Thursday, May 14, 2020

EPISODE 03/04 FRANCIS THE SOCIALIST PART 1 ~ STEPHEN BOHR


Part 03/04 - Stephen Bohr
FRANCIS, THE SOCIALIST 1 – Jan 2020


Dibuka dengan doa.


The title of our two studies this afternoon is Francis the Socialist, and now we're going to see how the Papacy has morphed into something visibly different than the traditional Papacy. I'd like to begin by reading a statement that we find in Great Controversy page 595, well-known statement.   “… but God will have a people upon the earth to maintain the Bible and the Bible only as the standard of all doctrines and the basis of all reforms. The opinions of learned men, the deductions of science, the creed's or decisions of ecclesiastical councils as numerous and discordant as are the churches which they represent, the voice of the majority,  not one nor all of these should be regarded as evidence for or against any point of religious faith. Before accepting any doctrine or precept we should demand a plain ‘thus saith the Lord’ in its support.”  So Ellen White states that not the opinions of learned men, not the deductions of science, not ecclesiastical creeds, not ecclesiastical councils, not the voice of the majority,  and I would add not human experience, should determine what we believe but only what the Bible teaches.

Judul dari dua pelajaran kita sore ini ialah Francis yang Sosialis, dan sekarang kita akan melihat bagaimana Kepausan telah berubah menjadi sesuatu yang jelas sangat berbeda dari Kepausan yang tradisional. Saya ingin mengawali dengan membacakan suatu pernyataan yang kita temukan di Great Controversy hal. 595, pernyataan yang terkenal, “…tetapi Allah akan memiliki suatu umat di dunia untuk mempertahankan Alkitab, dan hanya Alkitab sebagai standar bagi semua doktrin dan dasar bagi segala reformasi. Pendapat-pendapat manusia terpelajar, deduksi-deduksi ilmiah, kredo-kredo atau keputusan-keputusan konsili-konsili agama yang sama banyaknya dan sama berbedanya seperti jumlah gereja-gereja yang mereka wakili, suara mayoritas; tidak satu pun maupun semuanya ini,  boleh dianggap sebagai bukti pro atau kontra terhadap poin-poin keyakinan agama yang mana pun. Sebelum menerima doktrin atau peraturan apa pun, kita harus menuntut adanya  ‘demikianlah sabda Tuhan’ yang jelas sebagai pendukungnya.” Jadi Ellen White menyatakan, bukan pendapat manusia-manusia yang terpelajar, bukan deduksi-deduksi ilmiah, bukan kredo-kredo agama, bukan konsili-konsili agama, bukan suara mayoritas, dan saya mau menambahkan, bukan pengalaman manusia, yang boleh menentukan apa yang kita yakini, melainkan hanya apa yang diajarkan Alkitab.   


Now as we examine the story of creation in Genesis, it is clear that creation took place in a literal week of seven days, and that each day consisted of 24 hours, just like the days that we know now. How do we know that the days of creation are literal days? And you're going to see where I'm going with this, because we're going to speak about the Papacy in a few moments which is radically different than what we find in the book of Genesis. How do we know that the days of creation were literal 24-hour days just like we know today? I'm going to give you 9 reasons:

Nah, dengan menyimak kisak penciptaan di Kejadian, jelaslah bahwa penciptaan terjadi selama satu minggu literal yang terdiri dari tujuh hari, dan setiap hari terdiri dari 24 jam, persis sama seperti satu hari yang kita kenal sekarang. Dari mana kita tahu bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari literal? Dan kalian akan melihat ke mana arah saya dengan hal ini, karena sebentar lagi kita akan berbicara tentang Kepausan, yang konsepnya berbeda secara radikal daripada apa yang ada di kitab Kejadian. Dari mana kita tahu bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari 24 jam yang literal sama seperti yang kita kenal sekarang? Saya akan memberikan 9 alasan:


Reason # 1: the Hebrew lexicons ~ the word “lexicon” is a dictionary that defines the meaning of words ~  Hebrew lexicons all agree that the word “day” in Genesis 1 refers to a literal 24-hour day. In other words, those who are experts in defining words in Hebrew, experts in Hebrew, say the word “day” in Genesis means a literal day. So we should listen to the dictionary.

Alasan # 1: Leksikon-leksikon Ibrani ~ kata “leksikon” artiya kamus yang memberikan definisi kata-kata ~ Leksikon-leksikon Ibrani semuanya sepakat kata “hari” di Kejadian pasal 1, merujuk kepada hari literal yang 24 jam. Dengan kata lain, mereka yang adalah pakar-pakar dalam mendefinisikan kata-kata bahasa Ibrani, pakar-pakar bahasa Ibrani, mengatakan kata “hari” di Kejadian berarti hari literal. Maka kita harus menurut apa kata kamus.


Reason # 2: second, in the Old Testament the word “day” appears with the numeral qualifier around 250 times, that is, “it was the evening and morning… day 1, … day 2.” Whenever it has a numeral qualifier without exception in the Old Testament always refers to a literal 24-hour day, no exceptions.

Alasan # 2: Kedua, di kitab Perjanjian Lama, kata “hari” muncul dengan keterangan bilangan sekitar 250 kali, yaitu, “itulah petang dan pagi… hari ke-1, …hari ke-2.” Setiap kali ada keterangan bilangan tanpa kecuali di kitab Perjanjian Lama, itu selalu merujuk kepada satu hari literal yang 24 jam, tanpa kecuali.


Reason # 3:  third, each day had an evening and morning which would be ridiculous to say “it was the evening and the morning of the first million years”. The expression “evening and morning” refers to the setting and the rising of the sun.  The expression “evening and morning” indicates that the days of creation were literal days with an evening and a morning.

Alasan # 3: Ketiga, setiap hari memiliki satu petang dan satu pagi, jadi konyol bila mengatakan “itu adalah petang dan pagi dari jutaan tahun yang pertama”. Istilah “petang dan pagi” merujuk kepada terbenam dan terbitnya matahari. Istilah “petang dan pagi” menunjukkan bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari yang literal dengan satu petang dan satu pagi.


Reason # 4: Furthermore, the Bible uses the language of immediacy, quickness, when it refers to creation. Psalm 33:9 says, “God spoke and it was done. He commanded and it stood fast…” those expressions don't allow for something that takes millions or billions of years, it has the language of immediacy and quickness.

Alasan # 4: Lebih lanjut, Alkitab memakai bahasa kesegeraan, langsung, bila merujuk ke penciptaan. Mazmur 33:9 berkata, 9 Sebab Allah berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka itu tegak dengan kokoh …” ungkapan-ungkapan ini tidak mengizinkan sesuatu baru terjadi setelah jutaan atau milyaran tahun, ini memakai bahasa kesegeraan dan langsung terjadi.


Reason # 5: four times in the story of creation ~ this is reason number five ~ four times in the creation story there's another expression that indicates that what happened occurred quickly. It is the expression “…and it was so…”,  God spoke and it was so,  that's found in Genesis 1 verse 7, verse 11, verse 15, and verse 24.

Alasan # 5: Empat kali dalam kisah penciptaan ~ ini ialah alasan nomor lima ~ empat kali dalam kisah penciptaan, ada ungkapan lain yang mengindikasikan bahwa apa yang terjadi, terjadi dengan cepat. Itu ialah ungkapan, “…dan jadilah demikian…”, Allah berfirman dan jadilah demikian, itu terdapat di Kejadian 1:7, 11, 15, dan 24.


Reason # 6: the sixth reason, the fourth commandment of God's law clearly shows that the days of creation were literal days. You say, “How is that?” Well, the fourth commandment says that we are to work six literal 24-hour days and we are to rest on the literal seventh 24-hour day, because God worked six days and ceased on the seventh. How could we follow God's example of working 6 days and resting on the seventh unless God worked six literal days and rested on the seventh?  If the days were millions of years long, we could not follow God's example. Are you understanding this? So the fourth commandment clearly shows that the days of creation were literal 24-hour days.

Alasan # 6: Alasan keenam, Perintah keempat dari Hukum Allah dengan jelas menunjukkan bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari yang literal. Kalian berkata, “Kok bisa?” Nah, Perintah keempat mengatakan kita harus bekerja 24 jam enam hari literal dan kita harus berhenti bekerja 24 jam pada hari ketujuh yang literal, karena Allah telah bekerja selama enam hari dan berhenti pada hari yang ketujuh. Bagaimana kita bisa mengikuti teladan Allah bekerja 6 hari dan berhenti pada hari ketujuh, kecuali Allah bekerja selama enam hari literal dan berhenti pada hari ketujuh?  Andai hari-hari itu adalah jutaan tahun yang panjang, kita tidak bisa mengikuti teladan Allah. Apakah kalian memahami ini? Jadi Perintah keempat dengan jelas menunjukkan bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari 24 jam yang literal. 


Reason # 7: seventh reason,  the New Testament writers believed that the story of creation in Genesis 1 and Genesis 2 occurred literally just as it's written. Let's start with Jesus in Matthew 19:4-6 He says, “…and He answered to them, ‘Have you not read that He who made them at the beginning, made them male and female, and said, ‘for this reason a man shall leave his father and mother be joined to his wife, the two shall become one flesh, so then they are no longer two but one flesh, therefore what God has joined together let not man separate’…” when did God create man and woman? Was that a process that took millions and millions of years? No! Jesus said,  “…who made them at the beginning…” so Jesus believed that there was an Adam and an Eve. And the creation story tells us that they were created on the sixth day. Reason number ~  by the way let me read what Paul also said, 1 Corinthians 15:47-49, he says,  “…the first man was of the earth made of dust…”  so did the Apostle Paul believe in the original story that Adam was made from the dust of the ground? Of course.  “…the second Man is the lord from heaven. As was the man of the dust, so are also are those who are made of dust…” that's us,  “…and as it is the heavenly man, so also are those who are heavenly; and as we have borne the image of the man of dust…”  not of monkeys, “…we borne the image of the man of dust, so shall also we bear the image of the heavenly Man…” So clearly Jesus and Paul believed that the story of creation literally took place.

Alasan # 7: Alasan ketujuh, penulis-penulis Perjanjian Baru meyakini bahwa kisah penciptaan di Kejadian pasal 1, dan Kejadian pasal 2, terjadi persis seperti yang tertulis. Marilah kita mulai dengan Yesus, di Matius 19:4-6 Dia berkata, 4   Jawab Yesus kepada mereka, ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia pada awal mulanya menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 5 dan firman-Nya: ‘Karena alasan inilah, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging’? 6 Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. …”  Kapan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan? Apakah itu suatu proses yang makan waktu berjuta-juta tahun? Tidak! Yesus berkata, “…yang menciptakan manusia pada awal mulanya…”  jadi Yesus meyakini ada seorang Adam dan seorang Hawa. Dan kisah penciptaan mengatakan kepada kita mereka diciptakan pada hari keenam. Alasan nomor ~ sebentar, izinkan saya membacakan apa kata Paulus juga, 1 Korintus 15:47-49, dia berkata, “…47 Manusia pertama berasal dari  bumi, terbuat dari debu…”  jadi apakah rasul Paulus meyakini kisah asli bahwa Adam terbuat dari debu tanah? Tentu saja,   “…Manusia kedua adalah tuan dari sorga. 48 Sebagaimana manusia yang dari debu, demikianlah pulalah mereka yang berasal dari debu…”  yaitu kita,   “…dan sebagaimana Manusia yang surgawi, demikian pulalah mereka yang surgawi, 49 Dan sebagaimana kita telah menyandang rupa manusia yang dari debu…”  bukan dari monyet,   “…kita telah menyandang rupa manusia yang dari debu,  demikian pula kita akan menyandang rupa Manusia yang sorgawi. …”  Jadi jelas Yesus dan Paulus meyakini bahwa kisah penciptaan benar-benar terjadi.


Reason # 8: Ellen White confirms that the days of creation were literal 24 hour days, for Adventists we believe that the Spirit of Prophecy is true,  that Ellen White was inspired.  So reason # 8 is that Ellen White clearly states that the days of creation were literal days. Let me read you just two statements.  Spirit of Prophecy Volume 1 page 85, “… I was then carried back to the creation…” she's seen this in vision, “…and was shown that the first week in which God performed the work of creation in six days and rested on the seventh day, was just like every other week. The great God in His days of creation and day of rest measured off the first cycle as a sample for successive weeks till the close of time.”
In another statement,  Testimonies to Ministers 135, she wrote, “…When the Lord declares that He made the world in six days and rested on the seventh day, He means the day of 24 hours which He has marked off by the rising and setting of the sun.” Now how can you be more explicit than that? Once again, “…He means the day of 24 hours which He has marked off by the rising and setting of the sun…”

Alassan # 8: Ellen White membenarkan bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari literal 24 jam. Bagi orang Advent, kami meyakini Roh Nubuat itu benar, bahwa Ellen White diilhami. Maka alasan # 8 ialah karena Ellen White dengan jelas menyatakan bahwa hari-hari penciptan adalah hari-hari yang literal.
Izinkan saya membacakan dua pernyataan. Spirit of Prophecy Vol. 1 hal 85,  “…Saat itu saya dibawa kembali ke masa penciptaan…” Ellen White melihatnya dalam penglihatannya, “…dan ditunjukkan bahwa minggu yang pertama saat Allah melakukan pekerjaan penciptaan dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh, adalah seperti minggu-minggu yang lain. Allah yang mahabesar pada hari-hari penciptaanNya dan hari perhentianNya, mengukur siklus yang pertama sebagai contoh untuk minggu-minggu berikutnya hingga akhir masa…”  
Dalam suatu pernyataan lain Testimonies to Ministers hal. 135, Ellen White menulis,   “…Pada waktu Allah mengumumkan bahwa Dia telah menciptakan dunia dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh, yang dimaksudNya ialah hari yang 24 jam, yang telah ditandaiNya dengan terbitnya dan terbenamnya matahari…”  Nah, apa bisa lebih eksplisit daripada itu? Sekali lagi,   “…yang dimaksudNya ialah hari yang 24 jam, yang telah ditandaiNya dengan terbitnya dan terbenamnya matahari.”


Reason # 9: is, that not only do Adventists,  we're not the only ones, that believe that the days of creation were literal days,  there are creationist scientists of other denominations who believe the same. One of those for example is Henry Morris, he was actually the Head of the Institute of Creation Science in San Diego, California, good friend of Adventists and he wrote the following in his book Biblical Creationism page 62,  “The Lord Himself had worked 6 days then rested on the seventh, setting there by a permanent pattern for the benefit of mankind…” so God worked six days, He rested the seventh, as a permanent pattern for us.
So there are many reasons why we know that the days of creation were literal days.

Alasan # 9: Bukan saja orang Advent ~ kita bukan satu-satunya yang percaya bahwa hari-hari penciptaan adalah hari-hari literal ~ tetapi ada ilmuwan-ilmuwan pakar soal penciptaan dari denominasi-denominasi lain yang meyakini hal yang sama. Sebagai contoh, salah satunya ialah Henry Morris, dia adalah Kepala Institute of Creation Science di San Diego, California, berteman baik dengan orang-orang Advent, dan dia menulis di dalam bukunya Biblical Creationism hal. 62, yang berikut ini,  “…Allah sendiri telah bekerja selama 6 hari, kemudian berhenti pada hari ketujuh, dengan demikian menentukan suatu pola yang permanen demi kebaikan manusia…”  jadi Allah telah bekerja enam hari, Dia berhenti pada hari ketujuh, sebagai pola yang permanen bagi kita.
Jadi ada banyak alasan mengapa kita tahu hari-hari penciptaan adalah hari-hari yang literal.


Do you know that Satan has almost totally won the victory already in establishing Sunday? He didn't wait until there was a  national Sunday Law. Through the theory of evolution most people in the world today have basically denied the story of creation, and along with the story of creation, the Sabbath, because if creation didn't take place in six literal days and God didn't rest the literal seventh day then there's no basis today for observing the Sabbath. So Satan has gotten rid of the Sabbath through the theory of evolution which most people today believe, with the exception of conservative Christians which are in the minority.  So the Devil has discarded the Sabbath even before a Sunday Law, he has most of the world already in his camp, if you please. But there are some scientists, so-called, a handful of them Adventist, who try to accommodate the creation story to the “discoveries” of science, “discoveries” in quotation marks. They try to accommodate the biblical story to science, so-called. Ellen White warned against this in the book Education page 128 and 129, she wrote,“…Inferences erroneously drawn from facts observed in nature have however, led to the supposed conflict between science and revelation…” so discoveries, she says inferences by studying nature have led some to conclude that there's a supposed conflict between science and revelation. And now notice what the solution is in the minds of these scientists, “…and in the effort to restore harmony…” that is between the biblical creation story and the discoveries so-called of science,  “…in the effort to restore harmony, interpretations of Scripture have been adopted that undermined and destroy the force of the Word of God. Geology has been thought to contradict the literal interpretation of the Mosaic record of creation. Millions of years it is claimed were required for the evolution the earth from chaos. In order to accommodate the Bible to this supposed revelation of science, the days of creation are assumed to have been vast indefinite periods covering thousands or even millions of years…”  to accommodate the biblical story to science so-called. In other words, the idea is, “Yeah, it says in Genesis ‘days’ but the ‘day’ is symbolic of much longer periods of time.” And then she ends the statement by saying, “…Such a conclusion is wholly uncalled for. The Bible record is in harmony with itself and with the teaching of nature…” So no need to accommodate the Bible to scientific “discoveries” in quotation marks, because nature and Scripture are in harmony when properly understood.

