A SERMON BY STEPHEN BOHR
THE NATURE OF THE FATHER AND THE SON
https://www.youtube.com/watch?v=YsqekJASQKs
Dibuka
dengan doa
Before
the creation of the angels, the inhabitants of the other worlds, and human
beings on this earth, the Father and the Son had a very unique relationship. I
would like as we begin our study this evening to go over nine characteristics of
the relationship between the Father and the Son, before anything was created in the universe.
Sebelum
penciptaan malaikat-malaikat, penduduk dunia-dunia lain, dan manusia di bumi
ini, Bapa dan Anak sudah memiliki hubungan yang sangat unik. Untuk mengawali
pelajaran kita petang ini saya ingin membahas sembilan karekteristik hubungan
tersebut antara Bapa dengan Anak, sebelum apa pun diciptakan di alam semesta.
The First Point that I want to underline is that the Father and the Son are two distinct
Individuals, two separate Persons.
I would
like to give biblical basis as well as Spirit of Prophecy confirmation.
In John
17:5 Jesus prayed, “ 5 And now, O Father, glorify Me
together with Yourself, with the glory which I had with You before the
world was.” So the Son was with the
Father. If He was with the Father, He
was not the Father.
In John
17:22 Jesus continues His prayer, “ 22 And the glory which You gave Me I have
given them…” that is the disciples
“…that they may be one just as We are one.”
The Father
and the Son are two distinct Individuals.
In Ministry of Healing page 422 Ellen White makes
this profound statement, “The
unity that exists between Christ and His disciples does not destroy the
personality of either. They are one in purpose, in mind, in character, but not
in person. It is thus that God and Christ are one.”
Point Pertama
yang mau saya garisbawahi ialah bahwa Bapa
dan Anak itu dua Individu yang jelas berbeda, dua Pribadi
terpisah.
Saya
ingin memberikan dasar alkitabiahnya dan juga konfirmasinya dari Roh Nubuat.
Di Yohanes 17:5 Yesus berdoa, “5 Dan sekarang, ya
Bapa, muliakanlah Aku bersama Diri-Mu Sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki bersama-Mu sebelum dunia ada…” maka Anak sudah ada bersama Bapa. Jika
Dia ada bersama Bapa, berarti Dia bukan Bapa.
Di
Yohanes 17:22 Yesus melanjutkan dalam doanya, “…22 Dan kemuliaan
yang telah Engkau berikan kepada-Ku, telah Aku berikan
kepada mereka…” yaitu
kepada para murid, “…supaya mereka menjadi
satu, sama seperti Kita adalah satu…” Bapa
dan Anak adalah dua Individu yang jelas berbeda.
Di
Ministry
of Healing hal. 422,
Ellen White membuat pernyataan yang jelas ini, “…Kesatuan yang ada antara Kristus dengan
murid-muridNya tidak menghancurkan kepribadian keduanya. Mereka itu satu dalam
tujuan, dalam pemikiran, dalam karakter, namun tidak dalam pribadi. Seperti
itulah Allah dengan Kristus satu adanya.”
The Second Characteristic
The Father and the Son are two distinct Persons and yet because They are intimately
related One to the Other, the Bible describes Them as one.
Jesus said
in John 10:30, “ 30 I and My Father are one.”
So you
have two distinct Persons but They are one in the sense of character, in the
sense of unity.
In the Youth Instructor of December 16, 1897, Ellen White makes this
remarkable statement, this is how it
reads, “From
eternity there was a complete unity between the Father and the Son. They were
two, yet little short of being identical…”
did you hear that? “…They were two…” but
what?
“…yet little short of being identical, two in individuality, yet one in spirit,
and heart, and character.” Two but in perfect unity.
Karakteristik Kedua
Bapa dan Anak adalah dua Pribadi berbeda, namun
karena Mereka terhubung intim
Satu dengan Yang Lain, Alkitab
menggambarkan Mereka sebagai satu.
Yesus berkata di Yohanes 10:30, “30 ‘Aku dan Bapa-Ku
adalah satu.’…”
Jadi
ada dua Pribadi yang berbeda tetapi Mereka itu satu dalam pengertian karakter,
dalam pengertian kesatuan.
Dalam
Youth
Instructor 16 Desember 1897,
Ellen White membuat pernyataan yang mengagumkan ini, beginilah bunyinya, “…Sedari
kekekalan, sudah ada kesatuan yang sempurna antara Bapa dan Anak. Mereka itu
dua, namun nyaris identitik…” apakah kalian
mendengar itu?
“…Mereka itu dua…” tetapi apa? “…namun nyaris identik, dua dalam
individualitas, namun satu dalam semangat, dan hati, dan karakter.…” Dua, tapi dalam kesatuan yang sempurna.
The Third Characteristic of the relationship between the Father and the Son that I would
like to share is, that both the Father and the Son are equally God. They
are both
100% divine. Jesus is not a lesser God, Jesus is equal to the Father.
John
1:1-2 makes that very clear. “1In the beginning was the
Word, and the Word was with God, and the Word was God…” not a god, but God.
Ellen
White always in harmony with Scripture states as much in Counsels To The Church page 76 she says, “God is the Father of Christ; Christ is the Son of God. To
Christ has been given an exalted position. He has been made equal with the
Father. All the counsels of God are opened to His Son.”
In the
book God's Amazing Grace page 160 she once
again emphasizes that the Father and the Son are equal, They are both God. This
is how it reads, “This Saviour was the brightness of His Father’s glory and
the express image of His Person. He possessed divine majesty, perfection, and
excellence. He was equal with God. ..”
One
more statement in Patriarchs And Prophets pages
38-39, “Christ was the Son of God; He had been one with Him before the
angels were called into existence. He had ever stood at the right hand of the
Father…”
Jesus
Christ is a distinct personality from the Father, He is one with the Father, He
is equal with the Father, fully and
completely God in every sense of the word.
Karakterisik Ketiga dari
hubungan antara Bapa dengan Anak yang ingin saya bagikan ialah, Keduanya,
Bapa dan Anak sama-sama Allah.
Mereka sama-sama 100% ilahi.
Yesus bukan Allah yang lebih rendah. Yesus
itu sederajat dengan Bapa.
Yohanes 1:1-2 membuatnya sangat jelas, “1 Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah…” bukan seorang allah, melainkan Allah.
Ellen
White selalu serasi dengan Kitab Suci, menyatakan serupa di Counsels to
the Church hal. 76,
dia berkata, “…Allah adalah Bapa Kristus. Kristus itu Anak Allah. Kepada
Kristus telah diberikan kedudukan yang tinggi. Dia telah dibuat sejajar dengan
Bapa. Semua pengetahuan Allah terbuka bagi AnakNya. …”
Di buku God’s Amazing Grace hal. 160 Ellen White sekali lagi menekankan bahwa Bapa dan
Anak itu sederajat, Mereka sama-sama Allah. Beginilah
bunyinya, “…Juruselamat ini
adalah terang dari kemuliaan BapaNya, dan gambar yang persis dari PribadiNya.
Dia memiliki keagungan ilahi, kesempurnaan, dan keunggulan. Dia sederajat
dengan Allah. …”
Satu lagi
pernyataan di Patriarchs and Prophets, hal.
38-39, “…Kristus adalah Anak
Allah; Dia sudah satu denganNya
sebelum para malaikat diciptakan melalui sabda. Dia selalu berdiri di sebelah
tangan kanan Bapa…”
Yesus Kristus
adalah Individu yang jelas berbeda dari Bapa, Dia satu dengan Bapa, Dia
sederajat dengan Bapa, sepenuhnya dan seutuhnya Allah dalam setiap arti kata
tersebut.
The Fourth Characteristic is, that there is a special intimacy between the Father and the
Son. And this intimacy is expressed by stating that the Son is in the bosom of the Father,
that indicates closeness and intimacy, like when we hug a little baby close to
our bosom.
In John
1:18 we find that description in Scripture that says, “ 18 No one has seen God at
any time. The only begotten Son, who is in the bosom of the Father,
He has declared Him.”
Ellen
White States as much in the Review and Herald
of February 28 1888, when Ellen White discusses Jesus coming to this earth
sent by His Father she states, “He [the Father] permitted Him to leave the bosom of His love,
the adoration of the angels, to suffer shame, insult, humiliation, hatred, and
death.” So
this intimacy is expressed as the Son being in the bosom of the Father.
Karakteristik Keempat
ialah, adanya keintiman yang istimewa antara Bapa dengan Anak. Dan keintiman
ini digambarkan dengan menyatakan bahwa Anak
itu berada di dada Bapa, itu mengindikasikan kedekatan dan
keintiman, seperti jika kita memeluk seorang bayi dekat ke dada kita.
Di
Yohanes 1:18, kita mendapatkan deskripsi di Kitab Suci yang berkata, “18
Tidak
seorang pun yang pernah melihat Allah, tetapi satu-satunya
Anak, yang ada di dada Bapa, Dialah yang
menyatakan-Nya.”
Ellen White menyatakan yang serupa di Review and Herald 28 Februari 1888, ketika
Ellen White mendiskusikan kedatangan Yesus ke bumi ini diutus oleh BapaNya, dia
berkata, “…Dia (Bapa) mengizinkan Dia (Anak) meninggalkan dada kasihNya,
pemujaan para malaikat, untuk menanggung malu, penghinaan, direndahkan,
kebencian dan kematian. …” Jadi
keintiman ini dinyatakan sebagai Anak berada di dada BapaNya.
The Fifth Characteristic that I would like to share concerning that relationship between
the Father and the Son in eternity past is that Jesus is the express image of His Father.
Ellen White
in the devotional book Lifts Him Up page 24
had this to say, “The Son of God was next in authority to the great Lawgiver…” remember
that
“…The Son of God was next in authority to the great Lawgiver… He was in the express image of His Father,
not in features alone, but in perfection of character.” So very clearly Ellen White says that He was the express image
of His Father.
