Tuesday, July 19, 2016

THE FINAL MOVEMENTS ~ EPISODE 4 ~ STEPHEN BOHR ~ Bagian Pertama

FINAL  MOVEMENTS
Part 04/06 - Stephen Bohr ~ bagian pertama
THE COLLAPSE OF THE THREE WALLS


Dibuka dengan doa.


Obviously all of us have been able to observe the terrible catastrophe that has taken place  on the Gulf coast of the US. As I looked at the different channels covering this terrible cataclysm I couldn’t help but shed a tear as I saw the intense suffering of all of those people who have been left homeless and left without relatives, practically the only thing that they have left is their lives, which is very important obviously. But I remember that shortly after Katrina went passed the Gulf Coast inland, many of the news commentators were saying that New Orleans had dodged a bullet and that things were not as bad as they appeared. And then the levees broke, three of them, the city of New Orleans which is like a bathtub started filling with water. I don’t have to review the scenes of what took place in the Convention Centre, in the Superdome, disgusting according to those who were eyewitnesses of what was taking place in those two locations where they had asked people to evacuate. When the levees broke, that’s where the catastrophe and the cataclysm took place.

Sudah jelas kita semua bisa menyaksikan malapetaka yang mengerikan yang terjadi di Gulf Coast Amerika Serikat. Saat saya menonton pelbagai channel televisi yang meliput bencana alam yang mengerikan ini, saya tak dapat menahan jatuhnya air mata melihat penderitaan hebat yang menimpa semua manusia itu yang telah kehilangan tempat tinggal dan keluarga mereka, dan satu-satunya yang masih tersisa pada mereka hanyalah nyawa mereka, dan itu adalah hal yang penting. Tetapi saya ingat, tak lama setelah Katrina melewati sebelah dalam Gulf Coast, banyak komentator berita mengatakan bahwa New Orleans telah selamat dari bencana dan kondisi ternyata tidak seburuk yang tampak. Tetapi kemudian tanggulnya patah, ketiga-tiganya, dan kota New Orleans yang bentuknya seperti batkep, mulai dipenuhi oleh air. Saya tidak perlu mengulangi pemandangan yang ada di Convention Centre, di Superdome, pemandangan yang begitu menjijikkan menurut saksi-saksi mata yang tahu apa yang terjadi di dua lokasi tersebut di mana mereka telah menyuruh orang-orang mengungsi. Pada saat tanggulnya patah, di sanalah malapetaka dan bencana terjadi.


Now this morning we are going to talk about 3 levees, which are keeping the world from falling into disorder and disarray. I’ve titled our study “The Collapse of the Three Walls”, we could have called them in the light of what happened this week “The Collapse of the Three Levees” if you please. That when these three walls collapse there will be a time of trouble such as never has been seen in the history of the world, and these walls are very quickly coming down.

Nah, pagi ini kita akan berbicara mengenai tiga tanggul yang menahan dunia ini dari jatuh berantakan dan menjadi kacau balau. Saya telah menamai pelajaran kita “Robohnya Ketiga Tembok”, tapi sehubungan dengan apa yang telah terjadi dalam minggu ini kita boleh juga menyebutnya “Robohnya Ketiga Tanggul”. Ketika ketiga tembok itu roboh, akan ada suatu masa kesesakan seperti yang tidak pernah dialami sebelumnya dalam sejarah dunia, dan tembok-tembok ini akan segera roboh dengan sangat cepat.


I’d like to mention what the three walls are and then we are going to discuss them one by one.
1.   The first wall is the wall which separates Protestants and Catholics, the wall of separation between Protestantism and Roman Catholicism.
2.   The second wall is the wall of separation between Church and State.
3.   And the third wall is the wall of separation between Communism or Socialism and Roman Catholicism.
Now prophecy discusses all three of these walls. And so we want to take a look at each one of them this morning so that we can see how close we are to the collapse of the three walls which will bring a time of trouble such as never has been seen in the history of the world and particularly in our case in the history of the US.

Saya mau menyebutkan ketiga tembok itu apa, dan kemudian kita akan membahas mereka satu per satu.
1.   Tembok pertama adalah tembok yang memisahkan Protestan dari Katolik, tembok pemisah antara Protestantisme dengan Roma Katolikisme.
2.   Tembok kedua adalah tembok pemisah antara Gereja dengan Pemerintah/Negara.
3.   Dan tembok ketiga adalah tembok pemisah antara Komunisme atau Sosialisme dengan Roma Katolikisme.
Nah, nubuatan telah membahas tentang ketiga tembok ini. Maka pagi ini kita akan menyimak satu per satu supaya kita bisa melihat sudah seberapa dekatnya kita dengan robohnya ketiga tembok itu yang akan mendatangkan suatu masa kesesakan seperti yang belum pernah ada sepanjang sejarah dunia, dan khususnya bagi kita, dalam sejarah Amerika Serikat.


Let’s begin by discussing wall # 1. The wall of separation between Protestantism and Catholicism.
This wall was first built by Martin Luther in the year 1517 when he nailed his 95 thesis on the door of the cathedral in Wittenberg. Many, many bricks were added to the wall by other reformers, such as Calvin and Zwingli among others. In order for Roman Catholicism to recover its power and its world dominance, as the Bible says in order for “the world to wonder after the Beast” it will be necessary for this wall between Protestants and Catholics to come down. Now, allow me to say that this wall was stronger than ever in the 1870’s and the 1880’s ~ we’ve discussed this before ~ mainly due to the work of Pope Pius IX. You remember in 1854 he was instrumental in passing in a church council the dogma of the immaculate conception, this alienated Protestants tremendously because Protestants do not believe that Mary was immaculately conceived. And so it drove a wedge between Protestants and Catholics. And then of course you have Pius IX’s Syllabus of Errors where he called the separation of Church and State a pestilential error that needed to be discarded, where he said that outside the Roman Catholic Church there could be no salvation. The wall grew even higher as a result of this. And then to add insult to injury in 1870 in Vatican Council I, the Roman Catholic church implemented the dogma of Papal infallibility, the idea that when the Pope speaks ex-cathedra there is no way that he can err, what he says is basically infallible. And so these three decisions made and spearheaded by Pius IX alienated to a great degree Protestantism from Catholicism, the wall separating Catholics from Protestants was higher than ever. But in recent years the sacrifices that have been made by Luther and Calvin and Zwingli and many other reformers throughout the course of church history starting with 1517 have been coming down.

