Friday, September 17, 2021

EPISODE 21/24 ~ THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR ~ SHADOWS OF THINGS TO COME ~ STEPHEN BOHR

_____THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR_____

Part 21/24 - Stephen Bohr

SHADOWS OF THINGS TO COME

https://www.youtube.com/watch?v=UOsfvthyfY4

 

 

Dibuka dengan doa

 

Okay, I want to return to page 233, we are studying Colossians 2:13-17 and so far we have noticed that Jesus eliminated the bond of debt that was found in the entire Old Testament system, and in this way He disarmed the principalities and powers, He disarmed the accusations of Satan that God could not forgive sin because the blood of Jesus had not been shed.

And then the apostle Paul concludes by saying, because Jesus has fulfilled the ceremonial system of the Old Testament, because He has disarmed the principalities and powers by what He did on the cross, there's a consequence that is mentioned in verse 16, 

·        no one can now judge anyone regarding “food and drink”.

And we’ve already noticed that “food and drink” refers to food offerings and drink offerings that were connected with the ceremonial system.

·        Nobody can judge regarding the  celebration of a festival,

·        or a new moon,

·        or ceremonial sabbaths, 

because the apostle Paul says, these 17… are a shadow of things to come, but the substance is of Christ.” 

 

Oke, saya mau kembali ke hal. 233, kita sedang mempelajari Kolose 2:13-17 dan sejauh ini kita sudah menyimak bahwa Yesus telah menyingkirkan bon utang yang terdapat di seluruh sistem Perjanjian Lama, dan dengan cara itu Dia telah melucuti kekuatan kepala-kepala dan penguasa-penguasa, Dia melucuti tuduhan-tuduhan Setan bahwa Allah tidak bisa  mengampuni dosa karena darah Yesus belum dicurahkan.

Kemudian rasul Paulus menyimpulkan dengan berkata, karena Yesus telah menggenapi sistem seremonial Perjanjian Lama, karena Dia telah melucuti kekuatan kepala-kepala dan penguasa-penguasa dengan apa yang dilakukanNya di salib, ada akibat yang disebutkan di ayat 16:

·       Sekarang tidak ada lagi yang bisa menghakimi siapa pun mengenai “makanan dan minuman”.

Dan kita sudah menyimak bahwa “makanan dan minuman” itu mengacu kepada persembahan makanan dan persembahan minuman yang terkait dengan sistem seremonial.

·       Tidak ada yang bisa menghakimi mengenai perayaan suatu festival,

·       atau bulan baru,

·       atau sabat-sabat seremonial

karena rasul Paulus berkata, semua itu   17...adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan substansinya ialah Kristus”

 

 

So we want to take a look at verse 17, where it says all these things “…are a shadow of things to come, but the substance…”  or the body “…is of Christ.”  Basically what this verse is saying is that because the Ceremonial Law has been fulfilled, no one can judge a person for not offering animals, food and drink offerings, for not celebrating new moons, for not celebrating the Feast days, and the ceremonial sabbaths. All of these ceremonies pointed to the future, they pointed forward to Christ. And when He came, none of these things are binding upon Christians anymore. In other words, these observances were shadows of things to come, but the body or the substance is Christ.

 

Jadi kita mau menyimak ayat 17, di mana dikatakan bahwa segala hal ini  17...adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan substansinya…” atau bentuk tubuhnya “…ialah Kristus…”  Pada dasarnya apa yang dikatakan ayat ini ialah karena Hukum Seremonial sekarang sudah digenapi, tidak ada orang yang boleh menghakimi orang lain yang tidak mempersembahkan kurban hewan, mempersembahkan makanan dan minuman, atau tidak merayakan bulan baru, tidak merayakan hari-hari Perayaan dan sabat-sabat seremonial. Semua upacara ini menunjuk ke masa depan, mereka menunjuk ke depan ke Kristus. Dan ketika Kristus datang, semua hal itu tidak lagi mengikat orang-orang Kristen. Dengan kata lain, upacara-upacara ini adalah bayangan dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, tetapi tubuhnya (konkretnya) atau substansinya adalah Kristus.

 

 

Now I want to read these two statements where Ellen White explains the meaning of Colossians 2:17, and of course the individuals who keep the Feasts kind of brushed these quotations aside, because they're so clear that no one need interpret them wrongly. And so we find in Christ's Object Lessons page 35, And when the   Reality came, in  the person  of Christ, they did not  recognize in Him the fulfillment of all their types…” she's talking about the Jews  “…the  substance of all their  shadows. They rejected the  antitype, and clung to their  types and useless ceremonies.”

Notice how she uses the words they clung to the shadows and they rejected the substance that projected those shadows.

 

Nah, saya mau membacakan dua pernyataan di mana Ellen White menjelaskan makna Kolose 2:17, dan tentu saja individu-individu yang memelihara Perayaan-perayaan sepertinya mengabaikan pernyataan-pernyataan ini karena mereka begitu jelas sehingga tidak perlu ada yang salah menafsirkan mereka. Jadi kita lihat di Christ’s Object Lessons hal. 35, “…Dan ketika Realitanya datang dalam bentuk pribadi Kristus, mereka tidak mengenali dalam Dia penggenapan dari semua tipe mereka…”  Ellen White bicara tentang orang-orang Yahudi,  “…substansinya dari semua bayangan mereka. Jadi mereka menolak antitipenya dan memegang erat-erat tipe-tipe mereka dan upacara-upacara mereka yang tidak berguna…” 

Simak bagaimana Ellen White menggunakan kata-kata mereka memegang erat-erat bayangan-bayangannya dan menolak substansinya yang memproyeksikan bayang-bayang tersebut.

 

 

In another statement that we find in  Bible Echo July 15, 1893 she explains the relationship between the shadow and the reality, “Christ is the…” what?  “…the substance…”  we’re at the foot of page 237 “…Christ is the  substance or…” what?  “…body…” do you know the word that is used in Colossians 2:17 is really “the body is of Christ” it's the word σῶμα [sōma] in Greek. And so Ellen White is clearly alluding to Colossians 2:17   “…Christ is the substance or body which casts its  shadow back into former dispensations...” so I want you to understand  that you have for example a post, and the sun is shining on the post, the post projects the shadow, right? In the case of the shadows of the Old Testament, the shadows exist first in time, and those shadows point back to what? They point back to the reality that projects the shadows. In other words, the whole Old Testament system is a series of shadows whose purpose was to guide people to look at the reality, the fulfillment in Jesus, who was projecting those shadows. And so it says, “..Christ is the substance or body which casts its  shadow back into former dispensations. When Christ died...” what happened with the shadow? “..the  shadow ceased. At the death of Christ, the typical system was done away;...” that would basically mean that the shadows were abolished, right? So she says, “..At the death of Christ, the typical system was done away; but the Law of God, whose violation had made the plan of salvation necessary, was magnified and made honorable.”  

Are those two statements pretty clear? I think they're crystal clear.

 

Di pernyataan lain yang kita lihat di Bible Echo 15 Juli, 1893, Ellen White menjelaskan hubungan antara bayangan dengan realitanya, “…Kristus ialah…” apa?  “…substansinya…”  kita di bagian bawah hal. 237,  “…Kristus ialah substansinya atau…”  apa?   “…tubuhnya…”  tahukah kalian kata yang dipakai di Kolose 2:17 sesungguhnya ialah “tubuhnya ialah milik Kristus”, itu kata σῶμα [sōma] dalam bahasa Greeka. Maka Ellen White secara jelas mengacu kepada Kolose 2:17, “…Kristus ialah substansinya atau tubuh yang mencetak bayangannya kembali ke zaman-zaman sebelumnya…” Jadi saya mau kalian memahami, misalnya ada sebuah tiang, dan matahari menyinari tiang itu, dan tiang itu memproyeksikan bayangannya, benar? Dalam hal bayang-bayang di Perjanjian Lama, menurut urutan waktu bayang-bayang itu eksis dulu, dan bayang-bayang itu menunjuk ke mana? Mereka menunjuk ke Realita yang memproyeksikan bayang-bayang itu. Dengan kata lain, seluruh sistem Perjanjian Lama adalah serangkaian bayang-bayang yang tujuannya membimbing manusia untuk memandang ke Realitanya,  ke penggenapannya dalam Yesus, yang memproyeksikan bayang-bayang tersebut. Maka dikatakan,“…Kristus ialah substansinya atau tubuh yang mencetak bayangannya kembali ke zaman-zaman sebelumnya. Ketika Kristus mati…”  apa yang terjadi dengan bayang-bayangnya? “…bayang-bayangnya hilang. Saat kematian Kristus, sistem tipikalnya berakhir…”  pada dasarnya itu berarti bahwa bayang-bayangnya dihapus, benar? Jadi Ellen White berkata, “…Saat kematian Kristus, sistem tipikalnya berakhir, tetapi Hukum Allah ~  karena itu dilanggar, membuatnya perlu ada rencana keselamatan  ~ diagungkan dan dibuat mulia.…” 

Apakah kedua pernyataan itu cukup jelas? Menurut saya mereka sangat jelas.

 

 

Now those who believe that we should celebrate the Feasts and that the Feasts are still binding upon Christians point out that Colossians 2:16-17 say that foods and drinks, the festivals, the sabbaths,  and the new moons, are shadows of things to come, that's the way it says in the Greek. The apostle Paul is saying that these things are shadows of things to come. And so they say when Paul wrote this, they were still shadows of things that were going to transpire in the future! Are you understanding the point?

However, Ellen White explains this beautifully in the two quotations that we just read. The Ceremonial Law was the shadow of things what? Of things to come, but the body that projected that shadow was of whom? Was of Christ. In other words, the shadow came before the reality and not the reality before the shadow. Is that making sense?

You know we usually have a concrete reality that projects the shadow, but in the case of the Bible the shadows existed before the reality came. So they were shadows of things that were going to come but the reality is Christ.

 

Nah, mereka yang meyakini bahwa kita harus merayakan Perayaan-perayaan dan bahwa Perayaan-perayaan itu masih mengikat orang-orang Kristen, menunjuk bahwa Kolose 2:16-17 mengatakan bahwa makanan dan minuman, festival-festival, sabat-sabat, dan bulan-bulan baru adalah (kata kerja waktu sekarang) bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, begitulah kalimatnya dalam bahasa Greeka. Rasul Paulus mengatakan bahwa hal-hal itu adalah (kata kerja waktu sekarang) bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang. Maka mereka berkata, ketika Paulus menulis kalimat ini, itu mereka masih bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang masih akan terjadi di masa depan! Apakah kalian paham poinnya?

Namun, Ellen White menjelaskan ini secara manis dalam dua pernyataan yang baru kita baca.  Hukum Seremonial adalah bayang-bayang peristiwa-perisitiwa apa? Peristiwa-peristiwa yang akan datang. Tetapi tubuh yang memproyeksikan bayang-bayang itu milik siapa? Milik Kristus. Dengan kata lain, bayang-bayangnya ada sebelum realitanya, dan bukan realitanya yang ada dulu sebelum bayang-bayangnya. Apakah ini bisa dimengerti?

Kalian tahu, biasanya yang ada itu realita konkretnya yang mencetak bayangan, tetapi dalam hal Alkitab, bayang-bayangnya eksis dulu sebelum realitanya datang. Jadi mereka adalah bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, tetapi realitanya ialah Kristus.

 

 

By the way in Hebrews 10:1 we have a verse that is very similar to Colossians 2:17, it's speaking about the ceremonial system of the Old Testament, and it says there, 1 For the law…” this is speaking about the Ceremonial Law,  “…having a…” what?  “…a shadow of the good things to come…” notice it doesn't say that it had a shadow of good things to come. When Hebrews is being written, it says that that the Law was “having a shadow of things to come” that's present tense, and yet we know that it's referring to the shadows of the Old Testament, because it continues saying,  “…For the Law having a shadow of the good things to come and not the very image of the things…”  are you following me? So in other words, “…the Law having a shadow of the good things to come and…”  it was “…not the very image of the things…” in other words, it wasn't the body, it wasn't the substance, or the reality, and then it explains what it's talking about,  “…can never with these same sacrifices, which they offer continually year by year, make those who approach perfect.” 

So in the book of Hebrews the apostle Paul is speaking about these rites and ceremonies, they are having a shadow of things to come. But we all know that the ceremonial system when Hebrews was written, had already been what? Had already been fulfilled. In fact the whole argument of Hebrews is that the Old Testament Sanctuary, the Old Testament rites and ceremonies priesthood, was fulfilled in whom? Was fulfilled in Jesus Christ.

 

Nah, di Ibrani 10:1 ada ayat yang sangat mirip dengan Kolose 2:17, yang bicara mengenai sistem seremonial Perjanjian Lama, dan dikatakan di sana, 1 Karena Hukum Taurat…”  ini bicara tentang Hukum Seremonial, “…yang memiliki sebuah…” apa? “…sebuah  bayangan dari hal-hal baik yang akan datang…”  simak, tidak dikatakan bahwa Hukum dulu memiliki bayangan dari hal-hal baik yang akan datang. Ketika kitab Ibrani sedang ditulis, dia mengatakan bahwa Hukum “memiliki sebuah bayangan dari hal-hal baik yang akan datang”, ini keterangan waktu sekarang, namun kita tahu bahwa ini mengacu kepada bayang-bayang Perjanjian Lama karena selanjutnya dikatakan, “…1 Karena Hukum Taurat yang memiliki sebuah  bayangan  dari hal-hal baik yang akan datang,  dan bukan gambar yang sesungguhnya dari hal-hal itu…” apakah kalian paham? Jadi dengan kata lain “…Hukum Taurat yang memiliki sebuah  bayangan  dari hal-hal baik yang akan datang, dan bukan gambar yang sesungguhnya dari hal-hal itu…” dengan kata lain, bukan tubuhnya, bukan substansinya atau realitanya. Kemudian diberikan penjelasan apa maksudnya,  “…tidak bisa dengan kurban-kurban yang sama ini, yang dipersembahkan terus-menerus dari tahun ke tahun, membuat mereka yang datang menjadi sempurna.”

Jadi di kitab Ibrani, rasul Paulus berbicara mengenai ritual-ritual dan upacara-upacara, mereka semuanya memiliki bayangan dari peristiwa-peristiwa yang akan datang. Tetapi kita semua tahu bahwa sistem seremonial ini ketika kitab Ibrani ditulis, sudah apa? Sudah digenapi. Bahkan, seluruh argumentasi kitab Ibrani ialah bahwa Bait Suci Perjanjian Lama, ritual-ritual dan upacara-upacara imamat Perjanjian Lama sudah digenapi dalam siapa? Sudah digenapi dalam Yesus Kristus.

 

 

Now I want to read some statements from Ellen White, some additional statements on the meaning of the shadow and the substance.

