Friday, April 4, 2025

EPISODE 02/25 ~ THE GREAT PROPHECIES OF THE OLD TESTAMENT 1 ~ STEPHEN BOHR


THE GREAT PROPHECIES OF THE OLD TESTAMENT 1

Part 02/25 - Stephen Bohr

GOD, HISTORY, PROPHECY, TIME AND ETERNITY PART 2

 

https://www.youtube.com/watch?v=AT79J1_BfFc&list=PLIWJyuxBfZ7je1L5eNH11ROzC-CaAKO3E&index=2

 

Dibuka dengan doa.

 I want to read the statement with which we ended our last session Ministry of Healing page 479, it refers to how Jesus every day followed the Father's plan, and how we can do the same.  It says like this, “Christ in His  life on earth made no plans for Himself. He accepted God's plans for Him, and day by day the Father unfolded His plans…” now she speaks about us,  “… So should we depend upon God, that our lives may be the  simple outworking of His  will. As we commit our ways to Him, He will  direct our step.

 

Saya mau membacakan pernyataan yang mengakhiri sesi kita yang lalu, Ministry of Healing hal. 479, yang mengacu kepada bagaimana setiap hari Yesus mengikuti rencana Bapa, dan bagaimana kita pun bisa berbuat yang sama. “…Kristus dalam hidupNya tidak membuat rencana apa pun bagi DiriNya Sendiri. Dia menerima rencana Allah bagiNya, dan dari hari ke hari Bapa mengungkapkan rencana-rencanaNya…” sekarang Ellen White bicara tentang kita.  “… Dengan demikian kita harus bersandar pada Allah supaya hidup kita boleh menjadi karya murni dari kehendakNya. Sebagaimana kita menyerahkan karakter kita kepadaNya, Dia akan menuntun langkah kita.”

 

 

Then the statement continues,Too many, in planning for a  brilliant future, make an  utter failure. Let  God plan for you. As a little child, trust to the guidance of Him who will ‘keep the feet of His saints.’ (1 Samuel 2:9)…” and now comes a portion of the statement that I want to dwell on in this class.  “…God  never leads His children otherwise than  they would choose to be led, if they could see the end from the beginning and discern the glory of the purpose which they are fulfilling as co-workers with Him. If we could see the end from the beginning, we would not choose any other way than the way that God chose, because Father knows best.

 

Kemudian pernyataan itu berlanjut, “…Terlalu banyak orang, dalam merencanakan masa depan yang cemerlang, justru membuat kegagalan total. Biarkan Allah yang membuat rencana untukmu. Seperti seorang anak kecil, percayailah tuntunan Dia yang akan ‘memelihara kaki-kaki orang-orang kudusNya’ (1 Samuel 2:9)…” Dan sekarang bagian dari pernyataan yang mau saya bahas di kelas ini.  “…Allah tidak pernah menuntun anak-anakNya berlawanan dengan apa yang akan mereka pilih untuk dituntun jika mereka bisa melihat akhirnya dari permulaan dan memahami kemuliaan tujuan yang mereka genapi sebagai mitra-kerja dengan Allah…”  Jika kita bisa melihat akhirnya dari mula, kita tidak akan memilih jalan yang lain dari yang dipilih Allah, karena Bapa yang paling tahu.

 

 

Now this last part of this statement is Illustrated in the story of Joseph. God wants us to allow Him to use us for the accomplishment of His  purposes. However, if we refuse to follow His purpose, God will fulfill His purpose in a different way. You see, we are all important in fulfilling God's purpose, but not indispensable. That's an important point that we need to remember. We are all important in fulfilling God's purpose but we are not indispensable. So let's illustrate the last part of the statement that I read by examining the story of Joseph.

 

Nah, bagian yang terakhir dari pernyataan ini diilustrasikan di kisah Yusuf. Allah mau kita mengizinkan Dia memakai kita untuk menyelesaikan tujuanNya. Namun, jika kita menolak mengikuti tujuanNya, Allah akan menyelesaikan tujuanNya dengan cara lain. Kalian lihat, kita semua ini penting dalam menggenapi tujuan Allah, namun bukan tidak tergantikan. Ini adalah poin yang penting yang perlu kita ingat. Kita semuanya penting dalam menggenapi tujuan Allah, tetapi kita bukan tidak bisa digantikan. Jadi mari kita gambarkan bagian terakhir dari pernyataan yang baru saya baca dengan menyimak kisah Yusuf.

 

 

As we know, God gave Joseph two dreams, and in those dreams basically God was telling him that his  family would come and bow before him. He shared that with his father and with his brothers, and it went over like a lead balloon.  They said, “Are you kidding? You think we're going to come and we're going to bow before you? No way!” Now God knew that Satan was going to work upon Joseph's brothers to sell him into slavery in Egypt. Did God know that that was going to happen? Of course He did. At first he was terrified, Joseph was terrified when he was taken to Egypt, and yet Joseph decided that he was going to be faithful to God no matter what. He did not understand how his  dreams could be fulfilled because now he was on the way to Egypt as a slave, but he said, “I'm going to cooperate with God. I'm going to walk step by step with Him.”

Ellen White comments in Patriarchs and Prophets page 214, “His soul thrilled with the high resolve to prove himself true to God--under all circumstances to act as became a subject of the King of heaven. He would serve the Lord with undivided heart; he would meet the trials of his lot with fortitude and perform every duty with fidelity. He came to this determination as he was seeing the tents of his  father in the distance, as he was being taken to Egypt. He did not have the foggiest idea how his  dreams would be fulfilled, but he said, “I'll trust the Lord to do it His  way.”

 

Sebagaimana yang kita tahu, Allah memberi Yusuf dua mimpi, dan di kedua mimpi tersebut pada dasarnya Allah memberitahunya bahwa keluarganya akan datang dan sujud di hadapannya. Dia menyampaikan itu kepada ayah dan saudara-saudaranya, dan itu tidak dipercaya oleh mereka. Mereka berkata, “Yang bener aja, kamu kira kami akan datang dan kami akan sujud di hadapanmu? Tidak mungkin!” Nah, Allah sudah tahu bahwa Setan akan meyakinkan saudara-saudara Yusuf untuk menjualnya sebagai budak ke Mesir. Apakah Allah tahu bahwa itu yang akan terjadi? Tentu saja Dia tahu. Awalnya dia ketakutan, Yusuf ketakutan ketika dia dibawa ke Mesir, namun Yusuf memutuskan bahwa dia akan tetap setia kepada Allah apa pun yang terjadi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana mimpinya bisa digenapi karena sekarang dia dalam perjalanan ke Mesir sebagai budak, tetapi dia berkata, “Aku akan bekerjasama dengan Allah, aku akan berjalan selangkah demi selangkah bersamaNya.”

Ellen White mengometari di Patriarchs and Prophets hal. 214, “…Jiwanya melambung dengan keputusan yang luhur untuk membuktikan dirinya setia kepada Allah ~ dalam kondisi apa pun untuk bersikap layaknya seorang rakyat dari Raja Surga. Dia akan mengabdi kepada Tuhan dengan sepenuh hatinya, dia akan menghadapi ujian-ujian jatahnya dengan ketabahan dan melakukan setiap tugasnya dengan loyalitas…”  Dia tiba pada keputusan ini sementara dia melihat tenda ayahnya semakin mengecil di kejauhan saat dia dibawa pergi ke Mesir. Dia sama sekali tidak punya bayangan bagaimana mimpinya bisa digenapi, tetapi dia berkata, “Aku akan serahkan kepada Tuhan untuk melakukannya menurut caraNya.

 

 

Now providentially he ended up in the house of Potiphar. Why would he end up in Potiphar's house? Well, it was needful for him to learn the art of administration because God had a plan for him to administrate all of the goods of Egypt. And Joseph became such a good administrator that his lord Potiphar didn't worry about anything in the household, except the plate of food that was before him. Joseph became an excellent  administrator in the house of Potiphar.

But there was another purpose why he ended up in the house of Potiphar and that is God knew in His  Divine foreknowledge that Potiphars wife was going to accuse Joseph of rape, and as a result he was going to end up in prison. Now when Potiphar's wife accused Joseph, Joseph could have said, “Man, here I'm faithful to the Lord, I'm sold as a slave, and then because I'm faithful to the Lord and I don't have improper sexual relations with this woman. Oh, what's the use? I end up in prison. What kind of justice is there in this?” But Joseph did not complain. He said, “God has a plan and I'm going to go along with the plan even if I don't understand.”

 

Nah, sesuai rencana Allah, Yusuf berakhir di rumah Potifar. Mengapa dia berakhir di rumah Potifar? Nah, karena dia perlu belajar seni kepengurusan, karena Allah punya rencana baginya untuk mengurus semua produk Mesir. Dan Yusuf menjadi seorang pengurus yang sedemikian baiknya sampai tuannya Potifar tidak perlu mengkhawatirkan tentang apa pun di rumah tangganya, selain makanan apa yang ada di piring di depannya. Yusuf menjadi seorang pengurus yang sangat mahir di rumah tangga Potifar.

Tetapi ada tujuan lain mengapa dia berakhir di rumah Potifar, dan itu ialah Allah dalam kemahatahuanNya sudah tahu lebih dulu bahwa istri Potifar akan menuduh Yusuf memperkosanya, dan akibatnya Yusuf akan berakhir di penjara. Nah, ketika istri Potifar menuduh Yusuf, Yusuf bisa saja berkata, Ya ampun, aku lagi baik-baik setia kepada Tuhan, aku dijual sebagai budak. Kemudian karena aku setia kepada Tuhan dan aku tidak mau terlibat hubungan seksual dengan perempuan ini, malah aku berakhir di penjara. Jadi apa gunanya? Di mana keadilannya? Tetapi Yusuf tidak komplain. Dia berkata, “Allah punya rencana, dan aku akan mengikuti rencana itu walaupun aku tidak mengerti.”

 

 

Now he needed to fine-tune his  administrative skills. In the prison he was such a good administrator that he actually became the warden of the prison. God was molding him. God was polishing him for a great task that He had in mind for him. But there was another reason why he ended up in prison, and that is he needed to meet a baker and a cup bearer. And God gave the cup bearer and the baker dreams, and Joseph interpreted the dreams. And the baker of course in three days was killed, but the cup bearer actually became once again the cup bearer of the Pharaoh. And as the cup bearer was leaving the prison, Joseph said to him, “Please put in a good word for me.” And in gratefulness the cup bearer forgot Joseph for two years, because it wasn't time, it wasn't time. There was a time in God's calendar because God knew everything that was going to transpire, and He molded events according to what He knew was going to happen.

 

Sekarang dia perlu memoles semakin halus keterampilannya menjadi pengurus. Di penjara dia menjadi pengurus yang begitu baik sampai dia menjadi pembantu sipir penjara. Allah sedang membentuknya. Allah sedang memolesnya untuk suatu tugas besar yang Allah rencanakan baginya. Tetapi ada alasan lain mengapa Yusuf berakhir di penjara, yaitu dia harus bertemu dengan si pembuat roti dan si pembuat minuman Firaun. Dan Allah memberi pembuat roti dan pembuat minuman itu mimpi-mimpi, dan Yusuf yang menginterpretasikan mimpi-mimpi itu. Dan tentu saja, setelah tiga hari si pembuat roti dibunuh, tetapi si pembuat minuman sekali lagi dikembalikan ke jabatannya semula menjadi pembuat minuman Firaun. Dan ketika si pembuat minuman itu akan meninggalkan penjara, Yusuf berkata kepadanya, “Tolong, ceritakan tentang aku di sini.” Dan sebagai terimakasihnya si pembuat minuman lupa pada Yusuf selama dua tahun, karena waktunya belum tiba, waktunya belum tiba. Ada waktunya di kalender Allah karena Allah mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi, dan Allah mengatur peristiwa-peristiwa menurut apa yang Dia ketahui akan terjadi.

