THE
FINAL GENERATION SYMPOSIUM
Part 20/32 – Kevin Paulson
PERFECTION IN SCRIPTURES AND THE
WRITINGS OF ELLEN WHITE
https://www.youtube.com/watch?v=DKTF9UC57dw&list=PLIWJyuxBfZ7i2O8wOtdyuCvOndkH4jq9L&index=20
Dibuka dengan doa
I think it was Dwight L. Moody who
once said that Christians are far more afraid of “perfection” than they are of “sin”.
I’m afraid that's still true today, even in some circles within the Seventh-Day
Adventist church. But in this presentation we are going to examine the
definition of such terms as “perfection” and “sinlessness” as they are found in
Scripture and in the writings of Ellen G. White. But before we do this, what we
want to clarify is what the inspired pen does not mean by such terms as “sinless”
and “sinlessness” when speaking of earthly saints.
Saya kira Dwight L. Moody-lah yang pernah mengatakan
bahwa orang Kristen itu lebih takut kepada
“kesempurnaan” daripada kepada “dosa”. Sayangnya itu masih benar hingga
hari ini, bahkan di beberapa lingkaran di dalam gereja MAHK. Tetapi di
presentasi ini, kita akan menyimak istilah-istilah seperti “kesempurnaan” dan
“ketidakberdosaan” seperti yang terdapat dalam Kitab Suci dan tulisan-tulisan
Ellen White. Tetapi sebelumnya, yang ingin kami jelaskan ialah, apa yang tidak dimaksudkan
oleh pena inspirasi dengan istilah-istilah “tanpa dosa” dan “ketidakberdosaan”
ketika berbicara tentang orang-orang saleh di dunia.
1. these terms do not mean that those who through God's power have achieved the
level of victory prior to probation's close, that we are talking about, that they have never sinned at any point during their past lives.
The Bible is
very clear that “all have sinned
and come short of the glory of God”. So when we talk about someone being sinless at any time on this earth,
we're not talking about someone who has never sinned, we're talking about people who
through God's power have gained the victory over sin.
2. When the inspired pen uses these words “perfection” and “sinlessness” or
“sinless”, it does not refer to the destruction of humanity's fallen nature prior to
the second coming of Christ. We've talked about that a number of times
already.
The Spirit of Prophecy writings are clear
that fleshly
urges to do wrong remain with the sanctified Christian, conquered but still
present till Jesus returns. Remember what Ellen White says in the
statement that we have quoted before in some of the other presentations.
Acts of the Apostles page 560. Ellen White
says, “So long as Satan reigns, we shall have self to subdue, besetting sins to overcome…”
In Counsels
To Teachers page 20 another statement that we've looked at, “Appetite and passion must be brought under the control of
the Holy Spirit.
There is no end to the warfare this side of eternity….”
Prophets And Kings page 84, “So long as life shall
last, there will be need of guarding
the affections and the passions
with a firm purpose. Not one moment can we be secure except as
we rely upon God, the life hidden with Christ.”
3. As to what “sinless” and “sinlessness” do not mean in the inspired
writings.
Sinless obedience does not refer to
austere man-made rules which
unfortunately have marred the pursuit of holiness at times by many Christians
including tragically some Seventh-Day Adventists. The Bible, Spirit of Prophecy
teaching of sinless perfection neither embraces nor condones such conduct.
4. Sinless perfection as anticipated by the inspired writings for the earthly
believer does
not refer to a state in which no errors in judgment
~ such as the
wrongful assessment of a particular situation,
or individual or proposed course of action or mental miscalculations, as
for example in mathematics ~ are made. All sins are mistakes as my
father used to say, but not all mistakes are sins.
5. The Christian who by God's grace achieves sinless
conduct here on earth will not be aware of this achievement when it
happens.
While every
Christian can know when and if they have made progress in the struggle against
sin, only
God knows when the expulsion of sin from the heart is complete. You
know, we can know if we've made progress in our struggle against evil; you
know, if we used to swear and we don't swear anymore, if we used to lose our
temper and we don't do that anymore, if we used to cherish hostility against
people of different races or ethnicities and by God's grace we don't anymore,
we can know if we've made progress, but only God knows when that progress is complete.
Remember in 1 Kings 8:39, “39 … Thou, even Thou only,
knowest the hearts of all the children of men.” Thus it is only God who can say, “Here are they
that keep the commandments of God and the faith of Jesus.”
1.
Istilah-istilah ini tidak
berarti bahwa mereka yang oleh kuasa Allah telah mencapai
tahap kemenangan sebelum tutupnya pintu kasihan yang sedang kita bicarakan,
bahwa mereka ini tidak
pernah berbuat dosa sama sekali dalam hidup
mereka di masa lampau.
Alkitab sangat jelas bahwa “semua
orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah” (Roma 3:23). Jadi bilamana kita bicara tentang seseorang yang tidak
berdosa di tahap mana pun dari kehidupannya di dunia, kita tidak sedang bicara
tentang seseorang yang tidak pernah berbuat dosa sama sekali, tapi kita bicara tentang orang yang oleh kuasa Allah telah
mendapatkan kemenangan atas dosa.
2.
Ketika pena inspirasi memakai kata “kesempurnaan” dan
“ketidakberdosaan” atau “tanpa dosa”, itu tidak mengacu kepada dilenyapkannya
kodrat manusia yang telah jatuh dalam dosa sebelum kedatangan kedua Kristus.
Ini sudah pernah dibicarakan beberapa kali.
Tulisan-tulisan Roh Nubuat itu jelas bahwa nafsu-nafsu daging untuk berbuat
salah tetap ada pada orang-orang Kristen yang dikuduskan,
nafsu-nafsu tersebut sudah
ditaklukkan tetapi masih tetap ada hingga kedatangan kembali Yesus.
Ingat apa kata Ellen White dalam pernyataannya yang sudah kita kutip sebelumnya
dalam presentasi-presentasi yang lain.
Acts of the Apostles
hal. 560 Ellen White
berkata, “…Selama Setan berkuasa, diri kita sendiri
masih harus ditaklukkan, dosa-dosa yang tak ada habisnya masih harus dikalahkan
…”
Counsels to Teachers
hal. 20, pernyataan
lain yang sudah kita simak, “…Selera
makan dan nafsu harus ditaklukkan di bawah kendali Roh Kudus. Peperangan belum
ada akhirnya di dunia yang sekarang ini…”
Prophets and Kings hal. 84, “…Selama hidup belum berakhir, perasan hati dan dorongan
nafsu selalu perlu dijaga dengan satu tujuan yang kokoh. Tidak sedetik pun kita bisa aman
kecuali jika kita bersandar pada Allah, hidup yang terlindung bersama Kristus.”
3.
Apa yang tidak dimaksud
oleh “tanpa dosa” dan “ketidakberdosaan” dalam
tulisan-tulisan inspirasi.
Kepatuhan tanpa dosa tidak mengacu kepada peraturan-peraturan ketat buatan
manusia, yang sayangnya terkadang telah merusak upaya
mencapai kekudusan banyak orang Kristen
termasuk tragisnya juga oleh beberapa orang MAHK. Ajaran Alkitab dan Roh Nubuat
tentang kesempurnaan tanpa dosa, tidak memakai maupun membenarkan praktek
seperti itu.
4.
Kesempurnaan tanpa dosa seperti yang diantisipasi oleh tulisan-tulisan
inspirasi bagi orang-orang percaya, tidak
mengacu kepada tidak adanya kesalahan dalam
membuat penilaian/perkiraan
~ misalnya salah menilai suatu
situasi tertentu, atau individu tertentu, atau arah tertentu yang diajukan,
atau kalkulasi mental yang salah misalnya dalam matematika. Semua
dosa adalah kesalahan, menurut kata ayah saya, tetapi tidak semua kesalahan
itu dosa.
5.
Orang Kristen yang oleh karunia Allah
mencapai tabiat tidak berdosa di dunia tidak
akan menyadari pencapaian ini ketika itu terjadi.
Sementara setiap orang Kristen
bisa tahu kapan dan jika dia telah mencapai kemajuan dalam pergumulannya dengan
dosa, tapi hanya Allah yang
tahu kapan semua dosa sudah terbuang dari hatinya secara tuntas. Kalian tahu, kita bisa mengetahui jika kita sudah mendapat kemajuan dalam
pergumulan kita dengan kejahatan; jika tadinya kita sering maki-maki dan kita
tidak maki-maki lagi; jika kita tadinya suka marah dan kita tidak marah lagi;
jika kita suka punya rasa tidak senang terhadap orang-orang dari suku atau etnis
yang berbeda dan oleh rahmat Allah kita tidak lagi, kita bisa tahu jika kita
telah mendapat kemajuan; tetapi hanya
Allah yang tahu kapan kemajuan itu komplet. Ingat di 1 Raja
8:39, “karena Engkau sajalah yang mengenal hati semua anak
manusia”. Maka hanya Allah yang bisa berkata, “inilah mereka yang memelihara perintah-perintah Allah
dan iman Yesus.” (Wahyu 14:12)
Now put simply such words as “sinless”, “sinlessness”, “sinless living”, “sinless obedience”, “sinless perfection”
refer to the removal from the Christian's life through God's power of all
sinful choices in thought, word, or deed. Nothing more.
Nah,
mudahnya, kata-kata seperti “tanpa
dosa”, “ketidakberdosaan”, “hidup tanpa dosa”, “kepatuhan tanpa dosa”,
“kesempurnaan tanpa dosa” mengacu kepada disingkirkannya semua pilihan yang berdosa
dalam pikiran, perkataan, atau perbuatan dari kehidupan
Kristen melalui kuasa Allah. Itu saja.
Now, perhaps the best place to begin our consideration of the topic titled
Christian or rather Perfection Theology as taught in Scripture and the writings
of Ellen G. White is to begin with our Lord's statement in Matthew 5:48. This
is a passage we're all familiar with, perhaps the most famous Bible verse on
the subject of character perfection. Matthew 5:48, “48 Be ye therefore perfect,
even as your Father which is in heaven is perfect”.
Now some Adventists in modern times have
insisted that the word “perfect” in this and similar passages does not
refer to the total absence of sin, but rather as one author has stated,
a
relative state of growing maturity. But let's stop and think about that for just
a moment, shall we? Jesus is saying in this verse, “48 Be ye therefore perfect,
even as your Father which is in heaven is perfect”. We need to ask is God the Father absolutely sinless
or is He simply experiencing a relative state of growing maturity? There is no
way that this verse makes sense if it is made to refer to spiritual maturity,
or even to love as some people have alleged. Can any created being be as spiritually
mature as God the Father or as loving? Not even the sinless angels can
do that, we talked about that when we spoke about the subject of Ellen White's
statement, we cannot equal the Pattern but we should copy it.
Nah, mungkin
tempat yang terbaik untuk memulai pertimbangan kita pada topik Theologi
Kesempurnaan sebagaimana yang diajarkan di Kitab Suci dan tulisan-tulisan Ellen
G. White ialah mulai dengan pernyataan Tuhan kita di Matius 5:48. Ini
adalah ayat yang kita semua kenal, bahkan mungkin ayat Alkitab yang paling
terkenal tentang topik kesempurnaan karakter. Matius 5:48, “Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama
seperti Bapamu yang di sorga itu sempurna.”
