MARY SEMINAR___
Part 04/08
- Stephen Bohr
The Immaculate Deception
https://www.youtube.com/watch?v=8Otr1AZRclo
Dibuka
dengan doa.
As
we have seen in our previous lectures, the Bible has only a limited number of
things to say about Mary, the mother of Jesus. In preparation for our study
today it is necessary to underline the fact that the Bible says nothing about
where, when, from whom, or how Mary was born. We don’t know the name of her
parents, and we don’t know anything about her birth. All we know is what
Scripture has to say about the birth of Jesus.
Seperti
yang sudah kita simak dalam ceramah-ceramah sebelumnya, Alkitab hanya mengatakan
sedikit sekali tentang Maria, ibu Yesus. Dalam mempersiapkan pelajaran kita
hari ini, kita perlu menggarisbawahi fakta bahwa Alkitab tidak mengatakan
apa-apa tentang di mana, kapan, dari siapa, atau bagaimana Maria dilahirkan.
Kita tidak tahu nama orangtuanya, dan kita tidak tahu apa-apa tentang
kelahirannya. Yang kita ketahui ialah apa yang dikatakan Kitab Suci tentang
kelahiran Yesus.
However,
in Roman Catholic theology, Mary is
spoken of as being different than us in two specific ways. In fact in
Roman Catholic theology:
· first of all, it is taught that
Mary was born immaculate. In other words, she was born with the nature of Adam before the fall.
She was born without a fallen human nature.
· Secondly, in Roman Catholic theology we find the teaching that Mary never actually committed any sin
during her life, no mortal sin and no venial sin.
And
there are two reasons why the Roman Catholic church underlines these two ideas
about Mary. Why they teach that she was born without the fallen nature of Adam,
and why she never actually committed sin at all during her lifetime.
Namun
demikian, dalam theologi Roma Katolik,
Maria dikatakan berbeda dari kita dalam dua hal khusus.
Faktanya, dalam theologi Roma Katolik:
· pertama, diajarkan bahwa Maria dilahirkan imakulata [=
tanpa dosa]. Dengan kata lain Maria dilahirkan dengan kodrat Adam sebelum kejatuhannya dalam
dosa. Maria dilahirkan bukan dengan kodrat manusia yang telah
berdosa.
· kedua, dalam theologi Roma Katolik, kita
mendapati ajaran bahwa Maria
benar-benar tidak pernah berbuat dosa selama hidupnya, baik dosa
besar maupun dosa kecil.
Dan
ada dua alasan mengapa gereja Roma Katolik menggarisbawahi kedua konsep tentang
Maria ini, mengapa mereka mengajarkan bahwa Maria dilahirkan tidak dengan
kodrat Adam yang telah berdosa, dan mengapa Maria sungguh tidak pernah berbuat
dosa sama sekali selama hidupnya.
And
I would like to share with you, as we begin our study, the two reasons why the
Roman Catholic church, through its theologians primarily, teaches these two
ideas about Mary.
First
of all I would like to read several statements from the book, The Glories of Mary, of St. Alphonsus Liguori
which we studied last time, and there might be a couple of quotations also from
other Roman Catholic sources as to why Mary was born immaculate, and why she
never sinned, even though the Bible does not address this issue.
Dan
saya ingin membagikannya kepada kalian, pada awal pelajaran kita ini, kedua
alasan mengapa gereja Roma Katolik, terutama melalui para theolognya,
mengajarkan kedua konsep tersebut tentang Maria.
Pertama,
saya ingin membacakan beberapa pernyataan dari buku The Glories of Mary, dari St. Alphonsus Liguori, yang sudah kita
pelajari, dan mungkin juga akan ada beberapa kutipan dari sumber-sumber Roma
Katolik yang lain, tentang mengapa Maria dilahirkan tanpa dosa, dan mengapa dia
tidak pernah berbuat dosa, walaupun Alkitab tidak pernah mengungkap hal ini.
The
first quotation is found in The Glories of Mary
pg. 295, where we are told this:
“But how could Jesus Christ be said to
be separated from sinners if He had a mother who was a sinner?” I think that’s
pretty clear. Once again, “But
how could Jesus Christ be said to be separated from sinners if He had a mother
who was a sinner?”
Kutipan
pertama ditemukan di The Glories of Mary,
hal. 295, di mana kita diberitahu demikian: “Tetapi mana
bisa Yesus Kristus dikatakan terpisah dari orang-orang berdosa jika Dia
memiliki seorang ibu yang berdosa?” Menurut
saya ini sangat jelas. Sekali lagi, “Tetapi mana bisa Yesus Kristus dikatakan
terpisah dari orang-orang berdosa jika Dia memiliki seorang ibu yang berdosa?”
On
page 296 of The Glories of Mary, St.
Bridget is quoted in the following fashion: “Mary was conceived without sin, that the Divine Son might be
born of her without sin.”
Di
halaman 296 The Glories of Mary, ada
kutipan kata-kata St. Bridget sebagai berikut: “Maria
dibuahi tanpa dosa, agar Anak Ilahi itu bisa dilahirkan olehnya tanpa dosa.”
We’re
discovering that the reason why, in Roman Catholic theology, Mary is spoken of
as being born immaculate is, because if she wasn’t, she could not bring the
immaculate Jesus into the world.
Kita
mulai menemukan apa alasannya, mengapa dalam theologi Roma Katolik Maria
dikatakan lahir tanpa dosa. Karena jika tidak, dia tidak bisa melahirkan Yesus
yang tanpa dosa ke dunia.
On
page 297 of the book The Glories of Mary,
we find this statement: “Corruption
is a disgrace of human nature; and as Jesus was not subject of it, Mary was
also exempted; for the flesh of Jesus is the flesh of Mary.”
Di hal. 297 buku The
Glories of Mary, kita menemukan pernyataan ini: “Pembusukan
jenazah merupakan aib bagi kodrat manusia; maka sebagaimana Yesus tidak terkena
ini, Maria juga terbebas darinya; karena daging [tubuh] Yesus adalah daging
Maria.”
Again
on page 297 we find this statement: “For
not only is it true that the flesh of Jesus is the same as that of Mary; but
the flesh of our Savior even after His resurrection remained the same that He
had taken from His mother.”
Juga
di hal. 297 kita menemukan pernyataan ini: “Karena
bukan saja benar bahwa daging Yesus itu sama dengan milik Maria, tetapi daging
Juruselamat kita bahkan setelah kebangkitanNya, tetap sama dengan yang
diperolehnya dari ibuNya.”
Maybe
two or three other statements, because
this is such an important point.
Mary had to be born
immaculate in order to bring an immaculate Son into the world. So goes the argument.
Barangkali
dua-tiga pernyataan yang lain, karena poin ini begitu penting.
Maria harus lahir tanpa dosa supaya
bisa melahirkan seorang Anak yang tidak berdosa ke dunia. Begitulah argumentasinya.
On
page 311 of the book The Glories of Mary,
we find St. Peter Damian quoted, and he says this: “The flesh of the Virgin, taken from Adam, did not admit of the
stain of Adam.” In other words, she had the nature of
Adam before Adam sinned, so that Jesus ~ in this view ~ could also be born with
the nature of Adam before Adam sinned.
Di
hal. 311 buku The Glories of Mary, kita
menemukan kutipan dari St. Peter Damian, dan dia berkata demikian: “Daging
sang Perawan, diambil dari Adam, tanpa kemasukan noda Adam.” Dengan kata lain, Maria memiliki kodrat
Adam sebelum Adam berdosa, supaya Yesus ~ dalam pandangan ini ~ juga bisa
dilahirkan dengan kodrat Adam sebelum Adam berdosa.
Once
again, The Glories of Mary pg. 299, we find
this statement: “The
Blessed Virgin never committed any actual sin, not even a venial one…” those
are the less serious sins. …Otherwise she would not have been a mother
worthy of Jesus Christ, for the ignominy of the mother would also have been
that of the Son, for He would have had a sinner for His mother.” In other words, Jesus the Perfect One could not have a mother
who was a sinner in actual fact, by committing actual sins, or by having the
sinful nature of Adam.
Sekali
lagi, The Glories of Mary, hal. 299, kita
melihat pernyataan ini: “Perawan yang diberkati tidak
pernah melakukan dosa apa pun, bahkan dosa kecil sekali pun…” ini adalah dosa-dosa yang tidak parah. “…Kalau
tidak, Maria tidak bisa menjadi ibu yang layak bagi Yesus Kristus karena cela si ibu juga menjadi cela Sang
Anak, karena Dia berarti memiliki seorang yang berdosa sebagai ibunya.” Dengan kata lain, Yesus yang Sempurna
secara fakta tidak mungkin memiliki seorang ibu yang orang berdosa, yang
benar-benar melakukan dosa, atau yang memiliki kodrat Adam yang berdosa.
One
final quotation from a pamphlet published by the Knights of Columbus, the title
of the pamphlet is, The Mother of Jesus,
pg. 25. Notice this statement: “Mary
would have inherited sin and the penalties of sin if God had not preserved her
from them. As a result, hers was a condition similar to our first parents
before the fall.”
It
can’t get any clearer than that. Mary had the nature of Adam and Eve before the
fall. In other words, she was not born with a sinful nature, and she never
committed sin.
Satu
kutipan terakhir dari sebuah pamflet oleh Knights of Columbus, judul pamflet tersebut
ialah The Mother of Jesus, hal. 25.
Perhatikan pernyataan ini: “Maria pasti sudah mewarisi dosa
dan hukuman dosa seandainya Allah tidak mencegah hal itu. Sebagai akibatnya,
kondisinya mirip dengan kondisi orangtua kita yang pertama sebelum jatuh dalam
dosa.”
Kurang jelas bagaimana lagi? Maria memiliki kodrat
Adam dan Hawa sebelum kejatuhan mereka dalam dosa. Dengan kata lain, dia tidak
dilahirkan dengan kodrat yang berdosa, dan dia tidak pernah berbuat dosa.
Now
the
first reason that we’ve noticed why the Roman Catholic church teaches
that she had to be born immaculate, and she could not have sinned, is because
she had to be so in order to bring into the world a Son who had the same
characteristics; who would not suffer the results of her sin or of the
nature of the sinful Adam.
But
there’s a
second reason why Roman Catholic theology teaches that Mary was born
immaculate, and she actually lived without committing sin, and that is in Roman
Catholic theology, Mary died and she remained in the tomb for three days. Her body
saw no corruption, and then on the third day she was assumed to heaven.
Nah,
alasan pertama
yang kita lihat mengapa gereja Roma Katolik mengajarkan bahwa Maria harus
dilahirkan tanpa dosa dan dia tidak mungkin berbuat dosa ialah karena dia harus demikian supaya bisa melahirkan
seorang Anak ke dunia ini dengan karakteristik yang sama; yang tidak
akan menderita akibat-akibat dari dosa ibunya atau dari kodrat Adam yang
berdosa.
Tetapi
ada alasan kedua
mengapa theologi Roma Katolik mengajarkan bahwa Maria lahir tanpa dosa, dan dia
benar-benar hidup tanpa berbuat dosa, dan itu karena menurut theologi Roma
Katolik, Maria meninggal dan dia berada dalam kubur selama tiga hari, tubuhnya tidak mengalami pembusukan,
lalu pada hari ketiga dia diangkat ke Surga.
