WHAT’S
UP PROF?
# 99 – Walter Veith/Martin Smith
THE COVENANTS OF GOD
https://www.youtube.com/watch?v=DMasQTAxiDM
Dibuka dengan doa
Well, Martin, why are we talking about the Covenants? Because this is an
essential feature for the last days, because there is a people that is a
Covenant people, even in the time that we are living in. And this is the New
Covenant. Now we need to understand this issue because there's so much
confusion, and sometimes the nuances are so close, that just a slight movement or
just a slightly different emphasis can change the entire theology.
If we think of a verse for example, “verily verily I
say to you , today you will
be with Me in Heaven” or “verily, verily I say to you today , you
will be with Me in Heaven” (Luk. 23:43)
there's a vast difference between the two theologies, and they're exactly the same wording, so we
need to be very careful how we weigh these things.
And what the importance is for the times that we are living in, because one
of the things that you will hear constantly about people that claim that the
Commandments of God are binding is
“legalism”.
And then from the other side you will hear “liberalism”.
And where is the balance? And we have to find the answer in the Covenants.
So I think it is appropriate that we end basically with this one at number
99, because I hope that very soon we will see the coming of the Lord.
Nah, Martin, mengapa kita bicara tentang
Perjanjian-perjanjian? Karena itu adalah fitur yang esensial untuk hari-hari
akhir, karena ada suatu umat yang adalah
umat Perjanjian, bahkan di masa di mana kita hidup sekarang. Dan inilah
Perjanjian yang Baru. Nah, kita perlu memahami isu ini karena ada begitu banyak
kebingungan, dan terkadang perbedaan-perbedaannya begitu dekat sehingga
sedikit saja perbedaan atau sedikit saja penekanan yang berbeda, bisa mengubah
seluruh theologinya.
Jika kita
simak sebuah ayat, misalnya, "Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu , hari ini
engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus" atau "Sesungguhnya
Aku berkata kepadamu hari ini , engkau
akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus" (Lukas 23:43), ada perbedaan yang besar antara kedua
theologi ini, padahal kata-katanya persis sama. Maka kita harus sangat
berhati-hati bagaimana kita menimbang hal-hal ini.
Dan ini penting bagi masa di mana kita hidup sekarang,
karena kita akan sering mendengar bahwa orang-orang yang mengklaim
Perintah-perintah Allah itu masih mengikat, itu “legalisme”.
Kemudian dari pihak yang lain kita akan
mendengar “liberalisme”.
Dan di mana keseimbangannya? Kita harus
mencari jawabannya di Perjanjian-perjanjian.
Maka menurut saya sudah selayaknya kita
mengakhiri pembahasan ini dengan nomor 99, karena saya berharap kita akan
segera melihat kedatangan Tuhan.
So let's ask a few questions:
ü what is the purpose of a Covenant?
ü What is the difference between a biblical
Covenant and a normal Covenant?
ü For how long is the Covenant valid?
ü And what is the compulsory requirement on
the human side of such a Covenant if it is right with God, for example?
ü and what is God's Covenant obligation,
what's His obligation?
Jadi mari kita simak beberapa pertanyaan:
ü apa tujuan sebuah Perjanjian?
ü apa bedanya antara sebuah
Perjanjian yang alkitabiah dengan perjanjian yang biasa?
ü berapa lama Perjanjian itu
berlaku?
ü apa persyaratan yang wajib di
pihak manusia dari suatu Perjanjian yang baik dengan Allah, misalnya?
ü dan apa kewajiban Allah dalam
Perjanjian itu, apa kewajibanNya?
So what's the purpose of a Covenant?
Well, the biblical one is also for the benefit of men. Yes, and it's an
agreement, right? And you need two parties for a Covenant to go into
effect. You don't make a covenant with yourself. You can make a
resolution, but you don't make a covenant.
Nah, apakah tujuan suatu Perjanjian?
Perjanjian yang alkitabiah itu demi kebaikan manusia. Dan
itu adalah suatu kesepakatan, benar? Dan harus
ada dua pihak agar suatu Perjanjian bisa berlaku. Orang tidak
membuat perjanjian dengan dirinya sendiri. Kita bisa membuat suatu resolusi
(keputusan) dengan diri sendiri, tetapi kita tidak membuat
suatu perjanjian.
And what's the difference between a biblical Covenant and a normal covenant?
Well, basically they have to be ratified by Law. So the one that is biblical is,
you are making it with the highest Sovereign in the universe, or the highest Sovereign
in the universe is making it with you, let's rather put it that way. The
biblical one is always God initiating it, and a normal covenant normally
comes out of necessity somewhere.
Dan apa perbedaan antara sebuah Perjanjian alkitabiah
dengan sebuah perjanjian biasa? Nah, pada dasarnya mereka harus diratifikasi oleh Hukum. Maka
yang alkitabiah ialah, kita membuat perjanjian dengan Penguasa yang tertinggi
di alam semesta, atau lebih tepatnya Sang Penguasa tertinggi alam semesta yang
membuat perjanjian dengan kita. Yang
alkitabiah selalu Allah yang memprakarsai, sedangkan perjanjian biasa muncul di mana ada
kebutuhan.
And how long is a covenant valid? Until it is disannuled or somebody doesn't keep to the covenant, right? And then it's no longer
valid.
Dan berapa lama suatu
perjanjian berlaku? Sampai itu dibatalkan, atau ada yang
mengingkari perjanjian itu, benar? Kalau begitu, perjanjiannya tidak berlaku
lagi.
And what is the compulsory requirement on the human side? They are for to
keep your side of the bargain.
Dan apakah persyaratan wajibnya di pihak
manusia? Persyaratannya ialah manusia harus memenuhi bagian janjinya.
And what is God's Covenant obligation? To keep His side of the bargain. It's
a simple thing, right?
So this is not rocket science. It's a simple judicial process.
Dan apa kewajiban perjanjian Allah? Memenuhi janji di
pihakNya. Hal yang sederhana, bukan?
Jadi ini bukan sains kelas tinggi. Ini adalah proses
judisial yang sederhana.
So we have a question, why did God enter into the Covenants with humans? Well,
here's a quote from That I May Know Him pg. 84
and it says, “Through transgression man lost his holy innocence, and mortgaged himself to Satan. Christ, the only begotten Son of God, pledged Himself
for the redemption of man, and paid the price of
his ransom on the cross of Calvary. He left the worlds
unfallen, the society of holy angels
in the universe of
heaven, for He could
not be satisfied while humanity
was alienated from Him. The heavenly Merchantman lays
aside His royal robe and
crown. Though the Prince
and Commander of all heaven, He takes upon Him the garb of
humanity, and comes to a world that is marred
and seared with the curse, to seek for the one lost pearl, to seek
for man fallen through
disobedience.”
It's interesting in this parable of the lost pearl, there is this
double application.
1. The pearl of great price is obviously Christ, and we have to find it, right?
2. But Christ also came to seek for the lost
pearls of His kingdom.
So it has this double application.
But the
initiator who comes is God, He wants to restore that relationship that He
had with Adam and Eve before the fall. It's also important to note that
God
created humanity with a particular nature, and it was not a
fallen nature and it was a nature in the image of God, in harmony with God.
Jadi pertanyaannya, mengapa Allah membuat Perjanjian dengan manusia? Nah,
ini ada kutipan dari That I May Know Him hal. 84, dan dikatakan, “…Dengan berbuat dosa, manusia kehilangan kemurniannya yang kudus, dan
menggadaikan dirinya kepada Setan. Kristus, satu-satunya Anak Allah,
mengikrarkan Dirinya untuk penebusan manusia, dan
membayarkan harga tebusan manusia di atas salib Kalvari. Kristus meninggalkan
dunia-dunia yang tidak berdosa, persekutuan malaikat-malaikat kudus di alam
semesta surgawi, karena Dia belum puas
sementara manusia terpisah dariNya. Saudagar surgawi (mengambil kisah dari Matius 13:45-46) mengesampingkan jubah kerajaanNya dan mahkotaNya.
Walaupun Dia adalah Pangeran dan
Komandan seluruh Surga, Dia mengenakan pada diriNya sendiri kemanusiaan, dan
datang ke sebuah dunia yang sudah cacat dan rusak oleh kutukan, untuk mencari sebutir mutiara yang hilang, untuk mencari manusia yang jatuh
dalam dosa melalui ketidaktaatan.”
Menarik dalam perumpamaan mutiara yang hilang itu ada aplikasi
ganda.
1.
Mutiara yang sangat berharga jelas adalah Kristus, dan kita harus mencariNya.
2.
Tetapi Kristus juga datang untuk mencari mutiara-mutiara yang
hilang dari kerajaanNya.
Jadi ada aplikasi ganda.
Tetapi pemrakarsanya yang datang ialah Allah. Dia mau memulihkan hubungan
yang pernah dimilikiNya dengan Adam dan Hawa sebelum kejatuhan mereka.
Juga sangat penting untuk disimak bahwa Allah
telah menciptakan kemanusiaan dengan kodrat yang tertentu, dan itu bukan
kodrat yang berdosa, itu adalah kodrat dalam keserupaan Allah, selaras dengan Allah.
So let's have a look at a few biblical Covenants.
ü There was the Covenant with Adam. And you
read about it in Genesis 3:15,
ü then with Noah and his sons,
ü with Abraham,
ü with Isaac,
ü with Jacob,
ü with Moses,
ü and then a New Covenant which you read
about for the first time in Jeremiah chapter 33.
Jadi mari kita lihat beberapa Perjanjian alkitabiah.
ü Perjanjian dengan Adam. Kita
bisa baca di Kejadian 3:15,
ü lalu perjanjian dengan Nuh dan
anak-anaknya,
ü dengan Abraham,
ü dengan Ishak,
ü dengan Yakub,
ü dengan Musa,
ü lalu Perjanjian yang Baru,
yang pertama kali kita baca di Yeremiah
33.
So let's have a look at some of these.
Adam and Eve.
Genesis 3:15, “15 And
I will put enmity between thee and the woman, and between thy seed and her
Seed; It shall bruise thy head, and thou shalt bruise His heel…” referring to the Seed shall bruise the head.
Now Paul makes it quite clear that the “Seed” is singular and is a reference to
Christ. So there will be enmity between Satan's church and God's church,
and it
will end with the bruising of the heel of Christ and the destruction of Satan,
that's a promise.
Jadi mari kita simak beberapa darinya.
Adam dan Hawa.
Kejadian 3:15, “15 Dan Aku akan
mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, dan antara benihmu dan Benihnya. Benihnya
akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan mememarkan
tumitNya…” merujuk kepada
Benih yang akan meremukkan kepala.
Nah, Paulus membuatnya sangat jelas bahwa “Benih” itu tunggal dan mengacu
kepada Kristus. Maka akan
ada permusuhan antara jemaat Setan dan jemaat Allah, dan itu akan diakhiri dengan
dimemarkannya tumit Kristus dan pembinasaan Setan, itu suatu janji.
The plan of salvation.
“Sorrow filled heaven as it was realized that man was lost and that the world which God
had created was to be filled with mortals doomed to misery, sickness, and death, and that
there was no way of escape for the offender. The whole
family of Adam must die. I then saw
the lovely Jesus and beheld an expression
of sympathy and sorrow upon His countenance. Soon I saw Him approach
the exceeding bright light which enshrouded the Father. Said my
accompanying angel, ‘He is in close converse with His
Father.’ The anxiety of the angels seemed to be intense while Jesus was communing with His Father.
Three times He was shut in
by the glorious light about the Father,
and the third time He came from the Father
we could see His person.
His countenance was calm, free from all perplexity and trouble,
and shone with a loveliness
which words cannot describe.
He then made known to the angelic host that
a way of escape had been made for lost man; He told them that He had been pleading with His Father,
and had offerred to give His own life as a ransom,
to
take
the sentence of death upon Himself, that through Him man might find
pardon, that through the merits of His blood, and obedience
to the Law of God they could have the favor of God and be brought to the beautiful garden and eat of the
fruit of the tree of life. (EW pg. 149)
So this is a story of how the plan of redemption was planned and contrived.
It's a very personal compassionate decision.
Rancangan keselamatan.
“…Kesedihan memenuhi Surga ketika disadari bahwa manusia
telah jatuh dan dunia yang diciptakan Alllah akan dipenuhi oleh manusia-manusia
fana yang terkutuk oleh kesengsaraan, penyakit, dan kematian, dan tidak ada
jalan keluar bagi si pelanggar.
Seluruh keluarga Adam harus mati. Lalu aku melihat Yesus yang indah dan
bagaimana ekspresi simpati dan kesedihan muncul di wajahNya. Tak lama kemudian
aku melihat Dia mendatangi cahaya yang luar biasa terangnya yang menyelubungi
Bapa. Kata malaikat yang mendampingiku, ‘Dia sedang dalam pembicaraan tertutup
dengan BapaNya.’ Kegelisahan para malaikat tampak intens selagi Yesus sedang
berkomunikasi dengan BapaNya. Tiga kali Dia tertutup dalam cahaya kemuliaan
yang mengelilingi Bapa, dan ketiga kalinya Dia keluar dari hadirat Bapa, kami
bisa melihat sosokNya. Raut wajahNya bebas dari semua kekhawatiran dan masalah,
dan bersinar dengan suatu keindahan yang tidak bisa dilukiskan kata-kata. Lalu
Dia memberitahu balatentara malaikat bahwa suatu jalan kelepasan telah dibuat
untuk manusia yang celaka; Dia memberitahu mereka bahwa Dia tadi sedang memohon
kepada BapaNya, dan sudah menawarkan untuk menyerahkan hidupNya Sendiri sebagai
tebusan, untuk menanggung dosa-dosa mereka, dan menanggung hukuman kematian itu
Sendiri, agar melalui Dia manusia bisa mendapatkan pengampunan, agar melalui jasa darahNya dan kepatuhan kepada
Hukum Allah mereka boleh mendapatkan perkenan Allah dan dibawa ke taman yang
indah, dan makan dari buah pohon kehidupan.” (EW hal. 149)
Jadi ini adalah kisah bagaimana rancangan penebusan
direncanakan dan diciptakan. Ini adalah keputusan yang bersifat sangat pribadi
dan rahmani.
Then there was the Covenant with Noah.
It's always interesting that there seems to be a human failure and then the
Covenant has to be renewed, right? So the anti-deluvian world had to be
destroyed, and a Covenant was made with Noah.
Genesis 6:18, “18 But
with thee will I establish My Covenant; and thou shalt come into the ark, thou,
and thy sons, and thy wife, and thy sons' wives with thee.”
“12 And
God said, ‘This is the token of the covenant’…” Genesis 9:12, “… ‘which I make between Me and you and
every living creature that is with you, for perpetual generations: 13
I do set My bow in the cloud, and it shall be for a token of a covenant between
Me and the earth’…” so here God puts
a physical sign as a perpetual reminder of a Covenant and that sign exists to
this very day, right?
Kemudian ada Perjanjian
dengan Nuh.
Selalu menarik bagaimana selalu ada kegagalan manusia
kemudian Perjanjian itu harus diperbarui, benar? Maka dunia pra-airbah
harus dibinasakan, dan dibuatlah sebuah Perjanjian dengan Nuh.
Kejadian 6:18, “18 Tetapi dengan engkau Aku akan mengadakan
Perjanjian-Ku; dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu, engkau, dan anak-anakmu, dan isterimu, dan isteri
anak-anakmu bersamamu.”
“12 Dan Allah berfirman, ‘Inilah
tanda dari Perjanjian…” Kejadian 9:12, “…yang Kuadakan antara Aku dan kamu, dan segala makhluk yang hidup yang ada bersamamu, turun-temurun untuk selama-lamanya. 13 Kutaruh
busur-Ku di awan, dan itu akan menjadi tanda
sebuah Perjanjian antara Aku dan bumi.’…” jadi di sini Allah membentangkan suatu tanda fisik
sebagai peringatan yang terus-menerus dari sebuah Perjanjian, dan tanda
tersebut ada terus sampai hari ini.
So we have to ask ourselves what are the similarities between the Covenant
with Noah and the Covenant with Adam? Was
the Covenant with Noah only one-sided? Well, Noah had to obey, right? Yes, if
he didn't go into the ark, would he have been saved? No! If he didn't construct
it either. Do you think he was mocked? Oh, for sure. Scientists told him that there
couldn't be a flood, it was absolutely impossible. It had never rained upon the
earth, the Bible says, and here this man was predicting something that was
impossible.
So if it had never rained, then there was also not a rainbow, because there
was no moisture prism to reflect that light and to break it up into its
components.
Jadi kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah
persamaan antara Perjanjian dengan Nuh dan Perjanjian dengan Adam? Apakah
Perjanjian dengan Nuh itu sepihak? Nah, Nuh harus patuh, bukan? Ya, andai dia
tidak masuk ke dalam bahtera, apakah dia bisa selamat? Tidak! Begitu juga andai dia tidak membangun bahtera itu. Menurut
kalian apakah dia diolok-olok? Oh, pasti. Para ilmuwan pasti mengatakan
kepadanya tidak mungkin bisa ada air bah, itu mutlak mustahil. Sebelumnya tidak
pernah ada hujan di bumi, kata Alkitab, dan di sini ada orang yang meramalkan
sesuatu yang sama sekali mustahil.
Jika sebelumnya tidak pernah
ada hujan, maka sebelumnya juga tidak pernah ada pelangi, karena tidak ada
prisma air untuk memantulkan cahaya dan memecahnya menjadi komponen-komponen
pelangi.
So this Covenant is a Covenant which says, “I won't do it this way again.” And
it couldn't have been one-sided because there was a reciprocal act on the path of
Noah.
So let's read about Noah's Covenant obligation. After He had given the signs of His coming
Christ said, “31 …when
ye see these things come to pass, know ye that
the kingdom of God is nigh at hand.” (Luk. 21:31) “33 Take ye heed, watch and pray…” (Mark
13:33)
Jadi Perjanjian ini adalah perjanjian yang berkata, “Aku
tidak akan melakukannya seperti itu lagi.” Dan itu tidak mungkin sepihak karena
ada tindakan balasan di pihak Nuh.
