Monday, January 9, 2023

EPISODE 16/22 ~ BELIEVE HIS PROPHETS ~ GUIDANCE FOR THE LAST DAYS ~ STEPHEN BOHR

BELIEVE HIS PROPHETS

Part 16/22 - Stephen Bohr

GUIDANCE FOR THE LAST DAYS

https://www.youtube.com/watch?v=8rENE26OU7c

 

Dibuka dengan doa

 

Welcome back, we're glad to see you this afternoon. Did you have a good lunch? Did you have a little siesta? No siesta. I did have one, and after a couple of sandwiches and siesta, and I’m re-energized. Before we study this afternoon ~  and by the way our study is going to begin on page 283 of our syllabus ~ I would like to mention a set of seven books that everyone indispensably has to get. They deal with the last subject that we studied this morning, the subject on Pantheism and spiritualism. And I’m going to mention these books, I’m going to show them to you, and I highly recommend that you get these seven books and not only get them to put in your library, but that you will read them.

1.    The first book ~ I’m going to try to go in chronological order ~ the first book is called Hidden Heresy.

It was written by Thomas Mostert who was president of the Pacific Union before the present president that we have. Very, very, good book. It shows how this desire to plant megachurches evangelical style is compromising the unique message of the Adventist church. It's an excellent book, a pioneering book.

2.    then we have the book Worship at Satan's Throne.

Have you read that book? This was written by yours truly. It is a study of the distinctive message of the Adventist Church that God gave to the church in 1844, and once again how we've gone astray from the present truth message, and what we need to do to come back to the reason for our existence.

3.    And then we have The Omega Rebellion which was written by Rick Howard.

He was into this issue of Spiritual Formation and Contemplative Prayer, so he is speaking from his own experience. Excellent book.

4.    We have a small book written by Howard Peth a schoolteacher who lives in San Diego,  The Dangers of Contemplative Prayer.

It’s  a brief book that deals with all of the issues, what contemplative prayer is, the issue of the use of the mantra, and other things. It is a good introduction to this subject.

5.    Then you have another book by Rick Howard

that deals specifically with the Pantheistic crisis in the early nineteen hundred's it's called Meet It: Iceberg Of Deception ~ A Look Beneath the Surface. It goes into the tremendous important implications of Pantheism.

6.    And then you have a book by Dave Fiedler, the name is Tremble.

And he deals also with what happened in 1903, with Kellogg, and he adds a lot of interesting details that are not contained in the book Meet It by Rick Howard.

7.    And then finally this is a book that was published by Secrets Unsealed, it's The Mystic Omega of Endtime Crisis.

It's a philosophical work, written by Carsten Johnsen, he was my teacher at the seminary, staunchly conservative, and he deals with the issue of Pantheism and the Alpha and the Omega from the perspective of a philosopher, and it's an excellent book. We asked for permission to republish the book because what he did was, he would publish the books himself, there were lots of grammatical errors and mistakes and everything. I personally edited the book, and it was published in a real nice format, so that people would be able to enjoy and read it with correct English. He has a unique writing style, he's from Norway, he died several years ago. Actually he was from Norway and he had a self-supporting institution in France, very very strong Seventh-Day Adventist, he’s very concerned about what's happening in the church.

So these seven books present the Alpha and the Omega, the dangers of the Alpha and the Omega from different perspectives, and they complement one another. And I think that it would be a blessing to you if you acquire these books. They're available here from Secrets Unsealed. So if you are interested you can talk to Eileen and get a copy of these books.

 

Selamat bertemu lagi, senang melihat kalian petang ini. Apakah enak makan siangnya? Apakah kalian sempat tidur siang? Tidak tidur siang. Saya tidur siang, dan setelah makan dua roti sandwich dan tidur siang, saya sudah disegarkan kembali. Sebelum kita mulai pelajaran petang ini ~ dan pelajaran kita akan mulai di hal. 283 dari diktat ~ saya ingin bicara tentang tujuh buku yang tidak boleh tidak harus dimiliki setiap orang. Ini membahas tentang topik terakhir yang kita pelajari tadi pagi, topik tentang Pantheisme dan spiritualisme. Dan saya akan menyebutkan buku-buku ini, saya akan tunjukkan kalian, dan sangat saya rekomendasikan kalian mendapatkan ketujuh buku ini, dan jangan hanya memasukkan mereka ke perpustakaan kalian tetapi kalian akan membaca mereka.

1.    Buku pertama ~ saya akan menncoba mengenalkan secara kronologi ~ buku pertama judulnya Hidden Heresy.

Yang ditulis oleh Thomas Mostert, mantan presiden Pacific Union sebelum presiden yang sekarang. Buku yang amat sangat bagus. Ini menunjukkan bagaimana keinginan untuk menempatkan gereja-gereja mega gaya Evangelis itu mencemarkan pekabaran gereja Advent. Ini buku yang sangat bagus, buku pionir.

2.    Lalu buku Worship at Satan’s Throne.

Kalian sudah membaca buku ini? Ini tulisan saya sendiri. Ini membahas pekabaran khusus gereja Advent yang diberikan Allah kepada gereja kita di 1844, dan sekali lagi bagaimana kita telah menyimpang dari pekabaran kebenaran masa kini, dan apa yang harus kita lakukan untuk kembali ke tujuan eksistensi kita.

3.    Lalu ada The Omega Rebellion yang ditulis Rick Howard.

Dia berkecimpung di Formasi Spiritual dan Doa Kontemplasi, jadi dia bicara dari pengalamannya sendiri. Buku yang bagus sekali.

4.    Ada buku kecil yang ditulis Howard Peth, seorang guru yang tinggal di San Diego, The Dangers of Contemplative Prayer.

Ini sebuah buku yang membahas semua isu tersebut, apa itu doa kontemplasi, isu penggunaan mantra, dan lain-lain. Ini merupakan perkenalan yang bagus kepada topik ini.

5.    Lalu ada buku lain oleh Rick Howard yang khusus membahas krisis Pantheisme di awal tahun 1900an,

judulnya: Meet It: Iceberg of Deception ~ A Look Beneath the Surface. Ini bicara tentang implikasi-implikasi besar yang penting dari Pantheisme.

6.    Lalu ada buku oleh Dave Fiedler, judulnya Tremble.

Dia juga membahas apa yang terjadi di 1903 tentang Kellogg, dan dia menambahkan banyak detail menarik yang tidak ada di buku Meet It tulisan Rick Howard.

7.    Dan akhirnya buku ini yang diterbitkan Secrets Unsealed, yaitu The Mystic Omega of Endtime Crisis.

Ini karya fisolofis, ditulis oleh Carsten Johnsen. Dia dosen saya saat di seminari, sangat konservatif, dan dia membahas isu Pantheisme dan Alfa-Omega dari perspekti seorang filsuf, dan ini buku yang sangat bagus. Kami minta izin untuk menerbitkan ulang buku ini, karena yang dilakukannya ialah dia menerbitkan buku-buku sendiri, dan ada banyak kesalahan gramatik dan lain-lain. Saya mengedit buku itu sendiri, dan itu diterbitkan dalam format yang sungguh bagus, sehingga orang-orang bisa menikmati membacanya dalam bahasa Inggris yang tepat. Gaya tulisnya unik. Dia berasal dari Norwegia, dia sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Dia dari Norwegia dan dia memiliki institusi yang swa sembada di Perancis, seorang MAHK yang amat sangat kokoh, dia sangat khawatir dengan apa yang terjadi di gereja.

Jadi ketujuh buku ini membahas Alfa dan Omega, bahaya Alfa dan Omega dari perspektif yang berbeda, dan masing-masing saling melengkapi satu sama lain. Dan menurut saya itu suatu berkat buat kalian jika kalian memiliki buku-buku ini. Mereka tersedia di sini dari Secrets Unsealed. Jadi kalau kalian tertarik, kalian bisa menghubungi Eileen dan mendapatkan buku-buku ini.

 

 

Now we want to go to our material for this afternoon, page 283 in our syllabus, and the title of the presentation is Guidance for the Last Days. And we're going to take a look at  several difficult statements of Ellen White, and how to study these difficult statements.

I want you to think about the function of a microscope and a telescope. We've already mentioned this before, but let's introduce it once again. Neither one of these creates reality but rather magnifies it. Microscopes and telescopes do not bring things into existence, but rather give us enhanced vision to see what the naked eye cannot see, and that's true of the writings of Ellen White. She does not add anything of substance to Scripture, but she does add detail based on the general principles that we find in Scripture.

 

Sekarang kita akan ke materi kita petang ini, hal. 283 dari diktat kita, dan judul presentasinya ialah Guidance for the Last Days (Penuntun untuk Hari-hari Akhir). Dan kita akan menyimak beberapa pernyataan yang sulit dipahami dari Ellen White, dan bagaimana kita harus mempelajari pernyataan-pernyataan yang sulit ini.

Saya mau kalian berpikir tentang fungsi sebuah mikroskop dan teleskop. Sebelumnya kita sudah bicara tentang ini, tetapi mari kita perkenalkan lagi. Kedua alat itu sama-sama tidak menciptakan realita, melainkan memperbesarnya. Mikroskop dan teleskop tidak membuat barang-barang muncul, tetapi memberi kita pandangan yang lebih jelas untuk melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh mata biasa, dan itu sama dengan tulisan-tulisan Ellen White. Ellen White tidak menambahkan substansi apa-apa ke Kitab Suci, namun dia menambahkan detail berdasarkan prinsip-prinsip umum yang kita temukan di Kitab Suci.

 

 

Now let's begin with the subtitle One Foundational Principle.

The foundational principle that keeps the universe in perfect harmony is love.

1 John 4:8 contains this principle. In a very short verse we find these words, “He who does not love does not know God, for  God is love. There you have the central theme that keeps the universe together, functioning in harmony. God is love.

 

Sekarang mari kita mulai dengan subjudul One Foundational Principle (Satu Prinsip Dasar). Prinsip dasar yang mempertahankan alam semesta dalam keharmonisan yang sempurna ialah kasih.

1 Yohanes 4:8 berisikan prinsip ini.  Di ayat yang sangat pendek ini kita mendapatkan kata-kata ini, 8 Dia yang tidak mengasihi, tidak mengenal Allah, sebab Allah itu kasih.” Di sinilah tema sentral yang mempertahankan alam semesta berfungsi secara harmonis. Allah itu kasih.

 

 

But the question might be asked, what is love?

Many things that people do today are done in the name of love, when the opposite is true. So we need a broader explanation of what love is. So what God did was He subdivided love into two great principles or Commandments, that are magnified in two.

 

Tetapi pertanyaan yang mungkin diajukan ialah, kasih itu apa?

Banyak hal yang dilakukan orang sekarang ini, katanya dilakukan atas nama kasih, padahal kenyataannya adalah kebalikannya. Maka kita memerlukan penjelasan yang lebih luas tentang apa kasih itu. Maka apa yang dilakukan Allah ialah, Dia membagi kasih menjadi dua prinsip utama atau Perintah, yang diperbesar dalam dua bagian.

 

 

So the first principle, the great principle is love, that is subdivided into two principles, in other words, love is bi-dimensional.

Now what do I mean when I say that love is divided into two great principles? Well, let's go on our Bibles to Deuteronomy 4:12-13 and you'll notice that when God gave the Ten Commandments He wrote the Ten Commandments on what? On two tables of stone. Notice what it says there, “ 12 And the Lord spoke to you out of the midst of the fire. You heard the sound of the words, but saw no form; you only heard a voice. 13 So He declared to you His covenant which He commanded you to perform, the Ten Commandments; and He wrote them on two tablets of stone.”

 

Jadi prinsip yang pertama, prinsip besarnya ialah kasih, yang dibagi menjadi dua prinsip, dengan kata lain, kasih itu dua-dimensi.