Nah, beberapa orang Advent di zaman modern ngotot mengatakan
bahwa kata “sempurna” di sini dan di ayat-ayat serupa, tidak mengacu kepada lenyapnya
dosa secara keseluruhan, melainkan seperti yang dikatakan salah
seorang penulis, itu adalah suatu
kondisi bertumbuhnya kematangan. Tetapi marilah
kita berhenti dan merenungkan ini sejenak. Yesus mengatakan di ayat ini, “Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama
seperti Bapamu yang di sorga itu sempurna.” Kita harus bertanya, apakah Allah Bapa mutlak tanpa dosa atau Dia
hanya mengalami suatu kondisi relatif pertumbuhan kematangan? Ayat ini sama
sekali tidak masuk akal jika dikatakan mengacu kepada kematangan spiritualitas
atau bahkan kepada kasih seperti yang dikatakan beberapa orang. Bisakah makhluk ciptaan mana pun
secara spiritual menjadi sematang Allah Bapa atau
semengasihi Allah Bapa? Bahkan
malaikat-malaikat yang tidak berdosa pun tidak bisa berbuat
begitu, kita sudah bicara tentang ini saat kita bicara tentang pernyataan Ellen
White bahwa kita tidak bisa
menyamai Sang Pola, tetapi kita harus meniruNya.
There are about eight different
statements where she uses that or similar language, she's talking about
infinite humiliation that Jesus experienced and how we can't equal that, neither
of course can the sinless angels. Let's look at how even the angels in heaven
didn't completely understand the plan of salvation until the cross or at least the depth of Lucifer's wickedness
until he caused the death of the Son of God.
Desire Of Ages page 761, “By shedding
the blood of the Son of
God, he…” that is Satan “…had uprooted himself from the sympathies
of the heavenly beings…The
last link of sympathy between Satan and the heavenly world was broken.”
Ada sekitar
delapan pernyataan berbeda di mana Ellen White menggunakan bahasa itu atau yang
mirip itu, dia bicara tentang penghinaan tidak terbatas yang dialami Yesus dan
bagaimana kita tidak bisa menyamai itu, begitu juga para malaikat yang tidak
berdosa. Mari kita simak bagaimana para malaikat di Surga tidak seluruhnya
mengerti rencana keselamatan hingga salib terjadi, atau setidaknya mereka tidak
memahami dalamnya kejahatan Lucifer hingga dia menyebabkan kematian Anak Allah.
Desire of Ages
hal. 761, “…Dengan
mencurahkan darah Anak Allah, dia…” maksudnya Setan, “…telah mencabut dirinya dari simpati
makhluk-makhluk surgawi. Rantai simpati yang terakhir antara Setan dan dunia
surgawi pun putus.”
Christ Triumphant page 11, “In the latter act…” that is the
murder of the Son of God “…Satan uprooted himself
from the affection of the loyal universe.
In the death of the Son of God the deceiver was unmasked.”
(Letter 16a, 1892)
Christ
Triumphant hal. 11,
“…Di tindakannya yang belakangan…”
yaitu pembunuhan Anak Alah, “…Setan
menyebabkan dirinya tercabut dari rasa sayang alam semesta yang setia. Dalam
kematian Anak Allah, si penipu topengnya terkuak.” (Letter 16a, 1892).
Now it's important to understand that
sinless beings have no need of grace, Ellen White tells us this in the book In Heavenly Places page 34, “…God loves the sinless angels,
who do His service and are obedient to all His commands,
but He does not give them grace. These heavenly beings know nought of grace…” So
according to Ellen White, sinless
beings who she says don't need grace or God's forgiveness,
have nevertheless at times fallen short in their understanding of the issues in
the great controversy.
Nah, adalah penting untuk
memahami bahwa makhluk-makhluk tak berdosa tidak memerlukan rahmat, Ellen White
mengatakan kepada kita tentang ini di buku In Heavenly Places
hal. 34. “…Allah mengasihi para malaikat yang tidak bedosa, yang
melayani Dia dan patuh kepada semua PerintahNya, tetapi Dia tidak memberi
mereka rahmat. Makhluk-makhluk surgawi ini tidak tahu apa-apa tentang rahmat…” Jadi menurut Ellen White, makhluk-makhluk
tidak berdosa yang menurut Ellen White tidak membutuhkan rahmat atau pengampunan Allah,
namun
demikian terkadang mereka gagal memahami isu-isu
pertentangan besar.
One finds it very difficult to
harmonize these statements with a view of the Law's requirements, which leaves
no room for any kind of omission or less than perfect perception. And there are
people who teach this. Many who oppose Last Generation Theology believe that
any misperception, anything less than flawless ~ and we're not talking about
sin here ~ anything less than flawless, they believe is sin.
Desmond Ford used to say the choice
of a lesser good in any area is sin. Well, folks, there is nothing in the Bible
that upholds that definition of sin. Nothing in the writings of the Spirit of
Prophecy either. That is a totally human fabrication. There is nothing in the
inspired writings that upholds that particular teaching.
But these statements that we've been
looking at, help us understand what Ellen White means.
Sangatlah sulit untuk menyelaraskan pernyataan-pernyataan ini dengan sudut pandang dari tuntutan Hukum, yang tidak memberikan ruang untuk kekurangan
apa pun atau persepsi yang kurang dari sempurna. Dan ada orang-orang yang
mengajarkan ini. Banyak yang menentang Theologi Generasi Terakhir meyakini
bahwa konsep yang salah apa pun, apa pun yang kurang dari sempurna ~ dan di
sini kita tidak bicara tentang dosa ~ apa pun yang kurang dari sempurna, mereka
yakini itu dosa.
Desmond Ford
dulu suka berkata bahwa memilih kebaikan yang lebih kecil
dalam bidang apa pun, adalah dosa. Nah, Saudara-saudara, di Alkitab tidak ada
apa pun yang menunjang definisi dosa yang demikian. Juga tidak dalam
tulisan-tulisan Roh Nubuat. Ini sepenuhnya karangan manusia. Tidak ada dalam
tulisan-tulisan yang diinspirasi yang mendukung ajaran tersebut.
Tetapi
pernyataan-pernyataan yang sedang kita simak ini, membantu kita memahami apa
yang dimaksud Ellen White.
In
another statement that some have used to try to prove that these saints
during the time of trouble are still sinning. This one is from Our High Calling page 321, “The time of
trouble is the crucible that is to bring out Christ-like
characters. It is designed to lead the people of God to renounce Satan and his temptations. The last conflict
will reveal Satan to them in his true character, that of a
cruel tyrant, and it will do for them what nothing
else could do, uproot him entirely from their affections.”
Dalam pernyataan lain yang
dipakai beberapa orang untuk mencoba membuktikan bahwa selama masa Kesukaran
Besar orang-orang saleh, masih tetap berbuat dosa. Yang ini dari Our High Calling
hal. 321. “…Masa Kesukaran Besar adalah alat pemurni (cawan lebur) untuk memunculkan
karakter-karakter yang mirip Kristus. Itu dirancang untuk menuntun umat Allah
untuk menolak Setan dan godaan-godaannya. Konflik yang terakhir akan menyatakan
kepada mereka Setan dalam karakternya yang asli, yaitu tiran yang kejam, dan
itu akan menghasilkan pada mereka apa yang tidak bisa dihasilkan hal lain,
yaitu mencabut Setan sepenuhnya dari rasa sayang mereka.”
Now some people say this means, well
the saints during the time of trouble are still sinning. But remember what we
saw a moment ago from Christ Triumphant page 11
where it says
“In the latter act…”
that is the murder of Christ, “…Satan
uprooted himself from the affection of the loyal universe.
In the death of the Son of God the deceiver was unmasked.”
(Letter 16a, 1892). But obviously these angels weren't sinning
when they did this, and so we have to understand that even the saints during the time of trouble
who are free from sin, will still recognize ~ and we're going to talk about this tomorrow
~ they will still need to demonstrate total
dependence upon God, and no dependence whatsoever on earthly support
systems.
Nah, beberapa
orang berkata, ini artinya orang-orang saleh selama Masa Kesukaran Besar masih
tetap berbuat dosa. Tetapi ingat apa yang tadi kita simak dari Christ Triumphant hal. 11 di mana dikatakan, “…Di tindakannya yang belakangan…” yaitu pembunuhan Anak Alah, “…Setan
menyebabkan dirinya tercabut dari rasa sayang alam semesta yang setia. Dalam
kematian Anak Allah, si penipu topengnya terkuak.” (Letter 16a, 1892). …” Tetapi jelas malaikat-malaikat
ini tidak sedang berbuat dosa ketika mereka berbuat ini, maka kita harus paham
bahwa bahkan orang-orang saleh
selama Masa Kesukaran Besar, yang bebas dari dosa, masih akan mengenali ~ dan kita akan bicara tentang ini besok ~ mereka masih akan harus
mendemonstrasikan ketergantungan penuh pada Allah, dan bukan
bergantung sedikit pun pada sistem pendukung duniawi.
So I hope it's clear to all of us
that absolute
perfection and absolute sinlessness are not one and the same thing. Only
the Godhead has absolute perfection but it wouldn't be correct to say that only
the Godhead has absolute sinlessness, because all the other unfallen beings of the universe
are absolutely sinless, but they are not absolutely perfect. The entire
citizenship of the universe is free from sin aside from this rebel planet, but it is not
correct to say that they all have had perfect perceptions of things. We've
seen that in the statements that we have considered already.
Maka saya harap
sudah jelas bagi kita semua bahwa kesempurnaan
mutlak dan ketidakberdosaan mutlak itu bukanlah satu hal yang sama.
Hanya yang Ilahi yang memiliki kesempurnaan mutlak, tetapi tidak benar untuk
mengatakan bahwa hanya yang Ilahi yang memiliki ketidakberdosaan yang mutlak,
karena semua makhluk ciptaan yang lain
yang tidak pernah berdosa dari alam semesta, itu mutlak tidak berdosa, namun mereka bukan mutlak sempurna. Seluruh penduduk
alam semesta ini bebas dari dosa kecuali planet ini yang memberontak, tetapi tidaklah benar untuk mengatakan
bahwa mereka semua sudah memiliki persepsi yang sempurna untuk segala hal. Kita sudah melihat ini dalam pernyataan-pernyataan yang
kita pertimbangkan tadi.
Now there are some people who will
say that the word “perfect” in Matthew 5:48 simply means “merciful” on the
basis of Luke 6:36 which is a parallel to Matthew 5:48 and the statement says, “36
Be ye therefore merciful, as your Father also is merciful.”
But as with other variations in the
gospel accounts, we have to put all of the different narratives and passages
together. Being
“merciful” is certainly one aspect of being perfect. Just like in one passage in Matthew we read about how there were two
demoniacs on the shore of Galilee when Jesus and the disciples landed at
Gergesa, and yet there are other
accounts in the gospels that speak of only one. Well, like a friend of mine has
said, where there are two there is always one; where there is perfection there is
always mercy.
Now it is true that not every
reference to the word “perfect” in the Bible refers to the absence of sin, but
there are certainly occasions where it does. And so when someone will tell you,
as has been stated, that the word “perfect” never means “sinlessness” in the
Bible, they are not telling the truth.
Nah, ada
orang yang mengatakan bahwa kata “sempurna” di Matius 5:48 artinya “rahmani”
berdasarkan Lukas 6:36 yang merupakan paralel dari Matius 5:48 dan ayat itu
mengatakan, “36 Oleh karena itu, jadilah murah hati, sama seperti Bapamu juga murah hati.”
