Wednesday, May 17, 2017

EPISODE 7 ~ MARY ~ STEPHEN BOHR

       MARY SEMINAR___
Part 07/08 - Stephen Bohr
The Final Dogma
https://www.youtube.com/watch?v=HYbz5ulD24c


Dibuka dengan doa.


In our study today we are going to deal with the final dogma.  And in order to understand the final dogma we need to understand, first of all, the first four dogmas that the Roman Catholic Church entertains about Mary, the mother of Jesus. 
I would like to begin by reading a statement that was found  in the Fresno Bee, our local newspaper, on August 30, 1997.  Basically, this is what the article in the newspaper said: “The Catholic Church holds four dogmas about Mary…” The word dogma means doctrine, or teaching. Four dogmas. By the way, they can't be changed.  “…Mary is believed to be the mother of God…”  That's number one.  “…And her virginity is said to be perpetual…” That's number two.  “…In the nineteenth century the church declared the immaculate conception of Mary…” meaning she was free from the stain of sin  from the moment of her conception, this is number three. “…And forty-seven years ago the assumption was declared.  That dogma, celebrated with a fast day, Friday,  says that after her earthly life  Mary was assumed into heaven.”  That's number four. 

Dalam pelajaran kita hari ini kita akan membahas dogma yang terakhir. Dan supaya bisa memahami dogma yang terakhir, kita perlu lebih dulu memahami empat dogma pertama yang dimiliki gereja Roma Katolik tentang Maria, ibu Yesus.
Saya ingin mulai dengan membacakan suatu pernyataan yang ada di surat kabar Fresno Bee, terbitan 30 Agustus, 1997. Pada dasarnya, inilah yang dikatakan artikel surat kabar tersebut, “Gereja Roma Katolik berpegang pada empat dogma tentang Maria…” kata dogma berarti doktrin atau ajaran. Empat dogma. Nah, dogma itu mutlak, tidak bisa diubah. “…Maria diyakini sebagai ibu Allah…” itu nomor satu. “…Dan keperawanannya diyakini tidak pernah berubah…” itu nomor dua. “…Dia abad 19, gereja mengumumkan tentang pembuahan imakulata Maria…” artinya dia bebas dari noda dosa sejak saat pembuahannya. Ini nomor tiga. “…Dan empat puluh tujuh tahun yang lampau, kenaikannya ke Surga dinyatakan. Dogma ini, dirayakan sebagai hari puasa, pada hari Jumat. Dikatakan setelah kehidupan duniawinya, Maria diangkat ke Surga…” ini yang keempat.


So the four dogmas which have been proclaimed infallibly  in the Roman Catholic Church are:
1.   Mary, the mother of God, 
2.   the perpetual virginity of Mary,
3.   and the third place,  the immaculate conception of Mary, 
4.   and finally, the assumption of Mary. 

Jadi keempat dogma yang telah dinyatakan sebagai mutlak dalam gereja Roma Katolik adalah:
1.   Maria, ibu Allah.
2.   Keperawanan Maria yang tidak pernah berubah.
3.   Dan di tempat ketiga, pembuahan imakulata Maria.
4.   Dan akhirnya, diangkatnya Maria ke Surga.


Now I would like to deal with each one of these separately, and then I would like to speak about a fifth dogma  which is being discussed very vividly within the communion  of the Roman Catholic scholarly world. 

Sekarang saya ingin membahas setiap pokok itu secara terpisah, lalu saya akan berbicara tentang dogma yang kelima, yang sedang diperbincangkan dengan hangat di dalam komunitas pakar-pakar ajaran Roma Katolik sekarang ini.


Let's deal, first of all, with the idea that Mary  is the mother of God.  This, basically, was adopted in two early church councils:  One was the Council of Ephesus, in the year 431, and the second was in the Council of Chalcedon, in the year 451. Basically, the word which was adopted was  that Mary is Theotokos.  That is a Greek word that means that she gave birth to God.  Now we need to understand in what sense this was adopted into the Roman Catholic Church because this has been greatly misunderstood by many people.

Pertama-tama, marilah kita lihat konsep bahwa Maria adalah ibu Allah. Konsep ini, pada dasarnya diambil dalam dua konsili mula-mula gereja yang masih muda. Yang pertama oleh Konsili Efesus di tahun 431 dan yang kedua oleh Konsili Kalsidon (dekat Istambul) di tahun 451. Pada dasarnya, kata yang diambil ialah bahwa Maria itu Theotokos ~ ini adalah suatu kata Greeka yang berarti bahwa Maria yang melahirkan Allah. Nah, kita perlu memahami dalam pengertian apa konsep ini diambil dalam gereja Roma Katolik, karena ini telah sering disalahartikan oleh banyak orang. 


You see, there was a heretic that arose at that time.  His name was Nestorius.  And he taught that when Jesus was born from Mary,  it was only the human Jesus who was born from Mary,  not the divine-human Jesus, just the human Jesus.  And the purpose of the Council of Ephesus and Chalcedon  was the emphasize that when Mary brought Jesus into the  world, He was both God and man.  Now Chalcedon was not trying to teach that Mary was the mother  of the divinity of Jesus.  They were simply trying to teach that Mary brought Jesus  into the world, and Jesus had two natures: His divine nature,  which existed before His incarnation,  and His human nature, which was being born at the moment  of the birth of Jesus. 

Kalian lihat, pada saat itu ada seorang bidat yang bernama Nestorius. Dan dia mengajarkan bahwa ketika Yesus lahir dari Maria, yang lahir dari Maria hanyalah Yesus yang manusia, bukan Yesus yang manusia-Ilahi, hanya Yesus yang manusia. Dan tujuan Konsili Efesus dan Konsili Kalsidon adalah untuk menekankan bahwa ketika Maria melahirkan Yesus ke dunia, Yesus itu Allah dan manusia. Nah, Konsili Kalsidon bukan mau mengajarkan bahwa Maria adalah ibu Yesus yang Ilahi, mereka semata-mata berusaha mengajarkan bahwa Maria melahirkan Yesus ke dunia, dan Yesus memiliki dua kodrat: kodrat IlahiNya, yang sudah dimilikiNya sebelum penjelmaanNya, dan kodrat manusiaNya yang lahir pada saat kelahiran Yesus.


Let me read you the key words in the declaration  that was made at Chalcedon.  This is what the church council said: “Born of the virgin Mary,  the mother of God, according to His manhood.”  So clearly, Chalcedon said that Mary was the mother of God  with respect to the manhood of Jesus, not His divinity. 

Izinikan saya membacakan kata-kata kunci dalam deklarasi yang dibuat di Kalsidon. Inilah yang dikatakan konsili gereja: “Dilahirkan oleh perawan Maria, ibu Allah, menurut kemanusiaanNya.” Jadi jelas, Kalsidon berkata bahwa Maria adalah ibu Allah sehubungan dengan kemanusiaan Yesus, bukan dengan keIlahianNya.


In fact, in Roman Catholic circles scholars recognize  very clearly that Mary was not the mother of God  in the strictest sense of the word.  Allow me to read you this statement.  It's in a pamphlet published by the Knights of Columbus, The Mother of Jesus, page 9.  This is what the writer of this document says: “It should be evident that Mary’s motherhood did not ~ by any stretch of the imagination ~ have anything to do with the ‘production’ of God. The very idea is inherently absurd. The utter independence of the Supreme Being rules out any ‘production’ as far as He is concerned.”

Malah, dalam lingkungan pakar-pakar ajaran Roma Katolik mereka mengenali dengan sangat jelas bahwa Maria bukanlah ibu Allah dalam pemahaman yang sempit. Izinkan saya membacakan suatu pernyataan. Ini berasal dari sebuah pamflet yang diterbitkan oleh Knights of Columbus, berjudul The Mother of Jesus, hal. 9. Inilah yang dikatakan dokumen itu: “Sudah jelas bahwa keibuan Maria ~ menurut khayalan yang paling jauh sekali pun ~ sama sekali tidak berkaitan dengan ‘memproduksi’ Allah. Konsep seperti ini sama sekali tidak masuk akal. Kemandirian mutlak Allah membatalkan segala konsep ‘produksi’ yang berkaitan dengan DiriNya.


Having said that, however, what theologians teach,  and what the common people believe,  many times are two different things.  You see, the theologians make these distinctions between  well, you know, Mary was not the mother of God in the strictest sense, she was the mother of the divine-human, Jesus.  In other words, when Jesus came into the world from Mary,  He was human, and He was also divine.  But, of course, His divinity existed before  He came into the world.  Theologians make those distinctions, but the common populous do not.  And so most Catholics that I have come into contact with in Latin America, when you say that Mary was the mother of God,  they understand it to mean that Mary was the mother of God in the strictest sense.  They don't think of Mary simply as the mother of the human nature of Jesus. 

Namun, setelah pembelaan ini, apa yang diajarkan para theolog dan apa yang dipahami orang awam, sering kali adalah dua hal yang berbeda. Kalian lihat, para theolog bisa membedakan bahwa Maria bukan ibu Allah dalam arti kata yang sempit, dia adalah ibu dari manusia-Ilahi Yesus. Dengan kata lain, ketika Yesus lahir ke dunia dari Maria, Yesus adalah manusia, dan Dia juga Ilahi. Tetapi, tentu saja keIlahianNya sudah ada sebelum Dia lahir ke dunia. Para theolog bisa membedakan itu, tetapi orang awam tidak. Maka kebanyakan orang Katolik yang saya temui di Latin Amerika, bila kita berkata Maria adalah ibu Allah, mereka memahaminya bahwa Maria adalah ibu Allah dalam arti kata yang sempit. Tidak terpikir oleh mereka bahwa Maria semata-mata adalah ibu dari Yesus yang berkodrat manusia. 


By the way, the Bible never calls Mary the mother of God.  The Bible consistently calls Mary the mother of Jesus.  And furthermore, the Bible makes it very clear that Jesus  was the Creator of Mary.  Because we're told in Colossians 1 that Jesus created all things. 
And so the first dogma is acceptable as long as we realize  that the emphasis is that Mary brought the divine-human Child  into the world, but Mary is not the mother of the divine  nature of Jesus Christ. 

Nah, Alkitab tidak pernah menyebut Maria ibu Allah. Alkitab secara konsisten menyebut Maria ibu Yesus. Selanjutnya, Alkitab juga membuatnya sangat jelas bahwa Yesus adalah Pencipta Maria karena kita mendapat tahu di Kolose 1 bahwa Yesus-lah yang menciptakan segala sesuatu.
Jadi dogma yang pertama bisa diterima selama kita sadar bahwa tekanannya ialah Maria yang melahirkan Anak manusia-Ilahi ke dunia, tetapi Maria bukanlah ibu Yesus yang berkodrat Ilahi.


Now the second dogma that the Roman Catholic Church has adopted concerning Mary, is the idea of the perpetual  virginity of Mary.  Basically this teaches that Mary was a virgin when Jesus  was conceived in her womb.  She was also a virgin after Jesus was born.  And furthermore, she remained a virgin the rest of her life.  In other words, Joseph never had sexual relations with Mary ever in the times that they were married.
So, basically, three ideas:
1.   When Jesus was  conceived, she was a virgin. 
2.   When Jesus was born, she remained a virgin. 
3.   And all the rest of her life she also was a virgin. 

Sekarang, dogma yang kedua yang diambil gereja Roma Katolik tentang Maria ialah konsep keperawanan Maria yang tidak pernah berubah. Pada dasarnya ini mengajarkan bahwa Maria adalah seorang perawan ketika Yesus dibuahi di rahimnya. Dia juga seorang perawan setelah Yesus lahir. Dan selanjutnya dia tetap seorang perawan seumur hidupnya. Dengan kata lain, Yusuf sama sekali tidak pernah punya hubungan seksual dengan Maria selama perkawinan mereka. 
Jadi, pada dasarya, tiga konsep:
1.   Ketika Yesus dibuahi, Maria seorang perawan.
2.   Ketika Yesus dilahirkan, Maria tetap seorang perawan.
3.   Sepanjang hidupnya Maria selalu seorang perawan.


