THE
BOOK OF HEBREWS
Part 01/14 – Walter Veith
INTRODUCTION: SUBSTANCE AND SHADOWS
https://www.youtube.com/watch?v=6oAH72Ec58I
Dibuka dengan
doa
We are now going to do a study on the book of Hebrews. Now the question is,
why the book of Hebrews at this particular time in history? I think the book of Hebrews is probably one of the most important theological books
in the New Testament. It brings together the Old Testament and the New
Testament and highlights the principles that are absolutely necessary
for the time that we are living in, as well for the time for which it was
written.
Now the book of Hebrews is a magnificent book and just as the Jews in their
time misunderstood the ministry of Christ, and the book of Hebrews was supposed
to enlighten them, and these things were written for our example, so I believe
that the book of Hebrews is just as necessary for our time as it was for the
time when Jesus walked upon this earth. And so we decided to do a study on the
book of Hebrews.
Sekarang kita akan membuat
suatu studi tentang kitab Ibrani. Nah, pertanyaannya ialah, mengapa khusus kitab
Ibrani pada saat ini dalam sejarah? Menurut saya kitab Ibrani mungkin
adalah salah satu dari buku-buku theologi yang paling penting di Perjanjian
Baru. Dia mempersatukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan memberi penekanan pada
prinsip-prinsip yang mutlak penting bagi zaman di mana kita hidup sekarang, dan
juga bagi zaman ketika kitab itu ditulis.
Nah, kitab Ibrani adalah kitab yang luar biasa, dan sama
seperti orang Yahudi di zaman mereka telah salah memahami ministri Kristus, dan kitab
Ibrani ini yang seharusnya mencerahkan mereka. Dan hal-hal ini ditulis menjadi teladan kita, demikian
pula saya yakin bahwa kitab Ibrani itu sama diperlukannya untuk zaman kita
sebagaimana untuk zaman ketika Yesus hidup di bumi. Jadi kami memutuskan untuk
membuat suatu pelajaran tentang kitab Ibrani.
Now, I’ve titled this series “The Book of
Hebrews ~ Substance and Shadow” and I think the slide basically says it all. There
is a cross with a shadow, and a lamb, and this is what the book is all about.
Nah, saya memberi judul seri ini “kitab Ibrani ~ Substansi dan Bayangan”, dan menurut saya apa yang di layar sudah menjelaskan semuanya. Ada sebuah salib dengan bayangannya, dan seekor domba, dan tentang inilah isi kitabnya.
And according to the Reformers, and here it also says in the KJV of the
Bible, it says “the epistle of
Paul, the apostle to the Hebrews”. Now I know that the higher critics do not want to acknowledge that Paul was
the author of this book, but with the Reformers I believe that indeed it was
Paul that penned this book. Now why did he not introduce himself? Why did he introduce himself in all
the other books but he didn't introduce himself in this book? Because this book
is essentially about Jesus Christ and He is the Substance of all the shadows.
How can you start a book of this magnitude, bringing the Old Testament and the
New Testament together by writing your name on it? So I think it is very
fitting that he left out his name in terms of the authorship.
Dan menurut para Reformator, dan di Alkitab KJV di sini
juga tercantum “surat
rasul Paulus kepada orang Ibrani”. Nah, saya tahu bahwa kritikus-kritikus tinggi tidak mau
mengakui bahwa Paulus adalah penulis kitab ini, tetapi bersama para bapak
Reformator saya sependapat bahwa memang benar Paulus
yang menulis kitab ini. Nah, mengapa dia tidak memperkenalkan dirinya? Mengapa
di kitab-kitab yang lain Paulus memperkenalkan dirinya tetapi di kitab ini
tidak? Karena kitab ini esensinya
adalah tentang Yesus Kristus, dan Dialah
Substansi dari segala bayangan-bayangan. Bagaimana dia bisa
memulai suatu kitab seagung ini, mempersatukan Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru dengan mencantumkan namanya sendiri di sana? Jadi saya pikir, sangat tepat
Paulus tidak mencantumkan namanya berkaitan dengan penulis kitab itu.
Now when we look at this book in the first chapter, the first chapter is
only 14 verses long but it is packed, absolutely packed with information. It
identifies:
·
the Son, Jesus
Christ as the Creator,
·
then it
identifies Him as the Savior,
·
then it
identifies Him as the Ruler,
·
then it
identifies Him as God,
·
then it
identifies Him as eternal,
·
then it
identifies Him as the Lord YaHWeH.
So basically he is telling us what Jesus is all about.
Nah, bila kita melihat kitab ini di pasalnya yang
pertama, itu isinya hanya 14 ayat, tetapi semuanya itu sarat, benar-benar sarat
dengan informasi. Di sana diidentifikasikan:
·
Sang Anak, Yesus Kristus sebagai Sang Pencipta,
·
kemudian dia mengidentifikasi Yesus sebagai Sang
Juruselamat,
·
kemudian dia mengidentifikasi Dia sebagai Sang Pemimpin,
·
kemudian dia mengidetifikasi Dia sebagai Allah,
·
kemudian dia mengidentifikasi Dia sebagai kekal,
·
kemudian dia mengidentifikasi Dia sebagai Tuhan YaHWeH.
Jadi pada dasarnya dia memberitahu kita segala sesuatu
tentang Yesus.
But before we dive into a verse by verse study on this book, some people
have asked, how do you go about studying something like this? And why is there
so much confusion in the world? And how can we be sure that we are studying it
in right lines? It's a very difficult thing because everything that we read in the Bible can
be distorted, and there have been many people that have become experts
in distorting the Word of God. So we need to study it prayerfully. We cannot
open the Bible when it comes to issues such as this without prayer. And we need
to ask God to tell us what is the substance of the verse that we are studying.
And you cannot study it in isolation, because it links to other portions of
Scripture. In fact most of it, is quotes from the Scriptures. And so you have
to bring the past into the present and you have to compare it verse by verse,
and what resources does one use to study a book such as the book of Hebrews.
Tetapi sebelum kita terjun ke pembelajaran ayat demi ayat
dari kitab ini, ada yang bertanya, bagaimana caranya kita mempelajari sesuatu
seperti ini? Dan mengapa ada begitu banyak kebingungan di dunia? Dan bagaimana
kita bisa yakin bahwa kita mempelajarinya menurut jalur yang benar? Itu adalah
hal yang sangat sulit karena segala
yang kita baca di Alkitab bisa didistorsi (maknanya diubah), dan sudah ada banyak orang
yang mejandi ahli dalam mendistorsi
Firman
Allah. Jadi kita perlu mempelajarinya dengan doa. Kita tidak bisa membuka
Alkitab bila kita berurusan dengan isu-isu seperti ini tanpa doa. Dan kita
perlu minta Allah memberitahu kita apakah substansi dari ayat yang kita
pelajari. Dan kita juga tidak bisa mempelajari hanya kitab itu sendii, karena
kitab itu terkait dengan bagian-bagian lain dari Kitab Suci. Malah
sebagian besar adalah kutipan-kutipan dari Kitab Suci. Maka kita harus membawa
yang lampau ke masa sekarang, dan kita harus
membandingkannya ayat demi ayat, dan sarana-sarana apa yang harus kita pakai
untuk mempelajari sebuah kitab seperti kitab Ibrani.
Well, in this day and age we have many resources available to us. There are
Bible programs such as E-Sword for example, that will give you connections,
there are discussions on E-Sword that you can use together with it,
and you can see what did some of the Reformers say, what do the Concordances
say, so you can compare what is being said. And you can also read what some of the
Reformers, the trustworthy people of the past, said about this book.
Because I believe that God when He gave the translators the words in the
original language, and said put it into a language that the people can
understand, He used inspired people. And
I believe that those early Reformers and their ideas are in harmony with what
they translated.
And then of course we have other things available to us. We have the Spirit
of Prophecy, and the Spirit of Prophecy is a marvelous filter. The Word
of God and the Spirit of Prophecy together will give an overall view and
whatever can be gleaned from these writings should be used in our study.
Then of course there are the pioneers, and many of them were ardent
Bible students and many, many, things were written, the whole shelf behind me
here is full of books of Bible commentary and what our pioneers believed on
particular subjects.
And we can study what other theologians have said as well, but
I want to make sure that what I study
comes from consecrated people that believe in the Bible and the Spirit of
Prophecy and bring them into harmony. Then I have more faith in what they are
saying. And it's good to get ideas from as many sources as possible. And even
some of the modern writers, they sometimes have good ideas, but it's always
good to keep the filters at hand.
So with that being said, let's dive into an introduction to this great
book.
Nah, di zaman sekarang ini kita punya banyak sarana yang
tersedia. Ada program-program Alkitab semacam E-Sword misalnya, yang memberi kita
kaitan-kaitan, ada diskusi-disusi di E-Sword yang bisa kita pakai bersama
dengannya, dan kita bisa melihat apa kata beberapa bapak Reformator, apa yang
dikatakan Konkordansi,
sehingga kita bisa membandingkan apa yang dikatakan. Dan kita juga bisa membaca
tulisan-tulisan beberapa bapak
Reformasi, orang-orang yang bisa dipercaya dari zaman lampau,
mengenai kitab ini. Karena saya meyakini ketika Allah memberikan
perkataan-perkataan itu kepada para penerjemah dalam bahasa aslinya, dan
berkata, jadikan itu bahasa yang bisa dipahami orang banyak, Allah menggunakan
orang-orang yang dituntun Roh Kudus. Dan saya meyakini konsep-konsep
bapak-bapak Reformasi yang mula-mula itu selaras dengan apa yang mereka
terjemahkan.
Kemudian tentu saja ada hal-hal lain yang tersedia bagi
kita. Kita memiliki Roh Nubuat,
dan Roh Nubuat adalah filter/penyaring yang luar biasa. Firman Allah dan Roh
Nubuat bersama-sama akan memberikan pandangan yang menyeluruh, dan apa pun yang
bisa kita petik dari tulisan-tulisan itu, harus kita pakai dalam pelajaran
kita.
Lalu tentu saja ada para
pioner, dan banyak dari mereka adalah pelajar-pelajar Alkitab
yang tekun, dan mereka menulis banyak, banyak hal, seluruh rak di belakang saya
ini penuh dengan buku-buku komentar tentang Alkitab dan apa yang diyakini para
pioner kita mengenai topik-topik tertentu.
Dan kita juga bisa belajar dari apa yang dikatakan theolog-theolog lain,
tetapi kalau saya akan memastikan bahwa apa yang saya pelajari berasal dari
orang-orang yang saleh, yang mempercayai Alkitab dan Roh Nubuat, dan
mempersatukan mereka secara harmonis. Dengan demikian saya lebih yakin dengan
apa yang mereka katakan. Dan bagus saja mendapatkan ide-ide dari sebanyak
sumber yang ada. Bahkan beberapa penulis
modern terkadang mereka punya ide-ide yang bagus, tetapi selalu
lebih baik kita mempunyai filter/penyaring.
Nah, setelah mengatakan semua ini, marilah
kita terjun ke pengantar kitab yang istimewa ini.
