THE INWARD OUTWORKING - 1
A sermon by Stephen Bohr
Dibuka
dengan doa.
Since
early in its history, the SDA church has taught consistently that the Sabbath
is the seal of God. As far as we know, the first individual to discover
this from a study of Scripture was a sea captain by the name of Joseph Bates.
In 1846 he wrote a small booklet, and the name of the booklet is “The 7th day Sabbath ~ A Perpetual Sign”.
In that booklet he presented the biblical arguments that show beyond any doubt
that the Sabbath is the seal of the living God. Now in the course of time, in a
very short period of time in fact, Ellen G. White came to agree with Joseph
Bates that the Sabbath is indeed the seal of the living God. In fact,
unequivocally and repeatedly, Ellen White in her writings states that the
Sabbath is the seal of the living God.
And
as we begin our study today, I would like to present several of those
quotations from the writings of Ellen White where she clearly identifies the Sabbath as the seal of God. I could read
many more statements than the ones that I am bringing here to you, actually I
could probably read 20 minutes of statements from the writings of Ellen White
where she identifies the Sabbath as the seal of God, but I’ve chosen just a few
very clear references from her writings.
Semenjak
awal sejarahnya, gereja MAHK sudah secara konsisten mengajarkan bahwa Sabat adalah meterai Allah.
Sepanjang pengetahuan kami, orang pertama yang menemukan ini melalui suatu
pembelajaran Alkitab adalah seorang kapten laut yang bernama Joseph Bates.
Tahun 1846 dia menulis suatu buku kecil, namanya “The
7th Day Sabbath ~ A Perpetual Sign” (Sabat Hari Ketujuh ~ Suatu
Tanda yang Abadi.” Di dalam buku ini dia menyampaikan argumentasi-argumentasi
alkitabiah yang membuktikan tanpa keraguan sedikit pun bahwa hari Sabat adalah
meterai Allah yang hidup.
Nah,
seiring berjalannya waktu, dan sebenarnya hanya dalam waktu yang sangat
singkat, Ellen G. White sepakat dengan Joseph Bates bahwa Sabat memang adalah
meterai Allah yang hidup. Bahkan, secara tegas dan berulang-ulang, dalam tulisan-tulisannya Ellen
White menyatakan bahwa Sabat adalah meterai Allah yang hidup.
Dan
pada saat kita sekarang mengawali pelajaran kita hari ini, saya ingin
menyampaikan beberapa kutipan dari tulisan-tulisan Ellen White di mana dia
dengan jelas mengidentifikasi Sabat sebagai meterai Allah. Saya bisa saja
membacakan lebih banyak pernyataan lagi daripada apa yang saya sampaikan
kalian, malah kira-kira saya bisa membacakan pernyataan-pernyataan tersebut
selama 20 menit dari tulisan-tulisan Ellen White di mana dia mengidentifikasi
Sabat sebagai meterai Allah, namun saya memilih beberapa yang sangat jelas dari
tulisan-tulisannya.
The
first of these is found in Signs of the Times,
May 13, 1886, and this is what she says, “The Sabbath was placed in the Decalogue…” that is in the Ten Commandments, “…as the seal of the living God,
pointing out the Law-giver and making known His right to rule. It was a sign between God and His people, a test of
their loyalty to Him.” Now, you’ll notice in
this statement that she uses two words interchangeably, the word “seal” and the
word “sign”.
Yang
pertama ditemukan di Signs of the Times,
edisi 13 Mei 1886, dan inilah yang dikatakan Ellen White, “Sabat ditempatkan di dalam 10 Hukum…” yaitu 10 Perintah Tuhan, “…sebagai
meterai Allah yang hidup, yang menunjuk
siapa Sang Pembuat Hukum dan menyatakan hakNya untuk berkuasa. Itu adalah tanda antara Allah dengan umatNya, suatu ujian
kesetiaan mereka terhadap Dia.” Nah,
kalian perhatikan dalam pernyataan ini, Ellen White memakai dua kata secara
bergantian, yaitu kata “meterai” dan kata “tanda”.
