THE
BOOK OF HEBREWS
Part 13/14 – Walter Veith
CHAPTER 12 ~ AUTHOR AND FINISHER
https://www.youtube.com/watch?v=JxA4NRu4D4c
Dibuka dengan doa
Hebrews 12:1
Hebrews chapter 12 let's start with verse 1. “1
Wherefore seeing we also are compassed about with so great a cloud of
witnesses…” having just done Hebrews chapter 11
with that magnificent history of those that stood for righteousness and truth, “…let us lay aside every weight, and the sin
which doth so easily beset us, and let us run with patience the race that is
set before us…”
This is a very important opening statement. He takes us through the
history, he takes us through the struggles and trials of those that went
before, and then he says, “…let us lay aside every weight, and the
sin which doth so easily beset us…”
There are two things here:
ü there's a weight that we carry
ü and there is the sin that is part of our
sinful nature that so easily beset us.
“…and let us run with patience the race
that is set before us…”
Now it's interesting that he says “run”, he doesn't say “walk”, nor does he
say “sit still”. While the stream of popular thinking takes us where we do not
want to go, I cannot sit and just go along with the flow. We need to be filled
with zeal for God and a passion for the souls for whom He died.
And I know the Bible says, Jesus walked. But He was God. He was never,
never, late for any occasion, even if the person that He had to heal was
already dead, He was never ever late.
Ibrani 12:1
Ibrani 12, mari kita mulai
dengan ayat 1. “1 Karena melihat
bahwa kita juga dikelilingi oleh awan
saksi-saksi yang sedemikian besarnya…”
setelah baru menyelesaikan Ibrani pasal
11 dengan sejarah yang luar biasa dari mereka yang telah berdiri teguh untuk
yang benar dan kebenaran, “…marilah kita menanggalkan semua beban dan
dosa yang begitu mudah menjerat kita, dan marilah kita lari dengan tekun dalam perlombaan
yang tersedia di hadapan kita…”
Ini adalah pernyataan pembuka yang sangat penting. Paulus
membawa kita melalui sejarah, dia membawa kita melalui pergumulan-pergumulan
dan ujian-ujian mereka yang hidup sebelumnya, dan kemudian dia berkata
“…marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu mudah menjerat kita…”
Ada dua hal di sini:
ü ada beban yang kita bawa
ü dan ada dosa yang adalah bagian dari kodrat berdosa kita
yang begitu mudah menjerat kita.
“…dan marilah
kita lari dengan tekun dalam perlombaan yang tersedia
di hadapan kita.”
Nah, yang menarik dia mengatakan “lari”, dia tidak
mengatakan “jalan” maupun “duduk diam”. Sementara cara berpikir
yang populer membawa kita ke mana kita
tidak mau pergi, saya tidak bisa duduk saja dan tidak berbuat apa-apa. Kita perlu dipenuhi oleh semangat yang
berkobar bagi Allah dan gairah bagi jiwa-jiwa
untuk siapa Kristus sudah mati.
Dan saya tahu Alkitab berkata, Jesus berjalan. Tetapi Dia
Allah. Dia sama sekali tidak pernah terlambat untuk peristiwa apa pun, bahkan
saat orang yang harus disembuhkanNya sudah mati pun, Dia sama sekali
tidak pernah terlambat.
But if we go to the disciples, they ran. Those two disciples from Emmaus,
they ran all the way back. Peter ran to the tomb, Peter ran back. They were
always running. And so Paul also says we must “run with
patience”.
If we go to Philippians 3:13 it says,“13
Brethren, I count not myself to have apprehended: but this one thing I do,
forgetting those things which are behind, and reaching forth unto those things
which are before, 14 I press toward the mark for the prize of the
high calling of God in Christ Jesus.”
There is an action that we have to partake in, we have to run, we have to
press forward, there will be obstacles, many of them, but we are not
such that turn back.
Tetapi kalau kita ke para murid, mereka lari. Dua murid
dari Emaus, mereka lari sepanjang jalan kembali. Petrus lari ke kubur, Petrus
lari kembali. Mereka selalu lari. Maka Paulus berkata kita harus “lari dengan
tekun”.
Jika kita ke Filipi 3:13, dikatakan, “13 Saudara-saudara, aku tidak bisa memperhitungkan diriku sendiri telah mengerti, tetapi satu perbuatan ini aku lakukan: melupakan hal-hal yang ada di belakang dan menjangkau hal-hal
yang ada
di depan, 14 aku maju dengan gigih ke titik tujuan untuk memperoleh hadiah dari panggilan luhur Allah dalam
Kristus Yesus.”
Ada tindakan di mana kita harus ambil bagian, kita harus
berlari, kita harus maju dengan gigih, akan ada
kendala-kendala, banyak tentunya, tetapi kita
bukanlah mereka yang berputar balik.
Some of my thoughts here.
In order to be able to run, we need to strip unnecessary burdens from us. We
have to take that weight off, as Paul said. So what are those burdens that we carry around
with us? Obviously the burden of sin. But then there's the
burden of wrong friendships. It's hard to go against the grain, especially
young people. Peer pressure is a major-major problem in this world. Wrong
habits, wrong diets, wrong entertainment, unbelief, doubt, those are all
burdens that we carry around with us. In fact anything that slows us
down or slackens our zeal, we must put it aside, particularly in the times we
are living in. Athletes do this for a belt that they put around themselves, and
that they display very proudly; and they do it for a belt that they will never
wear, or a cup that they will never use. How about doing it for a cup that will
never be empty? Isn't that a possibility?
Beberapa pemikiran saya di sini.
Agar bisa berlari, kita harus melepaskan semua beban yang
tidak perlu pada kita. Kita harus mencopot beban itu, seperti kata Paulus.
Kalau begitu apakah beban-beban yang
kita bawa serta?
Jelas, beban
dosa. Tetapi kemudian ada beban pertemanan yang salah. Melawan arus itu sulit, terutama bagi orang-orang muda. Tekanan dari teman sekelompok adalah masalah yang amat
sangat besar di dunia ini. Kebiasaan
yang buruk, diet yang buruk, hiburan yang salah, ketidakpercayaan,
keragu-raguan, itulah semua beban yang kita bawa beserta kita.
Sesungguhnya segala yang memperlambat kita, atau menurunkan semangat kita,
harus kita kesampingkan, terutama di masa di mana kita hidup sekarang. Para
atlet melakukan ini demi sebuah sabuk yang mereka lingkarkan pada diri mereka
sendiri, yang mereka pamerkan dengan bangga; mereka melakukannya demi sebuah
sabuk yang tidak akan pernah mereka kenakan
sehari-hari, atau
sebuah piala yang tidak akan pernah mereka gunakan. Bagaimana kalau
melakukannya demi sebuah piala yang selamanya tidak akan kosong? Bukankah itu
suatu kemungkinan?
Laying aside these burdens will not deprive us, but will fill us.
Luke 6:38 says, “38
Give, and it shall be given unto you: good measure, pressed down, and shaken
together, and running over, shall men give into your bosom. For with the same
measure that ye mete withal it shall be measured to you again.”
So there is no problem of running out, because God will fill that cup over,
and over, and over again. But He can only fill a cup that has been emptied. So
pour it out, keep running, keep spreading the gospel, speak to your friends,
speak to your family, there will be opposition, but don't give up, press
towards the goal.
Mengesampingkan beban-beban ini tidak akan membuat kita
kehilangan, melainkan akan membuat kita penuh.
Lukas 6:38 mengatakan, “38 Berilah, dan itu
akan diberikan padamu: takaran yang
baik, yang dipadatkan, yang dikocok bersama,
dan yang melimpah ke luar, akan diberikan ke dalam ribaanmu. Sebab dengan ukuran yang sama yang kamu
pakai untuk mengukur demikianlah itu akan
diukurkan kepadamu lagi."
Jadi tidak akan ada masalah kehabisan, karena
Allah akan mengisi cawan itu berulang-ulang lagi. Namun Dia hanya bisa mengisi
sebuah cawan yang sudah dikosongkan. Jadi curahkan
semua, berlarilah
terus, terus menyebarkan injil, bicaralah kepada teman-teman kita, bicaralah kepada
keluarga kita, pasti akan ada pertentangan, tetapi jangan putus asa, majulah
dengan gigih menuju sasarannya.
Unbelief and
doubt are not desirable attributes worthy of Nobel
prizes or positions of prominence in academia. The world does that very well. But
with God it means absolutely nothing. In fact they are a disease of the soul: this
unbelief; for which there is only one cure, but few are willing to accept it. God never requires us to give up anything without
providing something infinitely better. We always have this notion, “I
don't want to give this up, I don't want to give that up. It's hard to give up
this, it's hard to give up that.” This habit is very hard to give up. But God
has something better in every single case. We have to lay down the burdens
which slow us down, and pick up those burdens which are light. My yoke is
light, because He's pulling along with us. But He can only pull together with
us if we are in harmony with His will, otherwise we are pulling at cross
purposes.
Ketidakpercayaan
dan keraguan bukanlah atribut yang layak mendapatkan hadiah Nobel atau
posisi akademis yang menonjol. Dunia mahir melakukan itu. Tetapi pada Allah itu
sama sekali tidak ada artinya. Bahkan mereka itu penyakit jiwa, ketidakpercayaan ini,
untuk mana hanya ada satu obatnya, tetapi hanya sedikit yang mau menerimanya.
Allah tidak pernah
minta kita melepaskan apa pun tanpa menyediakan sesuatu yang jauh lebih baik. Kita selalu punya pendapat
ini, “Saya tidak mau melepaskan ini, saya tidak mau melepaskan itu, sulit
melepaskan ini, sulit melepaskan itu.” Kebiasaan ini sangat sulit dilepaskan.
Tetapi Allah punya sesuatu yang lebih baik untuk setiap kasus. Kita harus
meletakkan beban-beban kita yang memperlambat kita, dan mengangkat beban-beban
yang ringan. Kuk-Ku itu ringan (Mat. 11:30), karena Dia memikulnya
bersama dengan kita. Tetapi Dia hanya bisa memikulnya bersama kita jika kita
ini serasi dengan kehendakNya, kalau tidak, kita akan menarik ke arah yang berlawanan.
Hebrews 12:2
Hebrews 12:2 gives us the solution of how to do this, “2
Looking unto Jesus the Author and Finisher of our faith; who for the joy that
was set before Him endured the cross, despising the shame, and is set down at
the right hand of the throne of God.”
That is our recipe. Our recipe is to put on the yoke, and together with
Christ pull this wagon through the Jordan. And “for the joy set
before” us, which is the promise that is awaiting
us, “despising the shame” that comes along with pulling on this
yoke, and one day be in direct communication face to face with God.
Ibrani 12:2
Ibrani 12:2 memberi kita solusinya bagaimana melakukan
ini. “2 Memandang kepada Yesus, Pencipta dan Penuntas iman kita, yang
demi sukacita yang tersedia di hadapanNya, menanggung salib, mengabaikan aibnya, dan didudukkan di sebelah tangan kanan takhta Allah.”
Inilah resep kita. Resep kita ialah mengenakan kuk, dan
bersama Kristus menarik kereta ini melalui Yordan. Dan “demi sukacita yang tersedia di hadapan” kita, yaitu janji yang menantikan kita, “mengabaikan aibnya” yang timbul dari menarik kuk ini, dan
suatu hari akan berada dalam komunikasi
langsung berhadapan muka dengan Allah.