Nah, mari kita baca kewajiban
Perjanjiah Nuh. Setelah Dia menyampaikan tanda-tanda kedatanganNya yang
kedua, Kristus berkata, “31…
pada waktu kamu melihat hal-hal ini terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.” (Luks
21:31) “33 Hati-hatilah,
berjaga-jagalah dan berdoalah!...” (Markus
13:33)
God has always
given men warning of coming judgments. Those
who had faith in His message for their time and who acted out their
faith in
obedience to His Commandments escaped the judgments that fell upon the disobedient
and unbelieving. There's always that basis.
v And Adam and Eve
they were under a Covenant obligation to keep the decrees of God, and to
listen, and not to partake of that particular tree of the knowledge of good and
evil. And they broke the Covenant.
v “1
And the LORD said unto Noah, ‘Come thou and all thy house into the ark; for
thee have I seen righteous before Me’…” (Gen. 7:1)
Noah obeyed and was saved.
v The message came
to Lot, “14
‘Up, get you out of this place; for the LORD will destroy this city!’…” (Gen. 19:14).
Lot placed himself under the guardianship
of the Heavenly messengers and was saved. It was not perfect, Martin, he was
pretty defective, right? And even after he was saved he managed to get hold of
a bottle Stoll in Zoar and took his
little drinks to a cave, and the result is a nightmare, right? But what
was his saving grace? Put his trust in God. He believed. And he went out and he
didn't look back.
Allah selalu
memberi manusia peringatan akan datangnya penghakiman. Mereka yang mempercayai pesanNya untuk
zaman mereka dan yang bertindak
sesuai dengan iman dalam mematuhi Perintah-perintahNya, lolos dari penghakiman
yang jatuh ke atas mereka yang tidak patuh dan tidak percaya. Selalu rumusnya demikian.
v Adam dan Hawa berada di bawah kewajiban sebuah Perjanjian
untuk mematuhi titah-titah Allah, dan untuk mendengarkan dan untuk tidak
mengambil bagian dari pohon yang tertentu, pohon pengetahuan baik dan buruk.
Dan mereka melanggar Perjanjian itu.
v “1 Lalu
berfirmanlah TUHAN kepada Nuh, ‘Masuklah engkau dan seisi rumahmu ke dalam
bahtera itu, sebab engkau telah Kulihat
benar di hadapan-Ku…’” (Kejadian 7:1) Nuh patuh dan
diselamatkan.
v Pesan ini datang kepada Lot, “14 ‘Bangunlah, keluarlah dari
tempat ini, sebab TUHAN akan memusnahkan kota ini.’…” (Kejadian 19:14).
Lot menempatkan
dirinya di bawah bimbingan utusan-utusan surgawi dan selamat. Tidak sempurna
sih, Lot lumayan cacat, bukan? Dan bahkan setelah dia diselamatkan, dia sempat
mendapatkan sebotol minuman keras dan meminumnya di dalam sebuah gua, dan
akibatnya ialah suatu mimpi yang buruk, bukan? Tetapi apakah anugerah
penyelamatnya? Dia meletakkan percayanya dalam Allah. Dia percaya. Dan dia
keluar dari kota itu dan dia tidak berpaling ke belakang.
So Christ's disciples were given
warning of the destruction of Jerusalem. Those who watched for the signs of the
coming ruin and fled from the city escaped the destruction. So now we are
given warning of Christ's second coming, and of the destruction to fall upon
the world; and those who heed the warning will be saved.
So:
ü there is a warning,
ü there is a commitment,
ü there is an act of obedience,
ü and there is a result.
That's the Covenant basically, right?
That's how it works.
Maka
murid-murid Kristus diberi peringatan tentang kehancuran Yerusalem. Mereka yang
menantikan tanda-tanda kehancuran yang akan datang dan kabur dari kota, lolos
dari kebinasaan itu. Maka sekarang
kita diberi peringatan tentang kedatangan kedua Kristus dan kehancuran yang
akan jatuh ke atas dunia; dan mereka yang mendengarkan peringatan tersebut akan
diselamatkan.
Maka:
ü ada peringatan,
ü ada komitment,
ü ada tindakan kepatuhan,
ü dan ada akibat.
Pada
dasarnya itulah Perjanjiannya, bukan? Seperti itulah cara kerjanya.
Now since we are living in these days where
the greatest of them all, the greatest destruction of all time, will come to
pass, and therefore it is essential that we believe like
Abraham believed, like Noah believed, like the disciples believed, and obey.
And that faith also has to go into practice.
You know there's that song, that hymn
that we sing “Trust and obey ~ for
there's no other way ~ to be happy in Jesus ~ but to trust and obey.”
If you go through the Bible then you
read it constantly that the Holy Spirit was given to them that obey Him.
So you cannot divorce the obedience from this activity, but it's important that
we understand the little nuances, and we'll get to that.
Nah, karena kita sedang hidup di masa ini di
mana penghancuran yang terbesar dari semuanya akan terjadi, dan
oleh karena itu sangatlah penting
kita percaya seperti Abraham percaya, seperti Nuh percaya,
seperti para murid percaya, dan
patuh. Dan iman itu juga harus dipraktekkan.
Kalian tahu
ada lagu, himne yang kita nyanyikan “Percaya dan Patuh ~ karena
tidak ada jalan lain ~ untuk berbahagia dalam Yesus ~ selain percaya dan patuh.”
Jika kita
periksa seluruh Alkitab, kita akan membacanya berulang-ulang bahwa Roh Kudus diberikan kepada
mereka yang patuh kepadaNya. Jadi kita tidak bisa memisahkan
kepatuhan dari aktivitas ini, namun yang penting ialah kita mengerti
nuansa-nuansanya yang halus, dan sebentar kita akan membahasnya.
So let's have a look at what happened
with Abraham.
Genesis 12:1-3, “1 Now
the LORD had said unto Abram, ‘Get thee out of thy country, and from thy
kindred, and from thy father's house, unto a land that I will shew thee. 2
And I will make of thee a great nation, and I will bless thee, and make thy
name great; and thou shalt be a blessing: 3 And I will bless them
that bless thee, and curse him that curseth thee: and in thee shall all
families of the earth be blessed.’…”
That's quite a tall order, right?
“Separate yourself from your country…” Is that important? Okay. Why? Because
the norms and standards of a country might be totally different to the norms
and standards that God has in mind, right? “…From your kindred, from your
father's house, from your broader family, from your immediate family, and get
out to a land that I will show you.” That's a tall order.
Jadi mari
kita simak apa yang terjadi pada Abraham.
Kejadian
12:1-3, “1 Berfirmanlah
TUHAN kepada Abram, ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu, dan dari
rumah bapakmu, ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu. 2 Dan Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang
besar, dan Aku akan memberkati engkau serta
membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. 3 Dan Aku akan memberkati orang-orang yang
memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau; dan dalammu semua kaum di muka bumi akan diberkati.’…”
Ini perintah
yang lumayan sukar, bukan? “Pisahkan dirimu dari negerimu…” apakah itu penting?
Oke, mengapa? Karena norma-norma dan standar-standar suatu negara mungkin sama
sekali berbeda dari norma-norma dan standar-standar yang ada di pikiran Allah,
“…dari kaummu, dari rumah bapakmu, dari keluarga besarmu, dari keluarga intimu,
dan pergilah ke suatu tempat yang akan Aku tunjukkan kepadamu.” Itu perintah
yang berat.
And then the promise in Genesis 17:7,
10, “7 And
I will establish My covenant between Me and thee and thy seed after thee in
their generations for an everlasting covenant, to be a God unto thee, and to
thy seed after thee…10 This is My covenant, which ye shall keep,
between Me and you and thy seed after thee; every man child among you shall be
circumcised.”
So this was a Covenant of circumcision.
Whose Covenant was it? God's Covenant. That's very important, right? Abraham
didn't do this Covenant with God, it's God's Covenant.
Kemudian janji di Kejadian 17:7, 10, “7 Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau, dan benihmu setelah kamu, turun-temurun menjadi Perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah benihmu setelah kamu. 10 Inilah Perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, antara Aku dan kamu, dan benihmu setelah kamu; setiap anak laki-laki di antara kamu harus disunat.”
Jadi ini
adalah suatu Perjanjian Sunat.
Perjanjian siapa ini? Perjanjian Allah. Itu sangat penting, bukan? Abraham
tidak membuat Perjanjian ini dengan Allah, ini adalah Perjanjian Allah.
So let's ask another question.
Does God make mistakes? No.
Does He sometimes make a temporary
mistake and has to correct it? No.
So does God have foreknowledge? Yes.
Alright, so He made a Covenant, so it
must have been a pretty good Covenant, right? And it was called the Covenant of
circumcision.
Now, Martin, does that mean that if
you circumcise your male offspring then that is enough? No.
Or does it mean something deeper than
that?
You see a lot of people probably
think this replaced something in the previous Covenants, but it's just a
continuation, a renewal. There's always something deeper in the Covenant than
just the physical that you have to do. And it didn't only include Abram, it
included his offspring. Okay, therefore it's important that the symbol was that
of circumcision,
which is
a symbol of the circumcision of the heart, which is a symbol of that which you
believe and cherish as a moral value which you want to transfer to your
children.
Jadi mari
kita ajukan pertanyaan yang lain.
Apakah Allah
membuat kesalahan? Tidak.
Apakah Dia
terkadang membuat kesalahan yang tidak permanen dan harus memperbaikinya?
Tidak.
Jadi apakah
Allah mahatahu tentang segala yang akan terjadi? Ya.
Baiklah,
jadi Allah membuat suatu Perjanjian, maka tentunya itu suatu perjanjian yang
baik, bukan? Dan perjanjian itu disebut Perjanjian Sunat.
Nah, Martin,
apakah itu berarti jika semua anak laki-laki
disunat, itu sudah cukup? Tidak.
Atau apakah itu
punya makna yang lebih mendalam daripada itu?
Kalian
lihat, banyak orang mungkin berpikir ini menggantikan sesuatu dalam
perjanjian-perjanjian sebelumnya, tetapi ini hanyalah kelanjutannya, suatu
pembaruan. Selalu ada makna yang lebih mendalam dalam suatu Perjanjian daripada
sekadar yang fisik yang harus dilakukan. Dan itu tidak hanya termasuk Abram,
itu termasuk keturunannya.
Oke, karena
itu, yang penting ialah simbolnya adalah sunat,
yang merupakan simbol dari sunat hati, yang adalah simbol dari apa yang kita yakini dan pelihara
sebagai nilai moral yang mau kita teruskan
kepada anak-anak kita.
So are the girls excluded now? No. No,
they're part of it because even girls are in the genetic system of Abraham. And
they are under their husbands. Now who determines amongst the two sexes whether
the offspring is going to be male or female, is it the mother or the father? The father. The Father,
because the father is the only one that has a Y chromosome or an X chromosome to
contribute, right? So the ladies are incorporated in this Covenant.
Now, there can't be any offspring without the ladies, so they won't be in the
Covenant with the rest. That's a very interesting point, by the way, because
who was first, Adam or Eve? Adam was first, right? So did Adam have all the genetic capacity to
accommodate an Eve? Yes, he had an X
chromosome and he had a Y chromosome, right? Alright, now if Adam had
not been first but Eve had been first, would she have had all the genetic
capabilities in order to be able to produce an Adam? No! No, because she
doesn't have a Y chromosome. So Adam had to be first. The Bible is right again,
and science unfortunately is wrong.
Apakah
sekarang anak-anak perempuan tidak termasuk? Tidak, mereka adalah
bagiannya, karena bahkan anak-anak perempuan pun ada dalam sistem genetik
Abraham. Dan mereka ada di bawah suami mereka. Nah siapa yang menentukan di
antara kedua gender itu apakah seorang bayi bakal laki-laki atau perempuan,
ibunya atau bapaknya? Bapaknya. Karena bapaknya
adalah satu-satunya yang memiliki kromosom Y atau kromosom X untuk dikontribusikan,
bukan? Maka para perempuan sudah termasuk dalam Perjanjian ini. Nah, tidak akan
ada keturunan tanpa perempuan, maka mereka tidak akan ada dalam Perjanjian itu
andai perempuan tidak terhitung. Ini adalah poin yang sangat menarik, karena
siapakah yang lebih dulu diciptakan, Adam atau Hawa? Adam duluan, bukan? Maka,
apakah Adam memiliki semua kemampuan
genetik untuk mengakomodasi seorang Hawa? Ya, Adam memiliki
kromosom X dan kromosom Y, bukan? Baiklah, nah, andaikan bukan Adam yang
diciptakan pertama melainkan Hawa, apakah Hawa memiliki semua kemampuan genetik
untuk bisa memproduksi seorang Adam? Tidak! Tidak, karena Hawa tidak memiliki
kromosom Y. Karena itu Adam harus yang pertama. Alkitab benar lagi, dan sains sayangnya
salah.
So how did the Covenant change when
Abram's name was changed to Abraham?
And what are the similarities and differences
between the previous Covenants made with Adam and Noah?
And was the sacrifice of Isaac also
part of the Covenant?
Those are interesting questions, Martin.
Jadi
bagaimanakah Perjanjian itu berubah ketika nama Abram diganti menjadi Abraham?
Dan apakah
persamaannya dan perbedaannya antara Perjanjian-perjanjian sebelumnya yang
dibuat dengan Adam atau Nuh?
Dan apakah dikurbankannya Ishak juga
bagian dari Perjanjian?
Itu adalah
pertanyaan-pertanyaan yang menarik.
So how did it change? Well, Abram his
name was changed to Abraham which means “father of nations”. So in other words,
the
Covenant just basically included humanity, right?
Well, I think probably from the start
God had that in mind, and He just opened up the Covenant explanation a little
bit more for Abraham. But the means by which it was to be propagated, namely
his offspring, was somewhat hampered by the barrenness of his wife. That was a
test and God specifically waited until she was after childbearing so that it
would have to be a miracle of His doing, in case humanity thinks that it is
their doing. So there's a lot hidden in this Covenant, right?
Jadi bagaimana
perubahannya? Nah, Abram namanya diganti menjadi Abraham yang berarti “bapak
bangsa-bangsa”. Jadi dengan kata lain, pada
dasarnya Perjanjian itu mengikutsertakan seluruh kemanusiaan,
bukan? Nah, saya pikir mungkin dari semula itu memang yang dimaksudkan Allah,
dan Dia hanya membuka penjelasan tentang Perjanjian itu sedikit lebih banyak
kepada Abraham. Tetapi sarana dengan mana itu akan disebarkan, yaitu
keturunannya, rada terhambat oleh kemandulan istrinya. Itu adalah suatu ujian
dan Allah khusus menunggu hingga istrinya sudah melampaui batas usia melahirkan,
sehingga kehamilannya haruslah suatu perbuatan mujizat Allah, seandainya
manusia menyangka itu hasil karya mereka. Jadi ada banyak yang tersembunyi
dalam Perjanjian ini, bukan?
And what are the similarities between
the previous Covenants made with Adam and Noah? Well, obviously Noah was the father
of the post-flood world. So if a Covenant was made with Noah, then it included
the whole of humanity; as did the one with Adam. But Noah didn't
have the Covenant of circumcision. So Martin, what is happening here is
that you have a shift from a physical reality to a spiritual reality, namely
the heart; because circumcision was a symbol of the circumcision of the heart. So
now we're moving from the reality of a
physical manifestation that literally Noah is the father of the post-flood
human race to a Covenant with those that make a decision in their hearts. Big
difference, right? Yes, and actually you can correct me if I’m wrong, but that
was in a way that was also what God meant with the first Covenant. It should
have already been with the heart. It should have been, but it wasn't, right?
Another similarity is that God
initiated it again.
Dan apa
persamaannya antara Perjanjian-perjanjian sebelumnya yang dibuat dengan Adam
dan Nuh? Nah, jelas Nuh adalah bapak dunia pasca airbah. Maka jika suatu Perjanjian dibuat dengan Nuh,
maka itu mengikutsertakan seluruh
kemanusiaan; sebagaimana yang dibuat dengan Adam. Tetapi Nuh tidak mendapat Perjanjian
sunat. Maka, apa yang terjadi di sini ialah adanya pergeseran
dan suatu realita fisik ke realita spiritual, yaitu hati; karena sunat adalah simbol dari sunat hati.
Maka sekarang kita bergerak dari realita suatu manifestasi fisik bahwa Nuh
secara literal adalah bapak bangsa manusia pasca airbah ke suatu Pernjanjian
dengan mereka yang membuat keputusan dalam hati mereka. Perbedaan yang besar,
kan? Ya, dan sesungguhnya sedikit banyak itu jugalah tujuan Allah dengan
Perjanjian yang pertama. Perjanjian yang pertama seharusnya memang sudah dengan
hati, seharusnya, tetapi ternyata tidak, bukan?
Persamaan
yang lain ialah, Allah yang memprakarsainya lagi.
Now what about the sacrifice of Isaac? Was it
part of the Covenant? If I had to answer that I would say, No, it was not part of
the Covenant; but it was a test as to the sincerity of Abraham
in accepting and believing the Covenant, exactly like his test with his barren
wife. Because it was supposed to be through Isaac, and now he had to sacrifice
Isaac, that must have created some cognitive dissonance, right?
But it shows you again the other
part, that other nuance, the faith part, that has to come out in a Covenant.
Now we're dealing with the issue of faith.
Sekarang
bagaimana dengan dikurbankannya
Ishak? Apakah itu bagian dari Perjanjian? Jika saya yang
menjawabnya, saya katakan Tidak, itu bukan
bagian dari Perjanjian; tetapi itu adalah suatu ujian ketulusan Abraham
dalam menerima dan mempercayai Perjanjian itu, persis seperti ujiannya dengan
istrinya yang mandul. Karena Perjanjian itu harus digenapi melalui Ishak, dan
sekarang dia harus mengurbankan Ishak, itu tentunya menciptakan kebingungan dalam pikirannya, bukan?
Tetapi ini
membuktikan lagi bagian yang lain, nuansa satunya, bagian iman, yang harus
muncul dari sebuah Perjanjian. Sekarang kita berurusan dengan isu iman.
So Abraham is a witness to the
universe.
“Heavenly beings
were witnesses of the scene
as the faith of Abraham
and the submission of Isaac were tested. The trial was far
more severe than that which
had been brought upon Adam. Compliance
with the prohibition laid upon our first
parents involved no suffering, but the command to Abraham demanded the most agonizing sacrifice. All heaven
beheld with wonder and admiration
Abraham’s unfaltering obedience. All heaven applauded
his fidelity. Satan’s accusations were shown to be false. God declared
to His servant, ‘Now I know
that thou fearest God [notwithstanding Satan’s charges], seeing thou hast not withheld thy
son, thine only son from Me’
(Gen. 22:12). God’s covenant, confirmed to Abraham by an oath before the intelligences of other worlds,
testified that obedience
will be rewarded.” (Patriarchs and Prophets pg. 155)
Again you had the element of
obedience, but he had to rationalize it. He had to say to himself, “Now God
promised my offspring through this child, now God requires the sacrifice of
this child, therefore because I believe that God is faithful and will not lie
to me, I must expect some miracle and God will resurrect him.” And then he
acted upon it and his faith was accredited to him for righteousness.
