WHAT
JESUS SAID
Part 10/24 - Stephen Bohr
MARRIAGE,
GENDER, ENVIRONMENT, FAMILY, RELATIONSHIPS, AND REST
https://www.youtube.com/watch?v=xwtL7N10hTU&t=49s
Dibuka dengan doa.
Page 121, and I’m going to skip certain portions. There are some passages
that I’m not going to read because this
lesson has 19 pages and I only feel comfortable doing 12, and a little
uncomfortable doing as many as 15, like in the last lesson. But I feel very
extremely uncomfortable in trying to finish 19 pages. So we are going to skip
some portions.
Hal. 121. Dan saya akan meloncati beberapa bagian. Ada
bagian-bagian yang tidak akan saya bacakan karena pelajaran ini terdiri atas 19
halaman, dan saya hanya merasa nyaman membahas 12, dan sedikit kurang nyaman
membahas sebanyak 15 seperti di pelajaran yang lalu. Tetapi saya merasa sangat
tidak nyaman berusaha menyelesaikan 19 halaman. Jadi kita akan meloncati
beberapa bagian.
The first point that I want us to notice
is that Jesus
is the Creator, right? Jesus implemented the plan of the Father in
Creation. And you see there John 1:1 through 3 where it says, “ 3 All things were made
through Him, and without Him nothing was
made that was made.” And so when Jesus came to this earth He did His utmost to
restore God's original plan at Creation, His original plan at Creation. And we find
that in Matthew chapter 19 at the bottom of page 121. Jesus was the Creator and
He goes
back to the beginning as the standard of what needs to be in this world.
Poin pertama yang saya mau kita simak ialah Yesus adalah Sang Pencipta,
benar? Yesus mengimplementasikan rencana Bapa di Penciptaan. Dan kalian melihat
di Yohanes 1:1-3 di mana dikatakan, “3
Segala sesuatu dijadikan melalui Dia, dan
tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi, dijadikan” Maka ketika
Yesus datang ke bumi ini, Dia melakukan semaksimal mungkin untuk memulihkan
rencana asli Allah saat Penciptaan, rencana asliNya saat
Penciptaan. Dan kita temukan itu di Matius pasal 19, di bagian bawah hal. 121.
Yesus adalah Sang Pencipta, dan Dia
kembali ke awal mula sebagai standar dari apa yang harus ada di dunia ini.
I’m going to only read on page 122. Matthew 19:8. This was the issue
over divorce. And in verse 8 it says, “8 He said to
them, ‘Moses, because of the hardness of
your hearts, permitted…” notice it
doesn't say he recommended, he “…permitted you to divorce your wives…” but
now notice what the standard of
Jesus is,
“…but from the beginning it was
not so.”
So where does Jesus go for the ideal in marriage? Does He go to a plan
B? No! He goes to a plan A. He wanted to reestablish marriage as it was
when? In the beginning. So Jesus wanted to restore marriage to the way that
it was when He created marriage during Creation week.
Saya hanya akan membaca hal.
122. Matius 19:8. Ini adalah isu
perceraian. Dan di ayat 8 dikatakan, “8 Dia berkata kepada mereka, ‘Karena ketegaran
hatimu Musa mengizinkan…” simak, tidak
dikatakan bahwa Musa merekomendasikannya, dia “…mengizinkan kamu menceraikan isterimu,…” tetapi sekarang simak bagaimana standar Yesus
“…tetapi dari awalnya tidaklah
demikian…”
Jadi menurut Yesus perkawinan yang ideal itu bagaimana?
Apakah Yesus ke plan B? Tidak! Dia ke plan A. Dia mau kembali menetapkan perkawinan
seperti kapan? Seperti awal mulanya. Jadi Yesus
mau memulihkan perkawinan ke cara sebagaimana adanya ketika Dia menciptakan
perkawinan dalam minggu Penciptaan.
Now what about restoring country living? This section is very, very
important. There's a lot of talk these days about the need to move to the
country.
And by the way Secrets Unsealed just
purchased 435 acres about 40 minutes from the city, from Fresno, where we are
planning to replant the ministry, because we believe that the time has come for
us to move out of the city and build a facility in the country where we can
plant an orchard; and where we can, you know, have a garden; and where we can
teach health principles; and where we can also continue producing sermons; and
doing Anchors and things like that. So please pray for that project, because
it's something that we are passionately in favor of doing, and we are taking
measures to make it happen, Lord willing.
Nah bagaimana tentang memulihkan hidup di pedesaan? Bagian ini amat sangat
penting. Ada banyak pembicaraan sekarang ini mengenai perlunya pindah ke desa.
Dan
ketahuilah, Secrets Unsealed
baru membeli 435 hektar sekitar 40 menit dari kota, dari
Fresno, di mana kami merencanakan untuk memindahkan ministrinya, karena kami
meyakini bahwa sudah saatnya kami pindah keluar dari kota dan membangun
fasilitas di pedesaan di mana kami bisa menanam pohon anggur; dan di mana kami
bisa punya kebun; dan di mana kami bisa mengajarkan prinsip-prinsip kesehatan;
dan di mana kami juga bisa terus memproduksi khotbah-khotbah; dan mengadakan
seminar-seminar Anchor dan
sebangsanya. Jadi mohon doakan proyek itu, karena itu sesuatu yang kami sangat
bersemangat untuk mewujudkannya, dan kami mengambil langkah-langkah untuk
mewujudkannya, jika diizinkan Tuhan.
So notice Genesis 2:15, “15 Then
the Lord God
took the man and put him in…” the city to tend and keep it. No! It
says,
“…put him in the garden of Eden to tend and keep it.”
The word “garden” appears 13 times in Genesis 1 to 3 to describe the environment
where Jesus placed Adam and Eve. City living was never God's original plan.
It is no coincidence that Jesus
repeatedly used what? Agriculture in His parables to teach spiritual truth.
Even further, when He wanted to have communion with His Father, where did Jesus
go? He went to solitary places, away from the hustle and bustle of the crowd.
With the exception of the New Jerusalem, the Bible paints a dim picture of
the city. In fact the first city builder was whom? Cain, and you can read it there
in Genesis 4:17 it says that Cain built a city.
Jadi simak Kejadian 2:15, “15 Lalu
TUHAN Allah mengambil manusia laki-laki
itu dan menempatkannya…” di kota untuk mengurus dan memeliharanya. Bukan!
Dikatakan, “…15 Lalu TUHAN Allah mengambil manusia laki-laki
itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengurus
dan memelihara taman itu…” Kata “taman” muncul 13 kali di Kejadian pasal 1 sampai 3
untuk menggambarkan lingkungan di mana Yesus menempatkan Adam dan Hawa. Hidup di kota tidak pernah
menjadi rencana Allah yang asli. Bukanlah suatu kebetulan Yesus
berulang-ulang menggunakan apa? Pertanian dalam perumpamaan-perumpamaanNya
untuk mengajarkan kebenaran spiritual. Bahkan, lebih jauh, ketika Dia mau
berkomunikasi dengan BapaNya, ke mana Yesus pergi? Dia pergi ke tempat-tempat
terpencil, jauh dari kesibukan dan hiruk pikuk banyak orang.
Selain kota Yerusalem Baru yang menjadi perkecualian,
Alkitab menggambarkan kota sebagai tempat yang kelam. Bahkan orang yang pertama membangun
kota itu siapa? Kain,
dan kalian bisa membacanya di Kejadian 4:17, di mana dikatakan Kain membangun sebuah kota.
The next city
was built by rebels. The tower of Babel and
the city of Babylon, and it was a rebellious enterprise. Notice Genesis 11:4, “ 4 And they said, ‘Come, let
us build ourselves…” that's an
interesting word “ourselves”, “…ourselves a city, and a tower whose
top is in the
heavens; let us make a name for ourselves, lest we be scattered
abroad over the face of the whole earth.’…” The aspirations of these Babel builders was to establish a civilization in
rebellion against God. In fact the builder of the city of Babylon was Nimrod,
his name means “rebellion”. They wanted to build a city, a new world order, if
you please, based on ingenuity, technology, and human science. It was the same
spirit that Nebuchadnezzar manifested
much later in Daniel 4:30 where he said, “ 30 … ‘Is not this great Babylon, that I have built for
a royal dwelling by my mighty power and for the honor of my majesty?’…” You can tell the selfishness in Nebuchadnezzar building Babylon.
Kota
berikutnya dibangun oleh para pemberontak. Menara Babel dan kota
Babilon, itu adalah suatu usaha pemberontakan. Simak Kejadian 11:4, “4 Dan
mereka berkata, ‘Mari kita dirikan sendiri…” itu kata yang
menarik “sendiri”, “…sendiri sebuah kota dan
sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit;
marilah kita menciptakan nama bagi diri kita sendiri, supaya jangan kita terserak keluar ke seluruh permukaan bumi.’
…” Aspirasi para
pembangun Babel ini ialah untuk mendirikan suatu masyarakat yang melawan Allah.
Bahkan, pembangun kota Babilon adalah
Nimrod, namanya berarti “pemberontakan”. Mereka mau membangun
sebuah kota, suatu tatanan dunia yang baru, katakanlah demikian, berdasarkan
kecerdikan, teknologi, dan sains manusia. Itulah semangat yang sama yang
dimanifestasikan Nebukadnesar kemudian di Daniel 4:30 di mana dia berkata, “30
… ‘Bukankah itu Babel yang besar ini,
yang telah aku bangun dengan kuasaku yang besar,
untuk menjadi istana dan sebagai kehormatan akan kemuliaanku?’…” Kita bisa
menangkap keangkuhan Nebukadnezar dalam pembangunan Babilon.
The next city that is mentioned, or the next cities that are mentioned in Genesis in the
Bible are Sodom
and Gomorrah. And we know what Sodom and Gomorrah were like. Genesis 13:12
and 13 says, “ 12 Abram dwelt in the land of Canaan, and
Lot dwelt in the cities of the plain and pitched his tent even as far as
Sodom. 13 But
the men of Sodom were exceedingly
wicked and sinful against the Lord.”
The Bible story tells us that Abraham chose the country as the place where he
would live. He actually gave Lot the option, and Lot said, “Hey, I’m going to
go towards the city.” Abraham remained in the country. Lot wanted the
convenience and the comforts of the city. What was the result of Lot's
decision? He lost all of his children, except for two daughters, he lost his
wife, he lost all of his possessions, he was a brand plucked from the burning
at the last minute, and his single daughters that came out with him committed
incest. Where did they learn that? They learned that in the cities of the
plane.
Kota-kota
berikutnya yang disebut di Kejadian di Alkitab ialah Sodom dan Gomora. Dan kita tahu
Sodom dan Gomora itu seperti apa. Kejadian 13:12-13 berkata, “12 Abram menetap di tanah Kanaan, dan Lot menetap di kota-kota di dataran rendah dan mendirikan tendanya bahkan sampai sejauh Sodom. 13
Tetapi orang-orang laki-laki Sodom itu
luar biasa jahatnya dan berdosa terhadap TUHAN.”
Kisah di Alkitab
memberitahu kita bahwa Abraham memilih pedesaan sebagai tempat di mana dia akan
tinggal. Sesungguhnya dia memberi Lot pilihan pertama, dan Lot berkata, “Hei,
aku akan pergi ke kota.” Abraham tinggal di desa, Lot menginginkan kemudahan
dan kenyamanan kota. Apa akibat keputusan Lot? Dia kehilangan semua anaknya
kecuali dua putrinya, dia kehilangan istrinya, dia kehilangan semua hartanya,
dia adalah ranting yang dicabut dari pembakaran pada saat terakhir, dan
putri-putrinya yang lajang yang keluar bersamanya, melakukan incest. Dari mana
mereka belajar hal itu? Mereka mempelajari itu dari kota-kota di dataran
rendah.
Today 55% of the world population lives in cities, and according to the
experts, 68% of the world population by 2050 will live in cities. I’ve been to New
York many times, many, many times. Everything in the city speaks about the
greatness of man, and is artificial. And you'll
notice in the next paragraph, the concrete jungle, the traffic, the defiled air, the foul smell of
fossil fuels, the rats in the subway, the impressive skyscrapers, the
artificial entertainment, TV sports shows and movies, the food, the endless
hustle and bustle, Wall Street, human technology, the noise of buses-cars-trains and planes, flesh
foods, refined foods, the immorality, the filthy rivers, the humanist university
curriculums, all speak of whom? Of man and
not of God. You cannot even see the stars when you're in New York at
night because the artificial light does
not allow you to see the beautiful stars that God placed in the heavens.
Surrounded
by the greatness of man, human beings tend to what? To forget God.
This is the reason why the most secular places in the United States are the
cities. Is that true? Absolutely!