If we want to understand the book of Hebrews, we must also look at the
issues that were in existence in the time when this book was written. What were
the issues exactly? The New Testament had brought a fulfillment of the Old Testament
traditions and types of the Old Testament, and it was necessary to
explain that the shadow had been replaced by the substance. So if we do not
understand the issue of “substance” and “shadow” we will never understand the book of Hebrews. In fact we won't understand
the Old Testament because the Bible says that the Old Testament testified of Jesus
Christ, and if we do not see Jesus in every aspect of the Old Testament, then
we will not understand the fulfillment of those great types and the great
anti-type: Jesus Christ.
Jika kita mau mengerti kitab Ibrani kita harus menyimak
pada isu-isu yang ada di zaman kitab tersebut ditulis. Tepatnya isu-isu apa
itu? Perjanjian Baru telah membawa
penggenapan kepada tradisi dan tipe-tipe Perjanjian Lama, dan
adalah penting menjelaskan bahwa yang
bayangan telah digantikan oleh substansinya (yang asli). Jadi,
apabila kita tidak mengerti isu “substansi” dan “bayangan”, kita tidak akan pernah mengerti isi kitab Ibrani.
Malah, kita tidak akan mengerti Perjanjian Lama karena Alkitab berkata bawa Perjanjian
Lama itu bersaksi tentang Yesus Kristus, dan jika kita tidak melihat Yesus
dalam setiap aspek Perjanjian Lama, maka kita tidak akan mengerti penggenapan
tipe-tipe besar dan anti-tipe yang besar: Yesus
Kristus.
So some of the issues regarding the faith
of the Jews in the time of Christ, we find in the warnings that the Bible has
regarding these issues, for example in Matthew 15 we read from verse 1, “1
Then came to Jesus scribes and Pharisees, which were of Jerusalem, saying, ‘2
Why do Thy disciples transgress the tradition of the elders? For they wash not
their hands when they eat bread.’ 3 But He answered and said unto
them, ‘Why do ye also transgress the Commandment of God by your tradition?’…”
So there was a clash of traditions. The scribes and the Pharisees had a set of
traditions which according to the Scripture were contrary to the will of God,
and this issue had to be cleared up. Now it wasn't only the scribes and the
Pharisees. The scribes and the Pharisees were looked up to by the people at the
time, and the traditions which they held dear were basically the traditions of the people.
So the whole mindset of the entire community had to be changed.
Jadi kita lihat beberapa isu mengenai keyakinan orang
Yahudi di zaman Kristus dalam peringatan-peringatan yang diberikan Alkitab mengenai isu-isu itu, misalnya di Matius 15,
kita baca dari ayat 1, “ 1 Kemudian datanglah kepada Yesus
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dari Yerusalem, berkata, 2 ‘Mengapa
murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Karena mereka tidak membasuh tangan ketika
mereka makan roti.’ 3 Tetapi
jawab Yesus kepada mereka, ‘Mengapa kamu pun melanggar Perintah Allah dengan adat istiadatmu?’…”
Jadi ada benturan tradisi (adat
istiadat). Para ahli Taurat dan Farisi
memiliki serangkaian tradisi yang menurut Kita Suci bertentangan dengan
kehendak Allah, dan isu ini harus dibereskan. Nah, itu bukan
hanya para ahli Taurat dan orang Farisi. Para ahli Taurat dan orang-orang
Farisi dihormati oleh masyarakat di zaman itu, dn tradisi yang mereka pegang
erat pada dasarnya adalah tradisi
masyarakat. Jadi semua pola pikir (mindset) seluruh komunitas harus diubah.
There are warnings in the Word of God regarding this clash of traditions. So
in Colossians we read in chapter 2:8, “8 Beware lest any man spoil you
through philosophy and vain deceit, after the tradition of men, after the
rudiments of the world, and not after Christ. 9 For in Him dwelleth
all the fulness of the Godhead bodily.”
So there was a serious danger that the traditions would wipe out the very essence
of what the Scriptures were about, namely Jesus Christ. These are
they that testify of Jesus who is the One in whom dwelleth all the fullness of
the Godhead bodily.
Ada peringatan-peringatan di Firman Allah mengenai
benturan tradisi ini. Maka di Kolose 2:8 kita membaca, “8 Berhati-hatilah,
supaya jangan ada yang merusak kamu dengan
filsafat dan penipuan hampa menurut ajaran tradisi manusia, menurut prinsip-prinsip mula
dunia dan bukan menurut Kristus. 9
Sebab di dalam Dialah berdiam seluruh
kepenuhan keAllahan secara jasmani.”
Jadi ada bahaya yang serius bahwa tradisi bisa menghapus setiap esensi Kitab
Suci yang adalah Yesus Kristus.
Mereka inilah yang menyaksikan bahwa Yesus adalah Dia di dalam Siapa berdiam
seluruh kepenuhan keAllahan secara jasmani.
Colossians 2:20 says “20 Wherefore if ye be dead with
Christ from the rudiments of the world, why as though living in the world, are
ye subject to ordinances, 21 Touch not; taste not; handle not; 22
which all are to perish with the using; after the commandments and doctrines of
men?”
Kolose 2:20 mengatakan, “20 Dengan demikian,
jika kamu telah mati bersama-sama dengan
Kristus dari prinsip-prinsip mula dunia,
mengapakah kamu hidup di dunia seolah-olah masih takluk
pada peraturan-peraturan: 21
jangan jamah, jangan kecap, jangan sentuh; 22 yang
semuanya itu akan binasa bersama pemakaiannya; menurut
perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia?”
So the Bible is very clear that humanity ~ and here in particular, the Jews ~ are inclined and were inclined to substitute
human regulations, a human form of worship, for the true worship.
So basically it is a clash of the divine will with that of humanity. And
this is how we must read the book of Hebrews, how the shadow has to be transplanted by the Substance.
Jadi Alkitab sangat jelas bahwa kemanusiaan ~ dan di sini khususnya bangsa Yahudi ~ cenderung
dan memiliki kecenderungan mengganti
ibadah yang sejati dengan peraturan-peraturan manusia, bentuk ibadah buatan
manusia.
Maka pada dasarnya ini adalah benturan antara kehendak
Ilahi dengan kehendak manusia. Dan inilah
caranya kita harus
membaca kitab Ibrani, bagaimana bayangan
itu harus digantikan oleh Substansinya.
If we go to 2 Timothy chapter 2 we read, “14 Of these things put them in
remembrance, charging them before the Lord that they strive not about words to
no profit, but to the subverting of the hearers. 15 Study to shew
thyself approved unto God, a workman that needeth not to be ashamed, rightly
dividing the Word of truth. 16 But shun profane and vain babblings:
for they will increase unto more ungodliness.”
Jika kita ke 2 Timotius pasal 2, kita membaca, “ 14 Tentang
hal-hal ini, masukkanlah ke dalam ingatan, menasihati mereka di
hadapan Allah agar mereka jangan berselisih
tentang kata-kata, yang tidak ada gunanya, melainkan
menjatuhkan yang mendengarnya. 15 Belajarlah
untuk menunjukkan dirimu sendiri layak di hadapan Allah, seorang pekerja
yang tidak usah malu, yang dengan benar
menjelaskan Firman kebenaran. 16 Tetapi hindarilah ocehan yang kotor
dan sia-sia karena mereka akan bertambah menjadi lebih banyak kefasikan.”
And in Titus 1:14 we read, “14 Not giving heed to Jewish
fables, and commandments of men, that turn from the truth.”
So what was the issue here, why is the Bible so absolutely direct in its warning
against the commandments of men and the fables associated with it?
Well, we have to go back to the time ~ and this applies just as much to the present time as it did to that time
in the past. And we will turn to information that we find in the Jewish
writings called the Talmud.
Dan di Titus 1:14 kita membaca, “14 Tidak mengindahkan
dongeng-dongeng Yahudi dan perintah-perintah
manusia yang berbalik dari kebenaran.”
Jadi apa isunya di
sini, mengapa Alkitab begitu
blak-blakan memberikan peringatan terhadap perintah-perintah
buatan manusia dan dongeng-dongeng yang terkait dengannya? Nah, kita harus kembali ke masa lalu ~ dan ini berlaku sama di masa sekarang sebagaimana di
masa lampau. Dan kita akan melihat ke informasi yang kita temukan dalam
tulisan-tulisan Yahudi yang disebut Talmud.
Now what was the Talmud? The Talmud is a compendium of the great sayings of
Jewish teachers, covering many centuries. The Talmud was begun soon
after the return of the Jews from Babylonian captivity several centuries before
Christ, and it consists of a number of components. Now most of these sayings by
the great Jewish teachers were orally transmitted, they weren't written down
initially, so there were all of these sayings by the rabbis during the
Babylonian captivity, and also by the rabbis subsequent to this Babylonian
captivity, and eventually these were written down and they were added to as
time progressed, and they came to supersede the instructions of the Bible. In
other words, the people were living according to these sayings which were from men,
and not directly by inspiration from God.
So if we look at the Talmud it has a number of components.
1. The first one is the Mishnah.
It's a commentary
on the Old Testament with about 5’000 mishnahioth or traditions. So here is a book that gives commentary
and it has about 5’000 sayings and these became the norm and the standard.
2. and then there is the Gemara which is a commentary
on the Mishnah.
Containing
thousands of laws, illustrations, and allegories.
And these oral traditions became basically the basis for the religions of
the Jews, and it is with these oral traditions that Christ came into
conflict because He ignored them.
Now not everything that is written in these sayings is bad, but some of it
is directly contrary to the Word of God.
Nah, Talmud itu apa? Talmud
adalah suatu kompendium (koleksi) ucapan-ucapan guru-guru
Israel selama berabad-abad. Talmud ini dimulai tidak lama setelah bangsa Yahudi
kembali dari penawanan Babilon beberapa abad sebelum Kristus, dan itu terdiri
atas sejumlah komponen. Nah, kebanyakan dari ucapan-ucapan guru-guru besar Yahudi ini
diberikan secara lisan, pada awalnya mereka tidak ditulis. Jadi ada ucapan-ucapan
oleh rabi-rabi selama masa penawanan di Babilon,
dan juga oleh rabi-rabi setelah masa penawanan Babilon, dan pada
akhirnya ini ditulis dan mereka menambahnya seiring berlalunya waktu. Dan semua itu menjadi
pengganti petunjuk-petunjuk Alkitab. Dengan kata lain, masyarakat
hidup menurut ucapan-ucapan itu yang berasal dari manusia dan tidak langsung
menurut kata-kata yang diilhamkan Allah.
Maka jika kita simak Talmud ini, dia memiliki beberapa
komponen.
1.
Pertama ialah Misnah.
Ini adalah komentar
tentang kitab Perjanjian Lama, dengan sekitar 5’000 mishnahioth atau
tradisi. Jadi ini adalah sebuah buku yang memberikan komentar dan ada sekitar
5’000 komentar, dan ini menjadi norma dan standarnya.
2.
Lalu ada Gemara,
yang mengomentari Misnah.
Berisikan ribuan hukum, ilustrasi, dan alegori (kiasan)
Dan tradisi-tradisi lisan ini pada dasarnya menjadi fondasi agama orang
Yahudi, dan dengan
tradisi-tradisi lisan inilah Kristus terlibat konflik karena
Kristus mengabaikan mereka.
Nah, tidak semua ucapan-ucapan
yang
tertulis ini buruk, tetapi ada yang jelas-jelas bertentangan dengan Firman
Allah.
