Thursday, December 7, 2023

EPISODE 11/32 ~ THE FINAL GENERATION ~ THOUGHTS ON THE HUMAN NATURE OF CHRIST ~ STEPHEN BOHR

 

THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM

Part 11/32 - Stephen Bohr

THOUGHTS ON THE HUMAN NATURE OF CHRIST

https://www.youtube.com/watch?v=hLjGprOZHA8&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=11

 

Dibuka dengan doa.

 

 

On February 17 through 19, 2015, the Biblical Research Institute of the General Conference held a symposium in the city of Medellin Colombia. The symposium was for all pastors, administrators, and teachers of the entire country. Most of the members who serve on the BRI Committee of the General Conference were there, to present papers on different theological issues that were facing the church at that time, and still face the church. The organizers of the symposium invited me to make two presentations on the human nature of Christ. However, they never asked me beforehand what I believed about the subject. At the symposium I presented the post-lapsarian view and nothing short of an earthquake ensued. The tumult occurred because the overwhelming majority of those who were present believe that Christ took the sinless nature of Adam before the fall. Things got so testy that one of the representatives of the Biblical Research Institute who for several years served as its director, stood up before the plenary session of over 600 delegates to pacify the turbulent waters. He said that my presentation was very well done and that it was one of two views that are held presently by scholars in the Seventh-Day Adventist church. However, he lamented that someone did not present the opposing view to the view that I had presented. He underlined that the church had no official position on the human nature of Christ, and therefore both views pre-lapsarian and post-lapsarian were equally acceptable. The waters were calmed somewhat.

Several days later another member of BRI who did not participate in the symposium but shared the view that I have, called me, and said the following, “At our meeting this morning at the General Conference we got a report that you had an excellent presentation on the human nature of Christ in the city of Medellin.”

 

Pada 17 hingga 19 Februari 2015, Biblical Research Institute dari General Conference, mengadakan suatu simposium di kota Medellin Columbia. Simposium tersebut untuk semua pendeta, administrator, dan guru di seluruh negeri. Kebanyakan anggota yang duduk di komite BRI General Conference hadir, untuk mempresentasikan pelbagai isu theologi yang dihadapi oleh gereja saat itu, dan yang masih dihadapi gereja sampai sekarang. Panitya simposium mengundang saya untuk membuat dua presentasi tentang kemanusiaan Kristus. Namun mereka tidak bertanya kepada saya sebelumnya apa yang saya yakini tentang topik itu. Di simposium itu saya mempresentasikan pandangan pasca-kejatuhan (setelah manusia berdosa) dan tidak kurang dari semacam gempa bumi pun terjadi. Kegemparan itu terjadi karena mayoritas dari mereka yang hadir adalah mereka yang meyakini Kristus mengambil kodrat Adam yang tidak berdosa sebelum kejatuhannya.  Kondisi menjadi begitu buruk sehingga salah seorang dari wakil dari Biblical Research Institute yang selama beberapa tahun pernah menjabat sebagai direkturnya, berdiri di hadapan pertemuan pleno dari lebih 600 orang delegasi itu untuk menenangkan gejolak. Dia berkata presentasi saya dibuat dengan sangat baik dan bahwa itu adalah salah satu dari dua pandangan yang sekarang dipegang oleh para pakar di gereja MAHK. Namun begitu, dia menyayangkan tidak ada orang lain yang mempresentasikan pandangan yang berlawan dengan pandangan yang saya presentasikan. Dia menggarisbawahi bahwa gereja (MAHK) tidak punya posisi resmi mengenai kemanusiaan Kristus, dan oleh karenanya kedua pandangan itu, pra-kejatuhan dan pasca-kejatuhan, sama-sama diterima. Gejolak pun cukup ditenangkan.

Beberapa hari kemudian seorang anggota BRI yang lain yang tidak mengambil bagian di simposium itu, tetapi dia punya pandangan yang sama dengan saya, menelepon saya dan berkata, “Di pertemuan kami tadi pagi di General Conference, kami mendapat laporan bahwa Anda menyampaikan presentasi yang bagus sekali mengenai kodrat kemanusiaan Kristus saat di kota Medellin.”

 

 

Many of the thoughts that I’m going to share are from that symposium as well as from a book which I consider to be the best on the human nature of Christ, it's called Touched With Our Feelings, a very important book. The subtitle is A Historical Survey of Adventist Thought on The Human Nature of Christ, and the author is Jean Zurcher. It's a book that has been out of print, however, you can obtain copies from Secrets Unsealed.

 

Banyak dari pendapat-pendapat yang akan saya bagikan di sini berasal dari simposium tersebut, dan juga dari sebuah buku yang menurut saya adalah yang paling bagus tentang kodrat kemanusiaan Kristus. Buku itu bernama Touched With Our Feelings (= Dijamah dengan Perasaan Kita), buku yang sangat penting. Sub-judulnya adalah “A Historical Survey of Adventist Thought on the Human Nature of Christ” (= Suatu Survai Sejarah pada Pemikiran Advent Mengenai Kodrat Kemanusiaan Kristus). Dan penulisnya ialah Jean Zurcher. Buku ini sudah tidak dijual lagi, namun kalian bisa mendapatkan copy-nya dari Secrets Unsealed.

 

 

Let me tell you something about the author Jean Zurcher. Before he died he was the Director of the Biblical Research Institute of the Euro Africa Division as well as Division Secretary. He served as theology professor in several Seventh-Day Adventist universities. He also had his book published, this book, by the Review and Herald in the year 1999 which means that at that time it was not deemed heretical.  

The book is a historical and theological study of how the Seventh-Day Adventist church changed its view of Christology in the decade of the 1950s.  Dr. Zurcher was an accomplished scholar. He also wrote a book called The Nature And Destiny Of Man, an anthropology, a book that was acclaimed internationally by non-Adventist scholars.

 

Saya akan memberikan sedikit informasi tentang si penulis Jean Zurcher. Sebelum kematiannya, dia adalah Direktur Biblical Research Institute dari Euro-Africa Division dan juga menjabat Sekretaris Divisi. Dia melayani sebagai profesor theologi di beberapa universitas MAHK. Dia juga telah menerbitkan bukunya, buku ini, di Review and Herald di tahun 1999, yang berarti pada waktu itu, pandangannya tidak dianggap sesat/bidat.

Bukunya adalah suatu kajian historis dan theologis tentang bagaimana gereja MAHK telah mengubah pandangannya tentang Kristologi di tahun 1950an. Dr. Zucher adalah seorang pakar yang ulung. Dia juga telah menulis sebuah buku berjudul The Nature and Destiny of Man ( Kodrat dan Takdir Manusia), sebuah antropologi, suatu buku yang diakui secara internasional oleh pakar-pakar non-Advent.

 

 

As we approach this subject we want to ask several questions and I’ll go through them quickly. I’m trying to synthesize two presentations in one.

Ø    What do we mean by a sinful and a sinless human nature?

Ø    Is it a sin to have a sinful nature?

Ø    Or is sin allowing the sinful nature to express itself in sinful acts, thoughts, and words?

Ø    In what way does the Roman Catholic view of “original sin” differ from the Adventist concept: that we inherit a sinful nature?

Ø    Now we all agree that Jesus is 100% God and 100% man. However, the critical question is this: what kind of humanity did Jesus take when He came to this earth? Did He take the human nature of Adam before the fall? Or did He take his nature after the fall?

Ø    What did Ellen White mean when she wrote that Jesus had no evil propensities towards sin?  In our last presentation we heard quite a bit about this.

Ø    Is it possible to gain a total victory over sin while we are living in sinful flesh?

Ø    Would it be fair for Jesus to expect that we follow His example if He had a different human nature than we do?

Ø    Will God have an end time generation that will totally overcome sin in sinful flesh?

Ø    When will Jesus remove the sinful nature from His people?

Ø    Will God's people continue sinning in words, acts, and thoughts, after the close of probation?

Ø    Will we be able to send our sins to the heavenly sanctuary after the close of probation?

Ø    Is there biblical corroboration that confirms that Ellen White was right when she said that God's people will have to live in The Time of Trouble without an intercessor or mediator?

Ø    And finally the last question: will the last generation be different than any previous generation?

 

Membahas topik ini, kita mau mengajukan beberapa pertanyaan dan saya akan meliputnya dengan cepat. Saya berusaha menggabungkan dua presentasi dalam satu.

Ø    Apa maksudnya kodrat manusia berdosa dan kodrat manusia yang tidak berdosa?

Ø    Apakah memiliki kodrat berdosa itu dosa?

Ø    Atau apakah dosa itu mengizinkan kodrat berdosa mewujudkan dirinya dalam perbuatan-perbuatan, pikiran-pikiran, dan kata-kata yang dosa?

Ø    Dalam hal apa pandangan Roma Katolik tentang “dosa asal” berbeda dari konsep Advent: bahwa yang kita warisi adalah kodrat berdosa?

Ø    Nah, kita semua setuju bahwa Yesus itu 100% Allah dan 100% manusia. Namun, pertanyaan yang kritis ialah ini: kemanusiaan macam apa yang diambil Yesus ketika Dia datang ke bumi? Apakah Dia mengambil kodrat kemanusiaan Adam sebelum kejatuhannya dalam dosa? Atau apakah Dia mengambil kodrat kemanusiaan Adam setelah kejatuhannya?

Ø    Apa yang dimaksud Ellen White ketika dia menulis bahwa Yesus tidak punya kecenderungan jahat kepada dosa? Di presentasi kita yang terakhir kita sudah mendengar banyak tentang ini.

Ø    Apakah mungkin mendapatkan kemenangan penuh atas dosa selagi kita masih hidup dalam daging yang berdosa?

Ø    Apakah adil bagi Yesus mengharapkan kita mengikuti teladanNya jika Dia memiliki kodrat kemanusiaan yang berbeda dari kita?

Ø    Akankah Allah memiliki suatu umat akhir zaman yang akan sepenuhnya mengalahkan dosa dalam daging yang berdosa?

Ø    Kapankah Yesus akan menyingkirkan kodrat berdosa dari umatNya?

Ø    Akankah umat Allah terus berbuat dosa dalam perkataan, perbuatan dan pikiran setelah tutupnya pintu kasihan?

Ø    Bisakah kita mengirimkan dosa-dosa kita ke Bait Suci surgawi setelah tutupnya pintu kasihan?

Ø    Apakah ada bukti alkitabiah yang menguatkan bahwa Ellen White itu benar ketika dia mengatakan bahwa umat Allah harus hidup di Masa Kesukaran Besar tanpa Perantara atau Mediator?

Ø    Dan akhirnya pertanyaan terakhir: akankah generasi yang terakhir berbeda daripada generasi yang mana pun sebelumnya?

 

 

Now there are some aspects that are not negotiable when we come to this subject.

1.    First, while Jesus was on earth, He was 100% God and 100% man

but He never used His own divine power to conquer temptation, He always depended on the divine power of His Father.

2.    Second, it is possible for us to overcome as Jesus overcame,

if we depend on the same power that He did. The sinless example of Jesus is attainable.

3.    Three, the temptations of Jesus were far greater than the ones that Adam faced or we face.

Adam was not tempted to turn stones into bread, Adam did not bear the sins of the world upon himself, Adam was not pursued 24/7/365 by Satan. The temptations of Jesus were infinitely greater than the temptations that we face. So as Ellen White says, we can imitate the example, but we cannot copy the example, because His temptations were far greater than ours.

