THE
BOOK OF HEBREWS
Part 03/14 – Walter Veith
CHAPTER 2 ~ PERFECT THROUGH
SUFFERING
https://www.youtube.com/watch?v=w_D4KRrNDYY&t=3248s
Dibuka dengan doa
I think this is a fitting title for the second chapter of the book of Hebrews, having introduced in the first
chapter Jesus as
the Creator, the Savior, the Ruler, God,
YaHWeH; now we are looking at this amazing chapter which is very fitting that
it should immediately follow the glory and the magnificence of the introduced
God and Creator of this universe.
Menurut saya, ini adalah judul yang tepat untuk kitab
Ibrani pasal 2, setelah memperkenalkan di pasal pertama Yesus sebagai Sang
Pencipta, Sang Juruselamat, Sang Penguasa, Allah, YaHWeH; maka sekarang kita
menyimak pasal yang luar biasa ini, yang sangat tepat mengikuti kemuliaan dan
keagungan Allah dan Pencipta alam semesta yang diperkenalkan ini.
Hebrews 2:1
Chapter 2 starts with the warning against neglecting salvation. Hebrews 2:1, “1
Therefore we ought to give the more earnest heed to the things which we have
heard, lest at any time we should let them slip.”
So why is it so essential that we grasp the veracity of what it says in the
book of Hebrews? Because this is the Substance of all the shadows.
It is an explanation of the entire Old Testament, of the Torah, bringing it
into the
reality which is Jesus Christ and His salvation. And
that's why it's important that we give earnest heed to this issue.
Ibrani 2:1
Pasal 2 dibuka dengan
peringatan terhadap mengabaikan keselamatan. Ibrani 2:1, “1 Karena
itu kita harus memberikan perhatian yang lebih sungguh-sungguh kepada apa yang telah kita dengar, supaya jangan sampai kita membiarkan mereka hilang…”
Jadi mengapa begitu penting kita harus memegang erat-erat
kebenaran yang dikatakan dalam kitab Ibrani? Karena inilah Substansi dari segala bayangan.
Inilah penjelasan dari seluruh Perjanjian Lama, dari Taurat, yang membawanya
kepada realitanya yang adalah Yesus Kristus dan keselamatanNya. Dan itulah
mengapa penting kita memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada isu
tersebut.
Acts 4:12 tells us, “12 Neither is there salvation
in any other: for there is none other Name under heaven given among men, whereby
we must be saved.”
I always remember a situation that I once
had in Germany when I quoted this verse and somebody in the audience complained
that this was a very arrogant statement because it excluded all the other
religious founders on this planet. And I
agreed, I said, “Yes, it is a very
arrogant statement for someone to say, ‘I’m the only One and there's no other
that can save you’.” But then I suggested that it is only arrogant if it it's not true.
And I used the example where I said, I
am the father of my children. Now if I worked on the laws of probability and let's say there are
seven billion people on the planet, and let's assume that three and a half
billion are men, then the probability of me being the father is one in three
and a half billion, but those statistics mean nothing if I really am the father
of my children.
So if
Jesus is really what He says He
is, then this is not an arrogant statement,
just a
statement of fact. He is the Creator God, and He is the only One that
can give life to those that are dead, and therefore He is the only One that can
save us.
So “12 Neither
is there salvation in any other…” because there is no other with that capacity. He alone has the capacity,
He alone is God.
That was the object of the first chapter.
And of course this statement is very much in the firing line when it comes
to world
religions, because Jesus must
be brought down to the level of all the other founders. You may not
stick your head up an inch above the rest because what would that do to the
equality? But if this is a fact, then there is no other option, and that is why
evangelism is important. You cannot have a situation where you do not state the
facts so that people can make informed choices. You haven't got the
right to force the choice, but you must have the right to present the choice.
Kisah 4:12 mengatakan kepada kita, “…12
Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun yang
lain, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada Nama lain yang diberikan kepada manusia yang
olehnya kita dapat diselamatkan.”
Saya selalu
ingat suatu situasi yang pernah saya alami satu kali di Jerman ketika saya
mengutip ayat ini, dan seseorang dari hadirin memprotes bahwa ini adalah suatu
pernyataan yang sangat angkuh karena ini menyingkirkan semua pendiri
agama-agama lain di planet ini. Dan saya setuju. Saya berkata, “Ya, ini adalah
pernyataan yang angkuh kalau ada orang yang berkata, ‘Akulah satu-satunya, dan
tidak ada yang lain yang bisa menyelamatkan kamu’.” Tetapi kemudian saya
mengusulkan, bahwa pernyataan ini
hanyalah angkuh apabila itu tidak benar. Dan saya menggunakan
contoh di mana saya mengatakan saya adalah ayah anak-anak saya. Nah, jika saya memakai Hukum
Kemungkinan dan katakanlah ada 7 milyar manusia di planet ini dan kita
asumsikan bahwa tiga setengahnya adalah pria, maka kemungkinan saya adalah ayah
anak-anak saya itu satu dari 3½ milyar. Tetapi statistik ini tidak berarti
apa-apa jika saya memang benar ayah dari anak-anak saya.
Maka jika Yesus benar-benar seperti
yang Dia katakan, maka itu
bukanlah pernyataan yang angkuh, hanya
suatu pernyataan fakta. Yesus memang adalah Allah Sang Pencipta
dan Dialah satu-satunya yang bisa memberi hidup kepada mereka yang mati, maka
dengan demikian Dia memang satu-satunya yang bisa menyelamatkan kita.
Jadi “…12
Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun yang
lain…” karena tidak
ada yang lain yang punya kemampuan itu. Hanya Dia yang mempunyai
kemampuan itu, hanya Dia yang Allah.
Inilah tujuan dari pasal yang pertama.
Dan tentu saja pernyataan ini berada di jalur sasaran
tembak sehubungan dengan agama-agama
dunia, karena Yesus
harus diturunkan derajatnya ke tingkatan semua pendiri agama yang lain.
KepalaNya tidak boleh muncul lebih tinggi sedikit pun di atas yang lain, karena
bagaimana itu nanti pengaruhnya terhadap kesetaraan? Tetapi jika ini adalah
suatu fakta, maka tidak ada opsi lain, dan itulah mengapa penginjilan itu
penting. Tidak boleh ada kondisi di mana kita tidak menyatakan fakta-faktanya supaya manusia bisa membuat
pilihan berdasarkan informasi yang cukup. Kita tidak berhak
memaksakan pilihan, tetapi kita haruslah berhak menyatakan pilihan itu.
In Acts 13:26 it says, “26 Men and brethren, children
of the stock of Abraham, and whosoever among you feareth God, to you is the
word of this salvation sent.”
So this salvation lies in a personage. It is not something I can achieve. A dead man cannot tie his own
shoelaces, somebody must wake him up
from the dead in order for him to be
enabled to do that. So salvation is a key word in the epistle to Hebrews.
We read in chapter
1:14 the
terms “heirs to salvation”
2:3 “so great salvation”
2:10 “captain of salvation”
5:9 “eternal salvation”
6:9 “things that accompany salvation”
7:25 “salvation to the uttermost”
9:28 “His appearance the second time without sin
unto salvation”
Salvation is the
theme but it is centered around a personage.
Di Kisah 13:26
dikatakan, “26 Hai
saudara-saudaraku, anak-anak dari keturunan
Abraham, dan siapa pun dari antara kamu yang
takut akan Allah, kepada kalianlah kabar
keselamatan ini dikiirm.”
Jadi keselamatan ini ada pada satu Pribadi. Itu bukan
sesuatu yang bisa saya capai. Seorang yang mati tidak bisa mengikat tali
sepatunya sendiri, orang lain harus membangkitkannya dari kematian supaya dia
dimampukan berbuat itu. Jadi keselamatan adalah sebuah kata kunci dalam surat
kepada orang Ibrani.
Kita baca di pasal:
1:14 istilah “ahliwaris
keselamatan”
2:3 “keselamatan sebesar itu”
2:10 “Komandan keselamatan”
5:9 “keselamatan kekal”
6:9 “hal-hal yang menyertai keselamatan”
7:25 “menyelamatkan
sepenuhnya”
9:28 “Ia akan
tampil untuk kedua kalinya, tanpa dosa untuk keselamatan.
Temanya ialah “keselamatan” tetapi itu berpusat pada satu Pribadi.
Now if we look at this little word “salvation”, “salvation” is a very broad
word and in context it has different applications.
ü It can mean salvation from the penalty of sin.
ü It can mean salvation from the power of sin
ü or salvation from our circumstances
Now depending on how we understand the plan of salvation people tend to
choose some of these options.
So some people were ~ particularly in the times of Jesus ~ were waiting for salvation from their
circumstances. The Jews expected a Savior that would release them from the
Roman yoke. They were looking for salvation from circumstances. None of them
were looking for salvation from the power of sin.
Some in later times particularly during the Middle Ages were looking for
salvation from the penalty of sin, but that doesn't lead to a changed heart.
So there are many aspects around this word “salvation” that we need to
consider.
Nah, jika kita lihat kata kecil “keselamatan” ini,
“keselamatan” adalah kata yang sangat luas dan dalam konteksnya punya beberapa
aplikasi.
ü Itu bisa berarti keselamatan dari hukuman dosa.
ü Itu bisa berarti keselamatan dari kuasa dosa.
ü Atau keselamatan dari kondisi kita.
Nah tergantung bagaimana kita memahami rencana
keselamatan, orang-orang cenderung memilih beberapa dari opsi-opsi ini.
Jadi beberapa orang ~ terutama di zaman Yesus hidup di
dunia ~ menantikan keselamatan dari kondisi mereka. Orang-orang Yahudi
mengharapkan seorang juruselamat yang akan membebaskan mereka dari kuk Romawi.
Mereka menantikan keselamatan dari kondisi mereka. Tidak ada dari mereka yang
menantikan keselamatan dari kuasa dosa.
Beberapa di belakangan hari ~ terutama di zaman Abad
Pertengahan ~ menantikan keselamatan dari hukuman dosa, tetapi itu tidak
menuntun kepada perubahan hati.
Jadi ada banyak aspek sekitar kata “keselamatan” ini yang
perlu kita pertimbangkan.
Now we said in the first lecture that we would discuss one chiasm in each
of the chapters. There are many, but for chapter 2, I chose this particular one.
Again it has a construction A, B, C, and then the reverse C’ with an
asterisk, B’, A’.
So let's look at
the chiastic structure.
Nah, di ceramah yang pertama kita mengatakan bahwa kita
akan membahas satu kiasma setiap pasal. Ada banyak, tetapi untuk pasal 1, saya
memilih khusus ini.
Lagi-lagi susunannya A, B, C, kemudian kebalikannya C’,
B’, A’.
Mari kita lihat struktur kiastiknya.
A: Ibrani 2:3, “3 bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan, dan dikonfirmasikan kepada kita oleh mereka yang telah mendengarNya,”
B: Ibrani 2:5, “5 Sebab Dia tidak
meletakkan dunia yang akan datang yang kita bicarakan ini, di bawah kekuasaan malaikat-malaikat.”
C: Ibrani 2:9, “9 …supaya
oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi semua manusia.”
C’: Ibrani 2:15, “15 dan membebaskan mereka yang karena takutnya
kepada maut, seumur hidupnya berada di bawah belenggu.”
B’: Ibrani 2:16, “16 Sebab
sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat
bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri
benih Abraham.”
A’: Ibrani 2:17, “17 Itulah
sebabnya, dalam segala hal Ia cocok dijadikan sama seperti
saudara-saudara-Nya supaya Ia bisa menjadi
Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, untuk membuat perdamaian bagi
dosa-dosa umat.”
v A: “neglect so great salvation” (v. 3)
what does that mean in this context? So we
go to the second A’.
It means “to make reconciliation for the sins of the
people” (v. 17). This is the definition that is used here
in the book of Hebrews to explain in the broader context the word “salvation”.
So the chiasm explains what is the meaning
of the words that are used.
v The B
aspect is, “unto angels hath He not put in subjection
the world to come” (v. 5),
and then the second B’ is, “for verily He
took not on Him the nature of angels but He took on Him the seed of Abraham” (v. 16).
So in other words, what he's saying here is, this issue is dealing with humanity, and
He didn't put this world into subjection to angels, He put it into subjection
to man. And He did not take the nature of angels, He took the nature of man.
v And then the center of the chiasm are the
two C’s, “that He by the
grace of God should taste death for every man” (v. 9).
Man is mortal and so He became a human being so that He could taste death
for every man. Here's an explanation of this word “salvation”. “…and deliver them who through fear of
death were all their lifetime subject to bondage” (v. 15).
v A: “mengabaikan keselamatan yang sebesar itu” (ayat 3)
apa artinya dalam konteks ini?
Jadi kita ke A’ yang kedua. Itu artinya “untuk membuat
perdamaian bagi dosa-dosa umat” (ayat 17). Inilah definisi yang dipakai di kitab Ibrani di sini
untuk menjelaskan konteks yang lebih luas dari kata “keselamatan”.
Jadi kiasma ini menjelaskan
apa makna kata-kata yang dipakai.
v Aspek B-nya ialah, “Dia tidak
meletakkan dunia yang akan datang di bawah kekuasaan malaikat-malaikat” (ayat 5),
kemudian, B’ kedua ialah, “sebab sesungguhnya Dia tidak mengambil kodrat
malaikat bagi DiriNya sendiri,
melainkan Dia mengambil bagi DiriNya sendiri benih
Abraham.” (ayat
16). Jadi dengan
kata lain, apa yang dikatakan di sini ialah isu ini berkaitan dengan
kemanusiaan, dan Dia tidak meletakkan dunia ini di bawah kekuasaan para
malaikat, Dia menempatkannya di bawah kekuasaan manusia. Dan Dia tidak mengambil
kodrat seorang malaikat, Dia mengambil kodrat seorang manusia.
v Kemudian di tengah kiasma itu
kedua C, “supaya
oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi semua
manusia” (ayat 9).
Manusia itu fana,
maka Dia menjadi seorang manusia supaya Dia bisa merasakan kematian bagi setiap
manusia. Di sinilah suatu penjelasan tentang kata “keselamatan”, “dan
membebaskan mereka yang karena takutnya kepada maut, seumur hidupnya berada di bawah belenggu”(ayat 15).
So this chiasm focuses on the plan of salvation.
If people would study the book of Hebrews, if they would study the chiastic
structures, the confusion in the world would not be as great as it is today, if
they were to accept it. If we take this chiasm and we look at the religious
systems within Christianity alone, then
we ask ourselves, “Does the Christian
world generally believe that Jesus Christ faced death so that we may live?” And
the answer is No! The Roman Catholic system does not accept the atonement through the
blood of Christ, through His death. They only accept His good works as an
appeasement for God. So this very aspect here is ignored by the largest portion
of the professed Christian world.