Jadi Abraham adalah saksi bagi
alam semesta.
“…Makhluk-makhluk surgawi adalah saksi-saksi dari adegan
saat iman Abraham dan kepatuhan Ishak diuji. Ujian itu jauh lebih berat
daripada apa yang telah diberikan kepada Adam. Penurutan atas larangan yang
dikenakan kepada nenek-moyang kita yang pertama tidak mengandung penderitaan,
tetapi perintah kepada Abraham menuntut pengorbanan yang paling memilukan.
Seluruh Surga menyaksikan dengan heran dan kagum pada kepatuhan Abraham yang
tidak goyah. Seluruh Surga bersorak melihat kesetiaannya. Tuduhan Setan
terbukti tidak benar. Allah mendeklarasikan kepada hambaNya, ‘Sekarang Aku tahu bahwa engkau takut akan
Allah, [walaupun ada tuduhan Setan] karena
engkau tidak mempertahankan anakmu, anakmu yang satu-satunya
dari-Ku.’ (Kejadian 22:12). Perjanjian Allah, yang dikukuhkan kepada Abraham melalui
sumpah di hadapan makhluk-makhluk intelijen dari dunia-dunia lain, menjadi
saksi bahwa kepatuhan akan mendapat pahala.” (Patriarchs and Prophets
pg. 155)
Kembali ada unsur kepatuhan. Tetapi Abraham harus merasionalisasinya. Dia
harus berkata kepada dirinya sendiri, “Nah, Allah sudah berjanji memberi
keturunan kepadaku melalui anak ini, sekarang Allah minta anak ini dikurbankan,
oleh karena itu karena aku percaya bahwa Allah itu setia dan tidak akan
berbohong kepadaku, aku bisa mengharapkan suatu mujizat dan Allah akan
membangkitkan dia.” Lalu dia bertindak, dan imannya diperhitungkan kepadanya
sebagai kebenaran.
You know what, I think we've got a lot of this going on
in our current day. There's a lot of things happening in the world, and a lot of people are
confused. If we put our faith like Abraham in God, no matter how dark the
circumstance right now, He will provide for you. And in a sense he was enacting
the plan of salvation. Because we read in Genesis 22:5, “5 And
Abraham said unto his young men, ‘Abide ye here with the ass; and I and the lad
will go yonder and worship, and come again to you.’…” that tells you he believed that even after
the sacrifice he would bring Isaac back, right? “…6
And Abraham took the wood of the burnt offering, and laid it upon Isaac his
son; and he took the fire in his hand, and a knife; and they went both of them
together…” this is a symbol of Christ who
carried the cross for us, “…7
And Isaac spake unto Abraham his Father, and said, ‘My Father,’ and he said,
‘Here am I, my son.’ And he said, ‘Behold the fire and the wood, but where is
the lamb for a burnt offering?’ 8 And Abraham said, ‘My son, God
will provide Himself a lamb for a burnt offering.’ So they went both of them
together.”
Kalian tahu,
menurut saya ada banyak yang seperti ini terjadi di zaman kita. Ada banyak
kejadian di dunia, dan ada banyak orang yang kebingungan. Jika kita seperti
Abraham meletakkan iman kita dalam Allah tidak peduli betapa gelapnya kondisi
sekarang ini, Allah akan menyediakan apa yang kita perlukan.
Dalam pengertian tertentu
Abraham sedang memerankan rancangan keselamatan. Karena kita baca di Kejadian 22:5, “5 Dan
kata Abraham kepada kedua bujangnya, ‘Tinggallah kamu di sini dengan
keledai ini; dan aku beserta anak ini akan
pergi ke sana untuk beribadah, dan kembali kepadamu.’…” ini mengatakan
kepada kita bahwa dia meyakini bahwa setelah pengurbanan itu pun dia akan
membawa Ishak kembali, bukan? “…6 Lalu Abraham mengambil kayu
untuk kurban bakaran itu dan meletakkannya ke
atas Ishak, anaknya, lalu dia membawa api di
tangannya dan sebilah pisau; dan mereka berdua berjalan bersama-sama…” ini adalah simbol
Kristus yang memikul salib demi kita. “…7 Dan Ishak berkata kepada Abraham, ayahnya, ‘Bapaku,’ dan dia berkata, ‘Aku di sini, anakku.’ Dan ia berkata, ‘Lihat, ada
api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?’ 8
Dan Abraham berkata,
‘Anakku, Allah Sendiri yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran.’
Demikianlah mereka keduanya berjalan
bersama-sama.”
Here was a mini enactment of the plan
of salvation, and it's interesting that here in the KJV it says “God will provide Himself a lamb”. Now if you take the NKJV it totally
destroys this verse and says, “8 And Abraham said, ‘My son,
God will provide for Himself
the lamb’…” No, God doesn't
provide for
Himself a lamb, He provides a lamb for us, for sinners. It's totally ridiculous,
but that's why you know sometimes you have to make sure that you read it where
it makes sense.
Di sini suatu adegan
mini dari rancangan keselamatan, dan yang menarik ialah di KJV di sini
dikatakan, “Allah Sendiri yang akan menyediakan anak domba”. Nah, jika kita memakai NKJV, dia sama sekali
menghancurkan ayat ini dan mengatakan, “8
Dan Abraham berkata, ‘Anakku, Allah akan menyediakan bagi DiriNya anak domba…” Tidak! Allah tidak menyediakan bagi DiriNya Sendiri seekor domba, Dia
menyediakan seekor domba bagi
kita, bagi orang-orang berdosa. Ini benar-benar konyol, tetapi
itulah mengapa terkadang kita harus memastikan kita membaca di mana itu masuk akal.
So Christ personally presents Himself
to Abraham.
“Though this
Covenant was made with Adam and renewed to Abraham, it could not be ratified
until the death of Christ…” that's why you have this beautiful typology in there. “… It had existed by the promise
of God since the first intimation of redemption had been given; it had been accepted
by faith; yet when ratified by Christ, it is called a New Covenant…” So what we read here, Martin, is that there's really no difference between the Covenants
of Adam and Abraham, but it had to be ratified by the death of Christ, so
that enactment of the plan of salvation was a glimpse into the future. And now
with Christ then being physically there, the nuance changed a little bit, and it became full of Substance. So
“…The Law of God was the basis of this Covenant…” there was obedience involved, “…which was simply an arrangement for bringing
men again into harmony with the divine will, placing them where they could obey God’s Law.” (Patriarchs and Prophets pg. 371)
Maka Kristus
menyataan Dirinya secara pribadi kepada Abraham.
“…Walaupun Perjanjian ini dibuat dengan Adam
dan diperbarui dengan Abraham, dia tidak bisa diratifikasi hingga kematian
Kristus…” itulah mengapa di sini ada
tipologi yang indah ini. “…Dia sudah ada melalui janji Allah sejak
penebusan pertama kalinya disinggung, dia sudah diterima oleh iman; namun
ketika diratifikasi oleh Kristus, dia disebut sebuah Perjanjian yang
Baru…” Maka apa yang kita baca di sini ialah sesungguhnya tidak ada bedanya antara
Perjanjian-perjanjian Adam dan Abraham, tetapi itu harus diratifikasi oleh
kematian Kristus, maka pemeranan rancangan keselamatan itu
adalah pandangan sekilas ke masa depan. Dan sekarang dengan Kristus benar-benar
hadir secara fisik, nuansanya berubah sedikit dan menjadi Substansi penuh.
Jadi, “…Hukum Allah adalah dasar dari Perjanjian
ini…” melibatkan kepatuhan, “…yang semata-mata adalah cara untuk membawa manusia
kembali ke keserasian dengan kehendak Ilahi, menempatkan mereka di mana mereka
bisa mematuhi Hukum Allah.” (Patriarchs and Prophets pg. 371)
“If it were
not possible for human beings
under the Abrahamic Covenant to keep the commandments of God, every soul of
us is lost…” Alright, how difficult was it for Abraham
to keep the Commandment: to take your son, your only son ~ although it wasn't
his only son, but it was his son first in preeminence ~ take him and sacrifice
him? Is that a difficult command to fulfill?
Definitely. Is it harder than “Don't eat of that tree”? Yes, it's definitely
harder. Okay, so he did it. So could he keep it, could he keep that command of God?
Yes, well he did it, right? How much faith did he have to have? Lots of
it. And he must have expected that God will keep His promise and that He will
resurrect Isaac, although God never said He would resurrect him, but He said
that his seed would be through Isaac, and therefore that was the logical
consequence, right? So “…The Abrahamic Covenant is the Covenant
of grace. ‘By grace ye are saved.’ [Eph. 2:8] Disobedient children? No, obedient to all His commandments…” (SDA Bible Commentary I, pg 1092); Letter 16, 1892)
“…Andaikan tidak mungkin bagi manusia di bawah Perjanjian
Abrahamik untuk mematuhi Perintah-perintah Allah, setiap tidak
seorang pun dari kita akan selamat…” Baiklah, seberapa sulitnya
bagi Abraham untuk mematuhi Perintah: bawalah anakmu, anakmu satu-satunya ~
walaupun dia bukan anak satu-satunya, melainkan dia anak yang paling utama ~
bawalah dia dan kurbankan dia? Apakah itu Perintah yang sulit dipatuhi? Tentu
saja. Apakah itu lebih berat daripada “Jangan makan dari pohon itu”? Ya, jelas
lebih berat. Baiklah, jadi Abraham
melakukannya. Jadi bisakah dia mematuhi itu, bisakah dia mematuhi Perintah Allah itu? Ya, dia
melakukannya, bukan? Dia
harus punya seberapa banyak
iman untuk itu? Banyak sekali. Dan dia tentunya berharap bahwa
Allah akan memegang janjiNya dan bahwa Dia akan membangkitkan Ishak walaupun
Allah tidak pernah mengatakan Dia akan membangkitkannya, tetapi Dia pernah
berkata bahwa benih Abraham adalah melalui Ishak dan oleh karena itu, itu
adalah konsekuensi yang logis, kan? Jadi, “…Perjanjian Abrahamik adalah perjanjian kasih karunia. ‘…oleh
kasih karunia kamu diselamatkan’ (Efesus 2:8). Anak-anak yang tidak patuh?
Tidak, patuh kepada semua PerintahNya.” (SDA Bible Commentary I, pg 1092); Letter 16, 1892)
“Abraham’s unquestioning obedience
was one of the most striking instances of faith and reliance upon God to be found in the Sacred Record. … Just such faith and confidence as Abraham had, the messengers
of God need today.” (Testimonies
Vol. 4 pg 524)
“…Kepatuhan
Abraham yang tanpa keraguan adalah salah satu peristiwa iman dan kepasrahan
pada Allah yang paling mencolok yang bisa ditemukan dalam Catatan yang Kudus
(Alkitab)… Persis iman dan keyakinan seperti yang dimiliki Abraham itulah yang
dibutuhkan para utusan Allah hari ini.” (Testimonies Vol. 4 hal. 524)
Martin, I get so many letters and
messages, and I’m sure you do too, of people that ask, what must we do now? God
said so, and now I’m being told otherwise. What must I do? I need to eat, I need
to save my family, we have to practice the faith of Abraham, right? And realize
that no matter how horrendous it sounds God has promised to take care of us,
right?
Martin, saya
mendapat banyak surat dan pesan dan saya yakin, kamu juga, dari orang-orang
yang bertanya apa yang harus kami lakukan sekarang? Allah
berkata begini, tetapi sekarang saya diberitahu berbeda. Apa yang harus saya
lakukan? Saya perlu makan, saya perlu menyelamatkan keluarga saya, kita harus mempraktekkan iman
Abraham, bukan? Dan menyadari bahwa tidak peduli sengeri apa pun
kondisinya, Allah telah berjanji memelihara kita, bukan?
Okay, so let's move on to the
Covenant with Moses, because every time we see a little nuance added,
right? And we haven't seen a change if you look at these, because now some
people might say, okay so because circumcision is a different Covenant than the
one with Adam. No, it was still obedience, it's still the same, but the
heart had been incorporated alright?
Baiklah,
mari kita lanjut ke Perjanjian dengan
Musa, karena setiap
kali kita melihat ada sedikit nuansa yang ditambahkan, bukan?
Dan kita tidak melihat adanya perubahan jika kita menyimak semua ini, karena
mungkin ada orang yang berkata, oke karena sunat itu Perjanjian yang lain
daripada Perjanjian dengan Adam. Tidak, itu
tetap kepatuhan, itu masih yang sama, hanya hati sudah
dimasukkan ke dalamnya, kan?
Now let's go to Moses.
“2 And
God spake unto Moses, and said unto him, ‘I am the LORD. 3 And I appeared unto Abraham, unto Isaac, and unto Jacob by the name of
God Almighty, but by My name JEHOVAH was I not known to them…” so basically what does that mean, Martin?
What it means is, Abraham and Isaac and Jacob were given this picture of God as the Almighty
Ruler of the universe. Now the Almighty Ruler of the universe says,
”This is what I want you to do.” And they did it. Okay, now here He says, “I’ve
changed this now, and I come to you, Moses, with My personal name.”
That's something we do amongst friends, right? If you get an official letter
from some company they say, “Mr. Smith we have something that we want to
discuss with you”, right? They don't say, “Hey Marty!”, that wouldn't work,
right? Alright. So here He comes with a personal name. “…4 And I have also established My
Covenant with them, to give them the land of Canaan, the land of their
pilgrimage, wherein they were strangers. 5 And I have also heard the
groaning of the children of Israel, whom the Egyptians keep in bondage; and I
have remembered My Covenant. 6 Wherefore say unto the children of
Israel, ‘I am the LORD’…” so here is the name
YaHWeH,
the personal name,
“…‘and I will bring you out from under the burdens of the Egyptians, and
I will rid you out of their bondage, and I will redeem you with a stretched out
arm, and with great judgments. 7 And I will take you to Me for a
people, and I will be to you a God, and ye shall know that I am the LORD your
God, which bringeth you out from under the burdens of the Egyptians. 8
And I will bring you in unto the land, concerning the which I did swear to give
it to Abraham, to Isaac, and to Jacob; and I will give it you for an heritage:
I am the LORD.’…” His personal
name.
Nah, mari
kita ke Musa.
Keluaran 6:2, “2
Dan berfirmanlah Allah kepada Musa, dan berkata kepadanya, ‘Akulah TUHAN. 3 Dan Aku
telah menampakkan Diri kepada Abraham, kepada Ishak
dan kepada Yakub, dengan nama Allah Yang Mahakuasa; tetapi dengan nama-Ku YeHoVa Aku tidak dikenal mereka…” jadi pada dasarnya
apa maksudnya itu, Martin? Maksudnya ialah, Abraham, dan Ishak, dan Yakub diberi gambaran Allah ini
sebagai Penguasa alam semesta yang Mahakuasa. Sekarang Penguasa
alam semesta yang Mahakuasa berkata, “Inilah yang Aku mau kamu lakukan.” Dan
mereka melakukannya. Baiklah, sekarang di sini Dia berkata, “Aku sudah
mengubahnya sekarang, dan Aku
datang padamu, Musa, dengan nama
pribadiKu.” Itu sesuatu yang kita lakukan di antara teman, bukan?
Jika kita menerima sepucuk surat resmi dari suatu perusahaan, mereka mengatakan
“Tuan Smith, kami mau membahas sesuatu dengan Anda”, benar? Mereka tidak
berkata, “Hei, Marty!” tidak seperti itu, bukan? Baiklah, jadi di sini Allah
datang dengan nama pribadiNya. “…4 Dan Aku juga telah mengadakan perjanjian-Ku dengan
mereka, untuk memberikan kepada mereka tanah Kanaan, tanah ziarah mereka, di mana mereka
adalah orang-orang asing. 5 Dan Aku juga sudah mendengar keluhan orang Israel yang telah diperbudak oleh orang Mesir; dan Aku
ingat Perjanjian-Ku. 6 Sebab
itu katakanlah kepada orang Israel, ‘Akulah
TUHAN…” jadi di sini nama YaHWeH, nama pribadi, “…dan Aku
akan membawa kamu keluar dari bawah beban orang
Mesir, dan Aku akan membebaskan kamu dari belenggu mereka, dan Aku akan menebus kamu dengan lengan
yang terulur dan dengan hukuman-hukuman yang berat. 7 Dan Aku
akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, dan kamu akan tahu
bahwa Akulah TUHAN Allahmu, yang membawa
kamu keluar dari bawah beban orang Mesir. 8
Dan Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan untuk memberikannya kepada Abraham, kepada Ishak dan kepada
Yakub; dan Aku akan memberikannya kepadamu sebagai
warisan; Akulah TUHAN.…” Nama pribadiNya.
*) Di mana tertulis LORD, atau TUHAN, tulisan
aslinya יְהֹוָה [YaHWeH, YeHôVâH]
So it's the same Covenant that He's going
to put into effect, but He's come a little bit closer in a personal way. He's
presenting Himself in a little bit different way, almost actually and in the
same way that He was with Adam.
Jadi itu
adalah Perjanjian yang sama
yang akan diberlakukanNya, tetapi Dia
datang sedikit lebih dekat secara pribadi. Dia menyatakan DiriNya dengan
cara yang sedikit berbeda, hampir seperti dengan caraNya terhadap Adam.
So what are the similarities with the
previous Covenant?
“The conditional aspect
of the Sinai Covenant is identical with the
intent of the conditional statements of the
Abrahamic Covenant, which is clearly a
Covenant of grace.” So say Gerard F. Hazel and Mikhail G. Hazel in
this book God's Everlasting Covenant pg.74.
So with
Abraham we had the element of grace and the heart.
Now we have a personal Covenant. So the
conditions haven't changed just the relationship has become closer.
Jadi apakah
persamaannya dengan Perjanjian-perjanjian sebelumnya?
“…Aspek
persyaratan Perjanjian Sinai itu sama dengan
tujuan pernyataan-pernyataan persyaratan dari Perjanjian Abrahamik, yang jelas adalah suatu Perjanjian kasih karunia. …” Demikian kata Gerard F. Hazel
dan Mikhail G. Hazel dalam buku God’s Everlasting Covenant, hal. 74.
