THE
BOOK OF HEBREWS
Part 06/14 – Walter Veith
CHAPTER 5 ~ THE AUTHOR OF ETERNAL
SALVATION
https://www.youtube.com/watch?v=s9iZvHPgMZE
Dibuka dengan
doa
Hebrews 5:1
Chapter 5 in the KJV has the heading “The Human Priest”.
Hebrews 5:1, “1 For every high priest taken
from among men is ordained for men in things pertaining to God, that he may
offer both gifts and sacrifices for sins.”
I think that the translators of this verse must have sat for quite a while
and contemplated how do we best bring the thoughts across, and the KJV here
says, “1 For
every high priest taken from among men is ordained for men in things pertaining
to God…” that little word “pertaining” there is
added to make it clear “…that
he may offer both gifts and sacrifices for sins.”
Now other translations don't have it
exactly like this.
If we look at the Good News Translation of that verse we read, “Every high priest is chosen from his
fellow men and appointed to serve God on their behalf to offer sacrifices and
offerings for sins…” The nuance is different.
If we look at The Message Bible it reads, “Every high
priest selected to represent men and women before God and offer sacrifices for
their sins…” So here they try to be gender
neutral, and they're all dancing around these verses.
But the KJV I think takes the essence “…in things
pertaining to God…” offering
sacrifices.
Ibrani 5:1
Pasal 5 di KJV judulnya “Imam Manusia”.
Ibrani 5:1, “1 Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari
antara manusia, ditetapkan bagi manusia untuk
hal-hal yang berkaitan dengan Allah, supaya
ia boleh mempersembahkan baik persembahan-persembahan maupun kurban-kurban untuk dosa.”
Saya pikir para penerjemah ayat ini pasti duduk cukup
lama dan mempertimbangkan bagaimana menyampaikan konsep ini sebaik mungkin, dan
KJV di sini berkata, “…1 Sebab
setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia untuk hal-hal
yang berkaitan dengan Allah…” kata kecil “berkaitan” itu ditambahkan untuk membuatnya
lebih jelas, “…supaya ia
boleh mempersembahkan baik persembahan-persembahan maupun kurban-kurban untuk dosa.”
Nah terjemahan-terjemahan lain tidak seperti ini.
Jika kita lihat Good News Translation untuk ayat itu, kita baca,
“…Setiap imam besar dipilih dari sesama manusia dan ditetapkan untuk
melayani Allah demi kepentingan mereka, untuk mempersembahkan kurban dan
persembahan untuk dosa…” Nuansanya beda.
Jika kita lihat The Message Bible, tertulis, “…Setiap imam besar dipilih untuk mewakili pria
dan wanita di hadapan Allah dan mempersembahkan kurban bagi dosa-dosa mereka.” Di sini mereka berusaha bersikap netral dalam gender, dan mereka semuanya menghindari
menerjemahkan dengan jelas ayat-ayat ini.
Tetapi saya pikir KJV yang mendapat intinya, “…untuk hal-hal yang berkaitan dengan Allah…” mempersembahkan
kurban.
Hebrews 5:2
Verse 2 says, “2 Who can have compassion on the ignorant,
and on them that are out of the way; for that he himself also is compassed with
infirmity…”
So Hebrews chapter 5 gives us an insight into the attributes of the high
priest or those that he should have, but that we only find in completeness in
Jesus Christ.
Ibrani 5:2
Ayat 2 mengatakan, “2 Yang bisa mempunyai
belas kasihan pada orang-orang yang tidaj tahu (tidak mengerti), dan pada orang-orang
yang sesat, karena ia sendiri juga penuh
dengan kelemahan…”
Jadi Ibrani pasal 5 memberi kita pandangan yang jelas
tentang sifat-sifat seorang imam besar, atau yang seharusnya dia miliki, tetapi
kita hanya menemukan yang sempurna dalam Yesus Kristus.
So the
high priest had to have a compassionate nature, and particularly in
regards to those that are ignorant. And this is the way Jesus was. He came and
sought the simple people and He gave them the lessons of life. In the same way
we should emulate what Jesus did. We should be compassionate when it comes to
those that live in ignorance, and not like the scribes and the Pharisees’ boast
because of a supposed knowledge that they had, compared to the others, when their
knowledge was totally contrary to the will of God.
Jadi imam
besar harus punya sifat belas kasihan, dan terutama sehubungan dengan
mereka yang tidak mengerti. Dan inilah bagaimana sikap Yesus. Dia datang dan
mencari orang-orang yang sederhana, dan Dia memberi mereka pelajaran kehidupan.
Dengan cara yang sama kita harus meniru apa yang dilakukan Yesus. Kita harus berbelaskasihan
terhadap mereka yang hidup dalam ketidaktahuan, dan bukan seperti kesombongan
para ahli Taurat dan Farisi karena mereka menganggap mereka punya pengetahuan
dibandingkan orang-orang lain, padahal pengetahuan mereka itu sama sekali
bertentangan dengan kehendak Allah.
Hebrews 5:3
“3 And
by reason hereof he ought, as for the people, so also for himself, to offer for
sins.”
So the earthly priest was a human being like you and I. So he had to offer
for the people, but he also had to offer for himself because he too was
a sinner.
Ibrani 5:3
“3 Dan
karena alasan itulah dia harus mempersembahkan kurban untuk dosa, sebagaimana bagi umat,
demikian juga bagi dirinya sendiri.”
Jadi imam duniawi itu seperti kalian dan saya. Maka dia
harus mempersembahkan kurban bagi umat, tetapi dia juga harus mempersembahkan
kurban bagi dirinya sendiri, karena dia
juga seorang pendosa.
Hebrews 5:4
“4 And no man taketh this honour
unto himself, but he that is called of God, as was Aaron.”
So when you look at this priesthood, it was an Aaronic priesthood. They were chosen from
Aaron, and they had to have a bloodline that linked them directly to
this particular bloodline of Aaron. Not anybody could be a priest. It was a
very specific calling.
Ibrani 5:4
“4 Dan tidak seorang pun yang
mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dia yang dipanggil oleh Allah, seperti Harun…”
Jadi saat kita simak imamat ini, ini adalah imamat Harun,
mereka dipilih dari keturunan
Harun, dan mereka harus punya garis darah yang menghubungkan
mereka langsung kepada garis darah Harun. Bukan siapa saja bisa menjadi imam.
Itu adalah panggilan yang sangat khusus.
Now that the
Substance has fulfilled the shadow, there is a priesthood of believers, everybody becomes a priest in the sense
that we
bring sweet offerings of incense, our prayers on behalf of the people to God.
So it is important that we understand the nature of this priesthood.
Nah, sekarang
setelah Substansi sudah menggenapi bayangannya, ada imamat
orang-orang percaya, semua
orang menjadi imam dalam pengertian kita membawa persembahan bau-bauan harum, doa-doa kita
bagi umat Allah.
Jadi penting bagi kita untuk memahami sifat dari imamat
ini.
Wesley's comment on Hebrews 5:4 is, “The
apostle begins here to treat of the priesthood of Christ. The sum of what he observes
concerning it, is whatever is excellent in the Levitical priesthood is in
Christ, and in a more eminent manner;
and whatever is wanting in those priests is in Him. No one taketh this honor ~
the priesthood ~ to himself, but he that
is called of God ~ as was Aaron and his posterity, who were all of them called
at one and the same time. But it is observable Aaron did not preach at all,
preaching being no part of the priestly office. So also Christ glorified not
Himself to be a High Priest ~ that is, did not take this honor to Himself ~ but
received it from Him who said, ‘Thou art
My Son, this day I have begotten Thee’ (Psa. 2:7). Not indeed at the same time, for His
generation was from eternity.”
Komentar Wesley tentan Ibrani 5:4 ialah, “…Di sini rasul
itu (Paulus) mulai membahas tentang imamat Kristus. Rangkuman dari apa yang
ditelitinya tentang hal itu ialah, apa pun yang bagus di imamat Lewi itu ada
dalam Kristus, dalam bentuk yang lebih unggul; dan apa pun yang tidak ada pada
imam-imam itu, ada pada Kristus. Tidak ada yang mengambil kehormatan ini ~
yaitu keimamatan itu ~ bagi dirinya sendiri, melainkan dia dipanggil oleh Allah
~ sebagaimana Harun dan keturunannya yang semuanya dipanggil pada satu waktu yang sama. Tetapi bisa dilihat bahwa Harun sama sekali
tidak berkhotbah, berkhotbah bukanlah bagian dari jabatan imam. Demikian pula
Kristus tidak memuliakan DiriNya menjadi Imam Besar ~ maksudnya Dia tidak
mengambil kehormatan itu bagi DiriNya sendiri ~ melainkan menerimanya dari Dia
yang berkata ‘Engkau Anak-Ku, hari ini
Aku telah memperanakkan Engkau’ (Maz.
2:7). Tentunya tidak pada waktu yang sama, karena
kemunculanNya adalah dari kekekalan.”
So he's contrasting the two priesthoods.
The one was an earthly one, and those earthly priests had faults. But
Christ had no fault. So everything that is good in that priesthood, we applied
to Christ. Everything that was bad we applied to the fallen human nature.
Jadi dia membandingkan kedua keimamatan.
Yang satu adalah imamat duniawi, dan imam-imam duniawi itu
punya kesalahan. Tetapi Kristus tidak punya kesalahan. Jadi segala yang baik
yang ada dalam imamat itu, diaplikasikan kepada Kristus. Segala yang buruk,
diaplikasikan kepada kodrat manusia yang berdosa.
Hebrews 5:5
Now in Hebrews 5:5 we have these little words, “5 So also Christ glorified not
Himself to be made an High Priest; but He that said unto Him, ‘Thou art My Son,
today have I begotten thee.’…”
Now Christ
was not of the Aaronic priesthood, He was not from the tribe of Levi. So
this is rather an interesting story, and that is why it introduces another
character here by the name of Melchizedek.
