BELIEVE
HIS PROPHETS
Part 12/22 - Stephen Bohr
CREATION AND EVOLUTION
https://www.youtube.com/watch?v=Dh76E-OGnQw
Dibuka dengan doa.
Seventh-Day Adventists believe in a divine, supernatural, miraculous, and
rapid work of Creation at the very beginning of human history. We believe that
God created this world in six literal consecutive contiguous 24-hour days just like the days that we
experience today, and that God rested on a literal 24 hour seventh day about
six thousand years ago.
MAHK meyakini dalam Penciptaan karya Allah,
secara supranatural, ajaib, dan cepat, saat paling awal dari sejarah manusia.
kita meyakini bahwa Allah menciptakan dunia ini dalam enam hari 24 jam yang
berurutan tanpa jeda, sama dengan hari-hari yang kita miliki sekarang, dan
bahwa Allah berhenti pada hari ketujuh yang literal
selama 24 jam,
sekitar 6’000 tahun yang lalu.
We also believe that the sin originated in this world just as it is
described in the book of Genesis. And that the only hope for the earth is found
in the literal, miraculous, second coming of Jesus Christ to establish His
eternal kingdom that shall never be destroyed. It will not be a kingdom
created by man from within history but rather by God from without. I want you to
remember that last part that I just mentioned, because it is the central theme of what we're going to talk about in the session this afternoon.
Kami juga meyakini bahwa dosa yang pertama timbul di
dunia ini sebagaimana yang digambarkan di kitab
Kejadian. Dan satu-satunya harapan bagi dunia, terdapat di kedatangan kedua Yesus Kristus yang literal dan ajaib
untuk mendirikan kerajaanNya yang kekal yang tidak akan pernah dihancurkan.
Itu bukanlah kerajaan yang akan dibangun
oleh manusia dari dalam sejarah, melainkan oleh
Allah dari luar sejarah.
Saya mau kalian mengingat bagian terakhir yang baru saya
sebutkan, karena itulah tema sentral dari apa yang akan kita
bicarakan di sesi petang ini.
Seventh-Day Adventists derive their view from a literal reading of Genesis
chapters 1 and 2, and Psalm 33:6, 9 among other verses.
Psalm 33:6, 9 read in the following way, “6 By the Word
of the Lord the
heavens were made, and all
the host of them by the breath of His mouth…” and then verse 9 tells us how quickly it
happened “…9 For He spoke…” and it took a million years for it to be
done. That's not what it says! “…9 For He spoke and it
was done; He
commanded, and it stood fast.” In other words, Creation was rapid, miraculous,
supernatural, quick. Even biblical scholars who believe in progressive Creation
and theistic Evolution ~ that is that God somehow was involved in the process
of Evolution ~ have been willing to admit that the writer of the book of
Genesis believed that the days of Creation were literal, but they have
concluded that modern science has proved that the writer was simply wrong and
therefore the record in Genesis is not reliable.
MAHK mengambil pandangan mereka dari pemahaman Kejadian
pasal 1 dan 2, dan Mazmur 33:6, 9, di antara ayat-ayat yang lain, secara literal.
Mazmur 33:6, 9, berbunyi
demikian, “6 Oleh Firman
TUHAN langit telah dijadikan, dan segala penghuninya oleh nafas dari mulut-Nya…” kemudian ayat 9
memberitahu kita berapa lamanya itu terjadi. “…9 Sebab Allah berfirman…” dan dibutuhkan jutaan tahun untuk terlaksana. Bukan
begitu katanya! “…9 Sebab Allah berfirman, maka semuanya jadi; Dia
memberi perintah, maka itu tegak dengan kokoh…” Dengan kata lain,
Penciptaan itu segera, ajaib,
supranatural, cepat. Bahkan pakar-pakar Alkitab yang meyakini Penciptaan
progresif dan Evolusi theistis ~ artinya entah bagaimana Allah terlibat dalam
proses evolusi ~ bersedia mengakui bahwa penulis kitab Kejadian meyakini bahwa
hari-hari Penciptaan itu literal, namun mereka menyimpulkan bahwa sains modern
telah membuktikan bahwa penulis kitab Kejadian itu semata-mata salah, dan oleh
karena itu rekor yang ada di kitab Kejadian tidak bisa dipercaya.
I had a personal experience in this regard with a pastor that I once worked
with. I won't say where and I won't say when, but he was a young pastor, and
one day he came to me and he said, “Do you believe that the story in the book
of Genesis is a literal story that took place in six literal days, and that the
seventh day was a literal day?”
I said, “Of course I do. That's what the record in Genesis says.”
He said, “I don't believe that, that the story is literal, because modern science has clearly shown that
there is truth in the geologic column, and that there is death long before sin,
and the layers show that this earth has existed for millions and millions of
years.”
So I said to him, “Now wait a minute, when you read the story in Genesis the word
‘day’ when it has a numeral next to it, in the Old Testament always means a
literal day. Furthermore it says, ‘it was the
evening and the morning of the first day’ and so on, that would be ridiculous to say if it was millions of years.”
And he said, “Oh, don't get me wrong. I believe that the writer of Genesis
believed that the days were literal,” he said, “but science has proven that he
was wrong.” And this was a young Seventh-Day Adventist pastor.
Saya punya pengalaman pribadi sehubungan dengan ini,
dengan seorang pendeta yang pernah bekerja bersama saya. Saya tidak
akan mengatakan di mana dan kapan. Tetapi dia adalah seorang pendeta yang masih
muda, dan suatu hari dia mendatangi saya dan berkata, “Apakah Anda percaya
kisah yang di kitab Kejadian, apakah itu kisah literal yang terjadi dalam enam
hari literal, dan hari ketujuh adalah hari literal?”
Saya berkata, “Tentu saja. Itulah yang dikatakan catatan
di kitab Kejadian.”
Dia berkata, “Saya tidak percaya bahwa kisah itu literal,
karena sains modern telah menunjukkan dengan jelas bahwa diagram formasi batu itu
benar, dan ada kematian jauh sebelum adanya dosa, dan lapisan-lapisan tanah
menunjukkan bahwa dunia itu sudah ada selama berjuta-juta tahun.”
Maka saya
katakan kepadanya, “Tunggu sebentar, bila kamu membaca kisah di Kejadian, kata ‘hari’ yang didampingi oleh
suatu bilangan di Perjanjian Lama selalu berarti hari yang literal.
Lebih lanjut dikatakan, ’Dan petang itu dan
pagi itu, itulah hari pertama.’ (Kej.
1:5) dan seterusnya, konyollah untuk
mengatakan bahwa itu adalah jutaan tahun.”
Dan dia berkata, “Oh, jangan salah
paham. Saya yakin penulis kitab Kejadian percaya bahwa hari-hari itu literal,”
katanya, “tetapi sains telah membuktikan dia salah.” Dan ini seorang pendeta
MAHK yang masih muda.
At the heart of the Creation story is the Sabbath. God established the Sabbath
as the memorial of His authority as Creator, thus the observance of the Sabbath
points to a literal Creation story, God worked six days and rested on the
seventh day, and established this as a pattern for man to work six days and to
rest on the seventh day. This was the settled belief of the Christian Church
until what came to be known as the Age of Reason, or the Enlightenment
came on the scene. The Age of Reason began in the
early 17th century, with the work of Rene Descartes.
Di jantung kisah Penciptaan
ialah Sabat. Allah menetapkan Sabat
sebagai peringatan dari autoritasnya sebagai Pencipta, maka
pemeliharaan Sabat menunjuk ke kisah Penciptaan yang literal, Allah bekerja
enam hari, dan berhenti pada hari ketujuh, dan menetapkan ini sebagai pola bagi
manusia untuk bekerja enam hari dan berhenti pada hari ketujuh. Ini adalah keyakinan yang kokoh
gereja Kristen hingga munculnya masa yang dikenal sebagai Zaman Logika, atau Zaman
Pencerahan. Zaman Logika dimulai di awal abad ke-17 dengan karya Rene
Descartes.
Descartes’ contemporary, someone who was well known, Blaise Pascal candidly
complained about Descartes. "I cannot forgive Descartes;
in
all his philosophy he did
his
best to dispense with God. But he could not avoid making Him…” that is God “…set the world in motion with a flip of His
thumb; after that he
had no
more use for God."
In other words, the idea was that God began the process, and then He just
left things to themselves, he had no more interest in God.
Rekan sezamannya, seorang yang cukup terkenal, Blaise Pascal, dengan terus terang mengeluh tentang Descartes. “…Saya tidak bisa memaafkan Descartes. Dalam semua filsafatnya dia berbuat sekuat tenaganya untuk menyingkirkan Allah. Tetapi dia tidak bisa mencegah menjadikan Dia…” yaitu Allah “…yang mulai menjalankan dunia dengan satu putaran jariNya. Setelah itu dia sudah tidak membutuhkan Allah lagi…” (Misery of Man Without God hal. 77)
Dengan kata lain, konsepnya ialah Allah yang memulai
prosesnya, kemudian Dia membiarkan semuanya berjalan sendiri, Rene Descartes
tidak punya minat lagi pada Allah,
Rene Descartes the father of the Enlightenment or the Age of Reason.
Descartes’ most famous book was A Discourse
on Method, it was published in 1637 some 150 years before the beginning of
the French Revolution. The Age of Reason would eventually jettison the need for faith and the miraculous in
religion. The sciences would reach the conclusion that everything in the
visible world could be explained and resolved through human ingenuity without
the need of an ever interfering God.
Rene Descartes, bapak Pencerahan atau Zaman Logika.
Buku Descartes yang paling terkenal, adalah Discourse on Method yang diterbitkan di 1637, sekitar 150 tahun sebelum
Revolusi Perancis. Zaman Logika akhirnya akan membuang kebutuhan akan iman dan
mujizat dalam agama. Sains akan mencapai kesimpulan bahwa segala di dunia yang
tampak bisa dijelaskan dan diselesaikan melalui kepandaian manusia, tanpa perlunya
Allah yang selalu ikut campur.
The mood of the day is epitomized by a Scottish geologist by the name of
James Hutton, who wrote in 1785, “We see no vestige
of a beginning, no
prospect
of an
end.” Interesting. No vestige or no sign of a beginning, and no prospect of an end, because he
believed in Evolution. Millions and millions of years, we don't know where the
beginning was, and we certainly cannot know where the end is, because evolution
lasts millions of years.
Pikiran saat itu diwakili oleh seorang geolog bangsa Skotlandia bernama James Hutton yang menulis di 1785, “…Kami tidak melihat adanya bekas/jejak suatu awal; maupun prospek suatu akhir.…” Menarik. Tidak ada jejak atau tidak ada tanda dari suatu awal, dan tidak ada prospek suatu akhir, karena dia meyakini Evolusi. Berjuta dan berjuta tahun, kita tidak tahu di mana awalnya, dan kita pasti tidak bisa tahu di mana akhirnya, karena evolusi berlangsung jutaan tahun.