 

 

And so two years later God gives two dreams to Pharaoh, and Pharaoh, you know, calls all the experts in the kingdom, and none of them are able to explain the meaning of the dreams. And then God says to the cup bear, “It's time. You remember Joseph?” And so he says to Pharaoh, “I know an individual who interprets dreams.” And he tells the dreams, he tells him about his  dream and the dream of the baker. Pharaoh says, “Well bring him out.” And so he comes before Pharaoh, and he interprets the dreams. He says there's going to be seven years of plenty, and there's going to be seven years of famine. And so then the question is asked, you know, who is going to do this huge administrative work of storing the goods of Egypt for seven years, and then decide how it can be distributed? And Pharaoh says, “Well, who better than the individual that interpreted my dreams?” And so from a foreign slave, Joseph becomes the prime minister of Egypt.

Do you think that Joseph is saying, “Now things are looking up, God is working, I'm glad I decided to follow God's way. I wouldn't have it any other way.” Is what Joseph is thinking.

 

Maka dua tahun kemudian Allah memberi Firaun dua mimpi, dan Firaun memanggil semua orang pintar di kerajaannya, dan tidak ada yang bisa menjelaskan makna dari mimpi-mimpi itu. Kemudian Allah berkata kepada si pembuat minuman, “Sekarang waktunya. Kamu ingat Yusuf?” Maka si pembuat minuman berkata kepada Firaun, “Aku kenal seseorang yang menerjemahkan mimpi.” Kemudian dia menceritakan mimpi-mimpinya, dia menceritakan kepada Firaun mimpinya dan mimpi si pembuat roti. Dan Firaun berkata, “Bawalah dia kemari.” Maka Yusuf datang menghadap Firaun, dan dia menerjemahkan mimpi-mimpinya. Dia berkata akan ada tujuh tahun kelimpahan dan akan ada tujuh tahun kelaparan. Maka pertanyaan yang muncul ialah, siapa yang akan melakukan tugas besar mengurusi pekerjaan menimbun semua hasil bumi Mesir selama tujuh tahun kemudian mengatur bagaimana itu harus dibagikan di masa kelaparan? Dan Firaun berkata, “Nah, siapa lagi yang lebih tepat dari orang yang telah menerjemahkan mimpiku?” Maka dari seorang budak asing, Yusuf menjadi perdana menteri Mesir.

Menurut kalian apakah Yusuf berkata, “Sekarang segalanya menjadi baik. Allah sedang bekerja, aku senang aku memutuskan untuk mengikuti jalan Allah. Aku tidak ingin berbuat yang lain.” Itulah yang dipikir Yusuf.

 

 

Now I'm going to abbreviate this story.  Satan caused the drought and the drought became so severe that after a couple of years the sons of Jacob have to come to Egypt to get provisions because they heard that there were provisions in Egypt. And so they come before Joseph. And lo and behold, what do they do? They bow before Joseph. And Joseph says, “Aha! My dreams are being fulfilled. Just I didn't know it was going to happen this way. I'm glad that I chose to play along. I'm glad that I decided to follow God's plan, God's steps.” In fact when Joseph identified himself to his  brothers, his  brothers were all sad. This is when they were converted. They were so sad, they said, “Oh Joseph we're sorry.” And Joseph three times said,  “No sweat.” That's not exactly the way he said it. Notice Genesis 45:6-8, three times what Joseph says, “ But now, do not therefore be grieved or angry with yourselves because you sold me here;…” number one,  “…for God sent me before you to preserve life.  For these two years the famine has been in the land, and there are still five years in which there will be neither plowing nor harvesting…” and second time   “… And God sent me before you to preserve a posterity for you in the earth, and to save your lives by a great deliverance…”  and now a third time “…So now it was not you who sent me here, but God; and He has made me a father to Pharaoh, and lord of all his house, and a ruler throughout all the land of Egypt.” What did Joseph do? He followed God's plan even though he couldn't understand where the plan was leading. He believed in God's plan.

 

Sekarang saya akan menyingkat kisahnya. Setan yang menimbulkan kekeringan dan kekeringan itu sedemikian parahnya setelah dua tahun anak-anak Yakub harus pergi ke Mesir untuk mendapatkan makanan karena mereka mendengar bahwa di Mesir ada makanan. Maka mereka datang ke hadapan Yusuf. Dan ternyata lihatlah apa yang mereka lakukan? Mereka sujud di hadapan Yusuf. Dan Yusuf berkata, “Aha! Mimpiku digenapi. Hanya saja aku tidak tahu bahwa akan terjadi seperti ini. Aku bersyukur aku memilih untuk mengikuti Tuhan, aku bersyukur aku memutuskan untuk mengikuti rencana Allah, langkah-langkah Allah.” Malah ketika Yusuf memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya, saudara-suadaranya semuanya bersedih ~ pada waktu itu mereka sudah bertobat ~ mereka begitu sedih mereka berkata, “Oh, Yusuf, kami menyesal.” Dan tiga kali Yusuf berkata, “Tidak apa-apa.” Itu bukan kata-kata yang dipakainya. Simak Kejadian 45:6-8, tiga kali Yusuf berkata, 5 Tetapi sekarang, oleh karena itu, janganlah bersusah hati atau marah pada diri sendiri karena kamu telah menjual aku kemari,…” yang pertama kalinya,   “…sebab Allah yang telah mengutus aku mendahului kamu agar memelihara hidup.  6 Karena selama dua tahun ini sudah kelaparan ada di negeri ini dan masih ada lima tahun lagi di mana tidak akan ada yang membajak atau menuai…”  yang kedua kalinya  “…7 Dan Allah telah mengutus aku mendahului kamu untuk mempertahankan kelanjutan keturunanmu di bumi  dan untuk menyelamatkan hidupmu, melalui penyelamatan yang besar…” dan sekarang ketiga kalinya, “…8 Jadi bukanlah kamu yang mengirim aku ke sini, tetapi Allah; dan Dia yang telah menjadikan aku sebagai penasihat bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya, dan sebagai penguasa di seluruh tanah Mesir…”  Apa yang dilakukan Yusuf? Dia mengikuti rencana Allah walaupun dia tidak mengerti ke mana tujuan rencana itu. Dia mempercayai rencana Allah.

 

 

Now here's something very interesting. God had given Moses a dream of 400 years that Israel would be captive in Egypt, but God did not identify by the way that it was going to be in Egypt. He simply said that you're going to be slaves in a land that is not yours, and after the 400 years I am going to release you, and you're going to go back to Canaan, you're going to go back to the promised land. Now in order for that prophecy to be fulfilled, Jacob and his  family had to go to Egypt, right? And so by the experience of Joseph, God transplanted Jacob and his  family to Egypt, so that the prophecy of the 400 years could be fulfilled. By the way, did the devil know that God's plan was being fulfilled? He didn't have the foggiest idea, because God did not identify where they were going to go to. But at the end of the 400 years, Satan now says, “Now I understand where God was going with this, now they're in Egypt.” Why do you suppose that Satan hardened the heart of Pharaoh to not let Israel go? Because a prophecy of the 400 years had said that after 400 years they would go back to the promised land. So the transplanting of Joseph to Egypt made it possible to fulfill the prophecy of the 400 years. Amazing!

 

Nah, ada sesuatu yang sangat menarik. Allah telah memberi Musa mimpi tentang 400 tahun Israel akan menjadi tawanan di Mesir, tetapi Allah tidak mengidentifikasi bahwa itu akan ada di Mesir. Allah semata-mata berkata bahwa kamu akan menjadi budak di tanah yang bukan milikmu, dan setelah 400 tahun Aku akan melepaskan kamu, dan kamu akan kembali ke Kana’an, kamu akan kembali ke tanah perjanjian. (Kejadian 15:13-17). Nah, supaya nubuatan itu bisa digenapi, Yakub dan keluarganya harus pergi ke Mesir, benar? Maka dengan pengalaman Yusuf, Allah memindahkan Yakub dan keluarganya ke Mesir, agar nubuatan 400 tahun itu bisa digenapi. Nah, apakah Iblis tahu bahwa rencana Allah sedang digenapi? Dia tidak tahu sama sekali, karena Allah tidak mengidentifikasi ke mana mereka akan pergi. Tetapi pada akhir 400 tahun, sekarang Setan berkata, “Sekarang saya mengerti ke mana tujuan Allah, sekarang mereka berada di Mesir.” Menurut kalian mengapa Setan mengeraskan hati Firaun untuk tidak mengizinkan Israel pergi? Karena ada nubuatan 400 tahun yang mengatakan bahwa setelah 400 tahun mereka akan kembali ke tanah perjanjian. Maka dipindahkannya Yusuf ke Mesir membuat nubuatan 400 tahun tersebut bisa digenapi. Luar biasa!

 

 

Now let me ask you this. As Joseph looked forward from the time he was being taken a slave to Egypt, could he understand what  God was doing? No! But he decided he would follow God's plan. Now after everything had transpired, and he looks back, can he clearly see how God's plan had developed step by step? Do you think that he would have had it any other way? Looking back would he have it any other way? Of course he wouldn't. This is where we have the statement by Ellen White, the last part of this statement that says, “God  never leads His children otherwise than  they would choose to be led, if they could see the end from the beginning and discern the glory of the purpose which they are fulfilling as co-workers with Him. (Ministry of Healing p. 479) Joseph would not have had it any other way if he could see the end from the beginning, but he didn't, he decided to follow God's plan. And as he looked back, he says, “Thank you, Lord, I wouldn't have done it any other way.”

 

Sekarang coba saya tanya. Ketika Yusuf memandang ke depan pada saat dia dibawa sebagai budak ke Mesir, bisakah dia paham apa yang dilakukan Allah? Tidak! Tetapi dia memutuskan dia akan mengikuti rencana Allah. Nah, setelah semua sudah terjadi dan dia memandang ke belakang, bisakah dia dengan jelas melihat bagaimana rencana Tuhan berjalan langkah demi langkah? Menurut kalian apakah Yusuf akan membuat pilihan yang lain? Memandang ke belakang, apakah dia akan memilih jalan yang lain? Tentu saja tidak. Di sinilah kita lihat pernyataan Ellen White, bagian terakhir dari pernyataannya yang berkata, “…Allah tidak pernah menuntun anak-anakNya berlawanan dengan apa yang akan mereka pilih untuk dituntun jika mereka bisa melihat akhirnya dari permulaan dan memahami kemuliaan tujuan yang mereka genapi sebagai mitra-kerja dengan Allah.” (Ministry of Healing hal. 479).  Yusuf tidak akan memilih jalan yang lain andaikan dia bisa melihat akhirnya dari awal. Tetapi dia tidak bisa melihat, namun dia memilih untuk mengikuti rencana Allah. Dan saat dia melihat ke belakang dia berkata, “Terima kasih, Tuhan, aku tidak akan memilih jalan yang lain.”

 

 

So what is the key point? The key point is to follow God's plan no matter what, even if there are detours, even if it's difficult. We need to know that if we're walking in the light, that everything is going to work out for the honor and glory of God.

 

Jadi apa poin kuncinya? Poin kuncinya ialah mengikuti rencana Allah apa pun yang terjadi, walaupun ada belokan-belokan, walaupun sulit. Kita perlu tahu bahwa jika kita berjalan dalam terang, semuanya pada akhirnya akan baik demi kehormatan dan kemuliaan Allah.