Incidentally the normal
word for “image” when it refers to us in the New Testament, that we are made in
the image of God is the word εἰκών [eikōn] where we get the word
"icon" from. But this word is not that word when it refers to Christ
being the image of the Father. The word is a different word, it's the Greek
word, χαρακτήρ [charaktēr] that we get our word
"character" from, it's used only of Christ in this one verse in Scripture, for Jesus
is "the express image" of the
Father.
Karakteristik Kelima
yang mau saya bagikan mengenai hubungan antara Bapa dengan Anak di masa
kekekalan yang lampau ialah bahwa Yesus
itu adalah gambaran yang persis dari BapaNya.
Ellen White dalam buku devosinya Lift Him Up hal. 24 berkata demikian, “…Anak Allah adalah
pemegang kekuasaan yang berikutnya setelah Pembuat Hukum yang
agung…” ingat itu, “…Anak Allah adalah
pemegang kekuasaan yang berikutnya setelah Pembuat Hukum yang
agung. ….Dia adalah gambaran persis BapaNya, bukan hanya dalam raut wajah,
tetapi dalam kesempurnaan karakter…” Jadi sangat
jelas Ellen White berkata bahwa Dia adalah gambaran persis dari BapaNya.
Ketahuilah,
kata yang biasa dipakai untuk “gambar” bila itu dipakai untuk mengatakan kita
di Perjanjian Baru, bahwa kita dibuat menurut gambar Allah, ialah kata εἰκών [eikōn] dari mana kita memperoleh kata “ikon”. Tetapi kata
yang di sini bukanlah kata tersebut, yang dipakai mengacu kepada Kristus
sebagai gambar persis Bapa. Katanya beda, yaitu kata Greeka χαρακτήρ [charaktēr] dari mana kita mendapat kata “karakter”. Kata ini
hanya dipakai dalam satu ayat ini di Kitab Suci, tentang Kristus, karena Yesus
adalah “gambar yang persis” dari BapaNya. (Ibr. 1:3)
The Sixth Characteristic that I would like to share with you is that Jesus is
the Father’s second self. You know very well in John 14:9 Jesus said to
Philip, “9…‘Have I been with you so long, and yet you have not known Me,
Philip? He who has seen Me has seen the Father; so how can you say, ‘Show
us the Father’?” The Son is the second
self of the Father. Where the Son is, is the character of the Father.
In a statement that I
read once before in Youth Instructor December
16 1897 I’ll read
that statement again, “From eternity there was a complete unity between the Father and
the Son. They were two, yet little short of
being identical, two in individuality, yet one in spirit, and heart, and
character.” So Jesus is the Father’s and was the Father’s in eternity second
self.
Karakteristik Keenam yang mau saya bagikan kalian ialah
bahwa Yesus adalah alter-ego (diri kedua) Bapa. Kalian tahu benar di Yohanes
14:9 Yesus berkata kepada Filipus, “9 …‘Telah sekian
lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?
Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata:
Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami?’…” Anak
adalah alter-ego (diri kedua) Bapa. Di mana Anak berada, di sanalah karakter
Bapa.
Dalam
sebuah pernyataan yang tadi sudah saya bacakan di Youth
Instructor 16 Desember 1897,
saya akan bacakan lagi, “…Sedari
kekekalan, sudah ada kesatuan yang sempurna antara Bapa dan Anak. Mereka itu
dua, namun nyaris identitik, dua dalam individualitas, namun satu dalam
semangat, dan hati, dan karakter.…” Jadi Yesus
sekarang maupun di masa kekekalan yang lampau, adalah diri kedua Bapa.
The Seventh Characteristic that I
would like to share with you concerning the relationship between the Father and
the Son is, that the Father and the Son are composed of the same substance
because Jesus is the Son of the Father, they're
consubstantial in other words.
In Philippians 2:6 it
says that, Jesus was “…in the form of God…” that
word “form” in Greek μορφή [morphē] means the substance of God, the very stuff that God is made of.
Jesus is composed of that.
Ellen White confirms this
point. In Signs Of The Times November 27, 1893
she is commenting on the verse “I and my Father are one”, she says, “The words of Christ were full of deep meaning as He put forth
the claim that He and the Father were of one substance, possessing the same
attributes…” Father and Son were of the same substance, consubstantial in
other words.
In the Review and Herald April 5, 1906 Ellen White also states, “Christ
was God essentially, and in the highest sense…” now when she says “essentially” it's not like I say, “Well, he's
essentially like me.” No! The word “essentially” means in His essence,
in His substance Jesus is one with the Father, He's consubstantial with the
Father. Would it be too much to say that the Son has the Father’s DNA?
Karakteristik Ketujuh
yang mau saya bagikan kalian mengenai
hubungan antara Bapa dan Anak ialah, bahwa Bapa
dan Anak itu terbuat dari substansi yang sama, karena Yesus
adalah Anak Bapak, dengan kata lain mereka “consubstantial” atau memiliki substansi yang sama.
Di
Filipi 2:6 dikatakan bahwa Yesus “…dalam rupa Allah…” kata “rupa” dalam bahasa Greeka μορφή [morphē] berarti substansi Allah, bahan dari apa Allah
terbentuk. Yesus terbentuk juga dari itu.
Ellen White mengkonformasi poin ini di Signs of the Times 27
November, 1893,
dia mengomentari ayat “Aku dan BapaKu adalah satu”,
Ellen White berkata,
“…Kata-kata Kristus dipenuhi makna yang dalam saat dia mengetengahkan
klaim bahwa Dia dan Bapa adalah dari satu substansi, memiliki sifat-sifat yang
sama…” Bapa dan Anak sama-sama memiliki substansi
yang sama, dengan kata lain “consubstantial”.
Di Review and Herald 5 April 1906, Ellen White
juga menyatakan, “…Kristus
adalah Allah secara esensi dan dalam pengertian yang tertinggi…” nah ketika Ellen White mengatakan “secara esensi”
(biasanya “essentially”
diartikan “pada dasarnya”), itu tidak sama dengan seperti
jika saya berkata, “Nah, dia essentially (pada dasarnya) seperti saya.” Tidak. Kata “essentially” di sini berarti secara esensi, dalam
substansinya Yesus itu satu dengan Bapa, Dia “consubstantial” dengan Bapa. Apakah terlalu jauh mengatakan
Anak memiliki DNA Bapa?
The Eight Characteristic that I would like to share with you is, that the glory of
Jesus is the glory of His Father shining in Him.
In Hebrews 1:3 Jesus is
referred to as “the brightness of the
Father’s glory”.
In John 1:14 we are
told, “And the Word became
flesh and dwelt among us, and we beheld His glory…” now notice, “…we beheld His glory,
the glory as of the Only Begotten of the Father, full of grace and truth.” The glory of Jesus is the glory of His Father.
In 2 Corinthians 4:6
we’re told this, “ 6 For
it is the God who commanded light to shine out of darkness, who
has shone in our hearts to give the
light of the knowledge of the glory of God in the face of Jesus Christ.” The glory of God in the face of Jesus Christ. Jesus is the glory
of the Father.
Karakteristik
Kedelapan
yang ingin saya bagikan kalian adalah, kemuliaan
Yesus adalah kemuliaan BapaNya, yang bersinar
di dalamNya.
Di
Ibrani 1:3 Yesus disebut sebagai “terang kemuliaan Bapa”.
Di
Yohanes 1:14 kita diberitahu, “14 Firman itu
telah menjadi daging dan diam di antara
kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya…” sekarang simak, “…kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan sebagai Satu-satunya yang berasal dari Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran…” Kemuliaan Yesus adalah kemuliaan
BapaNya.
Di
2 Korintus 4:6 kita diberitahu ini, “…6 Sebab Allah yang telah memerintahkan terang untuk
bersinar dari kegelapan, yang telah bersinar
dalam hati kita, untuk memberikan terang dari
pengetahuan tentang kemuliaan Allah di wajah
Yesus Kristus…” Kemuliaan Allah di wajah Yesus Kristus.
Yesus adalah kemuliaan Bapa.
Ellen White confirms this
point as well.
In the book Medical Ministry page 19 Ellen White explains
the condition of Jesus before His incarnation, “He was the brightness of the
Father’s glory, the express image of His Person.”
In Christ’s Object Lessons page
115 she repeats the same thought when she states, “In Him…” that is in Jesus, “…is gathered all the
glory of the Father the fullness of the Godhead. He is the brightness of the
Father’s glory and the express image of His Person.”
One more statement on
this point Testimonies for The Church Vol. 2
page 200 she states, “This Saviour was the brightness of His Father’s glory and
the express image of His Person. He possessed divine majesty, perfection, and
excellence. He was equal with God. ..”
Ellen White mengkonfirmasi poin
ini juga.
Di bukunya Medical Ministry hal. 19, Ellen White menjelaskan kondisi Yesus sebelum inkarnasiNya. “…Dia
adalah terang kemuliaan Bapa, gambaran yang persis dari PribadiNya.”
Di Christ’s Object Lessons hal.
115, Ellen White mengulangi pendapat yang sama ketika dia berkata,
“…Dalam DiriNya…” maksudnya
dalam Yesus, “…terkumpul semua kemuliaan Bapa, kepenuhan Keilahian. Dialah terang kemuliaan Bapa,
dan gambaran persis dari PribadiNya.”
Satu pernyataan lagi tentang poin ini dari Testimonies for the
Church Vol. 2 hal. 200, Ellen White
menyatakan, “…Juruselamat ini adalah terang dari kemuliaan BapaNya, dan
gambar yang persis dari PribadiNya. Dia memiliki keagungan ilahi, kesempurnaan,
dan keunggulan. Dia sederajat dengan Allah. …”
The Ninth Characteristic that I would like to share with you is, that even though the
Father and the Son are on a level of equality as Persons, the Son from eternity past has been subject to His
Father’s Authority as His head. That is clearly stated in 1 Corinthians
11:3 where it says clearly that the Father is the head of Christ, God is the head of Christ, and so Christ in
eternity past even before the creation of the angels was subject to His
Father’s authority, even though He was equal to His Father. In eternity past,
in the present, and in eternity future, both the Father and the Son have
authority and dominion, but the Father has absolute authority, and the Son has
delegated authority, even though They are equal. Never has Jesus ever acted independently of
His Father. He has ever been subject to His Father’s authority and His Father’s will.