Nah, apa maksud saya ketika saya berkata kasih dibagi menjadi dua prinsip besar? Nah, mari kita ke Alkitab kita, ke kitab Ulangan 4:12-13, dan kalian akan melihat bahwa ketika Allah memberikan Ke-10 Perintah, Dia menulis Ke-10 Perintah itu di mana? Di dua loh batu. Simak apa yang dikatakan di sana, 12 Dan berfirmanlah TUHAN kepadamu dari tengah-tengah api; kamu mendengar  bunyi kata-kata itu, tetapi tidak melihat bentuk apa pun, kamu hanya mendengar suara. 13 Maka Ia memberitahukan kepadamu  perjanjianNya, yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan,  yakni Kesepuluh Perintah itu; dan Ia menuliskannya pada dua loh batu.”

 

 

So you'll notice that the Law was written on two tables of stone.

Why was it written on two tables of stone? Because love moves in two directions.

·       the first table of the Law summarizes what it means to love God,

·       and the second table summarizes the other dimension of love, which is love for our neighbor.

 

Maka kalian menyimak bahwa Hukum itu ditulis pada dua loh batu.

Mengapa itu ditulis pada dua loh batu? Karena kasih itu bergerak ke dua arah.

·       loh batu Hukum yang pertama merangkum apa artinya mengasihi Allah,

·       dan loh batu kedua merangkum dimensi kasih yang lain, yaitu kasih bagi sesama manusia.

 

 

Let's read Deuteronomy 6:4-5, 4 Hear, O Israel: The Lord our God, the Lord is one! You shall love the Lord your God with all your heart, with all your soul, and with all your strength.”

So here you have the first great principle of love, and that is love for God.

 

Mari kita baca Ulangan 6:4-5, 4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN Allah kita TUHAN itu satu! 5 Dan kamu harus mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Jadi di sini terdapat prinsip besar pertama dari kasih, dan itu ialah kasih untuk Allah.

 

 

But there is a second dimension to love, we might call it the horizontal dimension; because love for God is the vertical dimension.

Leviticus 19:18 has the second dimension of love, it says there,  18 You shall not take vengeance, nor bear any grudge against the children of your people, but you shall love your neighbor as yourself: I am the Lord.”

 

Tetapi ada dimensi kedua dari kasih, boleh kita sebut itu dimensi horizontal; karena kasih untuk Allah itu dimensi vertikalnya.

Imamat 19:18 itulah dimensi kasih yang kedua, dikatakan di sana,   “…18 Engkau tidak boleh menuntut balas, maupun menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.

 

 

So love moves in two directions, it has a vertical dimension that moves towards God; and it has a horizontal dimension that moves toward our fellow human beings.

The Lord Jesus recognized that love is divided into these two dimensions. In Matthew 22:35-39, we find Christ's definition of bi-directional love. I read beginning with verse 35, “ 35 Then one of them, a lawyer, asked Him a question, testing Him, and saying, 36 ‘Teacher, which is the great Commandment in the Law?’ 37 Jesus said to him, ‘You shall love the Lord your God with all your heart, with all your soul, and with all your mind…” did we already read that in Deuteronomy 6? Absolutely!  “…38 This is the first and great Commandment. 39 And the second is like it: You shall love your neighbor as yourself.’…” 

So in how many directions does love manifest itself? It has a vertical dimension in our relationship with God, and a horizontal one in our relationship with our fellow human beings.

 

Jadi kasih bergerak ke dua arah, ada dimensi vertikalnya, yang bergerak ke arah Allah; dan ada dimensi horizontalnya yang bergerak ke  arah sesama manusia.

Tuhan Yesus mengenali bahwa kasih itu terbagi dalam dua dimensi ini. Di Matius 22:35-39, kita melihat definisi Kristus tentang kasih yang dua arah ini. Saya membaca mulai ayat 35, 35 Lalu seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, mengajukan pertanyaan kepadaNya, untuk menguji Dia, dan berkata, 36 ‘Guru, Perintah manakah yang utama dalam Hukum?’ 37 Yesus berkata kepadanya, ‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu. …”  bukankah kita sudah membaca ini di Ulangan 6? Tentu saja!   “…38 Itulah Perintah yang utama dan yang pertama. 39 Dan yang keduanya, sama seperti itu: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.’…” 

Jadi ke berapa banyak arah kasih memanifestasikan dirinya? Ada dimensi vertikal dalam hubungan kita dengan Allah; dan yang horizontal dalam hubungan kita dengan sesama manusia.

 

 

But what does it mean to love God? What does it mean to love our fellow human beings? The two principles are expressed but no definition is really given of love, it simply says love God and love your fellow human beings.

So God amplified the bi-dimensional nature of love in ten great principles which are known as the Ten Commandments.

The vertical love towards God is defined and amplified in the first four Commandments, and the horizontal dimension towards our fellow human beings is further defined and amplified in the last six Commandments.

And I think you know this.  You know:

·       the first Commandment

don't have any other Gods

·       the second Commandment

don't make images that would lower your conception of God.

·       the third Commandment

respect God's name

·       the fourth Commandment

remember God's holy Sabbath, to keep it holy.

 

·       and then the fifth Commandment is kind of like a hinge between the first and the second table

honor your father and your mother; that includes honoring your heavenly Father and your earthly parents.

·       and then you have, don't kill

·       don't commit adultery

·       don't steal

·       don't bear false witness

·       don't covet your neighbor's wife or anything that belongs to your neighbor

So basically the two tables of the Law are defined further in the Ten Commandments.

 

Tetapi apa artinya mengasihi Allah? Apa artinya mengasihi sesama manusia? Kedua prinsip itu diungkapkan tetapi tidak ada definisi yang benar-benar diberikan tentang kasih, semata-mata dikatakan, kasihilah Allah dan kasihilah sesamamu manusia.

Jadi Allah mengamplifikasi kedua dimensi kasih dalam 10 prinsip utama yang dikenal sebagai Ke-10 Perintah Allah.

Kasih yang vertikal terhadap Allah, didefinisikan dan diamplifikasikan di empat Perintah yang pertama; dan dimensi horizontalnya kepada sesama manusia didefinisikan dan diamplifikasikan lebih lanjut di enam Perintah yang terakhir.

Dan menurut saya kalian sudah tahu ini. Kalian tahu:

·       Perintah pertama

Jangan punya Allah yang lain

·       Perintah kedua

Jangan membuat patung/gambar yang akan merendahkan pengertian kita tentang Allah.

·       Perintah ketiga

Hormati nama Allah.

·       Perintah keempat

Ingat hari Sabat Allah yang kudus, peliharalah kekudusannya.

 

·       Kemudian Perintah kelima, seperti semacam penyambung antara loh batu yang pertama dengan yang kedua.

Hormati bapakmu dan ibumu; ini termasuk menghormati Bapamu yang di Surga dan orangtuamu yang di dunia.

·       Kemudian jangan membunuh

·       Jangan berzinah

·       Jangan mencuri

·       Jangan bersaksi dusta

·       Jangan mengingini istri atau apa pun yang milik sesamamu.

Maka pada dasarnya kedua  loh Hukum didefinisikan lebih jauh di Ke-10 Perintah Allah.

 

 

Now the Ten Commandments are what you might call Apodictic Law not Casuistic Law. You say what are those theological terms? That is to say the Ten Commandments deal with general principles that must be applied to specific circumstances in everyday life.

 

Nah, Ke-10 Perintah itu adalah apa yang disebut Hukum Apodiktis (bersifat umum), bukan Hukum Kasuatis (berdasarkan kasus per kasus).

Kalian berkata apa itu semua istilah theologi ini? Artinya, Ke-10 Perintah berurusan dengan prinsip-prinsip umum yang harus diaplikasikan ke kondisi yang khusus dalam kehidupan sehari-hari.

 

 

In the Ten Commandments there is no description of the consequences for violating the various Commands, at least in most of them there is no description of what the consequences are of violating these Commands. 

Furthermore actions like killing, and adultery, are not clearly defined. Does the seventh Commandment define what adultery is? No! Does the sixth Commandment “thou shalt not kill” define what killing is? Absolutely not! The Ten Commandments are like a Constitution, they are what scholars call Apodictic Law, that means general Law, Law with great principles like the Constitution. Does the Constitution of the United States need to be applied in specific circumstances? Yes, that's why we have a Supreme Court, right? It takes the principles of the Constitution and applies it to specific Case Law.

 

Di Ke-10 Perintah, tidak ada deskripsi mengenai akibat pelanggaran Perintah-perintah itu, paling tidak di kebanyakan mereka, tidak ada deskripsi apa konsekuensinya jika melanggar Perintah-perintah ini.

Lebih lanjut, perbuatan seperti membunuh dan berzinah tidak didefinisikan dengan jelas. Apakah Perintah ketujuh mendefiniskan berzinah itu apa? Tidak! Apakah Perintah keenam “Jangan membunuh!” mendefinisikan membunuh itu apa? Sama sekali tidak! Ke-10 Perintah itu seperti Konstitusi, itu yang disebut para pakar Alkitab sebagai Hukum Apodiktis, artinya hukum yang umum, Hukum dengan prinsip-prinsip utama seperti Konstitusi. Apakah Konstitusi Amerika Serikat harus diaplikasikan dalam kondisi tertentu? Ya, itulah mengapa kita punya Mahkamah Agung, benar? Yang mengambil prinsip-prinsip Konstitusi dan mengaplikasikannya kepada kasus-kasus hukum yang tertentu.

 

 

In other Words, the Ten Commandments express absolute and basic general principles for a stable society, but these general principles must then be applied to deal with specific life situations.

Take for example the sixth Commandment “thou shalt not kill”,

·        does this forbid killing in war?

·        Does it forbid killing animals?

·        Does it forbid accidental killing, what we call manslaughter?

·        Does it forbid abortions?

·        Does it forbid killing in self-defense?

·        Does it forbid euthanasia?

·        Or does it forbid killing tyrants such as Adolf Hitler?

The Commandment doesn't say so. It simply says “thou shalt not…” what? “…kill”. The sixth Commandment does not define what killing is. If all kinds of killing are wrong, why is killing wrong, is not defined. The baleful consequences of killing or the penalty for killing, none of those things are given in this Commandment, right? So you don't have in this Commandment anything regarding why killing is wrong, what kinds of killing are wrong, the consequences of killing, the penalty for killing ~ all you have is the general principle you shall not kill.  So would it be nice to have a further amplification of the Commandment “thou shalt not kill”? Of course.

 

Dengan kata lain, Ke-10 Perintah menggambarkan prinsip-prinsip umum yang mutlak dan mendasar untuk memiliki masyarakat yang stabil, tetapi lalu prinsip-prinsip umum ini harus diaplikasikan untuk menangani situasi tertentu dalam kehidupan nyata.

Contoh, misalnya Perintah keenam “Jangan membunuh!”,

·       Apakah ini melarang membunuh di saat perang?

·       Apa ini melarang membunuh binatang?

·       Apa ini melarang pembunuhan yang tidak disengaja, yang kita sebut “manslaughter”?

·       Apa ini melarang aborsi?

·       Apa ini melarang membunuh saat membela-diri?

·       Apa ini melarang euthanasia (mengakhiri hidup secara medis biasanya karena penyakit yang fatal)?

·       Atau ini melarang membunuh para tiran macam Adolf Hitler?

Perintah itu tidak berkata apa-apa. Dia semata-mata berkata, “Jangan…” apa?   “…membunuh!” Perintah keenam tidak mendefiniskan membunuh itu apa. Jika segala jenis pembunuhan itu salah, mengapa membunuh itu salah, itu tidak dijelaskan. Juga apa konsekuensi berat dari perbuatan membunuh atau hukuman untuk membunuh, hal-hal itu tidak diberikan dalam Perintah ini, kan? Jadi di Perintah ini tidak ada keterangan mengapa membunuh itu salah, pembunuhan seperti apa yang salah, konsekuensi membunuh itu apa, hukuman untuk membunuh itu apa ~ yang ada hanyalah prinsip umum bahwa kita tidak boleh membunuh. Maka, tidakkah bagus jika ada amplifikasi lebih lanjut dari Perintah “Jangan membunuh!”  ini? Tentu saja.

