_____THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR_____
Part 24/24 - Stephen Bohr
CLIMATE CHANGE, IS IT REAL?
https://www.youtube.com/watch?v=TukmiMbRWEk
Dibuka
dengan doa
There's
a lot of talk about climate change these days. Scientists, politicians, environmentalists, at
sporting events, Hollywood actors, the United Nations, and the general populace
are all measuring in on the issue of climate change. Even our president Donald
Trump has measured in against the idea that there is climate change. So let me
begin by stating what I believe personally about climate change, as I have read
extensively articles, and newspapers, and books, about this issue.
1.
First of all I believe
that climate
change is real.
Something is happening on
planet earth that we have never seen before. There are massive floods ~ I don't know if you've
been watching the news, but in Peru they have horrendous floods all over the
country ~ destructive mega earthquakes,
powerful hurricanes, and incredible droughts. Until recently California was in
one of those droughts, and we
still are to a certain extent. And so there's no doubt in my mind that something is happening on this planet. There is a problem of climate change.
2.
Secondly I believe that the reasons
that are being given for climate change do not tell the truth, the whole truth,
and nothing but the truth.
So even though I believe
there is climate change, I don't think that the reasons that are being given
are the whole truth about this issue.
3.
Furthermore, I believe
that the solutions that are being proposed by politicians and particularly by
Pope Francis I, are misguided solutions.
4.
And finally I believe
that there is a hidden agenda behind all the talk about this problem and the
solution that is being proposed.
So as
we begin, those are my talking points, those are the foundations of what I
believe based on the research that I have done.
Sekarang
ini ada banyak pembicaraan tentang perubahan iklim. Para ilmuwan, politikus,
pembela lingkungan hidup, di event-event olahraga, aktor-aktor Hollywood, PBB, dan masyarakat umum semua ikut membahas isu perubahan iklim. Bahkan presiden
kami, Donald Trump juga memberikan pendapatnya menentang konsep adanya
perubahan iklim. Jadi saya akan mulai dengan menyatakan apa yang saya yakini
secara pribadi tentang perubahan iklim, karena saya sudah banyak membaca
artikel-artikel dan surat-surat kabar, dan buku-buku tentang isu ini.
1. Pertama-tama saya meyakini bahwa perubahan iklim ini nyata.
Sesuatu
sedang terjadi di planet bumi yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Ada
banjir-banjir besar ~ entah
apa kalian sudah menonton berita, tetapi di Peru ada banjir-banjir besar di
seluruh negeri mereka ~ gempa bumi-gempa
bumi yang menghancurkan, angin-angin topan yang kuat, dan kekeringan yang luar
biasa. Hingga barusan ini saja California berada dalam salah satu kekeringan
itu, dan sampai tahap
tertentu hingga sekarang kami masih mengalaminya. Jadi, di pikiran saya tidak
diragukan lagi sesuatu sedang terjadi di planet ini.
Memang ada perubahan iklim.
2. Kedua, saya meyakini bahwa alasan-alasan perubahan iklim
yang disampaikan kepada kita bukanlah yang sebenarnya, bukan kebenaran yang
sejujurnya.
Jadi
walaupun saya yakin ada perubahan iklim, menurut saya alasan-alasan yang
diberikan untuk isu ini bukanlah kebenaran yang sesungguhnya.
3. Lebih jauh, saya meyakini bahwa
solusi-solusi yang diajukan oleh para politikus dan khususnya oleh Paus Francis
I, adalah solusi-solusi yang keliru.
4. Dan akhirnya saya meyakini ada agenda tersembunyi
di balik semua pembahasan tentang masalah ini dan solusi yang sedang diajukan.
Maka,
kita akan mulai dari sini, dan inilah poin-poin pembicaraan saya, inilah
fondasi dari apa yang saya yakini
berdasarkan pada riset yang telah saya lakukan.
I'd like
to begin by mentioning different sectors of society that are discussing this
issue. Scientists are measuring
in on the issue of climate change. In an article that
appeared on the 15th of March 2012, a dozen scientists wrote in the
journal Science the following words, “Human societies must now change course
and
steer away from critical tipping points in the earth system that might lead to rapid and irreversible change. This requires fundamental reorientation and restructuring of
national and international institutions toward more effective Earth system governance
and planetary stewardship…To be effective, a new set of institutions would have to be imbued with
heavy- handed, transnational
enforcement
powers.”
So we
begin to discern that this issue involves power on the part of the
political nations of the world. There's more involved than just climate
change. This statement is significant. It says that there needs to be heavy-handed and
transnational enforcement powers.
Saya mau mulai dengan menyebutkan sektor-sektor
komunitas yang berbeda yang sedang membahas isu ini.
Para ilmuwan memberikan pendapat tentang
isu perubahan iklim ini dalam sebuah artikel yang muncul pada 15 Maret 2012.
Selusin ilmuwan menulis dalam jurnal Science,
kata-kata berikut, “…Komunitas-komunitas manusia sekarang harus
mengubah haluan mereka dan menjauhi titik-titik kritikal yang bisa menjungkirbalikkan
sistem dunia, yang mungkin akan membawa ke suatu perubahan yang sangat cepat
dan tidak bisa dikembalikan lagi. Ini membutuhkan reorientasi fundamental dan
restrukturisasi institusi-institusi baik yang nasional maupun yang
internasional supaya menjalankan pengaturan dunia dan pengolahan planet yang
lebih efektif. .. Supaya efektif, suatu set institusi–institusi yang baru harus
dipenuhi dengan
wewenang untuk menjalankan kekuasaannya secara paksa lintas
negara.
Jadi kita
mulai paham bahwa isu ini melibatkan
kekuasaan di pihak bangsa-bangsa dunia secara politis. Yang terlibat di sini bukan hanya soal
perubahan iklim. Pernyataan ini signifikan. Dikatakan bahwa harus ada wewenang untuk
memaksakan kekuasaan itu lintas negara.
Powerful
politicians have also measured in on the issue of climate change. For example
Governor Jerry Brown, governor of California, educated in Jesuit schools, and
presiding over the sixth largest economy in the world, was recently invited to
the Vatican to participate in a summit on climate change, and he couldn't help
but offer accolades to Francis for his moral leadership on this issue of
climate change.
Politikus-politikus
yang kuat juga telah ikut ambil bagian dalam isu perubahan iklim. Misalnya
Gubernur Jerry Brown, gubernur California, yang dididik di sekolah Jesuit, dan
mengepalai perekonomian terbesar keenam di dunia, baru-baru ini diundang ke
Vatikan untuk mengikuti KTT tentang perubahan iklim, dan dia merasa harus
memberikan pujian kepada Francis atas kepemimpinan
moralnya dalam isu perubahan iklim ini.
And
then we have Mayor Bill DeBlasio, mayor of New York City, the financial capital of the world. At this same
meeting that Jerry Brown attended, DeBlasio couldn't help to gush about Francis,
and I quote, ”as the strongest moral voice in the
world [who] is calling political leaders to
action.”
Kemudian ada Walikota Bill DeBlasio, walikota New
York City, ibukota finansial dunia. Di pertemuan yang sama yang dihadiri Jerry
Brown, DeBlasio memberikan pujian kepada Francis, dan saya kutip,
“…sebagai suara
moral yang terkuat di dunia, yang memanggil para pemimpin politik untuk
bertindak.”
Arnold
Schwarzenegger very recently took a gift to the Pope and thanked him for what
he has done to address the issue of climate change. The Pope on several
occasions has gathered the mayors from the large cities of the world to the
Vatican, for symposiums on the issue of climate change, because he knows that
much more can be accomplished on a local level first than on a national level.
Arnold
Schwarzenegger baru-baru ini membawa pemberian kepada Paus dan berterimakasih
kepadanya untuk apa yang telah dilakukannya dengan berbicara tentang isu
perubahan iklim ini. Paus pada beberapa kesempatan telah mengumpulkan
walikota-walikota dari beberapa kota besar dunia ke Vatikan untuk simposium
soal perubahan iklim, karena dia tahu bahwa lebih banyak yang bisa dicapai pada
tahap lokal lebih dulu daripada pada tahap nasional.
The papacy’s goal is not only to conquer Protestants. This does not give the papacy power, conquering the Protestant churches does not give the papacy power. What the papacy wants is to unite with Protestants, and for them to influence the government of the United States, to implement the papacy’s agenda. The power of the papacy comes from recruiting the political powers of the world, because they do have the executive authority to impose the papacy’s agenda. And I might make a parenthesis here.
There's a lot of talk in the Adventist Church about how the
papacy and Protestants are coming closer and closer together. That particular
union does not give the papacy power. It does not give the papacy political
power, except for the fact that the papacy wants to influence the Protestants
in the United States, to then influence the government to impose the papacy’s
agenda.
Tujuan
Kepausan bukan saja untuk menaklukkan Protestan. Ini tidak memberi Kepausan
kekuasaan, dengan menaklukkan gereja-gereja Protestan itu tidak memberi
Kepausan kekuasaan. Apa yang
dimaui Kepausan ialah untuk bersatu dengan Protestan dan supaya mereka yang
mempengaruhi Pemerintah Amerika Serikat untuk menjalankan agenda Kepausan.
Kekuasaan Kepausan datang dari merekut kekuasaan politik dunia, karena mereka
yang punya wewenang eksekutif untuk menjalankan agenda Kepausan. Dan saya mau
memasukkan suatu sisipan di sini.
Di gereja Advent ada
banyak pembahasan tentang bagaimana Kepausan dan Protestan akan mendekati satu
sama lain. Persatuan ini tidak memberi Kepausan kuasa, itu tidak memberi
Kepausan kekuasaan politik, kecuali bahwa
Kepausan mau mempengaruhi Protestan di Amerika Serikat,
untuk kemudian mempengaruhi pemerintah
untuk menjalankan agenda Kepausan.
And if
you look at the papacy’s agenda ~ we're going to speak about that in a few
moments ~ you're going to notice that the traditional talking points are almost
completely absent from the discussion. The papacy used to talk about: the issue
of gay marriage, they used to address the issue of euthanasia, they used to
address the issue of abortion, all of those issues were strong on the agenda of
the Roman Catholic Church. But since Francis I has become Pope, the talking
points have changed. You see these
traditional issues of the Catholic Church are not popular with the political
rulers of the world. The
political rulers of the world believe in euthanasia, they believe in abortion,
and they believe in gay marriage, so if the papacy continues speaking about
these issues, the political leaders of the world are not going to pay attention.
So the
papacy has changed their talking points to issues that the political leaders
enjoy, like poverty, like climate change, like immigration, like the need to
save the family unit. These are the issues that really resonate with
the political leaders of the world.
Dan
jika kita melihat ke agenda Kepausan ~ kita akan membahas ini sebentar lagi ~
kita akan melihat bahwa poin-poin tradisional yang dibicarakan nyaris semuanya
sudah hilang dari diskusi. Dulu Kepausan bicara tentang: isu perkawinan gay,
mereka dulu membahas isu euthanasia, mereka dulu membahas isu aborsi, semua isu
ini adalah topik-topik kuat di agenda gereja Roma Katolik. Tetapi sejak Francis
I menjadi Paus, poin-poin pembahasan telah berubah. Kalian lihat, isu-isu tradisional gereja
Katolik ini tidak populer bagi penguasa-penguasa
politik dunia.
Penguasa-penguasa politik dunia setuju dengan
euthanasia, mereka setuju dengan
aborsi, dan mereka setuju dengan
perkawinan gay. Maka jika Kepausan terus bicara tentang isu-isu ini, para
pemimpin politik dunia tidak akan memberi perhatian. Maka Kepausan harus mengganti poin-poin pembahasan mereka
yang dinikmati oleh para pemimpin politik, seperti isu kemiskinan, seperti
perubahan iklim, seperti imigrasi, seperti perlunya
menyelamatkan unit keluarga.
Inilah isu-isu yang benar-benar mendapatkan tanggapan dari
para pemimpin politik dunia.
Ban Ki
Moon who until recently was the United Nation’s General Assembly general secretary, in September of 2015 called
on governments, and I quote, “to place the
global common good…”
remember “common
good” that's an important expression, a papal expression “…to place the
global common good
above national interests and to adopt an ambitious, universal climate change at the United Nations Climate
Summit in Paris in December 2015.” So he said this in September 2015, and of course the summit on
climate change at the United Nations was going to be in December of 2015, and
he said we need to do this for the global common good.
Ban Ki Moon yang sampai baru-baru ini
masih sekretaris jenderal Majelis Umum
PBB, di September 2015 berseru kepada
pemerintahan-pemerintahan, dan saya kutip, “…agar menempatkan
kepentingan bersama yang global…” ingat “kepentingan bersama” itu adalah
ekspresi yang penting, sebuah
ekspresi Kepausan, “…agar menempatkan kepentingan bersama
yang global di atas kepentingal nasional dan supaya
mengadopsi suatu perubahan iklim universal yang ambisius, di Pertemuan KTT PBB
di Paris di Desember 2015…” Jadi dia
mengatakan ini di September 2015, dan tentu saja KTT tentang perubahan iklim di
PBB akan diadakan di Desember 2015, dan dia berkata kita harus melakukan ini
demi kepentingan bersama yang global.
There
at the
United Nations they implemented what is called the 2030 agenda. And the
2030 agenda you need to go to Google and Google this, and do a little more
research because it is a scary agenda, and basically the UN secretary Ban Ki Moon
expressed the intent of this agenda in
the following words. “The new agenda is a
promise by leaders to all people
everywhere. It is a universal,
integrated and
transformative vision for a
better world….”
Pie-in-the-sky, folks. We know the scenario
the Bible presents, right? He continues
saying, “…Institutions will have to become fit for a grand new purpose…”
that is a papal expression also.
“…We must engage
all
actors, as we did in shaping the Agenda. We must include parliaments, and local governments, and work
with cities and rural areas. We must rally
businesses and entrepreneurs. We must involve civil society in defining and implementing policies— and give the space to hold us to
account. We must listen to scientists and academia. We will need to embrace a data revolution. Most important,
we must set to work—now.”
Those
are interesting words, aren't they? From the individual who for years was the
general secretary of the United Nations.
Di sana di PBB mereka mengimplementasikan apa yang disebut
sebagai Agenda 2030. Dan Agenda 2030 ini kalian perlu ke
Google dan mencari ini dan melakukan sedikit riset
karena ini adalah agenda yang
mengerikan dan pada dasarnya sekretaris PBB Ban Ki Moon menyampaikan
tujuan dari agenda ini dengan kata-kata berikut, “…Agenda
yang baru adalah suatu janji para pemimpin kepada semua orang di mana-mana. Itu
adalah suatu visi yang universal, integral dan transformatif untuk dunia yang
lebih baik…” mimpi di siang bolong, Saudara-saudara. Kita sudah
tahu skenario yang disampaikan Alkitab, benar? Dia melanjutkan berkata, “…Institusi-institusi
harus dibuat serasi untuk sebuah tujuan baru yang megah (grand new purpose)…” ini juga sebuah ungkapan Kepausan.
“…Kita harus melibatkan semua pelaku, seperti yang telah kita lakukan ketika
kita membuat Agenda itu. Kita harus melibatkan Parlemen, dan pemerintahan-pemerintahan
lokal, dan bekerja dengan kota-kota dan daerah-daerah pedesaan. Kita harus
menggalang para pedagang dan entrepreneur. Kita harus melibatkan komunitas
sipil dalam mendefinisikan dan mengimplemetasikan kebijakan ~ dan memberi
tempat bagi pertanggungjawaban kita. Kita harus mendengarkan para ilmuwan dan
akademisi. Kita harus melakukan suatu revolusi data. Yang terpenting kita harus
mulai bekerja sekarang. …”
Ini kata-kata
yang menarik, bukan? Dari orang yang selama bertahun-tahun adalah sekretaris
jenderal PBB.
Barack
Obama also has measured in on this issue. Until recently of course he was
President of the United States. He wrote the following words about the Pope's
encyclical Laudato Si and I read, I
quote, “I welcome His Holiness Pope Francis's encyclical, and deeply admire the
Pope's decision to make the case—clearly, powerfully, and with the full moral authority of his position—for action on global climate change. We must also protect the world's poor, who have
done the least to contribute to
this
looming crisis and stand to lose the
most if we fail to avert
it…” and then of course the Pope was going to visit the White House
in a few months and so Barack Obama stated, “…I look forward to
discussing these issues with Pope Francis when he visits the White House
in September. And as we prepare for global climate negotiations in
Paris this December, it is
my hope that
all world leaders—and all God's children—will reflect on
Pope Francis' call
to
come
together to care for our common home.” Time and again you're going to find “common home”, “common good”, you're going to find that in
papal literature first, and
then you're going to find it being quoted by politicians, and by scientists,
and so on.
