_____REVELATION’S SEVEN SEALS_____
Part 21/24 - Stephen Bohr
SESSION 21 ~ GOD’S ESCHATOLOGICAL SEAL
https://www.youtube.com/watch?v=f3sZ_1i2eXA
Dibuka
dengan doa.
Since early in its
history the Seventh-Day Adventist Church has consistently taught that the Seal of
God is the Sabbath. As far as we know the first person to discover
this was Captain Joseph Bates who in the year 1846 published a little book, and the name of that little book is The Seventh-Day Sabbath ~ A Perpetual Sign. With the passing of time Ellen G. White agreed
with Joseph Bates and embraced the Sabbath as the Seal of God. She unequivocally and repeatedly identified
the Sabbath as the Seal of God. And so
now i'm going to read a few statements from the Spirit of Prophecy on the
Sabbath as the Seal of God.
Sejak di
awal sejarahnya, gereja MAHK sudah secara
konsisten mengajarkan bahwa Meterai
Allah ialah Sabat. Sejauh pengetahuan kami, orang pertama yang
menemukan ini ialah Kapten Joseph Bates, yang di tahun 1847 menerbitkan sebuah
buku kecil, dan nama buku kecil itu ialah The
Seventh-Day Sabbath ~ A Perpetual Sign (Sabat
Hari Ketujuh, Tanda yang Abadi). Dengan berlalunya waktu, Ellen G. White
sependapat dengan Joseph Bates dan menerima Sabat sebagai Meterai Allah. Ellen
White dengan tegas dan berulang-ulang mengidentifikasi Sabat sebagai Meterai
Allah. Maka sekarang saya akan membacakan beberapa pernyataan dari Roh Nubuat
mengenai Sabat sebagai Meterai Allah.
This is from Signs of the Times, May 13, 1886, “…The Sabbath was placed in the Decalogue as
the Seal of the Living God, pointing out the Lawgiver and making known His
right to rule. It was a sign between God and His people, a test of their
loyalty to Him.”
Ini dari Signs of the Times, 13 Mei 1886, “…Sabat ditempatkan dalam Sepuluh Perintah
sebagai Meterai Allah yang hidup, menunjuk siapakah Sang Pembuat Hukum, dan
menyatakan kewenanganNya untuk memerintah. Itu adalah tanda antara Allah dengan
umatNya, suatu ujian kesetiaan mereka kepadaNya.”
Patriarchs and Prophets page 307, “…The Fourth Commandment is the only one of
all the 10 in which are found both the name and title of the Lawgiver. It is
the only one that shows by whose authority the Law was given. Thus it contains
the Seal of God affixed to His Law as
evidence of its authenticity and binding force.”
Patriarchs
and Prophets hal. 307, “…Perintah
Keempat adalah satu-satunya dari semua Sepuluh Perintah di mana terdapat baik
nama maupun jabatan Sang Pembuat Hukum. Itu satu-satunya yang menunjukkan oleh
autoritas siapa Hukum tersebut diberikan. Dengan demikian itu mengandung
Meterai Allah, yang dibubuhkan pada HukumNya sebagai bukti keasliannya dan
keabsahannya yang mengikat.”
Three more
statements where Ellen White clearly states that the Sabbath is the Seal of God.
Signs of the Times, November 1, 1899, “…The Sabbath of the Fourth Commandment is the Seal of the
Living God. It points to God as the Creator and is the sign of His rightful
authority
over the beings He has
made…”
Tiga lagi
pernyataan di mana Ellen White dengan jelas menyataan bahwa Sabat ialah Meterai
Allah.
Signs of
the Times, 1 November 1899, “…Sabat
Perintah Keempat adalah Meterai Allah yang hidup. Itu menunjuk ke Allah sebagai
Sang Pencipta, dan adalah tanda dari autoritasNya yang sah atas makhluk-makhluk
yang telah diciptakanNya…”
Special Testimony to Battle Creek which was written
in 1898 page 6, “…The sign or Seal of God is the observance of the Seventh-Day Sabbath
and the Lord's memorial of His work of creation…”
Special
Testimony to Battle Creek, yang
ditulis tahun 1898 hal. 6, “…Tanda atau Meterai Allah ialah memelihara Sabat Hari
Ketujuh dan memperingati pekerjaan penciptaan Tuhan…”
And one more Manuscript Releases Vol. 4 page 425, “…The truth in regard to the Sabbath of the
Lord is to be proclaimed. The seventh day is to be shown to be the Seal of the
Living God…” That's the very expression that is used in Revelation 7 “the seal of the Living God”.
Dan satu
lagi, Manuscript Releases Vol. 4 hal. 425, “…Kebenaran tentang Sabat Tuhan harus diumumkan. Hari yang ketujuh harus
ditunjukkan sebagai Meterai Allah yang hidup…” Istilah yang sama ini yang dipakai di Wahyu 7, “meterai Allah yang hidup”.
But now apparently
we have a conflict between the Spirit of Prophecy and the Bible. There appears
to be a contradiction because as we read the Bible we discover that the Seal or
the Sealer is the Holy Spirit. Yet Ellen White states that the Seal is
the Sabbath. Now how do we explain this seeming or apperent discrepancy?
Well, first of all
let's notice the texts that speak about the Holy Spirit as the Seal or the
Sealer of God. Ephesians 1:13-14 reads as follows, “…In Him you also trusted after you
heard the word of truth, the gospel of your salvation. In whom also having
believed, you were sealed with the Holy Spirit of promise, who is the guarantee
of our inheritance, until the redemption of the purchased possession, to the
praise of His glory…” So notice, the Apostle Paul says, “you were sealed with the Holy
Spirit”. So this text says that the Seal is the Holy Spirit.
Tetapi
sekarang, tampaknya ada konflik antara Roh Nubuat dan Alkitab. Sepertinya ada
kontradiksi karena saat kita membaca Alkitab,
kita dapati bahwa Meterai atau
Pemeterai adalah Roh Kudus, namun Ellen White menyatakan bahwa Meterai adalah Sabat.
Nah, bagaimana kita menjelaskan tampaknya
perbedaan ini?
Nah, pertama-tama mari kita simak ayat-ayat yang
mengatakan Roh Kudus sebagai Meterai atau Pemeterai Allah. Efesus 1:13-14
berbunyi sebagai berikut, “13 Di dalam Dia
kamu juga percaya, setelah kamu mendengar
firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia juga, setelah kamu percaya kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus,
yang dijanjikan-Nya itu, 14 yang
adalah jaminan warisan kita hingga penebusan
yang menjadikan kita milik Allah, terpujilah
kemuliaanNya…” Jadi
perhatikan, Rasul Paulus berkata, “…kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus.” Jadi
ayat ini berkata, bahwa Meterai itu ialah Roh Kudus.
Notice Ephesians 4:30,
“…and do not grieve the Holy Spirit
of God, by whom you were sealed for the day of redemption…” So once again do not
grieve the Holy Spirit of God by whom you were sealed for the day of redemption.
Once again here the Holy Spirit is the Sealer because it says “by whom you were sealed”.
And then we have
one more text 2 Corinthians 1:21-22, “now He who establishes us with you
in Christ and has anointed us is God, who also has sealed us and given us the
Spirit in our hearts as a guarantee…”
So in these verses
the Apostle Paul states that the Holy Spirit is the Seal or the Sealer.
So is there really
a contradiction between the Bible and Ellen White on the identity of the Seal
of God? The fact is as we study along
we're going to see that Ellen White and the Bible are describing two
different sides of the same thing.
The Bible is describing the invisible
internal work of the Holy Spirit, while Ellen White is describing the external
visible manifestation of that internal work of the Holy
Spirit.
Simak Efesus 4:30, “…30 Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang olehNya kamu telah
dimeteraikan bagi hari penebusan…”
Jadi sekali lagi, jangan mendukakan Roh Kudus Allah, yang
olehNya kamu telah dimeteraikan bagi hari penebusan. Sekali lagi di sini Roh
Kudus adalah pemeterainya, karena dikatakan, “…olehNya kamu telah dimeteraikan.”
Kemudian
ada satu ayat lagi, 2 Korintus 1:21-22, “…21 Sebab Dia yang telah
meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus dan yang telah mengurapi kami adalah Allah, 22 Yang juga telah memeteraikan kita dan memberi kita Roh di dalam hati kita sebagai jaminan…”
Jadi
di ayat-ayat ini Rasul Paulus menyatakan bahwa Roh Kudus adalah Meterai atau
Pemeterainya.
Maka
benarkah ada kontradiksi antara Alkitab dengan Ellen White mengenai identitas
Meterai Allah? Faktanya, sambil kita mempelajarinya
kita akan melihat bahwa Ellen
White dan Alkitab menggambarkan dua sisi yang berbeda dari hal yang sama.
Alkitab menggambarkan pekerjaan internal Roh Kudus
yang tidak tampak, sementara Ellen White menggambarkan manifestasi eksternalnya
yang tampak dari
pekerjaan internal Roh Kudus.
Now we're going to
take some examples first of how you can have the internal seal of the Holy Spirit
and yet it is manifested externally by obeying God.
Let's take for
example the case of circumcision. Did God command the external act of circumcision?
Yes or no? Absolutely. Let's read some verses
Leviticus
12:3, “…and in the eighth day the flesh of
his foreskin shall be circumcised…” that is the
external act.
Genesis 17:14, “…and the uncircumcised
male child who is not circumcised in the flesh of his foreskin, that person
shall be cut off from his people, he has broken My covenant…”
So did God expect
the people in Israel in the Old Testament to be externally and physically
circumcised? Absolutely. And it was so important according to Exodus 4:24-26
that when Moses failed to circumcise his son, the Bible says that on the way
the Lord ~ which was through an angel ~ met Moses on the way, and threatened to
kill him, and then told him that he needed to circumcise his son. So circumcision, external circumcision, the
external act was expected on the part of God.
However, there was
an inner meaning to circumcision. In other words, there was an internal
aspect of circumcision. And let's notice what the deeper meaning is.
Genesis 15:6, at
this point Abraham is 84 years old, God promised him a son from his own
loins. We find that Abraham trusted God and we are told that it was accounted to him for
righteousness, in other words, he was justified by faith. Notice what we
find in Genesis 15:6, “…and he believed in the Lord and He counted
it to him for righteousness.” Now Abraham had not yet been circumcised
externally, and yet we find here that he believed the Lord and it was accounted
to him for righteousness.
Notice Genesis
17:24 at this point Abraham is 99 years old, he was justified by faith but he had
not yet been circumcised. So God tells Abraham that he needs to be circumcised
as the external sign of the internal experience. Notice Genesis chapter 17:24,
let's read that verse Genesis 17:24, it's not in your syllabus but I think it
would be a good idea for us to read that verse, it says there in Genesis 17:24
the following, “…Abraham was 99 years old when he was
circumcised in the flesh of his foreskin…” so notice that Abraham was
justified by faith first and then circumcision became ~ we're going to
notice ~ the sign, the external sign that he had been justified by faith, the
visible sign that he had been justified by faith.
Nah, kita
akan mengambil beberapa contoh bagaimana meterai
Roh Kudus yang internal dimanifestasikan secara
eksternal dengan mematuhi Allah.
Mari kita
ambil contoh sunat. Apakah Allah memerintahkan tindakan eksternal penyunatan?
Ya atau tidak? Tentu saja. Mari kita baca beberapa ayat.
Imamat 12:3, “3 Dan pada hari
yang kedelapan, haruslah disunat daging
kulit khatan anak itu…” ini
adalah tindakan eksternal.
Kejadian 17:14, “14 Dan anak laki-laki yang tidak disunat pada
kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari bangsanya: ia telah melanggar perjanjian-Ku…”
Jadi
apakah Allah menetapkan orang-orang Israel di zaman Perjanjian Lama, harus disunat secara eksternal dan fisik? Tentu saja. Dan hal ini
sedemikian pentingnya menurut Keluaran 4:24-26 ketika Musa lalai menyunat
putranya, Alkitab berkata bahwa di tengah jalan, Tuhan ~ melalui seorang
malaikat ~ menemui Musa dan mengancam akan membunuhnya, dan mengatakan
kepadanya bahwa dia harus menyunat putranya. Jadi, sunat, sunat secara
eksternal, tindakan eksternalnya dituntut oleh Allah.
