_____THE HEBREW RELIGIOUS CALENDAR_____
Part 21/24 - Stephen Bohr
SHADOWS OF THINGS TO COME
https://www.youtube.com/watch?v=UOsfvthyfY4
Dibuka
dengan doa
Okay, I
want to return to page 233, we are studying Colossians 2:13-17 and so far we
have noticed that Jesus eliminated the bond of debt that was found in the
entire Old Testament system, and in this way He disarmed the principalities and
powers, He disarmed the accusations of Satan that God could not forgive sin
because the blood of Jesus had not been shed.
And
then the apostle Paul concludes by saying, because Jesus has fulfilled the ceremonial
system of the Old Testament, because He has disarmed the principalities and
powers by what He did on the cross, there's a consequence that is mentioned in
verse 16,
·
no one can now judge
anyone regarding “food and drink”.
And we’ve already noticed that “food and drink”
refers to food offerings and drink offerings that were connected with the
ceremonial system.
·
Nobody can judge
regarding the celebration of a festival,
·
or a new moon,
·
or ceremonial
sabbaths,
because
the apostle Paul says, these 17… are a shadow of things to come, but the substance is of
Christ.”
Oke,
saya mau kembali ke hal. 233, kita sedang mempelajari Kolose 2:13-17 dan sejauh
ini kita sudah menyimak bahwa Yesus telah menyingkirkan bon utang yang terdapat
di seluruh sistem Perjanjian Lama, dan dengan cara itu Dia telah melucuti
kekuatan kepala-kepala dan penguasa-penguasa, Dia melucuti tuduhan-tuduhan
Setan bahwa Allah tidak bisa mengampuni
dosa karena darah Yesus belum dicurahkan.
Kemudian
rasul Paulus menyimpulkan dengan berkata, karena Yesus telah menggenapi sistem
seremonial Perjanjian Lama, karena Dia telah melucuti kekuatan kepala-kepala
dan penguasa-penguasa dengan apa yang dilakukanNya di salib, ada akibat yang
disebutkan di ayat 16:
· Sekarang tidak ada lagi yang bisa
menghakimi siapa pun mengenai “makanan dan minuman”.
Dan
kita sudah menyimak bahwa “makanan dan minuman” itu mengacu kepada persembahan
makanan dan persembahan minuman yang terkait dengan sistem seremonial.
· Tidak ada yang bisa menghakimi mengenai
perayaan suatu festival,
· atau bulan baru,
· atau sabat-sabat seremonial
karena
rasul Paulus berkata, semua itu “17...adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan substansinya ialah Kristus”
So we
want to take a look at verse 17, where it says all these things “…are a shadow of things to come,
but the substance…” or the body “…is
of Christ.” Basically what this
verse is saying is that because the Ceremonial Law has been fulfilled, no one
can judge a person for not offering animals, food and drink offerings, for not
celebrating new moons, for not celebrating the Feast days, and the ceremonial
sabbaths. All
of these ceremonies pointed to the
future, they pointed forward to Christ. And when He came, none of these things are
binding upon Christians anymore. In other words, these observances were
shadows of things to come, but the body or the substance is Christ.
Jadi kita mau menyimak ayat 17, di mana
dikatakan bahwa segala hal ini “17...adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan substansinya…” atau bentuk tubuhnya “…ialah Kristus…” Pada
dasarnya apa yang dikatakan ayat ini ialah karena Hukum Seremonial sekarang
sudah digenapi, tidak ada orang yang boleh menghakimi orang lain yang tidak
mempersembahkan kurban hewan, mempersembahkan makanan dan minuman, atau tidak
merayakan bulan baru, tidak merayakan hari-hari Perayaan dan sabat-sabat
seremonial. Semua upacara ini
menunjuk ke masa depan, mereka menunjuk
ke depan ke Kristus. Dan ketika Kristus datang, semua hal itu tidak lagi
mengikat orang-orang Kristen. Dengan kata lain, upacara-upacara
ini adalah bayangan dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, tetapi tubuhnya (konkretnya) atau substansinya adalah Kristus.
Now I
want to read these two statements where Ellen White explains the meaning of
Colossians 2:17, and of course the individuals who keep the Feasts kind of
brushed these quotations aside, because they're so clear that no one need
interpret them wrongly. And so we find in Christ's
Object Lessons page 35, “And when the Reality
came, in the person of Christ, they did not
recognize in Him the
fulfillment of all their types…” she's
talking about the Jews “…the substance of all their shadows. They rejected the
antitype,
and
clung to their
types and useless ceremonies.”
Notice
how she uses the words they clung to the shadows and they rejected the
substance that projected those shadows.
Nah, saya mau membacakan dua pernyataan
di mana Ellen White menjelaskan makna Kolose 2:17, dan tentu saja
individu-individu yang memelihara Perayaan-perayaan sepertinya mengabaikan
pernyataan-pernyataan ini karena mereka begitu jelas sehingga tidak perlu ada
yang salah menafsirkan mereka. Jadi kita lihat di Christ’s Object Lessons
hal. 35,
“…Dan ketika Realitanya datang dalam bentuk pribadi Kristus, mereka tidak
mengenali dalam Dia penggenapan dari semua tipe mereka…” Ellen White bicara tentang orang-orang Yahudi, “…substansinya dari semua bayangan mereka.
Jadi mereka menolak antitipenya dan memegang erat-erat tipe-tipe mereka dan
upacara-upacara mereka yang tidak berguna…”
Simak
bagaimana Ellen White menggunakan kata-kata mereka memegang erat-erat
bayangan-bayangannya dan menolak substansinya yang memproyeksikan bayang-bayang
tersebut.
In
another statement that we find in Bible Echo July 15, 1893 she explains the relationship
between the shadow and the reality, “Christ is the…”
what? “…the substance…” we’re
at the foot of page 237 “…Christ is the substance
or…” what? “…body…” do you know the word that is used in Colossians 2:17 is really “the body
is of Christ” it's the word σῶμα [sōma] in
Greek. And so Ellen White is clearly alluding to Colossians 2:17 “…Christ is the substance or body which casts its
shadow back into former dispensations...” so I
want you to understand that you have for
example a post, and the sun is shining on the post, the post projects the
shadow, right? In the case of the shadows of the Old Testament, the shadows
exist first in time, and those shadows point back to what? They point back to
the reality that projects the shadows. In other words, the whole Old Testament system is a
series of shadows whose purpose was to guide people to look at the reality, the
fulfillment in Jesus, who was projecting those shadows. And so it says,
“..Christ is the substance or body which casts its shadow back into former dispensations. When Christ
died...” what happened with the shadow? “..the shadow ceased. At the death of Christ, the typical system was done away;...”
that would basically mean that the shadows were abolished,
right? So she says, “..At the death of Christ, the typical system was done away;
but the Law of God, whose violation had
made the plan of salvation necessary, was
magnified and made
honorable.”
Are
those two statements pretty clear? I think they're crystal clear.
Di pernyataan lain yang kita lihat di Bible Echo 15 Juli,
1893, Ellen White
menjelaskan hubungan antara bayangan dengan realitanya, “…Kristus
ialah…” apa? “…substansinya…” kita di bagian bawah hal. 237, “…Kristus ialah substansinya atau…” apa?
“…tubuhnya…” tahukah
kalian kata yang dipakai di Kolose 2:17 sesungguhnya ialah “tubuhnya ialah milik Kristus”, itu kata σῶμα [sōma] dalam bahasa Greeka. Maka Ellen White secara jelas
mengacu kepada Kolose 2:17, “…Kristus ialah substansinya atau
tubuh yang mencetak bayangannya kembali ke zaman-zaman sebelumnya…” Jadi saya mau
kalian memahami, misalnya ada sebuah tiang, dan matahari menyinari tiang itu,
dan tiang itu memproyeksikan bayangannya, benar? Dalam hal bayang-bayang di
Perjanjian Lama, menurut urutan waktu bayang-bayang itu eksis dulu, dan
bayang-bayang itu menunjuk ke mana? Mereka menunjuk ke Realita yang
memproyeksikan bayang-bayang itu. Dengan kata lain, seluruh sistem Perjanjian Lama adalah serangkaian
bayang-bayang yang tujuannya membimbing manusia untuk memandang ke Realitanya, ke penggenapannya dalam Yesus, yang
memproyeksikan bayang-bayang tersebut. Maka dikatakan,“…Kristus
ialah substansinya atau tubuh yang mencetak
bayangannya kembali
ke zaman-zaman sebelumnya. Ketika Kristus mati…” apa yang terjadi dengan bayang-bayangnya?
“…bayang-bayangnya hilang. Saat kematian Kristus, sistem tipikalnya
berakhir…” pada dasarnya itu berarti bahwa bayang-bayangnya
dihapus, benar? Jadi Ellen White berkata, “…Saat kematian Kristus, sistem tipikalnya berakhir,
tetapi Hukum Allah ~ karena
itu dilanggar, membuatnya perlu
ada rencana keselamatan ~ diagungkan
dan dibuat mulia.…”
Apakah kedua
pernyataan itu cukup jelas? Menurut saya mereka sangat jelas.
Now
those who believe that we should celebrate the Feasts and that the Feasts are
still binding upon Christians point out that Colossians 2:16-17 say that foods
and drinks, the festivals, the sabbaths, and the new moons, are shadows of things to come, that's
the way it says in the Greek. The apostle Paul is saying that these things are
shadows of things to come. And so they say when Paul wrote this, they were still
shadows of things that were going to transpire in the future! Are you
understanding the point?
However,
Ellen White explains this beautifully in the two quotations that we just read.
The Ceremonial Law was the shadow of things what? Of things to come, but the
body that projected that shadow was of whom? Was of Christ. In other words, the shadow
came before the reality and not the reality before the shadow. Is that
making sense?
You
know we usually have a concrete reality that projects the shadow, but in the
case of the Bible the shadows existed before the reality came. So they were
shadows of things that were going to come but the reality is Christ.
Nah,
mereka yang meyakini bahwa kita harus merayakan Perayaan-perayaan dan bahwa
Perayaan-perayaan itu masih mengikat orang-orang Kristen, menunjuk bahwa Kolose
2:16-17 mengatakan bahwa makanan dan minuman, festival-festival, sabat-sabat,
dan bulan-bulan baru adalah (kata kerja waktu sekarang)
bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, begitulah kalimatnya
dalam bahasa Greeka. Rasul Paulus mengatakan bahwa hal-hal itu adalah (kata
kerja waktu sekarang) bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang.
Maka mereka berkata, ketika Paulus
menulis kalimat ini, itu mereka masih bayang-bayang dari
peristiwa-peristiwa yang masih akan terjadi di masa depan! Apakah kalian paham poinnya?
Namun,
Ellen White menjelaskan ini secara manis dalam dua pernyataan yang baru kita
baca. Hukum Seremonial adalah
bayang-bayang peristiwa-perisitiwa apa? Peristiwa-peristiwa yang akan datang.
Tetapi tubuh yang memproyeksikan bayang-bayang itu milik siapa? Milik Kristus.
Dengan kata lain, bayang-bayangnya
ada sebelum realitanya, dan bukan realitanya yang ada dulu sebelum
bayang-bayangnya. Apakah ini bisa dimengerti?
Kalian
tahu, biasanya yang ada itu realita konkretnya yang mencetak bayangan, tetapi
dalam hal Alkitab, bayang-bayangnya eksis dulu sebelum realitanya datang. Jadi
mereka adalah bayang-bayang dari peristiwa-peristiwa yang akan datang, tetapi
realitanya ialah Kristus.
By the
way in Hebrews 10:1 we have a verse that is very similar to Colossians 2:17,
it's speaking about the ceremonial system of the Old Testament, and it says
there, “1 For the law…” this is
speaking about the Ceremonial Law, “…having a…” what? “…a shadow of the good things to come…” notice it doesn't say that it had a shadow of good things to come.
When Hebrews is being written, it says that that the Law was “having
a shadow of things to come” that's present tense, and yet we know that it's
referring to the shadows of the Old Testament, because it continues saying, “…For the Law
having a shadow of the good things to come and not the very image of the things…” are you
following me? So in other words, “…the Law having a shadow of the good things to come and…”
it was “…not
the very image of the things…” in
other words, it wasn't the body, it wasn't the substance, or the reality, and
then it explains what it's talking about, “…can never with these
same sacrifices, which they offer continually year by year, make those who
approach perfect.”
So in
the book of Hebrews the apostle Paul is speaking about these rites and
ceremonies, they are having a shadow of things to come. But we all know that the
ceremonial system when Hebrews was written, had already been what? Had
already been fulfilled. In fact the whole argument of Hebrews is that the Old
Testament Sanctuary, the Old Testament rites and ceremonies priesthood, was
fulfilled in whom? Was fulfilled in Jesus Christ.
Nah, di Ibrani 10:1 ada ayat yang
sangat mirip dengan Kolose 2:17, yang bicara mengenai sistem seremonial
Perjanjian Lama, dan dikatakan di sana, “1 Karena Hukum Taurat…” ini
bicara tentang Hukum Seremonial, “…yang memiliki sebuah…” apa? “…sebuah bayangan dari hal-hal baik yang akan datang…” simak, tidak dikatakan bahwa Hukum dulu memiliki bayangan dari hal-hal baik
yang akan datang. Ketika kitab Ibrani sedang ditulis, dia mengatakan bahwa
Hukum “memiliki sebuah bayangan dari hal-hal baik yang akan datang”, ini
keterangan waktu sekarang, namun kita tahu bahwa ini mengacu kepada
bayang-bayang Perjanjian Lama karena selanjutnya dikatakan, “…1 Karena Hukum Taurat yang memiliki sebuah bayangan
dari hal-hal baik yang akan datang, dan bukan gambar
yang sesungguhnya dari hal-hal itu…” apakah kalian paham? Jadi dengan kata
lain “…Hukum Taurat yang
memiliki sebuah bayangan dari hal-hal
baik yang akan datang, dan bukan gambar yang
sesungguhnya dari hal-hal itu…” dengan kata lain, bukan tubuhnya, bukan
substansinya atau realitanya. Kemudian diberikan penjelasan apa maksudnya, “…tidak bisa dengan kurban-kurban yang
sama ini, yang dipersembahkan terus-menerus dari tahun ke tahun, membuat mereka
yang datang menjadi sempurna.”
Jadi
di kitab Ibrani, rasul Paulus berbicara mengenai ritual-ritual dan upacara-upacara,
mereka semuanya memiliki bayangan dari peristiwa-peristiwa yang akan datang.
Tetapi kita semua tahu bahwa sistem
seremonial ini ketika kitab Ibrani ditulis, sudah apa? Sudah digenapi. Bahkan,
seluruh argumentasi kitab Ibrani ialah bahwa Bait Suci Perjanjian Lama,
ritual-ritual dan upacara-upacara imamat Perjanjian Lama sudah digenapi dalam
siapa? Sudah digenapi dalam Yesus Kristus.
Now I
want to read some statements from Ellen White, some additional statements on
the meaning of the shadow and the substance.
