_____REVELATION’S
SEVEN CHURCHES_____
Part 12/13 - Stephen Bohr
LAODICEA ~ PART 2
https://www.youtube.com/watch?v=iQFmon0DSWo
Dibuka dengan doa.
Well, first of all let's review what we studied in our
first presentation about the church of Laodicea. Last time we studied about
Laodicea’s disease and we noticed that Laodicea does the right things for the wrong
reason. In other words, they do things to impress men and to impress God, and
earn the favor of God. The outside looks good but there are deep problems
on the inside. Laodicea has form and theory of the truth but it is just
a form of godliness without the power thereof. Laodicea has rituals and beliefs ~
nothing wrong with the rituals and beliefs ~ but the problem is that behind
those rituals and beliefs there is no power.
Nah, pertama-tama mari kita mengulangi apa yang sudah
kita pelajari dalam presentasi kita yang pertama tentang gereja Laodekia.
Terakhir kalinya kita mempelajari penyakit Laodekia, dan kita sudah menyimak bahwa Laodekia melakukan perbuatan-perbuatan
yang benar tapi dengan alasan yang salah. Dengan kata lain, mereka melakukan
perbuatan untuk membuat manusia terkesan dan membuat Allah terkesan, dan untuk mendapatkan perkenan Allah. Bagian luarnya tampak bagus
tetapi di dalamnya ada masalah-masalah besar. Laodekia memiliki bentuk dan
teori kebenaran, tetapi itu hanya suatu bentuk kesalehan tanpa kuasanya.
Laodekia memiliki ritual-ritual dan kepercayaan-kepercayaan ~ tidak ada yang
salah dengan ritual dan kepercayaan ~ tetapi masalahnya ialah di balik semua ritual dan kepercayaan itu, tidak ada kuasa.
Jesus and Laodicea look at each other differently.
Laodicea thinks she's rich, that she has 20/20 vision, and that she is
luxuriously clothed, and super happy.
Jesus says, “No, Laodicea, you've got it all wrong.
Instead of being rich, you're poor; instead of seeing 20/20, you're blind;
instead of being luxuriously clothed, you are naked; and instead of being
happy, you are absolutely miserable. In other words, Laodicea, you are self deceived.”
Yesus dan Laodekia memandang satu sama lain secara
berbeda. Laodekia menganggap dia kaya, bahwa dia punya penglihatan 20/20, dan
bahwa dia berpakaian mewah, dan super bahagia.
Yesus berkata, “Tidak, Laodekia, kamu salah besar.
Bukannya kamu kaya, kamu miskin; bukannya kamu bisa melihat 20/20, kamu buta;
bukannya kamu berpakaian mewah, kamu telanjang; dan bukannya kamu bahagia, kamu
sama sekali menyedihkan. Dengan kata lain, Laodekia,
kamu sedang menipu dirimu sendiri.”
I read a statement this morning from Vol. 3 of The Testimonies page 252 where Ellen White wrote, “The message of the True Witness finds the people of God in a sad deception yet honest in that deception.
They know not that their condition is deplorable in the sight of God.”
And that's why God gives the Laodicean’s message, so that
Laodicea will no longer be in a sad deception and honest in that deception.
Pagi ini saya sudah membacakan pernyataan dari Testimonies Vol. 3 hal. 252 di mana Ellen White menulis, “…Pekabaran dari Saksi yang Benar
mendapati umat Allah dalam suatu penipuan yang menyedihkan namun jujur dalam
penipuan itu. Mereka tidak tahu bahwa kondisi mereka itu mengenaskan di
pemandangan Allah…”
Dan itulah
mengapa Allah memberikan pekabaran kepada Laodekia, agar Laodekia tidak lagi
dalam kondisi tertipu yang mengenaskan, dan memang jujur tertipu.
Now how do we convince one who is sick, but doesn't think
that they're sick, to seek treatment? It is virtually an impossibility, and
that is the problem with Laodicea. So God does not mince any words when it
comes to the condition of the Laodicean church. He tells it like it is ~ and
the reason why is because He wants Laodicea to see its disease and to seek for
the remedy for that disease.
In Vol. 4 of The
Testimonies page 87 Ellen White wrote, “The only hope for the Laodiceans is a clear view of their standing before God, a knowledge of the nature of their disease.”
So the only hope for Laodicea is to realize the disease
that Laodicea has.
Nah, bagaimana kita bisa meyakinkan seseorang yang sakit
tapi yang tidak menganggap dirinya sakit untuk mencari pengobatan? Itu sesuatu
yang mustahil, dan itulah masalah Laodekia. Jadi Allah tidak berbasa-basi tentang kondisi gereja Laodekia. Dia
mengatakannya sebagaimana adanya ~ dan alasannya ialah karena Dia ingin
Laodekia melihat penyakitnya dan mencari obat untuk penyakit itu.
Di Testimonies Vol. 4
hal. 87 Ellen White menulis, “…Satu-satunya harapan bagi
Laodekia ialah melihat dengan jelas posisi mereka di hadapan Allah, pengetahuan
tentang kondisi penyakit mereka…” Jadi
satu-satunya harapan bagi Laodekia ialah menyadari penyakit yang dimiliki
Laodekia.
Now the question is what has God prescribed from the
divine pharmacy, so to speak, for the disease of the church of Laodicea? He has
actually recommended three medicines. Now, they might be bitter but they will
bring healing.
1. The first of these is gold tried in the fire,
2. the second remedy is white garments that Laodicea
might be clothed,
3. and the third is eye salve that Laodicea might
see.
So the gold that she might be rich, the garments so that
she might be clothed, and the eye salve so that she can see.
Nah, pertanyaannya ialah apa yang diresepkan Allah dari
apotek Ilahi ~ katakanlah begitu ~ untuk penyakit gereja Laodekia? Dia
merekomendasikan tiga macam obat. Nah, mereka mungkin pahit, tetapi mereka bisa
menyembuhkan.
1.
Yang pertama ialah emas
yang telah diuji dalam api,
2.
obat kedua ialah pakaian
putih supaya Laodekia berpakaian,
3.
yang ketiga ialah salep mata agar
Laodekia bisa melihat.
Jadi emasnya supaya dia bisa menjadi kaya, pakaiannya
supaya dia berpakaian, dan salep mata supaya dia bisa melihat.
Let's talk first of all about the gold tried in the fire.
What does the gold tried in the fire represent? We're
going to read a series of verses now that tell us what is represented by the
gold. Go with me if you have your Bibles to Galatians 5:6. Here we find clearly
explained what the gold is. The apostle Paul wrote, “6 For in Christ Jesus
neither circumcision nor uncircumcision avails anything, but faith working
through love.”
So the gold tried in the fire represents faith that works
by love. You see, the Pharisees had lots of works, but the works were
not the product of love. The gold represents works, that are works because they come from a heart of love, and they come as
a result of faith.
Pertama mari kita
bicara tentang emas
yang diuji dalam api.
Emas yang diuji
dalam api melambangkan apa? Kita akan membaca
serangkaian ayat sekarang yang akan memberitahu kita apa yang
dilambangkan oleh emas. Jika kalian membawa
Alkitab, marilah bersama saya ke Galatia 5:6. Di
sini kita lihat dijelaskan dengan
gamblang emas itu apa. Rasul Paulus menulis, “6 Sebab di dalam Kristus Yesus baik bersunat maupun
tidak bersunat tidak berarti apa pun, tetapi
hanya iman yang bekerja melalui kasih…” Jadi emas yang diuji oleh api
melambangkan iman yang bekerja melalui kasih. Kalian lihat,
orang-orang Farisi punya banyak perbuatan, tetapi perbuatan-perbuatan itu
bukanlah hasil kasih. Emas melambangkan perbuatan-perbuatan yang dikerjakan
karena mereka berasal dari hati yang punya kasih, dan mereka adalah hasil iman.
Actually, true and pure religion has two dimensions,
those two dimensions are found in James 1:27. Here the brother of Jesus, James, wrote the following
words, “27 Pure religion and undefiled before God and the Father,
is this, to visit the fatherless
and widows in their affliction…” is
that all? Practical godliness, visit the fatherless and the widows, that is the
destitute of society? No! Because the second half says, “…and to keep
himself…” what? “…unspotted from the world.” (KJV) In
other words, it's doing good works at the same time refraining from becoming
contaminated by the world.
Sesungguhnya,
agama yang benar dan murni memiliki dua dimensi, keduanya ditemukan di Yakobus
1:27. Di sini, saudara Yesus, Yakobus, menulis kata-kata berikut, “27 Agama
yang murni dan yang tak tercemar di hadapan
Allah dan Bapa, ialah ini, mengunjungi anak-anak yatim dan janda-janda dalam kesusahan
mereka…” itu saja?
Kesalehan praktis, melawat anak-anak yatim dan janda-janda, yaitu mereka yang
melarat di masyarakat? Tidak! Karena paro keduanya mengatakan, “…dan
menjaga supaya dirinya sendiri…” apa? “…tidak dicemarkan oleh dunia…” (KJV) Dengan kata lain, melakukan
perbuatan yang baik dan pada waktu yang sama mencegah terkontaminasi oleh dunia.
Let's notice 1 Timothy 6:17-19, we're still speaking
about the gold tried in the fire. Here the apostle Paul is going to once again
discuss what true faith is all about, it's a faith that works by love. The
apostle Paul writes in 1 Timothy 6:17, “17 Charge them that are rich in
this world, that they be not highminded, nor trust in uncertain riches, but in
the living God, who giveth us richly all things to enjoy; 18 That
they…” now notice this,
“…that they…” what? “…do
good…” not
believe good, “…that they do
good,
that they be rich in…” what? “…
good works…” So what does the gold
represent? It represents good works, but they are true good works, because they
come from faith and they come from a motivation of love. So how is that
manifested? “…that they be rich in good works, ready to…” what? “…ready to distribute…” that is to give,
“…willing to communicate; 19 laying up in store for
themselves a good foundation against the time to come, that they may lay hold
on eternal life.” (KJV)
So once again we find here that the true riches are good
works, that distribute, that communicate, and that give. But they are works
that are produced by faith, they are not simply dead works.
Mari kita simak 1
Timotius 6:17-19, kita masih bicara tentang emas yang diuji dalam api. Di sini
rasul Paulus akan membahas sekali lagi iman yang sejati itu bagaimana, itu
adalah iman yang bekerja melalui kasih. Rasul Paulus menulis di 1 Timotius
6:17, “17 Perintahkan orang-orang kaya sekarang ini agar mereka jangan tinggi hati, maupun mengandalkan
pada kekayaan yang tidak tentu, melainkan pada Allah yang hidup, yang memberikan kepada kita dengan limpah segala sesuatu untuk dinikmati. 18
Hendaknya mereka…”
sekarang simak ini, “…18 Hendaknya
mereka…” apa? “…berbuat kebaikan…” bukan percaya kebaikan, “…18
Hendaknya mereka berbuat kebaikan, agar mereka menjadi kaya dalam…” apa? “…perbuatan baik…” jadi emas itu melambangkan apa? Itu melambangkan
perbuatan baik, tetapi itu adalah perbuatan baik yang tulen, karena mereka
berasal dari iman, dan mereka berasal dari motivasi kasih. Jadi bagaimana itu
diwujudkan? “…agar mereka menjadi kaya dalam perbuatan
baik, siap…” apa? “…berbagi…”
maksudnya memberi “…rela memberi; 19 mengumpulkan bagi
diri mereka sendiri, suatu dasar yang baik untuk
masa yang akan datang, supaya mereka bisa
mendapatkan hidup yang kekal.” (KJV)
Jadi sekali lagi, kita simak di sini bahwa kekayaan yang
sejati adalah perbuatan baik, yang dibagikan, yang disampaikan, dan yang diberikan.
Tetapi itu adalah perbuatan yang dihasilkan oleh iman, itu bukan semata-mata
perbuatan mati.
Now of course the place where we really want to go and
dwell some time in this particular chapter is James 2, because there the
apostle James writes about the relationship between faith and works. So let's
go to James 2 and we'll read verse 5. “5 Hearken, my beloved brethren,
Hath not God chosen the poor of this world rich in…” what? “…rich in faith, and heirs of the kingdom
which He hath promised to them that love Him?” (KJV)
Now that's an important verse. What are we supposed to be
rich in? We ought to be rich in faith and that is manifested in love for God,
because the last part of the verse says:
“He hath promised to them that love Him?”