Namun,
ada makna rohani pada penyunatan.
Dengan kata lain, sunat ada aspek internalnya. Mari kita simak apa maknanya
yang lebih dalam.
Kejadian
15:6 pada saat itu Abraham berusia 84
tahun, Allah menjanjikan kepadanya seorang putra dari tubuhnya
sendiri. Kita dapati bahwa Abraham
mempercayai Allah dan itu diperhitungkan sebagai kebenaran padanya.
Dengan kata lain, Abraham dibenarkan
oleh imannya.
Simak apa yang ada di Kejadian 15:6, “6 Lalu percayalah
Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran. …” Nah,
pada waktu itu Abraham belum disunat secara lahiriah, namun kita lihat di sini
bahwa dia percaya pada Tuhan dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai
kebenaran.
Simak
Kejadian 17:24, pada saat ini Abraham
berusia 99 tahun, dia sudah dibenarkan oleh iman tetapi dia
belum disunat. Jadi Allah berkata pada
Abraham, dia harus disunat sebagai tanda eksternal dari
pengalaman internalnya. Simak Kejadian 17:24, mari kita baca ayat tersebut, Kejadian 17:24, ini tidak
ada dalam silabus kalian tapi menurut saya bagus kalau kita baca ayat itu. Dikatakan di Kejadian 17:24
sebagai berikut, “…24 Abraham
berumur sembilan puluh sembilan tahun ketika dikerat kulit khatannya…” jadi simak, Abraham dibenarkan oleh imannya dulu, kemudian sunat baru
menjadi tanda ~ kita akan melihat ~ tanda eksternal bahwa dia sudah dibenarkan oleh iman,
tanda yang tampak bahwa dia sudah dibenarkan oleh iman.
You see in the days
of Paul the Jews made external circumcision the litmus test of salvation and to
belonging to God's chosen people. The Apostle Paul begged to differ in Romans 4:9-10
which you have in the syllabus, it says, “…9 Does this
blessedness…” because God blessed Abraham when he was justified “…Does this
blessedness…” of justification “…then come upon the circumcised only…” that is the Jews
“…or upon the uncircumcised…” that is the Gentiles “…also?
For we say that faith was accounted to Abraham for righteousness. 10 How then was it
accounted? While he was circumcised, or uncircumcised? Not while circumcised,
but while…” what
“…uncircumcised.”
So was Abraham
justified by faith when he had internal faith in God, when he believed God?
Yes. But did God later give him a sign, a visible sign of a circumcision of the
heart? Absolutely. Notice Romans 4:11-12, “…11 And he received…” this is the case of
external circumcision “…And he received…” what?
“…the sign of circumcision, a seal of the righteousness of the faith
which he had while still uncircumcised,
that he might be the father of all those who believe, though they are
uncircumcised, that righteousness might be imputed to them also, 12 and the father of
circumcision to those who not only are of
the circumcision, but who also walk in the steps of the faith which our
father Abraham had, while
still uncircumcised.”
Are you catching
the point? So was Abraham declared righteous by God because he trusted God or
he believed God? Yes. When he was how old? 84. But then what happened when he
was 99? God gives him a sign, or a seal, a visible sign, of the internal
experience that he had had.
Kalian lihat, di zaman Paulus, orang-orang Yahudi
menjadikan sunat sebagai uji
kelulusan sudah memiliki keselamatan dan
termasuk umat pilihan Allah. Rasul Paulus punya pendapat yang berbeda. Roma
4:9-10 yang ada di silabus kalian, mengatakan, “9 Apakah berkat ini…” karena Allah memberkati Abraham ketika
dia dibenarkan, “9 Apakah berkat ini…” dari
pembenaran “…hanya datang
pada orang bersunat…” yaitu
orang-orang Yahudi, “…atau pada
orang tak bersunat…” yaitu
orang-orang non-Yahudi “…juga? Sebab kami katakan, bahwa iman diperhitungkan
kepada Abraham sebagai kebenaran. 10 Dalam keadaan bagaimana itu diperhitungkan? Saat dia sudah disunat atau tidak disunat?
Bukan saat sudah disunat, tetapi saat…” apa? “…tidak disunat…”
Jadi
apakah Abraham dibenarkan oleh iman ketika dia memiliki iman internal dengan
Allah, ketika dia mempercayai Allah? Ya. Tetapi apakah kemudian Allah
memberinya suatu tanda, suatu tanda yang bisa dilihat
dari sunat hatinya? Tentu saja. Simak Roma 4:11-12, “…11 Dan dia menerima…” ini kasus sunat eksternal, “…Dan dia menerima…” apa? “…tanda sunat, suatu
meterai pembenaran
dari iman yang sudah dimilikinya saat belum bersunat, agar
ia dapat menjadi bapa semua orang percaya walaupun
mereka tak bersunat, supaya pembenaran boleh diperhitungkan kepada mereka juga 12 dan menjadi bapa dari yang
bersunat, bagi mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi yang juga mengikuti jejak iman yang sudah dimiliki bapa leluhur kita Abraham,
pada masa ia belum disunat…”
Apakah
kalian menangkap poinnya? Jadi apakah Abraham dinyatakan benar oleh Allah
karena dia bersandar pada Allah atau karena dia mempercayai Allah? Ya. Ketika
berusia berapa? 84. Tetapi kemudian apa yang terjadi ketika dia berusia 99?
Allah memberinya suatu tanda, atau suatu meterai, suatu tanda yang bisa dilihat (jasmani) dari pengalaman internal
(rohani) yang sudah dimilikinya.
In the Old
Testament already circumcision contained a deeper dimension than the external
act. Notice Deuteronomy 30:6, see circumcision was to be a sign that the heart had
been circumcised, that the Holy Spirit had done the work in the heart.
Deuteronomy 30:6
says,“… 6 And the Lord your God will circumcise…” what? That's internal, right? “…will circumcise your heart
and the heart of your descendants, to love the Lord your God with all your
heart and with all your soul, that you may live.”
Deuteronomy
10:16-17 once again speaks about the internal experience of circumcision, it
says, “… 16 Therefore circumcise the foreskin of your…” what? “…of
your heart, and be stiff-necked no longer…”
Philippians 3:3 the
Apostle Paul reminiscing about his experience stated, “…3 For we are the
circumcision, who worship God in the Spirit, rejoice in Christ Jesus,
and have no confidence in the flesh…”
And in Romans
2:28-29 ~ there are many verses that present
this internal dimension of circumcision
~ we find these words, “…28 For he is not a Jew who is one outwardly…” how do you distinguish an outward Jew? Because he's circumcised,
right? “…For he is not a Jew who is one outwardly, nor is circumcision that which is outward in the flesh; 29 but he
is a Jew who is
one inwardly; and circumcision is that of the heart, in the Spirit, not in the
letter; whose praise is not
from men but from God.”
Are you following
this?
So circumcision
was the external visible sign of an internal experience of justification.
Di zaman Perjanjian Lama sunat sudah
punya dimensi yang lebih dalam daripada sekadar tindakan eksternalnya. Simak
Ulangan 30:6, lihat sunat harus menjadi
tanda bahwa hatinya sudah disunat, bahwa Roh Kudus telah bekerja
di dalam hati.
Ulangan 30:6 berkata, “6 Dan TUHAN, Allahmu, akan
menyunat…” apa?
Ini internal, benar? “…akan menyunat hatimu dan
hati keturunanmu agar engkau mengasihi
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau boleh
hidup.”
Ulangan 10:16-17 sekali lagi berbicara
tentang pengalaman internal sunat, dikatakan, “16 Sebab itu
sunatlah kulit khatan…” apamu? “…hatimu dan janganlah lagi kamu tegar
tengkuk.”
Filipi
3:3, Rasul Paulus yang merenungkan pengalamannya berkata, “3
karena kitalah yang
bersunat itu, yang beribadah kepada Allah dalam
Roh, dan bersukacita dalam Kristus Yesus,
dan tidak mengandalkan daging.”
Dan di Roma 2:28-29 ~ ada banyak ayat
yang menunjukkan dimensi internal sunat ~ kita dapati kata-kata ini, “28 Karena dia bukanlah Yahudi, yang Yahudi secara lahiriah…” bagaimana kita membedakan seorang
Yahudi secara lahiriah? Karena dia sudah disunat, benar? “…Karena dia bukanlah Yahudi, yang Yahudi secara lahiriah, dan sunat
bukanlah sunat lahiriah pada daging. 29
Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang
Yahudi secara batiniah; dan sunat adalah
yang di dalam hati secara Roh, bukan secara harafiah; maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari
Allah.”
Apakah kalian mengikuti ini?
Jadi, sunat adalah tanda eksternal yang bisa dilihat
dari pengalaman internal pembenaran oleh iman.
So let's clarify
something here.
God established circumcision
as what kind of institution? As a Jewish institution.
God established
that when? After sin.
What replaces
circumcision? We're going to that in a minute. Baptism replaces circumcision. And as at the
Jerusalem Council the observance of circumcision is no longer what? Is no
longer required in the church.
Jadi mari
kita tegaskan di sini.
Allah
menentukan sunat sebagai institusi/lembaga apa? Institusi Yahudi.
Kapan
Allah menetapkan hal itu? Setelah ada dosa.
Apa yang
menggantikan sunat? Kita akan segera ke sana. Baptisan menggantikan sunat. Dan sejak
Konsili Yerusalem, sunat tidak lagi apa? Tidak lagi perlu bagi jemaat.
Now let's notice
how baptism replaces circumcision. It says in Colossians 2:11-12, “…11 In Him you were
also circumcised with the circumcision made without hands, by putting
off the body of the sins of the flesh, by the circumcision of Christ…” now what is the circumcision of Christ? What is the external
sign of the circumcision of Christ? It continues saying, what?
“…12 buried
with Him in baptism…” buried with him in Baptism, in other
words that's the spiritual foreskin is removed at baptism,
“…buried with Him in baptism in which you also were raised with Him through faith in the
working of God, who raised Him from the dead.”
Sekarang, mari kita simak bagaimana baptisan
menggantikan sunat. Dikatakan di Kolose 2:11-12, “11 Dalam Dia kamu juga telah disunat, oleh sunat yang dilakukan tanpa
tangan, dengan memisahkan tubuh dari
dosa-dosa kedagingan, yaitu dengan sunat Kristus…” nah, sunat Kristus itu apa? Apakah
tanda lahiriah/eksternal sunat Kristus? Dikatakan selanjutnya apa? “…12 dikuburkan bersama Dia dalam baptisan, di mana kamu juga dibangkitkan bersama Dia melalui
iman karena
perbuatan Allah, yang telah membangkitkan
Dia dari orang mati.”
Now, the Sabbath is different than circumcision, because God established the Sabbath when? Before sin. So if the Sabbath is a sign, it's part of God's original plan.
Secondly He established it for whom? He established it for all people, not for the Jews
only, and there is no indication in any part of the Bible that God what? Replaced it.
Nah, Sabat
berbeda dengan sunat, karena kapan Allah menetapkan Sabat?
Sebelum ada dosa. Jadi jika Sabat
adalah suatu tanda, maka itu adalah bagian dari rancangan asli Allah.
Yang kedua, Allah menetapkannya bagi siapa? Dia menetapkannya bagi semua manusia,
bukan hanya bagi orang Yahudi, dan tidak
ada indikasi di bagian Alkitab mana pun bahwa Allah apa? Telah menggantinya.
So now let's notice
the example of baptism. As we have seen
in the New Testament, baptism takes the place of circumcision.
Let me ask you, is
the external act of baptism necessary and important or is it simply enough for
a person to receive Jesus in their heart? The New Testament in answer appears
to make the external rite of baptism a condition for salvation. However, when we
carefully read the Bible texts on baptism we see, that the external ceremony, though very
important, is not sufficient.
Notice Mark
16:15-17, “15 And He said to
them, ‘Go into all the world and preach the
gospel to every creature. 16 He who…” what? “…believes…” Is that an internal experience believing in Jesus? It’s the
same as Abraham, right? “…He who believes…” and that's it, all
you have to do is believe, right? No! All who believes “…and is…” what? “…baptized will be saved; but he who does
not believe will be condemned…” And some people say, well why doesn't it say, he who does not
believe and is not baptized will not be saved?
The fact is that if he doesn't believe, he's not going to get baptized
anyway. Are you with me?