4.    Finally, the fourth issue that is non-negotiable is, that Jesus never cultivated evil tendencies towards sin.

He never felt inclined to sin, in fact He recoiled from temptation the instant that temptation came.

 

Nah, ada beberapa aspek yang tidak bisa ditawar bila kita tiba di topik ini.

1.    Pertama, selagi Yesus ada di dunia, Dia 100% Allah dan 100% manusia,

tetapi Dia tidak pernah menggunakan kuasa ilahiNya sendiri untuk mengalahkan godaan, Dia selalu bergantung pada kuasa ilahi BapaNya.

2.    Kedua, bagi kita mungkin mengalahkan dosa sebagaimana Yesus telah mengalahkan,

jika kita bergantung pada kuasa yang sama seperti Yesus. Teladan ketidakberdosaan Yesus, bisa kita capai.

3.    Ketiga, godaan-godaan Yesus itu jauh lebih besar daripada yang dihadapi Adam atau kita.

Adam tidak dicobai untuk mengubah batu menjadi roti. Adam tidak memikul semua dosa dunia di atas bahunya. Adam tidak dikejar Setan setiap jam, sepanjang minggu, sepanjang tahun. Godaan-godaan Yesus jauh lebih besar daripada godaan-godaan yang kita hadapi. Maka, seperti kata Ellen White, kita bisa meniru teladanNya, tetapi kita tidak bisa meng-copy teladanNya, karena godaan-godaan Yesus jauh lebih besar daripada kita.

4.    Akhirnya, isu keempat yang tidak bisa ditawar adalah, Yesus tidak pernah menumbuhkan dan mengembangkan kecenderungan-kecenderungan jahat kepada dosa.

Dia tidak pernah merasa condong untuk berbuat dosa, bahkan Dia segera mundur dari godaan begitu godaan itu muncul.

 

 

Now there are dangers lurking with both views.

ü   On the one hand those who believe in total victory over sin before the close of probation

are always in danger of falling into the deadly errors of perfectionism and fanaticism, thinking highly of themselves and criticizing others for not reaching their high plane of Spirituality.

ü   However the danger on the other side is, to take sin lightly and to justify it because of our inherited and cultivated tendencies.

The danger of this side is to teach that man's human nature is so powerful that not even God's omnipotent enabling grace can give us total victory over it. Those who say that it is not possible to totally overcome sin before the close of probation are not really saying that sinful human nature is weak but rather that God is not powerful enough to help us overcome it. They are saying, perhaps inadvertently, that our sinful flesh is more powerful than the enabling power of God.

 

Nah, ada bahaya yang mengancam pada kedua pandangan itu:

ü   Di satu pihak, mereka yang meyakini kemenangan penuh atas dosa sebelum tutupnya pintu kasihan

selalu dalam bahaya jatuh ke dalam kesalahan perfeksionalisme dan fanatikisme, menganggap mereka sendiri sudah bagus dan mengritik orang lain yang tidak mencapai tingkat kerohanian mereka yang tinggi.

ü   Namun, bahaya di sisi yang lain ialah, menganggap dosa itu enteng dan membenarkannya oleh karena itulah kecenderungan yang telah kita warisi atau kembangkan.

Bahaya di pihak ini ialah mengajar bahwa kodrat manusia itu begitu kuat hingga bahkan kasih karunia Allah yang Mahakuasa tidak menyanggupkan kita bisa mendapatkan kemenangan penuh atasnya. Mereka yang berkata bahwa mustahil untuk sepenuhnya mengalahkan dosa sebelum tutupnya pintu kasihan, bukannya mengatakan bahwa kodrat kemanusiaan berdosa itu lemah, melainkan Allah yang kurang berkuasa untuk bisa menolong kita mengalahkannya. Mereka berkata, mungkin secara tidak sadar, daging kita yang berdosa itu lebih kuat daripada kuasa Allah yang memampukan.

 

 

Those who are closest to perfection can never say “I have arrived”, in fact those who are most holy in the sight of God, even those who will go through the time of trouble, are those who feel the most sinful, because they are constantly beholding the perfect beauty of Christ's character, and how much sin cost in Gethsemane and on the cross.

Ø    Like Isaiah, when they contemplate the holiness of Jesus, they will say, “I am undone”.

Ø    Like Peter they will say, “Depart from me, for I am a sinful man.”

Ø    Like Paul, they will exclaim, “Who shall deliver me from this body of death?”

Ø    Like holy Daniel, they will say, “We have sinned.”

 

Mereka yang paling dekat kepada kesempurnaan, tidak pernah bisa berkata, “Aku telah sampai.” Bahkan mereka yang paling kudus di pemandangan Allah, yaitu mereka yang akan melewati Masa Kesukaran Besar, adalah mereka yang merasa paling berdosa, karena mereka senantiasa memandang keindahan karakter Kristus yang sempurna, dan betapa mahalnya harga dosa di Getsemani dan di salib.

Ø   Seperti Yesaya, ketika mereka merenungkan kekudusan Yesus, mereka akan berkata, “matilah aku” (Yesaya 6:5).

Ø   Seperti Petrus, mereka akan berkata, “Tinggalkan aku, karena aku orang yang berdosa.” (Lukas 5:8).

Ø   Seperti Paulus mereka akan berteriak, Siapakah yang akan menyelamatkan aku dari tubuh kematian  ini?” (Roma 7:24)

Ø   Seperti Daniel yang saleh, mereka akan berkata, “Kami sudah berdosa.” (Daniel 9:15).

 

 

Now there's a very important point, let's not attempt to defend the indefensible by saying that the Adventist church has always believed that Jesus took the nature of Adam before the fall. It is a documented fact that the Seventh-Day Adventist church in its majority has changed its Christology and it was changed in the middle of the 20th century from a post-lapsarian view to a pre-lapsarian view.

As I learned in the symposium in Medellin, most scholars in our theological schools and seminaries, and probably most of our administrators and pastors, have embraced the new Christology.

 

Nah, ada poin yang sangat penting. Marilah jangan kita mencoba untuk membela yang tidak bisa dibela, dengan mengatakan gereja Advent selalu meyakini bahwa Yesus mengambil kodrat Adam sebelum kejatuhannya. Fakta yang terdokumentasi ialah gereja MAHK mayoritasnya telah mengubah Kristologinya, dan itu diubah di pertengahan abad ke-20, dari pandangan pasca-kejatuhan ke pandangan pra-kejatuhan.

Sebagaimana yang saya sadari dari simposium di Medellin, kebanyakan pakar di sekolah-sekolah theologi dan seminari-seminari kita, dan mungkin kebanyakan dari para administrator dan pendeta-pendeta kita, telah memeluk Kristologi yang baru.  

 

 

It's interesting that Jones and Waggoner of 1888 fame taught that Jesus took human nature after the fall. In fact, Waggoner suggested that we consider the genealogy of Jesus in order to determine the human nature that Jesus took upon Himself. Among the ancestors of Jesus was lying Abraham, David the adulterer and murderer, and Manasseh the idolater. Jesus received the sinful fallen nature of His human ancestors, but He never sinned in that sinful nature. Jones wrote that Jesus possessed the passions and tendencies of sinful flesh but He never participated in those sins. It is vital to understand the difference between having the passions and tendencies and yielding to those passions and tendencies.

 

Yang menarik, Jones dan Waggoner dari ketenaran 1888, mengajarkan bahwa Yesus mengambil kodrat kemanusiaan setelah kejatuhannya. Bahkan, Waggoner mengusulkan agar kita mempertimbangkan silsilah Yesus untuk menentukan kodrat kemanusiaan yang diambil Yesus bagi DiriNya sendiri. Di antara para leluhur Yesus ada Abraham si pembohong, Daud si pezinah dan pembunuh, dan Manasye si penyembah berhala. Yesus menerima kodrat dari leluhur manusiaNya yang telah jatuh dalam dosa, tetapi Dia tidak pernah berbuat dosa dalam kodrat berdosa itu. Jones menulis bahwa Yesus memiliki nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan dari daging yang berdosa, tetapi Dia tidak pernah mengambil bagian dalam dosa.  Penting untuk memahami bedanya antara memiliki nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan dan menyerah kepada nafsu-nafsu dan kecenderungan-kecenderungan itu.

 

 

A.T. Jones wrote in General Conference Bulletin 1895 page 328 the following words: The flesh of Jesus Christ was our flesh, and in it was all that is in our flesh. All the tendencies to sin that are in our flesh were in His flesh, drawing upon Him to get Him to consent to sin.”

But of course Jesus never consented to the tendency.

 

A.T. Jones menulis di Bulletin General Conference 1895 hal. 328, kata-kata berikut:  “…Daging Yesus itu daging kita, dan di dalamnya terdapat apa yang ada dalam daging kita. Semua kecenderungan kepada dosa yang ada di dalam daging kita, ada di dalam dagingNya, menarikNya untuk membuat Dia setuju berbuat dosa.”

Tetapi tentu saja Yesus tidak pernah memberikan persetujuanNya kepada kecenderungan tersebut.

 

 

W.W. Prescott whose view Ellen White enthusiastically endorsed, wrote the following, “Although Jesus Christ took sinful flesh ~ flesh in which we sin ~ He took that flesh and emptying Himself and receiving the fullness of God Himself. God was able to keep Him from sinning in that sinful flesh. So that although He was manifested in sinful flesh, God by His Spirit dwelling in Him, kept Him from sinning in that sinful flesh.”

On October 31 1895 Ellen White heard elder Prescott preach a sermon on “The Word Made Flesh” and enthusiastically endorsed his presentation.

 

W.W. Prescott yang pandangannya diendorse Ellen White dengan antusias, menulis yang berikut,  “…Walaupun Yesus Kristus mengambil daging yang berdosa ~ daging dengan mana kita berbuat dosa ~ Dia (Yesus) mengambil daging itu dan mengosongkan DiriNya, dan menerima kepenuhan Allah Sendiri. Allah sanggup menjagaNya dari berbuat dosa dalam daging yang berdosa itu. Sehingga walaupun Dia terwujud dalam daging yang berdosa, Allah melalui RohNya yang diam dalam DiriNya, menjagaNya dari berbuat dosa dalam daging yang berdosa itu. …”

Pada 31 Oktober 1895 Ellen White mendengar Ketua Prescott membawakan khotbah tentang “The Word Made Flesh” (Firman yang Dijadikan Manusia) dan secara antusias mengendorse presentasinya.

 

 

Catholics and many Protestants teach the doctrine of original sin. The basic idea is that we are born sinners, because Adam bequeathed the guilt of his original sin to us. In other words, we are guilty because as descendants of Adam we inherit Adam's sinful flesh. According to this view, if Jesus had been born with the same sinful nature as the rest of humanity, He would have been sinful by birth. In such a case Jesus would have needed a redeemer.

There is no doubt that everyone in this world is born with a sinful human nature, that is to say the pull of sin dwells in each descendant of Adam; and that power or pull entices us to commit actual sins. Jesus had the pull, but Jesus did not sin.