Now why would the Roman Catholic Church teach such an idea?  You see, as you examine Roman Catholic theology, you discover that sexual relations in Roman Catholicism are looked upon as something negative.  Primarily from the times of Saint Augustine,  who had problems with sex himself,  with his sexual desires, he came up with the idea that original sin was sexual sin.  And, therefore, from that time on sexual relations,  even within marriage, are looked upon as something  somewhat negative. In fact the idea is that sexual relations within marriage should exist primarily for the purpose of procreation.  And that's why artificial contraceptives are forbidden  even within the marriage relation. Because the idea is that if you use contraceptives,  you're having sex for pleasure.  And sex only exists for procreation. 

Nah, mengapa gereja Roma Katolik mengajarkan konsep seperti ini? Kalian lihat, bila kita meneliti theologi Roma Katolik, kita akan menemui bahwa hubungan seksual dalam Roma Katolikisme itu dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Terutama di zaman St. Ausgustine, yang punya masalah dengan seks, dengan nafsu seksualnya. Dia muncul dengan konsep bahwa dosa asal adalah dosa seksual. Maka, sejak waktu itu hubungan seksual bahkan dalam perkawinan, dipandang sebagai suatu yang negatif. Sebenarnya konsepnya ialah, hubungan seksual dalam perkawinan terutama hanya demi tujuan punya anak. Dan itulah sebabnya mengapa alat kontrasepsi buatan dilarang walaupun dalam suatu ikatan perkawinan. Karena konsepnya ialah, jika kita memakai alat kontrasepsi, berarti kita melakukan seks demi kesenangan, sedangkan seks hanya boleh ada demi tujuan punya anak.


Furthermore, the idea of celibacy in the priesthood comes from this idea that sexual relations is something to be looked down upon, something negative, something defiling. And so the idea is how can a spiritual leader actually defile  himself by having sexual relations with a woman?  So basically there's this negative view of sexuality,  except for the purpose of procreation. And as a result, the idea is that Mary could not have had  sexual relations with Joseph, even after the moment that Jesus was born. 
Therefore the Council of Trent said, “If anyone should say that  the marriage state is better than celibacy,  let him be accursed.” 
So in Roman Catholicism the idea is that celibacy is much better  than the state of marriage.

Lebih lanjut, konsep selibat pada imam-imam berasal dari konsep ini bahwa hubungan seksual adalah sesuatu yang dianggap rendah, sesuatu yang negatif, sesuatu yang menajiskan. Jadi, bagaimana seorang pemimpin spiritual boleh menajiskan dirinya dengan menjalin hubungan seksual dengan seorang perempuan? Maka pada dasarnya ada pandangan yang negatif ini tentang seks, kecuali demi tujuan mempunyai anak. Dan sebagai akibatnya, muncullah konsep bahwa Maria tidak mungkin menjalin hubungan seksual dengan Yusuf walaupun setelah Yesus lahir.
Oleh sebab itu Konsili Trent berkata, “Jika ada yang berkata bahwa status menikah lebih baik daripada hidup selibat, biarlah dia dikutuk.”
Jadi dalam Roma Katolikisme, selibat itu lebih baik daripada status menikah.


I'd like to read you a statement that's written by  a Roman Catholic scholar in the book, Mary in the Bible,  Questions and Answers, page 26.  Notice the rationale that he gives for Mary never having had  sexual relations after Jesus was brought into the world.  He says this: “The womb that bore the God incarnate, was appropriately reserved for Him alone, and not to be used to bear any other creature. Jesus chose to ride on a colt that no one had ever ridden, He was laid in a tomb that no one had ever lain in, likewise He chose the womb of a virgin who had never known a man, and would bear no child but Himself.”
Now it's true that the womb of Mary had not known a child  before the birth of Jesus, but there's no Biblical evidence that the womb of Mary did not know a child after  the birth of Jesus.

Saya ingin membacakan suatu pernyataan yang ditulis oleh seorang pakar Roma Kotalik dalam bukunya Mary in the Bible, Questions and Answers, hal. 26. Perhatikan logika yang diberikannya untuk konsep Maria tidak pernah melakukan hubungan seksual setelah melahirkan Yesus. Dia berkata demikian, “Rahim yang mengandung Allah yang menjelma, sepantasnya disediakan khusus bagiNya saja dan tidak dipakai untuk mengandung makhluk lainnya. Yesus memilih untuk menunggang anak keledai yang belum pernah ditunggangi orang, Dia juga dibaringkan dalam kubur yang belum pernah dipakai untuk membaringkan orang lain, demikian pula Dia memilih rahim seorang perawan yang belum pernah mengenal laki-laki, dan yang tidak akan melahirkan anak lain kecuali DiriNya.”
Nah, memang benar rahim Maria tidak pernah ditempati seorang anak sebelum kelahiran Yesus, tetapi tidak ada bukti alkitabiah bahwa rahim Maria tidak ditempati seorang anak setelah kelahiran Yesus.


In the same book we find this statement: 
“The bottom line taken by most scholars, is that the perpetuity of Mary’s virginity can’t be either proved, or disproved by Scripture alone. In such situations, the Catholic church relies on the other source of revelation, consistent with ancient tradition to reach its doctrinal conclusion. This backup reliance on tradition is itself advocated by the Bible, in the eight places cited earlier  in this treatise…” He cited eight texts where tradition is used,  but it's dealing with the tradition which was held by the apostles; the written tradition of Scripture.  It's not talking about oral tradition.
So, basically, this scholar is saying that the Bible does not prove or disprove the perpetual virginity of Mary.  And when it's not clear in the Bible, then the Roman Catholic Church simply uses tradition to define exactly  what was it that took place. 

Dalam buku yang sama kita dapati pernyataan ini:  “Pandangan mendasar yang diambil kebanyakan pakar ialah, keabadian keperawanan Maria tidak bisa dibuktikan maupun disangkal oleh Kitab Suci saja. Dalam kondisi seperti ini, gereja Katolik bersandar pada sumber-sumber pengungkapan yang lain, konsisten dengan tradisi kuno, untuk mencapai konklusi yang doktrinal. Bersandar pada tradisi sebagai pendukung itu dianjurkan oleh Alkitab sendiri, di delapan tempat yang sudah dikutip sebelumnya dalam risalah ini….” Dia mengutip 8 ayat di mana tradisi dipakai, tetapi itu tentang tradisi yang dipegang para rasul, tradisi Kitab Suci yang tertulis. Itu tidak berbicara tentang tradisi lisan. Jadi pada dasarnya, pakar ini berkata bahwa Alkitab tidak membuktikan maupun menyangkal keabadian keperawanan Maria. Dan bila tidak jelas di Alkitab, maka gereja Roma Katolik memakai saja tradisi untuk menjelaskan persisnya apa yang telah terjadi.


Now the Bible's very clear that God created marriage.  Jesus created marriage.  Marriage is good. Jesus created human beings with sexual organs  which means that there's nothing wrong with having sexual  relations within the state of marriage.  Jesus honored marriage by attending a wedding at Cana.  And He performed His first miracle at this wedding. Furthermore, we're told in Scripture that Joseph did not  know Mary until Jesus had been born, which gives the impression that Joseph did know Mary after this. Furthermore Scripture tells us that Jesus was the firstborn of Mary, which would seem to indicate that if He was the firstborn, there probably were other children as a result of  this marriage relationship. 

Nah, Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa Allah menciptakan perkawinan. Yesus menciptakan perkawinan. Perkawinan itu baik. Yesus menciptakan manusia dengan organ seksual, berarti tidak ada yang salah dengan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan. Yesus menghormati perkawinan dengan menghadiri perkawinan di Kana dan Dia melakukan mujizatNya yang pertama di pesta perkawinan itu. Apalagi kita diberitahu Kitab Suci bahwa Yusuf tidak berhubungan dengan Maria hingga Yesus lahir, yang memberikan kesan bahwa Yusuf berhubungan dengan Maria setelah itu. Lebih jauh, Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa Yesus adalah anak sulung Maria, yang mengindikasikan jika Yesus itu anak sulung, tentunya ada anak-anak yang lain sebagai hasil hubungan perkawinan itu.


Now lets move on to the third dogma of the  Roman Catholic Church: the idea of the immaculate  conception of Mary. Basically, this was proclaimed by Pious IX in his encyclical, Ineffabilis Deus.  And basically what he says in this encyclical is that Mary  did not suffer the result of Adam's sin.  In other words, she came with the nature of  Adam before the fall.  She came with Adam's unfallen nature, in other words. 
Allow me to read you the statement from the encyclical,  the key statement where Pope Pius IX proclaims this dogma.  He says this: “We declare, pronounce and define that the doctrine which holds that the most Blessed Virgin Mary, in the first instance of her conception, by a singular grace and privilege granted by Almighty God in view of the merits of Jesus Christ, the Savior of the human race, was preserved free from all stain of original sin, is a doctrine revealed by God and therefore to be believed firmly and constantly by all the faithful.”

Sekarang mari kita lanjut ke dogma ketiga gereja Roma Katolik: konsep tentang pembuahan imakulata Maria. Pada dasarnya ini dideklarasikan oleh Pius IX dalam surat ensikliknya berjudul Ineffabilis Deus. Dan pada dasarnya apa yang dia katakan dalam ensiklik ini ialah bahwa Maria tidak terkena akibat dosa Adam. Dengan kata lain, Maria lahir dengan kodrat Adam sebelum kejatuhannya. Dengan kata lain, Maria lahir dengan kodrat Adam sebelum Adam berbuat dosa.
Izinkan saya membacakan dari ensiklik ini, pernyataan kunci di mana Paus Pius IX mendeklarasikan dogma ini. Dia berkata demikian, "Kami mendeklarasikan, menentukan  dan menjelaskan bahwa doktrin tentang Perawan Maria yang diberkati, pada saat pertama pembuahannya, telah dibebaskan dari semua noda dosa asal, oleh kasih karunia dan hak istimewa yang dikaruniakan Allah yang Mahakuasa karena jasa Yesus Kristus, Juruselamat umat manusia; adalah suatu doktrin yang dinyatakan oleh Allah, dan oleh karenanya harus diyakini dengan teguh dan tanpa berubah oleh semua orang percaya.”


Now it's very interesting, as you look at the early tradition  of the Roman Catholic Church, there were many of the early fathers that did not believe in the doctrine of the immaculate conception.  You know, the Roman Catholic Church speaks about the uniform  tradition of the fathers in defining a dogma.  But a certain theologian says this:
“Even tradition,  the usual refuge of Roman Catholics, contradicts this Papal dogma.  Augustine, Ambrose, Chrysostom, Eusebius, Anselm, Cardinal Khaeten, St. Antoninus, St. Thomas Aquinas,  Pope Gregory the Great, Pope Innocent III,  and many other fathers, doctors, saints, and popes of the Roman Church clearly deny that Mary was conceived  without original sin.” 
So even the Roman Catholic Church has a series of very  famous scholars, and very famous doctors of the church, and very famous early fathers, who did not believe in the immaculate conception of Mary. In fact, not only in the immaculate conception of Mary, but the fact that Mary actually never committed  any sin in her life. 

Nah, yang sangat menarik, bila kita melihat ke tradisi mula-mula gereja Roma Katolik, ada banyak bapak gereja yang mula-mula yang tidak meyakini doktrin pembuahan imakulata ini. Kalian tahu, gereja Roma Katolik berbicara tentang keseragaman tradisi bapak-bapak gereja dalam mendefinisikan suatu dogma. Tetapi seorang theolog berkata demikian: “Bahkan tradisi, bekking yang biasanya dipakai oleh Roma Katolik, mengkontradiksi dogma Kepausan ini. Augustine, Ambrose, Chrysostom, Eusebius, Anselm, Kardinal Khaeten, St. Antoninus, St. Thomas Aquinas,  Paus Gregory Agung, Paus Innocent III, dan banyak bapak yang lain, doktor-doktor, orang-orang kudus, dan paus-paus dari gereja Roma Katolik yang mula-mula, menyangkal bahwa Maria dibuahi tanpa dosa asal.”
Jadi bahkan di gereja Roma Katolik ada sederetan nama pakar-pakar terkenal, dan doktor-doktor gereja yang sangat terkenal, dan bapak-bapak gereja mula-mula yang sangat terkenal, yang tidak meyakini pembuahan imakulata Maria. Bahkan bukan hanya pembuahan imakulata Maria, tapi faktanya bahwa Maria tidak pernah berbuat dosa apa pun dalam hidupnya.