Barack Obama juga ambil bagian dalam isu ini. Hingga baru saja,
tentunya dia adalah presiden Amerika Serikat. Dia menulis kata-kata berikut
mengenai ensiklikal Paus, Laudato
Si, dan saya kutip, “…Saya menyambut ensiklikal Yang Mulia Paus
Francis, dan sangat mengagumi keputusan Paus untuk membawakan kasus ini ~ dengan jelas,
dengan kuat, dan dengan autoritas moral
penuh dari jabatannya ~ untuk mengambil
tindakan mengenai perubahan iklim global. Kita juga harus melindungi
orang-orang miskin di dunia, yang memberikan kontribusi paling kecil kepada
krisis yang mengancam ini, tetapi yang akan paling dirugkan jika kita gagal
menghindarinya…” Dan tentu
saja Paus akan mengunjungi Gedung Putih dalam waktu beberapa bulan dan Barack
Obama mengatakan, “…Saya menantikan pembicaraan isu-isu ini
dengan Paus Francis saat beliau mengunjungi Gedung Putih di September. Dan
sementara kita mempersiapkan negosiasi tentang iklim global di Paris bulan
Desember ini, harapan saya ialah agar semua pemimpn dunia ~ dan semua anak
Allah ~ akan merefleksi panggilan Paus Francis untuk bergabung dalam memelihara
tempat tinggal kita bersama…” berulang-ulang
kita akan bertemu dengan “tempat tinggal kita bersama”, “kepentingan
bersama” dan kita akan menemukan itu lebih dulu dalam
literatur Kepausan, kemudian kita akan melihat ini dikutip
oleh para politikus, dan ilmuwan, dan lain-lain.
Not
only have powerful politicians measured in, and scientists measured in, and the
United Nations measured in, but also Hollywood actors have measured in. Have
you ever heard of Leonardo DiCaprio? He is an Academy Award winner and highly
visible Hollywood actor and of great influence upon the world's youth. On April
22, 2016, he gave an impassioned speech to the General Assembly of the United
Nations just before the signing of the Paris agreement on climate change. He is
officially the UN messenger of peace with special emphasis on climate change.
You might have watched the National Geographic documentary that was prepared as
a result of DiCaprio's travels around the world. This is what DiCaprio had to
say, “A massive change, an upheaval is needed now, one that leads to a new collective consciousness…” this is
pantheistic terminology, folks, “…a new
collective consciousness, a new collective evolution of the human race inspired and enabled by a sense
of urgency from all of you…” remember
he's speaking to the leaders of the United Nations, “…you are the last best hope of earth…” not
Jesus anymore. The politicians of the world they are the last best hope of the
world. And then he pleaded, “… We ask you to protect it or we
and all living
things we cherish
are history.” Can you
hear the sense of urgency in DiCaprio's voice?
Bukan saja politikus-politikus
berpengaruh ikut ambil bagian, dan para ilmuwan ikut ambil bagian dan PBB ikut
ambil bagian, tetapi juga aktor-aktor Hollywood ikut ambil bagian. Pernahkah
kalian dengar tentang Leonardo DiCaprio? Dia seorang pemenang Academy Award dan
seorang aktor Hollywood yang sangat terkenal dan punya pengaruh besar pada
orang-orang muda di dunia. Pada 22 April 2016 dia memberikan pidato yang penuh
semangat di hadapan majelis umum PBB tepat sebelum ditandatanganinya perjanjian
Paris tentang perubahan iklim. Dia adalah utusan resmi PBB untuk perdamaian
dengan penekanan khusus pada perubahan iklim. Kalian mungkin pernah menonton
dokumenter National
Geographic yang dibuat sebagai hasil
perjalanan-perjalanan DiCaprio ke seluruh dunia. Inilah yang dikatakan
DiCaprio, “…Suatu perubahan massif, suatu goncangan dibutuhkan sekarang
ini, yang bisa membawa kepada suatu kesadaran kolektif yang baru…” ini adalah istilah pantheisme, Saudara-saudara, “…suatu kesadaran kolektif yang baru, suatu
evolusi kolektif yang baru pada umat manusia, yang diilhami dan dimampukan oleh
suatu dorongan urgensi dari kalian semua…”
ingat, bahwa dia sedang bicara kepada para pemimpin PBB, “…kalianlah
harapan terakhir dunia…” sudah bukan
Yesus lagi. Para politikus dunia, merekalah harapan terakhir dunia. Kemudian
dia memohon, “…Kami memohon agar kalian melindunginya, atau kami dan semua
makhluk hidup yang kami sayangi akan tinggal sejarah…” Apakah kalian mendengar nada urgensi di suara
DiCaprio?
DiCaprio
met with the Pope on January 28, 2016, and of course the subject of choice was climate
change. After the interview with the Pope DiCaprio said, “I think he wrote this encyclical, which
is one of the most important things in the climate-change history,
so to
speak. Basically,
spreading the gospel that we should care about the planet we live in. It’s a sin to destroy our planet.
He’s been inspiring and revolutionary to come out and be outspoken about the issue
of climate change
and
endorse the
scientific community.”
DiCaprio bertemu dengan Paus pada 28
Januari 2016, dan tentu saja topik pilihannya ialah perubahan iklim. Setelah
wawacara dengan Paus, DiCaprio berkata, “…Saya pikir, beliau menulis ensiklikal ini,
yang adalah salah satu yang paling penting dalam sejarah perubahan iklim,
katakanlah begitu. Pada dasarnya, menyebarkan injil bahwa kita harus peduli
pada planet di mana kita hidup ini. Menghancurkan planet kita adalah dosa.
Beliau menginspirasi dan revolusioner dengan
tampil dan menyampaikan pendapatnya tentang isu perubahan iklim, dan mendukung
komunitas ilmuwan.”
Perhaps
you watched the Olympics, the last Summer Olympics? Did you notice that the
entire theme of the Olympics was the issue of climate change? Even notable sports
heroes are measuring in and lauding the Pope for his encyclical and for
addressing the issue of climate change.
Barangkali
kalian menonton Olympics, Olympics Musim Panas yang terakhir? Apakah kalian
sadar bahwa seluruh tema Olympics adalah isu perubahan iklim? Bahkan
pahlawan-pahlawan sport yang terkenal
ikut ambil bagian dan memuji Paus atas ensiklikalnya dan atas tindakannya mengangkat isu perubahan iklim.
There
is one common denominator in all of this discussion. At every stage of the
discussion and in every forum, the Roman Catholic papacy has been involved in
spearheading and supporting the climate change agenda. So let's take a look of
how the papacy has been spearheading this movement, and how it has been
promoting it from the background. And of course now not in the background
overtly.
Ada
satu denominator umum dalam semua diskusi ini. Di setiap tahap diskusi dan di
setiap forum, Kepausan Roma Katolik terlibat dalam mempelopori dan mendukung
agenda perubahan iklim. Jadi mari kita simak bagaimana Kepausan mempelopori
gerakan ini, dan bagaimana dia mempromosikannya di latar belakang. Dan tentu
saja sekarang sudah terang-terangan, tidak di latar belakang lagi.
On
April 15, 2015, some two months before Pope Francis I released his encyclical Laudato Si,
the Pontifical Academy of Sciences and the Pontifical Academy of Social Sciences
released this statement. The name of the statement is “Climate Change and the Common
Good”. Notice that's interesting, “climate
change and the common good” you'll hear that time and again. A statement of the problem and the demand for
transformation solutions. This eye-opening document presents a doomsday
scenario, that is intended to scare the planet into doing something about
climate change, or ceasing to exist. Among other things the declaration stated
the following, “Climate change is
a global problem whose solution will
depend on our stepping beyond national affiliations and coming…”
what? This is all nations coming together, right? Have you ever
read Revelation chapter 17 where all nations come together and the harlot sits
upon this scarlet Beast? So once again,
“…Climate change is
a global problem whose solution will
depend on our stepping beyond national affiliations
and coming together for…” what
purpose? “…coming
together for the common
good.”
There
you have it again.
By the
way, the papacy has been using the expression “common good” for over a hundred
and thirty years, so that expression comes directly from the Roman Catholic
papacy.
Pada 15 April 2015, sekitar dua bulan
sebelum Paus Francis I menerbitkan ensiklikalnya Laudato Si, Pontifical Academy of Sciences dan Pontifical Academy of Social
Sciences mengeluarkan pernyataan ini.
Nama dari peryataan itu ialah “Climate Change and the Common Good”. Simak, ini menarik, Perubahan Iklim dan
Kepentingan Bersama, kalian akan mendengar kata-kata ini berulang-ulang. Suatu
pernyataan tentang masalahnya dan tuntutan untuk solusi-solusi perubahannya.
Dokumen yang membuka mata ini menyajikan suatu skenario hari kiamat yang
bertujuan menakut-nakuti planet ini supaya melakukan sesuatu tentang perubahan
iklim, atau akan lenyap. Di antaranya, deklarasi itu menyatakan yang berikut, “…Perubahan iklim adalah masalah global, yang
solusinya bergantung pada kita untuk mengambil langkah melampaui
afiliasi-afiliasi nasional dan bergabung…”
apa? Ini artinya semua bangsa bergabung menjadi satu, benar? Pernahkah
kalian membaca Wahyu 17 di mana semua bangsa bergabung menjadi satu dan
perempuan pelacur itu duduk di atas Binatang berwarna merah padam? Jadi sekali
lagi, “…Perubahan iklim
adalah masalah global, yang solusinya bergantung
pada kita untuk
mengambil langkah melampaui afiliasi-afiliasi nasional dan bergabung menjadi
satu demi…” tujuan apa? “…bergabung menjadi satu demi kepentingan
bersama…” tuh kata-kata yang sama lagi.
Nah, Kepausan
sudah memakai istilah “kepentingan bersama” ini selama 130 tahun, jadi istilah
ini datang langsung dari Kepausan Roma Katolik.
This
document also stated, “As early as 2100…” that's
not too far off we’re in 2017, “…there will be a non-negligible probability of irreversible
and
catastrophic climate impacts that may last over thousands of years, raising the existential question of whether civilization as we know it can be extended beyond this century.”
Can you
sense the urgency that the papacy is saying this is the issue that we have to
address? The
document states that the increase in temperature on earth has not been seen in
tens of millions of years, which suddenly tells you that the papacy has embraced
what? The
theory of evolution! And we're going to come back to that a little bit
later.
Dokumen ini juga menyatakan, “…Sedini tahun 2100…” itu tidak terlalu jauh ke depan, kita ada di 2017, “…akan ada probabilitas yang tidak bisa diabaikan
dari dampak-dampak iklim yang tidak bisa diperbaiki
dan merupakan bencana besar, yang mungkin akan bertahan hingga ribuan tahun,
yang mengangkat pertanyaan eksistensial apakah peradaban seperti yang pernah
kita kenal, bisa diperpanjang melampaui abad ini.”
Bisakah
kalian merasakan urgensi yang dikatakan Kepausan inilah isu yang harus kita
tangani? Dokumen itu menyatakan bahwa penambahan suhu di bumi
sekarang belum pernah dialami dalam puluhan juta tahun, yang
tiba-tiba mengatakan kepada kita bahwa
Kepausan telah memeluk apa? Teori
evolusi! Dan nanti sebentar kita akan kembali kemari.
Not
only do we find these declarations in this document “Climate Change and the Common
Good” but as probably most of us know, the Pope released an encyclical on the
issue of climate change, the name of the encyclical is Laudato Si. It was released on June 18, 2015. Laudato Si means “praise be to You” in other words,
praise be to the Lord. The subtitle is “Our Care for Our Common Home”. The
Pope's encyclical published about two months after the declaration that I read
from, suggested that the elimination of carbon gases, carpooling, planting
trees, turning off unnecessary lights, restricting the use of air conditioning,
recycling and boycotting certain products, as well as giving the planet a
Sunday rest, will help solve the problem of climate change. I must say that
he's not putting his finger on the real issue, as we shall see.
Bukan
saja kita menemukan deklarasi-deklarasi ini dalam dokumen “Climate
Change and the Common Good”, tetapi
seperti sudah diketahui banyak orang, Paus telah mengeluarkan sebuah ensiklikal
mengenai isu perubahan iklim, nama ensiklikal itu ialah Laudato Si. Ini dikeluarkan pada 18 Juni, 2015. Laudato
Si berarti “Segala puji bagiMu”
dengan kata lain segala puji bagi Allah. Subjudulnya ialah “Our Care for
Our Common Home” (Kepedulian Kita bagi
Rumah Kita Bersama). Ensiklikal Paus yang diterbitkan sekitar dua bulan setelah
deklarasinya yang tadi saya bacakan itu, memberikan pendapat bahwa mengeliminasi
gas karbon, memakai transportasi umum, menanam pohon, mematikan lampu-lampu
yang tidak diperlukan, membatasi pemakaian AC, mendaur ulang dan memboikot
produk-produk tertentu, dan juga memberikan planet ini istirahat hari
Minggu, akan menolong menyelesaikan masalah perubahan iklim. Harus saya katakan
dia tidak benar-benar meletakkan jarinya pada isu yang sesungguhnya, seperti
yang akan kita lihat.
The
Pope also called for international treaties that would put pressure on the
affluent countries like the United States, for example, to help poorer
countries adapt, including a move to help them switch from fossil fuels to clean
energies such as solar power.
Paus
juga secara resmi minta dibuatnya perjanjian-perjanjian internasional yang akan
menekan negara-negara yang kaya ~ seperti Amerika Serikat, misalnya ~ agar
menolong negara-negara yang lebih miskin beradaptasi, termasuk suatu gerakan
untuk membantu mereka beralih dari bahan bakar fosil ke energi bersih seperti
tenaga solar.
And now
I want to read some phrases. I have read this encyclical from beginning to end.
You need to read it. It is a fascinating document.
You
know, he addresses the issue of abortion in one short paragraph, that's all
there is.
And when
it comes to overpopulation, you know the Roman Catholic Church traditionally has
said that there should be no family planning, people should simply have as many
children as the Lord gives them. He says that's not really an issue, there's
plenty of space on planet earth for more population.
So he's
not addressing the issue of abortion at all except in one paragraph, because he
doesn't want to alienate the political leaders of the world. But at the same
time he has to throw out a carrot to the conservatives of the church, that
still want to address these issues of abortion and other like issues.
Dan
sekarang saya mau membacakan beberapa istilah. Saya sudah membaca ensiklikal
ini dari awal hingga akhir. Kalian perlu membacanya. Ini adalah dokumen yang
menarik.
Kalian
tahu, dia menyinggung isu aborsi dalam satu paragraf singkat saja, hanya itu.
Dan
mengenai kepadatan penduduk, kalian tahu gereja Roma Katolik menurut tradisi mengatakan tidak boleh ada KB,
orang harus memiliki anak-anak sebanyak yang diberikan Tuhan kepada mereka.
Paus mengatakan itu sesungguhnya bukan isu, ada banyak tempat di planet bumi
untuk lebih banyak penduduk lagi.
Jadi
dia sama sekali tidak bicara tentang isu aborsi kecuali dalam satu paragraf
itu, karena dia tidak mau menjadi musuh para pemimpin politik dunia. Tetapi
pada waktu yang sama dia harus melemparkan gula-gula kepada
golongan konservatif gereja yang masih mau membahas isu-isu ini seperti aborsi
dan isu-isu yang sejenis.
In paragraph 53 of Laudato Si the Pope called for “the establishment of a
legal framework…” this will
involve governments, right? “…of a legal framework, which can set clear boundaries and
ensure the protection of ecosystems. This has become…” according to him, “…indispensable.”
Di paragraf
53 Laudato Si, Paus secara resmi minta “…dibuatnya suatu kerangka hukum…” berarti ini melibatkan pemerintahan, benar? “…suatu
kerangka hukum, yang bisa menentukan batasan-batasan yang jelas dan menjamin
perlindungan terhadap ekosistem. Ini telah menjadi…” menurut dia, “…tidak boleh diabaikan.”
In paragraph 5 of Laudato
Si, the Pope stated, “Every effort to protect and improve our world
entails profound changes in lifestyles, models
of production and consumption…” that is
an attack against capitalism. The encyclical is really an onslaught on
capitalism. So he says, it
“…entails profound changes in lifestyles, models of production and consumption, and the established structures of power which today govern
societies.” So
there has to be a change in the structures of power that govern societies.
I'll
bet you can't guess which is the power
that is going to influence the powers. We don't have to guess. We're going to
see that a little bit later.
Di paragraf
5 Laudato Si, Paus menyatakan,
“…Setiap usaha untuk melindungi dan memperbaiki dunia kita, menuntut perubahan
besar pada pola hidup, model-model produksi dan konsumsi…” ini merupakan
serangan terhadap kapitalisme. Ensiklikal ini sesungguhnya adalah serangan
keras terhadap kapitalisme. Jadi dia berkata, itu “…menuntut perubahan besar pada pola hidup,
pada model-model produksi dan konsumsi, dan pada struktur kekuasaan yang ada
hari ini, yang menguasai komunitas…” Jadi harus
ada suatu perubahan dalam struktur kekuasaan yang menguasai masyarakat.
Pasti kalian
tidak bisa menebak kekuasaan manakah yang akan mempengaruhi
kekuasaan-kekuasaan. Kita tidak usah menebak. Kita akan melibatnya sebentar
lagi.
In paragraph 169 Pope Francis wrote, “International [climate] negotiations cannot make significant progress due to positions
taken
by countries which place their national interests…”
does
that sound familiar? “America first!” and people wonder about Donald Trump
because you know people say, “O, Donald Trump is in the papacy’s pocket.” There's
nobody more radically different than the Pope than Donald Trump.
· The Pope is in favor of addressing climate change.
Trump says, it's a hoax.
· The Pope is a socialist.
Trump is a capitalist.
And
those are only two differences between them, but the differences are absolutely radical between the two.
Now
notice once again here “International [climate] negotiations cannot make significant progress due to positions taken by countries which place their
national interests above…” what?
“…the global common good.”
So this issue
of climate change has the purpose of what? Of bringing the whole globe together in a
common cause.
