BELIEVE
HIS PROPHETS
Part 16/22 - Stephen Bohr
GUIDANCE FOR THE LAST DAYS
https://www.youtube.com/watch?v=8rENE26OU7c
Dibuka dengan doa
Welcome back, we're glad to see you this afternoon. Did you have a good
lunch? Did you have a little siesta? No siesta. I did have one, and after a
couple of sandwiches and siesta, and I’m re-energized. Before we study this
afternoon ~ and by the way our study is
going to begin on page 283 of our syllabus ~ I would like to mention a set of
seven books that everyone indispensably has to get. They deal with the last
subject that we studied this morning, the subject on Pantheism and
spiritualism. And I’m going to mention these books, I’m going to show them to
you, and I highly recommend that you get these seven books and not only get
them to put in your library, but that you will read them.
1. The first book ~ I’m going to try to go in chronological order ~ the first
book is called Hidden Heresy.
It was written by Thomas Mostert who was president of the Pacific Union
before the present president that we have. Very, very, good book. It shows how
this desire to plant megachurches evangelical style is compromising the unique
message of the Adventist church. It's an excellent book, a pioneering book.
2. then we have the book Worship at Satan's
Throne.
Have you read
that book? This was written by yours truly. It is a study of the distinctive
message of the Adventist Church that God gave to the church in 1844, and once
again how we've gone astray from the present truth message, and what we need to
do to come back to the reason for our existence.
3. And then we have The Omega Rebellion
which was written by Rick Howard.
He was into this
issue of Spiritual Formation and Contemplative Prayer, so he is speaking from
his own experience. Excellent book.
4. We have a small book written by Howard Peth a schoolteacher who lives in
San Diego, The Dangers of Contemplative Prayer.
It’s a brief book that deals with all of the
issues, what contemplative prayer is, the issue of the use of the mantra, and
other things. It is a good introduction to this subject.
5. Then you have another book by Rick Howard
that deals
specifically with the Pantheistic crisis in the early nineteen hundred's it's
called Meet It: Iceberg Of Deception ~ A Look
Beneath the Surface. It goes into the tremendous important implications of
Pantheism.
6. And then you have a book by Dave Fiedler, the name is Tremble.
And he deals
also with what happened in 1903, with Kellogg, and he adds a lot of interesting
details that are not contained in the book Meet
It by Rick Howard.
7. And then finally this is a book that was published by Secrets Unsealed,
it's The Mystic Omega of Endtime Crisis.
It's a
philosophical work, written by Carsten Johnsen, he was my teacher at the seminary,
staunchly conservative, and he deals with
the issue of Pantheism and the Alpha and the Omega from the perspective of a
philosopher, and it's an excellent book. We asked for permission to republish
the book because what he did was, he would publish the books himself, there
were lots of grammatical errors and mistakes and everything. I personally
edited the book, and it was published in a real nice format, so that people
would be able to enjoy and read it with correct English. He has a unique
writing style, he's from Norway, he died several years ago. Actually he was
from Norway and he had a self-supporting institution in France, very very
strong Seventh-Day Adventist, he’s very concerned about what's happening in the
church.
So these seven books present the Alpha and the Omega, the dangers of the
Alpha and the Omega from different perspectives, and they complement one
another. And I think that it would be a blessing to you if you acquire these
books. They're available here from Secrets Unsealed. So if you are interested
you can talk to Eileen and get a copy of these books.
Selamat bertemu lagi, senang melihat kalian petang ini.
Apakah enak makan siangnya? Apakah kalian sempat tidur siang? Tidak tidur siang.
Saya tidur siang, dan setelah makan dua roti sandwich dan tidur siang, saya sudah
disegarkan kembali. Sebelum kita mulai pelajaran petang ini ~ dan pelajaran
kita akan mulai di hal. 283 dari diktat ~ saya ingin bicara tentang tujuh buku
yang tidak boleh tidak harus dimiliki setiap orang. Ini membahas tentang topik
terakhir yang kita pelajari tadi pagi, topik tentang Pantheisme dan
spiritualisme. Dan saya akan menyebutkan buku-buku ini, saya akan tunjukkan
kalian, dan sangat saya rekomendasikan kalian mendapatkan ketujuh buku ini, dan
jangan hanya memasukkan mereka ke perpustakaan kalian tetapi kalian akan
membaca mereka.
1.
Buku pertama ~ saya akan menncoba mengenalkan secara
kronologi ~ buku pertama judulnya Hidden Heresy.
Yang ditulis oleh Thomas Mostert, mantan presiden Pacific
Union sebelum presiden yang sekarang. Buku yang amat sangat bagus. Ini
menunjukkan bagaimana keinginan untuk menempatkan gereja-gereja mega gaya
Evangelis itu mencemarkan pekabaran gereja Advent. Ini
buku yang sangat bagus, buku pionir.
2.
Lalu buku Worship at Satan’s Throne.
Kalian sudah membaca buku ini? Ini tulisan saya sendiri.
Ini membahas pekabaran khusus gereja Advent yang diberikan Allah kepada gereja kita di 1844,
dan sekali lagi bagaimana kita telah menyimpang dari pekabaran kebenaran masa kini, dan
apa yang harus kita lakukan untuk kembali ke tujuan eksistensi kita.
3.
Lalu ada The Omega Rebellion yang ditulis Rick Howard.
Dia berkecimpung di Formasi Spiritual dan Doa
Kontemplasi, jadi dia bicara dari pengalamannya sendiri. Buku yang bagus
sekali.
4.
Ada buku kecil yang ditulis Howard Peth, seorang guru
yang tinggal di San Diego, The Dangers of Contemplative Prayer.
Ini sebuah buku yang membahas semua isu tersebut, apa itu
doa kontemplasi, isu penggunaan mantra, dan lain-lain. Ini merupakan perkenalan
yang bagus kepada topik ini.
5.
Lalu ada buku lain oleh Rick Howard yang khusus membahas
krisis Pantheisme di awal tahun 1900an,
judulnya: Meet It: Iceberg of Deception ~ A Look Beneath the
Surface. Ini bicara
tentang implikasi-implikasi besar yang penting dari Pantheisme.
6.
Lalu ada buku oleh Dave Fiedler, judulnya Tremble.
Dia juga membahas apa yang terjadi di 1903 tentang
Kellogg, dan dia menambahkan banyak detail menarik yang tidak ada di buku Meet It tulisan Rick Howard.
7.
Dan akhirnya buku ini yang diterbitkan Secrets Unsealed,
yaitu The Mystic Omega of Endtime Crisis.
Ini karya fisolofis, ditulis oleh
Carsten Johnsen. Dia dosen saya saat di seminari,
sangat konservatif, dan dia membahas isu Pantheisme dan Alfa-Omega dari perspekti
seorang filsuf, dan ini buku yang sangat bagus. Kami minta izin untuk
menerbitkan ulang buku ini, karena yang dilakukannya ialah dia menerbitkan
buku-buku sendiri, dan ada banyak kesalahan gramatik dan lain-lain. Saya
mengedit buku itu sendiri, dan itu diterbitkan dalam format yang sungguh bagus,
sehingga orang-orang bisa menikmati membacanya dalam bahasa Inggris yang tepat.
Gaya tulisnya unik. Dia berasal dari Norwegia, dia sudah meninggal beberapa
tahun yang lalu. Dia dari Norwegia dan dia memiliki institusi yang swa sembada
di Perancis, seorang MAHK yang amat sangat kokoh, dia sangat khawatir dengan
apa yang terjadi di gereja.
Jadi ketujuh buku ini membahas Alfa dan Omega, bahaya
Alfa dan Omega dari perspektif yang berbeda, dan masing-masing saling melengkapi
satu sama lain. Dan menurut saya itu suatu berkat buat kalian jika kalian
memiliki buku-buku ini. Mereka tersedia di sini dari Secrets
Unsealed. Jadi kalau kalian tertarik,
kalian bisa menghubungi Eileen dan mendapatkan buku-buku ini.
Now we want to go to our material for this afternoon, page 283 in our
syllabus, and the title of the presentation is Guidance for the Last Days. And
we're going to take a look at several
difficult statements of Ellen White, and how to study these difficult
statements.
I want you to think about the function of a microscope and a telescope.
We've already mentioned this before, but let's introduce it once again. Neither
one of these creates reality but rather magnifies it. Microscopes and
telescopes do not bring things into existence, but rather give us enhanced
vision to see what the naked eye cannot see, and that's true of the
writings of Ellen White. She does not add anything of substance to
Scripture, but she does add detail based on the general principles that we
find in Scripture.
Sekarang kita akan ke materi kita petang ini, hal. 283
dari diktat kita, dan judul presentasinya ialah Guidance for
the Last Days (Penuntun untuk Hari-hari
Akhir). Dan kita akan menyimak beberapa pernyataan yang sulit dipahami dari
Ellen White, dan bagaimana kita harus mempelajari pernyataan-pernyataan yang
sulit ini.
Saya mau kalian berpikir tentang fungsi sebuah mikroskop
dan teleskop. Sebelumnya kita sudah bicara tentang ini, tetapi mari kita
perkenalkan lagi. Kedua alat itu sama-sama tidak menciptakan realita, melainkan
memperbesarnya. Mikroskop dan teleskop tidak membuat barang-barang muncul,
tetapi memberi kita pandangan yang lebih jelas untuk melihat apa yang tidak
bisa dilihat oleh mata biasa, dan itu sama dengan tulisan-tulisan Ellen White. Ellen White
tidak menambahkan substansi apa-apa ke Kitab Suci, namun dia menambahkan detail berdasarkan
prinsip-prinsip umum yang kita temukan di Kitab Suci.
Now let's begin with the subtitle “One Foundational Principle”.
The foundational
principle that keeps the universe in perfect harmony is love.
1 John 4:8 contains this principle. In a very short verse we find these words, “He who does not love does not know God, for God is love.” There you have the central theme that keeps the universe together,
functioning in harmony. God is love.
Sekarang mari kita mulai dengan subjudul “One Foundational Principle” (Satu Prinsip Dasar). Prinsip dasar yang mempertahankan alam semesta dalam
keharmonisan yang sempurna ialah kasih.
1 Yohanes 4:8 berisikan prinsip ini. Di ayat yang sangat pendek ini kita
mendapatkan kata-kata ini, “8
Dia yang tidak mengasihi, tidak mengenal
Allah, sebab Allah itu kasih.” Di sinilah tema sentral yang
mempertahankan alam semesta berfungsi secara harmonis. Allah itu kasih.
But the question might be asked, what is love?
Many things that people do today are done in the name of love, when the
opposite is true. So we need a broader explanation of what love is. So what God
did was He subdivided love into two great principles or Commandments, that
are magnified in two.
Tetapi pertanyaan yang mungkin diajukan ialah, kasih itu
apa?
Banyak hal yang dilakukan orang sekarang ini, katanya dilakukan
atas nama kasih, padahal kenyataannya adalah kebalikannya. Maka kita memerlukan
penjelasan yang lebih luas tentang apa kasih itu. Maka apa yang dilakukan Allah ialah, Dia membagi kasih menjadi dua
prinsip utama atau Perintah, yang diperbesar dalam dua bagian.
So the first principle, the great principle is love, that is subdivided into two principles, in
other words, love is bi-dimensional.
Now what do I mean when I say that love is divided into two great
principles? Well, let's go on our Bibles to Deuteronomy
4:12-13 and you'll notice that when God gave the Ten Commandments He wrote the
Ten Commandments on what? On two tables of stone. Notice what it says there, “ 12 And
the Lord spoke to you out of the midst of the fire. You heard the sound of the
words, but saw
no form; you only heard a voice. 13 So He declared to you His covenant which He
commanded you to perform, the Ten
Commandments; and He wrote them on two tablets of stone.”
Jadi prinsip yang pertama, prinsip besarnya ialah kasih, yang dibagi
menjadi dua prinsip, dengan kata lain, kasih
itu dua-dimensi.