The
first of these statements is Signs of the Times
August 7, 1879, here she writes, “Christ is the
substance or body…” Is that
terminology from Colossians 2? Absolutely! The very terminology. “…Christ is the
substance or body which cast its
shadow…”
what? “…back into former dispensations and when Christ died the shadow…” what? “…ceased…” So you know, in other
words, when the sun reached the same level where the substance was, what
happens with the shadow? When the shadow reaches the substance, the shadow
what? Disappears. And so the Old Testament system is the shadow and Jesus is
the reality. She continues writing, “…The transgression of the moral code made the shadowy system
necessary…” what existed first, the
Moral Code or the shadowy system? The shadowy system existed after the Moral
Law. And so she writes, “…The transgression of
the Moral Code made the shadowy system necessary. And at the death of Christ, which event had been shadowed forth by the blood of beasts from the time of Adam, these offerings, and not the Law of God, ~ the violation of which had made them necessary ~ was abolished.”
So what
happened to the ceremonial system when Jesus died? It was abolished.
Sekarang
saya mau membacakan beberapa pernyataan Ellen White, beberapa pernyataan
tambahan mengenai arti bayangan
dan substansi.
Yang pertama dari pernyataan-pernyataan
itu ialah Signs of the Times 7 Agustus, 1879, di sini Ellen White menulis,
“…Kristus adalah substansi atau tubuhnya…” apakah itu terminologi dari Kolose 2? Tentu saja!
Terminologi yang persis sama. “…Kristus adalah
substansi atau tubuhnya yang mencetak bayangannya…” apa? “…kembali ke zaman-zaman
sebelumnya, dan ketika Kristus mati maka bayangan itu…” apa? “…berakhir…” Jadi kalian tahu, dengan kata lain, ketika matahari
mencapai derajat yang sama di mana substansi itu berada, apa yang terjadi pada
bayangannya? Ketika bayangan itu mencapai substansinya, bayangan itu bagaimana?
Lenyap. Maka sistem Perjanjian Lama itulah bayangannya dan Yesus adalah
realitanya. Ellen White melanjutkan menulis, “…Pelanggaran atas peraturan moral membuat
sistem bayangan itu diperlukan…” apa yang
lebih dulu ada? Peraturan Moral atau sistem bayangannya? Sistem bayangannya ada
setelah Hukum Moral. Jadi Ellen White menulis, “…Pelanggaran atas peraturan moral membuat
sistem bayangan itu diperlukan. Dan saat kematian Kristus, yang peristiwanya
sudah dibayangkan lebih dulu melalui darah hewan-hewan kurban dari zaman
Adam; persembahan-persembahan
ini dan bukan Hukum Allah ~ yang pelanggaran atasnya membuat
persembahan-persembahan itu perlu ~ dihapus.
…”
Jadi apa yang
terjadi pada sistem seremonialnya ketika Yesus mati? Itu dihapus.
The
next statement is Review and Herald May 6, 1875
this is a powerful statement, she wrote, “The death of Jesus Christ for the redemption of man, lifts
the
veil and reflects a flood of light back
hundreds of years, upon the whole institution of the Jewish system of religion. Without the
death of Christ all this system was…”
what? “…meaningless…” how much substance does a shadow have? You know, can you walk
through a shadow? You can walk through a shadow, right? Can you walk through a
post that projects the shadow? You’d better not try it, right? And so what
Ellen White is saying here is, that this whole system was a system of shadows,
it had no substance in itself, but the reality is the substance to which it
pointed. She continues writing, “…The Jews reject Christ, and therefore their
whole system of religion…” not only the sacrifices,
but their whole system of religion “…is to them…” what? “… indefinite, unexplainable, and uncertain. They attach as much importance to shadowy ceremonies of types which have met their antitype, as they do
to
the Law of the Ten Commandments, which was
not
a shadow, but a reality as enduring as the throne of Jehovah. The death of Christ
elevates the Jewish system of types and ordinances,…”
not only the sacrifices, because Feast-keepers all say, “Well,
the only thing that was abolished was the sacrifices, the other elements, you
know like the Feasts, they remain.” But she writes, “…The death of Christ
elevates the Jewish system of types and ordinances, showing that they were of divine appointment, and for the purpose of keeping faith alive in the hearts of
His people.”
Pernyataan berikutnya ialah Review and Herald 6 Mei,
1875, ini adalah
pernyataan yang keras. Ellen White menulis,
“…Kematian Yesus Kristus bagi penebusan manusia, mengangkat tabir dan
memantulkan berlimpah cahaya ke ratusan tahun sebelumnya, ke seluruh institusi
sistem agama Yahudi. Tanpa kematian
Kristus seluruh sistem ini…” apa? “…tidak berarti…” Sebuah bayangan punya seberapa banyak substansi?
Bisakah kita berjalan melewati bayangan? Kita bisa berjalan melewati
bayangan, benar? Bisakah kita berjalan melewati sebuah tiang yang
memproyeksikan bayangan itu? Sebaiknya jangan mencoba, benar? Maka apa yang
dikatakan Ellen White di sini ialah seluruh sistem ini, adalah sistem bayangan,
tidak punya substansi dalam dirinya, tetapi realitanya itulah substansi yang
ditunjuknya. Ellen White melanjutkan menulis, “…Bangsa
Yahudi menolak Kristus, dengan demikian seluruh sistem agama mereka…” bukan hanya kurban-kurbannya, tapi seluruh sistem
agama mereka “…bagi
mereka…” apa?
“…tidak jelas, tidak bisa diterangkan, dan tidak pasti. Mereka
menganggap penting upacara-upacara bayangan tipe-tipe yang telah bertemu dengan
antitipenya, sama seperti yang mereka lakukan pada Hukum dari Kesepuluh
Perintah Allah, yang bukanlah bayangan melainkan suatu realita dan sama
kekalnya seperti takhta Yehovah. Kematian Kristus meninggikan sistem tipe dan
upacara Yahudi…” bukan hanya
kurban-kurbannya, karena mereka yang memelihara Perayaan berkata, “Nah, yang
dihapus adalah kurban-kurbannya, sedangkan unsur-unsur yang lain seperti
Perayaannya, itu tetap ada.” Tetapi Ellen White menulis, “…Kematian Kristus meninggikan sistem tipe
dan upacara Yahudi, menunjukkan bahwa semua itu ditentukan oleh Ilahi, dengan
tujuan memelihara iman agar tetap hidup di dalam hati umatNya.”
Now,
let's go to the next page, the foot of page 239. I'm skipping a few of these
statements, we've read some of them
before, and some of them are repetitive of what we've already read.
So
Ellen White is now going to say in this statement The Review and Herald February 25,
1896 some more about this relationship between the substance and the shadow.
She's actually telling us that we should not go back to Jerusalem, because the
curse is upon Jerusalem, old Jerusalem. Notice what she writes, “Do not seek to go back to the land where Christ's feet trod
ages
ago…” now we need to make a clarification, that doesn't mean that we
cannot go on an educational tour to Israel, okay? What she's saying is that we don't
have to go there to gain a deep and rich spiritual experience. I've
been to Israel, it's a great educational experience, but I'll tell you, I
didn't feel any closer to Christ over there than I do here. I did not go for a
profound deep and personal experience, where I’d say, “Oh, you know, this is where Jesus
crossed the Sea of Galilee in a boat.” No! For me it was visualizing Scripture
in a clearer way, seeing the places and understanding the history. So we need
to understand that Ellen White is not forbidding trips to Israel, what she's
forbidding is that we don't need to go to Israel to gain a closer walk with the Lord Jesus.
So she says, “…Do not seek to go back to the land where Christ's feet trod
ages
ago. Christ says: ‘He that followeth
Me shall not walk in darkness,
but
shall have the
light of life.’
We can know
far more of Christ by following Him step by step in…” what? “…in the work of redemption, seeking the lost and the perishing, than by journeying to old Jerusalem. Christ
has taken His people into His church. He has
swept away…” most
ceremonies? No! “…every ceremony of the ancient type…”
it's not only talking about the sacrifices. “…He has given no liberty to…”
what? “…to restore
these rites, or to
substitute anything that will recall the old literal sacrifice….”
so she talks about “…substitute anything that will recall the old literal sacrifices…” or to
restore these rites. And then she
writes,
“…The Lord
requires of His people spiritual sacrifices alone. Everything pertaining to His worship is placed
under the superintendence of His Holy Spirit. Jesus said that the Father would send the Holy
Spirit in His name to teach His disciples all things, and to bring
all things unto their
remembrance that He
had
said unto them…” And then comes these
strong words, “…The curse rests upon Jerusalem. The Lord has obliterated those things which men would worship in and
about Jerusalem, yet many hold in
reverence literal objects in Palestine, while they neglect to behold Jesus as their advocate in the
heaven of
heavens.”
So her
concern is, trying to go over there because you think that you'll be closer to
Jesus by going over there.
Sekarang,
mari kita ke halaman berikutnya, bagian bawah hal 239. Saya lompati beberapa
pernyataan, beberapa sudah kita baca sebelumnya,
dan beberapa adalah pengulangan dari apa yang telah kita baca.
Jadi Ellen White sekarang akan
mengatakan dalam pernyataan ini di Review
and Herald 25 Februari, 1896, sedikit lagi mengenai hubungan antara
substansi dan bayangan. Dia mengatakan kepada kita, kita jangan kembali ke
Yerusalem, karena kutuk ada atas Yerusalem, Yerusalem lama. Simak apa yang dia
tulis, “…Jangan berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah
menapaknya di masa lampau…” nah, kita perlu membuat penjelasan, ini tidak
berarti kita tidak boleh mengikuti tour pendidikan ke Israel, oke? Apa yang
dikatakan Ellen White ialah kita
tidak usah ke sana untuk mendapatkan pengalaman rohani yang mendalam dan kaya.
Saya pernah ke Israel, itu adalah pengalaman edukasi yang hebat, tetapi saya sama
sekali tidak merasa lebih dekat pada Kristus di sana daripada di sini. Saya
tidak ke sana untuk mendapatkan suatu pengalaman pribadi yang mendalam di mana
saya akan berkata, “Ooh, di sinilah Yesus menyeberangi danau Galelia dalam
sebuah perahu.” Tidak! Bagi saya itu supaya bisa membayangkan Kitab Suci dengan
lebih jelas, melihat tempat-tempat itu dan memahami sejarahnya. Jadi kita perlu
memahami bahwa Ellen White bukan melarang perjalanan ke Israel, yang
dilarangnya ialah kita ke Israel untuk mendapatkan hubungan yang lebih dekat
dengan Tuhan Yesus. Jadi Ellen White berkata, “…Jangan
berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah menapaknya di masa
lampau. Kristus berkata, ‘barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.’(Yoh. 8:12). Kita bisa mengenal Kristus lebih baik dengan mengikutiNya langkah
demi langkah dalam…” apa? “…dalam pekerjaan penebusan, mencari yang
hilang dan yang sedang binasa, daripada pergi ke Yerusalem lama. Kristus sudah
membawa umatNya ke dalam gerejaNya. Dia telah
menyingkirkan…” sebagian
besar dari upacara-upacara? Tidak! “…setiap
upacara tipe lama…” ini tidak
hanya bicara tentang kurban-kurban. “…Dia tidak memberikan izin untuk…” apa?
“…untuk memulihkan ritual-ritual ini, atau mengganti apa pun yang akan
mengingatkan kepada kurban-kurban literal yang lama…” jadi Ellen White bicara tentang “…mengganti apa pun yang akan mengingatkan
kepada kurban-kurban literal yang lama…” atau untuk memulihkan ritual-ritual ini. Kemudian
dia menulis, “…Tuhan minta dari umatNya hanya pengorbanan spiritual. Segala sesuatu
yang berkaitan dengan penyembahan kepadaNya ditempatkan di bawah pengawasan Roh
KudusNya. Yesus berkata bahwa Bapa akan mengutus Roh Kudus dalam namaNya untuk
mengajar umatNya segala hal, dan untuk mengingatkan mereka apa yang telah
dikatakanNya kepada mereka…” Kemudian muncul kata-kata yang keras ini, “…Kutuk ada
pada Yerusalem. Tuhan telah melenyapkan
benda-benda yang disembah manusia di dan seputar Yerusalem, namun banyak
masih menghormati objek-objek literal di Palestina, sementara mereka abai
memandang Yesus sebagai Pembela mereka di Surga.”
Maka
yang dikhawatirkannya ialah konsep pergi ke Yerusalem karena orang berpikir itu
akan membuat kita lebih dekat kepada Yesus dengan pergi ke sana.
Notice
in the middle of this page, the middle of page 240, this short statement very interesting,
“If Adam had not transgressed the law of God, the Ceremonial Law would never have been instituted.”
So what
was the purpose of the institution of the Ceremonial Law? It was to point to salvation
through whom? Through the Lord Jesus Christ. And when Jesus fulfilled the
ceremonies, the shadows, the types, whatever you want to call it, these
ceremonies came to an end. Did the Feasts point to specific functions in the
Ministry of Christ? Yes!
·
Was the Passover fulfilled in Christ?
Yes!
·
Was Unleavened Bread fulfilled in
Christ? Yes!
·
Was the Feast of First Fruits fulfilled
in Christ? Yes!
·
Was Pentecost fulfilled in Him?
·
Has the Feast of Trumpets been
fulfilled? Yes!
·
Are we now in the Day of Atonement? Yes!
·
The only Feast that has not yet been
fulfilled fully and completely, although it was partially and spiritually
fulfilled when Jesus came to this earth and became incarnate, is the Feast of
Tabernacles: the period of a thousand years that we will spend in Heaven.
Simak di bagian tengah halaman ini,
bagian tengah hal 240, pernyataan pendek ini sangat menarik, “…Andai Adam tidak melanggar Hukum Allah,
maka Hukum Seremonial tidak akan pernah dibuat.” (Selected Messages, Vol. 1, hal. 230)
Jadi apa
tujuan dibuatnya Hukum Seremonial? Itu untuk menunjuk ke keselamatan melalui
siapa? Melalui Tuhan Yesus Kristus. Dan ketika Yesus menggenapi upacara-upacara
itu, bayangan-bayangannya, tipe-tipenya, mau disebut apa pun itu,
upacara-upacara ini berakhir. Apakah Perayaan-perayaan itu menunjuk ke
fungsi-fungsi spesifik dalam ministri Kristus? Iya!
·
Apakah Passah digenapi dalam Kristus? Iya!
·
Apakah Roti Tidak Beragi digenapi dalam Kristus?
Iya!
·
Apakah Perayaan Buah Sulung digenapi dalam
Kristus? Iya!
·
Apakah Pentakosta digenapi dalam Dia?
·
Sudahkah Perayaan Terompet digenapi? Iya!
·
Apakah sekarang kita berada di Hari Pendamaian?
Iya!
·
Satu-satunya Perayaan yang belum digenapi
seluruhnya dan secara lengkap walaupun itu sudah digenapi sebagian dan secara
spiritual ketika Yesus datang ke dunia ini dan hidup sebagai manusia, ialah
Perayaan Tabernakel: yaitu masa 1000 tahun yang akan kita lewatkan di Surga.
Now I want us to jump to, actually let's go to the
next page, page 241, and talk a little bit about the different kinds of laws that
existed in ancient Israel.
·
First of all, you have The Ten
Commandments.
The
Ten Commandments apply to how many people? To the entire human race. For how
long? For all time.