Di
paragraf 169, Paus Francis menulis, “…Negosiasi (iklim) internasional tidak bisa
membuat kemajuan yang signifikan karena posisi yang diambil oleh negara-negara
yang menempatkan kepentingan nasional mereka…”
apakah ini terdengar familier? “Pertama Amerika!” dan orang-orang
bertanya-tanya tentang Donald Trump karena orang-orang berkata, “O, Donald
Trump sudah dikantongi Kepausan.” Tidak
ada orang yang lebih berbeda dari Paus secara radikal selain Donald Trump.
·
Paus setuju menangani perubahan iklim.
Trump
berkata itu hoax.
·
Paus
seorang sosialis.
Trump
seorang kapitalis.
Dan itu baru dua perbedaan antara
mereka. Tetapi perbedaan itu mutlak radikal antara keduanya.
Nah, simak sekali lagi di sini, “…Negosiasi
(iklim) internasional tidak bisa mencapai
kemajuan yang signifikan karena posisi yang diambil oleh negara-negara yang
menempatkan kepentingan nasional mereka di atas…” apa? “…kepentingan bersama yang global…”
Jadi isu perubahan iklim ini punya
tujuan apa? Punya tujuan mempersatukan
seluruh dunia dalam satu tujuan yang sama.
As you
know the Pope visited the White House, September 22, 2015. In the midst of pomp and circumstance and fanfare
such as never had been seen before in the welcome of a head of state, with
flags of the United States and the Holy See, waving together, President Obama
received the Pope in the White House.
When
Obama received the Pope, he addressed him as “the Holy Father” and then they
gathered in the White House for about 45 minutes. And of course they told us
what they discussed. They discussed the issue of climate change
and the need to resolve the issue of poverty in the world. Once again the two
causes that politicians, and scientists, and Hollywood actors, and so on,
are addressing very much today.
Seperti
yang kalian tahu, Paus mengunjungi Gedung Putih pada 22 September 2015. Di
tengah-tengah kemegahan dan upacara dan parade musik yang belum pernah kita
lihat sebelumnya untuk menyambut seorang kepala negara, sementara bendera
Amerika Serikat dan Kepausan berkibar bersama, Presiden Obama menerima Paus di
Gedung Putih.
Ketika
Obama menerima Paus, dia menyebutnya sebagai “Bapa Suci” kemudian mereka
bertemu di dalam Gedung Putih selama sekitar 45 menit. Dan tentu saja mereka
memberitahu kita apa yang mereka bicarakan. Mereka mendiskusikan isu perubahan iklim,
dan pentingnya untuk menyelesaikan isu kemiskinan di dunia. Sekali lagi kedua
tujuan yang banyak dibahas hari ini oleh para
politikus, dan ilmuwan, dan aktor Hollywood, dan lain-lain.
And
then on September 24, 2015, for the first time in the history of the United
States a Roman Catholic pope addressed a joint session of Congress of the
United States, whose members by the way are sworn to uphold the Constitution
and the Bill of Rights, two documents that are radically opposed to the Roman
Catholic view in the Roman Catholic agenda.
What
did the Pope say to Congress? You can google it if you want. The answer is
there for all to see.
As
expected he lectured politicians about:
· the duty to serve for the common good,
· the dangers and woes of unrestrained capitalism,
· and the need to address climate change,
· and to redistribute the world's goods among all of God's
creatures for the common good.
Kemudian
pada 24 September, 2015, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat,
seorang Paus Roma Katolik berpidato dalam sesi gabungan Kongres Amerika
Serikat, dan ketahuilah yang anggota-anggotanya
sudah disumpah untuk mempertahankan Konstitusi dan Amendemen Pertama, dua
dokumen yang secara radikal bertentangan dengan pandangan Roma Katolik dalam
agenda Roma Katolik.
Apa
yang dikatakan Paus kepada Kongres? Kalian bisa melihatnya di Google kalau mau.
Jawabannya ada di sana bisa kita lihat semua.
Seperti
yang sudah diduga, dia memberikan ceramah kepada para politikus tentang:
· kewajiban untuk melayani kepentingan
bersama,
· bahaya dan celaka dari kapitalisme yang
tidak terkendali,
· dan perlunya membahas perubahan iklim,
· dan mendistribusikan ulang harta dunia
di antara semua makhluk Allah demi kepentingan bersama.
And
then of course the Pope addressed the United Nations September 28, 2015, the
Pope was invited to address the General Assembly to celebrate the 70th
anniversary of the founding of the United Nations. There were 193 nations
represented there. And among other things the speech encouraged world leaders
to address the issue of global climate change, the problem of immigration, and
the problems of poverty. Once again the same issues being addressed by the
Roman Catholic Pope. And he encouraged the political leaders at the United Nations to
approve the decision on climate change, which they did at the end of the
session.
Kemudian
tentu saja Paus berbicara kepada PBB pada 28 September, 2015. Paus diundang
untuk bicara di hadapan Majelis Umum untuk merayakan ulangtahun yang ke-70
dibentuknya PBB. Ada 193 bangsa yang terwakili di sana. Dan dari antara yang lain, pidato itu mendorong
para pemimpin dunia untuk menangani isu perubahan iklim global, masalah
imigrasi, dan masalah kemiskinan. Sekali lagi isu-isu yang sama yang
dibicarakan oleh Paus Roma Katolik. Dan dia mendorong para pemimpin politik di PBB untuk menyetujui keputusan tentang
perubahan iklim, yang mereka lakukan pada akhir sesi itu.
In fact
in the Pope's encyclical he had already suggested that in order to solve the problems
of poverty and climate change ~ and this is paragraph
5 ~ “models of production and consumption and the
established structures of power that today govern societies need to change profoundly.”
Bahkan di
ensiklikal Paus dia sudah mengusulkan bahwa untuk menyelesaikann
masalah-masalah kemiskinan dan perubahan iklim ~ dan ini di paragraf 5 ~ “…model-model produksi dan konsumsi, dan
struktur kekuasaan yang ada hari ini, yang menguasai komunitas, harus berubah
secara besar-besaran.”
And
then of course you have the Paris Climate Change Summit. The Pope strongly urged the politicians of the world to approve
this agreement on climate change. This meeting took place between November
30 to December 12, 2015, it's known as The Paris
Climate Agreement. The agreement became legally-binding on April 22, 2016. 174 nations signed the agreement. And of course John Kerry who was the Secretary of State at that time
with his granddaughter on his lap, signed this agreement for the United States
of America.
Kemudian
tentu saja ada KTT Perubahan Iklim di Paris. Paus mendorong dengan kuat agar
para politikus dunia menyetujui perjanjian mengenai perubahan iklim ini.
Pertemuan ini terjadi antara November 30 hingga Desember 12, 2015, dan dikenal
sebagai Perjanjian Iklim Paris.
Perjanjian tersebut mengikat secara
resmi pada 22 April, 2016. 174 bangsa menandatangani perjanjian itu. Dan tentu saja
John Kerry yang adalah Menteri Luar Negeri pada waktu itu, sambil membopong
cucunya di pangkuannya, menandatangani perjanjian tersebut atas nama Amerika
Serikat.
Regarding
the agreement, the Pope stated, “Its implementation
will require unanimous commitment and generous dedication by everyone. . . pay special attention to the most vulnerable populations. . . and carefully follow the road ahead, and with an ever-growing sense
of solidarity.”
Mengenai perjanjian itu Paus
menyatakan, “…Implementasinya membutuhkan
komitmen bulat dan dedikasi yang melimpah dari semua… berikan perhatian
istimewa kepada populasi yang paling lemah… dan ikuti jalan yang terbentang di
depan dengan hati-hati, dan dengan perasaan solidaritas yang terus bertumbuh.”
After
the Pope gave his speech to the United Nations, they gave him a standing
ovation that lasted for several minutes. It shows the huge respect that the
Pope has before all of the political leaders of the world.
Setelah Paus memberikan pidatonya kepada
PBB, mereka memberikan tepuk tangan meriah yang berlangsung selama beberapa
menit. Itu menunjukkan adanya rasa hormat yang besar untuk Paus di hadapan
semua pemimpin politik dunia.
So
climate change is being strongly addressed by all sectors of society and the
discussion is being driven, the discussion is being choreographed, by the Roman
Catholic papacy. The papacy has its hand in the mix at every single stage of
the discussion.
Jadi
perubahan iklim ditangani dengan kuat oleh semua sektor masyarakat dan
diskusinya disetir, diskusinya dikoreografikan oleh Kepausan Roma Katolik.
Kepausan memasukkan tangannya ke dalam campuran itu pada setiap tahap
diskusinya.
Now we
need to transition and compare two world views, the worldview of the Bible and the worldview of the
secular world and of the papacy.
Sekarang
kita harus beralih dan membandingkan dua pandangan dunia, pandangan dunia dari
Alkitab, dan pandangan dunia dari dunia sekuler dan Kepausan.
Let's
take a look first of all at the biblical world view, because it is related to the issue of climate change.
The
Bible tells us that God at the beginning made a perfect Creation in six literal
days. Notice Genesis 1:31 through chapter 2:1.
And you know we've read these verses many times, you're probably
wondering why in the world are you reading these verses, we already know them.
Because this is going to be placed on YouTube and there's going to be many
people that are not members of the Seventh-Day Adventist Church, that are going
to be listening and watching this particular presentation, and many of them
might not know these verses within the context that we're going to discuss
them.
And so
it says in Genesis 1:31, “31 Then God saw everything
that He had made, and indeed it
was…” deficient? No! “…indeed it
was…” what? “…very good…” not good, very good! And then it says,
“…So the evening and the morning were the sixth day. 1 Thus the heavens and the earth,
and all the host of them, were…” what?
“…finished.”
In how
many days did God create this world? In six literal days.
Mari
kita lihat pertama pada pandangan dunia dari Alkitab karena ini terkait kepada
isu perubahan iklim.
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah pada
mulanya membuat ciptaan yang sempurna dalam enam hari literal. Simak Kejadian
1:31 hingga pasal 2:1.
Dan kita sudah
membaca ayat-ayat ini banyak kali, kira-kira kalian sedang bertanya-tanya
mengapa ayat-ayat ini dibaca, kami sudah mengenal mereka. Karena ceramah ini
akan dimasukkan Youtube dan akan ada banyak orang yang bukan dari gereja MAHK
yang akan mendengarkan dan menonton presentasi khusus ini, dan banyak dari
mereka mungkin tidak tahu ayat-ayat ini dalam konteks yang akan kita
diskusikan.
Jadi dikatakan di Kejadian 1:31, “31 Maka Allah
melihat segala yang telah dijadikan-Nya itu,
dan sungguh itu…” cacat?
Tidak! “…sungguh itu…”
apa? “…amat baik…” bukan baik, tapi amat baik! Kemudian
dikatakan, “…Maka petang itu dan pagi itu adalah hari keenam. 1 Demikianlah
langit dan bumi dan segala isinya…” apa? “…sudah selesai…”
Dalam
berapa hari Allah menciptakan dunia? Dalam enam hari yang literal.
You say,
how do we know they're literal days? Well, there are several reasons.
1.
it says it was “the evening and the morning”, each day, except the seventh day.
Doesn't quite make any
sense to say it was the evening and morning of the first billion years.
Furthermore the Bible
says that God
spoke and it was done. Several times in the Creation account it says
that after God created something “it was so”. This is language that indicates that something took place
quickly.
God created a perfect
world and He created that perfect world in six days, and He rested on the
seventh day, that's the first point.
2.
the second point is, that
God gave
man a sign to remind him that He created the world in six literal days.
And of course that sign
is what? The Sabbath.
So to whom does the
environment belong? The environment belongs to God because God made it, and God gave
us a sign to remind us that we are to care for the environment because He made
it.
Notice Genesis 2:2-3, “ 2 And on the seventh day
God ended His work which He had done, and He rested…” the word “rested” is the word שָׁבַת [shâbath]. A better translation would be “ceased”
“…and He rested on the seventh day from all His work which He had
done. 3 Then
God blessed the seventh day and sanctified it, because in it He rested
from all His work which God had created and made.”
Which day did God make holy?
The Sabbath.
And which day is the
Sabbath? “The seventh day” is what it says here,
clearly it says the seventh day is the Sabbath, and the Sabbath is holy. It was
separated by God at Creation as a sign that He is the Creator.
Kalian
berkata, dari mana kita tahu itu hari-hari literal? Nah, ada beberapa alasan.
1. Dikatakan “petang itu dan pagi itu” setiap hari, kecuali pada hari ketujuh.
Tidak
masuk akal untuk mengatakan petang itu dan pagi itu adalah hari pertama
milyaran tahun.
Lebih
jauh Alkitab berkata bahwa Allah
berfirman dan itu jadi. Beberapa kali dalam kisah Penciptaan
dikatakan bahwa setelah Allah menciptakan sesuatu, “jadilah demikian”.
Bahasa ini mengindikasikan bahwa sesuatu terjadi dengan cepat.
Allah
telah menciptakan suatu dunia yang sempurna dan Dia menciptakan dunia yang
sempurna itu dalam enam hari, dan Dia berhenti pada hari ketujuh. Itulah poin
pertama.
2.
Poin
kedua ialah, Allah memberi
manusia suatu tanda untuk mengingatkan mereka bahwa Dia menciptakan dunia ini
dalam enam hari literal.
Dan
tentu saja tanda itu apa? Sabat.
Jadi
lingkungan hidup itu milik siapa? Lingkungan
hidup itu milik Allah, karena Allah yang telah menciptakannya.
Dan Allah memberi kita suatu tanda untuk
mengingatkan kita bahwa kita harus memelihara lingkungan hidup karena Dia yang
telah menciptakannya.
Simak Kejadian 2:2-3, “2
Dan pada hari ketujuh Allah mengakhiri pekerjaanNya yang telah dibuatNya, dan Ia beristirahat…” kata
“beristirahat” adalah kata שָׁבַת [shâbath]. Terjemahan yang lebih baik adalah
“berbenti”. “…dan Ia berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3
Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari
itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. …”
Hari mana yang dijadikan Tuhan kudus?
Sabat.
Dan hari mana yang Sabat? “hari ketujuh” Itulah yang dikatakan di sini, jelas
dikatakan hari ketujuh itulah Sabat, dan Sabat itu kudus. Ini sudah dipisahkan
oleh Allah saat Penciptaan sebagai tanda Dialah Sang Pencipta.
Now
this sign is also found in the Fourth Commandment of God's Law.
By the way
the fourth commandment is also found in Roman Catholic Bibles, not only in Protestant
Bibles. This commandment is found in the way I'm going to read it in the
Roman Catholic Bibles as well. Of course the Roman Catholic Church
says, “No! Not the Sabbath.” It says, “We have another sign.” We'll come back
to that.
Exodus
20:8-11, “Remember the Sabbath day to keep it holy…” which day? The Sabbath day. To keep it what? Holy. “…Six days you shall labor and do all your work, but the seventh
day is the Sabbath of the Lord your God…” so is
it the Sabbath of Jews? No! It's the Sabbath of the Lord your God, “…in it you shall do no work, you, nor your son, nor your
daughter, nor your male servant, nor your female servant, nor your cattle, nor
your stranger who is within your gates…” So why
does God say, “remember the Sabbath day to keep it holy” and He says, “labor six days and rest on the seventh”, why
would God say something like that? Here's the reason, verse 11, “…for…” that means because, “…in six days the Lord made
the heavens and the earth, the sea and all that is in them, and He rested the
seventh day, therefore the Lord blessed the Sabbath day and hallowed it…” or made it holy. Why are we supposed to work six and rest the
seventh? Because God worked six and rested the seventh. Wouldn't it be kind of
foolish for God to tell us to work six and rest the seventh if each day of
Creation lasted millions of years? The fact that God says “you work six literal
days and rest on the seventh, like I did,” means that originally God worked on six literal
days and rested on the seventh day. And the seventh day is the Sabbath.
The seventh day is holy according to Exodus 20, and according to the story that
we find in the book of Genesis.
Nah,
tanda ini juga terdapat di Perintah Keempat dari Hukum Allah.
Perintah
Keempat ini juga ada di Alkitab Roma Katolik, bukan hanya di Alkitab Protestan.
Perintah ini terdapat dalam bentuk yang akan saya bacakan dari Alkitab Roma
Katolik. Tentu saja gereja
Roma Katolik berkata, “Tidak! Bukan Sabat.” Mereka berkata, “Kami punya tanda
yang lain” Nanti kita akan kembali kemari.
Keluaran 20:8-11, “8 Ingatlah hari Sabat, peliharalah kekudusannya…” hari yang mana? Hari Sabat. Dipelihara
bagaimana? Kekudusannya. “…9 Enam hari lamanya kamu harus
bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, 10 tetapi hari ketujuh
adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; …” jadi
apakah ini Sabat orang Yahudi? Bukan. Ini Sabat Tuhan Allahmu, “…maka
pada hari itu kamu tidak boleh melakukan pekerjaan, kamu, atau anakmu laki-laki,
atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau
hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu…” Jadi mengapa Allah berkata, “Ingatlah
hari Sabat, peliharalah kekudusannya” dan Dia berkata, “bekerja enam hari dan
berhenti hari ketujuh”? Mengapa Allah mengatakan seperti itu? Ini alasannya,
ayat 11, “…11 Sebab…” artinya
karena, “…dalam enam hari TUHAN menjadikan langit dan
bumi, laut dan segala isinya, dan Ia beristirahat
pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya…” Mengapa
kita harus bekerja enam hari dan beristirahat hari ketujuh? Karena Allah
bekerja enam hari dan beristirahat pada yang ketujuh. Tidakkah akan konyol bagi
Allah untuk menyuruh kita bekerja enam hari dan beristirahat yang ketujuh jika
setiap hari penciptaan berlangsung berjuta-juta tahun? Faktanya Allah berkata,
“kamu bekerja enam hari literal dan beristirahat pada yang ketujuh seperti
Aku”, berarti aslinya Allah
bekerja enam hari literal dan beristirahat pada yang ketujuh.