Hari ini 55% populasi dunia hidup di kota-kota dan
menurut para pakar, pada tahun 2050, 68%
dari populasi dunia akan hidup di kota-kota. Saya sudah ke New York banyak kali, banyak-banyak
kali. Segalanya yang ada di kota itu bicara tentang kehebatan manusia dan barang
buatan. Dan kita akan melihat di paragraf berikutnya, hutan betonnya, lalulintasnya,
udaranya yang terpolusi, bau busuk minyak bumi, tikus-tikus di lorong-lorong
bawah tanah, gedung-gedung pencakar langit yang mengagumkan, hiburan buatan,
TV, pertunjukan sport dan film, makanannya, hiruk-pikuk dan kesibukan yang
tidak ada akhirnya, Wall Street, teknologi manusia, gemuruh
bus-mobil-kereta api dan pesawat terbang, makanan daging, makanan
buatan, amoralitas, sungai-sungai yang kotor, kurikulum
universitas humanis, semua bicara tentang siapa? Tentang manusia dan bukan
Allah. Kita bahkan tidak bisa melihat
bintang-bintang bila kita berada di New York di malam hari karena lampu-lampu
buatan tidak memungkinkan kita melihat bintang-bintang cantik yang yang
ditempatkan Allah di langit. Dikelilingi
oleh kehebatan manusia, manusia cenderung untuk apa? Untuk melupakan Allah.
Itulah alasannya mengapa kebanyakan tempat-tempat sekuler di Amerika Serikat
adalah kota-kota. Benarkah itu? Benar sekali!
Life in the country is vastly different. It's natural, not artificial.
v Instead of the
concrete jungle you have the country with rich soil, with grass, trees, and gardens;
v instead of smog,
clear and fresh air;
v instead of
defiled rivers and aqueducts, crystal clear springs of water;
v instead of the
hustle and bustle of constant activity, serenity and peace;
v instead of the noise of cars-buses-trains-planes, you hear
the songs of birds, and the rustling
of
the wind as it blows through the trees;
v instead of meat
and processed fruits, foods, the natural fruit and vegetable products of the
ground;
v instead of
television, sports, shows; the delightful contemplation of the awesome God of
nature;
v instead of the
foul smelling gym, hiking and gardening in natural surroundings are just the
opposite;
v instead of human
philosophies learning, we learn from God's two books the Bible and the book of
nature.
There you have the contrast between the environment that God established
and the environment that man has established.
So what was God's original plan? That was living in a natural environment. Is
that still God's plan today? Of course it is. Jesus by His example and by His teachings
in the parables showed that a country living environment is the best environment.
He wanted to restore once again our living quarters as they were at the very
beginning.
Kehidupan di desa sangatlah berbeda. Alami, bukan buatan.
v Gantinya hutan beton, ada desa dengan tanahnya yang
subur, rumput, pohon dan taman-taman;
v gantinya asbut (kabut asap), udara yang jernih dan segar;
v gantinya sungai-sungai dan saluran-saluran air yang
terpolusi, ada air sumber yang bening dan jernih;
v gantinya kesibukan dan hiruk-pikuk kegiatan yang
terus-menerus, ada ketenangan dan kedamaian;
v gantinya gemuruh mobil-bus-kereta api-pesawat terbang,
kita mendengar nyanyian burung-burung dan suara gemerisk ketika angin berembus
di antara pepohonan;
v gantinya makanan daging dan buah-buahan yang diproses,
ada makanan, buah-buahan alami dan
sayur-mayur yang dihasilkan tanah;
v gantinya televisi, olah raga, pertunjukan-pertunjukkan,
lebih menyenangkan merenungkan tentang Allah alam semesta yang mengagumkan;
v gantinya bau busuk d gym, ada lawannya yaitu lintas alam
dan berkebun di lingkungan yang alami;
v gantinya mempelajari falsafah manusia, kita belajar dari
dua buku Allah, yaitu Alkitab dan alam semesta.
Di sini tampak kontrasnya antara lingkungan yang dibuat
Allah dan lingkungan yang dibuat manusia.
Jadi rencana
asli Allah itu apa? Hidup
di lingkungan yang alami. Apakah ini masih rencana Allah hari
ini? Tentu saja. Melalui teladanNya dan ajaran-ajaranNya dalam
perumpamaan-perumpamaanNya, Yesus menunjukkan bahwa lingkungan hidup di desa adalah lingkungan yang paling
baik. Dia mau memulihkan sekali lagi tempat tinggal kita
sebagaimana adanya pada awal mula.
But Jesus also restored monogamous heterosexual marriage. You see
at the beginning of history, we know that God established marriage between a
man and a woman, not between a man and a
man, and a woman and a woman. Notice Genesis 2:21 through 24, “21 And
the Lord God caused
a deep sleep to fall on Adam, and he slept; and He took one of his ribs,
and closed up the flesh in its place. 22 Then the rib which the Lord God
had taken from man He made into a woman, and He brought her to
the man. 23 And
Adam said: ‘This is now bone of my bones and flesh of my
flesh; she shall be called Woman, because she was taken out
of Man.’ 24 Therefore
a man shall leave his father and mother and be joined to his wife,
and they shall become one flesh.”
Is it clear that marriage originally was monogamous and
heterosexual? Absolutely! It's
notable that there's not a single
example in the Bible of a gay marriage. Can you find one example in the Bible
of a gay marriage? Nowhere. In fact the
Bible strictly forbids a man to lay with a man, and a woman to lay with a
woman. You can read Matthew 19:4 through 8, we've read it before, we're not going to read it again, but very clearly
Jesus here is referring back to Creation, and He says once again that God
married a man and a woman. So God's original plan is marriage between a man and
a woman.
Tetapi Yesus juga memulihkan perkawinan heteroseksual dan monogami.
Kalian lihat, di awal sejarah, kita tahu Allah telah melembagakan perkawinan
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, bukan antara laki-laki
dengan laki-laki, dan perempuan dengan perempuan. Simak Kejadian 2:21-24, “21 Dan
TUHAN Allah menyebabkan tidur yang nyenyak dialami
Adam dan ia tidur; dan TUHAN Allah
mengambil salah satu rusuknya, dan menutup dagingnya di tempat itu. 22 Dan tulang rusuk yang telah TUHAN Allah ambil dari laki-laki itu, Dia
membuatnya menjadi seorang perempuan, dan
Dia membawanya kepada laki-laki itu. 23
Dan Adam berkata,
‘Ini sekarang tulang dari tulangku dan
daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil keluar dari laki-laki.’ 24Sebab itu
seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan dipersatukan dengan isterinya, dan
keduanya akan menjadi satu daging.”
Apakah sudah jelas bahwa perkawinan aslinya itu monogami dan heteroseksual?
Tepat sekali! Patut dicatat bahwa tidak ada satu contoh pun di Alkitab tentang
perkawinan gay. Bisakah kalian
menemukan satu contoh di Alkitab tentang perkawinan gay? Tidak ada di mana pun. Bahkan Alkitab jelas-jelas melarang laki-laki
berhubungan seksual dengan laki-laki dan perempuan berhubungan seksual dengan
perempuan. Kita bisa membaca Matius 19:4-8 ~ kita sudah pernah membaca ini,
kita tidak akan membacanya lagi ~ tapi sangat jelas Yesus di sini mengacu
kembali ke saat Penciptaan dan sekali lagi Dia berkata bahwa Allah mengawinkan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Jadi rencana asli Allah ialah perkawinan antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan.
Now notice in the middle of page 125,
what marriage was all about at the beginning.
Ø Marriage is heterosexual,
male and female He created them.
Ø Marriage is normative for all time. You know this is
God's plan for all time.
You say, “Well,
how do we know that?” Well, because God said when He married Adam and Eve, He said
a man shall leave his father and his mother and be joined to his wife, and they
shall be one flesh. So is God saying here that a man and a woman from that
point on should be married? Yes or No? Absolutely! It's normative for all time.
Ø Marriage is to
be monogamous,
therefore a
man shall leave father-mother and be joined to his wife, not to his wives.
Ø And marriage is
supposed to be indissoluble, what God has joined together let not man cast asunder.
So God's plan for marriage is heterosexual, normative for all time,
monogamous and indissoluble.
Divorce, fornication, and adultery have led to single mothers and deep
psychological problems among children.
Furthermore, gay marriage has clearly violated God's original plan for a
family composed of a female mother and a male father who can grow and nurture a
nucle family.
Sekarang simak, di bagian tengah hal. 125, perkawinan itu apa di awal mulanya.
Ø Perkawinan itu heteroseksual
(antara dua jenis kelamin yang berbeda), Allah menciptakan mereka laki-laki dan
perempuan..
Ø Perkawinan itu standar
yang baku untuk segala zaman.
Kalian tahu, inilah rancangan Allah untuk segala zaman.
Kalian berkata, “Nah, dari mana kita tahu itu?” Yah, karena Allah berkata
ketika Dia mengawinkan Adam dan Hawa, Dia berkata seorang laki-laki harus
meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk dipersatukan dengan istrinya, dan mereka
akan menjadi satu daging. Jadi apakah Allah di sini berkata bahwa seorang
laki-laki dan seorang perempuan mulai saat itu harus menikah? Ya atau Tidak?
Tentu saja! Itulah standar bakunya untuk segala zaman.
Ø Perkawinan itu harus monogami,
karena itu seorang laki-laki harus meninggalkan ayah-ibunya untuk dipersatukan
dengan istrinya, bukan dengan
istri-istrinya.
Ø Dan perkawinan seharusnya tidak bisa dipisahkan, apa yang telah
dipersatukan Allah, janganlah dipisahkan manusia.
Jadi rencana Allah untuk perkawinan adalah: itu
heteroseksual, standar baku untuk segala zaman, monogami, dan tidak
bisa dipisahkan.
Perceraian, percabulan, dan perzinahan telah
mengakibatkan adanya ibu-ibu single dan masalah
psikologi yang mendalam bagi anak-anak.
Lebih jauh lagi, perkawinan gay (sesama gender) jelas-jelas telah melanggar
rencana asli Allah untuk sebuah keluarga yang terdiri atas seorang ibu
perempuan dan seorang ayah laki-laki yang bisa membesarkan dan memelihara
sebuah keluarga inti.
The physiological and psychological makeup of the father and the mother is different.
God did not create two fathers or two
mothers. He created a father and a mother. So God's original plan is the
restoration of marriage between a man and a woman. The world has totally gone
crazy on this, and they are totally deviated from God's original plan.
Susunan fisiologi dan psikologi dari ayah dan ibu itu
berbeda. Allah tidak menciptakan dua orang ayah atau dua orang ibu. Dia
menciptakan seorang ayah dan seorang ibu. Jadi rencana asli Allah adalah
pemulihan perkawinan antara seorang lai-laki dan seorang perempuan. Dunia sudah
menjadi edan dengan hal ini, dan mereka sudah sama sekali menyimpang dari
rencana asli Allah.
Now the next point
is, did God establish clear gender distinctions? Yes, He did. Notice Genesis 1:26 and 27, “26 Then God said, ‘Let Us make man in Our image,
according to Our likeness; let them have dominion over the fish of the
sea, over the birds of the air, and over the cattle, over all the earth
and over every creeping thing that creeps on the earth.’ 27 So God created
man in His own image;
in the image of God He created him; male and female He created them.”
How many genders
did God create? God created two genders: male and female. And Jesus underlined
this, and He repeated it. Notice Matthew
19:4-5, “4 And He answered and said to
them, ‘Have you not read that He who made them at the beginning…” notice once again the standard is the
beginning, “…‘made
them male and female,’ 5 and said, ‘For this reason a man shall
leave his father and mother and be joined to his wife, and the two shall become one flesh’?...” How many genders did
Jesus create? He created two genders.
Nah, poin berikutnya ialah, apakah Allah menetapkan perbedaan yang jelas dalam
gender? Ya. Simak Kejadian 1:26-27, “26 Lalu Allah
berfirman, ‘Baiklah Kita menjadikan manusia dalam
gambar Kita, menurut rupa Kita, biarlah mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut
dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas
segala binatang melata yang merayap di bumi.’ 27 Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
Berapa gender yang diciptakan
Allah? Allah menciptakan dua gender: laki-laki dan perempuan. Dan Yesus
menggarisbawahi ini, Dia mengulanginya. Simak Matius 19:4-5, “4 Dan Dia
menjawab dan berkata kepada mereka, ‘Belum pernahkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan
manusia pada awal mulanya…” simak sekali lagi, standarnya adalah awal mula, “…menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 5
dan berkata, ‘Karena
alasan inilah, seorang laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan dipersatukan
dengan isterinya, dan keduanya akan
menjadi satu daging’?…” Berapa gender yang diciptakan Yesus? Dia menciptakan dua
gender.
Discarding the Creation account as symbolic as some Christians have done,
to justify the the legitimacy of multiple genders, and not two genders is not in harmony with the will of God.
