Monday, August 19, 2024

EPISODE 08/24 ~ WHAT JESUS SAID ~ OVERCOMING LIFE'S MISTAKES ~ STEPHEN BOHR

WHAT JESUS SAID

Part 08/24 - Stephen Bohr

OVERCOMING LIFE’S MISTAKES

https://www.youtube.com/watch?v=lh27VM9q6yo&t=3s

 

Dibuka dengan doa

 

 

Okay, in our last study we noticed the difference between the old and the new covenant, and we noticed that the new covenant is better.

1.   because it has better blood, it has the blood of Jesus.

2.   because the Law is written in a different place. It's not written on tables of stone, it's written on the tables of the heart.

 

Oke, di pelajaran kita yang terakhir, kita sudah melihat perbedaan antara perjanjian yang lama dengan yang baru, dan kita sudah melihat bahwa perjanjian yang baru itu lebih baik,

1.   karena darahnya lebih baik, ada darah Yesus di sana,

2.   karena Hukum Allah ditulis di tempat yang berbeda, tidak ditulis pada loh-loh batu, melainkan ditulis pada loh-loh hati.

 

 

In this present study that we're going to undertake now, we're going to discover that we have all contracted a terminal spiritual disease. We will also notice what measures God has taken to cure us from that deadly disease. Our study is going to be based on John chapter 3, the encounter of Jesus with that Jewish scholar called Nicodemus.

 

Di pelajaran yang sekarang yang akan kita bahas, kita akan menemukan bahwa kita semua telah terjangkit penyakit spiritual yang mematikan. Kita juga akan melihat apa saja tindakan yang telah diambil Allah untuk menyembuhkan kita dari penyakit yang mematikan ini. Pelajaran kita akan berdasarkan Yohanes pasal 3, pertemuan Yesus dengan pakar Yahudi yang bernama Nikodemus.

 

 

According to John 3:1 Nicodemus was a Pharisee and a ruler of the Jewish Sanhedrin, of the governing council. As a Pharisee, Nicodemus considered himself a meticulous observer of the Law. However, his obedience was a façade, it was something superficial that did not flow from the heart. His religious experience was like that of Saul of Tarsus, who was also a Pharisee, and after the stoning of Stephen, also became a member of the Sanhedrin as a reward for having led out in the stoning of Stephen.

 

Menurut Yohanes 3:1, Nikodemus adalah seorang Farisi, dan seorang pemimpin di Sanhedrin Yahudi, semacam parlemen Yahudi. Sebagai seorang Farisi, Nikodemus menganggap dirinya seorang pemelihara Hukum yang teliti. Namun, kepatuhannya hanyalah di bagian luarnya, sesuatu yang hanya di permukaan, yang tidak mengalir dari hati. Pengalaman relijiusnya mirip pengalaman Saulus dari Tarsus, yang juga seorang Farisi dan setellah perajaman Stefanus dia juga menjadi anggota Sanhedrin sebagai balas jasa telah memimpin perajaman Stefanus.

 

 

After his conversion, Saul of Tarsus who now was known as Paul, reminisced of his life before he came to know Jesus Christ, and his description is found in the book of Philippians 3:4-6, the description is that of a consummate individual who is a legalist. This is what he says, “ … If anyone else thinks he may have confidence in the flesh, I more so: circumcised the eighth day, of the stock of Israel, of the tribe of Benjamin, a Hebrew of the Hebrews; concerning the Law, a Pharisee; concerning zeal, persecuting the church; concerning the righteousness which is in the Law, blameless.” I would say that's quite an arrogant description of himself while he was outside of Christ, and yet he appeared to be righteous. If you looked at Saul of Tarsus, he fasted, he tithed, he observed the Sabbath, he appeared to be a faithful meticulous Law keeper. Clearly before his conversion Paul was the consummate legalist. For him the Law was a list of rules written on tables of stone. Keeping the Law was meritorious, it was a way to earn salvation.

 

Setelah pertobatannya, Saulus dari Tarsus yang sekarang dikenal sebagai Paulus, mengingat kembali hidupnya yang lama sebelum dia mengenal Yesus Kristus, dan deskripsinya ditemukan di kitab Filipi 3:4-6, deskripsi itu ialah tentang seorang individu yang adalah legalis sempurna. Inilah yang dikatakannya,4… Jika ada orang yang menyangka dia boleh mengandalkan daging, aku lebih lagi: 5disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang yang paling Ibrani dari semua orang Ibrani; dalam hal  hukum Taurat, seorang Farisi, 6 dalam hal semangat, penganiaya jemaat; dalam hal kebenaran menurut Hukum Taurat, aku tidak bercacat.” Bisa saya katakan ini deskripsi yang cukup sombong tentang dirinya sebelum dia ikut Kristus, namun di luar dia tampak sebagai orang benar. Jika kita melihat Saulus dari Tarsus, dia berpuasa, dia menyerahkan persepuluhan, dia memelihara Sabat, dia tampak sebagai pemelihara Hukum yang setia dan teliti. Jelas sebelum pertobatannya Paulus adalah seorang legalis sempurna. Baginya Hukum hanyalah sebuah daftar peraturan yang ditulis pada loh-loh batu; memelihara Hukum itu menghasilkan pahala, itu adalah jalan untuk mendapatkan keselamatan.

 

 

The rich young ruler is another illustration of this, probably a member of the Sanhedrin as well.

He came to Jesus, he says, “I want to know what it takes to have eternal life.”

Jesus says, “Simple. Keep the Commandments.”

And he said, “This is too good to be true.” And so at this point he wants to know for sure that he and Christ are talking about the same Commandments. So he says, “Which?”

And Jesus says, “Well, yeah,” He quotes the last six Commandments, takes out the one that says you shall not covet, and in its place He puts in the Commandment “You shall love your neighbor as yourself”,  because loving your neighbor is the opposite of covetousness.

And the rich young ruler says, “Wuh, I have kept all these since my youth. I’m ready to go into the kingdom. Take me.”

And Jesus says, “One thing you still lack, only one little thing, and that is go sell everything you have, give to the poor, and you will have treasure with Me in heaven, come and follow Me.”

And the Bible says that he went away sad because he had many possessions. He was the legalist. Externally it appeared like he was keeping the Law, but it did not come out of love, as is shown by the fact that he did not want to sell his goods to bless those who are in need.

 

Pemimpin muda yang kaya adalah ilustrasi lain tentang hal ini, mungkin dia seorang anggota Sanhedrin juga.

Dia datang kepada Yesus dan berkata, “Saya mau tahu, apa yang dibutuhkan supaya bisa punya hidup kekal.”

Yesus berkata, “Sederhana. Patuhilah Perintah-perintah.”

Dan dia berkata, “Wah, sip.” Maka di saat ini dia mau memastikan bahwa dia dan Kristus bicara tentang Perintah-perintah yang sama. Jadi dia berkata, “Yang mana?”

Dan Yesus berkata, “Nah,” Dia mengutip enam Perintah yang terakhir, tidak menyebutkan yang berkata “Jangan mengingini milik sesamamu” (Keluaran 20:17), dan sebagai gantinya Dia memasukkan Perintah, “Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri” (Matius 19:19) karena mengasihi sesama itu berlawanan dengan mengingini milik sesama.

Dan pemimpin muda yang kaya itu berkata, “Wuh, saya sudah mematuhi semua ini sejak masa muda saya. Saya siap untuk masuk kerajaan. Bawalah saya.”

Dan Yesus berkata, “Satu hal masih kurang padamu, hanya satu hal kecil, dan itu ialah juallah segala milikmu, berikan kepada orang miskin dan kamu akan punya harta di Surga bersamaKu, dan datanglah dan ikutlah Aku.”

Dan Alkitab berkata pemimpin muda kaya itu pergi dengan sedih karena dia punya banyak harta. Dia seorang legalis. Di luar dia tampak seperti pemelihara Hukum, tetapi itu tidak datang dari kasih, sebagaimana ditunjukkan oleh faktanya bahwa dia tidak mau menjual barang-barangnya untuk membantu mereka yang membutuhkan.

 

 

We also have the story of the Pharisee and the publican, and the reason I’m bringing these stories that we find in the New Testament is because they are an illustration of what Nicodemus was. Notice the story in Luke 18:9 through 14. Also He spoke this parable to some who trusted in themselves that they were righteous, and despised others…” here you have the two characteristics of a legalist.

1.   First of all they are proud of their righteousness,

2.   and secondly they despise those who don't reach their level of righteousness.

Verse 10, “…10 Two men went up to the temple to pray, one a Pharisee and the other a tax collector…” or a publican, they were hated by the Jews because they charged taxes for the Roman empire. Verse 11, “…11 The Pharisee stood and prayed thus with himself…” I like that,  “…‘God, I thank You that I am not like other men—extortioners, unjust, adulterers, or even as this tax collector. 12 I fast twice a week; I give tithes of all that I possess.’…” are you catching the attitude of the legalistic Law-keeper? And then notice the attitude of the tax collector.  “…13 And the tax collector, standing afar off…”  he wouldn't even come near to where God's presence was. It says he has stood afar off and “…would not so much as raise his eyes to heaven, but beat his breast…” was he repentant? Yes,  “…beat his breast saying, ‘God, be merciful to me a sinner!’…” he recognized that he was a sinner. And then Jesus says,  “…14 I tell you, this man went down to his house justified…” this is the only time that the word “justified” appears on the lips of Jesus and the word “justification” means forgiveness. So Jesus is saying,  “…this man went down to his house justified…” or forgiven  “…rather than the other; for everyone who exalts himself will be humbled, and he who humbles himself will be exalted.”

Such was the Law obedience of Nicodemus being a Pharisee.

 

Juga ada kisah orang Farisi dan pemungut cukai. Dan alasan saya mengetengahkan kisah-kisah ini yang ada di kitab Perjanjian Baru ialah karena mereka merupakan ilustrasi tentang siapa Nikodemus itu. Simak kisah di Lukas 18:9-14. 9 Juga Dia mengatakan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang mengandalkan diri mereka sendiri bahwa mereka benar dan memandang rendah orang lain,…” di sini kita melihat kedua karakteristik seorang legalis:

1.   Pertama mereka bangga dengan kebenaran mereka,

2.   Dan kedua mereka membenci orang-orang yang tidak mencapai tingkat kebenaran mereka.

Ayat 10, “…10 Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai…” atau tukang pajak. Mereka dibenci orang-orang Yahudi karena mereka menarik pajak bagi kekaisaran Roma. Ayat 11,  “…11 Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dengan dirinya sendiri demikian,…” saya suka ini, “…‘Ya Allah, aku bersyukur aku tidak seperti orang lain ~ pemeras, lalim, pezinah, bahkan seperti pemungut cukai ini. 12 Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala milikku.’…”  Apakah kalian menangkap sikap seorang pemelihara Hukum yang legalis? Sekarang simak sikap pemungut cukai itu. “…13 Dan pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh…”  dia bahkan tidak berani mendekat ke hadirat Allah. Dikatakan dia berdiri jauh-jauh dan “…bahkan tidak sedikit pun  berani mengangkat matanya ke langit, melainkan memukuli dadanya…” apakah dia menyesali dosanya? Ya, “…memukuli dadanya sambil berkata: ‘Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa.’…” Dia menyadari dia seorang pendosa. Lalu Yesus berkata,   “…14 Aku berkata kepadamu, Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, …”  ini adalah satu-satunya kali kata “dibenarkan” muncul dari bibir Yesus. Dan kata “pembenaran” artinya pengampunan. Maka Yesus berkata,  “…Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah…” atau mendapatkan pengampunan, “…tidak seperti yang satunya. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

Seperti inilah kepatuhan Nikodemus kepada Hukum, sebagai seorang Farisi.

