WHAT
JESUS SAID
09/24 - Stephen Bohr
HOW TO PRAY
https://www.youtube.com/watch?v=UOC8gU9twd4
Dibuka dengan doa
What Jesus said about how to pray. I begin with certain definitions that
have been given of prayer.
Ø Prayer is the key in the hand of faith that
opens the treasure house of heaven. That's
a beautiful definition.
Ø Another one is Prayer is to open the heart to God as to a friend.
Ø Still a third
definition is that Prayer is the breath of the soul.
Ø And finally it is when the weak arm of man lays hold of the
omnipotent arm of God.
Apa kata Yesus tentang bagaimana caranya berdoa. Saya
mulai dengan beberapa definisi tertentu yang telah diberikan untuk doa.
Ø Doa adalah kunci di tangan iman
yang membuka harta perbendaharaan Surga. Ini adalah definisi yang
indah.
Ø Lainnya, Doa itu untuk membuka hati kepada Allah sebagaimana
kepada seorang teman.
Ø Masih definisi ketiga ialah Doa adalah nafas jiwa.
Ø Dan akhirnya, itulah ketika lengan manusia yang
lemah memegang lengan Allah yang Mahakuasa.
So the question is,
Ø what did Jesus
say about prayer?
Ø What were His prayer
habits like?
Ø What conditions
did Jesus lay out for our prayers to be answered?
So those are the questions that we're going to delve into as we study this
lesson today.
Maka pertanyaannya ialah,
Ø Apa kata Yesus tentang doa?
Ø Bagaimanakah kebiasaanNya berdoa?
Ø Kondisi bagaimana yang diberikan Yesus untuk doa-doa kita
supaya mereka dijawab?
Jadi itulah pertanyaan-pertanyaan yang akan kita dalami
saat kita membahas pelajaran kita hari ini.
Let's begin first by asking what is the best place and the best time to pray.
Now the apostle Paul says that we're supposed to pray always “without ceasing” so that would mean that there's no specific
time where we say, “Well, we set aside this time for prayer”.
But there is a time and there is a place that is best for prayer, for deep
intimate communion with God. And let's begin by going to Matthew 6:6 where we
find that the
best time to pray is when there is no hustle and bustle, early morning, late in
the evening; and the best place to pray is
in a place where there is absolute tranquility.
Matthew 6:6, “6 But you,
when you pray, go into
your room, and when you have shut your door, pray to your Father who is in the secret place; and your Father who sees
in secret will reward you openly.”
Mari kita mulai dengan lebih dulu bertanya di manakah tempat terbaik dan waktu terbaik
untuk berdoa.
Nah, rasul Paulus berkata bahwa kita harus selalu “Berdoalah tanpa henti.” (1 Tesalonika 5:17) maka itu berarti tidak
ada waktu khusus di mana kita berkata, “Nah, kita tentukan saat ini untuk berdoa.”
Tetapi
ada waktu dan ada tempat yang paling baik untuk berdoa, untuk komunikasi yang
mendalam dengan Allah. Marilah kita ke Matius 6:6 di mana kita
temukan waktu yang terbaik untuk berdoa
ialah bila tidak ada hiruk pikuk kesibukan, dini hari, jauh malam;
dan tempat yang terbaik
untuk berdoa adalah
tempat di mana ada ketenangan yang
mutlak.
Matius
6:6, “6 Tetapi jika
engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, dan
ketika kamu menutup pintumu, berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat rahasia. Maka Bapamu yang melihat secara rahasia akan memberi hadiah kepadamu secara terbuka.”
So very clearly Jesus lays out that the best prayer is:
1. when we do it in secret
2. in a tranquil place.
Whenever a critical event was about
to take place in the ministry of Christ, He spent the night in prayer. For
example, when He was going to begin His ministry in Galilee we're told that He prayed
by Himself in a solitary place.
Mark 1:35 reads, “35 Now in
the morning, having risen a long while before daylight, He went out and
departed to a solitary place; and there He prayed.”
So you notice here the place and the
best time.
Jadi sangat jelas Yesus membeberkan bahwa doa yang terbaik ialah:
1.
bila kita
melakukannya secara rahasia
2.
di tempat yang sunyi.
Bilamana akan ada peristiwa yang penting terjadi dalam
ministri Kristus, Dia melewatkan
malamnya dalam doa. Misalnya, ketika Dia akan mengawali ministriNya di
Galilea, kita mendapat
tahu bahwa Dia berdoa seorang Diri
di tempat yang sunyi.
Markus 1:35 bunyinya, “35
Pagi-pagi benar, setelah bangun lama
sebelum fajar, Dia ke luar dan pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di
sana.”
Jadi kita simak di
sini,
mana tempat dan waktu yang terbaik.
The night before Jesus ordained the 12 disciples that were going to
accompany Him, they were going to help spread the gospel, Jesus spent the night
in prayer.
Notice Luke 6:12 and 13. “12 Now it came
to pass in those days that He went out to the mountain to pray…” that's very common Jesus going to the
mountain to pray “…and continued all night in prayer
to God. 13 And
when it was day, He called His disciples to Himself; and from them He chose twelve whom He also
named apostles.”
So when He was going to ordain the 12, He prayed to His Father for
enlightenment.
Malam sebelum Yesus menentukan ke 12 murid yang akan
menemani Dia, mereka nanti akan membantu menyebarkan Injil, Yesus menghabiskan
malam itu dalam doa.
Simak Lukas 6:12-13, “12 Terjadilah
di hari-hari itu
Dia keluar ke bukit untuk berdoa…”
sudah kebiasaan Yesus pergi ke bukit
untuk berdoa, “…dan bertekun sepanjang malam dalam doa kepada
Allah. 13 Dan ketika datang pagi, Ia memanggil murid-murid-Nya
kepada-Nya, dan dari antara mereka Ia
memilih dua belas orang, yang juga disebut-Nya
rasul. …”
Jadi ketika Dia akan menetapkan ke12 murid, Dia berdoa
kepada BapaNya untuk mendapatkan pencerahan.
At the transfiguration, before this event occurred, Jesus prayed that the
faith of His disciples would not be weak, and that when He was transfigured
they would be convinced that He was the Messiah, because He was going to go to
Jerusalem and die, and that would shake their faith.
Notice Luke 9:28, this is immediately before the transfiguration, “28 Now it came
to pass, about eight days after these sayings, that He took Peter, John, and
James and went up on the mountain to pray.” So whenever a critical event was going to
take place in the ministry of Christ, Jesus dedicated the time to prayer.
Di peristiwa transfigurasi, sebelum itu terjadi, Yesus
berdoa agar iman murid-muridNya tidak menjadi lemah, agar ketika melihat Dia ditransfigur mereka akan yakin bahwa Dia memang Sang
Messias, kerena Dia akan ke Yerusalem dan mati, dan itu akan menggoncang iman
mereka.
Simak Lukas 9:28, ini segera sebelum terjadinya
transfigurasi, “ 28 Dan terjadilah kira-kira delapan hari sesudah pembicaraan-pembicaraan ini, Yesus membawa
Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk berdoa…”
Jadi bilamana ada peristiwa penting yang akan terjadi
dalam ministri Kristus, Yesus mendedikasikan waktu untuk berdoa.
Notice also that in the final events of the ministry of Christ, He dedicated
time to prayer when He was about to experience the crisis.
Matthew 26:39, “39 He went a little farther and fell on His
face, and prayed, saying, ‘O My Father…” you can hear the passion in the voice “…‘O My Father, if it is possible let this cup pass from Me; nevertheless, not as I will, but as You will.’…”
Simak juga di peristiwa-peristiwa
terakhir dari ministri Kristus, Dia mendedikasikan waktu untuk berdoa ketika
Dia akan segera mengalami krisis tersebut.
Matius 26:39, “39
Dan Ia berjalan sedikit lebih jauh, lalu sujud dengan wajahNya sampai ke tanah dan berdoa, kata-Nya, ‘Ya Bapa-Ku…” kita bisa
menangkap nada kesengsaraanNya dalam suaraNya, “…‘Ya
Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lewat dari Aku, namun demikian janganlah
seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.’…”
And then after He fed the five thousand, you know, they tried to take Him
to make Him a king, and so now after feeding the five thousand, Jesus once
again goes apart ~ He was among the multitude, they wanted to take Him by force,
to make Him a king ~ And now Jesus immediately after goes out to the mountain
to pray.
Notice Matthew 14:22-23, “22 Immediately
Jesus made His
disciples get into the boat and go before Him to the other side, while He sent
the multitudes away. 23 And when He had sent the
multitudes away…” see, this is now
He is going to be by Himself
“…He went up on the mountain by Himself to pray. Now when evening
came, He was alone there.” Private prayer in a solitary place, when there's not a lot of hustle and
bustle.
Kemudian setelah Dia memberi makan ke-5’000 orang, mereka
berusaha membawaNya dan menjadikanNya raja, maka setelah memberi makan ke-5’000
orang, Yesus sekali lagi pergi menyendiri ~ tadinya Dia berada di antara orang
banyak dan mereka mau membawaNya secara paksa, untuk menjadikanNya raja ~ dan
segera setelah itu sekarang Yesus pergi ke gunung untuk berdoa.
Simak Matius 14:22-23, “22 Yesus segera membuat murid-murid-Nya naik ke perahu dan
mendahului-Nya ke seberang, sementara Ia menyuruh orang banyak pulang. 23
Dan setelah Dia menyuruh orang banyak itu
pulang,…” lihat, beginilah Yesus mau menyendiri, “…Dia
naik ke atas bukit seorang diri untuk berdoa. Ketika hari sudah malam, Ia
sendirian di situ…” Doa pribadi di tempat yang sunyi ketika di sana tidak ada
banyak kesibukan.
Now let's notice a few characteristics about the conditions that we must
meet in order for our prayers to be answered.
1. Pray to the Father.
According to Jesus we must always
address our prayers to the Father in His name, because no one comes to the Father except by Him. You know I’m somewhat
aggravated when people begin the prayer “our Father who art in heaven” and then
they say “please, Jesus do this, and do that”. You know, we address the prayer to the Father, and we
do it in
the name of Jesus. We're not praying to Jesus. We're praying
to the Father through the intercession of Jesus. There's no Bible evidence that we are
to pray to Jesus or to the Holy Spirit. Jesus is our Brother, and we
approach the Father through our Brother. He instructed us to address the Father
in His name.
So let's read Luke 11:9-13, “9 So I say to
you, ask, and it will be given to you; seek, and
you will find; knock, and it will be opened to you. 10 For
everyone who asks receives, and he who seeks finds, and to him who knocks it
will be opened…” now notice, “…11 If a son
asks for bread
from…” whom? “…from any father among you, will he give him
a stone? Or if he asks for
a fish, will he give him a serpent instead of a fish? 12 Or if he
asks for an egg, will he offer him a scorpion? 13 If you
then, being evil, know how to give good gifts
to your children, how much more will your…” whom?
“…will your heavenly Father give the Holy Spirit to
those who ask Him!’…” who ask whom?
The Father!
Sekarang mari kita simak beberapa karakteristik tentang
syarat-syarat yang harus kita penuhi supaya doa-doa kita dijawab.
1. Berdoa kepada Bapa.
Menurut Yesus, kita
harus selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Bapa dalam namaNya (nama Yesus), karena tidak ada yang bisa
datang kepada Bapa kecuali melalui Yesus. Kalian tahu, saya merasa agak terusik
bila orang memulai doa dengan “Bapa kami yang di Surga” lalu mereka
berkata, “tolong, Yesus, lakukan ini, dan lakukan itu”. Kalian
tahu, kita menyampaikan doa kita
kepada Bapa, dan kita melakukannya dalam nama Yesus. Kita tidak berdoa kepada Yesus. Kita
berdoa kepada Bapa melalui perantaraan Yesus. Tidak ada bukti alkitabiah bahwa kita harus berdoa kepada
Yesus atau kepada Roh Kudus. Yesus itu Saudara kita, dan kita
mendatangi Bapa melalui Saudara kita. Dia telah menginstruksikan kita untuk
menyampaikannya kepada Bapa dalam namaNya (nama Yesus).
Jadi mari kita baca Lukas
11:9-13, “9 Maka Aku katakan kepadamu, ‘Mintalah, dan
itu akan diberikan kepadamu; carilah, dan
kamu akan menemukan; ketuklah, dan itu akan dibukakan bagimu. 10
Karena setiap orang yang meminta, menerima; dan setiap orang yang mencari, menemukan; dan bagi
yang mengetuk, itu akan dibukakan…” sekarang simak, “…11 Jika seorang anak minta roti
dari…” siapa? “…dari
bapak yang mana pun dari antara kamu, apakah dia akan memberi anaknya sebuah batu? Atau jika anaknya
minta seekor ikan, apakah dia akan memberinya seekor ular gantinya ikan? 12
Atau, jika anaknya minta sebutir telur, apakah dia akan
memberinya seekor kalajengking? 13
Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu,
apalagi…” apamu? “…Bapamu
yang di sorga akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya…” yang minta kepada
siapa? Kepada Bapa!