The first of these statements is Signs of the Times August 7, 1879, here she writes, “Christ is the substance or body…” Is that terminology from Colossians 2? Absolutely! The very terminology.  “…Christ is the substance or body which cast its  shadow…” what?  “…back into former dispensations and when Christ died the  shadow…” what?  “…ceased…”  So you know, in other words, when the sun reached the same level where the substance was, what happens with the shadow? When the shadow reaches the substance, the shadow what? Disappears. And so the Old Testament system is the shadow and Jesus is the reality. She continues writing, “…The transgression of the moral code made the shadowy system necessary…”  what existed first, the Moral Code or the shadowy system? The shadowy system existed after the Moral Law. And so she writes, “…The transgression of the Moral Code made the shadowy system necessary.  And at the death of Christ, which event had been  shadowed forth by the blood of beasts from the time of Adam, these offerings, and not the Law of God, ~  the violation of which had made them necessary ~  was abolished.”

So what happened to the ceremonial system when Jesus died? It was abolished.

 

Sekarang saya mau membacakan beberapa pernyataan Ellen White, beberapa pernyataan tambahan mengenai arti bayangan dan substansi.

Yang pertama dari pernyataan-pernyataan itu ialah Signs of the Times 7 Agustus, 1879, di sini Ellen White menulis, “…Kristus adalah substansi atau tubuhnya…” apakah itu terminologi dari Kolose 2? Tentu saja! Terminologi yang persis sama. “…Kristus adalah substansi atau tubuhnya yang mencetak bayangannya…” apa? “…kembali ke zaman-zaman sebelumnya, dan ketika Kristus mati maka bayangan itu…”  apa?    “…berakhir…”  Jadi kalian tahu, dengan kata lain, ketika matahari mencapai derajat yang sama di mana substansi itu berada, apa yang terjadi pada bayangannya? Ketika bayangan itu mencapai substansinya, bayangan itu bagaimana? Lenyap. Maka sistem Perjanjian Lama itulah bayangannya dan Yesus adalah realitanya. Ellen White melanjutkan menulis,      “…Pelanggaran atas peraturan moral membuat sistem bayangan itu diperlukan…”  apa yang lebih dulu ada? Peraturan Moral atau sistem bayangannya? Sistem bayangannya ada setelah Hukum Moral. Jadi Ellen White menulis,  “…Pelanggaran atas peraturan moral membuat sistem bayangan itu diperlukan. Dan saat kematian Kristus, yang peristiwanya sudah dibayangkan lebih dulu melalui darah hewan-hewan kurban dari zaman Adam;  persembahan-persembahan ini dan bukan Hukum Allah ~ yang pelanggaran atasnya membuat persembahan-persembahan itu perlu ~  dihapus. …” 

Jadi apa yang terjadi pada sistem seremonialnya ketika Yesus mati? Itu dihapus.   

 

 

The next statement is Review and Herald May 6, 1875 this is a powerful statement, she wrote, “The death of Jesus Christ for the redemption of man, lifts the veil and  reflects a flood of light back hundreds of years, upon the whole institution of the Jewish system of religion. Without the death of Christ all this  system was…” what?  “…meaningless…”  how much substance does a shadow have? You know, can you walk through a shadow? You can walk through a shadow, right? Can you walk through a post that projects the shadow? You’d better not try it, right? And so what Ellen White is saying here is, that this whole system was a system of shadows, it had no substance in itself, but the reality is the substance to which it pointed. She continues writing, “…The Jews reject Christ, and therefore their whole system of religion…”  not only the sacrifices, but their whole system of religion “…is to them…” what?  “… indefinite, unexplainable, and uncertain. They attach as much importance to shadowy ceremonies of types which have met their antitype, as they do to the Law of the Ten Commandments, which was not a shadow, but a reality as enduring as the throne of Jehovah. The death of Christ  elevates the Jewish system of types and ordinances,…”   not only the sacrifices, because Feast-keepers all say, “Well, the only thing that was abolished was the sacrifices, the other elements, you know like the Feasts, they remain.” But she writes, “…The death of Christ  elevates the Jewish system of types and ordinances, showing that they were of divine appointment, and for the purpose of keeping faith alive in the hearts of His people.”

 

Pernyataan berikutnya ialah Review and Herald 6 Mei, 1875, ini adalah pernyataan yang keras. Ellen White menulis, “…Kematian Yesus Kristus bagi penebusan manusia, mengangkat tabir dan memantulkan berlimpah cahaya ke ratusan tahun sebelumnya, ke seluruh institusi sistem agama Yahudi. Tanpa kematian Kristus seluruh sistem ini…”  apa?    “…tidak berarti…”  Sebuah bayangan punya seberapa banyak substansi? Bisakah kita berjalan melewati bayangan? Kita bisa berjalan melewati bayangan, benar? Bisakah kita berjalan melewati sebuah tiang yang memproyeksikan bayangan itu? Sebaiknya jangan mencoba, benar? Maka apa yang dikatakan Ellen White di sini ialah seluruh sistem ini, adalah sistem bayangan, tidak punya substansi dalam dirinya, tetapi realitanya itulah substansi yang ditunjuknya. Ellen White melanjutkan menulis, “…Bangsa Yahudi menolak Kristus, dengan demikian seluruh sistem agama mereka…”  bukan hanya kurban-kurbannya, tapi seluruh sistem agama mereka  “…bagi mereka…”  apa?   “…tidak jelas, tidak bisa diterangkan, dan tidak pasti. Mereka menganggap penting upacara-upacara bayangan tipe-tipe yang telah bertemu dengan antitipenya, sama seperti yang mereka lakukan pada Hukum dari Kesepuluh Perintah Allah, yang bukanlah bayangan melainkan suatu realita dan sama kekalnya seperti takhta Yehovah. Kematian Kristus meninggikan sistem tipe dan upacara Yahudi…”  bukan hanya kurban-kurbannya, karena mereka yang memelihara Perayaan berkata, “Nah, yang dihapus adalah kurban-kurbannya, sedangkan unsur-unsur yang lain seperti Perayaannya, itu tetap ada.” Tetapi Ellen White menulis,    “…Kematian Kristus meninggikan sistem tipe dan upacara Yahudi, menunjukkan bahwa semua itu ditentukan oleh Ilahi, dengan tujuan memelihara iman agar tetap hidup di dalam hati umatNya.”

 

 

Now, let's go to the next page, the foot of page 239. I'm skipping a few of these statements, we've  read some of them before, and some of them are repetitive of what we've already read.

So Ellen White is now going to say in this statement The Review and  Herald February 25, 1896 some more about this relationship between the substance and the shadow. She's actually telling us that we should not go back to Jerusalem, because the curse is upon Jerusalem, old Jerusalem. Notice what she writes, Do not seek to go back to the land where Christ's feet trod ages ago…” now we need to make a clarification, that doesn't mean that we cannot go on an educational tour to Israel, okay? What she's saying is that we don't have to go there to gain a deep and rich spiritual experience. I've been to Israel, it's a great educational experience, but I'll tell you, I didn't feel any closer to Christ over there than I do here. I did not go for a profound deep and personal experience, where I’d say, “Oh, you know, this is where Jesus crossed the Sea of Galilee in a boat.” No! For me it was visualizing Scripture in a clearer way, seeing the places and understanding the history. So we need to understand that Ellen White is not forbidding trips to Israel, what she's forbidding is that we don't need to go to Israel  to gain a closer walk with the Lord Jesus. So she says,  “…Do not seek to go back to the land where Christ's feet trod ages ago. Christ says:He that followeth Me shall not walk in darkness, but shall have the light of life.We can know far more of Christ by following Him step by step in…” what?  “…in the work of redemption, seeking the lost and the perishing, than by journeying to old Jerusalem.  Christ has taken His people into His church. He has  swept away…” most ceremonies? No!  “…every ceremony of the ancient type…” it's not only talking about the sacrifices.  “…He has given no liberty to…” what?  “…to restore these rites, or to  substitute anything that will recall the old literal sacrifice….” so she talks about  “…substitute anything that will recall the old literal sacrifices…” or to restore these rites.  And then she writes,  “…The Lord requires of His people spiritual sacrifices alone. Everything pertaining to His worship is placed under the superintendence of His Holy Spirit. Jesus said that the Father would send the Holy Spirit in His name to teach His disciples all things, and to bring all things unto their remembrance that He had said unto them…”  And then comes these strong words, “…The curse rests upon Jerusalem. The Lord has obliterated those things which men would worship in and about Jerusalem, yet many hold in reverence literal objects in Palestine, while they neglect to behold Jesus as their advocate in the heaven of heavens.”

So her concern is, trying to go over there because you think that you'll be closer to Jesus by going over there.

 

Sekarang, mari kita ke halaman berikutnya, bagian bawah hal 239. Saya lompati beberapa pernyataan, beberapa sudah kita baca sebelumnya, dan beberapa adalah pengulangan dari apa yang telah kita  baca.

Jadi Ellen White sekarang akan mengatakan dalam pernyataan ini di Review and Herald 25 Februari, 1896, sedikit lagi mengenai hubungan antara substansi dan bayangan. Dia mengatakan kepada kita, kita jangan kembali ke Yerusalem, karena kutuk ada atas Yerusalem, Yerusalem lama. Simak apa yang dia tulis, “…Jangan berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah menapaknya di masa lampau…” nah, kita perlu membuat penjelasan, ini tidak berarti kita tidak boleh mengikuti tour pendidikan ke Israel, oke? Apa yang dikatakan Ellen White ialah kita tidak usah ke sana untuk mendapatkan pengalaman rohani yang mendalam dan kaya. Saya pernah ke Israel, itu adalah pengalaman edukasi yang hebat, tetapi saya sama sekali tidak merasa lebih dekat pada Kristus di sana daripada di sini. Saya tidak ke sana untuk mendapatkan suatu pengalaman pribadi yang mendalam di mana saya akan berkata, “Ooh, di sinilah Yesus menyeberangi danau Galelia dalam sebuah perahu.” Tidak! Bagi saya itu supaya bisa membayangkan Kitab Suci dengan lebih jelas, melihat tempat-tempat itu dan memahami sejarahnya. Jadi kita perlu memahami bahwa Ellen White bukan melarang perjalanan ke Israel, yang dilarangnya ialah kita ke Israel untuk mendapatkan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan Yesus. Jadi Ellen White berkata, “…Jangan berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah menapaknya di masa lampau. Kristus berkata, ‘barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’(Yoh. 8:12). Kita bisa mengenal Kristus lebih baik dengan mengikutiNya langkah demi langkah dalam…”  apa?    “…dalam pekerjaan penebusan, mencari yang hilang dan yang sedang binasa, daripada pergi ke Yerusalem lama. Kristus sudah membawa umatNya ke dalam gerejaNya. Dia telah menyingkirkan…”  sebagian besar dari upacara-upacara? Tidak!  “…setiap upacara tipe lama…”  ini tidak hanya bicara tentang kurban-kurban.  “…Dia tidak memberikan izin untuk…”  apa?  “…untuk memulihkan ritual-ritual ini, atau mengganti apa pun yang akan mengingatkan kepada kurban-kurban literal yang lama…”  jadi Ellen White bicara tentang   “…mengganti apa pun yang akan mengingatkan kepada kurban-kurban literal yang lama…” atau untuk memulihkan ritual-ritual ini. Kemudian dia menulis,   “…Tuhan minta dari umatNya hanya pengorbanan spiritual. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penyembahan kepadaNya ditempatkan di bawah pengawasan Roh KudusNya. Yesus berkata bahwa Bapa akan mengutus Roh Kudus dalam namaNya untuk mengajar umatNya segala hal, dan untuk mengingatkan mereka apa yang telah dikatakanNya kepada mereka…” Kemudian muncul kata-kata yang keras ini,    “…Kutuk ada pada Yerusalem. Tuhan telah melenyapkan benda-benda yang disembah manusia di dan seputar Yerusalem, namun banyak masih menghormati objek-objek literal di Palestina, sementara mereka abai memandang Yesus sebagai Pembela mereka di Surga.” 

Maka yang dikhawatirkannya ialah konsep pergi ke Yerusalem karena orang berpikir itu akan membuat kita lebih dekat kepada Yesus dengan pergi ke sana.

 

 

Notice in the middle of this page, the middle of page 240, this short statement very interesting, “If Adam had not transgressed the law of God, the  Ceremonial Law would never have been instituted.”

So what was the purpose of the institution of the Ceremonial Law? It was to point to salvation through whom? Through the Lord Jesus Christ. And when Jesus fulfilled the ceremonies, the shadows, the types, whatever you want to call it, these ceremonies came to an end. Did the Feasts point to specific functions in the Ministry of Christ? Yes!

·       Was the Passover fulfilled in Christ? Yes!

·       Was Unleavened Bread fulfilled in Christ? Yes!

·       Was the Feast of First Fruits fulfilled in Christ? Yes!

·       Was Pentecost fulfilled in Him?

·       Has the Feast of Trumpets been fulfilled? Yes!

·       Are we now in the Day of Atonement? Yes!

·       The only Feast that has not yet been fulfilled fully and completely, although it was partially and spiritually fulfilled when Jesus came to this earth and became incarnate, is the Feast of Tabernacles: the period of a thousand years that we will spend in Heaven.

 

Simak di bagian tengah halaman ini, bagian tengah hal 240, pernyataan pendek ini sangat menarik,  “…Andai Adam tidak melanggar Hukum Allah, maka Hukum Seremonial tidak akan pernah dibuat.” (Selected Messages, Vol. 1, hal. 230) 

Jadi apa tujuan dibuatnya Hukum Seremonial? Itu untuk menunjuk ke keselamatan melalui siapa? Melalui Tuhan Yesus Kristus. Dan ketika Yesus menggenapi upacara-upacara itu, bayangan-bayangannya, tipe-tipenya, mau disebut apa pun itu, upacara-upacara ini berakhir. Apakah Perayaan-perayaan itu menunjuk ke fungsi-fungsi spesifik dalam ministri Kristus? Iya!

·       Apakah Passah digenapi dalam Kristus? Iya!

·       Apakah Roti Tidak Beragi digenapi dalam Kristus? Iya!

·       Apakah Perayaan Buah Sulung digenapi dalam Kristus? Iya!

·       Apakah Pentakosta digenapi dalam Dia?

·       Sudahkah Perayaan Terompet digenapi? Iya!

·       Apakah sekarang kita berada di Hari Pendamaian? Iya!

·       Satu-satunya Perayaan yang belum digenapi seluruhnya dan secara lengkap walaupun itu sudah digenapi sebagian dan secara spiritual ketika Yesus datang ke dunia ini dan hidup sebagai manusia, ialah Perayaan Tabernakel: yaitu masa 1000 tahun yang akan kita lewatkan di Surga.

