THE
BOOK OF HEBREWS
Part 05/14 – Walter Veith
CHAPTER 4 ~ THE GOSPEL OF REST
https://www.youtube.com/watch?v=aVMljfaVfNU
Dibuka dengan doa
The Gospel of Rest. What does it mean to find rest in God? When we discussed
chapter 3, we saw that the Israelites could not enter into that rest because
there was no faith involved in their action.
Injil Perhentian. Apa artinya mencari perhentian dalam
Allah? Ketika kita membahas pasal 3, kita melihat bahwa bangsa Israel tidak bisa masuk ke perhentian itu karena
tidak ada iman yang dilibatkan dalam perbuatan
mereka.
Hebrews 4:1
So let us go to Hebrews 4:1, “1 Let us therefore fear, lest a
promise being left us of entering into His rest, any of you should seem to come
short of it.”
This is a very serious statement. The Israelites had come short of it and they
never entered into the rest, and they wandered in the wilderness for 40 years.
And he is warning us here that the same could happen to us. And indeed
this is the central issue around which the gospel revolves, and therefore it is
of paramount importance that we are very careful in how we tread.
Ibrani 4:1
Jadi mari kita ke Ibrani 4:1, “1 Sebab
itu, baiklah kita takut, jangan-jangan janji
yang ditinggalkan kepada kita tentang masuk ke dalam perhentian-Nya, di
antara kamu mungkin ada yang tidak bisa
mencapainya.”
Ini adalah pernyataan yang serius. Bangsa Israel tidak
bisa mencapainya dan mereka tidak pernah memasuki perhentian itu, dan mereka
mengembara di padang gurun selama 40 tahun. Dan Paulus memperingatkan kita di
sini bahwa hal yang sama bisa
terjadi pada kita. Dan memang benar inilah isu intinya di mana
injil berpusat, dan oleh karena itu sangatlah penting kita harus berhati-hati
bagaimana kita berjalan.
Now the word “rest” there comes from the Greek κατάπαυσις [katapausis].
Let's have a look what Strong says about this.
From G2664.
It is: reposing down, that is (by Hebraism) abode: ~ rest.
Well, let's have a look what Thayer
has to say on the issue. He says
it is:
1) a putting to rest
1a) calming of the winds.
I
quite like that one, a calming of the winds, a settling down of the storms
within
2) a resting place
2a)
metaphorically the Heavenly
blessedness in which God dwells and of which He has promised to make
persevering believers in Christ partakers after the toils and trials of life on
earth are ended.
Part of a speech: it's a noun, it's
feminine.
And mostly through chapter 4 in the book of Hebrews this word “rest” comes
from the Greek κατάπαυσις [katapausis] except once, and we'll get to that in a
moment.
Nah, kata “perhentian” di sana berasal dari kata Greeka κατάπαυσις
[katapausis].
Mari kita simak apa
yang dikatakan Strong tentang ini.
Dari G2664.
Artinya: berbaring, yaitu (dalam Ibrani) tinggal: ~ berhenti.
Nah, mari kita lihat Thayer
mengatakan apa tentang isu ini, dia berkata:
1)
mengistirahatkan
1a) menenangkan
angin
Saya suka
ini, menenangkan angin, meredakan badai di dalam.
2)
tempat perhentian
2a) secara metaforis, kedamaian surgawi di mana
Allah tinggal, dan yang dijanjikan kepada orang-orang percaya dalam Kristus
yang setia, yang ikut ambil bagian setelah kesukaran dan ujian hidup di bumi berakhir.
Bagian dari kalimat: kata benda, bentuk feminin.
Dan hampir di seluruh pasal 4 kitab Ibrani, kata
“perhentian” ini berasal dari kata Greeka κατάπαυσις [katapausis] kecuali satu kali, dan nanti kita akan ke sana.
Hebrews 4:2
“2 For unto us was the gospel
preached, as well as unto them: but the Word preached did not profit them, not
being mixed with faith in them that heard it.”
Now in what sense was the gospel preached to them? Because we know that it was preached to us,
Jesus Christ Himself introduced the gospel, as well as unto them. Obviously if the gospel
was preached to them, how was it preached to them? In type. Their shadows pointed
to the greater reality, the Substance which is Jesus Christ. So they had
the gospel although they had it in types and shadows.
Ibrani 4:2
“2
Karena kepada kita kabar kesukaan (Injil) diberitakan, sama seperti kepada
mereka; tetapi Firman yang disampaikan itu tidak
berguna bagi mereka, karena tidak dicampur
dengan iman pada mereka yang
mendengarnya.”
Nah, dalam
pengertian apa Injil disampaikan kepada mereka? Karena kita tahu itu
disampaikan kepada kita, Yesus Kristus sendiri memperkenalkan Injil itu, sama
seperti kepada mereka. Jelaslah jika Injil
itu disampaikan kepada mereka, bagaimana cara penyampaiannya
kepada mereka? Dalam bentuk tipe.
Bayangan-bayangan mereka menunjuk kepada realita yang lebih besar, kepada
Substansinya, yaitu Yesus Kristus. Jadi mereka
menerima Injil itu, dalam betuk tipe-tipe dan bayangan-bayangan.
Hebrews 4;3
And then it says in verse 3, “3 For we which have believed do
enter into rest…” again the word there is from the Greek κατάπαυσις [katapausis]
"…as
He said, ‘As I have sworn in My wrath, if they shall enter into My rest’
although the works were finished from the foundation of the world.”
Now this is quite a tricky one to understand in the KJV. So let's read it
again “3
For we which have believed do enter into rest…” so faith
is of paramount importance to enter into that rest, into that ceasing
of the storms, the winds,
“…as He said, ‘As I have sworn in My wrath, if they shall enter into My
rest’ although the works were finished from the foundation of the world.”
So I’ve drawn on the NKJV to see how they translate it, because sometimes
in translation we can see some differences. If those differences add to the
understanding then fine, if those differences contradict what has been said
before, then it is problematic. In this case I don't think it contradicts, it
adds to the understanding. It says,“For we who have
believed do enter in that rest, as He said, so I swore in My wrath they shall
not enter into My rest…” so all they are
doing is they are quoting it more completely “…although the
works were finished from the foundation of the world.” So in other words, from the very
beginning, the task was done. Now if a task is done, if it is completed, is
there anything we can add to it? No! We can merely enjoy it. We can merely
appropriate it but we cannot add anything to it because the works were finished
from the foundation of the world.
Ibrani 4:3
Lalu dikatakan di ayat 3, “3 Karena
kita yang sudah percaya, masuk ke
perhentian…” lagi-lagi kata di sini berasal dari kata Greeka κατάπαυσις
[katapausis], “…seperti yang Ia katakan, ‘Sebagaimana Aku telah bersumpah dalam murka-Ku,
jika mereka sampai
masuk ke perhentian-Ku, sekalipun pekerjaan itu
sudah selesai sejak dunia dijadikan.’”
Nah, ini adalah ayat yang sulit untuk dipahami dari KJV.
Jadi mari kita baca lagi, “3 Karena kita yang sudah
percaya, masuk ke perhentian…” jadi iman
itu sangat penting untuk masuk ke perhentian tersebut, masuk ke
badai yang berhenti, angin-angin, “…seperti yang Ia katakan, ‘Sebagaimana Aku telah bersumpah dalam murka-Ku,
jika mereka sampai
masuk ke perhentian-Ku, sekalipun pekerjaan itu
sudah selesai sejak dunia dijadikan.’…”
Jadi saya mengambil dari NKJV untuk melihat bagaimana
mereka menerjemahkannya, karena terkadang kita bisa melihat adanya perbedaan
dalam penerjemahan. Jika perbedaan itu menambahkan kepada pemahamannya, maka
baguslah. Jika perbedaan itu mengkontradiksi apa yang dikatakan sebelumnya, itu
menjadi masalah. Dalam hal ini menurut saya itu tidak mengkontradiksi tapi
menambah pemahamannya. Dikatakan, “…3
Karena kita yang sudah percaya, masuk ke perhentian itu,
seperti yang Ia katakan, ‘Maka Aku telah
bersumpah dalam murka-Ku, mereka tidak akan masuk ke perhentian-Ku…” jadi apa yang
mereka lakukan ialah mereka mengutipnya dengan lebih lengkap, “…sekalipun
pekerjaan itu sudah selesai sejak dunia
dijadikan.’…” Maka dengan kata lain, dari awal mula, pekerjaan itu sudah selesai.
Nah, jika suatu pekerjaan sudah selesai, jika itu sudah
lengkap, apakah ada yang bisa kita tambahkan kepadanya? Tidak! Kita hanya bisa
menikmatinya. Kita hanya bisa memanfaatkannya untuk diri kita sendiri, tetapi kita
tidak bisa menambahkan apa-apa kepadanya karena pekerjaan itu
sudah selesai sejak saat dunia dijadikan.
Hebrews 4:4-6
Verse 4 says, “4 For He spake in a certain
place of the seventh day on this wise: ‘And God did rest…” and he uses the same word “…the seventh day from all His works.’…” In other words, what Paul is saying that the seventh
day was set as a memorial to remind us of this rest, this completed work.
And it was done from the very beginning so there was nothing that could be
added. Verse 5, “5 And in this place again, ‘If
they shall enter into My rest’…” κατάπαυσις [katapausis] “… 6 Seeing therefore it
remaineth that some must enter therein, and they to whom it was first preached
entered not in, because of unbelief…” So they did not enter in, but the promise still stands. And therefore it
says that "some must enter therein”, there will be people that will enter in.
So as a nation the Jews had rejected that rest, which we find in a Person. And
so the gentiles were given the opportunity, and many of them entered into that
rest, but many did not.
Now, not all the Jews rejected this rest, and many did enter into the rest.
Didn't Joshua enter into that rest? Didn't Caleb enter into that rest? They
trusted in the promises of God and they entered in by faith. Those who didn't
have faith could not enter into that rest.
Ibrani 4:4-6
Ayat 4 mengatakan, “4 Sebab Dia sudah
berbicara di suatu tempat (di suatu ayat) tentang hari ketujuh demikian: ‘Dan
Allah berhenti…” dan dia menggunakan kata yang sama, “…pada
hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya.’…” Dengan kata lain,
apa yang dikatakan Paulus ialah bahwa hari
ketujuh telah ditetapkan sebagai peringatan untuk mengingatkan kita kepada
perhentian ini, pekerjaan yang sudah selesai ini. Dan itu sudah
dilakukan dari awal mula, sehingga tidak ada yang bisa ditambahkan. Ayat 5, “…5 Dan di tempat itu (di ayat itu) lagi,
‘Jika mereka akan
masuk ke perhentian-Ku.’…” κατάπαυσις [katapausis] “…6
Mengingat karena masih ada beberapa yang harus masuk ke sana,
dan
mereka kepada siapa lebih dahulu disampaikan kabar kesukaan itu tidak masuk
karena ketidakpercayaan mereka…” Jadi mereka tidak
masuk, tetapi janji itu tetap berlaku. Maka dikatakan bahwa “…ada beberapa yang harus masuk ke sana” akan ada orang-orang yang akan masuk.
Jadi sebagai bangsa, orang Yahudi telah menolak perhentian itu, yang terdapat
dalam satu Pribadi. Maka orang-orang bukan Yahudi diberi
kesempatan, dan banyak dari mereka yang masuk ke perhentian itu, tetapi banyak
tidak.
Nah, tidak semua orang Yahudi menolak perhentian ini,
banyak juga yang masuk ke perhentian itu. Bukankah Yosua masuk ke perhentian
itu? Bukankah Kaleb masuk ke perhentian itu? Mereka mempercayai janji-janji
Allah dan mereka masuk dengan iman. Mereka yang tidak punya iman, tidak bisa
masuk ke perhentian tersebut.
So the
promise still stands and the door is still open to those that accept the rest.
So if we consider why they didn't enter it's quite plain in this verse, “because of their unbelief”. So faith is absolutely important.
Now there's a whole chapter coming in the book of Hebrews on the issue of
faith, so we don't want to go into great detail here, but certain points we
need to understand as we continue.
Jadi janjinya
masih berlaku, dan pintunya masih terbuka bagi mereka yang menerima perhentian
itu.
Jadi jika kita pertimbangkan mengapa mereka tidak masuk,
itu cukup jelas di ayat ini, “karena ketidakpercayaan
mereka”. Jadi iman itu mutlak penting.
Nah, di depan ada satu pasal penuh di kitab Ibrani
mengenai isu iman, jadi kita tidak mau berpanjang lebar di sini, tetapi poin-poin
tertentu perlu kita pahami sambil kita melanjutkan.
Hebrews 4:7-9
Verse 7 says, “…7 Again, He limiteth a certain
day, saying in David, ‘Today, after so long a time; as it is said, Today if ye
will hear His voice, harden not your hearts.’…” so he's talking in the time of David which was well after the 40 years
wandering in the wilderness, and there was still a “today”. In other words, the door
for entrance into that rest has not closed unto this present day. As a
nation they did not enter and the gospel went to the gentiles, but as
individuals anybody who acknowledges his faith in the completed works of Jesus
Christ, can enter into that rest. “...8 For if Jesus had given
them rest, then would He not afterward have spoken of another day….” and that's interesting. Verse 9 says, “…9 There remaineth therefore a
rest…” and here this word “rest” is not translated
from κατάπαυσις [katapausis] but is translated from σαββατισμός [sabbatismos] “…to the people of God... 9 There
remaineth therefore a σαββατισμός [sabbatismos]
to
the people of God...” and this is the only time in chapter 4
where this word “rest” is from the word σαββατισμός [sabbatismos].
Ibrani 4:7-9
Ayat 7 mengatakan, “…7 Sekali lagi, Ia membatasi
satu hari tertentu, mengatakan melalui Daud, ‘Hari ini’, setelah sekian lamanya; sebagaimana dikatakan, ‘Hari ini, jika kamu mau mendengar suara-Nya, janganlah mengeraskan
hatimu!’…" Jadi dia bicara tentang zaman Daud,
yang sudah lewat lama setelah 40 tahun pengembaraan di padang gurun, dan masih
ada satu “hari ini”. Dengan kata lain, pintu
masuk ke perhentian itu belum ditutup hingga hari ini. Sebagai
bangsa, mereka tidak masuk, dan Injil pergi ke orang-orang non-Yahudi, tetapi sebagai individu, siapa pun yang
mengakui imannya dalam pekerjaan Yesus Kristus yang sudah selesai, bisa masuk
ke perhentian itu. “…8
Karena, andaikata Yesus telah memberi mereka perhentian,
maka Ia tidak akan berkata kemudian tentang
suatu hari lain…” dan itu menarik. Ayat 9 mengatakan, “…9 Jadi oleh karena itu masih tersisa satu
perhentian…” dan kata “perhentian” ini tidak
diterjemahkan dari κατάπαυσις
[katapausis], melainkan diterjemahkan
dari σαββατισμός
[sabbatismos] “…bagi umat Allah… 9 Jadi oleh karena itu masih tersisa satu perhentian bagi umat Allah…” dan inilah satu-satunya kali di
pasal 4 kata “perhentian” ini berasal dari kata σαββατισμός [sabbatismos].
Hebrews 4:10
So if we continue in verse 10 it says,
“...10 For he that is entered into His rest, he also hath
ceased from his own works, as God did from His.”
So this
plan of salvation was complete before the foundations of the world were
even laid, and God rested on the seventh day. And so anybody who enters into that rest must also
cease from his own works, in order to attain that rest, because work
and rest are mutually exclusive.