A cruel philosophy was growing that would eventually displace the long-held
view of a literal Creation week, that theory was the theory of Evolution. This
theory would seek to obliterate the idea of a supernatural, miraculous, rapid,
divine beginning; and a rapid, supernatural,
miraculous, divine end to human history; because if you see no vestige of a
beginning you're not going to see any prospect of an end anytime soon.
More and more theologians, scientists, and philosophers embrace the idea
that life came into existence by a long prolonged process of natural selection,
where the strong survived and the weak disappeared. The story of Genesis would
finally come to be understood as myth, legend, or saga.
Suatu filosofi kejam yang bertumbuh, yang pada
akhirnya akan menggantikan pandangan yang telah lama dipegang tentang minggu
Penciptaan yang literal, ialah teori Evolusi.
Teori ini akan berusaha menyingkirkan konsep awal sejarah manusia yang
supranatural, ajaib, cepat, karya Allah; dan akhir
sejarah manusia yang cepat, supranatural, ajaib dan karya Allah;
karena jika orang tidak melihat jejak suatu awal, orang tidak akan melihat prospek suatu akhir yang akan segera terjadi.
Semakin lama semakin banyak theolog, ilmuwan, dan filsuf,
yang memeluk konsep bahwa kehidupan eksis melalui suatu proses lama yang berkepanjangan
dari seleksi alami, di mana yang kuat bertahan hidup, dan yang lemah lenyap.
Kisah di Kejadian akhirnya akan dianggap sebagai mitos, legenda, atau saga.
The place was England and the date was December 1831. Charles Darwin on that date
left
England on the HMS Beagle. On his way to South America, primarily the
Galapagos Islands, to observe experiment and collect evidence that would
ultimately be used to attempt to prove that there is no vestige of a beginning,
and no prospect of a divine end. He travelled for a period of five years and
then sat down to write his famous book, and this is the total name The Origin of Species By Means Of Natural
Selection Or The Preservation Of Favoured Species In The Struggle For Life.
He finished his book in the year 1844. He began in 1831 with his trip, finished
the book December 1844. I want you to remember that because we're going
to come back to it.
Tempatnya ialah di Inggris, dan waktunya Desember 1831. Charles Darwin pada tanggal tersebut meninggalkan Inggris naik kapal HMS Beagle. Dalam perjalanan ke Amerika Selatan, terutama ke kepulauan Galapagos, untuk mengamati eksperimen dan mengumpulkan bukti yang akhirnya dipakai untuk berusaha membuktikan bahwa tidak ada jejak dari suatu awal, dan tidak ada prospek dari suatu akhir yang karya Allah. Dia menempuh perjalanan selama periode 5 tahun kemudian dia duduk menulis bukunya yang terkenal dan inilah judul lengkap buku itu, The Origin of Species By Means Of Natural Selection Or The Preservation Of Favoured Species In The Struggle For Life. Dia menyelesaikan naskah bukunya di tahun 1844. Dia mulai perjalanannya di 1831, menyelesaikan naskah bukunya di Desember 1844. Saya mau kalian mengingat itu karena kita nanti akan kembali ke sini.
Now we move across the foamy billows of the Atlantic to Low Hampton, New
York, right on the Vermont border. The date is August 1831, the same date that
Charles Darwin goes on his journey on the Beagle, a 49 year old farmer, by the
name of William
Miller, have been studying the Scriptures non-stop for a period of 13
years, many times literally burning the midnight oil. He had reached the conclusion that Jesus was going to
come at some point in 1843. He heard a constant voice in his
conscience, compelling him, “Go tell it to the world.” The central verse of his preaching came
from Revelation 14:6-7, where every nation, kindred, tongue, and people, are
commanded to worship the God who made the heavens, the earth, the seas and
everything that is in them. The message spread like a California grass
fire all across New England.
Sekarang kita mengarungi ombak berbusa Atlantik ke Low Hampton, New York, tepat di perbatasan Vermont. Waktunya ialah Agustus 1831, tahun yang sama Charles Darwin menempuh perjalanannya di atas kapal Beagle, seorang petani berusia 49 tahun, bernama William Miller, telah mempelajari Kitab Suci terus-menerus selama periode 13 tahun, banyak kali secara literal menghabiskan minyak pelita malam. Dia tiba pada kesimpulan bahwa Yesus akan datang ke dunia suatu waktu di 1843. Dia mendengar di hati nuraninya suara yang terus-menerus memerintahkan dia, “Pergi, sampaikan itu kepada dunia!” Ayat inti khotbahnya berasal dari Wahyu 14:6-7 di mana setiap bangsa, suku, bahasa, dan kaum diperintahkan untuk menyembah Allah yang menciptakan langit, bumi, laut dan segala isinya. Pekabaran itu menyebar seperti rumput yang terbakar di seluruh New England.
At the same time in Europe, South America, Asia, and even in Africa,
individuals and groups preached a similar message. This movement came to be known
as The
Great Second Advent Awakening from 1831 to 1844.
If you remember, Darwin began his trip in 1831, finished his book in 1844.
A powerful proclamation of the First Angel’s Message went forth, thousands
were converted and embraced a loving God, who created the world in six literal
days.
Thus while
Darwin was traveling, researching and writing to spread the doctrine of
macro-evolution, Miller and his colleagues were proclaiming with power that the
Creator who created the world in six literal days was about to come back to the
world in judgment.
Pada waktu yang sama di Eropa, Amerika Selatan, Asia,
bahkan hingga Afrika, individu-individu dan kelompok-kelompok mengkhotbahkan
pekabaran yang sama. Gerakan ini kemudian dikenal sebagai Gerakan Kebangkitan Akbar Advent Kedua dari 1831 hingga
1844.
Jika kalian ingat, Darwin memulai perjalanannya tahun
1831, dan menyelesaikan naskah bukunya tahun 1844.
Suatu proklamasi yang kencang tentang Pekabaran
Malaikat Pertama keluar, ribuan orang ditobatkan dan menerima Allah yang
pengasih, yang menciptakan dunia dalam enam hari literal.
Dengan demikian, sementara
Darwin dalam perjalanannya, membuat riset dan menulis untuk menyebarkan doktrin
makro-evolusi, Miller dan rekan-rekannya sedang memproklamasikan dengan kuasa
bahwa Sang Pencipta yang menciptakan dunia dalam enam hari literal, akan segera
datang kembali ke dunia membawa penghakiman.
As mentioned before, in 1844 Darwin finished his book, which would go to
every nation, kindred, tongue, and people. The book would ultimately discourage
people from believing that there was a supernatural, divine, miraculous
beginning, and a supernatural, divine, miraculous end to human history. The
very same year that Darwin finished his evolutionary views, the writing of his
book, God called another writer whose works would also go to every nation,
kindred, tongue, and people, to proclaim that God created the world in six
literal consecutive contiguous 24-hour days and rested on the seventh day to
remind us of the fact that He was the Creator. Interesting.
The very year
that Darwin finished his book which was not published we'll see till 1859, that
very same year God called Ellen White to be a prophet.
Sebagaimana disebutkan tadi, di 1844 Darwin menyelesaikan
bukunya, yang akan disebarkan ke setiap bangsa, suku,
bahasa, dan kaum. Buku itu pada akhirnya akan mendorong orang untuk tidak
mempercayai bahwa ada permulaan yang supranatural, karya Allah, dan ajaib; dan
akan ada suatu akhir dari sejarah manusia yang supranatural, karya Allah, dan
ajaib. Pada tahun yang sama Darwin menyelesaikan pandangan-pandangan
evolusinya, penulisan bukunya, Allah memanggil seorang penulis lain yang
karyanya juga akan tersebar ke setiap bangsa, suku, bahasa, dan kaum, yang
memproklamasikan bahwa Allah yang menciptakan dunia dalam enam hari literal 24
jam yang berurutan tanpa jeda, dan berhenti pada hari ketujuh, untuk
mengingatkan kita akan faktanya bahwa Dialah sang Pencipta. Menarik.
Tahun yang sama
Darwin menyelesaikan bukunya yang baru diterbitkan di 1859, tahun yang sama
itulah Allah memanggil Ellen White menjadi nabi.
I want to read some statements from Ellen White on Creation. She says, “I was then carried
back to the Creation…” notice she says, “I was carried back”. She saw it. She was an eye witness to the
Creation “…I was then carried
back to the Creation and was shown
that the first week, in which God performed
the work of Creation in six days and rested on the seventh day, was just like every other week. The great God in His days of
Creation and day of rest, measured
off the first cycle as a sample for successive weeks till the close of time… The
weekly cycle of seven literal days, six for labor, and the seventh for
rest, which has been preserved and
brought down through Bible history, originated in the great facts of the first seven days.”
(Spiritual Gifts Vol. 3 pg. 90)
Saya mau membacakan beberapa
pernyataan dari Ellen White mengenai Penciptaan. Ellen White berkata, “Lalu aku dibawa kembali ke saat Penciptaan…” simak Ellen White berkata “aku
dibawa kembali” jadi dia
melihat Penciptaan itu. Dia adalah seorang saksi mata Penciptaan itu.
“…Lalu aku dibawa kembali ke saat Penciptaan dan ditunjukkan bahwa
minggu yang pertama di mana Allah bekerja mencipta selama enam hari dan
berhenti pada hari ketujuh, itu sama seperti minggu-minggu yang lain. Allah
yang mahabesar di saat hari-hari Penciptaan dan hari perhentian, menakar dan
memisahkan siklus yang pertama sebagai pola bagi minggu-minggu berikutnya
hingga akhir zaman…. Siklus mingguan tujuh hari literal, enam hari untuk
bekerja dan yang ketujuh untuk perhentian, yang telah dipelihara dan diturunkan
melalui sejarah Alkitab, berasal dari fakta-fakta besar tujuh hari yang
pertama.” (Spiritual Gifts Vol. 3 hal. 90)
This has something to say about the so-called lunar Sabbath. The idea that
we're supposed to keep the Sabbath by the sun and the moon, the lunisolar
calendar, that the Sabbath falls on a different day of the week, every week. Clearly
Ellen White here says that the week has been preserved and brought down through
Bible history and that this originated in the great facts of the first seven
days.
Ini berpengaruh pada apa yang disebut Sabat Lunar. Konsep
bahwa kita harus memelihara Sabat berdasarkan matahari dan bulan, penanggalan
lunisolar, bahwa Sabat jatuh pada hari yang berbeda setiap minggu. Jelas Ellen White di sini
berkata bahwa mingguan itu telah dipertahankan dan diturunkan melalui sejarah
Alkitab, dan bahwa itu asalnya dari
fakta-fakta besar tujuh hari yang pertama.
