Thursday, June 23, 2022

EPISODE 11/14 ~ THE BOOK OF HEBREWS ~ CHAPTER 10 ~ ONCE FOR ALL ~ WALTER VEITH

 

THE BOOK OF HEBREWS

Part 11/14 – Walter Veith

CHAPTER 10 ~ ONCE FOR ALL

https://www.youtube.com/watch?v=rC2f8DFV-0I

 

 

Dibuka dengan doa

 

 

I think the title says it all about chapter 10, so let's dive right into it. I want to start with a statement from Patriarchs and Prophets, that is a pretty good summary I think of what we have done so far.

“The Saviour typified in the rites and ceremonies of the Jewish Law is the very same that is revealed in the gospel.   The clouds that enveloped His divine form have rolled back; the mists and shades have disappeared; and Jesus, the worlds Redeemer, stands revealed. He who proclaimed the Law from Sinai, and delivered to Moses the precepts of the ritual Law, is the same that spoke the Sermon on the Mount. The great principles of love to God, which He set forth as the foundation of the Law and the Prophets, are only a reiteration of what He had spoken through Moses to the Hebrew people: Hear, O Israel: The Lord our God is one Lord: and thou shalt love the Lord thy God with all thine heart, and with all thy soul, and with all thy might.’ (Deuteronomy  6:4-5).  Thou shalt love thy neighbor as thyself.’  (Leviticus  19:18).  The teacher is the same in both dispensations. Gods claims are the same. The principles of His government are the same. For all proceed from Him with whom is no variableness, neither shadow of turning.’ (James 1:17)...” (Patriarchs and Prophets pg. 373)

I think this is a summary of the entire book of Hebrews.

 

Menurut saya judul pelajaran ini sudah menjelaskan tentang pasal 10, jadi mari langsung kita kupas. Saya mau mulai dengan pernyataan dari Patriarchs and Prophets, menurut saya ini adalah rangkuman yang bagus dari apa yang sudah kita pelajari sejauh ini.

“…Sang Juruselamat yang disimbolkan dalam ritual-ritual dan upacara-upacara menurut Hukum Yahudi, adalah Sosok yang sama yang diungkapkan di injil. Awan-awan yang menyelubungi bentukNya yang Ilahi telah digulung ke belakang, kabut dan bayangan telah lenyap, dan Yesus Sang Penebus dunia tampil, dinyatakan. Dia yang mengumandangkan Hukum dari Sinai dan menyampaikan kepada Musa ketentuan-ketentuan Hukum ritual, adalah Sosok yang sama yang memberikan Khotbah di atas Bukit. Prinsip-prinsip agung tentang kasih kepada Allah, yang ditetapkanNya sebagai fondasi dari kitab-kitab Hukum dan tulisan para Nabi, hanyalah pengulangan dari apa yang telah diucapkanNya kepada orang-orang Ibrani melalui Musa, 4 Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN Allah kita adalah satu TUHAN! 5 Dan kamu harus mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.’ (Ulangan 6:4-5).kamu harus mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri…’ (Imamat 19:18). Gurunya sama dalam kedua zaman itu. Tuntutan-tuntutan Allah pun sama. Prinsip-prinsip pemerintahanNya sama. Karena semuanya berasal dari Dia, ‘yang padaNya tidak ada perubahan maupun bayangan perubahan.’ (Yak. 1:17)…” (Patriarchs and Prophets hal. 373)

Menurut saya ini adalah rangkuman dari keseluruhan kitab Ibrani.

 

 

We’ve already discussed the statement “the Lord our God is one Lord”, the אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym],  where אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym] is in the plural.

 

Kita sudah membahas pernyataan "TUHAN Allah kita adalah satu TUHAN!”, Sang   אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym], di mana אֱלֹהִים['ĕlôhı̂ym]  itu dalam bentuk jamak.

 

 

Christ's sacrifice once for all.

Hebrews 10:1-4

Let's start with verse 1 in Hebrews 10, 1 For the Law having a shadow of good things to come, and not the very image of the things, can never with those sacrifices which they offered year by year continually make the comers thereunto perfect. 2 For then would they not have ceased to be offered, because that the worshippers once purged should have had no more conscience of sins? 3 But in those sacrifices there is a remembrance again made of sins every year. 4 For it is not possible that the blood of bulls and of goats should take away sins.”

That is a pretty clear opening statement.

The Law was a shadow of the good things to come, and not the very image of the things. It was just a shadow, it was not the Substance, and therefore those sacrifices no matter how numerous, and how important, and how typical, were not the means to take away sin. Only the blood of Christ has the efficacy to do that.

 

Kurban Kristus satu kali bagi semua manusia.

Ibrani 10:1-4

Mari kita mulai dengan ayat 1 Ibrani 10, 1 Karena Hukum adalah bayangan dari hal-hal baik yang akan datang, dan bukan gambar hal-hal itu sendiri, sehingga dengan kurban-kurban yang mereka persembahkan dari tahun ke tahun terus-menerus itu tidak akan pernah membuat mereka yang datang kepadanya menjadi sempurna. 2 Sebab andai demikian, tidakkah kurban-kurban itu akan berhenti dipersembahkan, karena orang-orang yang beribadah itu setelah disucikan  satu kali, tidak lagi akan memiliki kesadaran akan dosa? 3 Tetapi di kurban-kurban itu ada peringatan lagi akan dosa yang dibuat setiap tahun. 4 Sebab tidak mungkin darah lembu jantan dan darah kambing bisa menghapuskan dosa.”

Ini adalah pernyataan pembuka yang sangat jelas.

Hukum adalah bayangan dari hal-hal baik yang akan datang, dan bukan gambaran hal-hal itu sendiri. Itu hanya suatu bayangan, bukan Substansinya. Dan oleh karena itu, semua kurban itu tidak peduli seberapa pun banyaknya, dan seberapa pentingnya, dan seberapa tipikalnya, bukanlah sarana untuk menyingkirkan dosa. Hanya darah Kristus yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.

 

 

Hebrew 10:5-7

So the question is, what can take away sin? We've already answered that, but let's read it in the book of Hebrews. Hebrews 10:5, 5 Wherefore when He cometh into the world, He saith, ‘Sacrifice and offering Thou wouldest not, but a body hast Thou prepared Me. 6 In burnt offerings and sacrifices for sin Thou hast had no pleasure.’ 7 Then said I, ‘Lo, I come (in the volume of the book it is written of Me,) to do Thy will, O God.”

He's quoting from  Psalms 40, so let's read verse 6, 6 Sacrifice and offering Thou didst not desire; Mine ears hast Thou opened. Burnt offering and sin offering hast Thou not required…”  So what does this quote actually mean that Paul is quoting here from the book of  Psalms?

Well, this word “(Mine ears hast Thou) opened” is  כָּרָה [kârâh],

a primitive root, properly to dig; figuratively to plot; generally to bore or to open; to make open.

Now what does this mean, “to bore” and “make open”?

Verse 7 says, 7 Then said I, ‘Lo, I come: in the volume of the book it is written of Me…” Verse 8 says,  “…8 I delight to do Thy will, O My God: yea, Thy Law is within My heart.”

 

Ibrani 10:5-7

Maka pertanyaannya ialah, apa yang bisa menyingkirkan dosa? Kita sudah menjawab itu, tetapi mari kita  baca lagi kitab Ibrani. Ibrani 10:5, 5 Karena itu ketika Ia datang ke dunia, Ia berkata, ‘Kurban dan persembahan tidak Engkau kehendaki, tetapi Engkau telah menyediakan sebuah tubuh bagiKu. 6 Dengan kurban bakaran dan kurban untuk dosa Engkau tidak berkenan.’ 7 Lalu Aku berkata, ‘Lihat, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku, untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah.’…”

Dia mengutip dari Mazmur 40. Jadi mari kita baca ayat 6, 6  Kurban dan persembahan tidak Engkau dambakan. Engkau telah membuka telingaKu. Kurban bakaran dan kurban untuk dosa tidak Engkau tuntut…”  Jadi apa arti kutipan ini yang dikutip Paulus di sini dari kitab Mazmur?

Nah kata ini “…(Engkau telah) membuka (telingaku)” adalah כָּרָה [kârâh],

suatu akar kata, tepatnya menggali; arti kiasannya merancang; secara umum melubangi atau membuka, membuat terbuka.

Nah, apa artinya ini, “melubangi” dan “membuat terbuka”?

Ayat 7 berkata, “…7 Lalu Aku berkata, ‘Lihat, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku…”  Ayat 8 berkata, “…8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku.”

 

 

So let's have a look at what Wesley has to say about these verses. “Sacrifice ~  these and the following words may in an improper sense belong to the time of David; when God might be said not to desire or require legal sacrifices comparatively.  Thou didst desire obedience rather than sacrifices, but in a proper sense they belong only to the person and the times of the Messiah.  And so the sense is, God did not desire or require them for the satisfaction of His own justice, and the expiation of men's sins,  which could not possibly be done by the  blood of bulls or goats, but only by the blood of Christ which was typified by them, and which Christ came into the world to shed, in pursuance of His Father's will, as it here follows…” and then he quotes Psalms 40:6-8. So here is a prediction concerning the cessation of the legal sacrifice and the substitution of a better instead of them.

 


Jadi marilah kita simak apa yang dikatakan Wesley tentang ayat-ayat ini.   “…Kurban ~ ini dan kata-kata berikutnya dalam pengertian yang terbatas, bisa berasal dari zaman Daud; ketika dikatakan Allah tidak menginginkan atau minta kurban-kurban yang ditentukan, sebagai perbandingan. Engkau lebih menginginkan penurutan daripada kurban-kurban. Tetapi dalam pengertian yang sejati mereka adalah milik Sang Messias dan berlaku untuk zamanNya. Maka pengertiannya ialah Allah tidak menginginkan atau menuntut mereka demi memuaskan keadilanNya Sendiri dan guna penghapusan dosa-dosa manusia, yang tidak bisa dilakukan oleh darah lembu jantan atau kambing, tetapi hanya oleh darah Kristus yang dilambangkan oleh mereka. Dan untuk itulah Kristus datang ke dunia, untuk mencurahkan darahNya, demi melakukan kehendak BapaNya, seperti yang dikatakan berikut ini…”  lalu dia mengutip Mazmur 40:6-8. Jadi di sini ada amaran tentang akan dihentikannya kurban-kurban yang ditentukan dan penggantiannya dengan Kurban yang lebih baik daripada mereka.

