THE FINAL GENERATION SYMPOSIUM
Part 24/32 – Dennis Priebe
WAS DESMOND FORD A LIBERAL?
https://www.youtube.com/watch?v=L2empvqmDlU&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=24
Dibuka dengan doa.
I came across a little story in Liberty magazine. As I was driving my van to pick up my friend,
I began to think about this situation. I’m a Seventh-Day Adventist Christian,
this means among other things that I keep the Bible Sabbath. I’d hired a man to
trim my fields. I never asked him to work during what I consider to be God's
Sabbath hours, but we're not of the same faith, our world views are dissimilar
in several areas, but what if I want him to believe as I do, what if I could
make hard and fast rules that would force him to observe my Bible Sabbath?
Some
well-meaning Christians promote just
such a concept. They want their government to stand behind their
Christian dogmas, saying that to make our country great, we need to add political punch to our
religious beliefs.
Saya menemukan sebuah cerita singkat di majalah Liberty.
Selagi saya mengendarai mobil SUV saya untuk menjemput teman
saya, saya mulai memikirkan situasi ini. Saya seorang MAHK, artinya di antara
sejumlah hal, saya memelihara Sabat Alkitab. Saya telah mempekerjakan seseorang
untuk merapikan taman saya. Saya tidak pernah minta dia bekerja selama apa yang
saya anggap jam-jam Sabat Allah, tapi iman kami berbeda, perspektif hidup kami
berbeda di beberapa area.Tetapi bagaimana jika saya ingin dia juga meyakini
sama dengan saya, bagaimaa jika saya membuat beberapa peraturan yang ketat
yang akan memaksa dia untuk memelihara Sabat Alkitab saya?
Ada orang-orang
Kristen yang bermaksud baik yang mempromosikan konsep seperti ini. Mereka mau Pemerintah
mereka mendukung dogma-dogma Kristen mereka, dengan mengatakan demi
menjadikan negara kita hebat, kita perlu menambahkan tenaga politik pada keyakinan
relijius kita.
I turned to my friend and said, “Let me ask you something. This Sabbath
thing that I’m so focused on, what if I could get enough people in Washington D.C.
to see things my way, to convince them that doing work on God's holy Sabbath,
work that could easily be accomplished on any other day of the week, not only
goes against Bible teaching, but is a criminal activity? What if I could make the Sabbath doctrine
the Law of the land, and have the power to dictate what you can and can't do on
Saturdays? Would you be okay with that?”
He thought for just a moment and then shook his head. “No,” he said, “that
wouldn't be right.”
And I pressed, “What if, because of what Scripture says to me concerning
how I’m supposed to live my life, I convince lawmakers to ignore whatever civil
rights you might once had and require you to behave the way I practice my
faith. Would that be okay?”
Again my friend thought for a long moment. “No,” he said, “that wouldn't be
right either. Religion is personal.”
Saya berpaling kepada teman saya dan berkata, “Coba aku mau
tanya sesuatu. Soal Sabat ini yang aku begitu fokus padanya, bagaimana
semisalnya aku bisa membuat cukup banyak orang di Washington D.C. setuju dengan
pandanganku, meyakinkan mereka bahwa bekerja pada Sabat Allah yang suci ~
pekerjaan yang dengan mudah bisa diselesaikan pada hari lain yang mana pun
dalam minggu itu ~ itu bukan saja
menentang ajaran Alkitab, melainkan juga suatu kegiatan kriminal? Bagaimana
semisal aku bisa membuat doktrin Sabat sebagai undang-undang negara, dan punya
kekuasaan untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada
hari-hari Sabtu? Apakah kamu setuju dengan itu?”
Teman saya berpikir sejenak kemudian menggelengkan
kepalanya. “Tidak,” katanya, “itu tidak benar.”
Dan saya mendesak, “Bagaimana semisal karena apa yang
dikatakan Kitab Suci kepadaku mengenai bagaimana aku harus menghidupkan
hidupku, aku meyakinkan para pembuat undang-undang untuk mengabaikan hak-hak
sipil apa pun yang pernah ada, dan memaksa kamu untuk bersikap seperti caraku
mempraktekkan imanku, apakah itu oke?”
Kembali teman saya berpikir untuk waktu yang lama.
“Tidak,” katanya, “itu juga tidak benar. Agama it bersifat pribadi.”
On that we could agree 100%, and on that concept we must hang our every
belief and every dogma. Religious practice is personal, not corporate.
Religious convictions must derive from personal conviction. Look at the world
in general. At last count there were around 4’200 religions and about a third
of them were Christians. Christians based their beliefs on the very same
Bible we hold in our hands as we march into church on whatever day
we're convinced is the Sabbath; yet our religions can be strikingly different,
promoting world views that vary greatly.
To those who desire to make adherence to religion-based principles the Law
of the land, the question must be addressed as to whose religion and which interpretation
of doctrine is the one on which we should construct those Laws.
Tentang hal itu kita setuju 100%, dan kita harus
mendasarkan keyakinan kita dan setiap dogma kita pada konsep tersebut. Praktek keagamaan itu pribadi,
bukan kelompok. Keyakinan keagamaan harus berasal dari keyakinan
pribadi. Lihatlah dunia secara umum. Pada
hitungan terakhir ada sekitar 4’200 kepercayaan dan sekitar sepertiganya adalah
Kristen. Orang Kristen mendasarkan
kepercayaan mereka pada Alkitab yang sama yang kita pegang di
tangan kita pada waktu kita pergi ke gereja pada hari apa pun yang kita yakini
adalah Sabat; namun keyakinan
kita bisa berbeda secara mencolok, dengan perspektif hidup yang sangat berbeda.
Bagi mereka yang ingin menjadikan ketaatan kepada
prinsip-prinsip berdasarkan agama itu undang-undang dalam negeri, harus
ditanya, agama siapa dan interpretasi
doktrin yang mana yang akan kita pakai untuk membuat undang-undang tersebut.
A TV preacher, a pious politician, the country in which I live, the United
States of America has done a pretty good job of keeping church and state
separate, and those who don't call themselves Christians are free to work out
their own way without government intervention. Religion is and always should be
personal. That's the very essence of religious liberty. And of course
we believe that with all of our hearts, that religious freedom is a very
personal matter, and cannot be enforced by government regulation.
Seorang pengkhotbah televisi, seorang politisi yang
saleh, negara di mana saya hidup, Amerika Serikat, telah melakukan pekerjaan
yang cukup bagus dalam mempertahankan keterpisahan gereja dan Pemerintah. Dan
mereka yang tidak menyebut diri mereka Kristen, bebas menentukan jalan mereka
sendiri tanpa intervensi Pemerintah. Agama
itu selalu harus bersifat pribadi. Itulah esensi inti kebebasan
beragama. Dan tentu saja kita mempercayai itu dengan sepenuh hati kita bahwa
kebebasan beragama itu adalah hal yang sangat pribadi dan tidak boleh
dipaksakan oleh peraturan Pemerintah.
Now, religious liberty is a great principle to live by in normal peaceful
times, but the reality is we don't live in normal peaceful times. Way back in
1947, just after the dawn of the atomic age,
members of The Bulletin of Atomic Scientists have put out something called the
Doomsday Clock, which shows what they believe, is how close humanity is
to destroying itself. That clock has been changed 23 times with the clock's recent
resetting at two minutes to midnight, which represents a high threat
level, says the organization..
ü In 2017 world leaders failed to respond effectively to the looming threats
of nuclear war and climate change,
making the world
security situation more dangerous than it was just a year ago. Some say that
drastic steps are need to be taken or else.
ü If that weren't frightening enough, what about asteroids?
Astronomers have
warned that the earth can face potentially devastating consequences from an
asteroid hit.
ü Even worse, in a world today where travel across continents is so common,
the ability to spread disease is easier than ever,
dangerous
outbreaks are a part of our daily existence, and given the right circumstances
could threaten our existence. Time magazine ran a cover article in 2017 titled
“Warning: We Are Not Ready For The Next Pandemic” and have we seen the
fulfillment of that prediction!
ü And if natural pathogens are not terrifying enough,
humans can do a
pretty good job themselves. The nuclear threat initiative warns that gram for
gram biological weapons are the deadliest weapons ever produced. Rapidly
producing and weaponizing biological agents is surprisingly easy.
Nah, kebebassan beragama adalah prinsip yang bagus untuk
dihidupkan di zaman normal yang damai, tetapi kenyataannya ialah kita sekarang
tidak hidup di zaman normal yang damai. Jauh di tahun 1947 yang lalu, baru saja
setelah munculnya zaman atom, anggota dari The Bulletin
of Atomic Scientists mengeluarkan sesuatu
yang disebut Lonceng Kematian,
yang menunjukkan apa yang mereka yakini, yaitu betapa dekatnya kemanusiaan dengan
menghancurkan dirinya sendiri. Lonceng itu sudah diubah 23 kali, yang terakhir disetel pada
dua menit sebelum tengah malam, yang melambangkan tingkat ancaman yang tinggi kata
organisasi itu.
ü Di 2017 para pemimpin dunia
gagal merespon secara efektif kepada ancaman-ancaman yang menjulang dari perang
nuklir dan perubahan iklim,
membuat situasi keamanan dunia lebih berbahaya daripada setahun
sebelumnya. Ada yang mengatakan langkah-langkah drastis harus diambil, kalau
tidak mau hancur.