Ellen White was aware of Evolutionary
theories that were in the air, and the danger that they represented. She wrote
in Spiritual Gifts Vol. 3 page 91, “But the infidel
supposition, that the events of the first week required seven vast, indefinite
periods for their accomplishment, strikes directly at the foundation of the Sabbath of the fourth
Commandment…” now we know why the Devil wanted to
implement Evolution. It's to get rid of the Sabbath. And if he gets rid of the
Sabbath, he leads people to forget the Creator of the Sabbath. She continues
writing, “…It makes indefinite and obscure that which
God has made very plain. It is
the worst kind of infidelity…” “infidelity” means lack of faith by the way.
“…It is the worst kind of infidelity for with many who profess
to believe the record of Creation…” see, there
are those who believe in Evolution, who profess to believe in the story of
Creation. So once again she says, “…for with many who profess to believe the record of Creation it is infidelity…” how? “…in disguise…”
because they claim to believe in the Creation
story, but at the same time they believe in Evolution. She continues
writing, “…It charges God with commanding men to observe the week
of seven literal days in commemoration of seven indefinite periods…” are you understanding what she's saying? “…which
is unlike His dealings
with mortals, and is an impeachment of His wisdom.”
Very clear, crystal clear.
Some of our biology teachers in some of our institutions would do well to
read these statements, and to believe them.
Ellen White menyadari tentang
teori Evolusi yang sudah tersebar, dan bahaya yang mengancam.
Dia menulis di Spiritual
Gifts Vol. 3 hal. 91, “…Tetapi
pendapat kafir bahwa peristiwa-peristiwa minggu yang pertama membutuhkan tujuh
masa yang panjang, periode yang tidak terbatas untuk pelaksanaannya, menyerang
tepat di fondasi Sabat Perintah Keempat…”
sekarang kita tahu mengapa Iblis mau
mengimplementasikan Evolusi. Itu untuk
menyingkirkan Sabat. Dan jika Iblis bisa menyingkirkan Sabat, dia memimpin
orang untuk melupakan Sang Pencipta Sabat. Ellen White melanjutkan menulis, “…Itu membuat
apa yang telah Allah buat sangat jelas menjadi tidak menentu dan tidak jelas.
Ini adalah jenis ketidaksetiaan yang paling parah…” ”ketidaksetiaan” artinya
ketidakadanya iman. “…Ini adalah jenis ketidaksetiaan yang paling
parah karena bagi banyak orang yang mengaku meyakini catatan Penciptaan…” lihat, ada yang meyakini Evolusi, yang mengaku meyakini kisah
Penciptaan. Jadi sekali lagi Ellen White berkata, “…karena bagi
banyak orang yang mengaku meyakini catatan Penciptaan, ini adalah
ketidaksetiaan…” yang bagaimana? “…yang tersamar…” karena mereka mengklaim meyakini kisah Penciptaan, tetapi pada
waktu yang sama mereka meyakini Evolusi. Ellen White melanjutkan
menulis, “…Ini menuduh Allah memerintahkan manusia
untuk memelihara mingguan tujuh hari literal untuk memperingati tujuh
periode yang tidak tentu…” apakah kalian paham apa yang dikatakan Ellen White? “…yang tidak
mirip caraNya berinteraksi dengan manusia, dan merupakan tuduhan atas
hikmatNya.”
Sangat jelas, amat jelas.
Beberapa dosen biologi kita di beberapa institusi kita
sebaiknya membaca pernyataan-pernyataan ini dan mempercayainya.
In Spiritual Gifts Vol. 3 pages 91 and 92
she continued saying, “Infidel geologists claim
that the world is very much older than the Bible record
makes it. They reject the Bible record, because of those things
which are to them
evidences from the earth itself, that the world has existed tens of thousands of years. And many who profess to believe the Bible record…” notice this, they profess to believe the Bible record, “…are at a loss to account for wonderful
things which are found
in the earth, with the view …” now listen
carefully this is very clear, and “…with the view
that Creation week was only seven literal days, and that the world is
now only about six
thousand years old. These, to free
themselves of difficulties
thrown in their way by infidel
geologists, adopt the view that
the six days of Creation
were six vast, indefinite periods, and the day of God’s rest was another indefinite
period; making senseless the fourth Commandment of God’s holy Law.
Some eagerly receive this position,
for it destroys the force of the fourth
Commandment, and they feel a freedom
from its claims upon them.”
Very explicit and very direct and strong.
Di Spiritual Gifts Vol. 3 hal 91-92, Ellen White melanjutkan berkata, “…Geolog-geolog yang tidak bertuhan mengklaim bahwa
dunia ini jauh lebih tua daripada yang dikatakan Alkitab. Mereka menolak rekor
di Alkitab karena adanya hal-hal yang bagi mereka dianggap sebagai bukti dari
bumi ini sendiri, bahwa dunia ini sudah ada selama puluhan ribuan tahun. Dan
banyak yang mengaku meyakini rekor Alkitab…”
simak ini, mereka yang meyakini rekor Alkitab, “…tidak bisa
menjelaskan hal-hal yang luar biasa yang ditemukan di dunia dengan
konsep…” nah, dengarkan baik-baik, ini sangat jelas, dan “…dengan konsep bahwa minggu Penciptaan itu hanya tujuh
hari literal, dan bahwa dunia ini sekarang hanya sekitar 6’000 tahun usianya.
Mereka ini, untuk membebaskan diri mereka dari kesulitan yang dilemparkan ke
hadapan mereka oleh geolog-geolog tak bertuhan, telah mengadopsi pandangan
bahwa keenam hari Penciptaan adalah enam periode panjang yang tidak terbatas,
dan hari perhentian Allah adalah periode yang lain lagi yang tidak terbatas, dengan
demikian menjadikan Perintah keempat dari Hukum Allah yang kudus tidak berarti.
Beberapa sangat bersedia menerima posisi ini, karena ini menghancurkan kekuatan
Perintah keempat, dan mereka merasa terbebas dari klaim Hukum itu atas mereka.
…”
Sangat eksplisit dan sangat lugas dan keras.
Now in 1859 Charles Darwin's book was published, the one that he finished
in 1844, and it caused an uproar in conservative religious circles. The work
was relentlessly attacked by conservative theologians of the day. Unfortunately
at that time, theologians were wrong in their science by stating that
species do not vary even within their own kind. They were also wrong in their theology
that the Bible teaches that there is no variation within the species. God did
not create all of the different kinds of dogs, folks, and cats. There is
micro-evolution, variations within the species, but the
theologians back then said No, not even that. So they had wrong science and wrong theology.
Darwin had proved that there are changes within the species, and he had proof
for it in his research.
Nah, di 1859 buku Charles Darwin diterbitkan, yang
naskahnya diselesaikan tahun 1844, dan itu menimbulkan kegaduhan dalam
lingkaran-lingkaran relijius yang konservatif. Pekerjaan itu diserang
habis-habisan oleh theolog-theolog konservatif di masa itu. Sayangnya, di zaman itu, para
theolog juga salah dalam sains mereka dengan mengatakan bahwa
spesies tidak berubah di dalam jenis mereka sendiri. Mereka juga salah dalam theologi mereka
bahwa Alkitab mengajarkan tidak ada variasi di dalam setiap spesies. Allah
tidak menciptakan semua jenis anjing yang berbeda-beda, Saudara-saudara, juga
kucing. Ada mikro-evolusi,
variasi-variasi di dalam spesies, tetapi para theolog di masa lampau mengatakan
Tidak, itu tidak ada. Jadi mereka salah
dalam sains dan salah dalam theologi. Darwin membuktikan bahwa
ada perubahan-perubahan di dalam spesies, dan dia punya bukti untuk ini dari
risetnya.
Now notice the date. In 1860 in Oxford University in England, Thomas Huxley
famous zoologist and staunch defender of the Darwinian Evolutionary hypothesis;
and Samuel Wilberforce, conservative theologian met for a debate. Wilberforce
bragged before the debate, “I have come here to smash Darwin.”
Huxley soundly trounced
Wilberforce, who used arguments based on faulty science and faulty
theology. It would not be an exaggeration to say that Huxley knocked Samuel’s
socks off.
Sekarang perhatikan tanggalnya. Tahun 1860 di Universitas Oxford di Inggris, Thomas Huxley, seorang Zoolog (ahli ilmu hewan) dan pembela kuat hipotesa Evolusi ciptaan Darwin; bertemu dalam suatu perdebatan dengan Samuel Wilberforce, seorang theolog konservatif.
Wilberforce menyombong sebelum perdebatan itu, “Saya
datang untuk menghancurkan Darwin.” Huxley dengan alasan-alasan yang tepat
menghantam Wilberforce yang menggunakan perdebatan-perdebatan berdasarkan sains
yang salah dan theologi yang salah. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa Huxley
membuat Samuel terperanjat.
Harold Coffin, Seventh-Day Adventist Creationist scientist, describes the consequences
of this debate. Remember the debate took place when? 1860. And now notice what Coffin
had to say. Coffin for many years was the Director of the Geoscience Research
Institute at Andrews University. This is what he wrote in the book Creation ~ Accident or Design? pages 403 and 404. “Theology then became the bondmaid of science, and the Goddess of Reason,
which the French Revolution had first set
up
in the latter part of the eighteenth century, now became tacitly accepted in other countries as an object of worship. Science became the great god of learned and unlearned alike, its
authority superseding even that of
Sacred Writ…”
that is of the Bible “…From this time on, the
facts of science
have been increasingly interpreted in terms of the evolutionary hypothesis. Geology and biology in particular have become
permeated with this idea, which is
accepted virtually as a fact requiring only more research to establish its final
truth.” (Harold Coffin, Creation ~ Accident or Design? pp. 403, 404.)
Harold Coffin, seorang ilmuwan Penciptaan MAHK, menggambarkan akibat dari perdebatan tersebut. Ingat, perdebatan ini terjadi kapan? 1860. Dan sekarang simak apa kata Coffin. Selama banyak tahun Coffin menjabat Direktur Geoscience Research Institute di Universitas Andrews. Inilah yang ditulisnya di buku Creation ~ Accident or Design? hal. 403-404. “…Maka theologi menjadi budak sains, dan Dewi Logika yang pertama didirikan oleh Revolusi Perancis di bagian akhir abad ke-18, sekarang diterima dengan diam-diam di negara-negara lain sebagai objek penyembahan. Sains menjadi dewa besar orang-orang terpelajar maupun yang tidak terpelajar, autoritasnya melampaui bahkan Kitab Suci…” yaitu Alkitab, “…Mulai saat ini, fakta-fakta sains semakin banyak diinterpretasikan dalam konteks hipotesa Evolusi. Konsep ini telah meresap terutama dalam geologi dan biologi yang sesungguhnya diterima sebagai fakta yang membutuhkan hanya satu riset lagi untuk menetapkan kebenaran akhirnya.” (Harold Coffin, Creation ~ Accident or Design? Hal. 403, 404.)