 

 

And there is a further amplification in what is known as the Holiness Code. That's Exodus chapter 21 through 23, where you have certain specific life situations where Moses applies certain Commandments to those specific situations. However, even the Holiness Code does not give the fullest amplification of God's will, of what love for God and love for our neighbor means.  And so God gave a further amplification of the Ten Commandments in the entire Bible

In Matthew 22:40 we find Jesus saying,  “40 On these two Commandments…” love for God and love for our neighbor  “…hang all the Law and the Prophets.”

The entire Bible is actually a commentary and amplification of the Ten Commandments. The Bible is what scholars have called Casuistic Law, case Law, where it deals with specific situations, real-life examples of the violation of the Ten Commandments, the baleful results of violating the Ten Commandments, and the punishment that follows their transgression.

This is why the Bible in some places says that we will be judged by the perfect Law of Liberty, such as James 2:10-12; and in other places we find that the Bible says that we will be judged by the Word of God, because the Word of God is an amplification or an enlargement, if you please, of the Ten Commandments, applying the Ten Commandments to specific life situations.

The Word of God defines, amplifies, and applies, the principles of the Law to specific real-life situations, and give us the fullest definition of love.

 

Dan ada amplifikasi lebih lanjut pada apa yang dikenal sebagai Kode Kekudusan. Itu Keluaran pasal 21 hingga 23, di mana ada situasi tertentu dalam kehidupan di mana Musa mengaplikasikan Perintah-perintah tertentu kepada situasi tertentu itu. Namun, bahkan Kode Kekudusan tidak memberikan amplifikasi kehendak Allah tentang  apa makna kasih bagi Allah dan kasih bagi sesama. Maka Allah memberikan amplifikasi lebih jauh untuk Ke-10 Perintah ini di seluruh Alkitab.

Di Matius 22:40 kita melihat Yesus berkata, 40 Pada kedua Perintah inilah…”  kasih untuk Allah dan kasih untuk sesama   “…tergantung seluruh Hukum dan kitab para nabi…” 

Seluruh Alkitab sesungguhnya adalah komentar dan amplifikasi dari Ke-10 Perintah. Alkitab adalah apa yang disebut para pakar Alkitab sebagai Hukum Kasusiatis, hukum per kasus, di mana dia menangani situasi tertentu, pelanggaran Ke-10 Perintah dalam kehidupan nyata sehari-hari, konsekuensi yang berat dari melanggar Ke-10 Perintah, dan hukuman yang mengikuti pelanggarannya.

Itulah mengapa di beberapa tempat di Alkitab seperti di Yakobus 2:10-12 dikatakan bahwa kita akan dihakimi oleh Hukum Kemerdekaan yang sempurna; dan di tempat lain kita melihat Alkitab berkata bahwa kita akan dihakimi oleh Firman Allah, karena Firman Allah adalah amplifikasi atau perluasan, katakanlah begitu, dari Ke-10 Perintah, yang mengaplikasikan ke-10 Perintah kepada situasi tertentu dalam kehidupan yang nyata.

Firman Allah mendefinisikan, mengamplifikasikan, dan mengaplikasikan prinsip-prinsip Hukum kepada situasi tertentu dalam kehidupan nyata, dan memberi kita definisi sepenuhnya tentang kasih.

 

 

Let's take another Commandment as an example. Are we doing okay so far?

The seventh Commandment “thou shalt not commit adultery”, this is an extremely brief statement, but it has broad implications that are amplified elsewhere in Scripture. As we look at the entirety of Scripture, we see that the prohibition includes what?

·       Lusting after a woman in the mind,

·       it includes getting divorced for the wrong reason,

·       it includes the terrible consequences of violating this Commandment.

Remember the story of David, the adultery of David?

·       It also includes incest. It forbids incest,

·       it forbids prostitution,

·       it forbids homosexuality,

·       it forbids fornication,

·       and it forbids lasciviousness that is sexual recklessness and aberrations.

Would you say that the Bible greatly amplifies the seventh Commandment “thou shalt not commit adultery”?  You’d better believe it. It tells us also what the consequences are. It tells us what the definition is, and it explains in real-life situations the deplorable condition that comes as a result of disobeying these Commandments.

 

Mari kita lihat Perintah yang lain sebagai contoh. Sampai di sini semua OK?

Perintah ketujuh “jangan berzinah” ini adalah pernyataan yang sangat pendek, tetapi memiliki implikasi yang luas yang diamplifikasikan di tempat lain di Kitab Suci. Bila kita melihat keseluruhan Kitab Suci, kita melihat bahwa larangan tersebut termasuk apa?

·       Bernafsu pada perempuan dalam pikirannya.

·       Termasuk menceraikan berdasarkan alasan yang salah.

·       Termasuk konsekuensi yang mengerikan dari melanggar Perintah ini.

Ingat kisah Daud, perzinahan Daud.

·       Termasuk incest, ini larangan terhadap incest.

·       Larangan terhadap prostitusi (pelacuran).

·       Larangan terhadap homoseksualitas.

·       Larangan terhadap hubungan seksual di luar perkawinan sah.

·       Dan larangan terhadap perbuatan cabul, kecerobohan seksual dan penyimpangan seksual.

Bisakah kita mengatakan Alkitab sangat mengamplifikasi Perintah ketujuh “jangan berzinah”? Percayalah. Apa konsekuensinya pun diberitahukan kepada kita. Kita diberitahu apa definisinya, dan dijelaskan situasi dalam kehidupan nyata apa kondisinya yang menyedihkan, yang muncul sebagai akibat melanggar Perintah-perintah ini.

 

 

Incidentally all of these sexual aberrations that are mentioned here, do they show a lack of love for our fellow human beings? They most certainly do. We need to remember that all of these amplifications have the purpose of teaching us how, when we violate these Commands, we are showing that we do not love God, and we don't  love our neighbor the way the Bible commands.

 

Nah, semua penyimpangan seksual yang disebutkan di sini, apakah mereka menunjukkan tidak adanya kasih buat sesama manusia? Tentu saja iya. Kita harus ingat semua amplifikasi ini punya tujuan untuk mengajar kita bagaimana, bila kita melanggar Perintah-perintah ini, kita menunjukkan bahwa kita tidak mengasihi Allah, dan kita tidak mengasihi sesama kita seperti yang diperintahkan Alkitab.

 

 

Now let's continue with the next section: the Spirit of Prophecy.

In Revelation 12:17, 19:10, and 22:9 which we've already taken a look at, God promised to give His remnant Church the gift of prophecy.

The  question is this: why would God give us this gift if we have the Bible?

The answer is ~ this is an important paragraph ~ that there are certain real life situations that the Bible does not address directly.

Does the Bible directly address issues such as pornography? Does it say, “don't watch pornography”? No!

Does the Bible directly address the issue of masturbation? Not in detail, but yes in principle.

Does this mean that we are allowed to watch pornography? And that we are perfectly allowed to practice masturbation with no compunction of conscience because the Bible does not strictly forbid these? The answer of course would be: No!

The fact is, that God has given further amplification of the Bible for these last days. Where? In the Spirit of Prophecy.

The question is frequently asked, why does the last day church need these writings of Ellen White, if they have the Bible? Doesn't Ellen White say that the Bible is our only rule of faith and practice? Yes, she does. But does this mean that we do not need her writings?

Why did God give the Spirit of Prophecy if all of God's will is revealed in the Bible? Let's allow Ellen White herself to explain, and we've read this before, but I’m going to read it again in the light of what we're studying now.

 

Sekarang mari kita lanjut dengan bagian berikut: Roh Nubuat.

Di Wahyu 12:17, 19:10, dan 22:9 yang sudah kita simak, Allah telah berjanji untuk memberi kepada gereja umatNya yang sisa, karunia nubuat.

Pertanyaannya: mengapa Allah memberi kita karunia ini jika kita sudah punya Alkitab?

Jawabannya ialah ~ ini paragraf yang penting ~ ada situasi tertentu dalam kehidupan nyata yang tidak dibahas Alkitab secara langsung. Apakah Alkitab membahas isu seperti pornografi?

Apakah ada dikatakan, “Jangan menonton pornografi”? Tidak!

Apakah Alkitab langsung membahas isu masturbasi? Tidak secara mendetail, tapi dalam prinsip, iya.

Apakah ini berarti kita boleh menonton pornografi? Dan bahwa kita boleh saja melakukan masturbasi tanpa adanya perasaan bersalah dan penyesalan dalam hati nurani karena Alkitab tidak secara tegas melarang hal-hal ini? Jawabnya tentu saja: Tidak!

Faktanya ialah, Allah telah memberikan amplifikasi selanjutnya dari Alkitab untuk hari-hari akhir ini. Di mana? Di Roh Nubuat.

Pertanyaan yang sering ditanyakan, mengapa gereja hari-hari akhir membutuhkan tulisan-tulisan Ellen White padahal mereka sudah punya Alkitab? Bukankah Ellen White berkata bahwa Alkitab adalah satu-satunya ketentuan bagi iman dan perbuatan? Ya, betul. Tetapi apakah ini artinya kita tidak membutuhkan tulisan-tulisannya?

Mengapa Allah memberikan Roh Nubuat jika semua kehendak Allah sudah dinyatakan dalam Alkitab? Mari kita izinkan Ellen White menjelaskan dirinya sendiri, dan ini sudah kita  baca sebelumnya, tetapi saya akan membacakannya lagi dalam konteks apa yang kita pelajari sekarang.

 

 

“Brother J. would confuse the mind by seeking to make it appear that the light God has given through the Testimonies is an addition to the Word of God, but in this he presents the  matter in a false light…”  are the writings of Ellen White an addition to the Bible? No! “…God has seen fit in this manner to bring  the minds of His people…” where?  “…to His Word, to give them a…” what?  “… clearer understanding of it.  The Word of God is sufficient to enlighten the most beclouded mind and may be understood by those who have any desire to understand it. But notwithstanding all this, some who profess to make the Word of God their study, are found living in direct opposition to its plainest teachings. Then, to leave men and women without excuse, God gives plain and pointed testimonies bringing them…” what?  “… back to the Word that they have neglected to follow…” now listen carefully,  “…The Word of God abounds in…” what?  “… general principles for the formation of correct habits of living, and the testimonies, general and personal,…”   she's referring to her writings “…have been calculated to call their attention more especially to these principles…”

 

“Saudara J. membingungkan pikiran dengan berusaha menampilkan bahwa terang yang diberikan Tuhan melalui Testimonies (Kesaksian-kesaksian) adalah tambahan kepada Firman Tuhan, tetapi dalam hal ini, Saudara J. telah menyampaikan masalahnya secara tidak benar. …”  apakah tulisan-tulisan Ellen White tambahan pada Alkitab? Tidak! “…Dalam hal ini Tuhan menganggapnya perlu untuk membawa pikiran umatNya…”  ke mana? “…kepada FirmanNya, untuk memberikan…”  apa?  “…pemahaman yang lebih jelas kepada mereka. Firman Tuhan itu cukup untuk mencerahkan pikiran yang paling buram dan bisa dipahami oleh mereka yang memang rindu untuk memahaminya. Tetapi kendatipun demikian, beberapa orang yang mengaku mempelajari Firman Tuhan, didapati hidup secara berlawanan dengan ajaranNya yang paling jelas. Maka, supaya laki-laki dan wanita tidak punya alasan berkelit, Tuhan memberikan kesaksian-kesaksian yang jelas dan tajam untuk membawa mereka…” apa? “…kembali kepada Firman yang telah mereka abaikan…”  sekarang dengarkan baik-baik, “…Firman Allah penuh berisikan…”  apa?  “…prinsip-prinsip umum guna membentuk kebiasaan hidup yang benar. Dan kesaksian-kesaksian baik yang umum maupun yang pribadi…” Ellen White merujuk kepada tulisan-tulisannya sendiri, “…telah dirancang untuk memanggil perhatian mereka terutama kepada prinsip-prinsip ini…” (Testimonies for the Church Vol. 5 hal. 663-666)

 

 

So Ellen White is the greatest amplification of the principle of love.