I went to the internet to find out how many genders there are according to
people these days. On one list I found 64 genders, and on the other I found 100
genders. Needless to say none of these
have come as a result of scientific research. God made it simple. There are two
genders: male and female. And the world is totally messed up, because of the
gender issue.
Menyingkirkan penjelasan Penciptaan sebagai simbolis
sebagaimana yang dilakukan beberapa orang Kristen, demi membenarkan keabsahan
multi-gender dan bukan dua gender, itu tidak selaras dengan kehendak Allah.
Saya ke internet untuk mencari tahu berapa banyak gender
yang ada menurut orang-orang hari ini. Di satu daftar saya temukan 64 gender,
dan di daftar yang lain saya temukan 100 gender. Sudah sangat jelas, tidak satu
pun dari ini datang dari hasil riset saintifik. Allah menyederhanakannya. Ada
dua gender: laki-laki dan perempuan. Dan
dunia seluruhnya salah karena isu gender ini.
Now Jesus also wanted to restore God's plan for the relationship between parents
and children. In other words, Jesus wanted to restore not only the seventh commandment, He wanted
to restore also the fifth commandment.
Nah, Yesus juga mau memulihkan rencana Allah untuk
hubungan antara orangtua dan anak. Dengan kata lain, Yesus mau memulihkan bukan
hanya Perintah ketujuh, Dia mau memulihkan juga Perintah kelima.
Mark 7, we're on the middle of page 126, Mark 7 describes a controversy
between Jesus and the scribes and Pharisees over the issue of ritual cleansing.
However, three times in this passage we are told that the problem among the Jews
was much worse than just ritual cleansing because Jesus said,“8 …
and many other such things you do.”
Now it's interesting that we have technical terminology in Mark chapter 7,
you have expressions such as the rabbis holding the tradition of the elders which
they have received
and hold. He also says, “ye hold, ye have received”,
this is an idea that there was a deposit of tradition that came
from Moses which was never written, it was oral, and it was passed on from
generation to generation among the religious leaders from mouth to mouth. You
know it's the traditions of the elders, it wasn't written but supposedly
Moses taught it, but he never wrote it down, but it was handed down and
held in each generation by a succession of religious leaders. The word
“tradition” appears in the singular in Mark chapter 7, never in plural, which
is referring to a deposit of tradition, is the idea that the leadership had in
the days of Christ.
Markus 7 ~ kita berada di bagian tengah hal. 126 ~ Markus
7 menggambarkan sebuah kontroversi antara Yesus dengan para ahli Taurat dan
orang-orang Farisi mengenai isu pembersihan ritual. Namun, tiga kali di bacaan
ini kita mendapat tahu bahwa masalahnya di antara orang-orang Yahudi lebih
parah daripada hanya pembersihan ritual, karena Yesus berkata, “8
… dan
banyak
hal lain yang seperti itu, kamu lakukan.”
Nah, menarik di Markus pasal 7 ada istilah-istilah
teknis, ada ungkapan seperti para rabi yang memegang tradisi para tua-tua yang mereka terima dan pegang. Dia juga
berkata, “kamu pegang,
kamu telah menerima”
ini memberikan kesan bahwa ada
gudang tradisi yang berasal dari Musa yang tidak pernah ditulis,
yang oral, dan itu diturunkan dari generasi ke generasi di antara para pemimpin
rohani, dari mulut ke mulut. Kalian tahu, itulah tradisi para tua-tua, itu
tidak ditulis tetapi diyakini
bahwa Musa yang mengajarkannya, tetapi dia tidak
pernah menulisnya, tetapi itu diteruskan turun-temurun di setiap generasi oleh
suksesi para pemimpin rohani. Kata “tradisi” muncul d Markus 7 dalam bentuk
tunggal, tidak pernah dalam bentuk jamak, yang mengacu kepada kumpulan tradisi.
Itulah konsep yang dimiliki para pemimpin rohani di zaman Kristus.
Now let's go to the top of page 127. Here you find a quotation from the Jerome Bible Commentary which is a Roman Catholic
Bible Commentary and it is an explanation of what the meaning of the “tradition
of the elders” is. This is the explanation.
“A
rabbinical term for the body of unwritten Laws that the Pharisees considered as
equally binding as the written Torah.”
So they considered tradition or the traditions that were based on the
deposit of tradition to be as reliable as what Moses wrote. Thus the battle
in this passage is between the written Word of God and the unwritten traditions or
commandments of men.
Sekarang mari kita ke bagian atas hal. 127. Di sini ada
sebuah kutipan dari Jerome Bible
Commentary, sebuah
komentar Alkitab milik Roma Katolik, dan ini menjelaskan apa makna “tradisi para tua-tua” itu.
Inilah penjelasannya:
“Suatu istilah para rabi
dari kumpulan Hukum-hukum yang tidak tertulis, yang oleh orang-orang Farisi
dianggap sama mengikatnya dengan Taurat yang tertulis.”
Maka mereka menganggap tradisi atau tradisi-tradisi yang
berdasarkan kumpulan tradisi sama bisa diandalkannya dengan apa yang ditulis
Musa. Dengan demikian, peperangan
dalam bacaan ini adalah antara
Firman Allah yang tertulis dengan tradisi yang tidak tertulis atau perintah-perintah
manusia.
And Jesus quoted Scripture to face this idea of tradition that the
religious leaders had. He took a quotation from Isaiah 29:13. There Jesus said,
“8 ‘These people … honor Me
with their lips, but
their heart is far from Me…” and then He continued “…9 And in vain
they worship Me, teaching as doctrines
the commandments of men.’”
So Jesus referred to Scripture in dealing with this specific conflict or
controversy.
Dan Yesus mengutip Firman
Allah untuk menghadapi konsep tradisi yang dimiliki para pemimpin rohani. Dia
mengambil kutipan dari Yesaya 29:13. Di sana Yesus berkata, “8 Bangsa
ini … menghormati Aku dengan bibirnya,
padahal hatinya jauh dari-Ku…” lalu Dia melanjutkan, “…9
Dan percuma mereka beribadah kepada-Ku, mengajarkan Perintah-perintah
manusia sebagai doktrin.’…”(Matius 15:8-9)
Jadi Yesus mengacu ke Firman Allah dalam menghadapi
konflik atau kontroversi khusus ini.
The second quotation is the one where Jesus says “honor your father
and your mother and He who
curses Father and mother should be put to death.” Now, Jesus then ~ after making these quotations from
Scripture ~ Jesus then gives a practical example of
this conflict by referring to the traditional concept of Qorban. What was qorban? Well, qorban
was the idea ~ by the way it means dedicated ~ qorban was the idea that children could dedicate all of their
possessions to the temple, when they died everything became property of the temple but meanwhile in their lifetime
they could use everything they had for themselves. And so when parents came to
the children and said, you know, “We're in dire straits, we're in a difficult
situation, would you please help us by providing us some financial help?” The
children would say, “Sorry, it's been dedicated to the temple.” That was a Law of Qorban. It was a Law based on tradition.
Let me ask you did that honor father and mother? Of course it didn't honor
father and mother, it dishonored
father and mother. Their tradition contradicted what? Contradicted the
commandment that said “honor your
father and your mother”.
That's why Jesus said that, that they lifted high tradition and they
contradicted the Word of God, because they didn't honor their father and their
mother. In fact Jesus ended by saying in Mark 7:7, “7 And in vain
they worship Me, teaching as doctrines
the commandments of men.’ 8 For laying
aside the commandment of God…” which says “Honor your father and your mother”, they “…hold the
tradition of men…” which is the
Law of qorban.
Are you understanding this point?
Kutipan yang kedua ialah di mana Yesus berkata, “4 … ‘Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya hendaknya dia dibunuh’…” (Matius 15:4) Nah, lalu Yesus ~ setelah mengutip ini dari Kitab Suci ~ lalu
Yesus memberikan sebuah contoh praktis tentang konflik ini dengan mengacu
kepada konsep tradisional tentang qurban. Apa itu qurban? Nah, qurban adalah sebuah konsep ~ itu artinya didedikasikan ~ qurban adalah konsep di mana anak-anak bisa mendedikasikan
semua harta mereka ke Bait Suci, bila mereka nanti mati semua hartanya menjadi
milik Bait Suci, tetapi selagi mereka hidup, mereka boleh memakai segalanya
untuk diri sendiri. Maka ketika orangtua datang kepada anak-anak mereka dan
berkata, “Kami dalam kesulitan ekonomi, kami di posisi yang sulit, maukah
kalian membantu kami dengan memberikan bantuan finansial?” Anak-anak itu akan
berkata, “Maaf, itu sudah didedikasikan ke Bait Suci.” Itulah Hukum Qurban. Itu adalah sebuah Hukum berdasarkan
tradisi.
Coba saya tanya,
apakah kalian itu menghormati ayah dan ibu? Tentu saja itu tidak menghormati
ayah dan ibu, itu tidak memperdulikan ayah dan ibu. Tradisi mereka bertentangan dengan apa?
Bertentangan dengan perintah yang
mengatakan ”Hormatilah
ayahmu dan ibumu.”
Itulah mengapa Yesus mengatakan
bahwa mereka meninggikan tradisi dan mereka menentang Firman Allah, karena
mereka tidak menghormati ayah dan ibu mereka. Bahkan Yesus mengakhiri dengan
berkata di Markus 7:7, “7 Percuma mereka beribadah
kepada-Ku, mengajarkan sebagai doktrin
perintah-perintah manusia.’ 8 Dengan
mengesampingkan Perintah Allah…” yang berkata
“Hormatilah ayahmu dan ibumu”, “…kamu berpegang pada adat istiadat manusia…” yaitu Hukum Qurban.
Apakah kalian menangkap poin ini?
By the way, did the way in which the Pharisees keep the Sabbath by their
tradition make of none effect the
commandment of God of the Sabbath? Yes. We're going to come back to that a
little bit later.
Nah, apakah cara orang Farisi memelihara Sabat dengan
tradisi mereka menjadikan Perintah Allah tentang Sabat tidak bermakna? Ya. Kita
akan kembali ke sana nanti sebentar lagi.
Now we also find
that God wants us to go back to the original diet. What was the
original diet? Well, let's go to Genesis 1:29 and 30. “29 And God said, ‘See, I have
given you…” every cow ~ no! That's
not it “...I have given you every herb that yields seed which is on the face of all the earth, and every tree whose fruit
yields seed; to you it shall be for food. 30 Also, to every
beast of the earth, to every bird of the air, and to everything that
creeps on the earth, in which there
is life, I have given every
green herb for food,’ and it was so.”
What was the
original diet? The original diet was a vegan diet: fruits, nuts, you know everything
that had seeds was the original diet. Is it God's plan that we return
to the original diet? Yes. Some people say, “Well, you know God allowed Israel
to eat clean meats.” The problem is those clean meats are no longer clean, and
they're injected with hormones, and they're much more diseased than they were
back then. And besides the Jews had to take out the blood and the fat,
which most people don't do who eat clean meats, so-called clean meats today.
Nah, kita juga melihat bahwa
Allah mau kita kembali ke makanan
asli yang ditentukan Allah. Apa makanan asli manusia? Nah, mari
kita kembali ke Kejadian 1:29-30. “29
Dan Allah berfirman, ‘Lihatlah, Aku telah memberikan kepadamu…” setiap sapi ~ Tidak! Bukan itu. “…Aku telah memberikan kepadamu setiap tanaman yang berbiji yang ada di seluruh muka bumi, dan
setiap pohon yang buahnya menghasilkan biji; bagimu itu akan menjadi makananmu. 30 Dan bagi setiap binatang di darat,
dan bagi setiap unggas di udara, dan bagi setiap hewan yang merayap di atas bumi, yang bernyawa, Aku telah memberikan setiap
tanaman hijau menjadi makanannya.’ Dan jadilah demikian.”
Apa makanan yang asli? Makanan asli adalah makanan vegan: buah-buahan,
kacang-kacangan, kalian tahu semua yang berbiji, itulah makanan yang
asli. Apakah rencana Allah agar kita kembali ke makanan yang asli? Ya. Ada
orang yang berkata, “Nah, Allah mengizinkan Israel makan daging yang halal.”
Masalah, daging-daging yang halal itu sekarang ini tidak lagi halal, mereka
disuntik dengan hormon, dan mereka sekarang mengandung jauh
lebih banyak penyakit dibandingkan dengan mereka dulu. Dan selain itu orang-orang Yahudi harus
membuang semua darah dan lemak, yang tidak dilakukan kebanyakan orang yang
makan daging yang disebut halal sekarang ini.
God's plan is a plan A, not a plan B.
v God's plan for
marriage is plan A.
v God's plan for
environment is plan A.
v God's plan for
marriage is plan A.
v God's plan for
the relationship between children and parents is plan A.
v A vegan diet is
plan A.
God doesn't want us to return to a plan B, a less than ideal that He
allows, but is not the best. God wants
us to go back to His original plan.