 

   

“Opened” (Heb. “bored”),  I have devoted Myself to Thy perpetual service and Thou hast accepted Me as such, and signified so much by the boring of Mine ears according to the Law and custom in that case (Exodus 21:5-6). The 70 Jewish interpreters whom the apostle follows (Hebrews 10:5) translate these words ‘a body has Thou prepared for Me’.  

 

“Membuka” (Bah. Ibrani “melubangi”). Aku telah mendedikasikan DiriKu kepada pelayananMu yang terus-menerus dan Engkau telah menerima Aku demikian, dan menandakannya dengan jelas dengan melubangi telingaKu menurut Hukum dan kebiasaan dalam hal itu (Keluaran 21:5-6). Ke-70 penerjemah Yahudi yang diikuti para rasul (Ibrani 10:5) menerjemahkan kata-kata ini, “Engkau telah menyediakan sebuah tubuh bagiKu.”

 

 

So let's go to those verses in Exodus where it talks about the ear being bored through.

Verse 1 in chapter 21 says, 1 Now these are the judgments which thou shalt set before them. 2 If thou buy an Hebrew servant, six years he shall serve: and in the seventh he shall go out free for nothing. 3 If he came in by himself, he shall go out by himself; if he were married, then his wife shall go out with him. 4 If his master have given him a wife, and she have born him sons or daughters; the wife and her children shall be her master's, and he shall go out by himself. 5 And if the servant shall plainly say, I love my master, my wife, and my children; I will not go out free.’ 6 Then his master shall bring him unto the judges; he shall also bring him to the door, or unto the door post; and his master shall bore his ear through with an aul; and he shall serve him for ever.”


 

Mari kita ke ayat-ayat tersebut di Keluaran di mana dibicarakan tentang telinga yang dilubangi tembus. Ayat 1 pasal 21 mengatakan, 1 Nah, inilah peraturan-peraturan yang harus kausodorkan kepada mereka. 2 Apabila engkau membeli seorang budak Ibrani, enam tahun ia akan melayani, dan pada tahun yang ketujuh ia akan bebas untuk pergi dengan cuma-cuma. 3 Jika ia datangnya seorang diri, maka ia akan keluar seorang diri; jika ia sudah kawin, maka isterinya akan keluar bersama-sama dengan dia. 4 Jika tuannya telah memberikan kepadanya seorang isteri, dan perempuan itu telah melahirkan anak-anak lelaki atau perempuan baginya, maka perempuan itu dengan anak-anaknya akan menjadi kepunyaan tuannya, dan budak laki-laki itu akan keluar seorang diri. 5 Tetapi jika budak itu dengan jelas berkata, ‘Aku mencintai tuanku,  isteriku dan anak-anakku, aku tidak mau keluar sebagai orang merdeka,’ 6 maka tuannya itu akan membawanya menghadap hakim-hakim, dia juga akan membawanya ke pintu atau ke kosen pintu, dan tuannya itu akan melubangi telinganya sampai tembus dengan alat penusuk, dan budak itu akan melayani tuannya untuk selamaya.”

 

 

Now this is an amazing rite that existed in the times of the Old Testament and it has a very-very deep meaning. So if we can summarize:

v six years he shall serve,

v and the seventh he shall go free.

So such a Hebrew slave have forfeited his land and property because of poverty and debt, and had been bought by the one who redeemed him. After six years he could return to his former life, or he could choose to stay with his master and serve him according to his master's will forever.

 

Nah, ini adalah ritual yang mengagumkan yang ada di zaman Perjanjian Lama, dan ini punya arti yang amat sangat dalam. Maka jika bisa kita rangkum:

v enam tahun dia akan melayani,

v dan tahun ketujuh dia akan bebas untuk pergi.

Jadi seorang budak Ibrani seperti ini telah kehilangan tanahnya dan hartanya karena kemiskinan dan utang, dan telah dibeli oleh orang yang menebusnya. Setelah enam tahun dia boleh kembali ke hidupnya yang lama, atau dia boleh memilih untuk tetap tinggal bersama majikannya dan melayaninya sesuai kehendak majikannya untuk selamanya.

 

 

So the question is, is there a greater truth embedded in this story?  

I love my Master, I will not go, I will serve Him forever. “I delight to do Thy will, Thy Law is within my heart.” (Psa. 40:8). Isn't this the cry of the New Covenant? There is no life so free as that of the bond slave to Jesus.

 

Jadi pertanyaannya ialah, apakah ada kebenaran yang lebih besar yang terpendam dalam kisah ini?

Aku mencintai Majikanku, aku tidak akan pergi, aku akan melayani Dia selamanya.

8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku." (Mazmur 40:8). Bukankah ini suatu seruan dari Perjanjian yang Baru? Tidak ada kehidupan yang sedemikian bebasnya selain hidup seorang yang menjadi budak Yesus.

 

 

If we can summarize it, so the story is actually a plan of salvation in miniature, and it has so many beautiful components. So if somebody was in abject poverty, and could not sustain his life, then someone could redeem him and he could serve him six years, and the seventh he had to let him go free. But if he married during those six years and had offspring, a wife and children, those were to be left behind with the one who had redeemed them, and he had to go out by himself. But if he loved his master, then he could stay and he would be part of that family, and he would serve him according to the rules and regulations of the master. But he wouldn't again go back to poverty and debt. So basically he had eternal redemption.

 

Jika kita bisa merangkumnya, maka kisah ini sesungguhnya adalah rancangan keselamatan dalam bentuk miniatur, dan mengandung begitu banyak komponen yang indah. Jadi jika seseorang dalam kondisi sangat melarat dan tidak bisa mempertahankan hidupnya, lalu ada yang bisa menebusnya dan dia bisa melayani penolongnya enam tahun, dan tahun ketujuh penolongnya harus melepaskannya. Tetapi jika dalam waktu enam tahun itu dia kawin dan punya keturunan, maka istri dan anak-anaknya harus ditinggalkan pada orang yang telah menebusnya, dan dia harus pergi sendiri. Tetapi jika dia mencintai majikannya, maka dia bisa tinggal dan menjadi bagian dari keluarga itu, dan dia akan melayani majikannya menurut peraturan dan ketetapan majikannya. Tetapi dia tidak akan kembali lagi ke kemiskinan dan utang. Jadi pada dasarnya dia mendapatkan penebusan kekal.

 

 

Now it cuts two ways when we look at the story of Jesus.

v   Jesus too became a bond slave to the Father for eternity,

because He too loved the Father, and delighted to do His will. So He wanted to stay with the Father.

v   Did the Father give Him a bride?

The answer is, Yes, He gave Him a bride.

v    And He loved this bride.

He loved His wife that the Father gave Him.

v    And so He is a bond slave to righteousness forever.

v    Now the six years and the seventh year.

If we can stir a little bit, is of course indicative of the 6’000 years and the 1’000 years. So it is the plan of redemption that runs according to the cosmic week which all the pioneers and the Spirit of Prophecy believed in.

 

Nah, ini bisa berlaku dua arah, bila kita melihat kisah Yesus.

v    Yesus juga menjadi budak Bapa untuk kekekalan,

Karena Dia juga mencintai Bapa, dan suka melakukan kehendakNya. Maka Dia mau tinggal bersama Bapa.

v    Apakah Bapa memberinya seorang mempelai?

Jawabannya iya, Bapa memberinya seorang mempelai.

v    Dan Dia mencintai mempelai ini,

Dia mencintai istriNya yang diberikan Bapa kepadaNya.

v    Maka Dia adalah budak kepada kebenaran untuk selamanya.

v    Sekarang tentang enam tahun dan tahun ketujuh.

Jika kita boleh mengaduknya sedikit, tentu saja ini mengindikasikan ke-6’000 tahun dan 1’000 tahun. Jadi ini adalah rancangan penebusan yang dihitung berdasarkan minggu kosmik yang diyakini semua pioner dan Roh Nubuat.

 

 

So if we continue with  Psalms 40 we read verse 10, 10 I have not hid Thy righteousness within My heart; I have declared Thy faithfulness and Thy salvation; I have not concealed Thy lovingkindness and Thy truth from the great congregation. 11 Withhold not Thou Thy tender mercies from Me, O LORD; let Thy lovingkindness and Thy truth continually preserve Me.”

This is of course Messianic, but it also applies to those who accept the truth. They should also not hide the righteousness of Christ within their hearts, they should declare the faithfulness of His salvation. They should not conceal the lovingkindness and the truth from the great congregation nor should they withhold Thy tender mercies.

So this applies to Christ in the first place, and in the second place to His followers.

 

Maka kalau kita lanjut dengan Mazmur 40, kita baca ayat 10, 10 Aku tidak menyembunyikan kebenaranMu dalam hatiKu; Aku telah menyatakan kesetiaan-Mu dan keselamatanMu; Aku tidak menyembunyikan kasih kemurahan-Mu dan kebenaran-Mu dari jemaah yang besar. 11 Janganlah Engkau, menahan rahmat kemurahan-Mu dariKu, O, TUHAN; biarlah kasih-kemurahanMu dan kebenaran-Mu terus-menerus  melestarikan Aku.”

Tentu saja ini Messianik, tetapi ini juga bisa diaplikasikan kepada mereka yang menerima kebenaran. Mereka juga tidak boleh menyembunyikan kebenaran Kristus di dalam hati mereka. Mereka harus menyatakan kesetiaan keselamatanNya. Mereka tidak boleh menutupi kasih kemurahan dan kebenaranNya dari jemaat besar; maupun mereka tidak boleh menahan rahmat kemurahanNya.

Jadi ini pertama diaplikasikan kepada Kristus, dan kedua kepada pengikut-pengikutNya.

 

 

Hebrews 10:8-9

If we continue with Hebrews chapter 10, 8 Above when He said, ‘Sacrifice and offering and burnt offerings and offering for sin Thou wouldest not, neither hadst pleasure therein; which are offered by the Law.’ 9 Then said He, ‘Lo, I come to do Thy will, O God.’ He taketh away the first, that He may establish the second.”

So the sacrificial system that was a shadow that pointed to Christ when the Substance came, when “a body was prepared for Him”,  a human body, when the God of the universe condescended to take the form of humanity, that is when the sacrificial system was taken away because it was fulfilled in the one sacrifice, the once for all sacrifice which was the sacrifice of Jesus Christ.