Tahukah kalian Setan nyaris sudah menang telak menegakkan hari Minggu? Dia tidak menunggu sampai ada Undang-undang Hari Minggu yang nasional. Melalui teori evolusi, kebanyakan orang di dunia hari ini pada dasarnya sudah tidak mengakui kisah penciptaan, dan bersama dengan kisah penciptaan, juga Hari Sabat, karena jika penciptaan tidak terjadi selama enam hari literal dan Allah tidak berhenti pada hari ketujuh yang literal, maka tidak ada dasarnya sekarang ini untuk memelihara hari Sabat. Maka Setan telah menyingkirkan Sabat melalui teori evolusi yang dipercayai kebanyakan orang sekarang, dengan perkecualian orang-orang Kristen konservatif yang adalah minoritas. Jadi Iblis telah menyingkirkan Sabat bahkan sebelum adanya Undang-undang Hari Minggu. Katakanlah, Setan telah membuat kebanyakan manusia di dunia sudah berada di pihaknya. Tetapi ada beberapa ilmuwan, kita sebut demikian, dan beberapa gelintir dari antara mereka ini orang-orang Advent, yang mencoba memasukkan kisah penciptaan ke dalam “penemuan-penemuan” sains, “penemuan” dalam tanda kutip. Mereka berusaha memasukkan kisah alkitabiah ke dalam apa yang dianggap sains. Ellen White telah memberi peringatan tentang hal ini dalam buku Education hal. 128-129, dia menulis, “…Kesimpulan-kesimpulan yang salah, yang ditarik dari fakta-fakta yang tampak di alam, telah membawa kepada konflik yang dianggap telah terjadi antara sains dengan apa yang diungkapkan Allah…”  jadi penemuan-penemuan, kata Ellen White, kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari mempelajari alam semesta telah membawa beberapa orang untuk menyimpulkan adanya apa yang dianggap konflik antara sains dengan apa yang diungkapkan Allah. Dan sekarang simak, apa solusinya menurut pemikiran para ilmuwan ini,  “…dan dalam upaya untuk memulihkan keserasian…”  yaitu antara kisah penciptaan yang alkitabiah dengan penemuan-penemuan yang dianggap sains, “…dalam upaya untuk memulihkan keserasian, dimasukkanlah penafsiran-penafsiran Kitab Suci yang merongrong dan menghancurkan kekuatan Firman Allah. Geologi dianggap bertolak belakang dengan penafsiran yang literal atas catatan kisah penciptaan yang dibuat oleh Musa. Dinyatakan bahwa dibutuhkan jutaan tahun bagi bumi untuk berevolusi dari kekacauan. Demi mengakomodasikan Alkitab kepada apa yang dianggap sebagai penemuan sains ini, maka hari-hari penciptaan diasumsikan sebagai periode-periode yang panjang sekali tanpa batas waktu, yang meliputi ribuan bahkan jutaan tahun…”  guna mengakomodasikan kisah yang alkitabiah kepada apa yang dianggap sebagai sains. Dengan kata lain, konsepnya ialah, “Iya, memang di Kejadian dikatakan ‘hari’, tetapi ‘hari’ itu simbol dari periode yang jauh lebih panjang. Kemudian Ellen White mengakhiri pernyataannya dengan berkata,    “…Konklusi seperti ini sama sekali tidak tepat. Catatan Alkitab itu serasi dengan dirinya sendiri dan dengan alam semesta…”  jadi tidak perlu mengakomodasikan Alkitab kepada “penemuan-penemuan” sains dalam tanda kutip, karena alam semesta dan Kitab Suci sudah serasi bila dipahami secara benar.   


Now, why do I mention this as we begin this afternoon? We're going to dwell now on the Papacy’s view of creation.  It is a fact that neither John Paul II nor Francis I believed that the story of creation literally took place as it is written in the book of Genesis. Both of these very influential popes, John Paul II who was pope for decades and Francis I, have concluded that the biblical story of creation is a symbolic story that wants to teach us lessons but that creation did not take place as it is recorded in Genesis chapter 1. Both have taught that the universe came into existence by a Big Bang and that the world has evolved over the course of billions of years by a process of macro-evolution. John Paul in a speech that he gave to the Papal Academy of the Sciences which was also printed, referred to evolution as more than a hypothesis, and also said that studies in the various  branches of science, have presented a significant argument in favor of the theory.  I want to read his own words now. “…Today…” John Paul wrote,  “…new knowledge has led to the recognition of the theory of evolution as more than a hypothesis. It is indeed remarkable that this theory has been progressively accepted by researchers, following a series of discoveries in various fields of knowledge.  The convergence of these discoveries ~  neither sought nor fabricated ~  are the results of work that was conducted independently, is in itself a significant argument in favor of the theory…”  So evolution is more than a hypothesis and according to him, these studies which were conducted independently in the different areas of science, microbiology, chemistry, biology, etc. present a significant argument in favor of the theory.

Nah, mengapa saya menyebut ini pada saat kita mulai sore ini? Sekarang kita akan membahas pandangan Kepausan tentang penciptaan. Adalah suatu fakta, baik Yohanes Paulus II maupun Francis I sama-sama tidak percaya bahwa kisah penciptaan benar-benar terjadi seperti yang tertulis di kitab Kejadian. Sama-sama Paus-Paus yang sangat berpengaruh ini ~ Yohanes Paulus II  yang menjadi Paus selama beberapa dekade, dan Francis I ~ menyimpulkan bahwa kisah alkitabiah tentang penciptaan adalah cerita simbolis, yang mau memberikan pelajaran-pelajaran kepada kita, tetapi itu tidak terjadi sebagaimana yang tertulis di Kejadian pasal 1. Keduanya mengajarkan bahwa alam semesta muncul karena suatu Big Bang, dan bahwa dunia telah berevolusi selama milyaran tahun melalui suatu proses makro-evolusi. Dalam pidatonya yang disampaikannya kepada The Papal Academy of Sciences, yang juga diterbitkan, Yohanes Paulus merujuk kepada evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah hipotesa, dan juga mengatakan bahwa penyelidikan dalam pelbagai cabang sains telah menyajikan suatu argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut.  Saya mau membacakan kata-katanya sendiri sekarang. “…Sekarang ini…”  tulis Yohanes Paulus,   “…pengetahuan baru telah menuntun ke pengakuan teori evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah hipotesa. Memang luar biasa, teori ini telah diterima secara progresif oleh para periset, sebagai lanjutan dari serangkaian penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan. Pertemuan penemuan-penemuan ini, yang tidak dicari maupun direkayasa, adalah hasil kerja yang dilakukan secara independen, ini saja sudah merupakan argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut…”  Jadi evolusi itu lebih daripada sebuah hipotesa, dan menurut Yohanes Paulus II, penyelidikan-penyelidikan itu yang dilakukan secara independen di pelbagai area sains yang berbeda: mikrobiologi, kimia, biologi, dll. menyajikan suatu argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut.


Now there was a newspaper writer, he actually wrote an interesting article for the Chicago Tribune where he was brutally honest, that there's no way that you can really reconcile the biblical story with the scientific assumption. And the Pope, of course, he tries to do both, he says, “Yeah, we accept the story of creation but we accommodate  it to long periods of time that science requires. See, he wants to win over scientists as well. Here's what this Stephen Swanson wrote about the papacy's view, “…In a major statement of the Roman Catholic Church's position on the theory of evolution, pope John Paul II has proclaimed that the theory is more than just a hypothesis and that evolution is compatible with Christian faith…” what does the Pope say? That evolution is what? “…compatible with Christian faith…”  you can, in other words, accommodate Christian faith to the scientific view of evolution.  In a written message, he continues to the Pontifical Academy of Sciences the Pope said, “…The theory of evolution has been buttressed by scientific studies and discoveries since Charles Darwin…”  and then he writes this,  “…If taken literally, the biblical view of the beginning of life and Darwin's scientific view would seem irreconcilable…” is he right? Yeah!  “…If taken literally, the biblical view of the beginning of life and Darwin's scientific view would seem irreconcilable. In Genesis the creation of the world and Adam, the first human, took six days. Evolution’s process of genetic mutation and natural selection, the survival and proliferation of the fittest new species has taken billions of years according to the scientists…” so you see, there's no way you can reconcile the biblical story with the theory of evolution, and yet the Pope, Pope John Paul II said,  “Yeah, you can still be a Christian and you can still believe the story of evolution as presented by science.” ~ so-called.”

Nah, ada seorang wartawan, dia benar-benar menulis sebuah artikel yang menarik untuk Chicago Tribune di mana dia blak-blakan secara brutal mengatakan, bahwa tidak mungkin kisah yang alkitabiah bisa benar-benar disesuaikan dengan asumsi ilmiah. Dan Paus, tentu saja, dia berusaha untuk melakukan keduanya. Dia berkata, “Yah, kita menerima kisah penciptaan tetapi kita menyesuaikannya dengan waktu yang panjang seperti yang dibutuhkan oleh sains. Lihat, Paus juga mau merangkul para ilmuwan. Inilah yang ditulis oleh Stephen Swanson tentang pandangan Kepausan, “…dalam suatu pernyataan utama tentang posisi gereja Roma Katolik terhadap teori evolusi, Paus Yohanes Paulus II telah mengumumkan bahwa teori itu lebih daripada hanya sebuah hipotesa, dan bahwa evolusi itu cocok dengan iman Kristen…”  apa kata Paus? Bahwa evolusi itu apa?   “…cocok dengan iman Kristen…”  dengan kata lain, orang bisa menyesuaikan iman Kristen kepada pandangan sains tentang evolusi. Dalam suatu pesan yang tertulis kepada Akademi Sains Kepausan, Paus melanjutkan, “…Teori evolusi telah ditopang oleh penyelidikan-penyelidikan ilmiah dan penemuan-penemuan sejak Charles Darwin…”  lalu dia menulis ini, “…Jika diterima secara literal, pandangan alkitabiah tentang asal mula kehidupan dan pandangan ilmiah Darwin, tampaknya tidak akan bertemu…”  apa dia benar? Iya!   “…Jika diterima secara literal, pandangan alkitabiah tentang asal mula kehidupan dan pandangan ilmiah Darwin, tampaknya tidak akan bertemu. Di Kejadian, penciptaan dunia dan Adam, manusia yang pertama, terjadi dalam enam hari. Proses mutasi genetik pada evolusi dan seleksi alami, kelangsungan hidup,  dan pertambahan jumlah spesies-spesies baru yang terkuat, makan waktu milyaran tahun menurut para ilmuwan…”  jadi lihat, tidak ada jalan untuk mempertemukan kisah alkitabiah dengan teori evolusi, namun Paus, Paus Yohanes Paulus II berkata, “Iya, kita masih bisa menjadi seorang Kristen dan kita tetap bisa meyakini kisah evolusi seperti yang disajikan oleh sains.” ~ yang dianggap sains (bukan sains yang sebenarnya).


Now, Pope Francis goes even further than John Paul, you see he wants to impress the world of academia. He knows that if the church stands that the story of creation in Genesis is literal, the scientists will be against the Catholic Church, and the majority of world leaders as well.  Pope Francis has made it clear that he believes in the Big Bang Theory, basically  ~ has nothing to do with a television program by the way ~  the idea is that 13.8 billion years ago when none of us were around, there was this little particle or speck in the universe, a small singularity, or a point, and at that point it began to expand or to stretch over the course of 13.8 billion years and the universe that we know today is the result.
I want to read you what Pope Francis said to the Papal Academy of the Sciences on October 14, 2014, “…The Big Bang which today we hold to be the origin of the world…” not us, him, when he says “we” he's talking about the Papacy, “…The Big Bang which today we hold to be the origin of the world, does not contradict the intervention of the Divine Creator but rather requires it…”  So he said, we can still believe in a divine Creator, and we can believe in evolution. What is he talking about?  I continue, “…Evolution in nature is not inconsistent with the notion of creation, because evolution requires the creation of beings that evolve…” notice, God created in nature the mechanism that would permit evolution. He incorporated in nature the capacity to evolve over millions and billions of years. So he says, “…Evolution in nature is not inconsistent with the notion of creation because evolution requires the creation of beings that evolve…”   Then he wrote, he said this and he also wrote it, “…When we read about creation in Genesis, we run the risk of imagining God was a magician with a magic wand able to do everything, but that is not so…”   it's amazing! And then he writes, “…He created human beings…” and of course originally they were created like a monkey,  see? “…He created human beings and let them develop…”   see, He incorporated ~ in the original lower forms ~ He incorporated the mechanism or the capacity to evolve and that since God is involved in the course of millions of years.  So once again, “…He created human beings and let them develop according to the internal laws that He gave to each one so that they would reach their fulfilment…” are you understanding what the papal view is?

Nah, Paus Francis melangkah lebih jauh daripada Yohanes Paulus. Kalian lihat, dia mau menarik hati dunia akademis. Dia tahu jika gereja bersikokoh bahwa kisah penciptaan di Kejadian itu literal, para ilmuwan akan memusuhi gereja Katolik, dan begitu juga mayoritas pemimpin dunia. Paus Francis telah membuatnya jelas bahwa dia meyakini teori Big Bang, pada dasarnya  ~ ketahuilah ini tidak ada kaitannya dengan sebuah acara televisi  ~  konsepnya ialah 13.8 milyar tahun yang lalu, saat kita semua belum eksis, ada sebuah partikel atau bintik kecil di alam semesta, suatu titik atau poin kecil, dan pada saat itu titik ini mulai membesar atau mekar selama 13.8 milyar tahun, dan hasilnya ialah alam semesta yang kita kenal hari ini.
Saya mau membacakan apa kata Paus Francis kepada Akademi Sains Kepausan pada 14 Oktober 2014, “…Big Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula dunia…”  bukan kita, tapi dia (Paus). Ketika Paus berkata “kita”, dia bicara tentang Kepausan.   “…Big Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula dunia, tidak mengkontradiksi intervensi Pencipta yang Ilahi melainkan justru membutuhkannya. …”  Jadi katanya, kita tetap bisa percaya pada Pencipta yang Ilahi dan kita bisa percaya pada evolusi. Dia bicara apa ini? Saya lanjutkan,  “…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep penciptaan, karena evolusi membutuhkan penciptaan makhluk yang berevolusi…”  simak, Allah telah menciptakan di alam suatu mekanisme yang mengizinkan evolusi. Dia memasukkan di alam kemampuan untuk berevolusi sepanjang berjuta dan bermilyar tahun. Jadi kata Paus, “…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep penciptaan, karena evolusi membutuhkan penciptaan makhluk yang berevolusi…”  Lalu dia menulis, dia mengatakannya tetapi dia juga menulisnya,   “…Ketika kita membaca tentang penciptaan di Kejadian, kita terkena resiko membayangkan Allah sebagai tukang sulap dengan tongkat ajaib yang mampu melakukan segala sesuatu, tetapi tidaklah demikian …”  luar biasa! Kemudian dia menulis,   “…Allah menciptakan manusia…”  dan tentu saja aslinya mereka diciptakan seperti monyet, lihat?   “…Allah menciptakan manusia dan membiarkan mereka tumbuh lebih maju…”  lihat, Allah memasukkan ~ ke dalam bentuk asli yang lebih rendah ~  Allah memasukkan mekanisme atau kemampuan untuk berevolusi, dan itu  dikarenakan Allah terlibat sepanjang jutaan tahun. Jadi sekali lagi, “…Allah menciptakan manusia dan membiarkan mereka tumbuh lebih maju menurut hukum intern yang diberikanNya kepada setiap makhluk supaya mereka bisa mencapai kesempurnaan masing-masing. …”  
Apakah kalian paham apa pandangan Kepausan? 


Notice what the Pope wrote in his encyclical Laudato Si paragraph 81, he wrote, “…Human beings even if we postulate a process of evolution…” did you catch that?   “…Human beings even if we postulate a process of evolution, also possess a uniqueness which cannot be fully explained by the evolution of other open systems…” because what the Catholic Church believes is that God did use millions and billions of years for us to get where we are now, but at certain critical points God intervened to nudge the process forward. So when you have this well developed monkey, God intervened and gave the monkey a soul or the capacity to reason, and now you have the precursor of what we are today.
Is that the view that the Bible presents? Totally not.

Simak apa yang ditulis Paus di ensiklikalnya Laudato Si paragraf 81,   “…Manusia, walaupun kita merupakan wujud proses evolusi…”  apa kalian menangkap ini?   “…Manusia, walaupun kita merupakan wujud proses evolusi, juga memiliki keunikan yang tidak seluruhnya bisa dijelaskan oleh evolusi makhluk lainnya yang standar…”  karena apa yang diyakini gereja Katolik ialah Allah memakai jutaan dan milyaran tahun supaya kita tiba pada posisi di mana kita sekarang berada, tetapi pada titik-titik krusial tertentu, Allah campur tangan untuk mendorong proses itu maju. Jadi bila ada kera yang sudah cukup perkembangannya, Allah campur tangan dan memberikan jiwa atau kemampuan untuk berpikir kepada kera tersebut, dan sekarang jadilah dia pendahulu dari kita hari ini.
Inikah pandangan yang diberikan Alkitab? Sama sekali tidak!    