So that
debate was a watershed event because primarily from that point on when theology
was defeated because of wrong theological and scientific premises the
scientific world became bolder and bolder and many of those who believed in a
literal Creation capitulated to the so-called evidence presented by the
scientific world.
After this
debate, even conservative theologians began to abdicate their faith in a literal Creation week, and embraced
theistic Evolution. The Roman Catholic Church is one of those organizations
that jettisoned the idea of a supernatural Creation in seven literal
consecutive contiguous days.
Maka perdebatan tersebut adalah suatu
peristiwa titik balik, karena terutama sejak saat itu ketika theologi dikalahkan gara-gara
kesalahan pandangan theologi dan sains, dunia sains menjadi
semakin berani dan banyak dari mereka yang tadinya meyakini Penciptaan yang
literal, menyerah kepada alasan-alasan yang tidak benar yang diketengahkan
dunia sains.
Setelah perdebatan
itu, bahkan theolog-theolog yang konservati mulai meninggalkan iman mereka pada minggu Penciptaan dan memeluk konsep Evolusi
Theistis. Gereja Roma Katolik adalah salah satu organisasi yang mencampakkan
konsep Penciptaan yang supranatural dalam tujuh hari literal yang
berturut-turut tanpa jeda.
Roman Catholicism and Evolution is our next section.
Very interesting. I want you to notice what the Roman Catholic Church has
to say about this matter. You know before the year 1950, the Roman Catholic Church
believed the story of Creation as it was in Genesis. But something
happened. The Roman Catholic Church began to capitulate and to embrace
Evolution, while at the same time saying that they sustained the story of Creation in Genesis 1 and 2.
On October 22, 1996, pope John Paul II was invited to give a speech to the
Pontifical Academy of Sciences. Here is a portion of what the Pope said and how
his speech was reported. So first of all are the words from John Paul II, and
then I’m going to read you snippet from a reporter of the Chicago Tribune.
Roma Katolikisme dan Evolusi adalah bagian kita
berikutnya.
Sangat menarik. Saya mau kalian menyimak apa yang
dikatakan gereja Roma Katolik tentang hal ini. Kalian tahu, sebelum tahun 1950, gereja Roma
Katolik meyakini kisah Penciptaan sebagaimana yang tertulis di kitab Kejadian.
Tetapi sesuatu terjadi. Gereja Roma Katolik mulai menyerah dan memeluk Evolusi,
sementara di waktu yang sama mengatakan bahwa mereka mendukung kisah Penciptaan
di Kejadian pasal 1 dan 2. Pada 22 Oktober 1996, Paus Yohanes
Paulus II diundang untuk memberikan pidato kepada Pontifical
Academy of Sciences. Ini sebagian dari
apa yang dikatakan Paus itu dan bagaimana pidatonya ditulis seorang
wartawan. Jadi yang pertama adalah
kata-kata Yohanes Paulus II, kemudian saya akan membacakan potongan dari
tulisan wartawan Chicago Tribune.
Here are the words of John Paul II, “It
is indeed remarkable that this theory…” that is the theory of Evolution “…has been progressively accepted by
researchers, following a series of discoveries in various fields of
knowledge. The convergence of these discoveries …” and the context
is of all of these various sciences “… ~ neither sought nor fabricated ~…” in other words, they did not come together
and say hey, “Let's gang up and teach the theory of Evolution!” So once again, “…It is indeed remarkable that this theory
has been progressively accepted by researchers, following a series of
discoveries in various fields of knowledge.
The convergence of
these discoveries…” among these
various sciences “…neither sought nor fabricated ~ are the results of work
that was conducted independently,…” in other words each discipline did this
work independently of the other “…is in itself a
significant argument in favor of the theory…”
Inilah kata-kata Yohanes
Paulus II, “…Memang luar biasa, teori ini…” yaitu teori Evolusi “…secara
progresif telah diterima oleh para periset, sebagai kelanjutan dari serangkaian
penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan. Pertemuan penemuan-penemuan ini…”
dan
konteksnya ialah dari pelbagai sains itu, “… ~ yang tidak dicari maupun direkayasa ~ …” dengan kata lain mereka tidak bertemu dan berkata, “Hei, ayo kita bersatu
dan mengajarkan teori Evolusi!” Jadi sekali lagi, “…Memang luar
biasa, teori ini secara progresif telah diterima oleh para periset, sebagai
kelanjutan dari serangkaian penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan.
Pertemuan penemuan-penemuan ini,…” antara pelbagai sains itu, “… ~ yang tidak dicari maupun direkayasa ~ adalah hasil dari
kerja yang dilakukan secara independen,…” dengan kata lain setiap bidang
melakukan pekerjaan itu secara independen dari yang lain “…ini saja sudah
merupakan argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut…”
Here is how it was reported by a writer of the Chicago Tribune, here are
his words. “…In a major statement of
the Roman Catholic Church's position on the theory of evolution, pope John Paul
II has proclaimed that the theory is more than just a hypothesis and that
evolution is compatible with Christian faith.
In a written message to the Pontifical Academy of Sciences, the Pope
said, ‘The theory of evolution has been buttressed by scientific studies and
discoveries since Charles Darwin’. If taken literally, the biblical view of the
beginning of life and Darwin's scientific view would seem…” what? “…irreconcilable. In Genesis the Creation of
the world and Adam, the first human, took six days. Evolution’s process of
genetic mutation and natural selection, the survival and proliferation of the
fittest new species, has taken…” what?
“…billions of years according to the scientists…”
So what did John Paul attempt to do? He was trying to please theologians and scientists by
walking the fence, and saying, “Evolution is not incompatible with the
story of Creation.” Francis I followed in his train, and this was quite
recent.
Inilah sebagaimana yang ditulis oleh wartawan Chicago Tribune, ini
kata-kata wartawan tersebut, “…Dalam
suatu pernyataan utama tentang posisi gereja Roma Katolik terhadap teori
evolusi, Paus Yohanes Paulus II telah mengumumkan bahwa teori itu lebih
daripada hanya sebuah hipotesa, dan bahwa evolusi itu selaras dengan iman
Kristen. Dalam pesan tertulisnya kepada Akademi Sains Kepausan, Paus berkata,
‘Teori evolusi telah ditopang oleh penyelidikan-penyelidikan dan
penemuan-penemuan ilmiah sejak Charles Darwin’. Jika diterima secara literal,
pandangan alkitabiah tentang asal mula kehidupan dan pandangan ilmiah Darwin,
tampaknya…” apa? “…tidak akan
bertemu. Di kitab Kejadian, penciptaan dunia dan Adam, manusia yang pertama,
terjadi dalam enam hari. Proses mutasi genetik pada evolusi dan seleksi alami,
ketahanan hidup, dan pertambahan jumlah
spesies-spesies baru yang terkuat, makan waktu…” apa? “…milyaran tahun menurut para ilmuwan…” (Steven Swanson)
Jadi apa yang Yohanes Paulus
berusaha melakukan? Dia berusaha
menyenangkan para theolog dan ilmuwan dengan berjalan di tengah
dan berkata, “Evolusi itu bukan
tidak kompatibel dengan kisah Penciptaan.”
Francis I mengikuti jejaknya, dan pernyataan ini lumayan baru.
I want to read you some statements that were made by the Pope Francis I. He
said, “When we read about
Creation in Genesis, we run the risk of imagining God was a magician with a
magic wand able to do everything, but that is not so….”
Saya mau membacakan beberapa pernyataan paus Francis I. Dia berkata, “…Ketika kita membaca tentang penciptaan di kitab
Kejadian, kita terkena resiko membayangkan Allah sebagai tukang sulap dengan
tongkat ajaib yang mampu melakukan segala sesuatu, tetapi faktanya tidaklah
demikian...”
Here's another one. “He…” that is God, “…created human beings and let them
develop according to the internal Laws
that He gave to each one so that they would reach their fulfilment…” Evolutionary hypothesis.
Ini ada yang lain, “…Dia…” yaitu Allah, “…menciptakan
manusia dan membiarkan mereka berkembang
menurut hukum internal yang diberikanNya kepada setiap makhluk supaya mereka
bisa mencapai kesempurnaan masing-masing.”
(Paus Francis kepada Akademi Sains Kepausan
pada 14 Oktober 2014,) Hipotesa Evolusi.
He also said, “…The Big Bang which
today we hold to be the origin of the world, does not contradict the
intervention of the Divine Creator but rather requires It….”
Dia juga berkata, “…Big Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula
dunia, tidak mengkontradiksi intervensi Pencipta
yang Ilahi melainkan justru membutuhkanNya…”
He also stated “… God is not
a
divine
being
or
a
magician,
but
the Creator
who
brought everything to life… “
And he said, “Evolution in nature is not inconsistent with the notion
of Creation, because evolution requires the creation of beings that evolve.”
Dia juga menyatakan, “…Allah itu bukan Sosok Ilahi atau seorang
tukang sulap, melainkan Sang Pencipta yang memberikan hidup kepada
segalanya…”
Dan dia berkata, “…Evolusi
dalam alam semesta tidaklah inkonsisten dengan konsep Penciptaan karena evolusi
memerlukan penciptaan makhluk-makhluk yang berevolusi.”
That is now the position of the intelligentsia of the Roman Catholic Church, claiming to sustain
the view of Creation in Genesis, but also embracing the theory of Evolution by
saying that God began the process, and God directed the process, but God used
Evolution as His method of Creation. That is the idea.
Many Protestant theologians that used to be really conservative, like Benjamin Warfield and Bernard Ramm, are
now reinterpreting or have reinterpreted the days of Creation as long periods
of time.
Inilah sekarang posisi
kaum terpelajar gereja Roma Katolik, mengklaim mendukung pandangan Penciptaan
kitab Kejaian, tetapi juga memeluk teori Evolusi dengan mengatakan bahwa Allah
yang memulai prosesnya, dan Allah mengarahkan prosesnya, tetapi Allah memakai
Evolusi sebagai caraNya mencipta. Itulah konsepnya.
Banyak theolog Protestan yang tadinya benar-benar
konservatif seperti Benjamin Warfield dan Bernard Ramm, sekarang
menginterpretasikan hari-hari Penciptaan sebagai periode waktu yang sama lama.
Many biblical scholars who use the historical critical method don't even
believe that Moses wrote Genesis. Many of them are willing to admit that the
writer of Genesis believed that the days of Creation were literal consecutive
and continguous 24-hour days, but they say that the writer was wrong because he
lived in a pre-scientific age.
And I might say, folks, that in some of our very own Seventh-Day Adventist
institutions, the theory of Evolution is being taught as fact, and one
of those institutions is not too far from Fresno, and I’ll just say that it's
south of Fresno.