Hebrews 12:3-6
The KJV continues with the heading “Do Not Grow Weary”. Hebrews 12:3, “3 For
consider Him that endured such contradiction of sinners against Himself, lest
ye be wearied and faint in your minds…” whenever you
preach the gospel, you will have opposition, and the opposition will come from all quarters. The most painful
opposition is when it comes from within, and it will come from within. So “consider Him that endured such
contradiction of sinners against Himself”. So why should we be spared? Verse 4, “…4 Ye have not yet resisted
unto blood, striving against sin….” A friend of mine once said when I asked him how do you endure it when your
own associates give you such blazes? He said, “My High Priest has not yet
flogged me.” So maybe we should have a similar attitude. Our High Priest has
not yet flogged us. He might have picked up the stick and rattled it, and hit
the desk, but He hasn't drawn blood yet. Verse 5, “…5 And ye have forgotten the
exhortation which speaketh unto you as unto children, ‘My son, despise not thou
the chastening of the Lord, nor faint when thou art rebuked of Him: 6
For whom the Lord loveth He chasteneth, and scourgeth every son whom He
receiveth.’…” That's actually a term of
endearment. So we should not
despise the chastening that we receive. We often rebel against the chastening, or we
become discouraged because of the chastening. But the chastening is
actually a reminder that we are sons, and so we should not despise it, because we must know that God loves us if He is working
on our characters, if He is hewing and squaring those stones in the
quarry of life.
Ibrani 12:3-6
KJV melanjutkan dengan judul
“Jangan Menjadi Lelah”. Ibrani 12:3, “3 Karena pikirkanlah
Dia yang telah menanggung perlawanan orang-orang berdosa terhadap Diri-Nya,
supaya jangan kamu menjadi lelah dan lemah di pikiranmu…”
Di mana pun kita menyampaikan injil, kita
akan bertemu
perlawanan, dan lawan akan
datang dari segala penjuru. Yang paling menyakitkan ialah bila perlawanan itu
datang dari dalam, dan pasti itu akan datang dari dalam. Jadi “pikirkanlah Dia
yang telah menanggung perlawanan orang-orang berdosa terhadap Diri-Nya.” Kalau Yesus menanggungnya, mengapa kita harus
diluputkan dari itu? Ayat 4, “4 Kamu
belum sampai mencucurkan darah, dalam bergumul melawan
dosa…” Ketika saya bertanya kepadanya bagaimana dia bisa tahan
ketika rekannya sendiri menyerangnya sekeras itu, seorang teman saya pernah
berkata, “Imam Besar saya belum mendera saya.” Jadi barangkali kita harus
mempunyai sikap yang sama.
Imam Besar kita masih belum mendera kita. Dia mungkin sudah memungut tongkat
dan menggoyang-goyangnya, dan memukulkannya ke atas meja, tapi Dia masih belum
melukai kita sampai berdarah. Ayat 5,
“…5 Dan kamu sudah lupa akan teguran yang berbicara kepada kamu seperti
kepada anak-anak, ‘Hai anakku, janganlah membenci
hajaran Tuhan, maupun
menjadi lemah apabila engkau ditegur-Nya;
6 karena siapa yang dikasihi Tuhan, Ia
menghajarnya, dan
mencambuk setiap anak yang diterima-Nya.’…”
Sesungguhnya itu adalah
ungkapan rasa sayang. Jadi janganlah kita membenci
hajaran yang kita terima. Kita
sering memberontak, atau kita menjadi kecil hati karena hajaran itu, tetapi hajaran itu
sesungguhnya adalah peringatan bahwa kita adalah anak-anak, dan oleh karenanya
tidak seharusnya kita benci, karena kita harus
mengetahui bahwa Allah mengasihi kita jika Dia sedang membenahi karakter kita,
jika Dia memahat dan memotong batu-batu itu di tempat
penggalian batu kehidupan.
So let's go to our chiasm of chapter 12. And this is quite a long one it
has A, B, C, D, construction and the reverse C’, B’, A’. Let's have a look at
it.
Jadi mari ke kiasma kita di pasal 12. Dan ini agak
panjang, ada konstruksi A, B, C, D, dan kebalikannya C’, B’, A’. Mari kita
lihat.
A: Hebrews
12:1, again this is only one of many. It is such an impossibility to get them
all together. So it's really a fascinating study when one looks at these
chiastic structures.
“1
Wherefore seeing we also are compassed about with so great a cloud of
witnesses, let us lay aside every weight, and the sin which doth so easily
beset us…” So the sin is the problem.
A’: and if we look at the opposite A’ Hebrews 12:4 “…striving
against sin…” then it says, you must strive against sin.
B: and then this B part of verse 1
says, “and let us run with patience the race*) that is set before us”. Now there's a *) little star
there. Let's see what that means. It means that the Greek word for “striving” is
derived from the same word as “to race”. So “striving” and “race” are derived from the
same source.
B’: So if we go to the B component of this chiasm, then you
have Hebrew 12:4, “ye have not yet resisted unto blood, striving”, so “race”, “striving”, “striving”.
C: Then we look at the C component, Hebrews 12:2, “2 Looking unto Jesus the Author and Finisher of our faith; who for the joy that
was set before Him endured the cross, despising the shame…”
C’: we go to the opposite C’, Hebrews 12:3, “3 For
consider Him that endured such contradiction of sinners against Himself, lest
ye be wearied and faint in your minds.”
D: And then we come to the heart of the matter, Hebrews 12:2, “and
is set down at the right hand of the throne of God.”
So all the problems are put into chiastic
structure, the obstacles that we face; but the end product is the heart of the
matter, “set down at the
right hand of the throne of God” or present you
faultless before His glory, if it is in connection with His subjects or His brethren
as He calls them.
Beautiful chiastic structure.
Again the heart of the matter is, yes, you will have obstacles; yes, you
will have opposition; but look at the final product.
A: Ibrani 12:1, lagi-lagi ini hanya satu
dari sekian banyak. Mustahil mendapatkan semuanya. Jadi ini benar-benar
pelajaran yang menarik bila kita menyimak struktur-struktur kiastik ini.
“1 Karena melihat bahwa kita juga dikelilingi oleh awan saksi-saksi yang sedemikian besarnya,
marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu mudah menjerat kita…” Jadi dosa itulah masalahnya.
A’: dan jika menyimak lawannya A’
Ibrani 12:4, “bergumul melawan
dosa” lalu
katanya, kita harus bergumul melawan dosa.
B: dan kemudian B ini bagian ayat 1 mengatakan, “marilah kita lari dengan tekun dalam perlombaan*) yang tersedia
di hadapan kita” Nah, ada sebuah *) bintang kecil di sana. Mari kita simak apa
artinya. Artinya kata Greeka untuk “bergumul” itu diambil dari kata yang sama
dengan “berlomba”. Jadi “bergumul”
dan “berlomba” berasal dari sumber kata yang sama.
B’: Maka jika
kita ke komponen B dari kiasma ini, maka ada Ibrani 12:4, “4
Kamu belum sampai mencucurkan darah, dalam bergumul” Jadi “lomba”, “bergumul”, “bergumul”.
C: Kemudian
kita simak ke komponen C, Ibrani
12:2, “ 2 Memandang kepada Yesus, Pencipta
dan Penuntas iman kita, yang demi sukacita yang tersedia di hadapanNya, menanggung salib, mengabaikan aibnya…”
C’: kita ke
lawannya C’, Ibrani 12:3, “3 Karena
pikirkanlah Dia yang telah menanggung perlawanan orang-orang berdosa terhadap
Diri-Nya, supaya jangan kamu menjadi lelah dan lemah
di pikiranmu.
D: Kemudian kita tiba di inti
masalahnya, Ibrani 12:2 “dan
didudukkan di sebelah tangan kanan takhta Allah.”
Jadi semua
masalah ditempatkan dalam struktur kiastik, kendala-kendala yang kita
hadapi, tetapi hasil akhirnya ialah intinya, “didudukkan di
sebelah tangan kanan takhta Allah” atau mempersembahkan kamu tanpa cacat di
hadapan kemuliaanNya, jika itu berkaitan dengan rakyatNya atau
saudara-saudaraNya sebagaimana Dia menyebut mereka.
Struktur kiastik yang indah.
Lagi-lagi inti topiknya ialah, benar, akan ada
kendala; ya, kita akan mendapat perlawanan; tetapi lihatlah hasil akhirnya.
Psalms 34:19 says, “19
Many are the afflictions of the righteous: but the LORD delivereth him out of
them all.”
The world is diametrically opposed to the will of God and afflictions
are God's methods of teaching us to avoid the ways of the world. If we
run with the world, we will bump our heads. If we run with friends who give bad
advice, we will bump our heads. And God uses these circumstances, and He
teaches us lessons. And we all know that the next generation won't accept
readily what the previous generation has recommended, because we want to bump
our own heads, we want to show that we are just as stupid as the previous generation.
In fact we want to improve on the previous generation. That's why the
Israelites serve as a perfect example. And we as the improvers on their
activities of whatever they were, their unsuccessful activities, we are going
to repeat the history because that's the nature of man. But if you can come out
of the cycle and you can learn from what is written in the Scriptures, you can
save yourself a lot of pain.
Mazmur 34:19 mengatakan, “19 Banyaklah
penderitaan orang yang benar, tetapi
TUHAN menyelamatkan dia dari semuanya itu.”
Dunia ini bertentangan 180 derajat dengan kehendak Allah,
dan penderitaan adalah cara Allah
mengajar kita untuk menjauhi jalan-jalan dunia. Jika kita
berlari bersama dunia, kepala kita akan terbentur. Jika kita berlari dengan
teman-teman yang memberikan nasihat yang buruk, kepala kita akan terbentur. Dan
Allah menggunakan kondisi-kondisi ini, dan Dia mengajar kita
pelajaran-pelajaran. Dan kita semua tahu bahwa generasi berikutnya tidak akan
menerima dengan mudah apa yang direkomendasikan oleh generasi sebelumnya,
karena kita mau membenturkan kepala kita sediri, kita mau membuktikan bahwa
kita sama tololnya dengan generasi sebelumnya. Bahkan kita mau mengungguli
generasi sebelumnya. Itulah mengapa bangsa Israel berfungsi sebagai contoh yang
tepat. Dan kita sebagai orang-orang yang mengungguli aktivitas mereka apa pun itu,
aktivitas-aktivitas mereka yang gagal, kita akan mengulangi
sejarah karena demikianlah kodrat manusia. Tetapi jika kita bisa lolos dari
lingkaran itu dan kita bisa belajar dari apa yang tertulis di Kitab Suci, kita
bisa menghindarkan diri sendiri dari banyak rasa
sakit.
So “despise
not thou the chastening of the Lord, nor faint” those are the words of Paul in this verse 5. So verse 5 tells us that some
despise the chastisement, and if we look at the Spirit of Prophecy in the many-many
statements in the Spirit of Prophecy ~ many of them are of a personal nature ~ did people despise them? Yes, they despised them to this day.
Whereas if they would do some introspection they would see that God is
absolutely right after all. So some despise it, some faint under it and become
despondent, they develop doubt and distrust in God and turned from the faith.
So what is the solution? Well, let's continue with the book of Hebrews chapter
12.
Jadi “janganlah
membenci hajaran Tuhan, maupun menjadi lemah” itulah kata-kata
Paulus di ayat 5 ini. Jadi ayat 5 memberitahu kita bahwa ada yang membenci
hajaran, dan bila kita melihat ke Roh Nubuat dalam banyak-banyak pernyataan Roh
Nubuat
~ yang sebagian besar bersifat pribadi ~ apakah orang-orang membencinya? Ya, mereka membencinya
hingga hari ini. Sementara jika mereka mau melakukan introspeksi, mereka akan
melihat bahwa Allah itu toh memang benar. Maka ada yang membencinya, ada yang
melemah karenanya dan menyerah, timbul keraguan dan rasa tidak percaya pada
Allah, dan berbalik dari iman. Jadi, apa solusinya? Mari kita lanjut dengan
Ibrani pasal 12.