Marilah kita mulai dengan membahas tembok # 1, tembok pemisah antara Protestantisme dengan Katolikisme.
Tembok ini pertama didirikan oleh Martin Luther di tahun 1517 ketika dia memakukan 95 butir thesisnya pada pintu katedral di Wittenberg. Banyak batu bata kemudian ditambahkan pada tembok tersebut oleh reformator-reformator yang lain, di antaranya seperti Calvin dan Zwingli.
Supaya Roma Katolik bisa memulihkan kekuasaannya dan dominasinya atas dunia ini dan seperti yang dikatakan oleh Alkitab, agar “…seluruh dunia heran, lalu mengikut Binatang itu”,   tembok antara Protestan dan Katolik harus dibongkar.
Nah, izinkan saya berkata bahwa di tahun-tahun 1870an dan 1880an, tembok ini sedang kuat-kuatnya ~ kita telah membahas ini sebelumnya ~ gara-gara apa yang dilakukan Paus Pius IX. Kalian ingat di tahun 1854 Paus Pius IX inilah yang bertanggung jawab meloloskan di Konsili Gereja, dogma pembuahan imakulata (Bunda Maria dibuahkan tanpa dosa). Hal ini membuat orang-orang Protestan sangat menjauhi Katolik karena Protestan tidak percaya bahwa kelahiran Maria itu tanpa dosa. Maka hal itu menjadi ganjalan antara Protestan dan Katolik.  Kemudian tentu saja ada Syllabus of Errors dari Pius IX di mana dia mengatakan bahwa pemisahan antara Gereja dengan Negara/Pemerintah merupakan suatu kesalahan ibarat hama yang harus ditinggalkan, dia juga berkata di sana bahwa di luar gereja Roma Katolik tidak ada keselamatan. Akibat semua ini, tembok itu menjadi semakin tinggi. Kemudian untuk memperparah keadaan di tahun 1870 dalam Konsili Vatikan II, gereja Roma Katolik memberlakukan dogma bahwa Kepausan tidak bisa berbuat kesalahan, konsep bahwa saat Paus berbicara ex-kathedra, mustahil dia bisa berbuat kesalahan, apa yang dikatakannya pada dasarnya pasti benar. Maka ketiga keputusan ini yang dibuat dan dilontarkan oleh Pius IX, sangat membuat Protestantisme menjauh dari Katolikisme. Tembok pembatas yang memisahkan Katolik dari Protestan lagi pada posisi yang tertinggi.
Tetapi tahun-tahun belakangan ini, pengorbanan yang telah dibuat oleh Luther dan Calvin dan Zwingli dan reformator-reformator lainnya sepanjang sejarah gereja sejak 1517, telah merosot


I’d like to share some disturbing things with you about what’s happening between Protestants and Catholics. I refer first of all to the document Evangelicals and Catholics Together, the Christian Mission in the 3rd Millennium. This is a 25 page document, which was signed by 39 of the most influential Evangelical and Roman Catholic leaders in the US. It was signed on March 29, 1994. It was signed by luminaries such as Richard Neuhaus he was a convert from Lutheranism to Catholicism, Charles Colson from International Prison Ministries, Pat Robertson, Cardinal John O’Connor as he was alive, and several other influential leaders among Protestants and Catholics.
In this document they stated that it was not right for Protestants to proselytize Catholics and Catholics to proselytize Protestants, in other words Protestants were not supposed to preach any message that would take people outside the Roman Catholic communion, to get them to join the Protestant churches, and so on. They also said that Protestants and Catholics needed to join forces in order to evangelize the world together. Of course it makes you wonder which Gospel are you going to evangelize the world with? Is it going to be the Roman Catholic Gospel or is it going to be the Biblical Gospel?

Saya ingin membagikan hal-hal yang mengusik hati mengenai apa yang terjadi antara Protestan dan Katolik.
Pertama saya merujuk kepada dokumen Evangelicals and Catholics Together, the Christian Mission in the 3rd Millennium [Protestan dan Katolik Bersama-sama, Misi Kristen dalam Milenium Ketiga]. Dokumen sepanjang 25 halaman ini ditandatangani oleh 39 pemimpin-pemimpin dari golongan Protestan dan Roma Katolik yang paling berpengaruh di Amerika Serikat, pada tanggal 29 Maret 1994. Dokumen ini ditandatangani oleh orang-orang terkenal seperti Richard Neuhaus yang telah pindah agama dari Lutheran menjadi Katolik, Charles Colson dari International Prison Ministries, Pat Robertson, Kardinal John O’Connor saat masih hidupnya, dan beberapa pemimpin berpengaruh lainnya dari Protestan dan Katolik.
Dalam dokumen ini mereka mencamtumkan bahwa tidak dibenarkan bagi orang-orang Protestan untuk mem-protestankan orang-orang Katolik, dan orang-orang Katolik untuk mengkatolikkan orang-orang Protestan, dengan kata lain Protestan tidak boleh mengkhotbahkan pekabaran yang akan membawa orang Roma Katolik keluar dari kelompok mereka untuk bergabung dengan gereja-gereja Protestan, dsb. Mereka juga berkata bahwa Protestan dan Katolik perlu menggabungkan kekuatan untuk menginjili dunia bersama-sama. Tentu saja itu membuat kita bertanya-tanya, Injil yang mana yang akan dipakai untuk menginjili dunia? Apakah injil Roma Katolik, atau Injil Alkitab?


Pat Robertson made this interesting comment when he signed this document. He says this: “The moral crisis facing society today and the obvious social breakdown mandates a closer cooperation between people of faith. The time has come where we must lay aside minor points of doctrinal differences and focus on the Lord Jesus Christ…” as if you could separate doctrine from Christ. He continues saying, “…I am lending my support because I believe it’s imperative that we work to bring the body of Christ together…” that’s the reason why Pat Roberson signed this document, Evangelicals and Catholics Together.

Pat Robertson membuat komentar yang menarik ini ketika dia menandatangani dokumen tersebut. Katanya, “Krisis moral yang dihadapi masyarakat dewasa ini, dan kerusakan sosial yang nyata, mengharuskan suatu kerjasama yang lebih erat antara umat beragama. Saatnya telah tiba bagi kita untuk mengesampingkan poin-poin kecil dalam perbedaan doktrin dan menempatkan fokus pada Tuhan Yesus Krsitus…” seolah-olah kita bisa memisahkan doktrin dari Kristus. Dia melanjutkan berkata, “…Saya memberikan dukungan saya karena saya yakin, sudah keharusan bagi kita bekerja bersama mempersatukan tubuh Kristus menjadi satu…” Inilah alasan mengapa Pat Robertson menandatangani dokumen Evangelicals and Catholics Together itu.


