THE
FINAL GENERATION SYMPOSIUM
Part 12/32 – Fred Dana
JUSTIFICATION AND SANCTIFICATION
https://www.youtube.com/watch?v=Vu3UfYXk97s&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=12
Dibuka dengan doa
I want to welcome you to Secrets
Unsealed Symposium on Last Generation Theology. We just had two speakers do the
eh, they really get into detail in the nature of Christ, they shared some
really powerful things to consider. And I have a huge topic today because I have
both Justification and Sanctification to do in one presentation. Now the good
news about that is maybe the nature of Christ can be pretty complicated, but
Justification and Sanctification really are not that complicated. Like I said,
there's not time to cover everything, so please send in questions so that we
can address anything that might need some attention. Would you do that?
Saya ucapkan selamat datang ke
Simposium Secrets Unsealed, tentang Theologi Generasi Terakhir. Baru
saja dua orang pembicara benar-benar telah membawakan pembahasan secara
mendetail mengenai kodrat Kristus, mereka telah berbagi beberapa hal yang
benar-benar hebat untuk kita renungkan. Dan hari ini saya punya topik besar
karena saya harus menyampaikan baik tentang Pembenaran (Justification) maupun tentang Pengudusan (Sanctification) dalam satu presentasi. Nah, kabar baiknya
ialah, mungkin kodrat Kristus itu lumayan rumitnya, tetapi Pembenaran dan
Pengudusan sesungguhnya tidak begitu rumit. Seperti kata saya, tidak ada cukup
waktu untuk meliput semua, jadi silakan mengirim pertanyaan-pertanyaan supaya
kami bisa membahas apa-apa yang mungkin perlu diberi sedikit perhatian. Maukah kalian melakukan itu?
Now question: does what we believe
about the nature of sin and guilt, does that influence what we believe about
the nature of Christ? Sure it does.
Does what we believe about the nature
of sin and the nature of Christ affect what we believe about Justification and
Sanctification? Surely they're all connected. There is an undeniable logical
flow that comes to a conclusion with what we believe about the final generation.
Nah, pertanyaannya: apakah
yang kita yakini tentang kodrat dosa dan kesalahan, apakah itu mempengaruhi apa
yang kita yakini tentang kodrat Kristus? Tentu saja.
Apakah yang kita yakini
tentang kodrat dosa dan kodrat Kristus mempengaruhi apa yang kita yakini
tentang Pembenaran dan Pengudusan? Tentu saja, mereka semuanya berkaitan.
Ada suatu alur logika yang tidak terbantahkan yang tiba pada suatu kesimpulan
dengan apa yang kita yakini mengenai generasi terakhir.
The big question is, does the idea of
a last generation of complete overcomers, people with complete character development,
does this fit with the gospel?
What exactly is the gospel? Well,
simply put, we would say, well the gospel is the story of Jesus coming and
dying on the cross, paying the penalty for our sins, so that we can be forgiven
and be saved, right? It's John 3:16, “God so loved the world that He gave His
only begotten Son that whosoever believeth in Him should not perish but have
everlasting life.” Every line of Christian thought I think agrees with that simple view of the
gospel. That's the good news, right? The New Testament writers they use a lot
of different words to describe how the gospel works out in real life, concepts
such as conviction, repentance, confession, they all have some connection to a
person experiencing the gospel. The Bible writers also use words such as
conversion, Justification, Sanctification. Are these concepts the same as the
gospel? Or at least, are they part of the gospel?
Pertanyaan besarnya ialah,
apakah konsep dari suatu generasi terakhir yang terdiri atas para pemenang,
orang-orang yang karakternya sudah berkembang sepenuhnya, apakah ini sesuai
dengan Injil?
Apa sih sebenarnya Injil itu?
Nah, secara sederhana kita bisa mengatakan, Injil adalah kisah Yesus, datang dan mati di salib, membayarkan hukuman bagi dosa-dosa kita, supaya
kita bisa diampuni dan diselamatkan, benar? Itu Yohanes 3:16, “16 Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang satu-satunya supaya barangsiapa yang percaya dalam Dia
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Setiap jalur
doktrin Kristen saya rasa setuju dengan pandangan sederhana tentang Injil ini.
Itu kabar baiknya, benar? Para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru, menggunakan
banyak kata yang berbeda untuk melukiskan bagaimana Injil beroperasi dalam
kehidupan nyata, konsep-konsep seperti keyakinan, pertobatan, pengakuan, mereka
semua punya hubungan dengan seseorang yang sedang mengalami Injil. Para penulis
Alkitab juga menggunakan kata-kata seperti perubahan, Pembenaran, Pengudusan.
Apakah konsep-konsep ini sama dengan Injil? Atau paling sedikit, apakah mereka
itu bagian dari Injil?
So the question is, what is
Justification? Now I think all lines of Christian thought agree that Justification
means that a lost sinner is accounted righteous before God by accepting Jesus’
death on the cross for forgiveness of sin, and that this is a free gift from
God that we can only receive by faith in Jesus.
Jadi pertanyaannya adalah,
Pembenaran itu apa? Nah, saya pikir
semua aliran doktrin Kristen setuju bahwa Pembenaran
berarti seorang pendosa yang tersesat dengan menerima kematian Yesus di salib
sebagai pengampunan dosa, diperhitungkan benar di hadapan Allah, dan bahwa ini
semata-mata adalah suatu pemberian yang gratis dari Allah, yang hanya bisa kita
terima melalui iman dalam Yesus.
The question that Christians have
difficulty with is, well what about sin that continues or may continue in the
life of the person that has just been forgiven and justified? Is continuing sin
to be expected with continuing forgiveness? Is a person who has experienced
Justification, forgiveness of sin, is that person expected to overcome sin or
to continue in sin?
Now some people believe that a
justified person will continue to sin, although maybe not willfully, until
Jesus comes when “this mortal puts on immortality”. They'll
say, “Well you know, it
can't be helped because of the sinful nature, we must rely on God's grace for
forgiveness of sin and that's all there is to it.”
Others believe that Justification
changes the believer, so that he or she can live a sanctified life overcoming
sin.
Orang-orang Kristen punya
masalah dengan pertanyaan bagaimana dengan dosa yang berlanjut atau mungkin
akan berlanjut dalam kehidupan seseorang yang sudah diampuni dan dibenarkan?
Apakah adanya dosa yang berlanjut bisa diharapkan disertai pengampunan yang berlanjut?
Apakah seseorang yang sudah mengalami Pembenaran, pengampunan dosa, apakah
orang ini seharusnya bisa mengalahkan dosa atau akan berlanjut dalam dosa?
Nah, ada orang-orang yang
meyakini bahwa seorang yang telah dibenarkan masih akan berbuat dosa walaupun
mungkin tidak dengan sengaja, hingga Yesus datang ketika “yang akan mati ini harus mengenakan yang tidak akan mati” (1 Korintus 15:53). Mereka berkata, “Nah, kalian tahu,
itu tidak bisa dihindari karena kodratnya berdosa, jadi kita harus mengandalkan
kemurahan Allah mengampuni dosa kita, cuma itu saja.”
Orang-orang lain
meyakini bahwa Pembenaran mengubah orang yang beriman sehingga dia bisa
menghidupkan kehidupan yang kudus, mengalahkan dosa.
So what is Justification? What is it
supposed to accomplish? Now everyone agrees it is forgiveness, but is there more
to it? What about being born again? Is that part of Justification? We're going to look
at John 3:3 in just a second.
But some say that being born again is
an essential feature of Justification; but others say that it's completely separate
from Justification. Which is correct?
Let's see what Jesus says about it. “Jesus answered
and said unto him, ‘Verily, verily, I say unto thee, except a man be born
again, he cannot see the kingdom of God.” Now if one must be born again to be
saved, can it be separated from forgiveness? If Justification is forgiveness
only, without being born again, how can one enter the kingdom of God? Jesus
said that one can't enter without the new birth. Now it doesn't make sense to
have a theory of Justification that doesn't save a person, does it? Without the
new birth, Justification at best is not complete, not finished. There is no
salvation without being born again, according to Jesus. Only with a
powerful change ~ and we're going to go to Romans 1:16 in a second ~ but only
with a powerful change in the heart, a new heart actually that comes with a new
birth. Is it possible to have
Sanctification really be something in a person's life? So in Romans 1:16 we
have Paul speaking here, or he wrote, yeah he says, “For I am not ashamed of the gospel of
Christ: for it is the power of God unto salvation to every one that believeth;
to the Jew first, and also to the Greek.” So Paul says the gospel is power, not merely
a theory, it's not just an intellectual construct for theologians to debate.
For Paul, the gospel is power.
Jesus said it's the new birth that
brings this power through the Holy Spirit.
Jadi Pembenaran itu apa? Apa yang seharusnya
dicapai dengan Pembenaran? Nah, setiap orang setuju, itu pengampunan,
tetapi apakah masih ada
yang lain? Bagaimana dengan kelahiran
baru? Apakah itu
bagian dari Pembenaran? Kita akan segera menyimak Yohanes 3:3.
Ada yang berkata bahwa
dilahirkan baru adalah fitur yang esensial dari Pembenaran; tetapi orang-orang
lain berkata bahwa itu sama sekali terpisah dari Pembenaran. Yang mana yang
benar?
Mari kita lihat apa kata Yesus
tentang ini. “3 Yesus menjawab dan berkata kepadanya, ‘Sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu, kecuali
seorang manusia dilahirkan kembali, ia tidak
dapat melihat Kerajaan Allah’.” Nah, jika
seseorang harus dilahirkan kembali untuk diselamatkan, bisakah itu terpisah
dari pengampunan? Andai Pembenaran itu hanya pengampunan tanpa kelahiran baru,
bagaimana orang bisa masuk ke kerajaan Allah? Yesus berkata bahwa orang tidak
bisa masuk tanpa kelahiran baru. Nah, tidak masuk akal kalau ada teori
Pembenaran yang tidak menyelamatkan manusia, bukan? Tanpa kelahiran baru sebaik-baiknya Pembenaran itu tidak lengkap, tidak tuntas. Menurut Yesus, tidak
ada keselamatan tanpa dilahirkan baru. Hanya dengan suatu
perubahan yang sangat kuat ~ dan kita akan ke Roma 1:16 sebentar lagi ~ tetapi
hanya dengan suatu perubahan besar di hati, sebuah hati yang baru sesungguhnya,
yang diperoleh melalui kelahiran baru. Apakah mungkin Pengudusan menjadi
sesuatu yang benar-benar bermakna dalam kehidupan seseorang? Jadi di Roma 1:16
Paulus sedang bicara di sini, atau dia menulis, iya, katanya,
“16 Karena aku tidak malu
dengan injil Kristus; karena Injil adalah kekuatan Allah yang membawa kepada keselamatan bagi setiap orang yang percaya, pertama-tama bagi orang Yahudi, dan juga bagi orang Yunani.” Jadi Paulus berkata, Inil adalah kekuatan, bukan hanya sebuah teori, bukan
hanya sebuah gagasan intelektual untuk diperdebatkan para theolog. Bagi Paulus,
Injil adalah kekuatan.