Hebrews 12:7-9
He tells us, “7
If ye endure chastening, God dealeth with you as with sons; for what son is he
whom the father chasteneth not? 8 But if ye be without chastisement,
whereof all are partakers…” so don't think
that if you come into the family of God that you will not receive corrective
measures, that there will be no chastisement. We believe ~ many of us ~ that when we finally accept the truth, that everything will be sunshine
and roses, all the obstacles will be removed. No! That's when they begin,
because then it has to be tested whether this can endure, whether it is genuine
or whether it is spurious. So all are partakers of chastisement, so nothing
strange; because if you are not a partaker of the chastisement the verse says, “…then are ye bastards…” illegitimate children, “…and not sons…” So rather than rebelling against it, or
becoming bitter let's decide to get better. “…9
Furthermore we have had fathers of our flesh which corrected us, and we gave
them reverence: shall we not much rather be in subjection unto the Father of
Spirits, and live?” So this is a
very important statement. Our fathers all corrected us, and sometimes wrongly,
sometimes we received a correction which was not our faults; and you know many
a parent knows that if the culprit screams blue murder, then he was probably
not responsible for what happened; whereas if he takes it relatively quietly,
then you know that he's the guilty party. But God is all-knowing He never makes
a mistake. So in other words He's asking us, drink the cup, because that's the
only remedy, the only remedy to get rid of this burden that we carry around
with us. Also the burden of self-esteem that needs to go.
Ibrani 12:7-9
Paulus memberitahu kita, “7Jika kamu bertahan
dihajar; Allah memperlakukan kamu seperti terhadap
anak-anak (pewaris); karena anak macam apa yang tidak dihajar oleh ayahnya? 8
Tetapi, jikalau kamu tidak mendapat hajaran, di
mana semua mendapat bagian…” jadi jangan sangka jika kita masuk ke keluarga Allah lalu
kita tidak akan mendapat teguran korektif, bahwa tidak akan ada hajaran. Banyak
dari kita meyakini bahwa ketika akhirnya kita menerima kebenaran, segalanya
akan seperti hari cerah dan bunga mawar, semua kendala akan disingkirkan.
Tidak! Itulah saatnya mereka mulai, karena pada saat itu mereka harus diuji
apakah mereka akan bertahan, apakah itu tulus
atau palsu. Jadi semua mendapat bagian dihajar, jadi tidak ada yang aneh,
karena bila kita tidak mengambil bagian dalam hajaran, ayat ini berkata, “…maka
kamu adalah anak-anak haram…” anak-anak tidak resmi “…dan bukan anak-anak (pewaris)…” Jadi daripada memberontak melawannya, atau menjadi getir,
marilah kita memutuskan untuk menjadi lebih baik. “…9 Apalagi
kita sudah pernah memiliki ayah manusia yang
mengoreksi kita, dan kita memberi mereka
hormat; tidakkah lebih baik kita tunduk kepada Bapa dari segala roh, dan hidup?…”
Jadi ini adalah pernyataan yang sangat
penting. Ayah-ayah kita semua mengoreksi kita, dan terkadang tidak tepat,
terkadang kita mendapat koreksi padahal itu bukan salah kita, dan banyak
orangtua tahu jika yang disalahkan
berteriak-teriak dia tidak bersalah, maka kemungkinan apa yang terjadi bukan
kesalahannya; sementara jika dia menerimanya dengan lumayan diam, maka kita
tahu dialah yang bersalah. Tetapi Allah itu mahatahu, Dia tidak pernah salah.
Jadi dengan kata lain, Dia minta kita untuk minum cawan itu, karena itulah
satu-satunya obat, satu-satunya penyembuh untuk menyingkirkan beban ini yang
kita bawa ke mana-mana bersama kita. Juga beban harga diri harus disingkirkan.
So let's go a little bit into the history of the early church and look at
the request of James and John.
In Mark 10:35 it reads, “35 And James and John, the sons
of Zebedee, come unto Him, saying, ‘Master, we would that Thou shouldest do for
us whatsoever we shall desire.’…” that's a marvelous request. Verse 36, “…36
And He said unto them, ‘What would ye that I should do for you?’ 37
They said unto Him, ‘Grant unto us that we may sit, one on Thy right hand, and
the other on Thy left hand, in Thy glory.’ 38 But Jesus said unto
them, ‘Ye know not what ye ask. Can ye drink of the cup that I drink of, and be
baptized with the baptism that I am baptized with?’ 39 And they said
unto Him, ‘We can.’ And Jesus said unto them, ‘Ye shall indeed drink of the cup
that I drink of; and with the baptism that I am baptized withal shall ye be
baptized.’…” I don't think they quite realized what was
going to happen here. This is amazing. The very first martyr was James, thrust
through with a sword by Herod; and John was thrown into boiling oil and ended
up on the island of Patmos, but he survived by a miracle of God.
Jadi mari kita lanjut ke sedikit sejarah gereja mula-mula
dan coba lihat permintaan Yakobus dan Yohanes.
Di Markus 10:35 ditulis, “35 Dan
Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, datang
kepadaNya berkata, ‘Guru, kami harap Engkau berkenan
melakukan bagi kami apa pun yang kami inginkan.’…” ini permintaan
yang luar biasa. Ayat 36, “…36 Dan Dia berkata kepada mereka, ‘Apa yang kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?’ 37
Mereka berkata kepadaNya, ‘Berikanlah kepada kami agar kami
boleh duduk satu di tangan kanan-Mu, dan yang lain di tangan
kiri-Mu, dalam kemuliaan-Mu.’ 38
Tetapi kata Yesus kepada mereka, ‘Kamu tidak tahu apa yang kamu minta. Bisakah kamu meminum cawan yang Aku minum dan dibaptis dengan baptisan yang Aku dibaptis?’
39 Dan mereka berkata kepadaNya, ‘Kami bisa.’ Dan Yesus berkata kepada mereka, ‘Kamu memang akan
meminum cawan yang Aku minum dan dengan baptisan yang Aku dibaptis, kamu akan
dibaptis.’…” Saya rasa mereka tidak sepenuhnya sadar
apa yang akan terjadi. Ini mengagumkan. Martir yang pertama adalah Yakobus,
ditembus dengan pedang oleh Herodes; dan Yohanes dilemparkan ke dalam minyak
mendidih dan berakhir di pulau Patmos, tetapi dia selamat oleh mujizat Allah.
Hebrews 12:10
Verse 10 in Hebrews chapter 12 says, “10 For
they verily for a few days chastened us after their own pleasure…” speaking of our earthly fathers “…but He for our profit, that we might be
partakers of His holiness.”
Let me give us a note here of warning from the testimonies.
“They who claim to be sinless
are in the position of the Pharisee,
who made boast before God of his alms-giving, thanking
God that he was not
like
the publican. But the poor publican had no piety or goodness
to boast of, but, bowed down with grief and shame, sent up from his stricken soul a
longing cry for God’s mercy. He dared not even cast his sinful
eyes toward Heaven , but beat his breast
and prayed, ‘Lord,
be merciful to me a sinner.’
The sin-pardoning Redeemer tells us
that this man went to his house justified rather than the other. Those who are whole need not a physician,
and those who consider themselves sinless
do not experience that yearning
for the wisdom, light and strength
of Jesus. They are content with their
attainments, and hear not the blessed words, ‘Thy sins be forgiven thee.’ They feel no necessity for growth in grace. They feel not as Paul did, that he must keep his body under, lest, after preaching to others, he should himself be a cast-away. The apostle declared that he died daily. He was every day
battling with temptation, and hiding
himself in Christ. Men
who boast of their holiness are far from God; they
have not Jesus in their hearts, and do not realize their own unworthiness. (Life
Sketches James and Ellen White 1880 pg. 211)
So when we receive chastisement, it is just, it is necessary for our
Christian growth.
Ibrani 12:10
Ayat 10 di Ibrani pasal 12
berkata, “10 Sebab sesungguhnya mereka menghajar kita untuk beberapa hari sesuai kehendak mereka sendiri…” bicara tentang ayah-ayah
manusia kita, “…tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan
kita, supaya kita boleh mendapat bagian dalam kekudusan-Nya.”
Saya akan memberikan suatu peringatan dari Kesaksian.
“Mereka yang mengklaim tidak punya dosa berada di posisi si orang Farisi,
yang menyombong di hadapan Allah tentang kedermawanannya, mengucapkan terima
kasih kepada Allah bahwa dia tidak seperti si pemungut cukai. Tetapi si
pemungut cukai yang malang, tidak memiliki kesalehan atau
kebaikan yang bisa dibanggakan, melainkan tertunduk dengan sedih dan malu,
mengirimkan dari hatinya yang hancur suatu jeritan yang merindukan pengampunan
Allah. Dia bahkan tidak berani mengangkat matanya yang berdosa ke Surga, tetapi
memukuli dadanya sendiri dan berdoa, ‘Tuhan, ampunilah aku seorang pendosa.’
Penebus yang maha pengampun mengatakan kepada kita bahwa orang ini pulang ke
rumahnya sebagai orang yang dibenarkan, bukan yang satunya. Mereka yang sehat tidak membutuhkan
seorang dokter, dan mereka yang menganggap diri mereka tidak punya dosa tidak
mengalami kerinduan untuk hikmat, terang, dan kekuatan Yesus. Mereka sudah puas
dengan pencapaian mereka, dan tidak lagi mendengar kata-kata yang penuh berkat,
‘Dosamu diampuni.’ Mereka tidak merasa perlu bertumbuh dalam kasih. Mereka
tidak merasa seperti Paulus, bahwa dia harus menaklukkan tubuhnya, agar jangan
setelah berkhotbah kepada orang lain dia sendiri malah terbuang. Sang rasul
mendeklarasikan bahwa dia mati setiap hari. Dia setiap hari bergumul dengan
pencobaan, dan menyembunyikan dirinya dalam Kristus. Manusia yang menyombongkan
kekudusannya jauh dari Allah; mereka tidak memiliki Yesus dalam hati mereka,
dan tidak menyadari ketidaklayakan diri mereka sendiri.” (Life Sketches James and Ellen White 1880 pg. 211)
Jadi ketika kita menerima
hajaran, itu adil, itu perlu bagi pertumbuhan Kekristenan kita.
Hebrews 12:11
Paul continues saying, “11 Now no chastening for the present seemeth
to be joyous, but grievous; nevertheless afterward it yieldeth the peaceable
fruit of righteousness unto them which are exercised thereby.”
So brethren let us not despise the chastising of the Lord. It will happen,
and it is absolutely essential. We
have to throw those burdens off, and allow Him to chisel those rough edges off,
but we must keep striving forward. We must keep running. We have a job to do.
Ibrani 12:11
Paulus melanjutkan
berkata, “ 11 Nah, tidak ada
hajaran yang saat ini sepertinya menyenangkan,
melainkan menyedihkan. Namun begitu, kemudian ia menghasilkan buah
kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya.”
Jadi saudara-saudara, marilah jangan kita membenci hajaran Tuhan. Itu akan terjadi,
dan itu mutlak dibutuhkan. Kita harus menyingkirkan semua beban,
dan mengizinkan Dia mengikis habis ujung-ujung yang kasar, tetapi kita harus
tetap maju dengan gigih. Kita harus tetap
berlari. Kita punya tugas untuk dilakukan.
