FINAL MOVEMENTS
Part 04/06 - Stephen Bohr ~ bagian pertama
THE COLLAPSE OF THE THREE WALLS
Dibuka
dengan doa.
Obviously
all of us have been able to observe the terrible catastrophe that has taken
place on the Gulf coast of the US. As I
looked at the different channels covering this terrible cataclysm I couldn’t
help but shed a tear as I saw the intense suffering of all of those people who
have been left homeless and left without relatives, practically the only thing
that they have left is their lives, which is very important obviously. But I
remember that shortly after Katrina went passed the Gulf Coast inland, many of
the news commentators were saying that New Orleans had dodged a bullet and that
things were not as bad as they appeared. And then the levees broke, three of
them, the city of New Orleans which is like a bathtub started filling with
water. I don’t have to review the scenes of what took place in the Convention
Centre, in the Superdome, disgusting according to those who were eyewitnesses
of what was taking place in those two locations where they had asked people to
evacuate. When the levees broke, that’s where the catastrophe and the cataclysm
took place.
Sudah
jelas kita semua bisa menyaksikan malapetaka yang mengerikan yang terjadi di
Gulf Coast Amerika Serikat. Saat saya menonton pelbagai channel televisi yang
meliput bencana alam yang mengerikan ini, saya tak dapat menahan jatuhnya air
mata melihat penderitaan hebat yang menimpa semua manusia itu yang telah
kehilangan tempat tinggal dan keluarga mereka, dan satu-satunya yang masih
tersisa pada mereka hanyalah nyawa mereka, dan
itu adalah hal yang penting. Tetapi saya ingat, tak lama setelah Katrina
melewati sebelah dalam Gulf Coast, banyak komentator berita mengatakan bahwa
New Orleans telah selamat dari bencana dan kondisi ternyata tidak seburuk yang
tampak. Tetapi kemudian tanggulnya patah, ketiga-tiganya, dan kota New Orleans
yang bentuknya seperti batkep, mulai dipenuhi oleh air. Saya tidak perlu
mengulangi pemandangan yang ada di Convention Centre, di Superdome, pemandangan
yang begitu menjijikkan menurut saksi-saksi mata yang tahu apa yang terjadi di
dua lokasi tersebut di mana mereka telah menyuruh orang-orang mengungsi. Pada
saat tanggulnya patah, di sanalah malapetaka dan bencana terjadi.
Now
this morning we are going to talk about 3 levees, which are keeping the world
from falling into disorder and disarray. I’ve titled our study “The Collapse of
the Three Walls”, we could have called them in the light of what happened this
week “The Collapse of the Three Levees” if you please. That when these
three walls collapse there will be a time of trouble such as never has been
seen in the history of the world, and these walls are very quickly
coming down.
Nah,
pagi ini kita akan berbicara mengenai tiga tanggul yang menahan dunia ini dari
jatuh berantakan dan menjadi kacau balau. Saya telah menamai pelajaran kita
“Robohnya Ketiga Tembok”, tapi sehubungan dengan apa yang telah terjadi dalam minggu
ini kita boleh juga menyebutnya “Robohnya Ketiga Tanggul”. Ketika ketiga tembok itu roboh, akan ada suatu masa
kesesakan seperti yang tidak pernah dialami sebelumnya dalam sejarah dunia,
dan tembok-tembok ini akan segera roboh dengan sangat cepat.
I’d
like to mention what the three walls are and then we are going to discuss them
one by one.
1. The first wall is the wall which separates Protestants and
Catholics, the wall of separation between Protestantism and Roman Catholicism.
2.
The second wall is the
wall of separation between Church and State.
3. And the third wall is the wall of separation between Communism
or Socialism and Roman Catholicism.
Now
prophecy discusses all three of these walls. And so we want to take a look at
each one of them this morning so that we can see how close we are to the
collapse of the three walls which will bring a time of trouble such as never
has been seen in the history of the world and particularly in our case in the
history of the US.
Saya
mau menyebutkan ketiga tembok itu apa, dan kemudian kita akan membahas mereka
satu per satu.
1.
Tembok
pertama adalah tembok yang memisahkan Protestan dari Katolik, tembok pemisah
antara Protestantisme dengan Roma Katolikisme.
2.
Tembok
kedua adalah tembok pemisah antara Gereja dengan Pemerintah/Negara.
3.
Dan
tembok ketiga adalah tembok pemisah antara Komunisme atau Sosialisme dengan
Roma Katolikisme.
Nah,
nubuatan telah membahas tentang ketiga tembok ini. Maka pagi ini kita akan
menyimak satu per satu supaya kita bisa melihat sudah seberapa dekatnya kita
dengan robohnya ketiga tembok itu yang akan mendatangkan suatu masa kesesakan
seperti yang belum pernah ada sepanjang sejarah dunia, dan khususnya bagi kita,
dalam sejarah Amerika Serikat.
Let’s
begin by discussing wall # 1. The wall of separation between Protestantism
and Catholicism.
This wall was first
built by Martin Luther in the year 1517
when he nailed his 95 thesis on the door of the cathedral in Wittenberg. Many,
many bricks were added to the wall by other reformers, such as Calvin and
Zwingli among others. In order for Roman Catholicism to recover its
power and its world dominance, as the Bible says in order for “the
world to wonder after the Beast” it will be necessary for this wall between Protestants
and Catholics to come down. Now, allow me to say that this wall was
stronger than ever in the 1870’s and the 1880’s ~ we’ve discussed this before ~
mainly due to the work of Pope Pius IX. You remember in 1854 he was
instrumental in passing in a church council the dogma of the immaculate
conception, this alienated Protestants tremendously because Protestants do not
believe that Mary was immaculately conceived. And so it drove a wedge between
Protestants and Catholics. And then of course you have Pius IX’s Syllabus of Errors where he called the
separation of Church and State a pestilential error that needed to be
discarded, where he said that outside the Roman Catholic Church there could be
no salvation. The wall grew even higher as a result of this. And then to add
insult to injury in 1870 in Vatican Council I, the Roman Catholic church
implemented the dogma of Papal infallibility, the idea that when the Pope
speaks ex-cathedra there is no way that he can err, what he says is basically
infallible. And so these three decisions made and spearheaded by Pius IX
alienated to a great degree Protestantism from Catholicism, the wall separating
Catholics from Protestants was higher than ever. But in recent years the
sacrifices that have been made by Luther and Calvin and Zwingli and many other
reformers throughout the course of church history starting with 1517 have been
coming down.