ü Jika itu kurang mengerikan,
bagaimana dengan asteroid?
Para astronom telah memperingatkan bahwa dunia bisa
menghadapi potensi konsekuensi yang menghancurkan dari hantaman sebuah
asteroid.
ü Lebih buruk lagi, di dunia
hari ini di mana perjalanan antar-benua itu begitu umum, kemampuan menyebarnya
penyakit itu lebih mudah daripada yang pernah ada sebelumnya.
Menjalarnya wabah yang berbahaya adalah bagian dari
pengalaman sehari-hari kita, dan di bawah situasi yang tepat itu bisa mengancam
eksistensi kita. Majalah Time memuat artikel sampul di 2017 berjudul “Peringatan: Kita Tidak Siap
untuk Pandemi Berikutnya”, dan betapa kita telah melihat penggenapan prediksi
tersebut!
ü Dan jika patogen alami masih
belum cukup menakutkan,
manusia bisa melakukannya sendiri. Inisiatif ancaman
nuklir memperingatkan bahwa perbandingan gram per gram senjata biologis adalah
senjata yang paling mematikan yang pernah dibuat. Memproduksi dengan cepat dan
mempersenjatai agen-agen dengan senjata-senjata biologis sangatlah
mudah.
Now the real issue is not whether or
not any of these threats are credible threats. What matters is that the
perception is that any one might be. Let people fear the potentiality of any
of these, and the masses will acquiesce to
whatever power promises to save them from impending doom. Who faced with a prospect of nuclear
annihilation wouldn't opt for safety over liberty? In the event of an emergency, freedom takes a back seat. And the greater
the emergency the farther back it gets seated.
Nah, isu yang sesungguhnya bukanlah apakah
ancaman-ancaman ini adalah ancaman yang kredibel. Yang menjadi masalah ialah
persepsinya bahwa ada yang mungkin demikian. Membiarkan manusia ketakutan pada potensi dari salah satu
ancaman-ancaman ini, maka massa akan sependapat dengan kekuasaan apa pun yang
berjanji menyelamatkan mereka dari kebinasaan yang mengancam.
Siapa sih yang sedang berhadapan dengan kemungkinan dilenyapkan oleh nuklir
tidak akan memilih keamanan di atas kebebasan? Kalau terjadi keadaan darurat,
kebebasan akan mendapat posisi di belakang. Dan semakin mengancam keadaan
darurat itu, semakin jauh ke belakang kebebasan ditempatkan.
And in anticipation of whatever awaits us, the United States government has
~ believe it or not ~ a plan for what to do, in case of other things, a zombie apocalypse. In a news report, “From responses to natural disasters to a
catastrophic attack on the homeland, the U.S. military has a plan of action
ready to go if either incident occurs. It has also devised an elaborate plan
should a zombie apocalypse befall the country.” It's an unclassified document entitled Counter Zombie Dominance put
together in 2011, as part of a larger program for general training in regard to
any kind of national emergency. The report said, “the
hyperbole involved in writing a zombie survival plan actually provided a very
useful and effective training tool.” In other words,
it was decided to have an entertaining way to deal with what would need to be
done in case of any kind of national emergency. “Domestic
Law enforcement agencies will address any attacks until martial Law is
declared…” and wait right there, “until martial Law is declared” ~ that's the point. Under a dire enough emergency, a new
set of laws come into place and freedom will be among the first casualties.
Dan dalam mengantisipasi apa
pun yang ada di depan kita, Pemerintah Amerika Serikat telah ~ percaya atau
tidak ~ memiliki sebuah rencana untuk mengambil tindakan sekiranya terjadi apa-apa,
di antaranya kiamat karena zombi. Dalam sebuah laporan berita, “…Dari
tanggapan-tanggapan kepada bencana alam hingga kepada suatu serangan malapetaka
di negara kita, militer Amerika Serikat mempunyai rencana tindakan yang siap
untuk dijalankan, jika salah satu dari insiden itu terjadi. Militer juga sudah
menciptakan suatu rencana panjang lebar sekiranya kiamat karena zombi terjadi
di negeri. …” Ini bukanlah dokumen yang rahasia, judulnya “Counter Zombie Dominance” (Mengkontra Dominasi Zombi) yang dibuat di tahun 2011, sebagai bagian
dari program yang lebih besar untuk pelatihan umum sehubungan dengan keadaan
darurat nasional apa pun. Laporan itu berkata, “…Hiperbola (= melebih-lebihkan) yang terlibat dalam
menulis sebuah rencana penyelamatkan dari zombi, sesungguhnya menyediakan suatu
alat pelatihan yang sangat berguna dan efektif…” Dengan kata lain, diputuskan
memakai cara yang menghibur untuk menangani apa yang akan perlu dilakukan dalam
hal ada kondisi darurat nasional jenis apa pun. “…Agen-agen
penegak hukum domestik akan menghadapi serangan apa pun hingga dideklarasikannya kondisi darurat militer.
…” berhenti di sini, “hingga
dideklarasikannya kondisi darurat militer” inilah poinnya. Dalam kondisi darurat yang cukup
parah, undang-undang yang baru akan dimunculkan, dan kebebasan akan menjadi
korban yang pertama jatuh.
Now all of that we understand, but significantly groundwork is being laid as we speak in
this time of relative peace, for a new set of Laws in our country. During
the past few decades a religious movement has gained widespread political power
with a clearly stated agenda to dismantle the establishment clause of the First
Amendment, which requires separation of church and state. This foundational
Constitutional protection which has guaranteed the right to equal treatment of
all Americans regardless of religious belief, has never been in greater danger.
Nah, semua itu kita paham, tetapi sementara kita bicara di waktu yang relatif damai ini, secara
signifikan pekerjaan dasar
sedang diletakkan untuk undang-undang yang baru di
negara kita. Selama beberapa dekade yang lampau, suatu gerakan
relijius telah mendapatkan kekuatan politik yang menyebar luas dengan agenda
yang jelas menyatakan untuk membongkar
klausul Amendemen Pertama, yang mensyaratkan pemisahan gereja dan Pemerintah.
Protekeksi konstitusional yang mendasar ini, yang telah menjadi jaminan hak
perlakukan yang sama bagi semua orang Amerika tanpa melihat keyakinan agamanya,
belum pernah berada dalam bahaya sebesar ini.
Since the confirmation of Justice Brett Kavanaugh for the first time in
history, proponents of this movement,
have a majority weight on the Supreme Court. And the most open and vocal
proponent of this anti-establishment clause agenda on the Supreme Court has
been, since the death of Antonin Scalia, Justice Clarence Thomas. Thomas is
unapologetic about his views, he joined Scalia in dissenting opinions that explicitly rejected the well-established legal
doctrine that the government must be neutral, not favoring one religious
position over another.
Justice Thomas believes that it is not a violation of the Constitution for government
to favor religion over irreligion; and monotheistic religions over other
religions. And this rejection of the principle of government neutrality toward
all religions, violates nearly 200 years of American political philosophy. If
Thomas' stated position were to become the Law, it would place all non-theistic
and polytheistic religions like Buddhists and Hindus and atheists at an
official legal disadvantage. It would, in essence, make them second-class citizens in
American religious life. He has explicitly stated that, in his view the Constitution
does not prohibit a state government from establishing an official state
religion. He believes the establishment clause gives state governments official
Constitutional license to establish their own state churches.
Hakim Thomas meyakini bahwa itu bukanlah pelanggaran
terhadap Konstitusi bagi Pemerintah untuk mendukung agama di atas non-agama,
dan agama-agama yang monotheis di atas agama-agama yang lain. Dan penolakan kepada prinsip
netralitas Pemeritah tehadap semua agama ini, melanggar hampir 200 tahun
filosofi politik Amerika. Jika posisi yang dinyatakan Thomas akan menjadi
undang-undang, itu akan menempatkan semua agama non-theis dan politheis seperti
Buddha dan Hindu, dan atheis, di posisi yang dirugikan secara sah. Itu dalam
esensinya akan menjadikan mereka warganegara kelas dua dalam kehidupan beragama
bangsa Amerika. Thomas telah menyatakan secara eksplisit bahwa, menurut
pandangannya, Konstitusi tidak melarang Pemerintah negara menetapkan agama
negara yang resmi. Dia meyakini klausul penetapan memberi izin konstitusional
yang sah kepada Pemerintah negara untuk menetapkan gereja-gereja negara mereka
sendiri.
Thomas has become one of a majority of five, with apparently similar
views. A careful look at the expressed positions of all the conservative
members of this court, forces the conclusion that they have the same basic objectives, to
increase the rights of a select group of Christians, to control the religious
discourse in this country, and to promote the rights of that group to
religious practice at the expense of all others. And history demonstrates very easily that
state establishment inevitably destroys the right to free exercise for all people,
even for members of the majority.
Thomas telah menjadi satu dari lima mayoritas yang ternyata punya
pandangan yang sama. Suatu penelitian yang seksama pada posisi-posisi semua
anggota konservatif dari Mahkamah Agung ini menghasilkan konklusi bahwa mereka mempunyai objektif dasar yang
sama, yaitu untuk meningkatkan hak-hak satu kelompok Kristen khusus untuk
mengendalikan wewenang ketentuan beragama di negara ini, dan
untuk mempromosikan hak-hak kelompok itu dalam praktek keagamaan dengan mengalahkan
semua yang lain. Dan sejarah mendemonstrasikan bahwa sangatlah mudah apa yang
ditetapkan oleh Pemerintah tidak terelakkan lagi akan menghancurkan hak
kebebasan mempraktekkan agama bagi semua orang, bahkan bagi anggota mayoritas.
