Sunday, October 3, 2021

EPISODE 24/24 ~ THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR ~ CLIMATE CHANGE IS IT REAL? ~ STEPHEN BOHR

 

_____THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR_____

Part 24/24 - Stephen Bohr

CLIMATE CHANGE, IS IT REAL?

https://www.youtube.com/watch?v=TukmiMbRWEk

 

 

Dibuka dengan doa

 

There's a lot of talk about climate change these days.  Scientists, politicians, environmentalists, at sporting events, Hollywood actors, the United Nations, and the general populace are all measuring in on the issue of climate change. Even our president Donald Trump has measured in against the idea that there is climate change. So let me begin by stating what I believe personally about climate change, as I have read extensively articles, and newspapers, and books, about this issue.

1.   First of all I believe that climate change is real.

Something is happening on planet earth that we have never seen before. There are massive floods ~ I don't know if you've been watching the news, but in Peru they have horrendous floods all over the country ~ destructive mega earthquakes, powerful hurricanes, and incredible droughts. Until recently California was in one of those droughts, and we still are to a certain extent. And so there's no doubt in my mind that something is happening on this planet. There is a problem of climate change.

2.   Secondly I believe that the reasons that are being given for climate change do not tell the truth, the whole truth, and nothing but the truth.

So even though I believe there is climate change, I don't think that the reasons that are being given are the whole truth about this issue.

3.   Furthermore, I believe that the solutions that are being proposed by politicians and particularly by Pope Francis I, are misguided solutions.

4.   And finally I believe that there is a hidden agenda behind all the talk about this problem and the solution that is being proposed.

So as we begin, those are my talking points, those are the foundations of what I believe based on the research that I have done.

 

Sekarang ini ada banyak pembicaraan tentang perubahan iklim. Para ilmuwan, politikus, pembela lingkungan hidup, di event-event olahraga, aktor-aktor Hollywood, PBB, dan masyarakat umum semua ikut membahas isu perubahan iklim. Bahkan presiden kami, Donald Trump juga memberikan pendapatnya menentang konsep adanya perubahan iklim. Jadi saya akan mulai dengan menyatakan apa yang saya yakini secara pribadi tentang perubahan iklim, karena saya sudah banyak membaca artikel-artikel dan surat-surat kabar, dan buku-buku tentang isu ini.

1.   Pertama-tama saya meyakini bahwa perubahan iklim ini nyata.

Sesuatu sedang terjadi di planet bumi yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Ada banjir-banjir besar ~ entah apa kalian sudah menonton berita, tetapi di Peru ada banjir-banjir besar di seluruh negeri mereka ~ gempa bumi-gempa bumi yang menghancurkan, angin-angin topan yang kuat, dan kekeringan yang luar biasa. Hingga barusan ini saja California berada dalam salah satu kekeringan itu, dan sampai tahap tertentu hingga sekarang kami masih mengalaminya. Jadi, di pikiran saya tidak diragukan lagi sesuatu sedang terjadi di planet ini. Memang ada perubahan iklim.

2.   Kedua, saya meyakini bahwa alasan-alasan perubahan iklim yang disampaikan kepada kita bukanlah yang sebenarnya, bukan kebenaran yang sejujurnya.

Jadi walaupun saya yakin ada perubahan iklim, menurut saya alasan-alasan yang diberikan untuk isu ini bukanlah kebenaran yang sesungguhnya.

3.   Lebih jauh, saya meyakini bahwa solusi-solusi yang diajukan oleh para politikus dan khususnya oleh Paus Francis I, adalah solusi-solusi yang keliru.

4.   Dan akhirnya saya meyakini ada agenda tersembunyi di balik semua pembahasan tentang masalah ini dan solusi yang sedang diajukan.

Maka, kita akan mulai dari sini, dan inilah poin-poin pembicaraan saya, inilah fondasi dari apa yang saya yakini berdasarkan pada riset yang telah saya lakukan.

 

 

I'd like to begin by mentioning different sectors of society that are discussing this issue. Scientists are measuring in on the issue of climate change. In an article that appeared on the 15th of March 2012, a dozen scientists wrote in the journal Science the following words, Human societies must  now  change course and steer away from critical tipping points in the earth system that might lead to rapid and irreversible change. This requires fundamental reorientation and restructuring of national and international institutions toward more effective Earth system governance and planetary stewardship…To be effective, a new set of institutions would have to be imbued with heavy-­­ handed, transnational  enforcement powers.”

So we begin to discern that this issue involves power on the part of the political nations of the world. There's more involved than just climate change. This statement is significant. It says that there needs to be heavy-handed and transnational enforcement powers.

 

Saya mau mulai dengan menyebutkan sektor-sektor komunitas yang berbeda yang sedang membahas isu ini. Para ilmuwan memberikan pendapat tentang isu perubahan iklim ini dalam sebuah artikel yang muncul pada 15 Maret 2012. Selusin ilmuwan menulis dalam jurnal Science, kata-kata berikut, “…Komunitas-komunitas manusia sekarang harus mengubah haluan mereka dan menjauhi titik-titik kritikal yang bisa menjungkirbalikkan sistem dunia, yang mungkin akan membawa ke suatu perubahan yang sangat cepat dan tidak bisa dikembalikan lagi. Ini membutuhkan reorientasi fundamental dan restrukturisasi institusi-institusi baik yang nasional maupun yang internasional supaya menjalankan pengaturan dunia dan pengolahan planet yang lebih efektif. .. Supaya efektif, suatu set institusi–institusi yang baru harus dipenuhi  dengan wewenang untuk menjalankan kekuasaannya secara paksa lintas negara.

Jadi kita mulai paham bahwa isu ini melibatkan kekuasaan di pihak bangsa-bangsa dunia secara politis.  Yang terlibat di sini bukan hanya soal perubahan iklim. Pernyataan ini signifikan. Dikatakan bahwa harus ada wewenang untuk memaksakan kekuasaan itu lintas negara.   

 

 

Powerful politicians have also measured in on the issue of climate change. For example Governor Jerry Brown, governor of California, educated in Jesuit schools, and presiding over the sixth largest economy in the world, was recently invited to the Vatican to participate in a summit on climate change, and he couldn't help but offer accolades to Francis for his moral leadership on this issue of climate change.

 

Politikus-politikus yang kuat juga telah ikut ambil bagian dalam isu perubahan iklim. Misalnya Gubernur Jerry Brown, gubernur California, yang dididik di sekolah Jesuit, dan mengepalai perekonomian terbesar keenam di dunia, baru-baru ini diundang ke Vatikan untuk mengikuti KTT tentang perubahan iklim, dan dia merasa harus memberikan pujian kepada Francis atas kepemimpinan moralnya dalam isu perubahan iklim ini.

 

 

And then we have Mayor Bill DeBlasio, mayor of New York City, the  financial capital of the world. At this same meeting that Jerry Brown attended, DeBlasio couldn't help to gush about Francis, and I quote, as the strongest moral voice in the world [who] is calling political leaders to action.”

 

Kemudian ada Walikota Bill DeBlasio, walikota New York City, ibukota finansial dunia. Di pertemuan yang sama yang dihadiri Jerry Brown, DeBlasio memberikan pujian kepada Francis, dan saya kutip, “…sebagai suara moral yang terkuat di dunia, yang memanggil para pemimpin politik untuk bertindak.”

 

 

Arnold Schwarzenegger very recently took a gift to the Pope and thanked him for what he has done to address the issue of climate change. The Pope on several occasions has gathered the mayors from the large cities of the world to the Vatican, for symposiums on the issue of climate change, because he knows that much more can be accomplished on a local level first than on a national level.

 

Arnold Schwarzenegger baru-baru ini membawa pemberian kepada Paus dan berterimakasih kepadanya untuk apa yang telah dilakukannya dengan berbicara tentang isu perubahan iklim ini. Paus pada beberapa kesempatan telah mengumpulkan walikota-walikota dari beberapa kota besar dunia ke Vatikan untuk simposium soal perubahan iklim, karena dia tahu bahwa lebih banyak yang bisa dicapai pada tahap lokal lebih dulu daripada pada tahap nasional. 



The papacy’s goal is not only to conquer Protestants. This does not give the papacy power, conquering the Protestant churches does not give the papacy power. What the papacy wants is to unite with Protestants, and for them to influence the government of the United States, to implement the papacy’s agenda.  The power of the papacy comes from recruiting the political powers of the world, because they do have the executive authority to impose the papacy’s agenda. And I might make a parenthesis here.

There's a lot of talk in the Adventist Church about how the papacy and Protestants are coming closer and closer together. That particular union does not give the papacy power. It does not give the papacy political power, except for the fact that the papacy wants to influence the Protestants in the United States, to then influence the government to impose the papacy’s agenda. 

 

Tujuan Kepausan bukan saja untuk menaklukkan Protestan. Ini tidak memberi Kepausan kekuasaan, dengan menaklukkan gereja-gereja Protestan itu tidak memberi Kepausan kekuasaan. Apa yang dimaui Kepausan ialah untuk bersatu dengan Protestan dan supaya mereka yang mempengaruhi Pemerintah Amerika Serikat untuk menjalankan agenda Kepausan. Kekuasaan Kepausan datang dari merekut kekuasaan politik dunia, karena mereka yang punya wewenang eksekutif untuk menjalankan agenda Kepausan. Dan saya mau memasukkan suatu sisipan di sini.

Di gereja Advent ada banyak pembahasan tentang bagaimana Kepausan dan Protestan akan mendekati satu sama lain. Persatuan ini tidak memberi Kepausan kuasa, itu tidak memberi Kepausan kekuasaan politik, kecuali bahwa Kepausan  mau mempengaruhi Protestan di Amerika Serikat, untuk kemudian mempengaruhi pemerintah untuk menjalankan agenda Kepausan.

 

 

And if you look at the papacy’s agenda ~ we're going to speak about that in a few moments ~ you're going to notice that the traditional talking points are almost completely absent from the discussion. The papacy used to talk about: the issue of gay marriage, they used to address the issue of euthanasia, they used to address the issue of abortion, all of those issues were strong on the agenda of the Roman Catholic Church. But since Francis I has become Pope, the talking points have changed.  You see these traditional issues of the Catholic Church are not popular with the political rulers of the world.  The political rulers of the world believe in euthanasia, they believe in abortion, and they believe in gay marriage, so if the papacy continues speaking about these issues, the political leaders of the world are not going to pay attention. So the papacy has changed their talking points to issues that the political leaders enjoy, like poverty, like climate change, like immigration, like the need to save the family unit. These are the issues that really resonate with the political leaders of the world.

 

Dan jika kita melihat ke agenda Kepausan ~ kita akan membahas ini sebentar lagi ~ kita akan melihat bahwa poin-poin tradisional yang dibicarakan nyaris semuanya sudah hilang dari diskusi. Dulu Kepausan bicara tentang: isu perkawinan gay, mereka dulu membahas isu euthanasia, mereka dulu membahas isu aborsi, semua isu ini adalah topik-topik kuat di agenda gereja Roma Katolik. Tetapi sejak Francis I menjadi Paus, poin-poin pembahasan telah berubah. Kalian lihat, isu-isu tradisional gereja Katolik ini tidak populer bagi penguasa-penguasa politik dunia. Penguasa-penguasa politik dunia setuju dengan euthanasia, mereka setuju dengan aborsi, dan mereka setuju dengan perkawinan gay. Maka jika Kepausan terus bicara tentang isu-isu ini, para pemimpin politik dunia tidak akan memberi perhatian. Maka Kepausan harus mengganti poin-poin pembahasan mereka yang dinikmati oleh para pemimpin politik, seperti isu kemiskinan, seperti perubahan iklim, seperti imigrasi, seperti perlunya menyelamatkan unit keluarga. Inilah isu-isu yang benar-benar mendapatkan tanggapan dari para pemimpin politik dunia.

 

  

Ban Ki Moon who until recently was the United Nations General Assembly general secretary, in September of 2015 called on governments, and I quote, “to place the  global common good…”   remember “common good” that's an important expression, a papal expression  “…to place the  global common good above  national interests and to adopt an ambitious, universal climate change at the United Nations Climate Summit in Paris in December 2015.” So he said this in September 2015, and of course the summit on climate change at the United Nations was going to be in December of 2015, and he said we need to do this for the global common good.

 

Ban Ki Moon yang sampai baru-baru ini masih sekretaris jenderal Majelis Umum PBB, di September 2015 berseru kepada pemerintahan-pemerintahan, dan saya kutip, “…agar  menempatkan kepentingan bersama yang global…”  ingat “kepentingan bersama” itu adalah ekspresi yang penting, sebuah ekspresi Kepausan, “…agar menempatkan kepentingan bersama yang global di atas kepentingal nasional dan supaya mengadopsi suatu perubahan iklim universal yang ambisius, di Pertemuan KTT PBB di Paris di Desember 2015…”  Jadi dia mengatakan ini di September 2015, dan tentu saja KTT tentang perubahan iklim di PBB akan diadakan di Desember 2015, dan dia berkata kita harus melakukan ini demi kepentingan bersama yang global.

 

 

There at the United Nations they implemented what is called the 2030 agenda. And the 2030 agenda you need to go to Google and Google this, and do a little more research because it is a scary agenda, and basically the UN secretary Ban Ki Moon expressed the  intent of this agenda in the following words. “The  new  agenda is a  promise by leaders to  all people everywhere. It is a universal, integrated and transformative vision for a better world….”  Pie-in-the-sky, folks. We know the scenario the Bible presents, right? He continues  saying, “…Institutions will have to become fit for a grand new purpose…” that is a papal expression also.  “…We must engage all actors, as we did in shaping the Agenda. We must include parliaments, and local governments, and work with  cities and rural areas. We must rally  businesses and entrepreneurs. We must involve civil society in defining and implementing policies and give the space to hold us to account. We must listen to scientists and academia. We will need to embrace a  data revolution. Most important, we must set to worknow.”

Those are interesting words, aren't they? From the individual who for years was the general secretary of the United Nations.

 

Di sana di PBB mereka mengimplementasikan apa yang disebut sebagai Agenda 2030. Dan Agenda 2030 ini kalian perlu ke Google dan mencari ini dan melakukan sedikit riset karena ini adalah agenda yang mengerikan dan pada dasarnya sekretaris PBB Ban Ki Moon menyampaikan tujuan dari agenda ini dengan kata-kata berikut, “…Agenda yang baru adalah suatu janji para pemimpin kepada semua orang di mana-mana. Itu adalah suatu visi yang universal, integral dan transformatif untuk dunia yang lebih baik…”  mimpi di siang bolong, Saudara-saudara. Kita sudah tahu skenario yang disampaikan Alkitab, benar? Dia melanjutkan berkata, “…Institusi-institusi harus dibuat serasi untuk sebuah tujuan baru yang megah (grand new purpose)…”  ini juga sebuah ungkapan Kepausan. “…Kita harus melibatkan semua pelaku, seperti yang telah kita lakukan ketika kita membuat Agenda itu. Kita harus melibatkan Parlemen, dan pemerintahan-pemerintahan lokal, dan bekerja dengan kota-kota dan daerah-daerah pedesaan. Kita harus menggalang para pedagang dan entrepreneur. Kita harus melibatkan komunitas sipil dalam mendefinisikan dan mengimplemetasikan kebijakan ~ dan memberi tempat bagi pertanggungjawaban kita. Kita harus mendengarkan para ilmuwan dan akademisi. Kita harus melakukan suatu revolusi data. Yang terpenting kita harus mulai bekerja sekarang. …” 
Ini kata-kata yang menarik, bukan? Dari orang yang selama bertahun-tahun adalah sekretaris jenderal PBB.

 

 

Barack Obama also has measured in on this issue. Until recently of course he was President of the United States. He wrote the following words about the Pope's encyclical Laudato Si and I read, I quote, “I welcome His Holiness Pope Francis's encyclical, and deeply admire the Pope's decision to make the caseclearly, powerfully, and with the full moral authority of his position—for action on global climate change. We must also protect the  world's poor, who have  done the least to contribute to this looming crisis and stand to lose the most if we fail to avert  it…”  and then of course the Pope was going to visit the White House in a few months and so Barack Obama stated, “…I look forward to discussing these issues with Pope Francis when he visits the White House in September. And as we prepare for global climate negotiations in  Paris this December, it is my hope that  all world leadersand all God's children—will reflect on  Pope Francis' call to come together to care for our  common home.   Time and again you're going to find “common home”,  “common good”, you're going to find that in papal literature first, and then you're going to find it being quoted by politicians, and by scientists, and so on. 