 

Katolik dan banyak golongan Protestan mengajarkan doktrin dosa asal. Konsep dasarnya ialah kita dilahirkan sudah punya dosa karena Adam mewariskan kesalahan dari dosa asalnya kepada kita. Dengan kata lain, kita punya dosa karena sebagai keturunan Adam kita mewarisi daging berdosa Adam. Menurut konsep ini, andai Yesus dilahirkan dengan kodrat berdosa sama seperti semua manusia, Dia tentunya berdosa dari lahir. Dalam hal itu, Yesus sendiri tentunya akan membutuhkan seorang juruselamat.

Tidak diragukan semua orang di dunia ini lahir dengan kodrat kemanusiaan yang berdosa, artinya daya tarik dosa ada dalam setiap keturunan  Adam; dan kuasa itu atau daya tarik itu memikat kita untuk melakukan dosa yang literal. Yesus memiliki daya tarik itu, tapi Yesus tidak berbuat dosa.

 

 

Is sin a state of being or is sin a choice? We sin because we choose to act, speak, or think, contrary to the revealed will of God. Sin is to allow our fallen human nature to act in opposition to the will of God.

If sin is not a matter of nature but rather of choice, then Jesus could have inherited our sinful human nature without becoming a sinner. Jesus remained sinless because the very moment the temptation came He chose by a decision of His will to obey God and never allowed sinful human nature to control His actions. His inheritance was like ours but His choices were different.

 

Apakah dosa itu suatu kondisi eksistensi atau apakah dosa itu suatu pilihan? Kita berbuat dosa karena kita memilih untuk berbuat, berkata, atau berpikir yang bertentangan dengan kehendak Allah yang sudah dinyatakan. Dosa ialah mengizinkan kodrat kemanusiaan kita yang berdosa untuk berbuat yang berlawanan dengan kehendak Allah.

Jika berbuat dosa bukan hal yang alami melainkan hal pilihan, maka Yesus bisa saja mewarisi kodrat manusia berdosa kita tanpa menjadi seorang pendosa. Yesus tetap tinggal tidak berdosa karena begitu muncul godaan, Dia memilih melalui keputusan dari kemauanNya sendiri untuk patuh kepada Allah dan tidak pernah mengizinkan kodrat berdosa kemanusiaan untuk mengendalikan tindakan-tindakanNya. WarisanNya sama seperti kita, tetapi pilihanNya berbeda.

 

 

Ellen White confirmed this point of view. She wrote,  “There are thoughts and feelings suggested and aroused by Satan that annoy even the best of men,…”  but now listen to this “… but if they…” these thoughts and feelings  “…are not cherished, if they are repulsed…”  Ellen White says that Jesus recoiled when He was tempted “…if they are repulsed as hateful, the soul is not contaminated with guilt, and no other is defiled by their influence.” (Review and Herald, March 27, 1888 – That I May Know Him pg. 140). Powerful statement.

 

Ellen White mengkonfirmasi pandangan ini. Dia menulis, “…Ada pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan yang diusulkan dan dibangkitkan oleh Setan yang membuat jengkel bahkan orang-orang yang terbaik,…” tetapi sekarang dengarkan ini, “…tetapi jika mereka…”  pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan ini, “…tidak disayangi dan tidak dipertahankan, jika mereka ditolak…”  Ellen White berkata bahwa Yesus segera mundur ketika Dia digoda,  “…jika mereka ditolak sebagai sesuatu yang dibenci, maka jiwa tidak terkontaminasi oleh perasaan bersalah, dan tidak ada yang menjadi najis oleh pengaruh mereka.” (Review and Herald, Maret 27, 1888 – That I May Know Him hal. 140). Pernyataan yang tegas.

 

 

Here's another one, “By faith and prayer all may meet the requirements of the gospel. No man can be forced to transgress…” listen carefully now.  “…His own consent must be first gained; the soul must purpose the sinful act, before passion can dominate over reason, or iniquity triumph over conscience. Temptation, however strong, is never an excuse for sin.” (Messages to Young People pg. 67)

 

Ini ada yang lain. “…Dengan iman dan doa semua bisa memenuhi syarat Injil. Tidak ada manusia yang bisa dipaksa untuk melanggar (Hukum Allah)…” dengarkan baik-baik sekarang, “…Izin dari dirinya sendiri harus pertama didapatkan, orang itu harus setuju dengan perbuatan dosa itu sebelum hawa nafsu bisa mengalahkan akal sehat, atau dosa menang atas hati nurani. Godaan yang betapa pun kuatnya, tidak pernah menjadi pembenaran untuk dosa.…” (Messages to Young People hal. 67)

 

 

Here's one more, “The Son of God in His humanity wrestled with the very same fierce, apparently overwhelming temptations that assail men—temptations to indulgence of appetite, to presumptuous venturing where God has not led them, and to the worship of the god of this world, to sacrifice an eternity of bliss for the fascinating pleasures of this life. Everyone will be tempted, but the Word declares that we shall not be tempted above our ability to bear.” (Selected Messages Vol. 1 pg. 95)

 

Ini ada satu lagi. “Anak Allah dalam kemanusiaanNya bergumul dengan godaan-godaan yang sama hebatnya, godaan-godaan yang nyata-nyata menjatuhkan, yang menyerang manusia ~ godaan-godaan memanjakan selera, petualangan-petualangan gegabah ke mana Allah tidak menuntun mereka, dan ke penyembahan kepada allah dunia ini, mengorbankan kebahagiaan kekal demi kesenangan-kesenangan menarik dari kehidupan ini. Semua orang akan digoda, tetapi Firman menyatakan bahwa kita tidak akan dicobai di atas kemampuan kita untuk memikulnya.” (Selected Messages Vol. 1 pg. 95)

 

 

So we do not inherit the guilt of our ancestors because we receive a sinful nature from them. We are only guilty when we personally choose to respond to the pleadings of our sinful nature.

Notice Deuteronomy 24:16, 16Fathers shall not be put to death for their children, nor shall children be put to death for their Fathers; a person shall be put to death for his own sin.”

Ezekiel 18:20 adds its testimony,  “ 20 The soul who sins shall die. The son shall not bear the guilt of the Father, nor the Father bear the guilt of the son. The righteousness of the righteous shall be upon himself, and the wickedness of the wicked shall be upon himself.”

 

Jadi kita tidak mewarisi kesalahan leluhur kita karena kita menerima kodrat berdosa dari mereka. Kita baru bersalah bila kita secara pribadi memilih untuk menanggapi permintaan kodrat berdosa kita.

Simak Ulangan 24:16, Ayah-ayah tidak akan dihukum mati karena anak-anaknya, begitu juga anak-anak tidak dihukum mati karena ayah-ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri…” 

Yehezkiel 18:20 menambahkan kesaksiannya, “…20 Orang yang berbuat dosa, itu yang akan mati. Si anak tidak akan menanggung kesalahan ayahnya; begitu juga si ayah tidak akan menanggung kesalahan anaknya. Kebenaran orang benar akan diperhitungkan atasnya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atas dirinya.”

 

 

Now I’m going to skip one statement because we have very brief time. Let's go now to the way in which the Christology of the Adventist church has changed. Let's examine first of all a portion of the 1947 edition of Bible Readings For The Home ~ and by the way it is the same all the way back to the year 1914. In Bible Readings For The Home, we're going to go to section 4 chapter 39, the title is “A Sinless Life”, question number 6.

Question number 6 in Bible Readings For The Home it says this,  “How fully did Christ share our common humanity?…” now comes the answer from Hebrews 2:17, “…17 Wherefore in all things it behoved Him to be made like unto His brethren…” that  is like us, …that He might be a merciful and faithful high priest in things pertaining to God, to make reconciliation for the sins of the people.’ So that's the biblical answer.

 

Sekarang saya akan meloncati satu pernyataan karena waktu kita singkat sekali. Mari kita sekarang ke cara bagaimana Kristologi gereja Advent telah berubah. Mari kita simak dulu sebagian dari edisi 1947 Bible Readings for the Home ~ dan ketahuilah itu sama terus ke belakang hingga tahun 1914. Di Bible Readings for the Home, kita akan pergi ke seksi 4 pasal 39, judulnya ialah “A Sinless Life” (Hidup Tanpa Dosa), pertanyaan nomor 6.

Pertanyaan nomor 6 di Bible Readings for the Home mengatakan demikian,  “…Seberapa banyaknyakah Kristus punya kesamaan dengan kemanusiaan kita?…”  sekarang datang jawabannya dari Ibrani 2:17,   “…Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya…”  artinya seperti kita,   “…supaya Ia  bisa menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat pendamaian bagi dosa-dosa umat’…” Jadi inilah jawaban yang alkitabiah.

 

 

Now there's an explanatory note in the 1947 edition. It reads like this, “In His humanity Christ partook of our sinful fallen nature. If not, then He was not ‘made like unto His brethren’, was not ‘in all points tempted like as we are’, did not overcome as we have to overcome, and is not therefore the complete and perfect Savior man needs and must have to be saved. The idea that Christ was born of an immaculate or sinless mother inherited no tendencies to sin,  and for this reason did not sin, removes Him from the realm of a fallen world, and from the very place where help is needed. On His human side Christ inherited just what every child of Adam inherits: a sinful nature. On the divine side from His very conception He was begotten and born of the Spirit, and all this was done to place mankind on vantage  ground, and to demonstrate that in the same way everyone who is ‘born of the Spirit’ may gain like victories over sin in his own sinful flesh, thus each one is to overcome as Christ overcame. (Rev. 3:21). Without this birth there can be no victory over temptation and no salvation from sin.” What a powerful note this is.

However, in 1949 the Review and Herald requested professor D.E. Rebok who was teaching at the seminary in Washington D.C. to review the text of the Bible Readings For The Home with the intent of publishing a new edition. And in the 1949 edition the note that we read was deleted.

 

Nah di edisi 1947 itu ada catatan penjelasan. Bunyinya sbb.: “…Dalam kemanusiaanNya, Kristus mengambil kodrat manusia berdosa kita. Andaikan tidak, maka Dia tidak  dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya’ (Ibr. 2:17), tidak ‘dalam segala hal telah dicobai sama dengan kita’ (Ibr. 4:15), tidak menang sebagaimana kita harus menang, dan karena itu Dia bukanlah Juruselamat yang lengkap dan sempurna yang diperlukan dan harus dimiliki manusia supaya bisa selamat. Konsep bahwa Kristus dilahirkan oleh seorang ibu yang imakulata atau tidak berdosa dan tidak mewarisi kecenderungan-kecenderungan kepada dosa, dan oleh karenanya (Kristus) tidak berbuat dosa, menyingkirkan Dia dari wilayah dunia yang berdosa, dan justru dari tempat di mana bantuan diperlukan. Di sisi manusiaNya, Kristus mewarisi sama dengan apa yang diwarisi setiap anak Adam: kodrat yang berdosa. Di sisi ilahiNya sejak pembuahanNya Dia dibuahi dan lahir oleh Roh, dan semua ini dilakukan untuk menempatkan manusia di posisi yang menguntungkan, dan untuk mendemonstrasikan bahwa dengan cara yang sama, setiap orang yang ‘dilahirkan dari Roh’ (Yoh. 3:6),  boleh mendapatkan kemenangan yang sama atas dosa dalam dagingnya sendiri yang berdosa, dengan demikian setiap orang harus menang sebagaimana Kristus sudah menang. (Wahyu 3:21). Tanpa kelahiran ini (kelahiran baru), tidak akan ada kemenangan atas godaan, dan tidak ada keselamatan dari dosa. …”  Luar biasa tegasnya catatan ini.

