Sunday, February 14, 2016

THE INWARD OUTWORKING ~ PART 1 ~ STEPHEN BOHR

THE INWARD OUTWORKING - 1
A sermon by Stephen Bohr

Dibuka dengan doa.


Since early in its history, the SDA church has taught consistently that the Sabbath is the seal of God. As far as we know, the first individual to discover this from a study of Scripture was a sea captain by the name of Joseph Bates. In 1846 he wrote a small booklet, and the name of the booklet is “The 7th day Sabbath ~ A Perpetual Sign”. In that booklet he presented the biblical arguments that show beyond any doubt that the Sabbath is the seal of the living God. Now in the course of time, in a very short period of time in fact, Ellen G. White came to agree with Joseph Bates that the Sabbath is indeed the seal of the living God. In fact, unequivocally and repeatedly, Ellen White in her writings states that the Sabbath is the seal of the living God.
And as we begin our study today, I would like to present several of those quotations from the writings of Ellen White where she clearly identifies  the Sabbath as the seal of God. I could read many more statements than the ones that I am bringing here to you, actually I could probably read 20 minutes of statements from the writings of Ellen White where she identifies the Sabbath as the seal of God, but I’ve chosen just a few very clear references from her writings.

Semenjak awal sejarahnya, gereja MAHK sudah secara konsisten mengajarkan bahwa Sabat adalah meterai Allah. Sepanjang pengetahuan kami, orang pertama yang menemukan ini melalui suatu pembelajaran Alkitab adalah seorang kapten laut yang bernama Joseph Bates. Tahun 1846 dia menulis suatu buku kecil, namanya “The 7th Day Sabbath ~ A Perpetual Sign” (Sabat Hari Ketujuh ~ Suatu Tanda yang Abadi.” Di dalam buku ini dia menyampaikan argumentasi-argumentasi alkitabiah yang membuktikan tanpa keraguan sedikit pun bahwa hari Sabat adalah meterai Allah yang hidup.
Nah, seiring berjalannya waktu, dan sebenarnya hanya dalam waktu yang sangat singkat, Ellen G. White sepakat dengan Joseph Bates bahwa Sabat memang adalah meterai Allah yang hidup. Bahkan, secara tegas dan berulang-ulang, dalam tulisan-tulisannya Ellen White menyatakan bahwa Sabat adalah meterai Allah yang hidup.
Dan pada saat kita sekarang mengawali pelajaran kita hari ini, saya ingin menyampaikan beberapa kutipan dari tulisan-tulisan Ellen White di mana dia dengan jelas mengidentifikasi Sabat sebagai meterai Allah. Saya bisa saja membacakan lebih banyak pernyataan lagi daripada apa yang saya sampaikan kalian, malah kira-kira saya bisa membacakan pernyataan-pernyataan tersebut selama 20 menit dari tulisan-tulisan Ellen White di mana dia mengidentifikasi Sabat sebagai meterai Allah, namun saya memilih beberapa yang sangat jelas dari tulisan-tulisannya.


The first of these is found in Signs of the Times, May 13, 1886, and this is what she says, “The Sabbath was placed in the Decalogue…” that is in the Ten Commandments, “…as the seal of the living God, pointing out the Law-giver and making known His right to rule. It was a sign between God and His people, a test of their loyalty to Him.” Now, you’ll notice in this statement that she uses two words interchangeably, the word “seal” and the word “sign”.

Yang pertama ditemukan di Signs of the Times, edisi 13 Mei 1886, dan inilah yang dikatakan Ellen White, Sabat ditempatkan di dalam 10 Hukum…” yaitu 10 Perintah Tuhan, “…sebagai meterai Allah yang hidup, yang menunjuk siapa Sang Pembuat Hukum dan menyatakan hakNya untuk berkuasa. Itu adalah tanda antara Allah dengan umatNya, suatu ujian kesetiaan mereka terhadap Dia.” Nah, kalian perhatikan dalam pernyataan ini, Ellen White memakai dua kata secara bergantian, yaitu kata “meterai” dan kata “tanda”.


The next statement is found in the book Patriarchs and Prophets pg 307. This is one of the 5 books of the conflict series, and in Patriarchs and Prophets pg 307 once again she identifies the 4th commandment, the Sabbath commandment as the seal of God. This is what she states:  The fourth commandment is the only one of all the ten in which are found both the name and the title of the Lawgiver. It is the only one that shows by whose authority the law is given. Thus it contains the seal of God, affixed to His law as evidence of its authenticity and binding force.”
So she says that the Sabbath commandment contains the seal of God and there it is affixed to His law.

Pernyataan berikutnya ditemukan di buku Patriarchs and Prophets, hal. 307. Ini adalah salah satu dari 5 buku serial konflik. Dan di Patriarchs and Prophets hal. 307, sekali lagi Ellen White mengidentifikasi hukum ke-4, hukum hari Sabat sebagai meterai Allah. Inilah pernyataannya: Perintah yang keempat adalah satu-satunya dari antara ke sepuluh perintah di mana tercantum nama dan jabatan Sang Pembuat Hukum. Itu adalah satu-satunya yang menunjukkan oleh wewenang Siapa hukum itu diberikan. Dengan demikian, hukum ke-4 itu berisikan meterai Allah, yang dipasang pada HukumNya sebagai bukti keasliannya dan kuasanya yang mengikat.”
Jadi Ellen White berkata bahwa perintah hari Sabat berisikan meterai Allah, dan di sana dia terpasang pada Hukum Allah.


The next statement that I would like to read,  comes from Signs of the Times, November 1, 1899. Once again she’s clear that the seal of God is the Sabbath.  This is what she writes inspired by God’s Holy Spirit: “The Sabbath of the 4th commandment is the seal of the living God…” and now notice she uses another synonymous word. She says, “…It points to God as the Creator and it is the sign of His rightful authority over the beings He has made.” Once again she uses “seal” and “sign” interchangeably.

Pernyataan berikutnya yang ingin saya bacakan berasal dari Signs of the Times, edisi 1 November 1899. Sekali lagi Ellen White sangat jelas mengatakan bahwa meterai Allah adalah Sabat. Inilah yang ditulisnya di bawah inspirasi Roh Kudus Tuhan: “Sabat dari Hukum keempat adalah meterai Allah yang hidup…” dan sekarang perhatikan dia memakai kata lain yang bersinonim dengannya. Ellen White berkata, “…Itu menunjuk Tuhan sebagai Sang Pencipta, dan itu adalah tanda autoritasNya yang sah atas semua makhluk yang telah diciptakanNya.” Sekali lagi Ellen White memakai kata “meterai” dan “tanda” bergantian.


The next statement ~ we’ll read a couple of more statements ~ Special Testimony to Battle Creek, 1898. On page 6 of this testimony she states once again interchangeably “sign” and “seal”: The sign or seal of God is the observance of the 7th day Sabbath…” there she identifies the “seal” as the observance of the 7th day Sabbath. So she says, “The sign or seal of God is the observance of the 7th day Sabbath, and the Lord’s memorial of His work of creation.”

Pernyataan berikutnya ~ kita akan membaca dua pernyataan lagi ~ Special Testimony to Battle Creek, 1898. Di hal. 6 dari testimoni ini Ellen White sekali lagi menyatakan dengan memakai kata “tanda” dan “meterai” secara bergantian: “Tanda atau meterai Allah adalah pemeliharaan Sabat hari ketujuh…” di sana dia mengidentifikasi “meterai” sebagai pemeliharaan Sabat hari ketujuh. Jadi dia berkata, “Tanda atau meterai Allah adalah pemeliharaan Sabat hari ketujuh, dan juga peringatan Tuhan akan pekerjaanNya mencipta.”



One final statement that I would like to read comes from Manuscript Releases Vol. 4 pg 425, where she states, “The truth in regard to the Sabbath of the Lord is to be proclaimed. The 7th day is to be shown to be the seal of the living God.”

Satu pernyataan terakhir yang ingin saya bacakan berasal dari Manuscript Releases Vol. 4 hal. 425 di mana Ellen White menyatakan, “Kebenaran tentang Sabat Tuhan harus dikumandangkan. Hari yang ketujuh harus ditunjukkan sebagai meterai Allah yang hidup.”


So time after time after time in her writings she states that the Sabbath is the seal or the sign of God.
But now we have a problem. Ellen White appears to contradict the testimony of Scripture and I emphasize the word “appears” because she doesn’t really contradict Scripture.
You see, there are 3 verses in the writings of the apostle Paul where he identifies the seal as the Holy Spirit or he relates the seal to the Holy Spirit. And so some people within the SDA church and many outside the SDA church criticize Ellen White and they say, “She said that the Sabbath was the seal of God when Scripture makes it very, very clear that the seal is the Holy Spirit.” Now, is there really a discrepancy? Or upon further scrutiny and more careful consideration is there no contradiction between Ellen White and Scripture? I believe that there is no contradiction. We have to study this thing carefully and not come to hasty, quick conclusions.

Jadi berulang-ulang dalam tulisannya Ellen White menyatakan bahwa Sabat adalah meterai atau tanda Allah.
Tetapi sekarang kita punya masalah. Ellen White tampaknya seakan-akan mengkontradiksi testimoni dari Alkitab, dan saya menekankan kata “tampaknya seakan-akan” karena sesungguhnya dia tidak mengkontradiksi Alkitab.
Kalian lihat, ada tiga ayat dari tulisan rasul Paulus di mana dia mengidentifikasi meterai itu sebagai Roh Kudus, atau dia mengaitkan meterai itu kepada Roh Kudus. Maka beberapa orang dalam gereja MAHK dan banyak orang di luar gereja MAHK, mengkritik Ellen White dan mereka berkata, “Dia bilang Sabat itulah meterai Allah, padahal Alkitab dengan amat sangat jelas menyatakan meterai itu Roh Kudus.”
Nah, apakah memang ada perbedaan? Atau setelah dipelajari lebih jauh dan dengan pertimbangan yang lebih teliti, tidak ada kontradiksi antara Ellen White dengan Alkitab? Saya yakin tidak ada kontradiksi. Kita harus mempelajari hal ini dengan teliti dan tidak tergesa-gesa menarik kesimpulan.