And then you have The Joint Declaration on Righteousness by Faith. It was a result of a 33 year process where Lutheran leaders and Roman Catholic scholars and leaders met to discuss the issue of righteousness by faith. After 33 years of study, by the way the Lutheran community had 61.5 million members worldwide ~ after a 33 years process, they came out with a document which I have already mentioned, The Joint Declaration on Righteousness by Faith, it was actually signed October 31, 1999, exactly 482 years to the day, later, than when Martin Luther nailed his 95 thesis on the door of the cathedral in Wittenberg.
Basically this document said that the Protestant Reformation was a great mistake. It was a misunderstanding, that Martin Luther’s battle with the Roman Catholic church was actually a battle over semantics, it was not a battle over anything substantial. Disturbing to be sure.

Lalu ada The Joint Declaration on Righteousness by Faith. Ini adalah hasil dari proses penggodokan selama 33 tahun di mana pemimpin-pemimpin Lutheran dan pakar-pakar serta pemimpin-pemimpin Roma Katolik berdiskusi mengenai isu pembenaran oleh iman. Setelah mempelajarinya selama 33 tahun ~  ketahuilah bahwa komunitas Lutheran memiliki 61.5 juta anggota di seluruh dunia ~ setelah memprosesnya selama 33 tahun, mereka muncul dengan suatu dokumen yang tadi telah saya sebutkan, The Joint Declaration on Righteousness by Faith, yang ditandatangani pada 31 Oktober 1999, tepat 482 tahun pada tanggal yang sama ketika Martin Luther memakukan 95 thesisnya pada pintu kathedral di Wittenberg.
Pada dasarnya dokumen ini berkata bahwa Reformasi Protestan adalah suatu kesalahan besar. Itu adalah suatu kesalahpahaman, bahwa pertempuran Martin Luther dengan gereja Roma Katolik sebenarnya adalah pertentangan mengenai hal-hal yang semantik (perbedaan arti kata-kata), bukan pertempuran menganai apa-apa yang penting.
Jelas ini sangat mengganggu.


And then you have Time magazine. Very many interesting articles coming out recently. The title of this particular magazine which came out March 25, 2005, “Hail Mary”, now notice this, the subtitle: “Catholics have long revered her but Protestants are finding their own reasons to celebrate the mother of Jesus”. And as you read the article you see the Protestants more and more are coming to adopt the Roman Catholic view of Mary. I never believed that the day would come when Protestants would come this far.


Kemudian ada majalah Time. Ada banyak artikel yang menarik yang muncul akhir-akhir ini. Judul di majalah ini yang terbit 25 Maret 2005 adalah “Hail Mary”, sekarang perhatikan ini, subtitelnya: “Orang-orang Katolik sudah lama memuja dia (Bunda Maria) tetapi orang-orang Protestan sekarang menemukan alasan-alasan mereka sendiri untuk memuliakan ibu Yesus.” Dan bila kalian membaca artikel tersebut kalian akan melihat bahwa Protestan semakin lama semakin mengadopsi pandangan Roma Katolik tentang Maria. Saya tidak pernah menyangka bahwa harinya akan tiba ketika Protestan akan menyimpang sejauh ini.


Allow me to go back a little ways now, I’ve mentioned two recent documents, Evangelicals and Catholics Together and Joint Declaration on Righteousness by Faith, but allow me to go back to discuss the beginning of this process of Eucumenism,  this process of Protestants and Catholics coming together.

Izinkan saya mundur sedikit sekarang. Saya telah menyebutkan dua dokumen masa kini, Evangelicals and Catholics Together dan Joint Declaration on Righteousness by Faith, tetapi izinkan saya mundur untuk membahas awal dari proses Eukumenisme ini, proses bersatunya Protestan dan Katolik.

 

 

We have to go back to Vatican Council II which took place from 1962-1965.

You see the Roman Catholic church had become petrified farce of lies. Protestants didn’t want anything to do with the Roman Catholic church, after all  the Roman Catholic church was known because its messages were in Latin, people couldn’t even understand what the priests were saying. So Pope John XXIII decided it was time to give the Roman Catholic church a facelift. The name that was used was Aggiornamento,  which means a modernizing, an updating of the Roman Catholic church. A facelift was needed which would make Catholicism  attractive to Protestants. Interestingly enough this was the first council in the history of Roman Catholicism where Protestants were invited to be observers. Great leaders of the Protestant churches actually attended Vatican Council II as observers. Up till this point Protestants were called heretics by Roman Catholics, but  now at Vatican Council II they were called “separated brethren”. The Roman Catholic church now accepted Protestant baptism as being valid,  they decided that masses would now be set in the vernacular, that is in the local language.

And Vatican II actually started encouraging people to establish study groups within the Roman Catholic church, Bible study groups of course under the supervision of the Roman Catholic Magisterium. And so now the ice was broken. That break between Protestants and Catholics to a great degree was broken.

 

Kita harus mundur ke Konsili Vatikan II yang terjadi dari 1962-1965.

Kalian lihat, gereja Roma Katolik telah menjadi fosil kepalsuan dan kebohongan. Protestan tidak mau punya urusan dengan gereja Roma Katolik, apalagi gereja Roma Katolik terkenal dengan pekabarannya dalam bahasa Latin yang bahkan tidak bisa dimengerti orang apa yang dikatakan para imamnya. Maka Paus Yohanes XXIII memutuskan sudah waktunya melakukan facelift pada gereja Roma Katolik. Istilah yang dipakai adalah  Aggiornamento,  yang berarti pemodernan, pembaharuan gereja Roma Katolik. Gereja Roma Katolik perlu di-facelift untuk membuat Katolikisme menarik bagi Protestan. Yang menarik, ini adalah konsili pertama dalam sejarah Roma Katolikisme di mana Protestan diundang sebagai pemirsa. Pemimpin-pemimpin besar gereja-gereja Protestan benar-benar menghadiri Konsili Vatikan II sebagai pemirsa. Sampai detik itu, Protestan selalu disebut “orang-orang murtad” oleh Roma Katolik, tetapi sekarang di Konsili Vatikan II, Protestan disebut “Saudara-saudara yang terpisah”. Gereja Roma Katolik sekarang menerima baptisan cara Protestan sebagai sah, mereka memutuskan bahwa misa bisa diadakan dalam bahasa daerah, yaitu dalam bahasa setempat.