 

Ibrani 10:8-9

Jika kita lanjut dengan Ibrani pasal 10,  8 Di atas ketika Ia berkata, ‘Kurban dan persembahan, dan kurban bakaran dan kurban untuk dosa tidak Engkau kehendaki, dan juga Engkau tidak berkenan kepadanya, yang dipersembahkan menurut Hukum.’ 9 Lalu kemudian kata-Nya, ‘Lihat, Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu, O Allah.’ Ia menyingkirkan yang pertama supaya Ia boleh mendirikan yang kedua

Maka sistem kurban ini adalah bayangan yang menunjuk kepada Kristus. Ketika Substansi itu datang, ketika “sebuah tubuh disediakan bagiNya”, sebuah tubuh manusia, ketika Allah alam semesta berkenan mengambil bentuk manusia, itulah ketika sistem kurban disingkirkan karena itu digenapi dengan satu kurban, kurban yang satu kali bagi semua manusia, yaitu kurban Yesus Kristus.

 

 

So when verse 9 says,  “… ‘I come to do Thy will, O God.’ He taketh away the first, that He may establish the second.”

Then the question we have to ask is, if it be taken away, can it then still be in effect? And obviously the answer is No! Because if it's gone, it cannot be in effect.

So if someone wants to reestablish the sacrificial system, let's say in a third temple situation, that would be an absolute denial of the Substance, it would be a return to the shadows, because the shadow has been taken away to establish the second.

 

Maka ketika ayat 9 berkata, “Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu, O Allah.’ Ia menyingkirkan yang pertama supaya Ia boleh mendirikan yang kedua.”

Maka pertanyaan yang harus kita ajukan ialah, jika itu disingkirkan, apakah itu masih berlaku? Dan jelas jawabannya ialah Tidak! Karena kalau itu sudah tidak ada, itu tidak bisa berlaku.

Jadi kalau ada orang mau mendirikan lagi sistem kurban, katakanlah dalam kondisi Bait Suci yang ketiga, itu adalah penyangkalan mutlak terhadap Substansinya, itu kembali ke bayangan-bayangan, karena bayangan sudah disingkirkan demi mendirikan yang kedua.

 

 

Hebrews 10:10-12

Verse 10 says, “10 By the which will we are sanctified through the offering of the body of Jesus Christ once for all. 11 And every priest standeth daily ministering and offering oftentimes the same sacrifices, which can never take away sins…” And then this big word  “…12 But this Man…” referring to Christ, “… after He had offered one sacrifice for sins for ever, sat down on the right hand of God.”

So in the light of these, can we say mission accomplished? Can we say, no more need for sacrifices? I think it cannot be stated any clearer than it is stated right here in Hebrews chapter 10.

 

Ibrani 10:10-12

Ayat 10 mengatakan, 10 Oleh kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan melalui  persembahan tubuh Yesus Kristus satu kali untuk selama-lamanya. 11 Dan setiap imam setiap hari berdiri melayani dan sering mempersembahkan kurban yang sama, yang tidak pernah bisa menghapuskan dosa…”  Kemudian kata yang besar ini,  “…12 Tetapi Manusia ini…”  merujuk ke Kristus,  “…setelah Dia mempersembahkan  satu kurban untuk dosa selamanya, duduk di sebelah tangan kanan Allah.”

Maka sehubungan dengan ini, bisakah kita berkata bahwa misi sudah tercapai? Bisakah kita berkata, tidak perlu lagi ada kurban? Menurut saya tidak bisa dinyatakan lebih jelas lagi daripada yang tertulis di sini di kitab Ibrani pasal 10 ini.

 

 

Hebrews 10:13-15

Verse 13 says, “13 From henceforth expecting till His enemies be made His footstool. 14 For by one offering He hath perfected for ever them that are sanctified. 15 Whereof the Holy Ghost also is a witness to us: for after that, He had said before…”

So one sacrifice has forever consumed the types and embodied them in the Substance.

Romans 6:9 says, 9 Knowing that Christ being raised from the dead dieth no more; death hath no more dominion over Him…”  It is absolutely crystal clear that Paul has emphatically stated that there was one sacrifice, no more dying, no more sacrifice needed. It is the one perfect culminating sacrifice.

 

Ibrani 10:13-15

Ayat 13 berkata, 13 Mulai sekarang menantikan hingga musuh-musuh-Nya dijadikan tumpuan kaki-Nya. 14 Sebab oleh satu kurban Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka yang dikuduskan. 15 Tentang hal itu Roh Kudus juga adalah saksi bagi kita; karena setelah itu, Dia telah berkata sebelumnya…” 

Jadi satu kurban telah menggenapi semua tipe untuk selamanya dan mewujudkan mereka di dalam Substansinya.

Roma 6:9 berkata,   “…9 Mengetahui bahwa Kristus, sesudah Ia dibangkitkan dari antara orang mati, tidak mati lagi. Kematian tidak berkuasa lagi atas Dia…”  Sangat jelas bahwa Paulus dengan tegas menyatakan bahwa hanya ada satu kurban, tidak mati lagi, tidak diperlukan kurban lagi. Ini adalah kurban satu-satunya yang puncak dan sempurna.

 

 

Now let's turn to the Catholic News Agency (CNA) and ask them about the sacrifice of the mass. This is lesson 24 on “The Sacrifice of the Mass”.

Question 917:   what is the mass?

Answer:            The mass is the unbloody sacrifice of the body and blood of Christ.

Question 919:    what is the sacrifice?

Answer:             A sacrifice is the offering of an object by a priest to God alone, and the consuming of it to acknowledge that He is the Creator and Lord of all things.

Question 920:   is the mass the same sacrifice as that offered of the cross?

Answer:            The mass is the same sacrifice as that of the cross.

One stands absolutely astounded. How is it possible? How is it even remotely possible that the Scriptures can be so wrested from its meaning, that an institution can again implement a sacrificial system ~ even though it is not the sacrifice of an animal, it has exactly the same meaning ~ it is the same sacrifice as that of the cross!

And even more astounding how could the Protestant world take this upon itself, and introduce the same system as in the Anglican confession?

And even more astounding how can the rest of the Protestant world assumed to even partake in a joint eucharistic celebration, knowing that they are putting Christ to shame all over again?  It is absolutely astounding!

 

Nah, mari kita ke Catholic News Agency (CNA) dan bertanya kepada mereka tentang kurban di misa. Ini pelajaran no. 24 tentang “Kurban di Misa”.

Pertanyaan 917:    Misa itu apa?

Jawab:                   Misa adalah kurban tanpa darah dari tubuh dan darah Kristus.

Pertanyaan 919:    Kurban itu apa?

Jawab:                   Kurban adalah persembahan sesuatu yang dilakukan oleh seorang imam kepada  Allah saja, dan melakukan itu ialah mengakui bahwa Dialah Sang Pencipta dan Tuhan dari segala sesuatu.

Pertanyaan 920:    Apakah misa itu kurban yang sama dengan yang dipersembahkan di salib?

Jawab:                   Misa adalah kurban yang sama dengan yang di salib.

Ini sungguh mengherankan. Kok bisa? Bagaimana bisa Kitab Suci diselewengkan sedemikian dari artinya, bahwa sebuah institusi bisa mengimplementasikan lagi suatu sistem kurban ~ walaupun itu bukan kurban dengan hewan, maknanya persis sama ~ itu adalah kurban yang sama dengan yang di salib!

Dan bahkan lebih mengherankan lagi, bagaimana bisa dunia Protestan mengambil inisiatif sendiri dan memperkenalkan sistem yang sama ini seperti yang terjadi di iman Anglikan?

Dan bahkan lebih mengherankan lagi bagaimana mungkin dunia Protestan lainnya menerima bahkan mau ikut mengambil bagian dalam suatu perayaan Ekaristi gabungan, padahal mereka tahu mereka sedang kembali mempermalukan Kristus sekali lagi. Sungguh sangat mengherankan!

 

 

So having taken away the Old and established the New we are living in a New Covenant dispensation and this Covenant as we have already discussed is the “I” Covenant, so where is the boasting on our behalf or on our side?

 

Jadi setelah menyingkirkan yang Lama dan mendirikan yang Baru, kita sekarang hidup di era Perjanjian yang Baru, dan Perjanjian ini seperti yang sudah kita bahas adalah Perjanjian “Aku”, jadi di mana kesombongannya di pihak kita?

 

 

Romans 3:26 says, 26 To declare, I say, at this time His righteousness: that He might be just, and the justifier of him which believeth in Jesus. 27 Where is boasting then? It is excluded. By what Law? Of works? Nay! But by the Law of faith….” Again this cuts directly across The Joint Declaration on Justification where works are part and parcel of the agreement.   “…27 Where is boasting then? It is excluded. By what Law? Of works? Nay! But by the Law of faith…” 

So if we boast, let us boast in the matchless beauty of our Savior, not in any merit of our own. Christ within enables to delight in His will, to serve Him out of love, to delight to do all things written in the roll of the book of His will. 

So when Jesus said, “I delight to do Thy will.” (Psa. 40:8). “A body Thou has prepared for Me” (Heb. 10:5) the exact same thing applies to us too. We should also delight to do His will in the flesh.

 

Roma 3:26 mengatakan, 26 untuk menyatakan, kataku, pada masa ini kebenaranNya, supaya Ia bisa berbuat adil dan adalah Pembenar dari orang yang percaya dalam Yesus. 27 Jika demikian, di mana yang disombongkan? Tidak ada! Berdasarkan Hukum apa? Dari  perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan Hukum iman! …” 

Jadi kalau kita menyombong, marilah kita menyombong tentang keindahan yang tak terperi dari Juruselamat kita, bukan dalam perbuatan baik apa pun dari diri kita sendiri. Kristus di dalam kita memampukan kita untuk gemar dalam kehendakNya, untuk melayani Dia demi kasih, untuk gemar melakukan segala yang tertulis dalam gulungan kitab kehendakNya.

Maka ketika Yesus berkata,   “…Aku suka melakukan kehendak-Mu” (Maz. 40:8) “Engkau telah menyediakan sebuah tubuh bagiKu” (Ibr. 10:5) hal yang persis sama berlaku bagi kita juga. Kita juga harus gemar melalukan kehendakNya dalam hidup ini.