Now basically there are two Talmuds. So let's just look at that, so that we
can understand the background and why the Bible has such sharp sayings when it comes
to discussing these so-called traditions.
So that you have:
1. the Talmud Jerushalmi, which is the Jerusalem
Talmud
2. and the Talmud Bovel or the Babylonian Talmud.
They are so
called because the sayings therein were derived by oral tradition from those
teachers living in Babylon. They were later written down and they became known
as the Babylonian Talmud.
And the sayings from the teachers in Jerusalem they were recorded in the Talmud Jerushalmi which is the Jerusalem
Talmud.
So they derived from the teachers living in Babylon during the captivity
and those residing in Jerusalem.
Nah, pada dasarnya ada dua Talmud. Jadi mari kita lihat
itu supaya kita bisa mengerti latar belakangnya dan mengapa di Alkitab ada
kata-kata yang begitu tajam sehubungan dengan yang dianggap tradisi-tradisi
ini.
Jadi ada:
1.
Talmud Jerushalmi, yang adalah Talmud Yerusalem.
2.
Dan Talmud Bovel atau Talmud Babilon.
Disebut demikian karena ucapan-ucapan di dalamnya diambil
dari tradisi lisan para guru yang hidup di Babilon. Mereka kemudian ditulis dan
mereka dikenal sebagai Talmud Babilon.
Dan ucapan-ucapan dari guru-guru di Yerusalem, itu
dicatat dalam Tamud Jerushalmi, yang adalah Talmud Yerusalem.
Jadi ucapan-ucapan itu berasal dari guru-guru yang hidup
di Babilon selama masa pengasingan dan mereka yang ada di Yerusalem.
Now these learned teachers had many disciples under them, and it is said of
one of these teachers, Hillel who had 80
disciples, that 30 of them were worthy, so that the glory of God rested upon
them as it did upon Moses. So in other words, they ascribed such stature to these
Jewish sages that they acquainted them with Moses himself. So 30 of
them were of such high stature that the glory that rested upon Moses also
rested upon them. And 30 the sun would stand still at their command,
as it did for Joshua. And 20 were only moderately learned. Now the greatest of
these 80 was Joshua the son of Uziel of whom he said that when he studied the
Law every bird that flew over his head was at once burned up.
So you can imagine if you have such Jewish sayings and such fables and
these people were elevated to such heights that this could lead to a form of religion
denying the Power thereof.
Now this quote comes from F.C. Gilbert ~ Practical
Lessons From The Experience of Israel For The Church Of Today. And Gilbert
was one of the pioneers in the Advent Movement, and he was of Jewish descent,
so he was well acquainted with the mode and thinking of the Hebrews.
Nah, guru-guru terpelajar ini punya banyak murid yang
mengikuti mereka, dan dikatakan salah satu guru itu, Hillel, punya 80 orang
murid, 30 di antaranya sangat layak, sehingga kemuliaan Allah ada pada mereka
sebagaimana pada Musa. Jadi dengan kata lain mereka memberikan kedudukan sedemikian tinggi kepada
orang-orang bijak Yahudi ini sehingga mereka disejajarkan dengan
Musa sendiri. Jadi 30 dari mereka begitu tinggi kedudukannya sehingga kemuliaan
yang hinggap pada Musa juga hinggap pada mereka. Dan yang 30 lagi, bisa
memerintahkan matahari tidak bergerak, sebagaimana Yosua. Dan yang 20 hanya
rata-rata terpelajar. Nah, yang paling hebat dari ke-80 murid ini ialah Yosua
anak Uziel, yang dikisahkan pada waktu dia mempelajari Hukum setiap burung yang
terbang di atas kepalanya segera hangus terbakar. (F.C. Gilbert 1972, Practical Lessons from the Experience of Israel
for the Church of Today pg. 24 ~
South Lancaster Printing Company).
Jadi bisa kalian bayangkan jika ada ucapan-ucapan seperti
itu dan dongeng-dongeng demikian, dan orang-orang itu begitu ditinggikan, sehingga ini bisa menghasilkan suatu
bentuk agama yang menolak Kuasa Ilahi.
Nah, kutipan ini berasal dari F.C. Gilbert 1972, Practical Lessons from the Experience of Israel
for the Church of Today. Dan Gilbert ini adalah salah satu pioner dalam
Gerakan Advent dan dia dari keturunan Yahudi, maka dia sangat mengenal modus
dan pemikiran orang Israel.
Now if we want to find out a little bit more about what the situation was
in that time, and why it was necessary to give such a complete
explanation as in the book of Hebrews, we read that the traditions and laws kept increasing,
and even if they were in conflict with each other they were considered correct and
immutable and the law of the rabbi became the voice of God.
Nah, jika kita mau mencari tahu sedikit lebih banyak
tentang bagaimana situasinya di zaman itu dan mengapa perlu memberikan suatu
penjelasan lengkap seperti yang terdapat di kitab Ibrani, kita baca
bahwa tradisi-tradisi dan hukum-hukum terus
bertambah, dan walaupun mereka bertentangan satu sama lain, mereka dianggap benar dan tidak
bisa diubah, sehingga hukum
dari rabi menjadi suara Allah.
So at one stage for example, there was a dispute between the rabbis. And
one of the rabbis himself said, that it was wrong to eat an egg that had been
laid on the Sabbath. And one of the other rabbis said, “No, it was not wrong to
eat an egg that was laid on the Sabbath.” Now both of these are in the Talmud. Now
which one is right? Well, they're both right because they both come from these
sages. But they bend the law and say that spiritually the one is right, but
practically the other one should be followed. So it's not right to eat an egg
that's laid on the Sabbath, although spiritually it might be right. So this is
how you can become totally confused in this issue.
Jadi misalnya suatu kali ada perselisihan antara para
rabi. Salah seorang rabi itu sendiri mengatakan bahwa makan telur yang
ditelurkan pada hari Sabat itu tidak boleh. Dan rabi yang lain mengatakan,
“Tidak, tidak salah makan telur yang ditelurkan pada hari Sabat.” Nah, kedua
ucapan itu ada dalam Talmud. Siapa yang benar? Oh, keduanya benar karena
keduanya berasal dari guru-guru bijak. Tetapi mereka memperkosa hukum itu
dan mengatakan secara spiritual yang satu benar, tetapi secara praktis,
ikutilah yang lain. Maka, makan telur yang ditelurkan pada hari Sabat itu tidak
benar, walaupun secara spiritual itu mungkin benar. Jadi demikianlah orang bisa
menjadi sama sekali bingung dengan isu ini.
And for a few examples from the Talmud.
ü As a man is commanded to honor and fear his
father, so he's bound to honor and fear his rabbi more than
his father.
Remember that
Jesus had said that they break the Commandments of God for the sake of their
traditions? And here's just one of the
examples. There are more.
ü If his father and his rabbi be oppressed with a load, he is first to help his rabbi down,
then assist his father.
And it says
here, “thou must consider no honor greater than the honor of the rabbi and
no fear greater than the fear of the rabbi.” The wise men have said the fear of
thy rabbi is as the fear of God.
So this was the stature of the
rabbis. And if we understand this, then we can understand some of the sayings
of Jesus and comprehend what the situation was in that time.
Here's another statement from the
Talmud.
ü It is forbidden to a disciple to call his rabbi
by name even when he is not in his presence.
Neither is he to
salute his rabbi, neither to return his salutation in the same manner that the
salutations are given or returned amongst friends. On the contrary he is to bow down
before the rabbi and say to him with reverence and honor, “Peace be to thee,
Rabbi.”
Dan beberapa contoh dari Talmud.
ü Sebagaimana manusia
diperintahkan untuk menghormati dan takut pada bapaknya, maka dia diharuskan menghormati
dan takut pada rabi(guru)nya lebih daripada bapaknya.
Ingat Yesus mengatakan bahwa mereka melanggar
Perintah-perintah Allah demi tradisi mereka? Dan di sini salah satu contohnya.
Masih ada banyak yang lain.
ü Jika bapaknya dan rabinya terbeban oleh beban
yang berat, dia harus lebih
dulu menurunkan beban rabinya baru membantu bapaknya.
Dan dikatakan di sini, “engkau harus menganggap tidak ada kehormatan yang lebih besar
daripada kehormatan rabi, dan tidak ada rasa takut yang lebih besar daripada
takut kepada rabi.” Orang-orang bijak itu berkata, takut kepada rabi sama dengan takut kepada Allah.
Jadi demikianlah kedudukan rabi-rabi. Dan jika kita
mengerti ini, maka kita bisa mengerti beberapa perkataan Yesus dan mengerti
bagaimana situasinya di zaman itu.
Ini ada pernyataan lain dari Talmud.
ü Seorang murid dilarang
menyebut rabinya dengan namanya walaupun rabi itu tidak hadir di hadapannya.
Juga dia tidak boleh memberi salam kepada rabinya, maupun
membalas salam rabi itu dengan cara sebagaimana pertukaran salam antar teman.
Sebaliknya dia harus sujud di
hadapan rabi itu dan berkata kepadanya dengan penuh hormat dan takzim, “Damai
menyertai engkau, Rabi.”
So if we understand what the mindset was, and we ask ourselves, how does it
apply to our time, well, then we can see some parallels. Hasn't the same kind of thinking crept into the minds of men in the
days that we are living in today? “My pastor said”, “my priest”, and so we have
these mediators, these sages that think for us and digest the Word of God for
us and feed us with that word, but is that the will of God? Or
should each
and every one of us be individually responsible for what we believe, and how we
act according to our conscience, together with the Word of God?
Jadi jika kita mengerti bagaimana pola pikirnya, dan kita
bertanya pada diri kita sendiri, bagaimana ini aplikasinya di zaman kita,
nah, maka kita bisa melihat beberapa paralel. Bukankah pola pikir yang sama
sudah menyelinap masuk ke pikiran manusia di zaman di mana kita hidup sekarang?
“Pendeta saya berkata”, “imam saya berkata”, maka ada para perantara ini,
orang-orang bijak ini yang berpikir untuk kita, dan yang mencernakan Firman
Allah bagi kita, dan menyuapi kita dengan firman itu, tetapi apakah itu kehendak Allah? Atau
haruskah setiap orang dari kita
bertanggung jawab sendiri secara pribadi atas apa yang kita yakini, dan
bagaimana kita bertindak menurut hati nurani kita bersama dengan
Firman Allah?
So it's no wonder that Jesus said in Matthew 23:4, “4
For they bind heavy burdens and grievous to be borne, and lay them on men's
shoulders; but they themselves will not move them with one of their fingers. 5
But all their works they do for to be seen of men: they make broad their
phylacteries, and enlarge the borders of their garments, 6 And love
the uppermost rooms at feasts, and the chief seats in the synagogues, 7
And greetings in the markets, and to be called of men, Rabbi, Rabbi. 8
But be not ye called Rabbi: for one is your Master, even Christ; and all ye are
brethren. 9 And call no man your Father upon the earth: for one is
your Father, which is in heaven.”
Do we get a little glimpse of what Jesus is saying in here and what the confrontation
was? And do we get a little glimpse of the situation in our time?