Jadi kiasma ini berfokus pada rencana keselamatan.
Jika manusia mau mempelajari kitab Ibrani, jika mereka
mau mempelajari struktur kiastiknya, maka kebingungan di dunia tidak akan
separah yang ada hari ini, apabila mereka menerima ajaran tersebut.
Jika kita menyimak kiasma ini dan kita melihat ke sistem
relijius di dalam Kekristenan saja, lalu kita bertanya kepada diri sendiri,
“Apakah dunia Kristen umum mempercayai bahwa Yesus Kristus menjalani kematian
supaya kita boleh hidup?” Dan jawabannya ialah Tidak! Sistem Roma Katolik tidak menerima pendamaian melalui
darah Kristus, melalui kematianNya. Mereka hanya menerima
perbuatan-perbuatan baikNya untuk meredakan amarah Allah. Jadi aspek ini di
sini diabaikan oleh porsi terbesar dari yang mengaku sebagai dunia Kristen.
Christ came to deliver us not only
from death but also from the fear of death, and this plan of salvation is
central to the book of Hebrews. “Without the shedding of blood there is no
forgiveness of sins” (Heb. 9:22). Protestantism embraced this truth as it is
presented in this chiastic structure here, but unfortunately they have accepted
that those that reject it, are just as
much brothers and sisters in Christ as
those who accept it. We cannot have it both ways. Either this is truth or
it is error. If it is truth then it needs to be accepted.
Kristus datang
untuk menyelamatkan kita bukan hanya dari kematian tetapi juga dari ketakutan
pada kematian, dan rencana keselamatan ini adalah inti dari kitab Ibrani. “…tanpa penumpahan darah tidak mungkin ada pengampunan dosa.” (Ibr. 9:22) Protestantisme memeluk kebenaran
ini sebagaimana ditampilkan dalam struktur kiastik di sini, tetapi sayangnya
mereka menerima orang-orang yang menolaknya sebagai sesama saudara seiman dalam Kristus
sebagaimana mereka yang menerimanya. Kita tidak bisa
mau kedua-duanya. Ini kebenaran atau ini kesalahan, salah satu. Jika ini
kebenaran, maka ini harus diterima.
In 1 John 2:2 we read these words, “2 And He is the propitiation
for our sins: and not for ours only, but also for the sins of the whole world.”
Now this is an astounding verse, and we need to understand the implications.
He is the propitiation for our sins.
I remember reading that Tyndale was
wrestling with the translation of this word that he translated “propitiation”.
It’s ἱλαστήριον [hilastērion] in the Greek. What does it mean? Because it's very important.
That “He is the propitiation for our sins, but
not for ours only, also for the sins of the whole world”. No
matter what religious system the world embraces, salvation is only in Jesus
Christ and He died not
only for the sins of those who embrace
Christianity, He died for the sins of the whole world. So where does
this lead us? Is it important that we evangelize the world?
Di 1 Yohanes 2:2
kita membaca kata-kata ini, “2 Dan Ia Sendiri yang menjadi pendamai dosa-dosa kita, dan bukan untuk dosa kita
saja, tetapi juga untuk dosa seluruh
dunia.”
Ini adalah ayat
yang mengagumkan, dan kita perlu memahami implikasinya. Dia (Yesus) adalah
pendamai untuk dosa-dosa kita.
Saya ingat pernah membaca bahwa Tyndale bergumul dengan terjemahan
kata ini yang dia terjemahkan “propitiation” (pendamaian). Itu dalam bahasa Greekanya
ialah ἱλαστήριον [hilastērion]. Apa artinya?
Karena ini sangat penting.
Bahwa “…Ia Sendiri yang
menjadi pendamai dosa-dosa kita, dan
bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga
untuk dosa seluruh dunia.” Tidak peduli
sistem relijius apa yang dipeluk dunia, keselamatan
hanya ada dalam Yesus Kristus, dan Dia mati bukan hanya untuk
dosa-dosa mereka yang memeluk Kekristenan, Dia mati bagi dosa-dosa seluruh
dunia. Jadi ini membawa kita ke mana? Apakah penting bagi kita untuk menginjili
dunia?
Isaiah 45:22 says, “22
Look unto Me, and be ye saved, all the ends of the earth: for I am God, and
there is none else.”
Now we discussed this word “God” and we looked at the plurality of it, this
אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym]. this is more than one, "let Us
make man in Our image”. We've looked at
that in the first chapter and it basically says the same: salvation in none other than in God,
and Jesus Christ was fully God, that is where salvation lies.
He is the propitiation. He took on Him
the nature of man, so that He could taste death and pay the price, that
should actually be upon our heads.
Yesaya 45:22 berkata, “22
Pandanglah Aku, dan dirimu akan diselamatkan, semua ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.”
Nah, kita sudah
membahas kata “Allah” ini dan kita sudah menyimak bahwa ini bentuknya jamak,
kata אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym], ini lebih dari satu, “…‘Baiklah Kita menjadikan manusia dalam gambar Kita…” (Kej. 1:26). Kita sudah menyimak itu di pasal 1 dan pada dasarnya itu
mengatakan hal yang sama: keselamatan
tidak ada dalam siapa pun selain dalam Allah. Dan Yesus Kristus
itu Allah sepenuhnya, di situlah ada keselamatan. Dialah pendamainya. Dia
mengambil bagi DiriNya sendiri kodrat seorang manusia, supaya Dia bisa
merasakan kematian dan membayarkan tebusannya yang seharusnya ada di atas
kepala kita.
In Romans 3:24 it says, “24 Being justified freely by His
grace through the redemption that is in Christ Jesus: 25 Whom God
hath set forth to be a propitiation…” the same word “…through faith in His blood…” this is a key statement. It is by the blood
of the Lamb that we are saved. Roman Catholicism denies this central
truth, it is not by the blood, not by the atonement that we are saved
but by
the works which are imputed, and by our own works. And not only the
works of Christ, they say the works of all the saints
contribute to this, and add merit to those that lack merit. This is such a
misapplication of the Word of God. It is a path that leads to perdition. Humanity
must study the plan of salvation and nowhere is it more clearly presented than
in the book of Hebrews. So in Romans
Paul also says that He is “…
a propitiation through faith in His blood to declare His righteousness for the
remission of sins that are past, through the forbearance of God.”
Di Roma 3:24 dikatakan, “24
setelah dibenarkan dengan cuma-cuma oleh kasih karuniaNya melalui penebusan yang terdapat dalam
Kristus Yesus 25 yang telah
ditentukan Allah sebagai pendamaian…” kata yang sama “…melalui iman dalam darahNya…” ini adalah pernyataan kunci. Melalui darah Anak Domba itulah
kita diselamatkan. Roma Katolikisme
menyangkal kebenaran inti ini, kita diselamatkan
bukan melalui darah, bukan melalui pendamaian, melainkan oleh perbuatan-perbuatan yang dikreditkan, dan oleh
perbuatan-perbuatan kita sendiri. Dan bukan hanya
perbuatan-perbuatan Kristus, mereka mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan semua
orang kudus memberikan kontribusi kepada ini, dan menambahkan angka baik bagi
mereka yang kurang dalam kebaikan. Ini merupakan aplikasi yang sangat keliru
dari Firman Allah. Ini adalah jalan
yang menuju kebinasaan. Kemanusiaan harus mempelajari rencana
keselamatan dan tidak ada tempat lain di mana itu disajikan dengan lebih jelas
daripada di kitab Ibrani. Jadi di kitab Roma, Paulus juga mengatakan bahwa Dia
adalah “…pendamaian melalui iman dalam darahNya untuk menyatakan kebenaran-Nya bagi
pengampunan dosa-dosa yang lampau, melalui kesabaran Allah.”
So let's look at this word “propitiation”.
Well, let's have a look at the two sources.
Here is Charles C. Ryrie and he writes, “Propitiation
means the turning away of wrath by an offering. In relation to soteriology,
propitiation means placating or satisfying the wrath of God by the atoning
sacrifice of Christ.”
Again Catholicism denies this aspect of appeasement of the wrath of God.
And some of them go so far as to say, “Well, if this is the case and God was
willing to sacrifice His own Son then we must hate the Father but love the
Son.” But they don't understand that They are one in purpose. This is
a decision a mutual decision of the Godhead. This isn't a unilateral
declaration, and the Father and the Son being like-minded, one in purpose,
suffered equally at the cross.
Jadi mari kita lihat ke kata “pendamaian” ini.
Nah, mari kita lihat ke dua sumber.
Di sini Charles C. Ryrie dan dia
menulis, “…Pendamaian berarti berbalik dari murka melalui suatu persembahan.
Sehubungan dengan soteriology (doktrin keselamatan), pendamaian berarti
meredakan atau memuaskan amarah Allah melalui kurban pendamaian Kristus.” (Basic Theology Popular Systematic Guide to
Understanding Biblical Truth).
Lagi-lagi Katolikisme
menyangkal aspek meredakan amarah Allah ini. Dan beberapa dari mereka bahkan
mengatakan, “Jika demikian kasusnya, dan Allah bersedia mengorbankan
AnakNya sendiri, maka kita harus membenci Sang Bapa tetapi mencintai Sang
Anak.” Katolikisme tidak mengerti bahwa Mereka
itu satu dalam tujuan. Ini
adalah suatu keputusan bersama dari Keallahan. Ini bukan
deklarasi unilateral (sepihak), Sang Bapa dan Sang Anak itu pikirannya sama,
tujuannya satu, sama-sama menderita di salib.
So if we look at the Concordance “propitiation” the word there is ἱλαστήριον [hilastērion]
Neuter of a
derivative [of G2433]; an expiatory (place or thing), that is, (concretely) an atoning victim, or (specifically)...” this is very
important “... the lid of the Ark (in
the Temple): - mercyseat, propitiation.
So another way to translate this word ἱλαστήριον [hilastērion] other than “propitiation” is “mercy seat”.
Maka bila kita melihat di Konkordansi “pendamaian”,
kata itu di sana adalah ἱλαστήριον
[hilastērion].
Netral, dari kata
bentukan [G2433]; penebusan (tempat atau benda),
yaitu (secara konkret) seorang korban penebusan atau (terutama)…” ini sangat penting, “…tutup dari
Tabut Perjanjian (di Bilik Mahakudus): - takhta belas kasihan, pendamaian.
Jadi cara lain untuk menerjemahkan kata ἱλαστήριον [hilastērion] selain “pendamaian” adalah “takhta belas kasihan” (LAI menyebutnya: tutup pendamaian).
Now in Hebrews 9:5 this exact word ἱλαστήριον [hilastērion] is translated as "mercy seat”. So if we look at the verse it says, “5
And over it the cherubims of glory shadowing the mercy seat; of which we cannot
now speak particularly."
Nah, di Ibrani 9:5
kata ini ἱλαστήριον
[hilastērion] diterjemahkan “takhta belas kasihan” (LAI:
tutup pendamaian). Jadi bila kita lihat ayatnya, dikatakan, “5
dan di atasnya dua kerub kemuliaan menaungi takhta
belas kasihan, tentang hal mana khususnya sekarang tidak bisa kita bicarakan…”
So he's talking about the Ark of the Covenant and above it was the mercy
seat, solid gold with a crown around it, and the two angels of the Covenant standing
above it, with their wings touching at their top, and their face looking down
at the mercy seat.
Now what does that symbolize when the angels in reverence and awe, with
their wings touching? In other words, surrounding the mercy seat, looking down
on the Ark of the Covenant but looking at this throne of glory, the mercy seat,
and wondering with awe what it represents.
Jadi Paulus bicara tentang Tabut Perjanjian dan di
atasnya ada tutup pendamaian itu, takhta belas kasihan dari emas murni dengan
mahkota mengelilinginya, dan dua malaikat Perjanjian berdiri di atasnya dengan
sayap mereka bertemu di bagian atas, dan wajah mereka memandang ke bawah ke
tutup pendamaian itu.
Ini melambangkan apa ketika malaikat-malaikat dalam
posisi hormat dan takjub, dengan sayap-sayap mereka bersentuhan? Dengan kata
lain, mengelilingi takhta belas kasihan itu, memandang ke bawah pada
Tabut Perjanjian, tetapi memandang ke takhta kemuliaan ini, takhta belas kasihan,
dan bertanya-tanya dengan penuh takjub itu melambangkan apa.
So this ἱλαστήριον [hilastērion] what does it mean, this atoning sacrifice, this mercy seat? Well, Jesus
Christ is God’s mercy seat and
this is how He is described in numerous places in the Old Testament as well.
So let's just take one example, Micah 7:18, “18 Who is a God like unto Thee,
that pardoneth iniquity, and passeth by the transgression of the remnant of His
heritage? He retaineth not His anger for ever, because He delighteth in mercy.”
Maka ἱλαστήριον
[hilastērion] ini, apa maknanya, kurban pendamaian ini, takhta belas
kasihan ini?
Nah, Yesus Kristus adalah takhta
belas kasihan Allah, dan beginilah Dia juga digambarkan dalam
banyak tempat di Perjanjian Lama.
Jadi mari kita
lihat satu contoh, Mikha 7:18, “18
Siapakah Allah seperti Engkau, yang mengampuni dosa, dan menganggap tidak ada pelanggaran dari umat-Nya
yang tersisa? Dia tidak selamanya
mempertahankan murka-Nya karena Dia menyukai belas kasihan.”
This was one of the conflicts that Jesus had with the Pharisees. They were very, very, concerned
about the shadow, and about the form of religion, but they lacked mercy, they
showed no mercy.
If you take the example that He gave of the Samaritan, the priests and the
prelates walked by, and had no mercy.
And the one who showed mercy was the Samaritan. So He accused the Israelites of
that time of being merciless, but He said, “Go and study what this means, that
God is a God of mercy.”
Ini adalah salah satu konflik yang dihadapi Yesus dengan
orang-orang Farisi. Mereka amat, sangat mementingkan bayangan, dan bentuk
agama, tetapi mereka kurang punya belas kasihan, mereka tidak menunjukkan belas
kasihan.
Jika misalnya kita lihat contoh yang diberikan Yesus
tentang cerita orang Samaria, bagaimana si imam, dan pejabat tinggi gereja
terus saja berjalan dan tidak punya belas kasihan, dan dia yang menunjukkan
belas kasihan adalah seorang Samaria. Jadi Yesus menuduh bangsa Israel di masa
itu karena bersikap tidak berbelas kasihan. Tetapi Dia berkata, “Pergi dan
pelajarilah apa artinya ini, bahwa Allah adalah Allah yang berbelas kasihan.”
In Psalms 80:1 we read, “1
Give ear, O Shepherd of Israel, thou that leadest Joseph like a flock; thou
that dwellest between the cherubims, shine forth.”