All right, let's move away from legal interpretations of the Constitution to
the grassroots, the attitudes of ordinary people in our society right now, because
believe it or not, that is where the impetus to deny
religious liberty will come from, not from the Supreme Court or a
Republican or Democrat President.
I came across a very revealing article recently. “The waters are stirring more than ever
throughout American communities. They have been for quite a while. One
afternoon way back in the mid-1980s I was startled to see curious brochures
placed beside weekly church service bulletins on the welcoming table at my
local Evangelical church. As I flipped through the pamphlet, it was apparent to
me that some zealous individuals had taken upon themselves to judge the
spiritual merits of all the hopeful candidates running for a variety of
municipal and state offices. Candidates were graded on how they were perceived
to align with a particular religious checklist. Some candidates were summarily
dismissed because no conscientious Christian could possibly vote for them.
Others were praised and heartily recommended. Yes, the signs that something
uncomfortably powerful was already in motion were resonating in society back
then, and have not abated.”
Such phrases as “the Moral Majority”, “Christian Coalition”, and “the
Religious Right” have become increasingly familiar terms in the public lexicon.
Shrewd politicians and campaign strategists were quick to see the benefit of
courting churches and communities of faith. In turn, some faith leaders and lay people became
vulnerable to the lure of political power and influence. And so began the
dance, a romance of compromise labeling and polarization that would eventually
stain all participants. Good intentions snowed under by human weakness and
temptations of temporal power. The fusion of a nationalistic agenda of faith
and identity politics was emerging, while a considerable portion of the faith
community and astute politicians played each other like fiddles. What is wrong
with this picture?
Baiklah, mari kita pindah dari interpretasi legal
Konstitusi ke akar rumput, sikap rakyat
biasa dalam masyarakat kita sekarang ini, karena percaya atau tidak, dari sanalah akan muncul pemicu
untuk menghalangi kebebasan beragama, bukan dari Mahkamah Agung
atau dari seorang Presiden dari kubu Republik maupun Demokrat.
Baru-baru ini saya menemukan artikel yang sangat
mencelekkan mata. “Di seluruh komunitas Amerika air-air sedang bergerak
lebih daripada yang pernah terjadi sebelumnya. Itu sudah berlangsung cukup
lama. Suatu sore jauh di pertengahan 1980an, saya dikejutkan melihat
brosur-brosur yang aneh ditempatkan di samping buletin mingguan pelayanan
gereja di meja penyambutan, di gereja Evangelis lokal saya. Ketika saya
membalik-balikkan pamflet tersebut, jelaslah kepada saya bahwa ada individu-individu
yang kurang kerjaan, yang telah mengangkat diri mereka sendiri untuk menilai manfaat-manfaat
spiritual dari semua calon yang sedang bertarung untuk mendapatkan pelbagai
jabatan di pemerintahan tingkat kotamadya dan provinsi. Calon-calon itu dinilai
dalam hal bagaimana mereka dilihat sesuai dengan sebuah daftar centang agama
tertentu. Beberapa calon secara singkat dicoret karena tidak ada orang Kristen
yang bertanggungjawab yang mungkin mau memilih mereka. Yang lain dipuji dan
direkomendasikan dengan hangat. Ya, tanda-tanda bahwa sesuatu yang kuat dan
tidak nyaman sudah sedang bergerak, beresonansi dalam masyarakat bahkan di masa
itu, dan sampai sekarang tidak mereda.”
Istilah-istilah seperti “the Moral Majority” (organisasi politik Kristen sayap kanan yang berdiri tahun 1979), “Christian
Coalition” (organisasi politik Kristen
yang mendukung moralitas, keadilan dan demokrasi, dibangun 1989), dan “the
Religious Right” (organisasi yang
mempersatukan Evangelis konservatif dengan kelompok konservatif lain) telah
menjadi istilah-istilah yang semakin dikenal di leksikon (kamus) publik.
Politikus-politikus dan para pembuat strategi kampanye yang lihai, cepat
melihat manfaatnya membujuk gereja-gereja dan komunitas-komunitas iman. Pada
gilirannya, beberapa pemimpin iman dan orang-orang awam menjadi mudah terbujuk
pengaruh kekuatan politik. Maka dimulailah suatu tarian, suatu kisah cinta
kompromi, yang memberi label dan polarisasi yang pada akhirnya menodai semua
partisipan. Itikad baik terpendam di bawah kelemahan kemanusiaan dan godaan
kekuasaan duniawi. Fusi dari agenda iman nasionalis dan politik identitas
sedang muncul, sementara sejumlah besar komunitas iman dan politikus lihai
memainkan satu sama lain seperti biola. Apa yang salah dengan gambaran ini?
Standing before Pontius Pilate, Jesus said, “My kingdom is
not of this world…” regardless
fueled by Talk Media where hosts can seem as
much entertainers as political pundits, a curious hybrid of political
conservatism and religion has evolved to keep the airwaves humming in a
puzzling dialogue of alarm, frustration, anger, and pet mantras.
Individuals are labeled and demonized while the devoted audiences are kept
on edge in a constant state of frustration and angst. One thing is certain,
such broadcasters know their demographic and which hot button issues to push.
Berdiri di hadapan Pontius Pilatus, Yesus berkata, “KerajaanKu bukan
dari dunia ini…” (Yohanes 18:36) walaupun dipanasi oleh Talk Media di mana para tuan
rumah bisa tampil sebagai entertainer dan juga intelek politik, suatu campuran aneh dari
konservatisme politis dan agama telah berkembang untuk membuat siaran tetap mengudara
dalam suatu dialog yang membingungkan dari alarem, frustasi, kemarahan dan
mantra-mantra kesayangan.
Para individu dicap dan digambarkan sebagai iblis
sementara para pemirsa setia dipertahankan dalam ketegangan, selalu dalam
kondisi frustrasi dan ketakutan. Satu hal yang pasti, penyiar-penyiar seperti
ini mengenal demografi mereka dan tahu harus memijat tombol panas yang mana.
By 2004 the country was in the throes of another election and I remember
casually running into friends at a local shopping mart, the wives suddenly yet
pleasantly said out of the blue, “I don't know how any Christian could vote for
a Democrat.” Rather stunned by the statement and knowing full well that for
decades Christians freely voted Democrat or Republican, I said nothing. The
courtship between political conservatism and wide strains of the faith
community charged by talk radio, and radio, and media rhetoric had morphed into
its own type of religion; and myriads of young people have grown up in this
unsteady climate with the perception that Christianity and a particular strain
of political conservatism are one and the same.
Di 2004, negeri berada dalam pergolakan
pemilihan presiden lagi, dan saya ingat saat itu kebetulan bertemu dengan
teman-teman di sebuah mall belanja, para istri tiba-tiba tanpa alasan namun dengan ramah berkata, “Saya tidak mengerti
bagaimana ada orang Kristen bisa memilih seorang Demokrat.” Agak terkejut
dengan pernyataan itu, dan menyadari sepenuhnya bahwa selama puluhan tahun
orang Kristen bebas memilih Demokrat atau Republik, saya tidak komentar apa-apa.
Jalinan cinta antara konservatisme politis dan berjenis-jenis komunitas iman
yang diberi kekuatan oleh wawancara radio, dan radio, dan retorika media telah
berubah menjadi jenis agamanya sendiri; dan banyak orang muda telah bertumbuh
dalam iklim yang tidak stabil ini dengan persepsi bahwa Kekristenan dan jenis
tertentu konservatisme politis itu hal yang satu dan sama.
In a 1966 article, “If God blesses us only as Republicans or
Democrats, both politics and religion are in trouble.” In America somehow many have forgotten that Christianity is neither Republican nor
Democrat, there are believers on
both sides of that spectrum.
Di sebuah artikel tahun 1966, “…Andai Allah memberkati kita hanya sebagai kelompok
Republik atau Demokrat, baik politik maupun agama dalam masalah…” Di Amerika entah bagaimana banyak telah lupa bahwa Kekristen bukan Republik atau Demokrat, ada
orang-orang percaya di kedua sisi dari spectrum itu.
In a recent article, “It
is the strangest story how
so many Evangelicals lost their interest in decency, and how a religious
tradition called by grace became defined by resentment. Christianity is love of
neighbor, or it has lost its way.
The
hypocrisy, polarization, hate speech, shameless pandering for political
influence, and compromised principles, have dragged the name of Christ through
the mud. For what? Dominance, political temporal power, a place in government,
seats on the Supreme Court, an effort to create one's own kingdom, almost
flying under the radar, in this tense contemporary climate are the influential
objectives of dominionism; the theocratic idea that regardless of theological
camp, means,
or timetable, God has called conservative Christians to exercise dominion over
society by taking control of political institutions. This school of thought
emerged in the 2000s and is essentially seeking through religious political
influence to build their version of a Christian civilization in America. And by
the way, the theological basis for this thing called dominionism is the
Evangelical dispensational belief that our job is to prepare the world for
Christ to come and set up His millennial reign here on earth.” And America and Israel are the major
players in this very distorted view of the great controversy.