 

 

Now let's take another story which is very interesting, the story of Esther. A death decree had been given against God's people. In other words, genocide was going to be committed, yet God had a plan to deliver Israel. Do you think that God already knew that Haman was going to try and influence the king to kill all of Israel, to destroy all of Israel? Did God know that from eternity past? Of course He did. So is God going to act in a way, to counteract what He knew was going to happen? Of course. So God had a plan and that plan involved Esther. She had to choose whether she was going to cooperate with God's plan. If Esther refused to seize the moment, God's plan for deliverance would still be successful, but with someone else, and in some other way. God's plans know no haste and no delay. He is Sovereign, and His  plan will be fulfilled with us or without us.

The critical question is this: will we allow Him to use us, or will He have to use someone else? We are all important in the fulfillment of God's plan, but not indispensable.

 

Sekarang mari kita lihat kisah yang lain yang sangat menarik, kisah Ester. Suatu surat perintah untuk menghabisi umat Allah telah dikeluarkan. Dengan kata lain, akan terjadi genosida. Tapi Allah punya rencana untuk menyelamatkan Israel. Kalian pikir apakah Allah sudah tahu bahwa Haman akan berusaha mempengaruhi raja supaya membunuh semua orang Israel, untuk membinasakan Israel? Apakah Allah sudah mengetahuinya dari masa kekekalan lampau? Tentu saja iya. Jadi apakah Allah akan mengambil tindakan untuk melawan apa yang Dia tahu akan terjadi? Tentu saja. Jadi Allah punya rencana dan rencana tersebut melibatkan Ester. Ester harus memilih apakah dia mau bekerjasama dengan rencana Allah. Jika Ester menolak memanfaatkan kesempatan itu, rencana penyelamatan Allah akan tetap berhasil, tetapi dengan orang lain dan cara yang berbeda. Rencana Allah tidak mengenal ketergesaan maupun keterlambatan. Dialah yang Mahakuasa, dan rencanaNya akan digenapi, dengan atau tanpa kita.

Pertanyaan yang kritis ialah ini: apakah kita akan mengizinkan Dia menggunakan kita, atau apakah Dia harus menggunakan orang lain? Kita semua ini penting dalam penggenapan rencana Allah, namun bukan tidak bisa digantikan.

 

 

Notice Esther 4:13 and 14, this is when the critical moment arrived and Mordecai  sends a message to Esther. 13 And Mordecai told them to answer Esther: ‘Do not think in your heart that you will escape in the king’s palace any more than all the other Jews…” in other words, you're a Jew too, don't think that because you're the queen you're going to escape you're going to be killed too.  “…14 For if you remain completely silent at this time, relief and deliverance will arise for the Jews from another place…” was Esther indispensable? Was she indispensable? No! Was she important? Yes! But notice the text, the text says,  “…14 For if you remain completely silent at this time, relief and deliverance will arise for the Jews from another place…” In other words, God’s plan is going to be fulfilled with you or without you, but now notice,  “…but you and your father’s house will…” what?  “…will perish…” And then Mordecai says this,  “…Yet who knows…” I would eliminate the “who knows” part  “…who knows whether you have come to the kingdom for such a time as this?” Who knows whether God placed you in the palace for this, for this moment? Are you following me?

And of course Esther at the risk of her own life ~ because if the queen went before the king without being called she could be killed ~ and what did she say? “I'll go and if I perish I perish, but I'm going to fulfill God's plan”  Was it worth it? Of course.

 

Simak Ester 4:13-14, inilah saat kritisnya dan Mordekhai mengirimkan pesan kepada Ester.

13 Dan Mordekhai menyuruh mereka  menyampaikan jawab ini kepada Ester, ‘Jangan kamu pikir dalam hatimu, engkau akan terluput di dalam istana raja, lebih daripada semua orang Yahudi yang lain…”  dengan kata lain, kamu juga seorang Yahudi, jangan mengira karena kamu ratu kamu akan lolos, kamu juga akan dibunuh. “…14 Sebab jika engkau pada saat ini sama sekali diam saja, kelepasan dan penyelamatan akan datang bagi orang Yahudi dari tempat lain…” apakah Ester tidak tergantikan? Apakah dia tidak bisa digantikan? Tidak! Apakah dia penting? Ya. Tetapi simak ayat berikut, dikatakan,   “…14 Sebab jika engkau pada saat ini sama sekali diam saja, kelepasan dan penyelamatan akan datang bagi orang Yahudi dari tempat lain…” dengan kata lain, rencana Allah akan digenapi dengan atau tanpa kamu. Tetapi sekarang simak,  “…tetapi engkau dan rumah bapakmu akan…” apa? “…akan binasa…” Kemudian Mordekhai mengatakan ini,  “… Namun siapa tahu…”  kalau saya, saya akan hilangkan bagian “siapa tahu” ini,  “…siapa tahu  apakah engkau datang ke kerajaan ini justru untuk saat  seperti ini’…” Siapa tahu apakah Tuhan tidak menempatkan kamu di istana untuk tujuan ini, untuk saat ini? Apakah kalian mengikuti saya?

Dan tentu saja dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri ~ karena jika ratu datang menghadap raja tanpa dipanggil, dia bisa dibunuh ~ apa kata Ester? “Aku akan pergi, dan kalau aku mati, ya aku mati, tetapi aku akan menggenapi rencana Allah.” (Ester 4:16). Apakah pengorbanan itu seimbang? Tentu saja.

 

 

Ellen White wrote in Patriarchs and Prophets page 601, “Satan himself, the hidden instigator of the scheme, was trying to  rid the earth of those who preserved the knowledge of the true God.”

 

Ellen White di Patriarchs and Prophets hal. 601 menulis, “…Setan sendiri, instigator yang tersembunyi dari rencana keji itu, berusaha menghapuskan dari dunia mereka yang masih menyimpan pengetahuan tentang Allah yang sejati.”

 

 

Now the Book of Esther is one of the last books to be included in the Old Testament Canon. There were three books that were included at the last:

ü    one of them was Song of Songs because it was too romantic,

ü    another was Ecclesiastes because it was too pessimistic, “vanity of vanities all is Vanity”,

ü    and Esther was one of the last ones to be included, because the name of God does not appear in the book.

Interestingly enough. God appears to be absent from the book at least by name. But let me ask you, as you read the story of Esther, do you know that there's a force behind history guiding the events of history? Yes! God is trying to tell Israel, you know, you might not see God overtly, but God is working in the background to deliver you. In other words, the working of God was as subtle as a tornado.

 

Nah kitab Ester adalah salah satu dari kitab-kitab terakhir yang dimasukkan ke Alkitab Perjanjian Lama. Ada tiga kitab yang paling akhir dimasukkan:

ü    salah satunya ialah Kidung Agung karena terlalu romantis,

ü    yang lain ialah Pengkhotbah karena terlalu pesimis, “kesia-siaan dari kesia-siaan, semuanya sia-sia.” (Pengkhotbah 1:2).

ü     Dan kitab Ester adalah salah satu yang terakhir dimasukkan karena nama Allah tidak ada di dalam kitab itu.

Menarik. Allah sepertinya absen dari kitab itu, setidaknya namaNya. Tetapi coba saya tanya, ketika kalian membaca kisah Ester apakah kalian melihat ada kekuasaan di balik sejarah yang menuntun peristiwa-peristiwa sejarah? Ya! Allah sedang memberitahu Israel, mungkin kamu tidak melihat Allah dengan nyata tetapi Allah sedang bekerja di latar belakang untuk menyelamatkan kamu. Dengan kata lain, kerja Allah itu sehalus tornado.

 


Now let's talk about Jeremiah. When was Jeremiah chosen to be a prophet? Well, let's read Jeremiah 1:4-8, Then the word of the Lord came to me, saying: 5 ‘Before I formed you in the womb I knew you;…” is that talking about God's foreknowledge? Did God foreknow that Jeremiah would be a prophet? Did He choose for Jeremiah to be a prophet, or did He know that Jeremiah would choose to respond to God's call? It's not that God said, “Tough luck you're going to be a prophet!” No! No! No! God says, “I call you as a prophet and I know that you're going to accept the call.” But the buck stops with Jeremiah, not with God, are you with me? What if Jeremiah had chosen not to become a prophet? Well, God says, “I can choose another one.” So, “…5 ‘Before I formed you in the womb I knew you; before you were born I sanctified you; I ordained you a prophet to the nations.’…” notice Jeremiah wants to get off the hook  “…Then said I, ‘Ah, Lord God! Behold, I cannot speak, for I am a youth.’ But the Lord said to me: ‘Do not say, ‘I am a youth,’ for you shall go to all to whom I send you, and whatever I command you, you shall speak. 8 Do not be afraid of their faces, for I am with you to deliver you, says the Lord.” And so Jeremiah accepted the call, and it was an extremely difficult time for him. They threw him in a cistern, I mean they caused all sorts of problems for him, and yet he desired and actually did follow God's plan.

 

Sekarang mari kita bicara tentang Yeremia. Kapan Yeremia dipilih menjadi nabi? Nah, mari kita  baca Yeremia 1:4-8, 4 Lalu Firman TUHAN datang kepadaku, mengatakan: 5 ‘Sebelum Aku membentuk engkau di dalam rahim, Aku telah mengenal engkau,…”  apakah ini bicara tentang kemahatahuan Allah akan semua yang belum terjadi? Apakah Allah sudah tahu sebelumnya? Apakah Allah sudah lebih dahulu tahu bahwa Yeremia akan menjadi seorang nabi? Apakah Allah yang memilih Yeremia menjadi seorang nabi atau apakah Allah tahu Yeremia akan memilih menerima panggilan Allah? Jadi bukan karena Allah berkata, “Nasibmu harus menjadi seorang nabi.” Tidak! Tidak! Tidak! Allah berkata, “Aku memanggilmu menjadi nabi, dan Aku tahu kamu akan menerima panggilan itu.” Namun keputusannya ada di tangan Yeremia, bukan di tangan Allah. Apakah kalian mengikuti saya? Bagaimana sekiranya Yeremia memilih untuk tidak menjadi nabi? Nah, Allah berkata, “Aku bisa memilih orang lain.” Maka, “…5 ‘Sebelum Aku membentuk engkau di dalam rahim, Aku telah mengenal engkau, sebelum engkau lahir, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi seorang nabi bagi bangsa-bangsa.’…” simak, Yeremia mau melepaskan dirinya dari panggilan itu, “…6 Lalu aku berkata, ‘Ah, Tuhan ALLAH! Lihat, aku tidak bisa berbicara, sebab aku seorang remaja.’ 7 Tetapi TUHAN berfirman kepadaku, ‘Jangan mengatakan ‘Aku seorang remaja, karena engkau akan pergi ke mana pun Aku mengutusmu, dan apa pun yang Kuperintahkan kepadamu, akan engkau sampaikan. 8 Janganlah takut akan wajah mereka, sebab Aku menyertaimu untuk menyelamatkanmu,’ kata TUHAN.Maka Yeremia menerima panggilan itu, dan itu adalah waktu yang sangat susah baginya. Mereka melemparkannya ke dalam sumur kering, maksud saya, mereka mendatangkan segala jenis permasalahan kepadanya, namun dia mendambakan dan benar-benar mengikuti rencana Allah.