And at the bottom of page 128, what would the world be like if we stopped
eating sugar, and fat, and processed foods, that are artificially flavored, and
colored. What would the world be like if we didn't smoke, drink, or do drugs?
Rencana Allah itu sebuah
rencana A (terbaik), bukan rencana B (alternatif).
v Rencana Allah
untuk perkawinan itu rencana A.
v Rencana Allah
untuk lingkungan hidup itu rencana A.
v Rencana Allah untuk hubungan antara anak dengan orangtua, itu
rencana A.
v Makanan vegan itu
rencana A.
Allah tidak mau
kita kembali ke rencana B, rencana yang kurang ideal yang Dia izinkan, namun
bukan yang terbaik. Allah mau kita kembali ke rencanaNya yang asli.
Di bagian bawah
hal. 128, seperti apa dunia ini seandainya kita berhenti makan gula, dan lemak, dan makanan
buatan yang diberi rasa dan warna buatan. Seperti apa dunia ini seandainya kita
tidak merokok, tidak minum alkohol, dan tidak
memakai narkoba.
There's a lot of talk these days about health care being a human right. However,
what about a human responsibility? Why should those who live a healthy
lifestyle pay the bills of those who abuse their health? It's also a human
right for you to take care of your health. There's no reason why people who don't take care of
their health should benefit from people who take care of their health.
Ada banyak pembicaraan sekarang ini mengenai fasilitas
kesehatan sebagai hak azasi manusia. Namun bagaimana mengenai tanggung jawab
manusia? Mengapa mereka yang hidup dengan pola hidup yang sehat harus
menanggung biaya mereka yang merusak kesehatan mereka? Memelihara kesehatan sendiri itu juga hak
azasi. Tidak ada alasan mengapa orang yang tidak memelihara kesehatannya boleh
mendapatkan keuntungan dari mereka yang memelihara kesehatan mereka.
Now let's go to another point that need to be restored to the very beginning,
and that is the issue of Sabbath observance. Has man changed what
God had established originally? Yes! What day is kept by most people in the
world today? Sunday is kept. What do we need to do? Do we need to go back to
God's original plan? Of course, we do. Man has changed everything that God established at
the beginning. I’m hoping that you're seeing the picture here. And God
wants the Seventh-Day Adventist church to take people back to Creation, that's
why we are called Seventh-Day Adventist. “Seventh Day” means that we believe that
Creation took place in seven days, which means taking us back to what happened
during Creation week, that is God's plan. And that's unique about the
Seventh-Day Adventist church. At Creation Jesus instituted a day of rest from
the weekly toil, and that day was which day? The seventh-day Sabbath. You know,
we can read Genesis 1:31 through chapter 2:3. Let's read it quickly. “31 Then God
saw everything that He had made, and indeed it was very good. So the evening and the morning were the sixth day. 1 Thus the heavens and the earth,
and all the host of them, were finished…” And
now notice this.
“…2 And
on the seventh day God ended His work which He had done, and He rested on the
seventh day from all His work which He had done. 3 Then God blessed the
seventh day…” I kind of get
the impression that the Sabbath is the seventh day; and then He does three
things: He rested, He blessed it, “…and sanctified
it,…” or He made it
holy.
And some people
say, “Well that was the Sabbath of the Lord back then, that was God's Sabbath,
but we don't have to keep it today, because it belongs to the Jews.”
Nah, mari kita ke poin yang lain yang perlu dipulihkan ke
awal mula, dan itu adalah isu pemeliharaan
Sabat. Apakah manusia telah mengubah apa yang telah ditetapkan
Allah aslinya? Ya! Hari apa yang dipelihara kebanyakan orang di dunia sekarang?
Hari Minggu. Apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus kembali ke rencana
asli Allah? Tentu saja. Manusia
telah mengubah segala yang ditetapkan Allah di awal mula. Saya
berharap kalian melihat gambarnya di sini. Dan Allah menghendaki gereja MAHK
membawa orang-orang kembali ke Penciptaan, itu mengapa kami disebut Masehi
Advent Hari Ketujuh. “Hari Ketujuh” berarti kami meyakini bahwa Penciptaan
terjadi dalam tujuh hari, berarti ini membawa kita kembali kepada apa yang
terjadi selama minggu Penciptaan, itulah rencana Allah. Dan gereja MAHK itu
unik. Saat Penciptaan Yesus melembagakan satu hari perhentian dari kerja keras
selama satu minggu, dan hari itu adalah hari apa? Sabat Hari Ketujuh. Kalian
tahu, kita bisa membaca Kejadian 1:31 hingga pasal 2:3. Mari kita baca
cepat-cepat. “31
Dan Allah melihat segala yang dijadikan-Nya
itu, dan lihatlah, itu amat baik. Dan petang itu dan
pagi itu adalah
hari keenam. 1 Demikianlah langit dan bumi dan segala isinya sudah selesai…” Dan sekarang simak
ini, “…2 Dan pada
hari ketujuh Allah telah mengakhiri
pekerjaanNya yang telah dibuatNya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh dari segala
pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. 3 Lalu Allah memberkati hari
ketujuh itu…” saya mendapat
kesan bahwa Sabat adalah hari ketujuh. Kemudian Allah melakukan tiga hal: Dia
berhenti, Dia memberkatinya, “…dan
menguduskannya…” atau membuat hari
in suci.
Dan ada orang yang berkata, “Nah, itu Sabat Tuhan di masa
lalu, itu Sabat Allah. Tetapi sekarang kita tidak perlu memeliharanya karena
itu punya orang Yahudi.”
Well, let’s see
if we find the same elements in the Fourth Commandment as what we’ve just read
from Genesis. Notice Exodus 20:8-11, “8 ‘Remember the Sabbath day, to
keep it holy. 9 Six
days you shall labor and do all your work, 10 but…” what? “…the seventh day is the Sabbath of the Lord your God. In it you shall do no work: you,
nor your son, nor your daughter, nor your male servant, nor your female
servant, nor your cattle, nor your stranger who is within your gates. 11 For in six days the Lord made the heavens and the
earth, the sea, and all that is in
them, and rested the seventh day…” and did He do the same three things? Does
the fourth commandment mention the same three things? Does it say that God rested
on the seventh day? Does it say that God blessed the seventh day? Notice it
says, “...Therefore the Lord blessed the Sabbath day
and…” what?
“…and hallowed it.”
Nah, mari kita lihat apakah kita menemukan unsur-unsur yang sama di
Perintah Keempat seperti apa yang baru kita
baca di Kejadian. Simak Keluaran 20:8-11, “8
Ingatlah hari Sabat, untuk dipelihara kekudusannya, 9
enam hari lamanya engkau harus bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, 10 tetapi…” apa? “…hari
ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; pada
hari itu jangan melakukan pekerjaan apa pun,
engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki,
atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. 11 Sebab dalam enam
hari TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan telah berhenti bekerja
pada hari ketujuh…” Dan apakah Allah melakukan tiga hal yang sama itu? Apakah
Perintah Keempat menyebut tiga hal yang sama? Apakah dikatakan Allah berhenti
pada hari ketujuh? Apakah dikatakan Allah memberkati hari ketujuh? Simak
dikatakan, “…Itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan…” apa? “…dan menguduskannya.”
So very clearly the Sabbath
is the seventh day of the week. And the Sabbath is:
Ø the day in which God rested,
Ø He blessed the day,
Ø and He made the day holy.
The Sabbath day
is a day to spend with God and with family. And the Sabbath is not primarily our rest, it's God's rest. We
rest the Sabbath in commemoration of God's rest.
Notice this
statement from Patriarchs and Prophets page
111, “The first six
days of each week are given to man for labor,…”
why? “…because
God employed the same period of the first week in the work of
Creation…” so God worked
six, He rested the seventh. We work six, we rest the seventh. And now
notice the last part of the quotation “…On the seventh day man is to refrain from labor, in commemoration of the Creator’s rest.”
Why do we keep the
Sabbath? To commemorate the Creator's rest.
Jadi sangat jelas Sabat
adalah hari yang ketujuh setiap minggu. Dan Sabat adalah:
Ø hari di mana Allah berhenti/beristirahat,
Ø hari yang diberkatiNya,
Ø hari yang dibuatNya kudus.
Hari Sabat adalah hari untuk dilewatkan bersama Allah dan
keluarga. Dan Sabat utamanya bukan perhentian kita, itu perhentian Allah. Kita
berhenti pada Sabat untuk memperingati perhentian Allah.
Simak pernyataan ini dari Patriarchs and Prophets hal. 111. “…Enam hari pertama dari setiap minggu diberikan kepada
manusia untuk bekerja…” mengapa? “…karena Allah menggunakan waktu yang sama dari minggu
yang pertama dalam pekerjaan mencipta…” Allah bekerja enam hari, Dia
beristirahat pada hari ketujuh. Kita bekerja enam hari, kita beristirahat pada
hari ketujuh. Sekarang simak bagian akhir dari kutipan ini. “…Pada hari
ketujuh, manusia harus berhenti dari bekerja, untuk memperingati perhentian
Sang Pencipta.”
Mengapa kita memelihara
Sabat? Untuk memperingati perhentian Sang Pencipta.
Now let's give
some examples of this, why can't we keep Sunday in honor of Creation? Because
that is not the day, the historical date, on which God rested.
Let me give you a couple of examples.
We celebrate the collapse of the World
Trade Center on which day? September 11. Why don't we do it on October 11?
Because that's not the day of the
historical event. You cannot commemorate September 11 on October. You cannot
commemorate Creation on Sunday because that's
not the day when God rested.
My anniversary is December 23. What would
my wife say, if I said, “Oh you know we've been celebrating our
anniversary for you know 50 years, December 23, boring, let's celebrate it January 23 this
year.” She’d say, “You're crazy.” I’d say, “Why?” “Well, because that's not the day that we were married.” You cannot
commemorate your marriage on a day in which your marriage did not take place.
And so these
Christians will say, “Oh you know, we commemorate Creation on Sunday.” No, you
don't, because Sunday
does not commemorate Creation. It is the
Sabbath that commemorates Creation.
Nah, mari saya berikan beberapa contoh mengapa kita tidak
bisa memelihara hari Minggu
untuk menghormati Penciptaan. Karena itu bukanlah
harinya, hari dalam
sejarah, saat Allah berhenti. Saya akan memberikan dua contoh.
Kita merayakan runtuhnya WTC
pada hari apa? 11 September. Mengapa kita tidak melakukannya pada 11 Oktober?
Karena itu bukanlah hari peristiwa bersejarah itu terjadi. Kita tidak bisa
memperingati 11 September di bulan Oktober. Kita tidak bisa memperingati Penciptaan pada hari Minggu
karena itu bukan harinya ketika Allah berhenti.
Ulangtahun perkawinan saya itu
23 Desember. Apa yang akan dikatakan istri saya jika saya berkata, “Kita sudah
merayakan ulangtahun perkawinan kita selama 50 tahun pada 23 Desember, itu
membosankan, ayo tahun ini kita rayakan pada 23 Januari.” Istri saya akan
berkata, “Kau sudah gila.” Kata saya, “Mengapa?” “Karena itu bukanlah hari di
mana kita menikah.” Kita tidak bisa memperingati hari perkawinan kita pada hari
di mana perkawinan itu tidak terjadi.
Maka orang-orang Kristen ini akan berkata, “Oh, kalian
tahu, kami memperingati Penciptaan pada hari Minggu.” Tidak, tidak bisa, karena
hari Minggu tidak memperingati Penciptaan. Hari
Sabatlah yang memperingati Penciptaan.
By the way I don't have time to read
this quotation on page 130 of Pope Benedict, it's just so absurd, let me just
read the first part of it. This is in a homily or a sermon that Pope Benedict
gave.
“The Sabbath
is the seventh day of the week…” so far so good, “…After six days in which man in some
sense participates
in God’s work of
Creation…” ZZZZ! Man did not participate in God's work
of Creation, excuse me, “…the Sabbath is the day of rest. But something quite unprecedented happened in the nascent Church: the
place of the Sabbath, the seventh day, was taken by the first day.”
(The following was not read: “As the day of the liturgical
assembly, it is the day for encounter with
God through Jesus Christ
who as the Risen Lord
encountered His followers on the first day, Sunday, after they had found the tomb empty.
The structure of the week is overturned.
No
longer does it point towards the seventh day, as the time to participate in
God’s
rest . It sets out from the
first day as the day of encounter with the Risen Lord. . . This
change is utterly extraordinary, considering that the Sabbath, the seventh day
seen as the day of
encounter with God, is so profoundly rooted
in the
Old Testament.
We celebrate the first day.
And
in so doing we celebrate God the Creator and His Creation. Yes, we believe in God, the Creator of heaven and earth.”
(Homily of His Holiness Benedict XVI, Saint Peter’s Basilica, Holy Saturday, 23
April,
2011.)
And
then when he gets to the end of his sermon he says that we're supposed to keep
Sunday to commemorate Creation. He must not be thinking straight.