 

Barack Obama juga ambil bagian dalam isu ini. Hingga baru saja, tentunya dia adalah presiden Amerika Serikat. Dia menulis kata-kata berikut mengenai ensiklikal Paus, Laudato Si, dan saya kutip,  “…Saya menyambut ensiklikal Yang Mulia Paus Francis, dan sangat mengagumi keputusan Paus untuk membawakan kasus ini ~  dengan jelas, dengan kuat, dan dengan autoritas moral penuh dari jabatannya ~ untuk mengambil tindakan mengenai perubahan iklim global. Kita juga harus melindungi orang-orang miskin di dunia, yang memberikan kontribusi paling kecil kepada krisis yang mengancam ini, tetapi yang akan paling dirugkan jika kita gagal menghindarinya…”  Dan tentu saja Paus akan mengunjungi Gedung Putih dalam waktu beberapa bulan dan Barack Obama mengatakan, “…Saya menantikan pembicaraan isu-isu ini dengan Paus Francis saat beliau mengunjungi Gedung Putih di September. Dan sementara kita mempersiapkan negosiasi tentang iklim global di Paris bulan Desember ini, harapan saya ialah agar semua pemimpn dunia ~ dan semua anak Allah ~ akan merefleksi panggilan Paus Francis untuk bergabung dalam memelihara tempat tinggal kita bersama…”  berulang-ulang kita akan bertemu dengan “tempat tinggal kita bersama”, “kepentingan bersama” dan kita akan menemukan itu lebih dulu dalam literatur Kepausan, kemudian kita akan melihat ini dikutip oleh para politikus, dan ilmuwan, dan lain-lain.

 

 

Not only have powerful politicians measured in, and scientists measured in, and the United Nations measured in, but also Hollywood actors have measured in. Have you ever heard of Leonardo DiCaprio? He is an Academy Award winner and highly visible Hollywood actor and of great influence upon the world's youth. On April 22, 2016, he gave an impassioned speech to the General Assembly of the United Nations just before the signing of the Paris agreement on climate change. He is officially the UN messenger of peace with special emphasis on climate change. You might have watched the National Geographic documentary that was prepared as a result of DiCaprio's travels around the world. This is what DiCaprio had to say,A massive change, an upheaval is needed now, one that leads to a  new collective consciousness…” this is pantheistic terminology, folks,  “…a new collective consciousness, a new collective evolution of the human race inspired and enabled by a sense of urgency from all of you…” remember he's speaking to the leaders of the United Nations,  “…you are the  last best hope of earth…” not Jesus anymore. The politicians of the world they are the last best hope of the world. And then he pleaded,  “… We ask you to protect it or we and all living things we cherish are  history.” Can you hear the sense of urgency in DiCaprio's voice?

 

Bukan saja politikus-politikus berpengaruh ikut ambil bagian, dan para ilmuwan ikut ambil bagian dan PBB ikut ambil bagian, tetapi juga aktor-aktor Hollywood ikut ambil bagian. Pernahkah kalian dengar tentang Leonardo DiCaprio? Dia seorang pemenang Academy Award dan seorang aktor Hollywood yang sangat terkenal dan punya pengaruh besar pada orang-orang muda di dunia. Pada 22 April 2016 dia memberikan pidato yang penuh semangat di hadapan majelis umum PBB tepat sebelum ditandatanganinya perjanjian Paris tentang perubahan iklim. Dia adalah utusan resmi PBB untuk perdamaian dengan penekanan khusus pada perubahan iklim. Kalian mungkin pernah menonton dokumenter National Geographic yang dibuat sebagai hasil perjalanan-perjalanan DiCaprio ke seluruh dunia. Inilah yang dikatakan DiCaprio, “…Suatu perubahan massif, suatu goncangan dibutuhkan sekarang ini, yang bisa membawa kepada suatu kesadaran kolektif yang baru…”  ini adalah istilah pantheisme, Saudara-saudara,    “…suatu kesadaran kolektif yang baru, suatu evolusi kolektif yang baru pada umat manusia, yang diilhami dan dimampukan oleh suatu dorongan urgensi dari kalian semua…”  ingat, bahwa dia sedang bicara kepada para pemimpin PBB, “…kalianlah harapan terakhir dunia…”  sudah bukan Yesus lagi. Para politikus dunia, merekalah harapan terakhir dunia. Kemudian dia memohon, “…Kami memohon agar kalian melindunginya, atau kami dan semua makhluk hidup yang kami sayangi akan tinggal sejarah…”  Apakah kalian mendengar nada urgensi di suara DiCaprio?     

 

 

DiCaprio met with the Pope on January 28, 2016, and of course the subject of choice was climate change. After the interview with the Pope DiCaprio said,I think he wrote this encyclical, which is one of the most important things in the climate-­­­change history,  so  to speak.  Basically, spreading the gospel that we should care about the planet we live in. Its a sin to destroy our planet. Hes been inspiring and revolutionary to come out and be outspoken about the issue of climate change and endorse the scientific community.”

 

DiCaprio bertemu dengan Paus pada 28 Januari 2016, dan tentu saja topik pilihannya ialah perubahan iklim. Setelah wawacara dengan Paus, DiCaprio berkata,   “…Saya pikir, beliau menulis ensiklikal ini, yang adalah salah satu yang paling penting dalam sejarah perubahan iklim, katakanlah begitu. Pada dasarnya, menyebarkan injil bahwa kita harus peduli pada planet di mana kita hidup ini. Menghancurkan planet kita adalah dosa. Beliau menginspirasi dan revolusioner dengan tampil dan menyampaikan pendapatnya tentang isu perubahan iklim, dan mendukung komunitas ilmuwan.”

 

 

Perhaps you watched the Olympics, the last Summer Olympics? Did you notice that the entire theme of the Olympics was the issue of climate change? Even notable sports heroes are measuring in and lauding the Pope for his encyclical and for addressing the issue of climate change.

 

Barangkali kalian menonton Olympics, Olympics Musim Panas yang terakhir? Apakah kalian sadar bahwa seluruh tema Olympics adalah isu perubahan iklim? Bahkan pahlawan-pahlawan sport yang terkenal ikut ambil bagian dan memuji Paus atas ensiklikalnya dan atas tindakannya mengangkat isu perubahan iklim.

 

 

There is one common denominator in all of this discussion. At every stage of the discussion and in every forum, the Roman Catholic papacy has been involved in spearheading and supporting the climate change agenda. So let's take a look of how the papacy has been spearheading this movement, and how it has been promoting it from the background. And of course now not in the background overtly.

 

Ada satu denominator umum dalam semua diskusi ini. Di setiap tahap diskusi dan di setiap forum, Kepausan Roma Katolik terlibat dalam mempelopori dan mendukung agenda perubahan iklim. Jadi mari kita simak bagaimana Kepausan mempelopori gerakan ini, dan bagaimana dia mempromosikannya di latar belakang. Dan tentu saja sekarang sudah terang-terangan, tidak di latar belakang lagi.

 

 

On April 15, 2015, some two months before Pope Francis I released his encyclical Laudato Si, the Pontifical Academy of Sciences and the Pontifical Academy of Social Sciences released this statement. The name of the statement is “Climate Change and the Common Good”.  Notice that's interesting, “climate change and the common good” you'll hear that time and again.  A statement of the problem and the demand for transformation solutions. This eye-opening document presents a doomsday scenario, that is intended to scare the planet into doing something about climate change, or ceasing to exist. Among other things the declaration stated the following, “Climate change is a global problem whose solution will depend on our stepping beyond  national affiliations and  coming…” what? This is all nations coming together, right? Have you ever read Revelation chapter 17 where all nations come together and the harlot sits upon this scarlet Beast? So once again,  “…Climate change is a global problem whose solution will depend on our stepping beyond  national affiliations and  coming together for…” what purpose?  “…coming together for the  common good.”

There you have it again.

By the way, the papacy has been using the expression “common good” for over a hundred and thirty years, so that expression comes directly from the Roman Catholic papacy.

 

Pada 15 April 2015, sekitar dua bulan sebelum Paus Francis I menerbitkan ensiklikalnya Laudato Si, Pontifical Academy of Sciences dan Pontifical Academy of Social Sciences mengeluarkan pernyataan ini. Nama dari peryataan itu ialah “Climate Change and the Common Good”. Simak, ini menarik, Perubahan Iklim dan Kepentingan Bersama, kalian akan mendengar kata-kata ini berulang-ulang. Suatu pernyataan tentang masalahnya dan tuntutan untuk solusi-solusi perubahannya. Dokumen yang membuka mata ini menyajikan suatu skenario hari kiamat yang bertujuan menakut-nakuti planet ini supaya melakukan sesuatu tentang perubahan iklim, atau akan lenyap. Di antaranya, deklarasi itu menyatakan yang berikut,  “…Perubahan iklim adalah masalah global, yang solusinya bergantung pada kita untuk mengambil langkah melampaui afiliasi-afiliasi nasional dan bergabung…”  apa? Ini artinya semua bangsa bergabung menjadi satu, benar? Pernahkah kalian membaca Wahyu 17 di mana semua bangsa bergabung menjadi satu dan perempuan pelacur itu duduk di atas Binatang berwarna merah padam? Jadi sekali lagi,    “…Perubahan iklim adalah masalah global, yang solusinya bergantung pada kita untuk mengambil langkah melampaui afiliasi-afiliasi nasional dan bergabung menjadi satu demi…”  tujuan apa?    “…bergabung menjadi satu demi kepentingan bersama…”  tuh kata-kata yang sama lagi.

Nah, Kepausan sudah memakai istilah “kepentingan bersama” ini selama 130 tahun, jadi istilah ini datang langsung dari Kepausan Roma Katolik.

 

 

This document also stated, As early as 2100…”  that's not too far off we’re in 2017,  “…there will be a non-­­­negligible probability of irreversible and catastrophic climate impacts that may last over thousands of years, raising the existential question of whether civilization as we know it can be extended  beyond this century.”

Can you sense the urgency that the papacy is saying this is the issue that we have to address? The document states that the increase in temperature on earth has not been seen in tens of millions of years, which suddenly tells you that the papacy has embraced what? The theory of evolution! And we're going to come back to that a little bit later.




Dokumen ini juga menyatakan,
    “…Sedini tahun 2100…”  itu tidak terlalu jauh ke depan, kita ada di 2017,   “…akan ada probabilitas yang tidak bisa diabaikan dari dampak-dampak iklim yang tidak bisa diperbaiki dan merupakan bencana besar, yang mungkin akan bertahan hingga ribuan tahun, yang mengangkat pertanyaan eksistensial apakah peradaban seperti yang pernah kita kenal, bisa diperpanjang melampaui abad ini.”

Bisakah kalian merasakan urgensi yang dikatakan Kepausan inilah isu yang harus kita tangani?  Dokumen itu menyatakan bahwa penambahan suhu di bumi sekarang belum pernah dialami dalam puluhan juta tahun, yang tiba-tiba mengatakan kepada kita bahwa Kepausan telah memeluk apa? Teori evolusi! Dan nanti sebentar kita akan kembali kemari.

 

 

Not only do we find these declarations in this document “Climate Change and the Common Good” but as probably most of us know, the Pope released an encyclical on the issue of climate change, the name of the encyclical is Laudato Si. It was released on June 18, 2015. Laudato Si  means “praise be to You” in other words, praise be to the Lord. The subtitle is “Our Care for Our Common Home”. The Pope's encyclical published about two months after the declaration that I read from, suggested that the elimination of carbon gases, carpooling, planting trees, turning off unnecessary lights, restricting the use of air conditioning, recycling and boycotting certain products, as well as giving the planet a Sunday rest, will help solve the problem of climate change. I must say that he's not putting his finger on the real issue, as we shall see.

 

Bukan saja kita menemukan deklarasi-deklarasi ini dalam dokumen “Climate Change and the Common Good”, tetapi seperti sudah diketahui banyak orang, Paus telah mengeluarkan sebuah ensiklikal mengenai isu perubahan iklim, nama ensiklikal itu ialah Laudato Si. Ini dikeluarkan pada 18 Juni, 2015. Laudato Si berarti “Segala puji bagiMu” dengan kata lain segala puji bagi Allah. Subjudulnya ialah “Our Care for Our Common Home” (Kepedulian Kita bagi Rumah Kita Bersama). Ensiklikal Paus yang diterbitkan sekitar dua bulan setelah deklarasinya yang tadi saya bacakan itu, memberikan pendapat bahwa mengeliminasi gas karbon, memakai transportasi umum, menanam pohon, mematikan lampu-lampu yang tidak diperlukan, membatasi pemakaian AC, mendaur ulang dan memboikot produk-produk tertentu, dan juga memberikan planet ini istirahat hari Minggu, akan menolong menyelesaikan masalah perubahan iklim. Harus saya katakan dia tidak benar-benar meletakkan jarinya pada isu yang sesungguhnya, seperti yang akan kita lihat.

 

 

The Pope also called for international treaties that would put pressure on the affluent countries like the United States, for example, to help poorer countries adapt, including a move to help them switch from fossil fuels to clean energies such as solar power.

 

Paus juga secara resmi minta dibuatnya perjanjian-perjanjian internasional yang akan menekan negara-negara yang kaya ~ seperti Amerika Serikat, misalnya ~ agar menolong negara-negara yang lebih miskin beradaptasi, termasuk suatu gerakan untuk membantu mereka beralih dari bahan bakar fosil ke energi bersih seperti tenaga solar.

 

 

And now I want to read some phrases. I have read this encyclical from beginning to end. You need to read it. It is a fascinating document.

You know, he addresses the issue of abortion in one short paragraph, that's all there is.

And when it comes to overpopulation, you know the Roman Catholic Church traditionally has said that there should be no family planning, people should simply have as many children as the Lord gives them. He says that's not really an issue, there's plenty of space on planet earth for more population.

So he's not addressing the issue of abortion at all except in one paragraph, because he doesn't want to alienate the political leaders of the world. But at the same time he has to throw out a carrot to the conservatives of the church, that still want to address these issues of abortion and other like issues.

 

Dan sekarang saya mau membacakan beberapa istilah. Saya sudah membaca ensiklikal ini dari awal hingga akhir. Kalian perlu membacanya. Ini adalah dokumen yang menarik.

Kalian tahu, dia menyinggung isu aborsi dalam satu paragraf singkat saja, hanya itu.

Dan mengenai kepadatan penduduk, kalian tahu gereja Roma Katolik menurut tradisi mengatakan tidak boleh ada KB, orang harus memiliki anak-anak sebanyak yang diberikan Tuhan kepada mereka. Paus mengatakan itu sesungguhnya bukan isu, ada banyak tempat di planet bumi untuk lebih banyak penduduk lagi.

Jadi dia sama sekali tidak bicara tentang isu aborsi kecuali dalam satu paragraf itu, karena dia tidak mau menjadi musuh para pemimpin politik dunia. Tetapi pada waktu yang sama dia harus melemparkan gula-gula kepada golongan konservatif gereja yang masih mau membahas isu-isu ini seperti aborsi dan isu-isu yang sejenis.

 

 

In paragraph 53 of Laudato Si  the Pope called for “the  establishment of a legal framework…”   this will involve governments, right?  “…of a legal framework, which can set clear boundaries and ensure the protection of ecosystems. This has become…” according to him, “…indispensable.”

 

Di paragraf 53 Laudato Si, Paus secara resmi minta  “…dibuatnya suatu kerangka hukum…”  berarti ini melibatkan pemerintahan, benar? “…suatu kerangka hukum, yang bisa menentukan batasan-batasan yang jelas dan menjamin perlindungan terhadap ekosistem. Ini telah menjadi…”  menurut dia,    “…tidak boleh diabaikan.”

 

 

In paragraph 5 of Laudato Si, the Pope stated, Every effort to protect and improve our world entails profound changes in lifestyles, models of production and consumption…” that is an attack against capitalism. The encyclical is really an onslaught on capitalism. So he says, it  “…entails profound changes in lifestyles, models of production and consumption, and the established structures of power which today govern societies.So there has to be a change in the structures of power that govern societies. 

I'll bet you  can't guess which is the power that is going to influence the powers. We don't have to guess. We're going to see that a little bit later.

 

Di paragraf 5 Laudato Si, Paus menyatakan, “…Setiap usaha untuk melindungi dan memperbaiki dunia kita, menuntut perubahan besar pada pola hidup, model-model produksi dan konsumsi…” ini merupakan serangan terhadap kapitalisme. Ensiklikal ini sesungguhnya adalah serangan keras terhadap kapitalisme. Jadi dia berkata, itu   “…menuntut perubahan besar pada pola hidup, pada model-model produksi dan konsumsi, dan pada struktur kekuasaan yang ada hari ini, yang menguasai komunitas…”  Jadi harus ada suatu perubahan dalam struktur kekuasaan yang menguasai masyarakat.

Pasti kalian tidak bisa menebak kekuasaan manakah yang akan mempengaruhi kekuasaan-kekuasaan. Kita tidak usah menebak. Kita akan melibatnya sebentar lagi.

 

 

In paragraph 169 Pope Francis wrote, “International [climate] negotiations cannot make significant progress due to positions taken by countries which place their national interests…”

does that sound familiar? “America first!” and people wonder about Donald Trump because you know people say, “O, Donald Trump is in the papacy’s pocket.” There's nobody more radically different than the Pope than Donald Trump.

·       The Pope is in favor of addressing climate change.

Trump says, it's a hoax.

·       The Pope is a socialist.

Trump is a capitalist.

And those are only two differences between them, but the differences are absolutely radical between the two.

Now notice once again here “International [climate] negotiations cannot make significant progress due to positions taken by countries which place their national interests above…”   what? “…the global common good.

So this issue of climate change has the purpose of what? Of bringing the whole globe together in a common cause.

