MARY SEMINAR___
Part 07/08
- Stephen Bohr
The
Final Dogma
https://www.youtube.com/watch?v=HYbz5ulD24c
Dibuka
dengan doa.
In our
study today we are going to deal with the final dogma. And in order to
understand the final dogma we need to understand, first of all, the first
four dogmas that the Roman Catholic Church entertains about Mary, the
mother of Jesus.
I would
like to begin by reading a statement that was found in the Fresno Bee,
our local newspaper, on August 30, 1997. Basically, this is what the
article in the newspaper said: “The Catholic Church holds four dogmas about
Mary…” The word dogma means doctrine, or teaching. Four dogmas. By
the way, they can't be changed. “…Mary is believed to
be the mother of God…” That's number one.
“…And her virginity is said to be perpetual…” That's number two. “…In the nineteenth
century the church declared the immaculate conception of Mary…” meaning she was free from the stain of sin from the moment
of her conception, this is number three. “…And forty-seven years ago the assumption was declared.
That dogma, celebrated with a fast day, Friday, says that after her
earthly life Mary was assumed into heaven.” That's number four.
Dalam
pelajaran kita hari ini kita akan membahas dogma yang terakhir. Dan supaya bisa
memahami dogma yang terakhir, kita perlu lebih dulu memahami empat dogma
pertama yang dimiliki gereja Roma Katolik tentang Maria, ibu Yesus.
Saya
ingin mulai dengan membacakan suatu pernyataan yang ada di surat kabar Fresno
Bee, terbitan 30 Agustus, 1997. Pada dasarnya, inilah yang dikatakan artikel
surat kabar tersebut, “Gereja Roma Katolik berpegang pada empat dogma tentang Maria…” kata dogma berarti doktrin atau ajaran.
Empat dogma. Nah, dogma itu mutlak, tidak bisa diubah. “…Maria diyakini sebagai ibu Allah…” itu nomor satu. “…Dan keperawanannya diyakini tidak pernah
berubah…” itu nomor dua. “…Dia abad 19, gereja mengumumkan tentang
pembuahan imakulata Maria…”
artinya dia bebas dari noda dosa sejak saat pembuahannya. Ini nomor tiga. “…Dan empat puluh tujuh tahun yang lampau,
kenaikannya ke Surga dinyatakan. Dogma ini, dirayakan sebagai hari puasa, pada
hari Jumat. Dikatakan setelah kehidupan duniawinya, Maria
diangkat ke Surga…” ini yang keempat.
So the four dogmas which have been proclaimed infallibly in the Roman Catholic Church are:
1. Mary, the mother of God,
2.
the perpetual virginity
of Mary,
3.
and the third
place, the immaculate conception of Mary,
4. and finally, the assumption of Mary.
Jadi
keempat dogma yang telah dinyatakan sebagai mutlak dalam gereja Roma Katolik
adalah:
1.
Maria,
ibu Allah.
2.
Keperawanan
Maria yang tidak pernah berubah.
3.
Dan
di tempat ketiga, pembuahan imakulata Maria.
4.
Dan
akhirnya, diangkatnya Maria ke Surga.
Now I would like to deal with each one of these separately, and then I would like to speak about a fifth dogma which is being discussed very vividly within the communion of the Roman Catholic scholarly world.
Sekarang
saya ingin membahas setiap pokok itu secara terpisah, lalu saya akan berbicara
tentang dogma yang kelima, yang sedang diperbincangkan dengan hangat di dalam
komunitas pakar-pakar ajaran Roma Katolik sekarang ini.
Let's
deal, first of all, with the idea that Mary is the mother of God.
This, basically, was adopted in two early church councils: One was the
Council of Ephesus, in the year 431, and the second was in the Council of
Chalcedon, in the year 451. Basically, the word which was adopted
was that Mary is Theotokos. That is a Greek word that means that she
gave birth to God. Now we need to understand in what sense this was
adopted into the Roman Catholic Church because this has been greatly
misunderstood by many people.
Pertama-tama,
marilah kita lihat konsep bahwa Maria
adalah ibu Allah. Konsep ini, pada dasarnya diambil dalam dua
konsili mula-mula gereja yang masih muda. Yang pertama oleh Konsili Efesus di
tahun 431 dan yang kedua oleh Konsili Kalsidon (dekat Istambul) di tahun 451.
Pada dasarnya, kata yang diambil ialah bahwa Maria itu Theotokos ~ ini adalah suatu kata
Greeka yang berarti bahwa Maria yang melahirkan Allah. Nah, kita perlu memahami
dalam pengertian apa konsep ini diambil dalam gereja Roma Katolik, karena ini
telah sering disalahartikan oleh banyak orang.
You
see, there was a heretic that arose at that time. His name was
Nestorius. And he taught that when Jesus was born from Mary, it was
only the human Jesus who was born from Mary, not the divine-human Jesus,
just the human Jesus. And the purpose of the Council of Ephesus and
Chalcedon was the emphasize that when Mary brought Jesus into the
world, He was both God and man. Now Chalcedon was not trying to teach that
Mary was the mother of the divinity of Jesus. They were simply
trying to teach that Mary brought Jesus into the world, and Jesus had two
natures: His divine nature, which existed before His incarnation,
and His human nature, which was being born at the moment of the birth of
Jesus.
Kalian
lihat, pada saat itu ada seorang bidat yang bernama Nestorius. Dan dia
mengajarkan bahwa ketika Yesus lahir dari Maria, yang lahir dari Maria hanyalah
Yesus yang manusia, bukan Yesus yang manusia-Ilahi, hanya Yesus yang manusia.
Dan tujuan Konsili Efesus dan Konsili Kalsidon adalah untuk menekankan bahwa
ketika Maria melahirkan Yesus ke dunia, Yesus itu Allah dan manusia. Nah, Konsili Kalsidon
bukan mau mengajarkan bahwa Maria adalah ibu Yesus yang Ilahi, mereka semata-mata berusaha mengajarkan
bahwa Maria melahirkan Yesus ke dunia, dan Yesus memiliki dua kodrat: kodrat
IlahiNya, yang sudah dimilikiNya sebelum
penjelmaanNya, dan kodrat manusiaNya yang lahir pada saat kelahiran Yesus.
Let me
read you the key words in the declaration that was made at
Chalcedon. This is what the church council said: “Born of the virgin Mary, the mother of God, according to
His manhood.” So clearly, Chalcedon said that Mary was the mother
of God with respect to the manhood of Jesus, not His divinity.
Izinikan
saya membacakan kata-kata kunci
dalam deklarasi yang dibuat di Kalsidon. Inilah yang dikatakan konsili gereja: “Dilahirkan oleh perawan Maria, ibu Allah,
menurut kemanusiaanNya.”
Jadi jelas, Kalsidon berkata bahwa
Maria adalah ibu Allah sehubungan dengan kemanusiaan Yesus, bukan dengan
keIlahianNya.
In
fact, in Roman Catholic circles scholars recognize very clearly that Mary
was not the mother of God in the strictest sense of the word. Allow
me to read you this statement. It's in a pamphlet published by the
Knights of Columbus, The Mother of Jesus,
page 9. This is what the writer of this document says: “It should be evident that Mary’s motherhood did not ~ by any
stretch of the imagination ~ have anything to do with the ‘production’ of God.
The very idea is inherently absurd. The utter independence of the Supreme Being
rules out any ‘production’ as far as He is concerned.”
Malah,
dalam lingkungan pakar-pakar ajaran Roma Katolik mereka mengenali dengan sangat
jelas bahwa Maria bukanlah ibu Allah dalam pemahaman yang sempit. Izinkan saya
membacakan suatu pernyataan. Ini berasal dari sebuah pamflet yang diterbitkan
oleh Knights of Columbus, berjudul The Mother
of Jesus, hal. 9. Inilah yang dikatakan dokumen itu: “Sudah jelas bahwa keibuan Maria ~ menurut
khayalan yang paling jauh sekali pun ~ sama sekali tidak berkaitan dengan
‘memproduksi’ Allah. Konsep seperti ini sama sekali tidak masuk akal.
Kemandirian mutlak Allah membatalkan segala konsep ‘produksi’ yang berkaitan
dengan DiriNya.
Having
said that, however, what theologians teach, and what the common people
believe, many times are two different things. You see, the
theologians make these distinctions between well, you know, Mary was
not the mother of God in the strictest sense, she was the mother of the
divine-human, Jesus. In other words, when Jesus came into the
world from Mary, He was human, and He was also divine. But, of
course, His divinity existed before He came into the world.
Theologians make those distinctions, but the common populous do
not. And so most Catholics that I have come into contact with in
Latin America, when you say that Mary was the mother of God, they understand
it to mean that Mary was the mother of God in the strictest sense.
They don't think of Mary simply as the mother of the human nature of
Jesus.
Namun,
setelah pembelaan ini, apa yang diajarkan para theolog dan apa yang dipahami
orang awam, sering kali adalah dua hal yang berbeda. Kalian lihat, para theolog bisa membedakan
bahwa Maria bukan ibu Allah dalam arti kata yang sempit, dia adalah ibu dari manusia-Ilahi
Yesus. Dengan kata lain, ketika Yesus lahir ke dunia dari Maria,
Yesus adalah manusia, dan Dia juga Ilahi. Tetapi, tentu saja keIlahianNya sudah
ada sebelum Dia lahir ke dunia. Para theolog bisa membedakan itu, tetapi orang awam tidak.
Maka kebanyakan orang Katolik yang saya temui di Latin Amerika, bila kita
berkata Maria adalah ibu Allah, mereka
memahaminya bahwa Maria adalah ibu Allah dalam arti kata yang sempit.
Tidak terpikir oleh mereka bahwa Maria semata-mata adalah ibu dari Yesus yang
berkodrat manusia.
By the
way, the
Bible never calls Mary the mother of God. The Bible consistently calls
Mary the mother of Jesus. And furthermore, the Bible makes it
very clear that Jesus was the Creator of Mary. Because we're told
in Colossians 1 that Jesus created all things.
And so
the first dogma is acceptable as long as we realize that the emphasis is
that Mary brought the divine-human Child into the world, but Mary is not
the mother of the divine nature of Jesus Christ.
Nah,
Alkitab tidak pernah menyebut
Maria ibu Allah. Alkitab secara konsisten menyebut Maria ibu Yesus.
Selanjutnya, Alkitab juga membuatnya sangat jelas bahwa Yesus adalah Pencipta
Maria karena kita mendapat tahu di Kolose 1 bahwa Yesus-lah yang menciptakan
segala sesuatu.
Jadi
dogma yang pertama bisa diterima selama kita sadar bahwa tekanannya ialah Maria
yang melahirkan Anak manusia-Ilahi ke dunia, tetapi Maria bukanlah ibu Yesus
yang berkodrat Ilahi.
Now the second
dogma that the Roman Catholic Church has adopted concerning Mary,
is the idea of the perpetual virginity of Mary. Basically this
teaches that Mary was a virgin when Jesus was conceived in her
womb. She was also a virgin after Jesus was born. And furthermore,
she remained a virgin the rest of her life. In other words, Joseph never
had sexual relations with Mary ever in the times that they were married.
So,
basically, three ideas:
1. When Jesus was conceived, she was a virgin.
2.
When Jesus was born, she
remained a virgin.
3.
And all the rest of her
life she also was a virgin.
Sekarang,
dogma yang kedua
yang diambil gereja Roma Katolik tentang Maria ialah konsep keperawanan Maria yang tidak
pernah berubah. Pada dasarnya ini mengajarkan bahwa Maria adalah
seorang perawan ketika Yesus dibuahi di rahimnya. Dia juga seorang perawan
setelah Yesus lahir. Dan selanjutnya dia tetap seorang perawan seumur hidupnya.
Dengan kata lain, Yusuf sama sekali tidak pernah punya hubungan seksual dengan
Maria selama perkawinan mereka.
Jadi,
pada dasarya, tiga konsep:
1.
Ketika
Yesus dibuahi, Maria seorang perawan.
2.
Ketika
Yesus dilahirkan, Maria tetap seorang perawan.
3.
Sepanjang
hidupnya Maria selalu seorang perawan.