Ibrani 4:10
Maka jika kita
lanjutan ke ayat 10, dikatakan, “10 Karena dia yang telah
masuk ke perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari pekerjaannya sendiri, sama seperti Allah berhenti dari
pekerjaan-Nya.”
Maka rencana
keselamatan ini sudah selesai bahkan
sebelum fondasi bumi ini diletakkan, dan Allah berhenti pada hari ketujuh. Jadi siapa
pun yang masuk ke dalam perhentian itu harus juga berhenti dari pekerjaannya
sendiri, supaya bisa mendapatkan perhentian itu, karena kerja
dan perhentian itu sama-sama ekslusif (tertutup, tidak bisa
dimasuki yang lain).
Hebrews 4:11
But now it's fascinating that if you read verse 11, it says, “11 Let us labour therefore to
enter into that rest, lest any man fall after the same example of unbelief.”
So this is a very interesting nuance. So you have to work, but you have to rest.
The two are actually mutually exclusive. So how do you combine those two? The
only way you can combine them is in Jesus Christ.
It's like “Be ye perfect as your Father in
Heaven is perfect” ~ “He who says
he is without sin is a liar and the truth is not in him”, they seem diametrically opposed to each other, but in Christ they become a
reality.
So there's
work to do, you have to sell everything, you have to strive to enter
into the narrow gate, but it is not your labor that does it,
because you
have to cease from your work. It is something that has been completed in Christ.
Ibrani 4:11
Tetapi sekarang ini
menarik jika kita baca ayat 11,
dikatakan, “11 Karena itu marilah
kita bekerja keras untuk masuk ke perhentian
itu, jangan sampai siapa pun jatuh mengikuti contoh ketidakpercayaan
yang sama…” Jadi ini adalah nuansa yang sangat menarik. Jadi kita harus bekerja, tetapi kita
harus berhenti. Keduanya sesungguhnya sama-sama ekslusif. Jadi
bagaimana menggabungkan keduanya? Satu-satunya cara kita bisa menggabungkan mereka ialah dalam
Yesus Kristus.
Ini mirip dengan “48 Jadilah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang
di sorga itu sempurna." (Mat.
5:48), dan “8 Jika kita berkata, bahwa kita
tidak punya dosa, kita menipu diri kita
sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1 Yoh. 1:8), mereka sepertinya bertolak belakang satu sama lain,
tetapi dalam Kristus mereka menjadi kenyataan.
Jadi ada
yang harus dilakukan, kita harus menjual segalanya, kita harus
bekerja keras untuk masuk melalui pintu yang sempit, tetapi itu bukanlah kerja keras kita
karena kita harus berhenti dari kerja
kita. Itu adalah sesuatu yang sudah diselesaikan dalam Kristus.
Hebrews 4:12-13
Verse 12 says, “12 For the Word of God is
quick, and powerful, and sharper than any two-edged sword, piercing even to the
dividing asunder of soul and spirit…” So he directs our attention to the Word of God. This is where the solution
lies, and this is where the answer must be found. It cannot be found in
tradition, it must be found in the Word of God. So the verse continues, “…and of the joints and marrow, and is a
discerner of the thoughts and intents of the heart…” Now we must also remember that the Word
also points to an Individual, “In the beginning
was the Word, and the Word was with God, and the Word was God” it's referring to Jesus Christ, who discerns
the intentions of the heart. “…13
Neither is there any creature that is not manifest in His sight: but all things
are naked and opened unto the eyes of Him with whom we have to do…” there's nothing you can hide from God. He
knows every single thing about us.
Ibrani 4:12-13
Ayat 12 mengatakan, “12 Sebab Firman Allah itu hidup, dan berkuasa, dan lebih
tajam daripada pedang bermata dua mana pun; menembus bahkan sampai ke pemisahan jiwa dan roh…” Jadi dia mengarahkan
perhatian kita ke Firman Allah. Di sinilah letak solusinya, dan di sinilah di
mana jawaban itu harus ditemukan. Tidak bisa ditemukan di tradisi, itu harus
ditemukan dalam Firman Allah. Maka selanjutnya ayat itu berkata, “…dan dari sendi-sendi
dan sumsum; dan adalah pengenal dari pikiran dan
niat hati…” Nah, kita harus mengingat bahwa Firman itu juga menunjuk kepada
satu Inidividu. “1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah” (1
Yoh. 1:1), ini mengacu ke Yesus Kristus, yang mengenali niat-niat
dalam hati.
“13 Dan tidak ada makhluk
apa pun yang tidak tampak dalam pandanganNya, tetapi segala
sesuatu telanjang dan terbuka di mata Dia, dengan
Siapa kita berurusan…” Tidak ada apa pun
yang bisa kita sembunyikan dari Allah. Dia tahu setiap hal tentang kita.
Now in these verses again we are going to look at a particular chiastic structure
because we're going to look at one chiasm in each chapter. Again I reiterate
there are many, but we'll just do one for the sake of inclusiveness. And this
one has again the structure A, B, C, and
then the reverse C’, B’, A’.
Sekarang, di ayat-ayat ini sekali lagi kita akan menyimak
struktur kiastis yang tertentu karena kita akan menyimak satu kiasma setiap
pasal. Kembali saya ulangi bahwa ada banyak kiasma tetapi kita hanya akan
menyimak satu demi inklusivitas. Dan yang ini memiliki struktur A, B, C,
kemudian kebalikannya C’, B’, A’.
A: Hebrews 4:2 said, the gospel was not
combined with faith.
A’: And if you go to Hebrews 4:11 where faith is
the paramount issue, then the antithesis is: the gospel was combined with faith
in those that entered into His rest.
B: Hebrews 4:3, they do not enter into the rest,
do not rest in the completed work. So they could not enter because they were
not combining it with faith and so “God said in His wrath ‘they shall not enter
into My rest’”.
B’: Then we come to the antithesis of that which
is B’, verse 10, rest in the completed work, ceased from their labors.
So he's contrasting those that did, and
those that did not.
And the middle aspect is the:
C: Hebrews 4:4 God rests on the seventh day, and
the seventh day becomes a symbol of His completed work. “Remember the
Sabbath day to keep it holy. Six days shall you labor and do all your work”, etc. but the seventh day is the day on
which He rested and because God created it, He commanded you to keep the
seventh day. So God rested on the Sabbath day, the seventh day.
C’: and Hebrews 4:9 God's people rest, and the
word used there for the first time is σαββατισμός [sabbatismos] on the seventh day. Now what does that mean? We'll look at it a little bit
more in detail later.
But essentially σαββατισμός [sabbatismos] is a verb used as a noun, expressing the action of the verb, for example
“keep the Sabbath” as a verb, and
“sabbath keeping” as a noun. So basically what he is saying is that God's
people who enter into the rest, rest as God rested on the seventh day.
And He included it in His commandment. Therefore God's people rest σαββατισμός [sabbatismos], in other words, “keep the Sabbath” or are
a group of “sabbath-keeping” individuals, because they rest.
A: Ibrani 4:2
mengatakan, Injil tidak digabungkan dengan iman.
A’: Dan jika kita ke Ibrani 4:11 di mana iman itu isu
yang terbesar, maka antithesisnya adalah: Injil digabungkan dengan iman pada
mereka yang masuk ke dalam perhentianNya.
B: Ibrani 4:3, mereka tidak masuk ke perhentian itu, tidak
berhenti dalam pekerjaan yang sudah selesai. Maka mereka tidak bisa masuk
karena mereka tidak menggabungkannya dengan iman. Maka Allah berkata dalam
murkaNya, ‘mereka tidak akan masuk ke perhentianKu.”
B’: Lalu kita tiba pada antithesis dari itu yang adalah
B’, ayat 10, berhenti dalam pekerjaan yang sudah selesai, berhenti dari kerja
mereka sendiri.
Jadi dia membuat kontras antara mereka yang berhenti dan
mereka yang tidak.
Dan aspek tengahnya ialah:
C: Ibrani 4:4
Allah berhenti pada hari ketujuh, dan hari ketujuh menjadi simbol dari
pekerjaanNya yang sudah selesai. “8 Ingatlah
hari Sabat, peliharalah agar tetap kudus: 9
enam hari lamanya engkau harus bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu” dst. (Kel. 20:8-9) tetapi hari
ketujuh adalah hari di mana Dia berhenti, dan karena Allah menciptakannya, Dia
memerintahkan manusia untuk memelihara hari ketujuh. Jadi Allah berhenti pada
hari Sabat, hari ketujuh.
C’: dan Ibrani 4:9
umat Allah berhenti, dan kata yang dipakai di sana untuk pertama kalinya adalah
σαββατισμός
[sabbatismos] pada hari ketujuh. Nah, apa artinya? Kita akan
menyimaknya lebih mendetail sebentar lagi.
Tetapi pada
dasarnya σαββατισμός
[sabbatismos] adalah kata kerja yang
dipakai sebagai kata benda, menggambarkan tindakan kata kerja tersebut,
misalnya “memelihara Sabat” sebagai kata kerja, dan “pemeliharaan Sabat”
sebagai kata benda. Jadi pada dasarnya apa yang dikatakannya ialah umat Allah yang masuk dalam
perhentian itu, berhenti sebagaimana Allah berhenti pada hari ketujuh.
Dan Allah memasukkan itu dalam PerintahNya. Itulah sebabnya umat Allah berhenti
σαββατισμός
[sabbatismos], dengan kata lain “memelihara
Sabat” atau adalah sekelompok “orang pemelihara Sabat” karena mereka berhenti.
Now this becomes confusing to many. Now the Bible says that they, the Jews,
did not enter into that rest because they concentrated on their own merits and
their own works, they did not rest in the completed works, they didn't
rest in the promises of God.
Now you
can keep the Sabbath as a form of works and have thousands of rules as
the Jews did, almost 2’000 rules as to how to keep the Sabbath, that's not
resting, that's working, and then claiming credit for the works. Just
because something is used in a wrong way doesn't make it wrong. God did not take away His Law, not one jot or
one tittle would by any means disappear from the Law, because people
misappropriated it, or used it in a wrong way.
So there
remains a rest for the people of God, a σαββατισμός [sabbatismos] not
as a form of works, but as a memorial.
Just as God rested on the seventh day He asks us to rest on the seventh day as a witness
to the world that we accept the rest that is in Christ.
So we need to understand and unpack this and we must use the Bible and the
Bible alone because it alone cuts like a sword through to the marrow.
Nah, ini membingungkan bagi banyak orang. Alkitab berkata
bahwa mereka, orang-orang Yahudi,
tidak masuk ke dalam perhentian karena mereka memusatkan pada jasa mereka
sendiri dan perbuatan mereka sendiri. Mereka tidak berhenti dalam pekerjaan
yang sudah selesai, mereka tidak berhenti dalam janji-janji
Allah.
Nah, kita
bisa memelihara Sabat sebagai suatu bentuk perbuatan dan punya
ribuan peraturan seperti orang Yahudi, hampir 2’000 peraturan mengenai
bagaimana memelihara Sabat. Itu
namanya bukan perhentian, itu namanya berbuat, kemudian
mengklaim kreditnya untuk pekerjaan itu. Hanya karena
sesuatu disalahgunakan, tidak menjadikan itu salah. Allah tidak menghapus
HukumNya, tidak satu noktah atau titik akan lenyap dari Hukum dengan cara apa
pun, gara-gara manusia salah menggunakannya atau memakainya dengan cara yang
salah.
Maka masih
tersisa satu perhentian bagi umat Allah, satu σαββατισμός [sabbatismos] bukan
sebagai bentuk perbuatan melainkan sebagai
suatu peringatan.
Sama seperti Allah berhenti pada hari ketujuh, Dia minta kita berhenti pada
hari ketujuh sebagai suatu kesaksian kepada dunia bahwa kita menerima
perhentian yang ada dalam Kristus.
Jadi kita perlu memahami dan mengupas ini, dan kita harus
menggunakan Alkitab, dan hanya Alkitab, karena hanya itulah yang memotong
seperti pedang yang menembus hingga ke sumsum.
So a central doctrine in the Scriptures in the New Testament is the
doctrine of justification, righteousness by faith. And righteousness
by faith excludes works. And this doctrine is the one doctrine that has
been under the attack from the very beginning, from the time of Adam and Eve.
v Cain said, “I will not bring the prescribed
offering
that reminds me
of a Savior to come who has completed the works for me, I will bring the works
of my own hands and God will have to be satisfied with it.” That is where the rebellion
brought us, a rejection of the rest that God had promised.
v The gospel was reintroduced when Christ
came to this world.
And He went to
that man that for 38 years represents the ones that were wandering in the
wilderness, and He said, “Do you want to be well? Would you like to find rest
in My completed works, and not wait for the shadows, and the forms, and the
rituals, to save you?” And by faith that man stood up when Jesus said, “Pick up
your bed and walk!” So the issue of righteousness by faith was reintroduced into the
gospel, and Paul very succinctly wrote about it, as well as the other
disciples.
v And then somehow it got lost again.
v And then in the Reformation it was
reawakened.
v And unfortunately then it got lost again.
v And then in 1888 it was to be brought to
the fore again.
v And God's people had to go back in the
wilderness, because again they rejected it.
Jadi doktrin yang sentral dalam Kitab Suci Perjanjian
Baru adalah doktrin pembenaran,
kebenaran melalui iman. Dan kebenaran melalui iman tidak mengikutsertakan perbuatan.
Dan doktrin ini adalah doktrin yang terus-menerus diserang dari awal mula, dari
zaman Adam dan Hawa.
v Kain berkata, “Aku tidak mau
membawa persembahan yang ditentukan
yang mengingatkan aku pada seorang Juruselamat yang akan
datang yang telah menyelesaikan pekerjaannya bagiku. Aku mau membawa perbuatan
tanganku sendiri, dan Allah harus puas dengan itu.” Ke sanalah kita telah
dibawa oleh pemberontakan,
yaitu penolakan kepada perhentian yang
telah dijanjikan Allah.
v Injil diperkenalkan ketika
Kristus datang ke dunia ini.
Dan Dia datang ke orang itu yang selama 38 tahun
melambangkan mereka yang mengembara di padang gurun, dan Dia berkata, “Maukah
kamu sembuh? Maukah kamu mendapatkan perhentian dalam pekerjaanKu yang sudah
selesai dan tidak menunggu bayangan, dan bentuknya, dan ritualnya untuk
menyembuhkan kamu?” Dan oleh iman orang tersebut berdiri ketika Yesus berkata,
“Angkat tilammu dan jalanlah!” Maka isu kebenaran
oleh iman pun diperkenalkan kembali di dalam Injil, dan Paulus
menulisnya dengan singkat dan jelas, begitu juga murid-murid yang lain.
v Dan entah bagaimana itu hilang
lagi.
v Kemudian saat Reformasi Protestan
itu dibangkitkan kembali.
v Dan sayangnya itu kemudian
hilang lagi.
v Lalu di 1888 itu diketengahkan lagi.
v Dan umat Allah harus kembali
ke padang gurun karena mereka kembali menolaknya.
So let's look at this righteousness by faith.
Romans 9:30, “30 What shall we say then? That
the Gentiles, which followed not after righteousness, have attained to
righteousness, even the righteousness which is of faith. 31 But
Israel, which followed after the Law of righteousness, hath not attained to the
Law of righteousness. 32 Wherefore? Because they sought it not by
faith, but as it were by the works of the Law. For they stumbled at that
stumbling stone.”
This stumbling stone has been a bone of contention since the very beginning
and it will remain so until the very last day.