Now it's interesting to notice that the Bible tells us that Jesus was born “That Holy Thing”
[Luke 1:35], and that Jesus was tempted in all things such as we are, but He never sinned.  But the fact is that the Bible never says that Mary was actually immaculate during the whole period of her life;  that she did not inherit the sinful nature of Adam,  and that she never actually committed any sin, whether it be venial or whether it be mortal sin.  The Bible is silent about any of these things concerning Mary.  In fact the Bible tells us very clearly that all have sinned  and come short of the glory of God.  There is none righteous, no not one.” 
And so what the Bible says about Jesus, the Roman Catholic Church attributes to Mary without any Biblical  justification whatsoever. 

Nah, yang menarik untuk disimak ialah Alkitab mengatakan bahwa Yesus dilahirkan sebagai “Yang Kudus itu” [Lukas 1:35 LAI menerjemahkan: “Anak”], dan bahwa Yesus telah dicobai dalam segala hal sebagaimana kita namun Dia tidak pernah berbuat dosa. Faktanya, Alkitab tidak pernah mengatakan Maria tidak pernah berbuat dosa sepanjang hidupnya, bahwa dia tidak mewarisi kodrat Adam yang berdosa, dan bahwa dia tidak pernah melakukan dosa apa pun, baik yang kecil maupun yang besar. Alkitab bungkam tentang segala hal ini mengenai Maria. Bahkan Alkitab mengatakan dengan sangat jelas bahwa Karena semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai  kemuliaan Allah”, Tidak ada yang benar, seorang pun tidak.” [Rom 3:23, 3:10]
Jadi apa yang Alkitab katakan tentang Yesus, gereja Roma Katolik mengatributkannya kepada Maria tanpa adanya pembenaran yang alkitabiah apa pun.


Now the fourth dogma of the Roman Catholic Church is the idea of the assumption of Mary into heaven after her death. In fact this dogma was proclaimed in an encyclical by Pope Pius XII, November 1, 1950.  And the name of the encyclical is Munificentissimus Deus And this is what he said in this encyclical: “Accordingly, by the authority of our Lord, Jesus Christ, of the Blessed Apostles, Peter and Paul, and by Our own authority, we pronounce, declare and define it to be a divinely revealed dogma, that the Immaculate Mother of God, the ever-virgin Mary, having completed the course of her earthly life, was assumed body and soul into heavenly glory.”

Sekarang, dogma keempat gereja Roma Katolik adalah konsep diangkatnya Maria ke Surga setelah kematiannya. Bahkan dogma ini dideklarasikan dalam suatu surat ensiklik oleh Paus Pius XII tanggal 1 November 1950, dan judul surat ensiklik itu ialah Munificentissimus Deus. Dan inilah yang dikatakannya dalam ensiklik itu:  “Jadi, dengan wewenang Tuhan kita Yesus Kristus, para Rasul yang diberkati Petrus dan Paulus, dan wewenang Kami sendiri, Kami menyatakan, mendeklarasikan dan menentukan ini sebagai dogma yang telah dinyatakan oleh Ilahi, bahwa Ibu Allah yang imakulata, perawan abadi Maria, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke kemuliaan surgawi.”


Now it's interesting to notice in the book that we spoke about  in a previous lecture, The Glories of Mary,  actually a compilation of the Roman Catholic Wisdom concerning Mary, up until the 17th century. St. Alphonsus Liguori wrote this book.  It's interesting to notice the sequence of events that he presents concerning Mary as she neared her death,  after her death, and what happened after her resurrection.  Allow me to go through this very quickly, and you tell me if any of this is actually found anywhere in Holy Scripture.
None of it is.

Nah, menarik untuk disimak buku yang pernah kita singgung dalam pembahasan sebelumnya, The Glories of Mary, yang sebenarnya adalah kumpulan kebijakan Roma Katolik tentang Maria hingga abad ke-17. Yang menulis buku ini ialah St. Alphonsus Liguori. Yang menarik disimak ialah urut-urutan peristiwa yang dia kemukakan tentang Maria menjelang kematiannya, setelah kematiannya, dan apa yang terjadi setelah kebangkitannya. Izinkan saya membacakan ini dengan cepat, dan silakan kalian katakan apakah dari semuanya itu ada yang ditemukan dalam Kitab Suci. Sama sekali tidak ada.


Basically the idea is that after Jesus ascended to heaven, Mary stayed on earth assisting the apostles  in their work of evangelism.  In fact, according to Liguori, she solved their doubts,  comforted them in their persecutions,  and encouraged them to labor for the divine glory,  and the salvation of redeemed souls. 
Also Liguori says that she consoled her loving heart, because she missed Jesus so much, that she visited the holy  sites in Palestine that had been made famous by Jesus. Supposedly, according to Liguori, a few days before  her death, the Lord sent the archangel Gabriel,  who said to her the following words: “Come then to take possession of thy kingdom for I, and all its holy inhabitants  await and desire thee.”  She then shared this information with the apostle John. And then, according to Liguori, she once again did a tour of  all of the holy sites that had been made famous by her Son.  During this period, according to Liguori, Mary was accompanied  constantly by the angels. 
Liguori continues saying, that shortly before her death,  all of the disciples ~ even though some of them,  at this point, had already died ~  all of the disciples were miraculously gathered or  assembled in Mary's room.  And she informed them that she was going to leave,  and she was going to go to Paradise to intercede  and to pray for them.  In fact Liguori says that the disciples complained  when she said this.  These are the words: “We have already lost on earth Jesus,  our Master and Father, who has ascended into heaven. Until now we have found conciliation in thee...” they're speaking to Mary,  “...our Mother, and now how canst thou also leave us orphans?”  It's interesting. Jesus says, “I'm not going to leave you orphans.”  But He didn't say, “I'm not going to leave you orphans because  I'm going to leave you Mary.” He said, “I'm not going to leave you orphans,  because I'm going to send you the Holy Spirit.”  He uses that very word. 
And then she responds to the disciples by saying, “I do not leave you to abandon you, but to help you still more in heaven by my intercession with God.”  
And then she told the disciples to bury her body  after she had died. And she gave two of her gowns to two virgins who had helped  her throughout her life.  Then she called the apostle Peter and told him that he was going to be the head of the church, and that he would be  in charge of the propagation of the faith.  Then she called John and thanked him for taking care of her  after Jesus went to heaven. 
And then the angels finally came, along with Jesus,  and Jesus gave Mary her last communion.  And Jesus spoke these words to Mary: “Receive, O My Mother, from My hands that same body that thou gavest to Me.”  And then as she was breathing her last, she said these words: “My Son, into Thy hands do I commend my spirit.” Then the angels bore Mary to heaven, according to this story. It almost reads like a fairy tale, doesn't it? 
And as they approached the city of God, the angels who accompanied her cried out to those who were within the city, “Lift up your gates, O ye princes, and be ye lifted up  O eternal gates, and the queen of glory shall enter in.”  By the way, that's a variation of Psalm 24 which was sung when  Jesus entered the heavenly Jerusalem. 
And then she arrives in heaven, and she's praised by a certain  group of individuals in their proper order.  Let me tell you what the order is.  First she's praised by angels, then by saints,  then by confessors, then by martyrs, then by Saint James,  then by the prophets, then the patriarchs, then Adam and Eve,  then Saint Simeon, then Saint Zachary, Saint Elizabeth,  Saint John the Baptist, Saint Joachim, Saint Anne, and finally she is greeted by her very own husband, Saint Joseph.  But that's not all. 
Finally, this is what Liguori says is the capstone  of this experience: The Father crowned her by  imparting His power to her, and the Son His wisdom,  the Holy Ghost His love.  And the three divine Persons, placing her throne at the right  hand of that of Jesus, declared her sovereign  of heaven and earth, and commanded the angels,  and all creatures to acknowledge her as their queen,  and as such to serve and to obey her. 
Now you tell me where in Scripture do  you find any of that?  You don't find that anywhere.
You can find it in Apocryphal Gospels way back in the second  and the third century, but you look in vain in Scripture  for even any reference to the death of Mary.  The last reference that we find in Scripture is Acts 1:14 where  we're told that Mary was in the upper room with the apostles. 

Pada dasarnya, konsepnya ialah setelah kenaikan Yesus ke Surga, Maria tinggal di dunia membantu para rasul dalam pekerjaan penginjilan mereka. Bahkan, menurut Liguori, Maria menyelesaikan keragu-raguan mereka, menghibur mereka dalam penganiayaan, dan memberikan semangat kepada mereka untuk bekerja bagi kemuliaan Ilahi dan keselamatan jiwa-jwa yang ditebus.
Juga Liguori berkata bahwa karena Maria begitu merindukan Yesus, dia menghibur hatinya yang lembut dengan mengunjungi tempat-tempat suci di Palestina yang menjadi terkenal karena Yesus.
Konon, menurut Liguori, beberapa hari sebelum kematiannya, Tuhan mengirim malaikat agung Gabriel yang berkata demikian kepada Maria, “Marilah kalau begitu, ambillah kerajaanmu, karena aku dan semua penghuninya yang kudus menantikan dan merindukan engkau.”  Maria lalu menyampaikan informasi ini kepada rasul Yohanes. Lalu, menurut Liguori, sekali lagi Maria pergi keliling ke semua tempat kudus yang telah dibuat terkenal oleh Anaknya. Selama masa itu, menurut Liguori, Maria selalu ditemani oleh para malaikat.
Liguori melanjutkan berkata, bahwa tidak lama sebelum kematiannya, semua murid ~ padahal beberapa dari mereka pada saat ini sudah meninggal ~ semua murid secara mujizat berkumpul di kamar Maria. Dan Maria memberitahu mereka bahwa dia akan pergi, dan dia akan ke Firdaus untuk menjadi perantara dan mendoakan mereka. Malah Liguori berkata bahwa para murid mengeluh ketika Maria berkata begitu. Kata-katanya ialah, “Kami di dunia sudah kehilangan Yesus, Guru dan Bapa kami, yang telah naik ke Surga. Hingga kini kami temukan pendamaian dalam dirimu…” mereka berbicara kepada Maria, “…ibu kami, dan sekarang mengapa engkau mau pergi meninggalkan kami sebagai yatim piatu?”  Menarik. Yesus berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian yatim piatu” [Yoh. 14:18] tetapi Yesus tidak berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian yatim piatu karena Aku akan meninggalkan Maria buat kalian.” Yesus berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian yatim piatu karena Aku akan mengirimkan Roh Kudus.” [Yoh. 14:16-18]. Liguori memakai kata-kata yang sama.
Lalu Maria menjawab murid-murid dengan berkata, “Aku tidak pergi untuk meninggalkan kalian, tetapi untuk membantu kalian lebih banyak di Surga melalui perantaraanku dengan Allah.”
Lalu dia menyuruh para murid untuk menguburkan tubuhnya setelah kematiannya. Dan dia memberikan dua pakaiannya kepada dua orang perawan yang telah membantunya selama hidupnya. Lalu dia memanggil rasul Petrus dan memberitahunya bahwa dia akan menjadi kepala gereja, dan bahwa dia yang akan bertanggung jawab atas penyebaran Injil. Lalu dia memanggil Yohanes dan mengucapkan terima kasih karena telah memeliharanya setelah Yesus naik ke Surga.
Kemudian malaikat-malaikat datang, bersama dengan Yesus dan Yesus memberi Maria komuninya yang terakhir. Dan Yesus mengucapkan kata-kata ini kepada Maria, “Terimalah, Oh, ibuKu, dari tanganKu, tubuh yang sama yang telah engkau berikan kepadaKu.”  Kemudian selagi Maria menarik napasnya yang terakhir, dia mengatakan kata-kata ini, “Anakku, ke dalam tanganMu aku serahkan rohku.”  Lalu para malaikat membawa Maria ke Surga, menurut kisah ini. Kedengarannya seperti cerita khayal, bukan?
Dan ketika mereka mendekati kota Allah, para  malaikat yang mendampingi Maria berseru kepada mereka yang berada di dalam kota,   “Angkatlah pintu gerbangmu, O, kalian para pangeran. Dan terangkatlah kamu pintu-pintu yang abadi, dan ratu kemuliaan akan masuk.”  Ketahuilah, ini merupakan variasi Mazmur 24 (ayat 7, 9) yang dinyanyikan ketika Yesus masuk ke Yerusalem surgawi.
Lalu Maria tiba di Surga, dan dia dipuji oleh kelompok-kelompok sesuai urutannya. Izinkan saya memberitahu kaian bagaimana susunannya. Pertama dia dipuji para malaikat, kemudian oleh orang-orang kudus, kemudian oleh para pengaku iman, lalu oleh para martir, lalu oleh St. Yakobus, lalu oleh para nabi, lalu oleh para bapak iman, lalu oleh Adam dan Hawa, lalu St. Simeon, lalu St. Zakharia, St. Elizabeth, St. Yohanes Pembaptis, St. Yoakim, St. Anne, dan akhirnya dia disambut oleh suaminya sendiri, St. Yusuf. Tapi bukan hanya ini.
Akhirnya, ini yang dikatakan Liguori yang merupakan puncak peristiwa itu: Allah Bapa memahkotainya dengan memberikan kuasaNya kepada Maria, dan Anak memberikan kebijaksanaanNya, dan Roh Kudus memberikan kasihNya. Dan ketiga Pribadi Ilahi, menempatkan takhta Maria di sebelah kanan Yesus, mendeklarasikannya penguasa Surga dan bumi, dan memerintahkan para malaikat dan semua makhluk ciptaan untuk mengakui Maria sebagai ratu mereka, dan dengan demikian, melayani dan mematuhinya
Coba kalian katakan di mana dalam Kitab Suci ditemukan semua itu? Tidak ada di mana pun!
Kalian bisa menemukannya dalam Injil Apokripa yang ditulis di abad ke-2 dan ke-3 dulu, tetapi di dalam Kitab Suci kita akan mencarinya dengan sia-sia, karena kematian Maria saja tidak disebutkan. Referensi terakhir yang kita temukan di Kitab Suci ialah di Kisah 1:14 di mana dikatakan bahwa Maria berada di ruang atas bersama para rasul.