Ibrani 5:5
Nah, di Ibrani 5:5
kita bertemu kata-kata ini, “5 Demikian pula Kristus tidak memuliakan
Diri-Nya sendiri untuk menjadi Imam Besar,
tetapi Dialah (Allah Bapa) yang berfirman
kepada-Nya, ‘Engkau Anak-Ku, hari ini Aku telah
memperanakkan Engkau.’…”
Nah, Kristus
tidak dari imamat Harun, Dia bukan dari suku Lewi. Jadi ini
adalah kisah yang menarik, dan itulah mengapa ada tokoh lain yang diperkenalkan
di sini, yang bernama Melkisedek.
Hebrews 5:6
“6 As He saith also in another
place, ‘Thou art a priest for ever after the order of Melchisedec.’…”
Now if we go to Psalms 110:4 we read, “4 The LORD hath sworn, and will not repent, Thou art a priest for
ever after the order of Melchizedek.”
Ibrani 5:6
“6 Sebagaimana Dia
juga berkata di tempat lain, ‘Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya,
menurut tata sistem Melkisedek.’…”
Nah, bila kita ke Mazmur 110:4 kita baca, “…4 TUHAN telah
bersumpah, dan Ia tidak akan berbalik, Engkau
adalah imam untuk selama-lamanya menurut tata
sistem Melkisedek.”
Now this priest Melchizedek is very, very, interesting and indeed if the
Scriptures didn't have Melchizedek in them, we would be very hard-pressed to
find a justification for the priesthood out of a different tribe, such as the
tribe of Judah in the case of Jesus. But the Scriptures are so complete and this story
is introduced for a particular purpose. So we will discuss it as we
study the book of Hebrews.
In Psalms 110:4, “4 The
LORD hath sworn, and will not repent, Thou art a priest for ever after the
order of Melchizedek.”
So in which way did the priesthood of Melchizedek differ from the Aaronic
priesthood? Well, we will see as we continue.
Nah, imam
Melkisedek ini amat sangat menarik, dan seandainya di Kitab Suci
tidak ada Melkisedek ini, kita akan sangat kesulitan mencari pembenaran untuk
keimamatan dari suku yang berbeda, seperti dari suku Yehuda dalam hal Yesus.
Tetapi KItab Suci itu begitu lengkap, dan kisah
ini diperkenalkan untuk tujuan tertentu. Jadi kita akan
membahasnya sambil kita mempelajari kitab Ibrani.
Di Mazmur 110:4, “…4 TUHAN telah
bersumpah, dan Ia tidak akan berbalik, Engkau
adalah imam untuk selama-lamanya menurut tata
sistem Melkisedek.”
Jadi dalam hal apa keimamatan Melkisedek ini berbeda dari
keimamatan Harun? Nah, kita akan melihatnya sambil kita melanjutkan.
Now again we have a chiasm in chapter 5 because we will be looking at the
chiasm in all of them. And let's just look at this one. It has a structure A,
B, and then A’, B’ reversed with an asterisk.
Nah, sekali lagi ada kiasma di pasal 5 karena kita akan
menyimak kiasma di setiap pasal. Mari kita lihat yang satu ini. Strukturnya A,
B, kemudian sebaliknya A’, B’.
A: Hebrews 5:6, “6 As He saith also in another place, ‘Thou art a priest for ever after the order of Melchisedec.’…”
A’: so the counterpart A’ with an asterisk,
Hebrews 5:10, “10
Called of God an High Priest after the order of Melchisedec.”
B: The B portion, Hebrews 5:7, “7 Who
in the days of His flesh, when He had offered up prayers and supplications with
strong crying and tears unto Him that was able to save Him from death, and was
heard in that He feared.”
B’: So the
counterpart Hebrews 5:9, “9 And being made perfect, He became the
author of eternal salvation unto all them that obey Him.” So we have “salvation” in the B’ asterix,
and we have “salvation” in the B.
C: and the center is C. Hebrews 5:8, “8 Though He were a Son, yet learned He
obedience by the things which He suffered.” Again we have a similar structure here to what we had in the first
chapters of the book of Hebrews, where it says that He became perfect through
suffering, and we discussed that in some detail in those chapters. So here He learned
obedience by the things which He suffered, even though He was obedient from the
foundations of the world.
So this chiastic structure again highlights the Son, again it centers on
Jesus Christ, who was obedient and learnt obedience according to this verse by
the things that He suffered.
A: Ibrani 5:6, “6 Sebagaimana Dia
juga berkata di tempat lain, ‘Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya,
menurut tata sistem Melkisedek.’…”
A’: Jadi
pasangannya A’, Ibrani 5:10, “10 Dipanggil
menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut tata
sistem Melkisedek.”
B: Bagian B,
Ibrani 5:7, “7 yang semasa
hidup-Nya sebagai manusia, setelah Ia
mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan
didengar karena takutNya pada Allah.”
B’: Pasangannya
Ibrani 5:9, “ 9 dan sesudah Ia dijadikan
sempurna, Ia menjadi pencipta keselamatan
yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya”. Jadi ada “keselamatan” di B’ dan “keselamatan” di B.
C: Dan di
tengahnya ialah C. Ibrani 5:8, “8 Dan
sekali pun Ia Anak, namun Ia telah belajar
taat dari hal-hal yang telah diderita-Nya.” Lagi-lagi ada struktur yang serupa dengan apa yang ada di
pasal-pasal pertama kitab Ibrani, di mana dikatakan bahwa Dia menjadi sempurna
melalui penderitaan-penderitaan, dan kita sudah membahasnya secara mendetail di
pasal-pasal itu. Maka di sini Dia
belajar taat melalui hal-hal yang dideritaNya, walaupun Dia memang sudah taat
dari saat dunia diciptakan.
Maka struktur
kiastik ini sekali lagi menekanan pada Sang Anak, lagi-lagi ini berpusat pada
Yesus Kristus yang taat dan menurut ayat ini, belajar ketaatan melalui hal-hal
yang dideritaNya.
Now if we go to Genesis 14:18 we read about Melchizedek.
“18 And
Melchizedek king of Salem brought forth bread and wine: and he was the priest
of the most high God.”
It's interesting that he brought forth bread and wine, and this
is exactly of course what Jesus did in the last supper. So here is a
reference that links the body and the blood of Jesus Christ back to this
priesthood that is of the order of Melchizedek.
Psalm 110:4 says, “4 The
LORD hath sworn, and will not repent, Thou art a priest for ever after the
order of Melchizedek.”
So in chapter 5 Paul is going to tell us about this very particular
priesthood, this priesthood of a suffering priest.
Nah, kalau kita ke kitab Kejadian 14:18, kita akan
membaca tentang Melkisedek.
“18
Lalu Melkisedek raja Salem, mengeluarkan roti dan anggur ia adalah
imam Allah Yang Mahatinggi.”
Yang menarik dia membawa keluar roti dan
anggur, dan ini tentunya persis apa yang dilakukan Yesus di
Perjamuan Terakhir. Jadi ini adalah
referensi yang mengaitkan tubuh dan darah Yesus Kristus kembali kepada
keimamatan ini yang dari tata sistem Melkisedek.
Mazmur 110:4 berkata, “…4 TUHAN telah
bersumpah, dan Ia tidak akan berbalik,
Engkau adalah imam untuk selama-lamanya menurut tata
sistem Melkisedek.”
Maka di pasal 5 Paulus akan memberitahu kita tentang
keimamatan yang sangat khas ini, keimamatan seorang imam yang menderita.
Hebrews 5:7
In verse 7 he says, “7 Who in the days of His flesh, when He had
offered up prayers and supplications with strong crying and tears unto Him that
was able to save Him from death, and was heard in that He feared…” is a reference to this High Priest, that
with strong crying and tears brought supplications before God, a suffering Priest.
So this is an echo of Gethsemane. The anguish and the tears of Gethsemane, covered
the depth of the collective tears of all humanity of all ages. I mean
just let that sink in for a while. The collective tears of all humanity of all
ages rested upon Him. So they cannot be compared by finite minds. They were not
only tears of compassion or even empathy, since He not only suffered with you, but He
also suffered as you. When Jesus Christ suffered for us with
tears and crying, the whole humanity was in Him, and the whole humanity was taken to
the cross and died, for and in Him. This is an amazing thought. This is
this
corporate suffering for the whole of the human race.
Ibrani 5:7
Di ayat 7 dia berkata, “7 yang semasa
hidup-Nya sebagai manusia, setelah Ia
mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan
telah didengar karena takutNya pada Allah…” adalah referensi
kepada Imam Besar ini, yang dengan ratap tangis dan air mata menyampaikan
permohonan-permohonan di hadapan Allah, seorang Imam yang menderita. Maka ini
adalah gema dari Getsemani. Kepedihan
dan air mata Getsemani, meliputi keseluruhan jumlah air mata kemanusiaan dari
segala zaman. Maksud saya, renungkan ini sejenak. Air mata
kolektif seluruh kemanusiaan segala zaman terbeban di atas Dia. Jadi tidak bisa
dibandingkan dengan pikiran yang fana. Itu bukan hanya air mata belas kasihan
atau bahkan empati, karena Dia
bukan saja menderita bersama kita, tetapi Dia juga menderita sebagai kita.
Ketika Yesus Kristus menderita bagi kita dengan air mata dan
ratapan, seluruh kemanusiaan ada dalam
DiriNya, dan seluruh kemanusiaan dibawa ke salib dan mati, demi dan di
dalam DiriNya. Ini adalah pemikiran yang mengagumkan. Inilah penderitaan keseluruhan segenap umat manusia
itu.
Matthew 26:37 says, “37 And
he took with him Peter and the two sons of Zebedee, and began to be sorrowful
and very heavy.”
There in the garden of Gethsemane, where “with strong
crying and tears unto Him that was able to save Him from death, and was heard, in
that He feared”, the Bible says He was “very heavy”,
so what does that mean? Let's go to the concordances and see what it means.
Matius 26:37
mengatakan, “37 Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebedeus
serta-Nya dan mulailah Ia merasa sedih dan sangat berat.”
