THE
FINAL GENERATION SYMPOSIUM
Part 14/32 – Kevin Paulson
BIBLICAL SALVATION: GOD’S PART AND
OUR PART
https://www.youtube.com/watch?v=4IS3SYBtcOI&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=14
Dibuka dengan doa
The question of God's part and
humanity's part in the process of biblical salvation is directly connected to
the question of what is sin, which was addressed yesterday afternoon. The very
first reference to salvation in the New Testament is found in the book of
Matthew 1:21, remember when the angel
appears to Joseph and tells him that Mary is going to bring forth a Child based
on the intervention of the Holy Spirit. Matthew 1:21 says, “21…
thou shalt call His name JESUS: for He shall save His people from their sins.”
Pertanyaan tentang bagian
Allah dan bagian manusia dalam proses keselamatan yang alkitabiah itu terkait
langung dengan pertanyaan apakah dosa itu, yang sudah dibahas kemarin petang.
Referensi yang pertama tentang keselamatan di Perjanjian Baru, ada di kitab
Matius 1:21, ingat ketika malaikat tampil kepada Yusuf dan memberitahu dia
bahwa Maria akan melahirkan seorang Anak atas campur tangan Roh Kudus. Matius
1:21 berkata,
“21
…engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan
umat-Nya dari dosa-dosa mereka.”
Now if as opponents of Last
Generation Theology would have us believe, sin is an involuntary condition, received
at birth, then the only way one can be saved from sin is either by getting rid of
that involuntary condition, or by declaring the sinner righteous despite that
condition.
Now for both sides in the present
controversy over Last Generation Theology, both believe as we've noted many
times already, that the fallen nature that we inherit at birth will be taken
away when Jesus comes. There are still a few folks out there ~ I occasionally
meet them from time to time ~ who still have the idea that before Jesus returns
that fallen nature is going to be eradicated but those are a very small
minority so far as Adventists who believe in perfection theology is concerned.
Nah, para penentang Theologi
Generasi Terakhir mau kita percaya bahwa dosa adalah kondisi yang tidak bisa
dihindari, yang diterima saat manusia lahir, maka satu-satunya jalan manusia
bisa diselamatkan dari dosa ialah dengan melenyapkan kondisi yang di luar
kemauan manusia itu, atau dengan mendeklarasikan si pendosa itu benar, walaupun
bertentangan dengan kondisinya itu.
Nah bagi kedua belah pihak
yang sekarang sedang bertikai tentang Theologi Generasi Terakhir, keduanya
meyakini ~ seperti yang sudah kita simak beberapa kali ~ bahwa kodrat berdosa
yang kita warisi dari lahir, akan disingkirkan ketika Yesus datang kembali. Di
luar sana masih ada beberapa orang ~ saya bertemu mereka dari waktu ke waktu ~ yang
masih memegang konsep bahwa sebelum Yesus datang kembali, kodrat berdosa itu
akan dihapus; tetapi mereka hanyalah sejumlah kecil minoritas orang Advent yang
meyakini theologi kesempurnaan.
The real difference between the two camps
on the subject of salvation is, that those who believe in Last Generation Theology
believe:
ü that the conditions of salvation ~ which we all agree ~
are obedience
to the Law of God,
ü that those conditions are met through the righteousness of Christ
which includes
both Justification and Sanctification.
Perbedaan yang sebenarnya antara kedua kubu mengenai subjek keselamatan ialah, bahwa mereka yang meyakini Theologi
Generasi Terakhir, meyakini:
ü bahwa syarat-syarat
keselamatan ~ yang kita semua sepakati ~ adalah kepatuhan kepada Hukum Allah,
ü bahwa syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh kebenaran Kristus
di mana termasuk baik Pembenaran maupun
Pengudusan.
Opponents of Last Generation Theology
by contrast, believe:
ü that because of original sin,
the only way the demands of the Law can be met, is
through forensic or legal righteousness ~ which they believe Justification represents.
ü Thus according to their theology
the only way a Christian can experience salvation and
acceptance before God in heaven's judgment is through a declarative
righteousness, that declares us holy even though we are not. And we're not only
talking about the past here, we're talking about the present and the future
according to what they believe.
ü These people believe that we are saved, not ~
the Justification rather involves, as we're going to find
out in our discussion ~ not only forgiveness for past sins but also
forgiveness for present and future sins. Some have called that “advance
forgiveness”. Some have more rightly described it as another form of the
Catholic doctrine of indulgences, only in this case the indulgences are free.
Penentang-penentang Theologi
Generasi Terakhir, meyakini:
ü bahwa karena dosa asal,
satu-satunya jalan tuntutan
Hukum bisa dipenuhi ialah melalui kebenaran forensik atau kebenaran yang sah secara hukum ~ yang
mereka yakini itu diwakili oleh Pembenaran.
ü Dengan demikian menurut
theologi mereka,
satu-satunya jalan seorang
Kristen bisa mengalami keselamatan dan diterima di hadapan Allah di penghakiman
surgawi, ialah melalui kebenaran yang dideklarasikan, yang menyatakan kita
kudus walaupun kita tidak. Dan di sini kita tidak hanya bicara tentang dosa-dosa yang lalu,
kita bicara tentang yang sekarang
dan yang akan datang,
menurut apa yang mereka yakini.
ü Orang-orang itu meyakini bahwa
kita selamat, bukan ~
bahwa Pembenaran melibatkan,
sepeti yang akan kita lihat dalam diskusi kita ~ bukan hanya pengampunan untuk dosa-dosa yang
lalu, tetapi juga pengampunan untuk dosa-dosa yang sekarang dan yang akan
datang. Ada yang menyebut ini “pengampunan di depan”. Ada yang
menyebutnya dengan lebih tepat sebagai bentuk lain dari doktrin Katolik tentang
indulgensia, hanya saja di sini indulgensianya gratis.
One author in one of the recent books
attacking Last Generation Theology says, that the ultimate ground of one's
acceptance in the judgment is not the believer's Spirit-empowered works, but
the righteousness of Christ.
Now we're going to find out from the
Bible and the writings of the Spirit of Prophecy in the next few moments that the
believer's Spirit-enabled works, and the righteousness of Christ are one and
the same thing.
Seorang penulis salah satu
buku baru yang menyerang Thelogi Generasi Terakhir berkata, bahwa dasar utama diterimanya seseorang dalam penghakiman bukanlah perbuatan-perbuatan
si orang beriman yang dimampukan Roh Kudus, melainkan kebenaran Kristus.
Nah sebentar kita akan melihat
dari Alkitab dan tulisan-tulisan Roh Nubuat bahwa perbuatan-perbuatan si orang beriman yang dimampukan Roh
Kudus, dan kebenaran Kristus itu adalah hal yang satu dan sama.
There is a difference between what we
attempt in our own strength ~ like we were just discussing in the panel ~ and
what we do through God's strength. But the opponents of Last Generation Theology
don't make that distinction. They believe that even what people do through the
Holy Spirit has nothing to do with salvation. But what we're going to
demonstrate here in the next few moments is that biblical salvation is cooperative, that
it involves God's part and humanity's part.
Ada bedanya antara apa yang
kita usahakan dengan kemampuan kita sendiri ~ seperti yang tadi didiskusikan di
panel ~ dan apa yang lakukan melalui kuasa Allah. Tetapi para penentang
Theologi Generasi Terakhir tidak membuat perbedaan itu. Mereka meyakini bahkan
apa yang dilakukan orang melalui Roh Kudus, tidak ada kaitannya dengan
keselamatan. Tetapi yang sebentar akan
kita buktikan di sini ialah bahwa keselamatan
yang alkitabiah itu kooperatif, itu melibatkan bagian Allah dan bagian manusia.
Now we're going to start with the Old
Testament in looking at the issues of salvation, because remember what Paul
said to Timothy in 2 Timothy 3:15 he writes,“15 And that from a child thou
hast known the holy scriptures, which are able to make thee wise unto salvation
through faith which is in Christ Jesus.”
Now Paul affirmed his faith in Old
Testament salvation theology in that famous passage that Martin Luther heard
ringing in his ears while he was walking up on his knees that staircase in
Rome, which they thought had been transported miraculously from Pilate's
judgment hall to the eternal city. We know what that passage is. It's in Romans
1:17 and this is taken directly out of the book of Habakkuk 2:4, “the just shall live by faith”. But this is by
no means Paul's only reference to the Old Testament in establishing his
understanding of salvation.
Nah, kita akan
mulai dengan Perjanjian Lama untuk menyimak isu-isu keselamatan, karena ingat
apa kata Paulus kepada Timotius di 1 Timotius 3:15 dia menulis,“15
Dan bahwa dari
kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci, yang dapat membuat engkau bijaksana sampai ke keselamatan melalui iman dalam Kristus Yesus.”
Nah, Paulus mengafirmasi
imannya dalam theologi keselamatan di Perjanjian Lama, dalam ayat yang terkenal
yang mendering di telinga Martin Luther sementara dia merangkak di atas lututnya menaiki anak tangga di Roma, yang menurut kata mereka itu
telah dipindahkan secara ajaib dari ruang penghakiman Pilatus ke kota abadi
(kota Roma). Kita tahu ayat yang mana itu. Itu ialah Roma 1:17 dan ini diambil
langsung dari kitab Habakuk 2:4, “orang benar akan
hidup oleh iman”. Tetapi ini bukanlah
satu-satunya referensi Paulus ke Perjanjian Lama dalam menetapkan pengertiannya
tentang keselamatan.