 

 

Jesus described the scribes and the Pharisees as hypocrites who bolstered of being holy. Outwardly they appeared to be holy and righteous, but Jesus assured them that they were outside like white as sepulchers, but inside they were full of rot. And you can read that in Matthew 23:23-28.  

 

Yesus menggambarkan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai orang-orang munafik yang menyombong sebagai orang-orang saleh. Di luarnya mereka tampak saleh dan benar, tetapi Yesus menjamin bahwa di luar mereka seperti kubur yang putih tetapi di dalamnya penuh kebusukan. Dan kalian bisa membaca ini di Matius 23:23-28.

 

 

Nicodemus was a strict Pharisee, and prided himself on his good works. He was widely esteemed for his benevolence and his liberality in sustaining the temple service, and he felt secure in God. And so Nicodemus the Pharisee came to an interview with Jesus on the mount of Olives at night. He came at night because he wanted to guard his reputation as a ruler of the Jews, he didn't want to acknowledge himself in sympathy with a Teacher that was little known. After all he was the great scholar in Israel.

Nicodemus began his conversation with Jesus by trying to flatter the Master extolling His great qualities as a Teacher, and extolling the miracles that Jesus performed. The words of Nicodemus expressed unbelief because he recognized Jesus as a great Teacher but he did not recognize Jesus at that point as the Messiah who would save the world from sin. Jesus cut to the chase. He sidestepped all the accolades and said to the Nicodemus, “Let's get to the point, buddy.” He said to Nicodemus, 3 ‘Most assuredly, I say to you, unless one is born again, he cannot see the kingdom of God.’…” there needs to be a second birth to see the kingdom of God.

 

Nikodemus adalah seorang Farisi yang ketat, dan membanggakan dirinya dengan perbuatan baiknya. Dia dihormati di mana-mana karena kemurahanhatinya dan keroyalannya mendukung pelayanan Bait Suci, dan dia merasa terjamin dalam Allah. Maka Nikodemus si Farisi datang untuk suatu perbincangan dengan Yesus di Bukit Zaitun pada malam hari. Dia datang malam hari karena dia mau melindungi reputasinya sebagai seorang pemimpin bangsa Yahudi, dia tidak mau mengakui bahwa dia bersimpati pada seorang Guru yang tidak terlalu dikenal. Bukankah dialah yang pakar besar di Israel?

Nikodemus memulai pembicaraannya dengan Yesus dengan mencoba membesarkan hati Sang Guru dengan memuji kemampuan-kemampuanNya yang hebat sebagai seorang guru, dan memuji mujizat-mujizat yang telah dilakukan Yesus. Kata-kata Nikodemus menyatakan ketidakpercayaannya karena dia hanya mengenali Yesus sebagai Guru yang hebat tetapi pada waktu itu dia tidak mengenali Yesus sebagai Sang Mesias yang akan menyelamatkan dunia dari dosa. Yesus langsung ke inti masalah. Dia mengabaikan semua pujian dan berkata kepada Nikodemus, “Langsung saja ke intinya, Kawan.” Dia berkata kepada Nikodemus, 3 Sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu, kecuali seorang manusia dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah’…” harus ada kelahiran kedua untuk bisa melihat kerajaan Allah. 

 

 

By virtue of his birth as an Israelite, Nicodemus regarded himself as having a sure place in the kingdom of God. He felt that he needed no change whatsoever, hence he was surprised at the words of Jesus that he had to be born again or else he would not be able to see the kingdom of God according to verse 5 of chapter 3. Nicodemus was probably irritated by the words of Jesus, and attempted to deflect  the conversation by suggesting that what Jesus had just said was absurd and ridiculous. He said in John 3:4, Nicodemus said to Him, ‘How can a man be born when he is old? Can he enter a second time into his mother’s womb and be born?’…” See, he's trying to sidestep what Jesus had just said. He should have asked what does it mean to be born again. He's actually trying to deflect the conversation.

 

Berdasarkan kelahirannya sebagai bangsa Israrel, Nikodemus menganggap dirinya sudah memiliki kedudukan yang pasti dalam kerajaan Allah. Dia pikir dia tidak perlu berubah apa pun, oleh karena itu dia kaget mendengar kata-kata Yesus bahwa dia harus dilahirkan kembali atau dia tidak akan bisa melihat kerajaan Allah, menurut ayat 5 pasal 3. Kemungkinan besar Nikodemus menjadi jengkel oleh kata-kata Yesus dan berusaha mengalihkan pembicaraan dengan mengusulkan apa yang baru dikatakan Yesus itu tidak masuk akal dan konyol. Dia berkata di Yohanes 3:4, 4 Kata Nikodemus kepada-Nya: ‘Bagaimanakah bisa seorang dilahirkan waktu  ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kedua kalinya ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan? …”  Lihat, dia berusaha menghindari apa yang baru dikatakan Yesus. Seharusnya dia bertanya apa maksudnya dilahirkan kembali. Sebetulnya dia berusaha mengalihkan percakapan itu.

 

 

Jesus instead of softening His message, went even further. He now said to Nicodemus, not only that if he was not born again he would not see the kingdom of God, He said you cannot even enter the kingdom of God unless you are born again. John 3:5 and 6, 5  … ‘Most assuredly, I say to you, unless one is born of water and the Spirit…”  two things “…of water and the Spirit, he cannot enter the kingdom of God. That which is born of the flesh is flesh…” that's your first birth, by the way,  “…and that which is born of the Spirit is Spirit…” that is the second birth.

By “water” Jesus was referring to water baptism, and by “Spirit” He was referring to the Holy Spirit.

v   When we are born the first time, we are born in the flesh.

v   But when we are born again, we are born of the water and of the Holy Spirit.

 

Yesus bukannya melunakkan pesanNya, Dia bahkan maju lebih jauh. Dia berkata kepada Nikodemus, bukan saja jika dia tidak dilahirkan kembali dia tidak akan melihat kerajaan Allah, Dia berkata, kamu bahkan tidak akan masuk ke kerajaan Allah, kecuali kamu dilahirkan kembali. Yohanes 3:5-6, 5 … ‘Sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu, kecuali seorang manusia dilahirkan dari air dan Roh…” dua hal, “…dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk Kerajaan Allah. 6 Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging…”  itu kelahiran kita yang pertama, “…dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. …”  ini kelahiran kedua.

Dengan “air” Yesus mengacu kepada baptisan air, dan dengan “Roh” Dia mengacu kepada Roh Kudus.

v   Ketika kita dilahirkan pertama kalinya, kita dilahirkan secara daging.

v   Tetapi ketika kita dilahirkan kembali, kita lahir dari air dan dari Roh Kudus.

 

 

Paul amplified what Jesus meant by “the flesh” in the words that we find in Romans 8:8 where it says,“ So then, those who are in the flesh…” those, in other words, who have been born only the first time, physically from their mother,   “…those who are in the flesh cannot please God.” It is impossible to please God with just your first birth, in other words. By “flesh” the apostle Paul means that we are born with a fallen, selfish, sinful nature when we come from our mother's womb. Without the new birth, we are lost.

 

Paulus memperluas apa yang dimaksud Yesus dengan “daging” dengan kata-kata yang kita lihat di Roma 8:8 di mana dikatakan, 8 Maka mereka yang hidup dalam daging…”  dengan kata lain mereka yang dilahirkan hanya pertama kalinya, secara fisik dari ibu mereka,   “…mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah…” dengan kata lain, mustahil menyenangkan Allah hanya dengan kelahiran kita yang pertama. Dengan “daging” yang dimaksud rasul Paulus ialah kita lahir dengan sifat alami yang sudah jatuh, yang egois, dan berdosa, ketika kita keluar dari rahim ibu kita. Tanpa kelahiran yang baru, kita tidak bisa selamat.

 

 

Let's diagnose the disease we are born with, and see how it can be cured. In the sermon on the mount, Jesus told the populists that they needed to have a greater righteousness than that of the scribes and Pharisees. That's an important expression. Not less righteousness than the scribes and Pharisees, but a greater righteousness than the scribes and Pharisees. The question is, what did Jesus mean by the need for a greater righteousness? Well, in the succeeding context, the very succeeding context we have the answer. Verses 21 and 22 tell us that the Pharisees did not actually commit the act of murder, but by having hatred in their hearts they were just as verily guilty of murder as if they had performed the act, because they had the intention of murder in the heart. The same rings true with adultery. The Pharisees prided themselves because they had not committed the act of adultery, but Jesus told them that adultery takes place where first? It takes place in the heart before it bears fruit in action.

 

Mari kita diagnose penyakit yang kita peroleh dari lahir, dan kita lihat bagaimana itu bisa disembuhkan. Di khotbah di atas bukit, Yesus memberitahu masyarakat bahwa mereka perlu memiliki kebenaran yang lebih besar daripada yang dimiliki para ahli Taurat dan orang Farisi. Ini adalah ungkapan yang penting. Bukan kebenaran yang lebih sedikit dari milik para ahli Taurat dan orang Farisi, melainkan kebenaran yang lebih besar daripada milik mereka. Pertanyaannya ialah, apa yang dimaksud Yesus dengan perlunya punya kebenaran yang lebih besar? Nah, di konteks berikutnya, yang persis ada setelah itu, kita menemukan jawabannya. Ayat 21 dan 22 memberitahu kita bahwa orang-orang Farisi sesungguhnya tidak benar-benar melakukan tindakan membunuh, tetapi dengan mempunyai kebencian dalam hati mereka, itu sama seperti mereka benar-benar bersalah membunuh seolah-olah mereka telah melakukan perbuatan itu, karena mereka sudah memiliki niat membunuh dalam hati. Hal yang sama berlaku juga untuk perzinahan. Orang-orang Farisi membanggakan diri mereka karena mareka tidak melakukan tindakan berzinah tetapi Yesus mengatakan kepada mereka, zinah itu pertama terjadi di mana? Itu terjadi dalam hati sebelum berbuah menjadi perbuatan.

 

 

Jesus picked up on this theme. We read this in an earlier presentation in Matthew 23:23 to 28 where once again He's addressing the self-righteous scribes and Pharisees.  Jesus accused them of having a façade of external righteousness, but with a diseased heart. They were hypocrites because they hid the filth inside by an apparently spotless external conduct. What is a hypocrite? A hypocrite is one that appears to be one thing, but really is something else, correct? Did they appear righteous outside? Oh yes! But were they righteous inside? No! They were not righteous inside. Sin always begins in the heart, and for this reason it must be overcome there first.  We notice this in the story of the temptation of Eve and the story of Achan.

 

Yesus melanjutkan tema ini. Kita sudah membaca ini dalam presentasi sebelumnya di Matius 23:23-28 di mana sekali lagi Yesus bicara tentang perasaan benar sendiri para ahli Taurat dan orang Farisi. Yesus menuduh mereka memiliki permukaan kebenaran eksternal tetapi hati yang sakit. Mereka munafik karena mereka menyembunyikan kenajisan yang di dalam dengan perbuatan eksternal yang nyata tidak bercela. Seorang munafik itu apa? Seorang munafik adalah orang yang tampil satu gaya tetapi sesungguhnya dia lain, benar? Apakah mereka tampil benar di luar? Oh, ya! Tetapi apakah mereka benar di dalam? Tidak! Mereka tidak benar di dalam. Dosa selalu dimulai di hati, dan karena itulah dosa harus ditaklukkan di sana dulu. Kita melihat ini di kisah pencobaan Hawa dan kisah Akhan.

 

 

In the story of Eve we have a four-step process.