So here is a statement that God meets His creation between the cherubim. This
is at the mercy seat
Di Mazmur 80:1 kita
baca, “1 Pasanglah
telinga, hai gembala Israel, Engkau yang menuntun
Yusuf bagaikan suatu kawanan, Engkau yang berdiam di
antara kerub-kerub, pancarkanlah terang.”
Jadi di sini ada
suatu pernyataan bahwa Allah bertemu dengan ciptaanNya di antara kerubim. Ini
di takhta belas kasihan.
Psalms 99:1, “1 The
LORD reigneth; let the people tremble: He sitteth between the cherubims; let
the earth be moved.”
This is the place where God met the people and where the Shekinah glory came down over the mercy seat.
Mazmur 99:1, “1
TUHAN memerintah sebagai Raja, biarlah
bangsa-bangsa gemetar. Ia duduk di antara
kerub-kerub; biarlah bumi goncang!”
Inilah tempat di mana Allah bertemu dengan umatNya dan di
mana kemuliaan Shekinah turun di atas tutup pendamaian.
So the mercy seat is very, very, central in the whole sanctuary message.
Hebrews 4:16 says, “16 Let
us therefore come boldly unto the throne of grace…” this is God’s throne “…that we may obtain mercy, and find grace to
help in time of need.”
Jadi tutup pendamaian (takhta belas kasihan) itu amat
sangat inti dalam seluruh pekabaran Bait Suci.
Ibarani 4:16 mengatakan, “16 Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian
menghampiri takhta kasih karunia…” ini takhta Allah, “…supaya kita boleh
menerima rahmat dan menemukan kasih karunia yang
dapat menolong
kita pada waktu dibutuhkan.” [KJV]
So the
mercy seat was above the Ark of the Covenant. In the Ark of the
Covenant were the Testimony, the two tablets of stones that were written on by
the finger of God, God’s Law. And the Law condemned us to death, and this death
decree that went forth from the Law was shielded by the mercy seat.
What a beautiful picture of Christ and
the plan of salvation. If we were to study the book of Hebrews and the plan of salvation as it is
explained in the Old Testament and expounded in the book of Hebrews,
there would be less confusion amongst humanity.
Jadi tutup
pendamaian/takhta belas kasihan ada di atas Tabut
Perjanjian. Di dalam Tabut Perjanjian terdapat Kesaksian itu, yaitu
kedua loh batu yang ditulisi oleh jari Allah, Hukum Allah. Dan Hukum itu
menghukum mati kita, dan keputusan
hukuman mati yang keluar dari Hukum itu, terhalang oleh tutup
pendamaian itu. Betapa indahnya gambar dari Kristus ini dan rencana
keselamatan. Jika kita mempelajari kitab Ibrani dan rencana keselamatan
sebagaimana yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama dan dikupas di kitab Ibrani,
akan ada lebih sedikit kebingunan di antara manusia.
Hebrews 2:2-3
If we continue with the book of Hebrews verse 2, “2 For if the word spoken by
angels was steadfast,
and every transgression and disobedience received a just recompence of reward; 3
How shall we escape, if we neglect so great salvation; which at the first began
to be spoken by the Lord, and was confirmed unto us by them that heard Him.”
Now this is a reference to the plan of salvation in the Old Testament, how
was it communicated to humanity. And the Bible tells us through
angels. Angels were the ones who communicated.
If we read the book of Daniel for example, when there was an issue and
Daniel had a vision and he needed to understand it, who was sent to him to explain it to him? An angel, the angel Gabriel for example.
When it was announced that the Messiah would come to Mary, who was it that
announced it? An angel.
So it
was through the angelic activity that the gospel was communicated to humanity.
But in
the time of Christ, it was God Himself who communicated
the plan of salvation. So “3 How shall we escape, if we neglect so
great salvation; which at the first began to be spoken by the Lord, and was
confirmed unto us by them that heard Him…” namely the disciples.
Ibrani 2:2-3
Jika kita lanjutkan kitab
Ibrani, ayat 2, 2 Sebab kalau Firman yang dikatakan melalui malaikat-malaikat itu tidak akan berubah, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan
mendapat balasan yang setimpal, 3 bagaimanakah kita akan luput,
jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan,
dan dikonfirmasikan kepada kita
oleh mereka yang telah mendengarNya…”
Nah ini mengacu ke rencana keselamatan di Perjanjian
Lama, bagaimana itu disampaikan kepada manusia. Dan Alkitab
mengatakan kepada kita, melalui para malaikat. Malaikat-malaikatlah yang
menyampaikan.
Jika kita baca kitab Daniel misalnya, ketika ada isu dan
Daniel mendapatkan penglihatan dan dia harus memahaminya, siapa yang dikirim
kepadanya untuk memberikan penjelasan? Seorang malaikat, Gabriel misalnya.
Ketika diumumkan kepada Maria bahwa Messias akan datang,
siapa yang mengumumkan itu? Seorang malaikat.
Maka melalui
aktivitas malaikatlah injil disampaikan kepada manusia.
Tetapi di
zaman Kristus, Allah sendirilah yang menyampaikan rencana
keselamatan. Jadi, “3 bagaimanakah kita akan luput,
jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu, yang pertama kalinya mulai diberitakan oleh Tuhan,
dan dikonfirmasikan kepada kita
oleh mereka yang telah mendengarNya…” yaitu para rasul.
So how do we deal with this, this whole plan of salvation? That was so meticulously
given in types and shadows. How do we escape if we neglected when God Himself
condescended to confirm it to us in His own Person through His own blood?
Jadi bagaimana kita menghadapi ini, seluruh rencana keselamatan ini? Itu diberikan dengan begitu teliti
dalam bentuk tipe-tipe dan bayangan-bayangan. Bagaimana kita
bisa lolos jika kita mengabaikan saat Allah sendiri berkenan mengkonfirmasi itu
kepada kita dalam PribadiNya Sendiri melalui darahNya sendiri?
Galatians 3:19 says, “19 Wherefore then serveth the
Law? It was added because of transgressions, till the Seed should come to whom
the promise was made; and it was ordained by angels in the hand of a Mediator.”
So the plan of salvation had always been communicated to humanity by angels.
If we analyze this verse in Galatians, “19 Wherefore then serveth the
Law?...” which Law is he talking about here? “…It was added because of transgressions…” so the Law that he is talking about here which was added because of
transgression, is the ceremonial Law it's the Law of types and shadows. How do we know that? Well, because it was added because of transgression,
and the Bible says where there is no Law, there is no transgression. So the
transgression came before this Law was added, so there must have been another Law
that was transgressed before the second Law was added. Now the Law
that was transgressed was the Law of Ten Commandments: “thou shalt
not”, that Law was transgressed. And because of that transgression death came into the
world. And to solve this issue, the Law of types and ceremonies was added
pointing to the Savior who would come.
And when He finally came and communicated the gospel in Person to humanity,
not through the mediation of angels, but directly by God Himself, then the
question needs to be asked: what if we neglect so great a salvation which was
spoken to us by God Himself? Isn't this a serious question?
So the Law was given through angels, but the gospel was given through Christ.
Galatia 3:19 mengatakan, “19
Kalau demikian, apakah gunanya hukum Taurat?
Itu ditambahkan oleh karena
pelanggaran-pelanggaran -- sampai datang Benih
kepada siapa janji itu dibuat; dan itu
disampaikan oleh malaikat-malaikat di tangan
seorang Pengantara.”
Jadi rencana
keselamatan sudah disampaikan kepada manusia oleh para malaikat.
Jika kita menganalisa ayat ini di Galatia, “19
Kalau demikian, apakah gunanya Hukum Taurat?
…” Hukum yang mana
yang dibicarakan Paulus di sini? “…Itu ditambahkan oleh karena pelanggaran-pelanggaran…”
Jadi Hukum yang dibicarakan di sini yang
ditambahkan karena adanya pelanggaran-pelanggaran adalah Hukum Seremonial, hukum tipe dan
bayangan. Dari mana kita tahu? Nah, sebab
itu ditambahkan karena adanya pelanggaran, dan Alkitab berkata
di mana tidak ada Hukum, tidak ada pelanggaran. Maka pelanggaran datang sebelum
Hukum yang ini ditambahkan, jadi tentunya harus
ada Hukum yang lain yang dilanggar sebelum Hukum yang kedua ditambahkan.
Nah, Hukum yang dilanggar adalah
Kesepuluh Hukum, Kesepuluh Perintah Allah “jangan…”, Hukum itu
yang dilanggar. Dan karena adanya
pelanggaran, kematian masuk ke dalam dunia. Dan untuk
membereskan isu ini, Hukum
tipe-tipe dan upacara-upacara ditambahkan, yang menunjuk kepada
Sang Juruselamat yang akan datang.
Dan pada akhirnya ketika Dia datang secara Pribadi dan menyampaikan injil kepada manusia tidak
melalui perantaraan malaikat-malaikat, melainkan langsung dari Allah Sendiri,
maka pertanyaan yang perlu diajukan ialah: bagaimana jika kita mengabaikan
suatu keselamatan yang sedemikian besarnya yang disampaikan kepada kita oleh
Allah Sendiri? Bukankah ini suatu pertanyaan yang serius?
Maka Hukum ini diberikan melalui para malaikat, tetapi
injil diberikan melalui Kristus.
Hebrews 2:4
So if we look at verse 4 in the book of Hebrews chapter 2, it says, “4 God also bearing them
witness, both with signs and wonders, and with divers miracles, and gifts of
the Holy Ghost, according to His own will…”
so who was bearing witness? God was bearing
witness.
Ibrani 2:4
Jadi jika kita
lihat ayat 4 di Ibrani pasal 2, dikatakan, “4
Allah juga memberikan kesaksian kepada mereka, baik
dengan tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban, dan dengan berbagai-bagai
mujizat dan karunia-karunia
Roh Kudus, menurut kehendak-Nya sendiri.…” jadi siapa yang
memberi kesaksian? Allah yang memberi kesaksian.
So these are some of my thoughts here. Christians are often under the false impression
that they are off the hook when it comes to obedience, because they believe
that the dispensation of grace has replaced obedience. But if that's spoken by
angels was steadfast, how much more that spoken by God manifest in the flesh.
Nah, ini ada beberapa pemikiran saya. Orang-orang Kristen
sering punya kesan yang salah bahwa mereka sudah terbebas dari kewajiban untuk
patuh, karena mereka percaya bahwa zaman kasih karunia sudah
menggantikan zaman kepatuhan. Tetapi jika apa
yang disampaikan oleh para malaikat itu tidak akan berubah, apalagi apa yang
disampaikan oleh Allah yang berwujud Manusia.
And then I want to jump a little bit
ahead to a couple of verses in chapter 10. But what did this God when He came
to this earth in the form of humanity say about the Law of Ten Commandments? He
said, not one jot or one tittle would disappear from the Law, it stands forever,
even the ceremonial Law, it isn't done away with, it is fulfilled in Christ.
It has reached its Substance the type has given way to the Substance.
So if we jump to Hebrews chapter 10
we read these two verses, “28 He that despised Moses' law
died without mercy under two or three witnesses: 29 Of how much
sorer punishment, suppose ye, shall he be thought worthy, who hath trodden
under foot the Son of God, and hath counted the blood of the covenant,
wherewith he was sanctified, an unholy thing, and hath done despite unto the
Spirit of grace?” This is a very, very, serious warning.
Lalu saya mau loncat sedikit ke beberapa ayat di depan di
pasal 10. Apa kata Allah ini ketika Dia datang ke dunia ini dalam bentuk
manusia tentang Hukum Kesepuluh Perintah Allah? Dia mengatakan tidak satu titik atau noktah pun akan lenyap dari Hukum
(Matius 5:17-18), Hukum itu berdiri tetap selamanya, bahkan Hukum Seremonial,
itu tidak dihapuskan, itu digenapi dalam Kristus, Hukum Seremonial itu sudah
mencapai Substansinya, tipenya sudah digantikan oleh Substansinya.
Jadi kalau kita loncat ke Ibrani pasal 10, kita baca dua ayat ini, “28 Dia
yang membenci hukum Musa, mati tanpa belas
kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. 29 Menurut kalian, betapa lebih beratnya hukuman
yang dianggap layak bagi dia, yang telah menginjak-injak Anak Allah, dan yang telah menganggap
najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang telah menghina Roh kasih karunia?…”
Ini adalah peringatan yang amat sangat
keras.
Now this warning ~ if we look at it in terms of exegesis ~ the context of the time
in which it was written, what did it mean? It applies to those of the Jewish faith who
neglected this great salvation that came their way, and chose to cling to the shadow and the form
of religion rather than accepting the Substance which was God manifest
in the flesh.
But if we take it typologically, was there a shift in the Christian experience ~ because the early Christians embraced salvation in Christ
through His blood ~ was there a shift away from that? Yes, in the
Middle Ages the whole religious system of Jesus
Christ was usurped, the priestly ministry of whom He is the
sole Representative to humanity was replaced by an earthly priesthood and
the blood was taken out and a sacrifice was introduced even though one perfect
sacrifice had already been introduced.
So
“…how much sorer punishment, suppose ye, shall he be thought worthy, who hath
trodden under foot the Son of God…” we are treading God under foot every single
day in this world. He's removed ~ as we
have said ~ out of the halls of legislature, and within the church. He is
sacrificed on a daily basis even though by one sacrifice He has forever made
perfect.
Nah, peringatan ini ~ jika kita memandangnya secara eksegesis
~ konteksnya di zaman ketika ini ditulis, apa maksudnya? Ini berlaku pada semua mereka dari agama Yahudi yang
telah mengabaikan keselamatan besar ini yang datang kepada
mereka, dan memilih untuk
berpegang erat kepada bayangan dan bentuk agama daripada menerima Substansinya,
yang adalah Allah dalam bentuk manusia.
Tetapi bila kita melihatnya secara tipologi, apakah ada pergeseran
dalam pengalaman Kristen ~ karena orang Kristen yang mula-mula mereka menerima
keselamatan dalam Kristus melalui darahNya ~ apakah ada pergeseran dari itu?
Ya, di Abad Pertengahan seluruh
sistem relijius Yesus Kristus dikudeta, pelayanan keimamatan di mana Yesus adalah
satu-satunya Perantara bagi kemanusiaan digantikan
oleh keimamatan duniawi, dan darahNya disingkirkan dan digantikan
oleh suatu kurban lain walaupun sudah ada satu Kurban yang sempurna.
Jadi “betapa
lebih beratnya hukuman yang dianggap layak bagi
dia, yang telah menginjak-injak Anak
Allah...” di dunia ini kita sedang menginjak-injak
Allah setiap hari. Allah sudah disingkirkan ~ seperti kata saya ~ dari
ruang-ruang legislatif, dan di dalam gereja. Allah dikurbankan setiap hari
walaupun Dia telah menjadikan semuanya sempurna melalui satu KurbanNya.