Nah, tentu saja
tempat yang benar-benar ingin kita simak dan menghabiskan beberapa waktu di
pasal ini ialah Yakobus pasal 2, karena rasul Yakobus menulis tentang hubungan
anara iman dan perbuatan. Jadi mari kita ke Yakobus pasal 2 dan kita akan
membaca ayat 5. “5
Dengarkanlah, saudara-saudara yang kukasihi! Bukankah Allah telah memilih orang-orang miskin di dunia ini untuk menjadi kaya dalam iman dan
ahliwaris Kerajaan yang telah Dia janjikan kepada mereka yang mengasihiNya?”
Nah ini ayat yang
penting. Kita seharusnya kaya dalam apa? Kita harus
kaya dalam iman dan itu diwujudkan dalam bentuk kasih kepada Allah, karena
bagian akhir ayat ini berkata, “telah Dia janjikan kepada mereka yang mengasihiNya?”
Now were the people that James wrote to,
practicing what James wrote about? Absolutely not! Notice James 2:14-17. Now
we're going to see why he said here in this verse you know that we need to be
rich in faith, but it is a faith that works by love.
In James 2 we have a problem that James presents that the
churches had, that he wrote to. I read verse 14. “14 What doth it profit, my
brethren, though a man say he hath faith…” that word “say” is very important. Does he really have
faith? No! “…though a man say he hath faith and have not
works, can faith save him?...” Really
what he's saying is, “can such a faith save him?” And then what is
he talking about? It's faith that works by love. Notice verse 15, “…15
If a brother or sister be naked, and destitute of daily food, 16 and
one of you say unto them, ‘Depart in peace, be ye warmed and filled’
notwithstanding ye give them not those things which are needful to the body;
what doth it profit? 17 Even so, faith if it hath not works, is
dead, being alone.” (KJV)
Are you seeing that this is practical Christianity that
is being spoken of here?
The people that James wrote to, said, “We have great
faith.” But needy people would come into the congregation that needed food,
that needed clothing, and they said, “Go home and dress appropriately to come
to church, and go and have breakfast before
you come to church.” And these were the people who said they had faith.
They had a faith that did not work, which is really not faith.
Nah, apakah mereka yang disurati oleh Yakobus
mempraktekkan apa yang ditulis Yakobus? Sama sekali tidak! Simak Yakobus
2:14-17. Sekarang kita akan melihat mengapa dia mengatakan di ayat ini bahwa
kita perlu kaya dalam iman, tetapi itu adalah iman yang bekerja melalui kasih.
Di Yakobus 2 kita
melihat Yakobus menunjukkan masalah yang dimiliki gereja-gereja yang
disuratinya. Saya membacakan ayat 14, “14
Apakah gunanya, Saudara-saudaraku, walaupun
seorang mengatakan ia mempunyai iman…” kata “mengatakan”
itu sangat penting. Apakah dia benar-benar punya iman? Tidak! “…walaupun seorang mengatakan ia mempunyai iman tetapi tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman
itu menyelamatkan dia?…” sebenarnya yang dikatakannya ialah, “bisakah iman seperti itu
menyelamatkan dia?” Kemudian apa yang dibicarakannya? Itu adalah iman yang
berbuat melalui kasih. Simak ayat 15, “…
15 Jika seorang saudara laki-laki atau
perempuan tidak mempunyai pakaian dan
kekurangan makanan sehari-hari, 16 dan seorang dari antara kamu
berkata kepada mereka, ‘Selamat jalan, jangan kedinginan dan makanlah yang kenyang!’ tetapi kamu tidak memberikan mereka apa
yang diperlukan secara jasmani, apakah
gunanya itu? 17 Demikian juga iman jika tidak disertai perbuatan, iman saja, maka iman itu mati…”
Apakah kalian melihat bahwa ini adalah Kekristenan
praktis yang dibicarakan di sini?
Orang-orang yang disurati Yakobus mengatakan, “Kami punya
iman besar”. Tetapi jika orang-orang yang kekurangan masuk ke dalam jemaat,
membutuhkan makanan, pakaian, mereka berkata, “Pulanglah dan berpakaianlah yang
pantas untuk ke gereja, dan makanlah sarapan sebelum kamu ke gereja.” Dan ini
adalah mereka yang berkata mereka punya iman. Mereka punya iman yang tidak
berbuat, yang sesungguhnya bukan iman.
Now God saves us by grace through faith alone, but the faith
that saves never is alone. James 2:18. “18 Yea, a man may say, ‘Thou
hast faith, and I have works’…” and then James says, “…Shew me thy faith without thy works, and I
will shew thee my faith by my works.’…” (KJV)
In other words, how is faith revealed? Faith is
revealed in works.
What kind of works? Works of love, works of love. In other
words, a person who truly has faith will produce works of love to benefit those
who are in dire need.
Nah, Allah
menyelamatkan kita dengan kasih karunia melalui iman saja, tetapi iman yang menyelamatkan tidak
pernah hanya iman. Yakobus 2:18, “18
Iya, orang
bisa berkata, ‘Kamu punya iman dan aku punya
perbuatan’…” kemudian Yakobus berkata, “…Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa
perbuatanmu, dan aku akan menunjukkan
kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.’…” (KJV) Dengan kata lain,
bagaimana iman dinyatakan? Iman
dinyatakan dalam perbuatan.
Perbuatan macam apa? Perbuatan
kasih. Dengan kata lain, orang yang sungguh-suggguh memiliki
iman akan menghasilkan perbuatan-perbuatan kasih demi kebaikan mereka yang
sangat membutuhkan.
Notice James 2:18 once again, “18 Yea, a man may say, ‘Thou
hast faith, and I have works.’ Shew me thy faith without thy works, and I
will shew thee my faith by my works.’…” Let's go to verse 19. You know the word “faith”, as it's
being used by James describing the people that he wrote to, is really an
intellectual belief, like Laodicea has. In other words, it's
something that they only have in the brain. It's actually an intellectual assent to truth,
it's a
mental belief in the truth that is not translated into action. Notice
James 2:19. “ 19 You believe that there is one God. You do
well.…” is it important to believe that there's one God? Of
course! “…You do well…” but now notice this, “…Even the demons believe—and tremble!...” Do you think that Satan believes that Jesus
is coming again? Do you think Satan believes that the Sabbath is the proper day
of rest? Do you believe that Satan believes that Jesus died on the cross and
then He resurrected, and that He's interceding in Heaven, and that the
investigative judgment began October 22, 1844? The devil believes all of that,
and yet it's not going to save him because his belief is simply a mental
intellectual belief that is not translated into good doing, in fact all he does
with people is evil.
Simak Yakobus 2:18
sekali lagi, “18 Iya, orang bisa
berkata, ‘Kamu punya iman dan aku punya perbuatan.’ Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa
perbuatanmu, dan aku akan menunjukkan
kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku.’…” Mari ke ayat 19.
Kalian tahu, kata “iman” seperti yang dipakai oleh Yakobus untuk menggambarkan
orang-orang yang disuratinya, sesungguhnya adalah suatu yang diyakini secara
intelektual, seperti yang dimiliki Laodekia. Dengan kata lain, itu sesuatu yang hanya
mereka miliki di benak mereka. Itu sebenarnya adalah suatu iman yang hanya dimengerti oleh otak, suatu keyakinan
mental mengenai kebenaran, yang tidak diterjemahkan ke dalam perbuatan.
Simak Yakobus 2:19, “19
Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah, engkau
benar!…” apakah penting untuk percaya bahwa ada satu Allah? Tentu! “…engkau benar!…” tetapi sekarang
simak ini, “…Bahkan
setan-setan pun percaya dan gemetar…” Menurut kalian apakah Setan percaya Yesus akan datang
lagi? Menurut kalian apa Setan
percaya bahwa Sabat adalah hari perhentian yang benar? Menurut
kalian apakah Setan percaya Yesus mati di salib lalu Dia bangkit dan Dia sedang
menjadi perantara di Surga, dan bahwa penghakiman investigasi dimulai pada 22
Oktober 1844? Iblis percaya semua itu, namun
itu tidak akan menyelamatkan dia karena apa yang dipercayainya semata-mata
suatu kepercayaan intelektual mental yang tidak diterjemahkan ke dalam
perbuatan baik, malah apa yang dilakukannya pada manusia itu
jahat.
In other words, the word “faith” is an action word in
the Greek language, the word “faith” is πίστη [písti] and the Greek word, the verbal form is πιστεύω [pisteuō], it
is an action it really should be translated “trust” rather than just “faith” or
“belief”. It's the same word that appears iJohn 3:16 where it says “For God so loved the world that He gave
His only begotten Son, that whosoever believes in Him…”, and so people think, O, I just have to believe that
Jesus came to this world, He died on the cross, He resurrected, and He went to
Heaven. Hallelujah, I'm saved. Really it should say that everyone who trusts in Him
“…should not perish but have everlasting life.”
Dengan kata lain,
kata “iman” adalah kata tindakan dalam bahasa
Greeka, kata “iman ialah πίστη [písti] dan kata Greekanya bentuk kata kerjanya ialah πιστεύω
[pisteuō], itu adalah suatu perbuatan, sesungguhnya itu harus
diterjemahkan “mempercayai” daripada sekadar “iman” atau “percaya”. Itu adalah
kata yang sama yang muncul di Yohanes 3:16 di mana dikatakan, “16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal itu supaya setiap orang
yang percaya dalam Dia…” maka orang berpikir, “O, saya hanya perlu percaya bahwa
Yesus datang ke dunia ini, Dia mati di salib, Dia bangkit dan naik ke Surga,
Halleluya, saya sudah selamat.” Sebenarnya seharusnya
dikatakan bahwa setiap orang yang mempercayai Dia “…tidak
binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Let's go to James verse 20 and 21.“ 20 But do you want to know, O foolish man…” interesting how he wrote. Person who says
he has faith but doesn't have works is what?
Foolish. “…O foolish man that faith without works is…” what? “…is dead? 21 Was not Abraham our father…” now this is a controversial statement,
“…justified by works when he offered Isaac his son on the
altar?” Wow!
Abraham
was justified by what? By works!
Now wait a minute, didn't the apostle Paul say that
Abraham was justified by faith?
So here we have a contradiction in the Bible, don’t we?
·
Paul
says, it's by faith.
·
and
James says it's by works.
How do you reconcile those two ideas?
We are going to take a look at that, but let me just give
you an anticipation of what is happening here.
Paul is telling us how a person is saved, he is saved by
grace through faith.
And James says, “Hallelujah! A faith that works”, because
a faith that does not work is not faith.
Are you with me?
So James is not fighting with the apostle Paul. He's
saying. “Yeah, Paul you're right, we're justified by grace through faith, but it's a true
faith.” And a true faith does what? A true faith works.
Mari kita ke
Yakobus ayat 20 dan 21. “20
Tetapi maukah engkau tahu, hai manusia yang bebal…” menarik caranya
menulis. Orang yang berkata dia punya iman tetapi tidak punya perbuatan itu apa? Bebal.
“…manusa yang bebal, bahwa iman tanpa
perbuatan itu…” apa? “…mati? 21
Bukankah Abraham, bapak kita…” nah ini adalah
pernyataan yang kontroversial, “…dibenarkan
karena perbuatan-perbuatannya ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas
mezbah?…” Wow! Abraham
dibenarkan oleh apa? Oleh perbuatan-perbuatan!
Nah, tunggu dulu, bukankah rasul Paulus mengatakan bahwa
Abraham dibenarkan karena iman? Jadi di sini ada kontradiksi di Alkitab, bukan?
·
Paulus berkata karena iman,
·
dan Yakobus berkata karena perbuatan.
Bagaimana kita mempertemukan kedua konsep ini? Kita akan
membahasnya tetapi sekarang saya hanya akan memberikan antisipasi dari apa yang
terjadi di sini.
Paulus mengatakan kepada kita bagaimana seseorang
diselamatkan, dia diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman.