One of the most insightful passages
in Paul's writings that comes out of the Old Testament is in Romans 4:6-8. “6
Even as David also describeth the blessedness of the man, unto whom God
imputeth righteousness without works, 7 saying, ‘Blessed are they
whose iniquities are forgiven, and whose sins are covered.’8 Blessed
is the man to whom the Lord will not impute sin.’
Now this is taken directly out of
Psalm 32:1-2 where the psalmist writes, “1 Blessed is he whose
transgression is forgiven, whose sin is covered. 2 Blessed is the
man unto whom the LORD imputeth not iniquity, and in whose spirit there is no
guile.” Now this is
significant because it calls to mind other biblical passages which tell us more
about the
conditions for receiving God's forgiveness.
Notice how the one to whom God does
not impute iniquity is the one in whose spirit there is no guile. God not
only imputes righteousness without works, He does it only to those in whose
spirit is no guile.
Salah satu ayat yang paling
mencerahkan di tulisan Paulus yang diambil dari Perjanjian Lama ada di Roma
4:6-8. “6 Yaitu seperti juga yang digambarkan Daud bagaimana keberkahan orang yang kepadanya Allah memperhitungkan
kebenaran tanpa perbuatan 7 dengan
mengatakan, ‘Diberkatilah mereka yang pelanggaran-pelanggarannya
diampuni, dan yang dosa-dosanya ditutupi. 8 Diberkatilah manusia yang kepadanya Tuhan tidak akan membebankan dosa.’…”
Nah, ini diambil langsung dari
Mazmur 32:1-2 di mana pemazmur menulis, “1 Berbahagialah
dia yang pelanggarannya diampuni, yang
dosanya ditutupi. 2 Berbahagialah manusia, yang kepadanya TUHAN tidak memperhitungkan kesalahan, dan yang dalam jiwanya tidak ada tipu muslihat.” Nah, ini
signifikan karena ini mengingatkan kita kepada ayat-ayat Alkitab lainnya yang
mengatakan kepada kita lebih banyak tentang syarat-syarat untuk menerima pengampunan Allah.
Simak bagaimana
dia yang kepadanya Allah tidak membebankan pelanggaran adalah dia yang dalam jiwanya tidak ada
tipu muslihat. Allah bukan hanya memperhitungkan kebenaran tanpa
perbuatan, Dia berbuat itu hanya untuk mereka
yang dalam jiwanya tidak ada tipu daya.
Now some people might wonder why
didn't Paul quote that last clause in Psalm 32:2, well I maintain that he didn't have to,
because in 2 Timothy 3:16 he makes it very clear that, “16
All…” of the Old
Testament “…scripture is given by inspiration of God,
and is profitable for doctrine, for reproof, for correction, for instruction in
righteousness.”
And when in the previous verse Paul
says to Timothy “15 And that from a child thou
hast known the holy scriptures, which are able to make thee wise unto salvation
through faith which is in Christ Jesus” remember, the only scriptures Timothy
was taught from his childhood were the Old Testament. And so what is clear in
Romans chapter 4 is that when Paul speaks elsewhere of Christians not being
saved by works, that the works being described do not include the work
of the Holy Spirit in and through the believer, because obviously in
order to have our iniquity not imputed to us, we have to be free of guile. And
the only way that happens is through Spirit empowered transformation.
Nah ada orang-orang yang mungkin berpikir mengapa Paulus
tidak mengutip klausul yang terakhir di Mamur 32:2. Nah, saya yakin dia tidak perlu, karena di 2 Timotius 3:16 Paulus membuatnya sangat
jelas bahwa “…16 Segala
tulisan Kitab Suci…” Perjanjian Lama “…itu diberikan oleh ilham dari Allah, dan bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran…” Dan bila di ayat sebelumnya Paulus berkata kepada
Timotius, “…15 Dan bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci, yang dapat membuat engkau bijaksana sampai ke keselamatan melalui iman dalam
Kristus Yesus…” ingat, satu-satunya Kitab Suci dari mana Timotius diajar
sejak masa kecilnya adalah Kitab-kitab Perjanjian Lama. Jadi apa yang jelas di
Roma pasal 4 ketika Paulus bicara di ayat-ayat lain tentang orang-orang Kristen
tidak diselamatkan oleh perbuatan mereka, ialah perbuatan-perbuatan yang dimaksud tidak termasuk apa yang
dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam dan melalui si orang yang beriman,
karena sudah jelas supaya dosa-dosa kita tidak diperhitungkan pada kita, kita
harus terbebas dari segala tipu daya.
Dan satu-satunya cara itu bisa terjadi ialah suatu transformasi yang
dimampukan oleh Roh Kudus.
Those who reject Last Generation Theology insist that to
include the Holy Spirit's transformative work in the saving process, is to
accept the doctrine of salvation by works which Paul condemns. And we're going
to see that this position that the opponents of Last Generation Theology take,
is explicitly contrary to the New Testament. But we begin to understand.
Mereka yang menolak Theologi
Generasi Terakhir bersikeras bahwa memasukkan pekerjaan transformasi Roh Kudus
dalam proses penyelamatan adalah menerima doktrin keselamatan berdasarkan
perbuatan yang disalahkan Paulus. Dan kita akan menyimak bahwa posisi yang
diambil para penentang Theologi Generasi Terakhir, secara eksplisit
bertentangan dengan Perjanjian Baru. Tetapi kita mulai paham.
Further David's statement about the
guileless being the only ones eligible for forgiveness, when we look at
other Old Testament passages that talk about the conditions for forgiveness,
one of the strongest of these which we talked about in the panel discussion is 2
Chronicles 7:14. We know the verse well. “14 If My people, which are
called by My name, shall humble themselves, and pray, and seek My face, and
turn from their wicked ways; then will I hear from heaven, and will forgive
their sin, and will heal their land.”
Lebih jauh,
pernyataan Daud tentang mereka
yang tidak punya tipu daya adalah satu-satunya yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan pengampunan, ketika kita melihat ayat-ayat
Perjanjian Lama lainnya yang bicara tentang syarat-syarat pengampunan, salah satu yang paling kuat darinya yang sudah kita
bahas dalam diskusi panel, adalah 2 Tawarikh 7:14.
Kita mengenal ayat itu dengan baik. “14
jika umat-Ku yang disebut dengan nama-Ku, mau
merendahkan diri, dan berdoa dan mencari
wajah-Ku, dan berbalik dari cara mereka yang jahat, maka Aku akan mendengar
dari Surga dan akan mengampuni dosa mereka,
serta memulihkan negeri mereka.”
Proverbs 28:13, “13
He that covereth his sins shall not prosper: but whoso confesseth and forsaketh
them shall have mercy.”
Amsal 28:13, “13
Dia yang menyembunyikan dosa-dosanya tidak akan makmur, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkan mereka akan menerima
pengampunan.”
Isaiah 55:7, “7 Let
the wicked forsake his way, and the unrighteous man his thoughts: and let him
return unto the LORD, and He will have mercy upon him; and to our God, for He
will abundantly pardon.”
Yesaya 55:7, “7 Biarlah
orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; dan hendaklah ia kembali kepada TUHAN, dan Dia akan berbelaskasihan
padanya; dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan
limpahnya.”
Jesus also made it clear as to what
the conditions are for receiving His Father's forgiveness. Matthew 6:14-15
tells us, “14
For if ye forgive men their trespasses, your heavenly Father will also forgive
you: 15 But if ye forgive not men their trespasses, neither will
your Father forgive your trespasses.” Once again God's forgiveness is
conditional on obedience, and that obedience of course is only possible through
the Spirit's transforming power.
Yesus juga membuatnya jelas
apa syarat-syaratnya untuk menerima pengampunan BapaNya. Matius 6:14-15
memberitahu kita, “14
Karena jikalau kamu mengampuni orang pelanggarannya,
Bapamu yang di Surga akan mengampuni kamu juga. 15 Tetapi jikalau
kamu tidak mengampuni orang pelanggarannya,
Bapamu juga tidak akan mengampuni pelanggaranmu.”
Romans 2:13 tells us the same thing. “13
For not the hearers of the Law are just before God, but the doers of the Law
shall be justified.”
Roma 2:13
memberitahu kita hal yang sama. “
14 Karena bukanlah orang yang mendengar Hukum yang benar di hadapan
Allah, tetapi orang yang melakukan Hukum yang akan dibenarkan.”
So when we put all of these verses together we can find the biblical conditions
for receiving God's forgiveness. Let's look at them:
ü humility
ü confession
ü and forsaking of
sin
ü a guileless
spirit
ü a willingness to
forgive others
ü and fulfilling
the divine Law
And of course if we do all of these
things that we've seen here, we are fulfilling the divine Law. When by
contrast the Bible says we are not saved by works it is speaking of the
self-produced surface piety unrelated to conversion and unconnected with God's
transforming grace. We were talking about that for those of you who
were tuned into the panel.
Jadi bila kita kumpulkan semua
ayat ini kita bisa mendapatkan syarat-syarat alkitabiah untuk menerima
pengampunan Allah. Mari kita simak:
ü Kerendahan hati
ü pengakuan
ü dan meninggalkan dosa
ü jiwa yang tidak ada tipu musihat
ü kerelaan memaafkan orang lain
ü dan memenuhi Hukum Ilahi.