And
we are going to talk more about the dogmas about Mary in Roman Catholicism a little
bit later on in this series. But they believe that Mary presently is standing before her
Son, and she is serving as advocate of the human race. And of course,
there is no way that Mary could serve as the advocate of the human race if she
had been conceived in sin and if she actually committed sin, because the
righteousness of Christ would destroy her.
Dan
kita akan berbicara lebih banyak tentang dogma mengenai Maria dalam Roma Katolikisme
nanti dalam serial ini. Tetapi mereka meyakini bahwa Maria sekarang sedang berdiri di hadapan Anaknya, dan
Maria sedang melayani sebagai pembela umat manusia. Dan tentu
saja, tidak mungkin Maria bisa melayani sebagai pembela umat mansia jika dia
dibuahi dalam dosa dan jika dia sungguh-sungguh berbuat dosa, karena kebenaran
Kristus akan membinasakan dia.
Allow
me to read you a couple of statements here from Roman Catholic theologians. This
is from St. Alphonsus Liguori, The Glories of
Mary, pg. 293. He is quoting St. Anselm. “God could preserve angels in heaven spotless, in the midst of
the devastation that surrounded them, was He then unable to preserve the mother
of His Son and the Queen of angels from the common fall of men?”
Izinkan
saya membacakan dua pernyataan di sini dari theolog Roma Katolik. Ini dari St.
Alphonsus Liguori, The Glories of Mary,
hal. 293, dia mengutip St. Anselm. “Allah bisa memelihara
para malaikat di Surga dalam kondisi tidak bercela, di tengah-tengah kerusakan
yang mengelilingi mereka, masa Allah tidak bisa memelihara ibu AnakNya dan Ratu para malaikat dari
kejatuhan umum manusia?”
He
also quotes St. Gregory. And this is where you come to the specific point about
Mary not being able to serve as advocate of the human race if she actually
committed sin.
This
is found in St. Alphonsus Liguori, pg. 289. “St. Gregory says, that ‘an army cannot undertake to appease his Judge, who is at the
same time the injured party, for if he did, instead of appeasing him, he would
provoke him to greater wrath.’ And therefore as Mary was to be the mediatress…” or the mediator “…of peace between man and God, it was of the utmost importance
that she should not herself appear as a sinner and as an enemy of God, but that
she should appear in all things as a friend, and free from every stain.”
Dia
juga mengutip St. Gregory. Dan di sinilah kita tiba pada poin khusus tentang
Maria tidak bisa melayani sebagai pembela umat manusia jika dia sampai berbuat
dosa. Ini ditemukan di St. Alphonsus Liguori, hal. 289, “St.
Gregory berkata bahwa ‘satu pasukan
pun tidak bisa mengupayakan
untuk meredakan Hakimnya, yang pada waktu yang sama juga adalah korban. Karena jika
dia mengupayakan, bukannya itu meredakan, malah dia justru akan membuatNya
semakin marah.’ Oleh karena itu, karena
Maria adalah perantara damai antara manusia dengan Allah, sangatlah penting
Maria sendiri tidak hadir sebagai seorang yang berdosa dan sebagai musuh Allah,
tetapi dalam segala hal Maria harus hadir sebagai teman, dan bebas dari segala
noda.”
1. So first she had to be born immaculate, and live a life without
sin, because Jesus was going to come from her, and He was going to have the
same nature.
2. And secondly, in Roman Catholic theology, she was going to serve
as the mediatress or the advocate of the human race, and a sinner could not
appear before the presence of God to represent humanity.
1.
Jadi
pertama Maria harus lahir tanpa dosa dan hidup tanpa dosa karena Yesus akan
lahir darinya, dan Yesus akan memiliki kodrat yang sama.
2.
Kedua,
dalam theologi Roma Katolik, Maria akan melayani sebagai perantara atau pembela
umat manusia, dan seorang yang berdosa tidak bisa tampil di hadapan hadirat
Allah untuk mewakili kemanusiaan.
In
actual fact, the Bible teaches that we have a mediator in heaven, Jesus Christ
our High Priest, who is sinless, undefiled, and perfect, and therefore can
represent us before God. You can read Hebrews 7:26, it says that Jesus was
separated from sinners.
Nowhere in the Bible will
you find that Mary was born without the fallen nature of Adam, and that she
never actually committed sin in her life.
This
comes into the church as a result purely of human tradition.
The
Bible speaks about the birth and sinlessness of Jesus. It does not speak about
the birth and the sinlessness of Mary.
Padahal,
Alkitab mengajarkan bahwa kita memiliki satu Perantara di Surga, Yesus Kristus,
Imam Besar kita, yang tidak berdosa, tidak bernoda, dan sempurna, dan oleh
karenanya bisa mewakili kita di hadapan Allah. Kalian bisa membaca Ibrani 7:26,
dikatakan bahwa Yesus terpisah dari orang-orang berdosa.
Tidak ditemukan di mana pun dalam
Alkitab bahwa Maria dilahirkan tanpa kodrat Adam yang berdosa dan bahwa dia
tidak pernah berbuat dosa selama hidupnya.
Konsep
ini masuk ke dalam gereja semata-mata akibat tradisi manusia.
Alkitab
berbicara mengenai kelahiran dan ketidakberdosaan Yesus, tidak berbicara
tentang kelahiran dan ketidakberdosaan Maria.
Now
in other venues we have studied about the Antichrist. And I am not going to get
into a full study of the Antichrist in our lecture today.
We’ve
studied, for example, about the Little Horn, about the Beast, about the harlot
of Revelation 17, the man of sin of 2
Thessalonians 2. We’ve studied basically all of the Antichrist passages of
Scripture previously. And we’ve notice several characteristics about the Antichrist.
It persecutes the saints of the Most High. It speaks blasphemies against the
Most High, in other words, it claims to have the power to forgive sins, it
claims to have God’s representative on earth. We noticed that this power rules
for 1260 years after the Roman Empire is divided into 10 kingdoms. We noticed
several characteristics about the Antichrist. But there is one characteristics
which is not contained in any of these Antichrist passages, like Revelation 13,
and Daniel 7, and Daniel 11, and Revelation 17, and 2 Thessalonians 2. There is
one characteristic which is found in another passage of the apostle John. I
would like to read that passage. It’s found in 1 John 4:1-3, where we are told
here: “Beloved,
do not believe every spirit, but test the spirits whether they are from God, because many false
prophets have gone out into the world.…”
Now, how can you test a spirit to see whether it’s of God? How
can you understand whether a prophet truly speaks for God? Notice verse 2, “… 2 By this you know the
Spirit of God: every spirit that confesses that Jesus Christ has come in the
flesh is of God; …” And then verse 3 becomes even more explicit. “… 3 and every spirit
that does not confess that Jesus Christ has come in the flesh, is not of God;
and this is the spirit of the Antichrist, which you have heard was coming, and now
already is in the world.” Every spirit that doesn’t confess that
Jesus Christ has come in the flesh,
according to this passage, is not only not of God, but actually possesses
the spirit of the Antichrist.
Sekarang
di tempat lain kita pernah belajar tentang Antikristus, tapi saya tidak akan
membahas pelajaran lengkap tentang Antikristus dalam ceramah kita hari ini.
Kita
telah mempelajari, misalnya, tentang Tanduk Kecil, tentang si Binatang [Wahyu
13], tentang perempuan pelacur Wahyu 17, tentang manusia durhaka 2 Tesalonika
2. Pada dasarnya kita telah mempelajari semua tulisan tentang Antikristus dalam
Kitab Suci, dan kita sudah melihat beberapa karakteristik tentang Antikristus.
Dia menganiaya orang-orang kudus Yang Mahatinggi, dia menghujat Yang
Mahatinggi, dengan kata lain dia mengklaim memiliki kuasa mengampuni dosa, dia
mengklaim menjadi wakil Allah di dunia. Kita sudah melihat bahwa kekuasaan ini
memerintah selama 1260 tahun setelah pemerintahan kekaisaran Roma yang terbagi
dalam 10 kerajaan. Kita telah melihat beberapa karakteristik Antikristus.
Tetapi ada satu karakteristik yang tidak terdapat dalam tulisan-tulisan Antikristus ini seperti yang di Wahyu 13, Daniel 7,
Daniel 11, dan Wahyu 17, dan 2 Tesalonika 2. Ada satu karakteristik yang
terdapat di tulisan lain rasul Yohanes. Saya ingin membacakannya. Ada di 1
Yohanes 4:1-3 di mana kita diberitahu: “1
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya setiap roh, tetapi ujilah
roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu
yang telah pergi ke seluruh dunia…” sekarang bagaimana caranya menguji roh
untuk mengetahui apakah itu berasal dari Allah? Perhatikan ayat 2, “…2 Dengan ini kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengakui bahwa Yesus
Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah…” lalu di ayat 3 lebih eksplisit, “…3 dan setiap roh yang tidak
mengakui Yesus Kristus telah datang sebagai
manusia, tidak berasal dari Allah. Dan ini adalah
roh Antikristus dan tentang dia telah kamu dengar, bahwa ia akan datang dan
sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia.” “Setiap
roh yang tidak mengakui Yesus Kristus telah datang sebagai manusia”
menurt ayat ini bukan saja tidak
berasal dari Allah, tetapi justru memiliki roh Antikristus.
And
that’s the reason why in John 1:14 we are told that: “…
the Word was made flesh, and dwelt among us, and we beheld His glory, the glory
as of the only begotten of the Father, full of grace and truth.”
In
other words, Scripture tells us that Jesus came to this world and He took flesh of
our flesh, bone of our bones, He took blood of our blood, He became like one of
us. And according to this passage, anyone who does not believe or teach
that Jesus came in the flesh, cannot be of God. In fact, this is the spirit of
the Antichrist.
Dan itulah alasannya mengapa di Yohanes
1:14 kita diberitahu bahwa: “Firman itu telah menjadi
manusia dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu
kemuliaan sebagai satu-satunya yang berasal
dari Bapa, penuh kasih karunia dan
kebenaran.”
Dengan
kata lain,
Kitab Suci mengatakan
kepada kita bahwa Yesus datang ke dunia ini dan dia mengambil daging dari
daging kita, tulang dari tulang kita, Dia mengambil darah dari darah kita, dan
Dia menjadi seperti salah seorang dari kita. Dan menurut tulisan
ini, siapa pun yang tidak percaya atau yang tidak mengajarkan bahwa Yesus
datang sebagai manusia, tidak mungkin berasal dari Allah. Bahkan ini adalah roh
Antikristus.
Now,
the lecture today is not primarily about Mary. The lecture today is primarily
about Jesus. But we had to introduce the lecture by speaking about Mary because
in Roman Catholic theology the idea is that Mary was born with the unfallen
nature of Adam, so that Jesus could be born with the unfallen nature of Adam.
Nah,
ceramah hari ini tidak berfokus pada Maria. Ceramah hari ini terutama adalah
tentang Yesus. Tetapi kita harus memperkenalkan ceramah ini dengan berbicara
mengenai Maria karena dalam theologi Roma Katolik, konsepnya ialah Maria lahir
dengan kodrat Adam yang tidak berdosa, supaya Yesus bisa dilahirkan dengan
kodrat Adam yang tidak berdosa.
You
know, a question which people ask me very frequently is, “Do you believe that
Jesus took the nature of Adam before the fall, or do you believe that Jesus
took the nature of Adam after the fall?”