Banyak pakar Alkitab yag menggunakan metode kritikal
historis bahkan tidak percaya bahwa Musa yang menulis kitab Kejadian. Banyak
dari mereka bersedia mengakui bahwa si penulis kitab Kejadian meyakini
hari-hari Penciptaan itu hari-hari 24 jam literal yang berurutan dan tanpa
jeda, tetapi mereka mengatakan si penulis salah karena dia hidup di zaman
pra-sains.
Dan harus saya katakan, Saudara-saudara, di beberapa institusi MAHK kita
sendiri, teori Evolusi diajarkan sebagai fakta, dan salah satu
institusi itu letaknya tidak terlalu jauh dari Fresno, saya katakan saja itu di
sebelah selatan Fresno.
Now 1860, The Great Debate, that will lead theology to be discredited and science to be exalted to the
throne.
Something else happened exactly in 1860, the same year of the debate, a
committee met at Battle Creek, Michigan, on September 26, to choose a name for the
denomination that was born from the great disappointment in 1844. Among
the members of this committee were Brother Loughborough, Brother Hewitt, and Brother
Poole. Many ministers at the time believed that the sprouting movement should
be called “The Church of God”, but Elder Loughborough objected to this name,
saying, “Everybody claims to be the Church of God.” Finally Brother
Poole ~ one of the three members of the committee ~ made the following
motion, resolve: that we call ourselves “Seventh-Day
Adventists” with only one dissenting vote ~ and
the dissenting vote was of the minister that felt that we should be called the
Church of God ~ the resolution was adopted.
October 23, 1860 in the Review and Herald
an explanation was given as to why the name was adopted. The name Seventh-Day
Adventists was proposed as a simple name, and one expressive of our what? Of
our faith and our position.
Nah, tahun 1860, Perdebatan Besar, mengakibatkan theologi didiskreditasi dan sains ditinggikan ke takhtanya.
Ada peristiwa lain yang terjadi tepat di 1860, tahun
yang sama dari perdebatan itu, suatu komite bertemu di Battle Creek, Michigan,
pada 26 September, untuk memilih
sebuah nama bagi denominasi yang lahir dari kekecewaan besar tahun 1844.
Di antara anggota komite itu ialah Sdr. Loughborough, Sdr. Hewitt, dan
Sdr. Poole. Banyak pendeta pada waktu itu meyakini bahwa gerakan yang baru
muncul ini harus disebut “The Church of God” (Gereja Allah). Tetapi Ketua
Loughborough menolak nama tersebut, mengatakan, “Semua orang mengklaim sebagai
gereja Allah.” Akhirnya Sdr.
Poole ~ salah satu dari ketiga anggota komite itu ~ membuat mosi
berikut, mengusulkan agar kita menyebut
diri kita “Seventh-Day Adventist” (Masehi Advent Hari Ketujuh),
dengan hanya satu suara yang menolak ~ dan suara itu ialah dari pendeta yang
merasa kita harus disebut Gereja Allah ~ usulan tersebut diterima.
Pada 23 Oktober 1860 di Review and Herald dimuat penjelasan mengapa nama itu yang diambil. Nama
MAHK diusulkan sebagai nama yang sederhana, dan yang menyatakan apa kita? Iman
dan posisi kita.
So is the name significant and important? Absolutely! Ellen White confirmed
that this was a wise choice, and explained the reason why it was a wise choice
in Testimonies for the Church Vol. 1 pg 223-224.
Here we find Ellen White's guidance. We find God directing the church and
saying, “Hey, this was a good decision to call this church a Seventh-Day Adventist Church.” I want to
read this, it’s a rather lengthy statement of Ellen White, but I want to read
the entire thing because it is so important in what we are discussing. Ellen
White explained, “I was shown in regard to the remnant people of God taking a name. Two classes were presented before me. One class embraced the great bodies of professed Christians. They were trampling
upon God’s Law and bowing
to a
papal institution. They were keeping
the first day of the week as the Sabbath
of the Lord. The other
class, who were but few in number, were bowing to
the great Lawgiver. They were keeping the fourth Commandment. The peculiar and prominent
features of their faith were…” what are the features of the faith of this small remnant? Listen carefully,
“…the observance of
the seventh day, and waiting
for the appearing of our Lord from heaven…”
Seventh-Day Adventists.
Now notice she continues saying, “…The conflict is between the requirements of God and the requirements of the Beast…”
does our name have anything to do with the
final controversy? Oh, it most certainly does! She continues saying,
“…The first day, a papal institution which directly contradicts the fourth Commandment, is yet to be made a
test by the two-horned
Beast…” that is by the United States. “…And then the fearful warning from God declares
the penalty of bowing to the
Beast and his image. They shall
drink the wine of
the wrath of God, which is poured out without mixture into the cup of His indignation….” Now let me stop there for a minute.
Let me ask you, the Three Angels’ Messages
are they all about worship? Have you ever noticed that the First
Angel’s Message commands to worship God; whereas the Third Angel’s Message
says, don't worship the Beast? So in other words, the First Angel’s
Message says worship the One who created the Heavens, the earth, the seas, and
the fountains of waters. The Third Angel’s Message says, don't you dare worship
the Beast or receive his mark. So the issue at the end of time has to do with the
day of worship, and specifically with worship itself, of which the
Sabbath is a sign.
Jadi apakah nama itu bermakna
dan penting? Tentu saja! Ellen White mengkonfirmasi bahwa ini adalah pilihan
yang bijaksana, dan menjelaskan alasannya mengapa itu pilihan yang bijaksana di
Testimonies for the Church
Vol. 1 hal. 223-224. Di sini kita melihat panduan Ellen
White. Kita melihat Allah yang mengarahkan gereja dan berkata, “Hei, ini adalah
keputusan yang bagus menyebut gereja ini MAHK.” Saya akan
membacakan ini, ini tulisan yang rada panjang dari Ellen White, tetapi saya mau
membacakan keseluruhannya karena ini begitu penting sehubungan dengan apa yang
kita bahas. Ellen White menjelaskan, “…Aku ditunjukkan sehubungan dengan umat sisa
Allah memilih nama. Dua kelompok ditunjukkan di hadapanku. Satu golongan adalah
sejumlah besar orang-orang yang mengaku Kristen, mereka menginjak-injak Hukum Allah
dan sujud kepada suatu institusi kepausan. Mereka memelihara hari pertama dalam
mingguan sebagai Sabat Tuhan. Kelompok yang lain yang hanya sejumlah kecil,
sujud kepada Sang Pembuat Hukum. Mereka memelihara Perintah Keempat. Ciri-ciri
yang khas dan menonjol dari iman mereka
ialah…” apakah ciri-ciri iman kelompok umat sisa yang kecil ini? Dengarkan
baik-baik,
“…memelihara hari ketujuh, dan menantikan
kedatangan Tuhan kita dari Surga…” Masehi Advent Hari Ketujuh.
Sekarang simak Ellen White melanjutkan berkata, “…Konfliknya ialah antara tuntutan Allah dan tuntutan
Binatang…” apakah nama kita punya kaitan
dengan kontroversi terakhir? Oh, tentu saja! Ellen White melanjutkan berkata, “…Hari yang pertama, yang adalah suatu institusi
kepausan, sudah berlawanan dengan Perintah Keempat, masih akan dijadikan ujian
oleh Binatang bertanduk dua…” yaitu oleh Amerika Serikat. “…Kemudian peringatan mengerikan dari Allah yang
menyatakan hukuman bagi yang sujud
kepada Binatang itu dan juga kepada patungnya.
Mereka akan minum anggur murka Allah yang dicurahkan tanpa campuran ke cawan
murkaNya. (Wah. 14:10)…” Nah saya akan berhenti sejenak. Coba saya tanya, Pekabaran Tiga Malaikat apakah itu tentang penyembahan?
Pernahkah kalian menyimak bahwa Pekabaran
Malaikat Pertama memberikan perintah untuk menyembah Allah; sementara Pekabaran
Malaikat Ketiga mengatakan, jangan menyembah Binatang itu? Jadi
dengan kata lain, Pekabaran Malaikat Pertama berkata sembahlah Dia yang
menciptakan langit, bumi, laut dan mata-mata air. Pekabaran Malaikat Ketiga
berkata, jangan sampai kamu menyembah Binatang itu atau menerima tandanya. Maka
isunya pada akhir zaman
berkaitan dengan hari ibadah, dan khususnya dengan penyembahan
itu sendiri, di mana Sabat adalah tandanya.
She continues saying, “…No name which we can take will be appropriate but that which accords with our profession and expresses
our faith and marks us a peculiar people.
The name Seventh-day
Adventist…” listen carefully “…is a standing
rebuke to the Protestant world. Here is the line of distinction between the worshipers of God and those who worship the Beast
and receive his mark….” Are you seeing, First Angel’s Message,
Third Angel’s Message? “…The great conflict
is between the Commandments of God and the requirements of the Beast. It is because the saints are keeping all ten of the Commandments that the dragon makes war upon them. If they will lower the standard
and yield the peculiarities of their faith, the dragon will be at peace; but they excite his ire because
they have dared
to raise the standard and unfurl their banner in opposition
to the Protestant world,
who are worshiping the institution of papacy…”
Does all of this, does our name have anything to do with the end-time
conflict? You’d better believe it does! So we’d better be wary of taking down
our name, and abbreviating our name, or changing our name.
Ellen White melanjutkan
berkata, “…Tidak ada nama yang bisa kita pilih yang akan memadai selain yang sesuai dengan profesi kita dan menyatakan iman kita, dan
menandai kita sebagai umat yang terpisah dari yang lain. Nama MAHK…” dengarkan baik-baik, “…merupakan
teguran tetap kepada dunia Protestan. Di sinilah garis yang membedakan antara
para penyembah Allah dan mereka yang menyembah Binatang dan menerima
tandanya…” Apakah kalian melihat,
Pekabaran Malaikat Pertama, Pekabaran Malaikat Ketiga? “…Konflik
besarnya ialah antara Perintah-perintah Allah dan tuntutan si Binatang. Karena orang-orang kudus memelihara semua Kesepuluh
Perintah Allah sehingga naga itu memerangi mereka. Andai mereka mau menurunkan
standarnya dan melepaskan ciri-ciri khas iman mereka, naga akan lega; tetapi
mereka membangkitkan amarah naga karena mereka berani mengangkat standarnya dan
mengembangkan panji mereka bertentangan dengan dunia Potestan yang menyembah
institusi kepausan…” Apakah semua ini, apakah nama kita punya hubungan dengan konflik akhir
zaman? Percayalah, iya! Jadi sebaiknya kita berhati-hati untuk tidak menurunkan
nama kita, dan memperpendek nama kita, atau mengganti nama kita.