Notice also Matthew 6:6, 8-9 and verses 14 and 15. Jesus here tells His disciples, “6 But you,
when you pray, go into
your room, and when you have shut your door…”
see? This is the idea of private
prayer again; “…pray…” to whom? “…to your
Father who is in the
secret place; and
your Father who sees in secret will reward you openly. 8 Therefore do
not be like them. For your Father knows the
things you have need of before you ask
Him. 9 In this manner,
therefore, pray: Our…” what? “…our
Father in heaven, hallowed be Your name…” Verse 14. “… 14 For if you
forgive men their trespasses, your heavenly Father will also forgive you. 15 But if you do
not forgive men their trespasses, neither will your Father forgive your
trespasses.”
So the question is, who do we pray to? You know people say we need to pray
to the Holy Spirit. There's no evidence in the Bible we're supposed to pray to
the Holy Spirit. There's no evidence that we're supposed to pray to Jesus. We pray to
the Father in the name of Jesus.
Simak juga Matius 6:6, 8-9, dan 14-15. Di sini Yesus
memberitahu murid-muridNya, “…6
Tetapi engkau, jika engkau berdoa,
masuklah ke dalam kamarmu, dan ketika kamu sudah
menutup pintumu,…” lihat? Inilah
konsepnya doa pribadi lagi; “…berdoalah…” kepada siapa? “…kepada
Bapamu yang ada di tempat rahasia. Dan Bapamu yang melihat secara rahasia akan memberi hadiah
kepadamu secara terbuka. 8 Jadi janganlah seperti mereka, karena
Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan sebelum kamu minta kepada-Nya. 9 Karena
itu berdoalah demikian…” Siapa kami? “…Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah
nama-Mu…” Ayat 14, “…14 Karena jika engkau mengampuni orang-orang pelanggaran-pelanggaran mereka, Bapamu yang di
sorga akan mengampuni engkau juga. 15
Tetapi jika engkau tidak mengampuni orang-orang pelanggaran-pelanggaran mereka, Bapamu juga
tidak akan mengampuni pelanggaran-pelanggaranmu.”
Jadi pertanyaannya ialah, kepada siapa kita berdoa?
Kalian tahu, ada yang berkata kita harus berdoa kepada Roh Kudus. Tidak ada
bukti di Alkitab kita harus berdoa kepada Roh Kudus. Tidak ada bukti kita harus
berdoa kepada Yesus. Kita
berdoa kepada Bapa dalam nama Yesus.
Also the evening after the resurrection, Jesus told His disciples that He was
going to return to His Father, and their Father. Jesus addressed God in prayer
on the way to Gethsemane as Father. He's given us an example of praying to the
Father. Let's read John 17:11, 20-21, 25. Jesus says, “11 … Holy
Father, keep through
Your name those whom You have given Me, that they may be one as We are. 20 ‘I do not
pray for these alone, but also for those who will
believe in Me through their word; 21 that they
all may be one, as You,
Father, are in Me,
and I in You; that they also may be one in Us, that the world may believe that
You sent Me. 25 O righteous Father!...” notice, it's constantly to the Father, “…25 O righteous Father! The world has not known You, but I have known You; and these have known that You
sent Me.”
Juga pada malam setelah
kebangkitan, Yesus memberitahu murid-muridNya bahwa Dia akan kembali ke BapaNya
dan Bapa mereka. Yesus menyebut Allah di doaNya dalam perjalananNya ke
Getsemani, sebagai Bapa. Dia telah memberi kita teladan berdoa kepada Bapa.
Mari kita baca Yohanes 17:11, 20-21, 25. Yesus berkata, “11… Ya Bapa Suci, peliharalah melalui
nama-Mu, mereka yang telah Engkau berikan
kepada-Ku supaya mereka boleh menjadi satu
sama seperti Kita [adalah satu]. 20
Aku tidak hanya berdoakan bagi mereka ini
saja, melainkan juga untuk mereka yang akan
percaya kepada-Ku melalui perkataan mereka. 21 supaya mereka
semua boleh menjadi satu, sama seperti
Engkau, ya Bapa, di dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga boleh menjadi satu di dalam Kita, supaya dunia boleh percaya, bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku. 25 Ya Bapa yang benar…”
simak, selalu kepada Bapa, “…25 Ya Bapa yang benar, dunia tidak mengenal Engkau, tetapi Aku
mengenal Engkau, dan mereka ini sudah tahu,
bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
And then Hebrews 7:25 makes it absolutely clear that we come to the Father
in the name of Jesus, it says there, “25 Therefore He is
also able to save to the uttermost those who come…” how do we come? “…those who come to God…” that's the Father, “…through…” whom? “…through Him…” through Jesus, “…since He always lives to make
intercession for them.”
Kemudian Ibrani 7:25 membuatnya
benar-benar jelas bahwa kita datang kepada Bapa dalam nama Yesus, dikatakan di
sana, “25 Karena itu Ia
sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna mereka
yang datang…” bagaimana kita datang? “…mereka
yang datang kepada Allah…” ini Bapa, “… melalui Dia…” melalui Yesus “…Sebab
Ia hidup senantiasa untuk melakukan perantaraan
bagi mereka.”
So when we begin our prayer we always address whom? We address the Father.
Jesus in the model prayer, the Lord's prayer, begins, this is the way you pray,
“9 Our Father which art in
heaven…”
Maka bila kita
memulai doa kita, kita selalu menyampaikannya kepada siapa? Kita
menyampaikannya kepada Bapa. Dalam pola doa, Doa Bapa Kami, Yesus memulai,
beginilah caramu berdoa, ”9 ….
Bapa kami yang di sorga…”
Now the other, the second point that I want us to notice is that,
2. Pray with humility.
We must pray with
a humble and teachable spirit, we must pray
with humility, sensing our deep and great need. When our heart is filled with
pride, we pray as the Pharisee did. Who did the Pharisee pray to? It says
that he prayed
to himself. So if we come with pride, you know, we're holy, we're okay,
then we're really not praying to the Father, we really are praying to
ourselves. And we read this parable before, I’m not going to take the time to
read the parable, but you see the contrast here. In Luke 18:9 through 14 the
contrast between the Pharisee who comes and says you know, “I thank you God that I’m not like other
men”, pretty proud of himself, right? What does
the publican do when he prays to God? Oh you know, he doesn't even dare look
up. He beats his breast, you know, he doesn't even come near because he
realizes his need. Who went home justified? It was the publican who went home
justified. The Pharisee didn't need justification because he had
self-justification, he justified himself.
Nah, yang lain, poin kedua yang saya mau kita simak ialah:
2. Berdoa dengan rendah hati.
Kita harus berdoa
dengan roh rendah hati dan roh yang mau diajar, kita harus berdoa dengan
kerendahan hati, menyadari kekurangan kita yang mendalam dan besar. Ketika hati
kita dipenuhi oleh kesombongan, kita berdoa seperti orang Farisi. Kepada siapa orang Farisi itu
berdoa? Dikatakan bahwa dia “berdoa dengan dirinya sendiri” (Luke
18:11). Jadi jika kita datang dengan
kesombongan, bahwa kita ini kudus, kita ini oke, maka kita tidak benar-benar
berdoa kepada Bapa, sesungguhnya kita bedoa dengan diri kita sendiri. Dan kita
sudah membaca perumpamaan ini, saya tidak akan mengambil waktu membacanya lagi,
tetapi kalian melihat kontrasnya di sini. Di Lukas 18:9-14 kontras antara orang Farisi yang datang
dan berkata, “…‘Ya Allah, aku bersyukur
aku tidak seperti orang lain…” menyombongkan
dirinya sendiri, bukan? Apa yang dilakukan si pemungut cukai ketika dia berdoa
kepada Allah? Kalian tahu, dia bahkan tidak berani mengangkat matanya. Dia
memukuli dadanya, dia bahkan tidak berani mendekat karena dia menyadari
kekurangannya. Siapa yang pulang dibenarkan? Si pemungut cukai yang pulang
dibenarkan. Orang Farisi itu tidak butuh pembenaran karena dia punya pembenaran
diri, dia sudah membenarkan dirinya sendiri.
Notice Psalm 139:1-4 it tells us that God also knows everything about us. Does
God know everything about us? Yes! Yes, so notice what this says, “1 O Lord, You
have searched me and known me. 2 You know my
sitting down and my rising up; You understand
my thought afar off. 3 You comprehend
my path and my lying down, and are
acquainted with all my ways. 4 For there is not a word on my
tongue, but behold,
O Lord, You
know it altogether.”
So God
knows everything. He knows the end from the beginning. Jesus described
the Father's foreknowledge. Notice Matthew 6:8, “8…For your Father knows the
things you have need of before you ask
Him.”
Simak Mazmur 139:1-4 yang memberitahu kita bahwa Allah
juga tahu segala sesuatu tentang kita. Apakah Allah tahu segala sesuatu tentang
kita? Ya! Ya, jadi simak apa yang
dikatakan, “1
Ya, TUHAN, Engkau telah menyelidiki dan mengenal aku; 2 Engkau mengetahui dudukku dan berdiriku, Engkau mengerti
pikiranku dari jauh. 3 Engkau memahami
jalanku dan berbaringku, dan mengenal semua perilakuku. 4 Sebab tak ada sepatah kata pun di lidahku, tetapi lihat, ya TUHAN, Engkau mengetahui semuanya.”
Jadi Allah
tahu segala sesuatu. Dia tahu akhirnya dari awal. Yesus menggambarkan
kemahatahuan Bapa tentang apa yang belum terjadi. Simak Matius 6:8, “8 … karena Bapamu mengetahui apa
yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”
Now why do I bring this into our discussion today? It's very simple. The
question is, if God knows everything about us, He knows the end from the
beginning, why then do we need to pray? Are you understanding the question? Why
do we need to pray? The answer is that prayer is the way we manifest our absolute
dependence and trust in our Father. Sometimes He does not immediately
answer our prayers because He knows that we would not grow in our trust of Him
and therefore prayer is not for God's benefit because God already knows everything.
Prayer is for our benefit to help our dependence upon God grow.
Nah, mengapa saya membawa ini ke dalam diskusi kita hari
ini? Sederhana. Pertanyaannya ialah, jika Allah tahu segala sesuatu tentang
kita, Dia tahu akhirnya dari awal, mengapa kalau begitu kita perlu berdoa?
Apakah kalian paham pertanyaannya? Mengapa kita perlu berdoa? Jawabannya ialah doa adalah cara kita
memanifestaskan ketergantungan dan kepercayaan kita yang mutlak dalam Bapa kita.
Terkadang Bapa tidak segera menjawab doa-doa kita karena
Dia tahu bahwa kepercayaan kita kepadaNya tidak akan bertumbuh dan oleh
karenanya doa itu bukan demi kepentingan
Allah karena Allah sudah tahu segala sesuatu. Doa itu untuk
kepentingan kita, untuk membantu bertumbuhnya ketergantungan kita pada Allah.
Now let's notice another characteristic about prayer.
3. Avoid vain repetition and recited prayers.
You know, like when congress begins, you know you
have a prayer that is read. You know that's a ceremonial prayer. But prayer
should be spontaneous, it should not be
prefabricated, if you please.
Notice what Jesus had to say in Matthew 6:5, 7 and 8. “5 ‘And when you pray, you shall not be like
the hypocrites. For they love to pray standing
in the synagogues and on the corners of the streets…” nothing private about that, right? And what
do they do? It says, “…that they may be…” what?
“…seen by men. Assuredly, I say to you, they have their reward. 7 And when
you pray, do not use
vain repetitions as the heathen do. For they
think that they will be heard for their many words. 8 Therefore
do not be like them. For your Father knows the
things you have need of before you ask
Him.”
Sekarang mari kita simak karakteristik lain dari doa.
3. Hindari pengulangan
dan doa-doa yang dibaca.
Kalian tahu bilamana Kongres mulai, ada doa yang
dibacakan. Itu adalah doa seremonial. Tetapi doa seharusnya spontan, bukan yang sudah dibuat lebih
dulu, katakanlah begitu.