And if we neglect it, we cannot enter into the rest.
And this war rages in all denominations.
Jadi mari kita simak kebenaran oleh iman ini.
Roma 9:30, “30 Jika demikian, apakah yang akan kita katakan? Bahwa bangsa-bangsa lain
yang tidak mengikuti kebenaran, telah mendapatkan kebenaran, yaitu kebenaran karena
iman. 31 Tetapi Israel, yang
mengikuti Hukum kebenaran, tidaklah sampai kepada Hukum kebenaran itu. 32 Mengapa? Karena mereka tidak mencarinya dengan iman, tetapi sebagaimana yang mereka lakukan, oleh perbuatan
Hukum. Karena mereka
tersandung pada batu sandungan.”
Batu sandungan ini telah menjadi isu perselisihan sejak awal mula dan itu akan tetap demikian hingga hari
yang terakhir.
Dan jika kita mengabaikannya, kita tidak bisa masuk ke
perhentian.
Dan perang ini berkecamuk dalam semua denominasi.
Isaiah 53:11 says, “11 He shall see of the travail
of His soul…” a reference to Jesus Christ “…
and shall be satisfied; by
His knowledge shall My righteous servant justify many; for He shall bear their
iniquities.”
The emphasis here is on the Substance. The emphasis here is on what Christ
has done for you, works that were completed from the very foundation, because by promise He
had already been sacrificed, a Lamb that was sacrificed from the very
foundation of this world.
Yesaya 53:11
mengatakan, “11 Dia akan melihat hasil
penderitaan jiwaNya…” suatu referensi
kepada Yesus Kristus, “…dan akan dipuaskan. Dengan hikmatNya Hamba-Ku yang benar itu akan membenarkan
banyak orang, karena Dia yang akan memikul dosa-dosa mereka.”
Tekanannya di sini
ada pada Substansinya. Tekanannya di sini ada pada apa yang telah dilakukan
Kristus bagi kita, pekerjaan yang sudah
selesai sejak dari penciptaan dunia karena melalui janji Dia sudah dikorbankan,
Anak Domba yang dikorbankan sejak dunia dijadikan.
Martin Luther said, “If the article of justification is lost, all
Christian doctrine is lost at the same time.” (W40 1, 48).
“This doctrine [justification] is the head and
the cornerstone, it alone begets, nourishes, builds, preserves, and defends the
church of God; and without it the church of God cannot exist for one hour…”
(W30 II, 651).
“When
the article of justification has fallen, everything has fallen.” (W40 I, 72)
(What Luther Says by Ewald Plass).
Martin Luther
mengatakan,
“…Jika doktrin pembenaran itu hilang, semua doktrin Kristen hilang pada
waktu yang sama (W40 1, 48).
“Doktrin ini (pembenaran) adalah batu penjuru utamanya, itu sendiri yang melahirkan, membesarkan, membangun,
mempertahankan, dan membela gereja Allah, dan tanpa itu gereja Allah tidak akan
eksis satu jam pun.” (W30 II, 651).
“Ketika doktrin pembenaran jatuh, segalanya jatuh.” (W40
1, 72)
(What Luther Says by
Ewald Plass)
So this is a very, very, important point: Justification by faith. Of course
there's also sanctification by faith, because if it is not of faith, then it is by
works.
v Justification is the imputed righteousness
of Jesus Christ.
v Sanctification is the imparted righteousness
of Jesus Christ.
Both come from Him, and not from us, lest we should boast.
Jadi ini adalah poin yang amat sangat penting: Pembenaran
oleh iman. Tentu saja juga ada Pengudusan oleh iman karena jika itu bukan oleh iman, berarti itu oleh perbuatan.
v Pembenaran adalah kebenaran
Yesus Kristus yang diperhitungkan sebagai milik kita
v Pengudusan adalah kebenaran
Yesus Kristus yang diberikan kepada kita.
Kedua-duanya berasal dari Dia, bukan dari kita, jangan
sampai kita menyombong.
Now at the Council of Trent, this doctrine of justification was declared an
anathema. Canon IX of the Council of Trent reads, “If anyone shall say that by faith alone the
sinner is justified so as to understand that nothing else is required to
cooperate in the attainment of the grace of justification, and that it is in no
way necessary that he be prepared and disposed by the action of his own will, let
him be an anathema.”
So here an element of works is brought in, and it negates the aspect of
faith. There is no rest in completed works here, because you must labor to enter in.
Nah, di Konsili
Trent, doktrin pembenaran ini dinyatakan sebagai sebuah anathema (sesuatu yang
menjijikkan, doktrin yang tidak diakui Kepausan). Canon IX Konsili Trent berbunyi, “…Jika ada yang
mengatakan seorang pendosa itu hanya dibenarkan oleh iman saja, dengan
pengertian bahwa tidak ada apa pun yang diperlukan untuk bekerjasama dalam
pencapaian karunia pembenaran itu, dan bahwa sama sekali tidak perlu membuat dia
siap dan bersedia oleh tindakan dari kehendaknya sendiri, maka biarlah dia
menjadi suatu anathema…”
Maka di sini unsur perbuatan dimasukkan dan itu membatalkan aspek iman. Di
sini tidak ada perhentian dalam pekerjaan yang sudah selesai, karena orang harus bekerja keras untuk masuk.
Canon XI makes it clearer. “Anyone who says that sinners are justified by
faith alone so as to mean that nothing else is required to cooperate in order
under the obtaining the grace of justification, let him be an anathema.” (quote in Canon
IX and Canon XIV).
“Anyone who says that sinners are justified
by the sole imputation of the righteousness of Christ or by the sole remission
of sins without the charity which is shed abroad in their hearts by the Holy
Ghost (i.e. without infused grace) let him be an anathema.” (Canon X, XI, 6th Session of the Council
of Trent). This is a powerful statement by the Roman Catholic church,
and it
stands in direct contradiction to the Word of God.
And this is the very war that has been raging since the time of Adam and
Eve. And Cain was the first one who demonstrated it in his open rebellion.
Canon XI membuatnya lebih jelas. “…Siapa pun yang mengatakan bahwa para pendosa
dibenarkan hanya oleh iman saja, dengan pengertian tidak ada apa pun yang
diperlukan untuk bekerjasama dalam mendapatkan karunia pembenaran, biarlah da
menjadi suatu anathema.” (Kutipan di Canon IX and
Canon XIV).
“Siapa pun yang
mengatakan bahwa para pendosa dibenarkan hanya oleh diperhitungkannya kebenaran
Kristus atau hanya oleh pengampunan dosa tanpa perbuatan baik yang dipancarkan
keluar dari hati mereka oleh Roh Kudus (yaitu tanpa karunia yang dicurahkan), biarlah
dia menjadi suatu anathema.” (Canon X, XI, 6th Session of the Council
of Trent).
Ini adalah pernyataan
yang keras dari gereja Roma Katolik, dan jelas bertentangan dengan Firman Allah.
Dan inilah perang yang sedang terus berkecamuk sejak zaman Adam dan Hawa. Kain adalah yang pertama yang
mendemonstasikannya dalam pemberontakan terang-terangan.
Here's another statement from the Council of Trent. “If anyone says that the justice received is
not preserved and also not increased before God through good works, but that
those works are merely the fruit and signs of justification obtained, but not
the cause of its increase, let him be an anathema.” (6th Session, Canons concerning Justification, Canon XXIV).
Ini ada pernyataan
lain dari Konsili Trent. “…Jika ada yang mengatakan bahwa keadilan
yang diterima itu tidak dipertahankan dan juga tidak ditambah di hadapan Allah
melalui perbuatan baik, tetapi bahwa perbuatan-perbuatan baik itu sekadar buah
dan tanda dari pembenaran yang sudah diperoleh, tetapi bukan hasil dari
pertambahannya, biarlah dia menjadi suatu anathema.” (6th
Session, Canons concerning Justification, Canon XXIV).
Well, you cannot be more clear than that. So the Roman Catholic church directly in
its ex-cathedra statements from the
bishop's chair, denies the doctrine of justification and says
that you have something to add. That's not rest, that's works. And just as the
Jews added works to every single one of God's precepts, they thereby denied the
rest.
Nah, mau lebih jelas lagi bagaimana? Jadi gereja Roma Katolik langsung
melalui pernyataan-pernyataan ex-cathedra-nya, dari kursi Paus, menyangkal doktrin pembenaran
dan mengatakan bahwa manusia harus menambahkan sesuatu. Itu namanya bukan
perhentian, itu perbuatan. Dan sama seperti orang-orang
Yahudi menambahkan perbuatan kepada setiap peraturan Allah, dengan itulah
mereka menyangkal perhentian.
Here is the Protestant’s view of justification.
“Christ:
the Word, that is the Son of God, had two natures: the divine and the human, inseparably
enjoined in one Person. (Article III of the Son
of God 1 & 2).
Christ's
work: men cannot be justified before God by their own strength, merits, or
works; but are freely justified for Christ's sake through faith. When they
believe that they are received into favor, and that their sins are forgiven for
Christ's sake, who by His death had made satisfaction for our sins. This faith
God imputes for righteousness in His sight.” (Article
IV of Justification 1-3)
This is not only the Protestant’s view, this is the Biblical view.
There is nothing that we can add, no shadow can portray the Substance in
its fullness. It is a sad fact of history that the blood of millions has flown
as a consequence of the conflict raging around this particular doctrine.
Inilah pandangan Protestan tentang pembenaran.
“…Kristus: Sang Firman, yaitu Anak Allah, memiliki dua
kodrat: yang Ilahi dan yang manusiawi, menyatu tidak bisa dipisahkan dalam satu
Pribadi.” (Article III of the Son of God 1 & 2).
“Pekerjaan
Kristus: manusia tidak bisa dibenarkan di hadapan Allah oleh kekuatan mereka
sendiri, jasa atau perbuatan; tetapi dibenarkan dengan cuma-cuma demi Kristus
melalui iman. Pada waktu mereka percaya bahwa mereka telah diterima ke perkenan
Allah, dan dosa-dosa mereka telah diampuni demi Kristus, yang oleh kematianNya
telah membayar untuk dosa-dosa kita. Iman ini Allah perhitungkan sebagai
kebenaran dalam pemandanganNya.” (Article IV of Justification 1-3)
Ini bukan hanya pandangan
Protestan, ini adalah pandangan
Alkitab.
Tidak ada apa pun yang bisa
kita tambahkan, tidak ada bayangan yang bisa menggambarkan Substansinya secara
lengkap. Adalah fakta yang menyedihkan dalam sejarah darah jutaan manusia telah
dicurahkan sebagai akibat dari konflik yang berkobar seputar doktrin ini.
Justification does
not exclude sanctification.
Sanctification is the work of a lifetime, but even those
works are
works that Christ is working in you, and not works which come out of your own
wellspring, because the Bible says in us there is no good thing. But Christ
within us can change that. That is sanctification.
Justification is
a judicial act, a declaring of righteousness, and imputed to
you without any work or contribution on your own side. A dead man
cannot raise himself from the dead.
Pembenaran tidak
meniadakan pengudusan.
Pengudusan adalah pekerjaan seumur
hidup, tetapi bahkan pekerjaan itu
pun adalah pekerjaan yang dikerjakan Kristus dalam kita, dan bukan pekerjaan
yang bersumber dari diri kita sendiri, karena Alkitab berkata
dalam diri kita tidak ada yang baik. Tetapi Kristus di dalam kita bisa mengubah itu.
Ini pengudusan.
Pembenaran adalah
tindakan judisial, menyatakan tentang kebenaran, dan diperhitungkan kepada kita tanpa perbuatan atau
kontribusi apa pun dari pihak kita. Orang mati tidak bisa
membangkitkan dirinya dari kematian.
Unfortunately the modern Protestant world has compromised on the issue of justification.
Martin Luther was adamant that not one jot or one tittle could be moved from that pillar
of Protestantism: the doctrine of justification. But look what they did
in their Joint Declaration On Justification,
when the Protestant world signed together with the Catholic church that they
had reached a compromise. Their statement said, “Together
we confess by grace alone, in faith in Christ’s saving work and not because of
any merit on our part we are accepted by God and receive the Holy Spirit who renews our hearts while equipping and
calling us unto good works.”
It sounds very flowery, it sounds very nice, but this is Roman Catholic
doctrine disguised as Protestant doctrine.
Sayangnya dunia Protestan
modern sudah berkompromi dalam isu pembenaran ini. Martin Luther
bersikeras bahwa tidak ada satu titik atau noktah pun yang boleh dihilangkan
dari pilar (sokoguru)
Protestantisme: doktrin pembenaran. Tetapi lihat apa yang telah mereka perbuat dengan Joint Declaration on Justification (Deklarasi
Bersama tentang Pembenaran), ketika dunia Protestan menandatangani bersama-sama
dengan gereja Katolik bahwa mereka telah mencapai suatu kompromi. Pernyataan
mereka mengatakan, “…Bersama-sama kita mengakui hanya oleh kasih
karunia, dengan iman dalam perbuatan Kristus
yang menyelamatkan dan bukan karena jasa
apa pun di pihak kita, kita diterima oleh Allah, dan menerima Roh Kudus yang
memperbarui hati kita sementara melengkapi dan memanggil kita kepada perbuatan
baik.”
Kedengarannya sangat indah, kedengarannya sangat baik,
tetapi ini adalah doktrin Roma Katolik yang menyamar sebagai doktrin Protestan.
If we look at it carefully it says, “Together
we confess…” that's Roman Catholicism and Protestantism
together, “…that
by grace alone…” yes, it is by grace alone, but the
Bible says it should be by faith alone, faith alone, by faith alone, “…in faith…” and then it says “…in Christ's saving work…” now, yes, that is also true in a sense, but
we are
justified by the blood of the Lamb. So this sentence should read, if it
were true, it should read, “by faith alone in
the atoning sacrifice of Jesus Christ”. Here it says “…Christ’s saving work…”
Now if you know Catholic doctrine, they have a treasury of merit, where they say
the good
works of Jesus Christ are in that treasury, but they also place in that
same treasury the good works of Mary and all the saints, and that that merit
can be transferred to another person. So
the good works of the people throughout all ages in Catholicism and all their
so-called saints, are added to that treasury of merit.
Jika kita simak dengan teliti,
ini mengatakan, “…Bersama-sama kita
mengakui…” yaitu Roma Katolikisme dan
Protestantisme bersama-sama, “…hanya oleh kasih karunia…” iya, itu hanya oleh kasih
karunia, tetapi Alkitab mengatakan bahwa itu seharusnya hanya oleh iman, iman
saja, oleh iman saja, “…dengan iman…” lalu dikatakan, “…dalam perbuatan Kristus
yang menyelamatkan…” nah, iya, ini juga benar dalam pemahaman tertentu, tetapi kita dibenarkan
oleh darah Anak Domba. Jadi kalimat ini seharusnya ~ seandainya benar ~
seharusnya berbunyi demikian, “hanya oleh iman
dalam kurban pendamaian Yesus Kristus”. Di sini dikatakan, “…perbuatan Kristus yang menyelamatkan …”
Nah, jika kalian kenal doktrin
Katolik, mereka punya lumbung jasa, di mana menurut mereka perbuatan-perbuatan baik Yesus
Kristus ada dalam lumbung itu, tetapi mereka juga menempatkan di
lumbung yang sama segala perbuatan
baik Maria dan semua orang kudus, dan bahwa jasa itu bisa
dipindahkan ke manusia yang lain. Jadi dalam Katolikisme, segala perbuatan baik
manusia sepanjang zaman dan perbuatan baik semua yang mereka sebut orang-orang
kudus, ditambahkan ke dalam lumbung jasa tersebut.