By the way, do you know that Pope Gelasius I, who lived in  the fifth century, condemned the idea of  the assumption of Mary?  He was a Pope of the Roman Catholic Church  in the fifth century: Gelasius I.  He condemned the idea of the assumption of Mary.  But, interestingly enough, Pius XII, another Pope,  said that Gelasius was wrong, and that Mary  was assumed to heaven.  And he said this in the year 1950. 

Nah, tahukah kalian bahwa Paus Gelasius I yang hidup di abad ke-5 mengutuk konsep diangkatnya Maria ke Surga? Dia adalah seorang Paus dari gereja Roma Katolik di abad ke-5, Gelasius I. Dia mengutuk konsep diangkatnya Maria ke Surga.
Tetapi yang cukup menarik, Pius XII, Paus yang lain, mengatakan bahwa Gelasius salah, dan bahwa Maria betul diangkat ke Surga, dan dia mengatakan ini di tahun 1950.


Now listen to what Karl Keating, a Roman Catholic theologian has to say about the assumption of Mary. He's criticizing fundamentalist Protestant theologians,  and he says this: “Still, Fundamentalists asks, where is the proof from Scripture?...” that is for the assumption.  “…Strictly, there was none,…” says Karl Keating. “…It was the Catholic church that was commissioned by Christ to teach all nations and to teach them infallibly. The mere fact that the church teaches the doctrine of assumption as something definitely true, is a guarantee that it is true.”  So just because the church teaches it, and the church says  it's true, therefore it is true. That's some kind of circular reasoning. 

Sekarang dengarkan apa kata Karl Keating, seorang theolog Roma Katolik tentang diangkatnya Maria ke Surga. Dia mengritik theolog-theolog Protestan fundamentalis dan dia berkata demikian,  “Namun Fundamentalis bertanya, mana buktinya dari Kitab Suci?...” ini tentang pengangkatan Maria ke Surga. “…Tegasnya, tidak ada…” kata Karl Keating. “…Gereja Katolik-lah yang diberi tugas oleh Kristus untuk mengajar segala bangsa dan mengajar mereka kebenaran yang tidak bisa dibantah. Fakta sederhananya bahwa gereja mengajarkan doktrin pengangkatan Maria sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh benar, sudah merupakan jaminan bahwa itu memang benar.” Jadi, hanya karena gereja mengajarkannya, dan gereja mengatakan itu benar, maka itu benar. Ini kan alasan yang berputar-putar.


As I mentioned, the last mention of Mary in the  Bible is in Acts 1:14.  And when you ask the Roman Catholic Church, “Why would God  assume Mary to heaven?”  They say, “Well, He assumed Elijah, and He assumed Enoch  to heaven, and Mary was much more eminent than they.”
And as you read the sources you find expressions such as this:  “it was eminently fitting”, “it was most appropriate”, “there is a long tradition”.  But never do you find a single reference from Scripture  to support any idea about the assumption of Mary to heaven. 

Seperti yang sudah saya katakan, terakhir kalinya nama Maria muncul di Alkitab adalah di Kisah 1:14.  Dan bila kita bertanya kepada gereja Roma Katolik, “Mengapa Allah mengangkat Maria ke Surga?” Mereka berkata, “Nah, Allah mengangkat Elia, dan Dia mengangkat Henokh ke Surga, dan Maria lebih istimewa daripada mereka.”
Dan bila kita membaca sumber-sumbernya, kita akan menemukan ungkapan-ungkapan sbb.: “hal itu sangat pantas”, “itu sangat layak”, “itu adalah tradisi yang lama.” Tetapi kita tidak pernah akan menemukan satu pun referensi dari Kitab Suci yang mendukung konsep apa pun tentang pengangkatan Maria ke Surga.


Now we know that “Mary”, in recent years, and I put Mary in  quotation marks, has been appearing in different  parts of the earth.  Now if this is not Mary, the question is who is it? I'm going to throw out that question for now because we're  going to deal with that in our last lecture.  You know, if Mary really is in the tomb awaiting the call of Jesus, who will descend from heaven with a shout,  with the voice of the Archangel, and the trump of God,  there's someone who's appearing all over the earth; purportedly she says she's Mary.
The question is if it's not Mary, who would it be?  We'll deal with that a little bit later.

Nah, kita tahu bahwa “Maria” di tahun-tahun belakangan ini ~ dan saya menempatkan Maria dalam tanda kutip ~ telah muncul di pelbagai tempat di bumi. Nah, jika ini bukan Maria, pertanyaannya ialah, siapakah itu? Saat ini saya hanya akan melemparkan pertanyaan itu karena nanti dalam pelajaran kita yang terakhir kita akan membahasnya.  Kalian tahu, jika Maria sebenarnya ada dalam kubur menunggu panggilan Yesus yang akan turun dari Surga dengan satu seruan, dengan suara Penghulu Malaikat, dan sangkakala Allah, maka ada seseorang yang muncul di pelbagai tempat di bumi yang konon mengatakan bahwa dia adalah Maria.
Pertanyaannya, jika itu bukan Maria, siapakah dia? Kita akan membahas ini nanti.


The Roman Catholic Church uses Revelation 12:1 to say that  Mary is in heaven.  You know, it speaks about this woman who is clothed  with the sun, and moon is under her feet, and on her head  she has a crown of twelve stars.  They say, “See, this is Mary. Because she's with child, and the child's about to be born.” What they don't realize is that Mary is standing on the moon,  and she's clothed with the sun, and she has the crown of twelve  stars on her head before Jesus is born.  They use this scene to say that this is after Mary has been  enthroned in heaven and she's been crowned, that she has this  crown of twelve stars.  But the fact is she's depicted that way, this woman is depicted that way before Jesus even is born.  So this is not talking about the glorification of Mary. 

Gereja Roma Katolik menggunakan Wahyu 12:1 untuk mengatakan Maria berada di Surga. Kalian tahu, ayat itu berbicara tentang seorang perempuan yang bersalutkan matahari dan bulan berada di kakinya, dan di kepalanya ada mahkota dengan dua belas bintang. Mereka berkata, “Lihat, ini Maria, karena perempuan itu sedang mengandung, dan anaknya akan segera lahir.”
Apa yang tidak mereka sadari ialah Maria ini sedang berdiri di atas bulan dan dia berselubungkan matahari, dan dia mengenakan mahkota dengan 12 bintang di kepalanya, sebelum Yesus dilahirkan! Mereka menggunakan adegan ini untuk mengatakan bahwa ini adalah Maria setelah dijadikan ratu di Surga dan diberi mahkota, mahkota dengan 12 bintang itu. Tetapi faktanya, perempuan di ayat itu digambarkan demikian adalah sebelum Yesus dilahirkan. Jadi adegen ini tidak berbicara tentang dimuliakannya Maria.


Furthermore, the Bible says that for 1260 years the woman,  this woman, fled to the wilderness.  Well, how could the woman flee into the  wilderness if this was Mary?  I thought she would be heaven, not in the wilderness. 
Furthermore, in the Bible a day is equal to a year.  This would mean 1260 years.  The fact is that according to Roman Catholic theology,  all during this church period Mary was not on earth at all.  Mary was interceding with her Son, and through the Son,  with the Father in heaven.  By the way, Scripture makes it very clear that this woman  represents the saints.  This woman represents the church.  Because the little horn it says persecutes the saints  of the Most High, for time, times, and the dividing of time.  Revelation 12 says that the woman is persecuted  for the same period of time: time, times,  and the dividing of time.  So you compare those two, the saints in Daniel 7 are the same as the
woman in Revelation 12. 

Lebih lanjut, Alkitab berkata bahwa selama 1260 tahun perempuan ini lari ke padang gurun. Nah, bagaimana perempuan ini bisa lari ke padang gurun jika dia adalah Maria? Katanya Maria seharusnya berada di Surga, bukan di padang gurun.
Selain itu, di Alkitab, satu hari itu sama dengan satu tahun. Berarti ini 1260 tahun. Faktanya, kalau menurut theologi Roma Katolik, selama masa periode gereja, Maria sama sekali tidak berada di bumi, Maria menjadi perantara Anaknya, dan melalui Anaknya, dengan Allah Bapa di Surga.
Nah, Kitab Suci dengan jelas mengatakan bahwa perempuan ini melambangkan orang-orang kudus. Perempuan ini melambangkan gereja, karena si tanduk kecil dikatakan menganiaya orang-orang kudus Yang Mahatinggi selama satu masa, masa-masa, dan setengah masa. Wahyu pasal 12 berkata bahwa perempuan ini, dianiaya selama waktu yang sama, yaitu satu masa, masa-masa, dan setengah masa. Maka jika kita membandingkan keduanya, orang-orang kudus di Daniel pasal 7 sama dengan perempuan di Wahyu pasal 12.


Now we need to dedicate some time to talk about a final dogma  which has been discussed within the Roman Catholic Church.  It has not been proclaimed as a dogma yet, but there is a  great amount of discussion concerning this.  And it is the idea that Mary is
1. Coredemptrix with Jesus. 
2. Advocate with the Father. 
3. Mediatrix of all graces between the Father  and the human race. 