1.   She saw that the fruit appeared delicious,

2.   then it says that she desired the fruit,

3.   then she took the fruit,

4.   and then she's trying to hide what she did.

Four steps.

1.   first step is seeing, it's not sin when she sees,

2.   but then she desired the fruit, there's where the sin begins in the heart.

3.   then the act comes, the taking of the fruit, and the eating of the fruit,

4.   and then of course she tries to hide what she had done. She and Adam hide in the midst of the garden.

 

Di kisah Hawa ada proses 4 langkah:

1.   Hawa melihat buah itu tampaknya lezat,

2.   lalu dikatakan Hawa menginginkan buah itu,

3.   lalu dia mengambil buah itu,

4.   dan kemudian dia berusaha menyembunyikan perbuatannya.

Empat langkah:.

1.   pertama itu melihat, bukan dosa ketika dia cuma melihat,

2.   tetapi ketika dia menginginkan buah itu, di sanalah dosa mulai muncul dalam hati,

3.   lalu muncul tindakannya, diambilnya buah itu, dan dimakannya buah itu,

4.   kemudian tentu saja dia berusaha menyembunyikan perbuatannya. Dia dan Adam bersembunyi di tengah-tengah kebun.

 

 

The same with Achan. When Achan took those things from the city of Jericho that God had said, “You can't take anything for yourself”, finally when he comes before Joshua, Joshua says, “What have you done?” And Achan says, “I saw all of these things, I desired them, I took them, and they're hidden under my tent.” Notice the four steps that we see here.

 

Sama dengan Akhan. Ketika Akhan mengambil barang-barang itu dari kota Yeriko yang telah Tuhan katakan, “Kamu tidak boleh mengambil apa pun untuk dirimu sendiri”, akhirnya ketika Akhan menghadap di depan Yosua, Yosua berkata, “Apa yang telah kamu lakukan?” Dan Akhan berkata, “Aku melihat semua barang itu, aku menginginkan mereka, aku mengambil mereka, dan mereka tersembunyi di bawah tendaku.” Simak keempat langkah yang kita lihat di sini. (Baca Yosua pasal 7)

 

 

The sin of David followed the same steps. He came out on the balcony one afternoon and he saw this beautiful woman bathing. He saw her. It wasn't a sin for him to momentarily see her. What should he have done? He should have fled at that first step. We have to gain the victory over sin at the first step, folks. But David, he saw, and he kept seeing, which means that now he coveted her, and that takes then to the next step. What is the next step? He took her. And then he tried to hide his sin by sending Uriah to his death in war. Are you seeing the process of sin?

 

Dosa Daud mengikuti langkah-langkah yang sama. Suatu petang dia keluar di balkon dan dia melihat perempuan cantik ini sedang mandi. Dia melihat perempuan itu. Bukan dosa baginya untuk melihat perempuan itu sekilas. Apa yang seharusnya dia lakukan? Dia seharusnya cepat-cepat lari di langkah yang pertama itu. Kita harus mendapatkan kemenangan atas dosa di langkah yang pertama, Saudara-saudara. Tetapi Daud, dia melihat, dan dia terus melihat, yang berarti sekarang dia menginginkan perempuan itu, dan itu membawanya ke langkah berikutnya. Langkah berikutnya itu apa? Dia mengambil perempuan itu. Lalu dia berusaha menyembunyikan dosanya dengan mengutus Uriah ke kematiannya dalam perang. Apakah kalian melihat proses dosanya?

 

 

You know Martin Luther once said, you can't keep the birds from flying over your head, but you can keep them from making a nest in your hair. In other words, temptations will fly across our head but we can't allow them to make a nest in our brain. Sin is overcome at the first step.

 

Kalian tahu, Martin Luther pernah berkata, kita tidak bisa mencegah burung-burung terbang di atas kepala kita, tetapi kita bisa mencegah mereka membuat sarang di rambut kita. Dengan kata lain, godaan akan terbang di atas kepala kita tetapi kita tidak boleh mengizinkan mereka membuat sarang dalam otak kita. Dosa harus dikalahkan di langkah pertama.

 

 

And David realized that he had sinned against God. This is at the bottom of page 96. When David repented, David not only asked for what? For forgiveness. In Psalm 51 does he ask for forgiveness? Yes, he does. What does he also ask for? He asked the Lord for a clean what? “10 Create in me a clean heart” so that I don't do this all over again. Purge me with hyssop” not only forgive me. Cleanse the fountain of the heart so that my behavior will be totally different.

After his conversion, David expressed love and reverence for the Law. You can read the verses there that I have in parentheses. (see Psalm 119:97, 113, 163, 165; 97:10)

The reason why he loved the Law is because the Law showed him his sin, his need of forgiveness and cleansing and power.

 

Dan Daud menyadari dia telah berdosa terhadap Allah. Ini di bagian bawah hal 96. Ketika Daud bertobat, Daud tidak hanya minta apa? Minta pengampunan. Di Mazmur 51 apakah dia minta pengampunan? Ya, betul. Apa yang dimintanya juga? Dia minta Tuhan apa yang bersih? 10 Ciptakanlah hati yang bersih dalam diriku,…” sehingga aku tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi. 7 Bersihkanlah aku dari dosaku dengan hisop…” bukan hanya mengampuni aku. Bersihkan sumber pancuran hati supaya sikapku akan berubah total.

Setelah pertobatannya, Daud mengungkapkan kasih dan penghormatan buat Hukum. Kalian bisa membaca ayat-ayat yang telah saya tulis dalam kurung. (Mazmur 119:97, 113, 163, 165; 97:10)

97 O, betapa kucintai Hukum-Mu! Itulah yang aku renungkan sepanjang hari.131 Kubuka mulutku dan aku terengah-engah, sebab aku mendambakan perintah-perintah-Mu.163 Aku benci dan merasa jijik terhadap dusta, tetapi aku mencintai HukumMu.165 Besarlah ketenteraman yang dimiliki mereka yang mencintai Hukum-Mu, dan tidak ada apa pun yang akan membuat mereka tersandung.” (Mazmur 119:97, 131, 163, 165)

 “10 Engkau yang mengasihi TUHAN, bencilah kejahatan! Dia memelihara nyawa orang-orang kudusNya, Dia menyelamatkan mereka dari tangan orang-orang fasik.” (Mazmur 97:10)

Alasan mengapa Daud mencintai Hukum ialah karena Hukum telah menunjukkan dosanya kepadanya, dan kebutuhannya akan pengampunan dan penyucian dan kekuatan.

 

 

Jesus taught that we can know what is in the heart by the fruits. How can we tell that a tree is an apple tree? Da, because it produces apples, right? You know the nature of the tree by its fruits. You do not have to command an apple tree to produce apples because it does so by nature. So if you have a spiritual nature, the spiritual nature will produce the fruit of the Spirit. However ~ now here's the point ~ however, it is possible to go to the supermarket and buy many bags of apples, and at night when nobody is looking you hang them on the tree  and in the morning, when people the night before saw no apples on it, and now they say, “Miracle! Overnight the tree grew apples!” But it's all a façade because they were artificially hung on the tree, they don't come from the nature of the tree. That's the legalist. The legalist hangs apples on the tree, so to speak. The conduct does not come from a good heart. Many people who have a wicked heart hang artificial fruits in their life to give an appearance of holiness.

 

Yesus mengajar bahwa kita bisa mengenali apa yang ada di hati melalui buahnya. Bagaimana kita bisa mengetahui pohon itu pohon apel? Tentu saja, karena pohon itu menghasilkan buah apel, benar? Kita tahu itu pohon apa melalui buahnya. Kita tidak perlu memerintah pohon apel untuk menghasilkan apel karena dia melakukan itu secara alami. Maka jika kita punya sifat yang rohani, sifat rohani itu akan menghasilkan buah Roh. Namun ~ nah, ini masalahnya ~ namun, bisa saja orang pergi ke supermarket dan membeli beberapa kantung apel, dan di malam hari ketika tidak ada yang melihat, dia menggantung mereka di sebuah pohon, dan dipagi hari ketika orang-orang melihatnya, padahal malam sebelumnya mereka tidak melihat buah-buah apel itu, sekarang mereka berkata, “Mujizat! Dalam semalam pohon itu menghasilkan apel!” Tetapi itu hanya permukaannya karena apel-apel itu digantung secara buatan, mereka tidak berasal secara alami dari pohon itu. Itulah legalis. Orang legalis menggantung buah-buah apel pada sebatang pohon, katakanlah demikian. Perilakunya tidak berasal dari hati yang baik. Banyak orang yang punya hati jahat menggantung buah-buah palsu di hidup mereka untuk memberikan penampilan yang saleh.

 

 

The rich young ruler exemplifies the spiritual disease with which each person in this world is born. The ruler, this rich young ruler was a member of the Sanhedrin, the highest governing body in the Jewish nation. He considered himself an exemplary and strict Law- keeper, yet something was missing. He had a superficial religion that made him uneasy. That's why he asked, “What do I still lack?”

Ellen White says that he felt that something was missing. Even though he considered himself a Law-keeper there was a canker sore in his heart. He hung good works on the tree so to speak, but they were not produced by the tree itself.

Jesus said “where your treasure is there will your heart be also. This young man's outside appeared fine but he had a heart problem which is greed. Jesus taught that words are a window to the heart, not only are our acts or fruits a window to the heart, our words show what is in the heart.

 

Pemimpin muda yang kaya adalah contoh penyakit rohani yang dimiliki setiap orang yang lahir di dunia ini. Pemimpin ini, pemimpin muda yang kaya ini adalah anggota Sanhedrin, dewan tertinggi yang menguasai bangsa Yahudi. Dia menganggap dirinya seorang pemelihara Hukum yang ketat dan patut diteladani, namun ada sesuatu yang kurang. Agamanya hanya di permukaan, dan itu membuatnya merasa tidak nyaman. Itulah mengapa dia bertanya, “apa lagi yang masih kurang padaku?’ (Matius 19:20).

Ellen White berkata bahwa orang itu merasa ada sesuatu yang kurang. Walaupun dia menganggap dirinya seorang pemelihara Hukum, ada luka di hatinya. Dia telah menggantung perbuatan-perbuatan baik di pohon, katakanlah begitu, tetapi mereka bukan dihasilkan oleh pohon itu sendiri.

Yesus berkata,  “…di mana hartamu berada, di situ juga hatimu.” (Matius 6:21). Bagian luar orang muda ini tampaknya baik, tetapi dia punya masalah hati, yaitu keserakahan. Yesus mengajarkan bahwa kata-kata itulah jendela hati, bukan saja perbuatan kita atau buah-buah itu jendela hati, tetapi kata-kata kita juga menunjukkan apa yang ada di hati.

 

 

Notice Matthew 12:34 and 35 Jesus said, “ 34 Brood of vipers! How can you, being evil, speak good things? For out of the abundance of the heart the mouth speaks. 35 A good man out of the good treasure of his heart brings forth good things, and an evil man out of the evil treasure brings forth evil things.”

So our words are an indication of what is in our hearts. Our actions are a revelation of what is in our heart. If someone talks predominantly about money, possessions, job, personal appearance, and has little to say about heaven and Jesus, that person can say that he is a Christian but his words mean absolutely nothing. Our words reveal what our real interests are. A legalist can usually be detected quite easily. He is constantly talking about his own goodness, piety, and accomplishments; and criticizing others for not reaching his high spiritual level. The words reveal the self-righteousness, which is in the heart. That's the reason why Jesus said about the Jews of His day, He said, 6 …‘This people honors Me…” serves Me or worships Me “…with their lips, but their…” what?  “…their heart is far from Me.”