Di sebuah artikel baru-baru ini, “Ini adalah cerita yang paling aneh bagaimana
begitu banyak orang Evangelis telah kehilangan minat mereka dalam kesusilaan,
dan bagaimana suatu tradisi relijius yang dipanggil oleh kasih karunia menjadi
didefinisikan oleh kebencian. Kekristenan itu mengasihi sesama, kalau tidak,
dia sudah salah jalan.
Kemunafikan, polarisasi,
kata-kata kebencian, tanpa malu menjajakan pengaruh politik dan prinsip-prinsip
yang dikompromi, telah membawa nama Kristus masuk lumpur. Untuk apa? Dominasi,
kekuasaan politik duniawi, jabatan dalam Pemerintahan, kursi di Mahkamah Agung,
suatu upaya untuk menciptakan kerajaan diri sendiri, hampir tidak tampak di
radar, di iklim masa sekarang yang tegang ini ada pengaruh objektif dominasiisme;
konsep
theokratis bahwa tidak perduli
kubu theologi, sarana, atau jadwal, Allah telah memanggil orang-orang Kristen
yang konservatif untuk mempraktekkan kekuasaan pada masyarakat dengan mengambil
kendali institusi-institusi politik. Kelompok pemikiran ini muncul di tahun
2000an dan pada dasarnya melalui pengaruh politik agama berusaha untuk membangun sebuah kebudayaan Kristen di Amerika versi
mereka. Dan ketahuilah, dasar theologi untuk hal ini yang disebut dominasiisme
adalah keyakinan dispensasional Evangelis, bahwa tugas kita adalah
mempersiapkan dunia bagi kedatangan Kristus dan mendirikan pemerintahan
milleniumNya di atas bumi di sini.” Dan Amerika
dan Israel adalah pemain-pemain utama dalam pandangan yang sangat menyimpang
mengenai pertentangan besar.
The article continued, “…Consider colonial New England in the
1600s and the unfortunate pilloried citizens locked into wooden stocks in the
town square as punishment for lapsed church attendance, or the individual who
could have his tongue punctured by a metal auger for repeated transgressions of
profanity. This was a curious sense of piety and justice dished out by early
colonists who themselves had fled religious intolerance in Europe.
Or
consider an ailing Roger Williams escaping through the winter woods laden with
drifting New England snow because he respected individual conscience. To
Williams a forced religion was no religion at all. The tragedies that occur
when religion and political power unite stain the pages of history.
All
people, no matter their belief systems, race, or political persuasions, bleed
the same. The humanity toward others is trampled when mortals play God. I do
not recognize the Christ infused into today's religious political quagmire. He
bears no resemblance to the Christ of the New Testament. That Jesus is obscured
by today's religious political power struggles. My point here is not to tear
down individuals or political parties, but to caution that in attempting to
establish moral ground in our nation, we may actually be driving people away
from God. It's almost like this modern offshoot has scarred the name of Christ
and Christianity to the point that many followers of Jesus have suggested
believers use terms other than ‘Christian’ or ‘Evangelical’. That is tragic.
The word ‘gospel’ means good news. The Greek word εὐαγγελίζω [euaggelizō yoo-ang-ghel-id'-zo] means 'to bring good news',
the good news of salvation in Christ."
Atau pikirkan tentang seorang Roger Williams yang sedang
sakit, harus melarikan diri ke hutan kayu di musim dingin yang dpenuhi salju di
New England karena dia menghormati hati nurani individu. Bagi Williams, agama
yang dipaksakan sama sekali bukan agama. Tragedi-tragedi yang terjadi ketika
agama dan kekuasaan politik bersatu, sudah menodai halaman-halaman sejarah.
Semua orang, tidak perduli apa pun sistem keyakinan
mereka, suku, atau kecondongan politik mereka, punya darah yang sama.
Kemanusiaan yang satu terhadap yang lain telah diinjak-injak ketika manusia
fana memainkan peranan Allah. Saya tidak mengenali Kristus yang ditanamkan
dalam rawa-rawa politik agama hari ini. Dia tidak miirp dengan Kristus yang di
Kitab Perjanjian Baru. Yesus yang itu sudah dikaburkan oleh pertarungan
kekuatan politik agama hari ini. Poin saya disini bukanlah untuk menjelekkan
individu-individu atau partai-partai politik, melainkan untuk memberi
peringatan bahwa dalam usaha menetapkan dasar moral pada bangsa kita, kita
mungkin justru telah mengusir orang menjauhi Allah. Ini hampir seperti cabang
(Kekristenan) yang modern ini telah membuat cacat nama Kristus dan Kekristenan
sampai ke tingkat di mana banyak pengikut Yesus telah mengusulkan agar
orang-orang percaya lebih baik menggunakan istilah lain saja daripada ‘Kristen’
atau ‘Evangelis’. Ini menyedihkan. Kata ‘injil’ berarti kabar baik. Kata Greeka
εὐαγγελίζω [euaggelizō yoo-ang-ghel-id'-zo] berarti 'membawa kabar baik', kabar
baik keselamatan dalam Kristus."
Political partisanship has hamstrung Evangelicalism's ability to pursue
what is supposed to be the core of its mission: to share the good news of the gospel.
One young believer stated, “I feel that I
am in a constant battle with my dad to simply remind him that poor black people
are people, Muslims escaping Syria are people, and they have inherent value and
dignity as children of God.”
Keberpihakan politik telah melumpuhkan kemampuan
Evangelisme untuk mengejar apa yang seharusnya menjadi inti dari misinya:
membagikan kabar baik Injil. Seorang muda yang beriman menyatakan, “Saya merasa saya selalu bertengkar dengan ayah saya
hanya untuk mengingatkan dia bahwa orang-orang hitam yang malang itu manusia,
orang-orang Muslim yang melarikan diri dari Syria itu manusia, dan mereka
memiliki nilai dan martabat yang melekat pada mereka sebagai anak-anak Allah.”
In April of 2017 the prominent Egyptian talk show host Amir Adeb sat
speechless after he watched a colleague interview a coptic Christian widow
whose husband had just been killed in a terrorist attack. The grieving woman
spoke of the attacker in words that stunned the host and millions across the
airwaves. “I’m telling him, may God
forgive you, and we also forgive you.” It's hard to hate at the foot of the
cross. I recognize that Jesus, please give me my religion back.
Di April 2017 tuan
rumah talk show terkenal
orang Mesir, Amir Adeb, duduk tidak sanggup berkata-kata setelah dia menonton
seorang rekan mewawancarai seorang janda yang beragama Kristen Koptik yang
suaminya baru saja terbunuh dalam suatu serangan teroris. Perempuan yang sedang
berkabung itu bicara tentang orang yang menyerang suaminya dengan kata-kata
yang membuat terkesima si tuan rumah dan jutaan pemirsa yang menonton di
mana-mana. “Saya katakan kepadanya, semoga Allah mengampunimu, dan kami
juga mengampunimu.” Sulit membenci di
kaki salib. Saya mengenali Yesus yang itu, tolong kembalikan agama saya.
That's where we are in our country today, that's the climate in which we
live. But to understand this movement and what has brought us to this place, we
have to go back 150 years. Another important religious event was occurring at
the same time that we were becoming a legal denominational entity during the
civil war. That of the development and formation of what was called “The
National Reform Association”, their stated mission was to make Christianity the
legal religion of the land through Constitutional amendment. Those forming The
National Reform Association said, that the original sin of the nation was
leaving God out of the Constitution. This sin, they maintained, made allowances
for slavery. And God was punishing the nation through the civil war for not
including Him in the Constitution.
Well, this movement didn't die, it just went underground for a while, and
it gained strength during the decades that followed, began promoting Sunday
legislation.
Di sinilah posisi kita di negara kita hari ini, itulah
iklim di mana kita hidup. Tetapi untuk memahami gerakan ini dan apa yang telah
membawa kita ke kondisi ini, kita harus mundur 150 tahun. Suatu peristiwa relijius
lain yang penting sedang terjadi pada waktu yang sama ketika kita sedang
menjadi denominasi yang resmi selama perang saudara. Yaitu berkembangnya dan
dibentuknya apa yang disebut “The National Reform
Association”. Misi yang mereka nyatakan
ialah untuk menjadikan Kekristenan agama resmi negara melalui amendemen
Konstitusi. Mereka yang membentuk The National Reform Association mengatakan, bahwa dosa yang asli yang
dibuat bangsa ini ialah tidak memasukkan Allah ke dalam Konstitusi. Dosa ini,
mereka tegaskan, memberi peluang bagi perbudakan. Dan Allah menghukum bangsa
ini melalui perang saudara ** karena telah tidak memasukkan Dia ke dalam
Konstitusi.
Nah, gerakan ini tidak mati, dia hanya tiarap untuk
beberapa waktu lamanya, dan dia mendapatkan kekuatan selama dekade-dekade
berikutnya, dan mulai mempromosikan undang-undang hari Minggu.
** Salah satu penyebab perang
saudara Amerika bagian utara dan selatan ialah perbudakan, bagian utara mau
menghapusnya, sedangkan bagian selatan yang punya banyak perkebunan mau
mempertahankannya.
Ellen White devoted a whole chapter in the book Fundamentals of Christian Education to the dangers of political
involvement.