It is not by the works that we are saved,
it is by the shedding of His blood
because without the shedding of blood there is no forgiveness of sins.
Kita tidak diselamatkan oleh
perbuatan-perbuatan
kita diselamatkan oleh
darahNya yang dicurahkan
karena tanpa pencurahan darah, tidak ada pengampunan
dosa.
This is Roman Catholic doctrine.
And then it continues, “…and not because of any merit on our part…” Correct! “…We
are accepted by God and receive the Holy Spirit who renews our hearts, while equipping
and calling us unto good works.” That's not
justification! That's sanctification!
So this is a conglomerate statement, mixing sanctification and
justification, and applying it to themselves. This is the doctrine of salvation by
works mingled with the gospel of grace denying faith and denying the atonement.
This is the travesty of justice. Let us be very sure that we understand what
this is about.
Inilah doktrin Roma Katolik.
Kemudian selanjutnya “…dan bukan
karena jasa apa pun di pihak kita…” Betul! “…kita diterima oleh Allah, dan menerima
Roh Kudus yang memperbarui hati kita sementara melengkapi dan memanggil kita
kepada perbuatan baik…” Ini bukan Pembenaran. Ini Pengudusan!
Jadi ini adalah suatu pernyataan campuran, mencampur Pengudusan dengan
Pembenaran, dan mengaplikasikannya kepada mereka sendiri. Ini adalah doktrin penyelamatan oleh perbuatan bercampur
dengan injil kasih karunia, yang menyangkal iman dan menyangkal penebusan. Ini adalah parodi keadilan. Hendaknya kita pasti bahwa kita paham ini
bicara tentang apa.
Galatians 2:16, “16 Knowing that a man is not
justified by the works of the Law, but by the faith of Jesus Christ…” So it's important that it is the faith OF Jesus, it must be a
higher faith than we can even attend to. It is something that is a gift
from God “…even we have believed in Jesus Christ, that
we might be justified by the faith of Christ, and not by the works of the Law:
for by the works of the Law shall no flesh be justified.” That's pretty clear. The Roman Catholic
Council of Trent is speaking directly against the Scriptures, and the Joint
Declaration on Justification is a sellout by Protestantism to the doctrine of
works.
Galatia 2:16, “16 mengetahui
bahwa orang tidak dibenarkan karena
melakukan Hukum Taurat, tetapi karena iman Kristus Yesus…” Jadi yang penting
itu ini adalah iman milik Yesus, iman ini harus lebih tinggi daripada iman
yang bisa kita capai. Inilah sesuatu
yang adalah karunia dari Allah, “…demikianlah kami sudah
beriman dalam Kristus Yesus, supaya kami boleh
dibenarkan oleh iman Kristus, dan bukan karena melakukan Hukum Taurat. Sebab
oleh melakukan Hukum tidak ada seorang pun
yang akan dibenarkan."
Ini sangat jelas.
Konsili Trent gereja Roma Katolik mengatakan
yang langsung berlawanan dengan Kitab Suci, dan the Joint Declaration on Justification adalah
pengkhianatan pihak Protestantisme demi doktrin perbuatan.
Galatians 3:2 says, “2
This only would I learn of you, ‘Received ye the Spirit by the works of the Law,
or by the hearing of faith’?”
It's a rhetorical question. Of course by faith!
Galatia 3:2
berkata, “2 Hanya ini yang
hendak kuketahui dari kamu, ‘Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan
Hukum Taurat atau karena iman melalui
pendengaran’?”
Ini adalah pertanyaan retoris. Jelas karena iman!
Verse 22 in Galatians 3 says, “22 But the Scripture hath
concluded all under sin, that the promise by faith of Jesus Christ might be
given to them that believe.”
Ayat 22 di Galatia
3 berkata, “22 Tetapi Kitab Suci telah menyimpulkan bahwa semua ada di
bawah dosa, supaya janji oleh iman Yesus Kristus
boleh diberikan kepada mereka yang percaya.”
And Romans makes it clear that whatever is not of faith is sin.
Romans 3:28, “28
Therefore we conclude that a man is justified by faith without the deeds of the
Law.”
Can it be any clearer?
It is amazing, that Roman Catholicism talks about “saint Paul” and names
its cathedrals after him, but denies everything that he has written.
Dan kitab Roma membuatnya jelas bahwa apa pun yang bukan dari iman,
adalah dosa.
Roma 3:28, “28 Oleh
karena itu, kami simpulkan, bahwa manusia dibenarkan oleh iman tanpa melakukan Hukum
Taurat.”
Apakah bisa lebih jelas daripada ini?
Bukankah ini luar biasa? Roma Katolikisme bicara tentang
“Santo Paulus” dan memberi nama katedral-katedralnya dengan nama itu, tetapi
menyangkal segala sesuatu yang dia tulis.
If we turn to the Spirit of Prophecy, the statement says, “The great doctrine of justification
by faith, so clearly taught by
Luther, had been almost wholly lost sight of; and the Romish principle of trusting to good works for salvation, had taken its
place. Whitefield and the Wesleys, who were members
of the established church…” now she’s
speaking of Protestantism “…were sincere seekers for the favor of
God, and this they had been taught was to be secured by a virtuous life and an observance
of the ordinances of religion….” It says in the Great Controversy page 253 “…When Charles Wesley at
one time fell ill, and anticipated that death was approaching, he was asked upon what he rested
his hope of eternal life. His answer was, ‘I
have used my best endeavors to serve God.’ As the friend who had put the question seemed not to be fully satisfied with his
answer, Wesley thought: ‘What! are not my endeavors a sufficient ground of hope? Would
He rob me of my endeavors? I have nothing else to trust to.’…”
(John
Whitehead, Life of the Rev. Charles
Wesley, page 102.)
Such was the dense darkness that had settled down on the church, hiding the atonement, robbing Christ of His glory, and turning
the minds of men from their only hope
of salvation—the blood of the crucified
Redeemer.”
If we do not understand the doctrine of justification then we cannot find
rest.
Jika kita ke Roh Nubuat,
pernyataannya berkata, “…Doktrin agung Pembenaran oleh iman, yang
diajarkan dengan begitu jelas oleh Luther, nyaris sudah hilang dari pandangan;
dan prinsip Roma yang mengandalkan perbuatan baik supaya selamat telah menggantikan tempatnya. Whitefield and
Wesley bersaudara yang adalah anggota-anggota gereja-gereja yang resmi…” sekarang Ellen White bicara
tentang Protestantisme, “…adalah pencari-pencari kehendak Allah yang tulus, dan mereka diajari untuk
mendapatkan keselamatan itu melalui
kehidupan yang saleh dan pemeliharaan peraturan-peraturan agama…” kata Great
Controversy hal. 253. “…Ketika suatu kali Charles Wesley jatuh
sakit, dan mengantisipasi bahwa ajalnya sudah dekat, dia ditanya kepada apa
dia menyandarkan harapannya akan hidup kekal.
Jawabannya ialah, ‘Aku telah memakai upayaku yang paling maksimal untuk
melayani Allah.’ Karena teman yang mengajukan pertanyaan itu tampaknya belum
sepenuhnya puas dengan jawabannya, Wesley berpikir, ‘Apa! Masa upaya-upayaku
bukan landasan harapan yang memadai? Masa Allah akan merampok upaya-upaya itu
dariku? Aku tidak punya apa-apa lagi yang bisa aku andalkan.’ (John Whitehead, Life of the Rev. Charles Wesley, page 102). Sedemikian pekatnya kegelapan yang telah
menutupi gereja, menyembunyikan pendamaian Kristus, merampok kemuliaanNya dari
Kristus dan mengalihkan pikiran manusia dari satu-satunya harapan mereka akan
keselamatan ~ yaitu dalam darah Penebus yang disalibkan.”
Jika kita tidak memahami doktrin Pembenaran, maka kita tidak bisa menemukan
perhentian.
Hebrews 4:14-16
Now once this rest has been explained
by Paul in some detail, then he switches
gears and in Hebrews 4:14 he starts speaking about Jesus as the great High
Priest. And this is a logical progression. “14 Seeing then that we have a
great High Priest, that is passed into the heavens, Jesus the Son of God, let
us hold fast our profession. 15 For we have not an high priest which
cannot be touched with the feeling of our infirmities; but was in all points
tempted like as we are, yet without sin. 16 Let us therefore come
boldly unto the throne of grace, that we may obtain mercy, and find grace to
help in time of need.”
Ibrani 4:14-16
Nah begitu Paulus
sudah menjelaskan tentang perhentian ini cukup
mendetail, dia lalu beralih topik dan di Ibrani 4:14 dia mulai bicara tentang Yesus
sebagai Imam Besar Agung. Dan ini adalah progresi yang logis. “14 Oleh karena
kita sekarang mempunyai satu Imam Besar
Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita
teguh berpegang pada pengakuan iman kita. 15 Sebab kita bukan punya seorang imam besar yang tidak dapat
disentuh oleh perasaan kelemahan-kelemahan
kita, sebaliknya dalam segala hal telah dicobai sama
dengan kita, namun tidak berbuat dosa. 16
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih
karunia, supaya kita boleh menerima rahmat
dan menemukan kasih karunia untuk membantu pada
waktu dibutuhkan.”
Now, this
is the new way. Later on Paul will come to this new way that has been
found to have access to God, in Jesus Christ; and he admonishes the believers
to “come boldly to the throne of grace…” to that Mercy Seat, “…that we may obtain mercy and find grace
to help in times of need.” Direct
access to the Godhead through Jesus Christ, to meet Him at the Ark of
the Covenant at the Mercy Seat, shielding us from the condemnation of the Law,
so that His justice can be imputed to His people.
That's why Hebrews 4:9 says,“9 There remaineth therefore a
rest to the people of God.”
Yes, does that exclude the Law? Of course not. The Law is not at fault, we
are at fault. Jesus had no sin, therefore He kept the Law perfectly. Those that
enter into His rest keep the Law perfectly in Him.
Nah, ini adalah jalan yang baru. Belakangan
Paulus akan datang ke jalan baru ini yang telah ditemukan untuk bisa mengakses
Allah dalam Yesus Kristus; dan dia menasihati orang-orang percaya untuk “dengan penuh keberanian menghampiri takhta
kasih karunia…” takhta belas kasihan, “…supaya kita boleh
menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk membantu pada waktu dibutuhkan…” Akses langsung ke Keallahan melalui Yesus Kristus untuk bertemu dengan Dia di Tabut Perjanjian, di Tutup
Pendamaian, yang melindungi kita dari kutukan Hukum, sehingga keadilanNya bisa
diperhitungkan kepada umatNya.
Itulah mengapa Ibrani 4:9 berkata, “…9 Jadi oleh karena itu masih tersisa satu
perhentian bagi
umat Allah…” Iya, apakah itu menyingkirkan Hukum? Tentu saja tidak.
Hukum itu tidak salah, kita yang salah. Yesus tidak punya dosa, karena itu Dia
memelihara Hukum dengan sempurna. Mereka
yang masuk ke perhentianNya, memelihara Hukum dengan sempurna di dalam Dia.
I have penned a few words here to try and bring these thoughts to paper. Humanity
yearns for rest. In this day and age there is not a soul that is not weary emotionally
and spiritually, that is not in need of rest. Our times are so stressful that
there is no mechanism available to human nature that can repair the damage to
the delicate composition of the human nervous system, other than the balm of
divine rest. Human rest is totally inadequate to restore the soul. Therefore,
this rest is not our rest, but His rest.
Hebrews 4:1 reminded us, “1 Let us therefore fear, lest,
a promise being left us of entering into His rest, any of you should seem to
come short of it.” And I remind you
of verse 3 that we already discussed , “3
For we which have believed do enter into rest, as He said, ‘As I have sworn in
My wrath, if they shall enter into My rest’ although the works were finished
from the foundation of the world.” The 4th verse says, “God did rest”. So this was not a rest of weariness or
inactivity but a rest in completed work that was designated “very good”. It was
a sigh of satisfaction. In one of the translations from the Greek it implies a
“Haaah” a sigh of satisfaction. The Godhead never slumbers nor does It sleep so
this rest is a rest in completed works.
Saya telah menulis beberapa
kata di sini untuk mencoba membawa pikiran-pikiran itu ke atas kertas.
Kemanusiaan merindukan perhentian. Di hari dan zaman ini tidak ada manusia yang
tidak lelah secara emosional dan spiritual, yang tidak membutuhkan perhentian.
Zaman kita ini begitu penuh stress sehingga tidak ada mekanisme yang tersedia
bagi kemanusiaan yang bisa memperbaiki kerusakan komposisi sistem saraf manusia
yang halus selain balsam perhentian ilahi. Perhentian
manusiawi sama sekali tidak cukup untuk memulihkan jiwa. Karena
itulah perhentian ini
bukanlah perhentian kita, melainkan perhentianNya.
Ibrani 4:1 mengingatkan kita, “1 Sebab
itu, baiklah kita takut, jangan-jangan janji
yang ditinggalkan kepada kita tentang masuk ke dalam perhentian-Nya, di
antara kamu mungkin ada yang tidak bisa
mencapainya…” Dan saya ingatkan kalian kepada ayat 3 yang sudah kita
bahas, “…3 Karena
kita yang sudah percaya, masuk ke perhentian
seperti yang Ia katakan, ‘Sebagaimana Aku
telah bersumpah dalam murka-Ku, jika mereka sampai masuk ke perhentian-Ku, sekalipun
pekerjaan itu sudah selesai sejak dunia
dijadikan.’…” Ayat ke 4 mengatakan, “…Allah
berhenti…” Jadi ini
bukan perhentian karena kelelahan atau tidak aktif, melainkan suatu perhentian dalam pekerjaan yang
sudah selesai, yang dinilai “sangat baik”. Itu adalah suatu embusan nafas lega. Di salah satu terjemahan dari bahasa Greeka
itu mengimplikasikan suatu “Haaah” sebuah embusan nafas puas. Keallahan tidak pernah terlelap maupun tidur, jadi
perhentian ini adalah perhentian dalam pekerjaan yang selesai.
Psalms 121:4 says, “4 Behold, He that keepeth
Israel shall neither slumber nor sleep.”
So this wasn't the rest of tiredness that God had.
Verse 17 in John 5 says, “17 But Jesus answered them, ‘My
Father worketh hitherto, and I work’.”
Hebrews 7:25 says, “25 Wherefore He is able also to
save them to the uttermost that come unto God by Him, seeing He ever liveth to
make intercession for them.”
God is not inactive.
Mazmur 121:4
mengatakan, “4 Lihatlah, Dia yang menjaga Israel tidak akan terlelap maupun
tertidur.”
Jadi ini bukanlah perhentian dari kelelahan Allah.
Ayat 17 Yohanes 5 mengatakan, “17 Tetapi Yesus menjawab mereka, ‘Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, dan Aku bekerja.’…”
Ibrani 7:25 mengatakan, “25 Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan
sempurna mereka yang datang kepada Allah melalui Dia. Sebab Ia hidup senantiasa untuk melakukan perantaraan bagi mereka.”
Allah tidak diam saja.
So unbelief cannot find the rest spoken of in this epistle. Therefore that
rest can only be found by faith, and those that have not appropriated it still have
access to it because it says “there remains
therefore a rest to the people of God.” We have to contemplate what Christ
did and not attempt to add our merit so that we can be justified before God. It
is all Jesus. It is all Substance. There is not one iota of shadow left.