Dan tentu saja jika kita
melakukan semua hal yang kita lihat di sini, kita sedang memenuhi Hukum Ilahi. Sebagai perbandingan bilamana Alkitab
berkata kita tidak diselamatkan oleh perbuatan, itu bicara tentang perbuatan
baik yang hanya di permukaan yang dihasilkan diri sendiri yang tidak terkait
pertobatan dan tidak terkait rahmat Allah yang mengubahkan. Kita
sudah bicara tentang itu, bagi kalian yang mengikuti diskusi panel.
The Old Testament origin of biblical
righteousness by faith is clear in Hebrews chapter 11 ~ which we often of
course call The Faith Chapter ~ in the chronicle of the various Old Testament
worthies, who are described here as doing good things by faith. Perhaps the strongest
example of these is verse 7. In Hebrews chapter 11, “7 By faith Noah, being warned
of God of things not seen as yet, moved with fear, prepared an ark to the
saving of his house; by the which he condemned the world, and became heir of
the righteousness which is by faith.” How did Noah
become an heir of righteousness by faith? By building an ark, by saving his
household from the flood, and condemning the world by his example.
Pembenaran oleh iman yang asli di Perjanjian Lama menjadi jelas di Ibrani
pasal 11 ~ yang sering kita sebut sebagai Pasal Iman ~ di catatan sejarah orang-orang hebat
Perjanjian Lama yang digambarkan di sini melakukan perbuatan-perbuatan baik
karena iman. Mungkin contoh yang paling berbobot dari itu adalah ayat 7, di
Ibrani pasal 11, “7 Karena
iman, Nuh setelah diperingatkan Allah
tentang hal-hal yang belum kelihatan, bertindak dengan gentar,
mempersiapkan sebuah bahtera untuk
menyelamatkan keluarganya; dengan tindakan mana ia
telah menghukum dunia, dan menjadi ahliwaris kebenaran, yaitu melalui iman…” Bagaimana Nuh
menjadi ahliwaris kebenaran melalui iman? Dengan membangun sebuah bahtera,
dengan menyelamatkan keluarganya dari air bah, dan membuktikan kesalahan dunia
dengan teladannya.
Now more recently in one of our
leading church publications there was a eulogy to the late Dr. Desmond Ford
which tried to defend the idea that Ford taught for so many years, that righteousness
by faith supposedly equals Justification only. Now I mentioned this once
before, but if any of you are interested in reading an in-depth article that I
have prepared on this subject on my website at Vindicate.com
just look up the title “The Biblical Scope of Righteousness By Faith” and
google my name with it Kevin Paulson and you'll find it.
Nah, tidak terlalu lama di
salah satu publikasi gereja kita yang terkemuka ada sebuah elegi untuk mendiang
Dr. Desmond Ford yang berusaha membela
konsep yang diajarkan Ford selama banyak tahun bahwa kebenaran oleh iman
dianggap sama dengan Pembenaran saja. Nah, saya pernah menyinggung ini
sebelumnya, tetapi jika dari antara kalian berminat membaca suatu artikel yang mendalam yang
telah saya siapkan tentang subjek ini di situs saya di Vindicate.com silakan mencari judul “The Biblical Scope of Righteousness By Faith” dan menggoogle nama saya Kevin Paulson
bersamanya, kalian akan menemukannya.
The Bible is very clear, folks, that righteousness
by faith as taught in the Bible includes both Justification and Sanctification.
We've already seen this in Hebrews
11, but we're going to find other passages that tell us the same thing. Once
again let's look at what it says about Noah in Hebrews 11:7, “7
By faith Noah, being warned of God of things not seen as yet, moved with fear,
prepared an ark to the saving of his house; by the which he condemned the
world, and became heir of the righteousness which is by faith.”
Now, folks, if that's not equating a
righteousness by faith with Sanctification,
I don't know what is.
Alkitab itu sangat jelas, Saudara-saudara, bahwa kebenaran oleh iman seperti yang diajarkan di Alkitab
termasuk baik Pembenaran dan Pengudusan. Kita sudah melihat ini
di Ibrani pasal 11, tetapi kita akan menemukan ayat-ayat lain yang mengatakan
hal yang sama. Sekali lagi mari kita lihat apa yang dikatakan tentang Nuh di
Ibrani 11:7, “7 Karena iman,
Nuh setelah diperingatkan Allah tentang hal-hal yang belum kelihatan, bertindak dengan gentar,
mempersiapkan sebuah bahtera untuk
menyelamatkan keluarganya; dengan tindakan mana ia
telah menghukum dunia, dan menjadi ahliwaris kebenaran, yaitu melalui iman…” Nah,
Saudara-saudara jika ini bukan menyamakan kebenaran oleh iman dengan
Pengudusan, saya tidak tahu lagi apa ini.
Now let's look at some other passages.
Philippians 3:4-9, “4
Though I might also have confidence in the flesh. If any other man thinketh
that he hath whereof he might trust in the flesh, I more: 5
Circumcised the eighth day, of the stock of Israel, of the tribe of Benjamin,
an Hebrew of the Hebrews; as touching the Law, a Pharisee; 6
Concerning zeal, persecuting the church; touching the righteousness which is in
the Law, blameless. 7 But what things were gain to me, those I
counted loss for Christ. 8 Yea doubtless, and I count all things but
loss for the excellency of the knowledge of Christ Jesus my Lord: for whom I
have suffered the loss of all things, and do count them but dung, that I may
win Christ, 9 And be found in Him, not having mine own
righteousness, which is of the Law, but that which is through the faith of
Christ, the righteousness which is of God by faith.”
Now clearly in this context the
righteousness of the Law refers to what people attempt in their own strength
apart from conversion.
Sekarang mari lihat beberapa ayat yang lain.
Filipi 3:4-9, “…4
Sekalipun aku juga punya alasan untuk mengandalkan hal-hal lahiriah. Jika ada orang
lain menyangka dia bisa mengandalkan hal-hal lahiriah, aku lebih lagi: 5 [aku] disunat pada hari kedelapan, dari bangsa
Israel, dari suku Benyamin, orang yang paling
Ibrani dari semua orang Ibrani; dalam hal Hukum Taurat, seorang Farisi; 6 dalam hal semangat, [aku] penganiaya jemaat; dalam hal kebenaran menurut Hukum
Taurat, [aku] tidak bercacat. 7
Tetapi apa yang dahulu kuanggap menguntungkan bagiku,
sekarang karena Kristus kuanggap tidak bernilai.
8 Ya, tidak diragukan, aku menganggap segala
sesuatu tidak bernilai demi keistimewaan pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, demi Dia-lah aku telah menderita kehilangan segala
sesuatu, dan yang kuanggap hanya sampah, supaya aku boleh memperoleh Kristus, 9dan berada dalam Dia, tidak dengan memiliki kebenaranku sendiri dari mentaati Hukum Taurat, melainkan dengan
kebenaran yang diperoleh melalui iman dalam
Kristus, yaitu kebenaran yang dari Allah melalui iman. …”
Nah, jelas dalam konteks ini kebenaran melalui Hukum mengacu
kepada apa yang berusaha dilakukan manusia dengan kekuatan mereka sendiri
telepas dari pertobatan.
Now there are other passages in Paul's
writings where the righteousness of the Law refers to the righteousness of
Sanctification. For example in Romans 8:4 where Paul says, “4
That the righteousness of the Law might be fulfilled in us, who walk not after
the flesh, but after the Spirit.”
Context and the inspired consensus
tell the difference as well as Ellen White's admonition with regard to inspired
language in Vol. 1 of Selected Messages page 20
she says, “Different meanings
are expressed by the same word; there is not
one word for each distinct
idea.” We see this very
clearly for example when in some statements Ellen White says that the atonement
was complete at the cross, and in other statements she says the atonement is
still going on.
Nah ada ayat-ayat lain tulisan
Paulus di mana kebenaran dari Hukum mengacu kepada kebenaran Pengudusan.
Misalnya di Roma 8:4 di mana Paulus berkata, “4 supaya kebenaran Hukum boleh
digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.”
Konteks dan konsensus yang diilhami menyatakan
perbedaannya, begitu juga peringatan Ellen White mengenai bahasa inspirasi di Selected Messages Vol. 1 hal 20, dia berkata, “…Makna yang berbeda dinyatakan oleh kata
yang sama, tidak ada satu kata untuk setiap konsep yang berbeda…” Kita melihat ini sangat jelas misalnya, dalam beberapa pernyataan Ellen
White berkata bahwa penebusan sudah rampung di salib, dan di beberapa
pernyataan yang lain dia berkata penebusan masih sedang berlangsung.
So what Paul is disavowing in Philippians
chapter 3 and counting as dung is not the righteousness of Sanctification, but
rather the surface piety and self-righteousness of his pharisaic past. The
righteousness which is of God by faith in which Paul now rejoices, clearly
includes Sanctification when we look at the very next verse,
Philippians 3:10, “10 That I may know Him, and the
power of His resurrection, and the fellowship of His sufferings, being made
conformable unto His death.” In other words, to know
Jesus and to experience the fellowship of His sufferings is Sanctification.
This is talking about practical godliness here, it's not talking about a legal
declaration.
Jadi apa yang dianggap Paulus tidak berarti di Filipi pasal 3 dan dianggap
sebagai sampah, bukanlah kebenaran dari Pengudusan, melainkan perbuatan baik
yang dangkal dan perasaan benar sendiri dari masa lampaunya sebagai orang
Farisi. Kebenaran yang dari Allah
melalui iman yang di dalamnya Paulus sekarang bersukacita,
dengan jelas adalah bagian dari
Pengudusan bila kita menyimak ayat berikutnya, Filipi 3:10, “10 Agar
aku boleh mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam
penderitaan-Nya, di mana aku diselaraskan dengan kematian-Nya…” Dengan kata lain, mengenal Yesus dan mengalami
persekutuan dalam penderitaanNya itulah Pengudusan. Di sini
bicara tentang kesalehan dalam praktek, ini bukan bicara tentang suatu
deklarasi legal.