Namun, di tahun 1949 Review and Herald minta Profesor D.E. Rebok yang saat itu mengajar di seminari di Washington D.C. untuk mereview teks dari Bible Readings for the Home dengan tujuan menerbitkan edisi yang baru. Dan di edisi 1949 itu, catatan penjelasan yang kita baca di atas, dihapus.

 

 

Ralph Larson in his book The Word Made Flesh documented how Ellen White repeatedly wrote that Jesus took our sinful nature and gives multiple quotations from Adventist authors before 1949 who wrote the same. It is indeed tragic that after the church had existed for 90 years, suddenly a change was made.

 

Ralph Larson dalam bukunya The Word Made Flesh (= Firman yang Menjadi Manusia) mendokumentasikan bagaimana Ellen White berulang-ulang menulis bahwa Yesus mengambil kodrat berdosa kita, dan memberikan banyak kutipan dari penulis-penulis Advent sebelum 1949 yang menulis hal yang sama. Sangat menyedihkan setelah gereja eksis selama 90 tahun, tiba-tiba suatu perubahan dimunculkan.

 

 

Leroy Froom explained the reason for the deletion of the note. I read,  “Coming up on this unfortunate note…” that is Rebok “…on page 174, in the study about ‘The Sinless Life’, he…” that is Rebok, “…recognized that this was not true… so the inaccurate note was deleted and has remained out in all subsequent printings.”

Elder Froom and other leaders of the church wanted the evangelicals to recognize the Seventh-Day Adventist church as a bonafide mainstream denomination, and in order to accomplish this, they saw the need to discard the idea that Christ took the sinful nature of Adam, yet without committing sin.

 

Leroy Froom menjelaskan alasan dihapusnya catatan itu. Saya bacakan, “…Menjumpai catatan yang disayangkan ini…”  maksudnya Rebok   “…di hal. 174 dalam kajian tentang ‘The Sinless Life’ (Hidup Tanpa Dosa), dia…”  yaitu Rebok,  “…menyadari bahwa itu tidak benar… maka catatan yang tidak tepat itu dihapus, dan tetap dihapus dari semua penerbitan selanjutnya.”

Ketua Froom dan ketua-ketua lain gereja mau golongan evangelis mengakui gereja MAHK sebagai denominasi aliran utama (mainstream) yang bonafide, dan untuk tujuan ini, mereka melihat perlunya menghapus konsep bahwa Kristus mengambil kodrat Adam yang berdosa namun tidak pernah berbuat dosa.

 

 

According to Donald Gray Barnhouse, in an article that he published, Our Seventh-Day Adventist Christians in the Eternity Magazine, he had told Walter Martin the following, “They had among their number…” that is Adventist, “…certain members of their lunatic fringe, even as there are similar wild-eyed irresponsibles in every field of fundamental Christianity.” 

Between 1955 and 1956, 18 meetings took place between evangelicals and Seventh-Day Adventist leaders, and our leaders assured evangelicals, and now I quote from Eternity Magazine,  “The majority of the denomination has always held…” and I’m going to add this in parentheses so we can understand the rest of the statement,  “…have always held the humanity assumed by Christ to be sinless, holy, and perfect, despite the fact that certain of their writers have occasionally gotten into print with contrary views completely repugnant to the church at large.”   Absolute untruth! You can read all the statements before 1949 and you'll find that they say that Christ inherited the sinful human nature.

 

Menurut Donald Gray Barnhouse, dalam artikel yang dipublikasikannya, Our Seventh-Day Adventist Christians di Eternity Magazine, dia memberitahu Walter Matins sbb.:  “…Ada di antara kelompok mereka…” yaitu kelompok Advent, “…anggota-anggota tertentu dari  minoritas eksentrik mereka; sama seperti ada orang-orang fanatik yang tidak bertanggungjawab di setiap bidang dari Kristen fundamental.…” 

Antara 1955 dan 1956, 18 pertemuan diadakan antara golongan evangelis dan pemimpin-pemimpin MAHK, dan para pemimpin kita meyakinkan golongan evangelis, dan sekarang saya mengutip dari Eternity Magazine,  “…Mayoritas denominasi ini selalu berpegang…”  dan saya akan menambahkan ini dalam kurung supaya kita bisa memahami sisa pernyataannya, “…selalu berpegang pada konsep bahwa kemanusiaan yang dipakai oleh Kristus itu tidak berdosa, kudus, dan sempurna; walaupun faktanya beberapa penulis mereka dari waktu ke waktu menerbitkan pandangan-pandangan yang berlawanan yang sama sekali ditolak oleh gereja secara umum…” Sama sekali bohong! Kalian bisa membaca semua pernyataan sebelum 1949, dan kalian akan menemukan bahwa pernyataan-pernyataan itu mengatakan Kristus mewarisi kodrat kemanusiaan yang berdosa.

 

 

In the book Questions On Doctrine, Leroy Froom included only quotations that supported his point of view, and ignored the overwhelming witness of those who contradicted his view. Many of his supporting quotations were taken out of their legitimate context, and he added subtitles that certainly misled the evangelicals to think that Adventists had always believed that Jesus took the sinless nature of Adam before the fall.

 

Di buku Questions on Doctrine, Leroy Froom memasukkan hanya kutipan-kutipan yang mendukung sudut pandangnya dan mengabaikan kesaksian yang kuat dari mereka yang mengkontradiksi pandangannya. Banyak dari kutipan yang mendukungnya diambil keluar dari konteksnya yang sah, dan dia menambahkan sub-judul yang jelas-jelas menyesatkan golongan evangelis agar menganggap bahwa orang-orang Advent selalu meyakini Yesus mengambil kodrat Adam yang tidak berdosa, sebelum kejatuhannya.

 

 

Another one of the leaders of that time, R.A. Anderson wrote the following,  “Our Lord partook of our limited human nature, but not our corrupt carnal nature with all its propensities to sin and lust. In Him was no sin, either inherited or cultivated, as is common to all the natural descendants of Adam.” He added,  “When the incarnate  God broke into human history and became one with the  race, it is our understanding that He possessed the sinlessness of the nature with which Adam was created in Eden. The environment in which Jesus lived, however, was tragically different from that which Adam knew before the fall.” (Ministry Magazine September 1956). So there was a difference in environment, but Jesus had the sinless nature of Adam that Adam had before the fall.

 

Salah seorang pemimpin yang lain di masa itu, R.A. Anderson, menulis sbb.:  “…Tuhan kita mengambil kodrat kemanusiaan kita yang terbatas, tetapi bukan kodrat daging kita yang berdosa dengan semua kecenderungannya kepada dosa dan nafsu. Di dalam Dia tidak ada dosa, baik yang diwarisi maupun yang dikembangkan, seperti yang umum ada pada semua keturunan Adam…”  Dia menambahkan,  “…Ketika Allah yang berinkarnasi masuk ke sejarah manusia dan menjadi satu dengan manusia, menurut pemahaman kita, Dia memiliki kodrat yang tidak berdosa dengan mana Adam diciptakan di Eden. Namun, lingkungan di mana Yesus hidup, secara menyedihkan sangat berbeda dengan apa yang dikenal Adam sebelum kejatuhannya.” (Ministry Magazine September 1956)   

Jadi ada perbedaan lingkungan hidup, tetapi Yesus memiliki kodrat Adam yang tidak berdosa, yang dimiliki Adam sebelum kejatuhannya.

 

 

It's interesting that the Seventh-Day Adventist Bible Commentary prepared by 40 Seventh-Day Adventist theologians between 1953 and 1957 has no vestige  of the new Christology in spite of the fact that the book Questions On Doctrine was published in 1957. Also during this period,  Selected Messages Vol. 1 was published; many pages speak about the message of Jones and Waggoner in 1888, and in that Volume you'll find no indication of the new Christology.

 

Yang menarik di Seventh-Day Adventist Bible Commentary yang disiapkan oleh 40 theolog Advent antara 1953 dan 1957, tidak ada bekas-bekas Kristologi yang baru, walaupun faktanya buku Questions on Doctrine diterbitkan tahun 1957. Juga di periode ini, Selected Messages Vol. 1 diterbitkan; banyak halamannya bicara tentang pekabaran Jones dan Waggoner di 1888, dan di dalam Volume itu tidak ditemukan indikasi dari Kristologi yang baru.

 

 

According to Roman Catholic theology, a baby is born guilty of original sin, and therefore they must be baptized to remove the “macula” as quickly as possible.

The Biblical and Spirit of Prophecy view is different. We believe that we inherited the consequences of Adam's sin, his sinful human nature, but God does not hold us guilty until we choose to sin.

Adventist theology teaches that we inherit a sinful human nature that is slanted towards sin, and for this reason God makes us participants of the divine nature in order to overcome sin in sinful flesh.

The more we yield to the pull of our sinful human nature, the stronger that nature becomes. In other words, the nature that we feed becomes strong, and the nature that we starve becomes weak. Jesus had a sinful nature, but He starved the sinful nature to death.

 

Menurut theologi Roma Katolik, seorang bayi dilahirkan sudah bersalah karena dosa asal, dan oleh karena itu mereka harus dipermandikan untuk menghilangkan “macula” (noda) secepat mungkin.

Alkitab dan Roh Nubuat punya pandangan berbeda. Kita meyakini bahwa kita mewarisi akibat (konsekuensi) dosa Adam, kodrat kemanusiaannya yang berdosa; tetapi Allah tidak memperhitungkan itu dosa kita, hingga kita memilih untuk berbuat dosa.

Theologi Advent mengajarkan bahwa kita mewarisi kodrat kemanusiaan berdosa yang condong kepada dosa; dan karena alasan inilah Allah membuat kita menjadi peserta dari kodrat ilahi dengan tujuan untuk mengalahkan dosa dalam daging yang berdosa. Semakin kita menyerah kepada daya tarik kodrat kemanusiaan kita yang berdosa, kodrat itu menjadi semakin kuat. Dengan kata lain, kodrat yang kita beri makan menjadi kuat, dan kodrat yang kita buat lapar menjadi lemah. Yesus memiliki kodrat berdosa, tetapi Dia membuat kodrat berdosa itu kelaparan sampai mati.

 

 

Now what does the Bible have to say about the human nature of Christ? Let's read Romans 1:1-3. 1 Paul, a bondservant of Jesus Christ, called to be an apostle, separated to the gospel of God which He promised before through His prophets in the Holy Scriptures, concerning His Son Jesus Christ our Lord, who was born of the seed of David according to the flesh.”  

 

Nah, apa kata Alkitab tentang kodrat kemanusiaan Kristus? Mari kita baca Roma 1:1-3, 1 Paulus, seorang hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul, dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah, 2 yang telah dijanjikan-Nya sebelumnya melalui nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, 3 tentang Anak-Nya, Yesus Kristus Tuhan kita, yang lahir dari benih Daud menurut daging.”

 

 

Let's go to Romans 8:1-3. 1 There is therefore now no condemnation to those who are in Christ Jesus, who do not walk according to the flesh…” by the way the word “walk” when it's used figuratively in the Bible it's talking about behavior or conduct, so in other words “who did not conduct himself/who did not act according to the flesh”,  “…but according to the Spirit…” that's because Jesus had a sinful nature, but the Spirit led Him to resist the inclinations of that sinful nature. Verse 2, “…For the Law of the Spirit of life in Christ Jesus has made me free from the Law of sin and death. For what the Law could not do in that it was weak through the flesh, God did by sending His own Son in the likeness of sinful flesh, on account of sin: He condemned sin in the flesh…” In what kind of flesh? We just read “in the likeness of sinful flesh”. Verse 4, “… that the righteous requirement of the Law might be fulfilled in us who do not walk according to the flesh but according to the Spirit.”