 

Di paragraf 169, Paus Francis menulis,  “…Negosiasi (iklim) internasional tidak bisa membuat kemajuan yang signifikan karena posisi yang diambil oleh negara-negara yang menempatkan kepentingan nasional mereka…”  apakah ini terdengar familier? “Pertama Amerika!” dan orang-orang bertanya-tanya tentang Donald Trump karena orang-orang berkata, “O, Donald Trump sudah  dikantongi Kepausan.” Tidak ada orang yang lebih berbeda dari Paus secara radikal selain Donald Trump.

·       Paus setuju menangani perubahan iklim.

Trump berkata itu hoax.

·       Paus seorang sosialis.

Trump seorang kapitalis.

Dan itu baru dua perbedaan antara mereka. Tetapi perbedaan itu mutlak radikal antara keduanya.

Nah, simak sekali lagi di sini, “…Negosiasi (iklim) internasional tidak bisa mencapai kemajuan yang signifikan karena posisi yang diambil oleh negara-negara yang menempatkan kepentingan nasional mereka di atas…”  apa?    “…kepentingan bersama yang global…” 

Jadi isu perubahan iklim ini punya tujuan apa? Punya tujuan mempersatukan seluruh dunia dalam satu tujuan yang sama.  

 

 

As you know the Pope visited the White House, September 22, 2015. In the midst of pomp and circumstance and fanfare such as never had been seen before in the welcome of a head of state, with flags of the United States and the Holy See, waving together, President Obama received the Pope in the White House.

When Obama received the Pope, he addressed him as “the Holy Father” and then they gathered in the White House for about 45 minutes. And of course they told us what they discussed. They discussed the issue of climate change and the need to resolve the issue of poverty in the world. Once again the two causes that politicians, and scientists, and Hollywood actors, and so on, are  addressing very much today.

 

Seperti yang kalian tahu, Paus mengunjungi Gedung Putih pada 22 September 2015. Di tengah-tengah kemegahan dan upacara dan parade musik yang belum pernah kita lihat sebelumnya untuk menyambut seorang kepala negara, sementara bendera Amerika Serikat dan Kepausan berkibar bersama, Presiden Obama menerima Paus di Gedung Putih.

Ketika Obama menerima Paus, dia menyebutnya sebagai “Bapa Suci” kemudian mereka bertemu di dalam Gedung Putih selama sekitar 45 menit. Dan tentu saja mereka memberitahu kita apa yang mereka bicarakan. Mereka mendiskusikan isu perubahan iklim, dan pentingnya untuk menyelesaikan isu kemiskinan di dunia. Sekali lagi kedua tujuan yang banyak dibahas hari ini oleh para politikus, dan ilmuwan, dan aktor Hollywood, dan lain-lain.

 

 

And then on September 24, 2015, for the first time in the history of the United States a Roman Catholic pope addressed a joint session of Congress of the United States, whose members by the way are sworn to uphold the Constitution and the Bill of Rights, two documents that are radically opposed to the Roman Catholic view in the Roman Catholic agenda.

What did the Pope say to Congress? You can google it if you want. The answer is there for all to see.

As expected he lectured politicians about:

·       the duty to serve for the common good,

·       the dangers and woes of unrestrained capitalism,

·       and the need to address climate change,

·       and to redistribute the world's goods among all of God's creatures for the common good.

 

Kemudian pada 24 September, 2015, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, seorang Paus Roma Katolik berpidato dalam sesi gabungan Kongres Amerika Serikat, dan ketahuilah yang anggota-anggotanya sudah disumpah untuk mempertahankan Konstitusi dan Amendemen Pertama, dua dokumen yang secara radikal bertentangan dengan pandangan Roma Katolik dalam agenda Roma Katolik.

Apa yang dikatakan Paus kepada Kongres? Kalian bisa melihatnya di Google kalau mau. Jawabannya ada di sana bisa kita lihat semua.

Seperti yang sudah diduga, dia memberikan ceramah kepada para politikus tentang:

·       kewajiban untuk melayani kepentingan bersama,

·       bahaya dan celaka dari kapitalisme yang tidak terkendali,

·       dan perlunya membahas perubahan iklim,

·       dan mendistribusikan ulang harta dunia di antara semua makhluk Allah demi kepentingan bersama.

 

 

And then of course the Pope addressed the United Nations September 28, 2015, the Pope was invited to address the General Assembly to celebrate the 70th anniversary of the founding of the United Nations. There were 193 nations represented there. And among other things the speech encouraged world leaders to address the issue of global climate change, the problem of immigration, and the problems of poverty. Once again the same issues being addressed by the Roman Catholic Pope. And he encouraged the political leaders at the United Nations to approve the decision on climate change, which they did at the end of the session.

 

Kemudian tentu saja Paus berbicara kepada PBB pada 28 September, 2015. Paus diundang untuk bicara di hadapan Majelis Umum untuk merayakan ulangtahun yang ke-70 dibentuknya PBB. Ada 193 bangsa yang terwakili di sana.  Dan dari antara yang lain, pidato itu mendorong para pemimpin dunia untuk menangani isu perubahan iklim global, masalah imigrasi, dan masalah kemiskinan. Sekali lagi isu-isu yang sama yang dibicarakan oleh Paus Roma Katolik. Dan dia mendorong para pemimpin politik di PBB untuk menyetujui keputusan tentang perubahan iklim, yang mereka lakukan pada akhir sesi itu.

 

 

In fact in the Pope's encyclical he had already suggested that in order to solve the problems of poverty and climate change ~ and this is paragraph 5 ~ “models of production and consumption and the established structures of power that today govern societies need to change profoundly.”

 

Bahkan di ensiklikal Paus dia sudah mengusulkan bahwa untuk menyelesaikann masalah-masalah kemiskinan dan perubahan iklim ~ dan ini di paragraf 5 ~  “…model-model produksi dan konsumsi, dan struktur kekuasaan yang ada hari ini, yang menguasai komunitas, harus berubah secara besar-besaran.

 

 

And then of course you have the Paris Climate Change Summit.  The Pope strongly urged the politicians of the world to approve this agreement on climate change. This meeting took place between November 30  to December 12, 2015, it's known as The Paris Climate Agreement. The agreement became legally-binding on April 22, 2016. 174 nations signed the agreement. And of course John Kerry who was the Secretary of State at that time with his granddaughter on his lap, signed this agreement for the United States of America.

 

Kemudian tentu saja ada KTT Perubahan Iklim di Paris. Paus mendorong dengan kuat agar para politikus dunia menyetujui perjanjian mengenai perubahan iklim ini. Pertemuan ini terjadi antara November 30 hingga Desember 12, 2015, dan dikenal sebagai Perjanjian Iklim Paris. Perjanjian tersebut mengikat secara resmi pada 22 April, 2016. 174 bangsa menandatangani perjanjian itu. Dan tentu saja John Kerry yang adalah Menteri Luar Negeri pada waktu itu, sambil membopong cucunya di pangkuannya, menandatangani perjanjian tersebut atas nama Amerika Serikat.

 

 

Regarding the agreement, the Pope stated, Its  implementation  will  require  unanimous commitment and generous dedication by everyone. . . pay special attention to the  most vulnerable populations. . . and carefully follow the road ahead, and with an ever-­­growing sense of solidarity.”

 

Mengenai perjanjian itu Paus menyatakan, “…Implementasinya membutuhkan komitmen bulat dan dedikasi yang melimpah dari semua… berikan perhatian istimewa kepada populasi yang paling lemah… dan ikuti jalan yang terbentang di depan dengan hati-hati, dan dengan perasaan solidaritas yang terus bertumbuh.”

 

After the Pope gave his speech to the United Nations, they gave him a standing ovation that lasted for several minutes. It shows the huge respect that the Pope has before all of the political leaders of the world.

 

Setelah Paus memberikan pidatonya kepada PBB, mereka memberikan tepuk tangan meriah yang berlangsung selama beberapa menit. Itu menunjukkan adanya rasa hormat yang besar untuk Paus di hadapan semua  pemimpin politik dunia.

 

 

So climate change is being strongly addressed by all sectors of society and the discussion is being driven, the discussion is being choreographed, by the Roman Catholic papacy. The papacy has its hand in the mix at every single stage of the discussion.

 

Jadi perubahan iklim ditangani dengan kuat oleh semua sektor masyarakat dan diskusinya disetir, diskusinya dikoreografikan oleh Kepausan Roma Katolik. Kepausan memasukkan tangannya ke dalam campuran itu pada setiap tahap diskusinya.

 

 

Now we need to transition and compare two world views, the worldview of the Bible and the worldview of the secular world and of the papacy.

 

Sekarang kita harus beralih dan membandingkan dua pandangan dunia, pandangan dunia dari Alkitab, dan pandangan dunia dari dunia sekuler dan Kepausan.

 

 

Let's take a look first of all at the biblical world view, because it is related to the issue of climate change.

The Bible tells us that God at the beginning made a perfect Creation in six literal days. Notice Genesis 1:31 through chapter 2:1.

And you know we've read these verses many times, you're probably wondering why in the world are you reading these verses, we already know them. Because this is going to be placed on YouTube and there's going to be many people that are not members of the Seventh-Day Adventist Church, that are going to be listening and watching this particular presentation, and many of them might not know these verses within the context that we're going to discuss them. 

And so it says in Genesis 1:31,31 Then God saw everything that He had made, and indeed it was…” deficient? No!  “…indeed it was…” what?  “…very good…” not good, very good! And then it says,  “…So the evening and the morning were the sixth day. 1 Thus the heavens and the earth, and all the host of them, were…” what?  “…finished.”

In how many days did God create this world? In six literal days.

 

Mari kita lihat pertama pada pandangan dunia dari Alkitab karena ini terkait kepada isu perubahan iklim.

Alkitab  mengatakan kepada kita bahwa Allah pada mulanya membuat ciptaan yang sempurna dalam enam hari literal. Simak Kejadian 1:31 hingga pasal 2:1.

Dan kita sudah membaca ayat-ayat ini banyak kali, kira-kira kalian sedang bertanya-tanya mengapa ayat-ayat ini dibaca, kami sudah mengenal mereka. Karena ceramah ini akan dimasukkan Youtube dan akan ada banyak orang yang bukan dari gereja MAHK yang akan mendengarkan dan menonton presentasi khusus ini, dan banyak dari mereka mungkin tidak tahu ayat-ayat ini dalam konteks yang akan kita diskusikan.

Jadi dikatakan di Kejadian 1:31, 31 Maka Allah melihat segala yang telah dijadikan-Nya itu, dan sungguh itu…”  cacat? Tidak! “…sungguh itu…” apa?  “…amat baik…”  bukan baik, tapi amat baik! Kemudian dikatakan, “…Maka petang itu dan pagi itu adalah hari keenam. 1 Demikianlah langit dan bumi dan segala isinya…”  apa?   “…sudah selesai…” 

Dalam berapa hari Allah menciptakan dunia? Dalam enam hari yang literal.

 

 

You say, how do we know they're literal days? Well, there are several reasons.

1.   it says it was “the evening and the morning”, each day, except the seventh day.

Doesn't quite make any sense to say it was the evening and morning of the first billion years.

Furthermore the Bible says that God spoke and it was done. Several times in the Creation account it says that after God created something “it was so”. This is language that indicates that something took place quickly.

God created a perfect world and He created that perfect world in six days, and He rested on the seventh day, that's the first point.

2.   the second point is, that God gave man a sign to remind him that He created the world in six literal days.

And of course that sign is what? The Sabbath.

So to whom does the environment belong? The environment belongs to God because God made it, and God gave us a sign to remind us that we are to care for the environment because He made it.

Notice Genesis 2:2-3, “ And on the seventh day God ended His work which He had done, and He rested…” the word “rested” is the word שָׁבַת [shâbath]. A better translation would be “ceased”  “…and He rested on the seventh day from all His work which He had done. Then God blessed the seventh day and sanctified it, because in it He rested from all His work which God had created and made.”

Which day did God make holy? The Sabbath.

And which day is the Sabbath? “The seventh day” is what it says here, clearly it says the seventh day is the Sabbath, and the Sabbath is holy. It was separated by God at Creation as a sign that He is the Creator.

 

Kalian berkata, dari mana kita tahu itu hari-hari literal? Nah, ada beberapa alasan.

1.   Dikatakan   petang itu dan pagi itu setiap hari, kecuali pada hari ketujuh.

Tidak masuk akal untuk mengatakan petang itu dan pagi itu adalah hari pertama milyaran tahun.

Lebih jauh Alkitab berkata bahwa Allah berfirman dan itu jadi. Beberapa kali dalam kisah Penciptaan dikatakan bahwa setelah Allah menciptakan sesuatu, “jadilah demikian”.  Bahasa ini mengindikasikan bahwa sesuatu terjadi dengan cepat.

Allah telah menciptakan suatu dunia yang sempurna dan Dia menciptakan dunia yang sempurna itu dalam enam hari, dan Dia berhenti pada hari ketujuh. Itulah poin pertama.

2.   Poin kedua ialah, Allah memberi manusia suatu tanda untuk mengingatkan mereka bahwa Dia menciptakan dunia ini dalam enam hari literal.

Dan tentu saja tanda itu apa? Sabat.

Jadi lingkungan hidup itu milik siapa? Lingkungan hidup itu milik Allah, karena Allah yang telah menciptakannya. Dan Allah memberi kita suatu tanda untuk mengingatkan kita bahwa kita harus memelihara lingkungan hidup karena Dia yang telah menciptakannya.

Simak Kejadian 2:2-3, 2 Dan pada hari ketujuh Allah mengakhiri pekerjaanNya yang telah dibuatNya, dan Ia beristirahat…”  kata “beristirahat” adalah kata שָׁבַת [shâbath]. Terjemahan yang lebih baik adalah “berbenti”. “…dan Ia berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. …” 

Hari mana yang dijadikan Tuhan kudus? Sabat.

Dan hari mana yang Sabat?  “hari ketujuh” Itulah yang dikatakan di sini, jelas dikatakan hari ketujuh itulah Sabat, dan Sabat itu kudus. Ini sudah dipisahkan oleh Allah saat Penciptaan sebagai tanda Dialah Sang Pencipta.  

 

 

Now this sign is also found in the Fourth Commandment of God's Law.

By the way the fourth commandment is also found in Roman Catholic Bibles, not only in Protestant Bibles. This commandment is found in the way I'm going to read it in the Roman Catholic Bibles as well. Of course the Roman Catholic Church says, “No! Not the Sabbath.” It says, “We have another sign.” We'll come back to that.

Exodus 20:8-11, “Remember the Sabbath day to keep it holy…” which day? The Sabbath day. To keep it what? Holy. “…Six days you shall labor and do all your work, but the seventh day is the Sabbath of the Lord your God…” so is it the Sabbath of Jews? No! It's the Sabbath of the Lord your God, “…in it you shall do no work, you, nor your son, nor your daughter, nor your male servant, nor your female servant, nor your cattle, nor your stranger who is within your gates…” So why does God say, “remember the Sabbath day to keep it holy” and He says,  “labor six days and rest on the seventh”, why would God say something like that? Here's the reason, verse 11, “…for…” that means because,  “…in six days the Lord made the heavens and the earth, the sea and all that is in them, and He rested the seventh day, therefore the Lord blessed the Sabbath day and hallowed it…” or made it holy. Why are we supposed to work six and rest the seventh? Because God worked six and rested the seventh. Wouldn't it be kind of foolish for God to tell us to work six and rest the seventh if each day of Creation lasted millions of years? The fact that God says “you work six literal days and rest on the seventh, like I did,” means that originally God worked on six literal days and rested on the seventh day. And the seventh day is the Sabbath. The seventh day is holy according to Exodus 20, and according to the story that we find in the book of Genesis.

 

Nah, tanda ini juga terdapat di Perintah Keempat dari Hukum Allah.

Perintah Keempat ini juga ada di Alkitab Roma Katolik, bukan hanya di Alkitab Protestan. Perintah ini terdapat dalam bentuk yang akan saya bacakan dari Alkitab Roma Katolik. Tentu saja gereja Roma Katolik berkata, “Tidak! Bukan Sabat.” Mereka berkata, “Kami punya tanda yang lain” Nanti kita akan kembali kemari.

Keluaran 20:8-11, 8 Ingatlah hari Sabat, peliharalah kekudusannya…”  hari yang mana? Hari Sabat. Dipelihara bagaimana? Kekudusannya.   “…9 Enam hari lamanya kamu harus bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, 10 tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; …”  jadi apakah ini Sabat orang Yahudi? Bukan. Ini Sabat Tuhan Allahmu,   “…maka pada hari itu kamu tidak boleh melakukan pekerjaan, kamu, atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu…”  Jadi mengapa Allah berkata, “Ingatlah hari Sabat, peliharalah kekudusannya” dan Dia berkata, “bekerja enam hari dan berhenti hari ketujuh”? Mengapa Allah mengatakan seperti itu? Ini alasannya, ayat 11, “…11 Sebab…” artinya karena, “…dalam enam hari TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya,  dan Ia beristirahat pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya…”  Mengapa kita harus bekerja enam hari dan beristirahat hari ketujuh? Karena Allah bekerja enam hari dan beristirahat pada yang ketujuh. Tidakkah akan konyol bagi Allah untuk menyuruh kita bekerja enam hari dan beristirahat yang ketujuh jika setiap hari penciptaan berlangsung berjuta-juta tahun? Faktanya Allah berkata, “kamu bekerja enam hari literal dan beristirahat pada yang ketujuh seperti Aku”, berarti aslinya Allah bekerja enam hari literal dan beristirahat pada yang ketujuh. Dan hari ketujuh adalah Sabat. Hari ketujuh itu kudus menurut Keluaran 20, dan menurut kisah yang kita temukan di kitab Kejadian.    