Dan Vatikan II nyata mulai mendorong orang untuk membentuk grup belajar di dalam gereja Roma Katolik, tentu saja grup belajar Alkitab yang di bawah supervisi Magisterium Roma Katolik.

Maka, sekarang permusuhan pun berakhir. Perpecahan antara Protestan dan Katolik sebagian besar sudah melemah.  

 

 

And then of course you have the election of John F. Kennedy. I remember, I can remember that far back, when he was running for President, I was living in Caracas, Venezuela, and I remember that there were serious misgivings about having a Roman Catholic President. You know, the time of trouble is going to come, exactly what Ellen White had to say. But John F. Kennedy was elected President, he was much beloved, not by everybody obviously, but the time of trouble didn’t come, there was no major disaster, and so Americans said, “Hey, it’s not so bad to have a Roman Catholic President, it’s okay.” The barrier between Protestants and Catholics was coming down.

 

Kemudian tentu saja terjadi terpilihnya John F. Kennedy. Saya ingat, saya bisa mengingat sejauh itu, ketika Kennedy sedang berkampanye sebagai Presiden, saya tinggal di Caracas, Venezuela, dan saya ingat ada banyak kekhawatiran dengan terpilihnya seorang Presiden beragama Roma Katolik. Kalian tahu, masa kesesakan akan segera datang, tepat seperti apa yang dikatakan Ellen White. Tetapi John F. Kennedy terpilih sebagai Presiden, dan dia sangat disayangi walaupun jelas tidak oleh semua orang, tetapi masa kesesakan tidak datang, tidak ada bencana besar, maka orang-orang Amerika berkata, “Hei, ternyata memiliki Presiden seorang Roma Katolik toh tidak seburuk itu. Ternyata oke aja.” Maka penghalang antara Protestan dan Katolik pun menurun.

 

 

And then of course around the same time period, the 60’s you have the hippy movement. I can still remember the hippy movement, many of you can as well, you know especially those who are baby boomers. The hippy movement is characterized by drugs, sex, rock ‘n’ roll, rebellion against the authority of parents, teachers, preachers, political institutions, and as a result of the hippy movement, morality in the US began to decay, in other words the morality of the US started going downhill. And we all know this to be true. You see the Devil had a purpose in doing this. The Devil knew that as a result of demoralizing society there was going to be a backlash which would join Protestants and Catholics together to fight against these evils which the Devil himself had planted in order to create a backlash from the religious right.

 

Kemudian tentu saja, sekitar masa yang sama, tahun 60-an, ada gerakan hippy. Saya masih bisa ingat gerakan hippy ini, dan banyak dari kalian juga, terutama yang adalah baby boomers. Gerakan hippy ini ditandai oleh narkoba, seks, musik rock, pemberontakan terhadap autoritas orangtua, guru, pendeta, institusi politik. Dan sebagai akibat gerakan hippy ini, moralitas di Amerika Serikat menjadi bobrok, dengan kata lain, moralitas Amerika Serikat mulai merosot.  Dan kita semua tahu ini fakta. Kalian lihat, Iblis punya maksud khusus melakukan hal ini. Iblis tahu sebagai akibat rusaknya moralitas masyarakat, akan muncul reaksi yang akan membuat Protestan dan Katolik bersatu untuk memerangi kejahatan-kejahatan ini, yang memang telah ditanamkan sendiri oleh Iblis untuk menciptakan serangan balasan dari Kristen konservatif kanan.

 

 

And then of course you have the Roe versus Wade in 1973 which eventually would lead to the union of Protestants and Catholics who disagreed on theological matters, to fight for the life of the unborn.

 

Lalu tentu saja ada kasus persidangan Roe versus Wade di 1973 yang akhirnya membuat Protestan dan Katolik yang tidak sepakat dalam hal theologi, bergabung untuk memperjuangkan hak hidup bayi yang belum dilahirkan.

[Kasus Roe vs Wade mempertentangkan apakah seorang wanita memiliki hak untuk mengakhiri kehamilannya.]

 

 

Interesting also the recent debates on gay marriage. How Protestants and Catholics have felt the necessity of banding together to fight against the idea that a man can marry a man and a woman can marry a woman.

 

Yang menarik juga adalah perdebatan akhir-akhir ini tentang perkawinan sejenis. Bagaimana Protestan dan Katolik merasa perlunya bersatu untuk memerangi ide bahwa seorang pria bisa menikah dengan pria dan seorang wanita bisa menikahi seorang wanita.

 

 

All of these social issues, the demoralizing of society has led Protestants and Catholics to join together in common social causes and to ignore the theological issues which separate Protestants from Catholics.

 

Semua permasalahan sosial ini, merosotnya moral masyarakat telah membuat Protestan dan Katolik bergabung bersatu untuk tujuan yang sama dan mengesampingkan soal-soal theologi yang telah memisahkan Protestan dari Katolik.

 

 

Then we have the Terri Schiavo case. I mean it was on the news for days and days. It is interesting to notice our President George Bush cut his vacation short, and he took a special trip to Washington D.C. to sign a bill into law that involved one person, and by the way that is unconstitutional. Do you know why he did it? Because of his power base. His power base was the evangelical right, and the ministers were actually pushing for this, people like Pat Robertson, Jerry Falwell, etc.  were really pressuring, saying “Listen, we put you in office so you’d better fulfill the agenda that we have.” And Protestants and Catholics together banded one with another to try and save Terri Schiavo’s life.

 

Kemudian ada kasus Terri Schiavo. Kasus itu diberitakan di media berhari-hari lamanya. Patut disimak bahwa Presiden kita, George Bush, mempersingkat liburannya dan khusus ke Washington D.C. untuk menandatangani suatu usulan menjadi undang-undang yang menyangkut hanya satu orang ~ dan ketahuilah tindakan itu tidak sesuai Konstitusi. Tahukah kalian mengapa George Bush melakukannya? Karena basis kekuatannya. Basis kekuatannya adalah Protestan kanan, dan para pendeta mendorong dia untuk berbuat ini, orang-orang seperti Pat Robertson, Jerry Falwell, dll. benar-benar menekannya dan berkata, “Dengar, kami yang telah mengangkatmu ke jabatan itu, jadi sebaiknya kamu memenuhi agenda kami.” Maka Protestan dan Katolik pun bergabung menjadi satu untuk berusaha menyelamatkan nyawa Terri Schiavo.