Allow me to read the 3 statements from the writings of the apostle Paul where he identifies the Holy Spirit as the Seal or as the Sealer.
The first is found in Ephesians 1:13-14, here the apostle Paul inspired by God’s Spirit, says, “In Him…”  that is in Jesus, “…you also trusted, after you heard the word of truth, the gospel of your salvation; in whom also, having believed…”  that is, we believe in Jesus,   “…you were sealed with the Holy Spirit of promise, 14 who is the guarantee of our inheritance until the redemption of the purchased possession, to the praise of His glory.” Explicitly the apostle Paul said,  “…you were sealed with the Holy Spirit of promise”
So Ellen White says the seal is the Sabbath, the apostle Paul appears to say that the seal is the Holy Spirit.

Izinkan saya membacakan 3 pernyataan dari tulisan rasul Paulus di mana dia mengidentifikasi Roh Kudus sebagai Meterai atau sebagai Pemeterai.
Yang pertama terdapat di Efesus 1:13-14, di sini rasul Paulus yang terinspirasi oleh Roh Tuhan berkata, “Di dalam Dia…”  maksudnya di dalam Yesus,   “… kamu juga percaya, setelah kamu mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia  juga, setelah kamu percaya…”  maksudnya kita percaya dalam Yesus,   “…kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu. 14 Yang adalah jaminan warisan kita sampai penebusan yang menjadikan kita milik Allah, terpujilah kemuliaanNya.” [NKJV yang diindonesiakan].
Secara eksplisit rasul Paulus berkata, “…kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu…”
Jadi Ellen White berkata, meterai itu Sabat; rasul Paulus tampaknya berkata meterai itu Roh Kudus.


The second text from the writings of the apostle Paul is found in Ephesians 4:30. Once again the apostle Paul relates the seal of God to the Holy Spirit. This is what he states: “And do not grieve the Holy Spirit of God, by whom you were sealed for the day of redemption.” Once again Holy Spirit and seal used together.

Teks kedua berasal dari tulisan rasul Paulus yang terdapat di Efesus 4:30. Sekali lagi rasul Paulus menghubungkan meterai Allah kepada Roh Kudus. Inilah yang dikatakannya:
“Dan janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu untuk hari penebusan.”[NKJV yang diindonesiakan]
Sekali lagi Roh Kudus dan meterai dipakai bersama-sama.


The third text from the writings of apostle Paul is found in 2 Corinthians 1:21-22. Once again the apostle Paul relates the seal to the work of the Holy Spirit. And this is how it reads: “Now He who establishes us with you in Christ and has anointed us is God, 22 who also has sealed us and given us the Spirit in our hearts as a guarantee.” Now we have a very important little clue here, in this verse, where the seal is placed. Let’s read it again, “Now He who establishes us with you in Christ and has anointed us is God, 22 who also has sealed us and given us the Spirit…”  where?  Oooo, this is a critically important detail,   “…in our hearts as a guarantee.”
So the apostle Paul is speaking about the internal work of the Holy Spirit in the human heart. That’s a very important clue.

Teks ketiga dari tulisan rasul Paulus terdapat di 2 Korintus 1:21-22. Sekali lagi rasul Paulus mengaitkan meterai kepada pekerjaan Roh Kudus. Dan demikianlah yang tertulis: Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus dan yang telah mengurapi kami, adalah Allah, 22 Yang juga telah memeteraikan kita dan memberi kita Roh di dalam hati kita sebagai jaminan.” [NKJV yang diindonesiakan].
Nah, di sini kita mendapatkan suatu petunjuk kecil yang sangat penting, di ayat ini, yaitu di mana meterai tersebut ditempatkan. Mari kita  baca lagi, Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus dan yang telah mengurapi kami, adalah Allah, 22 Yang juga telah memeteraikan kita dan memberi kita Roh…”   di mana? Oooo, ini adalah detail yang amat sangat penting, “…di dalam hati kita sebagai jaminan.”
Jadi, rasul Paulus berbicara tentang pekerjaan Roh Kudus di batin kita, di hati manusia. Ini adalah petunjuk yang sangat penting.


Now, how do we resolve this seaming discrepancy or this apparent discrepancy between what Ellen White says about the seal of God and what the apostle Paul has to say about the seal of God? The fact is that we are going to notice that Ellen White and the apostle Paul are emphasizing two different sides of the same truth. Ellen White is emphasizing the external visible whereas the apostle Paul is emphasizing the internal, invisible work of the Holy Spirit. In other words they are not contradicting one another, they are complementing one another. They are actually two sides of one coin. Ellen White is emphasizing the external evidence of the internal work of the Holy Spirit and the apostle Paul is emphasizing the internal work of the Holy Spirit in the human heart. There is no contradiction.

Nah, bagaimana kita membereskan perbedaan yang seolah-olah muncul antara apa yang dikatakan Ellen White tentang meterai Allah dan apa yang dikatakan rasul Paulus tentang meterai Allah ini? Faktanya, kita akan melihat bahwa Ellen White dan rasul Paulus menekankan dua sisi yang berbeda dari satu kebenaran yang sama. Ellen White menekankan bagian luarnya yang tampak, sementara rasul Paulus menekankan bagian batinnya, pekerjaan Roh Kudus yang tidak tampak. Dengan kata lain, mereka bukannya bertentangan satu sama lain, mereka melengkapi satu sama lain. Mereka sebenarnya adalah dua sisi dari satu mata uang.
Ellen White menekankan bukti luar dari pekerjaan Roh Kudus di dalam kita, dan rasul Paulus menekankan pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia. Jadi tidak ada kontradiksi.


Now I’d like to use a biblical example ~ actually we are going to use 3 biblical examples ~ to illustrate this relationship between the internal and the external so that we understand it a little bit better.
And the first example that we are going to use is the example of circumcision. Now, circumcision of course was an external act that God commanded Israel to perform. Let’s read Leviticus 12:3, you’ll notice that the external act, the physical act of circumcision was commanded by God. It says there, “And on the eighth day the flesh of his foreskin shall be circumcised.” It doesn’t say that it’s optional, God is saying that his flesh “shall be circumcised”.  Is that an order? It most certainly is an order. Is it speaking about the external act of circumcision? It most certainly is, the physical act.
Now, how important was the external act of circumcision? Genesis 17:14 tells us how important circumcision was, the external act itself. It says there in Genesis 17:14 “And the uncircumcised male child, who is not circumcised in the flesh of his foreskin…”  is this a physical act, yes or no? Absolutely.   “…in the flesh of his foreskin, that person shall be…”  what?   “…shall be cut off from his people; he has broken My covenant."
Was the external act a matter of life and death? Absolutely. God says, “If you are not circumcised physically and externally you’ll be cut off from My people and you have broken My covenant.” This was such a serious thing, folks, that one time Moses was coming back from Midian to Egypt, and on the way the Bible says that the Lord met him. Now Ellen White clarifies that God sent an angel to meet him. And the Lord ~ it says in Exodus ~ threatened to kill Moses. And the reason  why He threatened to kill Moses was to emphasize and underline the extreme importance of a ceremony that Moses had neglected to perform on his son. Moses had not circumcised his son, because his wife did not want his son to be circumcised. But Moses went back home and he told his wife what happened and she herself circumcised their son when she heard what a serious matter this was. Now, if you want to read this story, by the way, it’s found in Exodus 4:24-26. So the external act of circumcision was the sign of the covenant, it was a very important thing.

Sekarang, saya ingin memakai suatu contoh dari Alkitab ~ sebenarnya kita akan memakai tiga contoh ~ untuk mengilustrasikan hubungan antara bagian batin dan bagian lahir ini supaya kita bisa memahaminya sedikit lebih baik lagi.
Dan contoh pertama yang akan kita pakai adalah contoh sunat.
Nah sunat tentunya adalah suatu tindakan lahiriah yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan umat Israel. Mari kita baca Imamat 12:3, kalian akan melihat bahwa tindakan lahiriah ini, tindakan fisikal sunat diperintahkan oleh Tuhan. Dikatakan di sana, Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu.” Tidak disebutkan bahwa ini adalah opsional, Tuhan berkata bahwa daging kulit itu “haruslah dikerat”. Apakah ini suatu perintah? Jelas sekali ini suatu perintah. Apakah ini berbicara tentang tindakan lahiriah penyunatan? Jelas sekali, ini adalah suatu tindakan lahiriah.
Nah, seberapa pentingkan tindakan lahiriah penyunatan ini? Kejadian 17:14 memberitahu kita betapa pentingnya penyunatan itu, tindakan lahiriah itu sendiri. Dikatakan di Kejadian 17:14, Dan anak laki-laki yang tidak disunat pada kulit khatannya…”  apakah ini tindakah lahiriah, ya atau tidak? Betul sekali,  “…pada kulit khatannya, maka orang itu harus…” apa?  “…harus dilenyapkan dari bangsanya: ia telah melanggar perjanjian-Ku.” [NKJV yang diindonesisakan]
Apakah tindakan lahiriah ini masalah hidup dan mati? Betul sekali. Tuhan berkata, “Jika kamu tidak disunat secara fisik dan lahiriah, kamu akan dilenyapkan dari umatKu, dan kamu telah melanggar perjanjianKu.” Hal ini sedemikian seriusnya, Saudara-saudara, hingga suatu kali dalam perjalanannya kembali dari Midian ke Mesir, menurut Alkitab, di tengah jalan Tuhan menjumpai Musa. Nah, Ellen White menjelaskan bahwa Tuhan mengirimkan seorang malaikat untuk menemuinya. Dan Tuhan ~ dikatakan di Keluaran ~ mengancam akan membunuh Musa. Dan alasannya mengapa Tuhan mengancam akan membunuh Musa adalah untuk menekankan dan menggarisbawahi betapa pentingnya upacara yang telah dilalaikan Musa untuk dijalankan pada anaknya. Musa tidak menyunat anaknya karena istrinya tidak mau anaknya disunat. Tetapi Musa pulang dan memberitahu istrinya apa yang terjadi, dan pada waktu istrinya mendengar betapa seriusnya masalah ini, istrinya sendiri yang menyunat anak mereka. Nah, jika kalian mau membaca kisahnya ada di Keluaran 4:24-26. Jadi tindakan lahiriah penyunatan merupakan tanda perjanjian Tuhan, itu adalah hal yang sangat penting.