Mark chapter 7 let's read verses 20 to 23 Jesus says there,20 And He said, ‘What comes out of a man, that defiles a man. 21 For from within, out of the heart of men…”  notice “…proceed evil  thoughts,  adulteries,  fornications,  murders, 22 thefts, covetousness, wickedness, deceit, lewdness, an evil eye,  blasphemy,  pride, foolishness. 23 All these evil things come from within and defile a man’…”

So where is the problem? The problem is with the heart, folks, the problem is not with our actions, the problem with this, is with our heart. When our heart is right, our life will be right, our words will be right, our thoughts and motivations will be right.

 

Simak Matius 12:34-35 Yesus berkata, 34 Hai anak-anak ular beludak, bagaimanakah kamu yang jahat dapat mengucapkan hal-hal yang baik? Karena dari isi hati, mulut berbicara. 35 Orang yang baik, dari perbendaharaan yang baik di hatinya, mengeluarkan hal-hal yang baik; dan orang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat.”

Jadi kata-kata kita merupakan indikasi dari apa yang ada dalam hati kita. Tindakan-tindakan kita adalah pernyataan dari apa yang ada dalam hati kita. Jika orang bicara secara dominan tentang uang, harta, pekerjaan, penampilan pribadi, dan hanya bicara sedikit tentang Surga dan Yesus, orang tersebut bisa mengatakan dia seorang Kristen, tetapi kata-katanya tidak berarti apa-apa. Perkataan-perkataan kita mengungkapkan minat kita yang sesungguhnya. Seorang legalis biasanya bisa dikenali cukup mudah. Dia terus-menerus bicara tentang kebaikannya sendiri, kesalehannya, dan pencapaian-pencapaiannya; dan mengeritik orang-orang lain yang tidak bisa mencapai tingkat kerohaniannya yang tinggi. Kata-kata mengungkapkan rasa benar sendirinya, yang ada dalam hatinya. Itulah mengapa Yesus berkata tentang orang-orang Yahudi di zamanNya, Dia berkata, 6 …‘Bangsa ini memuliakan Aku…” melayani Aku atau menyembah Aku   “…dengan bibir mereka, tetapi…” apa mereka?  “…hati mereka jauh dari-Ku.” (Markus 7:6)

Markus pasal 7, mari kita  baca ayat-ayat 20-23, Yesus berkata di sana, 20 Dan Ia berkata, ‘Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskan. 21 Sebab dari dalam, dari hati orang …”  simak,   “…timbul segala pikiran jahat, perzinahan, percabulan, pembunuhan, 22 pencurian, keserakahan, kejahatan, penipuan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23 Semua kejahatan ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Jadi di mana masalahnya? Masalahnya ada di hati, Saudara-saudara, masalahnya bukan dengan tindakan, masalahnya ini adalah dengan hati kita. Ketika hati kita benar, hidup kita akan benar, perkataan kita akan benar, pikiran kita dan motivasi kita akan benar.

 

 

The sinful heart is like a poisoned fountain, all evil acts come from the heart, and if the fountain is not cleansed, the stream which flows from it will be defiled. As we saw in the last lesson the story of the Pharisee and publican illustrates the same idea. The Pharisee was proud of his own accomplishments, and he boastfully let everybody know about it. He was highly critical of the publican for not reaching what he considered his high level of spirituality. Stories such as this have led some Christians to think that legalism and keeping the Law are one and the same thing. That's what most Christians say, “Oh, legalism means that you keep the Law.” No! This is not true. The fact is that a legalist thinks he can earn salvation by keeping the Law. But keeping the Law because there is love in the heart is not legalism.

 

Hati yang berdosa itu seperti mata air yang beracun, semua perbuatan jahat datang dari hati, dan jika mata air itu tidak dibersihkan, sungai yang mengalir darinya akan terkontaminasi. Seperti yang kita lihat di pelajaran yang terakhir, kisah tentang orang Farisi dan pemungut cukai menggambarkan ide yang sama. Orang Farisi itu bangga dengan pencapaiannya sendiri, dan dia dengan sombong membuat semua orang tahu tentang itu. Dia sangat kritis tentang si pemungut cukai karena tidak bisa mencapai apa yang menurut anggapannya adalah tingkat kerohaniannya yang tinggi. Kisah-kisah seperti ini telah membuat beberapa orang Kristen berpikir bahwa legalisme dan memelihara Hukum itu satu dan sama. Kebanyakan orang Kristen berkata, “Oh, legalisme berarti memelihara Hukum.” Tidak! Itu tidak benar. Faktanya ialah seorang legalis berpikir dia bisa mendapatkan keselamatan dengan mematuhi Hukum. Tetapi mematuhi Hukum karena ada kasih di hati itu bukan legalisme.

 

 

Jesus used leaven as an illustration of growth from the inside out. You know, I’m a pretty good bread maker. I don't know whether you knew that. You know, what I do is I make the great big lump of dough, and then so that the dough rises I sprinkle the leaven on top. And you're saying he's a lousy baker, because that dough is not going to grow. I’m being facetious. Where do you have to put the leaven for the lump of dough to grow? You place it within the dough. And so if the Holy Spirit is in the heart, what is going to happen to our spiritual experience? It is going to what? It is going to grow, but it grows from the inside out, not from the outside in.

 

Yesus menggunakan ragi sebagai ilustrasi bertumbuh dari dalam keluar. Kalian tahu, saya seorang pembuat roti yang lumayan ahli. Entah kalian tahu itu atau tidak. Kalian tahu, apa yang saya lakukan ialah membuat sebuah adonan besar kemudian supaya adonan itu mekar, saya taburkan ragi di atasnya. Dan kalian berkata, dia pembuat roti yang payah, karena adonan itu tidak akan mengembang. Saya berkelekar. Di mana kita harus meletakkan ragi supaya adonan itu mengembang? Kita harus menempatkannya di dalam adonan itu. Jadi jika Roh Kudus ada di dalam hati apa yang akan terjadi dengan pengalaman rohani kita? Itu akan apa? Itu akan mengembang, tetapi itu mengembang dari dalam keluar, bukan dari luar ke dalam.

 

 

There's a common belief among Christians that God doesn't care what we look like on the outside as long as the inside is right. But the fact is that if we are right on the inside, the outside will also be right. The way we dress, what we eat, where we go, all that illustrates what's in the heart. You can't say, oh the important thing is I have a heart relationship with Christ and then you're watching all kinds of violent movies on television. That can't be. When the heart is right, our acts will be right. When the heart is right, our words will be right. The problem with the Pharisees was not that they had an external religion. God wants us to have a good external religion. Their problem was that the outside was not the natural outworking of the inside. The Law was not in the heart, it was merely on tables of stone. And they were always trying to measure up in their own strength. The life of a Pharisee is one of spiritual misery.

With an old sinful heart a person cannot keep the Law of God no matter how they try. Do you agree? You can try, and try, you're never going to measure up, unless the internal source of the heart is transformed and changed.

 

Ada kepercayaan umum di antara orang-orang Kristen bahwa Allah tidak perduli bagaimana penampilan kita di luar selama yang di dalam itu benar. Tetapi faktanya ialah jika kita benar di bagian dalam, maka bagian luarnya juga akan benar. Cara kita berpakaian, apa yang kita makan, ke mana kita pergi, semua itu menggambarkan apa yang ada dalam hati. Kita tidak bisa mengatakan, oh, yang penting ialah saya punya hubungan hati dengan Kristus, lalu kita menonton segala film brutal di televisi. Itu tidak bisa. Ketika hatinya benar, tindakan-tindakan kita akan benar. Ketika hatinya benar, perkataan-perkataan kita akan benar. Masalahnya dengan orang-orang Farisi bukanlah mereka  punya agama eksternal, Allah mau kita punya agama eksternal yang baik. Masalah mereka ialah bagian luarnya bukanlah hasil alami dari bagian dalamnya. Hukum tidak ada di hati, melainkan semata-mata di loh-loh batu. Dan mereka selalu berusaha mencapai standar dengan kekuatan mereka sendiri. Kehidupan rohani seorang Farisi itu menyedihkan. Dengan hati lama yang berdosa, orang tidak bisa memelihara Hukum Allah, tidak perduli bagaimana pun mereka mencobanya. Apakah kalian setuju? Kita bisa mencoba, dan mencoba, kita tidak pernah akan mencapai standarnya, kecuali sumber internalnya di hati ditransformasi dan berubah.

 

 

And then Jesus in John 3:7-8 compared the outworking of the Holy Spirit with the effects produced by the wind. Can you see the effects of the wind? Can you see the effects of a tornado? Yes! And you can see the tornado because of all of the debris that it contains. But can you see the wind? No! You can see the impact of the wind, but you cannot see the wind. Notice what Jesus said, “ Do not marvel that I said to you, ‘You must be born again.’ The wind blows where it wishes, and you hear the sound of it, but cannot tell where it comes from and where it goes. So is everyone who is born of the Spirit.” You can't see the Spirit blowing in the life, but you can see by the impact of the Holy Spirit in your life, in your lifestyle.

 

Lalu di Yohanes 3:7-8 Yesus membandingkan pekerjaan Roh Kudus dengan dampak yang dihasilkan angin. Bisakah kita melihat dampak angin? Bisakah kita melihat dampak sebuah tornado? Ya! Dan kita bisa melihat tornado itu karena semua sampah yang diangkutnya. Tetapi bisakah kita melihat angin? Tidak! Kita bisa melihat dampak angin, tetapi kita tidak bisa melihat anginnya. Simak apa kata Yesus, 7 Janganlah heran kalau Aku berkata kepadamu,  ‘Kamu harus dilahirkan kembali.’ 8 Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi tidak tahu dari mana ia datang dan ke mana ia pergi. Demikianlah semua orang yang lahir dari Roh.’…" Kita tidak bisa melihat Roh bertiup dalam hidup kita, tetapi kita bisa melihat melalui dampak dari Roh Kudus dalam hidup kita, dalam pola hidup kita.

 

 

This is one of the few quotations of Ellen White that I have in these study notes. Desire of Ages 173, it was too good to pass up, “While the wind is itself invisible, it produces effects that are seen and felt…” So now comes the comparison.  “…So the work of the Spirit upon the soul will reveal Itself in every act of him who has felt Its saving power. When the Spirit of God takes possession of the heart, It transforms the life….” in other words, that transforms the outside.  “…Sinful thoughts are put away, evil deeds are renounced; love, humility, and peace take the place of anger, envy, and strife. Joy takes the place of sadness, and the countenance  reflects the light of heaven…”  does that sound something that you would like: peace, and joy, and happiness, and tranquility? It only happens when the heart is changed through the power of the Holy Spirit.

 

Ini salah satu dari beberapa kutipan Ellen White yang saya masukkan di makalah. Desire of Ages hal.173, terlalu bagus untuk dilewatkan. “…Sementara angin itu sendiri tidak terlihat, dia menghasilkan dampak yang bisa dilihat dan dirasakan…”  Sekarang ini perbandingannya.  “…Demikianlah, pekerjaan Roh pada jiwa akan mengungkapkan diriNya dalam setiap tindakan dari dia yang telah merasakan kuasa penyelamatanNya. Ketika Roh Allah menguasai hati, Dia mengubah hidup…”  dengan kata lain, itu mengubah bagian luarnya. “…Pikiran-pikiran berdosa disingkirkan, perbuatan-perbuatan jahat ditinggalkan; kasih, kerendahan hati, dan damai menggantikan tempat marah, iri hati, dan pertengkaran. Sukacita menggantikan tempat dukacita, dan rona wajah memantulkan cahaya Surga…”  Apakah ini sepertinya hal-hal yang kita suka, seperti: damai, dan sukacita, dan kebahagiaan, dan ketenangan? Ini hanya terjadi ketika hati diubahkan melalui kuasa Roh Kudus.