Di sana di taman Getsemani di mana “dengan
ratap tangis dan air mata kepada Dia yang
sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan telah didengar karena takutNya pada Allah…” Alkitab mengatakan
Dia “sangat berat”, jadi apa maksudnya itu? Mari kita ke Concordance dan
melihat apa artinya itu.
The Hebrew word means:
G85 (Strong)
ἀδημονέω [adēmoneō]
ad-ay-mon-eh'-o
From a derivative of ἀδέω [adeō] (to be sated to loathing);
to be in distress (of mind): - be full of heaviness, be
very heavy.
Thayer tells us,
G85 (Thayer)
ἀδημονέω [adēmoneō]
ad-ay-mon-eh'-o
1)
to be troubled,
great distress or anguish, depressed.
A related word by Thayer/Strong’s number: from a derivative of ἀδέω [adeō]
to
be sated or saturated to loathing.
Kata Ibrani itu berarti:
G85 (Strong)
ἀδημονέω [adēmoneō]
ad-ay-mon-eh'-o
Dari bentukan kata ἀδέω [adeō] (kenyang dengan kejijikan); berada dalam
penderitaan (mental): - penuh dengan
beban, sangat berat.
Thayer memberitahu kita:
G85 (Thayer)
ἀδημονέω [adēmoneō]
ad-ay-mon-eh'-o
1)
dalam kesusahan,
penderitaan besar, tertekan.
Suatu kata terkait kepada nomor Thayer/Strong: dari bentukan kata ἀδέω [adeō]
kenyang
atau jenuh sampai jijik.
We must understand that here was the sinless Son of God and the load of sin
of a humanity of all ages was placed upon Him, and He carried it all. It was an incredibly heavy
load and He
who hated sin took it upon Himself to become sin for us. No wonder the
Bible says it was very heavy, and it was also something that saturated Him with
loathing, it was totally contrary to His nature. And yet He did it. Have
we ever thought about that?
Matthew 26:38 gives up some more details, “38
Then saith He unto them, ‘My soul is exceeding sorrowful, even unto death,
tarry ye here, and watch with Me.’…”
And they couldn't, they were so heavy with sleep.
Kita harus mengerti bahwa di sini ada Anak Allah
yang tidak punya dosa, dan ada beban dosa manusia sepanjang
zaman yang ditempatkan ke atasNya, dan Dia memikulnya semua. Itu adalah beban
yang luar biasa beratnya dan Dia
yang membenci dosa memikulnya Sendiri menjadi dosa bagi kita.
Tidak heran Alkitab berkata itu
sangat berat, dan itu juga
sesuatu yang membuat Dia jenuh dengan kejijikan, itu sama sekali
bertolakbelakang dengan kodratNya. Namun demikian Dia
melakukannya. Pernahkah kita berpikir tentang hal itu?
Matius 26:38 memberi beberapa detail tambahan, “38Lalu
kataNya kepada mereka, ‘Hati-Ku sangat sedih, bahkan
mau mati. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.’…”
Dan mereka tidak
bisa, mereka begitu mengantuk.
Now again what is this the meaning of the Greek that is translated here “exceeding sorrowful”?
Thayer tells us
G4036
περίλυπος [perilupos]
per-il'-oo-pos
1)
very sad, exceedingly
sorrowful.
2)
overcome with sorrow
so much as to cause one's death.
In actual fact it crushed the life blood out of Him to such an extent, the
weight was so heavy that the blood came through His skin, and He would have
died there in the garden of Gethsemane if angels had not come and supported Him.
Matthew 26:39 says, “39 And
He went a little farther, and fell on His face, and prayed, saying, ‘O My
Father, if it be possible, let this cup pass from Me: nevertheless not as I
will, but as Thou wilt.’…”
Nah, lagi, apa arti kata Greeka yang di sini
diterjemahkan “sangat sedih”?
Thayer memberitahu
kita,
G4036
περίλυπος [perilupos]
per-il'-oo-pos
1)
sangat berduka,
sangat sedih.
2)
tenggelam dalam
kesedihan sedemikian rupa sehingga bisa mengakibatkan kematian.
Fakta sebenarnya, itu menghancurkan sumber hidupNya
sedemikian rupa, bebannya sedemikian berat sampai darah pun keluar dari
pori-pori kulitNya, dan Dia bisa mati di taman Getsemani sana seandainya
malaikat-malaikat tidak datang memberiNya dukungan.
Matius 26:39 mengatakan, “39 Dan Ia berjalan sedikit lebih jauh, lalu sujud dengan wajahNya sampai ke tanah dan berdoa,
kata-Nya, ‘Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lewat dari Aku, namun
demikian janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau
kehendaki.’…”
His human nature shrank away from this burden, but He knew that He had to
go through with it, there was no other way. If it were possible take it from
Me, but there was no other way. There was no other way to satisfy the
requirement of justice.
v If God is 100% just,
then justice
must be done, and the wages of sin is death, therefore death must be executed.
v if God is 100% mercy,
then mercy must
be satisfied, and the sinner must be forgiven.
You cannot reconcile those except by making justice take its path, so that
mercy can reign.
KemanusiaanNya ingin menghindar dari beban ini, tetapi
Dia tahu bahwa Dia harus melakukannya, tidak ada jalan lain. Seandainya
mungkin, ambillah itu dariKu, tetapi tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan lain
untuk memuaskan tuntutan keadilan.
v Jika Allah 100% adil,
Maka keadilan harus dilaksanakan, dan upah dosa itu maut,
karena itu maut harus dilaksanakan.
v Jika Allah itu 100% belas
kasihan,
Maka belas kasihan harus dipuaskan, dan si pendosa harus
diampuni.
Kita tidak bisa mempersatukan keduanya kecuali membiarkan
keadilan melakukan tugasnya, supaya belas kasihan bisa berkuasa.
Mark 14:33, “33 And He taketh with Him Peter
and James and John, and began to be sore amazed, and to be very heavy.”
So what is it that He experienced that Paul was alluding to there in Hebrews
chapter 5? Again what does it mean “sore amazed” means?
Markus 14:33, “33
Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya, dan mulai menjadi sangat ketakutan dan sangat berat.”
Jadi apa yang Dia alami yang disinggung Paulus di Ibrani
pasal 5 ini?
Lagi, apa artinya “sangat ketakutan”?
G1568 (Thayer)
ἐκθαμβέω [ekthambeō]
1) To be thrown into terror or amazement
1a) to alarm thoroughly, to terrify
2) to be struck with amazement
2a) to be thoroughly amazed, to be astounded
2b) to be struck with terror
If you put all of those together it gives
us a glimpse of what He went through. He
was terrified. Terrified.
G1568 (Thayer)
ἐκθαμβέω [ekthambeō]
1) tenggelam dalam teror atau kebingungan
1a) menjadi sangat panik, ketakutan
2) tercengang luar biasa
2a) sama sekali tecengang, kaget
2b) dilanda teror
Jika kita persatukan semuanya itu, itu memberi kita
sekilas pandang apa yang dialami Yesus. Dia sangat ketakutan. Sangat ketakutan.
Now what was He terrified of? Of the death that He was going to suffer on
the cross? No! He was a willing sacrificial lamb as we have on every single
slide in these presentations. This is what He came to live for. In other words,
to die for us.
So what was this terror? This terror for
the consequences of sin that they had created. So all the collective fear and horror of
all the ages felt by every single person that had ever felt the consequences of
sin and broken down under the pressure, was laid upon Him. This was not
something that came out of Him, this is something that was induced in Him, because He willingly took it upon
Himself.
Nah, Dia takut apa? Takut kematian yang akan djalaniNya di salib? Tidak! Dia
adalah domba kurban yang rela, seperti gambar yang ditayangkan di layar
presentasi ini. Untuk itulah Dia datang untuk hidup di sini. Dengan kata lain, untuk mati bagi kita.
Kalau begitu ketakutan ini
apa? Ketakutan pada konsekuensi yang diciptakan
oleh dosa. Jadi semua rasa takut
dan horor secara kolektif dari segala zaman yang dirasakan oleh setiap manusia
yang pernah merasakan konsekuensi dosa dan patah di bawah tekanannya, itu
dibebankan ke atas Dia. Ini bukan sesuatu yang berasal dari
DiriNya, ini sesuatu yang dibebankan kepadaNya karena Dia dengan sukarela
menerimanya untuk menanggungnya Sendiri.
Luke 22:44 says, “44 And
being in an agony He prayed more earnestly: and His sweat was as it were great
drops of blood falling down to the ground.”
I don't think anybody can even contemplate
what the Son of God went through at that moment in the garden of Gethsemane.
Lukas 22:44
mengatakan, “44 Dan sementara sangat menderita Ia makin
bersungguh-sungguh berdoa. Dan peluh-Nya
seperti tetesan-tetesan darah yang besar, jatuh ke tanah.”
Saya rasa tidak ada yang bisa mengkontemplasi apa yang
dialami Anak Allah saat itu di taman Getsemani.
Hebrews 5:8-9
Hebrews 5:8 continues and says, “8
Though He were a Son, yet learned He obedience by the things which He
suffered.”
He learned obedience, in other words, when
this load was placed upon Him, His human nature which was without sin, said,
“If it is possible remove this burden from Me.” If it is possible, but it was
not possible. So He learnt obedience, in other words, He submitted Himself in
obedience and suffered the consequence of your and my sin.
And then this verse 9, “9 And
being made perfect…” wasn't He
perfect before? Yes, of course, He was perfect before. But how now much more so, can we proclaim His perfection, in that He
willingly bore this burden, and that,
“…He became the author of eternal salvation unto all them that obey
Him.”
Ibrani 5:8-9
Ibrani 5:8 melanjutkan dan
berkata, “8 Dan sekali pun Ia Anak, namun Ia telah belajar taat dari hal-hal
yang telah diderita-Nya.”