Jadi
ketidakpercayaan tidak bisa menemukan perhentian yang dibicarakan dalam surat
ini. Oleh karena itu perhentian hanya bisa ditemukan oleh iman, dan mereka yang tidak memlikinya masih
punya akses kepadanya karena dikatakan, “oleh karena
itu masih tersisa satu perhentian bagi
umat Allah.” Kita harus merenungkan apa yang telah
dilakukan Kristus dan tidak berusaha menambahkan perbuatan
baik kita sendiri supaya kita bisa
dibenarkan di hadapan Allah. Semuanya itu Yesus. Semuanya itu Sang Substansi.
Tidak ada satu iota bayangan pun yang tersisa.
So as we discussed before the word there used “for there
remains therefore a rest”, a σαββατισμός [sabbatismos] according to Thayer it means:
v a keeping of the Sabbath
v the blessed rest from toils and troubles,
looked for in the age to come by true worshipers of God, and true Christians.
Maka seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, kata yang
dipakai untuk “oleh karena itu
masih tersisa satu perhentian"” satu σαββατισμός
[sabbatismos] menurut Thayer, itu artinya:
v pemeliharaan hari Sabat
v perhentian yang diberkati dari
kerja keras dan kesukaran, yang dinantikan di masa yang akan datang oleh para
penyembah Allah yang sejati, dan Kristen yang sejati.
Now isn't it amazing that the Jews put so many exactions on the Sabbath and
added so many works to its keeping that it was almost impossible to keep, it was
a burden and therefore it was no rest whatsoever. And the modern Christian
world labels those who keep the Sabbath as a memorial to a completed work as “works
orientated”. So again in the modern world people are saying, “You shouldn't
keep the Sabbath because that's works.” That's exactly what the Jews
did. They made
it works. And so the modern Christian world designates it as works. And
it can be. There are people, I am sure, who think that by doing
something like keeping the Sabbath they have found a path of righteousness in
themselves, that God will approve of. No! If you keep the Sabbath in the
real way and you attain to the σαββατισμός [sabbatismos] it
is a memorial to the completed works of Jesus Christ. So God rested and we can rest.
How? By
entering into that rest by faith. God created the worlds and He created
humanity with the freedom of choice, and placed them on probation to see if
they would obey His voice or not. God's way was the way of peace, and life. And
the contrary choice is the way of suffering and death. So was this unfair of
God? No! Because the happiness of the universe was at stake and He was prepared
to bear the consequences Himself. He who hated sin and unrighteousness was
prepared to become sin for us. It is He that saves us through His blood.
Hebrews 1:9 says, “9 Thou hast loved
righteousness, and hated iniquity; therefore God, even Thy God, hath anointed
Thee with the oil of gladness above Thy fellows.”
Nah, bukankah itu mengagumkan bagaimana orang Yahudi
membuat begitu banyak tuntutan tentang hari Sabat dan menambahkan
begitu banyak perbuatan dalam pemeliharaannya sehingga itu nyaris tidak bisa
dipelihara, itu menjadi beban, dan oleh karenanya itu sama sekali bukanlah perhentian.
Dan orang-orang Kristen modern memberi label mereka yang memelihara hari Sabat
sebagai peringatan akan pekerjaan yang sudah selesai sebagai “orientasi pada perbuatan”.
Jadi lagi-lagi di dunia modern orang-orang berkata, “Kamu jangan memelihara
Sabat karena itu perbuatan.” Itu persis apa yang dilakukan orang-orang Yahudi, mereka yang menjadikan itu perbuatan,
sehingga dunia Kristen modern memberinya label perbuatan. Dan
memang itu bisa menjadi perbuatan. Ada
orang-orang ~ saya merasa pasti ~ yang mengira dengan melakukan sesuatu
seperti memelihara hari Sabat, mereka
menemukan jalan kebenaran dalam diri mereka sendiri, yang akan diperkenan Allah.
Tidak! Jika kita memelihara Sabat dengan cara yang benar dan kita mencapai σαββατισμός
[sabbatismos], itu adalah peringatan akan selesainya pekerjaan Yesus
Kristus. Jadi karena Allah berhenti, kita bisa
berhenti. Bagaimana?
Dengan masuk ke perhentian itu
oleh iman. Allah telah menciptakan dunia-dunia dan Dia telah
menciptakan manusia dengan kebebasan memilih, dan menempatkan mereka dalam
uji-coba untuk melihat apakah mereka akan mematuhi suaraNya atau tidak. Jalan
Allah adalah jalan damai dan hidup. Dan pilihan sebaliknya ialah jalan penderitaan
dan kematian. Jadi apakah Tuhan tidak adil? Tidak! Karena kebahagiaan alam
semesta menjadi taruhan dan Dia bersedia menanggung akibatnya Sendiri. Dia yang
membenci dosa dan ketidakbenaran bersedia menjadi dosa bagi kita. Dialah yang
menyelamatkan kita melalui darahNya.
Ibrani 1:9 berkata, “9 Engkau telah mencintai kebenaran
dan membenci dosa; sebab itu Allah, yaitu Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sukacita, melebihi rekan-rekanMu.”
The book of Hebrews is not about what we can do, it is about what He has
done. So to
enter into His rest, we must allow Him to transform us so that we too
love righteousness and hate iniquity. And this is the work of “Christ in us, the hope of glory”. And it is a progressive work, it is
called sanctification, it is an imparted righteousness, Christ living within, enabling us to do good works. We cannot even take merit for those works
because it is He working in us. So this righteousness can only be appropriated by
faith.
As long as we war against the will of God there can be no rest for human
restlessness. So total surrender is the only way to obtain it, total surrender no
matter what the storm is out there, “haaah”, it can be done.
Kitab Ibrani bukan tentang apa yang bisa kita lakukan,
tapi tentang apa yang telah Tuhan lakukan. Jadi, untuk masuk ke perhentianNya, kita harus mengizinkan Dia
mengubah kita,
agar kita juga mencintai kebenaran dan membenci dosa. Dan inilah yang dikerjakan “Kristus dalam kita,
harapan kemuliaan” (Kol. 1:27). Dan ini adalah pekerjaan yang progresif, ini yang disebut Pengudusan,
ini adalah kebenaran yang
dibagikan kita, Kristus hidup dalam kita, (Gal. 2:20) memampukan kita untuk melakukan
perbuatan yang baik. Kita bahkan tidak bisa mengakui
perbuatan-perbuatan itu sebagai perbuatan baik kita karena Dialah yang
bekerja di dalam kita. Maka kebenaran
ini hanya bisa kita miliki melalui iman.
Selama kita berperang melawang kehendak Allah, tidak akan
ada perhentian bagi kegelisahan manusia. Jadi berserah secara total adalah satu-satunya cara untuk
mendapatkannya, berserah secara penuh. tidak jadi
soal apa pun badainya di luar sana, “haaah” (napas lega) itu bisa dilakukan.
Luke 11:2 says, “2 And He said unto them, ‘When
ye pray, say, Our Father which art in heaven, Hallowed be Thy name. Thy kingdom
come. Thy will be done, as in heaven, so in earth.”
The will of God is being done in
Heaven and in the kingdom of God the will, will be done here on earth. But
now we don't see it yet, because people don't enter into the rest. So we must
rest from chaffing, we must rest from striving, rebelling against the will of
God, keeping all the Commandments of God and not ignoring even one, is a
requirement, not as a means to salvation but as a consequence of salvation.
Isn't it interesting that Rome declared this thought an anathema?
Lukas 11:2 berkata, “2 Jawab Yesus kepada mereka, ‘Apabila kamu
berdoa, katakanlah: Bapa kami yang ada di Surga,
dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Jadilah
kehendakMu, sebagaimana di Surga demikian di bumi.”
Kehendak Allah
sedang terjadi di Surga, dan di
kerajaan Allah kehendak itu akan terjadi di bumi di sini. Tetapi
sekarang kita belum melihat kenyataan itu, karena manusia tidak masuk ke
perhentian tersebut. Jadi kita harus berhenti dari mencemooh, kita harus berhenti
melawan, memberontak terhadap kehendak Allah; kita harus memelihara semua
Perintah Allah dan tidak mengabaikan bahkan satu pun, itulah persyaratannya,
bukan sebagai sarana mendapatkan keselamatan melainkan sebagai akibat dari
keselamatan.
Tidakkah itu
menarik Roma mendeklarasikan pendapat ini sebagai suatu anathema?
Keeping the
Sabbath to be saved is an impossibility
because that would not be rest but works.
Keeping the
Sabbath because we rest in the completed work of God is an acknowledgement of His
power and the ultimate sign of accepting His redemptive work in our behalf by faith.
So the Sabbath is the symbol of rest, and therefore we can never and may
never imply works. Why would we add one stitch to a perfect garment, or why would
we wish to add a sentence to a signed and sealed warrant of complete pardon?
Nobody would do that. If you got a document signed and sealed of complete pardon,
why would you want to add a sentence to that? And this is exactly what the
Scripture tells us. This work was completed from the foundation of the world. So He who
loved us and has given His life for us has by creation and redemption prepared
the way for us to enter into His rest. Why should we not trust Him? Why
should we not follow Him? Why should we not walk where the Shepherd leads us?
Why should we fear? Why should He abandon what He has so dearly purchased? We
constantly lose faith in Jesus just like the Hebrews. They could have entered
in, but they looked at all the obstacles: the giants, the viruses, who knows
what they looked at. Exactly the same as we do today. Why would He abandon us
if He paid such a heavy price to purchase us?
Memelihara Sabat
supaya selamat adalah suatu kemustahilan karena itu namanya bukan perhentian tetapi melakukan
pekerjaan.
Memelihara Sabat
karena kita berhenti dalam pekerjaan Allah yang sudah selesai adalah suatu
pengakuan atas wewenangNya dan tanda tertinggi dari penenerimaan dengan iman
akan pekerjaan penebusanNya bagi kita.
Jadi Sabat adalah simbol perhentian, dan oleh karenanya
kita tidak akan pernah dan tidak pernah boleh mengimplikasi perbuatan. Untuk
apa kita menambahkan satu jahitan lagi pada pakaian yang sudah sempurna jadi,
atau mengapa kita mau menambahkan satu kalimat pada surat pengampunan penuh yang sudah ditandatangani dan
dimeterai, mengapa kita mau menambahkan satu kalimat lagi
padanya? Dan persis inilah yang dikatakan Kitab Suci kepada kita. Pekerjaan ini sudah selesai dari
fondasi dunia (saat dunia diciptakan). Jadi Dia yang mengasihi kita dan yang telah memberikan
nyawaNya bagi kita, melalui penciptaan
dan penebusan telah mempersiapkan jalan bagi kita untuk masuk ke perhentianNya.
Mengapa kita tidak mempercayaiNya? Mengapa kita tidak mau mengikutiNya? Mengapa
kita tidak mau berjalan ke mana Sang Gembala menuntun kita? Mengapa kita harus
takut? Masa Dia akan meninggalkan apa yang telah dibeliNya dengan harga yang
begitu mahal? Kita berulang-ulang kehilangan iman dalam Yesus, persis seperti
orang-orang Ibrani itu. Mereka sebenarnya bisa masuk ke perhentian itu, tetapi
yang mereka lihat adalah semua halangan yang ada: raksasa-raksasanya, virusnya,
entah apa lagi yang mereka lihat. Sama dengan kita hari ini. Masa Dia akan
meninggalkan kita jika Dia sudah membayar harga yang begitu mahal untuk menebus
kita?
Isaiah 26:3 says, “3 Thou wilt keep him in perfect
peace, whose mind is stayed on Thee: because he trusteth in Thee.”
This is where the road leads. We must learn to trust implicitly by faith in
Jesus Christ, and He who said that He
will complete the good works that He started in us and bring him to completion,
that's a promise we must believe. And then we must act upon the promise.
Yesaya 26:3
mengatakan, “3 Engkau akan memeliharanya dalam damai
sejahtera, yang pikirannya tidak beranjak dariMu,
sebab ia mempercayai Engkau.”
Ke sanalah jalan itu menuju. Kita harus belajar
mempercayai tanpa reserve dengan iman dalam Yesus Kristus, dan Dia yang berkata
bahwa Dia akan menyelesaikan pekerjaan baik yang telah dimulaiNya dalam diri
kita dan membawanya ke kesempurnaan, itulah janji yang harus kita yakini.
Kemudian kita harus bertindak berdasarkan janji itu.
John 14:27 says, “27 Peace I leave with you, My
peace I give unto you: not as the world giveth, give I unto you. Let not your
heart be troubled, neither let it be afraid.”
There's so much fear in the world. Why? Because there's so little faith in the
world.
Psalms 119:165, “165
Great peace have they which love Thy Law: and nothing shall offend them.”
So how do we find peace in this restless world of rebellion and anarchy, of
unbelief and infidelity? How can our
fallen natures be changed to conform to the will of God?
Yohanes 14:27
mengatakan, “27 Damai
sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, tidak
seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu, yang Kuberikan kepadamu.
Janganlah hatimu khawatir, juga jangan membiarkannya takut.”
Ada begitu banyak ketakutan di dunia, mengapa? Karena hanya
ada begitu sedikit iman di dunia.
Mazmur 119:165, “165 Besarlah ketenteraman yang dimiliki mereka yang mencintai Hukum-Mu,
dan tidak ada apa pun yang akan mengganggu
mereka.”
Jadi bagaimana kita
menemukan damai di dunia yang tidak tenang ini, di mana yang ada pemberontakan dan anarki, atau ketidakpercayaan dan
ketidaksetiaan? Bagaimana kodrat kita yang berdosa bisa diubahkan untuk
disesuaikan dengan kehendak Allah?
Hebrews 4:12-13
We continue with Hebrews 4:12. “12 For the Word of God is quick, and
powerful, and sharper than any two-edged sword, piercing even to the dividing
asunder of soul and spirit, and of the joints and marrow, and is a discerner of
the thoughts and intents of the heart….”
Verse 13, “…13 Neither is there any
creature that is not manifest in His sight: but all things are naked and opened
unto the eyes of Him with whom we have to do…” We cannot hide anything from God, we cannot impress God by anything that we
have done. Compared to what He has done for us, how do our own works fade into
insignificance. So there's no hiding from God. He knows us from the outside to
the inside.
Ibrani 4:12-13
Kita lanjut dengan Ibrani 4:12, “12
Sebab Firman Allah itu hidup, dan berkuasa, dan lebih tajam daripada pedang
bermata dua mana pun; menembus bahkan sampai ke
pemisahan jiwa dan roh, dan dari sendi-sendi
dan sumsum; dan adalah pengenal dari pikiran dan
niat hati…” Ayat 13, “…13 Dan tidak ada makhluk apa pun
yang tidak tampak dalam pandanganNya, tetapi
segala sesuatu telanjang dan terbuka di mata Dia, dengan Siapa kita berurusan…” Kita tidak bisa
menyembunyikan apa-apa dari Allah, kita tidak bisa membuat Allah terkesan
dengan apa pun yang kita lakukan. Dibandingkan dengan apa yang telah Dia
lakukan bagi kita, maka perbuatan kita memudar tidak ada artinya. Jadi tidak
bisa menyembunyikan apa pun dari Allah. Dia mengenal kita dari luar hingga ke bagian
dalam.