·
Then we have The Statutes,
and
we're going to talk in a few moments about the Statutes. The Statutes are
amplifications of the principles of the Ten Commandments, to particular real
life situations. And we're going to discuss that. In other words, they take the
principles of the Ten Commandments and they apply them to specific historical
instances, they are illustrations, practical illustrations of how the
principles of the Ten Commandments are to be applied in daily life.
·
and then of course you have the Ceremonial
Law of sacrifices and offerings
And
those sacrifices and offerings and ceremonies were shadows of Christ's future
redemptive acts.
·
Then of course you have The Health
Laws
The
Health Laws apply for how long? They apply to all human beings for all time. Why would that be? Well, because your human
body today did not go through a radical transformation when Jesus died on the
cross. The Health Laws still apply. We still need to take care of the body
temple, and what was detrimental back then, is still detrimental now, right?
·
And then finally we have The Civil
Laws of the Hebrew theocracy.
And
these applied only to whom? Applied only to Israel, while they functioned as a
nation.
But
in general terms there were two great bodies of Law, which was:
1.
the Ten Commandments,
and
of course the Statutes that amplify the Ten Commandments.
2.
and the Ceremonial Law that pointed
forward to Jesus Christ.
Sekarang saya mau melompat, sesungguhnya mari kita ke halaman berikut,
hal. 241, dan bicara sedikit mengenai jenis-jenis hukum yang berbeda yang ada
di zaman Israel kuno.
·
Pertama, ada Kesepuluh Perintah
Allah.
Kesepuluh Perintah Allah ini berlaku bagi berapa banyak orang? Berlaku
bagi seluruh umat manusia. Untuk berapa lamanya? Sepanjang waktu.
·
Kemudian ada Ketetapan-ketetapan.
Dan sebentar kita akan membahas tentang Ketetapan-ketetapan itu.
Ketetapan-ketetapan merupakan penjelasan yang lebih luas dari
prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah untuk situasi kehidupan sehari-hari.
Dan kita akan membahas ini. Dengan kata lain, mereka mengambil prinsip-prinsip
Ke-10 Perintah Allah dan mereka mengaplikasikannya kepada peristiwa-peristwa sejarah
yang spesifik, mereka adalah ilustrasi, ilustrasi yang praktis bagaimana
mengaplikasikan prinsip-prinsip Ke-10 Perintah Allah dalam kehidupan
sehari-hari.
·
Kemudian tentu saja ada Hukum
Seremonial mengenai kurban dan persembahan.
Dan kurban-kurban dan persembahan-persembahan itu dan upacara-upacaranya
adalah bayangan dari tindakan-tindakan penyelamatan Kristus di masa depan.
·
Lalu tentu saja ada Hukum
Kesehatan.
Hukum Kesehatan ini berlaku berapa lama? Mereka berlaku bagi semua umat
manusia sepanjang masa. Mengapa begitu? Nah, karena tubuh manusia yang sekarang
tidak mengalami suatu perubahan yang radikal ketika Yesus mati di salib. Hukum
Kesehatan masih berlaku. Kita masih harus memelihara Bait Suci tubuh kita, dan
apa yang dulu buruk bagi kesehatan, masih tetap buruk sampai sekarang, benar?
·
Kemudian akhirnya ada Hukum
Sipil untuk theokrasi Ibrani.
Dan hukum-hukum ini diaplikasikan kepada siapa? Diaplikasikan hanya
kepada Israel, ketika mereka masih berfungsi sebagai satu bangsa.
Tetapi secara umum ada dua kelompok besar Hukum, yaitu:
1. Kesepuluh Perintah Allah,
dan tentu saja Ketetapan-ketetapan yang menjelaskan Kesepuluh Perintah
Alah.
2. Dan Hukum Seremonial yang menunjuk
ke Kristus di masa depan.
Now in
the middle of the page 241 those who favor the observance of the festivals
today argue that the Feasts were Statutes and that the Statutes are as eternal
as the Ten Commandments.
However,
a careful study reveals that the Statutes bear a relationship with the Moral
Law and not with the Ceremonial Law. The Statutes were laws that
expanded the principles of the Ten Commandments to specific circumstances of
daily life. In other words, the Ten Commandments were what theologians
call “Apodictic
Law” in other words, it's not case Law, it's like the Constitution,
very broad. But let me ask you, are
there particular circumstances where the Constitution needs to be applied to
particular situations? Yeah, that's why you have the Statutes, to apply the
principles of the Ten Commandments to specific real-life situations.
And of
course the
Statutes were “Casuistic Law”, in other words, they were case Law. So
the Ten Commandments give us the broad principles, and the Statutes related to
the Ten Commandments give us the specific life situations in which they are
supposed to be applied.
So the
problem with those who say we're supposed to keep the Feasts because the Feasts
are referred to as Statutes, is that the Statutes are more concerned with the
principles of the Ten Commandments than they are with the Ceremonial Law, and
we'll come back to this a little bit later.
Nah,
di bagian tengah hal. 241, mereka yang berpihak pada pemeliharaan
festival-festival itu sekarang, mendebat bahwa Perayaan-perayaan adalah
Ketetapan-ketetapan, dan sebagaimana Ketetapan-ketetapan itu adalah sama
kekalnya seperti Kesepuluh Perintah Allah.
Namun,
suatu pembelajaran yang teliti mengungkapkan bahwa Ketetapan-ketetapan memiliki kaitan dengan Hukum Moral
dan bukan dengan Hukum Seremonial. Ketetapan-ketetapan adalah
hukum-hukum yang memperluas prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah untuk
situasi-situasi spesifik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain Kesepuluh Perintah Allah adalah
apa yang disebut para theolog sebagai “Hukum
Apodiktik”, dengan kata lain itu bukan Hukum kasus, itu seperti
Konstitusi (UUD), sangat luas (garis besarnya). Tetapi coba saya tanya, apakah
ada situasi khusus di mana Konstitusi perlu diapliksikan ke situasi khusus? Ya,
itulah mengapa ada Ketetapan-ketetapan, untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip
Kesepuluh Perintah Allah ke situasi spesifik kehidupan nyata.
Dan
tentu saja Ketetapan-ketetapan
adalah Hukum Kasuistik, dengan kata lain mereka adalah Hukum
untuk kasus.
Jadi
Kesepuluh Perintah Allah memberi kita prinsip-prinsip garis besarnya, dan
Ketetapan-ketetapan yang terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah memberi kita
situasi spesifik kehidupan nyata di mana prinsip-prinsip itu harus
diaplikasikan.
Jadi
masalahnya pada mereka yang mengatakan kita seharusnya memelihara
Perayaan-perayaan karena Perayaan-perayaan itu dianggap sebagai
Ketetapan-ketetapan, ialah, Ketetapan-ketetapan
itu lebih membahas tentang prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah daripada
terhadap Hukum Seremonial, kita nanti akan kembali kemari.
Now
those who keep the Feasts also affirm that being that the Feasts are Statutes and
Malachi 4:4-5
tell us that the Statutes are part of the end time Elijah message therefore we
are supposed to keep the Statutes along with the Elijah message.
Once
again the problem with this argument is that the Statutes that are mentioned in
Malachi chapter 4, are not related to the Ceremonial Law, they are related rather to the Moral Law of the Ten
Commandments, they're not related to the Ceremonial Law of
types and ceremonies.
Nah,
mereka yang memelihara Perayaan-perayaan juga membenarkan karena
Perayaan-perayaan itu adalah Ketetapan-ketetapan dan Maleakhi 4:4-5 mengatakan bahwa
Ketetapan-ketetapan adalah bagian dari pekabaran Elia akhir zaman, karena itu
kita harus memelihara Ketetapan-ketetapan itu bersama
dengan pekabaran Elia.
Sekali
lagi masalah dengan argumentasi ini ialah Ketetapan-ketetapan yang disebut di
Maleakhi pasal 4, tidaklah terkait kepada Hukum
Seremonial, mereka sebaliknya terkait kepada Hukum Moral Kesepuluh Perintah
Allah, mereka tidak
terkait kepada Hukum Seremonial tipe dan upacara.
Now
having said this, you're going to have to read the following pages and that
these pages corroborate what I just said, that the Statutes are related to the
Ten Commandments. What I have included
here is a rather long article, written by Ellen G. White about the Statutes,
what the Statutes were. It begins at the bottom of page 241 in your syllabus,
and it goes all the way to page 245. So that's your homework between today and
tomorrow is to read that long article by Ellen White on how the Statutes relate
to the Ten Commandments.
Nah,
setelah mengatakan ini, kalian harus membaca halaman-halaman berikut, dan
halaman-halaman ini menguatkan apa yang baru saya katakan, bahwa
Ketetapan-ketetapan itu terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah.
Apa
yang saya masukkan di sini ini adalah artikel yang lumayan panjang, ditulis
oleh Ellen G. White mengenai Ketetapan-ketetapan, apakah mereka itu. Mulai di
hal. 241 silabus kalian dan terus sampai hal. 245. Jadi itu PR kalian antara
hari ini dan besok, yaitu membaca artikel yang panjang yang ditulis Ellen White
tentang bagaimana Ketetapan-ketetapan terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah. (halaman-halaman
itu ada di bagian akhir pelajaran ini).
I do want to read one statement that we find on page
245, and then I'm going to read the second statement there which shows that the
Statutes are related to the Ten Commandments, and they are not related to the
Ceremonial Law.
Saya mau membacakan satu pernyataan yang kita temukan
di hal. 245, kemudian saya akan membacakan pernyataan kedua di sana yang
menunjukkan bahwa Ketetapan-ketetapan terkait pada Kesepuluh Perintah Allah,
dan mereka tidak punya hubungan dengan Hukum Seremonial.
The
first statement is found in Spiritual Gifts
Volume 3 pages 300-301. “Moses wrote these
judgments and statutes
from the mouth of God while he was with Him in
the
mount. If the people of God had obeyed the
principles of the Ten Commandments…” notice,
if God's people had obeyed the principles of the Ten Commandments, “…there would have
been no need of
the specific directions
given to Moses, which he wrote
in a
book, relative to their
duty to God and to
one
another…” let me
ask you, what is it that reveals our duty to God and our duty to one another?
The Ten Commandments, they're summarized in two great principles, right? Love
for God and love for our neighbor. So the question is, what are the judgments
and Statutes from the mouth of God related to, the Ceremonial Law or the Moral
Law? The Moral Law. She continues writing,
“…The definite directions,
which
the
Lord gave to Moses about the duty of His people…” once
again, “…to one another, and to the stranger, are the principles
of the Ten Commandments…” what? “…simplified…” so what
are the Statutes? Ceremonial regulations primarily? No! The Statutes are
related to the Ten Commandments. It continues saying, “…and given in a definite
manner that they need not err. The statutes and judgments given of God were good for the obedient. ‘They should live in them.’ But they were not good for the transgressor, for in the Civil Law given to Moses punishment was to be inflicted on the transgressor, that others should
be restrained by fear.”
Is
there anything here that refers to the Ceremonial Law? Absolutely nothing!
Pernyataan pertama terdapat di Spiritual Gifts Vol. 3
hal. 300-301,
“…Musa menulis keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan dari mulut Allah
ketika dia ada bersamaNya di atas gunung. Seandainya umat Allah mematuhi
prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah Allah…”
simak, seandainya umat mematuhi prinsip-prinsip Kesepuluh Perintah
Allah, “…tidak akan perlu petunjuk
spesifik kepada Musa yang ditulisnya dalam sebuah kitab, berkaitan dengan
kewajiban mereka kepada Allah dan kepada sesama…” coba saya tanya, apa yang menyatakan kewajiban kita
kepada Allah dan kepada sesama? Kesepuluh Perintah Allah, mereka disimpulkan
dalam dua prinsip besar, benar? Kasih untuk Allah dan kasih untuk sesama. Maka
pertanyaannya ialah, keputusan-keputusan dan Ketetapan-ketetapan dari mulut
Allah terkait kepada apa, Hukum Seremonial atau Hukum Moral? Hukum Moral! Ellen
White melanjutkan menulis, “…Petunjuk-petunjuk yang jelas yang
diberikan Tuhan kepada Musa mengenai kewajiban umatNya…” sekali lagi, “…kepada sesama, dan kepada orang asing,
adalah prinsip-prinsip dari Kesepuluh Perintah Allah…” apa? “…yang
disederhanakan…” Jadi Ketetapan-ketetapan
itu apa? Utamanya peraturan-peraturan seremonial? Tidak! Ketetapan-ketetapan
itu terkait kepada Kesepuluh Perintah Allah. Selanjutnya dikatakan,
“…dan diberikan dengan cara yang jelas sehingga mereka tidak perlu salah.
Ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang diberikan Allah itu baik bagi
yang menurut. ‘Mereka harus hidup di
dalamnya.’ Tetapi itu tidak baik bagi para pelanggar, karena dalam Hukum
Sipil yang diberikan kepada Musa, hukuman harus dijatuhkan kepada si pelanggar,
supaya yang lain akan dikekang oleh rasa takut.”
Apakah di sini ada apa-apa yag mengacu kepada Hukum
Seremonial? Sama sekali tidak ada!
Now
you've all read about the French Revolution, right? Do you know one of the
great sins of the French Revolution is that they trampled the Statutes of God? So
I guess that they were not celebrating the Ceremonial Law, right? That was the
great sin of the people in the French Revolution?
Of course not! What were they trampling on? They were trampling on the Ten Commandments.
Nah,
kalian semua sudah membaca tentang Revolusi Perancis, benar? Tahukah kalian
salah satu dari dosa-dosa besar Revolusi Perancis ialah mereka menginjak-injak
Ketetapan-ketetapan Allah? Jadi saya kira mereka tidak merayakan Hukum
Seremonialnya, benar? Itukah dosa besar orang-orang di Revolusi Perancis? Tentu
saja tidak! Apa yang mereka injak-injak? Mereka menginjak-injak Kesepuluh
Perintah Allah.
Notice
this statement, this is a rather long statement in the writings of the Spirit
of Prophecy, Great Controversy page 285, “When error in one garb has been detected, Satan only masks it in a different disguise, and
multitudes receive it as eagerly as at the first. When the people found Romanism to be a deception, and he could not through this agency lead them to transgression of God's law, he
urged them to regard all religion as a cheat, and the Bible as a fable; and,
casting aside the divine statutes…” so in France they cast
aside the Feasts, right? Was that the great sin during the French revolution,
casting aside the Feasts? No! “…and,
casting aside the divine statutes they gave themselves up to unbridled…”
what? “…iniquity…” so the
Statutes have to do with iniquity, with sin, the transgression of the Moral
Law. “…The fatal error which wrought such woe for the inhabitants of France was the ignoring
of this one great truth: that true freedom lies within the proscriptions of the Law
of God…” what are the Statutes
related to? What were they doing in
France? They were trampling upon God's Moral Law. She continues writing, “…‘O that
thou
hadst hearkened to My commandments! Then had thy peace been as a river and thy righteousness as the waves of the sea…. There is no peace, saith the Lord, unto the wicked.’ (Isaiah 48:18,
22) ‘But whoso hearkeneth unto Me shall dwell safely, and shall be quiet from fear of evil.’ (Proverbs 1:33). Atheists, infidels, and apostates oppose and
denounce…” what?
There it is again, “…denounce God's law; but the results of their influence prove that the well-being of man is bound up with his obedience of
the…” what? “…divine statutes…” is that talking about the Ceremonial Law, celebrating the
Feasts? Absolutely not! “…Those who will not read the lesson from the book of God are bidden to read it in the history
of nations.”