And
of course, they want to work you into a corner. And basically what I say is, “I
don’t believe that Jesus took the nature of Adam before the fall, and I don’t
believe that Jesus took the nature of Adam immediately after the fall. I
believe that Jesus took the nature of Adam after the fall, the nature of the Adam
who was born again after he sinned.” In other words, Jesus took
the regenerated sinful nature of Adam.
In other words, Jesus did not come to this world, you know, with a
sinful nature of someone who had not been born again, someone who had not been
regenerated by the Holy Spirit. It would have been impossible for Jesus to
overcome. So Scripture, I believe teaches that Jesus took the nature of the sinful
Adam after Adam had been converted to God, after he committed his sin.
There is a passage that we find in Romans 8, which is very significant. And I
would like to read several verses at the beginning of Romans 8.
Kalian tahu, suatu pertanyaan yang sering ditanyakan orang-orang kepada saya ialah, “Apakah Anda meyakini Yesus mengambil kodrat Adam sebelum berdosa, atau Anda meyakini Yesus mengambil kodrat Adam setelah berdosa?”
Dan
tentu saja mereka berusaha memojokkan saya. Dan pada dasarnya apa yang saya
katakan ialah, “Saya tidak meyakini Yesus mengambil kodrat Adam sebelum
berdosa, dan saya tidak meyakini Yesus mengambil kodrat Adam segera setelah dia
berdosa. Saya meyakini Yesus
mengambil kodrat Adam setelah berdosa, tetapi kodrat Adam yang telah lahir baru
setelah dia berdosa.” Dengan kata lain, Yesus mengambil kodrat Adam yang berdosa yang telah
dilahirkan baru. Dengan kata lain, Yesus tidak datang ke dunia
ini dengan kodrat seseorang yang berdosa yang belum dilahirkan baru, seseorang
yang belum dilahirkan kembali oleh Roh Kudus. Seandainya begitu, mustahil bagi
Yesus untuk mengalahkan dosa. Jadi saya meyakini Kitab Suci mengajarkan bahwa Yesus mengambil kodrat Adam yang
berdosa, setelah Adam bertobat dan diubahkan Allah, setelah dia
berbuat dosa. Ada tulisan yang kita temukan di Roma 8 yang sangat signifikan.
Dan saya ingin membacakan beberapa ayat
dari awal Roma 8.
Actually
in this passage what is being done is there’s a comparison between Jesus, who
came in the likeness of sinful flesh, but through the Spirit lived a spiritual
life of victory over sin, and His followers who also have a sinful nature, and
by the power of the Holy Spirit, they also overcome sin. In other words, a
parallel is being drawn between Jesus, who took the likeness of sinful flesh
and by the power of the Spirit gained the victory over sin, and what should
happen with His followers who have a sinful nature, and through the power of
the Holy Spirit also can overcome sin in their lives.
Sebenarnya
apa yang dilakukan tulisan ini ialah menarik perbandingan antara Yesus, yang
datang dalam kondisi manusia berdosa, tetapi yang melalui Roh menjalani
kehidupan rohani yang mengalahkan dosa; dengan pengikut-pengikutNya yang juga
memiliki kodrat berdosa, yang melalui kuasa Roh Kudus, mereka juga mengalahkan
dosa. Dengan kata lain, ditarik satu garis paralel antara Yesus yang datang
dengan keserupaan manusia berdosa yang melalui kuasa Roh berhasil memperoleh
kemenangan atas dosa; dengan apa yang harus terjadi pada pengikut-pengikutNya
yang memiliki kodrat berdosa yang oleh kuasa Roh Kudus juga bisa mengalahkan
dosa dalam hidup mereka.
Allow
me to read this passage, and I’ll explain a few things as we go along.
“… 1 There is therefore now no condemnation to those who are in
Christ Jesus who do not walk according to the flesh but according to the
Spirit.” Now, are you following what this is saying? Do we have flesh?
Were we born in the flesh? Of course we
were. But do we walk according to the flesh if we’ve been born again?
Absolutely not! “…2 For the law of the
Spirit of life in Christ Jesus has made me free from the law of sin and death. …”
See, that’s talking about the new birth. Then we find in verse
3: “…3 For what the law could not do, in that it was weak through the
flesh…”
In other words, because of our fleshly sinful nature the Law
could do nothing but what? But condemn us. So the Law could not save us. So it
says: “…3 For what the law could not do, in that it was weak through the
flesh, God did by sending His own Son in the likeness of sinful flesh. On
account of sin, He condemned sin…” how? “… He condemned sin in the
flesh…” according to this. Let me
ask you, did Jesus come in your and our flesh? He most certainly did. Did He
battle with sin in that flesh? He most certainly did. But who guided and
controlled His life? The Spirit guided and controlled His life, and He gained
the total and complete victory over sin.
Izinkan
saya membacakan tulisan ini dan saya akan menjelaskan beberapa hal sambil
jalan.
“1 Demikianlah sekarang tidak ada
penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus yang tidak hidup menurut daging melainkan menurut Roh…” Sekarang, apakah
kalian paham apa yang dikatakan di sini? Apakah kita punya daging? Apakah kita
dilahirkan dalam kedagingan? Tentu saja. Tetapi apakah kita hidup dalam
kedagingan jika kita telah dilahirkan baru? Tentu saja tidak! “…2 karena hukum Roh yang memberi
hidup dalam Kristus, telah memerdekakan aku
dari hukum dosa dan maut…” Lihat, ini berbicara tentang kelahiran
baru. Kemudian kita lihat di ayat 3: “…3 Sebab apa yang
tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh kedagingan,…” dengan kata lain karena kodrat
kedagingan kita yang berdosa, Hukum tidak dapat berbuat apa-apa selain apa?
Selain menghukum kita. Jadi dikatakan, “…Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan
hukum Taurat karena tak berdaya oleh kedagingan, telah dilakukan oleh Allah dengan
mengutus Anak-Nya sendiri dalam keserupaan
dengan kedagingan yang berdosa, Karena dosa, Ia telah menghukum dosa…” bagaimana? “…Ia telah menghukum dosa dalam kedagingan…” menurut
ini. Coba saya tanya, apakah Yesus datang dalam kedagingan kalian dan
kedagingan kita? Sangat benar. Apakah dia berperang dengan dosa kedagingan?
Benar sekali. Tetapi siapa yang membimbing dan mengendalikan hidupNya? Roh yang
membimbing dan mengendalikan hidupNya, dan Dia memperoleh kemenangan total dan
menyeluruh atas dosa.
Now,
let me ask you, is that a possibility for the followers of Jesus? It most
certainly is. Let’s continue reading. Verse 4.
“…4 That the righteous requirement of the law might be fulfilled in
us,…”
See, now it goes on to speak about us, “…might be fulfilled in us, who do not walk
according to the flesh,
but according to…” what?
“…the Spirit...” As Jesus had the likeness of sinful flesh but lived by the power
of the Spirit, we also in sinful flesh can live by the power of the Spirit.
That’s the argument of the apostle Paul. Notice once again verse 4. “That the righteousness requirement of the Law might be
fulfilled in us, who do not walk according to the flesh, but according to the
Spirit. 5 For those who live according to the flesh, set their minds
on the things of the flesh, but those who live according to the Spirit, the
things of the Spirit.” Do you see the two modes
of living? You can live in the flesh or you can live in the Spirit. Jesus had
the likeness of sinful flesh, but in sinful flesh He lived by the power
of whom? Of
the Holy Spirit. Can we also have sinful flesh and live in the
power of the Holy Spirit in our lives? Certainly! Verse 6. “…6 For to be carnally minded…” by the way that word “carnally” is the same as flesh. It’s the
same word for flesh in Greek. So you could say, “for the fleshly mind, “…is death, but to be spiritually minded is life and peace. 7
Because the carnal mind is enmity against God: for it is not subject to the Law
of God, nor indeed can be. 8 So then, those who are in
the flesh cannot please God.” Let me ask you, was
Jesus born in the likeness of sinful flesh with a human nature that had not
been regenerated by the power of the Holy Spirit? Absolutely not! Jesus could not have overcome, because He
would have been at enmity against the Law of God. There would be no way that He
could obey it if He simply inherited sinful flesh. He inherited sinful flesh
regenerated by the power of the Holy Spirit. And then the apostle Paul says, “…9 But you are not in the flesh,…” although we are. “…You are not in the
flesh, but in the Spirit, if indeed the Spirit of God dwells in you. Now, if
anyone does not have the Spirit of Christ, he is not His.”
So
Jesus took the nature of Adam after the fall, the likeness of sinful flesh. But
through the power of the Holy Spirit, He overcame sin in His life. He never
committed even one sin in the sight of God.
Sekarang coba saya tanya, apakah ada kemungkinan yang sama
bagi pengikut-pengikut Yesus? Tentu saja. Mari kita lanjutkan membaca ayat 4, “…4 supaya tuntutan hukum Taurat boleh digenapi di dalam kita,…”
Lihat, sekarang selanjutnya berbicara tentang kita, “…boleh digenapi di dalam kita,
yang tidak hidup menurut daging, tetapi
menurut…” apa? “…Roh.” Sebagaimana
Yesus memiliki keserupaan dengan kedagingan yang berdosa, tetapi Dia hidup oleh
kuasa Roh, kita juga yang memiliki kedagingan yang berdosa bisa hidup oleh
kuasa Roh. Itulah argumentasi rasul Paulus. Perhatikan sekali lagi ayat 4, “… supaya tuntutan hukum Taurat boleh
digenapi di dalam kita, yang tidak hidup menurut daging,
tetapi menurut Roh. 5 Sebab mereka yang hidup menurut daging,
memikirkan hal-hal yang dari daging; tetapi mereka
yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh.” Apakah kalian melihat kedua pola hidup?
Kita bisa hidup menurut daging atau hidup menurut Roh. Yesus memiliki keserupaan dengan kedagingan yang berdosa,
tetapi dalam kedagingan yang berdosa, Dia hidup oleh kuasa
siapa? Oleh kuasa Roh Kudus.
Apakah kita yang juga memiliki kedagingan yang berdosa, bisa hidup dalam kuasa
Roh Kudus dalam hidup kita? Tentu saja. Ayat 6, “…6 Karena
keinginan jasmani [karnal]…” kata “karnal” sama dengan “daging”, itu
kata yang sama dalam bahasa Greeka. Jadi kita bisa juga berkata, “Karena keinginan daging
adalah maut, tetapi keinginan rohani
adalah hidup dan damai sejahtera. 7 Sebab keinginan daging adalah
perseteruan melawan Allah, karena ia tidak
takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. 8 Maka mereka yang hidup dalam daging, tidak
mungkin berkenan kepada Allah…” Coba
saya tanya, apakah Yesus dilahirkan dalam keserupaan dengan kedagingan yang
berdosa, dengan kodrat kemanusiaan yang belum dilahirkan baru oleh kuasa Roh
Kudus? Sama sekali tidak! Andai demikian, Yesus tidak bisa mengalahkan dosa,
karena Dia pasti bermusuhan dengan Hukum Allah. Tidak mugkin Yesus bisa
mematuhinya jika Dia hanya mewarisi kedagingan yang berdosa. Yesus mewarisi
kedagingan yang berdosa yang sudah dilahirkan baru oleh kuasa Roh Kudus. Lalu
rasul Paulus berkata, “…9 Tetapi kamu
tidak hidup dalam daging, …” walaupun
kita hidup dalam daging, “…kamu tidak hidup dalam
daging melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi
jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus.”