Maka dengan Abraham ada unsur kasih
karunia dan hati.
Sekarang ini
adalah Perjanjian yang pribadi. Jadi persyaratannya
tidak berubah, hanya hubungannya menjadi lebih dekat.
So who gave the Law to Moses? It was
Christ, right?
“In all these revelations
of the divine presence the glory of God was manifested through
Christ. Not alone at the Saviour’s advent, but through all the ages after the Fall and the promise of redemption,
‘God
was in Christ, reconciling the world unto Himself.’
…” quoting 2 Corinthians 5:19. “…Christ was the foundation
and center of the sacrificial
system in both the patriarchal and the Jewish age….
It was the Son of God that gave to our first
parents the promise
of redemption. It was He who revealed Himself
to the patriarchs. Adam, Noah, Abraham, Isaac, Jacob, and Moses understood the gospel…” in type of
course, right? “…They looked for salvation through man’s Substitute and Surety. These holy men of old held communion with the Saviour who was to come to our world in human flesh;
and some of them talked with Christ and heavenly angels face to face…” We have numerous examples in the Bible. “…Christ was not only the leader
of the Hebrews in the wilderness— the Angel in whom was the name of Jehovah, and who, veiled in the cloudy pillar, went before the host—but it was
He who gave
the Law to Israel. Amid the awful glory of Sinai, Christ declared
in the hearing of all the people
the ten precepts of His
Father’s Law. It
was
He who gave to Moses the Law engraved upon the tables of stone.” (Patriarchs
and Prophets pg. 366).
Now we read this in the book Patriarchs and Prophets.
Jadi siapa
yang memberikan Hukum kepada Musa? Kristus, kan?
“…Dalam semua
pernyataan kehadiran Ilahi itu, kemuliaan Allah dinyatakan melalui Kristus.
Bukan hanya di saat kedatangan (pertama) Sang Juruselamat, melainkan sepanjang zaman setelah
kejatuhan manusia dan janji penebusan, ‘Allah
ada di dalam Kristus mendamaikan dunia
dengan diri-Nya’…” mengutip 2 Korintus 5:19. “…Kristus adalah fondasi dan inti dari sistem kurban
baik di zaman Perjanjian Lama maupun di zaman Yahudi… Anak Allahlah yang
memberikan janji penebusan kepada orangtua kita yang pertama. Dialah yang
menyatakan DiriNya kepada para bapak-bapak leluhur. Adam, Nuh, Abraham, Ishak,
Yakub, dan Musa memahami injil…” tentunya dalam bentuk tipe, “…Mereka mencari keselamatan melalui Sang Pengganti dan Penjamin manusia. Orang-orang kudus masa
lampau ini berkomunikasi dengan Sang Juruselamat yang akan datang ke dunia kita
sebagai manusia, dan beberapa dari mereka berbicara dengan Kristus dan para
malaikat surgawi berhadapan muka…” ada banyak contoh di Alkitab. “…Kristus bukan hanya pemimpin umat Ibrani
di padang gurun ~ Sang Malaikat yang padaNya terdapat nama Yehova, dan yang,
terbungkus dalam tiang awan, berjalan di depan rombongan ~ tetapi Dialah yang
memberikan Hukum kepada Israel. Di tengah kemuliaan Sinai yang mencekam,
Kristus mendeklarasikan kepada pendengaran semua orang Kesepuluh ketentuan
Hukum BapaNya. Dialah yang memberikan kepada Musa, Hukum yang tertulis
di atas loh-loh batu.” (Patriarchs and
Prophets pg. 366)
Kita membaca ini di buku Patriarchs and Prophets.
And people will ask how do we know
that it was Jesus and not the Father? Because the Bible is very clear that
Jesus was the Word, and that was spoken. And if it was the Father that spoke,
the Bible very specifically says so, like at the baptism of Jesus. But the rest
“all things were created by Him and for
Him”, “and without Him was not anything created”, right? That is the biblical precept. It's
so beautiful, it just emphasizes the divinity of Christ. Absolutely, and that's
why you find it in those first lines of the gospel of John.
Dan
orang-orang akan bertanya, dari mana kita tahu itu Yesus dan bukan Sang Bapa?
Karena Alkitab sagat jelas bahwa Yesus itulah Sang Firman, dan yang
diucapkan. Dan andaikan itu Sang Bapa yang bicara, Alkitab dengan sangat
spesifik akan berkata begitu, seperti saat pembaptisan Yesus. Tetapi yang lain,
“segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 1:16), “dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang
telah jadi, dijadikan” (Yoh. 1:3), bukan? Itulah
pernyataan yang alkitabiah. Itu begitu indah, itu menekankan keilahian Kristus.
Tepat sekali, dan itulah mengapa kita menemukannya dalam kalimat-kalimat
pertama Injil Yohanes.
So Law is God's specific way of life within
the Covenant between Himself and humankind. It was there from the beginning. There
was a Command, and it had to be kept. Thus God's Covenant with its Law, the two together
constitute God's means of keeping His people in a state of redemption. They remain in this state not by obeying
the Law through their own strength and discipline, but rather by God's
continuing presence, ~ this is very important ~ power, and activity of grace, and mercy
in their lives enabling them to obey Him. Where does the “enabling
you to obey Him” come from? From God. Obedience of the Law is an act of faith
through which the believer confesses his love and loyalty to God. Genuine faith
produces obedience. “Abraham obeyed
My voice and kept My charge, My Commandments and My statutes and My Laws” says Genesis 26:5.
Jadi Hukum
adalah pola hidup Allah yang khas di dalam Perjanjian antara DiriNya dengan manusia.
Sudah ada di sana sejak semula. Ada Perintah, dan itu harus dipatuhi. Maka Perjanjian Allah bersama
HukumNya, keduanya bersama-sama
adalah sarana Allah untuk memelihara
umatNya dalam kondisi tertebus. Mereka tetap berada dalam status ini dengan mematuhi Hukum bukan melalui
kekuatan dan disiplin mereka sendiri, melainkan melalui kehadiran Allah ~ ini sangat
penting ~ kuasa, dan aktivitas kasih
karunia, dan kemurahan dalam hidup mereka, menyanggupkan mereka
untuk mematuhi Dia. Dari mana datangnya “memampukan
kamu untuk mematuhiNya” berasal? Dari Allah. Kepatuhan kepada Hukum adalah perbuatan iman, melalui
mana orang percaya mengakui kasihnya dan kesetiaannya kepada Allah. Iman yang sejati menghasilkan
kepatuhan. “5…
Abraham telah mematuhi suaraKu dan memelihara
tuntutanKu, Perintah-perintahKu,
dan ketetapan-ketetapan dan Hukum-hukumKu.” Kata Kejadian 26:5.
Paul argued correctly that keeping the
Law is the fruit of a right relationship with God, rather than the means to
earn or merit the right relationship with God.
Paul's exegesis of Leviticus 18:5 is
faithful to the text's original setting.
“The Law was given to the
Covenant people after their redemption from Egypt…” quoting Leviticus 18:3, “…not as a moral hurdle
to be cleared or a meritorious activity to be performed if they wish to be
saved; but as a description of the love motivated lifestyle of God's redeemed
people…” I
don't think you can say it better. It's amazing that's why God says “remember”
He didn't say, do this and then I’ll do something for you. He saved them and
said “remember why I saved you. Show Me through your obedience. ”…He uses the words of Moses himself from
Leviticus 18:5 to remind the legalists that while righteousness comes by faith,
it is a faith that issues or manifests itself in obedience…” He says in
Romans, “do we thereby
make void the Law through faith? God forbid. We uphold the Law”, “…but such obedience believers are not
able to render unaided…” that's very important, Martin, “…without the enabling grace provided by
God through the Holy Spirit. Thus it is evidence that the way of salvation in
the Old Testament and the way of salvation in the New Testament are the same,
both being salvation by grace through faith which results in obedience.” (God’s Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G.
Hazel, pg. 70-78)
I think this is very well put in that
book by the two Hazel’s, father and son. The father is deceased now already,
but I think it sums it up pretty well.
Paulus
mendebat dengan benar bahwa mematuhi
Hukum adalah buah dari suatu hubungan yang benar dengan Allah, bukan sarana
untuk mendapatkan hubungan yang benar dengan Allah sebagai upah atau
ganjaran.
Penjelasan
Paulus tentang Imamat 18:5 itu tidak melenceng dari susunan teks yang asli.
“…Hukum diberikan kepada
umat Perjanjian setelah penebusan mereka dari Mesir…” mengutip Imamat 18:3, “…bukan sebagai
suatu tantangan moral yang harus dilewati atau
suatu kegiatan baik yang harus dilakukan jika mereka ingin diselamatkan; melainkan sebagai
deskripsi pola hidup umat tebusan Allah yang dimotivasi oleh kasih…” menurut saya tidak bisa
dijabarkan lebih bagus dari ini. Mengagumkan mengapa Allah berkata “Ingatlah”,
Dia tidak berkata, lakukan ini maka Aku akan melakukan sesuatu untukmu. Dia
menyelamatkan mereka kemudian berkata, “Ingatlah mengapa Aku menyelamatkan
kamu. Tunjukkan lewat kepatuhanmu.” “…Dia menggunakan kata-kata Musa sendiri
dari Imamat 18:5 untuk mengingatkan orang-orang yang legalis bahwa sementara
kebenaran itu datang dari iman, itu adalah iman yang menghasilkan atau
menyatakan dirinya dalam kepatuhan…” Paulus berkata di kitab Roma, “31 Jika demikian, adakah kami membatalkan Hukum
karena iman? Sama sekali tidak! Kami menegakkan
Hukum itu.’ (Rom. 3:31)”, “…tetapi orang-orang percaya yang patuh ini tidak
mampu melakukannya tanpa dibantu…” ini sangat penting, Martin, “…tanpa
kasih karunia yang memampukan, yang disediakan oleh Allah melalui Roh Kudus.
Maka terbukti bahwa jalan keselamatan di Perjanjian Lama dan jalan keselamatan
di Perjanjian Baru itu sama, keduanya adalah keselamatan oleh kasih karunia
melalui iman, yang menghasilkan kepatuhan.” (God’s Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G.
Hazel, hal. 70-78)
Menurut saya ini dijabarkan dengan sangat bagus oleh
kedua Hazel, ayah dan anak. Si ayah sekarang sudah
meninggal, tetapi saya pikir ini menyimpulkannya dengan bagus sekali.
So when the Law was placed inside the
Ark of the Covenant, then it tells you that that is the heart of the government
of God, right? Deuteronomy 10:2, “2 And
I will write on the tables the words that were in the first tables which thou
breakest, and thou shalt put them in the Ark.”
And then there was the Ceremonial Law
which we read about in Deuteronomy 31:26 that Moses wrote and it says, “26
Take this book of the Law, and put it in the side of the Ark of the Covenant of
the LORD your God, that it may be there for a witness against thee.” So that was placed on the side.
The Ten Commandments were placed
inside. And we were shielded from the condemnation by the Law from this Mercy Seat
that is basically the throne of God.
Jadi ketika
Hukum itu ditempatkan di dalam Tabut Perjanjian, maka itu mengatakan kepada
kita bahwa itulah jantung pemerintahan Allah, kan? Ulangan 10:2, “2
Dan Aku akan menuliskan pada loh-loh itu kata-kata yang ada
pada loh-loh yang pertama yang kaupecahkan itu, dan engkau harus meletakkan mereka di
dalam tabut itu….”
Kemudian ada
Hukum Seremonial yang kita baca di Ulangan 31:26 yang
ditulis Musa, dan dikatakan, “26
‘Ambillah kitab Hukum ini dan letakkanlah di
samping Tabut Perjanjian TUHAN, Allahmu,
supaya itu boleh berada di sana sebagai
saksi terhadap engkau.” Maka ini ditempatkan di samping.
Kesepuluh
Perintah ditempatkan di dalamnya. Dan kita
terlindung dari hukuman Hukum Allah itu dari Tutup Pendamaian yang pada
dasarnya ialah takhta Allah.
So if we read further from Hazel's
book it says, “The Sabbath is a
Covenant sign with three time dimensions. It carries significance for the here
and now, it reflects on the past, and it reaches into the future.
v It
reflects back in that it was instituted at Creation,
and is a memorial of God's creation of this
world.
v It
says something significant relating to God's activity in the present;
confirming a Covenant sign in the lives of
those who acknowledge God as their Lord, that they have accepted His Lordship
and redemption, and that they live as they do by His power.
v Then
the Sabbath reaches into the ultimate future,
finding its complete fulfillment in the
plan of salvation, when total unlimited freedom and final redemption will be
experienced.
The Sabbath links Creation with the New
Creation…” quoting Genesis 2:2-3 and Isaiah 66:23. (God’s
Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G. Hazel, pg. 80)
Jadi kalau kita baca lebih lanjut dari buku Hazel,
dikatakan, “…Sabat adalah tanda Perjanjian dengan
tiga dimensi waktu. Dia punya makna untuk masa sekarang ini, dia merefleksikan
masa lampau, dan dia mencapai ke masa depan.
v Dia
merefleksikan kembali karena dia dilembagakan saat Penciptaan,
dan merupakan peringatan dari penciptaan
dunia ini oleh Allah.
v Dia memberikan
keterangan yang bermakna terkait kegiatan Allah di masa sekarang;
meneguhkan tanda suatu Perjanjian dalam
kehidupan mereka yang mengakui Allah sebagai Tuhan mereka, bahwa mereka telah
menerima KetuhananNya dan penebusan, dan bahwa oleh kuasaNya mereka hidup
seperti yang mereka jalani.
v Lalu Sabat
juga mencapai ke masa depan yang paling jauh,
menemukan penggenapannya dalam rancangan
keselamatan, ketika kebebasan total tanpa batas dan penebusan penutup akan
dialami.
Sabat mengaitkan Penciptaan dengan Penciptaan Baru…” mengutip Kejadian 2:23 dan
Yesaya 66:23. (God’s Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G. Hazel, hal. 80)
So it's very important that we understand
the
Sabbath, because it is part of the Covenant. It's in the Ten
Commandments. It's in the heart of the Covenant, and it has the signet of God, it has the stamp
of His authority. Why? Because I am the Creator, and I am the One who
created Heaven and earth, and therefore I initiated the seventh-day Sabbath.
And that's so important what you just said, God initiated the Covenant, He
wrote the Ten Commandments, who can take anything out of those Commandments?
Nobody! And if you do, then it is arrogance of the highest order.
Jadi sangat
penting kita megerti tentang Sabat,
karena itu adalah bagian dari
Perjanjiannya. Itu ada di dalam Sepuluh Perintah. Itu ada di tengah-tengah Perjanjian,
dan itu memiliki stempel Allah, itu
meterai autoritasNya. Mengapa? Karena “Akulah Sang Pencipa, dan
Akulah Dia yang menciptakan langit dan bumi, oleh karenanya Aku menjadikan
Sabat Hari Ketujuh. Dan itu begitu penting apa yang baru dikatakan, Allah yang
memprakarsai Perjanjian itu, Dia yang menulis ke-Sepuluh Perintah, siapa yang
bisa menghapus apa-apa dari Perintah-perintah itu? Tidak ada! Dan jika ada yang
melakukannya, itu adalah arogansi tingkat dewa.
So Exodus 25:9 talks about the
Tabernacle that had to be made “9 According to all that I shew
thee, after the pattern of the tabernacle, and the pattern of all the
instruments
thereof,
even so shall ye make it…” So the
earthly Sanctuary served as a type of the plan of salvation, and it was a copy of
the house of God in Heaven. And here there were earthly priests that
officiated, but in the Heavenly there was a better
Priest that officiated.
And so also the Covenant became adjusted,
let's put it that way. But it remains the same Covenant, but there's an
adjustment and it's really important that we understand the adjustment.
Jadi
Keluaran 25:9 bicara tentang Tabernakel yang harus dibuat “9 Menurut segala yang Kutunjukkan kepadamu, menurut pola dari Tabernakel, dan pola segala perabotannya demikianlah harus kamu membuatnya…" Jadi Bait Suci di dunia berfungsi
sebagai suatu tipe dari rancangan keselamatan, dan itu adalah sebuah tiruan ari
rumah Allah di Surga. Dan di sini ada imam-imam duniawi yang
melayani, tetapi yang di Surga ada Imam yang lebih baik yang melayani.
Maka Perjanjian itu juga disesuaikan,
katakanlah demikian. Tetapi itu tetap Perjanjian yang sama, hanya ada
penyesuaian dan sangatlah penting kita mengerti tentang penyesuaiannya.
So let's look at the adjustment, Martin.
The New Covenant.
The first time we read that God will make
a New Covenant is in the book of Jeremiah. Now it's interesting that here again
you had a destruction. Jeremiah warned that Nebuchadnezzar would come and he
would destroy Jerusalem and the temple, right? And yet he predicts a New
Covenant.
Now why was it destroyed? Because they broke the Old
Covenant.
Was the Sabbath pivotal in that breaking of
the Covenant? Yes! You read about it in Ezekiel, right? You didn't do
it. That's why when the Jews returned, they put so many stringent rules into
place, to make sure that nobody broke the Sabbath again. And by those
stringent rules they broke the Sabbath. Now they made it the human
thing and not a relationship thing. So if you take out the heart, and you make it a
rule of the flesh, then you end up with crucifying God all over again,
right?
Jadi marilah
kita lihat ke penyesuaiannya, Martin.
Perjanjian yang
Baru
Pertama
kalinya kita membaca bahwa Allah akan membuat sebuah Perjanjian yang Baru itu
di kitab Yeremia. Nah, yang menarik, di sini ada penghancuran lagi. Yeremia
memperingatan bahwa Nebukadnezar akan datang dan dia akan menghancurkan Yerusalem dan Bait Sucinya,
bukan? Namun dia meramalkan sebuah Perjanjian yang Baru.
Nah, mengapa
itu dihancurkan? Karena mereka
melanggar Perjanjian yang Lama.
Apakah Sabat itu intinya dalam
pelanggaran Perjanjian itu? Ya! Kita membacanya di Yehezkiel,
bukan? Mereka tidak memelihara Sabat itu. Itulah mengapa ketika orang Yahudi kembali dari
pengasingan, mereka menambahkan begitu banyak peraturan ketat
untuk memastikan tidak ada lagi yang melanggar Sabat. Dan dengan peraturan-peraturan yang ketat itu, justru mereka
melanggar Sabat. Sekarang mereka menjadikan Sabat suatu urusan manusia dan
bukan suatu hubungan dengan Allah. Maka jika
kita keluarkan hatinya, dan kita menjadikannya suatu peraturan jasmani, maka kita berakhir
dengan mengulangi penyaliban Allah lagi, iya kan?
