Friday, May 13, 2022

EPISODE 03/14 ~ THE BOOK OF HEBREWS ~ CHAPTER 2 ~ PERFECT THROUGH SUFFERING ~ WALTER VEITH

 

THE BOOK OF  HEBREWS

Part 03/14 – Walter Veith

CHAPTER 2 ~ PERFECT THROUGH SUFFERING

https://www.youtube.com/watch?v=w_D4KRrNDYY&t=3248s

 

Dibuka dengan doa

 

 

I think this is a fitting title for the second chapter of the book of  Hebrews, having introduced in the first chapter   Jesus  as the Creator,  the Savior, the Ruler, God, YaHWeH; now we are looking at this amazing chapter which is very fitting that it should immediately follow the glory and the magnificence of the introduced God and Creator  of this universe.

 

Menurut saya, ini adalah judul yang tepat untuk kitab Ibrani pasal 2, setelah memperkenalkan di pasal pertama Yesus sebagai Sang Pencipta, Sang Juruselamat, Sang Penguasa, Allah, YaHWeH; maka sekarang kita menyimak pasal yang luar biasa ini, yang sangat tepat mengikuti kemuliaan dan keagungan Allah dan Pencipta alam semesta yang diperkenalkan ini.

 

 

Hebrews 2:1

Chapter 2 starts with the warning against neglecting salvation.  Hebrews 2:1, 1 Therefore we ought to give the more earnest heed to the things which we have heard, lest at any time we should let them slip.”

So why is it so essential that we grasp the veracity of what it says in the book of Hebrews? Because this is the Substance of all the shadows. It is an explanation of the entire Old Testament, of the Torah, bringing it into the reality which is Jesus Christ and His salvation. And that's why it's important that we give earnest heed to this issue.

 

Ibrani 2:1

Pasal 2 dibuka dengan peringatan terhadap mengabaikan keselamatan. Ibrani 2:1,1  Karena itu kita harus memberikan perhatian yang lebih sungguh-sungguh kepada apa yang telah kita dengar, supaya jangan sampai kita membiarkan mereka hilang…” 

Jadi mengapa begitu penting kita harus memegang erat-erat kebenaran yang dikatakan dalam kitab Ibrani? Karena inilah Substansi dari segala bayangan. Inilah penjelasan dari seluruh Perjanjian Lama, dari Taurat, yang membawanya kepada realitanya yang adalah Yesus Kristus dan keselamatanNya. Dan itulah mengapa penting kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada isu tersebut.

 

 

Acts 4:12 tells us, 12 Neither is there salvation in any other: for there is none other Name under heaven given among men, whereby we must be saved.”

I always remember a situation that I once had in Germany when I quoted this verse and somebody in the audience complained that this was a very arrogant statement because it excluded all the other religious founders on this planet.  And I agreed,  I said, “Yes, it is a very arrogant statement for someone to say, ‘I’m the only One and there's no other that can save you’.” But then  I  suggested that it is only arrogant if it it's not true. And I used the example where I said,  I am the father of my children. Now if I worked on the laws of probability and let's say there are seven billion people on the planet, and let's assume that three and a half billion are men, then the probability of me being the father is one in three and a half billion, but those statistics mean nothing if I really am the father of my children.

So if  Jesus  is really what He says He is, then this is not an arrogant statement, just a statement of fact. He is the Creator God, and He is the only One that can give life to those that are dead, and therefore He is the only One that can save us.

So 12 Neither is there salvation in any other…” because there is no other with that capacity. He alone has the capacity, He alone is God.

That was the object of the first chapter.

And of course this statement is very much in the firing line when it comes to world religions, because Jesus  must be brought down to the level of all the other founders. You may not stick your head up an inch above the rest because what would that do to the equality? But if this is a fact, then there is no other option, and that is why evangelism is important. You cannot have a situation where you do not state the facts so that people can make informed choices. You haven't got the right to force the choice, but you must have the right to present the choice.

 

Kisah 4:12 mengatakan kepada kita,   “…12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun yang lain, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada Nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”

Saya selalu ingat suatu situasi yang pernah saya alami satu kali di Jerman ketika saya mengutip ayat ini, dan seseorang dari hadirin memprotes bahwa ini adalah suatu pernyataan yang sangat angkuh karena ini menyingkirkan semua pendiri agama-agama lain di planet ini. Dan saya setuju. Saya berkata, “Ya, ini adalah pernyataan yang angkuh kalau ada orang yang berkata, ‘Akulah satu-satunya, dan tidak ada yang lain yang bisa menyelamatkan kamu’.” Tetapi kemudian saya mengusulkan, bahwa pernyataan ini hanyalah angkuh apabila itu tidak benar. Dan saya menggunakan contoh di mana saya mengatakan saya adalah ayah anak-anak saya. Nah, jika saya memakai Hukum Kemungkinan dan katakanlah ada 7 milyar manusia di planet ini dan kita asumsikan bahwa tiga setengahnya adalah pria, maka kemungkinan saya adalah ayah anak-anak saya itu satu dari 3½ milyar. Tetapi statistik ini tidak berarti apa-apa jika saya memang benar ayah dari anak-anak saya.

Maka jika Yesus benar-benar seperti yang Dia katakan, maka itu bukanlah pernyataan yang angkuh, hanya suatu pernyataan fakta. Yesus memang adalah Allah Sang Pencipta dan Dialah satu-satunya yang bisa memberi hidup kepada mereka yang mati, maka dengan demikian Dia memang satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita.

Jadi  “…12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun yang lain…”  karena tidak ada yang lain yang punya kemampuan itu. Hanya Dia yang mempunyai kemampuan itu, hanya Dia yang Allah.

Inilah tujuan dari pasal yang pertama.

Dan tentu saja pernyataan ini berada di jalur sasaran tembak sehubungan dengan agama-agama dunia, karena Yesus harus diturunkan derajatnya ke tingkatan semua pendiri agama yang lain. KepalaNya tidak boleh muncul lebih tinggi sedikit pun di atas yang lain, karena bagaimana itu nanti pengaruhnya terhadap kesetaraan? Tetapi jika ini adalah suatu fakta, maka tidak ada opsi lain, dan itulah mengapa penginjilan itu penting. Tidak boleh ada kondisi di mana kita tidak menyatakan fakta-faktanya supaya manusia bisa membuat pilihan berdasarkan informasi yang cukup. Kita tidak berhak memaksakan pilihan, tetapi kita haruslah berhak menyatakan pilihan itu.

 

 

In Acts 13:26 it says, 26 Men and brethren, children of the stock of Abraham, and whosoever among you feareth God, to you is the word of this salvation sent.”

So this salvation lies in a personage. It is not something  I can achieve. A dead man cannot tie his own shoelaces, somebody must wake him  up from the dead in order for him  to be enabled to do that. So salvation is a key word in the epistle to  Hebrews.

We read in chapter

1:14   the terms “heirs to salvation”  

2:3     “so great salvation”

2:10    “captain of salvation”

5:9     “eternal salvation”

6:9     “things that accompany salvation”

7:25    “salvation to the uttermost”

9:28    “His appearance the second time without sin unto salvation”

Salvation is the theme but it is centered around a personage.

 

Di Kisah 13:26 dikatakan, 26 Hai saudara-saudaraku, anak-anak dari keturunan Abraham, dan siapa pun dari antara kamu yang takut akan Allah, kepada kalianlah kabar keselamatan ini dikiirm.”

Jadi keselamatan ini ada pada satu Pribadi. Itu bukan sesuatu yang bisa saya capai. Seorang yang mati tidak bisa mengikat tali sepatunya sendiri, orang lain harus membangkitkannya dari kematian supaya dia dimampukan berbuat itu. Jadi keselamatan adalah sebuah kata kunci dalam surat kepada orang Ibrani.

Kita baca di pasal:

1:14   istilah “ahliwaris keselamatan”

2:3      “keselamatan sebesar itu”

2:10    Komandan keselamatan”

5:9     “keselamatan kekal”      

6:9     “hal-hal yang menyertai keselamatan”

7:25   “menyelamatkan sepenuhnya”

9:28    “Ia akan tampil untuk kedua kalinya, tanpa dosa untuk keselamatan.

Temanya ialah “keselamatan” tetapi itu berpusat pada satu Pribadi. 

 

 

Now if we look at this little word “salvation”, “salvation” is a very broad word and in context it has different applications.

ü  It can mean salvation from the penalty of sin.

ü  It can mean salvation from the power of sin

ü  or salvation from our circumstances

Now depending on how we understand the plan of salvation people tend to choose some of these options.

So some people were ~ particularly in the times of Jesus ~  were waiting for salvation from their circumstances. The Jews expected a Savior that would release them from the Roman yoke. They were looking for salvation from circumstances. None of them were looking for salvation from the power of sin.

Some in later times particularly during the Middle Ages were looking for salvation from the penalty of sin, but that doesn't lead to a changed heart.

So there are many aspects around this word “salvation” that we need to consider.

 

Nah, jika kita lihat kata kecil “keselamatan” ini, “keselamatan” adalah kata yang sangat luas dan dalam konteksnya punya beberapa aplikasi.

ü  Itu bisa berarti keselamatan dari hukuman dosa.

ü  Itu bisa berarti keselamatan dari kuasa dosa.

ü  Atau keselamatan dari kondisi kita.

Nah tergantung bagaimana kita memahami rencana keselamatan, orang-orang cenderung memilih beberapa dari opsi-opsi ini.

Jadi beberapa orang ~ terutama di zaman Yesus hidup di dunia ~ menantikan keselamatan dari kondisi mereka. Orang-orang Yahudi mengharapkan seorang juruselamat yang akan membebaskan mereka dari kuk Romawi. Mereka menantikan keselamatan dari kondisi mereka. Tidak ada dari mereka yang menantikan keselamatan dari kuasa dosa.

Beberapa di belakangan hari ~ terutama di zaman Abad Pertengahan ~ menantikan keselamatan dari hukuman dosa, tetapi itu tidak menuntun kepada perubahan hati.

Jadi ada banyak aspek sekitar kata “keselamatan” ini yang perlu kita pertimbangkan.

 

 

Now we said in the first lecture that we would discuss one chiasm in each of the chapters. There are many, but for chapter 2, I chose this particular one.

Again it has a construction A, B, C, and then the reverse C’ with an asterisk, B’, A’. 

So let's look at the chiastic structure.

 

Nah, di ceramah yang pertama kita mengatakan bahwa kita akan membahas satu kiasma setiap pasal. Ada banyak, tetapi untuk pasal 1, saya memilih khusus ini.

Lagi-lagi susunannya A, B, C, kemudian kebalikannya C’, B’, A’.

Mari kita lihat struktur kiastiknya.

 


A:   Ibrani 2:3, 3 bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan, dan dikonfirmasikan  kepada kita  oleh mereka yang telah mendengarNya,

B:   Ibrani 2:5, 5  Sebab Dia tidak meletakkan dunia yang akan datang yang kita bicarakan ini, di bawah kekuasaan malaikat-malaikat. 

C:   Ibrani 2:9, 9 …supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi  semua manusia.

 C’: Ibrani 2:15, 15 dan membebaskan mereka yang karena takutnya kepada maut,  seumur hidupnya berada di bawah belenggu.

B’:  Ibrani 2:16, 16 Sebab sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri benih Abraham.

A’: Ibrani 2:17, 17 Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia cocok dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya supaya Ia bisa menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat perdamaian bagi dosa-dosa umat.

 

 

v A: “neglect so great salvation” (v. 3)

what does that mean in this context? So we go to the second A’.

It means “to make reconciliation for the sins of the people” (v. 17). This is the definition that is used here in the book of Hebrews to explain in the broader context the word “salvation”.

So the chiasm explains what is the meaning of the words that are used.

v The B aspect is, “unto angels hath He not put in subjection the world to come” (v. 5),

and then the second B’ is, “for verily He took not on Him the nature of angels but He took on Him  the seed of Abraham” (v. 16). 

So in other words, what he's saying here is, this issue is dealing with humanity, and He didn't put this world into subjection to angels, He put it into subjection to man. And He did not take the nature of angels, He took the nature of man.

v And then the center of the chiasm are the two C’s,  “that He by the grace of God should taste death for every man” (v. 9). 

Man is mortal and so He became a human being so that He could taste death for every man. Here's an explanation of this word “salvation”. “…and deliver them who through fear of death were all their lifetime subject to bondage” (v. 15).

 

v A: mengabaikan keselamatan yang sebesar itu” (ayat 3)

apa artinya dalam konteks ini?

Jadi kita ke A’ yang kedua. Itu artinya “untuk membuat perdamaian bagi dosa-dosa umat” (ayat 17). Inilah definisi yang dipakai di kitab Ibrani di sini untuk menjelaskan konteks yang lebih luas dari kata “keselamatan”.

Jadi kiasma ini menjelaskan apa makna kata-kata yang dipakai.

v Aspek B-nya ialah,  “Dia tidak meletakkan dunia yang akan datang di bawah kekuasaan malaikat-malaikat” (ayat 5),

kemudian, B’ kedua ialah, sebab sesungguhnya Dia tidak mengambil kodrat malaikat bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri benih Abraham.” (ayat 16). Jadi dengan kata lain, apa yang dikatakan di sini ialah isu ini berkaitan dengan kemanusiaan, dan Dia tidak meletakkan dunia ini di bawah kekuasaan para malaikat, Dia menempatkannya di bawah kekuasaan manusia. Dan Dia tidak mengambil kodrat seorang malaikat, Dia mengambil kodrat seorang manusia.

v Kemudian di tengah kiasma itu kedua C, “supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi  semua manusia” (ayat 9).

Manusia itu fana, maka Dia menjadi seorang manusia supaya Dia bisa merasakan kematian bagi setiap manusia. Di sinilah suatu penjelasan tentang kata “keselamatan”,  “dan membebaskan mereka yang karena takutnya kepada maut,  seumur hidupnya berada di bawah belenggu(ayat 15).  

 

 

So this chiasm focuses on the plan of salvation.

