Part 03/04 - Stephen Bohr
FRANCIS,
THE SOCIALIST 1 – Jan 2020
Dibuka dengan doa.
The title of our two studies this afternoon is Francis the Socialist, and
now we're going to see how the Papacy has morphed into something visibly
different than the traditional Papacy. I'd like to begin by reading a statement
that we find in Great Controversy page 595,
well-known statement.
“… but God will have a
people upon the earth to maintain the Bible and the Bible only as the standard
of all doctrines and the basis of all reforms. The opinions of learned men, the
deductions of science, the creed's or decisions of ecclesiastical councils as
numerous and discordant as are the churches which they represent, the voice of
the majority, not one nor all of these
should be regarded as evidence for or against any point of religious faith.
Before accepting any doctrine or precept we should demand a plain ‘thus saith
the Lord’ in its support.” So Ellen White states that not the
opinions of learned men, not the deductions of science, not ecclesiastical
creeds, not ecclesiastical councils, not the voice of the majority, and I would add not human experience, should
determine what we believe but only what the Bible teaches.
Judul dari dua pelajaran kita
sore ini ialah Francis yang Sosialis, dan sekarang kita akan melihat bagaimana Kepausan
telah berubah menjadi sesuatu yang jelas sangat berbeda dari Kepausan yang
tradisional. Saya ingin mengawali dengan membacakan suatu pernyataan yang kita
temukan di Great Controversy hal. 595, pernyataan yang
terkenal, “…tetapi Allah akan memiliki suatu umat di
dunia untuk mempertahankan Alkitab, dan hanya Alkitab sebagai standar bagi
semua doktrin dan dasar bagi segala reformasi. Pendapat-pendapat manusia terpelajar,
deduksi-deduksi ilmiah, kredo-kredo atau keputusan-keputusan konsili-konsili
agama yang sama banyaknya dan sama berbedanya seperti jumlah gereja-gereja yang
mereka wakili, suara mayoritas; tidak satu pun maupun semuanya ini, boleh dianggap sebagai bukti pro atau kontra terhadap
poin-poin keyakinan agama yang mana pun. Sebelum menerima doktrin atau
peraturan apa pun, kita harus menuntut adanya
‘demikianlah sabda Tuhan’ yang jelas sebagai pendukungnya.” Jadi Ellen White menyatakan, bukan pendapat manusia-manusia yang terpelajar, bukan
deduksi-deduksi ilmiah, bukan kredo-kredo agama, bukan konsili-konsili agama,
bukan suara mayoritas, dan saya mau menambahkan, bukan pengalaman manusia, yang
boleh menentukan apa yang kita yakini, melainkan hanya apa yang diajarkan
Alkitab.
Now as we examine the story of creation in Genesis, it is clear that
creation took place in a literal week of seven days, and that each day
consisted of 24 hours, just like the days that we know now. How do we know that
the days of creation are literal days? And you're going to see where I'm going
with this, because we're going to speak about the Papacy in a few moments which
is radically different than what we find in the book of Genesis. How do we know
that the
days of creation were literal 24-hour days just like we know today? I'm
going to give you 9 reasons:
Nah, dengan menyimak kisak penciptaan di Kejadian,
jelaslah bahwa penciptaan terjadi selama satu minggu literal yang terdiri dari tujuh hari,
dan setiap hari terdiri dari 24 jam, persis sama seperti
satu hari yang kita kenal sekarang. Dari mana kita tahu bahwa hari-hari
penciptaan adalah hari-hari literal? Dan kalian akan melihat ke mana arah saya dengan hal ini, karena sebentar lagi kita
akan berbicara tentang Kepausan, yang konsepnya berbeda secara radikal
daripada apa yang ada di kitab Kejadian. Dari mana kita tahu bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari 24 jam yang
literal sama
seperti yang kita kenal sekarang? Saya akan memberikan 9 alasan:
Reason # 1: the Hebrew lexicons ~ the word “lexicon” is a dictionary that defines the
meaning of words ~ Hebrew lexicons all agree that the word
“day” in Genesis 1 refers to a literal 24-hour day. In other words,
those who are experts in defining words in Hebrew, experts in Hebrew, say the
word “day” in Genesis means a literal day. So we should listen to the
dictionary.
Alasan # 1: Leksikon-leksikon Ibrani ~
kata “leksikon” artiya kamus yang memberikan definisi kata-kata ~ Leksikon-leksikon Ibrani
semuanya sepakat kata “hari” di Kejadian pasal 1, merujuk kepada hari literal yang 24 jam. Dengan kata lain, mereka yang
adalah pakar-pakar dalam mendefinisikan kata-kata
bahasa Ibrani, pakar-pakar bahasa Ibrani, mengatakan kata “hari” di Kejadian
berarti hari literal. Maka kita harus menurut apa kata kamus.
Reason # 2: second, in the Old Testament the word “day” appears with the numeral
qualifier around 250 times, that is, “it was the evening
and morning… day 1, … day 2.” Whenever it
has a numeral qualifier without exception in the Old Testament always refers to
a literal 24-hour day, no exceptions.
Alasan # 2: Kedua, di kitab Perjanjian
Lama, kata “hari” muncul dengan keterangan bilangan sekitar 250 kali, yaitu, “itulah petang dan
pagi… hari ke-1, …hari ke-2.” Setiap
kali ada keterangan bilangan tanpa kecuali di kitab Perjanjian Lama, itu selalu
merujuk kepada satu hari literal yang 24 jam, tanpa kecuali.
Reason # 3: third, each day had an evening and morning
which would be ridiculous to say “it was the evening and the morning of the first
million years”. The expression “evening and
morning” refers to the setting and the rising of the sun.
The expression “evening and morning” indicates that the days of creation were
literal days with an evening and a morning.
Alasan # 3: Ketiga, setiap hari memiliki satu petang dan satu pagi,
jadi konyol bila mengatakan “itu adalah petang dan pagi dari jutaan tahun yang
pertama”. Istilah “petang dan pagi” merujuk kepada terbenam dan terbitnya matahari.
Istilah “petang
dan pagi” menunjukkan
bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari yang literal dengan satu petang dan
satu pagi.
Reason # 4: Furthermore, the Bible uses the language of immediacy, quickness, when it refers to
creation. Psalm 33:9 says, “God spoke and it
was done. He commanded and it stood fast…” those expressions don't allow for something that takes millions or billions
of years, it has the language of immediacy and quickness.
Alasan # 4: Lebih lanjut, Alkitab memakai bahasa
kesegeraan, langsung, bila merujuk ke penciptaan. Mazmur 33:9
berkata, “9 Sebab Allah berfirman, maka semuanya jadi; Dia
memberi perintah, maka itu tegak dengan kokoh
…” ungkapan-ungkapan ini tidak mengizinkan
sesuatu baru terjadi setelah jutaan atau milyaran tahun, ini memakai bahasa
kesegeraan dan langsung terjadi.
Reason # 5: four times in the story of creation ~ this is reason number five ~ four
times in the creation story there's another expression that indicates that what
happened occurred quickly. It is the expression “…and it was so…”, God spoke and it was so, that's found in Genesis 1 verse 7, verse 11, verse
15, and verse 24.
Alasan # 5: Empat kali dalam kisah penciptaan ~ ini
ialah alasan nomor lima ~ empat kali dalam kisah penciptaan, ada ungkapan lain
yang mengindikasikan bahwa apa
yang terjadi, terjadi dengan cepat. Itu ialah ungkapan, “…dan
jadilah demikian…”, Allah berfirman dan jadilah demikian, itu terdapat di
Kejadian 1:7, 11, 15, dan 24.
Reason # 6: the sixth reason, the fourth commandment of God's law clearly shows that
the days of creation were literal days. You say, “How is that?” Well, the fourth
commandment says that we are to work six literal 24-hour days and we are to
rest on the literal seventh 24-hour day, because God worked six days and ceased
on the seventh. How could we follow God's example of working 6 days and resting
on the seventh unless God worked six literal days and rested on the
seventh? If the days were millions of years
long, we could not follow God's example. Are you understanding this? So
the fourth commandment clearly shows that the days of creation were literal
24-hour days.
Alasan # 6: Alasan keenam, Perintah
keempat dari Hukum Allah dengan jelas menunjukkan bahwa hari-hari penciptaan
adalah hari-hari yang literal. Kalian berkata, “Kok bisa?” Nah, Perintah keempat mengatakan kita
harus bekerja 24 jam enam hari literal dan kita harus berhenti
bekerja 24 jam pada hari ketujuh yang literal, karena Allah telah bekerja
selama enam hari dan berhenti pada hari yang ketujuh. Bagaimana kita bisa mengikuti teladan Allah bekerja
6 hari dan berhenti pada hari ketujuh, kecuali Allah bekerja
selama enam hari literal dan berhenti pada hari ketujuh? Andai
hari-hari itu adalah jutaan tahun yang panjang, kita tidak bisa mengikuti
teladan Allah. Apakah kalian memahami ini? Jadi Perintah keempat
dengan jelas menunjukkan bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari 24 jam
yang literal.
Reason # 7: seventh reason, the New Testament
writers believed that the story of creation in Genesis 1 and Genesis 2 occurred
literally just as it's written. Let's start with Jesus in Matthew 19:4-6 He
says, “…and He answered to them, ‘Have you not
read that He who made them at the beginning, made them male and female, and
said, ‘for this reason a man shall leave his father and mother be joined to his
wife, the two shall become one flesh, so then they are no longer two but one
flesh, therefore what God has joined together let not man separate’…” when did God create man and woman? Was
that a process that took millions and millions of years? No! Jesus said, “…who made them
at the beginning…” so Jesus
believed that there was an Adam and an Eve. And the creation story tells us
that they were created on the sixth day. Reason number ~ by the way let me read what Paul also said, 1
Corinthians 15:47-49, he says, “…the first man was of the earth made of
dust…” so
did the Apostle Paul believe in the original story that Adam was made from the
dust of the ground? Of course. “…the second Man is the lord from heaven.
As was the man of the dust, so are also are those who are made of dust…” that's us,
“…and as it is the heavenly man, so also
are those who are heavenly; and as we have borne the image of the man of dust…” not
of monkeys, “…we borne the image of the man of dust, so
shall also we bear the image of the heavenly Man…” So clearly Jesus and Paul believed that the story of creation literally
took place.
Alasan # 7: Alasan ketujuh, penulis-penulis Perjanjian Baru meyakini
bahwa kisah penciptaan di Kejadian pasal 1, dan Kejadian pasal 2, terjadi
persis seperti yang tertulis. Marilah kita mulai dengan Yesus, di Matius 19:4-6
Dia berkata, “4 Jawab Yesus kepada
mereka, ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia pada awal mulanya menjadikan mereka laki-laki
dan perempuan, 5 dan firman-Nya: ‘Karena
alasan inilah, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging’? 6
Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah
dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. …” Kapan Allah
menciptakan laki-laki dan perempuan? Apakah itu suatu proses yang makan waktu
berjuta-juta tahun? Tidak! Yesus berkata, “…yang
menciptakan manusia pada awal mulanya…” jadi Yesus
meyakini ada seorang Adam dan seorang Hawa. Dan kisah penciptaan mengatakan
kepada kita mereka diciptakan pada hari keenam. Alasan nomor ~ sebentar,
izinkan saya membacakan apa kata Paulus juga, 1 Korintus 15:47-49, dia berkata, “…47 Manusia pertama berasal
dari bumi,
terbuat dari debu…” jadi apakah rasul Paulus meyakini kisah asli bahwa Adam
terbuat dari debu tanah? Tentu saja, “…Manusia kedua adalah tuan dari sorga. 48 Sebagaimana
manusia yang dari debu, demikianlah pulalah mereka yang berasal dari debu…” yaitu kita, “…dan sebagaimana Manusia yang surgawi, demikian
pulalah mereka yang surgawi, 49 Dan
sebagaimana kita telah menyandang rupa manusia yang dari debu…” bukan dari monyet, “…kita
telah menyandang rupa manusia yang dari debu, demikian pula kita akan menyandang rupa Manusia yang sorgawi. …” Jadi jelas Yesus
dan Paulus meyakini bahwa kisah penciptaan benar-benar terjadi.
Reason # 8: Ellen White confirms that the days of creation were literal 24 hour days,
for Adventists we believe that the Spirit of Prophecy is true, that Ellen White was inspired. So reason # 8 is that Ellen White clearly
states that the days of creation were literal days. Let me read you just two
statements. Spirit of Prophecy Volume 1 page 85, “…
I was then carried back to the creation…” she's seen this in vision, “…and was shown that the
first week in which God performed the work of creation in six days and rested
on the seventh day, was just like every other week. The great God in His days
of creation and day of rest measured off the first cycle as a sample for successive
weeks till the close of time.”
In another statement, Testimonies to Ministers 135, she wrote, “…When the Lord declares that He made the
world in six days and rested on the seventh day, He means the day of 24 hours
which He has marked off by the rising and setting of the sun.” Now how can you be more explicit than
that? Once again, “…He means the day of 24
hours which He has marked off by the rising and setting of the sun…”
Alassan # 8: Ellen White membenarkan bahwa
hari-hari penciptaan adalah hari-hari literal 24 jam. Bagi orang Advent, kami
meyakini Roh Nubuat itu benar, bahwa Ellen White diilhami. Maka alasan # 8
ialah karena Ellen White dengan jelas menyatakan bahwa hari-hari penciptan
adalah hari-hari yang literal.
Izinkan saya membacakan dua
pernyataan. Spirit of
Prophecy Vol. 1 hal 85, “…Saat itu saya dibawa kembali ke masa penciptaan…” Ellen White melihatnya dalam penglihatannya, “…dan
ditunjukkan bahwa minggu yang pertama saat Allah melakukan pekerjaan penciptaan
dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh, adalah seperti minggu-minggu
yang lain. Allah yang mahabesar pada hari-hari penciptaanNya dan hari
perhentianNya, mengukur siklus yang pertama sebagai contoh untuk minggu-minggu
berikutnya hingga akhir masa…”
Dalam suatu pernyataan lain Testimonies to Ministers hal. 135, Ellen
White menulis, “…Pada waktu Allah mengumumkan bahwa Dia telah menciptakan
dunia dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh, yang dimaksudNya ialah
hari yang 24 jam, yang telah ditandaiNya dengan terbitnya dan terbenamnya
matahari…” Nah, apa bisa
lebih eksplisit daripada itu? Sekali lagi, “…yang dimaksudNya ialah hari yang 24 jam, yang telah
ditandaiNya dengan terbitnya dan terbenamnya matahari.”
Reason # 9: is, that not only do Adventists, we're not the only ones, that believe that the days of creation were literal days, there are creationist scientists of other
denominations who believe the same. One of those for example is Henry Morris,
he was actually the Head of the Institute of Creation Science in San Diego,
California, good friend of Adventists and he wrote the following in his book Biblical Creationism page 62,
“The Lord Himself had worked 6 days then rested on the seventh, setting
there by a permanent pattern for the benefit of mankind…” so God worked six days, He rested the
seventh, as a permanent pattern for us.
So there are many reasons why we know that the days of creation were
literal days.
Alasan # 9: Bukan saja orang Advent ~ kita bukan satu-satunya yang
percaya bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari literal ~ tetapi ada
ilmuwan-ilmuwan pakar soal penciptaan dari denominasi-denominasi lain yang
meyakini hal yang sama. Sebagai contoh, salah satunya ialah Henry Morris, dia
adalah Kepala Institute of Creation Science di San Diego, California, berteman baik dengan orang-orang Advent, dan
dia menulis di dalam bukunya Biblical
Creationism hal. 62, yang berikut
ini, “…Allah
sendiri telah bekerja selama 6 hari, kemudian berhenti pada hari ketujuh,
dengan demikian menentukan suatu pola yang permanen demi kebaikan manusia…” jadi Allah telah bekerja enam hari, Dia berhenti pada
hari ketujuh, sebagai pola yang permanen bagi kita.
Jadi ada banyak alasan mengapa kita tahu hari-hari
penciptaan adalah hari-hari yang literal.
Do you know that Satan has almost totally won the victory already in
establishing Sunday? He didn't wait until there was a national Sunday Law. Through the theory of evolution most
people in the world today have basically denied the story of creation, and along
with the story of creation, the Sabbath, because if creation didn't
take place in six literal days and God didn't rest the literal seventh day then
there's no basis today for observing the Sabbath. So Satan has gotten rid of the Sabbath
through the theory of evolution which most people today believe, with
the exception of conservative Christians which are in the minority. So the Devil has discarded the Sabbath even
before a Sunday Law, he has most of the world already in his camp, if you
please. But there are some scientists, so-called, a handful of them Adventist,
who try to accommodate the creation story to the “discoveries” of science,
“discoveries” in quotation marks. They try to accommodate the biblical story to
science, so-called. Ellen White warned against this in the book Education page 128 and 129, she wrote,“…Inferences erroneously drawn from facts
observed in nature have however, led to the supposed conflict between science
and revelation…” so discoveries, she says inferences
by studying nature have led some to conclude that there's a supposed conflict
between science and revelation. And now notice what the solution is in the
minds of these scientists, “…and in the effort to
restore harmony…” that is between the biblical
creation story and the discoveries so-called of science, “…in the effort to
restore harmony, interpretations of Scripture have been adopted that undermined
and destroy the force of the Word of God. Geology has been thought to
contradict the literal interpretation of the Mosaic record of creation.
Millions of years it is claimed were required for the evolution the earth from
chaos. In order to accommodate the Bible to this supposed revelation of
science, the days of creation are assumed to have been vast indefinite periods
covering thousands or even millions of years…” to accommodate the biblical story
to science so-called. In other words, the idea is, “Yeah, it says in Genesis ‘days’
but the ‘day’ is symbolic of much longer periods of time.” And then she ends
the statement by saying, “…Such a conclusion is
wholly uncalled for. The Bible record is in harmony with itself and with the
teaching of nature…” So no need to
accommodate the Bible to scientific “discoveries” in quotation marks, because
nature and Scripture are in harmony when properly understood.