Now my question is, can those who believe in Jesus Christ as their
personal Savior and believe that they are saved by the blood of the Lamb, can
they partake in a religious system that denies the veracity thereof, or sit in
ecumenical councils with those that deny it? This goes directly against
what the Bible is telling us.
The more light we have, the more responsibility we have, and the more we
must resist evil and bind ourselves to Christ
through prayer and the Word. It's no excuse if ministers and church leaders
partake in this kind of apostasy against the Word of God. We are
individually responsible. And the time has come where each and every one of us
must make a personal decision and commitment to Christ because nobody is going
to help us. Either we are with Him or we
are not.
In Matthew 4:16 we read, “16 The
people which sat in darkness saw great light; and to them which sat in the
region and shadow of death light is sprung up. 17 From that time
Jesus began to preach, and to say, ‘Repent, for the kingdom of heaven is at
hand.’…”
I would like to suggest that this needs to be repeated in the time that we
are living in. It is time for humanity to repent for the kingdom of heaven is
at hand.
James 4:7 says, “7
Submit yourselves therefore to God. Resist the devil, and he will flee from
you.”
Sekarang, pertanyaan saya ialah, bisakah mereka yang percaya dalam Yesus Kristus sebagai
Juruselamat pribadi mereka dan meyakini bahwa mereka sudah diselamatkan oleh
darah Anak Domba, bisakah mereka mengambil bagian dalam sebuah sistem relijius
yang mengingkari kebenaran itu, atau duduk di dewan-dewan ekumenikal bersama orang-orang
yang mengingkari itu? Ini jelas-jelas bertentangan dengan apa yang dikatakan Alkitab kepada kita.
Semakin banyak terang yang kita miliki semakin besar
tanggung jawab kita, dan semakin keras kita harus menolak yang jahat dan
melekatkan diri kita kepada Kristus melalui doa dan Firman. Tidak bisa dibenarkan jika ada
hamba-hamba Allah dan pemimpin-pemimpin gereja ikut mengambil bagian dalam
kemurtadan sejenis ini terhadap Firman Allah. Secara pribadi
kita bertanggung jawab. Dan waktunya sudah tiba di mana setiap orang dari kita
harus membuat keputusan dan komitmen pribadi kepada Kristus karena tidak ada
orang lain yang akan menolong kita. Kita ada bersama Dia atau kita tidak
bersamaNya.
Di Matius 4:16 kita baca, “16 Bangsa yang duduk dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar, dan ke atas mereka
yang duduk di daerah
dan bayang-bayang maut, Terang telah terbit.17 Sejak waktu
itulah Yesus mulai memberitakan dan berkata, ‘Bertobatlah, sebab Kerajaan
Sorga sudah dekat!’…”
Saya ingin mengusulkan bahwa ini harus diulangi lagi di
zaman di mana kita hidup ini. Inilah waktunya bagi kemanusiaan untuk bertobat
karena kerajaan Surga sudah dekat.
Yakobus 4:7 berkata, “7
Karena itu serahkanlah dirimu kepada Allah. Tolak Iblis, maka ia akan lari darimu!”
Hebrews 2:5-8
We cannot afford to neglect so great a salvation. He is the founder of
salvation, and this heading comes direct from the KJV.
Hebrews 2:5, “5 For unto the angels hath he
not put in subjection the world to come, whereof we speak. 6 But one
in a certain place testified, saying, ‘What is man, that thou art mindful of
him? or the son of man that thou visitest him?...” he's actually quoting the Psalms here, “…7
Thou madest him a little lower than the angels; Thou crownedst him with glory
and honour, and didst set him over the works of Thy hands…” it's talking about the whole of humanity.
Humanity was made a little lower than the angels and crowned with glory and
honor “…8 Thou hast put all things in
subjection under his feet…” so humanity was
given dominion.
“…For in that He put all in subjection under him, He left nothing that
is not put under him. But now we see not yet all things put under him….” in other words, man lost this great
opportunity, and they relinquished their dominion and gave it to an enemy. Man
was to be God’s vice regent and representative, but his crown has been toppled,
and his honor tarnished, and rebellion and anarchy have the rule. Now who did this? An enemy has done this, but
there's a rescue plan that was put in operation. And this is what the book
of Hebrews is all about. It's about the
rescue plan.
Now I’m always surprised when people appropriate that which is in the book
of Hebrews to themselves, and make
themselves the rescuer. The rescue plan is centered in Christ and
Christ alone.
Ibrani 2:5-8
Kita tidak bisa mengabaikan suatu keselamatan yang
sebesar ini. Dia adalah pencipta keselamatan dan inilah judul yang langsung berasal dari KJV.
Ibrani 2:5, “5 Sebab
Dia tidak meletakkan dunia yang akan datang
yang kita bicarakan ini, di bawah kekuasaan
malaikat-malaikat. 6 Tetapi satu di tempat tertentu memberi kesaksian, katanya, ‘Apalah
manusia, sehingga Engkau memperhatikannya?
Atau anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya?…” dia mengutip
Mazmur di sini. “…7 Engkau telah membuatnya
sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat. Engkau
telah memahkotainya dengan kemuliaan dan kehormatan,
dan menempatkannya untuk menguasai karya
tanganMu …” ini bicara tentang keseluruhan kemanusiaan. Kemanusiaan
diciptakan sedikit lebih rendah daripada para malaikat dan dimahkotai dengan
kemuliaan dan kehormatan, “…8 dan Engkau telah meletakkan segala sesuatu di bawah kakinya…” jadi kemanusiaan
diberi kekuasaan. “…Sebab
dalam hal itu, Dia meletakkan segala sesuatu di
bawah kendaliNya, tidak ada satu pun yang Ia kecualikan, yang tidak diletakkan di bawah kendalinya. Tetapi sekarang
ini kita lihat, belum segala sesuatu diletakkan
di bawah kendalinya…” dengan kata lain,
manusia telah kehilangan kesempatan besar ini dan mereka telah menyerahkan
kekuasaan mereka dan memberikannya kepada si musuh. Seharusnya manusia adalah
penguasa di bawah Allah dan wakilNya, tetapi mahkotanya telah dijatuhkan dan
kehormatannya ternoda, dan pemberontakan serta anarki yang berkuasa. Nah, siapa
yang melakukan ini? Musuh telah
melakukan ini. Namun ada rencana keselamatan yang segera dijalankan. Dan
tentang inilah isi kitab Ibrani, yaitu tentang rencana keselamatan.
Nah, saya heran ketika manusia mengaplikasikan apa yang
ada di dalam kitab Ibrani kepada mereka sendiri, dan menjadikan diri mereka si
penyelamat. Rencana keselamatan itu berpusat pada Kristus dan hanya pada
Kristus saja.
Hebrews 2:9
So if we look at verse 9, “9 But we see Jesus…” because we do not see humanity in control,
it is not in control. The Devil is the god of this world, said Jesus. But the real Owner who has bought back that
which is lost, is Jesus Christ. So we're not looking at a humanity that is in a
position of dominion. No,
“…we see Jesus who was made a little lower than the angels…” in other words, He was made human, “…for the suffering of death, crowned with
glory and honour; that He by the grace of God should taste death for every
man…” So here is the solution, the plan of
salvation. Why Jesus took on Him humanity? So we must “behold the Man”, “ecce homo” a rescue operation to restore that which
was lost.
Ibrani 2:9
Maka jika kita melihat ayat 9, “9 Tetapi kita
melihat Yesus, …” karena kita tidak melihat manusia yang memegang kendali,
dia tidak memegang kendali. Iblis adalah dewa dunia ini, kata Yesus. Tetapi
Pemilik yang asli yang telah menebus apa yang telah hilang, adalah Yesus
Kristus. Maka kita tidak memandang kepada kemanusiaan yang berada di tampuk
kekuasaan. Tidak, “…“9 Tetapi kita
melihat Yesus, yang dibuat sedikit lebih rendah daripada
malaikat-malaikat…” dengan kata lain,
Yesus menjadi manusia, “…untuk
menjalani penderitaan kematian, dimahkotai
dengan kemuliaan dan kehormatan, supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa merasakan kematian bagi semua
manusia…” Jadi ini
solusinya, rencana keselamatan. Mengapa Yesus mengambil bentuk kemanusiaan bagi
DiriNya sendiri? Supaya kita “memandang Manusia itu” “ecce homo”, operasi
penyelamatan untuk memulihkan apa yang telah hilang.
In 1 John 3:2 we read, “2 Beloved, now are we the sons
of God, and it doth not yet appear what we shall be: but we know that, when He
shall appear, we shall be like Him; for we shall see Him as He is.”
So the dominion again belongs to humanity but only in Christ, because He is the One that wrested that
dominion from Satan, and took it back, and became Man so that He can be the
Savior of humanity, and lift man up from its degradation, so that man can
become like Him.
This in a nutshell is the plan of salvation.
Di 1 Yohanes 3:2 kita membaca, “2
Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang
kita adalah anak-anak Allah, dan belum nyata
bagaimana keadaan kita kelak; tetapi kita
tahu, apabila Kristus dinyatakan, kita akan
menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia sebagaimana Dia itu.”
Maka kekuasaan kembali menjadi milik kemanusiaan, tetapi
hanya dalam Kriistus, karena Dialah yang merebut kekuasaan itu dari Setan, dan
mengambilnya kembali, dan menjadi Manusia supaya Dia bisa menjadi Juruselamat kemanusiaan,
dan mengangkat manusia dari kejatuhannya, agar manusia bisa menjadi seperti
DiriNya.
Inilah rencana keselamatan itu secara singkat.
Now Paul was quoting from Psalms 8 and
Paul highlights the noble origin of man, made in the image of God, not lower
than the earth as the earth-centered Gaia worshipers would have it, nor on a level with the beasts
as the Evolutionists would have it, but above them all, subject to God alone,
in the image of God, male and female, so that they should be one in purpose, He
created them as a mini cosmos of what the rulership of heaven is like.
Nah, Paulus mengutip dari Mazmur pasal 8 dan Paulus
menekankan pada mulianya asal mula manusia, yang diciptakan menurut gambar
Allah, tidak lebih rendah dari bumi sebagaimana yang dikatakan para pemuja Gaia
(bumi) yang memfokuskan pemujaan pada bumi; maupun setara dengan binatang
sebagaimana yang dikatakan kelompok Evolusi, tetapi di atas mereka semuanya,
tunduk hanya di bawah Allah, dalam gambar Allah, pria dan wanita, supaya mereka
bisa menjadi satu dalam tujuan. Dia menciptakan mereka sebagai mini kosmos dari
bagaimana Penguasa Surga itu.
So let us briefly just go to Psalms 8 which Paul has quoted, and it says, “The Psalm of David. 1 O
LORD, our Lord, how excellent is Thy name in all the earth, who hast set Thy
glory above the heavens…” so first it
tells us who God is “…2
Out of the mouth of babes and sucklings hast Thou ordained strength…” in other words, out of humanity and then
this strange portion “…because
of Thine enemies…” in other words, God created humanity as a solution to
the sin problem that had started in heaven. So He created humanity to
prove to humanity, that the government of heaven is the only feasible form of
government. “…2
Out of the mouth of babes and sucklings hast Thou ordained strength because of
Thine enemies that Thou mightest still the enemy and the avenger…” put him
to silence. Man is not an afterthought. He had a very noble origin. He was to be
the jury that would decide between the great conflicting partners, the
great controversy between good and evil. And God knew that things
could go wrong, in fact He knew that they would go wrong. But He had a rescue
plan, and that rescue plan once set in motion and brought to fulfillment, would
ensure peace for all eternity, and everybody would have an opportunity to
partake of its blessings. So this was not an arbitrary choice. This is not an
unfair solution. It is the only solution to the sin problem. Psalms 8:3 says, “…3 When I consider Thy heavens, the
work of Thy fingers, the moon and the stars, which Thou hast ordained…” he's looking at the magnificence of the
universe. The question is asked, “…4 What is man, that Thou art
mindful of him? And the son of man, that Thou visitest him? 5 For
Thou hast made him a little lower than the angels…” now that word “angels” there is the word אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] and we discussed this in the first chapter, where we showed that this אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] is plural, and it refers to the Godhead, in other words, the Father and
the Son, were communicating in the creation of this world. So you could
basically read this verse also, “...Thou hast
made him a little lower than God
Himself, and
hast crowned him with glory and honour. 6 Thou madest him to have
dominion over the works of Thy hands; Thou hast put all things under his feet: 7
All sheep and oxen, yea, and the beasts of the field, 8 the fowl of
the air, and the fish of the sea, and whatsoever passeth through the paths of
the seas...” referring us back to that creation,
where dominion was given to the world which was eventually wrested from Adam
and taken by the enemy of God. “...9 O LORD our Lord, how
excellent is Thy name in all the earth!"
Jadi mari
kita ke Mazmur 8 sebentar, yang dikutip Paulus, dan dikatakan, “Mazmur Daud. 1 Ya TUHAN, Tuhan
kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi yang
telah menempatkan keagungan-Mu di atas
langit…” jadi pertama ini
memberitahu siapa Allah itu. “…2 Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang
menyusu Kau telah menetapkan kekuatan…” dengan kata lain, dari kemanusiaan. Kemudian bagian yang
aneh ini, “…karena musuh-musuhMu…”
dengan kata lain, Allah menciptakan manusia sebagai solusi untuk masalah
dosa yang sudah dimulai di Surga. Maka Allah menciptakan manusia
untuk membuktikan kepada manusia bahwa pemerintahan Surga adalah satu-satunya
bentuk pemerintahan yang layak. “…2
Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Kau telah menetapkan kekuatan karena musuh-musuhMu,
agar Engkau boleh membungkam si musuh dan si
pembalas…” membuat dia tidak bisa bicara. Manusia itu tidak
diciptakan dari hasil pemikiran kemudian yang tiba-tiba muncul. Manusia
memiliki asal usul yang sangat mulia. Manusia
ini yang akan menjadi juri yang memutuskan antara kedua belah
pihak besar yang berseteru, perseteruan
antara yang baik dan yang jahat. Dan Allah tahu bahwa hal itu
bisa bermasalah, malah Allah tahu bahwa pasti akan terjadi masalah. Tetapi Dia
punya rencana penyelamat, dan satu kali rencana penyelamat itu dimulai dan
dibawa hingga ke genapannya, itu akan menjamin kedamaian untuk selama-lamanya,
dan semua orang akan punya kesempatan untuk mengambil bagian dari
berkat-berkatnya. Jadi ini bukanlah pilihan yang sewenang-wenang. Ini bukanlah
solusi yang tidak adil. Inilah satu-satunya solusi untk masalah dosa. Mazmur
8:3 mengatakan, “…3
Bila aku memikirkan langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang telah Kautempatkan…” dia sedang melihat keagungan alam semesta. Pertanyaan
yang diajukan, “…4 apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya? Dan anak
manusia, sehingga Engkau mendatanginya? 5
Karena Engkau telah membuatnya sedikit
lebih rendah daripada malaikat…” nah, kata
“malaikat” di situ adalah kata אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] dan kita sudah membahas ini di pasal pertama,
di mana kita simak bahwa אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] ini dalam bentuk
jamak, dan ini mengacu kepada Keallahan, dengan kata lain Sang Bapa dan Sang
Anak berkomunikasi mengenai penciptaan dunia ini. Maka pada dasarnya kita juga
bisa membaca ayat ini “…Engkau telah membuatnya sedikit lebih rendah daripada Allah sendiri,
dan Engkau telah memahkotainya dengan
kemuliaan dan kehormatan. 6 Engkau
membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya telah Kauletakkan di
bawah kakinya. 7 Kambing domba dan lembu sapi sekalian, dan binatang-binatang di padang; 8
burung-burung di udara dan ikan-ikan di laut, apa
pun yang melintasi arus lautan…” mengacu kembali kepada Penciptaan, di mana kekuasaan
dunia ini diberikan, yang akhirnya
direbut dari Adam dan diambil oleh musuh Allah. “…9
Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi!”