She continues saying, “…The name Seventh-day
Adventist carries
the true features
of our faith in front,
and will convict the inquiring mind. Like an arrow from
the Lord’s quiver, it will wound the transgressors of God’s
Law and will lead to repentance toward God and faith in our Lord Jesus
Christ. I was shown
that almost every fanatic
who has arisen, who wishes to hide his sentiments that he may lead away others, claims to belong to the church of God…” that was the
name that had been proposed by this one pastor.
“…Such a name would at once excite suspicion;
for it is employed to conceal the
most absurd errors. This name is too…” what? “…indefinite
for the remnant people of God. It would lead to the supposition that we had a faith which we wished to…”
what? “…which we wished to cover up.”
Ellen White melanjutkan berkata, “…Nama MAHK mengemukakan ciri-ciri iman
kita, dan akan meyakinkan orang yang bertanya. Bagaikan anak panah meluncur
dari busur Tuhan, itu akan melukai para pelanggar Hukum Allah, dan akan membawa
orang kepada pertobatan kepada Allah dan iman dalam Tuhan kita Yesus
Kristus. Aku ditunjukkan bahwa nyaris
setiap fanatik yang bangkit, yang ingin menyembunyikan
sentimennya agar dia boleh membawa orang lain menjauh, mengklaim berasal dari
gereja Allah…” itulah nama yang diusulkan oleh satu pendeta itu. “…Nama seperti itu akan segera menimbulkan kecurigaan
karena itu dipakai untuk menyembunyikan kesalahan-kesalahan yang paling tidak
masuk akal. Nama ini terlalu…” apa? “…tidak jelas bagi umat Allah yang sisa. Itu akan
membawa kepada perkiraan bahwa kita memiliki iman yang ingin kita…” apa? “…yang ingin
kita sembunyikan.”
As we shall see, the papacy not only exalts Sunday in place of the Sabbath,
listen carefully, but it also has a counterfeit view of how the world will come
to an end, because the Roman Catholic Church has a wrong view about the beginning
~ and many Protestants are embracing that view ~ they also have a wrong view of end-time
events. Thus the Sabbath is a double rebuke to the papacy’s view of the
beginning and of the end.
Seperti yang akan kita lihat, Kepausan tidak hanya
meninggikan hari Minggu menggantikan Sabat, dengarkan baik-baik, tetapi juga
punya pandangan palsu tentang bagaimana
dunia ini akan menemui akhirnya, karena
gereja Roma Katolik memiliki pandangan yang salah tentang awalnya
~ dan banyak Protestan memeluk pandangan tersebut ~ mereka juga punya pandangan yang salah tentang
peristiwa-peristiwa akhir zaman. Dengan demikian Sabat merupakan teguran ganda
kepada pandangan Kepausan tentang awal dan akhir dunia ini.
There is a
tendency among some Seventh-Day Adventist churches today to hide our
denominational name. They refer
to themselves as “Adventist Fellowship”
or “Adventist Community Church” and some even delete the name Seventh-Day
Adventist all together. Some Adventists are not satisfied with saying, I am a
Seventh-Day Adventist. They feel that it is necessary to add the word
“Christian” to our name, because others might think that we are a cult and not
Christians, if we simply say that we are Seventh-Day Adventists and say, we are
a Seventh-Day Adventist Christian, so that they know that we are part of the
mainstream, so to speak.
Ada kecenderungan
di antara beberapa gereja MAHK hari ini untuk menyembunyikan nama denominasi
kita. Mereka
menyebut diri mereka sebagai “Adventist Fellowship” (Persekutuan Orang Advent)
atau “Adventist Community Church” (Gereja Komunitas Advent), dan bahkan ada
yang menghilangkan nama MAHK seluruhnya. Beberapa orang Advent tidak puas hanya
mengatakan, Saya seorang MAHK. Mereka merasa perlu untuk menambahkan kata
“Kristen” pada nama kita, karena orang mungkin berpikir bahwa kita suatu sekte
dan bukan Kristen jika kita hanya mengatakan bahwa kita adalah MAHK; dan
mengatakan kita adalah Kristen MAHK supaya orang-orang tahu bahwa kita adalah
bagian dari Kristen aliran utama, katakanlah begitu.
Ellen White warned about us lowering our colors. In Testimonies
for the Church Vol. 6 page 144 she says, “Men will employ every means to
make less prominent the difference
between Seventh-day Adventists and observers of
the first day of the week…” If you want to read a fantastic story about how this took place even during
the days of Ellen White, read the section about the Salamanca vision. There
were a group of editors who were saying, you know, “Let's remove the name
Seventh-Day Adventist from the American
Sentinel ~ which was the magazine on religious liberty ~ and maybe it will have more influence.
You need to read about the Salamanca vision. It's a fascinating story. She
continues saying, “…A company was presented before me under the name of Seventh-day
Adventists,…” under the name of what? “…Seventh-day Adventists,
who were advising that the banner, or sign, which makes us a distinct
people should not be held out so strikingly;
for they claimed that this
was not the best policy in order to secure success to our institutions. But this is not a
time to haul down our
colors, to be ashamed of our faith. This distinctive banner,
described in the words, ‘Here is
the patience of the saints:
here are they that keep the Commandments of God, and the faith of Jesus,’ is
to be borne through the world to the close of probation. While efforts should
be increased to advance in different localities, there must be no cloaking
of our faith to secure patronage.
Truth must come to souls ready to perish; and if
it is in any way hidden, God is dishonored, and the blood of souls will be upon our garments.:”
Powerful statement.
Ellen White memperingatkan
kita agar tidak menurunkan ciri khas kita. Di Testimonies for the Church Vol. 6 hal. 144, dia berkata, “…Manusia
akan memakai segala cara untuk memperkecil perbedaan antara Masehi Advent Hari Ketujuh dan pemeluk
hari pertama…” Jika kalian mau membaca suatu kisah yang fantastis tentang bagaimana ini
terjadi di zaman Ellen White, bacalah bagian tentang penglihatan Salamanca. Ada
sekelompok editor yang mengatakan, “Mari kita hapus nama MAHK dari American
Sentinel…” ~ yang adalah majalah tentang kebebasan beragama ~ “…dan mungkin majalah itu akan punya pengaruh yang lebih
besar.” Kalian perlu membaca tentang penglihatan Salamanca. Itu adalah kisah yang
menarik. Ellen White melanjutkan berkata, “…Aku ditunjukkan sekelompok orang yang memakai nama MAHK…” memakai nama apa? “…MAHK yang
memberi nasihat supaya spanduk atau plang yang menandai kita sebagai umat yang
khas, jangan dipamerkan sedemikian menyoloknya, karena mereka mengatakan ini bukanlah kebijakan
yang terbaik untuk mendapatkan sukses bagi institusi-institusi kita. Namun
demikian, ini bukanlah waktunya untuk memudarkan warna kita, untuk merasa malu dengan iman kita. Tanda yang khas ini yang digambarkan dalam
kata-kata ‘Di sinilah keuletan
orang-orang kudus, inilah mereka yang memelihara perintah-perintah
Allah dan iman Yesus’ harus
dibawa kepada dunia hingga tutupnya pintu kasihan. Sementara upaya harus
ditingkatkan untuk maju di tempat-tempat yang berbeda, iman kita tidak boleh disamarkan demi mendapatkan pendukung.
Kebenaran harus sampai kepada jiwa-jiwa yang hampir binasa, dan jika itu
disamarkan dalam cara apa pun, Allah dipermalukan, dan darah jiwa-jiwa itu
menjadi tanggungan kita.”
Pernyataan yang keras.
So we should be proud of our name. It gives us an opportunity to share our
witness. I’ve had many times on airplanes people ask me what I do. I say, “Well,
I’m a pastor of the Seventh-Day Adventist Church.”
“The seventh what?” they ask.
And I say, “I’m a pastor of the Seventh-Day Adventist Church.”
They say, “What's that?”
I say, “Let me explain. ‘Seventh-Day’ means that we keep holy the Sabbath,
like the Bible says. And ‘Adventist’ means that we believe that Jesus is coming
soon to establish His everlasting kingdom.” It gives us a huge witnessing
opportunity.
If we just said, “Oh, I’m a pastor of the
Church of God.”
“Okay, good.” Everybody believes that.
Or “I’m a member of the Church of Christ”
~ well everybody claims to be a church
of Christ.
But Seventh-Day
Adventist is unique. It is a unique name, and it gives us the opportunity
of witnessing to other people.
Jadi kita harus bangga dengan nama kita. Itu memberi kita
kesempatan untuk memberikan kesaksian kita. Sering sewaktu di dalam pesawat ada
yang bertanya apa pekerjaan saya. Saya berkata, “Nah, saya seorang pendeta
gereja MAHK.”
“Gereja apa?” tanya mereka.
Dan saya berkata, “Saya pendeta gereja MAHK.”
Mereka berkata, “Apa itu?”
Kata saya, “Saya akan jelaskan. ‘Hari Ketujuh’ artinya
kami memelihara kekudusan hari Sabat seperti yang dikatakan Alkitab. Dan
“Masehi Advent’ berarti kami meyakini Yesus akan segera datang untuk mendirikan
kerajaanNya yang kekal.” Itu memberi kita kesempatan besar untuk bersaksi.
Andaikan
kita hanya berkata, “Oh, saya pendeta gereja Allah.”
“Oke,
baiklah.” Semua orang percaya.
Atau “Saya
anggota gereja Kristus” ~ nah, semua orang mengklaim sebagai jemaat Kristus.
Tetapi MAHK
itu unik. Itu nama yang unik, dan itu
memberi kita kesempatan untuk bersaksi kepada orang lain.
Now listen carefully. Not only does the Roman Catholic Church hide the
importance of the Sabbath by having
embraced the theory of Evolution; but because of its theory of Evolution it does not
believe in a supernatural divine end, because if you don't believe in a
supernatural, quick, miraculous beginning you can never believe that that's
going to be the end. This is the next section that we are going to pursue.
Sekarang dengarkan baik-baik. Gereja Roma Katolik bukan saja
menyembunyikan pentingnya Sabat dengan merangkul teori Evolusi; tetapi karena
teori Evolusinya, dia tidak
meyakini suatu akhir yang supranatural yang dibuat Allah, karena jika dia tidak
meyakini awal yang supranatural, cepat, dan ajaib, maka dia tidak akan pernah
bisa meyakini akan ada akhir yang sama. Ini adalah bagian berikutnya
yang akan kita bahas.
It all began with St. Augustine's City of God. Now we're going to see how the papacy eliminates the
second coming aspect. His idea was that the church should control the civil governments of
the world, and in this way established God's universal kingdom of peace on
earth.
St. Augustine interpreted the Stone of Daniel 2 as the church conquering
the kingdoms of the world, and bringing about the kingdom of God on earth. Anyone who
objected to this scenario was to be exterminated. Thus Augustine provided the
theological basis for what would come later the Inquisition.