Tahukah kalian Setan nyaris sudah
menang telak menegakkan hari Minggu? Dia tidak menunggu sampai ada
Undang-undang Hari Minggu yang nasional. Melalui
teori evolusi, kebanyakan orang di dunia hari ini pada dasarnya sudah tidak
mengakui kisah penciptaan, dan bersama dengan kisah penciptaan, juga Hari
Sabat, karena jika penciptaan tidak terjadi selama enam hari
literal dan Allah tidak berhenti pada hari ketujuh yang literal, maka tidak ada
dasarnya sekarang ini untuk memelihara hari Sabat. Maka Setan telah menyingkirkan Sabat melalui teori evolusi
yang dipercayai kebanyakan orang sekarang, dengan perkecualian orang-orang
Kristen konservatif yang adalah minoritas. Jadi Iblis telah menyingkirkan Sabat
bahkan sebelum adanya Undang-undang Hari Minggu. Katakanlah, Setan telah
membuat kebanyakan manusia di dunia sudah berada di pihaknya. Tetapi ada
beberapa ilmuwan, kita sebut demikian, dan beberapa gelintir dari antara mereka
ini orang-orang Advent, yang mencoba memasukkan kisah penciptaan ke dalam
“penemuan-penemuan” sains, “penemuan” dalam tanda kutip. Mereka berusaha
memasukkan kisah alkitabiah ke dalam apa yang dianggap sains. Ellen White telah
memberi peringatan tentang hal ini dalam buku Education hal. 128-129, dia menulis, “…Kesimpulan-kesimpulan yang salah, yang ditarik dari
fakta-fakta yang tampak di alam, telah membawa kepada konflik yang dianggap telah
terjadi antara sains dengan apa yang diungkapkan Allah…” jadi penemuan-penemuan, kata Ellen White, kesimpulan-kesimpulan
yang diperoleh dari mempelajari alam semesta telah membawa beberapa orang untuk
menyimpulkan adanya apa yang dianggap konflik antara sains dengan apa yang
diungkapkan Allah. Dan sekarang simak, apa solusinya menurut pemikiran para
ilmuwan ini, “…dan dalam upaya untuk memulihkan keserasian…” yaitu antara kisah penciptaan yang alkitabiah dengan
penemuan-penemuan yang dianggap sains, “…dalam
upaya untuk memulihkan keserasian, dimasukkanlah penafsiran-penafsiran Kitab
Suci yang merongrong dan menghancurkan kekuatan Firman Allah. Geologi dianggap
bertolak belakang dengan penafsiran yang literal atas catatan kisah penciptaan
yang dibuat oleh Musa. Dinyatakan bahwa dibutuhkan jutaan tahun bagi bumi untuk
berevolusi dari kekacauan. Demi mengakomodasikan Alkitab kepada apa yang
dianggap sebagai penemuan sains ini, maka hari-hari penciptaan diasumsikan
sebagai periode-periode yang panjang sekali tanpa batas waktu, yang meliputi
ribuan bahkan jutaan tahun…” guna
mengakomodasikan kisah yang alkitabiah kepada apa yang dianggap sebagai sains.
Dengan kata lain, konsepnya ialah, “Iya, memang di Kejadian dikatakan ‘hari’,
tetapi ‘hari’ itu simbol dari periode yang jauh lebih panjang. Kemudian Ellen
White mengakhiri pernyataannya dengan berkata, “…Konklusi
seperti ini sama sekali tidak tepat. Catatan Alkitab itu serasi dengan dirinya
sendiri dan dengan alam semesta…” jadi tidak perlu
mengakomodasikan Alkitab kepada “penemuan-penemuan” sains dalam tanda kutip,
karena alam semesta dan Kitab Suci sudah serasi bila dipahami secara benar.
Now, why do I mention this as we begin this afternoon? We're going to dwell
now on the Papacy’s view of creation. It
is a fact that neither John Paul II nor Francis I believed that the story of
creation literally took place as it is written in the book of Genesis. Both of
these very influential popes, John Paul II who was pope for decades and Francis
I, have concluded that the biblical story of creation is a symbolic story
that wants to teach us lessons but that creation did not take place as it is recorded
in Genesis chapter 1. Both have taught that the universe came into
existence by a Big Bang and that the world has evolved over the course of
billions of years by a process of macro-evolution. John Paul in a speech that
he gave to the Papal Academy of the Sciences which was also printed, referred
to evolution as more than a hypothesis, and also said that studies in the
various branches of science, have
presented a significant argument in favor of the theory. I want to read his own
words now. “…Today…” John Paul wrote, “…new knowledge has led to the recognition of
the theory of evolution as more than a hypothesis. It is indeed remarkable that
this theory has been progressively accepted by researchers, following a series
of discoveries in various fields of knowledge.
The convergence of these discoveries ~ neither sought nor fabricated ~ are the results of work that was conducted
independently, is in itself a significant argument in favor of the theory…” So
evolution is more than a hypothesis and according to him, these studies which
were conducted independently in the different areas of science, microbiology,
chemistry, biology, etc. present a significant argument in favor of the theory.
Nah, mengapa saya menyebut ini
pada saat kita mulai sore ini? Sekarang kita akan membahas pandangan Kepausan
tentang penciptaan. Adalah suatu fakta, baik Yohanes Paulus II maupun Francis I
sama-sama tidak percaya bahwa kisah penciptaan benar-benar terjadi seperti yang
tertulis di kitab Kejadian. Sama-sama Paus-Paus yang sangat berpengaruh ini ~ Yohanes Paulus II
yang menjadi Paus selama beberapa dekade, dan Francis
I ~ menyimpulkan bahwa kisah alkitabiah tentang penciptaan adalah cerita
simbolis, yang mau memberikan pelajaran-pelajaran kepada kita, tetapi itu tidak terjadi
sebagaimana yang tertulis di Kejadian pasal 1. Keduanya
mengajarkan bahwa alam semesta muncul karena suatu Big Bang, dan bahwa dunia
telah berevolusi selama milyaran tahun melalui suatu proses makro-evolusi.
Dalam pidatonya yang disampaikannya kepada The Papal
Academy of Sciences, yang juga diterbitkan,
Yohanes Paulus merujuk kepada evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah
hipotesa, dan juga mengatakan bahwa penyelidikan dalam pelbagai cabang sains
telah menyajikan suatu argumentasi yang signifikan yang mendukung teori
tersebut. Saya mau membacakan kata-katanya
sendiri sekarang. “…Sekarang ini…” tulis Yohanes Paulus, “…pengetahuan baru telah menuntun ke pengakuan teori
evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah hipotesa. Memang luar biasa, teori
ini telah diterima secara progresif oleh para periset, sebagai lanjutan dari serangkaian
penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan. Pertemuan penemuan-penemuan ini,
yang tidak dicari maupun direkayasa, adalah hasil kerja yang dilakukan secara
independen, ini saja sudah merupakan argumentasi yang signifikan yang mendukung
teori tersebut…” Jadi evolusi itu
lebih daripada sebuah hipotesa, dan menurut Yohanes Paulus II,
penyelidikan-penyelidikan itu yang dilakukan secara independen di pelbagai area
sains yang berbeda: mikrobiologi, kimia, biologi, dll. menyajikan suatu
argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut.
Now there was a newspaper writer, he actually wrote an interesting article
for the Chicago Tribune where he was brutally honest, that there's no way that
you can really reconcile the biblical story with the scientific assumption. And
the Pope, of course, he tries to do both, he says, “Yeah, we accept the story
of creation but we accommodate it to
long periods of time that science requires. See, he wants to win over
scientists as well. Here's what this Stephen Swanson wrote about the papacy's
view, “…In a major statement of
the Roman Catholic Church's position on the theory of evolution, pope John Paul
II has proclaimed that the theory is more than just a hypothesis and that
evolution is compatible with Christian faith…” what does the Pope say? That evolution is what? “…compatible
with Christian faith…” you can, in other words, accommodate Christian
faith to the scientific view of evolution.
In a written message, he continues to the Pontifical Academy of Sciences
the Pope said, “…The theory of evolution
has been buttressed by scientific studies and discoveries since Charles
Darwin…” and
then he writes this, “…If taken literally, the biblical view of
the beginning of life and Darwin's scientific view would seem irreconcilable…” is he right? Yeah! “…If taken literally, the
biblical view of the beginning of life and Darwin's scientific view would seem
irreconcilable. In Genesis the creation of the world and Adam, the first human,
took six days. Evolution’s process of genetic mutation and natural selection,
the survival and proliferation of the fittest new species has taken billions of
years according to the scientists…” so you see,
there's no way you can reconcile the biblical story with the theory of
evolution, and yet the Pope, Pope John Paul II said, “Yeah, you can still be a Christian and you
can still believe the story of evolution as presented by science.” ~
so-called.”
Nah, ada seorang wartawan, dia
benar-benar menulis sebuah artikel yang menarik untuk Chicago Tribune di mana
dia blak-blakan secara brutal mengatakan, bahwa tidak mungkin kisah yang
alkitabiah bisa benar-benar disesuaikan dengan asumsi ilmiah. Dan Paus, tentu
saja, dia berusaha untuk melakukan keduanya. Dia berkata, “Yah, kita menerima
kisah penciptaan tetapi kita menyesuaikannya dengan waktu yang panjang seperti
yang dibutuhkan oleh sains.” Lihat, Paus juga
mau merangkul para ilmuwan. Inilah yang ditulis oleh Stephen Swanson tentang
pandangan Kepausan, “…dalam suatu
pernyataan utama tentang posisi gereja Roma Katolik terhadap teori evolusi, Paus
Yohanes Paulus II telah mengumumkan bahwa teori itu lebih daripada hanya sebuah
hipotesa, dan bahwa evolusi itu cocok dengan iman Kristen…” apa kata Paus? Bahwa evolusi itu apa? “…cocok
dengan iman Kristen…” dengan kata lain, orang
bisa menyesuaikan iman Kristen kepada pandangan sains tentang evolusi. Dalam
suatu pesan yang tertulis kepada Akademi Sains Kepausan, Paus melanjutkan, “…Teori
evolusi telah ditopang oleh penyelidikan-penyelidikan ilmiah dan
penemuan-penemuan sejak Charles Darwin…” lalu dia menulis
ini, “…Jika diterima secara literal, pandangan alkitabiah
tentang asal mula kehidupan dan pandangan ilmiah Darwin, tampaknya tidak akan
bertemu…” apa dia benar?
Iya! “…Jika diterima secara literal, pandangan alkitabiah
tentang asal mula kehidupan dan pandangan ilmiah Darwin, tampaknya tidak akan
bertemu. Di Kejadian, penciptaan dunia dan Adam, manusia yang pertama, terjadi
dalam enam hari. Proses mutasi genetik pada evolusi dan seleksi alami,
kelangsungan hidup, dan pertambahan
jumlah spesies-spesies baru yang terkuat, makan waktu milyaran tahun menurut
para ilmuwan…” jadi lihat, tidak
ada jalan untuk mempertemukan kisah alkitabiah dengan teori evolusi, namun Paus,
Paus Yohanes Paulus II berkata, “Iya, kita masih bisa menjadi seorang Kristen
dan kita tetap bisa meyakini kisah evolusi seperti yang disajikan oleh sains.”
~ yang dianggap sains (bukan sains yang sebenarnya).
Now, Pope Francis goes even further than John Paul, you see he wants to
impress the world of academia. He knows that if the church stands that the
story of creation in Genesis is literal, the scientists will be against the
Catholic Church, and the majority of world leaders as well. Pope Francis has made it clear that he believes
in the Big Bang Theory, basically ~ has
nothing to do with a television program by the way ~ the idea is that 13.8 billion years ago when
none of us were around, there was this little particle or speck in the
universe, a small singularity, or a point, and at that point it began to expand
or to stretch over the course of 13.8 billion years and the universe that we
know today is the result.
I want to read you what Pope Francis said to the Papal Academy of the
Sciences on October 14, 2014, “…The Big Bang which
today we hold to be the origin of the world…” not us, him, when he says “we” he's talking about the Papacy, “…The Big Bang which today we hold to be
the origin of the world, does not contradict the intervention of the Divine
Creator but rather requires it…” So he said, we can still believe in a divine
Creator, and we can believe in evolution. What is he talking about? I continue,
“…Evolution in nature is not inconsistent with the notion of creation, because
evolution requires the creation of beings that evolve…” notice, God created in nature the
mechanism that would permit evolution. He incorporated in nature the capacity
to evolve over millions and billions of years. So he says, “…Evolution in nature is not inconsistent
with the notion of creation because evolution requires the creation of beings
that evolve…”
Then he wrote, he said this and he also wrote it, “…When we read about creation in Genesis,
we run the risk of imagining God was a magician with a magic wand able to do
everything,
but that is not so…” it's amazing! And then he writes, “…He created human beings…” and of course originally they were created
like a monkey, see? “…He created human beings and let them
develop…”
see, He incorporated ~ in the original lower forms ~ He incorporated the
mechanism or the capacity to evolve and that since God is involved in the
course of millions of years. So once
again, “…He created human
beings and let them develop according to the internal laws that He gave to each
one so that they would reach their fulfilment…” are you understanding what the papal view is?
Nah, Paus Francis melangkah lebih jauh daripada Yohanes
Paulus. Kalian lihat, dia mau menarik hati dunia akademis. Dia tahu jika
gereja bersikokoh bahwa kisah penciptaan di Kejadian itu literal, para ilmuwan
akan memusuhi gereja Katolik, dan begitu juga mayoritas pemimpin dunia. Paus
Francis telah membuatnya jelas bahwa dia meyakini teori Big Bang, pada
dasarnya ~ ketahuilah ini tidak ada
kaitannya dengan sebuah acara televisi
~ konsepnya ialah 13.8 milyar
tahun yang lalu, saat kita semua belum eksis, ada sebuah partikel atau bintik
kecil di alam semesta, suatu titik atau poin kecil, dan pada saat itu titik ini
mulai membesar atau mekar selama 13.8 milyar tahun, dan hasilnya ialah alam
semesta yang kita kenal hari ini.
Saya mau membacakan apa kata
Paus Francis kepada Akademi Sains Kepausan pada 14 Oktober 2014, “…Big Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula
dunia…” bukan kita, tapi
dia (Paus). Ketika Paus berkata “kita”, dia bicara tentang Kepausan. “…Big
Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula dunia, tidak mengkontradiksi
intervensi Pencipta yang Ilahi melainkan justru membutuhkannya. …” Jadi katanya, kita
tetap bisa percaya pada Pencipta yang Ilahi dan kita bisa percaya pada evolusi.
Dia bicara apa ini? Saya lanjutkan, “…Evolusi
di
alam tidaklah bertentangan dengan konsep
penciptaan, karena evolusi membutuhkan penciptaan makhluk yang berevolusi…” simak, Allah telah menciptakan di alam suatu mekanisme
yang mengizinkan evolusi. Dia memasukkan di alam kemampuan untuk berevolusi
sepanjang berjuta dan bermilyar tahun. Jadi kata Paus, “…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep penciptaan, karena
evolusi membutuhkan penciptaan makhluk yang berevolusi…” Lalu dia menulis, dia mengatakannya tetapi dia juga menulisnya, “…Ketika
kita membaca tentang penciptaan di Kejadian, kita terkena resiko membayangkan
Allah sebagai tukang sulap dengan tongkat ajaib yang mampu melakukan segala
sesuatu, tetapi tidaklah demikian …” luar biasa!
Kemudian dia menulis, “…Allah menciptakan manusia…” dan tentu saja
aslinya mereka diciptakan seperti monyet, lihat? “…Allah menciptakan manusia dan membiarkan mereka tumbuh
lebih maju…” lihat, Allah
memasukkan ~ ke dalam bentuk asli yang lebih rendah ~ Allah memasukkan mekanisme atau kemampuan
untuk berevolusi, dan itu dikarenakan
Allah terlibat sepanjang jutaan tahun. Jadi sekali lagi, “…Allah menciptakan manusia dan membiarkan mereka tumbuh
lebih maju menurut hukum intern yang diberikanNya kepada setiap makhluk supaya
mereka bisa mencapai kesempurnaan masing-masing. …”
Apakah kalian
paham apa pandangan Kepausan?
Notice what the Pope wrote in his encyclical Laudato Si paragraph 81, he wrote,
“…Human beings even if we postulate a
process of evolution…” did you catch that? “…Human beings even if we postulate a process
of evolution, also possess a uniqueness which cannot be fully explained by the
evolution of other open systems…” because what
the Catholic Church believes is that God did use millions and billions of years
for us to get where we are now, but at certain critical points God intervened
to nudge the process forward. So when you have this well developed monkey, God
intervened and gave the monkey a soul or the capacity to reason, and now you
have the precursor of what we are today.
Is that the view that the Bible presents? Totally not.
Simak apa yang ditulis Paus di
ensiklikalnya Laudato Si paragraf 81, “…Manusia,
walaupun kita merupakan wujud proses evolusi…” apa kalian
menangkap ini? “…Manusia, walaupun kita merupakan wujud proses evolusi,
juga memiliki keunikan yang tidak seluruhnya bisa dijelaskan oleh evolusi makhluk
lainnya yang standar…” karena apa yang
diyakini gereja Katolik ialah Allah memakai jutaan dan milyaran tahun supaya kita
tiba pada posisi di mana kita sekarang berada, tetapi pada titik-titik krusial
tertentu, Allah campur tangan untuk mendorong proses itu maju. Jadi bila ada
kera yang sudah cukup perkembangannya, Allah campur tangan dan memberikan jiwa atau kemampuan untuk berpikir kepada kera tersebut, dan sekarang jadilah dia pendahulu dari kita hari ini.
Inikah pandangan
yang diberikan Alkitab? Sama sekali tidak!