Kata Yesus, kelahiran barulah yang mendatangkan kekuatan ini melalui
Roh Kudus.
Now, as a youngster I had the
privilege of going to a large Seventh-Day Adventist church school next to Atlantic
Union College, and that school along with going to Sabbath school and church ~
you know Sabbath school for children ~ in both places I learned that Jesus took
the wages of my sins, and He died for me, so that I could be forgiven and have His
righteous life in the place of my own. Now I understood it was a free gift, but
I also understood that I needed to obey God's Ten Commandments so that I would
be ready for Jesus to come again ~ and I did want to be ready for Jesus to come
again.
Nah, sebagai anak kecil, saya
punya kesempatan pergi ke sebuah sekolah MAHK yang besar di samping Atlantic Union College, dan di sekolah itu, ditambah dengan menghadiri Sekolah Sabat dan gereja ~ kalian
tahu, Sekolah Sabat untuk anak-anak ~ di tempat-tempat ini saya belajar bahwa
Yesus telah menanggung upah dosa saya, dan Dia mati bagi saya supaya saya boleh
diampuni dan mendapatkan hidupNya yang benar sebagai pengganti hidup saya
sendiri. Nah, saya paham bahwa itu adalah pemberian yang gratis, tetapi saya
juga paham bahwa saya harus mematuhi Sepuluh Perintah Allah supaya saya siap
bagi kedatangan Yesus kembali ~ dan saya memang ingin siap untuk kedatangan
Yesus kembali.
However, my parents were not doing so
well with their Christian life. I grew up in a home where my parents lost their
tempers, where they both swore sometimes, and they both in different ways were
Sabbath-breakers sometimes, not all the time. But our family of nine, we filled
the pew at church looking like good little soldiers, but it was definitely
different at home. Along with that bad influence toward bad temper, I had some
early exposure to pornography, and so by the time I was an early teen I already
had a strong tendency for lust, as well as a bad temper.
Namun, orangtua saya kurang
berhasil dengan kehidupan Kristen mereka. Saya besar dalam rumah tangga di mana
orangtua saya adalah pemarah, di mana mereka terkadang suka menyumpah-nyumpah,
dan mereka sama-sama ~ terkadang, tidak selalu ~ melanggar Sabat dengan cara-cara yang berbeda. Tetapi keluarga kami ber-9,
memenuhi bangku di gereja, seperti prajurit-prajurit Tuhan yang baik, tetapi di
rumah sama sekali berbeda. Di samping pengaruh jelek sifat pemarah itu,
kecil-kecil saya sudah terpapar pornografi, sehingga ketika di awal usia remaja
saya sudah punya kecenderungan kuat kepada nafsu seksual dan juga pemarah.
When I was 14 years old, I decided to
get baptized. Now I had resisted baptism when most of my schoolmates went ahead
with it. I had viewed it as a kind of herd mentality, and I wanted to know I was
making my own decision for the right reasons. So I kept putting it off. But
here I was at 14 years of age, thinking I’d better not put this off any longer
because after all I believed in Jesus, and I wanted forgiveness for my sins,
and I knew that following Jesus was the right way to go, and I was also
starting to have a sense that I needed something better in my life, and I hoped
that getting baptized would do something, you know, maybe it would do something
from the Holy Spirit. Now, I wasn't looking to understand big words like
Justification and Sanctification, I just wanted to be a better person, I just
wanted to be a happy person, I wanted to show God though, I really wanted to show
Him I was on His side.
Ketika saya berusia 14 tahun,
saya memutuskan untuk dibaptis. Nah, sebelumnya saya terus menolak dibaptis
padahal kebanyakan teman-teman sekolah seangkatan saya sudah melakukannya. Saya menganggap itu semacam mentalitas ternak yang
digiring, dan saya mau memastikan saya membuat keputusan sendiri demi
alasan-alasan yang benar. Maka saya terus menunda-nundanya. Tetapi pada usia 14
tahun, saya berpikir sebaiknya saya tidak menundanya lebih lama lagi karena toh
saya beriman dalam Yesus, dan saya mau pengampunan untuk dosa-dosa saya, dan
saya tahu bahwa mengikuti Yesus adalah jalan yang benar, dan saya juga mulai
punya pikiran bahwa saya membutuhkan sesuatu yang lebih baik dalam hidup saya,
dan saya berharap dengan dibaptis itu bisa mencapai sesuatu, kalian tahu,
mungkin Roh Kudus akan berbuat sesuatu. Nah, saya tidak mencari pemahaman untuk
kata-kata besar seperti Pembenaran dan Pengudusan, saya hanya ingin menjadi
manusia yang lebih baik, saya hanya ingin menjadi manusia yang bahagia, saya
ingin menunjukkan kepada Allah, saya sungguh-sungguh ingin menunjukkan
kepadaNya bahwa saya ada di pihakNya.
So at that point, was I justified
before God? Was I born again? Did I even have repentance?
Well, the proof as I say is in the pudding.
Right after my baptism we had our Conference Camp Meeting and I skipped most of
the Youth Meetings, hanging out with the kids that were just too cool to go
into the meetings. And of course I felt guilty, and had no peace; which I should
have if the Holy Spirit's doing His job. The Holy Spirit wasn't letting me be
happy with that.
Jadi di tahap itu, apakah saya
sudah dibenarkan di hadapan Allah? Apakah saya sudah lahir baru? Apakah saya
bahkan sudah bertobat? Nah, enak tidaknya podeng harus dibuktikan dengan
dimakan. Langsung setelah baptisan saya, ada Camp Meeting
yang diselenggarakan Conference, dan
saya absen dari kebanyakan Youth Meetings, berkumpul dengan anak-anak lain yang terlalu “cool” untuk masuk ke ruang-ruang pertemuan. Dan
tentu saja saya merasa berdosa, dan tidak merasa damai, yang seharusnya saya
rasakan andaikan Roh Kudus melakukan pekerjaanNya. Roh Kudus tidak membiarkan
saya bisa merasa senang dengan hal itu.
Well, in high school for the next
couple of years I wasn't really focused on Christianity. I mean I paid
attention in church, I tried to get something out of a sermon, I paid attention
to Bible classes, but I was way more into sports, and girls, and friends, and
doing reasonably well in school. Does that sound kind of like a normal 15-16
year old boy? Well, sometimes I prayed in my dorm room, but not very often.
Sometimes I got into fights in the dorm, you know, I still had that bad temper.
And I had a tendency to push the boundaries with the girls. Well, my attitude
was, well, you know, nobody's perfect. But my self-justifications always left
me feeling kind of guilty. Occasionally
I would ask for forgiveness of sin, but that didn't usually give me full peace,
maybe a little. Was I justified? Was I born again?
Nah di sekolah Menengah selama
dua tahunan, saya tidak terlalu fokus pada Kekristenan. Maksud saya, saya memperhatikan di gereja, saya berusaha untuk mendapatkan
sesuatu dari khotbah, saya memperhatikan di kelas-kelas Alkitab, tetapi saya
lebih tertarik pada olahraga, dan gadis-gadis, dan teman-teman, dan untuk mencapai hasil yang lumayan bagus di sekolah. Apakah itu kedengaran seperti
seorang remaja 15-16 yang normal? Nah, terkadang saya berdoa di kamar asrama
saya, tetapi tidak terlalu sering. Terkadang saya terlibat perkelahian di
asrama, kalian tahu, saya masih punya sifat pemarah. Dan saya punya
kecenderungan untuk kelewat batas dengan gadis-gadis. Nah, sikap saya ialah,
kalian tahu, tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi alasan membenarkan diri saya selalu membuat saya merasa berdosa.
Dari waktu ke waktu saya minta pengampunan dosa, tetapi biasanya itu tidak memberi
saya damai penuh, mungkin hanya sedikit. Apakah saya sudah dibenarkan? Apakah
saya sudah lahir baru?
As I approached my senior year in
high school at Pioneer Valley Academy I gave more thought to life issues ~ and
this often happens when kids are becoming seniors ~ I gave more thought to life
issues: how I should live, what kind of person I wanted to be. And I had a
great senior year, and I felt like I had really grown up, and I had my act
together, and I believed I was a Christian on the cusp of a great life. I would go to college and
make something of myself. But still I had never had a devotional life, and I
only prayed a little bit. Was I born again? Was I justified?
Ketika saya memasuki tahun
terakhir dari Sekolah Lanjutan di Pioneer Valley Academy, saya berpikir lebih banyak tentang isu-isu kehidupan ~ dan ini sering terjadi
ketika anak-anak menjadi lebih dewasa ~ dan saya berpikir lebih banyak tentang isu-isu kehidupan: bagaimana saya harus hidup, saya ingin menjadi
manusia macam apa. Dan tahun terakhir saya di Sekolah Lanjutan itu
menyenangkan, dan saya merasa saya benar-benar sudah dewasa, dan saya sudah
mengatur hidup saya dengan baik, dan saya meyakini saya adalah seorang Kristen
di puncak sebuah hidup yang hebat. Saya akan ke perguruan tinggi dan menjadikan
diri saya berhasil. Tetapi saya masih belum punya kehidupan devosi (membaca
Firman dan berdoa secara teratur setiap hari), dan saya hanya berdoa sedikit.
Apakah saya sudah lahir baru? Apakah saya sudah dibenarkan?
As a graduation present someone gave
me a little book by Morris Venden. Now this book challenged me to think theologically
for the first time, and it gave me a better sense of God's love, which is
really important. Now, I did get the connection Venden makes between a saving
relationship with God, and a devotional life.
So since I saw myself as one of God's followers, I figured I needed to
get a devotional life. And so I began to read Patriarchs
and Prophets first time I ever read a Spirit of Prophecy book, I grew up an
Adventist and I was graduate from academy. And I found the book sometimes
boring as ever and other times it was quite interesting. I just assumed I was
in a saving relationship after all I was doing devotions.
Sebagai hadiah lulus,
seseorang memberi saya sebuah buku kecil tulisan Morris Venden. Nah, buku ini
menantang saya untuk berpikir secara theologis untuk pertama kalinya, dan itu
memberi saya pengertian yang lebih baik tentang kasih Allah, yang sangat penting. Nah, saya bisa menangkap koneksi yang dibuat
Venden antara suatu hubungan yang menyelamatkan dengan Allah, dan suatu
kehidupan devosi. Maka karena saya menganggap diri saya salah satu pengikut
Allah, saya pikir saya perlu memiliki kehidupan devosi. Maka saya mulai membaca
Patriarchs and Prophets, pertama kalinya saya membaca
sebuah buku Roh Nubuat, padahal saya dibesarkan sebagai orang Advent, dan saya
sudah lulus dari sekolah Advent. Dan saya mendapatkan buku itu terkadang sangat
membosankan dan terkadang sangat menarik. Saya anggap saja bahwa saya berada
dalam suatu hubungan yang menyelamatkan, karena saya kan sudah melakukan
devosi.