If I can summarize: not all affliction is from God either, we
must not forget that, some afflictions come from
another quarter. But all affliction is permitted of
God, and rightly dealt with will lead to a better understanding of
God. God will even allow afflictions to come into the church. God will
allow apostasy to come into the church to create a split within the ranks,
and He will allow it to become so blatant even that those who are just mildly
within the Word will recognize it for what it is.
So life is a school, and the school master is God. If we allow Him to
educate us, we will be fitted for the life to come. Being partakers of
affliction creates a bond of sympathy with the afflicted.
Jika saya bisa menyimpulkan: tidak semua penderitaan berasal dari Allah
juga, kita jangan lupa bahwa beberapa penderitaan datang dari sumber yang lain. Namun semua penderitaan
diizinkan oleh Allah, dan jika ditangani dengan
benar, akan menuntun kepada
pemahaman yang lebih baik akan Allah. Allah bahkan akan
mengizinkan penderitaan untuk masuk ke dalam gereja. Allah akan mengizinkan kemurtadan masuk ke dalam gereja
untuk menimbulkan perpecahan di antara para pemimpin, dan Dia
akan mengizinkan kemurtadan itu menjadi sedemikian menyolok bahkan mereka yang
hanya mengenal sedikit Firman Allah pun bisa mengenalinya sebagaimana adanya.
Jadi hidup ini bangku sekolah, dan kepala sekolahnya
ialah Allah. Jika kita mengizinkan Dia mendidik kita, kita
akan diserasikan untuk kehidupan yang akan datang. Ikut ambil bagian dalam
penderitaan menciptakan suatu ikatan simpati dengan yang menderita.
Only in sorrow can we truly appreciate the land without sorrow. So what
kind of sorrow do we need when we are afflicted? We need a godly sorrow.
2 Corinthians 7:10 says, “10 For
godly sorrow worketh repentance to salvation not to be repented of; but the
sorrow of the world worketh death.”
See, the sorrow of the world is a sorrow of loss.
You are sorrowing for what you have lost as a consequence of your own behavior,
or of afflictions that come your way. But if you are in Christ, no matter how bad
the situation, you will have sorrow, but if it is godly sorrow and it leads to a
change of heart, or change of attitude, or to the acceptance because
God has allowed it, then you can cope, and you can get up, and you can start
running and striving ahead to the goal again.
Hanya dalam duka kita bisa sungguh-sungguh menghargai
negeri yang tanpa duka. Jadi duka macam apa yang kita perlukan ketika kita kena
penderitaan? Kita memerlukan duka yang rohani.
2 Korintus 7:10 mengatakan, “10 Sebab dukacita yang rohani mengerjakan
pertobatan yang membawa kepada
keselamatan, tidak untuk disesali; tetapi dukacita yang dari dunia ini mengerjakan kematian.”
Lihat, duka dunia adalah duka
kehilangan. Kita berduka karena kita telah kehilangan akibat
perbuatan kita sendiri, atau penderitaan yang datang kepada kita. Tetapi bila
kita ada dalam Kristus,
tidak peduli betapa pun jeleknya situasi, kita
akan berduka, tetapi itu duka yang rohani, dan itu membawa
kita kepada perubahan hati, atau perubahan sikap, atau kepada keikhlasan
karena Allah telah mengizinkannya, maka kita bisa mengatasinya, kita bisa
bangkit dan kita bisa mulai berlari dan bergumul untuk maju lagi dengan gigih menuju tujuannya.
So godly sorrow yields fruits of righteousness.
Isaiah 63:9 says, “9 In
all their affliction He was afflicted, and the Angel of His presence saved them.
In His love and in His pity He redeemed them; and He bare them, and carried
them all the days of old.”
And if we cling to these promises, if we internalize them, then no matter
what happens to us, we will be able to bear it, because we've thrown off those
other burdens which are impossible to bear.
And we are heading for such troublous times in the world that we are living
in now, that it is essential that we learn these lessons.
Maka duka yang rohani menghasilkan buah-buah
kebenaran.
Yesaya 63:9 mengatakan, “9 Dalam segala penderitaan mereka, Dia menderita.
Dan Malaikat kehadiranNya menyelamatkan
mereka. Dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya Dia menebus mereka; dan Dia mengangkat mereka dan menggendong mereka selama zaman dahulu kala.”
Dan jika kita berpegang kepada janji-janji ini, jika kita
mencerna mereka, maka apa pun yang terjadi pada kita, kita akan sanggup
menanggungnya karena kita telah melemparkan semua beban yang lain yang mustahil
untuk ditanggung.
Dan kita menuju masa kesukaran yang begitu parah di dunia
di mana kita sekarang hidup, sehingga sangat penting kita mempelajari
pelajaran-pelajaran ini.
Hebrews 12:12-13
Now verse 12 in the book of Hebrews chapter 12, “12
Wherefore lift up the hands which hang down, and the feeble knees…” I mean this chapter here at the end of this
great book is a chapter of encouragement and we need to take it to heart. “…13 And make straight paths for
your feet, lest that which is lame be turned out of the way; but let it rather
be healed.”
Let us not be bogged down by the problems that arise, let those limp hands
that hang down be lifted up, and those feeble knees and let's keep walking. I
always say if I keep putting one foot in front of the other, eventually I’ll
get there. But if I stop because it's too hard, I won't get there. So is there
room for complacency in any of this?
Ibrani 12:12-13
Nah, ayat 12 di kitab Ibrani
12, “12 Sebab itu angkatlah
tangan-tangan yang tergantung, dan lutut-lutut yang goyah…” maksud saya, pasal
ini di sini, menjelang akhir kitab yang luar biasa ini, adalah pasal yang
memberikan dorongan dan kita perlu menyimaknya. “…13 dan luruskanlah jalan bagi
kakimu, supaya jangan sampai yang pincang berpaling pergi, tetapi lebih baik biarlah itu disembuhkan.”
Janganlah kita terbenam oleh masalah-masalah yang timbul.
Hendaklah tangan-tangan yang lunglai yang menggantung ke bawah diangkat, dan
lutut-lutut yang lemah, dan teruslah berjalan. Saya selalu berkata, jika saya
terus menempatkan satu kaki di depan yang lain, akhirnya saya akan sampai.
Tetapi jika saya berhenti karena itu terlalu sulit, saya tidak akan sampai di
sana. Jadi apakah ada tempat untuk perasaan sudah puas dalam hal-hal ini?
Hebrews 12:14-15
Verse 14, “14 Follow peace with all men, and holiness,
without which no man shall see the Lord…” how shall we achieve holiness if we don't allow the Lord to chastise us? It
must be second nature to want to do the will of God.
You know some people pick up the Testimonies
and they read in those Testimonies a number of rebukes, and they rebel against them,
and say, “This is too harsh.” But you could also pick up those same Testimonies
and read the rebukes and say, “Huh! You know what, I’m equally guilty of these
things, Lord help me to correct them, and move from there.” Instead of being in
a rebellious mode, into changing to an accepting mode, and things will change
and your cup will be filled. But empty the dregs of that which is wrong out of
the cup.
This is part of sanctification, it's the work of a lifetime, and God will
finger those things in our lives which are wrong, and He will tell us exactly
where the shoe is pressing on a corn.
Well, alleviate the problem. That is why verse 14 says, “14 Follow peace with all men…” it's not always possible, and the Spirit of Prophecy also tells us that if
it comes to matters of principle, let there even be war. But as far as is
possible the Bible says in other places, “live in peace with all men” (Rom.
12:18), “…and holiness…” sanctification “…without which
no man shall see the Lord. 15 Looking diligently lest any man fail of
the grace of God; lest any root of bitterness springing up trouble you, and
thereby many be defiled.”
That's actually a serious warning. Many-many become bitter under the
chastisement of the Lord, but if we see it in a positive light, we can get up
and we can march on, just like that cloud of witnesses did. And if we look at their lives of chapter 11,
all of them, what they went through, their failures, it shouldn't discourage
us, it should give us hope.
Ibrani 12:14-15
Ayat 14, “14 Kejarlah
kedamaian dengan semua orang, dan kekudusan, tanpa mana tidak seorangpun akan melihat Tuhan…” Bagaimana kita
bisa mencapai kekudusan jika kita tidak
mengizinkan Tuhan untuk mengajar kita? Haruslah menjadi alami untuk mau
melakukan kehendak Allah.
Kalian tahu, ada
orang-orang yang mengambil buku Kesaksian dan mereka membaca sejumlah teguran
di dalam kesaksian-kesaksian itu, dan mereka memberontak terhadapnya, dan
berkata, “Ini terlalu keras.” Tetapi orang juga bisa memungkut
Kesaksian-kesaksian yang sama dan membaca teguran-teguran itu dan berkata,
“Huh! Saya sama bersalahnya seperti hal-hal ini, Tuhan bantulah saya
memperbaiki mereka dan meninggalkan itu.” Sebagai ganti bersikap memberontak,
berubah ke sikap menerima, dan keadaan akan berubah, dan cawan kita akan diisi.
Tetapi buanglah keluar kotoran
kesalahan-kesalahan dari cawan itu.
Ini adalah bagian dari pengudusan, ini adalah pekerjaan
seumur hidup, dan Allah akan menyortir hal-hal itu di dalam hidup kita, mana
yang salah, dan Dia akan memberitahu kita tepatnya di mana sepatu itu menekan
pada mata ikan di kaki. Nah, angkatlah masalahnya. Itulah mengapa ayat 14
berkata, “…14 Kejarlah kedamaian dengan semua orang…” memang tidak selamanya mungkin, dan Roh Nubuat juga
mengatakan kepada kita kalau itu berkaitan dengan persoalan prinsip, biarlah
bahkan sampai terjadi perang. Tetapi sejauh itu mungkin, Alkitab berkata di
ayat yang lain, “Hiduplah dengan damai dengan semua orang” (Rom.
12:18), “…dan kekudusan…” sanctification “…tanpa mana tidak seorang pun akan melihat Tuhan. 15
Berjaga dengan rajin supaya jangan ada
seorang pun gagal mendapatkan kasih karunia
Allah; agar jangan muncul akar kegetiran yang menyusahkan
kamu, dan dengan demikian mencemarkan
banyak orang…” Sesungguhnya ini adalah peringatan yang
serius. Amat banyak orang
menjadi getir karena hajaran Tuhan, tetapi jika kita melihatnya secara positif,
kita bisa bangkit dan melangkah maju, persis seperti yang dilakukan awan-awan
para saksi itu. Dan bila kita melihat hidup mereka di pasal 11, mereka
semuanya, apa yang telah mereka alami, kegagalan mereka, itu tidak akan
mengecilkan hati kita, itu harus memberi kita harapan.
The Spirit of Prophecy says if we are to have pardon for our sins, we must
first have a realization of what sin is, that we may repent and bring forth fruits
meet for repentance. We must have a solid foundation for our faith. It must be
founded on the Word of God and its results will be seen in obedience to God's
expressed will.
Says the apostle, “without holiness no man shall see the
Lord”
this is quoting directly from the book of Hebrews.
Roh Nubuat mengatakan jika kita mau mendapatkan
pengampunan bagi dosa-dosa kita, lebih dulu kita harus menyadari dosa itu apa,
supaya kita bisa menyesalinya dan menghasilkan buah-buah yang sepadan dengan
pertobatan. Kita harus punya fondasi yang solid bagi iman kita. Itu harus
berdasarkan Firman Allah dan hasilnya akan terlihat pada kepatuhan pada
kehendak Allah yang tepat.
Kata rasul ini, “…tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan”
ini dikutip langsung dari kitab Ibrani.