 

 

I have seen people who looked like physical marvels on the outside, and yet next I hear they have suffered a massive heart attack, their heart was bad and yet they look so good.  In a similar way many Christians look nice and healthy on the outside, and yet they have a bad heart. A physical heart attack will cost you your physical present life, but a spiritual heart attack will cost you your future everlasting life. Fortunately, there is good news. God is in the heart transplant business. God is the heavenly cardiologist. God does not take half measures. God does not change heart valves. God does not do bypasses. God does not do angioplasty. God does not put in pacemakers. He performs only one kind of surgery, and that is heart transplants. If we seek Him with all of our hearts, He will take out our old sick diseased heart, and He will put in a new and healthy one. That's His promise.

 

Saya sudah melihat orang-orang yang di luarnya tampak mengagumkan secara fisik namun berikutnya saya dengar mereka telah kena serangan jantung parah, jantung mereka jelek namun mereka tampak begitu sehat. Dengan cara yang sama, banyak orang Kristen tampak baik dan sehat di luarnya, namun mereka punya hati yang jelek. Serangan jantung fisik akan membuat kita kehilangan hidup fisik kita yang sekarang, tetapi serangan jantung spiritual akan membuat kita kehilangan hidup kekal kita yang akan datang. Untungnya, ada kabar baik. Allah itu punya usaha transplantasi jantung. Allah itu kardiolog surgawi. Allah tidak setengah-setengah. Allah tidak mengganti katup jantung. Allah tidak melakukan bypass. Allah tidak melakukan angioplasty. Allah tidak memasang alat pacu jantung. Dia hanya melakukan satu jenis bedah, dan itu adalah transplantasi jantung. Jika kita mencariNya dengan segenap hati kita, Dia akan mengeluarkan hati kita yang lama yang berpenyakit, dan Dia akan menempatkan hati yang baru yang sehat. Itu janjiNya.

 

 

So what is God's awesome solution to our deadly disease which is acting sinfully, speaking sinfully, thinking sinfully, feeling sinfully? What is the solution to the disease? Well, it is a heart transplant, a change of heart. You see, God not only offers to forgive our sins. He actually promises to take out our old heart, and to put in a heart of flesh, take out a heart of stone, and put in one of flesh. Notice Ezekiel 36:26, and then we have a very interesting connection in verse 27. Verse 26 says, God is promising, “ 26 I will give you…” a reformed heart, I will give you a repaired heart, No!  “…I will give you a new heart and put a new spirit within you; I will take the heart of stone out of your flesh…” that’s the selfish sinful heart,  “…I will take the heart of stone out of your flesh and give you a heart of flesh…” and what happens when God does that? He gives us a new heart, notice verse 27, “… 27 I will put My Spirit within you and cause you to walk in My statutes…”  by the way “walk” when it's used metaphorically in the Bible, it's talking about conduct, it's speaking about behavior. So basically it's saying, I will cause you to behave in harmony with My statutes “…and you will keep My judgments and do them.”

When is it that we will walk in God's statutes and we will keep His judgments and do them? It's immediately after He has what? He has taken out the heart of stone and He's put in a heart of flesh.

 

Jadi apa solusi yang mengagumkan dari Allah untuk penyakit kita yang mematikan, yaitu berbuat yang dosa, bicara yang dosa, berpikir yang dosa, berperasaan dosa? Apa solusinya untuk penyakit itu? Nah, itu adalah transplantasi hati, pergantian hati. Kalian lihat, Allah tidak hanya menawarkan untuk mengampuni dosa-dosa kita, Dia bahkan berjanji untuk mengeluarkan hati kita yang lama, dan menggantinya dengan hati daging yang baru, mengeluarkan sebuah hati dari batu dan menggantinya dengan yang dari daging. Simak Yehezkiel 36:26, lalu ada hubungan yang sangat menarik di ayat 27. Ayat 26 berkata, Allah berjanji, 26 Aku akan memberikan kepadamu…” hati yang direformasi, Aku akan memberikan kepadamu hati yang direparasi, Tidak! “…Aku akan memberikan kepadamu

hati yang baru, dan menempatkan Roh yang baru di dalam dirimu, Aku akan mengeluarkan dari dagingmu hatimu yang dari batu…” yaitu hati yang egois dan penuh dosa, “…Aku akan mengeluarkan dari dagingmu hatimu yang dari batu  dan Kuberikan kepadamu hati yang dari daging…”  Dan apa yang terjadi ketika Allah melakukan itu? Allah memberi kita hati yang baru, simak ayat 27, “…27 Aku akan menempatkan Roh-Ku di dalam dirimu dan Aku akan membuat kamu berjalan menurut segala ketetapan-Ku…”  nah, “berjalan” bila dipakai secara metaforis di Alkitab, itu bicara tentang tindakan, itu bicara tentang sikap. Jadi pada dasarnya ini berkata, Aku akan membuatmu bersikap selaras dengan ketetapan-ketetapanKu, “…dan kamu akan memelihara peraturan-peraturan-Ku dan melakukan mereka.”

Kapankah kita berjalan dalam ketetapan-ketetapan Allah dan akan memelihara peraturan-peraturanNya dan melakukan mereka? Itu segera setelah Allah telah apa? Allah telah mengeluarkan hati yang dari batu dan Dia memasukkan hati yang dari daging.

 

 

Notice Jeremiah 31:31-33 we've read this before. 31 Behold, the days are coming, says the Lord, when I will make a new covenant with the house of Israel and with the house of Judah— 32 not according to the covenant that I made with their fathers in the day that I took them by the hand to lead them out of the land of Egypt, My covenant which they broke, though I was a husband to them, says the Lord…” that covenant of Sinai was a marriage covenant. God says, “I want to marry you” and the Israelites says, “I do”. But Israel didn't love the Lord. They wanted to serve the Lord with an old heart. They needed a change of heart like Moses when he went to the top of the mount. It continues saying, verse 33,  “…33 But this is the covenant that I will make with the house of Israel after those days, says the Lord: I will put My Law in their minds, and write it on their hearts…” See, Jesus gives us a new heart, and then what does He do with that new heart? He writes His Law in the new heart. So it says,   “…33 But this is the covenant that I will make with the house of Israel after those days, says the Lord: I will put My Law in their minds, and write it on their hearts and I will be their God, and they shall be My people.” 

 

Simak Yeremia 31:31-33, kita sudah membaca ini sebelumnya. 31 Lihat, harinya akan datang,’ firman TUHAN, ‘ketika Aku akan membuat perjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda. 32 bukan menurut perjanjian yang telah Kubuat dengan nenek moyang mereka pada hari Aku memegang tangan mereka untuk menuntun mereka keluar dari tanah Mesir, perjanjian-Ku yang telah mereka langgar, meskipun Aku adalah suami bagi mereka, demikianlah firman TUHAN…”  perjanjian di Sinai itu adalah akad perkawinan. Allah berkata, “Aku mau menikahki kamu,” dan bangsa Israel berkata, “Ya, mau.” Tetapi Israel tidak mencintai Tuhan. Mereka mau melayani Tuhan dengan hati yang lama. Mereka butuh pergantian hati seperti Musa ketika dia naik ke puncak bukit. Selanjutnya dikatakan, ayat 33, “…33 Tetapi beginilah perjanjian yang akan Kubuat dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Hukum-Ku di benak mereka,  dan menulisnya  di hati mereka…”  Lihat, Yesus memberi kita hati yang baru, kemudian apa yang dilakukanNya pada hati yang baru itu? Dia menulis HukumNya di hati yang baru itu. Maka dikatakan,   “…33 Tetapi beginilah perjanjian yang akan Kubuat dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Hukum-Ku di benak mereka, dan menulisnya  di hati mereka;  dan Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.”

 

 

So let's take a closer look at how the Holy Spirit writes God's Law in our hearts, after the Holy Spirit has given us a new heart, taken out the selfish heart. Exodus 31:18 tells us that the ten Commandments were written with the finger of God. What is the finger of God? The finger of God is the Holy Spirit. You say, how do we know that? Because if you compare

v   Matthew 12:28 it says there, that Jesus  28 cast out demons by the Spirit of God…” 

v   But when you read the parallel verse in Luke 11:20 Jesus said, “ 20 I cast out demons with the finger of God…”

v   So the finger of God is the Holy Spirit.

Like the Holy Spirit wrote with His finger the Law on tables of stone, He is willing to come and with His finger ~ metaphorically speaking of course ~ He writes the Law upon the tables of our hearts.

 

Jadi mari kita simak lebih teliti bagaimana Roh Kudus menulis Hukum Allah di hati kita, setelah Roh Kudus memberi kita hati yang baru, mengeluarkan hati yang egois. Keluaran 31:18 mengatakan kepada kita bahwa Kesepuluh Perintah Allah itu ditulis oleh jari Allah.  Jari Allah itu apa? Jari Allah adalah Roh Kudus. Kalian berkata, bagaimana kita bisa mengetahui itu? Karena jika kita membandingkan

v   Matius12:28, dikatakan di sana bahwa Yesus  “28 mengeluarkan setan oleh Roh Allah…”

v   Tetapi bila kita baca ayat paralelnya di Lukas 11:20 Yesus berkata,  20 … Aku mengeluarkan setan dengan jari Allah...”

v   Jadi jari Allah adalah Roh Kudus.

Sebagaimana Roh Kudus menulis Hukum Allah dengan jariNya pada loh-loh batu, Dia rela datang dan dengan jariNya ~ tentunya ini bicara secara metaforis ~ Dia menulis Hukum pada loh-loh hati kita.

 

 

The apostle Paul wrote about this, speaking to the Corinthians, “ 3 … you are manifestly declared an epistle of Christ, ministered by us, written not with ink but with the Spirit of the living God, not on tablets of stone but on tablets of flesh, that is, of the heart.” (KJV) We are epistles of Christ, we are emissaries, witnesses of Christ, because we have the Law written where? Not on tables of stone, Paul says, but on the tables of the heart. Clearly both under the old and the new covenants, the same Holy Spirit wrote the Law, Yes or No? The same Holy Spirit wrote the Law. The difference between the two covenants is not the Law, but the place where the Law is written; it's the same Law written in a different place.

 

Rasul Paulus menulis tentang ini, bicara kepada orang-orang Korintus, 3 … kamu telah dideklarasikan secara nyata sebagai surat-surat Kristus, yang dilayani oleh kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging di hati.” (2 Korintus 3:3)  Kita adalah surat-surat Kristus, kita adalah duta-duta, saksi-saksi Kristus, karena kita punya Hukum yang tertulis di mana? Bukan di loh-loh batu, kata Paulus, melainkan di loh-loh hati. Jelas baik di bawah perjanjian yang lama maupun perjanjian yang baru, Roh Kudus yang sama yang menulis Hukum, Ya atau Tidak? Roh Kudus yang sama yang menulis Hukum. Bedanya antara kedua perjanjian bukanlah Hukumnya, tetapi tempat di mana Hukum itu ditulis; itu adalah Hukum yang sama yang ditulis di tempat yang berbeda.