Dan hari ketujuh adalah Sabat. Hari ketujuh itu kudus menurut Keluaran 20, dan
menurut kisah yang kita temukan di kitab Kejadian.
But
then the Bible tells us that that perfect world was marred by sin. We find the
story in Genesis 3:1-6 and we'll just read verse 6, “6 So when the woman saw that
the tree was good for
food, that it was pleasant
to the eyes, and a tree desirable to make one wise, she took of its fruit and ate. She also gave
to her husband with her, and he ate.” So now
sin was introduced into the world, and as a result the perfect Creation of God
is now affected by sin. And sin proliferates to all of the human race and
leads to the first great climate change in history: The Flood.
Tetapi kemudian Alkitab mengatakan
kepada kita bahwa dunia yang sempurna telah dirusak oleh dosa. Kita mendapatkan
kisahnya di Kejadian 3:1-6, dan kita hanya akan membaca ayat 6, “6 Jadi ketika perempuan
itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan menyenangkan dipandang, dan pohon yang patut
didambakan yang membuat orang bijak.
Lalu ia mengambil dari buahnya dan memakannya. Dia juga memberikannya
kepada suaminya yang bersama dengan dia, dan suaminya pun makan…” Jadi sekarang dosa diperkenalkan ke
dalam dunia, dan sebagai akibatnya, ciptaan Allah yang sempurna sekarang
terkontaminasi dosa. Dan dosa
menyebar ke semua umat manusia dan mengakibatkan perubahan besar iklim yang
pertama dalam sejarah: Air bah.
As you
know, before Creation week this earth was filled with water. The Bible tells us
that in Genesis 1:2. In verse 7 we are told that on the second day of Creation,
God took some of the water that covered the planet and He placed it above. He made
a canopy above and He placed a portion of that water below the earth. The Bible
refers to the water above as “the windows of heaven”, and the water below as “the fountains of the great deep.” There was no rain before
the flood, there was a uniform climate all across the earth. This earth was
just like a giant greenhouse covered by this canopy of water that God placed
above.
You
say, “Well then, how was the earth watered?”
Well,
God set up an automatic sprinkler system, the water that He placed below at
certain hours of the day, a mist or a vapor rose from the earth, according to
Genesis 2:5-6.
Seperti
yang kalian tahu, sebelum minggu Penciptaan, bumi ini dipenuhi oleh air.
Alkitab mengatakan kepada kita tentang hal itu di Kejadian 1:2. Di ayat 7 kita
diberitahu bahwa pada hari kedua Penciptaan, Allah mengambil sebagian air yang
menutupi planet ini dan Dia menempatkannya di atas. Allah membuat sebuah kanopi
(payon) di atas dan Dia menempatkan sebagian dari air yang dari bumi di bawah. Alkitab menyebut air yang di
atas sebagai “jendela-jendela
langit”, dan air yang di
bawah sebagai “sumber air bawah
tanah”. Sebelum air bah, tidak ada hujan,
iklim di seluruh bumi itu seragam. Bumi seperti sebuah rumah kaca raksasa,
tertutup oleh kanopi air yang diletakkan Allah di atas.
Kalian
berkata, “Kalau begitu, bagaimana bumi diairi?”
Nah,
Allah memasang suatu sistem penyemprot air yang automatis. Air yang
ditempatkannya di bawah tanah, pada jam-jam tertentu akan naik suatu kabut atau
uap air dari bumi, menurut Keluaran 2:5-6.
But the
Bible tells us that there was a drastic climate change, a catastrophic climate
change and of course it was due to the use of fossil fuels? There were no fossils
at this time, folks! It was because people were eating, we're using too many
air conditioners, it was because of the animal dung, it was because the
antediluvians were not recycling. That's
the reason for the climate change! Was that the reason for
climate change? Absolutely not! Genesis
6:5, and then we're going to read also verses 11 and 12, it says, “5 Then the Lord saw that the wickedness of
man was great in the
earth, and that every intent of the thoughts of his heart was only evil continually. 11 The earth also…” this is verse 11, “…The
earth also was corrupt before God, and the earth was filled with
violence. 12 So
God looked upon the earth, and indeed it was corrupt; for all flesh
had corrupted their way on the earth.”
What
was it that brought about this drastic climate change called the flood,
where the windows of heaven are opened, and the fountains of the great deep are
broken up, and the earth is filled with water
again? It was not the superficial
factors that are mentioned today. It was because of the sinfulness of the human race.
Tetapi Alkitab mengatakan kepada kita
bahwa kemudian terjadi suatu perubahan iklim yang drastis, suatu perubahan
iklim yang merupakan bencana besar, dan tentu saja itu gara-gara bahan bakar
fosil? Pada waktu itu belum ada fosil, Saudara-saudara! Itu gara-gara manusia
makan, mereka memakai terlalu banyak AC, gara-gara tinja hewan, gara-gara
manusia pra-air bah tidak mendaur-ulang? Itu alasannya
perubahan iklim! Apakah itu alasannya
terjadi perubahan iklim? Sama sekali tidak! Kejadian 6:5, kemudian kita akan
membaca juga ayat 11 dan 12, dikatakan, “5 Lalu TUHAN melihat, bahwa kejahatan
manusia itu hebat di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya hanyalah jahat terus-menerus...11 Ada pun bumi juga…” ini ayat 11, “…Ada pun bumi juga telah rusak di hadapan Allah
dan penuh dengan kekerasan. 12 Maka Allah menilik bumi itu dan sungguhlah
rusak benar, sebab semua makhluk hidup sudah
merusak hidupnya di bumi…”
Apa
yang menyebabkan perubahan iklim
yang drastis yang disebut air bah, di mana jendela-jendela
langit dibuka, dan sumber-sumber air di bawah tanah dibuka, dan bumi dipenuhi
dengan air sekali lagi?
Itu bukan gara-gara faktor-faktor sepele
yang disebutkan hari ini. Itu
gara-gara keberdosaan umat manusia.
I
believe in climate change, but it's the sinfulness of humanity that is leading
God to withdraw His Spirit from the earth. And as God withdraws His Spirit
from the earth, Satan is given more leeway, he's given more
freedom to act, and of course he convinces the world that they need to come
together to address climate change, without addressing the fundamental issue of
the wickedness of the human heart.
But God
had a remnant, a faithful remnant, and of course that remnant was Noah. He was
in the minority. Notice what we find in Genesis 6:9 and also 7:1. “9 This is the genealogy of
Noah. Noah was a just man, perfect in his generations.
Noah walked with God…” a remnant, a small faithful remnant, in a world proliferated
with wickedness.
Saya
percaya ada perubahan iklim,
tetapi itu karena keberdosaan manusia
yang membuat Allah menarik RohNya dari bumi. Dan saat Allah
menarik RohNya dari bumi, Setan
mendapatkan celah yang lebih besar, dia mendapatkan
kebebasan yang lebih besar untuk bertindak, dan tentu saja dia
meyakinkan dunia bahwa mereka perlu bersatu untuk menangani perubahan iklim
tanpa menangani isu fundamental kejahatan hati manusia.
Tetapi
Allah memiliki umat yang sisa, umat sisa yang setia, dan tentu saja umat sisa
itu adalah Nuh. Dia masuk golongan minoritas. Simak apa yang di Kejadian 6:9
dan juga 7:1.
“9 Inilah silsilah Nuh. Nuh adalah seorang yang benar, sempurna di antara orang-orang sezamannya. Nuh
hidup dengan Allah…” seorang umat sisa, umat sisa yang
sedikit, yang setia, dalam sebuah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan.
Now let
me ask you this, is the world going to
be in a similar condition shortly before the Second Coming of Christ? So would
we expect the cause for the disintegration of society and the disintegration of
nature to the same cause of the first climate change? Jesus said so. Jesus
said, “ 37 But as the days of Noah were, so also will the coming of the Son of Man be. 38 …they were eating and drinking, marrying and giving in marriage,
until the day that Noah entered the ark, 39 and…” the wicked “…did not know until the
flood came and took them all away…” It is the wickedness of man that leads to this
disintegration of society and of nature at the end of time.
Sekarang
coba saya tanya, apakah dunia akan berada dalam kondisi yang serupa tidak lama
sebelum Kedatangan Kedua Kristus? Jadi apakah kita memperkirakan penyebab kehancuran masyarakat dan kehancuran
alam itu serupa dengan penyebab perubahan iklim yang pertama? Yesus mengatakan
demikian. Yesus berkata, “37 Sebab sebagaimana di
zaman Nuh, demikian pula akan terjadi pada
kedatangan Anak Manusia. 38 …mereka
makan dan minum, kawin dan mengawinkan sampai
kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera 39 dan mereka…” orang-orang jahat itu “…tidak menyadarinya sampai air bah itu datang dan
melenyapkan mereka semua…” (Mat. 24) Kejahatan
manusialah yang mengakibatkan kehancuran masyarakat dan alam pada akhir zaman.
Now
after the flood of course, the world was cleansed of the wicked and wickedness
still continued after that. And so it became necessary for God to redeem
humanity. And so the Bible tells us that God sent Jesus to this world. And as
we've studied in this series of presentations on the Hebrew Feasts, Jesus came to this world to do two things:
· to live a perfect life
· and to suffer the penalty of sin that we should suffer.
Those are the benefits of
His atonement. So that if we accept Jesus
His perfect life stands in place of our imperfect life, and His death counts as
our death.
Nah,
setelah air bah, tentu saja dunia sudah dibersihkan dari orang-orang jahat,
tapi kejahatan masih berlanjut setelah itu. Maka Allah perlu menebus manusia.
Jadi Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah mengutus Yesus ke dunia ini.
Dan seperti yang sudah kita pelajari dalam presentasi-presentasi seri ini tentang Perayaan-perayaan Ibrani, Yesus datang
ke dunia ini untuk mengerjakan dua hal:
· Untuk menghidupkan hidup yang sempurna.
· Dan untuk menderita hukuman dosa yang
seharusnya adalah penderitaan kita.
Itulah
manfaat-manfaat pendamaianNya. Sehingga
jika kita menerima Yesus, maka hidupNya yang sempurna menggantikan hidup kita
yang tidak sempurna, dan kematianNya diperhitungkan sebagai kematian kita.
Now
it's no coincidence that Jesus when He came to redeem the wickedness of
humanity on the sixth day of the week, on a Friday, on the cross of Calvary,
Jesus said, “It is finished!” and then after He said He
had finished His work of providing a perfect robe and paying the penalty for
sin, then Jesus rests in the tomb on the Sabbath, the way He did at Creation.
So now Jesus is saying the Sabbath is not only a sign of Creation but
the Sabbath is also a sign of what? The Sabbath is a sign of redemption. Luke
23:54-56 and chapter 24:1 give us the sequence of days. Jesus was crucified on
a Friday, He rested all day Sabbath in the tomb, and He resurrected the first
day of the week. It says there, “54 That day was the
Preparation, and the Sabbath drew near…” so
Friday is the preparation the Sabbath was drawing near
“…55 And
the women who had come with Him from Galilee followed after, and they
observed the tomb and how His body was laid. 56 Then they returned and prepared spices and
fragrant oils. And they rested on the Sabbath according to the
commandment…” and then Luke 24:1, “…1Now on the first day of the week, very early in
the morning, they, and certain other
women with them, came to the tomb bringing the spices which
they had prepared.”
Is the
sequence of days clear?
· Which day was Jesus crucified? Friday. Christians call it Good
Friday.
· He rested in the tomb when? On the Sabbath. Catholics call it
the Sabbath of glory.
· And He resurrected when? He resurrected on Sunday, the first day
of the week.
Now you
say why are you emphasizing this?
Let me
explain why. If you go to many countries in Europe, you're going to find on the
calendars that the first day of the week is when? The first day of the week is
Monday, which would mean that which day of the week is the seventh day? Sunday
would be the seventh day of the week. The devil is playing an interesting game,
isn't he? He's trying to give the impression that Sunday is the seventh day of
the week. There's only one problem with that argument. It doesn't square with
what the Bible says, because the Bible tells us that Jesus resurrected the
first day, not the seventh day. The seventh day is the Sabbath, the first day is Sunday.
So for these calendars to say that Sunday's the seventh day, is contradictory.
Nah, bukanlah suatu kebetulan Yesus
ketika Dia datang untuk menebus kejahatan manusia pada hari keenam dalam minggu
itu, pada suatu hari Jumat, di atas salib di Kalvari, Yesus berkata, “Sudah selesai!” dan kemudian setelah Dia mengatakan
Dia sudah menyelesaikan pekerjaanNya menyiapkan sebuah jubah yang sempurna dan
membayarkan hukuman dosa, lalu Yesus beristirahat di dalam kubur pada hari
Sabat, sama seperti yang dilakukanNya saat Penciptaan. Jadi sekarang Yesus
berkata bahwa Sabat bukan hanya
sebuah tanda Penciptaan tetapi Sabat juga suatu tanda apa? Sabat juga suatu tanda
Penebusan. Lukas 23:54-56 dan pasal 24:1 memberi kita
urut-urutan harinya. Yesus disalibkan pada hari Jumat, Dia beristirahat
sepanjang hari Sabat di dalam kubur, dan Dia bangkit hari pertama dalam minggu
itu. Dikatakan di sana, “54 Hari itu adalah
Hari Persiapan dan Sabat hampir mulai…” Jadi
Jumat itu persiapan, Sabat hampir mulai. “…55 Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari
Galilea, mengikuti dan mereka melihat kubur
itu dan bagaimana jasad-Nya dibaringkan 56
Lalu mereka kembali dan menyediakan
rempah-rempah dan minyak-minyak yang harum.
Dan mereka beristirahat pada hari Sabat menurut Perintah TUHAN…” lalu
Lukas 24:1, “…1 Nah,
pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar, mereka, dan perempuan-perempuan
lain bersama mereka, datang ke kubur membawa
rempah-rempah yang telah mereka sediakan…”
Apakah
urut-urutan harinya jelas?
·
Hari apa Yesus disalib? Jumat. Orang
Kristen menyebutnya Jumat Agung.
·
Dia beristirahat di dalam kubur kapan?
Pada hari Sabat. Orang Katolik menyebutnya Sabat Mulia.
·
Dan Dia bangkit kapan? Dia bangkit hari
Minggu, hari pertama dalam minggu itu.
Sekarang kalian berkata, kenapa kok ini
ditekankan?
Saya jelaskan mengapa. Jika kita ke
banyak negara di Eropa, kita akan melihat di kalender-kalender mereka hari
pertama mereka setiap minggu itu apa? Hari pertama dalam minggu itu hari Senin,
yang berarti hari mana dalam minggu itu yang hari ketujuh? Hari Minggu menjadi
hari ketujuh dalam minggu itu. Iblis sedang memainkan permainan yang menarik,
bukan? Dia berusaha menanamkan kesan bahwa hari Minggu adalah hari ketujuh
dalam satu minggu. Masalahnya cuma satu dengan argumentasi itu, itu tidak cocok
dengan apa yang dikatakan Alkitab, karena Alkitab mengatakan kepada kita bahwa
Yesus bangkit hari pertama, bukan hari ketujuh. Hari ketujuh adalah Sabat, hari
pertama adalah ari Minggu. Maka kalender-kalender yang mengatakan hari Minggu
adalah hari ketujuh, ini bertentangan.
And you
know some people say, “Well, how do you know that the Sabbath today is the same
Sabbath that existed in the days of Christ?”
Well, I
would ask the question, “How do you know that Sunday today is the same Sunday of
the days of Christ? If you celebrate a Sunday resurrection because it's the
same Sunday, well, the Sabbath would be the same Sabbath wouldn't it?
Absolutely! You can't have it both ways.”
Dan
kalian tahu ada orang yang berkata, “Nah, dari mana kamu tahu bahwa Sabat yang
sekarang adalah Sabat yang sama yang ada di zaman Kristus?”
Nah,
saya akan mengajukan pertanyaan, “Dari mana kamu
tahu bahwa hari Minggu yang sekarang adalah hari Minggu yang sama di zaman Kristus?
Jika kamu merayakan kebangkitan hari Minggu karena itu hari Minggu yang sama,
maka Sabatnya tentulah Sabat yang sama, bukan? Sudah pasti! Kita harus
konsisten.”
Now
because of sin the world at the end will get worse and worse, not better and
better. Because it's going to be like in the days of Noah, right? In other
words, this is totally contrary to the evolutionary scenario.
· The bible does not present an evolutionary scenario of the
beginning and the end.
· It does not teach that through a process of macro evolution the
world would get better and better and finally reach the omega point or the
“grand design”, terms that are used by the papacy, they are pantheistic terms,
I don't have time to get into that right now.
· Neither does the Bible teach that the world will come to an end
because of climate change that is caused by a systematic abuse of the ecosystem.
· The Bible scenario of endtime events on this planet is
pessimistic rather than optimistic.
· At the very end according to the Bible, just before the coming
of Jesus, the planet will wax old and unravel at the seams.
You can read that in
Isaiah 24:1-6, the world will be as it was in the days of Noah, where every
intent of the heart of man will be only evil continually. (Genesis 6:5).