Simak apa kata Yesus di Matius
6:5, 7-8. “5 Dan apabila
kamu berdoa, janganlah
seperti orang-orang munafik, karena mereka suka berdoa sambil berdiri di rumah-rumah ibadah dan di pojok-pojok jalan,…” sama sekali tidak pribadi, bukan? Dan apa yang mereka
lakukan? Dikatakan,
“…supaya mereka boleh…” apa?
“…dilihat orang. Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, mereka sudah mendapat balasannya. 7
Dan bila kamu berdoa, jangan memakai pengulangan yang tidak berarti,
seperti yang dilakukan orang-orang yang
tidak mengenal Allah, karena mereka menyangka bahwa mereka akan didengar karena banyaknya kata-kata mereka. 8 Jadi
janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa-apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”
The purpose of
prayer is not to show off our oratorical skills. Some people who pray incessantly use the word “Lord” or “God” and they
repeat, and they repeat, the word “Lord” and “Lord this” and “Lord that”. You know that is a vain repetition. We
need to respect
the name of God. We need to use it sparingly, according to what we
find also in the Spirit of Prophecy. We should avoid using God's name
unnecessarily, lest we take His name in in vain.
Tujuan doa
bukanlah untuk memamerkan keterampilan kita berorasi. Ada orang yang berdoa tidak henti-hentinya memakai kata
“Tuhan” atau “Allah”, dan mereka mengulang, dan mengulang kata “Tuhan”, “Tuhan
ini” dan “Tuhan itu”. Kalian tahu itu namanya pengulangan yang
sia-sia. Kita harus menghormati nama
Allah. Kita memakainya
secara hemat, menurut apa yang kita temukan juga di Roh Nubuat.
Kita harus menghindari menggunakan nama Allah dengan tidak perlu, supaya jangan kita memakai
namaNya secara sembarangan.
Nor is prayer a means of showing off our piety or consecration. Prayer
should express the deepest thoughts of the heart. For this reason private and
secret prayer is to be preferred.
Doa juga bukan sarana untuk memamerkan kesalehan atau
konsekrasi kita. Doa harus mengungkapkan isi hati yang terdalam. Inilah mengapa
doa yang pribadi dan rahasia itu
yang lebih dipilih.
Now another very important characteristic of prayer according to Jesus is
that,
4. God’s will be done.
We must always pray that God's will be done not our
will be done.
You know, the saying “Father knows best” is definitely true in the case of
God. Sometimes we think we know what's best, but God is the only One who knows
what is best for us.
In the Lord's prayer, Matthew 6:10, Jesus said “Thy will be
done”. And you know, when He was in the garden of
Gethsemane, when He neared the end of His life, His human nature shook at the
ordeal that was ahead, and as you know Jesus prayed three times, and what did
He say to His Father those three times? He says, “Father if this
cup can pass from Me let it be so, nevertheless not My will be done, but Your
will.”
Nah, karakteristik lain yang sangat penting dari doa
menurut Yesus ialah
4. Kehendak Allah yang jadi.
Kita harus selalu berdoa bahwa
kehendak Allah yang akan terjadi, bukan
kehendak kita yang akan jadi. Kalian tahu, ucapan, “Bapak yang paling
tahu” benar-benar tepat dalam hal Allah. Terkadang kita pikir kita tahu apa
yang terbaik, tetapi Allah adalah Satu-satunya yang tahu apa yang terbaik bagi
kita.
Di Doa Bapa Kami, Matius 6:10 Yesus berkata, “Jadilah
kehendakMu”. Dan kalian
tahu, ketika Dia ada di taman Getsemani, ketika Dia mendekati akhir dari
hidupNya, kodrat manusiawinya bergetar menghadapi siksaaan berat di depanNya,
dan seperti yang kalian tahu Yesus berdoa tiga kali, dan apa kataNya kepada
BapaNya tiga kali itu? Dia berkata, “39
…‘Ya Bapa-Ku, jika cawan ini boleh lewat
dari Aku, biarlah begitu, namun demikian bukan
kehendakKu, melainkan kehendakMu.’…” (Matius 26:39)
John the disciple that Jesus loved, expressed it this way, 1 John 5:14. “14 Now this is
the confidence that we have in Him, that if we ask anything according to…”
what?
“…according to His will, He hears us.” God knows the end from the beginning, for this reason God knows what is
best for us. In fact we wouldn't choose any other way than the way that God
chooses for us if we could see the end from the beginning.
Yohanes, murid yang
dikasihi Yesus, menyatakannya dengan cara demikian, 1 Yohanes 5:14, “14 Dan inilah kepercayaan yang kita miliki
dalam Dia, yaitu jikalau kita meminta apa
pun menurut…” apa? “…menurut kehendak-Nya, Ia mendengar kita.” Allah tahu
akhirnya dari awal, karena alasan inilah Allah tahu apa yang terbaik bagi kita.
Bahkan kita tidak akan memilih jalan yang lain dari yang dipilihkan Allah bagi
kita andaikan kita bisa melihat akhirnya dari awal.
James the half-brother of Jesus warned us never to say “I will do this” or “I
will do that”, we should always say “if God wills”, and among Hispanics it's
very common to hear them when I say you know, I’m going to go to such and such
a place, they say “si dios quiere” (if
God wills), if it's God's will. I think
that's a nice way of putting it.
James 4:13-15, “13 Come now,
you who say, ‘Today or tomorrow we will go
to such and such a city, spend a year there, buy and sell, and make a profit’; 14 whereas you do not know
what will happen tomorrow.
For what is your
life? It is even a vapor that appears for a little time and then vanishes
away. 15 Instead
you ought to
say, ‘If the Lord
wills we shall live and do this or that.’…”
Very, very good counsel.
Yakobus, saudara tiri Yesus, memperingatkan kita jangan
pernah mengatakan “saya akan berbuat ini” atau “saya akan melakukan itu”. Kita
harus selalu berkata “Jika Allah berkenan”, dan di antara orang-orang Hispanik
bila saya berkata saya akan ke tempat ini dan itu, adalah kebiasaan mendengar
mereka berkata “si dios quiere”
(jika Allah berkenan), jika itu kehendak Allah. Menurut saya itu cara
mengekspresikan yang baik.
Yakobus 4:13-15, “13 Nah,
kamu yang berkata, ‘Hari ini atau besok kami akan
ke kota anu, tinggal setahun di sana, berdagang
dan menghasilkan keuntungan; 14
sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apalah hidupmu? Itu sama
seperti uap yang muncul sebentar kemudian lenyap. 15 Malah kamu harus berkata, ‘Jika Tuhan berkenan kami akan hidup dan berbuat ini atau itu.’
Nasihat yang amat sangat baik.
Though we find many multiple stories in the Bible that illustrate the
importance of abiding by His will, let's notice just two of those examples of
the importance of abiding by God's will.
The story of Joseph is a living illustration of a life that could be better
understood from the back side than from the front side. This is one of my
favorite stories in the Bible. God's providence is working all the way through.
Joseph was sold into Egypt, undeservedly and unjustly by his brothers. He
could have complained about his plight because he was a good boy in contrast to
his brothers. His brothers were nasty, they were not converted, Joseph was a
nice kid. And yet Joseph decided that God had a plan. He didn't know what the
plan was, but he said, “I’m going to walk along with God. I’m going to follow
the plan that God has for me.”
And as we know God providentially led Joseph step by step, as he went to
Egypt, ended up in Potiphar's house, he needed to learn to be a good
administrator because he was going to administrate all the food in Egypt. Then
he ended up in prison because he had to meet the cup bearer of Pharaoh, and
then the cup bearer providentially forgot about Joseph for two years, because
it wasn't time. And then Joseph is called to interpret the dreams of Pharaoh,
and he becomes prime minister of Egypt. He never knew that when he was being
taken by the Ishmaelites to Egypt.
Hindsight is 20/20, but meanwhile we walk with the Lord and we follow His
steps, even though we don't know where they're leading.
Walaupun kita bisa menemukan banyak
kisah serupa di Alkitab yang menggambarkan pentingnya tetap setia menurut
kehendakNya, mari kita simak dua contoh saja dari pentingnya tinggal menurut
kehendak Allah.
Kisah Yusuf adalah ilustrasi hidup dari
suatu kehidupan yang bisa dipahami secara lebih baik dari belakang daripada
dari depan. Ini adalah salah satu kisah Alkitab favorit saya. Rencana Allah
dapat dilihat terus bekerja di sini.
Yusuf secara tidak layak dan tidak adil
dijual ke Mesir oleh saudara-saudaranya. Dia bisa saja komplain tentang
nasibnya karena dia adalah anak baik, dibandingkan saudara-saudaranya.
Saudara-saudaranya itu tidak baik, mereka belum bertobat. Yusuf adalah anak
baik. Namun Yusuf memutuskan bahwa Allah pasti punya rencana. Dia tidak tahu
apa rencananya, tetapi dia berkata, “Aku akan mengikuti kehendak Allah. Aku
akan mengikuti rencana yang Allah punya untukku.” Dan seperti yang kita
ketahui, Allah menurut rencanaNya menuntun Yusuf langkah demi langkah, saat dia
ke Mesir, berakhir di rumah Potifar karena dia perlu belajar menjadi seorang
pengurus yang baik berhubung kelak dia akan mengurusi semua pangan di Mesir.
Lalu dia berakhir dalam penjara karena dia harus bertemu dengan orang yang menyediakan minuman Firaun, dan si penyedia minuman
Firaun ini sesuai rencana, lupa pada Yusuf
selama dua tahun, karena waktunya
belum tiba. Lalu Yusuf dipanggil untuk menginterpretasikan mimpi-mimpi Firaun,
dan dia menjadi perdana menteri Mesir. Yusuf tidak pernah tahu ini ketika dia
sedang dibawa suku Ismail pergi ke Mesir.
Penglihatan dari belakang itu 20/20,
tetapi sementara ini kita berjalan saja bersama Tuhan dan kita mengikuti
langkahNya, walaupun kita tidak tahu ke
mana arahnya.
Now let's read Genesis 45:5-7, you know when finally Joseph identifies himself to his brothers, his brothers
begin sobbing and crying. They say, “Oh Joseph, we're so sorry for what we did.”
Notice what Joseph had to say. Genesis 45:5-7, “ 5 But now, do not therefore
be grieved or angry with yourselves because you sold me here; for God sent
me before you to preserve life…” Did Joseph know that when he went to Egypt? No, but he's looking back now. “…6 For these two years
the famine has been in
the land, and there are still
five years in which there will be neither
plowing nor harvesting. 7 And
God sent me before you to preserve a posterity for you in the earth,
and to save your lives by a great deliverance.” There's more than meets the eye here. By
his willingness to cooperate with God's providence, Joseph not only saved his
family, but he preserved the Seed that would be born from the holy line. God
certainly works in mysterious and sometimes incomprehensible ways. However, if
we abide by His will, in the end we will see that His way is the best way.
Sekarang mari kita baca Kejadian 45:5-7. Kalian tahu ketika
akhirnya Yusuf memperkenalkan dirinya kepada saudara-saudaranya,
saudara-saudaranya mulai menangis dan terisak. Mereka berkata, “Oh, Yusuf, kami
sangat menyesali perbuatan kami.” Simak apa kata Yusuf. Kejadian 45:5-7, “5 Tetapi
sekarang, oleh karena itu, janganlah
bersusah hati atau menyesali diri bahwa kamu telah
menjual aku kemari, sebab Allah yang telah mengutus aku untuk mendahului kamu agar
memelihara hidup…” apakah Yusuf tahu
tentang hal ini ketika dia ke Mesir? Tidak, tetapi sekarang dia mengingatnya
kembali. “…6 Karena selama dua tahun ini sudah
kelaparan ada di negeri ini dan masih ada lima tahun lagi di mana orang tidak akan membajak atau menuai. 7 Dan Allah telah mengutus
aku mendahului kamu untuk mempertahan kelanjutan
keturunanmu di bumi dan untuk menyelamatkan hidupmu, melalui penyelamatan yang besar.” Ternyata ada lebih banyak daripada yang tampak di permukaannya.
Melalui keikhlasannya untuk bekerjasama dengan rencana Allah, Yusuf tidak saja
menyelamatkan keluarganya, tetapi dia mempertahankan Benih yang akan lahir dari
garis keturunan yang kudus. Allah benar-benar bekerja dengan cara yang
misterius dan terkadang tidak bisa dipahami. Namun, jika kita tetap tinggal
dalam kehendakNya, pada akhirnya kita akan melihat bahwa caraNya adalah cara
yang terbaik.