Jadi Yesus mengambil kodrat Adam setelah berdosa, keserupaan
dengan kedagingan yang berdosa. Tetapi melalui kuasa Roh Kudus, Dia mengalahkan
dosa dalam hidupNya. Dia tidak pernah berbuat satu pun dosa di mata Allah.
Now,
let’s notice a few other texts from the New Testament. Hebrews 4:15, go with me
to Hebrews 4:15. Did Jesus overcome sin as
Adam before his fall, or did Jesus overcome with the nature of Adam
after the fall? Well, I believe that Hebrews 4:15 explains that Jesus identifies
with us more than He identifies with the pre-fall Adam. Notice: “15 For we have not a high priest who cannot be sympathized with Adam’s weaknesses…” is that what it says?
That’s not what it says. “…For we do not have a high priest who cannot sympathize with our
weaknesses; but was in all points tempted as Adam was, yet without sin…” It
says that He was tempted in all things as what?
“…As
we are, yet without sin.” His connection and His link is with us.
Sekarang
mari kita perhatikan beberapa teks lain dari Perjanjian Baru. Ibrani 4:15.
Marilah bersama saya ke Ibrani 4:15. Apakah Yesus mengalahkan dosa sebagaimana
Adam sebelum kejatuhannya, atau apakah Yesus mengalahkan dosa degan kodrat Adam
setelah kejatuhannya? Nah, saya meyakini Ibrani 4:15 menjelaskan bahwa Yesus
lebih mengidentifikasi Dirinya bersama kita daripada bersama Adam sebelum Adam
berbuat dosa. Perhatikan: “ 15 Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak
dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan Adam,…” begitukah
bunyinya? Bukan begitu yang dikatakan. “…Sebab Imam Besar yang kita
punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, melainkan yang dalam segala hal dicobai sebagaimana Adam dicobai, namun tidak berbuat dosa…” dikatakan
bahwa Dia dicobai dalam segala hal sebagaimana siapa? “…sebagaimana kita dicobai, namun tidak berbuat dosa.” Hubungan
Yesus dan kaitanNya adalah dengan kita.
Notice
also Hebrews 2:14. “In as much then as the
children…” that’s us, “…have partaken of
flesh and blood, He Himself likewise shared in the same, that through death He
might destroy him who had the power of death, that is the devil…” Because the children had flesh and blood, He also partook of what? He
also partook of the same.”
Perhatikan juga Ibrani 2:14. “ 14 Oleh sebab itu sebagaimana anak-anak itu…” yaitu
kita, “…adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia Sendiri juga mengambil bagian dalam
hal yang sama. Agar supaya oleh
kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang
berkuasa atas maut, yaitu Iblis.” Karena anak-anak punya daging dan darah,
Dia juga mengambil apa? Dia juga mengambil bagian dalam hal yang sama.
Notice
Hebrews 2:10-12, it says: “10 For it was
fitting for Him for whom are all things and by whom are all things, in bringing
many sons to glory…” Notice that God is going to bring many sons
to glory. “…to make the
captain of their salvation perfect through sufferings...” God the Father is
actually going to bring many sons to glory and He’s going to use the captain of
salvation to bring those sons to glory. Now, notice verse 11. “…11 For both
he that sanctifies and those who are being sanctified are all of one: for which
reason He is not ashamed to call them…” what? “…brethren,…”
Who calls us brethren? God the Father or Jesus? According to
this text, it is Jesus. So you notice that the Father actually uses Jesus as
the captain of our salvation to bring many sons to glory. But God has a Son
also. And the sons are brothers and sisters of the Son. Now, notice once again
verse 11. “…11 For both
he that sanctifies and those who are being sanctified are all of one: for which
reason He is not ashamed to call them brethren,
12 saying I will declare your name to my brethren, in the midst of the
assembly I will sing praise to you.” Because
the brothers had flesh and blood, He partook of the same. Here we find that
Jesus calls those who have joined Him, His brethren.
Now
let me ask you, is everyone in this world a brother and a sister of Jesus? No.
This is a technical term which refers to those who have been born with sinful
flesh, but who have accepted Jesus as Savior, have joined Him, and have become
His brothers and sisters through
conversion.
Perhatikan
Ibrani 2:10-12, dikatakan, “10 Sebab layaklah bagi Dia ~ yang demi-Nya segala sesuatu, dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan ~ membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan,…” perhatikan,
Allah akan membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan, “…dengan membuat pemimpin keselamatan
mereka menjadi sempurna melalui penderitaan.…” Allah Bapa benar-benar akan membawa
banyak anak-anak kepada kemuliaan, dan Dia akan memakai si Pemimpin Keselamatan
untuk membawa anak-anak tersebut kepada kemuliaan. Sekarang perhatikan ayat 11, “…11 Sebab baik Ia
yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua adalah dari satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka…” apa? “…saudara,…” Siapa yang memanggil kita saudara?
Allah Bapa atau Yesus? Menurut teks ini, Yesus. Jadi kalian lihat, Allah Bapa
memakai Yesus sebagai Pemimpin Keselamatan kita untuk membawa banyak anak-anak
kepada kemuliaan. Tetapi Allah Bapa juga memiliki satu Anak. Dan anak-anak itu
adalah saudara-saudara Anak ini. Sekarang perhatikan lagi ayat 11, “…11 Sebab baik Ia
yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua adalah dari satu; itulah sebabnya
Ia tidak malu menyebut mereka saudara, 12 dengan berkata, ‘Aku akan
memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan di tengah-tengah perhimpunan, Aku akan menyanyikan pujian
kepadaMu…" Karena saudara-saudara itu memiliki daging dan darah, Dia
mengambil bentuk yang sama. Di sini kita mendapati Yesus menyebut mereka yang
telah bergabung denganNya, sebagai saudara-saudaraNya.
Sekarang coba saya tanya, apakah semua
orang di dunia ini saudara Yesus? Tidak. Ini adalah istilah teknis yang
menyebut mereka yang telah lahir dengan kemanusiaan yang berdosa, tetapi yang
telah menerima Yesus sebagai Juruselamat, bergabung denganNya, dan menjadi
saudara-saudaraNya melalui perubahan.
Notice Mark 3:35, the definition of Jesus as our Brother.
And who are the brothers of Jesus?
It says here in Mark 3:35, Jesus is speaking: "For whoever does the will of God,…” Could
a common, ordinary, unconverted person do the will of God? Of course not. “…For whoever does the will the
God, he is…” according to Jesus what? “…My brother
and sister and mother."
Notice that the word “brother” means someone who has been
converted and does the will of God.
Perhatikan
Markus 3:35, definisi Yesus sebagai Saudara kita.
Dan
siapakah saudara-saudara Yesus? Dikatakan di sini di Markus 3:35, Yesus sedang
berbicara, “35 Karena barangsiapa melakukan kehendak Allah,…” bisakah
seorang biasa yang belum diubahkan, melakukan
kehendak Allah? Tentu saja tidak. “…Karena barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah…” siapa,
menurut Yesus? “…saudara-Ku
laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dan
ibu-Ku."
Perhatikan kata “saudara” berarti seseorang yang telah diubahkan dan yang
melakukan kehendak Allah.
So
what does the Bible mean when it says that Jesus became like His brethren? In
fact let’s read it in Hebrews 2:17-18. Did Jesus come to this world with the
unregenerated nature of a thief and a murderer and a drunkard? Of course not.
He came to this world with a nature like the nature His brethren possess when they
are converted to Jesus.
Notice
Hebrews 2:17-18. “17
Therefore,
in all things…” How many things? What does the word “all” mean? Do we need to
debate the meaning of the world “all”? “…Therefore, He had to
be made in all things like His brethren…”
How did Jesus come to this world? He came into this world as
what? As His brethren. Are His brethren the converted or the unconverted? The
converted. “…Therefore in all things He had to
be made like His brethren, that He might be a merciful and faithful high priest
in things pertaining to God, to make propitiation for the sins of the people. 18 For in that He Himself has suffered
being tempted, He is able to aid those who are tempted.”
Jadi
apa yang dimaksud Alkitab ketika dikatakan bahwa Yesus menjadi seperti
saudara-saudaraNya? Marilah kita baca itu di Ibrani 2:17-18. Apakah Yesus
datang ke dunia ini dengan kodrat seorang pencuri, seorang pembunuh, atau
seorang pemabuk yang belum mengalami kelahiran baru? Tentu saja tidak. Yesus
datang ke dunia ini dengan kodrat seperti kodrat yang dimiliki
saudara-saudaraNya ketika mereka sudah diubahkan dengan menerima Yesus.
Perhatikan
Ibrani 2:17-18. “ 17 Itulah sebabnya, dalam segala hal…” berapa
hal? Kata “segala” berarti apa? Apakah kita perlu mendebat makna kata “segala”? “…Itulah sebabnya, dalam segala hal, Ia harus dijadikan sama dengan
saudara-saudara-Nya…” Bagaimana Yesus datang ke dunia ini?
Dia datang ke dunia ini sebagai apa? Sebagaimana saudara-saudaraNya. Apakah
saudara-saudaraNya yang sudah diubahkan atau yang belum diubahkan? Yang sudah
diubahkan. “…Itulah sebabnya dalam segala hal, Ia harus dijadikan sama dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia bisa menjadi
Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat perdamaian bagi dosa
manusia. 18 Sebab sebagaimana Ia sendiri telah menderita karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang
dicobai.”
I’d
like to read a series of statements, very interesting statements that we find
in different sources on this aspect of the nature of Christ.
The first one is found in Signs
of the Times, May 16, 1895. And the writer of this statement of course is
Ellen White. She says this, she grasped what the Bible was talking about. “We are
too much in the habit of thinking that the Son of God was a Being so entirely
exalted above us that it is an impossibility for Him to enter into our trials
and temptations and that He can have no sympathy with us in our weaknesses and
frailties. …” We think of Jesus
as being too aloof of us. Any by the way, in Roman Catholic theology, Jesus is
aloof, that’s the reason you have to go through Mary to Jesus, because Mary is
the human. Mary is the loving mother. Mary is the merciful mother. Jesus is
different than us. See, He’s the one who meets out justice in Roman Catholic
theology. She continues saying: “…This
is because…” The reason why we look at Jesus this way, “…This is because we do not take in the fact
of His oneness with humanity…” Why do we think that Jesus
can’t sympathize with our frailties and our weaknesses? Because we don’t
realize that He is what? One with humanity. “…He took upon Him the likeness of sinful flesh,
and was made in all points like unto His brethren, that He might be a merciful and faithful high priest
in things pertaining to God. He has engaged Himself to save every son and
daughter of Adam who will consent to be saved in God’s appointed way.”
That
is a powerful statement. Jesus can sympathize with us. We can know that He
understands us in our frailties and in our weaknesses. And the power which He had to overcome is
the same power that we can have to overcome. There is no excuse, in
other words, for sin. We can’t say the Devil made me do it. My weak sinful
flesh made me do it. Is that the excuse that we’re going to render God when we
get before His judgment seat? “Oh, You know, the flesh was too weak.”
Do
you know what Jesus is going to say?
“But My Spirit was very strong.”