In college my major was religion. I liked
the intellectual challenge and the historical context especially of the Old
Testament ~ I love Old Testament history ~ but meanwhile I was living at home (
I was a village student in college), I was
living at home again, finding my mother sometimes very difficult to get along
with, and I wasn't consistent with that devotional life. But my theology
classes were stimulating and sometimes a sermon or a Bible class or even a
devotional reading on rare occasions would move my heart. So I figured I must
be okay. I just assumed I really was a Christian, and if things were you know a
little less than what they should be ~ I was thinking of my mother ~ things
would get better. After all Sanctification is a work of a lifetime. But had I
ever been born again? Was I even justified?
Di perguruan tinggi, mata
pelajaran pokok saya adalah agama. Saya menyukai tantangan intelektualnya dan
sejarahnya terutama Perjanjian Lama ~ saya suka sejarah Perjanjian Lama ~
tetapi sementara itu saya kembali tinggal di rumah (di perguruan tinggi saya
seorang mahasiswa desa), saya kembali tinggal di rumah, mendapati terkadang
sangat sulit hidup bersama ibu saya, dan saya tidak konsisten dengan kehidupan
devosi. Tetapi kelas theologi itu memberi semangat dan terkadang sebuah khotbah
atau kelas Alkitab atau bahkan secara langka suatu bacaan devosi akan menyentuh
hati saya. Maka saya pikir, tentunya saya sudah oke. Saya anggap saja saya
benar-benar seorang Kristen, dan jika ada yang kurang sedikit daripada yang
seharusnya ~ saya berpikir tentang ibu saya ~ hal-hal itu akan membaik.
Bukankah Pengudusan itu suatu pekerjaan seumur hidup. Tetapi pernahkah saya
dilahirkan baru? Apakah saya sudah dibenarkan?
And things got worse instead of
better. It seemed my temper which had appeared to be vanquished when I was a
senior in academy, would make surprise attack reappearances and I had a really,
really, bad episode with my mother, and my father too. I actually threatened to
kill my father, and I meant it at the time. I was in such a rage.
Dan kondisi menjadi lebih
parah bukannya membaik. Sepertinya sifat pemarah saya yang tadinya kelihatannya sudah
dikalahkan ketika saya di tahun terakhir Sekolah Lanjutan, membuat
pemunculan-pemunculan ulang yang mendadak dan saya sempat punya episode yang
buruk dengan ibu saya, dan dengan ayah saya juga. Saya benar-benar pernah mengancam
mau membunuh ayah saya, dan saya tidak main-main pada waktu itu, saya
benar-benar mata gelap.
And then in my senior year in college,
a religion major, I had a very public blow up in a floor hockey game, and I was
expelled from that game, and embarrassed. I was sitting on a campus bench in
the dark, and for the first time in my life I wondered if I really was a saved
person after all. Had I just been fooling myself?
Kemudian di tahun terakhir
saya di perguruan tinggi, yang mata pelajaran pokoknya agama, saya terlibat
dalam perkelahian besar di lapangan pertandingan hockey, dan saya dikeluarkan
dari pertandingan itu, dan dipermalukan. Saya duduk di bangku kampus dalam
kegelapan, dan untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya bertanya-tanya
apakah saya benar-benar seorang yang sudah diselamatkan. Apakah selama ini saya
hanya menipu diri sendiri?
The challenge with lust was becoming
more difficult, not less; and I wondered why I wasn't more successful in the
Christian life. I looked at some other students that seemed to be really looked
up to, they seemed to have it together.
Why didn't I? I was getting good grades in my theology courses, I could
talk a lot of Bible talk impressively, so I thought; but I couldn't keep my
temper and my lustful desires under control.
Tantangan dengan masalah nafsu
menjadi semakin sulit, bukan berkurang; dan saya bertanya-tanya mengapa saya
tidak bisa lebih berhasil dalam kehidupan Kristen. Saya melihat beberapa
mahasiswa yang lain yang sepertinya benar-benar dihormati, mereka sepertinya
bisa mengendalikan semuanya, mengapa saya tidak? Saya mendapat nilai-nilai
bagus dalam pelajaran-pelajaran theologi saya, saya bisa bicara banyak tentang
Alkitab secara mengagumkan, begitulah pikir saya, tetapi saya tidak bisa
mengendalikan sifat pemarah saya dan dorongan-dorongan nafsu saya
Well, I graduated from college. I took
a teaching job in another state. I got my own apartment. And the challenges in
my life became even more intense especially with lust. Now this isn't a Fred
Dana's conversion story, so I’m just going to sum up, that the guilt I was living under was
becoming so heavy and oppressive, that it drove me to Jesus like I’d never gone
to Him before. And something changed inside of me. I didn't even
understand what it was at first. It took two days for me to realize that I was a new
creation, that I had a new heart. It took two days to dawn on me, I
think I’ve been born again! This! I had a new power to control my temper, and I
had complete victory over lustful desires.
Nah, saya lulus dari perguruan
tinggi. Saya mengambil pekerjaan mengajar di negara bagian yang lain. Saya
punya apartemen sendiri. Dan tantangan-tantangan dalam hidup saya menjadi
semakin intens, terutama masalah nafsu. Nah, ini bukan kisah pertobatan Fred Dana,
jadi saya hanya akan menyimpulkan, bahwa perasaan
berdosa yang saya rasakan menjadi sedemikian berat dan menekan, sehingga itu
membuat saya lari ke Yesus seperti yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.
Dan sesuatu dalam diri saya berubah. Pada awalnya saya bahkan
tidak mengerti apa itu. Saya butuh dua hari untuk menyadari bahwa saya adalah ciptaan yang baru,
bahwa saya punya hati yang baru. Saya butuh dua hari sampai saya sadar, saya
pikr saya telah lahir baru! Ini! Saya mendapat kekuatan baru untuk
mengendalikan sifat pemarah saya, dan saya punya kemenangan total atas
dorongan-dorongan nafsu.
And I began reading Desire of Ages for devotions, and now
devotions was completely different, because nearly every chapter brought me to
tears, as I was really seeing and loving Jesus, and realizing who this Man
Jesus is for me. I read the New Testament epistles and the presence of God
speaking personally to my heart every day. I understood Romans all the way
through as the Holy Spirit spoke to me. I was understanding every verse and
every phrase, fitting it into the contextual flow. Everything was different. I
had patience I’d never known before. In fact it was the patience that made me
realize I was born again because I was in a situation where somebody was really
giving me a hard time, and all my life if anyone gave me a hard time I always
gave it right back to him. And this time I was praying for the person instead,
and I’m thinking what happened to me? I think God changed my heart. So was I
born again? Was I justified at that point?
I could say Yes.
Dan saya mulai membaca Desire
of Ages untuk bacaan devosi, dan sekarang devosi menjadi
sama sekali berbeda, karena nyaris setiap halaman membuat saya mengalirkan air
mata, saat saya benar-benar melihat dan mengasihi Yesus, dan menyadari siapakah
Manusia Yesus ini bagi saya. Saya membaca surat-surat Perjanjian Baru dan
hadirat Allah berbicara secara pribadi kepada hati saya setiap hari. Saya
memahami kitab Roma seluruhnya saat Roh Kudus berbicara kepada saya. Saya
mengerti setiap ayat dan setiap ungkapan, menempatkannya ke dalam aliran
kontekstualnya. Semuanya berbeda. Saya punya kesabaran yang tidak pernah saya
ketahui sebelumnya. Bahkan, kesabaran inilah yang membuat saya menyadari saya
telah lahir baru karena waktu itu saya berada dalam suatu situasi di mana
seseorang sedang benar-benar menyulitkan hidup saya. Dan seumur hidup saya jika
ada orang yang membuat masalah bagi saya, saya selalu membalasnya kembali. Dan
kali ini saya sebaliknya mendoakan orang itu, dan saya berpikir apa yang telah
terjadi pada saya? Saya pikir Allah telah mengubah hati saya. Jadi apakah saya
sudah lahir baru? Apakah pada titik ini saya sudah dibenarkan? Sekarang saya
bisa menjawab Ya.
Now here's a reason why I shared just a little bit of my
own testimony here, is because you can see a great contrast between a powerless
understanding of the gospel while I was in academy, in college, where I just
got weaker, and weaker, and struggled more, and more, and contrast that with a
changed life through being born again.
Nah, inilah alasannya mengapa
saya berbagi sedikit dari kesaksian saya sendiri di sini, ialah karena kalian
bisa melihat suatu kontras yang besar antara pemahaman Injil yang tanpa kuasa
selagi saya di sekolah, di perguruan tinggi, di mana saya menjadi semakin
lemah, dan semakin lemah, dan semakin banyak bergumulnya, dan semakin banyak,
dan bandingkan itu dengan suatu hidup yang berbeda melalui kelahiran baru.
Now a couple years later, very sad to
say, that to some extent I lost some of that powerful experience. I didn't lose
it all, but I lost some of it. But I know personally what a born-again
experience is, and can be. And I’m going to say something really solemn here,
because you remember, I had a degree in religion before I was born again. And I
am convinced that nobody really understands the born-again experience until they have it.
It doesn't matter how much theological training a person has had, they really
won't comprehend it. But like Nicodemus, a teacher in Israel, without the
knowledge of the new birth how can you teach others what you don't know
personally? Like I said, I had a degree in religion before I had a
conversion experience; and I’m going to say something here, in some ways I’m
thankful that my family was rough, and that I had cultivated, inherited,
tendencies that were so strong, because I couldn't fool myself. My temper was
getting worse, my lust was getting worse, I had to go to God. But I’m afraid
that some people out there ~ look, what if I had had a model home? I would have
just kept assuming I was saved and I would have been studying my theology, I
would have probably eventually become a minister that had never had a born-again
experience, and sometimes I fear that that's kind of common. I don't
know because I can't speak for any individual person, but Romans 1:16
said, the gospel “is
the power of God unto salvation”, the same power that God used to
create the world is used to create a new heart. We're going to look at this in
John 3:5.
Nah, dua tahun kemudian,
sangat disayangkan, saya kehilangan sebagian dari pengalaman yang kuat itu.
Saya tidak kehilangan semuanya, tetapi saya kehilangan sebagian darinya. Tetapi
saya tahu secara pribadi apa itu pengalaman lahir baru, dan bisa seperti apa.
Dan saya akan mengatakan sesuatu yang sungguh-sungguh serius di sini, karena
kalian ingat, saya sudah memiliki ijazah dalam agama sebelum saya lahir baru.
Dan saya yakin tidak ada orang
yang bisa benar-benar mengerti pengalaman lahir baru ini hingga mereka
memilikinya. Tidak jadi soal seberapa banyak pendidikan
theologis yang dimiliki seseorang, mereka tidak akan memahaminya. Tetapi
seperti Nicodemus seorang guru di Israel, tanpa
pengetahuan tentang kelahiran baru, bagaimana orang bisa mengajar orang lain
apa yang tidak dimilikinya secara pribadi? Seperti kata saya,
saya sudah punya ijazah dalam agama sebelum saya memiliki pengalaman berubah.