Nah, apa maksud saya ketika saya berkata kasih dibagi
menjadi dua prinsip besar? Nah, mari kita ke Alkitab kita, ke kitab Ulangan
4:12-13, dan kalian akan melihat bahwa ketika Allah memberikan Ke-10 Perintah,
Dia menulis Ke-10 Perintah itu di mana? Di dua loh batu. Simak apa yang dikatakan
di sana, “12 Dan berfirmanlah TUHAN kepadamu dari tengah-tengah
api; kamu mendengar bunyi
kata-kata itu, tetapi tidak melihat bentuk apa pun, kamu hanya mendengar suara. 13 Maka Ia
memberitahukan kepadamu perjanjianNya, yang diperintahkan-Nya kepadamu
untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Perintah itu; dan Ia menuliskannya pada dua loh
batu.”
So you'll notice that the Law was written on two tables of stone.
Why was it written on two tables of stone? Because love moves in two directions.
·
the first table
of the Law summarizes what it means to love God,
·
and the second
table summarizes the other dimension of love, which is love for our neighbor.
Maka kalian menyimak bahwa Hukum itu ditulis pada dua loh batu.
Mengapa itu ditulis pada dua loh batu? Karena kasih itu bergerak ke dua
arah.
·
loh batu Hukum yang pertama merangkum apa artinya mengasihi Allah,
·
dan loh batu kedua merangkum dimensi kasih yang lain,
yaitu kasih bagi sesama manusia.
Let's read Deuteronomy 6:4-5, “4 Hear, O Israel: The Lord our God, the Lord is one! 5 You
shall love the Lord your God with all your
heart, with all your soul, and with all your strength.”
So here you have the first great principle of love, and
that is
love for God.
Mari kita baca Ulangan 6:4-5, “4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN Allah kita TUHAN itu satu! 5 Dan kamu harus mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”
Jadi di sini
terdapat prinsip besar pertama dari kasih,
dan itu ialah kasih untuk Allah.
But there is a second dimension to love, we might call it the horizontal
dimension; because love for God is the vertical
dimension.
Leviticus 19:18 has the second dimension of love, it says there, “ 18 You shall not take
vengeance, nor bear any grudge against the children of your people, but
you shall love your neighbor as yourself: I am the Lord.”
Tetapi ada dimensi
kedua dari kasih, boleh kita sebut itu dimensi horizontal; karena kasih untuk Allah itu dimensi vertikalnya.
Imamat 19:18 itulah dimensi kasih yang kedua, dikatakan
di sana, “…18 Engkau tidak boleh menuntut balas, maupun
menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri;
Akulah TUHAN.
So love moves in two directions, it has a vertical dimension that moves
towards God; and it has a horizontal dimension that moves toward our fellow
human beings.
The Lord Jesus recognized that love is divided into these two dimensions.
In Matthew 22:35-39, we find Christ's definition of bi-directional love. I read
beginning with verse 35, “ 35 Then one of them, a lawyer, asked Him a question, testing Him, and
saying, 36 ‘Teacher,
which is the great
Commandment in the Law?’ 37 Jesus
said to him, ‘You shall love the Lord your
God with all your heart, with all your soul, and with all your mind…” did we already read that in Deuteronomy 6?
Absolutely! “…38 This
is the first and
great Commandment. 39 And the second is like it: You shall love your
neighbor as yourself.’…”
So in how many directions does love manifest itself? It has a
vertical dimension in our relationship with God, and a horizontal one in our
relationship with our fellow human beings.
Jadi kasih bergerak ke dua arah, ada dimensi vertikalnya,
yang bergerak ke arah Allah; dan ada dimensi horizontalnya yang bergerak
ke arah sesama manusia.
Tuhan Yesus mengenali bahwa
kasih itu terbagi dalam dua dimensi ini. Di Matius 22:35-39, kita melihat
definisi Kristus tentang kasih yang dua arah ini. Saya membaca mulai ayat 35, “35 Lalu
seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, mengajukan
pertanyaan kepadaNya, untuk menguji Dia,
dan berkata, 36 ‘Guru, Perintah manakah yang utama dalam Hukum?’ 37
Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. …” bukankah kita
sudah membaca ini di Ulangan 6? Tentu saja! “…38 Itulah Perintah yang utama dan yang pertama. 39 Dan yang keduanya, sama seperti
itu: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.’…”
Jadi ke berapa banyak arah kasih memanifestasikan dirinya? Ada dimensi vertikal dalam
hubungan kita dengan Allah; dan yang horizontal dalam hubungan kita dengan
sesama manusia.
But what does it mean to love God? What does it mean to love our fellow
human beings? The two principles are expressed but no definition is really
given of love, it simply says love God and love your fellow human beings.
So God
amplified the bi-dimensional nature of love in ten great principles which are
known as the Ten Commandments.
The vertical love towards God is defined and amplified in the first four
Commandments, and the horizontal dimension towards our fellow human beings is
further defined and amplified in the last six Commandments.
And I think you know this. You know:
·
the first
Commandment
don't have any
other Gods
·
the second
Commandment
don't make
images that would lower your conception of God.
·
the third
Commandment
respect God's
name
·
the fourth
Commandment
remember God's
holy Sabbath, to keep it holy.
·
and then the
fifth Commandment is kind of like a hinge between the first and the second
table
honor your
father and your mother; that includes honoring your heavenly Father and your
earthly parents.
·
and then you
have, don't kill
·
don't commit
adultery
·
don't steal
·
don't bear false
witness
·
don't covet your
neighbor's wife or anything that belongs to your neighbor
So basically the two tables of the Law are defined further in the Ten
Commandments.
Tetapi apa artinya mengasihi Allah? Apa artinya mengasihi
sesama manusia? Kedua prinsip itu diungkapkan tetapi tidak ada definisi yang
benar-benar diberikan tentang kasih, semata-mata dikatakan, kasihilah Allah dan
kasihilah sesamamu manusia.
Jadi Allah
mengamplifikasi kedua dimensi kasih dalam 10 prinsip utama yang dikenal sebagai
Ke-10 Perintah Allah.
Kasih yang vertikal terhadap Allah, didefinisikan dan
diamplifikasikan di empat Perintah yang pertama; dan dimensi horizontalnya
kepada sesama manusia didefinisikan dan diamplifikasikan lebih lanjut di enam
Perintah yang terakhir.
Dan menurut saya kalian sudah tahu ini. Kalian tahu:
·
Perintah pertama
Jangan punya Allah yang lain
·
Perintah kedua
Jangan membuat patung/gambar yang akan merendahkan
pengertian kita tentang Allah.
·
Perintah ketiga
Hormati nama Allah.
·
Perintah keempat
Ingat hari Sabat Allah yang kudus, peliharalah
kekudusannya.
·
Kemudian Perintah kelima, seperti semacam penyambung
antara loh batu yang pertama dengan yang kedua.
Hormati bapakmu dan ibumu; ini termasuk menghormati Bapamu
yang di Surga dan orangtuamu yang di dunia.
·
Kemudian jangan membunuh
·
Jangan berzinah
·
Jangan mencuri
·
Jangan bersaksi dusta
·
Jangan mengingini istri atau apa pun yang milik sesamamu.
Maka pada dasarnya kedua
loh Hukum didefinisikan lebih jauh di Ke-10 Perintah Allah.
Now the
Ten Commandments are what you might call Apodictic Law not Casuistic Law. You say what are those
theological terms? That is to say the Ten Commandments deal with general principles
that must be applied to specific circumstances in everyday life.
Nah, Ke-10
Perintah itu adalah apa yang disebut Hukum Apodiktis (bersifat
umum), bukan Hukum Kasuatis (berdasarkan kasus per
kasus).
Kalian berkata apa itu semua istilah theologi ini?
Artinya, Ke-10 Perintah berurusan dengan
prinsip-prinsip umum yang harus
diaplikasikan ke kondisi yang khusus dalam kehidupan sehari-hari.
In the Ten Commandments there is no description of the consequences for
violating the various Commands, at least in most of them there is no
description of what the consequences are of violating these Commands.
Furthermore actions like killing, and adultery, are not clearly defined.
Does the seventh Commandment define what adultery is? No! Does the sixth Commandment “thou shalt not kill” define what killing is? Absolutely not!
The Ten Commandments are like a Constitution, they are what scholars call Apodictic Law, that means general Law, Law with great
principles like the Constitution. Does the Constitution of the United States
need to be applied in specific circumstances? Yes, that's why we have a Supreme
Court, right? It takes the principles of the Constitution and applies it to
specific Case Law.
Di Ke-10 Perintah, tidak ada deskripsi mengenai akibat
pelanggaran Perintah-perintah itu, paling tidak di kebanyakan mereka, tidak ada
deskripsi apa konsekuensinya jika melanggar Perintah-perintah ini.
Lebih lanjut, perbuatan seperti membunuh dan berzinah
tidak didefinisikan dengan jelas. Apakah Perintah ketujuh mendefiniskan
berzinah itu apa? Tidak! Apakah Perintah keenam “Jangan membunuh!” mendefinisikan membunuh itu
apa? Sama sekali tidak! Ke-10 Perintah itu seperti Konstitusi, itu yang disebut
para pakar Alkitab sebagai Hukum Apodiktis, artinya hukum yang umum, Hukum
dengan prinsip-prinsip utama seperti Konstitusi. Apakah Konstitusi Amerika
Serikat harus diaplikasikan dalam kondisi tertentu? Ya, itulah mengapa kita
punya Mahkamah Agung, benar? Yang mengambil prinsip-prinsip Konstitusi dan
mengaplikasikannya kepada kasus-kasus hukum yang tertentu.
In other Words, the Ten Commandments express absolute and basic general
principles for a stable society, but these general principles must then be
applied to deal with specific life situations.
Take for example the sixth Commandment “thou shalt not
kill”,
·
does this forbid
killing in war?
·
Does it forbid
killing animals?
·
Does it forbid
accidental killing, what we call manslaughter?
·
Does it forbid
abortions?
·
Does it forbid
killing in self-defense?
·
Does it forbid
euthanasia?
·
Or does it
forbid killing tyrants such as Adolf Hitler?
The Commandment doesn't say so. It simply says “thou shalt
not…” what? “…kill”. The sixth Commandment does not define what
killing is. If all kinds of killing are wrong, why is killing wrong, is not defined. The baleful consequences of killing or the
penalty for killing, none of those things are given in this Commandment, right?
So you don't have in this Commandment anything regarding why killing is wrong,
what kinds of killing are wrong, the consequences of killing, the penalty for
killing ~ all you have is the general principle you shall not kill. So would it be nice to have a further
amplification of the Commandment “thou shalt not
kill”? Of course.
Dengan kata lain, Ke-10 Perintah menggambarkan
prinsip-prinsip umum yang mutlak dan mendasar untuk memiliki masyarakat
yang stabil, tetapi lalu prinsip-prinsip umum ini harus diaplikasikan untuk
menangani situasi tertentu dalam kehidupan nyata.
Contoh, misalnya Perintah keenam “Jangan membunuh!”,
·
Apakah ini melarang membunuh di saat perang?
·
Apa ini melarang membunuh binatang?
·
Apa ini melarang pembunuhan yang tidak disengaja, yang
kita sebut “manslaughter”?
·
Apa ini melarang aborsi?
·
Apa ini melarang membunuh saat membela-diri?
·
Apa ini melarang euthanasia (mengakhiri hidup secara
medis biasanya karena penyakit yang fatal)?
·
Atau ini melarang membunuh para tiran macam Adolf Hitler?
Perintah itu tidak berkata apa-apa. Dia semata-mata
berkata, “Jangan…” apa? “…membunuh!” Perintah keenam tidak
mendefiniskan membunuh itu apa. Jika segala jenis pembunuhan itu
salah, mengapa membunuh itu salah, itu tidak dijelaskan. Juga apa konsekuensi
berat dari perbuatan membunuh atau hukuman untuk membunuh, hal-hal itu tidak
diberikan dalam Perintah ini, kan? Jadi di Perintah ini tidak ada keterangan
mengapa membunuh itu salah, pembunuhan seperti apa yang salah, konsekuensi
membunuh itu apa, hukuman untuk membunuh itu apa ~ yang ada hanyalah prinsip
umum bahwa kita tidak boleh membunuh. Maka, tidakkah bagus jika ada amplifikasi
lebih lanjut dari Perintah “Jangan membunuh!” ini? Tentu saja.