But there was a deeper meaning to circumcision. There is something internal that needed to exist in order for the external act to have value. And in order to understand this we must analyze the experience of Abraham.  Go with me to Genesis 15:6. Here God comes to Abraham in a dream and tells Abraham that he is going to have a son in his old age. This will be the son of the promise from whom the Seed will come, from whom the Messiah would come. In fact we know that Abraham understood this because the Lord Jesus in John 8:56 speaking to the Jews said, “Your father Abraham rejoiced to see My day, and he saw it and was glad." Did Abraham understand that through him the Messiah was going to come? Absolutely. Now did Abraham believe what God had told him?  Absolutely. Genesis 15:6 says, “And he believed in the LORD, and He accounted it to him for…”  what?   “…He accounted it to him for  righteousness.”
How did Abraham become righteous? He became righteous by an internal act of what? Of faith. He believed God. And by the way, belief is something that takes place in the heart, the New Testament speaks about believing in the heart. In other words Abraham believed in the Lord in his heart, and that was an internal act of Abraham. And the Bible says, that at the moment he believed it was reckoned to him as righteousness. In other words God took the righteousness that the Messiah would develop and He placed it to Abraham’s account and Abraham was looked upon as if he had never sinned.

Tetapi ada makna yang jauh lebih mendalam mengenai penyunatan. Ada sesuatu yang harus ada di dalam batin supaya tindakan lahiriah tersebut memiliki nilai. Dan untuk memahami ini kita harus menganalisa pengalaman Abraham. Marilah bersama saya ke Kejadian 15:6. Di sini Tuhan datang kepada Abraham dalam mimpi dan memberitahu Abraham dia akan memiliki seorang anak laki-laki di masa tuanya. Ini adalah anak perjanjian dari mana Benih itu akan muncul, dari mana Sang Mesias akan datang. Bahkan kita tahu bahwa Abraham memahami ini karena Tuhan Yesus di Yohanes 8:56 ketika berbicara kepada orang Yahudi, berkata,Abraham bapamu bersukacita melihat hari-Ku, dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita." [NKJV yang diindonesiakan].   Apakah Abraham memahami bahwa melalui dia Sang Mesias akan datang? Tentu saja. Nah, apakah Abraham percaya pada apa yang dikatakan Tuhan kepadanya? Tentu saja. Kejadian 15:6 berkata, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai…”  apa?   “…TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”
Bagaimana Abraham dibenarkan? Dia dibenarkan oleh suatu perbuatan di dalam batinnya, perbuatan apa? Perbuatan iman.  Dia mempercayai Tuhan. Dan ketahuilah, percaya adalah sesuatu yang terjadi di dalam hati. Perjanjian Baru berbicara mengenai percaya di dalam hati. Dengan kata lain, Abraham percaya dalam Tuhan di hatinya, dan itu adalah perbuatan yang batiniah darinya. Alkitab berkata, pada saat dia percaya itulah, itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Dengan kata lain, Tuhan mengambil kebenaran yang nanti akan diciptakan oleh Sang Mesias, dan Dia memperhitungkannya sebagai milik Abraham, dan Abraham dianggap seolah-olah dia tidak pernah berbuat dosa.


Now, by the way this act of circumcision took place when Abraham was 84 years old. Very interesting. 84 years old. Not the act of circumcision but actually the believing in God, and being accounted as righteousness. Now, we come to circumcision in Genesis 17:24. Now Abraham is 99 years old, how many years have passed since he believed the Lord and it was reckoned to him as righteousness? 15 years have gone by. Abraham had not been circumcised. He believed in the Lord and it was accounted to him as righteousness. But now if you read this text Genesis 17:24 the Lord tells Abraham to get circumcised.
Now, the apostle Paul reminisces about this experience and explains the meaning of it. We need to understand that Abraham was saved when he believed God, it was reckoned to him as righteousness. But he was not circumcised until 15 years later, in fact we are going to notice that circumcision was the sign or the visible announcement that he had believed the Lord and the Lord had given him His righteousness. Now the apostle Paul explains the experience of Abraham, the theological meaning of it. Go with me to Romans 4:11-12, here the apostle Paul is speaking about this experience of Abraham believing in God and then later on being circumcised. This is what he says inspired by God’s Spirit: “And he received the sign of circumcision…”  what was circumcision? It was a sign.   “…he received the sign of circumcision, a seal…”  interchangeably   “…a seal  of the righteousness of the faith which he had while still…”  what?   “…uncircumcised, that he might be the father of all those who believe, though they are uncircumcised, that righteousness might be imputed to them also, …”  verse 12   “… 12 and the father of circumcision to those who not only are of the circumcision, but who also walk in the steps of the faith which our father Abraham had while still uncircumcised.” Are you understanding the apostle Paul’s argument? He is saying that Abraham was saved when he was 84 years old, when he believed God and it was accounted to him as righteousness. But the circumcision was given as a what? As the sign or the visible seal of the experience of salvation that had come to the heart of Abraham.
And so you have the internal experience and you have the external rite of circumcision as an announcement of visible manifestation of that experience.

Nah, ketahuilah, tindakan penyunatan itu terjadi pada saat Abraham berusia 84 tahun (maaf ya, Pak Stephen Bohrnya lagi ngantuk, tapi teruskan saja membaca nanti dia ralat sendiri). Sangat menarik. Usia 84. Oh, bukan tindakan penyunatannya, tapi yang benar adalah saat Abraham percaya pada Tuhan dan diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Nah, kita tiba di Kejadian 17:24. Sekarang Abraham berusia 99 tahun. Berapa tahun sudah yang lewat sejak dia percaya pada Tuhan dan diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran? 15 tahun sudah lewat. Abraham belum disunat. Dia percaya kepada Tuhan, dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Tetapi sekarang kita  baca teks di Kejadian 17:24, Tuhan menyuruh Abraham untuk disunat.  
Nah, rasul Paulus mengingat pengalaman ini dan menjelaskan maknanya. Kita perlu memahami bahwa Abraham diselamatkan ketika dia percaya kepada Tuhan, itu yang diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Tetapi dia tidak disunat hingga lewat 15 tahun kemudian. Bahkan kita akan melihat bahwa sunat adalah pertanda atau pernyataan lahiriah bahwa dia telah percaya kepada Tuhan dan Tuhan telah memberikan kepadanya kebenaranNya.
Sekarang rasul Paulus menjelaskan pengalaman Abraham, makna theologisnya. 
Marilah bersama saya ke Roma 4:11-12, di sini rasul Paulus berbicara mengenai pengalaman ini, bagaimana Abraham percaya pada Tuhan dan kemudian dia disunat. Inilah yang dikatakannya di bawah inspirasi Roh Tuhan: Dan tanda sunat itu diterimanya…”  sunat itu apa? Suatu tanda.  “…Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai…”  kata yang dipakai bergantian, “…meterai  kebenaran dari iman yang dimilikinya saat belum…”  apa?   “…bersunat. Agar ia dapat menjadi bapa semua orang percaya walaupun mereka tak bersunat, supaya kebenaran boleh diperhitungkan kepada mereka juga…”  ayat 12   “…12 dan juga menjadi bapa sunat, bagi mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.” [NKJV yang diindonesiakan]
Apakah kalian paham argumentasi rasul Paulus? Rasul Paulus berkata bahwa Abraham sudah diselamatkan ketika berusia 84 tahun, ketika dia percaya kepada Tuhan dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Tetapi sunat diberikan sebagai suatu apa? Suatu tanda, atau meterai lahiriah dari pengalaman diselamatkan yang telah ada di hati Abraham.
Maka di sini ada pengalaman batiniah, dan ada ritus lahiriah penyunatan, sebagai pernyataan manifestasi lahiriah dari pengalaman tersebut.


Now the Bible tells us that circumcision was much more than just taking the foreskin from the human body. I want you to notice the deeper dimension of circumcision. It wasn’t only an external act. The external act only had meaning if you had the internal experience. Let’s read several texts.
Deuteronomy 30:6, here Moses is speaking to the children of Israel and he says ~ inspired by God’s Spirit ~ the following, “And the LORD your God will circumcise…”  what? Aha! Is that internal experience? Absolutely!   “…the LORD your God will circumcise  your heart and the heart of your descendants…”  what does that mean circumcise your  heart? He explains,  “… to…”  what?   “…to love the LORD your God with all your heart and with all your soul, that you may live.”
Was there something internal about circumcision? Absolutely. The external act of circumcision without the internal experience was valueless.

Nah, Alkitab memberitahu kita bahwa penyunatan itu lebih dari sekadar mengerat kulit khatan dari tubuh manusia. Saya mau kalian melihat dimensi yang lebih mendalam dari penyunatan. Itu bukanlah hanya suatu tindakan lahiriah. Tindakan lahiriahnya hanya punya arti jika orang itu memiliki pengalaman batiniahnya. Mari kita  baca beberapa teks.
Ulangan 30:6, di sini Musa berbicara kepada umat Israel dan dia berkata ~ diilhami oleh Roh Tuhan ~ seperti yang berikut, “Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat…”  apa? Aha! Apakah itu pengalaman batiniah? Tentu saja  “…TUHAN Allahmu akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu…”  apa maksudnya menyunat hati? Paulus menjelaskannya,   “… agar…”  apa?   “…agar engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau boleh hidup.” [NKJV yang diindonesiakan].
Apakah ada sesuatu yang batiniah tentang penyunatan? Tentu saja. Tindakan lahiriah penyunatan tanpa pengalaman batiniahnya tidak ada nilainya.