Jadi
sekarang mari kita simak contoh baptisan. Seperti yang kita lihat di Kitab
Perjanjian Baru, baptisan menggantikan sunat.
Coba saya
tanya, apakah tindakan eksternal baptisan diperlukan dan penting, atau apakah
sudah cukup bagi seseorang untuk menerima Yesus di hati mereka? Jawaban yang
diberikan Kitab Perjanjian Baru tampaknya membuat ritual
eksternal baptisan sebagai persyaratan untuk keselamatan. Namun, bila kita
meneliti ayat-ayat Alkitab tentang Baptisan, kita melihat bahwa upacara eksternal ini, walaupun
sangat penting, tidaklah cukup.
Simak Markus 16:15-17, “15 Lalu Ia berkata kepada mereka, ‘Pergilah ke seluruh
dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. 16 Siapa yang…” apa? “…percaya…”
apakah ini suatu pengalaman internal, percaya dalam Yesus?
Sama seperti Abraham, bukan? “…Siapa yang percaya…” cukup itu saja? Cukup dengan percaya,
benar? Tidak! Semua yang percaya “…dan…”
apa? “…dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa
yang tidak percaya, akan dihukum.’…” Dan
beberapa orang berkata, mengapa tidak dikatakan, dia yang tidak percaya dan
tidak dibaptis tidak akan selamat? Faktanya, jika dia sudah tidak percaya dia
toh tidak akan dibaptis. Apakah kalian mengikuti saya?
Notice 1 Peter 3:21-22, “… 21 There is also an
antitype which now saves us…” speaking about the days of Noah, where Noah and his family went
through the waters they were saved on the other side. “…There is also an antitype which now saves
us: baptism not by the removal of
the filth of the flesh…” that's external, right? “…but the answer of a good conscience toward
God, through the resurrection of Jesus Christ…”
So is the external
act of baptism required by God? Yes, but is it necessary to have a deeper
spiritual experience, a good conscience toward God? Absolutely.
Simak 1 Petrus 3:21-22, “21 Juga ada antitipenya
yang sekarang menyelamatkan kita…” berbicara tentang zaman Nuh, di mana
Nuh dan keluarganya mengalami air bah dan mereka diselamatkan setelah melewati
itu. “…Juga ada
antitipenya yang sekarang menyelamatkan kita,
yaitu baptisan-- bukan dengan menyingkirkan
kenajisan jasmani…” itu
eksternal, kan?
“…melainkan dengan hati nurani yang
baik terhadap Allah--oleh kebangkitan Yesus
Kristus…” Jadi
apakah tindakan eksternal baptisan diminta oleh Allah? Ya. Tetapi apakah juga
perlu memiliki suatu pengalaman rohani yang mendalam, hati nurani yang baik
terhadap Allah? Pasti.
Notice, Ellen White
understood this, in the Seventh-Day Adventist Bible Commentary Vol. 6 page
1075, Ellen White wrote, “…Christ made baptism the
entrance to His spiritual Kingdom. He made this a positive condition with which
all must comply who wish to be acknowledged as under the sovereign authority of
the Father, the Son, and the Holy Ghost…” Must we comply by
being baptized in water? Yes or no? As an external rite? Certainly. She
continues,
“…Those who receive the ordinance of baptism…” now listen
carefully, “… thereby make a…” what? “…a public declaration
that they have…” done something. “…they have…” what? “…renounced the world,
and have become members of the royal family, children of the Heavenly King…” so the external rite of baptism if it's not accompanied by
renouncing the world and becoming members of the royal family, is useless, it's just an external rite.
Simak,
Ellen White memahami ini. Di SDA Bible
Commentary Vol. 6 hal. 1075, Ellen White menulis, “…Kristus menjadikan baptisan sebagai pintu masuk ke
Kerajaan spiritualNya. Dia menjadikan ini persyaratan yang positif yang harus
dipenuhi semua yang mau diakui berada di bawah autoritas pemerintahan Bapa,
Anak, dan Roh Kudus. …” haruskah kita mematuhi dengan
dibaptis di dalam air? Ya atau tidak? Sebagai ritual eksternal? Tentu saja. Ellen
White melanjutkan, “…Mereka yang menerima ketentuan baptisan…” sekarang dengarkan baik-baik, “…dengan tindakan itu memberikan suatu…” apa?
“…pernyataan publik bahwa mereka telah…” berbuat sesuatu “…mereka telah…” apa?
“…menolak dunia, dan telah menjadi anggota keluarga kerajaan, anak-anak
Raja Surgawi…” Jadi ritual eksternal baptisan jika tidak
disertai dengan menolak dunia dan menjadi anggota keluarga Kerajaan, adalah sia-sia, itu hanya
sekadar ritual eksternal.
Ellen White wrote
about the words that the Father spoke to Jesus at His baptism, this is found in God's Amazing Grace page 143, “…Let those who received the imprint of God by
baptism heed these words…” that is, ‘You are My beloved Son, in whom I am
well pleased’ “…remembering that upon them the Lord has
placed His…” what? “…His
signature declaring them to be His sons and daughters. The Father, the Son, and
the Holy Ghost, powers infinite and omniscience, receive those who…” what? “…truly enter into covenant relation with God.
They are present in every baptism to receive the candidates who have …” what? “…renounced the world and have received Christ into the soul temple…” So does there need to be
an internal experience for baptism to have any importance or meaning?
Absolutely. She continues, “…These
candidates have entered into the family of God and their names are inscribed in
the Lamb's Book of Life.”
Ellen White menulis tentang
kata-kata yang diucapkan Bapa kepada Yesus saat baptisanNya, ini ada di God’s Amazing Grace, hal. 143, “…Hendaknya mereka yang menerima meterai
Allah dengan baptisan, memperhatikan kata-kata ini…” yaitu, "Inilah Anak-Ku yang
Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan" “…mengingat bahwa
dalam kata-kata itu Tuhan telah menempatkan…” apa?
“…tanda tanganNya, yang menyatakan mereka sebagai putra dan putriNya.
Bapa, Anak dan Roh Kudus, kuasa-kuasa yang tidak terbatas dan mahatahu,
menerima mereka yang…” apa? “…benar-benar masuk
ke dalam hubungan perjanjian dengan Allah. Mereka hadir dalam setiap baptisan
untuk menerima calon-calon yang telah…” apa? “…menolak dunia dan
menerima Kristus ke dalam bait suci jiwanya…”
Jadi apakah perlu adanya
pengalaman internal agar baptisan bisa bermakna atau berarti? Tentu saja. Ellen
White melanjutkan, “…Calon-calon ini telah masuk ke dalam
keluarga Allah dan nama mereka tercantum di dalam Kitab Kehidupan Anak Domba.”
Here's another one, the Seventh-Day Adventist Bible
Commentary Vol. 6 page 1075, “…The
new birth is a rare experience in this age of the world…” this is the reason why there are so many perplexities in the
churches. “…Many, so many who assume the name of Christ
are unsanctified and unholy. They have been baptized, however, they were buried
alive. Self did not die and therefore they did not rise to newness of life in
Christ...” Is it enough for a person
to be baptized externally in water? No. It is a visible manifestation and
announcement that an internal experience has taken place through the power of
the Holy Spirit.
Ini ada
yang lain, SDA Bible Commentary Vol. 6 hal. 1075, “…Kelahiran baru adalah pengalaman yang
langka di zaman sekarang ini…” inilah alasannya mengapa ada
begitu banyak kekacauan di dalam jemaat. “…Banyak, betapa
banyak yang mengakui nama Kristus yang tidak dikuduskan dan tidak suci. Mereka
telah dibaptis, namun mereka dikuburkan hidup-hidup. Ego mereka tidak mati, dan
oleh karena itu mereka tidak bangkit ke kehidupan yang baru dalam Kristus. …” Apakah cukup hanya dibaptis secara eksternal dalam air? Tidak. Itu
adalah manifestasi yang kelihatan dan suatu pengumuman bahwa telah terjadi suatu pengalaman internal
melalui kuasa Roh Kudus.
The Desire of Ages page 181, “…It is the grace of Christ that gives life to the soul. Apart
from Christ, baptism like any other
service is a worthless form.” So to have the external without the internal
she says, is “a worthless form.”
The
Desire of Ages hal. 181, “…Kasih karunia Kristus-lah yang memberi hidup kepada nyawa. Di luar Kristus, baptisan seperti semua pelayanan
yang lain, adalah bentuk pelayanan yang sia-sia…” Jadi memiliki yang eksternal tanpa yang internal, menurut Ellen White
adalah “bentuk pelayanan yang sia-sia”.
In Child Guidance page 499 she writes, “…Baptism does not make children Christians,
neither does it convert them. It is but a…” what? “…an outward sign showing
that they are sensible, that they should be children of God by acknowledging
that they…” what? “…believe in Jesus Christ as their Savior, and
will henceforth live for Christ…”
Di
Child Guidance hal. 499, Ellen
White menulis, “…Baptisan tidak membuat
anak-anak menjadi Kristen, juga tidak mengubah mereka jadi rohani. Itu hanya
suatu…” apa?
“…tanda eksternal yang
menunjukkan bahwa mereka bisa berpikir, bahwa mereka harus menjadi anak-anak
Allah dengan mengakui bahwa mereka…” apa? “…percaya dalam
Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka, dan mulai waktu itu hidup bagi
Kristus…”
So can we say the same thing about
baptism as circumcision? That circumcision was okay as long as it was a visible
announcement of an internal experience by the Holy Spirit? Is baptism meaningful when it is an outward visible manifestation
of the inward work of the Holy Spirit in the human heart? Absolutely.
Jadi
bisakah kita berkata yang sama tentang baptisan seperti sunat? Bahwa sunat itu
oke asalkan itu adalah pengumuman external yang kelihatan dari
suatu pengalaman internal oleh Roh Kudus? Apakah baptisan bermakna bila itu adalah manifestasi eksternal
yang kelihatan dari pekerjaan internal Roh Kudus
di dalam hati manusia? Tentu
saja.
Now, let's take the
example of Communion. You know Seventh-Day Adventists celebrate the Communion
every three months, every quarter, and we take this little piece of unleavened
bread and we eat this little piece of unleavened bread, and we drink a cup of
grape juice not fermented. Is that an
external rite? Yeah it's an external ceremony. Is it important? Yeah, Jesus
said that we're supposed to do it until He comes, we're supposed to partake of
the bread and the grape juice until He comes. But let me ask you, if we
celebrate the Lord's Supper without thinking about what it means, without
having Christ in our heart, how much value does the Lord's Supper have? It has
absolutely no value whatsoever.
Notice this
statement from Desire of Ages 148 and 149, “…The gift of Christ to the marriage feast…” this is when He converted the water into wine, “…was a symbol. The water represented baptism into His death,
the wine the shedding of His blood for the sins of the world. The water to fill
the jars was brought by human hands, but the word of Christ alone could impart
to it life-giving virtue. So with the rites which point to the Savior's death.
It is only by the power of Christ, working through faith, that they have
efficacy to nourish the soul.”
Are you catching the gist of what she's saying? In other words,
Communion is an outward ceremony that indicates that we have accepted Jesus
Christ as our Savior and Lord in our hearts.
Nah, mari
kita ambil contoh Komuni. Kalian tahu MAHK merayakan Komuni setiap tiga bulan,
setiap kwartal, dan kita mengambil potongan kecil roti tidak beragi ini, dan
kita makan potongan kecil roti tidak beragi ini dan kita minum secangkir air
anggur yang tidak difermentasi. Apakah itu suatu ritual eksternal? Ya, itu
suatu upacara eksternal. Apakah itu penting? Ya, Yesus bilang kita harus
melakukannya hingga Dia datang, kita harus mengambil bagian dalam roti dan air
anggur hingga Dia datang. Tapi coba saya tanya, jika kita merayakan Perjamuan
Kudus tanpa berpikir apa maknanya, tanpa kehadiran Kristus dalam hati kita,
seberapa bernilaikah Perjamuan Kudus itu? Sama sekali tidak ada nilai apa pun.