You
cannot commemorate Creation on Sunday because that's not the day that God
established to commemorate Creation, the day is rooted in history.
What
day do we celebrate the declaration of independence? July 4th. So
why not August 4th? Because that's not the day it happened.
And
so we celebrate the Sabbath because that's the day that it happened. You can't
celebrate Creation on a different day than when the original event occurred.
Nah, saya tidak punya waktu untuk membaca kutipan dari
Paus Benedict di hal. 130, ini begitu tidak masuk akal. Saya akan membacakan
bagian atasnya saja. Ini adalah homili atau khotbah yang diberikan Paus
Benedict.
“Hari
Sabat adalah hari ketujuh dari setiap minggu…”
sampai di sini masih oke. “…Setelah enam
hari di mana manusia, dalam pemahaman
tertentu, berpartisipasi dalam pekerjaan Penciptaan Allah…” ZZZZZ!, manusia tidak berpartisipasi
dalam pekerjaan Penciptaan Allah, sori ye, “…Sabat adalah hari perhentian. Tetapi sesuatu yang belum
pernah terjadi sebelumnya, terjadi di gereja yang baru lahir: kedudukan Sabat,
hari yang ketujuh, diambil oleh hari pertama…”
(Bagian berikut ini
tidak dibacakan): “…Sebagai hari pertemuan liturgi, ini adalah hari untuk
bertemu dengan Allah melalui Yesus Kristus, yang sebagai Tuhan yang telah bangkit, bertemu dengan
pengikut-pengikutNya pada hari pertama, hari Minggu, setelah mereka menemukan
kubur itu kosong. Struktur mingguan diubah. Tidak lagi itu menunjuk ke hari
ketujuh sebagai waktu untuk berpartisipasi dalam perhentian Allah. Ini
menetapkan sejak hari pertama sebagai hari pertemuan dengan Tuhan yang telah
bangkit… Perubahan ini sangat luar biasa, mengingat bahwa Sabat hari ketujuh
yang dianggap sebagai hari pertemuan
dengan Allah, itu sedemikian berakar di Perjanjian Lama. Kami merayakan hari
yang pertama. Dan dengan berbuat demikian kami merayakan Allah Sang Pencipta
dan ciptaanNya. Ya, kami percaya dalam Allah, Pencipta langit dan bumi.” (Homily of His Holiness Benedict XVI, Saint Peter’s Basilica, Holy Saturday, 23
April,
2011.)
Dan ketika dia tiba di akhir khotbahnya, dia
mengatakan bahwa kita harus memelihara hari Minggu untuk merayakan Penciptaan.
Tentunya dia sedang tidak berpikir jernih.
Kita tidak bisa memperingati Penciptaan pada hari Minggu
karena itu bukanlah hari yang ditetapkan Allah untuk memperingati Penciptaan,
hari itu berakar di sejarah.
Hari apa kita merayakan
proklamasi kemerdekaan? 4 Juli. Jadi mengapa bukan 4 Agustus? Karena tidak
terjadi pada hari itu.
Maka kita merayakan Sabat karena itulah harinya ketika
terjadi. Kita tidak bisa merayakan Penciptaan pada hari yang berbeda dari hari
terjadinya peristiwa yang asli.
Now let's go to
the bottom of page 10. The scribes and Pharisees once condemned Jesus for
allowing His disciples to pluck ears of grain on the Sabbath, in effect the
disciples according to the religious leaders were breaking four rabbinical rules:
1. The disciples
plucked the grain, now in other words they were harvesting,
2. they rubbed the
husks, which would be threshing,
3. they blew away
this chaff, which would be winnowing,
4. and the entire process
was the preparation
of a meal, which was forbidden on Sabbath.
All four of these things were forbidden on the Sabbath by rabbinical
Law,
not by the biblical Sabbath.
Sekarang mari kita ke bagian bawah hal. 10. Para
ahli Taurat dan orang Farisi pernah menyalahkan Yesus karena mengizinkan
murid-muridNya memetik bulir gandum pada hari Sabat, itu berarti menurut para
pemimpin rohani, murid-murid telah
melanggar 4 peraturan yang dibuat para rabi:
1.
murid-murid memetik gandum,
dengan kata lain mereka memanen,
2.
mereka menggosok-gosok
kulitnya, berarti itu mengirik,
3.
mereka mengembuskan sekamnya
ke udara, berarti itu menampi,
4.
dan seluruh proses itu ialah mempersiapkan makanan,
yang dilarang pada hari Sabat..
Semua empat hal ini dilarang dilakukan pada hari
Sabat berdasarkan hukum yang dibuat para rabi, bukan oleh Hukum Sabat
alkitabiah.
Why did the rabbis add these rules and regulations to the
Sabbath? The answer is that after the Babylonian captivity Jewish scholars set
a hedge around the Sabbath so that it could
not be broken. They established 1521 rules and regulations to assure that
the Sabbath would never be broken again. These rabbinical rules and regulations were not part of the Sabbath commandment. They
were created by the religious leaders with the intention of preventing the
breaking of the Sabbath.
Mengapa para rabi menambahkan
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan ini kepada pemeliharaan Sabat?
Jawabannya ialah setelah penawanan Babilon, para pakar Yahudi membangun pagar
mengelilingi Sabat supaya itu tidak bisa dilanggar. Mereka menetapkan 1521
peraturan dan ketentuan untuk memastikan bahwa Sabat tidak akan pernah
dilanggar lagi. Peraturan dan
ketentuan yang dibuat para rabi ini bukanlah bagian dari Perintah Allah untuk hari Sabat. Mereka dibuat oleh para pemimpin rohani dengan tujuan mencegah pelanggaran
Sabat.
As in the case of marriage, gender distinctions, and
relationships between parents and children, Jesus went back to the beginning
for His standard of Sabbath observance. In contrast to the scribes and
Pharisees, He stated that “the Sabbath was made for man and not man for the Sabbath” and that He was “the Lord of
the Sabbath”. So Jesus says, “Go back and keep the Sabbath, like it was intended at the
beginning. It was made for man, man was
not made as a slave of the Sabbath.”
Sebagaimana dalam hal
perkawinan, perbedaan gender, dan hubungan antara orangtua dan anak, Yesus
kembali ke awal mula untuk standar pemeliharaan SabatNya. Kontras dengan para
ahli Taurat dan orang Farisi, Yesus menyatakan bahwa, “27 … ‘Hari Sabat diadakan untuk
manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat…”
dan bahwa Dia adalah “28
… Tuhan atas hari Sabat.” (Markus
2:27-28). Jadi Yesus berkata, “Kembalilah ke
awalnya dan peliharalah Sabat seperti yang ditentukan pada awal mulanya. Sabat
itu dibuat untuk manusia, manusia tidak diciptakan menjadi budak Sabat.”
So we have two great Creation institutions: marriage and the
Sabbath, and they are very closely linked. The six days of Creation God
made material things, but on the seventh day God made holy time.
Some people might say, “Well, was the Sabbath made?” Yeah,
the
Sabbath was part of Creation, because Jesus said “the Sabbath was…” what? “…the Sabbath
was made for man…”.
Jadi ada dua lembaga besar saat
Penciptaan: perkawinan dan Sabat, dan keduanya itu terhubung
sangat dekat. Selama enam hari Penciptaan, Allah membuat benda-benda materi,
tetapi pada hari ketujuh Allah membuat waktu kudus.
Ada orang mungkin
berkata, “Nah, apakah Sabat itu dibuat?” Ya, Sabat adalah bagian dari Penciptaan,
karena Yesus berkata, “27
… ‘Hari Sabat…” apa? “…’Hari Sabat diadakan untuk manusia…”
Now in order to fully understand why Jesus made the
seventh-day Sabbath, we must first comprehend what He made the first six days. According
to the Genesis record God created man and woman on the latter portion of the
sixth day, and then instituted marriage. After marrying Adam and Eve, Jesus
made the Sabbath for man. In this order of events, don't miss this point, God
was teaching that the world was made for man; and woman for man; however, the Sabbath teaches that man and woman were both
made for God. Thus marriage is a triangle between man – woman - and
God. In order to remind our first parents of this fact, they were to
spend the Sabbath with one another, and with their Creator. Thus the Sabbath
was a family day par excellence, it was a day for the Creator and the family to meet
together in fellowship,
Nah, untuk memahami sepenuhnya
mengapa Yesus membuat Sabat hari ketujuh, pertama kita harus memahami apa yang
dibuatNya enam hari pertama. Menurut catatan kitab Kejadian, Allah menciptakan
laki-laki dan wanita di bagian akhir dari hari yang keenam, kemudian
melembagakan perkawinan. Setelah menikahkan Adam dan Hawa, Yesus membuat Sabat
untuk manusia. Menurut urutan peristiwa-peristiwa ini ~ jangan kelewatan poin
ini ~ Allah mengajarkan bahwa dunia
dibuat untuk manusia; dan perempuan untuk laki-laki; namun Sabat mengajarkan
bahwa laki-laki dan perempuan keduanya dibuat untuk Allah. Dengan demikian perkawinan merupakan
segitiga antara laki-laki ~ perempuan ~ dan Allah. Untuk
mengingatkan orangtua kita yang pertama tentang fakta ini, mereka diharuskan
melewatkan Sabat satu sama lain, dan bersama dengan Pencipta mereka. Maka Sabat adalah hari
keluarga yang tertinggi, itulah hari
bagi Sang Pencipta dan keluarga untuk bertemu bersama-sama dalam persekutuan.
Jesus did not abolish the Sabbath. He is Lord of
the Sabbath and therefore He is the one who defines how the
Sabbath is kept. You know if you compare Matthew 19:1-8 with Mark 2:23-28
we discover that Jesus went back to the beginning to uphold the two Creation
institutions: marriage and the Sabbath. As Creator Jesus made both marriage and
the Sabbath at the beginning, at the end of Creation week.
Yesus tidak menghapus Sabat. Dialah
Tuhannya Sabat,
dan oleh karena itu Dialah yang
menentukan bagaimana Sabat harus dipelihara. Kalian tahu, jika
kita membandingkan Matius 19:1-8 dengan Markus 2:23-28, kita mendapatkan bahwa
Yesus kembali ke awal mula untuk menegakkan kedua lembaga Penciptaan:
perkawinan dan Sabat. Sebagai Sang Pencipta, Yesus membuat baik perkawinan
maupun Sabat di awal, yaitu pada akhir minggu Penciptaan.
The question then is this, and this is a very important
question, I ask it many times of people who are
not Adventists.
Christians, conservative Christians fight tooth and nail
to uphold heterosexual marriage, don't they? They say you have this idea that
of gay marriage; we need to oppose that. And so I played the devil's advocate
once, and I said, “You say that we're supposed to stand up for heterosexual
marriage,” I say, “Why? I don't see anything wrong with it.” I do, for those
who are watching. But I was playing the devil's advocate.
He says, “You do?”
I said, “Sure, why
not?”
He said, “Well, because in Genesis it says that we're
supposed to get married a man and a woman.”
I said, “Good, you went back to the beginning. What else
did God establish at the beginning? Wooo! The Sabbath. You can't fight to
restore heterosexual marriage and yet
not keep the Sabbath, which is part of God's original plan, which He
established at the same time that He established marriage.”
Lalu pertanyaan ialah ini ~
dan ini adalah pertanyaan yang sangat penting, saya mengajukannya banyak kali
kepada orang-orang yang bukan Advent.
Orang-orang Kristen, Kristen
konservatif, berjuang mati-matian untuk meneguhkan perkawinan heteroseksual,
bukan? Mereka mengatakan, ada konsep perkawinan gay, kita harus menentang itu.
Jadi saya berpura-pura menjadi agen Iblis, dan saya berkata, “Kalian mengatakan
kita harus membela perkawinan heteroseksual,” kata saya, “Mengapa? Menurut saya
tidak ada yang salah.” Bagi yang sedang menonton video ini, saya tahu itu
salah, tapi saya sedang menyamar menjadi agen Iblis.
Orang itu berkata, “Anda tidak
menganggap itu salah?”
Kata saya, “Tentu saja.
Mengapa salah?”
Dia berkata, “Nah, karena di
Kejadian dikatakan yang harus menikah itu seorang laki-laki dengan seorang
perempuan.”
Saya berkata, “Bagus, Anda
kembali ke asal mula. Apa lagi yang ditetapkan Allah di permulaan? Wooo! Sabat!
Anda tidak bisa berjuang untuk memulihkan perkawinan heteroseksual tanpa
memelihara Sabat, yang adalah rencana Allah yang asli yang ditetapkanNya pada
waktu yang sama Dia menetapkan perkawinan.”