Simak pernyataan ini, ini adalah
pernyataan yang lumayan panjang dari tulisan Roh Nubuat, Great Controversy hal.
285,
“…Ketika kesalahan di satu penyamaran telah terdeteksi, Setan menyamarkannya
dalam penyamaran yang lain, dan orang banyak menerimanya dengan semangat besar
sama seperti penyamaran yang pertama. Ketika orang menemukan bahwa Romanisme
ternyata suatu penipuan, dan Setan tidak bisa melalui agennya ini membawa
orang-orang untuk melanggar Hukum Allah, Setan mendorong manusia untuk
menganggap semua agama itu penipuan, dan Alkitab itu kitab dongeng, dan dengan
mengesampingkan Ketetapan-ketetapan Ilahi…” maka di Perancis mereka menyingkirkan
Perayaan-perayaannya, benar? Apakah itu dosa besarnya saat Revolusi Perancis,
menyingkirkan Perayaan-perayaan? Tidak! “…dan
dengan mengesampingkan Ketetapan-ketetapan Ilahi, mereka menyerahkan diri
mereka kepada…” apa? “…dosa yang tidak terkendali…” Jadi
Ketetapan-ketetapan itu berkaitan dengan dosa, dengan pelanggaran Hukum Moral.
“…Kesalahan fatal yang mendatangkan celaka seperti itu kepada penduduk Perancis
ialah diabaikannya kebenaran besar yang satu ini: bahwa kebebasan sejati terdapat di dalam larangan-larangan Hukum Allah…” Ketetapan-ketetapan
itu berkaitan dengan apa? Apa yang mereka lakukan di Perancis? Mereka
menginjak-injak Hukum Moral Allah. Ellen White melanjutkan menulis, “…18 O, sekiranya engkau
memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai
dan kebenaranmu seperti gelombang-gelombang
laut. 22 Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik! firman
TUHAN.’(Yes. 48:18, 22). ‘33 Tetapi siapa mendengarkan
Aku, akan tinggal dengan aman, tenang dari rasa
takut pada yang jahat.’ (Amsal 1:33). Orang-orang atheis, kafir, dan yang
murtad, melawan dan menolak…” apa? Nah, disebutkan lagi, “…menolak Hukum Allah, tetapi hasil
pengaruh mereka membuktikan bahwa kesejahteraan manusia berhubungan dengan
kepatuhannya kepada…” apa?
“…Ketetapan-ketetapan Ilahi…” apakah ini bicara tentang Hukum Seremonial,
merayakan Perayaan-perayaan? Jelas tidak! “…Mereka
yang tidak mau membaca pelajaran dari Firman Allah harus membacanya dalam
sejarah bangsa-bangsa.”
Do you
know that some Feast-keepers even say that God established the Feasts before
sin? We're going to study that a little bit later on. They use Genesis 1:14 to try
and prove that the Feasts existed long before Mount Sinai.
The
fact is that the Feasts did not exist long before Mount Sinai.
You say
how do we know that?
Because
the
Feasts were given to Israel to commemorate their history. they did not
exist in the days of Abraham. And yet I want you to notice that in Genesis 26:5
we are told that Abraham kept God's Statutes. So the Statutes mean the
Ceremonial Law? Absolutely not! What did Abraham keep? He kept God's holy Ten
Commandment Law. Are you understanding this point?
Tahukah
kalian bahwa ada pemelihara Perayaan-perayaan yang mengatakan bahwa Allah
menetapkan Perayaan-perayaan tersebut sebelum adanya dosa? Kita akan
mempelajari itu nanti. Mereka menggunakan Kejadian 1:14 untuk mencoba
membuktikan bahwa Perayaan-perayaan sudah ada jauh sebelum Gunung Sinai.
Faktanya
ialah, Perayaan-perayan itu tidak eksis
sebelum Gunung Sinai.
Kalian
berkata, dari mana kita tahu?
Karena
Perayaan-perayaan itu diberikan
kepada Israel untuk memperingati sejarah mereka.
Perayaan-perayaan itu tidak ada di zaman Abraham. Namun saya mau kalian melihat
bahwa di Kejadian 26:5 kita diberitahu Abraham memelihara Ketetapan-ketetapan
Allah. Apakah Ketetapan-ketetapan itu berarti Hukum Seremonial? Jelas tidak!
Apa yang dipelihara Abraham? Abraham memelihara Hukum Allah yang kudus,
Kesepuluh Perintah Allah. Apakah kalian paham poin ini?
Now,
let's talk about the Gentiles and the Feasts.
The Jerusalem Council which took place in the year 49 AD the
controversy was over whether the Gentiles had to keep the Ceremonial Law and
more specifically circumcision. Something very interesting happened there.
Notice Acts 15:1-5, “1And certain men came
down from Judea and taught the brethren, ‘Unless you are circumcised
according to the custom of Moses, you cannot be…” what? “…saved.’…” So you have to keep circumcision. What is it that takes the
place of circumcision by the way? Baptism. Colossians chapter 2 says it's baptism that takes
the place of circumcision. So the rite of circumcision has been
replaced, just like Passover has been replaced by what? By the communion service. So it
continues saying here, “…2 Therefore, when Paul and
Barnabas had no small dissension and dispute with them, they determined
that Paul and Barnabas and certain others of them should go up to
Jerusalem, to the apostles and elders, about this question. 3 So, being sent on
their way by the church, they passed through Phoenicia and
Samaria, describing the conversion of the Gentiles; and they caused great
joy to all the brethren. 4 And
when they had come to Jerusalem, they were received by the church and the
apostles and the elders; and they reported all things that God had done with
them. 5 But
some of the sect of the Pharisees who believed rose up, saying, ‘It is
necessary to circumcise them…” but
notice it's not only circumcision “…‘It
is necessary to circumcise them and to command them to keep…” what? “…the law of
Moses.’…”
So was
the problem broader than just circumcision? It most certainly was.
Sekarang,
mari kita bicara tentang bangsa-bangsa
Non-Yahudi dan Perayaan-perayaan.
Konsili Yerusalem yang terjadi di tahun
49 AD, menghadapi kontroversi apakah bangsa-bangsa lain (Non-Yahudi)
harus memelihara Hukum Seremonial, dan lebih khususnya sunat. Sesuatu yang
sangat menarik terjadi di sana. Simak Kisah 15:1-5, “1 Dan orang-orang tertentu datang
dari Yudea dan mengajarkan kepada saudara-saudara ‘Jikalau kamu tidak disunat
menurut adat istiadat Musa, kamu tidak bisa…”
apa? “…diselamatkan.’…” Jadi kamu harus memelihara sunat. Nah,
apa yang menggantikan tempat sunat? Baptisan. Kolose pasal 2 mengatakan bahwa baptisan yang
menggantikan tempat sunat. Jadi ritus sunat sudah digantikan,
sama seperti Passah sudah
digantikan apa? Oleh
Perjamuan Kudus. Maka selanjutnya dikatakan di sini, “…2 Oleh karena itu,
ketika Paulus dan Barnabas terlibat
pertikaian yang tidak kecil dan berselisih dengan mereka, mereka memutuskan supaya Paulus dan Barnabas
serta beberapa orang lain harus pergi ke Yerusalem, kepada rasul-rasul dan
penatua-penatua mengenai pertanyaan ini. 3
Maka karena
diutus oleh jemaat, mereka melewati Fenisia dan Samaria, menceriterakan
tentang pertobatan bangsa-bangsa Non-Yahudi; dan
mereka membangkitkan sukacita besar pada semua saudara. 4 Dan ketika mereka tiba di Yerusalem, mereka
disambut oleh jemaat, dan oleh rasul-rasul, dan penatua-penatua, dan mereka melaporkan
segala sesuatu yang telah dilakukan Allah
bersama mereka. 5 Tetapi beberapa
sekte dari golongan Farisi, yang telah
menjadi percaya, bangkit dan berkata, ‘Adalah keharusan untuk menyunat mereka…” tetapi
simak, bukan hanya masalah sunat, “…‘Adalah keharusan untuk menyunat mereka dan memerintahkan mereka untuk
memelihara…”
apa? “…Hukum Musa.’…”
Jadi
apakah masalahnya lebih luas daripada hanya sunat? Betul sekali.
So what
did the Jerusalem Council decide? That was the first General Conference in
church history, the Jerusalem Council. What was the decision that was made? The
decision that was made is found in Acts 15:19-29. This is James, “ 19 Therefore I
judge that we should not trouble those from among the Gentiles who are
turning to God, 20 but
that we write to them to abstain from things polluted by idols,
from sexual
immorality, from things
strangled, and from blood.
21 For
Moses has had throughout many generations those who preach him in every
city, being read in the synagogues every Sabbath.’ 22 Then it pleased the
apostles and elders, with the whole church, to send chosen men of their own
company to Antioch with Paul and Barnabas, namely, Judas who was also named Barsabas, and
Silas, leading men among the brethren. 23 They wrote this letter by them…” here's
the letter,
“…The apostles, the elders, and the brethren. To the brethren who are of the Gentiles in Antioch,
Syria, and Cilicia: Greetings. 24 Since
we have heard that some who went out from us have troubled you with
words, unsettling your souls, saying, ‘You must be circumcised and keep the law’—to whom we gave
no such commandment—…”
so did the apostle Paul give the commandment to keep the Law
that God gave Moses? Absolutely not! “…25 it
seemed good to us, being assembled with one accord, to send chosen men to
you with our beloved Barnabas and Paul, 26 men
who have risked their lives for the name of our Lord Jesus Christ. 27 We have therefore sent
Judas and Silas, who will also report the same things by word of mouth. 28 For it seemed good to
the Holy Spirit, and to us, to lay upon you no greater burden than these
necessary things: 29 that
you abstain from things offered to idols, from blood, from things
strangled, and from sexual immorality. If you keep yourselves from
these, you will do well.”
Did the
Jerusalem council command the Gentiles to keep the Ceremonial Law? Did the
apostles command the Gentiles to observe the Jewish Feasts? Absolutely not! And
it not only deals with circumcision but it says it is necessary to circumcise
them and to command them to keep the Law of Moses.
Jadi apa yang
diputuskan Konsili Yerusalem? Itulah rapat General Conference yang pertama dalam sejarah gereja, Konsili
Yerusalem. Keputusan apa yang dibuat? Keputusan itu ada di Kisah 15:19-29.
Yakobus yang bicara, “19 Sebab itu aku memutuskan bahwa kita jangan menyusahkan mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik
kepada Allah, 20 tetapi kita menulis surat kepada mereka, supaya tidak ambil bagian dalam makanan yang telah
dicemarkan berhala-berhala, dari perbuatan
asusila, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. 21
Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa sudah
dikhotbahkan di tiap-tiap kota, dibacakan tiap-tiap hari Sabat di
rumah-rumah ibadat. 22 Maka rasul-rasul dan penatua-penatua beserta
seluruh jemaat itu berkenan mengutus
orang-orang pilihan dari antara mereka sendiri
ke Antiokhia bersama-sama Paulus dan Barnabas, yaitu Yudas yang juga disebut Barsabas, dan Silas, orang-orang terkemuka di antara saudara-saudara
itu. 23 Mereka menulis surat melalui mereka…” inilah surat itu, “…‘Rasul-rasul, penatua-penatua, dan
saudara-saudara, kepada saudara-saudara di Antiokhia, Siria dan Kilikia yang
dari bangsa-bangsa lain: Salam! 24
Karena kami telah mendengar, bahwa ada
beberapa orang yang datang dari kami, telah menyusahkan kalian dengan kata-kata yang
menggelisahkan hatimu, yaitu bahwa ‘Kamu harus disunat dan memelihara Hukum’ ~ perintah mana tidak berasal dari kami ~ …” jadi apakah rasul Paulus memerintahkan
supaya memelihara Hukum yang diberikan Allah kepada Musa? Sama sekali tidak! “…25 baiklah menurut
kami, setelah sepakat dengan bulat, untuk mengutus orang-orang pilihan kepada kamu bersama-sama dengan Barnabas dan
Paulus yang kami kasihi, 26
yaitu orang-orang yang telah mempertaruhkan
nyawanya karena nama Tuhan kita Yesus Kristus.
27 Maka kami telah mengutus Yudas dan Silas, yang juga akan menyampaikan pesan yang sama secara lisan. 28 Sebab baiklah menurut Roh Kudus dan menurut kami, untuk
tidak menanggungkan beban yang lebih daripada hal-hal yang perlu ini: 29
bahwa kamu tidak
ambil bagian dalam makanan yang
dipersembahkan kepada berhala, dari darah, dari daging binatang yang
mati dicekik dan dari perbuatan asusila.
Jikalau kamu memelihara dirimu dari hal-hal ini, kamu sudah benar.’…”
Apakah
Konsili Yerusalem memerintahkan bangsa-bangsa lain untuk memelihara Hukum
Seremonial? Apakah para rasul memerintahkan bangsa-bangsas lain untuk
memelihara Perayaan-perayaan Yahudi? Sama sekali tidak! Dan ini bukan hanya mengenai
sunat, melainkan dikatakan bahwa mereka perlu disunat dan diperintahkan untuk
memelihara Hukum Musa.
Now on
the next page, page 247 and we're not going to be able to finish this this
evening, we'll pick up on this tomorrow afternoon.
Those
who keep the Feasts today affirm that spiritual sacrifices now take the place
of literal ones. The problem with this argument is that there is no evidence
in the Bible that during the festivals a spiritual sacrifice could take the
place of a literal one. The Feasts
were indissolubly linked with the sacrifices.
On what basis can we pick and choose which prescriptions of the
Feasts we will obey to the letter and which we will not?
Those
who observe the Feasts have argued that sacrifices were linked with the
Sabbath, and today we can keep the Sabbath without offering sacrifices. Are you
hearing the argument? Yet the biblical evidence clearly indicates that
while the
Sabbath could stand on its own two feet without the sacrifices ~ can
the Sabbath stand on its own two feet without the sacrifices? It was
established before the sacrifices, right? ~
the
Feasts could not. There was no sacrifice linked to the Sabbath in
Genesis 2, in Exodus 16, in Exodus 20, in Isaiah 58, or any New Testament
reference to the Sabbath. The Sabbath
was only linked with the sacrificial system after the Covenant was made and the
sacrificial system was instituted at Sinai. So the Sabbath even though there
were sacrifices offered on the Sabbath, the Sabbath stood on its own because it was made
at Creation before there existed any Ceremonial Law.
Nah,
di halaman berikut, hal. 247 dan kita tidak akan bisa menyelesaikan ini malam
ini, kita akan melanjutkannya besok sore.
Mereka
yang sekarang memelihara Perayaan-perayaan itu membenarkan bahwa kurban-kurban
spiritual sekarang menggantikan tempat kurban-kurban literal. Masalahnya dengan
argumentasi ini ialah, di
Alkitab tidak ada bukti bahwa ketika ada festival-festival
itu kurban spiritual boleh menggantikan kurban yang literal. Perayaan-perayaan
tersebut terkait dan tidak bisa dipisahkan dari kurban-kurban literal.
Atas dasar apa kita bisa memilih mana peraturan Perayaan-perayaan itu yang akan
kita ikuti dengan tepat dan mana yang tidak?