 

 

But now let me give you another example of someone whom God called and he chose not to follow God's plan ~ and this is from early Seventh-Day Adventist’s history, God called two prophets for the Seventh-Day Adventist Church which wasn't really a church at that time, but was a movement ~ God called two prophets before the Great Disappointment in 1844 and gave them the same message that He later gave to Ellen White after the Great Disappointment. One of these was William Foy, he doesn't seem really to see the importance of the call. The other was Hazen Foss, who understood very well what God intended for him. I want to read the description that was given by Arthur White, Ellen White's grandson, about this particular episode of the calling of Hazen Foss.  “Some time  before the first vision was given to Ellen in December,…” this was December 1844, “….the Lord had given  just such a vision to Hazen. He had been instructed that he was  to tell others what God had revealed to him. However, he felt he had been  deceived in the disappointment of 1844. He knew, too, that ridicule and scorn would come to anyone who claimed to have a vision from God, so he refused to obey the promptings of God's Spirit.  Again the Lord came near to him in vision; he was instructed that if he refused to bear the message Heaven would have him give to the people, the Lord would…”  what? Plan B, right? “Hazen, if you don't do it, My will's still going to be fulfilled, and you are going to lose the blessing.” So “… if he refused to bear the message Heaven would have him give to the people, the Lord would reveal it to someone else, placing His Spirit on the weakest of the weak. But Hazen still felt that he could not bear the burden and the reproach of standing before the people to present a vision from God. He told the Lord that  he would not do it. Then very strange feelings came over him, and a voice said, 'you have grieved away the Spirit of the Lord.' (Letter 37, 1890). This  frightened Hazen. Horrified at his own stubbornness and rebellion, he told the Lord that he would now relate the vision. He  called a meeting of the Adventists for the purpose. When the people came together he  recounted his experience. Then he tried to tell what was shown to him, but he could  not call it to mind. Even with the most concentrated effort he could not recall a word of it. He cried out in distress, ‘It is gone from me; I can say nothing, and the Spirit of the Lord has left me.’ Those who were present described the meeting as the most terrible meeting they ever were in…”  and now comes the key portion, “…As Hazen talked with Ellen that  February morning in  Portland,…” not Poland in Europe, this is in New England, in Maine, yes. “…As Hazen talked with Ellen that  February morning in  Portland, he told her that although he had not gone into the chapel where she had spoken the evening before, he had stood  outside the door and heard every word that she had said. He declared that what the Lord had shown to her had first been shown to him. But, said he,I was proud; I was unreconciled to the disappointment. I murmured against God, and wished myself dead. Then I felt a strange feeling come over me. I shall be henceforth as one dead to spiritual things. I heard you talk last night. I believe the visions are taken from me, and given to you. Do not refuse to obey God, for it will be at the peril of your soul. I am a lost man. You are chosen of God; be faithful in doing your work, and the crown I might have had, you will receive.’…”  (Ellen White – Messenger to the Remnant pg. 29-30 by Arthur L. White)

 

Tetapi sekarang saya akan memberi kalian contoh lain tentang seseorang yang dipanggil Allah dan dia memilih untuk tidak mengikuti rencana Allah ~ dan ini dari zaman awal-awal sejarah MAHK, Allah memanggil dua orang nabi untuk gereja MAHK, yang saat itu masih belum gereja melainkan hanya sebuah gerakan ~ Allah memanggil dua orang nabi sebelum terjadinya kekecewaan besar tahun 1844, dan memberi mereka pekabaran yang sama yang kemudian Dia berikan kepada Ellen White setelah kekecewaan besar. Salah satu dari kedua orang itu ialah William Foy, dia tidak benar-benar menyadari pentingnya panggilan tersebut. Yang lain adalah Hazen Foss, yang sangat memahami apa tujuan Allah baginya. Saya mau membacakan deskripsi yang diberikan Arthur White, cucu Ellen White, tentang peristiwa ini mengenai dipanggilnya Hazen Foss. “…Beberapa waktu sebelum penglihatan yang pertama diberikan kepada Ellen White di bulan Desember…” ini Desember 1844, “…Tuhan telah memberikan penglihatan yang sama seperti itu kepada Hazen. Dia diinstruksikan untuk memberitahu yang lain apa yang telah diungkapkan Allah kepadanya. Namun, dia merasa dia telah tertipu dalam kekecewaan 1844. Dia juga tahu bahwa olok-olok dan cibiran akan datang kepada siapa pun yang mengklaim mendapat penglihatan dari Allah, maka dia menolak untuk menuruti dorongan Roh Allah. Kembali Tuhan datang mendekatinya dalam penglihatan; dia diinstruksikan bahwa jika dia menolak menyampaikan pekabaran yang disuruh Surga untuk dia berikan kepada manusia, Tuhan akan…”  apa? Menjalankan rencana B, bukan? “Hazen, jika kamu tidak melakukannya, kehendakKu tetap akan digenapi, dan kamu akan kehilangan berkatnya.” Jadi,   “…jika dia menolak menyampaikan pekabaran yang disuruh Surga untuk dia berikan kepada manusia, Tuhan akan mengungkapkannya kepada orang lain, menempatkan RohNya pada yang paling lemah dari yang lemah. Tetapi Hazen tetap merasa bahwa dia tidak bisa memikul beban dan celaan orang jika dia harus berdiri di hadapan banyak orang untuk menyampaikan penglihatan dari Allah. Dia memberitahu Tuhan bahwa dia tidak mau melakukannya. Lalu perasaan yang sangat aneh timbul dalam dirinya, dan ‘suatu suara berkata, ‘engkau telah mendukakan Roh Tuhan sehingga Dia pergi.’ (Letter 37, 1890). Ini membuat Hazen ketakutan. Merasa ngeri dengan kekerasan kepalanya sendiri dan pemberontakannya, dia memberitahu Tuhan bahwa sekarang dia mau menyampaikan penglihatan itu. Dia memanggil pertemuan orang-orang Advent untuk tujuan itu. Ketika orang-orang datang berkumpul, dia menceritakan pengalamannya. Lalu dia mencoba menceritakan apa yang telah ditunjukkan kepadanya tetapi dia tidak bisa mengingatnya. Walaupun dengan upaya konsentrasi yang paling keras, dia tidak bisa mengingat sepatah kata pun dari penglihatan itu. Dia berteriak dalam keputusasaan, ‘sudah lenyap dariku, aku tidak bisa mengatakan apa pun, dan Roh Tuhan telah meninggalkan aku.’ Mereka yang hadir menggambarkan pertemuan itu sebagai pertemuan yang paling mengerikan yang pernah mereka hadiri…”  Dan sekarang bagian kuncinya.  “…Ketika Hazen bicara dengan Ellen di pagi bulan Februari di Portland…”  ini bukan Polandia di Eropa, ini di New England, di Maine, betul. “…Ketika Hazen bicara dengan Ellen di pagi bulan Februari di Portland, dia memberitahu Ellen bahwa walaupun dia tidak masuk ke dalam kapel di mana Ellen bicara di malam sebelumnya, dia berdiri di luar pintu dan mendengar semua perkataan yang Ellen katakan. Dia menyatakan bahwa apa yang ditunjukkan Allah kepada Ellen sebelumnya telah ditunjukkan kepadanya. Tetapi dia berkata, ‘Aku sombong, aku tidak bisa menerima kekecewaan itu, aku menggerutu pada Allah, dan ingin mati. Lalu aku merasa ada yang aneh terjadi padaku. Mulai sekarang aku seakan-akan mati terhadap hal-hal yang rohani. Aku percaya penglihatan itu telah diambil dariku dan diberikan kepadamu. Jangan menolak mematuhi Allah, karena itu membahayakan jiwamu. Aku adalah manusia yang celaka. Kamu dipilih oleh Allah, jadilah setia dalam melakukan pekerjaanmu, dan mahkota yang seharusnya bisa kumiliki, kamu yang akan terima.’…”(Ellen White – Messenger to the Remnant hal. 29-30 by Arthur L. White) 

 

 

Is this a sad story or what? God called him to fulfill a plan, he said, “Too difficult can't do it.” You know the last part of this statement, “the crown that I might have had you will receive” actually comes from Revelation 3:10 and 11 (KJV), 10 Because thou hast kept the word of my patience, I also will keep thee from the hour of temptation, which shall come upon all the world, to try them that dwell upon the earth. 11 Behold, I come quickly: hold that fast which thou hast, that no man take thy crown.”

 

Bukankah ini kisah yang sedih? Allah memanggilnya untuk menggenapi suatu rencana, dia berkata, “Terlalu sulit, tidak bisa kulakukan.” Kalian tahu bagian terakhir dari pernyataan itu,  “mahkota yang seharusnya bisa kumiliki, kamu yang akan terima”  sesungguhnya datang dari Wahyu 3:10-11. 10 Karena engkau telah menuruti perintah-Ku untuk bertahan, Aku pun akan memelihara engkau dari saat pencobaan yang akan datang ke atas seluruh dunia, untuk menguji mereka yang diam di bumi.11 Lihat, Aku datang segera. Peganglah erat-erat apa yang ada padamu, supaya tidak seorang pun mengambil mahkotamu.”

 

 

And we end this lesson with Romans 8:28, 28 And we know…” not “perhaps”,  “maybe”, “who knows?”, “…we know that all things…” how many things?  “…all things work together for good…” let me ask you, did all things work together for good for Joseph? Did it look like it was good? Did it feel like it was good? No! But did everything work together for good? Yes. “…we know that all things work together for good…” to everyone in the world? No! No! No! “…to those who…” what?  “…who love God,…” and those because they love God, and “…to those who are the called according to His purpose.” Those who love God and are willing to fulfill His  purpose, to those are all things work together for good.

 

Dan kita akhiri pelajaran ini dengan Roma 8:28, 28 Dan kita tahu…”  bukan “barangkali”, “mungkin”, “siapa tahu?”, “…kita tahu bahwa segala sesuatu…” seberapa banyak?   “…segala sesuatu bekerja sama untuk mendatangkan kebaikan…” coba saya tanya, apakah segala sesuatu bekerja untuk kebaikan bagi Yusuf? Apakah tampaknya itu baik? Apakah itu dirasakan baik? Tidak! Tetapi apakah segala sesuatu bekerja untuk kebaikan? Ya. “…kita tahu bahwa segala sesuatu bekerja sama untuk mendatangkan kebaikan…”  bagi semua orang di dunia? Tidak, tidak, tidak! “…bagi mereka yang…” apa?   “…mengasihi Allah,…” dan mereka karena mereka mengasihi Allah, dan   “…bagi mereka yang dipanggil menurut tujuanNya…” mereka yang mengasihi Allah, dan bersedia menggenapi tujuanNya, bagi mereka segala hal bekerjasama mendatangkan kebaikan.

 

 

So does this help us understand a little bit better about prophecy and how God operates? And how many things that appear to be bad, actually are good when we in retrospect as we look back. So let's take courage, folks. When we have problems, and we have difficulties, and it looks like everything is against us, let's know that when we look back we'll say, “Thank You, Lord for doing it Your way.”

Let's not be like Frank Sinatra, “I did it my way.”

 

Jadi apakah ini membantu kita mengerti sedikit lebih baik tentang nubuatan dan bagaimana cara Allah bekerja? Dan berapa banyak hal yang tampaknya buruk sesungguhnya baik ketika kita melihat lagi ke belakang. Jadi berbesarhatilah, Saudara-saudara. Ketika kita punya masalah, dan kesulitan, dan tampaknya seolah-olah semua itu melawan kita, ketahuilah saat nanti kita melihat lagi ke belakang kita akan berkata, “Terima kasih, Tuhan, karena telah melakukannya menurut caraMu.”

Janganlah seperti Frank Sinatra yang berkata, “Aku melakukannya menurut caraku.”