“God has commanded us…”
we read in 5
Testimonies “…’Be ye holy; for I
am holy’ and an inspired apostle declares that without
holiness ‘no man shall see the Lord.’…” now here's a beautiful definition, “…Holiness is agreement with God…” now when I read that, it sort of struck me
between the eyes. “Holiness is agreement
with God”, in other words, if we can come on to the
same wavelength as God, that leads to holiness. And that'll lead to
chastisement, God chastising, and sometimes it takes our own selves to chastise
ourselves too. Because when we realize that we are not thinking or acting in
harmony with God's will, that we are working at cross purposes, it makes us
unhappy. So when we understand God, when we understand why it is essential that
people keep the Law of God, when we understand that there is no way out of this
dilemma but by the blood of Christ, when we come into agreement with this, then
we will understand why there is so much chaos in the world, because the world
is the exact opposite of this. So “…By sin the image of God in man has been marred and well-nigh obliterated; it is the work of the
gospel to restore that which has been lost; and we are to cooperate
with the divine agency in this work. And how can we come into harmony with God, how shall we receive His likeness, unless
we obtain a knowledge of Him? It is this knowledge
that Christ came into the world to reveal unto
us.” (5T pg. 743)
And we will not understand His workings if we do not walk with Him, if we
do not partake in His suffering, if we do not have the challenges that He
faced, how will we understand His character?
“Allah telah
memerintahkan kita…” kita baca di 5 Testimonies, “…’Jadilah kamu kudus karena Aku kudus’ dan seorang rasul yang terilhami menyatakan bahwa tanpa
kekudusan ‘tidak seorang pun akan
melihat Tuhan.’…” Nah, ini adalah definisi yang indah, “…Kekudusan
adalah sepakat dengan Allah…” nah, ketika saya membaca itu, mata saya sepertinya tiba-tiba terbuka. “…Kekudusan
adalah sepakat dengan Allah…” dengan kata lain, jika kita bisa masuk ke gelombang yang sama dengan Allah,
itu akan membawa kepada kekudusan. Dan itu akan membawa kepada hajaran, Allah
yang menghajar, dan terkadang kita sendiri harus menghajar diri kita sediri.
Karena ketika kita menyadari bahwa kita tidak sedang berpikir atau berbuat
selaras dengan kehendak Allah, bahwa kita sedang bekerja dengan tujuan
yang bertolak belakang, itu membuat kita sedih. Maka ketika kita memahami Allah, bila kita memahami mengapa penting bagi
manusia untuk memelihara Hukum Allah, bila kita memahami bahwa tidak ada jalan
keluar dari dilemma ini selain oleh darah Kristus, bila kita tiba pada
kesepakatan ini, maka kita akan mengerti mengapa ada begitu banyak kekacauan di
dunia, karena justru dunia ini adalah kebalikannya. Jadi, “…Karena dosa, gambar Allah dalam manusia menjadi rusak,
dan nyaris lenyap. Pekerjaan injillah yang memulihkan apa yang telah hilang;
dan kita harus bekerjasama dengan agen ilahi dalam pekerjaan ini. Dan bagaimana
kita bisa mencapai keserasian dengan Allah, dan bagaimana kita bisa menerima
keserupaanNya kecuali kita menerima pengetahuan tentang Dia? Justru Kristus
datang ke dunia ini untuk menyatakan pengetahuan ini kepada kita.” (5T pg. 743)
Dan kita tidak akan mengerti pekerjaanNya jika kita tidak
berjalan bersamaNya, jika kita tidak mengambil bagian dalam penderitaanNya,
jika kita tidak menghadapi tantangan-tantangan yang Dia hadapi, bagaimana kita bisa
mengerti karakterNya?
In the Signs of the Times we read, “We must have a
knowledge of ourselves, a knowledge that results in contrition before we can
find pardon and peace. It is only he who knows himself to be a sinner that
Christ can save. We must know our true condition or we shall not feel our need
of Christ's help. We must understand our danger or we shall not flee to the
refuge. We must feel the pain of our wounds or we shall not desire healing.” (ST Apr. 9, 1902)
It's part of the equation.
Di Signs of the Times kita membaca, “…Kita
harus mempunyai pengetahuan tentang diri kita
sendiri, pengetahuan yang menghasilkan penyesalan sebelum kita bisa menemukan
pengampunan dan kedamaian. Hanyalah dia yang mengenal dirinya sendiri sebagai
seorang pendosa yang bisa diselamatkan Kristus. Kita harus tahu kondisi kita
yang sesungguhnya kalau tidak, kita tidak akan merasa membutuhkan bantuan
Kristus. Kita harus mengerti bahayanya atau kita tidak akan kabur ke tempat
perlindungan. Kita harus merasakan sakitnya
luka-luka kita, kalau tidak kita tidak mendambakan penyembuhan.” (ST Apr. 9, 1902)
Ini adalah bagian dari persamaannya.
“We do not realize how near is the end of all things…” and I think this is the crux here. “We do not realize how near is the end of all things…” Many of us have no idea, and if you point out how near the end is, there
will be a furor, an outcry against it. “…We do not sense as we should, the need of being daily overcomers and of securing
the eternal reward. It is those who overcome the temptations that are in the world through lust who are partakers of the divine nature. The sacrifice has been made for us. Will we accept it? (In
Heavenly Places pg. 280)
“Kita tidak menyadari betapa dekatnya akhir
dari segala sesuatu…” dan menurut saya inilah inti
masalahnya. “Kita tidak menyadari betapa dekatnya akhir
dari segala sesuatu…” Banyak dari kita tidak punya
ide, dan jika kita tunjukkan betapa dekatnya akhir itu, akan muncul kemarahan
publik, suatu protes keras menentangnya. “…Kita tidak merasa seperti yang seharusnya kita
rasakan, perlunya setiap hari menjadi pemenang dan
mengamankan pahala yang kekal. Mereka yang menang atas pencobaan akibat
nafsu yang ada di dunia ini,
merekalah yang ambil bagian dalam kodrat ilahi.
Kurbannya telah dibuat bagi kita. Maukah kita menerimanya?” (In
Heavenly Places pg. 280)
So in other words, to be a Christian is to be diametrically opposed to everything that happens in the world. It's a hard call, I agree, it's a difficult
thing to swallow, but that's the way it is. So perhaps we can say that apart from
God there is no holiness. So if God has declared something or someone
holy, it is only because God is in it, or in them, they have become the temple
of the living God. It is not us who have become holy, it is God who is holy IN us, and
THROUGH us.
Psalms 99:9 says, “9
Exalt the LORD our God, and worship at His holy hill; for the LORD our God is
holy.”
That's the only source of holiness. Everything else is defiled by this
thing called sin.
Maka dengan kata lain, menjadi orang Kristen itu bertolak belakang seluruhnya
dengan segala yang terjadi di dunia. Itu adalah tuntutan yang
berat, saya setuju, itu adalah hal yang sulit ditelan, tetapi memang harus
begitu. Jadi barangkali kita bisa mengatakan selain Allah tidak ada kekudusan. Maka,
jika Allah telah menyatakan sesuatu atau seseorang kudus, itu hanya karena Allah ada
dalamnya, atau dalam mereka, mereka telah menjadi Bait Suci Allah yang
hidup. Bukan kita yang telah menjadi
kudus, tetapi Allah yang kudus DI DALAM kita dan MELALUI kita.
Mazmur 99:9
mengatakan, “9 Tinggikanlah
TUHAN, Allah kita, dan sujudlah menyembah di gunung-Nya yang kudus! Sebab
TUHAN, Allah kita itu kudus!”
Itulah
satu-satunya sumber kekudusan. Segala yang lain sudah tercemar oleh yang kita
sebut dosa.
1 Corinthians 3:17 says, “17 If
any man defile the temple of God, him shall God destroy; for the temple of God
is holy, which temple ye are.”
Have we mulled that verse over
enough? “If any man
defile the temple of God…” how can we
defile it?
ü With what we put in it,
ü with what we subject the body to,
ü what we do with it.
What will happen to them that willfully defile the temple of God? God will
destroy it because He cannot live in it. And if it clings to sin then by the
very definition it clings to death, and God is not responsible for that death.
So we have a work to do and we cannot expect God to do a work for us that
we are not willing to do ourselves. We have a part to play. We have to put that
aside which is bad, and walk in the way, and be strengthened and empowered to
do it by the will of God.
1 Korintus 3:17 mengatakan, “17 Jika ada orang yang menajiskan bait Allah, Allah akan membinasakan
dia. Sebab bait Allah itu kudus dan bait
Allah itu ialah kamu.”
Sudahkah kita cukup merenungkan ayat ini
berulang-ulang? “17
Jika ada orang yang menajiskan bait
Allah”, bagaimana kita menajiskannya?
ü dengan apa yang kita masukkan
ke dalamnya,
ü kepada apa kita
buat tubuh itu tunduk,
ü dengan apa yang kita perbuat
padanya.
Apa yang akan terjadi pada mereka yang dengan sengaja menajiskan
bait Allah? Allah akan membinasakannya karena Dia tidak bisa hidup di
dalamnya. Dan jika tubuh itu melekat pada dosa, maka menurut definisinya
sendiri itu melekat kepada maut, dan Allah tidak bertanggungjawab untuk
kematian itu.
Maka kita punya tugas yang harus kita lakukan, dan kita
tidak bisa berharap Allah melakukan suatu pekerjaan bagi kita yang kita tidak
bersedia melakukannya sendiri. Kita punya peranan.
Kita harus mengesampingkan segala yang buruk dan berjalan dalam jalan Allah, dan dikuatkan
dan dimampukan melakukannya oleh kehendak Allah.
So if I can write another analogy, I would say a sunny room is full of
light, but the room is only sunny because sunniness is an attribute of the sun which
fills it. There is no room for self here. It is the sun that makes the room
sunny. So follow the light and there will be peace.
Isaiah 32:17 says, “17 And
the work of righteousness shall be peace; and the effect of righteousness
quietness and assurance for ever.” Now mull that over.
What times are we living in? Pandemics all around us, chaos, natural
disasters, legislations which are draconian, everything is piling up against
us, but “the work of righteousness shall be peace
and the effect of righteousness quietness and assurance forever”, so no matter what the storm is, you can go
through it.
Maka jika saya bisa menulis sebuah analogi yang lain,
saya akan mengatakan suatu ruangan yang kena matahari itu dipenuhi terang,
tetapi ruang itu hanya terang karena terang adalah atribut matahari yang
menyinarinya. Di sini tidak ada tempat untuk diri. Mataharilah yang membuat
ruang itu terang. Maka ikutilah terang dan akan ada damai.
Yesaya 32:17 berkata, “17
Dan hasil pekerjaan kebenaran ialah damai sejahtera; dan akibat kebenaran
ialah ketenangan dan kepastian untuk
selama-lamanya.” Sekarang renungkan
itu.
Kita hidup di
zaman apa? Pandemik mengelilingi kita, kekacauan, bencana alam, peraturan yang sewenang-wenang, segalanya bertumpuk-tumpuk melawan
kita, tetapi “hasil pekerjaan kebenaran ialah damai
sejahtera; dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan kepastian untuk selama-lamanya.” Jadi tidak peduli apa pun badainya, kita bisa
melewatinya.
Jacob and Esau serve as types in the same sense as Cain and Abel serve as
types. It was their choice and their motive that determined the outcome. So God
gave them the truth, and their choice and their motive determined the outcome.
Yakub dan Esau berfungsi sebagai tipe-tipe dalam
pengertian yang sama seperti Kain dan Habel berfungsi sebagai tipe-tipe.