In the 9th chapter of the book of
Romans verses 30-32 we find the same thing, we find righteousness by faith equated with
transformative internal divinely imparted righteousness. “30
What shall we say then?...” Paul asks,
“…That the Gentiles, which followed not after righteousness, have
attained to righteousness, even the righteousness which is of faith. 31
But Israel, which followed after the Law of righteousness, hath not attained to
the Law of righteousness. 32 Wherefore? Because they sought it not
by faith, but as it were by the works of the Law…” And obviously
here when he's talking about the works of the Law, he's talking about unsanctified
surface legalistic righteousness, not the righteousness of
Sanctification. No one can fairly say that this reference to the righteousness
which is of God by faith is limited to Justification. The only righteousness
that is excluded from the righteousness Paul is saying comes by faith, is the
surface piety and ritual religion of pharisaical righteousness. This is the
pseudo righteousness in which Paul rejoiced before his conversion.
Di Roma 9:30-32 kita mendapatkan hal yang sama, kita
mendapatkan kebenaran oleh iman sama dengan kebenaran yang mentransformasi
secara internal yang dibagikan oleh Ilahi.
“30 Jika demikian,
apakah yang akan kita katakan? …” tanya Paulus, “…Bahwa
bangsa-bangsa lain yang tidak mengikuti
kebenaran, telah mendapatkan kebenaran,
yaitu kebenaran yang berasal dari iman. 31
Tetapi Israel, yang mengikuti Hukum
kebenaran, tidaklah sampai kepada Hukum kebenaran
itu. 32 Mengapa? Karena mereka tidak
mencarinya dengan iman, tetapi sebagaimana yang mereka lakukan, oleh perbuatan
Hukum…”
Jelas di sini ketika Paulus bicara
tentang perbuatan menurut Hukum,
Paulus bicara tentang kebenaran
legalis yang hanya di permukaan dan yang tidak kudus, bukan
kebenaran dari Pengudusan. Secara adil tidak ada yang bisa mengatakan bahwa
referensi kepada kebenaran yang dari Allah melalui iman itu terbatas pada
Pembenaran. Satu-satunya kebenaran yang ada di luar dari kebenaran yang berasal
dari iman yang dikatakan Paulus, adalah perbuatan baik yang dangkal dan ritual
agama kebenaran Farisi. Inilah kebenaran semu yang dulu dinikmati Paulus
sebelum pertobatannya.
In Romans chapter 10 the
transformative nature of righteousness by faith is also clear, as Paul cites a
passage from Deuteronomy chapter 30 on this very point.
Romans 10:6-8 says, “6
But the righteousness which is of faith speaketh on this wise, Say not in thine
heart, Who shall ascend into heaven? (that is, to bring Christ down from above)
7 or, Who shall descend into the deep? (that is, to bring up Christ
again from the dead.) 8 But what saith it? The word is nigh thee,
even in thy mouth, and in thy heart: that is, the word of faith, which we
preach;”
Very clearly, folks, biblical
righteousness by faith involves the writing of the Law on the heart and the practical holiness that the new covenant produces.
Di Roma 10 sifat transformatif dari kebenaran oleh iman juga jelas, seperti yang dikutip Paulus dari
sebuah ayat di Ulangan pasal 30 tentang hal ini.
Roma 10:6-8 berkata, “6
Tetapi kebenaran yang dari iman berkata demikian, ‘Jangan katakan di dalam hatimu:
Siapakah yang akan naik ke Surga?’(yaitu
untuk membawa Kristus turun dari atas), 7 atau, ‘Siapakah yang akan turun ke tempat yang dalam? [abusos]’ (yaitu, untuk membawa Kristus naik dari
antara orang mati.) 8 Tetapi apakah katanya? Firman itu dekat dengan kamu, yakni di dalam mulutmu dan di
dalam hatimu; itulah firman iman, yang kami beritakan.”
Sangat jelas, Saudara-saudara,
kebenaran oleh iman yang
alkitabiah melibatkan penulisan Hukum di dalam hati, dan kesalehan praktis yang
dihasilkan perjanjian yang baru.
There is no tension at all between
the work of Christ for us and His work in us. There is no tension at all
between Paul's disavowal of righteousness by works and the fact that obedience is
the condition of our salvation, because the obedience which fulfills that
condition is only that which is accomplished by divine-human cooperation.
Jesus was very clear on this point in
Matthew 7:21 where He says, as He concludes His sermon on the mount, “21
Not every one that saith unto Me, Lord, Lord, shall enter into the kingdom of
heaven; but he that doeth the will of My Father which is in heaven.”
Tidak ada pertentangan sama
sekali antara pekerjaan Kristus bagi kita dan pekerjaanNya di dalam kita. Tidak
ada pertentangan sama sekali antara penolakan Paulus akan kebenaran oleh
perbuatan dan faktanya bahwa kepatuhan
adalah syarat keselamatan kita, karena kepatuhan yang memenuhi
syarat itu hanyalah kepatuhan yang
dicapai oleh kerjasama Ilahi-kemanusiaan.
Yesus sangat jelas tentang
poin ini di Matius 7:21 di mana Dia berkata saat Dia mengakhiri khobahNya di
atas bukit, “21 Bukan setiap
orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Surga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Surga.”
We know the story of course of Jesus
and the rich young ruler. The same conditions were stated. Matthew 19:16-17 it
says, “16
And, behold, one came and said unto Him, ‘Good Master, what good thing shall I
do, that I may have eternal life?’ 17 And He said unto him, ‘Why
callest thou Me good? There is none good but One, that is, God: but if thou
wilt enter into life, keep the Commandments.’…” But of course Jesus was clear that
only through heaven's power can the Commandments be kept. When the young man
walked away because he clung to his possessions, the disciples asked in verse
25 of the same chapter, “25…
‘who then can be saved?’ 26 But Jesus beheld them, and said unto them,
‘With men this is impossible; but with God…” how many things are possible? “… all things are possible.’…”
Kita tentu saja tahu tentang kisah Yesus dengan penguasa muda yang kaya. Persyaratan
yang sama yang dinyatakan. Matius 19:16-17 mengatakan,“16 Dan
lihatlah, seorang datang dan berkata kepadaNya,
‘Guru yang baik, perbuatan baik apakah yang
harus kuperbuat agar aku boleh memiliki hidup
yang kekal?’ 17 Dan Ia berkata
kepadanya, ‘Mengapa engkau menyebut Aku baik? Tidak ada yang baik, hanya Satu, yaitu
Allah. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup turutilah perintah-perintah Allah.’…” Tetapi tentu saja
Yesus sangat jelas bahwa hanya melalui kuasa surgalah Perintah-perintah itu
bisa dituruti. Ketika penguasa muda itu pergi meninggalkanNya karena dia
menggandoli hartanya, para murid bertanya di ayat 25 pasal yang sama, “25…‘Jika
demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?’ 26 Tetapi Yesus memandang mereka dan berkata kepada mereka, ‘Bagi manusia ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah
segala sesuatu itu mungkin.’…”
When the Lawyer came to Jesus, the
one to whom He told the story of the good Samaritan, Jesus gave the same
teaching, in Luke 10:25-28, “25
And, behold, a certain Lawyer stood up, and tempted Him, saying, ‘Master, what
shall I do to inherit eternal life?’…” same question that the young ruler
asked. “…26 He said unto him, ‘What is
written in the Law? How readest thou?’ 27 And he answering said,
‘Thou shalt love the Lord thy God with all thy heart, and with all thy soul,
and with all thy strength, and with all thy mind; and thy neighbour as
thyself.’ 28 And He said unto him, ‘Thou hast answered right: this
do, and thou shalt live.’…”
Ketika ahli Taurat itu datang kepada Yesus, yang kepadanya Yesus
mengisahkan cerita orang Samaria yang baik, Yesus memberikan ajaran yang sama,
di Lukas 10:25-28, “25
Dan lihatlah seorang ahli Taurat berdiri dan mencobai Yesus, katanya, ‘Guru, apa yang
harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?’…” pertanyaan yang sama yang ditanyakan si penguasa muda, “…26
Kata Yesus kepadanya, ‘Apa yang tertulis di Hukum Taurat? Apa yang kaubaca?’ 27
Dan orang itu menjawab,
berkata, ‘Engkau harus mengasihi Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap
kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.’ 28 Dan Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau telah menjawab dengan benar. Lakukan
itu, dan engkau akan hidup.’…”
And Paul the apostle taught the same thing,
in Romans 2:6-11, speaking of God, Paul writes,“6 Who will render to every man
according to his deeds: 7 To them who by patient continuance in well
doing seek for glory and honour and immortality, eternal life: 8 But
unto them that are contentious, and do not obey the truth, but obey
unrighteousness, indignation and wrath, 9tribulation and anguish,
upon every soul of man that doeth evil, of the Jew first, and also of the
Gentile; 10 But glory, honour, and peace, to every man that worketh
good, to the Jew first, and also to the Gentile.”
Remember what Paul is trying to
demonstrate here, not that obedience isn't required for salvation, but that all
humanity, Jews and Gentiles alike, are in need of the forgiving and the
transformative righteousness of Jesus.