Dan saya akan mengatakan sesuatu di sini, dalam beberapa hal saya bersyukur
keluarga saya kasar, dan bahwa saya memilki kecenderungan-kecenderungan yang
saya warisi dan yang saya kembangkan, yang begitu kuat. Karena saya tidak bisa
menipu diri saya sendiri. Sifat pemarah saya menjadi semakin buruk. Nafsu saya
menjadi semakin parah hingga saya harus datang kepada Allah. Tetapi saya khawatir,
ada orang-orang di luar sana ~ lihat, bagaimana seandainya saya memiliki rumah
tangga ideal? Maka saya akan terus berlanjut menganggap saya sudah selamat, dan
saya akan mempelajari theologi, dan kira-kira pada akhirnya saya akan menjadi pendeta yang tidak pernah
memiliki pengalaman lahir baru, dan terkadang saya khawatir
bahwa ini adalah hal yang umum terjadi. Entahlah, karena saya tidak bisa bicara
tentang pribadi lain mana pun. Tetapi Roma 1:16 mengatakan, “Injil
adalah kekuatan Allah yang membawa kepada
keselamatan”, kekuatan yang sama yang
dipakai Allah untuk menciptakan dunia ini, digunakan untuk menciptakan hati
yang baru. Kita akan menyimak ini di Yohanes 3:5.
We're going to look more at the Bible
about a changed heart, a new birth, being included in Justification.
So John 3:5, “5
Jesus answered, ‘Verily, verily, I say unto thee, Except a man be born of water
and of the Spirit, he cannot enter into the kingdom of God.” So Jesus is real
clear. There has to be a new birth through the Spirit for salvation. It's not
optional. And for a complete view of Justification, that has to be part of it,
otherwise you have a view of Justification that doesn't save anybody. We need
forgiveness of sin of course, to be free from the penalty of sin. Why do we
need to be born again in the Spirit? Romans 8:9 is going to help us on this,
you know, because sin will dominate a person's life if they don't have the power of the
Holy Spirit.
Let's look at Romans 8:9, it says, “9 But
ye are not in the flesh, but in the Spirit, if so be that the Spirit of God
dwell in you. Now if any man have not the Spirit of Christ, he is none of His.”
Pretty powerful isn't it? We'll also
go to 2 Corinthians 5:17 in a minute. But think about this, according to Romans
8 :9 if we don't have the Spirit, we're not His, we can't be a Christian. You
can't live a Christian life without the Holy Spirit.
Kita akan menyimak lebih
banyak di Alkitab mengenai hati yang diubahkan, kelahiran baru, dimasukkan
dalam Pembenaran.
Jadi Yohanes 3:5, “5 Jawab Yesus, ‘Sungguh-sungguh
Aku berkata kepadamu, kecuali seorang manusia dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak
dapat masuk Kerajaan Allah.” Jadi Yesus
benar-benar jelas. Harus ada kelahiran
baru melalui Roh supaya selamat. Itu bukan opsional. Dan untuk
konsep Pembenaran yang lengkap, itu harus menjadi bagiannya, kalau tidak, kita
punya konsep Pembenaran yang tidak bisa menyelamatkan siapa pun. Tentu saja
kita memerlukan pengampunan dosa, menjadi terbebas dari hukuman dosa. Mengapa
kita perlu dilahirkan baru dalam Roh? Roma 8:9 akan menolong kita untuk ini,
kalian tahu, karena dosa akan
mendominasi hidup seseorang jika dia tidak memiliki kuasa Roh Kudus.
Mari kita simak
Roma 8:9, dikatakan, “9 Tetapi
kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang demikian, Roh
Allah diam di dalam kamu. Nah, siapa pun yang
tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.”
Kata-kata yang
cukup keras, bukan? Kita juga akan segera ke 2 Korintus 5:17. Tetapi pikirkan
ini, menurut Roma 8:9 jika kita tidak punya Roh, kita bukan milikNya, kita
tidak bisa menjadi orang Kristen. Kita
tidak bisa menghidupkan hidup Kekristenan tanpa Roh Kudus.
2 Corinthians 5:17. This is also a
new birth statement, just worded differently, it says, “17
Therefore if any man be in Christ, he is a new creature: old things are passed
away; behold, all things are become new.”
After my born-again experience when I
came across that verse in my devotionals, I got so excited, you know, but as I
mentioned earlier, some people say that Justification or even the gospel is
limited to forgiveness of sin, that the new birth or renewal of the Holy Spirit
is a separate event that comes later. But these verses show that one can't
be saved without being born again of the Holy Spirit, and that one
can't even be His without the Holy Spirit.
Now we see in this verse 2
Corinthians 5:17 that the way to be in Christ is to be a new creature or a new
creation which is of course done by the Holy Spirit.
2 Korintus 5:17. Ini juga
suatu pernyataan kelahiran baru, hanya dengan kata-kata yang berbeda.
Dikatakan, “17
Jadi jika seseorang ada di dalam Kristus, ia adalah
ciptaan baru: yang lama sudah
berlalu; lihatlah, semuanya telah menjadi baru.”
Setelah pengalaman
lahir baru saya, ketika saya bertemu ayat itu dalam devosi saya, saya menjadi
sangat senang, kalian tahu. Tetapi seperti yang saya katakan sebelumnya, ada
orang-orang yang berkata bahwa Pembenaran atau bahkan Injil itu terbatas hanya
pada pengampunan dosa, bahwa kelahiran baru atau pembaharuan Roh Kudus itu
peristiwa yang terpisah yang datang kemudian. Tetapi ayat-ayat ini menunjukkan seseorang tidak bisa
diselamatkan tanpa dilahirkan baru oleh Roh Kudus, dan bahwa
seseorang bahkan tidak bisa menjadi milikNya tanpa Roh Kudus.
Sekarang kita
melihat di ayat ini, 2 Korintus 5:17 bahwa cara untuk berada dalam
Kristus ialah menjadi makhluk baru atau ciptaan baru, yang tentu saja dilakukan oleh Roh Kudus.
Now when king David repented and
prayed for forgiveness, you know, he asked for a clean heart, and he asked for
the Holy Spirit to renew him. You see, David saw forgiveness and a new heart, as two
parts of one package. In Psalm 51 he prays for forgiveness and cleansing
of sin, and then in verse 10, he wrote, “10 Create in me a clean heart,
O God; and renew a right spirit within me.”
Nah, ketika raja
Daud bertobat dan berdoa minta pengampunan, kalian tahu, dia mohon diberi hati
yang bersih, dan dia mohon agar Roh Kudus memperbarui dia. Kalian lihat, Daud
melihat pengampunan dan hati yang baru
sebagai dua bagian dalam satu paket. Di Mazmur 51 dia mohon
pengampunan dan pembersihan dari dosa, kemudian di ayat 10 dia menulis, “ 10 Ciptakanlah
hati yang bersih dalam diriku, ya Allah, dan perbaharuilah roh yang benar dalam aku.”
And we're going to go to Mount Blessing 114, that's going to help here because
Ellen White notes that this is the correct way to understand forgiveness of sin.
She agreed with David that forgiveness includes transformation of the heart.
Let's look at this, it says, Mount of Blessing 114, “God's
forgiveness is not
merely a judicial
act by which He sets us free from condemnation. It is not
only forgiveness for sin, but reclaiming
from
sin. It is the
outflow of redeeming
love that transforms the heart. David
had the true conception of
forgiveness when he
prayed, ‘Create in me a clean heart, O God; and renew a right spirit within me.’ (Psalm
51:10).”
So when you pray for forgiveness are
you consciously also praying for a new heart? She says that's the right way to
understand forgiveness.
Dan kita akan ke Mount
of Blessing hal. 114, itu akan membantu di sini karena Ellen White mencatat bahwa inilah cara
yag benar untuk memahami pengampunan dosa. Ellen White setuju dengan Daud bahwa
pengampunan termasuk perubahan
hati.
Mari kita simak ini, dikatakan, Thoughts from the Mount of Blessing hal. 114, “…Pengampunan
Allah bukan hanya tindakan judisial dengan mana Dia membebaskan kita dari
hukuman. Bukan hanya pengampunan untuk dosa, tetapi mengklaim kembali dari
dosa. Pancaran kasih yang menyelamatkan-lah yang mengubah hati. Daud memiliki
konsep yang benar tentang pengampunan ketika dia berdoa, ‘10 Ciptakanlah
hati yang bersih dalam diriku, ya
Allah, dan perbaharuilah roh yang benar dalam
aku.’ (Mazmur 51:10).”
Jadi bila kita berdoa mohon
pengampunan, apakah kita dengan sadar juga berdoa mohon hati yang baru? Ellen
White berkata itulah cara yang benar untuk memahami pengampunan.
Now in Christ's
Object Lessons 113, it says, “…but without regeneration through faith in His blood, there is no remission
of sins…” without regeneration there's no remission.
Sekarang di Christ’s Object Lessons hal.113, dikatakan, “…tetapi tanpa regenerasi melalui iman dalam
darahNya, tidak ada pengampunan dosa…” tanpa regenerasi tidak ada pengampunan.
Now perhaps Ellen White's most
powerful statement is found in Christ’s Object
Lessons 163, this is a passage that shows that being born again of the Holy Spirit,
becoming a new creation in Christ Jesus, is included in Justification. So
let's look at this carefully, it says,
“As the sinner, drawn by the power of Christ, approaches the uplifted cross, and prostrates himself
before it…” that's
repentance, right? He “…approaches
the uplifted cross, and prostrates himself before it…”
it says then “…there
is a new creation. A new heart is given him. He becomes a new creature in Christ Jesus. Holiness finds that it has nothing
more to require. God Himself
is ‘the justifier
of him which believeth in Jesus.’
(Romans 3:26)....”
Now I want to keep that quote up
there. But you see right in this passage the same thing those Bible verses
said, when you come to Christ, you're made into a new creation, all right?
Nah, mungkin pernyataan Ellen White yang paling kuat ditemukan di Christ’s
Object Lessons hal. 163. Ini adalah bacaan yang menunjukkan bahwa dilahirkan kembali oleh Roh Kudus, menjadi ciptaan baru
dalam Kristus Yesus, itu termasuk dalam Pembenaran. Jadi mari
kita simak ini dengan seksama, dikatakan, “…Sementara
orang berdosa yang ditarik oleh kuasa Kristus, menghampiri salib yang
ditinggikan, dan sujud di hadapannya…” itu pertobatan, kan? Dia “…menghampiri salib yang ditinggikan, dan sujud di
hadapannya…” lalu dikatakan, “…di sana ada
ciptaan baru. Sebuah hati yang baru diberikan kepadanya. Dia menjadi ciptaan
baru dalam Kristus Yesus. Kekudusan mendapatkan bahwa dia tidak perlu minta apa-apa lagi. Allah Sendiri ‘adalah Pembenar dari orang yang percaya
dalam Yesus.’ (Roma 3:26).”
Nah, saya mau kutipan itu
tetap di layar. Tetapi kalian lihat, di bacaan ini, hal yang sama dikatakan
ayat-ayat Alkitab, bila kita datang kepada Kristus, kita dijadikan ciptaan
baru, benar?