Marilah
kita mulai dengan membahas tembok #
1, tembok pemisah antara Protestantisme dengan Katolikisme.
Tembok ini pertama didirikan oleh
Martin Luther di tahun 1517
ketika dia memakukan 95 butir thesisnya pada pintu katedral di Wittenberg.
Banyak batu bata kemudian ditambahkan pada tembok tersebut oleh
reformator-reformator yang lain, di antaranya seperti Calvin dan Zwingli.
Supaya Roma
Katolik bisa memulihkan kekuasaannya dan dominasinya atas dunia ini dan seperti yang dikatakan oleh
Alkitab, agar “…seluruh dunia heran, lalu mengikut Binatang itu”,
tembok
antara Protestan dan Katolik harus dibongkar.
Nah, izinkan saya berkata bahwa di
tahun-tahun 1870an dan 1880an, tembok ini sedang kuat-kuatnya ~ kita telah
membahas ini sebelumnya ~ gara-gara apa yang dilakukan Paus Pius IX. Kalian
ingat di tahun 1854 Paus Pius IX inilah yang bertanggung jawab meloloskan di Konsili Gereja,
dogma pembuahan imakulata (Bunda Maria dibuahkan
tanpa dosa). Hal ini membuat orang-orang Protestan sangat menjauhi Katolik
karena Protestan tidak percaya bahwa kelahiran Maria itu tanpa dosa. Maka hal
itu menjadi ganjalan antara Protestan dan Katolik. Kemudian tentu saja ada Syllabus of Errors dari Pius IX di mana dia mengatakan bahwa
pemisahan antara Gereja dengan Negara/Pemerintah
merupakan suatu kesalahan ibarat hama yang harus ditinggalkan, dia juga berkata
di sana bahwa di luar gereja Roma Katolik tidak ada keselamatan. Akibat semua
ini, tembok itu menjadi semakin tinggi. Kemudian untuk memperparah keadaan di
tahun 1870 dalam Konsili Vatikan II, gereja Roma Katolik memberlakukan dogma
bahwa Kepausan tidak bisa berbuat kesalahan, konsep bahwa saat Paus berbicara
ex-kathedra, mustahil dia bisa berbuat
kesalahan, apa yang dikatakannya pada dasarnya pasti benar. Maka ketiga
keputusan ini yang dibuat dan dilontarkan oleh Pius IX, sangat membuat
Protestantisme menjauh dari Katolikisme. Tembok pembatas yang memisahkan
Katolik dari Protestan lagi pada posisi yang tertinggi.
Tetapi tahun-tahun belakangan ini,
pengorbanan yang telah dibuat oleh Luther dan Calvin dan Zwingli dan
reformator-reformator lainnya sepanjang sejarah gereja sejak 1517, telah merosot.
I’d
like to share some disturbing things with you about what’s happening between
Protestants and Catholics. I refer first of all to the document Evangelicals and Catholics Together, the Christian
Mission in the 3rd Millennium. This is a 25 page document, which
was signed by 39 of the most influential Evangelical and Roman Catholic leaders
in the US. It was signed on March 29, 1994. It was signed by luminaries such as
Richard Neuhaus he was a convert from Lutheranism to Catholicism, Charles
Colson from International Prison Ministries, Pat Robertson, Cardinal John
O’Connor as he was alive, and several other influential leaders among
Protestants and Catholics.
In
this document they stated that it was not right for Protestants to proselytize
Catholics and Catholics to proselytize Protestants, in other words Protestants
were not supposed to preach any message that would take people outside the
Roman Catholic communion, to get them to join the Protestant churches, and so
on. They also said that Protestants and Catholics needed to join forces in order to
evangelize the world together. Of course it makes you wonder which
Gospel are you going to evangelize the world with? Is it going to be the Roman
Catholic Gospel or is it going to be the Biblical Gospel?
Saya
ingin membagikan hal-hal yang mengusik hati mengenai apa yang terjadi antara
Protestan dan Katolik.
Pertama
saya merujuk kepada dokumen Evangelicals and Catholics Together, the Christian
Mission in the 3rd Millennium [Protestan
dan Katolik Bersama-sama, Misi Kristen dalam Milenium Ketiga]. Dokumen
sepanjang 25 halaman ini ditandatangani oleh 39 pemimpin-pemimpin dari golongan
Protestan dan Roma Katolik yang paling berpengaruh di Amerika Serikat, pada
tanggal 29 Maret 1994. Dokumen ini ditandatangani oleh orang-orang terkenal
seperti Richard Neuhaus yang telah pindah agama
dari Lutheran menjadi Katolik, Charles Colson dari International Prison
Ministries, Pat Robertson, Kardinal John
O’Connor saat masih hidupnya, dan beberapa pemimpin berpengaruh lainnya dari
Protestan dan Katolik.
Dalam
dokumen ini mereka mencamtumkan bahwa tidak dibenarkan bagi orang-orang
Protestan untuk mem-protestankan orang-orang Katolik, dan orang-orang Katolik
untuk mengkatolikkan orang-orang Protestan, dengan kata lain Protestan tidak
boleh mengkhotbahkan pekabaran yang akan membawa orang Roma Katolik keluar dari
kelompok mereka untuk bergabung dengan gereja-gereja Protestan, dsb. Mereka
juga berkata bahwa Protestan dan
Katolik perlu menggabungkan kekuatan untuk menginjili dunia bersama-sama.
Tentu saja itu membuat kita bertanya-tanya, Injil yang mana yang akan dipakai
untuk menginjili dunia? Apakah injil Roma Katolik, atau Injil Alkitab?
Pat
Robertson made this interesting comment when he signed this document. He says
this: “The
moral crisis facing society today and the obvious social breakdown mandates a
closer cooperation between people of faith. The time has come where we must lay
aside minor points of doctrinal differences and focus on the Lord Jesus
Christ…” as if you could separate doctrine from Christ. He continues
saying, “…I am
lending my support because I believe it’s imperative that we work to bring the
body of Christ together…” that’s the reason why
Pat Roberson signed this document, Evangelicals
and Catholics Together.