Tetapi sebagaimana dengan
variasi-variasi lain dalam kisah-kisah di injil, kita harus
mempersatukan cerita-cerita dan ayat-ayat yang berbeda semua. Bersifat “murah hati” pasti
adalah satu aspek dari “sempurna”. Sama seperti di satu perikop di kitab Matius
kita membaca tentang dua orang yang kerasukan Setan di pantai Galilea ketika
Yesus dan para murid mendarat di Gerasa; namun ada cerita
yang lain di kitab-kitab injil yang mengatakan hanya ada satu orang. Nah,
seperti kata seorang teman saya, di mana ada dua, selalu ada satu; di mana ada kesempurnaan, selalu
ada kemurahan hati.
Nah, memang benar tidak semua kata
“sempurna” di Alkitab merujuk kepada ketidakadanya dosa, tetapi pasti ada
saat-saat di mana itu merujuk kepada ketidakadanya dosa. Maka bila ada
orang-orang yang mengatakan kepada kalian bahwa kata “sempurna” tidak pernah
berarti “ketidakberdosaan” di Alkitab, mereka tidak mengatakan yang sebenarnya.
Listen to what we find here in the
book of Job and we've considered this a number of times already in the course
of this symposium. “1 There was a man in the land
of Uz, whose name was Job; and that man was perfect and upright, and one that
feared God, and eschewed evil.”
And in verse 8 of this same chapter,
God is speaking to Satan here in the heavenly conclave, it says, at the end “8
And the LORD said unto Satan, ‘Hast thou considered My servant Job, that there
is none like him in the earth, a perfect and an upright man, one that feareth
God, and escheweth evil?’…”
This equating of Job's perfection with the absence
of sin is clear in the trial that God permitted Satan to bring upon
him.
Dengarkan
kepada apa yang kita temukan di kitab Ayub, dan kita telah mempertimbangkan ini
beberapa kali selama berjalannya simposium ini. “1 Ada
seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; dan orang
itu sempurna dan jujur; dan yang takut akan Allah dan
menjauhi kejahatan.”
Dan di ayat 8 dari pasal yang sama ini,
Allah bicara kepada Setan di sini dalam sebuah rapat di Surga, dikatakan di
bagian akhirnya, “8 Dan TUHAN berkata kepada Setan,
‘Sudahkah engkau memperhatikan hamba-Ku
Ayub, yang tiada seorang pun seperti dia di
bumi, seorang yang sempurna dan jujur, yang
takut akan Allah dan menjauhi kejahatan?’…”
Menyamakan kesempurnaan Ayub
dengan ketidakadaan dosa itu jelas dalam ujian yang
Tuhan izinkan Setan mendatangkan pada Ayub.
In Job 1:22 (and this is also stated in Job 2:10), “22 In
all this Job sinned not, nor charged God foolishly.”
Di Ayub 1:22 (dan ini juga ada di Ayub 2:10), “22 Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa maupun
menyalahkan Allah dengan gegabah.”
In Ezekiel 28:15 referring to
Lucifer, “15
Thou wast perfect in thy ways from the day that thou wast created, till
iniquity was found in thee.” In other words, if there's
perfection there's no iniquity. Lucifer was perfect until iniquity was found
in him.
Di Yehezkiel 28:15
mengacu kepada Lucifer, “15 Engkau tak bercela di dalam
tingkah lakumu sejak hari engkau diciptakan sampai kejahatan ditemukan padamu…” Dengan kata lain, jika ada kesempurnaan, maka
tidak ada dosa. Lucifer sempurna hingga dosa ditemukan padanya
Now the New Testament likewise aside
from Matthew 5:48 uses the word “perfect” to refer to the total absence of sin.
2 Corinthians 7:1 tells us, “1
Having therefore these promises, dearly beloved, let us cleanse ourselves from
all filthiness of the flesh and spirit, perfecting holiness in the fear of
God.”
Now, folks, that sounds like
“sinlessness” to me.
Nah, d
Perjanjian Baru juga sama, selain di Matius 5:48, memakai kata “sempurna” untuk
mengacu kepada ketidakadaan dosa secara total.
2 Korintus
7:1 mengatakan kepada kita, “1 Karena
telah memiliki janji-janji ini, Saudara-saudaraku yang terkasih, marilah
kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani,
menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”
Nah, Saudara-saudara, itu bagi saya
adalah “ketidakberdosaan”.
Now what unfortunately has happened
too much in this discussion about biblical perfection is that a great deal of
disproportionate attention has been paid by the opponents of Perfection Theology
to this one word “perfect”. What they don't stop and realize is one word
does not a doctrine make or unmake.
Let's remember what Ellen White says
about inspired language. in Vol. 1 of Selected Messages page 20, she
says, Different meanings are expressed by the same word; there is not one word for each distinct idea.”
Nah, yang
disayangkan dalam diskusi tentang kesempurnaan menurut Alkitab ini ialah adanya
terlalu banyak perhatian yang tidak tepat yang telah diberikan oleh Lawan-lawan
Theologi Kesempurnaan kepada satu kata “sempurna” ini. Apa yang tidak mereka
pikir dan sadari ialah satu
kata tidak menjadikan maupun membatalkan doktrin.
Marilah kita
ingat apa kata Ellen White tentang bahasa inspirasi. Di Selected Messages Vol. 1 hal. 20 dia berkata, “Makna-makna yang
berbeda diekspresikan oleh kata yang sama; tidak ada satu kata khusus untuk
setiap ide yang berbeda.”
In order to understand God's
requirements for His people we have to look at all of the biblical passages,
all of the Ellen White passages, which speak of the spiritual condition
expected of the people of God. And we're going to look at a great many of them
in the course of this message and my message tomorrow afternoon: When Probation
Closes, and you're not going to want to miss that.
Agar bisa
memahami persyaratan-persyaratan Allah bagi umatNya, kita harus menyimak semua
bacaan alkitabiah, semua tulisan Ellen White, yang berbicara tentang kondisi
spiritual yang diharapkan dari umat Allah. Dan kita akan menyimak banyak dari
mereka sepanjang seminar ini, dan di
pesan saya besok petang: Ketika Pintu Kasihan Tutup, dan kalian jangan sampai
kelewatan itu.
The Bible of course declares of Noah in
6:9 of the book of Genesis that he “9 …was a just man and perfect
in his generations…” But people will
quickly remind us, well, Noah was not, did not live an entire life free from
sin. Look at Genesis chapter 9, the story of Noah getting drunk after the
flood. We don't know how long that was, how long afterward that happened; but
it was obviously long enough for him to grow a vineyard and for grapes to ripen
and ferment. But what people don't stop and realize is that the Bible
doesn't teach the doctrine of once perfect always perfect any more than it
teaches the doctrine of once saved always saved.
Tentu saja
Alkitab di Kejadian 6:9 menyatakan Nuh, bahwa dia “9…adalah seorang yang benar dan sempurna di
antara orang-orang sezamannya…” Tetapi orang akan
cepat mengingatkan kita, nah, Nuh tidak menghidupkan seluruh hidupnya bebas
dari dosa. Lihat Kejadian pasal 9, cerita Nuh mabuk setelah air bah. Kita tidak
tahu berapa lama setelah air bah itu terjadi; tetapi jelas harus cukup lama bagi Nuh untuk menanam kebun anggur sampai
anggurnya matang dan meragi. Tetapi apa yang tidak dipikir dan disadari orang
ialah Alkitab tidak mengajarkan
doktrin sekali sempurna selamanya sempurna sama seperti tidak juga mengajarkan doktrin
sekali selamat selamanya selamat.
Speaking of the Christian life Ellen
White says in Desire of Ages page 324, “We may leave off many bad habits,
for the time we may part company with Satan; but without a
vital connection with God, through
the surrender of ourselves to Him moment by moment, we shall be overcome.”
That's why I love that song,
Moment by moment I’m kept in His love
Moment by moment I’ve life from above
Looking to Jesus till glory doth shine
Moment by moment o, Lord I am Thine
Like Peter walking on the waves of
Galilee, as long as he kept his eyes on Jesus he could do what otherwise was
impossible.
Bicara tentang kehidupan Kristen, Ellen White mengatakan di Desire
of Ages hal. 324,
“…Kita mungkin saja meninggalkan banyak kebiasaan yang buruk, untuk sementara waktu kita mungkin berpisah dari Setan,
namun tanpa hubungan yang vital dengan Allah melalui penyerahan diri kita
kepadaNya saat demi saat, kita akan dikalahkan. …”
Itulah mengapa saya suka lagu ini
Saat demi saat ku dipelihara kasihNya
Saat demi saat hidup kuterima
dariNya
Memandang Yesus hingga
kemuliaan bersinar
Saat demi saat, o, Tuhan, aku
milikMu
Seperti Petrus yang berjalan di atas gelombang Galilea, selama dia
memusatkan matanya pada Yesus dia bisa melakukan apa yang mustahil tanpa itu.
Now the same principle, by the way,
applies to the word “blameless” that certain people have tried to say doesn't
refer to “sinless”. For example the experience of Zacharias and Elizabeth who
are described as “blameless” prior to the birth of John the Baptist in the first
chapter of the gospel of Luke, and so they say, well “blameless” must not mean
“sinless”. But once again our relationship with God is moment by moment,
like Noah, Zacharias and Elizabeth were not described as “blameless” or rather
Zacharias wasn't described as “blameless”
~ we're not told this about his wife ~
but Zacharias was not described as blameless when he doubted that God could
give him and his wife a son. We don't know that Elizabeth ever doubted
that, but the bottom line is God did not
pronounce Zacharias blameless at the time he entertained this particular doubt.
He and his wife are described as that way before this incident occurred. Moment by
moment is the key when it comes to perfection of character.
Nah, prinsip
yang sama berlaku untuk kata “tidak punya salah” yang oleh orang-orang tertentu
dikatakan itu tidak merujuk kepada “tidak berdosa”. Misalnya pengalaman
Zakharia dan Elisabet yang digambarkan sebagai “tidak punya salah” sebelum
kelahiran Yohanes Pembaptis di injil Lukas pasal 1; maka
orang-orang itu berkata, nah, “tidak punya salah” tidak harus berarti “tidak
berdosa”. Tetapi sekali lagi hubungan
kita dengan Allah itu saat demi saat. Seperti Nuh, Zakharia dan
Elisabet tidak digambarkan “tidak punya salah” ~ atau lebih tepatnya Zakharia
yang tidak digambarkan “tidak punya salah”,
kita tidak diberitahu tentang istrinya ~ tetapi Zakharia tidak digambarkan “tidak punya salah” ketika dia
meragukan Allah bisa memberi dia dan istrinya seorang putra.
Kita tidak tahu apakah Elisabet pernah meragukan itu, tetapi intinya Allah
tidak mengatakan Zakharia itu tidak punya salah ketika dia mempunyai keraguan
ini. Dia dan istrinya digambarkan tidak bersalah sebelum insiden tersebut
terjadi. Saat demi saat adalah kuncinya dalam
hal kesempurnaan karakter.
Now, people
may argue about what the Bible says concerning perfection, but if we accept the
authority of the Spirit of Prophecy writings when it comes to explaining the
Bible, we not only have the Bible's own explanation of itself that
perfection many times does refer to the absence of sin; we have these statements from the writings of
Ellen White for example Desire of Ages page 311,
one of the strongest that you'll find.
“God’s ideal for His children is higher
than the highest human thought can reach. ‘Be ye therefore perfect,
even as your Father which
is in heaven is perfect.’ This command is a promise.