Dengan kata lain Dia belajar taat ketika beban itu
diletakkan ke atas DiriNya. KemanusiaanNya yang tanpa dosa berkata, “Jika
sekiranya mungkin, angkatlah beban ini dariKu.” Jika sekiranya mungkin, tetapi itu
tidak mungkin. Maka Dia belajar patuh, dengan kata lain, Dia menaklukkan
Dirinya dalam kepatuhan dan menderita konsekuensi dosa kalian dan dosa saya.
Kemudian ini ayat
9, “9 dan sesudah Ia dijadikan
sempurna…” bukankah sebelumnya Dia sudah sempurna? Ya, tentu saja
sebelumnya Dia sudah sempurna. Tetapi sekarang jauh lebih dari itu. Bisakah
kita mendeklarasikan kesempurnaanNya, di mana Dia dengan rela memikul beban
ini, dan bahwa “…Ia telah menjadi pencipta keselamatan
yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya.”
Now this verse is so contrary to what many
people believe in the world. They believe the fact that the burden of sin was placed
upon Jesus Christ relieves us from the burden of obedience to God. There's no
such thing as salvation in sin. If sin caused the expulsion of Satan from the
realms of Heaven, then surely sin must be conquered also in humanity. And since only
Christ can conquer sin, and did conquer sin, therefore it is only
through His merit that we can have access to Heaven.
So when it says here, “…He
became the author of eternal salvation unto all them that obey Him”, this is not in our own strength, as we saw
in chapter 4. We can now put it into the context of resting in completed works
in Christ.
Nah ayat ini begitu
bertolakbelakang dengan apa yang diyakini banyak orang di dunia. Mereka
meyakini fakta bahwa beban dosa yang ditempatkan di atas Yesus Kristus
membebaskan kita dari kewajiban patuh kepada Allah. Tidak ada
yang namanya keselamatan dalam dosa itu. Jika dosa menyebabkan Setan diusir
dari kawasan Surga, maka pastilah dosa juga harus dikalahkan dalam diri
manusia. Dan oleh karena hanya
Kristus yang bisa menaklukkan dosa, dan memang Dia sudah
menaklukkan dosa, maka hanyalah
melalui jasaNya kita bisa punya akses ke Surga.
Maka ketika dikatakan di sini,
“Ia telah menjadi pencipta keselamatan
yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya” ini tidak dengan kekuatan kita sendiri
seperti yang sudah kita simak di pasal 4. Kita sekarang bisa menempatkannya ke
konteks perhentian dalam pekerjaan Kristus yang sudah selesai.
So nevertheless, here is the conditional aspect
that so many wish to avoid. This condition existed from the beginning, and
because of its neglect, the human race
and the world have been plunged into misery and woe. Adam and Eve had the
opportunity to obey but they chose to disobey, and were expelled from the
garden of Eden. Just as the Devil had been expelled from the Heavenly realm, so
Adam and Eve were expelled from the garden of Eden. And if we want to have access to the garden of Eden
and access back to the Heavenly realm, then we must be obedient to the precepts
of God. And since we are weak in the flesh, God has condescended to be our
righteousness, and to work the works of righteousness in us.
Namun demikian inilah aspek persyaratan yang ingin dihindari banyak
orang. Persyaratan ini sudah ada sejak awal, dan karena itu diabaikan, umat
manusia dan dunia telah jatuh ke dalam kesengsaraan dan celaka. Adam dan Hawa
punya kesempatan untuk patuh, tetapi mereka memilih untuk tidak patuh dan
diusir keluar dari taman Eden. Sama seperti Iblis yang diusir dari kawanan
Surga, maka Adam dan Hawa diusir dari taman Eden. Dan jika kita mau punya akses ke taman Eden dan kembali ke
kawasan surgawi, maka kita harus patuh kepada ketentuan-ketentuan Allah.
Dan karena daging kita lemah Allah
bersedia menjadi kebenaran kita, dan mengerjakan pekerjaan kebenaran dalam
kita.
So verse 7 and 8 talk of His suffering that
qualified Him to be the perfect sacrifice and author of eternal salvation. This
suffering does not refer to the cross ~ that was the sacrifice, that
was the atonement that saved us from sin ~ but it refers to the mental anguish caused by witnessing
and dealing with the consequences that sin had wrought, the human woe,
the suffering of all ages, as well as the hardness of the heart that rejected
the only One that could save them. Here in the garden of Gethsemane He was not the
sacrifice, He was the One that became the Sin Bearer, and took the suffering
upon Himself.
Jadi ayat 7 dan 8 bicara
tentang kesengsaraanNya yang membuatNya memenuhi syarat menjadi kurban yang
sempurna dan pencipta keselamatan abadi. Penderitaan
ini tidak mengacu kepada salib ~ salib itu kurbannya, itu
penebusan/pendamaian yang menyelamatkan kita dari dosa ~ tetapi ini mengacu kepada
penderitaan mental yang disebabkan dari menyaksikan
dan berurusan dengan konsekuensi-konsekuensi yang diakibatkan dosa, kesengsaraan manusia, penderitaan sepanjang masa, dan juga kekerasan
hati yang menolak Satu-satunya yang bisa menyelamatkan mereka. Di sinilah, di taman Getsemani Dia bukanlah
kurbannya, Dialah yang menjadi Sang
Pemikul Dosa, dan yang menanggung penderitaan itu pada DiriNya Sendiri.
So we cannot gauge the depths of His love
or the terrible cost of the plan of salvation. There is no line long enough to
measure it, but we can gratefully accept it by faith. The cup was not taken
from Him but an angel was sent to strengthen Him so that He could bear it. Why
an angel? Because there was no human voice to comfort Him, or that was even
able to discern the magnitude of the events that were unfolding before them. His
Spirit stooped below the weight, the sorrow of the whole world throughout the ages
rested upon Him.
Jadi kita tidak bisa mengukur
dalamnya kasihNya atau mahalnya harga rencana keselamatan. Tidak ada tali yang
cukup panjang untuk mengukurnya, tetapi kita bisa menerimanya dengan iman dengan penuh
syukur. Cawan itu tidak diambil dariNya, tetapi malaikat dikirimkan untuk
menguatkanNya agar Dia bisa menanggung semua itu. Mengapa malaikat? Karena
tidak ada suara manusia yang menghiburNya, atau yang bahkan bisa mengerti besarnya peristiwa-peristiwa yang sedang dinyatakan di
hadapan mereka. RohNya merunduk di bawawh beban
itu, kesedihan seluruh dunia sepanjang
sejarah terletak di bahuNya.
I thought I would pen these words because it
takes contemplation to see what the Son of God went through, and words often
escape us when we try to explain it. This is my feeble attempt at trying to
grasp just one grain of what actually transpired there.
Gethsemane was not the altar, but the way
to it. His agony was not the fear of the cross because
even the martyrs went to the scaffold cheerfully, but it was for the collective
woe and suffering of a world doomed by the consequences of sin. He felt the
weight of sin as no human can. He did
not shun the death on the cross. Just think about this. He, actually being God, nourished the seed and the sapling, that
would grow into the tree, that would bear His outstretched arm. Isn't that
amazing when you think about it? He's the author of life. He's the sustainer of
all things. He must have known that that seed was in the ground. He could have
squashed it, that there would be no tree for Him to hang on, but He nurtured it
and He let it grow. There was no other way for justice and mercy to kiss each
other, it required that He the author of life had to suffer the penalty of
death. This is the suffering Savior.
In Psalms 22:6 we find an echo of His
feelings. It's a messianic Psalm and in typology we read here, applying it to
Christ, that’s how He felt, “6 But
I am a worm, and no man; a reproach of men, and despised of the people. 7
All they that see Me laugh Me to scorn; they shoot out the lip, they shake the
head, saying, 8 ‘He trusted on the LORD that He would deliver Him.
Let Him deliver Him, seeing He delighted in Him…” didn't they do that at the cross? “He saved others, Himself He cannot save.
Come down from the cross, and we will believe Him,” they mocked. And He said, “6 But
I am a worm, and no man; a reproach of men, and despised of the people.” It's a very sad story this plan of salvation.
Saya pikir saya mau menuliskan
kata-kata ini karena butuh kontemplasi untuk melihat apa yang dialami oleh Anak
Allah, dan kita sering kehilangan kata-kata pada waktu kita mencoba
menjelaskannya. Inilah upaya saya yang lemah untuk berusaha menangkap sedikit
saja dari apa yang sesungguhnya terjadi di sana.
Getsemani
bukan mezbahnya, tetapi jalan yang menuju ke sana. Penderitaan yang dirasakanNya bukanlah takut kepada salib ~ karena bahkan para
martir pergi ke tiang gantungan dengan hati yang gembira ~ melainkan untuk celaka dan
penderitaan kolektif sebuah dunia yang akan binasa akibat konsekuensi
dosa. Dia merasakan beban dosa yang tidak bisa dipikul manusia mana pun. Dia
tidak menghindari kematian di salib. Pikirkanlah. Sebagai Allah, Dialah yang
menghidupi benih dan tunas yang akan tumbuh menjadi sebatang pohon yang di
atasnya tanganNya akan direntangkan. Bukankah itu mengagumkan bila kita pikir?
Dialah pencipta hidup. Dialah yang memelihara segala sesuatu. Tentunya Dia tahu
bahwa benih tersebut ada di dalam tanah, Dia bisa menghancurkannya supaya tidak
ada pohon di mana Dia akan digantungkan. Tetapi Dia memelihara benih itu
dan Dia mengizinkannya tumbuh. Tidak ada jalan lain bagi keadilan dan belas
kasihan untuk saling berciuman, itu mengharuskan Dia, Sang Pencipta Hidup
menderita hukuman kematian. Ini adalah Juruselamat yang menderita.
Di Mazmur 22:6 kita melihat
gema dari perasaanNya. Ini adalah Mazmur mesianik dan dalam bentuk tipologi.