See,
when you say that we can’t overcome sin, you’re not saying that the flesh is
weak, what you’re saying is that God is not powerful enough to give us the
victory over sin. You are saying that the flesh is more powerful than the power
of God.
Are you understanding what
I’m saying?
Saya ingin membacakan serangkaian
pernyataan, yang sangat menarik, yang kita temukan di sumber-sumber yang
berbeda mengenai aspek kodrat Kristus ini.
Yang pertama ada di Signs of the Times, 16 Mei, 1895. Dan penulis pernyataan ini tentu
saja adalah Ellen White. Dia berkata demikian, dia menangkap dengan tepat apa
yang dikatakan Alkitab. “Kita sudah terbiasa berpikir
bahwa Anak Allah adalah Sosok yang begitu ditinggikan jauh di atas kita,
sehingga mustahil bagiNya untuk merasakan ujian dan pencobaan kita, dan bahwa
Dia tidak punya simpati terhadap kita dengan kelemahan-kelemahan dan
ketidakberdayaan kita…” Kita
menganggap Yesus terlalu tinggi di atas kita. Dan ketahuilah, dalam theologi
Roma Katolik, Yesus memang tinggi jauh di atas kita, itulah sebabnya manusia
harus datang melalui Maria untuk sampai kepada Yesus, karena Maria yang
manusia, Maria ibu yang penuh kasih, Maria ibu yang berbelas kasihan. Yesus itu
berbeda dari kita. Kalian lihat, dalam theologi Roma Katolik, Yesus-lah yang
menentukan hukuman. Ellen White melanjutkan berkata, “Ini
dikarenakan…” alasan mengapa
kita menganggap Yesus demikian, “…Ini dikarenakan kita tidak
memperhitungkan kesatuanNya dengan kemanusiaan…” Mengapa
kita menganggap Yesus tidak bisa bersimpati pada ketidakberdayaan dan
kelemahan-kelemahan kita? Karena kita tidak menyadari Yesus itu apa? Menyatu
dengan kemanusiaan. “…Yesus mengambil bagi DiriNya
keserupaan dengan kemanusiaan yang berdosa, dan dalam segala hal dijadikan sama
seperti saudara-saudaraNya, agar Dia
boleh menjadi Imam Besar yang berbelas kasihan dan setia dalam hal-hal
yang berkaitan dengan Allah. Dia telah berjanji kepada DiriNya sendiri untuk
menyelamatkan setiap anak laki-laki dan perempuan Adam yang bersedia
diselamatkan dengan cara yang ditentukan Allah.”
Ini adalah pernyataan yang kuat. Yesus
bisa bersimpati dengan kita. Kita bisa tahu bahwa Dia memahami ketidakberdayaan
dan kelemahan-kelemahan kita. Dan kuasa
yang dimilikiNya untuk mengalahkan dosa adalah kuasa yang sama yang bisa kita
miliki untuk mengalahkan dosa. Dengan kata lain, tidak ada
alasan untuk dosa. Kita tidak bisa berkata bahwa Iblis yang memaksa saya
melakukannya, atau kedagingan saya yang lemah membuat saya melakukannya. Itukah
alasan yang akan kita sodorkan kepada Allah saat di depan takhta pengadilanNya?
“Oh, Engkau tahu, daging itu terlalu
lemah.”
Tahukah kalian apa yang akan dikatakan
Yesus? “Tetapi Roh-Ku sangat kuat.”
Lihat, bila kita berkata kita tidak bisa
mengalahkan dosa, kita bukan mengatakan daging itu lemah. Apa yang kita katakan
ialah Allah tidak cukup berkuasa untuk memberi kita kemenangan atas dosa. Kita
berkata bawa daging itu lebih berkuasa daripada kuasa Allah.
Apakah kalian paham apa yang saya
katakan?
Now, notice once again
another statement.
General Conference Bulletin,
February 25, 1895. Powerful statement.
“In order to carry out the great work of redemption, the
Redeemer must take the place of fallen man…” Whose
place did He take? “…the
place of fallen man. Burdened with the sins of the world, He must go over the
ground where Adam stumbled. He must take up the work just where Adam failed…” where he stumbled,
where he failed, she says,
“…and endure a test of the same character, but infinitely more severe than that
which had vanquished him…” that is Adam, “…It is impossible for man fully to comprehend
Satan’s temptations to our Savior. Every enticement to evil which man find so
difficult to resist was brought to bear upon the Son of God in a much greater
degree as His character was superior to that of fallen man.”
Sekarang,
perhatikan sekali lagi pernyataan yang lain.
Buletin General Conference, 25 Februari 1895. Pernyataan yang
hebat.
“Supaya
bisa melaksanakan pekerjaan penebusan, Sang Penebus harus mengambil tempat
manusia yang berdosa…” Tempat
siapa yang diambilNya? “…tempat
manusia yang berdosa. Dibebani oleh dosa-dosa seluruh dunia, Dia harus
menjalani lagi di mana Adam telah jatuh. Dia harus memungut tugas yang gagal
dilakukan Adam…” di mana Adam
tersandung, di mana Adam gagal, kata Ellen White, “…dan
memikul ujian yang sifatnya sama tetapi yang jauh tak terhingga lebih berat
daripada yang telah mengalahkannya…” mengalahkan
Adam maksudnya, “…Mustahil bagi manusia untuk memahami secara
utuh pencobaan yang dikenakan Setan kepada Juruselamat kita. Setiap bujukan
untuk melakukan kejahatan yang dirasakan manusia begitu berat untuk diabaikan,
dikenakan kepada Anak Allah dengan takaran yang lebih berat karena karakterNya
yang jauh lebih baik daripada karakter manusia berdosa.”
Another statement in the Adventists Review and Sabbath Herald,
February 24, 1874.
“The great work of redemption could be carried out only by the
Redeemer taking the place of fallen Adam…” Is
that clear? Only by taking the place of whom? Fallen Adam. “…With the sins of the world laid upon Him,
He would go over the same ground where Adam stumbled, He would bear the test
which Adam failed to endure, and which will be almost infinitely more severe
than that brought to bear upon Adam.”
Pernyataan
yang lain di Adventists Review and Sabbath
Herald, 24 Februari 1874.
“Pekerjaan
penebusan yang besar bisa dilaksanakan hanya oleh Sang Penebus yang mengambil
tempat Adam yang telah berdosa…” Apakah
itu jelas? Hanya dengan mengambil tempat siapa? Adam yang telah berdosa. “…Dengan
dosa seisi dunia dibebankan kepadaNya, Dia harus menjalani kembali di mana Adam
tersandung. Dia harus menanggung ujian yang gagal ditanggung oleh Adam, yang tak terhingga lebih berat
daripada yang harus ditanggung Adam.”
In the Youth’s Instructor, December 20, 1900, we find
this amazing statement. She says:
“Think of Christ’s humiliation, He took upon Himself fallen,
suffering human nature, degraded and defiled by sin…” That’s
a powerful statement. Once again: “…He took upon Himself fallen,
suffering human nature, degraded and defiled by sin…” But
He had the Spirit in His life. And His Spirit gave Him the victory even over
sinful flesh. In other words Jesus lived a perfect life in sinful flesh,
because He allowed the Spirit to dictate the decisions of His life. She
continues saying: “…He endured all the temptations, wherewith
man is beset.”
Dalam
Youth’s Instructor, 20 Desember 1900, kita
dapati pernyataan yang mengagumkan ini. Ellen White berkata, “Bayangkan
penghinaan yang dialami Kristus. Dia mengambil bagi Dirinya, kodrat manusia
berdosa yang menderita, direndahkan dan dicemarkan oleh dosa…” Ini pernyataan yang hebat. Sekali lagi, “…Dia
mengambil bagi Dirinya, kodrat manusia berdosa yang menderita, direndahkan dan
dicemarkan oleh dosa…”, tetapi
Dia memiliki Roh di dalam hidupNya. Dan RohNya memberiNya kemenangan atas
kedagingan yang berdosa. Dengan kata lain, Yesus
menjalani kehidupan yang sempurna dengan kedagingan yang berdosa, karena Dia
mengizinkan Roh yang menentukan keputusan-keputusan dalam hidupNya.
Ellen White melanjutkan berkata, “…Dia menanggung semua
pencobaan yang menimpa manusia.”
Have
you ever read the genealogy of Jesus in Matthew 1? Whom did Jesus descend from?
· He descended from Abraham, the liar.
· He descended from Jacob the supplanter.
· He descended from David the adulterer.
· He descended from Rahab the harlot.
· He descended from Ruth the Moabitest. She wasn’t a bad lady, but
she wasn’t even an Israelite.
· He descended from Manasseh, one of the worst and most wicked
kings in the history of Israel.
· And He also descended from Amon, who was even worse than
Manasseh.
Jesus,
in other words, received by heredity the characteristics that these ancestors
possessed. He came with the likeness of sinful flesh, but by the power of God,
He overcame sin in sinful flesh. You know, that is an extraordinary miracle of
God, that Jesus
depended on divine power to overcome sin.
Pernahkah
kalian membaca silsilah Yesus di Matius 1? Dari siapa saja Yesus berasal?
· Dia keturunan Abraham, si pembohong.
· Dia keturunan Yakub, yang merebut
kedudukan orang lain dengan menipu.
· Dia keturunan Daud, si pezinah.
· Dia keturunan Rahab, si pelacur.
· Dia keturunan Rut, perempuan Moab. Dia
bukanlah perempuan yang tidak baik, tetapi dia bahkan bukan orang Israel.
· Dia keturunan Manasye, salah satu raja
yang paling buruk dan paling kejam dalam sejarah Israel.
· Dia juga keturunan dari Amon, yang bahkan
lebih buruk daripada Manasye.
Dengan
kata lain, Yesus mewarisi karakteristik semua nenek moyangnya. Dia datang
dengan keserupaan kedagingan yang berdosa. Tetapi oleh kuasa Allah, dalam
kedagingan yang berdosa, Dia mengalahkan dosa. Kalian tahu, itu adalah mujizat
yang luar biasa dari Allah, Yesus
bergantung pada kuasa ilahi untuk mengalahkan dosa.
In
that classic book The Desire of Ages, pg.
49, we find this amazing statement: “It
would have been an almost infinite humiliation for the Son of God to take man’s
nature, even when Adam stood in his innocence in Eden…” Are you digesting that part of that statement? Did Jesus come
with the unfallen nature of Adam as it was in the garden of Eden? No. She says:
“…It would have been an
almost infinite humiliation for the Son of God to take man’s nature, even when
Adam stood in his innocence in Eden. But…” Here’s
the “but”, “…Jesus accepted humanity when the race had
been weakened by four thousand years of sin. Like every child of Adam, He accepted the results of the working
of the great law of heredity. What these results were is shown in the history
of His earthly ancestors. He came with such a heredity to share our sorrows and
temptations and to give us the example of a sinless life.”