Pilihan mereka dan motif merekalah yang menentukan hasilnya. Maka Allah menyampaikan kepada mereka apa yang benar, dan pilihan mereka dan
motif mereka menentukan hasilnya.
Hebrews 12:16-17
So if we read in Hebrews 12:16 it says, “16
Lest there be any fornicator or profane person as Esau who for one morsel of
meat sold his birthright…” that's
interesting. Here we get the information we don't get in the Old Testament. It
doesn't tell us in the Old Testament that Esau was a fornicator, it doesn't
tell us in the Old Testament that he was profane, but Paul tells us that he
was; so this gives us more insight into his character and why God reacted like
He reacted. Verse 17 says, “…17
For ye know how that afterward, when he would have inherited the blessing, he
was rejected: for he found no place of repentance, though he sought it
carefully with tears.” So wasn't God
going to be merciful and give it to him when he sought it with tears? He was a
fornicator, he was a profane person, he never laid aside his sins, he rebelled
against everything that God stood for, he didn't cry tears here in the end for
what he had done, he cried tears for the loss that he experienced; and that is
not a good motive for your actions.
Ibrani 12:16-17
Maka bila kita baca Ibrani 12:16, dikatakan, “16 Janganlah ada pezinah atau orang
yang cemar seperti Esau, yang demi sepotong daging menjual hak kesulungannya…” ini menarik. Di
sini kita mendapat informasi yang tidak kita peroleh di Perjanjian Lama.
Perjanjian Lama tidak mengatakan bahwa Esau seorang pezinah, tidak mengatakan
bahwa dia cemar, tetapi Paulus mengatakan kepada kita dia begitu; maka ini
memberi kita lebih banyak pengetahuan tentang karakternya dan mengapa Allah
bereaksi seperti reaksiNya. Ayat 17 mengatakan, “…17 Sebab kamu tahu, bagaimana kemudian, ketika ia seharusnya mewarisi berkat itu, ia ditolak;
sebab ia tidak memberi tempat pada pertobatan, sekalipun
ia mencarinya dengan seksama dengan
mencucurkan air mata.” Jadi, tidakkah
Allah bersikap rahmani dan memberinya pengampunan ketika dia mencarinya dengan
air mata? Dia seorang pezinah, dia orang yang cemar, dia tidak pernah
mengesampingkan dosa-dosanya, dia memberontak terhadap segala yang dikehendaki
Allah, pada akhirnya dia tidak menangis karena apa yang telah dilakukannya, dia
menangis karena kehilangan yang dialaminya, dan itu bukanlah motif yang baik
untuk tindakan kita.
So my question is, how many today for a morsel of food are willing to sell
their birthright? How many dull their senses through morsels of food
thus making
it impossible for them to discern spiritual things are right, or read the signs
of the times?
We have warning after warning on this issue, and there are thousands within
our own ranks who for a morsel of food will sell their birthright. How many
will there be when it is too late, they will seek for the birthright with
tears, and not find it? How many virgins ~ if we can add that one ~ lacked oil and missed the banquet?
Maka pertanyaan saya ialah, berapa banyak orang hari ini
yang demi sedikit makanan rela menjual hak kesulungan mereka? Berapa banyak
yang menumpulkan indera
mereka melalui makanan,
dengan demikian membuat mereka
mustahil untuk bisa membedakan hal-hal kerohanian yang benar, atau membaca
tanda-tanda zaman?
Kita sudah menerima peringatan demi peringatan tentang
isu ini, dan ada ribuan di tengah kelompok kita sendiri yang demi sepotong
makanan mau menjual hak kesulungan mereka. Berapa banyak nanti ketika sudah
terlambat akan mencari hak kesulungan mereka dengan air mata dan tidak
menemukannya? Berapa banyak anak dara ~ jika kita bisa menambahkan ini ~ yang
tidak punya minyak dan kelewatan perjamuannya?
Now some people will say that's very harsh. I’m just quoting what the
Scriptures just said.
And if we want confirmation, there's hordes of it in the Spirit of Prophecy.
It's not judgmental, it is a personal choice that everyone has to make where
does he or she stand in conjunction or connection with these things.
Psalms 95:7 says, “7 For
he is our God; and we are the people of His pasture, and the sheep of His hand.
To day if ye will hear His voice, 8 harden not your heart, as in the
provocation, and as in the day of temptation in the wilderness.”
We have a work to do, we have to lay aside the burdens which encumber us.
Nah ada orang yang berkata bahwa itu sangat keras. Saya
hanya mengutip apa yang dikatakan Kitab Suci. Dan jika kita butuh penegasan,
ada bertumpuk-tumpuk di Roh Nubuat. Ini bukan menghakimi, ini adalah pilihan
pribadi yang harus dibuat setiap orang di mana posisinya berdiri sehubungan
dengan hal-hal ini.
Mazmur 95:7 berkata, “7
Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya, dan kawanan domba
tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mau mendengar suara-Nya 8 janganlah keraskan hatimu, seperti waktu
provokasi dan seperti pada hari pencobaan di
padang gurun.”
Kita punya
pekerjaan, kita harus mengesampingkan beban-beban yang merepotkan kita.
Hebrews 12:18-20
And then Paul continues and talks about the kingdom that cannot be shaken
but before that kingdom comes there will be a shaking. Verse 18, “18 For
ye are not come unto the mount that might be touched, and that burned with
fire; nor unto blackness, and darkness, and tempest, 19 and the
sound of a trumpet, and the voice of words; which voice they that heard
intreated that the word should not be spoken to them any more, 20
for they could not endure that which was commanded, and if so much as a beast
touch the mountain, it shall be stoned, or thrust through with a dart.”
Why did God give His Law under such a demonstration of power, glory, and might,
that the mountain trembled, that the people's knees trembled? What was He
doing? He was giving a display of the awesomeness of the necessity to be grounded in
an understanding of the great issue that caused the divide in
Heaven, namely the Law of God. It was
necessary to impress upon the minds of the people the
importance of those statures and the necessity to keep them, because all misery in the world is associated
with the neglect of the Law. So here they were trembling, but God has
told us how we can access the throne of grace, and He sent Jesus the embodiment
of the Law, the One who lived the Law, the One that gave us an example of what
it would be like if everybody kept the Law. And we don't have to go through
this tempest, and this fire, and this blackness, and this trembling, because we can
approach the throne of grace through the veil that has been made available to
us.
Ibrani 12:18-20
Kemudian Paulus melanjutkan dan bicara tentang kerajaan
yang tidak bisa digoncang, tetapi sebelum kerajaan itu datang, akan ada
penggoncangan. Ayat 18, 18
Sebab kamu tidak datang kepada gunung yang dapat disentuh dan yang menyala
dengan api, maupun kepada kekelaman,
kegelapan dan angin badai, 19 dan bunyi sangkakala dan suara kata-kata, suara
mana ketika
mereka mendengar, memohon supaya kata itu jangan lagi diucapkan kepada mereka; 20 sebab mereka tidak tahan dengan apa yang diperintahkan; dan bahkan
kalau sampai ada seekor saja binatang
yang menyentuh gunung itu, ia harus
dilempari dengan batu atau ditembus oleh tombak.”
Mengapa Allah memberikan HukumNya dengan demonstrasi kuasa,
kemuliaan, dan kekuatan seperti itu,
sampai gunungnya bergetar, dan lutut manusia pun gemetar? Apa yang dilakukan
Tuhan? Dia mempertontonkan
kemegahan yang diperlukan supaya manusia memiliki pemahaman yang mendasar
tentang isu besar yang menyebabkan perpecahan di Surga, yaitu Hukum Allah. Perlu
menanamkan di pikiran umat pentingnya peraturan-peraturan itu, dan pentingnya
memelihara mereka karena semua
kesengsaraan di dunia berkaitan dengan diabaikannya Hukum itu.
Maka mereka sedang gemetar di sana, tetapi Allah sudah memberitahu kita
bagaimana kita bisa mengakses takhta kasih karunia, dan Dia mengutus Yesus,
personifikasi dari Hukum itu, Yang menghidupkan Hukum itu, Yang memberikan teladan kepada kita bagaimana
itu seandainya semua orang memelihara Hukum itu. Dan kita tidak usah melewati angin
badai, api ini, kegelapan ini, kegemetaran ini, karena kita bisa menghampiri takhta kasih karunia melalui Tabir
yang telah dibuka bagi kita.
Hebrews 12:21-24
“21 And so terrible was the
sight, that Moses said, ‘I exceedingly fear and quake.’…” and then this contrast, “… 22 But ye…” which is plural “…are come unto mount Sion, and unto the City of the living God, the Heavenly Jerusalem, and to an innumerable
company of angels, 23 To the general assembly and church of the
firstborn, which are written in Heaven, and to God the Judge of all, and to
the spirits of just men made perfect, 24 And to Jesus the Mediator of the New Covenant, and to the
blood of sprinkling, that speaketh better things that that of Abel.”
We have such a
direct access to God and He is more
willing to work in us than we are willing to work with Him. We have a win-win
situation, if we are prepared to give up those burdens that Paul spoke about.
So only the blood of Christ can atone for our sins and restore the broken
relationship with God.
Ibrani 12:21-24
“21 Dan begitu mengerikannya pemandangan itu sampai
Musa berkata, ‘Aku sangat ketakutan dan gemetar.’…” kemudian kontras
ini, “… 22 Tetapi kamu…”
“kamu”nya jamak “…sudah
datang ke Bukit Sion, dan ke Kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi dan
kepada kumpulan malaikat yang tidak terhitung jumlahnya, 23
dan kepada himpunan umum
dan jemaat anak-anak sulung, yang
namanya terdaftar di surga, dan kepada Allah Hakim dari semua, dan kepada roh-roh
orang-orang benar yang telah dijadikan sempurna,
24 dan kepada Yesus, Pengantara Perjanjian yang Baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara tentang hal-hal yang lebih baik daripada darah Habel.”
Kita punya akses langsung
yang seperti ini kepada Allah, dan Dia lebih
daripada bersedia untuk bekerja di dalam kita daripada kita yang bersedia
bekerja dengan Dia. Kita memiliki situasi yang win-win, jika kita bersedia
melepaskan beban-beban itu yang dibicarakan Paulus.
Jadi hanya darah
Kristus yang bisa mendamaikan dosa-dosa kita dan memulihkan hubungan yang
terputus dengan Allah.
So again some
thoughts.
Imagine the
contrast now. Paul is speaking to Hebrews, whose history records the mighty workings
of God, in the crossing of the Red Sea, the awesome display at Sinai, the tumbling walls of Jericho.
He talked to the Hebrews who had come from the pomp and glamour of the temple
services ~ this is now in the book of Hebrews ~ the magnificent robes of the
priests and prelates, altars overlaid with gold, trumpets and ram’s horns
announcing the feasts, and it comes to inner rooms, hiding places, poverty,
persecution, and yet he announces the following,
Kembali beberapa pemikiran.