Semuanya dimulai oleh buku City of God tulisan St.
Augustine. Kita akan melihat bagaimana Kepausan melenyapkan
aspek kedatangan kedua Kristus. Konsepnya ialah bahwa gereja yang harus mengendalikan pemerintahan sipil dunia,
dan dengan cara ini mendirikan kerajaan Allah yang universal yang damai di dunia.
St. Augustine menginterpretasikan Batu Daniel pasal 2
sebagai gereja yang mengalahkan kerajaan-kerajaan dunia, dan menghantarkan berdirinya kerajaan Allah di dunia. Siapa pun yang menolak konsep ini harus
disingkirkan. Dengan
demikian Augustine menyediakan dasar theologinya untuk apa yang akan muncul
kemudian, yaitu Inkuisisi.
Let's read the words of Thomas Aquinas. By the way there are two great
pillars of Roman Catholic theology:
1.
St. Augustine and
2.
the other is St. Thomas Aquinas
One was from the
Middle Ages, the other one, St. Augustine died in the year 431.
Mari kita baca
kata-kata Thomas Aquinas. Ketahuilah ada dua sokoguru dalam theologi Roma
Katolik:
1. St. Augustine, dan
2. Yang lain ialah St. Thomas Aquinas.
Yang satu dari Abad
Pertengahan, yang lain
yaitu St. Augustine meninggal tahun 431.
Notice what Thomas Aquinas had to say, “In order that spiritual matters might be kept separate from
temporal ones…” that sounds good, like separation of church and state, right? Well, let's
finish the statement
“…the ministry of this [spiritual] kingdom…” that is the church
“…was entrusted not to earthly kings but
to priests and especially to the highest of them, the successor of St. Peter, Vicar of
Christ, the Roman Pontiff,
to whom all kings must be subject, just as they are subject to our Lord Jesus.
For those
whom the care of
an intermediate…”
and that means the civil power “…For those
whom the care of
an intermediate end pertains, should be subject to him to whom the care of the
ultimate end belongs,
and
be directed by his rule.”
(The Political Ideas of St. Thomas Aquinas, p.
100)
So Thomas Aquinas is saying that the Vicar of Christ, or the Pope,
is not only the leader of the spiritual kingdom, but kings must be subject to
him, because the spiritual kingdom is higher in importance than the civil kingdom.
Simak apa yang dikatakan Thomas Aquinas, “…Supaya hal-hal
rohani bisa dipisahkan dari hal-hal duniawi…”
kedengarannya bagus, mirip pemisahan gereja dan
negara, bukan? Nah, mari kita selesaikan pernyataan ini, “…pelayanan
kerajaan [spiritual] ini…” maksudnya gereja, “…dipercayakan bukan kepada raja-raja bumi, melainkan kepada
imam-imam, dan terutama kepada yang tertinggi dari mereka, yaitu penerus St.
Petrus, Vikar Kristus, Pontif Roma, kepada siapa semua raja harus tunduk, sama
seperti mereka tunduk kepada Tuhan kita Yesus. Bagi mereka yang berurusan dengan pemeliharaan akhir yang sementara…” ini artinya kekuasaan sipil. “…Bagi mereka
yang berurusan dengan pemeliharaan akhir yang sementara, haruslah tunduk kepada
dia yang berurusan dengan pemeliharaan akhir yang final, dan mematuhi peraturannya.” (The Political Ideas of St.
Thomas Aquinas, hal.
100)
Jadi Thomas Aquinas mengatakan bahwa Vikar Kristus, atau Paus, bukan hanya
pemimpin kerajaan rohani, tetapi raja-raja bumi harus tunduk kepadanya,
karena kerajaan rohani itu lebih tinggi derajat kepentingannya daripada
kerajaan sipil.
Notice what the words of the Council of Trent had to say. This is found in
John W. Robbins’ book Ecclesiastical
Megalomania page 131 speaking about the Pope it says, “All temporal power is his;…”
what does “temporal” mean? Means the civil
power, the power of the state.
“…All temporal power is his, the dominion, jurisdiction,
and government of the whole Earth is his by divine right. All rulers of the Earth
are his subjects and must submit
to him.”
Why? Because the idea is, that if the church can control all the civil
powers of the world, the kingdom of Christ can be established from within human
history.
Is that the Seventh-Day Adventist’s view of the end-time? Absolutely not!
Simak apa kata Konsili Trent.
Ini terdapat di buku John W. Robbins, Ecclesiastical Megalomania hal. 131 bicara tentang Paus, dikatakan, “…Semua kekuasaan duniawi itu miliknya…” apa maksudnya “duniawi”? Artinya kekuasaan sipil, kekuasaan negara. “…Semua
kekuasaan duniawi itu miliknya, daerah kekuasaannya, yurisdiksinya; dan oleh hak Ilahinya pemerintahan seluruh dunia adalah miliknya. Semua penguasa dunia adalah bawahannya dan harus tunduk kepadanya.…” Mengapa? Karena konsepnya
ialah, jika gereja bisa mengendalikan semua kekuasaan sipil dunia, kerajaan Kristus
bisa didirikan dari dalam sejarah kemanusiaan.
Apakah itu pandangan MAHK tentang akhir zaman? Sama sekali bukan!
Notice what Leo XIII had to say, a pope, “That principle which Leo XIII so clearly established must be laid
down at the
outset here, namely, that there resides in
Us…” when the word “Us” is used they’re speaking about the papacy, “…there resides in
Us the right and duty to pronounce with supreme authority upon social and economic matters.”
So who has
supreme authority over social issues and over economic issues? The Roman
Catholic papacy, because they believe that the only hope for the world
to become a paradise on earth, or for there to be peace on earth, is if the
church controls the state and through the state the multitudes, to establish
Christ's Kingdom on earth, not from without, but from within.
Simak apa kata Leo XIII, seorang paus, “…Prinsip yang dibuat Leo XIII dengan begitu jelas,
harus dipaparkan di sini dari awal, yaitu bahwa pada Kami…” bila dipakai kata “Kami”
mereka bicara tentang Kepausan, “…pada Kami ada hak dan kewajiban untuk menetapkan dengan autoritas
tertinggi atas masalah sosial dan
ekonomi…” (Pope Pius XI, Encyclical Quadragesimo Anno, May
15, 1931, paragraph 41)
Jadi siapa yang punya
autoritas tertinggi dalam isu sosial dan ekonomi? Kepausan Roma Katolik,
karena mereka meyakini bahwa satu-satunya harapan bagi dunia untuk menjadi
Surga di bumi, atau agar ada damai di bumi, ialah bila gereja yang
mengendalikan negara; dan melalui negara, mengendalikan orang banyak, untuk
mendirikan kerajaan Kristus di bumi, bukan dari luar melainkan dari dalam.
There are several statements here I’m going to take the time to read these
because I want you to get a picture of the Roman Catholic’s view of the end,
but before I finish reading some of these statement let me ask you how many of
you have heard Pope Francis I mentioned the second coming of Christ? Not once! Why?
Because he does not believe in the second coming of Christ. You see the Roman
Catholic Church doesn't teach that Jesus is going to come from outside history
~ the Stone of Daniel 2 is going to destroy all kingdoms, and He's going to
establish His own kingdom which nobody will ever destroy ~ they believe that the kingdom will be
formed from within history, the church controlling the state, and through the
state bringing about peace on earth and goodwill to men.
Ada beberapa pernyataan di sini yang akan saya adakan
waktu untuk membacakannya karena saya mau kalian mendapatkan gambaran pandangan
Roma Katolik tentang akhir masa, tetapi sebelum saya membacakan pernyataan-pernyataan
ini, saya mau tanya, berapa dari kalian pernah mendengar Paus Francis I
menyinggung tentang kedatangan kedua Kristus? Tidak satu kali pun! Mengapa?
Karena dia tidak meyakini kedatangan kedua Kristus. Kalian lihat, gereja Roma Katolik tidak
mengajarkan bahwa Yesus akan datang dari luar sejarah ~ Batu di
Daniel pasal 2 akan menghancurkan semua kerajaan, dan Kristus akan mendirikan
kerajaanNya sendiri yang tidak akan pernah dihancurkan siapa pun ~ Roma Katolik meyakini bahwa
kerajaan Kristus akan dibentuk dari dalam sejarah, dengan gereja
mengendalikan negara, dan melalui negara membawa damai di bumi dan kebaikan
bagi manusia.
Notice the words of pope John XXIII, “Because all men are joined together by reason of their common origin, their redemption by Christ and their supernatural destiny, and are called to form
one Christian family…” see, the desire to unite all Christians? “… We appealed in the Encyclical Mater et Magistra…” listen carefully
“…to economically developed nations to come to the aid of those which were in
the
process of development...” that is called “redistribution of wealth”. Another name for it is
Socialism. The Roman Catholic Church believes in redistributing the wealth of the
world, the middle class is inimical to the Roman Catholic Church
because basically if you look at Europe during the Middle Ages you had two
classes: (1) you had the very rich and (2) you had the very poor, and most were
very poor. While the church had immense sums in riches within it, it never
shared them with the poor. So notice
once again “… in the Encyclical Mater et Magistra
to economically developed nations to come to the aid of those which were in
the
process of development.”
Simak kata-kata paus Yohanes XXIII, “…Karena semua manusia dipersatukan oleh alasan asal usul
mereka yang sama, penebusan mereka oleh Kristus, dan takdir supranatural
mereka, dan dipanggil untuk membentuk satu keluarga Kristen…” lihat, keinginan untuk mempersatukan
semua Kristen? “…Kami memohon di
Ensiklikal Mater et Magistra…” dengarkan baik-baik, “…kepada bangsa-bangsa yang sudah maju ekonominya untuk datang
membantu mereka yang berada dalam proses
pengembangan…” ini disebut “pemerataan kekayaan.” Nama lain untuk ini ialah Sosialisme. Gereja Roma Katolik meyakini
pemerataan kekayaan dunia. Golongan kelas menengah merupakan
musuh bagi gereja Roma Katolik, pada dasarnya karena jika kita melihat Eropa di
Abad Pertengahan, hanya ada dua kelas (1) yang sangat kaya, dan (2) yang sangat miskin, dan kebanyakan adalah sangat miskin.