And there is a further amplification in what is known as the
Holiness Code. That's Exodus chapter 21 through 23, where you
have certain specific life situations where Moses applies certain Commandments
to those specific situations. However, even the Holiness Code does not give the
fullest amplification of God's will, of what love for God and love for our neighbor means. And so God gave a further amplification of the Ten
Commandments in the entire Bible.
In Matthew 22:40
we find Jesus saying, “40 On these two Commandments…” love for God and love for our neighbor
“…hang all the Law and the Prophets.”
The entire Bible is actually a commentary and amplification of the Ten
Commandments. The Bible is what scholars have called Casuistic Law, case Law,
where it deals with specific situations, real-life examples of the violation of
the Ten Commandments, the baleful results of violating the Ten Commandments,
and the punishment that follows their transgression.
This is why the Bible in some places says that we will be judged by the
perfect Law of Liberty, such as James 2:10-12; and in other places we find that
the Bible says that we will be judged by the Word of God, because the Word of
God is an amplification or an enlargement, if you please, of the Ten
Commandments, applying the Ten Commandments to specific life situations.
The Word of God defines, amplifies, and applies, the principles of the Law
to specific real-life situations, and give us the fullest definition of love.
Dan ada amplifikasi lebih lanjut pada apa yang dikenal
sebagai Kode Kekudusan. Itu Keluaran
pasal 21 hingga 23, di mana ada situasi tertentu dalam kehidupan di mana Musa mengaplikasikan Perintah-perintah
tertentu kepada situasi tertentu itu. Namun, bahkan Kode Kekudusan tidak
memberikan amplifikasi kehendak Allah tentang
apa makna kasih bagi Allah dan kasih bagi sesama. Maka Allah memberikan amplifikasi lebih jauh untuk Ke-10
Perintah ini di seluruh
Alkitab.
Di Matius 22:40 kita melihat
Yesus berkata, “40 Pada kedua Perintah inilah…” kasih untuk Allah
dan kasih untuk sesama “…tergantung seluruh Hukum dan kitab para
nabi…”
Seluruh Alkitab sesungguhnya adalah komentar dan
amplifikasi dari Ke-10 Perintah. Alkitab
adalah apa yang disebut para pakar Alkitab sebagai Hukum Kasusiatis,
hukum per kasus, di mana dia menangani situasi tertentu, pelanggaran Ke-10
Perintah dalam kehidupan nyata sehari-hari,
konsekuensi yang berat dari melanggar Ke-10 Perintah, dan hukuman yang
mengikuti pelanggarannya.
Itulah mengapa di beberapa tempat di Alkitab seperti di
Yakobus 2:10-12 dikatakan bahwa kita akan dihakimi oleh Hukum Kemerdekaan
yang sempurna; dan di tempat lain kita melihat Alkitab berkata bahwa kita akan
dihakimi oleh Firman Allah, karena Firman
Allah adalah amplifikasi atau perluasan, katakanlah begitu, dari Ke-10 Perintah, yang mengaplikasikan
ke-10 Perintah kepada situasi tertentu dalam kehidupan yang nyata.
Firman Allah mendefinisikan, mengamplifikasikan, dan
mengaplikasikan prinsip-prinsip Hukum kepada situasi tertentu dalam kehidupan
nyata, dan memberi kita definisi sepenuhnya tentang kasih.
Let's take another Commandment as an example. Are we doing okay so far?
The seventh Commandment “thou shalt not
commit adultery”, this is an
extremely brief statement, but it has broad implications that are amplified
elsewhere in Scripture. As we look at the entirety of Scripture, we see that the
prohibition includes what?
·
Lusting after a woman in the mind,
·
it includes getting
divorced for the wrong reason,
·
it includes the
terrible consequences of violating this Commandment.
Remember the
story of David, the adultery of David?
·
It also includes incest. It forbids incest,
·
it forbids prostitution,
·
it forbids homosexuality,
·
it forbids fornication,
·
and it forbids lasciviousness
that is sexual recklessness and aberrations.
Would you say that the Bible greatly amplifies the seventh Commandment “thou shalt not commit adultery”? You’d better believe it. It tells us also what
the consequences are. It tells us what the definition is, and it explains in
real-life situations the deplorable condition that comes as a result of
disobeying these Commandments.
Mari kita lihat Perintah yang lain sebagai contoh. Sampai
di sini semua OK?
Perintah ketujuh “jangan berzinah” ini adalah pernyataan yang
sangat pendek, tetapi memiliki implikasi yang luas yang diamplifikasikan di
tempat lain di Kitab Suci. Bila kita melihat keseluruhan Kitab Suci, kita
melihat bahwa larangan tersebut
termasuk apa?
·
Bernafsu pada perempuan
dalam pikirannya.
·
Termasuk menceraikan
berdasarkan alasan yang salah.
·
Termasuk konsekuensi
yang mengerikan dari melanggar Perintah ini.
Ingat kisah Daud, perzinahan Daud.
·
Termasuk incest,
ini larangan terhadap incest.
·
Larangan terhadap prostitusi (pelacuran).
·
Larangan terhadap homoseksualitas.
·
Larangan terhadap hubungan
seksual di luar perkawinan sah.
·
Dan larangan terhadap perbuatan cabul, kecerobohan
seksual dan penyimpangan seksual.
Bisakah kita mengatakan Alkitab sangat mengamplifikasi
Perintah ketujuh “jangan berzinah”? Percayalah. Apa
konsekuensinya pun diberitahukan kepada kita. Kita diberitahu apa
definisinya, dan dijelaskan situasi dalam kehidupan nyata apa kondisinya yang
menyedihkan, yang muncul sebagai akibat melanggar Perintah-perintah ini.
Incidentally all of these sexual aberrations that are mentioned here, do
they show a lack of love for our fellow human beings? They most certainly do.
We need to remember that all of these amplifications have the purpose of
teaching us how, when we violate these Commands, we are showing that we do not
love God, and we don't love our neighbor
the way the Bible commands.
Nah, semua penyimpangan seksual yang disebutkan di sini,
apakah mereka menunjukkan tidak adanya kasih buat sesama manusia? Tentu saja
iya. Kita harus ingat semua amplifikasi ini punya tujuan untuk mengajar kita
bagaimana, bila kita melanggar
Perintah-perintah ini, kita menunjukkan bahwa kita tidak mengasihi Allah, dan
kita tidak mengasihi sesama kita seperti yang diperintahkan
Alkitab.
Now let's continue with the next section: the Spirit of Prophecy.
In Revelation 12:17, 19:10, and 22:9 which we've already taken a look at,
God promised to give His remnant Church the gift of prophecy.
The question is this: why would God
give us this gift if we have the Bible?
The answer is ~ this is an important paragraph ~ that there are certain real life situations
that the Bible does not address directly.
Does the Bible directly address issues such as pornography? Does it say,
“don't watch pornography”? No!
Does the Bible directly address the issue of masturbation? Not in detail,
but yes in principle.
Does this mean
that we are allowed to watch pornography? And that we are perfectly allowed to
practice masturbation with no compunction of conscience because the Bible does
not strictly forbid these? The answer of course would be: No!
The fact is, that God has given further amplification of the Bible for
these last days. Where? In the Spirit of Prophecy.
The question is frequently asked, why does the last day church need these
writings of Ellen White, if they have the Bible? Doesn't Ellen White say that
the Bible is our only rule of faith and practice? Yes, she does. But does this
mean that we do not need her writings?
Why did God give the Spirit of Prophecy if all of God's will is revealed in
the Bible? Let's allow Ellen White herself to explain, and we've read this
before, but I’m going to read it again in the light of what we're studying now.
Sekarang mari kita lanjut dengan bagian berikut: Roh Nubuat.
Di Wahyu 12:17, 19:10, dan 22:9 yang sudah kita simak,
Allah telah berjanji untuk memberi kepada gereja umatNya yang sisa, karunia
nubuat.
Pertanyaannya: mengapa Allah memberi kita karunia ini
jika kita sudah punya Alkitab?
Jawabannya ialah ~ ini paragraf yang penting ~ ada situasi tertentu dalam
kehidupan nyata yang tidak dibahas Alkitab secara langsung.
Apakah Alkitab membahas isu seperti pornografi?
Apakah ada dikatakan, “Jangan menonton pornografi”?
Tidak!
Apakah Alkitab langsung membahas isu masturbasi? Tidak
secara mendetail, tapi dalam prinsip, iya.
Apakah ini berarti kita boleh menonton pornografi? Dan
bahwa kita boleh saja melakukan masturbasi tanpa adanya perasaan bersalah dan penyesalan dalam hati nurani karena Alkitab tidak secara tegas melarang hal-hal
ini? Jawabnya tentu saja: Tidak!
Faktanya ialah, Allah telah memberikan amplifikasi
selanjutnya dari Alkitab untuk hari-hari akhir ini. Di mana? Di Roh Nubuat.
Pertanyaan yang sering ditanyakan, mengapa gereja
hari-hari akhir membutuhkan tulisan-tulisan Ellen White padahal mereka sudah
punya Alkitab? Bukankah Ellen White berkata bahwa Alkitab adalah satu-satunya ketentuan bagi iman dan perbuatan? Ya, betul. Tetapi apakah ini artinya
kita tidak membutuhkan tulisan-tulisannya?
Mengapa Allah memberikan Roh Nubuat jika semua kehendak
Allah sudah dinyatakan dalam Alkitab? Mari kita izinkan Ellen White menjelaskan
dirinya sendiri, dan ini sudah kita baca
sebelumnya, tetapi saya akan membacakannya lagi dalam konteks apa yang kita pelajari
sekarang.
“Brother J. would confuse the mind by
seeking to make it appear that the light God has given through the Testimonies is an addition to the Word of God, but
in this he presents the matter in a
false light…” are the writings of Ellen White an addition
to the Bible? No! “…God has seen fit in this manner to
bring the minds of His people…” where? “…to His Word, to give them a…” what? “… clearer understanding of it. The Word of God is sufficient to
enlighten the most beclouded mind and may be understood by those who have any
desire to understand it. But notwithstanding all this, some who profess to make
the Word of God their study, are found living in direct opposition to its
plainest teachings. Then, to leave men and women without excuse, God gives
plain and pointed testimonies bringing them…” what?
“… back to the Word that they have neglected to follow…” now listen carefully, “…The Word of God abounds in…” what? “… general principles for the formation of
correct habits of living, and the testimonies, general and personal,…” she's referring to her writings “…have been calculated to call their attention more especially to these
principles…”
“Saudara J. membingungkan pikiran dengan
berusaha menampilkan bahwa terang yang diberikan Tuhan melalui Testimonies (Kesaksian-kesaksian) adalah tambahan kepada Firman Tuhan, tetapi dalam hal
ini, Saudara J. telah menyampaikan masalahnya secara tidak benar. …” apakah tulisan-tulisan Ellen White tambahan pada Alkitab? Tidak! “…Dalam hal ini Tuhan
menganggapnya perlu untuk membawa pikiran umatNya…” ke mana? “…kepada FirmanNya, untuk memberikan…” apa? “…pemahaman yang lebih jelas kepada mereka. Firman Tuhan itu cukup untuk mencerahkan pikiran yang paling buram dan bisa
dipahami oleh mereka yang memang rindu untuk memahaminya. Tetapi kendatipun
demikian, beberapa orang yang mengaku mempelajari Firman Tuhan, didapati hidup
secara berlawanan dengan ajaranNya yang paling jelas. Maka, supaya laki-laki dan wanita tidak
punya alasan berkelit, Tuhan memberikan kesaksian-kesaksian yang jelas dan tajam
untuk membawa mereka…” apa? “…kembali
kepada Firman yang telah mereka abaikan…” sekarang dengarkan baik-baik, “…Firman Allah penuh
berisikan…” apa? “…prinsip-prinsip umum guna membentuk kebiasaan hidup
yang benar. Dan kesaksian-kesaksian baik yang umum maupun
yang pribadi…” Ellen White merujuk kepada
tulisan-tulisannya sendiri, “…telah dirancang untuk memanggil perhatian mereka
terutama kepada prinsip-prinsip ini…” (Testimonies for the Church Vol. 5 hal. 663-666)
So Ellen White is the greatest amplification of the principle of love.
So you have God is love ~ that's the foundational principle. It's
subdivides into two:
·
love for God
·
and love for
your fellow human beings.