Now why
would the Roman Catholic Church teach such an idea? You see, as you
examine Roman Catholic theology, you discover that sexual relations in
Roman Catholicism are looked upon as something negative. Primarily
from the times of Saint Augustine, who had problems with sex himself, with his
sexual desires, he came up with the idea that original sin was sexual
sin. And, therefore, from that time on sexual relations,
even within marriage, are looked upon as something somewhat
negative. In fact the idea is that sexual relations within
marriage should exist primarily for the purpose of procreation.
And that's why artificial contraceptives are forbidden even within the
marriage relation. Because the idea is that if you use
contraceptives, you're having sex for pleasure. And sex
only exists for procreation.
Nah,
mengapa gereja Roma Katolik mengajarkan konsep seperti ini? Kalian lihat, bila
kita meneliti theologi Roma Katolik, kita akan menemui bahwa hubungan seksual
dalam Roma Katolikisme itu dipandang sebagai sesuatu yang negatif. Terutama di
zaman St. Ausgustine, yang punya
masalah dengan seks, dengan nafsu seksualnya. Dia muncul dengan konsep bahwa
dosa asal adalah dosa seksual. Maka, sejak waktu itu hubungan
seksual bahkan dalam perkawinan, dipandang sebagai suatu yang negatif. Sebenarnya
konsepnya ialah, hubungan
seksual dalam perkawinan terutama hanya demi tujuan punya anak.
Dan itulah sebabnya mengapa alat
kontrasepsi buatan dilarang walaupun
dalam suatu ikatan perkawinan. Karena
konsepnya ialah, jika kita memakai alat kontrasepsi, berarti kita
melakukan seks demi kesenangan,
sedangkan seks hanya boleh ada demi tujuan punya anak.
Furthermore,
the idea
of celibacy in the priesthood comes from this idea that sexual
relations is something to be looked down upon, something negative,
something defiling. And so the idea is how can a spiritual leader actually
defile himself by having sexual relations with a woman? So
basically there's this negative view of sexuality, except for the purpose
of procreation. And as a result, the idea is that Mary could not have
had sexual relations with Joseph, even after the moment that Jesus
was born.
Therefore
the Council of Trent said, “If anyone should say that the marriage
state is better than celibacy, let him be accursed.”
So in
Roman Catholicism the idea is that celibacy is much better than the state
of marriage.
Lebih
lanjut, konsep selibat pada imam-imam
berasal dari konsep ini bahwa hubungan seksual adalah sesuatu
yang dianggap rendah, sesuatu yang negatif, sesuatu yang menajiskan. Jadi,
bagaimana seorang pemimpin spiritual boleh menajiskan dirinya dengan menjalin
hubungan seksual dengan seorang perempuan? Maka pada dasarnya ada pandangan
yang negatif ini tentang seks, kecuali demi tujuan mempunyai anak. Dan sebagai
akibatnya, muncullah konsep bahwa Maria tidak mungkin menjalin hubungan seksual
dengan Yusuf walaupun setelah Yesus lahir.
Oleh
sebab itu Konsili Trent berkata, “Jika ada yang berkata bahwa status menikah lebih baik daripada
hidup selibat, biarlah dia dikutuk.”
Jadi
dalam Roma Katolikisme, selibat itu lebih baik daripada status menikah.
I'd like to read you a statement that's
written by a Roman Catholic scholar in the book, Mary in the Bible, Questions and Answers, page 26.
Notice the rationale that he gives for Mary never having had sexual
relations after Jesus was brought into the world. He says this: “The womb that bore the God incarnate, was appropriately
reserved for Him alone, and not to be used to bear any other creature. Jesus
chose to ride on a colt that no one had ever ridden, He was laid in a tomb that
no one had ever lain in, likewise He chose the womb of a virgin who had never
known a man, and would bear no child but Himself.”
Now it's true that the womb of Mary had not
known a child before the birth of Jesus, but there's no Biblical
evidence that the womb of Mary did not know a child after the birth of Jesus.
Saya
ingin membacakan suatu pernyataan yang ditulis oleh seorang pakar Roma Kotalik
dalam bukunya Mary in the Bible, Questions and
Answers, hal. 26. Perhatikan logika yang diberikannya untuk konsep Maria
tidak pernah melakukan hubungan seksual setelah melahirkan Yesus. Dia berkata
demikian, “Rahim yang mengandung
Allah yang menjelma, sepantasnya disediakan khusus bagiNya saja dan tidak
dipakai untuk mengandung makhluk lainnya. Yesus memilih untuk menunggang anak
keledai yang belum pernah ditunggangi orang, Dia juga dibaringkan dalam kubur
yang belum pernah dipakai untuk membaringkan orang lain, demikian pula Dia
memilih rahim seorang perawan yang belum pernah mengenal laki-laki, dan yang
tidak akan melahirkan anak lain kecuali DiriNya.”
Nah,
memang benar rahim Maria tidak pernah ditempati seorang anak sebelum kelahiran
Yesus, tetapi tidak ada bukti alkitabiah bahwa rahim Maria tidak ditempati
seorang anak setelah
kelahiran Yesus.
In the same book we find this statement: “The bottom line taken by most scholars, is that the perpetuity of Mary’s virginity can’t be either proved, or disproved by Scripture alone. In such situations, the Catholic church relies on the other source of revelation, consistent with ancient tradition to reach its doctrinal conclusion. This backup reliance on tradition is itself advocated by the Bible, in the eight places cited earlier in this treatise…” He cited eight texts where tradition is used, but it's dealing with the tradition which was held by the apostles; the written tradition of Scripture. It's not talking about oral tradition.
So, basically, this scholar is saying that the Bible does not prove or disprove the perpetual virginity of Mary. And when it's not clear in the Bible, then the Roman Catholic Church simply uses tradition to define exactly what was it that took place.
Dalam
buku yang sama kita dapati pernyataan ini: “Pandangan mendasar yang diambil kebanyakan
pakar ialah, keabadian keperawanan Maria tidak bisa dibuktikan maupun disangkal
oleh Kitab Suci saja. Dalam kondisi seperti ini, gereja Katolik bersandar pada
sumber-sumber pengungkapan yang lain, konsisten dengan tradisi kuno, untuk
mencapai konklusi yang doktrinal. Bersandar pada tradisi sebagai pendukung itu
dianjurkan oleh Alkitab sendiri, di delapan tempat yang sudah dikutip
sebelumnya dalam risalah ini….” Dia
mengutip 8 ayat di mana tradisi dipakai, tetapi itu tentang tradisi yang
dipegang para rasul, tradisi Kitab
Suci yang tertulis. Itu tidak berbicara tentang tradisi lisan. Jadi pada
dasarnya, pakar ini berkata bahwa Alkitab
tidak membuktikan maupun menyangkal keabadian keperawanan Maria.
Dan bila tidak jelas di Alkitab, maka gereja Roma Katolik memakai saja tradisi
untuk menjelaskan persisnya apa yang telah terjadi.
Now the
Bible's very clear that God created marriage. Jesus created
marriage. Marriage is good. Jesus created human beings with sexual
organs which means that there's nothing wrong with having sexual
relations within the state of marriage. Jesus honored marriage by
attending a wedding at Cana. And He performed His first miracle at this wedding. Furthermore,
we're told in Scripture that Joseph did not know Mary until Jesus
had been born, which gives the impression that Joseph did know Mary after
this. Furthermore Scripture tells us that Jesus was the firstborn of
Mary, which would seem to indicate that if He was the firstborn, there
probably were other children as a result of this marriage
relationship.
Nah,
Alkitab sangat jelas menyatakan bahwa Allah
menciptakan perkawinan. Yesus menciptakan perkawinan. Perkawinan itu baik.
Yesus menciptakan manusia dengan organ seksual, berarti tidak ada yang salah
dengan hubungan seksual dalam ikatan perkawinan. Yesus
menghormati perkawinan dengan menghadiri perkawinan di Kana dan Dia melakukan
mujizatNya yang pertama di pesta perkawinan itu. Apalagi kita diberitahu Kitab
Suci bahwa Yusuf tidak
berhubungan dengan Maria hingga Yesus lahir, yang memberikan
kesan bahwa Yusuf berhubungan
dengan Maria setelah itu. Lebih jauh, Kitab Suci mengatakan
kepada kita bahwa Yesus adalah anak
sulung Maria, yang mengindikasikan jika Yesus itu anak sulung,
tentunya ada anak-anak yang lain
sebagai hasil hubungan perkawinan itu.
Now let’s move on to the third dogma
of the Roman Catholic Church: the idea of the immaculate conception of Mary. Basically,
this was proclaimed by Pious IX in his encyclical, Ineffabilis Deus. And
basically what he says in this encyclical is that Mary did not suffer the
result of Adam's sin. In other words, she came with the nature of Adam
before the fall. She came with Adam's unfallen nature, in other
words.
Allow
me to read you the statement from the encyclical, the key statement where
Pope Pius IX proclaims this dogma. He says this: “We declare, pronounce and define that the doctrine which
holds that the most Blessed Virgin Mary, in the first instance of her
conception, by a singular grace and privilege granted by Almighty God in view
of the merits of Jesus Christ, the Savior of the human race, was preserved free
from all stain of original sin, is a doctrine revealed by God and therefore to
be believed firmly and constantly by all the faithful.”
Sekarang
mari kita lanjut ke dogma ketiga
gereja Roma Katolik: konsep tentang pembuahan
imakulata Maria. Pada dasarnya ini dideklarasikan oleh Pius IX
dalam surat ensikliknya berjudul Ineffabilis
Deus. Dan pada dasarnya apa yang dia katakan
dalam ensiklik ini ialah bahwa Maria tidak terkena akibat dosa Adam. Dengan
kata lain, Maria lahir dengan kodrat Adam sebelum kejatuhannya. Dengan kata
lain, Maria lahir dengan kodrat Adam sebelum Adam berbuat
dosa.
Izinkan
saya membacakan dari ensiklik ini, pernyataan kunci di mana Paus Pius IX
mendeklarasikan dogma ini. Dia
berkata demikian,
"Kami mendeklarasikan, menentukan
dan menjelaskan bahwa doktrin tentang Perawan Maria yang diberkati, pada
saat pertama pembuahannya, telah dibebaskan dari semua noda dosa asal, oleh
kasih karunia dan hak istimewa yang dikaruniakan Allah yang Mahakuasa karena
jasa Yesus Kristus, Juruselamat umat manusia; adalah suatu doktrin yang
dinyatakan oleh Allah, dan oleh karenanya harus diyakini dengan teguh dan tanpa
berubah oleh semua orang percaya.”
Now it's very interesting, as you look at the early tradition of the Roman Catholic Church, there were many of the early fathers that did not believe in the doctrine of the immaculate conception. You know, the Roman Catholic Church speaks about the uniform tradition of the fathers in defining a dogma. But a certain theologian says this: “Even tradition, the usual refuge of Roman Catholics, contradicts this Papal dogma. Augustine, Ambrose, Chrysostom, Eusebius, Anselm, Cardinal Khaeten, St. Antoninus, St. Thomas Aquinas, Pope Gregory the Great, Pope Innocent III, and many other fathers, doctors, saints, and popes of the Roman Church clearly deny that Mary was conceived without original sin.”
So even
the Roman Catholic Church has a series of very famous scholars, and very
famous doctors of the church, and very famous early fathers, who did not
believe in the immaculate conception of Mary. In fact, not only in the
immaculate conception of Mary, but the fact that Mary actually never
committed any sin in her life.
Nah, yang
sangat menarik, bila kita melihat ke tradisi mula-mula gereja Roma Katolik, ada
banyak bapak gereja yang
mula-mula yang tidak meyakini doktrin pembuahan imakulata ini.
Kalian tahu, gereja Roma Katolik berbicara tentang keseragaman tradisi
bapak-bapak gereja dalam mendefinisikan suatu dogma. Tetapi seorang theolog
berkata demikian: “Bahkan
tradisi, bekking yang biasanya dipakai oleh Roma Katolik, mengkontradiksi dogma
Kepausan ini. Augustine, Ambrose, Chrysostom, Eusebius, Anselm, Kardinal
Khaeten, St.
Antoninus, St. Thomas
Aquinas, Paus Gregory Agung, Paus Innocent III, dan banyak bapak
yang lain, doktor-doktor, orang-orang kudus, dan paus-paus dari gereja Roma
Katolik yang mula-mula, menyangkal bahwa Maria dibuahi tanpa dosa asal.”