Sementara gereja punya kekayaan dalam jumlah besar, dia tidak pernah
membagikannya kepada yang miskin. Jadi simak sekali lagi, “…di Ensiklik
Mater et Magistra kepada bangsa-bangsa yang sudah maju ekonominya untuk datang
membantu mereka yang berada dalam proses
pengembangan…” (John XXIII, Pacem in Terris,
1963, pg. 121)
Notice what the Second Vatican Council had to say. This is in one of the
declarations Gaudium et Spes page 82 it
says, “It is our clear duty…” this is the
official teaching of the Roman Catholic Church in a council, Church Council, “…It is our clear duty therefore, to strain every muscle in working for the time when all
war can be completely outlawed by international consent…”
now who's going to do that? Let's continue
reading. “…This goal undoubtedly requires the establishment of a universal public authority…” who do you think that authority is? Billy Graham? Think again! “…This goal undoubtedly requires the establishment of a universal public authority, acknowledged as such by all,…”
and now listen, “…and endowed with the power to
safeguard
on
the behalf of all, security, regard for justice, and respect for rights.” (Second Vatican II,
Gaudium et Spes,
1965 pg. 82)
Simak apa kata Konsili Vatikan II. Ini salah satu
deklarasinya Gaudium et
Spes hal. 82, dikatakan, “…Oleh karena itu
adalah kewajiban yang jelas bagi kita…” ini adalah ajaran resmi gereja Roma Katolik, dalam suatu konsili gereja, “…Oleh karena itu
adalah kewajiban yang jelas bagi kita agar berusaha sekeras-kerasnya untuk mencapai masa ketika semua peperangan bisa seluruhnya dilarang oleh
persetujuan internasional…” Nah, siapa yang akan melakukan itu? Mari kita lanjutkan membaca, “…Tujuan ini jelas memerlukan ditegakkannya suatu
autoritas publik yang universal…” kalian pikir siapa autoritas itu? Billy Graham? Pikir lagi! “…Tujuan ini jelas memerlukan ditegakkannya suatu
autoritas publik yang universal, yang diakui oleh semua…” dan sekarang dengarkan, “…dan yang
diberi kekuasaan demi semua pihak, untuk
melindungi keamanan, menghargai keadilan, dan menghormati hak-hak.” (Second Vatican II,
Gaudium et Spes,
1965 hal. 82)
Were you aware of these quotations? It's all over Roman Catholic theology. In
fact I’m going to read some statements in a moment that come from a compendium
of Catholic doctrine. I have a copy of that in my office. It is this thick, and
it is an eye-opener. Roman Catholic social theory. Folks, the second coming of Christ is as far
as the East is from the West in Roman Catholic thinking. You won't find
preaching about the second coming of Christ, you won't find the Pope
talking about the second coming of Christ, you'll hear him talking about the
family, you'll hear him talking about gay marriage, you'll hear him talking
about global warming, you'll hear him talking about terrorism, you'll hear him
talking about war, you'll hear him talking about natural disasters, you'll hear
him talking about everything relating to this world, and how those problems can
be solved here. But we know that those problems will not be solved here, they
will be solved by a supernatural coming of Christ. But the problem is, when you
have gotten rid of a supernatural Creation, quick, instantaneous, miraculous,
in seven literal days, what hope do you have that there's going to be an end
like that, and that God is going to make a new Heavens and a new earth? You
can't have that hope anymore because you got rid of Creation, you got rid of a
divine end as well. Are you following my
point?
Apakah kalian sadar tentang kutipan-kutipan ini? Tersebar
di semua theologi Roma Katolik. Bahkan saya akan membacakan beberapa pernyataan
yang berasal dari sebuah kompendium doktrin Katolik. Saya punya bukunya di kantor,
setebal ini (dari jempol sampai jari tengah tangan), dan isinya mencelekkan
mata. Teori sosial Roma Katolik. Saudara-saudara, kedatangan kedua Kristus itu sejauh dari timur dari barat
dalam pemikiran Roma Katolik. Kalian tidak akan menemukan khotbah tentang kedatangan kedua Kristus.
Kalian tidak akan menemukan Paus bicara tentang kedatangan Kristus kedua.
Kalian akan mendengarnya bicara tentang keluarga, tentang perkawinan gay,
tentang global warming,
tentang terorisme, tentang perang, tentang bencana alam, tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan dunia ini, dan bagaimana masalah-masalah itu bisa
diselesaikan di sini. Tetapi kita tahu bahwa masalah-masalah itu tidak akan
bisa diselesaikan di sini, mereka akan diselesaikan oleh kedatangan Kristus yang
supranatural. Tetapi masalahnya, jika manusia telah menyingkirkan Penciptaan
yang supranatural, cepat, instan, ajaib, dalam tujuh hari literal, mana ada
harapan bisa menemukan akan ada suatu akhir yang seperti itu, bahwa Allah akan
membuat langit yang baru dan bumi yang baru? Orang tidak akan punya harapan itu
lagi karena dengan menyingkirkan Penciptaan, maka tersingkir jugalah akhir yang
dibuat oleh Allah. Apakah kalian mengikuti poin saya?
Notice what Pope Paul VI had to say. This is found in Populorum
Progressio page 78, “This international
collaboration on a worldwide scale…”
this is called “globalism” by the way, but
this before the word “globalism” became popular “…This international collaboration on a worldwide scale requires institutions that will prepare, coordinate, and direct it until finally there is established
an order of justice which is universally recognized…”
do you know what the word “Catholic” means?
“Universal”. It continues saying, “…Who does not see the
necessity of thus establishing progressively a world authority…” this is not 2015, folks! This is Pope Paul VI, a long time ago! “…Who does not see the
necessity of thus establishing progressively a world authority capable of acting
effectively in
the
juridical and political sectors?” ( Paul VI, Populorum Progressio
(1967), pg.
78 )
Simak apa kata paus Paulus VI. Ini ada di Populorum Progressio hal. 78. “…Kolaborasi internasional ini yang berskala mendunia…” ini sekarang disebut “globalisme” tetapi waktu itu kata “globalisme” belum menjadi populer. “…Kolaborasi internasional ini yang berskala mendunia membutuhkan institusi-institusi yang akan
menyiapkan, mengkoordinasi, dan mengarahkan hingga akhirnya terbentuk suatu tatanan keadilan yang diakui secara universal…” Tahukah kalian apa arti kata
“Katolik”? Universal. Selanjutnya
dikatakan,
“…Siapa yang tidak melihat perlunya mendirikan secara progresif suatu
autoritas dunia…” ini bukan di 2015, Saudara-saudara! Ini Paus Paulus VI, sudah lewat lama
sekali.
“…Siapa yang tidak melihat perlunya mendirikan secara progresif suatu
autoritas dunia yang mampu bertindak secara efektif dalam sektor juridis dan
politis?” ( Paul VI, Populorum
Progressio (1967),
hal. 78 )
I’ll read one more, we only have time for one more.
Malachi Martin, personal friend of John Paul II, wrote this famous book known
as The Keys of this Blood where he
describes the rivalry in the war between three competitors. You have (1) the
Roman Catholic church, you have (2) Capitalism and (3) Communism. And of course Communism except
for one or two countries has had its demise; and Capitalism is in its last
throes, if you’ve really been paying close attention to what's happening. So
what Malachi Martin said he could see what was going to happen not because he's
a prophet, but because the Roman Catholic Church has over a thousand years of experience. They
know that this will lead to this.
Now notice, “He [John Paul] was himself the head of the most extensive and deeply
experienced of the three global powers that would, within a short time, set about ending the nation system of world
politics that has defined human society for over a thousand years…” the idea is eliminate the individual nation idea “…It is not too much to say, in fact, that the chosen purpose of John Paul’s pontificate—the engine that drives his papal grand
policy and that determines his day-to-day,
year-by-year strategies—is
to be victor in that competition, now well under way.” (Malachi Martin,
The Keys of this Blood,
pg. 17 )
What would we say today? Now it is well, well, well underway. This was
written when John Paul II was pope, but since then we've had Benedict XVI, and
we've had Francis I that have continued this agenda.
Saya akan membacakan satu lagi. Kita hanya punya waktu
untuk satu kutipan lagi.
Malachi Martin, teman pribadi Yohanes Paulus II, menulis
bukunya yang terkenal berjudul The Keys of this Blood di mana dia menggambarkan persaingan dalam pertarungan
antara tiga kompetitor. Ada (1) gereja Roma Katolik, ada (2) Kapitalisme, dan
(3) Komunisme. Dan tentu saja Komunisme sudah mati kecuali di satu atau dua
negara; sedangkan Kapitalisme sedang sekarat jika kalian benar-benar
memperhatikan apa yang sedang terjadi. Jadi apa yang dikatakan Malachi Martin
ialah dia bisa melihat apa yang akan terjadi, bukan karena dia seorang
nabi, tetapi karena gereja Roma Katolik sudah memiliki pengalaman lebih dari
seribu tahun. Mereka tahu bahwa ini akan mengakibatkan itu.
Sekarang simak, “…Dia [Yohanes
Paulus] sendiri adalah kepala dari tiga kekuasaan global yang paling luas dan
paling dalam pengalamannya, yang dalam waktu yang singkat, berniat mengakhiri
sistem bangsa-bangsa di politik
dunia, yang selama lebih dari seribu tahun telah
mendefinisikan masyarakat manusia…” idenya ialah untuk mengeliminasi konsep bangsa-bangsa yang terpisah. “…Sesungguhnya, tidaklah berlebihan untuk mengatakan,
tujuan yang dipilih oleh Kepausan Yohanes Paulus ~ mesin yang menggerakkan
kebijakan besar kepausannya dan yang menentukan strateginya dari hari ke hari dan
dari tahun ke tahun ~ ialah untuk menjadi pemenang dalam persaingan itu, yang
sekarang sudah sedang berjalan.” (Malachi Martin, The
Keys of this Blood,
hal. 17 )
Apa yang bisa kita katakan sekarang? Sekarang itu sudah jauh, jauh, jauh jalannya. Ini ditulis ketika Yohanes Paulus II adalah paus, tetapi sejak
itu sudah ada Benedict XVI, dan sekarang ada Francis I yang melanjutkan agenda
ini.
I am going to read some statements more contemporary statements so that you
see that there's a trajectory here and a desire to establish Christ's Kingdom
on earth not supernaturally but naturally, not a kingdom from outside but a
kingdom that evolves from inside. This is the idea of all nations coming
together in an evolutionary way, but that topic we will have to deal with in
our first study tomorrow morning. We will finish this material and we'll say a
few more things about Creation.
Saya akan
membacakan pernyataan-pernyataan yang lebih kontemporer supaya kalian bisa
melihat bahwa ada trayek perkembangan di sini, dan suatu niat untuk mendirikan
kerajaan Kristus di bumi, bukan secara supranatural melainkan secara natural;
bukan suatu kerajaan yang datang dari luar melainkan suatu kerajaan yang
berevolusi dari dalam. Yaitu konsep segala bangsa menjadi satu bersama-sama
secara evolusi, tetapi topik ini akan kita bahas dalam pelajaran pertama kita
besok pagi, kita akan menyelesaikan materi ini dan kita akan bicara beberapa
hal lagi tentang Penciptaan.
11
12 22
No comments:
Post a Comment