It is further
expanded in the Ten Commandments:
·
the first
4, love for God
·
the last 6
Commandments, love for your fellow human beings.
Ø It is further expanded in the Holiness Code.
Ø It is further expanded in the entire Bible.
Ø And for specific situations in which we live today, it is further expanded
in the Spirit of Prophecy.
Are you following me or not?
Jadi Ellen White adalah amplifikasi yang paling besar
dari prinsip kasih.
Maka Allah itu kasih ~ itulah prinsip dasarnya. Itu
dibagi menjadi dua bagian:
·
Kasih untuk Allah.
·
Dan kasih untuk sesama manusia.
Itu lebih lanjut diperluas dalam Ke-10 Perintah Allah:
·
4 yang pertama, kasih untuk Allah.
·
6 Perintah yang terakhir, kasih untuk sesama manusia.
Ø Ini diperluas lebih jauh dalam
Kode Kekudusan.
Ø Ini diperluas lebih jauh lagi
dalam seluruh Alkitab.
Ø Dan untuk situasi
tertentu di mana kita hidup sekarang, itu lebih diperluas lagi dalam Roh
Nubuat.
Apakah kalian paham atau tidak?
Now let's read Early Writings page 78
once again the relationship between the writings of Ellen White and the Bible.
Ellen White says, “I recommend to you, dear reader, the
Word of God as the rule
of your faith and
practice. By that Word we are to be judged. God has, in that Word, promised to
give visions in the ‘last days’; not for a new rule of faith, but for the comfort of His people,
and
to correct those who err
from Bible truth.”
Sekarang mari kita baca Early
Writings hal. 78, sekali lagi hubungan antara tulisan-tulisan Ellen White dengan Alkitab.
Ellen White berkata, “…Aku rekomendasikan kepada kalian, pembaca
yang tersayang, Firman Allah sebagai dasar ketentuan iman dan perbuatan kalian. Kita akan dihakimi
menurut Firman itu. Di dalam Firman itu,
Allah telah berjanji untuk memberikan
penglihatan-penglihatan di ‘hari-hari akhir’; bukan suatu ketentuan baru bagi
iman, melainkan demi penghiburan bagi umatNya, dan untuk mengoreksi mereka yang
telah menyimpang dari kebenaran Alkitab.”
So let's take some real-life situations that Ellen White addresses in her
writings. Let's deal first of all with the Sabbath.
Isaiah 58:13-14 contains some general principles, let's read those verses. “13 If you
turn away your foot from the Sabbath, from doing
your pleasure on My holy day, and call the Sabbath a delight, the holy day of the Lord honorable,
and shall honor Him, not doing your own ways, nor finding your own pleasure,
nor speaking your own
Words, 14 Then
you shall delight yourself in the Lord…” do these verses define what “our own ways”
are? No! Does the text define what “our own pleasure” is? Does it define what
“our own words” are? No! These are general what? These
are general principles. How do these general statements of principle apply to
specific life situations? Does doing these things on the Sabbath impact our
love relationship with the Lord? What specific activities are forbidden on the
Sabbath, and why are these things forbidden? Would there be any relationships
between the specific prohibitions and loving God? Yes or No? Of course! The whole
intention of the Sabbath regulations is to protect our love relationship with
the Lord and I might add, with our fellow human beings.
Jadi mari kita lihat beberapa situasi kehidupan nyata
yang disebutkan Ellen White dalam tulisan-tulisannya. Mari pertama-tama kita
bicara tentang hari Sabat.
Yesaya 58:13-14 berisikan
beberapa prinsip umum, mari kita baca
ayat-ayat itu. “13 Apabila kamu tidak menginjak-injak hari Sabat, dengan tidak melakukan
kesenangan kamu
sendiri pada hari kudus-Ku, dan menyebut Sabat suatu yang menyenangkan, hari kudus TUHAN, yang dihormati; dan akan menghormati Dia, dengan tidak
melakukan kehendakmu sendiri atau mencari kesenanganmu sendiri, atau mengucapkan kata-katamu sendiri 14 maka kamu akan bersenang-senang dalam
TUHAN…” apakah ayat-ayat
ini menjelaskan apa itu “melakukan
kehendakmu sendiri”? Tidak! Apakah
ayat ini mendefinisikan apa itu “kesenanganmu
sendiri”? Apakah ayat ini mendefinisikan apa itu “kata-katamu
sendiri”? Tidak! Ini adalah
apa? Ini prinsip-prinsip yang umum. Bagaimana aplikasi dari prinsip-prinsip
yang umum ini ke situasi tertentu dalam kehidupan nyata? Apakah melakukan hal-hal
tersebut pada hari Sabat mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Tuhan?
Aktivitas tertentu mana yang dilarang pada hari Sabat, dan mengapa hal-hal
tersebut dilarang? Apakah ada hubungan antara larangan-larang tertentu dengan
mengasihi Allah? Ya atau Tidak? Tentu saja! Seluruh tujuan peraturan-peraturan Sabat itu untuk
melindungi hubungan kasih kita dengan Tuhan, dan bisa saya
tambahkan, dengan sesama manusia.
Now notice what Ellen White had to say in Signs
of the Times May 25, 1882, “Let every family of Seventh-Day Adventists honor God by a strict regard for His Law.
The children should be taught to respect the Sabbath. On the day of preparation,
clothing should be put in proper repair, shoes polished and
baths taken. Then around the family altar all should wait to
welcome God's holy day, as they would watch for the coming of
a dear friend.”
It's a beautiful description.
Sekarang simak apa kata Ellen
White di Signs of the
Times, 25 Mei, 1882, “…Hendaknya
setiap keluarga MAHK menghormati Allah dengan mematuhi HukumNya dengan ketat.
Anak-anak harus diajari untuk menghormati hari Sabat. Pada hari persiapan,
pakaian harus disiapkan dalam kondisi baik, sepatu-sepatu disemir, dan sudah
mandi. Kemudian mengelilingi mezbah keluarga, semua harus menunggu untuk
menyambut hari kudus Allah, seakan-akan mereka menantikan kedatangan seorang
sahabat yang dikasihi. …”
Ini deskripsi yang indah.
Why would she give this specification that clothing should be put in proper
repair, shoes polished, and baths taken? You know, the Bible doesn't give those specific prescriptions, but she's mentioning
this, and the reason why, folks, is because we need to start the Sabbath with the
Lord. If we are running around last minute, and shining our shoes, and
taking baths, we are stealing time that belongs to our relationship with God.
It affects our love relationship with God. So Ellen White says, “Hey, let the
shoes be shined, let the baths be taken, the clothing be in order, so that when
the hours of the Sabbath begin you can dedicate the whole Sabbath to your love
relationship with Jesus Christ.” That's what it's all about.
Mengapa Ellen White memberikan spesifikasi ini bahwa
pakaian sudah harus disiapkan dalam kondisi baik, sepatu-sepatu sudah disemir,
sudah mandi? Alkitab tidak memberikan preskripsi khusus itu, tetapi
Ellen White menyinggung ini, dan alasannya mengapa, Saudara-saudara,
ialah karena kita perlu membuka
Sabat bersama Tuhan. Jika kita masih sibuk berlarian pada
menit-menit terakhir, dan menyemir sepatu kita, dan mandi, kita mencuri waktu
yang milik hubungan kita dengan Allah. Itu mempengaruhi hubungan kasih kita
dengan Allah. Maka Ellen White berkata, “Hei, sepatu-sepatu disemir dulu,
mandi-mandi dilakukan dulu, pakaian disiapkan dalam kondisi baik, sehingga ketika
jam-jam Sabat mulai, kalian bisa mendedikasikan seluruh hari Sabat itu kepada
hubungan kasihmu dengan Yesus Kristus.” Itulah tujuannya.
Nehemiah 13:19-20 contains a general principle, and that is to guard the
edges of the Sabbath. I want to read this passage, it's very interesting. The
gates of Jerusalem were not closed as soon as the sun set, they were closed before the
sun set. That's the principle. Notice it says here Nehemiah is
contending with the merchants who are coming to sell stuff outside the gates of
the city.
“17 Then I contended with the nobles of Judah, and said to them, ‘What evil
thing is this that
you do, by which you profane the Sabbath day? 18 Did not your fathers do thus, and did not our God
bring all this disaster on us and on this city? Yet you bring added wrath on
Israel by profaning the Sabbath.’ 19 So it was,
at the gates of Jerusalem, as it began to be dark before the
Sabbath…” are you catching the principle? “…before
the Sabbath that I commanded the gates to be shut, and charged that they must
not be opened till after the Sabbath…” When were the gates shut? Right at sundown or before sundown? Before
sundown.
“…Then I posted some of
my servants at the gates, so that no
burdens would be brought in on the Sabbath day.”
Nehemia 13:17-19 berisikan
suatu prinsip umum, dan itu ialah menjaga “ujung-ujung” Sabat. Saya mau membacakan ayat-ayat ini, ini sangat
menarik. Gerbang-gerbang Yerusalem tidak ditutup pada saat matahari terbenam,
mereka ditutup sebelum matahari
terbenam. Itu prinsipnya.
Simak, dikatakan di sini bahwa
Nehemia berselisih dengan para pedagang yang datang untuk menjual barang-barang
mereka di luar gerbang-gerbang kota. “17
Lalu aku berselisih dengan para bangsawan
Yehuda, dan berkata kepada mereka,
‘Kejahatan apa yang kamu lakukan ini dengan mana
kamu melanggar kekudusan Sabat? 18 Bukankah nenek moyangmu telah
berbuat demikian, dan bukankah Allah kita telah mendatangkan segala malapetaka ini pada kita
dan pada kota ini? Namun kamu mendatangkan tambahan murka
pada Israel dengan melanggar kekudusan
Sabat?’ 19 Demikianlah
di pintu-pintu gerbang
Yerusalem, ketika mulai gelap sebelum hari Sabat…” apakah kalian
menangkap prinsipnya?
“…kusuruh tutup pintu-pintu gerbang, dan
kuperintahkan supaya jangan dibuka sampai lewat hari Sabat…” Kapan gerbang-gerbang itu ditutup? Tepat saat matahari
terbenam atau sebelum matahari terbenam? Sebelum matahari terbenam. “… Lalu aku tempatkan beberapa orang anak buahku
di pintu-pintu gerbang, supaya tidak ada muatan yang dibawa masuk pada hari Sabat.”
Ellen White amplifies this principle that we find in Nehemiah, in Volume 6 of the Testimonies page 356 she says,
“We should jealously guard the
edges
of the Sabbath. Remember
that every
moment is consecrated, holy time. Whenever it
is possible, employers should give their workers the hours from
Friday noon until the beginning of the Sabbath. Give them time
for preparation that they may welcome
the Lord's Day with
quietness of mind. By such a course you will suffer no loss even in temporal things.”
Ellen White mengamplifikasi prinsip ini yang kita temukan di Nehemia, di Testimonies
Vol. 6 hal, 356, Ellen White berkata, “…Kita harus dengan sungguh-sungguh menjaga ujung-ujung hari Sabat. Ingat bahwa setiap detik itu dikuduskan,
waktu yang kudus. Bilamana mugkin, para majikan harus memberikan kepada
karyawan mereka jam-jam mulai Jumat tengah hari hingga awal Sabat. Berilah
mereka waktu untuk bersiap-siap supaya mereka bisa menyambut Hari Tuhan dengan
pikiran yang tenang. Dengan berbuat demikian, kalian (para majikan) tidak akan
menderita kerugian bahkan dalam hal-hal duniawi.”
The principle is contained in Scripture, but Ellen White specifies exactly
what God's people need to do in preparation for the Sabbath. I mean if you're
running around last minute and you're taking a bath and you’re shinning your
shoes, and you're going to the supermarket, you know, is your mind going to be
ready to meet the Lord at the beginning of His holy Sabbath? Is that going to
affect your relationship with Him? It most certainly is, it will affect your
loving relationship with God.
Is Ellen White really adding anything of substance to Scripture by these
statements? No, she is simply amplifying the principles that are found in
Scripture.
And why does she give these counsels? Does a violation of these counsels
impact our love for God? They most certainly do.