And A.T. Jones had to go to Congress directly to speak against the adoption
of the Sunday Law.
And a century later this movement has revived and has captured the loyalty
of many sincere Christians.
Ellen White telah mendedikasikan satu bab penuh dalam
buku Fundamentals of Christian
Education kepada
bahayanya keterlibatan dalam politik.
Dan A.T. Jones harus datang ke Kongres untuk bicara
langsung menentang diadopsinya undang-undang hari Minggu.
Dan seabad kemudian, gerakan ini hidup kembali dan telah
mendapatkan loyalitas banyak orang Kristen yang tulus.
Now how is all of this impacting the Seventh-Day Adventist church and the
final generation that we're talking about?? There is a fascinating story in the
book of Ezra. The Israelites were rebuilding their temple after the Babylonian captivity.
And near them was a group called the Samaritans, these were the result of inter-marriage
of heathen colonists with the remnant of the ten tribes that had been left in
Galilee, and they claimed to trust the true God along with everyone else here.
And they used idols to depict God. Let's read about them in Ezra 4:1-3. “1
Now when the adversaries of Judah and Benjamin heard that the children of the
captivity builded the temple unto the LORD God of Israel; 2 Then
they came to Zerubbabel, and to the chief of the fathers, and said unto them,
‘Let us build with you: for we seek your God, as ye do; and we do sacrifice
unto Him since the days of Esarhaddon king of Assur, which brought us up
hither.’ 3 But Zerubbabel, and Jeshua, and the rest of the chief of
the fathers of Israel, said unto them, ‘Ye have nothing to do with us to build
an house unto our God; but we ourselves together will build unto the LORD God
of Israel, as king Cyrus the king of Persia hath commanded us.”
Nah, bagaimana semua ini mempengaruh gereja MAHK dan
generasi terakhir yang sedang kita bicarakan? Ada sebuah kisah menarik di kitab
Ezra. Bangsa Israel sedang membangun kembali Bait Suci mereka setelah masa
pengasingan di Babilon. Dan di dekat mereka ada satu kelompok yang disebut orang
Samaria, mereka ini adalah hasil perkawinan silang antara penjajah kafir dengan
keturunan yang tersisa dari kesepuluh suku Israel yang tertinggal di Galilea,
dan mereka mengklaim mempercayai Allah yang benar bersama dengan semua orang
lain di sana. Dan mereka menggunakan patung-patung berhala untuk menggambarkan
Allah. Mari kita baca tentang mereka di
Ezra 4:1-3, “1 Nah, ketika
musuh-musuh orang Yehuda dan Benyamin
mendengar bahwa orang-orang yang pulang dari pengasingan
itu sedang membangun bait suci bagi TUHAN, Allah Israel, 2 maka
mereka datang kepada Zerubabel serta kepada para kepala kaum keluarga dan berkata
kepada mereka, ‘Biarlah kami turut membangun bersama-sama dengan kamu, karena
kami pun berbakti kepada Allahmu sama seperti kamu; dan kami mempersembahkan kurban kepada-Nya sejak zaman Esar-Hadon,
raja Asyur, yang memindahkan kami ke mari.’ 3 Tetapi Zerubabel, dan Yesua dan semua
kepala kaum keluarga orang Israel yang lain berkata kepada mereka, ‘Kamu tidak punya urusan dengan kami dalam membangun sebuah
rumah bagi Allah kami, tetapi kami
sendirilah yang bersama-sama akan membangun
bagi TUHAN, Allah Israel, seperti yang diperintahkan kepada kami oleh Koresh,
raja negeri Persia.’…”
So their nearest neighbors offered help, and they were refused. Why would
they turn down this offer of help? Well, because they remembered something in
the book of Deuteronomy, in the Law of Moses. In Deuteronomy 7:2-4, “2
And when the LORD thy God shall deliver them before thee; thou shalt smite
them, and utterly destroy them; thou shalt make no covenant with them, nor shew
mercy unto them: 3 Neither shalt thou make marriages with them; thy
daughter thou shalt not give unto his son, nor his daughter shalt thou take
unto thy son. 4 For they will turn away thy son from following Me,
that they may serve other gods: so will the anger of the LORD be kindled
against you, and destroy thee suddenly.”
Jadi tetangga yang terdekat menawarkan bantuan, dan
mereka ditolak. Mengapa orang Israel menolak tawaran bantuan ini? Nah, karena
mereka ingat sesuatu dari kitab Ulangan, dalam Taurat Musa. Di Ulangan 7:2-4, “2 dan ketika TUHAN, Allahmu, menyerahkan mereka kepadamu, engkau harus menaklukkan mereka, dan menumpas habis mereka.
Janganlah engkau membuat perjanjian dengan
mereka, maupun mengasihani mereka. 3
Janganlah juga engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah
kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan
kauambil bagi anakmu laki-laki; 4 sebab mereka akan membuat anakmu
laki-laki berpaling dari mengikuti Aku untuk
menyembah allah-allah lain, sehingga
murka TUHAN akan disulut terhadap kamu dan membinasakan kamu dengan tiba-tiba.”
And you find the same thing described in chapter 14:2, “2
For thou art an holy people unto the LORD thy God, and the LORD hath chosen
thee to be a peculiar people unto Himself, above all the nations that are upon
the earth.”
Zerubbabel remembered these warnings. He had just returned from captivity
for ignoring these warnings. This would have brought idolatry right back into
Israel, and they had to make a choice between a very helpful alliance and
obedience to God; and they refused to enter into a covenant with idolaters.
Dan kalian temukan hal yang sama digambarkan di pasal
14:2, “2 sebab engkau adalah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, dan
TUHAN telah memilih engkau untuk menjadi
umat yang terpisah bagi DiriNya sendiri, di atas
segala bangsa yang di atas muka bumi.”
Zerubabel teringat
peringatan-peringatan ini. Dia baru saja pulang dari pengasingan gara-gara
mengabaikan peringatan-peringatan tersebut. Itu bisa membawa penyembahan
berhala langsung kembali ke bangsa Israel, dan mereka harus membuat keputusan
antara suatu aliansi yang sangat membantu dengan kepatuhan kepada Allah; dan
mereka menolak untuk membuat perjanjian dengan para penyembah berhala.
In the 1950s the leaders of the Seventh-Day Adventist church were
approached by our theological neighbors, who also believed in the authority of
Scripture and the second coming of Christ, but who rejected the claims of the
fourth commandment. They told our leaders that Christians had misjudged Adventists
as a cult and they offered to help us prove that we were genuine Christians,
and they stood at our side as friends and brothers.
Di tahun 1950an, pimpinan gereja MAHK dihubungi oleh
tetangga theologi kita, yang juga meyakini autoritas Kitab Suci dan kedatangan
kedua Kristus, tetapi yang menolak klaim dari Perintah keempat. Mereka
mengatakan kepada pimpinan kita bahwa orang-orang Kristen sudah salah menilai
orang-orang Advent sebagai suatu sekte kult, dan mereka menawarkan untuk
membantu kita membuktikan bahwa kita adalah benar-benar Kristen tulen, dan
mereka akan berdiri di pihak kita sebagai teman dan saudara seiman.
This interesting statement in Prophets and
Kings page 570 and 571, “It is not the open and avowed enemies
of the cause of God that are most to be feared.
Those who ... come with smooth words and fair speeches, apparently seeking for friendly alliance with God’s children, have greater power to deceive….
And especially today, while earth’s history is closing, the Lord requires of His children
a vigilance that knows no relaxation.” But sadly apparently our leaders did not read Ezra 4 or Deuteronomy 7 or Prophets And Kings because we gratefully
accepted the help of these Evangelical friends of ours, and we adjusted some of
our teachings to meet their requirements, and no longer then were we labeled as
a cult. Instead of rejecting their offer as Ezra did, we joined hands with our
Evangelical neighbors, and we've endured controversies and crises ever since.
Pernyataan yang menarik ini di
Prophets and Kings hal. 570 dan 571, “…Bukan
musuh-musuh yang terang-terangan dan jelas bertentangan dengan ajaran Allah
yang harus paling ditakuti. Mereka yang … datang dengan
kata-kata yang licin dan ucapan-ucapan yang indah, yang tampaknya mau menjadi
aliansi yang ramah dengan anak-akan Allah itulah yang memiliki kuasa lebih
besar untuk menyesatkan… Dan terutama hari ini, sementara sejarah dunia akan
berakhir, Tuhan minta dari anak-anakNya, suatu kewaspadaan yang tidak boleh
kendor. …” Tapi sayang ternyata pimpinan kita tidak membaca Ezra 4, maupun Ulangan 7,
atau Prophet and Kings, karena kita menerima dengan
penuh syukur bantuan dari teman-teman Evangelis kita ini, dan kita mengubah
beberapa ajaran kita untuk memenuhi
permintaan mereka. Dan kita tidak lagi dicap sebagai sebuah kult. Gantinya
menolak tawaran mereka seperti halnya Ezra, kita menggandeng tangan tetangga
Evangelis kita dan sejak itu kita telah mengalami pertentangan-pertentangan dan
krisis-krisis.
Well, what in the world does all of that have to do with Desmond Ford being
a Liberal ~ the title of this message?
