkan remote ke kiri) ~ selamat (ke kanan) ~
tidak selamat (ke kiri) ~” Tidak! Allah
memberikan remote
controlnya kepada kita untuk menentukan
rel mana yang mau kita lewati. Apakah Allah
sudah tahu rel mana yang akan kita pilih? Dia tahu, tetapi Dia tidak menetapkannya
dari luar kereta. Dia memberi kita kebebasan memilih. Apakah
kalian mengikuti saya atau tidak?
Now before
we reach an end, you're not here by accident tonight. God knew from eternity
past every single person who is going to be here and where you're going to sit and
what decision you were going to make. I want to refer particularly to those people
who have not yet given their lives fully to Jesus Christ. God knew that you
were going to be here tonight and God was going to give you the opportunity to
make a decision for Jesus tonight. He brought you here. It's not an accident.
He knew it from eternity past. He knew the choice that you would make.
Now I
travel a lot, I've traveled in just in one Airline in the last few years, five
million miles, that doesn't include all of the airlines that I travel on, and
you know people ask me they say, “Pastor Bohr, aren't you afraid of flying?”
And I say,
“No, why should I be?”
“Because
the plane might fall.”
And I say,
“Yeah, and what's the problem?”
“You'll
die.”
“Okay. And
what's the problem? I'm not afraid of dying because I'm in Christ. The Bible
says that the dead in Christ will rise first. For God it's a done deal. For me
if Jesus tarries I'll just have to sleep a little while, but I don't have to
worry is it going to happen or isn't it going to happen, for God it's a done
deal, for me it's a promise. For Him it already transpired.” Isn't it wonderful
to live on the basis of God's promises in that way?
Let's read
1 Thessalonians 4:15-17. Actually let's just read for the brevity of time a
portion of this passage, “16 For the
Lord Himself will descend from heaven with a shout, with the voice of an archangel,
and with the trumpet of God…” and now
notice this.
“…And the dead…” what kind
of dead?
“…the dead in Christ will rise first….”
See, if you're in Christ, death means nothing,
because we're told here the dead in Christ will rise first. Now here's the big
question, how do we come to be in Christ? That's the big question.
Nah, sebelum kita tiba di akhir, kalian berada di sini
bukan karena kebetulan. Allah sudah tahu dari kekekalan lampau setiap orang
yang akan berada di sini, dan di mana kalian akan duduk, dan keputusan apa yang
akan kalian buat. Saya merujuk terutama kepada mereka yang belum menyerahkan
hidup mereka sepenuhnya kepada Yesus Kristus. Allah tahu bahwa kalian akan
berada di sini malam ini, dan Allah akan memberi kalian kesempatan untuk
membuat keputusan bagi Yesus, malam ini.
Dia yang telah membawa kalian kemari. Ini bukan kebetulan. Dia tahu dari
kekekalan lampau. Dia tahu keputusan
yang akan kalian buat.
Nah, saya banyak bepergian, saya telah bepergian dengan
satu penerbangan saja mileagenya sudah 5 juta mil di tahun-tahun belakangan ini, itu
belum termasuk semua penerbangan lain yang saya pakai, dan kalian tahu,
orang-orang bertanya pada saya, mereka berkata, “Pastor Bohr, tidak takutkah
Anda terbang?”
Dan saya katakan, “Tidak. Mengapa harus takut?”
“Karena pesawatnya bisa jatuh.”
Dan saya berkata, “Ya, lalu masalahnya apa?”
“Anda bisa mati.”
“Oke, apa masalahnya? Saya tidak takut mati karena saya
dalam Kristus. Alkitab berkata yang mati dalam Kristus akan bangkit lebih dulu.
Bagi Allah itu sudah pasti. Bagi saya, jika Yesus tertunda, saya hanya perlu
tidur sebentar, tapi saya tidak perlu khawatir apakah itu akan terjadi atau
tidak. Bagi Allah itu suatu kepastian. Bagi saya itu sebuah janji. Bagi Allah
itu sudah terjadi.” Tidakkah luar biasa hidup di atas dasar janji Allah seperti
itu?
Mari kita
baca 1 Tesalonika 4:15-17. Sebenarnya karena singkatnya waktu kita baca
satu bagian saja dari kutipan ini. “16 Sebab TUHAN sendiri akan turun dari surga, dengan satu
seruan, dengan suara Penghulu Malaikat, dan dengan
sangkakala Allah…” dan sekarang simak
ini, “…dan
mereka yang mati…” mati yang
bagaimana? “…yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit…” Lihat, jika kita dalam Kristus, mati
itu bukan apa-apa karena kita diberitahu di sini bahwa yang mati
dalam Kristus akan lebih dulu bangkit. Nah, ini pertanyaannya yang peting,
bagaimana kita bisa berada “dalam Kristus”? Itulah pertanyaannya yang penting.
At what
moment do we become one in Christ? I want
to read our last couple of verses, and then I want to speak about this ceremony
because I don't think that everyone who is here is a Seventh Day Adventist who
has been baptized. In a crowd this large undoubtedly there are people that have
not accepted Jesus Christ and confirmed it through the rite of baptism. Notice
Galatians 3:26-28. Here the Apostle Paul wrote,
“26 For you are all sons
of God through faith in Christ Jesus. 27 For as many of you as
were baptized…” what? “…into Christ have put on Christ…” those who
have been what? Baptized into Christ ~ how do we come to be into in Christ? Through
baptism in Christ, have put on Christ. At the moment of baptism, is where we officially
are in Christ. We become brothers and sisters of Jesus and therefore we
become sons and daughters of God. And baptism is not an option. And by the way
I'm talking about baptism the way the Bible does. Baptism by sprinkling is not baptism,
and baptism of an infant is not biblical baptism.