Prinsipnya terdapat di Kitab Suci, tetapi Ellen White
membuat spesifiksi tepat apa yang harus dilakukan umat Allah untuk
mempersiapkan Sabat. Jika kita masih bergegas ke sana kemari pada menit-menit
terakhir, dan masih mandi, masih menyemir sepatu, masih ke supermarket, apakah
pikiran kita bisa siap bertemu dengan Tuhan pada awal SabatNya yang kudus?
Apakah itu akan mempengaruhi hubungan kita dengan Allah? Tentu saja iya, itu
akan mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Allah.
Apakah Ellen White benar-benar menambahkan apa-apa yang
substansi ke Kitab Suci dengan pernyataan-pernyataan ini? Tidak, dia
semata-mata mengamplifikasi prinsip-prinsip yang ada di Kitab Suci.
Dan mengapa Ellen White memberikan nasihat-nasihat ini?
Apakah pelanggaran dari nasihat-nasihat itu mempengaruhi kasih kita kepada
Allah? Tentu saja, iya.
Now let's talk about another issue: the use of bicycles.
The enemies of Ellen White have had a heyday with her counsels against
bicycles, even sincere people ask, how can anyone seriously believe that she had the prophetic gift when she
gave such seemingly ridiculous counsel. Where does the Bible address the issue
of bicycles? Does riding a bicycle really affect our love relationship with God
and our fellow human beings? Let's see what she said, and when she said it, and
why she said it. After all she said herself “Regarding
the testimonies, nothing is ignored, nothing is cast aside, but time and place
must be considered” (1 SM 57), take into
account the context, she says when you read the testimonies.
What is the historical context of Ellen White's comments regarding
bicycles?
Well, you know, people were mortgaging their homes, and they were spending
a fortune to buy bicycles, so they could compete with their neighbors, and they
were having races where they were hurting themselves. There was a spirit of
rivalry, money that should have been invested in the cause because you love
your neighbor, was being spent on this craze.
Nah, mari kita
bicara tentang isu yang lain: memakai
sepeda.
Musuh-musuh Ellen White
bersorak-sorak dengan nasihatnya menentang pemakaian sepeda, bahkan orang-orang
yang tulus pun bertanya, mana bisa ada yang
benar-benar mempercayai bahwa Ellen White memiliki Roh Nubuat jika dia
memberikan nasihat yang tampaknya sedemikian tidak masuk akal. Di mana Alkitab
bicara tentang isu sepeda? Apakah naik sepeda benar-benar mempengaruhi hubungan
kasih kita dengan Allah dan sesama kita? Mari kita lihat apa kata Ellen White,
dan kapan dia mengatakan itu, dan mengapa dia mengatakannya. Bukankah dia
sendiri berkata, “…Mengenai
kesaksian-kesaksian, jangan abaikan apa pun, jangan menyingkirkan apa pun,
melainkan waktu dan tempatnya harus dipertimbangkan.” (Selected
Messages Vol. 5 hal. 57),…” pertimbangkan konteksnya, bila membaca kesaksian-kesaksian itu, kata Ellen
White.
Apakah konteks sejarahnya dari komentar Ellen White tentang sepeda? Nah,
kalian tahu, demi membeli sepeda, orang-orang sampai menggadaikan rumah mereka,
mereka mengeluarkan banyak uang untuk membeli sepeda supaya mereka bisa
bersaing dengan tetangga mereka, dan mereka mengadakan lomba-lomba di mana
mereka sampai mencederai diri mereka sendiri. Ada semangat persaingan. Uang yang
seharusnya diinvestasikan dalam tujuan demi mengasihi sesama, dipakai untuk hobi yang ngetrend ini.
Let's read. “Turn to another
scene. In the streets of the city is
a party gathered for a bicycle race. In this company also
are
those who profess to know God and Jesus Christ whom He has sent. But who that looks
upon the
exciting race would
think that those who were thus exhibiting themselves were the followers of Christ?...” we begin to discern that the purpose of this is to exhibit what? Self. She
continues saying,
“…Who would suppose that
any of that
party felt their need of Christ? Who would think
they realized the value of their time and their physical powers as gifts from God…”
now notice, what is the purpose of the
gifts from God?
“…to be preserved for
His service?...” service to whom? To other people and to God. “…Who thinks of the danger of accident, or
that death
may be the
result of their wild
chase? Who have prayed
for the
presence of Jesus,
and the protection
of
the ministering
angels?
Is God glorified by these performances? Satan
is playing the game of life for these souls
and
he is well pleased with
that which he sees and
hears.” ( TM 83, 84).
Mari kita baca, “…Beralih ke
adegan yang lain. Di jalan-jalan di kota ada sekelompok orang berkumpul untuk
lomba bersepeda. Dalam kelompok ini juga terdapat mereka yang mengaku mengenal
Allah dan Yesus Kristus yang diutusNya. Tetapi siapa yang melihat lomba yang
penuh semangat itu akan berpikir bahwa mereka yang sedang memamerkan diri mereka sendiri ini adalah para pengikut Kristus? …” kita mulai memahami bahwa
tujuan dari ini ialah untuk memamerkan apa? Diri. Ellen White melanjutkan
berkata, “…Siapa yang akan berpikir bahwa ada dari
kelompok itu yang merasakan kebutuhannya akan Kristus? Siapa yang akan berpikir
mereka ini menyadari waktu mereka dan kekuatan fisik mereka yang berharga sebagai karunia
dari Allah…” sekarang simak, apa tujuan
karunia-karunia ini dari Allah? “…yang
harus dipertahankan untuk pelayananNya?…”
pelayanan bagi siapa? Bagi orang lain dan bagi
Allah. “…Siapa yang memikirkan tentang bahaya
kecelakaan, atau bahwa kematian mungkin terjadi akibat dari kejar-kejaran mereka yang liar? Siapa yang
telah berdoa bagi kehadiran Yesus dan perlindungan para malaikat yang melayani?
Apakah Allah dimuliakan oleh tindakan-tindakan ini? Setan sedang memainkan permainan hidup pada orang-orang ini, dan dia sangat
gembira dengan apa yang dia lihat dan dengar.” (TM
83, 84)
Was this
affecting the relationship of people with their Lord? Was it depriving their
fellow human beings of the service that people should render to them?
Absolutely! She continued saying, “In view of the terrible crisis before us what are those doing
who
profess to believe the truth? My guide, called me and said: ‘Follow
me,’ and I was shown things
among our people that were not in accordance with their faith. There seemed to
be a
bicycle craze. Money was spent to gratify an enthusiasm in this direction…” now notice, here comes the love for your neighbor “…that might better, far better, have been invested in building houses of worship
where they are
greatly needed . . .
There were presented before me
some strange things in Battle Creek. A bewitching influence seemed to be passing as a wave
over our people there, and I saw that this would be followed by other temptations. Satan
works with intensity of purpose to induce our people to invest their time and money in gratifying supposed wants. This is a species of idolatry…” Is there a
Commandment that says, not to practice idolatry? Would that affect your
relationship with the Lord? Of course. She continues saying, “…While you have been gratifying your inclination in the
appropriation of money—God’s money—for which
you must
give an
account,…” now notice, how she cares for her neighbor, “…missionary
work
has been
hindered and bound about for want of means and workers to plant the banner of truth in places where the people have never heard the message of warning…”
do you see what her focus is? Love for God
and love for our fellow human beings. She continues writing, “…There were some who were
striving for the mastery…” that's certainly a love for your neighbor,
trying to out-excel them, right? “…There were some who were striving for the mastery each trying to excel the
other in the swift running of their bicycles. There was
a spirit of strife and contention
among them as
to which should
be the
greatest…”
what a love for their neighbor, right? “…The spirit was
similar to that manifested in the baseball games on the college ground . . . ”
(8T 51-52)
Apakah ini mempengaruhi hubungan umat dengan Tuhan mereka? Apakah itu
membuat sesama manusia tidak menerima pelayanan yang seharusnya diberikan umat
kepada mereka? Tentu saja!
Ellen White melanjutkan berkata, “…Terkait
dengan krisis yang parah di hadapan kita, apa yang dilakukan oleh mereka yang
mengaku meyakini kebenaran? Pemanduku memanggil aku dan berkata, ‘Ikutlah aku’,
dan aku ditunjukkan hal-hal yang terjadi di antara umat kita yang tidak sesuai
dengan iman mereka. Tampaknya seperti bersepeda menjadi hobi yang ngetrend.
Uang dipakai untuk memuaskan antusiasme dalam hal ini…” sekarang simak, nah ini tentang kasih bagi sesama, “…yang mungkin akan lebih baik, jauh lebih
baik, diinvestasikan dalam membangun
rumah-rumah ibadah di mana mereka sangat dibutuhkan… Ditunjukkan kepadaku
kejadian-kejadian yang aneh di Battle Creek. Suatu pengaruh yang menyihir
sepertinya telah lewat bagaikan gelombang di atas umat kita di sana, dan aku
melihat ini akan diikuti oleh pencobaan-pencobaan lain. Setan bekerja dengan
tujuan yang intensif untuk membuat umat kita menginvestasikan waktu mereka dan
uang mereka demi memuaskan apa yang mereka anggap kebutuhan. Ini adalah sejenis keberhalaan…” Apakah ada Perintah yang
berkata, jangan mempraktekkan penyembahan berhala? Apakah itu mempengaruhi
hubungan kita dengan Tuhan? Tentu saja. Ellen White melanjutkan berkata, “…Sementara kamu memuaskan keinginanmu dalam memakai
uang untuk diri sendiri ~ uang Allah ~ untuk mana harus kamu
pertanggungjawabkan…” sekarang simak, bagaimana Ellen White mempedulikan sesamanya, “…pekerjaan
misionari telah terhalang dan terbatas karena kekurangan sarana dan pekerja
untuk menancapkan panji kebenaran di tempat-tempat di mana orang-orang belum
pernah mendengar pekabaran peringatan…” apakah kalian melihat apa fokus Ellen White? Demi kasih bagi Allah dan
kasih bagi sesama. Ellen White melanjutkan menulis, “…Ada yang sedang berupaya keras untuk mengungguli…” itu tentunya kasih bagi sesama, berusaha untuk mengungguli mereka, benar? “…Ada yang
sedang berupaya keras untuk mengungguli, masing-masing berusaha mengungguli
yang lain dalam kecepatan larinya sepeda mereka. Ada semangat bertengkar dan
berselisih di antara mereka, tentang siapa yang seharusnya menjadi yang paling
hebat…” benar-benar kasih bagi sesama
mereka, bukan? “…Semangatnya sama dengan yang
dimanifestasikan dalam pertandingan baseball
di halaman kampus.” (Testimonies Vol. 8 hal. 51-52)
Review and Herald, August 21, 1894 she wrote, “You would not
be purchasing bicycles,…”
by the way they cost a fortune back then, “…You would not be purchasing bicycles,
which you could do without, but would be
receiving the blessing
of
God in
exercising your physical
powers in a less
expensive way. Instead of investing one hundred dollars…” you say, “Well, that wasn't anything.” Oh, back there, that was a lot of
money, that was a fortune.
“…Instead of investing one hundred dollars in a bicycle…” notice once again her focus “…you would consider the matter well, lest it might be at the price of souls for whom Christ died, and for whom He has made you responsible.”
Do you see the focus? Love for God, love for fellow human beings, and she's
specifying the specific case of bicycles.
Review
and Herald, 21 Agustus 1894, Ellen White menulis, “…Kita
tidak perlu membeli sepeda…” nah, di masa lampau sepeda
mahalnya luar biasa. “…Kita
tidak perlu membeli sepeda yang
tanpanya kita tidak apa-apa, tetapi kita akan menerima berkat Allah dalam melatih kekuatan fisik
kita dengan cara yang lebih murah. Gantinya menginvestasikan seratus
dollar…” kalian berkata, “Nah, itu
jumlah yang kecil.” Oh, di masa itu, itu jumlah yang sangat besar, itu uang
yang banyak. “…Gantinya menginvestasikan seratus dollar
untuk sebuah sepeda…” simak sekali lagi fokus Ellen White,
“…pertimbangkanlah hal itu baik-baik, supaya jangan sampai itu mengorbankan jiwa-jiwa demi siapa Kristus sudah mati, dan demi siapa
kita telah dijadikanNya bertanggungjawab.”