 

 

Now I want us to jump to, actually let's go to the next page, page 241, and talk a little bit about the different kinds of laws that existed in ancient Israel.

·       First of all, you have The Ten Commandments.

The Ten Commandments apply to how many people? To the entire human race. For how long? For all time.

·       Then we have The Statutes,

and we're going to talk in a few moments about the Statutes. The Statutes are amplifications of the principles of the Ten Commandments, to particular real life situations. And we're going to discuss that. In other words, they take the principles of the Ten Commandments and they apply them to specific historical instances, they are illustrations, practical illustrations of how the principles of the Ten Commandments are to be applied in daily life.

·       and then of course you have the Ceremonial Law of sacrifices and offerings

And those sacrifices and offerings and ceremonies were shadows of Christ's future redemptive acts.

·       Then of course you have The Health Laws

The Health Laws apply for how long? They apply to all human beings for all time. Why would that be? Well, because your human body today did not go through a radical transformation when Jesus died on the cross. The Health Laws still apply. We still need to take care of the body temple, and what was detrimental back then, is still detrimental now, right?

·       And then finally we have The Civil Laws of the Hebrew theocracy.

And these applied only to whom? Applied only to Israel, while they functioned as a nation.

But in general terms there were two great bodies of Law, which was:

1.   the Ten Commandments,

and of course the Statutes that amplify the Ten Commandments.

2.   and the Ceremonial Law that pointed forward to Jesus Christ.

 

Sekarang saya mau melompat, sesungguhnya mari kita ke halaman berikut, hal. 241, dan bicara sedikit mengenai jenis-jenis hukum yang berbeda yang ada di zaman Israel kuno.

·       Pertama, ada Kesepuluh Perintah Allah.

Kesepuluh Perintah Allah ini berlaku bagi berapa banyak orang? Berlaku bagi seluruh umat manusia. Untuk berapa lamanya? Sepanjang waktu.

·       Kemudian ada Ketetapan-ketetapan.

Dan sebentar kita akan membahas tentang Ketetapan-ketetapan itu.

Ketetapan-ketetapan merupakan penjelasan yang lebih luas dari prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah untuk situasi kehidupan sehari-hari. Dan kita akan membahas ini. Dengan kata lain, mereka mengambil prinsip-prinsip Ke-10 Perintah Allah dan mereka mengaplikasikannya kepada peristiwa-peristwa sejarah yang spesifik, mereka adalah ilustrasi, ilustrasi yang praktis bagaimana mengaplikasikan prinsip-prinsip Ke-10 Perintah Allah dalam kehidupan sehari-hari.

·       Kemudian tentu saja ada Hukum Seremonial mengenai kurban dan persembahan.

Dan kurban-kurban dan persembahan-persembahan itu dan upacara-upacaranya adalah bayangan dari tindakan-tindakan penyelamatan Kristus di masa depan.

·       Lalu tentu saja ada Hukum Kesehatan.

Hukum Kesehatan ini berlaku berapa lama? Mereka berlaku bagi semua umat manusia sepanjang masa. Mengapa begitu? Nah, karena tubuh manusia yang sekarang tidak mengalami suatu perubahan yang radikal ketika Yesus mati di salib. Hukum Kesehatan masih berlaku. Kita masih harus memelihara Bait Suci tubuh kita, dan apa yang dulu buruk bagi kesehatan, masih tetap buruk sampai sekarang, benar?

·       Kemudian akhirnya ada Hukum Sipil untuk theokrasi Ibrani.

Dan hukum-hukum ini diaplikasikan kepada siapa? Diaplikasikan hanya kepada Israel, ketika mereka masih berfungsi sebagai satu bangsa.

Tetapi secara umum ada dua kelompok besar Hukum, yaitu:

1.   Kesepuluh Perintah Allah,

dan tentu saja Ketetapan-ketetapan yang menjelaskan Kesepuluh Perintah Alah.

2.   Dan Hukum Seremonial yang menunjuk ke Kristus di masa depan.

 

 

Now in the middle of the page 241 those who favor the observance of the festivals today argue that the Feasts were Statutes and that the Statutes are as eternal as the Ten Commandments.

However, a careful study reveals that the Statutes bear a relationship with the Moral Law and not with the Ceremonial Law. The Statutes were laws that expanded the principles of the Ten Commandments to specific circumstances of daily life. In other words, the Ten Commandments were what theologians call “Apodictic Law” in other words, it's not case Law, it's like the Constitution, very broad.  But let me ask you, are there particular circumstances where the Constitution needs to be applied to particular situations? Yeah, that's why you have the Statutes, to apply the principles of the Ten Commandments to specific real-life situations.

And of course the Statutes were “Casuistic Law”, in other words, they were case Law. So the Ten Commandments give us the broad principles, and the Statutes related to the Ten Commandments give us the specific life situations in which they are supposed to be applied. 

So the problem with those who say we're supposed to keep the Feasts because the Feasts are referred to as Statutes, is that the Statutes are more concerned with the principles of the Ten Commandments than they are with the Ceremonial Law, and we'll come back to this a little bit later.


Nah, di bagian tengah hal. 241, mereka yang berpihak pada pemeliharaan festival-festival itu sekarang, mendebat bahwa Perayaan-perayaan adalah Ketetapan-ketetapan, dan sebagaimana Ketetapan-ketetapan itu adalah sama kekalnya seperti Kesepuluh Perintah Allah.

Namun, suatu pembelajaran yang teliti mengungkapkan bahwa Ketetapan-ketetapan memiliki kaitan dengan Hukum Moral dan bukan dengan Hukum Seremonial. Ketetapan-ketetapan adalah hukum-hukum yang memperluas prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah untuk situasi-situasi spesifik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain Kesepuluh Perintah Allah adalah apa yang disebut para theolog sebagai “Hukum Apodiktik”, dengan kata lain itu bukan Hukum kasus, itu seperti Konstitusi (UUD), sangat luas (garis besarnya). Tetapi coba saya tanya, apakah ada situasi khusus di mana Konstitusi perlu diapliksikan ke situasi khusus? Ya, itulah mengapa ada Ketetapan-ketetapan, untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah ke situasi spesifik kehidupan nyata.

Dan tentu saja Ketetapan-ketetapan adalah Hukum Kasuistik, dengan kata lain mereka adalah Hukum untuk kasus.

Jadi Kesepuluh Perintah Allah memberi kita prinsip-prinsip garis besarnya, dan Ketetapan-ketetapan yang terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah memberi kita situasi spesifik kehidupan nyata di mana prinsip-prinsip itu harus diaplikasikan. 

Jadi masalahnya pada mereka yang mengatakan kita seharusnya memelihara Perayaan-perayaan karena Perayaan-perayaan itu dianggap sebagai Ketetapan-ketetapan, ialah, Ketetapan-ketetapan itu lebih membahas tentang prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah daripada terhadap Hukum Seremonial, kita nanti akan kembali kemari.

 

 

Now those who keep the Feasts also affirm that being that the Feasts are Statutes and Malachi 4:4-5 tell us that the Statutes are part of the end time Elijah message therefore we are supposed to keep the Statutes along with the Elijah message.

Once again the problem with this argument is that the Statutes that are mentioned in Malachi chapter 4, are not related to the Ceremonial Law, they are related rather to the Moral Law of the Ten Commandments, they're not related to the Ceremonial Law of types and ceremonies.

 

Nah, mereka yang memelihara Perayaan-perayaan juga membenarkan karena Perayaan-perayaan itu adalah Ketetapan-ketetapan dan Maleakhi 4:4-5 mengatakan bahwa Ketetapan-ketetapan adalah bagian dari pekabaran Elia akhir zaman, karena itu kita harus memelihara Ketetapan-ketetapan itu bersama dengan pekabaran Elia.

Sekali lagi masalah dengan argumentasi ini ialah Ketetapan-ketetapan yang disebut di Maleakhi pasal 4, tidaklah terkait kepada Hukum Seremonial, mereka sebaliknya  terkait kepada Hukum Moral Kesepuluh Perintah Allah, mereka tidak terkait kepada Hukum Seremonial tipe dan upacara.

 

 

Now having said this, you're going to have to read the following pages and that these pages corroborate what I just said, that the Statutes are related to the Ten Commandments. What I have included here is a rather long article, written by Ellen G. White about the Statutes, what the Statutes were. It begins at the bottom of page 241 in your syllabus, and it goes all the way to page 245. So that's your homework between today and tomorrow is to read that long article by Ellen White on how the Statutes relate to the Ten Commandments.


Nah, setelah mengatakan ini, kalian harus membaca halaman-halaman berikut, dan halaman-halaman ini menguatkan apa yang baru saya katakan, bahwa Ketetapan-ketetapan itu terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah.

Apa yang saya masukkan di sini ini adalah artikel yang lumayan panjang, ditulis oleh Ellen G. White mengenai Ketetapan-ketetapan, apakah mereka itu. Mulai di hal. 241 silabus kalian dan terus sampai hal. 245. Jadi itu PR kalian antara hari ini dan besok, yaitu membaca artikel yang panjang yang ditulis Ellen White tentang bagaimana Ketetapan-ketetapan terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah. (halaman-halaman itu ada di bagian akhir pelajaran ini).

 

 

I do want to read one statement that we find on page 245, and then I'm going to read the second statement there which shows that the Statutes are related to the Ten Commandments, and they are not related to the Ceremonial Law.

 

Saya mau membacakan satu pernyataan yang kita temukan di hal. 245, kemudian saya akan membacakan pernyataan kedua di sana yang menunjukkan bahwa Ketetapan-ketetapan terkait pada Kesepuluh Perintah Allah, dan mereka tidak punya hubungan dengan Hukum Seremonial.

 

 

The first statement is found in Spiritual Gifts Volume 3 pages 300-301. “Moses wrote these judgments and statutes from the mouth of God while he was with Him in the mount. If the people of God had obeyed the  principles of the Ten Commandments…” notice, if God's people had obeyed the principles of the Ten Commandments,  “…there would have been no need of the  specific directions given to Moses, which he wrote in a book, relative to their duty to God and to one another…” let me ask you, what is it that reveals our duty to God and our duty to one another? The Ten Commandments, they're summarized in two great principles, right? Love for God and love for our neighbor. So the question is, what are the judgments and Statutes from the mouth of God related to, the Ceremonial Law or the Moral Law? The Moral Law. She continues writing,  “…The definite directions, which the Lord gave to Moses about the duty of His people…” once again,  “…to one another,  and to the stranger, are the principles of the  Ten Commandments…” what?  “…simplified…” so what are the Statutes? Ceremonial regulations primarily? No! The Statutes are related to the Ten Commandments. It continues saying,  “…and given in a definite manner that they need not err.  The statutes and judgments given of God were good for the obedient. They should live in them.’ But they were not good for the transgressor, for in the Civil Law given to Moses punishment was to be inflicted on the transgressor, that others should be restrained by fear.

Is there anything here that refers to the Ceremonial Law? Absolutely nothing! 

 

Pernyataan pertama terdapat di Spiritual Gifts Vol. 3 hal. 300-301, “…Musa menulis keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan dari mulut Allah ketika dia ada bersamaNya di atas gunung. Seandainya umat Allah mematuhi prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah…”  simak, seandainya umat mematuhi prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah,    “…tidak akan perlu petunjuk spesifik kepada Musa yang ditulisnya dalam sebuah kitab, berkaitan dengan kewajiban mereka kepada Allah dan kepada sesama…”  coba saya tanya, apa yang menyatakan kewajiban kita kepada Allah dan kepada sesama? Kesepuluh Perintah Allah, mereka disimpulkan dalam dua prinsip besar, benar? Kasih untuk Allah dan kasih untuk sesama. Maka pertanyaannya ialah, keputusan-keputusan dan Ketetapan-ketetapan dari mulut Allah terkait kepada apa, Hukum Seremonial atau Hukum Moral? Hukum Moral! Ellen White melanjutkan menulis, “…Petunjuk-petunjuk yang jelas yang diberikan Tuhan kepada Musa mengenai kewajiban umatNya…” sekali lagi,    “…kepada sesama, dan kepada orang asing, adalah prinsip-prinsip dari Kesepuluh Perintah Allah…” apa? “…yang disederhanakan…”  Jadi Ketetapan-ketetapan itu apa? Utamanya peraturan-peraturan seremonial? Tidak! Ketetapan-ketetapan itu terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah. Selanjutnya dikatakan, “…dan diberikan dengan cara yang jelas sehingga mereka tidak perlu salah. Ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang diberikan Allah itu baik bagi yang menurut. ‘Mereka harus hidup di dalamnya.’ Tetapi itu tidak baik bagi para pelanggar, karena dalam Hukum Sipil yang diberikan kepada Musa, hukuman harus dijatuhkan kepada si pelanggar, supaya yang lain akan dikekang oleh rasa takut.”

Apakah di sini ada apa-apa yag mengacu kepada Hukum Seremonial? Sama sekali tidak ada!

 

 

Now you've all read about the French Revolution, right? Do you know one of the great sins of the French Revolution is that they trampled the Statutes of God? So I guess that they were not celebrating the Ceremonial Law, right? That was the great sin of the people in the French  Revolution? Of course not! What were they trampling on? They were trampling on the  Ten Commandments.

 

Nah, kalian semua sudah membaca tentang Revolusi Perancis, benar? Tahukah kalian salah satu dari dosa-dosa besar Revolusi Perancis ialah mereka menginjak-injak Ketetapan-ketetapan Allah? Jadi saya kira mereka tidak merayakan Hukum Seremonialnya, benar? Itukah dosa besar orang-orang di Revolusi Perancis? Tentu saja tidak! Apa yang mereka injak-injak? Mereka menginjak-injak Kesepuluh Perintah Allah.

 

 

Notice this statement, this is a rather long statement in the writings of the Spirit of Prophecy, Great Controversy page 285, When error in one garb has been detected, Satan only masks it in a different disguise, and multitudes receive it as eagerly as at the first. When the people found Romanism to be a deception, and he could not through this agency lead them to transgression of God's law, he urged them to regard all religion as a cheat, and the Bible as a fable; and,  casting aside the divine statutes…”  so in France they cast aside the Feasts, right? Was that the great sin during the French revolution, casting aside the Feasts? No! “…and,  casting aside the divine statutes they gave themselves up to unbridled…” what? “…iniquity…” so the Statutes have to do with iniquity, with sin, the transgression of the Moral Law.  “…The fatal error which wrought such woe for the inhabitants of France was the ignoring of this one great truth: that true freedom lies within the proscriptions of the Law of God…” what are the Statutes related to? What were they  doing in France? They were trampling upon God's Moral Law. She continues writing,  “…O that thou hadst hearkened to My commandments! Then had thy peace been as a river and thy righteousness as the waves of the sea…. There is no peace, saith the Lord, unto the wicked.’ (Isaiah 48:18, 22) But whoso hearkeneth unto Me shall dwell safely, and shall be quiet from fear of evil.’ (Proverbs 1:33). Atheists, infidels, and apostates oppose and denounce…” what? There it is again, “…denounce God's law; but the results of their influence prove that the well-being of man is bound up with his  obedience of the…” what? “…divine statutes…” is that talking about the Ceremonial Law, celebrating the Feasts? Absolutely not!  “…Those who will not read the lesson from the book of God are bidden to read it in the history of nations.”