Simak
pernyataan ini dari Desire of Ages hal. 148-149, “…Pemberian Kristus pada pesta perkawinan itu…” ini ketika Dia mengubah air menjadi air anggur, “…merupakan sebuah
simbol. Air melambangkan baptisan ke dalam kematianNya, air anggur melambangkan
dicurahkannya darahNya bagi dosa-dosa dunia. Air yang dipakai mengisi tempayan-tempayan
dibawa oleh tangan-tangan manusia, namun hanya kata-kata Kristus yang bisa
memberinya kemampuan yang menghidupkan. Demikian pula dengan ritual-ritual yang
menunjuk kepada kematian Sang Juruselamat. Hanya oleh kuasa Kristus, yang
bekerja melalui iman, mereka memiliki kemampuan untuk memberi gizi yang bermanfaat bagi jiwa. …”
Apakah kalian menangkap inti yang
dikatakan Ellen White? Dengan kata lain, Komuni adalah suatu upacara eksternal
yang mengindikasikan bahwa kita telah menerima Yesus Kristus sebagai
Juruselamat dan Tuhan dalam hati kita.
Now that we've done
this let's apply this to the observance of the Sabbath. Did God command the
external observance of the Sabbath? Must we keep the Sabbath from sundown
Friday to sundown on Sabbath externally by ceasing to work? Absolutely. Or is
that just enough to say, “Oh, I'll rest in Christ”, “I have Jesus in my heart”, “I have the rest of Christ inside.” Is that
enough? No! Notice Exodus 20:8-11, “8 Remember the Sabbath day, to
keep it holy. 9 Six
days you shall labor and do all your work, 10 but the seventh day is the Sabbath of the Lord your God. In it you shall do no work: you,
nor your son, nor your daughter, nor your male servant, nor your female
servant, nor your cattle, nor your stranger who is within your gates. 11 For in six days the Lord made the heavens and the
earth, the sea, and all that is in
them, and rested the seventh day. Therefore the Lord blessed the Sabbath day
and hallowed it.”
Does God expect us
externally to cease from working on the Sabbath? Yes. Does He expect us to work
six days? See, if we're resting on the Sabbath but we're not working six days
we're still breaking the commandment. So in other words, God expects us to keep
this commandment externally.
Nah,
setelah kita melakukan ini, mari kita aplikasikan ini ke pemeliharaan Sabat.
Apakah Allah memerintahkan pemeliharaan Sabat secara eksternal? Haruskah kita
memelihara Sabat dari matahari terbenam Jumat hingga matahari terbenam Sabat
secara eksternal dengan berhenti bekerja? Tentu saja. Atau sudah cukup kita
mengatakan “Oh, saya beristirahat dalam Kristus”, “ada Kristus dalam hati saya”,
“ada perhentian Kristus dalam saya.” Apakah itu cukup? Tidak! Simak Keluaran
20:8-11, “8
Ingatlah hari Sabat, peliharalah agar tetap kudus: 9 enam hari lamanya engkau harus
bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu,
10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka
pada hari itu jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu
laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. 11 Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan
bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti bekerja
pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya.”
Apakah
Allah menghendaki kita berhenti bekerja secara eksternal pada hari Sabat? Ya.
Apakah Allah menghendaki kita bekerja enam hari? Lihat, jika kita berhenti
bekerja pada hari Sabat tetapi kita tidak bekerja enam hari, kita tetap
melanggar perintah ini. Jadi dengan kata lain, Allah menghendaki kita
memelihara perintah ini secara eksternal.
However, let me ask
you this, is the observance of the Sabbath by ceasing to work sufficient? No! Because
it is an external sign of an internal experience that I recognize, that God is
the Creator, that the Lord is my God.
Let's take an example of that. In the Old
Testament you have what are called the phylacteries, these are little pieces of
parchment that at the time of Christ, the religious leaders put in little
boxes, and they pasted them to their foreheads, and to the right hand. Why did
they do that? Because of what we're going to read now.
Nah, coba saya taya ini,
apakah pemeliharaan Sabat dengan berhenti bekerja sudah cukup? Tidak! Karena
itu adalah tanda eksternal dari pengalaman internal yang saya akui bahwa Allah
adalah Sang Pencipta, Tuhan adalah Allah saya.
Mari kita lihat contohnya. Di zaman Perjanjian Lama
ada apa yang disebut filakteri, ini adalah potongan kertas kecil-kecil yang di
zaman Kristus oleh para pemimpin agama dimasukkan ke dalam kotak-kotak kecil
yang dilekatkan di dahi mereka, dan di tangan kanan mereka. Mengapa mereka
melakukan ini? Karena apa yang akan kita baca sekarang, “6 Dan kata kata ini…” ini Ulangan 6:6-8, “…Dan kata kata ini yang
kuperintahkan kepadamu pada hari ini, haruslah…” di mana? Lihat, lebih dulu harus ada pengalaman internal “…haruslah ada di dalam
hatimu…” Kata-kata itu sudah ada di dalam hati sebelum ditempatkan di
dahi dan di tangan dan di tiang pintu. Maka dikatakan, kata-kata itu “…haruslah ada di dalam
hatimu. 7 Haruslah engkau mengajarkannya dengan rajin kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau
duduk di rumahmu, apabila engkau sedang berjalan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun 8 Haruslah engkau
mengikatkannya sebagai…” apa? “…sebagai tanda pada
tanganmu, dan haruslah itu menjadi kotak
pengingat di antara matamu. …” Dengan kata lain, kata-kata itu harus
mempengaruhi cara apamu? Cara berpikirmu. “…9 dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”
Let me ask you,
what did the Jews do in the days of Christ? They thought there was great virtue
in pasting these little boxes with Scriptures on their forehead and on their
hand, and yet in their hearts they were corrupt.
Let's read Ellen
White's description of this in Desire of Ages
612-613, “…To
make a show of their piety was their constant aim. Nothing was held too sacred
to serve this end. To Moses God had said concerning His commandments, ‘Thou shalt bind them for a sign upon thine
hand, and they shall be as frontlets between thine eyes.’ Deuteronomy 6:8.
These words have a deep meaning. As the word of God is meditated upon…” in other words that's the mind, right? On the forehead, “…and practiced…” that's the work of the hand, “…the whole man will be ennobled. In
righteous and merciful dealing, the hands will reveal, as a signet, the
principles of God's law. They will be kept clean from bribes, and from all that
is corrupt and deceptive. They will be active in works of love and compassion.
The eyes, directed toward a noble purpose, will be clear and true. The
expressive countenance, the speaking eye, will testify to the blameless
character of him who loves and honors the word of God. However, by the Jews of
Christ's day all this was undiscerned. The command given to Moses was construed
into a direction that the precepts of Scripture should be worn upon the person.
They were accordingly written upon strips of parchment, and bound in a
conspicuous manner about the head and wrists. But this did not cause the law of
God to take a firmer hold of the mind and heart. These parchments were worn
merely as badges, to attract attention. They were thought to give the
wearers an air of devotion which would command the reverence of the people.
Jesus struck a blow at this vain pretense…”
So are you
understanding this? You know, you have the external, was it alright to place
these little boxes of parchment on the forehead and on the hand? Sure, as long
as you had the internal relationship with the Lord, as long as you loved the
Lord. But just to paste them on your
forehead, and on your hand, on your doorpost where your behavior did not
reflect it in practical life, was useless.
Coba saya
tanya, apa yang dilakukan orang-orang Yahudi di zaman Kristus? Mereka pikir, ada kebajikan
yang besar dengan melekatkan kotak-kotak kecil dengan Firman Allah di
dahi dan tangan mereka itu, namun di dalam hati, mereka korup.
Mari kita
baca deskripsi Ellen White tentang ini di Desire of
Ages hal. 612-613, “…Tujuan mereka senantiasa ialah memamerkan
kebajikan mereka. Segala cara mereka halalkan untuk mencapai tujuan itu. Kepada
Musa Allah telah berkata tentang perintahNya, ‘Haruslah
engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu, dan haruslah itu menjadi
kotak pengingat di antara matamu.’ (Ulangan 6:8) Kata-kata itu punya makna yang dalam. Pada waktu Firman Allah
direnungkan…” dengan kata lain itu terjadi di pikiran, benar? Di dahi, “…dan dipraktekkan…”
itu yang dilakukan tangan, “…seluruh manusianya akan menjadi luhur.
Dalam transaksi yang jujur dan murah hati, tangan akan menyatakan
prinsip-prinsip Hukum Allah, sebagaimana sebuah meterai. Tangan-tangan itu akan
terpelihara bersih dari suap, dan dari semua yang korup dan tidak jujur. Tangan-tangan
itu akan aktif dalam pekerjaan kasih dan belas kasihan. Mata, yang diarahkan ke
tujuan yang luhur, akan menjadi jernih dan murni. Ekspresi wajah, mata yang
berbicara, akan menjadi saksi dari karakter yang tidak bercacat dia yang mencintai dan menghormati Firman
Allah. Namun demikian, orang-orang Yahudi di zaman Kristus tidak memahami semua
ini. Perintah yang diberikan kepada Musa ditafsirkan ke arah bahwa
ketentuan-ketentuan Kitab Suci harus dikenakan pada manusianya. Karena itu
mereka ditulis pada kertas kecil-kecil dan diikat di kepala dan pergelangan
tangan dengan cara yang mencolok. Tetapi ini tidak membuat Hukum Allah lebih
berpengaruh pada pikiran dan hati. Kertas-kertas ini semata-mata dikenakan
bagaikan lencana, untuk menarik perhatian. Mereka dianggap memberikan si
pemakai suatu kesan rohani yang akan mendapatkan hormat dari masyarakat. Yesus
menempelak kepura-puraan yang meninggikan diri ini. …”
Jadi apakah kalian paham ini? Ada
yang eksternal, apakah baik menempatkan kotak-kotak kecil berisikan
kertas-kertas itu pada dahi dan tangan? Tentu saja, asalkan dia memiliki
hubungan internal dengan Tuhan, asalkan dia mengasihi Tuhan. Tetapi hanya
melekatkan mereka di dahi, dan tangan, dan tiang pintu, tetapi dalam kehidupan
sehari-hari tidak terefleksi dalam sikapnya, itu percuma.
Now let's notice
the deeper dimension of the Sabbath. We've already noticed that God expects us
to keep the Sabbath externally. We're supposed to cease from working literally on
the Sabbath. But the Sabbath had a deeper meaning. In Exodus 31:12-13 we find
these words, “12 And the Lord spoke to Moses,
saying, 13 ‘Speak also to the children of
Israel, saying: ‘Surely My Sabbaths you shall keep…” and what is the Sabbath?
“…for it is a…”
what? “…a sign between Me and you throughout your generations, that you may know that am the Lord who sanctifies you...”
in other words, Sabbath
observance was the external sign of sanctification that God had made their
hearts holy.
Sekarang, mari kita simak makna yang lebih mendalam
dari Sabat. Kita sudah melihat bahwa Allah menghendaki kita memelihara Sabat
secara eksternal. Kita harus berhenti bekerja secara literal pada hari Sabat.
Tetapi Sabat memiliki makna yang lebih dalam. Di Keluaran 31:12-13 kita dapati
kata-kata ini, “12 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa, 13 ‘Katakanlah kepada orang Israel, demikian: ‘Pastikan hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara…” dan Sabat itu apa? “…sebab itulah sebuah…” apa? “…tanda antara
Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah TUHAN, yang
menguduskan kamu…” dengan
kata lain, pemeliharaan Sabat adalah tanda eksternal dari pengudusan, bahwa
Allah telah membuat hati mereka kudus.
Notice Ezekiel 20:12 and 20, “12 Moreover…” God is speaking,
“…I also gave them My Sabbaths, to be a…” what? Here it is again, external “…a sign between them and Me, that they
might know that I am the Lord who sanctifies them… 20 hallow My Sabbaths, and
they will be a sign between Me and you, that you may know that I am the Lord your God.’…”
Simak Yehezkiel 20:12, 20, “12 Selain itu…” Allah
yang berbicara,
“…hari-hari Sabat-Ku juga Kuberikan kepada mereka menjadi suatu…” apa?
Di sini lagi, eksternal, “…suatu tanda di antara Aku dan mereka, supaya
mereka boleh tahu bahwa Akulah TUHAN, yang menguduskan mereka…. 20
Kuduskanlah hari-hari
Sabat-Ku, dan itu menjadi tanda di antara Aku dan kamu, supaya kamu boleh tahu, bahwa Akulah TUHAN, Allahmu.’