If people would study the book of  Hebrews, if they would study the chiastic structures, the confusion in the world would not be as great as it is today, if they were to accept it. If we take this chiasm and we look at the religious systems within  Christianity alone, then we ask ourselves, “Does the  Christian world generally believe that Jesus Christ faced death so that we may live?” And the answer is No! The Roman Catholic system does not accept the atonement through the blood of Christ, through His death. They only accept His good works as an appeasement for God. So this very aspect here is ignored by the largest portion of the professed  Christian world.  

 

Jadi kiasma ini berfokus pada rencana keselamatan.

Jika manusia mau mempelajari kitab Ibrani, jika mereka mau mempelajari struktur kiastiknya, maka kebingungan di dunia tidak akan separah yang ada hari ini, apabila mereka menerima ajaran tersebut.

Jika kita menyimak kiasma ini dan kita melihat ke sistem relijius di dalam Kekristenan saja, lalu kita bertanya kepada diri sendiri, “Apakah dunia Kristen umum mempercayai bahwa Yesus Kristus menjalani kematian supaya kita boleh hidup?” Dan jawabannya ialah Tidak! Sistem Roma Katolik tidak menerima pendamaian melalui darah Kristus, melalui kematianNya. Mereka hanya menerima perbuatan-perbuatan baikNya untuk meredakan amarah Allah. Jadi aspek ini di sini diabaikan oleh porsi terbesar dari yang mengaku sebagai dunia Kristen.

 

 

Christ  came to deliver us not only from death but also from the fear of death, and this plan of salvation is central to the book of  Hebrews. “Without the shedding of blood there is no forgiveness of sins” (Heb. 9:22).  Protestantism embraced this truth as it is presented in this chiastic structure here, but unfortunately they have accepted that those that  reject it, are just as much brothers and sisters in Christ  as those who accept it. We cannot have it both ways. Either this is truth or it is error. If it is truth then it needs to be accepted.

 

Kristus datang untuk menyelamatkan kita bukan hanya dari kematian tetapi juga dari ketakutan pada kematian, dan rencana keselamatan ini adalah inti dari kitab Ibrani. “…tanpa penumpahan darah tidak mungkin ada pengampunan dosa.” (Ibr. 9:22) Protestantisme memeluk kebenaran ini sebagaimana ditampilkan dalam struktur kiastik di sini, tetapi sayangnya mereka menerima orang-orang yang menolaknya sebagai sesama saudara seiman dalam Kristus sebagaimana mereka yang menerimanya. Kita tidak bisa mau kedua-duanya. Ini kebenaran atau ini kesalahan, salah satu. Jika ini kebenaran, maka ini harus diterima.

 

 

In 1 John 2:2 we read these words, 2 And He is the propitiation for our sins: and not for ours only, but also for the sins of the whole world.”

Now this is an astounding verse, and we need to understand the implications. He is the propitiation for our sins.  

I remember reading that Tyndale was wrestling with the translation of this word that he translated “propitiation”. It’s ἱλαστήριον [hilastērion] in the Greek. What does it mean? Because it's very important.

That “He is the propitiation for our sins, but not for ours only, also for the sins of the whole world”.  No matter what religious system the world embraces, salvation is only in   Jesus  Christ  and He died not only for the sins of those who embrace  Christianity, He died for the sins of the whole world. So where does this lead us? Is it important that we evangelize the world?

 

Di 1 Yohanes 2:2 kita membaca kata-kata ini, 2 Dan Ia Sendiri yang menjadi pendamai  dosa-dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga  untuk dosa seluruh dunia.”

Ini adalah ayat yang mengagumkan, dan kita perlu memahami implikasinya. Dia (Yesus) adalah pendamai untuk dosa-dosa kita.

Saya ingat pernah membaca bahwa Tyndale bergumul dengan terjemahan kata ini yang dia terjemahkan “propitiation” (pendamaian). Itu dalam bahasa Greekanya ialah  ἱλαστήριον [hilastērion]. Apa artinya? Karena ini sangat penting.

Bahwa “…Ia Sendiri yang menjadi pendamai  dosa-dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga  untuk dosa seluruh dunia.”  Tidak peduli sistem relijius apa yang dipeluk dunia, keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus, dan Dia mati bukan hanya untuk dosa-dosa mereka yang memeluk Kekristenan, Dia mati bagi dosa-dosa seluruh dunia. Jadi ini membawa kita ke mana? Apakah penting bagi kita untuk menginjili dunia?

 

 

Isaiah 45:22 says,  22 Look unto Me, and be ye saved, all the ends of the earth: for I am God, and there is none else.”

Now we discussed this word “God” and we looked at the plurality of it, this אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym]. this is more than one, "let Us make man in Our image”. We've looked at that in the first chapter and it basically says the same: salvation in none other than in God, and Jesus    Christ  was fully God, that is where salvation lies. He is the propitiation. He took on Him  the nature of man, so that He could taste death and pay the price, that should actually be upon our heads.

 

Yesaya 45:22 berkata, 22 Pandanglah Aku, dan dirimu akan diselamatkan, semua ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.”

Nah, kita sudah membahas kata “Allah” ini dan kita sudah menyimak bahwa ini bentuknya jamak, kata אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym],  ini lebih dari satu, “…‘Baiklah Kita menjadikan manusia dalam gambar Kita…” (Kej. 1:26). Kita sudah menyimak itu di pasal 1 dan pada dasarnya itu mengatakan hal yang sama: keselamatan tidak ada dalam siapa pun selain dalam Allah. Dan Yesus Kristus itu Allah sepenuhnya, di situlah ada keselamatan. Dialah pendamainya. Dia mengambil bagi DiriNya sendiri kodrat seorang manusia, supaya Dia bisa merasakan kematian dan membayarkan tebusannya yang seharusnya ada di atas kepala kita.

 

 

In Romans 3:24 it says, 24 Being justified freely by His grace through the redemption that is in Christ Jesus: 25 Whom God hath set forth to be a propitiation…”  the same word “…through faith in His blood…” this is a key statement. It is by the blood of the Lamb that we are saved. Roman Catholicism denies this central truth, it is not by the blood, not by the atonement that we are saved but by the works which are imputed, and by our own works. And not only the works of   Christ,  they say the works of all the saints contribute to this, and add merit to those that lack merit. This is such a misapplication of the Word of God. It is a path that leads to perdition. Humanity must study the plan of salvation and nowhere is it more clearly presented than in the book of  Hebrews. So in Romans Paul also says that He is  “… a propitiation through faith in His blood to declare His righteousness for the remission of sins that are past, through the forbearance of God.”

 

Di Roma 3:24 dikatakan, 24 setelah dibenarkan dengan cuma-cuma oleh kasih karuniaNya melalui penebusan yang terdapat dalam Kristus Yesus 25 yang telah ditentukan Allah sebagai pendamaian…” kata yang sama “…melalui iman dalam darahNya…”  ini adalah pernyataan kunci. Melalui darah Anak Domba itulah kita diselamatkan. Roma Katolikisme menyangkal kebenaran inti ini, kita diselamatkan bukan melalui darah, bukan melalui pendamaian, melainkan oleh perbuatan-perbuatan yang dikreditkan, dan oleh perbuatan-perbuatan kita sendiri. Dan bukan hanya perbuatan-perbuatan Kristus, mereka mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan semua orang kudus memberikan kontribusi kepada ini, dan menambahkan angka baik bagi mereka yang kurang dalam kebaikan. Ini merupakan aplikasi yang sangat keliru dari Firman Allah. Ini adalah jalan yang menuju kebinasaan. Kemanusiaan harus mempelajari rencana keselamatan dan tidak ada tempat lain di mana itu disajikan dengan lebih jelas daripada di kitab Ibrani. Jadi di kitab Roma, Paulus juga mengatakan bahwa Dia adalah “…pendamaian melalui iman dalam darahNya untuk menyatakan kebenaran-Nya bagi pengampunan  dosa-dosa yang lampau, melalui kesabaran Allah.”

 

 

So let's look at this word “propitiation”.

Well, let's have a look at the two sources.

Here  is Charles C. Ryrie and he writes, “Propitiation means the turning away of wrath by an offering. In relation to soteriology, propitiation means placating or satisfying the wrath of God by the atoning sacrifice of  Christ.”   

Again Catholicism denies this aspect of appeasement of the wrath of God. And some of them go so far as to say, “Well, if this is the case and God was willing to sacrifice His own Son then we must hate the Father but love the Son.” But they don't understand that They are one in purpose. This is a decision a mutual decision of the Godhead. This isn't a unilateral declaration, and the Father and the Son being like-minded, one in purpose, suffered equally at the cross.

 

Jadi mari kita lihat ke kata “pendamaian” ini.

Nah, mari kita lihat ke dua sumber.

Di sini Charles C. Ryrie  dan dia menulis,    “…Pendamaian berarti berbalik dari murka melalui suatu persembahan. Sehubungan dengan soteriology (doktrin keselamatan), pendamaian berarti meredakan atau memuaskan amarah Allah melalui kurban pendamaian Kristus.” (Basic Theology Popular Systematic Guide to Understanding Biblical Truth).

Lagi-lagi Katolikisme menyangkal aspek meredakan amarah Allah ini. Dan beberapa dari mereka bahkan mengatakan, “Jika demikian kasusnya, dan Allah bersedia mengorbankan AnakNya sendiri, maka kita harus membenci Sang Bapa tetapi mencintai Sang Anak.” Katolikisme tidak mengerti bahwa Mereka itu satu dalam tujuan. Ini adalah suatu keputusan bersama dari Keallahan. Ini bukan deklarasi unilateral (sepihak), Sang Bapa dan Sang Anak itu pikirannya sama, tujuannya satu, sama-sama menderita di salib.

 

 

So if we look at the Concordance “propitiation” the word there is ἱλαστήριον [hilastērion]

Neuter of a derivative [of G2433]; an expiatory (place or thing), that is, (concretely) an atoning victim, or (specifically)...”  this is very important “... the lid of the Ark (in the Temple): - mercyseat, propitiation.

So another way to translate this word ἱλαστήριον [hilastērion] other than “propitiation” is “mercy seat”.

 

Maka bila kita melihat di Konkordansi “pendamaian”, kata itu di sana adalah ἱλαστήριον [hilastērion].

Netral, dari kata bentukan [G2433]; penebusan (tempat atau benda), yaitu (secara konkret) seorang korban penebusan atau (terutama)…” ini sangat penting, “…tutup dari Tabut Perjanjian (di Bilik Mahakudus): - takhta belas kasihan, pendamaian.

Jadi cara lain untuk menerjemahkan kata ἱλαστήριον [hilastērion]  selain “pendamaian” adalah “takhta belas kasihan” (LAI menyebutnya: tutup pendamaian).

 

 

Now in  Hebrews 9:5 this exact word ἱλαστήριον [hilastērion] is translated as "mercy seat”. So if we look at the verse it says, 5 And over it the cherubims of glory shadowing the mercy seat; of which we cannot now speak particularly."

 

Nah, di Ibrani 9:5 kata ini ἱλαστήριον [hilastērion]  diterjemahkan “takhta belas kasihan” (LAI: tutup pendamaian). Jadi bila kita lihat ayatnya, dikatakan, 5 dan di atasnya dua kerub kemuliaan menaungi takhta belas kasihan, tentang hal mana khususnya sekarang tidak bisa kita bicarakan…”

 

 

So he's talking about the Ark of the Covenant and above it was the mercy seat, solid gold with a crown around it, and the two angels of the Covenant standing above it, with their wings touching at their top, and their face looking down at the mercy seat.

Now what does that symbolize when the angels in reverence and awe, with their wings touching? In other words, surrounding the mercy seat, looking down on the Ark of the Covenant but looking at this throne of glory, the mercy seat, and wondering with awe what it represents.

 


 

Jadi Paulus bicara tentang Tabut Perjanjian dan di atasnya ada tutup pendamaian itu, takhta belas kasihan dari emas murni dengan mahkota mengelilinginya, dan dua malaikat Perjanjian berdiri di atasnya dengan sayap mereka bertemu di bagian atas, dan wajah mereka memandang ke bawah ke tutup pendamaian itu.

Ini melambangkan apa ketika malaikat-malaikat dalam posisi hormat dan takjub, dengan sayap-sayap mereka bersentuhan? Dengan kata lain, mengelilingi takhta belas kasihan itu, memandang ke bawah pada Tabut Perjanjian, tetapi memandang ke takhta kemuliaan ini, takhta belas kasihan, dan bertanya-tanya dengan penuh takjub itu melambangkan apa.

 

 

So this ἱλαστήριον [hilastērion] what does it mean, this atoning sacrifice, this mercy seat? Well, Jesus Christ  is God’s mercy seat and this is how He is described in numerous places in the Old Testament as well.

So let's just take one example, Micah 7:18, 18 Who is a God like unto Thee, that pardoneth iniquity, and passeth by the transgression of the remnant of His heritage? He retaineth not His anger for ever, because He delighteth in mercy.”

 

Maka ἱλαστήριον [hilastērion] ini, apa maknanya, kurban pendamaian ini, takhta belas kasihan ini?

Nah, Yesus Kristus adalah takhta belas kasihan Allah, dan beginilah Dia juga digambarkan dalam banyak tempat di Perjanjian Lama.

Jadi mari kita lihat satu contoh, Mikha 7:18, 18 Siapakah Allah seperti Engkau, yang mengampuni dosa, dan menganggap tidak ada pelanggaran dari umat-Nya yang tersisa? Dia tidak selamanya mempertahankan  murka-Nya karena Dia menyukai belas kasihan.”

 

 

This was one of the conflicts that Jesus  had with the Pharisees. They were very, very, concerned about the shadow, and about the form of religion, but they lacked mercy, they showed no mercy.

If you take the example that He gave of the Samaritan, the priests and the prelates walked by,  and had no mercy. And the one who showed mercy was the Samaritan. So He accused the Israelites of that time of being merciless, but He said, “Go and study what this means, that God is a God of mercy.”

 

Ini adalah salah satu konflik yang dihadapi Yesus dengan orang-orang Farisi. Mereka amat, sangat mementingkan bayangan, dan bentuk agama, tetapi mereka kurang punya belas kasihan, mereka tidak menunjukkan belas kasihan.