Jadi tidak heran Yesus berkata di Matius 23:4, “4 Karena
mereka mengikat beban-beban berat dan yang
susah ditanggung, dan meletakkannya di
atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau memindahkannya
dengan satu jarinya pun. 5 Karena
semua pekerjaan yang mereka lakukan untuk
dilihat orang; mereka memperlebar kotak
filakteri mereka dan memperbesar tepian
jubah mererka; 6 dan suka ruang-ruang yang paling tinggi di perjamuan-perjamuan dan tempat-tempat duduk yang terkemuka di rumah-rumah ibadat; 7
dan salam-salam di pasar, dan suka dipanggil orang ‘Rabi, Rabi’. 8
Tetapi janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Gurumu, yaitu
Kristus; dan kamu semua adalah saudara. 9 Dan janganlah kamu
menyebut siapa pun bapamu di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yang ada di sorga.”
Apakah kita mendapatkan sekilas pandang
tentang apa yang dikatakan Yesus di sini dan konfrontasinya tentang apa? Dan
apakah kita mendapat sekilas pandang tentang situasi di zaman kita?
So here we are talking about an ecclesiastical elevation but the Bible
says, don't do that! Don't call anyone your teacher, your master, and bow
down to him. And for good measure don't call anyone your spiritual Father here on
earth, because you have one Father and that is your Father which is in
heaven.
So do we
have religious systems in the world today where the ecclesiastics are called
“father”? And some are even presumptuously
called “holy Father”? And then we
have to obey their signs even if they are contrary to the Word of God. So what was in that time is just as much
alive and living in the times that we are living in.
Jadi di sini kita sedang bicara tentang suatu keimamatan
yang ditinggikan, tetapi Alkitab
berkata, jangan berbuat demikian! Jangan menyebut siapa pun gurumu, tuanmu, dan sujud
kepadanya. Dan sebagai tambahan, jangan memanggil siapa pun bapak rohanimu di dunia sini,
karena kamu hanya punya satu Bapa dan itulah Bapamu yang ada di Surga.
Nah, apakah ada
sistem-sistem relijius di dunia hari ini di mana para imamnya dipanggil “bapak
(romo)”? Dan bahkan
ada yang lebih angkuh lagi disebut “bapak suci”? Lalu kita harus
mematuhi tanda-tanda mereka walaupun itu bertentangan dengan Firman Allah. Jadi apa
yang ada di zaman itu sama hidupnya dan masih hidup di zaman di mana kita
berada.
So this is a very serious issue. If we want to understand what God is trying to say
to us, then read the Word of God for yourselves. For example, they
taught that the written Law was like water, in other words, God's Word was like water; but the oral law,
the Mishnah was like wine, and the Gemara, those thousands and thousands of laws of which the
Bible knows absolutely nothing, was like spiced wine. And rabbi Judah son of Tamai said, “A child at 5 years should study the Bible,
at 10 the Mishnah, and at 15 the Gemara.” That is an arrogance that is just unbelievable. In other words, the Bible
is for five-year-olds, for children on milk; but the Mishna and the Gemara they
are the words of the sages. “Yea, though they should
tell thee that thy right hand is the left and the left hand that it is the
right, it must be believed.” (F.C. Gilbert
1972, Practical Lessons from the Experience of
Israel for the Church of Today pg. 26).
So this comes directly from the Talmud.
Jadi ini adalah isu yang sangat serius. Jika kita mau mengerti apa yang
Allah mau katakan kepada kita, maka bacalah Firman Allah sendiri.
Misalnya, mereka mengajarkan bahwa Hukum yang tertulis itu seperti air, dengan
kata lain Firman Allah seperti air; tetapi hukum lisan yaitu Misnah itu seperti
anggur, dan Gemara yaitu beribu-ribu hukum yang sama sekali tidak dikenal oleh Alkitab, itu seperti anggur yang bercampur rempah. Dan rabi Judah anak Tamai berkata, “Seorang anak pada usia
5 tahun harus mempelajari Alkitab, pada usia 10 mempelajari Misnah, dan pada
usia 15 Gemara.” Itu suatu
keangkuhan yang luar biasa. Dengan kata lain, Alkitab itu untuk anak 5 tahun,
yang masih minum susu, tetapi Misnah dan Gemara itulah upacan-ucapan
orang-orang bijak. “Ya, meskipun mereka mengatakan kepadamu bahwa tangan
kananmu itu kiri, dan tangan kiri itu kanan, itu harus kamu yakini.” (F.C. Gilbert 1972, Practical Lessons from the Experience of Israel
for the Church of Today pg. 26).
Ini datang langsung dari Talmud.
Do we have a similar situation in other organizations today? The Jesuit Order. Isn't it told that if something is black and
the general says that it's white, that you must believe it? And even if God
should give them a dog as the general, they should not hesitate to obey absolutely?
We have exactly the same situation in the world that we are living in today
as confronted Jesus in the time when He walked upon this earth, nothing has
changed. The
word of the ecclesiastic is supposed to be taken as the very Word of God when
often it is in direct conflict with the Word of God.
Apakah hari ini kita memiliki situasi yang sama di
organisasi yang lain? Ordo Jesuit. Bukankah dikatakan bahwa sesuatu yang
berwarna hitam tetapi jika jenderal (kepala) Ordo itu
mengatakan putih, mereka harus meyakini itu? Dan bahkan jika Allah memberi
mereka seekor anjing sebagai jenderal mereka, mereka tidak boleh ragu-ragu
mematuhinya secara mutlak?
Kita punya situasi
yang persis sama di dunia di mana kita hidup sekarang ini,
seperti yang dihadapi Yesus di saat ketika Dia hidup di dunia ini. Tidak ada
yang berubah. Ucapan para rohaniawan itu harus
dianggap sebagai Firman Allah sendiri, walaupun sering itu bertolakbelakang
langsung dengan Firman Allah.
So another issue that's very important, and this is what the book of
Hebrews is all about. It is a comparison
between ritualism and true worship. Now
it is true that the Old Testament has many rituals in it. Are those rituals
wrong? No, if rightly understood those rituals will lead you to a full understanding
of the plan of salvation. But when wrongly applied, when the ritual becomes the substance,
then you have ignored the Substance that the ritual should actually lead you
to. If the ritual takes you to the teachings of men, then you have lost
the plot. This is why the book of Hebrews is so important not only for the time
in which it was written. And understanding what is written in the context of
the time in which it was written, that we call “exegesis” but we cannot ignore
type and anti-type, because when we apply typology to the exegesis then that
which applies to the past becomes relevant to the present, and that is
how this,
that was written for the past, was written for our admonition.
Jadi isu yang lain yang sangat penting, dan itulah isi
kitab Ibrani. Ini adalah suatu perbandingan antara ritualisme dengan ibadah
yang sejati. Nah, memang benar di masa Perjanjian Lama ada banyak ritual.
Apakah semua ritual itu salah? Tidak, jika dipahami dengan benar, ritual-ritual
itu akan menuntun kita kepada suatu pengertian penuh tentang rencana
keselamatan. Tetapi bila salah diaplikasikan, bila ritual itu menjadi substansinya, maka kita telah
mengabaikan Substansinya yang seharusnya ditunjukkan oleh ritual tersebut.
Jika ritual itu menuntun kita kepada ajaran-ajaran manusia, maka kita sudah
kehilangan plotnya. Itulah mengapa kitab Ibrani begitu penting, bukan hanya
untuk masa saat dia ditulis. Dan memahami apa yang tertulis dalam konteks waktu
di mana dia ditulis, itu kita sebut “eksegesis” (penjelasan kritis tentang ayat
Alkitab) tetapi kita tidak bisa mengabaikan tipe dan antitipe karena bila kita mengaplikasikan
tipologi ke eksegesis, maka apa yang berlaku di masa lampau menjadi relevan di
masa sekarang, dan itulah
bagaimana hal ini, yang ditulis untuk masa lalu,
ditulis untuk nasihat bagi kita.
So let's have a look at one of the great examples in the Bible of ritualism
versus true worship in Mark 7:9 we read, “9 And he said unto them, ‘Full
well ye reject the commandment of God, that ye may keep your own tradition.’…”
So folklore, tradition, and faith, come into conflict.
And what is your faith based on? Based on a ritual? Based on a liturgy? Or
is it based on the Substance?
Jadi mari kita
simak salah satu contoh besar di Alkitab mengenai ritualisme versus ibadah
sejati di Markus 7:9, kita baca, “9 Yesus
berkata kepada mereka, ‘Baguslah kamu menolak perintah Allah, supaya kamu dapat
memelihara adat istiadatmu sendiri.’…”
Jadi dongeng rakyat, tradisi, dan iman, saling
bertentangan.
Dan iman kita berdasarkan apa? Berdasarkan suatu ritual? Berdasarkan liturgy? Atau berdasarkan
Substansinya?
So the example that the Scripture gives is Jesus that heals a lame man by
the pool of Bethesda. I know we've discussed this in other series as well, but
it is so important particularly for the time in which we are also living today.
So Jesus comes to this pool, and He finds this lame man, and He says to him,
“Rise, take up thy bed, and walk!” violating every single one of
those laws that are written in those writings of the Jewish sages.
So these three commands were forbidden by the Jews to be performed on the
Sabbath day. It says nothing about it in the Bible, but that is what they
believed.
Maka contoh yang diberikan Kitab Suci ialah Yesus
menyembuhkan seorang yang lumpuh di samping kolam Betesda. Saya tahu kita sudah
membicarakan ini dalam seri-seri yang lain, tetapi ini begitu penting terutama
untuk masa di mana kita sekarang hidup.
Jadi Yesus datang ke kolam ini dan Dia mendapati orang
lumpuh ini, dan Dia berkata kepadanya, “Bangun, angkat kasurmu, dan jalan!” yang melanggar
setiap hukum yang tertulis dalam kumpulan tulisan para orang bijak Yahudi.
Jadi tiga perintah ini merupakan larangan bagi bangsa
Yahudi untuk dilakukan pada hari Sabat. Di dalam Alkitab tidak ada larangan
itu, tetap itulah yang mereka yakini.
In the book Faith
And Works pg. 19-20 we read the following statement, “Let the subject be made distinct and
plain that it is not possible to effect anything in our standing before God or in the gift of
God to us through creature
merit. Should faith and works purchase the gift of salvation
for anyone, then the Creator is under obligation
to the creature. Here is an opportunity for falsehood
to be accepted as truth. If any man can merit
salvation by anything
he may do, then he is in the same position as the Catholic to do penance
for his sins. Salvation, then, is partly of debt, that may be earned as
wages….” I don't think you can say it more
succinctly as this.
Di dalam buku Faith and Works
hal. 19-20, kita
membaca pernyataan berikut, “…Hendaknya hal ini dibuat jelas dan mudah dipahami, bahwa perbuatan
baik manusia tidak ada pengaruh apa pun pada kedudukan kita di hadapan Allah
atau pada karunia yang diberikan Allah kepada kita. Seandainya iman dan
perbuatan yang membelikan karunia keselamatan buat seseorang, maka Sang Khalik berutang kepada manusia itu. Di
sinilah ada kesempatan di mana kebohongan
diterima sebagai kebenaran. Jika ada manusia yang berhak mendapatkan
keselamatan dari apa pun yang dilakukannya, maka dia berada di posisi yang sama
sebagaimana orang Katolik yang membayar
dosa-dosanya dengan melakukan hukumannya. Dengan demikian, keselamatan itu
sebagian terdiri dari utang, yang
bisa diperoleh sebagai upah kerja…” Saya rasa tidak bisa dikatakan lebih singkat dan jelas daripada ini.