He also wrote in paragraph 66 of his encyclical, “…The creation accounts in the book of
Genesis, contained in their own symbolic…” the stories in Genesis are what? They’re symbolic, not literal, “…the creation accounts in the book of
Genesis contained in their own symbolic and narrative language, profound
teachings about human existence and its historical reality…”
Dia juga menulis di
ensiklikalnya di paragraf 66, “…Di dalam
bahasa simbolis kisah penciptaan di kitab Kejadian, …” kisah-kisah di Kejadian itu apa? Mereka itu simbolis,
tidak literal, “…Di dalam bahasa simbolis kisah
penciptaan di kitab Kejadian, dan bahasa
narasi mereka sendiri, terdapat ajaran-ajaran
yang mendalam tentang eksistensi manusia dan realitas sejarahnya…”
Actually the Pope is a pantheist. Did pantheism try to enter the Adventist
church at some point in its history? Yeah. It's trying to enter the church now through
things like spiritual formation, contemplative prayer, that's the practice of
pantheism. The Pope is a pantheist, he believes that the universe is evolving and
eventually everything will work itself out and you'll have an era of peace and
prosperity and everything will go well, through the process of evolution.
Sesungguhnya Paus
adalah seorang Panteis. Apakah Panteisme pernah mencoba masuk ke
gereja Advent dalam sejarahnya? Iya. Panteisme berusaha memasuki gereja
sekarang melalui hal-hal seperti formasi spiritual (= cara-cara untuk
meningkatkan kerohanian yang lebih berbau “New Age”), doa kontemplasi (= doa
yang diawali dengan fokus pada satu kata dalam meditasi); itu adalah praktek-praktek
Panteisme. Paus adalah seorang Panteis, dia meyakini alam semesta ini
berevolusi dan akhirnya semua akan beres dengan sendirinya, dan akan ada suatu
era yang damai dan makmur, dan segala sesuatu akan menjadi baik, melalui proses
evolusi.
I want you to notice three statements by the Pope in his encyclical that
shows that he is a Pantheist, he believes that everything in the world is divine
and is moving on to a convergence. Actually he has the view of a Jesuit
scientist by the name of Pierre Teilhard de Chardin, there's a whole chapter in
the book that was written by Malachi Martin the book that's called The Jesuits, on this particular scientist,
Jesuit scientist and his view, pantheistic view, and of course Francis I is a
Jesuit and he's embraced this view, that God is in everything and everything is moving
towards converging towards a unity where there'll be peace and harmony in the
universe.
Saya mau kalian perhatikan tiga pernyataan Paus dalam
ensiklikalnya yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang Panteis, dia meyakini bahwa semua yang
ada di dunia ini ilahi dan sedang bergerak menuju suatu titik pertemuan.
Sesungguhnya pandangannya ialah pandangan seorang ilmuwan Jesuit yang bernama
Pierre Teilhard de Chardin. Di dalam buku yang ditulis Malachi Martin, bukunya
bernama The Jesuit, ada satu bab khusus tentang
ilmuwan ini, ilmuwan Jesuit ini dan pandangannya, pandangan Panteis. Dan tentu
saja karena Francis I adalah seorang Jesuit
dia memeluk pandangan ini, bahwa
Allah ada dalam segala sesuatu dan segala sesuatu sedang bergerak menuju satu
titik pertemuan untuk menjadi satu, di mana akan ada damai dan keserasian di
alam semesta.
I read from paragraph 92 of his
encyclical, “…Everything
is related and we human beings are united as brothers and sisters on a
wonderful pilgrimage, woven together by the love of God, by the love God has
for each of His creatures, and which also unites us in fond affection with brother
Sun, sister Moon, brother River, and mother Earth…” Earth is not my mother and the moon
is not my sister!
Saya membaca dari paragraf 92 dari ensiklikalnya, “…Segala sesuatu itu berkaitan dan kita manusia menyatu
sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam suatu perjalanan ziarah
yang indah, terikat bersama oleh kasih Allah, oleh kasih yang dimiliki Allah
bagi setiap makhlukNya, dan yang juga mempersatukan kita dalam kasih sayang
dengan saudara Matahari, saudari Bulan, saudara Sungai, dan ibu Bumi…” bumi bukan ibu saya dan bulan bukan saudara perempuan
saya!
Paragraph 233, “…The universe unfolds in God, who fills it
completely. Hence we find a mystical meaning in a leaf, in a mountain trail, in
a dewdrop, in a poor person's face. The ideal is not only to pass from the
exterior to the interior to discover the action of God in the soul…” now listen, “…but
also to discover God in all things.” Is God in all things? God is not in all things.
God created all things, He is not in all things.
Paragraf 233, “…Alam
semesta terungkap dalam Allah, yang mengisinya sampai penuh. Oleh karena itu
kita menemukan makna mistik di selembar daun, di sebuah jalan tapak di bukit,
di setetes embun, di wajah seorang yang miskin. Idealnya bukan hanya melewati
dari bagian luar ke bagian dalam untuk menemukan tindakan Allah di dalam jiwa…” sekarang dengarkan, “…melainkan juga untuk menemukan Allah dalam segala
sesuatu.…” apakah Allah ada
dalam segala sesuatu? Allah tidak ada dalam segala sesuatu. Allah yang
menciptakan segala sesuatu. Dia tidak berada dalam segala sesuatu.
Paragraph 246 is a prayer with which Pope Francis ends his encyclical and this is part
of his prayer, “…All powerful God, You
are present in the whole universe and in the smallest of your creatures…” God is not present in everything. That's
pantheism, the word “pantheism” means God in everything. God is not in
everything. God sits on His throne in heaven. God is separate from His creation,
He sustains His creation, but He is a Person separate from His creation. He is
not in creation, He is not part of creation.
Paragraf 246 adalah suatu doa dengan mana Paus Francis mengakhiri
ensiklikalnya, dan inilah bagian dari doanya, “…Allah yang mahakuasa, Engkau hadir di seluruh alam
semesta dan di dalam makhluk ciptaanMu yang terkecil…” Allah tidak hadir dalam segala sesuatu. Itulah Panteisme,
kata “panteisme” berarti Allah dalam segala sesuatu. Allah tidak ada dalam
segala sesuatu. Allah duduk di takhtaNya di Surga. Allah itu terpisah dari
ciptaanNya, Allah yang memelihara ciptaanNya, tetapi Allah adalah Pribadi yang
terpisah dari ciptaanNya. Allah tidak ada di dalam ciptaanNya, Dia bukan bagian
dari ciptaan.
So what are the devastating implications of the Roman Catholic papal view
of creation?
First of all, heterosexual marriage is based on the creation story. Correct? It
says in Genesis as well in Matthew 19:4-6 “…therefore a
man shall leave his father and mother and be joined to his wife…” but what happens if the story of creation
is not literal? Then heterosexual marriage becomes something of preference because
there is no divine foundation that God established at the beginning. Are you
with me?
What about gender identity? How many genders did God create? Two! Not 50. It says in Genesis 1:27 “…male and female He created them…” how many genders did God create? Two. How many genders do people say that
there are today? Whatever your choice is. 50 or 60, different ones, there are
parents that aren't even, not even assigning a gender to their babies because
they say let's wait till they reach to a certain age then they can choose their
own gender. The duality of gender is based on the creation story, but if you
discard the creation story then you can have more than one gender because
there's no divine foundation for dual gender.
It gets more serious. On what is the Sabbath
based? On the literal creation story. We keep the literal seventh day
because we believe that at creation there was a literal seventh day. What
happens with the Sabbath if you believe that the days were long evolutionary
periods? The Sabbath is gone as the seventh day of rest. In Genesis 2 (actually it’s in Exodus 20)
it says, “… the seventh day is the Sabbath of the
Lord your God…”
Jadi apakah implikasinya yang paling destruktif dari
pandangan Kepausan Roma Katolik tentang penciptaan?
Pertama, perkawinan heteroseksual itu berdasarkan kisah penciptaan,
benar? Dikatakan di Kejadian maupun di Matius 19:4-6, “…‘Karena alasan
inilah, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya…” tetapi apa yang akan terjadi andai kisah penciptaan itu
tidak literal? Maka perkawinan heteroseksual menjadi pilihan saja karena tidak
ada dasar Ilahi yang ditentukan Allah sejak awal mula. Apakah kalian memahai
saya?
Bagaimana dengan identitas
gender? Berapa gender yang diciptakan Allah? Dua! Bukan 50.
Dikatakan di Kejadian 1:27, “…laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka…” Berapa gender yang diciptakan Allah?
Dua. Berapa gender yang orang bilang ada sekarang? Terserah pilihan Anda. 50 atau 60, beda-beda. Bahkan ada orangtua
yang tidak menetapkan gender bayi-bayi mereka karena mereka berkata lebih baik
menunggu hingga bayi-bayi itu mencapai usia tertentu dan pada saat itu mereka
bisa memilih gender mereka sendiri. Dualitas
gender itu berdasarkan kisah penciptaan, tetapi bila kisah
penciptaan itu disingkirkan, maka boleh ada lebih dari
satu gender karena tidak ada dasar ilahi bagi dua gender.
Masalahnya jadi lebih serius. Sabat itu berlandaskan apa? Pada kisah penciptaan yang
literal. Kita memelihara hari ketujuh yang literal karena kita
meyakini bahwa pada saat penciptaan memang ada hari ketujuh yang literal. Apa
yang akan terjadi dengan Sabat andai kita meyakini bahwa hari-harinya adalah
periode-periode evolusi yang panjang? Maka Sabat akan lenyap sebagai hari
ketujuh hari perhentian. Di Kejadian pasal 2 (yang
benar di Keluaran pasal 20) dikatakan, “…hari
ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu…”
According to the
Apostle Paul and many characteristics in Genesis, God established certain
functions for the male and certain functions for the female in the home and in
the church, but if you reject the creation story then the roles of male and female
are interchangeable, in other words, role distinctions not only gender distinctions,
but role distinctions within the genders, disappear if you don't
believe that God established those functions at creation, and that the story is
literal.
Menurut rasul Paulus dan banyak tokoh di Kejadian, Allah
menetapkan fungsi-fungsi tertentu buat laki-laki dan fungsi-fungsi tertentu
buat wanita baik di rumah tangga maupun di jemaat. Tetapi jika kita menolak
kisah penciptaan maka peranan
laki-laki dan wanita bisa saling ditukar, dengan kata lain,
perbedaan peranan bukan saja perbedaan gender, tetapi perbedaan peranan di dalam gender akan lenyap
jika kita tidak percaya Allah telah menetapkan fungsi-fungsi tersebut saat
penciptaan, dan bahwa kisah penciptaan itu literal.
Furthermore, the Bible teaches us that after sin, the strong must help the
weak, and the rich must help the poor. In fact, Pope Francis in his encyclical constantly
says that the rich should help the poor, the rich should help the poor, and the
strong should help the weak, but his teaching does not square with his
scientific theory because the scientific theory of evolution functions on the
basis of the survival of the fittest, known technically as natural selection,
the strong survive and the weak disappear, the rich thrive and the poor fall
into the dust. So how can someone like the Pope say, “I believe in evolution”
which is based on the survival of the fittest where the strong win and the weak
loose, and then say, “Now, well the strong
need to help the weak.” There's a
disconnect there.
Lebih lanjut, Alkitab mengajar kita bahwa setelah adanya
dosa, yang lebih kuat harus menolong yang lemah, dan yang kaya menolong yang
miskin. Bahkan Paus Francis dalam ensiklikalnya senantiasa berkata bahwa yang
kaya harus menolong yang miskin, yang kaya harus menolong yang miskin, dan yang
kuat harus menolong yang lemah. Tetapi ajarannya tidak sesuai dengan teori
ilmiahnya karena teori ilmiah
evolusi hanya berfungsi pada landasan: yang paling kuat yang bertahan hidup,
secara teknik disebut seleksi
alami, yang kuat
bertahan sementara yang lemah lenyap, yang kaya semakin maju dan yang miskin
jatuh ke dalam debu. Jadi bagaimana ada orang seperti Paus bisa berkata,
“Saya percaya evolusi” yang berdasarkan konsep yang paling sehat yang bertahan,
yang kuat yang menang dan yang lemah kalah, kemudian berkata, “Nah, yang
kuat perlu membantu yang lemah.” Tidak nyambung di sini.
Even more seriously the papal view destroys the soon expectation of the second coming
of Jesus. If we're in a process of long process evolution how much
longer are we going to have to wait for the process to reach its climax? Where
is there a hope of a soon coming of Jesus with the angels from heaven to
destroy the world and cleanse it and make a new heavens and new earth? How
much, how long is it going to take Him to make a new heavens and a new earth?
Another million of years? You see, if we discard a literal beginning, a literal
fall, literal spiritual redemption from the fall, and a literal second coming,
what do we have left? Nothing.
Bahkan lebih serius lagi, pandangan Kepausan menghancurkan harapan segeranya
kedatangan Yesus yang kedua. Andai kita berada dalam suatu
proses evolusi yang panjang, berapa lama lagi kita harus menunggu sampai proses
itu mencapai klimaksnya? Di mana ada harapan segeranya datang Yesus bersama
malaikat-malaikat dari Surga untuk membinasakan dunia dan membersihkannya, dan
menjadikan langit baru dan bumi baru? Berapa lama, berapa lama lagi yang
dibutuhkan Yesus untuk menciptakan langit baru dan bumi baru? Sejuta tahun
lagi? Lihat, jika kita menyingkirkan awal yang literal, kejatuhan dalam dosa
yang literal, penebusan spiritual dari dosa yang literal, dan kedatangan kedua
yang literal, lalu apa yang masih tersisa bagi kita? Nihil.
But the papal view not only totally destroys what God established at
creation which is heterosexual marriage, two genders, distinctive functions for
the two genders, the Sabbath, and the idea that the strong should help the
weak, which goes against the idea of natural selection, but this theory
mars the beautiful character of God. It is an attack on the omnipotence of God,
the fact that God is all-powerful. Does not God have the almighty power to
create things instantaneously by speaking them into existence? Is His power so limited that He has to use a
system of millions and millions of years for things to perfect? Isn't He powerful
enough to speak and have it done? It's an attack on the omniscience and the
wisdom of God.
Tetapi pandangan Kepausan tidak hanya
menghancurkan semua yang telah ditetapkan Allah
pada waktu penciptaan, yaitu perkawinan heteroseksual, dua gender,
fungsi-fungsi yang berbeda untuk kedua gender itu, Sabat, dan konsep bahwa yang
kuat harus menolong yang lemah ~ yang bertentangan dengan konsep seleksi alami
~ tetapi teori ini juga merusak
indahnya karakter Allah. Ini adalah serangan kepada kemahakuasaan Allah, fakta bahwa Allah itu maha
kuasa. Apakah Allah tidak memiliki kemahakuasaan untuk menciptakan secara
instan hanya dengan bersabda dan semuanya jadi? Apakah kuasaNya begitu terbatas
Dia harus menggunakan suatu sistem selama berjuta-juta tahun sampai semuanya
menjadi sempurna? Apakah Allah kurang punya kuasa untuk bersabda dan mencipta?
Ini merupakan serangan pada kemahatahuan dan hikmat Allah.
You see, the mechanism of evolution functions on the basis of a method of trial
and error, where through the course of millions of years evolution
irons out the glitches in the process. Does this reflect your picture of God
that He uses a method whether there are many blind alleys, where there you need
to iron out the glitches in the process? Couldn't God create everything perfect
from the start without using a method of trial and error which involves waste, suffering,
and death?
Lihat, mekanisme
evolusi bekerja atas landasan metode coba-coba, di mana melalui
masa jutaan tahun, evolusi harus meluruskan kesalahan-kesalahan dalam proses
tersebut. Apakah ini merefleksikan gambaran kita tentang Allah, bahwa Dia harus
memakai suatu cara di mana terdapat banyak jalan buntu, di mana perlu
meluruskan kesalahan-kesalahan dalam proses tersebut? Tidakkah Allah bisa
mencipta semuanya sempurna dari awal tanpa memakai cara coba-coba yang
melibatkan banyak pemborosan, penderitaan, dan kematian?
In the book Here I Stand page 277
here's a description of evolution. “…Evolution presents a
bloody, ruthless struggle for existence from the very beginning, where there is
much waste of living substance and many false starts and blind alleys…”
does that sound like a wise and intelligent God? Not in my mind. Is this
the God ~ who was by the way Jesus
Christ the Creator ~ is this the same Person who when He fed the 5000 He said, “…Pick up all that remains so that nothing
is wasted…”?
Is this the same God that when He fed the four thousand said, “…Pick up every bit that is left over so
that nothing is wasted…”? would God use
a method where there's all kinds of waste and blind alleys and restarts, if God
is all-wise, absolutely not.
Di buku Here I Stand hal. 277 ada suatu deskripsi tentang evolusi. “…Evolusi menyajikan suatu perjuangan untuk eksis yang
penuh darah dan kejam sedari awal, di mana terdapat banyak pemborosan zat hidup
dan banyak permulaan yang salah dan jalan yang buntu…” apakah ini sesuai dengan Allah yang penuh hikmat dan
inteligen? Tidak, dalam pemikiran saya. Inikah Allah ~ yang adalah Yesus
Kristus Sang Pencipta ~ inikah Pribadi yang sama yang ketika memberi makan 5000
orang, Dia berkata,
“…Kumpulkan semua yang tersisa supaya tidak ada yang terbuang…”? Inikah Allah yang
sama yang ketika memberi makan 4000 orang berkata,
“…Kumpulkan setiap potong makanan yang tersisa supaya tidak ada yang
terbuang…”? apakah Allah akan memakai suatu cara di mana akan terjadi
segala macam pemborosan dan jalan buntu dan pengulangan lagi, jika Allah itu
maha bijak? Tentu saja tidak.
It is also an attack on the love and mercy of God. How can a God of love use
a method where there's so much suffering and cruelty and pain and death? Does
this sound like the God that cares for the sparrows, and dresses the lilies of
the field?