…”
So the external observance of the Sabbath did not make Israel holy but rather was an external sign that God had made them holy in their hearts. That is to say, the external observance of the Sabbath was to reveal that they had an internal holy relationship
with the Lord.
Jadi pemeliharaan Sabat secara eksternal tidak membuat Israel menjadi
kudus, melainkan itu adalah tanda eksternal bahwa Allah telah membuat mereka
kudus dalam hati mereka. Dengan kata lain, pemeliharaan eksternal Sabat adalah
untuk menyatakan bahwa mereka sudah memiliki hubungan internal yang kudus
dengan Tuhan.
Now the question is,
who is it that gives us this internal relationship with the Lord? Well, let's
pursue this. Who writes the Law in our hearts including the Sabbath commandment
by the way? The answer is the Holy Spirit is the one who writes the Law in our
hearts ~ not only nine Commandments but all what? But all 10 ~ He wrote them on tables of stone and He writes
them where? And He writes them on the tables of the heart. What good is it to
have them written on tables of stone if they're not written on the tables of
the heart? Who is it that makes us holy? Who is it that gives us this internal
relationship with the Lord? It's the Holy Spirit. So the Seal that we receive is the Seal of the Holy
Spirit in our hearts, but that is manifested externally how? By the
observance of the seventh day Sabbath.
Nah,
sekarang pertanyaannya ialah, siapa yang memberi kita hubungan internal ini
dengan Tuhan? Nah, mari kita simak. Siapa yang menulis Hukum di dalam hati kita
termasuk Perintah Sabat? Jawabannya, Roh Kudus-lah yang menulis Hukum di hati
kita – bukan hanya sembilan Perintah, tetapi semuanya berapa? Semua
kesepuluh-sepuluhnya ~ Roh Kudus menulisnya di loh-loh batu dan Dia menulisnya
di mna? Dia menulisnya di loh-loh hati. Apa gunanya menuliskan di loh-loh batu
jika tidak ditulis di loh-loh hati? Siapakah yang menguduskan kita? Siapa yang
memberi kita hubungan internal ini dengan Tuhan? Roh Kudus. Jadi meterai yang kita terima ialah
Meterai Roh Kudus di hati kita, tetapi itu dimanifestasikan secara eksternal,
bagaimana? Dengan memelihara
Sabat hari ketujuh.
Notice 2
Thessalonians 2:13, “13 But we are
bound to give thanks to God always for you, brethren beloved by the Lord,
because God from the beginning chose you for salvation through…”
what?
“…sanctification by the Spirit and belief in the truth…”
So who is it that
sanctifies us, makes us holy, so that our Sabbath observance is meaningful and
accepted in the sight of God? It is the Holy Spirit.
So there is an
internal seal and there's an external visible seal.
Perhatikan 2 Tesalonika 2:13, “13 Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada
Allah bagi kamu, saudara-saudara, yang
dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan melalui…”
apa? “…pengudusan
oleh Roh dan iman dalam kebenaran…”
Jadi
siapa yang menguduskan kita, membuat kita suci, supaya pemeliharaan Sabat kita
bermakna dan diterima dalam pemandangan Allah? Roh Kudus.
Jadi ada meterai internal dan ada
meterai eksternal yang kelihatan.
Notice John 17:17, “…sanctify them by Your truth, Your Word is truth…”
Now who is it that
uses the Word to sanctify God's people?
Notice John 16:13, “…however, when He the Spirit of Truth has come, He will guide you
into all truth. For He will not speak of His own authority but whatever He hears
He will speak, and He will tell you things to come.”
Simak Yohanes 17:17, “17 Kuduskanlah mereka dengan kebenaran-MU;
firman-Mu adalah kebenaran.”
Nah, siapa yang memakai Firman untuk
menguduskan umat Allah?
Simak
Yohanes 16:13, “13 Tetapi apabila Ia, yaitu Roh
Kebenaran telah datang, Ia akan memimpin
kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata menurut kuasaNya sendiri, tetapi segala sesuatu
yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan
kepadamu hal-hal yang akan datang.”
Notice Ezekiel 36:26-27,
once again the Holy Spirit transforms the heart, the Holy Spirit does an
internal work and then the external sign of that, that the Holy Spirit is in our
heart and in our life particularly in the end time, is the observance of the
Seventh-Day Sabbath even at the risk of losing our life. Notice Ezekiel
36:26-27, “…26 I
will give you a new…” what? “…a new heart and put a new
spirit outside of you….” No, thank you very much, “…within you; I will take the
heart of stone out of your flesh and give you…” what? “…a heart of
flesh. 27 I
will put My Spirit within you…” what happens when
the Spirit is within us? Aaaah, notice, are people going to be obedient to the
Lord when the Spirit is inside? Yes, because it says
“…and cause you to…” what?
“…to walk in My statutes, and you will keep My judgments and do them.”
Simak Yehezkiel 36:26-27, sekali lagi Roh Kudus
mengubah hati, Roh Kudus melakukan suatu pekerjaan internal kemudian tanda
eksternal bahwa Roh Kudus ada di dalam hati dan hidup kita, terutama di akhir
zaman, ialah pemeliharaan Sabat Hari Ketujuh walaupun di bawah ancaman
kehilangan nyawa. Simak Yehezkiel 36:26-27, “26Aku akan memberikan
kepadamu…” apa? “…hati yang baru, dan menempatkan Roh yang baru di luar dirimu…” Tidak!
Terima kasih banyak, “…di dalam dirimu. Aku akan mengeluarkan
dari dagingmu hatimu yang dari batu dan Kuberikan kepadamu…” apa? “…hati yang
dari daging. 27 Aku akan
menempatkan Roh-Ku di dalam dirimu…” apa yang terjadi bila Roh Kudus ada
dalam hati kita? Aaaah, simak, apakah kita akan menjdi patuh kepada Tuhan bila
Roh ada di dalam kita? Ya, karena dikatakan, “…dan Aku akan membuat kamu hidup…” apa? “…menurut segala ketetapan-Ku dan kamu akan berpegang pada peraturan-peraturan-Ku
dan melakukannya.”
Although the wind is invisible to human eyes, we can see its effects. In like manner the work of the Holy Spirit in the human heart is unseen, but we can see the effects by the observance of the holy Sabbath.
Walaupun angin tidak tampak oleh mata manusia, kita
bisa melihat dampaknya. Dengan cara yang sama pekerjaan Roh Kudus dalam hati
manusia itu tidak tampak, tetapi kita bisa melihat dampaknya pada pemeliharaan
Sabat yang suci.
Ellen White
explained that the Holy Spirit is the Sealing agent. Notice these two
statements:
In Heavenly Places page 66, “…Would you impress the seal to
obtain a clear impression upon the wax, you do not dash it on by a violent
action, but you place the seal carefully and firmly and press it down until the
wax receives the mold..” now comes the comparison, “...Just so the Lord is dealing with our
souls.... Not now and then, but constantly the new life is implanted…” what does implanted mean? That's inside, right? “…is implanted by the Holy Spirit after
Christ's likeness.”
And in Selected Messages Volume 1 page 336 she
wrote, “As wax takes the
impression of the Seal, so the soul is to take the impression of the Spirit of
God and retain the image of Christ.”
Ellen
White menjelaskan bahwa Roh
Kudus adalah yang memeteraikan. Simak kedua pernyataan ini:
In
Heavenly Places hal. 66, “…Untuk
mendapatkan cap yang jelas di atas lilin (meterai)nya, kita tidak membubuhkan stempelnya dengan
tindakan yang kasar melainkan kita
tempatkan stempel itu dengan hati-hati dan tidak goyah dan menekannya ke bawah
hingga lilin itu menerima bentuk capnya…” sekarang perbandingannya, “…Demikian juga Tuhan bekerja dengan jiwa
kita… Bukan sekali-sekali, tetapi terus-menerus hidup yang baru ditanamkan…” apa maksudnya ditanamkan? Itu di dalam, bukan? “…ditanamkan oleh
Roh Kudus menurut keserupaan dengan Kristus.
Dan di Selected Messages Vol. 1 hal. 336, Ellen White menulis, “…Sebagaimana lilin
menerima cap stempel, demikian pula jiwa akan mengambil cap dari Roh Allah, dan
menyimpan gambar Kristus.”
So is the external
observance of the Sabbath indispensable? Yes. But no one who does not have a
holy heart can truly keep the Sabbath externally. Contrary toward many
detractors believe, Ellen White did not
teach that Sabbath observance is an end in itself. Ellen White never wrote that the
observance of the Sabbath confers holiness, nor did she state that keeping the
Sabbath earns us salvation. In
several statements she explained that the Sabbath is the outward sign of an inward
experience produced by the Holy Spirit.
Maka
apakah pemeliharaan Sabat secara
eksternal itu keharusan? Ya. Tetapi orang yang tidak memiliki hati yang kudus
tidak bisa benar-benar memelihara Sabat secara eksternal. Bertolak belakang
dengan yang diyakini banyak pencela, Ellen White tidak mengajarkan bahwa
pemeliharaan Sabat itulah tujuan akhirnya. Ellen
White tidak pernah menulis bahwa memelihara Sabat itu memberi kekudusan, juga
dia tidak menyatakan bahwa memelihara Sabat itu upahnya keselamatan.
Dalam beberapa pernyataan dia menjelaskan bahwa Sabat adalah tanda eksternal
dari pengalaman internal yang dihasilkan oleh Roh Kudus.
By the way, in the
end time is God going to pour out His Holy Spirit in latter rain power? How are
God's people going to show that they have received the Holy Spirit in latter
rain power? They're proclaiming the Loud
Cry, they're going to proclaim the fall of Babylon and they're going to
proclaim that which day is the day that we're supposed to keep, we're supposed
to keep the Sabbath. Does that mean the Sabbath externally? Yes, but it's
because of what? It’s because we've received the Spirit and the heart has been
changed or transformed.
Notice this
statement from Patriarchs and Prophets page
307, “Pointing to God as the Maker of the heavens
and the earth, it…” that is the Sabbath, “…distinguishes the
true God from all false gods. All who
keep the seventh day…” now comes the key word, “…signify…” that, is that external? “…signify by this act that they are worshipers of Jehovah…” because they're worshiping the Creator. She continues, “…Thus the Sabbath is the sign…” I added “visible”
there because that's the emphasis “…is the sign of man's allegiance to God, as
long as there are any upon the earth to serve Him…”
Nah, di
akhir zaman apakah Allah akan mencurahkan Roh Kudusnya dalam kuasa hujan akhir?
Bagaimana umat Allah akan tahu bahwa mereka telah menerima Roh Kudus dalam
kuasa hujan akhir? Mereka mengumumkan Seruan Nyaring, mereka akan mengumumkan
kejatuhan Babilon dan mereka akan mengumumkan hari
yang mana yang seharusnya kita pelihara, kita seharusnya memelihara Sabat.
Apakah itu Sabat external? Ya. Tetapi karena apa? Karena kita sudah menerima
Roh, dan hati kita sudah diubahkan atau ditransformasi.
Simak
pernyataan ini dari Patriarchs and Prophets hal. 307, “…Menunjuk kepada
Allah sebagai Pencipta langit dan bumi, dia…” yaitu Sabat, “…membedakan Allah yang sejati dari semua
allah palsu lainnya. Semua yang memelihara hari ketujuh…” sekarang kata kuncinya, “…menandakan…” apakah ini eksternal? “…menandakan dengan perbuatan itu bahwa
mereka adalah penyembah Yehova…” karena mereka menyembah Sang
Pencipta. Ellen White melanjutkan, “…Dengan demikian, Sabat adalah tanda…” dan saya tambahkan “yang kelihatan” di sana karena itulah penekanannya, “…adalah tanda
keberpihakan manusia kepada Allah, selama masih ada manusia di bumi yang
menyembah Dia…”
Here's another one,
Great
Controversy 605 and there are several key words here.
“…The Sabbath will be the great test of loyalty…” is that the external observance of
the Sabbath? You know, I'm not willing to die for the Sabbath but I'm willing
to die for the Lord of the Sabbath. Are we talking about keeping externally the
Sabbath? Yes, absolutely! It's the test of loyalty “…for it is the point of
truth especially controverted. When the
final test shall be brought to bear upon men, then the line of distinction will
be drawn between those who serve God, and those who serve Him not. While the
observance of the false Sabbath in compliance with the law of the state
contrary to the fourth Commandment will be an…”
what? An avowal. What does the word “avowal” mean? It's like an
announcement, right? It will be an
“…avowal…” or an announcement “…of allegiance to…” whom?