This is the
great danger when the ritual becomes your means of salvation, when that which you do, earns you salvation,
like performing a pilgrimage, like taking part in the mass, like performing
some religious ritual, going to a specific place in order to receive a specific
blessing, as we find in most of the great religions of the world; then once
having performed that duty, then that merit is earned by your actions. But there is no
such way in the Bible. And man loves to substitute ritualism for the
substance of truth.
Inilah bahaya yang
sangat besar ketika ritual menjadi sarana keselamatan kita, ketika apa yang kita lakukan menghasilkan keselamatan
bagi kita, seperti pergi ziarah, seperti ikut mengambil bagian
dalam misa, seperti melakukan suatu ritual relijius, pergi ke tempat tertentu
untuk menerima berkat khusus, seperti yang kita lihat ada di agama-agama besar
dunia; lalu begitu sudah melakukan kewajiban itu, maka pahala itu sudah
diperoleh dengan perbuatan. Tetapi di
Alkitab tidak ada yang begitu. Manusia suka mengganti substansi
kebenaran dengan ritualisme.
So let's look at this story again. It was a Sabbath day, and Jesus went to the
pool of Bethesda having five porches. This story applies to the whole of humanity.
“3
In these lay a great multitude of impotent folk, of blind, halt, withered,
waiting for the moving of the water. 4 For an angel went down at a
certain season into the pool, and troubled the water: whosoever then first
after the troubling of the water stepped in was made whole of whatsoever
disease he had.…” So their
religious system had taught them that there was something specific they could
do for healing, physical as well as spiritual healing. There was a pool which
probably had some thermal activity and every now and then there were bubbles
that appeared in the pool and tradition had taught them that that was an angel
that was stirring the water. So you have thousands of people flocking to
particular healers and particular circumstances and often water is associated
with it, like the water at Lourdes for example, that if only you could come into
contact with this water, something miraculous would happen. And people base
their faith on things such as these, when we have direct access to the
throne of God.
So here were these people, and the Bible describes these people as
impotent, blind, halt, withered, while they are waiting for these events to
take place. And what kind of God is this that will select one person because he
might be stronger than another one, and manages to get to that water; or richer
than the next man and can afford the plane ticket to fly to these places, to
come in contact with this water, what kind of God is that? Is that a God that
cares for the weakest and the poorest as well? And so they waited for this
troubling of the water, and then they would be healed. But the trouble was that
only the strongest succeeded in this venture. “…5
And a certain man…” that's very
generic “…5 And a certain man was there,
which had an infirmity thirty and eight years…” now this time period 38 years is a reference to the time period that the
Jews were sent back into the wilderness. They had wandered for two
years in the wilderness and they were about to cross into Cana’an when the
report of the spies brought an evil report. In other words, a report in
contradiction to the promises of God. And they were sent back into the
wilderness for 38 years, making a total of 40 years wandering in the desert.
And during that time they were basically impotent, blind, halt, and withered,
and proved it over and over again. So this was a reference to the Jewish nation
hidden in a story, in an allegory, if you like. 38 years referring to the Jewish nation
that did not trust in the promises of God. “…6 When Jesus saw him lie, and
knew that he had been now a long time in that case, He saith unto him, ‘Wilt
thou be made whole?’…” Now what was the
requirement? Did he have to go into the pool? Did he have to follow the ritual?
Did Jesus support their tradition? Absolutely not! All he had to have is an eye
of faith, looking at the Man standing in front of him. “7
The impotent man answered Him, ‘Sir, I have no man…” now if we put that into our modern times,
aren't there many pastors that invite you to such events? Do they not perform
great performances? Do they not call fire from heaven? And yet humanity is more
destitute now than it has ever been in the history, that has been afforded this
planet? I think it is true that if we try to follow those rituals then we can
say,
“…‘Sir, I have no man when the water is troubled, to put me into the pool: but
while I am coming, another steppeth down before me.’ 8 Jesus saith
unto him, ‘Rise, take up thy bed, and walk.’…” Turn your back on these feeble traditions that lead nowhere, that are based
on conjectures and sayings by people that have virtually zero connection with
the Word of God, that say this is for the five-year-olds, but if you want to
become intelligent then listen to what we say. In verse 10 it says, “…10 The Jews therefore said unto
him that was cured, ‘It is the sabbath day: it is not lawful for thee to carry
thy bed.’…” So human law, human tradition, gets set
above divine Law.“…14 Afterward Jesus findeth him
in the temple, and said unto him, ‘Behold, thou art made whole, sin no more,…” He had the entire plan of salvation in one
short sentence “…thou
art made whole…” What made him
whole? A look of faith into the eyes of the One that was standing in front of
him. And then the admonitions, “…sin no more…” come back into
harmony with God's Law “…lest a worse thing come unto thee. 15
The man departed, and told the Jews that it was Jesus, which had made him
whole. 16 And therefore did the Jews persecute Jesus, and sought to
slay him, because He had done these things on the Sabbath day.” Now if type is to meet antitype can we
expect something similar to happen in the time that we are living in?
Absolutely! I think it is inevitable because our mindset is not any different
to what it was in the time of Jesus. So they will persecute those that point to Jesus and obedient to His
precepts “Go and sin no more. Return to the Law of God” and those that
elevate the Law including the Law of authority which is the Sabbath day. “17
But Jesus answered them, ‘My Father worketh hitherto, and I work.’ 18
Therefore the Jews sought the more to kill Him, because He not only had broken
the Sabbath, but said also that God was His Father, making Himself equal with
God.”
Here is the crux of the matter.
Jadi mari kita lihat lagi
kisah ini. Yohanes 5:3-18. Itu hari Sabat, dan Yesus pergi ke kolam Betesda
yang punya lima serambi. Kisah ini berlaku untuk semua manusia. “3 dan di serambi-serambi itu
terbaring sejumlah besar orang yang tidak
berdaya: yang buta, timpang, lumpuh,
yang menantikan bergeraknya air. 4
Sebab seorang malaikat turun pada musim tertentu
ke kolam itu dan mengacau air itu; maka barangsiapa yang sesudah air itu dikacau pertama masuk ke dalamnya, disembuhkan dari apa pun penyakit yang
dimilikinya…” Jadi sistem relijius mereka mengajarkan bahwa ada sesuatu
yang khusus yang bisa mereka lakukan untuk disembuhkan, kesembuhan fisik maupun
spiritual. Ada sebuah kolam yang kira-kira memiliki aktivitas termal dan dari
waktu ke waktu ada gelembung-gelembung yang terlihat di kolam itu, dan tradisi
mengajar mereka bahwa itu adalah malaikat yang mengacau airnya. Jadi ada ribuan
orang yang berkerumun ke penyembuh-penyembuh
tertentu dan kondisi-kondisi khusus, dan air sering diasosiasikan dengannya,
seperti air di Lourdes misalnya, bahwa jika manusia bisa kontak dengan air ini,
suatu mujizat akan terjadi. Dan manusia
mendasarkan iman mereka pada hal-hal seperti ini, sementara kita
memiliki akses langsung ke takhta Allah.
Maka di sini, orang-orang itu ~ dan Alkitab menggambarkan
mereka sebagai orang-orang yang tidak berdaya, buta, pincang, lumpuh, selagi
mereka menunggu peristiwa-peristiwa itu terjadi. Allah macam apa ini yang akan
memilih satu manusia karena mungkin dia lebih kuat daripada yang lain, dan
berhasil masuk ke dalam air itu; atau yang lebih kaya daripada yang lain dan
mampu membayar tiket pesawat terbang ke tempat-tempat tersebut untuk kontak
dengan air itu ~ Allah macam apa itu? Apakah itu Allah yang peduli pada yang
paling lemah dan paling miskin? Maka mereka menunggu air itu bergerak supaya mereka akan disembuhkan. Tetapi masalahnya ialah hanya
dia yang paling kuat yang berhasil dalam upaya tersebut. “…5 Dan ada seorang…” ini sangat umum, “…5 Dan
ada seorang di situ yang mempunyai kelemahan tiga puluh delapan tahun
lamanya…” Nah, periode waktu
38 tahun ini mengacu kepada periode waktu orang Yahudi dikirim kembali ke
padang gurun. Mereka sudah mengembara selama dua tahun di padang
gurun dan mereka sudah hampir menyeberang masuk ke Kana’an, ketika para
mata-mata membawa laporan yang jahat. Dengan kata lain, laporan yang
bertolakbelakang dengan janji-janji Allah. Dan bangsa Israel pun dikirim
kembali ke padang gurun selama 38 tahun, menjadikan waktu pengembaraan mereka
di gurun total 40 tahun. Dan selama waktu itu mereka pada dasarnya tidak
berdaya, buta, pincang, dan lumpuh, dan itu terbukti berulang-ulang. Maka ini
mengacu kepada kisah bangsa Yahudi yang tersembunyi dalam cerita ini, dalam
kiasan ini, katakanlah demikian. 38
tahun mengacu kepada bangsa Yahudi yang tidak mempercayai janji-janji Allah.
“…6 Ketika
Yesus melihat orang itu berbaring di situ dan
tahu bahwa ia telah lama dalam keadaan itu, berkatalah Ia kepadanya,
‘Maukah engkau sembuh?’…” Nah, apakah syaratnya? Apakah orang itu harus masuk ke
dalam kolam? Apakah dia harus mengikuti ritualnya? Apakah Yesus mendukung
tradisi mereka? Sama sekali tidak! Orang itu hanya perlu memiliki mata iman, memandang Manusia yang berdiri di hadapannya. “…7 Orang yang tidak berdaya itu menjawab-Nya, ‘Tuhan, aku tidak punya orang…” nah, jika ini kita aplikasikan ke masa modern kita,
bukankah ada banyak pendeta yang mengundang kita ke peristiwa-peristiwa seperti
itu? Tidakkah mereka melakukan mujizat-mujizat besar? Tidakkah mereka
menurunkan api dari langit? Namun demikian kemanusiaan sekarang lebih parah daripada yang pernah dialaminya sepanjang sejarah planet
ini. Saya rasa itu benar, jika kita berusaha mengikuti ritual-ritual itu, maka
kita bisa berkata, “…‘Tuhan,
aku tidak punya
orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya dikacau, tetapi sementara aku datang, orang lain sudah turun mendahului aku.’