Jadi
bahkan di gereja Roma Katolik ada sederetan nama pakar-pakar terkenal, dan
doktor-doktor gereja yang sangat terkenal, dan bapak-bapak gereja mula-mula
yang sangat terkenal, yang tidak meyakini pembuahan imakulata Maria. Bahkan
bukan hanya pembuahan imakulata Maria, tapi faktanya bahwa Maria tidak pernah
berbuat dosa apa pun dalam hidupnya.
Now it's interesting to notice that the Bible tells us that Jesus was born “That Holy Thing” [Luke 1:35], and that Jesus was tempted in all things such as we are, but He never sinned. But the fact is that the Bible never says that Mary was actually immaculate during the whole period of her life; that she did not inherit the sinful nature of Adam, and that she never actually committed any sin, whether it be venial or whether it be mortal sin. The Bible is silent about any of these things concerning Mary. In fact the Bible tells us very clearly that “all have sinned and come short of the glory of God. There is none righteous, no not one.”
And so
what the Bible says about Jesus, the Roman Catholic Church attributes to
Mary without any Biblical justification whatsoever.
Nah,
yang menarik untuk disimak ialah Alkitab mengatakan bahwa Yesus dilahirkan
sebagai “Yang Kudus itu” [Lukas 1:35
LAI menerjemahkan: “Anak”], dan bahwa Yesus telah dicobai dalam segala hal
sebagaimana kita namun Dia tidak pernah berbuat dosa. Faktanya, Alkitab tidak pernah mengatakan
Maria tidak pernah berbuat dosa sepanjang hidupnya, bahwa dia tidak mewarisi
kodrat Adam yang berdosa, dan bahwa dia tidak pernah melakukan dosa apa pun,
baik yang kecil maupun yang besar. Alkitab bungkam tentang
segala hal ini mengenai Maria. Bahkan Alkitab mengatakan dengan sangat jelas
bahwa “Karena semua orang telah berbuat dosa dan gagal
mencapai kemuliaan Allah”, “Tidak ada yang benar, seorang pun
tidak.” [Rom 3:23, 3:10]
Jadi
apa yang Alkitab katakan tentang Yesus, gereja Roma Katolik mengatributkannya
kepada Maria tanpa adanya pembenaran yang alkitabiah apa pun.
Now the
fourth
dogma of the Roman Catholic Church is the idea of the
assumption of Mary into heaven after her death. In fact this dogma
was proclaimed in an encyclical by Pope Pius XII, November 1, 1950.
And the name of the encyclical is Munificentissimus Deus. And this is
what he said in this encyclical: “Accordingly, by the
authority of our Lord, Jesus Christ, of the Blessed Apostles, Peter and Paul,
and by Our own authority, we pronounce, declare and define it to be a divinely
revealed dogma, that the Immaculate Mother of God, the ever-virgin Mary, having
completed the course of her earthly life, was assumed body and soul into
heavenly glory.”
Sekarang,
dogma keempat
gereja Roma Katolik adalah konsep diangkatnya
Maria ke Surga setelah kematiannya. Bahkan dogma ini
dideklarasikan dalam suatu surat ensiklik oleh Paus Pius XII tanggal 1 November
1950, dan judul surat ensiklik itu ialah Munificentissimus
Deus. Dan inilah yang
dikatakannya dalam ensiklik itu: “Jadi, dengan wewenang
Tuhan kita Yesus Kristus, para Rasul yang diberkati Petrus dan Paulus, dan
wewenang Kami sendiri, Kami menyatakan, mendeklarasikan dan menentukan
ini sebagai dogma yang telah dinyatakan oleh Ilahi, bahwa Ibu Allah yang
imakulata, perawan abadi Maria, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di
dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke kemuliaan surgawi.”
Now it's interesting to notice in the book that we spoke about in a previous lecture, The Glories of Mary, actually a compilation of the Roman Catholic Wisdom concerning Mary, up until the 17th century. St. Alphonsus Liguori wrote this book. It's interesting to notice the sequence of events that he presents concerning Mary as she neared her death, after her death, and what happened after her resurrection. Allow me to go through this very quickly, and you tell me if any of this is actually found anywhere in Holy Scripture.
None of it is.
Nah,
menarik untuk disimak buku yang pernah kita singgung dalam pembahasan
sebelumnya, The Glories of Mary, yang
sebenarnya adalah kumpulan kebijakan Roma Katolik tentang Maria hingga abad
ke-17. Yang menulis buku ini ialah St. Alphonsus Liguori. Yang menarik disimak
ialah urut-urutan peristiwa yang dia kemukakan tentang Maria menjelang
kematiannya, setelah kematiannya, dan apa yang terjadi setelah kebangkitannya.
Izinkan saya membacakan ini dengan cepat, dan silakan kalian katakan apakah
dari semuanya itu ada yang ditemukan dalam Kitab Suci. Sama sekali tidak ada.
Basically
the idea is that after Jesus ascended to heaven, Mary stayed on earth
assisting the apostles in their work of evangelism. In fact,
according to Liguori, she solved their doubts, comforted them in their
persecutions, and encouraged them to labor for the divine glory,
and the salvation of redeemed souls.
Also
Liguori says that she consoled her loving heart, because she missed Jesus
so much, that she visited the holy sites in Palestine that had been made
famous by Jesus. Supposedly, according to Liguori, a few days before her
death, the Lord sent the archangel Gabriel, who said to her the following
words: “Come then to take possession of thy kingdom
for I, and all its holy inhabitants await and desire thee.” She then shared this
information with the apostle John. And then, according to Liguori, she
once again did a tour of all of the holy sites that had been made famous
by her Son. During this period, according to Liguori, Mary was
accompanied constantly by the angels.
Liguori
continues saying, that shortly before her death, all of the disciples ~
even though some of them, at this point, had already died ~ all of
the disciples were miraculously gathered or assembled in Mary's
room. And she informed them that she was going to leave, and she
was going to go to Paradise to intercede and to pray for them. In
fact Liguori says that the disciples complained when she said this.
These are the words: “We have already lost on earth Jesus, our Master and
Father, who has ascended into heaven. Until now we have found conciliation
in thee...” they're speaking to Mary, “...our Mother, and now how canst thou also
leave us orphans?” It's interesting. Jesus says,
“I'm not going to leave you orphans.” But He didn't say, “I'm not
going to leave you orphans because I'm going to leave you Mary.” He said,
“I'm not
going to leave you orphans, because I'm going to send you the Holy
Spirit.” He uses that very
word.
And
then she responds to the disciples by saying, “I do not leave you to
abandon you, but to help you still more in heaven by my intercession with
God.”
And
then she told the disciples to bury her body after she had died. And
she gave two of her gowns to two virgins who had helped her throughout
her life. Then she called the apostle Peter and told him that he
was going to be the head of the church, and that he would be in
charge of the propagation of the faith. Then she called John and thanked
him for taking care of her after Jesus went to heaven.
And
then the angels finally came, along with Jesus, and Jesus gave Mary her
last communion. And Jesus spoke these words to Mary: “Receive, O My Mother, from My hands that same body that
thou gavest to Me.” And then as she was breathing her last, she
said these words: “My Son, into Thy hands do I commend my
spirit.” Then the angels bore Mary to heaven, according to this story. It
almost reads like a fairy tale, doesn't it?
And as
they approached the city of God, the angels who accompanied her cried out to
those who were within the city, “Lift up your gates, O ye princes, and be ye
lifted up O eternal gates, and the queen of glory shall enter in.” By the way, that's a variation of Psalm 24 which was sung
when Jesus entered the heavenly Jerusalem.
And
then she arrives in heaven, and she's praised by a certain group of
individuals in their proper order. Let me tell you what the order
is. First she's praised by angels, then by saints, then by
confessors, then by martyrs, then by Saint James, then by the prophets,
then the patriarchs, then Adam and Eve, then Saint Simeon, then Saint
Zachary, Saint Elizabeth, Saint John the Baptist, Saint Joachim, Saint
Anne, and finally she is greeted by her very own husband, Saint
Joseph. But that's not all.
Finally,
this is what Liguori says is the capstone of this experience: The Father
crowned her by imparting His power to her, and the Son His wisdom,
the Holy Ghost His love. And the three divine Persons, placing her throne
at the right hand of that of Jesus, declared her sovereign of
heaven and earth, and commanded the angels, and all creatures to
acknowledge her as their queen, and as such to serve and to obey
her.
Now you
tell me where in Scripture do you find any of that? You don't find
that anywhere.
You can find it in Apocryphal Gospels way back in the second and the third century, but you look in vain in Scripture for even any reference to the death of Mary. The last reference that we find in Scripture is Acts 1:14 where we're told that Mary was in the upper room with the apostles.
You can find it in Apocryphal Gospels way back in the second and the third century, but you look in vain in Scripture for even any reference to the death of Mary. The last reference that we find in Scripture is Acts 1:14 where we're told that Mary was in the upper room with the apostles.
Pada
dasarnya, konsepnya ialah setelah kenaikan Yesus ke Surga, Maria tinggal di
dunia membantu para rasul dalam pekerjaan penginjilan mereka. Bahkan, menurut
Liguori, Maria menyelesaikan keragu-raguan mereka, menghibur mereka dalam
penganiayaan, dan memberikan semangat kepada mereka untuk bekerja bagi
kemuliaan Ilahi dan keselamatan jiwa-jwa yang ditebus.
Juga
Liguori berkata bahwa karena Maria begitu merindukan Yesus, dia menghibur
hatinya yang lembut dengan mengunjungi tempat-tempat suci
di Palestina yang menjadi terkenal karena Yesus.
Konon,
menurut Liguori, beberapa hari sebelum kematiannya, Tuhan mengirim malaikat
agung Gabriel yang berkata demikian kepada Maria, “Marilah kalau begitu, ambillah kerajaanmu,
karena aku dan semua penghuninya yang kudus menantikan dan merindukan engkau.”
Maria lalu menyampaikan informasi ini kepada rasul Yohanes. Lalu,
menurut Liguori, sekali lagi Maria pergi keliling ke semua tempat kudus yang
telah dibuat terkenal oleh Anaknya. Selama masa itu, menurut Liguori, Maria selalu
ditemani oleh para malaikat.
Liguori
melanjutkan berkata, bahwa tidak lama sebelum kematiannya, semua murid ~ padahal
beberapa dari mereka pada saat ini sudah meninggal ~ semua murid secara mujizat
berkumpul di kamar Maria. Dan Maria memberitahu mereka bahwa dia akan pergi,
dan dia akan ke Firdaus untuk menjadi perantara dan mendoakan mereka. Malah
Liguori berkata bahwa para murid mengeluh ketika Maria berkata begitu.
Kata-katanya ialah,
“Kami di dunia sudah kehilangan Yesus, Guru dan Bapa kami, yang telah naik ke
Surga. Hingga kini kami temukan pendamaian dalam dirimu…” mereka berbicara kepada Maria, “…ibu kami, dan sekarang mengapa engkau mau
pergi meninggalkan kami sebagai yatim piatu?” Menarik. Yesus
berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian yatim piatu” [Yoh. 14:18] tetapi
Yesus tidak berkata, “Aku tidak akan meninggalkan kalian yatim piatu karena Aku
akan meninggalkan Maria buat kalian.” Yesus berkata, “Aku tidak akan meninggalkan
kalian yatim piatu karena Aku akan mengirimkan Roh Kudus.” [Yoh. 14:16-18].
Liguori memakai kata-kata yang sama.
Lalu
Maria menjawab murid-murid dengan berkata, “Aku tidak pergi untuk meninggalkan kalian,
tetapi untuk membantu kalian lebih banyak di Surga melalui perantaraanku dengan
Allah.”
Lalu
dia menyuruh para murid untuk menguburkan tubuhnya setelah kematiannya. Dan dia
memberikan dua pakaiannya kepada dua orang perawan yang telah membantunya
selama hidupnya. Lalu dia memanggil rasul Petrus dan memberitahunya bahwa dia
akan menjadi kepala gereja, dan bahwa dia yang akan bertanggung jawab atas
penyebaran Injil. Lalu dia memanggil Yohanes dan mengucapkan terima kasih
karena telah memeliharanya setelah Yesus naik ke Surga.