Bayangkan kontrasnya sekarang. Paulus itu bicara kepada
orang-orang Ibrani, yang sejarahnya mencatat pekerjaan besar Allah,
menyeberangi Laut Merah, demonstrasi hebat di Sinai, runtuhnya tembok
Yeriko. Paulus berbicara kepada orang-orang Ibrani yang berasal dari ritual
Bait Suci yang megah dan mewah ~ ini sekarang ada di kitab Ibrani ~ jubah-jubah
indah para imam dan pelayan-pelayan Bait Suci, mezbah-mezbah yang berlapis
emas, terompet-terompet dan tanduk-tanduk domba yang mengumumkan hari-hari
perayaan, dan akhirnya itu tiba di kamar-kamar sebelah dalam, tempat-tempat
persembunyian, kemiskinan, persekusi, namun Paulus mengumumkan yang berikut,
Hebrews 12:25-27
“25 See that ye refuse not Him
that speaketh…” I mean it must have been quite a
choice to come from all that pomp and display, all that history of Israel, and
now to become part of a group that had to hide behind closed doors for fear of
the Jews, to suffer persecution, to suffer stoning, beating, etc. And he says, “…“25 See that ye refuse not Him
that speaketh. For if they escaped not who refused him that spake on earth,
much more shall not we escape, if we turn away from Him that speaketh from Heaven, 26 Whose voice then shook
the earth. But now He hath promised, saying, ‘Yet once more I shake not the
earth only, but also heaven.’…”
here we have a promise that the very
presence of Christ would shake the world. Did it shake the world? Absolutely!
In fact we even organized our calendars accordingly, a “before” (BC) and
“after” (AD), although the modern world wants to say “Before the present (should
be “Common)
Era” but they're just fooling themselves. So what is this “’Yet once more’…”? Hebrews 12:27 “…27
And this word, ‘Yet once more’, signifieth the removing of those things that
are shaken, as of things that are made, that those things which cannot be
shaken may remain…”
Ibrani 12:25-27
“25 Pastikan
kamu tidak menolak Dia yang berfirman…” maksud saya,
tentunya itu suatu pilihan yang luar biasa, untuk turun dari semua kemegahan
dan pamer, semua sejarah Israel, dan sekarang untuk menjadi bagian dari satu
kelompok yang harus bersembunyi di balik pintu tertutup karena takut pada
orang-orang Yahudi, dan mengalami persekusi, menderita dirajam, dipukuli, dll.
Dan dia berkata, “…25 Pastikan kamu tidak menolak Dia
yang berfirman. Sebab jikalau mereka yang
menolak dia yang
berbicara di dunia, tidak bisa lolos; apalagi kita tidak akan lolos jika kita berpaling dari Dia yang berbicara
dari Surga, 26 yang suara-Nya waktu
itu menggoncangkan bumi. Tetapi sekarang Ia telah
berjanji, mengatakan, ‘Masih satu kali
lagi Aku tidak akan menggoncangkan hanya
bumi, melainkan langit juga.’…” di sini ada janji bahwa kehadiran Kristus sendiri akan
menggoncang dunia. Apakah itu telah menggoncang dunia? Tentu saja! Malah kita
mengatur penanggalan kita sesuai itu, suatu “sebelum” (Masehi) dan “sesudah”
(Masehi), walaupun dunia modern mau mengatakan BCE (Before the Common Era), tetapi mereka hanya menipu diri sendiri.
Jadi apa maksudnya ini, “‘Masih satu kali lagi’…”? Ibrani 12:27, “
27 Dan kata ini, ‘Masih satu
kali lagi’ menandakan dipindahkannya benda-benda
yang digoncang, yaitu
benda-benda yang diciptakan, supaya hal-hal yang tidak bisa digoncang boleh tetap tinggal.”
Now it's interesting that the word there is “yet once more” let's look at this again. It's actually a
quote from Haggai, so let's read it there in the original, Haggai 2:6, “6 For
thus saith the LORD of hosts, ‘Yet once…” it doesn't use the word “more”, “…‘Yet
once, it is a
little while, and I will shake the heavens, and the earth, and the sea, and the
dry land…” now we know what those symbols mean, right? “…7
And I will shake all nations, and the Desire of All Nations shall come: and I
will fill this house with glory,’ saith the LORD of hosts.”
So here he's talking about a shaking that will shake the world. And if ever something shook the world then it was the
coming of the Messiah to this world.
It shook the Jewish nation to the core, it shook out a handful, a
remnant that remained, and the rest was subject to utter destruction, the
destruction of the temple, the destruction of Jerusalem, the scattering of the
people as a nation, and the gospel went to the gentiles. So that was a shaking.
What about the other nations? Did it shake the other nations as well? What about the Roman nation, did it shake it?
Absolutely! Eventually it shook it to such an extent that the entire religious
system was changed, and another one was adopted, quickly paganized ~ that is
true ~ but it shook the nations.
Did it lead to persecution? Absolutely!
Nah, yang menarik, kata yang
ada di sana itu ‘Masih satu kali lagi’ mari kita simak
ini lagi. Sesungguhnya ini suatu kutipan dari Haggai, jadi mari kita baca aslinya, Haggai 2:6, “6 Sebab beginilah firman TUHAN semesta alam,
‘Masih sekali…” tidak dipakai kata
“lagi”, “…’Masih sekali, sedikit
waktu lagi, dan Aku akan menggoncangkan
langit dan bumi, dan laut dan daratan kering…” nah kita tahu apa
makna simbol-simbol itu, bukan? “… 7
Dan Aku akan menggoncangkan segala
bangsa, dan Yang Dirindukan Segala Bangsa akan
datang; dan Aku akan memenuhi Rumah
ini dengan kemuliaan,’ firman TUHAN semesta
alam.”
Jadi di sini dia bicara tentang suatu goncangan yang akan
menggoncang bumi. Dan jika
pernah ada sesuatu yang menggoncang bumi, maka itu adalah kedatangan Sang
Messias ke dunia ini. Itu menggoncang bangsa Yahudi sampai ke
intinya. Goncangan itu menghasilkan sekelompok orang, umat yang
tersisa; dan selebihnya jatuh kepada kebinasaan total, kehancuran
bait suci, kehancuran Yerusalem, terseraknya orang Yahudi sebagai suatu bangsa,
dan injil pergi kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Jadi itu benar-benar suatu
goncangan.
Bagaimana dengan bangsa-bangsa lain? Apakah itu menggoncang bangsa-bangsa lain juga? Bagaimana dengan bangsa Roma,
apakah itu tergoncang? Tentu saja! Akhirnya itu sedemikian tergoncang hingga
seluruh sistem relijius diubah, dan sistem yang lain dipakai, yang cepat
dipaganisasi ~ memang benar ~ tetapi itu telah menggoncang bangsa-bangsa.
Apakah itu mengakibatkan persekusi? Jelas sekali.
So if I may summarize, this was the promise to the exiles that the coming
of Christ would come, and that He would glorify the second temple which was so
inferior to the first, just by His presence. It was more glorious than any of
them, because He walked within its walls. So this was the promise to the exiles
that had returned from Babylon, and that wept over the ruins of the temple. The
second temple appeared as nothing to them compared with the first, but the
promise was, “…7
And I will shake all nations, and the Desire of All Nations shall come: and I will
fill this house with glory, saith the LORD of hosts.”
That's why we have that marvelous book The
Desire of Ages.
Maka jika bisa saya simpulkan,
ini adalah janji kepada mereka yang di pengasingan bahwa kedatangan Kristus
akan terjadi, dan bahwa hanya dengan kehadiranNya Dia akan memuliakan Bait Suci
yang kedua, yang begitu lebih inferior daripada yang pertama. Maka Bait Suci
yang kedua itu lebih mulia daripada yang lain, karena Dia berjalan di antara
dinding-dindingnya. Jadi inilah janji kepada mereka yang dari pengasingan
yang telah kembali dari Babilon, dan yang meratapi reruntuhan Bait Suci. Bait
Suci yang kedua tidak ada apa-apanya di mata mereka dibandingkan yang pertama,
tetapi janjinya ialah, “… 7 Dan Aku akan menggoncangkan segala bangsa, dan Yang Dirindukan Segala Bangsa akan datang; dan Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemuliaan,’ firman TUHAN semesta alam.” .
Itulah mengapa kita punya buku yang luar biasa itu, The Desire of Ages (Kerinduan Segala Zaman)
So this shaking separated the true believers from the shadow, and they embraced
the Substance. They realized that the shadows were just a pointer to the great
Substance who was the “Desire of All Nations”. Christianity shook not only the Jewish religion
but indeed shook the nations, and the blood of martyrs testifies to this fact.
Maka penggoncangan
ini memisahkan orang-orang percaya sejati dari bayangan yang mereka pegang, dan mereka memeluk Substansinya. Mereka menyadari bahwa
bayangan-bayangan hanyalah petunjuk dari Substansi Agung itu yang adalah “Yang
Dirindukan Segala Bangsa”. Kekristenan tidak hanya menggoncang agama Yahudi tetapi
benar-benar menggoncang bangsa-bangsa, dan darah parah martir menjadi saksi
atas fakta ini.
Is there another shaking on its way? Because Paul says, “once more” whereas the original says just that it
will shake. Will it do the same? Will it separate the true believers from the form of godliness
to the Substance of holiness? The political world and the theological world
will be shaken, and indeed is being shaken right now. Will the gospel be
overrun? Will it be overturned? Will legislation make it obsolete? It will
appear to do so. Unbelief and apostasy will it win? Or will the “once more” that shaking that was promised there by Paul, produce a glorious harvest? I think it will. I think we are heading for
the time of the latter rain, when the nations of the world, every single one of
them, this whole planet will be shaken.
Apakah ada
penggoncangan yang lain yang akan datang? Karena Paulus berkata “sekali lagi” sementara ayat aslinya hanya
mengatakan bahwa akan ada goncangan. Apakah goncangan itu akan melakukan hal
yang sama? Apakah itu akan memisahkan
orang-orang percaya yang sungguh-sungguh dari bentuk kesalehan untuk beralih kepada
Substansi kekudusan? Dunia politik dan dunia theologi akan tergoncang, dan
memang sedang tergoncang sekarang ini. Akankah injil ditenggelamkan? Akankah
injil dijungkirbalikkan? Apakah peraturan undang-undang akan membuat injil
kadaluwarsa? Sepertinya akan begitu. Rasa tidak percaya dan kemurtadan, akankah
itu menang? Atau akankah “sekali lagi” penggoncangan yang dijanjikan di sana oleh Paulus
menghasilkan suatu tuaian yang mulia? Saya rasa iya. Saya pikir kita sedang menuju waktu
hujan akhir, ketika bangsa-bangsa dunia, setiap orang dari mereka, seluruh
planet ini akan digoncang.
Habakkuk 2:2, “2 And
the LORD answered me, and said, ‘Write the vision, and make it plain upon
tables, that he may run that readeth it’…” There's no time for walking, no time for sitting. “…3 For
the vision is yet for an appointed time, but at the end it shall speak, and not
lie: though it tarry, wait for it; because it will surely come, it will not
tarry. 4 Behold, his soul which is lifted up is not upright in him:
but the just shall live by faith.”
And verse 37 in Hebrews 10:37 says, “37 For
yet a little while, and He that shall come will come, and will not tarry.”
Habakuk 2:2, “2 Dan
TUHAN menjawab aku, dan berkata,
‘Tuliskanlah penglihatan itu, dan buatlah itu
jelas pada loh-loh, supaya orang yang membacanya
boleh berlari…” tidak ada waktu
untuk berjalan, tidak ada waktu untuk duduk. “…3
Sebab penglihatan itu masih untuk waktu yang
ditentukan, tetapi pada ahirnya ia akan bicara dan tidak menipu; walaupun itu belum datang, nantikanlah; sebab
itu sungguh-sungguh akan datang, itu tidak akan
terlambat. 4 Lihatlah, orang
yang membusungkan dada, tidak benar hatinya,
tetapi orang yang benar akan hidup oleh iman.”
Dan ayat 37 di Ibrani 10:37 mengatakan,” 37 Sebab sebentar lagi
dan Ia yang akan datang, akan datang, dan tidak
akan berlambat.”