So what is the nuance? Let's read it,
“31
‘Behold, the days come,’ saith the LORD, ‘that I will make a New Covenant with
the house of Israel, and with the house of Judah…” and then it's bold here “…32
not according to the Covenant that I made with
their fathers in the day that I took them by the hand to bring them out of
the land of Egypt; which My Covenant they brake…” who broke the Covenant, Martin? Them not God. Okay, “…although I was an husband unto them,’ saith
the LORD: 33 ‘But this shall be the
Covenant that I will make with the house of Israel after those days,’ saith the
LORD, ‘I will put My Law in their inward parts, and write it in their hearts;
and will be their God, and they shall be My people. 34 And they
shall teach no more every man his neighbour, and every man his brother, saying,
Know the LORD; for
they shall all know me, from the least of them unto the greatest of them,’
saith the LORD, ‘for I will forgive their iniquity, and I will remember their
sin no more.’…”
Jadi apa bedanya? Mari kita
baca, Yeremia 31, “31
‘Lihat, harinya
akan datang,’ firman TUHAN, ‘ketika Aku
akan membuat sebuah Perjanjian yang baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda…” lalu dicetak miring
di sana, “…32 bukan menurut
perjanjian yang telah Kubuat dengan nenek
moyang mereka pada hari Aku memegang tangan mereka untuk menuntun mereka keluar dari tanah Mesir, Perjanjian-Ku
yang telah mereka langgar…” siapa yang melanggar Perjanjiannya, Martin? Mereka, bukan
Allah. Oke, “…meskipun Aku adalah suami bagi mereka, demikianlah firman
TUHAN. 33 Tetapi inilah yang akan menjadi Perjanjian yang akan Kubuat dengan kaum Israel ‘sesudah waktu itu,’ demikianlah firman TUHAN,
‘Aku akan menaruh Hukum-Ku di dalam mereka, dan menulisnya di hati
mereka; dan akan menjadi Allah mereka dan
mereka akan menjadi umat-Ku.’ 34 Dan tidak usah lagi orang mengajar tetangganya, dan
mengajar saudaranya dengan mengatakan: ‘Kenallah TUHAN!’ Sebab mereka semua
akan mengenal Aku, dari yang paling kecil hingga
yang paling besar dari mereka,’ firman TUHAN, ‘sebab Aku akan mengampuni
kesalahan mereka dan dosa mereka tidak akan Kuingat
lagi. "
So Martin, there’s a New Covenant and
it's definitely not according to the Covenant that I made with their fathers, but
I’m the Lord I change not. So now what do you do? Did He make a mistake with the previous one? Then He made a
mistake by repetition, because He made it with Adam, He made it with Noah, and
He made it with Abraham and Isaac and Jacob, and then He made it with Moses,
and now He's promising a new one. He made a mistake. God is obviously very
fallible, right? Basically that's what modern theology teaches,
that's what you hear from all over the world. And it's simply not possible.
So we have to be very certain and
sure as to why it is not according to the Covenant that He made with their fathers,
right? So we have to go into that a little bit, so that we can understand.
Jadi Martin,
ada Perjanjian yang Baru, dan itu jelas tidak menurut Perjanjian yang Aku pernah
buat dengan nenek moyang mereka, tetapi Akulah Tuhan, Aku tidak berubah. Jadi
sekarang apa yang kita lakukan? Apakah Allah berbuat salah dengan Perjanjian
yang lama? Kalau begitu Dia mengulangi kesalahanNya berkali-kali, karena Dia membuatnya dengan Adam, Dia membuatnya
dengan Nuh, dan Dia membuatnya dengan Abraham, dan Ishak, dan Yakob dan
kemudian dia membuatnya dengan Musa, dan sekarang Dia menjanjikan yang baru.
Allah telah melakukan kesalahan. Jelas Allah bukan
tidak bisa berbuat kesalahan. Pada dasarnya itulah
yang diajarkan theologi modern, itulah yang kita dengar di
mana-mana di dunia. Dan itu benar-benar mustahil.
Jadi kita
harus sangat yakin dan pasti tentang mengapa itu tidak menurut Perjanjian yang dibuatNya dengan nenek
moyang mereka, benar? Jadi kita harus membongkarnya sedikit
supaya kita bisa mengerti.
So why is it called a New Covenant? Let's
just hear what the Hazel’s have to say about this. “We
should be careful not to superimpose modern-day meanings upon biblical usage
when it comes to understanding the intent, purpose, and design, of biblical
language. The term “new” with regard to the New Covenant in Jeremiah 31:31 is
the Hebrew term חָדָשׁ [châdâsh]. This
Hebrew term means frequently 'to renew' or 'to restore' and 'something new'
which was not yet present in the same quality or way before. Reflecting both
senses the New Covenant is simply a 'renewed' or 'restored' Covenant, also now
having characteristics not present in the same way or quality as before... God
does not speak of a new Law but a New Covenant." (God’s Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G. Hazel, pg. 97).
Right now this is very important, we
must understand that God never makes a mistake. If there is a
mistake, it's on our side. So here He makes a renewal of the Covenant, which
means the
Covenant hasn't changed, but the terms in which it is applied, they are being
changed.
Jadi mengapa itu disebut Perjanjian yang Baru? Mari kita dengarkan apa yang
dikatakan kedua Hazel tentang ini. “…Kita harus berhati-hati untuk tidak menempatkan
makna modern pada penggunaan alkitabiah untuk memahami niat, tujuan, dan susunan bahasa alkitab.
Istilah ‘baru’ sehubungan dengan Perjanjian yang Baru Yeremia 31:31 ialah kata
Ibrani חָדָשׁ [châdâsh]. Istilah Ibrani ini sering berarti ‘memperbarui’
atau ‘memulihkan’ dan ‘sesuatu yang baru’ yang belum pernah ada dalam kualitas
atau cara yang sama. Merefleksikan kedua pengertian, Perjanjian yang Baru
semata-mata adalah Perjanjian yang ‘diperbarui’ atau ‘dipulihkan’, yang
sekarang juga memiliki karakteristik yang tidak ada dalam cara atau kualitas
yang sama seperti sebelumnya… Allah tidak bicara tentang sebuah Hukum yang
baru, melainkan sebuah Perjanjian yang Baru.” (God’s Everlasting Covenant, G.F. Hazel & M.G.
Hazel, hal. 97).
Sekarang ini, ini sangat penting, kita harus memahami bahwa Allah tidak pernah berbuat
kesalahan. Jika ada yang salah, itu di pihak kita. Jadi di sini
Allah membuat pembaruan pada Perjanjian, artinya Perjanjian itu tidak berubah, tetapi syarat
pemberlakuannya yang diubah.
Let's have a look at it in a little
bit more detail.
Let's jump to the book of Hebrews. If
you want a more complete analysis there's the series on Substance and Shadow,
you can look at chapter 8, where we speak about it. Here's a little extract of
Hebrews 8:6, “6 But now hath He obtained a more excellent
ministry, by how much also He is the mediator of a better Covenant, which was
established upon better promises….” So the Covenant now is better, and it is established on better promises. So
were the old ones bad? No, they fulfilled the purpose within the capacity that
was given them; but they couldn't exceed that capacity because they were merely
typological, they were showing forward. So let's look at verse 7, “… 7 For if that first Covenant
had been faultless, then should no place have been sought for the second…” Question: so was it faulty? No, it wasn't faulty. But he says it was
faulty. Now only in the application was it faulty, because it had
certain limitations. Not of God's cause. That's very important. It's
not God's side that had the faulty part in it. So the Covenant was perfect for
what it was designed to do, but it was faulty because of the human element. So, “…8
For finding fault with them…” did He find
fault with the Covenant? No, He found fault with them that was supposed to keep
the Covenant. “…He saith, ‘Behold, the days come,’ saith the Lord, ‘when I will make a New Covenant with the
house of Israel and with the house of Judah.’…”
so who initiates this new way? God. Does He
disannul everything and say, “Sorry, that was all wrong”? Obviously not, right? And the thing is, a lot
of people want to say now, they couldn't keep the Covenant that's why He
changed it now. But that can't be true, because why would God give something if
He knew you couldn't do it? And in any
case, Abraham is the father of those that believe, because he kept it according
to the Bible.
Mari kita
simak ini sedikit lebih mendetail lagi.
Mari kita
loncat ke kitab Ibrani. Jika kalian ingin mendapatkan analisa yang lebih
lengkap, ada seri tentang Substansi dan Bayangan, kalian bisa menyimak pasal 8,
di mana kami berbicara tentang itu.
Ini ada petikan dari Ibrani
8:6, “6 Tetapi sekarang
Ia telah mendapat suatu ministri yang lebih unggul, melalui
mana Ia adalah Pengantara dari
Perjanjian yang lebih baik, yang didirikan di atas janji-janji yang lebih baik…” Jadi Perjanjian
yang sekarang itu lebih baik, dan itu didirikan di atas janji-janji yang lebih
baik. Kalau begitu apakah yang lama itu buruk? Tidak, mereka memenuhi tujuan di dalam kemampuan yang diberikan
kepadanya; tetapi mereka tidak bisa melampaui kemampuan itu karena mereka
semata-mata adalah simbol, mereka menunjuk ke depan. Jadi mari kita lihat ayat 7,
“…7 Sebab, sekiranya Perjanjian
yang pertama itu tidak bercacat maka tidak
akan dicarikan tempat untuk yang kedua…” Pertanyaan: Jadi
apakah itu cacat? Tidak, itu tidak
cacat. Tetapi Paulus mengatakan itu cacat. Nah, hanya pada aplikasinya yang cacat, karena ada keterbatasan tertentu.
Bukan dari bagian Allah, itu sangat
penting. Bukan pihak Allah yang ada cacatnya. Jadi Perjanjian itu sempurna
untuk fungsi yang harus dilakukannya, tetapi itu cacat karena unsur manusianya.
Jadi, “…8 Karena telah menemukan kesalahan pada mereka,…” apakah Allah
menemukan kesalahan pada Perjanjian itu? Tidak, Dia menemukan kesalahan pada mereka yang seharusnya mematuhi Perjanjian itu. “…Ia berkata, ‘Lihat, harinya akan datang,’ firman Tuhan, ‘saat Aku akan membuat sebuah
Perjanjian Baru dengan kaum Israel dan dengan kaum Yehuda.’…” Jadi siapa yang
memprakarsai jalan yang baru ini? Allah. Apakah Allah membatalkan semuanya dan
berkata, “Maaf, semua itu salah”? Jelas tidak, kan? Dan masalahnya, banyak
orang sekarang mau mengatakan mereka tidak bisa mematuhi Perjanjian itu, itulah mengapa Allah mengubahnya. Tetapi
itu tidak mungkin benar, karena untuk apa Allah memberikan sesuatu yang Dia
tahu kita tidak bisa mematuhinya? Bagaimana pun
juga Abraham adalah bapak orang percaya, karena
menurut Alkitab, dia telah mematuhinya.
Alright, so let's just break this
down again. The Old Covenant was a two-way Covenant, to which all the people
agreed. We read about it in Exodus chapter 19. “5 ‘Now therefore, if ye will
obey My voice indeed, and keep My Covenant…” this is God speaking
“…then ye shall be a peculiar treasure unto Me above all people; for all
the earth is Mine. 6 And ye shall be unto Me a kingdom of priests,
and an holy nation. These are the words which thou shalt speak unto the
children of Israel.’ 7 And Moses came and called for the elders of
the people, and laid before their faces all these words which the LORD
commanded him…” and then verse
8. “…8
And all the people answered together, and said, ‘All that the LORD hath spoken
we will do.’ And Moses returned the words of the people unto the LORD.” So here was a reciprocal. Here was a
statement by the other party of the Covenant, saying, “We'll do it, every
single thing, all of it.” They did it
very well, right? A few minutes later they were making a calf. Moses went back
up to tell the Lord, while he was doing that, they were making a golden calf
and breaking the Covenant. So where did the fault lie? Not with the Covenant. The fault
wasn't with the Covenant. The fault was with them.
Baiklah, jadi mari kita kupas ini lagi. Perjanjian yang Lama adalah
Perjanjian dua pihak, di mana semua orang sepakat. Kita membaca
tentang ini di Keluaran 19. “…5 Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mau mematuhi
suara-Ku dan memelihara Perjanjian-Ku…” ini Allah yang berbicara, “…maka
kamu akan menjadi harta kesayanganKu di atas segala
bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. 6 Dan kamu akan
menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa
yang kudus.’ Inilah firman yang harus
kausampaikan kepada orang Israel.’ 7 Lalu datanglah Musa dan memanggil para tua-tua
bangsa itu dan menyodorkan kepada mereka
segala firman yang diperintahkan TUHAN kepadanya…” kemudian ayat 8, “…8 Dan seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama
‘Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan’. Lalu Musa pun menyampaikan jawaban bangsa itu kepada TUHAN…” Jadi di sini ada tanggapan. Di sini ada pernyataan dari
pihak lain Perjanjian itu, yang berkata, “Kami akan melakukannya, setiap hal
yang dikatakan, semuanya.” Bangsa Israel melakukannya dengan baik sekali,
bukan? Beberapa saat kemudian mereka sudah membuat sebuah anak lembu emas. Musa
kembali naik ke gunung untuk menyampaikan jawaban mereka kepada Tuhan, dan sementara dia berbuat itu, mereka
membuat sebuah anak lembu emas dan melanggar Perjanjian itu.
Jadi di mana letak salahnya? Bukan pada Perjanjian itu. Kesalahannya bukan pada
Perjanjian itu. Kesalahannya ada pada mereka.
So it needed a New Covenant. And we
will find out that even the New Covenant is the same as the Old Covenant. Okay,
so let's go to verse 9 in Hebrews, “9 ‘Not according to the Covenant that I made
with their fathers…” that’s what He
said, right? “…in the day when I took them by the hand to
lead them out of the land of Egypt; because they continued not in My Covenant…”
they couldn't keep it, they couldn't keep
their side of the bargain,
“…and I regarded them not,’ saith the Lord…” and they couldn't keep it because it was
too stringent from God's side? No, it's
because of their fallen flesh that they struggled with, and their lack of
faith. So our question is how's it different?
Well, it's not based on what we promise, but on what He promises. So
let's read it from verse 10, “…10
‘For this is the Covenant that I will make with the house of Israel after those
days,’…” he's quoting from Jeremiah, “…saith the Lord, ‘I…” you see, that's very important, “…I
will put My Laws into their mind, and write them in their hearts: and I
will be to them a God, and they shall be to Me a people.’…Hebrews
10, 16
‘This is the Covenant that I will make with them after those days,’ saith the
Lord, ‘I will put My Laws into their hearts, and in their minds will I write
them.’…”
Jadi diperlukan suatu
Perjanjian yang Baru. Dan kita akan melihat bahkan Perjanjian yang Baru itu
sama seperti Perjanjian yang Lama. Baiklah, mari kita ke ayat 9 di Ibrani
8, “9 Tidak menurut Perjanjian yang telah Kubuat dengan nenek moyang mereka…” itu kata Allah, “…pada hari
Aku memegang tangan mereka dan menuntun
mereka keluar dari tanah Mesir; sebab mereka tidak berlanjut dalam Perjanjian-Ku…”
mereka tidak bisa mematuhinya, mereka tidak bisa memegang bagian dari kewajiban
mereka, “…dan Aku tidak
mengindahkan mereka,’ firman Tuhan…” dan mereka tidak
bisa mematuhinya apakah karena itu terlalu ketat dari Allah? Tidak,
itu karena mereka bergumul dengan daging mereka yang berdosa, dan kurangnya
iman mereka. Jadi pertanyaannya ialah, bagaimana bedanya? Nah, itu tidak
berdasarkan pada apa yang kita janjikan, tetapi pada apa yang Allah janjikan.
Jadi mari kita baca dri ayat 10, “…10
‘Karena inilah Perjanjian yang akan Kubuat dengan kaum Israel sesudah waktu
itu,’…” Paulus mengutip
dari Yeremia, “…firman Tuhan. ‘Aku…” lihat, ini sangat penting, “…‘Aku
akan menaruh Hukum-Ku dalam pikiran mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, dan Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka
akan menjadi umat-Ku.’…” Ibrani pasal 10, “…16 ‘Inilah Perjanjian yang akan Kubuat dengan mereka sesudah waktu itu,’ firman
Tuhan. ‘Aku akan menaruh Hukum-Ku ke dalam
hati mereka dan dalam pikiran mereka akan Aku tulis mereka’…”
So now you have this personal God coming
and saying, “I see the weakness of human flesh, and you can promise as much as
you like, but I can see that you are just not capable. Therefore I will do it in
you.”
Now who is doing it? Jesus, through the Holy Spirit. Alright.
Has the Covenant changed? No, the
covenant is still the same. Only the One who enacts it in humanity is now
taking this particular way. So now previously you had the Covenant hasn't
changed, they were actually in any case supposed to have their faith in Jesus, towards
which the Covenant were showing. Now God is even initiating that part also.
Now this is very important because we
are coming towards the close of this world's history and we are told very
pertinently that only those who are of the faith of Abraham will make it, right?
So we need to understand this.
Jadi
sekarang ada Pribadi Allah ini yang datang dan berkata, “Aku melihat kelemahan
daging manusia, dan kamu boleh berjanji sebanyak yang kamu suka, tetapi Aku
bisa melihat bahwa kamu itu tidak
sanggup. Itulah sebabnya Aku yang akan melakukannya dalammu.”
Nah, siapa
yang melakukannya? Yesus, melalui Roh Kudus. Baiklah.
Apakah
Perjanjiannya sudah berubah? Tidak, Perjanjiannya masih tetap sama. Hanyalah
Dia yang memerankannya dalam kemanusiaan sekarang mengambil jalan yang khas
ini. Jadi sebelumnya, Perjanjian itu tidak berubah, bagaimana pun juga sebenarnya mereka harus memiliki iman dalam Yesus, kepada Siapa Perjanjian itu menunjuk. Nah, Allah bahkan memprakarsai bagian itu juga.
Nah, ini
sangat penting, karena kita mendekati penutupan sejarah dunia ini dan kita
diberitahu dengan sangat tepat bahwa hanya
mereka yang dari iman Abraham yang akan berhasil. Jadi kita perlu memahami ini.