Pat
Robertson membuat komentar yang menarik ini ketika dia menandatangani dokumen
tersebut. Katanya, “Krisis moral yang dihadapi masyarakat
dewasa ini, dan kerusakan sosial yang nyata, mengharuskan suatu kerjasama yang
lebih erat antara umat beragama. Saatnya telah tiba bagi kita untuk
mengesampingkan poin-poin kecil dalam perbedaan doktrin dan menempatkan fokus
pada Tuhan Yesus Krsitus…”
seolah-olah kita bisa memisahkan doktrin dari Kristus. Dia melanjutkan berkata,
“…Saya memberikan dukungan saya karena saya yakin, sudah
keharusan bagi kita bekerja bersama mempersatukan tubuh Kristus menjadi satu…” Inilah alasan mengapa Pat Robertson
menandatangani dokumen Evangelicals and
Catholics Together itu.
And
then you have The Joint Declaration on
Righteousness by Faith. It was a result of a 33 year process where Lutheran
leaders and Roman Catholic scholars and leaders met to discuss the issue of
righteousness by faith. After 33 years of study, by the way the Lutheran
community had 61.5 million members worldwide ~ after a 33 years process, they
came out with a document which I have already mentioned, The Joint Declaration on Righteousness by Faith, it was actually
signed October 31, 1999, exactly 482 years to the day, later, than when Martin
Luther nailed his 95 thesis on the door of the cathedral in Wittenberg.
Basically
this document said that the Protestant Reformation was a great mistake.
It was a misunderstanding, that Martin Luther’s battle with the Roman Catholic
church was actually a battle over semantics, it was not a battle over
anything substantial. Disturbing to be sure.
Lalu
ada The Joint Declaration on Righteousness by
Faith. Ini adalah hasil dari proses penggodokan
selama 33 tahun di mana pemimpin-pemimpin Lutheran dan pakar-pakar serta
pemimpin-pemimpin Roma Katolik berdiskusi mengenai isu pembenaran oleh iman.
Setelah mempelajarinya selama 33 tahun ~
ketahuilah bahwa komunitas Lutheran memiliki 61.5 juta anggota di
seluruh dunia ~ setelah memprosesnya selama 33 tahun, mereka muncul dengan
suatu dokumen yang tadi telah saya sebutkan, The
Joint Declaration on Righteousness by Faith, yang ditandatangani pada 31
Oktober 1999, tepat 482 tahun pada tanggal yang sama ketika Martin Luther
memakukan 95 thesisnya pada pintu kathedral
di Wittenberg.
Pada
dasarnya dokumen ini berkata bahwa
Reformasi Protestan adalah suatu kesalahan besar. Itu adalah
suatu kesalahpahaman, bahwa pertempuran
Martin Luther dengan gereja Roma Katolik sebenarnya adalah pertentangan
mengenai hal-hal yang semantik (perbedaan arti kata-kata), bukan
pertempuran menganai apa-apa yang penting.
Jelas
ini sangat mengganggu.
And
then you have Time magazine. Very many
interesting articles coming out recently. The title of this particular magazine
which came out March 25, 2005, “Hail Mary”,
now notice this, the subtitle: “Catholics
have long revered her but Protestants are finding their
own reasons to celebrate
the mother of Jesus”. And as you read the
article you see the Protestants more and more are coming to adopt the Roman
Catholic view of Mary. I never believed that the day would come when
Protestants would come this far.
Kemudian
ada majalah Time. Ada banyak artikel yang
menarik yang muncul akhir-akhir ini. Judul di majalah ini yang terbit 25 Maret
2005 adalah “Hail Mary”, sekarang
perhatikan ini, subtitelnya: “Orang-orang Katolik sudah lama
memuja dia (Bunda Maria) tetapi orang-orang Protestan sekarang menemukan
alasan-alasan mereka sendiri untuk memuliakan ibu Yesus.” Dan bila kalian membaca artikel
tersebut kalian akan melihat bahwa Protestan
semakin lama semakin mengadopsi pandangan Roma Katolik tentang Maria.
Saya tidak pernah menyangka bahwa harinya akan tiba ketika Protestan akan
menyimpang sejauh ini.
Allow me to go back a little ways now, I’ve mentioned two recent
documents, Evangelicals and Catholics Together
and Joint Declaration on Righteousness by Faith,
but allow me to go back to discuss the beginning of this process of Eucumenism, this process of Protestants and Catholics
coming together.
Izinkan saya mundur sedikit
sekarang. Saya telah menyebutkan dua dokumen masa kini, Evangelicals and Catholics Together dan Joint Declaration on Righteousness by Faith, tetapi izinkan saya
mundur untuk membahas awal dari proses Eukumenisme ini, proses bersatunya
Protestan dan Katolik.
We have to go back to Vatican Council II which took
place from 1962-1965.
You see the Roman Catholic church had become petrified farce of lies.
Protestants didn’t want anything to do with the Roman Catholic church, after
all the Roman Catholic church was known
because its messages were in Latin, people couldn’t even understand what the
priests were saying. So Pope John XXIII decided it was time to give the Roman
Catholic church a facelift. The name that was used was Aggiornamento,
which means a modernizing, an
updating of the Roman Catholic church. A facelift was needed which would make
Catholicism attractive to Protestants.
Interestingly enough this was the first council in the history of Roman
Catholicism where Protestants were invited to be observers. Great leaders
of the Protestant churches actually attended Vatican Council II as observers. Up till this point Protestants were called “heretics” by Roman
Catholics, but now at Vatican Council II
they were called “separated brethren”. The Roman Catholic church now accepted
Protestant baptism as being valid, they
decided that masses would now be set in the vernacular, that is in the local
language.
And Vatican II actually started encouraging people to establish study
groups within the Roman Catholic church, Bible study groups of course under the
supervision of the Roman Catholic Magisterium. And so now the ice was
broken. That break between Protestants and Catholics to a great degree was
broken.
Kita harus mundur ke Konsili Vatikan II yang terjadi dari 1962-1965.
Kalian lihat, gereja Roma
Katolik telah menjadi fosil kepalsuan dan kebohongan. Protestan tidak mau punya
urusan dengan gereja Roma Katolik, apalagi gereja Roma Katolik terkenal dengan
pekabarannya dalam bahasa Latin yang bahkan tidak bisa dimengerti orang apa
yang dikatakan para imamnya. Maka Paus Yohanes XXIII memutuskan sudah waktunya
melakukan facelift pada gereja Roma Katolik. Istilah yang
dipakai adalah Aggiornamento,
yang berarti
pemodernan, pembaharuan gereja Roma Katolik. Gereja Roma Katolik perlu di-facelift untuk membuat Katolikisme menarik bagi
Protestan. Yang menarik, ini adalah konsili pertama dalam sejarah Roma
Katolikisme di mana Protestan diundang sebagai pemirsa. Pemimpin-pemimpin
besar gereja-gereja Protestan benar-benar menghadiri Konsili Vatikan II sebagai
pemirsa. Sampai detik itu, Protestan
selalu disebut “orang-orang murtad” oleh Roma Katolik, tetapi sekarang di
Konsili Vatikan II, Protestan disebut “Saudara-saudara yang terpisah”. Gereja
Roma Katolik sekarang menerima baptisan cara Protestan sebagai sah, mereka
memutuskan bahwa misa bisa diadakan dalam bahasa daerah, yaitu dalam bahasa setempat.