So you have God is love ~ that's the foundational principle. It's subdivides into two:

·        love for God

·        and love for your fellow human beings.

It is further expanded in the Ten Commandments:

·        the first 4,  love for God

·        the last 6 Commandments, love for your fellow human beings.

Ø   It is further expanded in the Holiness Code.

Ø   It is further expanded in the entire Bible.

Ø   And for specific situations in which we live today, it is further expanded in the Spirit of Prophecy.

Are you following me or not?

 

Jadi Ellen White adalah amplifikasi yang paling besar dari prinsip kasih.

Maka Allah itu kasih ~ itulah prinsip dasarnya. Itu dibagi menjadi dua bagian:

·        Kasih untuk Allah.

·        Dan kasih untuk sesama manusia.

Itu lebih lanjut diperluas dalam Ke-10 Perintah Allah:

·        4 yang pertama, kasih untuk Allah.

·        6 Perintah yang terakhir, kasih untuk sesama manusia.

Ø   Ini diperluas lebih jauh dalam Kode Kekudusan.

Ø   Ini diperluas lebih jauh lagi dalam seluruh Alkitab.

Ø   Dan untuk situasi tertentu di mana kita hidup sekarang, itu lebih diperluas lagi dalam Roh Nubuat.

Apakah kalian paham atau tidak?

 

 

Now let's read Early Writings page 78 once again the relationship between the writings of Ellen White and the Bible. Ellen White says, “I recommend to you, dear reader, the Word of God as the rule of your faith and practice. By that Word we are to be judged. God has, in that Word, promised to give visions in thelast days’;  not for a new rule of faith, but for the comfort of His people, and to  correct those who err from Bible truth.”

 

Sekarang mari kita  baca Early Writings hal. 78, sekali lagi hubungan antara tulisan-tulisan Ellen White dengan Alkitab. Ellen White berkata,  “…Aku rekomendasikan kepada kalian, pembaca yang tersayang, Firman Allah sebagai dasar ketentuan iman dan perbuatan kalian. Kita akan dihakimi menurut Firman itu. Di dalam Firman itu, Allah telah berjanji untuk memberikan penglihatan-penglihatan di ‘hari-hari akhir’; bukan suatu ketentuan baru bagi iman, melainkan demi penghiburan bagi umatNya, dan untuk mengoreksi mereka yang telah menyimpang dari kebenaran Alkitab.”

 

 

So let's take some real-life situations that Ellen White addresses in her writings. Let's deal first of all with the Sabbath.

Isaiah 58:13-14 contains some general principles, let's read those verses. 13 If you turn away your foot from the Sabbath, from doing your pleasure on My holy day, and call the Sabbath a delight, the holy day of the Lord honorable, and shall honor Him, not doing your own ways, nor finding your own pleasure, nor speaking your own Words, 14 Then you shall delight yourself in the Lord…” do these verses define what “our own ways” are? No! Does the text define what “our own pleasure” is? Does it define what “our own words” are? No! These are general what? These are general principles. How do these general statements of principle apply to specific life situations? Does doing these things on the Sabbath impact our love relationship with the Lord? What specific activities are forbidden on the Sabbath, and why are these things forbidden? Would there be any relationships between the specific prohibitions and loving God? Yes or No? Of course! The whole intention of the Sabbath regulations is to protect our love relationship with the Lord and I might add, with our fellow human beings.

 

Jadi mari kita lihat beberapa situasi kehidupan nyata yang disebutkan Ellen White dalam tulisan-tulisannya. Mari pertama-tama kita bicara tentang hari Sabat.

Yesaya 58:13-14 berisikan beberapa prinsip umum, mari kita  baca ayat-ayat itu. 13 Apabila kamu tidak menginjak-injak hari Sabat, dengan tidak melakukan kesenangan kamu sendiri pada hari kudus-Ku, dan menyebut Sabat suatu yang menyenangkan, hari kudus TUHAN, yang dihormati; dan akan menghormati Dia, dengan tidak melakukan kehendakmu sendiri atau mencari kesenanganmu sendiri, atau mengucapkan kata-katamu sendiri  14 maka kamu akan bersenang-senang dalam TUHAN…”  apakah ayat-ayat ini menjelaskan apa itu  “melakukan kehendakmu sendiri”? Tidak! Apakah ayat ini mendefinisikan apa itu  “kesenanganmu sendiri”? Apakah ayat ini mendefinisikan apa itu “kata-katamu sendiri?  Tidak! Ini adalah apa? Ini prinsip-prinsip yang umum. Bagaimana aplikasi dari prinsip-prinsip yang umum ini ke situasi tertentu dalam kehidupan nyata? Apakah melakukan hal-hal tersebut pada hari Sabat mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Tuhan? Aktivitas tertentu mana yang dilarang pada hari Sabat, dan mengapa hal-hal tersebut dilarang? Apakah ada hubungan antara larangan-larang tertentu dengan mengasihi Allah? Ya atau Tidak? Tentu saja! Seluruh tujuan peraturan-peraturan Sabat itu untuk melindungi hubungan kasih kita dengan Tuhan, dan bisa saya tambahkan, dengan sesama manusia.

 

 

Now notice what Ellen White had to say in Signs of the Times May 25, 1882, “Let every family of Seventh-Day Adventists honor God by a strict regard for His Law. The children should be taught to respect the Sabbath. On the day of preparation,  clothing should be put in proper repair, shoes polished and  baths taken. Then around the family altar all should wait to  welcome God's holy day, as they would watch for the coming of a dear friend.

It's a beautiful description.

 

Sekarang simak apa kata Ellen White di Signs of the Times, 25 Mei, 1882, “…Hendaknya setiap keluarga MAHK menghormati Allah dengan mematuhi HukumNya dengan ketat. Anak-anak harus diajari untuk menghormati hari Sabat. Pada hari persiapan, pakaian harus disiapkan dalam kondisi baik, sepatu-sepatu disemir, dan sudah mandi. Kemudian mengelilingi mezbah keluarga, semua harus menunggu untuk menyambut hari kudus Allah, seakan-akan mereka menantikan kedatangan seorang sahabat yang dikasihi. …” 

Ini deskripsi yang indah.

 

 

Why would she give this specification that clothing should be put in proper repair, shoes polished, and baths taken? You know, the Bible doesn't give those specific prescriptions, but she's mentioning this, and the reason why, folks, is because we need to start the Sabbath with the Lord. If we are running around last minute, and shining our shoes, and taking baths, we are stealing time that belongs to our relationship with God. It affects our love relationship with God. So Ellen White says, “Hey, let the shoes be shined, let the baths be taken, the clothing be in order, so that when the hours of the Sabbath begin you can dedicate the whole Sabbath to your love relationship with Jesus Christ. That's what it's all about.

 

Mengapa Ellen White memberikan spesifikasi ini bahwa pakaian sudah harus disiapkan dalam kondisi baik, sepatu-sepatu sudah disemir, sudah mandi? Alkitab tidak memberikan preskripsi khusus itu, tetapi Ellen White menyinggung ini, dan alasannya mengapa, Saudara-saudara, ialah karena kita perlu membuka Sabat bersama Tuhan. Jika kita masih sibuk berlarian pada menit-menit terakhir, dan menyemir sepatu kita, dan mandi, kita mencuri waktu yang milik hubungan kita dengan Allah. Itu mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Allah. Maka Ellen White berkata, “Hei, sepatu-sepatu disemir dulu, mandi-mandi dilakukan dulu, pakaian disiapkan dalam kondisi baik, sehingga ketika jam-jam Sabat mulai, kalian bisa mendedikasikan seluruh hari Sabat itu kepada hubungan kasihmu dengan Yesus Kristus. Itulah tujuannya.

 

 

Nehemiah 13:19-20 contains a general principle, and that is to guard the edges of the Sabbath. I want to read this passage, it's very interesting. The gates of Jerusalem were not closed as soon as the sun set, they were closed before the sun set. That's the principle. Notice it says here Nehemiah is contending with the merchants who are coming to sell stuff outside the gates of the city.

17 Then I contended with the nobles of Judah, and said to them, ‘What evil thing is this that you do, by which you profane the Sabbath day? 18 Did not your fathers do thus, and did not our God bring all this disaster on us and on this city? Yet you bring added wrath on Israel by profaning the Sabbath.’ 19 So it was, at the gates of Jerusalem, as it began to be dark before the Sabbath…”  are you catching the principle? “…before the Sabbath that I commanded the gates to be shut, and charged that they must not be opened till after the Sabbath…” When were the gates shut? Right at sundown or before sundown? Before sundown.  “…Then I posted some of my servants at the gates, so that no burdens would be brought in on the Sabbath day.”

 

Nehemia 13:17-19 berisikan suatu prinsip umum, dan itu ialah menjagaujung-ujung” Sabat. Saya mau membacakan ayat-ayat ini, ini sangat menarik. Gerbang-gerbang Yerusalem tidak ditutup pada saat matahari terbenam, mereka ditutup sebelum matahari terbenam. Itu prinsipnya.

Simak, dikatakan di sini bahwa Nehemia berselisih dengan para pedagang yang datang untuk menjual barang-barang mereka di luar gerbang-gerbang kota. 17 Lalu aku berselisih dengan para bangsawan Yehuda, dan berkata kepada mereka, ‘Kejahatan apa yang kamu lakukan ini dengan mana kamu melanggar kekudusan Sabat? 18 Bukankah nenek moyangmu telah berbuat demikian, dan bukankah Allah kita telah mendatangkan segala malapetaka ini pada kita dan pada kota ini? Namun kamu mendatangkan tambahan murka pada Israel dengan melanggar kekudusan Sabat?’  19 Demikianlah di pintu-pintu gerbang Yerusalem, ketika mulai gelap sebelum hari Sabat…”  apakah kalian menangkap prinsipnya? “…kusuruh tutup pintu-pintu gerbang, dan kuperintahkan supaya jangan dibuka sampai lewat hari Sabat…” Kapan gerbang-gerbang itu ditutup? Tepat saat matahari terbenam atau sebelum matahari terbenam? Sebelum matahari terbenam.   “… Lalu aku tempatkan beberapa orang anak buahku di pintu-pintu gerbang, supaya tidak ada muatan yang dibawa masuk pada hari Sabat.”

 

 

Ellen White amplifies this principle that we find in Nehemiah, in Volume 6 of the Testimonies page 356 she says, “We  should jealousl guard  the  edges  of the Sabbath. Remember  that every moment is consecrated, holy time. Whenever it is possible, employers should give their workers the hours from  Friday noon until the beginning of the Sabbath. Give them time for preparation that they may welcome the Lord's Day with quietness  of mind. By such a course you will suffer no loss even in temporal things.”

 

Ellen White mengamplifikasi prinsip ini yang kita temukan di Nehemia, di Testimonies Vol. 6 hal, 356, Ellen White berkata,  “…Kita harus dengan sungguh-sungguh menjaga ujung-ujung hari Sabat. Ingat bahwa setiap detik itu dikuduskan, waktu yang kudus. Bilamana mugkin, para majikan harus memberikan kepada karyawan mereka jam-jam mulai Jumat tengah hari hingga awal Sabat. Berilah mereka waktu untuk bersiap-siap supaya mereka bisa menyambut Hari Tuhan dengan pikiran yang tenang. Dengan berbuat demikian, kalian (para majikan) tidak akan menderita kerugian bahkan dalam hal-hal duniawi.”

 

 

The principle is contained in Scripture, but Ellen White specifies exactly what God's people need to do in preparation for the Sabbath. I mean if you're running around last minute and you're taking a bath and you’re shinning your shoes, and you're going to the supermarket, you know, is your mind going to be ready to meet the Lord at the beginning of His holy Sabbath? Is that going to affect your relationship with Him? It most certainly is, it will affect your loving relationship with God.

Is Ellen White really adding anything of substance to Scripture by these statements? No, she is simply amplifying the principles that are found in Scripture.

And why does she give these counsels? Does a violation of these counsels impact our love for God? They most certainly do.