Notice Deuteronomy 10:16, the same idea of circumcision being the internal experience and the outward circumcision just as the visible manifestation. Notice what we find in Deuteronomy 10:16 “Therefore circumcise the foreskin of your heart, and be stiff-necked no longer.” Being stiff necked means bullheaded, full of yourself. In other words what is meant by circumcising the foreskin of your heart? It means that your selfishness is what? Broken in your heart.

Perhatikan Ulangan 10:16, ide yang sama tentang penyunatan sebagai pengalaman batiniah, dan sunat jasmani yang hanya sebagai manifestasi lahiriah. Perhatikan apa yang kita dapati di Ulangan 10:16 Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk.” Tegar tengkuk berarti kepala batu, percaya diri. Dengan kata lain apa yang dimaksud dengan menyunat hati? Artinya keegoisan dirimu diapakan? Dipatahkan di dalam hatimu.


Now the apostle Paul also reminiscing about his own personal experience with the Lord, how before he was a Christian, he boasted you know, about being from the tribe of Benjamin, circumcised the 8th day, and so on, he says, “All of that I discovered was valueless without Jesus Christ.” Notice what he had to say about circumcision in Philippians 3:3, he tells the story of his conversion, how he thought before and how he thought afterwards. Philippians 3:3 the apostle Paul says, “For we are the circumcision, who…”  what?   “…who  worship God…”  who worship God how?   “…in the Spirit, rejoice in Christ Jesus, and have no confidence in the flesh…” In other words we don’t have confidence in circumcision as a saving act. He says, “For we are the circumcision, who worship God in the Spirit, rejoice in Christ Jesus, and have no confidence in the flesh…” Is circumcision deeper than just the physical act? Absolutely.

Sekarang rasul Paulus juga mengingat pengalamannya sendiri bersama Tuhan, bagaimana sebelum dia menjadi orang Kristen dia menyombongkan diri, kalian tahu, bahwa dia berasal dari suku Benyamin, disunat pada hari ke-8, dan sebagainya, dia berkata, “Semua itu, aku sadari tidak ada nilainya tanpa Yesus Kristus.” Perhatikan apa yang dikatakannya tentang sunat di Filipi 3:3, dia menceritakan kisah pertobatannya, bagaimana cara berpikirnya sebelum itu dan bagaimana sesudahnya. Filipi 3:3 rasul Paulus berkata, “karena kitalah sunat itu, yang…”  apa?   “…yang beribadah kepada Allah…”  yang beribadah kepada Allah bagaimana? “…dalam Roh, dan bersukacita dalam Kristus Yesus, dan tidak mengandalkan daging…”  Dengan kata lain kita tidak mengandalkan sunat sebagai tindakan yang menyelamatkan. Paulus berkata,   “karena kitalah sunat itu, yang beribadah kepada Allah dalam Roh, dan bersukacita dalam Kristus Yesus, dan tidak mengandalkan daging.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apakah sunat itu maknanya jauh lebih dalam daripada sekadar tindakan jasmani? Tentu saja.


Let’s notice one more text, Romans 2:28-29 where the apostle Paul once again is speaking about the internal meaning of circumcision. He says there in Romans 2:28-29, “For he is not a Jew who is one outwardly…”  what identified a Jew? Circumcision. The apostle Paul is saying,   “…For he is not a Jew who is one outwardly, nor is circumcision that which is…”  what?   “…outward in the flesh…”  by the way was it important to be circumcised in the flesh? Did we notice that? The apostle Paul is not saying, “Oh, you know that command that God gave wasn’t important.” No, no, no, he is saying there has to be something deeper. So he says,   “…he is not a Jew who is one outwardly, nor is circumcision that which is outward in the flesh; 29 but he is a Jew who is one…”  what?  “…inwardly…”  see, here you have the outward and you have inward,  “…he is a Jew who is one inwardly; and circumcision is that of the…”  what?   “… of the heart…”  and then he says,  “…in the…”  what?   “…in the Spirit, not in the letter; whose praise is not from men but from God.”

Mari kita perhatikan satu teks lagi, Roma 2:28-29 di mana rasul Paulus sekali lagi berbicara tentang makna batiniah sunat. Dia berkata di sana, Roma 2:28-29, Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi…”  apa ciri khas orang Yahudi? Disunat. Rasul Paulus berkata,   “…Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi,  dan sunat  bukanlah…”  apa?   “… sunat lahiriah pada daging…”  apa disunat secara jasmani itu penting? Apakah kita tadi sudah menyimak hal itu? Rasul Paulus tidak berkata, “Oh, perintah yang diberikan Tuhan itu tidak penting.” Tidak, tidak, tidak, dia berkata harus ada sesuatu yang lebih mendalam. Jadi Paulus berkata,   “…Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan sunat  bukanlah sunat lahiriah pada daging. 29 Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang…”  apa?   “…Yahudi secara batiniah; dan sunat adalah yang…”  apa?   “…yang di dalam hati…”  kemudian katanya,   “… secara…”  apa?   “…secara Roh, bukan secara harafiah;   maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” [NKJV yang diindonesiakan]


Does circumcision have an external dimension, a physical dimension visible? Absolutely. Does it also have a invisible, internal dimension? Circumcision? Absolutely. One thing does not annul the other, they are two sides of one coin.

Apakah sunat memiliki dimensi lahiriah, suatu dimensi jasmani yang tampak? Tentu saja. Apakah dia juga memiliki suatu dimensi batiniah yang tidak tampak? Sunat? Tentu saja. Yang satu tidak membatalkan yang lain, mereka adalah dua sisi mata uang yang sama.


Now, let me make something very clear about circumcision.
·       Circumcision was clearly established as a Jewish institution.
·       It was established after the entrance of sin.
·       Furthermore the Bible makes it clear, and that is going to be our next point, that baptism replaced circumcision.  The New Testament, the apostle Paul makes that clear that circumcision was replaced by baptism.
·       Furthermore the Jerusalem Council made it explicit that people no longer needed to be circumcised, that circumcision was done away with.
Reviewing once again, this is very important, circumcision was clearly established as a Jewish institution. It was established after sin. It was replaced by baptism according to the clear testimony of the New Testament, and  the Jerusalem Council in Acts 15 makes it very clear that circumcision no longer needs to be observed. Not so with the Sabbath.

Sekarang, saya mau menjelaskannya dengan sangat jelas tentang sunat ini:
·       Sunat jelas diciptakan sebagai suatu lembaga Yahudi.
·       Sunat diadakan setelah masuknya dosa.
·       Lebih jauh, Alkitab menjelaskan ~ dan ini akan menjadi poin pembahasan kita berikutnya ~ bahwa baptisan telah menggantikan penyunatan. Perjanjian Baru, rasul Paulus menyatakannya dengan jelas bahwa penyunatan digantikan oleh baptisan.
·       Selain itu, Konsili Yerusalem dengan sangat jelas menyatakan bahwa orang tidak perlu disunat lagi, bahwa penyunatan sudah dihapuskan.
Mengulang sekali lagi ~ ini sangat penting ~ penyunatan jelas diadakan sebagai suatu lembaga Yahudi. Dia diadakan setelah dosa. Dia digantikan oleh baptisan menurut pernyataan jelas dari Perjanjian Baru, dan Konsili Yerusalem di Kisah pasal 15 menyatakan dengan jelas bahwa penyunatan tidak lagi perlu dilakukan. Tidak demikian dengan pemeliharaan Sabat.


Now, I need to clarify that the reason I am using circumcision is not to draw a precise parallel between circumcision and the Sabbath. I am using circumcision just to show that there are rites and ceremonies that God gave that have an internal dimension and have an external dimension. I am only using this as an example so that we can then understand how the Sabbath has an internal meaning and has an external meaning. Now the Sabbath is different from circumcision.
·       However, in the sense that the Sabbath was created before sin, the Bible makes that clear.
·       The Sabbath was made for all people.
·       The Sabbath was made for man.
·       And there is no evidence in the New Testament whatsoever, that Sunday or something else replaced the Sabbath and that we no longer have to keep the Sabbath.
In other words the Sabbath is in a different category than circumcision. The only reason I am using circumcision, and I will use baptism and some other rites as well, is so that we can see that there is no conflict between the internal and the external but they actually complement one another.

Nah, saya perlu menjelaskan alasan saya memakai sunat sebagai contoh bukanlah untuk memberikan paralel yang persis sama antara sunat dengan Sabat. Saya memakai sunat untuk menunjukkan bahwa ada ritus-ritus dan upacara-upacara yang pernah diberikan Tuhan yang memiliki dimensi batiniah dan dimensi lahiriah. Saya hanya memakai ini sebagai contoh supaya kita bisa memahami bagaimana Sabat juga memiliki makna batiniah dan makna lahiriah. Nah, Sabat jelas berbeda dengan sunat.
·       Nah, Alkitab jelas menyatakan bahwa Sabat ini diciptakan sebelum masuknya dosa.
·       Sabat dibuat untuk semua orang.
·       Sabat dibuat untuk manusia.
·       Dan tidak ada bukti sama sekali di Perjanjian Baru bahwa hari Minggu atau sesuatu yang lain telah menggantikan Sabat, dan bahwa kita tidak perlu lagi memelihara Sabat.
Dengan kata lain, Sabat ini berada di kategori yang berbeda dengan sunat. Satu-satunya alasan saya memakai sunat ~ dan saya akan memakai baptisan dan ritus-ritus lainnya juga ~ adalah supaya kita bisa melihat bahwa tidak ada konflik antara yang batiniah dengan yang lahiriah, tetapi justru mereka saling melengkapi.