 

 

But then the Bible tells us that that perfect world was marred by sin. We find the story in Genesis 3:1-6 and we'll just read verse 6, So when the woman saw that the tree was good for food, that it was pleasant to the eyes, and a tree desirable to make one wise, she took of its fruit and ate. She also gave to her husband with her, and he ate.” So now sin was introduced into the world, and as a result the perfect Creation of God is now affected by sin. And sin proliferates to all of the human race and leads to the first great climate change in history:  The Flood.

 

Tetapi kemudian Alkitab mengatakan kepada kita bahwa dunia yang sempurna telah dirusak oleh dosa. Kita mendapatkan kisahnya di Kejadian 3:1-6, dan kita hanya akan membaca ayat 6, 6 Jadi ketika perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan menyenangkan dipandang, dan pohon yang patut didambakan yang membuat orang bijak. Lalu ia  mengambil  dari buahnya dan memakannya. Dia juga memberikannya kepada suaminya yang bersama dengan dia, dan suaminya pun makan…”  Jadi sekarang dosa diperkenalkan ke dalam dunia, dan sebagai akibatnya, ciptaan Allah yang sempurna sekarang terkontaminasi dosa. Dan dosa menyebar ke semua umat manusia dan mengakibatkan perubahan besar iklim yang pertama dalam sejarah: Air bah.

 

 

As you know, before Creation week this earth was filled with water. The Bible tells us that in Genesis 1:2. In verse 7 we are told that on the second day of Creation, God took some of the water that covered the planet and He placed it above. He made a canopy above and He placed a portion of that water below the earth. The Bible refers to the water above as the windows of heaven, and the water below as the fountains of the great deep. There was no rain before the flood, there was a uniform climate all across the earth. This earth was just like a giant greenhouse covered by this canopy of water that God placed above.

You say, “Well then, how was the earth watered?”

Well, God set up an automatic sprinkler system, the water that He placed below at certain hours of the day, a mist or a vapor rose from the earth, according to Genesis 2:5-6.

 



Seperti yang kalian tahu, sebelum minggu Penciptaan, bumi ini dipenuhi oleh air. Alkitab mengatakan kepada kita tentang hal itu di Kejadian 1:2. Di ayat 7 kita diberitahu bahwa pada hari kedua Penciptaan, Allah mengambil sebagian air yang menutupi planet ini dan Dia menempatkannya di atas. Allah membuat sebuah kanopi (payon) di atas dan Dia menempatkan sebagian dari air yang dari bumi di bawah. Alkitab menyebut air yang di atas sebagai jendela-jendela langit, dan air yang di bawah sebagai sumber air bawah tanah. Sebelum air bah, tidak ada hujan, iklim di seluruh bumi itu seragam. Bumi seperti sebuah rumah kaca raksasa, tertutup oleh kanopi air yang diletakkan Allah di atas.

Kalian berkata, “Kalau begitu, bagaimana bumi diairi?”

Nah, Allah memasang suatu sistem penyemprot air yang automatis. Air yang ditempatkannya di bawah tanah, pada jam-jam tertentu akan naik suatu kabut atau uap air dari bumi, menurut Keluaran 2:5-6.

 


 

But the Bible tells us that there was a drastic climate change, a catastrophic climate change and of course it was due to the use of fossil fuels? There were no fossils at this time, folks! It was because people were eating, we're using too many air conditioners, it was because of the animal dung, it was because the antediluvians were not recycling. That's the reason for the climate change!  Was that the reason for climate change? Absolutely not! Genesis  6:5, and then we're going to read also verses 11 and 12, it says, Then the Lord saw that the wickedness of man was great in the earth, and that every intent of the thoughts of his heart  was  only evil continually.  11 The earth also…” this is verse 11,  “…The earth also was corrupt before God, and the earth was filled with violence. 12 So God looked upon the earth, and indeed it was corrupt; for all flesh had corrupted their way on the earth.”

What was it that brought about this drastic climate change called the flood, where the windows of heaven are opened, and the fountains of the great deep are broken up, and the earth is filled with water again? It was not the superficial factors that are mentioned today. It was because of the sinfulness of the human race.

 


Tetapi Alkitab mengatakan kepada kita bahwa kemudian terjadi suatu perubahan iklim yang drastis, suatu perubahan iklim yang merupakan bencana besar, dan tentu saja itu gara-gara bahan bakar fosil? Pada waktu itu belum ada fosil, Saudara-saudara! Itu gara-gara manusia makan, mereka memakai terlalu banyak AC, gara-gara tinja hewan, gara-gara manusia pra-air bah tidak mendaur-ulang? Itu alasannya perubahan iklim! Apakah itu alasannya terjadi perubahan iklim? Sama sekali tidak! Kejadian 6:5, kemudian kita akan membaca juga ayat 11 dan 12, dikatakan, 5 Lalu TUHAN melihat, bahwa kejahatan manusia itu hebat di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya hanyalah jahat terus-menerus...11 Ada pun bumi juga…”  ini ayat 11, “…Ada pun bumi juga telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan.  12 Maka Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua makhluk hidup sudah merusak hidupnya di bumi…” 

Apa yang menyebabkan perubahan iklim yang drastis yang disebut air bah, di mana jendela-jendela langit dibuka, dan sumber-sumber air di bawah tanah dibuka, dan bumi dipenuhi dengan air sekali lagi? Itu bukan gara-gara faktor-faktor sepele yang disebutkan hari ini. Itu gara-gara keberdosaan umat manusia.  

 

 


I believe in climate change, but it's the sinfulness of humanity that is leading God to withdraw His Spirit from the earth. And as God withdraws His Spirit from the earth, Satan is given more leeway, he's given more freedom to act, and of course he convinces the world that they need to come together to address climate change, without addressing the fundamental issue of the wickedness of the human heart.

But God had a remnant, a faithful remnant, and of course that remnant was Noah. He was in the minority. Notice what we find in Genesis 6:9 and also  7:1.  This is the genealogy of Noah. Noah was a just man, perfect in his generations. Noah walked with God…”  a remnant, a small faithful remnant, in a world proliferated with wickedness. 

 


Saya percaya ada perubahan iklim, tetapi itu karena keberdosaan manusia yang membuat Allah menarik RohNya dari bumi. Dan saat Allah menarik RohNya dari bumi, Setan mendapatkan celah yang lebih besar, dia mendapatkan kebebasan yang lebih besar untuk bertindak, dan tentu saja dia meyakinkan dunia bahwa mereka perlu bersatu untuk menangani perubahan iklim tanpa menangani isu fundamental kejahatan hati manusia.

Tetapi Allah memiliki umat yang sisa, umat sisa yang setia, dan tentu saja umat sisa itu adalah Nuh. Dia masuk golongan minoritas. Simak apa yang di Kejadian 6:9 dan juga 7:1.

9 Inilah silsilah Nuh. Nuh adalah seorang yang benar, sempurna di antara orang-orang sezamannya. Nuh hidup dengan Allah…”  seorang umat sisa, umat sisa yang sedikit, yang setia, dalam sebuah dunia yang dipenuhi oleh kejahatan.

 


 

Now let me ask you this,  is the world going to be in a similar condition shortly before the Second Coming of Christ? So would we expect the cause for the disintegration of society and the disintegration of nature to the same cause of the first climate change? Jesus said so. Jesus said,  “ 37 But as the days of Noah were, so also will the coming of the Son of Man be. 38 …they were eating and drinking, marrying and giving in marriage, until the day that Noah entered the ark, 39 and…” the wicked  “…did not know until the flood came and took them all away…”  It is the wickedness of man that leads to this disintegration of society and of nature at the end of time.

 


Sekarang coba saya tanya, apakah dunia akan berada dalam kondisi yang serupa tidak lama sebelum Kedatangan Kedua Kristus? Jadi apakah kita memperkirakan penyebab kehancuran masyarakat dan kehancuran alam itu serupa dengan penyebab perubahan iklim yang pertama? Yesus mengatakan demikian. Yesus berkata, 37 Sebab  sebagaimana di zaman Nuh, demikian pula akan terjadi pada kedatangan Anak Manusia.  38 …mereka makan dan minum, kawin dan mengawinkan sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera 39 dan mereka…”  orang-orang jahat itu   “…tidak menyadarinya sampai air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua…” (Mat. 24)   Kejahatan manusialah yang mengakibatkan kehancuran masyarakat dan alam pada akhir zaman.

 

 



Now after the flood of course, the world was cleansed of the wicked and wickedness still continued after that. And so it became necessary for God to redeem humanity. And so the Bible tells us that God sent Jesus to this world. And as we've studied in this series of presentations on the Hebrew Feasts, Jesus came to this world to do two things:

·       to live a perfect life

·       and to suffer the penalty of sin that we should suffer.

Those are the benefits of His atonement. So that if we accept Jesus His perfect life stands in place of our imperfect life, and His death counts as our death. 

 

Nah, setelah air bah, tentu saja dunia sudah dibersihkan dari orang-orang jahat, tapi kejahatan masih berlanjut setelah itu. Maka Allah perlu menebus manusia. Jadi Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Allah mengutus Yesus ke dunia ini. Dan seperti yang sudah kita pelajari dalam presentasi-presentasi seri ini tentang Perayaan-perayaan Ibrani, Yesus datang ke dunia ini untuk mengerjakan dua hal:

·       Untuk menghidupkan hidup yang sempurna.

·       Dan untuk menderita hukuman dosa yang seharusnya adalah penderitaan kita.

Itulah manfaat-manfaat pendamaianNya. Sehingga jika kita menerima Yesus, maka hidupNya yang sempurna menggantikan hidup kita yang tidak sempurna, dan kematianNya diperhitungkan sebagai kematian kita.

 

 

Now it's no coincidence that Jesus when He came to redeem the wickedness of humanity on the sixth day of the week, on a Friday, on the cross of Calvary, Jesus said, “It is finished!” and then after He said He had finished His work of providing a perfect robe and paying the penalty for sin, then Jesus rests in the tomb on the Sabbath, the way He did at Creation. So now Jesus is saying the Sabbath is not only a sign of Creation but the Sabbath is also a sign of what? The Sabbath is a sign of redemption. Luke 23:54-56 and chapter 24:1 give us the sequence of days. Jesus was crucified on a Friday, He rested all day Sabbath in the tomb, and He resurrected the first day of the week. It says there, 54 That day was the Preparation, and the Sabbath drew near…” so Friday is the preparation the Sabbath was drawing near  “…55 And the women who had come with Him from Galilee followed after, and they observed the tomb and how His body was laid. 56 Then they returned and prepared spices and fragrant oils. And they rested on the Sabbath according to the commandment…” and then Luke 24:1, “…1Now on the first day of the week, very early in the morning, they, and certain other women with them, came to the tomb bringing the spices which they had prepared.” 

Is the sequence of days clear?

·       Which day was Jesus crucified? Friday. Christians call it Good Friday.

·       He rested in the tomb when? On the Sabbath. Catholics call it the Sabbath of glory.

·       And He resurrected when? He resurrected on Sunday, the first day of the week.

Now you say why are you emphasizing this?

Let me explain why. If you go to many countries in Europe, you're going to find on the calendars that the first day of the week is when? The first day of the week is Monday, which would mean that which day of the week is the seventh day? Sunday would be the seventh day of the week. The devil is playing an interesting game, isn't he? He's trying to give the impression that Sunday is the seventh day of the week. There's only one problem with that argument. It doesn't square with what the Bible says, because the Bible tells us that Jesus resurrected the first day, not the seventh day. The seventh day is the Sabbath, the first day is Sunday. So for these calendars to say that Sunday's the seventh day, is contradictory.

 

Nah, bukanlah suatu kebetulan Yesus ketika Dia datang untuk menebus kejahatan manusia pada hari keenam dalam minggu itu, pada suatu hari Jumat, di atas salib di Kalvari, Yesus berkata, “Sudah selesai!” dan kemudian setelah Dia mengatakan Dia sudah menyelesaikan pekerjaanNya menyiapkan sebuah jubah yang sempurna dan membayarkan hukuman dosa, lalu Yesus beristirahat di dalam kubur pada hari Sabat, sama seperti yang dilakukanNya saat Penciptaan. Jadi sekarang Yesus berkata bahwa Sabat bukan hanya sebuah tanda Penciptaan tetapi Sabat juga suatu tanda apa? Sabat juga suatu tanda Penebusan. Lukas 23:54-56 dan pasal 24:1 memberi kita urut-urutan harinya. Yesus disalibkan pada hari Jumat, Dia beristirahat sepanjang hari Sabat di dalam kubur, dan Dia bangkit hari pertama dalam minggu itu. Dikatakan di sana,  54 Hari itu adalah Hari Persiapan dan Sabat hampir mulai…” Jadi Jumat itu persiapan, Sabat hampir mulai.  “…55 Dan perempuan-perempuan yang datang bersama-sama dengan Yesus dari Galilea, mengikuti dan mereka melihat kubur itu dan bagaimana jasad-Nya dibaringkan 56 Lalu mereka kembali dan menyediakan rempah-rempah dan minyak-minyak yang harum. Dan mereka beristirahat pada hari Sabat menurut Perintah TUHAN…”  lalu Lukas 24:1, “…1 Nah, pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar, mereka, dan perempuan-perempuan lain bersama mereka, datang ke kubur membawa rempah-rempah yang telah mereka sediakan…” 

Apakah urut-urutan harinya jelas?

·       Hari apa Yesus disalib? Jumat. Orang Kristen menyebutnya Jumat Agung.

·       Dia beristirahat di dalam kubur kapan? Pada hari Sabat. Orang Katolik menyebutnya Sabat Mulia.

·       Dan Dia bangkit kapan? Dia bangkit hari Minggu, hari pertama dalam minggu itu.

Sekarang kalian berkata, kenapa kok ini ditekankan?

Saya jelaskan mengapa. Jika kita ke banyak negara di Eropa, kita akan melihat di kalender-kalender mereka hari pertama mereka setiap minggu itu apa? Hari pertama dalam minggu itu hari Senin, yang berarti hari mana dalam minggu itu yang hari ketujuh? Hari Minggu menjadi hari ketujuh dalam minggu itu. Iblis sedang memainkan permainan yang menarik, bukan? Dia berusaha menanamkan kesan bahwa hari Minggu adalah hari ketujuh dalam satu minggu. Masalahnya cuma satu dengan argumentasi itu, itu tidak cocok dengan apa yang dikatakan Alkitab, karena Alkitab mengatakan kepada kita bahwa Yesus bangkit hari pertama, bukan hari ketujuh. Hari ketujuh adalah Sabat, hari pertama adalah ari Minggu. Maka kalender-kalender yang mengatakan hari Minggu adalah hari ketujuh, ini bertentangan.

 

 

And you know some people say, “Well, how do you know that the Sabbath today is the same Sabbath that existed in the days of Christ?”

Well, I would ask the question, “How do you know that Sunday today is the same Sunday of the days of Christ? If you celebrate a Sunday resurrection because it's the same Sunday, well, the Sabbath would be the same Sabbath wouldn't it? Absolutely! You can't have it both ways.”

 

Dan kalian tahu ada orang yang berkata, “Nah, dari mana kamu tahu bahwa Sabat yang sekarang adalah Sabat yang sama yang ada di zaman Kristus?”

Nah, saya akan mengajukan pertanyaan, “Dari mana kamu tahu bahwa hari Minggu yang sekarang adalah hari Minggu yang sama di zaman Kristus? Jika kamu merayakan kebangkitan hari Minggu karena itu hari Minggu yang sama, maka Sabatnya tentulah Sabat yang sama, bukan? Sudah pasti! Kita harus konsisten.”

 

 

Now because of sin the world at the end will get worse and worse, not better and better. Because it's going to be like in the days of Noah, right? In other words, this is totally contrary to the evolutionary scenario.

·       The bible does not present an evolutionary scenario of the beginning and the end.

·       It does not teach that through a process of macro evolution the world would get better and better and finally reach the omega point or the “grand design”, terms that are used by the papacy, they are pantheistic terms, I don't have time to get into that right now.

·       Neither does the Bible teach that the world will come to an end because of climate change  that is caused by a systematic abuse of the ecosystem.

·       The Bible scenario of endtime events on this planet is pessimistic rather than optimistic.

·       At the very end according to the Bible, just before the coming of Jesus, the planet will wax old and unravel at the seams.

You can read that in Isaiah 24:1-6, the world will be as it was in the days of Noah, where every intent of the heart of man will be only evil continually. (Genesis 6:5).

·       Jesus predicted that it would be like Sodom, where the men of the city wished to have homosexual relations with the angels.

·       Men's hearts will fail them for fear as they see the calamities that are befalling the earth.