[Terri Schiavo adalah perempuan berusia 27 yang koma akibat serangan jantung di tahun 1990 dan menderita kerusakan otak sehingga hidupnya bergantung pada mesin-mesin penunjang hidup. Setelah 5 tahun dalam kondisi yang tidak mungkin sembuh ini, suaminya mengajukan permohonan untuk menghentikan mesin-mesin itu. Kasus itu dibawa ke pengadilan karena orangtua Terri tetap ingin mempertahankan hidupnya. Pro-kontra permohonan itu melibatkan Presiden Bush menandatangani undang-undang untuk mempertahankan hidupnya, tetapi akhirnya Pengadilan Federal memerintahkan untuk mencopot saluran makanannya dan itu dilakukan pada tanggal 18 Maret 2005, Terri Schiavo meninggal pada 31 Maret 2005.]

 

 

I’d like to go back a little bit further to the 1970’s and read a statement that was made by Robert Grant, he was the President of an organization called The Christian Voice which was closely associated with The Moral Majority. By the way that’s a misnomer “the moral majority”, because the majority is never moral. It was Jerry Falwell’s organization. And basically Robert Grant expressed the objectives of the religious right in these words ~ these were spoken by the way in the 1980’s  years ago, but it’s the same spirit that exists today. He says this: “If Christians unite, we can do anything. We can pass any law or amendment. And that’s exactly what we intend to do.” [Liberty magazine May/Jun 1980, pg.4].

 

Saya ingin mundur lebih jauh lagi ke tahun 1970an dan membacakan suatu pernyataan yang dibuat oleh Robert Grant. Dia adalah Presiden suatu organisasi yang bernama The Christian Voice yang sangat erat hubungannya dengan The Moral Majority [= koalisi politik golongan konservatif]. Ketahuilah “the moral majority” itu adalah nama yang salah karena selamanya mayoritas itu tidak pernah bermoral. Ini adalah suatu organisasi milik Jerry Falwell. Pada dasarnya Robert Grant mengemukakan objektif kelompok relijius kanan dalam kata-kata sebagai berikut ~ kata-kata ini diucapkan di tahun 1980an, sudah bertahun-tahun yang lalu, tetapi semangat yang sama tetap ada hingga sekarang. Dia berkata demikian, “Jika orang-orang Kristen bersatu, kita bisa melakukan apa saja. Kita bisa meloloskan hukum atau amandemen hukum apa saja. Dan persis seperti itulah yang kita berniat lakukan.” [majalah Liberty Mei/Jun 1980, hal.4].

 

 

By the way if anybody wants the bibliography of where I am getting these statements from, pages and so on, you’ll be able to get it on the DVD.

 

Seandainya ada yang ingin mendapatkan bibliografi pernyataan-pernyataan saya ini, dari mana, halaman berapa, dan sebagainya, kalian bisa mendapatkannya dari DVDnya.

 

 

In another statement Robert Grant said this ~ Christian Voice closely affiliated with Moral Majority and Jerry Falwell’s organization ~ notice what he said, “We can do anything. We can amend the Constitution. We can elect a President. We can change or make any law in the land and it behooves us to do it.” That was in an interview that he had with the Program 20/20 the week of the Democratic National Convention in 1980.

 

Dalam suatu pernyataan yang berbeda, Robert Grant berkata demikian ~ Christian Voice punya afiliasi yang sangat dekat dengan Moral Majority organisasi Jerry Falwell ~ perhatikan apa katanya, “Kita bisa berbuat apa saja. Kita bisa mengubah Konstitusi. Kita bisa mengangkat seorang Presiden. Kita bisa mengubah atau menciptakan hukum apa pun di negara ini dan itulah kewajiban kita untuk melakukannya.” Ini adalah wawancara yang dilakukannya dengan Program 20/20 pada pekan Democratic National Convention di tahun 1980.

 

 

Not only do you have Christian Voice, The Moral Majority but the successor of that organization was The Christian Coalition lead by Ralph Reed.

Notice what Ralph Reed has to say, he says, “Obviously some teachings are more important than others…”  some doctrines are more important than others, he says,   “… and there has to be an agreement…”  between Catholics and Protestants   “…on those essential points, while leaving considerable latitude on other points that are less essential to the faith.”  [Our Sunday Visitor, January 14, 1996]

Are you seeing what Ralph Reed is saying? He is saying that some points of doctrines are NOT essential, those are to be shuffled aside, to join on the ones that are essential.

 

Bukan saja Christian Voice, The Moral Majority, tetapi penerus organisasi itu adalah The Christian Coalition yang dipimpin oleh Ralph Reed.

Perhatikan apa kata Ralph Reed, “Jelas ada beberapa ajaran yang lebih penting daripada yang lain…” beberapa doktrin lebih penting daripada yang lain, katanya, “…dan harus ada kesepakatan…” antara Katolik dan Protestan, “…mengenai poin-poin yang esensial, sementara memberikan kelonggaran yang luas pada poin-poin lain yang tidak terlalu esensial dalam agama.” [Our Sunday Visitor, Januari 14, 1996]

Kalian lihat apa yang dikatakan Ralph Reed? Dia berkata ada beberapa poin doktrin yang TIDAK esensial, itu bisa dikesampingkan, supaya bisa bersatu pada poin-poin yang esensial.

 

 

You know, it’s interesting to notice what Ellen White had to say 100 years before Ralph Reed spoke these words. She says this, Great Controversy pg. 445, When the leading churches of the United States, uniting upon such points of doctrine as are held by them in common, shall influence the state to enforce their decrees and to sustain their institutions, then Protestant America will have formed an image of the Roman hierarchy, and the infliction of civil penalties upon dissenters will inevitably result.”

It’s almost as if Ralph Reed is quoting Ellen White, only he is in favor of shuffling aside the points of doctrines that are divisive, whereas Ellen White says that this will lead to the filling of the bathtub so to speak, this will lead to catastrophe.

 

Kalian tahu, yang menarik adalah apa yang dikatakan Ellen White 100 tahun sebelum Ralph Reed mengucapkan kata-kata tersebut. Ellen White berkata demikian ~ Great Controversy hal. 445, “Ketika gereja-gereja yang berpengaruh di Amerika Serikat, bersatu dalam poin-poin doktrin mereka yang sama, dan akan mempengaruhi Negara agar memberlakukan perintah mereka dan menunjang institusi-institusi mereka, dan Amerika Protestan akan membentuk patung hirarki Roma maka, sebagai akibatnya, pasti tidak terelakan lagi mereka yang membangkang, akan dikenakan hukuman sipil.”