“…to a power that is in opposition to God, the keeping of the true Sabbath in obedience to God's Law
is an…” what? “…evidence…” is that external?
Evidence? “…is an evidence.of loyalty to the Creator.
While one class by accepting the…” what? “…the
sign of submission to earthly powers…” which is keeping
Sunday “… receive the mark of the Beast; the other,
choosing the…” what? “…the token…” once again notice
the word, “…the token of allegiance to divine
authority, receive the Seal of God…”
So Ellen White
speaks of it as avowal, evidence, sign, token.
Ini ada
satu lagi. Great Controversy hal. 605 dan di
sini terdapat beberapa kata kunci.
“…Sabat akan menjadi ujian kesetiaan yang utama…” apakah itu pemeliharaan Sabat yang eksternal? Kalian tahu, saya tidak
mau mati bagi Sabat, tapi saya rela mati bagi Tuhannya Sabat. Apakah kita
berbicara tentang memelihara Sabat secara eksternal? Ya, tentu saja! Itulah
ujian kesetiaannya, “…karena itulah inti kebenaran yang terutama
dipertentangkan. Ketika ujian yang terakhir ditimpakan manusia, maka garis
pemisah akan ditarik antara mereka yang menyembah Allah dan mereka yang tidak
menyembahNya. Sementara pemeliharaan Sabat yang palsu demi mematuhi hukum
negara yang bertentangan dengan Perintah Keempat akan merupakan…” apa? Suatu pengakuan, apa makna kata “pengakuan”? Itu semacam
pengumuman, benar? Itu akan merupakan “…suatu pengakuan…” atau suatu pengumuman “…keberpihakan kepada…” siapa?
“…kepada suatu kekuasaan yang bertentangan dengan Allah; maka memelihara
Sabat yang benar sebagai kepatuhan kepada Hukum Allah ialah suatu…” apa? “…bukti…”
apakah ini eksternal (bisa dilihat)? Bukti? “…ialah suatu bukti
kesetiaan kepada Sang Pencipta. Sementara satu golongan dengan menerima…” apa?
“…tanda kepatuhan kepada kekuasaan dunia…” yaitu memelihara hari Minggu,
“…menerima tanda Binatang; golongan yang lain yang memilih…” apa?
“…token (tanda)…” sekali lagi simak katanya, “…token (tanda)
keberpihakan kepada autoritas Ilahi, menerima Meterai Allah…”
Jadi Ellen White membicarakannya
sebagai suatu pengakuan, bukti, tanda, token.
Let me give you an
example: the analogy of patriotism.
Is patriotism an
inward attitude? Is it an abstract concept? Of course it's an abstract concept.
It is something a person feels, where? In the heart, of course. Pledging
allegiance to the flag, which is an external act, to the sound of the
Star-Spangled Banner, allows a person to what? To externalize invisible form of
his patriotism or her patriotism. Pledging allegiance to the flag is the
externalization or the visible sign of patriotism. Would it be proper to pledge
allegiance to the United States while using a Russian flag? Well,
you say, “Who cares about the flag as long as you're a red blooded
American!” Does it really make any difference?
What would you think of someone who says, “I am a red-blooded American,
I love this country,” and then pledges allegiance to the Russian flag,
externally? Does the flag that we pledge allegiance to make a difference? It
certainly does!
Coba saya
beri contoh: analogi patriotisme.
Apakah
patriotisme suatu sikap internal? Apakah itu suatu konsep abstrak? Tentu saja
itu konsep yang abstrak. Itu sesuatu yang dirasakan orang di mana? Di dalam
hati, tentu saja. Bersumpah setia kepada bendera yang adalah suatu tindakan
eksternal, kepada suara lagu kenegaraan (Amerika Serikat) Star
Spangled Banner, memberi manusia kesempatan untuk apa? Untuk
mengeksternalisasikan bentuk patriotismenya yang internal/tidak terlihat.
Bersumpah setia kepada bendera adalah bentuk eksternal atau tanda yang terlihat dari
patriotisme. Apakah pantas kita bersumpah setia kepada Amerika Serikat
sementara memakai bendara Rusia? Nah, kalian berkata, “Siapa peduli bendera apa
selama kita ini patriot Amerika!” Apakah benar-benar ada bedanya? Apa pendapat
kita tentang seseorang yang berkata, “Saya patriot Amerika, saya mencintai
negara ini” lalu dia bersumpah setia kepada bendera Rusia secara eksternal?
Apakah bendera yang kepadanya kita bersumpah setia membuat perbedaan? Tentu
saja!
Ellen White continues
writing and there are several statements here.
“Those who would have
the Seal of God in their foreheads must
keep the Sabbath of the Fourth Commandment. This is what distinguishes them from the disloyal,
who have accepted a man-made institution in the place of the true Sabbath. The
observance of God's rest day is the…” what? “…the mark of distinction between him that
serveth God and him that serveth him not.” (SDA
Bible Commentary Vol. 7)
Ellen
White melanjutkan menulis dan ada beberapa pernyataan di sini.
“…Mereka yang mau menerima Meterai Allah di dahi mereka harus
memelihara Sabat Perintah Keempat. Inilah yang membedakan mereka dari
orang-orang yang tidak setia, yang menerima institusi buatan manusia
menggantikan Sabat yang benar. Pemeliharaan hari perhentian Allah ialah…” apa?
“…tanda yang membedakan antara dia yang menyembah Allah dan dia yang
tidak menyembah Allah. (SDA Bible Commentary Vol. 7)
Great Controversy 438
“…The keeping of the
Sabbath is a…” what? “…a sign of loyalty to the true God…” Is that an external announcement? It most certainly is.
Great Controversy
hal. 438
“…Pemeliharaan Sabat
ialah…” apa?
“…suatu tanda kesetiaan kepada Allah yang benar…” apakah itu suatu pengumuman yang eksternal? Jelas sekali iya.
Selected Messages Volume 3 page 256,
“The
Sabbath is a pledge given by God to man—a sign of the relation existing between
the Creator and His created beings. By observing the memorial of the creation
of the world in six days and the rest of the Creator on the seventh day, by
keeping the Sabbath holy, according to His directions, the Israelites were to…”
do what? “…were to declare to the
world their loyalty to the only true and living God, the Sovereign of the
universe….”
So when the
surrounding nations saw Israel suspending work all day Sabbath they were to
say, “These people serve the Living God.” The visible sign would speak for
them.
Selected
Messages Vol. 3 hal. 256, “…Sabat ialah suatu tanda kesetiaan yang diberikan Allah kepada manusia ~ suatu tanda hubungan
yang ada antara Sang Pencipta dengan makhluk-makhluk ciptaanNya. Dengan
memelihara peringatan Penciptaan dunia dalam enam hari dan perhentian Sang
Pencipta pada hari ketujuh, dengan memelihara kekudusan Sabat sesuai
petunjukNya, bangsa Israel seharusnya…” melakukan apa? “…seharusnya
menyampaikan kepada dunia kesetiaan mereka kepada satu-satunya Allah yang benar
dan hidup, Penguasa seluruh alam semesta…”
Jadi ketika bangsa-bangsa yang
berada di sekitar Israel melihat mereka berhenti bekerja sepanjang hari Sabat
mereka akan berkata, “Orang-orang ini menyembah Allah yang hidup.” Tanda
eksternal yang kelihatan, bersaksi bagi mereka.
Here's another one Manuscript Releases Vol. 5 page 86, “Let us reverence God's institution, the
Sabbath day, for it is the sign of our relationship to God,. the sign by which
we are…” what is a demonstration? External, “…we are demonstrated as His people.”
Ini
ada yang lain, Manuscript
Releases Vol. 5 hal. 86 “…Hendaknya kita menghormati lembaga Allah, hari Sabat,
karena itulah tanda hubungan kita dengan Allah, tanda dengan mana kita…” demonstrasi itu apa? Eksternal, “…kita
didemonstrasikan sebagai umatNya.”
Once again Manuscript Releases Vol. 11 page 18, “To the obedient it is a sign of their loyalty
to God.”
Sekali
lagi Manuscript Releases Vol. 11 hal. 18, “…Bagi mereka yang patuh, itu ialah tanda kesetiaan mereka
kepada Allah.”
Manuscript Releases Vol. 15 page 32, “True observance of the Sabbath is the sign of loyalty to God…”
Manuscript
Releases Vol. 15 hal. 32, “…Pemeliharaan Sabat dengan benar adalah tanda kesetiaan kepada Allah…”
And one more, “Nothing so distinguished the Jews from the
surrounding nations, and designated them as true worshipers of the Creator, as
the introduced institution of the Sabbath. Its observance was a continual…” what? “…visible token of their connection with God…” connection with God is
their internal relationship, the Sabbath is, the observance of the Sabbath, is
the, “…visible token of their connection with God
and separation from other people…” (Spirit of Prophecy Vol. 2 pg 193)
So is the Sabbath,
the observance of the Sabbath a sign of a deeper spiritual experience created
by the Holy Spirit in the human heart? Absolutely.
Dan satu
lagi, “…Tidak ada hal lain yang sebegitu jelasnya
membedakan orang-orang Yahudi dari bangsa-bangsa di sekitarnya dan yang
menandai mereka sebagai penyembah-penyembah sejati Sang Pencipta selain
institusi (lembaga) yang diperkenalkan sebagai Sabat. Pemeliharaannya adalah…” apa? “…suatu
token (tanda) yang kelihatan, yang terus-menerus, dari hubungan mereka dengan Allah…” koneksi dengan Allah adalah hubungan internal mereka. Sabat, pemeliharaan Sabat “…adalah suatu token
(tanda) yang kelihatan, dari hubungan mereka dengan Allah, dan pemisahan mereka
dari bangsa-bangsa yang lain…” (Spirit of Prophecy Vol. 2 pg
193)
Jadi apakah Sabat, pemeliharaan
Sabat suatu tanda adanya pengalaman spiritual yang mendalam yang diciptakan Roh
Kudus dalam hati manusia? Tentu saja.
Let's read a few
statements here.
“The quiet, consistent
godly life is a living epistle, known and read of all men. Holiness is not
shaped from…” where? “…from without, or put on. It radiates from…” where? “…from within. If goodness, purity, meekness,
lowliness, and integrity dwell…” where? “…in the heart, they
will shine forth…” where? “…in the character, and such a character is
full of power. Not the instrument, the but the Great Worker in whose Hand the
instrument is used, receives the glory. The heart filled with the Savior's
love, daily receives grace to…” what? “…to impart. The life
reveals the redeeming power of the truth.” (In Heavenly Places 237.2)
So an inward
experience is revealed in the outward behavior. An inward rest in Christ is
revealed in spending the entire Sabbath day with Christ.
Mari kita
baca beberapa pernyataan di sini.
“…Hidup yang tenang, kesalehan
yang konsisten, adalah surat yang hidup, dikenal dan dibaca oleh semua orang.
Kekudusan tidak terbentuk dari…” mana? “…dari luar, atau hanya dikenakan seperti pakaian. Dia memancar dari…” mana? “…dari
dalam. Jika kesalehan, kemurnian, kelemahlembutan, kerendahan hati, dan
integritas diam…” di mana? “…dalam hati, yang
akan memancar keluar…” di mana? “…dalam karakter,
dan karakter yang demikian, itu penuh kuasa. Bukan alatnya melainkan Sang
Pekerja Agung yang di tanganNya alat itu dipakai, yang menerima kemuliaan. Hati
yang dipenuhi oleh kasih Sang Juruselamat, setiap hari menerima karunia untuk…”
apa?
“…untuk dibagikan. Hidup yang seperti itu menyatakan kuasa kebenaran
yang menyelamatkan.” (In Heavenly Places 237.2)
Jadi pengalaman internal
dinyatakan dalam sikap eksternal. Suatu perhentian dalam Kristus dinyatakan
dengan melewatkan seluruh waktu Sabat bersama Kristus.
Manuscript Releases Vol. 10 page 252
“Just
as soon as the people of God are sealed in their foreheads—it is not any seal
or mark that can be seen, but a settling into the truth, both
intellectually and spiritually, so they cannot be moved—just as soon as God's
people are sealed and prepared for the shaking, it will come…” (The S.D.A. Bible Commentary 4:1161 1902).