Allow me to read you a couple of statements here.  These are from Saint Alphonsus Liguori where he explains  how Mary actually is coredemptrix along with Jesus. This is found on page 397 of his book, The Glories of Mary.  Speaking about the early years of Mary, when she actually took Jesus to the temple to dedicate Him when He was 8 days old,  we find this statement: “She…”, that is Mary, “…fully understood  from the prophets that He was to be betrayed  by one of His disciples.”  There's no indication in the Bible that she fully believed that He was going to be betrayed by one of His disciples.  He goes on to say that “…Mary knew that the disciples would forsake Jesus, that He would be treated with contempt, that He would be spit upon and derided by the people.  She knew that at the end of His life His flesh would be torn  and mangled by scourges. She knew that He was to be pierced by nails.  And yet knowing all of this, she pronounced the sentence that her Son should die and die by so ignominious and painful death, saying, ‘Eternal Father, since Thou willest that it should be so, not my will, but Thine be done, I unite my will to Thy most holy will, and I sacrifice this, my Son to Thee.’…” 

Sekarang kita perlu mendedikasikan sedikit waktu untuk berbicara tentang dogma yang terakhir, yang telah dibahas di dalam gereja Roma Katolik. Ini belum diumumkan sebagai dogma, tetapi sudah ada banyak diskusi mengenai hal ini. Dan konsepnya ialah Maria adalah:
1.   coredemptrix (= rekan penebus) bersama Yesus.
2.   pembela manusia pada Allah Bapa
3.   mediatrix (= perantara) semua karunia Allah Bapa kepada umat manusia.

Izinkan saya membacakan dua pernyataan di sini yang berasal dari St. Alphonsus Liguori di mana dia menjelaskan bagaimana Maria sebenarnya adalah rekan penebus bersama dengan Yesus. Ini ada di hal. 397 bukunya The Glories of Mary. Berbicara tentang masa muda Maria ketika dia membawa Yesus ke Bait Allah untuk mendedikasikanNya saat Yesus berusia 8 hari, kita melihat pernyataan ini: “Dia…” maksudnya Maria, “…sepenuhnya paham dari tulisan nabi-nabi bahwa Yesus akan dikhianati oleh salah satu muridNya.” Di Alkitab tidak ada indikasi bahwa Maria sepenuhnya paham Yesus akan dikhianati salah satu muridNya. Liguori melanjutkan berkata, “…Maria sudah tahu bahwa murid-muridNya akan meninggalkan Yesus, bahwa Yesus akan diperlakukan dengan penuh kebencian, bahwa Dia akan diludahi dan diolok-olok orang. Maria sudah tahu bahwa saat akhir hidupNya, dagingNya akan tercabik dan terluka oleh pukulan-pukulan cambuk. Maria sudah tahu bahwa Yesus akan ditusuk paku. Walaupun dengan mengetahui semua ini, Maria memvonis Anaknya harus mati, dan mati dengan cara yang sedemikian terhina dan sengsaranya, dengan berkata, ‘Bapa yang kekal, karena Engkau yang telah menghendakinya demikian, bukan kehendakku, tetapi kehendakMu-lah yang jadi. Aku persatukan kehendakku dengan kehendakMu yang paling kudus, dan aku kurbankan ini, Anakku kepadaMu.’…”


Here's another statement that we find on page 40 of Liguori.  And this is a particularly significant statement. He quotes words by Andrew of Crete,  and these are the words: “The wills of Christ, and of Mary,  were then united so that both offered the same holocaust…”  Holocaust means sacrifice.  So their hearts were united.  They offered the same sacrifice.  “…She therefore producing with Him the one effect:  the salvation of the world.”  In other words, they both became Saviors of the world,  because their wills were merged, and they offered  the one sacrifice. 
He continues saying: “At the death of Jesus, Mary united her will to that of her Son.  So much so that both offered one and the same sacrifice.  And therefore the holy abbot says that both the Son,  and the mother effected human redemption,  and obtained salvation for men.  Jesus, by satisfying for our sins, Mary by obtaining the  application of this satisfaction to us.”  In other words, Jesus paid for the satisfaction of sin,  but then Mary is able to be our advocate before the Father,  because she participated in the sacrifice, and she's able to  mediate all of the graces that come from God to us.  In other words Jesus paid the sacrifice portion,  and she does the advocacy, and the mediatorial function.  Because they both participated, according to this view, in the redemption of the human race. 
He continues saying: “Hence Denis the Carthusian also asserts that the Divine Mother can be called  the Savior of the world, since by the pain that she endured  in commiserating her Son, willingly sacrificed by her to divine justice, she merited that through her prayers  the merits of the passion of the Redeemer should be  communicated to men.” In other words, Jesus offered the sacrifice,  but Mary is the one who can distribute the benefits of the sacrifice of Jesus, because her will was merged with the will of Jesus, and they offered the  same sacrifice to God. 

Ini pernyataan yang lain yang kita dapati di hal. 40 buku Liguori. Dan ini adalah pernyataan yang signifikan. Dia mengutip kata-kata Andrew dari Kreta, dan inilah kata-katanya: “Kehendak Kristus dan Maria, sedemikiannya menyatu sehingga keduanya mempersembahkan holokos yang sama…” Holokos artinya kurban. Jadi hati mereka menyatu. Mereka mempersembahkan kurban yang sama. “…Dengan demikian Maria menghasilkan hasil yang satu bersama Yesus: yaitu keselamatan bagi dunia.” Dengan kata lain, mereka berdua menjadi Juruselamat dunia, karena kehendak mereka menyatu, dan mereka mempersembahkan kurban yang sama.
Liguori melanjutkan, “Pada saat kematian Yesus, Maria mempersatukan kehendaknya dengan kehendak Anaknya, sehingga mereka berdua mempersembahkan kurban yang satu dan sama. Dan oleh karena itu, biarawan suci itu berkata bahwa baik Anak maupun ibuNya menghasilkan penebusan manusia dan mendapatkan keselamatan bagi manusia. Yesus dengan membayar dosa-dosa kita, Maria yang membuat jasa penebusan tersebut bisa kita nikmati.” Dengan kata lain, Yesus yang membayar untuk hukuman dosa, tetapi Maria yang sanggup menjadi pembela kita di hadapan Allah Bapa karena dia ikut ambil bagian dalam pengurbanan itu, dan dia bisa menjadi perantara bagi semua karunia yang datang dari Allah untuk kita. Dengan kata lain Yesus membayarkan porsi penebusannya, dan Maria yang berfungsi sebagai pembela dan perantara. Karena menurut pandangan ini, mereka berdua sama-sama ikut ambil bagian dalam penebusan umat manusia.
Liguori melanjutkan berkata, “Itulah sebabnya Denis dari Ordo Karthusia juga menegaskan bahwa Ibu Ilahi ini bisa juga disebut Juruselamat dunia, karena melalui penderitaan yang dialaminya saat merasakan penderitaan Anaknya, yang dikurbankan olehnya dengan sukarela kepada keadilan Ilahi, maka melalui doa-doanya, Maria layak menyampaikan jasa pengorbanan Sang Penebus kepada manusia.” Dengan kata lain, Yesus mempersembahkan kurbannya, tetapi Maria-lah yang boleh membagikan manfaat pengorbanan Yesus, karena kehendak Maria telah menyatu dengan kehendak Yesus, dan mereka mempersembahkan kurban yang sama kepada Allah.


Now it's probably well known that John Paul II, who was Pope  until recently, was very devoted to Mary. In fact he greatly admired the Virgin Mary.  On his coat of arms he had the inscription,  Totus tuus sum, Maria, in other words, “I'm all yours, Mary.” In fact inside his pontifical robes he had written,  Totus tuus, “all yours”; referring to Mary.  In fact he consecrated Russia to the Virgin Mary.  And shortly thereafter the communist block  in Eastern Europe, and in the former Soviet Union failed.  He believed that his life had been spared by  the Virgin Mary when he was shot.  In fact John Paul II visited almost every single Marian  shrine in the whole world.  On March 25, 1987 he published a very important encyclical. The name of it was Redemptoris Mater, “Mother the Redeemer”. And basically in this encyclical he splashed a whole bunch of  Scripture that has absolutely nothing to do with Mary, texts drawn out of context with the purpose of trying to  convince people that the idea of Mary as the coredemptrix  actually has a Biblical foundation. 
In fact John Paul II six times in his writings referred to Mary  directly as coredemptrix. This is more times than any Pope in the history of the Roman Catholic Church.

Nah, mungkin sudah bukan rahasia lagi bahwa Paus Yohanes Paulus II, yang menjabat Paus hingga akhir-akhir ini, sangat setia kepada Maria. Bahkan dia sangat mengagumi Perawan Maria. Pada lambang kepausannya tertulis Totus tuus sum, Maria, dengan kata lain,  “aku seluruhnya milikmu, Maria.” Malah, di bagian dalam jubah kepausannya, tertulis Totus tuus, (“seluruhnya milikmu”) mengacu kepada Maria. Bahkan dia mempersembahkan Rusia kepada Perawan Maria, dan tak lama setelah itu, blok komunisme di Eropa Timur dan Uni Sovjet jatuh. Dia meyakini hidupnya telah diselamatkan oleh Perawan Maria ketika dia ditembak. Dan Yohanes Paulus II mengunjungi hampir semua kuil pemujaan untuk Maria di seluruh dunia. Pada 25 Maret 1987, dia mempublikasikan ensiklik yang sangat penting, judulnya Redemptoris Mater, “Ibu, yang menebus.”. Dan pada dasarnya dalam ensiklik ini dia menebarkan sejumlah ayat Kitab Suci yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Maria, teks-teks yang dicomot di luar konteks dengan tujuan berusaha meyakinkan orang bahwa konsep Maria sebagai rekan-penebus sebenarnya punya dasar alkitabiah.
Bahkan Yohanes Paulus  II enam kali dalam tulisannya menyebut Maria secara langsung sebagai rekan-penebus. Ini jauh lebih banyak dari yang pernah dilakukan Paus mana pun dalam sejarah gereja Roma Katolik.


In fact allow me to read you some statements from  John Paul II to this effect.  He quotes Philippians 2:5-8 and then he says this:  “Mary shares through faith in the shocking mystery of this self-emptying…”  because it talks about Jesus emptying Himself.  “…This is perhaps the deepest ‘kenosis’…”    which means emptying,  “… of faith in human history. Through faith, the mother shares in the death of her Son, in His redeeming death.”  So she shares in the death of her Son in His redeeming death,  according to John Paul II. 

Izinkan saya membacakan beberapa pernyataan Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dia mengutip Filipi 2:5-8 kemudian berkata demikian, “Melalui iman Maria ikut merasakan misteri pengosongan diri yang sangat mengguncang ini…” karena ayat-ayat itu berbicara tentang Yesus mengosongkan DiriNya,  “…Mungkin ini adalah ‘kenosis’…” artinya pengosongan diri   “…iman yang paling mendalam dalam sejarah manusia. Melalui iman, sang ibu ikut merasakan kematian Anaknya, dalam kematianNya yang menebus.”  Jadi Maria ikut merasakan kematian Anaknya, dalam kematianNya yang menebus, menurut Yohanes Paulus II.
 

In another statement we find John Paul II saying this:  “In this way Mary's motherhood continues unceasingly in the church as the mediation which intercedes.  And the church expresses her faith in this truth by invoking  Mary under the titles of Advocate, Auxiliatrix…”  that is helper, “…Adjutrix, and Mediatrix.” 

Dalam pernyataan yang berbeda kita melihat Yohanes Paulus II berkata demikian, “Dengan cara ini, keibuan Maria berlangsung selamanya dalam gereja sebagai perantara yang mengantarai. Dan gereja menyatakan imannya dalam kebenaran ini dengan memohon kepada Maria dalam kapasitasnya sebagai Pembela, Penolong…” yaitu pembantu, “…Adjudan, dan Perantara.”


In an address that he gave in Nagasaki in Japan,  John Paul II says this: “There is no better way to approach her Son than through her.” [Feb, 26, 1981].