Pada
saat mana kita menjadi satu dalam Kristus? Saya mau membacakan dua ayat terakhir,
kemudian saya mau bicara tentang upcara ini karena saya pikir tidak semua yang
hadir di sini seorang MAHK yang sudah dibaptis. Dalam kumpulan sebesar ini
tidak diragukan ada orang-orang yang belum menerima Yesus Kristus dan
meneguhkannya melalui ritus baptisan. Simak Galatia 3:26-28, di sini rasul
Paulus menulis, “26
Sebab kamu semua adalah
anak-anak Allah melalui iman di dalam Yesus
Kristus.27Karena seberapa banyak dari
kamu yang dibaptis…” bagaimana? “… ke
dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. …”
mereka yang telah apa? Dibaptis ke
dalam Kristus ~ bagaimana kita bisa menjadi di dalam Kristus? Melalui baptisan dalam Kristus,
itu mengenakan Kristus. Pada
saat dibaptis itulah kita secara resmi berada dalam Kristus.
Kita menjadi saudara laki-laki dan perempuan Yesus, dan dengan demikian kita
menjadi anak-anak Allah. Dan baptisan itu bukan opsi. Ketahuilah, saya bicara
tentang baptisan menurut cara yang dilakukan di Alkitab. Baptisan dengan percikan itu bukan baptisan,
dan baptisan bayi itu bukan baptisan yang alkitabiah.
The Bible
makes it clear that baptism has to be:
ü of a
person who
understands what they're doing,
ü they must repent of
their sins,
ü they must confess
their sins,
ü and they
must trust
in Jesus Christ as their Savior and Lord.
ü And when
they do that and they are baptized, they are in Christ.
Alkitab menjelaskan bahwa baptisan itu harus:
ü Atas seseorang yang mengerti apa yang dia
lakukan,
ü dia harus bertobat dari dosa-dosanya,
ü dia harus mengakui dosa-dosanya,
ü dia harus percaya dalam Yesus Kristus
sebagai Juruselamat dan Tuhannya,
ü dan saat dia
melakukan itu dan dibaptis,
dia ada dalam Kristus.
Now
somebody might say, why isn't sprinkling enough? Let me explain the reason why.
We don't have a baptistry here. I don't think, at least maybe, you're going to
have a baptism this coming Sabbath; but I'm sure that most of you have seen a
Bible baptism. The pastor is in the baptismal tank and the candidate is before
him, and the pastor raises his arm and he says, “I baptize you in the name of
the Father, the Son, and the Holy Spirit, amen.” What's the last thing that the
candidate does before the pastor places the person under the water? They stop
breathing. What happens while they're under the water? They don't breathe. What
is the first thing they do when they come forth from the water? They breathe
again. In miniature they are reflecting the experience of Christ, because on
the cross Jesus breathed His last, in the tomb He did not breathe, and when He
came forth from the tomb He breathed again. In miniature, you are being
introduced into the experience of Christ. Are you following me?
Baptism is
not simply a ceremony, it's the entrance into the family of God, it's the
moment when a person becomes “in Christ”.
Nah, mungkin ada yang akan berkata, mengapa percikan itu
tidak cukup? Saya akan jelaskan alasannya mengapa. Kita di sini tidak ada kolam
baptisan di sini. Saya rasa mungkin kita akan ada baptisan Sabat depan, tetapi
saya yakin kebanyakan dari kalian pernah menyaksikan baptisan yang alkitabiah. Pendetanya ada di dalam kolam baptisan dan si
calon berdiri di hadapannya, dan pendeta itu mengangkat tangannya dan berkata,
“Saya membaptiskan engkau dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, amin.” Apa yang
terakhir dilakukan si calon sebelum pendeta itu membenamkannya dalam air? Dia
berhenti bernafas. Apa yang terjadi selama dia berada di dalam air? Dia tidak
bernafas. Apa perbuatan pertama yang dia lakukan ketika dia muncul keluar dari
air? Dia bernafas lagi. Secara miniatur dia merefleksikan pengalaman Kristus,
karena di atas salib Yesus mengambil nafasNya yang terakhir, di dalam kubur Dia tidak
bernafas, dan ketika Dia keluar dari kubur Dia bernafas lagi. Secara miniatur
kita diperkenalkan kepada pengalaman Kristus. Apakah kalian mengikuti saya?
Baptisan bukan
sekadar upacara, ini adalah pintu masuk ke dalam keluarga Allah, inilah
momennya ketika seseorang menjadi “dalam Kristus”.
And God foresaw
the decisions that everybody would make this evening. I want to ask as I close,
is there anyone here who has not experienced baptism that would like to say, “I
want to accept Jesus Christ as my Savior and as my Lord. I want to prepare for baptism.” Because you
have to study in order to prepare for baptism, to be sure about what you're
doing. Is there anyone here who would like to say to the Lord Jesus, not to me,
“I would like to prepare for that glorious experience of baptism”? Do you want
to raise your hand this evening? I want to have a word of prayer for you.
Dan Allah sudah mengetahui keputusan yang akan dibuat setiap orang malam ini. Sebagai penutup saya mau bertanya, apakah ada di sini yang belum mengalami baptisan dan ingin mengatakan, “Saya mau menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat saya dan Tuhan saya. Saya mau dipersiapkan untuk baptisan.” Karena kita harus belajar untuk dipersiapkan bagi baptisan, supaya kita yakin apa yang kita lakukan. Adakah di sini yang mau berkata kepada Tuhan Yesus, bukan kepada saya, “Saya mau bersiap-siap untuk pengalaman baptisan yang luar biasa”? Maukah kalian mengangkat tangan malam ini? Saya mau mendoakan kalian.
19 05 24
No comments:
Post a Comment