8 Kata Yesus kepadanya, ‘Bangunlah, angkatlah tilammu, dan berjalanlah.’…” Tinggalkanlah segala tradisi tidak berarti ini yang tidak
menuntun ke mana pun, yang hanya berdasarkan dugaan dan ucapan orang-orang yang
sama sekali tidak punya hubungan dengan Firman Allah, yang mengatakan Alkitab
itu buat anak umur 5 tahun, jika orang mau
menjadi pintar maka dengarkanlah apa yang kami katakan. Di ayat 10 dikatakan, “…10 Karena itu orang-orang Yahudi
berkata kepada dia yang disembuhkan, ‘Hari ini hari Sabat, tidaklah
sesuai hukum bagimu memikul tilammu.’…”
Maka hukum buatan manusia, tradisi
buatan manusia, ditempatkan di atas Hukum Ilahi. “…14 Kemudian Yesus menemukannya di Bait Allah, dan berkata kepadanya, ‘Lihat, engkau telah disembuhkan;
jangan berdosa lagi…” Yesus punya
seluruh rencana keselamatan dalam satu kalimat pendek “…engkau telah disembuhkan…” apa yang membuat orang itu sembuh? Suatu pandangan iman
ke dalam mata Dia yang berdiri di hadapannya. Kemudian tegurannya, “…jangan berdosa lagi…” kembalilah selaras dengan Hukum Allah “…jangan sampai terjadi yang lebih buruk lagi padamu.’ 15 Orang itu meninggalkan tempat itu, dan menceriterakan kepada orang-orang Yahudi, bahwa Yesuslah yang
telah menyembuhkan dia. 16 Dan karena itu orang-orang Yahudi mempersekusi Yesus, dan berusaha membunuhNya, karena Ia telah
melakukan hal-hal itu pada hari Sabat…”
Nah, jika tipe harus bertemu antitipe, bisakah kita berharap sesuatu
yang mirip ini terjadi di masa di mana kita hidup sekarang?
Tentu saja! Saya pikir itu tidak bisa dihindari karena pola pikir kita sama
sekali tidak berbeda dengan saat di zaman Yesus. Maka orang-orang akan mempersekusi mereka yang menunjuk
pada Yesus dan patuh pada ketentuanNya “Pergilah dan jangan
berdosa lagi. Kembalilah ke Hukum Allah”, dan mereka yang
meninggikan Hukum Allah termasuk Hukum yang menunjukkan autoritas yang adalah
Hari Sabat. “…17 Tetapi Yesus menjawab mereka, ‘Bapa-Ku bekerja sampai
sekarang, dan Aku bekerja.’ 18 Karena itu orang-orang Yahudi lebih berusaha
lagi untuk membunuh-Nya, bukan saja karena Ia telah
melanggar hari Sabat, tetapi juga mengatakan bahwa Allah adalah Bapa-Nya, menjadikan Dirinya setara dengan Allah…”
Inilah inti masalahnya.
My question is, the great religions of the world, do they consider Jesus as one with
the Father, equal with God, yes or no? The answer is absolutely no!
And here's another question, even in the great Christian world, in the ecumenical movement which wants to embrace more and
more and more of humanity, is Jesus Christ being downgraded to the level of any
other of the world religious teachers? Absolutely!
So the same problem that we face here, we are facing today, and that problem regards the authority of the Son,
and this is what the book of Hebrews is going to be about, and this is why it
is essential that we understand it and internalize it.
Pertanyaan saya ialah, agama-agama besar dunia, apakah mereka menganggap Yesus
sebagai satu dengan Bapa, setara
dengan Bapa, ya atau tidak? Jawabannya ialah sama sekali tidak!
Dan ini ada pertanyaan yang lain, bahkan di dunia Kristen yang besar, di
dalam gerakan ekumene yang mau merangkul semakin banyak kemanusiaan, apakah Yesus Kristus diturunkan
derajatnya ke tingkat salah satu guru-guru agama dunia lainnya?
Tepat sekali!
Maka masalah yang sama yang kita lihat di sini, kita hadapi sekarang, dan masalah mengenai autoritas Sang Anak, inilah isi
kitab Ibrani, dan inilah mengapa penting kita memahaminya dan mencernakannya.
Now “The authority of the Son” is a heading that the King James translators
put in there. John 5:19, “19 Then answered Jesus and said
unto them, ‘Verily, verily, I say unto you, The Son can do nothing of himself,
but what He seeth the Father do: for what things soever He doeth, these also
doeth the Son likewise…” This is incredibly important. In other
words, Jesus
is saying, He is exactly like the Father, whatever the Father does, He does. “…20
For the Father loveth the Son, and sheweth Him all things that Himself doeth:
and He will shew Him greater works than these, that ye may marvel. 21
For as the Father raiseth up the dead, and quickeneth them; even so the Son
quickeneth whom He will. 22 For the Father judgeth no man, but hath
committed all judgment unto the Son…”
This is the crux of the matter. This is why they had to destroy Jesus
because He would have supplanted their religion with that of the Substance,
their types and shadows which they had hedged in with their own laws and
rituals would have been replaced by the true religion of true worship.
Nah, “Autoritas Sang
Anak” adalah judul yang diberikan para penerjemah KJV di sana. Yohanes 5:19,“19
Lalu Yesus menjawab dan berkata kepada mereka, kata-Nya, ‘Sesungguhnya Aku berkata
kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan apa pun
dari Diri-Nya sendiri, tetapi apa yang Dia lihat
dilakukan Bapa, sebab apa pun yang
dikerjakan Bapa, itu juga dilakukan Anak dengan
cara yang sama…” Ini sangat
penting. Dengan kata lain, Yesus
mengatakan Dia persis seperti
Bapa, apa pun yang dilakukan Bapa, Dia lakukan. “…20 Sebab Bapa mengasihi Anak dan Ia menunjukkan
kepada-Nya segala sesuatu yang dikerjakan-Nya sendiri, dan Ia akan menunjukkan kepada-Nya pekerjaan-pekerjaan yang lebih
besar lagi daripada pekerjaan-pekerjaan ini,
supaya kamu boleh
takjub.21 Sebab sama seperti Bapa membangkitkan
orang-orang mati dan menghidupkan mereka,
demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendaki-Nya. 22 Karena Bapa
tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan semua penghakiman kepada
Anak…”
Inilah inti masalahnya. Inilah mengapa mereka harus
membinasakan Yesus karena Dia akan menggantikan agama mereka dengan
Substansinya, tipe-tipe dan bayangan-bayangan
yang telah mereka pagari dengan hukum dan ritual
mereka sendiri, akan digantikan oleh agama yang sejati dari ibadah yang sejati.
Verse 38 says, “38 And ye have not His Word
abiding in you: for whom He hath sent, Him ye believe not…” I would want to say that humanity has
reached the point where Jesus is absolutely excluded even in the Law in the
halls of the legislature. And I would like to go even further, even in the
ecclesiastical circles Jesus is being replaced by social virtues which are
dictated by another source. If we do not put Jesus back into the
center ~
and this is what the book of Hebrews is all about ~ then we will have
lost the plot. It says in verse 39, “…39 Search the Scriptures; for
in them ye think ye have eternal life: and they are they which testify of Me…” this is the issue. If we do not find the
heart of the issue, then we will have lost the plot and with millions we'll be
running over the precipice led by blind guides who think that their traditions
and their interpretations of more value than those of the Scriptures. “…40 And ye will not come to Me,
that ye might have life…” does that apply to the time in which we are
living? How many people want to find the solution in Jesus Christ? No, they
want to find the solution in whatever legislation they are thinking up, but the
solution doesn't lie there. If you do not come to Christ, you cannot have life. “…41
I receive not honour from men. 42 But I know you, that ye have not
the love of God in you. 43 I am come in My Father's name, and ye
receive Me not: if another shall come in his own name, him ye will receive….” This is the crux of the matter and this is
what the book of Hebrews is all about, the supremacy of the Son, the Substance
of all their shadows. “44 How can ye believe, which
receive honour one of another, and seek not the honour that cometh from God
only?...” Do we see a situation like this in
the world? Do we see the ecclesiastics of the world making pilgrimages to Rome,
for example, to receive honor from one another, to pat each other on the back,
and to talk about issues that are based on a so-called social doctrine; when
the Bible tells us what the solution to humanity's problems are? “… 45 Do not think that I will
accuse you to the Father: there is one that accuseth you, even Moses, in whom
ye trust…” they had a form of godliness. They
professed to believe the Scriptures, they professed to believe what Moses has
said, but they had ritualized it. And “…46
For had ye believed Moses, ye would have believed Me; for he wrote of Me. 47
But if ye believe not his writings, how shall ye believe My words?”
Humanity is at exactly the same point, and that is why it is so important
that every single Christian takes time to study the Word of God prayerfully and
to internalize it for himself because the guides of this world, the great
ecclesiastics of this world, no matter how fine their phylacteries and
their coats that they are wearing, will not be able to help you through the time that we are heading towards.
“If they believe not his writings how shall they believe My words?”
Ayat 38 berkata, “38 dan engkau tidak memiliki Firman-Nya menetap di dalam dirimu, sebab Siapa yang dikirimNya, Dia tidak kamu percayai…”
Saya ingin mengatakan bahwa kemanusiaan
telah tiba di titik di mana Yesus sudah sama sekali dikeluarkan bahkan dari
hukum di dalam balai-balai legislatif. Dan saya mau
mengatakan lebih jauh, bahkan
di kalangan rohani Yesus sudah digantikan oleh nilai-nilai sosial yang
didiktekan dari sumber yang lain. Jika kita tidak mengembalikan
Yesus ke tengah-tengahnya ~ dan inilah yang dibicarakan kitab Ibrani ~ maka
kita kehilangan plotnya. Dikatakan di ayat 39, “…39 Selidiki kitab-kitab
suci sebab kamu menyangka di dalamnya kamu mendapatkan hidup yang kekal, dan kitab-kitab itulah yang memberi kesaksian
tentang Aku…” inilah isunya. Jika kita tidak mencari jantung isu itu, maka
kita kehilangan plotnya dan bersama jutaan manusia lain kita akan lari di atas tebing curam dipimpin oleh
penuntun-penuntun buta yang mengira tradisi mereka dan penafsiran mereka lebih
berharga daripada yang di Kitab Suci. “…40 dan kamu tidak mau
datang kepadaKu supaya kamu boleh memperoleh
hidup…” Apakah ini berlaku di zaman di mana kita sekarang hidup?
Berapa orang mau mencari solusi dalam Yesus Kristus? Tidak, mereka mau mencari
solusi dalam legislasi apa pun yang mereka ciptakan, tetapi solusi itu tidak
terdapat di sana. Jika kita tidak datang ke Kristus, kita tidak bisa memiliki
hidup. “…41 Aku tidak menerima hormat dari manusia. 42
Tetapi Aku kenal kamu, kamu tidak mempunyai
kasih Allah di dalammu. 43 Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu
tidak menerima Aku; jikalau orang lain akan datang
dalam namanya sendiri, dia akan kamu terima…” Inilah inti
masalahnya, dan inilah isi kitab Ibrani, keunggulan Sang Anak, Substansi dari
semua bayangan mereka. “…44
Bagaimanakah kamu dapat percaya, yang menerima hormat seorang dari yang lain,
dan tidak mencari hormat yang datang hanya
dari Allah?…” Apakah kita melihat situasi seperti ini di dunia? Apakah
kita melihat para rohaniawan dunia membuat perjalanan ziarah ke Roma, misalnya,
untuk menerima hormat satu dari yang lain, untuk saling menepuk bahu masing-masing,
dan untuk membicarakan isu-isu berdasarkan apa yang disebut sebagai
doktrin-doktrin sosial sementara Alkitab mengatakan kepada kita apa solusinya
untuk masalah-masalah kemanusiaan? “…45Jangan
kamu menyangka, bahwa Aku akan mendakwa kamu di hadapan Bapa; ada seorang yang akan mendakwamu ~ yaitu Musa,
yang kamu percayai…” mereka memiliki bentuk kesalehan, mereka mengaku
mempercayai Kitab Suci, mereka mengaku mempercayai apa yang dikatakan Musa,
tetapi mereka menjadikannya sebagai ritual. “…46 Sebab andaikan kamu mempercayai
Musa, tentu kamu akan mempercayai Aku, sebab
ia menulis tentang Aku. 47 Tetapi
jikalau kamu tidak mempercayai apa yang
ditulisnya, bagaimanakah kamu akan percaya apa yang Aku katakan?”