Mereka
yang memelihara Perayaan-perayaan itu berargumentasi bahwa kurban-kurban
terkait pada Sabat, dan sekarang kita bisa memelihara Sabat tanpa
mempersembahkan kurban. Apakah kalian paham argumentasi mereka? Namun bukti alkitabiah dengan jelas mengindikasikan
bahwa sementara Sabat bisa berdiri di atas kakinya sendiri tanpa kurban
~ bisakah Sabat berdiri sendiri tanpa kurban? Sabat itu sudah ditetapkan
sebelum adanya kurban, benar? ~ Perayaan-perayaan
tidak bisa. Tidak ada kurban yang dikaitkan kepada Sabat di
Kejadian pasal 2, di Keluaran 16, di Keluaran 20, di Yesaya 58, atau referensi
apa pun di Perjanjian Baru tentang Sabat. Sabat
hanya terkait dengan sistem kurban setelah adanya Perjanjian, dan sistem kurban
ditetapkan di Sinai. Jadi walaupun ada kurban yang
dipersembahkan pada hari Sabat, tetapi Sabat
berdiri di atas kakinya sendiri karena dia diciptakan saat Penciptaan sebelum
adanya Hukum Seremonial.
Another
important point we find on page 247 is, and we've noticed this before, the Hebrew
Feasts were inseparably linked with the temple
service, correct? The temple service specifically in the city of Jerusalem, and could not
be celebrated anywhere else. The Lord forbade them to celebrate the
Feasts anywhere else than in Jerusalem. This is especially true of
the three harvest festivals: Passover, Pentecost, and Tabernacles. And so today there
is no temple and we do not travel to Jerusalem so how can we celebrate the
Feasts if the Feasts were linked with the temple, and they were linked
with travel to Jerusalem? While Israel was in exile in Assyria away from their
city and temple, they could not keep the Feasts, could they? This led the
prophet Hosea to ask the rhetorical question, “What will you do in the
appointed day and in the day of the Feast of the Lord?”. And of course what's the
answer? We can't do anything about it. God does not require His people today to
travel to Jerusalem and furthermore there is no temple. So how can you say,
let's celebrate the three harvest festivals? You’d had to travel to Jerusalem,
and many of the ceremonies took place in the temple. So do we travel to
Jerusalem today, every male 12 years and older? There is no temple in the first
place, and
in the second place there's no command of God for us to travel to Jerusalem.
Poin
yang penting lainnya kita dapati di hal. 247, dan sudah kita simak sebelumnya,
ialah bahwa Perayaan-perayaan
Ibrani terkait dan tidak bisa dipisahkan dari pelayanan Bait Suci,
benar? Pelayanan Bait Suci terutama di
kota Yerusalem, dan tidak bisa dirayakan di tempat lain mana pun.
Tuhan melarang mereka merayakan Perayaan-perayaan di tempat lain mana pun
selain di Yerusalem. Ini terutama terjadi pada ketiga festival panen: Passah,
Pentekosta, dan Tabernakel. Maka hari
ini Bait Suci sudah tidak ada, dan kita tidak pergi ke Yerusalem, jadi
bagaimana kita bisa merayakan Perayaan-perayaan itu jika
Perayaan-perayaan itu terkait dengan Bait Suci dan mereka terkait dengan pergi
ke Yerusalem? Ketika Israel diasingkan di Asyur jauh dari kota dan Bait Suci
mereka, mereka tidak bisa memelihara Perayaan-perayaan itu, kan? Ini membuat
nabi Hosea mengajukan pertanyaan retorikal, “5 Apakah yang akan kamu perbuat pada waktu hari yang telah ditetapkan dan pada hari Perayaan TUHAN?” (Hos. 9:5) Dan
tentu saja apa jawabannya? Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Allah tidak
menuntut umatNya sekarang untuk pergi ke Yerusalem, apalagi sudah tidak ada
Bait Suci. Jadi bagaimana orang bisa berkata ayo
rayakan ketiga festival musim panen? Kita harus pergi ke Yerusalem, dan banyak
upacara yang terjadi di dalam Bait Suci. Jadi apakah kita sekarang ini pergi ke
Yerusalem, setiap laki-laki yang berusia 12 tahun ke atas? Pertama sudah tidak ada Bait Suci, dan kedua tidak ada perintah dari Allah
bagi kita untuk pergi ke Yerusalem.
My good
friend Angel Manuel Rodriguez who for many years was the director of the Biblical
Research Institute with whom I don't agree on everything by the way, but I
respect him and we're friends, wrote this in his little pamphlet: Israelite
Festivals and the Christian Church, “ While Israel was captive they could not observe the feasts but when they returned to the land they could
begin to celebrate them once more. Any attempt to justify
their celebration
independent of the Israelite Temple is simply
a human determination without any biblical basis and can be described,
once more, as
a human tradition.”
So even
if people traveled to Jerusalem today to celebrate every Feast, this would have no
importance and no meaning because the curse is upon what? Because the curse is
upon Jerusalem.
Teman baik saya Angel Manuel Rodriguez
yang selama banyak tahun menjabat direktur Biblical Research
Institute,
yang pendapatnya tidak semuanya saya setujui, tetapi saya menghormati dia dan
kami adalah teman, menulis ini dalam pamflet kecilnya: Israelite Festivals and the Christian Church (Festival-festival Israel dan Gereja Kristen), “…Ketika Israel menjadi tawanan, mereka tidak
bisa memelihara Perayaan-perayaan, tetapi ketika mereka kembali ke negeri
mereka, mereka bisa mulai merayakan Perayaan-perayaan itu sekali lagi. Usaha
apa pun untuk membenarkan perayaan mereka di luar Bait Suci Israel hanyalah
keputusan manusia tanpa dasar alkitabiah apa pun dan sekali lagi bisa
digambarkan sebagai tradisi manusia.” (Angel M. Rodriguez, “Israelite Festivals and the Christian Church,” ~ Silver Spring, MD: Biblical Research Institute, 2005, hal. 11)
Maka,
walaupun orang pergi ke Yerusalem sekarang untuk merayakan setiap Perayaan, ini
tidak ada gunanya dan tidak ada maknanya karena ada kutukan atas apa? Karena
ada kutukan atas Yerusalem.
Notice
this statement Review and Herald February 25,
1896, “Men and women may study the will of God with profit. Let young men and young women, while the dew of youth is upon them, begin to study the Word
of God, which expresses His will. The steps
of Christ are certainly marked out in the Word. Go where they can be found today. Do not seek
to go back to the land where Christ's feet trod ages ago….”
so if she tells us not to go there, can we celebrate the harvest
festivals? Of course not! She continues writing,
“…Christ says: ‘He that followeth
Me shall not walk in darkness, but shall have the
light of life.’
We can know far more of Christ
by following Him step by step in the work of redemption, seeking the lost and the perishing, than by journeying to old Jerusalem. Christ has taken…”
I’ve written a of portion of this before “…Christ has
taken His people
into His church. He has swept
away every ceremony of the ancient type. He has given no liberty to restore these rites, or
to substitute anything
that will recall the old literal sacrifices. The Lord requires of His people spiritual sacrifices alone. Everything pertaining to His worship is placed under the
superintendence of His Holy Spirit. Jesus said that the Father would send the Holy Spirit in His name to teach His disciples all things, and to bring all things unto their remembrance that He had said unto them. The curse rests upon Jerusalem. The Lord has obliterated those things which
men would worship in and about Jerusalem, yet many hold in reverence
literal objects
in Palestine, while they neglect to behold Jesus as their advocate in the heaven of heavens.”
So
would observing at least the harvest festivals require us to travel to
Jerusalem? Absolutely! And they would have to take place in the temple, right?
But there is no temple and the curse is upon Jerusalem.
But
Feast-keepers say, “Well, but we can keep them over here.” That's not what God
said in His Word. God said you must travel to Jerusalem, all males 12 years and
older for these three festivals.
So what
gives us the right to pick and choose what we're going to do, and what we're
not going to do, when it comes to the observance of the Feasts?
Simak pernyataan ini, Review and Herald 25
Februari 1896,
“…Laki-laki dan perempuan bisa mempelajari kehendak Allah yang memberi
keuntungan. Biarlah orang-orang muda laki-laki dan perempuan, selagi kesegaran masa muda masih milik mereka,
mulai mempelajari Firman Allah, yang menyatakan kehendakNya. Tapak-tapak
Kristus benar-benar tertera di Firman Allah. Pergilah ke mana mereka bisa
ditemukan sekarang. Jangan berusaha kembali ke negeri di mana kaki Kristus pernah
menapaknya di masa lampau…” jadi jika
Ellen White memberitahu kita untuk jangan ke sana, bisakah kita merayakan
festival-festival musim panen? Tentu saja tidak. Ellen White melanjutkan
menulis, “…Kristus berkata, ‘barangsiapa mengikut
Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang
hidup.’ (Yoh. 8:12). Kita bisa mengenal Kristus lebih baik dengan mengikutiNya langkah
demi langkah dalam
pekerjaan penebusan, mencari yang hilang dan yang sedang binasa,
daripada pergi ke Yerusalem lama. Kristus sudah membawa…” sebagian dari ini sudah saya tulis sebelumnya, “…Kristus
sudah membawa umatNya ke dalam gerejaNya. Dia telah menyingkirkan setiap
upacara tipe lama. Dia tidak memberikan
izin untuk memulihkan ritual-ritual ini, atau mengganti apa pun yang akan
mengingatkan kepada kurban-kurban literal yang lama. Tuhan minta dari
umatNya hanya pengorbanan spiritual. Segala sesuatu yang berkaitan dengan
penyembahan kepadaNya ditempatkan di bawah pengawasan Roh KudusNya. Yesus
berkata bahwa Bapa akan mengutus Roh Kudus dalam namaNya untuk mengajar umatNya
segala hal, dan untuk mengingatkan mereka apa yang telah dikatakanNya kepada
mereka. Kutuk ada pada Yerusalem. Tuhan telah melenyapkan benda-benda yang disembah
manusia di dan seputar Yerusalem, namun banyak masih menghormati
objek-objek literal di Palestina, sementara mereka abai memandang Yesus sebagai
Pembela mereka di Surga.”
Jadi
apakah untuk memelihara sedikitnya festival-festival musim panen mengharuskan
kita pergi ke Yerusalem? Tentu saja! Dan mereka tentunya harus dilaksanakan di
Bait Suci, bukan? Tetapi Bait Suci sudah tidak ada dan ada kutukan pada
Yerusalem.
Namun
mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu berkata, “Nah, tetapi kami bisa
merayakan mereka di sini.” Allah tidak berkata demikian di dalam FirmanNya.
Allah berkata kamu harus pergi ke Yerusalem, semua laki-laki yang berusia 12
tahun ke atas untuk ketiga Perayaan tersebut.
Jadi
apa yang memberi kita wewenang untuk memilih apa yang akan kita lakukan dan apa
yang tidak akan kita lakukan sehubungan dengan memelihara Perayaan-perayaan?
Another
problem with those who keep the Feasts is, that they say that the Bible teaches
that the Statutes are forever, and of course they link the Statutes with the
celebration of the Feasts. In Exodus 12:14, 17 we're told that the Passover
Feast and the observance of Unleavened Bread were to be celebrated forever.
In Leviticus 23:14 we are told that the offering of the First Fruits was a
statute forever.
And so
“forever” means forever, right? Not necessarily.
As
Adventists we know that the word “forever” does not always mean “endless”. The word “forever” is used:
· for the ablutions, in
other words for the use of water in the ceremonial system.
· The word “forever” is used for the priestly robes.
· It's used for the priestly portion of the sacrifices that was
given to Aaron and his sons.
· It's used to describe the lamps that burned in the Holy Place.
· It is used to describe slaves who wanted to serve their masters
forever, which means as long as they live by the way.
· it's used of Samuel whose mother said “I will give him to You to
serve You in the temple forever.”
· It's used to describe the smoke of Edom when it was destroyed.
It says the smoke would rise forever.
· And the Bible says that the priesthood of Aaron would last
forever.
Are all
of those things forever? Of course they're not forever. What does the word “forever”
mean? It means
as long as they fulfill their function.
The word “forever” means as long as the Old Testament ritual system
was in place.
It is
well known among the
Adventists that the word “forever” means a long and indefinite period. We
apply this when we're talking about the lengths of time that the fires of hell
burn. So why don't we apply it also to the word Statutes that we find in
Scripture?
Masalah
lain dengan mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu ialah, mereka
mengatakan bahwa Alkitab mengajarkan kalau Ketetapan-ketetapan itu kekal, dan
tentu saja mereka mengaitkan Ketetapan-ketetapan dengan merayakan
Perayaan-perayaan. Di Keluaran 12:14, 17, kita mendapat tahu bahwa Perayaan
Passah dan pemeliharaan Roti Tidak Beragi harus dipelihara selamanya. Di Imamat 23:14 kita diberitahu
bahwa persembahan Buah Sulung adalah ketetapan untuk selamanya.
Maka
“selamanya” berarti selamanya, benar? Tidak
selalu.
Sebagai
orang Advent kita tahu bahwa kata
“selamanya” tidak selalu berarti “tanpa akhir”.
Kata “selamanya”
dipakai:
· Untuk pembasuhan, dengan kata lain
untuk pemakaian air dalam sistem seremonial.
· Kata “selamanya” dipakai untuk
jubah-jubah imam.
· Itu dipakai untuk porsi kurban bagi
imam yang diberikan kepada Harun dan anak-anaknya.
· Itu dipakai utuk menggambarkan
pelita-pelita yang menyala di Bilik Kudus.
· Itu dipakai untuk menggambarkan budak
yang bersedia melayani majikan mereka selamanya, yang berarti selama mereka
hidup.
· Itu dipakai untuk Samuel yang ibunya
berkata, “Aku menyerahkan dia kepadaMu untuk melayaniMu di Bait Suci
selamanya.”
· Itu dipakai menggambarkan asap Edom
ketika Edom dihancurkan. Dikatakan asapnya akan naik selamanya.
· Dan Alkitab berkata bahwa keimamatan
Harun akan ada selamanya.
Apakah
semua hal ini kekal? Tentu saja mereka tidak kekal.
Apa
arti kata “selamanya”? Artinya selama
mereka menggenapi fungsinya. Kata “selamanya” berarti selama sistem ritual Perjanjian Lama
berlaku.
Orang
Advent sudah sangat mengenal bahwa kata “selamanya” berarti suatu masa yang panjang dan tidak ada ketentuan
berapa lamanya. Kita mengaplikasikan ini saat kita bicara
tentang lamanya waktu api neraka menyala. Jadi mengapa kita tidak
mengaplikasikannya juga kepada perkataan Ketetapan yang ada di Kitab Suci?
Another
point that we need to remember is that those who observe the Feasts they do not
observe them as it is written in the Scriptures. When the Jews went into exile,
the temple was destroyed, the priests could no longer offer sacrifices, so we
know that what the priests did was create new ways to commemorate the Feasts
without traveling to Jerusalem and without sacrificing animals. The problem is,
there
was no divine revelation on how they were supposed to keep these Feasts while
they were in exile and there was no temple. So the priests had to
create ways to observe them in exile without sacrifices and without a temple.
So was the
observance of these Feasts a human creation by the priests? Of course
it was. There was no divine prescription.