 

Simak pernyataan ini, ini adalah pernyataan yang lumayan panjang dari tulisan Roh Nubuat, Great Controversy hal. 285, “…Ketika kesalahan di satu penyamaran telah terdeteksi, Setan menyamarkannya dalam penyamaran yang lain, dan orang banyak menerimanya dengan semangat besar sama seperti penyamaran yang pertama. Ketika orang menemukan bahwa Romanisme ternyata suatu penipuan, dan Setan tidak bisa melalui agennya ini membawa orang-orang untuk melanggar Hukum Allah, Setan mendorong manusia untuk menganggap semua agama itu penipuan, dan Alkitab itu kitab dongeng, dan dengan mengesampingkan Ketetapan-ketetapan Ilahi…” maka di Perancis mereka menyingkirkan Perayaan-perayaannya, benar? Apakah itu dosa besarnya saat Revolusi Perancis, menyingkirkan Perayaan-perayaan? Tidak! “…dan dengan mengesampingkan Ketetapan-ketetapan Ilahi, mereka menyerahkan diri mereka kepada…”  apa?    “…dosa yang tidak terkendali…” Jadi Ketetapan-ketetapan itu berkaitan dengan dosa, dengan pelanggaran Hukum Moral. “…Kesalahan fatal yang mendatangkan celaka seperti itu kepada penduduk Perancis ialah diabaikannya kebenaran besar yang satu ini: bahwa kebebasan sejati terdapat di dalam larangan-larangan Hukum Allah…” Ketetapan-ketetapan itu berkaitan dengan apa? Apa yang mereka lakukan di Perancis? Mereka menginjak-injak Hukum Moral Allah. Ellen White melanjutkan menulis, “…18 O, sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai dan kebenaranmu seperti gelombang-gelombang laut. 22 Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik! firman TUHAN.’(Yes. 48:18, 22).33 Tetapi siapa mendengarkan Aku, akan tinggal dengan aman, tenang dari rasa takut pada yang jahat.’ (Amsal 1:33). Orang-orang atheis, kafir, dan yang murtad, melawan dan menolak…”  apa? Nah, disebutkan lagi,    “…menolak Hukum Allah, tetapi hasil pengaruh mereka membuktikan bahwa kesejahteraan manusia berhubungan dengan kepatuhannya kepada…” apa?  “…Ketetapan-ketetapan Ilahi…” apakah ini bicara tentang Hukum Seremonial, merayakan Perayaan-perayaan? Jelas tidak! “…Mereka yang tidak mau membaca pelajaran dari Firman Allah harus membacanya dalam sejarah bangsa-bangsa.”

 

 

Do you know that some Feast-keepers even say that God established the Feasts before sin? We're going to study that a little bit later on. They use Genesis 1:14 to try and prove that the Feasts existed long before Mount Sinai.

The fact is that the Feasts did not exist long before Mount Sinai.

You say how do we know that?

Because the Feasts were given to Israel to commemorate their history. they did not exist in the days of Abraham. And yet I want you to notice that in Genesis 26:5 we are told that Abraham kept God's Statutes. So the Statutes mean the Ceremonial Law? Absolutely not! What did Abraham keep? He kept God's holy Ten Commandment Law. Are you understanding this point?

 

Tahukah kalian bahwa ada pemelihara Perayaan-perayaan yang mengatakan bahwa Allah menetapkan Perayaan-perayaan tersebut sebelum adanya dosa? Kita akan mempelajari itu nanti. Mereka menggunakan Kejadian 1:14 untuk mencoba membuktikan bahwa Perayaan-perayaan sudah ada jauh sebelum Gunung Sinai.

Faktanya ialah, Perayaan-perayan itu tidak eksis sebelum Gunung Sinai.

Kalian berkata, dari mana kita tahu?

Karena Perayaan-perayaan itu diberikan kepada Israel untuk memperingati sejarah mereka. Perayaan-perayaan itu tidak ada di zaman Abraham. Namun saya mau kalian melihat bahwa di Kejadian 26:5 kita diberitahu Abraham memelihara Ketetapan-ketetapan Allah. Apakah Ketetapan-ketetapan itu berarti Hukum Seremonial? Jelas tidak! Apa yang dipelihara Abraham? Abraham memelihara Hukum Allah yang kudus, Kesepuluh Perintah Allah. Apakah kalian paham poin ini?

 

 

Now, let's talk about the Gentiles and the Feasts.

The Jerusalem Council which took place in the year 49 AD the controversy was over whether the Gentiles had to keep the Ceremonial Law and more specifically circumcision. Something very interesting happened there. Notice Acts 15:1-5, 1And certain men came down from Judea and taught the brethren, ‘Unless you are circumcised according to the custom of Moses, you cannot be…” what?  “…saved.’…” So you have to keep circumcision. What is it that takes the place of circumcision by the way? Baptism. Colossians chapter 2 says it's baptism that takes the place of circumcision. So the rite of circumcision has been replaced, just like Passover has been replaced by what? By the communion service. So it continues saying here, “…Therefore, when Paul and Barnabas had no small dissension and dispute with them, they determined that Paul and Barnabas and certain others of them should go up to Jerusalem, to the apostles and elders, about this question.So, being sent on their way by the church, they passed through Phoenicia and Samaria, describing the conversion of the Gentiles; and they caused great joy to all the brethren.  And when they had come to Jerusalem, they were received by the church and the apostles and the elders; and they reported all things that God had done with them. But some of the sect of the Pharisees who believed rose up, saying, ‘It is necessary to circumcise them…” but notice it's not only circumcision “…‘It is necessary to circumcise them and to command them to keep…” what?  “…the law of Moses.’…”

So was the problem broader than just circumcision? It most certainly was.

 

Sekarang, mari kita  bicara tentang bangsa-bangsa Non-Yahudi dan Perayaan-perayaan.

Konsili Yerusalem yang terjadi di tahun 49 AD, menghadapi kontroversi apakah bangsa-bangsa lain (Non-Yahudi) harus memelihara Hukum Seremonial, dan lebih khususnya sunat. Sesuatu yang sangat menarik terjadi di sana. Simak Kisah 15:1-5, “1 Dan orang-orang tertentu datang dari Yudea dan mengajarkan kepada saudara-saudara ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat Musa, kamu tidak bisa…” apa?   “…diselamatkan.’…”  Jadi kamu harus memelihara sunat. Nah, apa yang menggantikan tempat sunat? Baptisan. Kolose pasal 2 mengatakan bahwa baptisan yang menggantikan tempat sunat. Jadi ritus sunat sudah digantikan, sama seperti Passah sudah digantikan apa? Oleh Perjamuan Kudus. Maka selanjutnya dikatakan di sini, “…2 Oleh karena itu, ketika Paulus dan Barnabas terlibat pertikaian yang tidak kecil dan berselisih dengan mereka, mereka memutuskan supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain harus pergi ke Yerusalem, kepada rasul-rasul dan penatua-penatua mengenai pertanyaan ini. 3 Maka  karena diutus oleh jemaat, mereka melewati Fenisia dan Samaria, menceriterakan tentang pertobatan bangsa-bangsa Non-Yahudi; dan mereka membangkitkan sukacita besar pada semua saudara. 4 Dan ketika mereka tiba di Yerusalem, mereka disambut oleh jemaat, dan oleh rasul-rasul, dan penatua-penatua, dan mereka melaporkan segala sesuatu yang telah dilakukan Allah bersama mereka. 5 Tetapi beberapa sekte dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, bangkit dan berkata, ‘Adalah keharusan untuk menyunat mereka…” tetapi simak, bukan hanya masalah sunat, “…‘Adalah keharusan untuk menyunat mereka dan memerintahkan mereka untuk memelihara…”  apa?   “…Hukum Musa.’…” 

Jadi apakah masalahnya lebih luas daripada hanya sunat? Betul sekali.

 

So what did the Jerusalem Council decide? That was the first General Conference in church history, the Jerusalem Council. What was the decision that was made? The decision that was made is found in Acts 15:19-29. This is James, “ 19 Therefore I judge that we should not trouble those from among the Gentiles who are turning to God, 20 but that we write to them to abstain from things polluted by idols,  from sexual immorality, from things strangled, and from blood.  21 For Moses has had throughout many generations those who preach him in every city, being read in the synagogues every Sabbath.’ 22 Then it pleased the apostles and elders, with the whole church, to send chosen men of their own company to Antioch with Paul and Barnabas, namely, Judas who was also named Barsabas, and Silas, leading men among the brethren. 23 They wrote this letter by them…” here's the letter,  “…The apostles, the elders, and the brethren. To the brethren who are of the Gentiles in Antioch, Syria, and Cilicia: Greetings. 24 Since we have heard that some who went out from us have troubled you with words, unsettling your souls, saying, ‘You must be circumcised and keep the law’—to whom we gave no such commandment—…” so did the apostle Paul give the commandment to keep the Law that God gave Moses? Absolutely not! “…25 it seemed good to us, being assembled with one accord, to send chosen men to you with our beloved Barnabas and Paul, 26 men who have risked their lives for the name of our Lord Jesus Christ. 27 We have therefore sent Judas and Silas, who will also report the same things by word of mouth. 28 For it seemed good to the Holy Spirit, and to us, to lay upon you no greater burden than these necessary things: 29 that you abstain from things offered to idols, from blood, from things strangled, and from sexual immorality. If you keep yourselves from these, you will do well.”

Did the Jerusalem council command the Gentiles to keep the Ceremonial Law? Did the apostles command the Gentiles to observe the Jewish Feasts? Absolutely not! And it not only deals with circumcision but it says it is necessary to circumcise them and to command them to keep the Law of Moses.

 

Jadi apa yang diputuskan Konsili Yerusalem? Itulah rapat General Conference yang pertama dalam sejarah gereja, Konsili Yerusalem. Keputusan apa yang dibuat? Keputusan itu ada di Kisah 15:19-29. Yakobus yang bicara, 19 Sebab itu aku memutuskan bahwa kita jangan menyusahkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, 20 tetapi kita menulis surat kepada mereka, supaya tidak ambil bagian dalam makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari perbuatan asusila, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. 21 Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa sudah dikhotbahkan di tiap-tiap kota, dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat. 22 Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta seluruh jemaat itu berkenan  mengutus orang-orang pilihan dari antara mereka sendiri ke Antiokhia bersama-sama Paulus dan Barnabas, yaitu Yudas yang juga disebut Barsabas, dan Silas, orang-orang terkemuka di antara saudara-saudara itu. 23 Mereka menulis surat melalui mereka…”  inilah surat itu, “…‘Rasul-rasul, penatua-penatua, dan saudara-saudara, kepada saudara-saudara di Antiokhia, Siria dan Kilikia yang dari bangsa-bangsa lain: Salam!  24 Karena kami telah mendengar, bahwa ada beberapa orang yang datang dari kami, telah menyusahkan kalian dengan kata-kata yang menggelisahkan hatimu, yaitu bahwaKamu harus disunat dan memelihara Hukum’ ~  perintah mana tidak berasal dari kami ~ …”  jadi apakah rasul Paulus memerintahkan supaya memelihara Hukum yang diberikan Allah kepada Musa? Sama sekali tidak! “…25 baiklah menurut kami, setelah sepakat dengan bulat, untuk mengutus orang-orang pilihan kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan Paulus yang kami kasihi,  26 yaitu orang-orang yang telah mempertaruhkan nyawanya karena nama Tuhan kita Yesus Kristus.  27 Maka kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang juga akan menyampaikan pesan yang sama secara lisan. 28 Sebab baiklah menurut Roh Kudus dan menurut kami, untuk tidak menanggungkan beban yang lebih daripada hal-hal yang perlu ini:  29 bahwa kamu tidak ambil bagian dalam makanan yang  dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari perbuatan asusila. Jikalau kamu memelihara dirimu dari hal-hal ini, kamu sudah benar.’…”

Apakah Konsili Yerusalem memerintahkan bangsa-bangsa lain untuk memelihara Hukum Seremonial? Apakah para rasul memerintahkan bangsa-bangsas lain untuk memelihara Perayaan-perayaan Yahudi? Sama sekali tidak! Dan ini bukan hanya mengenai sunat, melainkan dikatakan bahwa mereka perlu disunat dan diperintahkan untuk memelihara Hukum Musa.

 

 

Now on the next page, page 247 and we're not going to be able to finish this this evening, we'll pick up on this tomorrow afternoon.

Those who keep the Feasts today affirm that spiritual sacrifices now take the place of literal ones. The problem with this argument is that there is no evidence in the Bible that during the festivals a spiritual sacrifice could take the place of a literal one.  The Feasts were indissolubly linked with the sacrifices.  On what basis can we pick and choose which prescriptions of the Feasts we will obey to the letter and which we will not?

Those who observe the Feasts have argued that sacrifices were linked with the Sabbath, and today we can keep the Sabbath without offering sacrifices. Are you hearing the argument? Yet the biblical evidence clearly indicates that while the Sabbath could stand on its own two feet without the sacrifices ~ can the Sabbath stand on its own two feet without the sacrifices? It was established before the sacrifices, right? ~  the Feasts could not. There was no sacrifice linked to the Sabbath in Genesis 2, in Exodus 16, in Exodus 20, in Isaiah 58, or any New Testament reference to the Sabbath.  The Sabbath was only linked with the sacrificial system after the Covenant was made and the sacrificial system was instituted at Sinai. So the Sabbath even though there were sacrifices offered on the Sabbath, the Sabbath stood on its own because it was made at Creation before there existed any Ceremonial Law.

 

Nah, di halaman berikut, hal. 247 dan kita tidak akan bisa menyelesaikan ini malam ini, kita akan melanjutkannya besok sore. 

Mereka yang sekarang memelihara Perayaan-perayaan itu membenarkan bahwa kurban-kurban spiritual sekarang menggantikan tempat kurban-kurban literal. Masalahnya dengan argumentasi ini ialah, di Alkitab tidak ada bukti bahwa ketika ada festival-festival itu kurban spiritual boleh menggantikan kurban yang literal. Perayaan-perayaan tersebut terkait dan tidak bisa dipisahkan dari kurban-kurban literal. Atas dasar apa kita bisa memilih mana peraturan Perayaan-perayaan itu yang akan kita ikuti dengan tepat dan mana yang tidak?

Mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu berargumentasi bahwa kurban-kurban terkait pada Sabat, dan sekarang kita bisa memelihara Sabat tanpa mempersembahkan kurban. Apakah kalian paham argumentasi mereka? Namun bukti alkitabiah dengan jelas mengindikasikan bahwa sementara Sabat bisa berdiri di atas kakinya sendiri tanpa kurban ~ bisakah Sabat berdiri sendiri tanpa kurban? Sabat itu sudah ditetapkan sebelum adanya kurban, benar? ~ Perayaan-perayaan tidak bisa. Tidak ada kurban yang dikaitkan kepada Sabat di Kejadian pasal 2, di Keluaran 16, di Keluaran 20, di Yesaya 58, atau referensi apa pun di Perjanjian Baru tentang Sabat. Sabat hanya terkait dengan sistem kurban setelah adanya Perjanjian, dan sistem kurban ditetapkan di Sinai. Jadi walaupun ada kurban yang dipersembahkan pada hari Sabat, tetapi Sabat berdiri di atas kakinya sendiri karena dia diciptakan saat Penciptaan sebelum adanya Hukum Seremonial.

 

 

Another important point we find on page 247 is, and we've noticed this before, the Hebrew Feasts were inseparably linked with the temple service, correct? The temple service specifically in the city of Jerusalem, and could not be celebrated anywhere else. The Lord forbade them to celebrate the Feasts anywhere else than in Jerusalem. This is especially true of the three harvest festivals: Passover, Pentecost, and Tabernacles. And so today there is no temple and we do not travel to Jerusalem so how can we celebrate the Feasts if the Feasts were linked with the temple, and they were linked with travel to Jerusalem? While Israel was in exile in Assyria away from their city and temple, they could not keep the Feasts, could they? This led the prophet Hosea to ask the rhetorical question, “What will you do in the appointed day and in the day of the Feast of the Lord?”.  And of course what's the answer? We can't do anything about it. God does not require His people today to travel to Jerusalem and furthermore there is no temple. So how can you say, let's celebrate the three harvest festivals? You’d had to travel to Jerusalem, and many of the ceremonies took place in the temple. So do we travel to Jerusalem today, every male 12 years and older? There is no temple in the first place, and in the second place there's no command of God for us to travel to Jerusalem.

 

Poin yang penting lainnya kita dapati di hal. 247, dan sudah kita simak sebelumnya, ialah bahwa Perayaan-perayaan Ibrani terkait dan tidak bisa dipisahkan dari pelayanan Bait Suci, benar? Pelayanan Bait Suci terutama di kota Yerusalem, dan tidak bisa dirayakan di tempat lain mana pun. Tuhan melarang mereka merayakan Perayaan-perayaan di tempat lain mana pun selain di Yerusalem. Ini terutama terjadi pada ketiga festival panen: Passah, Pentekosta, dan Tabernakel. Maka hari ini Bait Suci sudah tidak ada, dan kita tidak pergi ke Yerusalem, jadi bagaimana kita bisa merayakan Perayaan-perayaan itu jika Perayaan-perayaan itu terkait dengan Bait Suci dan mereka terkait dengan pergi ke Yerusalem? Ketika Israel diasingkan di Asyur jauh dari kota dan Bait Suci mereka, mereka tidak bisa memelihara Perayaan-perayaan itu, kan? Ini membuat nabi Hosea mengajukan pertanyaan retorikal, 5 Apakah yang akan kamu perbuat pada waktu hari yang telah ditetapkan dan pada hari Perayaan TUHAN?” (Hos. 9:5) Dan tentu saja apa jawabannya? Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Allah tidak menuntut umatNya sekarang untuk pergi ke Yerusalem, apalagi sudah tidak ada Bait Suci. Jadi bagaimana orang bisa berkata ayo rayakan ketiga festival musim panen? Kita harus pergi ke Yerusalem, dan banyak upacara yang terjadi di dalam Bait Suci. Jadi apakah kita sekarang ini pergi ke Yerusalem, setiap laki-laki yang berusia 12 tahun ke atas? Pertama sudah tidak ada Bait Suci, dan kedua tidak ada perintah dari Allah bagi kita untuk pergi ke Yerusalem.

 

 

My good friend Angel Manuel Rodriguez who for many years was the director of the Biblical Research Institute with whom I don't agree on everything by the way, but I respect him and we're friends, wrote this in his little pamphlet: Israelite Festivals and the Christian Church, While Israel was captive they could not observe the feasts but when they returned to the land they could begin to celebrate them once more. Any attempt to justify their celebration independent of the Israelite Temple is simply a human determination without any biblical basis and can be described, once more, as a human tradition.”

So even if people traveled to Jerusalem today to celebrate every Feast, this would have no importance and no meaning because the curse is upon what? Because the curse is upon Jerusalem.

 

Teman baik saya Angel Manuel Rodriguez yang selama banyak tahun menjabat direktur Biblical Research Institute, yang pendapatnya tidak semuanya saya setujui, tetapi saya menghormati dia dan kami adalah teman, menulis ini dalam pamflet kecilnya:  Israelite Festivals and the Christian Church (Festival-festival Israel dan Gereja Kristen),  “…Ketika Israel menjadi tawanan, mereka tidak bisa memelihara Perayaan-perayaan, tetapi ketika mereka kembali ke negeri mereka, mereka bisa mulai merayakan Perayaan-perayaan itu sekali lagi. Usaha apa pun untuk membenarkan perayaan mereka di luar Bait Suci Israel hanyalah keputusan manusia tanpa dasar alkitabiah apa pun dan sekali lagi bisa digambarkan sebagai tradisi manusia.” (Angel M. Rodriguez, “Israelite Festivals and the Christian Church,  ~ Silver Spring, MD: Biblical Research Institute, 2005, hal. 11)

Maka, walaupun orang pergi ke Yerusalem sekarang untuk merayakan setiap Perayaan, ini tidak ada gunanya dan tidak ada maknanya karena ada kutukan atas apa? Karena ada kutukan atas Yerusalem.

 

 

Notice this statement Review and Herald February 25, 1896,  “Men and women may study the will of God with profit. Let young men and young women, while the dew of youth is upon them, begin to study the Word of God, which expresses His will. The steps of Christ are certainly marked out in the Word. Go where they can be found today.  Do not seek to go back to the land where Christ's feet trod ages ago….” so if she tells us not to go there, can we celebrate the harvest festivals? Of course not! She continues writing,  “…Christ says: He that followeth Me shall not walk in darkness, but shall have the light of life.’ We can know far more of Christ by following Him step by step in the work of redemption, seeking the lost and the perishing, than by  journeying to old Jerusalem. Christ has taken…” I’ve written a of portion of this before  “…Christ has taken His people  into His church. He has  swept away every ceremony of the ancient type. He has given no liberty to restore these rites, or to substitute anything that will recall the old literal sacrifices. The Lord requires of His people spiritual sacrifices alone. Everything pertaining to His worship is placed under the superintendence of His Holy Spirit. Jesus said that the Father would send the Holy Spirit in His name to teach His disciples all things, and to bring all things unto their remembrance that He had said unto them. The curse rests upon Jerusalem. The Lord  has obliterated those things which men would worship in and about Jerusalem, yet many hold in reverence  literal objects in Palestine, while they neglect to  behold Jesus as their advocate in the heaven of heavens.

So would observing at least the harvest festivals require us to travel to Jerusalem? Absolutely! And they would have to take place in the temple, right? But there is no temple and the curse is upon Jerusalem.

But Feast-keepers say, “Well, but we can keep them over here.” That's not what God said in His Word. God said you must travel to Jerusalem, all males 12 years and older for these three festivals.

So what gives us the right to pick and choose what we're going to do, and what we're not going to do, when it comes to the observance of the Feasts?

 

Simak pernyataan ini, Review and Herald 25 Februari 1896, “…Laki-laki dan perempuan bisa mempelajari kehendak Allah yang memberi keuntungan. Biarlah orang-orang muda laki-laki dan perempuan, selagi kesegaran masa muda masih milik mereka, mulai mempelajari Firman Allah, yang menyatakan kehendakNya. Tapak-tapak Kristus benar-benar tertera di Firman Allah. Pergilah ke mana mereka bisa ditemukan sekarang. Jangan berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah menapaknya di masa lampau…”  jadi jika Ellen White memberitahu kita untuk jangan ke sana, bisakah kita merayakan festival-festival musim panen? Tentu saja tidak. Ellen White melanjutkan menulis, “…Kristus berkata, ‘barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’ (Yoh. 8:12). Kita bisa mengenal Kristus lebih baik dengan mengikutiNya langkah demi langkah dalam  pekerjaan penebusan, mencari yang hilang dan yang sedang binasa, daripada pergi ke Yerusalem lama. Kristus sudah membawa…”  sebagian dari ini sudah saya tulis sebelumnya,   “…Kristus sudah membawa umatNya ke dalam gerejaNya. Dia telah menyingkirkan setiap upacara tipe lama. Dia tidak memberikan izin untuk memulihkan ritual-ritual ini, atau mengganti apa pun yang akan mengingatkan kepada kurban-kurban literal yang lama. Tuhan minta dari umatNya hanya pengorbanan spiritual. Segala sesuatu yang berkaitan dengan penyembahan kepadaNya ditempatkan di bawah pengawasan Roh KudusNya. Yesus berkata bahwa Bapa akan mengutus Roh Kudus dalam namaNya untuk mengajar umatNya segala hal, dan untuk mengingatkan mereka apa yang telah dikatakanNya kepada mereka. Kutuk ada pada Yerusalem. Tuhan telah melenyapkan benda-benda yang disembah manusia di dan seputar Yerusalem, namun banyak masih menghormati objek-objek literal di Palestina, sementara mereka abai memandang Yesus sebagai Pembela mereka di Surga.” 

Jadi apakah untuk memelihara sedikitnya festival-festival musim panen mengharuskan kita pergi ke Yerusalem? Tentu saja! Dan mereka tentunya harus dilaksanakan di Bait Suci, bukan? Tetapi Bait Suci sudah tidak ada dan ada kutukan pada Yerusalem.

Namun mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu berkata, “Nah, tetapi kami bisa merayakan mereka di sini.” Allah tidak berkata demikian di dalam FirmanNya. Allah berkata kamu harus pergi ke Yerusalem, semua laki-laki yang berusia 12 tahun ke atas untuk ketiga Perayaan tersebut.

Jadi apa yang memberi kita wewenang untuk memilih apa yang akan kita lakukan dan apa yang tidak akan kita lakukan sehubungan dengan memelihara Perayaan-perayaan?

 

 

Another problem with those who keep the Feasts is, that they say that the Bible teaches that the Statutes are forever, and of course they link the Statutes with the celebration of the Feasts. In Exodus 12:14, 17 we're told that the Passover Feast and the observance of Unleavened Bread were to be celebrated forever. In Leviticus 23:14 we are told that the offering of the First Fruits was a statute forever.

And so “forever” means forever, right? Not necessarily.

As Adventists we know that the word “forever” does not always mean endless. The word “forever” is used:

·       for the ablutions,  in other words for the use of water in the ceremonial system. 

·       The word “forever” is used for the priestly robes.

·       It's used for the priestly portion of the sacrifices that was given to Aaron and his sons.

·       It's used to describe the lamps that burned in the Holy Place.

·       It is used to describe slaves who wanted to serve their masters forever, which means as long as they live by the way.

·       it's used of Samuel whose mother said “I will give him to You to serve You in the temple forever.”

·       It's used to describe the smoke of Edom when it was destroyed. It says the smoke would rise forever.

·       And the Bible says that the priesthood of Aaron would last forever.

Are all of those things forever? Of course they're not forever. What does the word “forever” mean? It means as long as they fulfill their function.  The word “forever” means as long as the Old Testament ritual system was in place.

It is well known among the Adventists that the word “forever” means a long and indefinite period. We apply this when we're talking about the lengths of time that the fires of hell burn. So why don't we apply it also to the word Statutes that we find in Scripture?

 

Masalah lain dengan mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu ialah, mereka mengatakan bahwa Alkitab mengajarkan kalau Ketetapan-ketetapan itu kekal, dan tentu saja mereka mengaitkan Ketetapan-ketetapan dengan merayakan Perayaan-perayaan. Di Keluaran 12:14, 17, kita mendapat tahu bahwa Perayaan Passah dan pemeliharaan Roti Tidak Beragi harus dipelihara selamanya. Di Imamat 23:14 kita diberitahu bahwa persembahan Buah Sulung adalah ketetapan untuk selamanya.

Maka “selamanya” berarti selamanya, benar? Tidak selalu.

Sebagai orang Advent kita tahu bahwa kata “selamanya” tidak selalu berarti tanpa akhir. Kata “selamanya” dipakai:

·       Untuk pembasuhan, dengan kata lain untuk pemakaian air dalam sistem seremonial.

·       Kata “selamanya” dipakai untuk jubah-jubah imam.

·       Itu dipakai untuk porsi kurban bagi imam yang diberikan kepada Harun dan anak-anaknya.

·       Itu dipakai utuk menggambarkan pelita-pelita yang menyala di Bilik Kudus.

·       Itu dipakai untuk menggambarkan budak yang bersedia melayani majikan mereka selamanya, yang berarti selama mereka hidup.

·       Itu dipakai untuk Samuel yang ibunya berkata, “Aku menyerahkan dia kepadaMu untuk melayaniMu di Bait Suci selamanya.”

·       Itu dipakai menggambarkan asap Edom ketika Edom dihancurkan. Dikatakan asapnya akan naik selamanya.

·       Dan Alkitab berkata bahwa keimamatan Harun akan ada selamanya.

Apakah semua hal ini kekal? Tentu saja mereka tidak kekal.

Apa arti kata “selamanya”? Artinya selama mereka menggenapi fungsinya. Kata “selamanya” berarti selama sistem ritual Perjanjian Lama berlaku.

Orang Advent sudah sangat mengenal bahwa kata “selamanya” berarti suatu masa yang panjang dan tidak ada ketentuan berapa lamanya. Kita mengaplikasikan ini saat kita bicara tentang lamanya waktu api neraka menyala. Jadi mengapa kita tidak mengaplikasikannya juga kepada perkataan Ketetapan yang ada di Kitab Suci?

 

 

Another point that we need to remember is that those who observe the Feasts they do not observe them as it is written in the Scriptures. When the Jews went into exile, the temple was destroyed, the priests could no longer offer sacrifices, so we know that what the priests did was create new ways to commemorate the Feasts without traveling to Jerusalem and without sacrificing animals. The problem is, there was no divine revelation on how they were supposed to keep these Feasts while they were in exile and there was no temple. So the priests had to create ways to observe them in exile without sacrifices and without a temple. So was the observance of these Feasts a human creation by the priests? Of course it was. There was no divine prescription.