He also wrote in paragraph 66 of his encyclical, “…The creation accounts in the book of Genesis, contained in their own symbolic…” the stories in Genesis are what? They’re symbolic, not literal, “…the creation accounts in the book of Genesis contained in their own symbolic and narrative language, profound teachings about human existence and its historical reality…”

Dia juga menulis di ensiklikalnya di paragraf 66, “…Di dalam bahasa simbolis kisah penciptaan di kitab Kejadian, …”  kisah-kisah di Kejadian itu apa? Mereka itu simbolis, tidak literal,   “…Di dalam bahasa simbolis kisah penciptaan di kitab Kejadian, dan bahasa narasi mereka sendiri, terdapat ajaran-ajaran yang mendalam tentang eksistensi manusia dan realitas sejarahnya…”  


Actually the Pope is a pantheist. Did pantheism try to enter the Adventist church at some point in its history? Yeah. It's trying to enter the church now through things like spiritual formation, contemplative prayer, that's the practice of pantheism. The Pope is a pantheist, he believes that the universe is evolving and eventually everything will work itself out and you'll have an era of peace and prosperity and everything will go well, through the process of evolution.

Sesungguhnya Paus adalah seorang Panteis. Apakah Panteisme pernah mencoba masuk ke gereja Advent dalam sejarahnya? Iya. Panteisme berusaha memasuki gereja sekarang melalui hal-hal seperti formasi spiritual (= cara-cara untuk meningkatkan kerohanian yang lebih berbau “New Age”), doa kontemplasi (= doa yang diawali dengan fokus pada satu kata dalam meditasi); itu adalah praktek-praktek Panteisme. Paus adalah seorang Panteis, dia meyakini alam semesta ini berevolusi dan akhirnya semua akan beres dengan sendirinya, dan akan ada suatu era yang damai dan makmur, dan segala sesuatu akan menjadi baik, melalui proses evolusi.


I want you to notice three statements by the Pope in his encyclical that shows that he is a Pantheist, he believes that everything in the world is divine and is moving on to a convergence. Actually he has the view of a Jesuit scientist by the name of Pierre Teilhard de Chardin, there's a whole chapter in the book that was written by Malachi Martin the book that's called The Jesuits, on this particular scientist, Jesuit scientist and his view, pantheistic view, and of course Francis I is a Jesuit and he's embraced this view, that God is in everything and everything is moving towards converging towards a unity where there'll be peace and harmony in the universe.

Saya mau kalian perhatikan tiga pernyataan Paus dalam ensiklikalnya yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang Panteis, dia meyakini bahwa semua yang ada di dunia ini ilahi dan sedang bergerak menuju suatu titik pertemuan. Sesungguhnya pandangannya ialah pandangan seorang ilmuwan Jesuit yang bernama Pierre Teilhard de Chardin. Di dalam buku yang ditulis Malachi Martin, bukunya bernama The Jesuit, ada satu bab khusus tentang ilmuwan ini, ilmuwan Jesuit ini dan pandangannya, pandangan Panteis. Dan tentu saja karena Francis I adalah seorang Jesuit  dia memeluk pandangan ini, bahwa Allah ada dalam segala sesuatu dan segala sesuatu sedang bergerak menuju satu titik pertemuan untuk menjadi satu, di mana akan ada damai dan keserasian di alam semesta.


I read from paragraph 92 of his encyclical,  “…Everything is related and we human beings are united as brothers and sisters on a wonderful pilgrimage, woven together by the love of God, by the love God has for each of His creatures, and which also unites us in fond affection with brother Sun, sister Moon, brother River, and mother Earth…”  Earth is not my mother and the moon is not my sister!  

Saya membaca dari paragraf 92 dari ensiklikalnya, “…Segala sesuatu itu berkaitan dan kita manusia menyatu sebagai saudara laki-laki dan saudara perempuan dalam suatu perjalanan ziarah yang indah, terikat bersama oleh kasih Allah, oleh kasih yang dimiliki Allah bagi setiap makhlukNya, dan yang juga mempersatukan kita dalam kasih sayang dengan saudara Matahari, saudari Bulan, saudara Sungai, dan ibu Bumi…”  bumi bukan ibu saya dan bulan bukan saudara perempuan saya!


Paragraph 233,  “…The universe unfolds in God, who fills it completely. Hence we find a mystical meaning in a leaf, in a mountain trail, in a dewdrop, in a poor person's face. The ideal is not only to pass from the exterior to the interior to discover the action of God in the soul…” now listen, “…but also to discover God in all things.”  Is God in all things? God is not in all things. God created all things, He is not in all things.

Paragraf 233, “…Alam semesta terungkap dalam Allah, yang mengisinya sampai penuh. Oleh karena itu kita menemukan makna mistik di selembar daun, di sebuah jalan tapak di bukit, di setetes embun, di wajah seorang yang miskin. Idealnya bukan hanya melewati dari bagian luar ke bagian dalam untuk menemukan tindakan Allah di dalam jiwa…”  sekarang dengarkan,   “…melainkan juga untuk menemukan Allah dalam segala sesuatu.…”  apakah Allah ada dalam segala sesuatu? Allah tidak ada dalam segala sesuatu. Allah yang menciptakan segala sesuatu. Dia tidak berada dalam segala sesuatu.


Paragraph 246 is a prayer with which Pope Francis ends his encyclical and this is part of his prayer, “…All powerful God, You are present in the whole universe and in the smallest of your creatures…” God is not present in everything. That's pantheism, the word “pantheism” means God in everything. God is not in everything. God sits on His throne in heaven. God is separate from His creation, He sustains His creation, but He is a Person separate from His creation. He is not in creation, He is not part of creation.

Paragraf 246 adalah suatu doa dengan mana Paus Francis mengakhiri ensiklikalnya, dan inilah bagian dari doanya, “…Allah yang mahakuasa, Engkau hadir di seluruh alam semesta dan di dalam makhluk ciptaanMu yang terkecil…”  Allah tidak hadir dalam segala sesuatu. Itulah Panteisme, kata “panteisme” berarti Allah dalam segala sesuatu. Allah tidak ada dalam segala sesuatu. Allah duduk di takhtaNya di Surga. Allah itu terpisah dari ciptaanNya, Allah yang memelihara ciptaanNya, tetapi Allah adalah Pribadi yang terpisah dari ciptaanNya. Allah tidak ada di dalam ciptaanNya, Dia bukan bagian dari ciptaan. 


So what are the devastating implications of the Roman Catholic papal view of creation?
First of all, heterosexual marriage is based on the creation story. Correct? It says in Genesis as well in Matthew 19:4-6 “…therefore a man shall leave his father and mother and be joined to his wife…” but what happens if the story of creation is not literal? Then heterosexual marriage becomes something of preference because there is no divine foundation that God established at the beginning. Are you with me?
What about gender identity? How many genders did God create?  Two! Not 50. It says in Genesis 1:27 “…male and female He created them…” how many genders did God create?  Two. How many genders do people say that there are today? Whatever your choice is. 50 or 60, different ones, there are parents that aren't even, not even assigning a gender to their babies because they say let's wait till they reach to a certain age then they can choose their own gender. The duality of gender is based on the creation story, but if you discard the creation story then you can have more than one gender because there's no divine foundation for dual gender. 
It gets more serious.  On what is the Sabbath based? On the literal creation story. We keep the literal seventh day because we believe that at creation there was a literal seventh day. What happens with the Sabbath if you believe that the days were long evolutionary periods? The Sabbath is gone as the seventh day of rest. In Genesis 2 (actually it’s in Exodus 20) it says, “… the seventh day is the Sabbath of the Lord your God…” 

Jadi apakah implikasinya yang paling destruktif dari pandangan Kepausan Roma Katolik tentang penciptaan?
Pertama, perkawinan heteroseksual itu berdasarkan kisah penciptaan, benar? Dikatakan di Kejadian maupun di Matius 19:4-6, “…‘Karena alasan inilah, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya…”  tetapi apa yang akan terjadi andai kisah penciptaan itu tidak literal? Maka perkawinan heteroseksual menjadi pilihan saja karena tidak ada dasar Ilahi yang ditentukan Allah sejak awal mula. Apakah kalian memahai saya?
Bagaimana dengan identitas gender? Berapa gender yang diciptakan Allah? Dua! Bukan 50. Dikatakan di Kejadian 1:27,  “…laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka…” Berapa gender yang diciptakan Allah? Dua. Berapa gender yang orang bilang ada sekarang? Terserah pilihan Anda. 50 atau 60, beda-beda. Bahkan ada orangtua yang tidak menetapkan gender bayi-bayi mereka karena mereka berkata lebih baik menunggu hingga bayi-bayi itu mencapai usia tertentu dan pada saat itu mereka bisa memilih gender mereka sendiri. Dualitas gender itu berdasarkan kisah penciptaan, tetapi bila kisah penciptaan itu disingkirkan, maka boleh ada lebih dari satu gender karena tidak ada dasar ilahi bagi dua gender.
Masalahnya jadi lebih serius. Sabat itu berlandaskan apa? Pada kisah penciptaan yang literal. Kita memelihara hari ketujuh yang literal karena kita meyakini bahwa pada saat penciptaan memang ada hari ketujuh yang literal. Apa yang akan terjadi dengan Sabat andai kita meyakini bahwa hari-harinya adalah periode-periode evolusi yang panjang? Maka Sabat akan lenyap sebagai hari ketujuh hari perhentian. Di Kejadian pasal 2 (yang benar di Keluaran pasal 20) dikatakan, “…hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu…”


According to the Apostle Paul and many characteristics in Genesis, God established certain functions for the male and certain functions for the female in the home and in the church, but if you reject the creation story then the roles of male and female are interchangeable, in other words, role distinctions not only gender distinctions, but role distinctions within the genders, disappear if you don't believe that God established those functions at creation, and that the story is literal.

Menurut rasul Paulus dan banyak tokoh di Kejadian, Allah menetapkan fungsi-fungsi tertentu buat laki-laki dan fungsi-fungsi tertentu buat wanita  baik di rumah tangga  maupun di jemaat. Tetapi jika kita menolak kisah penciptaan maka peranan laki-laki dan wanita bisa saling ditukar, dengan kata lain, perbedaan peranan bukan saja perbedaan gender, tetapi perbedaan peranan di dalam gender akan lenyap jika kita tidak percaya Allah telah menetapkan fungsi-fungsi tersebut saat penciptaan, dan bahwa kisah penciptaan itu literal.


Furthermore, the Bible teaches us that after sin, the strong must help the weak, and the rich must help the poor. In fact, Pope Francis in his encyclical constantly says that the rich should help the poor, the rich should help the poor, and the strong should help the weak, but his teaching does not square with his scientific theory because the scientific theory of evolution functions on the basis of the survival of the fittest, known technically as natural selection, the strong survive and the weak disappear, the rich thrive and the poor fall into the dust. So how can someone like the Pope say, “I believe in evolution” which is based on the survival of the fittest where the strong win and the weak loose, and then say, “Now,  well the strong need to help the weak.”  There's a disconnect there.

Lebih lanjut, Alkitab mengajar kita bahwa setelah adanya dosa, yang lebih kuat harus menolong yang lemah, dan yang kaya menolong yang miskin. Bahkan Paus Francis dalam ensiklikalnya senantiasa berkata bahwa yang kaya harus menolong yang miskin, yang kaya harus menolong yang miskin, dan yang kuat harus menolong yang lemah. Tetapi ajarannya tidak sesuai dengan teori ilmiahnya karena teori ilmiah evolusi hanya berfungsi pada landasan: yang paling kuat yang bertahan hidup, secara teknik disebut seleksi alami, yang kuat bertahan sementara yang lemah lenyap, yang kaya semakin maju dan yang miskin jatuh ke dalam debu. Jadi bagaimana ada orang seperti Paus bisa berkata, “Saya percaya evolusi” yang berdasarkan konsep yang paling sehat yang bertahan, yang kuat yang menang dan yang lemah kalah, kemudian berkata, “Nah, yang kuat perlu membantu yang lemah.” Tidak nyambung di sini.


Even more seriously the papal view destroys the soon expectation of the second coming of Jesus. If we're in a process of long process evolution how much longer are we going to have to wait for the process to reach its climax? Where is there a hope of a soon coming of Jesus with the angels from heaven to destroy the world and cleanse it and make a new heavens and new earth? How much, how long is it going to take Him to make a new heavens and a new earth? Another million of years? You see, if we discard a literal beginning, a literal fall, literal spiritual redemption from the fall, and a literal second coming, what do we have left? Nothing.

Bahkan lebih serius lagi, pandangan Kepausan menghancurkan harapan segeranya kedatangan Yesus yang kedua. Andai kita berada dalam suatu proses evolusi yang panjang, berapa lama lagi kita harus menunggu sampai proses itu mencapai klimaksnya? Di mana ada harapan segeranya datang Yesus bersama malaikat-malaikat dari Surga untuk membinasakan dunia dan membersihkannya, dan menjadikan langit baru dan bumi baru? Berapa lama, berapa lama lagi yang dibutuhkan Yesus untuk menciptakan langit baru dan bumi baru? Sejuta tahun lagi? Lihat, jika kita menyingkirkan awal yang literal, kejatuhan dalam dosa yang literal, penebusan spiritual dari dosa yang literal, dan kedatangan kedua yang literal, lalu apa yang masih tersisa bagi kita? Nihil.


But the papal view not only totally destroys what God established at creation which is heterosexual marriage, two genders, distinctive functions for the two genders, the Sabbath, and the idea that the strong should help the weak, which goes against the idea of natural selection, but this theory mars the beautiful character of God. It is an attack on the omnipotence of God, the fact that God is all-powerful. Does not God have the almighty power to create things instantaneously by speaking them into existence? Is  His power so limited that He has to use a system of millions and millions of years for things to perfect? Isn't He powerful enough to speak and have it done? It's an attack on the omniscience and the wisdom of God.

Tetapi pandangan Kepausan tidak hanya menghancurkan semua yang telah ditetapkan Allah pada waktu penciptaan, yaitu perkawinan heteroseksual, dua gender, fungsi-fungsi yang berbeda untuk kedua gender itu, Sabat, dan konsep bahwa yang kuat harus menolong yang lemah ~ yang bertentangan dengan konsep seleksi alami ~ tetapi teori ini juga merusak indahnya karakter Allah. Ini adalah serangan kepada kemahakuasaan Allah, fakta bahwa Allah itu maha kuasa. Apakah Allah tidak memiliki kemahakuasaan untuk menciptakan secara instan hanya dengan bersabda dan semuanya jadi? Apakah kuasaNya begitu terbatas Dia harus menggunakan suatu sistem selama berjuta-juta tahun sampai semuanya menjadi sempurna? Apakah Allah kurang punya kuasa untuk bersabda dan mencipta? Ini merupakan serangan pada kemahatahuan dan hikmat Allah.


You see, the mechanism of evolution functions on the basis of a method of trial and error, where through the course of millions of years evolution irons out the glitches in the process. Does this reflect your picture of God that He uses a method whether there are many blind alleys, where there you need to iron out the glitches in the process? Couldn't God create everything perfect from the start without using a method of trial and error which involves waste, suffering, and death?

Lihat, mekanisme evolusi bekerja atas landasan metode coba-coba, di mana melalui masa jutaan tahun, evolusi harus meluruskan kesalahan-kesalahan dalam proses tersebut. Apakah ini merefleksikan gambaran kita tentang Allah, bahwa Dia harus memakai suatu cara di mana terdapat banyak jalan buntu, di mana perlu meluruskan kesalahan-kesalahan dalam proses tersebut? Tidakkah Allah bisa mencipta semuanya sempurna dari awal tanpa memakai cara coba-coba yang melibatkan banyak pemborosan, penderitaan, dan kematian?


In the book Here I Stand page 277 here's a description of evolution. “…Evolution presents a bloody, ruthless struggle for existence from the very beginning, where there is much waste of living substance and many false starts and blind alleys…”   does that sound like a wise and intelligent God? Not in my mind. Is this the God  ~ who was by the way Jesus Christ the Creator ~ is this the same Person who when He fed the 5000 He said, “…Pick up all that remains so that nothing is wasted…”?  Is this the same God that when He fed the four thousand said, “…Pick up every bit that is left over so that nothing is wasted…”? would God use a method where there's all kinds of waste and blind alleys and restarts, if God is all-wise, absolutely not.

Di buku Here I Stand hal. 277 ada suatu deskripsi tentang evolusi.  “…Evolusi menyajikan suatu perjuangan untuk eksis yang penuh darah dan kejam sedari awal, di mana terdapat banyak pemborosan zat hidup dan banyak permulaan yang salah dan jalan yang buntu…”  apakah ini sesuai dengan Allah yang penuh hikmat dan inteligen? Tidak, dalam pemikiran saya. Inikah Allah ~ yang adalah Yesus Kristus Sang Pencipta ~ inikah Pribadi yang sama yang ketika memberi makan 5000 orang, Dia berkata, “…Kumpulkan semua yang tersisa supaya tidak ada yang terbuang…”?  Inikah Allah yang sama yang ketika memberi makan 4000 orang berkata,  “…Kumpulkan setiap potong makanan yang tersisa supaya tidak ada yang terbuang…”?  apakah Allah akan memakai suatu cara di mana akan terjadi segala macam pemborosan dan jalan buntu dan pengulangan lagi, jika Allah itu maha bijak? Tentu saja tidak.