But what about that phrase “holiness
finds that it has nothing more to require”? That's interesting, because right
after it, she's referring to Romans 3:26 and anybody that knows anything about
Romans, knows that Romans 3:26 is in the passage about Justification. She's talking
about Justification here. So what does she mean when she says “holiness
finds it has nothing more to require”? This is a powerful thought, but when you
are made holy, when you are born again, that's a holiness that can never ever be improved
upon. Did you hear what I said? “holiness finds that has nothing more to
require” when you were
born again. At that moment you were as holy as you could ever be, because it's
the holiness of the Holy Spirit.
So how is that part of Justification?
Tetapi bagaimana tentang
ungkapan “Kekudusan
mendapatkan bahwa dia tidak perlu
minta apa-apa lagi”? Itu menarik. Karena tepat setelah itu Ellen White merujuk ke Roma 3:26, dan siapa pun yang
tahu tentang kitab Roma, tahu bahwa Roma
3:26 ada dalam perikop tentang Pembenaran. Ellen White di sini
bicara tentang Pembenaran. Jadi apa maksudnya ketika dia berkata “Kekudusan mendapatkan bahwa dia tidak perlu minta apa-apa lagi”? Ini adalah
pikiran yang hebat. Ketika kita dijadikan kudus, ketika kita lahir baru, maka itu adalah kekudusan yang tidak
akan pernah bisa ditingkatkan. Apakah kalian mendengar apa kata
saya? “Kekudusan mendapatkan bahwa dia tidak perlu minta apa-apa lagi” ketika kita sudah dilahirkan baru. Pada saat itu kita
sudah sesuci-sucinya yang kita bisa jadi, karena itulah kesucian Roh Kudus.
Jadi bagaimana itu adalah
bagian dari Pembenaran?
Well, we're going to go to Desire of Ages 388 and as I define
Justification and define Sanctification, you will see clearly that holiness
finds there's nothing more to require because what Sanctification actually is, is keeping it,
learning how to keep it.
Nah, kita akan ke Desire
of Ages hal. 388, dan seperti yang saya definisikan Pembenaran dan Pengudusan, kalian akan
melihat dengan jelas bahwa Kekudusan mendapatkan bahwa dia tidak perlu minta apa-apa lagi karena Pengudusan itu sebenarnya ialah mempertahankannya,
belajar bagaimana mempertahankannya.
Fine, Desire
of Ages 388, “It is through the Spirit that Christ dwells in us;
and the Spirit of God, received
into the heart by faith, is the beginning of the life eternal.”
Now think about that, that's when
eternal life begins.
Baik, Desire of Ages hal. 388, “…Melalui
Roh-lah Kristus diam dalam kita; dan Roh Allah yang diterima ke dalam hati
melalui iman, itulah awal dari hidup
kekal. …”
Sekarang pikirkan itu, itulah ketika hidup kekal dimulai.
Now a person can ask for forgiveness
of sin without even having repentance, right? One can ask for forgiveness of
sin without real godly sorrow, you know, just going through the motions. In
this case they're not truly ready to receive the born-again experience through the
Holy Spirit, they will not truly have the peace of full surrender and
forgiveness of sin. Have you ever asked for forgiveness of sin and still felt
no peace? Well, there's a reason. Therefore, you know, if there isn't really true repentance
and true godly sorrow, eternal life will not have begun, because they have not
been justified.
Nah, seseorang bisa minta
pengampunan dosa tanpa pernah bertobat, benar? Orang bisa minta pengampunan
dosa tanpa disertai kesedihan mendalam untuk itu, kalian tahu, sekadar minta
ampun saja. Dalam hal ini mereka belum benar-benar siap menerima pengalaman lahir
baru melalui Roh Kudus, mereka tidak akan benar-benar mendapatkan rasa damainya
penyerahan penuh dan pengampunan dosa. Pernahkah kalian minta pengampunan dosa
dan masih belum merasakan damai? Nah, ada alasannya. Karena itu, kalian tahu, jika tidak ada pertobatan yang
sejati dan kesedihan yang mendalam untuk itu, hidup kekal belum dimulai, karena
mereka belum dibenarkan.
Now we're going to look at Our High Calling here in a just a minute, but
when a person has a shallow asking for forgiveness without deep repentance,
there will be no sense of assurance at all, because Our High Calling says, “Sins not repented
of are sins not forgiven.” Now that's
solemn, because people assume that asking to be forgiven is repentance, but we
really need to do a study on repentance, because repentance is way more than just the
intellectual asking for forgiveness, it has something to do with the
heart. The
heart being broken before God, all right?
Nah, kita akan segera menyimak di Our High Calling, tetapi ketika seseorang sekadar minta ampun tanpa adanya pertobatan yang
mendalam, tidak akan ada perasaan kepastian sama sekali, karena Our
High Calling hal. 82 mengatakan, “…Dosa-dosa yang tidak
ditobati, adalah dosa-dosa yang tidak diampuni…” Nah, ini serius, karena
manusia menganggap minta diampuni itu sudah pertobatan, tetapi kita perlu
benar-benar mempelajari apa itu pertobatan, karena pertobatan itu jauh lebih daripada sekadar minta ampun
secara intelektual. Itu ada hubungannya dengan hati. Hati harus hancur di hadapan
Allah, oke?
So I want to read a quote from the 7th Vol. of the Bible Commentary page
931 says, “Christ is able to save to the uttermost all who come to Him in faith.
He will cleanse them from all defilement
if they will let Him. But if they cling to their sins, they cannot
possibly be saved;
for Christ’s righteousness
covers no sin unrepented of.”
So you can see that a person could
ask for forgiveness of sin without really at heart being willing to stop that
sin. And they will find no peace with God because Christ’s righteousness will not cover
any sin in which there isn't deep repentance.
Jadi saya mau
membacakan sebuah kutipan dari Bible Commentary Vol. 7 hal. 931 yang mengatakan, “…Kristus sanggup menyelamatkan sepenuhnya semua yang
datang kepadaNya dalam iman. Dia akan membasuh mereka dari segala kecemaran
jika mereka mengizinkan Dia. Tetapi jika mereka memegang erat-erat dosa-dosa
mereka, mereka tidak mungkin diselamatkan; karena kebenaran Kristus tidak
menutupi dosa yang tidak ditobati.…”
Jadi kalian lihat, manusia bisa minta pengampunan dosa tanpa benar-benar rela berhenti dari dosa tersebut. Dan mereka tidak akan mendapatkan
kedamaian dengan Allah karena kebenaran
Kristus tidak akan menutupi dosa apa pun di mana tidak ada pertobatan yang
mendalam.
Now I want us to think. Consider 1
John 1:9, 1 John 1:9 says, “9 If we confess our sins, He is
faithful and just to forgive us our sins, and to cleanse us from all
unrighteousness.”
Now one of the reasons why I want to
address this is because every time I talk to somebody about not feeling like I
had peace with God, they said, just claim Romans 1:9 and don't worry about your
feelings. Well, I mean John, 1 John 1:9. Here's the truth: true confession 1
John 1:9 says “9 If we confess our
sins,…” true confession
can only come from genuine repentance. But on the other hand when one has
true repentance and comes seeking forgiveness of sin, that one becomes a new
creation in Christ Jesus through the Holy Spirit. God has justified this person
and he or she is forgiven and cleansed and renewed. They're now made right with
God.
Sekarang saya mau kita berpikir. Pertimbangkan 1 Yohanes 1:9 yang
mengatakan, “9Jika kita mengaku
dosa kita, Ia setia dan adil untuk
mengampuni dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.…” Nah, salah satu alasan mengapa saya mau membahas ini
ialah karena setiap kali saya bicara kepada seseorang tentang perasaan saya
seakan-akan saya tidak punya rasa damai dengan Allah, mereka berkata, “Klaim saja 1 Yohanes 1:9 dan jangan khawatirkan perasaanmu.” Ini kebenarannya: pengakuan dosa yang sejati ~ 1 Yohanes
1:9 mengatakan, “…9
Jika kita mengaku dosa kita…” pengakuan dosa yang sejati
hanya bisa datang dari pertobatan yang sejati. Di pihak lain ketika orang benar-benar bertobat dan
datang mencari pengampunan dosa, orang itu menjadi ciptaan baru dalam Kristus
Yesus melalui Roh Kudus. Allah telah membenarkan orang ini dan dia diampuni dan
dibasuh bersih dan diperbarui. Orang itu sekarang sudah punya
hubungan yang benar dengan Allah.
All right, we're going to go to The Faith I Live By 249. This is my favorite
Spirit of Prophecy statement of all of them, because you have to understand,
when a person is forgiven, and cleansed, and renewed, they really are now made
right with God. And The Faith I Live By says, “If you are right with God today, you are ready if Christ should
come today.”
You understand why that's my favorite
one? Because that tells me the only thing I can worry about: today. I can't
worry about how I’m going to do tomorrow, I just need to make sure I’m right
with God today, and if I’m right with Him today, I’m ready if He comes. All
right?
Baiklah, kita akan ke The Faith I Live By hal. 249. Dari semuanya, ini adalah pernyataan Roh Nubuat yang paling
favorit buat saya, karena kalian harus mengerti, bila seorang sudah diampuni,
dan dibasuh, dan diperbarui, dia sungguh sudah didamaikan dengan Allah. Dan The
Faith I Live By mengatakan, “…Jika hari ini
kita sudah punya hubungan yang benar dengan
Allah, kita siap jika Kristus datang hari ini…”
Kalian paham mengapa itu favorit saya? Karena ini memberitahu saya
satu-satunya hal yang bisa saya khawatirkan ialah: hari ini. Saya tidak bisa
mengkhawatirkan bagaimana saya besok, saya hanya perlu memastikan hari ini saya
sudah oke dengan Allah, dan jika saya oke dengan Allah hari ini, saya sudah
siap jika Dia datang. Oke?
So you know salvation is not complicated,
and it's not complicated at all. It's simple. The tough thing is, it's hard to surrender all,
the battle itself is what makes it hard. The whole thing about what it
takes to be right with God requires a complete surrender, and that's
what the humans, you know what, we don't want to do. Our nature doesn't want to
do it.
So we're going to look at Christ's Object Lessons because Justification
makes a person right with God, bringing in the power of the Holy Spirit. Let's
look at this, “As many as received Him, to them gave He power to become the sons of
God’ (John 1:12)…” right there in the Bible “…even to
them that believe on His name.” This power is not in the human agent. It is the power of God. When
a soul receives Christ, he receives power to live the life of Christ.” That's great
news, isn't it?
Jadi, kalian tahu, keselamatan itu tidak rumit, itu sama sekali tidak
rumit. Itu sederhana. Hal yang sukar ialah, untuk berserah total itu sulit,
pergumulannya sendiri itu yang membuatnya sulit. Persyaratan yang dibutuhkan supaya
bisa punya
hubungan yang benar dengan Allah ialah penyerahan
total, dan itulah yang bagi manusia, kalian tahu, itulah yang kita tidak mau
lakukan. Kodrat kita tidak mau melakukannya.
Jadi kita akan menyimak Christ’s Object Lessons hal.