The plan of redemption contemplates our complete recovery from the power of Satan. Christ always separates
the contrite soul from sin. He came to destroy the works of the devil, and He has made provision that
the Holy Spirit
shall be imparted
to every repentant soul, to keep
him from sinning. The tempter’s agency is not to be accounted an excuse for one wrong act. Satan is jubilant when he hears the professed
followers
of Christ making excuses for
their deformity of character. It is these excuses that lead to sin. There
is no excuse for sinning. A holy temper, a
Christlike life,…” and that holy temper
thing is something I’m still striving for “…A holy temper, a
Christlike life, is accessible to every repenting,
believing
child of God.”
Nah, orang-orang mungkin berdebat
tentang apa kata Alkitab mengenai kesempurnaan, tetapi jika kita menerima
autoritas tulisan-tulisan Roh Nubuat sebagai yang menjelaskan Alkitab, kita
tidak saja memiliki penjelasan Alkitab
tentang dirinya sendiri bahwa kesempurnaan seringkali betul-betul merujuk kepada ketidakadaan
dosa; kita juga memiliki pernyataan-pernyataan ini
dari tulisan-tulisan Ellen White, misalnya Desire of Ages
hal. 311, salah satu
yang terkuat yang akan kita temukan. “…Harapan Allah bagi anak-anakNya lebih tinggi daripada pikiran
tertinggi yang bisa dicapai manusia. ‘Karena
itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga itu sempurna.’ (Matius 5:48). Perintah ini adalah satu janji. Rencana keselamatan
memandang kepada pemulihan kita secara menyeluruh dari kuasa Setan. Kristus
selalu memisahkan hati yang penuh sesal
dari dosa. Dia datang untuk menghancurkan pekerjan iblis, dan Dia telah
membuat persediaan supaya Roh Kudus dibagikan kepada setiap orang yang
menyesal, untuk menjaganya dari berbuat dosa.
Agen penggoda tidak boleh diperhitungkan sebagai alasan untuk satu pun
perbuatan yang salah. Setan bersorak-sorak bila dia mendengar mereka yang
mengaku pengikut Kristus membuat alasan bagi cacat karakter mereka.
Alasan-alasan inilah yang membawa kepada dosa. Tidak ada alasan untuk berbuat
dosa. Perangai yang sabar, kehidupan yang menyerupai Kristus…” dan perangai sabar itu adalah
sesuatu yang masih saya perjuangkan. “…Perangai
yang sabar, kehidupan yang menyerupai Kristus bisa dicapai oleh setiap anak
Allah yang bertobat dan percaya.”
Thoughts from The Mount of Blessing page 76 which is a comment by the way on Matthew 5:48. Just like the entire book
is a commentary on the various teachings in The Sermon on The Mount. Here's
what Ellen White says on page 76 of Mount of
Blessing, “The
conditions of eternal
life, under grace,
are just what
they were in
Eden--perfect righteousness, harmony with
God, perfect conformity to the principles of His Law.
The standard of
character presented in the Old
Testament is the same that is presented in the
New Testament. This
standard is not
one to which we cannot
attain…” Now that's about as clear as it gets. You
know, I’ve heard people say, oh if it's higher than the highest human thought
can reach, Desmond Ford used to
say,”Well, if your thoughts can't get there, what about the rest of you?” Well,
that's human logic speaking, folks.
God's Word is what we have to trust. “…In every command or
injunction that God
gives there is a promise,
the most positive, underlying the command. God has made
provision that we may become
like unto Him, and He will accomplish this for all who do not interpose
a perverse will and thus
frustrate His grace.”
Thoughts from The Mount of Blessing hal. 76 yang adalah komentar tentang Matius 5:48. Sama seperti
seluruh buku itu adalah komentar mengenai pelbagai ajaran dari Khotbah di Atas
Bukit. Inilah yang dikatakan Ellen White di hal.
76 Thoughts from The Mount of
Blessing. “…Kondisi hidup kekal di bawah kasih karunia, sama dengan
yang ada di Eden – kebenaran yang sempurna, keharmonisan dengan Allah,
kepatuhan yang sempurna kepada prinsip-prinsip HukumNya. Standar karakter yang
diberikan di Perjanjian Lama itu sama dengan yang diberikan di Perjanjian Baru.
Standar ini bukanlah sesuatu yang tidak bisa kita capai…” Nah, ini sudah yang
sejelas-jelasnya yang bisa dijelaskan. Kalian tahu, saya pernah mendengar orang
berkata, oh, jika itu lebih tinggi daripada yang bisa dicapai pikiran manusia;
Desmond Ford suka mengatakan, “Nah, jika pikiranmu tidak bisa sampai ke sana,
bagaimana dengan keseluruhan dirimu?” Nah, itu adalah logika manusia yang
bicara, Saudara-saudara. Kita harus percaya kepada Firman Allah. “…Dalam setiap perintah atau instruksi yang diberikan
Allah, ada sebuah janji, yang paling positif, yang mendasari perintah tersebut.
Allah telah membuat persediaan agar kita boleh menjadi seperti Dia, dan Dia
akan menyelesaikan ini bagi semua yang tidak menempatkan kemauan yang menentang, dan dengan begitu menghalangi kasih karuniaNya.”
You know that free will thing is
what's been holding up the great controversy. God will not violate free will,
that's what religious liberty is all about, by the way. That's why we as
Seventh-Day Adventists believe in religious liberty, and not just for saints,
for sinners too, because the only way people are going to be holy, the only
way they're going to give up sin is by choice.
Kalian tahu,
hal kebebasan memilih itulah yang menahan kemajuan pertentangan besar. Allah
tidak mau melanggar kebebasan memilih. Itulah kebebasan beragama. Itulah
mengapa kita sebagai MAHK meyakini kebebasan beragama, bukan hanya bagi
orang-orang saleh, bagi para pendosa juga, karena satu-satunya jalan manusia
bisa kudus, satu-satunya jalan
mereka akan meninggalkan dosa ialah berdasarkan pilihan.
Signs of The Times July 17, 1901 this is an
article that Ellen White wrote titled “Be Ye Therefore Perfect”. “Under the discipline of the greatest Teacher the world
has ever known, Christians must move onward and upward toward perfection. This
is God's command, and no one should say, I cannot do it…” but they are, sadly. “… He should say
instead, ‘God requires me to be perfect, and He will give me strength to
overcome all that stands in the way of perfection’… The world has set up a
standard to suit the inclinations of unsanctified hearts, but this is not the
standard for those who love Christ…” Even if people who claim to believe in Christ bring that false standard
into the church, “…The
Redeemer has chosen them out of the world, and has left them His sinless life
as a standard…” there's that word “sinless”. We're going to
find it in a number of other Ellen White statements regarding God's people.
Signs of The Times 17 Juli 1901 (par. 1), Ini adalah sebuah artikel yang ditulis Ellen White berjudul “Be Ye Therefore Perfect” (Oleh karena itu Jadilah Sempurna). “…Di bawah disiplin Guru yang paling hebat yang pernah
dikenal dunia, orang-orang Kristen harus terus maju dan mendaki menuju kesempurnaan. Inilah perintah Allah, dan tidak ada yang boleh
mengatakan, aku tidak bisa melakukannya…” tetapi mereka justru begitu, sangat
disayangkan, “…Sebaliknya
dia harus berkata, ‘Allah minta aku menjadi sempurna, dan Dia akan memberiku
kekuatan untuk mengalahkan segala yang menghalangi jalan menuju kesempurnaan.’
… Dunia telah menetapkan suatu standar sesuai kecenderungan hati-hati yang
tidak dikuduskan, tetapi ini bukanlah standar bagi mereka yang mengasihi
Kristus…” walaupun jika orang-orang yang
mengklaim percaya dalam Kristus itu membawa standar yang palsu itu ke dalam
gereja. “…Sang Penebus telah memilih mereka dari
dunia, dan telah meninggalkan pada mereka hidupNya yang tidak berdosa sebagai
standarnya…” ini kata “tidak berdosa” itu.
Kita akan bertemu dengannya dalam sejumlah pernyataan Ellen White yang lain
tentang umat Allah.
Now a popular theory in the
perfection debate in contemporary Adventism is that the doctrine of sinless
perfection is based solely on a few Ellen White statements put together by
conservative Adventists, and is not based on the Bible. Although we've already
seen a number of Bible verses that disprove this theory, but we're going to
look at a number of others that explain and underscore this same concept.
Nah, teori
yang populer dalam perdebatan tentang kesempurnaan di Adventisme kontemporer
ialah bahwa doktrin kesempurnaan tanpa dosa itu berdasarkan semata-mata pada
beberapa pernyataan Ellen White yang dikumpulkan oleh orang-orang Advent
konservatif, dan bukan berdasar pada Alkitab. Walaupun kita sudah melihat
sejumlah ayat Alkitab yang menyangkal teori ini, tetapi kita akan menyimak
sejumlah ayat yang lain yang menjelaskan dan menguatkan konsep yang sama ini.
Psalm 4:4, “4
Stand in awe, and sin not: commune with your own heart upon your bed, and be
still.”
Mazmur 4:4, “4 Berdirilah dengan hormat, dan jangan
berbuat dosa; bicaralah dengan hatimu sendiri di tempat tidurmu, dan diamlah.”
Psalm 34:13-14, “13
Keep thy tongue from evil, and thy lips from speaking guile…” there's that word “guile” again “…14 Depart from evil, and do
good; seek peace, and pursue it.”
Mazmur 34:13-14, “13 Jagalah lidahmu dari yang jahat, dan bibirmu dari bicara penyesatan…” ini kata
“penyesatan” itu lagi. “…14
Tinggalkan yang jahat, dan berbuatlah yang baik; carilah damai dan kejarlah itu.”
Psalm 37:27, “27
Depart from evil, and do good; and dwell for evermore.”
Mazmur
37:27, “27 Tinggalkanlah
yang jahat dan berbuatlah yang baik, dan hiduplah selamanya.”
And then we have these verses from
the 119th Psalm verses 1 to 3 and then verse 11. “1 Blessed are the undefiled in
the way, who walk in the Law of the LORD. 2 Blessed are they that
keep His testimonies, and that seek Him with the whole heart. 3 They
also do no iniquity: they walk in His ways. 11 Thy Word have I hid
in mine heart, that I might not sin against Thee.” And too bad he didn't remember that, one
particular evening. Let's not be too hard on him, folks, that can happen to any
one of us.
Kemudian ada
ayat-ayat ini dari Mazmur 119:1-3 lalu ayat 11. “1
Diberkatilah yang tidak cemar dalam hidupnya, yang berjalan
dalam Taurat TUHAN. 2 Diberkatilah
mereka yang memegang kesaksian-kesaksianNya,
dan yang mencari Dia dengan segenap hati, 3 Mereka juga tidak melakukan kejahatan; mereka
berjalan dalam jalan-jalanNya. 11 Firman-Mu telah kusimpan di dalam hatiku, supaya aku jangan berdosa terhadap
Engkau…” sayang penulis
Mazmur ini sendiri tidak ingat itu di suatu petang tertentu. Janganlah kita
menghakiminya, Saudara-saudara, itu bisa saja terjadi pada siapa pun dari kita.
Zephaniah 3:13, listen to this text,
we've talked about this one already. “13 The remnant of Israel shall
not do iniquity, nor speak lies; neither shall a deceitful tongue be found in
their mouth: for they shall feed and lie down, and none shall make them
afraid.”
Zefanya
3:13, dengarkan ayat ini, kita sudah membahas tentang yang satu ini. “13Yang tersisa dari Israel tidak boleh
melakukan kejahatan, maupun bicara dusta; juga jangan ada lidah penyesat dalam
mulut mereka; karena mereka akan makan dan berbaring, dan tidak ada yang akan membuat mereka takut.”