It is also an attack on the love and mercy of God. How can a God of love use a method where there's so much suffering and cruelty and pain and death? Does this sound like the God that cares for the sparrows, and dresses the lilies of the field?
But even more seriously the theory of evolution is an attack on the need for a savior. Listen carefully, if the Genesis account of a perfect Adam and Eve, in a perfect Garden is symbolic, then the story of the fall must also be symbolic, and the result then is that salvation is perfecting through the process of evolution. 
Let me read you a statement by a Roman Catholic theologian Karl Schmitz-Moormann, he wrote this, he’s a very liberal Catholic, doesn't believe the creation story, but what he says is brutally true, “…The notion of the traditional view of redemption, as reconciliation and ransom from the consequences of Adam's fall, is nonsense for anyone who knows about the evolutionary background to human existence in the modern world. Further, salvation cannot mean returning to an original state, but must be conceived as perfecting through the process of evolution…” Are you catching the picture?

Itu juga merupakan serangan terhadap kasih dan kemurahan Allah. Bagaimana Allah yang pengasih bisa memakai metode yang melibatkan begitu banyak penderitaan dan kekejaman dan rasa sakit dan kematian? Apakah ini mirip Allah yang peduli pada burung-burung pipit dan yang menghiasi bunga-bunga bakung di padang?
Tetapi lebih serius lagi ialah, teori evolusi ini menyerang kebutuhan akan seorang juruselamat. Dengarkan baik-baik, andai kisah di Kejadian tentang seorang Adam dan Hawa yang sempurna, di taman Firdaus yang sempurna, itu hanya simbolis, maka kisah tentang kejatuhan manusia dalam dosa harus simbolis juga, dan akibatnya ialah, keselamatan hanya  menjadi sempurna melalui proses evolusi.
Saya akan membacakan suatu pernyataan dari seorang theolog Roma Katolik, Karl Schmitz-Moormann. Dia menulis ini ~ dia adalah seorang Katolik yang sangat liberal, tidak percaya kisah penciptaan, tetapi apa yang dikatakannya adalah fakta yang menohok, “…Konsep pandangan tradisional tentang penebusan, sebagai rekonsiliasi dan penebusan akibat kejatuhan Adam, itu omong kosng bagi siapa pun di dunia modern yang tahu tentang latar belakang eksistensi manusia menurut teori evolusi. Lebih lanjut, penyelamatan tidak bisa diartikan kembali ke status asli, tetapi harus dimengerti sebagai penyempurnaan melalui proses evolusi. …”  apakah kalian menangkap poinnya?


Frank L. Marsh, Adventist, scientist, wrote the following,  “…If death and the law of tooth and claw existed long before man, and if man evolves through these natural processes, then  there could not have been a perfect Garden of Eden, nor a perfect Adam and Eve, nor could there have been a real fall in which man became subject to sin. If that is so, what is the theological meaning of Jesus’ incarnation and atonement?  Paul connects the two, ‘for as by one man's disobedience many were made sinners so also by one Man's obedience many will be made righteous.’  If there was no Garden of Eden with its tree of life, what is the future that Revelation 20:2 depicts for the redeemed?...” quite a statement.

Frank L. Marsh, orang Advent, ilmuwan, menulis yang berikut, “…Andai kematian dan hukum kekerasan yang berdarah-darah sudah lama ada sebelum adanya manusia, dan andai manusia berevolusi melalui proses alami ini, maka tidak mungkin ada sebuah taman Firdaus yang sempurna, atau Adam dan Hawa yang sempurna, maupun kejatuhan dalam dosa yang literal di mana manusia menjadi takluk kepada dosa. Andai memang demikian, apa makna theologi dari inkarnasi dan pendamaian Yesus? Paulus telah menghubungkan keduanya, Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang, semua orang telah menjadi orang berdosa; demikian pula oleh ketaatan satu Orang semua orang akan dijadikan benar.’ [Rom 5:19] Andai tidak ada taman Firdaus dengan pohon kehidupannya, apakah yang digambarkan  Wahyu 20:2 tentang masa depan  orang-orang yang diselamatkan? …”  Pernyataan yang hebat.
 

You see, the Bible presents a chain of events.
First, God created Adam and Eve perfect, with no inclination to sin.
Second, Adam and Eve ate from a literal tree, and literally fell into sin. The virus of sin literally passed on to all of Adam and Eve's descendants, and because the virus of sin passed on to all of their descendants, death came in to all. And because there is death, we need a redeemer from death. Are you following me? So you have the entrance of sin, death, and a Redeemer from death.
But what happens if you eliminate a perfect beginning? Then death is not the consequence of sin, so why would we need a Redeemer?

Lihat, Alkitab menyajikan suatu rantai peristiwa.
Pertama, Allah menciptakan Adam dan Hawa dalam kondisi sempurna, tanpa ada kecenderungan untuk berbuat dosa.
Kedua, Adam dan Hawa makan dari pohon yang literal, dan secara literal jatuh dalam dosa. Virus dosa ini secara literal diturunkan kepada semua keturunan Adam dan Hawa, dan karena virus dosa ini diturunkan kepada semua keturunannya, maka semua manusia mengalami kematian. Dan karena ada kematian, kita membutuhkan seorang penebus kematian. Apakah kalian bisa mengikuti saya? Jadi ada masuknya dosa, kematian, dan seorang Penebus kematian.
Tetapi apa yang terjadi andai kita menghilangkan awal yang sempurna? Maka kematian bukan lagi akibat dosa, jadi untuk apa kita butuh seorang Penebus?


The Bible also teaches that after saving us from the guilt and power of sin, God will rapidly create a new heavens and a new earth.  That's the biblical view, totally negated by the theory which the Papacy upholds,  the theory of evolution, even where God intervenes at certain critical points in the process.

Alkitab juga mengajarkan bahwa setelah menyelamatkan kita dari rasa bersalah dan kuasa dosa, Allah akan menciptakan langit baru dan bumi baru secara cepat. Itulah pandangan alkitabiah, yang sama sekali diingkari oleh teori yang dipegang Kepausan, teori evolusi, walaupun Allah campur tangan pada saat-saat yang kritikal dalam proses itu.


So the Papacy not only wants to win over the Socialist powers of the world, the nations of the world, the majority of them today ~ with the exception of a few Capitalist nations ~ but he also wants to win over to the Papacy the world of academia.  The Papacy cannot do this ~ cannot win over the Socialist powers of the world ~ unless the Papacy embraces the agenda that the Socialist powers have, and unless the Papacy embraces the theory of evolution which the world of science today embraces.  The whole idea is fitting in with the world of science, fitting in with the way of thinking of the Globalist/Socialist nations of the world.

Jadi Kepausan tidak hanya mau menarik kekuasaan Sosialis dunia ke kubunya, bangsa-bangsa dunia, mayoritas mereka sekarang ~ dengan perkecualian beberapa bangsa Kapitalis ~ tetapi dia juga mau menarik dunia akademis kepada Kepausan. Kepausan tidak bisa berbuat demikian ~ tidak bisa menarik kekuasaan Sosialis dunia ~ kecuali Kepausan merangkul agenda yang dimiliki kekuasaan Sosialis, dan kecuali Kepausan merangkul teori evolusi yang dianut oleh dunia ilmiah sekarang ini. Seluruh konsepnya ialah menyesuaikan dengan dunia ilmiah, menyesuaikan dengan cara berpikir bangsa-bangsa Globalis/Sosialis dunia.


So now let's talk a little bit about the Jesuit strategy. I was tempted to recall this series the Jesuit Conspiracy, but then I thought, well, you know, everywhere I go almost people ask, “Do you think that maybe there might be infiltrated Jesuits in the Adventist Church?” I've never met one, there might be, but I'll tell you the big problem is, not that the Catholic Church the Papacy has taken individuals and planted them in the Adventist Church, the big problem is that we've sent our teachers to non-Adventist institutions and they've imbibed many of the ideas there and they brought them back into the church and they've taught our ministers and our ministers embraced those views and then they share them with the church, that's where the real problem is, not an infiltrated Jesuit here and an infiltrated Jesuit there, but the amazing story that we're going to study now is that the Jesuits have infiltrated their own church. There's a Jesuit conspiracy with the Roman Catholic Church. They’ve basically taken it over and now I'm going to tell you the fascinating story, the rest of the story.

Jadi sekarang marilah kita bicara sedikit tentang strategi Jesuit. Tadinya saya tergoda menyebut seri ini The Jesuit Conspiracy, tetapi kemudian saya pikir, nah, kalian tahu, ke mana pun saya pergi hampir selalu ada yang bertanya, “Menurut Anda apa ada kemungkinan orang-orang Jesuit telah menginfiltrasi ke dalam gereja Advent?” Saya sendiri tidak pernah bertemu satu pun, mungkin saja ada, tetapi saya katakan, masalah  intinya ialah, bukan gereja Katolik, Kepausan telah mengambil orang-orang dan menempatkan mereka di dalam gereja Advent, masalah intinya ialah kita yang telah mengirim guru-guru kita ke institut-institut non-Advent dan mereka menyerap banyak ide di sana dan mereka membawa pulang ide-ide itu ke dalam gereja dan mereka mengajarkannya kepada pendeta-pendeta kita, dan pendeta-pendeta kita menerima pandangan-pandangan itu, dan kemudian mereka membagikannya kepada jemaat. Di sanalah masalah yang sesungguhnya. Bukan seorang Jesuit yang menginfiltrasi di sini, seorang di sana. Tetapi kisah menarik yang akan kita pelajari sekarang ialah orang-orang Jesuit telah menginfiltrasi gereja mereka sendiri. Ada konspirasi Jesuit dengan gereja Roma Katolik. Pada dasarnya mereka telah mengambil alih dan sekarang saya akan menyampaikan kepada kalian sisa kisahnya yang menarik.


As we've previously seen, in order for the Roman Catholic Papacy to recover the power that it lost, it needs to fulfill two objectives.
The first objective is to win the confidence of the Globalist/Socialist powers of the world, so they will have confidence in the Papacy again, because in 1798 and years after, the powers of the world did not allow the Papacy to use them anymore.
And second, the Papacy needs to merge with Protestants, they need to win over Protestants, and we notice that that's through false charity, liberal ideas, and unity on common points of doctrine. 
So the papal strategy is twofold, win over the political leaders of the world, the Socialist leaders of the world, and secondly win over Protestants so that you can have a synthesis of that which previously was in tension or in enmity.

Sebagaimana yang telah kita lihat, agar Kepausan Roma Katolik bisa mendapatkan kembali kekuasaannya yang hilang, dia harus memenuhi dua objektif.
Objektif pertama ialah memenangkan kembali kepercayaan kuasa-kuasa Globalis/Sosialis dunia supaya mereka menaruh kepercayaan lagi pada Kepausan, karena sejak 1798 dan tahun-tahun sesudah itu, kuasa-kuasa dunia tidak mengizinkan Kepausan menggunakan kuasanya lagi.
Dan yang kedua, Kepausan harus melebur dengan Protestan, mereka harus memenangkan Protestan, dan kita simak bahwa itu dilakukan melalui kasih yang palsu, konsep-konsep liberal, dan bersatu di poin-poin doktrin yang sama.
Jadi strategi Kepausan itu rangkap dua: memenangkan para pemimpin politik dunia, pemimpin-pemimpin Sosialis, dan yang kedua, memenangkan Protestan supaya bisa terbentuk suatu sinthesa dari apa yang tadinya tegang atau bermusuhan.


So let's talk about the founder of the Jesuits. His name Ignatius Loyola, he founded the Jesuit Order in 1534 with one specific purpose, composed of two parts. I read from the book The Jesuits by a Jesuit, Malachi Martin, page 28 he wrote, “…The Jesuits were giants but with one purpose: the defense and propagation of papal authority and papal teaching. Basically the Jesuits were founded to be obedient to the theology of the papal church and to be obedient to the authority of the Pope…” And the Jesuits lived up to their calling until the 50s and 60s of last century, they defended the Papacy, the authority of the papal chair and they defended the orthodox doctrines of the Roman Catholic Church. However, in the early 60s post-modernism, liberalism began eroding the authority of the papal throne and the dogmas of the Roman Catholic Church.  In the early 60s from 1962 to 1965 a very important council was celebrated in the Roman Catholic Church, a general council, Council Vatican II. In this council the authority of the papal chair was diminished, and the unchangeable nature of the dogmas of the Roman Catholic Church began to be questioned. In fact, I'd like to read what Malachi Martin wrote ~ by the way he was eyewitness to what happened there ~ he wrote concerning what happened in the aftermath of Vatican Council II.  “…The hurricanes of change had swept through all. A different spirit reigned among the delegates…” these are the delegates to the General Conference 31 of the Jesuits, the 31 General Assembly of the Jesuits. He wrote, “…a very different Father General was in charge…” that's the head of the Jesuits, “…a very different atmosphere filled the Rome of the Popes and Jesuitism had already received a new mold…” so there was a change in the Jesuits. No longer was their agenda to defend papal teaching and to defend the authority of the Pope. Vatican II changed their emphasis. The catch word for Vatican II was the Italian word “Aggiornamento” which means “renewal”. According to conservative Vatican insiders this council was a watershed event in the history of the Roman Catholic Church. In fact shortly after the council a new Father General was elected, a Spaniard by the name of Pedro Arrupe Gondra, Father General number 27 of the Jesuit Order. He was elected in 1965 and during his 18 years that he was Father General of the Jesuit Order, the rebellion of the Jesuits against the Papacy, against their own organization, consolidated and intensified. They liberalized and changed the focus of the Jesuit Order. It is an undisputed fact ~ and you can check this out by doing research ~ that in the late 50s and early 60s the Jesuits have been undermining the idea that the Catholic Church dogmas are absolute truths, unchangeable, and that the definer of doctrine is the Pope.  You see, the Jesuits realized that they were living in an increasingly secular liberal postmodern world, and they needed to adapt of the mood of the age to win the support of the world. According to Malachi Martin in his book ~ by the way if you can get a copy of the book, The Jesuits, very interesting book, a lot of things we don't agree with but the history that he tells there is really eye-opening, and how the Jesuit Order has changed the focus of the Roman Catholic Church. According to the book, Pope Paul VI and Pope John Paul II, and Pope John Paul I, spent many sleepless nights because they were struggling against an out-of-control Jesuit Order. In 1987 ~ this was by the way 33 years ago that Malachi Martin wrote this, “…A state of war exists between the Papacy and the religious order of the Jesuits…” what? You think that the Jesuits are at war with the Adventist Church! Yeah, that too, but we're seeing this Jesuit Malachi Martin, conservative Jesuit, he didn't go along with the new agenda, he was distressed by the changes in the Jesuit order, but he says, “…A state of war exists between the Papacy and the religious order of the Jesuits…” 33 years ago he wrote this.  “The Society of Jesus” ~ to give the Order its official name ~ listen carefully, “…the war signals the most lethal change to take place within the ranks of the professional Roman clergy over the last thousand years,  and as with all important events in the Roman Catholic Church it involves the interests, the lives, and the destinies of ordinary men and women in their millions…” so did this conservative Jesuit recognize that there had been a shift among the Jesuits in their emphasis and mission? Absolutely and he was an insider.