Apakah kalian melihat
fokusnya? Kasih bagi Allah, kasih bagi sesama, dan Ellen White menspesifikasikan kasus khusus tentang sepeda.
You could speak of many other things.
A careful reading of Ellen White's counsel concerning bicycles clearly
reveals that she would not today condemn the recreational use of a bicycle, or it's
used for personal transportation and enjoyment. In her day, Adventists were mortgaging their homes and
tapping into life savings in order to gain the supremacy over others. I wonder
if Ellen White would have something to say today about NASCAR and motorcycle races and even events such as
the Tour de France where great sums of money are spent, lives are put in
danger, and the struggle for supremacy can be clearly seen. If Ellen
White lived today I think she might apply her counsel to luxurious and
expensive cars we drive, the gaudy houses we live in, and the expensive “toys”
in quotation marks that we indulge in.
The circumstances may change but the universal principle still applies. Are
you with me or are you not with me? Although her specific counsel regarding
bicycles does not apply today because times have changed, the principle she
enunciates are universal and timeless. Let us remember once again that Ellen
White stated, “Regarding the testimonies
nothing is ignored, nothing is cast aside, but time and place must be…” what?
“…considered”. (1 SM 57)
So would Ellen White condemn the use of bicycles outright? Absolutely not!
Special circumstances required special counsel. Bicycles are not addressed in
the Bible, but there are all sorts of principles that do apply in the case of
the bicycle, general principles that we find in Scripture.
Ada banyak hal lain yang bisa kita bicarakan.
Bila kita membaca nasihat Ellen White mengenai sepeda,
jelas itu mengungkapkan bahwa hari
ini dia tidak akan menyalahkan penggunaan sepeda sebagai rekreasi atau sebagai
transportasi pribadi dan kenikmatan. Di zamannya orang-orang
Advent menggadaikan rumah mereka dan mengambil dari tabungan mereka supaya bisa
mendapatkan keunggulan di atas yang lain. Saya mereka-reka apakah Ellen White
hari ini punya komentar tentang Nascar (balap mobil) dan balap motor, dan
bahkan event seperti Tour de France di mana uang yang dihamburkan besar sekali,
dan hidup diletakkan dalam bahaya, dan persaingan untuk keunggulan tampak jelas
sekali. Andai Ellen White hidup
sekarang, saya rasa dia mengaplikasikan nasihatnya untuk mobil-mobil mewah dan
mahal yang kita kemudikan, rumah-rumah megah yang kita
diami, dan “mainan-mainan” mahal dengan mana kita memanjakan diri kita.
Situasi dan kondisi bisa
berubah tetapi prinsip yang universal tetap berlaku. Apakah kalian paham atau
tidak? Walaupun nasihatnya yang spesifik mengenai sepeda tidak berlaku hari ini
karena zaman sudah berubah, tetapi prinsip yang dia katakan itu universal dan
tidak ada batas waktunya. Marilah kita ingat sekali lagi bahwa Ellen White
telah menyatakan, “…Mengenai
kesaksian-kesaksian, jangan abaikan apa pun, jangan menyingkirkan apa pun,
melainkan waktu dan tempatnya harus …” apa?
”…dipertimbangkan.” (1 SM 57)
Jadi akankah Ellen White menyalahkan pemakaian sepeda
begitu saja? Sama sekali tidak! Kondisi istimewa membutuhkan nasihat istimewa.
Sepeda tidak disebutkan di Alkitab, tetapi ada segala macam prinsip yang
berlaku dalam kasus sepeda itu, prinsip-prinsip umum yang kita temukan di Kitab
Suci.
Now let's talk about dangerous amusements. This is on page 291.
Was Ellen White correct when she wrote about other dangerous amusements where
the same principles apply? She states, “Some of the
most popular
amusements, such as football and boxing…” she's not talking about soccer here, she's
talking about American football, “…have become schools of brutality…” Can we say that today? Oh, absolutely! People are maimed for life. “…They are developing the same characteristics, as did
the
games of ancient Rome. The love of domination…” does that affect your love for your neighbor? “…the
pride in mere brute force, the reckless disregard
of
life, is exerting upon the youth a power to demoralize that is
appalling.” ( Education, p. 210)
Nah, mari kita bicara tentang hiburan yang berbahaya. Ini di hal. 291.
Apakah Ellen White benar ketika dia menulis tentang hiburan-hiburan lain yang
berbahaya di mana prinsip yang sama berlaku? Ellen White menyatakan, “…Beberapa dari
hiburan yang paling populer, seperti sepakbola dan tinju…” di sini Ellen White tidak
bicara tentang sepakbola umum, dia bicara tentang sepakbola ala Amerika, “…telah menjadi
tempat pelatihan kebrutalan…” Bisakah kita mengatakan itu
hari ini? Oh, tentu saja! Orang bisa cacat seumur hidup. “…Mereka sedang
mengembangkan karakter
yang sama seperti di pertandingan-pertandingan di Roma purba. Kecintaan tentang dominasi…” apakah itu mempengaruhi kasih
kita bagi sesama? “…kebanggaan semata-mata pada kekuatan yang
kasar, kesembronoan yang tidak menghargai nyawa,
membangkitkan pada orang-orang muda suatu kekuatan yang memerosotkan moral yang mengerikan.” ( Education,
hal. 210)
Does all of this affect our relationship with our neighbor? Yes! And you
know it's always been an enigma to me how football players and boxers will have
a season of prayer before they go out onto the field or in the ring to beat
each other's brains out.
Apakah semua ini
mempengaruhi hubungan kita dengan sesama? Ya! Dan kalian tahu, bagi saya selalu
ini merupakan hal yang
membingungkan bagaimana para pemain sepakbola dan tinju akan punya waktu berdoa dulu sebelum mereka keluar ke lapangan atau ke
arena untuk mengepruk kepala satu sama lain.
Let's talk about theater attendance. Obviously there is no
direct biblical injunction that says “you shall not go to the movies”, because there were no movies in biblical times. But there was certainly
live theatrical entertainment in Greece and Rome, correct? The question is, are
there biblical principles that would lead us to abstain from such a practice as
going to the movies? There are several texts, I’m not going to take the time to
read them.
·
Philippians
4:8-9
we're to focus
on what is true, noble, just, pure, lovely, of good report, and if there's any virtue that is
praiseworthy, we need to focus on these things.
· in Romans 12:1-2
says “don't be conformed to the world but be…” renewed by what? “…transformed by the renewing of your
mind.” Is going to the movies renewing your mind?
No, its defiling your mind.
·
Isaiah 33:14-15
speaks of all
those who will dwell with the raging fire, that will dwell in the presence of
the Lord. They will walk righteously, they will speak uprightly, they will
despise the gain of oppressions, they will refuse bribes, they will stop their
ears from hearing of bloodshed, and they will shut their eyes from seeing evil.
Would that include going to the movie theater? Absolutely.
·
in 2 Corinthians
3:18
it says that “by beholding we become…” what? “…we become
changed…” Is going to the movies a life transforming
experience? Yes, it's a life transforming experience in the negative sense of
the word.
Mari kita bicara tentang hadir di teater. Jelas tidak ada perintah
alkitabiah yang langsung mengatakan “jangan pergi nonton”, karena di
zaman Alkitab tidak ada film. Tetapi ada hiburan teater hidup di Greeka dan
Roma, benar? Pertanyaannya ialah apakah ada prinsip alkitabiah yang akan
menuntun kita untuk tidak ikut ambil bagian dalam praktek demikian seperti
pergi menonton? Ada beberapa ayat, saya tidak akan menggunakan waktu untuk
membaca mereka.
·
Filipi 4:8-9,
kita harus fokus pada apa yang benar, luhur, adil, murni,
indah, yang baik didenga, dan bila ada kebaikan apa pun yang patut dipuji, kita
perlu fokus pada hal-hal ini.
·
Di Roma 12:1-2
berkata, “janganlah
menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi jadilah…” apa? “…berubah oleh
pembaharuan pikiranmu…” apakah pergi nonton memperbarui pikiran kita? Tidak, itu
mengotori pikiran kita.
·
Yesaya 33:14-15
bicara tentang semua yang akan hidup bersama Api yang
berkobar, yang akan hidup di hadirat Tuhan. Mereka yang hidup dengan benar,
mereka yang bicara dengan benar, mereka yang membenci hasil dari penindasan,
mereka yang menolak suap, mereka yang menutup telinga dari mendengar tentang
pembunuhan, dan mereka yang menutup mata dari melihat kejahatan. Apakah ini
termasuk pergi menonton film? Tentu saja.
·
Di 2 Korintus 3:18
dikatakan bahwa “dengan…memandang…kita…” apa? “…kita sedang
diubahkan…” apakah pergi nonton film suatu pengalaman yang akan
mengubah hidup? Ya, itu pengalaman yang mengubah hidup dalam pengertian yang
negatif.
Ellen White puts it there in black-and-white in Great Controversy page 555 she says, “It is a law both of the intellectual and the spiritual nature that by beholding we become changed. The mind
gradually adapts
itself to
the subjects upon which
it
is allowed to
dwell. It becomes assimilated to that
which it is accustomed to love and reverence.
Man will never rise higher than his standard
of purity or goodness or truth. If self is his loftiest ideal, he will never attain to anything
more exalted. Rather, he will constantly sink lower and lower. The grace of God
alone has power to exalt
man. Left
to
himself, his course must inevitably be…”
what? “…be downward.”
Ellen White membuatnya hitam di atas putih di Great
Controversy hal. 555, dia berkata, “…Sudah merupakan hukum, baik dalam hal intelektual maupun spiritual, bahwa dengan memandang
kita diubahkan. Pikiran tahap demi tahap mengadaptasi dirinya sendiri kepada
hal-hal yang diizinkan hadir bersamanya. Dia menjadi terasimilasi kepada apa
yang sudah terbiasa dicintai dan dihormatinya. Manusia tidak pernah akan
bangkit lebih tinggi daripada standarnya tentang kemurnian atau kebaikan atau
kebenaran. Dirinya sendiri adalah idealnya yang tertinggi, dia tidak akan
pernah mencapai apa pun yang lebih tinggi. Sebaliknya, dia akan terus-menerus
turun semakin lama semakin rendah. Hanya kasih karunia Allah saja yang punya
kuasa untuk meninggikan manusia. Dibiarkan sendiri, arah tujuannya akhirnya pasti…” apa? “…menurun ke
bawah.”
The top of page 293. Do movies enhance our love for God and for our fellow
human beings? Do they encourage us to embrace and practice the truth? Do they
lead us to use pure language? Do they encourage us to respect the sanctity of
marriage? Do they teach us to respect human life and property? Do they teach us
to respect and honor our parents? I think you know the answers to these
questions. If you're honest you will say, No. And yet a growing number of Adventist youth, and sad to say some youth
pastors as well, today enjoy going to the movies.
In biblical times and in the days of Ellen White motion pictures did not
exist, but both in Bible times and in the days of Ellen White live dramatic
presentations did exist. Please read the following description given by Ellen
White and tell me honestly if she is adding to Scripture or simply amplifying
Scripture and applying it to contemporary practice.
The Adventist Home page 516, “Among the most
dangerous resorts for pleasure
is the theater…” she's talking about a live theater now.
Will the principle apply to the movie theater? Of course. It's the same thing,
only one is live, and the other is on the screen. Come on, let's be honest. “…Instead of being a school for morality and virtue, as is so often claimed, it is the very hotbed of immorality. Vicious habits and sinful propensities are strengthened and confirmed by these entertainments. Low songs, lewd gestures, expressions, and attitudes deprave the imagination and debase the morals…” does this affect your relationship with your fellow human beings? Does it
shut out your love for God? Yes, it does! “…Every youth who habitually attends such exhibitions will be corrupted in principle. There is no influence
in our land more
powerful to poison the imagination, to
destroy religious impressions, and to blunt the relish for the tranquil pleasures and
sober realities of life than theatrical amusements…” that's the reason why it's difficult to
retain the youths in the church because they're used to the screen, scenes changing every
microsecond in violence and action. And so you go to church and you preach a
sermon, boring, that's because their mind has been trained in the wrong
way. Ellen White continues saying, “…The love for these scenes increases with
every indulgence as the desire for intoxicating drink strengthens with its
use.