 

 

And when does the Holy Spirit write God's Law in our hearts? Now we need to return to the story of Nicodemus. God told him that he must be born of the water and the Spirit, born again. Born for a second time of the water and of the Spirit. What did Jesus mean when He said that we must be born again by the water and the Spirit? The apostle Peter provides the answer. In Acts 2:38, after he had preached his powerful sermon on the day of Pentecost we find Peter speaking of the benefits that those who accepted Christ would receive, this is what he said,38 ‘Repent, and let every one of you be…” what?  “…baptized in the name of Jesus Christ for the remission of sins…” See, the first blessing: the remission of sins, when you're baptized. And then he says,  “…and you shall receive the gift of…” what?  “…the Holy Spirit.” So when do we receive the gift of the Holy Spirit and forgiveness of sins? When we are baptized of the water and of the Spirit, because we receive the Spirit at the moment of baptism.

 

Dan kapankah Roh Kudus menulis Hukum Allah di dalam hati kita? Sekarang kita perlu kembali ke kisah Nikodemus. Allah telah memberitahu dia bahwa dia harus dilahirkan oleh air dan Roh, dilahirkan kembali. Dilahirkan untuk kedua kalinya dari air dan dari Roh. Apa yang dimaksud Yesus ketika Dia berkata bahwa kita harus dilahirkan kembali oleh air dan Roh? Rasul Petrus memberikan jawabannya. Di Kisah 2:38, setelah Petrus menyampaikan khotbahnya yang penuh kuasa pada hari Pentakosta, kita melihat Petrus bicara tentang manfaat-manfaat yang akan diterima mereka yang menerima Kristus, inilah yang dikatakannya. 38 … ‘Bertobatlah dan hendaknya setiap orang dari kamu…” diapakan? “…dibaptiskan dalam nama Yesus Kristus untuk remisi (pengampunan) dosa…”  Lihat, berkat yang pertama: pengampunan dosa, ketika kita dibaptis. Kemudian dia berkata,   “…dan kamu akan menerima karunia…”  apa?   “…Roh Kudus…”  Jadi kapan kita benar-benar menerima karunia Roh Kudus dan pengampunan dosa? Ketika kita dibaptis dari air dan dari Roh, karena kita menerima Roh pada saat baptisan.

 

 

You know baptism is not just a ritual. Baptism is a profound, profound doctrine of Scripture and of the Seventh-Day Adventist church. According to Peter, baptism provides two blessings, the same two blessings that Jesus told Nicodemus. He said, “You have to be baptized of the water and the Spirit.” Peter says, you know, “You'll be baptized for the forgiveness of sins and you'll receive the Holy Spirit.”

1.   First when a person is buried in the water, their sins are remitted, that is forgiven. This is the first blessing of the new covenant. But there is more.

2.   The second blessing is that the believer receives the gift of the Holy Spirit who writes God's Law in our hearts, and provides power for witness.

 

Kalian tahu baptisan bukan hanya suatu ritual. Baptisan itu adalah doktrin Kitab Suci dan gereja MAHK yang dalam. Menurut Petrus baptisan menawarkan dua berkat, dua berkat yang sama yang Yesus beritahukan Nikodemus. Dia berkata, “Kamu harus dibaptis dengan air dan Roh,” kata Petrus, “Kamu akan dibaptis “untuk remisi (pengampunan) dosa, dan kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” (Kisah 2:38).

1.   Pertama ketika seseorang dibenamkan dalam air, dosa-dosa mereka diremisi, yaitu diampuni. Inilah berkat pertama dari perjanjian yang baru. Tetapi masih ada lagi.

2.   Berkat kedua ialah orang yang percaya itu menerima karunia Roh Kudus yang menulis Hukum Allah di hati kita, dan memberi kuasa untuk bersaksi.

 

 

The baptism of Jesus ~  this is an interesting little tidbit here ~ the baptism of Jesus established the pattern. The baptism of Jesus is the pattern of ours. Notice the sequence.

Ø    Although our Lord had no sin, He was buried in the water,

Ø    and then came up out of the water,

Ø    then the Holy Spirit fell upon Him,

Ø    then the voice of God said, “This is My Son”, He's a member of the family,

Ø    and then Jesus goes to the wilderness to be tempted. And He overcomes temptation because in His baptism He was anointed by the Holy Spirit.

 

Baptisan Yesus ~  ini adalah keterangan yang menarik di sini ~ baptisan Yesus menentukan polanya. Baptisan Yesus adalah pola kita. Simak urutannya.

Ø    Walaupun Tuhan kita tidak punya dosa, Dia dikuburkan dalam air,

Ø    kemudian keluar dari dalam air,

Ø    lalu Roh Kudus turun padaNya,

Ø    kemudian suara Allah berkata, “Inilah AnakKu” IMatius 3:17), Dia adalah anggota keluarga,

Ø    lalu Yesus pergi ke padang gurun dan dicobai. Dan Dia mengalahkan pencobaan karena di baptisanNya, Dia diurapi oleh Roh Kudus.

 

 

Likewise when a person really understands what they're doing and

Ø    they are baptized in the water,

Ø    they then come up from the water,

Ø    they receive the Holy Spirit,

Ø    and therefore now God declares them sons and daughters of His,

Ø    the Holy Spirit is received, we face our worst temptations. And power has been given us to overcome those temptations.

 

Begitu juga ketika orang benar-benar mengerti apa yang mereka lakukan, dan

Ø    mereka dibaptis dalam air,

Ø    lalu mereka keluar dari dalam air,

Ø    mereka menerima Roh Kudus,

Ø    dan oleh karena itu sekarang Allah mendeklarasikan mereka sebagai putra dan putriNya,

Ø    Roh Kudus diterima, kita menghadapi godaan-godaan yang paling buruk. Dan kuasa telah diberikan kita untuk mengalahkan godaan-godaan itu.

 

 

God couldn't have chosen a better symbol than baptism to illustrate death to sin and birth to a new life. You know when you look at a baptism ~ I’m sure that all of us here have seen a biblical baptism by immersion ~ when a person is in the baptistry and the pastor says, “I now baptize you in the name of the Father, the Son, and the Holy Spirit, amen” what's the last thing that the person who is going to be baptized does? He stops breathing. He’d better. What does a person do while they're under the water? They don't breathe. What's the first thing they do when they come forth from the water? They breathe again. Do you know what happens in baptism? We repeat in miniature the experience of Christ, that's why we are incorporated into Him, because Jesus on the cross breathed His last, He was buried in the tomb where He did not breathe, and when He resurrected He breathed again. So by baptism in miniature we enter into the experience of Christ. We are baptized ~ actually the preposition is we are baptized into Christ, we are incorporated into Him. God no longer looks at us, He looks at us being in Him. No better symbol could have been established that than baptism.

 

Allah tidak akan bisa memilih simbol yang lebih bagus daripada baptisan untuk menggambarkan mati kepada dosa dan lahir kepada hidup yang baru. Kalian tahu, ketika kita melihat baptisan ~ saya yakin kita semua di sini pernah melihat baptisan alkitabiah yang dibenamkan dalam air ~ ketika seseorang ada dalam kolam baptisan dan pendeta berkata, “Saya sekarang membaptis Anda dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, amin”, apakah hal terakhir yang dilakukan orang yang akan dibaptis? Dia berhenti bernafas, jangan sampai tidak. Apa yang dilakukan orang selagi mereka berada di dalam air? Mereka tidak bernafas. Apa hal pertama yang dia lakukan ketika dia keluar dari dalam air? Dia bernafas lagi. Tahukah kalian apa yang terjadi dalam baptisan? Kita mengulangi pengalaman Kristus dalam bentuk miniatur, itulah mengapa kita dimasukkan ke dalam Dia, karena di salib Yesus menghembuskan nafasNya yang terakhir, Dia dimakamkan di kubur di mana Dia tidak bernafas, dan ketika Dia bangkit Dia bernafas lagi. Maka dengan baptisan kita masuk ke dalam pengalaman Kristus secara miniatur. Kita dibaptis ~ sesungguhnya kata depannya ialah kita dibaptis ke dalam Kristus, kita dimasukkan menjadi satu dengan Dia. Allah tidak lagi memandang kita, Dia memandang kita sebagai berada dalam Kristus. Tidak ada simbol yang lebih bagus yang bisa ditetapkan daripada baptisan.

 

 

Now let's go to page 102, we must remember, however, that the gift of the Holy Spirit must be received afresh. How often? Every day. It is not a once in a lifetime experience. We need a new baptism every day, as we behold Jesus every day, the Law in human flesh. By the way, we will be changed from glory to glory, until we reflect the image fully. What an awesome thought, folks. We must learn to abide in Him, by beholding Jesus on the cross.

 

Sekarang mari ke hal. 102, namun kita harus ingat, karunia Roh Kudus harus diterima baru. Berapa seringnya? Setiap hari. Ini bukan pengalaman sekali seumur hidup. Kita butuh baptisan yang baru setiap hari, saat kita memandang Yesus setiap hari, Sang Hukum dalam bentuk manusia. Nah, kita akan diubahkan dari kemuliaan ke kemuliaan, hingga kita memantulkan keserupaan secara menyeluruh. Alangkah menariknya bayangan itu, Saudara-saudara. Kita harus belajar tinggal dalam Dia dengan memandang Yesus di salib.

 

 

Jesus shared His victory with Nicodemus. In John 3:14-16 we are changed daily into His likeness. When the believer comes forth from the waters of baptism, the believer is a new creation, a child of God and a member of His family. Then the good works that flow from the heart will bring honor and glory to God. Jesus said, Blessed are the pure in heart, for they shall see God.”

Two thousand years before His birth in a beautiful messianic prophecy, Jesus said, Then I said, ‘Behold, I come.  In the scroll of the book it is written of Me.  I delight to do Your will…” why did Jesus delight to do the Father's will? Here comes the explanation,  “… I delight to do Your will, O  my God, and Your Law is within My heart.’…” Why did Jesus delight to do His Father's will? Because the Law was written upon His heart.

 

Yesus membagikan kemenanganNya dengan Nikodemus. Di Yohanes 3:14-16 kita diubahkan setiap hari ke dalam keserupaanNya. Ketika seorang percaya keluar dari air baptisan, dia adalah ciptaan baru, anak Allah, dan anggota keluarga Allah. Lalu perbuatan-perbuatan baik yang mengalir dari hatinya akan membawa kepujian dan kemuliaan bagi Allah. Yesus berkata, 8 Diberkatilah orang yang murni hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Matius 5:8).

Dua ribu tahun sebelum kelahiranNya, dalam sebuah nubuatan mesianik yang indah, Yesus berkata,7 Lalu Aku berkata, ‘Lihat, Aku datang; dalam gulungan kitab-Mu ada tertulis tentang Aku; 8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, …”  mengapa Yesus suka melakukan kehendak Bapa? Ini penjelasannya,   “…8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku.” (Mazmur 40:7-8). Mengapa Yesus suka melakukan kehendak BapaNya? Karena Hukum ada tertulis di hatiNya.

 

 

Now whatever became of Nicodemus? Was Nicodemus ever converted? Was he ever born again? Ah we have some hints in the gospels what happened to him. Did he see the light? Was his interview with Jesus fruitful? We have two strong hints that he saw the light. In John 7:15-52 we find Nicodemus defending Jesus before the Jewish Sanhedrin of which he was a member. He's openly defending Jesus. Now furthermore and more significantly in John 19:39 we're told that Nicodemus contributed a large sum of money to buy myrrh and aloes to embalm the body of Jesus. And then in public he participated in the burial of Jesus Christ. Did Nicodemus receive a new heart? Yes, he did. Did his open confession of the Messiah prove that he received a new heart? Absolutely. The interview with Jesus had brought Nicodemus everlasting life. Someday he will not only see the kingdom of God, but he will actually enter into the kingdom of God.