Jadi marilah kita bicara tentang pendiri Ordo Jesuit. Namanya ialah Ignatius Loyola, dia mendirikan Ordo Jesuit tahun 1534 dengan satu tujuan khusus, yang terdiri atas dua bagian. Saya membaca dari buku The Jesuits yang ditulis seorang Jesuit, Malachi Martin, di hal. 28, dia menulis, “…Jesuit adalah tokoh-tokoh yang kuat dengan hanya satu tujuan: membela dan meningkatkan autoritas Kepausan dan ajaran Kepausan. Pada dasarnya  Ordo Jesuit dibentuk untuk mematuhi theologi gereja Kepausan dan supaya patuh kepada autoritas Paus…”  Dan para Jesuit hidup sesuai dengan panggilan mereka hingga tahun 50-an dan 60-an abad yang lampau. Mereka membela Kepausan, autoritas takhta Kepausan dan mereka membela doktrin-doktrin ortodoks gereja Roma Katolik. Namun, awal tahun 60-an, pasca-modernisme, liberalisme mulai mengikis autoritas takhta Kepausan dan dogma-dogma gereja Roma Katolik. Awal tahun 60-an, dari 1962-1965 satu konsili yang sangat penting digelar di gereja Roma Katolik, satu konsili jendral: Konsili Vatican II. Di konsili ini, autoritas takhta Kepausan dikurangi, dan sifat dogma-dogma gereja Roma Katolik yang tidak bisa diubah, mulai dipertanyakan. Saya ingin membaca apa yang ditulis Malachi Martin ~ ketahuilah dia adalah seorang saksi mata pada apa yang terjadi di sana ~ dia menulis tentang apa yang terjadi setelah Konsili Vatican II, “…Badai perubahan telah menyapu melewati semuanya. Semangat yang berbeda menguasai para delegasi…”  ini adalah delegasi General Conference 31 para Jesuit, General Assembly para Jesuit ke 31. Malachi Martin menulis,   “…seorang Kepala Jendral yang berbeda yang sedang menjabat…”  yaitu kepala Ordo Jesuit,   “…suasana yang sangat berbeda memenuhi Romanya para Paus dan Jesuitisme telah mempunyai cetakan yang berbeda…”  jadi ada perubahan dalam Jesuit. Agenda mereka bukan lagi membela ajaran Kepausan dan membela autoritas Paus. Vatican II mengubah titik berat mereka. Kata slogan untuk Vatican II ialah kata Itali “Aggiornamento” yang berarti “Pembaruan”. Menurut orang dalam Vatikan yang konservatif, konsili ini merupakan peristiwa titik tolak dalam sejarah gereja Roma Katolik. Bahkan, tidak lama setelah konsili itu seorang kepala Ordo Jesuit baru dipilih, seorang Spanyol bernama Pedro Arrupe Gondra, Kepala Jendral nomor 27 dari Ordo Jesuit. Dia dipilih tahun 1965 dan selama 18 tahun jabatannya sebagai kepala Ordo Jesuit, pemberontakan Jesuit melawan Kepausan, melawan organisasi mereka sendiri, menjadi semakin kuat dan intensif. Mereka menjadi lebih liberal dan mengubah fokus dari Ordo Jesuit. Fakta yang tidak terbantahkan ~ dan kalian bisa memeriksa ini dengan melakukan riset ~ bahwa pada akhir tahun 50-an dan awal tahun 60-an, Ordo Jesuit merongrong konsep bahwa dogma gereja Katolik adalah kebenaran mutlak, yang tidak bisa diubah dan bahwa yang mendefinisikan doktrin ialah Paus. Kalian lihat, Ordo Jesuit menyadari bahwa mereka hidup di dunia sekuler pasca-modern yang semakin liberal, dan mereka harus beradaptasi pada modus masa itu supaya bisa memenangkan dukungan dunia. Menurut Malachi Martin dalam bukunya ~ nah, kalian bisa mendapatkan buku itu, The Jesuits, buku yang sangat menarik, ada banyak hal yang tidak kita setujui tetapi sejarah yang dipaparkannya di sana benar-benar membuka mata, dan tentang bagaimana Ordo Jesuit telah mengubah fokus gereja Roma Katolik. Menurut buku itu, Paus Paulus VI dan Paus Yohanes Paulus II, dan Paus Yohanes Paulus I, telah melewatkan banyak malam tanpa tidur karena mereka harus bergumul dengan Ordo Jesuit yang lepas kontrol. Di tahun 1987, dan itu adalah 33 tahun yang lalu ketika Malachi Martin menulis ini,  “…Ada suatu kondisi perang antara Kepausan dan Ordo Jesuit yang relijius…”  apa? Kita sangka Jesuit sedang berperang dengan gereja Advent! Iya, itu juga. Tetapi kita sedang melihat Jesuit ini, Malachi Martin, Jesuit yang konservatif, dia tidak sejalan dengan agenda baru itu, dia sedih dengan perubahan-perubahan dalam Ordo Jesuit, tetapi dia berkata,     “…Ada suatu kondisi perang antara Kepausan dengan Ordo Jesuit yang relijius…”  ini ditulisnya 33 tahun yang lalu. “Perkumpulan Jesus” ~ nama resmi Order itu ~ dengarkan baik-baik,   “…Perang itu adalah isyarat akan terjadi perubahan yang paling mematikan di dalam jajaran keimamatan Roma yang professional selama seribu tahun yang terakhir, dan sebagaimana dengan semua peristiwa yang penting dalam gereja Roma Katolik, ini melibatkan kepentingan, hidup, dan nasib orang-orang awam dalam jumlah jutaan…”  
Jadi apakah Jesuit yang konservatif ini mengenali adanya pergeseran di tengah para Jesuit dalam titik berat dan misi mereka? Betul sekali, dan dia adalah orang dalam.


Now let's move on to the Pontificate of John Paul I.  This story is going to get, become more and more interesting as we move along. You say, “John Paul I, who's that?” Well, before there was a John Paul II there was a John Paul I. He ascended to the throne in 1978 when Pope Paul VI died. John Paul I had expressed his misgivings about the liberal and rebellious trends of the Jesuits, as he was a conservative Pope, and he had actually promised that he was going to take measures to correct the problem with the Jesuits. So according to Malachi Martin, the Pope planned to give a hard-hitting speech at the meeting of the general congregation of the Jesuit Order on September 30, 1978.  So Pope John Paul I was going to give a speech to the Jesuits and he was going to tell them, “You shape up and return to the reason why you were established, to defend the theology of the church and to defend the authority of the Pope.” That was supposed, that speech was supposed to be given on September 30, 1978.
According to Malachi Martin he was going to give this hard-hitting speech and he was going to tell the Jesuits then unless they shaped up he would dissolve the order with the possibility of reestablishing it later on. The day before he was to give his speech, 33 days into his pontificate, he was found dead in his bed and no autopsy was performed. Hmph, makes you wonder what's going on, huh?
So when John Paul  I died, the Conclave ~ do you know what “Conclave means?  “Conclave” that means “under key”, because they're shut in in the Sistine Chapel by lock and key until the elect a Pope ~  so the Conclave met and elected Karol Wojtyła,  whom we know as John Paul II. John Paul II was a traditionalist, conservative Pope and extremely anti-Communist because he was from Poland, which was part of the Eastern block, and you know he struggled with this Solidarity movement in Poland. John Paul believed in the absolute authority of the Pope and he believed in the dogmas of the Roman Catholic Church.  But the Jesuits didn't.

Sekarang mari kita melihat ke pemerintahan Yohanes Paulus I. Cerita ini semakin lama akan menjadi semakin menarik. Kalian berkata, “Yohanes Paulus I, siapa itu?” Nah, sebelum ada Yohanes Paulus II, ada Yohanes Paulus I. Dia naik takhta tahun 1978 ketika Paus Paulus VI meninggal. Yohanes Paulus I menyatakan kekhawatirannya tentang kedenderungan liberal dan pemberontakan para Jesuit, karena dia seorang Paus yang konservatif. Dan dia berjanji akan mengambil tindakan untuk mengoreksi masalah ini dengan para Jesuit. Jadi menurut Malachi Martin, Paus ini membuat rencana untuk memberikan pidato yang menempelak keras di rapat sidang umum Ordo Jesuit pada 30 September, 1978. Jadi Paus Yohanes Paulus akan berpidato kepada para Jesuit dan dia akan mengatakan kepada mereka, “Kalian harus berubah dan kembali ke alasan mengapa kalian dibentuk, yaitu demi membela theologi gereja dan membela autoritas Paus.” Pidato itu seharusnya diberikan pada tanggal 30 Septermber, 1978.
Menurut Malachi Martin, Paus itu akan menyampaikan pidato yang menempelak keras itu dan dia akan memberitahu para Jesuit, kecuali mereka berubah, dia akan membubarkan Ordo itu dengan kemungkinan akan membentuknya ulang nanti. Sehari sebelum Paus itu seharusnya memberikan pidatonya, memasuki  33 hari masa jabatannya, dia ditemukan mati di tempat tidurnya dan tidak dilakukan autopsi. Hmph, membuat kita bertanya-tanya, apa yang telah terjadi, bukan?
Jadi ketika Yohanes Paulus I wafat, Konklaf ~ tahukah kalian apa artinya “konklaf”? “Konklaf”  berarti “terkunci di dalam”, karena mereka dikunci di dalam kapel Sistine sampai mereka berhasil memilih seorang Paus baru ~ jadi Konklaf bertemu dan memilih Karol Wojtyla, yang kita kenal sebagai Yohanes Paulus II. Yohanes Paulus II adalah seorang tradisionalis, Paus yang konservatif dan sangat anti-Komunis karena dia berasal dari Polandia, bagian dari blok Timur, dan kalian tahu di Polandia dia berjuang dengan gerakan Solidaritasnya. Yohanes Paulus II memegang keyakinan pada autoritas mutlak Paus dan dia meyakini dogma gereja Roma Katolik. Tetapi Jesuit tidak.


On page 28 of his book The Jesuits, Malachi Martin wrote, “…The contradiction between John Paul's Polish model and the liberation model, advocated ardently and openly by the Jesuits in Latin America could not have been more stark or bold-faced…” So there is a radical difference between the Pope's model as he fought against Communism in Poland, and what the Jesuits wanted to establish in Central America at the same time.

Di halaman 28 bukunya The Jesuits, Malachi Martin menulis, “…Kontradiksi antara gaya Polandia Yohanes Paulus dengan gaya liberal yang didukung penuh semangat secara terbuka oleh para Jesuit di Latin Amerika, sudah sangat tajam dan sangat tidak tahu hormat.…”  Jadi ada perbedaan yang radikal antara gaya Paus seperti waktu dia berjuang melawan Komunisme di Polandia, dengan  apa yang mau dibangun oleh para Jesuit di Amerika Tengah pada waktu yang sama.


John Paul II and his successor Benedict XVI were popes of a dying breed, they staunchly defended papal authority and the dogmas or doctrines of the church. During their conservative pontificates ~ by the way Benedict was the head of what was anciently known as the Inquisition, which today is called the Congregation for the Doctrine of the Faith. ~ during the period of these two popes, the papal talking points were: marriage between a man and a woman, against euthanasia, against abortion, against LGBT, against those who were attacking papal authority, and those who were trying to change the teachings of the church; those were their talking points. In fact, both John Paul II and Benedict XVI dismissed several theologians from their teaching posts for teaching doctrines contrary to the traditional doctrines of the church. Probably the most famous was an individual called Hans Kuhn, he was a theology teacher at the University of Tuebingen in Europe.

Yohanes Paulus II dan penggantinya Benedict XVI adalah Paus-paus dari jenis yang sudah langka, mereka membela dengan gigih autoritas Kepausan dan dogma atau doktrin gereja. Selama masa pemerintahan mereka yang konservatif ~ nah, Benedict adalah kepala dari apa yang di zaman lalu dikenal sebagai Inkuisisi, yang sekarang disebut the Congregation for the Doctrine of the Faith ~ selama periode kedua Paus ini, titik pembicaraan Kepausan ialah: pernikahan antara satu pria dan satu wanita, menolak euthanasia, menolak aborsi, menolak LGBT, menolak mereka yang menyerang autoritas Kepausan dan mereka yang berusaha mengubah ajaran gereja. Itulah titik pembicaraan mereka. Malah, baik Yohanes Paulus II dan Benedict XVI memecat beberapa theolog dari kedudukan mereka sebagai pengajar karena telah mengajarkan doktrin yang bertentangan dengan doktrin tradisional gereja. Mungkin  yang paling terkenal adalah seorang individu bernama Hans Kuhn, guru theologi di Universitas Tuebingen di Eropa.


So in other words,  there was war between John Paul II and the Jesuits within the Roman Catholic Church.  The Pope was anti-Communist and the Pope was in favor of papal authority and the doctrines of the church. The Jesuits wanted to change everything. Now the talking points of Pope John Paul II and Benedict XVI were not liked by the global political leaders, because the United Nations is in favor of abortion, the United Nations is in favor of euthanasia, it's in favor of gay marriage. The Socialist powers of the world are in favor of what these conservative popes were against, so there needed to be a change of talking points, because the secular media and the United Nations frowned on the topics of discussion of these conservative popes. The progressive mood of the day of inclusiveness, pluralism, political correctness, and postmodern thinking, required a change in talking points. But these two conservative popes stood in the way.

Jadi dengan kata lain, ada perang antara Yohanes Paulus II dan para Jesuit di dalam gereja Roma Katolik. Pausnya anti Komunis, dan dia mendukung autoritas Kepausan dan doktrin gereja. Jesuit mau mengubah semuanya. Nah, titik pembicaraan Paus Yohanes Paulus II dan Benedict XVI tidak disukai oleh para pemimpin politik global, karena PBB mendukung aborsi, PBB mendukung euthanasia, mendukung perkawinan gay.  Kekuasaan Sosialis dunia mendukung apa yang ditentang Paus-paus yang konservatif ini, jadi perlu ada perubahan dalam titik pembicaraan karena media yang sekuler dan PBB tidak menyukai topik-topik diskusi Paus-paus yang konservatif ini. Perkembangan pikiran hari ini dalam hal inklusivitas, pluralisme, tepat secara politik, pemikiran pasca-modern, membutuhkan suatu perubahan dalam titik pembicaraan. Tetapi kedua Paus yang konservatif ini menjadi penghalang.


Now I want us to consider for just a few moments, Communism as it attempted to take over Central America.  Those of you who are my age remember the issue of the contrasts in Central America, where Communism you know, was began to thrive in Nicaragua El Salvador, looked like Communism was going to take over in our very own neighborhood. John Paul II was not only a conservative pope but he was a deadly enemy of Communism and he fought tooth and nail against the Communist block in what was known as the Soviet Union, so at this point there was no synthesis. With these conservative popes, there was no synthesis between the Papacy and Socialism; but it's what the Jesuits wanted. Are you understanding what I'm saying?

Nah, saya mau kita memikirkan hanya untuk beberapa menit, saat Komunisme  berupaya mengambil alih Amerika Tengah. Kalian yang berusia sepantaran saya akan ingat isu kontras di Amerika Tengah, di mana ~ kalian tahu ~ Komunisme mulai berkembang di Nicaragua El Salvador, tampaknya seperti Komunisme akan mengambil alih di dekat tempat kita sendiri.
Yohanes Paulus II bukan saja Paus yang konservatif tetapi dia adalah musuh bebuyutan Komunisme dan dia berjuang mati-matian melawan blok Komunis yang kita kenal sebagai Uni Soviet, maka pada titik ini tidak ada sinthesa. Di masa Paus-paus yang konservatif ini, tidak ada sinthesa antara Kepausan dan Sosialisme; tetapi itulah yang diinginkan para Jesuit. Apakah kalian paham apa yang saya katakan?


At the same time in the United States Ronald Reagan was allied with John Paul II to attack Communism. In fact on Time magazine there appeared an article, there was a picture of the Pope and Ronald Reagan shaking hands and the title was “The Holy Alliance”. You see, at this time there were problems in Central America. In the 1970s Communism was trying to take over in our very own neighborhood. The insurgent Jesuits ~ this is something that many people don't know ~ the insurgent Jesuits were really the source of the problem. Jesuit bishops in Central America were not only Roman Catholics they were Communists. In the decade of the 1980s the problems intensified with what is known as “Liberation Theology” it's a Christian version of Marxism or Communism.  Pope John Paul II made a visit to Nicaragua and he was treated with disdain and disrespect by the Jesuit priests and by the populace. It's interesting that these Jesuits in Central America that wanted to bring in Communism they were Catholics but they were also Marxists, they used the traditional language of the Roman Catholic Church, but they gave that language a totally new meaning. Let me just read you this statement from once again Malachi Martin, a Vatican insider, this is page 57 of his book “…Liberation theology…” which is the Christian version of Marxism, “…liberation theology was the perfect blueprint for the Sandinistas…” those were the Communists that want to bring in Communism. “…Liberation Theology incorporated the very aim of Marxism/Leninism. It presumed the classic Marxist struggle of the classes to be free from all Capitalist domination. Above all the Marxist baby was at last wrapped in the very swaddling clothes of ancient Catholic terminology…” in other words, the Marxist baby was wrapped in Roman Catholic terminology.

Pada waktu yang sama di Amerika Serikat, Ronald Reagan bersekutu dengan Yohanes Paulus II untuk menyerang Komunisme. Bahkan di majalah Time muncul sebuah artikel di sana, sebuah ilustrasi Paus dan Ronald Reagan berjabatan tangan dan judulnya ialah “Persekutuan Kudus”. Kalian lihat, pada saat itu di Amerika Latin ada masalah. Di tahun 1970-an, Komunisme berusaha mengambilalih lingkungan kita sendiri. Para Jesuit pengacau ~ hal ini tidak banyak diketahui orang ~ para Jesuit pengacaulah yang sebenarnya  menjadi sumber masalah. Uskup-uskup Jesuit di Amerika Tengah bukan saja Roma Katolik tapi mereka juga Komunis. Di tahun 1980-an, masalah menjadi semakin meningkat dengan apa yang dikenal sebagai “Theologi Kemerdekaan”, ini adalah Marxisme/Komunisme versi Kristen. Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Nicaragua dan dia diperlakukan dengan memalukan dan tanpa hormat oleh imam-imam Jesuit dan oleh rakyat. Yang menarik ialah para Jesuit yang di Amerika Tengah ini, yang mau membawa masuk Komunisme, mereka itu Katolik tetapi mereka juga Marxis, mereka memakai bahasa tradisional gereja Roma Katolik tetapi mereka memberikan makna yang sama sekali baru. Saya akan membacakan pernyataan ini sekali lagi dari Malachi Martin, orang dalam Vatikan, ini hal. 57 dari bukunya, “…Theologi kemerdekaan…” yaitu Marxisme versi Kristen, “…Theologi kemerdekaan adalah cetak biru yang sempurna bagi kelompok Sandinista…”  mereka ini Komunis dan yang mau membawa masuk Komunisme, “…Theologi Kemerdekaan memasukkan ke dalamnya inti tujuan Marxisme/Leninisme.  Dia menganggap bahwa perjuangan kelas yang klasik dari Marxisme harus bebas dari semua dominasi Kapitalis. Di atas semua itu, bayi Marxisme akhirnya dibungkus dengan kain lampin terminologi Katolik kuno…”  dengan kata lain bayi Marxisme dibungkus dalam istilah-istilah Roma Kotalik.


And so now I want to read how theological meaning of words was changed by the Jesuits.
·       The historical Jesus for example became an armed revolutionary;
·       the mystical Christ became all the oppressed people, collectively;
·       Mary the Virgin became the mother of all revolutionary heroes;
·       the Eucharist ~ what we call the Lord's Supper ~ became the bread freely made by the liberated workers;
·       hell became the Capitalist system;
·       the American president, leader of the greatest Capitalist country in the world, became the Great Satan; these are the Jesuits saying this, contrary to what the traditional Pope or Papacy believed;
·       heaven became the earthly paradise of workers from which Capitalism is abolished;
·       justice became the uprooting of Capitalist gains, which would be returned to the people, to the mystical body of Christ, the Democratic Socialists of Nicaragua.