Jika misalnya kita lihat contoh yang diberikan Yesus tentang cerita orang Samaria, bagaimana si imam, dan pejabat tinggi gereja terus saja berjalan dan tidak punya belas kasihan, dan dia yang menunjukkan belas kasihan adalah seorang Samaria. Jadi Yesus menuduh bangsa Israel di masa itu karena bersikap tidak berbelas kasihan. Tetapi Dia berkata, “Pergi dan pelajarilah apa artinya ini, bahwa Allah adalah Allah yang berbelas kasihan.”

 

 

In Psalms 80:1 we read,  1 Give ear, O Shepherd of Israel, thou that leadest Joseph like a flock; thou that dwellest between the cherubims, shine forth.”

So here is a statement that God meets His creation between the cherubim. This is at the mercy seat

 

Di Mazmur 80:1 kita baca, 1 Pasanglah telinga, hai gembala Israel, Engkau yang menuntun Yusuf bagaikan suatu kawanan, Engkau yang berdiam di antara kerub-kerub, pancarkanlah terang.

Jadi di sini ada suatu pernyataan bahwa Allah bertemu dengan ciptaanNya di antara kerubim. Ini di takhta belas kasihan.

 

 

Psalms 99:1, 1 The LORD reigneth; let the people tremble: He sitteth between the cherubims; let the earth be moved.”

This is the place where God met the people and where the Shekinah  glory came down over the mercy seat.

 

Mazmur 99:1, 1 TUHAN memerintah sebagai Raja, biarlah bangsa-bangsa gemetar. Ia duduk di antara kerub-kerub; biarlah bumi goncang!” 

Inilah tempat di mana Allah bertemu dengan umatNya dan di mana kemuliaan Shekinah turun di atas tutup pendamaian.

 

 

So the mercy seat is very, very, central in the whole sanctuary message.  

Hebrews 4:16 says, 16 Let us therefore come boldly unto the throne of grace…” this is God’s throne  “…that we may obtain mercy, and find grace to help in time of need.”

 

Jadi tutup pendamaian (takhta belas kasihan) itu amat sangat inti dalam seluruh pekabaran Bait Suci.

Ibarani 4:16 mengatakan, 16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia…”  ini takhta Allah,   “…supaya kita boleh menerima rahmat dan menemukan kasih karunia yang dapat menolong kita pada waktu dibutuhkan.” [KJV]

 

 

So the mercy seat was above the Ark of the Covenant. In the Ark of the Covenant were the Testimony, the two tablets of stones that were written on by the finger of God, God’s Law. And the Law condemned us to death, and this death decree that went forth from the Law was shielded by the mercy seat. What a beautiful picture of Christ  and the plan of salvation. If we were to study the book of  Hebrews and the plan of salvation as it is explained in the Old Testament and expounded in the book of  Hebrews,  there would be less confusion amongst humanity.

 

Jadi tutup pendamaian/takhta belas kasihan ada di atas Tabut Perjanjian. Di dalam Tabut Perjanjian terdapat Kesaksian itu, yaitu kedua loh batu yang ditulisi oleh jari Allah, Hukum Allah. Dan Hukum itu menghukum mati kita, dan keputusan hukuman mati yang keluar dari Hukum itu, terhalang oleh tutup pendamaian itu. Betapa indahnya gambar dari Kristus ini dan rencana keselamatan. Jika kita mempelajari kitab Ibrani dan rencana keselamatan sebagaimana yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama dan dikupas di kitab Ibrani, akan ada lebih sedikit kebingunan di antara manusia.

 

 

Hebrews 2:2-3

If we continue with the book of  Hebrews verse 2, 2 For if the word spoken by angels was steadfast, and every transgression and disobedience received a just recompence of reward; 3 How shall we escape, if we neglect so great salvation; which at the first began to be spoken by the Lord, and was confirmed unto us by them that heard Him.”

Now this is a reference to the plan of salvation in the Old Testament, how was it communicated to humanity. And the Bible tells us through angels. Angels were the ones who communicated.

If we read the book of Daniel for example, when there was an issue and Daniel had a vision and he needed to understand it, who was sent to him  to explain it to him?  An angel, the angel Gabriel for example.

When it was announced that the Messiah would come to Mary, who was it that announced it? An angel.

So it was through the angelic activity that the gospel was communicated to humanity.

But in the time of  Christ,  it was God Himself who communicated the plan of salvation. So “3 How shall we escape, if we neglect so great salvation; which at the first began to be spoken by the Lord, and was confirmed unto us by them that heard Him…” namely the disciples.

 

Ibrani 2:2-3

Jika kita lanjutkan kitab Ibrani, ayat 2, 2 Sebab kalau Firman yang dikatakan melalui malaikat-malaikat itu tidak akan berubah, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal, 3 bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan, dan dikonfirmasikan  kepada kita  oleh mereka yang telah mendengarNya…”

Nah ini mengacu ke rencana keselamatan di Perjanjian Lama, bagaimana itu disampaikan kepada manusia. Dan Alkitab mengatakan kepada kita, melalui para malaikat. Malaikat-malaikatlah yang menyampaikan.

Jika kita baca kitab Daniel misalnya, ketika ada isu dan Daniel mendapatkan penglihatan dan dia harus memahaminya, siapa yang dikirim kepadanya untuk memberikan penjelasan? Seorang malaikat, Gabriel misalnya.

Ketika diumumkan kepada Maria bahwa Messias akan datang, siapa yang mengumumkan itu? Seorang malaikat.

Maka melalui aktivitas malaikatlah injil disampaikan kepada manusia.

Tetapi di zaman Kristus, Allah sendirilah yang menyampaikan rencana keselamatan. Jadi,  3 bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan, dan dikonfirmasikan  kepada kita  oleh mereka yang telah mendengarNya…” yaitu para rasul.

 

 

So how do we deal with this, this whole plan of salvation? That was so meticulously given in types and shadows. How do we escape if we neglected when God Himself condescended to confirm it to us in His own Person through His own blood?

 

Jadi bagaimana kita menghadapi ini, seluruh rencana keselamatan ini? Itu diberikan dengan begitu teliti dalam bentuk tipe-tipe dan bayangan-bayangan. Bagaimana kita bisa lolos jika kita mengabaikan saat Allah sendiri berkenan mengkonfirmasi itu kepada kita dalam PribadiNya Sendiri melalui darahNya sendiri?

 

 

Galatians 3:19 says, 19 Wherefore then serveth the Law? It was added because of transgressions, till the Seed should come to whom the promise was made; and it was ordained by angels in the hand of a Mediator.”

So the plan of salvation had always been communicated to humanity by angels.

If we analyze this verse in Galatians, 19 Wherefore then serveth the Law?...” which Law is he talking about here?  “…It was added because of transgressions…” so the Law that he is talking about here which was added because of transgression, is the ceremonial Law it's the Law of types and shadows. How do we know that? Well, because it was added because of transgression, and the Bible says where there is no Law, there is no transgression. So the transgression came before this Law was added, so there must have been another Law that was transgressed before the second Law was added. Now the Law that was transgressed was the Law of Ten Commandments: “thou shalt not”, that Law was transgressed. And because of that transgression death came into the world. And to solve this issue, the Law of types and ceremonies was added pointing to the Savior who would come.

And when He finally came and communicated the gospel in Person to humanity, not through the mediation of angels, but directly by God Himself, then the question needs to be asked: what if we neglect so great a salvation which was spoken to us by God Himself? Isn't this a serious question?

So the Law was given through angels, but the gospel was given through  Christ. 

 

Galatia 3:19 mengatakan, 19 Kalau demikian, apakah gunanya hukum Taurat? Itu ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran -- sampai datang Benih kepada siapa janji itu dibuat; dan itu disampaikan oleh malaikat-malaikat di tangan seorang Pengantara.”

Jadi rencana keselamatan sudah disampaikan kepada manusia oleh para malaikat.

Jika kita menganalisa ayat ini di Galatia,  19 Kalau demikian, apakah gunanya Hukum Taurat? …”  Hukum yang mana yang dibicarakan Paulus di sini?   “…Itu ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran…” Jadi Hukum yang dibicarakan di sini yang ditambahkan karena adanya pelanggaran-pelanggaran adalah Hukum Seremonial, hukum tipe dan bayangan. Dari mana kita tahu? Nah, sebab itu ditambahkan karena adanya pelanggaran, dan Alkitab berkata di mana tidak ada Hukum, tidak ada pelanggaran. Maka pelanggaran datang sebelum Hukum yang ini ditambahkan, jadi tentunya harus ada Hukum yang lain yang dilanggar sebelum Hukum yang kedua ditambahkan. Nah, Hukum yang dilanggar adalah Kesepuluh Hukum, Kesepuluh Perintah Allah “jangan…”, Hukum itu yang dilanggar. Dan karena adanya pelanggaran, kematian masuk ke dalam dunia. Dan untuk membereskan isu ini, Hukum tipe-tipe dan upacara-upacara ditambahkan, yang menunjuk kepada Sang Juruselamat yang akan datang.

Dan pada akhirnya ketika Dia datang secara Pribadi dan menyampaikan injil kepada manusia tidak melalui perantaraan malaikat-malaikat, melainkan langsung dari Allah Sendiri, maka pertanyaan yang perlu diajukan ialah: bagaimana jika kita mengabaikan suatu keselamatan yang sedemikian besarnya yang disampaikan kepada kita oleh Allah Sendiri? Bukankah ini suatu pertanyaan yang serius?

Maka Hukum ini diberikan melalui para malaikat, tetapi injil diberikan melalui Kristus.

 

 

Hebrews 2:4

So if we look at verse 4 in the book of  Hebrews chapter 2,  it says, 4 God also bearing them witness, both with signs and wonders, and with divers miracles, and gifts of the Holy Ghost, according to His own will…”   so who was bearing witness? God was bearing witness.

 

Ibrani 2:4

Jadi jika kita lihat ayat 4 di Ibrani pasal 2, dikatakan, 4 Allah juga memberikan kesaksian kepada mereka, baik dengan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban, dan dengan berbagai-bagai mujizat dan karunia-karunia Roh Kudus, menurut kehendak-Nya sendiri.…”  jadi siapa yang memberi kesaksian? Allah yang memberi kesaksian.

 

 

So these are some of my thoughts here.  Christians are often under the false impression that they are off the hook when it comes to obedience, because they believe that the dispensation of grace has replaced obedience. But if that's spoken by angels was steadfast, how much more that spoken by God manifest in the flesh.

 

Nah, ini ada beberapa pemikiran saya. Orang-orang Kristen sering punya kesan yang salah bahwa mereka sudah terbebas dari kewajiban untuk patuh, karena mereka percaya bahwa zaman kasih karunia sudah menggantikan zaman kepatuhan. Tetapi jika apa yang disampaikan oleh para malaikat itu tidak akan berubah, apalagi apa yang disampaikan oleh Allah yang berwujud Manusia.

 

 

And then  I want to jump a little bit ahead to a couple of verses in chapter 10. But what did this God when He came to this earth in the form of humanity say about the Law of Ten Commandments? He said, not one jot or one tittle would disappear from the Law, it stands forever, even the ceremonial Law, it isn't done away with, it is fulfilled in   Christ.  It has reached its Substance the type has given way to the Substance.

So if we jump to  Hebrews chapter 10 we read these two verses, 28 He that despised Moses' law died without mercy under two or three witnesses: 29 Of how much sorer punishment, suppose ye, shall he be thought worthy, who hath trodden under foot the Son of God, and hath counted the blood of the covenant, wherewith he was sanctified, an unholy thing, and hath done despite unto the Spirit of grace?”  This is a very, very, serious warning.

 

Lalu saya mau loncat sedikit ke beberapa ayat di depan di pasal 10. Apa kata Allah ini ketika Dia datang ke dunia ini dalam bentuk manusia tentang Hukum Kesepuluh Perintah Allah? Dia mengatakan tidak satu  titik atau noktah pun akan lenyap dari Hukum (Matius 5:17-18), Hukum itu berdiri tetap selamanya, bahkan Hukum Seremonial, itu tidak dihapuskan, itu digenapi dalam Kristus, Hukum Seremonial itu sudah mencapai Substansinya, tipenya sudah digantikan oleh Substansinya.

Jadi kalau kita loncat ke Ibrani pasal 10, kita  baca dua ayat ini, 28 Dia yang membenci hukum Musa, mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. 29 Menurut kalian, betapa lebih beratnya hukuman yang dianggap layak bagi dia, yang telah menginjak-injak Anak Allah, dan yang telah menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang telah menghina Roh kasih karunia?…”  Ini adalah peringatan yang amat sangat keras.

 

 

Now this warning ~ if we look at it in terms of exegesis ~ the context of the time in which it was written, what did it mean? It applies to those of the Jewish faith who neglected this great salvation that came their way, and chose to cling to the shadow and the form of religion rather than accepting the Substance which was God manifest in the flesh.

But if we take it typologically, was there a shift in the  Christian experience ~ because the early  Christians embraced salvation in   Christ  through His blood ~ was there a shift away from that? Yes, in the Middle Ages the whole religious system of Jesus  Christ was usurped, the priestly ministry of whom He is the sole Representative to humanity was replaced by an earthly priesthood and the blood was taken out and a sacrifice was introduced even though one perfect sacrifice had already been introduced.

So “…how much sorer punishment, suppose ye, shall he be thought worthy, who hath trodden under foot the Son of God…”  we are treading God under foot every single day in this world. He's removed ~  as we have said ~ out of the halls of legislature, and within the church. He is sacrificed on a daily basis even though by one sacrifice He has forever made perfect.

 

Nah, peringatan ini ~ jika kita memandangnya secara eksegesis ~ konteksnya di zaman ketika ini ditulis, apa maksudnya? Ini berlaku pada semua mereka dari agama Yahudi yang telah mengabaikan keselamatan besar ini yang datang kepada mereka, dan memilih untuk berpegang erat kepada bayangan dan bentuk agama daripada menerima Substansinya, yang adalah Allah dalam bentuk manusia.

Tetapi bila kita melihatnya secara tipologi, apakah ada pergeseran dalam pengalaman Kristen ~ karena orang Kristen yang mula-mula mereka menerima keselamatan dalam Kristus melalui darahNya ~ apakah ada pergeseran dari itu? Ya, di Abad Pertengahan seluruh sistem relijius Yesus Kristus dikudeta, pelayanan keimamatan di mana Yesus adalah satu-satunya Perantara bagi kemanusiaan digantikan oleh keimamatan duniawi, dan darahNya disingkirkan dan digantikan oleh suatu kurban lain walaupun sudah ada satu Kurban yang sempurna.