We also have the
experience of Hezekiah. This shows the danger of requesting favors from the
Lord that are not in harmony with God's will. The king as we know was on his sick
bed and was at the point of death, but Hezekiah didn't want to die. Maybe he felt
that his work on earth was not finished yet, or was simply afraid to die. So
Hezekiah begged the Lord to spare his life a little while longer. Let's read 2
Kings 20:2-3, “2 Then he turned his face toward
the wall, and prayed to the Lord, saying, 3 ‘Remember now, O Lord, I pray, how I have walked
before You in truth and with a loyal heart, and have done what was good in Your sight.’
And Hezekiah wept bitterly.” So what is Hezekiah saying to the
Lord? “Lord, I don't want to die, extend my life, please, Lord.” Was it God's will
that his life be extended? No, it was time for him to die, but sometimes
God grants what we want to teach us a lesson. Although it was not God's
plan A, God answered Hezekiah's prayer, giving him an additional 15 years of
life. However, during those years Hezekiah's foolishness in showing the Babylonian
delegation all the riches of Israel, would put God's people in serious jeopardy
in the future. It would have been better for Hezekiah to leave well enough
alone.
So when we pray, we
have to pray
that God's will will be done, not our will. We think we know what's
best, but God knows what is best, and we need to walk step by step with Him, allowing
Him to guide our life.
Juga ada pengalaman Hizkia. Ini menunjukkan bahayanya
mengajukan permohonan kepada Tuhan yang tidak selaras dengan kehendak Allah.
Raja Hizkia seperti yang kita ketahui, sedang terbaring di ranjangnya, sekarat,
tetapi Hizkia tidak mau mati. Mungkin dia merasa pekerjaannya di bumi belum
selesai, atau dia semata-mata takut mati. Jadi Hizkia memohon Tuhan untuk
memberinya kelonggaran sedikit waktu lagi. Mari kita baca 2 Raja 20:2-3, “2 Lalu Hizkia memalingkan mukanya
ke dinding, dan berdoa kepada TUHAN, katanya,
‘3 Aku mohon, ingatlah sekarang, O TUHAN, bagaimana aku telah hidup di
hadapan-Mu dalam kebenaran dan dengan hati yang setia, dan telah melakukan apa yang baik
di mata-Mu.’ Dan Hizkia menangis dengan
sangat.” Jadi apa
kata Hizkia kepada Tuhan? “Tuhan, aku tidak mau mati, perpanjanglah hidupku,
tolong, Tuhan.” Apakah itu kehendak Allah hidupnya diperpanjang?
Tidak, itu waktunya untuk mati. Tetapi terkadang
Allah mengabulkan apa yang kita minta untuk memberi kita pelajaran.
Walaupun ini bukan rencana A Allah, Allah menjawab doa Hizkia, dan memberinya
tambahan 15 tahun lagi. Namun selama tahun-tahun itu kesemberonoan Hizkia menunjukkan
semua kekayaan Israel kepada delegasi Babilon, menempatkan umat Allah di tempat
yang sangat berbahaya di masa depan. Lebih baik bagi Hizkia untuk tidak
berusaha mengubah apa yang sudah baik.
Jadi bila kita berdoa, kita harus berdoa agar kehendak
Allah yang jadi, bukan kehendak kita. Kita sangka kita tahu apa yang terbaik,
tetapi Allah tahu apa yang terbaik, dan kita harus berjalan langkah demi
langkah bersamaNya, mengizinkan Dia menuntun hidup kita.
5. Pray with perseverance.
The next characteristic
is that we are to pray with perseverance. In the parable of the persistent
widow, which is also known as the parable of the unjust judge, I’ve never liked
that title for that parable because the parable is about the persistence of the
widow, it's all about the widow. Jesus underlined in this parable which is in
Luke 18:1 through 8, the importance of perseverant, unyielding, prayer. The
central lesson of the parable tells us ~ and this is the parable, the way it
begins ~ We
should pray always, and never give up. Although this parable is encouraging all
Christians at all times, it has a special application to the elect of God that go
through the final Time of Trouble. And you say, how do we know that? Because immediately before the parable Jesus
has been talking about the second coming, as it was in the days of Noah, as it
was in the days of Lot. And then comes the parable where we should always pray and
never give up. And the parable ends also with the reference to the second
coming, “when the Son of Man comes will He find faith in the earth?” And so it's
sandwiched between two references to the second coming. This applies especially
to the elect that will go through the Time of Trouble at the end of time.
5. Berdoa dengan tekun.
Karakteristik berikutnya ialah kita harus berdoa dengan
tekun. Dalam perumpamaan janda yang ngotot, yang juga dikenal sebagai
perumpamaan hakim yang tidak adil ~ saya tidak pernah suka judul itu untuk
perumpamaan ini karena perumpamaan itu adalah tentang ketekunan si janda,
semuanya adalah tentang si janda. Yesus menggarisbawahi di perumpamaan ini,
yang ada di Lukas 18:1-18, pentingnya doa yang tekun yang tidak putus asa.
Pelajaran inti dari perumpamaan ini memberitahu kita ~ dan inilah
perumpamaannya, beginilah mulainya ~
kita harus selalu berdoa, dan jangan
pernah putus asa. Walaupun perumpamaan
ini merupakan dorongan bagi semua orang Kristen di segala zaman,
tetapi dia punya aplikasi
istimewa bagi orang-orang pilihan Allah yang harus melalui Masa Kesukaran Besar
yang terakhir. Dan kalian berkata, dari mana kita tahu itu?
Karena segera sebelum perumpamaan itu, Yesus bicara tentang kedatanganNya yang
kedua, sebagamana di zaman Nuh, sebagaimana di zaman Lot. Kemudian perumpamaan
di mana kita harus selalu berdoa dan tidak pernah putus asa. Dan perumpamaan
itu berakhir juga dengan rujukan ke kedatangan kedua, “ketika Anak
Manusia itu datang, akankah Ia benar-benar menemui iman di bumi?” (Luke 18:8). Maka ia terjepit di antara dua rujukan ke kedatangan
kedua. Ini berlaku terutama kepada orang-orang pilihan yang akan melewati Masa
Kesukaran Besar pada akhir masa.
Jesus experienced an anguishing delay when He prayed to His
Father in the garden and on the cross. In Gethsemane as we know, He prayed
three times that the cup of the Father's wrath would pass from Him, but He said
that the Father's will needed to predominate.
Yesus mengalami penundaan
yang menyedihkan ketika Dia berdoa kepada BapaNya di taman
Getsemani dan di salib. Seperti yang kita tahu, di Getsemani, Yesus berdoa tiga
kali agar cawan murka Bapa boleh berlalu dariNya, tetapi Dia berkata bahwa
kehendak Bapalah yang lebih mendominasi.
The writer of the book of Hebrews ~ this is interesting you know ~ in Hebrews we find how Jesus felt during
His passion in the garden ~ the book of Hebrews described the anguish with
which Jesus prayed in Gethsemane. We're told there that Jesus “7… had offered up prayers and
supplications, with vehement cries and tears to Him who was able to
save Him from death, and was heard because of His godly fear.”
You say, “Now wait a minute, He prayed to God to save Him from death. Did
the Father save Him from death immediately in the garden?” No! When did the
Father save Jesus from death? When He resurrected. There was a delay, but Jesus
did not let loose the hand of His Father.
Penulis kitab Ibrani ~ ini menarik ~ kalian tahu di kitab
Ibrani kita melihat apa yang dirasakan Yesus selama masa kesengsaraanNya di
taman ~ kitab Ibrani menggambarkan bagaimana
Yesus berdoa dengan kesedihan besar di Getsemani. Kita mendapat tahu di sana
bahwa Yesus, “7 …
mempersembahkan doa dan permohonan dengan
ratap tangis dan air mata kepada Dia yang
sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah
didengarkan.” (Ibrani
5:7)
Kalian berkata, “Tunggu dulu, Dia berdoa kepada Allah
untuk menyelamatkanNya dari kematian. Apakah Bapa segera menyelamatkan Dia dari
kematian di Getsemani?” Tidak! Kapan Bapa menyelamatkan Yesus dari kematian?
Ketika Dia bangkit. Ada penundaan,
tetapi Yesus tidak melepaskan tangan BapaNya.
Our prayer life needs to be like the prayer life of Jacob, we should
not let go until we have received the assurance of God's blessing. The story of Jacob will be repeated in the
final remnant; the Time of Trouble of Daniel 12:1 also Jeremiah 30:4 through 9
describe this severe Time of Trouble. The
story of Job also illustrates in vivid color the importance of perseverant
prayer. Job prayed to God for understanding
on why he was going through his trials, and did not receive an immediate
answer. In fact you know after chapters
1 and 2 which are in prose, where we have the story of the two councils that
were held in heaven, and everything falls apart for Job, from chapter 3 all the
way to chapter 38 Job is crying out to God, and God's answer is absolute
silence. And yet Job doesn't give up. He says “15 Though He
slay me, yet will I trust Him” “25 For I
know that my Redeemer
lives…” Even though he's
going through these severe trials, only at the end in chapter 42 does Job look
back, he says, you know, God was right in what He did. And he says, “I repent
about asking the Lord questions and saying why are You doing this to me.”
Kehidupan doa kita harus seperti kehidupan doa Yakub, kita tidak boleh melepaskan
sampai kita menerima jaminan berkat Allah. Kisah Yakub akan
diulangi pada umat sisa yang terakhir. Masa Kesukaran Besar Daniel 12:1, juga
Yeremia 30:4-9 menggambarkan Masa Kesukaran Besar yang hebat ini. Kisah Ayub
juga menggambarkan dalam warna-warna yang hidup, pentingnya doa yang tekun.
Ayub berdoa kepada Allah minta hikmat mengapa dia harus melalui ujian-ujian
ini, dan dia tidak mendapatkan jawaban langsung. Bahkan, kalian tahu setelah
pasal 1 dan 2 yang dalam bentuk prosa, di mana ada cerita tentang kedua rapat dewan
yang diadakan di Surga, lalu hidup Ayub jatuh berantakan, dari pasal 3
hingga pasal 38 Ayub berteriak kepada Allah, dan jawaban Allah adalah kebisuan
total. Namun Ayub tidak putus asa. Dia berkata, “15
Walaupun Dia membunuhku, namun aku akan tetap berserah padaNya.” (Ayub 13:15) “25
Tetapi aku tahu Penebusku hidup…” (Ayub 19:25)
Walaupun dia melalui ujian yang berat ini, barulah di
bagian akhir, di pasal 42 Ayub yang memandang ke belakang, berkata, Allah benar
dalam segala perbuatanNya. Dan dia berkata, “Aku menyesal telah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada Tuhan dan berkata mengapa Engkau melakukan ini
kepadaku.”
The apostle Paul admonished us to pray without ceasing and I quote from 1
Thessalonians actually Colossians 4:2, “2 Continue
earnestly in prayer, being vigilant in it with thanksgiving.”
He also said “ 12 rejoicing in hope, patient in
tribulation, continuing steadfastly in prayer.” Romans 12:12.
Rasul Paulus
menegur kita supaya berdoa tanpa henti, dan saya mengutip dari Kolose 4:2, “2 Terus
bersungguh-sungguh dalam
doa sambil berjaga-jaga dengan mengucap syukur.”
Dia juga berkata, “12 Bersukacita dalam pengharapan, bersabar
dalam kesukaran besar, terus bertekun dalam doa.” Roma 12:12.
In beautiful words the psalmist wrote, “17 Evening and
morning and at noon I will
pray, and cry aloud, and He shall
hear my voice.”
Dengan kata-kata
yang indah pemazmur menulis, “17 Di waktu petang, dan pagi, dan tengah hari aku akan
berdoa dan berseru keras-keras, dan Ia akan mendengar
suaraku.” (Mazmur 55:17)
6. Confess sin.
Another characteristic of persevering prayer where God answers our prayers
is that when we pray, we are to confess, and then God will give us
forgiveness, and then we must be willing to forgive others as well. We
should repent of our sins and confess them, pleading with God for forgiveness. Repentance
is something that happens where? It
happens in the heart, by the working of the Holy Spirit. The prodigal son
repented, where first? He repented in his heart. He was saying to himself, he
was far from home, and when he arrives home, he reveals his repentance because
he confesses his sin. He says, “I have sinned
against heaven and against you, and I’m not
worthy to be called your son.” Confession is
to verbally pray to God, saying that we are sorry, that we have sinned and
pleading for forgiveness.