Now I mentioned that according to Scripture baptism takes the place of circumcision. Now let’s examine  that concept in Colossians 2:11-12. Here the apostle Paul explicitly states that circumcision has been replaced by baptism. This is what he says, “In Him…”  that is in Jesus,   “…you were also circumcised with the circumcision made…”  how? Oh, this is not physical circumcision!   “…with the circumcision made without hands…”  now what does that mean? “…by putting off the body of the sins of the flesh…”  so what does the foreskin represent? It represents the sins of the what?   “…of the flesh, by the circumcision of Christ…”  now, what is the circumcision of Christ that removes the foreskin spiritually speaking? Notice verse 12,  “… 12 buried with Him in…”  what?   “…in baptism…”  So what replaces circumcision? Baptism!  “…buried with Him in baptism, in which you also were raised with Him through faith in the working of God, who raised Him from the dead.”
So baptism replaces circumcision by the clear testimony of the New Testament. Not so with the 7th day Sabbath.

Nah, saya sudah menyinggung bahwa menurut Alkitab, baptisan menggantikan tempat sunat. Sekarang mari kita periksa konsep tersebut di Kolose 2:11-12. Di sini rasul Paulus dengan jelas menyatakan bahwa sunat telah digantikan oleh baptisan. Inilah yang dikatakannya, Dalam Dia…”  maksudnya dalam Yesus,  “…kamu telah disunat, oleh sunat yang…”  oh, ini bukan sunat jasmani! “…oleh sunat yang dilakukan bukan dengan tangan…”  nah, apa maksudnya ini? “…yang memisahkan tubuh dari dosa-dosa kedagingan…”  jadi kulit khatan itu melambangkan apa? Melambangkan dosa-dosa apa?    “…dosa-dosa kedagingan, yaitu dengan sunat Kristus…”  nah, apa itu sunat Kristus yang menghilangkan kulit khatan secara rohani? Perhatikan ayat 12, “…12 dikuburkan bersama Dia dalam…”  apa?   “…dalam baptisan…”  Jadi apa yang menggantikan sunat? Baptisan!  “…dikuburkan bersama Dia dalam baptisan, di mana kamu juga dibangkitkan bersama Dia melalui iman karena pekerjaan Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” [NKJV yang diindonesiakan].
Jadi baptisan menggantikan sunat berdasarkan kesaksian jelas Perjanjian Baru. Tidak demikian dengan Sabat hari ketujuh.


Now, let’s talk a little bit about baptism, which is a ceremony that now the Christian church celebrates instead of circumcision which was done away with. Is there an internal and an external dimension to the rite or to the ceremony of baptism? Most certainly yes. Go with me to Mark 16 and we’ll read verses 15 and 16, and we are going to read it carefully, because this passage has the internal as well as the external. Notice Mark 16:15-16. This is the great commission that Jesus gives to His disciples, “And He said to them, ‘Go into all the world and preach the gospel to every creature…”  Now, listen carefully,   “…16 He who believes…”  is that an internal act? The New Testament says you believe with your heart. Abraham believed God and it was accounted to him as righteousness. So, it says, “…He who believes it’s not necessary for them to be baptized…”  Is that what He says? A-a! It’s not “either or”, but “both and.” He says,   “…He who believes…”  that’s the internal,  “…and is baptized will be…”  what?   “… saved…” do you need to be externally baptized in order to be saved? Now let’s not talk about the exceptions like the thief on the cross, God takes those things into account. You know some people use that, they say, “Well, what about the thief on the cross?” And I tell them, “Your are not a thief, and you are not on the cross.” Heheheh, it’s that simple, don’t use that to make excuse, those are exceptions. People on their deathbed who can’t be baptized God knows and He takes into account their hearts, because they are not able to do it. But God expects that if we can do it, we should do it. And so it says,  “…He who believes and is baptized will be saved, but he who does not believe will be condemned.”
So is there an internal aspect to baptism? Yes.
Is there an external rite of baptism? Yes.
Do they annul one another? Absolutely not.

Sekarang mari kita berbicara sedikit tentang baptisan, yang adalah suatu upacara yang dirayakan gereja Kristen sekarang sebagai ganti penyunatan yang sudah dihapus. Apakah ada dimensi batiniah dan lahiriah dalam ritus atau upacara baptisan? Tentu saja, iya. Marilah bersama saya ke Markus 16 dan kita akan membaca ayat 15 dan 16, dan kita akan membacanya dengan teliti, karena bacaan ini berbicara tentang batiniah dan lahiriahnya. Perhatikan Markus 16:15-16. Ini adalah penugasan besar yang diberikan Yesus kepada murid-muridNya, “Lalu Ia berkata kepada mereka: ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk…”  sekarang dengarkan baik-baik,   “…16 Siapa yang percaya…”  apakah ini suatu tindakan batiniah? Perjanjian Baru berkata kita percaya dengan hati kita. Abraham percaya kepada Tuhan dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Jadi dikatakan, “…Siapa yang percaya, mereka tidak perlu dibaptis…” apakah itu yang dikatakanNya? O, tidak! Ini bukan memilih “salah satu” tetapi “kedua-duanya”. Yesus berkata,    “…Siapa yang percaya…”  ini bagian batinnya,   “…dan dibaptis akan…”  apa?   “…diselamatkan…”  Apakah kita perlu dibaptiskan secara lahiriah supaya diselamatkan? Nah, jangan menyinggung perkecualian-perkecualian seperti penjahat di atas salib. Tuhan akan mempertimbangkan hal-hal itu sendiri. Kalian tahu, beberapa orang memakai itu sebagai alasan dan berkata, “Nah, bagaimana dengan penjahat yang disalib?” Dan saya menjawab mereka, “Kamu bukan penjahat dan kamu tidak disalibkan.” Hehehehe, sederhana saja, jangan memakai itu sebagai alasan, itu adalah perkecualian. Mereka yang sedang sekarat, yang tidak bisa dibaptis, Tuhan tahu, dan Tuhan mempertimbangkan hati mereka karena mereka tidak sanggup melakukannya. Tetapi Tuhan menghendaki jika kita sanggup melakukannya, kita harus melakukannya. Maka dikatakan,    “…Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” [NKJV yang diindonesiakan]
Jadi apakah baptisan ada aspek batiniahnya? Ya.
Apakah ada ritus lahiriahnya pada baptisan? Ya.
Apakah mereka saling membatalkan? Sama sekali tidak.


The other text that I want us to notice about baptism is found in 1 Peter 3:21-22. Once again the two dimensions are presented in this passage, written by the apostle Peter under the inspiration of the Holy Spirit. 1 Peter 3:21-22. Here the apostle Peter says, “There is also an antitype which now saves us…”  so there is something that saves us, he says. What is that? Baptism! You say, “What? Baptism saves us?” But there’s more to the story. It’s not just only the external act. Let’s continue reading, “…--- baptism (not the removal of the filth of the flesh…”  that would be external, right? “…but the answer of a…”  what?   “…of a good conscience…”  is that internal?   “…the answer of a good conscience toward God), through the resurrection of Jesus Christ…”  So, does baptism have an internal dimension? Yes it does. Does it also have an external dimension? Absolutely.

Teks yang lain yang saya ingin kalian perhatikan tentang baptisan didapati di 1 Petrus 3:21-22. Sekali lagi kedua dimensi disampaikan dalam bacaan ini, yang ditulis rasul Petrus di bawah ilham Roh Kudus. 1 Petrus 3:21-22. Di sini rasul Petrus berkata, Juga ada suatu penggenapan yang sekarang menyelamatkan kita…”  jadi ada sesuatu yang menyelamatkan kita, katanya. Apa itu? Baptisan! Kalian berkata, “Apa? Baptisan menyelamatkan kita?”  Tetapi ceritanya belum selesai. Baptisan itu bukan hanya tindakan lahiriahnya. Mari kita lanjutkan membaca, “…yaitu baptisan, (bukan dibuangnya kenajisan daging…”  kalau ini adalah yang lahiriah, bukan?    “…melainkan hasil dari…” apa? “…dari hati nurani yang baik…”  apakah ini batiniah?   “…hasil dari hati nurani yang baik terhadap Allah) oleh kebangkitan Yesus Kristus…”  Jadi apakah baptisan ada dimensi batiniahnya? Ya, benar. Apakah dia juga memiliki dimensi lahiriahnya? Betul sekali.


Now, I’d like to read you some statements from the writings of Ellen White on the meaning of baptism. She caught this nuance of internal and external, the importance of believing Christ in the heart, and then being baptized as an evidence of that, as a public proclamation of that fact.

Nah, saya ingin membacakan pernyataan dari tulisan-tulisan Ellen White mengenai makna baptisan. Dia menangkap nuansa dari bagian batiniah dan lahiriahnya, pentingnya mempercayai Kristus di dalam hati, kemudian dibaptiskan sebagai buktinya, sebagai pernyataan kepada publik mengenai fakta tersebut.


Ellen White in the devotional book God’s Amazing Grace pg. 143 had this to say, “Let those who receive the imprint of God by baptism heed these words,…” and she is speaking about the words the Father spoke to Jesus ‘This is My beloved Son, in whom I am well pleased’, “…Let those who receive the imprint of God by baptism heed these words, remembering that upon them the Lord has placed His signature,…” what happens at baptism? God places His what? Signature. So does God place that as a great big tattoo on your forehead? Absolutely not. Where is the signature? The signature is in your heart. She says, once again,  “…Let those who receive the imprint of God by baptism heed these words remembering that upon them the Lord has placed His signature, declaring them to be His sons and daughters. The Father, the Son, and the Holy Ghost, powers infinite, and omniscient, receiving those…” now listen carefully, “…who truly enter into covenant relationship with God…” Ahhh, “truly enter”, are there some who “do not truly enter”? Absolutely. She says,  “…They are present…” the Father, Son and Holy Spirit, “…They are present at every baptism, to receive the candidates…” listen carefully,  “…the candidates who have renounce the world…” does something take place, spiritual? Absolutely, “…who have renounce the world, and have received Christ into the soul temple….” See, you receive Christ into the soul temple first, and then you announce it, how? By baptism. She continues saying,  “…These candidates have entered into the family of God, and their names are inscribed in the Lamb’s book of life.”