You might be thinking, well that
happened since the Incarnation that He was subject to His Father’s will
even though He's equal to His Father. Not so!
Karakteristik Kesembilan
yang ingin saya bagikan kalian ialah, walaupun Bapa dan Anak itu sederajat
sebagai Pribadi, Anak semenjak masa
kekekalan lampau selalu tunduk kepada autoritas BapaNya sebagai kepalaNya.
Ini jelas dinyatakan di 1
Korintus 11:3 di mana dikatakan dengan jelas bahwa Bapa adalah kepala Kristus.
Allah adalah kepala Kristus, dan oleh karena itu sejak kekekalan lampau bahkan
sebelum penciptaan para malaikat, Kristus sudah tunduk kepada autoritas
BapaNya, walaupun Dia sederajat dengan BapaNya. Di masa kekekalan lampau, di
masa sekarang, dan di kekekalan yang akan datang, baik Bapa maupun Anak
memiliki autoritas dan kekuasaan, tetapi Bapa
memiliki autoritas mutlak, dan Anak memiliki autoritas yang didelegasikan,
walaupun Mereka sederajat. Belum pernah Yesus bertindak di luar kehendak
BapaNya. Dia selalu tunduk pada autoritas
BapaNya dan kehendak BapaNya. Kalian mungkin berpikir, nah itu
terjadi sejak inkarnasiNya, ketika Dia tunduk kepada kehendak BapaNya walaupun
Dia sederajat dengan BapaNya. Tidak begitu!
Let me read you a couple
of statements from the Spirit of Prophecy.
The first one is found in
Story of Redemption page 13. You know
Lucifer in Heaven said, “Hey Jesus and me are equal, we’re the same, and yet
Jesus is His favorite and I'm not favored.” So the Father had to call a meeting
in Heaven of all of the heavenly Council to explain the position of His Son.
This is before the creation of the world. Notice this statement, “The great Creator…” referring
to the Father,
“…assembled the heavenly host, that He might…” that is
that the Father might “…in the presence of all
the angels confer special honor upon His Son. The Son was seated…” was
Jesus the Son already? Yes! “…The Son was seated on
the throne with the Father, and the heavenly throng of holy angels was gathered
around Them. The Father then made known…” who's
making known? “…The Father then made known that it was
ordained by Himself…” that is by the Father, “…that Christ, His Son, should be equal with
Himself; so that wherever was the presence of His Son, it was as His own
presence. The word of the Son was to be obeyed as readily as the word of the
Father. His Son He had invested with authority to command the heavenly
host…” what
had the Father done? He is the One that had invested the Son with authority to
command the heavenly host. And then she continued saying, “…Especially
was His Son to work in union with Himself in the anticipated creation of
the earth and every living thing that should exist upon the earth. His
Son…” listen carefully “…His Son would carry out His will and His
purposes…” that is the Father’s “…but would do nothing of Himself alone. The
Father's will would be fulfilled in Him.” Clear.
Saya
akan membacakan dua pernyataan dari Roh Nubuat.
Yang pertama ditemukan di Story of Redemption
hal. 13. Kalian tahu,
Lucifer di Surga berkata, “Hei, Yesus dan aku itu sederajat, kami sama, namun
Yesus itu anak emasNya dan aku tidak diistimewakan.” Maka Bapa harus memanggil
rapat di Surga, dari semua majelis surgawi untuk menjelaskan posisi AnakNya.
Ini terjadi sebelum penciptaan dunia. Simak pernyataan ini,
“…Sang Pencipta Agung…” bicara tentang Bapa, “…mengumpulkan balatentara surgawi, supaya
Dia bisa…” yaitu supaya Bapa bisa “…di hadapan semua malaikat, memberikan kehormatan istimewa ke atas
AnakNya. Sang Anak duduk…” apakah Yesus
sudah Anak saat itu? Ya!
“…Sang Anak duduk di atas takhta bersama Bapa, dan kumpulan besar
surgawi yaitu para malaikat kudus mengelilingi Mereka. Lalu Bapa
mengumumkan…” siapa yang
mengumumkan? “…Lalu Bapa mengumumkan
bahwa telah ditetapkan oleh DiriNya Sendiri…”
yaitu oleh Bapa, “…bahwa Kristus, AnakNya, haruslah
sederajat dengan DiriNya, sehingga di mana pun ada kehadiran AnakNya, itu sama
dengan kehadiranNya Sendiri. Perkataan Sang Anak harus siap dipatuhi sama
seperti perkataan Sang Bapa. AnakNya telah diberiNya autoritas untuk memerintah
atas balatentara surgawi…” apa yang dilakukan Bapa? Dialah yang telah
memberikan Sang Anak autoritas untuk memerintah atas balatentara surgawi. Lalu
Ellen White melanjutkan berkata, “…Khususnya AnakNya akan bekerjasama dengan
DiriNya dalam penciptaan bumi dan semua makhluk hidup yang akan ada di bumi yang
telah direncanakan,
AnakNya…” dengarkan baik-baik,
“…AnakNya akan menjalankan kehendakNya dan tujuan-tujuanNya…” yaitu milik Sang Bapa, “…tetapi tidak akan melakukan apa pun
sendiri. Kehendak Bapa akan digenapi dalamNya…”
Jelas!
Another statement that we
find in Patriarchs and Prophets page 36
adds some details. We're told there, “The King of the universe…” notice this is a reference to God the Father “…The King of the universe summoned the
heavenly host before Him, that in their presence He might set forth the true
position of His Son, and show the relation He sustained to all created beings…” the Son
of God shared the Father’s throne and
the glory of the eternal self-existent One
encircled Both.
“…Before the assembled inhabitants of heaven the King…” that's the Father “…the King declared that none but Christ,
the Only Begotten of God, could fully enter into His purposes, and to Him it
was committed to execute the mighty counsels of His will…” that is of the Father’s will. “The Son of God had wrought the Father’s will…” listen carefully “…the Son of God had wrought the Father’s
will in the creation of all the hosts of heaven…” who created the angels? Jesus. Whose
will was He performing? The will of His Father. So once again, “… the Son of God had
wrought the Father’s will in the creation of
all the hosts of heaven and to Him as well as to God their homage and
allegiance were due. Christ was still to exercise divine power in the creation
of the earth and its inhabitants but in all this He would not seek power or
exultation for Himself contrary to God's plan but would exalt the Father’s
glory and execute His purposes of beneficence and love.”
That clear? Crystal. If you read it with an open mind and
an open heart.
Pernyataan yang lain yang kita dapati
di Patriarchs and Prophets hal. 36,
menambahkan beberapa detail. Kita diberitahu di sana, “…Raja
alam semesta…” simak, ini
mengacu kepada Allah Bapa,
“…Raja alam semesta memanggil balatentara surgawi menghadapNya, supaya
di hadapan mereka Dia bisa menempatkan kedudukan yang benar dari AnakNya dan
menunjukkan hubungan yang dimilikiNya
dengan semua makhluk ciptaan…” Anak Allah
berbagi takhta dengan Bapa dan kemuliaan dari Dia yang kekal dan yang ada
sendiri (self-existent) mengelilingi KeduaNya. “…Di
hadapan penghuni surgawi yang sedang berkumpul, Sang Raja…” yaitu Bapa, “…Sang Raja mengumumkan bahwa hanya Kristus,
Satu-satunya yang berasal dari Allah, bisa sepenuhnya masuk ke dalam tujuan-tujuanNya,
dan kepadaNya telah diserahkan untuk menjalankan rencana-rencana besar dari
kehendakNya…” kehendak
Bapa. “…Anak Allah telah mengerjakan kehendak Bapa…” dengarkan baik-baik, “…Anak Allah telah mengerjakan kehendak Bapa
pada penciptaan semua balatentara
surgawi…” siapa yang menciptakan para malaikat? Yesus. Kehendak siapa yang
dijalankanNya? Kehendak BapaNya. Jadi sekali lagi, “…Anak
Allah telah mengerjakan kehendak Bapa pada penciptaan semua balatentara surgawi
dan penghormatan dan kesetiaan mereka harus diberikan kepadaNya dan juga kepada
Allah. Kristus masih harus menjalankan kekuasaan ilahi dalam menciptakan bumi
dan isinya, tetapi dalam semua hal ini Dia tidak mencari kuasa atau meninggikan
DiriNya sendiri bertentangan dengan rencana Allah, melainkan akan meninggikan
kemuliaan Bapa dan menjalankan tujuan-tujuan kemurahanNya dan kasihNya…”
Apakah ini
jelas? Sangat. Jika kita membacanya dengan pikiran dan hati yang terbuka.
You know even after Jesus
became incarnate He was still subject to the Father’s will.
In Matthew 28:18 right before
the Great Commission it says, “18 And Jesus came and spoke to
them, saying, ‘All authority has been given to Me in heaven and on earth.’…” Who is
the only One that could have given Him the authority? Only His Father.
Kalian
tahu, bahkan setelah Yesus hidup sebagai manusia Dia masih tunduk kepada
kehendak Bapa.
Di Matius 28:18, sebelum tugas agung,
dikatakan, “18 Yesus datang dan berkata kepada mereka, ‘Segala kuasa telah diberikan
kepada-Ku di sorga dan di bumi.’…” Siapa
satu-satunya Yang bisa memberiNya kuasa tersebut?
Hanya BapaNya.
And the Bible teaches
that in eternity
future, the Son will still be subject to His Father. 1 Corinthians 15:28
says, “ 28 Now
when all things are made subject to Him, then the Son Himself will also be
subject to Him who put all things under Him, that God may be all in all.”