The
next statement is found in the book Patriarchs
and Prophets pg 307. This is one of the 5 books of the conflict series, and
in Patriarchs and Prophets pg 307 once again she identifies the 4th
commandment, the Sabbath commandment as the seal of God. This is what she
states: “ The fourth
commandment is the only one of all
the ten in which are found both the name and the title of the Lawgiver. It is the only one that shows by whose authority the
law is given. Thus it contains the seal of
God, affixed to His law as evidence of its authenticity and binding force.”
So she says that the Sabbath commandment contains the seal
of God and there it is affixed to His law.
Pernyataan berikutnya ditemukan di
buku Patriarchs and Prophets, hal. 307. Ini
adalah salah satu dari 5 buku serial konflik. Dan di Patriarchs and Prophets hal. 307, sekali lagi Ellen White
mengidentifikasi hukum ke-4, hukum hari Sabat sebagai meterai Allah. Inilah
pernyataannya: “Perintah yang keempat adalah satu-satunya dari antara ke sepuluh
perintah di mana tercantum nama dan jabatan Sang Pembuat Hukum. Itu adalah satu-satunya yang menunjukkan oleh wewenang
Siapa hukum itu diberikan. Dengan demikian, hukum ke-4 itu berisikan meterai
Allah, yang dipasang pada HukumNya sebagai bukti keasliannya dan kuasanya
yang mengikat.”
Jadi Ellen White berkata bahwa perintah hari Sabat berisikan
meterai Allah, dan di sana dia terpasang pada Hukum Allah.
The next statement that I would like to read, comes from Signs
of the Times, November 1, 1899. Once again she’s clear that the seal of God
is the Sabbath. This is what she writes
inspired by God’s Holy Spirit: “The Sabbath of the 4th
commandment is the seal of the living God…” and now notice she uses another
synonymous word. She says, “…It
points to God as the Creator and it is the sign
of His rightful authority over the beings He has made.” Once again she uses “seal” and
“sign” interchangeably.
Pernyataan berikutnya yang ingin saya bacakan
berasal dari Signs of the Times, edisi 1
November 1899. Sekali lagi Ellen White sangat jelas mengatakan bahwa meterai
Allah adalah Sabat. Inilah yang ditulisnya di bawah inspirasi Roh Kudus Tuhan: “Sabat dari Hukum keempat adalah meterai Allah
yang hidup…” dan sekarang perhatikan dia memakai kata lain yang bersinonim dengannya.
Ellen White berkata, “…Itu menunjuk Tuhan sebagai
Sang Pencipta, dan itu adalah tanda autoritasNya
yang sah atas semua makhluk yang telah diciptakanNya.” Sekali lagi
Ellen White memakai kata “meterai” dan “tanda” bergantian.
The next statement ~ we’ll read a couple of more
statements ~ Special Testimony to Battle Creek,
1898. On page 6 of this testimony she states once again interchangeably “sign”
and “seal”: “The sign or seal of God is the observance of the 7th
day Sabbath…” there she
identifies the “seal” as the observance of the 7th day Sabbath. So
she says, “The
sign or seal of God is the observance of the 7th day Sabbath, and
the Lord’s memorial of His work of creation.”
Pernyataan berikutnya ~ kita akan membaca dua
pernyataan lagi ~ Special Testimony to Battle
Creek, 1898. Di hal. 6 dari testimoni ini Ellen White sekali lagi
menyatakan dengan memakai kata “tanda” dan “meterai” secara bergantian: “Tanda
atau meterai Allah adalah pemeliharaan Sabat hari ketujuh…” di sana dia
mengidentifikasi “meterai” sebagai pemeliharaan Sabat hari ketujuh. Jadi dia
berkata, “Tanda atau meterai Allah adalah pemeliharaan Sabat hari
ketujuh, dan juga peringatan Tuhan akan pekerjaanNya mencipta.”