 

 

Hebrews 10:16-18

So if we read again what he says about this Covenant, Hebrews 10:16, 16 ‘This is the Covenant that I will make with them after those days,’ saith the Lord, ‘I will put My Laws into their hearts, and in their minds will I write them; 17 And their sins and iniquities will I remember no more.’ 18 Now where remission of these is, there is no more offering for sin.”

So again he reiterates in verse 18 that there's no more offering for sin, because by one offering He has forever made perfect. After all this is not ordinary blood, this is the blood of the Redeemer, of the Creator.

 

Ibrani 10:16-18

Jadi jika kita  baca lagi apa yang dikatakan Paulus tentang Perjanjian ini, Ibrani 10:16, 16 ‘Inilah Perjanjian yang akan Kubuat dengan mereka sesudah waktu itu,’ firman Tuhan, ‘Aku akan menaruh Hukum-Ku di dalam hati mereka dan dalam pikiran mereka akan Aku tulis mereka, 17 dan dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan mereka tidak akan Aku ingat lagi.’ 18 Jadi di mana ada pengampunan semuanya itu, tidak perlu lagi ada persembahan kurban untuk dosa.”

Maka kembali Paulus mengulangi di ayat 18 bahwa tidak ada lagi persembahan untuk dosa karena dengan satu persembahan Dia sudah menjadikannya sempurna untuk selamanya. Toh ini bukan darah biasa, ini darah Sang Penebus, darah Sang Pencipta.

 

 

Isaiah 51:7, 7 Hearken unto Me, ye that know righteousness, the people in whose heart is My Law; fear ye not the reproach of men, neither be ye afraid of their revilings.”

This is the whole object. The Law hasn't been removed, it has been placed within the hearts of men. But it is a New Covenant based on what GOD can do IN us,  and not on what we can do in our own strength.

 

Yesaya 51:7, 7 Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengetahui apa yang benar, bangsa yang di hatinya terdapat Hukum-Ku; janganlah takut celaan manusia, dan janganlah kamu takut pada cacian mereka.”

Inilah seluruh tujuannya. Hukum tidak pernah disingkirkan, itu sudah ditempatkan di dalam hati manusia. Tetapi ini adalah Perjanjan yang Baru yang berdasarkan pada apa yang bisa ALLAH lakukan DALAM kita, dan bukan pada apa yang bisa kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri.

 

 

So what does this mean about faith and assurance of faith? If we are in Christ ~ and the fruits will show whether we are in Christ or not ~ then we have assurance through faith. So the Christian dispensation in Matthew 27:51 says the following, 51 And, behold, the veil of the temple was rent in twain from the top to the bottom; and the earth did quake, and the rocks rent.”

In other words this new amazing way was opened up, a direct access to the throne of God.

 


Jadi apa artinya ini tentang iman dan kepastian iman? Jika kita dalam Kristus ~ dan buahnya akan membuktikan apakah kita dalam Kristus atau tidak ~ maka kita punya kepastian melalui iman. Jadi era dispensasi Kristen di Matius 27:51, mengatakan yang berikut, 51 Dan lihatlah, Tabir Bait Suci tercabik dua dari atas sampai ke bawah; dan bumi berguncang, dan bukit-bukit batu terbelah…” 

Dengan kata lain, jalan baru yang mengagumkan ini dibuka, suatu akses langsung ke takhta Allah.

 

 

Hebrews 10:19-21

That's why Hebrews 10:19 continues, “19 Having therefore, brethren, boldness to enter into the Holiest by the blood of Jesus, 20 by a new and living way, which He hath consecrated for us, through the Veil, that is to say, His flesh; 21 And having an High Priest over the house of God...” direct access to God, no need of an intermediary priesthood. It is absolutely crystal clear in the Bible that the way to God is through Christ without any mediator, because “there is One Mediator between God and man, the Man Christ Jesus”.

 

Ibrani 10:19-21

Itulah mengapa Ibrani 10:19 melanjutkan, 19 Oleh karena itu, saudara-saudara, dengan memiliki keberanian untuk  masuk ke Bilik Mahakudus oleh darah Yesus, 20  melalui jalan hidup yang baru, yang telah dikuduskanNya bagi kita, melewati tabir, yaitu daging-Nya; 21 dan dengan mempunyai seorang Imam Besar yang mengepalai Rumah Allah.”  akses langsung ke Allah, tidak butuh keimamatan perantara. Sangat jelas di Alkitab bahwa jalan ke Allah ialah melalui Kristus, tanpa perantara apa pun karena,  5satu Pengantara antara Allah dan manusia, yaitu Manusia Kristus Yesus.” (1 Tim. 2:5)

 

 

So this boldness, this new and living way, this faith based upon immutable promises, leads to good works and fellowship of the Redeemer. It must have shaken to the core the early Christians who were wavering between Judaism and Christianity. Imagine how difficult it was. They were so steeped in their ritualism. And the problem was that their rituals had been encumbered with hoardes and loads of extra rules and regulations and fastings which were never ordained by God in His Word; they were based on tradition and they were a load that was placed upon the people. They had the strangest rules and the strangest regulations, for example on the Sabbath day you were not allowed in the morning when you woke up, to rub your eyes, because that was considered work. There were so many rules and regulations that they had to keep, and if they broke them or were found to have broken them, they were subject to severe penalties, even lashings. Nowhere in the Word of God do you find any of those. And the ceremonial Law, which had been ordained by God, which was supposed to be a delight and a joy, became an absolute burden.

So those early Christians that had to wrest themselves from these rituals that had been encumbered by all of these additional Laws, must have found it a relief on the one hand, and on the other hand an object of great confusion. 

 

Jadi keberanian ini, jalan hidup yang baru ini, iman yang berdasarkan pada janji-janji yang tidak berubah, menuntun kepada perbuatan-perbuatan baik dan persekutuan dengan Sang Penebus. Pastilah itu telah mengguncang orang-orang Kristen mula-mula sampai ke dasarnya, bagi mereka yang bimbang antara Yudaisme dan Kekristenan. Bayangkan betapa sulitnya itu. Mereka begitu terbenam dalam ritualisme. Dan masalahnya ialah ritual-ritual mereka sudah dibebani dengan bertumpuk-tumpuk peraturan dan ketentuan tambahan dan puasa-puasa yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah dalam FirmanNya; mereka berdasarkan tradisi dan itu beban yang berat yang dibebankan kepada umat. Mereka membuat peraturan-peraturan yang paling aneh dan ketentuan-ketentuan yang paling ajaib, misalnya pada hari Sabat, jika orang bangun pada pagi hari, dia dilarang mengucek matanya karena itu dianggap melakukan pekerjaan. Ada begitu banyak peraturan dan ketentuan yang harus mereka patuhi, dan jika mereka melanggarnya atau ketahuan melanggarnya, mereka dikenai hukuman yang berat, bahkan dicambuk. Tidak ada di Firman Allah tentang hal-hal itu. Dan Hukum seremonial yang ditetapkan oleh Allah, yang seharusnya menjadi kesenangan dan sukacita, benar-benar menjadi beban.

Jadi orang-orang Kristen mula-mula ini, yang harus bergumul untuk melepaskan diri mereka dari ritual-ritual yang memberatkan dengan semua peraturan tambahan ini, tentunya di satu pihak merasa lega, dan di pihak lain itu menjadi objek yang membingungkan.

 

 

No wonder there was so much turmoil about this issue in the early church.

And even Paul who stated categorically that circumcision was nothing and uncircumcision was nothing, but obedience to God was of paramount importance, even he succumbed to the pressure of the people around him, and had his fellow people circumcised in order to conform to the rituals.

 

Tidak mengherankan ada begitu banyak pergolakan di gereja mula-mula tentang isu ini.

Dan bahkan Paulus yang menyatakan dengan jelas bahwa sunat itu bukan apa-apa dan tidak sunat itu bukan apa-apa, tetapi kepatuhan kepada Allah itulah yang paling penting, bahkan dia pun tunduk kepada tekanan orang-orang di sekitarnya dan menyuruh rekan-rekannya disunat supaya sesuai dengan ritual-ritual itu.

 

 

It must have been a very difficult time. So should they continue with the form or go forward with the Substance, this was the issue. Should they go back from glory to ritual or should they proceed from ritual to glory? Should they boldly enter into the Holiest by the blood of the Lamb, by a new and living way without the intervention of a priest, subject to like passions such as we are, and rather turn to the great High Priest in whom there was no sin and by whom alone we have access to God? These are the issues. And the human mind loves to be comforted in a sphere that he can touch and feel and experience. This new and living way was by faith and faith alone, and many people struggle with that. They love their rituals, the ritual makes them feel safe. It is a wonderful thing if you can believe that by performing a particular act ~ whether it is a pilgrimage, or partaking in the mass, or whatever it is, going to a confessional ~ relieves you of the burden. No! God wants the Law in your heart. He wants a relationship. And that means you must have a personal relationship with Him. A new and living way.

 

Itu pastilah suatu masa yang sangat sulit. Jadi haruskah mereka lanjut dengan bentuk ritual itu atau maju bersama Substansinya, itulah isunya. Haruskah mereka kembali dari kemuliaan kepada ritual atau haruskah mereka maju dari ritual ke kemuliaan? Haruskah mereka dengan berani memasuki Bilik MahaKudus melalui darah Anak Domba, melalui jalan hidup yang baru tanpa campur tangan seorang imam, yang juga tunduk kepada nafsu-nafsu yang sama dengan kita; dan memilih untuk berpaling kepada Imam Besar agung, yang tidak punya dosa, dan yang olehNya Sendiri kita punya akses kepada Allah? Inilah isu-isunya. Dan pikiran manusia suka dihibur di alam yang bisa dia sentuh dan rasa dan alami. Jalan hidup yang baru ini melalui iman dan hanya iman, dan banyak orang kesulitan dengan itu. Manusia menyukai ritual-ritual mereka, ritual membuat mereka merasa aman. Itu menyenangkan jika orang bisa percaya bahwa dengan melakukan suatu tindakan tertentu ~ apakah itu pergi berziarah, atau mengambil bagian dalam misa, atau apa pun, pergi ke pengakuan dosa ~ itu melepaskan bebannya dari dia. Tidak! Allah mau di hati kita ada HukumNya, Dia menginginkan suatu hubungan, dan itu artinya kita harus punya hubungan pribadi denganNya. Suatu jalan yang hidup dan baru.