Let's talk a little bit about the Sabbath miracles of
Jesus. As we look at the Sabbath miracles of Jesus, all the cases that He healed
were chronic cases, they were not
emergencies:
Ø A crippled woman sick
for
18 years (Luke
13:10-17)
Ø A man
sick with the dropsy
(Luke 14:1-6)
Ø A man
paralyzed for 38 years (John 5:5)
Ø A man
blind
from birth
(John 9: 1, 14)
I mean there's no emergency here.
Ø Peter’s
mother in law that had a high fever (Mark 1:29-31)
Ø A man
with a withered
hand (Mark
3:1-6)
Ø A man
who was demon possessed
(Mark
1:21-28)
Mari kita bicara sedikit
tentang mujizat-mujizat yang dilakukan Yesus pada hari Sabat. Bila kita melihat
mujizat-mujizat hari Sabat ini, semua kasus yang disembuhkanNya adalah
kasus-kasus yang kronis, tidak ada yang darurat:
Ø seorang perempuan bongkok
yang sudah sakit selama 18 tahun (Lukas
13:10-17)
Ø seorang yang sakit oedema
(busung) (Lukas 14:1-6)
Ø seorang yang lumpuh
selama 38 tahun (Yohanes 5:5)
Ø seorang yang buta dari
lahir (Yohanes 9: 1, 14)
Maksud saya, tidak ada yang mendesak di sini.
Ø Ibu
mertua Petrus yang sakit panas tinggi (Markus 1:29-31)
Ø seorang yang tangannya
layu (Markus 3:1-6)
Ø seorang yang kerasukan
setan (Markus 1:21-28)
The Jewish rabbis allowed for healing someone if their
life was in danger, for example in the Mishnah Yoma 8:6 the rabbinical Law stated,
“whenever
there is doubt whether life is in danger, this overrides the Sabbath.” But the lives
of these individuals that Jesus healed on Sabbath were not in danger. By healing people with chronic
cases Jesus wanted to make a point. We know that the populace obeyed the
traditions of the rabbis, generally because in Mark 1:32 it says, that they
waited until after the Sabbath was over to come to Jesus for healing. (“32 At evening,
when the sun had set, they brought to Him all who were sick and those who were
demon-possessed.”). But Jesus wanted to emancipate the Sabbath from
man-made rules and regulations.
Rabi-rabi Yahudi mengizinkan penyembuhan
pada hari Sabat jika hidup orang tersebut sedang terancam bahaya,
misalnya di Mishnah Yoma 8:6, hukum yang dibuat para rabi menyatakan: “Bilamana ada keraguan apakah hidup seseorang terancam
bahaya, maka ini boleh mengungguli Sabat.” Tetapi nyawa individu-individu
yang disembuhkan Yesus pada hari Sabat tidak dalam bahaya. Dengan menyembuhkan
kasus-kasus yang kronis Yesus mau menyatakan pendapatNya. Kita tahu bahwa pada
umumnya masyarakat mematuhi tradisi-tradisi para rabi, karena di Markus 1:32
dikatakan bahwa mereka menunggu hingga setelah lewat Sabat baru mereka datang
kepada Yesus untuk penyembuhan. (“32 Saat petang ketika matahari
sudah terbenam, mereka membawa kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang
kerasukan setan.”) Tetapi Yesus mau melepaskan Sabat dari
segala peraturan dan ketentuan yang dibuat oleh manusia.
Some have been puzzled as to why Jesus did not give a direct command in the gospels to
keep the Sabbath. The reason is actually simple. Some people say, “Well, Jesus
didn't say in the gospels, ‘keep the Sabbath’.” Well, there's a reason for that.
All the Jews claimed to be Sabbath-keepers, while Jesus was on earth. The
central issue that Jesus was confronting was
not whether the Jews were keeping the Sabbath but HOW they were keeping
it. Jesus did not have to
restore the right day, which everyone already claimed to keep. He had to
restore the right way. When we get to the end of our study we're going
to see that that's vitally important in the end time.
Ada yang heran mengapa Yesus
tidak memberikan perintah langsung di kitab-kitab injil supaya memelihara
Sabat. Alasannya sesungguhnya sederhana. Ada yang berkata, “Nah, Yesus tidak
berkata di kitab-kitab injil, ‘Peliharalah Sabat.’ Nah, ada alasannya mengapa.
Di zaman Yesus hidup, semua orang Yahudi mengaku sebagai pemelihara Sabat. Isu intinya, yang dihadapi Yesus bukanlah apakah
orang-orang Yahudi memelihara Sabat, melainkan BAGAIMANA CARA mereka
memeliharanya. Yesus tidak perlu memulihkan
hari yang benar, yang sudah diklain dipelihara semua orang. Yesus harus memulihkan cara yang benar. Kalau
nanti kita tiba di bagian akhir pelajaran kita, kita akan melihat bahwa ini
sangat penting di akhir zaman.
Did Jesus break the Sabbath as some Christians claim? The
answer to this question is serious because if Jesus broke the Sabbath, He was a
sinner, because “sin is the transgression of the Law”, and if Jesus
had sinned, He would have needed a savior. Are you following the point?
Furthermore if Jesus was breaking the Sabbath, then the
Pharisees were right in criticizing Him. Most Christians have taken the side of the
Pharisees on this one, by accusing Jesus of breaking the Sabbath. A
careless reading of John 5:18 would seem to indicate that Jesus broke the
Sabbath. However, the context of this verse and other texts in the gospels
clearly illustrate that Jesus did
not break the Sabbath that He himself created. He broke the Sabbath of
the rabbis, the Sabbath based on tradition.
Apakah Yesus melanggar Sabat
seperti yang diklaim beberapa orang Kristen? Jawaban kepada pertanyaan ini
serius, karena andai Yesus telah melanggar Sabat, Dia seorang pendosa, karena “dosa ialah pelanggaran Hukum Allah” (1 Yohanes 3:4) dan andai Yesus telah berbuat dosa,
Dia harus membutuhkan juruselamat. Apakah kalian mengikuti poin ini?
Lebih jauh, andai Yesus
melanggar Sabat, maka orang-orang Farisi benar mengkritik Dia. Kebanyakan orang-orang Kristen
ada di pihak orang-orang Farisi dalam hal ini, dengan menuduh Yesus melanggar Sabat. Bila
Yohanes 5:18 dibaca dengan semberono, itu seolah-olah memberikan indikasi bahwa
Yesus telah melanggar Sabat. Namun, konteks ayat ini dan ayat-ayat lain di
kitab-kitab injil dengan jelas mengilustrasikan bahwa Yesus tidak melanggar Sabat yang diciptakanNya sendiri.
Dia melanggar Sabat para rabi, Sabat yang berdasarkan tradisi.
Let's take a closer look at John 5:18. “18 Therefore
the Jews…” who? The Jews, this is a problem with the Jews, “…18 Therefore the Jews sought all the more to kill Him,
because He not only broke the Sabbath…” in whose estimation according to the
context? Their estimation, of the Jews, “…but also
said that God was His Father, making Himself equal with God.”
Mari kita lihat lebih seksama pada Yohanes 5:18, “18 Karena
itu orang-orang Yahudi…” siapa? Orang-orang Yahudi, ini adalah problem orang
Yahudi, “…18 Karena itu orang-orang Yahudi lebih berusaha
lagi untuk membunuh-Nya, karena bukan saja
Ia telah melanggar Sabat,…” menurut estimasi
siapa sesuai konteks? Estimasi mereka, orang-orang Yahudi, “…tetapi
juga mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya, menjadikan
Dirinya setara dengan Allah.”
Jesus had just healed a paralytic on the Sabbath, and the
Jews accused Him of breaking the Sabbath. The text clearly indicates that it
was the Jews that accused Jesus of breaking the Sabbath, and their accusation
of course was false. It bears noting
that there
is no Old Testament Law against healing
on the Sabbath, or telling a man to pick up his bed and walk home on the
Sabbath. These were rabbinical rules that were added by the scholars,
not found in Scripture, and handed down by tradition.
Yesus baru saja menyembuhkan
seorang yang lumpuh pada hari Sabat, dan orang-orang Yahudi menuduhNya
melanggar Sabat. Ayat ini jelas mengindikasikan bahwa yang menuduh Yesus
melanggar Sabat adalah orang-orang Yahudi, dan tentu saja tuduhan mereka itu
tidak benar. Perlu diperhatikan bahwa tidak
ada Hukum di Perjanjian Lama yang melarang menyembuhkan pada hari Sabat, atau
menyuruh seseorang untuk mengangkat kasurnya dan berjalan pulang pada hari
Sabat. Ini adalah peraturan-peraturan yang dibuat para rabi yang
ditambahkan para pakar, itu tidak ada di Kitab Suci, dan itu diturunkan melalui
tradisi.
Luke 13:11 to 13 describes how Jesus healed a hunchback
woman, who had not been able to stand straight for 18 years. The ruler of this
synagogue who was a Sadducee by the way, accused Jesus of breaking the Law,
because He healed the woman on the Sabbath. The ruler announced to the crowd,
that six days were for work, and in
those days they could come for healing, but not on the Sabbath. It bears repeating
that there is no law in the Old Testament that forbids healing on the Sabbath.
The Law against healing was a rabbinical rule based on human tradition. Here is
what Jesus said to the ruler of the synagogue, “15 The Lord
then answered him and said, ‘Hypocrite! Does not
each one of you on the Sabbath loose his ox or donkey from the stall, and
lead it away to water
it? 16 So ought
not this woman, being a
daughter of Abraham, whom Satan has bound—think of it—for eighteen years, be
loosed from this bond on the Sabbath?”
Jesus pointed to the absurdity of their Law by telling
them in effect your traditions allow you to care for the needs of beasts on the
Sabbath but not for a human being. For you the
well-being of a beast is more important than the well-being of a human being.
How can you answer that argument?
Lukas 13:11-13 menggambarkan
bagaimana Yesus menyembuhkan seorang perempuan bongkok yang tidak bisa berdiri
tegak selama 18 tahun. Pemimpin di sinagog ini yang adalah seorang Saduki,
menuduh Yesus melanggar Hukum, karena Dia telah menyembuhkan perempuan itu pada
hari Sabat. Pemimpin sinagog itu mengumumkan kepada orang banyak, bahwa enam hari itu untuk bekerja, dan selama enam hari itu mereka boleh
datang untuk penyembuhan, tetapi tidak pada hari Sabat. Perlu diulang bahwa
tidak ada hukum di Perjanjian Lama yang melarang penyembuhan pada hari Sabat.
Hukum yang melarang penyembuhan itu peraturan yang dibuat para rabi berdasarkan
tradisi manusia. Inilah yang dikataan Yesus kepada pemimpin sinagog itu, “15 Lalu
Tuhan menjawab dia dan berkata,
‘Munafik! Bukankah setiap orang di antara kalian
pada hari Sabat melepaskan lembunya atau keledainya dari kandangnya dan
membawanya pergi untuk minum? 16 Jadi
tidakkah perempuan ini, seorang anak Abraham,
yang diikat oleh Setan ~ pikirkanlah itu ~
selama delapan belas tahun, harus dilepaskan
dari belenggunya ini pada hari Sabat?" (Lukas 13:15-16)
Yesus menunjuk ke
ketidaklogisan hukum mereka ini dengan mengatakan kepada mereka, sesungguhnya
tradisimu itu mengizinkan kamu memberikan perhatian kepada kebutuhan hewan-hewan
ternak pada hari Sabat, tetapi tidak bagi seorang manusia. Bagimu kesejahteraan
seekor hewan itu lebih penting daripada kesejahteraan seorang manusia.
Bagaimana kalian menjawab argumentasi itu?
Matthew 12:10-12
tells us that Jesus did not break the Sabbath
Law by healing on the day but actually He restored the Sabbath to its true
meaning. Notice what it says there, “ 10 And behold, there was a
man who had a withered hand. And they asked Him, saying, ‘Is it Lawful to
heal on the Sabbath?’…” Notice, the
issue is whether it's lawful to heal, so
notice,
“…—that they might accuse Him. 11 Then He said to them, ‘What man is
there among you who has one sheep, and if it falls into a pit on the Sabbath,
will not lay hold of it and lift it out?...”
you'll do it for an animal. And then Jesus
says,
“...12 Of how much
more value then is a man than a sheep? Therefore it is lawful to do good on the
Sabbath.”
Did Jesus break
the Sabbath by healing? No! He says what I am doing is what? Lawful, according
to what the Bible says. So Jesus did not
break the Sabbath.
Matius 12:10-12 memberitahu kita bahwa Yesus tidak melanggar Hukum
Sabat dengan menyembuhkan pada hari Sabat, tetapi sesungguhnya Dia memulihkan Sabat kepada
maknanya yang sejati. Simak apa yang dikatakan di sini, “10 Dan
lihat, ada seorang yang sebelah tangannya lumpuh.