One final statement that I would like to read comes from Manuscript Releases Vol. 4 pg 425, where she
states, “The
truth in regard to the Sabbath of the Lord is to be proclaimed. The 7th
day is to be shown to be the seal of the living God.”
Satu pernyataan terakhir yang ingin saya bacakan
berasal dari Manuscript Releases Vol. 4
hal. 425 di mana Ellen White menyatakan, “Kebenaran
tentang Sabat Tuhan harus dikumandangkan. Hari yang ketujuh harus ditunjukkan
sebagai meterai Allah yang hidup.”
So time after time after time in her writings she states
that the Sabbath is the seal or the sign of God.
But now we have a problem. Ellen White appears to
contradict the testimony of Scripture and I emphasize the word “appears”
because she doesn’t really contradict Scripture.
You see, there are 3 verses in the writings of the apostle
Paul where he identifies the seal as the Holy Spirit or he relates the seal to
the Holy Spirit. And so some people within the SDA church and many outside the
SDA church criticize Ellen White and they say, “She said that the Sabbath was
the seal of God when Scripture makes it very, very clear that the seal is the
Holy Spirit.” Now, is there really a discrepancy? Or upon further scrutiny and
more careful consideration is there no contradiction between Ellen White and
Scripture? I believe that there is no contradiction. We have to study this
thing carefully and not come to hasty, quick conclusions.
Jadi berulang-ulang dalam tulisannya Ellen White
menyatakan bahwa Sabat adalah meterai atau tanda Allah.
Tetapi sekarang kita punya masalah. Ellen White
tampaknya seakan-akan mengkontradiksi testimoni dari Alkitab, dan saya
menekankan kata “tampaknya seakan-akan” karena sesungguhnya dia tidak
mengkontradiksi Alkitab.
Kalian lihat, ada
tiga ayat dari tulisan rasul Paulus di mana dia mengidentifikasi meterai itu
sebagai Roh Kudus, atau dia
mengaitkan meterai itu kepada Roh Kudus. Maka beberapa orang
dalam gereja MAHK dan banyak orang di luar gereja MAHK, mengkritik Ellen White
dan mereka berkata, “Dia bilang Sabat itulah meterai Allah, padahal Alkitab
dengan amat sangat jelas menyatakan meterai itu Roh Kudus.”
Nah, apakah memang ada perbedaan? Atau setelah
dipelajari lebih jauh dan dengan pertimbangan yang lebih teliti, tidak ada
kontradiksi antara Ellen White dengan Alkitab? Saya yakin tidak ada
kontradiksi. Kita harus mempelajari hal ini dengan teliti dan tidak
tergesa-gesa menarik kesimpulan.
Allow me to read the 3 statements from the writings of the
apostle Paul where he identifies the Holy Spirit as the Seal or as the Sealer.
The first is found in Ephesians 1:13-14, here the apostle
Paul inspired by God’s Spirit, says, “In Him…” that is in Jesus, “…you also trusted, after you heard the word of truth, the gospel of your
salvation; in whom also, having believed…”
that is, we believe in Jesus,
“…you were sealed with the Holy Spirit
of promise, 14 who is the guarantee of our inheritance until the
redemption of the purchased possession, to the praise of His glory.” Explicitly the apostle Paul
said, “…you were sealed with the Holy Spirit of promise”
So Ellen White says the seal is the Sabbath, the apostle
Paul appears to say that the seal is the Holy Spirit.
Izinkan saya membacakan 3 pernyataan dari tulisan
rasul Paulus di mana dia mengidentifikasi Roh Kudus sebagai Meterai atau
sebagai Pemeterai.