 

Poin yang lain yang perlu kita ingat ialah mereka yang merayakann Perayaan-perayaan ini mereka tidak memelihara Perayaan-perayaan itu seperti yang tertulis di Kitab Suci. Ketika orang Yahudi diasingkan, Bait Sucinya dihancurkan, para imam tidak lagi bisa mempersembahkan kurban, jadi kita tahu apa yang dilakukan imam-imam itu ialah menciptakan cara-cara baru untuk memperingati Perayaan-perayaan itu tanpa pergi ke Yerusalem dan tanpa mengurbankan hewan. Masalahnya, tidak ada petunjuk Ilahi bagaimana mereka seharusnya memelihara Perayaan-perayaan itu selagi mereka dalam pengasingan dan di mana tidak ada Bait Suci. Maka imam-imam menciptakan cara-cara untuk memelihara Perayaan-perayaan saat di pengasingan tanpa mempersembahkan kurban dan tanpa Bait Suci. Apakah pemeliharaan Perayaan-perayaan ini menjadi suatu ciptaan manusia yang dibuat oleh para imam? Tentu saja. Tidak ada petunjuk Ilahi.

 

 

A professor at the seminary at Andrews has written this. “. . . since no specific biblical law exists indicating how these laws should be observed outside the temple, they…” that is the Jews  “…will have to produce laws and traditions of their own.”

 

Seorang profesor di seminari di Andrews menulis ini, “…karena tidak ada hukum alkitabiah yang khusus yang mengindikasikan bagaimana hukum-hukum ini harus dipelihara di luar Bait Suci, mereka…”  maksudnya bangsa Yahudi “…harus menciptakan hukum-hukum dan tradisi-tradisi mereka sendiri.” (Jacques Doukhan ~ Ministry, April 2010 Should we Observe the Levitical Festivals?” hal. 8)

 

 

So this leads to a very important question.

Why should we observe some ceremonial observances and not others?

Must we wave a sheaf of barley from our field at the entrance to the Temple in Jerusalem?

Do we pour a drink offering or a meal offering over the sacrifices?

Which prescriptions will we follow and which will we not follow?

In other words, without any divine guidance, who determines how the Feasts will be observed?

 

Jadi ini membawa kita ke pertanyaan yang sangat penting.

Mengapa ada upacara tertentu yang harus kita pelihara dan yang lain tidak?

Haruskah kita mengunjukkan seberkas jelai dari ladang kita di pintu masuk Bait Suci di Yerusalem?

Apakah kita harus mencurahkan persembahan minuman atau makanan ke atas kurban?

Peraturan mana yang kita ikuti dan mana yang tidak kita ikuti?

Dengan kata lain, tanpa bimbingan Ilahi apa pun, siapa yang menentukan bagaimana Perayaan-perayaan itu dipelihara?

 

 

Once again Angel Manuel Rodriguez wrote, “Those who promote the observance of the festivals have to create their own personal way of celebrating the feasts and in the process create human traditions that are not based on an explicit expression of Gods will.”

So you notice that there's a series of problems when you talk about celebrating the Feasts.


Sekali lagi Angel Manuel Rodigriguez menulis, “…Mereka yang mempromosikan pemeliharan festival-festival harus menciptaan cara pribadi mereka sendiri untuk merayakan Perayaan-perayaan itu dan dalam proses tersebut meciptakan tradisi manusia yang tidak berdasarkan atas pernyataan eksplisit kehendak Allah.” (Angel M. Rodriguez, Israelite Festivals and the Christian Church,” ~ Silver Spring, MD: Biblical Research Institute, 2005, hal. 9). 

Jadi kalian lihat, ada serangkaian masalah bila kita bicara mengenai merayakan Perayaan-perayaan itu.

 

 

Now another point that's important is that the Feasts were agricultural Feasts, in other words the Feasts were tied to the year of agriculture of the Jews. Remember that we mentioned this, we talked about the agricultural year? So although God gave the Israelites the Feast program at Mount Sinai, they really couldn't keep the Feast until they entered where? The land of Canaan, because the Feasts were coded to the three harvests of the agricultural year in Canaan, the barley, the wheat, and the fruit harvest. Clearly Israel could not plant and harvest wheat and barley or gather grapes, olives, and dates, while they were in the wilderness. And this is the reason why God gave them what? Manna in the dessert or else they would have starve to death. The Feasts were tied to the agricultural yearly cycle, in that particular sub-tropical climate zone. How can we keep these say in the northern United States where we have four seasons? Are our two main crops barley and wheat? Do we go to the supermarket and purchase barley and wheat to offer at Passover and Pentecost? What about those who live in the polar regions, or desert regions? The fact is that the Feasts were coded to the agricultural cycles in Canaan and only those who live there could actually keep them as they were prescribed.  Are we doing well so far?

 

Nah, poin penting yang lain ialah Perayaan-perayaan ini adalah Perayaan-perayaan agrikultral, dengan kata lain Perayaan-perayaan ini terikat kepada tahun agrikultural Yahudi. Ingat bahwa kita sudah bicara tentang ini, kita sudah membahas tahun agrikultural? Maka, walaupun Allah memberikan program Perayaan-perayaan ini kepada bangsa Israel di Gunung Sinai, mereka tidak bisa benar-benar memelihara Perayaan-perayaan tersebut hingga mereka masuk ke mana? Ke tanah Kana’an, karena Perayaan-perayaan ini disesuaikan kepada ketiga musim panen tahun agrikultural di Kana’an, panen jelai, gandum, dan buah-buahan. Sudah pasti Israel tidak bisa menanam dan menuai gandum dan jelai atau mengumpulkan buah anggur, zaitun, dan kurma, sementara mereka masih di padang gurun. Dan inilah alasannya mengapa Allah memberi mereka apa? Manna di padang gurun, kalau tidak mereka bisa mati kelaparan. Perayaan-perayaan ini terkait kepada siklus agrikultural tahunan di zona iklim sub-tropis yang khas itu. Bagaimana kita bisa memelihara ini jika kita ada di bagian utara Amerika Serikat di mana ada empat musim? Apakah dua hasil bumi utama kita jelai dan gandum? Apakah kita ke supermarket untuk membeli jelai dan gandum untuk mempersembahkannya saat Passah dan Pentakosta? Bagaimana dengan mereka yang hidup di daerah kutub atau di daerah gurun? Faktanya ialah Perayaan-perayaan ini disesuaikan kepada siklus agrikultural di Kana’an dan hanya mereka yang hidup di sana bisa benar-benar memelihara mereka seperti petunjuknya. Sampai di sini bisa dipahami?

 

 

There's a whole series of difficulties when you come  to saying that you have to celebrate the Feasts. And let me just add a parenthetical statement here. I have nothing against individuals who would liked to celebrate these Feasts at their home. I know a seminary professor who had Passover, you know, he has kind of a little Passover in his household. I have absolutely no objection to that. My objection is when those who observe the Feasts say that you must keep the Feasts, and that if you don't keep the Feasts you can be lost. That's where the line is drawn. If you want to have a celebration, you know, where you want to celebrate the Passover, and you know you want to do some of the things connected with the Feasts, that's your prerogative. I have no criticism for those people. But the problem is when they try to mandate this, saying that God requires this and it's as important as keeping the Sabbath, then I have to object and say that it simply isn't so.

 

Ada segudang kesulitan jika kita berkata kita harus merayakan Perayaan-perayaan tersebut. Dan saya akan menambahkan pernyataan sisipan di sini. Saya tidak punya masalah dengan individu-individu yang ingin merayakan Perayaan-perayaan ini di rumah mereka sendiri. Saya kenal seorang profesor di seminari yang mengadakan Passah, suatu perayaan Passah kecil dalam keluarganya. Saya sama sekali tidak punya masalah dengan itu. Masalah saya ialah bila mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu berkata bahwa kita harus memelihara Perayaan-perayaan itu, dan jika tidak, kamu tidak selamat. Di situlah harus ditarik garis batasnya. Jika ada yang mau membuat suatu perayaan di mana dia mau merayakan Passah, dan dia mau melakukan beberapa hal sehubungan dengan Perayaan itu, itu pilihannya. Saya tidak mengeritik orang-orang ini. Tetapi masalahnya ialah ketika mereka berusaha memaksakan ini, dan mengatakan bahwa Allah mengharuskan ini dan ini sama pentingnya dengan memelihara hari Sabat, maka saya harus bilang tidak setuju dan mengatakan bahwa sejatinya sama sekali tidak demikian.

 

 

Now there is a fundamental difference between the Seventh-Day Sabbath ~ because they say that because some Feasts were connected with the Sabbath then the Feasts are as important as the Sabbath.  So let's examine that argument. We’ll only begin to examine it and we will finish in our study in the next session tomorrow afternoon. There's a fundamental difference between the Seventh-Day Sabbath and the Feasts

God established the Sabbath at Creation before sin, and therefore it is perpetually binding upon all of humanity. There were no Jews, folks! Not so with the Ceremonial Law. When God created the heavens and the earth there was no need of sacrifices or Feasts to commemorate or to prefigure anything.

The Bible is clear that the Feasts originated at Mount Sinai. In fact the first Feast of Passover was to remind Israel of the first step in their journey from Egypt to Canaan. The Feasts are connected with literal Israel and their particular history.

In contrast, God gave the Sabbath to the entire human race long before Sinai. The Sabbath is part of the Ten Commandments.

The Feasts are part of the book that the priests placed beside the Ark.

The fourth commandment bears no relationship to the agricultural year but rather follows the weekly cycle of seven days that is determined by the rising and setting of the sun.

On the other hand the moon determined the observance of the Feasts, this has something to say to those who keep the Sabbath according to a lunar rather than a solar calendar and this will be our  topic for our last session tomorrow afternoon.

 

Nah ada perbedaan fundamental antara Sabat Hari Ketujuh ~ karena orang-orang itu mengatakan karena beberapa Perayaan terkait dengan Sabat maka Perayaan-perayaan itu sama pentingnya seperti Sabat. Jadi mari kita periksa argumentasi itu. Kita hanya akan mulai memeriksanya dan kita akan menyelesaikannya dalam pelajaran kita berikutnya besok sore.

Ada perbedaan yang fundamental antara Sabat Hari Ketujuh dengan Perayaan-perayaan.

Allah menetapkan Sabat saat Penciptaan sebelum dosa, oleh karena itu Sabat itu mengikat terus-menerus atas semua manusia. Pada waktu itu tidak ada bangsa Yahudi, Saudara-saudara! Tetapi tidak demikian dengan Hukum Seremonial. Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, tidak dibutuhkan kurban atau Perayaan-perayaan untuk memperingati atau melambangkan apa-apa.

Alkitab sangat jelas bahwa Perayaan-perayaan itu berasal dari Gunung Sinai. Bahkan Perayaan yang pertama yaitu Passah, itu untuk mengingatkan bangsa Israel tentang langkah pertama perjalanan mereka dari Mesir menuju Kana’an. Perayaan-perayaan ini berkaitan dengan Israel literal dan sejarah mereka khususnya.

Sebagai kontras, Allah telah memberikan Sabat kepada semua umat manusia jauh sebelum Sinai. Sabat adalah bagian dari Kesepuluh Perintah Allah.

Perayaan-perayaan adalah bagian dari kitab yang ditempatkan imam-imam di samping Tabut Perjanjian.

Perintah Keempat tidak punya kaitan dengan tahun agrikultural melainkan mengikuti siklus mingguan tujuh hari yang ditentukan oleh terbit dan terbenamnya matahari.

Di pihak lain, bulan menentukan pemeliharaan Perayaan-perayaan, ini saja seharusnya merupakan hal yang harus dipertimbangkan oleh mereka yang memelihara Sabat menurut perhitungan kalender bulan dan bukan kalender matahari. Dan ini akan menjadi topik  kita untuk sesi terakhir kita besok sore.

 

 

Ellen White clearly  and repeatedly refers to the Sabbath as a solar observance not a lunar one.  So basically what they say is, because the Feasts were determined by the moon and the Sabbath is linked in some ways with the Feasts, then the Sabbath must also be determined by the moon. But Ellen White begs to differ. Notice these clear statements from Ellen White on what determines the day and what determines the week.

Testimonies To Ministers page 135, When the Lord declares that He made the world in six days and rested on the seventh day,…” that's a week, right?  “…He means the day of twenty-four hours, which He has marked off by the…” crescent moon? No! That's not what it says,  “…which He has marked off by the…” what?  “…by the rising and setting of the sun.”

What determines the weekly cycle? The moon or the sun? The sun!

 

Ellen White dengan jelas dan berulang-ulang mengacu kepada pemeliharaan Sabat menurut perhitungan matahari dan bukan bulan. Jadi pada dasarnya apa yang mereka katakan ialah, karena Perayaan-perayaan ditentukan oleh bulan, dan Sabat sempat terkait dengan Perayaan-perayaan itu, maka Sabat juga harus ditentukan oleh bulan. Tetapi Ellen White tidak sependapat. Simak pernyataan-pernyataan yang jelas dari Ellen White mengenai apa yang menentukan hari dan apa yang menentukan minggu.

Testimonies to Ministers hal. 135,  “…Pada waktu Allah mengumumkan bahwa Dia telah menciptakan dunia dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh…”  itu satu minggu, benar?  “…yang dimaksudNya ialah hari yang 24 jam, yang telah ditandaiNya dengan…”  bulan sabit? Tidak! Bukan itu katanya, “…yang telah ditandaiNya dengan…” apa?    “…dengan terbitnya dan terbenamnya matahari…”  

Apa yang menentukan siklus mingguan? Bulan atau matahari? Matahari!

 

 

Notice Selected Messages Volume 3 page 317, “God rested on the seventh day, and set it apart for man to observe in honor of His creation of the heavens and the earth in  six literal days. He blessed, sanctified, and made holy the day of rest. When men are so careful to search and dig to see in regard to the precise period of time, we are to say: ‘God made His Sabbath for a round world and when the seventh day comes to us in that round world,  controlled by the…” moon that rules the night ~ just making sure that you're with me, it's been a long day. She says,  “…‘God made His Sabbath for a round world and when the seventh day comes to us in that round world,  controlled by the sun that rules the day, it is the time in all countries and lands to observe the Sabbath. In the countries  where there is no sunset for months, and again  no sunrise for months, the period of time will be calculated by…” what?  “…by records kept….”