Romans 6:14, “14
For sin shall not have dominion over you: for ye are not under the Law, but
under grace.”
And why aren't we under the Law?
Because we're not under its condemnation, you know. Like Brother Doug Batchelor
says, “When you see those red and blue lights in your rear view mirror, you're
under the Law; but if the judge lets you off, that means you're under grace.
That doesn't mean you're free to go out and break the speed limit again.” We're under
the Law's condemnation when we sin, but we're always under its authority;
and when
we're obedient to the Law, sin will not have dominion over us.
Roma 6:14, “14 Sebab dosa tidak akan punya kuasa atas dirimu, karena kamu tidak di bawah
Hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”
Dan mengapa kita
tidak di bawah Hukum? Karena kita tidak di bawah kutukannya, kalian tahu.
Seperti kata Sdr. Doug Batchelor, “Bila kita melihat lampu merah biru dari kaca
spion mobil kita, kita di bawah Hukum; tetapi bila Hakim
membebaskan kita, itu artinya kita di bawah kasih karunia. Itu tidak berarti
kita bebas pergi dan melanggar batas kecepatan lagi.” Kita di bawah kutukan Hukum ketika kita berbuat dosa,
tetapi kita selalu ada di bawah autoritasnya; dan bila kita mematuhi Hukum,
dosa tidak akan berkuasa atas kita.
Romans 8:3-4, “3
For what the Law could not do, in that it was weak through the flesh, God
sending His own Son in the likeness of sinful flesh, and for sin, condemned sin
in the flesh: 4 That the righteousness of the Law might be fulfilled in us, who walk
not after the flesh, but after the Spirit.”
You know you don't even have to argue about likeness and
sameness relative to the humanity of Christ. all you need to do is look at the
word “flesh”; very clearly the flesh is something that tempts us to disobey God.
And where did Jesus condemn sin? In the flesh.
Roma 8:3-4, “3 Sebab apa yang tidak bisa dilakukan hukum (Taurat) melalui daging karena ia lemah, Allah telah melakukannya dengan mengutus Anak-Nya
sendiri dalam keserupaan dengan daging yang berdosa, dan demi dosa Dia telah menghukum dosa dalam daging… 4 supaya kebenaran Hukum
boleh digenapi di dalam kita, yang tidak
hidup menurut daging, tetapi menurut Roh.”
Kalian tahu,
kita bahkan tidak usah berdebat tentang keserupaan dan persamaan berkaitan
dengan kemanusiaan Kristus. Kita hanya perlu melihat ke kata “daging”; sangat
jelas daging adalah sesuatu yang menggoda kita untuk tidak mematuhi Allah. Dan
di mana Yesus menghukum dosa? Dalam
daging.
1 Corinthians 15:34, “34
Awake to righteousness, and sin not…”
1 Korintus 15:34, “34
Bukalah matamu kepada kebenaran dan
jangan berbuat dosa…”
And we saw this a moment ago. 2 Corinthians 7:1, “1 Having therefore these promises, dearly beloved, let us cleanse
ourselves from all filthiness of the flesh and spirit, perfecting holiness in
the fear of God.”
Dan kita sudah menyimak ini tadi. 2 Korintus 7:1, “1 Karena dengan memiliki janji-janji ini, Saudara-saudaraku
yang terkasih, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani
dan rohani, menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.”
2 Corinthians 10:4-5, “4
For the weapons of our warfare are not carnal, but mighty through God to the
pulling down of strong holds; 5 casting down imaginations, and every high
thing that exalteth itself against the knowledge of God; and bringing into captivity every thought
to the obedience of Christ.”
2 Korintus 10:4-5, “4 karena senjata dalam peperangan kami bukanlah senjata jasmani, tetapi menjadi kuat oleh kuasa
Allah, untuk meruntuhkan benteng-benteng; 5 mencampakkan imajinasi-imajinasi, dan apa pun yang tinggi yang meninggikan dirinya sendiri
terhadap pengetahuan tentang Allah; dan membawa
setiap pikiran untuk
ditaklukkan kepada kepatuhan di bawah Kristus.”
Ephesians 5:25-27, and by the way
you'll want to compare this to the Song of Solomon 4:7 which I’m going to be referring to tomorrow. “25
Husbands, love your wives, even as Christ also loved the church, and gave
Himself for it; 26 That He might sanctify and cleanse it with the
washing of water by the Word, 27 That He might present it to Himself
a glorious church, not having spot, or wrinkle, or any such thing; but that it
should be holy and without blemish.”
Efesus 5:25-27, dan
besok kalian harus membandingkan ini dengan Kidung Agung 4:7 yang akan menjadi
rujukan saya besok. “25
Suami-suami, kasihilah isteri kalian sebagaimana Kristus telah mengasihi
jemaat dan telah menyerahkan Diri-Nya baginya. 26 supaya
Dia boleh menguduskannya dan membersihkannya dengan pembasuhan air, oleh Firman. 27 Supaya Ia boleh
menampilkan kepada Diri-Nya, satu gereja
yang mulia, tanpa noda atau kerut atau apa pun yang seperti itu, tetapi agar jemaat itu
harus kudus dan tanpa cacat.”
And one of my favorite texts Philippians
4:13, “13
I can do…” how many things?
“…all things through Christ which strengtheneth me.” Notice it doesn't say like I pointed out
yesterday, it doesn't say, “I can do all
things through Christ because He does it for me” that's not in the Bible,
folks.
Dan salah satu ayat
favorit saya Filipi 4:13, “13 Aku bisa melakukan…” berapa hal? “…segala hal
melalui Kristus yang menguatkan aku…”
Simak, tidak dikatakan seperti yang
saya tunjukkan kemarin, tidak dikatakan, “Aku bisa melakukan segala hal melalui
Kristus karena Dia yang melakukannya untukku.” Bukan itu yang ada di Alkitab, Saudara-saudara.
1 Thessalonians 5:23 which brother Fred
referred to in his last presentation, “23 And the very God of peace
sanctify you wholly; and I pray God your whole spirit and soul and body be
preserved blameless unto the coming of our Lord Jesus Christ.”
1 Tesalonika 5:23
yang dirujuk Saudara Fred dalam presentasinya yang terakhir, “23
Dan Allah damai Sendiri-lah yang menguduskan kamu seluruhnya, dan semoga seluruh roh, jiwa, dan tubuhmu
dipertahankan Allah tidak bercacat hingga kedatangan Yesus Kristus, Tuhan
kita.”
2 Timothy 2:19, “19
Nevertheless the foundation of God standeth sure, having this seal, ‘The Lord
knoweth them that are His’. And let every one that nameth the name of Christ
depart from iniquity.”
Once again, folks, that sounds like “sinlessness”
to me.
2 Timotius 2:19, “19
Walaupun begitu, fondasi Allah
itu berdiri teguh, dengan memiliki meterai ini,
‘Tuhan mengenal mereka yang adalah kepunyaan-Nya’
dan hendaklah setiap orang yang menyebut
nama Kristus meninggalkan dosa’…”
Sekali lagi, Saudara-saudara, bagi saya ini adalah
“ketidakadanya dosa”.
1 Peter 2:21-22, “21
For even hereunto were ye called: because Christ also suffered for us, leaving
us an example, that ye should follow His steps: 22 Who did no sin,
neither was guile found in His mouth.”
What is the example Christ has demonstrated
before us? Doing no sin, having no guile.
1 Petrus 2:21-22, “21Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena
Kristus pun telah menderita untuk kita, dan
telah meninggalkan teladan bagi kita, supaya
kamu mengikuti jejak-Nya: 22 yang
tidak berbuat dosa, maupun penyesatan tidak ditemukan di mulut-Nya…”
Apa teladan
yang didemonstrasikan Kristus
di hadapan kita? Tidak berbuat dosa, tidak ada penyesatan.
1 Peter 4:1, “1
Forasmuch then as Christ hath suffered for us in the flesh, arm
yourselves likewise with the same mind: for he that hath suffered in the flesh
hath ceased from sin.”
1 Petrus 4:1, “1 Jadi
oleh karena Kristus
telah menderita bagi kita dalam daging, persenjatailah dirimu seperti itu dengan pikiran yang sama.
Karena dia yang telah menderita dalam daging
telah berhenti berbuat dosa.”
2 Peter 3:10-12 and verse 14,“10
But the day of the Lord will come as a thief in the night; in the which the
heavens shall pass away with a great noise, and the elements shall melt with
fervent heat, the earth also and the works that are therein shall be burned up.
11 Seeing then that all these things shall be dissolved, what manner
of persons ought ye to be, in all holy conversation and godliness, 12
Looking for and hasting unto the coming of the day of God, wherein the heavens
being on fire shall be dissolved, and the elements shall melt with fervent
heat? 14 Wherefore, beloved, seeing that ye look for such things, be
diligent that ye may be found of Him in peace, without spot, and blameless.”
2 Petrus 3:10-12
dan ayat 14, “10 Tetapi hari
Tuhan akan datang seperti pencuri di malam hari, di mana langit akan lenyap dengan
gemuruh yang dahsyat, dan unsur-unsur
akan meleleh oleh panas yang sangat
tinggi; bumi juga dan semua pekerjaan yang ada di sana akan dibakar
sampai habis . 11 Oleh karena
semua barang ini akan lenyap, kamu harus
menjadi orang macam apa, dalam segala pembicaraan kudus dan saleh 12
sambil menantikan dan mempercepat kedatangan
hari Allah, di mana langit yang terbakar akan
luluh dan unsur-unsur akan meleleh oleh
panas yang tinggi? 14 Sebab itu, saudara-saudaraku yang kekasih,
oleh karena kamu menantikan hal-hal itu, jadilah rajin supaya kamu didapati olehNya dalam damai, tanpa noda, dan tak bercacat.”
1 John 1:7, and 9, “7
But if we walk in the light, as He is in the light, we have fellowship one with
another, and the blood of Jesus Christ His Son cleanseth us from all sin. 9
If we confess our sins, He is faithful and just to forgive us our sins, and to
cleanse us from all unrighteousness.”
1 Yohanes 1:7 dan
9, “7Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama
seperti Dia ada di dalam terang, kita bersekutu
seorang dengan yang lain, dan darah Yesus Kristus,
Anak-Nya itu, menyucikan kita dari
segala dosa.9Jika kita mengaku dosa kita, Ia setia dan adil untuk mengampuni dosa kita dan menyucikan kita
dari segala kejahatan.”
1 John 3:2-3, and 7, “2
Beloved, now are we the sons of God, and it doth not yet appear what we shall
be: but we know that, when He shall appear, we shall be like Him; for we shall
see Him as He is. 3 And every man that hath this hope in Him
purifieth himself, even as He is pure…” verse 7 tells us, “… 7
Little children, let no man deceive you…”
a lot of people are being deceived today,
folks, “…he
that doeth righteousness is righteous, even as He is righteous.”
1 Yohanes 3:2-3, dan 7, “2
Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang
kita adalah anak-anak Allah, dan masih belum nyata bagaimana kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus muncul, kita akan menjadi sama seperti Dia;
sebab kita akan melihat Dia sebagaimana Dia itu.
3 Dan setiap
orang yang memiliki pengharapan ini di dalam Dia, menyucikan dirinya,
sama seperti Dia itu suci. …” ayat 7 mengatakan kepada kita, “…7
Anak-anakku, janganlah membiarkan seorang pun menyesatkan kamu…” banyak orang yang
hari ini sedang disesatkan, Saudara-saudara, “…Dia
yang berbuat kebenaran adalah benar, sama seperti Kristus itu benar.”