Jadi “betapa lebih beratnya hukuman yang dianggap layak bagi dia, yang telah menginjak-injak Anak Allah...”  di dunia ini kita sedang menginjak-injak Allah setiap hari. Allah sudah disingkirkan ~ seperti kata saya ~ dari ruang-ruang legislatif, dan di dalam gereja. Allah dikurbankan setiap hari walaupun Dia telah menjadikan semuanya sempurna melalui satu KurbanNya.

 

 

Now my question is, can those who believe in Jesus Christ as their personal Savior and believe that they are saved by the blood of the Lamb, can they partake in a religious system that denies the veracity thereof, or sit in ecumenical councils with those that deny it? This goes directly against what the Bible is telling us.

The more light we have, the more responsibility we have, and the more we must resist evil and bind ourselves to Christ  through prayer and the Word. It's no excuse if ministers and church leaders partake in this kind of apostasy against the Word of God. We are individually responsible. And the time has come where each and every one of us must make a personal decision and commitment to Christ because nobody is going to help us. Either we are with Him  or we are not.

In Matthew 4:16 we read,16 The people which sat in darkness saw great light; and to them which sat in the region and shadow of death light is sprung up. 17 From that time Jesus began to preach, and to say, ‘Repent, for the kingdom of heaven is at hand.’…”

I would like to suggest that this needs to be repeated in the time that we are living in. It is time for humanity to repent for the kingdom of heaven is at hand.

James 4:7 says, 7 Submit yourselves therefore to God. Resist the devil, and he will flee from you.”

 

Sekarang, pertanyaan saya ialah, bisakah mereka yang percaya dalam Yesus Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka dan meyakini bahwa mereka sudah diselamatkan oleh darah Anak Domba, bisakah mereka mengambil bagian dalam sebuah sistem relijius yang mengingkari kebenaran itu, atau duduk di dewan-dewan ekumenikal bersama orang-orang yang mengingkari itu? Ini jelas-jelas bertentangan dengan apa yang dikatakan Alkitab kepada kita.

Semakin banyak terang yang kita miliki semakin besar tanggung jawab kita, dan semakin keras kita harus menolak yang jahat dan melekatkan diri kita kepada Kristus melalui doa dan Firman. Tidak bisa dibenarkan jika ada hamba-hamba Allah dan pemimpin-pemimpin gereja ikut mengambil bagian dalam kemurtadan sejenis ini terhadap Firman Allah. Secara pribadi kita bertanggung jawab. Dan waktunya sudah tiba di mana setiap orang dari kita harus membuat keputusan dan komitmen pribadi kepada Kristus karena tidak ada orang lain yang akan menolong kita. Kita ada bersama Dia atau kita tidak bersamaNya.

Di Matius 4:16 kita  baca,  16 Bangsa yang duduk dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar, dan  ke atas mereka yang duduk di daerah dan bayang-bayang maut, Terang telah terbit.17 Sejak waktu itulah Yesus mulai memberitakan dan berkata, ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!’…” 

Saya ingin mengusulkan bahwa ini harus diulangi lagi di zaman di mana kita hidup ini. Inilah waktunya bagi kemanusiaan untuk bertobat karena kerajaan Surga sudah dekat.

Yakobus 4:7 berkata, 7 Karena itu serahkanlah dirimu kepada Allah. Tolak Iblis, maka ia akan lari darimu!”

 

 

Hebrews 2:5-8

We cannot afford to neglect so great a salvation. He is the founder of salvation, and this heading comes direct from the KJV.  

Hebrews 2:5, 5 For unto the angels hath he not put in subjection the world to come, whereof we speak. 6 But one in a certain place testified, saying, ‘What is man, that thou art mindful of him? or the son of man that thou visitest him?...” he's actually quoting the Psalms here, “…7 Thou madest him a little lower than the angels; Thou crownedst him with glory and honour, and didst set him over the works of Thy hands…” it's talking about the whole of humanity. Humanity was made a little lower than the angels and crowned with glory and honor  “…8 Thou hast put all things in subjection under his feet…” so humanity was given dominion.  “…For in that He put all in subjection under him, He left nothing that is not put under him. But now we see not yet all things put under him….” in other words, man lost this great opportunity, and they relinquished their dominion and gave it to an enemy. Man was to be God’s vice regent and representative, but his crown has been toppled, and his honor tarnished, and rebellion and anarchy have the rule.  Now who did this? An enemy has done this, but there's a rescue plan that was put in operation. And this is what the book of  Hebrews is all about. It's about the rescue plan.

Now I’m always surprised when people appropriate that which is in the book of  Hebrews to themselves, and make themselves the rescuer. The rescue plan is centered in Christ  and   Christ  alone.

 

Ibrani 2:5-8

Kita tidak bisa mengabaikan suatu keselamatan yang sebesar ini. Dia adalah pencipta keselamatan dan inilah judul yang langsung berasal dari KJV.

Ibrani 2:5, 5  Sebab Dia tidak meletakkan dunia yang akan datang yang kita bicarakan ini, di bawah kekuasaan malaikat-malaikat.  6 Tetapi satu di tempat  tertentu memberi kesaksian, katanya, ‘Apalah manusia, sehingga Engkau memperhatikannya? Atau anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya?…”  dia mengutip Mazmur di sini.   “…7 Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat. Engkau telah memahkotainya dengan kemuliaan dan kehormatan, dan menempatkannya untuk menguasai karya tanganMu …”  ini bicara tentang keseluruhan kemanusiaan. Kemanusiaan diciptakan sedikit lebih rendah daripada para malaikat dan dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan,   “…8 dan Engkau telah meletakkan segala sesuatu di bawah kakinya…”  jadi kemanusiaan diberi kekuasaan. “…Sebab dalam hal itu, Dia meletakkan segala sesuatu di bawah kendaliNya, tidak ada satu pun yang Ia kecualikan, yang tidak diletakkan di bawah kendalinya. Tetapi sekarang ini kita lihat, belum segala sesuatu diletakkan di bawah kendalinya…” dengan kata lain, manusia telah kehilangan kesempatan besar ini dan mereka telah menyerahkan kekuasaan mereka dan memberikannya kepada si musuh. Seharusnya manusia adalah penguasa di bawah Allah dan wakilNya, tetapi mahkotanya telah dijatuhkan dan kehormatannya ternoda, dan pemberontakan serta anarki yang berkuasa. Nah, siapa yang melakukan ini? Musuh telah melakukan ini. Namun ada rencana keselamatan yang segera dijalankan. Dan tentang inilah isi kitab Ibrani, yaitu tentang rencana keselamatan.

Nah, saya heran ketika manusia mengaplikasikan apa yang ada di dalam kitab Ibrani kepada mereka sendiri, dan menjadikan diri mereka si penyelamat. Rencana keselamatan itu berpusat pada Kristus dan hanya pada Kristus saja.

 

 

Hebrews 2:9

So if we look at verse 9, 9 But we see Jesus…” because we do not see humanity in control, it is not in control. The Devil is the god of this world, said Jesus.  But the real Owner who has bought back that which is lost, is Jesus Christ. So we're not looking at a humanity that is in a position of dominion. No,  “…we see Jesus who was made a little lower than the angels…” in other words, He was made human,  “…for the suffering of death, crowned with glory and honour; that He by the grace of God should taste death for every man…” So here is the solution, the plan of salvation. Why Jesus  took on Him  humanity? So we must “behold the Man”, ecce homo a rescue operation to restore that which was lost.  

 

Ibrani 2:9

Maka jika kita melihat ayat 9, 9 Tetapi kita melihat Yesus, …”  karena kita tidak melihat manusia yang memegang kendali, dia tidak memegang kendali. Iblis adalah dewa dunia ini, kata Yesus. Tetapi Pemilik yang asli yang telah menebus apa yang telah hilang, adalah Yesus Kristus. Maka kita tidak memandang kepada kemanusiaan yang berada di tampuk kekuasaan. Tidak, “…9 Tetapi kita melihat Yesus,  yang dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat…”  dengan kata lain, Yesus menjadi manusia,  “…untuk menjalani penderitaan kematian, dimahkotai dengan kemuliaan dan kehormatan, supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi  semua manusia…”  Jadi ini solusinya, rencana keselamatan. Mengapa Yesus mengambil bentuk kemanusiaan bagi DiriNya sendiri? Supaya kita “memandang Manusia itu”  “ecce homo”, operasi penyelamatan untuk memulihkan apa yang telah hilang.

 

 

In 1 John 3:2 we read, 2 Beloved, now are we the sons of God, and it doth not yet appear what we shall be: but we know that, when He shall appear, we shall be like Him; for we shall see Him as He is.”

So the dominion again belongs to humanity but only in Christ,  because He is the One that wrested that dominion from Satan, and took it back, and became Man so that He can be the Savior of humanity, and lift man up from its degradation, so that man can become like Him. 

This in a nutshell is the plan of salvation.

 

Di 1 Yohanes 3:2 kita membaca, 2 Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, dan belum nyata bagaimana keadaan kita kelak; tetapi kita tahu, apabila Kristus dinyatakan, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia sebagaimana Dia itu.”

Maka kekuasaan kembali menjadi milik kemanusiaan, tetapi hanya dalam Kriistus, karena Dialah yang merebut kekuasaan itu dari Setan, dan mengambilnya kembali, dan menjadi Manusia supaya Dia bisa menjadi Juruselamat kemanusiaan, dan mengangkat manusia dari kejatuhannya, agar manusia bisa menjadi seperti DiriNya.

Inilah rencana keselamatan itu secara singkat.

 

 

Now Paul was quoting from Psalms 8 and Paul highlights the noble origin of man, made in the image of God, not lower than the earth as the earth-centered Gaia  worshipers  would have it, nor on a level with the beasts as the Evolutionists would have it, but above them all, subject to God alone, in the image of God, male and female, so that they should be one in purpose, He created them as a mini cosmos of what the rulership of heaven is like.

 

Nah, Paulus mengutip dari Mazmur pasal 8 dan Paulus menekankan pada mulianya asal mula manusia, yang diciptakan menurut gambar Allah, tidak lebih rendah dari bumi sebagaimana yang dikatakan para pemuja Gaia (bumi) yang memfokuskan pemujaan pada bumi; maupun setara dengan binatang sebagaimana yang dikatakan kelompok Evolusi, tetapi di atas mereka semuanya, tunduk hanya di bawah Allah, dalam gambar Allah, pria dan wanita, supaya mereka bisa menjadi satu dalam tujuan. Dia menciptakan mereka sebagai mini kosmos dari bagaimana Penguasa Surga itu.

 

 

So let us briefly just go to Psalms 8 which Paul has quoted, and it says, “The Psalm of David. 1 O LORD, our Lord, how excellent is Thy name in all the earth, who hast set Thy glory above the heavens…” so first it tells us who God is  “…2 Out of the mouth of babes and sucklings hast Thou ordained strength…” in other words, out of humanity and then this strange portion  “…because of Thine enemies…”  in other words, God created humanity as a solution to the sin problem that had started in heaven. So He created humanity to prove to humanity, that the government of heaven is the only feasible form of government. “…2 Out of the mouth of babes and sucklings hast Thou ordained strength because of Thine enemies that Thou mightest still the enemy and the avenger…” put him  to silence. Man is not an afterthought. He had a very noble origin. He was to be the jury that would decide between the great conflicting partners, the great controversy between good and evil. And God knew that things could go wrong, in fact He knew that they would go wrong. But He had a rescue plan, and that rescue plan once set in motion and brought to fulfillment, would ensure peace for all eternity, and everybody would have an opportunity to partake of its blessings. So this was not an arbitrary choice. This is not an unfair solution. It is the only solution to the sin problem. Psalms 8:3 says,  “…3 When I consider Thy heavens, the work of Thy fingers, the moon and the stars, which Thou hast ordained…” he's looking at the magnificence of the universe. The question is asked, “…4 What is man, that Thou art mindful of him? And the son of man, that Thou visitest him? 5 For Thou hast made him a little lower than the angels…” now that word “angels” there is the word אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] and we discussed this in the first chapter, where we showed that this אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] is plural, and it refers to the Godhead, in other words, the Father and the Son, were communicating in the creation of this world. So you could basically read this verse also, “...Thou hast made him  a little lower than God Himself,  and hast crowned him with glory and honour. 6 Thou madest him to have dominion over the works of Thy hands; Thou hast put all things under his feet: 7 All sheep and oxen, yea, and the beasts of the field, 8 the fowl of the air, and the fish of the sea, and whatsoever passeth through the paths of the seas...” referring us back to that creation, where dominion was given to the world which was eventually wrested from Adam and taken by the enemy of God. “...9 O LORD our Lord, how excellent is Thy name in all the earth!"