Dan Yakobus berkata, “Halleluya, iman yang berbuat.”
Karena iman yang tidak berbuat itu bukan iman.
Apakah kalian paham?
Jadi Yakobus tidak berselisih dengan rasul Paulus.
Yakobus mengatakan, “Iya, Paulus, kamu benar, kita diselamatkan oleh kasih
karunia melalui iman, tetapi iman yang sejati.” Dan iman yang sejati melakukan
apa? Iman yang sejati, berbuat.
If you don't believe that, just notice Hebrews 11 the
great chapter of faith. You know that is the great chapter of faith, right?
Have you ever noticed that in Hebrews 11 people aren't only believing something,
they're really doing something?
v God says to Noah, “Noah, there's going to
be a flood.”
And Noah says, “Thank you, God, for this
revelation. Now I'll sit down and I'll watch.” No! God says to Noah what?
“Build a boat, and get in the boat!” Faith acted by building a boat.
v He says to Moses, “Moses, instead of
choosing the treasures of Egypt I want you to go out with this rebellious
people, they are going to be criticizing you all the time.”
What did Moses do? He left,
he acted upon it.
v Let me ask you what did Abel do?
He offered a sacrifice. And so on.
v Enoch walked with God.
We already talked about what it means to
walk with God. It means to have similar conduct to God.
And so in Hebrews 11 “faith” is an action word, it's not
something you
believe in your head, it's something yes, that you have in your head
but it's
translated into action. Works by love.
So James 2:22 says, “ 22 Do you see that faith was working
together with his works, and by works faith was made perfect?” In other words, faith without works is
imperfect.
By the way the word “perfect” here really means
“complete”.
Jika kalian tidak percaya, simak saja Ibrani 11, pasal
besar tentang iman. Kalian tahu itu adalah pasal besar tentang iman, benar?
Pernahkah kalian memperhatikan di Ibrani 11 orang-orang bukan sekadar meyakini
sesuatu, tetapi mereka melakukan sesuatu?
v Allah berkata
kepada Nuh, “Nuh, nanti akan ada air bah.”
Dan Nuh berkata, “Terima kasih, Allah,
untuk pemberitahuan ini. Sekarang aku akan duduk dan menyaksikan.” Tidak! Allah
berkata apa kepada Nuh? “Bangun sebuah bahtera dan masuklah ke dalamnya.” Iman berbuat dengan membangun
sebuah bahtera.
v Allah berkata
kepada Musa, “Musa, sebagai gantinya memilih harta Mesir, Aku mau kamu pergi
dengan bangsa pemberontak ini, mereka akan terus-menerus mengeritikmu.”
Apa yang dilakukan Musa? Musa berangkat, dia berbuat sesuai perintah itu.
v Coba saya tanya
apa yang dilakukan Habel?
Dia mempersembahkan kurban,
dst.
v Henokh berjalan bersama Allah.
Kita sudah bicara tentang apa artinya berjalan bersama Allah. Itu berarti
berbuat yang sama seperti Allah.
Maka di Ibrani pasal 11 “iman” adalah sebuah kata yang bekerja,
bukan sesuatu yang cuma kita
yakini di dalam kepala, iya betul itu sesuatu yang ada di dalam
kepala kita tetapi itu diterjemahkan
ke dalam suatu tindakan. Perbuatan kasih.
Maka Yakobus 2:22 berkata, “22 Apakah kamu lihat, bahwa imannya bekerjasama dengan perbuatan-perbuatannya
dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman dibuat
menjadi sempurna?” Dengan kata lain,
iman tanpa perbuatan itu tidak sempurna.
Nah, kata
“sempurna” di sini sesungguhnya berarti “lengkap”.
Now when you open a door, let me ask you which of the two
sides moves first, the inside or the outside? They both move together, don't
they?
When you start your car in the morning, and by the way
this is on a good day when the road is clear, and you put your car on drive,
and your car is a back wheel drive, which of the two wheels move first, the
front wheels or the back wheels? Lots of people say, when I don't tell them
whether it's front or rear-wheel drive, they say, well is it front wheel or
rear-wheel drive? It makes no difference. When the rear wheels move, the front
wheels follow instantly.
Where
there is faith there is works.
Ellen White compared faith and works with two oars of a
boat. Let me ask you which oar is more important, the right oar or the left
oar? Well if you have the left oar, you're going to go in circles to the left;
if you have the right oar you're going to go in circles to the right. You have to
have faith and works together to advance in spiritual life.
Let me ask you this, I want to give you a little thing to
do. See this little piece of paper? II would like one of you to come and take
one side off the paper, just one side. Can you take one side off of the paper?
Well you can peel it, but it still has two sides. Faith and works they go
together, you cannot have one without having the other, it's an impossibility.
Nah, bila kita membuka pintu, coba saya tanya sisi yang
mana yang bergerak lebih dulu, bagian dalamnya atau bagian luarnya? Mereka
sama-sama bergerak berbarengan, bukan?
Bila kita menghidupkan mesin mobil di pagi hari, dan ini
di hari yang indah ketika jalanan bersih, dan kita memasukkan gigi mobil, dan
mobil kita adalah jenis yang roda belakangnya yang bergerak, yang mana dari
roda-roda itu yang bergerak duluan, roda depan atau roda belakang? Banyak orang
berkata ~ bila saya tidak mengatakan apakah itu mobil roda depan atau roda
belakang, mereka berkata ~
nah, apakah itu mobil roda depan atau roda belakang? Tidak jadi soal. Bila roda
belakang bergerak, roda depannya akan segera mengikuti.
Di mana ada iman,
di situ ada perbuatan.
Ellen White membandingkan iman dan perbuatan dengan dua
dayung sebuah perahu. Coba saya tanya, dayung yang mana yang lebih penting,
dayung kiri atau dayung kanan? Nah, jika kita hanya memakai dayung kiri, kita
akan berputar-putar ke arah kiri; jika kita hanya memakai dayung kanan, kita
akan terus berputar ke arah kanan.
Kita harus punya
iman dan perbuatan bersama-sama untuk maju dalam kehidupan spiritual.
Coba saya tanya, saya mau minta kalian melakukan sesuatu.
Lihat kertas kecil ini? Jika ada salah seorang dari kalian
maju dan mengambil satu sisi dari
kertas ini, hanya satu sisinya saja, bisakah kita mengambil hanya satu sisi kertas ini saja? Nah, kita bisa merobeknya tetapi itu tetap memiliki dua sisi. Iman dan perbuatan, mereka itu satu paket, kita tidak bisa memiliki yang
satu tanpa memiliki yang lain, itu hal yang mustahil.
Let's go to James 2:23, “ 23 And the Scripture was fulfilled which
says, ‘Abraham believed God, and it was accounted to him for righteousness.’ And he was called the friend of
God.”
What happened when God called Abraham, and Abraham was
willing to offer his own son?
He acted, in
other words, upon his faith. What did God say that
Abraham was? He was His friend.
This reminds me of John 15:14 where Jesus said, “ 14 You are My friends if you do whatever I command you.”
So James was a friend of God, Abraham was a friend of God, because they did
what God commanded them to do. Faith acted in works.
Mari kita ke
Yakobus 2:23, “23 Dan genaplah nas yang mengatakan, ‘Abraham
percaya kepada Allah, dan itu diperhitungkan kepadanya
sebagai kebenaran’. Dan Abraham disebut ‘teman Allah.’…” Apa yang terjadi
ketika Allah memanggil Abraham, dan Araham rela mempersembahkan anaknya
sendiri? Dengan kata lain, dia berbuat sesuai dengan keyakinannya. Allah
menyebut Abraham apa? Dia teman Allah.
Ini mengingatkan saya kepada Yohanes 15:14 di mana Yesus
berkata, “…14 Kamu adalah teman-teman-Ku,
jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
Jadi Yakobus
adalah teman Allah, Abraham adalah teman Allah, karena mereka melakukan apa
yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk dilakukan. Iman
diwujudkan dalam perbuatan.
Notice James 2:24, here James states, “ 24 You see then that a man is justified by
works, and not by faith only?”
Now we need to understand that James is not saying that
you're justified by works in the sense that many people believe. What he's
saying is that you are justified by a faith that works, which is the only
genuine kind of faith.
Simak Yakobus 2:24,
di sini Yakobus mengatakan, “24
Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan oleh perbuatan-perbuatannya
dan bukan hanya oleh iman?”
Nah, kita perlu memahami bahwa Yakobus tidak mengatakan
kita dibenarkan oleh perbuatan dalam pengertian yang dipahami banyak orang. Apa
yang dikatakannya ialah kita dibenarkan oleh iman yang berbuat, yang adalah
satu-satunya jenis iman yang tulen.
By the way the apostle Paul also has much to say in his
epistles about works. Let me just say this for a moment here, this is very
important. The apostle Paul uses the expression very frequently “works of Law” ,
“man is not justified by the works of the
Law”. Listen, “works of the Law” is a negative term in itself. In the writings
of the apostle Paul, “works of the Law” by definition are works that a person performs in
order to be saved, in other words, they are bad works. When the apostle
Paul uses the expression “works of Law”
he is speaking about evil works, because they are works that are
performed like Laodicea does, like the Pharisees did, in order to earn
salvation and in order to be seen by human beings.
Nah, rasul Paulus juga bicara banyak dalam surat-suratnya
tentang perbuatan. Saya akan mengatakan ini sebentar, ini sangat penting. Rasul
Paulus sangat sering menggunakan ungkapan “perbuatan Hukum”: “orang tidak dibenarkan oleh
perbuatan Hukum” (Gal. 2:16). Dengarkan, istilah
“perbuatan Hukum” itu sendiri adalah negatif. Dalam tulisan-tulisan rasul
Paulus, “perbuatan Hukum”
menurut definisinya adalah
perbuatan-perbuatan yang dilakukan orang supaya diselamatkan,
dengan kata lain, itu adalah perbuatan-perbuatan yang buruk. Ketika rasul
Paulus menggunakan istilah “perbuatan Hukum” dia bicara tentang
perbuatan-perbuatan yang jahat karena itu adalah perbuatan-perbuatan yang
dilakukan gereja Laodekia, seperti orang-orang Farisi, supaya mendapatkan upah
keselamatan dan supaya
dilihat oleh manusia.
And of course Martin Luther, he did not like the book of
James, he called it “the epistle of straw”, because he was in a great battle with the
Roman Catholic Church, which was a very works-centered church. Let's not be too
hard on Luther, because he was fighting against the deadly enemy and that was
that works are meritorious, that you can be saved by your pilgrimages, and by
doing this, and by doing that, by lighting candles, by going and confessing to
a priest. So Luther just could not understand what the perspective of James was.
You see,
v Paul was struggling against those who believed that faithless
works can save them.
v Whereas James was struggling against
those who were saying that a workless faith could save them.
Dan tentu saja Martin Luther, dia tidak menyukai kitab
Yakobus, dia menyebutnya “surat jerami”, karena dia sedang terlibat dalam perang besar dengan
gereja Roma Katolik, yang adalah sebuah gereja yang sangat berorientasi pada perbuatan. Janganlah kita terlalu menyalahkan
Luther karena dia sedang berperang dengan musuh yang mematikan, dan itu adalah
perbuatan-perbuatan yang dihitung sebagai jasa, bahwa
manusia bisa diselamatkan oleh ziarah-ziarah, dan dengan melakukan ini,
melakukan itu, dengan menyalakan lilin, dengan pergi mengakui dosa kepada
seorang romo. Maka Luther sama sekali
tidak bisa mengerti sudut pandang Yakobus.
Kalian lihat,
v Paulus sedang bergumul melawan
mereka yang meyakini bahwa perbuatan
yang tanpa iman bisa menyelamatkan mereka.
v Sementara Yakobus bergumul melawan mereka
yang berkata bahwa iman yang tanpa
perbuatan bisa menyelamatkan mereka.
Let's go to James 2:25. Here James is going to give
another example. “25 Likewise, was
not Rahab the harlot also justified by works when she received the messengers
and sent them out
another way?”
What does this say? That Rahab was justified by what? By
works.