The only safe
course is to shun the theater, the circus, and every other questionable place of
amusement.”
(The Adventist Home, p. 516)
Is Ellen White adding to Scripture? No! She's simply taking Scripture
principles and applying them to this specific habit that people have of going
to theatrical programming, whether it be on the screen, or whether it be life
as in her time.
Bagian atas hal. 293. Apakah film meningkatkan kasih kita
kepada Allah dan sesama manusia? Apakah mereka mendorong kita untuk memeluk dan
mempraktekkan kebenaran? Apakah mereka membimbing kita untuk memakai bahasa
yang murni? Apakah mereka mendorong kita untuk menghormati kekudusan
perkawinan? Apakah mereka mengajar kita untuk menghargai nyawa dan harta
manusia lain? Apakah mereka mengajar kita untuk menghargai dan menghormati
orangtua kita? Saya rasa kalian sudah tahu jawaban pertanyaan-pertanyaan ini.
Jika kita jujur, kita akan mengatakan Tidak. Namun semakin banyak para orang
muda Advent, dan yang menyedihkan juga beberapa pendeta orang-orang muda, hari
ini menikmati menonton film.
Di zaman Alkitab dan di zaman Ellen White, tidak ada
film, tetapi baik di zaman Alkitab dan di zaman Ellen White ada pertunjukan dramatis yang hidup. Mari kita baca deskripsi berikut yang diberikan Ellen
White, dan katakan dengan jujur apakah Ellen White menambahi Kitab Suci atau
semata-mata mengamplifikasi Kitab Suci dan mengaplikasikannya ke praktek
kontemporernya.
The Adventist Home hal. 516, “…Di antara
tempat-tempat hiburan yang paling berbahaya ialah teater…” Ellen White bicara tentang
teater hidup sekarang. Apakah prinsipnya juga berlaku untuk teater film? Tentu saja. Itu hal yang sama, hanya saja yang satu hidup,
yang lain ada di layar. Mari kita jujur saja. “…Gantinya menjadi tempat pelatihan yang mengajarkan moralitas dan kesalehan, seperti yang
begitu serang diklaimnya, itu jusru adalah tempat persemaian amoralitas.
Kebiasaan-kebiasaan jahat dan kecenderungan-kecenderungan berdosa dikuatkan dan
diteguhkan oleh hiburan-hiburan ini. Lagu-lagu mesum, gerakan-gerakan mesum,
ekspresi-ekspresi dan sikap-sikap merusak imajinasi dan merendakan
akhlak…” apakah ini mempengaruhi
hubungan kita dengan sesama manusia? Apakah ini menutup pintu kasih kita untuk
Allah? Ya, betul! “…Setiap orang muda yang terbiasa
menghadiri pertunjukan-pertunjukan sejenis, akan rusak prinsipnya. Tidak ada pengaruh yang lebih kuat di negeri
kita untuk meracuni imajinasi, untuk menghancurkan kesan-kesan relijius, dan
menumpulkan nikmatnya hiburan yang menenangkan dan realita hidup yang penuh kesadaran, selain hiburan teatrikal…” Itulah mengapa sulit untuk
mempertahankan orang-orang muda dalam gereja karena mereka terbiasa dengan
layar film, adegan demi adegan yang berubah setiap mikrosekon dalam kekerasan dan
aksi. Maka jika mereka ke gereja, dan mendengaran khotbah, itu menjemukan,
karena pikiran mereka sudah dilatih dengan cara yang salah. Ellen White
melanjutkan berkata, “…Kecintaan
pada adegan-adegan ini meningkat dengan setiap pemanjaan sebagaimana keinginan
untuk minuman yang memabukkan menguat dengan setiap pemakaian. Jalan satu-satunya yang aman ialah menghindari teater, sirkus, dan setiap tempat hiburan lain yang
meragukan. …”
Apakah Ellen White menambahi Kitab Suci? Tidak! Dia semata-mata mengambil
prinsip-prinsip Kitab Suci dan mengaplikasikannya kepada kebiasaan spesifik orang-orang mengikuti program teatrikal, apakah itu tayang di layar atau apakah itu pertunjukan hidup seperti di zaman Ellen
White.
Now there's a strong and growing trend in the Adventist Church, towards
emphasizing intramural sports in our
denominational schools. Is this
trend in harmony with the Bible? The fact is that the Bible does not address
this particular issue, but Ellen White does. Notice what she says in this
statement in Adventist Home 499-500, “I do not condemn the
simple
exercise of playing
ball; but
this,
even in
its simplicity, may be overdone. I shrink always from the almost sure
result
that
follows in the wake of these amusements…” now she's going to say what the objection is “…It leads to an outlay of
means…” now notice how she's concerned about love
for your fellow human beings.
“…It leads to an outlay of
means that should be expended in bringing the light of truth to souls that are perishing out of Christ. The amusements and expenditures of means for self-pleasing that lead
on step by step to self-glorifying, and the educating in these games for pleasure produce a love and passion for such things that is not favorable to the perfection
of Christian character…” does this affect our relationship with God
as well? It most certainly does. She continues saying “…The way that they have been conducted at the college…” that is Battle Creek college
“…does not bear the impress
of heaven. It does not strengthen the intellect. It does not refine and
purify the character.
There are threads leading out through the habits and customs and
worldly practices, and the actors become so
engrossed and infatuated that they are
pronounced in heaven ‘lovers of pleasure more than lovers of God’…”
see there, yeah, once again the principle
being applied. “…In the place
of the intellect becoming strengthened to do better work as
students, to be better qualified as Christians to perform
the Christian duties, the exercise in these games is filling
their brains with thoughts that distract the mind from their studies. . . . Is the eye
single to the glory of God…” see, there's once again love for God “…Is the eye single to the
glory of God in these games? I know that this is not so. There
is
a
losing sight of God's way and
His purpose. The employment
of
intelligent beings, in probationary time, is superseding God's revealed will and
substituting for
it the speculations
and inventions of the human agent, with Satan
by his side to
imbue with his spirit. . . . The Lord God of heaven protests against the
burning passion cultivated for supremacy in the games that are so
engrossing.”
Nah ada trend yang kuat dan
terus membesar di gereja Advent untuk mempopulerkan pertandingan dalam kampus di sekolah-sekolah denominasi
kita. Apakah trend ini selaras dengan Alkitab? Faktanya ialah
Alkitab tidak bicara tentang isu khusus ini, tetapi Ellen White bicara. Simak apa katanya
dalam pernyataan di Adventist
Home hal. 499-500, “…Aku tidak menyalahkan olahraga sederhana dengan bermain
bola, tetapi bahkan ini dalam kesederhanaannya bisa dilakukan berlebihan. Aku
selalu merasa ngeri dengan akibat yang hampir pasti mengikuti setelah hiburan-hiburan ini…” sekarang Ellen White akan mengatakan apa keberatannya. “…Itu mengakibatkan pengeluaran sarana…” sekarang simak bagaimana Ellen
White memikirkan tentang kasih bagi sesama manusia. “…Itu mengakibatkan pengluaran sarana yang seharusnya
dibelanjakan untuk membawa terang kebenaran kepada jiwa-jiwa yang sedang
sekarat tanpa Kristus. Hiburan-hiburan dan pengeluaran-pengeluaran sarana untuk
menyenangkan diri yang selangkah demi selangkah membawa kepada pemuliaan diri,
dan pendidikan dalam pertandingan-pertandingan ini demi kesenangan melahirkan
cinta dan gairah untuk hal-hal demikian yang tidak menguntungkan bagi
penyempurnaan karakter Kristen…” apakah ini mempengaruhi hubungan kita dengan Allah juga? Tentu saja. Ellen
White melanjutkan berkata, “…Cara
hal-hal ini diadakan di kampus…” yaitu di perguruan Battle Creek “…tidak menyandang stempel surga. Itu tidak
menguatkan intelek. Itu tidak menghaluskan dan memurnikan karakter. Ada jalur
yang keluar dari kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi dan praktek-praktek duniawi, dan para pelakunya menjadi sedemikian asyik dan
mabuk
kesenangan, sehingga di surga mereka disebut sebagai ‘pecinta hiburan lebih daripada pecinta
Allah’…” lihat di sana, iya, sekali
lagi, prinsipnya diaplikasikan. “…Bukannya intelek para
pelajar yang dikuatkan untuk melakukan pekerjaan
yang lebih baik, supaya lebih memenuhi syarat sebagai orang-orang Kristen dalam melaksanakan tugas-tugas Kristen; latihan dalam pertandingan-pertandingan ini malah memenuhi otak mereka dengan pikiran-pikiran yang
mengalihan benak dari
pelajaran-pelajaran mereka… Apakah mata hanya tertuju pada kemuliaan
Allah…” lihat, sekali lagi di sana,
kasih bagi Allah. “…Apakah mata hanya tertuju pada kemuliaan
Allah di pertandingan-pertandingan ini? Aku tahu, tidak demikian. Terjadi
kehilangan pandangan pada jalan Allah dan tujuannya. Dipakainya makhluk-makhluk yang intelijen selama masa percobaan, mengalahkan kehendak Allah yang dinyatakan, dan menggantinya
dengan spekulasi-spekulasi dan ciptaan-ciptaan manusia, di mana Satan yang ada di sisinya,
mengilhaminya dengan rohnya… Tuhan surgawi memprotes semangat yang membara yang
dikembangkan untuk mencapai keunggulan
dalam pertandingan-pertandingan yang begitu mengasyikkan.”
The question is, is Ellen White adding to the Bible when she frowns on
competitive sports in our schools? The answer is No. She's simply taking a principle and applying
it to a practice that existed in her day, and still exists today.
Now if this still applies today we need to determine by asking a series of
questions.
And so we have these questions at the bottom of page 294.
ü Have circumstances changed?
ü Are players still maimed for life?
ü Is there still a spirit of supremacy?
ü Is there still an unnecessary outlay of means?
ü Are competitive sports a wise outlay of precious time?
ü Are these things that will better develop the intellect and the physical
nature?
ü Do competitive sports make you more useful in life?
ü Do competitive sports better prepare us to preach the gospel to those who
are lost in sin?
What would your answer be to these questions? No!
So does her counsel apply today? Yeah, but what we do is we ignore it,
and we shove it aside, and we say, you know, the kids can really learn to work
as a team. You know, we use all kinds of excuses. The counsel of the Spirit of
Prophecy is absolutely clear, is it not?
Pertanyaannya ialah, apakah Ellen White menambahi Alkitab
ketika dia tidak menyetujui olahraga yang kompetitif di
sekolah-sekolah kita? Jawabannya Tidak. Dia semata-mata mengambil sebuah
prinsip dan mengaplikasikannya kepada suatu praktek yang ada di zamannya dan yang
masih ada sampai sekarang.
Nah, jika ini diaplikasikan hari ini, kita perlu
menentukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Maka ada pertanyaan-pertanyaan ini di bagian bawah hal.
294.
ü Apakan kondisi telah berubah?
ü Apakah para pemain masih bisa
cacat seumur hidup?
ü Apakah masih ada semangat
untuk menjadi yang paling unggul?
ü Apakah masih ada pengeluaran
sarana yang tidak perlu?
ü Apakah olahraga yang
kompetitif itu memakai dengan bijaksana waktu yang berharga?
ü Apakah hal-hal ini akan
mengembangkan sifat intelek dan fisik yang lebih baik?
ü Apakah olahraga kompetitif
menjadikan kita lebih berguna dalam hidup?
ü Apakah olahraga kompetitif
mempersiapkan kita lebih baik untuk menyampaikan injil kepada mereka yang sesat
dalam dosa?
Apa jawaban kita kepada pertanyaan-pertanyaan ini? Tidak!
Jadi apakah nasihat
Ellen White berlaku hari ini? Ya, tapi yang kita lakukan ialah
kita mengabaikannya, dan kita singkirkan, dan kita berkata, biar anak-anak
bisa belajar bekerja sebagai suatu tim. Kita memakai segala jenis alasan.
Nasihat Roh Nubuat itu sangat jelas, bukankah demikian?