Dalam
buku klasik The Desire of Ages, hal. 49,
kita mendapati pernyataan yang mengagumkan ini, “Andai bagi Anak Allah untuk mengambil
kodrat manusia walaupun ketika Adam masih tegak dengan kemurniannya di Eden,
itu sudah nyaris suatu penghinaan yang tak terkira besarnya…” Apakah kalian mencerna bagian
pernyataan ini? Apakah Yesus datang dengan kodrat Adam yang tidak berdosa
selagi masih di taman Eden? Tidak. Ellen White berkata, “Andai bagi Anak Allah untuk mengambil
kodrat manusia walaupun ketika Adam masih tegak dengan kemurniannya di Eden,
itu sudah nyaris suatu penghinaan yang tak terkira besarnya. Tetapi…” nah, ini “tetapi”nya, “…Yesus
menerima kemanusiaan saat umat manusia telah dilemahkan oleh dosa selama empat
ribu tahun. Seperti setiap keturunan Adam, Yesus menerima akibat dari hukum
warisan yang berlaku. Bagaimana akibatnya, tampak pada sejarah nenek moyang
manusiaNya. Yesus datang dengan warisan seperti itu untuk berbagi kesedihan dan
pencobaan kita, dan memberikan suatu contoh kehidupan yang tidak berdosa.”
Let
me ask you, if Jesus came with a different nature than we have, His brethren,
His regenerated converted brethren, if Jesus had a different nature than us,
could He ever ask us to follow His example? Absolutely not! If Jesus had powers
and resources that we do not have access to, He could not ask us to overcome as
He overcame.
You
know, I use this example. Supposing that Superman did exist, and we know that
he doesn’t exist of course. And that he appeared here at the back door and he
said, “Hello, folks, how are you all doing this wonderful Sabbath afternoon?”
And then he says, “Watch me!” And he says not only watch me, he says, “Follow
me!” and he flies off into the heavens. What would you say? You’d say, “Now,
wait a minute! ‘Follow me’?” Why couldn’t we follow him? Because he has powers
that we don’t have.
How
could Jesus say, “Follow Me!” if Jesus had powers that we do not have access
to, if Jesus had a superior nature to the nature that we receive when we are
born again through the power of the Holy Spirit?
Coba
saya tanya, andai Yesus datang dengan kodrat yang berbeda dari kodrat yang kita
miliki, saudara-saudaraNya yang telah diubahkan, yang telah dilahirkan baru, seandainya
Yesus memiliki kodrat yang berbeda dari kita, bisakah Dia minta kita mengikuti
teladanNya? Sama sekali tidak. Andai Yesus memiliki kuasa dan sumber-sumber
yang kita tidak punya aksesnya, Yesus tidak akan bisa minta kita mengalahkan
dosa sebagaimana Dia telah mengalahkannya.
Kalian
tahu, saya memakai contoh ini. Misalkan ada Superman ~ tentunya kita tahu tidak
ada Superman ~ dan dia muncul di sini di pintu belakang dan dia berkata, “Halo,
Saudara-saudara, bagaimana kalian Sabat petang yang indah ini?” Lalu dia
berkata, “Lihat saya!” dan dia tidak hanya berkata “Lihat saya”, dia berkata,
“Ikutlah saya!” lalu dia terbang ke langit. Apa yang akan kita katakan? Kita
akan berkata, “Tunggu dulu! ‘Ikutlah saya’?” Mengapa kita tidak bisa
mengikutinya? Karena dia punya kemampuan yang kita tidak punya.
Bagaimana
Yesus bisa berkata, “Ikutlah Aku!” jika Dia memiliki kuasa yang kita tidak
punya, jika Yesus memiliki kodrat yang lebih superior dari kodrat yang kita
terima saat kita dilahirkan baru melalui kuasa Roh Kudus?
Incidentally,
Ellen White is not the only one who teaches that Jesus took the nature of Adam
after the fall, after it had been regenerated by the power of the Holy Spirit.
Debatably,
the greatest theologian of the 20th century was called Carl Barth.
Maybe you haven’t heard of him but he wrote a series of books called Church Dogmatics. And this is what Carl Barth
had to say about which nature Jesus took upon Himself. “But there must be no weakening
or obscuring of the saving truth that the nature which God assumed in Christ is
identical with our nature as we see it in the light of the fall...” He continues saying, “…If it were otherwise, how could Christ be
really like us? What concern would we have with Him? We stand before God
characterized by the fall. God’s Son not only assumed our nature but He entered
the concrete form of our nature under which we stand before God as men damned
and lost.”
Powerful
statement by a theologian who is not a SDA.
Kebetulan
Ellen White bukan satu-satunya yang mengajarkan bahwa Yesus mengambil kodrat
Adam setelah kejatuhannya, setelah dia dilahirkan baru oleh kuasa Roh Kudus. Bisa
diperdebatkan, theolog paling terkenal abad ke-20 yang bernama Carl Barth ~
mungkin kalian tidak pernah mendengar namanya tetapi dia menulis serangkaian
buku-buku berjudul Church Dogmatics ~ dan
inilah yang dikatakan Carl Barth mengenai kodrat mana yang diambil Yesus bagi
DiriNya. “Tetapi tidak boleh ada pelemahan atau pengaburan pada kebenaran
yang menyelamatkan, bahwa kodrat yang diambil Allah untuk Kristus itu sama
dengan kodrat kita sebagaimana yang kita kenal sehubungan dengan kejatuhan
[manusia]…” Dia melanjutkan
berkata, “…seandainya tidak, bagaimana Kristus bisa sungguh-sungguh sama
seperti kita? Kita punya urusan apa dengan Dia? Kita berdiri di hadapan Allah
dengan karakter setelah kejatuhan. Anak Allah tidak saja mengambil kodrat kita
tetapi Dia masuk ke bentuk konkret kodrat kita sebagaimana kita berdiri di
hadapan Allah sebagai manusia yang terkutuk dan tanpa harapan.”
Pernyataan
yang hebat dari seorang theolog yang bukan orang Advent.
And
there are also other theologians who have similar statements to this statement.
Now,
I’d like to read a couple of verses which have been greatly debated by
theologians. And you know, they’ve tried to fix the translation by saying, you
know, that a person who is born of God does not continue habitually to sin. You
know, they do all kinds of trying to fix the text. But I want to read this
statement as it’s found in the Bible.
1
John 3:8-9. Here John, the beloved disciple of Jesus, says this: “…8 he who sins is of the
devil; for the devil has sinned from the beginning. For this purpose, the Son
of God was manifested that He might destroy the works of the devil…” and now notice this: “…9 Whoever has been born of God…” Is that talking about conversion? Those who are born of the water
and of the Spirit? Absolutely! “…Whoever
has been born of God, does not sin, for His seed…” Remember that! “…His
seed remains in him; and he cannot sin, because he has been born of God.”
Dan
ada juga theolog-theolog lain yang mempunyai pernyataan-pernyataan yang sama
dengan pernyataan ini.
Sekarang
saya ingin membacakan dua ayat yang telah banyak diperdebatkan oleh para
theolog. Dan kalian tahu, mereka
mencoba mengatur terjemahannya dengan mengatakan, seseorang yang lahir dari
Allah secara kebiasaan tidak terus berbuat dosa. Kalian tahu, mereka melakukan
apa saja mencoba untuk mengubah ayatnya. Tetapi saya mau membacakan pernyataan
itu sebagaimana yang terdapat dalam Alkitab.
1
Yohanes 3:8-9. Di sini Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, berkata demikian, “… 8 Barangsiapa yang berbuat dosa,
berasal dari Iblis, sebab Iblis telah berbuat
dosa dari mulanya. Demi tujuan inilah Anak
Allah diwujudkan supaya Ia boleh menghancurkan pekerjaan-pekerjaan Iblis…”
dan sekarang perhatikan ini: “…9 Setiap orang yang telah dilahirkan dari Allah, …” apa ini berbicara tentang perubahan?
Mereka yang dilahirkan dari air dan dari Roh? Tentu saja! “…Setiap orang yang telah dilahirkan dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih Allah…” ingat
ini, “…benih Allah tinggal
di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia telah dilahirkan dari Allah.”
And
immediately when I read that, the first question that comes to the minds of
people, “Well, Pastor Bohr, are you perfect?”
And
my answer is always, “Far from it!” But listen, the reason I am not perfect is
not because God doesn’t have the power to give me the victory and to make me
perfect. It’s because I don’t meet the conditions. It’s because I don’t
constantly come close to Jesus, abide in Jesus, remain in Jesus. In other
words, it’s no lack of the power of God, it’s a lack of submitting to Jesus as
my Savior, and as my Lord.
And
by the way, the possibility of perfection does not hinge on whether I am
perfect or not. It hinges on whether God has the power to make me perfect or
not.
Dan
begitu saya membaca itu, pertanyaan pertama yang muncul di pikiran orang-orang
ialah “Nah, Pastor Bohr, apakah Anda sudah sempurna?”
Dan
jawaban saya selalu, “Jauh dari itu!” Tetapi dengarkan, alasan mengapa saya
tidak sempurna bukanlah karena Allah tidak memiliki kuasa untuk memberikan
kemenangan kepada saya dan untuk menjadikan saya sempurna. Itu karena saya
tidak memenuhi persyaratan-persyaratnnya. Itu karena saya tidak selalu datang
ke dekat Yesus, tinggal dalam Yesus, diam bersama Yesus. Dengan kata lain,
bukan karena kurangnya kuasa Allah, tapi itu adalah kurangnya penyerahan kepada
Yesus sebagai Juruselamat saya dan sebagai Tuhan saya.
Dan
ketahuilah, kemungkinan untuk menjadi sempurna tidak bergantung pada apakah
saya sempurna atau tidak, tapi bergantung pada apakah Allah memiliki kuasa
untuk menjadikan saya sempurna atau tidak.
Notice
2 Peter 1:4. Let me ask you, did Jesus have access to the power of the divine
nature to overcome sin in His humanity? Did Jesus have divine power? Yes,
He did. Did God give Him divine power to overcome sin in His life? Constantly.
Yes, He was born of the Spirit, He actually grew up in the Spirit. He was
baptized by the Spirit. He ministered by the Spirit. He died by the Spirit. He
was resurrected by the Spirit. In other words, the Spirit was in total control of His
life from beginning to end. And so it can be with us if we meet the
same conditions.
Perhatikan
2 Petrus 1:4. Coba saya tanya, apa Yesus punya akses ke kuasa kodrat ilahi
untuk mengalahkan dosa dalam kemanusiaanNya? Apakah Yesus memiliki kuasa Ilahi? Ya, Dia punya.
Apa Allah memberiNya kuasa ilahi untuk mengalahkan dosa dalam hidupNya?
Terus-menerus. Ya, Yesus dilahirkan dari Roh, Dia bahkan tumbuh dalam Roh, Dia
dibaptis oleh Roh, Dia melayani oleh Roh, Dia mati oleh Roh, Dia dibangkitkan
oleh Roh. Dengan kata lain, Roh
itu mengendalikan hidupNya dari awal hingga akhir secara menyeluruh. Dan kita
juga bisa begitu jika kita memenuhi persyaratan-persyaratan yang
sama.
Notice
2 Peter 1:4, “…4
By
which have been given to us exceedingly great and precious promises,…” What has God given us? He has “…given to us exceedingly great and
precious promises, that through these you…”
Who is you? That’s us! Yes!
“…you may be partakers of…” what? “…of the divine nature, having escaped the corruption that is in the
world through lust.”
Can
we have a divine nature? Can we receive the power of the divine nature of
Jesus? Yes, we can! Can it lead our human nature to overcome the power of sin?
Absolutely!
Perhatikan
2 Petrus 1:4, “ 4 Untuk
inilah Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan
yang sangat besar,…” apa yang dikaruniakan Allah kepada
kita? “…Ia telah
mengaruniakan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya
melalui janji-janji itu kamu…” siapa “kamu” ini? Kita! Ya! “…kamu boleh mengambil bagian dalam…” apa? “…dalam kodrat ilahi, setelah luput dari kerusakan yang ada di dunia, oleh karena hawa nafsu.”