So if we look at the Old and the New
Covenant, the Old Covenant was based on good promises, but the New
Covenant is based on better promises, not because God made a mistake, but
because it had fulfilled its role within the time frame when it was initiated.
Because the previous one, the good one was showing up until Christ. After He
fulfilled that part of the Covenant, now the New Covenant is showing to Him
coming again. Alright, let's look at it.
Maka bila
kita menyimak Perjanjian yang Lama dan yang Baru, Perjanjian
yang Lama berdasarkan pada janji-janji yang baik, tetapi
Perjanjian yang Baru berdasarkan janji-janji yang lebih baik, bukan karena
Allah melakukan kesalahan, tetapi karena Perjanjian itu telah menyelesaikan fungsinya di dalam kerangka waktu
untuk mana dia dibuat. Karena yang sebelumnya, yang baik, ada hingga Kristus.
Setelah Kristus menggenapi bagian dari Perjanjian itu, sekarang Perjanjian yang
Baru menunjuk kepada kedatanganNya yang kedua. Baiklah, mari kita simak.
You have the Old Covenant, was done
with:
ü an earthly church and a nation, a literal
nation under God, right?
ü It involved deliverance from Egypt.
ü It involved an earthly Canaan, that they
went to.
ü It involved an earthly Sanctuary with
earthly priests.
ü It involved an earthly Jerusalem.
ü And it was a Covenant of mortality, because
all of these priests were mortal and had to die and had to be replaced, right?
Perjanjian yang
Lama dibuat
dengan:
ü sebuah gereja yang di dunia
dan suatu bangsa yang literal di bawah Allah.
ü Melibatkan penyelamatan dari
Mesir.
ü Melibatkan Kanaan duniawi yang
mereka tuju.
ü Melibatkan Bait Suci yang di
dunia dengan imam-imam duniawi.
ü Melibatkan Yerusalem duniawi.
ü Dan itu sebuah Perjanjian yang
fana, karena semua imamnya fana dan harus mati dan digantikan.
So the Better Covenant is:
ü with the
Heavenly church.
Now this is very important, in other words,
those who are in Christ are Abraham's seed and heirs according to the promise.
Alright. So it's a Heavenly church.
ü And its deliverance
from sin.
ü It involves a
Heavenly Canaan.
No longer an earthly Canaan. How many
people want an earthly Canaan, Martin? Most. The entire system is based on an earthly
Canaan. We need to save the planet, Martin, because this is going to be the only
Canaan that we'll ever know. We’d better get it right now and make laws
concerning climate change, and we’d better listen to what the pope has to say
on the issue, right?
ü It involves a
Heavenly Sanctuary
ü a Heavenly
Jerusalem
ü a Heavenly
Priest
ü and it's based
on immortality, because that Priest never dies. He's the author of life.
Jadi Perjanjian yang Lebih Baik
ialah:
ü Dengan gereja yang di Surga.
Nah, ini sangat penting,
dengan kata lain, mereka yang di dalam Kristus adalah benih Abraham dan
ahliwaris menurut janji itu (Gal. 3:29). Jadi ini sebuah gereja surgawi.
ü Dan pembebasannya dari dosa.
ü Melibatkan Kanaan surgawi.
Bukan lagi Kanaan duniawi.
Berapa orang yang menginginkan Kanaan duniawi, Martin? Kebanyakan. Seluruh
sistem berdasarkan pada Kanaan yang duniawi. Kami perlu menyelamatkan planet
ini, Martin, karena planet ini akan menjadi satu-satunya Kanaan yang pernah
kami kenal. Sebaiknya kami segera melakukannya dan membuat undang-undang
mengenai perubahan iklim, dan sebaiknya kami mendengarkan apa yang dikatakan
Paus tentang isu itu, benar?
ü Melibatkan Bait Suci yang surgawi.
ü Yerusalem yang surgawi.
ü Imam yang surgawi.
ü Dan berdasarkan kebakaan, karena Imam itu tidak akan
pernah mati, Dialah Pencipta hidup.
So is the New Covenant better than
the Old? Yes, in that form. Because it is the Substance of a promise. You had the promise and the Substance is still
Jesus Christ. That brings us to the times that we are living in.
Jadi, apakah
Perjanjian yang Baru
lebih baik daripada yang Lama? Ya, dalam bentuk tersebut. Karena itulah Substansi dari suatu
janji. Sudah ada janjinya, dan Substansinya tetap Yesus Kristus.
Itu membawa kita ke masa di mana kita hidup sekarang.
We just had a series where we looked
at the events that take place at the coming of Christ and what will happen,
right? And there were those that were redeemed, and those that were not
redeemed. We need to understand how this works.
So we read in the book Last Days Events, “The Lord in His great mercy sent a most precious message to
His people through Elders [E.J.] Waggoner
and [A.T.] Jones. This message was to bring more prominently before the world the
uplifted Saviour, the sacrifice for the sins of the whole world.
It presented justification through faith in the surety;
it invited the people to receive the righteousness of Christ, which is made manifest in obedience to all the commandments of God.”
(LDE pg. 200, Testimonies to Ministers pg.
91-92)-
This is brilliantly put.
Kita baru
saja membuat seri di mana kita menyimak peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
kedatangan Kristus dan apa yang akan terjadi, bukan?
Dan ada mereka yang ditebus dan mereka yang tidak ditebus. Kita perlu memahami
bagaimana kerjanya.
Jadi
kita baca di buku Last Days Events, “Tuhan dalam
kemurahanNya yang besar, telah mengirimkan pekabaran yang sangat berharga
kepada umatNya melalui Ketua [E.J.] Waggoner dan [A.T.] Jones. Pekabaran ini
adalah untuk menyampaikan dengan lebih jelas kepada dunia, Sang Juruselamat
yang ditinggikan, Sang Kurban untuk penebusan dosa seluruh dunia. Pekabaran itu
menyodorkan pembenaran oleh iman yang dijamin. Pekabaran itu mengundang orang
untuk menerima kebenaran Kristus, yang dinyatakan dalam kepatuhan kepada semua Perintah
Tuhan…” (LDE
pg. 200, Testimonies to Ministers pg. 91-92)
Ini disampaikan dengan brilyan.
So the message of righteousness by faith
is an integral part, no! It is the substance of the Third Angel’s Message.
Now the Third Angel’s Message is, do not receive
the mark of the Beast. In other words, don't listen to papal authority, listen
to God's authority. And since the authority is ensconced in the Fourth
Commandment as to Who has jurisdiction over Heaven and earth, the Sabbath
>< Sunday issue becomes a very important point, right?
How is it justification through faith?
This is very important. You see the obedience that the people showed was always an
obedience enabled through Christ, appropriated through faith. So let's
look at this.
Jadi pekabaran pembenaran oleh iman
ini adalah bagian integral dari
Pekabaran Malaikat Ketiga. Bukan! Itulah substansi dari Pekabaran Malaikat Ketiga.
Nah, Pekabaran Malaikat Ketiga
itu ialah jangan menerima tanda Binatang.
Dengan kata lain, jangan mendengarkan
autoritas kepausan, dengarkan autoritas Allah. Dan karena autoritas
itu tertanam di dalam Perintah Keempat tentang Siapa yang berkuasa atas langit
dan bumi, isu Sabat >< hari Minggu
menjadi poin yang sangat penting, bukan?
Bagaimana kok itu pembenaran oleh iman?
Ini sangat penting. Kalian lihat, kepatuhan
yang ditunjukkan manusia selalu adalah kepatuhan yang dimampukan melalui
Kristus, yang diperoleh manusia melalui iman. Jadi mari kita
simak ini.
“What is justification by faith? It is the work of God in laying the glory of man in
the dust…” I don't think many people will be
happy with that, right? That's so beautifully put. We're not as smart as we
think we are. “…It is the work of God
in laying the glory of man in the dust and doing for man that which is not in his
power to do for himself. When man see their own nothingness they are prepared
to be clothed with the righteousness of Christ. When they begin to praise and
exalt God all the day long, then by beholding they are becoming changed into
the same image. What is regeneration? It is revealing to man what is his own
real nature, that in himself he is worthless…” that's not a popular message. “…These lessons you have
never learned. Oh, that you could realize the value of the human soul…” (20MR117.3). Sounds like a contradiction in terms, you're worthless, but the value is
like a pearl of great price. Because the message from the world is believe in yourself,
follow your heart. That's what the world says. So how do you reconcile
these?
“…Apakah pembenaran oleh iman? Itulah pekerjaan Allah dengan meletakkan kemuliaan
manusia di atas debu…” menurut saya banyak orang tidak akan senang dengan itu, bukan? Ini
dikatakan dengan begitu indah. Kita tidak secerdik yang kita sangka. “…Itulah pekerjaan Allah dengan meletakkan kemuliaan
manusia di atas debu dan melakukan bagi manusia apa yang tidak sanggup
dilakukannya sendiri dengan kekuatannya sendiri. Ketika manusia melihat
ketidakberartian mereka sendiri, mereka siap dikenakan jubah kebenaran Kristus.
Ketika mereka mulai memuji dan meninggikan Allah sepanjang hari, maka dengan
memandang, mereka diubahkan menjadi gambar yang sama.
Apakah regenerasi? Itulah menyatakan kepada manusia apa kodrat alaminya yang
sebenarnya, bahwa dalam dirinya sendiri, dia tidak berarti apa-apa…” ini bukanlah pesan yang populer. “…Pelajaran-pelajaran
ini tidak pernah kamu pelajari. Oh, seandainya kamu bisa menyadari nilai satu nyawa manusia.” (20MR117.3) Sepertinya ada kontradiksi
dalam istilahnya, kamu tidak berarti apa-apa, tetapi nilainya seperti mutiara
yang sangat mahal. Karena pekabaran
dari dunia ialah mempercayai diri sendiri, mengikuti kehendak sendiri.
Itulah kata dunia. Jadi bagaimana kita bisa mempersatukan ini?
Actually where lies the worth in
humanity? The
worth in humanity lies in how they were created originally in the image of God.
They've lost the luster, they've lost the robe of light, they've become subject
to death, and if they are not redeemed they will be obliterated forever, right?
So the value is, that they can be restored to the original. Who does that?
Christ. Alright, but man says, “I want to do it. I want to do it.” So this is
not going to work, this is salvation by faith versus salvation by works.
Now let's unpack that.
Sebenarnya
di mana nilai kemanusiaan? Nilai
kemanusiaan ada di bagaimana mereka aslinya diciptakan, dalam keserupaan dengan
Allah. Mereka telah kehilangan terangnya, mereka telah
kehilangan jubah cahayanya, mereka jadi tunduk kepada kematian, dan jika mereka
tidak ditebus, mereka akan selamanya dilenyapkan
selamanya, bukan?
Maka nilainya ialah, mereka bisa dipulihkan ke kondisi aslinya. Siapa yang
melakukan itu? Kristus. Baiklah, tetapi manusia berkata, “Aku mau melakukannya,
aku yang mau melakukannya.” Ini tidak akan bisa. Inilah keselamatan melalui iman versus keselamatan melalui
perbuatan.
Sekarang
mari kita kupas itu.
“The thought that the righteousness
of Christ is imputed to us, not because of any merit on our part,
but as a free gift from God, is a precious thought…” Now listen carefully. “…The enemy
of God and man is not willing that this truth should be
clearly presented; for he knows that if the people receive
it fully, his power will be broken…”
Martin, who can break the power of Satan?
Only Christ can. “…If he can control
minds so that doubt and unbelief
and darkness shall compose the experience of those who claim to be the
children of God, he can overcome
them with temptation. That simple faith that
takes God at His Word should be encouraged.
God’s people must have that faith which will
lay hold of divine power; ‘for by grace are ye saved through faith; and that not of yourselves:
it is the gift of God.’…” quoting Ephesians 2:8. “…Those
who believe that God for Christ’s sake has forgiven their sins
should not, through temptation, fail to press on to fight the good fight of faith. Their faith should grow stronger
until their Christian
life, as well as
their words, shall declare,
‘The blood of Jesus Christ cleanseth
us from all sin.’ (Gospel Workers 1892 pg. 103)
So who cleanses? Jesus. And this is
so important for our time, because doubt and unbelief and darkness shall
overtake you. We are living in those days. So this is so important to show you
again where does your faith even come from.
“…Memahami bahwa kebenaran Kristus
diperhitungkan sebagai milik kita bukan karena kebaikan apa pun di pihak kita,
tetapi sebagai pemberian cuma-cuma dari Allah, adalah konsep yang indah…” sekarang dengarkan baik-baik, “…Musuh Allah dan
manusia tidak rela kalau kebenaran ini disampaikan dengan jelas, karena dia
tahu jika manusia menerima konsep itu dengan utuh, dia akan kehilangan
kuasanya…” Martin, siapa yang bisa
mematahkan kuasa Setan? Hanya Kristus. “…Jika Setan bisa mengendalikan pikiran sehingga
keraguan dan ketidakpercayaan dan kegelapan menjadi pengalaman mereka yang
mengaku sebagai umat Allah, dia bisa mengalahkan mereka dengan pencobaan. Iman
yang sederhana untuk mempercayai Allah sebagaimana yang tertulis di FirmanNya,
harus digalakkan. Umat Allah harus memiliki iman yang akan berpegang teguh pada
kuasa Ilahi, ‘8
Karena oleh kasih karunia kamu diselamatkan
melalui iman, dan itu bukan karena usaha kamu, itu adalah pemberian Allah’…” mengutip Efesus 2:8. “…Mereka yang percaya bahwa Allah demi Kristus telah
mengampuni dosa-dosa mereka, janganlah saat melalui pencobaan, gagal berperang dengan gigih dalam iman. Iman mereka
haruslah bertumbuh lebih kuat hingga kehidupan Kristen mereka dan juga
perkataan mereka, menyatakan, ‘Darah Yesus Kristus membersihkan kami dari semua
dosa.’ (Gospel
Workers 1892 hal. 103)
Jadi siapa yang membersihkan? Yesus. Dan ini begitu
penting untuk masa kita karena keraguan dan ketidakpercayaan dan kegelapan akan
melanda kita. Kita sedang hidup di hari-hari demikian. Jadi ini sangat penting
untuk kembali
menunjukkan kepada kita bahkan dari mana datangnya iman kita.
Alright, Martin, did Abraham believe the promises of God? Yes,
he went and sacrificed Isaac. Well, he didn't actually sacrifice him, because
it wasn't required, but it was in his heart to do it, right? He already sacrificed
him in his mind and faith. We need that faith in the time that we are living in,
right?
Baiklah, apakah Abraham
mempercayai janji-janji Allah? Ya, dia pergi dan mengurbankan Ishak. Nah, dia
tidak sampai benar-benar mengurbankan Ishak karena itu tidak perlu, tetapi niat
itu sudah ada di hatinya, kan? Dalam pikirannya dan imannya Abraham sudah
mengurbankan Ishak. Kita perlu iman seperti ini di masa di mana kita hidup
sekarang ini.
So let's qualify. Here's another
quote. “The work of overcoming is in our hands…”
but the New Covenant says “I will write it
on your heart”. He will do it. “…but we are not to overcome
in our own name or strength…” and there lies the crux of the matter. That's why it is righteousness by
faith, “…for of ourselves we cannot keep the Commandments of God…” Martin, this is that slight nuance, this
shift in emphasis, where the crux of the matter lies. I cannot keep the
Commandments of God. Now, the legalist will shout and say, “You’ve
capitulated!” No! It says clearly I cannot of myself keep the Commandments of
God. “…The Spirit of God must help our infirmities. Christ has
become our sacrifice and surety. He has become sin for us
that we might become the righteousness of God in Him. Through faith in His
name He imputes unto us
His righteousness, and it becomes
a living principle in our life.... Christ imputes to us His sinless character and presents us to the Father
in His own purity.” (That I May Know Him pg. 302)
So my perfection is a perfection in Christ.
We've read also before, you have to put your faith in Christ, He initiates
actually that faith also, and then the outflow because of that, will be obedience to the Command. So it is
not I who can boast that I have become
obedient. The only boast I have is that Christ within me has compelled me to obedience not
because He forces or coerces me, but because I have willingly submitted myself to His
will. When Joseph was confronted by Potiphar's wife, his words were, “I
cannot commit this great sin against God”. So in his own flesh he didn't
succeed, but by the power of God in him he managed to escape, but even there he
lost his cloak. It was close.
Jadi mari
kita bahas. Di sini ada kutipan lain. “…Pekerjaan menaklukkan ada di tangan kita…”
tapi Perjanjian yang Baru mengatakan, “Aku akan
menulisnya di hatimu”. Allah yang melakukannya, “…tetapi kita tidak bisa menaklukkan dengan nama atau
kekuatan kita sendiri…” dan di situlah letak inti masalahnya. Itulah mengapa pembenaran itu oleh
iman,
“…karena dari diri kita sendiri kita
tidak bisa mematuhi Perintah-perintah Allah…” inilah perbedaan yang kecil itu, pergeseran dalam penekanan di mana inti masalahnya
terletak. Saya tidak bisa mematuhi Perintah-perintah Allah. Nah, orang-orang
legalis akan berteriak dan berkata, “Kamu sudah menyerah!” Tidak! Dikatakan
dengan jelas bahwa saya dari diri saya sendiri tidak bisa mematuhi Perintah-perintah
Allah. “…Roh Allah harus menolong
kelemahan-kelemahan kita. Kristus telah menjadi kurban dan jaminan kita. Dia
telah menjadi dosa bagi kita agar kita bisa menjadi kebenaran Allah di dalam
Dia. Melalui iman dalam namaNya Dia memperhitungkan kepada kita karakterNya
yang tidak berdosa dan mempersembahkan kita kepada Bapa dalam kekudusanNya
Sendiri. ” (That I May Know Him hal. 302)
Maka kesempurnaan saya adalah
kesempurnaan dalam Kristus. Sebelumnya kita juga sudah membaca,
kita harus menempatkan iman kita dalam Kristus, Dia juga yang memprakarsai iman
itu. Kemudian hasilnya dari itu adalah kepatuhan kepada Perintah Allah. Jadi bukanlah saya yang bisa menyombong bahwa saya telah menjadi patuh.
Satu-satunya yang bisa saya sombongkan ialah bahwa Kristus di dalam saya telah membuat saya patuh, bukan karena Dia memaksa atau membujuk saya, tetapi karena dengan ikhlas saya telah menyerahkan diri
saya kepada kehendakNya. Ketika Yusuf dikonfrontasi
oleh istri Potifar, kata-katanya ialah, “Aku tidak bisa
melakukan dosa yang besar ini terhadap Allah.” (Kej. 39:9). Jadi dalam kedagingannya sendiri dia tidak berhasil, tetapi oleh kuasa
Allah dalamnya, dia berhasil lolos, walaupun begitu dia sempat kehilangan jubahnya.