 

 

Hebrews 10:22-23

Hebrews 10:22, 22 Let us draw near with a true heart in full assurance of faith…”   it is a step of faith. It is so sad that people will go no further than their teachers. In the rabbinical system, whatever the rabbi said that was Law, you dare not think outside of this box. And I experienced it myself when I was in Israel. I was in a situation where a number of these rabbinical students in their traditional garb had become so impoverished that they were even willing to come and ask for a donation from a gentile such as myself. And I was quite willing to help them out because they really looked destitute, but I didn't want to do it without a little conversation concerning the Word of God.

And so I said, “Yes, I’ll help you, but can we sit down and talk for a moment?”

Which they're very very reluctantly did.

And we spoke about the issues about Daniel, about everything that points to the Messiah in the Bible, and they were absolutely horrified, because they said, “You may not, you may not study the Scriptures in your own understanding. You must follow what the rabbis had said.”

But I said, “What if the rabbis are wrong?”

“No, they cannot be wrong.”

Basically it is a form of infallibility, and if you can rely on this infallibility, it gives you a sense of safety.

And the same in Catholicism. There is someone there who infallibly decrees something which is totally contrary to the Scripture, but because it gives you comfort to perform the ritual that has been proclaimed, you think that that is perfectly fine, and is the way to salvation. No! It is not.  We have to  “…draw near with a true heart in full assurance of faith, having our hearts sprinkled from an evil conscience, and our bodies washed with pure water. 23 Let us hold fast the profession of our faith without wavering; for He is faithful that promised…”  we mustn't waver.

 

Ibrani 10:22-23

Ibrani 10:22, 22 Marilah kita mendekat dengan hati yang tulus dalam kepastian penuh dari iman…”  ini adalah suatu langkah iman. Begitu menyedihkan orang tidak mau melangkah maju lebih jauh daripada guru-guru mereka. Di sistem rabinikal, apa pun yang dikatakan rabi, itu dianggap Hukum, orang tidak berani berpikir di luar kotak itu. Dan saya pernah mengalaminya sendiri ketika saya ada di Israel. Saya berada di sebuah kondisi di mana sejumlah murid-murid rabi yang mengenakan pakaian tradisional mereka, berada dalam keadaan begitu kelaparan sampai mereka bahkan mau datang minta sumbangan dari seorang kafir seperti saya. Dan saya sih bersedia membantu mereka karena mereka sungguh tampak kekurangan, tetapi saya tidak mau melakukannya tanpa sedikit pembicaraan tentang Firman Allah.

Dan saya berkata, “Ya, saya akan membantu, tetapi bisakah kita duduk dan bicara sejenak?”

Yang mana mereka lakukan dengan amat sangat berat hati.

Dan kami berbicara tentang isu-isu Daniel, tentang segala yang menunjuk kepada Sang Messias di Alkitab, dan mereka benar-benar ketakutan, karena mereka berkata, “Anda tidak boleh mempelajari Kitab Suci dengan pengertian sendiri. Anda harus mengikuti apa yang sudah dikatakan para rabi.”

Tetapi saya berkata, “Bagaimana kalau rabi-rabi itu salah?”

“Tidak, mereka tidak bisa salah.”

Pada dasarya itulah suatu bentuk infalibilitas, dan jika orang bisa mengandalkan infalibilitas ini, itu memberinya suatu bentuk rasa aman.

Dan hal yang sama terdapat dalam Katolikisme. Ada seseorang di sana yang mengeluarkan perintah yang tidak bisa salah, yang seluruhnya bertentangan dengan Kitab Suci, tetapi karena itu memberikan rasa aman untuk melakukan ritual yang telah diumumkan, orang menganggap itu baik-baik saja dan itulah jalan ke keselamatan. Tidak! Itu tidak benar. Kita harus “…mendekat dengan hati yang tulus dalam kepastian penuh dari iman, setelah hati kita mendapatkan percikan yang membersihkannya dari hati nurani yang jahat, dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. 23 Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita tanpa bimbang, sebab Ia yang menjanjikannya, itu setia…” kita jangan bimbang.

 

 

So a question that I have is, oh how frightened we are of this little word “faith”. How ready we are to lean on the arm of flesh. But there is a new and living way.

Proverbs 3:5 says, 5 Trust in the LORD with all thine heart; and lean not unto thine own understanding.…” I would love to add ther:

·       nor the understanding of your neighbor,

·       nor the understanding of your priest,

·       nor the understanding of your pastor,

·       nor the understanding of your rabbi,

·       nor the understanding of your imam.

Read for yourself what the Word of God says and incorporate it into your life. Draw near by faith, hold fast by hope, and cling by love.

Those are the three things we need to do:

1.   draw near by faith

2.   hold fast by hope

3.   and cling by love

Faith and trust go together. We have to trust in order to ratify faith, otherwise it's not faith. Intellectual faith is not enough. Verse 22 asks nothing less than the “full assurance”. How do we obtain it? And the only answer to that is by experience.

 

Maka pertanyaan yang saya miliki ialah, betapa takutnya kita pada kata kecil “iman” ini. Begitu relanya kita bersandar pada lengan manusia. Tetapi ada jalan yang baru yang hidup.

Amsal 3:5 berkata, 5 Percayailah TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.” Saya ingin menambahkan di sana:

·       juga tidak pengertian tetanggamu,

·       maupun pengertian imammu,

·       maupun pengertian pendetamu,

·       maupun pengertian rabimu,

·       maupun pengertian imammu.

Bacalah sendiri apa kata Firman Allah dan masukkan itu ke dalam hidupmu. Mendekatlah dengan iman, berpegang teguh dengan pengharapan dan melekatlah dengan kasih.

Inilah ketiga hal yang perlu kita lakukan:

1.   mendekat dengan iman

2.   berpegang teguh dengan harapan

3.   melekat dengan kasih

Iman dan mempercayai (bergantung pada) berjalan bersama-sama. Kita harus mempercayai (bergantung pada) supaya bisa meratifikasi iman, kalau tidak begitu, itu bukan iman. Iman intelektual tidak cukup. Ayat 22 menuntut tidak kurang dari “kepastian penuh”. Bagaimana kita mendapatkannya? Dan satu-satnya jawaban untuk itu ialah melalui pengalaman.

 

 

James 4:8 says, 8 Draw nigh to God, and He will draw nigh to you. Cleanse your hands, ye sinners; and purify your hearts, ye double minded.” In other words, what he is saying is come and taste and see if the Lord is good.

 

Yakobus 4:8 berkata, 8 Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa, dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!” Dengan kata lain, apa yang dikatakannya ialah datang dan kecaplah, dan lihatlah apakah Tuhan itu baik.

 

 

When Philip found Nathanael and he was very skeptical as to this Messiah, can anything good come out of Nazareth? He said, “Come and see. Come and taste. Come and have a look.” So we have to draw near by faith, even if our faith is very small, and then once we’ve developed faith, then we can get hope,

v because faith leads to hope,

v but hope that is not based in love won't work.

v So we have faith, hope, and love.

And the Scriptures tell us that in the end once this world has reached its zenith, and we pass to the New World then only love will remain. In fact if you look up the word “faith” and “hope” in a dictionary in the New World you will not find it, because you will not need faith, and you will not need hope, because it's been accomplished. But love will remain forever.

 

Ketika Filipus menemukan Nathanael dan dia bersikap sangat skeptis tentang Sang Messias ini ~ bisakah ada yang baik berasal dari Nazaret? ~ Filipus berkata, “Datang dan lihatlah. Datang dan kecaplah. Datang dan simaklah.” Jadi kita harus mendekat melalui iman, walaupun iman kita itu kecil, lalu begitu kita sudah mengembangkan iman, kita bisa mendapatkan harapan,

v karena iman menuntun kepada pengharapan,

v tetapi pengharapan yang tidak berdasarkan kasih, tidak bekerja.

v Maka kita punya iman, pengharapan dan kasih.

Dan Kitab Suci mengatakan kepada kita bahwa pada akhirnya, begitu dunia ini mencapai titik zenitnya, dan kita pindah ke Dunia Baru, maka hanya kasih yang tersisa. Bahkan bila kita mencari kata “iman” dan “pengharapan” di dalam kamus di Dunia Baru, kita tidak akan menemukannya karena kita tidak akan butuh iman dan kita tidak akan butuh pengharapan, karena semuanya sudah tercapai. Tetapi kasih yang akan tetap ada selamanya.

 

 

So if I can summarize, I would say,

v that faith exercised leads to trust,

v trust leads to hope

v hope leads to love

that is the sequence. And therefore we cannot expect someone who has come from an atheistic world to suddenly discover Jesus in the Bible and say, “Okay, I  love this” or “I love Jesus.” It doesn't work that way. You first have to develop faith, faith based on what? Based on the truth, as it is in the Scriptures.

 

Jadi jika bisa saya rangkum, saya akan berkata,

v iman yang dipraktekkan membawa kepada rasa mempercayai,

v mempercayai membawa kepada pengharapan

v pengharapan membawa kepada kasih

itulah urutannya. Oleh karena itu kita tidak bisa mengharapkan seseorang yang berasal dari dunia atheis untuk tiba-tiba menemukan Yesus di Alkitab dan berkata, “Oke, aku mencintai ini” atau “Aku mencintai Yesus”. Bukan begitu cara bekerjanya. Pertama kita harus mengembangkan iman, iman berdasarkan apa? Berdasarkan kebenaran, seperti yang terdapat dalam Kitab Suci.

 

 

So in my particular case when I was an atheist it was prophecy that told me there's more to this Word of God than just a bunch of words strung together by some ancient people. No, there was something more to it. And it kindled a small spark of faith, that this Word might just be true. And then following and actually exercising that faith, I found out that you could trust this God, because whatever He had promised actually came true. And once you have learned this trust and you walk together, eventually it will lead to an understanding of the Deity that you are working with, and it will lead to love. So the greatest of them is love. Love longs to give. If it cannot give, then it withers away. Love cannot exist by itself, that's another very interesting point. If  love cannot exist by itself, if God is love, He cannot be by Himself. The greater the demands placed upon it, the more it grows.