Manuscript
Releases Vol. 10 hal. 252
“…Begitu umat Allah
dimeteraikan di dahi mereka ~ tidak ada meterai atau cap yang terlihat, tetapi suatu
kemantapan dalam kebenaran, baik secara intelektual maupun spiritual, sehingga
mereka tidak akan goyah ~ begitu umat Allah dimeteraikan dan siap untuk penampian, itu akan terjadi…” (The
S.D.A. Bible Commentary 4:1161 1902).
Keeping the Sabbath
without love is worthless, and love
flows from the heart. Notice this statement Signs
of the Times February 13 1896, “The Sabbath is a test to this generation. In
obeying the Fourth Commandment in…” what? “…in spirit and truth,
men will obey all the precepts of the Decalogue. To fulfill this commandment
one must…” what? In order to keep the
Sabbath something has to happen in your heart.
What is it that needs to happen? “…To fulfill this
commandment one must love God supremely, and exercise love toward all the
creatures that He has made…” that's the externalization observance of the Sabbath.
That's the reason
why in Isaiah chapter 58 God in speaking about the Sabbath says, isn't it for you to share your clothing with
the naked, and to feed those who are hungry, and to visit those who are slaves,
and everything because when the Sabbath is kept it's kept as a manifestation of
love for God and love for a fellow human being.
Memelihara
Sabat tanpa cinta itu tidak ada nilainya, dan cinta itu mengalir dari dalam
hati. Simak pernyataan ini Signs of
the Times, 13 Februari 1896, “…Sabat
merupakan ujian bagi generasi ini. Dalam mematuhi Perintah Keempat…” apa?
“…dalam Roh dan kebenaran, manusia akan mematuhi semua ketentuan Sepuluh
Perintah. Untuk memenuhi perintah ini seseorang harus…” apa? Untuk memelihara Sabat sesuatu harus terjadi di dalam hati. Apa
yang harus terjadi? “…Untuk memenuhi perintah ini, seseorang
harus paling mengasihi Allah, dan mempraktekkan kasih pada semua ciptaan yang
telah dibuatNya…” itulah eksternalisasi pemeliharaan
Sabat. Itulah alasannya mengapa di Yesaya pasal 58, Allah dalam berbicara
mengenai Sabat berkata, tidakkah kita harus berbagi pakaian dengan yang
telanjang, dan memberi makan mereka yang lapar, dan melawat mereka yang adalah
budak, dll. karena bilamana Sabat dipelihara, itu dipelihara sebagai
manifestasi kasih bagi Allah dan kasih bagi sesama manusia.
Review and Herald, May 21, 1895, “The Seal of the Living God will be placed upon
those only who bear a likeness to Christ in …” what? A likeness
to God in “…character.” (7BC 970.2)
Review and Herald,
21 Mei 1895, “…Meterai Allah yang hidup hanya akan ditempatkan pada mereka
yang memiliki kemiripan dengan Kristus dalam…” apa? Suatu kemiripan dengan Allah dalam “…karakter (7BC
970.2)
And then she wrote The Testimonies for the Church Vol. 8 page 117,
“The sign or Seal of God…” is what? “…is revealed...” So the sign or Seal of God is revealed “…in the observance of the Seventh-Day Sabbath,
the Lord's memorial of creation.”
Kemudian
Ellen White menulis The Testimonies for the Church
Vol. 8 hal. 117, “…Tanda atau Meterai Allah…” itu diapakan? “…dinyatakan…” Jadi tanda atau Meterai Allah dinyatakan “…dalam pemeliharaan
Sabat hari ketujuh, peringatan Allah akan Penciptaan.”
So now what we want to do is go back to the times of Christ. The best way to understand
the relationship between the internal work of the Holy Spirit and the external observance of the Sabbath is by comparing how Jesus and the Pharisees kept the Sabbath. The problem of the Pharisees was that they had the outward behavior without the internal work of the Holy Spirit in
the heart. This type of legalism is what the religious leaders manifested in Christ's day. They were fine on the outside, but the outside did not
harmonize with the inside. Are there many Adventists that keep the Sabbath that don't have the internal relationship with the Lord? Absolutely.
Maka sekarang apa yang perlu kita lakukan ialah
kembali ke zaman Kristus. Cara terbaik untuk memahami hubungan antara pekerjaan
internal Roh Kudus dan pemeliharaan Sabat yang eksternal ialah dengan
membandingkan bagaimana Yesus dan para Farisi memelihara Sabat. Masalahnya
dengan orang Farisi ialah mereka
memiliki sikap eksternal tanpa pekerjaan internal Roh Kudus di dalam hati
mereka. Legalisme macam ini ialah apa yang dimanifestasikan oleh
para pemimpin relijius di zaman Kristus. Mereka bagus di luarnya tetapi bagian
luar itu tidak selaras dengan yang di dalam. Apakah ada banyak orang Advent
yang memelihara Sabat yang tidak memiliki hubungan internal dengan Tuhan? Tentu
saja.
Notice Matthew 23:25-28
to see if we can detect what the problem was with the Pharisees in Christ's day
and the scribes, they were the theologians, “25…‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you cleanse
the…” what? “…the outside of the cup and dish, but inside
they are full of extortion and self-indulgence.26 Blind Pharisee, first cleanse the inside of the cup and dish,
that the outside of them may be clean also. 27 ‘Woe to you, scribes and Pharisees, hypocrites! For you are like
whitewashed tombs which indeed appear beautiful outwardly, but inside are full
of dead men’s bones and
all uncleanness. 28 Even so you also…” what? “…outwardly appear
righteous to men, but inside you are full of hypocrisy and lawlessness’.”
What was the
problem of the Pharisees? They had a type of schizophrenia, because they had
the outside where it looked perfect, but it did not come from a heart
relationship with the Lord, they did not have the Spirit in the heart.
So let me ask you
this, what's more important to have the Spirit in the heart or to keep the
Sabbath? They're both, you can't have one without the other.
Simak Matius 23:25-28 untuk melihat apakah kita
bisa mendeteksi apa masalahnya dengan para Farisi di zaman Kristus, dan para
ahli taurat, mereka adalah para theolognya, “25 ‘Celakalah
kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik, sebab kamu bersihkan…” apa? “…sebelah luar cawan dan pinggan, tetapi
sebelah dalamnya penuh pemerasan dan pemanjaan diri. 26 Hai orang Farisi
yang buta, bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan dan pinggan itu, supaya sebelah
luarnya juga akan bersih. 27 Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan
yang dicuci bersih, yang memang tampak indah sebelah luarnya, tetapi di sebelah
dalamnya penuh tulang belulang orang mati
dan pelbagai kenajisan. 28 Demikian jugalah…” apa? “…di luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di dalam kamu
penuh kemunafikan dan pelanggaran hukum.”
Apa
masalahnya dengan orang-orang Farisi? Mereka punya sejenis skizofrena karena
mereka membuat bagian luarnya tampak sempurna tetapi itu tidak berasal dari
hubungan hati dengan Tuhan, mereka tidak memiliki Roh di dalam hati.
Jadi
coba saya tanya ini, mana yang lebih penting, memiliki Roh di dalam hati atau
memelihara Sabat? Kedua-duanya. Kita tidak bisa memiliki yang satu tanpa yang
lain.
Now let's notice an
example of this, but before we do let's read the last paragraph of page 346. All the healings of Jesus were performed on
Sabbath and they were chronic illnesses, not all, He didn't do all of the miracles
on the Sabbath, but all of His miracles done in Sabbath were chronic illnesses
that could have waited until sundown. Jesus could have waited to heal these
individuals, but He wanted to make a point. He wanted to show that love is at
the heart of what? At the heart of the Sabbath. This is why He stated that He
desired mercy and not sacrifice. The healings of Jesus on the Sabbath revealed
that He had the Spirit of God where? In His heart. Here's an example.
Sekarang
mari kita simak suatu contoh, tetapi sebelumnya mari kita baca paragraf
terakhir hal. 346. Semua penyembuhan yang dilakukan Yesus pada hari Sabat
adalah penyakit-penyakit kronis. Yesus tidak melakukan semua mujizat
penyembuhanNya pada hari Sabat, namun semua mujizat penyembuhanNya yang
dilakukanNya pada hari Sabat adalah penyakit-penyakit yang kronis yang bisa
menunggu hingga setelah matahari terbenam. Yesus bisa menunggu untuk
menyembuhkan orang-orang itu, tetapi Dia mau menekankan sesuatu. Dia mau
menunjukkan bahwa cinta itu ada di jantung apa? Cinta ada di jantung Sabat. Itulah sebabnya
Dia menyatakan bahwa Dia menginginkan kemurahan hati dan bukan kurban.
Penyembuhan-penyembuhan Yesus pada hari Sabat mengungkapkan bahwa Dia memiliki
Roh Allah di mana? Di hatiNya. Inilah contohnya.
Mark 3:1-7, “1 And He entered the
synagogue again, and a man was there who had a withered hand. 2 So they watched Him
closely, whether He would heal him on the Sabbath, so that they
might accuse Him…” no problem accusing on Sabbath, that's fine according to them.
“…3 And
He said to the man who had the withered hand, ‘Step forward.’…” He's going to make a point of this. I want everybody to see
this, is what Jesus is saying. “…4 Then He said to them, ‘Is it lawful on the Sabbath to
do good or to do evil, to save life or to kill?’…” why did Jesus say “to kill”? Because we're going to find that
after Jesus performed the miracle, they went out and plotted how they could
kill Him. “…But they kept silent. 5 And when He had looked
around at them with anger…” this is the only time in the Gospels where we have the word
“anger” related to Christ. “…with anger…” that's what we call
“righteous indignation”, “…being grieved by
the hardness of their…” What? Where was the
problem? “…of their hearts, He
said to the man, ‘Stretch out your hand.’ And he stretched it out, and his hand was
restored as whole as the other. 6 Then the Pharisees went out and immediately plotted
with the Herodians against Him, how they might destroy Him.”
So there's a
serious problem healing someone on Sabbath, but it's all right to plot to kill
someone, is what they're saying, base hypocracy.
Markus 3:1-7, “1
Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ
ada seorang yang mati sebelah tangannya. 2 Maka mereka mengamat-amati
Yesus, kalau-kalau Ia akan menyembuhkan
orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat menuduh
Dia…” menuduh orang pada hari Sabat tidak
masalah, itu oke-oke saja menurut mereka. “…3 Kata Yesus kepada orang yang
mati sebelah tangannya itu: ‘Majulah kemari!’…” Dia akan membuat poin tentang ini. Aku mau
semua orang melihat ini, itulah yang dikatakan
Yesus, “…4
Kemudian kata-Nya kepada mereka: ‘Manakah yang
sesuai Hukum, pada hari Sabat berbuat baik atau berbuat jahat,
menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?’…” Mengapa Yesus berkata “membunuh”? Kita akan tahu setelah Yesus membuat mujizat
itu, mereka keluar dan bersekongkol bagaimana mereka bisa membunuhNya. “…Tetapi mereka diam saja. 5 Dan setelah Ia memandang mereka dengan geram…” ini satu-satunya kali di dalam Injil
kita menemukan kata “geram” berkaitan dengan Kristus, “…dengan geram…” itu yang kita sebut “marah karena
kebenaran”, “…hatiNya berduka
karena kekerasan…” apa?
Di mana masalahnya? “…hati
mereka. Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan orang itu mengulurkannya, maka tangannya pun pulih, sama seperti tangannya yang lain. 6 Lalu keluarlah orang-orang
Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian terhadap Dia, bagaimana mereka bisa
membunuhNya.”
Jadi ada
masalah yang serius menyembuhkan orang pada hari Sabat, tetapi oke-oke saja
untuk bersekongkol membunuh orang, itulah yang mereka katakan, kemunafikan yang
paling mendasar.
Ellen White
described their hypocritical Sabbath observance in Desire of Ages 286, The observance of the Sabbath was a “…mere outward observance and it was…” a what? “…a mockery…” The Pharisees
meticulously kept the Sabbath externally but did not have the work of the Holy
Spirit upon the heart. Their observance of the Sabbath was loveless. The person
who had the Holy Spirit in the heart will truly keep the Sabbath as Jesus did.