Sepertinya seolah-olah Ralph Reed mengutip Ellen White, hanya saja dia setuju dengan mengesampingkan poin-poin doktrin yang membedakan, sementara Ellen White berkata bahwa ini akan mengakibatkan munculnya bencana, ini akan mengakibatkan malapetaka.

 

 

Listen to the words of W.A. Criswell, who for years he was the pastor of the largest church in the US, the Dallas First Baptist Church and he was also President of the Southern Baptist Convention for many years. Baptists traditionally have been very much in favor of the separation of church and state, and they have not been pro-Catholic I must say. Notice what he said. He said, “I don’t know anyone more dedicated to the fundamental doctrines of Christianity than the Catholics.” [A Woman Rides the Beast pg. 388]

 

Dengarkan kata-kata W.A. Criswell, yang selama bertahun-tahun menjadi gembala gereja yang terbesar di Amerika Serikat, First Baptist Church Dallas, dan dia juga Presiden Southern Baptist Convention selama bertahun-tahun. Menurut tradisi, golongan Baptis sangat mendukung pemisahan antara Gereja dan Negara, dan harus saya katakan mereka sama sekali tidak pro-Katolik.

Perhatikan apa kata Criswell, “Saya tidak pernah mengenal seorang pun yang lebih dedikatif kepada doktrin fundamental Kekristenan daripada orang-orang Katolik.” [A Woman Rides the Beast hal. 388]

 

 

And what can we say about Billy Graham, the dean of all evangelists, who had been in the White House with many, many Presidents, it seems like since time immemorial. Let me tell you a few things about Billy Graham.

He once said this, “I found that my beliefs are essentially the same as those of Orthodox Roman Catholics.”  [A Woman Rides the Beast pg.388 ~ Dave Hunt]

In 1981 Billy Graham says this about the Pope,  “…as  ‘the greatest moral leader of the world and the world’s greatest evangelist.’”[All Roads Lead to Rome? pg. 170 ~ Michael de Semlyen]

Billy Graham had these words to say. “World travel and getting to know the clergy of all denominations has helped mold me into an ecumenical being…”  This was Billy Graham. “…We are separated by theology and in some instances by culture and race, but all of that means nothing to me anymore.”  [US News and World Report December 19, 1988]

 

Dan apa yang bisa kita katakan tentang Billy Graham? Gurubesar dari semua evangelis, yang pernah berada di Gedung Putih bersama banyak Presiden, seolah-olah sudah sejak zaman purba. Izinkan saya menyampaikan beberapa hal mengenai Billy Graham. Dia pernah berkata demikian, “Ternyata keyakinan saya secara esensial sama dengan keyakinan Roma Katolik Orthodoks.” [A Woman Rides the Beast hal. 388 ~ Dave Hunt]

Di tahun 1981 Billy Graham berkata demikian mengenai Paus, “…sebagai pemimpin moral dunia yang terbesar, dan evangelis dunia yang terbesar.” [All Roads Lead to Rome? hal. 170 ~ Michael de Semlyen]

Billy Graham berkata demikian, “Seringnya saya bepergian ke seluruh dunia dan mengenal para rohaniawan dari semua denominasi, telah membantu membentuk saya menjadi makhluk ekumenikal…” Ini Billy Graham. “…Kita telah dipisahkan oleh theologi, dan dalam kondisi tertentu dipisahkan oleh kebudayaan dan ras, tetapi semua itu sudah tidak berarti lagi bagi saya.” [US News and World Report Desember 19, 1988]

 

 

I heard Billy Graham with my own ears on Good Morning, America, August 12, 1993, saying these words, “I admire the Pope. We address the same moral issues.”

Now when the dean of evangelists and the most admired preacher probably in the US says something like that, that is disturbing. It is very worrying. And it shows how close Protestants and Catholics had come together. The wall  is almost totally collapsed.

 

Saya pernah mendengar dengan telinga sendiri, Billy Graham di acara Good Morning, America, 12 Agustus 1993 mengucapkan kata-kata ini, “Saya mengagumi Paus. Kita berbicara tentang isu moral yang sama.”

Nah, bila gurubesar evangelis dan mungkin pendeta yang paling dikagumi di Amerika Serikat mengatakan seperti itu, itu membuat khawatir. Itu sangat mengkhawatirkan. Dan ini membuktikan betapa dekatnya sudah Protestan dan Katolik. Tembok itu sudah nyaris runtuh.

  

 

Charles Colson, of Watergate fame, and he spearheads Prison Ministries International, had this to say, “It’s high time that all of us who are Christians come together regardless of the differences of our confessions and our traditions, and make common course to bring Christian values to bear in our society. When the barbarians are scaling the walls, there is no time for petty quarreling in the camp.” In other words, arguing over doctrines according to Colson is petty quarreling over non-significant, non-important issues.

 

Charles Colson, yang menjadi terkenal karena kasus Watergate, dan yang melahirkan Prison Ministries International, berkata demikian, “Sudah saatnya kita semua yang Kristen bersatu dengan mengabaikan perbedaan iman kita dan tradisi kita, dan menempuh tujuan yang sama untuk menanamkan nilai-nilai Kekristenan yang berarti dalam masyarakat kita. Saat orang-orang Barbar sedang memanjat tembok, di dalam benteng tak ada lagi waktu untuk pertengkaran-pertengkaran sepele.” Dengan kata lain, menurut Colson, berdebat mengenai doktrin adalah pertengkaran sepele mengenai isu-isu yang tidak signifikan, tidak penting.

 

 

This is the reason why Dave Hunt ~ who by the way believes in the rapture, he believes in the reestablishment of literal Israel,  the building of the temple in the Middle East, you know he is wrong on that, but he got one thing straight. Notice what he says in his book A Woman Rides the Beast pg. 39 ~ I don’t agree with everything that he says but Dave Hunt I believe if he continues studying will end up being a SDA someday. He says this, quoting Revelation 13:8 where the whole world follows the Beast, he says, “This indicates that not only Roman Catholicism and Eastern Orthodoxy will be united, but that Protestants will join together with them, along with all of the world’s religions, including even the Muslims to form one new world religion.”