Dan Vatikan II nyata mulai
mendorong orang untuk membentuk grup belajar di dalam gereja Roma Katolik, tentu
saja grup belajar Alkitab yang di bawah
supervisi Magisterium Roma Katolik.
Maka, sekarang permusuhan pun
berakhir. Perpecahan antara Protestan
dan Katolik sebagian besar sudah melemah.
And then of course you have the election of John F. Kennedy. I remember, I
can remember that far back, when he was running for President, I was living in
Caracas, Venezuela, and I remember that there were serious misgivings about having a Roman
Catholic President. You know, the time of trouble is going to come, exactly
what Ellen White had to say. But John F. Kennedy was elected President, he was
much beloved, not by everybody obviously, but the time of trouble didn’t come, there
was no major disaster, and so Americans said, “Hey, it’s not so bad to have a
Roman Catholic President, it’s okay.” The barrier
between Protestants and Catholics was coming down.
Kemudian tentu saja terjadi
terpilihnya John F. Kennedy. Saya ingat, saya bisa mengingat sejauh itu, ketika
Kennedy sedang berkampanye sebagai Presiden, saya tinggal di Caracas, Venezuela, dan saya ingat ada banyak kekhawatiran
dengan terpilihnya seorang Presiden beragama Roma Katolik. Kalian tahu, masa
kesesakan akan segera datang, tepat seperti apa yang dikatakan Ellen White.
Tetapi John F. Kennedy terpilih sebagai Presiden, dan dia sangat disayangi
walaupun jelas tidak oleh semua orang, tetapi masa kesesakan tidak datang, tidak ada bencana besar,
maka orang-orang Amerika berkata, “Hei, ternyata memiliki Presiden seorang Roma
Katolik toh tidak seburuk itu. Ternyata oke aja.” Maka penghalang antara Protestan dan Katolik pun
menurun.
And then of course around the same time period, the 60’s you have the
hippy movement. I can still remember the hippy movement, many of you can as
well, you know especially those who are baby boomers. The hippy movement is
characterized by drugs, sex, rock ‘n’ roll, rebellion against the authority of
parents, teachers, preachers, political institutions, and as a result of
the hippy movement, morality in the US began to decay, in other
words the morality of the US started going downhill. And we all know this to be
true. You see the Devil had a purpose in doing this. The Devil knew that as a result of demoralizing society there
was going to be a backlash which would join Protestants and Catholics together to fight against these evils which the Devil himself had planted in order
to create a backlash from the religious right.
Kemudian tentu saja, sekitar
masa yang sama, tahun 60-an, ada gerakan hippy. Saya masih bisa ingat gerakan
hippy ini, dan banyak dari kalian juga, terutama yang adalah baby boomers.
Gerakan hippy ini ditandai oleh narkoba, seks, musik rock, pemberontakan
terhadap autoritas orangtua, guru, pendeta, institusi politik. Dan sebagai akibat
gerakan hippy ini, moralitas di Amerika Serikat menjadi bobrok, dengan kata lain, moralitas Amerika Serikat mulai
merosot. Dan kita semua tahu ini fakta.
Kalian lihat, Iblis punya maksud khusus melakukan hal ini. Iblis tahu sebagai
akibat rusaknya moralitas masyarakat, akan muncul reaksi yang akan membuat Protestan dan
Katolik bersatu untuk
memerangi kejahatan-kejahatan ini, yang memang telah ditanamkan sendiri oleh
Iblis untuk menciptakan serangan balasan dari Kristen konservatif kanan.
And then of course you have the Roe versus Wade in 1973 which eventually would lead to the union of Protestants and Catholics who
disagreed on theological matters, to fight for the life of the unborn.
Lalu tentu saja ada kasus persidangan
Roe versus Wade di 1973
yang akhirnya membuat Protestan dan Katolik yang tidak sepakat dalam hal theologi, bergabung untuk memperjuangkan hak hidup bayi yang
belum dilahirkan.
[Kasus Roe vs Wade
mempertentangkan apakah seorang wanita memiliki hak untuk mengakhiri
kehamilannya.]
Interesting also the recent debates on gay marriage. How Protestants and
Catholics have felt the necessity of banding together to fight against the idea
that a man can marry a man and a woman can marry a woman.
Yang menarik juga adalah
perdebatan akhir-akhir ini tentang perkawinan sejenis. Bagaimana Protestan dan
Katolik merasa perlunya bersatu untuk
memerangi ide bahwa seorang pria bisa menikah dengan pria dan seorang wanita
bisa menikahi seorang wanita.
All of these social issues, the demoralizing of society has led
Protestants and Catholics to join together in common social causes and to
ignore the theological issues which separate Protestants from Catholics.
Semua permasalahan sosial ini,
merosotnya moral masyarakat
telah membuat Protestan dan Katolik bergabung bersatu untuk tujuan yang sama
dan mengesampingkan soal-soal theologi yang telah memisahkan Protestan dari
Katolik.
Then we have the Terri Schiavo case. I mean it
was on the news for days and days. It is interesting to notice our President
George Bush cut his vacation short, and he took a special trip to Washington
D.C. to sign a bill into law that involved one person, and by the way that is
unconstitutional. Do you know why he did it? Because of his power base. His power
base was the evangelical right, and the ministers were actually pushing for
this, people like Pat Robertson, Jerry Falwell, etc. were really pressuring, saying “Listen, we
put you in office so you’d better fulfill the agenda that we have.” And Protestants and
Catholics together banded one with another to try and save
Terri Schiavo’s life.