Ellen White di dalam buku devosinya, God’s Amazing Grace, hal. 143, berkata demikian, “Biarlah mereka yang menerima cap Allah melalui baptisan, memperhatikan kata-kata ini…” dan dia berbicara tentang kata-kata yang diucapkan Bapa kepada Yesus, “Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNya Aku berkenan.”, “…Biarlah mereka yang menerima cap Allah melalui baptisan, memperhatikan kata-kata ini, dengan mengingat bahwa Tuhan telah menempatkan tandatanganNya pada mereka…” Apa yang terjadi saat baptisan? Tuhan menempatkan apaNya? TandatanganNya. Nah, apakah Tuhan menempatkannya sebagai sebuah tattoo besar di dahi kita? Sama sekali tidak. Di mana tandatangan ini kalau begitu? Tandatangan itu ada di hati kita. Ellen White berkata, sekali lagi, “Biarlah mereka yang menerima cap Allah melalui baptisan, memperhatikan kata-kata ini, dengan mengingat bahwa Tuhan telah menempatkan tandatanganNya pada mereka, menyatakan mereka sebagai putra-putra dan putrid-putriNya. Allah Bapa, Allah Anak dan Roh Kudus, kuasa yang abadi, dan mahatahu, menerima mereka…” sekarang dengarkan baik-baik, “…yang sungguh-sungguh mengikat hubungan perjanjian dengan Tuhan…” Aaahh, “sungguh-sungguh mengikat”, berarti adakah mereka yang “tidak sungguh-sungguh mengikat”? Tentu saja. Ellen White berkata, “…Mereka hadir…” Bapa, Putra dan Roh Kudus, “…Mereka hadir pada setiap upacara baptisan, untuk menerima calon-calon…” dengarkan baik-baik, “…calon-calon yang telah meninggalkan dunia…” apakah sesuatu telah terjadi, sesuatu yang batiniah? Betul sekali, “…yang telah meninggalkan dunia dan telah menerima Kristus dalam kaabah jiwanya…” Lihat, kita lebih dulu menerima Kristus di dalam kaabah jiwa kita, baru kemudian kita menyatakannya, dengan apa? Dengan baptisan.  Ellen White melanjutkan berkata, “Calon-calon ini telah masuk ke dalam keluarga Tuhan, dan nama mereka tercantum di dalam kitab kehidupan Anak Domba.”


Now, here’s another statement, SDA Bible Commentary Vol. 6 pg 1075, it’s also an Ellen White statement. Listen to what she says, “The new birth is a rare experience in this age of the world…” what? “…The new birth is…” what? “…a rare experience in this age of the world. This is the reason why there are so many perplexities in the churches. Many, so many, who assume the name of Christ are unsanctified and unholy…” now listen carefully,  “…They have been baptized but they were buried alive…” does that baptism mean anything? The external act? Absolutely not. Just like circumcision as an external act was worthless unless it had the corresponding experience in the human heart. She continues saying, “…They have been baptized but they were buried alive. Self did not die, and therefore they did not rise to newness of life in Christ…” You say, you can come out of the water but the rite is meaningless unless you have truly died and resurrected with Jesus Christ spiritually.

Nah, ini pernyataan yang lain, dari SDA Bible Commentary Vol. 6 hal. 1075, ini juga pernyataan dari Ellen White. Dengarkan apa yang dikatakannya, “Kelahiran baru adalah pengalaman yang langka di dunia ini zaman sekarang…” apa? “…Kelahiran baru adalah…” apa? “…pengalaman langka di dunia ini zaman sekarang. Inilah alasannya mengapa ada begitu banyak kekacauan di dalam gereja-gereja. Banyak sekali, begitu banyak sekali, yang memakai nama Kristus tidak dikuduskan dan tidak suci…” sekarang dengarkan baik-baik, “…Mereka telah dibaptis tetapi mereka dikuburkan hidup-hidup…” apakah baptisan ada maknanya? Tindakan lahiriahnya? Sama sekali tidak. Persis seperti penyunatan sebagai tindakan lahiriah tidaklah bermanfaat kecuali ada pengalaman yang menyertainya di dalam hati manusia tersebut. Ellen White melanjutnya berkata, “…Mereka telah dibaptis tetapi mereka dikuburkan hidup-hidup. Ego tidak mati, oleh karena itu mereka tidak bangkit kepada kehidupan yang baru di dalam Kristus…” Bisa dikatakan, orang boleh saja keluar dari air baptisan tetapi ritus tersebut tidak ada artinya kecuali  dia sungguh-sungguh telah mati dan bangkit bersama Kristus secara spiritual.


Desire of Ages pg. 181, this is a powerful statement. Desire of Ages pg. 181, Ellen White had this to say about baptism, “It is the grace of Christ that gives life to the soul…” where is that happening?  Inside. “It is the grace of Christ that gives life to the soul…” now listen carefully to what she says. Some people say that Ellen White was a legalist. Ellen White was not a legalist. Ellen White had things in proper balance. She says, “Yes, the external is important, for example the way we worship God is very important because God has rules of worship. But unless the heart is right with God, all of the correct methodology of worship is worthless.” Are you understanding me now? Now, listen to what she says,  “It is the grace of Christ that gives life to the soul, apart from Christ, baptism, like any other service, is a worthless form….” So let me ask you, what is more important? The internal experience of forming a relationship with Christ, or being baptized? See, it’s not “either or”, it’s “both and”. One is the visible manifestation of the internal invisible  work of the Holy Spirit. And so it’s not, oh, if you have the internal you don’t need the external or if you have the external you don’t need the internal. You need the internal which leads to the external.

Desire of Ages hal. 181, ini adalah pernyataan yang sangat tegas. Desire of Ages hal. 181, Ellen White berkata demikian tentang baptisan, “Anugrah Kristus-lah yang memberi hidup kepada jiwa…” di mana ini terjadi? Di dalam, di batin. “…Anugrah Kristus-lah yang memberi hidup kepada jiwa…” sekarang dengarkan baik-baik apa yang dikatakannya. Ada orang yang mengatakan Ellen White seorang legalis. Ellen White bukanlah legalis. Ellen White menempatkan semuanya secara seimbang. Ellen White berkata, “Benar, bagian lahiriah itu penting, misalnya cara kita beribadah kepada Tuhan itu sangat penting karena Tuhan punya peraturan mengenai ibadah. Tetapi kecuali hati kita terhubung secara benar dengan Tuhan, maka semua metodologi ibadah yang benar itu tidak ada nilainya.” Apakah kalian memahami saya sekarang? Nah, dengarkan apa kata Ellen White, “Anugrah Kristus-lah yang memberi hidup kepada jiwa, terpisah dari Kristus, baptisan adalah suatu bentuk yang tidak ada nilainya, seperti juga upacara yang lain…” Jadi, coba saya tanya, yang mana lebih penting, pengalaman batiniah membentuk suatu hubungan dengan Kristus, atau dibaptis? Lihat, ini bukan memilih salah satu, tetapi kedua-duanya. Yang satu adalah manifestasi lahiriah dari pekerjaan batiniah Roh Kudus yang tidak tampak. Jadi bukan, “jika kita memiliki yang batiniah kita tidak perlu yang lahiriah” atau “jika kita memiliki yang lahiriah, kita tidak butuh yang batiniah.” Kita membutuhkan yang batiniah yang akan membawa kita kepada yang lahiriah.


Now, allow me to give you one final example before we bring this to a close. Today we are only setting the stage for our next study together. Today we are not going to discuss the Sabbath directly. We’ve started with Ellen White’s statements but we are not dealing with the internal and external aspects of the Sabbath. Tomorrow we’ll deal with that extensively. But we are setting the stage for that, we are laying the foundations so that we can understand how Paul says that the Holy Spirit is the seal and Ellen White says the Sabbath is the seal. There is no contradiction, they complement one another.

Nah, izinkan saya memberikan satu contoh yang terakhir sebelum kita mengakhiri pelajaran ini. Hari ini kita hanya meletakkan dasarnya bagi pelajaran kita berikutnya. Hari ini kita tidak akan berbicara tentang Sabat secara langsung. Kita telah mengawali dengan pernyataan-pernyataan Ellen White, tetapi kita tidak akan membahas aspek batiniah dan lahiriah Sabat. Besok kita akan membahas itu panjang lebar. Tetapi sekarang kita mempersiapkan adegannya untuk itu, kita  meletakkan dasarnya supaya kita bisa memahami mengapa Paulus berkata bahwa Roh Kudus adalah meterainya, sedangkan Ellen White berkata Sabbat adalah meterainya. Tidak ada kontradiksi, mereka saling melengkapi.


Go with me to Deuteronomy 6:6-8, this will be our final example. Deuteronomy 6:6-8, are you aware of the fact that God told the Israelites to make little boxes of leather and to write Bible verses from the 5 books of Moses on those little pieces of parchment and to place those little strips of parchment into the little leather box, and God told the Israelites to take those and to bind them upon their foreheads and upon their hands? Imagine! Imagine these Jews walking down the streets with these little leather box, you know, with little pieces of parchment written with verses from the writings of Moses. They are walking down, and they wore actually on their left hand, you know, and they have on their left hand here, you know, bound, these little boxes, these little leather boxes that they made, small by the way, with passages from the writings of Moses. Did God command them to do that? Yes, He did. But that was supposed to be an external act that had internal meaning. In fact let’s notice that in Deuteronomy 6:6-8.

Marilah bersama saya ke Ulangan 6:6-8, ini adalah contoh kita yang terakhir. Ulangan 6:6-8. Apakah kalian tahu faktanya bahwa Tuhan menyuruh orang-orang Israel membuat kotak-kotak kecil dari kulit dan menulis ayat-ayat Alkitab dari ke-5 kitab Musa pada lembaran-lembaran perkamen (dari kulit binatang) dan untuk memasukkan lembaran-lembaran perkamen kecil itu ke dalam kotak kulit kecil tersebut dan Tuhan menyuruh orang-orang Israel mengikat kotak-kotak itu di dahi mereka dan di tangan mereka? Bayangkan! Bayangkan orang-orang Yahudi itu turun ke jalan dengan kotak-kotak kecil dari kulit ini yang berisikan potongan-potongan perkamen yang bertuliskan ayat-ayat dari kitab-kitab Musa. Mereka turun ke jalan dan mereka benar-benar mengikatnya di tangan kiri mereka, dan mereka kenakan di tangan kiri mereka di sini, terikat, kotak-kotak kecil itu yang mereka buat dari kulit, kecil-kecil, dengan teks dari tulisan-tulisan Musa. Apakah Tuhan menyuruh mereka berbuat seperti itu? Ya, benar. Tetapi itu seharusnya adalah suatu tindakan lahiriah yang mengandung makna batiniah. Sebaiknya mari kita simak itu di Ulangan 6:6-8. 