6. Mengakui dosa.
Karakteristik yang lain dari doa yang tekun di mana Allah
menjawab doa-doa kita ialah ketika kita berdoa, kita harus mengakui dosa
kita, lalu Allah akan memberi kita pengampunan, lalu kita harus rela
mengampuni orang-orang lain juga. Kita harus bertobat dari dosa-dosa kita dan
mengakui mereka, memohon pada Allah untuk pengampunan. Pertobatan itu sesuatu
yang terjadi di mana? Terjadi di hati melalui pekerjaan Roh Kudus. Anak yang berfoya-foya
itu pertama bertobat di mana? Dia bertobat dalam hatinya. Dia berkata kepada
dirinya sendiri, dia sedang jauh dari rumah, dan ketika dia tiba di rumah, dia
menyatakan pertobatannya karena dia mengakui dosanya. Dia berkata, “ 21 … ‘Bapa, aku telah berdosa
terhadap sorga dan di pemandanganmu, dan
tidak layak lagi disebut anak bapa.’…” (Lukas
15:21). Pengakuan
ialah berdoa kepada Allah secara verbal, mengatakan bahwa kita menyesal, bahwa
kita telah berbuat dosa dan memohon pengampunan.
As I mentioned before there is a difference between admitting that we have sinned
and repenting of the sin, as we can see in the case of
Peter and Judas. Did Judas repent? Of course, he repented. You’ll find the references
here in parentheses. (Matthew 27:3; Luke 22:61, 62; John 21:15-19). He repented but
what did he repent of? He repented that his plan had backfired, because he
hoped to pressure Jesus into retaliating against His enemies and making Himself
King. And when it backfired, he repented, but it was the repentance of the
consequences, not repentance of his sin.
On the other hand, Peter ~ we're told ~ that he repented when Jesus looked
at him, when he denied Jesus the third time, Peter repented, we're told, but
his repentance was not because of the consequences, but because he had actually
broken the relationship with his beloved Friend, Jesus. It says in 1 John 1:9, “ 9 If we confess our sins, He is faithful and
just to forgive us our sins
and to cleanse us from all unrighteousness.”
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ada perbedaan antara mengakui
bahwa kita telah berbuat dosa dan bertobat dari dosa itu,
seperti yang bisa kita lihat di kasus Petrus dan Yudas. Apakah Yudas menyesal?
Tentu saja, dia menyesal. Kalian akan menemuan referensi-referensinya di sini
dalam kurung. (Matius 27:3; Lukas 22:61, 62; Yohanes
21:15-19). Dia menyesal, tapi dia menyesali apa? Dia
menyesal karena rencananya menjadi bumerang, karena tadinya dia berharap untuk
menekan Yesus supaya Ia mau melawan
musuh-musuhNya dan menjadikan diriNya Raja. Dan ketika rencana itu berbalik,
Yudas menyesal, tetapi dia menyesali konsekuensinya, bukan menyesali dosanya.
Di pihak lain, Petrus ~ kita diberitahu bahwa ~ Petrus
menyesal ketika Yesus memandangnya saat dia menyangkal Yesus ketiga kalinya,
Petrus menyesal, kita tahu, tetapi penyesalannya bukan karena konsekuensinya,
melainkan karena dia telah memutuskan hubungannya dengan Sahabatnya yang
tercinta, Yesus. Dikatakan di 1 Yohanes 1:9, “9Jika
kita mengakui dosa kita, Ia setia dan
adil untuk mengampuni dosa kita dan
menyucikan kita dari segala kejahatan.”
David is a living illustration of the relationship between repentance, confession,
and forgiveness, after he committed his grave sins of adultery and murder,
David repented and confessed his sin, as we can see from Psalm 32 and Psalm 51.
Daud adalah ilustrasi hidup dari hubungan antara
penyesalan, pengakuan, dan pengampunan, setelah dia melakukan dosa-dosanya yang
berat yaitu berzinah dan membunuh, Daud menyesali dan mengakui dosanya, seperti
yang bisa kita lihat di Mazmur 32 dan Mazmur 51.
7. Willing to forgive others.
However, there's another important point. Yes, we are supposed to repent
and God is the One who gives us repentance. Yes, we are supposed to confess our
sins, to receive forgiveness. But there's another element, and that is that we must be
willing to forgive because if we don't forgive, God will not forgive.
Notice what we find in Matthew 6:12, “12 And forgive us
our debts, as we forgive our debtors.”
And then in Matthew 6:14 and 15, “14 For if you
forgive men their trespasses, your heavenly Father will also forgive you. 15 But if you do
not forgive men their trespasses, neither will your Father forgive your
trespasses.” Pretty clear,
right?
7. Rela mengampuni orang lain.
Namun, ada poin lain yang penting. Ya, kita harus
bertobat dan Allahlah yang memberi kita pertobatan. Ya, kita harus mengakui
dosa-dosa kita supaya menerima pengampunan. Tetapi ada unsur yang lain, dan itu adalah kita harus rela mengampuni
karena jika kita tidak mengampuni, Allah tidak akan mengampuni kita.
Simak apa yang kita temukan di Matius 6:12, “12 dan ampunilah kami
kesalahan-kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang-orang yang
bersalah kepada kami.”
Lalu di Matius
6:14-15, “14 Karena jika engkau mengampuni orang-orang pelanggaran-pelanggaran mereka, Bapamu yang di
sorga akan mengampuni engkau juga. 15
Tetapi jika engkau tidak mengampuni
orang-orang pelanggaran-pelanggaran mereka,
Bapamu juga tidak akan mengampuni pelanggaran-pelanggaranmu.”
Sangat jelas, bukan?
We find a vivid illustration of this principle in the story of the man who
had this huge debt, you know the story is in Matthew 18:21-35, and he cried out
to his master, he says, “Yeah, give me time, I’ll pay.” And the master
says, “Are you kidding? You can’t pay me in a million years” because that was a
debt that he could not pay. So he cried out, to the individual that he was
employed by. And you know when his boss sees his crying out, the boss says,
“I’ll tell you what, your debt is forgiven.”
He says, “I don't have to pay?”
He said, “No, because you cried out to me. Your debt is gone.”
“Oh,” he says, “this is great!” And he goes out the door, and he finds
someone that owes him a hundred denarii the equivalent of 100 days of work. He
says, “Pay me what you owe me.”
And this guy says, you know, “Please give me time, I’ll pay you.”
Nothing! No time. And he has him thrown into prison.
Well the servants of his boss were looking at what was happening. By the
way those are the recording angels, they went and they told the boss, they
said, “Do you know what that guy did that you forgave that great debt? He went
out and he didn't forgive a guy that just owed him a little bit.”
And what did the ~ Can forgiveness
be revoked? Forgiveness can be revoked. The Lord's prayer says “forgive us our debts as we forgive our debtors”. Quite frequently we carry around our grudges which weigh down our
spiritual experience and poison our life. It is important to remember that God
does not ~ this is an important point ~ God does not forgive us because
we forgive others, but as we forgive others. In other words, God's
forgiveness flows through us to others.
By the way there's an entire study in an addendum at the end of these study
notes, on this particular characteristic of prayer.
Kita temukan ilustrasi yang hidup dari prinsip ini di
kisah orang yang punya utang yang besar, kisahnya ada di Matius 18:21-35, dan
orang ini berseru kepada majikannya, dia berkata, “Beri saya waktu, saya akan
membayarnya.” Dan majikannya berkata, “Yang bener aja! Kamu tidak akan bisa
membayarnya dalam satu juta tahun”, saking besarnya utangnya sehingga dia tidak
bisa membayarnya. Maka orang itu berseru memohon pengampunan kepada majikan
yang mempekerjakannya. Dan kalian tahu, ketika majikannya melihat permohonannya
itu, majikannya berkata, “Saya beritahu, utangmu dihapuskan.”
Orang itu berkata, “Saya tidak usah membayarnya?”
Majikannya berkata, “Tidak, karena kamu memohon kepadaku,
utangmu dihapuskan.”
“Oh,” kata orang itu, “ini luar biasa!” Dan dia pergi, dan
dia mencari seseorang yang berutang padanya 100 dinar, setara upah kerja 100
hari. Dia berkata, “Bayar kepada saya utangmu.”
Dan orang ini berkata, “Tolong beri saya waktu, saya akan
membayar.”
Tidak digubris. Tidak diberikan waktu. Malah dia membuat
orang itu dimasukkan penjara.
Nah, hamba-hamba si majikan menyaksikan apa yang terjadi.
Nah, mereka itu adalah malaikat-malaikat pencatat. Mereka pergi dan memberitahu
majikan itu, mereka berkata, “Tahukah Bapak apa yang dilakukan orang yang Bapak
ampuni dari utangnya yang besar? Dia pergi dan dia tidak mengampuni seseorang
yang hanya berutang sedikit padanya.”
Bisakah pengampunan dicabut? Pengampunan bisa dicabut. Doa Bapa Kami
berkata, “6 …ampunilah kami
kesalahan-kesalahan kami, seperti (“as” juga berarti “pada waktu
yang sama”) kami mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6:12). Kita sering memendam rasa sakit hati kita yang membebani
pengalaman kerohanian kita dan meracuni hidup kita. Adalah penting untuk
mengingat bahwa Allah tidak ~ ini poin penting ~ Allah tidak mengampuni kita karena kita
mengampuni orang lain, melainkan ketika
kita mengampuni orang lain. Dengan kata lain, pengampunan Allah mengalir melalui kita kepada orang
lain.
Nah, ada sebuah studi lengkap di addendum pada akhir
makalah ini mengenai karakteristik doa ini.
8. Pray in faith.
We're in the middle of page 113. We must pray how? In faith, believing that
God will do what He has promised to do. Jesus is a prime example of this. In
John 11:41 and 42, Jesus thanked His Father that He had heard Him even before
He resurrected Lazarus.
Notice James 1:5 through 8, on this characteristic of prayer. “ 5 If any of you lacks
wisdom, let him ask of God, who gives to all liberally and without
reproach, and it will be given to him…” But we need to ask how. “…6 But let him ask in faith, with no doubting, for he
who doubts is like a wave of the sea driven and tossed by the wind. 7 For let not that man
suppose that he will receive anything from the Lord; 8 he is a double-minded man, unstable in all his ways.”
So when we ask, we need to ask that the Lord's will be done. But we must
also ask in faith, not doubting that God will answer our prayers, even though
sometimes we know that He delays for our own good.
8. Berdoa dalam
iman.
Kita di bagian tengah hal. 113. Bagaimana kita harus
berdoa? Dalam iman, meyakini bahwa Allah akan melakukan apa yang telah Dia
janjikan akan Dia lakukan. Yesus adalah
teladan utama dari ini. Di Yohanes 11:41-42 Yesus mengucapkan terima kasih
kepada BapaNya bahwa Dia telah mendengarNya bahkan sebelum Dia membangkitkan Lazarus.
Simak Yakobus 1:5-8 tentang
karakteristik doa ini.“5
Jika ada di antara kamu yang kekurangan
hikmat, hendaklah ia meminta dari Allah, --
yang memberikan kepada semua orang dengan limpah
dan tanpa menegurnya, -- dan itu akan diberikan kepadanya…” Tetapi kita perlu bertanya bagaimana. “…6 Tetapi
hendaklah ia memintanya dalam iman, tanpa
keraguan, sebab orang yang ragu itu
seperti gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. 7
Karena itu janganlah orang tersebut mengira ia akan menerima apa pun dari Tuhan; 8 dia adalah orang yang mendua hati, tidak stabil dalam segala
lakunya.”
Jadi ketika kita minta, kita harus minta agar kehendak
Tuhan yang akan jadi. Tetapi kita juga harus minta dalam iman, tidak meragukan
bahwa Allah akan menjawab doa-doa kita, walaupun terkadang kita tahu bahwa Dia
menundanya demi kebaikan kita sendiri.
Even before James wrote these words that we just read, Jesus had given
assurance that God will answer when we come to Him in faith. Notice Matthew 7:7
through 11, “7 Ask, and it
will be given to you; seek, and you will find; knock, and it will be opened to
you. 8 For everyone
who asks, receives; and he who seeks, finds; and to him who knocks, it will be
opened. 9 Or what man
is there among you who, if his son asks for bread, will give him a stone? 10 Or if he
asks for a fish, will he give him a serpent? 11 If you
then, being evil,
know how to give good gifts to your children, how much more will your Father
who is in heaven give good things to those who…” what? “…to those who ask Him.” Ask and you will receive.
Bahkan sebelum Yakobus menulis kata-kata yang baru
kita baca ini, Yesus sudah memberikan
jaminan bahwa Allah akan menjawab bila kita datang kepadaNya dalam iman. Simak
Matius 7:7-11, “7
Mintalah, dan itu akan diberikan kepadamu;
carilah, dan kamu akan menemukan; ketuklah, dan itu akan
dibukakan bagimu. 8 Karena
setiap orang yang meminta, menerima; dan dia
yang mencari, menemukan; dan kepada dia yang mengetuk, akan dibukakan. 9 Atau
orang macam apakah di antara kamu, yang jika anaknya
meminta roti, akan memberinya batu? 10
atau jika ia meminta ikan, akan memberinya
ular? 11 Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik
kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga akan
memberikan hal-hal yang baik kepada mereka
yang…” apa?