Bisakah kita memiliki kodrat ilahi?
Bisakah kita menerima kuasa kodrat ilahi Yesus? Ya, kita bisa! Bisakah itu
membuat kodrat kemanusiaan kita mengalahkan kuasa dosa? Tentu saja!
You
know, we all know about the ladder which is mentioned in actually two places in
Genesis 28, and also John 1. That ladder is Jesus. We’ve already noticed that
in Roma Catholic theology, the ladder is Mary. She’s the bridge between heaven
and earth. Because Jesus is really the advocate of justice. Mary is the
advocate of mercy. Well, my Bible tells me that Jesus is the advocate of mercy,
and He’s also the advocate of justice. Now, you say, “Why can’t Mary be the
advocate? Why can’t she be the ladder?”
It’s
very, very simple. The ladder, we are told, was planted firmly on the earth.
And the top of the ladder reached the highest heaven. The ladder actually represents the two
natures that Jesus had. Jesus
had the human nature. In other words, He was established on earth. But the
ladder reached to the highest heaven, which means that He was God. He was God,
and He was man. Therefore He could be the ladder, because He has the
top and the bottom. The problem with Mary is that Mary is only human. The
problem is with the top of the ladder. Only One who is God can represent us before God.
And only one who is man can adequately present our case before God. In
other words, Jesus is the bridge between heaven and earth. And as Jesus
overcame sin in His sinful nature, through the power of the divine nature,
Scripture in 2 Peter 1:4 says that we can have the divine nature, and we can
also overcome sin.
Kalian
tahu, kita semua tahu tentang tangga, yang disebut di dua tempat, di Kejadian
28 dan juga di Yohanes 1. Tangga itu ialah Yesus. Kita sudah melihat bahwa
dalam theologi Roma Katolik, tangga itu
ialah Maria. Maria-lah yang menjadi jembatan antara Surga dan bumi, karena
Yesus sesungguhnya adalah pembela yang adil, maka Maria-lah pembela yang
berbelas kasihan. Nah, Alkitab saya mengatakan, Yesus-lah pembela yang berbelas
kasihan, dan Dia juga pembela yang adil.
Nah,
kalian berkata, “Mengapa Maria tidak bisa menjadi pembela yang berbelas kasihan?
Mengapa dia tidak bisa menjadi tangga itu?”
Sangat,
sangat sederhana. Kita mendapat tahu bahwa tangga itu tertancap kokoh di bumi
dan bagian atas tangga itu mencapai langit yang tertinggi. Tangga itu sebenarnya melambangkan dua kodrat yang
dimiliki Yesus. Yesus memiliki kemanusiaan, dengan kata lain Dia
tertancap kokoh di bumi. Tetapi tangga itu juga mencapai langit tertinggi,
berarti Dia adalah Allah. Yesus
adalah Allah, dan Dia adalah manusia. Oleh karena itu Dia bisa
menjadi tangga itu karena Dia memiliki bagian atasnya dan bagian bawahnya.
Masalahnya dengan Maria ialah, Maria cuma manusia. Masalahnya ada pada bagian
atas tangga itu. Hanya Sosok yang
Allah yang bisa mewakili kita di hadapan Allah. Dan hanya seorang manusia yang
bisa mewakili kasus kita dengan pas di hadapan Allah. Dengan
kata lain, Yesus adalah jembatan antara Surga dan bumi. Dan sebagaimana Yesus telah mengalahkan dosa
dengan kemanusiaanNya yang berdosa melalui kuasa kodrat ilahi, Kitab Suci di 2
Petrus 1:4 berkata, kita bisa memiliki kodrat ilahi yang sama, dan kita juga
bisa mengalahkan dosa.
Basically
the idea of the immaculate conception and the idea that Jesus came into this
world through Mary, who was immaculate and therefore she brought Jesus into the
world immaculate, is that it separates Mary and Jesus from us. It primarily
separates Jesus from us. There is a
broken link between Jesus and us. In other words, He had a different nature
than we have. What hope is there for us to overcome as He overcame? What hope
is there for us to follow His example, if He had a different nature than we
have, than His brothers and His sisters have?
So,
you see, that this idea of the immaculate conception of Mary, and therefore bringing
Jesus immaculately with the nature of Adam before the fall into the world, has
serious theological implications. The implications are whether you
are able to overcome sin or not in your life.
Pada
dasarnya konsep pembuahan tanpa dosa dan konsep bahwa Yesus lahir ke dunia
melalui Maria yang tanpa dosa dan oleh karena itu Yesus dilahirkan tanpa dosa,
itu memisahkan Maria dan Yesus dari kita. Terutama itu memisahkan Yesus dari
kita. Ada mata rantai yang terputus antara Yesus dengan kita. Dengan kata lain,
Yesus memiliki kodrat yang berbeda dari yang kita miliki. Kalau begitu harapan
apa yang kita miliki untuk bisa mengalahkan dosa sebagaimana Yesus mengalahkan
dosa? Harapan apa yang ada bagi kita untuk bisa mengikuti teladanNya jika Dia
memiliki kodrat yang berbeda dari yang kita miliki, dari yang dimiliki
saudara-saudaraNya?
Jadi,
kalian lihat, konsep pembuahan
Maria tanpa dosa ini, dan oleh karenanya dia melahirkan Yesus ke dunia tanpa
dosa dengan kodrat Adam sebelum kejatuhannya, memiliki implikasi theologi yang
serius. Implikasinya ialah apakah
kita sanggup mengalahkan dosa dalam hidup kita atau tidak.
Now
notice this statement from The Desire of Ages,
that classic book on Jesus, the Redeemer of the world. It’s actually a
beautiful biography of Jesus. Pg. 311-312.
“Christ is the ladder that Jacob saw, the base resting on the
earth, and the topmost round reaching to the gate of heaven, to the very
threshold of glory. If…” Now listen to this,
“…If that ladder had failed by a single step of reaching the earth, we
should have been lost...” Now what does it mean that
it needed to reach the earth to the last step? Now she explains: “…But Christ reaches us where we
are…” Not where Adam was. “…where we are. He took our nature and
overcame, that we through taking His nature might overcome…” Isn’t that wonderful? And then she quotes Romans 8. “…Made ‘in the likeness of sinful flesh’ [Rom 8:3] He lived a sinless life.
Now by His divinity He lays hold upon the throne of heaven, while by His
humanity He reaches us. He bids us by faith in Him attain to the glory of the
character of God. Therefore we are to be perfect, even as our ‘Father which is in heaven is perfect.’”
You
say, “Well, Pastor, that is an impossible goal.”
Sekarang, simak pernyataan ini dari The Desire of Ages, buku klasik tentang Yesus,
Penebus dunia. Sesungguhnya ini adalah biografi yang indah tentang Yesus. Hal.
311-312.
“Kristus
adalah tangga yang dilihat Yakub, dasarnya berada di atas bumi, dan bagian
paling atasnya mencapai gerbang Surga,
ke ambang gerbang kemuliaan itu sendiri. Jika…” Sekarang dengarkan ini, “…Jika
anak tangga itu kurang satu saja dari mencapai bumi, kita tidak punya harapan.” Nah, apa artinya tangga itu harus mencapai bumi? Sekarang
Ellen White menjelaskan, “…Tetapi Kristus mencapai kita di
mana kita berada…” bukan di mana Adam berada, “…di mana kita berada. Dia mengambil kodrat kita dan menang, agar
kita dengan mengambil kodratNya, boleh menang…” Tidakkah ini bagus sekali? Kemudian Ellen White
mengutip Roma 8. “…‘dalam keserupaan dengan kedagingan yang berdosa’
[Rom 8:3], Dia
menjalani kehidupan tanpa dosa. Sekarang dengan keilahianNya, Dia berpegang
erat pada takhta Surga, sementara dengan kemanusiaanNya Dia mencapai kita. Dia
minta kita agar mencapai kemuliaan karakter Allah, melalui iman padaNya. Oleh
karena itu, kita harus sempurna sebagaimana ‘Bapa kita yang di Surga itu sempurna’.”
Kalian berkata, “Nah, Pastor, itu
adalah target yang mustahil.”
So
what you are saying is that God gives us impossible goals to reach. He says,
“be perfect but I know that you really can’t.” Is that the way God operates?
Absolutely not!
You
know that very famous text? It’s one of my favorites. Philippians 4:13, we’ve
quoted that one before. That text says: “I can do most things through Christ who strengthens me”. Let’s try again, “I can do some things through Christ who strengthens me.” No! The text says, “I can do all things, except overcome sin, through Christ who strengthens me.”
That’s not what the text says. The text says that we can do all things through Christ who
strengthens us. In other words, we can overcome sin by the power that
God gives us in Jesus Christ.
Jadi
apa yang kalian katakan ialah Allah memberi kita target yang mustahil dicapai.
Allah berkata, “Jadilah sempurna, tetapi Aku tahu sebenarnya kamu tidak bisa.”
Apakah begitu cara kerja Allah? Sama sekali tidak! Kalian tahu ayat yang sangat
terkenal? Salah satu ayat favorit saya. Filipi 4:13, kita telah mengutipnya
sebelumnya. Ayat itu berkata, “Kebanyakan perkara dapat kulakukan melalui
Kristus yang memberi kekuatan kepadaku.” Mari
kita coba lagi. “Beberapa perkara dapat kulakukan melalui Kristus yang memberi kekuatan
kepadaku.” Bukan! Ayat itu
berkata, “Segala perkara kecuali mengalahkan dosa, dapat kulakukan melalui Kristus yang
memberi kekuatan kepadaku.” Bukan
itu kata ayat ini. Ayat itu berkata kita
bisa melakukan segala perkara melalui Kristus yang memberi kekuatan kepada kita. Dengan kata lain, kita bisa mengalahkan dosa
dengan kuasa yang diberikan Tuhan kepada kita dalam Yesus Kristus.
We
also, in the likeness of sinful flesh, if we depend upon God as Jesus depended
upon His Father, we can be more than overcomers through Jesus Christ who loved
us and gave His life for us. The reason why we haven’t reached that goal is
because we do not fulfill the conditions of abiding in Jesus. “Abide in Me and I in you”.
When we submit ourselves to Jesus every moment, every day and the Holy Spirit
leads our life, we gain victory over sin. But the trouble is we’re dedicating
so much time in front of the television. Do you actually think that that’s
going to give us victory over sin? We dedicate so much of our time to running
to and fro, in things that are not bad in themselves. You know, in our work,
we’re so busy, we are so caught up in the routine of life that we barely have
time to even think about Jesus in the course of our daily activities. And of
course, if
we’re not in tune with Jesus at every moment of every day, there’s not going to
be victory over sin.