Kita baca di sini, diaplikasikan kepada
Kristus, bagaimana perasaanNya. “6 Tetapi Aku ini seekor ulat
dan bukan manusia, yang dicela manusia, dihina oleh orang banyak. 7 Semua
yang melihat Aku, menertawakan dan
mengolok-olok Aku; mereka mencibirkan bibir,
menggelengkan kepala, berkata, 8 ‘Ia
mempercayai TUHAN bahwa Dia akan menyelamatkanNya. Biar Dia yang menyelamatkanNya, karena Dia berkenan kepadaNya’…” Tidakkah mereka
berbuat demikian di salib? “Orang lain diselamatkanNya, DiriNya Sendiri Dia
tidak bisa menyelamatkan. Turunlah dari salib dan kami akan percaya
padaNya” (Mat. 27:42) Mereka
mengejekNya. Dan Dia berkata, “…6 Tetapi Aku ini seekor ulat dan
bukan manusia, yang dicela manusia, dihina oleh orang banyak.” Kisah yang sangat sedih, rencana keselamatan ini.
Martin Luther takes up this thought, and these
thoughts were recorded in the book Table Talk.
He says, “The greatest wonder ever
on earth is that the Son of God died the shameful death of the cross. It is
astonishing that the Father should say to His only Son, who by nature is God, ‘Go!
Let them hang Thee on the gallows.’ The love of the everlasting Father was immeasurably
greater towards His only begotten Son than the love of Abraham towards Isaac,
for the Father testifies from Heaven ‘This
is My beloved Son in whom I am well pleased’ yet He was cast away so
lamentably like a worm, a scorn of men, and outcast of the people. At this the
blind understanding of man stumbles, saying, ‘Is this the only begotten Son of
the everlasting Father? How then deals He so unmercifully with Him? He showed
Himself more kind to Caiaphas, Herod, and Pilate than towards His only begotten
Son.’ But to us true Christians…” and here comes
the crux of the matter, “…it is the greatest comfort. For therein
we recognize that the merciful Lord God and Father so loved the poor condemned
world, that He spared not His only begotten Son, but gave Him up for all that ‘whosoever believeth in Him should not
perish but have everlasting life.’…”
(Table Talk pg. 132).
Martin Luther mengambil konsep ini dan pikiran-pikiran ini dicatat dalam
buku Table Talk. Martin Luther berkata, “…Keajaiban yang terbesar di bumi ini ialah bahwa Anak
Allah menjalani kematian yang memalukan, kematian di salib. Mengagumkan
bagaimana Allah Bapa berkata kepada satu-satunya
AnakNya, yang kodratNya adalah Allah, ‘Pergilah! Biarlah mereka menggantungMu
di tiang.’ Kasih Bapa yang kekal jauh lebih besar kepada AnakNya yang satu-satunya daripada kasih Abraham bagi Ishak; karena Bapak memberi kesaksian dari Surga, ‘Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNya Aku
sangat berkenan’, namun Dia dicampakkan pergi dengan begitu mengenasan seperti seekor ulat, yang dicemooh
manusia, yang dibuang manusia. Di sini pemahaman buta manusia terbentur,
mengatakan, ‘Inikah satu-satunya Anak dari Bapa yang kekal? Kalau begitu
mengapa Dia berbuat begitu teganya kepada Dia? Dia menunjukkan DiriNya lebih bermurah hati kepada Kayafas, Herodes, dan Pilatus daripada kepada satu-satunya AnakNya.’ Tetapi bagi kami orang-orang
Kristen yang sejati…” dan sekarang inilah inti
masalahnya, “…itulah penghiburan terbesar. Karena di dalamnya kami mengenali bahwa Tuhan Allah
dan Bapa yang rahmani demikian mengasihi dunia yang terkutuk dan mengenaskan
ini, sehingga Dia tidak menyayangkan AnakNya satu-satunya, melainkan
menyerahkanNya bagi semua supaya ‘barangsiapa percaya dalam Dia jangan
binasa tetapi beroleh hidup kekal.’…” (Table Talk hal. 132)
I can sometimes sit and wonder how Martin
Luther must have thought about these things as he had to painfully translate
all of these thoughts into the German language and how he contemplated what
happened there and how it transformed him and changed him. And when it finally
did change him, how the ire of the world and the hatred of the world was
directed towards him, just as it had been directed towards the Son of God. And
anybody who understands this issue even remotely, will be persecuted.
Terkadang saya
duduk dan berpikir bagaimana Martin
Luther saat memikirkan hal-hal ini sementara dia dengan susah payah
menerjemahkan semua pemikiran ini ke dalam bahasa Jerman, dan bagaimana dia
mengkontemplasi apa yang terjadi di sana, dan bagaimana itu telah mentransformasi dirinya dan mengubahkannya. Dan pada
akhirnya ketika itu benar-benar mengubahnya, bagaimana kejengkelan dan
kebencian dunia diarahkan kepadanya, persis seperti yang diarahkan kepada Anak
Allah. Dan siapa pun yang mengerti isu ini walaupun hanya samar-samar, akan dipersekusi.
So if we look at this issue of Law and atonement,
we read in 1 Selected Messages pg 229.2 “Those only who acknowledge
the binding claim
of the moral Law can explain
the nature of the atonement…”
that's quite a statement. “…Christ came to mediate
between God and man, to make man
one with God by bringing him into allegiance to His
Law. There was no power in the Law to pardon its transgressor. Jesus alone could pay the sinner’s debt. But the fact that Jesus has paid the indebtedness of the repentant sinner does not give him license to continue in transgression of the Law of God; but he must henceforth live in
obedience to that Law.”
Salvation to all them that obey Him, in His strength.
Jadi bila kita
simak isu ini tentang Hukum dan Pendamaian, kita baca di Selected Messages Vol. 1 hal. 229.2. “…Hanya mereka
yang mengakui adanya klaim yang mengikat
dari Hukum moral yang bisa menjelaskan tentang pendamaian…” ini pernyataan yang hebat. “…Kristus datang untuk menjadi perantara
antara Allah dengan manusia, untuk mempersatukan manusia dengan Allah, dengan membawa manusia supaya setia kepada HukumNya. Hukum
tidak punya kuasa untuk mengampuni
pelanggarnya. Hanya Yesus yang bisa membayarkan utang si pendosa. Tetapi fakta
bahwa Yesus sudah membayarkan utang si pendosa yang telah bertobat, tidak
memberinya izin untuk berlanjut dalam pelanggaran Hukum Allah; melainkan sejak saat itu dia harus hidup dalam kepatuhan kepada
Hukum itu…”
Keselamatan bagi semua yang patuh kepadaNya, melalui kekuatanNya.
Romans 3:31, “31 Do
we then make void the Law through faith? God forbid: yea, we establish the
Law.”
This is scriptural.
Roma 3:31, “31
Jika demikian, apakah kami membatalkan Hukum Taurat karena iman? Sama sekali
tidak! Sebaliknya, kami menegakkan Hukum itu.”
Ini Alkitabiah.
And if we would read from cause to effect,
we would understand these issues, why would Jesus die, why would He die if He had
power to take away the Law, then there would be no transgression, and it
wouldn't have been necessary for Him to die. The fact that He died and paid the
price means that the Law is immutable. It stands. It cannot be moved. And
justice demands the death, and Christ was prepared to pay it because the Law
could not be taken away.
“31 Do
we then make void the Law through faith? God forbid: yea, we establish the
Law.” We understand what the issue is. So “Those only who acknowledge
the binding claim
of the moral Law can explain the nature of the atonement.”
If you are trying to say that Jesus
just came to appease the wrath of God by being a good fellow here on this
earth, even to the point of death, then you have missed the entire plan. You
have missed the conflict between good and evil. The Law is the issue that led to the
fall of Satan. He was a covering cherub, he stood above the mercy seat,
he looked down unto the Law of God, and he rebelled against it.
Dan bila kita membacanya dari sebab hingga ke akibat, kita akan mengerti
isu-isu ini, mengapa Yesus mati, mengapa Dia harus mati andai Dia punya kuasa untuk
menyingkirkan Hukum sehingga tidak akan ada pelanggaran,
dan Dia tidak perlu mati. Faktanya
bahwa Dia mati dan membayarkan harga tebusan berarti Hukum itu kekal.
Hukum itu selalu ada. Itu tidak bisa disingkirkan.
Dan keadilan menuntut kematian, dan Kristus bersedia membayarnya karena Hukum
tidak bisa disingkirkan.
“31 Jika demikian, apakah kami
membatalkan Hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami menegakkan Hukum
itu.”
Kita paham apa isunya. Maka “…Hanya mereka yang mengakui adanya klaim yang mengikat dari Hukum moral
yang bisa menjelaskan tentang pendamaian…”
Jika kita
mencoba mengatakan bahwa Yesus hanya datang untuk meredakan amarah
Allah dengan menjadi orang yang baik di dunia, bahkan hingga mati, maka kita sudah tidak paham seluruh rencananya. Kita tidak mengerti konflik antara
baik dan benar. Hukum adalah isu
yang membuat jatuhnya Setan. Dialah kerub penudung, dia yang
berdiri di atas tutup pendamaian, dia memandang ke bawah ke Hukum Allah, dan
dia memberontak terhadapnya.
So having experienced the collective
pain of all the ages, He alone can comfort all that come to Him for solace.
ü Isaiah 40:1 says,
“1
Comfort ye, comfort ye, My people, saith your God.”
ü Isaiah 51:3 reads,
“3 For
the LORD shall comfort Zion: He will comfort all her waste places; and He will
make her wilderness like Eden, and her desert like the garden of the LORD; joy
and gladness shall be found therein, thanksgiving, and the voice of melody.”
ü Isaiah 61:2,
“2
To proclaim the acceptable year of the LORD, and the day of vengeance of our
God; to comfort all that mourn…”
There's a retribution coming, there's a day
of vengeance coming, but there's also a day of comfort coming. In other words,
to some it will be a comfort and to others it will be vengeance. Whose choice
is this? This is our choice. Do we want to accept the plan of salvation? Do we
want to come back into harmony with God's precepts? Or do we want to suffer the
vengeance of God finally? God's purpose was to comfort His people, not to
destroy them, so the choice lies with us.
ü Isaiah 66:13 says,
“13 As
one whom his mother comforteth, so will I comfort you; and ye shall be
comforted in Jerusalem.”