Was she really justified by works? No, she was justified by a faith that works. God had
said that He was going to destroy Jericho. Was that the most ridiculous thing in the
world if you lived in Jericho at that time? Of course. Jericho was the city
walled to the heavens, it's says in the book of Joshua. And so the spies come
and they say God is going to destroy the city. Instead of saying, “Yeah,
right”, she believed God and she hid the spies, and she sent the spies out another way. Her faith was shown by her
works. She really believed that the city was going to be destroyed even though
it appeared like it was an impossibility. She not only believed in her head, she acted on
her belief by hiding the spies and sending them out another way.
Mari kita ke Yakobus 2:25. Di sini Yakobus akan
memberikan contoh yang lain. “25
Seperti itu pula, bukankah Rahab yang pelacur itu, dibenarkan juga oleh perbuatan-perbuatannya
ketika ia menerima utusan-utusan itu dan menyuruh mereka
keluar melalui jalan yang lain?”
Apa yang dikatakan
di sini? Rahab dibenarkan oleh
apa? Oleh perbuatan. Apakah
dia sungguh-sungguh dibenarkan oleh perbuatan? Tidak, dia dibenarkan oleh iman
yang berbuat. Allah telah mengatakan Dia akan menghancurkan Yerikho. Bukankah
itu hal yang paling tidak masuk akal andai kita hidup di Yerikho di zaman itu?
Tentu saja. Yerikho adalah sebuah kota yang dindingnya sampai ke langit,
menurut kitab Yosua. Maka mata-mata itu datang dan mereka mengatakan Allah akan
menghancurkan kota ini. Bukannya mengatakan “Oh, iya, masa?” Rahab mempercayai
Allah dan dia menyembunyikan mata-mata itu dan dia menyuruh mereka keluar lewat
jalan lain. Imannya dibuktikan melalui perbuatannya. Dia sungguh-sungguh
percaya bahwa kota itu akan dihancurkan walaupun tampaknya itu sesuatu yang
mustahil. Dia bukan hanya percaya di dalam
kepalanya, dia bertindak sesuai apa yang dipercayainya dengan
menyembunyikan mata-mata itu dan mengirim mereka pergi lewat jalan yang
berbeda.
And then comes the conclusion in James 2:26, “26 For as the
body without the Spirit is
dead, so faith without works is dead also.”
Let me ask you what's more important, your body or your
spirit? What's more important your body or your spirit? Can your body function
without the spirit? Can the spirit function without the body? No, you have to
have both of them together.
You see, Paul and James are not fighting each other, Paul
and James are simply giving two different dimensions of salvation.
Paul is saying yes, we're saved by grace through faith,
but James is saying true faith will be manifested in works and if it doesn't
manifest itself in works of love, it is not genuine faith, it is incomplete,
just like your body without the spirit would be incomplete.
Kemudian muncul
kesimpulan di Yakobus 2:26, “26
Sebab seperti tubuh tanpa Roh itu mati, demikianlah iman tanpa
perbuatan-perbuatan juga mati.”
Coba saya tanya,
mana lebih penting, tubuh atau roh? Bisakah tubuh berfungsi tanpa roh? Bisakah
roh berfungsi tanpa tubuh? Tidak, kita harus memiliki keduanya bersama-sama.
Kalian lihat,
Paulus dan Yakobus tidak saling bertentangan. Paulus dan Yakobus semata-mata
memberikan dua dimensi keselamatan yang berbeda.
Paulus mengatakan, Ya, kita diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman.
Tetapi Yakobus mengatakan iman yang sejati akan terwujud dalam perbuatan-perbuatan,
dan jika tidak termanifestasi dalam perbuatan kasih, itu bukan iman yang
sejati, itu tidak lengkap, sama seperti tubuh tanpa roh itu tidak lengkap.
I want to read you this statement from the Spirit of
Prophecy, it's found in Vol. 1 of Selected Messages page 398. “Grace is unmerited
favor,
and the believer is justified
without any merit of his own, without any claim to offer to God. He is justified
through the redemption that is in Christ Jesus, who stands in
the courts of Heaven as the sinner's substitute and surety. But while he is justified
because of the merit
of Christ, he is not free to work unrighteousness. Faith works by love and purifies the
soul. Faith buds and blossoms and bears a harvest of precious fruit. Where faith is, good works
appear…” and what are those good works? “…The sick are visited, the poor are cared
for, the fatherless and the widows are not neglected, the naked are clothed, the destitute are fed. Christ went about doing good, and
when men are united with Him, they love
the
children of God, and meekness and truth guide
their
footsteps.”
Isn't that a beautiful statement? A very balanced
statement. She says we are saved by grace through faith, but she says, that
grace that saves us, comes into our heart and as a result we practice practical
godliness, benefiting and helping others.
Saya mau
membacakan pernyataan ini dari Roh Nubuat, ditemukan di Selected Messages Vol. 1 hal. 398,
“…Kasih karunia adalah pemberian yang tidak berdasarkan jasa, dan orang
percaya dibenarkan tanpa kebaikan apa pun dari dirinya sendiri, tanpa klaim apa
pun yang bisa dipersembahkannya kepada Allah. Dia dibenarkan melalui
penebusan yang ada dalam Kristus Yesus, yang berdiri di pengadilan Surgawi
sebagai pengganti dan penjamin orang yang berdosa. Tetapi sementara dia dibenarkan karena jasa
Kristus, dia tidak bebas untuk melakukan perbuatan yang tidak benar. Iman
bekerja melalui kasih dan memurnikan jiwa. Iman bersemi dan berbunga dan
menghasilkan tuaian buah-buah yang berharga. Di mana ada iman, di sana muncul
perbuatan baik…” Dan perbuatan
baik itu apa saja? “…Yang sakit dilawat, yang miskin
dipelihara, yang yatim dan janda tidak diabaikan, yang telanjang diberi
pakaian, yang kekurangan diberi makan. Kristus ke mana-mana berbuat baik, dan
ketika orang bersatu denganNya, mereka mengasihi anak-anak Allah, dan
langkah-langkah mereka dituntun kerendahan hati dan kebenaran. …”
Bukankah ini
pernyataan yang indah? Suatu pernyataan yang sangat seimbang. Ellen White
berkata, kita diselamatkan oleh kasih karunia melalui iman. Tapi dia berkata
bahwa kasih karunia yang menyelamatkan kita masuk ke dalam hati kita, dan
sebagai akibatnya, kita mempraktekkan kesalehan yang praktis, menolong dan
membantu yang lain.
Now the second remedy for Laodicea besides a faith that
works by love is white garments, so let's pursue what the
white garments represent.
Adam and Eve in their innocent state wore no artificial
garments, they were covered with a garment of light, the light that covers God
because they reflected the glory of God. In Genesis 2:25 we are told, “25 And they
were both naked, the man and his wife, and were not ashamed.”
But then Adam and Eve sinned, and what was the first
result of Adam and Eve’s sin? They lost the robe of light. And now they realize
that they are naked and they're embarrassed because they know that their
relationship with God has been broken. So somehow they have to solve this
problem of nakedness. And so they decide they're going to go the way of the
Pharisee. In Genesis 3:7 we are told, “ 7 Then the eyes of both of
them were opened, and they knew that they were naked; and they sewed fig leaves together and made
themselves coverings.”
So they cover themselves with fig leaves.
Nah, obat yang kedua buat Laodekia selain iman yang
berbuat melalui kasih adalah pakaian
putih. Jadi mari kita kupas apa yang dilambangkan pakaian putih
ini.
Adam dan Hawa dalam kondisi mereka yang murni tidak mengenakan pakaian buatan, mereka
terselubung oleh pakaian cahaya, cahaya yang menyelubungi Allah karena mereka
memantulkan kemuliaan Allah. Di Kejadian 2:25 kita mendapat tahu,“25 Mereka keduanya telanjang, manusia dan
isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu.”
Tetapi kemudian Adam dan Hawa berbuat dosa, dan apakah
akibat pertama dari dosa Adam dan Hawa? Mereka kehilangan jubah cahayanya. Dan
sekarang mereka menyadari bahwa mereka telanjang dan mereka malu, karena mereka
tahu bahwa hubungan mereka dengan Allah sudah rusak. Jadi bagaimana caranya
mereka harus menyelesaikan masalah ketelanjangan itu. Maka mereka memutuskan
mereka akan mengambil jalan yang kelak diambil
orang-orang Farisi. Di Kejadian 3:7 kita mendapat tahu, “7 Maka terbukalah mata mereka
berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun-daun pohon ara dan membuat penutup bagi diri mereka sendiri.”
Jadi mereka menutupi
diri mereka dengan daun-daun ara.
Now it's interesting that after this God comes to the
garden, He says, “Adam, where are you?” At this point when God calls they already
have the fig leaves covering their nakedness, but they still feel naked. Notice
Genesis 3:10. “10 So he said,…” this is Adam speaking to God, “…‘I heard Your voice in the garden, and
I was afraid because I was naked; and I hid myself.’…” They knew that the fig leaves could not
cover the nakedness of sin.
What does a garment represent in Scripture? What are our
garments that we use to cover our nakedness, what do they represent? Isaiah
64:6 has the answer. “6 But we are
all like an unclean thing, and
all our righteousnesses…” another translation say, “…our
righteous actions are like filthy
rags…” So in other words, the
garments made of fig leaves represent our attempt of covering the shame of our
nakedness and we can't do that.
Nah, menarik
setelah itu Allah datang ke taman, Dia berkata, “Adam, di mana kamu?” Saat itu ketika Allah memanggil, mereka
sudah menutupi ketelanjangan mereka dengan
daun-daun ara, namun mereka masih merasa telanjang. Simak Kejadian 3:10, “10 Jadi
Ia menjawab…” ini Adam yang bicara kepada Allah, “…’Aku
mendengar suaraMu di taman dan aku takut, karena aku
telanjang; dan aku bersembunyi.’…” Mereka tahu bahwa
daun-daun ara tidak bisa menutupi ketelanjangan dosa.
Pakaian di Kitab Suci melambangkan apa? Apakah pakaian
yang kita pakai untuk menutupi ketelanjangan kita? Melambangkan apa itu? Yesaya
64:6 memberi jawaban. “…6 Tetapi kami sekalian seperti barang yang najis dan segala kebenaran kami…” terjemahan lain
mengatakan “…perbuatan benar kami seperti
kain kotor…”
Jadi dengan kata
lain, pakaian dari daun ara melambangkan upaya kita menutupi
aib ketelanjangan kita, dan kita tidak bisa berbuat itu.
How did God cover the nakedness of Adam and Eve? Genesis 3:21
tells us, it says there, “21 Unto
Adam also and to his wife did the LORD God make…” coats of polyester, oh I'm going to have to get new
glasses. “…21 Unto
Adam also and to his wife did the LORD God make…” garments of cotton? No! Garments of “…coats of skins, and clothed them.” (KJV).
Now what needs to happen in order to get the skin of an
animal? The animal must be killed. What did those animals represent, because it
is “skins”,
plural? They were Adam and Eve. What do they represent? The death of Jesus
Christ which covers the shame of our nakedness. There was a death in the garden
that day, which represented the death of Christ which will cover the shame of
our nakedness.
In fact Isaiah 61:10 tells us that the robe represents
the robe of righteousness. Let's read that Isaiah 61:10. “10 I will
greatly rejoice in the Lord, my soul
shall be joyful in my God; for He
has clothed me with the garments of salvation, He has
covered me with the robe of righteousness…”
Bagaimana Allah
menutupi ketelanjangan Adam dan Hawa? Kejadian 3:21 mengatakan kepada kita,
dikatakan di sana, “21 juga
bagi Adam dan istrinya, TUHAN
Allah membuatkan…” jubah dari polyester, oh, saya harus membeli kacamata
baru. “…21 juga bagi Adam
dan istrinya, TUHAN Allah membuatkan…” pakaian dari
katun? Bukan! Pakaian dari “…pakaian dari kulit-kulit binatang, dan mengenakannya
kepada mereka.” (KJV)
Nah, apa yang harus terjadi supaya bisa mendapatkan kulit
dari binatang? Binatang itu harus dibunuh. Binatang-binatang
itu melambangkan apa, karena di sini dikatakan “kulit-kulit”, itu jamak. Mereka Adam dan Hawa. Mereka melambangan apa? Kematian
Yesus Kristus yang menyelubungi ketelanjangan kita. Hari itu ada kematian di taman, yang melambangkan kematian
Kristus, yang akan menutupi aib ketelanjangan kita.