Poin
yang lain yang perlu kita ingat ialah mereka yang merayakann Perayaan-perayaan
ini mereka tidak memelihara Perayaan-perayaan itu
seperti yang tertulis di Kitab Suci. Ketika orang Yahudi diasingkan, Bait
Sucinya dihancurkan, para imam tidak lagi bisa mempersembahkan kurban, jadi
kita tahu apa yang dilakukan imam-imam itu ialah menciptakan cara-cara baru
untuk memperingati Perayaan-perayaan itu tanpa pergi ke Yerusalem dan tanpa
mengurbankan hewan. Masalahnya, tidak
ada petunjuk Ilahi bagaimana
mereka seharusnya memelihara Perayaan-perayaan itu selagi mereka dalam
pengasingan dan di mana tidak ada Bait Suci. Maka imam-imam menciptakan cara-cara
untuk memelihara Perayaan-perayaan
saat di pengasingan tanpa mempersembahkan kurban dan tanpa Bait Suci. Apakah pemeliharaan Perayaan-perayaan
ini menjadi suatu ciptaan manusia yang dibuat oleh para imam? Tentu saja. Tidak ada petunjuk Ilahi.
A professor
at the seminary at Andrews has written this. “. . . since no specific biblical law exists indicating how these laws should be observed outside the temple, they…”
that is the Jews “…will have to produce laws and
traditions
of their own.”
Seorang
profesor di seminari di Andrews menulis ini, “…karena
tidak ada hukum alkitabiah yang khusus yang mengindikasikan bagaimana
hukum-hukum ini harus dipelihara di luar Bait Suci, mereka…” maksudnya bangsa Yahudi “…harus
menciptakan hukum-hukum dan tradisi-tradisi mereka sendiri.” (Jacques Doukhan ~ Ministry, April 2010 “Should we Observe
the
Levitical
Festivals?” hal. 8)
So this
leads to a very important question.
Why
should we observe some ceremonial observances and not others?
Must we
wave a sheaf of barley from our field at the entrance to the Temple in
Jerusalem?
Do we
pour a drink offering or a meal offering over the sacrifices?
Which
prescriptions will we follow and which will we not follow?
In
other words, without any divine guidance, who determines how the Feasts will be
observed?
Jadi
ini membawa kita ke pertanyaan yang sangat penting.
Mengapa
ada upacara tertentu yang harus kita pelihara dan yang lain tidak?
Haruskah
kita mengunjukkan seberkas jelai dari ladang kita di pintu masuk Bait Suci di
Yerusalem?
Apakah
kita harus mencurahkan persembahan minuman atau makanan ke atas kurban?
Peraturan
mana yang kita ikuti dan mana yang tidak kita ikuti?
Dengan
kata lain, tanpa bimbingan Ilahi apa pun, siapa yang menentukan bagaimana
Perayaan-perayaan itu dipelihara?
Once
again Angel Manuel Rodriguez wrote, “Those who promote the
observance of the festivals have
to
create their
own
personal way of celebrating
the feasts and
in the process
create human traditions that are not based
on an explicit expression of God’s will.”
So you
notice that there's a series of problems when you talk about celebrating the
Feasts.
Sekali lagi Angel Manuel Rodigriguez
menulis, “…Mereka yang mempromosikan pemeliharan festival-festival harus
menciptaan cara pribadi mereka sendiri untuk merayakan Perayaan-perayaan itu
dan dalam proses tersebut meciptakan tradisi manusia yang tidak berdasarkan
atas pernyataan eksplisit kehendak Allah.” (Angel M. Rodriguez, “Israelite Festivals and the Christian Church,”
~ Silver Spring, MD:
Biblical Research Institute,
2005, hal. 9).
Jadi kalian
lihat, ada serangkaian masalah bila kita bicara mengenai merayakan
Perayaan-perayaan itu.
Now
another point that's important is that the Feasts were agricultural Feasts, in
other words the Feasts were tied to the year of agriculture of the Jews. Remember
that we mentioned this, we talked about the agricultural year? So although
God gave the Israelites the Feast program at Mount Sinai, they really couldn't
keep the Feast until they entered where? The land of Canaan,
because the Feasts were coded to the three harvests of the agricultural year in
Canaan, the barley, the wheat, and the fruit harvest. Clearly Israel
could not plant and harvest wheat and barley or gather grapes, olives, and
dates, while they were in the wilderness. And this is the reason why God gave
them what? Manna in the dessert or else they would have starve to death. The
Feasts were tied to the agricultural yearly cycle, in that particular
sub-tropical climate zone. How can we keep these say in the northern United
States where we have four seasons? Are our two main crops barley and wheat? Do
we go to the supermarket and purchase barley and wheat to offer at Passover and
Pentecost? What about those who live in the polar regions, or desert regions? The fact is
that the Feasts were coded to the agricultural cycles in Canaan and only those
who live there could actually keep them as they were prescribed. Are we doing well so far?
Nah,
poin penting yang lain ialah Perayaan-perayaan ini adalah Perayaan-perayaan
agrikultral, dengan kata lain Perayaan-perayaan ini terikat kepada tahun agrikultural
Yahudi. Ingat bahwa kita sudah bicara tentang ini, kita sudah membahas tahun
agrikultural? Maka, walaupun Allah memberikan program Perayaan-perayaan ini
kepada bangsa Israel di Gunung Sinai, mereka tidak bisa benar-benar memelihara
Perayaan-perayaan tersebut hingga mereka masuk ke mana? Ke tanah Kana’an, karena
Perayaan-perayaan ini disesuaikan kepada ketiga musim panen
tahun agrikultural di Kana’an,
panen jelai, gandum, dan buah-buahan. Sudah pasti Israel tidak bisa menanam dan
menuai gandum dan jelai atau mengumpulkan buah anggur, zaitun, dan kurma,
sementara mereka masih di padang gurun. Dan inilah alasannya mengapa Allah
memberi mereka apa? Manna di padang gurun, kalau tidak mereka bisa mati
kelaparan. Perayaan-perayaan ini terkait kepada siklus agrikultural tahunan di
zona iklim sub-tropis yang khas itu. Bagaimana kita bisa memelihara ini jika
kita ada di bagian utara Amerika Serikat di mana ada empat musim? Apakah dua
hasil bumi utama kita jelai dan gandum? Apakah kita ke supermarket untuk membeli
jelai dan gandum untuk mempersembahkannya saat Passah dan Pentakosta? Bagaimana
dengan mereka yang hidup di daerah kutub atau di daerah gurun? Faktanya ialah Perayaan-perayaan
ini disesuaikan kepada siklus agrikultural di Kana’an dan hanya mereka yang hidup
di sana bisa benar-benar memelihara mereka seperti petunjuknya.
Sampai di sini bisa dipahami?
There's
a whole series of difficulties when you come
to saying that you have to celebrate the Feasts. And let me just add a
parenthetical statement here. I have nothing against individuals who would
liked to celebrate these Feasts at their home. I know a seminary professor who
had Passover, you know, he has kind of a little Passover in his household. I have
absolutely no objection to that. My objection is when those who observe the
Feasts say that you must keep the Feasts, and that if you don't keep the Feasts you can be
lost. That's where the line is drawn. If you want to have a
celebration, you know, where you want to celebrate the Passover, and you know
you want to do some of the things connected with the Feasts, that's your
prerogative. I have no criticism for those people. But the problem is when they
try to mandate this, saying that God requires this and it's as important as
keeping the Sabbath, then I
have to object and say that it simply isn't so.
Ada
segudang kesulitan jika kita berkata kita harus merayakan Perayaan-perayaan
tersebut. Dan saya akan menambahkan pernyataan sisipan di sini. Saya tidak punya masalah dengan individu-individu yang ingin
merayakan Perayaan-perayaan ini di rumah mereka sendiri. Saya kenal seorang
profesor di seminari yang mengadakan Passah, suatu perayaan Passah kecil dalam
keluarganya. Saya sama sekali tidak punya masalah
dengan itu. Masalah saya ialah bila
mereka yang memelihara Perayaan-perayaan itu berkata bahwa kita harus memelihara
Perayaan-perayaan itu, dan jika
tidak, kamu tidak selamat. Di situlah harus ditarik garis
batasnya. Jika ada yang mau membuat suatu perayaan di mana dia mau merayakan
Passah, dan dia mau melakukan beberapa hal sehubungan dengan Perayaan itu, itu
pilihannya. Saya tidak mengeritik orang-orang ini. Tetapi masalahnya ialah
ketika mereka berusaha memaksakan ini, dan mengatakan bahwa Allah mengharuskan
ini dan ini sama pentingnya dengan memelihara hari Sabat, maka saya harus
bilang tidak setuju dan mengatakan bahwa sejatinya sama sekali tidak demikian.
Now
there is a fundamental difference between the Seventh-Day Sabbath ~ because
they say that because some Feasts were connected with the Sabbath then the
Feasts are as important as the Sabbath. So
let's examine that argument. We’ll only begin to examine it and we will finish
in our study in the next session tomorrow afternoon. There's a fundamental difference
between the Seventh-Day Sabbath and the Feasts.
God established the
Sabbath at Creation before sin, and therefore it is perpetually
binding upon all of humanity. There were no Jews, folks! Not so with
the Ceremonial Law. When God created the heavens and the earth there was no
need of sacrifices or Feasts to commemorate or to prefigure anything.
The
Bible is clear that the Feasts originated at Mount Sinai. In fact the first Feast of
Passover was to remind Israel of the first step in their journey from Egypt to
Canaan. The
Feasts are connected with literal Israel and their particular history.
In
contrast, God gave the Sabbath to
the entire human race long before Sinai. The Sabbath is part of the Ten
Commandments.
The
Feasts are part of the book that the priests placed beside the Ark.
The fourth commandment
bears no relationship to the agricultural year but rather follows the weekly
cycle of seven days that is determined by the rising and setting of the sun.
On the
other hand the moon determined the observance of the Feasts, this has
something to say to those who keep the Sabbath according to a lunar rather than
a solar calendar and this will be our
topic for our last session tomorrow afternoon.
Nah
ada perbedaan fundamental antara Sabat Hari Ketujuh ~ karena orang-orang itu
mengatakan karena beberapa Perayaan terkait dengan Sabat maka Perayaan-perayaan
itu sama pentingnya seperti Sabat. Jadi mari kita periksa argumentasi itu. Kita
hanya akan mulai memeriksanya dan kita akan menyelesaikannya dalam pelajaran
kita berikutnya besok sore.
Ada perbedaan yang fundamental antara
Sabat Hari Ketujuh dengan Perayaan-perayaan.
Allah menetapkan Sabat saat Penciptaan
sebelum dosa, oleh karena itu Sabat itu mengikat terus-menerus atas semua manusia. Pada waktu itu tidak ada bangsa
Yahudi, Saudara-saudara! Tetapi tidak demikian dengan Hukum Seremonial. Ketika Allah menciptakan langit dan
bumi, tidak dibutuhkan kurban atau Perayaan-perayaan untuk memperingati atau
melambangkan apa-apa.
Alkitab
sangat jelas bahwa Perayaan-perayaan
itu berasal dari Gunung Sinai. Bahkan Perayaan yang pertama
yaitu Passah, itu untuk mengingatkan bangsa Israel tentang langkah pertama
perjalanan mereka dari Mesir menuju Kana’an. Perayaan-perayaan ini berkaitan dengan Israel literal dan
sejarah mereka khususnya.
Sebagai
kontras, Allah telah memberikan Sabat kepada semua umat manusia jauh sebelum
Sinai. Sabat adalah bagian dari Kesepuluh Perintah Allah.
Perayaan-perayaan
adalah bagian dari kitab yang ditempatkan imam-imam di samping Tabut
Perjanjian.
Perintah Keempat tidak punya kaitan
dengan tahun agrikultural melainkan mengikuti siklus mingguan tujuh hari yang
ditentukan oleh terbit dan terbenamnya matahari.
Di
pihak lain, bulan menentukan
pemeliharaan Perayaan-perayaan, ini saja seharusnya merupakan
hal yang harus dipertimbangkan oleh mereka yang memelihara Sabat menurut perhitungan
kalender bulan dan bukan kalender matahari. Dan ini akan menjadi topik kita untuk sesi terakhir kita besok sore.
Ellen
White clearly and repeatedly refers to the Sabbath
as a solar observance not a lunar one. So basically what they say is, because the
Feasts were determined by the moon and the Sabbath is linked in some ways with
the Feasts, then the Sabbath must also be determined by the moon. But Ellen
White begs to differ. Notice these clear statements from Ellen White on what
determines the day and what determines the week.
Testimonies To Ministers page 135, “When the Lord declares that He made the world in six days and rested on the seventh day,…”
that's a week, right? “…He means the day of twenty-four hours, which He has marked off by
the…” crescent
moon? No! That's not what it says, “…which He has
marked off by the…” what? “…by the rising and setting of the
sun.”
What
determines the weekly cycle? The moon or the sun? The sun!
Ellen
White dengan jelas dan berulang-ulang mengacu
kepada pemeliharaan Sabat
menurut perhitungan matahari dan bukan bulan. Jadi pada dasarnya apa yang mereka
katakan ialah, karena Perayaan-perayaan ditentukan oleh bulan, dan Sabat sempat terkait dengan Perayaan-perayaan itu,
maka Sabat juga harus ditentukan oleh bulan. Tetapi Ellen White tidak
sependapat. Simak pernyataan-pernyataan yang jelas dari Ellen White mengenai
apa yang menentukan hari dan apa yang menentukan minggu.
Testimonies to Ministers hal.
135, “…Pada waktu Allah mengumumkan bahwa Dia
telah menciptakan dunia dalam enam hari dan berhenti pada hari ketujuh…” itu satu minggu, benar? “…yang dimaksudNya ialah hari yang 24 jam, yang telah ditandaiNya dengan…” bulan sabit? Tidak! Bukan itu katanya,
“…yang telah ditandaiNya dengan…” apa? “…dengan terbitnya
dan terbenamnya matahari…”
Apa yang
menentukan siklus mingguan? Bulan atau matahari? Matahari!
Notice Selected Messages Volume 3 page 317, “God rested
on the seventh day, and set it apart for man to observe in honor of His creation of
the
heavens and the earth in six literal days. He blessed, sanctified, and made holy the day of
rest. When men are so careful to search and dig to see in regard to the precise period of time, we are to
say:
‘God made His Sabbath for a round world and when the seventh day comes to
us in that round world, controlled by the…” moon
that rules the night ~ just making sure that you're with me, it's been a long
day. She says, “…‘God made
His Sabbath for a round world and when the
seventh day comes to
us in that round world, controlled by the sun that rules the day, it is the time in all countries
and
lands to observe the Sabbath. In the countries
where there is no sunset for months, and
again
no sunrise for months, the period of time will be calculated by…”
what? “…by records kept….”
Simak Selected
Messages Vol. 3 hal. 317, “…Allah
berhenti pada hari ketujuh, dan memisahkannya bagi manusia untuk dipelihara
sebagai penghormatan kepada PenciptaanNya atas langit dan bumi dalam enam hari
literal. Dia memberkati, menguduskan, dan menjadikan hari perhentian itu kudus.