Kemanusiaan berada di posisi yang sama, dan itulah
mengapa begitu penting setiap orang Kristen menyediakan waktu untuk mempelajari
Firman Allah dengan doa, dan mencernanya untuk dirinya sendiri, karena para
penuntun dunia ini, para rohaniawan
besar dunia ini, tidak peduli sebagus apa pun filakteri
mereka dan jubah yang mereka pakai, tidak
akan bisa menolong kita melalui waktu yang akan kita tuju. “Jika mereka tidak mempercayai tulisannya, bagaimana
mereka bisa mempercayai kata-kataKu?”
So the book of Hebrews, what was it all about? I tried to pin something
here to just try and put it together. I believe that the book of Hebrews links the
Old and the New Testament into one harmonious gospel, one beautiful story of
redemption. It tells the story so sublime that it will be the study of eternity,
the lesson book of the universe never again to be trodden underfoot or
distorted by the whims of men and demons. It is the expositor, this book of
substance and shadow, which should forever dispel superstition and form, in matters of religion.
Jadi kitab Ibrani itu bicara tentang apa? Saya berusaha
menunjukkan sesuatu di sini hanya untuk mengumpulkannya menjadi satu. Saya
percaya kitab Ibrani mengaitkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mejadi satu
injil yang harmonis, satu kisah penebusan yang indah. Dia menceritakan kisah
yang sedemikian luar biasanya, dia akan dipelajari sampai kekekalan, buku
pelajaran alam semesta yang tidak akan lagi diinjak-injak atau diselewengkan
oleh kehendak manusia dan iblis. Inilah kitab yang memberikan penjelasan, kitab tentang
Substansi dan bayangan ini, yang harus melenyapkan untuk selamanya segala
takhayul dan bentuk dalam masalah-masalah agama.
A tree casts a shadow but we can only climb the tree and not the shadow, that's
pretty obvious. The shadow tells us something about the tree, but only the
substance can hold our weight.
A letter from a beloved is sweet, we can read it over and over, to come as close
as possible to the source, but it can never replace the embrace of the beloved.
The letter can comfort and give hope, but the embrace brings rest.
This is how we should read the Scriptures. This is how we should discern
what is shadow and what is substance, and don't turn the substance back into a
shadow.
Sebatang pohon menebarkan sebuah bayangan,
tetapi kita hanya bisa memanjat pohon itu dan bukan bayangannnya, itu jelas
sekali. Bayangan itu memberitahu kita tentang pohon itu, tetapi hanya
substansinya (pohon itu sendiri) yang bisa menahan beban berat kita.
Sepucuk surat dari seorang kekasih itu manis, bisa kita
baca berulang-ulang untuk menghampiri sumbernya sedekat mungkin, tapi itu tidak
akan pernah bisa menggantikan pelukan sang kekasih. Surat itu bisa menghibur
dan memberi harapan, tetapi pelukan yang membawa perhentian.
Seperti itulah kita harus membaca Kitab Suci. Seperti
itulah kita harus memahami apa itu bayangan apa itu substansinya, dan jangan
menjadikan substansi itu kembali menjadi bayangan.
The book of Hebrews tells of a love letter from God to humanity, a promise
of substance veiled in shadows. It provided a glimpse of the celestial light,
but men loved shadows and darkness more than light. He came, the Bible tells us
in Luke 1:79, “79 To give light to them that
sit in darkness and in the shadow of death, to guide our feet into the way of
peace.” And John 1:4 says, “4
In him was life; and the life was the light of men. 5 And the light
shineth in darkness; and the darkness comprehended it not.” Now isn't it sad that we find exactly the same situation in the world that we
live in today? There is so much darkness in the world. And they refuse the
light, they have changed the type and the substance thereof into a mythological
story, and they've swept away the truth as it is written in this book. Whatever
“ism” they have come up, whether it is evolutionism, whether it is
higher criticism, whatever it is, everything is designed to destroy the
veracity of this book. People love darkness, they
revel in it, they teach it at our universities. John 3:19, “19 And
this is the condemnation, that light is come into the world, and men loved
darkness rather than light, because their deeds were evil.”
This is the situation we are in, and this is why the book of Hebrews is of
such paramount importance.
Kitab Ibrani mengisahkan
sepucuk surat cinta dari Allah kepada manusia, suatu janji akan Substansi yang
tertutup oleh bayangan. Dia memberikan pandangan sekelebat tentang cahaya
surgawi, tetapi manusia mencintai bayangan dan kegelapan lebih daripada cahaya.
Dia datang, kata Alkitab kepada kita di Lukas 1:79, “79 untuk
memberi terang kepada mereka yang duduk
dalam kegelapan dan dalam bayang-bayang
maut, untuk menuntun kaki kita ke jalan
damai sejahtera…” dan Yohanes 1:4 mengatakan, “…4 Dalam Dia ada hidup, dan hidup
itu adalah terang bagi manusia. 5
Dan terang itu bercahaya dalam kegelapan,
dan kegelapan itu tidak memahaminya…” Nah, bukankah ini
menyedihkan kita menemukan
situasi yang persis sama di dunia di mana kita hidup sekarang? Ada begitu
banyak kegelapan dalam dunia. Dan mereka menolak terang, mereka telah mengganti
tipenya dan substansinya ke dalam sebuah kisah dongeng mitos, dan mereka
menyapu habis kebenaran seperti yang tertulis dalam kitab ini. “Isme” (faham)
apa pun yang mereka sajikan, apakah itu evolusionisme, apakah itu kritikisme tinggi, apa pun itu, semuanya itu dirancang untuk
menghancurkan kebenaran dalam kitab ini. Manusia mencintai kegelapan, mereka
bergelimang dalamnya, mereka mengajarkannya di universitas-universitas kita.
Yohanes 3:19, “…19 Dan inilah kutukan itu bahwa
terang telah datang ke dalam dunia, dan manusia
lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka
jahat…” Inilah situasi di mana kita berada, dan
inilah mengapa kitab Ibrani itu begitu sangat pentingnya.
If you go back to the time of the Jews they even proclaimed the following,
John 11:49, “49
And one of them, named Caiaphas, being the high priest that same year, said
unto them, ‘Ye know nothing at all, 50 Nor consider that it is
expedient for us, that one man should die for the people, and that the whole
nation perish not.’…”
Our traditions are so important, our liturgies are so important, that if we
were to accept the Substance then our entire religious system would be removed.
It is better to sacrifice the Substance, it is better to sacrifice Christ than
to lose our influence and our ritual and the accolades from the people
that worship the very ground we walk upon.
Luke 11:35 says, “35 Take heed therefore that the
light which is in thee be not darkness.”
And John 8:12 says, “12 Then spake Jesus again unto
them, saying,’ I am the light of the world: he that followeth Me shall not walk
in darkness, but shall have the light of life.’…”
“46 ‘I am come a light into the
world’..” says John 12:46, “…that whosoever believeth on Me should not
abide in darkness.’…”
That is the solution for humanity, that is the story of the Scriptures.
This is what it testifies about, and humanity has given it up for a bowl of
potash.
Jika kita kembali ke zaman orang
Yahudi, mereka bahkan mengumumkan seperti ini, Yohanes 11:49, “49 Dan
seorang di antara mereka, bernama Kayafas, yang adalah Imam Besar pada tahun itu, berkata
kepada mereka, ‘Kamu tidak tahu apa-apa, 50 maupun mempertimbangkan, bahwa lebih menguntungkan
bagi kita, jika satu orang yang harus mati bagi
rakyat, supaya
seluruh bangsa tidak binasa.’…” Tradisi-tradisi
kami begitu penting, liturgi-liturgi kami begitu penting, sehingga sekiranya
kami menerima yang Substansi, maka seluruh sistem relijius kami akan lenyap.
Lebih baik mengorbankan Substansinya, lebih baik mengorbakan Kristus daripada
kehilangan pengaruh kami dan ritual kami dan penghormatan dari masyarakat yang
menyembah tanah yang kami pijak.
Lukas 11:35 berkata, “35
Karena itu perhatikanlah supaya terang yang ada padamu jangan menjadi
kegelapan.”
Dan Yohanes 8:12 berkata, “12
Lalu Yesus berbicara
kepada mereka lagi,
kata-Nya, ‘Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan
berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup.’…”
“46 Aku datang sebagai terang ke dalam dunia…”
kata Yohanes 12:46,
“…supaya siapa pun yang percaya
kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan.’…”
Itulah solusinya untuk kemanusiaan, itulah kisah Kitab
Suci. Itulah kesaksian yang diberikannya, dan kemanusiaan telah menukarkannya
untuk semangkuk garam abu (barang murahan).
I want to end this introduction to the book of Hebrews with a statement. It
is when the religious leaders clung to the shadow and refused the Substance
thereof, that they were plunged into darkness. And exactly the same applies today.
When Paul comprehended the light which blinded him, he proclaimed ~ remember
he was as much in darkness, he was a member of the Sanhedrin, he said in Acts
26:15 he said, “15
…‘Who
art thou, Lord?’…” Now let's just
stop there for a second. The entire Scripture testify of Jesus Christ and this
learned man, one of the most learned of all of them, said, ‘Who art thou, Lord?’, he had no comprehension of what the
Substance was that the shadow pointed to, he was so steeped in shadows that he
never comprehended the Substance. And he had the answer when he saw this
blinding light ‘who art thou Lord?’ “…And He said, ‘I am Jesus whom thou
persecutest. 16 But rise, and stand upon thy feet: for I have
appeared unto thee for this purpose, to make thee a minister and a witness both
of these things which thou hast seen, and of those things in the which I will
appear unto thee; 17 Delivering thee from the people, and from the
Gentiles, unto whom now I send thee,…” Why? “…18
To open their eyes, and to turn them from darkness to light, and from the power
of Satan unto God, that they may receive forgiveness of sins, and inheritance
among them which are sanctified by faith that is in Me.’…”
This is the burden of Paul's heart from this moment forward. He has to
deliver those that live in darkness and turn them to the light. Do you think
that the Devil was well pleased with this light that
shone upon this master of persecution? I don't think so. Do you think the Devil is well pleased with the light that is
exposed through the writings of Paul in the Bible? Do you think that they will
be well pleased these demonic forces with the light that shines from these
pages, or will he make every effort to compromise the Word of God, to distort
it and to wrest it from its original
meaning? I think he will.
So what is the solution?
Well, when you accept the light, then you can receive forgiveness of sins,
inheritance amongst them which are sanctified by faith in Jesus Christ.
And who is the light? Jesus is the light. If you turn to Him then you will
have the light.
Saya mau mengakhiri pengantar ke kitab Ibrani ini dengan
sebuah pernyataan. Pada waktu para pemimpin rohani berpegang erat pada
bayangannya dan menolak Substansi darinya, maka mereka tercebur ke dalam kegelapan. Dan persis seperti itulah
yang terjadi hari ini.