Dan
Alkitab mengajarkan bahwa di
masa kekekalan yang akan datang, Anak masih tetap akan tunduk kepada BapaNya.
1
Korintus 15:28 berkata, “28 Nah, ketika segala sesuatu telah ditaklukkan di
bawah Dia, maka Anak itu sendiri juga akan takluk
kepada Dia yang telah meletakkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah
menjadi segalanya di dalam semua.”
I'm not going where you
think I'm going. I know many of you are
saying, “Well, Pastor Bohr is going to deal with women's ordination.” I'm not going there.
You say, where are you
going then?
Well, let's try and get
there.
On earth God worked for
the better part of six days and made everything perfect and beautiful. Now we're transitioning to the earth. As the
crowning act of Creation God formed man out of the dust of the ground, breathed
into his nostrils the breath of life and man came alive. Then God told Adam to
name the animals and he did so, but he noticed that each animal had its
counterpart except himself. We're told in Genesis 2:20, “20 … But for Adam there was not
found a helper comparable to him.” So God applied to Adam general anesthesia, the Bible calls it a
deep sleep, and performed the first surgery of history as far as we know. And
the incision left no scar. And from the rib close to Adams bosom He created the
woman, and the Bible says that God then brought her to man as His gift. We're told in Genesis 2:22, “22 Then the rib which the Lord God had taken from man
He made into a woman, and He brought her to the man.”
Now Adam kind of wakes up
from his slumber, opens his eyes, I'm sure he opened them real wide, I'm sure
that his mouth fell open. “One like me!”
And God explained to him that Eve had been created from himself, she was consubstantial with him, she had been created from him, and
for him.
Saya
tidak akan pergi ke mana yang kalian sangka. Saya tahu banyak dari kalian
berkata, “Nah, Pastor Bohr akan membahas pengurapan perempuan.” Saya tidak akan
ke sana.
Kalian
berkata, ke mana kalau begitu?
Nah,
mari kita lihat ke mana.
Di bumi Allah bekerja sebagian besar dari waktu enam hari itu dan membuat segalanya
sempurna dan indah. Sekarang kita pindah ke bumi. Sebagai puncak Penciptaan,
Allah membentuk manusia dari debu tanah, meniupkan nafas hidup ke dalam lubang
hidungnya, dan manusia pun hidup. Lalu Allah menyuruh Adam memberi nama semua
binatang, dan Adam melakukannya, tetapi Adam melihat
bahwa setiap binatang punya pasangannya kecuali dirinya. Kita diberitahu di
Kejadian 2:20, “20 …Tetapi bagi Adam tidak ditemukan seorang penolong yang sepadan dengan dia…” Jadi Allah memberi Adam pembiusan
total, Alkitab menyebutnya tidur yang lelap, dan sepanjang yang kita tahu,
melakukan pembedahan pertama dalam sejarah. Dan irisannya tidak meninggalkan
bekas. Dan dari rusuk yang dekat kepada dada Adam, Allah menciptakan perempuan,
kemudian Alkitab berkata lalu Allah membawa perempuan itu kepada manusia
sebagai pemberianNya. Kita diberitahu di Kejadian 2:22, “…22 Lalu rusuk yang
diambil TUHAN Allah dari manusia, dibuatnya
menjadi seorang perempuan, dan Dia
membawanya kepada manusia itu…”
Sekarang
Adam mulai bangun dari tidurnya, membuka matanya, dan saya yakin dia membukanya
lebar-lebar, saya yakin mulutnya juga
terbuka lebar. “Satu seperti aku!” Dan Allah menjelaskan kepadanya bahwa Hawa
telah diciptakan dari dirinya, dia itu consubstantial (dari
bahan yang sama) dengan dirinya, dia telah diciptakan dari dirinya untuk
dirinya.
Now we've all read that
text in Genesis where it speaks about the image of God. Genesis 1:26 says, “26 Then God…” Ellen White identifies this Person as the Father,
“…Then God said…” He says, He's speaking to
His Son Jesus Christ, “…Then God said, ‘Let Us make man…” how? “…in Our image,
according to Our likeness…”
Now we usually think of
the image of God as an individual thing. Adam was made in the image of God
physically, mentally, and spiritually. Eve was made in the image of God
physically, mentally, and spiritually. We think of “the image of God” as an individual
thing. But really what Genesis 1:26 is explaining is that the
relationship between Adam and Eve was to reflect the relationship between the
Father and the Son. It was an exhibition on a smaller scale of the
relationship between the Father and the Son.
Nah, kita sudah membaca ayat di Kejadian yang berbicara tentang
gambar Allah. Kejadian 1:26 berkata, “26 Lalu Allah…” Ellen
White mengidentifikasi Pribadi ini sebagai Bapa, “26
Lalu Allah berfirman…” Allah
bicara kepada AnakNya, Yesus Kristus, “…Lalu Allah berfirman, ‘Baiklah Kita menjadikan manusia…” bagaimana? “…dalam gambar Kita, menurut rupa
Kita…”
Nah,
biasanya kita menganggap gambar Allah itu sebagai suatu yang bersifat individu.
Adam dibuat dalam gambar Allah secara fisik, mental, dan spiritual. Hawa dibuat
dalam gambar Allah secara fisik, mental, dan spiritual. Kita menganggap “gambar Allah” sebagai sesuatu yang
bersifat individu. Tetapi sesungguhnya apa yang dijelaskan
Kejadian 1:26 ialah, bahwa hubungan
antara Adam dan Hawa itu adalah untuk memantulkan hubungan antara Bapa dan
Anak. Itu adalah suatu contoh dalam skala yang lebih kecil
tentang hubungan antara Bapa dengan Anak.
Let's take a look at the
relationship between Adam and Eve. The Creation story makes it very clear that Adam and
Eve were two distinct persons, because we are told they will no longer be
two but one. They were two individuals, just like the Father and the
Son are two. And yet we are told in the Creation story that God pronounced Adam
and Eve the two what? One. In the
sense of unity, in the sense of closeness, and intimacy, they were two
but one, like the Father and the Son are two but one.
Adam and Eve stood on a
level of equality, they were equally
human, and both are referred to with a generic word “man”. Eve was not a lesser order of humanity, she
was as much human as Adam was human, just like the Son was as much God as the
Father is God.
Mari
kita lihat hubungan antara Adam dan Hawa. Kisah Penciptaan membuatnya sangat
jelas bahwa Adam dan Hawa
adalah dua pribadi yang berbeda, karena kita diberitahu mereka
tidak lagi dua, melainkan menjadi satu. Mereka adalah dua individu, sama
seperti Bapa dan Anak itu dua. Namun kita diberitahu oleh kisah Penciptaan
bahwa Allah menetapkan Adam dan Hawa berdua sebagai apa? Satu. Dalam pengertian kesatuan, dalam
pengertian kedekatan, dan keintiman mereka dua namun satu,
seperti Bapa dan Anak itu dua tetapi satu.
Adam dan Hawa berdiri pada derajat
kesetaraan yang sama,
mereka sama-sama manusia yang setara, dan sama-sama disebut dengan perkataan
generik “manusia”. Hawa bukan jenis manusia yang lebih rendah, dia sama
manusianya seperti Adam juga manusia, sebagaimana Anak itu sama Allahnya
seperti Bapa adalah Allah.
Patriarchs and Prophets page 46 Ellen
White explains, “Eve was created from a rib taken from the side of Adam,
signifying that she was not to control him as the head, nor to be trampled
under his feet as an inferior, but to stand by his side as an equal, to be
loved and protected by him…” just like the Father and Son are equal, Both God. Adam and Eve were created equal, both human. There was a
special intimacy between Adam and Eve. Eve ~ so to speak ~ was taken from the
bosom of Adam. In fact you know in Deuteronomy 13:6 the wife is called “the wife of thy bosom”
interestingly enough. So just as the Son
is in the bosom of the Father, Eve was in the bosom of Adam.
Patriarchs and Prophets
hal. 46, Ellen White
menjelaskan, “…Hawa diciptakan dari sebuah rusuk yang diambil dari sisi tubuh
Adam, menandakan bahwa dia tidak untuk mengendalikannya sebagai kepala, maupun
tidak untuk diinjak-injak kakinya sebagai yang lebih rendah, melainkan untuk
berdiri di sisinya sebagai sederajat, untuk dikasihi dan dilindungi
olehnya…” sama seperti Bapa dan Anak itu sederajat, sama-sama
Allah. Adam dan Hawa diciptakan sama-sama sederajat, sama-sama manusia. Ada
keintiman yang istimewa antara Adam dan Hawa. Hawa ~ katakanlah demikian ~
diambil dari dada Adam. Bahkan kalian tahu di Ulangan 13:6, istri itu disebut “istri
yang di dadamu”, menarik. Maka sama seperti Anak berada di dada Bapa, Hawa ada di dada
Adam.
Ellen White explains in Patriarchs and Prophets page 46 Eve was
created from a rib taken from the side of Adam, that's pretty close to the
heart, it's pretty close to the bosom, signifying that she was not to control
him as the head nor be trampled under his feet as an inferior but to stand by his
side as an equal, to be loved and protected by him.
Ellen
White menjelaskan di Patriarchs and
Prophets hal. 46, Hawa diciptakan dari sebuah tulang
rusuk yang diambil dari bagian sisi Adam, itu cukup dekat dengan jantung, itu
cukup dekat dengan dada, menandakan bahwa Hawa bukan untuk mengendalikan Adam
sebagai kepalanya, maupun untuk diinjak-injak kakinya sebagai yang lebih
rendah, melainkan untuk berdiri sederajat di sampingnya, untuk dikasihi dan
dilindungi olehnya.
Eve because she was taken from Adam was in the image of Adam. Of course
she was in
the image of God through Adam, just like Jesus the Son is the image of
the Father, just like Jesus is the second self of the Father, Eve was the
second self of Adam.