·       There will be according to Jesus wars and rumors of wars, nation will rise against nation, and kingdom against kingdom.

·       There will be famines and pestilences, earthquakes, tumults, are we seeing that today?

·       This doesn't mean that people won't be religious, because the Bible says that many will have the form of godliness, but they will not have the power of godliness.

·       In fact Ellen White stated that the world will reach the condition that is described in Romans 1:18-32, read that, it is a catalogue of deplorable horrendous sins.

She says that describes the condition of the world shortly before the Second Coming of Jesus.

·       The family unit will disintegrate according to the Bible.

Parents will hate their children and children will hate their parents according to Jesus.

·       The poor will be oppressed by their capitalist overlords, and will cry out to God for justice. (James 5:1-8).

·       Satan's agenda in these ever-increasing calamities will be to finally blame the global meltdown on a faithful remnant who insists on keeping the Sabbath.

 

Nah, karena dosa, dunia akhirnya menjadi semakin lama semakin buruk, bukan semakin baik. Karena kondisi akan seperti di zaman Nuh, benar? Dengan kata lain ini sama sekali bertolakbelakang dengan skenario evolusi.

·       Alkitab tidak mengizinkan suatu skenario evolusi di awal maupun di akhir.

·       Alkitab tidak mengajarkan melalui suatu proses evolusi makro, dunia akan menjadi semakin baik dan akhirnya mencapai titik omega atau “grand design” (rancangan agung), istilah yang dipakai Kepausan, ini adalah istilah panteisme, saya tidak punya waktu untuk membahasnya sekarang.

·       Alkitab juga tidak mengajarkan bahwa dunia akan berakhir karena perubahan iklim,  yang disebabkan oleh penyalahgunaan ekosistem secara sistematis.

·       Skenario Alkitab tentang peristiwa-peristiwa akhir zaman di planet ini bersifat pesimis, bukan optimis.

·       Di bagian paling akhir, menurut Alkitab, persis sebelum kedatangan Yesus, planet ini akan menjadi layu dan rusak semua.

Kalian bisa membacanya di Yesaya 24:1-6, dunia akan menjadi seperti di zaman Nuh, di mana setiap niat di hati manusia semata-mata adalah kejahatan semata  (Kejadian 6:5).

·       Yesus sudah memprediksi dunia ini akan seperti Sodom, di mana laki-laki di kota itu ingin menjalin hubungan homoseksual dengan malaikat-malaikat.

·       Hati manusia akan menciut karena ketakutan ketika mereka melihat bencana-bencana besar yang menjatuhi bumi.

·       Menurut Yesus akan ada perang, dan berita tentang perang, bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan.

·       Akan ada kelaparan dan wabah-wabah, gempa bumi-gempa bumi, kekacauan-kekacauan ~ apakah itu yang kita saksikan hari ini?

·       Ini tidak berarti bahwa manusia tidak relijius, karena Alkitab berkata bahwa banyak yang akan memiliki bentuk kesalehan tetapi mereka tidak punya kuasa kesalehan.

·       Bahkan Ellen White menyatakan bahwa dunia akan mencapai kondisi seperti yang digambarkan di Roma 1:18-32, bacalah itu, itu adalah daftar dosa-dosa yang menyedihkan dan mengerikan.

Ellen White mengatakan bahwa itu menggambarkan kondisi dunia dekat sebelum Kedatangan Kedua Yesus.

·       Unit keluarga akan hancur menurut Alkitab.

Orangtua akan membenci anak-anak mereka dan anak-anak akan membenci orangtua mereka, menurut Yesus.

·       Orang-orang miskin akan ditindas oleh majikan-majikan mereka yang kaya dan akan berseru kepada  Allah minta keadilan (Yakobus 5:1-8)

·       Agenda Setan dalam bencana-bencana yang semakin meningkat ialah untuk akhirnya menyalahkan kehancuran global ini pada umat sisa yang setia yang bersikukuh tetap memelihara Sabat.

 

 

But the good news is ~ we’re studying the biblical worldview now ~ but the biblical view does not end on a totally  pessimistic note because the Bible teaches us that history as we presently know it will end with the literal glorious personal rapid Second Coming of Jesus on the clouds of heaven to take His faithful children to heaven for a thousand years.

 

Tapi kabar baiknya ialah ~ kita sedang mempelajari pandangan Alkitab tentang dunia sekarang ~ tetapi pandangan Alkitab tidak berakhir dengan kepesimisan total karena Alkitab mengajarkan kita bahwa sejarah seperti yang kita kenal hingga kini itu akan berakhir dengan Kedatangan Kedua Yesus secara literal, penuh kemuliaan, pribadi, dan cepat di awan-awan untuk menjemput anak-anakNya ke Surga selama seribu tahun.

 

 

I'm giving you the entire worldview now.

During the thousand years, the earth will return to the condition that it was in before Creation week, without form, and void, and in darkness. So everything that the politicians of the world are talking about, you know, let's resolve climate change, and poverty, and we're going to have a paradise in this world, that does not fit with the biblical paradigm. The Bible does not tell us that things are going to get better and better. Evolution says that. But the bible does not teach that. So the earth during the thousand years when God's people are in heaven, will be without form, and void, and in darkness. Jeremiah saw the earth after the Second Coming of Jesus. The Second Coming in other words will return the earth to the way it was at the beginning, without form, and void. But God will have a faithful remnant who obey Him. And I read from Jeremiah 4:23,23 I beheld the earth, and indeed it was without form, and void; and the heavens, they had no light.”

 

Saya akan memberikan keseluruhan pandangan tentang dunia sekarang.

Selama masa seribu tahun, dunia akan kembali ke kondisinya semula sebelum minggu Penciptaan, yaitu tanpa bentuk, dan kosong, dan dalam kegelapan. Jadi semua yang dikatakan para politikus dunia sekarang, kalian tahu ~ mari kita menyelesaikan masalah perubahan iklim, dan kemiskinan, dan kita akan memiliki surga di bumi ~ itu tidak cocok dengan paradigma Alkitab. Alkitab tidak mengatakan bahwa hal-hal akan menjadi semakin baik dan semakin baik. Evolusi yang berkata demikian. Tapi Alkitab tidak mengajarkan itu. Jadi dunia selama masa seribu tahun ketika umat Allah sedang ada di Surga, akan tidak berbentuk, dan kosong, dan dalam kegelapan. Yeremia melihat bumi setelah Kedatangan Kedua Yesus. Dengan kata lain Kedatangan Kedua akan mengembalikan dunia ke keadaannya semula, tanpa bentuk, dan kosong. Tetapi Allah akan memiliki umat sisa yang patuh padaNya. Dan saya membaca dari Yeremia 4:23. 23 Aku melihat ke bumi, dan ternyata dia tidak berbentuk dan kosong, dan langitnya, dan di sana tidak ada terangnya.”

 

 

Isaiah 24 describes the condition of the earth when destruction comes. Verse 3-5 of chapter 24, The land shall be entirely emptied and utterly plundered, for the Lord has spoken this word. The earth mourns and fades away, the world languishes and fades away; the haughty people of the earth languish. The earth is also defiled under its inhabitants…” and now notice the reason why everything is destroyed  “…because they have…” what?  “…transgressed the laws, changed the ordinance…” I have a whole presentation showing change in the ordinance, is the change in the Sabbath,  and they have  “…broken the everlasting covenant….” But that doesn't end the story.

During the thousand years the earth will be without form and void there will be no one living here except Satan and his angels.

 

Yesaya 24 menggambarkan kondisi bumi ketika kehancuran datang. Ayat 3-5 pasal 24, 3 Bumi akan seluruhnya dikosongkan dan sama sekali habis, sebab Tuhanlah yang mengucapkan firman ini. 4 Bumi berkabung dan memudar, dunia merana dan memudar; orang-orang bumi yang sombong menjadi layu. 5 Bumi juga dicemarkan karena penduduknya…”  dan sekarang simak alasan mengapa segalanya dihancurkan, “…sebab mereka telah…” apa? “…melanggar Hukum, mengubah ketetapan…” saya punya presentasi lengkap menunjukkan perubahan dalam ketetapan, yaitu mengubah Sabat, “…dan…” mereka telah  “…mengingkari perjanjian abadi…”  Tetapi itu bukan akhir kisahnya.

Selama masa seribu tahun, dunia akan tanpa bentuk dan kosong, tidak akan ada makhluk yang hidup di sana kecuali Setan dan malaikat-malaikatnya.

 

 

But after the thousand years, the Bible tells us that the wicked and sin will be destroyed. Satan and his angels will be destroyed, and then God will recreate this world as He did at the beginning. He will make a perfect world. When He finishes His work on the sixth day He will look upon it and He will say, “It is very good!” and then He will invite His people to come and rest with Him on the holy Sabbath in commemoration of the new creation.

You say where does the Bible say that?

In Isaiah 66:22-23, 22  ‘For as the new heavens and the new earth which I will make shall remain before Me,’ says the Lord, ‘So shall your descendants and your name remain. 23 And it shall come to pass that from one new moon to another…” we've already referred to that, it means from one month to another,  “…and from one Sabbath to another…” notice it doesn't say “from one Sunday to another” we're not going to commemorate the new creation. It says  “…from one Sabbath to another, all…”  the Jews, it doesn't say “all the Jews” it says, “…all flesh shall come to worship before Me,’ says the Lord.”

 

Tetapi setelah masa seribu tahun, Alkitab mengatakan kepada kita bahwa orang jahat dan dosa akan dimusnahkan. Setan dan malaikat-malaikatnya akan dimusnahkan, kemudian Allah akan menciptakan kembali dunia ini seperti yang dilakukanNya pada awal mulanya. Allah akan membuat dunia yang sempurna. Ketika Dia selesai mengerjakan pekerjaanNya pada hari keenam, Dia akan memandangnya dan Dia akan berkata, “Ini sangat baik!” kemudian Dia akan mengundang umatNya untuk datang dan berhenti bersamaNya pada Sabat yang kudus, memperingati penciptaan baru.

Kalian berkata, di mana di Alkitab dikatakan begitu?

Di Yesaya 66:22-23, 22 Sebab sama seperti langit yang baru dan bumi yang baru yang akan Kujadikan itu, tinggal tetap di hadapan-Ku,’ demikianlah firman TUHAN, ‘demikianlah keturunanmu dan namamu akan tinggal tetap.  23  Dan yang akan terjadi,  dari satu bulan baru ke bulan baru yang lain…”  kita sudah pernah membicarakan ini, artinya dari bulan ke bulan,    “…dan dari satu Sabat ke Sabat yang lain…”  simak tidak dikatakan “dari satu hari Minggu ke hari Minggu yang lain” kita tidak akan memperingati penciptaan yang baru. Dikatakan, “…dan dari satu Sabat ke Sabat yang lain, maka semua…”  orang Yahudi? Tidak dikatakan “semua orang Yahudi”, dikatakan   “…semua  manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku,’ firman TUHAN.”

 

 

What will be the day of worship that commemorates the Creation of a new heaven and a new earth? It will be the holy Sabbath, like it was at the beginning. Jesus worked six days, rested on the seventh. On the sixth day He said. “It is finished!” He rested on the seventh. He will make a new heavens and a new earth in six days, and then He will invite His people to come and rest with Him on the holy Sabbath. The Bible is clear on this point.

Is the worldview of the Bible clear in your mind?

 

Hari apakah yang akan menjadi hari ibadah yang memperingati penciptaan langit baru dan bumi baru? Sabat yang kudus, sama seperti pada mulanya. Yesus bekerja enam hari, berhenti pada hari ketujuh. Pada hari keenam Dia berkata, “Sudah selesai!” Dia berhenti pada hari ketujuh. Dia akan membuat langit baru dan bumi baru dalam enam hari, kemudian Dia akan mengundang umatNya datang dan berhenti bersamanya pada Sabat yang kudus. Alkitab jelas sekali tentang poin ini.

Apakah pandangan Alkitab tentang dunia jelas di pikiran kalian?

 

 

Now we need to examine the other worldview. It is the worldview of the secular world, and of the papacy.

You see they teach that everything in this world came in by a process of evolution. In fact the latest popes have all embraced evolution as a theory of origins in this world.

Let me read you a statement that was made by Pope John Paul II. In a speech to the Pontifical Academy of Sciences in 1996, he stated the following, “Today, almost half a century after the publication of the encyclical…” this is the encyclical by Pope Pius XII Humane Generis (1950), “…new knowledge has led to the recognition of the theory of evolution as more than a hypothesis….” what does he say? Evolution is what? He's saying that it's not a hypothesis, it's a scientific fact. He continues writing, he continues speaking, and of course this was written in the newspaper.  “…It is indeed remarkable that this theory has been progressively accepted by researchers, following a series of discoveries in various fields of knowledge. The convergence, neither sought nor fabricated, of the results of work that was conducted independently is in itself  a significant argument in favor of the theory.”

Are you understanding what he's saying? He's saying that all of the scientists have independently researched, and all their knowledge is converging to prove that evolution is more than a hypothesis, that really these are arguments in favor of the theory of evolution.

 

Sekarang kita perlu melihat pandangan tentang dunia dari pihak lain, yaitu pandangan tentang dunia dari dunia sekuler dan Kepausan.

Kalian lihat, mereka mengajarkan bahwa semua yang di dunia ini ada melalui suatu proses evolusi. Bahkan paus-paus yang belakangan semua memeluk evolusi sebagai teori asal usul dunia ini.

Saya akan membacakan suatu pernyataan yang dibuat Paus Yohanes Paulus II. Dalam pidatonya kepada Pontifical Academy of Sciences tahun 1996, dia menyatakan yang berikut, “…Sekarang ini, hampir setengah abad setelah terbitnya ensiklikal itu…”  yang dimaksud ialah ensiklikal Paus Pius XII, Humane Generis (1950)    “…pengetahuan baru telah menuntun ke pengakuan teori evolusi sebagai lebih dari sekadar sebuah hipotesa…”  apa katanya? Evolusi itu apa? Dia berkata itu bukan hipotesa, itu fakta saintifik. Dia lanjutkan menulis, dia lanjutkan berkata, dan tentu saja ini dimuat di surat-surat kabar, “…Memang luar biasa, secara progresif teori ini telah diterima oleh para periset, sebagai lanjutan dari serangkaian penemuan dalam pelbagai bidang pengetahuan. Pertemuan penemuan-penemuan ini, yang tidak dicari maupun direkayasa, dari hasil kerja yang dilakukan secara independen, ini saja sudah merupakan argumentasi yang signifikan yang mendukung teori tersebut…”  

Apakah kalian paham apa yang dikatakannya? Dia berkata bahwa semua ilmuwan telah membuat riset yang independen, dan semua pengetahuan mereka itu bertemu (klop) untuk membuktikan bahwa evolusi itu lebih dari sekadar sebuat hipotesa, bahwa sesungguhnya ini adalah argumentasi yang mendukung teori evolusi.

 

 

Notice what Francis I had to say, a staunch evolutionist in his own words, “The Big Bang, which today we hold to be the origin of the world,  does not contradict the intervention of the divine creator but, rather, requires it …”  now you tell me how's that.. . . Evolution in nature is  not inconsistent with the notion of creation…” who's he trying to please by trying to say, I believe in creation, I believe in evolution? The secular world of course! If he says that he believes the world was created in six days and God rested on the seventh, he would be laughed out of town. But he has to please the secular world, and so he says,  “… Evolution in nature is  not inconsistent with the notion of Creation because  evolution requires the creation of beings that  evolve…” in other words God has to make, establish a mechanism that leads creatures to evolve to the point that we're at now. He also said, “…When we read about Creation in Genesis, we run the risk of imagining  God was a magician, with a magic wand able to do everything. But that is not so. He created human beings and  let them develop according to the  internal laws that He gave to each one so they would reach their fulfillment… through the process of evolution, is what he's saying.

What the Pope fails to describe in his statements is the cruel and disgusting mechanism of evolution. 

 

Simak apa yang dikatakan Francis I, seorang evolusionis kokoh dalam kata-katanya sendiri,

“…Big Bang yang hari ini kita anggap adalah asal mula dunia, tidak mengkontradiksi intervensi Pencipta yang Ilahi, melainkan justru membutuhkannya…”  nah, coba kalian katakan kepada saya bagaimana itu. “…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep Penciptaan,…”  siapa yang ingin disenangkan hatinya dengan berkata “Saya percaya pada Penciptaan, saya percaya Evolusi? Tentu saja dunia sekuler! Andai dia berkata dia percaya dunia diciptakan dalam enam hari dan Allah berhenti pada hari ketujuh, dia akan ditertawai habis-habisan. Tetapi dia harus menyenangkan dunia sekuler, maka dia berkata, “…Evolusi di alam tidaklah bertentangan dengan konsep Penciptaan, karena evolusi membutuhkan Penciptaan makhluk-makhluk yang berevolusi…”  dengan kata lain Allah harus membuat, menetapkan suatu mekanisme yang membuat makhluk-makhluk berevolusi hingga ke poin di mana kita sekarang berada. Dia juga berkata,  “…Ketika kita membaca tentang Penciptaan di Kejadian, kita terkena resiko membayangkan Allah sebagai tukang sulap dengan tongkat ajaib yang mampu melakukan segala sesuatu. Tetapi itu tidaklah demikian. Allah menciptakan manusia  dan membiarkan mereka berkembang menurut hukum intern yang diberikanNya kepada setiap makhluk supaya mereka bisa mencapai kesempurnaan masing-masing…” ( kepada Papal Academy of the Sciences pada 14 Oktober 2014 ) melalui proses evolusi, itulah yang dikatakannya. 