 

Mari ke Roma 8:1-3, 1 Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus, yang tidak hidup (berjalan) menurut daging…”  nah, kata “berjalan” bila dipakai sebagai kiasan di Alkitab, itu bicara tentang sikap atau perilaku, jadi dengan kata lain, “yang tidak berperilaku/yang tidak bertindak menurut daging”    “…melainkan menurut Roh. …”  itu karena Yesus memiliki kodrat yang berdosa, tetapi Roh memimpinNya untuk menolak kecenderungan-kecenderungan dari kodrat berdosa tersebut. Ayat 2, “…2 karena Hukum dari Roh kehidupan dalam Kristus Yesus, telah memerdekakan aku dari Hukum dosa dan maut. 3 Sebab apa yang tidak bisa dilakukan Hukum melalui daging karena ia lemah, Allah telah melakukannya dengan mengutus Anak-Nya sendiri dalam keserupaan dengan daging yang berdosa, dan karena dosa; Dia telah menghukum dosa dalam daging…” dalam daging yang bagaimana? Baru kita  baca, “…dalam keserupaan dengan daging yang berdosa…” Ayat 4, “…4 supaya tuntutan Hukum yang adil boleh digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.”

 

 

That word “likeness” there is very interesting, that Jesus came in the likeness of sinful flesh.

The Greek word is ὁμοιώματι [homoiōmati] and it's used three times in the New Testament; three critical points, really, all three of them refer to the incarnation.

1.   the first is of course Romans 8:3

2.   the second is in Hebrews 2:17

3.   and the third is in Philippians 2:7.

Each time ὁμοιώματι [homoiōmati] is used, it refers to similarity not difference.

 

Kata “keserupaan” di sana itu sangat menarik, bahwa Yesus datang dalam keserupaan dengan daging yang berdosa.

Kata Greekanya ialah ὁμοιώματι [homoiōmati] dan itu dipakai tiga kali di Perjanjian Baru, tiga poin kritis tepatnya, ketiganya semua mengacu kepada inkarnasi.

1.   yang pertama tentu saja di Roma 8:3

2.   yang kedua ada di Ibrani 2:17

3.   dan yang ketiga ada di Filipi 2:7

Setiap kali ὁμοιώματι [homoiōmati] dipakai, itu mengacu kepada persamaan bukan perbedaan.

 

 

Clearly Jesus was not identical to us. In what way was Jesus different than us? Was He different because He took Adam's nature before the fall, or was He different for another reason? The book of Hebrews tells us that Jesus was made “in all things like unto His brethren” (Heb. 2:17) but there's one exception, and that is that Jesus never sinned, and Hebrews makes that same clarification in Hebrews chapter 4. In other words, Jesus had sinful flesh like ours, but He was not altogether like us because He never allowed that inclination or that evil propensity to manifest itself in sin.  He was so much under the control of the Holy Spirit that He recoiled from evil. His human nature certainly was not like that of Adam before the fall, because then the word “likeness” could not be used because Jesus would have been “different”, not “like”.

 

Jelas Yesus tidak identik dengan kita. Dalam hal apa Yesus berbeda dari kita? Apakah Dia beda karena Dia mengambil kodrat Adam sebelum kejatuhannya, atau Dia beda karena alasan yang lain? Kitab Ibrani memberitahu kita bahwa Yesus dibuat dalam segala hal Ia harus dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya” (Ibr. 2:17) tetapi ada satu perkecualian, dan itu ialah Yesus tidak pernah berbuat dosa. Dan Ibrani membuat penjelasan yang sama di pasal 4. Dengan kata lain, Yesus punya daging berdosa seperti kita, tetapi Dia tidak seluruhnya seperti kita karena Dia tidak pernah mengizinkan kecenderungan atau kecondongan ke hal-hal yang jahat untuk mewujudkan dirinya menjadi dosa. Dia begitu sangat di bawah kendali Roh Kudus sehingga Dia segera mundur dari yang jahat. Kodrat kemanusianNya tentu saja tidak seperti milik Adam sebelum kejatuhan, karena andaikan demikian, maka kata “keserupaan” tidak bisa dipakai, karena Yesus akan menjadi “berbeda”, bukan “serupa”.

 

 

Ellen White wrote in Steps To Christ page 93 and 94  speaking about Jesus, “He is a brother in our infirmities, in all points tempted like as we are’; but as the sinless One, His nature recoiled from evil; He endured struggles and torture of soul in a world of sin. His humanity made prayer a necessity and a privilege. He found comfort and joy in communion with His Father.  And if the Saviour of men, the Son of God, felt the need of prayer, how much more should feeble, sinful mortals feel the necessity of fervent, constant prayer”

 

Ellen White menulis di Steps to Christ hal. 93-94    “…Dia adalah saudara dalam kelemahan kita, ‘dalam segala hal dicobai sebagaimana kita dicobai(Ibr. 4:15), tetapi sebagai Dia yang tidak berdosa, kodratNya segera mundur dari yang jahat; Dia mengalami pergumulan dan siksaan jiwa di dunia yang berdosa. KemanusiaanNya menjadikan doa suatu kebutuhan dan hak yang istimewa. Dia menemukan penghiburan dan kebahagiaan dalam komunikasi dengan BapaNya. Dan jika Sang Penyelamat manusia, Anak Allah, merasa membutuhkan doa, betapa seharusnya manusia-manusia fana yang lemah dan berdosa lebih-lebih lagi merasa membutuhan doa yang bersungguh-sungguh dan konstan.” 

 

 

Let's read now Hebrews 2:11-18, we're dealing with texts that speak about the human nature of Christ. It says there in verse 11, “ 11 For both He who sanctifies and those who are being sanctified…” notice that this is talking about believers, it is talking about people who have accepted Jesus Christ, not a common sinner who has not been born again.  “… 11 For both He who sanctifies and those who are being sanctified are all of one, for which reason He is not ashamed to call them brethren, 12 saying: ‘I will declare Your name to My brethren…” that is those who have been converted to Jesus Christ, those who have a new nature, the nature given by the Holy Spirit.  “…I will declare Your name to My brethren; in the midst of the assembly I will sing praise to You.’ 13 And again: ‘I will put My trust in Him.’ And again: ‘Here am I and the children whom God has given Me.’…” And now notice verse 14,  “…14 Inasmuch then as the children…”   that is us, “…have partaken of flesh and blood, He Himself likewise…” there you have the word  “…likewise shared in the same, that through death He might destroy him who had the power of death, that is, the devil,  15 and release those who through fear of death were all their lifetime subject to bondage. 16 For indeed He does not give aid to angels, but He does give aid to the seed of Abraham…” which He couldn't do if He had Adam's nature before the fall, folks. It continues in verse 17,  “…17 Therefore, in all things He had to be made like…” here's the ὁμοιώματι [homoiōmati] again  “…like His brethren,…” and “like” doesn't mean “difference”, it means similarity.  “…He had to be made like His brethren,…” Now we're going to notice that the apostle Paul makes a clarification when he says “all things”, there's one exception, so let's continue reading,   “…17 Therefore, in all things He had to be made like His brethren, that He might be a merciful and faithful High Priest in things pertaining to God, to make propitiation for the sins of the people. 18 For in that He Himself has suffered, being tempted, He is able to aid those who are tempted.”

 

Mari kita  baca sekarang Ibrani 2:11-18, kita fokus pada ayat-ayat yang bicara tentang kodrat kemanusiaan Kristus. Dikatakan di ayat 11 di sana, 11 Sebab baik Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan,…”  simak, ini bicara tentang orang-orang percaya, ini bicara tentang orang-orang yang sudah menerima Yesus Kristus, bukan seorang pendosa yang belum dilahirkan baru.  “…11 Sebab baik Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan,  mereka semua adalah dari satu; karena itulah Ia tidak malu menyebut mereka saudara, 12 dengan berkata, ‘Aku akan mendeklarasikan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku,…”  yaitu mereka yang telah ditobatkan kepada Yesus Kristus, mereka yang sudah memiliki kodrat yang baru, kodrat yang diberikan oleh Roh Kudus. “…‘Aku akan mendeklarasikan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku,  dan di tengah-tengah jemaat, Aku akan menyanyikan pujian kepadaMu’. 13 Dan lagi: ‘Aku akan menaruh kepercayaanKu dalam Dia,’ dan lagi, ‘Lihat, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku.’…”  Dan sekarang simak ayat 14, “…14 Oleh sebab itu sebagaimana anak-anak itu…”  yaitu kita,   “…telah mengambil bagian daging dan darah, maka Ia Sendiri sama juga…”  kita bertemu kata “sama” itu lagi, “…sama juga mengambil bagian dalam hal yang sama; agar melalui kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang berkuasa atas maut,  yaitu Iblis. 15 Dan membebaskan mereka yang karena takutnya kepada maut,  seumur hidupnya berada di bawah belenggu. 16 Sebab sesungguhnya, Dia tidak memberi bantuan kepada malaikat-malaikat,  tetapi Dia memberi bantuan kepada benih Abraham…”  yang tidak mungkin dilakukanNya andaikan Dia memiliki kodrat Adam sebelum kejatuhan, Saudara-saudara. Lanjut ke ayat 17, “…17 Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan sama seperti …”  ini kata ὁμοιώματι [homoiōmati] itu lagi,   “…seperti saudara-saudara-Nya…”  dan “sama” tidak berarti “berbeda”, itu artinya kemiripan. “…17 Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya…” sekarang kita akan menyimak bahwa rasul Paulus membuat penjelasan ketika dia berkata “segala hal”, ada satu perkecualian, jadi mari kita lanjutkan membaca, “…17 Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya supaya Ia  bisa menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat pendamaian bagi dosa-dosa umat. 18 Sebab sebagaimana Ia sendiri telah menderita karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”

 

 

Hebrews 4:15 gives us the difference between Jesus and us, “ 15 For we do not have a High Priest who cannot sympathize with our weaknesses, but was in all points…” you remember He was tempted in all things? We just read in Hebrews chapter 2, He was tempted in all points as Adam was? That's not what it says. He was  “…tempted…” in all points  “…as we are, yet without sin.” That is the difference between Jesus and us.

 

Ibrani 4:15 menunjukkan beda anatara kita dengan Yesus, 15 Sebab kita bukan punya seorang Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, melainkan yang dalam segala hal…”  kalian ingat Dia digoda dalam segala hal? Kita baru saja membacanya di Ibrani pasal 2, Dia dicobai dalam segala hal sebagaimana Adam? Bukan begitu katanya. Dia    “…dicobai…”  dalam segala hal  “…sebagaimana kita dicobai, namun tidak berbuat dosa…”  Inilah bedanya antara Yesus dan kita.