Very hauntingly similar to the words of Ellen White in Great Controversy pg. 566. Ellen White says this, Protestants have tampered with and patronized popery; they have made compromises and concessions which papists themselves are surprised to see and fail to understand…”  even the Roman Catholics say we can’t believe this, it’s too good to be true. How is it that Protestants are doing this if traditionally they fought and taught so differently than we do. She continues saying,   “…Men are closing their eyes to the real character of Romanism and the dangers to be apprehended from her supremacy. The people need to be aroused to resist the advances of this most dangerous foe to civil and religious liberty.”

 

Inilah alasannya mengapa Dave Hunt ~ yang meyakini pengangkatan rahasia, meyakini pemulihan Israel jasmani, dan dibangunnya kembali Bait Suci di Timur Tengah ~ kalian tahu dia salah paham dalam hal-hal itu, tetapi dalam satu hal ini dia memahaminya dengan benar. Simak apa katanya dalam bukunya A Woman Rides the Beast hal. 39. Saya tidak sepakat dengan semua yang dikatakannya, tetapi saya percaya jika Dave Hunt terus melanjutkan mempelajarinya, suatu hari dia akan menjadi seorang MAHK. Dave Hunt yang mengutip Wahyu 13:8 di mana dikatakan seluruh dunia mengikuti Binatang itu, berkata demikian, “Ini mengindikasikan bahwa bukan hanya Roma Katolikisme dan Orthodoks Ketimuran yang akan bersatu, tetapi Protestan akan bergabung dengan mereka, bersama semua agama di dunia, bahkan termasuk Muslim, untuk membentuk satu agama dunia baru.”

Sangat mengerikan persamaannya dengan kata-kata Ellen White di Great Controversy hal. 556. Ellen White berkata demikian, “Golongan Protestan telah berani turut campur dan melindungi Kepausan, mereka telah membuat kompromi-kompromi dan konsesi-konsesi yang mengherankan Kepausan sendiri, yang gagal paham… bahkan Roma Katolik berkata, kami tidak percaya ini bisa terjadi, ini sungguh luar biasa. Mana mungkin Protestan melakukan ini jika secara tradisional mereka telah melawan dan mengajarkan yang begitu berbeda dari kami. Ellen White melanjutkan berkata, “…Manusia menutup mata mereka terhadap karakter Romanisme yang sebenarnya dan bahaya yang akan muncul dari kejayaannya. Orang-orang  perlu disadarkan agar menolak bujuk rayu dari musuh ini yang paling berbahaya bagi kebebasan sipil dan agama.”

 

 

Pope John Paul II probably more than any other pope did his utmost to galvanize Protestants and Catholics. In his encyclical Ut Unum Sint which means “that we all may be one”, he prayed for the day when Protestants and Catholics to join together in a common celebration of the mass.

You say, “What’s so significant about that?”

Well, allow me to say that the Roman Catholic church believes that when a priest pronounces the word “hoc est Corpus meum” (this is My body), the bread is no longer bread, it is the body of Christ; and the wine is not really wine it is the blood of Jesus Christ. In other words, the priest has the power of trans-substantiating elements of communion. And according to the Roman Catholic church, only the Roman Catholic priest has that power by virtue of his ordination. So if Protestants should decide to meet with Roman Catholics for a common celebration of the mass, they would be recognizing the power of the Roman Catholic priesthood to change the emblems. In other words they would be recognizing the power of the Roman Catholic church.

 

Mungkin Paus Yohanes Paulus II lebih daripada paus-paus yang lain, adalah yang paling getol berusaha merekatkan Protestan dengan Katolik. Dalam surat ensikliknya Ut Unum Sint yang artinya “Agar Kita Semua Menjadi Satu”, dia berdoa  agar suatu hari Protestan dan Katolik akan tergabung dalam upacara misa yang sama.

Kalian berkata, “Memangnya apanya yang begitu penting tentang hal itu?”

Nah, izinkan saya mengatakan bahwa gereja Roma Katolik percaya bahwa ketika seorang imam mengucapkan kata-kata “hoc est Corpus meum” (inilah TubuhKu), maka roti bukan lagi roti, itu menjadi tubuh Kristus; dan air anggur bukan lagi air anggur tetapi menjadi darah Yesus Kristus. Dengan kata lain, imam punya kuasa untuk mentrans-substansikan unsur-unsur dalam  komuni. Dan menurut gereja Roma Katolik, hanya imam Roma Katolik yang memiliki kuasa itu melalui pengurapannya. Maka jika golongan Protestan  sampai memutuskan untuk menerima ajakan Roma Katolik untuk melakukan misa bersama, maka berarti Protestan mengakui kuasa imamat Roma Katolik yang mengganti simbol-simbol. Dengan kata lain Protestan akan mengakui kuasa gereja Roma Katolik.

 

 

And then of course you have the Pope’s apostolic letter Dies Domini which means “On The Day Of The Lord”. Do you know that this document was actually done not only to get Catholics to be more faithful in observing Sunday, but it was also written in order to persuade Protestants that the Catholic church was on the same page with them with regards to the day of worship.

Interestingly enough, traditionally the Roman Catholic church has said that the reason why they keep Sunday is because the Roman Catholic church by tradition changed the day from Sabbath to Sunday. But in Dies Domini the Pope was interested in catering to Protestants, and therefore in that document even though he quoted church tradition, he used all sorts of spices, biblical arguments, quoted much of Scripture, many from Scripture just like the Protestants use like Acts 20, 1 Corinthians 16, the appearances of Jesus on the first day of the week and so on. He put all of these texts in this document, to try and persuade Protestants that the Roman Catholic church is on the same page as them when it comes to the day of worship. And of course we all know what is going to come from this.

 

Kemudian tentu saja ada surat apostolik Paus bernama Dies Domini, yang artinya “Pada Hari Tuhan”. Tahukah kalian dokumen ini dibuat bukan saja untuk membuat orang-orang Katolik lebih setia memelihara hari Minggu, tetapi juga untuk membujuk orang-orang Protestan bahwa gereja Katolik itu sama dengan mereka dalam hal hari ibadah.