Apa yang gagal diterangkan Paus dalam pernyataan-pernyataannya adalah mekanisme evolusi yang kejam dan memuakkan.

 

 

Scientist Frank Lewis Marsh explained it this way, Evolution presents a bloody, ruthless struggle for existence from the very beginning, where there  is  much waste of living substance and many  false starts and blind alleys.

 

Ilmuwan Frank Lewis Marsh menjelaskannya demikian, “…Evolusi menyajikan suatu perjuangan untuk eksistensi yang penuh darah dan kejam sedari awal, di mana terdapat banyak pemborosan zat hidup dan banyak permulaan yang salah dan jalan yang buntu…”   ( Here I Stand hal. 277). 

 

 

That certainly sounds like a wise Creator, doesn't it? Who uses a method of trial and error. And you have death, and death, and death, and death, in the process of evolution. The process of evolution functions on the basis of natural selection or what is called the survival of the fittest, the strong survive and the weak pass away, until all the errors of the evolutionary process  are ironed out. Does this sound like a wise creator? He couldn't get it right the first time, folks.

Is this the God who cares for the sparrow? The God who dresses the lilies of the field in their beauty, and has the hairs of our head numbered? This method of trial and error with suffering and death is a direct attack against the omnipotence and the wisdom of God. Wasn't God powerful enough to get it right from the get-go? Is He not wise? Did He have to establish a method of trial and error where you have death and you have ruthless struggle between one animal and another animal, bloodshed and death long before sin came into the world? I leave you to answer to those questions.

 

Ini benar-benar seperti Pencipta yang bijak, bukan? Yang  memakai cara trial and error, dan ada kematian, dan kematian, dan kematian, dan kematian dalam proses evolusi. Proses evolusion berfungsi atas dasar seleksi alami atau apa yang disebut “survival of the fittest” (yang kuat yang bertahan), yang kuat yang selamat dan yang lemah mati, hingga semua kesalahan proses evolusi dibereskan. Apakah ini sepertinya Pencipta yang bijak? Dia tidak mampu menciptakan yang sempurna pertama kalinya, Saudara-saudara.

Inikah Allah yang peduli pada burung pipit? Allah yang memberi pakaian yang indah pada bunga bakung di padang, dan yang tahu jumlah rambut di kepala kita? Metode trial and error ini yang terkait penderitaan dan kematian merupakan serangan langsung kepada kemahakuasaan dan hikmat Allah. Tidakkah Allah cukup mampu untuk menciptakan yang sempurna dari awal? Bukankah Allah itu bijak? Apakah Dia harus memakai suatu metode trial and error di mana ada kematian dan perebutan yang kejam antara satu hewan dengan hewan yang lain, pertumpahan darah dan kematian jauh sebelum dosa masuk ke dunia? Saya serahkan kalian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

 

 

Evolution also strikes directly against God's love and goodness. How could a God of love witness the cruel suffering of His Creation over millions of years even before sin entered the universe? What authority would God have to tell us to be kind to the lower life-forms and the less fortunate if He Himself showed such a crass disregard for them in the supposed process of evolution?  

 

Evolusi juga langsung menyerang kasih dan kebaikan Allah. Bagaimana Allah yang adalah kasih bisa menyaksikan penderitaan yang kejam yang dialami makhluk-makhluk ciptaanNya selama jutaan tahun bahkan sebelum dosa masuk ke dunia? Wewenang apa yang dimiliki Allah menyuruh kita untuk bersikap menyayangi bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah dari kita, dan yang tidak seberuntung kita, jika Dia sendiri menunjukkan ketidakpedulian yang rendah bagi mereka dalam apa yang dianggap suatu proses evolusi?

 

 

So how can the Pope say, “Oh, you know, the rich have to help the poor.” That's not the survival of the fittest. That contradicts his own theory of evolution, because evolution means that the strong survive and the weak disappear. That's the capitalist mode, isn't it? And so how can he say, you know, we need to change the paradigm, and we need to say now, that the powerful now need the help the weak? That goes against his own theory of evolution.

 

Jadi bagaimana mungkin Paus bisa berkata, “O, yang kaya harus membantu yang miskin.” Itu bukan yang kuat yang bertahan hidup. Itu bertolakbelakang dengan teori evolusinya sendiri, karena evolusi berarti yang kuat yang hidup, yang lemah hilang. Itu bentuk kapitalis, bukan? Jadi bagaimana Paus bisa berkata kita harus mengubah paradigma, dan kita sekarang  harus berkata yang kuat sekarang harus membantu yang lemah? Itu bertentangan dengan teori evolusinya sendiri.

 

 

The Bible describes an unbroken chain of events, if one link is broken the entire chain falls apart. What is that chain?

1.   Adam and Eve were literal persons whom God created perfect, and placed in a literal Garden of Eden, just like Genesis says.

2.   Adam and Eve were literally tempted by a literal serpent, and had a literal fall into sin.

3.   Once the virus of sin came in, it infected every literal descendant of Adam and Eve.

4.   Death came in upon all men as a consequence of sin.

Do you know evolutionists say that there was death long before sin? That's not what the Bible says. The Bible says that death is the result of sin, “the wages of sin is death”. There was no death before sin on any level of creation.

5.   And then of course, because of sin and death humanity needs what? A Redeemer, who will make it possible to bring the world back to its original perfect condition, where there is no sin and there is no death.

Now think about it, if there was death in the world long before sin, then the link between sin and death and redemption is broken, right? Death would not come as a result of sin. Thus the link between Creation and Redemption is broken, because the purpose of redemption is deliverance from death. Are you understanding my point?

 

Alkitab menggambarkan suatu rantai peristiwa yang tidak terputus. Jika satu mata rantai terputus, seluruh rantai itu berantakan. Rantai itu apa?

1.   Adam dan Hawa adalah manusia-manusia literal yang diciptakan Allah dalam kondisi sempurna, dan ditempatkan di sebuah taman Eden yang literal, persis seperti kata kitab Kejadian.

2.   Adam dan Hawa secara literal tergoda oleh seekor ular literal dan mengalami kejatuhan yang literal dalam dosa.

3.   Begitu virus dosa masuk, itu menginfeksi setiap keturunan literal Adam dan Hawa.

4.   Kematian datang kepada semua manusia sebagai akibat dosa.

Tahukah kalian para evolusionis berkata bahwa jauh sebelum ada dosa sudah ada kematian? Alkitab tidak berkata begitu. Alkitab berkata bahwa kematian adalah akibat dosa, “upah dosa ialah maut” (Rom. 6:23). Tidak ada kematian sebelum dosa pada kelas ciptaan mana pun.

5.   Kemudian tentu saja, karena dosa dan kematian, manusia membutuhkan apa? Seorang Penebus yang membuatnya mungkin untuk memulihkan dunia kembali ke kondisinya yang asli, yang sempurna di mana tidak ada dosa dan tidak ada kematian.

Sekarang pikirkan, seandainya ada kematian di dunia jauh sebelum dosa, maka mata rantai antara dosa dan kematian dan penebusan terputus, kan? Kematian tidak datang sebagai akibat dosa. Dengan demikian rantai antara Penciptaan dan Penebusan terputus, karena tujuan penebusan ialah untuk menyelamatkan dari kematian. Apakah kalian paham poin saya?

 

 

Listen to what Roman Catholic theologian Karl Schmitz-Moorman had to say. He was brutally honest, you know, he's not trying to hide anything, this is what he wrote, The notion of the traditional view of redemption as reconciliation and ransom from the consequences  of  Adams  fall  is  nonsense  for  anyone  who  knows  about  the  evolutionary background to human existence in the modern world.”

He's brutally honest, it's true if you believe in evolution, what he's saying is true. He further states, that because in his view the story of Genesis is not literal, “…salvation…” and I quote, “cannot mean returning to an original state, but must be conceived as perfecting through the process of evolution.”

 

Dengarkan apa kata theolog Roma Katolik Karl Schmitz-Moorman. Dia sangat blak-blakan, kalian tahu, dia tidak berusaha menyembunyikan apa-apa, inilah yang dia tulis, “…Gagasan pandangan tradisional tentang penebusan, sebagai rekonsiliasi dan penebusan akibat kejatuhan Adam, itu omong kosong bagi siapa pun di dunia modern yang tahu tentang latar belakang eksistensi manusia menurut teori evolusi.

Dia benar-benar blak-blakan. Memang benar jika orang percaya evolusi apa yang dikatakannya itu benar. Selanjutnya dia berkata, bahwa karena dalam pandangannya kisah Kejadian itu tidak literal,   “…penyelamatan…”  dan saya kutip,    “…tidak bisa diartikan kembali ke status asli, tetapi harus dimengerti sebagai penyempurnaan melalui proses evolusi. …”  (Creation, Catastrophe and Redemption, hal. 112)

 

 

That's the Roman Catholic view. That is the view of the secular world.

 

Itulah pandangan Roma Katolik. Itulah pandangan dunia sekuler.

 

 

So the question that begs to be asked and answered is this, in this scenario how much longer must Creation wait before the process of evolution reaches its omega point? Will it take millions of years? Billions? How many millions or billions, must we wait for the lambs and the wild beasts to live together in harmony, and for wars to cease? How much longer must Creation cry out in pain for its deliverance? The evolutionary scenario does not offer us much hope for an imminent coming of Jesus, to quickly make all things new. Will change take place over vast periods of time, or will it be in a moment, in a twinkling of an eye? Clearly our view of how things began will certainly impact  our view of how things will end. If you don't believe in a quick rapid beginning, and you believe in evolution, how much longer till the process of evolution reaches its culmination? There's not much hope, is there? Can we expect a rapid supernatural end to human history with an evolutionary model? Impossible. If the original Creation was not supernatural, rapid, literal, and perfect, could we expect that when God creates a new heavens and a new earth it will be so?

 

Jadi pertanyaan yang perlu ditanyakan dan dijawab ialah ini, di skenario ini berapa lama Ciptaan harus menunggu sebelum proses evolusi mencapai titik omeganya? Apakah akan butuh waktu jutaan tahun? Milyaran tahun? Berapa banyak juta atau milyar tahun harus kita tunggu hingga domba dan binatang buas bisa hidup bersama dalam damai dan perang berhenti? Berapa lama Ciptaan harus berteriak kesakitan untuk diselamatkan? Skenario evolusi tidak memberi banyak harapan untuk cepatnya kedatangan Yesus, untuk segera menjadikan segalanya baru. Apakah perubahan akan terjadi dalam jangka waktu yang amat panjang, atau itu hanya dalam seketika, dalam sekejap mata?

Jelas pandangan kita tentang bagaimana segala sesuatu dimulai akan mempengaruhi pandangan kita tentang bagaimana segala sesuatu akan berakhir. Jika orang tidak percaya pada awal yang terjadi dengan cepat, dan dia percaya pada evolusi, berapa lamanya lagi hingga proses evolusi mencapai kulminasinya? Tidak ada banyak harapan, kan? Bisakah kita berharap akan adanya suatu penutupan sejarah manusia secara supranatural yang cepat dengan model evolusi? Mustahil. Jika Penciptaan yang asli tidak supranatural, cepat, literal, dan sempurna, bisakah kita berharap saat Allah menciptakan langit baru dan bumi baru, itu juga akan seperti itu?

 

 

The papacy’s view of the end is compromised by its view of the beginning. How many more millions of years must we wait for the process of evolution to work out its quirks, wrinkles, and flaws?

 

Pandangan Kepausan tentang akhirnya dipengaruhi oleh pandangannya tentang awalnya. Berapa juta tahun lagi kita harus menunggu supaya proses evolusi membereskan semua ketidakwajaran, kerut, dan cacatnya?

 

 

And now there's something very interesting. How many of you have ever heard Francis I mentioned the Second Coming of Jesus as the great hope of planet earth? Never!

John Paul II? Never!

Do you know why? Because the papacy does not believe in the Second Coming of Jesus. It pays lip service to it, but it does not believe. What the Roman Catholic Church has always believed, is that in order for this world to be what God wants it to be, the church has to take possession of the state, of the secular powers of the world, and dictate its agenda, and then you will have the ideal society that God wants her to be in this world.

But it's not a supernatural, cataclysmic, intervention of Jesus in human history. No! It's the Roman Catholic system using the political powers of the world to try and resolve the problems that exist in society.

 

Sekarang ada sesuatu yang sangat menarik. Berapa banyak dari kalian pernah mendengar Francis I bicara tentang Kedatangan Kedua Yesus sebagai harapan agung bagi planet bumi? Tidak pernah!

Yohanes Paulus II? Tidak pernah!

Tahukah kalian mengapa? Karena Kepausan tidak mempercayai Kedatangan Kedua Yesus. Mereka hanya pura-pura mengakui, tetapi mereka tidak percaya. Apa yang selalu menjadi keyakinan Gereja Roma Katolik ialah, agar dunia ini menjadi seperti yang dikehendaki Allah, gereja yang harus menguasai pemerintahan atau kekuasaan sekuler dunia, dan mendiktekan agendanya, maka nanti akan ada masyarakat yang ideal di dunia ini seperti yang dikehendaki Allah. Tetapi bukan intervensi Yesus dalam sejarah manusia secara supranatural dan menghancurkan. Tidak! Itu adalah melalui sistem Roma Katolik menggunakan kekuatan politik dunia untuk mencoba dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.

 

 

There's a very interesting quotation in the book Ecclesiastical Megalomania this was written by a Reformed scholar, he's not an Adventist, he understood very well the aspirations of the papacy. This is at the top of page 277, What the Roman Catholic Church-­­­State accomplished on a small scale during the Middle Ages is what it desires to achieve on a global scale in the coming millennium.”  And he's writing this at the end of the last millennium, so the next millennium would be the millennium that were in now.

 

Ada kutipan yang sangat menarik di buku Ecclesiastical Megalomania, ini ditulis oleh seorang pakar Reformed, dia bukan orang Advent, dia sangat paham tentang aspirasi Kepausan. Ini ada di bagian atas hal. 277, “Apa yang telah dicapai oleh gabungan gereja Roma Katolik dengan pemerintah dalam skala yang kecil selama Abad Pertengahan, adalah apa yang dicita-citakannya bisa dicapainya dalam skala global dalam masa seribu tahun yang mendatang.” (John W. Robbins, Ecclesiastical Megalomania, hal. 187, 1999).

Dan dia menulis ini pada bagian akhir millenium yang lampau, jadi millenium berikutnya berarti millenium di mana kita sekarang berada.

 

 

So what are the aspirations of the papacy? To take control of the governments of the world for the common good. And that way things are going to get better? There is nothing new under the sun, folks. This theocratic experiment has been tried once before during the 1260 years, and the papacy failed miserably in its attempt. Bringing about misery, disease, suffering, poverty, civil war, squalor, strife, and martyrdom that eventually culminated in the explosion of the French Revolution.  What makes us think that the papacy will do any better on a global scale?

 

Jadi apakah aspirasi Kepausan? Mengambil alih kendali pemerintah-pemerintah dunia demi kepentingan bersama. Dan apakah dengan cara tersebut segala akan menjadi lebih baik? Tidak ada yang baru di bawah matahari, Saudara-saudara. Eksperimen theokratis ini sudah pernah dicoba sekali sebelumnya di masa 1260  tahun, dan Kepausan gagal total dalam upayanya. Mengakibatkan dukacita, penyakit, penderitaan, kemiskinan, perang sipil, kekumuhan, pertentangan, dan kematian para martir yang pada akhirnya mengkulminasi dalam pecahnya Revolusi Perancis. Apa yang membuat kita berpikir bahwa Kepausan akan lebih berhasil di skala global?

 

 

Since the times of St. Augustine the Roman Catholic Church has taught that the stone that hits the feet of the image in Daniel 2 does not represent the Second Coming of Jesus. It rather represents the papacy taking over the reins of the secular powers of the world, to establish Christ's universal kingdom of peace on earth.

 

Sejak zaman St. Augustine, gereja Roma Katolik telah mengajarkan bahwa batu yang menjatuhi kaki patung di Daniel 2 tidak melambangkan Kedatangan Kedua Yesus, melainkan itu melambangkan Kepausan mengambil alih kendali kekuasaan sekuler dunia, untuk mendirikan kerajaan universal Kristus yang damai di dunia.

 

 

What is the papacy’s ultimate goal in all this discussion about climate change, family values, and helping the poor? We can tell by the catch words and expressions that the papacy has used to address these issues. The key words and expressions that appear repeatedly in papal literature, are:

·       “the common good” basically what that means is that individualism is an enemy to be dreaded. 

·       The second word is “solidarity” that means we are all in this together.

So we must all unite in one ecumenical body and cooperate, and I quote from Laudato Si paragraph 14, We require a new and universal solidarity...” is what the Pope wrote.