Dan rasul Paulus
mengajarkan hal yang sama, di Roma 2:6-11, bicara tentang Allah, Paulus
menulis, “6 Yang akan memberi
setiap orang menurut perbuatan-perbuatannya. 7 Kepada mereka yang
dengan tekun terus-menerus berbuat baik,
mencari kemuliaan, dan kehormatan dan
ketidakbinasaan: hidup kekal. 8
Tetapi kepada mereka yang suka mencari perkara
dan tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada ketidakbenaran, kemarahan dan murka:
9 kesengsaraan dan penderitaan, pada setiap orang yang berbuat jahat, pada orang Yahudi dulu dan juga pada orang bukan Yahudi 10 tetapi kemuliaan,
kehormatan dan damai sejahtera kepada semua orang yang berbuat baik,
pertama-tama kepada orang Yahudi, dan juga kepada
orang bukan Yahudi.”
Ingat apa yang Paulus mencoba
untuk mendemonstrasikan di sini, bukannya kepatuhan tidak dibutuhkan supaya selamat, tetapi semua kemanusiaan, Yahudi dan non-Yahudi sama-sama membutuhkan kebenaran Yesus yang mengampuni dan mengubahkan.
Let's look at Romans 8:13 where the
apostle states, “13 For if ye live after the
flesh, ye shall die: but if ye through the Spirit do mortify the deeds of the
body, ye shall live.”
Mari kita simak
Roma 8:13 di mana rasul itu menyatakan, “13
Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika
melalui Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”
Hebrews 5:9 says the same thing, “9 And
being made perfect, He…” that is Christ, “…became
the author of eternal salvation unto all them that obey Him.”
Ibrani 5:9
mengatakan hal yang sama, “9 dan
sesudah Ia dijadikan sempurna, Ia…” yaitu Kristus, “…telah menjadi pencipta
keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.”
Ellen White echoes the teachings of
Jesus and Paul in such statements as Vol. 2 of The
Testimonies page 679. “The lawyer asked Jesus what he should
do that he might inherit eternal life. Jesus referred him to the Commandments of His Father, telling him that obedience
to them was necessary for his salvation. Christ told him that he knew the
Commandments, and that if he obeyed them, he should have life.”
Ellen White
menggemakan ajaran-ajaran Yesus dan Paulus dalam pernyataan-pernyataan seperti
di Testimonies
Vol. 2 hal. 679, “…Ahli Taurat itu
bertanya kepada Yesus apa yang harus dilakukannya agar dia boleh mewarisi hidup
kekal. Yesus mengarahkan dia kepada Perintah-perintah BapaNya, memberitahunya
bahwa kepatuhan kepada mereka itu perlu bagi keselamatannya. Kristus
memberitahunya bahwa dia tahu Perintah-perintah itu, dan bahwa jika dia
mematuhi mereka, dia akan mendapat hidup kekal.”
Review and
Herald June 26, 1900 “When the lawyer
came to Christ saying, ‘Master, what shall I do to inherit eternal life?’ The
Savior did not say, Believe, only believe and you will be saved. ‘What is
written in the Law?’ He said, ‘How readest thou?’ Here the false doctrine that
man has nothing to do but believe is swept away. Eternal life is given to us on
the condition that we obey the Commandments of God.”
And so when you hear people saying
that the gospel is the unconditional good news of salvation, folks, that is a
lie. The Bible is very clear, the Spirit of Prophecy writings are clear, there
are conditions. And obedience is one of them. Thankfully only God's grace
combined with our effort can make it happen.
Review
and Herald 26 Juni 1900,
“…Ketika ahli Taurat itu datang kepada Kristus mengatakan, ‘Guru, apa
yang harus aku lakukan untuk mewarisi hidup kekal?’ Sang Juruselamat tidak
berkata, Percayalah, hanya percaya dan engkau akan diselamatkan. ‘Apa yang
tertulis di Hukum Taurat?’ kataNya, ‘Apa yang engkau baca?’ Di sini doktrin
palsu bahwa manusia tidak perlu berbuat apa-apa selain percaya, disapu pergi.
Hidup kekal diberikan kepada kita dengan syarat kita mematuhi Perintah-perintah
Allah.”
Jadi jika kalian mendengar
orang mengatakan bahwa Injil adalah kabar baik keselamatan tanpa syarat, itu
suatu kebohongan, Saudara-saudara. Alkitab itu sangat jelas, tulisan-tulisan
Roh Nubuat itu jelas, ada syarat-syaratnya. Dan kepatuhan adalah salah satu
darinya. Syukurlah hanya rahmat Allah digabungkan dengan upaya kita yang bisa
mewujudkannya.
Signs of The Times November 24, 1887 tells us exactly this. “The keeping of these [ten] Commandments
comprises the whole duty of man, and presents the conditions of eternal life.
Now the question is, will man comply with the requirements? Will he love God
supremely and his neighbor as himself? There is no possible way for man to do
this in his own strength. The divine power of Christ must be added to the
effort of humanity…” notice
she doesn't say the divine power of Christ is a substitute for the effort of
humanity. It must be added.
Signs of the Times 24 November 1887, memberitahu kita
persis ini. “…Pemeliharaan dari [Kesepuluh]
Perintah-perintah ini merupakan seluruh kewajiban manusia, dan menyatakan
syarat-syarat hidup kekal. Sekarang pertanyaannya ialah, maukah manusia
menuruti persyaratan-persyaratan itu? Maukah dia paling mengasihi Allah dan
mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri? Tidak
ada kemungkinan bagi manusia untuk melakukan ini dengan kekuatannya sendiri.
Kuasa Ilahi Kristus harus ditambahkan kepada upaya kemanusiaan…” simak Ellen Whte tidak berkata
kuasa Ilahi Kristus adalah pengganti upaya kemanusiaan. Itu harus ditambahkah.
Vol. 7 of the
Bible Commentary page 920. Ellen White says, “…his…”
that is the
Christian’s “…perfect obedience to all God’s Commandments, opens to him the gates of the Holy City.” (Letter 207, 1899).
Bible Commentary Vol. 7 hal. 920 Ellen White berkata,
“…kepatuhannya…” yaitu kepatuhan orang Kristen “…yang sempurna
kepada semua Perintah Allah, membukakan baginya gerbang Kota Suci.” (Letter 207, 1899).
Vol. 7 of the
Bible Commentary once again page 972, “The gospel that is to be preached to all nations, kindreds, tongues,
and peoples presents
the truth in clear lines,
showing that obedience is the condition of gaining
eternal life. Christ imparts
His righteousness to those who consent to let Him take away their sins.” (Manuscript
40, 1900).
Sekali lagi
Bible Commentary Vol. 7 hal 972, “…Injil
yang harus disampaikan kepada semua bangsa, suku, bahasa, dan kaum, menyatakan
kebenaran secara gamblang, menunjukkan bahwa kepatuhan adalah syarat untuk
mendapatkan hidup kekal. Kristus membagikan kebenaranNya kepada mereka yang mau mengizinkan Dia menyingkirkan dosa-dosa
mereka.” (Manuscript
40, 1900).
This Day With God
page 72. “Thank God. He attends
us every step of the way through,
if we are willing to be saved in Christ’s appointed way, through
obedience to His requirements.”
This
Day with God hal. 72,
“…Puji Tuhan. Dia menyertai kita setiap langkah sepanjang perjalanan,
jika kita mau diselamatkan menurut cara yang ditentukan Kristus, melalui
kepatuhan kepada syarat-syaratNya.”
Vol. 2 The Testimonies
page 561, “In the strength
of God alone can you bring yourself
where you can be a recipient of His grace, an instrument of righteousness. Not only does God require
you to control your thoughts,
but also your passions and affections. Your salvation depends…” listen carefully
“…Your salvation depends upon your governing
yourself in these things. ”
Testimonies
Vol. 2 hal. 561, “…Hanya
dengan kekuatan Allah saja kamu bisa menempatkan dirimu di mana kamu bisa
menjadi penerima rahmatNya, sebuah alat kebenaran. Allah bukan saja minta kamu
mengendalikan pikiranmu, tetapi juga nafsumu dan perasaanmu. Keselamatanmu
tergantung…” dengarkan baik-baik, “…keselamatanmu
tergantung pada caramu menguasai dirimu dalam hal-hal itu.”
The same Vol. of The Testimonies page 694,
“God would have all make a practical use of the plain teachings
of His Word in regard to the salvation
of man. If they are doers of the Word,
which is plain and powerful in its simplicity, they will not fail to perfect Christian
character. They will be sanctified
through the truth, and through humble obedience to it will
secure everlasting life.”
Volume yang sama (Vol. 2) dari Testimonies hal. 694, “…Yang
diinginkan Allah ialah agar semua menggunakan secara praktis ajaran-ajaran
FirmanNya yang jelas mengenai keselamatan manusia. Jika mereka adalah pelaku
Firman yang jelas dan berkuasa dalam kesederhanaannya, mereka tidak akan gagal
menyempurnakan karakter Kristen. Mereka akan dikuduskan melalui kebenaran, dan
melalui kepatuhan dalam kerendahan hati kepadanya akan menjamin hidup kekal.”
From The Heart
page 181, “By accepting
Christ as a personal Savior, men and women can
stand firm against the temptations of the enemy. Human beings may have eternal life if they will accept the principles of heaven and allow Christ to bring the heart and mind into obedience to the Law of
Jehovah.”
From
the Heart hal. 181, “…Dengan menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi,
laki-laki dan perempuan bisa berdiri teguh di hadapan godaan-godaan musuh.