 

Jadi mari kita ke Mazmur 8 sebentar, yang dikutip Paulus, dan dikatakan, “Mazmur Daud. 1 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi yang telah menempatkan keagungan-Mu di atas langit…”  jadi pertama ini memberitahu siapa Allah itu. “…2  Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Kau telah menetapkan kekuatan…” dengan kata lain, dari kemanusiaan. Kemudian bagian yang aneh ini,   “…karena musuh-musuhMu…” dengan kata lain, Allah menciptakan manusia sebagai solusi untuk masalah dosa yang sudah dimulai di Surga. Maka Allah menciptakan manusia untuk membuktikan kepada manusia bahwa pemerintahan Surga adalah satu-satunya bentuk pemerintahan yang layak.  “…2  Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Kau telah menetapkan kekuatan karena musuh-musuhMu, agar Engkau boleh membungkam si musuh dan si pembalas…”  membuat dia tidak bisa bicara. Manusia itu tidak diciptakan dari hasil pemikiran kemudian yang tiba-tiba muncul. Manusia memiliki asal usul yang sangat mulia. Manusia ini yang akan menjadi juri yang memutuskan antara kedua belah pihak besar yang berseteru, perseteruan antara yang baik dan yang jahat. Dan Allah tahu bahwa hal itu bisa bermasalah, malah Allah tahu bahwa pasti akan terjadi masalah. Tetapi Dia punya rencana penyelamat, dan satu kali rencana penyelamat itu dimulai dan dibawa hingga ke genapannya, itu akan menjamin kedamaian untuk selama-lamanya, dan semua orang akan punya kesempatan untuk mengambil bagian dari berkat-berkatnya. Jadi ini bukanlah pilihan yang sewenang-wenang. Ini bukanlah solusi yang tidak adil. Inilah satu-satunya solusi untk masalah dosa. Mazmur 8:3 mengatakan,  “…3  Bila aku memikirkan langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang telah Kautempatkan…” dia sedang melihat keagungan alam semesta. Pertanyaan yang diajukan,   “…4 apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya?  Dan anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya? 5 Karena Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah daripada malaikat…”  nah, kata “malaikat” di situ adalah kata אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym]  dan kita sudah membahas ini di pasal pertama, di mana kita simak bahwa אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] ini dalam bentuk jamak, dan ini mengacu kepada Keallahan, dengan kata lain Sang Bapa dan Sang Anak berkomunikasi mengenai penciptaan dunia ini. Maka pada dasarnya kita juga bisa membaca ayat ini   “…Engkau telah membuatnya  sedikit lebih rendah daripada Allah sendiri, dan Engkau telah  memahkotainya dengan kemuliaan dan kehormatan. 6 Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya. 7 Kambing domba dan lembu sapi sekalian, dan binatang-binatang di padang; 8 burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, apa pun yang melintasi arus lautan…”  mengacu kembali kepada Penciptaan, di mana kekuasaan dunia ini diberikan, yang akhirnya direbut dari Adam dan diambil oleh musuh Allah. “…9 Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!”

 

 

So this humanity was created a little lower than God, and a little lower than the angelic host. It's an interesting statement, in the Spirit of Prophecy Spiritual Gifts Vol. 1 page 70 and it says, “…that those who lived in the days of Noah and Abraham were more like the angels in form, in comeliness and strength. But every generation has been growing weaker,…” so the original form in which humanity is created we do not see any longer on our planet, we see a faint, faint, shadow of what it must have been like. Humanity has deteriorated over the generations. But this creation was so profound and had so much meaning.

So the question “what is man that Thou art mindful of Him?”  is not that man is unimportant, it is what is so important about humanity that God would condescend to become part of humanity, and die for our sins? These are questions we need to understand or try to understand. In fact it will be the study of eternity.

 

Maka manusia diciptakan sedikit lebih rendah daripada Allah, dan sedikit lebih rendah daripada balatentara surgawi. Ini adalah pernyataan yang menarik. Di Roh Nubuat Spiritual Gifts Vol. 1 hal. 70 dikatakan,  “…bahwa mereka yang hidup di zaman Nuh dan Abraham bentuknya lebih mirip malaikat dalam kebagusannya dan kekuatannya. Tetapi setiap generasi menjadi semakin lemah…”  Jadi bentuk asli ketika manusia diciptakan tidak kita lihat lagi di planet kita, kita melihat suatu bayangan yang samar-samar dari apa yang pernah ada dulu. Kemanusiaan telah merosot dari generasi ke generasi. Tetapi penciptaan ini sedemikian mendalamnya dan punya makna yang begitu banyak.

Maka pertanyaan  apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya?” tidaklah berarti bahwa manusia itu tidak penting, tapi apanya yang begitu penting tentang kemanusiaan hingga Allah berkenan merendah untuk menjadi bagian dari kemanusiaan dan mati bagi dosa-dosa kita? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu kita pahami atau berusaha untuk memahami. Bahkan ini akan menjadi pelajaran sepanjang masa kekekalan.

 

 

So this question about man is a theme in Scripture that warrants an answer. So if we look up this question, “what is man”, we see Job in 7:17 asks the question, 17 What is man, that Thou shouldest magnify him? And that Thou shouldest set Thine heart upon him?”

So this is not some worm that we are talking about here. What is it about humanity that is so important to God, that He is willing to sacrifice His own life for it?

Or Psalms 8:4 which we just read, “…4 What is man, that Thou art mindful of him? And the son of man, that Thou visitest him?”

Or Psalms 144:3, 3 LORD, what is man, that Thou takest knowledge of him! Or the son of man, that Thou makest account of him!”

Hebrews 2:6 which we just studied as well, 6 But one in a certain place testified, saying, What is man, that Thou art mindful of him? Or the son of man that Thou visitest him?”

This is this is the heart of the question.

 

Maka pertanyaan ini tentang manusia adalah tema dalam Kitab Suci yang harus mendapatkan jawaban. Jadi bila kita mencari pertanyaan ini, “apalah manusia”, kita lihat  Ayub di  7:17 mengajukan pertanyaan, 17 Apalah manusia, sehingga Engkau agungkan dia? Dan bahwa Engkau harus begitu memperhatikan dia?Jadi bukan cacing yang kita bicarakan di sini. Ada apa dengan kemanusiaan yang begitu penting bagi Allah sehingga Dia rela mengorbankan hidupNya sendiri untuk itu?

Atau Mazmur 8:4 yang baru kita baca, “…4 apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya?  Dan anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya?”

Atau Mazmur 144:3,3 Ya TUHAN, apalah manusia itu, sehingga Engkau memperhatikannya, atau anak manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya?”

Ibrani 2:6 yang baru kita pelajari juga, 6 Tetapi satu di tempat  tertentu memberi kesaksian, katanya, ‘Apalah manusia, sehingga Engkau memperhatikannya? Atau anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya?”

Inilah jantung dari pertanyaan itu. 

 

 

Satan would have us believe that God is a tyrant up there who wants to enforce His will and trample upon our consciences, when the exact opposite is the truth. He's the ἱλαστήριον [hilastērion], the mercy seat.

How did he depict God in the Middle Ages through his supposed  Christian representatives? As this monster Tyrant who would throw you into eternal hell, and burn you and torture you for all eternity. And even if you were going to go to heaven, He would throw you into purgatory and torture you there, until some earthly prelate would release you from that bondage. What a disgusting portrayal of the Deity who is called the ἱλαστήριον [hilastērion], the mercy seat.

 

Setan mau membuat kita percaya bahwa Allah itu sosok tiran di atas sana yang mau memaksakan kehendakNya dan menginjak-injak hati nurani kita, padahal yang benar justru kebalikannya. Allah adalah ἱλαστήριον [hilastērion], takhta belas kasihan.

Bagaimana Setan menggambarkan Allah di zaman Abad Pertengahan melalui wakil-wakil Kristennya yang abal-abal? Sebagai Tiran monster yang mau melemparkan manusia ke neraka yang kekal dan membakar manusia dan menyiksa manusia untuk selama-lamanya. Dan bahkan jika manusia itu akan ke Surga, Allah masih akan melemparkannya ke purgatori (api pencucian) dan menyiksanya di sana hingga seorang pejabat keimaman duniawi melepaskan dia dari belenggu itu. Betapa menjijikkannya gambar tentang Sosok Allah yang disebut ἱλαστήριον [hilastērion], takhta belas kasihan.

 

 

Hebrews 2:10

Now the amazing verse in verse 10 has put many people into a tiff. “Perfect Through Suffering”  Hebrews 2:10, 10 For it became Him, for Whom are all things, and by Whom are all things, in bringing many sons unto glory, to make the Captain of their salvation perfect through sufferings.”

What an amazing verse!  Let's  look at that in a little bit more detail. It's actually the heading of this entire chapter.

v “for Whom are all things”

So everything was created for Jesus  Christ.

v “by Whom are all things”

He created everything.

v “bringing many sons unto glory”

through the plan of salvation.

v “to make the Captain of their salvation”

referring to   Jesus   Christ 

v “perfect through sufferings”

so there are some that say that Jesus  had to learn to become perfect, to overcome sin, and then be the captain of the salvation. They misunderstand Who we are talking about. We're talking about the God of the universe, the God of the universe that is perfect.

So  I want to rephrase that and say,  “He who was perfect became perfect through suffering” just mull that one over for a while.

“He who was perfect” He was God Himself, perfect, “became perfect through suffering” What does that mean? It means He became the perfect Captain to lead the redeemed captives through the valley of suffering to the end of all suffering. In other words, it wasn't the question of Him  being imperfect and learning to become perfect. No! He was the perfect Captain as a consequence of His suffering, not perfect in character because of His suffering, that He was already; but He became the perfect leader.

 

Ibrani 2:10

Nah, ayat yang mengagumkan di ayat 10 ini telah membuat banyak orang berdebat. “Sempurna melalu Penderitaan”, Ibrani 2:10, 10 Sebab layaklah bagi Dia--yang demi-Nya segala sesuatu, dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan, dengan menjadikan Komandan keselamatan mereka sempurna melalui penderitaan.”

Betapa luar biasanya ayat ini! Mari kita lihat dengan sedikit lebih seksama. Sesungguhnya inilah judul dari seluruh pasal ini.

v “yang demi-Nya segala sesuatu”

Jadi segala sesuatu diciptakan bagi Yesus Kristus.

v “oleh-Nya segala sesuatu dijadikan”

Dia yang menciptakan segalanya.

v “membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan”

melalui rencana keselamatan.

v “menjadikan Komandan keselamatan mereka”

mengacu kepada Yesus Kristus.

v “sempurna melalui penderitaan”

Maka ada orang yang mengatakan bahwa Yesus harus belajar untuk menjadi sempurna, untuk mengalahkan dosa, lalu menjadi komandan keselamatan. Mereka salah mengerti Siapa yang kita bicarakan ini. Yang kita bicarakan ini Allah alam semesta. Allah seluruh alam semesta itu sudah sempurna.

Jadi saya ingin mengubah kalimat itu dan berkata, “Dia yang sudah sempurna menjadi sempurna melalui penderitaan”. Renungkan saja ini sebentar.

“Dia yang sudah sempurna”, Dia adalah Allah sendiri, sempurna, “menjadi sempurna melalui penderitaan” apa artinya ini? Artinya Dia menjadi Komandan yang sempurna (paling tepat) untuk memimpin tawanan umat tebusan melalui lembah penderitaan hingga ke akhir segala penderitaan. Dengan kata lain, bukan apakah Dia yang tidak sempurna dan harus belajar menjadi sempurna. Bukan! Dia adalah Komandan yang sempurna (paling tepat) karena penderitaanNya, bukan karena penderitaanNya Dia menjadi sempurna dalam tabiat, karena tabiatNya sudah sempurna; tetapi Dia menjadi pemimpin yang sempurna (paling tepat). 

 

 

Wesley writes on  Hebrews 2:10 “In this verse the apostle expresses in his own words what he expressed before in those of the Psalmist. ‘It became Him ~  it was suitable to all His attributes, both to His justice, goodness, and wisdom. For whom ~ as their ultimate end ~ And by whom ~ as their first cause, are all things. In bringing many adopted sons to glory. To this very thing, that they are sons, and are treated as such. To perfect the Captain, Prince, Leader, Author of their salvation by His atoning sufferings for them. To perfect or consummate implies the bringing Him  to a full and glorious end of all His troubles. ( Hebrews 5:9). This consummation by sufferings intimates the glory of Christ, to whom being consummated, all things are made subject. The preceding sufferings, of these He treats expressly ( Hebrews 2:11-18),  having before spoken of His glory, both to give an edge to His exhortation and to remove the scandal of sufferings and death. A fuller consideration of both these points, He interweaves with the following discourse on His priesthood. But what is here said of our Lord’s being made perfect through sufferings, has no relation to our being saved or sanctified by sufferings…” this is a very important point that Wesley makes.  Christianity distorted this point and think there is something that they can contribute through their works, or through their suffering, to earn salvation. But Wesley makes it quite clear here that he understands that there is nothing that we can add to this perfect salvation. “…Even He Himself was perfect as God and as Man, before ever He suffered…” So Wesley agrees that  Jesus  Christ  was perfect. There wasn't some character defect that He had to overcome through suffering to be made perfect. No! It only enabled Him  to be the perfect leader. “…By His sufferings in His life and death He was made a perfect or complete sin offering. But unless we were to be made the same sacrifice, and to atone for sin, what is said of Him  in this respect is as much out of our sphere as His ascension into heaven…” just as little as we can go to heaven as He did, just as little can we contribute to our own salvation.  “…It is His atonement and His Spirit carrying on the work of faith with power in our hearts that alone can sanctify us. Various inflictions indeed may be made subservient to this, and so far as they are blessed to the weaning us from sin, and causing our affections to be set on things above, so far they do indirectly help on our sanctification.” So Wesley understood that, yes, humanity does suffer, and there are many, many, grievous things that happen to humanity, but it doesn't contribute to our salvation. It can change us. We can either become better, or we can become bitter.