· Jesus predicted that it would be like Sodom, where the men of
the city wished to have homosexual relations with the angels.
· Men's hearts will fail them for fear as they see the calamities
that are befalling the earth.
· There will be according to Jesus wars and rumors of wars, nation
will rise against nation, and kingdom against kingdom.
· There will be famines and pestilences, earthquakes, tumults, are
we seeing that today?
· This doesn't mean that people won't be religious, because the
Bible says that many will have the form of godliness, but they will not have
the power of godliness.
· In fact Ellen White stated that the world will reach the
condition that is described in Romans 1:18-32, read that, it is a catalogue of
deplorable horrendous sins.
She says that describes
the condition of the world shortly before the Second Coming of Jesus.
· The family unit will disintegrate according to the Bible.
Parents will hate their
children and children will hate their parents according to Jesus.
· The poor will be oppressed by their capitalist overlords, and
will cry out to God for justice. (James 5:1-8).
· Satan's agenda in these ever-increasing calamities will be to
finally blame the global meltdown on a faithful remnant who insists on keeping
the Sabbath.
Nah,
karena dosa, dunia akhirnya menjadi semakin lama
semakin buruk, bukan semakin baik. Karena kondisi akan seperti di zaman Nuh,
benar? Dengan kata lain ini sama sekali bertolakbelakang dengan skenario
evolusi.
· Alkitab tidak mengizinkan suatu
skenario evolusi di awal maupun di akhir.
· Alkitab tidak mengajarkan melalui suatu
proses evolusi makro, dunia akan menjadi semakin baik dan akhirnya mencapai
titik omega atau “grand design”
(rancangan agung), istilah yang dipakai Kepausan, ini adalah istilah panteisme,
saya tidak punya waktu untuk membahasnya sekarang.
· Alkitab juga tidak
mengajarkan bahwa dunia akan berakhir karena perubahan iklim, yang disebabkan oleh penyalahgunaan ekosistem
secara sistematis.
· Skenario Alkitab tentang
peristiwa-peristiwa akhir zaman di planet ini bersifat pesimis, bukan optimis.
· Di bagian paling akhir, menurut
Alkitab, persis sebelum kedatangan Yesus, planet ini akan menjadi layu dan
rusak semua.
Kalian
bisa membacanya di Yesaya 24:1-6, dunia akan menjadi seperti di zaman Nuh, di
mana setiap niat di hati manusia semata-mata adalah kejahatan semata (Kejadian 6:5).
· Yesus sudah memprediksi dunia ini akan
seperti Sodom, di mana laki-laki di kota itu ingin menjalin hubungan
homoseksual dengan malaikat-malaikat.
· Hati manusia akan menciut karena
ketakutan ketika mereka melihat bencana-bencana besar yang menjatuhi bumi.
· Menurut Yesus akan ada perang, dan
berita tentang perang, bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan
kerajaan.
· Akan ada kelaparan dan wabah-wabah,
gempa bumi-gempa bumi, kekacauan-kekacauan ~ apakah itu yang kita saksikan hari
ini?
· Ini tidak berarti bahwa manusia tidak
relijius, karena Alkitab berkata bahwa banyak yang akan memiliki bentuk
kesalehan tetapi mereka tidak punya kuasa kesalehan.
· Bahkan Ellen White menyatakan bahwa
dunia akan mencapai kondisi seperti yang digambarkan di Roma 1:18-32, bacalah
itu, itu adalah daftar dosa-dosa yang menyedihkan dan mengerikan.
Ellen
White mengatakan bahwa itu menggambarkan kondisi dunia dekat sebelum Kedatangan
Kedua Yesus.
· Unit keluarga akan hancur menurut
Alkitab.
Orangtua
akan membenci anak-anak mereka dan anak-anak akan membenci orangtua mereka,
menurut Yesus.
· Orang-orang miskin akan ditindas oleh
majikan-majikan mereka yang kaya dan akan berseru kepada Allah minta keadilan (Yakobus 5:1-8)
· Agenda Setan dalam bencana-bencana yang
semakin meningkat ialah untuk akhirnya menyalahkan kehancuran global ini pada
umat sisa yang setia yang bersikukuh tetap memelihara Sabat.
But the
good news is ~ we’re studying the biblical
worldview now ~ but the
biblical view does not end on a totally pessimistic
note because the Bible teaches us that history as we presently know it will end with
the literal glorious personal rapid Second Coming of Jesus on the
clouds of heaven to take His faithful children to heaven for a thousand years.
Tapi
kabar baiknya ialah ~ kita sedang mempelajari pandangan
Alkitab tentang dunia sekarang ~ tetapi
pandangan Alkitab tidak berakhir dengan kepesimisan total
karena Alkitab mengajarkan kita bahwa
sejarah seperti yang kita kenal hingga kini itu akan berakhir dengan Kedatangan
Kedua Yesus secara literal, penuh kemuliaan, pribadi, dan cepat di awan-awan untuk menjemput
anak-anakNya ke Surga selama seribu tahun.
I'm
giving you the entire worldview now.
During
the thousand years, the earth will return to the condition that it was in
before Creation week, without form, and void, and in darkness. So everything
that the politicians of the world are talking about, you know, let's
resolve climate change, and poverty, and we're going to have a paradise in this
world, that does not fit with the biblical paradigm. The Bible does not
tell us that things are going to get better and better. Evolution says that.
But the bible does not teach that. So the earth during the thousand years when God's
people are in heaven, will be without form, and void, and in darkness.
Jeremiah saw the earth after the Second Coming of Jesus. The Second Coming in
other words will return the earth to the way it was at the beginning, without
form, and void. But God will have a faithful remnant who obey Him. And I read from Jeremiah
4:23, “23
I beheld the earth, and indeed it was without form, and void;
and the heavens, they had no
light.”
Saya
akan memberikan keseluruhan pandangan tentang dunia sekarang.
Selama
masa seribu tahun, dunia akan kembali ke kondisinya semula sebelum minggu
Penciptaan, yaitu tanpa bentuk, dan kosong, dan dalam kegelapan. Jadi semua yang dikatakan para politikus
dunia sekarang, kalian tahu ~ mari kita menyelesaikan masalah perubahan iklim, dan
kemiskinan, dan kita akan memiliki surga di bumi ~ itu tidak cocok dengan
paradigma Alkitab. Alkitab tidak mengatakan bahwa hal-hal
akan menjadi semakin baik dan semakin baik. Evolusi yang berkata demikian. Tapi
Alkitab tidak mengajarkan itu. Jadi dunia
selama masa seribu tahun ketika umat Allah sedang ada di Surga, akan tidak
berbentuk, dan kosong, dan dalam kegelapan. Yeremia melihat bumi
setelah Kedatangan Kedua Yesus. Dengan kata lain Kedatangan Kedua akan
mengembalikan dunia ke keadaannya semula, tanpa bentuk, dan kosong. Tetapi
Allah akan memiliki umat sisa yang patuh padaNya. Dan saya membaca dari Yeremia
4:23. “23
Aku melihat ke bumi, dan ternyata dia tidak berbentuk
dan kosong, dan langitnya, dan di sana tidak ada terangnya.”
Isaiah 24
describes the condition of the earth when destruction comes. Verse 3-5 of chapter
24, “3 The land shall be entirely
emptied and utterly plundered, for the Lord has spoken this word. 4 The earth mourns and fades away, the world languishes and fades away; the haughty people of
the earth languish. 5 The earth is also defiled under
its inhabitants…” and now notice the reason
why everything is destroyed “…because they have…” what? “…transgressed the laws, changed the ordinance…” I have a whole presentation showing change in the ordinance, is the change
in the Sabbath, and they have
“…broken the everlasting
covenant….” But that doesn't end the
story.
During
the thousand years the earth will be without form and void there will be no one
living here except Satan and his angels.
Yesaya
24 menggambarkan kondisi bumi ketika kehancuran datang. Ayat 3-5 pasal 24, “3 Bumi akan seluruhnya
dikosongkan dan sama sekali habis, sebab Tuhanlah yang mengucapkan firman
ini. 4 Bumi berkabung dan memudar,
dunia merana dan memudar; orang-orang bumi yang sombong menjadi layu. 5
Bumi juga dicemarkan karena
penduduknya…” dan
sekarang simak alasan mengapa segalanya dihancurkan, “…sebab mereka telah…” apa? “…melanggar Hukum, mengubah
ketetapan…” saya punya presentasi lengkap menunjukkan perubahan dalam ketetapan, yaitu
mengubah Sabat, “…dan…”
mereka telah “…mengingkari
perjanjian abadi…” Tetapi
itu bukan akhir kisahnya.
Selama
masa seribu tahun, dunia akan tanpa bentuk dan kosong, tidak akan ada makhluk
yang hidup di sana kecuali Setan dan malaikat-malaikatnya.
But
after the thousand years, the Bible tells us that the wicked and sin will be
destroyed. Satan and his angels will be destroyed, and then God will recreate
this world as He did at the beginning. He will make a perfect world. When He
finishes His work on the sixth day He will look upon it and He will say, “It is
very good!” and then He will invite His people to come and rest with Him on the
holy Sabbath in commemoration of the new creation.
You say
where does the Bible say that?
In
Isaiah 66:22-23, “22 ‘For
as the new heavens and the new earth which I will make shall remain before
Me,’ says the Lord, ‘So shall
your descendants and your name remain. 23 And it shall come to pass that from one new moon to
another…” we've already referred to
that, it means from one month to another, “…and from one Sabbath to another…” notice it doesn't say “from one Sunday to another” we're not going to commemorate the
new creation. It says “…from
one Sabbath to another, all…” the
Jews, it doesn't say “all the Jews” it says, “…all flesh
shall come to worship before Me,’ says the Lord.”
Tetapi
setelah masa seribu tahun, Alkitab mengatakan kepada kita bahwa orang jahat dan
dosa akan dimusnahkan. Setan dan malaikat-malaikatnya akan dimusnahkan,
kemudian Allah akan menciptakan kembali dunia ini seperti yang dilakukanNya
pada awal mulanya. Allah akan membuat dunia yang sempurna. Ketika Dia selesai
mengerjakan pekerjaanNya pada hari keenam, Dia akan memandangnya dan Dia akan
berkata, “Ini sangat baik!” kemudian Dia akan mengundang umatNya untuk datang
dan berhenti bersamaNya pada Sabat yang kudus, memperingati penciptaan baru.
Kalian
berkata, di mana di Alkitab dikatakan begitu?
Di Yesaya 66:22-23, “22 Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan
Kujadikan itu, tinggal tetap di hadapan-Ku,’ demikianlah firman TUHAN,
‘demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap. 23 Dan yang akan terjadi, dari satu bulan baru ke bulan baru yang lain…” kita sudah pernah membicarakan ini,
artinya dari bulan ke bulan, “…dan dari
satu Sabat ke Sabat yang lain…” simak
tidak dikatakan “dari satu hari Minggu ke hari Minggu yang lain” kita tidak akan memperingati penciptaan yang baru. Dikatakan, “…dan dari satu Sabat ke Sabat yang
lain, maka semua…” orang
Yahudi? Tidak dikatakan “semua orang Yahudi”, dikatakan “…semua manusia akan datang
untuk sujud menyembah di hadapan-Ku,’ firman TUHAN.”
What
will be the day of worship that commemorates the Creation of a new heaven and a
new earth? It will be the holy Sabbath, like it was at the beginning. Jesus
worked six days, rested on the seventh. On the sixth day He said. “It is
finished!” He rested on the seventh. He will make a new heavens and a new earth
in six days, and then He will invite His people to come and rest with Him on
the holy Sabbath. The Bible is clear on this point.
Is the
worldview of the Bible clear in your mind?
Hari
apakah yang akan menjadi hari ibadah yang memperingati penciptaan langit baru
dan bumi baru? Sabat yang kudus, sama seperti pada mulanya. Yesus bekerja enam
hari, berhenti pada hari ketujuh. Pada hari keenam Dia berkata, “Sudah
selesai!” Dia berhenti pada hari ketujuh. Dia akan membuat langit baru dan bumi
baru dalam enam hari, kemudian Dia akan mengundang umatNya datang dan berhenti
bersamanya pada Sabat yang kudus. Alkitab jelas sekali tentang poin ini.
Apakah
pandangan Alkitab tentang dunia jelas di pikiran kalian?
Now we need
to examine the other worldview. It is the worldview of the secular world, and
of the papacy.
You see
they teach that everything in this world came in by a process of evolution. In
fact the
latest popes have all embraced evolution as a theory of origins in this world.
Let me
read you a statement that was made by Pope John Paul II. In a speech to the Pontifical Academy of Sciences in 1996, he
stated the following, “Today, almost half
a century after the
publication of the encyclical…”
this is the encyclical by Pope Pius XII Humane Generis (1950),
“…new knowledge has led to the recognition of the theory of evolution as
more than a hypothesis….” what
does he
say? Evolution is what? He's saying that it's not a hypothesis, it's a
scientific fact. He continues writing, he continues speaking, and of
course this was written in the newspaper.
“…It is indeed remarkable that this theory has
been progressively accepted by researchers, following a series of discoveries
in various fields of knowledge. The convergence, neither sought nor fabricated, of the results of work that was conducted independently is in itself a significant argument in favor of the theory.”
Are you
understanding what he's saying? He's saying that all of the scientists have
independently researched, and all their knowledge is converging to prove that
evolution is more than a hypothesis, that really these are arguments in favor of the
theory of evolution.
Sekarang
kita perlu melihat pandangan tentang dunia dari pihak lain, yaitu pandangan tentang dunia dari
dunia sekuler dan Kepausan.
Kalian
lihat, mereka mengajarkan bahwa semua yang di dunia ini ada melalui suatu
proses evolusi. Bahkan paus-paus
yang belakangan semua memeluk evolusi sebagai teori asal usul dunia ini.
Saya
akan membacakan suatu pernyataan yang dibuat Paus Yohanes Paulus II.
Dalam pidatonya kepada Pontifical
Academy of Sciences tahun 1996, dia
menyatakan yang berikut, “…Sekarang ini, hampir setengah
abad setelah terbitnya ensiklikal itu…” yang dimaksud
ialah ensiklikal Paus Pius XII, Humane
Generis (1950) “…pengetahuan baru telah menuntun ke
pengakuan teori evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah hipotesa…” apa katanya?
Evolusi itu apa? Dia berkata itu bukan hipotesa, itu fakta saintifik.
Dia lanjutkan menulis, dia lanjutkan berkata, dan tentu saja ini dimuat di
surat-surat kabar, “…Memang luar biasa, secara progresif teori
ini telah diterima oleh para periset, sebagai lanjutan dari serangkaian
penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan. Pertemuan penemuan-penemuan ini,
yang tidak dicari maupun direkayasa, dari hasil kerja yang dilakukan secara
independen, ini saja sudah merupakan argumentasi yang signifikan yang mendukung
teori tersebut…”
Apakah
kalian paham apa yang dikatakannya? Dia berkata bahwa semua ilmuwan telah
membuat riset yang independen, dan semua pengetahuan mereka itu bertemu (klop)
untuk membuktikan bahwa evolusi itu lebih dari sekadar sebuat hipotesa, bahwa
sesungguhnya ini adalah
argumentasi yang mendukung teori evolusi.
Notice
what Francis I had to say, a staunch evolutionist in his own words, “The
Big
Bang, which today we hold to be the origin of the world,
does not
contradict the intervention of the divine
creator but, rather, requires it …” now you
tell me how's that. “. . . Evolution in nature is not inconsistent with the notion of creation…” who's he trying to please by trying to say, I believe in
creation, I believe in evolution? The secular world of course! If he says that
he believes the world was created in six days and God rested on the seventh, he
would be laughed out of town. But he has to please the secular world, and so he
says,
“… Evolution in nature
is not inconsistent with the notion of Creation because evolution requires the
creation of beings that evolve…” in
other words God has to make, establish a mechanism that leads creatures to
evolve to the point that we're at now. He also said, “…When we read about Creation in Genesis,
we run the risk
of imagining God was a magician, with a magic
wand able to do everything. But that is not so. He created human beings and
let them develop according to the
internal laws that He gave to each one so they
would
reach their fulfillment… “ through
the process of evolution, is what he's saying.
What
the Pope fails to describe in his statements is the cruel and disgusting
mechanism of evolution.
Simak
apa yang dikatakan Francis I, seorang evolusionis kokoh dalam kata-katanya
sendiri,
“…Big
Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula dunia, tidak mengkontradiksi
intervensi Pencipta yang Ilahi, melainkan justru membutuhkannya…” nah, coba kalian katakan kepada saya bagaimana itu.
“…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep Penciptaan,…” siapa yang ingin disenangkan hatinya dengan berkata
“Saya percaya pada Penciptaan, saya percaya Evolusi?” Tentu saja
dunia sekuler! Andai dia berkata dia percaya dunia diciptakan dalam enam hari
dan Allah berhenti pada hari ketujuh, dia akan ditertawai habis-habisan. Tetapi
dia harus menyenangkan dunia sekuler, maka dia berkata, “…Evolusi
di alam tidaklah bertentangan dengan konsep Penciptaan,
karena evolusi membutuhkan Penciptaan
makhluk-makhluk yang berevolusi…” dengan kata
lain Allah harus membuat, menetapkan suatu mekanisme yang membuat
makhluk-makhluk berevolusi hingga ke poin di mana kita sekarang berada. Dia
juga berkata, “…Ketika kita membaca
tentang Penciptaan di Kejadian, kita terkena resiko membayangkan Allah sebagai
tukang sulap dengan tongkat ajaib yang mampu melakukan segala sesuatu. Tetapi
itu tidaklah demikian. Allah menciptakan manusia dan membiarkan mereka berkembang menurut
hukum intern yang diberikanNya kepada setiap makhluk supaya mereka bisa
mencapai kesempurnaan masing-masing…” ( kepada Papal Academy of the Sciences
pada 14 Oktober 2014 ) melalui proses evolusi, itulah yang dikatakannya.