 

Simak Selected Messages Vol. 3 hal. 317, “…Allah berhenti pada hari ketujuh, dan memisahkannya bagi manusia untuk dipelihara sebagai penghormatan kepada PenciptaanNya atas langit dan bumi dalam enam hari literal. Dia memberkati, menguduskan, dan menjadikan hari perhentian itu kudus. Bila manusia begitu cermat mencari dan menggali untuk melihat sehubungan dengan periode waktu yang tepat, kita harus berkata, ‘Allah menciptakan SabatNya untuk dunia yang bulat, dan ketika hari yang ketujuh tiba kepada kita di dunia yang bulat itu, yang dikendalikan oleh…”  rembulan yang memerintah malam ~ hanya ingin memastikan apakah kalian masih mengikuti, ini hari yang panjang. Ellen White berkata, “…‘Allah menciptakan SabatNya untuk dunia yang bulat, dan ketika hari yang ketujuh tiba kepada kita di dunia yang bulat itu, yang dikendalikan oleh matahari yang memerintah siang, itulah saatnya di semua negara dan tempat untuk memelihara Sabat. Di negara-negara di mana tidak ada matahari terbenam selama berbulan-bulan, dan juga tidak ada matahari terbit selama berbulan-bulan, periode waktunya akan dihitung menurut…”  apa?    “…menurut catatan yang ada.”

 

 

Notice another statement Volume 3 of Selected Messages page 317, “The Lord accepts all the obedience of every creature He has made, according to the circumstances of time in the sun-rising and sun-setting world. . . . The Sabbath was made for a round world, and therefore obedience is required of the people that are in perfect consistency with the Lord's created world.”

 

Simak pernyataan lain Selected Messages Vol. 3 hal. 317, “…Tuhan menerima kepatuhan setiap makhluk yang telah diciptakanNya, menurut kondisi waktu di dunia di mana matahari terbit dan terbenam… Sabat diciptakan untuk dunia yang bulat, karena itu kepatuhan diminta dari manusia yang memiliki keserasian yang sempurna dengan dunia yang diciptakan Tuhan.”

 

 

Let me just just read one more, that's all we have time for in this session. Ellen White is writing to a sister, “My sister, let not your faith fail. We are to stand fast by our colors, the commandments of God and the faith of Jesus. All those who hold the beginning of their confidence firm unto the end will keep the Seventh-day Sabbath, which  comes to us as marked by the…” moon? No! Once again she says,  “…which  comes to us as marked by the sun. The fallacy of the day line…” this is the International Dateline “…is a trap of Satan to discourage. I know what I am speaking about. Have faith in God. Shine where you are, as a living stone in God's building.  

 

Saya akan membacakan satu lagi, kita hanya punya waktu sekian untuk sesi ini. Ellen White menulis kepada seorang saudara seiman, “…Saudaraku, imanmu jangan melemah. Kita harus berdiri teguh sesuai ciri khas kita, Perintah-perintah Allah dan iman Yesus. Semua yang berpegang kuat kepada awal iman mereka hingga akhir akan memelihara Sabat Hari Ketujuh, yang datang kepada kita sebagaimana ditandai oleh…”  bulan? Tidak! Sekali lagi Ellen White berkata, “…yang datang kepada kita sebagaimana ditandai oleh matahari. Kesalahan garis waktu…”  ini garis pembagi waktu internasional “…adalah jebakan Setan untuk mengecilkan hati. Saya tahu apa yang saya katakan. Percayalah kepada Allah. Bersinarlah di mana kamu berada, sebagai batu yang hidup dalam bangunan Allah.” (Selected Messages, Volume 3, hal. 318, 319)

 

 

So the Sabbath is a weekly celebration, while the Feasts were what? Yearly ones.

The Sabbath was not a shadow, but the Feasts were shadows.

Although it is true that the Sabbath secondarily commemorated Israel's Redemption from Egypt at Passover, it was still a weekly celebration, and its observance was determined by the sun, not by the moon.

The Sabbath then took on a secondary function after sin, and pointed to the rest in Redemption. So the Sabbath does point to Redemption, but it is not part of the Feasts because it was created before the Feasts, and its purpose was to point originally to whom? To the Creator of the heavens and the earth.

 

Jadi Sabat adalah perayaan mingguan, sementara Perayaan-perayaan itu apa? Itu tahunan.

Sabat bukanlah bayangan, tetapi Perayaan-perayaan adalah bayangan.

Walaupun memang benar fungsi Sabat yang kedua ialah memperingati penyelamatan Israel dari Mesir saat Passah, namun itu tetap suatu perayaan mingguan, dan pemeliharaannya ditentukan oleh matahari, bukan oleh bulan.

Sabat kemudian memiliki fungsi kedua setelah dosa, dan menunjuk kepada perhentian dalam Penebusan. Maka Sabat memang menunjuk ke Penebusan, tetapi dia bukan bagian dari Perayaan-perayaan karena dia sudah diciptakan sebelum Perayaan-perayaan, dan tujuannya yang asli adalah menunjuk ke siapa? Ke Sang Pencipta langit dan bumi. 

 

 

Now in our next session tomorrow apart from the worship service we will finish studying the reasons why God does not require the church to keep the Feasts today. Does this mean that the Feasts are not important? Of course not! The Feasts are important, they instruct us and they show us the fulfillment of all of these things in Jesus Christ. We still need to study them, but we study them to see how they were fulfilled, we don't keep them in the way that they were prescribed

 

Nah, dalam sesi kita berikutnya besok, di luar kebaktian, kita akan menyelesaikan mempelajari alasan-alasan mengapa Allah tidak minta gereja untuk memelihara Perayaan-perayaan itu sekarang. Apakah itu berarti Perayaan-perayaan ini tidak penting? Tentu saja tidak! Perayaan-perayaan itu penting, mereka mengajar kita dan mereka menunjukkan kepada kita segala penggenapannya dalam Yesus Kristus. Kita masih harus mempelajari mereka, tetapi kita mempelajarinya untuk melihat bagaimana mereka digenapi. Kita tidak usah memelihara mereka menurut peraturan yang ditentukan.

 

14 09 21





Home work reading

 

The Review and Herald, May 6, 1875

(1)“The fact that the holy pair in disregarding the prohibition of God in one particular thus transgressed His Law, and as the result suffered the consequences of the fall ~ should impress all with a just sense of the sacred character of the Law of God. If the experience of our first parents in the transgression of what many who profess to fear God would call the lesser requirements of the Law of God, was attended with such fearful consequences, what will be the punishment of those who not only break its most important precepts, as clearly defined as is the fourth commandment, but also teach others to transgress?

 

(1)“Fakta bahwa pasangan yang kudus itu dengan mengabaikan larangan Allah dalam satu hal ~ dengan demikian telah melanggar HukumNya, dan sebagai akibatnya menderita konsekuensi kejatuhan tersebut ~ seharusnya menanamkan kepada semua betapa adilnya karakter kudus dari Hukum Allah. Jika pengalaman orangtua kita yang pertama dalam melanggar apa yang disebut banyak orang yang mengaku takut akan Allah sebagai tuntutan yang tidak penting dari Hukum Allah, itu ditangani dengan konsekuensi yang sedemikian menakutkan, apa yang akan menjadi hukuman mereka yang tidak saja melanggar peraturan yang paling penting, yang didefinisikan dengan jelas seperti Perintah yang Keempat, tetapi juga mengajar orang lain untuk melanggarnya?

 

 

(2) All will yet understand, as did Adam and Eve, that God means what He says. Men who pass on indifferently in regard to the especial claims of God's holy Law, and who turn from and reject the light given upon the Sabbath of the fourth commandment, and seek to ease their consciences by following traditions and customs, will be held responsible by God, and in a greater degree, than if Christ had not come to the earth, and suffered on Calvary. The fact that the redemption of man from the penalty of the transgression, required this wonderful sacrifice on the part of Christ, gives unmistakable proof of the unchanging nature of the Law of God.

 

(2) Semua nanti akan mengerti, seperti Adam dan Hawa, bahwa Allah tidak main-main dengan apa yang dikatakanNya. Manusia-manusia yang melewatkannya dengan tidak mempedulikan tuntutan-tuntutan khusus Hukum Allah yang kudus, yang menolak dan berpaling dari terang yang telah diberikan mengenai Sabat Perintah Keempat, dan berusaha menenangkan hati nurani mereka dengan mengikuti tradisi dan kebiasaan, akan diperhitungkan bertanggung jawab oleh Allah, dan dalam tingkat yang lebih besar daripada seandainya Kristus tidak datang ke dunia dan menderita di Kalvari. Fakta bahwa penebusan manusia dari hukuman pelanggaran menuntut kurban yang mengagumkan dari Kristus ini, memberikan bukti yang tidak bisa dipungkiri dari ketidak- berubahnya sifat Hukum Allah.

 

 

(3) God gave a clear and definite knowledge of His will to Israel by especial precepts, showing the duty of man to God and to his fellow men. The worship due to God was clearly defined. A special system of rites and ceremonies was established, which would secure the remembrance of God among His people, and thereby serve as a hedge to guard and protect the Ten Commandments from violation.

 

(3) Allah memberikan pengetahuan yang jelas dan pasti tentang kehendakNya kepada Israel melalui peraturan-peraturan khusus, yang menunjukkan kewajiban manusia kepada Allah dan kepada sesama manusia. Perbaktian yang wajib diberikan kepada Allah didefinisikan dengan jelas. Suatu sistem ritual-ritual dan upacara-upacara khusus ditetapkan, yang akan menjamin bahwa Tuhan akan diingat di antara umatNya, yang dengan demikian berfungsi sebagai pagar yang menjaga dan melidungi terhadap pelanggaran Kesepuluh Perintah Allah.

 

 

(4) God's people, whom He calls His peculiar treasure, were privileged with a two-fold system of Law; the moral and the ceremonial.

The one, pointing back to Creation to keep in remembrance the living God who made the world, whose claims are binding upon all men in every dispensation, and which will exist through all time and eternity.

The other, given because of man's transgression of the Moral Law, the obedience to which consisted in sacrifices and offerings pointing to the future redemption.

Each is clear and distinct from the other. From the creation, the Moral Law was an essential part of God's divine plan, and was as unchangeable as He was. The Ceremonial Law was to answer a particular purpose of Christ plan for the salvation of the race.

The typical system of sacrifices and offerings was established that through these services the sinner might discern the great offering, Christ. But the Jews were so blinded by pride and sin that but few of them could see farther than the death of beasts as an atonement for sin; and when Christ, whom these offerings prefigured, came, they could not discern Him. The Ceremonial Law was glorious; it was the provision made by Jesus Christ in counsel with His Father, to aid in the salvation of the race. The whole arrangement of the typical system was founded on Christ. Adam saw Christ prefigured in the innocent beast suffering the penalty of his transgression of Jehovah's law.

 

(4) Umat Allah yang disebutNya hartaNya yang unik, diberi keistimewaan Hukum sistem ganda: Hukum Moral dan Hukum Seremonial.

Yang satu menunjuk ke belakang ke Penciptaan untuk mengingatkan kepada Allah yang hidup yang telah menciptakan dunia, yang tuntutanNya mengikat semua manusia dari segala zaman, dan yang akan terus eksis sepanjang masa dan kekekalan.

Yang lain ~ yang diberikan karena pelanggaran manusia atas Hukum Moral ~ dipatuhi dengan kurban-kurban dan persembahan-persembahan yang menunjuk ke penebusan yang akan datang.

Masing-masing jelas dan berbeda satu dari yang lain. Sejak Penciptaan, Hukum Moral adalah bagian yang esensial dari rancangan ilahi Allah, dan sama tidak berubahnya seperti DiriNya. Hukum Seremonial adalah untuk menjawab satu tujuan khusus dalam rancangan Kristus demi keselamatan umat ini.

Sistem kurban-kurban dan persembahan-persembahan yang adalah tipenya, ditetapkan agar melalui pelayanan-pelayanan ini, orang yang berdosa boleh melihat dan memahami kurban agung Kristus. Tetapi bangsa Yahudi begitu dibutakan oleh kebanggaan dan dosa sehingga hanya sedikit dari mereka yang bisa melihat lebih jauh melampaui kematian hewan-hewan sebagai pendamaian dosa, dan ketika Kristus yang dilambangkan oleh kurban-kurban ini, datang, mereka tidak bisa memahami Dia. Hukum Seremonial itu agung; itulah persediaan yang dibuat oleh Yesus Kristus dalam kesepakatan bersama BapaNya, untuk membantu penyelamatan umat manusia. Seluruh pengaturan sistem tipe ini dasarnya ialah Kristus. Adam melihat Kristus dilambangkan dalam hewan yang tidak bersalah yang menanggung hukuman pelanggarannya atas Hukum Yehovah.

 

 

(5) The Law of types reached forward to Christ. All hope and faith centered in Christ until type reached its antitype in His death. The statutes and judgments specifying the duty of man to his fellow men were full of important instruction, defining and simplifying the principles of the Moral Law, for increasing religious knowledge, and of preserving God's chosen people distinct and separate from idolatrous nations.

 

(5) Hukum tipe menjangkau ke depan ke Kristus. Semua harapan dan iman terpusat pada Kristus hingga tipe mencapai antitipenya dalam kematianNya. Ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memerinci kewajiban manusia kepada sesamanya penuh dengan instruksi penting, yang menerangkan dan menyederhanakan prinsip-prinsip Hukum Moral demi meningkatkan pengetahuan kerohanian dan memelihara umat pilihan Allah agar tetap khas dan terpisah dari bangsa-bangsa yang menyembah berhala.

 

 

(6) The statutes concerning marriage, inheritance, and strict justice in dealing with one another, were peculiar and contrary to the customs and manners of other nations, and were designed of God to keep His people separate from other nations. The necessity of this to preserve the people of God from becoming like the nations who had not the love and fear of God, is the same in this corrupt age, when the transgression of God's Law prevails and idolatry exists to a fearful extent. If ancient Israel needed such security, we need it more, to keep us from being utterly confounded with the transgressors of God's Law. The hearts of men are so prone to depart from God that there is a necessity for restraint and discipline.

 

(6) Ketetapan-ketetapan tentang perkawinan, warisan dan keadilan yang ketat dalam berinteraksi satu dengan yang lain, itu unik dan berbeda dari kebiasaan dan cara bangsa-bangsa lain, dan dirancang oleh Allah untuk membuat umatNya terpisah dari bangsa-bangsa lain. Hal ini diperlukan untuk memelihara umat Allah supaya tidak menjadi serupa dengan bangsa-bangsa yang tidak mencintai dan takut akan Allah; sama seperti di zaman yang sudah rusak ini, di mana pelanggaran Hukum Allah begitu unggul dan penyembahan berhala ada sampai tingkat yang mengerikan. Jika Israel kuno memerlukan pengamanan seperti ini, lebih-lebih kita, untuk menghindarkan kita dari sepenuhnya dibingungkan oleh para pelanggar Hukum Allah. Hati manusia sedemikian mudah untuk menjauh dari Allah sehingga diperlukan adanya pengekangan dan disiplin.

 

 

(7) The love that God bore to man whom He had created in His own image, led Him to give His Son to die for man's transgression, and lest the increase of sin should lead him to forget God and the promised redemption, the system of sacrificial offerings was established to typify the perfect offering of the Son of God.