 

Wesley menulis tentang Ibrani 2:10    “…Di ayat ini si rasul mengungkapkan dengan kata-katanya sendiri apa yang diungkapkan olehnya sebelumnya di kata-kata si pemazmur. ‘Layaklah bagiNya ~ cocok dengan segala atributNya, baik dengan keadilanNya, maupun kebaikanNya, dan hikmatNya. Demi siapa ~ sebagai tujuan yang terakhir ~ dan Oleh siapa ~  sebagai sumber yang pertama, segala sesuatu dijadikan. Dengan membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan. Untuk tujuan inilah, bahwa mereka adalah anak-anak, dan diperlakukan seperti itu. Membuat Sang Komandan, Pangeran, Pemimpin, Pencipta keselamatan mereka sempurna melalui penderitaanNya yang mendamaikan mereka. Menyempurnakan atau menyelesaikan, mengimplikasikan dibawanya Dia ke akhir yang sempurna dan mulia dari segala jerih payahNya (Ibr. 5:9), Penyelesaian melalui penderitaan ini menyatakan kemuliaan Kristus, yang setelah penyelesaiannya, segala sesuatu dibuat takluk kepadaNya.  Penderitaan-penderitaan sebelumnya, yang ini ditanganiNya dengan jelas (Ibr. 2:11-18) setelah sebelumnya membicarakan tentang kemuliaanNya, baik untuk memberikan bobot kepada teguranNya maupun untuk mengangkat skandal penderitaan dan kematian.  Pertimbangan yang lebih lengkap atas dua poin ini, Dia rajut bersama dengan ceramah berikut mengenai keimamatanNya. Tetapi apa yang dikatakan di sini tentang Tuhan kita dibuat sempurna melalui penderitaan, tidak terkait dengan diselamatkannya kita atau dikuduskannya kita oleh penderitaan…”  ini adalah poin yang sangat penting yang dibuat Wesley. Kekristenan mendistori poin ini dan berpikir ada sesuatu yang bisa mereka kontribusikan melalui perbuatan mereka atau penderitaan mereka untuk mendapatkan keselamatan. Tetapi Wesley membuatnya cukup jelas di sini bahwa dia memahami tidak ada apa pun yang bisa kita tambahkan kepada keselamatan yang sempurna ini.   “…Bahkan Dia sendiri itu sudah sempurna, sebagai Allah dan sebagai Manusia, sebelum Dia menjalani penderitaan apa pun…”  Jadi Wesley setuju bahwa Yesus Kristus itu sempurna. Tidak ada cacat dalam karakterNya yang harus dikalahkanNya melalui penderitaan untuk menjadi sempurna. Tidak! Itu hanya membuat Dia menjadi Pemimpin yang sempurna. “…Melalui penderitaanNya dalam hidupNya dan matiNya, Dia dijadikan kurban dosa yang sempurna atau lengkap. Tetapi kecuali kita akan dijadikan kurban yang sama, dan untuk mendamaikan dosa, apa yang dikatakan tentang Dia dalam hal ini, sangat jauh dari tingkatan kita, sama seperti kenaikanNya ke Surga…”  sebagaimana tidak mungkinnya kita naik ke Surga seperti Dia, sekecil itulah kemungkinan kita bisa memberikan kontribusi kepada keselamatan kita sendiri.  “…PendamaianNya dan RohNya-lah yang melanjutkan pekerjaan iman dengan kuasa dalam hati kita, hanya itu yang bisa menguduskan kita. Bermacam penderitaan memang mungkin dibuat sebagai sarana untuk ini, dan sejauh ini selama mereka bermanfaat untuk menjauhkan kita dari dosa dan membuat fokus kita diarahkan ke hal-hal di atas, sejauh itulah mereka secara tidak langsung membantu pengudusan kita.”

Jadi Wesley memahami itu, benar, kemanusiaan memang menderita, dan ada banyak banyak hal menyedihkan yang terjadi pada kemanusiaan, tetapi itu tidak memberikan kontribusi apa pun kepada keselamatan kita. Itu bisa mengubah kita, kita bisa menjadi lebih baik atau kita bisa menjadi lebih getir.

 

 

So when we analyze this and we understand what the Bible is telling us then we must conclude that there is no book like the Bible, that can stand the test of sorrow as no other book can. It was born in fire, soaked in the tears of those who wrote it, and those to whom it spoke.  Jesus  of whom it testifies, is the King of sorrow and the Champion of suffering, a suffering that no human pain can emulate.  He was the ultimate sacrifice. He was the One that suffered on behalf of the entire humanity, not only for us, but basically as us, because we were in Him  as He was reconciling the world to Himself.

We read in the Spirit of Prophecy, in 3 Spirit of Prophecy pg. 78,  “Christ practiced the most rigid self-denial in resisting the manifold temptations of the adversary. He conquered Satan in the long fast of the wilderness, and when he came to Him as an angel of light, offering the dominion of the world in exchange for his worship; He made sacrifices that will never be required of man…” and then this incredible statement  “…as man can never attain to His exalted character…” that doesn't mean that we shouldn't emulate His character. That doesn't mean that we will not grow towards His character, for all eternity. But we can never ever attain to it without having to say that we are like God, which is a presumptive statement. So  “…man can never attain to His exalted character…” but should climb the ladder and keep on climbing.  “… His whole earthly life was a demonstration of perfect submission to His Fathers will. The course of Christ and that of Satan present the complete contrast of the life of an obedient with that of a disloyal son.”

 

Jadi ketika kita menganalisa ini dan kita mengerti apa yang dikatakan Alkitab kepada kita maka kita harus menarik kesimpulan bahwa tidak ada buku lain yang seperti Alkitab, yang tahan terhadap ujian kesusahan seperti buku lain. Alkitab ini dilahirkan dalam api, digenangi oleh air mata mereka yang menulisnya, dan mereka kepada siapa dia berbicara. Yesus yang disaksikan olehnya adalah Raja duka, dan Jawara penderitaan, suatu penderitaan yang tidak bisa disamai oleh penderitaan manusia. Yesus adalah kurban yang tertinggi, Dialah yang menderita demi seluruh kemanusiaan, bukan hanya bagi kita, tetapi pada dasarnya sebagai kita, karena kita ada di dalamNya ketika Dia sedang mendamaikan dunia kepada DiriNya sendiri.

Kita baca di Roh Nubuat, di Spirit of Prophecy Vol. 3 hal. 78, “Kristus mempraktekkan penyangkalan diri yang paling ketat, dengan menahan berlipat-lipat pencobaan musuh. Dia menaklukkan Setan dalam puasa panjang di padang belantara, dan ketika Setan datang kepadaNya sebagai malaikat terang, menawarkan kekuasaan duniawi sebagai ganti penyembahan padanya, Kristus membuat pengorbanan yang tidak pernah diminta dari manusia…”  kemudian pernyataan yang luar biasa ini,    “…sebagaimana manusia tidak akan pernah bisa mencapai karakterNya yang ditinggikan…”  itu tidak berarti kita tidak bisa meniru karakterNya. Itu tidak berarti kita tidak akan tumbuh menuju karakterNya sepanjang masa kekekalan. Tetapi kita tidak akan pernah mencapainya, tidak dengan mengatakan bahwa kita seperti Allah, yang mana adalah pernyataan yang lancang. Jadi    “…sebagaimana manusia tidak akan pernah bisa mencapai karakterNya yang ditinggikan…”  tetapi kita harus menaiki anak tangga dan terus menaikinya.   “…Seluruh hidupNya di dunia adalah suatu demonstrasi penyerahan yang sempurna kepada kehendak BapaNya. Perjalanan hidup Kristus dan perjalanan hidup Setan menunjukkan kontras yang lengkap dari kehidupan seorang Anak yang patuh dengan seorang anak yang tidak setia.”

 

 

Here's another statement which says,  “Those who travel in  the narrow way are talking of  the joy and happiness they will have at the end of the journey.    Their countenances are often sad, yet often beam with holy, sacred joy. They do not dress like the company in the broad road, nor talk like them, nor act like them.  A pattern has been given them,  a Man of sorrows and acquainted with grief opened that road for them, and traveled it Himself…” that made Him the perfect Captain because He wasn't only talking, He was doing.  “…His followers see His footsteps, and are comforted and cheered. He went through safely; so can they, if they follow in His footsteps.” (CET pg 156)

 

Ini ada pernyataan lain yang mengatakan,    “…Mereka yang menapak di jalan yang sempit berbicara tentang sukacita dan kebahagiaan yang akan mereka peroleh di akhir perjalanan itu. Wajah mereka terkadang sedih, namun sering berseri dengan sukacita yang kudus dan sakral. Mereka tidak berpakaian seperti kelompok yang ada di jalan yang lebar, maupun berbicara seperti kelompok itu, maupun bertindak seperti mereka. Kepada mereka telah diberikan sebuah pola, Seorang Manusia penuh duka, dan terbiasa dengan susah, yang membuka jalan itu bagi mereka, dan telah menempuhnya Sendiri…”  ini yang menjadikan Dia seorang Komandan yang sempurna karena Dia bukan hanya bisa bicara, tapi Dia sudah melakukannya.  “…Pengikut-pengikutNya melihat jejakNya, dan dihiburkan dan bersukacita. Dia sudah melewatinya dengan selamat, maka mereka juga akan bisa jika mereka mengikuti jejakNya.” (CET hal. 156).

 

 

Now a suffering Messiah was the very last things the Jews expected, and even His disciples were overwhelmed, but the sufferings of   Christ are the proudest boast of the gospel. They didn't expect Jesus to die on the cross, “Not so,” said Peter,  “this will not be unto Thee.” “Get thee behind Me, Satan!”  They did not understand, and even after the cross, even after the earthquake, even after the darkening of the sun, they still did not understand.

If we go to Luke chapter 24 we read from verse 17, to those two walking on the way to Emmaus,17 And He said unto them, ‘What manner of communications are these that ye have one to another, as ye walk, and are sad? 18 And the one of them, whose name was Cleopas, answering said unto Him, ‘Art Thou only a stranger in Jerusalem, and hast not known the things which are come to pass there in these days?’ 19 And He said unto them, ‘What things?’ And they said unto Him, ‘Concerning Jesus of Nazareth, which was a prophet, mighty in deed and word before God and all the people. 20 And how the chief priests and our rulers delivered Him to be condemned to death, and have crucified Him…” and then these terrible words, “…21 But we trusted that it had been He which should have redeemed Israel: and beside all this, to day is the third day since these things were done.’…” They didn't understand, they expected a totally different deliverer, redeemer. They wanted to be redeemed from their circumstance, and not from their subjection to a world of sin.

 

Nah, seorang Messias yang menderita adalah hal terakhir yang diharapkan bangsa Yahudi, dan bahkan murid-muridNya bingung, tetapi penderitaan Kristus adalah hal yang paling dibanggakan oleh Injil. Mereka tidak mengira Yesus akan mati di salib. “Tidak begitu”, kata Petrus, “ini tidak akan terjadi padaMu.” “Mundurlah dariKu, Setan!” Mereka tidak paham, dan bahkan setelah salib pun, bahkan setelah gempa bumi, bahkan setelah matahari yang digelapkan, mereka tetap tidak mengerti.

Jika kita ke Lukas pasal 24 dan kita baca mulai ayat 17, kepada dua orang yang berjalan ke Emaus, 17 Yesus berkata kepada mereka, ‘Apakah yang kamu percakapkan satu sama lain sementara kamu berjalan, dan dengan bersedih?’ 18 Dan seorang dari mereka, yang bernama Kleopas, menjawab, berkata kepadaNya, ‘Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu hal-hal yang terjadi di situ hari-hari ini?’ 19 Dan kata-Nya kepada mereka, ‘Hal-hal apa?’ Dan mereka berkata kepadaNya, ‘Tentang Yesus orang Nazaret, yang adalah seorang nabi, hebat dalam perbuatan dan perkataan di hadapan Allah dan di depan seluruh bangsa kami. 20 Dan bagaimana imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah  menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan telah menyalibkan-Nya…”  kemudian kata-kata yang mengerikan ini,   “…21 Kami dahulu meyakini bahwa Dialah yang seharusnya membebaskan bangsa Israel. Dan di samping semua ini, hari ini adalah hari ketiga sejak hal-hal itu terjadi.’…”

Mereka tidak mengerti, mereka mengharapkan seorang penyelamat yang total berbeda. Mereka ingin diselamatkan dari kondisi mereka dan bukan dari ketaklukan mereka kepada dunia yang berdosa.

 

 

So if we do not understand the plan of salvation, we will repeat this mistake.

In fact, the world today is waiting for this deliverer, who will set matters right, so that things can go back to normal. They won't go back to normal. This world is going to come to an end. It will have to be destroyed, and only those that have accepted this plan of salvation ~ and as Paul have said ~ have not neglected so great a salvation, will eventually be part of the kingdom to come.

 

Jadi, jika kita tidak mengerti rencana keselamatan, kita akan mengulangi kesalahan ini.

Bahkan dunia hari ini sedang menantikan penyelamat ini, yang akan membereskan segala urusan supaya segalanya bisa kembali normal. Segalanya tidak akan kembali normal. Dunia ini akan berakhir, dia akan dihancurkan, dan hanya mereka yang telah menerima rencana keselamatan ini ~ dan seperti yang dikatakan Paulus ~ yang tidak mengabaikan keselamatan sebesar ini, yang akhirnya akan menjadi bagian dari kerajaan yang akan datang.

 

 

If we continue in the book of  Hebrews, and we go to 4:15 we read there, 15 For we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.”

He was perfect, but He became the perfect Captain of our salvation through suffering.

 

Jika kita melanjutkan kitab Ibrani kita ke 4:15, kita  baca di sana, 15 Sebab kita bukan punya seorang Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, melainkan yang dalam segala hal dicobai sebagaimana kita dicobai, namun tidak berbuat dosa.”

Dia sempurna, tetapi Dia menjadi Komandan yang sempurna dari keselamatan kita melalui penderitaan.

 

 

Hebrews 7:26 says, 26 For such an high priest became us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners, and made higher than the heavens.”

 

Ibrani 7:26 mengatakan, 26 Sebab Imam Besar yang demikianlah yang cocok bagi kita: yang kudus, tidak berbahaya, tidak tercemar, terpisah dari orang-orang berdosa,  dan telah dijadikan lebih tinggi daripada semua langit.”

 

 

There's no excuse for anyone to say that Jesus  had sinful propensities and overcame them and therefore we can be just like Him.  In Him there was no sin. He was holy. He was harmless. He was undefiled. He was separate from sinners. He was made higher than the heavens. Can it be any more clear than that?

So if we want to introduce a pharisaical perfectionism into our lives, we miss the point. Salvation is not in what we can do, it is only in what He can do and will do through us, if we let Him. So the work of redemption is greater than that of the original creation. The creation speaks of the power, the wisdom, the benevolence, the unsearchable fullness of God. But the redemption speaks of His character, His compassion, His unspeakable love, His justice, His mercy, His depth of character that no human mind can fathom, but is compelled to admire. He is the only begotten Son that transforms us into the sons and daughters of God.

The character of God has always been misrepresented because there is an enemy that loves to misrepresent Him,  and unfortunately humanity loves to swallow the tasty morsel that he provides for them. 

 

Tidak ada alasan buat siapa pun untuk mengatakan Yesus punya kecenderungan berbuat dosa dan telah mengalahkan mereka dan oleh karenanya kita bisa menjadi persis seperti Dia. Di dalam Dia tidak ada dosa. Dia kudus. Dia tidak berbahaya. Dia tidak tercemar. Dia terpisah dari orang-orang berdosa. Dia dijadikan lebih tinggi daripada semua langit. Apakah masih bisa lebih jelas daripada ini?

Maka jika kita mau memperkenalkan suatu kesempurnaan ala Farisi dalam hidup kita, kita telah kehilangan poinnya.