So this humanity was created a little lower than God, and a little lower
than the angelic host. It's an interesting statement, in the Spirit of Prophecy
Spiritual Gifts Vol. 1 page 70 and it says,
“…that those who lived in the days of Noah and
Abraham were more like the angels
in form, in comeliness
and strength. But every generation has been growing weaker,…”
so the original form in which humanity is created
we do not see any longer on our planet, we see a faint, faint, shadow of what
it must have been like. Humanity has deteriorated over the generations. But
this creation was so profound and had so much meaning.
So the question “what is man
that Thou art mindful of Him?” is not that man is unimportant, it is what is
so important about humanity that God would condescend to become part of
humanity, and die for our sins? These are questions we need to understand or
try to understand. In fact it will be the study of eternity.
Maka manusia diciptakan
sedikit lebih rendah daripada Allah, dan sedikit lebih rendah daripada
balatentara surgawi. Ini adalah pernyataan yang menarik. Di Roh Nubuat Spiritual Gifts Vol. 1 hal. 70 dikatakan, “…bahwa mereka yang hidup di zaman Nuh dan
Abraham bentuknya lebih mirip malaikat dalam kebagusannya dan kekuatannya.
Tetapi setiap generasi menjadi semakin lemah…”
Jadi bentuk asli ketika manusia diciptakan tidak
kita lihat lagi di planet kita, kita melihat suatu bayangan yang samar-samar
dari apa yang pernah ada dulu. Kemanusiaan telah merosot dari generasi ke
generasi. Tetapi penciptaan ini sedemikian mendalamnya dan punya makna yang
begitu banyak.
Maka pertanyaan “apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya?” tidaklah berarti bahwa manusia itu tidak penting, tapi apanya yang begitu
penting tentang kemanusiaan hingga Allah berkenan merendah untuk menjadi bagian
dari kemanusiaan dan mati bagi dosa-dosa kita? Inilah pertanyaan-pertanyaan
yang perlu kita pahami atau berusaha untuk memahami. Bahkan ini akan menjadi
pelajaran sepanjang masa kekekalan.
So this question about man is a theme in Scripture that warrants an answer.
So if we look up this question, “what is man”, we see Job in 7:17 asks the
question, “17
What is man, that Thou shouldest magnify him? And that Thou shouldest set Thine
heart upon him?”
So this is not some worm that we are talking about here. What is it about humanity
that is so important to God, that He is willing to sacrifice His own life for
it?
Or Psalms 8:4 which we just read, “…4 What is man, that Thou art
mindful of him? And the son of man, that Thou visitest him?”
Or Psalms 144:3, “3
LORD, what is man, that Thou takest knowledge of him! Or the son of man, that
Thou makest account of him!”
Hebrews 2:6 which we just studied as well, “6 But one in a certain place
testified, saying, What is man, that Thou art mindful of him? Or the son of man
that Thou visitest him?”
This is this is the heart of the question.
Maka pertanyaan ini tentang manusia adalah tema dalam
Kitab Suci yang harus mendapatkan jawaban. Jadi bila kita mencari pertanyaan
ini, “apalah manusia”, kita lihat Ayub
di 7:17 mengajukan pertanyaan, “17 Apalah
manusia, sehingga Engkau agungkan dia? Dan bahwa
Engkau harus begitu memperhatikan dia?” Jadi bukan cacing
yang kita bicarakan di sini. Ada apa dengan kemanusiaan yang begitu penting
bagi Allah sehingga Dia rela mengorbankan hidupNya sendiri untuk itu?
Atau Mazmur 8:4
yang baru kita baca, “…4
apalah manusia, sehingga Engkau mempedulikannya? Dan anak
manusia, sehingga Engkau mendatanginya?”
Atau Mazmur 144:3,“3 Ya TUHAN, apalah manusia itu,
sehingga Engkau memperhatikannya, atau anak
manusia, sehingga Engkau memperhitungkannya?”
Ibrani 2:6
yang baru kita pelajari juga, “6
Tetapi satu di tempat tertentu memberi kesaksian, katanya, ‘Apalah
manusia, sehingga Engkau memperhatikannya?
Atau anak manusia, sehingga Engkau mendatanginya?”
Inilah jantung dari pertanyaan itu.
Satan would have us believe that God is a tyrant up there who wants to
enforce His will and trample upon our consciences, when the exact opposite is
the truth. He's the ἱλαστήριον [hilastērion], the mercy seat.
How did he depict God in the Middle Ages through his supposed Christian representatives? As this monster
Tyrant who would throw you into eternal hell, and burn you and torture you for
all eternity. And even if you were going to go to heaven, He would throw you
into purgatory and torture you there, until some earthly prelate would release
you from that bondage. What a disgusting portrayal of the Deity who is called
the ἱλαστήριον [hilastērion], the mercy seat.
Setan mau membuat kita percaya bahwa Allah itu sosok tiran
di atas sana yang mau memaksakan kehendakNya dan menginjak-injak hati nurani
kita, padahal yang benar justru kebalikannya. Allah adalah ἱλαστήριον
[hilastērion], takhta belas kasihan.
Bagaimana Setan menggambarkan Allah di zaman Abad
Pertengahan melalui wakil-wakil Kristennya yang abal-abal? Sebagai Tiran
monster yang mau melemparkan manusia ke neraka yang kekal dan membakar manusia
dan menyiksa manusia untuk selama-lamanya. Dan bahkan jika manusia itu akan ke
Surga, Allah masih akan melemparkannya ke purgatori (api pencucian) dan
menyiksanya di sana hingga seorang pejabat keimaman duniawi melepaskan dia dari
belenggu itu. Betapa menjijikkannya gambar tentang Sosok Allah yang disebut ἱλαστήριον
[hilastērion], takhta belas kasihan.
Hebrews 2:10
Now the amazing verse in verse 10 has put many people into a tiff. “Perfect
Through Suffering” Hebrews 2:10, “10
For it became Him, for Whom are all things, and by Whom are all things, in bringing
many sons unto glory, to make the Captain of their salvation perfect through
sufferings.”
What an amazing verse! Let's look at that in a little bit more detail.
It's actually the heading of this entire chapter.
v “for Whom are all things”
So everything
was created for Jesus Christ.
v “by Whom are all things”
He created
everything.
v “bringing many sons unto glory”
through the plan
of salvation.
v “to make the Captain of their salvation”
referring
to Jesus Christ
v “perfect through sufferings”
so there are
some that say that Jesus had to learn to
become perfect, to overcome sin, and then be the captain of the salvation. They
misunderstand Who we are talking about. We're talking about the God of the
universe, the
God of the universe that is perfect.
So I want to rephrase that and say, “He who was perfect became perfect through
suffering” just mull that one over for a while.
“He who was
perfect” He was God Himself, perfect,
“became perfect through suffering” What does that mean? It means He became
the perfect Captain to lead the redeemed captives through the valley of
suffering to the end of all suffering. In other words, it wasn't the
question of Him being imperfect and
learning to become perfect. No! He was the perfect Captain as a consequence of His
suffering, not perfect in character because of His suffering, that He
was already; but He became the perfect leader.
Ibrani 2:10
Nah, ayat yang
mengagumkan di ayat 10 ini telah membuat banyak orang berdebat. “Sempurna
melalu Penderitaan”, Ibrani 2:10, “10
Sebab layaklah bagi Dia--yang demi-Nya segala sesuatu,
dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, membawa banyak anak-anak kepada kemuliaan, dengan
menjadikan Komandan keselamatan mereka sempurna melalui penderitaan.”
Betapa luar biasanya ayat ini! Mari kita lihat dengan
sedikit lebih seksama. Sesungguhnya inilah judul dari seluruh pasal ini.
v “yang demi-Nya
segala sesuatu”
Jadi segala
sesuatu diciptakan bagi Yesus Kristus.
v “oleh-Nya segala sesuatu dijadikan”
Dia yang
menciptakan segalanya.
v “membawa banyak anak-anak
kepada kemuliaan”
melalui rencana
keselamatan.
v “menjadikan
Komandan keselamatan mereka”
mengacu kepada
Yesus Kristus.
v “sempurna
melalui penderitaan”
Maka ada orang
yang mengatakan bahwa Yesus harus belajar untuk menjadi sempurna, untuk mengalahkan
dosa, lalu menjadi komandan keselamatan. Mereka salah mengerti Siapa yang kita
bicarakan ini. Yang kita bicarakan ini Allah alam semesta. Allah seluruh alam semesta itu sudah sempurna.
Jadi saya ingin
mengubah kalimat itu dan berkata, “Dia yang sudah
sempurna menjadi sempurna melalui penderitaan”. Renungkan saja
ini sebentar.
“Dia yang sudah
sempurna”, Dia adalah Allah sendiri, sempurna, “menjadi sempurna melalui penderitaan” apa artinya ini? Artinya Dia menjadi Komandan yang
sempurna (paling tepat) untuk memimpin tawanan umat tebusan melalui lembah
penderitaan hingga ke akhir segala penderitaan. Dengan kata
lain, bukan apakah Dia yang tidak sempurna dan harus belajar menjadi sempurna.
Bukan! Dia adalah Komandan yang
sempurna (paling tepat) karena penderitaanNya, bukan karena penderitaanNya Dia
menjadi sempurna dalam tabiat, karena tabiatNya sudah sempurna; tetapi Dia
menjadi pemimpin yang sempurna (paling tepat).
Wesley writes on Hebrews 2:10 “In this verse the apostle expresses in his
own words what he expressed before in those of the Psalmist. ‘It became Him ~ it was suitable to all His attributes, both to
His justice, goodness, and wisdom. For
whom ~ as their ultimate end ~ And
by whom ~ as their first cause, are
all things. In bringing many adopted sons to glory. To this very thing,
that they are sons, and are treated as such. To perfect the Captain, Prince, Leader, Author of their salvation by His atoning sufferings for them. To perfect or consummate implies the
bringing Him to a full and glorious end
of all His troubles. ( Hebrews 5:9). This consummation by sufferings intimates
the glory of Christ, to whom being consummated, all things are made subject.
The preceding sufferings, of these He treats expressly ( Hebrews 2:11-18), having before spoken of His glory, both to
give an edge to His exhortation and to remove the scandal of sufferings and
death. A fuller consideration of both these points, He interweaves with the
following discourse on His priesthood. But what is here said of our Lord’s
being made perfect through sufferings, has no relation to our being saved or
sanctified by sufferings…” this is a very
important point that Wesley makes.
Christianity distorted this point and think there is something that they
can contribute through their works, or through their suffering, to earn
salvation. But Wesley makes it quite clear here that he understands that there is
nothing that we can add to this perfect salvation. “…Even He Himself was perfect as God and as
Man, before ever He
suffered…” So Wesley agrees that Jesus
Christ was perfect. There wasn't
some character defect that He had to overcome through suffering to be made
perfect. No! It only enabled Him to be
the perfect leader. “…By His sufferings in
His life and death He was made a perfect or complete sin offering. But unless
we were to be made the same sacrifice, and to atone for sin, what is said of
Him in this respect is as much out of
our sphere as His ascension into heaven…” just as little as we can go to heaven as He did, just as little can we
contribute to our own salvation. “…It
is His atonement and His Spirit carrying on the work of faith with power in our
hearts that alone can sanctify us. Various inflictions indeed may be made
subservient to this, and so far as they are blessed to the weaning us from sin,
and causing our affections to be set on things above, so far they do indirectly
help on our sanctification.” So Wesley
understood that, yes, humanity does suffer, and there are many, many, grievous
things that happen to humanity, but it doesn't contribute to our salvation. It
can change us. We can either become better, or we can become bitter.
Wesley menulis tentang Ibrani 2:10 “…Di ayat ini
si rasul mengungkapkan dengan kata-katanya sendiri apa yang diungkapkan olehnya
sebelumnya di kata-kata si pemazmur. ‘Layaklah
bagiNya ~ cocok dengan segala atributNya, baik dengan keadilanNya, maupun kebaikanNya, dan hikmatNya. Demi siapa ~ sebagai tujuan yang terakhir ~ dan Oleh siapa ~ sebagai sumber yang pertama, segala sesuatu dijadikan. Dengan membawa
banyak anak-anak kepada kemuliaan. Untuk tujuan inilah, bahwa mereka adalah
anak-anak, dan diperlakukan seperti itu. Membuat
Sang Komandan, Pangeran, Pemimpin, Pencipta
keselamatan mereka sempurna melalui
penderitaanNya yang mendamaikan mereka. Menyempurnakan atau menyelesaikan,
mengimplikasikan dibawanya Dia ke akhir yang sempurna dan mulia dari segala jerih
payahNya (Ibr. 5:9), Penyelesaian melalui penderitaan ini menyatakan kemuliaan
Kristus, yang setelah penyelesaiannya, segala sesuatu dibuat takluk kepadaNya. Penderitaan-penderitaan sebelumnya, yang ini ditanganiNya
dengan jelas (Ibr. 2:11-18) setelah sebelumnya membicarakan tentang kemuliaanNya,
baik untuk memberikan bobot kepada teguranNya maupun untuk mengangkat skandal penderitaan
dan kematian. Pertimbangan yang lebih
lengkap atas dua poin ini, Dia rajut bersama dengan ceramah berikut mengenai
keimamatanNya. Tetapi apa yang dikatakan di sini tentang Tuhan kita dibuat
sempurna melalui penderitaan, tidak terkait dengan diselamatkannya kita atau
dikuduskannya kita oleh penderitaan…” ini adalah poin yang sangat penting yang dibuat Wesley. Kekristenan
mendistori poin ini dan berpikir ada sesuatu yang bisa mereka kontribusikan
melalui perbuatan mereka atau penderitaan mereka untuk mendapatkan keselamatan.