Bahkan Yesaya 61:10 mengatakan kepada kita bahwa jubah
itu melambangkan jubah kebenaran. Mari kita
baca Yesaya 61:10, “10 Aku akan sangat bersukaria di dalam TUHAN, jiwaku akan bersukacita di dalam Allahku, sebab Ia telah mengenakan pakaian keselamatan kepadaku, Dia telah menyelubungi aku dengan jubah kebenaran…”
Do you know at what moment Jesus covers us with His robe
of righteousness? It is at the moment that we are baptized. At
that moment when we confess our sins and the sins are buried in the baptismal waters,
at that time we put on the garment of Christ's righteousness.
Notice Galatians 3:27. “27 For as many of you as
were baptized into Christ have put on Christ.”
So when a person comes forth from the baptistry, from the
waters where they were buried, they come forth covered with the robe of
Christ's righteousness. But there is more to the story.
Tahukah
kalian pada saat kapan Yesus menutupi kita dengan jubah kebenaranNya? Itu pada saat kita dibaptis,
pada saat kita mengakui dosa-dosa
kita dan dosa-dosa itu dikuburkan di dalam air baptisan, pada
waktu itu kita mengenakan jubah kebenaran
Kristus.
Simak
Galatia 3:27, “27
Karena seberapa banyak dari kamu
yang dibaptis ke dalam Kristus, telah
mengenakan Kristus.”
Jadi
ketika seseorang keluar dari kolam baptisan, dari air di mana dia tadinya
dikuburkan, dia keluar tertutup oleh jubah kebenaran Kristus.
Tetapi ceritanya masih belum selesai.
You see, there's a robe of justification and that robe
of justification includes also the robe of sanctification.
Notice Revelation 19:7-8, you see when you're truly sorry
for sin and your sins are buried in the waters of baptism, you will despise and
hate sin, and you will want to overcome, and you will beg Jesus to give you
victory over sin. Revelation 19:7-8, “7 Let us rejoice and be glad and give him glory! For the wedding of the Lamb has come, and his
bride has made herself ready…” Now notice. “…8 Fine linen, bright and clean, was given her to wear…” (NIV) I am reading now from the New International
Version, and then in parentheses in the NIV you have “…(Fine
linen stands for the righteous acts of the saints.)
Kalian
lihat, ada jubah pembenaran, dan jubah
pembenaran itu juga termasuk jubah pengudusan.
Simak Wahyu 19:7-8, kalian lihat bila kita benar-benar
menyesali dosa, dan dosa kita dikuburkan di dalam air baptisan, kita akan
merasa jijik dan membenci dosa, dan kita akan mau mengalahkannya, dan kita akan
memohon kepada Yesus untuk memberikan kita kemenangan atas dosa. Wahyu 19:7-8, “7
Marilah kita bergembira dan bersukacita
dan memuliakan Dia! Karena [perjamuan] perkawinan Anak Domba telah tiba,
dan istri-Nya telah mempersiapkan dirinya…” Sekarang simak, “…8 Kain lenan halus, bersih dan
putih dikaruniakan kepadanya untuk memakai!’…”
saya sekarang membaca dari terjemahan
NIV, kemudian di NIV tertulis dalam kurung, “…(lenan
halus melambangkan perbuatan-perbuatan benar
orang-orang kudus).
Now you say, “Wait a minute, doesn't the robe represent
the righteousness of Christ?”
Yes, it represents the righteousness of Christ manifested
in righteous acts on the part of his people.
Let's go to Romans 10:3. Here we have a diagnosis of the
problem that existed in the days of Christ with the Jews. Romans 10:3 says, “ 3 For they being ignorant
of God’s righteousness, and seeking to establish their
own righteousness, have not submitted to the righteousness of God.”
What was their problem? They wanted to establish their
own righteousness instead of manifesting in their lives the righteousness of
God.
Sekarang kalian berkata, “Tunggu sebentar, bukankah jubah
itu melambangkan kebenaran Kristus?”
Ya, itu melambangkan kebenaran Kristus yang diwujudkan
dalam perbuatan-perbuatan baik oleh umatNya.
Mari kita ke Roma
10:3. Di sini kita punya diagnosa masalah yang ada di zaman Kristus dengan
orang-orang Yahudi. Roma 10:3 berkata, “3
Sebab, karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan berusaha untuk
mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran
Allah. …”
Apa masalah mereka? Mereka menginginkan menetapkan kebenaran
mereka sendiri dan bukan mewujudkan kebenaran Allah dalam hidup mereka.
Now I'm going to read a rather lengthy statement from the
Spirit of Prophecy, it's found in that magnificent book Christ's Object Lessons page 311 and 312, “This robe,…” and you're going to see the relationship between
justification and sanctification. Justification is when we receive Jesus,
when we repent of sin and we confess to Him, at that moment Jesus takes His
life and His death and He places them to our account. That's justification. And
God looks upon us as if we had never sinned. But that is not unrelated to
sanctification. Notice how Ellen White relates both of these. “…This robe, woven in the loom
of
Heaven, has in it not one thread of human devising. Christ in
His
humanity wrought out a perfect character, and this character
He
offers to impart
to us. ‘All our righteousness are as filthy rags.’
Everything that we of ourselves can do is defiled
by
sin. But the Son of God
‘was manifested to
take away our
sins; and in Him
is no
sin.’ Sin is defined to be ‘the transgression of the Law.’ But Christ was obedient to every
requirement of the Law. He said of Himself, ‘I delight to
do Thy will, O My God; yea, Thy Law is
within My heart.’ When on earth, He said to His disciples, ‘I have kept My Father's
commandments.’
By His perfect
obedience…”
listen carefully, “…He has
made it possible
for
every human being to obey God's commandments….” And now comes the secret. “…When we submit ourselves to
Christ, the heart is
united with His heart, the will is merged in
His
will, the mind becomes one with
His
mind, the thoughts are brought into captivity to
Him; we live His
life. This is what it means to
be
clothed with the garment of
His righteousness…”
isn't that interesting? “…Then as the Lord looks upon us He sees, not the fig-leaf
garment, not the nakedness and deformity of sin, but His
own
robe of righteousness, which is perfect obedience to the Law
of
Jehovah.”
This garment of Christ's righteousness is produced by
Him, is given by Him. The problem with the Pharisees is that they cover
themselves with the robe of their own righteousness and their own works, they
were disconnected with Christ.
Sekarang saya akan membacakan sebuah pernyataan yang rada
panjang dari Roh Nubuat, ini ada di buku yang luar biasa Christ’s Object Lessons hal. 311-312,
“…Jubah ini…” dan kalian
akan melihat
hubungan antara pembenaran dengan pengudusan. Pembenaran ialah ketika kita terima Yesus,
ketika kita bertobat dari dosa, dan kita mengakuinya kepadaNya, dan pada saat itu Yesus mengambil hidupNya
dan matiNya dan Dia memperhitungkannya sebagai milik kita. Itu pembenaran. Dan Allah memandang kita
seolah-olah kita tidak pernah berbuat dosa. Tetapi itu bukan tak terhubung ke
pengudusan. Simak bagaimana Ellen White menghubungkan keduanya
“…Jubah ini, ditenun di mesin tenun surgawi, sama sekali tidak
mengandung sehelai pun benang buatan manusia. Kristus dalam kemanusiaanNya
telah merajut suatu karakter yang sempurna dan karakter ini Dia tawarkan untuk
dibagikan kita. ‘segala kebenaran kami
seperti kain kotor’ (Yes. 64:6.). Segala sesuatu yang bisa kita lakukan
sendiri itu sudah tercemar dosa. Tetapi Anak Allah, ‘dijadikan
manusia untuk mengangkat dosa kita, dan
di dalam Dia tidak ada dosa’ (1 Yoh. 3:5) Dosa itu didefinisikan sebagai ‘pelanggaran Hukum’ (1 Yoh. 3:4) Tetapi
Kristus taat kepada setiap tuntutan Hukum. Dia berkata tentang DiriNya sendiri,
‘Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu;
ya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku.’ (Maz. 40:8). Ketika masih hidup di
dunia, Dia berkata kepada murid-muridNya, ‘Aku telah menuruti Perintah-perintah
Bapa-Ku’ (Yoh.
15:10). Lewat kepatuhanNya yang sempurna…” dengarkan
baik-baik, “…Dia telah
memungkinkan setiap manusia untuk mematuhi perintah-perintah Allah…” Dan sekarang ini rahasianya, “…Bilamana kita menyerahkan diri kepada Kristus, hati kita
dipersatukan dengan hatiNya, kemauan kita menyatu dengan kemauanNya, pikiran
kita menjadi satu dengan pikiranNya, pikiran kita tunduk kepada kekuasaanNya,
kita menjalani hidupNya. Inilah yang dimaksud dengan mengenakan pakaian
kebenaranNya…” bukankah ini menarik? “…Maka pada saat Tuhan memandang kita, Dia tidak melihat
pakaian daun ara, tidak melihat ketelanjangan dan keburukan dosa, tetapi Dia
melihat jubah kebenaranNya sendiri, yaitu kepatuhan yang sempurna kepada
hukum-hukum Yehova.”
Pakaian kebenaran Kristus ini dibuat oleh Dia, diberikan
oleh Dia. Masalahnya dengan orang-orang Farisi ialah mereka menutupi diri mereka sendiri dengan jubah kebenaran
mereka sendiri dan perbuatan mereka sendiri, mereka terpisah dari Kristus.
Now the third remedy that
we find for Laodicea is the eye salve. The eye salve represents
spiritual discernment because Laodicea has problems with the eyes, she
sees herself as being perfect, but really her eyes are deceiving her.
Notice Matthew 15:14
Jesus said about the religious leaders of His day, “14 Let them
alone. They are
blind leaders of the blind. And if the blind leads the blind, both will fall into a
ditch.”
In Matthew 23 and I'll
just mention the verses, 16, 17, 19, 24, and 26, five times Jesus refers to the
religious leaders of His day as blind guides.
In John 9 we have the
healing of the man who was born blind. You know at the end of the story Jesus
said something very interesting, it's found in verse 39, “39 And Jesus
said, ‘For judgment I have come into this world, that those who do
not see may see…” He's referring to the man who was blind and He's not talking
about physical eyesight, He's talking about the fact that this man discerned Him
as the Messiah, whereas those who claim to see, the scribes and Pharisees, were
blind because they did not realize that Jesus was the Messiah. So once again, “39 And Jesus
said, ‘For judgment I have come into this world, that those who do
not see may see, and that those who see may be made blind.’…”
Nah, obat ketiga yang kita temukan untuk Laodekia ialah
salep mata. Salep mata
melambangkan pemahaman spiritual, karena Laodekia memiliki
masalah dengan mata, dia melihat dirinya sendiri sempurna, tetapi sebenarnya
matanya menipunya.
Simak Matius 15:14 Yesus berkata tentang para pemimpin
relijius di zamanNya, “14
Biarkanlah mereka itu. Mereka aalah pemimpin buta
dari orang buta. Dan jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke
dalam parit."
Di Matius 23 dan saya hanya akan menyebut ayat-ayatnya,
16, 17, 19, 24, dan 26, lima kali Yesus
mengacu kepada para pemimpin relijius di zamanNya sebagai pemimpin-pemimpin
buta.