314 karena Pembenaran membuat seseorang punya hubungan benar dengan Allah, mendatangkan kuasa Roh Kudus. Mari kita simak ini, “…seberapa
banyak orang yang menerima-Nya,
kepada mereka diberi-Nya kuasa untuk menjadi
anak-anak Allah’ (Yohanes 1:12)…” ada di Alkitab. “…Kuasa ini tidak
terdapat pada manusianya, ini adalah kuasa Allah. Ketika seseorang menerima
Kristus, dia menerima kuasa untuk meghidupkan kehidupan Kristus.” Ini kabar hebat, bukan?
All right, so now I have a slide to
sum up Justification, let's sum up what we've covered here.
Justification is being made right with God. You're made
right with Him, you're justified. And there are three parts of Justification:
ü the pardon of
sin, of course is Justification
ü the cleansing
of sin, is Justification
ü and being born again
of the Holy Spirit.
Justification is getting right with
God.
Baiklah, jadi sekarang saya
punya slide tayangan untuk menyimpulkan Pembenaran. Mari kita simpulkan apa yang telah
kita liput sampai di sini.
Pembenaran artinya dijadikan punya hubungan yang benar dengan Allah. Kita telah dijadikan benar oleh Dia, kita sudah dibenarkan.
Dan ada tiga bagian dalam Pembenaran:
ü Pengampunan dosa, tentu saja adalah Pembenaran
ü Pembasuhan dosa, adalah Pembenaran
ü Dan dilahirkan baru
oleh Roh Kudus.
Pembenaran adalah punya
hubungan yang benar dengan Allah.
And now we go to Sanctification, I’ve got a slide for that. Sanctification
is staying right with God, that's all it is. You know, Sanctification is
holiness. Sanctification is growth. A lot of things we say Sanctification are,
but when God makes you right, when God implants His Spirit in you, your job, in
living a sanctified life, is to keep it. We need to stay right with God every day.
Dan sekarang kita ke
Pengudusan, saya punya slide untuk itu. Pengudusan adalah tetap tinggal dalam hubungan yang benar
dengan Allah, itu saja. Kalian tahu, Pengudusan itu kesucian.
Pengudusan itu pertumbuhan. Banyak definisi kita tentang Pengudusan, tetapi
ketika Allah sudah membenarkan kita, ketika Allah sudah menanamkan RohNya di
dalam kita, adalah tugas kita dalam menghidupkan kehidupan yang kudus, untuk
tetap mempertahankannya. Kita
harus tetap tinggal dalam hubungan yang benar dengan Allah setiap hari.
So how do we stay right with God? There
are many Bible expressions that mean the same thing as Sanctification, and some
of these will give us ideas on how to stay right with God. So here on the slide
I put three of them.
Sanctification is called:
Ø “abiding in
Christ”.
That's what Jesus chose to call it: “abiding in
Christ” (John 15:4), with the vine and the branch thing, He talked
about.
Ø Paul talked
about it as “walking in the
Spirit” in Galatians
5:16, 25,
Ø or “being led of
the Spirit” in Galatians 5:18.
And then I got more from
other passages of Scripture and I think they're all from Paul.
Ø Let's go to the
next slide, yeah, he referred to it as “Christ living in me” Galatians 2:20.
Ø Colossians 1:27 “Christ in you
the hope of glory”,
Ø in Ephesians
3:17 “that Christ may
dwell in your hearts by faith”.
See, all these things are Paul talking about
the sanctified life. These are all about the sanctified life. I don't think
that Paul viewed it as an optional part of the plan of salvation, do you?
Jadi bagaimana kita bisa tetap
tinggal dalam hubungan yang benar dengan Allah? Ada banya ungkapan di Alkitab
yang artinya sama dengan Pengudusan, dan beberapa darinya bisa memberi kita
gambaran bagaimana kita bisa tetap berada dalam hubungan yang benar dengan
Allah. Jadi di sini di slide ini saya masukkan tiga dari
mereka.
Pengudusan disebut:
Ø “tinggal di dalam
Kristus”
itulah yang disebut Kristus “tinggal di dalam Kristus” (Yohanes 15:4), tentang pokok dan cabang yang dikatakanNya.
Ø Paulus berbicara mengenai itu
sebagai “hidup dalam Roh” di Galatia 5:16, 25.
Ø Atau sebagai “dipimpin oleh Roh” di Galatia 5:18.
Lalu saya punya lebih banyak
dari ayat-ayat lain di Kitab Suci dan saya rasa semuanya dari Paulus.
Ø Mari kita ke slide berikut, ya, Paulus menyebutnya “Kristus yang hidup di dalam aku” (Galatia 2:20)
Ø Kolose 1:27 “Kristus dalam kamu, harapan akan kemuliaan.”
Ø Efesus 3:17 “Kristus boleh diam
di dalam hatimu oleh iman”.
Lihat, semua ini adalah Paulus
bicara tentang hidup yang kudus. Semua ini tentang kehidupan kudus. Saya pikir
Paulus tidak menganggapnya sebagai bagian yang opsional dari rencana
keselamatan. Menurut kalian?
Let's go to 2 Thessalonians 2:13
we're just going to look at the second part of this verse. Paul said, “…13 God
hath from the beginning chosen you to salvation through sanctification of the
Spirit and belief of the truth.”
Do you see this? He's chosen you to salvation through
Sanctification. So Paul clearly is talking about Sanctification as part of
salvation in this verse, because remember Sanctification is staying right with
God. Isaiah 59:2 is going to help us here in a minute. But if Sanctification is
staying right with God, then it is knowingly choosing sin that breaks Sanctification
because sin separates us from God, and that's what it says in Isaiah 59:2, “2
But your iniquities have separated between you and your God, and your sins have
hid His face from you, that He will not hear.”
Mari ke 2 Tesalonika 2:13, kita hanya akan menyimak
bagian akhir dari ayat ini. Paulus berkata, “13…Allah
dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan melalui pengudusan oleh Roh
dan iman dalam kebenaran…”
Apakah kalian melihat ini? Allah telah memilih kita untuk
diselamatkan melalui Pengudusan. Jadi Paulus jelas berbicara tentang Pengudusan
sebagai bagian dari keselamatan di ayat ini, karena ingat, Pengudusan adalah
tetap tinggal dalam hubungan yang benar dengan Allah. Yesaya 59:2 akan membantu kita di sini, sebentar lagi.
Tetapi jika Pengudusan itu tetap tinggal dalam hubungan yang benar dengan
Allah, berarti sengaja memilih
untuk berdosa yang memutuskan Pengudusan, karena dosa memisahkan
kita dari Allah, dan itulah yang dikatakan di Yesaya 59:2. “…tetapi kejahatan-kejahatanmu telah memisahkan antara kamu dan Allahmu dan
dosa-dosamu membuat Dia menyembunyikan wajahNya
dari kamu, sehingga Ia tidak mau
mendengar.”
And Romans 8 is going to help us, so
let's go there Romans 8:8 says, “8 So then they that are in the
flesh cannot please God.” And then verse 13 says, “13 For if ye live after the
flesh, ye shall die: but if ye through the Spirit do mortify the deeds of the
body, ye shall live.”
So Paul draws a sharp contrast
between living in the flesh, living in sin, being separated from God, death is
what's going to come; and then he said, but if you live in the Spirit you will
have life. Remember Romans 6:23 says, “the wages of sin is death”.
Dan Roma 8 akan menolong kita, jadi mari kita ke sana, Roma 8:8 mengatakan,
“8 Maka mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin
berkenan kepada Allah…” Kemudian ayat 13 berkata, “…13 Sebab, jika kamu hidup
menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika melalui Roh kamu mematikan
perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup…”
Jadi Paulus menarik kontras yang tajam antara hidup dalam
daging, hidup dalam dosa, terpisah dari Allah, di mana maut adalah akibat yang akan muncul; dan kemudian dia berkata, tetapi jika kamu hidup dalam
Roh kamu akan mendapat hidup kekal. Ingat Roma 6:23 berkata “…23
upah dosa ialah maut.”
Listen, folks, sin is always the
enemy, we should never defend it, we should never excuse it, we should never
allow for it; because any known sin separates us from God.
We're going to look at The Faith I Live By 138 and we're going to see
something really clear there. See, the truth of the matter is, we can't stay
right with God while we are knowingly choosing sin, that's choosing another
master, and Jesus said, “no man can serve two masters.” (Matthew 6:24).
So let's go to The Faith I Live By 138 says,
“The helpless sinner must cling
to Christ as his only hope…”
isn't that true?
He's our only hope. “…If he lets go his hold for a moment, he imperils
his own soul and the souls of others. Only in the exercise of living faith are
we safe. But the commission of any known sin, the neglect of known
duties, at home or abroad,
will destroy faith, and disconnect the soul from God.”
This is specifically dealing with
known sin, and we'll clarify that a little bit in a minute. But think about how
logical this is. If you were right with God, just think about this, if you're
right with God and then the Devil will tempt you to do something that you know
you shouldn't, and then the Holy Spirit, you know, your conscience, speaks to
you and says, “Don't do this! Flee to Christ.” If you listened and obeyed the
Devil, how can you claim that you're staying right with God? You chose to
follow a different master.
Dengar, Saudara-saudara, dosa
itu selalu musuhnya, kita tidak pernah boleh membelanya, kita tidak pernah
boleh mencari alasan untuk membenarkannya, kita tidak pernah boleh
mengizinkannya; karena apa
pun yang kita tahu itu dosa, itu memisahkan kita dari
Allah.
Kita akan menyimak The
Faith I Live By hal. 13, dan kita akan melihat sesuatu dengan jelas sekali di sana. Lihat, inti
masalahnya ialah, kita tidak bisa tetap berada dalam hubungan yang benar dengan
Allah selagi kita dengan sengaja memilih untuk berbuat dosa, itu berarti
memilih majikan yang lain, dan Yesus berkata, “Tak
seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan…” (Matius 6:24).
Jadi mari pergi ke The Faith I Live
By hal. 138 yang mengatakan, “…Pendosa yang
tidak berdaya harus bergantung pada Kristus sebagai satu-satunya
harapannya…” tidakkah itu benar? Kristus
adalah satu-satunya harapan kita.
“…Jika dia melepaskan pegangannya untuk sejenak saja, dia membahayakan nyawanya
sendiri dan nyawa-nyawa orang-orang lain. Kita hanya aman jika kita
mempraktekkan iman yang hidup. Tetapi perbuatan dosa apa pun yang disengaja,
mengabaikan kewajiban apa pun dengan sengaja, di rumah maupun di luar, akan
menghancurkan iman dan memutuskan hubungan jiwa dari Allah.”
Ini khusus bicara tentang dosa yang disengaja, dan sebentar akan kita
jelaskan sedikit. Tetapi pikirkan betapa logisnya ini. Jika kita dalam hubungan
yang benar dengan Allah ~ pikirkan saja ~ jika kita dalam hubungan yang benar
dengan Allah, kemudian Iblis menggoda kita untuk melakukan sesuatu yang kita
tahu kita tidak boleh, lalu Roh Kudus, hati nurani kita, berbicara kepada kita
dan berkata, “Jangan lakukan itu! Larilah ke Kristus!” Jika kita mendengarkan
dan mematuhi Iblis, bagaimana kita bisa mengklaim bahwa kita tetap tinggal
dalam hubungan yang benar dengan Allah? Kita sudah memilih untuk mengikuti tuan
yang lain.