After the 1950s there was much debate about whether we had done the right
thing. Some leaders opposed the book Questions on
Doctrine, and eventually it was not reprinted. And then in the late 1970s a
respected professor from Australia came on the scene in The United States, and
became a sought-after scholar in seminars and camp meetings. Desmond Ford was
making a major impact on our understanding of righteousness by faith. And Desmond
Ford was not a Liberal. He believed in the full authority of Scripture.
He quoted Ellen G. White often. He was a strong defender of the Seventh-Day
Sabbath. He was a strong health reformer. He had high standards. He exemplified
sanctified living. Desmond Ford was a conservative, but a conservative Evangelical. He
built on the foundation of our compromises in the 1950s, and he expressed
better than any before him the essential hallmarks of the Evangelical gospel,
for instance that:
ü we’re born sinners.
ü Jesus Christ did not have our nature.
ü Justification is the only requirement for salvation.
ü And no one can be completely sinless before the second coming.
Nah, apa kaitan semua ini dengan apakah Desmond Ford seorang Liberal ~ judul dari pembahasan ini?
Setelah 1950an, ada banyak perdebatan tentang apakah kita
telah melakukan hal yang benar atau tidak. Beberapa pemimpin kita tidak sepakat
dengan buku Questions on
Doctrine, dan
akhirnya buku itu tidak dicetak ulang. Kemudian di akhir 1970an, seorang
profesor yang dihormati dari Australia muncul di adegan Amerika Serikat dan
menjadi pakar yang banyak dicari dalam seminar-seminar dan camp meetings.
Desmond Ford adalah sebuah dampak yang besar pada pemahaman kita tentang
kebenaran melalui iman. Dan Desmond
Ford bukanlah seorang Liberal. Dia meyakini autoritas penuh dari
Kitab Suci. Dia sering mengutip Ellen G.White. Dia adalah seorang pembela Sabat
hari ketujuh. Dia seorang reformis kesehatan yang gigih. Dia memiliki
standar-standar yang tinggi. Dia memberi teladan hidup yang kudus. Desmond Ford adalah seorang
konservatif, tetapi konservatif Evangelis.
Dia membangun di atas fondasi kompromi-kompromi kita di tahun 1950an, dan dia
menjelaskan dengan lebih baik daripada semua pendahulunya tanda-tanda pengenal yang esensial dari injil kelompok
Evangelis, misalnya bahwa:
ü Kita dilahirkan sebagai orang
berdosa.
ü Yesus Kristus tidak memiliki
kodrat kita.
ü Pembenaran (justification)
adalah persyaratan satu-satunya untuk keselamatan.
ü Dan tidak ada yang bisa sama
sekali bebas dari dosa sebelum kedatangan kedua.
My friends, we have much more to fear from Evangelicals than from Liberals.
Who are Liberals?
ü those who deny the sixth day creation,
ü who oppose Ellen White's authority,
ü who promote gay rights.
Now, Evangelicals they're so much like us. The Evangelicals who share our values
are the ones joining hands with the
Catholics today, who would like to legislate morality, who would break
down the separation of church and state that we have enjoyed since the
beginning of our nation.
Teman-teman, kita harus lebih takut kepada golongan
Evangelis daripada golongan Liberal. Siapakah kelompok Liberal?
ü Mereka yang tidak mengakui
penciptaan enam hari,
ü yang menentang autoritas Ellen
White,
ü yang mendukung hak-hak gay.
Nah, para Evangelis itu begitu mirip kita. Orang-orang Evangelis yang punya
nilai-nilai yang sama dengan kita adalah mereka yang menggandeng tangan
kelompok Katolik hari ini, yang mau menjadikan moralitas disahkan
undang-undang, yang mau merobohkan pemisahan gereja dan pemerintahan
yang sudah kita nikmati sejak berdirinya bangsa kita.
The Evangelical
gospel appeals to the more Liberal side of Adventism.
ü Sanctification is important,
ü sinlessness is impossible,
ü we do not vindicate God
ü or hasten Christ’s coming by anything we do,
ü all standards are based on culture.
Injil Evangelis menarik
bagi sisi Adventisme yang lebih Liberal:
ü Pengudusan (Sanctification)
itu penting,
ü ketidakberdosaan itu mustahil,
ü kita tidak membela nama baik
Allah
ü maupun mempercepat kedatangan
Kristus dengan apa pun yang kita lakukan,
ü semua standar itu berdasarkan
kebudayaan.
But Evangelical
politics appeals to the conservative side of Adventism. They, the
Evangelicals are:
ü opposed to abortion and homosexuality just as we are
ü they emphasize the Ten Commandments
ü they want to get Christians elected
ü they like conservative radio and media
Tetapi politik
Evangelis menarik bagi sisi Adventisme yang konservatif. Mereka,
kelompok Evangelis itu:
ü menentang aborsi dan
homoseksualitas sama seperti kita,
ü mereka menekankan Kesepuluh
Perintah Alah,
ü mereka mau menjadikan orang
Kristen terpilih,
ü mereka suka radio dan media
yang konservatif.
My friends, Desmond Ford was a conservative
Evangelical, and his beliefs are being advanced at the highest levels of
Adventist scholarship, as witnessed by the four books published in 2018. Desmond
Ford is having much more impact on Adventism now than when he was alive.
His views are destroying the very purpose and mission of Adventism for which we
were called into existence as the remnant, which will produce the hundred forty
four thousand.
Teman-teman, Desmond Ford itu seorang Evangelis
konservatif, dan keyakinannya diunggulkan di kesarjanaan Advent tingkat yang
tertinggi, sebagaimana dibuktikan oleh keempat buku yang diterbitkan di 2018. Desmond Ford memberikan lebih
banyak pengaruh pada Adventisme sekarang daripada ketika dia masih hidup.
Pandangan-pandangannya sedang merusak justru tujuan dan misi Adventisme, untuk
mana kita dipanggil untuk eksis sebagai umat yang sisa, yang akan menghasilkan
ke-144ribu.
Conservative
Evangelicals are in the forefront to bring about the union of church and state which will result in the formation of the
image of the Beast and enforcing the mark of the Beast. And conservative
Adventists are increasingly sympathetic to their political views. We're in a
very dangerous time right now.
Evangelis yang
konservatif ada di barisan terdepan untuk mewujudkan persatuan
gereja dan Pemerintah, yang akan berakibat terbentuknya patung Binatang dan
dipaksakannya tanda Binatang. Dan Adventis
yang konservatif semakin bersimpati dengan pandangan politik mereka. Kita
sedang berada di masa yang sangat berbahaya sekarang ini.
And what do I want to do as we kind of pull together, what I’m trying to
say this evening, is to put some slides up on the screen that will help us to
identify the real differences between what is Liberal, and what is Evangelical,
so if we could get that up right now to compare the two between them.
Here are some examples of the Liberal positions versus the Evangelical
positions on various subjects.
ü On the subject of Scripture
v The Liberal
position is,
it's culturally
determined. Scripture was developed over a period of time by people in various
cultures and attitudes.
v While the
Evangelical position is,
verbal
inspiration, even the words are totally verbally inspired.
v In the Liberal
position,
Scripture is the
result of good guesses, good opinions, and God speaking in various ways, but
not authoritative.
v In the
Evangelical position,
full authority
of Scripture, absolute authority.
ü On the issues of salvation
v The Liberal
position is,
that grace is
always based on love, and love is very tolerant, and most will eventually be
saved because God is a loving God.
v While in the
Evangelical position,
all men are
condemned at birth, all men are, because of a fallen nature, condemned at that
moment, and we are saved by justification, not sanctification.
ü On the issue of prophecy
v In the Liberal
position,
there's just a
local application to the various prophecies of Daniel and Revelation, each one
is fulfilled in its time, but nothing critically important for us today. And
political guesses are the best thing that we have to go by.
v In the
Evangelical position,
dispensationalism
is the key in which each dispensation has a role to fulfill in prophetic
interpretation. And all ~ this is the key ~ all of the Old Testament prophecies
must be literally fulfilled.
ü In creation
v The Liberal position
is,
that well
yes, God did have a hand in creation,
but He let Evolution really work out the details, and that's all we can really expect.
v While in the
Evangelical position,
there are many
who believe in a literal six-day creation, and a short-age earth.
ü While regarding the second coming
v The Liberal
position is,
that we're just
gradually improving, the earth will get better slowly. We'll do what we can to ensure social growth and
things will work out all right.
v While in the
Evangelical position,
there will be
the literal return of Christ, of course with a secret rapture preceding it, and
the millennium will be the reign of Christ here on earth.
ü And finally in the area of truth and society
v The Liberal
position is,
that unity will
come through diversity. We all need to have our different opinions, and no view
is really authoritative, all views have equal weight.
v While the
Evangelical position is,
that religious
freedom is only for the Christians in dominionism, and therefore that is what
has to be protected and morality must come through legislation.
Those are the differences between the Liberal and the Evangelical
understandings of all kinds of things.
Dan apa yang ingin saya lakukan sementara kita bekerja bersama, apa yang saya coba katakan malam ini ialah menampilkan beberapa slide di layar yang akan membantu kita mengidentifikasi perbedaan-perbedaan antara apa itu Liberal dan apa itu Evangelis. Jadi jika kita bisa tayangkan sekarang untuk membandingkan antara keduanya?
Di sini ada beberapa contoh posisi Liberal versus posisi Evangelis
mengenai beberapa topik.