Jesus had the Seal of the Holy Spirit and His Sabbath observance revealed it.
Ellen
White melukiskan pemeliharaan Sabat mereka yang munafik di Desire of Ages hal. 286. Pemeliharaan Sabat
adalah “…semata-mata pemeliharaan yang eksternal dan…”
apa? “…suatu
penghinaan…” Orang-orang Farisi memelihara Sabat dengan teliti secara eksternal
tetapi tidak punya pekerjaan Roh Kudus di dalam hati. Pemeliharaan Sabat mereka
tanpa kasih. Orang yang memiliki Roh Kudus di dalam hati akan benar-benar
memelihara Sabat seperti Yesus. Yesus memiliki Meterai Roh Kudus dan
pemeliharaan SabatNya menyatakan itu.
Ellen White
continues describing the way in which the Pharisees observed the Sabbath. “…As the Jews departed from God and failed to make the
righteousness of Christ their own by faith…” see, this is the
internal experience, “…the Sabbath lost its…” what? “…its significance…” or meaning, “…to them. Satan was seeking to exalt himself and to draw men
away from Christ and he worked to pervert the Sabbath because it is the sign of
the power of Christ. The Jewish leaders accomplish the will of Satan by
surrounding God's rest day with burdensome requirements. In the days of Christ
the Sabbath had become so perverted that its observance reflected the character
of selfish arbitrary men, rather than the character of the loving Heavenly
Father. The rabbis virtually represented God as giving laws that it was
impossible for men to obey. They led the people to look upon God as a tyrant,
and to think that the observance of the Sabbath, as He required it, made men
hard-hearted and cruel. It was the work of Christ to clear away these
misconceptions. Although the rabbis followed Him with merciless hostility, He
did not even appear to conform to their requirements, but went straight
forward, keeping the Sabbath according to the Law of God…” (DA 283-284).
Ellen
White melanjutkan menggambarkan cara para Farisi memelihara Sabat.
“…Karena orang Yahudi
telah meninggalkan Allah dan gagal menjadikan kebenaran Kristus sebagai milik
mereka sendiri melalui iman…” lihat, ini adalah pengalaman
internalnya,
“…Sabat kehilangan…” apanya? “…maknanya…” atau artinya, “…bagi mereka. Setan berupaya meninggikan
dirinya sendiri dan menarik manusia menjauhi Kristus, dan dia bekerja untuk merusak
Sabat karena itu adalah tanda kekuasaan Kristus. Para pemimpin Yahudi
melaksanakan kehendak Setan dengan mengepung hari perhentian Allah dengan
syarat-syarat yang memberatkan. Di zaman Kristus, Sabat menjadi sedemikian
rusaknya sehingga pemeliharaannya merefleksikan karakter manusia-manusia egois
yang sewenang-wenang, daripada karakter Bapa Surgawi yang penuh kasih. Para
rabi (guru) mewakili Allah sebagai yang memberikan hukum-hukum yang
mustahil dipatuhi manusia. Mereka menuntun umat untuk memandang Allah sebagai
tiran, dan berpikir bahwa pemeliharaan Sabat seperti yang diminta Allah,
membuat manusia menjadi keras hati dan kejam. Tugas Kristus-lah untuk
menyingkirkan konsep-konsep yag salah ini. Walaupun para rabi mengikutiNya dengan
kebencian tanpa iba, Dia bahkan tidak tampak mengikuti kehendak-kehendak mereka,
tetapi terus saja maju, memelihara Sabat menurut Hukum Allah…” (DA 283-284)
She continues on
page 283, “No other institution which was committed to
the Jews tended so fully to distinguish them from the surrounding nations as
did the Sabbath. God designed that its observance should designate them…” that is to announce visibly, “…as His worshippers. It was to be a…” what? “…a
token of their separation from idolatry and their connection with the true God…” And now comes the very important point, “…however, in order to keep the Sabbath holy, men must be themselves
holy…” Are you getting the point? Who is that that makes us holy? The
Holy Spirit. In order to keep a holy Sabbath, the Holy Spirit has to put within
us a holy heart. She continues, “…however in order to keep the Sabbath holy, men must themselves
be holy. Through faith…” this is the internal experience, “…they must become partakers of the
righteousness of Christ. When the command was given to Israel ‘Remember the Sabbath day to keep it holy’ the
Lord said also to them ‘Ye shall be holy
men unto Me’ (Exe. 22:31). Only thus could the Sabbath distinguish Israel
as the worshipers of God.”
But unfortunately
from a sign of Christ's righteousness in the life, to glorify Him, the Sabbath
became a sign of their own righteousness, to glorify them. It made them
intolerant, mean-spirited, judgmental, and arrogant. The Sabbath makes no one holy. It is
the sign of holiness or sanctification worked out by the Holy Spirit in the
heart.
Ellen
White melanjutkan di hal. 283. “…Tidak ada
lembaga lain yang diserahkan kepada bangsa Yahudi yang bisa membedakan mereka
sedemikian jelasnya dari bangsa-bangsa di sekitar mereka seperti Sabat. Allah
telah merancang agar pemeliharaannya akan menunjuk mereka…” maksudnya mengumumkan secara jelas, “…sebagai penyembah-penyembahNya. Sabat dimaksudkan
menjadi…” apa?
“…suatu tanda pemisah mereka dari penyembahan berhala dan tanda hubungan
mereka dengan Allah yang benar…” Dan sekarang tiba poin yang sangat
penting,
“…Namun, supaya bisa memelihara kekudusan Sabat, manusia sendiri harus
kudus…” Apakah kalian menangkap poinnya? Siapakah yang membuat kita kudus? Roh
Kudus. Agar bisa memelihara Sabat yang kudus, Roh Kudus harus menempatkan di
dalam kita sebuah hati yang kudus. Ellen White melanjutkan, “…Namun, supaya bisa
memelihara kekudusan Sabat, manusia sendiri harus kudus. Melalui iman…” inilah pengalaman internalnya, “…mereka
harus ikut ambil bagian dalam kebenaran Kristus. Ketika perintahNya diberikan kepada Israel, ‘Ingatlah hari Sabat, peliharalah agar tetap kudus’ Tuhan juga berkata kepada mereka, ‘Haruslah kamu menjadi
orang-orang kudus bagi-Ku’ (Kel. 22:31). Hanya dengan
cara itulah Sabat bisa menyatakan Israel sebagai penyembah Allah. …”
Sayangnya dari suatu tanda
kebenaran Kristus dalam kehidupan, untuk memuliakan Dia, Sabat telah menjadi
suatu tanda kebenaran mereka sendiri untuk memuliakan mereka sendiri. Itu
membuat mereka tidak toleran, kejam, menghakimi, dan sombong. Sabat tidak menjadikan siapa pun
kudus. Itu adalah tanda kekudusan atau pengudusan yang telah dikerjakan oleh Roh Kudus di dalam hati.
Some enemies of the
Sabbath such as Dale Ratzlaff teach that Jesus is our spiritual Sabbath rest
and therefore God does not require us to keep the day. After all, didn’t Jesus
say, “Come unto Me, all you who labor and are heavy laden and I will
give you rest”? However, the question is, does resting in Jesus exonerate
us from the need to observe the Sabbath as an external expression of an
internal experience of rest with Jesus? Were these same enemies of the Sabbath
affirmed that the rite of baptism in water is not necessary because it is
sufficient to accept Jesus as our Savior in our hearts? Would they say that it
is not necessary to partake of literal bread and grape juice in the Lord's
Supper because we already believe internally what these symbols represent?
Would anyone contend that it is unnecessary to get married in an official legal
ceremony simply because love is already
in the heart? Bottom line, works are the outward manifestation of faith and
faith is the inward motivation for works. Are you understanding this?
Beberapa
musuh Sabat seperti Dale Ratzlaff, mengajarkan bahwa Yesus adalah perhentian
Sabat spiritual kita dan oleh karenanya Allah tidak menuntut kita untuk
memelihara hari itu. Bukankah, Yesus berkata, “Marilah kepadaKu semua yang bekerja
keras dan memikul beban berat, dan Aku akan memberimu
perhentian”? Namun, pertanyaannya ialah,
apakah perhentian dalam Yesus membebaskan kita dari kewajiban memelihara Sabat
sebagai ekspresi eksternal dari pengalaman internal berhenti bersama Yesus?
Apakah musuh-musuh Sabat yang sama ini membenarkan bahwa ritual baptisan dalam
air tidak perlu karena sudah cukup menerima Yesus sebagai Juruselamat kita di
dalam hati? Apakah mereka akan berkata bahwa tidak perlu ambil bagian dalam
roti literal dan air anggur Perjamuan Kudus karena secara internal kita sudah
percaya simbol-simbol ini melambangkan apa? Akankah ada yang mendebat bahwa
tidak perlu menikah dalam suatu upacara resmi yang sah semata-mata karena sudah
ada cinta dalam hati? Intinya, perbuatan
adalah manifestasi eksternal dari iman, dan iman adalah motivasi internal dari
perbuatan. Apakah kalian memahami ini?
Now we don't have time
to get through all of this, you can read the rest of the chapter. You have a
subtitle “Some ‘Sabbath keepers’ will be lost”, “Sabbath keepers” in quotation marks. The Sabbath keepers of the type of the Pharisees,
those will be lost without the internal experience.
Nah, kita
tidak punya waktu untuk membahas semuanya ini, kalian bisa membaca sisa bab
ini. Ada subtitle “Beberapa ‘pemelihara Sabat’ akan tidak selamat”, “pemelihara
Sabat” dalam tanda kutip. Pemelihara Sabat yang semacam orang-orang Farisi,
mereka yang akan tidak selamat tanpa memiliki pengalaman yang internal.
What is the final issue
in the great controversy? This is page 351. The final issue is what? The Seal
of God or the mark of the Beast.
Let me just read
one statement in closing and that is the one that we find at the foot of page
352. They declared that they have the truth ~ this is during the short time
before the close of probation ~ in what
the Protestant world is saying, they declared that they had the truth, that
miracles were among them, that angels from Heaven talked with them, and walked
with them, that great power and signs and wonders were performed among them,
and that this was the temporal millennium they had been expecting so long, the
whole world was converted, and in harmony with the Sunday law, and this little feeble
people stood out in defiance of the laws of the land and the Law of God, and
claimed to be the only ones right on earth.
Apakah
isu terakhir dalam pertentangan besar? Ini ada di hal. 351. Isu terakhir ialah
apa? Meterai Allah atau tanda Binatang.
Saya akan
membacakan satu pernyataan sebagai penutup dan itu yang ada di kaki hal. 352.
Mereka menyatakan bahwa mereka yang memiliki kebenaran ~ ini adalah saat
singkat sebelum pintu kasihan ditutup ~ yang dikatakan dunia Protestan ~ mereka
menyatakan bahwa mereka memiliki kebenaran, bahwa ada mujizat di tengah-tengah
mereka, bahwa malaikat-malaikat dari Surga berbicara dengan mereka, dan
berjalan bersama mereka, bahwa ada kuasa besar dan tanda-tanda dan mujizat yang
dilakukan di antara mereka, dan bahwa ini adalah millennium di dunia yang sudah
lama mereka tunggu-tunggu, seluruh dunia bertobat, dan selaras dengan UU Hari
Minggu, dan satu kelompok kecil yang lemah ini berdiri melawan undang-undang
negara dan Hukum Allah, dan mengaku merekalah satu-satunya yang benar di
bumi.
So is God going to
have a people who will receive the Holy Spirit, the internal experience of the Holy
Spirit, and will it be manifested in the observance, the external observance of
the Sabbath, even at the risk of losing everything that they have, as well as
life, during the little time of trouble? Yes, and it's not because we love the
Sabbath, it's because we love the Lord of the Sabbath .
Jadi
apakah Allah akan memiliki suatu umat yang akan menerima Roh Kudus, pengalaman
internal Roh Kudus, dan apakah itu akan dimanifestasikan dengan pemeliharaan
Sabat eksternal walaupun di bawah ancaman kehilangan segala sesuatu yang mereka
miliki, termasuk nyawa mereka, saat masa kesukaran kecil? Ya, dan itu bukan
karena kita mencintai Sabat, itu karena kita mencintai Tuhannya Sabat.
15
10 20
No comments:
Post a Comment