Jude 24, “24 Now unto Him that is able to keep you from falling, and to
present you faultless before the presence of His glory with exceeding joy.”
You know I was working and pastoring
in New York City when our governor Eliot Spitzer fell into a very sordid
scandal. And I remember when he resigned his governorship, he gave a press
conference, and he said, “the greatness is not in never falling, but in rising
every time you fall.” And I preached a sermon the following Sabbath and I said,
“Governor, there's a better way. He is able to keep you from falling.”
Yudas 24, “24
Nah, kepada Dia
yang mampu menjaga kamu supaya tidak jatuh
dan untuk mempresentasikan kamu tak bernoda
di hadapan hadirat kemuliaan-Nya, dengan penuh sukacita.”
Saya saat itu sedang bekerja dan menggembala di New York
City ketika gubernur kami Eliot Spitzer terlibat dalam skandal yang sangat
mesum. Dan saya ingat ketika dia mengundurkan diri dari jabatan gubernurnya, dia memberikan konferensi pers, dan dia berkata, “kebesaran itu bukan dalam tidak
pernah jatuh, tetapi dalam bangkit kembali setiap kali kita jatuh.” Dan pada
Sabat berikutnya dalam khotbah saya, saya katakan, “Gubernur, ada cara yang
lebih baik. Kristus mampu menjagamu agar tidak jatuh.”
Revelation 3:21, “21
To him that overcometh will I grant to sit with Me in My throne, even as I also
overcame, and am set down with My Father in His throne.”
You know when people make fun of the
idea of a little Christ
walking around, folks, they are laughing at the Word of God, because that's
exactly what Jesus said, “21 To him that overcometh will
I grant to sit with Me in My throne, even as I also overcame, and am set down
with My Father in His throne.”
Wahyu 3:21, “21 Kepada dia yang menang Aku akan
mengaruniakan untuk duduk bersama-sama
dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana
Aku pun telah menang dan
duduk bersama-sama
dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.”
Kalian tahu, ketika
orang mengejek konsep seorang Kristus kecil berkeliaran, Saudara-saudara,
mereka sedang mencemoohkan Firman Allah, karena persis itulah yang dikatakan
Yesus, “21 Kepada dia yang menang Aku akan
mengaruniakan untuk duduk bersama-sama
dengan Aku di atas takhta-Ku, sebagaimana
Aku pun telah menang dan
duduk bersama-sama
dengan Bapa-Ku di atas takhta-Nya.”
And then of course we have Revelation
14:5, “5
And in their mouth was found no guile: for they are without fault before the
throne of God.”
Dan tentu saja ada Wahyu 14:5, “…5 Dan di dalam mulut mereka tidak
ada penyesatan karena mereka tidak bercela di hadapan
takhta Allah.”
You know when we look at all these
verses in the Bible about sinless obedience, we are forced to conclude that
there are more Bible verses which speak of the possibility of sinless living
through God's power here on this earth than there are verses that uphold the
binding claims of the Seventh-Day Sabbath.
Moreover, when we look at these verses as we're going
to find out, that the attempt of certain ones to modify the meaning of the word
“perfect” doesn't come close to impeaching the decisive biblical evidence for
the possibility of sinless obedience here on earth through heaven's power. This is a Bible
doctrine first and foremost, it is not merely an Ellen White doctrine.
Kalian tahu
ketika kita menyimak semua ayat ini di Alkitab tentang kepatuhan tanpa
dosa, kita terpaksa menarik kesimpulan bahwa ada lebih banyak ayat Alkitab yang
bicara tentang mungkinnya hidup tanpa dosa di bumi ini melalui kuasa Allah
daripada jumlah ayat-ayat yang mendukung klaim-klaim Sabat hari ketujuh yang
mengikat.
Selain itu,
ketika kita menyimak ayat-ayat ini seperti yang akan kita lihat ~ bahwa upaya
orang-orang tertentu untuk mengubah makna kata “sempurna” masih jauh dari bisa
memakzulkan bukti alkitabiah yang mutlak tentang kemungkinan dicapainya kepatuhan tanpa dosa di bumi di
sini melalui kuasa Surga. Pertama dan terutama ini adalah sebuah doktrin Alkitab. Ini bukan
hanya doktrin Ellen White.
And when we look at the following
Ellen White's statements on the subject of sinless obedience through heaven's
power, we're going to find that the case for Ellen White being a plagiarist has
been convincingly demonstrated. She copied this teaching straight out of the
Bible. Here's the evidence. Let's look at it.
Dan bilamana
kita menyimak pernyataan-pernyataan Ellen White berikutnya tentang topik
kepatuhan tanpa dosa melalui kuasa Surga, kita akan melihat bahwa tuduhan
terhadap Ellen White sebagai seorang plagiat telah didemonstrasikan secara
meyakinkan. Ellen White telah
mengcopy ajaran ini langsung dari Alkitab. Ini buktinya, mari kita
simak.
Evangelism page 385, “In our work we are to remember
the way in which Christ worked. He
made the world. He made man. Then He came in person
to the world to show its inhabitants how to live sinless lives.”
Evangelism hal. 385 “…Dalam pekerjaan
kita, kita harus ingat bagaimana cara Kristus bekerja. Dia menciptakan dunia
ini, Dia menciptakan manusia. Kemudian Dia datang secara pribadi ke dunia untuk
menunjukkan kepada penduduknya bagaimana caranya menghidupkan kehidupan yang
tidak berdosa.” (3/73)
Vol. 3 of The Testimonies page 83, “Paul writes to the Corinthians: ‘Casting down imaginations, and every high thing that exalteth itself against the knowledge of God, and bringing
into captivity every thought
to the obedience of Christ.’
When you come into this position, the work of
consecration will be better understood by you both. Your thoughts
will be pure, chaste, and
elevated; your actions pure and sinless.”
Testimonies
Vol. 3 hal. 83, “…Paulus menulis kepada orang-orang
Korintus, ‘Mencampakkan
imajinasi-imajinasi, dan apa pun yang
tinggi yang meninggikan dirinya sendiri terhadap pengetahuan tentang Allah, dan
membawa setiap pikiran untuk ditaklukkan kepada
kepatuhan di bawah Kristus,’ (2 Korintus 10:5). Bila kalian tiba pada
posisi ini, pekerjaan penyucian akan bisa lebih dipahami oleh kalian berdua.
Pikiran kalian akan menjadi murni, bersih, dan luhur; tindakan-tindakan kalian
menjadi murni dan tanpa dosa.”
Review and Herald September 27, 1906 “To every
one who surrenders fully to God is given the privilege of living without sin,
in obedience to the Law of heaven.”
Review
and Herald 27 September 1906, “…Kepada
setiap orang yang sepenuhnya berserah kepada Allah, diberikan hak istimewa
untuk hidup tanpa dosa, dalam kepatuhan kepada Hukum Surga.”
Youth's Instructor April 16 1903 she says, “But it is God’s purpose that man shall stand before Him upright and
noble; and God will not be defeated
by Satan. He sent His Son to this world to bear the death penalty
of man’s transgression, and to show man how to live a
sinless life. There is no other way in which man can be saved. ‘Without me,’ Christ
says, ‘ye can do nothing.’
…” thank God for the fact that we can
have His power. “…Through Him, and Him alone, can the natural heart be changed, the affections
transformed, the affections set flowing heavenward. Christ alone can give life to the soul dead in trespasses
and sins.”
Youth’s
Instructor 16 April 1903, Ellen White berkata, “…Tujuan Allah ialah agar manusia akan
berdiri di hadapanNya, tegak dan anggun; dan Allah tidak akan dikalahkan oleh
Setan. Dia mengutus AnakNya ke dunia ini untuk menanggung hukuman mati akibat
dosa manusia, dan untuk menunjukkan kepada manusia bagaimana caranya
menghidupkan kehidupan yang bebas dosa. Tidak ada jalan lain dengan mana
manusia bisa diselamatkan. ‘tanpa Aku’
kata Kristus, ‘kamu tidak dapat berbuat apa-apa’. (Yohanes 15:5)…” puji Tuhan untuk faktanya kita bisa memiliki kuasaNya. “…Melalui Dia dan Dia saja, hati kita bisa diubahkan,
kegemaran-kegemaran ditransformasikan, perasaan-perasaan disetel agar mengalir
ke arah Surga. Kristus saja yang bisa memberikan hidup kepada jiwa yang mati
dalam pelanggaran dan dosa.”
Signs of The Times June 17, 1903, “Thus He…” that is Christ
“…placed us on vantage ground, where we could live pure, sinless lives.
Repentant sinners stand before God justified and accepted, because the Innocent
One has borne their guilt. The undeserving are made deserving,…” it doesn't just say that they're declared
to be deserving, they're made that way “…because in
their behalf the Deserving became the undeserving.”
Signs
of the Times 17 Juni 1903, “…Dengan demikian Dia…” yaitu Kristus “…menempatkan kita di posisi yang
menguntungkan, di mana kita bisa menghidupkan kehidupan yang murni, tanpa dosa.
Para pendosa yang bertobat berdiri di hadapan Allah sudah dibenarkan dan
diterima karena Yang Tidak Berdosa telah memikul kesalahan mereka. Yang tidak
layak dijadikan layak…” tidak dikatakan mereka dinyatakan
layak, tapi mereka dijadikan layak, “…karena demi
kepentingan mereka, Yang Layak telah menjadi yang tidak layak.”
Signs of The Times, August 8, 1905, “Christ
bore the sins of the whole world. He was the second Adam, taking upon Himself
human nature He passed over the ground where Adam stumbled and fell. Having
taken humanity He has an intense interest in human beings. He felt keenly the
sinfulness, the shame of sin. He is our elder brother…” not our distant cousin by the way “…He came to prove that human beings can
through the power of God live sinless lives.”
Signs
of the Times 8 Agustus 1905,
“…Kristus memikul dosa-dosa seluruh dunia. Dia adalah Adam kedua,
mengambil untuk DiriNya sendiri kodrat manusia Dia melalui daerah di mana Adam
telah tersandung dan jatuh. Dengan mengambil kodrat kemanusiaan, Dia (Kristus)
memiliki minat yang intens pada manusia. Dia sangat merasakan keberdosaan, aibnya dosa. Dia adalah saudara tua kita…” bukan kerabat jauh kita. “…Dia datang untuk membuktikan bahwa manusia
bisa menghidupkan kehidupan yang tanpa
dosa melalui kuasa Allah.”
Review and Herald, April 1, 1902 “The
Saviour is wounded afresh and put to open shame when His people pay no heed to
His Word. He came to this world and lived a sinless life, that in His power His
people might also live lives of sinlessness. He desires them by practicing the principles
of truth to show to the world that God's grace has power to sanctify the
heart.” There's Last Generation Theology
right there in that statement. The world will see this demonstration as will
the universe.
Review
and Herald 1 April 1902 “…Sang
Juruselamat terluka baru dan dipermalukan secara terbuka bila umatNya tidak
memperhatikan FirmanNya. Dia datang ke dunia ini dan menghidupkan kehidupan yang tanpa
dosa, supaya dengan kuasaNya umatNya juga bisa menghidupkan kehidupan tanpa
dosa. Dia ingin agar mereka dengan mempraktekkan prinsip-prinsip kebenaran, menunjukkan kepada dunia bahwa rahmat Allah punya kuasa
untuk menyucikan hati…” Itulah Theologi Generasi Terakhir, di pernyataan itu. Dunia akan melihat
demonstrasi ini, demikian pula alam semesta.