·       The third term is “subsidiarity” it means that our personal interests are subsidiary to the common good.

·       And the final expression is the “common destination of goods”.

Basically that means that property is not personal but belongs to all humanity according to need.

That's why for example in Venezuela the poor people they can come, they can ransack a store if they have need,  and the papacy says, “Not a problem, because the goods are for everybody.” And it's happened and it is happening in Venezuela as I speak.

 

Apakah gol tertinggi Kepausan dalam semua diskusi ini tentang perubahan iklim, nilai-nilai keluarga, dan menolong yang miskin? Kita bisa tahu melalui kata-kata kunci dan istilah-istilah yang dipakai Kepausan untuk membicarakan isu-isu tersebut, kata-kata kunci dan istilah-istilah yang muncul berulang-ulang dalam literatur Kepausan ialah:

·       “kepentingan bersama” pada dasarnya itu artinya individualisme adalah musuh yang harus ditakuti.

·       Kata kedua ialah “solidaritas” yang berarti kita semua terlibat bersama-sama.

Maka kita semua harus bersatu dalam satu badan ekumenikal dan bekerjasama, dan saya mengutip dari Laudato Si paragraf 14, “…Kita membutuhkan solidaritas yang baru yang universal…”   itulah yang ditulis Paus.

·       Istilah ketiga ialah “subsidiaritas”, artinya kepentingan pribadi kita di bawah kepentingan bersama.

·       Dan istilah terakhir ialah “tujuan harta milik bersama”.

Pada dasarnya ini berarti harta benda itu bukan milik pribadi melainkan milik semua manusia berdasarkan kebutuhannya.

Itulah sebabnya di Venezuela, orang-orang miskin boleh datang merampok toko jika mereka punya kebutuhan, dan Kepausan berkata, “Tidak apa-apa, karena barang-barang itu untuk semua orang.” Dan ini sudah terjadi dan sedang terjadi di Venezuela sementara saya berbicara ini.

 

 

Now let me read from the Compendium of Catholic Social Doctrine, this is the official document that expresses the social doctrine of the Roman Catholic Church. In section 173 we find these words, “If it is true that everyone is born with the right to use the goods of the earth, it is likewise true that, in order to ensure that this right is exercised in an equitable and orderly fashion,  regulated interventions are necessary, interventions that are the result of national and international agreements, and a juridical order that adjudicates and specifies the exercise of this right.Isn't that an amazing statement?

 

Sekarang mari kita baca dari Compendium of Catholic Social Doctrine, ini dalah dokumen resmi yang menyatakan doktrin sosial gereja Roma Katolik. Di seksi 173 kita dapati kata-kata ini, “Jika memang benar setiap manusia dilahirkan dengan hak untuk memanfaatkan harta bumi ini, sama benarnya bahwa untuk menjamin hak ini betul-betul dijalankan secara adil dan tertib, dibutuhkan campur tangan yang diatur, campur tangan yang didasari oleh perjanjian-perjanjian nasional maupun internasional, dan suatu perintah yang berkekuatan hukum yang menghakimi dan memperinci pelaksanaan wewenang ini.” Bukankah ini pernyataan yang mengagumkan?

 

 

Let me read you from Benedict XVI, this is in his encyclical Caritas in Veritate  paragraphs 67,  This is a scary statement. It shows you what the aspirations of the papacy are, what the papacy is trying to do is they're telling the politicians of the world, “You need to accept our moral theory, and then these problems are going to be resolved.”

Notice this statement, “To  manage the global economy; to  revive economies hit by the crisis…” this is the crisis of 2008,  “…to avoid any  deterioration of the present crisis  and  the  greater  imbalances  that  would result; to  bring  about  integral and  timely disarmament, food security and peace; to guarantee the  protection of the environment and  to   regulate  migration:…” are you noticing all the causes he's mentioning here? “… for  all  this,  there  is  urgent  need  of  a  true  world  political authority, as my predecessor Blessed John XXIII indicated some years ago. Such an authority would need to be regulated by law, to observe consistently the principles of  subsidiarity and solidarity, to seek to establish the common good…” are you seeing where these terms come from?  “…and to make a commitment to securing authentic integral human development inspired by the values of charity in truth. Furthermore, such an authority would need to be universally recognized and to be vested with the effective power to ensure security for all, regard for justice, and respect for right. Obviously it would have to have the authority to ensure…” what?  “…compliance with its decisions from all parties, and also with the  coordinated  measures  adopted  in  various  international  forums.”

And of course the question is which political authority would that be?

 

Izinkan saya membacakan dari Benedict XVI, ini dari ensiklikalnya Caritas in Veritate paragraf 67. Ini adalah pernyataan yang mengerikan. Ini menunjukkan kepada kita aspirasi Kepausan, apa yang mau dilakukan Kepausan ialah mereka mengatakan kepada para politikus dunia, “Kalian harus menerima teori moral kami, maka masalah-masalah ini akan selesai.”

Simak pernyataan ini, “…untuk mengatur ekonomi global, untuk memulihkan kembali ekonomi yang terpukul oleh krisis…”  ini adalah krisis tahun 2008,   “…untuk menghindari kemunduran apa pun akibat krisis yang sekarang dan ketidakseimbangan yang lebih parah yang akan terjadi, untuk mewujudkan pelucutan senjata yang integral dan tepat waktu,  jaminan adanya pangan dan perdamaian, untuk memastikan perlindungan pada lingkungan hidup, untuk mengatur migrasi. …”  Apakah kalian melihat semua target yang disebutkannya di sini?   “…Untuk ini semua, ada kebutuhan yang mendesak bagi satu autoritas politik  yang sejati bagi dunia, sebagaimana pendahulu saya Yohanes XXIII yang terberkati, mengindikasikan beberapa tahun yang lalu. Autoritas semacam ini perlu diatur oleh hukum untuk mematuhi secara konsisten prinsip-prinsip subsidiaritas dan solidaritas, demi usaha untuk menegakkan kebaikan bersama…”  apakah kalian lihat dari mana datangnya istilah-istilah ini?  “…dan membuat suatu komitmen untuk menjamin pengembangan manusia secara integral yang autentik, yang diilhami oleh nilai-nilai kasih yang sejati. Lebih lanjut, autoritas semacam ini harus diakui secara universal, dan diberi kekuasaan yang efektif guna menjamin keamanan bagi semua, menghargai keadilan dan menghormati hak-hak. Jelas, autoritas ini harus memiliki wewenang yang menjamin…”  apa?    “…kepatuhan semua pihak pada keputusan-keputusannya, dan juga pada langkah-langkah koordinasi yang diambil oleh pelbagai forum internasional…”  

Dan tentu saja pertanyaannya ialah autoritas politik mana itu kira-kira?

 

 

Well, Pope Pius XI certainly told us which power that would be. In his encyclical Quadragesimo Anno May 15, 1931 paragraph 41 Pope Pius XI stated, “. . . there resides in Us…” when the word “Us” has a capital at the beginning, it means the papacy,  “…there resides in Us the right and duty to pronounce with supreme authority upon  social and economic matters.”

Nah, Paus Pius XI sungguh-sungguh memberitahu kita kekuasaan mana itu nanti. Dalam ensiklikalnya Quadragesimo Anno 15 Mei, 1931, paragraf 41, Paus Pius XI menyatakan, “…bahwa ada pada Kami…”  kalau kata “Kami” ditulis dengan huruf besar di awalnya, itu artinya Kepausan, “…ada pada Kami hak dan kewajiban untuk menetapkan dengan autoritas tertinggi dalam masalah sosial dan ekonomi…”  

 

 

So you know where this is going.

While the Bible portrays a world that will come to an end because of sin, the papacy sees a potentially brilliant future for the planet under its moral leadership. In its view, human ingenuity and international laws will help solve the planet's problems. And the kingdom of God will be established on earth with the papacy as the moral voice for the nations of the world.

 

Jadi kalian tahu ke mana arahnya ini.

Sementara Alkitab menggambarkan suatu dunia yang akan musnah karena dosa, Kepausan melihat masa depan yang berpotensi gemilang bagi planet ini di bawah kepemimpinan moralnya. Dalam pandangannya, kecerdasan manusia dan hukum-hukum internasional akan membantu menyelesaikan masalah-masalah planet ini. Dan kerajaan Allah akan didirikan di bumi dengan Kepausan sebagai suara moral bagi bangsa-bangsa di dunia.

 

 

Notice what Pope Francis said in his speech to the United Nations, Among other things, human genius, well applied, will surely help to meet the grave challenges of ecological deterioration and of exclusion [of the poor].”

 

Simak apa kata Paus Francis dalam pidatonya di PBB, “…Di antaranya, kecerdasan manusia yang diterapkan dengan baik, pasti akan membantu memenuhi tantangan-tantangan besar dari kerusakan ekologi dan pengucilan orang miskin…”

 

 

So what is it that's going to solve our problems? Human genius. Where is the Lord involved in this? The papacy believes that this theocracy will bring about the long-awaited millennium of peace and prosperity for all, at the end of the evolutionary process. You see for the papacy this world is our permanent home, an idea that contradicts the Bible. According to Scripture we are strangers and pilgrims on this earth, the heavenly City is our home, our citizenship is in heaven, from where we expect Jesus at His Second Coming, the only and true hope of planet Earth.

 

Jadi apa yang akan menyelesaikan masalah-masalah kita? Kecerdasan manusia. Di mana keterlibatan Tuhan dalam hal ini? Kepausan meyakini theokrasi ini akan membawa kita sampai ke millenium penuh damai dan kemakmuran bagi semua yang sudah lama ditunggu-tunggu, pada akhir proses evolusi. Kalian lihat, bagi Kepausan dunia ini adalah rumah kita yang permanen, suatu konsep yang bertentangan dengan Alkitab. Menurut Kitab Suci kita adalah orang-orang asing dan pengembara di bumi ini. Kota surgawi itulah rumah kita, kewarganegaraan kita itu di Surga, dari mana kita menantikan Yesus pada KedatanganNya yang Kedua, satu-satunya harapan sejati bagi planet bumi.

 

 

Now this Pope has three talking points.

1.   Poverty, and of course he connects with that immigration, because the poor are emigrating from their nations seeking a better life.

So poverty is one.

2.   is climate change and

3.   is family

And by the way the Pope has connected all three of these with the need to keep Sunday.

 

Nah, Paus ini punya tiga poin pembicaraan.

1.   Kemiskinan, dan tentu saja dia mengaitkannya dengan imigrasi, karena yang miskin beremigrasi dari bangsa-bangsa mereka mencari kehidupan yang lebih baik.

2.   Perubahan iklim, dan,

3.   Keluarga.

Nah, Paus telah mengaitkan semua tiga hal ini dengan perlunya memelihara hari Minggu.

 

 

Let me ask you, could the Pope keep the Sabbath as the day of rest? Not if he doesn't believe in Creation. Why would he keep the Sabbath? He needs to have a sign of his scenario, right? Of the evolutionary scenario, so he has to establish his own sign, a sign created by him to point to his authority. We'll come back to that in a moment.

 

Coba saya tanya, bisakah Paus memelihara Sabat sebagai hari perhentian? Tidak, jika dia tidak percaya pada Penciptaan. Untuk apa dia memelihara Sabat? Dia perlu punya tanda skenarionya sendiri, benar? Skenario evolusinya, maka dia harus menetapkan tandanya sendiri, suatu tanda yang diciptakan olehnya yang menunjuk kepada autoritasnya. Nanti kita akan kembali kemari.

 

 

·       How does the Pope connect poverty to the observance of Sunday?

He says, it is a day for the capitalist overlords to give a free day to their overworked peons. And so he says, you know the capital's overlords need to give their workers at least one day off during the week. Can you believe what day that is? Sunday.

·       He says the family, oh, they're busy all week, you know, they're going to school and they're going to work, and they don't have time to spend together.

The family needs a day together. But you can't guess what day that is. Sunday.

·       All the environment is so overworked and overstressed, we need a day to let the environment rest.

I bet you can't guess which day that is. In the Roman Catholic scenario it's Sunday.

There's only one problem, and that is, that’s  not Sunday, it's the Sabbath. It was the Sabbath that Jesus took to benefit the poor and needy in a special way. It was the Sabbath that God made for the environment to rest. It was the Sabbath that God made for the family to spend together. He's got the wrong day, he can't keep God's day because he doesn't believe in the literal Creation, so he has to create   a new day, that is a sign of his authority, in other words.

 

·       Bagaimana Paus mengaitkan kemiskinan kepada pemeliharaan hari Minggu?

Dia berkata itulah hari buat para majikan kapitalis untuk memberikan satu hari libur buat para pekerja mereka yang sudah dipekerjakan terlalu keras. Maka dia berkata, para majikan kapitalis harus memberikan pekerja mereka sedikitnya satu hari libur dalam seminggu. Bisakah kalian percaya hari yang mana itu? Hari Minggu.

·       Dia berkata, keluarga, oh, mereka sibuk sepanjang minggu, mereka harus ke sekolah dan mereka harus bekerja, dan mereka tidak punya waktu untuk dilewatkan bersama-sama.

Keluarga perlu satu hari untuk bersama-sama. Tapi kalian tidak bisa menebak hari yang mana itu. Hari Minggu.

·       Semua lingkungan hidup dikerjakan dan diperas begitu kelewat batas, kita perlu satu hari untuk mengistirahatkan lingkungan hidup.

Kira-kira kalian tidak bisa menebak hari mana itu. Dalam skenario Roma Katolik itu Hari Minggu.

Masalahnya cuma satu, dan itu ialah, seharusnya bukan hari Minggu, tapi hari Sabat. Hari Sabat-lah yang dipakai Yesus untuk memberi manfat kepada yang miskin dan yang membutuhkan dengan cara yang istimewa. Hari Sabat-lah yang dijadikan Allah untuk memberi istirahat lingkungan hidup. Hari Sabat-lah yang Allah jadikan bagi keluarga untuk berkumpul bersama. Paus memakai hari yang salah, dia tidak bisa memelihara hari Allah karena dia tidak percaya pada Penciptaan yang literal sehingga dia harus menciptakan suatu hari yang baru, yang adalah tanda autoritasnya, dengan kata lain. 

 

 

On August 12, 2015, on a radio show, on his radio talk, Pope Francis I stated this, “The obsession with economic profit and technical efficiency puts the human rhythms of life at risk. Moments of rest, especially on Sunday, are sacred because in them we find God. The Sunday Eucharist…” which is the Roman Catholic view of the Lord's Supper  “…The Sunday Eucharist brings to our celebrations every grace of Jesus Christ: His presence, His love and His sacrifice; His forming us into a community, and His way of being with us.”

 

Pada 12 Agustus 2015 di sebuah wawancara radio, Paus Francis I menyatakan ini,    “…Obsesi dengan keuntungan ekonomi dan efisiensi teknis mengakibatkan ritmus hidup manusia dipertaruhkan. Saat-saat istirahat, terutama pada hari Minggu, itu kudus karena di dalamnya kita menemukan Allah. Ekakristi hari Minggu…”  yang adalah versi Roma Katolik untuk Perjamuan Kudus,    “…Ekaristi hari Minggu membawa kepada perayaan kita setiap karunia Yesus Kristus, kehadiranNya, kasihNya, dan kurbanNya, pembentukan kita menjadi suatu komunitas olehNya, dan caraNya menyertai kita.”

 

 

Here's another example of how important Sunday is in his mind. In his encyclical he wrote, On  Sunday, our participation in the Eucharist has special importance.  Sunday, like the  Jewish Sabbath…” hmm does somebody want to find me a verse in the Bible that speaks of the Jewish Sabbath? I don't know of any person in the Bible that speaks of a Jewish Sabbath. But anyway he says  “…Sunday, like the  Jewish Sabbath is meant to be a day that…” what?  “…heals our relationships with  God, with  ourselves, with  others and with the  world…” is that the day God established for that? No!   “…Rest opens our eyes to the larger picture and gives us renewed sensitivity to the rights of others. And so the day of rest, centered on the Eucharist, sheds it light on the whole week…” I believe it's the Sabbath that sheds its light on the  whole week but he says the Sunday does  “…and motivates us to greater concern for…” what?  “…for nature and the  poor.

 

Ini ada contoh yang lain bagaimana pentingnya hari Minggu di pikiran Paus. Dalam ensiklikalnya dia menulis, “…Pada hari Minggu partisipasi kita dalam Ekaristi memiliki makna yang istimewa. Hari Minggu, seperti hari Sabat Yahudi…”  hmm, apakah ada yang mau mencarikan satu ayat di Alkitab yang bicara tentang Sabat Yahudi? Saya tidak tahu di Alkitab ada siapa pun yang bicara tentang Sabat Yahudi. Tetapi, Paus berkata, “…Hari Minggu, seperti hari Sabat Yahudi dimaksudkan sebagai hari yang…”  apa?    “…memulihkan hubungan kita dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan dunia…”  Itukah hari yang ditetapkan Allah untuk tujuan tersebut? Tidak!  “…Istirahat membuka mata kita kepada gambaran yang lebih luas dan memberi kita kepekaan baru terhadap hak-hak orang lain. Maka hari istirahat, yang berpusat pada Ekaristi, menebarkan terangnya ke  seluruh minggu…”  Saya meyakini Sabat-lah yang menebarkan terangnya ke seluruh minggu, tetapi Paus berkata hari Minggu yang demikian,    “…dan memotivasi kita untuk mempunyai kepedulian yang lebih besar untuk…”  apa?    “…untuk alam dan orang miskin.” (Laudato Si 237)

 

 

Which day of the week according to him helps us focus on the poor, and helps us focus on nature, and our relationship with one another? Sunday. Not what the Bible says. The Bible says Sabbath.