Tetapi Wesley membuatnya cukup jelas di sini bahwa dia memahami tidak ada apa pun yang bisa kita
tambahkan kepada keselamatan yang sempurna ini. “…Bahkan Dia
sendiri itu sudah sempurna, sebagai Allah dan sebagai Manusia, sebelum Dia
menjalani penderitaan apa pun…” Jadi Wesley setuju bahwa Yesus Kristus itu sempurna. Tidak ada cacat dalam
karakterNya yang harus dikalahkanNya melalui penderitaan untuk menjadi
sempurna. Tidak! Itu hanya membuat Dia menjadi Pemimpin yang sempurna. “…Melalui penderitaanNya dalam hidupNya dan matiNya, Dia
dijadikan kurban dosa yang sempurna atau lengkap. Tetapi kecuali kita akan
dijadikan kurban yang sama, dan untuk mendamaikan dosa, apa yang dikatakan
tentang Dia dalam hal ini, sangat jauh dari tingkatan kita, sama seperti
kenaikanNya ke Surga…” sebagaimana tidak mungkinnya kita naik ke Surga seperti Dia, sekecil itulah
kemungkinan kita bisa memberikan kontribusi kepada keselamatan kita sendiri. “…PendamaianNya
dan RohNya-lah yang melanjutkan pekerjaan iman dengan kuasa dalam hati kita,
hanya itu yang bisa menguduskan kita. Bermacam penderitaan memang mungkin
dibuat sebagai sarana untuk ini, dan sejauh ini selama mereka bermanfaat untuk
menjauhkan kita dari dosa dan membuat fokus kita diarahkan ke hal-hal di atas,
sejauh itulah mereka secara tidak langsung membantu pengudusan kita.”
Jadi Wesley memahami itu, benar, kemanusiaan memang
menderita, dan ada banyak banyak hal menyedihkan yang terjadi pada kemanusiaan,
tetapi itu tidak memberikan kontribusi apa pun kepada keselamatan kita. Itu
bisa mengubah kita, kita bisa menjadi lebih baik atau kita bisa menjadi lebih
getir.
So when we analyze this and we understand what the Bible is telling us then
we must conclude that there is no book like the Bible, that can stand the test
of sorrow as no other book can. It was born in fire, soaked in the tears of
those who wrote it, and those to whom it spoke.
Jesus of whom it testifies, is
the King of sorrow and the Champion of suffering, a suffering that no human
pain can emulate. He was the ultimate
sacrifice. He was the One that suffered on behalf of the entire humanity, not only
for us, but basically as us, because we were in Him as He was reconciling the world to Himself.
We read in the Spirit of Prophecy, in 3
Spirit of Prophecy pg. 78, “Christ practiced the most rigid self-denial in resisting the manifold temptations of the adversary. He conquered
Satan in the long fast of the wilderness, and when he came to Him as an angel of light, offering the dominion
of the world in exchange for his worship; He made sacrifices that will never be required of man…” and then this incredible statement
“…as man can never attain
to His exalted character…”
that doesn't mean that we shouldn't emulate
His character. That doesn't mean that we will not grow towards His character,
for all eternity. But we can never ever attain to it without having to say that
we are like God, which is a presumptive statement. So
“…man can never attain to His exalted character…”
but should climb the ladder and keep on
climbing. “…
His whole earthly life was a demonstration of perfect submission to His Father’s will.
The course of Christ and that of Satan present the complete contrast
of the life of an obedient
with that of a disloyal son.”
Jadi ketika kita menganalisa ini dan kita mengerti apa
yang dikatakan Alkitab kepada kita maka kita harus menarik kesimpulan bahwa
tidak ada buku lain yang seperti Alkitab, yang tahan terhadap ujian kesusahan
seperti buku lain. Alkitab ini dilahirkan dalam api, digenangi oleh air
mata mereka yang menulisnya, dan mereka kepada siapa dia berbicara. Yesus yang
disaksikan olehnya adalah Raja duka, dan Jawara penderitaan, suatu penderitaan
yang tidak bisa disamai oleh penderitaan manusia. Yesus adalah kurban yang tertinggi,
Dialah yang menderita demi
seluruh kemanusiaan, bukan hanya bagi kita, tetapi pada dasarnya
sebagai kita, karena kita ada di
dalamNya ketika Dia sedang mendamaikan dunia kepada DiriNya sendiri.
Kita baca di Roh Nubuat, di Spirit of Prophecy Vol. 3 hal. 78, “Kristus mempraktekkan penyangkalan diri
yang paling ketat, dengan menahan berlipat-lipat pencobaan
musuh. Dia menaklukkan Setan dalam puasa panjang di padang belantara, dan
ketika Setan datang kepadaNya sebagai malaikat terang, menawarkan kekuasaan
duniawi sebagai ganti penyembahan padanya, Kristus membuat pengorbanan yang
tidak pernah diminta dari manusia…” kemudian pernyataan yang luar
biasa ini,
“…sebagaimana manusia tidak akan pernah bisa mencapai karakterNya yang
ditinggikan…” itu tidak berarti kita tidak bisa meniru karakterNya. Itu tidak berarti
kita tidak akan tumbuh menuju karakterNya sepanjang masa kekekalan. Tetapi kita
tidak akan pernah mencapainya, tidak dengan mengatakan bahwa kita seperti
Allah, yang mana adalah pernyataan yang lancang. Jadi “…sebagaimana
manusia tidak akan pernah bisa mencapai karakterNya yang ditinggikan…” tetapi kita harus menaiki anak
tangga dan terus menaikinya. “…Seluruh hidupNya di dunia adalah suatu
demonstrasi penyerahan yang sempurna kepada kehendak BapaNya. Perjalanan hidup
Kristus dan perjalanan hidup Setan menunjukkan kontras yang lengkap dari
kehidupan seorang Anak yang patuh dengan seorang anak yang
tidak setia.”
Here's another statement which says, “Those who travel in
the narrow way are talking
of the joy and happiness they will have at the end of the journey. Their countenances are often sad, yet often beam with holy, sacred joy.
They do not dress like the company
in the broad road, nor talk like
them, nor act like them.
A pattern
has been given them,
a Man of
sorrows and acquainted with grief opened that road for them, and
traveled it Himself…” that made Him the perfect Captain because He wasn't only talking, He was
doing. “…His followers see
His footsteps, and are
comforted and cheered. He went through
safely; so can they, if they follow in His footsteps.” (CET pg 156)
Ini ada pernyataan lain yang
mengatakan,
“…Mereka yang menapak di jalan yang sempit berbicara tentang sukacita
dan kebahagiaan yang akan mereka peroleh di akhir perjalanan itu. Wajah mereka
terkadang sedih, namun sering berseri dengan sukacita yang kudus dan sakral.
Mereka tidak berpakaian seperti kelompok yang ada di jalan yang lebar, maupun
berbicara seperti kelompok itu, maupun bertindak seperti mereka. Kepada mereka
telah diberikan sebuah pola, Seorang Manusia penuh duka, dan terbiasa dengan susah,
yang membuka jalan itu bagi mereka, dan telah menempuhnya Sendiri…” ini yang menjadikan Dia
seorang Komandan yang sempurna karena Dia bukan hanya bisa bicara, tapi Dia
sudah melakukannya. “…Pengikut-pengikutNya melihat jejakNya, dan
dihiburkan dan bersukacita. Dia sudah melewatinya dengan selamat, maka mereka
juga akan bisa jika mereka mengikuti jejakNya.” (CET
hal. 156).
Now a suffering Messiah was the very last things the Jews expected, and
even His disciples were overwhelmed, but the sufferings of Christ are the proudest boast of the gospel. They
didn't expect Jesus to die on the cross, “Not so,” said Peter, “this will not
be unto Thee.” “Get thee behind Me, Satan!” They did not understand, and even after
the cross, even after the earthquake, even after the darkening of the sun, they
still did not understand.
If we go to Luke chapter 24 we read from verse 17, to those two walking on
the way to Emmaus, “17 And He said unto them,
‘What manner of communications are these that ye have one to another, as ye
walk, and are sad? 18 And the one of them, whose name was Cleopas,
answering said unto Him, ‘Art Thou only a stranger in Jerusalem, and hast not
known the things which are come to pass there in these days?’ 19 And
He said unto them, ‘What things?’ And they said unto Him, ‘Concerning Jesus of
Nazareth,
which was a prophet, mighty in deed and word before God and all the people. 20
And how the chief priests and our rulers delivered Him to be condemned to
death, and have crucified Him…” and then these
terrible words, “…21 But we trusted that it had
been He which should have redeemed Israel: and beside all this, to day is the
third day since these things were done.’…” They didn't understand, they expected a totally different deliverer,
redeemer. They wanted to be redeemed from their circumstance, and not from
their subjection to a world of sin.
Nah, seorang Messias yang menderita adalah hal terakhir
yang diharapkan bangsa Yahudi, dan bahkan murid-muridNya bingung, tetapi
penderitaan Kristus adalah hal yang paling dibanggakan oleh Injil. Mereka tidak
mengira Yesus akan mati di salib. “Tidak begitu”, kata Petrus, “ini tidak akan terjadi padaMu.” “Mundurlah
dariKu, Setan!” Mereka
tidak paham, dan bahkan setelah salib pun, bahkan setelah gempa bumi, bahkan
setelah matahari yang digelapkan, mereka tetap tidak mengerti.
Jika kita ke Lukas pasal 24
dan kita baca mulai ayat 17, kepada dua orang yang berjalan ke Emaus, “17 Yesus berkata kepada mereka, ‘Apakah
yang kamu percakapkan satu sama lain sementara
kamu berjalan, dan dengan bersedih?’ 18
Dan seorang dari mereka, yang bernama Kleopas, menjawab, berkata kepadaNya, ‘Apakah Engkau satu-satunya orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu hal-hal yang terjadi di situ hari-hari ini?’ 19
Dan kata-Nya kepada mereka, ‘Hal-hal apa?’ Dan
mereka berkata kepadaNya, ‘Tentang Yesus
orang Nazaret, yang adalah seorang nabi, hebat dalam perbuatan dan perkataan di hadapan
Allah dan di depan seluruh bangsa kami. 20 Dan bagaimana imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan telah
menyalibkan-Nya…” kemudian kata-kata yang mengerikan ini, “…21
Kami dahulu meyakini bahwa Dialah yang seharusnya membebaskan bangsa Israel. Dan di samping semua ini, hari ini adalah hari ketiga sejak hal-hal
itu terjadi.’…”
Mereka tidak mengerti, mereka mengharapkan seorang
penyelamat yang total berbeda. Mereka ingin diselamatkan dari kondisi mereka
dan bukan dari ketaklukan mereka kepada dunia yang berdosa.
So if we do not
understand the plan of salvation, we will repeat this mistake.
In fact, the world
today is waiting for this deliverer, who will set matters right, so that things
can go back to normal. They won't go back to normal. This world is going to
come to an end. It will have to be destroyed, and only those that have accepted this plan
of salvation ~ and as Paul have said ~ have not neglected so great a
salvation, will eventually be part of the kingdom to come.
Jadi,
jika kita tidak mengerti rencana keselamatan, kita akan mengulangi kesalahan
ini.
Bahkan
dunia hari ini sedang menantikan penyelamat ini, yang akan membereskan segala
urusan supaya segalanya
bisa kembali normal. Segalanya tidak
akan kembali normal. Dunia ini akan berakhir, dia akan dihancurkan, dan hanya
mereka yang telah menerima rencana keselamatan ini ~ dan seperti
yang dikatakan Paulus ~ yang tidak mengabaikan keselamatan sebesar ini, yang akhirnya akan menjadi
bagian dari kerajaan yang akan datang.
If we continue in the book of Hebrews, and we go to 4:15 we read there, “15
For we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our
infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.”
He was perfect, but He became the perfect Captain of our salvation through
suffering.
Jika kita
melanjutkan kitab Ibrani kita ke 4:15, kita
baca di sana, “15 Sebab kita bukan
punya seorang Imam Besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, melainkan yang dalam segala hal dicobai
sebagaimana kita dicobai, namun tidak berbuat dosa.”
Dia sempurna, tetapi Dia menjadi
Komandan yang sempurna dari keselamatan kita melalui penderitaan.
Hebrews 7:26 says, “26 For such an high priest
became us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners, and made
higher than the heavens.”
Ibrani 7:26
mengatakan, “26 Sebab
Imam Besar yang demikianlah yang cocok bagi kita:
yang kudus, tidak
berbahaya, tidak tercemar, terpisah dari orang-orang berdosa, dan telah
dijadikan lebih tinggi daripada semua
langit.”
There's no excuse for anyone to say that Jesus had sinful propensities and overcame them and
therefore we can be just like Him. In
Him there was no sin. He was holy. He was harmless. He was undefiled. He was
separate from sinners. He was made higher than the heavens. Can it be any more
clear than that?
So if we want to introduce a pharisaical perfectionism into our lives, we
miss the point. Salvation is not in what we can do, it is only in what He can do and
will do through us, if we let Him. So the work of redemption is greater
than that of the original creation. The creation speaks of the power, the
wisdom, the benevolence, the unsearchable fullness of God. But the redemption
speaks of His character, His compassion, His unspeakable love, His justice, His
mercy, His depth of character that no human mind can fathom, but is compelled
to admire. He is the only begotten Son that transforms us into the sons and
daughters of God.
The character of God has always been misrepresented because there is an
enemy that loves to misrepresent Him,
and unfortunately humanity loves to swallow the tasty morsel that he
provides for them.
Tidak ada alasan buat siapa pun untuk mengatakan Yesus
punya kecenderungan berbuat dosa dan telah mengalahkan mereka dan oleh
karenanya kita bisa menjadi persis seperti Dia. Di dalam Dia tidak ada dosa.
Dia kudus. Dia tidak berbahaya. Dia tidak tercemar. Dia terpisah dari
orang-orang berdosa. Dia dijadikan lebih tinggi daripada semua langit. Apakah
masih bisa lebih jelas daripada ini?
Maka jika kita mau memperkenalkan suatu kesempurnaan ala
Farisi dalam hidup kita, kita telah kehilangan poinnya.