 

 

Okay let's go to the next lesson which also deals with God's foreknowledge, history, prophecy, etc. How prophecy works. We are on page 21. Jesus not only had theological battles with the Pharisees, He also had theological battles with the Sadducees. The Sadducees once tried to put Jesus between a rock and a hard place, they presented what appeared to be an insolvable dilemma. You see the Sadducees did not believe in the resurrection of the dead. Acts 23:7-9 the apostle Paul met a group of Sadducees and this is what it says, And when he had said this…” Paul spoke about the resurrection,  “…a dissension arose between the Pharisees and the Sadducees…”  in other words, the Sadducees and Pharisees started fighting one another, “…and the assembly was divided. For Sadducees say that there is no resurrection—and no angel or spirit; but the Pharisees confess both…” 

Ellen White echoes the words of Paul in the Desire of Ages page 603, “The Sadducees denied the existence of angels, the resurrection of the dead, and the doctrine of a future life, with its rewards and punishments”

 

Baiklah, mari kita ke pelajaran berikut yang juga membahas tentang kemahatahuan Allah, sejarah, nubuatan, dll., bagaimana nubuatan bekerja. Kita di hal. 21. Yesus tidak hanya berselisih mengenai theologi dengan orang-orang Farisi, Dia juga berselisih mengenai  theologi dengan orang-orang Saduki. Orang-orang Saduki suatu kali berusaha memojokkan Yesus, mereka mengajukan sesuatu yang tampaknya merupakan masalah yang tidak bisa diselesaikan. Kalian lihat, orang-orang Saduki tidak percaya pada kebangkitan orang mati. Kisah 23:7-9. Rasul Paulus bertemu dengan sekelompok orang Saduki dan inilah yang dikatakan, 7 Dan ketika ia telah berkata demikian…”  Paulus bicara tentang kebangkitan   “…timbullah perselisihan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki…”  dengan kata lain orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki mulai bertengkar satu sama lain,  “…dan yang hadir pun terbagi. 8 Sebab orang-orang Saduki mengatakan, tidak ada kebangkitan, dan tidak ada malaikat atau roh; tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya ada.”

Ellen White menirukan kata-kata Paulus di Desire of Ages hal. 603, “…Orang-orang Saduki tidak mengakui eksistensi para malaikat, kebangkitan orang mati, dan doktrin adanya kehidupan yang akan datang dengan pahala-pahalanya dan hukuman-hukumannya…” 

 

 

Now there were two reasons why the Sadducees rejected the idea of the resurrection of the dead.

1.   first because in their mind it was contrary to observable scientific principles.

It's the same principle that liberal theologians today apply, it's called the principle of analogy. And basically the idea is, if we don't see resurrections today, we can't believe that there were resurrections in the past either. There are many theologians, liberal theologians  that actually say, you know, “We don't believe actually that there were resurrections in the Bible, because we can't see them today.” You see, the Sadducees believed that it was impossible for a decomposed body to come together and resurrect again. In other words, they doubted the power of God. We find in Desire of Ages 537 and 538, “They did not believe in a resurrection of the dead. Producing so-called science, they had reasoned that it would be an impossibility for a dead body to be brought to life….”

 

2.   But there was a second reason why the Sadducees did not believe in the resurrection,

and that is because they only believe that the five books of Moses were fully inspired, and they said, “We don't find the doctrine of the resurrection in the five books of Moses, so we can't accept the idea of the resurrection.”

R.C. Sproul wrote the following, “…the Sadducees did not believe in the resurrection of the dead, for we do not find resurrection taught explicitly in the  first five books of the Bible. Yet, we do find it there implicitly, or by good and necessary consequence, as Jesus will show us  in  due  course  (Mark 12:2527).”  (R.C. Sproul, Ligonier  Ministries,  ‘The Sadducees ask about Marriage). in other words, the Sadducees were wrong when they said that the doctrine of the resurrection is not in the Books of Moses. When you look carefully, you're are going to find that the resurrection doctrine is found in the writings of Moses.

 

Nah ada dua alasan mengapa orang-orang Saduki menolak konsep kebangkitan orang mati.

1.     Pertama, karena dalam pikiran mereka itu bertentangan dengan prinsip-prinsip saintifik yang bisa dilihat.

Itu adalah prinsip yang sama yang dipakai para theolog liberal hari ini. Ini namanya prinsip analogi. Dan konsep itu pada dasarnya ialah jika hari ini kita tidak melihat ada kebangkitan, kita tidak bisa mempercayai bahwa di masa lampau ada kebangkitan. Ada banyak theolog liberal yang benar-benar berkata, “Kami tidak percaya benar-benar ada kebangkitan di Alkitab, karena hari ini kami tidak melihatnya.” Kalian lihat, orang-orang Saduki meyakini bahwa mustahil sebuah tubuh yang sudah membusuk bisa menjadi utuh kembali dan bangkit lagi. Dengan kata lain, mereka meragukan kuasa Allah. Kita melihat ini di Desire of Ages hal. 537-538,    “…Mereka tidak percaya dalam kebangkitan orang mati. Dengan mengetengahkan apa yang mereka sebut bukti sains (= bukan sains yang benar), mereka telah berdalih bahwa adalah suatu kemustahilan bagi sebuah tubuh yang mati untuk dikembalikan hidup…”

 

2.   Tetapi ada alasan kedua mengapa orang-orang Saduki tidak percaya adanya kebangkitan

dan itu karena mereka hanya percaya bahwa kelima kitab tulisan Musa itu saja yang sepenuhnya diilhami, dan mereka berkata, “Kami tidak menemukan doktrin kebangkitan dalam kelima kitab Musa, jadi kami tidak bisa mennerima konsep  kebangkitan.”

R.C. Sproul menulis yang berikut, “…orang-orang Saduki tidak mempercayai kebangkitan orang mati, karena kita tidak menemukan kebangkitan diajarkan secara eksplisit di kelima kitab pertama Alkitab. Namun, kita menemukan itu secara implisit, atau dari kesimpulan yang baik dan perlu, sebagaimana akan ditunjukkan Yesus pada waktunya. (Markus 12:2527).” (R.C. Sproul, Ligonier Ministries, ‘The Sadducees ask about   Marriage).  Dengan kata lain, orang-orang Saduki itu salah ketika mereka mengatakan bahwa doktrin kebangkitan itu tidak ada dalam kitab-kitab Musa. Bila kita melihat dengan teliti, kita akan menemukan bahwa doktrin kebangkitan ditemukan di tulisan-tulisan Musa.

 

 

So the enemies of Jesus attempted to ridicule the doctrine of the resurrection with a preposterous hypothetical case of seven brothers that married the same woman, basically because one brother died and then according to the Law of Moses, the next one had to marry her to give her original husband offspring. And so they presented to Jesus this preposterous hypothetical case of seven marriages. Let's read about it in Luke 20:27-33, this is the argument of the Sadducees.27 Then some of the Sadducees, who deny that there is a resurrection, came to Him and asked Him, 28 saying: ‘Teacher,…” where are they going to get their source from? From Moses, because they believed that only his  books were inspired. “…Moses wrote to us that if a man’s brother dies, having a wife, and he dies without children, his brother should take his wife and raise up offspring for his brother. 29 Now there were seven brothers. And the first took a wife, and died without children. 30 And the second took her as wife, and he died childless.  31 Then the third took her, and in like manner the seven also; and they left no children, and died…” now comes the punch line “…32 Last of all the woman died also. 33 Therefore, in the resurrection, whose wife does she become?...”  they say, “We got you!” That's a “gotcha” question, isn't it? “…For all seven had her as wife.”

Now Jesus responds with three reasons, two of them are found in Matthew 22:29. So let's read Matthew 22:29,29 Jesus answered and said to them, ‘You are mistaken…” for two reasons now, (1)“…not knowing…” what? “…the Scriptures…” which Scriptures? Particularly the writings of Moses, right? Whom they claim to believe in, “…not knowing the Scriptures…” in other words, “you don't understand that Moses wrote about the resurrection”. And what is the second reason? (2) “…nor the power of God.’…” You believe it's not scientific for the resurrection to take place.  You're saying that God doesn't have the power to resurrect the dead.

 

Maka musuh-musuh Yesus berupaya untuk mengolok-olok doktrin kebangkitan dengan sebuah kasus hipotetis yang tidak masuk akal dari tujuh bersaudara yang menikahi perempuan yang sama, pada dasarnya karena satu saudara mati dan menurut Hukum Musa, saudara berikutnya wajib menikahi perempuan itu untuk memberikan keturunan bagi suaminya yang pertama. Maka mereka mengajukan kepada Yesus kasus sebuah hipotetis yang tidak masuk akal ini dari tujuh perkawinan. Mari kita  baca di Lukas 20:27-33, inilah argumentasi orang-orang Saduki, 27 Maka beberapa orang Saduki, yang tidak mengakui adanya kebangkitan datang kepada Yesus dan bertanya kepada-Nya, 28 mengatakan, ‘Guru,…” dari mana mereka mengambil sumbernya? Dari Musa, karena mereka mempercayai bahwa hanya kitab-kitab tulisan Musa yang diilhami. “…Musa menulis kepada kita bahwa jika saudara laki-laki seseorang, mati, yang mempunyai seorang istri, dan dia mati tidak meninggalkan anak, saudaranya laki-laki harus mengawini isterinya dan membangkitkan keturunan bagi saudara laki-lakinya itu. 29 Nah, ada tujuh orang bersaudara. Dan  yang pertama mengambil seorang istri, dan mati tanpa anak. 30 Dan  yang kedua mengambil perempuan itu sebagai istri, dan dia mati tanpa anak. 31 Lalu yang ketiga mengambil perempuan itu, dan seperti itu juga yang ketujuh; dan mereka tidak meninggalkan anak…” sekarang ini inti pertanyaannya, “…32 Yang terakhir, perempuan itu pun mati. 33 Jadi di kebangkitan perempuan itu menjadi istri siapa?…”  Mereka berkata, “Kena Kamu sekarang!” Ini adalah pertanyaan yang menjebak, bukan?   “…Sebab semua tujuh bersaudara pernah beristerikan dia.’…”  Sekarang Yesus merespon dengan tiga alasan. Dua di antaranya ada di Matius 22:29, jadi mari kita  baca Matius 22:29, “…29 Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Kamu salah,…”  karena dua alasan, “…(1)  tidak mengetahui…” apa? “…Kitab Suci…” Kitab Suci yang mana? Terutama tulisan-tulisan Musa, benar? Yang mereka klaim mereka percayai, “…tidak mengetahui Kitab Suci…” dengan kata lain, “kamu tidak mengerti bahwa Musa ada menulis tentang kebangkitan”. Dan apa alasan yang kedua? “…(2) maupun kuasa Allah!…” Kamu percaya bahwa kebangkitan itu tidak saintifik. Kamu mengatakan bahwa Allah tidak punya kuasa untuk membangkitkan orang mati.

 

 

Now Jesus responded by making three points. The last two points are not mentioned specifically in Luke, but let's go through it. Jesus answered, “In the life to come there will be no marriage because we will be like the angels that do not marry nor are they given in marriage.” In other words, “Your example, Sadducees, is irrelevant because neither the seven brothers nor the woman will be married in the kingdom come.” Are you following the argument? So what you're saying is irrelevant.

So three reasons:

1.   no marriage in the Kingdom Come,

2.   you don't even understand the writings of Moses that you profess to believe in,

3.   you limit the power of God who has enough power to resurrect the dead.