Hawa ~
karena dia diambil dari Adam, itu adalah gambar
dari Adam. Tentu saja Hawa juga dalam gambar Allah melalui Adam. Sama
seperti Yesus Sang Anak adalah gambar dari Bapa, sama seperti Yesus adalah
pribadi kedua Bapa, Hawa adalah pribadi kedua Adam.
In the book Patriarchs and Prophets page 46 Ellen White
explains, “A part of man, bone of his bone, and flesh of
his flesh, she was his second self, showing the close union and the
affectionate attachment that should exist in this relation.”
Di
buku Patriarchs and Prophets hal. 46,
Ellen White menjelaskan, “…Bagian dari Adam, tulang dari tulangnya
dan daging dari dagingnya, Hawa adalah pribadinya yang kedua, menunjukkan
persatuan yang dekat dan ikatan kasih sayang yang seharusnya ada dalam hubungan
ini.”
Eve was also consubstantial
with Adam. She was flesh of his flesh and bone of his bone just like the Son is
consubstantial with the Father. In fact Adam
said in Genesis 2:23, “23… ‘This is now bone of my bones And flesh of my flesh; she shall be called Woman, because she was taken out
of Man.’
Hawa juga consubstantial dengan Adam.
Dia adalah daging dari dagingnya, dan tulang dari tulangnya, sama seperti Anak
itu consubstantial dengan Bapa. Bahkan Adam berkata di Kejadian 2:23, “23 …‘Ini sekarang
tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab
ia diambil dari laki-laki.’”
The woman was also the
glory of man. Like the Son is the glory of the Father. In fact the apostle Paul
says in 1 Corinthians 11:7, “ 7 For
a man indeed ought not to cover his head,
since he is the image and glory of God; but woman is the glory of man.”
Are you seeing the
parallel? Amazing parallel.
Perempuan juga adalah kemuliaan
laki-laki. Seperti Anak adalah kemuliaan Bapa. Bahkan rasul Paulus berkata di 1
Korintus 11:7, “7 Sebab seorang
laki-laki tidak seharusnya menudungi
kepalanya, karena ia adalah gambaran dan kemuliaan Allah; tetapi perempuan adalah kemuliaan laki-laki…”
Apakah kalian melihat paralelnya?
Paralel yang mengagumkan.
The last parallel also
holds true even though Adam and Eve were created equal, Eve was created to be
subject to the authority of Adam. We don't like that, because the word
“authority” is a nasty little word, the word “submission” is a nasty little
word. Because we live in a sinful world, and we look at those negatively. But
the Bible does not. Jesus was subject to His Parent, that wasn't a bad thing,
that was a good thing. The word
“submission” is used in a positive sense in Scripture as long as it follows
God's plan.
And so Adam was created
to be the head and Eve was to be subject to the leadership of Adam.
Paralel
yang terakhir juga tepat walaupun
Adam dan Hawa itu sejajar, Hawa diciptakan supaya tunduk kepada autoritas Adam.
Kita tidak menyukai ini karena perkataan “autoritas” adalah kata kecil yang
buruk, kata “tunduk” adalah kata kecil yang buruk, karena kita hidup di dunia
yang berdosa dan kita melihat hal-hal tersebut secara negatif. Tetapi Alkitab
tidak. Yesus tunduk kepada OrangtuaNya, itu bukan hal yang buruk, itu hal yang
baik. Kata “tunduk” dipakai dalam pengertian yang positif di Kitab Suci asalkan
itu mengikuti rencana Allah.
Maka
Adam diciptakan untuk menjadi kepala, dan Hawa untuk tunduk pada kepemimpinan
Adam.
Let's talk about Eve's
sin. You know what Eve’s sin was? Yea, she ate the fruit I know that, but it
was deeper than that. You see Eve’s sin consisted of two parts.
1.
she acted independently
of Adam and
2.
even though she was human
she wanted to ascend to the height of God.
Her sin was primarily
selfishness, in other words. She acted independently of Adam even though God told her to stay with Adam, and
she wanted to ascend to the height of God.
Mari
kita bicara tentang dosa Hawa. Kalian tahu apa dosa Hawa? Iya dia makan buah
itu, saya tahu, tetapi dosanya lebih mendalam daripada itu. Kalian lihat, dosa
Hawa terdiri atas dua bagian:
1. Dia berbuat di luar pengetahuan Adam,
dan
2. walaupun dia manusia, dia ingin naik ke
ketinggian Allah.
Dengan
kata lain, dosanya yang utama ialah egoisme. Dia bertindak di luar pengetahuan
Adam, walaupun Allah menyuruhnya untuk dekat dengan Adam, dan dia ingin naik ke
ketinggian Allah.
Ellen White explains in Patriarchs and Prophets pages 53-54, “The angels had cautioned Eve to beware of separating herself
from her husband while occupied in their daily labor in the garden…” he had cautioned Eve not the separate, “…with him she would be in less danger from temptation than if she
were alone. but absorbed in her pleasing task she unconsciously wandered from
his sight…” independent.
Ellen White menjelaskan di Patriarchs and Prophets hal. 53-54, “…Para malaikat sudah mengingatkan Hawa
supaya waspada dari memisahkan dirinya dari suaminya selama sibuk dalam
pekerjaan sehari-hari mereka di taman…” mereka telah
memperingatkan Hawa, jangan terpisah, “…bersama suaminya, Hawa akan lebih aman
dari pencobaan daripada jika dia sendirian. Namun terbenam dalam tugasnya yang
menyenangkan, secara tidak sadar dia mengeluyur dari penglihatan Adam…” independen.
Story of Redemption page 32, “Eve unconsciously at first separated from her
husband in her employment. When she became aware of the fact she felt that
there might be danger, but again she thought
herself secure, even if she did not remain close to the side of her
husband. She had wisdom and strength to know if evil came, and to meet it…” by herself independently of Adam. That was Eve's sin, wanting
to ascend from being a human to being God, and acting independently of Adam,
her head.
Story of Redemption hal. 32, “…Secara tidak sadar Hawa pertama terpisah
dari suaminya dalam melakukan pekerjaannya. Ketika dia menyadari faktanya dia
merasa mungkin ada bahaya, tetapi sekali lagi dia menganggap dirinya aman,
walaupun dia tidak berada di dekat sisi suaminya. Dia punya hikmat dan kekuatan
untuk tahu bila kejahatan datang, dan bagaimana menghadapinya…” sendirian, tanpa melibatkan Adam. Itulah dosa Hawa,
ingin naik dari seorang manusia untuk menjadi Allah, dan bertindak secara
independen dari Adam, kepalanya.
What was Adam's sin? You're
saying what does this have to do with the cross? Just wait, this is very
intimately related with the cross. What was Adam's sin? I know he ate the fruit
but his sin was deeper than just eating the fruit. You see, like God the Father
Adam had a most precious possession, Eve. The big question that Adam had to
face was, am I willing to give up Eve, who is one with me. How can I give up
the one who is my image, the image of God through him, my same substance, and
my glory, how could I tear from myself the one who is close to my bosom, how
can I live without this person that I love so much? He could not conceive of
being separated forever from the one that was most precious to him. He was
selfish. He was thinking only of himself.
Apakah
dosa Adam? Kalian berkata, apa kaitannya ini dengan salib? Tunggu dulu, ini
terkait sangat intim dengan salib. Apa dosa Adam? Saya tahu dia makan buah itu,
tetapi dosanya lebih mendalam daripada hanya makan buah itu. Kalian lihat,
seperti Allah Bapa, Adam memiliki harta yang sangat berharga, Hawa. Pertanyaan
besar yang harus dihadapi Adam ialah, apakah aku rela melepaskan Hawa, yang
adalah satu dengan aku? Bagaimana aku bisa melepaskan dia yang adalah gambarku,
gambar Allah melaluinya, yang terbuat dari bahan yang sama dengan aku,
kemuliaanku, bagaimana aku bisa memisahkan diriku dari dia yang dekat dengan
dadaku, bagaimana aku bisa hidup tanpa orang ini yang begitu aku kasihi? Adam
tidak bisa membayangkan dipisahkan selamanya dari dia yang paling berharga baginya.
Adam egois. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri.
Ellen White describes the
anguish and the agony as Adam struggled with the decision of whether he would
give up the most precious thing that he had, that he had an intimate
relationship with.
Book Conflict and Courage page 16
Ellen White explains, “There
was a terrible struggle in his mind. He mourned that he had permitted Eve to
wander from his side. But now the deed was done; he must be separated from
her…” see,
the anguish was whether he was willing to be separated, “…he must be separated from her
whose society had been his joy. How could he have it thus? Adam had enjoyed the
companionship of God and of holy angels. He had looked upon the glory of the
Creator. He understood the high destiny opened to the human race should they
remain faithful to God…” he knew that if he was faithful the human race would be holy and
the world will be filled with righteous beings.
She continued saying,
“…He understood the high destiny opened to the human race should they remain
faithful to God. Yet all these blessings were lost sight of in the fear of
losing that one gift which in his eyes outvalued every other. Love, gratitude,
loyalty to the Creator—all were overborne by love to Eve. She was a part of himself,
and he could not endure the thought of separation…” could
he give up his precious Eve at the risk of being separated from her forever?
Ellen
White menggambarkan penderitaan dan kepedihan ketika Adam bergumul dengan
keputusan apakah dia akan melepaskan miliknya
yang paling berharga yang pernah dimilikinya, yang mempunyai hubungan yang
intim dengannya.