Di Yohanes 9 ada penyembuhan tentang manusia yang
dilahirkan buta. Kalian tahu, di bagian akhir cerita, Yesus mengatakan sesuatu
yang sangat menarik, itu ada di ayat 39,
“39 Dan kata Yesus: ‘Aku datang ke dalam dunia
untuk menghakimi, supaya mereka yang tidak
melihat, dapat melihat, …” Dia mengacu kepada orang yang buta, dan Dia tidak bicara
tentang penglihatan fisik, Dia bicara tentang fakta bahwa orang ini memahami
Dia sebagai Sang Mesias sementara mereka yang mengklaim bisa melihat, para ahli
Taurat dan Farisi, itu buta karena mereka tidak menyadari Yesus adalah Sang
Mesias. Jadi sekali lagi, “…39
Dan kata Yesus: ‘Aku datang ke dalam dunia
untuk menghakimi, supaya mereka yang tidak
melihat, dapat melihat, dan supaya mereka yang dapat melihat, menjadi buta.’…”
The
apostle Paul had this problem of the garment. As I read this morning and I'm
going to read again now in Philippians 3:3-8, the apostle Paul, you know, when
he was a Pharisee he thought that he was pretty good, he was rich and increased
with goods, and in need of nothing, he was covered with the robe of his own
righteousness. Let's read. “3 For we are the
circumcision, who worship God in the Spirit, rejoice in Christ Jesus,
and have no confidence in the flesh, 4 though I also might have confidence in the
flesh. If anyone else thinks he may have confidence in the flesh, I more
so: 5 circumcised
the eighth day, of the stock of Israel, of the tribe of Benjamin, a Hebrew of the Hebrews;
concerning the Law, a Pharisee; 6 concerning zeal, persecuting the church;
concerning the righteousness which is in the Law, blameless…” But
then he was converted, and notice verse 7, “…7 But what
things were gain to me…” everything
that he's mentioned, “…these I have counted loss for Christ. 8 Yet, indeed I also count
all things loss for the excellence of the knowledge of Christ Jesus my
Lord, for whom I have suffered the loss of all things, and count them as
rubbish, that I may gain Christ.”
You know, when Saul of
Tarsus was afflicted, he was afflicted with blindness, wasn't he? But he met
the Messiah on the road, and suddenly he went and he had his eyes healed, because now he could see, he could
see that Jesus was the promised Messiah.
Rasul Paulus
memiliki masalah dengan pakaian ini. Seperti yng sudah saya bacakan tadi pagi,
saya akan membacakan kembali Filipi 3:3-8, rasul Paulus kalian tahu, ketika dia
masih seorang Farisi, dia punya pendapat yang tinggi tentang dirinya sendiri,
dia kaya, dan punya banyak harta, dan tidak kekurangan apa-apa. Dia tertutup
oleh jubah kebenarannya sendiri. Mari kita baca, “3karena
kitalah yang bersunat itu, yang beribadah kepada Allah dalam Roh, dan bersukacita
dalam Kristus Yesus, dan tidak mengandalkan
daging. 4 Sekalipun aku mungkin juga mengandalkan
hal-hal lahiriah. Jika ada orang lain berpikir
dia dapat mengandalkan hal-hal lahiriah,
aku lebih lagi 5 [aku]
disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang yang paling ibrani dari semua orang Ibrani, dalam hal hukum Taurat, seorang Farisi, 6 dalam hal semangat, aku
penganiaya jemaat, dalam hal kebenaran menurut hukum Taurat aku tidak bercacat…” Tetapi dia lalu bertobat. Dan simak ayat 7, “…7 Tetapi apa yang dahulu kuanggap menguntungkan bagiku…” yaitu semua yang disebutkannya, “…sekarang karena Kristus kuanggap tidak bernilai. 8 Malahan segala
sesuatu juga kuanggap tidak bernilai demi keistimewaan pengenalan
akan Kristus Yesus, Tuhanku, demi Dia-lah aku
telah menderita kehilangan segala sesuatu, dan yang kuanggap sebagai sampah,
supaya aku boleh memperoleh Kristus.…”
Ketika Saulus dari Tarsus kena pukulan, dia terpukul
dengan kebutaan, bukan? Tetapi dia bertemu dengan Sang Mesias di perjalanan,
dan dia pergi dan matanya sembuh
karena sekarang dia bisa melihat, dia bisa melihat Yesus adalah Mesias yang
dijanjikan.
In the book 4 Testimonies
pages 88 and 89 Ellen White describes the remedies for Laodicea and I want
us to notice particularly the issue of the eye salve. She wrote, “The True Witness counsels us to buy of Him gold tried in the fire, white raiment, and eye salve. The gold here recommended as having been tried in the fire
is faith and
love. It makes the heart rich; for it has been purged until it is pure, and the more it is tested the more brilliant is its
luster.
The white raiment is purity of character, the righteousness of Christ imparted to the sinner. This is indeed a garment of Heavenly texture, that can be bought only of Christ for a life of willing obedience…”
Now comes the eye salve. “…The eye salve is that wisdom and grace which
enables us to
discern between the evil and the good, and to detect sin under any guise. God has given His church
eyes which He requires them to anoint with wisdom, that they may see clearly; but many would
put
out the eyes of the
church if they could; for they would not have their deeds come to the
light, lest they should
be
reproved. The divine eye
salve will impart clearness to the understanding.”
Di buku Testimonies Vol. 4 hal.
88-89 Ellen White menggambarkan obat
untuk Laodekia dan saya mau kita melihat terutama isu tentang salep mata ini.
Ellen White menulis, “…Saksi yang Benar menasihati kita
untuk membeli dariNya emas yang telah diuji dalam api, pakaian putih, dan salep
mata. Emas yang direkomendasikan di sini sebagai yang sudah diuji dalam api
ialah iman dan kasih. Itu membuat hati menjadi kaya; karena telah dibersihkan
hingga menjadi murni, dan semakin dia diuji, semakin terang kilaunya. Pakaian yang putih adalah kemurnian karakter,
kebenaran Kristus yang diberikan kepada orang yang berdosa. Ini memang sungguh
pakaian tekstur surgawi yang hanya bisa dibeli oleh Kristus melalui suatu hidup
kepatuhan yang ikhlas…” Sekarang
salep matanya. “…Salep mata ialah hikmat dan kasih karunia
yang memampukan kita untuk memahami antara yang jahat dan yang baik, dan untuk
mendeteksi dosa dalam penyamaran apa pun. Allah telah memberikan gerejaNya mata
yang disuruhNya mereka beri salep hikmat supaya mereka bisa melihat dengan
jelas; tetapi banyak yang jika bisa, mau memadamkan mata gereja, karena mereka
tidak mau perbuatan mereka nyata dalam terang, supaya jangan mereka ditegur.
Salep mata ilahi akan memberikan kejelasan kepada pemahaman.”
So what are the three remedies that we can get in the
divine pharmacy?
1. Faith that works by love,
2. the righteousness of Christ that is
manifested in acts of love,
3. and the eye salve that helps us see what
our condition is so that we can seek healing.
Those are the remedies for Laodicea.
Jadi apakah ketiga obat yang bisa kita peroleh dari
apotek Ilahi?
1.
Iman yang berbuat melalui kasih,
2.
kebenaran Kristus yang diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan
kasih,
3.
dan salep mata yang membantu kita melihat bagaimana
kondisi kita supaya kita bisa mencari pengobatan.
Itulah obat-obat bagi Laodekia.
Unfortunately in the message to Laodicea Jesus is outside
the heart. Notice Revelation 3:20, here Jesus at the conclusion of the
message to Laodicea says, “ 20 Behold, I stand at
the door and knock…” Notice He doesn't knock down the door, He
knocks, and then He says, “…If anyone…” this is an individual thing, right? “…If anyone hears My voice and opens the
door, I will come
in to him and…” what? “…dine with him, and he with Me.”
Jesus in other words is coming at supper time,
interestingly enough.
Sayangnya di pekabaran kepada Laodekia Yesus ada di luar hati.
Simak Wahyu 3:20, di sini Yesus berada di bagian akhir pekabaran Laodekia,
berkata, “20 Lihat, Aku berdiri
di muka pintu dan mengetuk…” Simak, Yesus tidak
menendang pintu sampai terbuka. Dia mengetuk, kemudian Dia berkata, “…jikalau ada orang…” ini bersifat individu, benar?
“…jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku
akan masuk ke tempatnya dan…” apa? “…makan
bersamanya dan ia bersama-Ku…” dengan kata lain
Yesus datang pada waktu jam makan malam, menarik sekali.
Now this morning we talked about the importance of motive,
didn’t we? I want to read some of those statements again, because
·
really
works
that are produced with the right motivation are works that God accepts, because they're
produced by Him.
·
Works that come from our own efforts are rejected
by God because they are artificially created by human beings.
Let me read you several of these statements once again.
Nah, tadi pagi kita sudah bicara tentang pentingnya
motivasi, bukan? Saya mau membacakan beberapa pernyataan itu lagi, karena,
·
sungguh perbuatan
yang dilakukan dengan motivasi yang benar adalah perbuatan yang diterima oleh Allah,
karena perbuatan itu dihasilkan olehNya.
·
perbuatan yang
berasal dari upaya kita sendiri, ditolak oleh Allah, karena mereka adalah buatan manusia.
Saya akan membacakan beberapa pernyataan-pernyataan ini
sekali lagi.
“The drunkard
is despised and
is told
that his sin
will exclude him from Heaven; while pride,
selfishness, and
covetousness too
often go
unrebuked.
But
these are sins that are especially
offensive
to God; for
they are contrary to the benevolence of His character.…” She continues, “…. He who falls into
some
of the grosser sins
may
feel a sense of his shame and poverty and his need of the grace of Christ; but pride feels no need, and so it closes the heart against Christ and the infinite blessings He came to give.”
“…Si pemabuk dibenci dan diberitahu
bahwa dosanya akan menghalangi dia masuk Surga; sementara kesombongan, egoisme,
dan keserakahan sering dibiarkan tidak ditegur. Tetapi ini adalah dosa-dosa
yang terutama dibenci Allah, karena mereka itu bertentangan dengan sifat kemurahan karakterNya…” Ellen White
melanjutkan, “…Dia yang jatuh ke dalam
dosa-dosa yang lebih hina bisa merasakan suatu rasa malu dan kehinaannya dan
kebutuhannya akan kasih karunia Kristus; tetapi kesombongan tidak merasakan
kebutuhannya, dan dengan demikian itu menutup hatinya terhadap Krstus dan
berkat-berkat yang tidak terbatas yang Dia datang untuk memberi.” (Steps to Christ, p.
30)
In Gospel Workers page
111 Ellen White wrote, “Many acts which pass for good works, even deeds
of benevolence, will, when closely investigated, be found
to be prompted by wrong motives…”
Remember the Pharisees when they gave alms?
Oh they gave alms, they would play the trumpet, “Come and see, I'm giving poor
people some things that they need!” Good thing with the wrong motivation. She
continues, “…Many receive applause
for virtues which they do not possess. The Searcher of hearts weighs motives, and often the deeds which are highly applauded by men are recorded
by Him as springing from selfishness and base hypocrisy. Every act of our lives, whether excellent and praiseworthy or deserving of censure, is judged by the
Searcher of hearts according to the motives which prompted
it.”
Di Gospel Workers hal.
111 Ellen White menulis, “…Banyak perbuatan yang dianggap perbuatan baik, bahkan dianggap kebajikan,
bila diteliti dengan seksama, akan kedapatan dipicu oleh motif yang salah…” Ingat orang Farisi ketika mereka memberikan derma?
Oh, kalau mereka memberi
derma, mereka meniup terompet, “Ayo datang lihat, saya memberi orang-orang
miskin apa yang mereka butuhkan!” Perbuatan baik dengan motivasi yang salah.
Ellen White melanjutkan, “…Banyak orang menerima pujian untuk kebaikan-kebaikan yang tidak mereka
miliki. Sang Pengamat hati menimbang motif-motif, dan sering
perbuatan-perbuatan yang dipuji oleh manusia dicatat olehNya sebagai berasal
dari egoisme dan kemunafikan yang hina. Setiap tindakan dalam hidup kita,
apakah itu bagus sekali dan patut dipuji, atau apakah itu layak mendapatkan
teguran, dinilai oleh Sang Pengamat hati menurut motif yang melahirkannya.” (Gospel Workers 1915 hal. 275)
Sons and Daughters of God page 171. “Every action derives
its quality from the motive which prompts it.”
Sons and Daughters of God hal. 171, “…Mutu setiap perbuatan berasal
dari motif yang memicunya. …”
Child Guidance page 201. “Every course of action has a twofold character and importance. It is virtuous or vicious, right or
wrong, according
to the
motive which prompts it.”
Child
Guidance hal. 201, “…Setiap jalur tindakan memiliki karakter dan kepentingan ganda. Apakah itu luhur atau
jahat, benar atau salah, sesuai motif yang memicunya.”