 

Prinsipnya terdapat di Kitab Suci, tetapi Ellen White membuat spesifiksi tepat apa yang harus dilakukan umat Allah untuk mempersiapkan Sabat. Jika kita masih bergegas ke sana kemari pada menit-menit terakhir, dan masih mandi, masih menyemir sepatu, masih ke supermarket, apakah pikiran kita bisa siap bertemu dengan Tuhan pada awal SabatNya yang kudus? Apakah itu akan mempengaruhi hubungan kita dengan Allah? Tentu saja iya, itu akan mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Allah.

Apakah Ellen White benar-benar menambahkan apa-apa yang substansi ke Kitab Suci dengan pernyataan-pernyataan ini? Tidak, dia semata-mata mengamplifikasi prinsip-prinsip yang ada di Kitab Suci.

Dan mengapa Ellen White memberikan nasihat-nasihat ini? Apakah pelanggaran dari nasihat-nasihat itu mempengaruhi kasih kita kepada Allah? Tentu saja, iya.

 

 

Now let's talk about another issue: the use of bicycles.

The enemies of Ellen White have had a heyday with her counsels against bicycles, even sincere people ask, how can anyone seriously believe that she had the prophetic gift when she gave such seemingly ridiculous counsel. Where does the Bible address the issue of bicycles? Does riding a bicycle really affect our love relationship with God and our fellow human beings? Let's see what she said, and when she said it, and why she said it. After all she said herself “Regarding the testimonies, nothing is ignored, nothing is cast aside, but time and place must be considered” (1 SM 57), take into account the context, she says when you read the testimonies.

What is the historical context of Ellen White's comments regarding bicycles?

Well, you know, people were mortgaging their homes, and they were spending a fortune to buy bicycles, so they could compete with their neighbors, and they were having races where they were hurting themselves. There was a spirit of rivalry, money that should have been invested in the cause because you love your neighbor, was being spent on this craze.

 

Nah, mari kita  bicara tentang isu yang lain: memakai sepeda.

Musuh-musuh Ellen White bersorak-sorak dengan nasihatnya menentang pemakaian sepeda, bahkan orang-orang yang tulus pun bertanya, mana bisa ada yang benar-benar mempercayai bahwa Ellen White memiliki Roh Nubuat jika dia memberikan nasihat yang tampaknya sedemikian tidak masuk akal. Di mana Alkitab bicara tentang isu sepeda? Apakah naik sepeda benar-benar mempengaruhi hubungan kasih kita dengan Allah dan sesama kita? Mari kita lihat apa kata Ellen White, dan kapan dia mengatakan itu, dan mengapa dia mengatakannya. Bukankah dia sendiri berkata, “…Mengenai kesaksian-kesaksian, jangan abaikan apa pun, jangan menyingkirkan apa pun, melainkan waktu dan tempatnya harus dipertimbangkan.” (Selected Messages Vol. 5 hal. 57),…”  pertimbangkan konteksnya, bila membaca kesaksian-kesaksian itu, kata Ellen White.

Apakah konteks sejarahnya dari komentar Ellen White tentang sepeda? Nah, kalian tahu, demi membeli sepeda, orang-orang sampai menggadaikan rumah mereka, mereka mengeluarkan banyak uang untuk membeli sepeda supaya mereka bisa bersaing dengan tetangga mereka, dan mereka mengadakan lomba-lomba di mana mereka sampai mencederai diri mereka sendiri. Ada semangat persaingan. Uang yang seharusnya diinvestasikan dalam tujuan demi mengasihi sesama, dipakai untuk hobi yang ngetrend ini.

 

 

Let's read. “Turn to another scene. In the streets of the city is a party gathered for a bicycle race. In this company also are those who profess to know God and Jesus Christ whom He has sent. But who that looks upon the exciting race would think that those who were thus exhibiting themselves were the followers of Christ?...” we begin to discern that the purpose of this is to exhibit what? Self. She continues saying,  “…Who would suppose that any of that party felt their need of Christ? Who would think they realized the value of their time and their physical powers as gifts from God…” now notice, what is the purpose of the gifts from God?  “…to be preserved for  His service?...” service to whom? To other people and to God.  “…Who thinks of the  danger of accident, or that  death  may be the  result  of their   wild  chase? Who have prayed  for  the presence  of  Jesus,  and  the   protection  of  the  ministering  angels? Is God glorified by these performances? Satan is playing the game of life for these souls and he is well pleased with that which he sees and hears.”  ( TM 83, 84).

 

Mari kita  baca,  “…Beralih ke adegan yang lain. Di jalan-jalan di kota ada sekelompok orang berkumpul untuk lomba bersepeda. Dalam kelompok ini juga terdapat mereka yang mengaku mengenal Allah dan Yesus Kristus yang diutusNya. Tetapi siapa yang melihat lomba yang penuh semangat itu akan berpikir bahwa mereka yang sedang memamerkan diri mereka sendiri ini adalah para pengikut Kristus? …”  kita mulai memahami bahwa tujuan dari ini ialah untuk memamerkan apa? Diri. Ellen White melanjutkan berkata, “…Siapa yang akan berpikir bahwa ada dari kelompok itu yang merasakan kebutuhannya akan Kristus? Siapa yang akan berpikir mereka ini menyadari waktu mereka dan kekuatan fisik mereka yang berharga sebagai karunia dari Allah…”  sekarang simak, apa tujuan karunia-karunia ini dari Allah? “…yang harus dipertahankan untuk pelayananNya?…”  pelayanan bagi siapa? Bagi orang lain dan bagi Allah. “…Siapa yang memikirkan tentang bahaya kecelakaan, atau bahwa kematian mungkin terjadi akibat dari kejar-kejaran mereka yang liar? Siapa yang telah berdoa bagi kehadiran Yesus dan perlindungan para malaikat yang melayani? Apakah Allah dimuliakan oleh tindakan-tindakan ini? Setan sedang memainkan permainan hidup pada orang-orang ini, dan dia sangat gembira dengan apa yang dia lihat dan dengar.” (TM 83, 84)

 

 

Was this affecting the relationship of people with their Lord? Was it depriving their fellow human beings of the service that people should render to them? Absolutely! She continued saying,  In view of the terrible crisis before us what are those doing who profess to believe the truth? My guide, called me and said:Follow me,’ and I was shown things among our people that were not in accordance with their faith. There seemed to be a bicycle craze. Money was spent to gratify an enthusiasm in this direction…” now notice, here comes the love for your neighbor  “…that might better, far better, have been  invested in building houses of worship where they are greatly needed . . .  There were presented before me some strange things in Battle Creek. A  bewitching influence seemed to be passing as a wave over our people there, and I saw that this would be followed by other temptations. Satan works with intensity of purpose to induce our people to invest their time and money in gratifying supposed wants. This is a species of  idolatry…”  Is there a Commandment that says, not to practice idolatry? Would that affect your relationship with the Lord? Of course. She continues saying, “…While you have been gratifying your inclination in the appropriation of moneyGod’s  money—for  which  you  must  givan  account,…” now notice, how she cares for her neighbor,  “…missionary  work  has  been hindered and bound about for want of means and workers to plant the banner of truth in places where the people have never heard the message of warning…”  do you see what her focus is? Love for God and love for our fellow human beings. She continues writing, “…There were some who were  striving for the mastery…” that's certainly a love for your neighbor, trying to out-excel them, right?  “…There were some who were  striving for the mastery each  trying to excel the other in the swift running of their bicycles. There was a spirit of strife and contention  among them  as  to  which  should  be  the  greatest…” what a love for their neighbor, right?  “…The spirit was similar to that manifested in the baseball games on the college ground . . . (8T 51-52)

 

Apakah ini mempengaruhi hubungan umat dengan Tuhan mereka? Apakah itu membuat sesama manusia tidak menerima pelayanan yang seharusnya diberikan umat kepada mereka? Tentu saja!

Ellen White melanjutkan berkata, “…Terkait dengan krisis yang parah di hadapan kita, apa yang dilakukan oleh mereka yang mengaku meyakini kebenaran? Pemanduku memanggil aku dan berkata, ‘Ikutlah aku’, dan aku ditunjukkan hal-hal yang terjadi di antara umat kita yang tidak sesuai dengan iman mereka. Tampaknya seperti bersepeda menjadi hobi yang ngetrend. Uang dipakai untuk memuaskan antusiasme dalam hal ini…”  sekarang simak, nah ini tentang kasih bagi sesama, “…yang mungkin akan lebih baik, jauh lebih baik, diinvestasikan dalam membangun rumah-rumah ibadah di mana mereka sangat dibutuhkan… Ditunjukkan kepadaku kejadian-kejadian yang aneh di Battle Creek. Suatu pengaruh yang menyihir sepertinya telah lewat bagaikan gelombang di atas umat kita di sana, dan aku melihat ini akan diikuti oleh pencobaan-pencobaan lain. Setan bekerja dengan tujuan yang intensif untuk membuat umat kita menginvestasikan waktu mereka dan uang mereka demi memuaskan apa yang mereka anggap kebutuhan. Ini adalah sejenis keberhalaan…”  Apakah ada Perintah yang berkata, jangan mempraktekkan penyembahan berhala? Apakah itu mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan? Tentu saja. Ellen White melanjutkan berkata, “…Sementara kamu memuaskan keinginanmu dalam memakai uang untuk diri sendiri ~ uang Allah ~ untuk mana harus kamu pertanggungjawabkan…”  sekarang simak, bagaimana Ellen White mempedulikan sesamanya,  “…pekerjaan misionari telah terhalang dan terbatas karena kekurangan sarana dan pekerja untuk menancapkan panji kebenaran di tempat-tempat di mana orang-orang belum pernah mendengar pekabaran peringatan…”  apakah kalian melihat apa fokus Ellen White? Demi kasih bagi Allah dan kasih bagi sesama. Ellen White melanjutkan menulis, “…Ada yang sedang berupaya keras untuk mengungguli…” itu tentunya kasih bagi sesama, berusaha untuk mengungguli mereka, benar?    “…Ada yang sedang berupaya keras untuk mengungguli, masing-masing berusaha mengungguli yang lain dalam kecepatan larinya sepeda mereka. Ada semangat bertengkar dan berselisih di antara mereka, tentang siapa yang seharusnya menjadi yang paling hebat…”  benar-benar kasih bagi sesama mereka, bukan?  “…Semangatnya sama dengan yang dimanifestasikan dalam pertandingan baseball di halaman kampus.” (Testimonies Vol. 8  hal. 51-52)

 

 

Review and Herald, August 21, 1894 she wrote, “You would not be purchasing bicycles,…”  by the way they cost a fortune back then, “…You would not be purchasing bicycles, which you could do without, but would be receiving  the  blessing  of  God  in  exercising  your  physical  powers  in  a  less expensive way. Instead of investing  one hundred dollars…” you say, “Well, that wasn't anything.” Oh, back there, that was a lot of money, that was a fortune.  “…Instead of investing  one hundred dollars in a bicycle…”  notice once again her focus “…you would consider the matter well, lest it might be at the price of souls for whom Christ died, and for whom He has made you responsible.”

Do you see the focus? Love for God, love for fellow human beings, and she's specifying the specific case of bicycles.

 

Review and Herald, 21 Agustus 1894, Ellen White menulis, “…Kita tidak perlu membeli sepeda…”  nah, di masa lampau sepeda mahalnya luar biasa. “…Kita tidak perlu membeli sepeda yang tanpanya kita tidak apa-apa, tetapi kita akan menerima berkat Allah dalam melatih kekuatan fisik kita dengan cara yang lebih murah. Gantinya menginvestasikan seratus dollar…”  kalian berkata, “Nah, itu jumlah yang kecil.” Oh, di masa itu, itu jumlah yang sangat besar, itu uang yang banyak. “…Gantinya menginvestasikan seratus dollar untuk sebuah sepeda…”  simak sekali lagi fokus Ellen White,  “…pertimbangkanlah hal itu baik-baik, supaya jangan sampai itu mengorbankan jiwa-jiwa demi siapa Kristus sudah mati, dan demi siapa kita telah dijadikanNya bertanggungjawab.”