Apa yang
gagal diterangkan Paus dalam pernyataan-pernyataannya adalah mekanisme evolusi
yang kejam dan memuakkan.
Scientist
Frank Lewis Marsh explained it this way, “Evolution presents a bloody, ruthless struggle for existence from the very beginning, where there is much waste of living substance and many false
starts and blind
alleys.”
Ilmuwan
Frank Lewis Marsh menjelaskannya demikian, “…Evolusi
menyajikan suatu perjuangan untuk eksistensi
yang penuh darah dan kejam sedari awal, di mana terdapat banyak pemborosan zat
hidup dan banyak permulaan yang salah dan jalan yang buntu…” ( Here I Stand hal.
277).
That
certainly sounds like a wise Creator, doesn't it? Who uses a method of trial
and error. And you have death, and death, and death, and death, in the process
of evolution. The process of evolution functions on the basis of natural selection
or what is called the survival of the fittest, the strong survive and the weak
pass away, until all the errors of the evolutionary process are ironed out. Does this sound like a wise
creator? He couldn't get it right the first time, folks.
Is this
the God who cares for the sparrow? The God who dresses the lilies of the field
in their beauty, and has the hairs of our head numbered? This method of trial and error with
suffering and death is a direct attack against the omnipotence and the wisdom
of God. Wasn't God powerful enough to get it right from the get-go? Is
He not wise? Did He have to establish a method of trial and error where you
have death and you have ruthless struggle between one animal and another
animal, bloodshed and death long before sin came into the world? I leave you to
answer to those questions.
Ini
benar-benar seperti Pencipta yang bijak, bukan? Yang memakai cara trial and error, dan ada kematian, dan kematian, dan
kematian, dan kematian dalam proses evolusi. Proses evolusion berfungsi atas
dasar seleksi alami atau apa yang disebut “survival of the fittest” (yang kuat yang bertahan), yang kuat yang
selamat dan yang lemah mati, hingga semua kesalahan proses evolusi dibereskan.
Apakah ini sepertinya Pencipta yang bijak? Dia tidak mampu menciptakan yang sempurna pertama kalinya,
Saudara-saudara.
Inikah
Allah yang peduli pada burung pipit? Allah yang memberi pakaian yang indah pada
bunga bakung di padang, dan yang tahu jumlah rambut di kepala kita? Metode trial and error ini yang terkait penderitaan dan kematian merupakan serangan langsung
kepada kemahakuasaan dan hikmat Allah.
Tidakkah Allah cukup mampu untuk menciptakan yang sempurna dari awal? Bukankah
Allah itu bijak? Apakah Dia harus memakai suatu metode trial
and error di mana ada kematian dan
perebutan yang kejam antara satu hewan dengan hewan yang lain, pertumpahan
darah dan kematian jauh sebelum dosa masuk ke dunia? Saya serahkan kalian untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Evolution
also strikes directly against God's love and goodness. How could a God of love
witness the cruel suffering of His Creation over millions of years even before
sin entered the universe? What authority would God have to tell us to be kind
to the lower life-forms and the less fortunate if He Himself showed such a
crass disregard for them in the supposed process of evolution?
Evolusi
juga langsung menyerang kasih dan kebaikan Allah. Bagaimana Allah yang adalah
kasih bisa menyaksikan penderitaan yang kejam yang dialami makhluk-makhluk
ciptaanNya selama jutaan tahun bahkan sebelum dosa masuk ke dunia? Wewenang apa yang dimiliki Allah menyuruh kita untuk bersikap
menyayangi bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah dari kita, dan yang tidak
seberuntung kita, jika Dia sendiri
menunjukkan ketidakpedulian yang rendah bagi mereka dalam apa yang dianggap
suatu proses evolusi?
So how
can the Pope say, “Oh, you know, the rich have to help the poor.” That's
not the survival of the fittest. That contradicts his own theory of evolution,
because evolution means that the strong survive and the weak disappear. That's
the capitalist mode, isn't it? And so how can he say, you know, we need to
change the paradigm, and we need to say now, that the powerful now need the
help the weak? That goes against his own theory of evolution.
Jadi
bagaimana mungkin Paus bisa berkata, “O, yang
kaya harus membantu yang miskin.” Itu bukan yang kuat yang
bertahan hidup. Itu bertolakbelakang
dengan teori evolusinya sendiri, karena evolusi berarti yang
kuat yang hidup, yang lemah hilang. Itu bentuk
kapitalis, bukan? Jadi bagaimana Paus bisa berkata kita harus mengubah paradigma,
dan kita sekarang harus berkata yang
kuat sekarang harus membantu yang lemah? Itu bertentangan dengan teori
evolusinya sendiri.
The
Bible describes an unbroken chain of events, if one link is broken the entire
chain falls apart. What is that chain?
1.
Adam and Eve were literal
persons whom God created perfect, and placed in a literal Garden of Eden, just
like Genesis says.
2.
Adam and Eve were
literally tempted by a literal serpent, and had a literal fall into sin.
3.
Once the virus of sin
came in, it infected every literal descendant of Adam and Eve.
4.
Death came in upon all
men as a consequence of sin.
Do you know evolutionists
say that there was death long before sin? That's not what the Bible says. The
Bible says that death is the result of sin, “the wages of sin is
death”. There was no death before sin on any level of creation.
5.
And then of course, because of
sin and death humanity needs what? A Redeemer, who will make it possible to
bring the world back to its original perfect condition, where there is no sin
and there is no death.
Now
think about it, if there was death in the world long before sin, then the link
between sin and death and redemption is broken, right? Death would not come as
a result of sin. Thus the link between Creation and Redemption is broken,
because the purpose of redemption is deliverance from death. Are you
understanding my point?
Alkitab
menggambarkan suatu rantai peristiwa yang tidak terputus. Jika satu mata rantai
terputus, seluruh rantai itu berantakan. Rantai itu apa?
1. Adam dan Hawa adalah manusia-manusia
literal yang diciptakan Allah dalam kondisi sempurna, dan ditempatkan di sebuah
taman Eden yang literal, persis seperti kata kitab Kejadian.
2. Adam dan Hawa secara literal tergoda
oleh seekor ular literal dan mengalami kejatuhan yang literal dalam dosa.
3. Begitu virus dosa masuk, itu
menginfeksi setiap keturunan literal Adam dan Hawa.
4. Kematian datang kepada semua manusia
sebagai akibat dosa.
Tahukah
kalian para evolusionis berkata bahwa jauh sebelum ada dosa sudah ada kematian?
Alkitab tidak berkata begitu. Alkitab berkata bahwa kematian adalah akibat
dosa, “upah dosa
ialah maut” (Rom. 6:23). Tidak
ada kematian sebelum dosa pada kelas ciptaan mana pun.
5. Kemudian tentu saja, karena dosa dan kematian,
manusia membutuhkan apa? Seorang
Penebus yang membuatnya mungkin untuk memulihkan dunia kembali
ke kondisinya yang asli, yang
sempurna di mana tidak ada dosa dan tidak ada kematian.
Sekarang
pikirkan, seandainya ada kematian di dunia jauh sebelum dosa, maka mata rantai
antara dosa dan kematian dan penebusan terputus, kan? Kematian tidak datang
sebagai akibat dosa. Dengan demikian rantai antara Penciptaan dan Penebusan
terputus, karena tujuan penebusan ialah untuk menyelamatkan dari kematian.
Apakah kalian paham poin saya?
Listen
to what Roman Catholic theologian Karl Schmitz-Moorman had to say. He was
brutally honest, you know, he's not trying to hide anything, this is what he
wrote, “The notion of the traditional view of redemption as reconciliation and ransom from the consequences of Adam’s
fall is
nonsense for anyone
who
knows about
the
evolutionary background to human existence in the modern world.”
He's brutally honest,
it's true if you believe in evolution, what he's saying is true. He further
states, that because in his view the story of Genesis is not literal, “…salvation…” and I quote, “cannot mean returning to an original state, but must be conceived as
perfecting through the
process of evolution.”
Dengarkan apa kata theolog Roma
Katolik Karl Schmitz-Moorman. Dia sangat blak-blakan, kalian tahu, dia tidak
berusaha menyembunyikan apa-apa, inilah yang dia tulis, “…Gagasan
pandangan tradisional tentang penebusan, sebagai rekonsiliasi dan penebusan
akibat kejatuhan Adam, itu omong kosong bagi siapa pun di dunia modern yang
tahu tentang latar belakang eksistensi manusia menurut teori evolusi.”
Dia
benar-benar blak-blakan. Memang benar jika orang percaya evolusi apa yang
dikatakannya itu benar. Selanjutnya dia berkata, bahwa karena dalam
pandangannya kisah Kejadian itu tidak literal, “…penyelamatan…” dan saya kutip, “…tidak bisa diartikan kembali ke status
asli, tetapi harus dimengerti sebagai penyempurnaan melalui proses evolusi. …” (Creation, Catastrophe and Redemption, hal. 112)
That's
the Roman Catholic view. That is the view of the secular world.
Itulah
pandangan Roma Katolik. Itulah pandangan dunia sekuler.
So the
question that begs to be asked and answered is this, in this scenario how much
longer must Creation wait before the process of evolution reaches its omega
point? Will it take millions of years? Billions? How many millions or billions,
must we wait for the lambs and the wild beasts to live together in harmony, and
for wars to cease? How much longer must Creation cry out in pain for its
deliverance? The evolutionary scenario does not offer us much hope for an
imminent coming of Jesus, to quickly make all things new. Will change take
place over vast periods of time, or will it be in a moment, in a twinkling of
an eye? Clearly our view of how things began will certainly impact our view of how things will end. If you don't
believe in a quick rapid beginning, and you believe in evolution, how much
longer till the process of evolution reaches its culmination? There's not much
hope, is there? Can we expect a rapid supernatural end to human history with an
evolutionary model? Impossible. If the original Creation was not supernatural,
rapid, literal, and perfect, could we expect that when God creates a new
heavens and a new earth it will be so?
Jadi
pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab ialah ini, di skenario ini berapa
lama Ciptaan harus menunggu sebelum proses evolusi mencapai titik omeganya?
Apakah akan butuh waktu jutaan tahun? Milyaran tahun? Berapa banyak juta atau
milyar tahun harus kita tunggu hingga domba dan binatang buas bisa hidup
bersama dalam damai dan perang berhenti? Berapa lama Ciptaan harus berteriak
kesakitan untuk diselamatkan? Skenario evolusi tidak memberi banyak harapan
untuk cepatnya kedatangan Yesus, untuk segera menjadikan segalanya baru. Apakah
perubahan akan terjadi dalam jangka waktu yang amat panjang, atau itu hanya
dalam seketika, dalam sekejap mata?
Jelas
pandangan kita tentang bagaimana segala sesuatu dimulai akan mempengaruhi
pandangan kita tentang bagaimana segala sesuatu akan berakhir. Jika orang tidak
percaya pada awal yang terjadi dengan cepat, dan dia percaya pada evolusi,
berapa lamanya lagi hingga proses evolusi mencapai kulminasinya? Tidak ada
banyak harapan, kan? Bisakah kita berharap akan adanya suatu penutupan sejarah manusia secara supranatural
yang cepat dengan model evolusi? Mustahil. Jika Penciptaan yang asli tidak
supranatural, cepat, literal, dan sempurna, bisakah kita berharap saat Allah
menciptakan langit baru dan bumi baru, itu juga akan seperti itu?
The papacy’s view of the end is compromised by its
view of the beginning. How many more millions of years must we wait for the
process of evolution to work out its quirks, wrinkles, and flaws?
Pandangan Kepausan tentang akhirnya dipengaruhi oleh
pandangannya tentang awalnya. Berapa juta tahun lagi kita harus menunggu supaya
proses evolusi membereskan semua ketidakwajaran, kerut, dan cacatnya?
And now
there's something very interesting. How many of you have ever heard Francis I
mentioned the Second Coming of Jesus as the great hope of planet earth? Never!
John
Paul II? Never!
Do you
know why? Because the papacy does not believe in the Second Coming of Jesus. It
pays lip service to it, but it does not believe. What the Roman Catholic Church has always believed,
is that in order for this world to be what God wants it to be, the church has
to take possession of the state, of the secular powers of the world, and
dictate its agenda, and then you will have the ideal society that God wants her
to be in this world.
But
it's not a supernatural, cataclysmic, intervention of Jesus in human history.
No! It's the Roman Catholic system using the political powers of the world to
try and resolve the problems that exist in society.
Sekarang
ada sesuatu yang sangat menarik. Berapa banyak dari kalian pernah mendengar
Francis I bicara tentang Kedatangan Kedua Yesus sebagai harapan agung bagi
planet bumi? Tidak pernah!
Yohanes
Paulus II? Tidak pernah!
Tahukah
kalian mengapa? Karena Kepausan tidak mempercayai Kedatangan Kedua Yesus.
Mereka hanya pura-pura mengakui, tetapi mereka tidak percaya. Apa yang selalu menjadi keyakinan
Gereja Roma Katolik ialah, agar dunia ini menjadi
seperti yang dikehendaki Allah, gereja yang harus menguasai pemerintahan atau
kekuasaan sekuler dunia, dan mendiktekan agendanya, maka nanti akan ada
masyarakat yang ideal di dunia ini seperti yang dikehendaki Allah. Tetapi bukan intervensi Yesus dalam
sejarah manusia secara supranatural dan menghancurkan. Tidak! Itu adalah
melalui sistem Roma Katolik menggunakan kekuatan politik dunia untuk mencoba
dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.
There's
a very interesting quotation in the book Ecclesiastical
Megalomania this was written by a Reformed scholar, he's not an Adventist,
he understood very well the aspirations of the papacy. This is at the top of
page 277, “What the Roman Catholic Church-State accomplished on a small scale during the Middle Ages is what it desires to achieve on a global scale in the coming millennium.”
And he's writing this at the end of the last millennium, so the
next millennium would be the millennium that were in now.
Ada
kutipan yang sangat menarik di buku Ecclesiastical
Megalomania, ini ditulis oleh
seorang pakar Reformed, dia bukan orang Advent, dia sangat paham tentang
aspirasi Kepausan. Ini ada di bagian atas hal. 277, “Apa
yang telah dicapai
oleh gabungan gereja Roma Katolik dengan pemerintah dalam skala yang kecil
selama Abad Pertengahan, adalah apa yang dicita-citakannya bisa dicapainya
dalam skala global dalam masa seribu tahun yang mendatang.” (John W. Robbins, Ecclesiastical Megalomania, hal. 187, 1999).
Dan dia
menulis ini pada bagian akhir millenium yang lampau, jadi millenium berikutnya
berarti millenium di mana kita sekarang berada.
So what
are the aspirations of the papacy? To take control of the governments of the
world for the common good. And that way things are going to get better? There is
nothing new under the sun, folks. This theocratic experiment has been tried once
before during the 1260 years, and the papacy failed miserably in its attempt. Bringing about misery, disease, suffering, poverty, civil war,
squalor, strife, and martyrdom that eventually culminated in the explosion of the
French Revolution. What makes us
think that the papacy will do any better on a global scale?
Jadi
apakah aspirasi Kepausan? Mengambil alih kendali pemerintah-pemerintah
dunia demi kepentingan bersama. Dan apakah dengan cara tersebut segala akan
menjadi lebih baik? Tidak ada yang baru di bawah matahari, Saudara-saudara. Eksperimen theokratis ini sudah
pernah dicoba sekali sebelumnya di masa 1260
tahun, dan Kepausan gagal total dalam upayanya.
Mengakibatkan dukacita, penyakit,
penderitaan, kemiskinan, perang sipil, kekumuhan, pertentangan, dan kematian
para martir yang pada akhirnya
mengkulminasi dalam pecahnya Revolusi Perancis. Apa yang membuat
kita berpikir bahwa Kepausan akan lebih berhasil di skala global?
Since the times of St. Augustine the Roman Catholic
Church has taught that the stone that hits the feet of the image in Daniel 2
does not represent the Second Coming of Jesus. It rather represents the papacy
taking over the reins of the secular powers of the world, to establish Christ's
universal kingdom of peace on earth.
Sejak zaman St. Augustine, gereja Roma Katolik telah
mengajarkan bahwa batu yang menjatuhi kaki patung di Daniel 2 tidak
melambangkan Kedatangan Kedua Yesus, melainkan itu melambangkan Kepausan
mengambil alih kendali kekuasaan sekuler dunia, untuk mendirikan kerajaan
universal Kristus yang damai di dunia.
What is
the papacy’s ultimate goal in all this discussion about climate change, family
values, and helping the poor? We can tell by the catch words and expressions
that the papacy has used to address these issues. The key words and expressions
that appear repeatedly in papal literature, are:
· “the common good” basically what that means is that
individualism is an enemy to be dreaded.
· The second word is “solidarity” that means we are all
in this together.
So we must all unite in
one ecumenical body and cooperate, and I quote from Laudato Si paragraph 14, “We require a new
and universal solidarity...” is what
the Pope wrote.