ü 2 Corinthians 1:3 said,
“3
Blessed be God, even the Father of our Lord Jesus Christ, the Father of
mercies, and the God of all comfort…”
This is our choice, we can be with this God who wishes to
comfort us and bore our sins for us, or we can continue in our rebellion.
ü 2 Corinthians 1:4 says,
“4 Who
comforteth us in all our tribulation, that we may be able to comfort them which
are in any trouble, by the comfort wherewith we ourselves are comforted of
God.”
There is no room for Christian
arrogance in any of these verses.
Jadi karena telah merasakan kesakitan kolektif
sepanjang sejarah, Dia saja yang bisa menghibur semua yang datang kepadaNya
mencari penghiburan.
ü Yesaya 40:1 mengatakan,
“1 Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku,
firman Allahmu.”
ü Yesaya 51:3 mengatakan,
“3 Sebab TUHAN akan menghibur Sion, Dia akan menghibur
segala reruntuhannya; dan Ia akan membuat hutannya
seperti taman Eden dan gurunnya seperti
taman TUHAN. Kegirangan dan sukacita akan
ditemui di sana, ucapan syukur dan suara nyanyian.”
ü Yesaya 61:2,
“2 untuk mengumumkan tahun rahmat TUHAN dan hari pembalasan Allah kita, untuk
menghibur semua yang berkabung.”
Akan datang saat retribusi, akan datang hari pembalasan,
tetapi juga akan datang hari penghiburan. Dengan kata lain, bagi beberapa itu
akan menjadi penghiburan, bagi beberapa itu akan menjadi pembalasan. Pilihan
siapa ini? Ini pilihan kita. Apakah kita mau menerima rencana keselamatan?
Apakah kita mau kembali menjadi serasi dengan ketentuan-ketentuan Allah? Atau
apakah akhirnya kita mau menderita pembalasan Allah? Tujuan Allah adalah untuk menghibur umatNya, bukan untuk
membinasakan mereka. Jadi pilihannya ada di tangan kita.
ü Yesaya 66:13 mengatakan,
“13 Seperti seseorang yang dihibur
ibunya, demikianlah Aku akan menghibur kamu; dan
kamu akan dihibur di Yerusalem.”
ü 2 Korintus 1:3 mengatakan,
“3 Terpujilah Allah, yaitu Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang
penuh belas kasihan dan Allah segala penghiburan.”
Inilah pilihan kita, kita bisa bersama dengan Allah ini
yang mau menghibur kita dan memikul dosa-dosa kita untuk kita, atau kita akan
lanjut dalam pemberontakan kita.
ü 2 Korintus 1:4 mengataan,
“4 yang menghibur kami dalam segala kesukaran kami, supaya
kami sanggup menghibur mereka yang berada dalam masalah
apa pun dengan penghiburan dengan mana
kami sendiri dihibur oleh Allah.”
Tidak ada ruang bagi arogansi Kristen
di ayat yang mana pun di sini.
So what did Christ do in His hour of need,
we have to ask ourselves. There in the garden of Gethsemane what did He do? The
disciples weren't there to comfort Him. So He prayed and we have to ask
ourselves, how did He pray? The Bible tells us He prayed reverently, because it
says He knelt. He prayed more earnestly. It was an intimate prayer, He said, “Oh,
My Father”. It was a submissive prayer, “nevertheless not what I will”. And He humbled
Himself.
We must ask ourselves who is prepared
to pray in this fashion? The Pharisee wasn't, he was boastful and he pushed out
his chest; but the publican he was repentant and he prayed earnestly, and it
was an intimate prayer, he looked to God and said, “I’m not worthy but forgive
me my sins” and he said, “I want to do what is right, nevertheless not what I
have done and what I will do, but what You want me to do.” And he humbled himself.
And the Bible says he went home justified.
Kita harus
bertanya kepada diri sendiri, jadi apa yang dilakukan Kristus di saat-saat
kebutuhanNya? Di sana, di taman Getsemani, apa yang dilakukannya? Para murid
tidak ada di sana untuk menghiburNya. Jadi Dia berdoa. Dan kita harus bertanya
pada diri sendiri, bagaimana Dia berdoa? Alkitab mengatakan kepada kita bahwa
Dia berdoa dengan hormat, karena dikatakan bahwa Dia berlutut. Dia berdoa
dengan lebih sungguh-sungguh. Itu adalah doa yang intim, Dia berkata, “Ya,
BapaKu.” Itu adalah doa yang berserah, “namun demikian janganlah itu
kehendakKu”. Dan Dia merendahkan DiriNya.
Kita harus
bertanya kepada diri kita sendiri, siapa yang bersedia berdoa seperti itu?
Orang Farisi tidak, dia sombong dan membanggakan dirinya; tetapi pemungut cukai
itu yang menyesal, dan dia berdoa dengan sungguh-sungguh, dia memandang ke
Allah dan berkata, “Aku tidak layak, tetapi ampunilah dosa-dosaku” dan dia
berkata, “Aku mau melakukan apa yang benar, namun begitu bukan apa yang
telah aku lakukan dan apa yang akan aku lakukan, tetapi apa yang Engkau mau aku
lakukan.” Dan dia merendahkan dirinya. Dan Alkitab berkata orang ini pulang
dibenarkan.
Philippians 2:8 says, “8 And
being found in fashion as a man, He humbled Himself, and became obedient unto
death, even the death of the cross.”
So we need to emulate this example,
and by faith enter into this rest.
Filipi 2:8 mengatakan, “8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan Diri-Nya, dan menjadi taat hingga kematian, bahkan kematian di kayu salib…”
Jadi kita perlu meniru teladan ini, dan dengan iman masuk
ke perhentian itu.
Hebrews 5:10-11
Was this prayer heard, is the
question. The answer is Yes, because He became a High Priest of the order of
Melchizedek forever.
Hebrews 5:10 says, “10
Called of God an High Priest after the order of Melchisedec….”
And then verse 11 says, “…11 Of
whom we have many things to say, and hard to be uttered, seeing ye are dull of
hearing.” Now here's a bit of a problem. “Of whom” who does this apply to?
ü Well, if you read it here as it stands,
here in the KJV it seems to be applied to Melchizedek,
“called of God a High Priest after the
order of Melchizedek, of whom we have many things to say” in other words, “of Melchizedek
we have many things to say” as it reads
here, but it could be actually different. Because the “of whom” can here be applied to Melchizedek.
ü but the Greek could also be translated “concerning
which”.
Exactly the same. It would be correct to
translate it “concerning which” in
which case it would apply to the High Priestly priesthood of Christ. So
it could read “10 called
of God a High Priest after the order of Melchizedek, 11 of which this high priestly office we have many things to say,
and hard to be uttered, seeing ye are dull of hearing.”
Ibrani 5:10-11
Pertanyaannya
ialah, apakah doa ini didengar? Jawabnya ialah Iya, karena Dia menjadi Imam
Besar untuk selamanya, menurut tata sistem Melkisedek.
Ibrani 5:10 berkata, “10
Dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut tata
sistem Melkisedek…” Lalu ayat 11 berkata, “…11
Tentang siapa, banyak
yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk disampaikan,
karena kamu tumpul dalam pendengaran…”
Nah, ini ada sedikit masalah. “Tentang
siapa” ini diaplikasikan
kepada apa?
ü Nah, bila kita membacanya dari ayat ini sebagaimana
tertulis di KJV ini, sepertinya itu
diaplikasikan kepada Melkisedek,
“10 Dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah,
menurut tata sistem Melkisedek. 11
Tentang siapa, banyak
yang harus kami katakan,…” dengan kata lain, “tentang
Melkisedek banyak yang harus kami katakan”, sebagaimana tertulis di sini, tetapi sebenarnya
bisa berbeda. Karena “Tentang siapa” bisa diaplikasikan kepada Melkisedek.
ü Tetapi kata
Greeka itu juga bisa diterjemahkan “tentang
apa”.
Persis sama. Juga benar menerjemahkan itu “tentang
apa”, dalam
hal mana itu diaplikasikan kepada keimamatan Kristus sebagai Imam Besar.
Jadi ayat itu bisa dibaca, “10 Dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah,
menurut tata sistem Melkisedek. 11
Tentang fungsi keimamatan besar ini,
banyak yang
harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk disampaikan, karena kamu tumpul dalam pendengaran…”
Now my question, what is the purpose
of the
book of Hebrews so far? Isn't it dealing with shadow and Substance? And
where was the Substance? Where was the emphasis? It was always on the Substance, it was
always on Jesus Christ as the fulfillment of the shadows. So I have a feeling, that
in this particular case, it would have perhaps been better to translate
it not “of whom” but “concerning which” in which case it would apply to the High Priest. That doesn't negate that the
discussion of Melchizedek would be interesting, but Melchizedek himself is also
just a type of a greater reality. Melchizedek was high priest for a time, but
Jesus Christ forever. So I think it applies to Jesus Christ.
Sekarang
pertanyaan saya, apa tujuannya kitab
Ibrani sampai sejauh ini? Bukankah itu berurusan dengan bayangan
dan Substansi? Dan di mana Substansinya? Di mana penekanannya? Selalu pada Substansi,
selalu pada Yesus Kristus sebagai penggenapan bayangan-bayangan itu. Jadi saya
punya dugaan, kasus khas ini lebih baik tidak diterjemahkan “tentang siapa” melainkan “tentang apa” dalam hal mana itu akan diaplikasikan kepada Imam Besar.
Itu tidak menyangkal bahwa pembahasan mengenai
Melkisedek itu menarik, tetapi Melkisedek sendiri juga hanya sebuah tipe dari
kenyataan yang lebih besar. Melkisedek adalah imam besar untuk satu masa,
tetapi Yesus Kristus untuk selamanya. Jadi menurut saya itu diaplikasikan kepada Yesus
Kristus.
So let's have a look at what some of
the other translations did with this, and they sort of circumvent the issue.