Kemudian ada kasus Terri
Schiavo. Kasus itu diberitakan di
media berhari-hari lamanya. Patut disimak bahwa Presiden kita, George Bush, mempersingkat
liburannya dan khusus ke Washington D.C. untuk menandatangani suatu usulan menjadi undang-undang yang menyangkut hanya satu
orang ~ dan ketahuilah tindakan itu tidak sesuai Konstitusi. Tahukah kalian
mengapa George Bush melakukannya? Karena basis kekuatannya. Basis kekuatannya
adalah Protestan kanan, dan para pendeta mendorong dia untuk berbuat ini,
orang-orang seperti Pat Robertson, Jerry Falwell, dll. benar-benar menekannya
dan berkata, “Dengar, kami yang telah mengangkatmu ke jabatan itu, jadi
sebaiknya kamu memenuhi agenda kami.” Maka Protestan dan Katolik pun bergabung menjadi satu untuk berusaha menyelamatkan nyawa Terri Schiavo.
[Terri Schiavo adalah
perempuan berusia 27 yang koma akibat serangan jantung di tahun 1990 dan menderita
kerusakan otak sehingga hidupnya
bergantung pada mesin-mesin penunjang hidup. Setelah 5 tahun dalam kondisi yang
tidak mungkin sembuh ini, suaminya mengajukan permohonan untuk menghentikan
mesin-mesin itu. Kasus itu dibawa ke pengadilan karena orangtua Terri tetap
ingin mempertahankan hidupnya. Pro-kontra permohonan itu melibatkan Presiden
Bush menandatangani undang-undang untuk mempertahankan hidupnya, tetapi
akhirnya Pengadilan Federal memerintahkan untuk mencopot saluran makanannya dan
itu dilakukan pada tanggal 18 Maret 2005, Terri Schiavo meninggal pada 31 Maret
2005.]
I’d like to go back a little bit further to the 1970’s and read a
statement that was made by Robert Grant, he was the President of an
organization called The Christian Voice which was closely associated with The
Moral Majority. By the way that’s a misnomer “the moral majority”, because the
majority is never moral. It was Jerry Falwell’s organization. And basically
Robert Grant expressed the objectives of the religious right in these words ~ these
were spoken by the way in the 1980’s
years ago, but it’s the same spirit that exists today. He says this: “If Christians unite, we can do anything. We
can pass any law or amendment. And that’s exactly what we intend to do.” [Liberty magazine May/Jun 1980, pg.4].
Saya ingin mundur lebih jauh
lagi ke tahun 1970an dan membacakan suatu pernyataan yang dibuat oleh Robert
Grant. Dia adalah Presiden suatu organisasi yang bernama The Christian Voice
yang sangat erat hubungannya dengan The Moral Majority [= koalisi politik
golongan konservatif]. Ketahuilah “the moral majority” itu adalah nama yang
salah karena selamanya mayoritas itu tidak pernah bermoral. Ini adalah suatu
organisasi milik Jerry Falwell. Pada dasarnya Robert Grant mengemukakan
objektif kelompok relijius kanan dalam kata-kata sebagai berikut ~ kata-kata
ini diucapkan di tahun 1980an, sudah bertahun-tahun
yang lalu, tetapi semangat yang sama tetap ada hingga sekarang. Dia berkata
demikian, “Jika orang-orang Kristen bersatu, kita bisa melakukan apa saja. Kita
bisa meloloskan hukum atau
amandemen hukum apa saja. Dan persis seperti itulah yang kita berniat lakukan.”
[majalah Liberty Mei/Jun 1980, hal.4].
By the way if anybody wants the bibliography of where I am getting these
statements from, pages and so on, you’ll be able to get it on the DVD.
Seandainya ada yang ingin
mendapatkan bibliografi pernyataan-pernyataan saya ini, dari mana, halaman
berapa, dan sebagainya, kalian bisa mendapatkannya dari DVDnya.
In another statement Robert Grant said this ~ Christian Voice closely
affiliated with Moral Majority and Jerry Falwell’s organization ~ notice what
he said, “We can do
anything. We can amend the Constitution. We can elect a President. We can
change or make any law in the land and it behooves us to do it.” That was in an interview that he had with the Program 20/20 the week of
the Democratic National Convention in 1980.
Dalam suatu pernyataan yang
berbeda, Robert Grant berkata demikian ~ Christian Voice punya afiliasi yang
sangat dekat dengan Moral Majority organisasi Jerry Falwell ~ perhatikan apa
katanya, “Kita bisa berbuat apa saja. Kita bisa mengubah Konstitusi. Kita bisa
mengangkat seorang Presiden. Kita bisa mengubah atau menciptakan hukum apa pun
di negara ini dan itulah kewajiban
kita untuk melakukannya.” Ini adalah
wawancara yang dilakukannya dengan Program 20/20 pada pekan Democratic National
Convention di tahun 1980.
Not only do you have Christian Voice, The Moral Majority but the successor
of that organization was The Christian Coalition lead by Ralph Reed.
Notice what Ralph Reed has to say, he says, “Obviously some teachings are more important than others…” some doctrines are more
important than others, he says,
“… and there
has to be an agreement…” between Catholics and Protestants “…on those essential points, while leaving considerable latitude on other
points that are less essential to the faith.”
[Our Sunday Visitor, January 14,
1996]
Are you seeing what Ralph Reed is saying? He is saying that some points of
doctrines are NOT essential, those are to be shuffled aside, to join on the
ones that are essential.
Bukan saja Christian Voice,
The Moral Majority, tetapi penerus organisasi itu adalah The Christian
Coalition yang dipimpin oleh Ralph Reed.
Perhatikan apa kata Ralph Reed,
“Jelas ada beberapa ajaran yang lebih penting daripada yang lain…” beberapa doktrin lebih penting daripada yang lain,
katanya, “…dan harus ada kesepakatan…” antara
Katolik dan Protestan, “…mengenai poin-poin yang esensial, sementara
memberikan kelonggaran yang luas pada poin-poin lain yang tidak terlalu
esensial dalam agama.” [Our Sunday Visitor,
Januari 14, 1996]
Kalian
lihat apa yang dikatakan Ralph Reed? Dia berkata ada beberapa poin doktrin yang TIDAK esensial, itu bisa dikesampingkan, supaya
bisa bersatu pada poin-poin yang esensial.
You know, it’s interesting to notice what Ellen White had to say 100
years before Ralph Reed spoke these words. She says this, Great Controversy pg. 445, “When the leading churches of the United
States, uniting upon such points of doctrine as are held by them in common,
shall influence the state to enforce their decrees and to sustain their
institutions, then Protestant America will have formed an image of the Roman
hierarchy, and the infliction of civil penalties upon dissenters will
inevitably result.”
It’s almost as if Ralph Reed is quoting Ellen White, only he is in favor
of shuffling aside the points of doctrines that are divisive, whereas Ellen
White says that this will lead to the filling of the bathtub so to speak, this
will lead to catastrophe.