 

Maka di kasus pribadi saya, ketika saya masih seorang atheis, nubuatanlah yang menunjukkan kepada saya Firman Allah ini ternyata banyak isinya yang penting, bukan hanya seonggok kata-kata yang dirangkai jadi satu oleh beberapa manusia purba. Tidak, ada lebih banyak isinya daripada itu. Dan itu menyalakan suatu percikan api iman, bahwa Firman itu mungkin memang benar. Kemudian mengikuti itu dan benar-benar mempraktekkan iman itu, saya menemukan bahwa kita bisa mempercayai Allah ini, karena apa pun yang Dia janjikan, benar-benar terjadi sungguh. Dan sekali kita sudah belajar mempercayai demikian, dan kita berjalan bersama-sama, akhirnya itu akan membawa kepada suatu pemahaman tentang Sang Ilahi yang bekerjasama dengan kita, dan itu akan membawa kepada kasih. Maka yang terbesar dari mereka adalah kasih. Kasih rindu memberi. Jika dia tidak bisa memberi, maka dia menjadi layu. Kasih tidak bisa hadir sendiri, itu poin lain yang menarik. Jika kasih tidak bisa hadir sendiri, dan jika Allah itu kasih, Dia tidak bisa sendirian. Semakin besar tuntutan kepada kasih, semakin dia tumbuh.

 

 

So armed with faith, hope, and love we can believe the following words, Deuteronomy 9:1, 1 Hear, O Israel: Thou art to pass over Jordan this day, to go in to possess nations greater and mightier than thyself, cities great and fenced up to heaven, 2 A people great and tall, the children of the Anakims, whom thou knowest, and of whom thou hast heard say, ‘Who can stand before the children of Anak!’ 3 Understand therefore this day, that the LORD thy God is He which goeth over before thee; as a consuming fire He shall destroy them, and He shall bring them down before thy face: so shalt thou drive them out, and destroy them quickly, as the LORD hath said unto thee.”

Do we believe that? Did they believe it? Well, two did, but ten did not. And if we come to the end of time, and we are on the very borders of Canaan on the banks of the Jordan anti-typically speaking, can we believe it?

 

Maka dipersenjatai dengan iman, pengharapan, dan kasih, kita bisa percaya pada kata-kata berikut, Ulangan 9:1, 1 Dengarlah, hai Israel! Engkau harus menyeberangi sungai Yordan hari ini, untuk masuk menguasai bangsa-bangsa yang lebih besar dan lebih kuat daripada kamu;  kota-kota besar yang dibentengi sampai ke langit; 2 suatu bangsa yang besar dan tinggi, keturunan bangsa Enak, yang kamu kenal dan yang tentangnya kamu sudah dengar orang berkata, ‘Siapakah yang dapat bertahan menghadapi keturunan Enak? 3 Maka pahamilah pada hari ini, bahwa TUHAN Allahmu, yaitu Dia yang berjalan di depanmu laksana api yang menghanguskan, Dia akan memusnahkan mereka, dan Dia akan membuat mereka tunduk di hadapanmu. Demikianlah engkau akan menghalau mereka keluar, dan membinasakan mereka dengan segera, seperti yang dikatakan TUHAN kepadamu.”

Apakah kita percaya itu? Apakah mereka mempercayainya? Nah, dua orang percaya, tetapi yang sepuluh tidak. Dan bila kita tiba di akhir masa, dan kita berada tepat di perbatasan Kana’an, di pinggir sungai Yordan yang antitipikal, akankah kita mempercayainya?

 

 

So faith says, we can do it, because we trust the One who said we can do it.

What does unbelief say? Numbers 13:31, 31 But the men that went up with him said, ‘We be not able to go up against the people; for they are stronger than we.’ 32 And they brought up an evil report of the land which they had searched unto the children of Israel, saying, ‘The land, through which we have gone to search it, is a land that eateth up the inhabitants thereof; and all the people that we saw in it are men of a great stature…” are we afraid of the men of great stature that live in the world today, the great philanthropists, the great leaders in the world, the presidents, the prelates, the popes of this world, are we afraid, and say, “We’d better do what they say, because surely we cannot conquer them”?  “…33 And there we saw the giants, the sons of Anak…” The evolution theory, whatever theory there is, the cosmic theories, we cannot oppose them with our simple Word of God,  “…which come of the giants: and we were in our own sight as grasshoppers, and so we were in their sight.’…”

The great white coats of these days, the brilliant men who will tell us exactly what we have to do in order to comply to whatever they conjure up. Do we not have a God in Israel who can take care of these things? So faith that looks no further than the circumstances surrounding us will falter. Faith must be based on the promises of God which cannot fail, even if the circumstances seem foreboding. Now is the time when we need Caleb's and Joshua's to encourage the people to trust and believe the Word of God.

 

Jadi iman berkata, kami bisa melakukannya, karena kami mempercayai Dia yang berkata bahwa kami bisa melakukannya.

Apa kata ketidakpercayaan? Bilangan 13:31, 31 Tetapi orang-orang yang naik bersama-sama dengan dia berkata, ‘Kita tidak mampu maju menyerang bangsa itu, karena mereka lebih kuat daripada kita.’ 32    Dan  mereka menyampaikan laporan yang jahat tentang negeri yang telah mereka intai, kepada umat Israel dengan berkata, ‘Negeri yang telah kami pergi untuk mengintai adalah suatu negeri yang memakan penduduknya, dan semua orang yang kami lihat di sana adalah orang-orang yang besar-besar perawakannya…” Apakah kita takut kepada orang-orang besar yang hidup di dunia sekarang ini, para filantrofis besar, para pemimpin besar dunia, para presiden, para petinggi gereja, para paus dunia ini, apakah kita takut dan kita berkata, “Sebaiknya kita lakukan apa kata mereka, karena sudah pasti kita tidak bisa menaklukkan mereka”? 33 Dan di sana kami melihat raksasa-raksasa, keturunan Enak…”  teori Evolusi, teori apa pun yang ada, teori-teori kosmik, kami tidak bisa menentang mereka dengan Firman Allah kami yang sederhana,   “…yang berasal dari raksasa; dan kami dalam pemandangan kami sendiri seperti belalang, dan demikian pula kami di pemandangan mereka…”  Para ilmuwan terkenal zaman sekarang, orang-orang brilyan yang akan memberitahu kita persisnya apa yang harus kita lakukan supaya sesuai dengan apa pun yang mereka ciptakan. Tidakkah kita punya Allah di Israel yang bisa mengurus semua hal ini? Maka iman yang tidak memandang lebih jauh daripada kondisi yang mengelilingi kita, akan melemah. Iman harus berdasarkan janji-janji Allah yang tidak bisa gagal, walaupun kondisi tampaknya menakutkan. Sekarang inilah waktunya kita membutuhkan Kaleb-Kaleb dan Yosua-Yosua untuk menguatkan orang-orang mempercayai dan meyakini Firman Allah.  

 

 

Hebrew 10:24-25

That is why Hebrews chapter 10 continues with the theme, verse 24 says, “24 And let us consider one another to provoke unto love and to good works: 25 Not forsaking the assembling of ourselves together, as the manner of some is; but exhorting one another: and so much the more, as ye see the day approaching.”

This is a  tall order that we have here.

So we must provoke each other to good works, in other words, encourage the good works, help people to come on board, and determine what is God's will, and not one person coercing another to do his will or to do it the way that he does it; but by studying the Word of God. And if the Word of God in the Law and the Testimony state that something needs to be done, then together study it, and implement it, not because Joe said so, or whoever said so, but because the Word of God said it.

 

Ibrani 10:24-25

Inilah mengapa Ibrani 10 melanjutkan dengan tema itu, ayat 24 berkata, 24 Dan marilah kita saling memperhatikan, saling mendorong untuk mengasihi dan berbuat baik. 25 Tidak meninggalkan persekutuan kita bersama-sama, sebagaimana kebiasaan beberapa orang, tetapi menasihati satu sama lain; dan itu semakin diperbanyak, karena kamu melihat bahwa harinya mendekat.”

Ini adalah perintah yang berat yang kita miliki di sini.

Jadi kita harus mendorong satu sama lain untuk berbuat baik, dengan kata lain mendorong berbuat baik, membantu orang untuk bergabung dengan kita, dan menentukan mana yang kehendak Allah, dan bukan yang satu memaksa yang lain untuk melakukan keinginannya atau melakukannya menurut cara yang dia lakukan; melainkan dengan mempelajari Firman Allah. Dan jika Firman Allah di kitab-kitab Hukum dan Kesaksian menyatakan ada yang harus dilakukan, maka pelajarilah bersama dan lakukanlah, bukan karena Joe yang berkata begitu, atau siapa pun yang berkata begitu, tetapi karena Firman Allah yang berkata begitu.

 

 

The next one is forsake not the assembly of ourselves. Sometimes the brethren can be an exceedingly painful experience, but do not neglect the assembly because we need to encourage each other. Yes, there will be a shaking that is coming to God's people, there will be a separation when the pressure increases, but while there is still time let us exhort one another, by powerful argument try to convince. And what is the best argument that we have? The Bible and the Spirit of Prophecy. Use the Law and the Testimony. And what must we do? We must do it more and more as you see the day approaching. Do not stop preaching the message to the inside and to the outside.

 

Berikutnya ialah jangan meninggalkan persekutuan antar kita sendiri. Terkadang saudara-saudara bisa menimbulkan pengalaman yang menyakitkan, tetapi jangan meninggalkan persekutuan karena kita perlu saling menguatkan. Ya, nanti akan ada penampian di umat Allah, akan ada perpisahan ketika tekanan meningkat, tetapi selagi masih ada waktu marilah kita saling menasihati, dengan dasar argumentasi yang kuat untuk meyakinkan. Dan apakah argumentasi yang terbaik yang kita punya? Alkitab dan Roh Nubuat. Pakailah kitab-kitab Hukum dan Kesaksian. Dan apa yang harus kita lakukan? Kita harus melakukannya semakin lama semakin banyak saat kita melihat harinya mendekat. Jangan berhenti menyampaikan pekabaran baik kepada yang di dalam maupun yang di luar.

 

 

Hebrews 10:26-31

Then come a few frightening verses. So I’ve written here that the following frightening denunciation that has instilled fear in the hearts of many a timid soul, when taken out of context these verses are indeed frightening, but they must be understood in the light of the theme of the book of Hebrews, which is that of shadow versus Substance. Paul is here not dealing with sins of weakness or despair but with the rejection of the Substance for the sake of the shadow, which is a very serious issue, let's not underplay this. He is contrasting the Law of Moses with the New Covenant, rejecting Christ as the Substance of the shadows. And calling the Substance accursed, is committing the sin against the Holy Spirit. That is a very-very dangerous thing.