Apakah kalian melihat fokusnya? Kasih bagi Allah, kasih bagi sesama, dan Ellen White menspesifikasikan kasus khusus tentang sepeda.

 

 

You could speak of many other things.

A careful reading of Ellen White's counsel concerning bicycles clearly reveals that she would not today condemn the recreational use of a bicycle, or it's used for personal transportation and enjoyment. In her day, Adventists were mortgaging their homes and tapping into life savings in order to gain the supremacy over others. I wonder if Ellen White would have something to say today about NASCAR  and motorcycle races and even events such as the Tour de France where great sums of money are spent, lives are put in danger, and the struggle for supremacy can be clearly seen. If Ellen White lived today I think she might apply her counsel to luxurious and expensive cars we drive, the gaudy houses we live in, and the expensive “toys” in quotation marks that we indulge in.

The circumstances may change but the universal principle still applies. Are you with me or are you not with me? Although her specific counsel regarding bicycles does not apply today because times have changed, the principle she enunciates are universal and timeless. Let us remember once again that Ellen White stated,  Regarding the testimonies nothing is ignored, nothing is cast aside, but time and place must be…” what? “…considered”. (1 SM 57)  

So would Ellen White condemn the use of bicycles outright? Absolutely not! Special circumstances required special counsel. Bicycles are not addressed in the Bible, but there are all sorts of principles that do apply in the case of the bicycle, general principles that we find in Scripture.

 

Ada banyak hal lain yang bisa kita bicarakan.

Bila kita membaca nasihat Ellen White mengenai sepeda, jelas itu mengungkapkan bahwa hari ini dia tidak akan menyalahkan penggunaan sepeda sebagai rekreasi atau sebagai transportasi pribadi dan kenikmatan. Di zamannya orang-orang Advent menggadaikan rumah mereka dan mengambil dari tabungan mereka supaya bisa mendapatkan keunggulan di atas yang lain. Saya mereka-reka apakah Ellen White hari ini punya komentar tentang Nascar (balap mobil) dan balap motor, dan bahkan event seperti Tour de France di mana uang yang dihamburkan besar sekali, dan hidup diletakkan dalam bahaya, dan persaingan untuk keunggulan tampak jelas sekali. Andai Ellen White hidup sekarang, saya rasa dia mengaplikasikan nasihatnya untuk mobil-mobil mewah dan mahal yang kita kemudikan, rumah-rumah megah yang kita diami, dan “mainan-mainan” mahal dengan mana kita memanjakan diri kita.

Situasi dan kondisi bisa berubah tetapi prinsip yang universal tetap berlaku. Apakah kalian paham atau tidak? Walaupun nasihatnya yang spesifik mengenai sepeda tidak berlaku hari ini karena zaman sudah berubah, tetapi prinsip yang dia katakan itu universal dan tidak ada batas waktunya. Marilah kita ingat sekali lagi bahwa Ellen White telah menyatakan, “…Mengenai kesaksian-kesaksian, jangan abaikan apa pun, jangan menyingkirkan apa pun, melainkan waktu dan tempatnya harus …”  apa?  ”…dipertimbangkan.” (1 SM 57)

Jadi akankah Ellen White menyalahkan pemakaian sepeda begitu saja? Sama sekali tidak! Kondisi istimewa membutuhkan nasihat istimewa. Sepeda tidak disebutkan di Alkitab, tetapi ada segala macam prinsip yang berlaku dalam kasus sepeda itu, prinsip-prinsip umum yang kita temukan di Kitab Suci.

 

 

Now let's talk about dangerous amusements. This is on page 291. Was Ellen White correct when she wrote about other dangerous amusements where the same principles apply? She states, “Some  of  the  most  popular  amusements,  such  as  football  and  boxing…”   she's not talking about soccer here, she's talking about American football, “…have become schools  of brutality…” Can we say that today? Oh, absolutely! People are maimed for life.  “…They are developing the same characteristics, as did the games of  ancient Rome. The  love of domination…” does that affect your love for your neighbor?  “…the  pride in mere brute force, the  reckless  disregard  of  life, is  exerting upon the youth a power to demoralize that is appalling.”   (                Education, p. 210)

 


Nah, mari kita bicara tentang hiburan yang berbahaya. Ini di hal. 291. Apakah Ellen White benar ketika dia menulis tentang hiburan-hiburan lain yang berbahaya di mana prinsip yang sama berlaku? Ellen White menyatakan,  “…Beberapa dari hiburan yang paling populer, seperti sepakbola dan tinju…”  di sini Ellen White tidak bicara tentang sepakbola umum, dia bicara tentang sepakbola ala Amerika,  “…telah menjadi tempat pelatihan kebrutalan…”  Bisakah kita mengatakan itu hari ini? Oh, tentu saja! Orang bisa cacat seumur hidup.  “…Mereka sedang mengembangkan karakter yang sama seperti di pertandingan-pertandingan di Roma purba. Kecintaan tentang dominasi…”  apakah itu mempengaruhi kasih kita bagi sesama?    “…kebanggaan semata-mata pada kekuatan yang kasar, kesembronoan yang tidak menghargai nyawa, membangkitkan pada orang-orang muda suatu kekuatan yang memerosotkan moral yang mengerikan.” (                Education, hal. 210)

 

 

Does all of this affect our relationship with our neighbor? Yes! And you know it's always been an enigma to me how football players and boxers will have a season of prayer before they go out onto the field or in the ring to beat each other's brains out.

 

Apakah semua ini mempengaruhi hubungan kita dengan sesama? Ya! Dan kalian tahu, bagi saya selalu ini merupakan hal yang membingungkan bagaimana para pemain sepakbola dan tinju akan punya waktu berdoa dulu sebelum mereka keluar ke lapangan atau ke arena untuk mengepruk kepala satu sama lain.

 

 

Let's talk about theater attendance. Obviously there is no direct biblical injunction that says you shall not go to the movies, because there were no movies in biblical times. But there was certainly live theatrical entertainment in Greece and Rome, correct? The question is, are there biblical principles that would lead us to abstain from such a practice as going to the movies? There are several texts, I’m not going to take the time to read them.

·       Philippians 4:8-9

we're to focus on what is true, noble, just, pure, lovely, of good report, and if there's any virtue that is praiseworthy, we need to focus on these things.

·       in Romans 12:1-2

says “don't be conformed to the world but be…” renewed by what? “…transformed by the renewing of your mind.” Is going to the movies renewing your mind? No, its defiling your mind.

·       Isaiah 33:14-15

speaks of all those who will dwell with the raging fire, that will dwell in the presence of the Lord. They will walk righteously, they will speak uprightly, they will despise the gain of oppressions, they will refuse bribes, they will stop their ears from hearing of bloodshed, and they will shut their eyes from seeing evil. Would that include going to the movie theater? Absolutely.

·       in 2 Corinthians 3:18

it says that “by beholding we become…” what? “…we become changed…” Is going to the movies a life transforming experience? Yes, it's a life transforming experience in the negative sense of the word.

 

Mari kita bicara tentang hadir di teater. Jelas tidak ada perintah alkitabiah yang langsung mengatakan “jangan pergi nonton, karena di zaman Alkitab tidak ada film. Tetapi ada hiburan teater hidup di Greeka dan Roma, benar? Pertanyaannya ialah apakah ada prinsip alkitabiah yang akan menuntun kita untuk tidak ikut ambil bagian dalam praktek demikian seperti pergi menonton? Ada beberapa ayat, saya tidak akan menggunakan waktu untuk membaca mereka.

·       Filipi 4:8-9,

kita harus fokus pada apa yang benar, luhur, adil, murni, indah, yang baik didenga, dan bila ada kebaikan apa pun yang patut dipuji, kita perlu fokus pada hal-hal ini.

·       Di Roma 12:1-2

berkata, janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi jadilah…”  apa?   “…berubah oleh pembaharuan pikiranmu…”  apakah pergi nonton memperbarui pikiran kita? Tidak, itu mengotori pikiran kita.

·       Yesaya 33:14-15

bicara tentang semua yang akan hidup bersama Api yang berkobar, yang akan hidup di hadirat Tuhan. Mereka yang hidup dengan benar, mereka yang bicara dengan benar, mereka yang membenci hasil dari penindasan, mereka yang menolak suap, mereka yang menutup telinga dari mendengar tentang pembunuhan, dan mereka yang menutup mata dari melihat kejahatan. Apakah ini termasuk pergi menonton film? Tentu saja.

·       Di 2 Korintus 3:18

dikatakan bahwa “dengan…memandang…kita…” apa?   “…kita sedang diubahkan…” apakah pergi nonton film suatu pengalaman yang akan mengubah hidup? Ya, itu pengalaman yang mengubah hidup dalam pengertian yang negatif. 

 

 

Ellen White puts it there in black-and-white in Great Controversy page 555 she says, It is a law both of the  intellectual and the spiritual nature that by beholding we become changed.  The   mind  gradually  adapts  itself  to  the subjects upon which  it  is  allowed  to dwell.  It  becomes  assimilatetthat  which  it  is accustomed to love and reverence. Man will never rise higher than his standard of purity or goodness or truth. If self is his loftiest ideal, he will never attain to anything more exalted. Rather, he will constantly sink lower and lower. The grace of God alone has power to exalt man. Left to himself, his course must inevitably be…” what?  “…be downward.

 

Ellen White membuatnya hitam di atas putih di Great Controversy hal. 555, dia berkata,   “…Sudah merupakan hukum, baik dalam hal intelektual maupun spiritual, bahwa dengan memandang kita diubahkan. Pikiran tahap demi tahap mengadaptasi dirinya sendiri kepada hal-hal yang diizinkan hadir bersamanya. Dia menjadi terasimilasi kepada apa yang sudah terbiasa dicintai dan dihormatinya. Manusia tidak pernah akan bangkit lebih tinggi daripada standarnya tentang kemurnian atau kebaikan atau kebenaran. Dirinya sendiri adalah idealnya yang tertinggi, dia tidak akan pernah mencapai apa pun yang lebih tinggi. Sebaliknya, dia akan terus-menerus turun semakin lama semakin rendah. Hanya kasih karunia Allah saja yang punya kuasa untuk meninggikan manusia. Dibiarkan sendiri, arah tujuannya akhirnya pasti…”  apa?    “…menurun ke bawah.”

 

 

The top of page 293. Do movies enhance our love for God and for our fellow human beings? Do they encourage us to embrace and practice the truth? Do they lead us to use pure language? Do they encourage us to respect the sanctity of marriage? Do they teach us to respect human life and property? Do they teach us to respect and honor our parents? I think you know the answers to these questions. If you're honest you will say, No. And yet a growing number of Adventist youth, and sad to say some youth pastors as well, today enjoy going to the movies.

In biblical times and in the days of Ellen White motion pictures did not exist, but both in Bible times and in the days of Ellen White live dramatic presentations did exist. Please read the following description given by Ellen White and tell me honestly if she is adding to Scripture or simply amplifying Scripture and applying it to contemporary practice.

The Adventist Home page 516, “Among the most dangerous resorts for pleasure is the theater…”  she's talking about a live theater now. Will the principle apply to the movie theater? Of course. It's the same thing, only one is live, and the other is on the screen. Come on, let's be honest. “…Instead of being a school for morality and virtue, as is so often claimed, it is the very hotbed of immorality. Vicious habits and sinful propensities are strengthened and confirmed by these entertainments. Low songs, lewd gestures, expressions, and attitudes deprave the imagination and  debase the morals…” does this affect your relationship with your fellow human beings? Does it shut out your love for God? Yes, it does!   “…Every youth who habitually attends such exhibitions will be  corrupted in principle. There is no influence  in  our  land  more  powerful  t poison  the  imagination,  to  destroy religious impressions, and to blunt the relish for the tranquil pleasures and sober realities of life than theatrical amusements…” that's the reason why it's difficult to retain the youths in the church because they're used  to the screen, scenes changing every microsecond in violence and action. And so you go to church and you preach a sermon, boring, that's because their mind has been trained in the wrong way.  Ellen White continues saying, “…The love for these scenes increases with every indulgence as the desire for  intoxicating drink strengthens with its use. The only safe course is to shun the theater, the circus, and every other questionable place of amusement.”  (The Adventist Home, p. 516)

Is Ellen White adding to Scripture? No! She's simply taking Scripture principles and applying them to this specific habit that people have of going to theatrical programming, whether it be on the screen, or whether it be life as in her time.