Kemudian
malaikat-malaikat datang, bersama dengan Yesus dan Yesus memberi Maria
komuninya yang terakhir. Dan Yesus mengucapkan kata-kata ini kepada Maria, “Terimalah, Oh, ibuKu, dari tanganKu, tubuh
yang sama yang telah engkau berikan kepadaKu.” Kemudian selagi Maria menarik napasnya yang
terakhir, dia mengatakan kata-kata ini, “Anakku, ke dalam tanganMu aku serahkan
rohku.” Lalu para
malaikat membawa Maria ke Surga, menurut kisah ini. Kedengarannya seperti
cerita khayal, bukan?
Dan
ketika mereka mendekati kota Allah, para
malaikat yang mendampingi Maria berseru kepada mereka yang berada di
dalam kota, “Angkatlah
pintu gerbangmu, O, kalian para pangeran. Dan terangkatlah kamu pintu-pintu
yang abadi, dan ratu kemuliaan akan masuk.”
Ketahuilah, ini merupakan variasi Mazmur 24 (ayat 7, 9) yang dinyanyikan
ketika Yesus masuk ke Yerusalem surgawi.
Lalu Maria tiba di Surga, dan dia dipuji oleh
kelompok-kelompok sesuai urutannya. Izinkan saya memberitahu kaian bagaimana
susunannya. Pertama dia dipuji para malaikat, kemudian oleh orang-orang kudus,
kemudian oleh para pengaku iman, lalu oleh para martir, lalu oleh St. Yakobus,
lalu oleh para nabi, lalu oleh para bapak iman, lalu oleh Adam dan Hawa, lalu
St. Simeon, lalu St. Zakharia, St. Elizabeth, St. Yohanes Pembaptis, St.
Yoakim, St. Anne, dan akhirnya dia disambut oleh suaminya sendiri, St. Yusuf.
Tapi bukan hanya ini.
Akhirnya, ini yang dikatakan Liguori yang merupakan
puncak peristiwa itu: Allah Bapa
memahkotainya dengan memberikan kuasaNya kepada Maria, dan Anak memberikan
kebijaksanaanNya, dan Roh Kudus memberikan kasihNya. Dan ketiga Pribadi Ilahi,
menempatkan takhta Maria di sebelah kanan Yesus, mendeklarasikannya penguasa
Surga dan bumi, dan memerintahkan para malaikat dan semua makhluk ciptaan untuk
mengakui Maria sebagai ratu mereka, dan dengan demikian, melayani dan mematuhinya
Coba kalian katakan di mana dalam Kitab Suci
ditemukan semua itu? Tidak ada di mana pun!
Kalian bisa menemukannya dalam Injil Apokripa
yang ditulis di abad ke-2 dan ke-3 dulu, tetapi di dalam Kitab Suci kita akan
mencarinya dengan sia-sia, karena kematian Maria saja tidak disebutkan.
Referensi terakhir yang kita temukan di Kitab Suci ialah di Kisah 1:14 di mana
dikatakan bahwa Maria berada di ruang atas bersama para rasul.
By the
way, do you know that Pope Gelasius I, who lived in the fifth century,
condemned the idea of the assumption of Mary? He was a Pope
of the Roman Catholic Church in the fifth century: Gelasius I. He
condemned the idea of the assumption of Mary. But, interestingly enough,
Pius XII, another Pope, said that Gelasius was wrong, and that Mary
was assumed to heaven. And he said this in the year 1950.
Nah,
tahukah kalian bahwa Paus Gelasius I
yang hidup di abad ke-5 mengutuk konsep diangkatnya Maria ke Surga?
Dia adalah seorang Paus dari gereja Roma Katolik di abad ke-5, Gelasius I. Dia
mengutuk konsep diangkatnya Maria ke Surga.
Tetapi
yang cukup menarik, Pius XII, Paus yang lain, mengatakan bahwa Gelasius salah,
dan bahwa Maria betul diangkat ke Surga, dan dia mengatakan ini di tahun 1950.
Now
listen to what Karl Keating, a Roman Catholic theologian has to say about
the assumption of Mary. He's criticizing fundamentalist Protestant
theologians, and he says this: “Still,
Fundamentalists asks, where is the proof from Scripture?...” that is for the assumption. “…Strictly, there was none,…” says Karl Keating. “…It was the Catholic church that was
commissioned by Christ to teach all nations and to teach them infallibly. The
mere fact that the church teaches the doctrine of assumption as something
definitely true, is a guarantee that it is true.” So
just because the church teaches it, and the church says it's true,
therefore it is true. That's some kind of circular reasoning.
Sekarang
dengarkan apa kata Karl Keating, seorang theolog Roma Katolik tentang diangkatnya
Maria ke Surga. Dia mengritik theolog-theolog Protestan fundamentalis dan dia
berkata demikian, “Namun Fundamentalis bertanya, mana buktinya
dari Kitab Suci?...” ini tentang
pengangkatan Maria ke Surga. “…Tegasnya, tidak ada…” kata
Karl Keating. “…Gereja
Katolik-lah yang diberi tugas oleh Kristus untuk mengajar segala bangsa dan
mengajar mereka kebenaran yang tidak bisa dibantah. Fakta sederhananya bahwa
gereja mengajarkan doktrin pengangkatan Maria sebagai sesuatu yang
sungguh-sungguh benar, sudah merupakan jaminan bahwa itu memang benar.” Jadi, hanya karena gereja
mengajarkannya, dan gereja mengatakan itu benar, maka itu benar. Ini kan alasan
yang berputar-putar.
As I
mentioned, the last mention of Mary in the Bible is in Acts 1:14.
And when you ask the Roman Catholic Church, “Why would God assume Mary to
heaven?” They say, “Well, He assumed Elijah, and He assumed Enoch
to heaven, and Mary was much more eminent than they.”
And as
you read the sources you find expressions such as this: “it was eminently
fitting”, “it was most appropriate”, “there is a long tradition”. But
never do you find a single reference from Scripture to support any idea
about the assumption of Mary to heaven.
Seperti
yang sudah saya katakan, terakhir kalinya nama Maria muncul di Alkitab adalah
di Kisah 1:14. Dan bila kita bertanya
kepada gereja Roma Katolik, “Mengapa Allah mengangkat Maria ke Surga?” Mereka
berkata, “Nah, Allah mengangkat Elia, dan Dia mengangkat Henokh ke Surga, dan
Maria lebih istimewa daripada mereka.”
Dan
bila kita membaca sumber-sumbernya, kita akan menemukan ungkapan-ungkapan sbb.:
“hal itu sangat pantas”, “itu sangat layak”, “itu adalah tradisi yang lama.”
Tetapi kita tidak pernah akan menemukan satu pun referensi dari Kitab Suci yang
mendukung konsep apa pun tentang pengangkatan Maria ke Surga.
Now we know that “Mary”, in recent years, and I put Mary in quotation marks, has been appearing in different parts of the earth. Now if this is not Mary, the question is who is it? I'm going to throw out that question for now because we're going to deal with that in our last lecture. You know, if Mary really is in the tomb awaiting the call of Jesus, who will descend from heaven with a shout, with the voice of the Archangel, and the trump of God, there's someone who's appearing all over the earth; purportedly she says she's Mary.
The question is if it's not Mary, who would it be? We'll deal with that a little bit later.
Nah,
kita tahu bahwa “Maria” di tahun-tahun belakangan ini ~ dan saya menempatkan
Maria dalam tanda kutip ~ telah muncul di pelbagai tempat di bumi. Nah, jika
ini bukan Maria, pertanyaannya ialah, siapakah itu? Saat ini saya hanya akan
melemparkan pertanyaan itu karena nanti dalam pelajaran kita yang terakhir kita
akan membahasnya. Kalian tahu, jika
Maria sebenarnya ada dalam kubur menunggu panggilan Yesus yang akan turun dari
Surga dengan satu seruan, dengan suara Penghulu Malaikat, dan sangkakala Allah,
maka ada seseorang yang muncul di pelbagai tempat di bumi yang konon mengatakan
bahwa dia adalah Maria.
Pertanyaannya,
jika itu bukan Maria, siapakah dia? Kita akan membahas ini nanti.
The
Roman Catholic Church uses Revelation 12:1 to say that Mary is in
heaven. You know, it speaks about this woman who is clothed with
the sun, and moon is under her feet, and on her head she has a crown of
twelve stars. They say, “See, this is Mary. Because she's with
child, and the child's about to be born.” What they don't realize is that Mary
is standing on the moon, and she's clothed with the sun, and she has the
crown of twelve stars on her head before Jesus is born. They use this
scene to say that this is after Mary has been enthroned in heaven and
she's been crowned, that she has this crown of twelve stars. But
the fact is she's depicted that way, this woman is depicted that way before
Jesus even is born. So this is not talking about the glorification of
Mary.
Gereja
Roma Katolik menggunakan Wahyu 12:1 untuk mengatakan Maria berada di Surga.
Kalian tahu, ayat itu berbicara tentang seorang perempuan yang bersalutkan
matahari dan bulan berada di kakinya, dan di kepalanya ada mahkota dengan dua
belas bintang. Mereka berkata, “Lihat, ini Maria, karena perempuan itu sedang
mengandung, dan anaknya akan segera lahir.”
Apa
yang tidak mereka sadari ialah Maria ini sedang berdiri di atas bulan dan dia
berselubungkan matahari, dan dia mengenakan mahkota dengan 12 bintang di
kepalanya, sebelum
Yesus dilahirkan! Mereka menggunakan adegan ini untuk mengatakan bahwa ini
adalah Maria setelah dijadikan ratu di Surga dan diberi mahkota, mahkota dengan
12 bintang itu. Tetapi faktanya, perempuan di ayat itu digambarkan demikian
adalah sebelum Yesus dilahirkan.
Jadi adegen ini tidak berbicara tentang dimuliakannya Maria.
Furthermore,
the Bible says that for 1260 years the woman, this woman, fled to the
wilderness. Well, how could the woman flee into the wilderness if
this was Mary? I thought she would be heaven, not in the
wilderness.
Furthermore,
in the Bible a day is equal to a year. This would mean 1260 years.
The fact is that according to Roman Catholic theology, all during this
church period Mary was not on earth at all. Mary was interceding with her
Son, and through the Son, with the Father in heaven. By the way,
Scripture makes it very clear that this woman represents the
saints. This woman represents the church. Because the little horn
it says persecutes the saints of the Most High, for time, times, and the
dividing of time. Revelation 12 says that the woman is persecuted
for the same period of time: time, times, and the dividing of time.
So you compare those two, the saints in Daniel 7 are the same as the
woman in Revelation 12.
woman in Revelation 12.
Lebih
lanjut, Alkitab berkata bahwa selama 1260 tahun perempuan ini lari ke padang
gurun. Nah, bagaimana perempuan ini bisa lari ke padang gurun jika dia adalah
Maria? Katanya Maria seharusnya berada di Surga, bukan di padang gurun.
Selain
itu, di Alkitab, satu hari itu sama dengan satu tahun. Berarti ini 1260 tahun.
Faktanya, kalau menurut theologi Roma Katolik, selama masa periode gereja,
Maria sama sekali tidak berada di bumi, Maria menjadi perantara Anaknya, dan
melalui Anaknya, dengan Allah Bapa di Surga.
Nah,
Kitab Suci dengan jelas mengatakan bahwa perempuan ini melambangkan orang-orang
kudus. Perempuan ini melambangkan gereja, karena si tanduk kecil dikatakan
menganiaya orang-orang kudus Yang Mahatinggi selama satu masa, masa-masa, dan
setengah masa. Wahyu pasal 12 berkata bahwa perempuan ini, dianiaya selama
waktu yang sama, yaitu satu masa, masa-masa, dan setengah masa. Maka jika kita
membandingkan keduanya, orang-orang
kudus di Daniel pasal 7 sama dengan perempuan di Wahyu pasal 12.
Now we
need to dedicate some time to talk about a final dogma which has been
discussed within the Roman Catholic Church. It has not been proclaimed as
a dogma yet, but there is a great amount of discussion concerning
this. And it is the idea that Mary is
1. Coredemptrix with
Jesus.
2. Advocate with the
Father.
3. Mediatrix of all
graces between the Father and the human race.
Allow
me to read you a couple of statements here. These are from Saint
Alphonsus Liguori where he explains how Mary actually is coredemptrix
along with Jesus. This is found on page 397 of his book, The Glories of Mary. Speaking about the
early years of Mary, when she actually took Jesus to the temple to
dedicate Him when He was 8 days old, we find this statement: “She…”, that is Mary, “…fully understood from the prophets that He was to be
betrayed by one of His disciples.”