Dalam pidato yang disampaikannya di Nagasaki Jepang, Yohanes Paulus II berkata demikian: “Tidak ada cara yang lebih baik untuk mencapai Anaknya daripada melalui dia [Maria].” (26 Februari 1981)


In a speech that he gave in Argentina he said these words:
“In the evangelizing history of the church, the Virgin Mary has occupied and continues to occupy a singularly unique place. It has rightly been said: ‘to Christ, through Mary’.” [Address in Mendoza, Argentina, October 12, 1980]
In other words Mary, because she is coredemptrix,  she is also our advocate before her Son, so that her Son then  can be the Advocate before His Father. 

Dalam pidato yang disampaikan di Argentina, dia mengatakan  ini, “Sepanjang sejarah penginjilan gereja, Perawan Maria menduduki dan  terus menduduki satu-satunya tempat yang instimewa. Benarlah apa yang dikatakan, ‘ke Kristus melalui Maria’.” [Pidato di Mendoza, Argentina, 12 Oktober 1980].
Dengan kata lain, karena Maria adalah rekan-penebus, dia juga pembela kita di hadapan Anaknya, agar Anaknya kemudian bisa menjadi Pembela di hadapan BapaNya.


We also notice in the encyclical, Salvifici Doloris,  that John Paul II says this: “Her ascent of Calvary…”  that is Mary's ascent of Calvary,  “…and her standing at the foot of the cross together with the beloved disciple, were a special sort of sharing in the redeeming death of her Son.”  [pg.25]

Kita juga perhatikan di ensiklik Salvifici Doloris, Yohanes Paulus II berkata demikian, “Dengan naik ke Kalvari…”  kenaikan Maria ke Kalvari, “…dan dengan berdiri di kaki salib bersama murid yang dikasihi, adalah semacam aksi berbagi dalam kematian Anaknya yang menebus manusia.” [hal. 25]


You know, there's a theologian, I believe he's a Spanish  theologian, Mark Miravalle, who before the death of John Paul II  did a signature gathering campaign to try to get as many  Catholics as possible to write to John Paul II so that he would  proclaim this last dogma.  By the way, the dogma would be that Mary is coredemptrix  of humanity, mediatrix of all graces,  and advocate for the people of God.  He gathered millions of signatures that were sent to  John Paul II so that he would proclaim this final dogma that Mary is coredemptrix, advocate,  and also mediatrix of all graces.  In fact in the same article that I referred to earlier in the Fresno Bee, we find this very revealing statement: 
“Speculation centers on the possibility that  Pope John Paul II may declare as dogma that Mary is  coredemptrix of humanity, mediatrix of all graces,  and advocate for the people of God.”  Now we know that it didn't happen.  But the subject is still being agitated far-and-wide within the  Roman Catholic Church. And there are millions of Catholics, both among the clergy and the laity, who are pushing for Pope Benedict XVI  to proclaim a fifth dogma, which would be that Mary is coredemptrix, advocate, and mediatrix of all graces. 

Kalian tahu, ada seorang theolog, menurut saya dia seorang theolog dari Spanyol, Mark Miravalle, yang sebelum kematian Yohanes Paulus II, menggalang kampanye untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya tandatangan untuk membuat sebanyaknya-banyaknya umat Katolik menulisi Yohanes Paulus II agar dia bersedia mengumumkan dogma yang terakhir ini. Nah, dogmanya ialah bahwa Maria adalah rekan-penebus bagi manusia, perantara semua karunia Allah, dan pembela umat Allah. Miravalle mengumpulkan jutaan tandatangan yang dikirimnya ke Yohanes Paulus II supaya dia mau memproklamasikan dogma terakhir ini bahwa Maria adalah seorang rekan-penebus, pembela, dan juga perantara semua karunia Allah. Bahkan di artikel yang sama yang saya sebutkan tadi, yang muncul di surat kabar Fresno Bee,  kita mendapatkan pernyataan yang membuka mata kita ini: “Spekulasi berpusat pada kemungkinan Paus Yohanes Paulus II mengumumkan sebagai dogma bahwa Maria adalah rekan-penebus manusia, perantara semua karunia Allah, dan pembela bagi umat Allah.”
Nah, kita tahu bahwa hal itu tidak terjadi, tetapi topik ini masih dibicarakan di mana-mana di dalam lingkungan gereja Roma Katolik. Ada jutaan Katolik, baik di antara klerusnya maupun orang awamnya, yang mendesak Paus Benedict XVI untuk mengumumkan dogma yang kelima, yaitu Maria adalah rekan-penebus, pembela, dan perantara semua karunia.


Notice what Mark Miravalle has to say about the reason why Mary  should be looked at as the coredemptrix. He says this:  “By giving flesh to the ‘Word made flesh’ for our salvation, this act alone rightfully and exclusively merits for the Handmaid of the Lord the title and honor of coredemptrix.” [Mary, Coredemptrix, Mediatrix, Advocate   pg. 8] Coredemptrix means that she's co-redeemer. In fact he goes so far as to say that “If Mary had said no to God,  if she had said, ‘No, I don't want to have Jesus’, there would have been no plan of salvation.  And, therefore, the whole human race would have been lost.”  So when Mary consented to be the mother of Jesus,  she should be looked upon as coredemptrix of the human race. 

Perhatikan apa yang dikatakan Mark Miravalle tentang alasan mengapa Maria harus dianggap sebagai rekan-penebus. Dia berkata demikian, “Dengan memberikan kedagingan kepada ‘Firman yang menjadi manusia’ demi keselamatan kita, maka tindakan ini saja sudah membuat Hamba perempuan Allah ini berhak mendapatkan secara eksklusif titel dan kehormatan rekan-penebus…” rekan penebus artinya dia adalah rekan-juruselamat.   [Mary, Coredemptrix, Mediatrix, Advocate   hal.  8] Malah lebih lanjut lagi dia berkata, Seandainya Maria berkata ‘tidak’ kepada Allah, seandainya Maria berkata ‘Tidak, saya tidak mau melahirkan Yesus’, tidak akan ada rencana keselamatan. Dan sebagai akibatnya seluruh umat manusia akan binasa.” Jadi ketika Maria bersedia menjadi ibu Yesus, dia harus dianggap sebagai rekan-penebus umat manusia.


Now because she's coredemptrix, according to Roman Catholic  theology, she also is the advocate for the people of God. 
Allow me to read a statement from the declaration which was  given at Vatican II, Lumen Gentium, it's paragraph 62,  “The Light of the World”.  This is what it says: “Taken up to heaven, she did not lay aside this saving office, but by her manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation… Therefore the Blessed Virgin is invoked in the church under the titles of: Advocate, Helper, Benefactress and Mediatrix.”
So she not only is coredemptrix, she also is our advocate  with Jesus, and then Jesus is the advocate with the Father. 
But not only does she represent us before Jesus,  according to this new dogma, but also all of the graces that come from Jesus to us must come from the Father, to Jesus,  through Mary, to the human race. 

Nah, karena menurut theologi Roma Katolik Maria adalah rekan-penebus, maka dia juga adalah pembela bagi umat Allah.
Izinkan saya membacakan pernyataan dari deklarasi yang diberikan di Vatikan II, Lumen Gentium, di paragraf 62, “Terang Dunia”. Inilah yang dikatakannya: “Dengan diangkatnya ke Surga, Maria tidak meninggalkan jabatannya sebagai penyelamat, melainkan dengan perantaraannya yang berlapis-lapis, dia terus-menerus memberikan kita karunia keselamatan kekal… Oleh karena itu, di gereja orang memohon kepada Perawan yang diberkati ini dengan sebutan Pembela, Penolong, Pemberi berkat, dan Perantara.”
Jadi Maria bukan hanya rekan-penebus, dia juga adalah pembela kita pada Yesus, kemudian Yesus menjadi Pembela kita pada Allah Bapa.
Tetapi Maria bukan saja menjadi wakil kita di hadapan Yesus menurut dogma yang baru ini, tetapi juga semua karunia yang berasal dari Yesus kepada kita, harus datang dari Allah Bapa, ke Yesus, melalui Maria, ke umat manusia.


In fact allow me to quote from Pope Leo XIII: 
“Every grace granted to man has three degrees of order; for by God it is communicated to Christ, from Christ it passes to the Virgin, and from the Virgin it descends to us.” [Jacunda Semper 1894]

Nah, izinkan saya mengutip dari Paus Leo XIII: “Setiap karunia yang diberikan kepada manusia memiliki tiga tingkat urutan; karena dari Allah Bapa itu disampaikan kepada Kristus, dari Kristus itu diteruskan kepada sang Perawan, dan dari sang Perawan itu turun kepada kita.” [Jacunda Semper 1894]


A few years ago in an article in Newsweek magazine Kenneth Woodward, writing about this dogma, had this very  interesting statement to make, speaking about the drive to have  the Roman Catholic Church proclaim this dogma: 
“If the drive succeeds, Catholics would be obliged as a matter of faith, to accept three extraordinary doctrines:
1.     that Mary participates in the redemption achieved by her Son,
2.     that all graces that flow from the suffering and death of Jesus Christ, are granted only through Mary’s intercession with her Son,
3.     and that all prayers and petitions from the faithful on earth, must likewise flow through Mary, who then brings them to the attention of Jesus.”   [Newsweek “Hail Mary” August 25, 1997  pg. 49]
And he continues saying this ~ and by the way, Woodward  is a Roman Catholic ~ he says: “In place of the Holy Trinity, it would appear there would be a kind of Holy Quartet, with Mary playing the multiple roles of daughter of the Father, mother of the Son, and spouse of the Holy Spirit.”

Beberapa tahun yang lalu dalam sebuah artikel di majalah Newsweek, Kenneth Woodward menulis tentang dogma ini, dan membuat pernyataan yang sangat menarik ini, berbicara mengenai gerakan agar gereja Roma Katolik mendeklarasikan dogma ini: “Jika gerakan itu berhasil, maka berdasarkan iman, umat Katolik harus menerima tiga doktrin yang luar biasa:
1.     Bahwa Maria  ikut ambil bagian dalam penebusan yang dicapai oleh Anaknya,
2.     Bahwa semua karunia yang mengalir dari penderitaan dan kematian Yesus, diberikan hanya melalui perantaraan Maria pada Anaknya.
3.     Dan bahwa semua doa dan permohonan dari umat percaya di bumi, juga sama harus mengalir melalui Maria, yang kemudian membawa mereka kepada perhatian Yesus.” [Newsweek “Hail Mary” August 25, 1997  hal.  49]
Dan dia melanjutkan mengatakan ini ~ dan ketahuilah, Woodward adalah seorang Roma Katolik ~ dia berkata, “Di tempat Trinitas Kudus, sepertinya akan muncul semacam Kuartet Kudus dengan Maria memainkan peranan sebagai putri Allah Bapa, ibu Allah Anak, dan istri Roh Kudus.”


By the way, this petition was examined,  the possibility of this dogma was examined in June of 1997  by 23 theologians of the Roman Catholic Church;  expert maryologists.  And they voted 23 to nothing to table it and to not  proclaim this dogma. 
So you say, “It's a dead issue.” 
Do you want to know the reason why they said that this dogma  should not be proclaimed at this time?  They said out of ecumenical considerations.  In other words, it would not be beneficial at this time  to proclaim this dogma, because Protestants would not want to have a union of the churches, because they're already exasperated by other dogmas that have been proclaimed by the Roman Catholic Church. 

Nah, petisi ini diperiksa, dan kemungkinan dikeluarkannya dogma ini diselidiki di Juni 1997 oleh 23 theolog gereja Roma Katolik yang adalah pakar-pakar khusus tentang Maria, dan mereka mengambil suara 23 lawan 0 (= aklamasi) untuk menunda membahasnya dan untuk tidak mendeklaraskan dogma ini.
Maka kalian berkata, “Kalau begitu ini isu mati.”
Maukah kalian tahu mengapa mereka berkata bahwa dogma ini jangan dideklarasikan saat ini? Mereka berkata, demi pertimbangan ekumenikal. Dengan kata lain,  tidaklah menguntungkan mengumumkan dogma tersebut pada saat ini, karena golongan Protestan tidak akan mau mengadakan persatuan gereja-gereja, berhubung mereka sudah jengkel dengan dogma-dogma lain yang telah dideklarasikan gereja Roma Katolik.