Manusia boleh memiliki hidup kekal jika mereka mau menerima prinsip-prinsip
surga dan mengizinkan Kristus membawa hati dan pikiran ke kepatuhan kepada Hukum Yehova.”
Review and
Herald October 26, 1897 “ The terms of salvation for every son and daughter of Adam are here
outlined.. It is plainly stated that the condition of gaining
eternal life is obedience to the Commandments of God.”
Review
and Herald 26 Oktober 1897, “…Syarat-syarat
keselamatan bagi setiap putra dan putri Adam dijelaskan di sini. Dinyatakan
dengan gamblang bahwa syarat mendapatkan hidup kekal adalah kepatuhan kepada
Perintah-perintah Allah.”
And one thing I hope you notice here,
folks, do you notice that there's no difference between the theology of those
statements written before 1888 and those written afterward? Please do not
accept this Sinai to Golgotha mythology of Ellen White's salvation doctrine.
Ellen White is just as clear before 1888 that only through divine power can the condition
of obedience be rendered. And she is just as clear after 1888 as before,
that this condition cannot be rendered in our own strength, but only through
God's strength in conjunction with human effort.
Dan satu hal yang saya harap
kalian melihatnya di sini, Saudara-saudara, apakah kaliah melihat bahwa tidak
ada perbedaan antara theologi pernyataan-pernyataan yang ditulis sebelum 1888
dan yang ditulis setelahnya? Mohon jangan menerima mitos doktrin keselamatan
Ellen White Sinai ke Golgota. Ellen White itu sama jelasnya sebelum 1888 bahwa hanya melalui kuasa Ilahi
persyaratan kepatuhan itu bisa dicapai. Dan Ellen White sama
jelasnya setelah 1888 sebagaimana sebelumnya, bahwa persyaratan ini tidak bisa
dicapai dengan kekuatan kita sendiri melainkan hanya melalui kekuatan Allah bersama
dengan upaya manusia.
Acts of the Apostles
page 482, “The work of gaining salvation is one of co-partnership,
a joint operation….Human effort of itself is not sufficient.
Without the aid of divine
power it avails nothing. God works and man works.”
Acts
of the Apostles hal. 482, “…Pekerjaan untuk mendapatkan keselamatan adalah
pekerjaan kemitraan, suatu kerjasama….Upaya manusia sendiri tidak cukup. Tanpa
bantuan kuasa Ilahi itu tidak akan mencapai apa-apa. Allah bekerja dan manusia
bekerja.”
Christian Service
page 96, “Christians should arouse
themselves, and take up their neglected duties; for the salvation of
their own souls depends upon their individual
efforts.” (The Review and Herald, August 23, 1881).
Christian Service hal. 96, “…Orang-orang
Kristen harus membangunkan diri mereka sendiri dan mengangkat
tugas-tugas mereka yang telah diabaikan; karena keselamatan jiwa mereka sendiri
tergantung pada upaya individu masing-masing.”
(The Review and Herald, August 23, 1881).
Bible Echo December 9, 1895 “Self-denial
is the condition of salvation.”
Bible Echo 9 Desember
1895, “…Penyangkalan diri
adalah syarat keselamatan.”
Now, folks, I think it should be clear
by now that so many “righteousness by faith” preachers in modern and
contemporary Adventism have failed to do their homework. The marginalizing of
human effort in the saving process by so many professed advocates of
“righteousness by faith” in our ranks has been a scandal of unparalleled
proportions. Without any question the result has been widespread personal and
institutional disregard for the written counsel of God.
Nah, Saudara-saudara, saya
rasa sudah jelas sekarang bahwa banyak pengkhotbah “kebenaran oleh iman” di
Adventisme modern dan kontemporer, telah gagal melakukan PR mereka.
Menyingkirkan usaha manusia dalam proses penyelamatan oleh begitu banyak orang dalam
jajaran kita yang mengaku pembela “kebenaran oleh iman” telah menjadi skandal yang
proporsinya tidak tertandingi. Tanpa diragukan hasilnya adalah semakin
meluasnya ketidak-perdulian pada nasihat
tertulis Allah baik secara pribadi maupun secara institusional.
I saw a pamphlet only recently,
produced within the denomination, urging that we accept practicing homosexuals
into our fellowship, and the main argument was we're saved by grace and not by
obedience. Folks, this false understanding of righteousness by faith is going
to lead people straight to the fires of hell.
Baru-baru saja saya melihat
sebuah pamflet yang diproduksi di dalam denominasi kita, mendorong agar kita
menerima orang-orang yang mempraktekkan homoseksual ke dalam
persekutuan kita, dan argumentasi utamanya ialah kita ini diselamatkan oleh
kasih karunia dan bukan oleh kepatuhan. Saudara-saudara, pemahaman yang salah
tentang kebenaran oleh iman ini akan membawa orang langsung ke api neraka.
Now we're going to look at a few
inspired statements about the nature of biblical Justification. Now those who believe,
who oppose Last Generation Theology, insist that Justification is a declarative
act only, and it has no transforming element. One of the authors in the book God's Character and The Last Generation pg. 83
to which I’ve made reference a number of times, stated, “Justification
does not include the process of ethical transformation. Justification is
accounting or reckoning a person righteous (Genesis 15:6, Romans 4:3-6), not
making a person righteous.”
Sekarang kita akan melihat beberapa pernyataan yang diilhami tentang sifat
dari Pembenaran yang alkitabiah. Nah, mereka yang percaya, yang menentang
Theologi Generasi Terakhir, bersikeras bahwa Pembenaran hanyalah suatu tindakan
deklaratif, dan dia tidak memiliki unsur transformatif. Salah satu penulis di buku God’s Character and The Last
Generation hal. 83 yang sudah beberapa kali saya rujuk, menyatakan, “…Pembenaran
tidak termasuk proses transformasi etika. Pembenaran adalah memperhitungkan atau menganggap
seseorang benar (Kejadian 15:6; Roma 4:3-6), bukan menjadikan seseorang benar.”
Well, folks, what happened when God
at the creation said, “Let there be light!” Did it stay dark? No! The Bible says,
“and there was
light.”
When the leper came to Jesus for
healing in Matthew the eighth chapter, Jesus said to him, “Be thou clean” and the Bible
says “immediately his
leprosy was cleansed.”
Ellen White reflects this in such
passages as Education page 254 where she
says, “In the creation, ‘He spake, and it
was
done; He commanded, and it stood fast.’ He ‘calleth those things which be not as
though they were’ (Psalm 33:9; Romans 4:17); for when He calls them, they are.”
Nah, Saudara-saudara, apa yang
terjadi ketika saat Penciptaan Allah berkata, “Hendaknya ada
terang.” Apakah tetap gelap? Tidak!
Alkitab berkata “dan terang itu
ada.”
Ketika seorang kusta datang
pada Yesus untuk disembuhkan di Matius pasal 8(:3), Yesus
berkata kepadanya, “Jadilah engkau
tahir” dan Alkitab berkata “seketika itu kustanya tahir.”
Ellen White merefleksikan ini dalam teks di Education hal. 254 di mana dia berkata, “…Saat penciptaan, ‘Allah
berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka itu tegak dengan kokoh.’ Dia ‘memanggil
semua hal yang tidak ada,
seakan-akan mereka sudah ada’ (Mazmur
33:9; Roma 4:17); karena ketika Dia
memanggil mereka, mereka ada.”
And this is why Paul says in Titus 3:5-7,
“5
Not by works of righteousness which we have done, but according to His mercy He
saved us, by the washing of regeneration, and renewing of the Holy Ghost; 6
Which He shed on us abundantly through Jesus Christ our Saviour; 7
that being justified by His grace, we should be made heirs according to the
hope of eternal life.”
Notice the contrast this statement,
this passage draws between the works of righteousness which we have done
obviously in our own strength, and the washing of regeneration and renewing of
the Holy Ghost, which is the means by which Paul says we are saved.
Dan inilah mengapa Paulus berkata di Titus 3:5-7, “…5 bukan karena perbuatan benar yang telah kita lakukan,
melainkan karena rahmatNya Dia menyelamatkan kita, melalui pembasuhan
yang menghidupkan kembali, dan pembaharuan oleh Roh Kudus. 6 yang telah dicurahkan-Nya kepada kita dengan berlimpah melalui Yesus Kristus,
Juruselamat kita. 7 Bahwa setelah
dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, kita harus dijadikan ahliwaris sesuai
harapan akan hidup kekal.”
Simak kontras yang ditarik
oleh pernyataan ini, ayat ini, antara pekerjaan Pembenaran yang jelas telah
kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri, dengan pembasuhan yang meregenerasi
dan pembaharuan oleh Roh Kudus, yang kata Paulus adalah sarana dengan mana kita
diselamatkan.
Ellen White tells us in Vol. 6 of the Bible Commentary page 1070, “Pardon and justification are one and the same thing.”
Ellen White memberitahu kita di Bible Commentary Vol. 6 hal. 1070, “…Pengampunan
dan Pembenaran itu hal yang satu dan sama.”
So with this in mind, let's look at
what Ellen White says “to be pardoned” means in terms of its internal aspect. Review and Herald August 19, 1890 “To be pardoned in the way Christ pardons, is not only to
be forgiven, but to be renewed in the spirit of our mind. The Lord says ‘a new heart will I give unto thee’,
the image of Christ is to be stamped upon the very mind, heart, and soul.”