Dan mereka bertanya kepada-Nya, mengatakan, ‘Apakah
sesuai Hukum untuk menyembuhkan pada
hari Sabat?’…” simak, isunya
ialah apakah sesuai Hukum menyembuhkan pada hari Sabat. Jadii simak, “…Supaya mereka
bisa mendakwaNya. 11 Dan Dia (Yesus) berkata kepada mereka, ‘Manusia macam apa yang ada di antara kamu yang mempunyai seekor domba, dan jika domba itu terjatuh ke dalam lubang pada
hari Sabat, tidak akan memegangnya dan mengangkatnya keluar?…” kamu melakukannya
untuk seekor hewan. Kemudian Yesus berkata, “… 12 Kalau begitu betapa lebih berharganya seorang manusia daripada seekor domba? Karena itu berbuat baik pada hari Sabat itu
sesuai Hukum.’…”
Apakah Yesus melanggar Sabat dengan menyembuhkan? Tidak!
Dia berkata apa yang Aku lakukan itu apa? Sesuai Hukum, menurut apa kata
Alkitab. Jadi Yesus tidak melanggar Sabat.
Some use the
example of a police officer who is above the Law, because he can break the
speed limit. However, Jesus did not come
as a police officer to be above the Law. According to the apostle Paul, Jesus was born
under the Law, He needed to obey all the Law, because He was taking our
place. If Jesus had broken the Law He would have been a sinner, and He would
have had the need of a what? A redeemer. The fact is folks, that the Sabbath
of the rabbis is not the Sabbath of the
Lord. A day of fellowship with Jesus had been turned into a day to
earn merit before God. Time and again the Jewish intelligentsia claimed
to be zealous for the Sabbath, while they planned to kill the Lord of the
Sabbath. A Christless Sabbath is worthless. Keeping the Sabbath without discerning
its meaning is vain and useless. There was really no Bible Law which prohibited healing the
sick on the Sabbath. Jesus broke the Sabbath of the rabbis, but not His own Sabbath. Jesus showed that the
Sabbath day is a day of Creation, Recreation, and Restoration.
Ada yang memakai contoh seorang polisi yang berada di
atas Hukum, karena polisi boleh melanggar batas kecepatan. Namun Yesus tidak
datang sebagai petugas polisi yang berada di atas Hukum. Menurut rasul Paulus, Yesus dilahirkan di bawah Hukum
(“Tetapi ketika kegenapan waktunya tiba, Allah mengutus Anak-Nya, dilahirkan
dari seorang perempuan, dilahirkan di bawah
Hukum.” ~ Galatia 4:4-5), Dia
harus mematuhi semua Hukum, karena Dia sedang menggantikan
tempat kita. Andaikan Yesus melanggar Hukum, Dia menjadi seorang pendosa, dan
Dia akan membutuhkan apa? Penebus. Faktanya, Saudara-saudara, Sabat para rabi bukanlah Sabat
Tuhan. Hari persekutuan bersama Yesus telah dijadikan hari untuk mendapatkan upah jasa di
hadapan Allah. Berulang-ulang kaum terpelajar Yahudi mengklaim
membela Sabat, sementara mereka membuat rencana untuk membunuh Tuhannya Sabat.
Sabat yang tanpa Kristus itu tidak ada nilainya. Memelihara Sabat tanpa memahami maknanya itu kesombongan
dan sia-sia. Sesungguhnya tidak ada Hukum di Alkitab yang
melarang penyembuhan orang sakit pada hari Sabat. Yesus melanggar Sabatnya para
rabi, bukan SabatNya sendiri. Yesus menunjukkan bahwa hari Sabat adalah hari
Penciptaan, Penciptaan ulang, dan Restorasi.
There's an
interesting story in Mark 3:1-6, in the synagogue there was a man with a
withered hand, healing this man was not
an emergency because his illness was chronic. Jesus could have waited until
sundown to heal him. The story tells us that the Pharisees watched Jesus
closely with the intention of accusing Him. How bizarre it was that in their
mind it was wrong to heal on the Sabbath, but certainly it was all right to
criticize on that day.
Verse 3
indicates that Jesus wanted to make a point, because He told the man, “Step
forward, stand here!” He wants to make a point of it. Then Jesus asked the
question, “is it Lawful on
the Sabbath to do good or to do evil, to save life or to kill?” (v.4). Why would Jesus say to save life or to
kill?
Ada kisah yang menarik di Markus 3:1-6, di sinagog ada
seorang laki-laki yang sebelah tangannya lumpuh. Menyembuhkan orang ini bukanlah
sesuatu yang darurat karena penyakitnya kronis. Yesus bisa saja menunggu hingga
matahari terbenam untuk menyembuhkannya. Kisah itu memberitahu kita bahwa
orang-orang Farisi mengawasi Yesus dengan seksama dengan tujuan untuk
menuduhNya. Betapa anehnya di pikiran mereka bahwa menyembuhkan orang pada hari
Sabat itu salah, tetapi mengkritik orang pada hari Sabat itu sama sekali tidak
apa-apa.
Ayat 3 mengindikasikan bahwa Yesus mau menekankan
poinNya, karena Dia menyuruh orang itu, “Maju sini, berdiri di sini!”. Yesus
mau menekankan poin ini. Lalu Yesus mengajukan pertanyaan, “4 ‘Manakah
yang sesuai Hukum, pada hari Sabat berbuat baik atau berbuat jahat,
menyelamatkan nyawa atau membunuh?’…” Mengapa Yesus
berkata menyelamatkan nyawa atau
membunuh?
Let's go to the
next paragraph. The issue was not whether the
Sabbath was the right day of worship, because that was a settled issue with the
Jews in the days of Christ. The issue was how the Sabbath should be
kept, and whether
it was lawful to heal on it. By His question, Jesus put the Pharisees in a serious
dilemma. If they answered that it was
not lawful to heal on the Sabbath, they would appear to be merciless.
However, if they answered Yes, they would be
admitting that their Laws were wrong and would have lost their authority with
the people. So they kept quiet, at least in that they were smart. When Jesus
asked is it lawful to save life or to kill, He was making a direct allusion to the intentions that the Jewish leaders
had on Sabbath to kill Him.
Mari ke paragraf berikut. Isunya bukan apakah hari Sabat adalah hari ibadah yang benar,
karena itu adalah isu yang sudah jelas untuk orang Yahudi di
zaman Kristus. Isunya
adalah bagaimana Sabat itu harus dipelihara, dan apakah sesuai Hukum untuk
menyembuhkan orang di hari itu. Melalui pertanyaanNya, Yesus
menempatkan orang-orang Farisi di dilema yang serius. Jika mereka menjawab
bahwa menyembuhkan pada hari Sabat itu tidak sesuai Hukum, mereka akan tampak
tidak berbelaskasihan. Namun jika mereka menjawab Ya, mereka mengakui bahwa
hukum mereka itu salah dan akan kehilangan autoritas mereka di masyarakat. Jadi
mereka diam saja, paling tidak dalam hal ini mereka cerdik.
Ketika Yesus bertanya mana yang sesuai Hukum,
menyelamatkan nyawa atau membunuh, Dia menohok secara terbuka niat yang ada
pada para pemimpin Yahudi di hari Sabat itu untuk membunuhNya.
Verse 5 tells us
that Jesus felt anger and also pain, this is what we might call righteous
indignation. Just like the issue of divorce and remarriage, their hearts were
hard, the Sabbath had become an end in itself. They were concerned about the
dead letter on tables of stone, rather than the needs of this sick man. After
Jesus healed this man, the Sabbath became a sign of healing and
restoration, so to speak, a new creation of his hand.
Ayat 5 mengatakan kepada kita bahwa Yesus merasa marah
dan juga sedih, ini adalah yang bisa kita sebut kemarahan yang benar. Sama seperti
isu perceraian dan perkawinan kembali, hati mereka keras, Sabat telah menjadi
tujuan akhir semata-mata. Orang-orang Yahudi itu lebih mementingkan huruf-huruf
yang mati pada loh-loh batu daripada kebutuhan orang yang sakit ini. Setelah
Yesus menyembuhkan orang itu, Sabat
menjadi pertanda penyembuhan dan pemulihan, katakanlah ciptaan baru dari
tangannya.
The parallel
passage in Luke 6:11 tells us that the Pharisees were filled with madness or
were out of their minds. When Jesus healed this man they went out, and on
Sabbath they plotted to kill the Creator of the Sabbath. The code of Jewish Law
forbids killing any living thing on the
Sabbath. They were violating their own Laws, their own traditions on the
Sabbath. It says there, it is forbidden to catch any living thing on the
Sabbath, even a flea! But if an insect stings a person it may be removed or thrown
off, but on the Sabbath it's not allowed
to kill it, because it was forbidden to kill on the Sabbath anything that
possesses life. And here they were violating their own rabbinical rule by
plotting to kill Jesus.
We know that
some of the rabbis went so far as to carry a broom to sweep the path before
them, so that they would not kill ants
or any other insects on their path on the Sabbath. In this story they refused
to kill a flea on Sabbath, and yet they were plotting to kill the Creator of
all life on the Sabbath, just to uphold their merciless, silly, unbiblical,
traditions, and regulations.
Kutipan paralel di Lukas 6:11 mengatakan kepada kita
bahwa orang-orang Farisi dipenuhi amarah atau mata gelap. Ketika
Yesus menyembuhkan orang ini, mereka keluar, dan pada hari Sabat mereka
berkomplot untuk membunuh Sang Pencipta Sabat. Peraturan Hukum Yahudi melarang
membunuh makhluk hidup apa pun pada hari Sabat. Mereka melanggar hukum mereka
sendiri, tradisi mereka sendiri pada hari Sabat. Dikatakan di sana, dilarang
menangkap makhluk hidup apa pun pada hari Sabat, walaupun itu kutu! Tetapi jika
ada serangga yang menyengat orang, serangga itu boleh disingkirkan atau
dilemparkan, tetapi pada hari Sabat, tidak diperbolehkan membunuhnya, karena
pada hari Sabat dilarang membunuh segala yang berjiwa. Dan di sini mereka malah
melanggar peraturan yang dibuat para rabi mereka sendiri dengan membuat rencana
untuk membunuh Yesus.
Kita tahu ada rabi-rabi yang bertindak sejauh itu sampai
membawa sapu untuk menyapu jalan di depan mereka supaya mereka tidak membunuh
semut atau serangga lainnya di jalan mereka pada hari Sabat.
Di kisah ini mereka tidak mau membunuh kutu pada hari
Sabat, namun mereka membuat rencana untuk membunuh Sang Khalik semua kehidupan
pada hari Sabat, hanya demi menegakkan tradisi dan peraturan-peraturan mereka
yang kejam, konyol, dan tidak alkitabiah.
The problem with
contemporary
Christianity is that it looks at the Sabbath of the rabbis as if it were
the Sabbath of the Lord. And for
this reason they say that old Sabbath is that old Jewish Sabbath, it's the
Sabbath of the Jews.
Frequently I ask
Christian friends of other denominations, “To whom the light, the firmament,
the vegetation, the heavenly bodies, the fish, the birds, and the animals, and
human beings, belong?”
And they
immediately answer, “Oh they belong to God.”
So then, I say,
“Why do they belong to God?”
“Oh,” they say,
“well, because God created them”
And then I tell
them, “But you're saying the Sabbath is of the Jews. Didn't Jesus create the
Sabbath too? So how can you say that everything that Jesus made the first six
days is God's, because He made it, but you say the Sabbath is of the Jews, even
though Jesus made it? It doesn't make any sense.”
In the Bible the Sabbath
is never called the Sabbath of the Jews. It's always the Sabbath of the Lord. Notice on page 137, it speaks of a Sabbath
rest, a holy Sabbath to the Lord.
Ø Exodus 20:11
refers to it as “the Sabbath of
the Lord”,
Ø Ezekiel 20:12,
20 says God says, you shall “keep My
Sabbaths”.
Ø Isaiah 58:13 and
14 says, God says “turn away your foot from… My holy day”.
Ø In Mark 2:28
Jesus said “I am the Lord of the Sabbath”.
Masalahnya dengan Kekristenan
kontemporer ialah mereka memandang
Sabat para rabi seolah-olah itu Sabat Tuhan. Dan karena alasan
ini mereka berkata bahwa Sabat yang lama itu adalah Sabat Yahudi yang lama, itu
Sabat untuk orang Yahudi.
Saya sering bertanya kepada teman-teman Kristen dari
denominasi yang lain, “Milik siapa terang, cakrawala, tanaman, benda-benda
langit, ikan, burung, dan hewan, dan manusia?”
Dan mereka segera menjawab, “Oh, mereka milik Allah.”
Maka saya berkata, “Mengapa mereka milik Allah?”
“Oh,” kata mereka, “nah, karena Allah yang menciptakan
mereka.”
Kemudian saya beritahu mereka, “Tetapi kalian mengatakan
Sabat itu punya orang Yahudi. Bukankah Yesus yang menciptakan Sabat juga?