Here is The Source Bible References and it gives
you various Bibles. Here you have:
ü the NIV
and it says, “11 We
have much to say about this…” so it doesn't
really apply to one or the other “…but it is hard
to make clear to you because you no longer try to understand.” It's a little bit vague.
ü The ESV translates it,
“11 about this we have much to
say and is hard to explain since you have become dull of hearing.”
ü The KJV of course,
“11 Of
whom we have many things to say, and hard to be uttered, seeing ye are dull of
hearing.”
ü If we go to the NASB,
“11 concerning him we have much
to say and it is difficult to explain since you have become poor listeners”. So this “concerning him” could also apply
there to Melchizedek.
ü The NLT translates it,
“11 There's much more we would
like to say about this, but it is difficult to explain especially since you are
spiritually dull and don't seem to listen.” Well, again it's pretty noncommittal.
ü Hebrews 5:11 in the CSB says,
“11 We have a great deal to say
about this and it is difficult to explain since you have become too lazy to
understand.”
So there's quite a lot of variety
surrounding this particular verse.
Jadi mari
kita simak beberapa terjemahan yang lain atas ayat ini dan mereka sepertinya
menghindari isu tersebut. Ini dari The Source Bible References dan ini memberi kita beberapa
terjemahan Alkitab. Di sini ada:
ü NIV:
Dan dikatakan, “11 Banyak yang kami mau katakan
tentang ini…” jadi ini tidak
benar-benar diaplikasikan kepada yang satu atau yang lain, “…tetapi sulit untuk menjelaskannya kepada
kamu karena kamu tidak lagi berusaha mengerti…”
ini tidak jelas.
ü ESV menerjemahkannya:
“11
Tentang ini banyak yang
mau kami katakan, dan sulit untuk menjelaskan karena kamu sudah menjadi tumpul
pendengarannya.”
ü KJV tentu saja,
“11
Tentang siapa banyak yang harus kami katakan, tetapi yang
sukar untuk disampaikan, karena kamu tumpul dalam pendengaran.”
ü Kalau kita ke NASB,
“11
Tentang dia banyak yang mau kami katakan dan itu sulit dijelaskan karena
kamu telah menjadi pendengar-pendengar yang buruk…” Jadi di sini “tentang dia”
bisa juga diaplikasikan kepada
Melkisedek.
ü NLT menerjemahkannya:
“11
Masih banyak yang ingin kami katakan tentang ini, tetapi sulit
menjelaskannya terutama karena kamu tumpul secara rohani dan sepertinya tidak
mendengar.” Nah, lagi-lagi ini non-komital.
ü Ibrani 5:11 di CSB mengatakan:
“11
Banyak yang mau kami katakan tentang ini dan itu sulit dijelaskan karena
kamu telah menjadi terlalu malas untuk mengerti.”
Jadi ada cukup banyak macam terjemahan
untuk ayat yang satu ini.
https://www.bibleref.com/Hebrews/5/Hebrews-5-11.html
So if we ask these Reference Sources what is Hebrews 5:11 mean, then
we read the following, “These verses are an interesting side note
in the flow of the text. So far the writer of Hebrews has shown that the
promised Messiah must be human, and has demonstrated that Jesus meets the
requirement of both King and High Priest. Suddenly the train of thought stops,
and the writer expresses some frustration with the original audience. The topic
at hand requires some careful thought, and chapters 7 through 10 will be almost
entirely devoted to the single idea. But the writer has no confidence that
those details are going to be meaningful to the Jewish Christians he writes to.
In this verse the writer refers to his readers as dull of hearing. The word translated “dull” comes from the
Greek νωθροὶ [nōthroi] which carries a sense of
being lazy or sluggish. The criticism here is not that these Christians are
unintelligent or incapable of understanding rather they are careless about
their faith. This echoes the warning given in Hebrews 2:1-4 where the writer
commanded his audience to pay closer attention to these things…”
So this is what is written out there
about this verse. Because when you try to understand the verse you can gather
information from many, many, sources.
Jadi bila kita bertanya kepada Reference Sources ini apa arti Ibrani 5:11, maka kita membaca yang berikut, “…Ayat-ayat ini
adalah catatan samping yang menarik dalam alur bacaan itu. Sampai di
sini si penulis kitab Ibrani telah
menunjukkan bahwa Messias yang dijanjikan haruslah seorang manusia dan telah
mendemonstrasikan bahwa Yesus memenuhi persyaratan baik sebagai Raja maupun
Imam Besar. Tiba-tiba alur pikiran tersebut berhenti dan si penulis
mengungkapkan frustrasi pada pendengarnya yang asli. Topik yang dibahas membutuhkan pemikiran yang
cermat, dan pasal 7 hingga 10 akan didedikasikan hampir seluruhnya kepada
konsep tunggal itu. Tetapi si penulis tidak yakin bahwa detail-detail itu akan
berarti bagi orang-orang Kristen Yahudi yang disuratinya. Di ayat ini, si
penulis merujuk kepada pembaca-pembacanya sebagai tumpul dalam pendengaran.
Kata yang diterjemahkan “tumpul” berasal dari kata Greeka νωθροὶ [nōthroi] yang punya arti malas atau otaknya lamban. Kritikannya di sini bukanlah karena orang-orang Kristen ini tidak
pandai atau tidak sanggup mengerti, tetapi karena mereka ceroboh dengan iman
mereka. Ini menggemakan peringatan yang diberikan di Ibrani 2:1-4 di mana si
penulis memerintahkan pendengarnya untuk memberikan lebih banyak perhatian
kepada hal-hal ini…” Jadi ini adalah apa yang ditulis di luar sana tentang ayat ini. Karena bila
kita mencoba mengerti ayat ini, kita bisa mendapatkan informasi dari banyak,
banyak sumber.
I’ve come to the conclusion that what they
were dull of in terms of hearing and understanding has to do with the general
theme of the book of Hebrews: shadow and Substance, and the Substance
is always Jesus Christ. In other words, they were dull to understand the exact meaning
of the ministry of Christ, which happened to be of the order of Melchizedek.
But that is
not the central issue. The central issue is the priesthood of Christ,
understanding it in its fullness. And if Paul was saying they were dull of
hearing and dull of understanding then how much more so should that apply
today.
What is the issue about the
priesthood of Jesus Christ?
ü Do the world religions acknowledge it?
The answer is No!
ü Does even the Christian religion
acknowledge it?
Well, certain portions of it say, “No!
Let's put an earthly priest in the place thereof, because we don't understand
this. Because we are dull of hearing, and we do not want to understand it.”
ü And the Protestant world, what has that
done?
That has said, “Well, let's compromise with
those that don't see it like the Bible sees it.”
You know it is chaos out there.
Saya sudah
tiba pada kesimpulan bahwa ketumpulan
mereka sehubungan dengan pendengaran dan pemahaman berkaitan dengan tema umum
kitab Ibrani: bayangan dan Substansi, dan Substansinya selalu
adalah Yesus Kristus. Dengan kata lain, mereka tumpul untuk memahami makna
persisnya dari ministri Kristus, yang kebetulan
adalah dari tata sistem Melkisedek.
Tetapi itu bukan isu intinya.
Isu intinya adalah keimamatan Kristus, memahaminya sepenuhnya.
Dan jika Paulus di sini mengatakan mereka tumpul dalam pendengaran dan tumpul
dalam pemahaman, betapa lebih parahnya jika itu diaplikasikan untuk masa kini.
ü Apakah agama-agama dunia
mengakuinya?
Jawabannya Tidak!
ü Bahkan apakah agama Kristen
mengakuinya?
Nah, beberapa bagian
mengatakan “Tidak! Mari kami tempatkan seorang imam manusia di tempatnya,
karena kami tidak mengerti ini. Karena pendengaran kami tumpul dan kami tidak
mau memahaminya.”
ü Dan dunia Protestant, apa yang
telah mereka lakukan?
Itu berkata, “Nah, mari kami
berkompromi dengan mereka yang tidak punya pandangan yang sama dengan pandangan
Alkitab.”
Kalian tahu,
di luar sana itu khaos (kacau).
So let's continue with the story and
see where it leads us.
Melchizedek is mentioned nine times in the book of Hebrews:
ü twice in chapter 5, and we've read both
times
ü once in chapter 6
ü and 6 times in chapter 7.
So he is mentioned in the Old Testament
ü in Genesis 14:18-20,
ü and he's mentioned in Psalms 110:4,
and I’m very grateful that he's mentioned
there because it sets the precedent for the anti-typical priesthood of Melchizedek,
which is in Jesus Christ, and therefore because of the genealogy that
is mentioned in terms of Melchizedek, it applies even more so to Jesus Christ.
Jadi mari
kita lanjut dengan kisahnya dan melihat ke mana itu membawa kita.
Melkisedek
disebutkan 9 kali di kitab Ibrani:
ü dua kali di pasal 5, dan
keduanya sudah kita baca,
ü sekali di pasal 6,
ü dan 6 kali di pasal 7.
Jadi dia
disebutkan di Perjanjian Lama:
ü di kitab Kejadian 14:18-20,
ü dan dia disebut di Mazmur
110:4,
dan saya sangat bersyukur dia
disebut di sini karena itu
menjadi preseden untuk anti-tipe keimamatan Melkisedek, yaitu dalam Yesus
Kristus, dan oleh karena itu, karena silsilah yang
disebutkan sehubungan dengan Melkisedek, itu semakin tepat diaplikasikan kepada
Yesus Kristus.
But only the book of Hebrews in the New
Testament talks about Melchizedek and we will discuss him in more detail in
chapter 7, because well, he's mentioned 6 times in chapter 7 so we
might as well discuss him there. So we will postpone that discussion to a
little bit later. It's interesting that the 9 times that Melchizedek is
referred to, all occur in the book of Hebrews. So the book of Hebrews is absolutely
pivotal to understand how this priesthood was transferred from the Levitical
system to an everlasting priesthood in Jesus Christ. But we'll deal
with that in chapter 7.