There's no indication in the Bible that she fully believed that He was
going to be betrayed by one of His disciples. He goes on to say that “…Mary knew that the disciples would forsake Jesus, that He
would be treated with contempt, that He would be spit upon and derided by
the people. She knew that at the end of His life His flesh would be
torn and mangled by scourges. She knew that He was to be pierced by
nails. And yet knowing all of this, she pronounced the sentence that her
Son should die and die by so ignominious and painful death, saying, ‘Eternal
Father, since Thou willest that it should be so, not my will, but Thine be
done, I unite my will to Thy most holy will, and I sacrifice this, my Son to
Thee.’…”
Sekarang
kita perlu mendedikasikan sedikit waktu untuk berbicara tentang dogma yang terakhir,
yang telah dibahas di dalam gereja Roma Katolik. Ini belum diumumkan sebagai
dogma, tetapi sudah ada banyak diskusi mengenai hal ini. Dan konsepnya ialah Maria adalah:
1.
coredemptrix (= rekan penebus) bersama
Yesus.
2.
pembela manusia pada Allah Bapa
3.
mediatrix (= perantara) semua karunia
Allah Bapa kepada umat manusia.
Izinkan
saya membacakan dua pernyataan di sini yang berasal dari St. Alphonsus Liguori
di mana dia menjelaskan bagaimana Maria sebenarnya adalah rekan penebus bersama
dengan Yesus. Ini ada di hal. 397 bukunya The
Glories of Mary. Berbicara tentang masa muda Maria ketika dia membawa Yesus
ke Bait Allah untuk mendedikasikanNya saat Yesus berusia 8 hari, kita melihat
pernyataan ini: “Dia…” maksudnya Maria, “…sepenuhnya paham dari tulisan nabi-nabi
bahwa Yesus akan dikhianati oleh salah satu muridNya.” Di Alkitab tidak ada indikasi bahwa
Maria sepenuhnya paham Yesus akan dikhianati salah satu muridNya. Liguori
melanjutkan berkata, “…Maria sudah tahu bahwa murid-muridNya akan meninggalkan Yesus,
bahwa Yesus akan diperlakukan dengan penuh kebencian, bahwa Dia akan diludahi
dan diolok-olok orang. Maria sudah tahu bahwa saat akhir hidupNya, dagingNya
akan tercabik dan terluka oleh pukulan-pukulan cambuk. Maria sudah tahu bahwa
Yesus akan ditusuk paku. Walaupun dengan mengetahui semua ini, Maria memvonis
Anaknya harus mati, dan mati dengan cara yang sedemikian terhina dan
sengsaranya, dengan berkata, ‘Bapa yang kekal, karena Engkau yang telah
menghendakinya demikian, bukan kehendakku, tetapi kehendakMu-lah yang jadi. Aku
persatukan kehendakku dengan kehendakMu yang paling kudus, dan aku kurbankan
ini, Anakku kepadaMu.’…”
Here's
another statement that we find on page 40 of Liguori. And this is a
particularly significant statement. He quotes words by Andrew of
Crete, and these are the words: “The wills of Christ,
and of Mary, were then united so that both offered the same holocaust…” Holocaust means sacrifice. So their hearts were
united. They offered the same sacrifice. “…She therefore
producing with Him the one effect: the salvation of the world.” In other words, they both became Saviors of the world,
because their wills were merged, and they offered the one
sacrifice.
He
continues saying: “At the death of Jesus, Mary united
her will to that of her Son. So much so that both offered one and
the same sacrifice. And therefore the holy abbot says that both the
Son, and the mother effected human redemption, and obtained
salvation for men. Jesus, by satisfying for our sins, Mary by obtaining
the application of this satisfaction to us.”
In other words, Jesus paid for the satisfaction of sin, but then
Mary is able to be our advocate before the Father, because she
participated in the sacrifice, and she's able to mediate all of the
graces that come from God to us. In other words Jesus paid the sacrifice portion,
and she does the advocacy, and the mediatorial function. Because
they both participated, according to this view, in the redemption of the
human race.
He
continues saying: “Hence Denis the Carthusian also asserts
that the Divine Mother can be called the Savior of the world, since
by the pain that she endured in commiserating her Son, willingly
sacrificed by her to divine justice, she merited that through her
prayers the merits of the passion of the Redeemer should be
communicated to men.” In other words,
Jesus offered the sacrifice, but Mary is the one who can distribute the
benefits of the sacrifice of Jesus, because her will was
merged with the will of Jesus, and they offered the same sacrifice
to God.
Ini
pernyataan yang lain yang kita dapati di hal. 40 buku Liguori. Dan ini adalah
pernyataan yang signifikan. Dia mengutip kata-kata Andrew dari Kreta, dan
inilah kata-katanya: “Kehendak Kristus dan Maria, sedemikiannya menyatu sehingga
keduanya mempersembahkan holokos yang sama…” Holokos
artinya kurban. Jadi hati mereka menyatu. Mereka mempersembahkan kurban yang
sama. “…Dengan demikian
Maria menghasilkan hasil yang satu bersama Yesus: yaitu keselamatan bagi
dunia.” Dengan kata lain, mereka berdua menjadi Juruselamat
dunia, karena kehendak mereka menyatu, dan mereka
mempersembahkan kurban yang sama.
Liguori
melanjutkan, “Pada saat kematian
Yesus, Maria mempersatukan kehendaknya dengan kehendak Anaknya, sehingga mereka
berdua mempersembahkan kurban yang satu dan sama. Dan oleh karena itu, biarawan
suci itu berkata bahwa baik Anak maupun ibuNya menghasilkan penebusan manusia
dan mendapatkan keselamatan bagi manusia. Yesus dengan membayar dosa-dosa kita,
Maria yang membuat jasa penebusan tersebut bisa kita nikmati.” Dengan kata lain, Yesus yang membayar untuk hukuman
dosa, tetapi Maria yang sanggup menjadi pembela kita di hadapan Allah Bapa
karena dia ikut ambil bagian dalam pengurbanan itu, dan dia bisa menjadi
perantara bagi semua karunia yang datang dari Allah untuk kita. Dengan kata
lain Yesus membayarkan porsi
penebusannya, dan Maria yang berfungsi sebagai pembela dan perantara.
Karena menurut pandangan ini, mereka berdua sama-sama ikut ambil bagian dalam
penebusan umat manusia.
Liguori
melanjutkan berkata, “Itulah sebabnya Denis dari Ordo Karthusia juga menegaskan bahwa
Ibu Ilahi ini bisa juga disebut Juruselamat dunia, karena melalui penderitaan
yang dialaminya saat merasakan penderitaan Anaknya, yang dikurbankan olehnya
dengan sukarela kepada keadilan Ilahi, maka melalui doa-doanya, Maria layak
menyampaikan jasa pengorbanan Sang Penebus kepada manusia.” Dengan kata lain, Yesus mempersembahkan kurbannya,
tetapi Maria-lah yang boleh membagikan
manfaat pengorbanan Yesus, karena kehendak Maria telah menyatu
dengan kehendak Yesus, dan mereka mempersembahkan kurban yang sama kepada
Allah.
Now
it's probably well known that John Paul II, who was Pope until recently,
was very devoted to Mary. In fact he greatly admired the Virgin
Mary. On his coat of arms he had the inscription, Totus tuus
sum, Maria, in other words, “I'm all yours, Mary.” In fact inside his
pontifical robes he had written, Totus tuus, “all yours”; referring to
Mary. In fact he consecrated Russia to the Virgin Mary. And shortly
thereafter the communist block in Eastern Europe, and in the former
Soviet Union failed. He believed that his life had been spared by
the Virgin Mary when he was shot. In fact John Paul II visited almost
every single Marian shrine in the whole world. On March 25, 1987 he
published a very important encyclical. The name of it was Redemptoris
Mater, “Mother the Redeemer”. And basically in this encyclical he
splashed a whole bunch of Scripture that has absolutely nothing to do
with Mary, texts drawn out of context with the purpose of trying to
convince people that the idea of Mary as the coredemptrix actually has a
Biblical foundation.
In fact
John Paul II six times in his writings referred to Mary directly as
coredemptrix. This is more times than any Pope in the history of the
Roman Catholic Church.
Nah,
mungkin sudah bukan rahasia lagi bahwa Paus Yohanes Paulus II, yang menjabat
Paus hingga akhir-akhir ini, sangat setia kepada Maria. Bahkan dia sangat
mengagumi Perawan Maria. Pada lambang
kepausannya tertulis Totus tuus sum, Maria, dengan kata lain, “aku seluruhnya milikmu, Maria.” Malah, di
bagian dalam jubah kepausannya, tertulis Totus
tuus, (“seluruhnya
milikmu”) mengacu kepada Maria. Bahkan dia mempersembahkan Rusia kepada Perawan
Maria, dan tak lama setelah itu, blok komunisme di Eropa Timur dan Uni Sovjet
jatuh. Dia meyakini hidupnya telah diselamatkan oleh Perawan Maria ketika dia
ditembak. Dan Yohanes Paulus II mengunjungi hampir semua kuil pemujaan untuk
Maria di seluruh dunia. Pada 25 Maret 1987, dia mempublikasikan ensiklik yang
sangat penting, judulnya Redemptoris
Mater, “Ibu, yang
menebus.”. Dan pada dasarnya dalam ensiklik ini dia menebarkan sejumlah ayat
Kitab Suci yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Maria, teks-teks yang
dicomot di luar konteks dengan tujuan berusaha meyakinkan orang bahwa konsep
Maria sebagai rekan-penebus sebenarnya punya dasar alkitabiah.
Bahkan
Yohanes Paulus II enam kali dalam
tulisannya menyebut Maria secara langsung sebagai rekan-penebus. Ini jauh lebih
banyak dari yang pernah dilakukan Paus mana pun dalam sejarah gereja Roma
Katolik.
In fact
allow me to read you some statements from John Paul II to this
effect. He quotes Philippians 2:5-8 and then he says this: “Mary shares through faith in the shocking mystery of this
self-emptying…” because it talks about Jesus emptying Himself. “…This is perhaps the
deepest ‘kenosis’…” which means emptying, “… of faith in human history. Through faith,
the mother shares in the death of her Son, in His redeeming death.” So she shares in the death of her Son in His redeeming
death, according to John Paul II.
Izinkan
saya membacakan beberapa pernyataan Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dia
mengutip Filipi 2:5-8 kemudian berkata demikian, “Melalui iman Maria ikut merasakan misteri
pengosongan diri yang sangat mengguncang ini…” karena
ayat-ayat itu berbicara tentang Yesus mengosongkan DiriNya, “…Mungkin ini adalah ‘kenosis’…” artinya
pengosongan diri “…iman yang paling mendalam dalam sejarah
manusia. Melalui iman, sang ibu ikut merasakan kematian Anaknya, dalam kematianNya yang menebus.” Jadi Maria ikut merasakan kematian Anaknya, dalam
kematianNya yang menebus,
menurut Yohanes Paulus II.
In
another statement we find John Paul II saying this: “In this way Mary's motherhood continues unceasingly in the
church as the mediation which intercedes. And the church expresses her
faith in this truth by invoking Mary under the titles of Advocate,
Auxiliatrix…” that is helper, “…Adjutrix, and
Mediatrix.”
Dalam
pernyataan yang berbeda kita melihat Yohanes Paulus II berkata demikian, “Dengan cara ini, keibuan Maria berlangsung selamanya dalam gereja sebagai
perantara yang mengantarai. Dan gereja menyatakan imannya dalam kebenaran ini
dengan memohon kepada Maria dalam kapasitasnya sebagai Pembela, Penolong…” yaitu pembantu, “…Adjudan, dan Perantara.”
In an
address that he gave in Nagasaki in Japan, John Paul II says this: “There is no better way to approach her Son than through her.”
[Feb, 26, 1981].
Dalam
pidato yang disampaikannya di Nagasaki Jepang, Yohanes Paulus II berkata
demikian: “Tidak ada cara yang
lebih baik untuk mencapai Anaknya daripada melalui dia [Maria].” (26 Februari
1981)
In a speech that he gave in Argentina he said these words: “In the evangelizing history of the church, the Virgin Mary has occupied and continues to occupy a singularly unique place. It has rightly been said: ‘to Christ, through Mary’.” [Address in Mendoza, Argentina, October 12, 1980]
In
other words Mary, because she is coredemptrix, she is also our advocate
before her Son, so that her Son then can be the Advocate before His
Father.