Kalian tahu, yang menarik adalah apa yang dikatakan Ellen White 100 tahun
sebelum Ralph Reed mengucapkan kata-kata tersebut. Ellen White berkata demikian
~ Great Controversy hal. 445, “Ketika gereja-gereja yang berpengaruh di
Amerika Serikat, bersatu dalam poin-poin doktrin mereka yang sama, dan akan
mempengaruhi Negara agar memberlakukan perintah mereka dan menunjang
institusi-institusi mereka, dan Amerika Protestan akan
membentuk patung hirarki Roma maka, sebagai akibatnya, pasti tidak terelakan
lagi mereka yang membangkang, akan dikenakan hukuman sipil.”
Sepertinya seolah-olah Ralph Reed mengutip Ellen White, hanya saja dia
setuju dengan mengesampingkan poin-poin doktrin yang membedakan, sementara
Ellen White berkata bahwa ini akan mengakibatkan munculnya bencana, ini akan
mengakibatkan malapetaka.
Listen to the words of W.A. Criswell, who for years he was the pastor of
the largest church in the US, the Dallas First Baptist Church and he was also
President of the Southern Baptist Convention for many years. Baptists
traditionally have been very much in favor of the separation of church and
state, and they have not been pro-Catholic I must say. Notice what he said. He
said, “I don’t
know anyone more dedicated to the fundamental doctrines of Christianity than
the Catholics.” [A Woman Rides the Beast pg. 388]
Dengarkan kata-kata W.A.
Criswell, yang selama bertahun-tahun menjadi gembala gereja yang terbesar di
Amerika Serikat, First
Baptist Church Dallas, dan dia juga Presiden Southern Baptist Convention selama
bertahun-tahun. Menurut tradisi, golongan Baptis sangat mendukung pemisahan
antara Gereja dan Negara, dan harus saya katakan mereka sama sekali
tidak pro-Katolik.
Perhatikan apa kata Criswell, “Saya tidak pernah mengenal seorang pun yang lebih dedikatif kepada
doktrin fundamental Kekristenan daripada orang-orang Katolik.” [A Woman Rides the
Beast hal. 388]
And what can we say about Billy Graham, the dean of all evangelists, who
had been in the White House with many, many Presidents, it seems like since
time immemorial. Let me tell you a few things about Billy Graham.
He once said this, “I found
that my beliefs are essentially the same as those of Orthodox Roman
Catholics.” [A Woman Rides the Beast pg.388 ~ Dave Hunt]
In 1981 Billy Graham says this about the Pope, “…as ‘the greatest moral leader of the world and
the world’s greatest evangelist.’”[All Roads
Lead to Rome? pg. 170 ~ Michael de Semlyen]
Billy Graham had these words to say. “World travel and getting to know the clergy of all denominations has
helped mold me into an ecumenical being…” This was
Billy Graham. “…We are
separated by theology and in some instances by culture and race, but all of
that means nothing to me anymore.” [US News and World Report December 19, 1988]
Dan apa yang
bisa kita katakan tentang Billy Graham? Gurubesar dari semua evangelis, yang
pernah berada di Gedung Putih bersama banyak Presiden, seolah-olah sudah sejak
zaman purba. Izinkan saya menyampaikan beberapa hal mengenai Billy Graham. Dia
pernah berkata demikian, “Ternyata keyakinan saya secara esensial sama
dengan keyakinan Roma Katolik Orthodoks.” [A Woman Rides the Beast hal. 388
~ Dave Hunt]
Di tahun 1981 Billy Graham
berkata demikian mengenai Paus, “…sebagai pemimpin moral dunia yang terbesar,
dan evangelis dunia yang terbesar.” [All Roads
Lead to Rome? hal. 170 ~ Michael de Semlyen]
Billy Graham berkata demikian,
“Seringnya saya bepergian ke seluruh dunia dan mengenal para rohaniawan
dari semua denominasi, telah membantu membentuk saya menjadi makhluk
ekumenikal…” Ini Billy Graham. “…Kita telah
dipisahkan oleh theologi, dan dalam kondisi tertentu dipisahkan oleh kebudayaan
dan ras, tetapi semua itu sudah tidak berarti lagi bagi saya.” [US News and World Report Desember 19,
1988]
I heard Billy Graham with my own ears on Good Morning, America, August
12, 1993, saying these words, “I admire
the Pope. We address the same moral issues.”
Now when the dean of evangelists and the most admired preacher probably
in the US says something like that, that is disturbing. It is very worrying.
And it shows how close Protestants and Catholics had come together. The wall is almost totally collapsed.
Saya pernah mendengar dengan
telinga sendiri, Billy Graham di acara Good Morning, America, 12 Agustus 1993
mengucapkan kata-kata ini, “Saya mengagumi Paus. Kita berbicara tentang
isu moral yang sama.”
Nah, bila gurubesar evangelis
dan mungkin pendeta yang paling dikagumi di
Amerika Serikat mengatakan seperti itu, itu membuat khawatir. Itu sangat
mengkhawatirkan. Dan ini membuktikan betapa dekatnya sudah Protestan dan
Katolik. Tembok itu sudah
nyaris runtuh.
Charles Colson, of Watergate fame, and he spearheads Prison Ministries
International, had this to say, “It’s high
time that all of us who are Christians come together regardless of the
differences of our confessions and our traditions, and make common course to
bring Christian values to bear in our society. When the barbarians are scaling
the walls, there is no time for petty quarreling in the camp.” In other words, arguing over doctrines according
to Colson is petty quarreling over
non-significant, non-important issues.
Charles Colson, yang menjadi
terkenal karena kasus Watergate, dan yang melahirkan Prison Ministries International,
berkata demikian, “Sudah saatnya kita semua yang Kristen bersatu
dengan mengabaikan perbedaan iman kita dan tradisi kita, dan menempuh tujuan
yang sama untuk menanamkan
nilai-nilai Kekristenan yang berarti dalam masyarakat kita. Saat orang-orang Barbar
sedang memanjat tembok, di dalam benteng tak ada lagi waktu untuk
pertengkaran-pertengkaran sepele.” Dengan kata
lain, menurut Colson, berdebat mengenai doktrin adalah pertengkaran sepele mengenai isu-isu yang tidak signifikan, tidak
penting.