When the Jews in the time of Christ said that He was performing His miracles by the power of Beelzebub they were dancing on this ledge. 

Isaiah 5:20 says,20 Woe unto them that call evil good, and good evil; that put darkness for light, and light for darkness; that put bitter for sweet, and sweet for bitter!”

We must be very careful what our estimation of the Word of God should be.

 

Ibrani 10:26-31

Lalu ada beberapa ayat yang menakutkan. Jadi saya tulis di sini bahwa penolakan yang menakutkan berikut ini, yang telah mendatangkan rasa takut di hati banyak orang yang penakut, bila dikeluarkan dari konteks, maka ayat-ayat ini memang menakutkan, tetapi mereka harus dipahami sehubungan dengan tema kitab Ibrani, yakni tentang bayangan versus Substansi. Paulus di sini tidak bicara tentang dosa-dosa kelemahan atau keputusasaan, melainkan tentang penolakan terhadap Substansinya demi bayangannya, yang adalah isu yang sangat serius. Janganlah kita meremehkan ini. Paulus sedang membandingkan antara Hukum Musa dengan Perjanjian Baru, menolak Kristus sebagai Substansi dari bayangan, dan menyebut Substansi itu terkutuk, itu menghujat Roh Kudus. Itu adalah hal yang amat sangat berbahaya.

Ketika orang Yahudi di zaman Kristus berkata bahwa Dia membuat mujizat dengan kuasa Beelzebub (Mat. 12:24), mereka sedang menari di tepi tebing.

Yesaya 5:20 berkata, 20 Celakalah mereka yang menyebut kejahatan itu baik dan kebaikan itu jahat, yang menempatkan kegelapan sebagai terang dan terang sebagai kegelapan, yang menempatkan pahit sebagai manis, dan manis sebagai pahit.”

Kita harus sangat hati-hati dengan penilaian kita tentang Firman Allah.

 

 

Chapter 10:26, “26 For if we sin wilfully after that we have received the knowledge of the truth, there remaineth no more sacrifice for sins,…” So that is a very scary verse if you take it by itself, because that means basically that if you willfully do something wrong, even in a fit of rage for example, or in a fit of despair, that there's no more sacrifice for you, that you are lost. You can read it like that, but we have to take it in the context of the great theme of the book of Hebrews: Substance versus the shadow. If you know something is true, and you willfully reject it, and say it is from the Devil, that is when you are in great-great peril. So let's continue, “…27 but a certain fearful looking for of judgment and fiery indignation, which shall devour the adversaries…” in another place Paul said, “if we neglect so great a salvation” (Heb. 2:3) if we set it aside for naught, then we are in peril.  And then he compares it, verse 28,  “…28 He that despised Moses' Law died without mercy under two or three witnesses. 29 Of how much sorer punishment, suppose ye, shall he be thought worthy, who hath trodden under foot the Son of God, and hath counted the blood of the Covenant, wherewith he was sanctified, an unholy thing, and hath done despite unto the Spirit of grace?...” I don't want to sound harsh, but it is obvious from what we have studied so far that whole religious systems have as systems done precisely this.  The individuals within the organizations might be blissfully unaware of what they are following, but if they are confronted with the truth, they will have to separate from these systems, because these systems have done exactly that: counted the blood of the Covenant of non-effect. And that is why the Bible calls some of these systems Babylon. Come out of her My people.” If you realize that your system is not in harmony with this teaching of the Bible,  you have to separate yourself from them. “To the Law and to the Testimony if they speak not according to this word, they have no light in them”.  So the study says  “… 30 For we know Him that hath said, ‘Vengeance belongeth unto Me, I will recompense,’ saith the Lord. And again, ‘The Lord shall judge His people.’ 31 It is a fearful thing to fall into the hands of the living God.”

 

Pasal 10:26, 26 Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah kita menerima pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi kurban untuk dosa…”  Jadi ini adalah ayat yang sangat menakutka jika dia berdiri sendiri, karena berarti pada dasarnya jika kita sengaja berbuat sesuatu yang salah, bahkan dalam luapan emosi amarah misalnya, atau luapan keputusasaan, lalu tidak ada lagi kurban bagi  kita, kita tidak selamat. Ayat ini bisa sih dibaca begitu, tetapi kita harus menempatkannya dalam konteks tema besar kitab Ibrani: Substansi versus bayangan. Jika kita tahu suatu kebenaran, dan kita sengaja menolaknya, dan mengatakan itu berasal dari Ibis, saat itulah kita berada dalam bahaya besar. Mari kita lanjutkan, “…27 melainkan suatu penantian yang menakutkan akan adanya penghakiman dan api kemarahan yang akan melahap habis musuh-musuh…”  di tempat lain Paulus berkata,  “…jikalau kita mengabaikan keselamatan yang sebesar itu…” (Ibr. 2:3) jika kita menyingkirkannya sebagai tidak berarti apa-apa, maka kita berada dalam bahaya. Kemudian Paulus membandingkannya, ayat 28, 28 Orang yang menolak Hukum Musa, mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. 29  Menurut kamu, betapa lebih beratnya hukuman yang layak bagi dia yang telah menginjak-injak Anak Allah, dan yang telah menganggap najis darah Perjanjian dengan mana dia dikuduskan, dan yang telah menghina Roh kasih karunia?…”  Saya tidak mau terdengar garang, tetapi jelas dari apa yang telah kita pelajari sampai di sini, bahwa seluruh sistem relijius telah melakukan persis demikian. Para individu di dalam organisasi-organisasi tersebut mungkin saja sama sekali tidak menyadari apa yang mereka ikuti, tetapi jika mereka dikonfrontasikan dengan kebenaran, mereka harus memisahkan diri dari sistem-sistem itu, karena sistem-sistem itu telah berbuat persis demikian: yaitu menganggap darah Perjanjian tidak ada gunanya. Dan itulah mengapa Alkitab menyebut sistem-sistem ini Babilon,  “…‘Keluarlah darinya, hai umat-Ku’…” (Wah. 18:4) Jika kita menyadari sistem kita tidak sesuai dengan ajaran Alkitab, kita harus memisahkan diri dari mereka. 20 Bandingkan dengan Hukum dan dengan Kesaksian. Jika mereka tidak berbicara sesuai dengan kata-kata tersebut, itu karena tidak ada terang di dalam mereka.” (Yes. 8:20). Maka pelajaran ini berkata,  30 Sebab kita mengenal Dia yang telah berkata, ‘Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan memberi balasan,’ kata Tuhan. Dan lagi, ‘Tuhan akan menghakimi umat-Nya.’ 31 Mengerikan kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup.”

 

 

This is a very serious warning that we have in the word of God. But as we read it in the context, it is about the greater picture of rejecting Jesus Christ, setting Him aside for naught, and clinging to a Substance (should be “shadows).

 

Ini adalah peringatan yang sangat keras yang kita temukan di Firman Allah. Tetapi bila kita baca dalam konteksnya, ini adalah tentang gambaran penolakan Yesus Kristus, menyingkirkan Dia sebagai bukan apa-apa, dan melekat kepada bayangannya.

 

 

So the early Christians were sorely tried for their faith. The fires of persecution raged. Many were torn between the freedom of the new and living way and the customs of Judaism. Today we are faced with very similar situations and the words spoken in the following verses apply just as much to us.

 

Maka orang-orang Kristen mula-mula diuji keras imannya. Api persekusi berkecamuk. Banyak yang tidak bisa memutuskan antara kebebasan dari jalan hidup yang baru dengan tradisi Yudaisme. Hari ini kita menghadapi situasi yang serupa, dan kata-kata yang diucapkan ayat-ayat berikutnya sama berlakunya kepada kita juga.

 

 

Hebrews 10:32-35

Hebrews 10:32, “32 But call to remembrance the former days, in which, after ye were illuminated, ye endured a great fight of afflictions…”  it's just a matter of fact that once you embrace the truth in its fullness, you will be persecuted. You will be persecuted by the very systems, the religious systems that you belong to, you will be persecuted within the family circle, you will be persecuted within the wider national circle, and you will be persecuted in the great religious conglomerate that has been established in the world out there. Because it goes against the grain  to say there is only one way to salvation, and the Law and the Testimony tell us what that way is. “…33 Partly, whilst ye were made a gazingstock both by reproaches and afflictions; and partly, whilst ye became companions of them that were so used…” that's a very interesting statement by Paul. So as soon as you make a decision to follow Christ, absolutely to make Him “the way, the truth, and the life” to come back into harmony with His will, “I delight to do Thy will, Thy Law is within my heart”.  Once you have  grasped that concept and you have allowed God to write His Law into your heart, then you will become a reproach and a gazing stock, and people will say that you have lost your mind, and you will be afflicted. And then when you separate from the system where you started to realize these truths, and you become a companion of them that have suffered before you, then the persecution really starts. Verse 34, “…34 For ye had compassion of me in my bonds, and took joyfully the spoiling of your goods, knowing in yourselves that ye have in heaven a better and an enduring Substance…”  in other words, they believed Paul, they separated themselves and they became part of the Christian world. They had sympathy with Paul who was imprisoned. This is a very important analogy. He was imprisoned, he was the one that was being afflicted. But they sympathized with him, and separated from their former brethren. And then he says, “…35 Cast not away therefore your confidence, which hath great recompence of reward.”

The rewards are literally out of this world.