By the way, as you are looking for that, did God tell the Israelites to wear at the bottom of their garments tassels of blue? Do you think that was literal? Do you think literally God was saying, “You need to wear tassels of blue on your garment?” God was speaking literally. But did that have some spiritual meaning behind it? Of course. Blue is a representation of God’s holy law.  And so as they walked, you know, it was visible to all of the nations as they walked, and the nations would ask, “What does that mean?” “Oh, that means that we keep the law of the Lord.”
Incidentally there’s where we get the expression “true blue” from. Have you ever heard the expression “true blue”? Because God’s commandments are the truth. But they came to the conclusion that there were some merit in walking around with a robe with tassels of blue. They totally lost the meaning, the internal spiritual meaning of it.
By the way did they do the same thing with the Sabbath? Again, I am ahead of myself a little bit. You’d better believe they did.


Nah, sementara kalian mencari ayat itu, apakah Tuhan menyuruh orang-orang Israel ini memakai jumbai-jumbai dengan benang biru pada bagian bawah pakaian mereka? Menurut kalian apakah perintah ini benar-benar harafiah? Menurut kalian apakah Tuhan benar-benar berkata, “Kamu harus memakai jumbai-jumbai berwarna biru pada pakaianmu”? Tuhan sungguh bicara demikian secara harafiah. Tetapi apakah itu memiliki makna spiritual di baliknya? Tentu saja. Warna biru melambangkan Hukum Tuhan yang suci. Maka pada waktu orang-orang Israel ini turun ke jalan, kalian tahu, semua bangsa lain bisa melihat dan mereka akan bertanya, “Apa artinya itu?” “Oh, itu artinya kami memelihara hukum Tuhan.”
Ketahuilah, dari sanalah ungkapan “true blue” (artinya “pengikut setia”). Pernahkah kalian mendengar ungkapan “true blue”? Karena perintah-perintah Tuhan adalah kebenaran. Tetapi orang-orang Israel menyimpulkan bahwa berjalan ke mana-mana dengan jubah berjumbai biru itu ada pahalanya. Mereka sama sekali tidak mengerti maknanya, makna spiritual batiniahnya.
Nah, apakah mereka berbuat hal yang sama dengan Sabat? Lagi-lagi saya sedikit mendahului diri saya sendiri. Percayalah, mereka berbuat kesalahan yang sama dengan Sabat.


Now, let’s read this passage:  “And these words which I command you today…”  listen, listen to the condition now,   “…shall be in your heart…”  where do the words go first? In the heart. Is that the internal or the external? The internal. “…And these words which I command you today shall be in your heart…”  that’s before they are placed on the forehead or the hand by the way. First of all where? In your heart. Verse 7,   “…7 You shall teach them…” after they have been placed in the heart, right? That’s the condition. “…You shall teach them diligently to your children, and shall talk of them…”  after they are written where? After they are written in the heart, you shall talk of them “…when you sit in your house, when you walk by the way, when you lie down, and when you rise up…”  And now notice what he says. He’s already spoken about the internal, alright? And you are supposed to teach these things, and you are supposed to talk about these things to other people, because  you had an experience with the Lord where? In your heart. And now, notice the external manifestation of this. Verse 8, “…8 You shall bind them as a sign…”  isn’t that interesting that word “sign”?    “…You shall bind them as a sign…”  a sign of what? According to the context this is a sign of what? A sign that they what? A sign that they’ve written the word of the Lord where? On their hearts. In other words, it’s a visible sign of their internal experience with the Lord. And so it says,   “…You shall bind them as a sign on your hand, …”  what do you use your hand for? For work. You do with your hands, right? In other words it has to do with our conduct, with our behavior because we do with our hands. Are you understanding what this is saying? Okay. So it says,  “…You shall bind them as a sign on your hand, and they shall be as…”  what? “…as frontlets between your eyes.” Was God speaking literally? Of course He was speaking literally.  But why did they need these little boxes with Scriptures on them, on their foreheads when they had the internal experience? What was more important, the internal experience or the little box? Both, as long as the little box was a manifestation of the internal experience. Are you with me? And so, as they walked very peculiarly by the way, they are walking down the street and they had this little box on their forehead, and they had this little box attached to their left hand, and people say, “That’s kinda strange, what does that mean?”  “Aha, let me explain it to you…” a good missionary purpose. “…Let me explain to you what it means. It means that I am obedient to all the commands of the Lord and I love the Lord with all my heart, and I want His Word to be on my mind, and I want His Word to influence my actions.” Are you with me? Was the external important? Yes. As long as you had what? As long as you had the internal. And then it says in verse 9, “…9You shall write them on the doorposts of your house and on your gates.”
Are you understanding the relationship between the internal and the external? Both are important.

Nah, mari kita baca teks ini, Dan kata-lata ini yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini…”  dengar, dengarkan syaratnya sekarang,   “…haruslah ada di dalam hatimu…”  di mana kata-kata itu harus berada dulu? Di dalam hati. Apakah itu batiniah atau lahiriah? Batiniah.   “…Dan kata kata ini yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, haruslah ada di dalam hatimu…”  nah, ini sebelum ditempatkan di dahi atau tangan mereka. Jadi pertama di mana dulu? Di dalam hatimu. Ayat 7,   “…7 haruslah engkau mengajarkannya…”  jadi, setelah kata-kata itu ditempatkan di dalam hati, benar? Itulah syaratnya, “…haruslah engkau mengajarkannya dengan rajin kepada anak-anakmu dan membicarakannya…”  setelah kata-kata tersebut tertulis di mana? Setelah kata-kata tersebut tertulis di dalam hati, kamu harus membicarakannya, “…apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang berjalan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun…”  Sekarang perhatikan apa katanya. Dia sudah berbicara tentang bagian batiniahnya, benar? Dan mereka diharuskan mengajarkan kata-kata tersebut dan mereka diharuskan membicarakan kata-kata tersebut dengan orang-orang lain, karena mereka telah memiliki pengalaman bersama Tuhan, di mana? Di dalam hati. Sekarang, perhatikan manifestasi lahiriahnya dari hal ini. Ayat 8, “…8 Haruslah  engkau mengikatkannya sebagai tanda…”  menarik tidak, kata “tanda” ini?   “…Haruslah engkau mengikatkannya sebagai tanda…”  tanda apa? Menurut konteksnya ini adalah tanda apa? Tanda bahwa mereka apa? Tanda bahwa mereka telah menuliskan kata-kata Tuhan di mana? Di dalam hati mereka. Dengan kata lain, ini adalah tanda lahiriah yang tampak, dari pengalaman batiniah mereka bersama Tuhan. Maka dikatakan,    “…Haruslah engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu…”  tangan itu dipakai untuk apa? Untuk bekerja. Kita berbuat dengan tangan kita, benar? Dengan kata lain, ini berkaitan dengan perbuatan kita, dengan sikap kita karena kita berbuat dengan tangan kita. Apakah kalian paham apa yang dikatakan di sini? Baiklah. Jadi dikatakan,   “…Haruslah engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu, dan haruslah itu menjadi…”  apa?   “… kotak tanda di dahimu…” [NKJV yang diindonesiakan].
Apakah Tuhan berbicara secara harafiah? Tentu saja Dia berbicara secara harafiah. Tetapi mengapa orang-orang Israel ini memerlukan kotak-kotak kecil dengan tulisan ayat-ayat di dahi mereka padahal mereka sudah memiliki pengalaman batiniahnya? Yang mana yang lebih penting, pengalaman batiniahnya atau kotak-kotak kecil tersebut? Keduanya! Selama kotak-kotak kecil itu adalah manifestasi dari pengalaman batiniah itu. Apakah kalian memahami saya?
Maka, sementara orang-orang Israel ini berjalan dengan sangat aneh, bukan? Sementara mereka turun ke jalan dan mereka memasang kotak kecil itu di dahi mereka, dan  tangan kiri mereka terikat dengan kotak kecil itu, orang-orang berkata, “Ini rada aneh, apa artinya?”  “Aha! Izinkan saya menjelaskannya kepada Anda…” suatu tujuan misionari yang baik, “…izinkan saya menjelaskannya kepada Anda apa artinya. Artinya saya mematuhi semua perintah Tuhan dan saya mengasihi Tuhan dengan segenap hati saya, dan saya mau FirmanNya ada di benak saya, dan saya mau FirmanNya mempengaruhi perbuatan saya.” Apakah kalian paham?
Apakah lahiriahnya penting? Iya. Selama apa? Selama ada yang batiniah.
Kemudian dikatakan di ayat 9, “…9 dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”  
Apakah kalian paham hubungannya antara yang batiniah dengan yang lahiriah? Keduanya sama-sama penting.