Now that quotation as I said, is limited to
things you know are wrong. Now if you don't know something is wrong when
you do it, then it's not a choice of another master. That would not be viewed by
God as a sinful choice, but rather as ignorance. You know, God's fair and He
knows that when people are born again, it's going to take them time to learn
some things, and that's why we could bring James 4:17 back up there, that's why
James 4:17 is so clear, it says, “17 Therefore to him that
knoweth to do good, and doeth it not, to him it is sin.” So if you don't
know, you're not making a sinful choice, not knowingly.
Nah, kutipan di atas, seperti yang saya katakan, terbatas
pada hal-hal yang kita tahu adalah salah. Nah, jika kita tidak
tahu itu salah ketika kita melakukannya, maka itu bukan memilih majikan yang
lain. Itu tidak akan dianggap Allah sebagai pilihan yang berdosa, melainkan
sebagai ketidaktahuan. Kalian tahu, Allah itu adil dan Dia tahu manusia yang
lahir baru akan butuh waktu untuk mempelajari beberapa hal, dan itulah mengapa
kita bisa mengemukakan Yakobus 4:17 di sana, itulah mengapa Yakobus 4:17 itu
begitu jelas, itu mengatakan, “17
Jadi, bagi dia yang tahu bagaimana berbuat baik, dan
tidak melakukannya, baginya itu dosa…” Maka jika kita
tidak tahu, kita tidak membuat pilihan yang berdosa, tidak dengan sengaja.
Let's go to the 5th Vol. of Bible Commentary page 1145, there's a real
clear statement here, it says, “We shall not be held accountable for the light that has not reached our perception, but for
that which we have resisted and refused. A man could not apprehend
the truth which had never been presented
to him, and therefore could not be condemned for light he had never
had…” none will be
condemned for not heeding like knowledge that they never had. See, that's
important.
Mari ke Bible Commentary Vol. 5 hal. 1145, ada pernyataan yang sangat
jelas di sini. Dikatakan, “…Kita tidak akan diperhitungkan bertanggung
jawab atas terang yang belum mencapai persepsi kita, tetapi hanya untuk terang
yang telah kita bendung dan tolak. Seseorang
tidak bisa memahami kebenaran yang belum pernah disampaikan kepadanya, dan oleh
karena itu tidak bisa disalahkan untuk terang yang dia tidak pernah
punya…” tidak ada orang yang
disalahkan karena tidak mematuhi pengetahuan yang tidak pernah mereka miliki.
Lihat, itu penting.
And now we'll go to one more, and the
1st Vol. of The Testimonies 116 is similar,
it says, “If light come, and that light is
set aside or rejected…” so now it's dealing. The first one
says if you don't know, and you honestly don't know, and you're honestly doing
what you as far as you know is right, then it's fine. But here it says, “…If light come, and that light is
set aside or rejected then comes
condemnation and the frown of God; but before the light
comes, there is no sin, for there is no light for them to reject.”
Dan sekarang kita ke satu lagi, Testimonies Vol. 1 hal. 116, itu mirip, itu mengatakan “…Jika terang
datang, dan terang itu dikesampingkan atau ditolak, …” Jadi sekarang ada kondisi.
Yang pertama mengatakan jika kita tidak tahu, dan kita sungguh-sungguh tidak
tahu, dan kita melakukan apa sejauh yang sungguh-sungguh kita tahu adalah
benar, maka itu oke. Tetapi di sini dikatakan, “…Jika terang datang, dan terang itu dikesampingkan atau
ditolak, maka akan datang penghukuman dan ketidakperkenanan Allah; tetapi sebelum terang datang, tidak ada dosa,
karena tidak ada terang untuk ditolak mereka.”
So now we see, that there are two
separate and true factors in Sanctification. It always means staying right with God, abiding
with Christ ~ and we're going to see this in 1 John 3:6 ~ it always
means staying
right with God, abiding in Christ, walking in the Spirit, and not willfully or knowingly
choosing sin.
So 1 John 3:6 says, “6
Whosoever abideth in him sinneth not…” you see, if you're abiding in Christ,
you don't willfully choose sin because that's choosing another master. And if
you're abiding in Christ, you're getting the power of the Holy Spirit to refuse
sin. So, but we also, while we look at Sanctification, and say, that's not
willingly sinning, we also recognize that people don't understand things, and
could do things that a second person would see as sin, but it's merely a blind
spot for that first person. Therefore it's not held to their account, so to
speak.
Jadi sekarang kita lihat, ada
dua faktor yang benar dan terpisah di Pengudusan. Pengudusaan selalu berarti mempertahankan hubungan yang
benar dengan Allah, hidup di dalam Kristus ~ dan kita akan melihat ini di 1 Yohanes 3:6 ~ itu selalu berarti
mempertahankan hubungan yang benar dengan Allah, hidup di dalam Kristus, hidup
menurut Roh, dan tidak dengan niat atau sengaja memilih berbuat dosa.
Jadi 1 Yohanes 3:6 berkata, “6 Barangsiapa yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat
dosa;…” kalian lihat, jika
kita hidup dalam Kristus, kita tidak
akan sengaja memilih dosa karena itu sama
dengan memilih majikan yang lain. Dan jika kita hidup dalam Kristus,
kita mendapat kuasa Roh Kudus untuk menolak dosa.
Tetapi kita juga, sementara kita menyimak Pengudusan dan berkata, itu bukan
berbuat dosa dengan sengaja, kita juga mengakui bahwa ada orang-orang yang
tidak mengerti dan mungkin saja berbuat apa
yang dianggap orang lain berdosa, tapi itu sekadar sesuatu yang di luar
sudut pandangnya. Oleh sebab itu, hal tersebut tidak diperhitungkan sebagai
kesalahan mereka, katakanlah demikian.
For instance, a person could have a born-again experience and
be abiding in Christ, but be completely clueless on the true Sabbath, never
have heard it before. We would see that as a violation of the fourth Commandment
but God would not condemn him for it. We know what is the truth, so if we break
the Sabbath is clearly a willful sin, and not staying right with God in
Sanctification.
Misalnya seseorang bisa memiliki pengalaman lahir
baru dan hidup dalam Kristus, tetapi dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang
Sabat yang benar, dia tidak pernah mendengar hal itu sebelumnya. Kita akan
melihat itu sebagai pelanggaran Perintah keempat, tetapi Allah tidak akan
menghukumnya untuk itu. Kita tahu apa yang benar, maka jika kita melanggar
Sabat itu jelas dosa yang disengaja dan tidak mempertahankan hubungan yang
benar dengan Allah.
So the second factor in Sanctification is
growth. People need to grow. When they have the opportunity to learn
something, they will then become accountable. Only God fully understands each
person's accountability, because only He knows what they have seen and what
they've been convicted of.
Jadi faktor kedua dalam Pengudusan ialah pertumbuhan.
Manusia perlu bertumbuh. Bila mereka punya kesempatan untuk mempelajari
sesuatu, mereka akan menjadi wajib bertanggung jawab. Hanya Allah yang paham
sepenuhnya akuntabilitas setiap manusia, karena hanya
Dia yang tahu apa yang telah mereka lihat dan apa yang telah mereka yakini.
We're going to look at a great quote
from Education 257 in just a minute. You
see, if we understand Sanctification as God working in us every day through the
Holy Spirit, you see that's why holiness finds that nothing more required,
because you're either in walking in holiness, or you're not. It's not like
holiness improves, because God's holiness can't be improved, so if you are
understanding Sanctification as God working in you every day through the Holy Spirit,
I think we can really be happy about this. I mean who knows what amazing things
God will do in your life.
So here in Education 257 it says, “Through
faith in Christ, every deficiency of
character may be supplied, every defilement cleansed, every fault corrected, every excellence
developed.” And I mean everything's possible.
Kita akan segera menyimak
sebuah kutipan yang bagus dari Education hal. 257. Kalian lihat, jika kita
memahami Pengudusan sebagai Allah bekerja dalam diri kita setiap hari melalui
Roh Kudus, kita akan melihat mengapa “Kekudusan mendapatkan bahwa dia tidak perlu minta apa-apa lagi.” (COL 163) karena kita ini sedang hidup apakah dalam kekudusan atau kita tidak. Itu tidak seperti kekudusan meningkat, karena kekudusan Allah tidak bisa ditingkatkan. Maka jika kita memahami Pengudusan sebagai Allah bekerja
di dalam kita setiap hari melalui Roh Kudus, saya pikir kita
bisa benar-benar gembira tentang ini. Maksud saya, siapa tahu hal-hal
menakjubkan apa saja yang akan dilakukan Allah dalam hidup kita?
Jadi di Education hal. 257 dikatakan, “…Melalui
iman dalam Kristus, setiap kekurangan dalam karakter bisa ditambahkan, setiap
noda dibersihkan, setiap kesalahan dikoreksi, setiap keunggulan
dikembangkan…” Maksud saya segala itu mungkin.
Now let's go to Ephesians 3:16-20. This
is a long passage, but I’m going to go through it slowly and comment here and
there. It says, “16
That He would grant you, according to the riches of His glory, to be
strengthened with might by His Spirit in the inner man…” that's what it is, the born-again
experience, is to be strengthened, and Sanctification is to keep being
strengthened. “…17 That Christ may dwell in your
hearts by faith; that ye, being rooted and grounded in love, 18 may
be able to comprehend with all saints what is the breadth, and length, and
depth, and height; 19 and to know the love of Christ, which passeth
knowledge, that ye might be filled with all the fulness of God. 20
Now unto Him that is able to do exceeding abundantly above all that we ask or
think, according to the power that worketh in us,…”
Now I don't know about you, I have a
pretty powerful imagination. I can think of amazing things, and this verse is
telling me that I’m not even scratching the surface. I think that's awesome,
don't you?
Nah, mari kita ke
Efesus 3:16-20. Ini adalah bacaan yang panjang, tetapi saya akan membacanya
perlahan-lahan dan mengomentari d sana sini. Dikatakan, “16 supaya Ia akan mengaruniakan kepadamu menurut kekayaan kemuliaan-Nya, untuk diteguhkan dengan kekuatan oleh Roh-Nya
dalam batinmu,…” inilah dia, pengalaman lahir baru ialah diteguhkan, dan
Pengudusan adalah tetap terus diteguhkan. “…17
supaya Kristus boleh diam di dalam hatimu oleh iman;
sehingga kamu berakar dan berdasar
dalam kasih, 18 bisa memahami
bersama-sama dengan segala orang kudus, seberapa
lebarnya dan panjangnya dan dalamnya, dan tingginya, 19 dan untuk mengenal kasih Kristus, yang melampaui segala
pengetahuan, agar kamu boleh dipenuhi dengan seluruh
kepenuhan Allah. 20 Sekarang bagi
Dia yang dapat melakukan amat sangat banyak di atas apa yang kita mohon atau pikirkan, menurut kuasa yang bekerja di dalam kita…” Nah, saya tidak
tahu tentang kalian, tapi saya punya imajinasi yang lumayan kuat. Saya bisa
membayangkan hal-hal yang menakjubkan,
dan ayat ini mengatakan kepada saya bahwa saya bahkan belum menyentuh
permukaannya. Menurut saya itu luar biasa, bukan?