· The third term is “subsidiarity” it means that our
personal interests are subsidiary to the common good.
· And the final expression is the “common destination of goods”.
Basically that means that
property
is not personal but belongs to all humanity according to need.
That's why for example in
Venezuela the poor people they can come, they can ransack a store if they have
need, and the papacy says, “Not a
problem, because the goods are for everybody.” And it's happened and it is
happening in Venezuela as I speak.
Apakah
gol tertinggi Kepausan dalam semua diskusi ini tentang perubahan iklim,
nilai-nilai keluarga, dan menolong yang miskin? Kita bisa tahu melalui
kata-kata kunci dan istilah-istilah yang dipakai Kepausan untuk membicarakan
isu-isu tersebut, kata-kata kunci dan istilah-istilah yang muncul
berulang-ulang dalam literatur Kepausan ialah:
· “kepentingan bersama” pada dasarnya itu artinya individualisme adalah musuh yang
harus ditakuti.
· Kata kedua ialah “solidaritas” yang berarti kita semua terlibat bersama-sama.
Maka kita semua harus
bersatu dalam satu badan ekumenikal dan bekerjasama, dan saya mengutip dari Laudato Si paragraf 14, “…Kita
membutuhkan solidaritas yang baru yang universal…” itulah yang ditulis Paus.
· Istilah ketiga ialah “subsidiaritas”,
artinya kepentingan pribadi kita di
bawah kepentingan bersama.
· Dan istilah terakhir ialah “tujuan harta milik bersama”.
Pada
dasarnya ini berarti harta
benda itu bukan milik pribadi melainkan milik semua manusia berdasarkan
kebutuhannya.
Itulah
sebabnya di Venezuela, orang-orang miskin boleh datang merampok toko jika
mereka punya kebutuhan, dan Kepausan berkata, “Tidak apa-apa, karena
barang-barang itu untuk semua orang.” Dan ini sudah terjadi dan sedang terjadi
di Venezuela sementara saya berbicara ini.
Now let
me read from the Compendium of Catholic Social
Doctrine, this is the official document that expresses the social doctrine
of the Roman Catholic Church. In section 173
we find these words, “If it is true
that everyone is born with the right to use the goods
of the earth,
it
is likewise true that,
in order to ensure that this right is exercised in an equitable and orderly fashion, regulated interventions are necessary, interventions that are the result of
national and international
agreements, and a juridical order that adjudicates
and specifies
the exercise of this right.”
Isn't that an amazing statement?
Sekarang
mari kita baca dari Compendium of
Catholic Social Doctrine,
ini dalah dokumen resmi yang menyatakan doktrin sosial gereja Roma Katolik. Di seksi 173 kita dapati kata-kata ini,
“Jika memang benar setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memanfaatkan
harta bumi ini, sama benarnya bahwa untuk menjamin hak ini betul-betul
dijalankan secara adil dan tertib, dibutuhkan campur tangan yang diatur, campur
tangan yang didasari oleh perjanjian-perjanjian nasional maupun internasional,
dan suatu perintah yang berkekuatan hukum yang menghakimi
dan memperinci pelaksanaan wewenang ini.” Bukankah ini pernyataan yang mengagumkan?
Let me
read you from Benedict XVI, this is in his encyclical Caritas in Veritate paragraphs
67, This is a scary statement. It
shows you what the aspirations of the papacy are, what the papacy is trying to
do is they're telling the politicians of the world, “You need to accept our
moral theory, and then these problems are going to be resolved.”
Notice
this statement, “To manage the global
economy; to revive economies hit by the crisis…” this is
the crisis of 2008,
“…to avoid any
deterioration of the present crisis
and the greater imbalances that would result; to bring about
integral and timely disarmament, food security and peace; to guarantee the
protection of the environment and
to regulate migration:…”
are you noticing all the causes he's mentioning here?
“… for all this,
there is urgent need
of
a true
world
political
authority, as my predecessor Blessed John XXIII indicated some years
ago. Such an authority
would need to be regulated by law, to observe consistently the principles of
subsidiarity and solidarity, to seek to establish the common good…” are you
seeing where these terms come from? “…and to make a commitment to securing authentic integral human development inspired by the values of charity in truth.
Furthermore,
such an authority would need to be
universally recognized and to be vested with the effective
power to ensure security for all, regard for justice, and respect for right. Obviously it would have
to
have the authority to ensure…”
what? “…compliance with its decisions from all parties, and also with
the coordinated measures adopted in various international
forums.”
And of
course the question is which political authority would that be?
Izinkan
saya membacakan dari Benedict XVI, ini dari ensiklikalnya Caritas in Veritate
paragraf 67. Ini adalah
pernyataan yang mengerikan. Ini menunjukkan kepada kita aspirasi Kepausan, apa
yang mau dilakukan Kepausan ialah mereka mengatakan kepada para politikus
dunia, “Kalian harus menerima teori moral kami, maka masalah-masalah ini akan
selesai.”
Simak pernyataan ini, “…untuk
mengatur ekonomi global, untuk memulihkan kembali ekonomi yang terpukul oleh
krisis…” ini
adalah krisis tahun 2008, “…untuk
menghindari kemunduran apa pun akibat krisis yang sekarang dan
ketidakseimbangan yang lebih parah yang akan terjadi, untuk mewujudkan
pelucutan senjata yang integral dan tepat waktu, jaminan adanya pangan dan perdamaian, untuk
memastikan perlindungan pada lingkungan hidup, untuk mengatur migrasi. …” Apakah kalian melihat semua target yang
disebutkannya di sini?
“…Untuk ini semua, ada kebutuhan yang
mendesak bagi satu autoritas politik
yang sejati bagi dunia, sebagaimana pendahulu saya Yohanes XXIII yang
terberkati, mengindikasikan beberapa tahun yang lalu. Autoritas semacam ini
perlu diatur oleh hukum untuk mematuhi secara konsisten prinsip-prinsip
subsidiaritas dan solidaritas, demi usaha untuk menegakkan kebaikan bersama…” apakah kalian lihat dari mana datangnya
istilah-istilah ini?
“…dan membuat suatu komitmen untuk menjamin pengembangan manusia secara
integral yang autentik, yang diilhami oleh nilai-nilai kasih yang sejati. Lebih
lanjut, autoritas semacam ini harus diakui secara universal, dan diberi
kekuasaan yang efektif guna menjamin keamanan bagi semua, menghargai keadilan
dan menghormati hak-hak. Jelas, autoritas ini harus memiliki wewenang yang
menjamin…” apa? “…kepatuhan semua pihak pada
keputusan-keputusannya, dan juga pada langkah-langkah koordinasi yang diambil
oleh pelbagai forum internasional…”
Dan
tentu saja pertanyaannya ialah autoritas politik mana itu kira-kira?
Well,
Pope Pius XI certainly told us which power that would be. In his encyclical Quadragesimo Anno May 15,
1931 paragraph 41 Pope Pius XI stated, “. . . there resides in Us…”
when the word “Us” has a capital at the beginning, it means the
papacy, “…there resides in
Us the right and duty to pronounce with
supreme authority upon
social and economic matters.”
Nah, Paus Pius XI sungguh-sungguh
memberitahu kita kekuasaan mana itu nanti. Dalam ensiklikalnya Quadragesimo Anno 15
Mei, 1931, paragraf 41,
Paus Pius XI menyatakan, “…bahwa ada pada Kami…” kalau kata “Kami” ditulis dengan huruf besar di
awalnya, itu artinya Kepausan, “…ada pada Kami hak dan
kewajiban untuk menetapkan dengan autoritas tertinggi dalam masalah sosial dan
ekonomi…”
So you
know where this is going.
While the Bible portrays
a world that will come to an end because of sin, the papacy sees a potentially brilliant
future for the planet under its moral leadership. In its view, human
ingenuity and international laws will help solve the planet's problems. And the
kingdom of God will be established on earth with the papacy as the moral voice
for the nations of the world.
Jadi
kalian tahu ke mana arahnya ini.
Sementara
Alkitab menggambarkan suatu
dunia yang akan musnah karena dosa, Kepausan melihat masa depan yang berpotensi
gemilang bagi planet ini di bawah kepemimpinan moralnya. Dalam
pandangannya, kecerdasan manusia dan hukum-hukum internasional akan membantu
menyelesaikan masalah-masalah planet ini. Dan kerajaan Allah akan didirikan di
bumi dengan Kepausan sebagai suara moral bagi bangsa-bangsa di dunia.
Notice
what Pope Francis said in his speech to the United Nations, “Among other things, human genius, well applied, will surely help to meet the grave challenges
of ecological deterioration and of exclusion [of the
poor].”
Simak apa
kata Paus Francis dalam pidatonya di PBB, “…Di
antaranya, kecerdasan manusia yang diterapkan dengan baik, pasti akan membantu
memenuhi tantangan-tantangan besar dari kerusakan ekologi dan pengucilan orang
miskin…”
So what
is it that's going to solve our problems? Human genius. Where is the Lord
involved in this? The papacy believes that this theocracy will bring about the
long-awaited millennium of peace and prosperity for all, at the end of the
evolutionary process. You see for the papacy this world is our permanent home,
an idea that contradicts the Bible. According to Scripture we are
strangers and pilgrims on this earth, the heavenly City is our home, our citizenship is
in heaven, from where we expect Jesus at His Second Coming, the only
and true hope of planet Earth.
Jadi
apa yang akan menyelesaikan masalah-masalah kita? Kecerdasan manusia. Di mana
keterlibatan Tuhan dalam hal ini? Kepausan meyakini theokrasi ini akan membawa
kita sampai ke millenium penuh damai dan kemakmuran bagi semua yang sudah lama
ditunggu-tunggu, pada akhir proses evolusi. Kalian lihat, bagi Kepausan dunia ini adalah rumah kita yang permanen,
suatu konsep yang bertentangan dengan Alkitab. Menurut Kitab
Suci kita adalah orang-orang asing dan pengembara di bumi ini. Kota surgawi itulah rumah kita, kewarganegaraan kita itu di Surga, dari mana kita menantikan Yesus pada
KedatanganNya yang Kedua, satu-satunya harapan sejati bagi planet bumi.
Now this
Pope has three talking points.
1.
Poverty, and of course he
connects with that immigration, because the poor are emigrating from their
nations seeking a better life.
So poverty is one.
2.
is climate change and
3.
is family
And by
the way the
Pope has connected all three of these with the need to keep Sunday.
Nah,
Paus ini punya tiga poin pembicaraan.
1. Kemiskinan, dan tentu saja dia
mengaitkannya dengan imigrasi, karena yang miskin beremigrasi dari
bangsa-bangsa mereka mencari kehidupan yang lebih baik.
2. Perubahan iklim, dan,
3. Keluarga.
Nah,
Paus telah mengaitkan semua tiga
hal ini dengan perlunya memelihara hari Minggu.
Let me ask you, could the Pope keep the Sabbath as the
day of rest? Not if he doesn't believe in Creation. Why would he keep the
Sabbath? He needs to have a sign of his scenario, right? Of the evolutionary scenario,
so he has to establish his own sign, a sign created by him to point to his authority.
We'll come back to that in a moment.
Coba saya tanya, bisakah Paus memelihara Sabat sebagai
hari perhentian? Tidak, jika dia tidak percaya pada Penciptaan. Untuk apa dia
memelihara Sabat? Dia perlu punya tanda skenarionya sendiri, benar? Skenario
evolusinya, maka dia harus menetapkan tandanya sendiri, suatu tanda yang
diciptakan olehnya yang menunjuk kepada autoritasnya. Nanti kita akan kembali
kemari.
· How does the Pope connect poverty to the observance of Sunday?
He says, it is a day for
the capitalist overlords to give a free day to their overworked peons. And so
he says, you know the capital's overlords need to give their workers at least
one day off during the week. Can you believe what day that is? Sunday.
· He says the family, oh, they're busy all week, you know, they're
going to school and they're going to work, and they don't have time to spend
together.
The family needs a day
together. But you can't guess what day that is. Sunday.
· All the environment is so overworked and overstressed, we need a
day to let the environment rest.
I bet you can't guess which
day that is. In the Roman Catholic
scenario it's Sunday.
There's
only one problem, and that is, that’s not Sunday, it's the
Sabbath. It was the Sabbath that Jesus took to benefit the poor and needy in a
special way. It was the Sabbath that God made for the environment to rest. It
was the Sabbath that God made for the family to spend together. He's got the
wrong day, he can't keep God's day because he doesn't believe in the literal Creation, so he has to
create a new day, that is a sign of his
authority, in other words.
· Bagaimana Paus mengaitkan kemiskinan
kepada pemeliharaan hari Minggu?
Dia
berkata itulah hari buat para majikan kapitalis untuk memberikan satu hari
libur buat para pekerja mereka yang sudah dipekerjakan terlalu keras. Maka dia
berkata, para majikan kapitalis harus memberikan pekerja mereka sedikitnya satu
hari libur dalam seminggu. Bisakah kalian percaya hari yang mana itu? Hari
Minggu.
· Dia berkata, keluarga, oh, mereka sibuk
sepanjang minggu, mereka harus ke sekolah dan mereka harus bekerja, dan mereka
tidak punya waktu untuk dilewatkan bersama-sama.
Keluarga
perlu satu hari untuk bersama-sama. Tapi kalian tidak bisa menebak hari yang
mana itu. Hari Minggu.
· Semua lingkungan hidup dikerjakan dan
diperas begitu kelewat batas, kita perlu satu hari untuk mengistirahatkan
lingkungan hidup.
Kira-kira
kalian tidak bisa menebak hari mana itu. Dalam
skenario Roma Katolik itu Hari Minggu.
Masalahnya
cuma satu, dan itu ialah, seharusnya bukan hari Minggu, tapi hari Sabat. Hari
Sabat-lah yang dipakai Yesus untuk memberi manfat kepada yang miskin dan yang membutuhkan
dengan cara yang istimewa. Hari Sabat-lah yang dijadikan Allah untuk memberi istirahat lingkungan hidup. Hari
Sabat-lah yang Allah jadikan bagi keluarga untuk berkumpul bersama. Paus
memakai hari yang salah, dia tidak bisa memelihara hari Allah karena dia tidak
percaya pada Penciptaan yang literal sehingga dia harus menciptakan suatu hari
yang baru, yang adalah tanda autoritasnya, dengan kata lain.
On August
12, 2015, on a radio show, on his radio talk, Pope Francis I stated this, “The obsession
with economic profit and technical
efficiency puts the human rhythms of life at risk. Moments of rest,
especially on Sunday, are
sacred because in them we find God. The Sunday Eucharist…” which
is the Roman Catholic view of the Lord's Supper
“…The Sunday Eucharist brings to our celebrations every grace of Jesus Christ: His presence, His love and His sacrifice; His
forming us into a community, and His way
of being
with
us.”
Pada 12 Agustus 2015 di sebuah
wawancara radio, Paus Francis I menyatakan ini, “…Obsesi dengan keuntungan ekonomi dan
efisiensi teknis mengakibatkan ritmus hidup manusia dipertaruhkan. Saat-saat
istirahat, terutama pada hari Minggu, itu kudus karena di dalamnya kita
menemukan Allah. Ekakristi hari Minggu…”
yang adalah versi Roma Katolik untuk Perjamuan Kudus, “…Ekaristi hari Minggu membawa kepada
perayaan kita setiap karunia Yesus Kristus, kehadiranNya, kasihNya, dan
kurbanNya, pembentukan kita menjadi suatu komunitas olehNya, dan caraNya
menyertai kita.”
Here's
another example of how important Sunday is in his mind. In his encyclical he
wrote, “On Sunday, our participation in the Eucharist has special importance.
Sunday, like the Jewish Sabbath…”
hmm does somebody want to find me a verse in the Bible that
speaks of the Jewish Sabbath? I don't know of any person in the Bible that
speaks of a Jewish Sabbath. But anyway he says
“…Sunday, like the
Jewish Sabbath is meant to be a day that…”
what? “…heals
our
relationships with God, with
ourselves,
with others and with the
world…”
is that the day God established for that? No! “…Rest opens
our
eyes to the larger picture and gives us renewed sensitivity to the rights of others.
And so the day of rest, centered
on the Eucharist, sheds it light on the whole week…” I believe it's the Sabbath that sheds its light on the whole week but he says the Sunday does “…and motivates
us to greater concern for…” what? “…for nature
and
the
poor.”
Ini ada contoh yang lain bagaimana
pentingnya hari Minggu di pikiran Paus. Dalam ensiklikalnya dia menulis, “…Pada
hari Minggu partisipasi kita dalam Ekaristi memiliki makna yang istimewa. Hari
Minggu, seperti hari Sabat Yahudi…” hmm, apakah
ada yang mau mencarikan satu ayat di Alkitab yang bicara tentang Sabat Yahudi?
Saya tidak tahu di Alkitab ada siapa pun yang bicara tentang Sabat Yahudi.
Tetapi, Paus berkata, “…Hari Minggu, seperti hari
Sabat Yahudi dimaksudkan sebagai hari yang…”
apa? “…memulihkan hubungan
kita dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia…” Itukah hari
yang ditetapkan Allah untuk tujuan tersebut? Tidak! “…Istirahat membuka mata kita kepada gambaran
yang lebih luas dan memberi kita kepekaan baru terhadap hak-hak orang lain.