Dalam
pidato yang disampaikan di Argentina, dia mengatakan ini, “Sepanjang sejarah penginjilan gereja, Perawan
Maria menduduki dan terus menduduki
satu-satunya tempat yang instimewa. Benarlah apa yang dikatakan, ‘ke Kristus
melalui Maria’.” [Pidato di Mendoza, Argentina, 12 Oktober 1980].
Dengan
kata lain, karena Maria adalah rekan-penebus, dia juga pembela kita di hadapan
Anaknya, agar Anaknya kemudian bisa menjadi Pembela di hadapan BapaNya.
We also
notice in the encyclical, Salvifici Doloris, that John Paul II
says this: “Her ascent of Calvary…” that is Mary's ascent of
Calvary, “…and
her standing at the foot of the cross together with the beloved disciple, were
a special sort of sharing in the redeeming death of her Son.” [pg.25]
Kita juga
perhatikan di ensiklik Salvifici
Doloris, Yohanes Paulus II berkata
demikian, “Dengan naik ke
Kalvari…”
kenaikan Maria ke Kalvari, “…dan dengan berdiri di kaki salib bersama murid yang dikasihi,
adalah semacam aksi berbagi dalam kematian Anaknya yang menebus manusia.” [hal.
25]
You
know, there's a theologian, I believe he's a Spanish theologian, Mark
Miravalle, who before the death of John Paul II did a signature gathering
campaign to try to get as many Catholics as possible to write to John
Paul II so that he would proclaim this last dogma. By the way, the
dogma would be that Mary is coredemptrix of humanity, mediatrix of all
graces, and advocate for the people of God. He gathered millions of
signatures that were sent to John Paul II so that he would proclaim this
final dogma that Mary is coredemptrix, advocate, and also mediatrix
of all graces. In fact in the same article that I referred to
earlier in the Fresno Bee, we find this very revealing statement:
“Speculation centers
on the possibility that Pope John Paul II may declare as dogma that Mary
is coredemptrix of humanity, mediatrix of all graces, and advocate
for the people of God.” Now we know that
it didn't happen. But the subject is still being agitated far-and-wide
within the Roman Catholic Church. And there are millions of
Catholics, both among the clergy and the laity, who are pushing for Pope
Benedict XVI to proclaim a fifth dogma, which would be that Mary
is coredemptrix, advocate, and mediatrix of all graces.
Kalian
tahu, ada seorang theolog, menurut saya dia seorang theolog dari Spanyol, Mark
Miravalle, yang sebelum kematian Yohanes Paulus II, menggalang kampanye untuk
mengumpulkan sebanyak-banyaknya tandatangan untuk membuat sebanyaknya-banyaknya
umat Katolik menulisi Yohanes Paulus II agar dia bersedia mengumumkan dogma
yang terakhir ini. Nah, dogmanya ialah bahwa Maria adalah rekan-penebus bagi
manusia, perantara semua karunia Allah, dan pembela umat Allah. Miravalle
mengumpulkan jutaan tandatangan yang dikirimnya ke Yohanes Paulus II supaya dia
mau memproklamasikan dogma terakhir ini bahwa Maria adalah seorang
rekan-penebus, pembela, dan juga perantara semua karunia Allah. Bahkan di artikel
yang sama yang saya sebutkan tadi, yang muncul di surat kabar Fresno Bee, kita mendapatkan pernyataan yang membuka mata
kita ini: “Spekulasi berpusat
pada kemungkinan Paus Yohanes Paulus II mengumumkan sebagai dogma bahwa Maria
adalah rekan-penebus manusia, perantara semua karunia Allah, dan pembela bagi
umat Allah.”
Nah,
kita tahu bahwa hal itu tidak terjadi, tetapi topik ini masih dibicarakan di
mana-mana di dalam lingkungan gereja Roma Katolik. Ada jutaan Katolik, baik di
antara klerusnya maupun orang awamnya, yang mendesak Paus Benedict XVI untuk
mengumumkan dogma yang kelima,
yaitu Maria adalah rekan-penebus, pembela, dan perantara semua karunia.
Notice
what Mark Miravalle has to say about the reason why Mary should be looked
at as the coredemptrix. He says this: “By giving flesh to
the ‘Word made flesh’ for our salvation, this act alone rightfully and
exclusively merits for the Handmaid of the Lord the title and honor of
coredemptrix.” [Mary, Coredemptrix, Mediatrix, Advocate pg. 8] Coredemptrix
means that she's co-redeemer. In fact he goes so far as to say that “If Mary had said no to God, if she had said, ‘No, I don't
want to have Jesus’, there would have been no plan of salvation.
And, therefore, the whole human race would have been lost.” So when Mary consented to be the mother of Jesus, she
should be looked upon as coredemptrix of the human race.
Perhatikan
apa yang dikatakan Mark Miravalle tentang alasan mengapa Maria harus dianggap
sebagai rekan-penebus. Dia berkata demikian, “Dengan memberikan kedagingan kepada ‘Firman
yang menjadi manusia’ demi keselamatan kita, maka tindakan ini saja sudah
membuat Hamba perempuan Allah ini berhak mendapatkan secara eksklusif titel dan
kehormatan rekan-penebus…” rekan
penebus artinya dia adalah rekan-juruselamat.
[Mary, Coredemptrix, Mediatrix, Advocate hal.
8] Malah lebih lanjut lagi dia
berkata, “…Seandainya Maria berkata ‘tidak’ kepada Allah,
seandainya Maria berkata ‘Tidak, saya tidak mau melahirkan Yesus’, tidak akan
ada rencana keselamatan. Dan sebagai akibatnya seluruh umat manusia akan
binasa.” Jadi ketika Maria bersedia
menjadi ibu Yesus, dia harus dianggap sebagai rekan-penebus umat manusia.
Now
because she's coredemptrix, according to Roman Catholic theology, she
also is the advocate for the people of God.
Allow
me to read a statement from the declaration which was given at Vatican
II, Lumen
Gentium, it's paragraph 62, “The Light of the World”. This
is what it says: “Taken up to heaven, she did not lay aside
this saving office, but by her manifold intercession continues to bring us the
gifts of eternal salvation… Therefore the Blessed Virgin is invoked in the
church under the titles of: Advocate, Helper, Benefactress and Mediatrix.”
So she
not only is coredemptrix, she also is our advocate with Jesus, and then
Jesus is the advocate with the Father.
But not
only does she represent us before Jesus, according to this new dogma, but
also all of the graces that come from Jesus to us must come from the
Father, to Jesus, through Mary, to the human race.
Nah,
karena menurut theologi Roma Katolik Maria adalah rekan-penebus, maka dia juga
adalah pembela bagi umat Allah.
Izinkan
saya membacakan pernyataan dari deklarasi yang diberikan di Vatikan II, Lumen Gentium,
di paragraf 62, “Terang Dunia”. Inilah yang dikatakannya: “Dengan diangkatnya ke Surga, Maria tidak
meninggalkan jabatannya sebagai penyelamat, melainkan dengan perantaraannya
yang berlapis-lapis, dia terus-menerus memberikan kita karunia keselamatan
kekal… Oleh karena itu, di gereja orang memohon kepada Perawan yang diberkati
ini dengan sebutan Pembela, Penolong, Pemberi berkat, dan Perantara.”
Jadi
Maria bukan hanya rekan-penebus, dia juga adalah pembela kita pada Yesus,
kemudian Yesus menjadi Pembela kita pada Allah Bapa.
Tetapi
Maria bukan saja menjadi wakil kita di hadapan Yesus menurut dogma yang baru
ini, tetapi juga semua karunia yang berasal dari Yesus kepada kita, harus
datang dari Allah Bapa, ke Yesus, melalui Maria, ke umat manusia.
In fact allow me to quote from Pope Leo XIII: “Every grace granted to man has three degrees of order; for by God it is communicated to Christ, from Christ it passes to the Virgin, and from the Virgin it descends to us.” [Jacunda Semper 1894]
Nah,
izinkan saya mengutip dari Paus Leo XIII: “Setiap karunia yang diberikan kepada manusia
memiliki tiga tingkat urutan; karena dari Allah Bapa itu disampaikan kepada
Kristus, dari Kristus itu diteruskan kepada sang Perawan, dan dari sang Perawan
itu turun kepada kita.” [Jacunda Semper 1894]
A few years ago in an article in Newsweek magazine Kenneth Woodward, writing about this dogma, had this very interesting statement to make, speaking about the drive to have the Roman Catholic Church proclaim this dogma: “If the drive succeeds, Catholics would be obliged as a matter of faith, to accept three extraordinary doctrines:
1. that Mary participates in the redemption achieved by her Son,
2. that all graces that flow from the suffering and death of Jesus
Christ, are granted only through Mary’s intercession with her Son,
3. and that all prayers and petitions from the faithful on earth,
must likewise flow through Mary, who then brings them to the attention of
Jesus.” [Newsweek “Hail Mary” August
25, 1997 pg. 49]
And he
continues saying this ~ and by the way, Woodward is a Roman Catholic ~ he
says: “In place of the Holy Trinity, it would appear
there would be a kind of Holy Quartet, with Mary playing the multiple roles of
daughter of the Father, mother of the Son, and spouse of the Holy Spirit.”
Beberapa
tahun yang lalu dalam sebuah artikel di majalah Newsweek,
Kenneth Woodward menulis tentang dogma ini, dan membuat pernyataan yang sangat
menarik ini, berbicara mengenai gerakan agar gereja Roma Katolik
mendeklarasikan dogma ini: “Jika gerakan itu berhasil, maka berdasarkan iman, umat Katolik
harus menerima tiga doktrin yang luar biasa:
1.
Bahwa Maria ikut ambil
bagian dalam penebusan yang dicapai oleh Anaknya,
2.
Bahwa semua karunia yang mengalir dari penderitaan dan kematian Yesus,
diberikan hanya melalui perantaraan Maria pada Anaknya.
3.
Dan bahwa semua doa dan permohonan dari umat percaya di bumi,
juga sama harus mengalir melalui Maria, yang kemudian membawa mereka kepada
perhatian Yesus.” [Newsweek “Hail Mary” August 25, 1997 hal.
49]
Dan
dia melanjutkan mengatakan ini ~ dan ketahuilah, Woodward adalah seorang Roma
Katolik ~ dia berkata, “Di tempat Trinitas Kudus, sepertinya akan muncul semacam
Kuartet Kudus dengan Maria memainkan peranan sebagai putri Allah Bapa, ibu
Allah Anak, dan istri Roh Kudus.”
By the
way, this petition was examined, the possibility of this dogma was
examined in June of 1997 by 23 theologians of the Roman Catholic
Church; expert maryologists. And they voted 23 to nothing to table it
and to not proclaim this dogma.
So you
say, “It's a dead issue.”
Do you
want to know the reason why they said that this dogma should not be proclaimed at this
time? They said out of ecumenical considerations. In
other words, it would not be beneficial at this time to proclaim this
dogma, because Protestants would not want to have a union of the churches,
because they're already exasperated by other dogmas that have been
proclaimed by the Roman Catholic Church.
Nah, petisi ini diperiksa, dan kemungkinan dikeluarkannya dogma ini diselidiki di Juni 1997 oleh 23 theolog gereja Roma Katolik yang adalah pakar-pakar khusus tentang Maria, dan mereka mengambil suara 23 lawan 0 (= aklamasi) untuk menunda membahasnya dan untuk tidak mendeklaraskan dogma ini.
Maka
kalian berkata, “Kalau begitu ini isu mati.”
Maukah
kalian tahu mengapa mereka berkata bahwa dogma
ini jangan dideklarasikan saat ini? Mereka berkata, demi pertimbangan ekumenikal.
Dengan kata lain, tidaklah menguntungkan
mengumumkan dogma tersebut pada saat ini, karena golongan Protestan tidak akan
mau mengadakan persatuan gereja-gereja, berhubung mereka sudah jengkel dengan dogma-dogma
lain yang telah dideklarasikan gereja Roma Katolik.