 

 

Now let's go to Philippians 2:6-8. Jesus 7… made Himself of no reputation, taking the form of a bondservant, and coming…” here's the third use of the word ὁμοιώματι [homoiōmati]  “…and coming in the likeness of men…” Did Jesus just come like men but He wasn't a real man? When it says that He had the likeness of man, it means that He was a real man. So it says, Jesus, “… made Himself of no reputation, taking the form of a bondservant, and coming in the likeness of men. And being found in appearance as a man, He humbled Himself and became obedient to the point of death, even the death of the cross.”

 

Sekarang mari kita ke Filipi 2:6-8, Yesus, 7 … telah menjadikan Diri-Nya Sendiri bukan apa-apa, mengambil bentuk seorang hamba, dan datang…” ini ketiga kalinya kata ὁμοιώματι [homoiōmati]  dipakai,  “…dan datang dalam keserupaan manusia.…”  Apakah Yesus datang seperti manusia tetapi Dia bukan benar-benar manusia? Ketika dikatakan Dia datang dalam keserupaan manusia, itu artinya Dia benar-benar manusia. Jadi dikatakan, Yesus   “…telah menjadikan Diri-Nya Sendiri bukan apa-apa, mengambil bentuk seorang hamba, dan datang dalam keserupaan manusia.  8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan Diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan kematian di kayu salib…”

 

 

Now let's go to James 1:14-15. This is really, really, interesting because it describes the process of sin. James 1:14-15, 13 Let no one say when he is tempted…” that's point number one that I want us to notice  “…13 Let no one say when he is tempted, ‘I am tempted by God’, for God cannot be tempted by evil, nor does He Himself tempt anyone.  14 But each one is tempted when he is drawn away by his own desires and enticed…” and now notice the next point  “…15 Then, when desire has conceived,…”  the sinful act hasn't come about yet but the person has inclined himself to the temptation “…15 Then, when desire has conceived…” or has been yielded to  “…it gives birth to sin; and sin, when it is full-grown, brings forth death.”

 

Sekarang mari ke Yakobus 1:14-15. Ini sungguh-sungguh menarik karena ini melukiskan proses dosa. Yakobus 1:14-15, 13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata,…”  ini poin pertama yang saya mau kita simak, “…13 Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata, ‘Saya dicobai Allah!’ Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. 14 Tetapi setiap orang dicobai, saat ia diseret oleh hawa nafsunya sendiri, dan terpikat…”  sekarang simak poin berikutnya. “…15 Lalu ketika hawa nafsu itu telah dibuahi,…” perbuatan dosa masih belum terjadi tetapi manusianya sudah condong ke godaan tersebut. “…15 Lalu ketika hawa nafsu itu telah dibuahi,…”  atau manusianya sudah menyerah kepadanya,   “…ia melahirkan dosa; dan dosa, bila itu sudah matang, ia melahirkan maut.”

 

 

Now let's take a look at the stages that we find in these verses.

1.    first of all, you have the temptation.

At this point sin has not been conceived.

2.    second, you have yielding to the sinful desire or the sinful propensity.

That is the moment when sin is what? Conceived.

3.    then you have the birth of sin.

4.    then you have the growth of sin.

5.    and eventually you have death.

 

Nah, mari kita lihat tahap-tahap yang kita temukan dalam ayat-ayat ini.

1.    Pertama, ada godaannya.

Pada tahap ini dosa belum dibuahi.

2.    Kedua, tahap menyerah kepada nafsu untuk berbuat dosa atau kecenderungan berdosa.

Inilah momen ketika dosa itu apa? Dibuahi.

3.    Lalu ada lahirnya dosa.

4.    Lalu ada bertumbuhnya dosa.

5.    Dan akhirnya maut.

 

 

At which of these stages did Jesus defeat sin? Was it at the point of yielding? No! Jesus defeated sin at the first point, when the temptation came, Jesus immediately rejected the temptation. He did not play with it, He was not inclined. He didn't have a tendency to commit that sin, which eventually conceived sin, and leads to birth of sin, and leads to the growth of sin, and eventually leads to death.

The Bible defines what sin is. 1 John 3:4 in the King James Version,  4 Whosoever committeth sin transgresseth also the law: for sin is the transgression of the law.”  In other words, sin is not something that we are guilty of, when we are born. Sin is a choice. It's a choice to disobey God's will, to disobey God's Law.

 

Pada tahap yang mana Yesus mengalahkan dosa?  Apakah pada tahap menyerah? Tidak! Yesus mengalahkan dosa di tahap pertama, ketika godaan datang, Yesus segera menolak godaan itu. Dia tidak bermain-main dengannya, Dia tidak condong ke sana. Dia tidak punya kecenderungan untuk melakukan dosa itu yang akhirnya membuahkan dosa dan menuju ke lahirnya dosa, dan ke tumbuhnya dosa, dan akhirnya menuju ke maut.

Alkitab mendefinisikan dosa itu apa. 1 Yohanes 3:4 di KJV, Siapa yang berbuat dosa, juga melanggar Hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran Hukum Allah…”  Dengan kata lain, dosa itu bukan kesalahan yang kita dapat ketika kita lahir. Dosa itu pilihan. Itu pilihan untuk melanggar kehendak Allah, untuk melanggar Hukum Allah.

 

 

Ellen White adds in the book Faith and Works page 56. “Now, we want to understand what sin is—that it is the transgression of Gods law.  This is the only definition given in the Scriptures.”

 

Ellen White menambahkan dalam buku Faith and Works hal. 56,   “…Nah, kita mau memahami apa itu dosa ~ itu adalah pelanggaran Hukum Allah. Inilah satu-satunya definisi yang diberikan di Kitab Suci.”

 

 

Now let's talk about evil propensities for a few moments. What are evil propensities? Basically they are inclinations to sin, that have been strengthened by sinful indulgence. The propensity itself is not sinful until we give in to the propensity.

Ellen White explained that Jesus took the fallen nature, but not corrupted by sin because He never allowed the propensity to express itself. He never was inclined to sin. In other words, there was never a, if you please, the conception of sin, which ultimately leads to committing the sin.

 

Nah, marilah bicara sejenak tentang kecenderungan-kecenderungan jahat. Apa yang dimaksud dengan kecenderungan-kecenderungan jahat? Pada dasarnya mereka adalah inklinasi untuk berbuat dosa, yang diperkuat oleh pemanjaan yang berdosa. Kecenderungan itu sendiri bukanlah dosa, hingga saat kita menyerah kepada kecenderungan itu.

Ellen White menjelaskan bahwa Yesus mengambil kodrat yang sudah jatuh dalam dosa, tetapi Dia tidak korup oleh dosa karena Dia tidak pernah mengizinkan kecenderungan itu untuk terwujud. Dia tidak pernah condong ke dosa. Dengan kata lain, tidak pernah ada pembuahan dosa, katakanlah demikian, yang akhirnya menuju ke melakukan dosa itu.

 

 

We find this very interesting statement, Manuscript 57, 1890, “Here the test to Christ was far greater than that of Adam and Eve, for Christ took our nature, fallen but not corrupted, and would not be corrupted unless He received the words of Satan in place of the words of God.” Clear, absolutely clear statement.

 

Kita menemukan pernyataan ini yang sangat menarik, Manuscript 57, 1890, “…Di sini ujian Kristus jauh leih besar daripada ujian Adam dan Hawa; karena Kristus mengambil kodrat kita, yang sudah jatuh dalam dosa tetapi tidak dicemarkan, dan tidak akan menjadi cemar kecuali Dia menerima kata-kata Setan menggantikan kata-kata Allah…”  Jelas, pernyataan yang betul-betul jelas.

 

 

Ellen White repeatedly underlined that Jesus took Adam's fallen nature but that nature never expressed itself in sinful acts. The sinful human nature was ever under the control of the Holy Spirit. Jesus never toyed with temptation, He never wondered should I do it or shouldn't I do it? The very moment that the temptation came, the Holy Spirit led Him instantly to reject it. In this way Jesus condemned sin in sinful flesh. To use the childbirth analogy of James when temptation came to Jesus He never allowed it to conceive; and therefore sin was never born.

A propensity is a tendency or an inclination to sin. Is the inclination or tendency sinful? No! If the propensity is under the control of the Holy Spirit, the propensity is not sinful. Inherent propensities to sin become evil propensities only after giving in to temptation. And the more we give in, the stronger the sinful propensity becomes.

 

Ellen White berulang-ulang menggarisbawahi bahwa Yesus mengambil kodrat Adam setelah jatuh dalam dosa, tetapi kodrat tersebut tidak pernah mewujudkan dirinya dalam perbuatan-perbuatan dosa. Kodrat kemanusiaan yang berdosa (pada Yesus) selalu berada di bawah kendali Roh Kudus. Yesus tidak pernah bermain-main dengan godaan. Dia tidak pernah bertanya-tanya, ‘sebaiknya Aku lakukan atau tidak?’ Begitu godaan muncul, Roh Kudus segera membimbingNya untuk menolaknya. Dengan cara ini Yesus menghukum dosa dalam daging yang berdosa. Menggunakan analogi Yakobus tentang kelahiran; ketika godaan datang kepada Yesus, Dia tidak pernah mengizinkannya sampai dibuahi, karenanya dosa tidak pernah lahir.

Suatu kecenderungan adalah tendensi atau inklinasi untuk berbuat dosa. Apakah inklinasi atau tendensi itu dosa? Tidak! Jika kecenderungan itu ada di bawah kendali Roh Kudus, kecenderungan itu bukan dosa. Kecenderungan-kecenderungan kepada dosa yang diwarisi hanya menjadi kecenderungan-kecenderungan yang jahat setelah kita menyerah kepada godaan. Dan semakin banyak kita menyerah, kecenderungan kepada dosa menjadi semakin kuat.

 

 

Now I’m going to go to the next section. What did Ellen White have to say about the kind of nature that Jesus took upon Himself when He came to this earth. Unfortunately, we don't have time probably to read all these statements, all of them are powerful. By the way, if you if you are watching, you'll be able to get all of my notes from the three presentations, as well as the notes of many of the other speakers, maybe all of them, so contact Secrets Unsealed.

 

Sekarang saya akan ke seksi berikutnya. Apa yang dikatakan Ellen White tentang jenis kodrat yang diambil Yesus bagi DiriNya ketika Dia datang ke dunia ini. Sayangnya, mungkin kita tidak punya waktu membaca semua pernyataan itu, semuanya sangat berbobot. Ketahuilah, jika kalian sedang menonton ini, kalian bisa mendapatkan semua catatan saya untuk ketiga presentasi, juga catatan-catatan dari banyak pembicara yang lain, mungkin dari mereka semua, jadi hubungilah Secrets Unsealed.

 

 

What kind of nature according to Ellen White did Jesus take upon Himself? Notice this, “In taking upon Himself mans nature in its fallen condition,…” can you argue with that? Was it before the fall? No!  “…In taking upoan Himself mans nature in its fallen condition,…”   now notice, “…Christ did not in the least participate in its sin…”  Sinful nature without sinning  “…He was touched with the feeling of our infirmities…” that's the title of this book  “…and was in all points tempted like as we are. And yet He knew no sin. We should have no misgivings in regard to the perfect sinlessness of the human nature of Christ.” (Selected Messages Vol. 1 pg.256).

Why was the  human nature of Christ sinless? It was sinless because He didn't sin, folks. It wasn't different than the nature that we receive.