But as Protestants cast aside more and more of the shield of truth, which is the Bible, and more and more they adopt the Roman Catholic view of Mary, the question is,  “Is the time coming when Protestants will be ready to accept even this idea? Particularly in times of national calamities, in times when you have to have somebody who is going to save the human race from annihilation?” Which is the picture, by the way, that is presented not only in the book, The Great Controversy, but which is  presented in the book as we we'll notice in our next lecture,  The Thunder of Justice, by two Roman Catholics.  They say that because of the wickedness of the world Mary is going to send a message that God is sending calamities upon the world until everybody shapes up.
You know, in times of calamities and huge world disasters  people will do strange things, and people will come together. If you don't think so, just remember what happened in 2001.  At least for a short period after this everybody  started going to church.  And everybody said, “We're all brothers.” And everybody helped one another in the streets. And people bought out Bibles in the Christian bookstores.  In other words, there was this spirit during this time after  the disaster on September 11, 2001. 
That's the same scenario that Scripture portrays. 

Tetapi saat golongan Protestan semakin menyingkirkan perisai kebenaran yaitu Alkitab, dan semakin menerima pandangan Roma Katolik tentang Maria, pertanyaannya ialah, “Apakah akan tiba saatnya ketika Protestan siap menerima bahkan konsep ini juga? Terutama di masa bencana nasional, di masa di mana kita memerlukan seseorang yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kepunahan?” Ketahuilah, inilah gambaran yang disampaikan bukan saja oleh buku The Great Controversy, tetapi juga disampaikan oleh buku yang akan kita bahas dalam pelajaran berikutnya, The Thunder of Justice yang ditulis oleh dua orang Roma Katolik. Mereka berkata karena kejahatan dunia, Maria akan mengirimkan pesan bahwa Allah akan menjatuhkan bencana-bencana ke atas dunia, sampai semua orang bertobat.
Kalian tahu, pada masa-masa bencana dan malapetaka-malapetaka dunia yang hebat-hebat, manusia akan melakukan hal-hal yang aneh, dan orang-orang akan bersatu. Jika kalian tidak sependapat, ingatlah apa yang terjadi di tahun 2001. Paling tidak, selama masa yang singkat, semua orang mulai pergi ke gereja, dan semua orang berkata, “Kita semua bersaudara.” Dan semua orang tolong-menolong di jalan, dan membeli Alkitab dari toko-toko buku Kristen sampai kehabisan stok. Dengan kata lain, setelah bencana 11 September 2001, muncullah semangat demikian.
Inilah skenario yang sama yang disampaikan Kitab Suci.


By the way, if you want to know where to find the best contemporary description of this dogma, the best place would be  in Mel Gibson's movie, The Passion of the Christ
You say, “Now how is this?” 
Well, the fact is that if you carefully look at  The Passion of the Christ, you're going to notice that it  really is not the story of Jesus. It's the story of Jesus looked at through the eyes of Mary.  If you look carefully, you're going to find that in this movie  Mary is a partner in the sufferings of Jesus.  In fact, she's the one who comforts Him.  She's the one who encourages Him seven times  when He falls on the Via Dolorosa.  She is the one who wipes up the blood that is left  after Jesus is flogged. She is the one who takes the body of Jesus  down from the cross.  She is the one who holds Jesus in her arms when He's  at the foot of the cross.  In other words, from the cradle to the grave,  Mary is participating in the sufferings,  and in the redemption of Jesus.  She's not actually sacrificed herself, but she is offering  her Son in sacrifice, and she's empathizing, and sympathizing.  Her will is welded and blended with that of her Son.  Therefore she can intercede with her Son with us because she went  through the experience.  And she can give the graces from Jesus Christ to us,  because she has participated in the experience. Her will and her feelings are blended, and they are welded  with those of Jesus’.  It's interesting to notice what Mel Gibson said about his movie. You know, you talk about Protestants and Catholics  joining together in the idea of Mary.  You know, Mel Gibson himself expressed it in a very interesting way in an interview in Christianity Today in 2004.  He says this: “I have been actually amazed at the way ~ I would say ~ the evangelical audience has hands- down  responded to this film more than any other Christian group.”  He's surprised, in other words.  He says: “What makes it so amazing is that the film is so Marian.”  So he's surprised how Protestants have  responded to this movie. 

Nah, jika kalian mau tahu di mana bisa mendapatkan deskripsi kontemporer yang terbaik untuk dogma ini, tempatnya ya di film Mel Gibson, The Passion of the Christ.
Kalian berkata, “Kok bisa?”
Nah, faktanya, jika kita mengamati The Passion of the Christ dengan seksama, kita akan melihat bahwa sesungguhnya itu bukan cerita Yesus. Itu adalah cerita tentang Yesus yang dilihat dari mata Maria. Jika kita melihatnya dengan seksama, kita akan mendapati bahwa dalam film ini, Maria adalah rekan dalam penderitaan Yesus. Malah, dialah yang menghiburNya, dialah yang memberiNya semangat tujuh kali saat Yesus jatuh di Via Dolorosa. Marialah yang menyeka noda  darah setelah Yesus dicambuk. Marialah yang menurunkan tubuh Yesus dari salib. Marialah yang memeluk Yesus saat Yesus berada di kaki salib. Dengan kata lain, dari palungan hingga ke kubur, Maria ikut ambil bagian dalam penderitaan dan penebusan Yesus. Maria tidak mengorbankan dirinya sendiri, tetapi dialah yang mempersembahkan Anaknya sebagai korban. Maria yang berempati dan bersimpati. Kemauannya dipersatukan dengan kemauan Anaknya. Oleh karena itu, Maria bisa menjadi perantara kita pada Anaknya karena dia telah menjalani pengalaman tersebut. Dan Maria bisa memberikan karunia dari Yesus Kristus kepada kita karena dia telah ikut ambil bagian dalam pengalaman itu. Kemauannya dan perasaannya telah menyatu dan digabungkan dengan kemauan dan perasaan Yesus.
Yang menarik adalah melihat apa kata Mel Gibson tentang film ini. Kalian tahu, yang kita bicarakan adalah tentang bersatunya Protestan dan Katolik mengenai konsep Maria. Kalian tahu, Mel Gibson sendiri mengekspresikannya dengan  cara yang menarik dalam wawancara di Christianity Today di tahun 2004. Dia berkata demikian, “Sebenarnya saya terheran-heran ~ katakanlah begitu ~ pada penonton golongan Protestan yang dengan mudah menerima film ini bahkan lebih dari golongan Kristen yang lain.” Dengan kata lain, Mel Gibson merasa heran. Dia berkata, “Yang membuatnya sedemikian mengherankan ialah, film ini sangat Marian (fokus pada Maria).” Jadi Mel Gibson heran bagamana golongan Protestan bereaksi terhadap film ini.
     

In fact Rick Warren, who is pastor of the Saddleback Church in Arizona; a huge church, actually I think it's in  Southern California.  He said this about the movie: “The film is brilliant,  Biblical; a masterpiece.” And as you look at the film you notice that there's all sorts  of information that has nothing to do whatsoever with Scripture. 

Malah Rick Warren, gembala gereja Saddleback di Arozoa, gereja yang besar sekali, saya rasa itu di California Selatan, tentang film itu dia berkata, “Film yang brilian, alkitabiah, karya yang luar biasa.” Dan jika kita menonton film itu, kita akan melihat ada banyak sekali informasi di dalamnya yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kitab Suci.

Billy Graham said this about the movie: “Every time I preach,  or speak about the cross, the things I saw on the screen  will be on my heart, and in my mind.” 

Billy Graham berkata demikian tentang film itu: “Setiap kali saya berkhotbah atau berbicara tentang salib, apa yang telah saya lihat di layar, akan selalu berada di hati dan pikiran saya.”


Ted Haggard, the president of the National Association of Evangelicals said this about Gibson's movie:  “This film is probably the most accurate film historically  than anything that has ever been made in English. So we have no hesitations.  We were watching it for Biblical accuracy and we thought it was as close as you can get.” 

Ted Haggard, presiden National Association of Evangelicals, berkata demikian tentang film Gibson: “Film ini mungkin adalah film sejarah yang paling akurat daripada apa pun yang pernah dibuat dalam Bahasa Inggris. Jadi kami sama sekali tidak ragu-ragu. Kami menontonnya demi akurasi alkitabiahnya, dan menurut kami itu sudah yang paling mendekati yang sebenarnya.”
 

So are you saying that Protestants are not on the road  to accepting the Roman Catholic view of Mary? Absolutely.  Casting aside the shield of truth, step by step,  little by little, they've grown closer and closer to the Roman Catholic view. 

Jadi apakah kalian berkata bahwa Protestan tidak sedang menuju ke arah untuk menerima pandangan Roma Katolik tentang Maria? Tentu saja! Dengan menyingkirkan perisai kebenaran, selangkah demi selangkah, sedikit demi sedikit, mereka telah menjadi semakin dekat saja ke pandangan Roma Katolik.


Now what kind of Biblical response can we give to this idea that Mary is coredemptrix, that Mary is the advocate for  the people of God, and that Mary is the mediatrix of all graces?
Well, first of all, allow me to say that there are about 1.2 billion Catholics in the world. How can Mary simultaneously hear the prayers of 1.2 billion Roman Catholics?  Well, you say, they're not all praying at the same time.  That's true. But you would have to say that there are at least  millions of them praying simultaneously.  So how can Mary hear the prayers of all of these people  at the same time, and present their prayers before her Son?  How can she understand all of the languages of the world?  She would have to be what? She would have to be omniscient.  She would have to know all things. Furthermore, she's appearing all over the world, which means that she would have to be omnipresent.  And to provide answers to every prayer she would have to  practically be what? omnipotent
In other words, the prerogatives of God are attributed to her
The Bible never says that Mary was full of grace. The Bible says that Jesus is full of grace;  that the dispenser of grace is actually Jesus Christ.  Scripture clearly says that Jesus alone is the Redeemer. Jesus alone is the Advocate. Jesus alone is the One who mediates all graces  from heaven to earth. 

Nah, tanggapan alkitabiah apa yang bisa kita berikan kepada konsep bahwa Maria adalah rekan-penebus, bahwa Maria adalah pembela umat Allah, dan bahwa Maria adalah perantara semua karunia?
Yah, pertama, izinkan saya berkata ada sekitar 1.2 milyar umat Katolik di dunia. Bagaimana Maria bisa mendengar pada waktu yang sama doa 1.2 milyar orang Roma Katolik? Nah, kalian berkata, mereka tidak berdoa semua pada waktu yang sama. Oke, itu benar, tetapi kita harus mengatakan paling sedikit ada jutaan dari mereka yang berdoa pada waktu yang sama. Jadi bagaimana Maria bisa mendengarkan doa-doa semua orang ini pada waktu yang bersamaan dan mempersembahkan doa-doa mereka di hadapan Anaknya? Bagaimana Maria bisa mengerti semua bahasa di dunia? Untuk bisa melakukannya, dia haruslah menjadi apa? Dia harus menjadi mahatahu! Dia haruslah tahu segala sesuatu.
Selanjutnya Maria muncul di mana-mana di dunia ini, berarti dia juga harus menjadi mahahadir [= ada di mana-mana].
Dan untuk bisa memberikan jawaban kepada setiap doa, dia juga harus apa? mahakuasa!
Dengan kata lain, semua prerogatif Allah menjadi miliknya!
Alkitab tidak pernah berkata bahwa Maria itu penuh karunia. Alkitab berkata Yesus yang penuh karunia; bahwa pemberi karunia sesungguhnya Yesus Kristus. Kitab Suci berkata dengan jelas bahwa hanya Yesuslah Penebus. Hanya Yesuslah Pembela. Hanya Yesuslah yang menjadi perantara segala karunia dari Surga ke dunia.