Buku Conflict
and Courage hal. 16,
Ellen White menjelaskan, “…Ada pergumulan yang hebat
dalam pikirannya. Dia menyesalkan dia telah mengizinkan Hawa mengeluyur dari
sisinya. Tetapi sekarang sudah terlanjur terjadi, dia harus dipisahkan
darinya…” lihat, penderitaannya adalah apakah dia bersedia
dipisahkan, “…dia harus dipisahkan
darinya yang kehadirannya adalah sukacitanya. Bagaimana dia harus berbuat? Adam
telah menikmati kehadiran Allah dan malaikat-malaikat kudus. Dia telah
memandang kemuliaan Sang Pencipta. Dia paham takdir yang tinggi yang terbuka
bagi umat manusia jika mereka tetap setia kepada Allah…” dia tahu jika dia setia, umat manusia akan menjadi
kudus, dan dunia akan dipenuhi oleh makhluk-makhluk yang benar. Ellen White
melanjutkan berkata, “…Dia paham takdir yang tinggi yang terbuka
bagi umat manusia jika mereka tetap setia kepada Allah. Namun semua berkat ini
lenyap dari matanya karena takutnya kehilangan satu pemberian yang di matanya
melampaui nilai segala yang lain. Kasih, rasa syukur, kesetiaan kepada Sang
Pencipta ~ semuanya dikalahkan oleh cinta kepada Hawa. Dia adalah bagian
dirinya, dan dia tidak tahan membayangkan dipisahkan darinya …” Bisakah dia melepaskan Hawanya yang begitu berharga
dengan taruhan selamanya dipisahkan darinya?
We've studied the
relationship of the Father and the Son. We've noticed that there were two
distinct Individuals, that They were one, however. That the Son was the same
substance, is the same substance as the Father, “flesh of his flesh and bone of
his bones”. We've noticed that Jesus is in the bosom of His Father. Jesus is
the Father’s second self. He's the express image of His Father. He's a
reflection of the Father’s glory, the most precious thing that the Father has
in the universe. His precious Son. Now
we bring this to a divine level.
Kita
sudah mempelajari hubungan antara Bapa dengan Anak. Kita sudah menyimak bahwa
ada dua Individu yang berbeda, namun bahwa Mereka adalah satu. Bahwa Anak
adalah dari substansi yang sama seperti Bapa, “daging dari dagingku dan tulang
dari tulangku”. Kita sudah menyimak bahwa Yesus ada di dada BapaNya. Yesus
adalah pribadi kedua Bapa, Dialah gambar yang persis dari BapaNya. Dialah
pantulan kemuliaan BapaNya, yang paling berharga yang dimilki Bapa di seluruh
alam semesta, AnakNya yang paling berharga. Sekarang kita membawa ini ke
tingkat ilahi.
The Father was faced with
a similar decision as Adam, am I willing to give up My Son the most prized Possession
in Heaven, the most intimate Partner, am I willing to give up My Son at the
risk of eternal loss, or do I keep Him
to Myself? Are you seeing the parallel? It was a struggle for the Father to give up His Son.
We find in Signs of the Times, November 4, 1908, “Before the Father…” this is when Jesus is in Heaven, the human race has sinned. “…Before the Father He pleaded in the sinner's behalf while the
hosts of heaven awaited the result with an intensity of interest that words
cannot express. Long-continued was that mysterious communing…” Jesus is before His Father, “…‘the council of peace’ for the fallen sons of men. The plan of salvation had been laid before
the creation of the earth, for Christ is a lamb ‘foreordained before the foundation of the world’…” and now listen to this, “…yet it was a struggle even with the King of
the universe to yield up His Son to die for the guilty race…” It was a what? A struggle even for the King of the universe. He
had to make the same decision that Adam made.
Bapa
dihadapkan kepada keputusan yang mirip seperti yang dihadapi Adam, apakah Aku
bersedia melepaskan AnakKu, MilikKu yang paling
berharga di Surga, PasanganKu yang paling intim, apakah Aku bersedia melepaskan
AnakKu dengan taruhan kehilangan kekal, atau Aku pertahankan untuk DiriKu
sendiri? Apakah kalian melihat paralelnya? Itu adalah pergumulan bagi Bapa
untuk melepas AnakNya.
Kita lihat di Signs of the Times, 4
November 1908,
“…Di hadapan Bapa…” ini ketika
Yesus ada di Surga, umat manusia telah berbuat dosa. “…Di
hadapan Bapa, Dia memohon demi orang-orang berdosa sementara balatentara
surgawi menantikan hasilnya dengan minat yang intensif yang tidak bisa
digambarkan kata-kata. Pembicaraan rahasia itu berlangsung lama…” Yesus ada di hadapan BapaNya, “…’perundingan
damai’ bagi anak-anak manusia yang telah jatuh dalam dosa. Rancangan
keselamatan sudah dibuat sebelum Penciptaan bumi, karena Kristus adalah domba ‘yang telah ditetapkan sebelum dunia
diciptakan’…” dan sekarang
dengarkan ini,
“…namun itu adalah suatu pergumulan bahkan bagi Raja alam semesta untuk
melepaskan AnakNya untuk mati bagi bangsa yang berdosa…” Itu apa? Suatu pergumulan bahkan bagi Raja alam
semesta. Dia harus membuat keputusan yang sama yang dibuat Adam.
Desire of Ages page 49 Ellen White explained, “God permitted His Son to come a helpless babe, subject to the
weakness of humanity. He permitted Him to meet life's peril in common with
every human soul, to fight the battle as every child of humanity must fight it…” now listen carefully, “…at the risk of
failure and eternal loss.” The Father was willing
to risk eternal failure and loss of His Son.
She continued saying, “…The
heart of the human father yearns over his son. He looks into the face of his
little child and trembles at the thought of life's peril. He longs to shield
his dear one from Satan's power to hold him back from temptation and conflict.
To meet a bitterer conflict and a more fearful risk, God gave His only begotten
Son that the path of life might be made sure for our little ones. ‘Herein is love.’ Wonder oh, heavens!
And be astonished o, earth.”
Desire of Ages hal. 49, Ellen White menjelaskan, “…Allah mengizinkan AnakNya datang ke dunia
sebagai seorang bayi yang tidak berdaya, yang tunduk kepada kelemahan
kemanusiaan. Dia mengizinkan AnakNya bertemu dengan bahaya-bahaya kehidupan
yang biasa dialami setiap manusia, untuk bertempur dalam pertempuran seperti
yang harus dilakukan setiap anak manusia…”
sekarang dengarkan baik-baik, “…dengan taruhan
kegagalan dan kehilangan kekal…” Bapa rela
mempertaruhkan kegagalan kekal dan kehilangan AnakNya. Ellen White melanjutkan
berkata, “…Hati seorang bapa manusia
merindukan anaknya. Dia memandang wajah anaknya yang kecil dan gemetar
memikirkan bahaya-bahaya hidup. Dia ingin melindungi kesayangannya dari
kekuasaan Setan, untuk menjauhkannya dari pencobaan dan konflik. Untuk bertemu
dengan konflik yang lebih getir dan resiko yang lebih menakutkan, Allah telah
memberikan satu-satunya AnakNya agar jalan kehidupan bagi anak-anak kita boleh
dipastikan. ‘Di sinilah kasih”.
Kagumi, oh, Surga, dan terpesonalah oh, bumi!”
Ellen White explains in Christ’s Object Lessons page 196, “For our redemption, Heaven
itself was imperiled…” what? “…For our redemption, Heaven itself was
imperiled…” what does the word “imperiled” mean? I looked it up in the dictionary
and it means “to put at risk of being
harmed, injured, or destroyed; to endanger; to jeopardize.” God jeopardized
Heaven itself when Jesus was sent to this earth. The Father had the same basic
choice only on a much grander scale that Adam had. But God did the opposite of
Adam. He was willing to give up His most
prized Possession the One He was intimate with, at the risk of losing Him
forever.
Ellen White menjelaskan di Christ’s Object Lessons
hal. 196,
“…Demi penyelamatan kita, Surga sendiri berada dalam bahaya…” apa?
“…Demi penyelamatan kita, Surga sendiri berada dalam bahaya…” apa arti kata “imperiled”? Saya mencarinya di
kamus dan itu artinya “menempatkan di posisi yang merugikan, yang mencelakakan,
atau yang memusnahkan; membahayakan, membuat terancam.” Allah membuat Surga terancam ketika Yesus diutus ke bumi. Bapa
menghadapi pilihan yang sama yang dihadapi Adam hanya pada skala yang lebih
besar. Tetapi Bapa melakukan yang
bertolakbelakang dengan Adam. Bapa rela melepaskan MilikNya yang paling
berharga, Satu-satunya yang intim denganNya, dengan taruhan kehilangan Dia
selamanya.
Romans 8:32 says, “ 32 He who did not spare His
own Son, but delivered Him up for us all, how shall He not with Him also
freely give us all things?”
Roma 8:32 mengatakan, “32 Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya Sendiri, tetapi
yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia bersama-sama
dengan Dia juga tidak mengaruniakan segala
sesuatu dengan cuma-cuma kepada kita?”
In Review and Herald ~ it's good to hear those “amens” help me preach. Review and Herald July 9 1895, listen to this statement Ellen White says, “The Eternal Father, the unchangeable One, gave His only
begotten Son tore from His bosom Him who was made in the express image of His
Person, and sent Him down to earth to reveal how greatly He loved mankind…”
Di Review
and Herald ~ menyenangkan
mendengar semua “amin” itu, membantu saya berkhotbah ~ Review and Herald, 9
Juli 1895, dengarkan
pernyataan ini, kata Ellen White, “…Bapa yang kekal, yang tidak pernah
berubah, memberikan Anak satu-satuNya, memisahkanNya dari dadaNya, Dia yang
dibuat dalam gambar yang persis dari PribadiNya, dan mengutusNya ke bumi, untuk
menyatakan betapa besarnya kasihNya bagi manusia.”
You remember the
statement that I read a little while ago that it was a struggle for the King of
the universe to give up His Son? Let me
finish that statement now. It says, “But…”
after stating that it was
a struggle even for the King of the universe to yield up His Son to die for a
guilty race she says, “But…” aaah, “…‘God
so loved the world, that He gave His only-begotten Son, that whosoever
believeth in Him should not perish, but have everlasting life.’ O, the
mystery of redemption! The love of God for a world that did not love Him! Who
can know the depths of that love which ‘passeth
knowledge’? Through endless ages, immortal minds, seeking to comprehend the
mystery of that incomprehensible love, will wonder and adore.”