“…kepada mereka yang meminta kepada-Nya…”
Mintalah, dan kamu akan menerima.
In Mark 11:24 we find these words, Jesus is speaking, “ 24 Therefore I
say to you, whatever
things you ask when you pray, believe that you receive them, and you will…” what? “…and you will have them.” It's a divine promise.
Some people sometimes say to me, “Pastor, I have confessed my sin time and
again, and I do not feel that God has forgiven me.” Well, folks, feelings
have nothing to do with it. We must take God at His word, if He
promises to forgive, then if we meet the conditions, we must accept that fact,
not because we feel it, but because God
says so.
Di Markus 11:24 kita temukan
kata-kata ini, Yesus sedang bicara, “24
Karena itu Aku berkata kepadamu,
‘Apa saja yang kamu minta ketika kamu
berdoa,
yakinlah kamu menerima mereka, dan kamu akan…” apa? “…dan kamu akan
menerima mereka.” Ini janji Tuhan.
Terkadang ada orang berkata kepada saya, “Pastor, saya
sudah mengakui dosa saya berulang-ulang, saya tidak merasa Allah telah
mengampuni saya.” Nah, Saudara-saudara, perasaan
tidak ada hubungannya dengan ini. Kita harus mempercayai kata-kata Allah.
Jika Dia berjanji untuk mengampuni, maka, bila kita memenuhi persyaratannya,
kita harus menerima fakta tersebut, bukan karena kita merasakannya, tetapi
karena Allah yang berkata begitu.
The experience of Jacob is an illustration of someone who had been forgiven,
but for 20 years Jacob could not forgive himself. Imagine, working for Laban 20
years. God had forgiven him when He gave him the dream of the ladder, He said
there's still communion between Me and you. And Jacob for 20 years could not
forgive himself. Sometimes we make it harder to forgive ourselves than for God
to forgive us. If God was willing to give His Son, what makes us think that
He's not willing to give us all things? In fact Romans 8:32 which I mentioned
yesterday, “ 32 He who did not spare His own Son, but delivered
Him up for us all, how shall He not with Him also freely give us all
things?”
So if God
gave up His Son, His precious Son, the most precious thing that’s in the
universe, what makes us think that He is not going to give us, in Jesus, all things?
Pengalaman Yakub dalah ilustrasi dari seseorang yang
telah diampuni, tetapi selama 20 tahun Yakub tidak bisa mengampuni
dirinya sendiri. Bayangkan, bekerja untuk Laban 20 tahun. Allah telah
mengampuninya ketika Dia memberinya mimpi anak tangga itu, Allah mengatakan
masih ada komunikasi antara Aku dan kamu. Dan selama 20 tahun, Yakub tidak bisa
mengampuni dirinya sendiri. Terkadang kita membuatnya lebih berat mengampuni
diri sendiri daripada Allah mengampuni kita. Jika Allah bersedia mengaruniakan
AnakNya, apa yang membuat kita berpikir Dia tidak bersedia memberi kita segala
hal? Bahkan di Roma 8:32 yang saya singgung kemarin, “32 Ia, yang tidak menyayangkan
Anak-Nya Sendiri, tetapi yang telah menyerahkan-Nya bagi kita semua,
bagaimanakah mungkin Ia (Bapa)
bersama-sama dengan Dia (Yesus) juga tidak mengaruniakan segala sesuatu dengan cuma-cuma kepada kita?”
Maka jika Allah telah menyerahkan AnakNya, AnakNya yang
tersayang, milikNya yang paling berharga di alam semesta, apa yang membuat kita
berpikir Allah tidak akan memberi kita segala hal
dalam Yesus?
9. Don’t be presumptious.
Now another important point is that we must beware of presumption. We must
beware of presumption when we pray. Presumption is the counterfeit of faith. The
track of faith and the track of presumption lie close together. You know, you
look at the tracks of a train, you know, you can tell the distinction when
they're close, but when you look in the distance it looks like they become one
track, right? And so faith and presumption are two different things.
Presumption is the counterfeit of faith.
v Faith claims
God's promises in obedience
v Presumption
claims God's promises in disobedience
9. Jangan lancang.
Nah, poin lain yang penting ialah kita harus waspada
terhadap kelancangan. Kita harus waspada terhadap kelancangan ketika kita
berdoa. Kelancangan itu iman yang palsu.
Jalur iman dan jalur kelancangan itu berjajar dekat satu sama lain. Kalian
tahu, bila kita melihat jalur kereta api, kita bisa melihat perbedaannya ketika
sudah dekat, tetapi bila kita melihatnya dari jauh, sepertinya keduanya adalah
satu jalur, benar? Jadi iman dan kelancangan itu dua hal. Kelancangan adalah
iman yang palsu.
v Iman mengklaim janji-janji Allah dalam kepatuhan,
v Kelancangan mengklaim janji-janji Allah dalam
ketidakpatuhan.
Satan tempted Jesus to be presumptuous in the second temptation. Let's
examine the second temptation of Jesus. Notice it's found in Matthew 4:5
through 7, “5 Then the Devil took Him up into the holy city,
set Him on the pinnacle of the temple. 6 and said to
Him, ‘If You are the Son of God…” now comes the key word
“…throw Yourself…” Does God told Jesus to throw Himself? No! “…throw
Yourself down. For it is written…” and now the Devil's going to quote a promise, “… ‘He shall
give His angels charge over you,’ and, ‘In their hands they
shall bear You up, lest You dash Your foot against a stone.’…” in other words, throw Yourself off and
claim the promise that God is going to protect You. “…7 Jesus said
to him, ‘It is written again, ‘You shall not tempt
the Lord your
God.’…”
Don't tempt God to do something that He's not promised to do. The Father
had not instructed Jesus to jump from the temple tower. The word “yourself”
indicates that Satan was tempting Jesus to act independently of His Father, on
His own. Satan tempted Jesus to
claim God's promise of protection in disobedience, and Satan even quoted the
promise of Psalm 91. But Satan left out a phrase from Psalm 91, He shall “keep you
in all your ways”. See, the Devil can quote scripture out of
context. He can add to it, he can take away from it, and he can give it a
little twist to make it sound like it's kosher, but it really isn't.
Psalm 91:11 and 12 says, and this is what Satan quoted, but what's in bold and
underlined here is what the Devil left out. “11 For He
shall give His angels charge over you, to keep
you in all your ways…” “to keep you in all your ways” is the part that he left out “…12 In their hands
they shall bear you up, lest you dash your foot against a stone.”
Setan mencobai Yesus supaya
bertindak lancang di pencobaan yang kedua. Mari kita periksa pencobaan kedua
Yesus. Simak, ini ada di Matius 4:5-7, “5
Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait
Allah, 6 dan berkata kepada-Nya,
‘Jika Engkau benar Anak Allah…” sekarang kata
kuncinya, “…jatuhkanlah diri-Mu…” apakah Allah menyuruh Yesus untuk menjatuhkan DiriNya?
Tidak! “…jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada
tertulis…” dan sekarang Iblis akan mengutip sebuah janji, “…’Ia akan memerintahkan
malaikat-malaikat-Nya tugas menjaga engkau’; dan ‘di tangan mereka, mereka akan menatang engkau, supaya kakimu jangan terantuk batu.’…” dengan kata lain,
lemparkan Dirimu ke bawah dan klaim janji bahwa Allah akan melindungiMu. “…7
Yesus berkata kepadanya, ‘Ada pula tertulis lagi:
Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!’…”
Jangan mencobai Allah untuk melakukan sesuatu yang tidak
dijanjikanNya akan Dia lakukan. Bapa tidak menyuruh Yesus untuk melompat dari
menara Bait Suci. Kata “diri-Mu” mengindikasikan bahwa Setan mencobai Yesus untuk
bertindak mandiri dari BapaNya, menurut DiriNya sendiri. Setan mencobai Yesus untuk mengklaim janji perlindungan
Allah dalam ketidakpatuhan, dan Setan malah mengutip janji di Mazmur 91. Tetapi
Setan tidak menyertakan sepotong ungkapan dari Mazmur 91, bahwa Allah akan “memelihara engkau di segala jalanmu”. Lihat, Iblis bisa mengutip Firman di luar konteksnya. Dia
bisa menambahinya, dia bisa menguranginya, dan dia bisa memberinya sedikit
plintiran untuk membuatnya terdengar kosher (=halal),
namun sebenarnya tidak.
Mazmur 91:11-12 berkata, dan
inilah yang dikutip Setan, tetapi apa yang digarisbawahi
di sini adalah bagian yang tidak disertakan. “11
sebab Ia akan memerintahkan
malaikat-malaikat-Nya untuk menjaga engkau, untuk
memelihara engkau di segala jalanmu.”
“untuk memelihara engkau di segala
jalanmu” adalah bagian yang dihilangkan Setan. “…12
Dalam lengan mereka, mereka akan memondong engkau, supaya jangan
engkau membenturkan kakimu pada batu.”
We run the same risk of claiming God's promises without meeting the
conditions. For example to refuse medical treatment, to handle snakes, and to
drink poison, is not a show of faith. By the way, this is what it says in Mark
16:18. It says that believers will drink poison, it won't do anything to them;
they'll have snakes and the venom will not kill them; but what it's not
saying, that you should drink poison, it says if somebody gives you poison and
you don't know it. You don't pick up a snake. If the snake bites you like
happened with Paul, you know, when he had that shipwreck, well, the Lord is
going to protect you. But it's not when you purposely present yourself in a
dangerous situation.
Kita menghadapi resiko yang sama mengklaim janji-janji
Allah tanpa memenuhi persyaratannya. Misalnya menolak penanganan medis,
memegang ular, minum racun, itu bukanlah membuktikan iman. Nah, inilah yang
dikatakan di Markus 16:1, dikatakan bahwa orang-orang percaya akan minum racun,
itu tidak akan mencelakai mereka; mereka akan menghadapi ular, dan bisa ular
itu tidak akan membunuh mereka. Tapi tidak
dikatakan kita minum racun sendiri, dikatakan jika orang lain tanpa setahu
kita, memberi kita minum racun. Kita bukan sengaja pergi memegang
ular. Jika ada ular yang menggigit kita seperti yang terjadi pada Paulus ketika
dia mengalami kapal karam, nah, Tuhan akan melindungi kita. Tetapi bukan bila kita sengaja
menempatkan diri sendiri di situasi yang berbahaya.
You know another show of presumption is for example when you ask the Lord
to bless you when you have to take a test and you haven't studied.
Another example of presumption is when you're going to take a trip, and you
ask the Lord to protect you, and then you drive 100 miles an hour. That's
presumption.
We have to meet the conditions. It is presumptuous to ask God for the wrong
things expecting Him to provide them.
Demonstrasi kelancangan lainnya ialah misalnya ketika
kita minta Tuhan memberkati kita saat kita akan menghadapi ujian, tapi kita
tidak belajar.
Contoh kelancangan yang lain ialah bila kita harus
menempuh perjalanan dan kita minta Tuhan melindungi kita, kemudian kita memacu
kendaraan kita 100 mil per jam. Itu kelancangan.
Kita harus memenuhi persyaratannya. Minta dari Tuhan
hal-hal yang tidak benar dan berharap Dia akan menyediakan mereka, itu namanya lancang.
James the brother of Jesus had this to say in James 4:3, “ 3 You ask and do not receive, because you ask…” what? “…you ask amiss…” in other words, you ask for selfish
purposes
“…that you may spend it on
your pleasures.”
Yakobus, saudara
Yesus mengatakan ini di Yakobus 4:3, “3
Kamu minta,
dan tidak menerima, karena kamu …” apa? “…kamu
salah meminta, …” dengan kata lain,
kamu minta untuk tujuan-tujuan kepentingan sendiri, “…yaitu agar kamu
boleh menghabiskannya untuk memuaskan hawa
nafsumu.”
When Jesus was agonizing in Gethsemane, and the temple guard came to arrest
Him, Peter took out his sword to defend Jesus, didn't he? What did Jesus say? “Well
done, Peter, defend My kingdom”? No, that's what the Jews wanted. And so Jesus
told Peter put away that sword, and then He told him that He could ask His
Father for 12 legions of angels to deliver Him. He says, “Don't you know that I
could pray to My Father for 12 legions of angels?” However, Jesus did not make
the request. Why? Because it would have been contrary to the Father's will. Notice
what we find here in Matthew 26:52-54, “52 But Jesus
said to him, ‘Put your
sword in its place, for all who
take the sword will perish by
the sword. 53 Or do you
think that I cannot now pray to My Father, and He will provide Me with more than
twelve legions of angels? 54 How then
could the Scriptures be fulfilled, that it
must happen thus?’…”
So the scriptures had said that Jesus was going to go through this
experience. Jesus says, “How can I ask for 12 legions of angels and go against
what God's plan is for Me?”