Allow me to read you some statements from  Scripture to this effect.  1 John 2:1  My little children, these things write I to you, so that you may not sin. And if anyone sins, we have an advocate with the Father, Jesus Christ the righteous…”  Who is the Advocate according to Scripture?  Jesus Christ is the Advocate. 

Izinkan saya membacakan beberapa pernyataan dari Kitab Suci tentang hal ini.
1 Yohanes 2:1 Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pembela pada Bapa yaitu Yesus Kristus, yang benar...” Siapa yang menjadi pembela menurut Kitab Suci? Yesus Kristuslah Pembela itu.


Notice Romans 8:34, Who is he who condemns? It is Christ who died, and furthermore  is also risen, who is even at the right hand of God, who also makes intercession for us.”  Who is it that makes intercession for us, who is alive at the right hand of God?  It is Jesus Christ. 

Perhatikan Roma 8:34, “Siapakah yang menghukum? Kristus Yesus, yang telah mati. Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga ada di sebelah kanan Allah, yang juga menjadi pengantara bagi kita.” Siapa yang menjadi perantara bagi kita, yang hidup dan berada di tangan kanan Allah? Yesus Kristus!


Notice Hebrews 7:25, 26. The Bible's clear on this point.25Therefore He is also able o to save to the uttermost those who come to God through Him, since He always lives to make intercession for them….”  Who lives to make intercession for them? Jesus.  “…26 For such a high priest was fitting for us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners…” everything which is attributed to Mary, in Roman Catholic theology,   “…and has become higher than the heavens. 27 who does not need daily, as those high priests,  to offer up sacrifices, first for his own sins,  and then for the people's.  For this He did once and for all when He offered up Himself.”  Nothing about Mary offering Him.  The Bible says that He offered Himself.  He is the intercessor.  He is the Advocate before the Father.  And, by the way, He's loving, benevolent, and kind.  You don't have to think of Him as being harsh, and mean,  and needing to be appeased. Because the Jesus in heaven is the same Jesus that healed diseases, and cast out devils, and showed love for the  multitudes, and fed thousands of people.  He's the same Jesus in heaven today.  And, therefore, we can go directly to Jesus,  and through Jesus to the Father without any intermediary. 

Perhatikan Ibrani 7:25-26. Alkitab sangat jelas tentang poin ini. 25 Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang datang kepada Allah melalui Dia. Sebab Ia senantiasa hidup untuk melakukan perantaraan bagi  mereka…” Siapa yang hidup, yang menjadi perantara mereka? Yesus!  “…26 Sebab Imam Besar yang demikianlah yang layak bagi kita: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa…” segala yang dalam theologi Roma Katolik, diatributkan kepada Maria,  “…dan lebih tinggi daripada tingkat-tingkat sorga 27 yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan kurban, pertama untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk semua manusia, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban.” Tidak ada disebutkan bahwa Maria yang mempersembahkan Kristus. Alkitab berkata bahwa Kristus mempersembahkan DiriNya Sendiri. Dialah sang perantara, dialah sang pembela di hadapan Allah Bapa.
Dan asal tahu, Dia itu sangat pengasih, murah hati, dan baik. Kita tidak perlu menganggap Dia kaku dan kejam, yang harus diredakan amarahnya. Karena Yesus yang berada di Surga adalah Yesus yang sama yang menyembuhkan penyakit, yang membuang iblis, yang menyatakan kasihNya kepada orang banyak, dan yang memberi makan ribuan orang. Dialah Yesus yang sama yang berada di Surga sekarang. Oleh karena itu, kita bisa langsung datang ke Yesus, dan melalui Yesus ke Allah Bapa tanpa perantara lain.


Now notice this very clear text in 1 Timothy 2:5, 6. 5 For there is one God, and one Mediator…”  Now what part of “one” don't you understand?  What does “one” mean? this:   “…5 For there is one God, and one Mediator between God and men, the man Christ Jesus; 6 Who gave Himself a ransom for all, to be testified in due time.”

Sekarang perhatikan ayat yang sangat jelas ini di 1 Timotius 2:5-6,  “…5 Karena Allah itu satu, dan pengantara antara Allah dan manusia itu satu,…” nah, bagian mana dari kata “satu” yang tidak kalian pahami? Apa maksudnya “satu”? Ini”   “…5 Karena Allah itu satu, dan pengantara antara Allah dan manusia itu satu, yaitu Manusia Kristus Yesus, 6 yang telah menyerahkan Diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia, dan kesaksian itu dinyatakan pada waktunya.”


You know the theologian, James R. White, has made a very good remark, and I'd like to read it at this point,  because it's so appropriate.  You see, everything that the Bible attributes to Jesus,  the Roman Catholic Church attributes to Mary.  And what he's going to show is that really is idolatry. Notice this statement:  “Quite simply, Rome has attempted to create a mirror image of God Incarnate, Jesus Christ. Oh yes, it’s an image that is supposed to be on a ‘smaller scale’ but it is as close to an exact replica as can be made.” In other words, by creating Mary in the image of Jesus,  and having people render her homage, they are actually creating an image of Jesus, which many people worship. 

Kalian tahu, theolog James R. White, membuat komentar yang sangat baik, dan saat ini saya ingin membacakannya karena begitu pas. Kalian lihat, segala yang menurut Alkitab adalah milik Yesus, gereja Roma Katolik menjadikannya milik Maria. Dan apa yang akan ditunjukkan James White ialah, bahwa ini sebenarnya adalah penyembahan berhala. Perhatikan pernyataannya:  “Sangat sederhana, Roma telah mencoba menciptakan kembaran Allah yang telah menjelma menjadi manusia, Yesus Kristus. Oh, ya, inilah kembaran dengan ‘skala yang lebih kecil’ tetapi adalah replika yang paling mirip yang bisa diciptakan.” Dengan kata lain, dengan menciptakan Maria sebagai kembaran Yesus, dan mengharuskan umat menyembahkan, sesungguhnya mereka telah menciptakan suatu kembaran Yesus, yang disembah banyak orang.


Now I know that some people in the Catholic Church say, “Well, we don't render her latria. We don't render her absolute worship. We render her hyperdulia, which is better than the dulia, which is offered to the saints, to the common ordinary saints.” 
The fact is the Bible does not make such distinctions. You know, one of my favorite past times when I'm on vacation  in Colombia, is to visit the cathedrals  in the city of Medillin. And do you know what I've discovered as I examined? I like to examine the statues, and the icons, and the artwork.  I've discovered that Mary is always presented  as the vibrant mother. She's always surrounded by children.  She's always full of life: the benevolent mother,  the generous mother.  She's always presented with Jesus in her arms. Even after her glorification in heaven,  according to Roman Catholic theology,  she still has the baby Jesus in her arms.  And I'm asking, “After her glorification in heaven,  did Jesus never grow up?” She's the protector. 
Or else Jesus is presented in her arms dead,  just taken off the cross; the famous Pieta by Michael Angelo.  You see, Jesus is the defenseless Child. Jesus is the dead Savior.  Mary is the living mother, the benevolent,  loving, beautiful mother. You know, in my examination of these cathedrals, I discovered that the images of Mary outnumber those of  Jesus five to one.  And, by the way, those of you who were of a Roman Catholic  background, you know that in the “Hail Mary”, for every “Our Father which art in heaven”, there are ten “Hail Mary's”.  Is that correct? those of you who have been Roman Catholics?  Absolutely!

Nah, saya tahu, ada beberapa orang dari gereja Katolik yang berkata, “Tapi kami tidak memberikan penghormatan latria kepada Maria, kami tidak menyembahnya secara mutlak. Kami hanya memberikan penghormatan hyperdulia kepadanya, yang lebih tinggi dari dulia yang diberikan kepada orang-orang kudus, kepada orang-orang kudus biasa.”
Faktanya, Alkitab tidak membedakannya demikian. Kalian tahu, salah satu kegemaran saya saat berlibur di Kolombia adalah mengunjungi katedral-katedral di kota Medillin. Tahukah kalian apa yang saya temukan saat saya mengamatinya?  Saya suka mengamati patung-patung, ikon-ikon, karya-karya seni. Saya telah menemukan bahwa Maria selalu digambarkan sebagai ibu yang penuh semangat, dia selalu dikelilingi anak-anak, dia sangat hidup: ibu yang suka menolong, ibu yang murah hati. Dia selalu digambarkan bersama Yesus di pelukannya. Bahkan setelah dia dimuliakan di Surga, menurut theologi Roma Katolik, dia masih menggendong bayi Yesus di pelukannya. Dan saya bertanya, “Setelah Maria dimuliakan di Surga, kok Yesus tidak tumbuh-tumbuh ya?” Marialah sang pelindung.
Kalau tidak begitu, Yesus selalu digambarkan dalam kondisi mati di pelukan Maria, baru diturunkan dari salib, patung Pieta yang terkenal oleh Michael Angelo. Kalian lihat, Yesus sang Anak yang tidak berdaya, Yesus Juruselamat yang mati. Marialah ibu yang hidup, ibu yang suka menolong, mengasihi, dan cantik.
Kalian tahu, dalam pengamatan saya pada katedral-katedral ini, saya mendapati bahwa jumlah patung-patung Maria jauh melebihi patung Yesus 5 banding 1. Dan, kalian yang berasal dari latar belakang Roma Katolik, kalian tahu kan bahwa dalam doa Rosario, untuk setiap “Bapa kami yang ada di Surga” ada sepuluh “Salam Maria”, betul tidak? Kalian yang pernah menjadi Roma Katolik? Betul sekali.


You know Mary is usually presented with a scepter in her hand, and a crown on her head.  In other words, she is the ruler of the human race.  And, in fact, you know, the “Hail Mary” says,  “Hail Mary, full of grace, the Lord is with thee.  Blessed art thou among women.  And blessed is the fruit of thy womb, Jesus.  Holy Mary, mother of God, pray for us sinners now, and at the hour of our death, Amen.”
The tragic thing is that so many people are praying and kneeling before images of Mary, asking her to intercede before her Son, when Mary turns a deaf ear.  Because Scripture says that she is dead; she can't hear. 

Kalian tahu Maria biasanya digambarkan dengan tongkat kerajaan di tangannya dan mahkota di kepalanya. Dengan kata lain dialah penguasa umat manusia. Dan, sesungguhnya, kalian tahu, dalam doa “Salam Maria” dikatakan, “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan menyertaimu. Diberkatilah engkau di antara perempuan, dan diberkatilah buah rahimmu (buah tubuhmu), Yesus. Maria yang kudus, ibu Allah, doakanlah kami orang-orang berdosa, sekarang dan pada saat kami mati. Amin.”
Yang tragis adalah begitu banyak orang berdoa dan berlutut di depan patung-patung Maria, memohonnya untuk menjadi perantara di hadapan Anaknya, padahal Maria tidak mendengar karena Kitab Suci berkata Maria sudah meninggal dan dia tidak bisa mendengar.


One time I went to a cathedral in Medillin,  and there was this old lady.  She was grabbing onto the feet of this image of Mary.  And with tears in her eyes she was crying out to Mary asking  her for a favor to intercede before her Son, Jesus.  And I felt like screaming out, “She can't hear you! Jesus can hear you.” Because the center of the plan of salvation is Jesus. It is not Mary.

Pernah, saat saya berada di sebuah katedral di Medillin, ada seorang ibu tua ini. Dia sedang memegang erat-erat kaki patung Maria dan sambil menangis dia berseru kepada Maria, memohonkan bantuan untuk menjadi perantara pada Anaknya, Yesus. Dan saya sungguh ingin berteriak, “Dia tidak bisa mendengar! Yesus yang bisa mendengar!” karena pusat rencana keselamatan adalah Yesus, bukan Maria.




16 05 17

No comments:

Post a Comment