ü Mengenai Kitab Suci
v Posisi kelompok Liberal ialah,
itu ditentukan oleh kebudayaan. Kitab Suci dibuat dalam
satu periode waktu oleh orang-orang dari pelbagai kebudayaan dan sikap.
v Sementara posisi kelompok Evangelis ialah,
Kitab Suci itu ilham verbal, bahkan kata-katanya itu
seluruhnya diilhami secara verbal.
v Di posisi kelompok Liberal,
Kitab Suci adalah hasil dari tebakan-tebakan jitu, dan
pendapat-pendapat bagus, dan Allah berbicara dalam pelbagai cara, tetapi tidak
secara autoritatif.
v Di posisi Evangelis,
Kitab Suci punya kuasa penuh, kuasa mutlak.
ü Mengenai isu keselamatan
v Posisi kelompok Liberal ialah,
kemurahan itu selalu berdasarkan kasih, dan kasih itu
sangat toleran, dan mayoritas pada akhirnya akan diselamatkan karena Allah
adalah Allah yang pengasih.
v Sementara posisi kelompok Evangelis,
semua orang sudah terkutuk saat lahir, karena memiliki
kodrat berdosa semua orang sudah terkutuk pada waktu itu, dan kita diselamatkan
oleh pembenaran, bukan pengudusan.
ü Mengenai isu nubuatan
v Di posisi kelompok Liberal,
hanya ada aplikasi lokal dari pelbagai nubuatan di kitab
Daniel dan kitab Wahyu, masing-masing digenapi di zamannya sendiri, tetapi
tidak ada yang benar-benar penting buat kita sekarang. Dan tebakan politis
adalah yang terbaik yang bisa kita pegang.
v Di posisi kelompok Evangelis,
dispensasionalisme adalah kuncinya, di mana setiap
dispensasi (zaman) ada peranan yang harus digenapi dalam intepretasi nubuatan.
Dan semua ~ inilah kuncinya ~ semua nubuatan Perjanjian Lama harus digenapi
secara literal.
ü Mengenai penciptaan
v Posisi kelompok Liberal ialah,
nah, iya Allah punya peranan dalam penciptaan, tetapi Dia
membiarkan Evolusi yang membereskan detailnya, dan hanya itulah yang bisa kita
harapkan.
v Sementara posisi kelompok Evangelis,
ada banyak yang meyakini penciptaan 6 hari literal, dan
usia dunia yang singkat.
ü Sementara mengenai kedatangan kedua
v Posisi kelompok Liberal ialah,
sekarang ini kita baru perlahan-lahan menjadi lebih baik,
perlahan-lahan dunia akan menjadi lebih baik. Kita lakukan apa yang kita bisa
untuk memastikan pertumbuhan sosial dan semuanya nanti akan beres sendiri.
v Sementara posisi kelompok Evangelis di sini,
kedatangan kembali Kristus secara literal akan terjadi,
tentu saja didahului oleh pengangkatan rahasa (secret
rapture), dan Millenium adalah Kristus
memerintah di bumi di sini.
ü Dan akhirnya di bidang kebenaran dan masyarakat
v Posisi kelompok Liberal ialah,
persatuan akan dihasilkan dari perbedaan. Kita semua
boleh punya pendapat kita sendiri yang berbeda, dan tidak ada pandangan yang
benar-benar autoritatif, semua pendapat punya bobot yang sama.
v Sementara posisi kelompok Evangelis ialah,
kebebasan beragama itu hanya bagi kelompok Kristen dalam
dominionisme**, dan oleh karena itu, itulah yang harus dilindungi dan moralitas
harus dihasilkan oleh undang-undang.
Inilah perbedaan-perbedaan pemahaman antara yang Liberal
dan Evangelis tentang semua hal itu.
** dominionisme = ideologi
politik sekelompok orang Kristen yang bertujuan membentuk satu negara yang
diperintah oleh Kekristenan sesuai pemahaman mereka tentang hukum-hukum di
Alkitab.
Now let's double check. Let's see what the real Adventist position is on these
very same subjects. If we can have the next slide.
ü Regarding Scripture.
We do not
believe in verbal inspiration. We believe in thought inspiration. But we
also believe in the full authority of Scripture just as the Evangelicals do.
ü Regarding salvation
We believe in justification
and sanctification as part of the saving process. No one taking
priority over the other. So we're closer to the Evangelical position on that,
but not the same.
ü In prophecy
We are dealing
with a consistent
method of interpreting history throughout its plan as God reveals that
to us, and that we must put all of them together to form a picture of the end
of time.
ü Creation
Obviously a six-day
creation and a short age earth.
ü And regarding the second coming
A literal
second coming, but no secret rapture and no millennial reign on earth
only in heaven.
ü And finally in truth and society
Religious freedom is for all, not just those that agree with us. And truth must
be permeated and promoted by persuasion.
Sekarang mari kita cek ulang. Mari kita lihat apa posisi Advent yang sesungguhnya
mengenai topik-topik yang sama ini. Jika kita bisa melihat tayangan berikut.
ü Tentang Kitab Suci
Kita tidak meyakini ilham diberikan secara verbal. Kita
meyakini ilham diberikan melalui pikiran.
Tetapi kita juga meyakini autoritas
penuh Kitab Suci, sama seperti kelompok Evangelis.
ü Tentang
keselamatan
Kita meyakini pembenaran
(justification) dan pengudusan (sanctification) sebagai bagian dari proses penyelamatan. Tidak ada
yang lebih tinggi prioritasnya daripada yang lain. Jadi kita lebih
dekat ke posisi kelompok Evangelis tentang ini, namun tidak sama.
ü Tentang nubuatan
Kita memakai metode
yang konsisten dalam menginterpretasi sejarah sepanjang
rancangannya yang diungkapkan Allah kepada kita, dan kita harus menggabungkan
semuanya menjadi satu untuk membentuk sebuah gambar akhir masa.
ü Penciptaan
Sudah jelas Penciptaan
6 hari dan bumi
yang pendek usianya.
ü Dan tentang kedatangan kedua
Kedatangan kedua yang literal, tetapi tanpa adanya pengangkatan
rahasia maupun pemerintahan Millenial di bumi, hanya di Surga.
ü Dan akhirnya tentang kebenaran dan masyarakat
Kebebasan beragama
itu bagi semua orang, bukan hanya bagi mereka yang setuju dengan kita. Dan kebenaran harus ditanamkan dan
diperkenalkan dengan persuasi.
So Seventh-Day
Adventism is different obviously from the Liberal perspective, but it is also
very different from the Evangelical perspective, even though it sounds in
many cases like the same. And that's why we have seen Evangelicalism as a friend, when
it may
be our most deadly enemy that we have ever faced.
Jadi MAHKisme jelas
berbeda dari perspektif Liberal, tetapi juga sangat berbeda dari perspektif
Evangelis walaupun dalam banyak hal sepertinya sama. Dan itulah
mengapa kita pernah memandang Evangelisme
sebagai teman, padahal itu mungkin
adalah musuh kita yang paling mematikan yang pernah kita hadapi.
I want now to take a look at some statements in the book Great Controversy that are extremely important to understand here. If we can see those slides as
well?
When will the lamb speak as a dragon? That's the question. When will this
Republican democracy that came into existence, begin to speak with the voice of
Satan? These are statements from Great
Controversy pages 443-445 and the and 592.
Sekarang saya mau kita melihat beberapa pernyataan di
buku Great Controversy yang sangat penting untuk
dipahami di sini. Jika kita bisa melihat slide itu ditayangkan juga? Kapankah
domba itu akan bicara seperti naga? Itulah pertanyaannya. Kapan
demokrasi Republik yang muncul dalam eksistensi ini mulai bicara dengan suara Setan? Inilah
pernyataan-pernyataan dari Great Controversy
hal. 443-445 dan bagian akhir 592.
“Christ
is waiting with longing desire for the manifestation of Himself in His church. When
the character of Christ shall be perfectly reproduced in His people, then He
will come to claim them as His own.” Now of course
that's Christ’s Object Lessons 69.
“Kristus sedang menunggu dengan kerinduan besar untuk
terwujudnya DiriNya Sendiri di dalam gerejaNya. Ketika karakter Kristus akan direproduksi
dengan sempurna pada umatNya, maka Dia akan datang untuk mengklaim mereka
sebagai milikNya Sendiri. ” Nah, tentu saja ini Christ’s Object Lessons hal. 69.
Let's go to the next slide. “Protestant churches that have followed in
the steps of Rome by forming alliance with worldly
powers have manifested a similar desire
to restrict liberty of
conscience…” notice what churches she's talking about: Protestant churches. So apostasy
in the church will prepare the way for the image to the Beast in
Protestant churches.
Mari kita ke slide berikutnya, “…Gereja-gereja
Protestan yang telah mengikuti jejak Roma yang membentuk aliansi dengan
kekuasaan dunia, telah menunjukkan keinginan yang sama untuk mengekang
kebebasan hati nurani.” (Great Controversy hal. 443)
Simak gereja-gereja mana yang
dibicarakan Ellen White: gereja-gereja Protestan. Berarti kemurtadan dalam gereja akan mempersiapan
jalan bagi patung Binatang di
gereja-gereja Protestan.