Jadi sekarang saya mau membacakan bagaimana makna kata-kata theologi diubah oleh para Jesuit.
·       Yesus menurut sejarah, misalnya, menjadi revolusioner bersenjata;
·       Kristus yang rohani menjadi semua orang yang tertindas, secara kolektif;
·       Perawan Maria menjadi ibu semua pahlawan revolusi;
·       Ekaristi ~ apa yang kita sebut Perjamuan Kudus ~ menjadi roti yang dibuat secara gratis oleh pekerja-pekerja yang telah dimerdekakan;
·       neraka menjadi sistem Kapitalis;
·       presiden Amerika, pemimpin negara Kapitalis yang terbesar di dunia menjdi Setan Besar; yang bilang begini ini para Jesuit, bertolakbelakang dengan apa yang diyakini oleh Paus atau Kepausan yang tradisional;
·       Surga menjadi firdaus di dunia, milik para pekerja di mana Kapitalisme telah dihapus;
·       keadilan menjadi pencabutan hasil Kapitalis, yang akan dikembalikan kepada rakyat, kepada tubuh rohani Kristus, yaitu kelompok Sosialis Demokratis Nicaragua.

Are you seeing what's happening here? What are the Jesuits doing? They're moving away from doctrine, they're moving away from the authority of the Pope, they're saying let's not discuss so much doctrine or the authority of the Pope, we need a new focus, we need to win over the Socialist/Communist nations of the world and we're not going to do it with the traditional talking points because that's not what the Globalist powers want to hear.”
So Malachi Martin wrote this book The Jesuits. You know, I had this book for years in my library just kind of sat there, then about six months ago, you know, I was looking through my books, have most of them in boxes now because I don't have any place to put them, but I was looking through the books that I have on my bookcases and I saw this one, The Jesuits, I never read it. I said, “Hmm, I think I'll give it a whirl.”  It's a big book probably about 500 pages, so I started reading it. Then I said, when was this written? So I then looked: 1987, I said, now wait a minute, everything he said in 1987 is happening now! Not that he was a prophet, but that he's a staunch Roman Catholic and the Roman Catholic Church has been around for 1500 years and they can read what's going to happen by the  law of cause and effect, because they've seen it happen before.
So he wrote this book and in this book he was aghast, this Jesuit, Malachi Martin, was totally distressed by the new focus of the Jesuits of the old Order that he belonged to, that eventually he resigned from the Jesuit Order. He was so disgusted and in the book he documents in minute details the shift of the Jesuits to totally transform and change the Roman Catholic Church's talking points.

Apakah kalian melihat apa yang sedang terjadi di sini? Apa yang dilakukan Jesuit? Mereka sedang menjauhi doktrin, mereka begerak menjauhi autoritas Paus, mereka berkata, “Mari kita tidak usah berdiskusi begitu banyak tentang doktrin atau autoritas Paus. Kita membutuhkan fokus yang baru, kita perlu memenangkan bangsa-bangsa Sosialis/Komunis dunia dan kita tidak akan dapat melakukannya dengan topik-topik pembicaraan yang tradisional karena itu bukan yang mau didengar kekuasaan Globalis.”
Maka Malachi Martin menulis bukunya The Jesuits ini. Kalian tahu saya sudah memiliki buku ini di perpustakaan saya selama bertahun-tahun, hanya duduk saja di sana. Lalu sekitar enam bulan lalu, kalian tahu, saya sedang melihat-lihat buku-buku saya  yang sebagian besar sekarang berada di dalam kotak-kotak karena saya tidak punya tempat lagi untuk menyimpan mereka. Tetapi saya sedang melihat-lihat buku-buku saya di lemari buku saya dan saya melihat buku ini, The Jesuits. Saya belum pernah membacanya. Saya berkata, “Hmmm, saya rasa saya akan membacanya.” Buku ini tebalnya sekitar 500 halaman, jadi saya mulai membacanya. Lalu saya berkata, “Kapan buku ini ditulis?” Jadi saya periksa: 1987. Saya berkata, “Tunggu sebentar, semua yang dikatakannya di tahun 1987 sedang terjadi sekarang!” Bukan karena dia seorang nabi, melainkan dia adalah seorang Roma Katolik yang teguh, dan gereja Roma Katolik sudah eksis selama 1500 tahun dan mereka bisa membaca apa yang akan terjadi dari hukum sebab-akibat, karena mereka sudah pernah melihatnya sebelumnya.
Maka dia menulis buku ini,  dan dalam buku ini dia sangat kaget, Jesuit ini, Malachi Martin, dia benar-benar sedih dengan fokus baru para Jesuit dari Ordo yang lama di mana dia adalah anggotanya, sedemikian rupa hingga akhirnya dia mundur dari Ordo Jesuit ini. Dia merasa begitu muak dan dalam buku ini dia mencatat secara terperinci pergeseran Jesuit untuk mengganti seluruhnya dan mengubah titik pembicaraan Roma Katolik.


Now let's talk about Pope Benedict's retirement. Most people believe that Benedict XVI retired from the papal throne, because of the sexual abuse scandal of children, so the Roman Catholic Church wanted to get rid of him because he was involved in the scandal. They wanted to start afresh.  However, that was not the real reason.  In order to carry forward the agenda, the new agenda of the Jesuits, they needed a liberal Pope that would not focus on the orthodoxy of church dogmas or the authority of the Pope, but someone who would please the politicians of the world and will make it easier for Protestants to join the Papacy, because Benedict had said during his pontificate that the Protestant churches are not true churches. Well, that went over like a lead balloon among Protestants. It was necessary to have a pope that would implement the new agenda of the Jesuits. Benedict did not resign of his own free will. The papal talking points needed to change and as long as Benedict was there, the talking points were not going to change.
It's interesting Malachi Martin wrote this on page 17 of his book, “…Though the movement of the Socialists has been global since its inception, it was, above all in Latin America, that the strange alliance between Jesuits and Marxists gathered its first practical momentum.  It was there…” in Latin Amerika, “…that this new Jesuit mission, entailing as it does, nothing less than the transformation of the socio-political face of the West…” So what is the purpose of the Jesuits? To change the transformation of the social political face of the West, eliminate this idea that a nation needs to look out for itself, internationalism, Globalism, everyone working together. He continued writing, “…In other Central American countries meanwhile…” listen carefully, “…Jesuits not only participated in guerrilla training of Marxist cadres, but some of the Jesuits became guerrilla fighters themselves.”

Nah, mari kita bicara tentang pensiunnya Paus Benedict. Kebanyakan orang percaya bahwa Benedict XVI pension dari takhta Paus karena adanya skandal pelecehan seksual pada anak-anak maka gereja Roma Katolik mau menyingkirkannya karena dia terlibat dalam skandal itu. Mereka mau memulai lembaran baru. Namun, itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Guna melaksanakan agenda, agenda baru Jesuit, mereka memerlukan seorang Paus yang liberal yang tidak berfokus pada keortodoksan dogma-dogma gereja atau autoritas Paus, melainkan seorang yang akan disenangi oleh para politikus dunia, dan yang akan membuat Protestan lebih mudah bergabung dengan Kepausan, karena selama pemerintahannya Benedict pernah berkata bahwa gereja-gereja Protestan bukan gereja-gereja yang benar. Nah, itu menjadi batu sandungan besar di tengah orang-orang Protestan. Jadi perlu ada seorang Paus yang akan mengimplementasikan agenda Jesuit yang baru. Benedict tidak mundur atas kehendaknya sendiri. Titik-titik pembicaraan Kepausan harus berubah dan selama Benedict ada di sana maka titik-titik pembicaraan tidak akan berubah.
Yang menarik Malachi Martin menulis ini di hal.17 dari bukunya, “…Walaupun gerakan kaum Sosialis sudah global sejak kelahirannya, terutama di Latin Amerikalah ~ lebih daripada di tempat-tempat lain ~ aliansi yang aneh antara Jesuit dan Marxisme  ini mendapatkan momentum praktisnya yang pertama. Di sanalah…”  di Latin Amerika,   “…misi baru Jesuit ini menuntut tidak kurang dari adanya transformasi wajah sosio-politik dunia Barat…”  Jadi, apa tujuan Jesuit? Mengganti perubahan wajah sosial-politik dunia Barat, menyingkirkan konsep bahwa setiap bangsa perlu menjaga kepentingannya sendiri, internasionalisme, globalisme, semua orang bekerja bersama. Dia melanjutkan tulisannya,   “…Sementara di negara-negara Amerika Tengah yang lain…”  dengarkan baik-baik,  “…Jesuit tidak hanya berpartisipasi dalam pelatihan gerilya kader-kader Marxis, tetapi ada Jesuit-Jesuit yang menjadi tentara gerilya sendiri.”


Regarding the Jesuit war against Church dogmas Martin wrote this,  “…There is not one major dogma or one capital moral law of Roman Catholicism that has not been both challenged and denied by individual Jesuits…” once again,  “…There is not one major dogma…” we call them doctrines,  “…or one capital moral law of Roman Catholicism that has not been both challenged and denied by individual Jesuits, beginning with Jesuits of the highest rank and the most honored stature.”
Mengenai perang Jesuit melawan dogma-dogma gereja, Martin menulis begini,   “…Tidak ada satu pun dogma utama atau satu pun hukum moral utama dari Roma Katolikisme yang belum ditantang dan diingkari oleh individu-individu Jesuit…”  sekali lagi,   “…Tidak ada satu pun dogma utama…”  kita menyebutnya doktrin,   “…atau satu pun hukum moral utama dari Roma Katolikisme yang belum ditantang dan diingkari oleh individu-individu Jesuit, mulai dari Jesuit yang paling tinggi kedudukannya dan yang paling dihormati reputasinya.


One of the great theologians of the twentieth century in Roman Catholicism was Karl Rahner, considered probably the greatest Roman Catholic scholar of the 20th century. Notice what he wrote,  Jesuit, he's a Jesuit. He wrote, “… ‘To achieve Christian unity’…” this is Martin, write about what he, what Karl Rahner believed, “… ‘To achieve Christian unity’, he said,  ‘it was necessary to drop all insistence on papal infallibility as a Dogma’…” drop the idea of the Pope is infallible,  “… ‘and to drop insistence as well on all other doctrines about the Roman pontiff and Roman Catholicism, that had been defined and proposed by popes since the fourth century…” get rid of what? Get rid of papal infallibility, the authority of the papal chair, get rid of the doctrines, don't emphasize them, why? Because if the Papacy emphasizes those, there's no unity with the rulers of the world or with Protestantism for that matter.

Salah satu theolog besar abad ke-20 dalam hal Roma Katolikisme ialah Karl Rahner, yang mungkin dianggap pakar Roma Katolik terbesar di abad ke-20. Simak apa yang ditulisnya. Dia seorang Jesuit. Dia menulis, “… ‘Untuk mencapai persatuan Kristen,’ …”  yang menulis adalah Martin, dia menulis apa yang diyakini Karl Rahner,  “… ‘Untuk mencapai persatuan Kristen,’ katanya, ‘haruslah meninggalkan semua pemaksaan konsep infalibilitas Kepausan sebagai dogma…”  tinggalkan konsep bahwa Paus itu infalibel (=tidak bisa berbuat salah),    “…dan tinggalkan pemaksaan juga atas semua doktrin yang lain mengenai Paus Roma dan Roma Katolikisme yang telah didefinisikan dan diusulkan oleh paus-paus sejak abad ke-4…”  meninggalkan apa? Meninggalkan infalibilitas Kepausan, autoritas takhta Paus, tinggalkan doktrin-doktrin, jangan menekankan mereka, mengapa? Karena jika Kepausan menekankan semua itu, tidak akan ada persatuan dengan pemimpin-pemimpin dunia atau pun dengan Protestantisme juga.


Now our time is up, don't miss the next segment because I'm going to talk about the first Jesuit Pope, and I'm going to talk to you about who the Father General of the Jesuits is today. See, this, this is a spider web, where each part is joined together with the other part. What Malachi Martin wrote 33 years ago, it’s transpiring right before our eyes.

Sekarang waktu kita habis, jangan melewatkan segmen berikutnya karena saya akan berbicara tentang Paus Jesuit yang pertama, dan saya akan berbicara tentang siapa Kepala Jendral Jesuit hari ini. Lihat, ini, ini merupakan semacam jaring laba-laba, di mana setiap bagian terhubung satu sama lain. Apa yang ditulis Malachi Martin 33 tahun yang lalu itu sedang terjadi di depan mata kita.


So at this time I think we're going to have a Q&A for about a half an hour and then we will continue with the next segment. You can be thankful that I don't charge my services on Sabbath ~ just kidding .

Jadi pada saat ini saya rasa kita ada tanya jawab sekitar setengah jam kemudian kita akan melanjutkan dengan segmen berikutnya. Kalian harus bersyukur saya tidak mengenakan biaya untuk pelayanan saya pada hari Sabat – cuma bercanda.

Saya pilih hanya yang bagus.

Q: So you were talking about the fact that a disbelief in the literal creation account and evolution, it was one of the things that attacked the need for a Savior, you went through a series of logical steps as to how that happened.  So if that's the case and if the Papacy is now coming out and saying we believe in evolution which is obviously what they're doing what reasons do they give for needing a Savior or is it just political expediency to keep on track with their agenda?

A:  Okay, that's a very good question and let me let me answer this way. The Roman Catholic Church by its religion deceives the people, and by its state aspect deceives the political leaders. So the ceremonies of the Roman Catholic Church are to captivate the multitudes into leading them to believe that these religious leaders believe, you know, that they're sinners and that Jesus died on the cross for them, and so on. They don't believe it personally, okay? That aspect is to deceive the masses and they've got them pretty well deceived. The idea for example you're supposed to pray to Mary for favors and so on, these liberals they don't believe in that; but they talk the talk because that's what they want the people to believe, to be loyal to the church. On the other hand, the state aspect of the Vatican is to be able to have relations with the governments of the world, to influence them to do what the Roman Catholic Church wants. The Roman Catholic Church is a hybrid, it's a union of church and state which is very dangerous, as it deceives both groups by her being a state in the church.
I believe in the depths of their hearts they're atheists but they would never say it because if they said they were atheists what would happen with the populace? “What is this all about? They're saying that they're atheist! Come on what is the reason for all the ceremonies and all the teachings and all the prayers to Mary if there's no such thing as a God?” So they have to they have to provide a façade.


T: Jadi Anda bicara tentang fakta bahwa ketidakpercayaan tentang kisah penciptaan yang literal dan evolusi adalah salah satu hal yang menyerang kebutuhan akan seorang Juruselamat. Anda sudah menjelaskan langkah-langkah logisnya bagaimana itu terjadi. Maka, kalau demikian, dan kalau Kepausan sekarang muncul dan berkata “Kami percaya evolusi” dan memang itulah yang mereka lakukan, apa alasan yang mereka berikan untuk kebutuhan seorang Juruselamat, atau itu hanya kebijakan politik supaya tetap ada di jalur agenda mereka?

J: Oke, itu pertanyaan yang sangat bagus dan saya akan menjawabnya demikian. Gereja Roma Katolik menipu rakyat dengan agmanya, dan melalui aspek kenegaraannya menipu para pemimpin politik. Jadi upacara-upacara gereja Roma Katolik diadakan untuk menarik hati orang banyak supaya mereka percaya bahwa para pemimpin rohani itu meyakini mereka adalah orang-orang berdosa dan bahwa Yesus mati di salib untuk mereka, dll. Tetapi secara pribadi mereka tidak mempercayai itu, oke? Aspek itu hanya untuk menipu massa dan mereka cukup berhasil menipu orang banyak ini. Sebagai contoh, konsepnya orang harus berdoa kepada Maria untuk minta berkat dll. Tetapi para liberal ini, mereka sendiri tidak percaya itu. Tetapi mereka mengatakan begitu karena mereka mau orang-orang percaya itu dan tetap setiap pada gereja. Di lain pihak, aspek kenegaraan Vatikan ialah supaya bisa menjalin hubungan dengan pemerintahan-pemerintahan dunia, untuk mempengaruhi mereka agar melakukan apa yang dikehendaki gereja Roma Katolik. Gereja Roma Katolik itu adalah suatu campuran, persatuan antara gereja dengan negara, yang sangat berbahaya karena dia menipu kedua kelompok lewat statusnya sebagai negara dalam gereja.
Saya percaya bahwa di dalam lubuk hati mereka, mereka atheis, tetapi mereka tidak akan pernah mengatakan begitu karena andai mereka berkata mereka atheis, bagamana dengan umatnya? “Lho apa ini? Mereka mengatakan mereka atheis! Yang bener aja, apa alasannya untuk semua upacara dan semua ajaran dan semua doa kepada Maria jika tidak ada Allah?” Jadi mereka harus mempertahankan penampilan.


By the way let me just share this interesting testimony for you. This coming Thursday I'm going to be traveling to Spain, I'll be speaking at a church there on the Book of Daniel. For the last six months or so I've been corresponding with a Roman Catholic priest and some of you probably received our fundraising letter in your mailboxes if you're on our mailing list, and this priest has been strongly impacted by the Adventist message. He's been watching on YouTube,  he's been watching Walter Veith, he's been watching Batchelor in the last two or three months, he's been watching the materials from Secrets Unsealed, so he wrote an email, he says, “I believe Ellen White is God's prophet for the last days, I believe that  the dead are dead, I believe that the Sabbath is the day that we're supposed to keep as the day of rest,” he even says,  “I believe in the 1888 message and I know what the Roman Catholic Church is trying to do by introducing spiritual formation and contemplationary  prayer,”  I mean this guy knows more about Adventism than the Adventist Church, and he has requested baptism. So one of the reasons I'm going is a week from this coming Thursday we're going to be baptizing this Roman Catholic priest there in Spain.