Psalms 139:8, “8 If
I ascend up into heaven, Thou art there: if I make my bed in hell, behold, Thou
art there. 9 If I take the wings of the morning, and dwell in the
uttermost parts of the sea; 10 even there shall Thy hand lead me,
and Thy right hand shall hold me. 11 If I say,’ Surely the darkness
shall cover me; even the night shall be light about me. 12 Yea, the
darkness hideth not from Thee; but the night shineth as the day: the darkness
and the light are both alike to Thee.’…”
There's nowhere we can hide from God. So we cannot avoid God. Even if we try to evade Him, sooner or later we will all stand before
the judgment seat of God, that's why the Bible says in 1 John 1:9, “9 If
we confess our sins, He is faithful and just to forgive us our sins, and to
cleanse us from all unrighteousness.”
Mazmur 139:8, “8
Jika aku naik ke langit, Engkau di sana;
jika aku tidur di kubur, lihatlah, di situ pun Engkau ada. 9 Jika aku terbang dengan sayap
fajar, dan tinggal di bagian laut
yang paling dalam, 10 bahkan di sana tangan-Mu akan menuntun aku, dan
tangan kanan-Mu akan memegang aku.11
Jika aku berkata, ‘Pastilah kegelapan akan melingkupi aku, bahkan malam pun akan menjadi
terang di sekelilingku, 12 Ya, kegelapan tidak menyembunyikan apa pun dariMu, tetapi malam
bersinar seperti siang; kegelapan dan terang keduanya sama bagiMu.”
Tidak ada tempat
mana pun di mana kita bisa bersembunyi dari Allah. Jadi kita tidak bisa
menghindari Allah. Bahkan kalaupun kita mencoba menghindari Dia, cepat atau lambat kita
semua akan berdiri di depan takhta penghakiman Allah, itulah sebabnya mengapa
Alkitab mengatakan di 1 Yohanes 1:9, “9 Jika
kita mengakui dosa kita, Ia setia dan
adil untuk mengampuni kita dari segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”
Now here's a question. If this is a promise of God, if I come to God with
my sinfulness and I confess my sins and He is faithful and just, and forgives me
my sins, and cleanses me from all unrighteousness,
ü then who did the cleansing? Me or Him? He did it!
ü How perfect is that cleansing? Absolutely
perfect.
ü How righteous do I stand before God after
this cleansing? Absolutely perfect.
What did I add to it, what did I contribute? Or am I going to rewrite the sentence and
start adding notes as to my own righteousness? When actually it is His righteousness
working in me. It is incomprehensible
that this war should still be raging in the Protestant world to this very day.
Nah, ini pertanyaannya. Jika ini adalah janji Allah, yaitu bila
saya datang kepadaNya dengan keberdosaan saya dan saya mengakui dosa-dosa saya,
Dia setia dan adil dan mengampuni dosa-dosa saya dan membersihkan saya dari
semua kejahatan,
ü kalau begitu, siapa yang
melakukan pembersihan, Dia atau saya? Dia!
ü Sesempurna apa pembersihan
tersebut? Mutlak sempurna.
ü Seberapa benar saya
saat berdiri di hadapan Allah setelah pembersihan ini? Mutlak sempurna.
Apa yang telah saya tambahkan, apa kontribusi saya? Atau apakah
saya akan menulis ulang keputusannya dan mulai menambahkan catatan tentang
kebenaran saya sendiri? Padahal sebenarnya kebenaranNya-lah yang bekerja dalam
saya. Benar-benar tidak bisa dimengerti mengapa perang ini masih terus berkecamuk di dunia
Protestan hingga hari ini.
So His eyes miss no one and no thing. He who created the sight of the eagle
has no lesser sight than that of His creation. If the eagle can see a cricket moving
in the shrubbery from kilometers up in the air, how much more so God.
Jadi mataNya tidak melewatkan siapa pun dan apa pun. Dia
yang menciptakan penglihatan burung elang, penglihatanNya tidak lebih rendah
daripada ciptaanNya. Jika burung elang bisa melihat seekor jangkrik bergerak di
semak-semak dari ketinggian beberapa kilometer di udara, apalagi Allah.
The two-edged sword pierces and divides, it cleaves asunder even to expose
the marrow. The priest inspected the lamb for blemishes, then he clove it asunder
to expose the inner parts and burnt the fat around the kidneys, that symbol of
sin. So the
sword must do its work.
The world with its trumpets and heralds proclaiming the philanthropy of the
great men cannot fool God who sees in secret. The phrase “the eyes of the Lord” occurs many times in Scripture, and we
would do well to study these verses.
Today in the world, in the news media we read all about philanthropy,
but at the same time if we read carefully we can find all about infidelity in
the very people that practice the so-called philanthropy. God is not fooled by
any of this. The only way to find salvation is to come to the throne of God, to
that mercy seat, and to confess that we fall short.
Pedang bermata dua menembus dan membagi, dia membelah dan memisahkan bahkan sampai ke sumsum tulang. Seorang imam memeriksa
domba untuk melihat apakah ada cacatnya, lalu dia membelahnya untuk mengekspos
bagian dalamnya dan membakar lemak seputar ginjal-ginjalnya, yang melambangkan
dosa. Jadi pedang itu harus
melakukan tugasnya.
Dunia dengan semua terompet dan pekabarannya yang
mengumumkan tentang orang-orang besar yang dermawan, tidak bisa menipu Allah
yang melihat segala yang rahasia. Ungkapan “mata Tuhan” terjadi banyak kali di Kitab Suci, dan akan bermanfaat
bagi kita untuk mempelajari ayat-ayat tersebut.
Hari ini di dunia di berita-berita media kita baca
tentang kedermawanan tetapi di waktu yang sama jika kita membacanya dengan
seksama, kita bisa menemukan segala hal tentang ketidaksetiaan pada orang-orang
yang sama yang mempraktekkan apa yang mereka sebut kedermawanan itu. Allah
tidak bisa ditipu oleh semua ini. Satu-satunya cara untuk menemukan keselamatan
ialah dengan datang ke takhta Allah, ke takhta belas kasihan itu dan
mengakui bahwa kita sudah gagal mencapainya.
v Genesis 6:8,
“8 But Noah found grace in the
eyes of the Lord.”
Was Noah
without fault? Didn't he become drunk and lay naked?
v Deuteronomy 11:12,
“12 A
land which the Lord thy God careth for: the eyes of the Lord thy God are always
upon it, from the beginning of the year even unto the end of the year.” God
misses nothing.
v Deuteronomy 13:18,
“18
When thou shalt hearken to the voice of the Lord thy God, to keep all His
commandments which I command thee this day, to do that which is right in the
eyes of the Lord thy God.”
v 1 Samuel 26:24,
“24
And, behold, as thy life was much set by this day in mine eyes, so let my life
be much set by in the eyes of the Lord, and let Him deliver me out of all
tribulation.”
Those that had a connection with God knew where their help came from. Not
from their own works. No! From God.
v Kejadian 6:8,
“8 Tetapi Nuh mendapat rahmat di mata TUHAN.”
Apakah Nuh tidak punya salah? Tidakkah dia pernah mabuk
dan tidur telanjang?
v Ulangan 11:12,
“12 Sebuah
negeri yang dipelihara oleh TUHAN, Allahmu: mata TUHAN, Allahmu selalu mengawasinya, dari awal tahun bahkan hingga ke akhir tahun.” Tidak ada yang terlewatkan oleh Allah.
v Ulangan 13:18,
“18 Bila engkau akan mendengarkan
suara TUHAN, Allahmu, untuk berpegang pada segala Perintah-Nya, yang
kusampaikan kepadamu pada hari ini, untuk melakukan
apa yang benar di mata TUHAN, Allahmu."
v 1 Samuel 26:24,
“24 Dan lihat,
sebagaimana nyawamu pada hari ini berharga di mataku, maka biarlah nyawaku berharga di mata TUHAN, dan hendaknya Ia
melepaskan aku dari segala kesukaran.”
Mereka yang punya hubungan dengan Allah tahu dari mana
pertolongan itu datang. Bukan dari perbuatan mereka sendiri. Tidak! Dari Allah.
We can go through many verses in the Bible.
v In 2 Samuel 15:25,
“25 And
the king said unto Zadok, ‘Carry back the Ark of God into the city: if I shall
find favour in the eyes of the Lord, He will bring me again, and shew me both
it, and His habitation.”
They depended upon God, those that trusted
in Him.
v 1 Kings 15:5,
“5
Because David did that which was right in the eyes of the Lord, and turned not
aside from any thing that He commanded him all the days of his life, save only in
the matter of Uriah the Hittite.”
Now David did many, many, things wrong, not
only in the case of Uriah the Hittite. He numbered the people ~ I mean the
examples are everywhere ~ the way he dealt with his children, all of these are recorded in the Bible. But
he repented. And this is the issue. He didn't rely on those works that were in
between which God wrought in him, he realized what he was, he realized he was a
sinner.
v 1 Kings 15:11,
“11
And Asa did that which was right in the eyes of the Lord, as did David his
father.”
v 1
King 16:25,
“25
But Omri wrought evil in the eyes of the Lord, and did worse than all that were
before him.”
God records all of these things.
Kita bisa melihat banyak ayat di Alkitab.
v Di 2 Samuel 15:25,
“25 Dan raja
berkata kepada Zadok, ‘Bawalah Tabut Allah itu kembali ke kota; jika aku
mendapat perkenan di mata TUHAN, maka Ia
akan membawa aku kembali dan menunjukkan kepadaku baik itu dan tempat kediamanNya.”
Mereka bergantung pada Allah, mereka
yang mempercayai Dia.
v 1 Raja 15:5,
“5 Karena Daud telah melakukan apa yang benar di
mata TUHAN, dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkan-Nya kepadanya
seumur hidupnya, kecuali dalam perkara Uria, orang Het itu.”
Nah, Daud telah melakukan banyak,
banyak kesalahan, bukan hanya urusan Uria orang Het. Dia menghitung rakyatnya ~
maksud saya ada banyak contohnya di mana-mana ~ bagaimana dia mendidik
anak-anaknya, semua itu dicatat di Alkitab. Tetapi dia bertobat. Dan inilah isunya. Dia tidak bergantung pada
perbuatan-perbuatan baiknya yang dikerjakan Allah dalam dirinya, di antara kesalahan-kesalahannya. Dia menyadari
siapa dirinya. Dia menyadari dia seorang pendosa.
v 1 Raja 15:11,
“11 Dan Asa melakukan apa yang benar di mata TUHAN,
seperti Daud, bapa leluhurnya.”
v 1 Raja 16:25,
“25 Tetapi Omri melakukan apa yang jahat di mata
TUHAN, dan ia melakukan yang lebih buruk daripada
segala orang yang mendahuluinya.”
Allah mencatat
semua hal ini.
And then there are verses where the eyes of the Lord are on the kings and
what they are doing.
v 1 Kings 22:43,
“43 And
he walked in all the ways of Asa his father; he turned not aside from it, doing
that which was right in the eyes of the LORD: nevertheless the high places were
not taken away; for the people offered and burnt incense yet in the high
places.
v 2 Chronicles 14:2,
“2 And
Asa did that which was good and right in the eyes of the LORD his God.”
v 2 Chronicles 16:9,
“9 For
the eyes of the LORD run to and fro…” says 2 Chronicles 16:9
“…throughout the whole earth, to shew Himself strong in the behalf of
them whose heart is perfect toward Him…” What is perfection? Total reliance on Jesus Christ. “…Herein thou hast done foolishly: therefore
from henceforth thou shalt have wars.”
So whether it is good or whether it is bad,
God discerns it.
v 2 Chronicles 21:6,
“6 And he walked in the way of
the kings of Israel, like as did the house of Ahab…” and the eyes of the Lord saw it, everything whether it is good or bad.
v 2 Chronicles 29:6,
“6 For
our fathers have trespassed, and done that which was evil in the eyes of the
LORD our God, and have forsaken Him, and have turned away their faces from the
habitation of the LORD, and turned their backs.”
v Psalm 34:15,
“15 The
eyes of the LORD are upon the righteous, and His ears are open unto their cry.”
Should we not internalize these verses? Should we not trust more,
particularly in the time we are living in?
Kemudian ada ayat-ayat di mana mata Tuhan ada pada para
raja dan apa yang mereka lakukan.
v 1 Raja 22:43,
“43 Dan ia hidup mengikuti jejak Asa, ayahnya; ia
tidak menyimpang dari sana, melakukan apa
yang benar di mata TUHAN. Namun demikian tempat-tempat pemujaan di bukit-bukit tidak dilenyapkan, karena orang-orang masih mempersembahkan dan membakar
kurban di bukit-bukit itu.”
v 2 Tawarikh 14:2,
“2 Dan Asa melakukan apa yang baik dan yang benar
di mata TUHAN, Allahnya.”
v 2 Tawarikh 16:9,
“9 Karena
mata TUHAN menjelajah…” kata 2 Tawarikh
16:9, “…seluruh bumi untuk menunjukkan DiriNya kuat dalam membela
mereka yang hatinya sungguh-sungguh sempurna
terhadap Dia…” Sempurna itu apa? Bersandar
total pada Yesus Kristus. “…Dalam hal ini engkau telah berbuat bodoh, oleh sebab itu mulai sekarang
ini engkau akan mengalami peperangan…”
Jadi apakah itu
baik atau apakah itu buruk, Allah melihatnya.
v 2 Tawarikh 21:6,
“6 Dan ia hidup menurut kelakuan raja-raja Israel,
seperti yang dilakukan keluarga Ahab…” dan mata Tuhan
melihatnya, semuanya, entah itu baik atau buruk.
v 2 Tawarikh 29:6,
“6 Karena
nenek moyang kita telah melanggar, dan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN,
Allah kita; dan telah meninggalkan-Nya, dan telah memalingkan muka dari kediaman TUHAN
dan membelakangi-Nya.”
v Mazmur 34:15,
“15 Mata TUHAN tertuju kepada orang-orang benar,
dan telinga-Nya terbuka kepada teriakan mereka.”
Tidakkah kita harus mencerna ayat-ayat ini? Tidakkah kita
harus lebih mempercayai, terutama di masa di mana kita sekarang hidup?
v Proverbs 5:21,
“21
For the ways of man are before the eyes of the LORD, and He pondereth all his
goings.”
v Proverbs 15:3,
“3 The eyes of
the LORD are in every place, beholding the evil and the good.”
We cannot hide from God.
v Proverbs 22:12,
“12
The eyes of the LORD preserve knowledge, and He overthroweth the words of the
transgressor.”
v Isaiah 49:5,
“5
And now, saith the LORD that formed me from the womb to be His servant, to
bring Jacob again to Him, ‘Though Israel be not gathered, yet shall I be
glorious in the eyes of the LORD, and My God shall be My strength’…”
These are the promises we must understand.
v Jeremiah 52:2,
“2
And he did that which was evil in the eyes of the LORD, according to all that
Jehoiakim had done.”
In other words, His
scrutiny is piercing, His eyes miss nothing.
v Amsal 5:21,
“21 Karena segala jalan orang terbuka di depan mata
TUHAN, dan Dia memikirkan semua langkahnya.”
v Amsal 15:3,
“3 Mata TUHAN ada di segala tempat, melihat yang jahat dan yang baik.”
Kita tidak bisa bersembunyi dari Allah.
v Amsal 22:12,
“12 Mata TUHAN melestarikan
pengetahuan, dan Ia meruntuhkan perkataan si pelanggar.”
v Yesaya 49:5,
“5 Maka sekarang, firman TUHAN, yang telah membentuk aku sejak dari kandungan untuk
menjadi hamba-Nya, untuk membawa Yakub kembali kepada-Nya, ‘Walaupun Israel tidak dikumpulkan,
namun aku akan
dipermuliakan di mata TUHAN, dan Allahku akan
menjadi kekuatanku’…”
Inilah janji-janji
yang harus kita pahami.
v Yeremia 52:2,
“2 Dan ia
melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, menurut
segala yang telah dilakukan Yoyakim.”