Vol. 3 of Selected Messages page 360. “In the day of judgment,
the course of the man who has retained the frailty and imperfection of humanity
will not be vindicated.
For
him there will be no place in heaven. He could not enjoy the perfection of the saints
in light. He who has not sufficient faith in Christ to believe that He
can keep him from sinning,
has not the faith that will give him an entrance
into the kingdom
of God.” (Manuscript 161, 1897.)
You see how important this is, folks? This
isn't some side issue. This is a salvation issue.
Selected
Messages Vol. 3 hal. 360 “…Pada hari
penghakiman, jalan yang dipilih oleh orang yang mempertahankan kelemahan dan
ketidaksempurnaan kemanusiaan tidak akan mendapat pembenaran. Tidak ada tempat
baginya di Surga. Dia tidak bisa menikmati kesempurnaan orang-orang kudus dalam
terang. Dia yang tidak punya cukup iman dalam Kristus untuk meyakini bahwa
Kristus bisa menjaganya dari berbuat dosa, tidak memiliki iman yang akan
memberinya jalan masuk ke kerajaan Allah.” (Manuscript 161, 1897.)…”
Kalian lihat betapa pentingnya ini, Saudara-saudara? Ini bukan isu
sampingan saja. Ini adalah isu keselamatan.
Listen to what she says in Review and Herald or rather I’ll come to that one in a moment.
This one is from In Heavenly Places page 201, “So perfect
is the character…” listen to this
“…So perfect is the character represented which men must have in order
to be
Christ’s disciples
that the infidel has said that it is not possible for any human being to
attain
unto it….” what does that
make people who deny that perfection is possible? “…But no less
a standard must be
presented by all who claim to be children
of God. Infidels know not that celestial
aid is provided for all who
seek for it by faith.”
Dengarkan apa kata Ellen White di Review and Herald, atau nanti sebentar saya akan kembali ke yang ini.
Yang ini dari In Heavenly Places hal. 201, “…Sebegitu
sempurnanya karakter…” dengarkan ini “…Sebegitu sempurnanya
karakter yang ditampilkan yang harus dimiliki manusia untuk menjadi murid-murid
Kristus, yang menurut orang kafir
mustahil bagi manusia mana pun untuk mencapainya…” orang yang tidak mengaku bahwa kesempurnaan itu mungkin namanya apa? “…Tetapi, bagaimana pun juga suatu
standar harus ditampilkan oleh semua yang mengklaim sebagai anak-anak Allah.
Orang kafir tidak tahu bahwa bantuan surgawi diberikan kepada semua yang mencarinya
dengan iman.”
Here's the one from Review and Herald, March 15, 1906, “Christ came to this earth and lived a life
of perfect obedience, that men and women, through His grace, might also live
lives of perfect obedience. This is necessary to their salvation…”
Inilah yang dari Review and Herald 15 Maret 1906, “…Kristus datang ke dunia ini dan menghidupkan sebuah
kehidupan dalam kepatuhan yang sempurna, sehingga laki-laki dan perempuan,
melalui rahmatNya, juga bisa menghidupkan kehidupan kepatuhan yang sempurna.
Ini diperlukan untuk keselamatan mereka.”
Now some folks may be startled by the
clarity of some of these statements, but what in fact is biblical salvation? We
talked about this yesterday. Matthew 1:21, “21 …
thou shalt call His name Jesus, for He shall save His people from their sins.”
Nah, mungkin
ada orang-orang yang kaget dengan keterusterangan beberapa dari
pernyataan-pernyataan ini, tetapi sesungguhnya keselamatan alkitabiah itu apa?
Kita sudah bicara tentang ini kemarin. Matius 1:21, “21 …engkau akan menamakan Dia
Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka.”
So let's again reiterate, we need to
again reiterate that God only holds people accountable for the light and truth
that He has shown them. Remember, what we find in Acts 17:30, “30
And the times of this ignorance God winked at…”
Jadi mari kita ulangi lagi, kita perlu mengulangi lagi
bahwa Allah minta pertanggungjawaban dari manusia untuk terang dan kebenaran yang telah Dia tunjukkan kepada mereka. Ingat, apa yang kita temukan di Kisah 17:30, “…30
Sesungguhnya, zaman kebodohan itu dimaafkan Allah,…”
And in James 4:17, “17
Therefore to him that knoweth to do good, and doeth it not, to him it is sin.”
Dan di Yakobus 4:17, “…17
Jadi, bagi dia yang tahu bagaimana berbuat baik, dan
tidak melakukannya, baginya itu dosa.”
Once again let's look at this
statement from Early Writings page 254, and
I know we've repeated a number of these things, but you know many who are
tuning into this symposium may have only been able to tune into one or a couple
of these presentations. “The minds of all who embrace this message
are directed to the Most Holy Place…” and boy, was I
blessed by the message brother Akeem gave this morning, “…where Jesus stands before the Ark, making His
final intercession for all those for whom mercy still lingers and for those who have ignorantly broken the Law of God. This
atonement is made for the righteous
dead as well as for the
righteous living. It includes
all who died trusting
in Christ, but who, not having received the light upon God’s commandments, had sinned ignorantly in transgressing its precepts.”
Sekali lagi mari kita simak
pernyataan ini dari Early
Writings hal. 254, dan saya tahu kita sudah
mengulangi sejumlah bacaan ini tetapi kita harus tahu bahwa banyak yang
mendengarkan simposium ini mungkin hanya sempat mendengarkan satu-dua
presentasinya. “…Pikiran semua yang
menerima pekabaran ini diarahkan ke Bilik Mahakudus…” dan betapa saya merasa
diberkati oleh pesan dari Saudara Akeem tadi pagi, “…di mana Yesus
sedang berdiri di depan Tabut Perjanjian, membuat perantaraanNya yang terakhir
bagi semua yang masih ditunggu oleh kemurahan, dan bagi mereka yang karena
tidak tahu telah melanggar Hukum Allah. Pendamaian ini dibuat bagi orang-orang
benar yang sudah mati maupun bagi orang-orang benar yang masih hidup. Termasuk
di dalamnya semua yang telah mati dengan percaya dalam Kristus, tetapi yang
karena tidak pernah menerima terang mengenai Perintah-perintah Allah, telah
berbuat dosa tanpa mengetahuinya dengan melanggar ketentuan-ketentuannya.”
Now we're going to look for a moment
about the issue of claiming to be
sinless; remember what we saw here in 1 Kings 8:39, “39 …Thou, even Thou only,
knowest the hearts of all the children of men.” That's the reason none of us can claim to be without sin,
like I said a moment ago. We can know if we've made progress, but we can
never know when the job is finished, because we don't know our own
hearts.
Nah kita akan menyimak sejenak tentang isu mengklaim
tidak punya dosa; ingat apa yang kita lihat di sini di 1 Raja 8:39, “39 …
Engkau, Engkau sajalah yang mengenal hati semua anak manusia.” Itulah alasannya tidak
seorang pun dari kita bisa mengklaim kita sudah tidak punya dosa,
seperti kata saya tadi. Kita
bisa tahu jika kita telah membuat kemajuan, tetapi kita tidak pernah bisa tahu
kapan pekerjaan itu selesai karena kita tidak mengenal hati kita
sendiri.
Some people will quote this text in 1
John 1:8, “8
If we say that we have no sin, we deceive ourselves, and the truth is not in
us.” But we can't remove this verse from the one that comes before and the one
that comes after, which says, “7 But if we walk in the light,
as He is in the light, we have fellowship one with another, and the blood of
Jesus Christ His Son cleanseth us from all sin.” And then of course verse 9, “9 If we confess our sins, He is
faithful and just to forgive us our sins, and to cleanse us from all
unrighteousness.” The only thing
he's saying in verse 8 is the same thing Paul says in Romans 3:23 “23 For all have sinned and come
short of the glory of God”.
Ada orang-orang yang akan
mengutip ayat di 1 Yohanes 1:8 ini, “8 Jika
kita berkata, bahwa kita tidak punya dosa,
maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita…” Tetapi kita tidak bisa memindahkan ayat ini dari ayat
yang sebelumnya dan ayat yang sesudahnya, yang mengatakan, “…7 Tetapi jika kita hidup di dalam
terang sama seperti Dia ada di dalam terang, kita bersekutu seorang dengan yang lain, dan darah Yesus Kristus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari
segala dosa.…” Kemudian tentu saja ayat 9, “…9
Jika kita mengakui dosa-dosa kita,
Ia setia dan adil untuk mengampuni kita dari segala dosa kita dan menyucikan kita
dari segala kejahatan…” Satu-satunya yang dia katakan di ayat 8 itu sama dengan
yang dikatakan Paulus di Roma 3:23, “…23
karena
semua orang telah berbuat dosa dan gagal
mencapai kemuliaan Allah.”
But we can see in Job's case the
difference between claiming to be sinless and actually being sinless. God said
of Job that he was a “perfect and
upright man, one who feared God and eschewed evil…” and we of course saw this verse that
despite the horrific trial brought upon him, Job 1:22 says, “22
In all this Job sinned not, nor charged God foolishly/”
But what did Job say about himself?
Job 9:20-21, “20 If I justify myself, mine
own mouth shall condemn me: if I say, I am perfect, it shall also prove me
perverse. 21 Though I were perfect, yet would I not know my soul: I
would despise my life.”
Tetapi kita bisa melihat di
kasus Ayub perbedaan antara mengklaim tidak punya dosa dengan benar-benar tidak
punya dosa. Allah berkata tentang Ayub bahwa dia adalah orang yang “1…sempurna dan jujur; dan yang takut akan Allah dan
menjauhi kejahatan. (Ayub 1:1) …” dan tentu saja
kita melihat ayat ini, walaupun ujian yang mengerikan jatuh padanya Ayub 1:22
berkata, “…22 Dalam
kesemuaannya itu
Ayub tidak berbuat dosa maupun menyalahkan
Allah dengan gegabah.”
Tetapi apa kata Ayub tentang dirinya sendiri? Ayub
9:20-21, “…20 Jika aku membenarkan diriku, mulutku sendiri akan menghukum aku; jika
aku mengatakan aku sempurna, dia akan membuktikan
aku jahat. 21 Andai pun aku sempurna,
namun aku tidak akan mengenal hatiku: aku
akan membenci hidupku.”
The following Ellen White statement is quoted repeatedly by opponents of Last
Generation Theology particularly in the book that was recently published by the
seminary faculty, but you know something, none of the other statements that I’ve
been quoting about sinless obedience from the writings of Ellen White or the
Bible are mentioned in these new books, they're left totally without a mention.
It's unbelievable.
Here is the statement we're talking about from Vol. 3 of Selected Messages 355, “We cannot say, ‘I am sinless,’ till this vile body is changed and fashioned
like unto His glorious body.” This statement is quoted one, two, three, four, five, six, seven, eight
times in this book but the context is left conveniently out. Listen to what she
says right here in the context, “But we shall not boast of our holiness.
As we have clearer views of Christ’s spotlessness and infinite
purity, we shall feel as did Daniel, when he beheld the glory of the Lord, and said, ‘My comeliness was turned in me into corruption.’…” Then she says, “We cannot say, ‘I am sinless,’ till this vile body is changed and fashioned
like unto His glorious body. But if we constantly seek to follow Jesus, the blessed hope is ours of standing
before the throne of God without spot or wrinkle, or any such thing; complete
in Christ, robed in His righteousness and perfection.” (The Signs of the Times, March 23, 1888)
Notice she isn't saying we cannot be sinless until
this vile body is changed, we can't say it because we obviously don't
know our hearts.