But even more seriously the theory of evolution is an attack on the need for a savior. Listen
carefully, if the Genesis account of a perfect Adam and Eve, in a perfect
Garden is symbolic, then the story of the fall must also be symbolic, and the
result then is that salvation is perfecting through the process of evolution.
Let me read you a statement by a Roman Catholic theologian Karl
Schmitz-Moormann, he wrote this, he’s a very liberal Catholic, doesn't believe
the creation story, but what he says is brutally true, “…The notion of the traditional view of
redemption, as reconciliation and ransom from the consequences of Adam's fall,
is nonsense for anyone who knows about the evolutionary background to human
existence in the modern world. Further, salvation cannot mean returning to an
original state, but must be conceived as perfecting through the process of
evolution…” Are you catching the picture?
Itu juga merupakan serangan
terhadap kasih dan kemurahan Allah. Bagaimana Allah yang
pengasih bisa memakai metode yang melibatkan begitu banyak penderitaan dan
kekejaman dan rasa sakit dan kematian? Apakah ini mirip Allah yang peduli pada
burung-burung pipit dan yang menghiasi bunga-bunga bakung di padang?
Tetapi lebih serius lagi ialah, teori
evolusi ini menyerang kebutuhan
akan seorang juruselamat. Dengarkan baik-baik, andai kisah di
Kejadian tentang seorang Adam dan Hawa yang sempurna, di taman Firdaus yang
sempurna, itu hanya simbolis, maka kisah tentang kejatuhan manusia dalam dosa
harus simbolis juga, dan akibatnya ialah, keselamatan hanya menjadi sempurna melalui proses evolusi.
Saya akan membacakan suatu
pernyataan dari seorang theolog Roma Katolik, Karl Schmitz-Moormann. Dia
menulis ini ~ dia adalah seorang Katolik yang sangat liberal, tidak percaya
kisah penciptaan, tetapi apa yang dikatakannya adalah fakta yang menohok, “…Konsep pandangan tradisional tentang penebusan, sebagai
rekonsiliasi dan penebusan akibat kejatuhan Adam, itu omong kosng bagi siapa
pun di dunia modern yang tahu tentang latar belakang eksistensi manusia menurut
teori evolusi. Lebih lanjut, penyelamatan tidak bisa diartikan kembali ke
status asli, tetapi harus dimengerti sebagai penyempurnaan melalui proses evolusi.
…” apakah kalian menangkap poinnya?
Frank L. Marsh, Adventist, scientist, wrote the following, “…If death and the law of
tooth and claw existed long before man, and if man evolves through these
natural processes, then there could not
have been a perfect Garden of Eden, nor a perfect Adam and Eve, nor could there
have been a real fall in which man became subject to sin. If that is so, what
is the theological meaning of Jesus’ incarnation and atonement? Paul connects the two, ‘for as by one man's disobedience many were
made sinners so also by one Man's obedience many will be made righteous.’ If there was no Garden of Eden with its
tree of life, what is the future that Revelation 20:2 depicts for the
redeemed?...” quite a statement.
Frank L. Marsh, orang Advent, ilmuwan, menulis yang
berikut, “…Andai
kematian dan hukum kekerasan yang berdarah-darah sudah lama ada sebelum adanya
manusia, dan andai manusia berevolusi melalui proses alami ini, maka tidak
mungkin ada sebuah taman Firdaus yang sempurna, atau Adam dan Hawa yang
sempurna, maupun kejatuhan dalam dosa yang literal di mana manusia menjadi
takluk kepada dosa. Andai memang demikian, apa makna theologi dari inkarnasi
dan pendamaian Yesus? Paulus telah menghubungkan keduanya, ‘ Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang, semua
orang telah menjadi orang berdosa; demikian pula oleh ketaatan satu Orang semua
orang akan dijadikan benar.’ [Rom 5:19] Andai tidak ada taman Firdaus dengan pohon kehidupannya,
apakah yang digambarkan Wahyu 20:2
tentang masa depan orang-orang yang
diselamatkan? …” Pernyataan yang
hebat.
You see, the Bible presents a chain of events.
First, God created Adam and Eve perfect, with no inclination to sin.
Second, Adam and Eve ate from a literal tree, and literally fell into sin. The
virus of sin literally passed on to all of Adam and Eve's descendants, and
because the virus of sin passed on to all of their descendants, death came in
to all. And because there is death, we need a redeemer from death. Are you
following me? So you have the entrance of sin, death, and a Redeemer from
death.
But what happens if you eliminate a perfect beginning? Then death is not
the consequence of sin, so why would we need a Redeemer?
Lihat, Alkitab menyajikan suatu rantai peristiwa.
Pertama, Allah menciptakan Adam dan Hawa dalam kondisi
sempurna, tanpa ada kecenderungan untuk berbuat dosa.
Kedua, Adam dan Hawa makan dari pohon yang literal, dan
secara literal jatuh dalam dosa. Virus dosa ini secara literal diturunkan
kepada semua keturunan Adam dan Hawa, dan karena virus dosa ini diturunkan
kepada semua keturunannya, maka semua manusia mengalami kematian. Dan karena
ada kematian, kita membutuhkan seorang penebus kematian. Apakah kalian bisa
mengikuti saya? Jadi ada masuknya dosa, kematian, dan seorang Penebus kematian.
Tetapi apa yang terjadi andai kita menghilangkan awal
yang sempurna? Maka kematian bukan lagi akibat dosa, jadi untuk apa kita butuh
seorang Penebus?
The Bible also teaches that after saving us from the guilt and power of sin,
God will rapidly create a new heavens and a new earth. That's the biblical view, totally negated by the theory
which the Papacy upholds, the theory of
evolution, even where God intervenes at certain critical points in the
process.
Alkitab juga mengajarkan bahwa setelah menyelamatkan kita
dari rasa bersalah dan kuasa dosa, Allah akan menciptakan langit baru dan bumi
baru secara cepat. Itulah pandangan alkitabiah, yang sama sekali
diingkari oleh teori yang dipegang Kepausan, teori evolusi, walaupun Allah campur tangan
pada saat-saat yang kritikal dalam proses itu.
So the Papacy not only wants to win over the Socialist powers of the world,
the nations of the world, the majority of them today ~ with the exception of a
few Capitalist nations ~ but he also wants to win over to the Papacy the world
of academia. The Papacy cannot do this ~
cannot win over the Socialist powers of the world ~ unless the Papacy embraces the agenda that the
Socialist powers have, and unless the Papacy embraces the theory of evolution which
the world of science today embraces.
The whole idea is fitting in with the world of science, fitting in with
the way of thinking of the Globalist/Socialist nations of the world.
Jadi Kepausan tidak hanya mau menarik kekuasaan Sosialis
dunia ke kubunya, bangsa-bangsa dunia, mayoritas mereka sekarang ~ dengan
perkecualian beberapa bangsa Kapitalis ~ tetapi dia juga mau menarik dunia
akademis kepada Kepausan. Kepausan tidak bisa berbuat demikian ~ tidak bisa
menarik kekuasaan Sosialis dunia ~ kecuali Kepausan
merangkul agenda yang dimiliki kekuasaan Sosialis, dan kecuali Kepausan merangkul teori evolusi
yang dianut oleh dunia ilmiah sekarang ini. Seluruh konsepnya
ialah menyesuaikan dengan dunia ilmiah, menyesuaikan dengan cara berpikir
bangsa-bangsa Globalis/Sosialis dunia.
So now let's talk a little bit about the Jesuit strategy. I was tempted to
recall this series the Jesuit Conspiracy, but then I thought, well, you know,
everywhere I go almost people ask, “Do you think that maybe there might be
infiltrated Jesuits in the Adventist Church?” I've never met one, there might
be, but I'll tell you the big problem is, not that the Catholic Church
the Papacy has taken individuals and planted them in the Adventist Church, the
big problem is that we've sent our teachers to non-Adventist institutions and they've
imbibed many of the ideas there and they brought them back into the church and
they've taught our ministers and our ministers embraced those views and then
they share them with the church, that's where the real problem is, not
an infiltrated Jesuit here and an infiltrated Jesuit there, but the amazing
story that we're going to study now is that the Jesuits have infiltrated their own
church. There's a Jesuit conspiracy with the Roman Catholic Church.
They’ve basically taken it over and now I'm going to tell you the fascinating
story, the rest of the story.
Jadi sekarang marilah kita bicara sedikit tentang
strategi Jesuit. Tadinya saya tergoda menyebut seri ini The Jesuit Conspiracy,
tetapi kemudian saya pikir, nah, kalian tahu, ke mana pun saya pergi hampir
selalu ada yang bertanya, “Menurut Anda apa ada kemungkinan orang-orang Jesuit
telah menginfiltrasi ke dalam gereja Advent?” Saya sendiri tidak pernah bertemu
satu pun, mungkin saja ada, tetapi saya katakan, masalah intinya
ialah, bukan gereja Katolik, Kepausan telah mengambil
orang-orang dan menempatkan mereka di dalam gereja Advent, masalah intinya
ialah kita yang telah mengirim
guru-guru kita ke institut-institut non-Advent dan mereka menyerap banyak ide
di sana dan mereka membawa pulang ide-ide itu ke dalam gereja dan mereka
mengajarkannya kepada pendeta-pendeta kita, dan pendeta-pendeta kita menerima
pandangan-pandangan itu, dan kemudian mereka membagikannya kepada jemaat.
Di sanalah masalah yang sesungguhnya. Bukan seorang Jesuit yang menginfiltrasi
di sini, seorang di sana. Tetapi kisah menarik yang akan kita pelajari sekarang
ialah orang-orang Jesuit telah menginfiltrasi
gereja mereka sendiri. Ada konspirasi Jesuit dengan gereja Roma
Katolik. Pada dasarnya mereka telah mengambil alih dan sekarang saya akan
menyampaikan kepada kalian sisa kisahnya yang menarik.
As we've previously
seen, in order for the Roman Catholic Papacy to recover the power that it lost,
it needs to fulfill two objectives.
The first objective
is to win the confidence of the Globalist/Socialist powers of the world, so
they will have confidence in the Papacy again, because in 1798 and years after,
the powers of the world did not allow the Papacy to use them anymore.
And second, the
Papacy needs to merge with Protestants, they need to win over Protestants, and
we notice that that's through false charity, liberal ideas, and unity on common
points of doctrine.
So the papal strategy
is twofold, win over the political leaders of the world, the Socialist leaders
of the world, and secondly win over Protestants so that you can have a
synthesis of that which previously was in tension or in enmity.
Sebagaimana yang telah kita lihat, agar Kepausan Roma
Katolik bisa mendapatkan kembali kekuasaannya yang hilang, dia harus memenuhi dua objektif.
Objektif pertama ialah memenangkan kembali kepercayaan
kuasa-kuasa Globalis/Sosialis dunia supaya mereka menaruh kepercayaan lagi pada
Kepausan, karena sejak 1798 dan tahun-tahun sesudah itu, kuasa-kuasa dunia
tidak mengizinkan Kepausan menggunakan kuasanya lagi.
Dan yang kedua, Kepausan harus melebur dengan Protestan,
mereka harus memenangkan Protestan, dan kita simak bahwa itu dilakukan melalui
kasih yang palsu, konsep-konsep liberal, dan bersatu di poin-poin doktrin yang
sama.
Jadi strategi Kepausan itu rangkap dua: memenangkan para
pemimpin politik dunia, pemimpin-pemimpin Sosialis, dan yang kedua, memenangkan
Protestan supaya bisa terbentuk suatu sinthesa dari apa yang tadinya tegang
atau bermusuhan.
So let's talk about
the founder of the Jesuits. His name Ignatius Loyola, he founded the Jesuit
Order in 1534 with one specific purpose, composed of two parts. I read from the
book The Jesuits by a Jesuit, Malachi
Martin, page 28 he wrote, “…The Jesuits were giants but with one
purpose: the defense and propagation of papal authority and papal teaching.
Basically the Jesuits were founded to be obedient to the theology of the papal
church and to be obedient to the authority of the Pope…” And the Jesuits lived
up to their calling until the 50s and 60s of last century, they defended the
Papacy, the authority of the papal chair and they defended the orthodox doctrines
of the Roman Catholic Church. However, in the early 60s post-modernism,
liberalism began eroding the authority of the papal throne and the dogmas of
the Roman Catholic Church. In the early
60s from 1962 to 1965 a very important council was celebrated in the Roman
Catholic Church, a general council, Council Vatican II. In this council the authority
of the papal chair was diminished, and the unchangeable nature of the dogmas of
the Roman Catholic Church began to be questioned. In fact, I'd like to
read what Malachi Martin wrote ~ by the way he was eyewitness to what happened
there ~ he wrote concerning what happened in the aftermath of Vatican Council II. “…The hurricanes of change had swept through
all. A different spirit reigned among the delegates…” these are the
delegates to the General Conference 31 of the Jesuits, the 31 General Assembly
of the Jesuits. He wrote, “…a very different Father General was in
charge…” that's the head of the Jesuits, “…a very different
atmosphere filled the Rome of the Popes and Jesuitism had already received a
new mold…” so there was a change in the Jesuits. No longer was their agenda to defend
papal teaching and to defend the authority of the Pope. Vatican II changed
their emphasis. The catch word for Vatican II was the Italian word “Aggiornamento” which means “renewal”.
According to conservative Vatican insiders this council was a watershed event
in the history of the Roman Catholic Church. In fact shortly after the council
a new Father General was elected, a Spaniard by the name of Pedro Arrupe
Gondra, Father General number 27 of the Jesuit Order. He was elected in 1965 and
during his 18 years that he was Father General of the Jesuit Order, the rebellion
of the Jesuits against the Papacy, against their own organization, consolidated
and intensified. They liberalized and changed the focus of the Jesuit Order. It
is an undisputed fact ~ and you can check this out by doing research ~ that in
the late 50s and early 60s the Jesuits have been undermining the idea that the
Catholic Church dogmas are absolute truths, unchangeable, and that the definer
of doctrine is the Pope. You see, the
Jesuits realized that they were living in an increasingly secular liberal
postmodern world, and they needed to adapt of the mood of the age to win the support
of the world. According to Malachi Martin in his book ~ by the way if you can
get a copy of the book, The Jesuits, very
interesting book, a lot of things we don't agree with but the history that he
tells there is really eye-opening, and how the Jesuit Order has changed the
focus of the Roman Catholic Church. According to the book, Pope Paul VI and
Pope John Paul II, and Pope John Paul I, spent many sleepless nights because
they were struggling against an out-of-control Jesuit Order. In 1987 ~ this was
by the way 33 years ago that Malachi Martin wrote this, “…A
state of war exists between the Papacy and the religious order of the Jesuits…”
what? You think that the Jesuits are at war with the Adventist
Church! Yeah, that too, but we're seeing this Jesuit Malachi Martin,
conservative Jesuit, he didn't go along with the new agenda, he was distressed
by the changes in the Jesuit order, but he says, “…A state of war
exists between the Papacy and the religious order of the Jesuits…” 33 years ago he wrote
this. “The Society of Jesus” ~ to give
the Order its official name ~ listen carefully, “…the war signals the
most lethal change to take place within the ranks of the professional Roman
clergy over the last thousand years, and
as with all important events in the Roman Catholic Church it involves the
interests, the lives, and the destinies of ordinary men and women in their
millions…” so did this conservative Jesuit recognize that there had been a
shift among the Jesuits in their emphasis and mission? Absolutely and he was an
insider.
Jadi marilah kita bicara
tentang pendiri Ordo Jesuit. Namanya ialah Ignatius Loyola, dia mendirikan Ordo
Jesuit tahun 1534 dengan satu tujuan khusus, yang terdiri atas dua bagian. Saya
membaca dari buku The Jesuits yang ditulis seorang Jesuit,
Malachi Martin, di hal. 28, dia menulis, “…Jesuit adalah tokoh-tokoh yang kuat dengan hanya satu
tujuan: membela dan meningkatkan autoritas Kepausan dan ajaran Kepausan. Pada dasarnya Ordo Jesuit dibentuk untuk mematuhi theologi
gereja Kepausan dan supaya patuh kepada autoritas Paus…” Dan para Jesuit hidup sesuai dengan panggilan mereka
hingga tahun 50-an dan 60-an abad yang lampau. Mereka membela Kepausan,
autoritas takhta Kepausan dan mereka membela doktrin-doktrin ortodoks gereja
Roma Katolik. Namun, awal tahun 60-an, pasca-modernisme, liberalisme mulai mengikis autoritas takhta Kepausan dan dogma-dogma
gereja Roma Katolik. Awal tahun 60-an, dari 1962-1965 satu konsili yang sangat
penting digelar di gereja Roma Katolik, satu konsili jendral: Konsili Vatican II. Di konsili
ini, autoritas takhta Kepausan dikurangi, dan sifat dogma-dogma gereja Roma
Katolik yang tidak bisa diubah, mulai dipertanyakan. Saya ingin membaca apa yang ditulis Malachi Martin ~
ketahuilah dia adalah seorang saksi mata pada apa yang terjadi di sana ~ dia
menulis tentang apa yang terjadi setelah Konsili Vatican II, “…Badai perubahan telah menyapu melewati semuanya.
Semangat yang berbeda menguasai para delegasi…” ini adalah
delegasi General Conference 31 para Jesuit, General Assembly para Jesuit ke 31.