Keselamatan itu tidak ada dalam apa yang bisa kita lakukan, itu hanya ada dalam apa yang Dia bisa lakukan dan akan lakukan melalui kita, jika kita izinkan. Jadi pekerjaan penebusan itu lebih besar daripada penciptaan yang asli. Penciptaan bicara tentang kuasa, hikmat, kebaikan, dan kepenuhan Allah yang tidak bisa didalami. Tetapi penebusan bicara tentang karakterNya, belas kasihanNya, kasihNya yang tidak bisa didalami, keadilanNya, pengampunanNya, kedalaman karakterNya yang tidak bisa dipahami pikiran manusia namun yang harus dikagumi. Dia adalah satu-satunya Anak yang unik yang mengubah kita menjadi anak-anak Allah.

Karakter Allah selalu disalah-digambarkan karena ada musuh yang suka salah menggambarkan Dia, dan sayangnya kemanusiaan suka menelan kecapan yang sedap yang disediakan si musuh ini bagi mereka.

 

 

Hebrews 2:11

11 For both He that sanctifieth and they who are sanctified are all of one: for which cause He is not ashamed to call them brethren…” this is an amazing statement in  Hebrews. In other words, God is not ashamed to call us brothers and sisters in Christ,  because He is the One that sanctifies us. He's the One who calls us. He's the one who redeemed us. And He wants us to be one in Him.  And He's not ashamed to call us brethren. In fact He proved that He's not ashamed to call us brethren because He became man. He didn't take upon Him  the nature of angels.

 

Ibrani 2:11

11    Sebab baik Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua adalah dari satu; karena itulah Ia tidak malu menyebut mereka saudara…”  ini adalah pernyataan yang mengagumkan di kitab Ibrani. Dengan kata lain, Allah tidak malu menyebut kita saudara dalam Kristus, karena Dialah yang menguduskan kita. Dialah yang memanggil kita. Dialah yang menebus kita. Dan Dia mau kita menjadi satu dengan Dia. Dan Dia tidak malu menyebut kita saudara, bahkan Dia sudah membuktikan Dia tidak malu menyebut kita saudara karena Dia menjadi manusia. Dia tidak mengambil kodrat malaikat.

 

 

So those that have been redeemed are not released from suffering. So they too must climb the hill of sorrow where their Captain leads the way, and comforts them on their journey. What true soul has ever followed in His footsteps and has never experienced the contradiction of sinners, the conflict with the scribes and the Pharisees and the Sadducees, even if they are the scribes, and the Pharisees and the Sadducees of this day? Weariness, tears, disappointments, persecutions, even from those who call themselves friends or next of kin. Friendlessness, loneliness, trials, treachery, and graves are the lot of the followers of  Christ.  If   Christ  had never been tempted, how could He succor those that are tempted? To understand this verse “He was made perfect through suffering” He's the perfect Captain because He had the perfect suffering.

 

Maka mereka yang sudah ditebus tidak dibebaskan dari penderitaan. Mereka juga harus mendaki bukit duka di mana Komandan mereka memimpin, dan menghibur mereka selama perjalanan mereka. Manusia mana yang pernah mengikuti jejakNya dan tidak pernah mengalami pertentangan dari orang-orang berdosa, konflik dengan para ahli Taurat dan Farisi dan Saduki, walaupun mereka itu para ahli Taurat, dan Farisi dan Saduki zaman ini? Kelelahan, air mata, kekecewaan, persekusi, bahkan dari mereka yang menyebut diri mereka teman atau keluarga. Tidak memiliki teman, kesepian, ujian, pengkhianatan, dan kubur adalah bagian para pengikut Kristus. Andai  Kristus tidak pernah dicobai, bagaimana Dia bisa menolong mereka yang dicobai? Untuk memahami ayat ini, “Dia dijadikan sempurna melalui penderitaan”, Dialah Komandan yang sempurna karena Dia sudah mengalami penderitaan yang sempurna.

 

 

Hebrews 2:12-14

Verse 12 says in  Hebrews,  12 Saying, ‘I will declare Thy name unto My brethren, in the midst of the church will I sing praise unto Thee’. 13 And again, ‘I will put My trust in Him’. And again, ‘Behold, I and the children which God hath given Me’…” He is embracing humanity. He delights in them. He sings ~ the Bible actually tells us that when we get to heaven that Jesus  will sing. “…14 Forasmuch then as the children are partakers of flesh and blood, He also Himself likewise took part of the same; that through death He might destroy him that had the power of death, that is, the devil…”   if people would understand this plan of salvation there would be only one religion on this planet. If  I can put it this way,  people die because they are born. But Christ  was born that He may die. Can  I read that again? People die because they are born. But Christ  was born that He may die. He was eternal, clothed Himself with humanity so that He could die for humanity. God cannot die but He clothed Himself with humanity so that He could die. By His death He conquered death and him  who had power over death.  But by His sufferings He became the Captain of our salvation.

 

Ibrani 2:12-14

Ayat 12 di Ibrani berkata, 12 dengan berkata, ‘Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan di tengah-tengah jemaat, Aku akan menyanyikan pujian kepadaMu’. 13 Dan lagi: ‘Aku akan menaruh kepercayaanKu kepada-Nya,’ dan lagi, ‘Lihat, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah kepada-Ku.’…” Dia merangkul kemanusiaan. Dia senang dengan mereka. Dia menyanyi ~ Alkitab benar-benar mengatakan kepada kita bahwa ketika kita tiba di Surga, Yesus akan menyanyi.  14 Oleh sebab itu sebagaimana anak-anak itu adalah anak-anak dari daging dan darah, maka Ia Sendiri juga mengambil bagian dalam hal yang sama; agar melalui kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang berkuasa atas maut,  yaitu Iblis…” Jika manusia mau memahami rencana keselamatan ini maka hanya akan ada satu agama di planet ini. Saya akan mengatakan demikian: manusia mati karena mereka dilahirkan, tetapi Kristus dilahirkan supaya Dia boleh mati. Bolehkah saya baca ini lagi? Manusia mati karena mereka dilahirkan, tetapi Kristus dilahirkan supaya Dia boleh mati. Dia itu kekal, tetapi Dia menyelubungi DiriNya dengan kemanusiaan supaya Dia boleh mati bagi manusia. Allah tidak bisa mati tetapi Dia menyelubungi DiriNya dengan kemanusiaan supaya Dia boleh mati. Melalui kematianNya Dia mengalahkan maut dan dia yang punya kuasa atas maut. Tetapi melalui penderitaanNya Dia menjadi Komandan keselamatan kita.

 

 

The resurrection sounded the death knell of Satan  and sealed his doom, and turned him  into a roaring lion, seeking whom he could devour before his end would come. So the conflict didn't stop with the death of  Christ.  In fact it intensified. But the victory had been won. The enemy had been vanquished but not eliminated.

 

Kebangkitan membunyikan lonceng kematian Setan dan memeteraikan kebinasaannya, dan membuatnya menjadi singa yang mengaum, mencari siapa yang bisa dilumatnya sebelum akhirnya tiba. Jadi konflik itu tidak berhenti dengan kematian Kristus, bahkan itu menjadi lebih intensif. Namun kemenangan sudah diperoleh. Musuh sudah dikalahkan walaupun belum dilenyapkan.

 

 

So death, in other words, makes a lot of noise. And Satan  uses it to instill the hearts with fear. But fear not the Devil nor death, because both have been conquered. We must think about that. Death is the devil's tool to coerce the will. But rather fear God who has conquered death and never coerces the will. Fear is Satan's weapon and destruction his reward.

 

Jadi dengan kata lain, kematian membuat banyak kegaduhan. Setan menggunakannya untuk memasukkan rasa takut ke dalam hati manusia. Tetapi jangan takut pada Iblis maupun kematian, karena keduanya sudah dikalahkan. Kita harus berpikir begitu. Kematian adalah alat yang dipakai Iblis untuk memaksakan kehendak. Tetapi lebih baik takut kepada Allah yang telah mengalahkan kematian dan tidak pernah memaksakan kehendak. Takut adalah alat Setan, dan kehancuran itu upahnya.

 

 

Now we can put that into a present-day context. Death is Satan's weapon. If you go to the Middle Ages what did he use as his main weapon? Fear of death, fear of the afterlife, fear of the wrath of God, what happens when you die you go roast in hell, or you go roast in purgatory. And he used this fear to establish his priesthood. It is a system based on lies, distorting the character of God. So study the history of the priesthood. They crucified   Christ  in the time of  Christ, and they turned the focus to themselves. They are so successful because the pulpit has not preached  Christ  effectively. Priestcraft has darkened the world with crime and saturated the earth with blood. If we think about the inquisition and the horrors of the persecution that took place in the Middle Ages and is still taking place to this very day, hidden under the garment of Secret Societies, and whatever else they conjure up, to persecute God’s people. Humanity turns too readily to human aid when One has gone before them, and that One is   Jesus   Christ.  That is the ultimate Priest that cannot err nor disappoint.

How can they die that have already died in  Christ?  You don't have to fear death if you have been saved by Jesus  Christ, if you have not neglected so great a salvation.

In Luke 10:19 it says,19 Behold, I give unto you power to tread on serpents and scorpions, and over all the power of the enemy: and nothing shall by any means hurt you. 20 Notwithstanding in this rejoice not that the spirits are subject unto you; but rather rejoice, because your names are written in heaven.”

And  I want you to notice that the emphasis here is on  “I” not “you”, because some people presumptuously claim that they have this power, but it is a power that comes from God alone. However near Christ we may be, it devours nothing if you do not turn to Him,  but choose to lean on the arm of flesh.

5 Thus saith the LORD; Cursed be the man that trusteth in man, and maketh flesh his arm, and whose heart departeth from the LORD.” Jeremiah 17:5.

2 Chronicles 32:8, 8 With him is an arm of flesh; but with us is the LORD our God to help us, and to fight our battles. And the people rested themselves upon the words of Hezekiah king of Judah.”

 

Sekarang, kita bisa mengaplikasikan ini ke konteks hari ini. Kematian adalah alat Setan. Jika kita ke zaman Abad Pertengahan, apa yang dipakai Setan sebagai alat utamanya? Takut akan kematian, takut akan kondisi setelah orang mati, takut akan murka Allah, apa yang terjadi bila orang mati, dia dipanggang di neraka atau dipanggang di api pencucian. Dan Setan memakai rasa takut ini untuk mendirikan keimamatannya. Ini adalah suatu sistem yang beralaskan kebohongan, mendistorsi karakter Allah. Jadi pelajarilah sejarah tentang imam-imam. Mereka menyalibkan Kristus di zaman Kristus, kemudian mereka mengalihkan fokus kepada diri mereka sendiri. Mereka begitu berhasil karena mimbar tidak mengkhotbahkan Kristus dengan efektif. Ilmu imam-imam telah menggelapkan dunia dengan kejahatan dan memenuhi bumi dengan darah. Jika kita berpikir tentang Inkuisisi dan horornya persekusi yang terjadi di Abad Pertengahan, dan masih sedang terjadi hingga hari ini, tersembunyi di balik selubung perkumpulan-perkumpulan rahasia, dan apa pun yang lain yang mereka tampilkan, untuk mempersekusi umat Allah. Kemanusiaan pun terlalu cepat berpaling ke bantuan manusia padahal ada Satu yang telah berjalan sebelum mereka, dan Dia adalah Yesus Kristus. Itulah Imam yang terakhir yang tidak bisa berbuat salah, maupun mengecewakan.

Mana mungkin mereka mati yang sudah mati dalam Kristus? Kita tidak perlu takut mati jika kita sudah diselamatkan Yesus Kristus, jika kita tidak mengabaikan keselamatan yang sebesar itu.

Di Lukas 10:19 dikatakan, 19 Lihatlah, Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular-ular dan kalajengking-kalajengking, dan atas semua kekuatan musuh, dan tidak ada yang akan mencelakakan kamu dengan apa pun.20 Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu tertulis di Sorga."

Dan saya mau kalian menyimak penekanannya di sini ada di kata “Aku” bukan “kamu” karena ada yang dengan sombong mengklaim bahwa mereka memiliki kuasa ini, tetapi ini ada kuasa yang datang dari Allah saja. Betapa pun dekatnya kita kepada Kristus, tidak ada apa pun yang dikalahkan jika kita tidak berpaling padaNya tetapi memilih untuk bersandar pada lengan manusia.

5 Beginilah firman TUHAN, ‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatan manusia, dan yang hatinya menjauh dari TUHAN.” Yeremia 17:5.

2 Tawarikh 32:8, 8Padanya adalah tangan manusia, tetapi pada kita adalah TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan untuk bertempur dalam perang kita.’ Dan rakyat bersandar pada kata-kata Hizkia, raja Yehuda.”

 

 

Now what has that got to do with our time? We're living in terrible times. and humanity is constantly being urged to make flesh their arm, to rely on the so-called words of science and politicians that coerce you into performing their will, and threaten you as they did in the Middle Ages. There is no relief from this and there will be no relief. Was there any relief in the Middle Ages? Did they give freedom of choice to those who decided to follow  Christ  and to accept the Protestant view, that Christ through His blood atoned for our sins? No! They murdered them relentlessly, and under different gobs they are still busy doing exactly the same thing today.

 

Nah, apa kaitannya itu dengan zaman kita? Kita hidup di masa yang sangat buruk, dan kemanusiaan terus-menerus didorong untuk menjadikan manusia sebagai sandaran mereka, untuk bersandar pada kata-kata abal-abal sains dan politikus yang memaksa manusia untuk melakukan kehendak mereka, dan mengancam kita sebagaimana yang mereka lakukan di Abad Pertengahan. Tidak ada kelepasan dari ini, dan tidak akan ada kelepasan. Apakah ada kelepasan di Abad Pertengahan? Apakah mereka memberikan kebebasan memilih kepada mereka yang memilih untuk mengikuti Kristus dan menerima pandangan Protestan, bahwa Kristus melalui darahNya telah melakukan pendamaian bagi dosa-dosa kita? Tidak! Mereka membunuh orang-orang ini tanpa ampun, dan di bawah penyamaran bentuk lain hari ini mereka masih tetap sibuk melakukan hal yang sama.