We're going to go to 1 Thessalonians 5:23-24 and this is my last verse on
Sanctification. It says, “23
And the very God of peace sanctify
you wholly; and I pray God your whole spirit and soul and body be preserved
blameless unto the coming of our Lord Jesus Christ…” is that because
of how great you are, or how hard you work? Is there any credit or human merit
involved? No! The next verse says, “…24
Faithful is He that calleth you, who also will do it.” It's all the
power of God, all. But I love this verse because we see in this verse a
connection between Sanctification: being “preserved
blameless for the coming of Christ” this is certainly a last generation
text, it includes the final generation for sure.
Kita akan ke 1 Tesalonika 5:23-24 dan inilah ayat terakhir saya tentang
Pengudusan. Dikatakan, “23
Dan Allah damai Sendiri-lah yang menguduskan kamu seluruhnya,
dan semoga seluruh roh, jiwa dan tubuhmu dipertahankan Allah tidak bercacat hingga
kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita…” apakah ini karena kita yang hebat, atau kita yang bekerja
keras? Apakah jasa manusia terlibat di dalamnya? Tidak! Ayat berikutnya
berkata, “…24 Ia yang
memanggil kamu itu setia, yang juga akan melakukannya…” Semuanya kuasa
Allah, semuanya. Tetapi saya suka ayat ini karena kita melihat di ayat ini
suatu hubungan antara Pengudusan, yaitu “…dipertahankan
Allah tidak bercacat hingga kedatangan Yesus Kristus…” ini pasti ayat generasi terakhir, jelas generasi terakhir temasuk di sini.
So what do you think, is Sanctification optional, or is it an essential
part of the gospel? To believe that Sanctification is not essential in the plan
of salvation is to think that one can break the relationship with God, to no
longer be right with God, to choose a different master, and somehow be
justified and saved anyway.
You know, it's Christ in and sin out, or it's sin in and Christ out.
Jadi bagaimana menurut kalian, apakah Pengudusan
itu opsional, atau itu bagian yang esensial dari Injil? Mempercayai bahwa
Pengudusan itu tidak esensial dalam rencana keselamatan, adalah berpikir bahwa seseorang bisa memutuskan hubungan dengan Allah,
untuk tidak lagi mempunyai hubungan yang benar dengan Allah, untuk memilih
majikan yang lain, kendati begitu masih tetap dibenarkan dan diselamatkan.
Kalian tahu, Kristus masuk dan dosa keluar, atau
dosa masuk dan Kristus keluar.
It's important to underscore the truth that all the accomplishments, all
the victories over temptation, all the obedience to God's law, Sabbath-keeping,
all the healthy living, all the self-control with temper, patience, and lust, every good
thing, is enabled in the believer by the power of God's grace. This power makes it possible to love those who
don't treat us well, to love those who try to make us look like a fool. The
Holy Spirit gives power over indulgence of appetite, it's the Holy Spirit
giving light, the life of Christ to the believer. The power never has its
source in the believer, and they know it, and they know it's absolutely true
that what Jesus said “without Me you can do nothing” (John 15:5). They know that
there is nothing of which they can boast in themselves. In fact, those truly
living the sanctified life, are of all people on the earth the most
dependent upon the power of God, because they know they're nothing without Him,
and they're willing to be nothing so that God can be everything in their lives.
Adalah penting untuk menggarisbawahi faktanya bahwa
semua pencapaian, semua kemenangan atas godaan, semua kepatuhan kepada Hukum
Allah, pemeliharaan Sabat, semua hidup sehat, semua pengendalian diri atas amarah, kesabaran, dan nafsu, setiap
hal yang baik, dimampukan pada orang yang beriman oleh kuasa rahmat Allah.
Kuasa itu menjadikannya mungkin untuk mengasihi mereka yang tidak memperlakukan
kita dengan baik, untuk mengasihi mereka yang berusaha merendahkan kita. Roh
Kudus memberi kuasa mengatasi pemanjaan selera makan, Roh Kuduslah yang memberi
terang, hidup Kristus, kepada orang beriman. Kuasa tersebut tidak pernah
bersumber pada orang beriman, dan mereka mengetahui itu, dan mereka tahu bahwa
mutlak benar apa yang dikatakan Yesus, “tanpa Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5). Mereka tahu bahwa tidak ada
apa pun di dalam diri mereka yang bisa mereka banggakan. Malah, mereka yang benar-benar
menghidupkan kehidupan yang kudus, dari antara semua orang di
dunia, adalah yang paling bergantung
pada kuasa Allah, karena mereka tahu mereka bukan apa-apa tanpa Dia, dan mereka
rela menjadi bukan apa-apa, supaya Allah bisa menjadi segalanya dalam hidup
mereka.
Now at the beginning of this message I asked this question, does what we
believe about the nature of sin affect what we believe about Justification and
Sanctification? And I think we truly know it does.
But let's look at the flip side for a minute. If one believes that we are
born sinful and guilty by the nature, which, you know, just by being born we're
already sinful, lost, and guilty, then it's pretty hard to believe that
anything much good could be lived out in our lives; and Jesus’ life wouldn't be
an example to us, He would only be our Substitute; therefore Justification
could not be more than forgiveness of sin. If that's true, our nature will
cause us to sin until Jesus comes. That's the view they have, and with this
view there could never be a final generation overcoming sin. Well, unless they
receive holy flesh before the Second Coming, which I think we all know is not
the case. Now if that view is true, all the Bible verses and all the Spirit of
Prophecy quotations you saw and heard in this presentation are just a mockery
to us, holding out a hope that's impossible.
Nah, di bagian awal pesan ini saya mengajukan
pertanyaan, apakah yang kita yakini mengenai kodrat dosa mempengaruhi apa yang
kita yakini tentang Pembenaran dan Pengudusan? Dan saya pikir, kita benar-benar
tahu memang demikian.
Tetapi mari kita lihat sisi baliknya sejenak. Jika
ada yang meyakini secara alami kita dilahirkan sudah berdosa dan bersalah, yang
hanya dengan dilahirkan saja kita sudah punya dosa, tidak selamat, dan
bersalah, maka sangat sulit untuk percaya bahwa ada yang baik yang bisa
dihidupkan dari hidup kita; dan hidup Yesus tidak akan menjadi teladan bagi
kita, Dia hanya akan menjadi Pengganti kita; maka Pembenaran tidak bisa lebih
dari pengampunan dosa. Andai itu benar, kodrat kita akan membuat kita berdosa
hingga kedatangan kedua Yesus.
Iniah pandangan yang mereka miliki, dan dengan
pandangan ini tidak pernah akan ada generasi terakhir yang menang atas dosa.
Nah, kecuali mereka menerima daging kudus sebelum Kedatangan Kedua, yang saya
pikir kita semua tahu tidak begitu kejadiannya. Nah, jika pandangan ini benar,
maka semua ayat Alkitab dan semua kutipan Roh Nubuat yang kita lihat dan dengar
di presentasi ini, hanyalah suatu cemooh bagi kita, memberikan suatu harapan
yang mustahil.
On the other hand, while it's true that we are born with a fallen nature that
won't be changed until Jesus comes, we are not condemned until we make our own
choices for sin, and we've all done it. However, Jesus, in this view, could take
a damaged nature and not make any sinful choices because of His total
dependence on the Father, and on the Holy Spirit, because He came as a
helpless human being when He was born. When He came out of the womb He was a
helpless baby that depended on His mother. But as He grew He depended totally
on His Father and on the Holy Spirit. And He showed us what to do, because we can
depend on God the same way as He. So He left an example as well as is our
Substitute. He never sinned but He took upon Himself our sins, so that we can
be forgiven. And then the same Holy Spirit that aided Jesus as a human
being will come into our lives, and transform us, and we can continue in that
transformation our whole lives. That's all Sanctification is.
Di pihak lain, sementara memang benar kita lahir
dengan kodrat berdosa yang tidak akan berubah hingga Kedatangan Kedua Yesus,
kita tidak dihukum hingga kita membuat pilihan kita sendiri untuk berdosa, dan
kita semua telah melakukannya. Namun, Yesus,
dalam pandangan ini, bisa
mengambil kodrat yang cacat dan tidak membuat pilihan berdosa apa pun karena
ketergantunganNya yang penuh pada Allah Bapa dan pada Roh Kudus, karena Dia datang sebagai manusia yang tidak berdaya ketika Dia
dilahirkan. Ketika Dia keluar dari rahim, Dia adalah bayi yang tidak berdaya
yang bergantung pada ibuNya. Tetapi ketika Dia bertumbuh, Dia bergantung
seluruhnya pada BapaNya dan pada Roh Kudus. Dan Dia menunjukkan kepada kita apa
yang harus dilakukan, karena kita bisa bergantung pada Allah dengan cara yang
sama seperti Dia. Jadi Dia meninggalkan suatu teladan dan juga sebagai
Pengganti kita. Dia tidak pernah berdosa, tetapi Dia mengambil untuk DiriNya
sendiri dosa-dosa kita, supaya kita bisa diampuni. Lalu Roh Kudus yang sama yang telah membantu Yesus sebagai manusia, akan masuk ke dalam
hidup kita dan mengubah kita, dan kita bisa berlanjut dalam perubahan itu
selama hidup kita. Itulah Pengudusan.
There will be lessons to learn, there will be growing to do. But
Justification and Sanctification will work for us every day that we are willing
to remain surrendered to God. And He will give us the abundant life. We will be
overcomers by His enabling grace and ready for Jesus to come, at last.
Ada pelajaran-pelajaran yang harus dipelajari, ada
pertumbuhan yang harus dijalani. Tetapi Pembenaran dan Pengudusan akan bekerja
bagi kita setiap hari kita rela tetap berserah kepada Allah. Dan Dia akan
memberi kita hidup berlimpah. Kita akan menjadi pemenang oleh rahmatNya yang
memampukan dan kita akan siap untuk kedatangan Yesus, akhirnya.
Now, as I said at the beginning, this is a huge topic. I covered
Justification, I covered Sanctification, and there wasn't time to cover
everything you know I can think of some awesome quotations that I wish I could
have included, but please send in questions so that we can address anything
that may need some attention, if you know I was short in some area.
And so we thank you for listening, and you have a wonderful day, we hope
you'll be with us in our next session.
Nah, seperti kata saya di bagian awal, ini adalah
topik yang besar. Saya telah meliput Pembenaran, saya telah meliput Pengudusan,
dan tidak cukup waktu untuk meliput segalanya. Kalian tahu, ada beberapa kutipan yang mengagumkan seandainya saja bisa saya masukkan, tetapi silakan mengirim pertanyaan-pertanyaan supaya kami bisa
membahas apa-apa yang memerlukan perhatian, jika saya kurang dalam beberapa
hal.
Maka kami mengucapkan terima kasih kepada kalian
yang telah mendengarkan, dan semoga kalian menikmati hari yang indah, dan
berharap kalian hadir bersama kami dalam sesi berikutnya.
17 12 23
No comments:
Post a Comment