This is the reason why Dave Hunt ~ who by the way believes in the
rapture, he believes in the reestablishment of literal Israel, the building of the temple in the Middle
East, you know he is wrong on that, but he got one thing straight. Notice what
he says in his book A Woman Rides the Beast
pg. 39 ~ I don’t agree with everything that he says but Dave Hunt I believe if
he continues studying will end up being a SDA someday. He says this, quoting
Revelation 13:8 where the whole world follows the Beast, he says, “This indicates that not only Roman
Catholicism and Eastern Orthodoxy will be united, but that Protestants will
join together with them, along with all of the world’s religions, including
even the Muslims to form one new world religion.”
Very hauntingly similar to the words of Ellen White in Great Controversy pg. 566. Ellen White says
this, “Protestants have tampered with and patronized popery;
they have made compromises and concessions which papists themselves are
surprised to see and fail to understand…” even the Roman Catholics say we can’t believe this,
it’s too good to be true. How is it that Protestants are doing this if
traditionally they fought and taught so differently than we do. She continues
saying, “…Men are closing their eyes to
the real character of Romanism and the dangers to be apprehended from her
supremacy. The people need to be aroused to resist the advances of this most
dangerous foe to civil and religious liberty.”
Inilah alasannya mengapa Dave
Hunt ~ yang meyakini pengangkatan rahasia, meyakini pemulihan Israel jasmani,
dan dibangunnya kembali Bait Suci di Timur Tengah ~ kalian tahu dia salah paham
dalam hal-hal itu, tetapi dalam satu hal ini dia memahaminya dengan benar.
Simak apa katanya dalam bukunya A Woman Rides
the Beast hal. 39. Saya tidak sepakat dengan semua yang dikatakannya,
tetapi saya percaya jika Dave Hunt terus melanjutkan mempelajarinya, suatu hari
dia akan menjadi seorang MAHK. Dave Hunt yang mengutip Wahyu 13:8 di mana
dikatakan seluruh dunia mengikuti Binatang itu, berkata demikian, “Ini
mengindikasikan bahwa bukan hanya Roma Katolikisme dan Orthodoks Ketimuran yang
akan bersatu, tetapi Protestan akan bergabung dengan mereka, bersama semua
agama di dunia, bahkan termasuk Muslim, untuk membentuk satu agama dunia baru.”
Sangat
mengerikan persamaannya dengan kata-kata Ellen White di Great Controversy hal. 556. Ellen White berkata demikian, “Golongan Protestan telah berani turut campur dan melindungi Kepausan, mereka telah membuat kompromi-kompromi dan
konsesi-konsesi yang mengherankan Kepausan sendiri, yang gagal paham… bahkan Roma Katolik berkata, kami tidak
percaya ini bisa terjadi, ini sungguh luar biasa. Mana mungkin Protestan
melakukan ini jika secara tradisional mereka telah melawan dan mengajarkan yang
begitu berbeda dari kami. Ellen White melanjutkan berkata, “…Manusia menutup mata mereka terhadap karakter Romanisme
yang sebenarnya dan bahaya yang akan muncul dari kejayaannya. Orang-orang perlu disadarkan agar menolak bujuk rayu dari
musuh ini yang paling berbahaya bagi kebebasan sipil dan agama.”
Pope John Paul II probably more than any other pope did his utmost to
galvanize Protestants and Catholics. In his encyclical Ut Unum Sint which means
“that we all may be one”, he prayed for the day when Protestants and Catholics
to join together in a common celebration of the mass.
You say, “What’s so significant about that?”
Well, allow me to say that the Roman Catholic church believes that when a
priest pronounces the word “hoc est
Corpus meum” (this is My body), the bread is no
longer bread, it is the body of Christ; and the wine is not really wine it is
the blood of Jesus Christ. In other words, the priest has the power of
trans-substantiating elements of communion. And according to the Roman Catholic
church, only the Roman Catholic priest has that power by virtue of his
ordination. So if Protestants should decide to meet with Roman
Catholics for a common celebration of the mass, they would be recognizing the
power of the Roman Catholic priesthood to change the emblems. In other words they would be recognizing the power of the Roman Catholic
church.
Mungkin Paus Yohanes Paulus II
lebih daripada paus-paus yang lain, adalah yang paling getol berusaha merekatkan Protestan dengan Katolik. Dalam surat ensikliknya Ut
Unum Sint yang artinya “Agar Kita Semua
Menjadi Satu”, dia berdoa agar suatu
hari Protestan dan Katolik akan tergabung dalam upacara misa yang sama.
Kalian berkata, “Memangnya
apanya yang begitu penting tentang hal itu?”
Nah, izinkan saya mengatakan
bahwa gereja Roma Katolik percaya bahwa ketika seorang imam mengucapkan
kata-kata “hoc
est Corpus meum” (inilah TubuhKu), maka roti
bukan lagi roti, itu menjadi tubuh Kristus; dan air anggur bukan lagi air
anggur tetapi menjadi darah Yesus Kristus. Dengan kata lain, imam punya kuasa
untuk mentrans-substansikan unsur-unsur dalam
komuni. Dan menurut gereja Roma Katolik, hanya imam Roma Katolik yang
memiliki kuasa itu melalui pengurapannya. Maka jika golongan Protestan sampai memutuskan
untuk menerima ajakan Roma
Katolik untuk melakukan misa bersama, maka berarti Protestan mengakui kuasa
imamat Roma Katolik yang mengganti simbol-simbol. Dengan kata lain Protestan akan mengakui kuasa
gereja Roma Katolik.
And then of course you have the Pope’s apostolic letter Dies Domini which means
“On The Day Of The Lord”. Do you know that this document was actually done not
only to get Catholics to be more faithful in observing Sunday, but it was also
written in order to persuade Protestants that the Catholic church was on the
same page with them with regards to the day of worship.
Interestingly enough, traditionally the Roman Catholic church has said
that the reason why they keep Sunday is because the Roman Catholic church by
tradition changed the day from Sabbath to Sunday. But in Dies Domini the Pope
was interested in catering to Protestants, and therefore in that document even
though he quoted church tradition, he used all sorts of spices, biblical
arguments, quoted much of Scripture, many from Scripture just like the Protestants
use like Acts 20, 1 Corinthians 16, the appearances of Jesus on the first day
of the week and so on. He put all of these texts in this document, to try and persuade
Protestants that the Roman Catholic church is on the same page as them when it
comes to the day of worship. And of course we all know what
is going to come from this.