Jadi itu nyaris.
Alright, so “Christ attaches a weight of importance to the obedience
of His people to the Commandments of God…” that is clear in the Bible. “…They are to have an intelligent knowledge of them, and bring
them into their daily life.
Man cannot keep the Commandments of God,
only as he is in Christ, and Christ in him…” So the only
way I can keep them is if Christ works that within me. This is a
nuanced difference. It's not a question of “Oh, so you say you can't keep
them?” Actually, yes, I’m saying I can't keep them, but if Christ
is working in me, I can! No, I must keep them. Because if your faith is
in Him you can do no other. How do I appropriate that power? Through faith.
So let's read it again. “…Man cannot keep the Commandments of God,
only as he is in Christ, and Christ in him…”
will he be able to do that, right? “… And it is not possible
for him to be in Christ, having light on His commandments, while disregarding
the least of them. By steadfast, willing
obedience to His word, they evidence
their love for the Sent of God…”
So the action from the outside is exactly the same.
To a legalist it looks perfect when the Pharisees keep the Commandments, but
it's not applied to the heart, it's not written in the heart. It is an outward
action that is to gratify and satisfy the flesh. And that was the problem with
the Old Covenant, they were keeping it as a tradition, not as a faith
substance. So “…By steadfast, willing obedience to His word, they evidence their love for
the Sent of God. Not to keep the Commandments of God is not to love Him. None will keep the
Law of God unless
they love Him,
who is the only begotten of the Father. And
nonetheless surely if they love Him, they will express that love by obedience to Him. All who love Christ will be loved of the Father, and He will manifest Himself to them. In all their emergencies and perplexities
they will have a Helper
in Jesus Christ.” (This Day with God
pg. 142) This is the New Covenant.
Baiklah, maka, “…Kristus menekankan betapa pentingnya kepatuhan umatNya
kepada Perintah-perintah Allah…” itu dikatakan dengan jelas di Alkitab. “…Mereka harus
memiliki pengetahuan yang inteligen tentang Perintah-perintah itu, dan membawa
mereka ke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Manusia tidak bisa mematuhi Perintah-perintah
Allah, kecuali jika dia ada dalam Kristus dan Kristus ada dalam dia…” Jadi satu-satunya cara saya bisa mematuhi mereka ialah jika
Kristus yang mengerjakan itu di dalam saya. Inilah nuansa perbedaannya. Ini bukan masalah “Oh, jadi kamu berkata kamu tidak bisa
mematuhi mereka?” Sebenarnya, benar, saya mengatakan saya tidak bisa mematuhi mereka, tetapi jika Kristus yang bekerja
di dalam saya, saya bisa! Bukan, saya harus mematuhi mereka! Karena jika
iman kita ada dalam Dia, kita tidak bisa berbuat selain itu. Bagaimana saya mendapatkan kuasa itu?
Melalui iman. Jadi mari kita
baca lagi, “…Manusia tidak bisa mematuhi Perintah-perintah Allah, kecuali
jika dia ada dalam Kristus dan Kristus ada dalam dia…” baru dia akan bisa berbuat itu. “…Dan tidak mungkin baginya berada di dalam
Kristus, setelah mendapatkan terang mengenai Perintah-perintahNya, sementara
mengabaikan yang terkecil dari antara mereka. Dengan mematuhi FirmanNya dengan teguh
dan rela, mereka membuktikan kasih mereka kepada Yang Diutus oleh Allah…” Jadi dari luar, perbuatan itu persis sama.
Kepada seorang legalis tampaknya sempurna ketika orang Farisi mematuhi Perintah-perintah.
Tetapi itu tidak diaplikasikan ke hati, itu tidak tertulis dalam hati. Itu
hanya sebuah tindakan luar untuk menyenangkan dan memuaskan yang lahiriah. Dan
itulah masalahnya dengan Perjanjian yang Lama, mereka mematuhinya sebagai tradisi bukan sebagai substansi iman. Jadi, “…Dengan mematuhi FirmanNya dengan teguh dan rela, mereka
membuktikan kasih mereka kepada Yang Diutus oleh Allah. Tidak mematuhi Perintah-perintah
Allah berarti tidak mengasihi Allah. Tidak ada
yang akan mematuhi Hukum Allah kecuali mereka mengasihi Allah, yang adalah
Anak satu-satunya dari Bapa. Dan walaupun begitu, tentu saja jika mereka mengasihi Dia, mereka akan menyatakan
kasih itu dengan patuh kepadaNya. Semua yang mengasihi Kristus akan dikasihi
oleh Bapa, dan Dia akan menyatakan DiriNya kepada mereka. Dalam segala masalah mereka yang mendesak dan
kekhawatiran mereka, mereka memiliki seorang Penolong dalam Yesus Kristus.”
(This
Day with God hal. 142) Inilah Perjanjian yang Baru.
And just as Adam and Eve had a test,
and just as Abraham had a test, and just as the children of Israel had a test,
so God's
people at the end of time will have a test too. Now we know what those
tests are. It started off with a test on appetite, and we repeat that test very
clearly in the book of Daniel which is the type of the end.
ü So appetite will be a test,
ü then total obedience to all God's requirements
will be a test,
ü culminating in the test of authority that's
the mark
of the Beast.
Let's go, let's work our way towards that.
Dan sama
seperti Adam dan Hawa diberi ujian, dan juga Abraham diberi ujian, dan persis
seperti bangsa Israel diberi ujian, maka umat Allah pada akhir zaman akan mendapat ujian juga.
Nah, kita tahu ujian-ujian itu apa. Yang pertama dimulai dengan ujian selera
makan, dan kita ulangi ujian itu dengan jelas di kitab Daniel, yang adalah tipe
dari akhir zaman.
ü Jadi selera makan akan menjadi ujian,
ü lalu kepatuhan total kepada semua persyaratan
Allah akan menjadi ujian,
ü yang mengkulminasi dalam ujian
mengenai autoritas, yaitu tanda
Binatang.
Ayo, mari kita ke sana.
So “God
will test all, even as He tested Adam and Eve, to see whether they will be
obedient. Our loyalty or disloyalty will decide our destiny. Since the fall of
Adam, men in every age have excused themselves for sinning, charging God with
their sins, saying that they could not keep His Commandments. This is the insinuation
Satan cast at God in Heaven. But the plea ‘I cannot keep the Commandments’ need
never be presented to God, for before Him stands the Savior, the marks of the
crucifixion upon His body, a living Witness that the Law can be kept. It is not
that man cannot keep the Law but that they will not.” (RH May 28, 1901, art. A par. 8)
Rebellion.
Jadi
“…Allah akan menguji semua, seperti Dia menguji Adam dan Hawa untuk
melihat apakah mereka akan patuh. Kesetiaan kita atau ketidaksetiaan kita akan
menentukan takdir kita. Sejak kejatuhan Adam, manusia di setiap zaman selalu
memberikan alasan untuk perbuatan dosa mereka, menyalahkan Allah untuk
dosa-dosa mereka, mengatakan bahwa mereka tidak bisa mematuhi
Perintah-perintahNya. Inilah tuduhan yang dilemparkan Setan kepada Allah di Surga. Tetapi permohonan ‘aku tidak bisa mematuhi Perintah-perintah’ tidak pernah
perlu disampaikan kepada Allah, karena di hadapanNya berdiri Sang Juruselamat,
tanda-tanda penyaliban tertera pada tubuhNya, satu Saksi yang hidup bahwa Hukum
bisa dipatuhi. Bukan manusia tidak bisa mematuhi Hukum, tetapi mereka yang
tidak mau.” (RH May 28, 1901, art. A par. 8)
Memberontak.
So the fruit of the Spirit is obedience.
Because all have the capacity to have faith that Christ can work in you and help
you keep the Commandments. But Martin, you can never get to the point where you
boast and say, “Aha, I have achieved!” Because then you are sure to have fallen.
Jadi buah Roh itu kepatuhan.
Karena semua punya kemampuan untuk memiliki iman yang bisa dikerjakan Kristus
di dalam kita, dan membantu kita mematuhi Perintah-perintah. Tetapi Martin,
kita tidak akan pernah tiba di titik di mana kita bisa menyombong dan berkata,
“Aha! Aku sudah mencapainya!” karena pada saat
itulah kita pasti sudah jatuh.
“There's a work that everyone
of us must do if we would be saved in the eternal world. But while we must on
our part do what God has given us to do, we must realize that having done all, we
should come far short of salvation; did not the Lord on His part do that which
finite sinful man cannot do for himself?...” So you see the subtle difference in thinking. The path of presumption lies
very close to the path of faith, it's just a slight mind shift.
ü Rome says it is an anathema to believe in
justification by faith alone, because they
say it excludes
obedience, which is so important.
ü Protestants say it is an anathema to believe that it's not
by faith alone, because obedience can always only be the result and not
the means to salvation.
It's a subtle difference, but they've
been killing each other for millennia as a consequence. And unfortunately on
the Protestant side it's drifted on to the other part where now the
Commandments, oh it can't be kept anymore. So they've done away with them “…The religious life is wholly dependent
upon the blending of both human and divine forces. Man is to work out his own
salvation, but he cannot do this without divine aid…” that is the bottom line. So Martin, when you are sealed one day, and there is
no more Mediator, the fact that you are sealed is an act of divine aid. It
doesn't mean you are doing anything or you are capable of doing anything, it's
still Christ. It means simply that you have submitted
yourself to such an extent that you can be protected even if it takes the
entire angelic host. “…and although Christ has
paid an infinite price to save the souls of men from everlasting ruin, He will
not do that part of the work which was left for man to perform. We are to live
by faith. We are not to be controlled by impulse and feeling, but the
principles of God's Law must govern our lives. While we look to Jesus as the
Source of all power, we shall not fail to receive help in every time of need, ‘for it is God which worketh in you, both
to will and to do His good pleasure.’ (Phil. 2:13).” (RH Otober 30, 1888)
So it's just a nuanced difference. I
am relying on Christ to fulfill that which I in my own strength will never be
capable of.
“…Ada pekerjaan yang harus dilakukan setiap kita jika
kita mau diselamatkan di dunia yang kekal. Tetapi sementara itu di pihak kita, kita harus melakukan apa yang telah
diserahkan Allah kepada kita untuk kita lakukan, kita harus menyadari bahwa
setelah melakukan semuanya itu pun kita
masih sangat jauh dari keselamatan; bukankah Tuhan di pihakNya melakukan apa
yang manusia berdosa yang terbatas tidak bisa melakukan untuk dirinya sendiri?…” Jadi kalian lihat, itu hanya perbedaan yang kecil dalam berpikir. Jalur mengandalkan pikiran sendiri itu sangat dekat dengan jalur iman, itu hanya sedikit pergeseran
kecil saja di pikiran.
ü Roma berkata mempercayai pembenaran
oleh iman saja itu anathema, karena mereka bilang itu tidak mengikutsertakan kepatuhan yang begitu penting.
ü Protestan berkata mempercayai bahwa bukan hanya oleh iman saja itu anathema, karena kepatuhan selamanya hanyalah
hasil dari dan bukan sarana kepada keselamatan.
Ini perbedaan yang samar, tetapi sebagai konsekuensinya mereka saling bunuh
selama ribuan tahun. Dan sayangnya pihak
Protestan sudah terbawa mengikuti arus ke pihak seberang di mana sekarang bagi
mereka, Perintah-perintah, oh, mereka tidak bisa dipatuhi lagi. Maka Protestan
telah menyingkirkan mereka. “…Kehidupan
relijius seluruhnya bergantung pada penggabungan antara kedua kekuatan manusia
dan Ilahi. Manusia harus mengerjakan keselamatannya sendiri, tetapi dia tidak
bisa melakukan ini tanpa bantuan Ilahi…”
inilah fondasinya. Jadi Martin, bila pada suatu hari kita
dimeteraikan, dan tidak ada lagi Perantara, fakta bahwa kita
sudah dimeteraikan adalah suatu tindakan bantuan Ilahi. Tidak berarti bahwa kita
mengerjakan apa-apa atau kita sanggup mengerjakan apa-apa, itu masih dilakukan
Kristus. Itu semata-mata berarti bahwa kita
sudah menyerahkan diri kita sampai ke tahap di mana kita bisa dilindungi
walaupun untuk itu diperlukan seluruh balatentara surga, “…dan walaupun Kristus
sudah membayarkan harga yang tidak terbatas untuk menyelamatkan jiwa-jiwa
manusia dari celaka yang kekal, Dia tidak akan
melakukan bagian pekerjaan yang ditinggalkan bagi manusia untuk melakukannya.
Kita harus hidup oleh iman. Kita tidak boleh dikendalikan oleh impuls dan
perasaan, melainkan prinsip-prinsip Hukum Allah haruslah menguasai hidup kita.
Sementara kita memandang ke Yesus sebagai Sumber segala kuasa, kita tidak akan
gagal menerima bantuan setiap waktu kita membutuhkannya ‘13 karena Allahlah yang
mengerjakan di dalam kamu, baik untuk berkemauan
maupun untuk berbuat menurut yang menyenangkanNya.’(Fil. 2:13).” (RH Otober
30, 1888)
Jadi ini hanya perbedaan nuansa saja. Saya bersandar pada Kristus untuk menggenapi
apa yang tidak akan sanggup saya lakukan dengan kekuatan saya sendiri.
You know, Martin, the Bible calls this the mystery
of salvation.
Colossians 1:26, “ 26 the mystery which has been hidden from ages and from
generations, but now has been revealed to His saints…” those who are of the faith of Abraham “… 27 To them God
willed to make known what are the riches of the glory of this mystery among the
Gentiles…” and here's the crux of the matter “…which is Christ in you, the hope of glory…”
there lies the power. “…28 Him we preach,
warning every man and teaching every man in all wisdom, that we may present
every man perfect in Christ Jesus.” (NKJV)
Tahukah,
Martin, Alkitab menyebut ini misteri
keselamatan.
Kolose 1:26, “26 yaitu rahasia yang telah disembunyikan selama berabad abad dan
dari generasi ke generasi, tetapi yang sekarang telah dinyatakan
kepada orang-orang kudus-Nya…” yaitu mereka yang
memiliki iman Abraham. “…27
Kepada mereka Allah mau memberitahukan apa kekayaan dari kemuliaan rahasia ini di
antara bangsa-bangsa lain,…” dan inilah intinya, “…yaitu
Kristus dalam kamu, harapan akan kemuliaan!…” di sanalah letak
kuasanya. “…28 Dia kami khotbahkan,
mengingatkan setiap orang, dan mengajar setiap orang dalam segala hikmat, agar kami bisa mempersembahkan setiap orang
sempurna dalam Kristus Yesus.”
So that brings us then to the Third
Angel’s Message contrasting the mark of the Beast and the Seal of God. We're
heading for the final events, we need to have a right relationship and a right faith.
“The
Third Angel’s Message in verity ~ Several have written to me, inquiring if the message of
Justification by Faith is the Third Angel’s message. And I have answered, ‘It
is the Third Angel’s Message in verity.’” (Review and Herald
April 1, 1890, Ev. 190.3)
What does that mean? It's the
substance!
So do not accept the mark of the Beast is
righteousness by faith? Yes! Because that obedience which you are required to
render, is the perfect sign of either your submission to Christ so
that He can work within you, or your rebellion. That's why it's righteousness
by faith.
Jadi itu membawa
kita ke Pekabaran Malaikat Ketiga,
yang mengkontras antara tanda Binatang dan
Meterai Allah. Kita sedang menuju peristiwa-peristiwa terakhir, kita perlu
memiliki hubungan yang benar dan iman yang benar.
“Pekabaran Malaikat Ketiga, intinya ~ Beberapa orang
menulisi aku, menanyakan apakah pekabaran Pembenaran oleh Iman adalah Pekabaran
Malaikat Ketiga. Dan aku telah menjawabnya, ‘Itu benar Pekabaran Malaikat Ketiga,
intinya.’” (Review and Herald
April 1, 1890, Ev. 190.3)
Apa artinya
itu? Itulah Substansinya!
Jadi, apakah
tidak menerima tanda Binatang
itu pembenaran oleh iman? Iya! Karena kepatuhan yang harus kita berikan, itu adalah tanda
yang sempurna, apakah itu penyerahan
kita kepada Kristus agar Dia bisa bekerja di dalam kita, atau
pemberontakan kita. Itulah mengapa itu adalah pembenaran oleh iman.
So in Revelation 14:9 we read, “9 Then a third angel
followed them, saying with a loud voice, ‘If anyone worships the Beast and
his image, and receives his mark
on his forehead or on his hand…” very important “…10 he himself shall also
drink of the wine of the wrath of God, which is poured out full strength
into the cup of His indignation. He shall be tormented with fire
and brimstone in the presence of the holy angels and in the presence of the
Lamb.” (NKJV)
So it's very important that this mark
of the Beast will be on the forehead or on the hand.
Jadi di Wahyu 14:9
kita baca, “9 Dan
seorang malaikat lain, malaikat ketiga, mengikuti
mereka, dan berkata dengan suara nyaring,
‘Jikalau seorang menyembah Binatang dan patungnya itu, dan menerima
tanda pada dahinya atau pada tangannya…” sangat penting, “…10 maka ia sendiri akan minum dari anggur murka Allah, yang dicurahkan dengan seluruh kekuatannya ke dalam cawan murka-Nya; dan
ia akan disiksa dengan api dan belerang di depan mata malaikat-malaikat kudus
dan di depan mata Anak Domba…”
Jadi sangat penting tanda Binatang ini akan ada di dahi atau di tangan.
If we go to Deuteronomy and we look
at the Law of God it says in verse 18 chapter 11, “18 Therefore you shall lay up these words of Mine…” which are the Ten Commandments “…in your heart and in your soul,
and bind them as a sign on your hand, and they shall be as frontlets between your eyes.” (NKJV)
So there's no “or”, there's only an “and”.
Jika kita ke
Ulangan dan kita simak Hukum Allah, dikatakan di pasal 11:18, “18 Oleh
karena itu kamu harus menaruh perkataanKu ini…” yaitu Kesepuluh
Perintah Allah “…dalam hatimu dan dalam
jiwamu; dan mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu, dan mereka harus menjadi tanda di
antara kedua matamu.”
Jadi tidak ada “atau” hanya ada “dan”.