Bila manusia begitu cermat mencari dan menggali untuk melihat sehubungan dengan
periode waktu yang tepat, kita harus berkata, ‘Allah menciptakan SabatNya untuk
dunia yang bulat, dan ketika hari yang ketujuh tiba kepada kita di dunia yang
bulat itu, yang dikendalikan oleh…” rembulan yang
memerintah malam ~ hanya ingin memastikan apakah kalian masih mengikuti, ini
hari yang panjang. Ellen White berkata, “…‘Allah menciptakan SabatNya untuk dunia yang bulat,
dan ketika hari yang ketujuh tiba kepada kita di dunia yang bulat itu, yang
dikendalikan oleh matahari yang memerintah siang, itulah saatnya di semua
negara dan tempat untuk memelihara Sabat. Di negara-negara di mana tidak ada
matahari terbenam selama berbulan-bulan, dan juga tidak ada matahari terbit
selama berbulan-bulan, periode waktunya akan dihitung menurut…” apa? “…menurut catatan yang ada.”
Notice
another statement Volume 3 of Selected Messages
page 317, “The Lord accepts all the obedience of every creature He has made, according to the
circumstances of time in the
sun-rising and sun-setting world. . . . The Sabbath was made for a round world, and therefore obedience is required of the people that are in perfect consistency with the Lord's
created world.”
Simak
pernyataan lain Selected
Messages Vol. 3 hal. 317, “…Tuhan
menerima kepatuhan setiap makhluk yang telah diciptakanNya, menurut kondisi
waktu di dunia di mana matahari terbit dan terbenam… Sabat diciptakan untuk
dunia yang bulat, karena itu kepatuhan diminta dari manusia yang memiliki
keserasian yang sempurna dengan dunia yang diciptakan Tuhan.”
Let me
just just read one more, that's all we have time for in this session. Ellen
White is writing to a sister, “My sister, let not your faith fail. We are to stand fast by our colors, the commandments of God and
the
faith of Jesus. All those who hold
the
beginning of their confidence firm unto the end
will
keep the Seventh-day Sabbath, which comes to us as marked by the…”
moon? No! Once again she says, “…which comes to us as marked by the
sun. The fallacy of
the
day line…”
this is the International Dateline “…is a trap of Satan to discourage. I know what I am speaking about. Have faith in God. Shine where you are, as a living stone in God's building.”
Saya akan membacakan satu lagi, kita
hanya punya waktu sekian untuk sesi ini. Ellen White menulis kepada seorang
saudara seiman, “…Saudaraku, imanmu jangan melemah. Kita
harus berdiri teguh sesuai ciri khas kita,
Perintah-perintah Allah dan iman Yesus. Semua yang berpegang kuat kepada awal
iman mereka hingga akhir akan memelihara Sabat Hari Ketujuh, yang datang kepada
kita sebagaimana ditandai oleh…” bulan? Tidak!
Sekali lagi Ellen White berkata, “…yang datang kepada kita
sebagaimana ditandai oleh matahari. Kesalahan garis waktu…” ini garis pembagi waktu
internasional “…adalah jebakan Setan untuk mengecilkan hati. Saya tahu apa
yang saya katakan. Percayalah kepada Allah. Bersinarlah di mana kamu berada,
sebagai batu yang hidup dalam bangunan Allah.” (Selected Messages, Volume 3, hal. 318,
319)
So the Sabbath
is a weekly celebration, while the Feasts were what? Yearly ones.
The Sabbath was not a shadow, but the Feasts were shadows.
Although
it is true that the Sabbath secondarily commemorated Israel's Redemption from Egypt
at Passover, it was still a weekly celebration, and its observance was
determined by the sun, not by the moon.
The
Sabbath then took on a secondary function after sin, and pointed to the rest in
Redemption. So the Sabbath does point to Redemption, but it is not part of
the Feasts because it was created before the Feasts, and its
purpose was to point originally to whom? To the Creator of the heavens and the
earth.
Jadi
Sabat adalah perayaan mingguan,
sementara Perayaan-perayaan itu
apa? Itu tahunan.
Sabat bukanlah bayangan, tetapi Perayaan-perayaan adalah bayangan.
Walaupun
memang benar fungsi Sabat yang kedua ialah memperingati penyelamatan Israel
dari Mesir saat Passah, namun itu tetap suatu perayaan mingguan, dan
pemeliharaannya ditentukan oleh matahari, bukan oleh bulan.
Sabat
kemudian memiliki fungsi kedua setelah
dosa, dan menunjuk kepada perhentian dalam Penebusan. Maka Sabat memang menunjuk ke
Penebusan, tetapi dia bukan
bagian dari Perayaan-perayaan karena dia sudah diciptakan sebelum Perayaan-perayaan,
dan tujuannya yang asli adalah
menunjuk ke siapa? Ke
Sang Pencipta langit dan bumi.
Now in
our next session tomorrow apart from the worship service we will finish
studying the reasons why God does not require the church to keep the Feasts
today. Does this mean that the Feasts are not important? Of course not! The
Feasts are important, they instruct us and they show us the fulfillment of all
of these things in Jesus Christ. We still need to study them, but we study them
to see how they were fulfilled, we don't keep them in the way that they were
prescribed
Nah,
dalam sesi kita berikutnya besok, di luar kebaktian, kita akan menyelesaikan
mempelajari alasan-alasan mengapa Allah tidak minta gereja untuk memelihara
Perayaan-perayaan itu sekarang. Apakah itu berarti Perayaan-perayaan ini tidak
penting? Tentu saja tidak! Perayaan-perayaan itu penting, mereka mengajar kita
dan mereka menunjukkan kepada kita segala penggenapannya dalam Yesus Kristus.
Kita masih harus mempelajari mereka, tetapi kita mempelajarinya untuk melihat
bagaimana mereka digenapi. Kita tidak usah memelihara mereka menurut peraturan
yang ditentukan.
14 09 21
Home work reading
The Review and Herald, May 6, 1875
(1)“The fact that the holy pair in disregarding the prohibition of God in one particular
~ thus transgressed His Law, and as the result suffered the consequences of the fall ~ should impress all with a just sense of
the
sacred character
of the Law of God. If the experience
of our first parents in the transgression of what many who profess to fear God would call the lesser requirements of the Law of God, was attended with such fearful consequences, what will be the punishment of those who not only break its most important precepts, as clearly defined as is the fourth
commandment,
but also teach others to
transgress?
(1)“Fakta
bahwa pasangan yang kudus itu dengan mengabaikan larangan Allah dalam satu hal
~ dengan demikian telah melanggar HukumNya, dan sebagai akibatnya menderita konsekuensi
kejatuhan tersebut ~ seharusnya menanamkan kepada semua betapa adilnya karakter
kudus dari Hukum Allah. Jika pengalaman orangtua kita yang pertama dalam
melanggar apa yang disebut banyak orang yang mengaku takut akan Allah sebagai
tuntutan yang tidak penting dari Hukum Allah, itu ditangani dengan konsekuensi
yang sedemikian menakutkan, apa yang akan menjadi hukuman mereka yang tidak
saja melanggar peraturan yang paling penting, yang didefinisikan dengan jelas
seperti Perintah yang Keempat, tetapi juga mengajar orang lain untuk
melanggarnya?
(2) All will yet understand, as did Adam and Eve, that God means
what He says. Men who pass
on indifferently in regard to the especial claims of God's holy Law, and who turn from and reject
the
light given upon the Sabbath of the fourth commandment, and seek to ease their consciences
by following traditions and customs, will be held responsible by
God, and in a greater degree, than if Christ
had not come
to the
earth,
and
suffered on Calvary. The
fact that the redemption
of man from the penalty of the transgression, required this wonderful sacrifice on the part of Christ,
gives unmistakable
proof
of the unchanging nature
of the Law of God.
(2) Semua nanti akan mengerti, seperti Adam dan
Hawa, bahwa Allah tidak main-main dengan apa yang dikatakanNya. Manusia-manusia
yang melewatkannya dengan tidak mempedulikan tuntutan-tuntutan khusus
Hukum Allah yang kudus, yang menolak dan berpaling dari terang yang telah
diberikan mengenai Sabat Perintah Keempat, dan berusaha menenangkan hati nurani
mereka dengan mengikuti tradisi dan kebiasaan, akan diperhitungkan bertanggung
jawab oleh Allah, dan dalam tingkat yang lebih besar daripada seandainya
Kristus tidak datang ke dunia dan menderita di Kalvari. Fakta bahwa penebusan
manusia dari hukuman pelanggaran menuntut kurban yang mengagumkan dari Kristus
ini, memberikan bukti yang tidak bisa dipungkiri dari ketidak- berubahnya sifat
Hukum Allah.
(3) God gave a clear
and
definite knowledge of His will to Israel by especial
precepts, showing the duty of man to God and to his fellow men. The worship due to God was clearly defined. A special system of rites
and
ceremonies was established, which would secure the remembrance of God
among His people, and thereby serve as a hedge to guard and protect the Ten Commandments from
violation.
(3)
Allah
memberikan pengetahuan yang jelas dan pasti tentang kehendakNya kepada Israel
melalui peraturan-peraturan khusus, yang menunjukkan kewajiban
manusia kepada Allah dan kepada sesama manusia. Perbaktian yang wajib diberikan
kepada Allah didefinisikan dengan jelas. Suatu sistem ritual-ritual dan
upacara-upacara khusus ditetapkan, yang akan menjamin bahwa Tuhan akan diingat
di antara umatNya, yang dengan demikian berfungsi sebagai pagar yang menjaga
dan melidungi terhadap pelanggaran Kesepuluh Perintah Allah.
(4) God's people, whom He calls His peculiar treasure, were privileged with a two-fold system of
Law;
the moral and the ceremonial.
The one, pointing back to Creation to keep in remembrance
the
living God who made the world, whose claims are binding
upon all men in every dispensation, and which will exist through all time and eternity.
The other, given because of
man's transgression of
the
Moral Law, the obedience to which consisted in sacrifices and
offerings pointing to the future redemption.
Each is clear and distinct from the other. From the
creation, the Moral Law was an essential part of God's
divine plan, and was as unchangeable as He was. The Ceremonial Law was to answer a particular purpose of Christ plan for the salvation of the race.
The typical system of sacrifices and offerings was established that through these
services the sinner might discern the great offering, Christ. But the Jews were so blinded by pride and sin that but few of them could see farther than the death of beasts as an atonement for sin;
and when Christ, whom these offerings prefigured, came, they could not discern Him. The
Ceremonial Law was glorious; it was
the
provision made by Jesus Christ in counsel with His
Father, to
aid
in the salvation of
the race. The whole
arrangement of the typical system was founded on Christ. Adam saw Christ prefigured in the innocent beast suffering the penalty of his
transgression of Jehovah's
law.
(4) Umat
Allah yang disebutNya hartaNya yang unik, diberi keistimewaan Hukum sistem
ganda: Hukum Moral dan Hukum Seremonial.
Yang satu menunjuk ke belakang ke Penciptaan untuk mengingatkan kepada
Allah yang hidup yang telah menciptakan dunia, yang tuntutanNya mengikat semua
manusia dari segala zaman, dan yang akan terus eksis sepanjang masa dan
kekekalan.
Yang lain ~ yang diberikan karena pelanggaran manusia atas Hukum Moral ~ dipatuhi dengan kurban-kurban dan persembahan-persembahan yang menunjuk ke penebusan yang akan datang.
Masing-masing jelas dan berbeda satu dari yang lain. Sejak Penciptaan,
Hukum Moral adalah bagian yang esensial dari rancangan ilahi Allah, dan sama
tidak berubahnya seperti DiriNya. Hukum Seremonial adalah untuk menjawab satu tujuan khusus dalam rancangan Kristus demi keselamatan umat ini.
Sistem kurban-kurban dan persembahan-persembahan yang adalah tipenya,
ditetapkan agar melalui pelayanan-pelayanan ini, orang yang berdosa boleh
melihat dan memahami kurban agung Kristus. Tetapi bangsa Yahudi begitu dibutakan
oleh kebanggaan dan dosa sehingga hanya sedikit dari mereka yang bisa melihat
lebih jauh melampaui kematian hewan-hewan sebagai pendamaian dosa, dan ketika
Kristus yang dilambangkan oleh kurban-kurban ini, datang, mereka tidak bisa memahami Dia. Hukum
Seremonial itu agung; itulah persediaan yang dibuat oleh Yesus Kristus dalam
kesepakatan bersama BapaNya, untuk membantu penyelamatan umat manusia. Seluruh
pengaturan sistem tipe ini dasarnya ialah Kristus. Adam melihat Kristus
dilambangkan dalam hewan yang tidak bersalah yang menanggung hukuman pelanggarannya atas Hukum
Yehovah.
(5) The Law of types reached forward
to
Christ. All hope and faith centered in Christ until type
reached
its
antitype in His death. The statutes and judgments specifying the duty of man to his fellow men were full of important instruction, defining and simplifying the principles of the Moral Law, for increasing religious
knowledge, and of preserving God's chosen people distinct and separate from
idolatrous nations.
(5) Hukum tipe menjangkau ke depan ke Kristus. Semua
harapan dan iman terpusat pada Kristus hingga tipe mencapai antitipenya dalam kematianNya. Ketetapan-ketetapan dan
keputusan-keputusan yang memerinci kewajiban manusia kepada sesamanya penuh
dengan instruksi penting, yang menerangkan dan menyederhanakan prinsip-prinsip
Hukum Moral demi meningkatkan pengetahuan kerohanian dan memelihara umat
pilihan Allah agar
tetap khas dan terpisah
dari bangsa-bangsa yang menyembah berhala.
(6) The statutes concerning marriage, inheritance, and strict justice in dealing with one another, were
peculiar and contrary to the customs and manners of other nations, and were designed of God to keep His
people separate from other nations. The necessity
of this to preserve the people of
God
from becoming like
the nations who had not the love and fear of God, is the same in this corrupt age, when the transgression of God's Law prevails and idolatry exists to a fearful extent. If ancient Israel needed such security, we need it more, to keep us from being utterly confounded
with
the transgressors of God's Law. The hearts of men are so prone to depart from God that there is a necessity for restraint and discipline.
(6) Ketetapan-ketetapan tentang perkawinan, warisan
dan keadilan yang ketat dalam berinteraksi satu dengan yang lain, itu unik dan
berbeda dari kebiasaan dan cara bangsa-bangsa lain, dan dirancang oleh Allah untuk membuat umatNya
terpisah dari bangsa-bangsa lain. Hal ini
diperlukan untuk memelihara umat
Allah supaya
tidak menjadi serupa dengan bangsa-bangsa yang tidak mencintai dan takut
akan Allah; sama seperti di zaman yang sudah rusak ini, di mana pelanggaran Hukum
Allah begitu unggul dan penyembahan berhala ada
sampai tingkat yang mengerikan. Jika Israel kuno memerlukan pengamanan seperti
ini, lebih-lebih kita, untuk menghindarkan kita dari sepenuhnya dibingungkan
oleh para pelanggar Hukum Allah. Hati manusia sedemikian mudah untuk menjauh
dari Allah sehingga diperlukan adanya pengekangan dan disiplin.
(7) The love that God
bore
to man whom He had
created
in His own image, led Him
to give His Son to die for man's transgression, and lest the increase of sin should lead him to forget God and the promised redemption,
the
system of sacrificial offerings was established to typify the perfect
offering of the Son of
God.