 

Ibrani 10:32-35

Ibrani 10:32, 32 Ingatlah akan masa yang lalu, di mana  sesudah kamu menerima terang, kamu menderita suatu pergumulan besar dalam penganiayaan…”  ini adalah fakta, bahwa begitu kita memeluk kebenaran dalam keseluruhannya, kita akan dipersekusi. Kita akan dipersekusi oleh sistem-sistem yang sama, yaitu sistem-sistem relijius di mana  kita menjadi anggota, kita akan dipersekusi di lingkaran keluarga, kita akan dipersekusi di lingkungan nasional yang lebih luas, dan kita akan dipersekusi di gabungan akbar relijius yang didirikan di dunia di luar sana. Karena mengatakan bahwa hanya ada satu jalan keselamatan, dan bahwa kitab-kitab Hukum dan Kesaksian-lah yang mengatakan kepada kita jalan yang mana itu, itu berlawanan dengan peraturan yang berlaku. “…33 Sebagian karena kamu dijadikan tontonan baik melalui cercaan dan penganiayaan, dan sebagian karena kamu menjadi teman (= bergabung dengan) mereka  yang diperlakukan sedemikian…” ini adalah pernyataan yang sangat menarik dari Paulus. Begitu kita membuat keputusan untuk mengikuti Kristus, mutlak menjadikan Dia  “jalan, kebenaran, dan hidup” (Yoh. 14:6), untuk kembali menjadi serasi dengan kehendakNya,   8  Aku suka melakukan kehendak-Mu, ya AllahKu; iya, Hukum-Mu ada di dalam hati-Ku." (Maz. 40:8). Begitu kita telah menangkap konsep itu, dan kita telah mengizinkan Allah menuliskan HukumNya di dalam hati kita, maka kita menjadi cercaan dan tontonan, dan orang-orang akan berkata kita sudah tidak waras, dan kita akan dianiaya. Kemudian ketika kita memisahkan diri dari sistem itu, di mana kita mulai menyadari kebenaran-kebenaran ini, dan kita menjadi teman mereka yang telah menderita sebelum kita, maka pada saat itu persekusi benar-benar dilancarkan. Ayat 34, “…34 Karena kamu telah berbelas kasihan padaku dalam belengguku, dan dengan senang hati membagikan barang-barangmu, sebab kamu tahu, bahwa di Surga kamu memiliki Substansi yang lebih baik dan lebih permanen…” dengan kata lain, mereka mempercayai Paulus, mereka memisahkan diri dan mereka menjadi bagian dari dunia Kristen. Mereka bersimpati pada Paulus yang dipenjarakan. Ini adalah analogi yang sangat penting. Paulus dipenjarakan, dialah yang sedang dianiaya. Tetapi mereka bersimpati padanya, dan memisahkan diri dari saudara-saudara mereka yang lama. Lalu Paulus berkata, “…35 Sebab itu janganlah kamu melepaskan keyakinanmu, yang punya balasan pahala yang besar.”

Pahalanya benar-benar secara literal di luar dunia ini. (di luar dunia = sangat luar biasa, tidak ada di dunia ini)

 

 

So if I can summarize.

To turn one's back on the new and living way, and to return to the rituals of earthly priesthoods, sacrifices, and rituals, is to follow the way of Cain.

The world religions want to follow a Christless path to the celestial City, an earthbound route of sustainability, that is what they are telling us.  They want to save the planet, and create a utopia here in this world.

v   The Jews want their temple, and their sacrifices.

v   The Christians want their priests, and altars, and liturgies, and hypnotic singing, and dancing around the golden calf.

v   But Christ wants the heart and the mind stayed on the promises of God.

It might sound somewhat harsh but that is the reality in the world out there.

 

Jadi jika bisa saya simpulkan.

Membalikkan punggung kepada jalan hidup yang baru, dan kembali kepada ritual-ritual imamat duniawi, kurban-kurban, dan ritual-ritual, ialah mengikuti jalan Kain.

Agama-agama di dunia mau mengikuti jalan yang tanpa Kristus menuju Kota Surgawi, suatu rute yang mampu  dipertahankan di dunia, itulah yang mereka katakan kepada kita. Mereka mau menyelamatkan planet ini, dan menciptakan utopia di sini di dunia ini.

v   Bangsa Yahudi menginginkan Bait Suci dan kurban-kurban mereka,

v   Orang Kristen menginginkan imam-imam mereka, dan altar-altar, dan liturgi-liturgi dan nyanyian yang menghipnotis mereka, dan tarian-tarian mengelilingi anak lembu emas.

v   Tetapi Kristus menginginkan hati dan pikiran tetap pada janji-janji Allah.

Mungkin terdengar agak keras, tetapi itulah realitanya di dunia di luar sana.

 

 

Hebrews 10:36-39

Hebrews 10:36, “36 For ye have need of patience, that, after ye have done the will of God, ye might receive the promise…” now this was part of his theme. Abraham longed for a City whose builder and maker was God, but he did not receive that promise. He received other promises along the line, the son of his promise was born in his old age, but he never received that promise of that City, that rest that he was wanting to enter into. But we need patience. “…37 For yet a little while, and He that shall come will come, and will not tarry…” where lies our hope? Does the hope lie in a reconstructed earth, are we waiting for QAnon to set matters straight? Or are we waiting for the return of Jesus Christ, knowing that this planet is in its death row?  “…38 Now the just shall live by faith; but if any man draw back, My Soul shall have no pleasure in him…” and this is the crux of the matter. I cannot go from the Substance once I have embraced it, back to the shadow. Verse 39,  “…39 But we are not of them who draw back unto perdition; but of them that believe to the saving of the soul.”

What a tremendous theme. We must embrace this truth and cling to it, because it is the only hope.

 

Ibrani 10:36-39

Ibrani 10:36, 36 Sebab kamu memerlukan kesabaran, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu boleh menerima janji itu…”  Nah, ini adalah bagian dari tema Paulus. Abraham merindukan sebuah Kota yang pendiri dan pembangunnya ialah Allah, tetapi dia tidak menerima janji itu. Dia menerima janji-janji yang lain dalam hidupnya, anak yang dijanjikan lahir di usia lanjutnya, tetapi dia tidak pernah menerima janji Kota itu, perhentian yang ingin dia masuki. Tetapi kita butuh kesabaran. “…37 Sebab sebentar lagi dan Ia yang akan datang, akan datang, dan tidak akan berlambat…”  di mana letak pengharapan kita? Apakah harapan itu ada pada bumi yang direkonstruksi ulang, apakah kita menantikan QAnon (teori konspirasi dan gerakan politik yang mendukung D. Trump) untuk membenahi segala urusan? Atau apakah kita menantikan kembalinya Yesus Kristus, mengetahui bahwa planet ini sedang menantikan eksekusi kematiannya?   “…38 Nah, orang benar akan hidup oleh iman. Tetapi jika siapa pun mengundurkan dirinya, Aku tidak berkenan kepadanya…”  dan inilah inti masalahnya. Saya tidak boleh meninggalkan Substansi setelah saya menerimaNya, lalu kembali lagi ke bayangan. Ayat 39,   “…39 Tetapi kita bukanlah dari mereka yang mengundurkan diri menuju kebinasaan, tetapi dari mereka yang percaya hingga ke penyelamatan nyawa.”

Betapa hebatnya tema ini. Kita harus memeluk kebenaran ini dan melekat padanya karena inilah satu-satunya harapan.

 

 

So let us look at a chiastic structure within this chapter 10 because we are looking at one in every single chapter, and just see how it breaks down. It has an A, B, C, and a B’, A’, with asterixes. In other words, there is a sandwich again of a particular message.

 

Jadi marilah kita lihat struktur kiastik ini yang ada di pasal 10 karena kita menyimak satu di setiap pasal, dan kita lihat saja bagaimana uraiannya. Ini ada A, B, C, dan B’, A’. Dengan kata lain ada isinya di tengah dengan pesan tertentu.

 


A:       Hebrews 10:38 (a),  “now the just shall live by faith”.

A’:      so the antithesis is Hebrews 10:39, “but of them that believe to the saving of the soul”.  

So if you believe, that means you have faith.

So the two outer A's deal with faith and believing in God.

B:       Hebrews 10:38 (b) “but if any man draw back”.

B’:      Verse 39 (a) “but we are not of them that draw back unto perdition”

C:       And then the substance in the middle, verse 38 (c)  “My Soul shall have no pleasure in him”

 

A:       Ibrani 10:38 (a), 38 Nah, orang benar akan hidup oleh iman.”

A’:     Jadi antithesisnya ialah Ibrani 10:39, “tetapi dari mereka yang percaya hingga ke penyelamatan nyawa. 

Jadi jika kita mempercayai, itu berarti kita punya iman.

Jadi kedua A di bagian paling luar berkaitan dengan iman dan mempercayai Allah.

B:       Ibrani 10:38 (b) Tetapi jika siapa pun mengundurkan dirinya

B’:      Ayat 39 (a) 39 Tetapi kita bukanlah dari mereka yang mengundurkan diri menuju kebinasaan”

C:       Lalu substansinya di tengah, ayat 38 (c)  Aku tidak berkenan kepadanya”.

 

 

So we need faith. We must not draw back to perdition because God will have no pleasure in us if we do.  So cling to the Word of God and follow the Shepherd wheresoever He leadeth. John 14:19 says, 19 Yet a little while, and the world seeth Me no more; but ye see Me, because I live, ye shall live also.”

So just a little while, that “little while” is 2’000  years and they are just about up.

And “the world sees Me no more; but ye see Me”, why? Because you have communion with Him you have direct access to the throne of God to the Mercy Seat,  to the ἱλαστήριον [hilastērion] to the propitiation, why? Because He lives, He's not dead. He's not part of a sacrifice dail and He's constantly being sacrificed the way He was sacrificed on the cross. No! By one sacrifice He has forever made perfect. And because He lives, if we believe in Him, we shall live also. Let us pray that we may have the faith of Substance and not walk in the shadow.

Let's pray.

 

Jadi kita butuh iman. Kita tidak boleh mundur kembali ke kebinasaan karena Allah tidak berkenan pada kita jika kita berbuat itu. Maka melekatlah kepada Firman Allah dan ikutilah Sang Gembala ke mana pun Dia menuntun. Yohanes 14:19 berkata, 19 Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi; tetapi kamu melihat Aku, karena Aku hidup, kamu pun akan hidup.”

Jadi sebentar lagi, “sebentar lagi” itu 2’000 tahun, dan mereka hampir jatuh waktu.

Dan  “dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku”,  mengapa? Karena kita punya hubungan dengan Dia, kita punya akses langsung ke takhta Allah, ke takhta Pendamaian, ke ἱλαστήριον [hilastērion]  ke pendamaian, mengapa? Karena Dia hidup, Dia tidak mati. Dia bukan bagian dari kurban harian dan Dia dikurbankan terus-menerus seperti cara pengorbananNya di salib. Tidak! Dengan satu kurban Dia telah menjadikan sempurna untuk selamanya. Dan karena Dia hidup, jika kita mempercayaiNya, kita akan hidup juga. Semoga kita memiliki iman Substansi dan tidak berjalan dalam bayang-bayang.

Mari kita berdoa.

 

 

 

 

23 06 22

 

No comments:

Post a Comment