Maka dengan mengingat ini, mari kita lihat pada apa kata Ellen White
tentang arti “diampuni” dalam aspek internalnya. Review
and Herald 19 Agustus 1890, “…Diampuni oleh cara Kristus mengampuni,
tidak hanya diampuni melainkan diperbaruhi dalam batin pikiran kita. Tuhan berkata, ‘sebuah hati yang baru akan Aku berikan kepadamu’ (Yehezkiel 36:26),
gambar Kristus akan dimeteraikan di
pikiran, hati, dan roh yang sama.”
Ye Shall Receive
Power page 96 “Justification means pardon.
It means
that the heart, purged from dead works…” that sounds like transformation to
me, folks, “…is prepared to receive
the blessing of Sanctification. “
It's like one preacher said many
years ago, the difference between Justification and Sanctification is the difference
between getting married and staying married.
Ye
Shall Receive Power hal. 96,
“…Pembenaran berarti pengampunan. Itu artinya hati yang dimurnikan dari
perbuatan-perbuatan mati…” itu kedengarannya seperti transformasi bagi saya, Saudara-saudara, “…disiapkan
untuk menerima berkat Pengudusan. …”
Ini seperti kata seorang pengkhotbah banyak tahun yang lalu, perbedaan
antara Pembenaran dengan Pengudusan itu seperti perbedaan antara melakukan
pernikahan dengan tetap bertahan dalam pernikahan.
Thoughts From
The Mount of Blessing page 114. This passage was quoted earlier today. “God's
forgiveness is not
merely a judicial
act by which He sets us free from condemnation. It is not
only forgiveness for sin, but reclaiming
from
sin. It is the
outflow of redeeming
love that transforms the heart. David
had the true conception of
forgiveness when he
prayed, ‘Create in me a clean heart, O God; and renew a right spirit within me.’ (Psalm
51:10).
Thoughts
from the Mount of Blessing hal. 114, teks ini sudah dikutip
sebelumnya hari ini “…Pengampunan Allah
bukan hanya tindakan judisial dengan mana Dia membebaskan kita dari hukuman.
Bukan hanya pengampunan untuk dosa, tetapi mengklaim kembali dari dosa.
Pancaran kasih yang menyelamatkan-lah yang mengubah hati. Daud memiliki konsep
yang benar tentang pengampunan ketika dia berdoa, ‘10 Ciptakanlah
hati yang bersih dalam diriku, ya
Allah, dan perbaharuilah roh yang benar dalam
aku.’ (Mazmur
51:10).”
Vol. 6 of the
Bible Commentary page 1098 “By receiving His imputed
righteousness, through the
transforming power of the Holy Spirit, we become like Him. (Manuscript
148, 1897).
Bible Commentary Vol. 6 hal. 1098, “…Dengan menerima kebenaranNya yang
diperhitungkan kepada kita melalui kuasa transformasi Roh Kudus, kita menjadi
seperti Dia.” (Manuscript
148, 1897).
That I May Know
Him page 336, listen to this
one. “The grace of
Christ purifies while it pardons, and fits men for a holy
heaven….” Notice it
doesn't say the grace of Christ pardons and
then it purifies. No! It says, it purifies while it pardons.
Justification in the Bible and the
Spirit of Prophecy means to declare, and to make righteous.
That
I May Know Him hal. 336, dengarkan ini, “…Rahmat
Kristus memurnikan selagi mengampuni, dan ini melayakkan manusia untuk Surga yang kudus…” Simak tidak dikatakan bahwa rahmat Kristus mengampuni lalu memurnikan. Tidak! Dikatakan rahmat
Kristus memurnikan selagi
dia mengampuni.
Pembenaran di Alkitab dan di Roh Nubuat berarti mendeklarasikan, dan menjadikan
benar.
The same critics of Last Generation
Theology who deny the transformative aspect of Justification, insist that
Justification covers more than just our past sins. One of the authors in this book makes this
statement “I viewed Justification as forgiving my past sins, but
after conversion I felt that I needed to depend upon my Sanctification as the
basis of my continued acceptance with God.” Well, you know, this dear brother
would make it best take up his argument with the Bible and with the Spirit of
Prophecy.
Kritikus-kritikus yang sama tentang Theologi Generasi Terakhir yang menyangkal aspek
transformatif dari Pembenaran, bersikeras bahwa Pembenaran menutupi lebih dari hanya dosa-dosa kita yang lampau. Salah satu penulis
dari buku ini membuat pernyataan ini, “…Saya melihat Pembenaran sebagai pengampunan dosa-dosa
saya yang lampau, tetapi setelah pertobatan saya merasa saya perlu mengandalkan
Pengudusan saya sebagai dasar terus diperkenannya saya oleh Allah…” Nah, kalian tahu, Saudara yang
terkasih ini sebaiknya menyampaikan argumentasinya kepada Alkitab dan Roh
Nubuat.
What did Peter say in the house of Cornelius
in Acts 10:35? “35 But in every nation he that
feareth Him (God), and worketh righteousness, is accepted with Him.”
Apa kata Petrus di rumah Kornelius di Kisah 10:35? “…35
Tetapi di setiap bangsa, siapa yang takut akan Dia (Allah), dan berbuat
yang benar, berkenan kepada-Nya.”
Vol. 1 of Selected
Messages page 366. “…in order for man to retain
justification, there must be continual obedience, through active, living faith that works by
love and purifies the soul.”
Selected
Messages Vol. 1 hal 366, “…Supaya
manusia mendapatkan Pembenaran, harus ada kepatuhan terus-menerus, melalui iman
yang hidup dan aktif yang bekerja oleh kasih dan memurnikan jiwa.”
On page
397 of Vol. 1 of Selected Messages she also says, “It is by continual surrender of the will, by continual
obedience, that the blessing of justification is retained.”
Di Selected Messages Vol. 1 hal. 397 Ellen White juga berkata, “…Dengan
penyerahan kemauan yang terus-menerus,
dengan kepatuhan yang terus-menerus, berkat Pembenaran dipertahankan.”
Sons and Daughters of God page 45, “Many of
those who claim to believe the testing truths for these last days, act as though God took no note of
their disrespect of, and manifest
disobedience to, the principles of His holy
Law. The Law is the expression
of His will, and it is through obedience to that
Law that God proposes
to accept the children
of men as His sons and daughters.”
Sons
and Daughters of God hal. 45, “…Banyak dari mereka yang mengklaim
meyakini kebenaran-kebenaran yang menjadi
dasar untuk hari-hari terakhir ini, berbuat seolah-olah Allah tidak perduli pada sikap tidak hormat mereka dan diwujudkannya ketidakpatuhan mereka kepada prinsip-prinsip HukumNya yang kudus. Hukum tu adalah ekspresi dari kehendakNya, dan melalui kepatuhan
kepada Hukum itulah Allah menawarkan untuk
menerima anak-anak manusia sebagai putra dan putriNya.”
Review and Herald
May 3, 1898, “Through Jesus there is divine sympathy between God and
the human beings who through obedience are accepted in the Beloved. Thus
humanity conforms to the will of divinity, fulfilling the words ‘If ye love Me keep My Commandments’. The
Commandment-keeping people of God are to walk in the sunlight of Christ's righteousness,
their countenances expressing cheerfulness, and thanksgiving, joyful in the
assurance ‘Blessed are they that do His
Commandments that they may have the right to the tree of life and enter in
through the gates into the city.’…”
Review
and Herald 3 Mei 1898, “…Melalui Yesus ada simpati Ilahi antara
Allah dan manusia yang melalui kepatuhan mereka, diterima dalam Yang Terkasih.
Dengan demikian kemanusiaan menyesuaikan kepada kehendak Ilahi, memenuhi
kata-kata “Jikalau kamu mengasihi
Aku, turuti Perintah-perintah-Ku’
(Yohanes
14:15). Umat Allah pemelihara Perintah-perintahNya
harus hidup dalam cahaya kebenaran Kristus, wajah mereka mengekspresikan
kegembiraan, dan rasa syukur, penuh sukacita dalam jaminan ‘Diberkatilah mereka
yang melakukan perintah-perintah Tuhan sehingga mereka boleh
memperoleh hak atas pohon kehidupan, dan boleh
masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam Kota itu.’ (Wahyu 22:14)…”
Signs of The
Times December 28, 1891, “Through
obedience to all the Commandments of God we are accepted in the Beloved.”
Signs
of the Times 28 Desember 1891, “…Melalui
kepatuhan kepada semua Perintah Allah, kita diterima dalam Yang Terkasih.”
Now we're going to look at Ellen
White's statements that make it clear that past sins are what God's forgiveness covers.
Signs of The Times December 15, 1887, “There is no
way back to innocence and life except through repentance for having
transgressed God's Law, and faith in the merits of the divine Sacrifice who has
suffered for your transgressions of the past, and you are accepted in the Beloved
on condition of obedience to the Commandments of your Creator.”
Sekarang kita akan melihat pernyataan-pernyataan Ellen White yang
menjadikannya jelas bahwa dosa-dosa
yang lampau yang diampuni oleh Allah. Signs
of the Times 15 Desember 1887, “…Setelah melanggar Hukum Allah, tidak ada jalan untuk kembali kepada
kemurnian dan hidup selain melalui pertobatan dan mempercayai jasa-jasa Kurban Ilahi yang telah menderita bagi
pelanggaran-pelanggaranmu yang lampau, dan kamu dterima dalam Yang Terkasih berdasarkan syarat kepatuhan kepada
Perintah-perintah Penciptamu.”