Nah, saya ingin berbagi kesaksian yang sangat menarik ini. Kamis depan ini saya akan berangkat ke Spanyol, saya akan berbicara di sebuah gereja di sana tentang Kitab Daniel. Selama sekitar enam bulan terakhir saya telah berkorespondensi dengan seorang imam Roma Katolik, dan mungkin ada dari antara kalian yang sudah menerima surat penggalangan dana di kotak pos kalian jika kalian terdaftar di milis kami, dan imam ini sangat terpengaruh oleh pekabaran Advent. Dia sudah menonton di Youtube, dia menonton Walter Veith, dia menonton Batchelor, selama dua-tiga bulan terakhir dia juga menonton bahan-bahan dari Secrets Unsealed. Maka dia menulis email, dia berkata, “Saya percaya Ellen White adalah nabi akhir zaman, saya percaya orang mati betul-betul mati, saya percaya Sabat adalah hari yang seharusnya kita pelihara sebagai hari perhentian.” Dia bahkan berkata, “Saya percaya pekabaran 1888 dan saya tahu apa yang sedang berusaha dilakukan gereja Roma Katolik dengan memperkenalkan formasi spiritual* dan doa kontemplasi.” Astaga, orang ini tahu lebih banyak tentang Adventisme daripada jemaat Advent, dan dia minta dibaptis. Jadi salah satu alasan kepergian saya satu minggu dari Kamis mendatang ini ialah saya akan membaptis imam Roma Katolik ini di Spanyol sana.

*Formasi spiritual mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk spiritual yang punya tubuh jasmani dan bahwa manusia adalah makhluk yang baka.


So not only are the laity watching the programming, the conservative Adventist programming, but also people, intelligent people, I mean ~ I'm not saying that people that haven't studied they're not intelligent, they have a practical intelligence ~  people who are, you know, who have studied and have advanced degrees, you know, they're starting to come to the conclusion that, you know, where they're at is not the right place, that they need to look for something that's better.

Jadi bukan hanya orang awam yang menonton acara-acara kita, acara-acara Advent yang konservatif, tetapi juga orang-orang yang inteligen, maksud saya ~ saya tidak mengatakan bahwa orang-orang yang tidak tinggi pendidikannya tidak inteligen, mereka memiliki inteligen yang praktis ~ tetapi orang-orang yang pernah belajar dan mencapai jenjang yang tinggi, kalian tahu mereka mulai tiba pada konklusi bahwa tempat di mana mereka berada bukanlah tempat yang benar, bahwa mereka perlu mencari sesuatu yang lebih baik.


There's another individual that I told this story also in our latest fundraising letter, there's this individual in Columbia who also watched our programming and he contacted the pastor of The Seventh-Day Adventist Church, studied our message became an Adventist, a very well-to-do individual, you know, very well financially and he has requested that I go back to a city on the border between Columbia and Ecuador,  he says “I'm going to rent the most luxurious hall in the city, pay all of your expenses, and I want you to present a series mainly for the upper class, the higher class people.” And so later on this year I'm going to be traveling to Columbia to do that. This is an individual who basically handles millions of dollars and has embraced the Adventist message. And so not only among the common people but also among those who are highly educated there is a great interest on the basis of what they see happening in the world. 
And that's the reason we exist, that Secrets Unsealed, we only exist for one reason, that is to proliferate the message, the present day, the present truth message of the Adventist Church, that's the reason for our existence.

Ada seorang individu lain, saya juga sudah menceritakan kisah ini di surat penggalangan dana kami yang terakhir, ada seorang individu ini di Columbia yang juga menonton acara kami dan dia menghubungi pendeta gereja MAHK, mempelajari pekabaran kita dan menjadi orang Advent. Seorang individu yang sangat kaya, kalian tahu, sangat mantap secara finansial, dan dia telah minta saya kembali ke sebuah kota di perbatasan antara Columbia dan Equador. Dia berkata, “Saya akan menyewa aula yang paling mewah di kota itu, membayar semua biaya Anda, dan saya mau Anda menyampaikan suatu seri khusus kepada kelas atas, masyarakat kelas atas.” Maka nanti lebih jauh di tahun ini saya akan pergi ke Columbia untuk melakukan itu. Ini adalah orang yang sejatinya menangani jutaan dollar dan telah menerima pekabaran Advent. Jadi bukan hanya di antara orang-orang biasa tetapi juga di antara mereka yang berpendidikan tinggi ada minat besar berdasarkan apa yang mereka lihat terjadi di dunia sekarang. Dan itulah alasan eksistensi kami, Secrets Unsealed, kami hanya eksis demi satu alasan, yaitu menyebarkan pekabaran hari ini, pekabaran kebenaran hari ini dari gereja Advent, itulah alasan eksistensi kami.


Q: How do the Freemasons fit into all this?

A:  Well, the Freemasons are also a secret  society just like the Opus Dei and the Jesuits. I've heard that the Jesuits and the Freemasons do not like each other much, so I don't know exactly, because they're secret societies, we don't know exactly what links really exist between them, and how they consider one another, other than the rumors that you hear. But Ellen White does warn us totally against all secret societies. She says, we should not join secret societies and you know some people make it a point to say that Ellen, where Ellen White is buried there's an obelisk, and an obelisk is a Freemason symbol.  And so they say that Ellen White was a Freemason because there's an obelisk at her sepulcher.  Well, folks, Ellen White has many places in her writings where she condemns the Freemasons by name. Furthermore, in the cemetery where she's buried Oak Hill Cemetery in Bella Creek there are bunches of monuments that are obelisks of people that were never Freemasons, simply an obelisk was the popular thing to put on a gravesite at that time, has no connection with secret societies. So I wish I had a better answer but because they're secret societies we don't know all of the inner workings that they have one with another.


T: Bagaimana hubungan Freemason dengan semua ini?

J: Nah, Freemason adalah perkumpulan rahasia sama seperti Opus Dei dan Jesuit. Saya pernah mendengar bahwa Jesuit dan Freemason tidak suka satu sama lain, jadi saya tidak tahu persis karena mereka perkumpulan rahasia, kita tidak tahu persisnya apa hubungan yang sebenarnya ada antara mereka dan bagaimana mereka menganggap satu sama lain, kecuali cuma mendengar rumor. Tetapi Ellen White memperingatkan kita untuk sama sekali menolak semua perkumpulan rahasia. Dia mengatakan kita tidak boleh ikut perkumpulan rahasia. Dan kalian tahu, ada orang yang mengatakan bahwa Ellen, tempat di mana Ellen White dikuburkan, itu ada sebuah obelisk, dan obelisk adalah simbol Freemason. Maka mereka mengatakan Ellen White adalah seorang Freemason karena ada obelisk di makamnya. Nah, Saudara-saudara, di banyak tulisannya Ellen White menyalahkan Freemason dengan menyebut nama mereka. Lebih jauh, di pekuburan di mana Ellen dikuburkan, yaitu Oak Hill Cemetery di Bella Creek, ada banyak monumen berbentuk obelisk dari orang-orang yang tidak pernah menjadi Freemason, melulu karena obelisk adalah benda yang popular ditempatkan di makam pada masa itu, tidak ada hubungan dengan perkumpulan rahasia. Sayang saya tidak punya jawaban yang lebih baik, tetapi karena mereka adalah perkumpulan rahasia kita tidak tahu semua pekerjaan mereka di dalam, apa yang mereka miliki yang satu dengan yang lain.


Q: It sounds like from your description John Paul I and John Paul II - were kind of cut from the same cloth. I'm wondering why was one put out of the way after 33 days in the other one was pulled for I think 23 years?

A: Because I think that the Jesuits during the pontificate of John Paul II still did not have a complete and strong foothold in the Roman Catholic Papacy. I think it's a process that took time, and you know Benedict was there for several years. The Jesuits had gained enough power at that point, enough adherents to really exercise their clout in getting him ato retire and to elect a Jesuit Pope. And by the way even though Benedict XVI promised that he was going into the shadows and he would not be seen anymore, recently ~ I'm going to share this in a few moments ~  Benedict XVI is at war with Francis I on the issue of celibacy. Because you know the present pope has shown himself open  to the possibility of the bishops in Amazonia ~ that is in the Amazon ~ to be married, because they can't find enough male priests.  So you know the fact is that they did not have their full strength at that point but eventually they had enough strength where they said, let's just get rid of this pope, force him to retire and elect a pope more to our liking.


T: Sepertinya dari deskripsi Anda, Yohanes Paulus I dan Yohanes Paulus II sama dan sejenis. Saya bertanya-tanya mengapa yang satu disingkirkan setelah 33 hari menjabat sedangkan yang lain dipertahankan selama 23 tahun, kalau tidak salah?

J: Karena menurut saya pada masa pemerintahan Yohanes Paulus II, Jesuit belum memiliki tempat berpijak yang mantap dalam Kepausan Roma Katolik. Saya rasa itu suatu proses yang makan waktu. Dan kalian tahu Benedict ada di sana selama beberapa tahun, pada saat itu Jesuit memperoleh cukup kuasa, cukup pengikut untuk benar-benar melaksanakan kuasa mereka untuk memaksanya mundur dan memilih seorang Paus Jesuit. Dan ketahuilah, walaupun Benedict XVI berjanji bahwa dia akan menghilang dan tidak akan terlihat lagi, baru-baru ini ~ saya akan membagikan ini sebentar lagi ~ Benedict XVI sedang bermusuhan dengan Francis I tentang isu selibat. Karena kalian tahu, Paus yang sekarang sudah menunjukkan dirinya terbuka kepada kemungkinan uskup-uskup di Amazonia ~ yaitu di Amazon ~ menikah, karena mereka tidak bisa menemukan cukup imam laki-laki. Jadi kalian tahu, faktanya ialah Jesuit belum memiliki kekuatan yang penuh pada saat itu tetapi akhirnya mereka punya cukup kekuatan untuk berkata,  “Ayo, kita singkirkan saja Paus ini. Paksa dia untuk mundur, dan memilih Paus yang cocok dengan kehendak kita.”


Q: Difference between black and white Pope.

A: The black Pope is called black because he dresses in black, he wears a black robe. The white Pope puts on a white robe, so it has to do with what they're clothed with, but the real powerful individual in the Catholic Church is the black Pope which is the Father General of the Jesuit Order and I'll be talking a little bit about the present Father General of the Jesuit Order in our second session this afternoon, very interesting. He's obviously a Jesuit but can you guess what country he's from? Venezuela. Interesting, we'll come to that a little bit later on.


T: Bedanya Paus hitam dan Paus putih.

J: Paus Hitam disebut hitam karena dia berpakaian hitam, dia memakai jubah hitam. Paus Putih mengenakan jubah putih. Jadi berkaitan dengan apa yang mereka kenakan. Tetapi individu yang paling berkuasa dalam gereja Katolk ialah Paus Hitam, yang adalah Kepala Jendral Ordo Jesuit, dan sebentar lagi saya akan berbicara tentang  Kepala Jendral Ordo Jesuit ini dalam sesi kedua kita sore ini. Sangat menarik. Jelas dia adalah seorang Jesuit, tetapi bisakah kalian tebak dari negara mana dia? Venezuela. Menarik. Nanti sebentar kita akan sampai kemari.


And now I’m going to tell you what Arturo Sosa Abascal, which is the name of this new Father General, I'm going to show you, being a Jesuit that he has this very idea that doctrine ~ we can't really know what we're supposed to believe in terms of doctrine ~ that doctrine is not set in concrete and is not unchangeable but it changes with the times. I'm going to read you statements from him where, you know, he's said and what he said about in Venezuela, where you have hundreds of political prisoners that are being tortured in prison, people who are starving to death, eating from the garbage, what does he say?  “Well, there needs to be a dialogue between the Communists or the leaders and the opposition,” just dialogue. But he condemns nothing of what's going on, which is very interesting because he's a Communist, and the government of Venezuela is Communist. So birds of a feather flock together.

Sekarang saya akan mengatakan kepada kalian apa yang Arturo Sosa Abascal, nama Kepala Jendral yang baru ini, saya akan menunjukkan kepada kalian, sebagai Jesuit dia mempunyai konsep bahwa doktrin ~ kita tidak tahu sebenarnya apa yang seharusnya kita percayai dengan istilah “doktrin” ~ bahwa doktrin bukan harga mati dan bukan tidak bisa diubah, tetapi itu berubah sesuai waktu. Saya akan membacakan pernyataan-pernyataannya di mana dia berkata, dan apa yang dikatakannya di Venezuela, di mana ada ratusan tawanan politik yang dianiaya dalam penjara, orang-orang yang mati kelaparan, yang makan dari tong sampah, apa yang dikatakannya? “Nah, harus ada dialog antara Komunis atau para pemimpin dengan pihak oposisi,” sekadar dialog. Tetapi dia (Kepala Jendral Ordo Jesuit itu) tidak mengutuk apa-apa tentang apa yang terjadi, suatu fakta yang sangat menarik karena dia seorang Komunis, dan pemerintahan Venezuela juga Komunis. Jadi burung yang sejenis berkumpul bersama.


Q: Do you know much about the background of vice-president Pence, any association?

A: I'm not sure that Pence is a Jesuit, may be educated, but I think that he's a Protestant, I think, I don't think he's a Jesuit, I think, I know he's not a Jesuit. President Trump is a “Presbyterian” quotation marks, heheheh. But most of the influential people that he has surrounded himself are Catholics, including Barr the Attorney General, and Cipollone who is going to be defending him in the impeachment trial in the Senate, he is also Roman Catholic, and most of the media has been taken over by Roman Catholics as well. And there ~ by the way ~ there are two branches in the media also, there's a conservative branch and a liberal bench. The conservative branch is Fox News, the liberal branch is what President Trump refers to as “Fake News”. And so and by the way most of the, most of the commentators in both wings are Roman Catholics.  But the Roman Catholics at Fox News they're at odds with the Pope almost on everything, because they're on the conservative side which is in the minority in the Catholic Church. There is a minority of probably  20-25% of Roman Catholic that Catholics that despise Francis I.  
In fact when we were in Philadelphia there was a group of conservative Catholics that were going from person to person to sign a petition for Pope Francis to outlaw abortion. And I got to talk to some of them, they said, “This Pope he is the Antichrist in the Roman Catholic Church!...” One of them told me, “…because we can't recognize our church…” kind of sounds familiar, doesn't it? You know, what's happening in the Catholic Church, is happening in the Adventist Church, is happening in the political world, because the church is a reflection of society, unfortunately instead of transforming society, the church reflects society. That's sad.


T: Tahukah Anda tentang latar belakang Wakil Presiden Pence? Apa ada hubungannya?

J: Saya tidak yakin Pence seorang Jesuit, mungkin dia bersekolah di sekolah Jesuit, tetapi saya rasa dia seorang Protestan. Saya rasa. Saya kira dia bukan Jesuit, saya tahu dia bukan Jesuit. Presiden Trump seorang “Presbyterian” dalam tanda kutip, heheheh. Tetapi kebanyakan orang-orang berpengaruh yang ditempatkan mengelilinginya adalah Katolik, termasuk Barr, Jaksa Agung, dan Cipollone yang akan membelanya dalam kasus pemakzulan di Senat, dia juga seorang Roma Katolik. Dan kebanyakan media sudah diambil alih oleh Roma Katolik juga. Dan ~ ketahuilah ada dua cabang di media juga: cabang konservatif dan cabang liberal. Cabang konservatif itu Fox News, cabang liberal ialah apa yang disebut Presiden Trump “Fake (= palsu) News”. Dan kebanyakan komentatornya di kedua cabang itu Roma Katolik. Tetapi Roma Katolik di Fox News berseberangan dengan Paus nyaris dalam segala hal karena mereka di pihak konservatif, yang adalah minoritas di gereja Katolik. Kira-kira ada 20-25% Roma Katolik yang membenci Francis I.
Bahkan ketika kami berada di Philadelphia, ada satu kelompok Katolik konservatif yang beredar dari orang ke orang untuk minta tandatangan sebuah petisi agar Paus Francis melarang aborsi. Dan saya sempat berbicara dengan beberapa dari mereka. Mereka berkata, “Paus ini, dia adalah Antikristus dalam gereja Roma Katolik!” Salah satu dari mereka mengatakan kepada saya, “…karena kami sudah tidak bisa mengenali gereja kami lagi…” Terdengar familiar, bukan? Kalian tahu, apa yang sedang terjadi dalam gereja Katolik sedang terjadi juga dalam gereja Advent, dan sedang terjadi juga di dunia politik, karena gereja merupakan refleksi masyarakat. Sayangnya bukannya gereja seharusnya mentransformasi masyarakat, tapi gereja malah merefleksikan masyarakat. Itu menyedihkan.


Q: With evolution death is a requirement, you can't evolve without death and no matter how you spin or twist or turn or spiritualize creation, death is not part of it, so how do you as a person who believes in creation, in evolution deal with the aspect of death?