She continues in another quotation, this is found in Vol. 5 of The Testimonies page 279.
“It is not the greatness of the work, but the love with which it is done, the motive
underlying the action, that determines its worth.”
Ellen White melanjutkan di kutipan yang lain, ini ada di Testimonies Vol. 5 hal. 279,
“…Bukan betapa hebatnya perbuatan itu, melainkan kasih dengan mana
perbuatan itu dilakukan, motif yang mendasari tindakan itu, yang menentukan
nilainya.”
You see, God is less impressed with what we eat, than why
we eat it. God is less impressed with what we give, then why we give it. He is less
impressed with what we do, than why we do it. He is less impressed with what we
wear, than why we wear it. He is less impressed with where we go, than why we
go. You know, Jesus frequented the parties of the publicans
and sinners. Now, we would say, “We should never hang out with these people.”
But what was the motivation of Jesus? He went because He wanted to win souls.
And so, you know those people criticized Him, “You should not go there”, but
they needed to understand why Jesus went there. The motive determines whether the act
is good or not.
Kalian lihat, Allah tidak terlalu terkesan dengan apa
yang kita makan, daripada mengapa kita memakannya. Allah tidak terlalu terkesan
dengan apa yang kita berikan, daripada mengapa kita memberikannya. Allah tidak
terlalu terkesan dengan apa yang kita lakukan, daripada mengapa kita
melakukannya. Allah tidak terlalu terkesan dengan apa yang kita kenakan,
daripada mengapa kita mengenakannya. Allah tidak terlalu terkesan dengan ke
mana kita pergi, daripada mengapa kita pergi. Kalian tahu Yesus sering datang ke
pesta-pesta para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Nah, kita bisa
mengatakan, “Kita jangan pernah berkumpul dengan orang-orang itu.” Tetapi apa
motif Yesus? Dia ke sana karena Dia mau memenangkan jiwa. Jadi, orang-orang itu
mengritikNya, “Kamu tidak boleh ke sana.” Tetapi mereka harus mengerti mengapa
Yesus pergi ke sana. Motifnya
yang menentukan apakah perbuatan itu benar atau salah.
You know the Bible has examples of things that come from
the heart. For example, Israel when God said, “Build Me a sanctuary.” They
needed the raw materials to build the sanctuary, so Moses went out, he said, “Folks,
we need to contribute for the building of the sanctuary.” You can read this in
Exodus 25. It says that the people out of the kindness of their heart, it was
really something motivated by the heart, they brought and brought, and brought,
until finally Moses said, “Don't bring any more!” Wouldn't that be great in the
Edmond Church where the pastor would have to get up some Sabbath and say,
“Folks, don't bring any more money. Please don't bring any more money.” You
know, the bank is going to go bust, that would be the day.
You know I had an associate pastor in my
church who said, you know, “There is plenty of money in this church,” he used
to say, “it's all in people's pockets.” So the problem is not with our money,
the problem is with the heart. The problem isn't with the wallet, the problem
is with the heart. Where your treasure is there will your heart be also.
That's why the apostle Paul said in 2 Corinthians 9:7
that “God loves a cheerful giver.” Do you remember when the widow brought
her two mites to the sanctuary? Oh the Pharisees they were bringing their big
donations, and they had used coins at that times, they didn't use bills, they
would drop them from real high, clang,
clang, clang, clang, clang. The widow she came just so they couldn't even
see that she was there, and she gave her two mites. Jesus said, “She gave more
than all of the rest.” Not in quantity, but her motivation was right.
Is it possible that a philanthropist might give a huge
amount of money to build a hospital just because he wants his name to be
attached to it? That would be a wrong motivation. Is it just possible that a
church member would donate to purchase pews of the church as long as their name
is at the end of the pew?
See, that is giving with the wrong motivation. That is
the problem with Laodicea. In other words, the problem that we have, folks, is
a heart problem, it's not a problem of actions, it's a problem about why we act
the way we do.
Kalian tahu, Alkitab memberikan contoh-contoh dari
hal-hal yang berasal dari hati. Misalnya, Israel ketika Allah berkata,
“Bangunkan Aku sebuah Bait Suci.” Mereka membutuhkan bahan mentahnya untuk
membangun Bait Suci, maka Musa keluar dan berkata, “Saudara-saudara, kita perlu
memberikan kontribusi untuk pembangunan Bait Suci.” Kalian bisa membaca ini di
Keluaran 25. Dikatakan orang-orang dari kemurahan hati mereka ~ itu
sungguh-sungguh sesuatu yang termotivasi dari hati ~ mereka memberi dan
memberi, dan memberi, sampai akhirnya Musa berkata, “Jangan memberi lagi!”
Tidakkah itu luar biasa bila di Edmond Church ini pendetanya pada suatu hari
Sabat harus berdiri dan berkata, “Saudara-saudara, jangan bawa uang lagi!
Tolong jangan membawa uang lagi!” Kalian tahu, banknya akan bangkrut. Hal itu tidak akan
terjadi.
Kalian tahu, ada seorang rekan gembala di gereja saya yang berkata, “Di
gereja ini uangnya banyak,” dia suka
berkata begitu, “ada di semua saku jemaat.” Jadi masalahnya bukanlah uang kita,
masalahnya ialah dengan hati. Di mana hartamu, di situlah juga hatimu.
Itulah mengapa rasul Paulus berkata di 2 Korintus 9:7
bahwa “Allah menyukai orang yang memberi dengan
sukacita”. Ingatkah ketika si janda membawa dua keping uangnya ke Bait Suci? Oh,
orang-orang Farisi mereka membawa pemberian mereka yang besar dan di zaman itu
mereka memakai koin bukan uang kertas, dan mereka akan menjatuhkan koin-koin
itu dari tempat yang tinggi hinga berbunyi, kling, kling, kling, kling, kling. Si
janda dia datang supaya tidak dilihat orang, dan dia memberikan dua keping
uangnya. Dan Yesus berkata, “Janda itu memberi lebih banyak daripada semua yang lain.” Tidak dalam jumlah, tetapi motivasinya
benar.
Apakah mungkin seorang filantrofis memberikan sejumlah
besar uang untuk membangun sebuah rumah sakit hanya karena dia ingin namanya
lekat di sana? Itu motivasi yang salah. Mungkinkah seorang anggota gereja
menyumbang untuk membeli bangku-bangku gereja asalkan nama mereka ada di bagian
akhir bangku itu?
Lihat, ini adalah memberi dengan motif yang salah. Itulah
masalah Laodekia. Dengan kata lain, masalah yang kita miliki, Saudara-saudara,
adalah masalah hati, itu bukan masalah perbuatan, itu adalah masalah mengapa
kita melakukan apa yang kita lakukan.
I want to read several statements now from Scripture
about the issue of the heart.
Matthew 15:8 Jesus said, 8 ‘These people draw near
to Me with their mouth, and honor Me
with their lips, but their
heart is far from Me…” Notice,
the problem is with the fountain where the works come from, the motivation.
Saya mau membacakan
beberapa pernyataan sekarang dari Kitab Suci mengenai masalah hati ini.
Matius 15:8 Yesus
berkata, “8 Bangsa ini mendekati
Aku dengan mulutnya, dan menghormati Aku dengan bibirnya, padahal hatinya
jauh dari-Ku…” Simak, masalahnya ialah dengan sumber dari mana perbuatan
itu keluar, motivasinya.
Psalms 66:18. “18 If I regard iniquity in my heart, the Lord
will not hear.”
Mazmur 66:18, “18 Seandainya
ada dosa dalam hatiku Tuhan tidak mau
mendengar.”
We read Matthew 5:27-28, “27 You have heard that it was said to those of old, ‘You shall not commit adultery.’ 28 But I say to you that whoever looks at a woman to lust for her
has already committed adultery with her in his heart.’…”
Let me ask you where does
adultery begin? Does it begin with wrong acting or wrong thinking? It begins
with wrong thinking. So if you want to overcome adultery it has to be overcome
in the heart, that's where the root has to be taken out.
Kita baca Matius 5:27-28, “27 Kamu telah
mendengar dikatakan kepada mereka dari zaman
lampau, ‘Jangan berzinah.’ 28 Tetapi Aku berkata kepadamu, siapa pun yang memandang seorang perempuan dengan nafsu terhadapnya, sudah melakukan perzinahan dengan dia di dalam hatinya.’…”
Coba saya
tanya di mana perzinahan dimulai? Apakah itu dimulai dengan perbuatan yang
salah atau pikiran yang salah? Itu dimulai dengan pikiran yang salah. Maka jika
kita mau mengalahkan perzinahan, itu harus dikalahkan di dalam hati, di sanalah
akar yang harus dicabut.
Notice Matthew 6:19-21. “19 Do not lay
up for yourselves treasures on earth, where moth and rust destroy and where
thieves break in and steal; 20 but lay up for
yourselves treasures in Heaven, where neither moth nor rust destroys and where
thieves do not break in and steal…” And now notice, “…21 For where
your treasure is, there your heart will be also.”
So the way that you manage your money is an issue of the
heart.
Simak Matius
6:19-21, “19 Janganlah
mengumpulkan bagimu sendiri harta di bumi;
di mana ngengat dan karat menghancurkan dan di mana pencuri masuk dan
mencurinya. 20 Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di mana ngengat dan karat tidak menghancurkan dan pencuri tidak masuk dan mencurinya…” Dan sekarang
simak, “…21 Karena di mana hartamu
berada, di situ juga hatimu. …”
Jadi cara kita mengatur uang kita juga isu hati.
Notice Matthew 12:34-35 Jesus said to the Jews of His day,
“ 34 Brood of vipers! How can you, being evil, speak good things? For out of the abundance
of the heart the mouth speaks. 35 A good man out of the good treasure of his heart brings forth
good things, and an evil man out of the evil treasure brings forth evil
things.”
Simak Matius 12:34-35, Yesus berkata
kepada orang-orang Yahudi di zamanNya, “34
Hai anak-anak ular beludak, bagaimanakah
kamu yang jahat dapat mengucapkan hal-hal
yang baik? Karena dari isi hati, mulut berbicara. 35 Orang
yang baik, dari perbendaharaan hatinya yang
baik, mengeluarkan hal-hal yang baik; dan orang yang jahat dari
perbendaharaannya yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat.”
I remember when I was growing up once in a while
my mom would wash my mouth with soap because I said some words that I wasn't
supposed to say. And I remember one day I said to my mom, “Mom, you're going
about it the wrong way, it does no good to wash my mouth with soap, wash my
heart so that when my heart is washed my words will come out correctly.”
Saya ingat ketika saya masih muda, sekali waktu ibu saya
akan mencuci mulut saya dengan sabun karena saya mengucapkan kata-kata yang
tidak seharusnya saya ucapkan. Dan saya ingat suatu hari saya berkata kepada
ibu saya, “Mom, Ibu salah caranya, tidak ada gunanya mencuci mulut saya dengan
sabun, cuci hati saya supaya bila hati saya sudah dicuci, kata-kata saya yang
keluar benar.”
Notice Mark 7:21-23. “ 21 For from within, out of the heart of men, proceed evil thoughts,
adulteries, fornications, murders, 22 thefts, covetousness,
wickedness, deceit, lewdness, and evil eye, blasphemy, pride, foolishness. 23
All these evil things come from within and defile a man.”
Now you can externally look like you’ve overcome these
things, but really Jesus says all of these evil actions come from a bad heart,
so what you need is to have your heart repaired or transplanted.
Simak Markus 7:21-23, “21 sebab
dari dalam, dari hati orang timbul
segala pikiran jahat, perzinahan, percabulan,
pembunuhan, 22 pencurian, keserakahan, kejahatan, penipuan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. 23
Semua kejahatan ini timbul dari dalam dan menajiskan
orang."
Nah, kita bisa tampak dari luar seakan-akan kita sudah
mengatasi semua hal ini, tetapi sesungguhnya Yesus berkata, semua perbuatan
jahat ini datang dari hati yang jahat, maka apa yang kita perlukan ialah hati kita
harus diperbaiki atau ditransplantasi.