Keselamatan itu
tidak ada dalam apa yang bisa kita lakukan, itu hanya ada dalam apa yang Dia
bisa lakukan dan akan lakukan melalui kita, jika kita izinkan. Jadi pekerjaan penebusan itu
lebih besar daripada penciptaan yang asli. Penciptaan bicara tentang kuasa,
hikmat, kebaikan, dan kepenuhan Allah yang tidak bisa didalami. Tetapi
penebusan bicara tentang karakterNya, belas kasihanNya, kasihNya yang tidak
bisa didalami, keadilanNya, pengampunanNya, kedalaman karakterNya yang tidak
bisa dipahami pikiran manusia namun yang harus dikagumi. Dia adalah
satu-satunya Anak yang unik yang mengubah kita menjadi anak-anak Allah.
Karakter Allah selalu disalah-digambarkan karena ada
musuh yang suka salah menggambarkan Dia, dan sayangnya kemanusiaan suka menelan
kecapan yang sedap yang disediakan si musuh ini bagi mereka.
Hebrews 2:11
“11 For both He that sanctifieth
and they who are sanctified are all of one: for which cause He is not ashamed
to call them brethren…” this is an
amazing statement in Hebrews. In other
words, God is not ashamed to call us brothers and sisters in Christ, because He is the One that sanctifies us. He's
the One who calls us. He's the one who redeemed us. And He wants us to be one
in Him. And He's not ashamed to call us
brethren. In fact He proved that He's not ashamed to call us brethren because
He became man. He didn't take upon Him the nature of angels.
Ibrani 2:11
“11 Sebab
baik Ia yang menguduskan dan mereka yang
dikuduskan, mereka semua adalah dari satu; karena itulah Ia tidak malu menyebut mereka
saudara…” ini adalah pernyataan yang mengagumkan di kitab Ibrani.
Dengan kata lain, Allah tidak malu menyebut kita saudara dalam Kristus, karena
Dialah yang menguduskan kita. Dialah yang memanggil kita. Dialah yang menebus
kita. Dan Dia mau kita menjadi satu dengan Dia. Dan Dia tidak malu menyebut
kita saudara, bahkan Dia sudah membuktikan Dia tidak malu menyebut kita saudara
karena Dia menjadi manusia. Dia tidak mengambil kodrat malaikat.
So those
that have been redeemed are not released from suffering. So they too must climb
the hill of sorrow where their Captain leads the way, and comforts them on
their journey. What true soul has ever followed in His footsteps and
has never experienced the contradiction of sinners, the conflict with the
scribes and the Pharisees and the Sadducees, even if they are the scribes, and
the Pharisees and the Sadducees of this day? Weariness, tears, disappointments,
persecutions, even from those who call themselves friends or next of kin.
Friendlessness, loneliness, trials, treachery, and graves are the lot of the
followers of Christ. If
Christ had never been tempted,
how could He succor those that are tempted? To understand this verse “He was made perfect through suffering” He's the perfect Captain because He had
the perfect suffering.
Maka mereka
yang sudah ditebus tidak dibebaskan dari penderitaan. Mereka juga harus mendaki
bukit duka di mana Komandan mereka memimpin, dan menghibur mereka selama
perjalanan mereka. Manusia mana yang pernah mengikuti jejakNya
dan tidak pernah mengalami pertentangan dari orang-orang berdosa, konflik
dengan para ahli Taurat dan Farisi dan Saduki, walaupun mereka itu para ahli
Taurat, dan Farisi dan Saduki zaman ini? Kelelahan, air mata, kekecewaan,
persekusi, bahkan dari mereka yang menyebut diri mereka teman atau keluarga.
Tidak memiliki teman, kesepian, ujian, pengkhianatan, dan kubur adalah bagian
para pengikut Kristus. Andai Kristus
tidak pernah dicobai, bagaimana Dia bisa menolong mereka yang dicobai? Untuk
memahami ayat ini, “Dia dijadikan sempurna melalui penderitaan”, Dialah Komandan yang sempurna
karena Dia sudah mengalami penderitaan yang sempurna.
Hebrews 2:12-14
Verse 12 says in Hebrews, “12 Saying, ‘I will declare Thy
name unto My brethren, in the midst of the church will I sing praise unto
Thee’. 13 And again, ‘I will put My trust in Him’. And again, ‘Behold,
I and the children which God hath given Me’…” He is embracing humanity. He delights in them. He sings ~ the Bible
actually tells us that when we get to heaven that Jesus will sing. “…14
Forasmuch then as the children are partakers of flesh and blood, He also
Himself likewise took part of the same; that through death He might destroy him
that had the power of death, that is, the devil…” if people would understand this plan of salvation there would be only one
religion on this planet. If I can put it
this way, people die because they are
born. But Christ was born that He may
die. Can I read that again? People die
because they are born. But Christ was
born that He may die. He was eternal, clothed Himself with humanity so that He
could die for humanity. God cannot die but He clothed Himself with humanity so
that He could die. By His death He conquered death and him who had power over death. But by His sufferings He became the Captain
of our salvation.
Ibrani 2:12-14
Ayat 12 di Ibrani berkata, “12 dengan
berkata, ‘Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan di
tengah-tengah jemaat, Aku akan menyanyikan
pujian kepadaMu’. 13 Dan lagi: ‘Aku akan menaruh kepercayaanKu kepada-Nya,’ dan lagi, ‘Lihat, inilah Aku dan anak-anak yang telah diberikan Allah
kepada-Ku.’…” Dia merangkul kemanusiaan. Dia senang
dengan mereka. Dia menyanyi ~ Alkitab benar-benar mengatakan kepada kita bahwa
ketika kita tiba di Surga, Yesus akan menyanyi. “14 Oleh sebab itu sebagaimana
anak-anak itu adalah anak-anak dari daging dan darah, maka Ia Sendiri juga mengambil
bagian dalam hal yang sama; agar melalui
kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang
berkuasa atas maut, yaitu Iblis…” Jika manusia mau
memahami rencana keselamatan ini maka hanya akan ada satu agama di planet ini.
Saya akan mengatakan demikian: manusia mati karena mereka dilahirkan, tetapi
Kristus dilahirkan supaya Dia boleh mati. Bolehkah saya baca ini lagi? Manusia
mati karena mereka dilahirkan, tetapi Kristus dilahirkan supaya Dia boleh mati.
Dia itu kekal, tetapi Dia menyelubungi DiriNya dengan kemanusiaan supaya Dia
boleh mati bagi manusia. Allah tidak bisa mati tetapi Dia menyelubungi DiriNya
dengan kemanusiaan supaya Dia boleh mati. Melalui kematianNya Dia mengalahkan
maut dan dia yang punya kuasa atas maut. Tetapi melalui penderitaanNya Dia
menjadi Komandan keselamatan kita.
The resurrection sounded the death knell of Satan and sealed his doom, and turned him into a roaring lion, seeking whom he could
devour before his end would come. So the conflict didn't stop with the death of
Christ.
In fact it intensified. But the victory had been won. The enemy had been
vanquished but not eliminated.
Kebangkitan membunyikan lonceng kematian Setan dan
memeteraikan kebinasaannya, dan membuatnya menjadi singa yang mengaum, mencari
siapa yang bisa dilumatnya sebelum akhirnya tiba. Jadi konflik itu tidak
berhenti dengan kematian Kristus, bahkan itu menjadi lebih intensif. Namun
kemenangan sudah diperoleh. Musuh sudah dikalahkan walaupun belum dilenyapkan.
So death, in other words, makes a lot of noise. And Satan uses it to instill the hearts with fear. But
fear not the Devil nor death, because both have been conquered. We must think about
that. Death is the devil's tool to coerce the will. But rather fear God who has
conquered death and never coerces the will. Fear is Satan's weapon and
destruction his reward.
Jadi dengan kata lain, kematian membuat banyak kegaduhan. Setan
menggunakannya untuk memasukkan rasa takut ke dalam hati manusia. Tetapi
jangan takut pada Iblis maupun kematian, karena keduanya sudah dikalahkan. Kita
harus berpikir begitu. Kematian adalah alat yang dipakai Iblis untuk memaksakan
kehendak. Tetapi lebih baik takut kepada Allah yang telah mengalahkan kematian
dan tidak pernah memaksakan kehendak. Takut adalah alat Setan, dan kehancuran
itu upahnya.
Now we can put that into a present-day context. Death is Satan's weapon. If
you go to the Middle Ages what did he use as his main weapon? Fear of death, fear
of the afterlife, fear of the wrath of God, what happens when you die you go
roast in hell, or you go roast in purgatory. And he used this fear to establish
his priesthood. It is a system based on lies, distorting the character of God.
So study the history of the priesthood. They crucified Christ
in the time of Christ, and they
turned the focus to themselves. They are so successful because the pulpit has
not preached Christ effectively. Priestcraft has darkened the
world with crime and saturated the earth with blood. If we think about the
inquisition and the horrors of the persecution that took place in the Middle
Ages and is still taking place to this very day, hidden under the garment of
Secret Societies, and whatever else they conjure up, to persecute God’s people.
Humanity turns too readily to human aid when One has gone before them, and that
One is Jesus Christ.
That is the ultimate Priest that cannot err nor disappoint.
How can they die that have already died in
Christ? You don't have to fear
death if you have been saved by Jesus
Christ, if you have not neglected so great a salvation.
In Luke 10:19 it says, “19
Behold, I give unto you power to tread on serpents and scorpions, and over all
the power of the enemy: and nothing shall by any means hurt you. 20
Notwithstanding in this rejoice not that the spirits are subject unto you; but
rather rejoice, because your names are written in heaven.”
And I want you to notice that the
emphasis here is on “I” not “you”,
because some people presumptuously claim that they have this power, but it is a
power that comes from God alone. However near Christ we may be, it devours
nothing if you do not turn to Him, but
choose to lean on the arm of flesh.
“5 Thus saith the LORD; Cursed
be the man that trusteth in man, and maketh flesh his arm, and whose heart
departeth from the LORD.” Jeremiah 17:5.
2 Chronicles 32:8, “8
With him is an arm of flesh; but with us is the LORD our God to help us, and to
fight our battles. And the people rested themselves upon the words of Hezekiah
king of Judah.”
Sekarang, kita bisa mengaplikasikan ini ke konteks hari
ini. Kematian adalah alat Setan. Jika kita ke zaman Abad Pertengahan, apa yang
dipakai Setan sebagai alat utamanya? Takut akan kematian, takut akan kondisi
setelah orang mati, takut akan murka Allah, apa yang terjadi bila orang mati,
dia dipanggang di neraka atau dipanggang di api pencucian. Dan Setan memakai
rasa takut ini untuk mendirikan keimamatannya. Ini adalah suatu sistem yang
beralaskan kebohongan, mendistorsi karakter Allah. Jadi pelajarilah sejarah
tentang imam-imam. Mereka menyalibkan Kristus di zaman Kristus, kemudian mereka
mengalihkan fokus kepada diri mereka sendiri. Mereka begitu berhasil karena
mimbar tidak mengkhotbahkan Kristus dengan efektif. Ilmu imam-imam telah
menggelapkan dunia dengan kejahatan dan memenuhi bumi dengan darah. Jika kita
berpikir tentang Inkuisisi dan horornya persekusi yang terjadi di Abad
Pertengahan, dan masih sedang terjadi hingga hari ini, tersembunyi di balik
selubung perkumpulan-perkumpulan rahasia, dan apa pun yang lain yang mereka
tampilkan, untuk mempersekusi umat Allah. Kemanusiaan pun terlalu cepat berpaling ke bantuan manusia padahal ada Satu yang
telah berjalan sebelum mereka, dan Dia adalah Yesus Kristus. Itulah Imam yang
terakhir yang tidak bisa berbuat salah, maupun mengecewakan.
Mana mungkin mereka mati yang sudah mati dalam Kristus?
Kita tidak perlu takut mati jika kita sudah diselamatkan Yesus Kristus, jika
kita tidak mengabaikan keselamatan yang sebesar itu.
Di Lukas 10:19 dikatakan, “19 Lihatlah, Aku telah memberikan kuasa kepada
kamu untuk menginjak ular-ular dan kalajengking-kalajengking, dan atas semua kekuatan musuh, dan tidak ada yang akan mencelakakan
kamu dengan apa pun.’ 20 Namun
demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi
bersukacitalah karena namamu tertulis di Sorga."
Dan saya mau
kalian menyimak penekanannya di sini ada di kata “Aku” bukan “kamu” karena ada
yang dengan sombong mengklaim bahwa mereka memiliki kuasa ini,
tetapi ini ada kuasa yang datang dari Allah saja. Betapa pun dekatnya kita
kepada Kristus, tidak ada apa pun yang dikalahkan jika kita tidak berpaling
padaNya tetapi memilih untuk bersandar pada lengan manusia.
“5 Beginilah
firman TUHAN, ‘Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan
kekuatan manusia, dan yang hatinya menjauh
dari TUHAN.” Yeremia 17:5.
2 Tawarikh 32:8, “8 ‘Padanya
adalah tangan manusia, tetapi pada kita
adalah TUHAN, Allah kita, yang membantu kita dan untuk
bertempur dalam perang kita.’ Dan rakyat bersandar
pada kata-kata Hizkia, raja Yehuda.”
Now what has that got to do with our time? We're living in terrible times. and
humanity is constantly being urged to make flesh their arm, to rely on the
so-called words of science and politicians that coerce you into performing
their will, and threaten you as they did in the Middle Ages. There is no relief
from this and there will be no relief. Was there any relief in the Middle Ages?
Did they give freedom of choice to those who decided to follow Christ
and to accept the Protestant view, that Christ through His blood atoned
for our sins? No! They murdered them relentlessly, and under different gobs
they are still busy doing exactly the same thing today.
Nah, apa kaitannya itu dengan zaman kita? Kita hidup di
masa yang sangat buruk, dan kemanusiaan terus-menerus didorong untuk menjadikan
manusia sebagai sandaran mereka, untuk bersandar pada kata-kata abal-abal sains
dan politikus yang memaksa manusia untuk melakukan kehendak mereka, dan
mengancam kita sebagaimana yang mereka lakukan di Abad Pertengahan. Tidak ada
kelepasan dari ini, dan tidak akan ada kelepasan. Apakah ada kelepasan di Abad
Pertengahan? Apakah mereka memberikan kebebasan memilih kepada mereka yang
memilih untuk mengikuti Kristus dan menerima pandangan Protestan, bahwa Kristus
melalui darahNya telah melakukan pendamaian bagi dosa-dosa kita? Tidak! Mereka
membunuh orang-orang ini tanpa ampun, dan di bawah penyamaran bentuk lain hari
ini mereka masih tetap sibuk melakukan hal yang sama.