Tetapi hanya
kitab Ibrani di Perjanjian Baru yang bicara tentang Melkisedek dan kita akan
membicarakan dia lebih mendetail di pasal 7, karena dia disebutkan 6 kali di
pasal 7, maka lebih baik kita membahasnya di sana. Jadi kita akan menunda
pembahasan itu agak belakangan. Yang menarik ke-9 kali Melkisedek disebutkan,
semuanya terjadi di kitab Ibrani. Jadi kitab
Ibrani mutlak sangat penting untuk memahami bagaimana keimamatan itu
dipindahkan dari sistem Lewi ke keimamatan yang kekal dalam Yesus Kristus.
Tetapi kita akan membahas itu di pasal 7.
Hebrews 5:12-13
Let's continue with Hebrews 5:12, “12 For
when for the time ye ought to be teachers, ye have need that one teach you
again, which be the first principles of the oracles of God; and are become such
as have need of milk, and not of strong meat.”
What was the problem? The problem was that the early Christians that had embraced
Christianity were Jews and they were so raised in their shadow religion and in
their types that they struggled to bring the anti-type into its rightful place.
And if we look at those early Christians and the arguments about circumcision,
and whether it was necessary or whether it was not necessary, or whether all of
those sacrificial systems were necessary, didn't they struggle with that?
Didn't even the disciples struggle with that? Didn't Paul rebuke Peter when it
came to confusing the shadow with the Substance? Didn't he accuse James of
sending out people that were confused in terms of the shadow and the Substance?
So it's not surprising that they struggled with this issue. And if we don't
struggle with it and try to understand it we will fall into the same trap.
So “for the time
you ought to be teachers…” we should know
these things “…ye have need that one teach you again,
which be the first principles of the oracles of God…” the first principle of the oracles of God,
of the teachings of God is that salvation is in Christ, and Christ alone, “…and are become such as have need of milk,
and not of strong meat.” Are we
confusing the issue? How much more so does that apply to the time that we are
living in. Verse 13 says, “…13 For
every one that useth milk is unskilful in the Word of righteousness: for he is
a babe. 14 But strong meat belongeth to them that are of full age,
even those who by reason of use have their senses exercised to discern both
good and evil…” Where do we get
this discernment from? How do we gain this discernment that can make us capable
of consuming strong meat and being able to stand like the needle to the
pole, to a principle? Here in this Word! You have to study chapter 5, and 6,
and 7, and Genesis to Revelation in order to understand these issues. They are
the first principles of the oracles of God. Set aside this Word and you are
adrift on a sea, leading nowhere. So we need our senses exercised, to discern both good
and evil, and the only way to exercise them is by studying the Word of God,
not by consuming pre-digested food from anybody. Unless we know that what a
person or a preacher or a so-called priest is saying is in harmony with the
Word of God, we cannot consume it. So in the time that we are living we need to
understand the principles of the plan of salvation. We also need to understand
the great controversy theme, lest we be swept away by the current of
misinformation. Satan has succeeded in duping humanity into accepting brass for
gold and palming it off as the oracles of God. We need to have our senses
exercised to discern both good and evil.
Ibrani 5:12-13
Mari kita lanjut dengan Ibrani
5:12, “12 Sebab ketika waktu di
mana kamu seharusnya sudah menjadi
pengajar, kamu masih perlu ada yang mengajar
kamu lagi, yaitu tentang prinsip-prinsip
pertama dari wahyu Allah, dan dengan demikian kamu menjadi mereka yang memerlukan
susu, dan bukan makanan keras…” Apa masalahnya?
Masalahnya ialah orang-orang Kristen mula-mula yang memeluk Kekristenan adalah
orang-orang Yahudi, dan mereka dibesarkan dalam agama bayangan-bayangan mereka
dan dalam tipe-tipe mereka, sehingga mereka harus bergumul untuk menempatkan antitipe ini ke tempatnya yang sah.
Dan jika kita melihat ke orang-orang Kristen mula-mula dan perdebatan tentang
sunat, dan apakah itu perlu atau itu tidak perlu, atau apakah semua sistem
kurban itu perlu, tidakkah mereka
bergumul dengan itu? Tidakkah bahkan para murid pun bergumul dengan
itu? Tidakkah Paulus menegur Petrus ketika dia salah membedakan antara bayangan
dengan Substansinya? Tidakkah dia menuduh Yakobus telah mengutus orang-orang yang masih bingung membedakan bayangan dan
Substansi? Jadi tidak mengherankan mereka bergumul dengan isu ini. Dan jika
kita tidak bergumul dengannya dan berusaha untuk memahaminya, kita akan jatuh
ke dalam perangkap yang sama. Maka “…ketika waktu
di mana kamu seharusnya sudah menjadi
pengajar…” kita seharusnya sudah tahu hal-hal ini, “…kamu masih perlu ada yang mengajar kamu lagi, yaitu tentang
prinsip-prinsip pertama dari wahyu
Allah…” prinsip-prinsip
pertama dari wahyu Allah, dari ajaran Allah, ialah keselamatan ada dalam
Kristus, dan hanya Kristus, “…dan dengan demikian kamu menjadi mereka yang memerlukan susu, dan
bukan makanan keras…” Apakah kita merancukan isunya? Betapa lebih lagi
aplikasinya di waktu di mana kita sekarang hidup. Ayat 13 berkata, “…13 Sebab setiap orang yang menggunakan susu itu
tidak terampil dalam Firman kebenaran,
sebab ia adalah seorang bayi. 14
Tetapi makanan keras adalah milik mereka yang
sudah dewasa, bahkan mereka yang karena sudah sering menggunakannya, mempunyai indera-indera yang terlatih untuk mengenali yang baik dan yang jahat…” Dari mana kita mendapatkan kearifan itu? Bagaimana kita bisa mendapatkan kearifan
yang bisa membuat kita sanggup mengkonsumsi makanan keras dan
sanggup berdiri tetap seperti jarum kompas ke kutub, dalam hal suatu prinsip? Dari
sini, di Firman ini! Kita harus mempelajari pasal 5, dan 6, and 7, dan Kejadian
hingga Wahyu untuk mengerti isu-isu ini. Mereka adalah prinsip-prinsip yang
pertama dari wahyu Allah. Jika Firman ini disingkirkan, kita akan
terkatung-katung di laut, tidak ke mana-mana. Jadi kita perlu melatih indera-indera kita, untuk
mengenali baik yang baik maupun yang jahat, dan satu-satunya
cara untuk melatih mereka ialah dengan
mempelajari Firman Allah, tidak dengan mengkonsumsi makanan yang
sudah dicernakan oleh orang lain. Kecuali jika kita tahu bahwa apa yang
dikatakan seseorang, atau seorang pengkhotbah atau seorang yang disebut imam
itu serasi dengan Firman Allah, kita tidak boleh mengkonsumsinya. Maka di zaman
di mana kita sekarang hidup, kita harus mengerti prinsip-prinsip rencana
keselamatan. Kita juga perlu mengerti tema kontroversi besar, kalau tidak, kita akan tersapu habis oleh informasi masa kini yang
salah. Setan sudah berhasil menipu manusa untuk menerima kuningan sebagai emas,
dan menjualnya sebagai wahyu Allah. Kita perlu melatih indera-indera kita untuk
mengenali yang baik dan yang buruk.
In 1 Thessalonians 5:6, “6
Therefore let us not sleep, as do others; but let us watch and be sober…” Verse 8 says, “…8
But let us, who are of the day, be sober, putting on the breastplate of faith
and love; and for an helmet, the hope of salvation.”
Di 1 Tesalonika 5:6, “6 Sebab itu janganlah kita tidur
seperti orang-orang lain, tetapi hendaklah kita berjaga-jaga
dan sadar…” Ayat 8 mengatakan, “…8 Tetapi biarlah kita, yang adalah orang-orang siang, sadar, mengenakan baju zirah iman dan kasih, dan sebagai ketopongnya, pengharapan keselamatan.”
1 Peter 5:8 also calls us to “8 Be
sober, be vigilant; because your adversary the devil, as a roaring lion,
walketh about, seeking whom he may devour.”
We must ask ourselves when we look at
the popular churches in the world that are preaching a gospel of prosperity out
there in the world, or a gospel of miracles, signs, and wonders, is there any
talk of the depths of the priesthood of Jesus Christ, or the plan of salvation,
how it works? Or is it a gospel of form and celebration? We have to be sober,
we have to be vigilant because we have an adversary that is called the Devil
and he wants to destroy us. May God give us wisdom as we study the priesthood
of Christ, that we may know the depth thereof, and not be duped and go back to
milk, when we should be busy with Substance, with solid food. May God give us
wisdom to portray and present Jesus Christ as the only Savior of the world, the
only Priest that gives us access to the throne of grace.
Let us pray.
1 Petrus 5:8
juga memberitahu kita untuk, “8
Sadarlah dan berjaga-jagalah! Karena musuhmu si
Iblis, berjalan keliling seperti singa yang mengaum-aum, mencari siapa
yang dapat ditelannya.”
Kita harus bertanya pada diri sendiri
ketika kita melihat ke gereja-gereja yang terkenal di dunia, yang
mengkhotbahkan injil kemakmuran di luar sana, atau injil mujizat, tanda, dan
keajaiban, apakah ada pembicaraan tentang dalamnya keimamatan Yesus Kristus,
atau rencana keselamatan, bagaimana cara kerjanya? Atau apakah itu suatu injil
dari bentuk dan perayaan? Kita harus sadar, kita harus waspada karena kita punya
musuh yang disebut Iblis, dan dia mau membinasakan kita. Semoga Allah memberi
kita hikmat sementara kita mempelajari keimamatan Kristus supaya kita boleh
tahu dalamnya itu, dan tidak ditipu dan kembali ke susu, padahal kita
seharusnya sibuk dengan Substansinya, dengan makanan keras. Semoga Allah memberi kita hikmat untuk
menggambarkan dan mempresentasikan Yesus Kristus sebagai satu-satunya
Juruselamat dunia, satu-satunya Imam yang memberi kita akses ke takhta kasih
karunia.
Mari kita berdoa.
29 05 22