 

Nah, Yesus merespon dengan memberikan tiga poin. Dua poin yang terakhir tidak disebutkan secara spesifik di Lukas, tetapi mari kita simak. Yesus menjawab, “Di kehidupan yang akan datang tidak ada perkawinan karena kita akan seperti malaikat dan tidak kawin maupun dikawinkan.” (“30 Karena di kebangkitan, mereka tidak kawin dan tidak dikawinkan, melainkan seperti malaikat-malaikat Allah di sorga.” - Matius 22:30). Dengan kata lain, “Contoh kalian, hai Saduki, itu tidak relevan karena baik ketujuh bersaudara maupun perempuan itu tidak akan terikat perkawinan di kerajaan yang akan datang.” Apakah kalian mengikuti argumentasinya? “Jadi apa yang kalian katakan itu tidak relevan.”

Jadi ketiga alasannya ialah:

1.     Tidak ada perkawinan di kerajaan yang akan datang.

2.     Kalian bahkan tidak mengerti tulisan-tulisan Musa yang kalian katakan kalian yakini.

3.     Kalian membatasi kuasa Allah yang punya cukup kuasa untuk membangkitkan orang mati.

 

 

Now let's read in the Bible the response of Jesus. Luke 20:34-38, 34 Jesus answered and said to them, ‘The sons of this age…” what is this age? The time when they lived in, right?  “…The sons of this age marry and are given in marriage…” by the way why will there not be marriage in the kingdom come? Because the purpose of marriage will have been fulfilled. You see, Ellen White says that, and I'm making a detour now. Ellen White clearly says that the human race was a new and distinct order of being, was the only order of being that could procreate. Because Ellen White has statements where she says that it was God's plan to repopulate heaven with those human beings who were faithful in the end. He was going to fill the places that Satan and his angels had left vacant. And so once again, here  34 Jesus answered and said to them, ‘The sons of this age marry and are given in marriage.  35 But those who are counted worthy to attain that age…” that is the age to come  “…and the resurrection from the dead, neither marry nor are given in marriage; 36 nor can they die anymore, for they are equal to the angels…” By the way man was created a little lower than the angels, right? Psalm 8 says they were created a little lower than the angels. But what is God's plan? That the human race will be equal to the angels. So once again it says,  “…36 nor can they die anymore, for they are equal to the angels and are sons of God, being sons of the resurrection…” So He says, ”No marriage in the kingdom come, so your example is irrelevant.”

 

Sekarang mari kita  baca di Alkitab respons Yesus. Lukas 20:34-38, 34 Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Orang-orang zaman ini…” zaman mana? Masa ketika mereka hidup, benar? “…’Orang-orang zaman ini kawin dan dikawinkan,…” nah, mengapa di kerajaan yang akan datang tidak akan ada perkawinan? Karena tujuan perkawinan akan sudah digenapi. Kalian lihat, Ellen White mengatakan ~ sekarang saya menyimpang sedikit ~ Ellen White dengan jelas mengatakan bahwa bangsa manusia adalah jenis makhluk yang baru dan berbeda, satu-satunya jenis makhluk yang bisa menghasilkan keturunan. Karena ada pernyataan-pernyataan Ellen White di mana dia mengatakan rencana Allah ialah untuk mengisi Surga dengan manusia-manusia yang setia pada akhirnya. Allah akan mengisi tempat-tempat yang telah ditinggalkan kosong oleh Setan dan malaikat-malaikatnya. Jadi, sekali lagi di sini, “…34 Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Orang-orang zaman ini kawin dan dikawinkan, 35 tetapi mereka yang dianggap layak untuk mencapai zaman yang itu…”  maksudnya zaman yang akan datang,  “…dan kebangkitan dari orang mati, tidak kawin maupun dikawinkan. 36 Mereka juga tidak dapat mati lagi karena mereka sama dengan malaikat-malaikat…” Nah, manusia diciptakan sedikit di bawah malaikat, bukan? Mazmur 8:5 mengatakan mereka diciptakan sedikit di bawah malaikat. Tetapi apa rencana Allah? Bangsa manusia bisa setara dengan malaikat. Jadi sekali lagi dikatakan, “…36 Mereka juga tidak dapat mati lagi karena mereka sama dengan malaikat-malaikat  dan adalah anak-anak Allah, sebagai anak-anak kebangkitan.’…” Jadi kata Yesus, “Tidak ada perkawinan di kerajaan yang akan datang, jadi contoh kalian tidak relevan.” 

 

 

And then He takes on their idea that they understood that the doctrine of the resurrection was not in the writings of Moses. Verse 37,  “…37 But even Moses…” what does He mean by the word “even”? Do you catch the gist? He's saying, “Even the Moses that you believe in, he teaches the resurrection.” So, “…even Moses showed in the burning bush passage that the dead are raised…”  now where do we find that in the writings of Moses? Jesus is going to go to Exodus 3. Why would He go to Exodus? Because if He got the Psalms, the Sadducees would say, “We don't accept those as  inspired.” He's going to say, “You believe in Moses, now here comes an argument from Moses.” So once again, “… 37 But even Moses showed in the burning bush passage that the dead are raised, when he called the Lord ‘the God of Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.’…”  And if you go back to Exodus 3 from the burning bush God says, “I am the God of Abraham, and the God of Isaac and the God of Jacob.” But at that time, all three were dead. So how does God say, “I am the God of Abraham, Isaac and Jacob” if they were all dead? He should have said ‘I was the God of Abraham, Isaac, and Jacob.” Now we're going to pursue this in a moment. We need to understand that time in the sight of God is different than our concept of time. So once again “…even Moses showed in the burning bush passage that the dead are raised when he called the Lord ‘the God of Abraham the God of Isaac and the God of Jacob”. Now listen to this, “…38 For He is not the God of the dead but of the living,…”  so Jesus is saying in His day, Jesus is saying Abraham, Isaac, and Jacob are alive. He said it at the burning bush, right? And Jesus is taking what happened at the  burning bush He says, “God is the God of Abraham, Isaac, and Jacob, for Him they live.” “… for all live to Him”

You say, “Now come on, Pastor, what are you talking about?”

 

Kemudian Yesus bicara tentang pendapat mereka, bahwa mereka memahami di tulisan-tulisan Musa tidak ada doktrin kebangkitan. Ayat 37, “…37Tetapi bahkan Musa…” apa maksud Yesus dengan kata “bahkan”? Apakah kalian menangkap maknanya? Yesus berkata, “Bahkan Musa yang kalian percayai, dia mengajarkan kebangkitan.” Jadi, “…bahkan Musa

telah menunjukkan di ayat semak yang menyala, bahwa orang-orang mati dibangkitkan…”  nah, di mana kita temukan ini di tulisan Musa? Yesus pergi ke Keluaran 3. Mengapa Dia pergi ke Keluaran? Karena jika Dia ke Mazmur, orang-orang Saduki itu akan berkata, “Kami tidak menerima tulisan itu sebagai tulisan yang diilhami.” Yesus akan berkata, “Kalian mempercayai Musa, sekarang ini perdebatan dari Musa.” Maka sekali lagi,   “…37 Tetapi bahkan Musa telah menunjukkan di ayat semak yang menyala, bahwa orang-orang mati dibangkitkan, ketika dia menyebut Tuhan, ‘Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.’…”  Dan jika kita kembali ke Keluaran 3, dari semak yang menyala itu Allah berkata, “Akulah Allah Abraham dan Allah Ishak dan Allah Yakub.” Tetapi pada waktu itu mereka bertiga sudah mati. Jadi mengapa Allah berkata, “Akulah Allah Abraham, Ishak dan Yakub”(dalam Present Tense = waktu sekarang) jika mereka semuanya sudah mati? Seharusnya Dia berkata, “Akulah Allah Abraham, Ishak dan Yakub”(dalam Past Tense = waktu lampau). Nah, kita akan membahas ini sebentar lagi. Kita perlu mengerti bahwa di pemandangan Allah waktu itu berbeda dari konsep waktu kita. Maka sekali lagi,  “…37 bahkan Musa telah menunjukkan di ayat semak yang menyala, bahwa orang-orang mati dibangkitkan, ketika dia menyebut Tuhan, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub…” Sekarang dengarkan ini, “…38 Sebab Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup,…” jadi Yesus sedang mengatakan di zamanNya, Yesus mengatakan Abraham, Ishak, Yakub itu hidup. Dia katakan itu di semak yang menyala, bukan? Dan Yesus mengambil apa yang terjadi di semak yang menyala itu, Dia berkata, “Allah adalah Allahnya Abraham, Ishak, dan Yakub, bagi Dia mereka hidup.” “…sebab semua hidup bagiNya. (= di mata Allah mereka semua itu hidup tidak mati).

Kalian berkata, “Yang bener aja, Pastor, Anda bicara apa ini?”

 

 

Let's go to the next page. I'm going to skip that paragraph, because you know Protestants use this to say that  the souls of Abraham, Isaac, and Jacob were alive at that time, even though their bodies were in the grave. They totally missed the point. You know, I did a series there, this is one of the topics in the series on the State of the Dead that I did, that are in the study notes, but I decided to include it here because it deals with an understanding of time from the perspective of God, and time from our perspective which is vital for us to understand what we're studying here.

So let's notice here this statement from Ellen White Desire of Ages 606,God counts the things that are not,  as though they were…” did you catch that?  “…God counts the things that are not,  as though they were. He sees the end from the  beginning,  and  beholds  the   result  of  His  work  as  though  it  were  now accomplished…”  He sees the result of His  work as if it were now accomplished. “…The precious dead, from Adam down to the last saint who dies, will hear the voice of the Son of God, and will come forth from the grave to immortal life. God will be their God, and they shall be His people. There will be a close and tender relationship between God and the risen saints. This condition, which is anticipated in His purpose,  He beholds as if it were  already existing. The dead live unto Him…”   they do not live unto us. 

 

Mari kita ke halaman berikut. Saya akan melompati paragraf itu karena kalian tahu orang-orang Protestan menggunakan ayat ini untuk mengatakan nyawa Abraham, Ishak, dan Yakub masih hidup pada waktu itu, walaupun tubuh-tubuh mereka ada dalam kubur. Mereka sama sekali tidak paham dengan poin ini. Kalian tahu, saya telah membuat sebuah serie, ini adalah salah satu topik di serie Status Orang Mati yang saya buat, ada di makalahnya, tetapi saya putuskan untuk memasukkannya di sini karena ini membahas pemahaman waktu dari perspektif Allah, dan waktu dari perspektif kita, yang vital bagi kita untuk mengerti apa yang kita pelajari di sini.

Jadi mari kita simak di sini pernyataan dari Ellen White di Desire of Ages hal. 606,  “…Allah memperhitungkan hal-hal yang belum ada seolah-olah mereka sudah ada…” apakah kalian menangkap ini?  “…Allah memperhitungkan hal-hal yang belum ada seolah-olah mereka sudah ada. Dia melihat akhirnya dari awal, dan melihat hasil kerjaNya seolah-olah itu sekarang sudah selesai…” Dia melihat hasil dari pekerjaanNya seakan-akan sekarang sudah selesai. “…Orang-orang mati yang terkasih mulai Adam terus hingga orang saleh terakhir yang mati, akan mendengar suara Anak Allah, dan akan keluar dari kubur kepada hidup kekal. Allah menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umatNya. Akan ada hubungan yang akrab dan lemah lembut antara Allah dengan orang-orang saleh yang dibangkitkan. Kondisi ini, yang sudah diantisipasi dalam tujuanNya, Dia melihatnya seolah-olah itu sudah ada. BagiNya orang-orang yang mati, itu hidup.…”   bagi kita mereka tidak hidup.