 

Menurut Ellen White kodrat macam apa yang diambil Yesus bagi DiriNya? Simak ini, “…Dengan mengambil bagi Dirinya sendiri kodrat manusia dalam kondisi sudah jatuh dalam dosa…”  bisakah ini didebat? Apakah sebelum kejatuhan? Tidak!  “…Dengan mengambil bagi Dirinya sendiri kodrat manusia dalam kondisi sudah jatuh dalam dosa…”  sekarang simak,   “…Kristus sedikit pun tidak mengambil bagian dalam dosanya…” Kodrat berdosa tanpa berbuat dosa. “…Dia dijamah oleh perasaan kelemahan-kelemahan kita…”  itulah judul buku ini,  “…dan dicobai dalam segala hal sama seperti kita, namun Dia tidak berbuat dosa…. Kita tidak perlu punya rasa keragu-raguan terhadap kesempurnaan kodrat kemanusiaan Kristus yang tidak berdosa.” (Selected Messages Vol. 1 pg.256) 

Mengapa kodrat kemanusiaan Kristus tidak ada dosanya? Itu tidak ada dosanya karena Dia tidak berbuat dosa, Saudara-saudara. Kodrat itu tidak berbeda dari kodrat yang kita terima.

 

 

In another statement Ellen White wrote, The great work of redemption could be carried out only by the Redeemer taking the place of fallen Adam. With the sins of the world laid upon Him, He would go over the ground where Adam stumbled.   He would bear a test infinitely more severe than that which Adam failed to endure…”  notice the statements: fallen Adam, where Adam stumbled, and where Adam failed to endure.  “…He would overcome on mans account, and conquer the tempter, that, through His obedience, His purity of character and steadfast integrity, His righteousness might be imputed to man, that, through His name, man might overcome the foe on his own account.” (Confrontation pg. 17-18)

 

Di sebuah pernyataan yang lain Ellen White menulis,    “…Pekerjaan agung penebusan bisa dilaksanakan hanya oleh Sang Penebus yang menggantikan tempat Adam yang telah jatuh. Dengan dosa-dosa dunia yang dibebankan ke atasNya, Dia akan melalui jalan di mana Adam telah terjatuh. Dia akan menjalani ujian yang jauh-jauh lebih berat daripada yang gagal Adam pikul…”  simak pernyataan-pernyataannya: Adam yang telah jatuh, di mana Adam telah terjatuh, dan yang gagal Adam pikul. “…Dia akan menang demi kepentingan manusia, dan menaklukkan si penggoda, sehingga melalui kepatuhanNya, kemurnian karakterNya, dan integritasNya yang kokoh, kebenaranNya boleh dibagikan kepada manusia, agar melalui namaNya, manusia boleh mengalahkan musuh untuk dirinya sendiri.” (Confrontation pg. 17-18)

 

 

Here's another one which is very well known, “It would have been an almost infinite humiliation for the Son of God to take mans nature, even when Adam stood in his innocence in Eden…” Notice, if Jesus had taken the nature of Adam before the fall, it would have been an almost infinite humiliation. But now notice, there's a “but”, “…But Jesus accepted humanity when the race had been weakened by four thousand years of sin.  Like every child of Adam, He accepted the results of the working of the great law of heredity.  What these results were is shown in the history of His earthly ancestors.  He came with such a heredity to share our sorrows and temptations, and to give us the example of a sinless life.” (Desire of Ages pg.48-49) 

 

Ini ada yang lain lagi, yang sangat terkenal, “…Itu akan menjadi suatu penghinaan yang nyaris tidak terbilang bagi Anak Allah untuk mengambil kodrat seorang manusia, walaupun ketika Adam berdiri di Eden dalam kemurniannya. …”  Simak, andaikan Yesus mengambil kodrat Adam sebelum kejatuhannya, itu akan merupakan suatu penghinaan yang luar biasa. Tetapi sekarang simak, ada kata “tetapi”.    “… Tetapi Yesus menerima kemanusiaan ketika bangsa manusia sudah dilemahkan oleh dosa selama 4’000 tahun. Seperti setiap anak Adam, Yesus menerima hasil kerja hukum besar keturunan. Apa hasilnya itu, tampak dalam sejarah nenek moyang manusiaNya. Yesus datang dengan warisan seperti itu untuk ikut merasakan kesedihan dan godaan-godaan kita, dan untuk memberi kita suatu teladan dari hidup yang tidak berdosa.”

 

 

I’m going to skip the next quotation that I have and I’m going to go to the following one after that.

“Adam was tempted by the enemy and he fell…” now notice this,  “… it was not indwelling sin which caused him to yield; for God made him pure and upright in His own image. He was as faultless as the angels before the throne. There were in him no corrupt principles, no tendencies to evil…” speaking about Adam, and now notice Christ,  “…but when Christ came to meet the temptations of Satan, He bore the likeness of sinful flesh.” (Signs of the Times, October 17, 1900). Wow!

 

Saya akan meloncati kutipan berikutnya yang ada dan saya akan pergi ke yang berikutnya setelah itu.

“…Adam digoda oleh si musuh dan dia jatuh…”  sekarang simak ini,  “…Bukan dosa yang ada di dalamnya yang menyebabkan dia menyerah, karena Allah telah menciptakan dia murni dan benar, dalam keserupaanNya sendiri. Dia sama tidak punya cacat sebagaimana malaikat-malaikat di hadapan takhta. Di dalamnya tidak ada prinsip-prinsip yang korup, tidak ada kecenderungan kepada yang jahat…” bicara tentang Adam. Dan sekarang simak bagaimana Kristus. “…Tetapi ketika Kristus datang untuk berhadapan dengan godaan-godaan Setan, Dia memiliki keserupaan dengan daging yang berdosa.” (Signs of the Times, October 17, 1900). Wow! 

 

 

Here's another one.  “In our humanity,  Christ was to redeem Adams failure. But when Adam was assailed by the tempter, none of the effects of sin were upon him. He stood in the strength of perfect manhood, possessing the full vigor of mind and body. He was surrounded with the glories of Eden, and was in daily communion with heavenly beings. It was not thus with Jesus when He entered the wilderness to cope with Satan. For four thousand years the race had been decreasing in physical strength, in mental power, and in moral worth; and Christ…” now this is really amazing  “…and Christ took upon Him the infirmities of degenerate humanity. Only thus could He rescue man from the lowest depths of his degradation.” (Desire of Ages pg. 117)

 

Ini satu lagi,   “…Dalam kemanusiaan kita, Kristus harus menebus kegagalan Adam. Tetapi ketika Adam diserang oleh si penggoda, padanya sama sekali tidak ada efek dosa. Adam berdiri dengan kekuatan kemanusiaan yang sempurna, memiliki kesegaran penuh tubuh dan pikiran. Dia dikelilingi oleh kemuliaan Eden, dan setiap hari berkomunikasi dengan makhluk-makhluk surgawi. Tidak demikian dengan Yesus ketika Dia memasuki padang gurun untuk menghadapi Setan. Selama 4’000 tahun bangsa manusa telah merosot dalam kekuatan fisik, kemampuan mental, dan dalam nilai-nilai moral; dan Kristus…” nah ini benar-benar mengagumkan, “…dan Kristus mengambil bagiNya kelemahan-kelemahan kemanusiaan yang sudah merosot. Hanya dengan cara inilah Dia bisa menyelamatkan manusia dari kedalaman yang paling dalam dari kemerosotannya.” (Desire of Ages pg. 117)

 

 

Let me read a few more.  “In Christ were united the Divine and the human, the Creator and the creature. The…” notice this “…The nature of God whose Law had  been transgressed, and the nature of Adam the transgressor, met in Jesus…”  what was the nature that met in Jesus?  The Divine nature and what? The one of Adam, the transgressor. “…the Son of God, and the Son of Man.”  (Lift Him Up pg. 345)

 

Mari saya bacakan beberapa lagi. “…Di dalam Kristus bersatu yang Ilahi dan yang manusiawi, Yang Mencipta dan yang dicipta. Kodrat…”  simak ini, “…Kodrat Allah yang HukumNya telah dilanggar, dan kodrat Adam si pelanggar, bertemu dalam Yesus…”  apa kodrat yang bertemu dalam Yesus? Kodrat Ilahi dan apa? Yang dari Adam si pelanggar.    “…Anak Allah dan Anak Manusia.” (Lift Him Up pg. 345) 

 

 

Here's another one. “Think of Christs  humiliation.   He took upon himself fallen, suffering human nature, degraded and defiled by sin…” because sinful human nature is degraded by sin, but you only become a sinner when you actually sin. She continues,  “…He took our sorrows, bearing our grief and shame.  He endured all the temptations wherewith man is beset.” (Youth’s Instructor December 20, 1900)

 

Ini ada yang lain.    “…Renungkan penghinaan  Kristus. Dia mengambil bagi DiriNya sendiri kodrat kemanusiaan yang sudah jatuh, yang menderita, direndahkan dan dicemarkan oleh dosa…” karena kodrat manusia berdosa itu direndahkan oleh dosa. Tetapi kita baru menjadi seorang pendosa bila kita benar-benar berbuat dosa. Ellen White melanjutkan,    “…Dia mengambil duka kita, memikul kesedihan dan aib kita. Dia sudah menanggung semua godaan yang mengepung manusia.”  (Youth’s Instructor December 20, 1900) 

 

 

Some people say, “Well, Jesus was tempted from outside but not from inside.” Notice this statement. “He knows how strong are the inclinations of the natural heart, and He will help in every time of temptation.” (Message to Young People pg. 67)

 

Ada orang yang berkata, “Nah, Yesus digoda dari luar tetapi tidak dari dalam.” Simak pernyataan ini,   “…Dia tahu betapa kuatnya kecenderungan-kecenderungan hati manusia, dan Dia akan menolong di setiap kali datangnya godaan.” (Message to Young People pg. 67)  3/52

 

 

And then we have Ellen White's comment about the ladder that came from heaven to earth. “Christ is the ladder that Jacob saw, the base resting on the earth, and the topmost round reaching to the gate of heaven, to the very threshold  of glory.   If that…” now listen to this carefully  “…If that ladder had failed by a single step of reaching the earth, we should have been lost. But Christ reaches us where we are. He took our nature…”  not Adam's nature “…our nature, and overcame, that we through taking His nature might overcome. Made in the likeness of sinful flesh’ (Romans 8:3), He lived a sinless life…”  so He had sinful flesh but He lived a sinless life. “…Now by His divinity, He lays hold upon the throne of heaven, while by His humanity He reaches us.  He bids us by faith in Him attain to the glory of the character of God. Therefore are we to be perfect, even as our Father which is in heaven is perfect.’…” (Desire of Ages pg. 311-312)

 

Lalu ada komentar Ellen White tentang anak tangga yang datang dari Surga ke bumi.    “…Kristus itulah anaktangga yang dilihat Yakub, yang dasarnya menumpu di atas bumi, dan bagiannya yang paling atas mencapai gerbang Surga, hingga tepat ke ambang kemuliaan. Andaikan…”  sekarang dengarkan ini baik-baik  “…andaikan anaktangga itu kurang satu pijakan saja mencapai bumi, kita sudah tidak terselamatkan. Tetapi Kristus mencapai kita di mana kita berada. Dia mengambil kodrat kita…”  bukan kodrat Adam “…kodrat kita, dan menang, agar kita dengan mengambil kodratNya, boleh menang. Dibuat  dalam keserupaan dengan daging yang berdosa’ (Roma 8:3), Dia menghidupkan kehidupan yang tanpa dosa…”  jadi Dia punya daging yang berdosa tetapi Dia menghidupkan kehidupan yang tanpa dosa. “…Sekarang, melalui keallahanNya, Dia berpegang pada takhta Surga, sementara melalui kemanusiaanNya Dia mencapai kita. Dia menawarkan kepada kita untuk mencapai kemuliaan karakter Allah dengan iman dalam Dia. Oleh karena itu kita harus menjadi sempurna, sebagaimana ‘Bapamu yang di sorga itu sempurna’…” (Desire of Ages pg. 311-312)  