Maka hari istirahat, yang berpusat pada Ekaristi, menebarkan terangnya ke seluruh minggu…” Saya meyakini Sabat-lah yang menebarkan terangnya ke seluruh
minggu, tetapi Paus berkata hari Minggu yang demikian, “…dan memotivasi kita untuk mempunyai
kepedulian yang lebih besar untuk…” apa? “…untuk alam dan orang miskin.” (Laudato Si 237)
Which day of the week according to him helps us focus
on the poor, and helps us focus on nature, and our relationship with one
another? Sunday. Not what the Bible says. The Bible says Sabbath.
Hari mana dalam satu minggu menurut Paus yang membantu
kita fokus pada orang miskin, membantu kita fokus pada alam, dan hubungan kita
satu dengan yang lain? Hari Minggu. Alkitab tidak berkata begitu. Alkitab
berkata Sabat.
Now we
need to deal with one further question before we bring this to an end.
Why did
the papacy embrace Sunday? Obviously it could not embrace the Sabbath because
if it embraces the Sabbath everybody would say you're an usurper because the
Sabbath shows that Somebody else is the Creator. Somebody else is God. So he
had to establish, the papacy had to establish a sign of its authority.
Notice
these statements, these very interesting statements from Roman Catholic
sources.
Sekarang
kita harus membahas satu lagi pertanyaan sebelum kita akhiri ini.
Mengapa
Kepausan memeluk hari Minggu? Jelas dia tidak bisa memeluk Sabat karena andai
dia memeluk Sabat, semua orang akan berkata, kamu seorang pencuri, karena Sabat
menunjukkan bahwa Sosok lain itulah Sang Pencipta. Sosok lain itu ialah Allah.
Maka Kepausan harus menetapkan suatu tanda autoritasnya.
Simak
pernyataan-pernyataan ini, pernyataan-pernyataan yang sangat penting dari
sumber Roma Katolik.
This is
from Monsignor Segur Plain Talk about Protestantism of Today page 213,
“It was the
Catholic Church which, by
the authority of Jesus Christ…” that's
questionable “…has transferred this rest to the Sunday in remembrance of the
resurrection of our Lord. Thus the observance of Sunday by Protestants is an
homage they pay,
in spite of themselves, to the
authority of the Church.”
Ini dari
Monsinyur Segur, Plain Talk about Protestantism of Today, hal. 213, “Gereja Katolik-lah yang dengan
autoritas Yesus Kristus…” ini patut
diragukan, “…telah memindahkan perhentian ini ke hari Minggu untuk
memperingati kebangkitan Tuhan. Dengan demikian, pememeliharaan hari Minggu
oleh Protestan merupakan penghormatan yang mereka berikan kepada autoritas
gereja [Katolik], walaupun tidak mereka akui.” (Monsignor Segur, Plain Talk About the Protestantism of Today ~ Boston:
Thomas B. Noonan &
Co.,
1868, hal. 213.)
So by keeping Sunday whose authority is being
respected? The authority of the papacy. Listen, folks, the final controversy is not primarily a controversy over days, the
controversy is over authority. If you keep the Sabbath whose authority are you
accepting? You're accepting God's authority. If you keep Sunday whose authority are you accepting? The authority of the one who
created the day as a day of rest. So behind the days is the issue of
which authority are you going to follow, are you going to keep the Sabbath
obeying God's authority, or are you going to keep Sunday obeying the papacy’s
authority. It's a matter of authority. And the papacy has said Sunday is Our
sign of authority.
Jadi dengan memelihara hari Minggu, autoritas siapa
yang dihormati? Autoritas Kepausan. Dengarkan, Saudara-saudara, kontroversi
yang tersakhir bukan terutama suatu kontroversi tentang hari. Kontroversinya
adalah tentang autoritas. Jika kita memelihara Sabat, autoritas siapa yang kita
terima? Kita menerima autoritas Allah. Jika
kita memelihara hari Minggu, autoritas siapa yang kita terima? Autoritas dia yang
telah menciptakan hari tersebut sebagai hari perhentian. Jadi di
balik hari-hari ini terdapat isu autoritas siapa yang akan kita ikuti, apakah
kita akan memelihara Sabat mematuhi autoritas Allah, atau apakah kita akan
memelihara hari Minggu, mematuhi autoritas Kepausan? Ini adalah masalah
autoritas. Dan Kepausan telah mengatakan bahwa hari Minggu adalah tanda
autoritas Kami.
Notice
the following statement. This is H. Canon Cafferata, in the book The Catechism
Simply Explained pg. 89, “A word about Sunday. God said: ‘Remember that thou keep holy the Sabbath day!’ The Sabbath was Saturday, not Sunday…” this is
a Roman Catholic writer, he says we recognize that the Sabbath is Saturday not
Sunday, “…why, then…” he asks
“…do we keep Sunday holy instead of Saturday?
The Church altered the observance of the Sabbath to the observance of Sunday…” and now
he entice Protestants. “…Protestants who say that
they
go by the Bible and the Bible only, and that they do not believe anything that is not in the
Bible, must be rather puzzled by the keeping of Sunday when God distinctly said, ‘Keep holy the
Sabbath day.’ The word ‘Sunday’ does not come anywhere in the Bible so, without knowing it,
they
are obeying the authority of the Catholic Church.”
Are you
seeing that Sunday is the sign of whose authority? Of the papacy’s authority.
Simak pernyataan berikut. Ini H. Canon
Cafferata, dalam bukunya The
Catechism Simply Explained hal. 89, “…Sebuah komen tentang hari Minggu. Allah berkata, ‘Ingatlah supaya kamu memelihara kekudusan
hari Sabat!’ Sabat ialah hari Sabtu,
bukan hari Minggu…” ini adalah
seorang penulis Roma Katolik, dia berkata kami mengakui bahwa Sabat itu hari
Sabtu bukan hari Minggu,
“…kalau begitu…” dia bertanya, “…mengapa kita memelihara kekudusan hari Minggu bukan
hari Sabtu? Gereja (Katolik) telah mengganti pemeliharaan Sabat menjadi
pemeliharaan hari Minggu…” dan sekarang dia menggoda golongan Protestan, “…Protestan
yang berkata bahwa mereka hanya menurut Alkitab dan semata-mata Alkitab, dan
bahwa mereka tidak percaya apa pun yang tidak ada di Alkitab, tentunya rada
bingung dengan pemeliharaan hari Minggu karena Allah berkata dengan jelas, ‘Pelihara kekudusan hari Sabat’. Kata
‘hari Minggu’ sama sekali tidak ada dalam Alkitab. Maka, tanpa menyadarinya,
mereka (Protestan) sedang mematuhi autoritas gereja Katolik.”
(The Catechism Simply Explained ~ Lon-don: Burns Oates & Washbourne Ltd., 1938, hal. 89)
Apakah
kalian melihat bahwa hari
Minggu adalah tanda autoritas siapa? Autoritas Kepausan.
And
then we have this statement, this is by John O'Brien who for years and years
was a teacher at Notre Dame University in South Bend Indiana, “But since Saturday, not Sunday, is specified in the Bible, isn’t it curious that non-Catholics who
profess to take their religion directly from the Bible and not from the Church, observe Sunday
instead of Saturday? Yes, of course, it is inconsistent; but this change was made about fifteen
centuries before Protestantism was born, and by that time the custom was universally observed. They…” that is Protestants “…have continued
the custom, even though
it rests upon
the
authority of the Catholic Church and not upon an explicit text in the Bible. That observance remains as a reminder of the
Mother Church…” in Revelation chapter 17 you have the “mother of harlots”, she
has daughters that were born from her. “…That observance remains as a reminder of the
Mother Church from which the non-Catholic
sects broke away—like a boy running away from
home but still carrying in his pocket a picture of his mother or a lock of her hair.”
Kemudian ada pernyataan ini,
ini oleh John O’Brien yang selama bertahun-tahun adalah seorang dosen di
Universitas Notre Dame di South Bend Indiana. “…Tetapi
karena Sabtu bukan Minggu yang tertulis di Alkitab, apakah tidak aneh
non-Katolik yang mengaku mengambil agama mereka langsung dari Alkitab dan bukan
dari Gereja, memelihara hari Minggu dan bukan Sabtu? Ya, tentu saja itu tidak
konsisten. Tetapi perubahan ini sudah dibuat sekitar 15 abad sebelum
Protestantisme lahir, dan pada saat itu kebiasaan tersebut sudah dipelihara
secara universal. Protestant telah melanjutkan kebiasaan itu walaupun itu
berdasarkan autoritas gereja Katolik dan bukan berdasarkan ayat tertentu di
Alkitab. Pemeliharan hari Minggu itu tersisa sebagai peninggalan Gereja
Induk…” di Wahyu 17 ada “ibu dari wanita-wanita pelacur”,
dia punya anak-anak perempuan yang lahir darinya, “…Pemeliharan hari Minggu itu tersisa
sebagai peninggalan Gereja Induk sebagai peninggalan Gereja Induk dari mana
sekte-sekte non-Katolik telah memisahkan diri, seperti seorang anak yang
melarikan diri dari rumah tetapi tetap menyimpan di sakunya foto ibunya atau
seikat rambut ibunya (The Faith of Millions hal.
400-401 Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor, Inc., 1974)…
One
more quotation, this is a quotation by Father Enright, a Roman Catholic priest.
“It was the Holy
Catholic Church that changed the day of rest from Saturday to Sunday, the
first day of the week. And it not only compelled all to keep Sunday, but urged all persons to labor
on
the seventh day under pain of anathema…” that is of the curse,
“…Protestants profess great reverence for the Bible,
and
yet by their solemn act of keeping Sunday, they acknowledge the power of the Catholic
Church. The Bible says, ‘Remember the Sabbath day to keep it holy.’ But the
Catholic Church says, ‘NO! Keep the first day of the week’ and lo, the entire civilized world bows down in
reverent obedience to
the
command of the holy Catholic church.”
Satu
lagi kutipan, ini adalah kutipan oleh Father Enright, seorang romo Roma
Katolik. “…Gereja Katolik yang kudus-lah yang telah mengganti hari
perhentian dari Sabtu ke hari Minggu, hari pertama dalam minggu. Dan dia bukan
saja mengharuskan semua memelihara hari Minggu, tetapi mendorong semua orang
untuk bekerja pada hari ketujuh dengan ancaman anathema…” yaitu suatu kutukan. “…Protestan mengaku sangat menghormati
Alkitab, namun dengan tindakan mereka yang memelihara hari Minggu dengan
khidmat mereka mengakui kuasa gerejja Katolik. Alkitab berkata, ‘Ingatlah hari Sabat, peliharalah
kekudusannya’ tetapi gereja Katolik berkata, TIDAK! Pelihara hari pertama
dalam minggu’, dan lihatlah, seluruh peradaban dunia tunduk hormat mematuhi
perintah gereja Katolik yang kudus.” ( Words of Father Enright,
longtime President of Redemptorist College in
America, quoted in, Joe Crews, The
Beast, the Dragon and the Woman ~
Frederick, Maryland: Amazing Facts, Inc., thirteenth edition, June
1991, hal.
33.)
Are you
understanding what we've studied today? Let me end by reading this one statement.
And incidentally you can read the rest of the material here on the remaining
page and a half, several of the texts that deal with climate change. Can you
think of another story in the Bible where there was climate change? How about the days of
Elijah? Was there climate change in the days of Elijah? There was a
three and a half year drought, right? It was because people were using
too many fossil fuels, too many air conditioners on, they weren't recycling
enough, I'm being facetious to make a point. What was the reason? The reason
was that the king, the civil power, had joined forces with a harlot, and they
were trying to impose an apostate religion, the religion of the sun god Baal,
and God had a faithful remnant, and he was blamed for what was happening. Is
that story going to be repeated again? You’d better believe it, to a tee. The harlot of
Revelation 17 will join with the kings of the earth, climate change will be the
topic that will bring them together, poverty, and all these social issues will
bring them together and whoever does not go along will be persecuted. A small remnant. This statement
is very significant. I told you I believe in climate change, but I disagree
with the reason.
Apakah
kalian paham apa yang kita pelajari hari ini? Izinkan saya mengakhiri dengan
membacakan satu pernyataan ini. Dan kalian bisa membaca sisa materi di sini di
satu setengah halaman yang tersisa, beberapa dari teks-teks itu berkaitan
dengan perubahan iklim. Bisakah kalian mengingat cerita lain di Alkitab di mana
ada perubahan iklim?
Bagaimana dengan zaman Elia?
Apakah ada perubahan iklim di zaman Elia? Selama
tiga setengah tahun terjadi kekeringan, benar? Itu diakibatkan
orang-orang memakai terlalu banyak bahan bakar fosil, terlalu banyak AC yang
dinyalakan, mereka kurang mendaurulang, saya berolok-olok untuk membuat poin.
Apa alasannya? Alasannya ialah
rajanya, kekuasaan sipilnya, telah bergabung dengan seorang pelacur dan mereka
berusaha memaksakan suatu agama yang
murtad, agama dari dewa matahari Baal. Dan Allah memiliki umat
yang sisa yang setia, dan dia dipersalahkan untuk apa yang terjadi. Apakah
kisah ini akan terulang kembali? Percayalah, persis tidak ada bedanya. Pelacur
Wahyu 17 akan bergabung dengan raja-raja bumi. Perubahan iklim akan menjadi topik
yang mempersatukan mereka, kemiskinan, dan semua isu sosial itu akan
mempersatukan mereka dan barangsiapa tidak mengikuti, akan dipersekusi. Umat
sisa yang kecil. Pernyataan ini sangat signifikan. Saya sudah mengatakan bahwa
saya percaya ada perubahan iklim, tetapi
saya tidak setuju dengan alasannya.
Ellen
White wrote in Volume 6 of the Testimonies page
408, “The restraining
Spirit of God is even now being withdrawn from the world. Hurricanes,
storms, tempests, fire and flood, disasters by sea and land, follow each other in quick succession.
Science seeks to explain all these…” is that what science is
trying to do today? Absolutely! “…The signs thickening around us, telling of the near approach
of the Son of God, are attributed to
any other than the true cause…”
is that happening today? You’d better believe it. “...Men cannot discern the sentinel angels restraining the four winds that they shall not blow
until the servants of God are
sealed;…” and now notice. We haven't seen anything yet, folks. This world
is going to be a jungle. This world under the direction of the papacy, this
world is not going to be a paradise, it's going to get worse and worse, and the
excuse is going to be it's because this little group of people doesn't go long.
Notice, “…but when God shall bid His angels loose the winds, there will be
such
a scene of strife as no pen can picture.”
Ellen White menulis di Vol. 6 Testimonies hal.
408, “…Roh Allah yang selama ini mengendalikan, sekarang sedang
ditarik dari dunia. Angin kencang,
badai, topan, api, dan banjir, bencana di laut dan darat terjadi berturut-turut
secara cepat. Sains berusaha menjelaskan semua ini. …” apakah sains sekarang sedang berusaha demikian?
Tentu saja! “…Tanda-tanda yang menyatakan mendekatnya kedatangan
Anak Allah, yang semakin menebal mengepung kita, diatributkan kepada penyebab
apa saja selain penyebabnya yang benar. …” inikah yang terjadi sekarang? Percayalah! “…Manusia
tidak bisa melihat para malaikat penjaga yang sedang menahan keempat angin agar
angin itu tidak bertiup sebelum hamba-hamba Allah dimeteraikan. …” dan sekarang simak. Yang kita lihat ini belum
apa-apa, Saudara-saudara. Dunia ini akan menjadi hutan rimba. Dunia ini di
bawah kepemimpinan Kepausan dunia ini tidak akan menjadi surga, malah akan
menjadi semakin lama semakim buruk, dan alasannya nanti ialah karena ada
sekelompok kecil manusia yang tidak mau mengikuti. Simak,
“…Tetapi ketika Allah menyuruh
malaikat-malaikatNya melepaskan angin-angin itu, akan ada adegan kekacauan yang
tidak dapat ditulis pena mana pun…”
But God
will take care of His remnant, those who respect His Authority and keep His day
as the sign of submission to His authority.
So the
decision is Seal of God or mark of the Beast, the decision is very simple. Do
you respect the authority of God and keep His holy Sabbath as an evidence that
you accept His authority, or do you observe Sunday the sign of authority of the
Roman Catholic Church and submit to its authority. That is the issue that will
separate the vast majority of the world with a small faithful remnant at the
end of time.
May God
bless us and help us to make the right decision, to choose to be on God's side,
even if we are in the minority, even if we are persecuted, let us be faithful
to God, because those who are faithful have a brilliant and glorious future
Tetapi
Allah akan memelihara umatNya, mereka yang menghormati autoritasNya dan
memelihara hariNya sebagai tanda mengakui autoritasNya.
Jadi
keputusannya ialah Meterai Allah atau tanda Binatang, keputusannya sangat
sederhana. Apakah kita menghormati
autoritas Allah dan memelihara SabatNya yang kudus sebagai bukti kita menerima
autoritasNya, atau apakah kita memelihara hari Minggu tanda autoritas gereja
Roma Katolik dan tunduk kepada autoritasnya. Itulah isunya yang akan memisahkan
mayoritas besar dunia dengan sekelompok kecil umat sisa yang setia pada akhir
zaman.
Semoga
Allah memberkati kita dan menolong kita untuk membuat keputusan yang benar,
agar memilih berada di pihak Allah walaupun kita masuk minoritas, walaupun kita
dipersekusi, hendaknya kita setia kepada Allah, karena mereka yang setia
memiliki masa depan yang cemerlang dan mulia.
01 10 21
No comments:
Post a Comment