And Martin if we pull this through to the Sabbath Commandment, Exodus 31, “13 Speak also to the children of Israel, saying: ‘Surely My Sabbaths you shall keep, for it is a sign…” a mark “… between Me and you throughout your generations, that you may know that I am the Lord who sanctifies you.” (NKJV)
Dan Martin, jika
kita tarik ini ke Perintah hari Sabat, Keluaran 31, “13
‘Katakanlah kepada orang
Israel, demikian: ‘Pastikan hari-hari
Sabat-Ku harus kamu pelihara sebab itulah sebuah tanda…” sebuah cap
“…antara Aku dan kamu, turun-temurun, sehingga kamu mengetahui, bahwa Akulah
TUHAN, yang menguduskan kamu…”
So here we have two clashing
ideologies.
v One that is
satisfied if you do as you're told. It's on your hand.
Or you might even be convinced that it's right to be
in rebellion towards God, then it's in your forehead.
v But God wants
it both ways.
He wants your obedience to be willing
obedience, because you are convinced and because you are
obedient.
Your obedience is actually a consequence of you’re convinced, right?
So it's righteousness by faith, that's what
it is.
Jadi di sini ada dua ideologi yang berbenturan.
v Satu, yang puas jika kita melakukan
apa yang disuruh. Itu ada di
tangan kita.
Atau bahkan kita mungkin diyakinkan
bahwa itu benar memberontak terhadap Allah, kalau begitu maka
itu ada di dahi.
v Tetapi Allah ingin kedua-duanya.
Dia menginginkan kepatuhan
kita untuk rela patuh, karena
kita yakin dan karena
kita memang patuh. Kepatuhan itu sesungguhnya akibat dari
keyakinan kita.
Jadi itulah pembenaran oleh
iman.
So you know here's an interesting
verse in the book of Esther 8:2, “2 So the king
took off his signet ring, which he had taken from Haman, and gave it to
Mordecai; and Esther appointed Mordecai over the house of Haman.”
That's a very interesting typology.
So the king had given his signet ring, his mark of authority. Now if you look
at that word “signet” do you see the word “sign” in it? Yes, so you have
“signet” and there's a “sign”. So it is the sign of his authority. So the
ring was there, and you put your seal on whatever it is that you did it.
v That signet ring
was given to Haman.
The king had taken his signet ring off, and
given the authority to an earthly potentate, and said, “Here, you have full
authority.” So he's a type of the King of Heaven, God the Father.
v And an earthly
king that gets this authority.
But in this case, the king is a symbol of another
power, that is giving an earthly power authority. And he must use that
authority because he wanted to use that authority to destroy God's people.
v There's another
earthly king who has a signet ring, by the authority of the dragon, who
gives him his seat and great authority.
And he wants to use that signet, that sign,
to exert his authority over God's people. What will happen to him?
v The tables will be turned and Haman will hang on that gallow.
And the king took the ring that he took
from Haman, and he gave it to Mordecai.
v And Esther was
a type of the church, put him over the house.
So righteousness, the real sign, the real
signet, will be the victor.
Jadi ini ada ayat
yang menarik di kitab Ester 8:2, “2 Maka raja mencabut cincin stempelnya yang telah diambilnya
dari Haman, dan memberikannya kepada Mordekhai; dan Ester mengangkat Mordekhai
menjadi penguasa atas rumah Haman.”
Ini adalah tipologi
yang menarik. Jadi si raja telah memberikan cincin stempelnya, tanda autoritasnya.
Nah, bila kita lihat kata “signet” (stempel) apakah kita melihat kata “sign”
(tanda) di dalamnya? Ya, jadi
di sini ada “stempel” dan ada “tanda”. Jadi itu adalah tanda autoritasnya. Jadi ada cincin itu dan dia memasang stempelnya
pada apa pun yang dilakukannya.
v Cincin stempel itu
tadinya diberikan kepada Haman.
Si raja melepas cincin stempelnya dan memberikan wewenang
kepada seorang penguasa di dunia dan berkata, “Ini, kamu memiliki autoritas
penuh.” Jadi dia adalah tipe
dari Raja Surga, Allah Bapa.
v Lalu seorang raja
di dunia yang memperoleh autoritasnya.
Tetapi dalam hal ini, raja itu adalah simbol dari kekuasaan yang lain,
yang memberikan autoritas kepada seorang penguasa dunia. Dan dia harus
menggunakan autoritas itu, karena dia mau memakai
autoritas itu untuk membinasakan umat
Allah.
v Ada raja dunia yang lain
yang memiliki cincin stempel melalui autoritas si naga, yang memberikan
kepadanya kedudukannya dan autoritasnya yang besar.
Dan dia mau
menggunakan stempel itu, tanda itu, untuk memaksakan autoritasya atas umat
Allah. Apa yang akan terjadi padanya?
v Kondisinya akan
dijungkirbalik, dan Haman akan digantung di tiang gantungan.
Dan raja itu mengambil cincin yang diambilnya dari Haman,
dan dia memberikannya kepada Mordekhai.
v Dan Ester adalah tipe dari gereja.
Dia
mengangkat Mordekhai untuk menguasai rumah Haman.
Maka kebenaran, tanda yang sejati, stempel yang sejati,
yang akan menang.
The reason why you keep it is very important.
Do you keep it out of fear (OR the hand), or do you keep it out of love (AND the hand)?
Revelations 14:12, “12 Here is the
patience of the saints; here are those who keep the commandments of God and the
faith of Jesus.”
If it's not Christ working within you,
keeping the Commandments of God is useless. The Pharisees tried that, it was a failure.
Alasan mengapa kita
patuh itu sangat penting. Apakah kita patuh karena takut (ATAU di tangan); atau kita mematuhi
karena kasih (DAN di tangan)?
Wahyu 14:12, “12
Di sinilah keuletan orang-orang kudus, inilah mereka yang memelihara perintah-perintah Allah
dan imannya Yesus.”
Jika bukan Kristus yang
bekerja di dalam kita, maka mematuhi Perintah-perintah Allah itu sia-sia. Orang Farisi sudah mencobanya, dan itu suatu kegagalan.
So here's a quote from Testimonies to Ministers pg. 444, “The angels of God
do His bidding, holding back the winds of the earth, that the winds should not blow on the earth, nor on the sea, nor on any tree, until the
servants of God should be sealed in their foreheads. The Mighty
Angel is seen ascending from the east
(or sunrising). This mightiest of Angels has in His hand the seal of the living God,
or of Him who alone can give life, who can inscribe
upon the foreheads the mark or inscription, to whom shall be
granted immortality, eternal life. It
is the voice of this highest
Angel that had authority to command
the four angels to keep in check the
four winds until this work was performed, and until He should give the summons
to let them loose.”
We are living in that time. The winds
are beginning to blow and when those angels let loose it's very important that
you be sealed, where? In your forehead, that is in your frontal lobe, in your
decision making. And righteousness
by faith is laying man's glory in the dust, in other words, submitting
to the power of Christ to work in you, that which you are not capable of doing
for yourself. And that is an act of faith.
Jadi di sini ada kutipan dari Testimonies to Ministers hal. 444, “…Malaikat-malaikat
Allah melakukan suruhanNya, menahan angin-angin dunia, agar angin-angin jangan
bertiup di bumi, maupun di laut, maupun pada pohon apa pun, hingga hamba-hamba
Allah dimeteraikan di dahi mereka. Malaikat yang perkasa terlihat turun dari
timur (atau dari matahari terbit). Malaikat yang paling perkasa ini di
tanganNya ada meterai dari Allah yang hidup, atau
dari Dia saja yang bisa memberi hidup, yang bisa menulis di dahi tanda atau
tulisan, pada mereka yang akan
dikaruniai kebakaan, hidup kekal. Suara Malaikat yang tertinggi inilah yang
punya autoritas memerintahkan keempat malaikat yang menahan keempat angin
hingga pekerjaan ini terlaksana dan hingga Dia memberikan perintah untuk
melepaskan mereka.”
Kita hidup di zaman itu. Angin mulai bertiup dan ketika
malaikat-malaikat itu melepaskannya, sangatlah penting kita sudah dimeteraikan
di mana? Di dahi kita, yang adalah lobus frontal kita, tempat kita membuat
keputusan. Dan pembenaran oleh
iman ialah meletakkan kemuliaan manusia di atas debu, dengan
kata lain, menyerah kepada
kekuasaan Kristus untuk bekerja di dalam kita, apa yang tidak sanggup kita kerjakan
sendiri. Dan itulah suatu tindakan iman.
So the core of the New Covenant, but
also the
core of all Covenants, has never changed, the Law of God.
“There is an earnest
work of preparation to be done by Seventh-day Adventists…” Now, let me just
say that not only Adventists, but here particularly they are mentioned because,
again like the children of Israel, often they think they must do it in their
own strength, and also like Israel, they are they as an example to the world, “… if they
would stand firm in the trying experiences just before them, if
they remain true to God in
the confusion and temptation of the last days,
they must seek the Lord in humility of heart
for wisdom, to resist the deceptions of the enemy....” Martin, in the time that we are entering in now, we need this humility of
heart, and we need to be on our knees to seek wisdom, because the deceptions
are all around us, the discordant notes that we hear in the media, and even
from within our own ranks, should make us think that we need wisdom from God. “…Ever are we to keep in mind the solemn thought of the Lord’s soon return, and in view of this to recognize
the individual work to be done. Through the aid of the Holy Spirit we are to resist natural inclinations
and tendencies to wrong, and weed out of
the life every un-Christlike
element. Thus we shall prepare our hearts for the reception of God’s blessing, which will impart to
us grace and bring us into harmony with the faith of Jesus…”
I would like to say to the people, “Now's
the time to go on your knees. Now is the time to say, ‘Lord, search my heart to
see if there is any wicked thing in it. Wash me, purge me, wash me with hyssop,
cleanse the soul temple. If there's anything that's wrong, make it right, and
show me and help me to correct it.’ “…For this work of preparation, great advantages have been granted to this people: in light bestowed, in messages of
warning and
instruction, sent through
the agency of the Spirit of God…”
We have so much information. How should I
live, Lord? Go read it! How should I change my life to be able to cope with
what is coming upon the world? Go read it!
“…Because of the increasing power of Satan’s temptations, the times in which we live are full of peril for the children
of God, and we need to
learn constantly of the Great Teacher, that we may take every step in surety and righteousness. Wonderful scenes
are opening before
us, and at this
time a living testimony is to be borne in the lives of God’s professing people so that the
world may see that in this age when evil
reigns on every side, there is yet a
people who are laying aside their will and are seeking
to do God’s will …” People must see it, they must see why are
you different, why are you doing what you are doing. Don't you know that you
are calling trouble upon yourself? And you say, “Well, didn't Abraham call
trouble upon himself when he took Isaac up that hill?” “…—a
people in whose hearts and lives the
Law
of God is written. There are strong temptations before us, sharp tests. The commandment-keeping people of God are to prepare
for this time of trial by
obtaining a deeper experience in the things of
God and a practical knowledge of the righteousness of Christ.... Not to unbelievers only,
but to church members the words are spoken, ‘Seek ye the Lord while
he may be found, call ye upon Him while He is near’. (Isaiah 55:6)....” (In Heavenly Places pg.
347)
This is the work that everybody has
to do. I cannot ask you to solve my problem, I can ask you for advice, but I
cannot ask you to solve my problem. When it comes to hard choices that have to
be made you can ask for advice, but eventually it will be you on your knees
with God.
Jadi inti dari
Perjanjian yang Baru, tetapi juga inti dari semua Perjanjian, tidak pernah berubah, yaitu Hukum Allah.
“…Ada pekerjaan
persiapan yang harus dilakukan oleh MAHK…”
Nah, izinkan saya mengatakan bahwa bukan hanya oleh MAHK, tetapi mereka khusus disebutkan di sini karena seperti umat Israel,
mereka sering berpikir mereka harus melakukan dengan kekuatan
mereka sendiri, dan seperti umat Israel mereka itu sebagai contoh bagi dunia. “…jika mereka akan berdiri teguh dalam
pengalaman-pegalaman yang berat di hadapan mereka, jika mereka akan tetap setia
kepada Allah dalam segala kekalutan dan pencobaan hari-hari akhir, mereka harus
mencari Tuhan dalam kerendahan hati untuk mendapatkan hikmat, supaya tidak termakan penipuan-penipuan
musuh…” Martin, di zaman yang sedang kita masuki sekarang, kita perlu berlutut
minta hikmat karena penipuan-penipuan ada di sekitar kita, segala nada sumbang
yang kita dengar di media, dan bahkan dari dalam barisan kita sendiri, harus
membuat kita berpikir bahwa kita membutuhkan hikmat dari Allah. “…Selalu harus
kita ingat hal yang serius ini bahwa Tuhan akan segera kembali, dan sehubungan dengan
itu, untuk mengenali pekerjaan yang harus dilakukan setiap individu. Melalui bantuan Roh
Kudus kita harus menolak kecenderungan-kecenderungan alami untuk berbuat yang
salah, dan mencabut dari hidup setiap unsur yang tidak Kristiani. Dengan
begitulah kita mempersiapkan hati kita untuk menerima berkat Allah, yang akan
memberi kita kasih karunia dan membawa kita ke keserasian dengan iman Yesus…” Saya ingin mengatakan kepada orang-orang, “Sekarang inilah waktunya kita
berlutut, sekarang inilah waktunya untuk mengatakan, ‘Tuhan, selidikilah hatiku
untuk mencari apakah ada yang jahat di dalamnya. Basuhlah aku, kuduskan aku,
basuhlah dengan hisop, bersihkanlah Bait Suci jiwa. Jika ada yang salah,
perbaikilah, dan tunjukkan kepadaku dan bantulah aku untuk memperbaikinya.’ “…Untuk
pekerjaan persiapan ini, kemudahan-kemudahan besar telah dikaruniakan kepada umat ini: dalam terang
yang dikaruniakan, dalam pekabaran-pekabaran sebagai peringatan dan petunjuk yang dikirim melalui perwakilan
Roh Allah.…” kita punya begitu banyak
informasi. Bagaimana aku harus hidup, Tuhan? Bacalah sana! Bagaimana aku harus
mengubah hidupku supaya bisa menghadapi apa yang akan menimpa dunia ini?
Bacalah sana!
“…Karena dengan semakin meningkatnya kekuatan pencobaan Setan, masa di
mana kita hidup ini penuh bahaya bagi anak-anak Allah, dan kita perlu
senantiasa belajar dari Sang Guru Besar, supaya kita bisa mengambil setiap
langkah dalam jaminan dan kebenaran. Adegan-adegan indah sedang membuka di
hadapan kita, dan pada masa ini suatu kesaksian hidup harus terlihat dalam
kehidupan mereka yang mengaku umat Allah, agar dunia bisa melihat bahwa di masa
ini ketika kejahatan berkuasa di setiap penjuru, masih ada suatu umat yang
mengesampingkan kehendak mereka sendiri dan berusaha untuk melakukan kehendak
Allah,…” Orang-orang harus melihatnya, mereka harus melihat mengapa kita berbeda,
mengapa kita melakukan apa yang kita lakukan. Tidakkah kalian tahu bahwa kita
mengundang masalah datang pada diri kita? Dan kita berkata, “Nah, bukankah
Abraham mengundang masalah datang kepadanya ketika dia membawa Ishak naik ke
bukit itu?”
“…suatu umat yang di dalam hati dan kehidupan mereka ada tertulis Hukum
Allah. Di depan kita ada pencobaan-pencobaan keras, ujian-ujian yang tajam.
Umat Allah yang mematuhi Perintah-perintah Allah harus bersiap-siap untuk masa
ujian ini dengan mendapatkan pengalaman yang lebih mendalam dalam hal-hal yang
berkaitan dengan Allah dan suatu pengetahuan praktis
tentang kebenaran Kristus… Bukan hanya kepada orang-orang tidak percaya, tetapi
juga kepada anggota-anggota gereja kata-kata ini disampaikan,‘6 Carilah TUHAN selama Ia bisa ditemukan; berserulah kepada-Nya selama Ia
dekat!’ (Yesaya
55:6)…” (In Heavenly Places hal.
347)
Inilah pekerjaan yang harus dilakukan semua. Saya tidak bisa minta kalian
membereskan masalah saya, saya bisa minta nasihat, tetapi saya tidak bisa minta
kalian yang membereskan masalah saya. Sehubungan dengan keputusan-keputusan
sulit yang harus dibuat, kita bisa minta nasihat, tetapi pada akhirnya itu haruslah kita berlutut di hadapan Allah.
1 John 5:3, “3 For this is the love of God, that we keep His
commandments. And His commandments are not burdensome.” (NKJV)
If we do not understand this, if we
say it's not possible to keep the Commandments, then we're making Him a liar, because
He kept them and He has promised to enable us to keep them.
1 Yohanes 5:3, “3 Sebab inilah kasih kepada Allah,
yaitu, bahwa kita menuruti Perintah-perintah-Nya. Dan Perintah-perintah-Nya itu tidak berat.”
Jika kita tidak memahami ini, jika kita mengatakan tidak
mungkin mematuhi Perintah-perintah Allah, maka kita
menjadikan Allah pembohong, karena Dia telah mematuhi mereka dan Dia sudah
berjanji memampukan kita untuk mematuhi mereka.
Malachi 3:6, says, “6
For I am the LORD, I change not; therefore ye sons of Jacob are not consumed.”
The Covenant never changed. The nuances changed in accordance to
the time and since we are living in the time when Christ has become the Substance
of all the shadows, there is this added righteousness by faith element that the
Devil has been warring against from all eternity. May God give us wisdom to
appropriate the righteousness of Christ so that we can keep the Commandments
and call a people out of the world into the house of His grace.
Let's pray.
Maleakhi 3:6 berkata, “6
Karena Akulah TUHAN, Aku tidak berubah; itulah sebabnya kamu
bani Yakub, tidak dilenyapkan.”
Perjanjian itu tidak pernah
berubah. Nuansanya berubah sesuai zaman dan karena kita hidup di masa ketika Kristus sudah menjadi Substansi
dari semua bayangan, maka ada
penambahan unsur kebenaran oleh iman yang sejak kekekalan sudah
diperangi terus oleh Iblis. Semoga Allah memberi kita hikmat untuk mendapatkan
kebenaran Kristus, agar kita bisa mematuhi Perintah-perintah dan memanggil
orang-orang keluar dari dunia masuk ke rumah kasih karuniaNya.
Mari kita berdoa.
21 07 22
No comments:
Post a Comment