Dengan kata lain, pandangan mataNya
menyelidik, tidak ada yang luput dari penglihatanNya.
Now if we turn to the gospel and we look at what Jesus did, we read in Mark
11:11, “11 And
Jesus entered into Jerusalem, and into the temple: and when He had looked round
about upon all things, and now the eventide was come, He went out unto Bethany
with the twelve.” I can imagine
that look, His eyes missed nothing. The doom of the temple and the city was
sealed. That look missed nothing and He left. The verse says “He went out”. What a terrible calamity that He
should leave the temple never to return,
“Your house has been left to you desolate” that means God is no longer in the shadow, He has
become the Substance.
Nah, jika kita melihat ke Injil dan kita lihat apa yang
telah dilakukan Yesus, kita baca di
Markus 11:11, “11 Dan Yesus masuk ke Yerusalem, dan ke dalam Bait Allah. Dan setelah Dia memandang sekeliling ke segala sesuatu, dan sekarang
malam sudah menjelang, Ia keluar ke Betania bersama dengan kedua belas
murid-Nya.” Saya bisa membayangkan tatapan itu,
mataNya tidak melewatkan apa pun. Kebinasaan Bait Suci dan kota itu sudah
dimeteraikan. Pandangan itu tidak melewatkan apa pun, dan Dia meninggalkan
tempat itu. Ayat itu mengatakan, “Ia keluar”. Betapa mengerikan bencana itu, bahwa Dia
meninggalkan Bait Suci itu dan tidak akan pernah kembali lagi. “Rumahmu
ini telah ditinggalkan kepadamu terlantar”
(Matius 23:38) Itu berarti Allah tidak lagi ada dalam bayangan, Dia telah
menjadi Substansinya.
2 Corinthians 6:16, “16 And what agreement hath the
temple of God with idols? For ye are the temple of the living God; as God hath
said, ‘I will dwell in them, and walk in them; and I will be their God, and
they shall be My people’…”
Does God force Himself upon us or does He stand at the door and knock at
that soul temple where He wishes to reside?
2 Korintus 6:16, “16 Dan persamaan apakah yang ada antara Bait Allah dengan berhala?
Karena kamu adalah bait dari Allah yang
hidup; sebagaimana Allah telah berfirman, ‘Aku akan diam di tengah mereka dan hidup di tengah mereka,
dan Aku akan menjadi Allah mereka, dan mereka akan menjadi umat-Ku.’…”
Apakah Allah memaksa DiriNya pada kita atau apakah Dia
berdiri di depan pintu dan mengetuk pintu Bait Suci jiwa di mana Dia ingin
diam?
If we look at this history we read that twice Jesus cleansed the temple,
but finally when there was no change of heart, He left. So let it not happen to us. He knows our
condition and like a skillful surgeon He is willing and able to excise the
tumors of sin and moral declension out of our heart but as with earthly
surgeons we must sign the document of consent before He will apply the sword to
not only reveal the source of the evil, but to perform the removal thereof as
well.
He does not shrink from the worst cases. All are curable under His hand. We
judge the actions and the hardness of the heart, but He knows the cause and the
cure. We should think about that often. We look at the person and we say, “What
a miserable specimen that is,” but we never inquired why, what happened in that
person's life, why is he so miserable. Can a gentle touch cure the situation?
Let us too be compassionate towards the worst of cases because we know not what
transformed them into what they are.
Jika kita melihat sejarah ini, kita baca bahwa dua kali Yesus membersihkan Bait Suci, tetapi akhirnya ketika tidak ada
perubahan hati, Dia meninggalkannya. Jadi jangan sampai itu terjadi pada kita. Dia
mengetahui kondisi kita, dan seperti seorang dokter bedah yang terampil Dia
bersedia dan sanggup memotong tumor dosa dan kejatuhan moral dari hati kita.
Tetapi sebagaimana dengan dokter-dokter bedah duniawi, kita harus
menandatangani surat persetujuan sebelum Dia bersedia mengenakan pedang untuk
bukan saja menyatakan sumber kejahatan tetapi untuk melakukan penyingkiran
tumor itu juga.
Dia tidak menghindar dari kasus-kasus yang paling buruk.
Semua bisa disembuhkan oleh tanganNya. Kita menghakimi tindakan dan kekerasan
hati, tetapi Dia tahu penyebab dan obatnya. Kita harus sering memikirkan itu.
Kita memandang orang dan kita berkata, “Betapa hinanya makhluk ini,” tetapi
kita tidak pernah bertanya apa yang telah terjadi dalam kehidupan orang
tersebut, mengapa dia begitu hina. Bisakah suatu sentuhan yang lembut
menyembuhkan situasi? Biarlah kita pun menjadi berbelas kasihan terhadap
kasus-kasus yang paling buruk karena kita tidak tahu apa yang telah mengubah
mereka menjadi seperti itu.
Proverbs 15:1 says, “1 A soft answer turneth away
wrath: but grievous words stir up anger.”
There are too many grievous words amongst us.
Amsal 15:1
mengatakan, “1 Jawaban
yang lemah lembut meredakan amarah, tetapi
perkataan yang pedas membangkitkan amarah.”
Ada terlalu banyak kata-kata pedas yang melukai di antara
kita.
Revelation 1:14 says, “14 His
head and His hairs were white like wool, as white as snow; and His eyes were as
a flame of fire.”
Wahyu 1:14 berkata, “14 KepalaNya
dan rambut-Nya putih bagaikan bulu domba,
seputih salju, dan mata-Nya bagaikan nyala api.”
“16
Repent…” says Revelation 2:16, “…or else I will come
unto thee quickly, and will fight against them with the sword of My mouth.”
“16 Bertobatlah!…”
kata Wahyu 2:16, “…kalau
tidak, Aku akan segera datang kepadamu, dan akan memerangi mereka dengan pedang
di mulut-Ku.”
So what is the
great cleaver? The Word of God. And the
eyes of the Lord are like flames of fire.
Jadi pisau
besar itu apa? Firman Allah. Dan mata Tuhan itu seperti nyala api.
Revelation 19:15 says, “15 And
out of His mouth goeth a sharp sword, that with it He should smite the nations:
and He shall rule them with a rod of iron: and He treadeth the winepress of the
fierceness and wrath of Almighty God.”
Wahyu 19:15
mengatakan, “15 Dan dari
mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam dan
dengan pedang itu Dia akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan memerintah mereka dengan tongkat besi. Dan DIa yang menginjak
tempat perasan anggur kegeraman dan murka Allah Yang Mahakuasa.”
So I thought about this, eyes without a sword cannot strike a target. A
sword without eyes would miss the target. So this sword can kill or heal
depending on our choices. The sword is the Word of God.
Now if God so clearly put the issue of rest so clearly in His Word, and the
powers of this world so adamantly reject it, what should our stand be? Where do
we stand in this great war?
Jadi saya pikir demikian, mata tanpa pedang tidak bisa
memukul sasaran. Pedang tanpa mata sasarannya
akan meleset. Maka pedang
ini bisa membunuh atau menyembuhkan tergantung pilihan kita. Pedang adalah
Firman Allah.
Nah, jika Allah dengan begitu jelas meletakkan isu
perhentian ini dalam FirmanNya, dan kuasa dari dunia ini menolaknya dengan
begitu keras, bagaimana posisi kita? Di mana kita berdiri dalam peperangan ini?
The Word is life. John 6:63, “63 It
is the spirit that quickeneth; the flesh profiteth nothing: the words that I
speak unto you, they are spirit, and they are life.”
So the Word is active. No wonder Paul quotes this in Hebrews 4:12 where he
says, “12 For
the Word of God is quick, and powerful, and sharper than any twoedged sword,
piercing even to the dividing asunder of soul and spirit, and of the joints and
marrow, and is a discerner of the thoughts and intents of the heart.” This is an amazing verse. We should
contemplate it more and internalize it so when it enters the heart it asserts
itself this Word. It has authority, it's supposed to prune, it changes the
blasphemer into a child of God. Is it us, is it we that become righteous? Or is
it the righteousness of Christ that works in us? His Word working in us. This
Word pierces says Paul. At Pentecost it pierced the heart of three thousand
men. This is the kind of preaching we need again in this time of the latter
rain. As wickedness abounds we must become not less but more bold in our
preaching.
Firman itu hidup. Yohanes 6:63, “63 Rohlah
yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang
Kukatakan kepadamu, mereka adalah Roh, dan mereka
adalah hidup.”
Jadi Firman itu
aktif. Tidak heran Paulus mengutip ini di Ibrani 4:12 di mana dia mengatakan, “12
Sebab Firman Allah itu hidup, dan berkuasa, dan lebih tajam daripada pedang
bermata dua mana pun; menembus bahkan sampai ke pemisahan jiwa dan roh, dan dari sendi-sendi dan sumsum; dan adalah pengenal dari pikiran dan niat hati.” Ini adalah ayat yang mengagumkan. Kita harus lebih banyak
merenungkannya dan mencernanya agar bila dia masuk ke dalam hati, dia
memantapkan dirinya, Firman ini. Dia punya wewenang, tugasnya adalah memangkas,
dia mengubah seorang penghujat menjadi anak Allah. Apakah kita, apakah kita
yang menjadi benar? Atau apakah kebenaran Kristus yang bekerja dalam kita?
FirmanNya yang bekerja dalam kita. Firman ini menembus sampai dalam kata
Paulus. Saat Pentakosta dia menembus hati tiga ribu orang. Inilah macam khotbah
yang kita perlukan lagi di masa hujan akhir ini. Saat kejahatan berlimpah, kita
harus menjadi lebih berani bukannya kurang
berani dalam khotbah kita.
The heading in the KJV is “The Word of God Divides”.
Luke 12:51, “51
Suppose ye that I am come to give peace on earth? I tell you, 'Nay; but rather
division: 52 For from henceforth there shall be five in one house
divided, three against two, and two against three…” One house. Is He talking about the church? Is He talking about the church that keeps the
Commandments and holds to the testimony of Jesus? Is the house divided
three against two, two against three? Pretty much so. If we look at the world
today, if we look at the wider house, if we look at Christianity as a whole,
they're sitting in ecumenical councils because they're supposedly no longer
divided? Don't they have the Word that pierces to the soul? “…53 The father shall be divided
against the son, and the son against the father; the mother against the
daughter, and the daughter against the mother; the mother in law against her
daughter in law, and the daughter in law against her mother in law.”
Isn't this what is happening in the church, that church that calls herself
“the mother of all churches” is she in harmony with her daughters? Or have
their daughters thrown away the Word in order to compromise with her?
Judul di KJV adalah “Firman Allah Memisahkan”.
Lukas 12:51, “51 Kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk membawa damai di atas bumi? Kukatakan
kepadamu, ‘Bukan, melainkan justru pemisahan.
52 Karena mulai dari sekarang akan ada lima orang di dalam satu
rumah yang dipisahkan, tiga melawan dua dan
dua melawan tiga…” Satu rumah. Apakah Yesus bicara tentang
gereja? Apakah Dia bicara tentang
gereja yang memelihara Perintah-perintah Allah dan memegang kesaksian Yesus?
Apakah rumah itu terbagi, tiga melawan dua dan dua melawan tiga? Kurang lebih begitu.
Jika kita lihat dunia hari ini, jika kita lihat rumah yang lebih luas, jika
kita lihat Kekristenan seluruhnya, mereka pada duduk di konsili-konsili ekumene
karena mereka beranggapan mereka tidak lagi terpisah? Tidakkah mereka memiliki
Firman yang menembus jiwa? “…53 Ayah akan terpisah melawan anaknya laki-laki, dan anak laki-laki
melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan
ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan
ibu mertuanya."
Bukankah ini yang terjadi dalam gereja, gereja yang
menyebut dirinya “ibu semua gereja”, apakah dia harmonis dengan anak-anak
perempuannya? Ataukah anak-anak perempuannya sudah mencampakkan Firman untuk
berkompromi dengannya?
So no earthly court was more precise than God in discerning evil. We don't
have to despair because God knows our every action. I cannot hide from God, I cannot
deny my past, I cannot make right what happened in my past, I cannot correct my
faults, but I can confess them. Hebrews 4:15 says, “15 For
we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our
infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.”
You know we might be able to hide our
sins from family and friends, and from the community, but we can't hide them
from God. And therefore a total confession is absolutely necessary. And what
kind of high priest do we have? One who already died for those sins. Do you
think He didn't know them when He died for them even before they were committed?
So “16 Let
us therefore come boldly unto the throne of grace, that we may obtain mercy,
and find grace to help in time of need.”
People don't want to do that. They want a mediator, they want a priest
somewhere in between.
But need drives us to the throne of grace, only when we realize our great need can
we begin the journey of recovery.
Jadi tidak
ada pengadilan duniawi yang lebih seksama daripada Allah dalam mengenali yang
jahat. Kita tidak usah putus asa karena Allah tahu setiap tindakan kita. Saya
tidak bisa bersembunyi dari Allah, saya tidak bisa menyangkal masa lampau saya,
saya tida bisa membuat benar apa yang sudah terjadi di masa lampau saya, saya
tidak bisa mengoreksi kesalahan-kesalahan saya, tetapi saya bisa mengakui
mereka. Ibrani 4:15 mengatakan, “15
Sebab kita bukan punya seorang imam besar
yang tidak dapat disentuh oleh perasaan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya dalam
segala hal telah dicobai sama dengan kita, namun
tidak berbuat dosa.”
Kalian tahu,
mungkin kita bisa menyembunyikan dosa-dosa kita dari keluarga dan teman, dan
dari lingkungan, tetapi kita tidak bisa menyembunyikan mereka dari Allah. Oleh
karena itu pengakuan yang total mutlak diperlukan. Dan imam
besar macam apa yang kita miliki? Yang sudah pernah mati bagi dosa-dosa itu.
Menurut kalian apakah Dia tidak tahu dosa-dosa apa saja itu ketika
Dia mati untuk dosa-dosa itu bahkan sebelum dosa-dosa tersebut dibuat? Maka, “16 Sebab itu marilah kita dengan
penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita boleh menerima rahmat dan menemukan kasih
karunia untuk membantu pada waktu dibutuhkan.”
Orang tidak
mau berbuat itu. Mereka mau seorang perantara, mereka mau seorang imam yang ada
di tengah-tengah.
Tetapi
kebutuhan mendorong kita datang ke takhta kasih karunia, hanya apabila kita menyadari kebutuhan kita yang besar
barulah kita bisa memulai perjalanan pemulihan kita.
If we look at the story of the leper's need in 2 Kings, “3 And
there were four leprous men at the entering in of the gate: and they said one
to another, ‘Why sit we here until we die?’…” Now leprosy
is a symbol of sin. “…4
If we say, ‘We will enter into the city, then the famine is in the city,
and we shall die there. And if we sit still here, we die also. Now therefore
come, and let us fall unto the host of the Syrians, if they save us alive, we
shall live; and if they kill us, we shall but die.’ 5 And they rose
up in the twilight, to go unto the camp of the Syrians, and when they were come
to the uttermost part of the camp of Syria, behold, there was no man there. 6
For the LORD had made the host of the Syrians to hear a noise of chariots, and
a noise of horses, even the noise of a great host: and they said one to
another, ‘Lo, the king of Israel hath hired against us the kings of the
Hittites, and the kings of the Egyptians, to come upon us. 7
Wherefore they arose and fled in the twilight, and left their tents, and their
horses, and their asses, even the camp as it was, and fled for their life…” Now, who had done this? God had done this.