Bagaimana kalian bisa berkata semua yang diciptakan Yesus enam hari yang
pertama itu milik Allah, karena Dia yang menciptakan, tetapi kalian berkata
Sabat itu milik orang Yahudi walaupun yang menciptakan Yesus? Itu tidak masuk
akal.”
Di Alkitab, Sabat
tidak pernah disebut Sabat orang Yahudi, selalu itu Sabat Tuhan.
Simak di hal. 137, ini bicara tentang Sabat perhentian, Sabat yang kudus bagi
Tuhan.
Ø Keluaran 20:11 menyebutnya sebagai “Sabat Tuhan
Allahmu”,
Ø Yehezkiel 20:12, 20, Allah berkata, engkau harus “memelihara Sabat-Ku”.
Ø Yesaya 58:13-14 mengatakan, Allah berkata, ”tidak
menginjak-injak… hari kudus-Ku…”
Ø Di Markus 2:28 Yesus berkata, “Akulah Tuhan atas hari Sabat.”
Let's skip the
next little section.
In the New
Testament, in the gospel of John it speaks of the feasts of the Jews, when you
talk about the ceremonial celebrations of Israel; but never is the Sabbath
called the Sabbath of the Jews. The Christian church today commits the same
mistake as the Jews in Christ's day.
v The Jews claimed
to keep the Sabbath
but they
could not see beyond the wall, their
wall of rules and regulations to the Lord of the Sabbath.
v On the other
hand, the Christian church rejects the Sabbath because they can't see the Lord
in it.
Thus both reject
the Lord of the Sabbath because they do
not truly keep the Sabbath.
The Pharisees
created a counterfeit Sabbath based on human tradition. If Jesus had kept this
Sabbath, He would have been accepting their human authority above the authority
of God. He would have paid homage to the authority which changed the meaning of
the Sabbath, and burdened it with traditions. The fact is that Jesus
the Sabbath-keeper was accused of being a Sabbath-breaker because He did not keep the counterfeit Sabbath created by
the rabbis.
Kita loncati bagian kecil berikutnya.
Di Perjanjian Baru, di injil Yohanes dibicarakan tentang
perayaan-perayaan orang Yahudi, bila kita bicara tentang perayaan-perayaan orang
Yahudi; tetapi Sabat tidak pernah disebut sebagai Sabat orang Yahudi. Gereja
Kristen hari ini melakukan kesalahan yang sama seperti orang-orang Yahudi di
zaman Kristus.
v Orang-orang Yahudi mengklaim memelihara Sabat,
tetapi mereka tidak bisa melihat melampaui dinding
penghalang mereka yaitu peraturan-peraturan dan regulasi-regulasi mereka, untuk
tiba kepada Tuhannya Sabat.
v Di pihak lain, gereja Kristen menolak Sabat karena mereka
tidak bisa melihat Tuhan di dalamnya.
Dengan demikian keduanya
menolak Tuhannya Sabat karena mereka tidak benar-benar memelihara Sabat.
Orang-orang Farisi menciptakan sebuah Sabat palsu
berdasarkan tradisi manusia. Andai Yesus memelihara Sabat mereka ini, berarti
Dia harus menerima autoritas manusia mereka di atas autoritas Allah. Berarti
Dia harus menghormati autoritas yang mengubah makna Sabat, dan membebaninya
dengan tradisi. Faktanya ialah Yesus
Sang Pemelihara Sabat dituduh sebagai Pelanggar Sabat karena Dia tidak memelihara Sabat palsu
yang diciptakan oleh para rabi.
Now let's take a
look at end
time events. This same conflict of Jesus concerning the Sabbath is
going to happen at the end of time. We know that the great issue in the final controversy
will involve the commandments of God versus the commandments and traditions of
men, true worship to God and false worship to the Beast. Is it just possible
that the
conflict between Jesus and the scribes and the Pharisees will be repeated on a
much larger scale, between God's faithful church and apostate Christianity?
Jesus made it clear that by not helping
the needy, the Pharisees were actually breaking the Sabbath, while He was
keeping it. In other words, their tradition had made of non-effect the written Word of God. Their
rules which had the intention of protecting the Sabbath from being broken,
actually led them to break it. The Sabbath of the Pharisees was actually a false
Sabbath because it was a Sabbath made by man not by God. Keeping this
Sabbath was really false worship, because it glorified man instead of
glorifying God. Are you with me?
Will the final
conflict involve a false Sabbath and true Sabbath? Yes. The only
difference between the times of Jesus and ours is that in those days, the ones
who claim to be the people of God, kept the Sabbath in the wrong way; while at the end
of time the Christian world will keep the wrong day. But the principle
is the same. In both cases it is a Sabbath of human devising, and not the
Sabbath which Jesus made at Creation.
The conflict in
Christ's day was actually over the Sabbath made by God versus the Sabbath made
by human tradition, and to keep the Sabbath made by man is to practice
false worship. Is that the issue in the book of Revelation? It most
certainly is.
Sekarang mari kita lihat peristiwa-peristiwa akhir zaman. Konflik yang
sama yang dihadapi Yesus mengenai Sabat, akan terjadi di hari-hari akhir. Kita
tahu bahwa isu besarnya di kontroversi yang terakhir akan melibatkan
perintah-perintah Allah versus perintah-perintah dan tradisi-tradisi manusia;
antara ibadah kepada Allah dan ibadah palsu kepada Binatang. Apakah
mungkin konflik antara Yesus dengan para
ahli Taurat dan orang-orang Farisi akan terulang dengan skala yang jauh lebih
besar, antara gereja Allah yang setia dengan Kekristenan yang murtad?
Yesus membuatnya jelas bahwa dengan tidak menolong yang membutuhkan,
sesungguhnya orang-orang Farisi sedang melanggar Sabat, sementara Yesus
memeliharanya. Dengan kata lain, tradisi mereka telah membuat Firman Allah
tidak berarti. Peraturan-peraturan mereka yang tadinya dibuat dengan niat untuk
melindungi Sabat supaya tidak dilanggar, sesungguhnya malah membuat mereka
melanggarnya. Sabat orang-orang
Farisi sesungguhnya adalah Sabat yang palsu, karena itu Sabat yang dibuat oleh
manusia bukan oleh Allah. Memelihara Sabat ini, sebenarnya
adalah ibadah yang palsu, karena ini memuliakan manusia bukan memuliakan Allah.
Apakah kalian mengikuti saya?
Akankah konflik
yang terakhir melibatkan Sabat yang palsu dan Sabat yang benar?
Ya. Satu-satunya perbedaan antara zaman Yesus dan zaman kita ialah, di zaman
Yesus mereka yang mengklaim sebagai umat Allah, memelihara Sabat dengan cara
yang salah; sementara di
akhir zaman dunia Kristen memelihara hari yang salah. Tetapi
prinsipnya sama. Dalam kedua kasus itu
adalah Sabat buatan manusia, dan bukan Sabat yang dibuat Yesus
saat Penciptaan.
Konflik di zaman Kristus sesungguhnya adalah tentang
Sabat yang dibuat Allah versus Sabat buatan tradisi manusia, dan memelihara Sabat buatan manusia
itu mempraktekkan ibadah yang palsu. Apakah itu isunya di kitab
Wahyu? Benar sekali.
It must be
underlined that the Pharisees not only broke God's
Sabbath by abstaining from doing good on the Sabbath, but they also
broke the Sabbath by intending to kill Jesus on it. Irony of ironies. They
condemned Jesus for healing on the Sabbath, but they wanted to kill Him because
He did not keep their counterfeit Sabbath. Certainly their rules of Sabbath
observance had made of none effect the
commandment of God which says “thou shalt not kill”, in other words, it is as if they were saying, “You either keep our Sabbath
or we will kill You!” Does this ring a bell?
Is there
coming a time when the Christian world will want to kill those who do not keep their Sabbath, that is a
Sabbath of human invention? It has always been an enigma to me, how the
Christian world can accuse Seventh-Day Adventists of being legalists for
keeping the Sabbath, and then they turn around, right around, and say, “You
either keep Sunday or we will kill you. Keep the Sabbath or we'll kill you.” Is
that the reason to keep the Sabbath? No!
What worse legalism could exist than to keep Sunday for fear of death, rather
than out of love for God?
Harus digarisbawahi bahwa orang-orang Farisi tidak hanya melanggar Sabat Allah dengan
tidak berbuat baik pada hari Sabat, tetapi mereka juga melanggar
Sabat dengan niatan membunuh Yesus pada hari itu. Ironi dari segala ironi.
Mereka menyalahkan Yesus karena telah menyembuhkan pada hari Sabat, tetapi
mereka mau membunuh Yesus karena Dia tidak memelihara Sabat palsu mereka. Jelaslah
peraturan-peraturan pemeliharaan Sabat mereka telah membatalkan perintah Allah
yang mengatakan “Jangan membunuh” (Keluaran
20:13). Dengan kata
lain, seolah-olah mereka berkata, “Kamu harus memelihara Sabat kami, atau kami
bunuh Kamu!” Apakah ini mengingatkan kita tentang sesuatu? Apakah akan datang suatu masa ketika
dunia Kristen mau membunuh mereka yang tidak mau memelihara Sabat mereka, Sabat
yang buatan manusia? Itu selalu merupakan teka teki bagi saya
bagaimana dunia Kristen bisa menuduh MAHK itu legalis karena memelihara Sabat,
kemudian mereka berbalik 180 derajat dan berkata, “Peliharalah hari Minggu atau kami akan
membunuhmu. Peliharalah Sabat kami atau kami akan membunuhmu.” Itukah alasan
untuk memelihara Sabat? Tidak! Apakah mungkin ada legalisme yang lebih buruk daripada
memelihara hari Minggu karena takut mati, ketimbang demi mencintai Allah?
We also know
that the
Christian world will teach that the increasing natural disasters in the world
are due to God's wrath because of the desecration of Sunday as the day of
worship. They will say, “Let us return to God. Keep Sunday and God will bless America
again.” This is legalism of the highest order, attempting to earn God's
blessing and turn away His disfavor by keeping Sunday. See, this is a dimension
that we usually don't see, that the issue at the end is going to be the same
issue in the times of Christ, only back then it was the issue of the wrong way,
whereas at the end it's going to be the issue over the wrong day. But the
issue, the deeper issue, is tradition and false worship or the Bible and true
worship.
Kita juga tahu bahwa dunia
Kristen akan mengajarkan bahwa meningkatnya bencana-bencana alam di dunia itu
dikarenakan amarah Allah, akibat penodaan hari Minggu sebagai hari ibadah.
Mereka akan berkata, “Ayo kita kembali kepada Allah. Pelihara hari Minggu dan Allah akan memberkati Amerika
lagi.” Inilah yang legalisme tingkat dewa, berusaha mendapatkan
berkat Allah melalui perbuatan dan membalikkan kemarahanNya dengan memelihara
hari Minggu. Lihat, inilah dimensi yang biasanya tidak kita lihat, bahwa isu
pada akhirnya akan sama dengan isu di zaman Kristus, hanya saja di waktu lampau
isu itu adalah tentang cara yang salah, sementara di masa akhir itu mengenai
isu hari yang salah. Tetapi isunya, isu yang hakiki adalah tradisi dan ibadah
palsu melawan Alkitab dan ibadah sejati.
That's what the issue is, and that's why,
folks, we have to live by every Word that proceeds out of the mouth of God. We
cannot abide by any human tradition created by culture. We've embraced as an Adventist church
many many things of culture that contradict the Bible. we need to return to God's
original plan, His plan A in the garden of Eden, that's what makes us
Seventh-Day Adventist. Our name appeals to Creation:
v “Seventh Day”:
we believe in a literal Creation of seven days,
v and
“Adventists”: means we believe in a supernatural end. We believe in a
supernatural beginning, and a supernatural end.
What a privilege
it is to be an Adventist.
Now let's go out
and proclaim God's marvelous truth.
Itulah isunya, dan
itulah mengapa, Saudara-saudara, kita harus hidup berdasarkan setiap kata yang keluar
dari mulut Allah. Kita tidak bisa menuruti tradisi manusia mana pun yang
diciptakan oleh budaya. Sebagai
gereja MAHK kita telah memeluk banyak, banyak sekali dari budaya yang
bertentangan dengan Alkitab. Kita harus kembali ke rencana asli Allah, plan A Allah di taman Eden,
itulah yang membuat kita MAHK. Nama kita mengacu ke Penciptaan,
v “Hari Ketujuh” : kita meyakini Penciptaan yang literal
dalam tujuh hari,
v Dan “Masehi Advent”: berarti kita meyakini suatu akhir
yang supranatural (yang dibuat Allah). Kita meyakini awal yang
supranatural, dan akhir yang supranatural.
Betapa istimewanya menjadi seorang MAHK.
Sekarang, marilah kita keluar dan menyerukan kebenaran
Allah yang mengagumkan.
10 09 24
No comments:
Post a Comment