 

Hari mana dalam satu minggu menurut Paus yang membantu kita fokus pada orang miskin, membantu kita fokus pada alam, dan hubungan kita satu dengan yang lain? Hari Minggu. Alkitab tidak berkata begitu. Alkitab berkata Sabat.

 

 

Now we need to deal with one further question before we bring this to an end.

Why did the papacy embrace Sunday? Obviously it could not embrace the Sabbath because if it embraces the Sabbath everybody would say you're an usurper because the Sabbath shows that Somebody else is the Creator. Somebody else is God. So he had to establish, the papacy had to establish a sign of its authority.

Notice these statements, these very interesting statements from Roman Catholic sources.

 

Sekarang kita harus membahas satu lagi pertanyaan sebelum kita akhiri ini.

Mengapa Kepausan memeluk hari Minggu? Jelas dia tidak bisa memeluk Sabat karena andai dia memeluk Sabat, semua orang akan berkata, kamu seorang pencuri, karena Sabat menunjukkan bahwa Sosok lain itulah Sang Pencipta. Sosok lain itu ialah Allah. Maka Kepausan harus menetapkan suatu tanda autoritasnya.

Simak pernyataan-pernyataan ini, pernyataan-pernyataan yang sangat penting dari sumber Roma Katolik.

 

 

This is from Monsignor Segur  Plain Talk about Protestantism of Today page 213, “It was the Catholic Church which, by the authority of Jesus Christ…”  that's questionable “…has transferred this rest to the Sunday in remembrance of the resurrection of our Lord. Thus the observance of Sunday by Protestants is an homage they pay, in spite of themselves, to the authority of the Church.”  

 

Ini dari Monsinyur Segur, Plain Talk about Protestantism of Today, hal. 213, “Gereja Katolik-lah yang dengan autoritas Yesus Kristus…”  ini patut diragukan,   “…telah memindahkan perhentian ini ke hari Minggu untuk memperingati kebangkitan Tuhan. Dengan demikian, pememeliharaan hari Minggu oleh Protestan merupakan penghormatan yang mereka berikan kepada autoritas gereja [Katolik], walaupun tidak mereka akui.” (Monsignor Segur, Plain Talk About the Protestantism of Today ~ Boston: Thomas B. Noonan & Co., 1868, hal. 213.)

 

 

So by keeping Sunday whose authority is being respected? The authority of the papacy. Listen, folks, the final controversy is not primarily a controversy over days, the controversy is over authority. If you keep the Sabbath whose authority are you accepting? You're accepting God's authority. If you keep Sunday whose authority are you accepting? The authority of the one who created the day as a day of rest. So behind the days is the issue of which authority are you going to follow, are you going to keep the Sabbath obeying God's authority, or are you going to keep Sunday obeying the papacy’s authority. It's a matter of authority. And the papacy has said Sunday is Our sign of authority.

 

Jadi dengan memelihara hari Minggu, autoritas siapa yang dihormati? Autoritas Kepausan. Dengarkan, Saudara-saudara, kontroversi yang tersakhir bukan terutama suatu kontroversi tentang hari. Kontroversinya adalah tentang autoritas. Jika kita memelihara Sabat, autoritas siapa yang kita terima? Kita menerima autoritas Allah. Jika kita memelihara hari Minggu, autoritas siapa yang kita terima? Autoritas dia yang telah menciptakan hari tersebut sebagai hari perhentian. Jadi di balik hari-hari ini terdapat isu autoritas siapa yang akan kita ikuti, apakah kita akan memelihara Sabat mematuhi autoritas Allah, atau apakah kita akan memelihara hari Minggu, mematuhi autoritas Kepausan? Ini adalah masalah autoritas. Dan Kepausan telah mengatakan bahwa hari Minggu adalah tanda autoritas Kami.

 

 

Notice the following statement. This is H. Canon Cafferata, in the book The Catechism Simply Explained  pg. 89, A word about Sunday. God said: Remember that thou keep holy the Sabbath day!’ The Sabbath was Saturday, not Sunday…” this is a Roman Catholic writer, he says we recognize that the Sabbath is Saturday not Sunday,  “…why, then…” he asks  “…do we keep Sunday holy instead of Saturday? The Church altered the observance of the Sabbath to the observance of Sunday…” and now he entice Protestants.  “…Protestants who say that they go by the Bible and the Bible only, and that they do not believe anything that is not in the Bible, must be rather puzzled by the keeping of Sunday when God distinctly said, Keep holy the Sabbath day.’ The wordSunday’ does not come anywhere in the Bible so, without knowing it, they are  obeying the authority of the Catholic Church.”

Are you seeing that Sunday is the sign of whose authority? Of the papacy’s authority.

 

Simak pernyataan berikut. Ini H. Canon Cafferata, dalam bukunya The Catechism Simply Explained hal. 89, “…Sebuah komen tentang hari Minggu. Allah berkata, ‘Ingatlah supaya kamu memelihara kekudusan hari Sabat!’  Sabat ialah hari Sabtu, bukan hari Minggu…”  ini adalah seorang penulis Roma Katolik, dia berkata kami mengakui bahwa Sabat itu hari Sabtu bukan hari Minggu,  “…kalau begitu…”  dia bertanya, “…mengapa kita memelihara kekudusan hari Minggu bukan hari Sabtu? Gereja (Katolik) telah mengganti pemeliharaan Sabat menjadi pemeliharaan hari Minggu…” dan sekarang dia menggoda golongan Protestan,    “…Protestan yang berkata bahwa mereka hanya menurut Alkitab dan semata-mata Alkitab, dan bahwa mereka tidak percaya apa pun yang tidak ada di Alkitab, tentunya rada bingung dengan pemeliharaan hari Minggu karena Allah berkata dengan jelas, ‘Pelihara kekudusan hari Sabat’. Kata ‘hari Minggu’ sama sekali tidak ada dalam Alkitab. Maka, tanpa menyadarinya, mereka (Protestan) sedang mematuhi autoritas gereja Katolik.”

(The Catechism Simply Explained ~ London: Burns Oates & Washbourne Ltd., 1938, hal. 89)

Apakah kalian melihat bahwa hari Minggu adalah tanda autoritas siapa? Autoritas Kepausan.

 

 

And then we have this statement, this is by John O'Brien who for years and years was a teacher at Notre Dame University in South Bend Indiana, But since Saturday, not Sunday, is specified in the Bible, isn’t it curious that non-­­­Catholics who profess to take their religion directly from the Bible and not from the Church, observe Sunday instead of Saturday? Yes, of course, it is inconsistent; but this  change was made about fifteen centuries before Protestantism was born, and by that time the custom was universally observed. They…”   that is Protestants “…have continued the custom, even though it rests upon the authority of the Catholic Church and not upon an explicit text in the Bible. That observance remains as a reminder of the Mother Church…”  in Revelation chapter 17 you have the “mother of harlots”, she has daughters that were born from her. “…That observance remains as a reminder of the Mother Church from which the non­­Catholic sects broke awaylike a boy running away from home but still carrying in his pocket a picture of his mother or a lock of her hair.

 

Kemudian ada pernyataan ini, ini oleh John O’Brien yang selama bertahun-tahun adalah seorang dosen di Universitas Notre Dame di South Bend Indiana. “…Tetapi karena Sabtu bukan Minggu yang tertulis di Alkitab, apakah tidak aneh non-Katolik yang mengaku mengambil agama mereka langsung dari Alkitab dan bukan dari Gereja, memelihara hari Minggu dan bukan Sabtu? Ya, tentu saja itu tidak konsisten. Tetapi perubahan ini sudah dibuat sekitar 15 abad sebelum Protestantisme lahir, dan pada saat itu kebiasaan tersebut sudah dipelihara secara universal. Protestant telah melanjutkan kebiasaan itu walaupun itu berdasarkan autoritas gereja Katolik dan bukan berdasarkan ayat tertentu di Alkitab. Pemeliharan hari Minggu itu tersisa sebagai peninggalan Gereja Induk…”  di Wahyu 17 ada “ibu dari wanita-wanita pelacur”, dia punya anak-anak perempuan yang lahir darinya,    “…Pemeliharan hari Minggu itu tersisa sebagai peninggalan Gereja Induk sebagai peninggalan Gereja Induk dari mana sekte-sekte non-Katolik telah memisahkan diri, seperti seorang anak yang melarikan diri dari rumah tetapi tetap menyimpan di sakunya foto ibunya atau seikat rambut ibunya (The Faith of Millions hal. 400-401 Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor, Inc., 1974)…

 

 

One more quotation, this is a quotation by Father Enright, a Roman Catholic priest. “It was the  Holy Catholic Church that  changed the day of rest from Saturday to Sunday, the first day of the week. And it not only compelled all to keep Sunday, but urged all persons to labor on the seventh day under pain of anathema…” that is of the curse,  “…Protestants  profess great reverence for the Bible, and yet by their solemn act of keeping Sunday, they  acknowledge the power of the Catholic Church. The Bible says, Remember the Sabbath day to keep it holy.’ But the  Catholic Church says, NO! Keep the first day of the week’ and lo, the entire civilized world bows down in reverent obedience to the command of the holy Catholic church.”

 

Satu lagi kutipan, ini adalah kutipan oleh Father Enright, seorang romo Roma Katolik. “…Gereja Katolik yang kudus-lah yang telah mengganti hari perhentian dari Sabtu ke hari Minggu, hari pertama dalam minggu. Dan dia bukan saja mengharuskan semua memelihara hari Minggu, tetapi mendorong semua orang untuk bekerja pada hari ketujuh dengan ancaman anathema…”  yaitu suatu kutukan.    “…Protestan mengaku sangat menghormati Alkitab, namun dengan tindakan mereka yang memelihara hari Minggu dengan khidmat mereka mengakui kuasa gerejja Katolik. Alkitab berkata, ‘Ingatlah hari Sabat, peliharalah kekudusannya’ tetapi gereja Katolik berkata, TIDAK! Pelihara hari pertama dalam minggu’, dan lihatlah, seluruh peradaban dunia tunduk hormat mematuhi perintah gereja Katolik yang kudus.” ( Words of Father Enright, longtime President of Redemptorist College in America, quoted in, Joe Crews, The Beast, the Dragon and the Woman ~ Frederick, Maryland: Amazing Facts, Inc., thirteenth edition, June 1991, hal. 33.)

 

 

Are you understanding what we've studied today? Let me end by reading this one statement. And incidentally you can read the rest of the material here on the remaining page and a half, several of the texts that deal with climate change. Can you think of another story in the Bible  where there was climate change? How about the days of Elijah? Was there climate change in the days of Elijah? There was a three and a half year drought, right? It was because people were using too many fossil fuels, too many air conditioners on, they weren't recycling enough, I'm being facetious to make a point. What was the reason? The reason was that the king, the civil power, had joined forces with a harlot, and they were trying to impose an apostate religion, the religion of the sun god Baal, and God had a faithful remnant, and he was blamed for what was happening. Is that story going to be repeated again? You’d better believe it, to a tee. The harlot of Revelation 17 will join with the kings of the earth, climate change will be the topic that will bring them together, poverty, and all these social issues will bring them together and whoever does not go along will be persecuted. A small remnant. This statement is very significant. I told you I believe in climate change, but I disagree with the reason.

 

Apakah kalian paham apa yang kita pelajari hari ini? Izinkan saya mengakhiri dengan membacakan satu pernyataan ini. Dan kalian bisa membaca sisa materi di sini di satu setengah halaman yang tersisa, beberapa dari teks-teks itu berkaitan dengan perubahan iklim. Bisakah kalian mengingat cerita lain di Alkitab di mana ada perubahan iklim? Bagaimana dengan zaman Elia? Apakah ada perubahan iklim di zaman Elia? Selama tiga setengah tahun terjadi kekeringan, benar? Itu diakibatkan orang-orang memakai terlalu banyak bahan bakar fosil, terlalu banyak AC yang dinyalakan, mereka kurang mendaurulang, saya berolok-olok untuk membuat poin. Apa alasannya? Alasannya ialah rajanya, kekuasaan sipilnya, telah bergabung dengan seorang pelacur dan mereka berusaha memaksakan  suatu agama yang murtad, agama dari dewa matahari Baal. Dan Allah memiliki umat yang sisa yang setia, dan dia dipersalahkan untuk apa yang terjadi. Apakah kisah ini akan terulang kembali? Percayalah, persis tidak ada bedanya. Pelacur Wahyu 17 akan bergabung dengan raja-raja bumi. Perubahan iklim akan menjadi topik yang mempersatukan mereka, kemiskinan, dan semua isu sosial itu akan mempersatukan mereka dan barangsiapa tidak mengikuti, akan dipersekusi. Umat sisa yang kecil. Pernyataan ini sangat signifikan. Saya sudah mengatakan bahwa saya  percaya ada perubahan iklim, tetapi saya tidak setuju dengan alasannya.

 

 

Ellen White wrote in Volume 6 of the Testimonies page 408, “The  restraining Spirit of God is even now being withdrawn from the world. Hurricanes, storms, tempests, fire and flood, disasters by sea and land, follow each other in quick succession. Science seeks to explain all these…”  is that what science is trying to do today? Absolutely!  “…The signs thickening around us, telling of the near approach of the Son of God, are attributed to  any other than the true cause…” is that happening today? You’d better believe it.  “...Men cannot discern the sentinel angels restraining the four winds that they shall not blow until the servants of God are sealed;…”  and now notice. We haven't seen anything yet, folks. This world is going to be a jungle. This world under the direction of the papacy, this world is not going to be a paradise, it's going to get worse and worse, and the excuse is going to be it's because this little group of people doesn't go long. Notice, “…but when God shall bid His angels loose the winds, there will be such a scene of strife as no pen can picture.”

 

Ellen White menulis di Vol. 6 Testimonies hal. 408, “…Roh Allah yang selama ini mengendalikan, sekarang sedang ditarik dari dunia. Angin kencang, badai, topan, api, dan banjir, bencana di laut dan darat terjadi berturut-turut secara cepat. Sains berusaha menjelaskan semua ini. …”  apakah sains sekarang sedang berusaha demikian? Tentu saja!    “…Tanda-tanda yang menyatakan mendekatnya kedatangan Anak Allah, yang semakin menebal mengepung kita, diatributkan kepada penyebab apa saja selain penyebabnya yang benar. …”  inikah yang terjadi sekarang? Percayalah!    “…Manusia tidak bisa melihat para malaikat penjaga yang sedang menahan keempat angin agar angin itu tidak bertiup sebelum hamba-hamba Allah dimeteraikan. …”  dan sekarang simak. Yang kita lihat ini belum apa-apa, Saudara-saudara. Dunia ini akan menjadi hutan rimba. Dunia ini di bawah kepemimpinan Kepausan dunia ini tidak akan menjadi surga, malah akan menjadi semakin lama semakim buruk, dan alasannya nanti ialah karena ada sekelompok kecil manusia yang tidak mau mengikuti. Simak, “…Tetapi ketika Allah menyuruh malaikat-malaikatNya melepaskan angin-angin itu, akan ada adegan kekacauan yang tidak dapat ditulis pena mana pun…” 

 

 

But God will take care of His remnant, those who respect His Authority and keep His day as the sign of submission to His authority.

So the decision is Seal of God or mark of the Beast, the decision is very simple. Do you respect the authority of God and keep His holy Sabbath as an evidence that you accept His authority, or do you observe Sunday the sign of authority of the Roman Catholic Church and submit to its authority. That is the issue that will separate the vast majority of the world with a small faithful remnant at the end of time.

May God bless us and help us to make the right decision, to choose to be on God's side, even if we are in the minority, even if we are persecuted, let us be faithful to God, because those who are faithful have a brilliant and glorious future

 

Tetapi Allah akan memelihara umatNya, mereka yang menghormati autoritasNya dan memelihara hariNya sebagai tanda mengakui autoritasNya.

Jadi keputusannya ialah Meterai Allah atau tanda Binatang, keputusannya sangat sederhana. Apakah  kita menghormati autoritas Allah dan memelihara SabatNya yang kudus sebagai bukti kita menerima autoritasNya, atau apakah kita memelihara hari Minggu tanda autoritas gereja Roma Katolik dan tunduk kepada autoritasnya. Itulah isunya yang akan memisahkan mayoritas besar dunia dengan sekelompok kecil umat sisa yang setia pada akhir zaman.

Semoga Allah memberkati kita dan menolong kita untuk membuat keputusan yang benar, agar memilih berada di pihak Allah walaupun kita masuk minoritas, walaupun kita dipersekusi, hendaknya kita setia kepada Allah, karena mereka yang setia memiliki masa depan yang cemerlang dan mulia.



01 10 21

 

No comments:

Post a Comment