Next slide. “The Bible declares that
before the coming of the Lord there will exist a state of religious declension similar to that in the first centuries…” and that was all about compromise, that was all about coming together with
our neighbors. “But there has been for years, in
churches of the Protestant faith, a strong
and growing sentiment in favor of a
union based upon common points of doctrine…” Notice in churches of the Protestant faith. She has a lot to say about the Catholic role in all of the things that are
happening in the world and the end time, but we're talking about the image of
the Beast, we're talking about what is happening in this country, when the lamb
will speak as a dragon.
Slide berikutnya. “…Alkitab menyatakan bahwa sebelum kedatangan
Tuhan akan ada suatu kondisi kemerosotan beragama yang mirip dengan apa yang
terjadi di abad-abad yang mula-mula…” dan itu semua gara-gara kompromi, itu semua karena menyatu dengan tetangga
kita (Evangelis) “…Namun begitu, selama bertahun-tahun di
dalam gereja-gereja Protestan, semakin berkembang suatu sentimen yang kuat ke
arah terbentuknya satu persatuan yang berdasarkan poin-poin doktrin yang sama.
…” (Great Controversy hal. 444) Simak, di dalam gereja-gereja Protestan. Ellen White bicara banyak tentang
peranan Katolik dalam segala hal yang terjadi di dunia dan pada akhir masa,
tetapi kita sedang bicara tentang patung Binatang, kita sedang bicara tentang
apa yang akan terjadi di negeri ini ketika si domba akan bicara seperti naga.
Next slide, “… To secure such a union, the discussion of subjects upon which all were not agreed—however important they might be
from a Bible standpoint—must necessarily be waived…”
just as in the Samaritan-Israelite
issues of Ezra's time and Nehemiah's time.
Slide berikut. “…Untuk mencapai
persatuan seperti ini, diskusi tentang topik-topik yang tidak disetujui oleh
semua, betapa pun pentingnya dari sudut pandang Alkitab, harus ditinggalkan…” sama seperti isu-isu
Samaria-Israel di zaman Ezra dan Nehemia.
“The
ministry of the …” now watch the words very carefully
here, “The ministry of the Evangelical Protestant denominations is not only formed all the way up under a tremendous pressure of merely human fear, but they live, and move, and breathe
in a state of things radically corrupt, and appealing
every hour to every baser element of
their nature to hush up the truth, and bow the knee to the power of apostasy.” Let's hold on that just a moment. The Evangelical Protestant denominations
move in a state of things radically corrupt and appealing to every baser
element of their nature, to hush up the truth. Yes, Liberal teachings right now are causing
a great furor in America, but the Liberal teachings are only firing
the flame of those who really believe that this is going to be done,
because we just have to take a stand, we have to fight against the Liberal teachings,
and therefore the battle will be fought.
“…Ministri dari…” sekarang simak kata-katanya dengan sangat seksama di sini, “…Ministri dari
denominasi-denominasi Protestan Evangelis tidak hanya dibentuk terus ke atas di
bawah tekanan yang hebat dari ketakutan manusia, tetapi mereka hidup dan bergerak,
dan bernafas dalam kondisi hal-hal yang rusak secara radikal, dan setiap jam
menarik bagi setiap unsur yang lebih rendah dari kodrat
mereka untuk membungkam kebenaran, dan bertekuk lutut kepada kuasa
kemurtadan…” (Great Controversy hal. 445) Mari kita renungkan itu sejenak. Denominasi-denominasi Protestan Evangelis
bergerak dalam kondisi hal-hal yang rusak secara radikal dan menarik bagi setiap
unsur yang
lebih rendah dari sifat alami mereka, untuk membungkam
kebenaran. Ya, ajaran-ajaran
Liberal sekarang ini sedang menimbulkan kemarahan besar di Amerika,
tetapi ajaran-ajaran Liberal ini hanya mengobarkan
api orang-orang yang sesungguhnya meyakini bahwa ini harus dilakukan, karena kita
harus menentukan sikap, kita
harus melawan ajaran-ajaran Liberal, dan oleh karena itu
pertempuran itu akan dilakukan.
And then the final statement, “When the leading
churches of the United
States, uniting upon such points of
doctrine as are held by them in
common, shall influence the state to enforce
their decrees and to sustain
their institutions, then Protestant
America will have formed an image of the Roman hierarchy, and the infliction of civil penalties
upon dissenters will inevitably
result.”
Lalu pernyataan
terakhir, “…Ketika gereja-gereja terkemuka di Amerika Serikat, bersatu dalam poin-poin doktrin mereka yang
sama, lalu mempengaruhi negara untuk menjalankan keputusan-keputusan mereka dan
mendukung institusi-institusi mereka, maka Amerika Protestan telah membentuk
patung hierarki Roma, dan pemberlakukan hukuman sipil atas mereka yang tidak
menurut akan menjadi akibat yang tidak terelakkan.” (Great Controversy hal. 445)
There we have the inspired statements that say how the image of the Beast
will be formed. The image of the Beast represents that form of apostate
Protestantism, which will be developed when the Protestant churches
shall seek the aid of the civil power for the enforcement of their dogmas.
All of these statements have nothing to do with the Catholic church, that's another
issue. All of these statements have to do with how the image of the Beast will
be formed, how we will be forced into the ~ what is called ~ “The Little Time
Of Trouble”, how the Sunday Laws will be
developed, and how at this point we have got to make a decision.
Di sinilah kita melihat pernyataan-pernyataan yang
diilhami, yang mengatakan bagaimana patung Binatang itu akan dibentuk. Patung Binatang
mewakili bentuk Protestantisme murtad, yang akan dibentuk ketika gereja-gereja Protestan minta bantuan
kekuasaan sipil untuk memberlakukan dogma-dogma mereka. Semua
pernyataan ini tidak ada kaitannya dengan gereja Katolik, itu adalah isu yang
lain. Semua pernyataan ini berkaitan dengan bagaimana patung Binatang itu akan
terbentuk, bagaimana kita akan dipaksa untuk masuk ke ~ apa yang disebut ~
“Masa Kesukaran Kecil”, bagaimana undang-undang hari Minggu akan dibentuk, dan
bagaimana pada saat itu kita harus membuat keputusan.
Political corruption is destroying love of justice and regard for truth, and
even in
free America rulers and legislatures in order to secure public favor will yield
to the popular demand for a Law enforcing Sunday observance. Please
note that very carefully. The Laws which will come down upon us will not come
from the top down, they will come from the bottom up, they will come from those
meeting in churches around the land who have been conservative Evangelicals,
just as Desmond Ford was. Desmond Ford has been far more dangerous to
Seventh-Day Adventism than those who have taken Liberal positions in Adventism,
and the
Evangelical conservative churches are far more dangerous to us as a people in
The United States than any Liberal excesses which we see all around us
today. Neither are from God, both are from Satan, but one of these is
going to bring us into the time of trouble such as never was since there was a
nation, and that is where our greatest enemy lies. We need to identify the problem. We need to
identify where our greatest enemy will come from, and in what way.
Kerusakan politis sedang menghancurkan cinta akan
keadilan dan penghargaan bagi kebenaran, dan bahkan di Amerika negara yang bebas,
demi mendapatkan dukungan publik, para pemimpin dan badan legislatif akan
tunduk kepada tuntutan yang populer untuk membuat sebuah undang-undang
memberlakukan pemeliharaan hari Minggu. Perhatikan itu dengan sangat seksama. Undang-undang itu
akan datang kepada kita bukan dari atas ke bawah, melainkan datang dari bawah
ke atas. Undang-undang itu akan datang dari mereka yang bertemu di dalam
gereja-gereja di sekeliling negeri yang tadinya adalah kelompok Evangelis
konservatif, sama seperti Desmond Ford. Desmond Ford itu jauh lebih berbahaya
bagi MAHK daripada mereka yang berada di posisi Liberal dalam Adventisme, dan gereja-gereja Evangelis
konservatif itu jauh lebih berbahaya bagi kita sebagai umat yang di Amerika
Serikat daripada
ekses Liberal yang kita lihat di seputar kita sekarang ini. Tidak ada yang
berasal dari Allah, kedua-duanya
berasal dari Setan, tetapi salah satu dari mereka akan membawa
kita masuk ke masa kesukaran seperti yang belum pernah ada sejak adanya suatu
bangsa, dan di situlah musuh kita yang paling besar. Kita perlu
mengidentifikasi masalahnya. Kita
harus mengidentifikasi dari mana musuh kita yang terbesar akan datang dan
dengan cara apa.
So that's why I wanted to share these statements with you, and this
presentation. The great principle of religious freedom in The United States is going to
be challenged by those who believe in the Word of God, by those who
believe in the second coming of Christ, by those who believe that the excesses
of our society are deadly, and they are wrong. And we need to know what we
believe, why we believe it, and where the threat is going to be coming from.
Let's pray.
Jadi itulah mengapa saya mau membagikan
pernyataan-pernyataan ini dan presentasi ini kepada kalian. Prinsip agung kebebasan beragama di Amerika
Serikat akan ditantang oleh mereka yang meyakini Firman Allah,
oleh mereka yang meyakinikedatangan kedua Kristus, oleh mereka yang meyakini
ekses-ekses masyarakat kita itu mematikan, dan mereka salah. Dan kita harus
tahu apa yang kita yakini, mengapa kita meyakini itu, dan dari mana ancaman itu
akan datang.
Mari kita berdoa.
21 02 24