(7)
Kasih
yang dimiliki Allah bagi manusia yang telah diciptakanNya menurut bentuk dan
rupaNya Sendiri, membuat Dia menyerahkan AnakNya untuk
mati bagi pelanggaran manusia, dan agar jangan karena
meningkatnya dosa membuat manusia melupakan Allah dan penebusan yang
dijanjikan, ditetapkanlah sistem persembahan kurban untuk menjadi
tipe (lambang) dari persembahan Anak Allah yang sempurna.
(8) Christ was
the
angel appointed of God to go before Moses in the wilderness, conducting the Israelites in their travels to the land of Canaan. Christ gave Moses His special directions to be
given to Israel. ‘Moreover, brethren, I would
not that ye should be ignorant, how that all our
fathers were under the cloud, and all passed through the sea; and were all baptized unto Moses in
the cloud and in the sea; and did
all
eat the same spiritual meat; and did
all
drink the same spiritual drink; for they drank of that spiritual Rock that followed them; and that Rock was Christ.’
(8) Kristus adalah malaikat yang ditunjuk oleh Allah
supaya berjalan mendahului Musa di padang gurun, memimpin bangsa Israel dalam
perjalanan mereka ke tanah Kana’an. Kristus memberi Musa petunjukNya yang
khusus untuk diberikan kepada Israel, 1 Lagi pula, saudara-saudara, aku tidak mau kamu tidak menyadari, bahwa nenek moyang kita semua
berada di bawah perlindungan awan, mereka semua telah melintasi laut. 2
semua telah dibaptis dalam Musa di awan dan di laut 3 semua sudah makan makanan rohani yang sama 4 dan mereka semua sudah minum minuman rohani yang sama. Sebab
mereka sudah minum dari Batu rohani yang
mengikuti mereka, dan Batu itu ialah Kristus.’ (1 Kor. 10:1-4)
(9) ‘In the last day, that great day of the feast, Jesus stood and cried, saying, ‘If any man thirst, let
him come unto Me, and drink." These words were called out by witnessing a representation by
the
Jews of water flowing from the flinty rock. This commemoration of bringing water from the
rock in the wilderness
moves the heart of the Son of God to tenderest compassion and pity for their darkened
understanding; for they will not see the light, which
He has brought to them.
Christ tells them that He is that rock. ‘I am that living water. Your fathers drank of that spiritual
rock that followed
them. That rock was
Myself.’ It was through
Christ alone that the Hebrews
were
favored with the especial blessings, which they were continually receiving,
notwithstanding their sinful murmurings and rebellion.
(9) ‘37 Dan pada hari terakhir, yaitu pada hari besar puncak perayaan itu, Yesus berdiri
dan berseru, ‘Jika ada yang haus, baiklah ia
datang kepada-Ku dan minum.’ (Yoh. 7: 37). Kata-kata ini diserukan ketika
bangsa Yahudi
menyaksikan suatu lambang air yang memancur dari
batu yang keras. Peringatan peristiwa mengeluarkan air dari batu di padang
gurun menyentuh hati Anak Manusia dengan rasa iba dan kasihan yang besar karena gelapnya pemahaman mereka; karena mereka tidak akan melihat
terang yang telah dibawaNya kepada mereka. Kristus mengatakan kepada mereka
bahwa Dialah batu itu. ‘Akulah air kehidupan itu. Nenek moyangmu minum dari
batu rohani yang mengikuti mereka. Batu itulah Aku.’ Melalui Kristus sendirilah
orang-orang Ibrani mendapatkan berkat-berkat yang istimewa, yang terus-menerus
mereka terima, walaupun mereka terus berdosa dengan menggerutu dan memberontak.
(10) In consequence of continual transgression, the Moral Law was repeated in awful grandeur from
Sinai. Christ gave to Moses religious precepts which were to govern the everyday life. These statutes were explicitly given to guard the Ten Commandments. They were not shadowy types to pass away with the death
of Christ. They were to be binding upon man in every age as long as time should last. These commands were enforced by the power of the Moral
Law,
and they clearly and definitely
explained that Law.
(10)
Sebagai
akibat pelanggaran yang terus-menerus, Hukum Moral diberikan
ulang
dengan keagungan
yang mencekam dari Sinai. Kristus memberikan kepada Musa peraturan-peraturan
kerohanian yang harus dipakai untuk mengatur kehidupan
sehari-hari. Ketetapan-ketetapan ini diberikan secara eksplisit untuk
melindungi Kesepuluh Perintah Allah. Mereka bukanlah tipe-tipe bayangan yang
bakal lenyap dengan kematian Kristus. Mereka harus tetap mengikat manusia di
segala zaman sepanjang waktu. Perintah-perintah ini diberlakukan oleh kuasa
Hukum Moral, dan mereka dengan jelas dan pasti menerangkan Hukum
tersebut.
(11) Christ became sin for the fallen race, in taking upon Himself the condemnation resting upon the sinner for his transgression of the Law of God. Christ stood at the head of the human family as their representative. He had taken upon
Himself the sins of the world. In the likeness of sinful
flesh, He condemned
sin
in the flesh. He
recognized the claims of the Jewish law until His
death, when type met antitype. In the miracle He performed for the leper, He bade him go to the priests with an offering in accordance with the Law of Moses.
Thus, He sanctioned the
Law requiring
offerings.
(11) Kristus
menjadi dosa bagi umat manusia yang berdosa, dengan menanggung pada DiriNya sendiri penghukuman yang terletak pada orang yang berdosa karena pelanggarannya atas Hukum Allah. Kristus
berdiri sebagai kepala keluarga manusia, sebagai wakil mereka. Dia telah menanggung pada Dirinya Sendiri dosa-dosa dunia. Dalam keserupaan dengan manusia yang
berdosa, Dia menghukum dosa dalam kedagingan. Dia mematuhi tuntutan-tuntutan
Hukum Yahudi sampai kematianNya, ketika
tipe bertemu dengan antitipe. Dalam mujizat yang dilakukanNya bagi orang kusta,
Dia menyuruhnya pergi kepada imam-imam membawa persembahan kurban sesuai dengan
Hukum Musa. Dengan demikian Dia memberikan restuNya kepada Hukum yang
menuntut kurban-kurban.
(12) Christians who profess to be Bible students can appreciate more fully than ancient Israel did the full signification of the ceremonial ordinances that they were required
to observe. If
they are indeed Christians, they are prepared to acknowledge the sacredness and importance of the shadowy types, as they see the accomplishment of the events, which they represent. The death of Christ gives the Christian a correct knowledge of the system of ceremonies
and
explains prophecies, which remain obscure to the Jews.
Moses of himself framed no law. Christ, the angel
whom
God had appointed to go before His chosen people, gave to
Moses statutes and
requirements
necessary to
a living religion and to govern the
people of God.
Christians commit
a terrible mistake in calling this Law severe and arbitrary, and
then contrasting it with the gospel and mission of Christ in His ministry on earth, as though He were in opposition to the just precepts, which
they call the Law of
Moses.
(12) Orang-orang Kristen yang mengaku sebagai pelajar
Alkitab bisa lebih menghargai makna penuh dari upacara-upacara yang harus dipatuhi
Israel daripada Israel kuno. Jika mereka memang benar orang-orang Kristen,
mereka siap menerima kekudusan dan pentingnya tipe-tipe bayangan, ketika mereka
melihat peristiwa-peristiwa
yang dilambangkan yang menggenapi upacara-upacara itu. Kematian Kristus memberikan
kepada orang-orang Kristen pengetahuan yang benar tentang sistem
upacara-upacara dan menjelaskan nubuatan-nubuatan, yang bagi orang Yahudi adalah
hal yang samar-samar.
Musa dari dirinya sendiri tidak membuat hukum.
Kristus, malaikat yang ditentukan Allah untuk mendahului umat pilihanNya,
memberikan kepada Musa ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang
diperlukan bagi suatu agama yang hidup, dan untuk mengatur umat Allah.
Orang-orang Kristen telah berbuat kesalahan yang
besar dengan menyebut Hukum ini berat dan merugikan, dan kemudian
membandingkannya dengan injil dan misi Kristus dalam pelayananNya di bumi, seolah-olah
Kristus berlawanan dengan peraturan-peraturan yang adil itu, yang mereka sebut
Hukum Musa.
(13) The Law of Jehovah, dating
back to creation, was
comprised
in the two great principles, ‘Thou shalt love the Lord
thy
God with all thy heart, and with all thy soul, and with all thy mind, and with all thy strength. This is the first Commandment..’. In addition, ‘the second is like, namely
this: Thou shalt love thy neighbor as thyself. There is none other Commandment greater than these.’
These two great principles embrace the first four
Commandments, showing the duty of man to
God, and the last six, showing the duty of man to his fellow man. The
principles were more
explicitly stated to
man after the fall, and worded to meet the case of fallen intelligences. This
was necessary in
consequence of
the minds
of men being blinded by transgression.
(13) Hukum Yehovah, yang berasal dari saat Penciptaan, terdiri atas dua prinsip besar:
“30…‘Engkau harus mengasihi Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu dan
dengan segenap akal budimu. Inilah Perintah yang
pertama…’ Tambahan
lagi, 31 Dan yang kedua ialah: Engkau harus mengasihi sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Tidak ada Perintah lain yang
lebih utama daripada keduanya ini.’ Kedua prinsip besar ini meliputi
keempat Perintah yang pertama, menunjukkan kewajiban manusia kepada Allah, dan
enam yang terakhir yang menunjukkan kewajiban manusia kepada sesama manusianya.
Prinsip-prinsip
ini dinyatakan secara lebih eksplisit kepada manusia setelah manusia berdosa,
dan disusun dalam kalimat yang sesuai dengan kondisi makhluk-makhluk berpikir yang berdosa. Ini diperlukan
karena pikiran manusia sudah dibutakan oleh pelanggaran.
(14) God graciously spoke His Law and wrote it with His own finger on stone, making a solemn
covenant with His
people at Sinai. God acknowledged them as His
peculiar treasure above all people upon the earth. Christ, who went before
Moses in the wilderness, made the principles of morality and religion more clear by particular
precepts,
specifying the duty
of man to God
and his fellow-men, for the purpose of protecting life, and guarding the sacred Law of God, that it should not be
entirely
forgotten in the
midst of an apostate world.
(14) Allah
dengan penuh rahmat mengucapkan HukumNya dan menuliskannya dengan
jariNya Sendiri pada loh batu, membuat perjanjian yang khidmat dengan umatNya
di Sinai. Allah mengakui mereka sebagai hartaNya yang unik di atas semua bangsa
di dunia. Kristus yang berjalan di depan Musa di padang gurun, membuat
prinsip-prinsip moralitas dan agama lebih jelas melalui peraturan-peraturan
khusus, yang memerinci kewajiban manusia kepada Allah dan kepada sesama
manusianya, demi kepentingan melindungi nyawa dan menjaga Hukum Allah yang
kudus, supaya itu tidak akan dilupakan seluruhnya di tengah-tengah dunia yang
murtad.
(15) Professed Christians now cry, ‘Christ! Christ is our righteousness, but away with the Law.’ They talk and act as though Christ's mission to a fallen world was for the express purpose of nullifying
His Father's Law. Could not that work have been
just as well executed
without the Only Beloved of the Father coming to this world and enduring grief,
privation, and the shameful death of the cross? Ministers preach that
the
atonement gave men liberty to break the Law of God, and
to commit sin, and then praise the free grace and mercy revealed through Christ under the gospel,
while they despise the
Law of God. They
cast aside the restraint of the
Law,give loose rein to the corrupt passions and the promptings of the natural heart, and then triumph in the mercy
and grace
of the gospel. Christ
speaks to such: ‘Not everyone
that saith
unto Me, Lord, Lord, shall
enter into the
kingdom of
Heaven; but he that doeth the will of my Father which is in Heaven.’ What is the will of the Father? That we keep His
commandments. Christ, to
enforce the will of
His Father, became
the
author of the statutes and precepts given through Moses to the people
of God. Christians who
extol Christ, but array themselves against the Law governing the Jewish church, array Christ
against
Christ.
(15) Orang-orang yang mengaku Kristen sekarang
berseru, ‘Kristus! Kristuslah kebenaran kami, tetapi singkirkan Hukum.’ Mereka
bicara dan bertindak seolah-olah misi Kristus kepada dunia yang berdosa
hanyalah bertujuan untuk menghapus Hukum BapaNya. Kalau itu, tidak bisakah
pekerjaan itu dikerjakan sama baiknya tanpa Satu-satunya Yang Dikasihi oleh
Bapa datang ke dunia ini dan menanggung duka, kemelaratan, dan kematian di
salib yang hina? Para pendeta berkhotbah bahwa pendamaian memberi manusia kebebasan
untuk melanggar Hukum Allah dan berbuat dosa, kemudian memuji anugrah dan
pengampunan gratis yang dinyatakan melalui Kristus di bawah injil, sementara
mereka membenci Hukum Allah. Mereka menyingkirkan kendali Hukum, melepaskan seluruh pengekangan atas nafsu-nafsu rusak dan desakan alami hati, kemudian mendapatkan
kemenangan dengan pengampunan dan anugrah injil. Kepada mereka yang demikian,
Kristus berkata, ‘21 Bukan setiap orang yang
berseru kepadaKu ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan
dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga’. (Mat. 7:21)
Kehendak Bapa itu apa?
Supaya kita memelihara Perintah-perintahNya. Kristus yang menjalankan kehendak
BapaNya, menjadi pembuat Ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan melalui
Musa kepada umat Allah. Orang-orang
Kristen yang memuja Kristus tetapi menempatkan diri mereka melawan Hukum yang
mengatur gereja Yahudi, itu menempatkan Kristus memusuhi Kristus.
(16) The death of Jesus Christ for the redemption of man lifts the veil
and
reflects a flood of light back hundreds of years, upon the whole institution of the Jewish system of religion. Without the death of Christ
all this system was meaningless. The Jews reject Christ, and therefore their whole
system of religion is to them indefinite, unexplainable, and uncertain.
They attach as much
importance to shadowy ceremonies of types which have met their antitype, as they do to the
law
of the ten commandments, which was not a shadow, but a reality as enduring as the throne
of Jehovah. The death of Christ
elevates the Jewish system of types and ordinances, showing that they were of divine appointment, and for keeping faith alive in the hearts of His people.”
(16) Kematian Yesus Kristus demi penebusan manusia,
mengangkat tabir dan memancarkan banjir terang mundur ratusan tahun, kepada
seluruh institusi sistem agama Yahudi. Tanpa kematian Kristus semua sistem ini
tidak berarti. Bangsa Yahudi menolak Kristus, karena itu seluruh sistem agama
mereka bagi mereka itu tidak menentu, tidak bisa dijelaskan, dan tidak pasti.
Mereka mengaitkan makna yang sama besarnya kepada upacara-upacara bayang-bayang, tipe-tipe yang sudah bertemu dengan antitipe
mereka, seperti kepada Hukum Sepuluh Perintah Allah yang bukan bayang-bayang
melainkan realita yang kekal seperti takhta Yehovah. Kematian Kristus
meninggikan sistem tipe dan upacara Yahudi, menunjukkan bahwa mereka adalah
ketentuan Ilahi untuk mempertahankan agar iman tetap hidup dalam hati umatNya.”
XXX
No comments:
Post a Comment