Ketika Paulus memahami terang
yang telah membutakannya, dia menyatakan ~ ingat dia berada dalam kegelapan
yang sama, dia adalah anggota Sanhedrin, dan di Kisah 26:15 dia berkata, “15…‘Siapakah Engkau, Tuhan?’…” nah, mari kita
berhenti sejenak. Semua kitab-kitab suci memberikan kesaksian tentang Yesus
Kristus, dan orang yang terpelajar ini, salah satu dari yang paling terpelajar
dari semuanya, berkata, “… ‘Siapakah Engkau, Tuhan?’ dia tidak punya pemahaman tentang siapakah Substansinya
yang ditunjukkan bayangannya. Dia begitu terjebak oleh bayangan sampai dia
tidak pernah mengerti apa Substansinya. Dan dia baru mendapatkan jawabannya
ketika dia melihat cahaya yang membutakannya itu, ‘siapakah Engkau, Tuhan?’, “…Dan kataNya, ‘Akulah Yesus, yang kau persekusi. 16 Tetapi bangunlah dan
berdirilah, karena Aku menampakkan DiriKu
kepadamu untuk tujuan ini, untuk menjadikan engkau seorang pelayan dan saksi, baik
tentang hal-hal ini yang telah kaulihat, dan
tentang hal-hal di mana Aku akan tampil kepadamu nanti. 17 Menyelamatkan engkau dari bangsa ini, dan dari
bangsa-bangsa lain, ke mana sekarang Aku
mengutusmu…” Mengapa? “…18 untuk membuka mata mereka, dan memutar mereka berbalik dari kegelapan
kepada terang, dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya mereka boleh menerima pengampunan dosa dan hak waris dari antara mereka yang dikuduskan oleh iman yang ada padaKu.’…”
Inilah beban di hati Paulus sejak saat ini dan
seterusnya. Dia harus menyelamatkan mereka yang berada dalam kegelapan dan
membalikkan mereka kepada terang. Menurut
kalian apakah Iblis senang dengan terang yang bersinar pada jagoan persekusi
ini? Saya pikir tidak. Menurut kalian apakah Iblis senang dengan terang yang
terungkap lewat tulisan-tulisan Paulus di Alkitab? Menurut kalian apakah kuasa
kegelapan ini akan senang dengan terang yang
bersinar dari halaman-halaman ini ataukah dia akan membuat segala upaya untuk
mengkompromi Firman Allah, untuk mendistorsinya dan merebutnya secara paksa
dari maknanya yang asli? Menurut saya ia akan.
Jadi apa solusinya?
Nah, bila kita menerima terang, maka kita bisa menerima
pengampunan dosa, hak waris di antara mereka yang dikuduskan oleh iman dalam Yesus Kristus.
Dan siapakah terang itu? Yesuslah terang itu. Jika kita
berpaling kepadaNya, maka kita akan mendapat terang.
Now my question is, who better to pen the book of Hebrews than the one who
bore the marks of that light in his flesh, as a constant reminder of his folly?
He had this mark in him, this thorn in his flesh, and three times he asked God
to remove it, and he received the answer “My grace is sufficient
for you.” You need the reminder of the darkness that
you once dwelt in, in order to appreciate the light that you are walking in
now.
So sometimes God gives us thorns in our flesh that we may be constantly
reminded to stay focused on the light, lest we wander off in the shadow again.
In his striving to cling to the shadow and persecute the Substance, he
persecuted Christ, he persecuted Christ in the form of His people. And once he
understood the light, he could bring that light to the people, and he wrote it
down, and what a pity that Peter had to write that people distort the writings
of Paul.
Sekarang pertanyaan saya ialah, siapa yang paling layak
menulis kitab Ibrani ini selain dia yang menyandang tanda terang itu di tubuhnya, sebagai pengingat yang
selalu ada tentang kebodohannya dulu? Dia memiliki tanda ini padanya, duri
dalam dagingnya ini, dan tiga kali dia mohon kepada Tuhan untuk menyingkirkannya,
dan dia menerima jawaban, “Kasih karuniaKu cukup bagimu.” (2 Kor. 12:9). Kamu membutuhkan peringatan
tentang kegelapan yang pernah kamu diami dulu supaya bisa menghargai terang di
mana kamu sekarang berjalan.
Jadi terkadang Allah memberi kita duri dalam daging kita
supaya kita selalu diingatkan untuk tetap fokus pada terang, jangan sampai kita
menyasar ke mana-mana dalam kegelapan lagi.
Dalam pergumulannya memegang erat-erat kepada yang bayangan dan mempersekusi yang Substansi, dia mempersekusi
Kristus, dia mempersekusi Kristus dalam bentuk umatNya. Segera setelah dia
mengerti tentang terang itu, dia bisa membawa terang itu kepada orang-orang,
dan dia menulisnya, dan sayang sekali Petrus harus menulis bahwa orang-orang
mendistorsi tulisan-tulisan Paulus.
Let me talk a little bit more about some
of the structures in the book of Hebrew, and we are going to do a study on
what the book of Hebrews actually says, and what it means for our time. We
could do a literary assessment of the book of Hebrews, we could study its form in
much detail and spend years doing studies on the book of Hebrews. But for the
time that we are living in we need to concentrate on the essence. So I will
talk a little bit about the structure and give examples as we go along, and
these tools are so useful. And if we can use them to enlighten our minds as to
what the book of Hebrews said, then fine.
Saya akan bicara sedikit lagi tentang beberapa struktur
dalam kitab Ibrani, dan kita akan mempelajari apa yang sesungguhnya dikatakan
kitab Ibrani itu, dan apa maknanya untuk masa kita sekarang. Kita bisa membuat
suatu penilaian dari sudut sastra tentang kitab Ibrani, kita bisa mempelajari
bentuknya secara mendetail dan menghabiskan bertahun-tahun mempelajari kitab
Ibrani. Tetapi untuk masa sekarang di mana kita hidup ini kita perlu memusatkan
pada esensinya. Jadi saya akan bicara sedikit tentang strukturnya dan
memberikan contoh-contoh sambil jalan, dan alat-alat ini begitu berguna. Dan
jika kita bisa memakai mereka untuk mencerahkan pikiran kita tentang apa yang
dikatakan kitab Ibrani, maka baguslah.
One of the tools is the chiastic structure of the book of Hebrews. Now
here's a quote from a scholar and he says in his 1742 book, Gnomon Novi Testamenti this German scholar
John Albert Bengal mentions the presence of chiastic structures in the book of
Hebrews. In his introduction to Hebrews, he states,
“The chiasmus is so common in this epistle that the observation of this figure
alone contributes very much to the explanation of the epistle.”
(https://www.chiasmusxchange.com/2015/12/06/hebrews-51-10/)
Salah satu alatnya ialah struktur kiastik kitab Ibrani.
Nah, di sini ada kutipan dari seorang pakar dan dia berkata di bukunya tahun
1742, Gnomon Novi
Testamenti, pakar berbangsa
Jerman ini John Albert Bengal, menyebut adanya struktur kiastik di kitab
Ibrani. Dalam pengantarnya ke kitab Ibrani, dia menyatakan, “…Kiasmusnya
sedemikian umum dalam surat ini, sehingga observasi tentang bentuk ini sendiri,
memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penjelsan surat tersebut.”
(https://www.chiasmusxchange.com/2015/12/06/hebrews-51-10/)
Now a
chiasm is a particular literary style which elevates a thought and
places it in a central position, and the whole book is structured in chiasms, so
it gives us a structure that tells us what the kernel, what the essence is,
that Paul is trying to bring across.
And then there are chiasms within chiasms, every chapter has chiasms in it.
The whole book is a chiastic structure, and it links to other references as
well. And we could do a study just on that. I’ve included here two sources
where some of the chiastic structures are discussed, and these come largely
from theses that were done at universities by modern day scholars.
http://www.bible.literarystructure.info/bible/58_Hebrews_pericope_e.html
http://www.chiasmsxchange.com/2015/06/06/hebrews-135-18-2/
People can look them up, and look at some of the chiastic structures, but
there are of course many, many, more that are not even mentioned in some of
these studies, but they are useful for those who want to have a little bit more
insight into the chiastic structure.
Nah, suatu kiasma
adalah suatu bentuk sastra yang khusus, yang meninggikan suatu
pemikiran dan menempatkannya di posisi yang sentral, dan seluruh kitab ini terstruktur dalam kiasma,
sehingga memberi kita suatu struktur yang menunjukkan kepada kita apa intinya,
apa esensinya yang mau disampaikan Paulus.
Kemudian ada kiasma di dalam kiasma, setiap pasal ada
kiasma di dalamnya. Seluruh kitab terstruktur dalam kiasma, dan itu terkait
kepada referensi-referensi yang lain juga. Dan kita bisa membuat studi khusus
tentang itu.
Saya memasukkan di sini dua sumber di mana beberapa dari
struktur kiasma itu dibahas, dan ini kebanyakan berasal dari thesis yang dibuat
di universitas-universitas oleh pakar-pakar modern.
http://www.bible.literarystructure.info/bible/58_Hebrews_pericope_e.html
http://www.chiasmsxchange.com/2015/06/06/hebrews-135-18-2/
Orang bisa memeriksanya, dan melihat beberapa struktur
kiasma, tetapi tentunya ada lebih banyak lagi yang tidak disebutkan
dalam beberapa studi ini, tetapi mereka bermanfaat bagi orang-orang yang ingin
mendapatkan pandangan yang lebih luas lagi tentang struktur kiasma.
So when we go through the book of Hebrews chapter for chapter, I will
include one chiastic example in each of the chapters, but I really want to
concentrate on the essence. And you know, when you go back into this time in history
when Paul penned this work and you think that he was trying to explain to his
citizens, he was writing to the Hebrews what the Substance of their shadows
was, and why it was so important to accept this Substance lest they wander in
the darkness of shadows. What did they do to Jesus? They crucified Him. It is
it is absolutely astounding that with the example that He gave, the life that
He led, that they should take Him and crucify Him. But that is the way of
humanity.
Jadi bila nanti kita membahas kitab Ibrani pasal demi
pasal, saya akan memasukkan satu contoh kiasma di setiap pasal, tetapi saya mau
memusatkan perhatian pada esensinya. Dan kalian tahu, bila kita mundur dalam
sejarah ke masa ketika Paulus menulis ini, dan kita bayangkan dia sedang
berusaha menjelaskan kepada anak bangsanya ~ karena dia menulis kepada bangsa
Ibrani ~ apa Substansi dari bayangan mereka, dan mengapa Substansi itu begitu
penting supaya jangan mereka tersasar dalam kegelapan bayangan. Apa yang sudah mereka
lakukan pada Yesus? Mereka menyalibkan Dia. Benar-benar mengherankan
dengan teladan-teladan yang diberikanNya, hidup yang dijalaniNya, mereka malah
menangkapNya dan menyalibkan Dia. Tetapi memang begitulah sifat manusia.
So may God preserve us from lingering in the shadows when we could be
embracing the Substance.
Let's pray.
Jadi semoga Allah melindungi kita dari berlama-lama berada dalam bayang-bayang padahal kita bisa memeluk
Substansinya.
Mari kita berdoa.
01 05 22
No comments:
Post a Comment