 

 

We know that Abraham, Isaac, and Jacob are dead, but God lives in an eternal present. That's why God says, He doesn't say “I was”, “I will be”, He says “I am” because God lives in an eternal present.

You see, for us time bound creatures, that which has been done, and that which will be done, are two different things. What has been done is past, and what will be done is future. However, God is not time bound such as we are. That which for us is potential and future, for Him is actual and present. For God potentiality is actuality, that is the say, in the mind of God things exist before they come into existence because when God in His  mind knows what's going to happen, it's like it's happened, because there's no possibility that  it's not going to happen. Are you following me or not?

 

Kita tahu bahwa Abraham, Ishak, dan Yakub sudah mati, tetapi Allah hidup di kekekalan masa kini. Itulah mengapa Allah berkata, Allah tidak berkata, “Aku adalah” (waktu lampau), “Aku akan menjadi” (waktu akan datang), Dia berkata, “Aku adalah” (waktu sekarang) karena Allah hidup di kekekalan masa kini.

Kalian lihat, bagi kita makhluk-makhluk yang terikat waktu, apa yang telah dilakukan, dan apa yang akan dilakukan itu dua hal yang berbeda. Apa yang telah dilakukan itu lampau, dan apa yang akan dilakukan itu masa akan datang. Namun, Allah itu tidak terikat waktu seperti kita. Apa yang bagi kita itu masih potensi dan belum terjadi, bagi Allah itu aktual dan sekarang. Bagi Allah potensi adalah aktualitas, dengan kata lain, di pikiran Allah hal-hal sudah eksis sebelum mereka benar-benar eksis, karena ketika Allah dalam pikiranNya tahu apa yang akan terjadi, itu seperti hal itu sudah terjadi karena tidak ada kemungkinan itu tidak bakal terjadi. Apakah kalian mengikuti saya atau tidak?

 

 

That's the reason why Acts 15:18 say,  18 Known to God…”  the things are “…known to God from eternity are all His works.” 

 

Itulah alasannya mengapa Kisah 15:18 berkata, 18 Sejak kekekalan…” hal-hal itu   “…Sejak kekekalan semua pekerjaanNya diketahui oleh Allah.”

 

 

So let's go to the passage in Exodus 3 that Jesus quoted, we're going to read verse 6 and verses 13 and 14. “ Moreover He said, ‘I am the God of your father—the God of Abraham, the God of Isaac, and the God of Jacob.’ And Moses hid his face, for he was afraid to look upon God…” now let's go to verse 13,  “…13 Then Moses said to God, ‘Indeed, when I come to the children of Israel and say to them, ‘The God of your fathers has sent me to you,’ and they say to me, ‘What is His name?’ what shall I say to them?’ 14 And God said to Moses, ‘I AM WHO I AM.’ And He said, ‘Thus you shall say to the children of Israel, ‘I AM has sent me to you.’…”

 

Jadi mari kita ke ayat-ayat di Keluaran 3 yang dikutip Yesus, kita akan membaca ayat 6, 13, 14. 6 Selain itu Ia berkata, ‘Aku adalah Allah leluhurmu (waktu sekarang) ~ Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub.’ Dan Musa menyembunyikan mukanya, sebab ia takut memandang Allah…”  sekarang mari ke ayat 13, “…13 Lalu Musa berkata kepada Allah, ‘Sesungguhnya apabila aku datang kepada orang Israel dan berkata kepada mereka, ‘Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu’, dan mereka berkata kepadaku, ‘Siapa namaNya?’ Apa yang harus aku katakan kepada mereka?’14        Dan Allah berkata kepada Musa, ‘AKU ADALAH AKU ADA (masa sekarang), dan Allah berkata, ‘Demikianlah harus kamu katakan kepada orang Israel, ‘Sang AKU ADA itulah yang telah mengutus aku kepadamu.’…”

 

 

Now notice this profound statement from Ellen White. Now I'm amazed how Ellen White understood all these things. People say she wasn't a theologian, she's good for devotional study, but not for theological study. Ellen White is extremely valuable for theological study. Her works are not only inspiring, they are inspired by the Holy Spirit, and one of the curses that we have in our church today is that we're embarrassed to use her writings lest people might say, “Oh they're a cult, because you know they have a prophet Ellen White.”

That doesn't mean that in our first Bible study we're going to do like the Mormon and get people to believe that Ellen White was a prophet. No, there's a place at the end of the Bible studies to speak about the prophetic gift, not at the beginning. You know the first things the Mormons do when the two missionaries come to your house is, they tell you the whole story of The Book of Mormon, and Moroni, and the golden plates, and you know, how Joseph Smith was a true prophet. Do you know why they do that? Because they want you to accept the Book of Mormon, Doctrine and Covenants, and these books that Joseph Smith wrote, as inspired,  as the Bible, so they can use them to teach their doctrines. We are not to do that, The Adventist church. We simply can teach everybody from the Bible and then at the end we say, “Oh, by the way we have an inspired commentary that teaches all these things.” And then people say, “Oh, really? So she just amplifying the Bible, I don't have a problem with that.” It's only when we put her in place of the Bible that we have troubles.

 

Sekarang simak pernyataan yang mendalam ini dari Ellen White. Saya kagum bagaimana Ellen White bisa memahami semua hal ini. Orang-orang mengatakan dia bukan seorang theolog, bahwa dia hanya bagus untuk pelajaran mengaplikasikan Alkitab kepada kehidupan sehari-hari, tetapi bukan untuk pelajaran theologi. Ellen White amat sangat berharga untuk pelajaran theologi. Pekerjaannya bukan hanya mengilhami, mereka diilhami oleh Roh Kudus, dan salah satu kutukan yang ada di gereja kita hari ini ialah kita malu memakai tulisan-tulisannya, takut dikatakan orang, “Oh, mereka itu sebuah kult, karena mereka punya seorang nabi Ellen White.”

Ini tidak berarti dalam memberikan pelajaran Alkitab yang pertama kita akan berbuat seperti orang-orang Mormon dan meyakinkan orang untuk mempercayai bahwa Ellen White itu seorang nabi. Tidak. Ada tempatnya di bagian akhir pelajaran Alkitab untuk bicara tentang karunia nubuat, bukan di bagian awal. Kalian tahu, hal pertama yang dilakukan orang-orang Mormon ketika kedua penginjil mereka datang ke rumah kita ialah, mereka menceritakan seluruh kisah Kitab Mormon dan Moroni dan lempeng-lempeng emas, dan bagaimana Joseph Smith adalah seorang nabi tulen. Tahukah kalian mengapa mereka berbuat itu? Karena mereka mau kita menerima Kitab Mormon, Doctrine and Covenants dan buku-buku tulisan Joseph Smith sebagai diilhami, sebagai Alkitab, supaya mereka bisa menggunakan buku-buku itu untuk mengajarkan doktrin mereka. Kita, gereja Advent tidak boleh berbuat begitu. Kita semata-mata mengajar setiap orang dari Alkitab, kemudian di bagian akhir kita berkata, “Oh, ketahuilah, kami punya komentar yang terinspirasi yang mengajarkan semua hal ini.” Kemudian orang-orang akan berkata, “Oh, ya? Jadi Ellen White hanya menjelaskan Alkitab? Saya tidak punya masalah dengan itu.” Hanya bilamana kita meletakkan Ellen White menggantikan Alkitab maka kita kena masalah.

 

 

Now notice Manuscript Releases Volume 14 pages 22 and 23, “I AM means an eternal presence; the past, present, and future are alike to God…” Are the past, present, and future all alike to us? No! To God. Now listen to this,  “…He sees the most remote events of past history and the far distant future with  as clear a vision as we do those things that  are transpiring daily.”

 

Sekarang simak Manuscript Releases Vol. 14 hal. 22-23,   “…’AKU ADA’ berarti suatu kehadiran yang kekal; masa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan dtang semuanya sama bagi Allah…”  apakah masa lampau, sekarang, dan akan datang semuanya sama bagi kita? Tidak! Bagi Allah. Sekarang dengarkan ini,  “…Dia melihat peristiwa-peristiwa yang paling lama dari sejarah masa lampau dan masa depan yang paling jauh, sejelas penglihatan kita akan  hal-hal yang terjadi setiap hari.”

 

 

God lives in an eternal present. His  concept of time is different than our concept of time. God foresees the future and He molds history according to His  foreknowledge, that's why Satan is at a great disadvantage in history. You know, I've compared the development of history like a game of chess. Satan is on one side of the table, and Jesus is on the other.

And so God says to Satan, “Your move.”

And so Satan moves.

And God say, “Okay, My turn.” So then God moves.

Satan says, “Oh, I wish I knew that He was going to do that.” But then he kind of maneuvers and he placed, “I got Him!”

And so, “Okay My turn,” God says and He moves.

“Oh, I wish I knew He was going to do that.”

How much of a chance is there that Satan can win? Listen, if you had a game of chess and you knew all of the moves that the other person was going to make, there's no chance you could lose. God knows all of the moves that Satan is going to make, and in eternity past He developed a plan to counteract those moves. God will win. God cannot lose. Let's just make sure that we're with Him. Let's be with the Winner, in other words.

 

Allah hidup di kekekalan masa kini. KonsepNya tentang waktu berbeda dari konsep kita tentang waktu. Allah bisa melihat masa depan, dan Dia membentuk sejarah menurut kemahatahuanNya, itulah mengapa Setan ada di posisi yang tidak menguntungkan dalam sejarah. Kalian tahu, saya pernah membandingkan perkembangan sejarah seperti permainan catur. Setan duduk di satu sisi dan Yesus di sisi yang lain.

Dan Allah berkata kepada Setan, “Giliranmu.”

Maka Setan bergerak.

Dan Allah berkata, “Oke, giliranKu.” Jadi Allah bergerak.

Setan berkata, “Wah, andaikan aku tahu Dia akan berbuat itu.” Tetapi dia lalu membuat manuver dan dia menempatkan biji caturnya. “Kena Dia!”

Maka, “Oke, giliranKu,” kata Allah, dan Dia bergerak.

“Wah, andaikan aku tahu Dia akan berbuat itu.”

Menurut kalian seberapa besarnya kesempatan Setan bisa menang? Dengarkan, jika di permainan catur kita sudah tahu sebelumnya semua langkah yang akan dibuat lawan, tidak mungkin kita bisa kalah. Allah mengetahui semua langkah yang akan dibuat Setan, dan di masa kekekalan lampau Allah sudah mengembangkan sebuah rencana untuk mengkontra langkah-langkah itu. Allah akan menang. Allah tidak bisa kalah. Mari kita pastikan kita ada bersamaNya. Dengan kata lain, mari kita berada di pihak Pemenang.

 

 

Now let's notice some biblical examples of the difference between God's concept of time and prophetic events and ours. Let's go to Genesis 17:4 and 5, here God is promising Abraham that he's going to be the father of a great posterity, says that there in verse 4, “ As for Me…” God is speaking,  “…behold, My covenant is with you, and you shall be a father of many nations…” whose perspective of time is that, God’s or ours? Ours, it's a future event. God is saying, “…you shall be a father of many nations…” But now notice the very next verse. “…No longer shall your name be called Abram, but your name shall be Abraham; for I have made you a father of many nations.” Whose perspective of time is that? God's. For God it was a done deal. For Abraham it was future.

And you say, “Oh, Pastor,  you're  twisting the text.”