A: That's one of the big dilemmas that they face because the Bible says that death is a result of sin, and because of death which is the result of sin you need somebody to save you from death, which is the Redeemer. But as there was death long before sin, the link between sin and death is broken, because evolution doesn't function on the basis well, you're going to get a redeemer from death. No.  What happens is through evolution eventually death will be overcome by the process of evolution. So it's something that they are not able to answer, the break between the idea of sin-death and therefore the need of redemption. They're irreconcilable like that newspaper article said,  you can't reconcile it. It's impossible.


T: Dengan evolusi, kematian adalah persyaratan, tidak bisa berevolusi tanpa kematian betapa pun kita memutar dan memberi arti spiritual kepada penciptaan, kematian tetap bukanlah bagian darinya. Jadi bagaimana orang yang percaya penciptaan, menghadapi aspek kematian dalam evolusi?

J: Itulah salah satu dilemma besar yang harus mereka hadapi karena Alkitab mengatakan kematian itu akibat dosa, dan karena kematian adalah akibat dosa, manusia butuh seseorang untuk menyelamatkan mereka dari kematian, yaitu Sang Penebus. Tetapi karena ada kematian jauh sebelum ada dosa, putuslah rantai yang menghubungkan dosa dengan kematian, karena evolusi tidak bisa berfungsi atas dasar mendapatkan seorang Penebus dari kematian. Tidak. Yang terjadi ialah melalui evolusi, akhirnya kematian akan dikalahkan oleh proses evolusi. Jadi ini adalah sesuatu yang tidak bisa mereka jawab, terputusnya konsep antara dosa-kematian dan oleh karena itu ada kebutuhan penebusan. Mereka tidak bisa dipertemukan seperti yang dikatakan artikel surat kabar itu. Itu tidak bisa dipertemukan, mustahil.


Our public universities have been over totally overtaken by liberalism, in other words, in favor of LGBT, in favor of Communism and Socialism, in favor of LGBTQ etc. So basically a whole young generation is rising in the United States that has only the view, they don't know anything about the founding of the United States, the principles upon which this nation was established and therefore they they've been given the idea that this country is bad, that the system of Capitalism is bad, and that the principles upon which this nation was built are bad. And so it's like trying to catch the wind. It's an impossible situation as long as the universities are teaching this, many of the teachers are Marxists, they're Socialists. You know you take for example, you know, Bernie Sanders and Elizabeth Warren  they are you know, they’re professor of religion but they're really Communists in their outlook. Because what happens is Socialism basically ~ if you want a contrast between Socialism and Capitalism ~ Socialism believes that the government should do everything,  Capitalism believes that individuals should be the builders of society. And so you know this idea we're going to give free education, and we're going to give free healthcare, and we're going to give free this and free that, $1,000 a month to everybody, and so on you know if I was a young person I'd say, hallelujah, now I have a thousand dollars to spend. But they don't realize that what's going to happen it's going to lead the country to go broke. I mean Medicare for all? Just look at the price tag and maybe that's the entire purpose. There's a purpose behind this and that is to take the United States to the point where it's bankrupt, because that way the system can change. So we live in perilous times.

Universitas-universitas negeri kita sudah seluruhnya dipengaruhi liberalisme. Dengan kata lain mereka mendukung LGBT, mendukung Komunisme dan Sosialisme, mendukung LGBTQ, dll. Jadi pada dasarnya di Amerika Serikat sedang muncul generasi muda yang hanya memiliki pandangan itu, mereka tidak tahu apa-apa tentang berdirinya negara Amerika Serikat, prinsip-prinsip di atas mana bangsa ini didirikan, dan karena itu kepada mereka ditanamkan konsep bahwa negeri ini buruk, bahwa sistem Kapitalisme itu buruk, dan bahwa prinsip-prinsip di atas mana negara ini didirikan itu buruk. Jadi seperti gerakan menangkap angin, suatu situasi yang mustahil, selama universitas-universitas mengajarkan ini, banyak dari dosen-dosennya Marxis, mereka Sosialis. Kalian tahu, contohnya Bernie Sanders dan Elizabeth Warren, kalian tahu, mereka adalah professor agama tetapi sesungguhnya pandangan mereka adalah Komunis. Karena apa yang terjadi, Sosialisme  ~ pada dasarnya jika kalian mau tahu kontrasnya antara Sosialisme dan Kapitalisme ~ Sosialisme meyakini Pemerintah yang harus melakukan segala sesuatu, Kapitalisme meyakini setiap individu yang harus membangun masyarakat. Maka, konsep ini bahwa kita harus mendapatkan pendidikan gratis, pengobatan gratis, dan ini gratis itu gratis, setiap orang mendapat US$1,000 setiap bulan dsb. Kalian tahu, seandainya saya masih muda saya akan berkata “Halleluya”, sekarang saya punya $1,000 untuk saya pergunakan. Tetapi mereka tidak menyadari apa yang akan terjadi ialah semua ini akan membuat negara bangkrut. Maksud saya, Medicare (asuransi kesehatan)   bagi semua? Lihat saja harganya, dan mungkin sebenarnya itulah tujuan sesungguhnya. Pasti ada tujuan di balik ini, dan itu ialah membawa Amerika Serikat sampai ke satu titik di mana dia menjadi bangkrut, karena dengan demikian barulah sistem itu akan berubah. Jadi kita hidup di zaman yang berbahaya.


Q: About gay marriage

A: When the Supreme Court approved gay marriage, two of the justices that we have now were not there, Kavanaugh was not there and Gorsuch, they were not members of the court, basically the court was a four to four with a swing vote which leaned liberal. So I believe that that's the reason why gay marriage was approved as constitutional. I'm not so sure that that would happen now.
We live in dangerous times when it comes to the Supreme Court, because right now ~ this is supposedly a Protestant country ~ but right now we have five justices that are Roman Catholics, one who grew up Catholic: Gorsuch, he grew up Catholics and he attends the best Episcopalian Church, and we have three Jews. There are no Protestants on the Supreme Court. Now what happens if judge Ginsburg should pass away? She's been sick with pancreatic cancer. What happens if she  passes away and we have an election of a seventh leaning Roman Catholic? It's a scary thought.


T: Tentang perkawinan gay.

J: Ketika Mahkamah Agung menyetujui perkawinan gay, dua hakim yang sekarang menjabat, tidak ada, Kavanaugh tidak ada di sana, dan Gorsuch, mereka bukan anggota majelis itu. Pada dasarnya suara pengadilan itu empat banding empat dengan ayunan suara yang condong liberal. Jadi saya yakin, itulah mengapa perkawinan gay disetujui sebagai konstitusional. Saya tidak begitu yakin hal seperti itu akan terjadi sekarang.
Sehubungan dengan Mahkamah Agung, kita hidup di masa yang berbahaya.  Karena sekarang ini ~ Amerika seharusnya adalah sebuah negara Protestan ~ tetapi sekarang ini kita punya lima orang hakim yang Roma Katolik, satu dibesarkan pendidikan Katolik: Gorsuch, dia besar dalam agama Katolik dan dia menghadiri gereja Episkopal yang terbaik, dan ada tiga orang Yahudi. Tidak ada yang Protestan di Mahkamah Agung. Nah, apa yang akan terjadi jika hakim Ginsburg meinggal? Dia sudah sakit kanker pankreas. Apa yang akan terjadi jika dia meninggal dan hakim yang dipilih adalah yang ketujuh yang condong ke Roma Katolik? Itu gambaran yang mengerikan.


The most powerful branch of government is the judicial branch, you know, we have three branches of government in the United States.  We have the executive, the legislative, and the judicial. The judicial is primary the Supreme Court, which is the most powerful of the three, the Supreme Court. Why? Because Congress can write a law but if somebody contests its constitutionality and the court says that the law that Congress wrote is unconstitutional, the law does not become law, or the law is overturned. So let me ask you, would a National Sunday Law be unconstitutional? Clearly unconstitutional.  “Congress shall make no law establishing religion or forbidding the free exercise thereof”.  Would establishing Sunday as a national day of worship be establishing religion? Any thinking person the world would say yes. But let me ask you this, what if the Supreme Court should declare constitutional what is unconstitutional? That's what's going to happen.  No, there isn’t necessarily to be an amendment, there might be an amendment to the Constitution, but there's really no need for an amendment because the Supreme Court can say that Sunday Laws are constitutional even though we know that they're not constitutional. That's the reason why the Beast of Revelation 13, it says that it has two horns like a lamb, which it professes civil and religious liberty, but it speaks like a dragon. In other words, what's going to happen is the Sunday Law is going to be drawn up by Congress, and you know, the United States is not going to get rid of the idea of civil and religious liberty but in its actions it is going to contradict its profession of standing for civil and religious liberty.

Cabang yang paling berkuasa dalam pemerintahan ialah cabang judisial. Kalian tahu kita memiliki tiga cabang dalam pemerintahan Amerika Serikat. Ada eksekutif, legislatif, dan judisial. Judisial ini utamanya ialah Mahkamah Agung, yaitu yang paling berkuasa dari ketiganya. Mengapa? Karena Kongres bisa menulis suatu hukum tetapi jika ada yang menantang keabsahannya dan pengadilan mengatakan bahwa hukum yang ditulis Kongres itu tidak konstitusional, maka hukum itu tidak jadi hukum, atau hukum itu dibatalkan. Jadi saya mau tanya, apakah suatu Undang-undang Hari Minggu nasional itu tidak konstitusional? Jelas tidak konstitusional. “Kongres tidak boleh membuat hukum yang menetapkan suatu agama atau melarang kebebasan pelaksanaannya.” (Amendemen Pertama Konstitusi Amerika Serikat). Apakah menetapkan hari Minggu sebagai hari ibadah nasional termasuk menetapkan suatu agama? Siapa pun yang bisa berpikir akan menjawab “Ya”. Tetapi coba saya tanya, bagaimana jika Mahkamah Agung menyatakan apa yang tidak konstitusional sebagai konstitusional? Itulah yang akan terjadi. Tidak, tidak perlu ada amandemen, mungkin nanti bisa ada amandemen pada Konstitusi, tetapi sebenarnya itu tidak perlu karena Mahkamah Agung bisa mengatakan bahwa Undang Undang Hari Minggu itu konstitusional walaupun kita tahu itu tidak. Itulah alasannya mengapa Binatang Wahyu 13 dikatakan memiliki dua tanduk seperti tanduk domba, dia mengakui kebebasan sipil dan beragama; tetapi dia berbicara seperti naga. Dengan kata lain, apa yang akan terjadi ialah Kongres akan membuat Undang-Undang Hari Minggu dan kalian tahu, Amerika Serikat tidak akan menyingkirkan konsep kebebasan sipil dan beragama, tetapi dalam tindakannya dia akan mengkontradiksi pengakuannya membela kebebasan sipil dan beragama.


So would anti-Sabbath laws be unconstitutional too ? Ellen White says there’s not only going to be a National Sunday Law there's going to be anti-Sabbath-keeping laws. Would that be unconstitutional?  Yes, because the Constitution says,  “nor prohibiting the free exercise thereof” which means that you can keep the Sabbath if you want. So a Sunday Law would be established in religion and anti-Sabbath law would be forbidding the free exercise of religion. And what's going to happen is the Supreme Court is going to declare that both of those laws are constitutional even though we know that they're unconstitutional? That's the reason why this Beast has two horns like a lamb, speaks like a dragon, it contradicts in its speech what it professes to be. 

Jadi apakah Undang-undang Anti-Sabat juga tidak konstitusional? Ellen White mengatakan nanti bukan hanya ada Undang-undang Hari Minggu nasional, tetapi akan ada Undang-undang Anti-pemeliharaan Sabat. Apakah itu tidak konstitusional? Ya, karena Konstitusi berkata, “atau melarang kebebasan pelaksanaannya” yang berarti kalau orang mau memelihara Sabat, dia boleh. Jadi suatu Undang-undang Hari Minggu akan ditetapkan dalam beragama dan Undang-undang Anti Sabat akan melarang kebebasan pelaksanaan agama. Dan apa yang akan terjadi ialah Mahkamah Agung akan menyatakan bahwa kedua Undang-undang tersebut konstitusional walaupun kita tahu bahwa mereka tidak konstitusional. Itulah alasannya mengapa walaupun Binatang ini memilki dua tanduk seperti tanduk domba, bicaranya seperti naga, dia mengkontradiksi apa yang diakuinya dengan kata-katanya.


But we are living in very perilous times, folks, all kinds of winds of doctrine are attempting to enter the Adventist Church and we need to know what we believe, and why we believe it.  We need to be firmly grounded on present truths, and so it's vitally important for us to study, to know what we believe, to share it and to speak up when we see our church deviating from the truth. One of the reasons why we have problems in the church is because there people say, “Well I know that that's wrong, but I don't want to make waves. I don't want to cause a conflict in the church.” Some people stay quiet.  We need to speak up, be nice, you know, be nice, be courteous, don't be mean, because conservatives are considered mean, and many times conservatives are mean in the way that they come across. So we need to be kind and loving but we need to be firm when it comes to the message that God has given our church.

Tetapi kita sedang hidup di masa yang berbahaya, Saudara-saudara, segala jenis angin doktrin berusaha masuk ke dalam gereja Advent dan kita perlu tahu apa yang kita yakini dan mengapa kita meyakininya. Kita perlu berakar kokoh pada kebenaran masa kini, maka sangatlah penting bagi kita untuk mempelajari, untuk mengetahui apa yang kita yakini, untuk membagikannya dan mengangkat suara kita bila kita melihat gereja kita menyeleweng dari kebenaran. Salah satu alasan mengapa ada masalah di gereja kita ialah karena di sana orang berkata, “Nah, iya saya tahu itu salah, tetapi saya tidak mau menimbulkan goncangan. Saya tidak mau menyebabkan konflik dalam gereja.” Malah ada orang yang diam saja. Kita perlu buka mulut. Dengan ramah, kalian tahu, yang ramah, yang sopan, jangan bersikap menghakimi, karena orang-orang konservatif dianggap orang-orang yang suka menghakimi, dan memang benar sering kali orang konservatif itu suka menghakimi dalam cara mereka menyampaikan pendapatnya. Jadi kita harus bersikap ramah dan mengasihi, tetapi kita perlu bersikap teguh jika itu menyangkut pekabaran yang telah diberikan Allah kepada gereja kita.


Oh, absolutely,  Benedict was too conservative for the Catholic church for what the Jesuits were trying to do. Yeah absolutely so it's another evidence of what I'm sharing here, that that's what's happening in the Roman Catholic Church. By the way, I'm going to share with you some quote very interesting quotations. In one of the trips that Pope Francis I took, he did a news conference on the plane, somebody asked him what he thought about marriage between a man and a man and a woman and a woman, he says,  “Who am I to judge?” that tells everything of what he believes concerning gay marriage. He's in favor of gay marriage, he is in favor of women priests, he doesn't openly say it because there would be a revolution by the Conservatives but he firmly in his heart believes in a non celibate priesthood and he believes in the ordination of women priests as well.  He is a Jesuit of the most radical kind, Socialist. He's made ecumenical trips, he's made trips to Buddhist nations, Hindu nations, Muslim nations, Christian nations, Catholic nations, and is constantly saying, “We all need to come together, lay aside our differences and come together,”  that is the new Jesuit model. See the way they used to be: “Defend church doctrine! Defend the authority of the Pope!” No way to win over the rulers of the world, or the scientists teaching creation, hello! Or Protestants, when you say “We’ve got the truth!” What Protestants going to want to unite with them? Nobody! But if you can make the Roman Catholic Church palatable to all these groups, everything can synthesize.

Oh, tepat sekali. Benedict terlalu konservatif bagi gereja Katolik, bagi apa yang mau dilakukan Jesuit. Iya, tepat sekali, itu juga satu bukti dari apa yang saya bagikan di sini, itulah yang sedang terjadi dalam gereja Roma Katolik.
Nah, saya akan membagikan beberapa kutipan, kutipan-kutipan yang sangat menarik. Dalam salah satu perjalanannya, Paus Francis I membuat konferensi pers di atas pesawat. Seorang bertanya padanya, apa pendapatnya tentang perkawinan pria dengan pria dan wanita dengan wanita, dia berkata, “Siapalah saya mau menghakimi?” Itu membeberkan semuanya tentang apa yang diyakininya tentang perkawinan gay. Dia mendukung perkawinan gay, dia mendukung imam perempuan, dia tidak mengatakannya terang-terangan karena itu akan mengakibatkan revolusi dari pihak yang konservatif, tetapi di dalam hatinya dia betul-betul meyakini keimamatan yang non-selibat, dan dia meyakini pengurapan imam perempuan juga. Dia adalah Jesuit dari jenis yang paling radikal. Sosialis. Dia telah membuat perjalanan-perjanalan ekumenikal, dia  mengunjungi bangsa-bangsa Buddhis, bangsa-bangsa Hindu, bangsa-bangsa Muslim, bangsa-bangsa Kristen, bangsa-bangsa Katolik, dan senantiasa berkata, “Kita semua harus bergabung menjadi satu, singkirkan semua perbedaan kita dan marilah bersatu”, inilah model Jesuit yang baru.
Dulu mereka selalu: “Bela doktrin gereja! Bela autoritas Paus!” Ini tidak bisa memenangkan hati para pemimpin dunia atau para ilmuwan yang mengajarkan penciptaan, halo! Atau Protestan, kalau mereka berkata, “Kami yang punya kebenaran!” Protestan mana yang mau bergabung dengan mereka? Tidak ada. Tetapi jika mereka bisa membuat gereja Roma Katolik sedap bagi semua kelompok itu, semua bisa bersinthesa.






15 05 20


No comments:

Post a Comment