Malachi Martin menulis, “…seorang Kepala Jendral yang berbeda yang sedang menjabat…” yaitu kepala Ordo Jesuit, “…suasana yang sangat berbeda memenuhi Romanya para Paus
dan Jesuitisme telah mempunyai cetakan yang berbeda…” jadi ada perubahan dalam Jesuit. Agenda mereka bukan lagi membela ajaran Kepausan dan
membela autoritas Paus. Vatican II mengubah titik berat mereka. Kata slogan untuk
Vatican II ialah kata Itali “Aggiornamento”
yang berarti “Pembaruan”. Menurut orang dalam Vatikan yang konservatif, konsili
ini merupakan peristiwa titik tolak dalam sejarah gereja Roma Katolik. Bahkan,
tidak lama setelah konsili itu seorang kepala Ordo Jesuit baru dipilih, seorang
Spanyol bernama Pedro Arrupe Gondra, Kepala Jendral nomor 27 dari
Ordo Jesuit. Dia dipilih tahun 1965 dan selama 18 tahun jabatannya sebagai
kepala Ordo Jesuit, pemberontakan Jesuit melawan Kepausan, melawan organisasi
mereka sendiri, menjadi semakin kuat dan
intensif. Mereka menjadi lebih liberal dan mengubah fokus dari Ordo Jesuit.
Fakta yang tidak terbantahkan ~ dan kalian bisa memeriksa ini dengan melakukan
riset ~ bahwa pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an, Ordo Jesuit
merongrong konsep bahwa dogma gereja Katolik adalah kebenaran mutlak, yang tidak
bisa diubah dan bahwa yang mendefinisikan doktrin ialah Paus. Kalian lihat,
Ordo Jesuit menyadari bahwa mereka hidup di dunia sekuler pasca-modern yang
semakin liberal, dan mereka harus beradaptasi pada modus masa itu supaya bisa
memenangkan dukungan dunia. Menurut Malachi Martin dalam bukunya ~ nah, kalian
bisa mendapatkan buku itu, The Jesuits, buku yang sangat menarik, ada banyak hal yang tidak
kita setujui tetapi sejarah yang dipaparkannya di sana benar-benar membuka
mata, dan tentang bagaimana Ordo Jesuit telah mengubah fokus gereja Roma
Katolik. Menurut buku itu, Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II, dan Paus
Yohanes Paulus I, telah melewatkan banyak malam tanpa tidur karena mereka harus
bergumul dengan Ordo Jesuit yang lepas kontrol. Di tahun 1987, dan itu adalah
33 tahun yang lalu ketika Malachi Martin menulis ini, “…Ada
suatu kondisi perang antara Kepausan dan Ordo Jesuit yang relijius…” apa? Kita sangka Jesuit sedang berperang dengan gereja
Advent! Iya, itu juga. Tetapi kita sedang melihat Jesuit ini, Malachi Martin,
Jesuit yang konservatif, dia tidak sejalan dengan agenda baru itu, dia sedih
dengan perubahan-perubahan dalam Ordo Jesuit, tetapi dia berkata, “…Ada
suatu kondisi perang antara Kepausan dengan Ordo Jesuit yang relijius…” ini ditulisnya 33 tahun yang lalu. “Perkumpulan Jesus” ~
nama resmi Order itu ~ dengarkan baik-baik, “…Perang itu adalah isyarat akan terjadi perubahan yang
paling mematikan di dalam jajaran keimamatan Roma yang professional selama
seribu tahun yang terakhir, dan sebagaimana dengan semua peristiwa yang penting
dalam gereja Roma Katolik, ini melibatkan kepentingan, hidup, dan nasib
orang-orang awam dalam jumlah jutaan…”
Jadi apakah Jesuit yang konservatif ini mengenali adanya
pergeseran di tengah para Jesuit dalam titik berat dan misi mereka? Betul
sekali, dan dia adalah orang dalam.
Now let's move on to the Pontificate of John Paul I. This story is going to get, become more and
more interesting as we move along. You say, “John Paul I, who's that?” Well,
before there was a John Paul II there was a John Paul I. He ascended to the
throne in 1978 when Pope Paul VI died. John Paul I had expressed his misgivings
about the liberal and rebellious trends of the Jesuits, as he was a
conservative Pope, and he had actually promised that he was going to take
measures to correct the problem with the Jesuits. So according to Malachi
Martin, the Pope planned to give a hard-hitting speech at the meeting of the general
congregation of the Jesuit Order on September 30, 1978. So Pope John Paul I was going to give a
speech to the Jesuits and he was going to tell them, “You shape up and return
to the reason why you were established, to defend the theology of the church
and to defend the authority of the Pope.” That was supposed, that speech was
supposed to be given on September 30, 1978.
According to Malachi Martin he was going to give this hard-hitting speech
and he was going to tell the Jesuits then unless they shaped up he would
dissolve the order with the possibility of reestablishing it later on. The day
before he was to give his speech, 33 days into his pontificate, he was
found dead in his bed and no autopsy was performed. Hmph, makes you
wonder what's going on, huh?
So when John Paul I died, the
Conclave ~ do you know what “Conclave means?
“Conclave” that means “under key”, because they're shut in in the
Sistine Chapel by lock and key until the elect a Pope ~ so the Conclave met and elected Karol Wojtyła, whom
we know as John Paul II. John Paul II was a traditionalist, conservative Pope
and extremely anti-Communist because he was from Poland, which was part of the
Eastern block, and you know he struggled with this Solidarity movement in
Poland. John Paul believed in the absolute authority of the Pope and he
believed in the dogmas of the Roman Catholic Church. But the Jesuits didn't.
Sekarang mari kita melihat ke pemerintahan Yohanes Paulus
I. Cerita ini semakin lama akan menjadi semakin menarik. Kalian berkata,
“Yohanes Paulus I, siapa itu?” Nah, sebelum ada Yohanes Paulus II, ada Yohanes
Paulus I. Dia naik takhta tahun 1978 ketika Paus Paulus VI meninggal. Yohanes Paulus I
menyatakan kekhawatirannya tentang kedenderungan liberal dan pemberontakan para
Jesuit, karena dia seorang Paus yang konservatif. Dan dia berjanji akan
mengambil tindakan untuk mengoreksi masalah ini dengan para Jesuit. Jadi menurut
Malachi Martin, Paus ini membuat
rencana untuk memberikan pidato yang menempelak keras di rapat sidang umum Ordo Jesuit
pada 30 September, 1978. Jadi Paus Yohanes Paulus akan
berpidato kepada para Jesuit dan dia akan mengatakan kepada mereka, “Kalian harus
berubah dan kembali ke alasan mengapa kalian dibentuk, yaitu demi membela
theologi gereja dan membela autoritas Paus.” Pidato itu seharusnya diberikan
pada tanggal 30 Septermber, 1978.
Menurut Malachi Martin, Paus itu akan menyampaikan pidato
yang menempelak keras itu dan dia akan memberitahu para Jesuit, kecuali mereka
berubah, dia akan membubarkan Ordo itu dengan kemungkinan akan membentuknya
ulang nanti. Sehari sebelum
Paus itu seharusnya memberikan pidatonya, memasuki 33 hari masa jabatannya, dia ditemukan mati di tempat tidurnya dan
tidak dilakukan autopsi. Hmph, membuat kita bertanya-tanya, apa yang telah
terjadi, bukan?
Jadi ketika Yohanes Paulus I wafat, Konklaf ~ tahukah
kalian apa artinya “konklaf”? “Konklaf” berarti
“terkunci di dalam”, karena mereka dikunci di dalam kapel Sistine sampai mereka
berhasil memilih seorang Paus baru ~ jadi Konklaf bertemu dan memilih Karol
Wojtyla, yang kita kenal sebagai Yohanes Paulus II. Yohanes Paulus II adalah
seorang tradisionalis, Paus yang konservatif dan sangat anti-Komunis karena dia
berasal dari Polandia, bagian dari blok Timur, dan kalian tahu di Polandia dia
berjuang dengan gerakan Solidaritasnya. Yohanes Paulus II memegang keyakinan pada
autoritas mutlak Paus dan dia meyakini dogma gereja Roma Katolik. Tetapi Jesuit
tidak.
On page 28 of his book The Jesuits, Malachi
Martin wrote, “…The contradiction
between John Paul's Polish model and the liberation model, advocated ardently
and openly by the Jesuits in Latin America could not have been more stark or
bold-faced…” So there is a radical difference between the
Pope's model as he fought against Communism in Poland, and what the Jesuits
wanted to establish in Central America at the same time.
Di halaman 28 bukunya The Jesuits, Malachi Martin menulis, “…Kontradiksi antara gaya Polandia Yohanes Paulus dengan
gaya liberal yang didukung penuh semangat secara terbuka oleh para Jesuit di
Latin Amerika, sudah sangat tajam dan sangat tidak tahu hormat.…” Jadi ada perbedaan
yang radikal antara gaya Paus seperti waktu dia berjuang melawan Komunisme di
Polandia, dengan apa yang mau dibangun oleh para Jesuit di
Amerika Tengah pada waktu yang sama.
John Paul II and his successor Benedict XVI were popes of a dying breed,
they staunchly defended papal authority and the dogmas or doctrines of the
church. During their conservative pontificates ~ by the way Benedict
was the head of what was anciently known as the Inquisition, which today is
called the Congregation for the Doctrine of the Faith. ~ during the
period of these two popes, the papal talking points were: marriage between a
man and a woman, against euthanasia, against abortion, against LGBT, against
those who were attacking papal authority, and those who were trying to change
the teachings of the church; those were their talking points. In fact, both
John Paul II and Benedict XVI dismissed several theologians from their teaching
posts for teaching doctrines contrary to the traditional doctrines of the
church. Probably the most famous was an individual called Hans Kuhn, he was a
theology teacher at the University of Tuebingen in Europe.
Yohanes Paulus II dan penggantinya Benedict XVI adalah
Paus-paus dari jenis yang sudah langka, mereka membela dengan gigih autoritas Kepausan
dan dogma atau doktrin gereja. Selama masa pemerintahan mereka yang konservatif
~ nah, Benedict adalah kepala dari
apa yang di zaman lalu dikenal sebagai Inkuisisi,
yang sekarang disebut the Congregation for the Doctrine of the Faith ~ selama periode kedua Paus
ini, titik pembicaraan Kepausan ialah: pernikahan antara satu pria dan satu
wanita, menolak euthanasia, menolak aborsi, menolak LGBT, menolak mereka yang
menyerang autoritas Kepausan dan mereka yang berusaha mengubah ajaran gereja.
Itulah titik pembicaraan mereka. Malah, baik Yohanes Paulus II dan Benedict XVI
memecat beberapa theolog dari kedudukan mereka sebagai pengajar karena telah
mengajarkan doktrin yang bertentangan dengan doktrin tradisional gereja.
Mungkin yang paling terkenal adalah
seorang individu bernama Hans Kuhn, guru theologi di Universitas Tuebingen di
Eropa.
So in other words, there was
war between John Paul II and the Jesuits within the Roman Catholic Church. The Pope was anti-Communist and the Pope was
in favor of papal authority and the doctrines of the church. The Jesuits wanted
to change everything. Now the talking points of Pope John Paul II and Benedict XVI
were not liked by the global political leaders, because the United Nations is
in favor of abortion, the United Nations is in favor of euthanasia, it's in
favor of gay marriage. The Socialist powers of the world are in favor of what
these conservative popes were against, so there needed to be a change of
talking points, because the secular media and the United Nations frowned on the
topics of discussion of these conservative popes. The progressive mood of the
day of inclusiveness, pluralism, political correctness, and postmodern
thinking, required a change in talking points. But these two conservative popes
stood in the way.
Jadi dengan kata lain, ada perang antara Yohanes Paulus II dan para Jesuit di
dalam gereja Roma Katolik. Pausnya anti Komunis, dan dia
mendukung autoritas Kepausan dan doktrin gereja. Jesuit mau mengubah semuanya. Nah,
titik pembicaraan Paus Yohanes Paulus II dan Benedict XVI tidak disukai oleh
para pemimpin politik global, karena PBB mendukung aborsi, PBB mendukung
euthanasia, mendukung perkawinan gay. Kekuasaan
Sosialis dunia mendukung apa yang ditentang Paus-paus yang konservatif ini,
jadi perlu ada perubahan dalam titik pembicaraan karena media yang sekuler dan
PBB tidak menyukai topik-topik diskusi Paus-paus yang konservatif ini. Perkembangan
pikiran hari ini dalam hal inklusivitas, pluralisme, tepat secara politik,
pemikiran pasca-modern, membutuhkan suatu perubahan dalam titik pembicaraan.
Tetapi kedua Paus yang konservatif ini menjadi penghalang.
Now I want us to consider for just a few moments, Communism as it attempted
to take over Central America. Those of
you who are my age remember the issue of the contrasts in Central America,
where Communism you know, was began to thrive in Nicaragua El Salvador, looked
like Communism was going to take over in our very own neighborhood. John Paul
II was not only a conservative pope but he was a deadly enemy of Communism and
he fought tooth and nail against the Communist block in what was known as the
Soviet Union, so at this point there was no synthesis. With these conservative
popes, there was no synthesis between the Papacy and Socialism; but it's what
the Jesuits wanted. Are you understanding what I'm saying?
Nah, saya mau kita memikirkan hanya untuk beberapa menit,
saat Komunisme berupaya mengambil alih
Amerika Tengah. Kalian yang berusia sepantaran saya akan ingat isu kontras di
Amerika Tengah, di mana ~ kalian tahu ~ Komunisme mulai berkembang di Nicaragua
El Salvador, tampaknya seperti Komunisme akan
mengambil alih di dekat tempat kita sendiri.
Yohanes Paulus II bukan saja Paus yang konservatif tetapi
dia adalah musuh bebuyutan Komunisme dan dia berjuang mati-matian melawan blok
Komunis yang kita kenal sebagai Uni Soviet, maka pada titik ini tidak ada
sinthesa. Di masa Paus-paus yang konservatif ini, tidak ada sinthesa antara Kepausan
dan Sosialisme; tetapi itulah yang diinginkan para Jesuit. Apakah kalian paham
apa yang saya katakan?
At the same time in the United States Ronald Reagan was allied with John
Paul II to attack Communism. In fact on Time magazine there appeared an article,
there was a picture of the Pope and Ronald Reagan shaking hands and the title
was “The Holy Alliance”. You see, at this time there were problems in Central America.
In the 1970s Communism was trying to take over in our very own neighborhood.
The insurgent Jesuits ~ this is something that many people don't know ~ the
insurgent Jesuits were really the source of the problem. Jesuit bishops in
Central America were not only Roman Catholics they were Communists. In the
decade of the 1980s the problems intensified with what is known as “Liberation
Theology” it's a Christian version of Marxism or Communism. Pope John Paul II made a visit to Nicaragua
and he was treated with disdain and disrespect by the Jesuit priests and by the
populace. It's interesting that these Jesuits in Central America that wanted to
bring in Communism they were Catholics but they were also Marxists, they used
the traditional language of the Roman Catholic Church, but they gave that
language a totally new meaning. Let me just read you this statement from once
again Malachi Martin, a Vatican insider, this is page 57 of his book “…Liberation theology…” which is the Christian version of Marxism,
“…liberation theology was the perfect
blueprint for the Sandinistas…” those were the
Communists that want to bring in Communism. “…Liberation
Theology incorporated the very aim of Marxism/Leninism. It presumed the classic
Marxist struggle of the classes to be free from all Capitalist domination.
Above all the Marxist baby was at last wrapped in the very swaddling clothes of
ancient Catholic terminology…” in other words,
the Marxist baby was wrapped in Roman Catholic terminology.
Pada waktu yang sama di
Amerika Serikat, Ronald Reagan bersekutu dengan Yohanes Paulus II untuk
menyerang Komunisme. Bahkan di majalah Time muncul sebuah artikel di sana,
sebuah ilustrasi Paus dan Ronald Reagan berjabatan tangan dan judulnya ialah
“Persekutuan Kudus”. Kalian lihat, pada saat itu di Amerika Latin ada masalah.
Di tahun 1970-an, Komunisme berusaha mengambilalih lingkungan kita sendiri. Para
Jesuit pengacau ~ hal ini tidak banyak diketahui orang ~ para Jesuit pengacaulah
yang sebenarnya menjadi sumber masalah.
Uskup-uskup Jesuit di Amerika Tengah bukan saja Roma Katolik tapi mereka juga
Komunis. Di tahun 1980-an, masalah menjadi semakin meningkat dengan apa yang
dikenal sebagai “Theologi Kemerdekaan”, ini adalah Marxisme/Komunisme versi
Kristen. Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Nicaragua dan dia diperlakukan dengan
memalukan dan tanpa hormat oleh imam-imam Jesuit dan oleh rakyat. Yang menarik
ialah para Jesuit yang di Amerika Tengah ini, yang mau membawa masuk Komunisme,
mereka itu Katolik tetapi mereka juga Marxis, mereka memakai bahasa tradisional
gereja Roma Katolik tetapi mereka memberikan makna yang sama sekali baru. Saya
akan membacakan pernyataan ini sekali lagi dari Malachi Martin, orang dalam
Vatikan, ini hal. 57 dari bukunya, “…Theologi
kemerdekaan…” yaitu Marxisme versi Kristen, “…Theologi
kemerdekaan adalah cetak biru yang sempurna bagi kelompok Sandinista…” mereka ini Komunis dan yang mau membawa masuk Komunisme, “…Theologi Kemerdekaan memasukkan ke dalamnya inti tujuan
Marxisme/Leninisme. Dia menganggap bahwa
perjuangan kelas yang klasik dari Marxisme harus bebas dari semua dominasi Kapitalis. Di
atas semua itu, bayi Marxisme akhirnya dibungkus dengan kain lampin terminologi
Katolik kuno…” dengan kata lain
bayi Marxisme dibungkus dalam istilah-istilah Roma Kotalik.
And so now I want to read how theological meaning of words was changed by
the Jesuits.
·
The historical
Jesus for example became an armed revolutionary;
·
the mystical Christ
became all the oppressed people, collectively;
·
Mary the Virgin
became the mother of all revolutionary heroes;
·
the Eucharist ~
what we call the Lord's Supper ~ became the bread freely made by the liberated
workers;
·
hell became the
Capitalist system;
·
the American
president, leader of the greatest Capitalist country in the world, became the
Great Satan; these are the Jesuits saying this, contrary to what the
traditional Pope or Papacy believed;
·
heaven became
the earthly paradise of workers from which Capitalism is abolished;
·
justice became
the uprooting of Capitalist gains, which would be returned to the people, to
the mystical body of Christ, the Democratic Socialists of Nicaragua.