Steps To Christ
page 62, “If you give yourself
to Him (Christ), and accept Him as your Saviour, then, sinful as your life may have been…” that's the past
“…for His sake you are accounted righteous. Christ’s character
stands in place of your character, and
you are accepted before God just as if you had not sinned.”
Steps
to Christ hal. 62, “…Jika kamu menyerahkan dirimu kepadaNya (Kristus), dan
menerima Dia sebagai Juruselamatmu, maka, seberdosa apa pun hidupmu…” itu masa lampau, “…demi Dia, kamu diperhitungkan benar. Karakter Kristus
berdiri di tempat karaktermu dan kamu diterima oleh Allah sama seolah-olah kamu tidak pernah berbuat dosa.”
Vol. 6 of the
Bible Commentary page 1092, “Christ bears the penalty of
man’s past transgressions,
and by imparting to man His righteousness, makes
it possible for man to keep God’s holy Law.” (Manuscript
126, 1901).
Bible
Commentary Vol. 6 hal. 1092, “…Kristus menanggung hukuman
pelanggaran-pelanggaran manusia yang lampau, dan dengan membagikan kepada
manusia kebenaranNya, memungkinkan manusia untuk memelihara Hukum Allah yang
kudus.” (Manuscript
126, 1901).
And of course how does Ellen White
define imparted righteousness? Messages To
Young People page 35, “The righteousness by which we are justified
is imputed; the righteousness by which we are sanctified
is imparted. The first is our title to heaven, the second is our fitness for heaven.” (The
Review and Herald, June 4, 1895).
Dan tentu saja, bagaimana Ellen White menjelaskan tentang
Pembenaran yang dibagikan? Messages to Young People hal. 35 “…Kebenaran dengan mana kita dibenarkan itu diperhitungkan; kebenaran dengan mana kita
dikuduskan itu dibagikan. Yang pertama
adalah hak (legalitas) kita ke Surga, yang kedua ialah kelayakan kita untuk
Surga…” (The Review and Herald, June 4, 1895).
Desire of Ages
page 762. “The Law requires righteousness,—a righteous life, a
perfect char- acter;
and this man has not to
give. He cannot meet the claims of God’s
holy Law. But Christ, coming to the earth as man, lived a holy life, and developed
a perfect character. These
He offers as a free gift to all who will receive them. His life stands for the life of men. Thus
they
have remission of sins that are past, through the forbearance of God… More than this, Christ imbues men with the attributes of
God. He builds up the human character
after the similitude
of the divine character… Thus
the very righteousness of the Law is fulfilled
in the believer in Christ.”
Desire
of Ages hal. 762 “…Hukum
menuntut kebenaran – hidup yang benar, karakter yang sempurna, dan ini, tidak
dimiliki manusia untuk bisa dia berikan. Dia tidak bisa memenuhi klaim dari
Hukum Allah yang kudus. Tetapi Kristus, yang datang ke dunia sebagai manusia,
menjalani suatu hidup yang kudus, dan mengembangkan sebuah karakter yang
sempurna. Ini Dia tawarkan sebagai pemberian cuma-cuma kepada semua yang mau
menerima mereka. HidupNya sebagai ganti hidup manusia. Dengan
demikian mereka mendapatkan remisi dosa-dosa yang sudah lampau, melalui panjang
sabar Allah… Lebih daripada ini, Kristus mengaruniakan atribut-atribut Allah
kepada manusia. Dia membangun karakter manusia mengikuti keserupaan dengan
karakter Ilahi… Dengan demikian kebenaran Hukum digenapi dalam diri orang yang
beriman dalam Kristus.”
But in addition to past sins, we are also
forgiven for sins of ignorance. In Acts 17:30 the apostle Paul spoke to
the Athenians, and spoke about “30… the times of this ignorance God winked
at…”
Tetapi lebih daripada dosa-dosa yang sudah lampau, kita juga diampuni untuk
dosa-dosa ketidaktahuan. Di Kisah 17:30 rasul Paulus bicara
kepada orang-orang Athena tentang “…zaman kebodohan itu dimaafkan Allah…”
In James 4:17 the apostle James
writes “17 …
to him that knoweth to do good, and doeth it not, to him it is sin.”
Di Yakobus 4:17 rasul Yahokus menulis, “…bagi dia yang
tahu bagaimana berbuat baik, dan tidak
melakukannya, baginya itu dosa.”
Early Writings
page 254 says the same
thing, “The minds of all who embrace this message
are directed to the Most Holy Place, where Jesus stands before the Ark, making His
final intercession for all those for whom mercy still lingers and for those who have ignorantly broken the Law of God. This
atonement is made for the righteous
dead as well as for the
righteous living. It includes
all who died trusting
in Christ, but who, not having received the light upon God’s commandments, had sinned ignorantly in transgressing its precepts.”
Early
Writings hal. 254 mengatakan hal yang sama, “…Pikiran
semua yang menerima pekabaran ini diarahkan ke Bilik Mahakudus di mana Yesus
sedang berdiri di depan Tabut Perjanjian, membuat perantaraanNya yang terakhir
bagi semua yang masih ditunggu oleh kemurahan, dan bagi mereka yang karena tidak tahu telah melanggar
Hukum Allah. Pendamaian ini dibuat bagi orang-orang benar yang sudah mati
maupun bagi orang-orang benar yang masih hidup. Termasuk di dalamnya semua yang
telah mati dengan percaya dalam Kristus, tetapi yang karena tidak pernah
menerima terang mengenai Perintah-perintah Allah, telah berbuat dosa tanpa
mengetahuinya dengan melanggar ketentuan-ketentuannya.”
So what is the basis of our salvation
according to the Bible and Spirit of Prophecy? Ephesians 1:7 speaks about how forgiveness is
a part of that process “7 In whom we have redemption through His
blood, the forgiveness of sins, according to the riches of His grace.”
Jadi apa dasar keselamatan kita menurut Alkitab dan Roh
Nubuat? Efesus 1:7 bicara tentang bagaimana pengampunan adalah bagian dari
proses tersebut, “…7 Dalam siapa kita beroleh penebusan
oleh darah-Nya, pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya.”
2 Thessalonians 2:13 says, Sanctification is part of the ground of our
salvation also “13 … God hath from the
beginning chosen you to salvation through sanctification of the Spirit and
belief of the truth.”
2 Tesalonika 2:13 mengatakan Pengudusan adalah bagian
dari alasan keselamatan kita juga, “…13
…Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan melalui pengudusan oleh Roh dan iman dalam kebenaran.”
Titus 3:5 once again, “5
Not by works of righteousness which we have done, but according to His mercy He
saved us, by the washing of regeneration, and renewing of the Holy Ghost.”
Titus 3:5
sekali lagi, “…5 bukan karena
perbuatan benar yang telah kita lakukan, melainkan karena rahmatNya Dia menyelamatkan kita, melalui pembasuhan yang menghidupkan
kembali, dan pembaharuan oleh Roh Kudus.”
And once again from Ellen White, Messages To Young People page 35, “The righteousness by which we are justified
is imputed; the righteousness by which we are sanctified
is imparted. The first is our title to heaven, the second is our fitness
for heaven.” (The
Review and Herald, June 4, 1895).
Dan sekali lagi dari Ellen White, Messages to Young People hal. 35, “…Kebenaran
dengan mana kita dibenarkan itu diperhitungkan; kebenaran dengan mana kita
dikuduskan itu dibagikan. Yang pertama
adalah hak (legalitas) kita ke Surga, yang kedua ialah kelayakan kita untuk
Surga…” (The Review and Herald, June 4, 1895).
And in Desire
of Ages page 300 she explains how both of these phases of Jesus’
righteousness are the answer to legalism, in this statement she writes, “The proud heart strives to
earn salvation; but both our title to heaven
and our fitness for it are found in
the righteousness of Christ.”
Dan di Desire of Ages
hal. 300, Ellen White menerangkan bagaimana kedua fase
kebenaran Yesus ini adalah jawaban kepada legalisme. Dalam pernyataan ini Ellen
White menulis, “…Hati yang sombong bekerja keras untuk
memperoleh keselamatan; tetapi baik hak kita ke Surga maupun kelayakan kita untuk Surga ditemukan dalam kebenaran
Kristus.”
And finally Ellen White explains the
ground of our salvation so beautifully in Steps
to Christ page 63, “So we have nothing in ourselves of which to boast. We have no ground
for self-exaltation. Our only ground of
hope is in the righteousness of Christ imputed to us,…” and you know, I get nervous, folks, when
people put periods where God puts commas. Notice what she says “…Our only ground of
hope is in the righteousness of Christ imputed to us,
and in that wrought by His
Spirit working in and through us.”
This is biblical salvation, God's
part and humanity's part.
Dan akhirnya Ellen White menjelaskan alasan keselamatan kita begitu
indahnya di Steps to Christ
hal. 63, “…Kita tidak punya apa-apa dalam diri kita
untuk dibanggakan. Kita tidak punya alasan untuk meninggikan diri. Satu-satunya
alasan pengharapan kita ada dalam
kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada kita…” dan kalian tahu, saya panik,
Saudara-saudara bila orang menempatkan titik di mana Allah menempatkan koma.
Simak apa kata Ellen White, “…Satu-satunya
alasan pengharapan kita ada dalam
kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada kita dan dalam apa yang dikerjakan oleh RohNya yang bekerja di dalam dan
melalui kita.”
Inilah
keselamatan yang alkitabiah, bagian Allah, dan bagian kemanusiaan.
26 12 23