The Father’s struggle was
similar to the struggle of Adam.
Kalian ingat pernyataan yang saya
bacakan tadi, bahwa bagi Raja alam semesta ini melepas AnakNya merupakan suatu
pergumulan? Saya akan menyelesaikan pernyataan itu sekarang. Dikatakan, “…Tetapi…”
setelah menyatakan bahwa adalah suatu pergumulan bahkan bagi Raja alam
semesta untuk melepaskan AnakNya untuk mati bagi bangsa manusia yang berdosa,
Ellen White berkata, “…Tetapi…” aaaahh, “…16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia
telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal itu supaya setiap orang yang
percaya dalam
Dia tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.’(Yoh. 3:16) O,
rahasia penyelamatan! Kasih Allah bagi sebuah dunia yang tidak mengasihiNya!
Siapa yang bisa mengetahui dalamnya kasih yang ‘melampaui pengetahuan’ (Efe. 3:19)? Sepanjang masa kekekalan,
pikiran-pikiran yang kekal, yang berusaha memahami rahasia kasih yang tidak
bisa dipahami itu, akan kagum dan memujinya. (Signs
of the Times, 4 Nov. 1908)
Pergumulan Bapa mirip pergumulan Adam.
What about Eve’s sin? You
remember what Eve’s sin was? “I need to ascend to the heights of God” and
acting independently of Adam, her head.
Did Jesus face those same
two dilemmas? Listen carefully, folks, Jesus was God but instead of desiring to
ascend, He was willing to descend. We're told in Philippians 2:5-8, “5 Let this mind be in you which
was also in Christ Jesus, 6 who, being
in the form of God, did not consider it robbery to be equal with
God, 7 but made
Himself of no reputation, taking the form of a bondservant, and coming in the likeness of
men.8 And being found in appearance as
a man, He humbled Himself and became obedient to the point of death, even the
death of the cross.” Instead of Jesus saying,
I'm going to go up, He was up there, and He says, “I'm going to go down”,
just the opposite of what Eve did. And instead of Jesus acting independently of
His Father, Jesus always said, “Father,
Your will be done, I will do what You say, as My head. I will do what You say,
as My leader, I will perform Your will,
not My will be done but Yours.” He did just the opposite of Eve.
That's why I say
the relations between the Father and the Son is reflected on a small scale in
the relationship between Adam and Eve.
·
Well, the Father was willing to do what
Adam was unwilling to do, give up what was most precious to Him at the risk of
eternal loss and eternal separation.
·
And the Son was willing to do what Eve had
been unwilling to do, come down at the risk of failing and being separated from
His Father for eternity.
Bagaimana
dengan dosa Hawa? Kalian ingat apa dosa Hawa?
“Aku mau naik ke ketinggian Allah” dan bertindak independen di luar
Adam, kepalanya.
Apakah Yesus menghadapi dua dilemma
yang sama tersebut? Dengarkan baik-baik, Saudara-saudara, Yesus itu Allah,
tetapi gantinya Dia ingin naik ke atas, Dia rela turun ke bawah. Kita
diberitahu di Filipi 2:5-8, “5 Hendaklah pikiran ini ada di dalam
dirimu, yang terdapat juga di dalam Kristus
Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa
Allah tidak menganggapnya perlu merebut kesetaraanNya
dengan Allah, 7 melainkan telah menjadikan Diri-Nya Sendiri bukan apa-apa, mengambil bentuk seorang hamba, dan datang dalam
keserupaan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan Diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan kematian di kayu salib…” Gantinya Yesus berkata, Aku mau naik
selagi Dia ada di atas sana, Dia berkata, “Aku akan turun”, lawan dari apa yang
diperbuat Hawa. Dan gantinya Yesus bertindak independen di luar BapaNya, Yesus
selalu berkata, “Bapa,
kehendakMu yang jadi, Aku akan melakukan apa yang Engkau katakan, sebagai
kepalaKu. Aku akan melakukan apa yang Engkau katakan sebagai pemimpinKu. Aku
akan melaksanakan kehendakMu, bukan kehendakKu yang jadi melakinkan kehendakMu.” Yesus berbuat yang berlawanan dengan Hawa.
Itulah
mengapa saya katakan hubungan antara Bapa dan Anak dipantulkan dalam skala yang
kecil pada hubungan antara Adam dan Hawa.
·
Nah,
Bapa bersdia melakukan apa yang tidak rela Adam lakukan, melepaskan apa yang
paling berharga bagiNya, dengan taruhan kehilangan kekal dan pemisahan kekal.
·
Dan
Anak bersedia melakukan apa yang tidak rela dilakukan Hawa, turun dengan
taruhan gagal dan terpisah dari BapaNya untuk selama-lamanya.
You know what’s the
most amazing to me? That the Father and the Son would
have been willing to take this risk, for one. For one! Look at the person next to you. Jesus would
have given His life for that one. You say, “Akh, He would have given it for me.”
Yeah, but we need to think that He would have given it for others too, because
we should focus on others. Those are the ones that Jesus focused upon. What is
the value of a soul? The value could only be understood by the risk that the
Father and the Son were willing to take, and save one.
Kalian tahu, apa yang paling mengagumkan bagi saya? Bahwa
Bapa dan Anak rela mempertaruhkan ini buat satu orang. Satu orang! Pandanglah
orang di samping kalian. Yesus rela memberikan hidupNya bagi satu orang itu.
Kalian berkata, “Akh, Yesus rela memberikannya kepada saya.” Iya, tetapi kita
harus berpikir bahwa Dia rela memberikanNya kepada orang-orang lain juga,
karena kita harus fokus pada orang-orang lain. Merekalah yang menjadi fokus
Yesus. Apakah nilai satu jiwa? Nilainya hanya bisa dipahami oleh resiko yang
rela diambil oleh Bapa dan Anak untuk menyelamatkan satu jiwa.
Allow me to read you some statements from Ellen White on the value of us all. God's Amazing Grace page 173 ~ by the way before I read that statement, you
know that Ellen White says that the value of the soul is infinite, the soul is
of infinite value. How do you buy something that is of infinite value? Only by
paying an infinite price. Listen to these statements.
“The wealth of earth dwindles into
insignificance when compared with the worth of a single soul for whom our Lord
and Master died. He who weigheth the hills in scales and the mountains in a
balance, regards a human soul as of infinite value.” One soul is of infinite value.
Izinkan saya membacakan beberapa pernyataan dari Ellen
White tentang nilai kita semua. God’s
Amazing Grace hal. 173 ~ nah, sebelum saya membacakan pernyataan ini, kalian
tahu bahwa Ellen White berkata nilai satu jiwa itu tidak ternilai. Jiwa itu
nilainya infinit. Bagaimana kita membeli sesuatu yang nilainya infinit? Hanya
dengan membayarkan harga yang infinit. Dengarkan pernyataan-pernyataan ini.
“…Kekayaan
dunia menyusut menjadi tidak berarti bila dibandingkan dengan nilai satu jiwa
untuk siapa Tuhan dan Guru kita mati. Dia yang menimbang bukit-bukit dalam
timbangan, dan gunung-gunung dalam neraca, menganggap jiwa manusia harganya
tidak ternilai. …” Satu jiwa itu
nilainya infinit.
In the book Testimonies for the Church Volume
3 page 187, Ellen White explains, “The soul is of infinite value. Its worth can be
estimated only by the price paid to ransom it….” you want to know how much a soul is worth? Look at Jesus, what He gave.
What the Father did. Then you know what the value is. Once again, “The soul is of infinite value. Its worth
can be estimated only by the price paid to ransom it. Calvary! Calvary! Calvary!
will explain the true value of the soul.”
Dalam buku Testimonies for the Church Vol. 3 hal. 187,
Ellen White menjelaskan, “…Jiwa itu nilainya tidak ternilai.
Nilainya hanya bisa diukur oleh harga yang dibayar untuk menebusnya…” Mau tahu berapa harga satu jiwa? Pandanglah Yesus,
apa yang telah diberikanNya, apa yang dilakukan Bapa. Lalu kita akan tahu
berapa nilainya. Sekali lagi,
“…Jiwa itu nilainya tidak ternilai. Nilainya hanya bisa diukur oleh
harga yang dibayar untuk menebusnya. Kalvari! Kalvari! Kalvari! Akan
menjelaskan nilai sejati jiwa.”
Here's another one. Testimonies for the Church Volume 6 pages 21-22, “One soul is of more value to Heaven than a
whole world of property, houses, lands, and money. For the conversion of one
soul we should tax our resources to the utmost.”
Ini ada satu lagi. Testimonies for the Church Vol. 6 hal. 21-22, “…Satu
jiwa lebih berharga bagi Surga daripada harta seluruh dunia, rumah, tanah, dan
uang. Demi menobatkan satu jiwa kita harus memakai sebanyak-banyaknya sumber-sumber kita
semaksimal mungkin.
Ministry of Healing page 135 Ellen White presents this theme in all of her writings. She says, “If but one soul would have accepted the gospel of His grace, Christ would, to save that one, have chosen His
life of toil and humiliation and His death of shame.”
Ministry of Healing hal. 135, Ellen
White mempersembahkan tema ini dalam semua tulisannya. Dia berkata, “…Kalaupun hanya satu jiwa yang akan menerima
injil kasih karuniaNya, Kristus mau demi menyelamatkan yang satu itu, memilih
hidupNya yang penuh kesengsaraan dan penghinaan dan kematianNya yang
memalukan.”
Christ’s Object Lessons page 196 Ellen White explains. “The value of a soul, who can estimate? Would you know its worth, go to Gethsemane, and there watch with Christ through those hours of anguish, when He sweat as it were great drops of blood. Look upon the Saviour uplifted
on the cross. Hear that despairing
cry, ‘My God, My God, why hast Thou forsaken Me?’