He had prepared the way. “…8 And when these lepers came
to the uttermost part of the camp, they went into one tent, and did eat and
drink, and carried thence silver, and gold, and raiment, and went and hid it;
and came again, and entered into another tent, and carried thence also, and
went and hid it. 9 Then they said one to another, ‘We do not well:
this day is a day of good tidings, and we hold our peace: if we tarry till the
morning light, some mischief will come upon us: now therefore come, that we may
go and tell the king's household.’…”
This story is recorded for us. If we have discovered the work that God has done
for us, and we start scooping up the benefits, if we do not share it, we become
guilty. And the Christian world today is guilty before humanity. So we
too need grace and mercy, and heavenly food. And we must tell it to the world.
Jika kita lihat kisah kebutuhan orang
kusta di 2 Raja 7:3 “…3 Dan ada empat orang yang sakit kusta di depan pintu gerbang masuk, dan mereka berkata seorang kepada yang
lain, ‘Mengapa kita duduk di sini sampai kita mati?…” nah, kusta adalah simbol dosa. “…4
Jika kita berkata, ‘Kita akan masuk ke
kota, nah dalam kota ada kelaparan, dan kita akan mati di sana. Dan jika kita duduk saja di sini, kita akan mati juga. Jadi kalau begitu, marilah, kita akan menyerang tentara Aram. Jika mereka
membiarkan kita hidup, kita akan hidup; dan jika mereka membunuh kita, kita hanya akan
mati.’ 5 Dan mereka bangkit waktu
senja, untuk pergi
ke perkemahan orang Aram. Dan ketika mereka
sampai ke bagian paling ujung perkemahan orang Aram itu, lihat, tidak ada orang di sana. 6 Sebab TUHAN telah
membuat tentara Aram itu mendengar bunyi kereta, bunyi kuda, bahkan bunyi tentara yang besar, dan mereka berkata
yang seorang kepada yang lain, ‘Lihat, raja Israel telah mengupah raja-raja orang Het dan raja-raja orang Mesir untuk
memusuhi kita, supaya menyerang kita.’ 7 Karena itu mereka bangkit
dan melarikan diri pada waktu senja, dan meninggalkan kemah-kemah
mereka dan kuda-kuda mereka dan keledai-keledai mereka, yaitu perkemahan itu sebagaimana
adanya; dan kabur menyelamatkan nyawa…” nah, siapa yang
telah melakukan ini? Allah yang telah melakukan ini. Dia yang telah menyiapkan
jalannya. “…8 Dan
ketika orang-orang yang sakit kusta itu sampai ke bagian paling ujung perkemahan, mereka masuk ke dalam sebuah kemah,
lalu makan dan minum, dan mengangkut dari
sana emas, dan perak, dan pakaian, dan pergi
menyembunyikannya. Dan mereka datang lagi, dan masuk
ke dalam kemah yang lain dan mengangkut juga dari sana, dan pergi menyembunyikannya. 9 Lalu mereka berkata seorang kepada yang lain, ‘Tidak baik yang kita lakukan ini. Hari ini ialah hari kabar baik, dan kita diam saja. Apabila kita menanti sampai
terang pagi, semacam kecelakaan akan menimpa
kita. Jadi sekarang, marilah kita pergi dan memberitahukan
hal itu ke istana raja.’…"
Kisah ini dicatat
bagi kita. Jika kita telah
menyadari pekerjaan yang telah dilakukan Allah bagi kita, dan kita mulai
mengangkut habis keuntungannya, jika kita tidak membaginya, kita salah.
Dan dunia Kristen hari ini bersalah di hadapan kemanusiaan. Jadi kita juga
membutuhkan kasih karuna dan rahmat dan makanan rohani. Dan kita harus memberitahu dunia
tentang itu.
Men seek help from men. Men will appoint priests to minister to their salvation,
and trust in the arm of flesh to deliver them from sin. They build chapels, and
churches, and temples, and cathedrals, and mega churches, and appoint shepherds
to lead them. When the Divine Shepherd is standing outside knocking, waiting
for someone to open the door. Men pay for priests to fill the longings of the
soul, when the Divine Priest offers salvation for free. He was so much better
than angels, He’s set aside for humans to take His place. Isn't this what the
world is doing? And don't we have systems, religious systems that call
themselves “priests”? And “holy”? And “holy fathers”?
Hebrews 1:4, “4 Being made so much better
than the angels, as He hath by inheritance obtained a more excellent name than
they.”
Why should we go to man if we can come to Christ?
Manusia mencari pertolongan dari manusia. Manusia
menetapkan imam-imam untuk melayani keselamatan mereka, dan bersandar pada
lengan manusia untuk menyelamatkan mereka dari dosa. Mereka membangun
kapel-kapel, dan gereja-gereja, dan kuil-kuil, dan katedral-katedral, dan
gereja-gereja mega, dan menunjuk gembala-gembala untuk memimpin mereka.
Padahal Gembala Agung yang Ilahi sedang berdiri di luar sedang mengetuk pintu,
menunggu ada yang membukakan pintu. Manusia membayar imam-imam untuk mengisi
kehausan jiwa, padahal Imam Ilahi menawarkan keselamatan dengan cuma-cuma. Dia
jauh lebih baik daripada para malaikat, Dia disingkirkan supaya (imam) manusia
bisa mengambil tempatNya. Bukankah ini yang dilakukan dunia? Dan bukankah kita
punya suatu sistem, sistem relijius yang menyebut diri mereka “imam”?
Dan “suci”? Dan “bapa suci”?
Ibrani 1:4, 4 Dijadikan jauh lebih baik daripada malaikat-malaikat, karena
Dia melalui warisan telah mendapatkan nama yang lebih unggul daripada mereka.”
Untuk apa kita pergi
kepada manusia jika kita bisa datang ke Kristus?
So becoming one with humanity in all things like them except for sin. He
was the sinless One. Hebrews 4:15 says, “15 For
we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our
infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin. 16 Let
us therefore come boldly unto the throne of grace…” and by faith appropriate salvation.
Jadi menyatu dengan
kemanusiaan dalam segala hal sama seperti mereka kecuali dalam hal dosa. Dia
adalah Yang tidak berdosa. Ibrani 4:15 mengatakan, “15 Sebab kita bukan punya seorang imam besar yang tidak dapat disentuh oleh perasaan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya dalam segala hal telah dicobai sama dengan
kita, namun tidak berbuat dosa. 16
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih
karunia…” dan dengan iman mendapatkan keselamatan.
“He
gave up all…” says the Spirit of Prophecy, “…to
carry out God's plan of mercy for the fallen race. In the fulfillment of the
purpose of Heaven, He became obedient
unto death, even the death of the cross. He had no communion with sin, had
known nothing of it, but He came to this world and took upon His sinless soul
the guilt of sinful man that sinners might stand justified before God. He
grappled with temptation, overcoming in our behalf. The Son of God pure and
unsullied, bore the penalty of transgression and received the stroke of death, that
brought deliverance to the race.” (Review and
Herald, January 20, 1903, CM 76.2)
This is Protestantism at its finest.
“Dia telah mengorbankan semuanya…” kata Roh Nubuat, “…untuk
melaksanakan rencana belas kasihan Allah bagi umat manusia yang sudah jatuh. Dalam menggenapi tujuan Surga, Dia
patuh bahkan hingga mati, yaitu kematian di salib. Dia tidak pernah berhubungan
dengan dosa, tidak pernah tahu apa pun tentang itu, tetapi Dia datang ke dunia
ini dan membebankan kepada jiwaNya yang tidak berdosa, segala kesalahan manusia
berdosa, supaya manusia berdosa boleh berdiri dibenarkan di hadapan Allah. Dia
bergumul dengan pencobaan, mengalahkannya bagi kita. Anak Allah, murni dan
tidak tercemar, menanggung hukuman untuk pelanggaran dan menerima pukulan
kematian, yang mendatangkan keselamatan bagi
umat manusia.” (Review and Herald, January 20, 1903, CM 76.2)
Inilah Protestantisme dalam konsepnya yang paling baik.
Hebrews 2:18 says, “18 For
in that He himself hath suffered being tempted, He is able to succour them that
are tempted.”
If we go to Hebrews 4:15, we read, “15 For
we have not an high priest which cannot be touched with the feeling of our
infirmities; but was in all points tempted like as we are, yet without sin.”
Ibrani 2:18 mengatakan, “18
Sebab sebagaimana Ia sendiri telah menderita
karena dicobai, maka Ia dapat menolong mereka
yang dicobai.”
Jika kita ke Ibrani 4:15, kita baca, “15 Sebab kita bukan punya seorang imam besar yang tidak dapat disentuh oleh perasaan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya dalam segala hal telah dicobai sama dengan
kita, namun tidak berbuat dosa.”
So the issue of rest is strongly coupled to the high priest who gave us that
rest. So what do we do? We flock to earthly priests, imposters, who take upon
themselves the prerogatives of Christ to absolve from sin and pronounce
blessings upon unconverted souls, that they have never been pierced by the sword
of God.
Maka isu perhentian ini terhubung erat kepada Imam Besar
yang memberi kita perhentian tersebut. Jadi apa yang kita lakukan? Kita malah mengerumuni
imam-imam duniawi, yang palsu, yang telah mengambil prerogatif Kristus untuk
mengampuni dosa dan mengucapkan berkat kepada orang-orang yang tidak bertobat,
yang tidak pernah ditembus oleh pedang Allah.
When I was in the Catholic church I had no need of a Bible, I had no need of
the sword. I was fed that all I needed was a priest. And when one day the
priest wasn't available I started to think, and started to study this Word of
God. Because there's only one Priest that qualifies because He is a Priest
forever.
We are not priests, but we are ministers. We serve not command. We plead not
coerce or force. We cry inside not shout and command. We preach a gospel of
repentance not salvation in sin. Yet the Bible says we are a royal priesthood.
But our offerings are not sacrificial, but consist of the incense of prayer and
praise. And the greatest reward of these offerings are surrendered lives that
enter the rest.
It is time that God's people read more and prayed more.
Ketika saya masih ikut gereja Katolik, saya tidak
memerlukan Alkitab, saya tidak memerlukan pedang itu. Saya dicekoki bahwa apa
yang saya butuhkan hanyalah seorang imam. Kemudian suatu hari imam itu tidak
bisa melayani, dan saya mulai berpikir, dan mulai mempelajari Firman Allah ini.
Karena hanya ada satu Imam yang memenuhi syarat, karena Dia adalah Imam untuk
selamanya.
Kita bukanlah imam-imam, melainkan hamba-hamba Allah.
Kita melayani, tidak memerintah. Kita memohon, tidak memaksa. Kita menangis di
dalam tidak berteriak dan memberi perintah. Kita mengkhotbahkan suatu Injil
pertobatan bukan keselamatan dalam dosa. Namun Alkitab menyebut kita “imamat yang rajani”.
Tetapi persembahan-persembahan kita bukanlah kurban, melainkan terdiri atas harum dupa doa dan pujian. Dan pahala yang paling besar dari
persembahan-persembahan ini adalah hidup yang berserah yang masuk ke perhentian.
Sudah waktunya umat Allah membaca lebih banyak dan
belajar lebih banyak.
Hebrews 4:3 said, “3 For we which have believed do enter into
rest, as He said, ‘As I have sworn in My wrath, if they shall enter into My
rest’ although the works were finished from the foundation of the world.”
This is the essence of chapter 4.
Ibrani 4:3 berkata,
“3 Karena kita
yang sudah percaya, masuk ke perhentian
seperti yang Ia katakan, ‘Sebagaimana Aku
telah bersumpah dalam murka-Ku, jika mereka sampai masuk ke perhentian-Ku, sekalipun
pekerjaan itu sudah selesai sejak dunia
dijadikan.’…”
Inilah esensi pasal 4.
So we
are living in the great anti-typical Day of Atonement. On that day all
the priests other than the high priest were banished from the temple, and only
the high priest clad in a simple garment of white, made atonement for the sins
of the people, the priests, and for himself. We serve the Great High Priest who
was without sin, yet became sin for us; and officiates in a temple not made by
human hands.
We read in 2 Corinthians 5:21, “21 For He hath made Him to be
sin for us, who knew no sin; that we might be made the righteousness of God in
Him.”
Maka kita
sedang hidup di antitipe Hari Grafirat/Pendamaian yang besar.
Pada hari itu semua imam selain Imam Besar harus keluar dari Bait Suci dan
hanya Imam Besar saja yang mengenakan sebuah jubah putih yang sederhana,
membuat pendamaian bagi dosa-dosa umat, dosa-dosa para imam, dan bagi dirinya
sendiri. Kita melayani Imam Besar Agung yang tidak punya dosa, namun telah
menjadi dosa bagi kita; dan yang melayani di dalam Bait Suci yang tidak dibuat
oleh tangan manusia.
Kita baca di 2
Korintus 5:21, “21 Karena Dia telah menjadikan Dia yang tidak mengenal dosa menjadi dosa demi
kita, supaya kita boleh dijadikan kebenaran
Allah di dalam Dia.”
And in Matthew 11:28 it says, “28
Come unto me, all ye that labour and are heavy laden, and I will give you rest.”
This is the burden of chapter 4, the rest in the completed works
of God, something that we can contribute nothing to, because it has been
completed. And then this, this call “28
Come unto me, all ye that labour and are heavy laden, and I will give you rest.”
Let us return to
God, let us follow the path prescribed in the Scriptures, and we will be on a
safe path. Let us again acknowledge that we can find rest only in Him and not through our
own labors, which doesn't mean that we
shouldn't do what is right or strive to enter into the narrow gate or
wrestle against principalities and powers, but not in our own strength, in His
strength. And may God help us to understand this issue because this
issue has been the war that has been raging from the beginning and will be the
final issue that has to be resolved before Christ comes.
Let's pray.
Dan di
Matius 11:28 dikatakan, “28 ‘Marilah kepadaKu semua yang bekerja
keras dan memikul beban berat, dan Aku akan memberimu
perhentian.”
Inilah beban pasal 4, perhentian dalam
pekerjaan Allah yang sudah selesai, sesuatu yang tidak bisa ditambahi
kontribusi kita, karena itu sudah selesai. Kemudian ini, panggilan ini, “28 ‘Marilah kepadaKu semua yang bekerja keras dan memikul beban berat, dan Aku akan memberimu perhentian.”
Marilah
kita kembali kepada Allah, marilah kita mengikuti jalan yang ditunjukkan di
Kitab Suci, dan kita akan berada di jalan yang aman. Marilah kita sekali lagi
mengakui bahwa kita hanya bisa
mendapatkan perhentian dalam Dia dan bukan melalui usaha keras kita sendiri.
Ini tidak berarti bahwa kita tidak usah berbuat apa yang benar atau berusaha
keras untuk masuk ke pintu yang kecil atau bergumul melawan penguasa dan
kekuasaan, tetapi bukan dengan kekuatan kita sendiri, melainkan dalam
kekuatanNya. Dan semoga Allah membantu kita mengerti isu ini
karena isu ini sudah lama menjadi topik peperangan yang berkecamuk dari awal
dan akan menjadi isu terakhir yang harus diselesaikan sebelum Kristus datang.
Mari
kita berdoa.
23 05 22
No comments:
Post a Comment