We read in the Spirit of Prophecy, “This
will be the experience of those who wear Christ's yoke and learn His meekness and
lowliness. This is your safety, lean not on the arm of flesh for if you do you
will certainly fail to fulfill the commission which God has given you, a
commission that He has not withdrawn. Do not allow what men say to lead you to misrepresent
your Leader. Do not trust in man. God says,
‘Let him take hold of My strength that he
may make peace with Me, and he shall make peace with Me.’ (Isaiah 27:5) (17 LtMs, Lt191, 1902 par. 10)
Now is the time when we must trust in the Savior and not neglect so great a
salvation. The time is coming when the arm of flesh will be cut off, there will
be no human aid, there will be no human balm. The only One who can take us
through the times that we are heading for, is Jesus Christ.
Kita baca dari Roh Nubuat, “…Ini akan
menjadi pengalaman mereka yang mengenakan kuk Kristus dan belajar kelembutan
dan kerendahanNya. Inilah pengamanmu, jangan bersandar pada lengan manusia,
karena jika kamu berbuat itu, kamu pasti akan gagal memenuhi tugas yang telah
diberikan Allah kepadamu, suatu tugas yang belum pernah ditarikNya kembali.
Jangan biarkan apa yang dikatakan orang membuat kamu salah-merepresentasikan
Pemimpinmu. Jangan percaya kepada manusia. Allah berkata, ‘Biarlah dia berpegang pada kekuatanKu supaya
dia boleh berdamai dengan Aku, dan dia akan
berdamai dengan Aku!" (Yesaya
27:5) - (17 LtMs, Lt191, 1902 par. 10)
Sekaranglah
saatnya kita harus mempercayai Sang Juruselamat dan tidak mengabaikan
keselamatan yang begitu besar. Waktunya akan datang ketika bantuan manusia akan
lenyap, tidak akan ada bantuan manusia, tidak akan ada pertolongan manusia.
Satu-satunya yang bisa membawa kita melalui masa-masa yang kita tuju ialah
Yesus Kristus.
Hebrews 2:15-18
Verse 15 says, “15
And deliver them who through fear of death were all their lifetime subject to
bondage…” Yes, when we have fear of death we
are subject to bondage, and Satan uses
it as a tool. Ask yourself the question, is he using fear in the times that we
are living now, fear of death through disease, through pandemics? Is he leading
us in a direction which we might not follow if we didn't have this fear of
death? We must trust in the One who has conquered death. And then it says, “…16 For verily He took not on Him
the nature of angels; but He took on Him the seed of Abraham…” He became a Man, He identified Himself with
humanity. You can trust Him.
Unfortunately the modern translations
render this verse in Hebrews chapter 2, “for
surely it is not angels He helps but Abraham's descendants” (NIV). They
miss the entire point. It is such a travesty to read a verse with such a
translation. “…16
For verily He took not on Him the nature of angels…” He became man. He identified Himself with
humanity so that He could pay the price for humanity. This nonsensical
statement down here: “surely it is not angels He helps”
it's not even true. Didn't Michael come to the aid of the angel Gabriel when
the Devil resisted him? Of course! So we must understand what this book is
about.
Hebrews 2:17, “…17 Wherefore in all things it
behoved Him to be made like unto His brethren, that He might be a merciful and
faithful high priest in things pertaining to God, to make reconciliation for
the sins of the people…” this is the crux
of the matter. That's why I put it in
bold, this is the solution for the sin problem. If we neglect the
salvation, we end up on the slippery
slope where humanity is walking right now. Hebrews 2:18, “…18
For in that He Himself hath suffered being tempted, He is able to succour them
that are tempted.”
Ibrani 2:15-18
Ayat 15 berkata, “15 Dan membebaskan mereka yang
karena takutnya kepada maut, seumur
hidupnya berada di bawah belenggu…” Ya, jika kita memiliki ketakutan pada kematian, kita ada di
bawah belenggu, dan Setan menggunakan itu sebagai alat. Tanyalah diri sendiri,
apakah Setan menggunakan rasa takut ini di masa-masa di mana kita hidup
sekarang, takut mati karena penyakit, karena pandemi? Apakah Setan membawa kita
ke arah yang tidak akan kita ikuti seandainya kita tidak takut pada kematian
ini? Kita harus mempercayai Dia yang telah mengalahkan kematian. Kemudian
dikatakan, “16 Sebab
sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat
bagi DiriNya sendiri, melainkan Dia mengambil bagi DiriNya
sendiri benih Abraham…” Dia menjadi Manusia, Dia mengidentifikasi DiriNya dengan
kemanusiaan. Kita bisa mempercayaiNya.
Sayangnya Alkitab
terjemahan modern menerjemahkan ayat di Ibrani pasal 2 ini, “…karena
sesungguhnya bukanlah malaikat-malaikat yang Dia bantu melainkan keturunan
Abraham” (NIV). Mereka sudah melenceng jauh. Ini adalah suatu
parodi membaca ayat ini dengan terjemahan seperti itu. “16 Sebab sesungguhnya, Dia tidak mengambil kodrat malaikat-malaikat bagi DiriNya sendiri…” Dia menjadi Manusia.
Dia mengidentifikasi DiriNya dengan manusia supaya Dia bisa membayarkan tebusan
untuk kemanusiaan. Kalimat yang tidak masuk akal di bawah ini: “sesungguhnya bukanlah malaikat-malaikat yang
Dia bantu” itu bahkan tidak benar. Bukankah
Mikhael datang membantu malaikat Gabriel ketika Iblis bertahan terhadapnya?
Tentu saja! Jadi kita harus mengerti kitab ini bicara tentang apa.
Ibrani 2:17, “…17 Itulah
sebabnya, dalam segala hal Ia cocok dijadikan sama seperti
saudara-saudara-Nya supaya Ia bisa menjadi Imam Besar yang menaruh belas
kasihan dan yang setia dalam segala hal yang
berkaitan dengan Allah, untuk membuat
perdamaian bagi dosa-dosa umat…” inilah intinya.
Inilah mengapa saya mencantumkannya dengan cetak tebal, inilah solusi bagi
masalah dosa. Jika kita abaikan keselamatan, kita berakhir di tebing yang licin
di mana kemanusiaan sekarang sedang berjalan. Ibrani 2:18, “…18 Sebab
sebagaimana Ia sendiri telah menderita karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.”
So the burden of Paul in chapter 2 is to show that the Captain of our
salvation is the perfect one to emulate, and He is safe to follow because He didn't
look at it from a distance but partook of it in the flesh. If He never wept how
could He quench our tears? The shortest verse in the Bible is found in the
gospel of John 11:35, and it says “Jesus wept” and I would like to say, this verse
deserves to stand alone as the shortest verse in the Bible. It is a monument to
the compassionate Savior. He who has the power to force the will, wept because
He refused to use that power to coerce the human will, and He shook with sorrow
as He watched them tread the path of destruction. He is perfectly adapted to
His task. His certificate of authority is signed with blood, and He is the
perfect Captain to lead us to the land where “God shall wipe
away all tears from their eyes, and there shall be no more death, neither
sorrowing, nor crying, neither shall there be any more pain, for the former
things are passed away.” (Revelation
21:4).
Jadi beban Paulus di pasal 2 ialah menunjukkan bahwa
Komandan keselamatan kita itu adalah tepat untuk ditiru, dan Dia aman diikuti
karena Dia bukan memandangnya dari kejauhan melainkan mengambil bagian Sendiri
sebagai Manusia. Seandainya Dia tidak pernah menangis, bagaimana Dia bisa
meredakan air mata kita? Ayat yang paling pendek dalam Alkitab ada di Injil
Yohanes 11:35 dan itu berkata, “Yesus menangis” dan saya mau mengatakan ayat
ini layak berdiri sendiri sebagai ayat yang paling pendek di Alkitab. Ini
adalah sebuah monumen (tugu peringatan) tentang belas kasihan Sang Juruselamat.
Dia yang punya kuasa untuk memaksakan kehendak, menangis karena Dia menolak
menggunakan kuasaNya itu untuk memaksa kehendak manusia, dan Dia bergetar
dengan duka saat Dia menyaksikan manusia menapak di jalan kebinasaan. Dia
sangat sesuai untuk tugasNya. Sertifikat wewenangnya ditandatangani dengan
darah, dan Dia adalah Komandan yang sempurna untuk memimpin kita ke negeri di
mana “4…Allah akan menghapus segala air mata dari mata
mereka, dan tidak akan ada lagi kematian; maupun duka,
maupun ratap tangis, juga tak akan ada lagi rasa sakit, sebab segala sesuatu yang lama itu
telah berlalu.” (Wahyu 21:4)
My dear brothers and sisters, if we look at chapter 2 and we see in which
way Paul portrays the Captain of our salvation, as perfect as the perfect Captain
to lead us through this road, and He being by His very nature God, could have
forced humanity to do His will, He could have coerced humanity like the
politicians and the scientists of this world want to do at the current moment, but
He didn't. He allowed people to make their choice and their choice led to
destruction. May God give us wisdom, as we look at these things.
Saudara-saudaraku, jika kita lihat pasal 2, dan kita
lihat bagaimana Paulus menggambarkan Komandan keselamatan kita, sesempurna kesempurnaan
Sang Komandan yang telah memimpin kita melalui jalan ini, dan Dia yang
kodratNya adalah Allah sendiri, yang seharusnya bisa memaksa manusia untuk
melakukan kehendakNya, Dia yang seharusnya memaksa manusia seperti yang mau
dilakukan para politikus dan ilmuwan dunia saat ini, tetapi Dia tidak. Dia
izinkan manusia membuat pilihan mereka sendiri dan pilihan mereka mengakibatkan
kebinasaan. Semoga Allah memberi kita hikmat, saat kita melihat hal-hal ini.
So for this reason suffering is permitted, to befall us in order to qualify
us in our small sphere, to become comforters to our brethren, when they
too become victims to suffering or stumble by the wayside. We're going to meet
that more and more. Are we going to have the same condemning spirit as the Pharisees
had? All who have received the gift of comforting others, have in some measure felt
the ennobling gift of suffering themselves, so they can be wise counselors,
physicians, and nurses, of the flock. But beware of the root of bitterness that
turns us from the school of life to the school of death.
Job learnt in the school of sorrow. But many won't learn there.
Job said in verse 1 of chapter 10, “1 My soul is weary of my life…”
I think there are many people in this time
that we are living in that say, “My soul is weary of my life.” “…I will leave my complaint upon myself; I
will speak in the bitterness of my soul.”
Or verse 25 in chapter 21, “25 And another dieth in the
bitterness of his soul, and never eateth with pleasure.” I
think there are many that die in the bitterness of their soul and never eateth
with pleasure, devoid of human comfort. When in the world have we had a
situation where those that are dying are not even allowed to be comforted by
those that love them? What an amazing world we are in. I wonder who is in control of those matters.
Is it the compassionate Savior who became Man so that He could identify with
us? I don't think so. Suffering educates
sympathy. It lightens the tread, enables to read from afar the symptoms of a
suffering soul, and to apply the balm of Gilead or the Word spoken in season.
It shines brightest when the skies are dark.
If we do not attune ourselves to the suffering of others and do not emulate
this world or lean upon this world, then this world will be a kinder place. If
we see people suffering, then alleviate the suffering where it is in your
capacity to do so. If you see someone is burdened, then give a word of
encouragement.
Philippians 3:10 says, “10
That I may know Him, and the power of His resurrection, and the fellowship of
His sufferings, being made conformable unto His death.”
Maka demi alasan ini, penderitaan diizinkan untuk jatuh
kepada kita supaya membuat kita memenuhi syarat di lingkup kita sendiri yang
kecil, untuk menjadi penghibur bagi saudara-saudara kita, ketika mereka juga
menjadi korban penderitaan atau jatuh di tepi jalan. Kita akan bertemu itu
semakin lama semakin sering. Apakah kita akan memiliki roh penuduh yang sama
seperti yang dimiliki orang-orang Farisi? Semua yang sudah menerima karunia
untuk menghibur orang lain, dalam tahap tertentu merasakan karunia penderitaan
yang mengangkat mereka sendiri, sehingga mereka bisa menjadi penasihat, dokter,
perawat yang bijak, dalam kawanan. Tetapi waspadalah
pada akar getir yang membalikkan kita dari sekolah hidup ke sekolah kematian.
Ayub belajar di sekolah duka. Tetapi banyak yang tidak mau belajar di sana.
Ayub berkata di ayat 1 pasal
10, “ 1
Aku lelah dengan hidupku…” saya rasa ada banyak orang di masa sekarang di mana kita
hidup ini yang mengatakan, “Aku lelah dengan hidupku.” “…aku hendak menyerahkan
keluhanku pada diriku sendiri, aku
hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku.”
Atau di ayat 25 pasal 21,
“25 Dan yang lain mati dalam kepahitan jiwanya, dan tidak pernah makan dengan senang.” Saya rasa ada
banyak yang mati dalam kepahitan jiwa mereka dan tidak pernah makan dengan
senang, sama sekali tanpa penghiburan dari manusia. Kapankah di dunia ini
pernah ada kondisi di mana mereka yang sekarat bahkan tidak diizinkan dihibur
oleh mereka yang mengasihi? Luar biasa dunia di mana kita hidup ini. Kira-kira
siapa yang sedang mengendalikan hal-hal itu. Apakah Sang Juruselamat yang
berbelas kasihan, yang menjadi Manusia supaya Dia bisa mengidentifikasi DiriNya
dengan kita? Menurut saya bukan. Penderitaan mendidik simpati. Itu meringankan
langkahnya, memampukan untuk membaca dari jauh gejala-gejala jiwa yang sedang menderita,
dan mengoleskan balsam Gilead atau Firman yang diucapkan sesuai musimnya. Dia paling bersinar ketika langit sedang gelap.
Jika kita tidak membuat diri kita peka terhadap
penderitaan orang lain, dan tidak meniru dunia ini atau bersandar padanya, maka
dunia ini akan menjadi tempat yang lebih ramah.
Jika kita melihat orang menderita, ringangkanlah
penderitaan itu sesuai dengan kemampuan kita melakukannya. Jika seseorang
terbebani, berikanlah sepatah kata dorongan.
Filipi 3:10 berkata, “10
Agar aku boleh mengenal Dia dan kuasa
kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku diselaraskan dengan kematian-Nya.”
So may God give us wisdom as we consider a suffering Savior who was made
perfect through suffering, as we become hard-hearted and join the direction in
which this world is going at the moment, let us consider what Christ
went through and what He means to us and let us not neglect so great a
salvation.
Let's pray.
Jadi semoga Allah memberi kita hikmat saat kita
merenungkan Juruselamat yang menderita yang menjadi sempurna melalu
penderitaanNya, sementara kita menjadi keras hati dan bergabung ke arah ke mana
dunia ini sedang menuju saat itu, marilah kita renungkan apa yang telah dialami
Kristus dan apa maknanya Dia bagi kita dan marilah kita tidak mengabaikan
keselamatan sebesar ini.
Mari kita berdoa.
13 05 22
No comments:
Post a Comment