Jadi sekarang saya mau membacakan bagaimana makna kata-kata
theologi diubah oleh para Jesuit.
· Yesus menurut sejarah,
misalnya, menjadi revolusioner bersenjata;
· Kristus yang rohani menjadi
semua orang yang tertindas, secara kolektif;
· Perawan Maria menjadi ibu
semua pahlawan revolusi;
· Ekaristi ~ apa yang kita sebut
Perjamuan Kudus ~ menjadi roti yang dibuat secara gratis oleh pekerja-pekerja
yang telah dimerdekakan;
· neraka menjadi sistem
Kapitalis;
· presiden Amerika, pemimpin
negara Kapitalis yang terbesar di dunia menjdi Setan Besar; yang bilang begini
ini para Jesuit, bertolakbelakang dengan apa yang diyakini oleh Paus atau Kepausan
yang tradisional;
· Surga menjadi firdaus di dunia, milik para
pekerja di mana Kapitalisme telah dihapus;
· keadilan menjadi pencabutan hasil
Kapitalis, yang akan dikembalikan kepada rakyat, kepada tubuh rohani Kristus,
yaitu kelompok Sosialis Demokratis Nicaragua.
Are you seeing what's happening here? What are the Jesuits doing? They're
moving away from doctrine, they're moving away from the authority of the Pope,
they're saying let's not discuss so much doctrine or the authority of the Pope,
we need a new focus, we need to win over the Socialist/Communist nations of the
world and we're not going to do it with the traditional talking points because that's
not what the Globalist powers want to hear.”
So Malachi Martin wrote this book The
Jesuits. You know, I had this book for years in my library just kind of sat
there, then about six months ago, you know, I was looking through my books,
have most of them in boxes now because I don't have any place to put them, but
I was looking through the books that I have on my bookcases and I saw this one,
The Jesuits, I never read it. I said, “Hmm,
I think I'll give it a whirl.” It's a
big book probably about 500 pages, so I started reading it. Then I said, when
was this written? So I then looked: 1987, I said, now wait a minute, everything
he said in 1987 is happening now! Not that he was a prophet, but that he's a
staunch Roman Catholic and the Roman Catholic Church has been around for 1500
years and they can read what's going to happen by the law of cause and effect, because they've seen
it happen before.
So he wrote this book and in this book he was aghast, this Jesuit, Malachi
Martin, was totally distressed by the new focus of the Jesuits of the old Order
that he belonged to, that eventually he resigned from the Jesuit Order. He was
so disgusted and in the book he documents in minute details the shift of the
Jesuits to totally transform and change the Roman Catholic Church's talking
points.
Apakah kalian melihat apa yang sedang terjadi di sini?
Apa yang dilakukan Jesuit? Mereka sedang menjauhi doktrin, mereka begerak
menjauhi autoritas Paus, mereka berkata, “Mari kita tidak usah berdiskusi
begitu banyak tentang doktrin atau autoritas Paus. Kita membutuhkan fokus yang
baru, kita perlu memenangkan bangsa-bangsa Sosialis/Komunis dunia dan kita
tidak akan dapat melakukannya dengan topik-topik pembicaraan yang tradisional
karena itu bukan yang mau didengar kekuasaan Globalis.”
Maka Malachi Martin menulis bukunya The Jesuits ini. Kalian tahu saya sudah memiliki buku ini di
perpustakaan saya selama bertahun-tahun, hanya duduk saja di sana. Lalu sekitar
enam bulan lalu, kalian tahu, saya sedang melihat-lihat buku-buku saya yang sebagian besar sekarang berada di dalam
kotak-kotak karena saya tidak punya tempat lagi untuk menyimpan mereka. Tetapi
saya sedang melihat-lihat buku-buku saya di lemari buku saya dan saya melihat
buku ini, The Jesuits. Saya belum pernah
membacanya. Saya berkata, “Hmmm, saya rasa saya akan membacanya.” Buku ini
tebalnya sekitar 500 halaman, jadi saya mulai membacanya. Lalu saya berkata,
“Kapan buku ini ditulis?” Jadi saya periksa: 1987. Saya berkata, “Tunggu
sebentar, semua yang dikatakannya di tahun 1987 sedang terjadi sekarang!” Bukan
karena dia seorang nabi, melainkan dia adalah seorang Roma Katolik yang teguh,
dan gereja Roma Katolik sudah eksis selama 1500 tahun dan mereka bisa membaca
apa yang akan terjadi dari hukum sebab-akibat, karena mereka sudah pernah
melihatnya sebelumnya.
Maka dia menulis buku ini, dan dalam buku ini dia sangat kaget, Jesuit
ini, Malachi Martin, dia benar-benar sedih dengan fokus baru para Jesuit dari
Ordo yang lama di mana dia adalah anggotanya, sedemikian rupa hingga akhirnya
dia mundur dari Ordo Jesuit ini. Dia merasa begitu muak dan dalam buku ini dia
mencatat secara terperinci pergeseran Jesuit untuk mengganti seluruhnya dan
mengubah titik pembicaraan Roma Katolik.
Now let's talk about Pope Benedict's retirement. Most people believe that Benedict
XVI retired from the papal throne, because of the sexual abuse scandal of
children, so the Roman Catholic Church wanted to get rid of him because he was
involved in the scandal. They wanted to start afresh. However, that was not the real reason. In order to carry forward the agenda, the new
agenda of the Jesuits, they needed a liberal Pope that would not focus on
the orthodoxy of church dogmas or the authority of the Pope, but someone who
would please the politicians of the world and will make it easier for Protestants
to join the Papacy, because Benedict had said during his pontificate
that the Protestant churches are not true churches. Well, that went over like a
lead balloon among Protestants. It was necessary to have a pope that would
implement the new agenda of the Jesuits. Benedict did not resign of his own
free will. The papal talking points needed to change and as long as Benedict
was there, the talking points were not going to change.
It's interesting Malachi Martin wrote this on page 17 of his book, “…Though the movement of the Socialists has
been global since its inception, it was, above all in Latin America, that the
strange alliance between Jesuits and Marxists gathered its first practical
momentum. It was there…” in Latin Amerika, “…that this new Jesuit mission, entailing
as it does, nothing less than the transformation of the socio-political face of
the West…” So what is the purpose of the Jesuits? To
change the transformation of the social political face of the West, eliminate
this idea that a nation needs to look out for itself, internationalism,
Globalism, everyone working together. He continued writing, “…In other Central American countries
meanwhile…” listen carefully, “…Jesuits not only participated in
guerrilla training of Marxist cadres, but some of the Jesuits became guerrilla
fighters themselves.”
Nah, mari kita bicara tentang pensiunnya Paus Benedict.
Kebanyakan orang percaya bahwa Benedict XVI pension dari takhta Paus karena
adanya skandal pelecehan seksual pada anak-anak maka gereja Roma Katolik mau
menyingkirkannya karena dia terlibat dalam skandal itu. Mereka mau memulai
lembaran baru. Namun, itu bukanlah alasan
yang sebenarnya. Guna melaksanakan agenda, agenda baru Jesuit, mereka memerlukan seorang Paus
yang liberal yang tidak berfokus pada keortodoksan dogma-dogma gereja atau
autoritas Paus, melainkan seorang yang akan disenangi oleh para politikus
dunia, dan yang akan membuat Protestan lebih mudah bergabung dengan Kepausan,
karena selama pemerintahannya Benedict pernah berkata bahwa gereja-gereja
Protestan bukan gereja-gereja yang benar. Nah, itu menjadi batu sandungan besar
di tengah orang-orang Protestan. Jadi perlu ada seorang Paus yang akan
mengimplementasikan agenda Jesuit yang baru. Benedict tidak mundur atas
kehendaknya sendiri. Titik-titik pembicaraan Kepausan harus berubah dan selama
Benedict ada di sana maka titik-titik pembicaraan tidak akan berubah.
Yang menarik Malachi Martin
menulis ini di hal.17 dari bukunya, “…Walaupun
gerakan kaum Sosialis sudah global sejak kelahirannya, terutama di Latin
Amerikalah ~ lebih daripada di tempat-tempat lain ~ aliansi yang aneh antara
Jesuit dan Marxisme ini mendapatkan
momentum praktisnya yang pertama. Di sanalah…” di Latin Amerika, “…misi
baru Jesuit ini menuntut tidak kurang dari adanya transformasi wajah sosio-politik dunia Barat…” Jadi, apa tujuan Jesuit? Mengganti perubahan wajah
sosial-politik dunia Barat, menyingkirkan konsep bahwa setiap bangsa perlu
menjaga kepentingannya sendiri, internasionalisme, globalisme, semua orang
bekerja bersama. Dia melanjutkan tulisannya, “…Sementara di negara-negara Amerika Tengah yang lain…” dengarkan baik-baik, “…Jesuit
tidak hanya berpartisipasi dalam pelatihan gerilya kader-kader Marxis, tetapi
ada Jesuit-Jesuit yang menjadi tentara gerilya sendiri.”
Regarding the Jesuit war against Church dogmas Martin wrote this, “…There is not one major
dogma or one capital moral law of Roman Catholicism that has not been both challenged
and denied by individual Jesuits…” once again, “…There is not one major dogma…” we call them doctrines, “…or one capital moral
law of Roman Catholicism that has not been both challenged and denied by
individual Jesuits, beginning with Jesuits of the highest rank and the most
honored stature.”
Mengenai perang
Jesuit melawan dogma-dogma gereja, Martin menulis begini, “…Tidak
ada satu pun dogma utama atau satu pun hukum moral utama dari Roma Katolikisme
yang belum ditantang dan diingkari oleh individu-individu Jesuit…” sekali lagi, “…Tidak ada satu pun dogma utama…” kita menyebutnya doktrin, “…atau satu pun hukum moral utama dari Roma Katolikisme
yang belum ditantang dan diingkari oleh individu-individu Jesuit, mulai dari
Jesuit yang paling tinggi kedudukannya dan yang paling dihormati reputasinya.
One of the great theologians of the twentieth century in Roman Catholicism
was Karl Rahner, considered probably the greatest Roman Catholic scholar of the
20th century. Notice what he wrote, Jesuit, he's a Jesuit. He wrote, “… ‘To achieve Christian unity’…” this is Martin, write about what he, what
Karl Rahner believed, “… ‘To achieve Christian
unity’, he said, ‘it was necessary to drop all insistence on
papal infallibility as a Dogma’…” drop the idea
of the Pope is infallible, “… ‘and to drop insistence as well on all
other doctrines about the Roman pontiff and Roman Catholicism, that had been
defined and proposed by popes since the fourth century…” get rid of what? Get rid of papal
infallibility, the authority of the papal chair, get rid of the doctrines,
don't emphasize them, why? Because if the Papacy emphasizes those, there's no
unity with the rulers of the world or with Protestantism for that matter.
Salah satu theolog besar abad
ke-20 dalam hal Roma Katolikisme ialah Karl Rahner, yang mungkin dianggap pakar
Roma Katolik terbesar di abad ke-20. Simak apa yang ditulisnya. Dia seorang
Jesuit. Dia menulis, “… ‘Untuk
mencapai persatuan Kristen,’ …” yang menulis
adalah Martin, dia menulis apa yang diyakini Karl Rahner, “… ‘Untuk mencapai persatuan Kristen,’ katanya, ‘haruslah meninggalkan semua pemaksaan
konsep infalibilitas Kepausan sebagai dogma…” tinggalkan konsep
bahwa Paus itu infalibel (=tidak bisa berbuat salah), “…dan
tinggalkan pemaksaan juga atas semua doktrin yang lain mengenai Paus Roma dan
Roma Katolikisme yang telah didefinisikan dan diusulkan oleh paus-paus sejak
abad ke-4…” meninggalkan apa?
Meninggalkan infalibilitas Kepausan, autoritas takhta Paus, tinggalkan doktrin-doktrin, jangan menekankan mereka, mengapa?
Karena jika Kepausan menekankan semua itu, tidak akan ada persatuan dengan
pemimpin-pemimpin dunia atau pun dengan Protestantisme juga.
Now our time is up, don't miss the next segment because I'm going to talk
about the first Jesuit Pope, and I'm going to talk to you about who the Father
General of the Jesuits is today. See, this, this is a spider web, where each part
is joined together with the other part. What Malachi Martin wrote 33 years ago,
it’s transpiring right before our eyes.
Sekarang waktu kita habis, jangan melewatkan segmen
berikutnya karena saya akan berbicara tentang Paus Jesuit yang pertama, dan
saya akan berbicara tentang siapa Kepala Jendral Jesuit hari ini. Lihat, ini,
ini merupakan semacam jaring laba-laba, di mana setiap bagian terhubung satu
sama lain. Apa yang ditulis Malachi Martin 33 tahun yang lalu itu sedang
terjadi di depan mata kita.
So at this time I think we're going to have a Q&A for about a half an
hour and then we will continue with the next segment. You can be thankful that
I don't charge my services on Sabbath ~ just kidding .
Jadi pada saat ini saya rasa kita ada tanya jawab sekitar
setengah jam kemudian kita akan melanjutkan dengan segmen berikutnya. Kalian
harus bersyukur saya tidak mengenakan biaya untuk pelayanan saya pada hari
Sabat – cuma bercanda.
Saya pilih hanya yang bagus.
Q: So you were talking about the fact that a disbelief in the literal
creation account and evolution, it was one of the things that attacked the need
for a Savior, you went through a series of logical steps as to how that
happened. So if that's the case and if
the Papacy is now coming out and saying we believe in evolution which is obviously
what they're doing what reasons do they give for needing a Savior or is it just
political expediency to keep on track with their agenda?
A: Okay, that's a very good question and let me
let me answer this way. The Roman Catholic Church by its religion deceives
the people, and by its state aspect deceives the political leaders. So the
ceremonies of the Roman Catholic Church are to captivate the multitudes into
leading them to believe that these religious leaders believe, you know, that
they're sinners and that Jesus died on the cross for them, and so on. They don't
believe it personally, okay? That aspect is to deceive the masses and they've
got them pretty well deceived. The idea for example you're supposed to pray to Mary
for favors and so on, these liberals they don't believe in that; but they talk
the talk because that's what they want the people to believe, to be loyal to the
church. On the other hand, the state aspect of the Vatican is to be able to
have relations with the governments of the world, to influence them to do what
the Roman Catholic Church wants. The Roman Catholic Church is a hybrid, it's a union
of church and state which is very dangerous, as it deceives both groups by her
being a state in the church.
I believe in the
depths of their hearts they're atheists but they would never say it
because if they said they were atheists what would happen with the populace?
“What is this all about? They're saying that they're atheist! Come on what is
the reason for all the ceremonies and all the teachings and all the prayers to
Mary if there's no such thing as a God?” So they have to they have to provide a
façade.
T: Jadi Anda bicara tentang fakta bahwa ketidakpercayaan
tentang kisah penciptaan yang literal dan evolusi adalah salah satu hal yang
menyerang kebutuhan akan seorang Juruselamat. Anda sudah menjelaskan
langkah-langkah logisnya bagaimana itu terjadi. Maka, kalau demikian, dan kalau
Kepausan sekarang muncul dan berkata “Kami percaya evolusi” dan memang itulah
yang mereka lakukan, apa alasan yang mereka berikan untuk kebutuhan seorang
Juruselamat, atau itu hanya kebijakan politik supaya tetap ada di jalur agenda
mereka?
J: Oke, itu pertanyaan yang sangat bagus dan saya akan
menjawabnya demikian. Gereja
Roma Katolik menipu rakyat dengan agmanya, dan melalui aspek kenegaraannya
menipu para pemimpin politik. Jadi upacara-upacara gereja Roma
Katolik diadakan untuk menarik hati orang banyak supaya mereka percaya bahwa
para pemimpin rohani itu meyakini mereka adalah orang-orang berdosa dan bahwa
Yesus mati di salib untuk mereka, dll. Tetapi secara pribadi mereka tidak
mempercayai itu, oke? Aspek itu hanya untuk menipu massa dan mereka cukup
berhasil menipu orang banyak ini. Sebagai contoh, konsepnya orang harus berdoa
kepada Maria untuk minta berkat dll. Tetapi para liberal ini, mereka
sendiri tidak percaya itu. Tetapi mereka mengatakan begitu karena mereka mau
orang-orang percaya itu dan tetap setiap pada gereja. Di lain pihak, aspek
kenegaraan Vatikan ialah supaya bisa menjalin hubungan dengan
pemerintahan-pemerintahan dunia, untuk mempengaruhi mereka agar melakukan apa
yang dikehendaki gereja Roma Katolik. Gereja Roma Katolik itu adalah suatu
campuran, persatuan antara gereja dengan negara, yang sangat berbahaya karena
dia menipu kedua kelompok lewat statusnya sebagai negara dalam gereja.
Saya percaya bahwa di
dalam lubuk hati mereka, mereka atheis, tetapi mereka tidak akan
pernah mengatakan begitu karena andai mereka berkata mereka atheis, bagamana
dengan umatnya? “Lho apa ini? Mereka mengatakan mereka atheis! Yang bener aja,
apa alasannya untuk semua upacara dan semua ajaran dan semua doa kepada Maria
jika tidak ada Allah?” Jadi mereka harus mempertahankan penampilan.
By the way let me just share this interesting testimony for you. This
coming Thursday I'm going to be traveling to Spain, I'll be speaking at a
church there on the Book of Daniel. For the last six months or so I've been
corresponding with a Roman Catholic priest and some of you probably received
our fundraising letter in your mailboxes if you're on our mailing list, and
this priest has been strongly impacted by the Adventist message. He's been
watching on YouTube, he's been watching
Walter Veith, he's been watching Batchelor in the last two or three months,
he's been watching the materials from Secrets Unsealed, so he wrote an email,
he says, “I believe Ellen White is God's prophet for the last days, I believe that the dead are dead, I believe that the Sabbath
is the day that we're supposed to keep as the day of rest,” he even says, “I believe in the 1888 message and I know
what the Roman Catholic Church is trying to do by introducing spiritual
formation and contemplationary
prayer,” I mean this guy knows
more about Adventism than the Adventist Church, and he has requested baptism.