Pernyataan Ellen White berikutnya dikutip berulang-ulang oleh para penentang Theologi Generasi Terakhir, terutama di buku yang baru diterbitkan oleh fakultas seminari, tetapi kalian tahu, tidak ada pernyataan-pernyataan lain yang telah saya kutip tentang kepatuhan tanpa dosa dari tulisan-tulisan Ellen White atau Alkitab yang disinggung dalam buku-buku baru ini, mereka sama sekali ditinggalkan tanpa sekali pun disinggung. Sungguh keterlaluan.
Inilah pernyataan yang kita
bicarakan, dari Selected
Messages Vol. 3 hal. 355, “…Kita tidak bisa
mengatakan, ‘Aku tidak punya dosa’ hingga tubuh yang hina ini diubahkan dan
dibentuk seperti tubuhNya yang mulia…” Pernyataan ini dikutip sebanyak 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 kali di buku ini,
tetapi konteksnya dengan nyaman tidak disertakan. Dengarkan apa yang dikatakan Ellen White di konteksnya di
sini, “…Tetapi
kita jangan membanggakan kesucian kita. Saat kita punya pandangan yang lebih
jelas tentang ketidakberdosaan dan kemurnian Kristus yang tidak terbatas, kita
akan merasa seperti Daniel ketika dia memandang kemuliaan Tuhan dan berkata,
‘kebagusanku telah berubah menjadi kerusakan,’ (Daniel 10:8)…” Lalu Ellen White berkata, “…Kita tidak bisa mengatakan, ‘Aku tidak
punya dosa’ hingga tubuh yang hina ini diubahkan dan dibentuk seperti tubuhNya
yang mulia, Tetapi jika kita terus-menerus berusaha mengikuti Yesus,
pengharapan mulia adalah milik kita, untuk berdiri di hadapan takhta Allah ‘tanpa noda
atau kerut atau apa pun yang seperti itu,’
(Efesus 5:27), lengkap dalam Kristus, berjubahkan
kebenaran dan kesempurnaanNya.” (The Signs of the Times, March 23, 1888)
Simak Ellen White tidak
berkata kita tidak bisa menjadi tidak punya dosa hingga tubuh yang hina ini
diubahkan, tapi kita tidak bisa mengatakannya karena kita tidak
tahu hati kita sendiri.
In another statement Signs of The Times, May 15, 1895, “When the conflict of
life is ended, when the armor is laid off at the feet of Jesus, when the saints
of God are glorified, then and then only will it be safe to claim that we are
saved and sinless…” Unfortunately
in these books they stop there, they don't go on. Let's go on, “…The true
sanctification will not lead any human being to pronounce himself holy,
sinless, and perfect. Let the Lord proclaim the truth of your character…” and we know when that's going to happen.
Dalam pernyataan yang lain Signs of the Times 15 Mei 1895, “…Ketika
konflik kehidupan berakhir, ketika persenjataan perang dilepas di kaki Yesus,
ketika orang-orang saleh Allah dimuliakan, pada saat itulah, dan hanya pada
saat itu, barulah aman untuk mengklaim bahwa kita sudah diselamatkan dan tidak punya
dosa…” Sangat
disayangkan, di buku-buku ini, mereka berhenti di sana, mereka tidak
melanjutkan. Mari kita lanjutkan, “…Pengudusan yang sejati tidak akan membawa
manusia mana pun untuk mendeklarasikan dirinya suci, tidak punya dosa, dan
sempurna. Biarlah Tuhan yang menyatakan karaktermu yang sesungguhnya…” dan kita tahu kapan itu akan
terjadi.
Great Controversy page 636 this is when
the saints are just coming out of The Time of Jacob's Trouble. Listen to what
the Lord says of them. “… ‘They come!
They come!
Holy, harmless, and undefiled. They have kept the word of My patience; they shall walk among the
angels,’…” Notice, the saints don't say, “We come, holy, harmless, and undefiled.”
It's God that says that they are in this condition, and that is why only God
can declare as we find in Revelation 14:12,
“Here are they that keep the commandments
of God and the faith of Jesus.” Folks, there is
an eternity of difference between claiming to be sinless and being sinless. The
written counsel of God, both the Bible and the writings of the Spirit of
Prophecy are as clear as they can be.
Great Controversy hal. 636, inilah ketika para orang saleh baru keluar dari Masa
Kepicikan Yakub. Dengarkan apa kata Tuhan tentang mereka. “…’Mereka datang!
Mereka datang! Suci, murni, dan tidak ternoda. Mereka ‘telah
menuruti Perintah-Ku untuk bertahan’, (Wahyu 3:10)
mereka akan berjalan di tengah-tengah para malaikat’… ” Simak orang-orang saleh tidak
berkata, “Kami datang, suci, murni, dan tidak ternoda.” Allah-lah yang
mengatakan kondisi mereka demikian, dan itulah mengapa hanya Allah yang bisa
mendeklarasikan apa yang kita lihat di Wahyu 14:12, “12 …inilah mereka yang memelihara perintah-perintah
Allah dan iman Yesus…” Saudara-saudara ada perbedaan
yang sangat jauh antara mengklaim tidak punya dosa dengan memang tida punya
dosa. Nasihat tertulis dari Allah, baik Alkitab maupun tulisan-tulisan Roh Nubuat
itu sudah sejelas-jelasnya.
I hope that no one listening to this presentation will be in doubt about it
after they look up these passages and check them out themselves. When I read
these Ellen White statements
about sinlessness I’m reminded of a statement that Senator Sam Irvin made
during the senate Watergate hearings of 1973 ~ some of the older ones here may
remember that ~ when he was challenged by Nixon’s aide John Ehrlichman for
being so dogmatic in his interpretation of a certain federal statute, Senator
Irvin replied, “That's because I understand the English language, it's my
mother tongue.” And folks, for most of us involved in this controversy, English
is our mother tongue too, in these Ellen White
statements that use the word “sinless” and “sinlessness”, “keep him from
sinning”.
Saya berharap tidak ada yang mendengarkan presentasi ini
masih meragukan tentangnya setelah mereka mencari teks-teks ini dan mengeceknya
sendiri. Ketika saya membaca pernyataan-pernyataan Ellen White tentang
ketidakberdosaan ini saya teringat pernyataan yang dibuat Senator Sam Irvin
selama persidangan Watergate tahun 1973 ~ mereka yang lebih tua di sini mungkin
mengingat itu ~ ketika dia ditantang oleh pembantu Nixon, John Ehrlichman, karena
bersikap begitu dogmatis dalam interpretasinya tentang suatu peraturan federal,
Senator Irvin menjawab, “Itu karena saya menguasai bahasa Inggris, itu adalah
bahasa ibu saya.” Dan Saudara-saudara, bagi kebanyakan kita yang terlibat dalam
pertentangan ini, bahasa Inggris adalah bahasa ibu kita juga, di mana
pernyataan-pernyataan Ellen White menggunakan kata
“tanpa dosa” dan “ketidakberdosaan”, menjaganya dari berbuat dosa.
Folks, this is the truth of the Bible and the Spirit of Prophecy it is equally
clear in both sources. This is not Ellen White theology, it's Bible theology. And
this is the reason why from the beginning of the Advent movement, Last
Generation Theology has been at the heart of our message. This is the reason
why when Jeffrey Paxton wrote his book in 1977, The
Shaking of Adventism he said on page 114, and this is not in my notes but
you can look it up, he said, “The doctrine of the
perfecting of the final generation stands near the heart of Adventist
theology.” And this man was an Anglican. He was
reading our literature for himself and that's the conclusion he arrived at.
Folks, this is not some fringe idea in the church. It has been at the heart of
our faith, since Joseph Bates and James White.
Saudara-saudara, inilah
kebenaran dari Alkitab dan Roh Nubuat, sama-sama jelas dalam kedua sumber ini.
Ini bukan theologi Ellen White, ini theologi Alkitab. Dan inilah alasannya
mengapa dari awal pergerakan Advent, Theologi Generasi Terakhir ada di jantung
pekabaran kita. Inilah alasannya mengapa ketika Jeffry Paxton menulis bukunya
di tahun 1977 The Shaking
of Adventism (Kegoncangan Adventisme)
dia mengatakan di hal. 114 ~ dan ini tidak ada di makalah saya, tapi
kalian bisa mencarinya, dia berkata,
“…Doktrin tentang penyempurnaan generasi terakhir berdiri dekat jantung
theologi Advent…” Dan orang ini adalah seorang Anglikan. Dia membaca literatur kita sendiri
dan itulah kesimpulan ang dicapainya. Saudara-saudara ini bukan sebuah ide
receh dalam gereja. Ini selalu ada di jantung iman kita, sejak masa Joseph
Bates dan James White.
And the same thing was stated more recently by two other authors, both ex-Adventists:
Malcolm Bull and Keith Lockhart in their book Seeking
A Sanctuary on The History of The Adventist Church on page 87 they say that,
“Prior
to Edward Heppenstall, no important Adventist author denied the possibility of
perfection.”
Dan hal yang sama dinyatakan
baru-baru ini oleh dua penulis lain, keduanya eks-Advent, yaitu Malcolm Bull
dan Keith Lockhart dalam buku mereka Seeking a Sanctuary on The History of The Adventist
Church di hal. 87, mereka mengatakan bahwa, “…Sebelum Edward
Heppenstall, tidak ada penulis Advent yang signifikan yang menolak kemungkinan
mencapai kesempurnaan.”
Folks, this has been standard Adventism throughout our history, and the
fact is, it remains that way. It is still the Bible's teaching. It is still the
Spirit of Prophecy's teaching. And what I encourage everyone to do, and I know
you've been getting lots of evidence from the inspired sources in these
presentations, they're all going to be posted, all of these notes are going to
be posted on the Secrets Unsealed website. Download the Secrets Unsealed App
and you'll get the newsletter that will let you know when you can download
them. And I hope and I pray you'll get your friends together and you'll study
these passages, you'll study this evidence. Take it to prayer meeting, have a
series of prayer meeting on these things. Look up the evidence and be like the
noble Bereans, searching the evidence daily to see whether these things are so.
Saudara-saudara, ini
sudah menjadi standar Adventisme sepanjang sejarah kita, dan
faktanya ialah ini akan tetap demikian. Ini masih ajaran Alkitab, ini masih
ajaran Roh Nubuat. Dan saya mendorong setiap orang untuk melakukan ini. Saya
tahu kalian telah mendapatkan banyak bukti dari sumber-sumber inspirasi dalam
presentasi-presentasi ini, dan mereka semuanya akan diposting, semua makalah
akan diposting di situs Secrets Unsealed. Unduhlah aplikasi Secrets Unsealed dan kalian akan mendapatkan buletin yang
akan memberitahu kalian kapan kalian bisa mengunduh mereka. Dan saya berharap
dan saya minta kalian akan mengumpulkan teman-teman kalian bersama-sama, dan
mempelajari teks-teks ini, mempelajari bukti ini. Bawalah ke pertemuan doa,
adakan rangkaian pertemuan doa tentang hal-hal ini. Cocokkan bukti-buktinya,
jadilah seperti orang-orang Berean memeriksa bukti-buktinya setiap hari untuk
memastikan apakah memang demikian.
01 02 24
No comments:
Post a Comment