Now brethren we've been through the tarrying time,
haven't we? Doesn't the world know or shouldn't it know at this stage that the
tarrying time is over? In 1844 during the great disappointment the big
question was, why does the bridegroom tarry? And they studied the Scriptures
and they found the book of Hebrews ~ that's what we are talking about ~ and they
found the Sanctuary message in the book of Hebrews, and a new light was lit in
this world, and was to be preached to the entire world. And that tarrying time
is now over, and as Paul here says, “37 For
yet a little while…” and I would like
to say, it is a very-very “little while”, “…and
He that shall come will come, and will not tarry.”
The tarrying time is over and there
will be a massive shaking and indeed it has already begun.
Nah, Saudara-saudara, kita sudah mengalami penundaan
waktu, bukan? Tidakkah dunia tahu atau tidakkah seharusnya dunia
tahu pada tahap ini bahwa penundaan
waktu itu sudah lewat? Di 1844 waktu kekecewaan besar,
pertanyaannya yang penting ialah, mengapa mempelai laki-laki itu tidak
datang-datang? Dan mereka mempelajari Kitab Suci dan mereka menemukan kitab
Ibrani ~ ini yang sedang kita bahas ~ dan mereka menemukan pesan Bait Suci di
kitab Ibrani, dan suatu terang yang baru menyala di dunia ini, dan itu
dikhotbahkan ke seluruh dunia. Dan penundaan waktu itu sekarang sudah
lewat, dan seperti kata Paulus, ” 37 Sebab sebentar
lagi…” dan saya ingin mengatakan, itu adalah “sebentar” yang
sangat-sangat sebentar, “… dan Ia yang akan datang, akan datang, dan tidak akan berlambat.”
Penundaan itu sudah lewat, dan akan ada penggoncangan
yang massif dan sesungguhnya itu sekarang sudah mulai.
Hebrews 12:28
Verse 28 says, “28
Wherefore we receiving a kingdom which cannot be moved…” cannot be shaken, but this earthly one even
within the church will be shaken to the core; “…let us have grace, whereby we may serve God
acceptably with reverence and godly fear. 29 For our God is a
consuming fire.”
Ibrani 12:28
Ayat 28 berkata, “28 Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak
bisa digerakkan…” tidak bisa
digoncang. Tetapi yang di dunia ini bahkan di dalam gereja akan digoncang sampai ke
intinya, “…marilah kita memiliki kehalusan budi, dengan mana kita boleh melayanai Allah yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat
dan takut pada Allah. 29 Sebab
Allah kita adalah api yang menghanguskan.”
Hebrews
12:29
Hebrews 12:29 Paul is making an
appeal, and he wants us to make the same appeal. So this is a very short verse,
“29 For our God is a consuming
fire.” Very short verse. And the balance to
this verse is “God is love”, “God is light”.
And 1 John 5:12, “12 He
that hath the Son hath life; and he that hath not the Son of God hath not
life.”
Ibrani
12:29
Ibrani 12:29 Paulus
membuat permohonan, dan dia mau kita membuat permohonan yang sama. Jadi ini
adalah ayat yang sangat singkat, “29 Sebab Allah kita adalah api yang
menghanguskan.” Ayat yang sangat singkat. Dan pengimbang ayat ini ialah “Allah
itu kasih” (1 Yoh. 4:16), “Allah adalah terang” (1 Yoh.
1:5).
Dan 1 Yoh. 5:12, “12
Barangsiapa memiliki Anak, memiliki hidup; dan barangsiapa
tidak memiliki Anak Allah, tidak memiliki
hidup.”
So we better make sure that we have
the Son of God. And the only way that we can say that we have the Son of God, if
we can call ourselves Christians, then we must act in a Christ-like fashion, we
must walk, and think, as God does. In other words, to be holy means to be in agreement
with God, to understand the plan of salvation, to understand the great
controversy, so that you can choose sides in this great controversy. And not as some try to make peace between the
two parties. Peace is impossible between those two parties because they are
antithetical, they are opposite to each other, there is no syncretism that is
possible, there is no compromise that is possible, there is no synthesis that
is possible. That is the way of the world. With God you
are either with Him or you are against Him. It's a choice.
Jadi
sebaiknya kita memastikan bahwa kita memiliki Anak Alah. Dan satu-satunya cara
kita bisa mengatakan bahwa kita memiliki Anak Allah, jika kita bisa menyebut
diri kita Kristen, maka kita harus bersikap dengan gaya yang menyerupai
Kristus, kita harus berjalan, dan berpikir sebagaimana Allah. Dengan kata lain,
menjadi suci itu berarti serasi
dengan Allah, memahami rancangan keselamatan, mengerti
kontroversi besar sehingga kita bisa memilih pihak yang mana dalam kontroversi
besar ini. Dan tidak seperti beberapa orang yang mencoba mendamaikan kedua
belah pihak. Damai antara kedua belah pihak itu mustahil karena mereka itu
bertolak belakang, mereka itu berlawanan satu sama lain, tidak ada sinkretisme
yang mungkin, tidak ada kompromi yang mungkin, tidak ada sinthesis yang
mungkin. Itulah jalan dunia. Dengan Allah kita itu bersama denganNya atau kita
melawan Dia, itu sebuah pilihan.
So it is to sin that God is a
consuming fire. Sin is not a light word. If we cling to sin we will be consumed
together with it. But God sent His Son that we may have life. So we have a
choice in this matter.
ü John 5:40 says,
“40 And
ye will not come to Me, that ye might have life.”
And that's the sad fact for most of the
world, they will not come to Jesus, so that they can have life.
ü John 20:31,
“31 But
these are written, that ye might believe that Jesus is the Christ, the Son of
God; and that believing ye might have life through His name.” Christian. And a Christian does what Jesus
did. He came to magnify the Law and make it honorable.
ü Lamentations
3:22 says,
“22 It
is of the LORD's mercies that we are not consumed, because His compassions fail
not.”
ü And John 10:10,
“10 The
thief cometh not, but for to steal, and to kill, and to destroy: I am come that
they might have life, and that they might have it more abundantly.”
Maka terhadap dosalah Allah itu api yang
menghanguskan. Dosa itu bukan kata yang sepele. Jika kita melekat kepada dosa,
kita akan terbakar hangus bersamanya. Tetapi Allah mengutus AnakNya supaya kita
boleh memiliki hidup. Jadi dalam hal ini kita punya pilihan.
ü Yohanes 5:40 berkata,
“40 Dan kamu
tidak mau datang kepadaKu, agar kamu
boleh memiliki hidup.”
Dan itulah fakta yang
menyedihkan bagi sebagian besar dunia, mereka tidak mau datang ke Yesus supaya
mereka bisa memiliki hidup.
ü Yohanes 20:31,
“31 tetapi semua ini ditulis supaya kamu percaya, bahwa Yesus itu Mesias, Anak Allah, dan dengan percaya, kamu boleh memiliki hidup melalui nama-Nya.” Kristen. Dan seorang Kristen melakukan apa yang dilakukan
Yesus. Yesus datang untuk mengagungkan Hukum dan membuatnya dihormati. (Yesaya
42:21)
ü Ratapan 3:22 mengatakan,
“22 Karena
kemurahan TUHAN-lah kita tidak habis terbakar, karena belas kasihanNya tidak
gagal.”
ü Dan Yohanes 10:10,
“10
Pencuri tidak datang selain untuk
mencuri dan membunuh dan membinasakan. Aku datang, supaya mereka boleh mempunyai hidup, dan agar mereka boleh mempunyainya lebih
berlimpah.”
The choice lies with us. So if we
open our hearts to Him, He will enter the heart and consume the dross within. That
is called sanctification. This is the promise of the New Covenant which is
based on better promises. Fire need not only destroy, but it can also purify,
that's why it puts us into the fire of affliction, that the dross may be
removed and the pure silver may be recognized.
ü Malachi 3:3,
“3 And
He shall sit as a refiner and purifier of silver: and He shall purify the sons
of Levi, and purge them as gold and silver, that they may offer unto the LORD
an offering in righteousness.”
ü Titus 2:14 says,
“14 Who
gave Himself for us, that He might redeem us from all iniquity, and purify unto
Himself a peculiar people, zealous of good works.”
Yes, the world will think that you are peculiar,
straight laced, maybe they will say you are extremist, controversial conspiracy
theorists, whatever they say it doesn't matter.
(This was quoted from the statement below)
“There are many in the church
who at heart belong to the world, but God calls upon those who claim to believe the advanced truth, to rise above the present
attitude of the popular churches
of today. Where
is the self-denial, where is the cross-bearing
that Christ has said should characterize His followers? …
When we reach the standard that the Lord would have us
reach, worldlings
will regard Seventh-day Adventists as odd, singular, strait-laced extremists. “We are made a spectacle unto the world, and to
angels, and to men.” (Fundamentals
of Christian Education pg. 289)
Pilihannya
di tangan kita. Maka jika kita buka hati kita bagi Dia, Dia akan masuk ke hati
dan menghanguskan kotoran di dalamnya. Itu disebut pengudusan. Inilah janji
dari Perjanjian yang Baru yang berdasarkan pada
janji-janji yang lebih baik. Api bukan saja bisa membinasakan, tetapi dia juga
bisa memurnikan, itulah mengapa kita ditempatkan ke api penderitaan, supaya kotorannya bisa disingkirkan dan
perak yang murni bisa dikenali.
ü Maleakhi 3:3,
“3 Dan Ia akan
duduk seperti seorang yang membersihkan dan memurnikan perak; dan Ia akan memurnikan orang Lewi, dan menyucikan
mereka seperti emas dan perak, supaya mereka boleh
mempersembahkan kepada TUHAN suatu kurban
kebenaran.”
ü Titus 2:14
mengatakan,
“14
yang telah menyerahkan Diri-Nya bagi kita agar Dia boleh menebus kita dari segala perbuatan yang melanggar Hukum dan menguduskan bagi Diri-Nya sendiri suatu umat yang istimewa, yang rajin berbuat baik.”
Ya, dunia akan berpikir kita ini
berbeda, pematuh Hukum yang kaku, mungkin
mereka akan mengatakan kita ini ekstrem, kontroversial, pengikut teori
konspirasi, apa pun yang mereka katakan itu tidak jadi soal. (Ini dikutip
dari tulisan di bawah ini).
“Ada banyak yang di gereja yang sebenarnya adalah milik dunia, tetapi
Allah memanggil mereka yang mengklaim mengimani kebenaran yang lebih tinggi,
untuk bangkit mengatasi sikap yang sekarang dimiliki oleh gereja-gereja yang
populer saat ini. Di manakah penyangkalan diri, di manakah pemikulan salib yang
dikatakan Kristus harus menjadi karakter para pengikutNya?... Ketika kita mencapai standar yang Tuhan mau kita
capai, orang-orang dunia akan menganggap MAHK sebagai aneh, tidak ada duanya, ekstremis pematuh
Hukum yang kaku. “Kami dijadikan tontonan
kepada dunia, dan kepada malaikat dan kepada manusia.”
(1 Kor. 4:9) (Fundamentals of Christian Education pg. 289)
If we press forward towards the goal,
if we run with this information, if we internalize Christ, then we will have
life, and we will be overcomers, and the chastisement will seem as nothing to
us. So let us encourage each other with those words.
Let's pray.
Jika kita maju terus menuju ke tujuan kita, jika kita
berlari dengan informasi ini, jika kita mencerna Kristus, maka kita akan
memiliki hidup, dan kita akan menjadi pemenang, dan hajarannya akan seperti
bukan apa-apa bagi kita. Jadi marilah kita saling
menguatkan dengan kata-kata itu.
Mari kita berdoa.
05 07 2022
No comments:
Post a Comment