Kita
juga dalam keserupaan kedagingan yang berdosa, jika kita bergantung pada Allah
sebagaimana Yesus bergantung pada BapaNya, kita bisa menjadi lebih dari
pemenang melalui Yesus Kristus, yang mengasihi kita dan telah memberikan
hidupNya bagi kita. Alasan mengapa kita belum mencapa target itu ialah karena
kita tidak memenuhi persyaratan-persyaratan tinggal dalam Yesus. “Tinggal dalam Aku, dan Aku
dalammu.”[Yoh
15:5] Ketika kita
menyerahkan diri kita kepada Yesus setiap saat, setiap hari, dan Roh Kudus
membimbing hidup kita, kita mendapat kemenangan atas dosa. Tapi masalahnya kita
menghabiskan terlalu banyak waktu di depan televisi. Apakah kalian
sungguh-sungguh berpikir hal itu akan memberi kita kemenangan atas dosa? Kita
menghabiskan begitu banyak waktu kita ke sana kemari, dalam hal-hal yang
sebenarnya bukan hal yang jelek dari hal itu sendiri. Kalian tahu, dalam
pekerjaan kita, kita begitu sibuk, kita begitu terikat dengan rutin kehidupan
sehingga kita nyaris tidak punya waktu bahkan untuk berpikir tentang Yesus
sepanjang kegiatan kita sehari-hari. Dan tentu saja, jika kita tidak
selaras dengan Yesus setiap saat setiap hari, tidak akan ada kemenangan atas
dosa.
I
would like to bring my remarks to a conclusion by reading an amazing statement.
This statement is found in the Great
Controversy, pg. 623 and it’s shaken up more than one person, I must warn
you. Listen to this: “Now…”, when? Now. That was a weak “now”, but that’s alright. “…Now, while our great High
Priest is making the atonement for us, we should seek to become perfect in
Christ…” And now notice how she describes the perfection of Jesus. “…Not even by a thought could our Savior be brought to yield to the power
of temptation…” Not even by what? Not even by a thought could Jesus be brought
to yield to the power of temptation. And then she goes to speak about us. She
says: “…Satan finds in human hearts some point where
he can gain a foothold; some sinful desire is cherished,…” See that? Some
sinful desire is cherished? “…by means of which his temptations assert
their power…” Where’s the problem? We cherish sin.
And what does sin do? It asserts its what? Its power. She continues saying: “…but Christ declared of Himself, ‘The prince of this world cometh and hath
nothing in Me.’ [John 14:30] Satan could find nothing in the Son of God
that would enable him to gain the victory. He had kept His Father’s
commandments, and there was no sin in Him that Satan could use to his advantage…” And now comes the
amazing conclusion of this statement. Ellen White says this: “…This is the condition in which those must be
found who shall stand in the time of trouble.”
That’s
an amazing statement! Not even in what? Not even in thought, Ellen White says,
could Jesus be felled by the power of the enemy, much less in action.
And
she says that this is the condition in which God’s people will be found who will go
through the time of trouble, the time of trouble such as the world has
never seen in its history, where God’s people will face the death decree, where
God’s people will go through the experience of Shadrach, Meshach and Abednego.
Saya ingin
mengakhiri komentar saya dengan membacakan suatu pernyataan yang mengagumkan.
Pernyataan ini terdapat di The Great
Controversy, hal. 623, dan harus saya ingatkan, ini telah mengguncang lebih
dari satu orang. Dengarkan ini: “Sekarang…” kapan? “Sekarang.”
[audiens]. Itu adalah
“sekarang” yang kurang bersemangat, tapi baiklah. “…Sekarang,
sementara Imam Besar kita sedang mengadakan perdamaian bagi kita, kita harus
berusaha menjadi sempurna dalam Kristus…”
dan sekarang perhatikan bagaimana Ellen White menggambarkan kesempurnaan Yesus.
“…Bahkan tidak satu pun pikiran Juruselamat kita bisa
ditaklukkan oleh kuasa pencobaan…” Bahkan
tidak apa? Tidak satu pun pikiran Yesus bisa ditaklukkan oleh kuasa pencobaan.
Kemudian Ellen White berbicara tentang kita. Dia berkata,
“…Setan menemukan dalan hati manusia beberapa titik di mana dia bisa
mendapatkan pegangan; beberapa keinginan dosa yang kita sayangi…” Lihat ini? Beberapa keinginan dosa yang
disayangi? “…dengan itulah pencobaannya mewujudkan kuasanya …” Di mana masalahnya? Kita menyayangi
dosa. Dan apa yang dilakukan dosa? Dia mewujudkan apa? Kuasa Setan. Ellen White
melanjutkan berkata, “…tetapi Kristus menyatakan
DiriNya, ‘Penguasa dunia ini datang dan ia tidak punya apa pun dalam diri-Ku.’ [Yoh. 14:30].
Setan tidak bisa menemukan apa pun dalam Anak Allah yang memungkinkan dia untuk
mendapatkan kemenangan. Yesus telah memelihara perintah-perintah BapaNya, dan
di dalamNya tidak ada dosa yang bisa dipakai Setan demi keuntungannya…” Dan sekarang
kesimpulan yang menakjubkan dari pernyataan ini. Ellen White berkata demikian, “…Inilah
kondisi yang harus ada pada mereka yang mau didapati bisa bertahan pada masa
kesesakan.”
Ini adalah
pernyataan yang luar biasa! Bahkan tidak di mana? Kata Ellen White, tidak dalam
pikiranNya Yesus bisa dijatuhkan oleh si musuh, apalagi dalam perbuatanNya. Dan
dia berkata, inilah kondisi yang
akan didapati pada umat Allah yang akan melalui masa kesesakan,
masa kesesakan seperti yang belum pernah dilihat oleh sejarah dunia, di mana
umat Allah akan menghadapi ancaman kematian, di mana umat Allah akan melalui
pengalaman Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
You
know, this is one of my favorite stories of Scripture. Let me ask you, was the
strength and the loyalty of these three young men fixed in their minds? Yes, it
was. Had they grown in sanctification? You know, you read the first chapter. In
the first chapter their lives were not in danger, the cook’s life was because
if they were skinny, and they were weak, Nebuchadnezzar was going to say to the
cook, “Hey, how come these guys are skinny? And why isn’t their minds working
the way they are supposed to work?”
You
know, their lives were not in danger.
But they decided that they would remain loyal to God. They would be faithful.
They would be obedient to God. And so they asked for water, and they asked for
pulse, or for vegetables to eat. They made their decision in a small trial, in
a small test. And they made that the model of their life.
Kalian
tahu, ini adalah salah satu cerita favorit saya dari Kitab Suci. Coba saya tanya,
apakah kekuatan dan kesetiaan ketiga pemuda itu terpatri dalam pikiran mereka?
Ya. Apakah mereka telah bertumbuh dalam pengudusan? Kalian tahu, jika kita baca
pasal pertama, di pasal pertama nyawa mereka tidak terancam, nyawa jurumasaklah
yang terancam karena jika mereka menjadi kurus, mereka menjadi lemah,
Nebukadnezar akan berkata kepada si jurumasak, “Hei, mengapa orang-orang ini
kurus? Dan mengapa pikiran mereka tidak berfungsi seperti yang seharusnya?”
Kalian tahu, nyawa mereka tidaklah dalam bahaya. Tetapi mereka memutuskan bahwa
mereka akan tetap setia kepada Allah. Mereka akan setia, mereka akan patuh
kepada Allah. Maka mereka minta diberi air, kacang-kacangan atau sayuran
sebagai makanan. Mereka membuat keputusan dalam suatu percobaan kecil, dalam
ujian yang kecil, dan mereka membuat itu menjadi pola hidup mereka.
Conquer in the small
things that when the great trials come we can also overcome. And so we are told that they had to face a much greater trial.
And they had grown in their spiritual experience. In fact, we are told in
Daniel 3 that they faced the image of the Beast. As Nebuchadnezzar for a while
lived as a beast, you know. So he raises up an image, he commands everyone to
worship the image which he has raised. And whoever does not worship the image
will be killed. And there’s a small remnant that says, “We will not worship.”
Let me ask you, is this a prefiguring of the time of trouble? It most certainly is.
You know Revelation 13. It says in Revelation 13 that the Beast will raise his
image. He will command everyone to worship the image to the Beast, and whoever
does not worship will be what? Will be killed. Is God going to have a people
who will stand and will say, “We will be faithful to God though the heavens
fall, though we lose our lives, we will be faithful to the Lord”? Absolutely!
Because they have grown in sanctification.
Menang dalam hal-hal kecil supaya saat
ujian besar datang, kita juga bisa menang. Maka kita diberitahu bahwa ketiga
pemuda itu harus menghadapi ujian yang jauh lebih besar. Dan mereka telah
bertumbuh dalam pengalaman rohani mereka. Bahkan di Daniel 3 kita diberitahu
bahwa mereka berhadapan dengan patung Binatang itu. Nebukadnezar pernah hidup
seperti binatang untuk beberapa saat lamanya, kalian tahu. Jadi Nebukadnezar
mendirikan sebuah patung, dia memeritah semua orang untuk menyembah patung yang
didirikannya, dan siapa pun yang tidak menyembah patung itu akan dibunuh. Dan
ada sejumlah kecil umat sisa yang berkata, “Kami tidak mau menyembah.” Coba
saya tanya, apakah ini gambaran
pendahulu tentang masa kesesakan? Betul sekali. Kalian tahu
Wahyu 13, dikatakan di Wahyu 13 bahwa Binatang itu akan mendirikan patungnya,
dia akan memerintahkan semua orang menyembah patung Binatang itu, dan siapa
yang tidak mau menyembah, akan diapakan? Akan dibunuh. Apakah Allah akan memiliki
umat yang akan bertahan dan berkata,
“Kami akan setia kepada Allah walaupun langit runtuh, walaupun kami kehilangan
nyawa, kami akan setia kepada Tuhan”? Tentu saja! Karena mereka sudah bertumbuh
dalam pengudusan.
If
you want to read a fantastic little book, it’s one of the less famous books of
Ellen White, it’s called The Sanctified Life.
Beautiful little book! It deals with Daniel. It deals with John the apostle,
one of the sons of thunder. If you want to see how he grew in grace and in the
knowledge of Jesus. It’s amazing how it’s described in that book. So, it’s time
for us to get down to business, folks.
Jika
mau membaca sebuah buku pendek yang luar biasa, ini adalah salah satu buku-buku
Ellen White yang kurang terkenal, berjudul The
Sanctified Life. Buku pendek yang indah sekali. Membahas Daniel. Membahas Yohanes sang rasul, salah
satu anak-anak guntur. Jika kalian ingin tahu bagaimana dia bertumbuh dalam
kasih karunia dan dalam pengetahuannya tentang Yesus. Luar biasa bagaimana buku
tersebut menggambarkannya.
Jadi
sudah waktunya bagi kita untuk mulai menyikapi hal ini dengan serius,
Saudara-saudara.
This
idea of the
immaculate conception is really an immaculate deception, because it
separates Jesus from us. It breaks the link between Jesus and us, because it
makes Jesus different than us. So Mary had to be different so that Jesus could
be different. And a different Jesus cannot help us in the plight in which we are found now.
So
may God bless us and help us through His power to gain the victory over sin.
Konsep
tentang pembuahan imakulata [tanpa cela]
ini sebenarnya adalah penipuan yang tanpa cela, karena ini
memisahkan Yesus dari kita. Ini memutus mata rantai antara Yesus dengan kita
karena ini membuat Yesus berbeda dari kita. Jadi Maria harus berbeda supaya
Yesus bisa berbeda. Dan Yesus yang berbeda tidak bisa membantu kita dalam kondisi
buruk di mana kita sekarang berada.
Jadi
semoga Tuhan memberkati kita dan membantu kita melalui kuasaNya untuk
mendapatkan kemenangan atas dosa.
29 03 17