 

Nah, bagaimana kelanjutan Nikodemus? Apakah Nikodemus pernah bertobat? Apakah dia pernah dilahirkan kembali? Aaah, kita punya beberapa petunjuk dalam kitab-kitab injil tentang apa yang terjadi padanya. Apakah dia melihat terangnya? Apakah wawancaranya dengan Yesus membuahkan hasil? Kita punya dua petunjuk kuat bahwa dia melihat terangnya. Di Yohanes 7:15-52 kita mendapatkan Nikodemus membela Yesus di hadapan Sanhedrin Yahudi di mana dia adalah anggotanya. Dia membela Yesus secara terbuka. Nah, lebih lanjut dan lebih signifikan di Yohanes 19:39 kita mendapat tahu Nikodemus mengkontribusikan sejumlah besar uang untuk membeli mur dan gaharu untuk merempahi jasad Yesus. Kemudian di depan umum dia ikut dalam memakamkan Yesus Krstus. Apakah Nikodemus menerima hati yang baru? Ya, benar. Apakah pengakuannya yang terbuka akan Mesias membuktikan bahwa dia telah menerima hati yang baru? Tentu saja. Wawancaranya dengan Yesus telah membawa hidup kekal kepada Nikodemus. Suatu hari dia bukan hanya akan melihat kerajaan Allah, tetapi dia betul-betul akan masuk ke dalam kerajaan Allah.

 

 

So the question is, what about you? What are your plans? Have you had your personal interview with Jesus? Have you made your decision to be baptized by the water and the Spirit? If you haven't been, the decision is ours, and our eternal destiny depends on it.

 

Maka pertanyaannya ialah, bagaimana dengan kita? Apa rencana kita? Sudahkah masing-masing kita berwawancara dengan Yesus? Sudahkah kita membuat keputusan untuk dibaptis dengan air dan Roh? Jika belum, keputusannya di tangan kita, dan takdir kekekalan kita tergantung padanya.

 

 

Let me give you a final illustration of this. Personal illustration. When I was in Venezuela, I was a child in Venezuela, I became as I mentioned this morning, a proficient butterfly collector. In fact I learned so much about butterflies that I became an amateur entomologist, that is a scientist who majors in insects. Probably most of you know that butterflies have two births, the first birth is the caterpillar. The caterpillar laboriously drags itself along the branches of the tree where the mother butterfly laid the eggs. It eats from the leaves of the tree, and grows. But when it becomes a big caterpillar it is still a caterpillar. The second birth of the caterpillar is nothing short of miraculous. When the caterpillar has reached its full growth, it buries itself in a cocoon, and something spectacular occurs when the caterpillar is buried in the cocoon. Just like people who are baptized are buried in the waters. What happens? By a process that we know as metamorphosis, the caterpillar is transformed into a new creature. Scientists don't understand this. They have not been able to decipher this. They're able to study the results of it, but not the mechanism that causes the transformation. It's amazing, nothing is like the old when the butterfly comes out of the cocoon. The butterfly is a new creation, nothing like the old.

Ø    The habits of the butterfly are different,

Ø    the appearance is different,

Ø    the diet is different,

Ø    the environment where it hangs out is different.

Ø    All things have passed away, behold everything is new.

The question is, how did the caterpillar change into a butterfly? It did not change because it tried to change. In other words the caterpillar didn't say, ”Oh I would love to be a butterfly. I’m going to do everything in my power to become a butterfly.” No! The change came by a miracle of God. A butterfly is not a caterpillar with wings, it is a totally new creation. Scientists cannot see the power that transformed the caterpillar into a butterfly but they can see the results of that power when the butterfly comes forth.

 

Saya akan memberikan ilustrasi terakhir tentang ini. Ilustrasi pribadi. Ketika saya tinggal di Venezuela, saya masih seorang anak ketika di Venezuela, seperti yang saya katakan tadi pagi saya menjadi koletor kupu-kupu yang ahli. Bahkan saya telah belajar begitu banyak tentang kupu-kupu sehingga saya menjadi seorang entomolog amatir, yaitu seorang ilmuwan yang ahli dalam serangga. Kira-kira kebanyakan kalian tahu bahwa kupu-kupu mengalami dua kelahiran. Kelahiran pertama adalah sebagai ulat. Ulat ini dengan susah payah merayap sepanjang cabang-cabang pohon di mana induk kupu-kupu meletakkan telur-telurnya. Dia makan daun-daunan pohon itu dan bertumbuh. Tetapi ketika dia menjadi ulat yang besar pun dia masih tetap seekor ulat. Kelahiran kedua ulat itu benar-benar tidak kurang dari suatu mujizat. Ketika ulat itu telah mencapai kedewasaannya penuh, dia menutup dirinya dalam sebuah kepompong dan sesuatu yang spektakular terjadi ketika ulat itu terbungkus di dalam kepompong. Sama seperti orang yang dibaptis itu terkubur di dalam air. Apa yang terjadi? Melalui suatu proses yang kita kenal sebagai metamorphose, ulat tersebut diubahkan menjadi makhluk yang baru. Para ilmuwan tidak paham ini. Mereka belum berhasil menjelaskan ini. Mereka bisa mempelajari hasilnya, tetapi bukan mekanisme yang menyebabkan perubahan tersebut. Ini mengagumkan, tidak ada sedikit pun yang seperti yang lama ketika kupu-kupu itu keluar dari kepompongnya. Kupu-kupu itu adalah ciptaan yang baru, sama sekali tidak ada kemiripan dengan yang lama.

Ø    Kebiasaan kupu-kupu itu beda,

Ø    penampilannya beda,

Ø    makanannya beda,

Ø    lingkungan tempatnya berada beda,

Ø    semua yang lama telah berlalu, lihat segalanya sekarang baru.

Pertanyaannya ialah, bagaimana ulat itu berubah menjadi kupu-kupu? Dia tidak berubah karena dia berusaha untuk berubah. Dengan kata lain, ulat itu tidak berkata, “Oh, aku ingin menjadi kupu-kupu, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi kupu-kupu.” Tidak! Perubahan datang sebagai mujizat Allah. Seekor kupu-kupu bukan ulat yang punya sayap, dia adalah ciptaan yang seluruhnya baru. Para ilmuwan tidak bisa melihat kuasa yang mengubah ulat menjadi kupu-kupu, tetapi mereka bisa melihat hasil dari kuasa tersebut ketika seekor kupu-kupu muncul.

 

 

Jesus taught a similar lesson when He told Nicodemus that we cannot see the wind, but we can see the effects of the wind. And now comes this beautiful statement from Desire of Ages page 172. Listen carefully. “The Christians life is not a modification or improvement of the old…” did you catch that? We're not talking about an improved caterpillar.  “…The Christians life is not a modification or improvement of the old but a transformation of nature. There is a death to self and sin, and a new life altogether. This change can be brought about only by the effectual working of the Holy Spirit.”

 

Yesus mengajar pelajaran yang sama ketika Dia memberitahu Nikodemus bahwa kita tidak bisa melihat angin, tetapi kita bisa melihat dampak angin. Dan sekarang ada pernyataan yang indah ini dari Desire of Ages hal. 172. Dengarkan baik-baik, “…Kehidupan Kristen bukanlah suatu modifikasi atau peningkatan dari yang lama…”  apakah kalian menangkap ini? Kita tidak bicara tentang seekor ulat yang ditingkatkan. “…Kehidupan Kristen bukanlah suatu modifikasi atau peningkatan dari yang lama, melainkan suatu transformasi alami. Ada kematian bagi diri dan dosa, dan suatu hidup yang seluruhnya baru. Perubahan ini bisa terjadi hanya melalui pekerjaan Roh Kudus yang manjur.”

 

 

And in 2 Corinthians 5:17 we are told, “… 17 Therefore, if anyone is in Christ…” by the way do you know what moment we are in Christ? It's at the moment of baptism, because in miniature we've entered into His experience, “… 17 Therefore, if anyone is in Christ, he is…” what?  “…a new creation; old things have passed away; behold, all things have become new.”

 

Dan di 2 Korintus 5:17 kita diberitahu, 17 Jadi jika seseorang ada di dalam Kristus…”  nah, tahukah kalian di momen mana kita ada dalam Kristus? Itulah di momen baptisan, karena secara miniatur kita telah masuk ke dalam pengalaman Kristus, “…17 Jadi jika seseorang ada di dalam Kristus, ia adalah…”  apa?   “…ciptaan baru: yang lama sudah berlalu; lihatlah, semuanya telah menjadi baru.”

 

 

But now there's something very important. The butterfly has been born,  beautiful butterfly, by a miracle of God, but Satan the hunter is out to destroy that butterfly. You know when I caught butterflies in the country of Venezuela I would go to the national park. I had my jar with a very potent poison called carbon tetrachloride, and I would catch the butterfly and I would put the butterfly in the jar, and within seconds the butterfly was dead. And I would add the butterfly to my collection. In fact my collections are still at Wisconsin Academy after so many years. After how many years would I say? At least 45 years ago, the collection of butterflies I donated to the academy, and they're still there. You know some of the antennas have fallen off because they're very dry, but I went there recently for a class reunion and they were still in the biology department. And so you know I would go and I would catch the butterfly, put the butterfly in the jar, and then I would mount the butterfly on a special board that had groove in the middle, and after a few days when the wings had dried I would add it to my collection, and I would put the classification under the butterfly. Ah, I killed the butterfly. I can't, you know, many years later they asked me to teach the butterfly honor to the pathfinders, and I said only if I can have the pathfinders color the butterflies in a book, because I couldn't kill them anymore. You know when I was a child it was okay, I didn't think twice about it, but you know, as we mature I felt sorry for the butterflies. And so you know the butterflies became part of my collection. I killed the butterflies. Is that what Satan is trying to do with people who have been born again? Does he want to get them back? Does he want to destroy them? You’d better believe he wants to destroy them.

 

Tetapi sekarang ada yang sangat penting. Kupu-kupunya telah lahir oleh mujizat Allah, kupu-kupu yang cantik, tetapi Setan si pemburu sudah keluar untuk membinasakan kupu-kupu itu. Kalian tahu, ketika saya menangkap kupu-kupu di negara bagian Venezuela, saya akan ke National Park siap dengan toples saya yang berisikan racun yang bernama karbon tetraklorida, dan akan menangkap kupu-kupu. Dan saya akan memasukkan kupu-kupunya ke dalam toples itu, dan dalam hitungan detik kupu-kupunya mati. Dan saya akan menambahkan kupu-kupu itu ke koleksi saya. Bahkan koleksi saya masih tersimpan di Wisconsin Academy walaupun sudah lewat banyak tahun. Kira-kira sudah berapa tahun ya? Paling sedikit 45 tahun yang lalu, dan koleksi kupu-kupu yang saya donasikan ke akademi itu, mereka masih ada di sana. Kalian tahu, beberapa dari sungutnya sudah terlepas karena mereka sangat kering, tetapi ketika saya ke sana baru-baru ini untuk reuni, koleksi itu masih ada di departemen biologi. Jadi kalian tahu, saya akan pergi dan menangkap kupu-kupu, memasukkan kupu-kupu itu ke dalam toples, kemudian kupu-kupu itu saya pasang di papan khusus yang bergalur di tengahnya, dan setelah beberapa hari ketika sayap-sayapnya sudah kering, saya akan menambahkannya ke koleksi saya dan saya akan memberikan klasifikasinya di bawah kupu-kupu itu. Aah, saya membunuh kupu-kupu. Bertahun-tahun kemudian mereka minta saya mengajarkan tentang kupu-kupu kepada para pramuka, dan saya katakan hanya jika saya boleh menyuruh para pramuka mewarnai kupu-kupunya dalam buku, karena saya tidak bisa membunuh lagi. Kalian tahu, ketika saya masih anak-anak, itu oke, saya tidak berpikir dua kali, tetapi setelah menjadi dewasa saya merasa iba untuk kupu-kupu itu. Maka, kupu-kupu menjadi bagian dari koleksi saya. Saya membunuh kupu-kupu. Apakah itu yang berusaha dilakukan Setan kepada orang-orang yang sudah dilahirkan kembali? Apakah Setan mau menguasai mereka lagi? Apakah dia mau membasmi mereka? Percayalah, Setan mau membasmi mereka.