Deuteronomy 30:6. “ 6 And the Lord your
God will circumcise your heart and the heart of your descendants, to love
the Lord your
God with all your heart and with all your soul, that you may live.”
Ulangan 30:6, “6
Dan TUHAN, Allahmu, akan
menyunat hatimu dan hati keturunanmu agar
engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu, supaya engkau boleh hidup.”
God is in that heart transplant business. God does not
put in, as I mentioned this morning, spiritual pacemakers, do bypass surgeries,
change valves, or do angioplasty; the only type of surgery that God does is
heart transplants. He will take out the heart of stone, come in and give us a
heart of flesh. And then He will write His Law in our hearts so that we do what the Law requires, not because we have to but because
we want to.
Allah itu punya usaha transplantasi jantung hati. Seperti yang saya sebutkan tadi pagi Allah tidak
memasang alat pacu jantung rohani, membuat pembedahan bypass, mengganti katup, atau angioplasty; satu-satunya pembedahan yang dilakukan
Allah ialah transplantasi jantung hati. Dia akan
mengeluarkan jantung hati kita yang dari batu, lalu masuk dan memberi kita
jantung hati dari daging. Kemudian Dia akan menuliskan HukumNya di jantung hati
kita agar kita melakukan apa yang diminta Hukum itu, bukan karena kita harus,
melainkan karena kita mau.
Psalms 37:31 speaks about the importance of the heart
once again. “31 The Law of
his God is in his
heart; none of his
steps shall slide.”
When is that we don't slide? When the Law of God is where? In our hearts. And the Law is a reflection of whose character? Of
Christ's character.
Mazmur 37:31 sekali
lagi bicara tentang betapa pentingnya hati. “31
Hukum Allahnya ada di dalam hatinya, tak satu pun langkahnya akan terpeleset.”
Kapan kita tidak
akan terpeleset? Bila Hukum Allah ada di mana? Di hati kita. Dan Hukum adalah
pantulan karakter siapa? Karakter Kristus.
Let's notice Psalm 40:8. Here Jesus is speaking
prophetically about the way that He would feel when He came to this earth. “ 8 I delight to
do Your will…” did the
Pharisees delight to do God's will? No, they did it as a matter of being
obligated to do it, they said, I'll do it whether it kills me, whether I like
it or not. “…8 I delight to
do Your will, O my God…” why did Jesus delight to do His Father's will? “…and Your
Law is within My heart.”
Mari kita simak
Mazmur 40:8, di sini Yesus berbicara dalam nubuatan mengenai bagaimana Dia akan
merasa pada waktu Dia datang ke bumi ini. “8 Aku suka melakukan kehendak-Mu…” apakah orang-orang Farisi suka melakukan kehendak Allah?
Tidak, mereka melakukannya sebagai kewajiban. Mereka berkata, “Aku akan
melakukannya walaupun sulit, suka atau tidak suka.” “…8 Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya
Allahku…” mengapa Yesus suka melakukan kehendak BapaNya? “…dan Hukum-Mu ada di
dalam hati-Ku."
I read Ezekiel 36:26 and 27 in our study this morning. “ 26 I will give you
a new heart and put a new spirit within you…” see, inside, “… I will take the heart of stone out of
your flesh and give you a heart of flesh. 27 I will put My Spirit within you…” notice that when Jesus comes into the heart, we don't do
less; we do more, but we do it with a different motivation. Are you
understanding the disease of Laodicea? “… 27 I will put My Spirit within you and cause you
to walk in My statutes, and you will keep My judgments and do them.” You see, when the Law is in our hearts Jesus won't need to tell us
how to dress, we will speak like Jesus, we will give like Jesus, we will act
like Jesus, we will eat like Jesus, we will do everything like Jesus. Because we
will do it, because it comes from the heart.
Saya bacakan
Yehezkiel 36:26-27 di pelajaran kita tadi pagi. “26
Aku akan memberikan
kepadamu hati yang baru, dan menempatkan
roh yang baru di dalam dirimu…” lihat, di bagian
dalam, “…Aku akan mengeluarkan
dari dagingmu, hatimu yang dari batu dan Kuberikan kepadamu hati yang dari daging. 27 Aku akan menempatkan Roh-Ku di dalam dirimu…”
simak ketika Yesus masuk ke dalam hati,
kita tidak berbuat lebih sedikit, kita berbuat lebih banyak, tetapi kita melakukannya dengan motivasi yang berbeda.
Apakah kalian paham penyakit Laodekia? “…27 Aku akan menempatkan Roh-Ku di dalam dirimu
dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala
ketetapan-Ku, dan kamu akan berpegang pada
peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya…”
Lihat, bila Hukum ada di dalam hati
kita, Yesus tidak perlu memberitahu kita bagaimana kita harus berpakaian, kita
akan bicara seperti Yesus, kita akan berbagi seperti Yesus, kita akan bertindak
seperti Yesus, kita akan makan seperti Yesus, kita akan melakukan segalanya
seperti Yesus. Karena kita mau melakukannya, karena itu datang dari hati.
I want to read Matthew 5:8 this verse tells us who are
the only ones that are going to be ready when Jesus comes. “8 Blessed are the pure in heart, for they shall see God.”
The purity is not primarily purity of action, it is
purity of heart. And when the heart is right the actions are right.
Saya mau membacakan
Matius 5:8, ayat ini mengatakan kepada kita siapa saja yang akan siap ketika
Yesus datang.“8 Diberkatilah
orang yang murni hatinya, karena mereka akan
melihat Allah…”
Kemurniannya bukan semata-mata kemurnian perbuatan, tapi
kemurnian hati. Bila hatinya benar, maka perbuatannya benar.
Ellen White wrote, this is found in Bible Commentary Vol. 7 page 966. “But the counsel of the
True
Witness…” this
is the good news, “…does not represent those who are lukewarm as in a hopeless case…” so our situation is not hopeless. She says, “…There is yet a chance to remedy their state, and the Laodicean message is full of encouragement; for
the backslidden church may yet buy the gold
of
faith and
love, may yet have
the white robe of the righteousness of Christ, that the shame of their nakedness need not
appear. Purity of heart,
purity of motive, may yet characterize those who are halfhearted and who are striving to serve God
and
mammon.
They
may yet wash their robes of character and
make them white in
the blood
of
the Lamb.
There is hope as long as we apply the remedies.
Ellen White
menulis, ini di Bible Commentary Vol. 7 hal. 966, “…Tetapi nasihat dari Saksi yang Benar…” ini kabar baiknya, “…tidak menggambarkan mereka yang suam-suam seperti kasusnya sudah tidak punya harapan…” jadi kondisi kita bukan tidak ada harapan. Ellen
White berkata,
“…Masih ada kesempatan memperbaiki kondisi mereka, dan pekabaran kepada
Laodekia itu penuh dorongan yang membesarkan hati, karena gereja yang sudah
merosot ini masih bisa membeli emas iman dan kasih, masih bisa memiliki jubah
putih kebenaran Kristus, supaya aib ketelanjangan mereka tidak perlu terlihat.
Kemurnian hati, kemurnian motif, masih mungkin menjadi karakter mereka yang
sekarang separo hati dan yang berusaha keras untuk melayani Allah dan mamon.
Mereka masih bisa mencuci jubah karakter mereka dan membuatnya putih dalam darah
Anak Domba.” (RH Aug. 28, 1894)
Masih ada
harapan selama kita mengaplikasikan obatnya.
I want to end by reading a statement from Review and Herald February 25, 1902. This is
what the church needs. “A
revival and
a reformation
must take place under the ministration of the Holy Spirit. Revival
and
reformation are two different things. Revival
signifies
a renewal
of spiritual life,
a
quickening
of the powers
of mind
and heart, a
resurrection from the
spiritual
death…” that is revival, but now notice. “…Reformation signifies a reorganization, a change in ideas and theories,…” it's a change in the way that you what? The way that you
think. Once again.
“…Reformation signifies a
reorganization, a change in ideas and theories…” but that's not all, not only the way you think. She
continues
“…habits and practices…” that is what you think, putting it into what? Into
action. And then she states, “…Reformation will not bring
forth
the good
fruit of righteousness unless it is connected
with
the
revival of the Spirit.
Revival and
reformation are to
do their appointed work, and in
doing this work they must blend.”
Saya mau
mengakhiri dengan membacakan pernyataan dari Review and
Herald 25 Februari 1902. Inilah yang dibutuhkan gereja. “…Suatu kebangunan rohani dan suatu
reformasi harus terjadi di bawah pelayanan Roh Kudus. Kebangunan rohani dan
reformasi itu dua hal yang berbeda. Kebangunan rohani merupakan tanda
pembaharuan kehidupan rohani, menghidupkan kuasa pikiran dan hati, suatu kebangkitan
dari kematian rohani…” itulah
kebangunan rohani. Tetapi sekarang simak,
“…Reformasi menandakan suatu reorganisasi, suatu perubahan dalam konsep
dan teori…” suatu
perubahan dalam cara kita apa? Cara kita berpikir. Sekali lagi,
“…Reformasi menandakan suatu reorganisasi, suatu perubahan dalam konsep
dan teori…” tapi bukan
hanya itu, bukan hanya dalam cara kita berpikir. Ellen White melanjutkan,
“…kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek…” yaitu apa yang kita pikir, dan bagaimana kita
mempraktekkannya. Kemudian Ellen White berkata,
“…Reformasi tidak akan menghasilkan buah kebenaran kecuali bila
terhubung dengan kebangunan dari Roh. Kebangunan rohani dan reformasi harus
melakukan tugas masing-masing, dan dalam menjalankan pekerjaan itu mereka harus
bersatu.” (Christian
Service, p.
42)
What is more important, revival or reformation? If you're
revived and you're not reformed you ain't been revived ~ excuse the bad
English. And if you are reformed by your own efforts and you haven't been
revived, it's like a dead body trying to act and trying to live. Revival and
reformation must go together.
v Revival is a resurrection from spiritual
death.
Jesus taking out the
heart of stone putting in a heart of flesh. And when that happens, when revival
happens, when we resurrect from spiritual death, then
v the result will be reformation in our
lives.
But it will come
naturally, it will flow naturally from the heart, the motivations for our
actions will be the right motivations, and when the motives are right God will
accept our actions; because He is producing it through the presence of His
Spirit in our hearts.
Apa yang lebih penting, kebangunan rohani atau reformasi?
Jika kita terbangun rohaninya tapi tidak berubah pikirannya, maka kita belum
terbangun rohaninya. Dan jika kita sudah berubah dengan upaya kita sendiri,
maka kita belum dibangunkan rohaninya, itu seperti tubuh yang mati yang
berusaha berbuat dan berusaha untuk hidup. Kebangunan
rohani dan reformasi harus jalan bersama-sama.
v Kebangunan rohani
ialah kebangkitan dari kematian rohani.
Yesus mengeluarkan hati dari batu dan memasukkan hati dari daging. Dan bila
itu terjadi, bila kebangunan rohani terjadi, bila kita bangkit dari kematian
rohani, maka
v hasilnya adalah
reformasi dalam hidup kita.
Tetapi itu akan terjadi secara
alami, itu akan mengalir secara alami dari hati. Motivasi-motivasi perbuatan
kita akan menjadi motivasi-motivasi yang benar, dan bilamana motivasinya benar Allah
akan menerima perbuatan kita karena Dia yang menciptakannya melalui kehadiran
RohNya di dalam hati kita.
So is there hope for the Laodicean church? Yeah, there's
hope for the Methodists, and the Presbyterians, you know we usually think of
them as the Laodicean, we are Philadelphian. Well, brutal awakening. These
remedies must be applied by the Remnant Church in order to receive the Latter
Rain and finish the work of God. May that be our experience.
Jadi, masihkah ada
harapan bagi gereja Laodekia? Ya, ada harapan bagi gereja Methodist, dan Presbyterians,
kalian tahu kita terbiasa menganggap merekalah Laodekia itu, kita yang
Filadelfia. Nah, kesadaran yang brutal. Obat-obat ini harus diberikan kepada
gereja umat yang sisa supaya
bisa menerima Hujan Akhir dan menyelesaikan pekerjaan Allah. Semoga itulah
pengalaman kita.
18
04 22
No comments:
Post a Comment