But as
Protestants cast aside more and more of the shield of truth, which is the
Bible, and more and more they adopt the Roman Catholic view of Mary, the
question is, “Is the time coming when Protestants will be ready
to accept even this idea? Particularly in times of national
calamities, in times when you have to have somebody who is going to save
the human race from annihilation?” Which is the picture, by the way, that is
presented not only in the book, The Great
Controversy, but which is presented in the book as we we'll notice in
our next lecture, The Thunder of Justice,
by two Roman Catholics. They say that because of the wickedness of the
world Mary is going to send a message that God is sending
calamities upon the world until everybody shapes up.
You know, in times of calamities and huge world disasters people will do strange things, and people will come together. If you don't think so, just remember what happened in 2001. At least for a short period after this everybody started going to church. And everybody said, “We're all brothers.” And everybody helped one another in the streets. And people bought out Bibles in the Christian bookstores. In other words, there was this spirit during this time after the disaster on September 11, 2001.
You know, in times of calamities and huge world disasters people will do strange things, and people will come together. If you don't think so, just remember what happened in 2001. At least for a short period after this everybody started going to church. And everybody said, “We're all brothers.” And everybody helped one another in the streets. And people bought out Bibles in the Christian bookstores. In other words, there was this spirit during this time after the disaster on September 11, 2001.
That's
the same scenario that Scripture portrays.
Tetapi
saat golongan Protestan semakin menyingkirkan perisai kebenaran yaitu Alkitab,
dan semakin menerima pandangan Roma Katolik tentang Maria, pertanyaannya ialah,
“Apakah akan tiba saatnya ketika Protestan siap menerima bahkan konsep ini
juga? Terutama di masa bencana nasional, di masa di mana kita memerlukan
seseorang yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kepunahan?” Ketahuilah,
inilah gambaran yang disampaikan bukan saja oleh buku The Great Controversy, tetapi juga disampaikan oleh buku yang akan
kita bahas dalam pelajaran berikutnya, The
Thunder of Justice yang ditulis oleh dua orang Roma Katolik. Mereka berkata
karena kejahatan dunia, Maria akan mengirimkan pesan bahwa Allah akan
menjatuhkan bencana-bencana ke atas dunia, sampai semua orang bertobat.
Kalian
tahu, pada masa-masa bencana dan
malapetaka-malapetaka dunia yang hebat-hebat, manusia akan melakukan hal-hal
yang aneh, dan orang-orang akan bersatu. Jika kalian tidak
sependapat, ingatlah apa yang terjadi di tahun 2001. Paling tidak, selama masa
yang singkat, semua orang mulai pergi ke gereja, dan semua orang berkata, “Kita
semua bersaudara.” Dan semua orang tolong-menolong di jalan, dan membeli
Alkitab dari toko-toko buku Kristen sampai kehabisan stok. Dengan kata lain,
setelah bencana 11 September 2001, muncullah semangat demikian.
Inilah
skenario yang sama yang disampaikan Kitab Suci.
By the
way, if you want to know where to find the best contemporary description
of this dogma, the best place would be in Mel Gibson's movie, The Passion of the Christ.
You
say, “Now how is this?”
Well,
the fact is that if you carefully look at The
Passion of the Christ, you're going to notice that it really is not
the story of Jesus. It's the story of Jesus looked at through the eyes of
Mary. If you look carefully, you're going to find that in this
movie Mary is a partner in the sufferings of Jesus. In fact, she's
the one who comforts Him. She's the one who encourages Him seven
times when He falls on the Via Dolorosa. She is the one who wipes
up the blood that is left after Jesus is flogged. She is the one who
takes the body of Jesus down from the cross. She is the one who
holds Jesus in her arms when He's at the foot of the cross. In
other words, from the cradle to the grave, Mary is participating in the
sufferings, and in the redemption of Jesus. She's not actually
sacrificed herself, but she is offering her Son in sacrifice, and she's
empathizing, and sympathizing. Her will is welded and blended with that
of her Son. Therefore she can intercede with her Son with us because she
went through the experience. And she can give the graces from Jesus
Christ to us, because she has participated in the experience. Her
will and her feelings are blended, and they are welded with those of
Jesus’. It's interesting to notice what Mel Gibson said about his
movie. You know, you talk about Protestants and Catholics joining
together in the idea of Mary. You know, Mel Gibson himself expressed it
in a very interesting way in an interview in Christianity Today in 2004. He says this: “I have been actually amazed at the way ~ I would say ~ the
evangelical audience has hands- down responded to this film more than any
other Christian group.” He's surprised, in other words. He
says: “What makes it so amazing is that the
film is so Marian.” So he's surprised how
Protestants have responded to this movie.
Nah,
jika kalian mau tahu di mana bisa mendapatkan deskripsi kontemporer yang
terbaik untuk dogma ini, tempatnya ya di film Mel Gibson, The Passion of the Christ.
Kalian
berkata, “Kok bisa?”
Nah,
faktanya, jika kita mengamati The Passion of
the Christ dengan seksama, kita akan melihat bahwa sesungguhnya itu bukan
cerita Yesus. Itu adalah cerita tentang Yesus yang dilihat dari mata Maria.
Jika kita melihatnya dengan seksama, kita akan mendapati bahwa dalam film ini,
Maria adalah rekan dalam penderitaan Yesus. Malah, dialah yang menghiburNya,
dialah yang memberiNya semangat tujuh kali saat Yesus jatuh di Via Dolorosa. Marialah
yang menyeka noda darah setelah Yesus
dicambuk. Marialah yang menurunkan tubuh Yesus dari salib. Marialah yang
memeluk Yesus saat Yesus berada di kaki salib. Dengan kata lain, dari palungan
hingga ke kubur, Maria ikut ambil bagian dalam penderitaan dan penebusan Yesus.
Maria tidak mengorbankan dirinya sendiri, tetapi dialah yang mempersembahkan
Anaknya sebagai korban. Maria yang berempati dan bersimpati. Kemauannya
dipersatukan dengan kemauan Anaknya. Oleh karena itu, Maria bisa menjadi
perantara kita pada Anaknya karena dia telah menjalani pengalaman tersebut. Dan
Maria bisa memberikan karunia dari Yesus Kristus kepada kita karena dia telah
ikut ambil bagian dalam pengalaman itu. Kemauannya dan perasaannya telah
menyatu dan digabungkan dengan kemauan dan perasaan Yesus.
Yang
menarik adalah melihat apa kata Mel Gibson tentang film ini. Kalian tahu, yang kita
bicarakan adalah tentang bersatunya Protestan dan Katolik mengenai konsep
Maria. Kalian tahu, Mel Gibson sendiri mengekspresikannya dengan cara yang menarik dalam wawancara di Christianity Today di tahun 2004. Dia berkata
demikian, “Sebenarnya saya terheran-heran
~ katakanlah begitu ~ pada penonton golongan Protestan yang dengan mudah
menerima film ini bahkan lebih dari golongan Kristen yang lain.” Dengan kata lain, Mel Gibson merasa
heran. Dia berkata, “Yang membuatnya sedemikian mengherankan ialah, film ini sangat
Marian (fokus pada Maria).”
Jadi Mel Gibson heran bagamana golongan Protestan bereaksi terhadap film ini.
In fact
Rick Warren, who is pastor of the Saddleback Church in Arizona; a huge
church, actually I think it's in Southern California. He said this
about the movie: “The film is brilliant, Biblical; a
masterpiece.” And as you look at the film you notice that there's all
sorts of information that has nothing to do whatsoever with
Scripture.
Malah
Rick Warren, gembala gereja Saddleback di Arozoa, gereja yang besar sekali,
saya rasa itu di California Selatan, tentang film itu dia berkata, “Film yang brilian, alkitabiah, karya yang
luar biasa.” Dan jika kita
menonton film itu, kita akan melihat ada banyak sekali informasi di dalamnya
yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Kitab Suci.
Billy
Graham said this about the movie: “Every time I preach, or speak about the
cross, the things I saw on the screen will be on my heart, and in my
mind.”
Billy
Graham berkata demikian tentang film itu: “Setiap kali saya berkhotbah atau berbicara
tentang salib, apa yang telah saya lihat di layar, akan selalu berada di hati
dan pikiran saya.”
Ted
Haggard, the president of the National Association of Evangelicals said
this about Gibson's movie: “This film is probably the most accurate film
historically than anything that has ever been made in English. So we have
no hesitations. We were watching it for Biblical accuracy and we thought
it was as close as you can get.”
Ted
Haggard, presiden National Association of Evangelicals, berkata demikian
tentang film Gibson: “Film ini mungkin adalah film sejarah yang paling akurat
daripada apa pun yang pernah dibuat dalam Bahasa Inggris. Jadi kami sama sekali
tidak ragu-ragu. Kami menontonnya demi akurasi alkitabiahnya, dan menurut kami
itu sudah yang paling mendekati yang sebenarnya.”
So are
you saying that Protestants are not on the road to accepting the Roman
Catholic view of Mary? Absolutely. Casting aside the shield of truth,
step by step, little by little, they've grown closer and closer
to the Roman Catholic view.
Jadi
apakah kalian berkata bahwa Protestan tidak sedang menuju ke arah untuk
menerima pandangan Roma Katolik tentang Maria? Tentu saja! Dengan menyingkirkan
perisai kebenaran, selangkah demi selangkah, sedikit demi sedikit, mereka telah
menjadi semakin dekat saja ke pandangan Roma Katolik.
Now what kind of Biblical response can we give to this idea that Mary is coredemptrix, that Mary is the advocate for the people of God, and that Mary is the mediatrix of all graces?
Well,
first of all, allow me to say that there are about 1.2 billion Catholics
in the world. How can Mary simultaneously hear the prayers of 1.2
billion Roman Catholics? Well, you say, they're not all praying at the
same time. That's true. But you would have to say that there are at
least millions of them praying simultaneously. So how can Mary hear
the prayers of all of these people at the same time, and present their
prayers before her Son? How can she understand all of the languages of
the world? She would have to be what? She would have to be omniscient.
She would have to know all things. Furthermore, she's appearing all over
the world, which means that she would have to be omnipresent. And
to provide answers to every prayer she would have to practically be
what? omnipotent.
In
other words, the prerogatives of God are attributed to her.
The
Bible never says that Mary was full of grace. The Bible says that Jesus is
full of grace; that the dispenser of grace is actually Jesus
Christ. Scripture clearly says that Jesus alone is the Redeemer. Jesus
alone is the Advocate. Jesus alone is the One who mediates all
graces from heaven to earth.
Nah,
tanggapan alkitabiah apa yang bisa kita berikan kepada konsep bahwa Maria
adalah rekan-penebus, bahwa Maria adalah pembela umat Allah, dan bahwa Maria
adalah perantara semua karunia?
Yah,
pertama, izinkan saya berkata ada sekitar 1.2 milyar umat Katolik di dunia.
Bagaimana Maria bisa mendengar pada waktu yang sama doa 1.2 milyar orang Roma
Katolik? Nah, kalian berkata, mereka tidak berdoa semua pada waktu yang sama.
Oke, itu benar, tetapi kita harus mengatakan
paling sedikit ada jutaan dari mereka yang berdoa pada waktu yang sama. Jadi
bagaimana Maria bisa mendengarkan doa-doa semua orang ini pada waktu yang
bersamaan dan mempersembahkan doa-doa mereka di hadapan Anaknya? Bagaimana
Maria bisa mengerti semua bahasa di dunia? Untuk bisa melakukannya, dia
haruslah menjadi apa? Dia
harus menjadi mahatahu! Dia haruslah tahu segala sesuatu.
Selanjutnya
Maria muncul di mana-mana di dunia ini, berarti dia juga harus menjadi mahahadir [= ada di
mana-mana].
Dan
untuk bisa memberikan jawaban kepada setiap doa, dia juga harus apa? mahakuasa!
Dengan
kata lain, semua prerogatif
Allah menjadi miliknya!
Alkitab
tidak pernah berkata bahwa Maria itu penuh karunia. Alkitab berkata Yesus yang penuh
karunia; bahwa pemberi karunia sesungguhnya Yesus Kristus. Kitab Suci berkata dengan jelas bahwa hanya Yesuslah
Penebus. Hanya Yesuslah Pembela. Hanya Yesuslah yang menjadi perantara segala
karunia dari Surga ke dunia.