Ketika Yesus sedang menjalani kesengsaraanNya di
Getsemani, dan pengawal Bait Suci datang untuk menangkapNya, Petrus menghunus
pedangnya untuk membela Yesus, bukan? Apa kata Yesus? “Bagus, Petrus, belalah
kerajaanKu”? Tidak, itu yang dikehendaki orang-orang Yahudi. Maka
Yesus menyuruh Petrus menyarungkan pedangnya, kemudian Dia memberitahu
Petrus bahwa kalau mau Dia bisa minta dari BapaNya 12 legiun malaikat
untuk menyelamatkanNya. Dia berkata, “Tidak tahukah kamu bahwa Aku bisa minta
kepada BapaKu 12 legiun malaikat?” Namun Yesus tidak membuat permintaan itu.
Mengapa? Karena itu bertentangan dengan kehendak Bapa. Simak apa yang ada di
Matius 26:52-54, “52
Tetapi kata Yesus kepadanya, ‘Masukkan
pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab semua yang menggunakan pedang, akan binasa oleh
pedang. 53 Atau kausangka, bahwa sekarang
Aku tidak dapat berdoa kepada Bapa-Ku, dan Ia akan
menyediakan lebih dari dua belas pasukan malaikat untuk Aku? 54 Jika
begitu, bagaimana Kitab Suci bisa digenapi, bahwa itu harus terjadi demikian?’…"
Jadi Kitab Suci telah mengatakan
bahwa Yesus akan mengalami pengalaman ini. Yesus berkata, “Bagaimana Aku bisa
minta 12 pasukan malaikat dan berbuat melawan rencana Allah untukku?”
10. Pray with thanksgiving.
The next characteristic is that we must pray with thanksgiving. It is
common for selfish human beings to ask, and ask, and ask, and not to thank.
Jesus not only made requests to the Father, Jesus also frequently thanked the
Father. When He was about to resurrect Lazarus, you can find it here John 11:41
He says, “ 41 … ‘Father, I
thank You that You have heard Me.’….”
10. Berdoa dengan ucapan syukur.
Karakteristik berikutnya ialah kita harus berdoa dengan
ucapan syukur. Manusia yang egois terbiasa minta, dan minta, dan minta, dan
tidak berterima kasih. Yesus bukan hanya mengajukan permintaan kepada Bapa,
Yesus juga sering berterima kasih kepada Bapa. Ketika Dia akan membangkitkan
Lazarus, kita bisa melihatnya di Yohanes 11:41, Dia berkata, “41 …‘Bapa, Aku berterima kasih kepada-Mu, karena Engkau telah mendengar Aku.’…”
Notice also what we find in Luke 10:21, “21 In that
hour Jesus rejoiced in the Spirit and said, ‘I thank
You, Father, Lord of heaven and earth, that You have hidden these things
from the wise and
prudent and revealed them to babes. Even so, Father, for so it seemed good in
Your sight.’…”
Simak juga apa yang
kita dapati di Lukas 10:21, “21
Pada waktu itu juga bergembiralah Yesus dalam Roh dan berkata, ‘Aku
bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, bahwa Engkau telah menyembunyikan hal-hal ini dari yang bijak dan orang pandai, dan mengungkapkannya kepada bayi-bayi. Begitu
pun baik, Ya Bapa, karena demikianlah yang
baik di pemandanganMu.”
When Jesus fed the four thousand and He prayed, it says in
Matthew 15:36, “ 36 And He took the seven loaves and the fish and…”
what did He do? “…and gave
thanks, broke them and
gave them to His disciples;
and the disciples gave to
the multitude.”
Ketika Yesus memberi makan 4’000 orang dan Dia berdoa, dikatakan di Matius 15:36, “36 Dan Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu dan…” apa yang dilakukanNya? “…dan mengucap syukur, memecah-mecah mereka dan memberikan mereka kepada murid-murid-Nya; dan murid-murid-Nya memberikan kepada orang banyak.”
When He instituted communion, once again, “17 Then He
took the cup, and gave thanks, and said, ‘Take this
and divide it among
yourselves; 18 for I say to
you, I will not
drink of the fruit of the vine until the kingdom of God comes.’ 19 And He took
bread, gave thanks and broke it, and
gave it to them,
saying, ‘This is My body which
is given for you; do this in remembrance
of Me.’…”
Ketika Yesus
melembagakan perjamuan kudus, sekali lagi, “17
Kemudian Ia mengambil cawan itu dan mengucap
syukur, dan berkata, ‘Ambillah ini dan
bagikanlah di antara kamu sendiri. 18
Sebab Aku berkata kepada kamu, Aku tidak akan minum dari buah pokok anggur sampai Kerajaan Allah datang.’ 19 Dan Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan memecah-mecahnya dan memberikannya kepada
mereka, dengan berkata, ‘Inilah tubuh-Ku
yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.’…” (Lukas
22:17-19)
So in our prayers we should not only ask, and ask, and ask the Lord to do
this, and do that, we should begin our prayer by thanking the Lord for
everything good that He does, and we should thank Him also for the things that
don't look good, because God has a plan. Pray with thanksgiving in your heart
of God's marvelous blessings.
Maka dalam doa-doa kita, janganlah hanya minta, dan
minta, dan minta Tuhan untuk melakukan ini, dan melakukan itu, kita harus
mengawali doa kita dengan mengucap syukur kepada Tuhan untuk segala kebaikan
yang telah dilakukanNya, dan kita juga harus berterimakasih kepadaNya untuk
hal-hal yang tampaknya tidak baik menurut kita, karena Allah punya rencana.
Berdoalah dengan ucapan syukur di hati untuk berkat-berkat Allah yang luar
biasa.
11. Obey God.
We must seek God with an obedient heart, in other words, to pray to
God and disobey, God is not going to answer the prayers. Notice
Jeremiah 29:13, “ 13 And you will seek Me and find Me, when you search for Me…” how? “…with all your heart.”
But we have to be willing to obey, when we pray to God and when God speaks.
1 John 3:22 says, “ 22 And whatever we ask we receive from Him…” why? “…because we keep His commandments and
do those things that are pleasing in His sight.”
11. Mematuhi Allah.
Kita harus mencari Allah dengan hati yang patuh, dengan
kata lain, berdoa kepada Allah
tapi tidak patuh, maka Allah tidak akan menjawab doa-doa itu.
Simak Yeremia 29:13, “13
Dan kamu akan mencari Aku dan menemukan Aku
apabila kamu mencari Aku…” bagaimana? “…dengan
segenap hatimu.”
Tetapi kita harus mau patuh
bila kita berdoa kepada Allah dan bila Allah berbicara. 1 Yohanes 3:22 berkata,
“22 dan apa saja
yang kita minta, kita memperolehnya dari Dia…” mengapa?
“…karena kita menuruti segala perintah-Nya dan melakukan hal-hal yang berkenan di pemandanganNya.”
12. Connected to Jesus.
You know also according to John 15:16, Whatever we ask of the Father in the
name of Jesus, Jesus will give as long as we are connected with Him. It says, “ 16 You did not choose Me, but I chose you and appointed you that you
should go and bear fruit, and that your
fruit should remain…” so there it is,
that we should be connected to Jesus and bear fruit. And then it says at the
end of the verse, “…that whatever you ask the Father in My name He may give
you.”
12. Terhubung dengan Yesus.
Kalian tahu, juga
menurut Yohanes 15:16, apa pun yang kita minta dari Bapa dalam nama Yesus, akan
Yesus beri selama kita
terhubung denganNya. Dikatakan, “16
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu, dan
menetapkan kamu bahwa kamu harus pergi dan menghasilkan buah, dan bahwa
buahmu harus tetap ada,…” jadi inilah dia, bahwa kita harus terhubung kepada Yesus dan menghasilkan buah.
Kemudian dikatakan di bagian akhir ayat ini, “…supaya
apa pun yang kamu minta kepada Bapa dalam
nama-Ku, Dia boleh memberikannya kepadamu.”
13. Do not harbor iniquity.
If we harbor iniquity, or we have cherished sins in our lives, God is not going
to hear our prayer. It says there in Psalm 66:18 and 19, “18 If I regard iniquity in my heart, the Lord
will not…” what? “…will not hear. 19 But certainly
God has heard me; He
has attended to the voice of my prayer.”
13. Jangan menyembunyikan dosa.
Jika kita menyembunyikan
dosa, atau kita pertahankan dosa-dosa yang kita
sayangi dalam hidup kita, Allah tidak akan mendengar doa kita. Dikatakan di
Mazmur 66:18-19, “18
Jika aku mengindahkan dosa dalam hatiku, Tuhan tidak mau…” apa? “…tidak mau mendengar. 19 Tetapi Allah sungguh telah mendengar aku, Ia
telah melayani suara doaku.”
14. Keep the Law.
And Proverbs 28:9 very famous verse, “9 One who turns away his ear from hearing the Law, even his prayer is…” what?
“…his prayer is an abomination.”
When we are sincere and are praying for light, God will reveal His truth to
us, like we find in the experience of Cornelius. You can find that in Acts
10:1-4. He was searching for the truth. He was searching for God. And God
answered his prayer.
14. Memelihara Hukum.
Dan Amsal 28:9 ayat
yang sangat terkenal, “9 Dia yang
memalingkan telinganya dari mendengarkan
Hukum, bahkan doanya adalah…” apa?
“…doanya adalah kekejian.”
Ketika kita tulus dan berdoa untuk pencerahan, Allah akan
mengungkapkan kebenaranNya kepada kita, seperti yang dialami oleh Kornelius.
Kalian bisa menemukan itu di Kisah 10:1-4. Dia mencari kebenaran, dia mencari
Allah. Dan Allah menjawab doanya.
15. In the name of Jesus.
Now the final
point that I want to deal with is, come to God in the powerful name of Jesus.
When we approach the Father, we must do so in the name of Jesus, and you have several
references there in parentheses. (cf.
John 14:6; 14:13,14; 16:23,
24,
27, 28) and we need to do this in the name of Jesus, because of our sinful condition
which will not permit us to approach the Father directly without a mediator. We need
Jesus, the righteous Advocate to represent us before God. And this is
illustrated in the text that you have here in parentheses, Luke 1, and
Revelation chapter 8, and Psalm 141. Our prayers are mingled with what? They're
mingled with incense. Do you know what the incense represents? The incense
represents the fragrant merits of Jesus Christ, His obedience, and His bearing
our sins. If
our prayers go without our prayers being mingled with the incense of Christ's
merits, our prayers would not be accepted before the Father. And when we come to God through the merits of
Jesus, we are accepted in the Beloved. The name of Jesus is powerful, over 30
times in the book of Acts the importance of the power of the name of Jesus is
underlined.
15. Dalam nama Yesus.
Sekarang poin terakhir yang ingin saya bahas ialah, datang kepada Allah dalam nama
Yesus yang penuh kuasa. Ketika kita menghampiri Bapa, kita harus
berbuat itu dalam nama Yesus, dan ada beberapa referensi dalam kurung di sini (Yohanes 14:6; 14:13,14; 16:23, 24, 27, 28) dan kita perlu melakukannya
dalam nama Yesus, karena kondisi keberdosaan kita yang tidak mengizinkan kita
menghampiri Bapa langsung tanpa Perantara. Kita
perlu Yesus, Pembela yang benar untuk mewakili kita di hadapan Allah.
Dan ini diilustrasikan di ayat-ayat yang ada dalam kurung di sini, (Lukas 1:10-11, Wahyu 8:3-4, dan Mazmur 141:2).
Doa-doa kita dicampur dengan apa? Mereka dicampur dengan kemenyan. Tahukah
kalian kemenyan melambangkan apa? Kemenyan melambangkan jasa-jasa Yesus Kristus
yang harum, kepatuhanNya, dan bahwa Dia telah memikul dosa-dosa kita. Jika doa-doa kita disampaikan
tanpa dicampur dengan kemenyan jasa-jasa Kristus, doa-doa kita tidak akan
diterima di hadapan Bapa. Dan ketika kita datang kepada Allah
melalui jasa-jasa Yesus, kita diterima dalam Sang Kekasih. Nama Yesus itu penuh
kuasa, lebih dari 30 kali di kitab Kisah, pentingnya kuasa nama Yesus
ditekankan.