 

(7) Kasih yang dimiliki Allah bagi manusia yang telah diciptakanNya menurut bentuk dan rupaNya Sendiri, membuat Dia menyerahkan AnakNya untuk mati bagi pelanggaran manusia, dan agar jangan karena meningkatnya dosa membuat manusia melupakan Allah dan penebusan yang dijanjikan, ditetapkanlah sistem persembahan kurban untuk menjadi tipe (lambang) dari persembahan Anak Allah yang sempurna.

 

 

(8) Christ was the angel appointed of God to go before Moses in the wilderness, conducting the Israelites in their travels to the land of Canaan. Christ gave Moses His special directions to be given to Israel. ‘Moreover, brethren, I would not that ye should be ignorant, how that all our fathers were under the cloud, and all passed through the sea; and were all baptized unto Moses in the cloud and in the sea; and did all eat the same spiritual meat; and did all drink the same spiritual drink; for they drank of that spiritual Rock that followed them; and that Rock was Christ.’

 

(8) Kristus adalah malaikat yang ditunjuk oleh Allah supaya berjalan mendahului Musa di padang gurun, memimpin bangsa Israel dalam perjalanan mereka ke tanah Kana’an. Kristus memberi Musa petunjukNya yang khusus untuk diberikan kepada Israel, 1 Lagi pula, saudara-saudara, aku tidak mau kamu tidak menyadari, bahwa nenek moyang kita semua berada di bawah perlindungan awan, mereka semua telah melintasi laut. 2 semua telah dibaptis dalam Musa di awan dan di laut 3 semua sudah makan makanan rohani yang sama 4 dan mereka semua sudah minum minuman rohani yang sama. Sebab mereka sudah minum dari Batu rohani yang mengikuti mereka, dan Batu itu ialah Kristus.’ (1 Kor. 10:1-4)

 

 

(9) ‘In the last day, that great day of the feast, Jesus stood and cried, saying, ‘If any man thirst, let him come unto Me, and drink." These words were called out by witnessing a representation by the Jews of water flowing from the flinty rock. This commemoration of bringing water from the rock in the wilderness moves the heart of the Son of God to tenderest compassion and pity for their darkened understanding; for they will not see the light, which He has brought to them. Christ tells them that He is that rock.I am that living water. Your fathers drank of that spiritual rock that followed them. That rock was Myself.’ It was through Christ alone that the Hebrews were favored with the especial blessings, which they were continually receiving, notwithstanding their sinful murmurings and rebellion.

 

(9) 37 Dan pada hari terakhir, yaitu pada hari besar puncak perayaan itu, Yesus berdiri dan berseru, ‘Jika ada yang haus, baiklah ia datang kepada-Ku dan minum.’ (Yoh. 7: 37). Kata-kata ini diserukan ketika bangsa Yahudi menyaksikan suatu lambang air yang memancur dari batu yang keras. Peringatan peristiwa mengeluarkan air dari batu di padang gurun menyentuh hati Anak Manusia dengan rasa iba dan kasihan yang besar karena gelapnya pemahaman mereka; karena mereka tidak akan melihat terang yang telah dibawaNya kepada mereka. Kristus mengatakan kepada mereka bahwa Dialah batu itu. ‘Akulah air kehidupan itu. Nenek moyangmu minum dari batu rohani yang mengikuti mereka. Batu itulah Aku.’ Melalui Kristus sendirilah orang-orang Ibrani mendapatkan berkat-berkat yang istimewa, yang terus-menerus mereka terima, walaupun mereka terus berdosa dengan menggerutu dan memberontak.

 

 

(10) In consequence of continual transgression, the Moral Law was repeated in awful grandeur from Sinai. Christ gave to Moses religious precepts which were to govern the everyday life. These statutes were explicitly given to guard the Ten Commandments. They were not shadowy types to pass away with the death of Christ. They were to be binding upon man in every age as long as time should last. These commands were enforced by the power of the Moral Law, and they clearly and definitely explained that Law.

 

(10) Sebagai akibat pelanggaran yang terus-menerus, Hukum Moral diberikan ulang dengan keagungan yang mencekam dari Sinai. Kristus memberikan kepada Musa peraturan-peraturan kerohanian yang harus dipakai untuk mengatur kehidupan sehari-hari. Ketetapan-ketetapan ini diberikan secara eksplisit untuk melindungi Kesepuluh Perintah Allah. Mereka bukanlah tipe-tipe bayangan yang bakal lenyap dengan kematian Kristus. Mereka harus tetap mengikat manusia di segala zaman sepanjang waktu. Perintah-perintah ini diberlakukan oleh kuasa Hukum Moral, dan mereka dengan jelas dan pasti menerangkan Hukum tersebut.

 

 

(11) Christ became sin for the fallen race, in taking upon Himself the condemnation resting upon the sinner for his transgression of the Law of God. Christ stood at the head of the human family as their representative. He had taken upon Himself the sins of the world. In the likeness of sinful flesh, He condemned sin in the flesh. He recognized the claims of the Jewish law until His death, when type met antitype. In the miracle He performed for the leper, He bade him go to the priests with an offering in accordance with the Law of Moses. Thus, He sanctioned the Law requiring offerings.

 

(11) Kristus menjadi dosa bagi umat manusia yang berdosa, dengan menanggung pada DiriNya sendiri penghukuman yang terletak pada orang yang berdosa karena pelanggarannya atas Hukum Allah. Kristus berdiri sebagai kepala keluarga manusia, sebagai wakil mereka. Dia telah menanggung pada Dirinya Sendiri dosa-dosa dunia. Dalam keserupaan dengan manusia yang berdosa, Dia menghukum dosa dalam kedagingan. Dia mematuhi tuntutan-tuntutan Hukum Yahudi sampai kematianNya,  ketika tipe bertemu dengan antitipe. Dalam mujizat yang dilakukanNya bagi orang kusta, Dia menyuruhnya pergi kepada imam-imam membawa persembahan kurban sesuai dengan Hukum Musa. Dengan demikian Dia memberikan restuNya kepada Hukum yang menuntut kurban-kurban.

 

 

(12) Christians who profess to be Bible students can appreciate more fully than ancient Israel did the full signification of the ceremonial ordinances that they were required to observe. If they are indeed Christians, they are prepared to acknowledge the sacredness and importance of the shadowy types, as they see the accomplishment of the events, which they represent. The death of Christ gives the Christian a correct knowledge of the system of ceremonies and explains prophecies, which remain obscure to the Jews.

Moses of himself framed no law. Christ, the angel whom God had appointed to go before His chosen people, gave to Moses statutes and requirements necessary to a living religion and to govern the people of God.

Christians commit a terrible mistake in calling this Law severe and arbitrary, and then contrasting it with the gospel and mission of Christ in His ministry on earth, as though He were in opposition to the just precepts, which they call the Law of Moses.

 

(12) Orang-orang Kristen yang mengaku sebagai pelajar Alkitab bisa lebih menghargai makna penuh dari upacara-upacara yang harus dipatuhi Israel daripada Israel kuno. Jika mereka memang benar orang-orang Kristen, mereka siap menerima kekudusan dan pentingnya tipe-tipe bayangan, ketika mereka melihat peristiwa-peristiwa yang dilambangkan yang menggenapi upacara-upacara itu. Kematian Kristus memberikan kepada orang-orang Kristen pengetahuan yang benar tentang sistem upacara-upacara dan menjelaskan nubuatan-nubuatan, yang bagi orang Yahudi adalah hal yang samar-samar.

Musa dari dirinya sendiri tidak membuat hukum. Kristus, malaikat yang ditentukan Allah untuk mendahului umat pilihanNya, memberikan kepada Musa ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang diperlukan bagi suatu agama yang hidup, dan untuk mengatur umat Allah.

Orang-orang Kristen telah berbuat kesalahan yang besar dengan menyebut Hukum ini berat dan merugikan, dan kemudian membandingkannya dengan injil dan misi Kristus dalam pelayananNya di bumi, seolah-olah Kristus berlawanan dengan peraturan-peraturan yang adil itu, yang mereka sebut Hukum Musa.

 

 

(13) The Law of Jehovah, dating back to creation, was comprised in the two great principles,Thou shalt love the Lord thy God with all thy heart, and with all thy soul, and with all thy mind, and with all thy strength. This is the first Commandment..’. In addition, the second is like, namely this: Thou shalt love thy neighbor as thyself. There is none other Commandment greater than these.’ These two great principles embrace the first four Commandments, showing the duty of man to God, and the last six, showing the duty of man to his fellow man. The principles were more explicitly stated to man after the fall, and worded to meet the case of fallen intelligences. This was necessary in consequence of the minds of men being blinded by transgression.

 

(13) Hukum Yehovah, yang berasal dari saat Penciptaan, terdiri atas dua prinsip besar:  30…‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu. Inilah Perintah yang pertama…’ Tambahan lagi,  31 Dan yang kedua ialah: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada Perintah lain yang lebih utama daripada keduanya ini.’ Kedua prinsip besar ini meliputi keempat Perintah yang pertama, menunjukkan kewajiban manusia kepada Allah, dan enam yang terakhir yang menunjukkan kewajiban manusia kepada sesama manusianya.

Prinsip-prinsip ini dinyatakan secara lebih eksplisit kepada manusia setelah manusia berdosa, dan disusun dalam kalimat yang sesuai dengan kondisi makhluk-makhluk berpikir yang berdosa. Ini diperlukan karena pikiran manusia sudah dibutakan oleh pelanggaran.  

 

 

 

(14) God graciously spoke His Law and wrote it with His own finger on stone, making a solemn covenant with His people at Sinai. God acknowledged them as His peculiar treasure above all people upon the earth. Christ, who went before Moses in the wilderness, made the principles of morality and religion more clear by particular precepts, specifying the duty of man to God and his fellow-men, for the purpose of protecting life, and guarding the sacred Law of God, that it should not be entirely forgotten in the midst of an apostate world.

 

(14) Allah dengan penuh rahmat mengucapkan HukumNya dan menuliskannya dengan jariNya Sendiri pada loh batu, membuat perjanjian yang khidmat dengan umatNya di Sinai. Allah mengakui mereka sebagai hartaNya yang unik di atas semua bangsa di dunia. Kristus yang berjalan di depan Musa di padang gurun, membuat prinsip-prinsip moralitas dan agama lebih jelas melalui peraturan-peraturan khusus, yang memerinci kewajiban manusia kepada Allah dan kepada sesama manusianya, demi kepentingan melindungi nyawa dan menjaga Hukum Allah yang kudus, supaya itu tidak akan dilupakan seluruhnya di tengah-tengah dunia yang murtad.

 

 

(15) Professed Christians now cry, Christ! Christ is our righteousness, but away with the Law. They talk and act as though Christ's mission to a fallen world was for the express purpose of nullifying His Father's Law. Could not that work have been just as well executed without the Only Beloved of the Father coming to this world and enduring grief, privation, and the shameful death of the cross? Ministers preach that the atonement gave men liberty to break the Law of God, and to commit sin, and then praise the free grace and mercy revealed through Christ under the gospel, while they despise the Law of God. They  cast  aside the  restraint of the Law,give loose rein to the corrupt  passions and  the promptings of the natural heart, and then triumph in the mercy and grace of the gospel. Christ speaks to such: ‘Not everyone that saith unto Me, Lord, Lord, shall enter into the kingdom of Heaven; but he that doeth the will of my Father which is in Heaven.’ What is the will of the Father? That we keep His commandments. Christ, to enforce the will of His Father, became the author of the statutes and precepts given through Moses to the people of God. Christians who extol Christ, but array themselves against the Law governing the Jewish church, array Christ against Christ.

 

(15) Orang-orang yang mengaku Kristen sekarang berseru, ‘Kristus! Kristuslah kebenaran kami, tetapi singkirkan Hukum.’ Mereka bicara dan bertindak seolah-olah misi Kristus kepada dunia yang berdosa hanyalah bertujuan untuk menghapus Hukum BapaNya. Kalau itu, tidak bisakah pekerjaan itu dikerjakan sama baiknya tanpa Satu-satunya Yang Dikasihi oleh Bapa datang ke dunia ini dan menanggung duka, kemelaratan, dan kematian di salib yang hina? Para pendeta berkhotbah bahwa pendamaian memberi manusia kebebasan untuk melanggar Hukum Allah dan berbuat dosa, kemudian memuji anugrah dan pengampunan gratis yang dinyatakan melalui Kristus di bawah injil, sementara mereka membenci Hukum Allah. Mereka menyingkirkan kendali Hukum, melepaskan seluruh pengekangan atas nafsu-nafsu rusak dan desakan alami hati, kemudian mendapatkan kemenangan dengan pengampunan dan anugrah injil. Kepada mereka yang demikian, Kristus berkata, 21 Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga’. (Mat. 7:21) Kehendak Bapa itu apa? Supaya kita memelihara Perintah-perintahNya. Kristus yang menjalankan kehendak BapaNya, menjadi pembuat Ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan melalui Musa kepada umat Allah.  Orang-orang Kristen yang memuja Kristus tetapi menempatkan diri mereka melawan Hukum yang mengatur gereja Yahudi, itu menempatkan Kristus memusuhi Kristus.

 

 

(16) The death of Jesus Christ for the redemption of man lifts the veil and reflects a flood of light back hundreds of years, upon the whole institution of the Jewish system of religion. Without the death of Christ all this system was meaningless. The Jews reject Christ, and therefore their whole system of religion is to them indefinite, unexplainable, and uncertain. They attach as much importance to shadowy ceremonies of types which have met their antitype, as they do to the law of the ten commandments, which was not a shadow, but a reality as enduring as the throne of Jehovah. The death of Christ elevates the Jewish system of types and ordinances, showing that they were of divine appointment, and for keeping faith alive in the hearts of His people.

 

(16) Kematian Yesus Kristus demi penebusan manusia, mengangkat tabir dan memancarkan banjir terang mundur ratusan tahun, kepada seluruh institusi sistem agama Yahudi. Tanpa kematian Kristus semua sistem ini tidak berarti. Bangsa Yahudi menolak Kristus, karena itu seluruh sistem agama mereka bagi mereka itu tidak menentu, tidak bisa dijelaskan, dan tidak pasti. Mereka mengaitkan makna yang sama besarnya kepada upacara-upacara bayang-bayang, tipe-tipe yang sudah bertemu dengan antitipe mereka, seperti kepada Hukum Sepuluh Perintah Allah yang bukan bayang-bayang melainkan realita yang kekal seperti takhta Yehovah. Kematian Kristus meninggikan sistem tipe dan upacara Yahudi, menunjukkan bahwa mereka adalah ketentuan Ilahi untuk mempertahankan agar iman tetap hidup dalam hati umatNya.”


XXX

  

No comments:

Post a Comment