Now, notice Deuteronomy 11:18 where you have the same idea expressed all over again. Deuteronomy 11:18, God says to Israel, listen carefully to what it says, I mean this is so clear. Next time we are going to talk about the Sabbath. Did the Pharisees keep the Sabbath? How did they ever keep the Sabbath? Any body hated them. Because their observant of the Sabbath did not come from the heart. It was a legal requirement but it didn’t come from the heart. Is Sabbath observance of any value, if you don’t have a relationship with the Lord in your heart, if the Holy Spirit has not done Its work in our hearts? Absolutely not. Now notice what it says there, "Therefore you shall lay up these words of mine…”  where?   “…in your heart…”  and then it amplifies it and says   “…and in your…”  what?   “…in your soul…”  where is that? Outside or inside? Inside, in your soul. And now notice what it says,   “…and bind them as a sign on your hand, and they shall be as…”  what?   “…as frontlets between your eyes.”  By the way these are called phylacteries. Have you ever heard of phylacteries? That word is used only once in the Bible, in Matthew 23:5, where Jesus rebukes the scribes and the Pharisees for their phylacteries. Let’s read that text, Matthew 23:5, Jesus is speaking about the external religion of the Pharisees without the internal work of the Holy Spirit in their hearts, in other words they are legalists. Everything they do is to be seen by men, to impress men, but they have no relationship with God, therefore the external is worthless. Notice what it says there. Here Jesus is speaking,   “But all their works they do…”  why?   “…to be seen by men…”  Is that the right motivation? When you do things to be seen by men is your heart right? No, because you are trying to bring glory to whom? You are trying to bring glory to yourself. Are there people who keep the Sabbath who think that within the SDA church? That’s one of the reasons why people in other churches don’t want to have anything to do with the Sabbath because of the way we keep it. It becomes a yoke of bondage. It doesn’t come from the heart. And people come to hate the Sabbath. If we kept the Sabbath the way the Bible says we are supposed to keep the Sabbath, people would love it. If we had that relationship with Jesus. And next time we are going to amplify this from the Gospels because Jesus had to fight against this all the time. He had conflict after conflict after conflict with the Pharisees over the Sabbath. Most of His conflicts have to do with the Sabbath. And some Christians say that Jesus broke the Sabbath. No, He didn’t break the Sabbath. He broke the Pharisees’ Sabbath, but He did not break His own Sabbath that He made at the beginning, that would make Him a lawbreaker, that would make Him a sinner, and He would need a redeemer. Now, notice,      “…But all their works they do to be seen by men. They make their phylacteries…”  the little boxes with Scriptures stuck to their foreheads and stuck or attached to their left arm,   “…they make their phylacteries…”  notice,   “… broad…”  can you hear how they are trying to impress?   “…they make their phylacteries broad  and enlarge the borders of their garments…”  that’s talking probably about the tassels at the bottom of their garments you know. And then they walked ceremoniously down the street, you know, with these little boxes and the borders of their garments in blue, and everybody looked, “Wow!” All a façade. Because it’s only the external without the internal work of the Holy Spirit.
When you go further in Matthew 23 which we are going to do next time, you’ll find that Jesus even called the Pharisees “whited sepulchers”, He says, “Outside you look beautiful…” you know I’ve seen some amazing gravestones like the one of C.W. Post in Battle Creek, Michigan, the cereal man. Wow, a mausoleum! But what’s inside there? Heheheh, bones and of course he’s already decomposed. So what happens if you took away the façade? All you have inside is rot. So Jesus says, “You are like whited sepulchers because outside you look righteous before men but inside you are full of iniquity.”

Sekarang, perhatikan Ulangan 11:18 di mana gagasan yang sama diulangi lagi. Ulangan 11:18, Tuhan berkata kepada Israel, dengarkan baik-baik apa yang dikatakan ~ maksud saya ini begitu jelas. Lain kali kita akan berbicara tentang Sabat. Apakah orang Farisi memelihara Sabat? Bagaimana mereka memelihara Sabat? Semua orang membenci mereka karena pemeliharaan Sabat mereka tidak datang dari hati. Itu hanya sebagai persyaratan legal tetapi tidak berasal dari hati. Apakah pemeliharaan Sabat ini ada nilainya jika kita tidak memiliki hubungan dengan Tuhan di hati kita, jika Roh Kudus belum melakukan pekerjaanNya di dalam hati kita? Sama sekali tidak.
Sekarang perhatian apa yang dikatakan di sana, Oleh karena itu, kamu harus menaruh perkataanku ini…” di mana? “…di dalam hatimu…” kemudian ini diperjelas dan berkata, “…dan di…” mana? “…di dalam jiwamu…”  di mana itu? Batiniah atau lahiriah? Batiniah, di dalam jiwamu. Sekarang perhatikan apa katanya,   “…dan mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan itu harus menjadi kotak tanda di dahimu. “
Ketahuilah kotak-kotak ini disebut filakteri. Pernahkah kalian mendengar kata filakteri? Kata ini hanya pernah dipakai satu kali di dalam Alkitab, di Matius 23:5 di mana Yesus menegur para ahli Taurat dan orang Farisi mengenai filakteri mereka. Mari kita baca teks itu di Matius 23:5. Yesus sedang berbicara mengenai ibadah lahiriah orang Farisi tanpa pekerjaan batiniah Roh Kudus di dalam hati mereka. Dengan kata lain mereka adalah legalis. Segala yang mereka lakukan itu untuk dilihat manusia, untuk menarik perhatian manusia tetapi mereka tidak memiliki hubungan dengan Tuhan. Dengan demikian perbuatan lahiriah mereka itu tidak ada nilainya.
Perhatikan apa yang dikatakan di sana. Yesus sedang berbicara, Tetapi semua pekerjaan yang mereka lakukan…”  mengapa?   “…supaya dilihat orang…”  Apakah itu motivasi yang benar? Bila kita melakukan hal supaya dilihat orang, apakah hati kita benar? Tidak, karena kita sedang berusaha mendapatkan kemuliaan bagi siapa? Kita berusaha mendapatkan kemuliaan bagi diri sendiri. Aapakah ada orang-orang yang memelihara Sabat yang berpikir seperti itu di dalam gereja MAHK? Itulah salah satu alasannya mengapa orang dari gereja-gereja lain tidak mau punya urusan dengan Sabat akibat cara kita memeliharanya. Sabat menjadi kuk yang membelenggu. Karena pemeliharaannya tidak datang dari hati. Dan orang-orang jadi membenci Sabbat. Jika kita memelihara Sabat seperti cara yang diajarkan Alkitab seharusnya kita lakukan, orang-orang akan menyukainya.  Jika kita memiliki hubungan dengan Yesus ~ dan lain kali kita akan menjelaskan hal ini dari kitab-kitab Injil, karena Yesus bolak-balik harus menentang ini berulang-ulang. Yesus terus-menerus berkonflik dengan orang-orang Farisi mengenai Sabat ini. Sebagian besar konflikNya berkaitan dengan Sabat. Dan ada orang Kristen yang mengatakan bahwa Yesus telah melanggar Sabat. Tidak. Yesus tidak melanggar Sabat. Dia melanggar sabat orang Farisi. Tetapi Dia tidak melanggar SabatNya sendiri yang diciptakanNya pada awal. Andaikan begitu, itu akan membuatNya menjadi seorang pelanggar hukum, itu akan membuatNya menjadi seorang pendosa, dan Dia sendiri akan membutuhkan seorang juruselamat.
Sekarang, perhatikan,  “…Tetapi semua pekerjaan yang mereka lakukan supaya dilihat orang. Mereka membuat kotak filakteri mereka…”  kotak-kotak kecil dengan tulisan ayat Alkitab yang dimasukkan di dalamnya, yang diikatkan di dahi mereka dan diikatkan di tangan kiri mereka,   “…Mereka membuat kotak filakteri mereka…”  perhatikan,   “…  lebar…”  bisakah kalian tangkap bagaimana orang Farisi itu berusaha menarik perhatian?    “…Mereka membuat kotak filakteri mereka lebar dan memperluas tepi pakaian mereka…”  Kira-kira ini berbicara mengenai jumbai-jumbai di bagian bawah pakaian mereka. Lalu mereka berjalan dengan penuh gaya di jalan, kalian tahu, dengan kotak-kotak kecil itu dan jumbai-jumbai biru di tepi pakaian mereka, dan semua orang yang memandang berkata, “Wow!” Semua itu hanyalah pertunjukan luarnya karena itu hanya yang lahiriah tanpa pekerjaan batiniah Roh Kudus.
Bila kita lanjut terus di Matius pasal 23, yang akan kita lakukan lain kali, kita akan melihat bahwa Yesus bahkan menyebut orang Farisi sebagai makam yang putih. Yesus berkata, “Di luarnya kamu indah…” tahukah kalian saya pernah melihat makam-makam yang sangat mengagumkan seperti milik C.W. Post di Battle Creek, Michigan, tokoh sereal yang terkenal itu. Wow! Suatu bangunan makam yang megah! Tetapi apa yang ada di dalamnya? Heheheh, tulang belulang. Dan pasti dia sudah membusuk. Jadi apa yang terjadi bila kita menyingkirkan bagian luarnya? Apa yang ada di dalam hanyalah kebusukan. Maka Yesus berkata, “Kamu seperti makam yang putih karena di luarnya kamu tampak benar di hadapan manusia, tetapi di dalam kamu penuh dengan dosa.”


And so, what’s more important, the inside or the outside?   Don’t say the inside, only the inside. If you have the inside, you have the outside, isn’t that right?
You know if you ask a Christian today, “Do you really think you should be baptized in the water?”
“Oh, yes, of course! Of course!”
“Oh, really? Isn’t it enough just to love Jesus in your heart?”
“Oh, no-no, you’ve got to go through the external rite.”
But if you come to the Sabbath, you don’t have to do the external rite. Just love Jesus.

Let’s bow our heads.

Maka, mana yang lebih penting, yang batiniah atau yang lahiriah? Jangan berkata yang batiniah, hanya yang batiniah! Jika kita memiliki batiniahnya, kita akan memiliki lahiriahnya, bukankah begitu?
Tahukah kalian, bila kita bertanya kepada seorang Kristen hari ini, “Menurut Anda apakah Anda harus dibaptiskan dalam air?”
“Oh, ya, tentu saja, tentu saja.”
“Masa ya? Apakah tidak cukup asal kita mengasihi Yesus di dalam hati saja?”
“Oh, tidak, tidak, kamu harus menjalani ritus lahiriah itu.”
Tetapi bila kita bertanya tentang Sabat, maka jawabannya kamu tidak perlu menjalani ritus lahiriahnya, mengasihi Yesus saja sudah cukup.

Marilah kita berdoa.




24 11 15

No comments:

Post a Comment