 

 

We read in the Spirit of Prophecy, “This will be the experience of those who wear  Christ's yoke and learn His meekness and lowliness. This is your safety, lean not on the arm of flesh for if you do you will certainly fail to fulfill the commission which God has given you, a commission that He has not withdrawn. Do not allow what men say to lead you to misrepresent your Leader. Do not trust in man. God says, ‘Let him  take hold of My strength that he may make peace with Me, and he shall make peace with Me.’ (Isaiah 27:5) (17 LtMs, Lt191, 1902 par. 10)  

Now is the time when we must trust in the Savior and not neglect so great a salvation. The time is coming when the arm of flesh will be cut off, there will be no human aid, there will be no human balm. The only One who can take us through the times that we are heading for, is Jesus Christ. 

 

Kita baca dari Roh Nubuat,    “…Ini akan menjadi pengalaman mereka yang mengenakan kuk Kristus dan belajar kelembutan dan kerendahanNya. Inilah pengamanmu, jangan bersandar pada lengan manusia, karena jika kamu berbuat itu, kamu pasti akan gagal memenuhi tugas yang telah diberikan Allah kepadamu, suatu tugas yang belum pernah ditarikNya kembali. Jangan biarkan apa yang dikatakan orang membuat kamu salah-merepresentasikan Pemimpinmu. Jangan percaya kepada manusia. Allah berkata,  ‘Biarlah dia berpegang pada  kekuatanKu supaya dia boleh berdamai dengan Aku, dan dia akan berdamai dengan Aku!" (Yesaya 27:5) - (17 LtMs, Lt191, 1902 par. 10)

Sekaranglah saatnya kita harus mempercayai Sang Juruselamat dan tidak mengabaikan keselamatan yang begitu besar. Waktunya akan datang ketika bantuan manusia akan lenyap, tidak akan ada bantuan manusia, tidak akan ada pertolongan manusia. Satu-satunya yang bisa membawa kita melalui masa-masa yang kita tuju ialah Yesus Kristus.

 

 

Hebrews 2:15-18

Verse 15 says,15 And deliver them who through fear of death were all their lifetime subject to bondage…” Yes, when we have fear of death we are subject to bondage, and Satan  uses it as a tool. Ask yourself the question, is he using fear in the times that we are living now, fear of death through disease, through pandemics? Is he leading us in a direction which we might not follow if we didn't have this fear of death? We must trust in the One who has conquered death. And then it says,  “…16 For verily He took not on Him the nature of angels; but He took on Him the seed of Abraham…” He became a Man, He identified Himself with humanity. You can trust Him. 

Unfortunately the modern translations render this verse in  Hebrews chapter 2, “for surely it is not angels He helps but Abraham's descendants” (NIV). They miss the entire point. It is such a travesty to read a verse with such a translation. “…16 For verily He took not on Him the nature of angels…” He became man. He identified Himself with humanity so that He could pay the price for humanity. This nonsensical statement down here: “surely it is not angels He helps” it's not even true. Didn't Michael come to the aid of the angel Gabriel when the Devil resisted him? Of course! So we must understand what this book is about. 

Hebrews 2:17,  “…17 Wherefore in all things it behoved Him to be made like unto His brethren, that He might be a merciful and faithful high priest in things pertaining to God, to make reconciliation for the sins of the people…” this is the crux of the matter. That's why  I put it in bold, this is the solution for the sin problem. If we neglect the salvation,  we end up on the slippery slope where humanity is walking right now. Hebrews 2:18, “…18 For in that He Himself hath suffered being tempted, He is able to succour them that are tempted.”

 

Ibrani 2:15-18

Ayat 15 berkata, 15 Dan membebaskan mereka yang karena takutnya kepada maut,  seumur hidupnya berada di bawah belenggu…” Ya, jika kita memiliki ketakutan pada kematian, kita ada di bawah belenggu, dan Setan menggunakan itu sebagai alat. Tanyalah diri sendiri, apakah Setan menggunakan rasa takut ini di masa-masa di mana kita hidup sekarang, takut mati karena penyakit, karena pandemi? Apakah Setan membawa kita ke arah yang tidak akan kita ikuti seandainya kita tidak takut pada kematian ini? Kita harus mempercayai Dia yang telah mengalahkan kematian. Kemudian dikatakan, 16 Sebab sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri benih Abraham…”  Dia menjadi Manusia, Dia mengidentifikasi DiriNya dengan kemanusiaan. Kita bisa mempercayaiNya.

Sayangnya Alkitab terjemahan modern menerjemahkan ayat di Ibrani pasal 2 ini,   “…karena sesungguhnya bukanlah malaikat-malaikat yang Dia bantu melainkan keturunan Abraham” (NIV).  Mereka sudah melenceng jauh. Ini adalah suatu parodi membaca ayat ini dengan terjemahan seperti itu. 16 Sebab sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat bagi DiriNya sendiri…”  Dia menjadi Manusia. Dia mengidentifikasi DiriNya dengan manusia supaya Dia bisa membayarkan tebusan untuk kemanusiaan. Kalimat yang tidak masuk akal di bawah ini:  “sesungguhnya bukanlah malaikat-malaikat yang Dia bantu” itu bahkan tidak benar. Bukankah Mikhael datang membantu malaikat Gabriel ketika Iblis bertahan terhadapnya? Tentu saja! Jadi kita harus mengerti kitab ini bicara tentang apa.

Ibrani 2:17,  “…17    Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia cocok dijadikan sama seperti saudara-saudara-Nya supaya Ia  bisa menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat perdamaian bagi dosa-dosa umat…” inilah intinya. Inilah mengapa saya mencantumkannya dengan cetak tebal, inilah solusi bagi masalah dosa. Jika kita abaikan keselamatan, kita berakhir di tebing yang licin di mana kemanusiaan sekarang sedang berjalan. Ibrani 2:18, “…18 Sebab sebagaimana Ia sendiri telah menderita karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”

 

 

So the burden of Paul in chapter 2 is to show that the Captain of our salvation is the perfect one to emulate, and He is safe to follow because He didn't look at it from a distance but partook of it in the flesh. If He never wept how could He quench our tears? The shortest verse in the Bible is found in the gospel of John 11:35, and it says   “Jesus  wept” and  I would like to say, this verse deserves to stand alone as the shortest verse in the Bible. It is a monument to the compassionate Savior. He who has the power to force the will, wept because He refused to use that power to coerce the human will, and He shook with sorrow as He watched them tread the path of destruction. He is perfectly adapted to His task. His certificate of authority is signed with blood, and He is the perfect Captain to lead us to the land where “God shall wipe away all tears from their eyes, and there shall be no more death, neither sorrowing, nor crying, neither shall there be any more pain, for the former things are passed away.” (Revelation 21:4).

 

Jadi beban Paulus di pasal 2 ialah menunjukkan bahwa Komandan keselamatan kita itu adalah tepat untuk ditiru, dan Dia aman diikuti karena Dia bukan memandangnya dari kejauhan melainkan mengambil bagian Sendiri sebagai Manusia. Seandainya Dia tidak pernah menangis, bagaimana Dia bisa meredakan air mata kita? Ayat yang paling pendek dalam Alkitab ada di Injil Yohanes 11:35 dan itu berkata, “Yesus menangis” dan saya mau mengatakan ayat ini layak berdiri sendiri sebagai ayat yang paling pendek di Alkitab. Ini adalah sebuah monumen (tugu peringatan) tentang belas kasihan Sang Juruselamat. Dia yang punya kuasa untuk memaksakan kehendak, menangis karena Dia menolak menggunakan kuasaNya itu untuk memaksa kehendak manusia, dan Dia bergetar dengan duka saat Dia menyaksikan manusia menapak di jalan kebinasaan. Dia sangat sesuai untuk tugasNya. Sertifikat wewenangnya ditandatangani dengan darah, dan Dia adalah Komandan yang sempurna untuk memimpin kita ke negeri di mana 4Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan tidak akan ada lagi kematian; maupun duka, maupun ratap tangis, juga tak akan ada lagi rasa sakit, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Wahyu 21:4)

 

 

My dear brothers and sisters, if we look at chapter 2 and we see in which way Paul portrays the Captain of our salvation, as perfect as the perfect Captain to lead us through this road, and He being by His very nature God, could have forced humanity to do His will, He could have coerced humanity like the politicians and the scientists of this world want to do at the current moment, but He didn't. He allowed people to make their choice and their choice led to destruction. May God give us wisdom, as we look at these things.

 

Saudara-saudaraku, jika kita lihat pasal 2, dan kita lihat bagaimana Paulus menggambarkan Komandan keselamatan kita, sesempurna kesempurnaan Sang Komandan yang telah memimpin kita melalui jalan ini, dan Dia yang kodratNya adalah Allah sendiri, yang seharusnya bisa memaksa manusia untuk melakukan kehendakNya, Dia yang seharusnya memaksa manusia seperti yang mau dilakukan para politikus dan ilmuwan dunia saat ini, tetapi Dia tidak. Dia izinkan manusia membuat pilihan mereka sendiri dan pilihan mereka mengakibatkan kebinasaan. Semoga Allah memberi kita hikmat, saat kita melihat hal-hal ini.

 

 

So for this reason suffering is permitted, to befall us in order to qualify us in our small sphere, to become comforters to our brethren, when they too become victims to suffering or stumble by the wayside. We're going to meet that more and more. Are we going to have the same condemning spirit as the Pharisees had? All who have received the gift of comforting others, have in some measure felt the ennobling gift of suffering themselves, so they can be wise counselors, physicians, and nurses, of the flock. But beware of the root of bitterness that turns us from the school of life to the school of death.

Job learnt in the school of sorrow. But many won't learn there.

Job said in verse 1 of chapter 10, 1 My soul is weary of my life…” I think there are many people in this time that we are living in that say, “My soul is weary of my life.”  “…I will leave my complaint upon myself; I will speak in the bitterness of my soul.”

Or verse 25 in chapter 21, 25 And another dieth in the bitterness of his soul, and never eateth with pleasure.”  I think there are many that die in the bitterness of their soul and never eateth with pleasure, devoid of human comfort. When in the world have we had a situation where those that are dying are not even allowed to be comforted by those that love them? What an amazing world we are in.  I wonder who is in control of those matters. Is it the compassionate Savior who became Man so that He could identify with us?  I don't think so. Suffering educates sympathy. It lightens the tread, enables to read from afar the symptoms of a suffering soul, and to apply the balm of Gilead or the Word spoken in season. It shines brightest when the skies are dark.

If we do not attune ourselves to the suffering of others and do not emulate this world or lean upon this world, then this world will be a kinder place. If we see people suffering, then alleviate the suffering where it is in your capacity to do so. If you see someone is burdened, then give a word of encouragement.

Philippians 3:10 says, 10 That I may know Him, and the power of His resurrection, and the fellowship of His sufferings, being made conformable unto His death.”

 

Maka demi alasan ini, penderitaan diizinkan untuk jatuh kepada kita supaya membuat kita memenuhi syarat di lingkup kita sendiri yang kecil, untuk menjadi penghibur bagi saudara-saudara kita, ketika mereka juga menjadi korban penderitaan atau jatuh di tepi jalan. Kita akan bertemu itu semakin lama semakin sering. Apakah kita akan memiliki roh penuduh yang sama seperti yang dimiliki orang-orang Farisi? Semua yang sudah menerima karunia untuk menghibur orang lain, dalam tahap tertentu merasakan karunia penderitaan yang mengangkat mereka sendiri, sehingga mereka bisa menjadi penasihat, dokter, perawat yang bijak, dalam kawanan. Tetapi waspadalah pada akar getir yang membalikkan kita dari sekolah hidup ke sekolah kematian. Ayub belajar di sekolah duka. Tetapi banyak yang tidak mau belajar di sana.

Ayub berkata di ayat 1 pasal 10,  1 Aku lelah dengan hidupku…”  saya rasa ada banyak orang di masa sekarang di mana kita hidup ini yang mengatakan, “Aku lelah dengan hidupku.” “…aku hendak menyerahkan keluhanku pada diriku sendiri, aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.”

Atau di ayat 25 pasal 21,  25 Dan yang lain mati dalam kepahitan jiwanya, dan tidak pernah makan dengan senang.” Saya rasa ada banyak yang mati dalam kepahitan jiwa mereka dan tidak pernah makan dengan senang, sama sekali tanpa penghiburan dari manusia. Kapankah di dunia ini pernah ada kondisi di mana mereka yang sekarat bahkan tidak diizinkan dihibur oleh mereka yang mengasihi? Luar biasa dunia di mana kita hidup ini. Kira-kira siapa yang sedang mengendalikan hal-hal itu. Apakah Sang Juruselamat yang berbelas kasihan, yang menjadi Manusia supaya Dia bisa mengidentifikasi DiriNya dengan kita? Menurut saya bukan. Penderitaan mendidik simpati. Itu meringankan langkahnya, memampukan untuk membaca dari jauh gejala-gejala jiwa yang sedang menderita, dan mengoleskan balsam Gilead atau Firman yang diucapkan sesuai musimnya. Dia paling bersinar ketika langit sedang gelap.

Jika kita tidak membuat diri kita peka terhadap penderitaan orang lain, dan tidak meniru dunia ini atau bersandar padanya, maka dunia ini akan menjadi tempat yang lebih ramah.

Jika kita melihat orang menderita, ringangkanlah penderitaan itu sesuai dengan kemampuan kita melakukannya. Jika seseorang terbebani, berikanlah sepatah kata dorongan.

Filipi 3:10 berkata,10 Agar aku boleh mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku diselaraskan  dengan kematian-Nya.”

 

 

So may God give us wisdom as we consider a suffering Savior who was made perfect through suffering, as we become hard-hearted and join the direction in which this world is going at the moment, let us consider what   Christ  went through and what He means to us and let us not neglect so great a salvation.

Let's pray.

 

Jadi semoga Allah memberi kita hikmat saat kita merenungkan Juruselamat yang menderita yang menjadi sempurna melalu penderitaanNya, sementara kita menjadi keras hati dan bergabung ke arah ke mana dunia ini sedang menuju saat itu, marilah kita renungkan apa yang telah dialami Kristus dan apa maknanya Dia bagi kita dan marilah kita tidak mengabaikan keselamatan sebesar ini.

Mari kita berdoa.

 

 

13 05 22

No comments:

Post a Comment