So one of the reasons I'm going is a week from this coming Thursday we're going
to be baptizing this Roman Catholic priest there in Spain.
Nah, saya ingin berbagi kesaksian yang sangat menarik
ini. Kamis depan ini saya akan berangkat ke Spanyol, saya akan berbicara di
sebuah gereja di sana tentang Kitab Daniel. Selama sekitar enam bulan terakhir
saya telah berkorespondensi dengan seorang imam Roma Katolik, dan mungkin ada
dari antara kalian yang sudah menerima surat penggalangan dana di kotak pos
kalian jika kalian terdaftar di milis kami, dan imam ini sangat terpengaruh
oleh pekabaran Advent. Dia sudah menonton di Youtube, dia menonton Walter
Veith, dia menonton Batchelor, selama dua-tiga bulan terakhir dia juga menonton
bahan-bahan dari Secrets Unsealed. Maka dia menulis email, dia berkata, “Saya
percaya Ellen White adalah nabi akhir zaman, saya percaya orang mati
betul-betul mati, saya percaya Sabat adalah hari yang seharusnya kita pelihara
sebagai hari perhentian.” Dia bahkan berkata, “Saya percaya pekabaran 1888 dan
saya tahu apa yang sedang berusaha dilakukan gereja Roma Katolik dengan
memperkenalkan formasi spiritual* dan doa kontemplasi.” Astaga, orang ini tahu
lebih banyak tentang Adventisme daripada jemaat Advent, dan dia minta dibaptis. Jadi
salah satu alasan kepergian saya satu minggu dari Kamis mendatang ini ialah
saya akan membaptis imam Roma Katolik ini di Spanyol sana.
*Formasi spiritual mengajarkan bahwa manusia adalah
makhluk spiritual yang punya tubuh jasmani dan bahwa manusia adalah makhluk
yang baka.
So not only are the laity watching the programming, the conservative Adventist
programming, but also people, intelligent people, I mean ~ I'm not saying that
people that haven't studied they're not intelligent, they have a practical intelligence
~ people who are, you know, who have
studied and have advanced degrees, you know, they're starting to come to the
conclusion that, you know, where they're at is not the right place, that they
need to look for something that's better.
Jadi bukan hanya orang awam yang menonton acara-acara
kita, acara-acara Advent yang konservatif, tetapi juga orang-orang yang
inteligen, maksud saya ~ saya tidak mengatakan bahwa orang-orang yang tidak
tinggi pendidikannya tidak inteligen, mereka memiliki inteligen yang praktis ~
tetapi orang-orang yang pernah belajar dan mencapai jenjang yang tinggi, kalian
tahu mereka mulai tiba pada konklusi bahwa tempat di mana mereka berada
bukanlah tempat yang benar, bahwa mereka perlu mencari sesuatu yang lebih baik.
There's another individual that I told this story also in our latest
fundraising letter, there's this individual in Columbia who also watched our
programming and he contacted the pastor of The Seventh-Day Adventist Church,
studied our message became an Adventist, a very well-to-do individual, you know,
very well financially and he has requested that I go back to a city on the border
between Columbia and Ecuador, he says “I'm
going to rent the most luxurious hall in the city, pay all of your expenses,
and I want you to present a series mainly for the upper class, the higher class
people.” And so later on this year I'm going to be traveling to Columbia to do
that. This is an individual who basically handles millions of dollars and has
embraced the Adventist message. And so not only among the common people but
also among those who are highly educated there is a great interest on the basis
of what they see happening in the world.
And that's the reason we exist, that Secrets Unsealed, we only exist for
one reason, that is to proliferate the message, the present day, the present
truth message of the Adventist Church, that's the reason for our existence.
Ada seorang individu lain, saya juga sudah menceritakan
kisah ini di surat penggalangan dana kami yang terakhir, ada seorang individu
ini di Columbia yang juga menonton acara kami dan dia menghubungi pendeta
gereja MAHK, mempelajari pekabaran kita dan menjadi orang Advent. Seorang
individu yang sangat kaya, kalian tahu, sangat mantap secara finansial, dan dia
telah minta saya kembali ke sebuah kota di perbatasan antara Columbia dan
Equador. Dia berkata, “Saya akan menyewa aula yang paling mewah di kota itu,
membayar semua biaya Anda, dan saya mau Anda menyampaikan suatu seri khusus
kepada kelas atas, masyarakat kelas atas.” Maka nanti lebih jauh di tahun ini
saya akan pergi ke Columbia untuk melakukan itu. Ini adalah orang yang
sejatinya menangani jutaan dollar dan telah menerima pekabaran Advent. Jadi
bukan hanya di antara orang-orang biasa tetapi juga di antara mereka yang
berpendidikan tinggi ada minat besar berdasarkan apa yang mereka lihat terjadi
di dunia sekarang. Dan itulah alasan eksistensi kami, Secrets Unsealed, kami
hanya eksis demi satu alasan, yaitu menyebarkan pekabaran hari ini, pekabaran
kebenaran hari ini dari gereja Advent, itulah alasan eksistensi kami.
Q: How do the Freemasons fit into all this?
A: Well, the Freemasons are also a
secret society just like the Opus Dei
and the Jesuits. I've heard that the Jesuits and the Freemasons do not like
each other much, so I don't know exactly, because they're secret societies, we don't know exactly what links really
exist between them, and how they consider one another, other than the rumors
that you hear. But Ellen White does warn us totally against all secret
societies. She says, we should not join secret societies and you know some
people make it a point to say that Ellen, where Ellen White is buried there's
an obelisk, and an obelisk is a Freemason symbol. And so they say
that Ellen White was a Freemason because there's an obelisk at her
sepulcher. Well, folks, Ellen White has
many places in her writings where she condemns the Freemasons by name.
Furthermore, in the cemetery where she's buried Oak Hill Cemetery in Bella
Creek there are bunches of monuments that are obelisks of people that were
never Freemasons, simply an obelisk was the popular thing to put on a gravesite
at that time, has no connection with secret societies. So I wish I had a better
answer but because they're secret societies we don't know all of the inner
workings that they have one with another.
T: Bagaimana hubungan Freemason dengan semua ini?
J: Nah, Freemason adalah perkumpulan rahasia sama seperti
Opus Dei dan Jesuit. Saya pernah mendengar bahwa Jesuit dan Freemason tidak
suka satu sama lain, jadi saya tidak tahu persis karena mereka perkumpulan
rahasia, kita tidak tahu persisnya apa hubungan yang sebenarnya ada antara
mereka dan bagaimana mereka menganggap satu sama lain, kecuali cuma mendengar
rumor. Tetapi Ellen White memperingatkan kita untuk sama sekali menolak semua perkumpulan rahasia. Dia mengatakan kita
tidak boleh ikut perkumpulan rahasia. Dan kalian tahu, ada orang yang
mengatakan bahwa Ellen, tempat di mana Ellen White dikuburkan, itu ada sebuah
obelisk, dan obelisk adalah simbol Freemason. Maka mereka mengatakan Ellen
White adalah seorang Freemason karena ada obelisk di makamnya. Nah, Saudara-saudara,
di banyak tulisannya Ellen White menyalahkan Freemason dengan menyebut nama
mereka. Lebih jauh, di pekuburan di mana Ellen dikuburkan, yaitu Oak Hill
Cemetery di Bella Creek, ada banyak monumen berbentuk obelisk dari orang-orang
yang tidak pernah menjadi Freemason, melulu karena obelisk adalah benda yang
popular ditempatkan di makam pada masa itu, tidak ada hubungan dengan
perkumpulan rahasia. Sayang saya tidak punya jawaban yang lebih baik, tetapi
karena mereka adalah perkumpulan rahasia kita tidak tahu semua pekerjaan mereka
di dalam, apa yang mereka miliki yang satu
dengan yang lain.
Q: It sounds like from your description John Paul I and John Paul II - were
kind of cut from the same cloth. I'm wondering why was one put out of the way after
33 days in the other one was pulled for I think 23 years?
A: Because I think that the Jesuits during the pontificate of John Paul II
still did not have a complete and strong foothold in the Roman Catholic Papacy.
I think it's a process that took time, and you know Benedict was there for
several years. The Jesuits had gained enough power at that point, enough
adherents to really exercise their clout in getting him ato retire and to elect
a Jesuit Pope. And by the way even though Benedict XVI promised that he was
going into the shadows and he would not be seen anymore, recently ~ I'm going
to share this in a few moments ~ Benedict
XVI is at war with Francis I on the issue of celibacy. Because you know
the present pope has shown himself open
to the possibility of the bishops in Amazonia ~ that is in the Amazon ~
to be married, because they can't find enough male priests. So you know the fact is that they did not have
their full strength at that point but eventually they had enough strength where
they said, let's just get rid of this pope, force him to retire and elect a
pope more to our liking.
T: Sepertinya dari deskripsi Anda, Yohanes Paulus I dan
Yohanes Paulus II sama dan sejenis. Saya bertanya-tanya mengapa yang satu
disingkirkan setelah 33 hari menjabat sedangkan yang lain dipertahankan selama
23 tahun, kalau tidak salah?
J: Karena menurut saya pada masa pemerintahan Yohanes
Paulus II, Jesuit belum memiliki tempat berpijak yang mantap dalam Kepausan
Roma Katolik. Saya rasa itu suatu proses yang makan waktu. Dan kalian tahu
Benedict ada di sana selama beberapa tahun, pada saat itu Jesuit memperoleh
cukup kuasa, cukup pengikut untuk benar-benar melaksanakan kuasa mereka untuk
memaksanya mundur dan memilih seorang Paus Jesuit. Dan ketahuilah, walaupun
Benedict XVI berjanji bahwa dia akan menghilang dan tidak akan terlihat lagi,
baru-baru ini ~ saya akan membagikan ini sebentar lagi ~ Benedict XVI sedang bermusuhan dengan Francis I tentang
isu selibat. Karena kalian tahu, Paus yang sekarang sudah
menunjukkan dirinya terbuka kepada kemungkinan uskup-uskup di Amazonia ~ yaitu
di Amazon ~ menikah, karena mereka tidak bisa menemukan cukup imam laki-laki.
Jadi kalian tahu, faktanya ialah Jesuit belum memiliki kekuatan yang penuh pada
saat itu tetapi akhirnya mereka punya cukup kekuatan untuk berkata, “Ayo, kita singkirkan saja Paus ini. Paksa
dia untuk mundur, dan memilih Paus yang cocok dengan kehendak kita.”
Q: Difference
between black and white Pope.
A: The black Pope
is called black because he dresses in black, he wears a black robe. The white
Pope puts on a white robe, so it has to do with what they're clothed with, but the
real powerful individual in the Catholic Church is the black Pope which is the Father
General of the Jesuit Order and I'll be talking a little bit about the present
Father General of the Jesuit Order in our second session this afternoon, very interesting.
He's obviously a Jesuit but can you guess what country he's from? Venezuela. Interesting,
we'll come to that a little bit later on.
T:
Bedanya Paus hitam dan Paus putih.
J: Paus
Hitam disebut hitam karena dia berpakaian hitam, dia memakai jubah hitam. Paus
Putih mengenakan jubah putih. Jadi berkaitan dengan apa yang mereka kenakan. Tetapi individu yang paling
berkuasa dalam gereja Katolk ialah Paus Hitam, yang adalah Kepala Jendral Ordo
Jesuit, dan sebentar lagi saya akan berbicara tentang Kepala Jendral Ordo Jesuit ini dalam sesi
kedua kita sore ini. Sangat menarik. Jelas dia adalah seorang Jesuit, tetapi
bisakah kalian tebak dari negara mana dia? Venezuela. Menarik. Nanti sebentar
kita akan sampai kemari.
And now I’m going
to tell you what Arturo Sosa Abascal, which is the name
of this new Father General, I'm going to show you, being a Jesuit that he has
this very idea that doctrine ~ we can't really know what we're supposed to
believe in terms of doctrine ~ that doctrine is not set in concrete and is not
unchangeable but it changes with the times. I'm going to read you statements
from him where, you know, he's said and what he said about in Venezuela, where
you have hundreds of political prisoners that are being tortured in prison,
people who are starving to death, eating from the garbage, what does he
say? “Well, there needs to be a dialogue
between the Communists or the leaders and the opposition,” just dialogue. But
he condemns nothing of what's going on, which is very interesting because he's
a Communist, and the government of Venezuela is Communist. So birds of a
feather flock together.
Sekarang
saya akan mengatakan kepada kalian apa yang Arturo Sosa Abascal, nama Kepala
Jendral yang baru ini, saya akan menunjukkan kepada kalian, sebagai Jesuit dia
mempunyai konsep bahwa doktrin ~ kita tidak tahu sebenarnya apa yang seharusnya
kita percayai dengan istilah “doktrin” ~ bahwa doktrin bukan harga mati dan
bukan tidak bisa diubah, tetapi itu berubah sesuai waktu. Saya akan membacakan
pernyataan-pernyataannya di mana dia berkata, dan apa yang dikatakannya di
Venezuela, di mana ada ratusan tawanan politik yang dianiaya dalam penjara,
orang-orang yang mati kelaparan, yang makan dari tong sampah, apa yang
dikatakannya? “Nah, harus ada dialog antara Komunis atau para pemimpin dengan
pihak oposisi,” sekadar dialog. Tetapi dia (Kepala Jendral Ordo Jesuit itu)
tidak mengutuk apa-apa tentang apa yang terjadi, suatu fakta yang sangat
menarik karena dia seorang Komunis, dan pemerintahan Venezuela juga Komunis.
Jadi burung yang sejenis berkumpul bersama.
Q: Do you know much
about the background of vice-president Pence, any association?
A: I'm not sure
that Pence is a Jesuit, may be educated, but I think that he's a Protestant, I
think, I don't think he's a Jesuit, I think, I know he's not a Jesuit. President
Trump is a “Presbyterian” quotation marks, heheheh. But most of the influential
people that he has surrounded himself are Catholics, including Barr the
Attorney General, and Cipollone who is going to be
defending him in the impeachment trial in the Senate, he is also Roman
Catholic, and most of the media has been taken over by Roman Catholics as well.
And there ~ by the way ~ there are two branches in the media also, there's a
conservative branch and a liberal bench. The conservative branch is Fox News,
the liberal branch is what President Trump refers to as “Fake News”. And so and
by the way most of the, most of the commentators in both wings are Roman Catholics. But the Roman Catholics at Fox News they're
at odds with the Pope almost on everything, because they're on the conservative
side which is in the minority in the Catholic Church. There is a minority of
probably 20-25% of Roman Catholic that
Catholics that despise Francis I.
In fact when we
were in Philadelphia there was a group of conservative Catholics that were going
from person to person to sign a petition for Pope Francis to outlaw abortion.
And I got to talk to some of them, they said, “This Pope he is the Antichrist
in the Roman Catholic Church!...” One of them told me, “…because we can't recognize
our church…” kind of sounds familiar, doesn't it? You know, what's happening in
the Catholic Church, is happening in the Adventist Church, is happening in the
political world, because the church is a reflection of society, unfortunately
instead of transforming society, the church reflects society. That's sad.
T:
Tahukah Anda tentang latar belakang Wakil Presiden Pence? Apa ada hubungannya?
J: Saya
tidak yakin Pence seorang Jesuit, mungkin dia bersekolah di sekolah Jesuit,
tetapi saya rasa dia seorang Protestan. Saya rasa. Saya kira dia bukan Jesuit,
saya tahu dia bukan Jesuit. Presiden Trump seorang “Presbyterian” dalam tanda
kutip, heheheh. Tetapi kebanyakan orang-orang berpengaruh yang ditempatkan mengelilinginya
adalah Katolik, termasuk Barr, Jaksa Agung, dan Cipollone yang akan membelanya
dalam kasus pemakzulan di Senat, dia juga seorang Roma Katolik. Dan kebanyakan
media sudah diambil alih oleh Roma Katolik juga. Dan ~ ketahuilah ada dua
cabang di media juga: cabang konservatif dan cabang liberal. Cabang konservatif
itu Fox News, cabang liberal ialah apa yang disebut Presiden Trump “Fake (=
palsu) News”. Dan kebanyakan komentatornya di kedua cabang itu Roma Katolik.
Tetapi Roma Katolik di Fox News berseberangan dengan Paus nyaris dalam segala
hal karena mereka di pihak konservatif, yang adalah minoritas di gereja
Katolik. Kira-kira ada 20-25% Roma Katolik yang membenci Francis I.
Bahkan ketika
kami berada di Philadelphia, ada satu kelompok Katolik konservatif yang beredar
dari orang ke orang untuk minta tandatangan sebuah petisi agar Paus Francis
melarang aborsi. Dan saya sempat berbicara dengan beberapa dari mereka. Mereka
berkata, “Paus ini, dia adalah Antikristus dalam gereja Roma Katolik!” Salah
satu dari mereka mengatakan kepada saya, “…karena kami sudah tidak bisa
mengenali gereja kami lagi…” Terdengar familiar, bukan? Kalian tahu, apa yang
sedang terjadi dalam gereja Katolik sedang terjadi juga dalam gereja Advent,
dan sedang terjadi juga di dunia politik, karena gereja merupakan refleksi
masyarakat. Sayangnya bukannya gereja seharusnya mentransformasi masyarakat,
tapi gereja malah merefleksikan masyarakat. Itu menyedihkan.
Q: With evolution death is a requirement, you can't evolve without death
and no matter how you spin or twist or turn or spiritualize creation, death is
not part of it, so how do you as a person who believes in creation, in
evolution deal with the aspect of death?