Allow
me to read you some statements from Scripture to this effect. 1
John 2:1 “My little children, these
things write I to you, so that you may not sin. And if anyone sins, we have an
advocate with the Father, Jesus Christ the righteous…” Who is
the Advocate according to Scripture? Jesus Christ is the Advocate.
Izinkan
saya membacakan beberapa pernyataan dari Kitab Suci tentang hal ini.
1
Yohanes 2:1 “Anak-anakku, hal-hal ini
kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang
berbuat dosa, kita mempunyai seorang pembela
pada Bapa yaitu Yesus Kristus, yang benar...”
Siapa yang menjadi
pembela menurut Kitab Suci? Yesus Kristuslah Pembela itu.
Notice
Romans 8:34, “Who is he who condemns? It is Christ who died, and furthermore is also risen, who is even at the right hand
of God, who also makes intercession for us.”
Who is it that makes intercession for us, who is alive at
the right hand of God? It is Jesus Christ.
Perhatikan
Roma 8:34, “Siapakah
yang menghukum? Kristus Yesus, yang telah mati. Bahkan lebih lagi: yang telah
bangkit, yang juga ada di sebelah kanan Allah, yang juga menjadi pengantara
bagi kita.” Siapa yang menjadi
perantara bagi kita, yang hidup dan berada di tangan kanan Allah? Yesus
Kristus!
Notice
Hebrews 7:25, 26. The Bible's clear on this point. “25Therefore He is also able
o to save to the uttermost those who come to God through Him, since He always
lives to make intercession for them….” Who lives to make intercession for them? Jesus. “…26 For such a high priest was
fitting for us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners…” everything which is attributed to Mary, in Roman Catholic theology, “…and has become higher than the heavens. 27
who does not need daily,
as those high priests, to offer up sacrifices, first for his own
sins, and then for the people's. For this He did once and for all
when He offered up Himself.” Nothing
about Mary offering Him. The Bible says that He offered Himself.
He is the intercessor. He is the Advocate before the Father. And,
by the way, He's loving, benevolent, and kind. You don't have to think of
Him as being harsh, and mean, and needing to be appeased. Because
the Jesus in heaven is the same Jesus that healed diseases, and cast out
devils, and showed love for the multitudes, and fed thousands of
people. He's the same Jesus in heaven today. And, therefore, we can go
directly to Jesus, and through Jesus to the Father without any
intermediary.
Perhatikan
Ibrani 7:25-26. Alkitab sangat jelas tentang poin ini. “25 Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua
orang yang datang kepada Allah melalui Dia.
Sebab Ia senantiasa hidup untuk melakukan
perantaraan bagi mereka…” Siapa yang hidup, yang menjadi
perantara mereka? Yesus! “…26 Sebab Imam Besar yang
demikianlah yang layak bagi kita: yaitu yang
saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa…” segala yang dalam theologi Roma
Katolik, diatributkan kepada Maria, “…dan lebih tinggi daripada
tingkat-tingkat sorga 27 yang tidak seperti imam-imam besar lain,
yang setiap hari harus mempersembahkan kurban, pertama
untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal
itu telah dilakukan-Nya satu kali untuk semua
manusia, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban.” Tidak ada disebutkan
bahwa Maria yang mempersembahkan Kristus. Alkitab berkata bahwa Kristus
mempersembahkan DiriNya Sendiri.
Dialah sang perantara, dialah sang pembela di hadapan Allah Bapa.
Dan
asal tahu, Dia itu sangat pengasih, murah hati, dan baik. Kita tidak perlu
menganggap Dia kaku dan kejam, yang harus diredakan amarahnya. Karena Yesus
yang berada di Surga adalah Yesus yang sama yang menyembuhkan penyakit, yang
membuang iblis, yang menyatakan kasihNya kepada orang banyak, dan yang memberi
makan ribuan orang. Dialah Yesus yang sama yang berada di Surga sekarang. Oleh
karena itu, kita bisa langsung
datang ke Yesus, dan melalui Yesus ke Allah Bapa tanpa perantara lain.
Now
notice this very clear text in 1 Timothy 2:5, 6. “5 For there is one God, and one Mediator…” Now
what part of “one” don't you understand? What does “one” mean?
this: “…5 For there is one God, and one
Mediator between God and men, the man Christ Jesus; 6 Who gave Himself
a ransom for all, to be testified in due time.”
Sekarang
perhatikan ayat yang sangat jelas ini di 1 Timotius 2:5-6, “…5 Karena Allah itu satu, dan pengantara
antara Allah dan manusia itu satu,…” nah,
bagian mana dari kata “satu” yang tidak kalian pahami? Apa maksudnya “satu”?
Ini” “…5 Karena Allah itu satu, dan pengantara antara Allah dan manusia itu satu, yaitu Manusia
Kristus Yesus, 6 yang telah menyerahkan
Diri-Nya sebagai tebusan bagi semua manusia, dan
kesaksian itu dinyatakan pada waktunya.”
You
know the theologian, James R. White, has made a very good remark, and I'd
like to read it at this point, because it's so appropriate. You
see, everything
that the Bible attributes to Jesus, the Roman Catholic Church attributes
to Mary. And what he's going to show is that really is idolatry. Notice
this statement: “Quite simply, Rome has attempted to create a
mirror image of God Incarnate, Jesus Christ. Oh yes, it’s an image that is
supposed to be on a ‘smaller scale’ but it is as close to an exact replica as
can be made.” In other words, by creating Mary in the image
of Jesus, and having people render her homage, they are
actually creating an image of Jesus, which many people worship.
Kalian
tahu, theolog James R. White, membuat komentar yang sangat baik, dan saat ini
saya ingin membacakannya karena begitu pas. Kalian lihat, segala yang menurut Alkitab adalah milik Yesus, gereja
Roma Katolik menjadikannya milik Maria. Dan apa yang akan ditunjukkan
James White ialah, bahwa ini
sebenarnya adalah penyembahan berhala. Perhatikan
pernyataannya: “Sangat sederhana, Roma telah mencoba
menciptakan kembaran Allah yang telah menjelma menjadi manusia, Yesus Kristus.
Oh, ya, inilah kembaran dengan ‘skala yang lebih kecil’ tetapi adalah replika
yang paling mirip yang bisa diciptakan.”
Dengan kata lain, dengan menciptakan Maria sebagai kembaran Yesus, dan
mengharuskan umat menyembahkan, sesungguhnya mereka telah menciptakan suatu
kembaran Yesus, yang disembah banyak orang.
Now I
know that some people in the Catholic Church say, “Well, we don't render
her latria. We don't render her
absolute worship. We render her hyperdulia,
which is better than the dulia, which
is offered to the saints, to the common ordinary saints.”
The
fact is the Bible does not make such distinctions. You know, one of my
favorite past times when I'm on vacation in Colombia, is to visit the
cathedrals in the city of Medillin. And do you know what I've
discovered as I examined? I like to examine the statues, and the icons,
and the artwork. I've discovered that Mary is always presented as
the vibrant mother. She's always surrounded by children. She's
always full of life: the benevolent mother, the generous mother.
She's always presented with Jesus in her arms. Even after her glorification
in heaven, according to Roman Catholic theology, she still has the
baby Jesus in her arms. And I'm asking, “After her glorification in
heaven, did Jesus never grow up?” She's the protector.
Or else
Jesus is presented in her arms dead, just taken off the cross; the famous
Pieta by Michael Angelo. You
see, Jesus is the defenseless Child. Jesus is the dead Savior. Mary
is the living mother, the benevolent, loving, beautiful mother. You
know, in my examination of these cathedrals, I discovered that the images
of Mary outnumber those of Jesus five to one. And, by the way,
those of you who were of a Roman Catholic background, you know that in
the “Hail Mary”, for every “Our Father which art in heaven”, there
are ten “Hail Mary's”. Is that correct? those of you who have been Roman
Catholics? Absolutely!
Nah,
saya tahu, ada beberapa orang dari gereja Katolik yang berkata, “Tapi kami
tidak memberikan penghormatan latria kepada Maria, kami tidak menyembahnya secara mutlak. Kami hanya
memberikan penghormatan hyperdulia
kepadanya, yang lebih tinggi dari dulia
yang diberikan kepada orang-orang kudus, kepada orang-orang kudus biasa.”
Faktanya,
Alkitab tidak membedakannya demikian. Kalian tahu, salah satu kegemaran saya
saat berlibur di Kolombia adalah mengunjungi katedral-katedral di kota
Medillin. Tahukah kalian apa yang saya temukan saat saya mengamatinya? Saya suka mengamati patung-patung, ikon-ikon,
karya-karya seni. Saya telah menemukan bahwa Maria selalu digambarkan sebagai
ibu yang penuh semangat, dia selalu dikelilingi anak-anak, dia sangat hidup:
ibu yang suka menolong, ibu yang murah hati. Dia selalu digambarkan bersama
Yesus di pelukannya. Bahkan setelah dia dimuliakan di Surga, menurut theologi
Roma Katolik, dia masih menggendong bayi Yesus di pelukannya. Dan saya bertanya,
“Setelah Maria dimuliakan di Surga, kok Yesus tidak tumbuh-tumbuh ya?”
Marialah sang pelindung.
Kalau
tidak begitu, Yesus selalu digambarkan dalam kondisi mati di pelukan Maria,
baru diturunkan dari salib, patung Pieta yang terkenal oleh Michael Angelo. Kalian lihat, Yesus sang Anak yang
tidak berdaya, Yesus Juruselamat yang mati. Marialah ibu yang hidup, ibu yang
suka menolong, mengasihi, dan cantik.
Kalian
tahu, dalam pengamatan saya pada katedral-katedral ini, saya mendapati bahwa jumlah
patung-patung Maria jauh melebihi patung Yesus 5 banding 1. Dan, kalian yang
berasal dari latar belakang Roma Katolik, kalian tahu kan bahwa dalam doa
Rosario, untuk setiap “Bapa kami yang ada di Surga” ada sepuluh “Salam Maria”,
betul tidak? Kalian yang pernah menjadi Roma Katolik? Betul sekali.
You
know Mary is usually presented with a scepter in her hand, and a crown on
her head. In other words, she is the ruler of the human race. And,
in fact, you know, the “Hail Mary” says, “Hail Mary, full of grace, the
Lord is with thee. Blessed art thou among women. And blessed is the
fruit of thy womb, Jesus. Holy Mary, mother of God, pray for us sinners
now, and at the hour of our death, Amen.”
The
tragic thing is that so many people are praying and kneeling before images
of Mary, asking her to intercede before her Son, when Mary turns a deaf
ear. Because Scripture says that she is dead; she can't hear.
Kalian
tahu Maria biasanya digambarkan dengan tongkat kerajaan di tangannya dan mahkota
di kepalanya. Dengan kata lain dialah penguasa umat manusia. Dan, sesungguhnya,
kalian tahu, dalam doa “Salam Maria” dikatakan, “Salam Maria, penuh rahmat,
Tuhan menyertaimu. Diberkatilah engkau di antara perempuan, dan diberkatilah
buah rahimmu (buah tubuhmu), Yesus. Maria yang kudus, ibu Allah, doakanlah kami
orang-orang berdosa, sekarang dan pada saat kami mati.
Amin.”
Yang
tragis adalah begitu banyak orang berdoa dan berlutut di depan patung-patung
Maria, memohonnya untuk menjadi perantara di hadapan Anaknya, padahal Maria
tidak mendengar karena Kitab Suci berkata Maria sudah meninggal dan dia tidak
bisa mendengar.
One
time I went to a cathedral in Medillin, and there was this old
lady. She was grabbing onto the feet of this image of Mary. And
with tears in her eyes she was crying out to Mary asking her for a favor
to intercede before her Son, Jesus. And I felt like screaming out, “She
can't hear you! Jesus can hear you.” Because the center of the plan of
salvation is Jesus. It is not Mary.
Pernah,
saat saya berada di sebuah katedral di Medillin, ada seorang ibu tua ini. Dia
sedang memegang erat-erat kaki patung Maria dan sambil menangis dia berseru
kepada Maria, memohonkan bantuan untuk menjadi perantara pada Anaknya, Yesus.
Dan saya sungguh ingin berteriak, “Dia tidak bisa mendengar! Yesus yang bisa
mendengar!” karena pusat rencana keselamatan adalah Yesus, bukan Maria.
16
05 17
No comments:
Post a Comment