 

 

Now let's notice the next one. We're running out of time, you know they gave us less time than I’m usually used to. But let's go for it. “The Son of God was assaulted at every step by the powers of darkness.  After His baptism He was driven of the Spirit into the wilderness, and suffered temptation for forty days…”  and then Ellen White speaks about letters that have been sent to her. “…Letters have been coming in to me, affirming that Christ could not have had the same nature as man, for if He had, He would have fallen under similar temptations…” Ellen White explains,  “…If He did not have mans nature, He could not be our example. If He was not a partaker of our nature, He could not have been tempted as man has been. If it were not possible for Him to yield to temptation, He could not be our helper. It was a solemn reality that Christ came to fight the battles as man, in mans behalf. His temptation and victory tell us that humanity must copy the Pattern; man must become a partaker of the divine nature.” (Selected Messages Vol. 1 pg 408)

 

Nah, mari kita simak yang berikut. Kita kehabisan waktu, kalian tahu mereka memberi kami lebih sedikit waktu daripada biasanya. Tetapi mari kita teruskan. “…Anak Allah diserang di setiap langkah oleh kuasa kegelapan. Setelah pembaptisanNya, Dia dibawa oleh Roh masuk ke padang gurun, dan menderita godaan selama empat puluh hari…”  kemudian Ellen White bicara tentang surat-surat yang telah dikirim kepadanya.  “…Surat-surat sudah masuk kepadaku, menegaskan bahwa Kristus tidak mungkin memiliki kodrat yang sama dengan manusia, karena seandainya begitu, Kristus sudah akan jatuh dalam godaan yang sama…”  Ellen White menjelaskan    “…Andaikan Kristus tidak memiliki kodrat manusia, Dia tidak mungkin bisa menjadi teladan kita. Andaikan Dia tidak mengambil bagian dalam kodrat kita, Dia tidak mungkin bisa dicobai sebagaimana manusia dicobai. Andaikan Dia tidak mungkin menyerah kepada godaan, Dia tidak mungkin menjadi penolong kita. Adalah realita yang serius bahwa Kristus datang untuk bertempur dalam peperangan sebagai manusia, atas nama manusia. Godaan-godaanNya dan kemenanganNya mengatakan kepada kita bahwa kemanusiaan harus meniru Sang Pola, manusia harus mengambil bagian dari kodrat ilahi.”  (Selected Messages Vol. 1 pg 408) 

 

 

Let me just read the last one that I have here in my notes. “What love! What amazing condescension! The King of glory proposed to humble Himself to fallen humanity! He would place His feet in Adams steps. He would take mans fallen nature, and engage to cope with the strong foe who triumphed over Adam. He would overcome Satan, and in thus doing He would open the way for the redemption from the disgrace of Adams failure and fall, of all those who would believe on Him.” (Confrontation pg. 18)

Can we have the same overcoming power that Jesus had?

 

Mari saya bacakan yang terakhir yang ada di catatan saya di sini.   “…Kasih yang luar biasa! Rahmat yang begitu mengagumkan! Raja kemuliaan mengajukan untuk merendahkan DiriNya ke derajat kemanusiaan yang telah jatuh dalam dosa! Dia akan meletakkan kakiNya di jejak-jejak Adam. Dia akan mengambil kodrat manusia yang telah jatuh, dan terlibat dalam menghadapi musuh yang kuat yang telah mengalahkan Adam. Dia akan mengalahkan Setan, dan dengan berbuat demikian Dia akan membuka jalan untuk penebusan mereka yang akan percaya dalam Dia dari kegagalan dan kejatuhan Adam yang memalukan.”   (Confrontation pg. 18) 

Bisakah kita memiliki kuasa untuk menang yang sama yang dimiliki Yesus?

 

 

Let me just read you a couple of statements.

“Sin could be resisted and overcome only through the mighty agency of the Third Person of the Godhead, who would come with no modified energy, but in the fullness of divine power. It is the Spirit that makes effectual what has been wrought out by the worlds Redeemer.  It is by the Spirit that the heart is made pure. Through the Spirit the believer becomes a partaker of the divine nature. Christ has given His Spirit as a divine power to overcome all…” all what?  “…to overcome all hereditary and cultivated tendencies to evil…” (Desire of Ages pg. 670-671)  Wow!

 

Izinkan saya membacakan dua pernyataan.

“…Dosa bisa ditolak dan dikalahkan, hanya melalui tindakan yang hebat dari Pribadi Ketiga Keallahan, yang akan datang tidak dengan energi yang dimodifikasi, melainkan dalam kuasa ilahi yang sepenuhnya. Roh-lah yang menjadikan apa yang telah dilakukan oleh Sang Penebus dunia, berhasil. Oleh Roh-lah hati dijadikan murni. Melalui Roh, orang percaya ikut ambil bagian dari kodrat ilahi. Kristus telah memberikan RohNya sebagai kuasa ilahi untuk mengalahkan semua…” semua apa? “…untuk mengalahkan semua kecenderungan kepada dosa baik yang dari warisan maupun yang dikembangkan…” (Desire of Ages pg. 670-671)

Wow! 

 

 

I’m going to skip the next one, and I’m going to go to the one after that. “The tempters agency is not to be accounted an excuse for one wrong act. Satan is jubilant when he hears the professed followers of Christ making excuses for their deformity of character. It is these excuses that lead to sin.  There is no excuse for sinning.  A holy temper, a Christlike life, is accessible to every repenting, believing child of God.” (Desire of Ages pg. 311)

 

Saya akan meloncati yang berikut, dan saya akan pergi ke yang setelah itu.   “…Tindakan si penggoda tidak boleh diperhitungkan sebagai alasan untuk melakukan satu pun perbuatan yang salah. Setan bersorak ketika dia mendengar mereka yang mengaku pengikut-pengikut Kristus membuat alasan untuk membenarkan cacat karakter mereka. Alasan-alasan inilah yang membawa kepada dosa. Tidak ada alasan untuk berbuat dosa. Perangai yang kudus, kehidupan yang menyerupai Kristus, itu bisa diakses oleh setiap anak Allah yang bertobat dan percaya.” (Desire of Ages pg. 311) 

 

 

Now I’m going to read a final statement from Ellen White. It has three parts but it's one single statement. Let's read the first part that has to do with us. This is from the book The Great Controversy page 623. First part deals with us. “Now, while our great High Priest is making the atonement for us, we should seek to become perfect in Christ…”  how perfect? “…Not even by a thought could our Saviour be brought to yield to the power of temptation…”   Now He had a sinful nature but not even by a thought would Jesus yield to temptation. And then she explains about us “…Satan finds in human hearts some point where he can gain a foothold; some sinful desire is cherished,…” aaaah, this is where the sinful tendency is what? Is strengthened, because we yield to the tendency. So once again,  “…Satan finds in human hearts some point where he can gain a foothold; some sinful desire is cherished, by means of which his temptations assert their power…” in other words, sin is conceived, if you please. So that's us. Now let's notice about Jesus. Second part of this single statement. “…But Christ declared of Himself: The prince of this world cometh, and hath nothing in Me. (John 14:30). Satan could find nothing in the Son of God that would enable him to gain the victory.  He had kept His Fathers commandments,  and there was no sin in Him that Satan could use to his advantage…” And so you say, “Well, one case is us, and the other case is Jesus.” Let me read the last third part of this statement. Amazing! “…This is the condition…” what she just described about Jesus, “not even by a sinful thought”,   “…This is the condition in which those must be found who shall stand in the time of trouble.”  

The last generation will be a generation with sinful natures. Until this corruptible body is transformed at the coming of Jesus, they will have the sinful nature totally under the control of the Holy Spirit because during the time of trouble there will not be a mediator or an intercessor for sin.

 

Sekarang saya akan membacakan pernyataan terakhir dari Ellen White. Ada tiga bagiannya, tetapi ini satu pernyataan. Mari kita  baca bagian pertama yang berkaitan dengan kita. Ini dari buku The Great Controversy hal. 623. Bagian pertama berkaitan dengan kita. “…Sekarang, sementara Imam Besar kita sedang membuat pendamaian bagi kita, kita harus berusaha untuk menjadi sempurna dalam Kristus…”  sesempurna apa?    “…Bahkan tidak ada satu pikiran pun Juruselamat kita bisa dibuat tunduk kepada kuasa godaan…”  Nah, Dia memiliki kodrat yang berdosa tetapi bahkan tidak ada satu pikiran pun Yesus mau menyerah kepada godaan. Kemudian Ellen White menjelaskan tentang kita.    “…Setan menemukan dalam hati manusia beberapa titik di mana dia bisa mendapatkan tempat berpijak, beberapa keinginan jahat dipertahankan…” aaaah, di sinilah kecenderungan kepada dosa itu diapakan? Diperkuat, karena kita menyerah ke kecenderungan tersebut. Jadi sekali lagi, “…Setan menemukan dalam hati manusia beberapa titik di mana dia bisa mendapatkan tempat berpijak, beberapa keinginan jahat dipertahankan, melalui itu godaan-godaan Setan ini menancapkan kekuasaan mereka…”  dengan kata lain, dosa dibuahi, katakanlah begitu. Jadi ini kita. Sekarang mari kita simak tentang Yesus. Bagian kedua dari satu pernyataan ini. “…Tetapi Kristus menyatakan tentang DiriNya,  ‘penguasa dunia ini datang dan ia tidak punya  apa pun dalam diri-Ku.’ (Yoh. 14:30). Setan tidak bisa menemukan apa pun pada Anak Allah yang membuat dia bisa mendapatkan kemenangan. Dia (Yesus) telah memelihara Perintah-perintah BapaNya, dan padaNya tidak ada dosa yang bisa dipakai Setan untuk keuntungannya…”  Maka kalian berkata, “Nah, satu kasus itu kita, dan kasus yang lain itu Yesus.” Saya akan membacakan bagian ketiga dari pernyataan ini. Luar biasa! “…Inilah kondisinya…”  apa yang baru digambarkan Ellen White tentang Yesus “bahkan tidak ada satu pikiran jahat pun”    “…Inilah kondisinya di mana mereka yang akan bertahan di masa kesukaran besar, harus didapati…” 

Generasi terakhir adalah generasi dengan kodrat yang berdosa. Hingga tubuh yang fana ini diubahkan saat kedatangan Yesus, kodrat mereka yang berdosa seluruhnya ada di bawah kendali Roh Kudus karena selama masa kesukaran besar tidak akan ada mediator atau perantara untuk dosa.

 

 

May the Lord strengthen us may we pray for the Spirit that He might give us victory over sin.

 

Semoga Tuhan menguatkan kita. Mari kita berdoa agar Roh boleh memberi kita kemenangan atas dosa.

 

 

 

 

 

06 12 23

 

No comments:

Post a Comment