Look upon the wounded head, the
pierced side, the marred feet. Remember…” listen carefully “…Remember that Christ risked all. For
our redemption, Heaven itself was imperiled. At the foot of the cross, remembering that for one sinner Christ would have laid down His
life, you may estimate the value of a soul.”
Christ’s
Object Lessons hal. 196 Ellen White menjelaskan,
“…Nilai suatu jiwa, siapa yang bisa menaksirnya? Kalau kamu mau tahu nilainya,
pergilah ke Getsemani, dan di sana amati Kristus melalui jam-jam
kesengsaraanNya, ketika Dia mengeluarkan peluh seakan-akan tetesan-tetesan
darah yang besar. Pandanglah Sang Juruselamat, yang ditinggikan di atas salib.
Dengarkan seruanNya yang bernada putus asa, ‘AllahKu, AllahKu, mengapa Engkau meninggalkan Aku?’(Markus 15:34).
Lihatlah luka di kepalaNya, lambungNya yang ditusuk, kakiNya yang terluka. Ingat…” dengarkan baik-baik, “…Ingat bahwa Kristus telah mempertaruhkan
segalanya. Demi penyelamatan kita, Surga sendiri telah berada dalam bahaya. Di
kaki salib, mengingat bahwa demi satu orang berdosa Kristus mau menyerahkan
hidupNya, kamu bisa menaksir nilai satu jiwa.”
So I want to make a call you see, the call is very simple.
The group that we have in this
place has unlimited potential, with the power of God. The devil knows it, that
the hope of the church is found in the youth and in the young adults, because
you have the energy, you have clear minds, you have the strength, you have the desire,
you have the vision. And so what the devil has done, he's caused all sorts of
distractions, to keep us from doing that which is important.
I want
to challenge all of those who are gathered here this evening, I want to ask,
how many of you ~ as you've seen what the Father and the Son were willing to risk to save each
one of us that are gathered here ~ would be willing to say tonight, “God,
through Your grace and through Your power this year I am going to work to my
utmost to bring at least one soul to the feet of Jesus.”
Are you
willing to make that commitment this evening? Do you want to stand if you're
willing to make that commitment? When you go home, you say, I'm going to reach
one soul. It might be a friend, it might be a relative, focus on an individual,
it might be a fellow worker, it might be a stranger, it might be a person who
lives on the street, but God wants us to work for one soul. You know if we work
for one soul we do duplicate the number that we have here. Wouldn’t that be
marvelous? And those who are watching on television. Wow if they became
involved and did it for one soul, the church would rule, we will finish God's
work.
Jadi
saya mau memberikan undangan, kalian lihat, undangannya sangat sederhana.
Kelompok
yang ada di tempat ini memiliki potensial yang tidak terbatas, dengan kuasa
Allah. Iblis mengetahui bahwa harapan gereja itu ada pada orang-orang muda dan orang-orang dewasa muda,
karena kalian yang memiliki tenaga, kalian punya
pikiran yang terang, kalian punya kekuatan, kalian punya kerinduan, kalian
punya visi. Maka apa yang dilakukan Iblis ialah, dia menimbulkan segala jenis
pengalihan perhatian untuk mencegah kita melakukan apa yang penting.
Saya
mau menantang semua yang berkumpul di sini malam ini, saya mau bertanya, berapa
banyak dari kalian ~ setelah kalian melihat apa yang rela dipertaruhkan Bapa
dan Anak demi menyelamatkan kita masing-masing yang berkumpul di sini ~ maukah
kalian berkata malam ini, “Allah, melalui karuniaMu dan kuasaMu, tahun ini saya
akan melakukan semaksimal mungkin untuk membawa sedikitnya satu jiwa ke kaki
Yesus.”
Apakah
kalian rela membuat komitmen itu malam
ini? Maukah kalian berdiri jika kalian bersedia membuat komitmen itu?
Bila kalian pulang, kalian berkata, “Saya akan menjangkau satu jiwa.” Mungkin
seorang teman, mungkin seorang kerabat, fokus pada satu individu, mungkin
seorang rekan sekerja, mungkin orang
yang tidak dikenal, mungkin seorang tunawisma, tetapi Allah mau kita bekerja
untuk satu jiwa. Kalian tahu, jika kita bekerja untuk satu jiwa, kita akan
melipatgandakan jumlah yang ada di sini sekarang. Tidakkah itu bagus sekali?
Dan mereka yang menonton dari televisi, wow, jika mereka menjadi terlibat dan
melakukannya untuk satu jiwa, maka gereja akan menang, kita akan menyelesaikan
pekerjaan Allah.
Are you
happy living in this world? Listen, in Heaven we're not going to need iPhones, we won't need
Twitter. I mean we'll travel instantly from Earth to heaven, and to the planets.
Now there is something that’s really is interesting to me, is to see two individuals
sitting side by side and they're texting. In Heaven we're going to communicate
face to face, mouth to mouth.
Praise
the Lord for your response.
Now how
about we go out there after GYC (Generation of Youth for Christ) and just use
the energy that God has given us to do this?
Apakah
kalian senang hidup di dunia ini? Dengar, di Surga kita tidak perlu iPhone,
kita tidak perlu Twitter. Maksud saya, kita bisa bepergian secara instan dari
bumi ke Surga, dan ke planet-planet lain.
Nah,
ada sesuatu yang sungguh menarik bagi saya, ialah melihat dua individu duduk
berdampingan, dan mereka sama-sama mengirim SMS. Di Surga kita akan
berkomunikasi berhadapan muka, dari mulut ke mulut.
Puji
Tuhan untuk respons kalian.
Sekarang
bagaimana kalau setelah GYC (Konferens Pemuda) kita keluar dan memakai tenaga
yang telah diberikan Allah kepada kita untuk melakukan ini?
I'd
like to make a second call. Perhaps there are some here who have not given
their lives to the Lord Jesus. You are that one soul that Jesus came to die for.
But you haven't made a commitment to Him. If you're that person I would like to
ask you to raise your hand right now and say, “I'm going to give my life to the
Lord Jesus. If He risked it all for me, I'm going to give my entire life to
Him.”
Do you
want to raise your hand at this time if you're in that category? I can't see
very well because we have these lights in my face here, but is there anyone who
has not made a commitment to Jesus Christ that would like to do that this
evening, by raising your hand, I want to have a special word of prayer for you
tonight. I see some hands, several hands, it's very difficult. Could I ask you
please to come forward? I know that that's a big request but could I ask you to
come forward.
We have
a sea of people out here and I just
can't see all of the hands that are raised. Could you please come over
to this side, I want to have a word of prayer with you. Please come quickly. I thank 3ABN for giving
me some extra time tonight to present this message which I consider to be
extremely important. Please gather right here in front, I'm going to have a
special word of prayer for all of you. Don't delay. Jesus is calling you
tonight. “I'll do it tomorrow”, you might say, well tomorrow isn’t ours. We
don't know if we'll be alive tomorrow. Today is the day of salvation, the Bible
says.
We have
several that are coming forward at this time. Praise the Lord. The Holy Spirit
is working here. Is there anyone else that would like to come forward? Please
work your way forward. I don't want to cut short this meeting without giving
the opportunity to everyone who has heard the call of the Lord tonight to come
forward and answer this call that Jesus is making to you, not Pastor Bohr, Jesus, through Pastor Bohr.
Praise the Lord for this beautiful group.
Saya
ingin membuat undangan kedua. Barangkali ada di sini beberapa yang belum
memberikan hidup mereka kepada Tuhan Yesus. Kamulah satu jiwa itu bagi siapa
Yesus datang untuk mati, tetapi kamu belum membuat komitmen itu kepadaNya. Jika
kamu adalah orang itu, tolong angkat tangan kanan dan berkata, “Saya akan
memberikan hidup saya kepada Tuhan Yesus. Jika Dia telah mempertaruhkan
semuanya bagi saya, saya akan memberikan seluruh hidup saya padaNya.”
Maukah
kalian mengangkat tangan pada saat ini jika kalian termasuk kelompok ini? Saya
kurang bisa melihat karena sorotan semua lampu ke wajah saya di sini, tetapi
apakah ada yang belum membuat komitmen kepada Yesus Kristus yang ingin
melakukannya malam ini dengan mengangkat
tangan, saya ingin mendoakan khusus untuk kalian malam ini. Saya melihat beberapa tangan, sulit buat
saya melihatnya. Bolehkah saya minta kalian maju ke depan? Saya tahu itu
permintaan yang besar tetapi bolehkah saya minta kalian maju ke depan? Di sini
ada lautan manusia dan saya tidak bisa melihat semua tangan yang terangkat.
Mohon kalian datang ke sebelah sini, saya ingin berdoa bersama kalian. Tolong
datang cepat. Saya berterimakasih kepada 3ABN telah memberikan saya waktu
tambahan malam ini untuk menyampaikan
pekabaran yang saya anggap sangat penting ini. Silakan berkumpul di sini di
depan, saya akan mendoakan khusus bagi kalian semua. Jangan menunda. Yesus
sedang memanggil kalian malam ini. “Saya
lakukan besok saja,” mungkin kalian berkata begitu, nah besok bukan milik kita.
Kita tidak tahu apakah besok kita masih hidup. Hari ini adalah hari
keselamatan, kata Alkitab.
Ada
beberapa yang maju ke depan saat ini. Puji Tuhan. Roh Kudus sedang bekerja di
sini. Apakah masih ada orang lain yang mau maju ke depan? Silakan kalian
mencari jalan ke depan. Saya tidak mau memotong pendek pertemuan ini tanpa
memberi kesempatan kepada semua yang telah mendengar panggilan Tuhan malam ini untuk maju ke depan dan menjawab
panggilan yang diberikan Yesus kepadamu, bukan Pastor Bohr, Yesus, melalui
Pastor Bohr.
Puji
Tuhan untuk kelompok yang indah ini.
07 10 21
No comments:
Post a Comment