 

Sekarang mari kita simak beberapa contoh alkitabiah mengenai bedanya konsep waktu Allah, peristiwa-peristiwa nubuatan dan konsep waktu kita. Mari kita ke Kejadian 17:4-5, di sini Allah berjanji kepada Abraham bahwa dia akan menjadi bapak dari keturunan yang besar. Dikatakan di ayat 4, 4 Sedangkan untuk Aku…” Allah sedang berbicara,   “…lihatlah perjanjian-Ku itu dengan engkau, dan engkau akan menjadi bapak banyak bangsa…”  perspektif waktu siapa ini, Allah atau kita? Kita, ini suatu peristiwa di masa depan. Allah sedang berkata, “…engkau akan menjadi bapak banyak bangsa…”  tetapi sekarang simak ayat berikutnya, “…5 Namamu bukan lagi dipanggil Abram, melainkan namamu akan menjadi Abraham, karena Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa…”  perspektif waktu  siapa ini? Allah. Bagi Allah ini sudah terjadi. Bagi Abraham itu masih di waktu yang akan datang.

Dan kalian berkata, “Oh, Pastor, Anda memelintir ayat.”

 

 

Well, how about Paul? Let's see what Paul used these verses. Notice Romans 4:17, 17 (as it is written,I have made you the father of many nations’).…” that comes from Genesis, right? Genesis 17.  “… ‘I have made you the father of many nations’), he is our father in the presence of God whom he believed—the God who makes...” what? “…the dead alive…”  which is similar to Exodus chapter 3, I might say, “…and summons the things that  do not yet exist as though they already do.” (New English Translation)

Are you catching the picture? God considers the things ~ according to this, according to the apostle Paul ~ the things that do not exist as though they already exist.

 

Nah, bagaimana dengan Paulus? Mari kita lihat bagaimana Paulus memakai ayat-ayat ini. Simak Roma 4:17, 17 (seperti ada tertulis: ‘Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa’)…” ini datang dari Kejadian, benar? Kejadian 17. “…‘Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa’, dia adalah bapak kita di hadapan Allah yang dipercayainya ~ Allah yang membuat…”  apa?   “…yang mati, hidup…”  yang bisa saya katakan, sama dengan Keluaran pasal 3, “…dan memanggil hal-hal yang belum ada seolah-olah mereka sudah ada. “ (NET)

Apakah kalian menangkap gambarnya? Allah menganggap hal-hal ~ menurut ini, menurut rasul Paulus ~ hal-hal yang belum ada seolah-olah mereka sudah ada.

 

 

Now let's examine a couple of translations, more recent translations. The New English translation says, (as it is written,I have made you the father of many nations’). He is our father in the presence of God whom he believed—the God who makes the dead alive and summons the things that  do not yet exist as though they already do.”

 

Sekarang mari kita simak dua terjemahan yang lebih baru. Terjemahan The New English translation mengatakan, 17 (seperti ada tertulis: ‘Aku telah menjadikan engkau bapak banyak bangsa’) – dia adalah bapak kita di hadapan Allah yang dipercayainya ~ Allah yang membuat yang mati, hidup dan memanggil hal-hal yang belum ada seolah-olah mereka sudah ada.”

 

 

Notice The Weymouth translation,  “Thus in the sight of God…” notice not our sight, not our concept of time,  “…in the sight of God in whom he…” Abraham  “…believed, who gives life to the dead, and makes reference to things that  do not exist,  as though they did, Abraham is the forefather of all of us. As it is written, ‘I have appointed you to be the forefather of many nations’…"

 

Simak Weymouth translation, 17 Demikianlah di pemandangan Allah…”  simak, bukan di pemandangan kita, bukan konsep waktu kita, “…di pemandangan Allah, kepada siapa dia…” Abraham “…percaya, yang memberi hidup kepada yang mati, dan menyebut hal-hal yang tidak ada seolah-olah mereka sudah ada, Abraham adalah bapak leluhur kita semua. Sebagimana tertulis, ‘Aku telah menetapkan engkau menjadi bapak pendiri banyak bangsa.’”

 

 

And then we have this comment by Albert Barnes, the great Presbyterian commentator from long ago, where he explains what the apostle Paul meant, as Paul quotes Genesis 17,

“That is, those things which He foretells…” which God foretells “…and promises are so certain, that He may speak of them as already in existence. Thus, in relation to Abraham, God, instead of simply promising that He would make him the father of many nations, speaks of it  as already done, ‘I have made thee,’ etc.  In His own mind, or purpose, He…” that is God  “…had so constituted him, and it was  so certain that it would take place, that He might speak of it as already done.” (Barnes' Notes, Electronic Database, Copyright © 1997, 2003, 2005, 2006 by Biblesoft, Inc.)

Amazing isn't it?

 

Kemudian, ada komentar ini dari Albert Barnes, komentator besar Presbyterian dari zaman dahulu, di mana dia menjelaskan apa yang dimaksud oleh rasul Paulus, ketika Paulus mengutip Kejadian 17,  “…yaitu, hal-hal yang telah dinubuatkanNya…”  yang lebih dahulu sudah dikatakan Allah, “…dan dijanjikanNya, itu begitu pasti, sehingga Dia boleh bicara tentang mereka sebagai sudah eksis. Dengan demikian, sehubungan dengan Abraham, Allah bukannya sekadar menjanjikan bahwa Dia akan menjadikannya bapak dari banyak bangsa, tetapi bicara tentang hal itu seakan sudah terjadi. ‘Aku telah menjadikan engkau’ dst. Di pikiranNya atau tujuanNya sendiri, Dia…” yaitu Allah, “…telah menetapkan dia sedemikian rupa, dan hal itu sedemikian pastinya akan terjadi, sehingga Dia boleh berbicara akan hal itu seakan-akan sudah terjadi.” (Barnes' Notes, Electronic Database, Copyright © 1997, 2003, 2005, 2006 by Biblesoft, Inc.

Luar biasa, bukan?

 

 

Now let's give another biblical example of this, and we have time just for this. When was Jesus slain? When did Jesus die? There's division in the camp. For us Jesus died on a Friday the 14th of Nisan, 3:00 in the afternoon, of the year 31. It's a past event. Not for God. Notice Revelation 13:8 speaking about those who will worship the Beast, “ All who dwell on the earth will worship him, whose names have not been written in the Book of Life of the Lamb slain from…” when?  “…from the foundation of the world.” Whose perspective is that? How sure was it that Jesus was going to die on the cross? It was so certain that in the mind of God it was an occurrence in eternity past.

 

Sekarang mari lihat contoh yang lain dari Alkitab, dan kita punya waktu pas untuk ini. Kapan Yesus dibunuh? Kapan Yesus mati? Ada perpecahan dalam perkemahan. Bagi kita Yesus mati pada hari Jumat, hari ke-14 bulan Nisan, pukul 3 siang tahun 31. Itu adalah kejadian di masa lampau. Tidak bagi Allah. Simak Wahyu 13:8 bicara tentang mereka yang menyembah Binatang itu. 8 Semua yang diam di atas bumi akan menyembahnya,  yang namanya tidak tertulis di dalam kitab kehidupan Sang Domba, yang telah disembelih dari…” kapan?  “…dari fondasi dunia…” Perspektif siapa ini? Seberapa pastikah Yesus akan mati di salib? Hal itu begitu pasti sehingga di pikiran Allah itu adalah kejadian di kekekalan lampau.  

 

 

How certain can we be that prophecy will be fulfilled? How certain can we be that if we die we're going to resurrect? I hope so? No! You can take it to the bank because in the mind of God it has already happened. And at the end of this lesson, which will be in our next session, we're going to notice how this applies to Job for example. Amazing.

 

Seberapa pastikah kita bahwa nubuatan akan digenapi? Seberapa pastikah kita jika kita mati kita akan dibangkitkan? Moga-moga? Tidak! Itu suatu kepastian karena di pikiran Allah itu sudah terjadi. Dan di bagian akhir pelajaran ini, yaitu di sesi kita berikutnya, kita akan melihat bagaimana ini berlaku pada Ayub, misalnya. Luar biasa.

 

 

Now Ellen White wrote in Patriarchs and Prophets page 63, “The plan of salvation had been laid before the creation of the earth, for Christ is ‘the Lamb slain from the foundation of the world.’”

 

Nah, Ellen White menulis di Patriarchs and Prophets hal. 63,   “…Rencana keselamatan telah dibuat sebelum bumi diciptakan, karena Kristus Domba Allah sudah disembelih dari fondasi dunia.”

 

 

And in the devotional book The Faith I Live By page 77 she wrote, “The covenant of grace is not a new truth, for it existed…” where?  “…it existed in the mind of God from all eternity. This is why it is called…” what kind of covenant? It is called  “…the  everlasting covenant.”

 

Dan di kitab devosi The Faith I Live By hal. 77, Ellen White menulis,  “…Perjanjian kasih karunia bukanlah kebenaran yang baru, karena itu sudah ada…”  di mana?   “…itu sudah ada di dalam pikiran Allah sejak masa kekekalan. Itulah mengapa dia disebut…”  perjanjian macam apa? Itu disebut    “…perjanjian yang kekal.”

 

 

Notice 1 Peter 1:20, here you have God's perspective and you have our perspective. “ 20 He indeed was foreordained…” Jesus was foreordained when? When was the plan devised?   “… 20 He indeed was foreordained before the foundation of the world…” whose perspective is that? God's,  “…but was manifest in these last times for you…”  whose perspective is that? Ours.  God in eternity past, us manifest in these times.

 

Simak 1 Petrus 1:20, di sini ada perspektif Allah dan perspektif kita. 20 Dia sungguh-sungguh sudah ditentukan sebelumnya…”  Yesus sudah ditentukan sebelumnya, kapan? Kapan rencana itu diciptakan? “…20 Dia sungguh-sungguh sudah ditentukan sebelumnya, sebelum dunia dijadikan…”  perspektif siapa ini? Allah.   “…namun dinyatakan pada akhir masa ini untuk kamu…” perspektif siapa ini? Kita. Allah di kekekalan lampau, kita dinyatakan di masa sekarang.

 

 

Notice Titus 1:2 and 3, “ in hope of eternal life which God, who cannot lie, promised…”  when?  “…before time began…” whose perspective is that? God's perspective,  “… but has…” Notice, we have a “but” here, “… but has…”  when? “…in due time manifested…”  whose perspective is that? When it actually takes place. “… but has in due time manifested His word through preaching, which was committed to me according to the commandment of God our Savior…”

 

Simak Titus 1:2-3, 2 Dalam pengharapan akan hidup kekal yang oleh Allah yang tidak bisa berdusta, dijanjikan…”  kapan? “…sebelum ada perhitungan waktu,…” perspektif siapa ini? Perspektif Allah. “…3 tetapi…” simak ada kata “tetapi” di sini, “…3 tetapi  yang…” kapan? “…ketika waktunya tiba, telah menyatakan…” perspektif siapa ini? Ketika benar-benar terjadi. “…3 tetapi  yang ketika waktunya tiba, telah menyatakan  Firman-Nya melalui pemberitaan Injil yang telah dipercayakan kepadaku sesuai dengan perintah Allah, Juruselamat kita.”

 

 

And in our next session we're going to notice this resolves an apparent contradiction where the Bible says that when an individual is baptized, their name is written in the Book of Life. But Ellen White says that, Actually, she says that a person is written The Book of Life when they're baptized, but the Bible says that it was already decided in eternity past.

 

Dan di sesi kita berikutnya kita akan menyimak ini menjawab suatu kontradiksi nyata di mana Ellen White mengatakan bahwa nama seseorang ditulis di Buku Kehidupan ketika dia dibaptis, tetapi Alkitab mengatakan bahwa itu sudah diputuskan di masa kekekalan lampau.

 

03 04 25

 

 


No comments:

Post a Comment