A: That's one of the big dilemmas that they face because the Bible says
that death is a result of sin, and because of death which is the result of sin
you need somebody to save you from death, which is the Redeemer. But as there
was death long before sin, the link between sin and death is broken, because
evolution doesn't function on the basis well, you're going to get a redeemer
from death. No. What happens is through
evolution eventually death will be overcome by the process of evolution. So
it's something that they are not able to answer, the break between the idea of
sin-death and therefore the need of redemption. They're irreconcilable like
that newspaper article said, you can't
reconcile it. It's impossible.
T: Dengan evolusi, kematian adalah persyaratan, tidak
bisa berevolusi tanpa kematian betapa pun kita memutar dan memberi arti
spiritual kepada penciptaan, kematian tetap bukanlah bagian darinya. Jadi
bagaimana orang yang percaya penciptaan, menghadapi aspek kematian dalam
evolusi?
J: Itulah salah satu dilemma besar yang harus mereka
hadapi karena Alkitab mengatakan kematian itu akibat dosa, dan karena kematian
adalah akibat dosa, manusia butuh seseorang untuk menyelamatkan mereka dari
kematian, yaitu Sang Penebus. Tetapi karena ada kematian jauh sebelum ada dosa,
putuslah rantai yang menghubungkan dosa dengan kematian, karena evolusi tidak
bisa berfungsi atas dasar mendapatkan seorang Penebus dari kematian. Tidak.
Yang terjadi ialah melalui evolusi, akhirnya kematian akan dikalahkan oleh proses
evolusi. Jadi ini adalah sesuatu yang tidak bisa mereka jawab, terputusnya
konsep antara dosa-kematian dan oleh karena itu ada kebutuhan penebusan. Mereka
tidak bisa dipertemukan seperti yang dikatakan artikel surat kabar itu. Itu
tidak bisa dipertemukan, mustahil.
Our public universities have been over totally overtaken by liberalism, in
other words, in favor of LGBT, in favor of Communism and Socialism, in favor of
LGBTQ etc. So basically a whole young generation is rising in the United States
that has only the view, they don't know anything about the founding of the
United States, the principles upon which this nation was established and
therefore they they've been given the idea that this country is bad, that the
system of Capitalism is bad, and that the principles upon which this nation was
built are bad. And so it's like trying to catch the wind. It's an impossible
situation as long as the universities are teaching this, many of the teachers
are Marxists, they're Socialists. You know you take for example, you know,
Bernie Sanders and Elizabeth Warren they
are you know, they’re professor of religion but they're really Communists in
their outlook. Because what happens is Socialism basically ~ if you want a
contrast between Socialism and Capitalism ~ Socialism believes that the
government should do everything,
Capitalism believes that individuals should be the builders of society.
And so you know this idea we're going to give free education, and we're going
to give free healthcare, and we're going to give free this and free that, $1,000 a month
to everybody, and so on you know if I was a young person I'd say, hallelujah, now
I have a thousand dollars to spend. But they don't realize that what's going to happen
it's going to lead the country to go broke. I mean Medicare for all? Just look at
the price tag and maybe that's the entire purpose. There's a purpose behind
this and that is to take the United
States to the point where it's bankrupt, because that way the system can change. So
we live in perilous times.
Universitas-universitas negeri kita sudah seluruhnya
dipengaruhi liberalisme. Dengan kata lain mereka mendukung LGBT, mendukung
Komunisme dan Sosialisme, mendukung LGBTQ, dll. Jadi pada dasarnya di Amerika
Serikat sedang muncul generasi muda yang hanya memiliki pandangan itu, mereka
tidak tahu apa-apa tentang berdirinya negara Amerika Serikat, prinsip-prinsip
di atas mana bangsa ini didirikan, dan karena itu kepada mereka ditanamkan konsep bahwa
negeri ini buruk, bahwa sistem Kapitalisme itu buruk, dan bahwa prinsip-prinsip
di atas mana negara ini didirikan itu buruk. Jadi seperti gerakan menangkap
angin, suatu situasi yang mustahil, selama universitas-universitas mengajarkan
ini, banyak dari dosen-dosennya Marxis, mereka Sosialis. Kalian tahu, contohnya
Bernie Sanders dan Elizabeth Warren, kalian tahu, mereka adalah professor agama
tetapi sesungguhnya pandangan mereka adalah Komunis. Karena apa yang terjadi,
Sosialisme ~ pada dasarnya jika kalian
mau tahu kontrasnya antara Sosialisme dan Kapitalisme ~ Sosialisme meyakini
Pemerintah yang harus melakukan segala sesuatu, Kapitalisme meyakini setiap
individu yang harus membangun masyarakat. Maka, konsep ini bahwa kita harus
mendapatkan pendidikan gratis, pengobatan gratis, dan ini gratis itu gratis,
setiap orang mendapat US$1,000 setiap bulan dsb. Kalian tahu, seandainya saya
masih muda saya akan berkata “Halleluya”, sekarang saya punya $1,000 untuk saya
pergunakan. Tetapi mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi ialah semua ini
akan membuat negara bangkrut. Maksud saya, Medicare (asuransi kesehatan) bagi
semua? Lihat saja harganya, dan mungkin sebenarnya itulah tujuan sesungguhnya.
Pasti ada tujuan di balik ini, dan itu
ialah membawa Amerika Serikat sampai ke satu titik di mana dia menjadi bangkrut,
karena dengan demikian barulah sistem itu akan berubah. Jadi kita hidup di
zaman yang berbahaya.
Q: About gay
marriage
A: When the Supreme Court approved gay marriage, two of the justices
that we have now were not there, Kavanaugh was not there and Gorsuch,
they were not members of the court, basically the court was a four to four
with a swing vote which leaned liberal. So I believe that that's the reason
why gay marriage was approved as constitutional. I'm not so sure that that
would happen now.
We live in dangerous times when it comes to the Supreme
Court, because right now ~ this is supposedly a Protestant country ~ but right
now we have five justices that are Roman Catholics, one who grew up Catholic: Gorsuch,
he grew up Catholics and he attends the best Episcopalian Church, and we
have three Jews. There are no Protestants on the Supreme Court. Now what
happens if judge Ginsburg should pass away? She's been sick with pancreatic
cancer. What happens if she passes away
and we have an election of a seventh leaning Roman Catholic? It's a scary
thought.
T:
Tentang perkawinan gay.
J:
Ketika Mahkamah Agung menyetujui perkawinan gay, dua hakim yang sekarang
menjabat, tidak ada, Kavanaugh tidak ada di sana, dan Gorsuch, mereka bukan
anggota majelis itu. Pada
dasarnya suara pengadilan itu empat banding empat dengan ayunan suara yang
condong liberal. Jadi saya yakin, itulah mengapa perkawinan gay disetujui
sebagai konstitusional. Saya tidak begitu yakin hal seperti itu akan terjadi
sekarang.
Sehubungan
dengan Mahkamah Agung, kita hidup di masa yang berbahaya. Karena sekarang
ini ~ Amerika seharusnya adalah
sebuah negara Protestan ~ tetapi sekarang ini kita punya lima orang hakim yang
Roma Katolik, satu dibesarkan pendidikan Katolik: Gorsuch, dia besar dalam
agama Katolik dan dia menghadiri gereja Episkopal yang terbaik, dan ada tiga
orang Yahudi. Tidak ada yang Protestan di Mahkamah Agung. Nah, apa yang akan
terjadi jika hakim Ginsburg meinggal? Dia sudah sakit kanker pankreas. Apa yang
akan terjadi jika dia meninggal dan hakim yang dipilih adalah yang ketujuh yang
condong ke Roma Katolik? Itu gambaran yang mengerikan.
The
most powerful branch of government is the judicial branch, you know, we have three
branches of government in the United States. We have the executive, the legislative, and
the judicial. The judicial is primary the Supreme Court, which is the most powerful of
the three, the Supreme Court. Why? Because Congress can write a law but
if somebody contests its constitutionality and the court says that the law that
Congress wrote is unconstitutional, the law does not become law, or the law is overturned.
So let me ask you, would a National Sunday Law be unconstitutional? Clearly unconstitutional. “Congress shall make
no law establishing religion or forbidding the free exercise thereof”. Would establishing Sunday as a national day
of worship be establishing religion? Any thinking person the world would say yes.
But let me ask you this, what if the Supreme Court should declare constitutional
what is unconstitutional? That's what's going to happen. No, there isn’t necessarily to be an
amendment, there might be an amendment to the Constitution, but there's really
no need for an amendment because the Supreme Court can say that Sunday Laws are
constitutional even though we know that they're not constitutional.
That's the reason why the Beast of Revelation 13, it says that it has two horns
like a lamb, which it professes civil and religious liberty, but it speaks like
a dragon. In other words, what's going to happen is the Sunday Law is going to
be drawn up by Congress, and you know, the United States is not going to get
rid of the idea of civil and religious liberty but in its actions it is going
to contradict its profession of standing for civil and religious liberty.
Cabang
yang paling berkuasa dalam pemerintahan ialah cabang judisial. Kalian tahu kita
memiliki tiga cabang dalam pemerintahan Amerika Serikat. Ada eksekutif,
legislatif, dan judisial. Judisial ini utamanya ialah Mahkamah Agung, yaitu yang paling berkuasa dari
ketiganya. Mengapa? Karena Kongres bisa menulis suatu hukum
tetapi jika ada yang menantang keabsahannya dan pengadilan mengatakan bahwa
hukum yang ditulis Kongres itu tidak konstitusional, maka hukum itu tidak jadi
hukum, atau hukum itu dibatalkan. Jadi saya mau tanya, apakah suatu
Undang-undang Hari Minggu nasional itu tidak konstitusional? Jelas tidak
konstitusional. “Kongres
tidak boleh membuat hukum yang menetapkan suatu agama atau melarang kebebasan
pelaksanaannya.” (Amendemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat).
Apakah menetapkan hari Minggu sebagai hari ibadah nasional termasuk menetapkan
suatu agama? Siapa pun yang bisa berpikir akan menjawab “Ya”. Tetapi coba saya
tanya, bagaimana jika Mahkamah Agung menyatakan apa yang tidak konstitusional
sebagai konstitusional? Itulah yang akan terjadi. Tidak, tidak perlu ada
amandemen, mungkin nanti bisa ada amandemen pada Konstitusi, tetapi sebenarnya
itu tidak perlu karena Mahkamah
Agung bisa mengatakan bahwa Undang Undang Hari Minggu itu konstitusional
walaupun kita tahu itu tidak. Itulah alasannya mengapa Binatang Wahyu 13
dikatakan memiliki dua tanduk seperti tanduk domba, dia mengakui kebebasan
sipil dan beragama; tetapi dia berbicara seperti naga. Dengan kata lain, apa
yang akan terjadi ialah Kongres akan membuat Undang-Undang Hari Minggu dan
kalian tahu, Amerika Serikat tidak akan menyingkirkan konsep kebebasan sipil
dan beragama, tetapi dalam tindakannya dia akan mengkontradiksi pengakuannya
membela kebebasan sipil dan beragama.
So would anti-Sabbath laws be unconstitutional too ?
Ellen White says there’s not only going to be a National Sunday Law there's
going to be anti-Sabbath-keeping laws. Would that be unconstitutional? Yes, because the Constitution says, “nor prohibiting the free exercise thereof” which means that you can keep the Sabbath
if you want. So a Sunday Law would be established in religion and anti-Sabbath
law would be forbidding the free exercise of religion. And what's going to
happen is the
Supreme Court is going to declare that both of those laws are constitutional
even though we know that they're unconstitutional? That's the reason why this
Beast has two horns like a lamb, speaks like a dragon, it contradicts in its
speech what it professes to be.
Jadi apakah Undang-undang Anti-Sabat juga tidak
konstitusional? Ellen White mengatakan nanti bukan hanya ada Undang-undang Hari
Minggu nasional, tetapi akan ada Undang-undang Anti-pemeliharaan Sabat. Apakah
itu tidak konstitusional? Ya, karena Konstitusi berkata, “atau melarang kebebasan pelaksanaannya”
yang berarti kalau orang mau memelihara Sabat, dia boleh. Jadi suatu
Undang-undang Hari Minggu akan ditetapkan dalam beragama dan Undang-undang Anti
Sabat akan melarang kebebasan pelaksanaan agama. Dan apa yang akan terjadi
ialah Mahkamah Agung akan menyatakan
bahwa kedua Undang-undang tersebut konstitusional walaupun kita
tahu bahwa mereka tidak konstitusional. Itulah alasannya mengapa walaupun
Binatang ini memilki dua tanduk seperti tanduk domba, bicaranya seperti naga,
dia mengkontradiksi apa yang diakuinya dengan kata-katanya.
But we are living in very perilous times, folks, all
kinds of winds of doctrine are attempting to enter the Adventist Church and we
need to know what we believe, and why we believe it. We need to be firmly grounded on present truths,
and so it's
vitally important for us to study, to know what we believe, to share it and to speak
up when we see our church deviating from the truth. One of the reasons
why we have problems in the church is because there people say, “Well I know that that's wrong, but I don't
want to make waves. I don't want to cause a conflict in the church.” Some
people stay quiet. We need to speak up,
be nice, you know, be nice, be courteous, don't be mean, because conservatives
are considered mean, and many times conservatives are mean in the way that they
come across. So we need to be kind and loving but we need to be firm when it
comes to the message that God has given our church.
Tetapi kita sedang hidup di masa yang berbahaya, Saudara-saudara,
segala jenis angin doktrin berusaha masuk ke dalam gereja Advent dan kita perlu
tahu apa yang kita yakini dan mengapa kita meyakininya. Kita perlu berakar kokoh pada kebenaran masa kini, maka
sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari, untuk mengetahui apa yang kita
yakini, untuk membagikannya dan mengangkat suara kita bila kita melihat gereja
kita menyeleweng dari kebenaran. Salah satu alasan mengapa ada
masalah di gereja kita ialah karena di sana orang berkata, “Nah, iya saya tahu
itu salah, tetapi saya tidak mau menimbulkan goncangan. Saya tidak mau
menyebabkan konflik dalam gereja.” Malah ada orang yang diam saja. Kita perlu
buka mulut. Dengan ramah, kalian tahu, yang ramah, yang sopan, jangan bersikap menghakimi,
karena orang-orang konservatif dianggap orang-orang yang suka menghakimi, dan
memang benar sering kali orang konservatif itu suka menghakimi dalam cara mereka menyampaikan pendapatnya. Jadi kita harus bersikap ramah dan mengasihi,
tetapi kita perlu bersikap teguh jika itu menyangkut pekabaran yang telah
diberikan Allah kepada gereja kita.
Oh, absolutely, Benedict
was too conservative for the Catholic church for what the Jesuits were trying
to do. Yeah absolutely so it's another evidence of what I'm sharing here, that
that's what's happening in the Roman Catholic Church. By the way, I'm going to
share with you some quote very interesting quotations. In one of the trips that
Pope Francis I took, he did a news conference on the plane, somebody asked him
what he thought about marriage between a man and a man and a woman and a woman,
he says, “Who am I to judge?” that tells everything of what he believes
concerning gay marriage. He's in favor of gay marriage, he is in favor of women
priests, he doesn't openly say it because there would be a revolution by the
Conservatives but he firmly in his heart believes in a non celibate priesthood
and he believes in the ordination of women priests as well. He is a Jesuit of the most radical kind,
Socialist. He's made ecumenical trips, he's made trips to Buddhist nations,
Hindu nations, Muslim nations, Christian nations, Catholic nations, and is
constantly saying, “We all need to come
together, lay aside our differences and come together,” that is the new Jesuit model. See the way they
used to be: “Defend church doctrine!
Defend the authority of the Pope!” No way to win over the rulers of the
world, or the scientists teaching creation, hello! Or Protestants, when you say
“We’ve got the truth!” What
Protestants going to want to unite with them? Nobody! But if you can make the
Roman Catholic Church palatable to all these groups, everything can synthesize.
Oh, tepat sekali. Benedict terlalu konservatif bagi
gereja Katolik, bagi apa yang mau dilakukan Jesuit. Iya, tepat sekali, itu juga
satu bukti dari apa yang saya bagikan di sini, itulah yang sedang terjadi dalam
gereja Roma Katolik.
Nah, saya akan membagikan beberapa kutipan,
kutipan-kutipan yang sangat menarik. Dalam salah satu perjalanannya, Paus
Francis I membuat konferensi pers di atas pesawat. Seorang bertanya padanya,
apa pendapatnya tentang perkawinan pria dengan pria dan wanita dengan wanita,
dia berkata, “Siapalah saya mau menghakimi?” Itu membeberkan semuanya tentang
apa yang diyakininya tentang perkawinan gay. Dia mendukung perkawinan gay, dia
mendukung imam perempuan, dia tidak mengatakannya terang-terangan karena itu
akan mengakibatkan revolusi dari pihak yang konservatif, tetapi di dalam
hatinya dia betul-betul meyakini keimamatan yang non-selibat, dan dia meyakini
pengurapan imam perempuan juga. Dia
adalah Jesuit dari jenis yang paling radikal. Sosialis. Dia
telah membuat perjalanan-perjanalan ekumenikal, dia mengunjungi bangsa-bangsa Buddhis,
bangsa-bangsa Hindu, bangsa-bangsa Muslim, bangsa-bangsa Kristen, bangsa-bangsa
Katolik, dan senantiasa berkata, “Kita semua harus
bergabung menjadi satu, singkirkan semua perbedaan kita dan marilah bersatu”, inilah model Jesuit yang baru.
Dulu mereka selalu: “Bela doktrin gereja! Bela autoritas
Paus!” Ini tidak bisa memenangkan hati para pemimpin dunia atau para ilmuwan
yang mengajarkan penciptaan, halo! Atau Protestan, kalau mereka berkata, “Kami
yang punya kebenaran!” Protestan mana yang mau bergabung dengan mereka? Tidak
ada. Tetapi jika mereka bisa membuat gereja Roma Katolik sedap bagi semua
kelompok itu, semua bisa bersinthesa.
15
05 20
No comments:
Post a Comment