Kemudian tentu saja ada surat
apostolik Paus bernama Dies Domini, yang artinya “Pada Hari Tuhan”. Tahukah kalian
dokumen ini dibuat bukan saja untuk membuat orang-orang Katolik lebih setia
memelihara hari Minggu, tetapi juga untuk membujuk orang-orang Protestan bahwa
gereja Katolik itu sama dengan mereka dalam hal hari ibadah.
Yang menarik, menurut tradisi,
gereja Roma Katolik berkata bahwa alasan mereka memelihara hari Minggu adalah
karena gereja Roma Katolik, menurut tradisi telah mengubah hari Sabat ke hari
Minggu. Tetapi di Dies Domini, Paus
berminat menarik hati orang-orang Protestan, maka di dokumen tersebut, walaupun
dia mengutip tradisi gereja, dia memakai segala macam bumbu, argumentasi
alkitabiah, banyak kutipan dari Firman Tuhan yang sebagian besar juga dipakai
orang-orang Protestan misalnya Kisah pasal 20, 1 Korintus 16, munculnya Yesus
pada hari pertama minggu itu. Paus mencantumkan semua teks itu dalam dokumen ini untuk
berusaha membujuk Protestan bahwa gereja Roma Katolik itu sama dengan mereka
mengenai hari ibadah. Dan tentu
saja kita tahu semua ini menuju ke mana.
Bennedict XVI the new Pope, Ratzinger, who was actually the watchdog of
the Roman Catholic church, Roman Catholic theology before he became pope, has
said that it is his expressed purpose to join all Christians together.
Therefore in a trip that he took a couple of weeks ago to Germany, he met with
Muslims, with Muslim leaders, he met with Jewish leaders, and he even met with
evangelical Lutheran leaders, trying to build bridges between Roman Catholicism
and these non-Christian religions, as well as Christian religions.
Paus yang baru, Bennedict XVI,
Ratzinger, yang adalah “anjing penjaga” (orang yang bertugas memastikan
tidak ada pelanggaran peraturan) di gereja Roma
Katolik, penjaga theologi Roma Katolik sebelum dia menjadi Paus, berkata, bahwa
tujuannya adalah untuk mempersatukan semua orang Kristen. Oleh sebab itu dua
minggu yang lalu dia pergi ke Jerman, dia bertemu dengan orang-orang Muslim,
dengan pemimpin-pemimpin Muslim, dia bertemu dengan pemimpin-pemimpin Yahudi,
dia bahkan bertemu dengan pemimpin-pemimpin Lutheran, dalam upaya membangun
jembatan antara Roma Katolikisme dan semua agama non-Kristiani dan agama
Kristiani juga.
Ellen White said something in 1888 which appeared to be absurd. You need
to remember that when Ellen White wrote The Great Controversy, the US wanted
nothing to do with the Roman Catholic Papacy. Protestants wanted nothing to do
with the Papacy. They were at odds, they were at war mainly because of Pius IX,
you know, proclaiming the dogma of Papal infallibility, the immaculate
conception of Mary, the Syllabus of Errors,
alienated the US, alienated the Protestants and yet Ellen White was able to say
this, because she didn’t look at what was happening, she actually looked at
what Scripture says. These are her words, “When the land which the Lord provided as an asylum for His people, that
they might worship Him according to the dictates of their own consciences, the
land over which for long years the shield of Omnipotence has been spread, the
land which God has favored by making it the depository of the pure religion of
Chirst ~ when that land shall, through its legislators abjure the principles of
Protestantism and give countenance to Romish apostasy in tampering with God’s
law ~ it is then that the final work of the man of sin will be revealed….
Protestants will throw their whole influence and strength on the side of the
Papacy…” absurd in the time when Ellen
White wrote this, that Protestants will throw their whole influence with the
Papacy? Be real, people would say, “…by a
national act, enforcing the false Sabbath…” now notice
this, “…they will
give life and vigor to the corrupt faith of Rome, reviving her tyranny and
oppression of conscience.” [Maranatha pg. 179]
I don’t know if you notice the words here, we speak here about the
healing of the deadly wound of the Beast. Do you notice the terminology Ellen
White uses here? Once again she says that Protestants will “give life and vigor to the corrupt faith of
Rome, reviving her tyranny and oppression of conscience.” I guess that the deadly wound has
not been healed yet then. Because the US will be instrumental in healing the
deadly wound, by this decree commanding people to observe Sunday as a day of
worship.
Ellen
White mengatakan sesuatu di 1888 yang pada saat itu sangat tidak masuk akal.
Kalian harus ingat bahwa ketika Ellen White menulis The Great Controversy, Amerika Serika sedang tidak mau punya urusan
dengan Kepausan Roma Katolik. Protestan tidak mau punya urusan dengan Kepausan.
Mereka sedang bermusuhan, mereka sedang bertentangan gara-gara Pius IX, kalian
tahu, mengumumkan dogma infalibilitas Kepausan, pembuahan Maria yang bebas dari
dosa, Syllabus of Errors yang membuat
Amerika Serikat dan Protestan mengambil jarak, kendati demikian Ellen White
yang tidak mendasarkan pada apa
yang sedang terjadi tetapi mendasarkan pada apa yang dikatakan Firman Tuhan, mengatakan demikian, inilah
kata-katanya, “Ketika
tanah yang telah disediakan Tuhan sebagai tempat perlindungan bagi umatNya
supaya mereka boleh menyembah Dia sesuai tuntutan hati nurani mereka sendiri, tanah
yang selama bertahun-tahun Yang Mahakuasa telah menyebarkan perlindunganNya di
atasnya, tanah yang diunggulkan Tuhan dengan menjadikannya tempat penyimpanan
agama Kristus yang murni ~ ketika tanah tersebut melalui
legislator-legislatornya meninggalkan prinsip-prinsip Protestantisme dan
menyambut kemurtadan Roma dengan merusak Hukum Tuhan ~ pada saat itulah
pekerjaan terakhir manusia durhaka akan dinyatakan…Orang-orang Protestan akan
mencurahkan seluruh pengaruh dan kekuatan mereka di pihak Kepausan…” tidak masuk akal pada zaman ketika Ellen White
menulis ini, bahwa Protestan akan mencurahkan seluruh pengaruh dan kekuatan
mereka di pihak Kepausan? Yang bener aja, kata orang-orang, “…melalaui suatu undang-undang nasional
menegakkan sabat yang palsu…” sekarang perhatikan ini, “…mereka
akan memberikan nyawa dan kekuatan kepada agama Roma yang korup, menghidupkan
kembali tiraninya dan penindasannya atas hati nurani manusia…” [Maranatha pg. 179]
No comments:
Post a Comment