Now let's talk about personal adornment. Get a little bit into
meddling here. The Bible is clear that adornment should not be external but
rather internal, of the heart; yet in many Adventist churches today this
counsel seems not to apply. It is more than interesting ~ listen carefully now
~ that the specific things that the Bible does not explicitly forbid, such as
going to the movies, are justified today; and things that the Bible does
explicitly forbid such as the use of jewelry, are justified today. In the preparation of people for baptism the
issue of jewelry is seldom brought up any more. Yet both the apostle Paul and
Peter are clear on this point. The Bible is clear, and Ellen White will amplify
the point.
1 Timothy 2:9-10, “ 9 in like manner also, that the women adorn
themselves in modest apparel, with propriety and moderation, not with
braided hair or gold or pearls or costly clothing, 10 but, which is proper for
women professing godliness, with good works.”
Nah, mari kita bicara tentang perhiasan pribadi. Ini sedikit turut
campur di sini. Alkitab jelas bahwa perhiasan janganlah yang bersifat lahiriah
melainkan yang internal, batiniah; namun di banyak gereja Advent sekarang ini
nasihat ini sepertinya tidak berlaku. Lebih dari menarik ~ dengarkan baik-baik
sekarang ~ bahwa hal-hal spesifik yang tidak secara eksplisit dilarang Alkitab
misalkan pergi nonton film, sekarang ini dibenarkan; dan hal-hal yang secara
eksplisit dilarang Alkitab seperti memakai perhiasan, hari ini dibenarkan.
Dalam mempersiapkan orang untuk baptisan, isu perhiasan jarang diketengahkan
lagi. Namun baik rasul Paulus maupun Petrus jelas dalam poin ini. Alkitab
jelas, dan Ellen White akan mengamplifikasi poin ini.
1 Timotius 2:9-10, “9
Demikian juga hendaknya perempuan mendandani
dirinya dengan pakaian yang sopan, pantas dan tidak
berlebihan, bukan dengan rambut yang berkepang-kepang, atau dengan emas, atau mutiara, atau pakaian yang mahal, 10
melainkan yang selayaknya bagi perempuan
yang mengaku saleh, dengan perbuatan baik.”
Peter adds this testimony in 1 Peter 3:1-4, “1 Wives, likewise, be submissive
to your own husbands…” have mercy! “… that even if some do not obey
the Word, they, without a word, may be won by the conduct of their
wives, 2 when
they observe your chaste conduct accompanied by
fear…” what is the important thing? The
conduct. Verse 3, “…3 Do not let your adornment be merely…” by the way the word “merely” is not in the original,
that word has been added, you know, “not merely” you know, you can use this as
long as you have the other. The word is not in the Greek, so really it says, “…3 Do not let your adornment be outward—arranging the hair, wearing gold, or putting on fine apparel
— 4 rather let it be the hidden person of
the heart, with the incorruptible beauty of
a gentle and quiet spirit, which is very precious in the sight of God.”
Petrus menambahkan kesaksian
ini di 1 Petrus 3:1-4, “1
Isteri-isteri, demikian juga, tunduklah kepada suamimu sendiri…” amit-amit! “…supaya kalaupun
ada yang tidak taat kepada Firman, mereka,
tanpa kata-kata, boleh dimenangkan oleh kelakuan isteri mereka,
2 ketika mereka melihat tingkah laku kalian yang saleh disertai dengan rasa
takut…” apa hal yang penting? Tingkah laku. Ayat 3, “…3 Janganlah
perhiasanmu semata-mata…” nah, kata “semata-mata” tidak ada di bahasa aslinya. Kata
tersebut ditambahkan. “Janganlah semata-mata” artinya boleh dipakai asalkan ada
hal yang lain. Kata tersebut tidak ada di bahasa Greekanya, jadi sebenarnya
dikatakan, “…Janganlah
perhiasanmu secara lahiriah ~ menata rambut,
memakai emas, atau mengenakan pakaian yang indah ~ 4 melainkan hendaknya manusia batiniah yang di dalam hati, dengan kecantikan yang tidak akan binasa dari seseorang yang rohnya lemah lembut dan tenang, itulah yang
sangat berharga di mata Allah.”
Why is the issue of jewelry important? Does it have anything to do with our
love for our fellow human beings?
Notice how Ellen White applies the principle and this is found in Signs of the Times, January 26 1882, “There are many whose hearts have been so hardened by
prosperity
that they forget God, and
forget the wants of their fellow man. Professed Christians adorn
themselves with jewelry,
laces, costly apparel,
while the Lord's poor suffer
for the necessaries of life. Men and women who claim redemption through the Savior's
blood will squander the means entrusted to them for the saving of other souls,
and
then grudgingly dole out their
offerings for religion, giving liberally only when it will bring honor to themselves. These are idolaters.”
(2BC 1012;
ST, January
26,
1882)
Now we don't have time to get into all of these other examples. I hope that
you will examine your syllabus.
Mengapa isu perhiasan itu penting? Apakah itu ada
kaitannya dengan kasih kita bagi sesama manusia?
Simak bagaimana Ellen White
mengaplikasikan prinsip ini dan ini terdapat di Signs of the Times,
26 Januari 1882, “…Ada banyak
yang hatinya telah sedemikian dikeraskan oleh kemakmuran sehingga mereka
melupakan Allah, dan melupakan kekurangan sesama mereka. Mereka yang mengaku Kristen mendandani diri mereka dengan
perhiasan, renda-renda, pakaian yang mahal, sementara orang-orang Tuhan yang
miskin menderita kekurangan kebutuhan untuk hidup. Laki-laki dan perempuan yang
mengklaim penebusan melalui darah Sang Juruselamat, menghambur-hamburkan sarana
yang dipercayakan kepada mereka guna penyelamatan jiwa-jiwa, lalu dengan berat
hati memberikan persembahan mereka bagi agama, memberi dengan limpah hanya bila
itu akan mendatangkan kehormatan bagi mereka sendiri. Mereka ini adalah
penyembah berhala.” (2BC
1012; ST,
January 26, 1882)
Nah, kita tidak punya waktu
untuk membahas semua contoh yang lain. Saya berharap kalian akan memeriksa
diktat kalian.
The eating
of flesh foods, I mentioned this the other day. How is it that Ellen
White says that we should not eat any kind of flesh food when the Bible allows
us to eat certain kinds of flesh food? Well, have circumstances changed? Yes!
So would God's counsel change if the circumstances have changed? Absolutely.
Soal makan
daging hewan, sudah saya singgung tempo hari. Bagaimana Ellen
White mengatakan bahwa kita jangan makan daging hewan apa pun padahal Alkitab
mengizinkan kita makan daging hewan tertentu? Nah, apakah kondisi telah
berubah? Ya! Jadi apakah nasihat Allah berubah jika kondisi telah berubah?
Tentu saja.
You can look on page 299 about smoking tobacco and drinking coffee. Where
in the Bible do you find “thou shalt not smoke” and “thou shalt not drink
coffee”? You won’t find it. However, are there principles that clearly show
that we should not participate in these things? On page 300. You know, you
would be violating the Commandment “thou shalt not
kill”, you
would be violating the statement that “the body is the temple of Holy Spirit”,
you would be violating the statement that “if we eat or
drink, whatever we do we should do to the glory of…” whom? “…to the glory
of God”. We must honor God with all of our
strength, these things take away our strength.
The Bible forbids sinful lusts that war against the soul and nothing
unclean will enter the kingdom. Many principles that would apply to this
specific situation.
Kalian bisa membaca di hal.
299 tentang merokok tembakau
dan minum kopi. Di mana di Alkitab ditemukan “dilarang merokok”
dan “dilarang minum kopi”? Tidak ditemukan. Namun, apakah ada prinsip-prinsip
yang jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh ikut melakukan hal-hal ini? Di
hal. 300. Kalian tahu, jika kita melakukannya, kita akan melanggar Perintah “Jangan membunuh”, kita akan melanggar
pernyataan “tubuh
adalah Bait Roh Kudus”(1 Kor. 3:16), kita akan melanggar pernyataan, “…jika engkau makan atau jika engkau minum,
atau apa pun yang engkau lakukan, lakukanlah
semuanya itu untuk kemuliaan…” siapa? “…untuk kemuliaan Allah.” (1 Kor. 10:31) Kita harus menghormati Allah dengan segenap kekuatan
kita, hal-hal ini mengambil kekuatan kita.
Alkitab melarang nafsu yang berdosa yang berperang
melawan jiwa dan tidak ada yang najis yang masuk ke kerajaan. Banyak prinsip
yang bisa diaplikasikan ke situasi khusus ini.
There's an interesting thing that I would like to end. Ellen White has some
very, very pointed remarks about the practice of masturbation. She even
says that masturbation can cause dementia, and some people say she was crazy.
Let me read you two statements in closing from two individuals, from two
medical doctors that are renowned.
·
One of them is
from Oxford University, Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D.,
He says, notice
what he says here, this is page 302, “The effect of zinc
deficiency has particularly
profound effects on the
male, because extraordinary amounts of zinc are found
in the testicles and the prostate gland . . . The amount of zinc in semen is such that one ejaculation may get rid of all the zinc that can be absorbed from
the intestines in one day.
In humans, among the most consistent effects of zinc deficiency are changes in mood and behavior. There is depression, extreme irritability, apathy and even in
some circumstances, behavior
which
looks
like schizophrenia …It
is even
possible, given the importance of zinc to the brain, that 19th century moralists were correct when they said that repeated masturbation could make
one mad! Similarly, the high livers…” the high livers in life that is,
“…were also correct when they said that a diet rich in
oysters was necessary to compensate for
excessive sexual indulgence.” (Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D., Zinc, Vitabooks, Inc.,
1981, p. 8)
·
You can read the
other statement. The little lady is right.
Dr. Carl
Pfeiffer of Harvard University, “We hate to say it but in
a zinc-deficient adolescent, sexual
excitement and excessive masturbation might precipitate insanity.” (Carl Pfeiffer, Ph. D., M. D.,
Zinc and
other Micronutrients, Keats Publishing, Inc.
1978, p.
45)
Ada hal yang menarik dengan mana saya ingin mengakhiri
pelajaran ini. Ellen White punya beberapa komentar yang amat sangat tajam
tentang praktek masturbasi.
Dia bahkan berkata bahwa masturbasi bisa menyebabkan demensia, dan ada
orang-orang yang mengatakan dia gila.
Saya akan membacakan dua pernyataan ~ sebagai penutup ~
dari dua individu, dua dokter medis yang terkenal.
·
Salah satunya dari Universitas Oxford, Dr. David
Horrobin, M.D., Ph.D.
Dia berkata ~ simak apa katanya di sini, ini hal. 302, “…Kekurangan zinc
punya akibat yang besar pada laki-laki, karena jumlah zinc yang luar biasa
ditemukan di buah zakar dan kelenjar prostat… Jumlah zinc di air mani itu
sedemikian banyaknya sehingga satu kali ejakulasi bisa melenyapkan semua zinc
yang bisa diserap oleh usus dalam satu hari.
Pada
manusia, di antara akibat yang paling konsisten dari kekurangan zinc ialah
perubahan suasana hati dan perilaku. Depresi, sangat mudah marah, apati, dan bahkan di beberapa
kodisi, perilaku yang menyerupai schizophrenia… Bahkan mungkin, karena
pentingnya zinc bagi otak, para moralis abad ke-19 benar ketika mereka
mengatakan bahwa masturbasi yang berulang-ulang bisa membuat orang menjadi
gila! Demikian pula mereka yang hidup mewah, juga benar, ketika mereka berkata bahwa makanan yang
kaya tiram diperlukan untuk mengkompensasi kesenangan seksual yang berlebihan. (Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D., Zinc, Vitabooks, Inc.,
1981, p. 8)
·
Kalian bisa membaca pernyataan yang satunya. Ellen White benar.
Dr. Carl Pfeiffer dari Universitas Harvard, “…Menyesal kami harus mengatakannya, tapi pada seorang
remaja yang kekurangan zinc, gairah seksual dan masturbasi yang berlebihan bisa
mempercepat penyakit jiwa.” (Carl
Pfeiffer, Ph. D., M. D.,
Zinc and
other Micronutrients, Keats Publishing, Inc.
1978, p.
45)
08 01 23
No comments:
Post a Comment