 

Bagian atas hal. 293. Apakah film meningkatkan kasih kita kepada Allah dan sesama manusia? Apakah mereka mendorong kita untuk memeluk dan mempraktekkan kebenaran? Apakah mereka membimbing kita untuk memakai bahasa yang murni? Apakah mereka mendorong kita untuk menghormati kekudusan perkawinan? Apakah mereka mengajar kita untuk menghargai nyawa dan harta manusia lain? Apakah mereka mengajar kita untuk menghargai dan menghormati orangtua kita? Saya rasa kalian sudah tahu jawaban pertanyaan-pertanyaan ini. Jika kita jujur, kita akan mengatakan Tidak. Namun semakin banyak para orang muda Advent, dan yang menyedihkan juga beberapa pendeta orang-orang muda, hari ini menikmati menonton film.

Di zaman Alkitab dan di zaman Ellen White, tidak ada film, tetapi baik di zaman Alkitab dan di zaman Ellen White ada pertunjukan dramatis yang hidup. Mari kita  baca deskripsi berikut yang diberikan Ellen White, dan katakan dengan jujur apakah Ellen White menambahi Kitab Suci atau semata-mata mengamplifikasi Kitab Suci dan mengaplikasikannya ke praktek kontemporernya.

The Adventist Home hal. 516, “…Di antara tempat-tempat hiburan yang paling berbahaya ialah teater…”  Ellen White bicara tentang teater hidup sekarang. Apakah prinsipnya juga berlaku untuk teater film? Tentu saja. Itu hal yang sama, hanya saja yang satu hidup, yang lain ada di layar. Mari kita jujur saja. “…Gantinya menjadi tempat pelatihan yang mengajarkan moralitas dan kesalehan, seperti yang begitu serang diklaimnya, itu jusru adalah tempat persemaian amoralitas. Kebiasaan-kebiasaan jahat dan kecenderungan-kecenderungan berdosa dikuatkan dan diteguhkan oleh hiburan-hiburan ini. Lagu-lagu mesum, gerakan-gerakan mesum, ekspresi-ekspresi dan sikap-sikap merusak imajinasi dan merendakan akhlak…”  apakah ini mempengaruhi hubungan kita dengan sesama manusia? Apakah ini menutup pintu kasih kita untuk Allah? Ya, betul!    “…Setiap orang muda yang terbiasa menghadiri pertunjukan-pertunjukan sejenis, akan rusak prinsipnya. Tidak ada pengaruh yang lebih kuat di negeri kita untuk meracuni imajinasi, untuk menghancurkan kesan-kesan relijius, dan menumpulkan nikmatnya hiburan yang menenangkan dan realita hidup yang penuh kesadaran, selain hiburan teatrikal…”  Itulah mengapa sulit untuk mempertahankan orang-orang muda dalam gereja karena mereka terbiasa dengan layar film, adegan demi adegan yang berubah setiap mikrosekon dalam kekerasan dan aksi. Maka jika mereka ke gereja, dan mendengaran khotbah, itu menjemukan, karena pikiran mereka sudah dilatih dengan cara yang salah. Ellen White melanjutkan berkata, “…Kecintaan pada adegan-adegan ini meningkat dengan setiap pemanjaan sebagaimana keinginan untuk minuman yang memabukkan menguat dengan setiap pemakaian. Jalan satu-satunya yang aman ialah menghindari teater, sirkus, dan setiap tempat hiburan lain yang meragukan. …” 

Apakah Ellen White menambahi Kitab Suci? Tidak! Dia semata-mata mengambil prinsip-prinsip Kitab Suci dan mengaplikasikannya kepada kebiasaan spesifik orang-orang mengikuti program teatrikal, apakah itu tayang di layar atau apakah itu pertunjukan hidup seperti di zaman Ellen White.

 

 

Now there's a strong and growing trend in the Adventist Church, towards emphasizing intramural sports  in our denominational schools.  Is this trend in harmony with the Bible? The fact is that the Bible does not address this particular issue, but Ellen White does. Notice what she says in this statement in Adventist Home 499-500, I  do  not  condemn  the  simple  exercise  of  playing  ball;  but  this,  even  in  its simplicity, may be overdone. I shrink always from the almost sure result that follows in the wake of these amusements…” now she's going to say what the objection is  “…It leads to an outlay of means…” now notice how she's concerned about love for your fellow human beings.  “…It leads to an outlay of means that should be expended in bringing  the light of truth to souls that are perishing out of Christ. The amusements and expenditures of means for  self-pleasing that lead on step by step to  self-glorifying, and the educating in these games for pleasure produce a love and passion for such things that is not favorable to the perfection of Christian character…” does this affect our relationship with God as well? It most certainly does. She continues saying  “…The way that they have been conducted at the college…” that is Battle Creek college  “…does not bear the impress of heaven. It does not  strengthen the intellect. It does not refine and  purify the character. There are threads leading out through the habits and customs and worldly practices, and the actors become so  engrossed and infatuated that they are pronounced in heaven lovers of pleasure more than lovers of God’…” see there, yeah, once again the principle being applied. “…In the place of the intellect becoming strengthened to do better work as students, to be better qualified as Christians to perform the Christian duties, the exercise in these games is filling their brains with thoughts that distract the mind from their studies. . . . Is the eye single to the  glory of God…” see, there's once again love for God  “…Is the eye single to the  glory of God in these games? I know that this is not so. There  is  a  losinsight  of  God's  way  and  His  purpose.  The  employment  of intelligent beings, in probationary time, is superseding God's revealed will and substituting for it the speculations and inventions of the human agent, with Satan by his side to imbue with his spirit. . . . The Lord God of heaven protests against the burning passion cultivated for supremacy in the games that are so  engrossing.

 

Nah ada trend yang kuat dan terus membesar di gereja Advent untuk mempopulerkan pertandingan dalam kampus di sekolah-sekolah denominasi kita. Apakah trend ini selaras dengan Alkitab? Faktanya ialah Alkitab tidak bicara tentang isu khusus ini, tetapi Ellen White bicara. Simak apa katanya dalam pernyataan di Adventist Home hal. 499-500, “…Aku tidak menyalahkan olahraga sederhana dengan bermain bola, tetapi bahkan ini dalam kesederhanaannya bisa dilakukan berlebihan. Aku selalu merasa ngeri dengan akibat yang hampir pasti mengikuti setelah hiburan-hiburan ini…” sekarang Ellen White akan mengatakan apa keberatannya. “…Itu mengakibatkan pengeluaran sarana…”  sekarang simak bagaimana Ellen White memikirkan tentang kasih bagi sesama manusia. “…Itu mengakibatkan pengluaran sarana yang seharusnya dibelanjakan untuk membawa terang kebenaran kepada jiwa-jiwa yang sedang sekarat tanpa Kristus. Hiburan-hiburan dan pengeluaran-pengeluaran sarana untuk menyenangkan diri yang selangkah demi selangkah membawa kepada pemuliaan diri, dan pendidikan dalam pertandingan-pertandingan ini demi kesenangan melahirkan cinta dan gairah untuk hal-hal demikian yang tidak menguntungkan bagi penyempurnaan karakter Kristen…”  apakah ini mempengaruhi hubungan kita dengan Allah juga? Tentu saja. Ellen White melanjutkan berkata, “…Cara hal-hal ini diadakan di kampus…”  yaitu di perguruan Battle Creek    “…tidak menyandang stempel surga. Itu tidak menguatkan intelek. Itu tidak menghaluskan dan memurnikan karakter. Ada jalur yang keluar dari kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi dan praktek-praktek duniawi, dan para pelakunya menjadi sedemikian asyik dan mabuk kesenangan, sehingga di surga mereka disebut sebagai ‘pecinta hiburan lebih daripada pecinta Allah’…”  lihat di sana, iya, sekali lagi, prinsipnya diaplikasikan. “…Bukannya intelek  para pelajar yang dikuatkan untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik, supaya lebih memenuhi syarat sebagai orang-orang Kristen dalam melaksanakan tugas-tugas Kristen; latihan dalam pertandingan-pertandingan ini malah memenuhi otak mereka dengan pikiran-pikiran yang mengalihan benak dari pelajaran-pelajaran mereka… Apakah mata hanya tertuju pada kemuliaan Allah…”  lihat, sekali lagi di sana, kasih bagi Allah.    “…Apakah mata hanya tertuju pada kemuliaan Allah di pertandingan-pertandingan ini? Aku tahu, tidak demikian. Terjadi kehilangan pandangan pada jalan Allah dan tujuannya. Dipakainya makhluk-makhluk yang intelijen selama masa percobaan, mengalahkan kehendak Allah yang dinyatakan, dan menggantinya dengan spekulasi-spekulasi dan ciptaan-ciptaan manusia, di mana Satan yang ada di sisinya, mengilhaminya dengan rohnya… Tuhan surgawi memprotes semangat yang membara yang dikembangkan untuk mencapai keunggulan dalam pertandingan-pertandingan yang begitu mengasyikkan.”

 

 

The question is, is Ellen White adding to the Bible when she frowns on competitive sports in our schools? The answer is No.  She's simply taking a principle and applying it to a practice that existed in her day, and still exists today.

Now if this still applies today we need to determine by asking a series of questions.

And so we have these questions at the bottom of page 294.

ü   Have circumstances changed?

ü   Are players still maimed for life?

ü   Is there still a spirit of supremacy?

ü   Is there still an unnecessary outlay of means?

ü   Are competitive sports a wise outlay of precious time?

ü   Are these things that will better develop the intellect and the physical nature?

ü   Do competitive sports make you more useful in life?

ü   Do competitive sports better prepare us to preach the gospel to those who are lost in sin?

What would your answer be to these questions? No!

So does her counsel apply today? Yeah, but what we do is we ignore it, and we shove it aside, and we say, you know, the kids can really learn to work as a team. You know, we use all kinds of excuses. The counsel of the Spirit of Prophecy is absolutely clear, is it not?

 

Pertanyaannya ialah, apakah Ellen White menambahi Alkitab ketika dia tidak menyetujui olahraga yang kompetitif di sekolah-sekolah kita? Jawabannya Tidak. Dia semata-mata mengambil sebuah prinsip dan mengaplikasikannya kepada suatu praktek yang ada di zamannya dan yang masih ada sampai sekarang.

Nah, jika ini diaplikasikan hari ini, kita perlu menentukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan.

Maka ada pertanyaan-pertanyaan ini di bagian bawah hal. 294.

ü   Apakan kondisi telah berubah?

ü   Apakah para pemain masih bisa cacat seumur hidup?

ü   Apakah masih ada semangat untuk menjadi yang paling unggul?

ü   Apakah masih ada pengeluaran sarana yang tidak perlu?

ü   Apakah olahraga yang kompetitif itu memakai dengan bijaksana waktu yang berharga?

ü   Apakah hal-hal ini akan mengembangkan sifat intelek dan fisik yang lebih baik?

ü   Apakah olahraga kompetitif menjadikan kita lebih berguna dalam hidup?

ü   Apakah olahraga kompetitif mempersiapkan kita lebih baik untuk menyampaikan injil kepada mereka yang sesat dalam dosa?

Apa jawaban kita kepada pertanyaan-pertanyaan ini? Tidak!

Jadi apakah nasihat Ellen White berlaku hari ini? Ya, tapi yang kita lakukan ialah kita mengabaikannya, dan kita singkirkan, dan kita berkata, biar anak-anak bisa belajar bekerja sebagai suatu tim. Kita memakai segala jenis alasan. Nasihat Roh Nubuat itu sangat jelas, bukankah demikian?