 

 

Now the only way that we can be safe is if we abide in Christ, which is the refuge.

There was this national park in Venezuela where I used to go to catch butterflies, there was fantastic tropical butterflies. And the first time that I went there, there were these blue butterflies, they're called morpho, and the way that they fly they don't fly straight they go up and down up and down. And so the first time that I went in I saw this butterfly flying through the air, they're big and beautiful, they kind of shine in the air. And I said, “Wow, I’m going after this one.”  So I ran after a butterfly, I had my net, I was swinging the net and he would go down, I would swing the net down and he would go up, and I was bumping into logs and into rocks and into bushes and the butterfly escaped. And the park ranger was there, and I could tell that he was laughing as he watched me. And so my dad and mom who were with me went and  said, “What's so funny?”

He said so, “Just watching you killing yourself to grab that butterfly,” And he said, “I know the weakness of that butterfly. If you go get a banana and you throw a banana on the ground and come back in half an hour, you'll have several of those butterflies right on the banana, and you can catch them all. I know what their weakness is.”

So guess what we did, we went to the supermarket, we got some bananas, came, throw some bananas on the ground, and we left. Half an hour later there were five of them on the banana. Oh it was a piece of cake, just put the net over them, I had five of them.

Well, we lived in Caracas this was in Maracay, which is a good drive from the city of Caracas, so there were a few years that we didn't go to that park. But then we went to that park a few years later, and I had my jar with carbon tetrachloride, and I had my net and I had my mounting board, I went through the gate and I was going to catch butterflies. And the ranger was there and the ranger says, “What do you think you're going to do?”

I said, “Well, I’m going to catch butterflies.”

“No, you can't anymore, because this has been declared a national refuge since the last time that you were here.”

And at first I said, “Oh, man, what a bummer.” But then I said, “I  know what I’ll do. I’ll go outside the fence and throw down the banana and any butterfly that escapes the refuge, goes out of the refuge, that does not abide in the refuge, will be caught.” So I threw my banana out and sure enough the butterflies that came out of the refuge, I killed.

What lesson do we have in this?

We have the lesson that the only way that we are safe even after we have been born again, even after we have become butterflies, so to speak, beautiful butterflies, and have ceased being caterpillar, our only safety is to stay in the refuge, to abide in Christ. Jesus said, “Abide in Me and I in you”

 

Nah, satu-satunya jalan kita bisa aman ialah jika kita diam dalam Kristus, yang adalah tempat perlindungan kita.

Di National Park di Venezuela yang dulu sering saya datangi untuk menangkap kupu-kupu, ada kupu-kupu tropis yang luar biasa di sana. Pertama kalinya saya ke sana ada kupu-kupu biru itu, mereka disebut morpho, dan cara mereka terbang, mereka tidak terbang lurus, mereka terbangnya naik turun naik turun. Maka pertama kalinya saya ke sana dan melihat kupu-kupu itu terbang di udara, mereka besar dan cantik dan agak bersinar di udara. Dan saya berkata, “Wow, saya akan mengejar ini.” Maka saya mengejar kupu-kupu itu dengan jaring saya, saya ayunkan jaring dan kupu-kupunya turun, saya ayunkan jaringnya ke bawah, kupu-kupunya naik, dan saya terantuk batang kayu dan batu dan masuk ke semak-semak, dan kupu-kupu itu lolos. Dan si penjaga taman ada di sana, dan saya bisa melihat bahwa dia sedang tertawa melihat saya. Dan ketika ayah dan ibu saya yang ke sana bersama saya berkata, “Apa yang lucu?”

Si penjaga taman itu berkata, “Menyaksikan kamu membunuh diri berusaha menangkap kupu-kupu itu.” Dan dia berkata, “Saya tahu apa kelemahan kupu-kupu itu. Jika kamu pergi mengambil pisang dan kamu lemparkan pisang itu di tanah dan kamu kembali setengah jam kemudian, kamu akan mendapatkan beberapa kupu-kupu itu ada di atas pisangnya, dan kamu akan bisa menangkap mereka semua. Aku tahu kelemahan mereka.”

Jadi tebak apa yang kami lakukan, kami pergi ke supermarket, membeli beberapa pisang, datang lagi, melemparkan pisangnya di tanah, dan kami pergi. Setengah jam kemudian ada lima ekor kupu-kupu itu di atas pisang. Oh, itu mudah sekali, cukup menutupkan jaringnya ke atas mereka, saya bisa menangkap lima ekor.

Nah, kami waktu itu tinggal di Caracas, sedangkan tempat ini di Maracay, yang cukup jauh dari kota Caracas, sehingga lewat beberapa tahun kami tidak ke taman itu lagi. Tetapi ketika kami kembali ke taman itu beberapa tahun kemudian, dan saya membawa toples saya dengan karbon tetrachloride, dan saya membawa jaring saya dan papan untuk memasang kupu-kupu, saya masuk pintu gerbangnya dan saya sudah bersiap menangkap kupu-kupu, dan si penjaga taman ada di sana dan dia berkata, “Memangnya kamu mau berbuat apa?”

Kata saya, “Nah, saya mau menangkap kupu-kupu.”

“Tidak, kamu sudah tidak boleh lagi karena tempat ini telah dideklarasikan sebagai  taman lindung nasional sejak terakhir kamu kemari.”

Pada awalnya saya berkata, “Yah, sial.” Tetapi lalu saya berkata, “Saya tahu apa yang akan saya lakukan. Saya akan pergi keluar pagar dan melemparkan pisang dan kalau ada kupu-kupu yang meninggalkan taman lindung ini, keluar dari taman lindung ini, yang tidak tetap tinggal di dalam taman lindung, akan saya tangkap.” Maka saya lemparkan pisang keluar dan betul sekali kupu-kupu yang keluar dari taman lindung, saya bunuh.

Pelajaran apa yang kita dapat dari ini?

Kita mendapat pelajaran bahwa satu-satunya jalan kita aman walapun setelah kita sudah dilahirkan baru, walaupun setelah kita sudah menjadi kupu-kupu katakanlah begitu, kupu-kupu yang cantik, dan sudah bukan ulat lagi, satu-satunya yang aman ialah tetap tinggal di dalam taman lindung, berdiam dalam Kristus. Yesus berkata, “…tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia…”(Yohanes 15:5, 7).

 

 

And how do we abide in Christ? It's not some ecstatic experience. We abide in Christ by abiding in His Word. He says there in chapter 15 of the gospel of John, He says, “Abide in Me, abide in My Word and My Word in you.” Folks, it's through assimilating the Word of God that our spiritual nature is fed after we are born again. Unfortunately many Christians who have been born again, they slack off and as a result their spiritual experience dies.

 

Dan bagaimana kita diam dalam Kristus? Itu bukan pengalaman ekstatis. Kita tinggal dalam Kristus dengan tinggal dalam FirmanNya. Dia berkata di pasal 15 injil Yohanes, Dia berkata, 7  …tinggal di dalam Aku…”  tinggal dalam FirmanKu “…dan Firman-Ku tinggal di dalam kamu.” Saudara-saudara, melalui mencerna Firman Allah itulah, sifat rohani kita mendapat makanan dan kita dilahirkan lagi. Sayangnya, banyak orang Kristen yang tidak pernah dilahirkan kembali, mereka merosot dan sebagai akibatnya pengalaman spiritual mereka mati.

 

 

So did you understand how we can overcome life's mistakes? It's by trying, right? Oh, I’ve got to do it, you know, I’m going to use my willpower to do it. No, No, No! That won't work. Some people have good willpower and some people ~ for example I have a sister that says, “All this year I’m not going to eat any cheese, and boy the whole year she eats no cheese. Each year she has something that she leaves off, that she's not going to eat. She has powerful willpower, but we cannot overcome sin by exercising willpower unless our will is in the hands of God.  If our will is in the hand of the Holy Spirit, we can “do all things through Christ who strengthens” us. And so, can we overcome life's mistakes? We can definitely overcome. We can be more than overcomers through Christ our Lord

 

Jadi apakah kalian paham bagaimana kita bisa mengalahkan kesalahan-kesalahan dalam hidup kita? Harus dengan upaya, benar? Oh, saya harus melakukannya, saya akan memakai kemauan saya untuk melakukannya. Tidak, Tidak, Tidak! Itu tidak akan berhasil. Ada orang yang punya kemauan keras, ada orang ~ misalnya saya punya saudara perempuan yang berkata, “Sepanjang tahun ini saya tidak akan makan keju, dan luar biasa sepanjang tahun dia tidak makan keju. Setiap tahun selalu ada sesuatu yang dia tinggalkan, yang tidak akan dia makan. Dia punya kemauan yang kuat, tetapi kita tidak bisa mengalahkan dosa dengan memakai kemauan kecuali kemauan kita ada dalam tangan Allah. Jika kemauan kita ada di tangan Roh Kudus, kita bisa melakukan segala hal melalui Kristus yang menguatkan” kita. (Filipi 4:13). Maka bisakah kita mengalahkan kesalahan-kesalahan dalam hidup? Kita memang bisa mengalahkan. Kita bisa menjadi “lebih daripada para pemenang, melalui” Kristus Tuhan kita. (Roma 8:37).

 

 

And so let us choose to abide in Jesus, to remain in Jesus, each day:

1.   by having a consequential life of prayer with Jesus, where we speak with Jesus,

2.   by studying His Word, where Jesus speaks to us,

3.   and then the third part of sanctification ~ I call it the triangle of sanctification ~ is witnessing to others.

Prayer ~ Bible study ~ and witnessing.

When we share with others we become stronger in our own belief. By repetition we are strengthened in what we believe, and we build upon the Rock of ages, where when the tempest comes ~ in the famous parable of Jesus of the man who built his house on the sand and the man who built his house on the rock ~ Jesus said, 24 Therefore whoever hears these sayings of Mine, and does them, I will liken him to a wise man who built his house on the rock.”

May the Lord bless us and help us to build upon the Rock.

 

Maka marilah kita memilih untuk tinggal dalam Yesus, tetap hidup dalam Yesus setiap hari:

1.   dengan membangun kehidupan doa yang signifikan dengan Yesus,

2.   dengan mempelajari FirmanNya, di mana Yesus berbicara kepada kita,

3.   kemudian bagian ketiga dari pengudusan ~ saya menyebutnya segitiga pengudusan ~ ialah bersaksi kepada orang lain.

Berdoa ~ mempelajari Alkitab ~ dan bersaksi.

Bilamana kita berbagi dengan orang lain, iman kita sendiri menjadi lebih kuat. Dengan mengulang-ulangi, kita dikuatkan dalam apa yang kita yakini, dan kita membangun di atas Batu Zaman, di mana ketika badai datang ~ di perumpamaan Yesus yang terkenal tentang orang yang membangun rumahnya di atas pasir dan yang membangun rumahnya di atas batu ~ Yesus berkata, 24 Oleh sebab itu, barangsiapa yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya Aku menyamakan dia dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.” (Matius 7:24)

Semoga Tuhan memberkati kita dan membantu kita membangun di atas Batu.

 

 

 

18 08 24

  

No comments:

Post a Comment