Yang menarik, menurut tradisi, gereja Roma Katolik berkata bahwa alasan mereka memelihara hari Minggu adalah karena gereja Roma Katolik, menurut tradisi telah mengubah hari Sabat ke hari Minggu. Tetapi di Dies Domini, Paus berminat menarik hati orang-orang Protestan, maka di dokumen tersebut, walaupun dia mengutip tradisi gereja, dia memakai segala macam bumbu, argumentasi alkitabiah, banyak kutipan dari Firman Tuhan yang sebagian besar juga dipakai orang-orang Protestan misalnya Kisah pasal 20, 1 Korintus 16, munculnya Yesus pada hari pertama minggu itu. Paus mencantumkan semua teks itu dalam dokumen ini untuk berusaha membujuk Protestan bahwa gereja Roma Katolik itu sama dengan mereka mengenai hari ibadah. Dan tentu saja kita tahu semua ini menuju ke mana.

 

 

Bennedict XVI the new Pope, Ratzinger, who was actually the watchdog of the Roman Catholic church, Roman Catholic theology before he became pope, has said that it is his expressed purpose to join all Christians together. Therefore in a trip that he took a couple of weeks ago to Germany, he met with Muslims, with Muslim leaders, he met with Jewish leaders, and he even met with evangelical Lutheran leaders, trying to build bridges between Roman Catholicism and these non-Christian religions, as well as Christian religions.

 

Paus yang baru, Bennedict XVI, Ratzinger, yang adalah “anjing penjaga” (orang yang bertugas memastikan tidak ada pelanggaran peraturan) di gereja Roma Katolik, penjaga theologi Roma Katolik sebelum dia menjadi Paus, berkata, bahwa tujuannya adalah untuk mempersatukan semua orang Kristen. Oleh sebab itu dua minggu yang lalu dia pergi ke Jerman, dia bertemu dengan orang-orang Muslim, dengan pemimpin-pemimpin Muslim, dia bertemu dengan pemimpin-pemimpin Yahudi, dia bahkan bertemu dengan pemimpin-pemimpin Lutheran, dalam upaya membangun jembatan antara Roma Katolikisme dan semua agama non-Kristiani dan agama Kristiani juga.

 

 

Ellen White said something in 1888 which appeared to be absurd. You need to remember that when Ellen White wrote The Great Controversy, the US wanted nothing to do with the Roman Catholic Papacy. Protestants wanted nothing to do with the Papacy. They were at odds, they were at war mainly because of Pius IX, you know, proclaiming the dogma of Papal infallibility, the immaculate conception of Mary, the Syllabus of Errors, alienated the US, alienated the Protestants and yet Ellen White was able to say this, because she didn’t look at what was happening, she actually looked at what Scripture says. These are her words, “When the land which the Lord provided as an asylum for His people, that they might worship Him according to the dictates of their own consciences, the land over which for long years the shield of Omnipotence has been spread, the land which God has favored by making it the depository of the pure religion of Chirst ~ when that land shall, through its legislators abjure the principles of Protestantism and give countenance to Romish apostasy in tampering with God’s law ~ it is then that the final work of the man of sin will be revealed…. Protestants will throw their whole influence and strength on the side of the Papacy…”  absurd in the time when Ellen White wrote this, that Protestants will throw their whole influence with the Papacy? Be real, people would say, “…by a national act, enforcing the false Sabbath…” now notice this, “…they will give life and vigor to the corrupt faith of Rome, reviving her tyranny and oppression of conscience.” [Maranatha pg. 179]

I don’t know if you notice the words here, we speak here about the healing of the deadly wound of the Beast. Do you notice the terminology Ellen White uses here? Once again she says that Protestants will “give life and vigor to the corrupt faith of Rome, reviving her tyranny and oppression of conscience.”  I guess that the deadly wound has not been healed yet then. Because the US will be instrumental in healing the deadly wound, by this decree commanding people to observe Sunday as a day of worship.

 

Ellen White mengatakan sesuatu di 1888 yang pada saat itu sangat tidak masuk akal. Kalian harus ingat bahwa ketika Ellen White menulis The Great Controversy, Amerika Serika sedang tidak mau punya urusan dengan Kepausan Roma Katolik. Protestan tidak mau punya urusan dengan Kepausan. Mereka sedang bermusuhan, mereka sedang bertentangan gara-gara Pius IX, kalian tahu, mengumumkan dogma infalibilitas Kepausan, pembuahan Maria yang bebas dari dosa, Syllabus of Errors yang membuat Amerika Serikat dan Protestan mengambil jarak, kendati demikian Ellen White yang tidak mendasarkan pada apa yang sedang terjadi tetapi mendasarkan pada apa yang dikatakan Firman Tuhan, mengatakan demikian, inilah kata-katanya, “Ketika tanah yang telah disediakan Tuhan sebagai tempat perlindungan bagi umatNya supaya mereka boleh menyembah Dia sesuai tuntutan hati nurani mereka sendiri, tanah yang selama bertahun-tahun Yang Mahakuasa telah menyebarkan perlindunganNya di atasnya, tanah yang diunggulkan Tuhan dengan menjadikannya tempat penyimpanan agama Kristus yang murni ~ ketika tanah tersebut melalui legislator-legislatornya meninggalkan prinsip-prinsip Protestantisme dan menyambut kemurtadan Roma dengan merusak Hukum Tuhan ~ pada saat itulah pekerjaan terakhir manusia durhaka akan dinyatakan…Orang-orang Protestan akan mencurahkan seluruh pengaruh dan kekuatan mereka di pihak Kepausan…”  tidak masuk akal pada zaman ketika Ellen White menulis ini, bahwa Protestan akan mencurahkan seluruh pengaruh dan kekuatan mereka di pihak Kepausan? Yang bener aja, kata orang-orang,  “…melalaui suatu undang-undang nasional menegakkan sabat yang palsu…” sekarang perhatikan ini, “…mereka akan memberikan nyawa dan kekuatan kepada agama Roma yang korup, menghidupkan kembali tiraninya dan penindasannya atas hati nurani manusia…” [Maranatha pg. 179]

Entah apakah kalian perhatikan kata-katanya di sini, tetapi di sini kita sedang berbicara tentang sembuhnya luka yang mematikan pada Binatang itu. Apakah kalian melihat terminologi yang dipakai Ellen White disini? Sekali lagi Ellen White berkata bahwa Protestan akan  “memberikan nyawa dan kekuatan kepada agama Roma yang korup, menghidupkan kembali tiraninya dan penindasannya atas hati nurani manusia…”  Kalau begitu saya rasa luka yang mematikan itu masih belum sembuh sekarang, karena Amerika Serikatlah yang berperan menyembuhkan luka yang mematikan itu, dengan mengeluarkan perintah menyuruh orang memelihara hari Minggu sebagai hari ibadah.

 

(bersambung ke bagian kedua)

 

No comments:

Post a Comment