 

 

Now let's talk about personal adornment. Get a little bit into meddling here. The Bible is clear that adornment should not be external but rather internal, of the heart; yet in many Adventist churches today this counsel seems not to apply. It is more than interesting ~ listen carefully now ~ that the specific things that the Bible does not explicitly forbid, such as going to the movies, are justified today; and things that the Bible does explicitly forbid such as the use of jewelry, are justified today.  In the preparation of people for baptism the issue of jewelry is seldom brought up any more. Yet both the apostle Paul and Peter are clear on this point. The Bible is clear, and Ellen White will amplify the point.

1 Timothy 2:9-10, “ in like manner also, that the women adorn themselves in modest apparel, with propriety and moderation, not with braided hair or gold or pearls or costly clothing, 10 but, which is proper for women professing godliness, with good works.”

 

Nah, mari kita bicara tentang perhiasan pribadi. Ini sedikit turut campur di sini. Alkitab jelas bahwa perhiasan janganlah yang bersifat lahiriah melainkan yang internal, batiniah; namun di banyak gereja Advent sekarang ini nasihat ini sepertinya tidak berlaku. Lebih dari menarik ~ dengarkan baik-baik sekarang ~ bahwa hal-hal spesifik yang tidak secara eksplisit dilarang Alkitab misalkan pergi nonton film, sekarang ini dibenarkan; dan hal-hal yang secara eksplisit dilarang Alkitab seperti memakai perhiasan, hari ini dibenarkan. Dalam mempersiapkan orang untuk baptisan, isu perhiasan jarang diketengahkan lagi. Namun baik rasul Paulus maupun Petrus jelas dalam poin ini. Alkitab jelas, dan Ellen White akan mengamplifikasi poin ini.

1 Timotius 2:9-10, 9 Demikian juga hendaknya perempuan mendandani dirinya  dengan pakaian yang sopan, pantas dan tidak berlebihan, bukan dengan rambut yang berkepang-kepang, atau dengan emas, atau mutiara, atau pakaian yang mahal, 10 melainkan yang selayaknya bagi perempuan yang mengaku saleh, dengan perbuatan baik.”

 

 

Peter adds this testimony in 1 Peter 3:1-4, 1 Wives, likewise, be submissive to your own husbands…” have mercy!   “… that even if some do not obey the Word, they, without a word, may be won by the conduct of their wives, when they observe your chaste conduct accompanied by fear…” what is the important thing? The conduct. Verse 3,  “…Do not let your adornment be merely…” by the way the word “merely” is not in the original, that word has been added, you know, “not merely” you know, you can use this as long as you have the other. The word is not in the Greek, so really it says,  “…Do not let your adornment be outward—arranging the hair, wearing gold, or putting on fine apparel — rather let it be the hidden person of the heart, with  the incorruptible beauty of a gentle and quiet spirit, which is very precious in the sight of God.” 

 

Petrus menambahkan kesaksian ini di 1 Petrus 3:1-4, 1 Isteri-isteri, demikian juga, tunduklah kepada suamimu sendiri…”  amit-amit!   “…supaya kalaupun ada yang tidak taat kepada Firman, mereka,  tanpa kata-kata, boleh dimenangkan oleh kelakuan isteri mereka, 2 ketika mereka melihat tingkah laku kalian yang saleh disertai dengan rasa takut…”  apa hal yang penting? Tingkah laku. Ayat 3, “…3 Janganlah perhiasanmu semata-mata…” nah, kata “semata-mata” tidak ada di bahasa aslinya. Kata tersebut ditambahkan. “Janganlah semata-mata” artinya boleh dipakai asalkan ada hal yang lain. Kata tersebut tidak ada di bahasa Greekanya, jadi sebenarnya dikatakan,  “…Janganlah perhiasanmu secara lahiriah ~ menata rambut, memakai emas, atau mengenakan pakaian yang indah ~ 4 melainkan hendaknya manusia batiniah yang di dalam hati, dengan kecantikan yang tidak akan binasa dari seseorang yang rohnya lemah lembut dan tenang, itulah yang sangat berharga di mata Allah.”

 

 

Why is the issue of jewelry important? Does it have anything to do with our love for our fellow human beings?

Notice how Ellen White applies the principle and this is found in Signs of the Times, January 26 1882,  “There are many whose hearts have been so hardened by prosperity that they forget God, and forget the  wants of their fellow man. Professed Christians adorn themselves with jewelry, laces, costly apparel, while the  Lord's poor suffer for the necessaries of life. Men and women who claim redemption through the Savior's blood will squander the means entrusted to them for the  saving of other souls, and then grudgingly dole out their  offerings for religion, giving liberally only when it will bring honor to themselves. These are idolaters. (2BC  1012;  ST, January 26, 1882)

Now we don't have time to get into all of these other examples. I hope that you will examine your syllabus.

 

Mengapa isu perhiasan itu penting? Apakah itu ada kaitannya dengan kasih kita bagi sesama manusia?

Simak bagaimana Ellen White mengaplikasikan prinsip ini dan ini terdapat di Signs of the Times, 26 Januari 1882, “…Ada banyak yang hatinya telah sedemikian dikeraskan oleh kemakmuran sehingga mereka melupakan Allah, dan melupakan kekurangan sesama mereka. Mereka yang mengaku Kristen mendandani diri mereka dengan perhiasan, renda-renda, pakaian yang mahal, sementara orang-orang Tuhan yang miskin menderita kekurangan kebutuhan untuk hidup. Laki-laki dan perempuan yang mengklaim penebusan melalui darah Sang Juruselamat, menghambur-hamburkan sarana yang dipercayakan kepada mereka guna penyelamatan jiwa-jiwa, lalu dengan berat hati memberikan persembahan mereka bagi agama, memberi dengan limpah hanya bila itu akan mendatangkan kehormatan bagi mereka sendiri. Mereka ini adalah penyembah berhala.” (2BC  1012;  ST, January 26, 1882)

Nah, kita tidak punya waktu untuk membahas semua contoh yang lain. Saya berharap kalian akan memeriksa diktat kalian.

 

 

The eating of flesh foods, I mentioned this the other day. How is it that Ellen White says that we should not eat any kind of flesh food when the Bible allows us to eat certain kinds of flesh food? Well, have circumstances changed? Yes! So would God's counsel change if the circumstances have changed? Absolutely.

 

Soal makan daging hewan, sudah saya singgung tempo hari. Bagaimana Ellen White mengatakan bahwa kita jangan makan daging hewan apa pun padahal Alkitab mengizinkan kita makan daging hewan tertentu? Nah, apakah kondisi telah berubah? Ya! Jadi apakah nasihat Allah berubah jika kondisi telah berubah? Tentu saja.

 

 

You can look on page 299 about smoking tobacco and drinking coffee. Where in the Bible do you find “thou shalt not smoke” and “thou shalt not drink coffee”? You won’t find it. However, are there principles that clearly show that we should not participate in these things? On page 300. You know, you would be violating the Commandment “thou shalt not kill”,  you would be violating the statement that “the body is the temple of Holy Spirit”, you would be violating the statement that “if we eat or drink, whatever we do we should do to the glory of…” whom? “…to the glory of God”. We must honor God with all of our strength, these things take away our strength.

The Bible forbids sinful lusts that war against the soul and nothing unclean will enter the kingdom. Many principles that would apply to this specific situation.

 

Kalian bisa membaca di hal. 299 tentang merokok tembakau dan minum kopi. Di mana di Alkitab ditemukan “dilarang merokok” dan “dilarang minum kopi”? Tidak ditemukan. Namun, apakah ada prinsip-prinsip yang jelas menunjukkan bahwa kita tidak boleh ikut melakukan hal-hal ini? Di hal. 300. Kalian tahu, jika kita melakukannya, kita akan melanggar Perintah “Jangan membunuh”, kita akan melanggar pernyataan “tubuh adalah Bait Roh Kudus”(1 Kor. 3:16), kita akan melanggar pernyataan, “…jika engkau makan atau jika engkau minum, atau apa pun yang engkau lakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan…”  siapa?   “…untuk kemuliaan Allah.” (1 Kor. 10:31) Kita harus menghormati Allah dengan segenap kekuatan kita, hal-hal ini mengambil kekuatan kita.

Alkitab melarang nafsu yang berdosa yang berperang melawan jiwa dan tidak ada yang najis yang masuk ke kerajaan. Banyak prinsip yang bisa diaplikasikan ke situasi khusus ini.

 

 

There's an interesting thing that I would like to end. Ellen White has some very, very pointed remarks about the practice of masturbation. She even says that masturbation can cause dementia, and some people say she was crazy.

Let me read you two statements in closing from two individuals, from two medical doctors that are renowned.

·       One of them is from Oxford University, Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D.,

He says, notice what he says here, this is page 302, “The  effect  of  zinc  deficiency  has  particularly  profouneffects  on  the  male, because extraordinary amounts of zinc are found in the testicles and the prostate gland . . . The amount of zinc in semen is such that one ejaculation may get rid of all the zinc that can be absorbed from the intestines in one day.

In humans, among the most consistent effects of zinc deficiency are changes in mood and behavior. There is  depression, extreme irritability, apathy and even in some  circumstances,  behavior  which  looks  like  schizophrenia …It  is  even possible, given the importance of zinc to the brain, that 19th  century moralists were correct when they said that repeated masturbation could  make one mad! Similarly, the high livers…” the high livers in life that is,  “…were also correct when they said that a diet rich in oysters was necessary to compensate for  excessive sexual indulgence.” (Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D., Zinc, Vitabooks, Inc., 1981, p. 8)

 

·       You can read the other statement. The little lady is right.

Dr. Carl Pfeiffer of Harvard University,  “We  hate to say it buin  a  zinc-deficient adolescent, sexual  excitement and excessive masturbation might  precipitate insanity.” (Carl Pfeiffer, Ph. D., M. D., Zinc and other Micronutrients, Keats Publishing, Inc. 1978, p. 45)

 

Ada hal yang menarik dengan mana saya ingin mengakhiri pelajaran ini. Ellen White punya beberapa komentar yang amat sangat tajam tentang praktek masturbasi. Dia bahkan berkata bahwa masturbasi bisa menyebabkan demensia, dan ada orang-orang yang mengatakan dia gila.

Saya akan membacakan dua pernyataan ~ sebagai penutup ~ dari dua individu, dua dokter medis yang terkenal.

·       Salah satunya dari Universitas Oxford, Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D.

Dia berkata ~ simak apa katanya di sini, ini hal. 302,  “…Kekurangan zinc punya akibat yang besar pada laki-laki, karena jumlah zinc yang luar biasa ditemukan di buah zakar dan kelenjar prostat… Jumlah zinc di air mani itu sedemikian banyaknya sehingga satu kali ejakulasi bisa melenyapkan semua zinc yang bisa diserap oleh usus dalam satu hari.

Pada manusia, di antara akibat yang paling konsisten dari kekurangan zinc ialah perubahan suasana hati dan perilaku. Depresi, sangat mudah marah, apati, dan bahkan di beberapa kodisi, perilaku yang menyerupai schizophrenia… Bahkan mungkin, karena pentingnya zinc bagi otak, para moralis abad ke-19 benar ketika mereka mengatakan bahwa masturbasi yang berulang-ulang bisa membuat orang menjadi gila! Demikian pula mereka yang hidup mewah, juga benar, ketika mereka berkata bahwa makanan yang kaya tiram diperlukan untuk mengkompensasi kesenangan seksual yang berlebihan. (Dr. David Horrobin, M.D., Ph.D., Zinc, Vitabooks, Inc., 1981, p. 8)

 

·       Kalian bisa membaca pernyataan yang satunya. Ellen White benar.

Dr. Carl Pfeiffer dari Universitas Harvard, “…Menyesal kami harus mengatakannya, tapi pada seorang remaja yang kekurangan zinc, gairah seksual dan masturbasi yang berlebihan bisa mempercepat penyakit jiwa.” (Carl Pfeiffer, Ph. D., M. D., Zinc and other Micronutrients, Keats Publishing, Inc. 1978, p. 45)

 

 

08 01 23 

No comments:

Post a Comment