The following
texts describe the awesome power of the name of Jesus. Coming in the name of Jesus means to
share His authority and His power. Let's notice a few examples here as
we draw this to a close.
Acts 3:6 and 7, “ 6 Then Peter said, ‘Silver
and gold I do not have…” he's saying this
to the paralytic
“…but what I do have I give you: In the name of Jesus Christ of
Nazareth, rise up and walk.’…” did Peter have authority? Yes. Where was the authority? In the name of
Jesus “…7 And he took him by the
right hand and lifted him up,
and immediately his feet and ankle bones received strength…”
Ayat-ayat berikut menggambarkan kuasa yang mengagumkan
dari nama Yesus. Datang dengan nama
Yesus berarti berbagi autoritas dan kuasaNya. Mari kita simak
beberapa contoh di sini untuk mengakhiri ini.
Kisah 3:6-7, “6 Lalu
Petrus berkata, ‘Emas dan perak tidak ada padaku…” dia mengatakan ini kepada orang yang lumpuh itu, “…tetapi apa yang kupunyai, kuberikan
kepadamu: Dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, bangkit
dan berjalanlah!’…” apakah Petrus punya kuasa? Ya. Di mana kuasanya? Dalam
nama Yesus. “…7 Lalu ia
memegang tangan kanan orang itu dan mengangkatnya
bangun, dan seketika itu juga tulang kaki dan mata kakinya, menerima kekuatan.”
And then of
course Peter and John got in trouble because
they were doing things in the name of Jesus. Notice this following passage. “5 And it came to pass, on the next day, that their rulers, elders, and scribes, 6 as well
as
Annas the high priest, Caiaphas, John, and Alexander,
and as many as were of
the
family of the high priest, were gathered together at Jerusalem. 7 And when they had set them in the midst, they asked,…”
there’s John, John, and Peter are there, in
their presence of these individuals that are mentioned here “…‘By what power or by
what name
have you done this?’…”
See, that power and name are
interchangeable here. “…‘By what power or by what name have
you done this?’…”
have you healed this man, this paralytic? “…8 Then Peter, filled with the Holy Spirit, said to them, ‘Rulers of the people and elders of Israel: 9 If we this day are judged for a good deed done to a helpless man, by what means he has been made well, 10 let it be known to you
all, and to all the people of Israel, that by
the name of Jesus Christ of Nazareth,
whom you crucified, whom God raised from the dead, by Him this man stands here before you whole…”
Is there power
in the name? Oh, there's power in the name, folks. When we are in a right
relationship with the Lord, and Satan wants to cause us damage, and we say,
“the Lord rebuke you in the name of Jesus”, Satan has to respect that, because when we use
the name we actually have access to the power of Christ.
Kemudian tentu saja Petrus dan Yohanes kena masalah
karena mereka melakukan hal-hal dalam nama Yesus. Simak bacaan berikut ini. “5
Dan terjadlah pada keesokan harinya
pemimpin-pemimpin mereka, tua-tua dan
ahli-ahli Taurat, 6 juga Imam
Besar Hanas, dan Kayafas, Yohanes dan Aleksander, dan seberapa banyak yang termasuk keluarga
Imam Besar, berkumpul bersama-sama di Yerusalem.
7 Dan ketika mereka telah menempatkan
mereka (Petrus dan Yohanes) di tengah,
mereka bertanya,…” di sana ada Yohanes, dan Petrus di hadapan orang-orang
itu yang disebutkan di sini.
“…‘Dengan kuasa apa atau dalam nama siapa
kamu telah melakukan ini? …” Lihat, kuasa dan
nama maknanya
bisa ditukar di sini.
“…‘Dengan kuasa apa atau dalam nama
siapa kamu telah melakukan ini?…” apakah kalian telah menyembuhkan orang lumpuh ini? “…8 Lalu
Petrus, yang dipenuhi Roh Kudus, berkata kepada mereka, ‘Para pemimpin umat dan tua-tua Israel,
9 jika kami hari ini dihakimi untuk suatu perbuatan
baik yang dilakukan kepada seorang yang
tidak berdaya, melalui perbuatan mana dia telah disembuhkan, 10 hendaknya diketahui oleh kamu sekalian dan oleh
seluruh umat Israel, bahwa dalam nama Yesus Kristus dari Nazaret, yang telah kamu salibkan, yang telah dibangkitkan Allah
dari antara orang mati-, melalui Dialah, orang
ini berdiri di sini di hadapanmu, sembuh.”
(Kisah 4:5-10).
Apakah ada kuasa dalam nama itu? Oh, ada kuasa dalam nama
itu, Saudara-saudara. Ketika kita dalam hubungan yang benar dengan Tuhan, dan
Setan mau mencelakakan kita, kita berkata, “Tuhan yang menegur kamu, dalam nama
Yesus”, dan Setan harus menghormati itu, karena ketika kita memakai nama itu, sesungguhnya kita punya
akses kepada kuasa Kristus.
Notice Acts 16:16-18,
“16 Now it
happened, as we went to prayer, that a certain slave girl possessed with a
spirit of divination met us, who brought her masters much profit by
fortune-telling. 17 This
girl followed Paul and us, and cried out, saying, ‘These men are the servants
of the Most High God, who proclaim to us the way of salvation.’…” Well, she was saying the right things, but
she was a pest. And so now notice, Paul eventually says that enough is enough, “…18 And this she did for
many days. But Paul, greatly annoyed, turned
and said to the spirit, ‘I command you in the name of Jesus Christ to come out
of her.’ And he came out that very hour….” Power in the name.
Simak Kisah 16:16-18. “16 Suatu kali terjadi, ketika kami pergi untuk berdoa ada seorang budak perempuan yang dikuasai oleh
roh tenung, bertemu dengan kami; dia telah memberikan majikannya banyak keuntungan dengan tenungan-tenungannya. 17 Gadis in mengikuti Paulus dan kami, dan berseru, katanya, ‘Orang-orang ini adalah
hamba-hamba Allah Yang Mahatinggi, yang
memberitakan kepada kami jalan keselamatan.’…” Nah, gadis itu
mengatakan kata-kata yang benar, tapi dia sangat mengganggu. Maka sekarang
simak, Paulus akhirnya berkata, cukup sudah. “…18 Dan
ini dilakukan gadis itu selama beberapa
hari. Tetapi Paulus, yang merasa sangat
terganggu, berpaling dan berkata kepada roh itu: ‘Dalam nama Yesus Kristus aku perintahkan
engkau keluar dari perempuan ini.’ Seketika itu juga keluarlah roh itu…” Kuasa dalam nama
Yesus.
By the powerful
name of the Lord of hosts, David slew Goliath. He says, “You come to me with
sword and spear, I come to you in the name of the Lord of hosts, whom you have
defied.”
Dengan nama Tuhan semesta alam yang penuh kuasa, Daud
membunuh Goliat. Dia berkata, “45
… ‘Engkau mendatangi aku dengan sebuah pedang
dan dengan sebatang tombak dan dengan sebuah perisai; tetapi aku mendatangi
engkau dengan nama TUHAN semesta alam, … yang telah engkau tantang.” (1 Samuel 17:45)
And then of
course you have the story of Elisha. You know these 42 children they said, “Go up, thou bald head! Go up, thou bald
head!”, they were actually mistreating the prophetic
voice of the Lord. And so the Bible says that he turned and he cursed them in
the name of the Lord. There's power in the name, not only positively, but also
negatively for people.
Kemudian tentu saja ada kisah Elisa. Kalian tahu ke42
anak-anak yang berkata, “Naiklah,
gundul! Naiklah, gundul!” (2 Raja 2:23-25). Mereka
sesungguhnya berbuat tidak layak kepada suara nubuatan Tuhan. Maka Alkitab
berkata bahwa Elisa berpaling dan dia mengutuk mereka dalam nama Tuhan. Ada
kuasa dalam nama itu, bukan hanya secara positif, melainkan juga negatif bagi
manusia.
Jesus is our
older brother. When Satan bullies us around, we must contend, not with us, we
are not the ones that are contending with him. It is Jesus who contends with
him, when we use His name. We have power of attorney in the name of Christ, to accomplish His biddings.
But we must be careful to be in harmony with Jesus Christ.
Yesus adalah saudara tua kita. Ketika Setan merundung
kita, kita harus melawan, bukan kita sendiri, kita bukanlah yang melawan
Setan. Yesus-lah yang melawan dia, ketika kita
menggunakan nama Yesus. Kita punya surat kuasa dalam nama Kristus, untuk melakukan
perintahNya. Tetapi kita harus hati-hati untuk selalu serasi dengan Yesus
Kristus.
Final point. When
I was a student, I used to sell religious books. I was a colporteur. The first thing I did when I arrived in a town
was to visit, I was to actually visit the mayor, the chief of police, the
education superintendent, and other important functionaries, in the town. I
sold them the books, explained the value of the books, and asked them to put
their seal and name on the prospectus that I used to present the books. When I
later presented the books to the general public, and they saw the signatures
and the seals of the political leaders of the town, they said, “Oh these books
are kosher,” and so we sold lots of books because of the endorsement of the
great leaders of the cities. There was power in their names, in order to sell
the books. And by the way I made enough, the three summers that I went out
to colporteur, sell books, I made three
scholarships, I paid for enough for three years of studies, each of those
years. And one of the reasons of course besides the Lord empowering me in the
sale of the books, was to have the names of the political leaders, because
people say, “Well, you know if they're endorsing the books they must be good
books.”
So let's
remember, folks, that there is power in the name of Jesus. That's why we need
to come to Him in prayer, in His name.
Poin terakhir. Ketika saya masih seorang mahasiswa, saya
menjual buku-buku rohani, saya seorang kolportur. Hal pertama yang saya lakukan
ketika saya tiba di sebuah kota ialah
mengunjungi walikotanya, kepala polisinya, kepala bagian pendidikan, dan
pejabat-pejabat penting lainnya di kota tersebut. Saya menjual buku-buku kepada
mereka, menjelaskan nilai buku-buku tersebut, dan minta mereka mencantumkan
stempel dan nama mereka pada prospectus yang saya pakai untuk mempresentasikan
buku-buku. Ketika kemudian saya
mempresentasikan buku-buku itu kepada publik, dan mereka
melihat tandatangan dan stempel para pemimpin politik kota
itu, mereka berkata, “Oh, buku-buku ini bener,” sehingga kami menjual
banyak buku karena adanya endorsemen para pemimpin besar kota tersebut. Ada
kuasa dalam nama-nama itu, untuk menjual buku-buku. Dan ketahuilah, saya
mendapatkan cukup dana, selama tiga
musim panas saya keliling sebagai kolportur, menjual buku, saya mendapatkan
tiga beasiswa, saya mendapat bayaran cukup untuk studi tiga tahun, setiap tahunnya itu. Dan
salah satu alasannya tentu saja, selain Tuhan menyanggupkan saya dalam
penjualan buku, ialah untuk mendapatkan nama-nama para pemimpin politik, karena
orang-orang berkata, “Nah, jika mereka telah mengendorse buku-buku ini,
tentunya buku-buku ini bagus.”
Jadi mari kita ingat, Saudara-saudara, bahwa ada kuasa
dalam nama Yesus. Itulah mengapa kita perlu datang padaNya dalam doa, dalam
namaNya.
I trust that
what we've studied about prayer, you know there's a lot of characteristics here,
you know when we're going to pray, we don't have to go through the study notes
and say, now am I doing this, am I doing that. You know it becomes second
nature once we get into the habit of praying. All of these things become
natural to us. But prayer is the hand of man taking
the hand of God, the omnipotent hand of God, and making that which is impossible
~ humanly speaking ~ not only possible, but actually implemented in our
lives. And I trust that that will be our experience of prayer is my
hope and my prayer.
Saya percaya bahwa apa yang telah kita pelajari mengenai
doa ~ kalian tahu ada banyak karakteristik di sini ~ ketika kita mau berdoa,
kita tidak usah membaca dari makalah ini dan berkata, sekarang apakah
saya melakukan ini, apakah saya melakukan itu. Kalian tahu, itu akan menjadi
alami sekali kita punya kebiasaan berdoa. Semua hal ini akan menjadi alami bagi
kita. Tetapi doa adalah tangan
manusia memegang tangan Allah yang mahakuasa, dan membuat apa yang mustahil
~ bicara sebagai manusia ~ bukan hanya
mungkin, tetapi benar-benar diimplementasikan dalam hidup kita. Dan saya percaya bahwa itu
akan menjadi pengalaman doa kita, itulah harapan dan doa saya.
30
08 24
No comments:
Post a Comment