Yang pertama terdapat di Efesus 1:13-14, di sini
rasul Paulus yang terinspirasi oleh Roh Tuhan berkata, “Di dalam Dia…” maksudnya di dalam Yesus, “… kamu juga percaya, setelah kamu mendengar firman
kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu--di dalam Dia juga, setelah
kamu percaya…” maksudnya
kita percaya dalam Yesus, “…kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang
dijanjikan-Nya itu. 14 Yang adalah
jaminan warisan kita sampai penebusan yang
menjadikan kita milik Allah, terpujilah
kemuliaanNya.” [NKJV
yang diindonesiakan].
Secara eksplisit rasul Paulus berkata, “…kamu dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu…”
Jadi Ellen White berkata, meterai itu Sabat; rasul
Paulus tampaknya berkata meterai itu Roh Kudus.
The second text from the writings of the apostle Paul is
found in Ephesians 4:30. Once again the apostle Paul relates the seal of God to
the Holy Spirit. This is what he states: “And do not grieve the Holy
Spirit of God, by whom you were sealed for the day of redemption.” Once again Holy Spirit and seal used
together.
Teks kedua berasal dari tulisan rasul Paulus yang
terdapat di Efesus 4:30. Sekali lagi rasul Paulus menghubungkan meterai Allah
kepada Roh Kudus. Inilah yang dikatakannya:
“Dan janganlah kamu
mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah
memeteraikan kamu untuk hari penebusan.”[NKJV yang diindonesiakan]
Sekali lagi Roh Kudus dan meterai dipakai
bersama-sama.
The third text from the writings of apostle Paul is found
in 2 Corinthians 1:21-22. Once again the apostle Paul relates the seal to the
work of the Holy Spirit. And this is how it reads: “Now He who establishes us with you in Christ and has anointed us
is God, 22 who also
has sealed us and given us the Spirit in our
hearts as a guarantee.” Now
we have a very important little clue here, in this verse, where the seal is
placed. Let’s read it again, “Now
He who establishes us with you in Christ and has anointed us is God, 22 who also has
sealed us and given us the Spirit…” where? Oooo, this is a critically important detail,
“…in our hearts as a guarantee.”
So the apostle Paul is speaking about the internal work of the
Holy Spirit in the human heart. That’s a very important clue.
Teks ketiga dari tulisan rasul Paulus terdapat di 2
Korintus 1:21-22. Sekali lagi rasul Paulus mengaitkan meterai kepada pekerjaan
Roh Kudus. Dan demikianlah yang tertulis: “Sebab Dia yang telah
meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus dan yang telah mengurapi kami, adalah Allah, 22
Yang juga telah memeteraikan kita dan memberi kita Roh di dalam hati kita sebagai
jaminan.” [NKJV
yang diindonesiakan].
Nah, di sini kita mendapatkan suatu petunjuk kecil
yang sangat penting, di ayat ini, yaitu di mana meterai tersebut ditempatkan.
Mari kita baca lagi, “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di
dalam Kristus dan yang telah mengurapi kami, adalah Allah, 22 Yang
juga telah memeteraikan kita dan memberi
kita Roh…” di mana? Oooo, ini adalah detail yang amat
sangat penting, “…di dalam hati kita sebagai jaminan.”
Jadi, rasul Paulus
berbicara tentang pekerjaan Roh Kudus di batin kita, di
hati manusia. Ini adalah petunjuk yang sangat penting.
Now, how do we resolve this seaming discrepancy or this
apparent discrepancy between what Ellen White says about the seal of God and
what the apostle Paul has to say about the seal of God? The fact is that we are
going to notice that Ellen White and the apostle Paul are emphasizing two
different sides of the same truth. Ellen White is emphasizing the external visible
whereas the apostle Paul is emphasizing the internal, invisible work of the
Holy Spirit. In other words they are not contradicting one another, they are
complementing one another. They are actually two sides of one coin. Ellen White
is emphasizing the external evidence of the internal work of the Holy Spirit
and the apostle Paul is emphasizing the internal work of the Holy Spirit in the
human heart. There is no contradiction.
Nah, bagaimana kita membereskan perbedaan yang
seolah-olah muncul antara apa yang dikatakan Ellen White tentang meterai Allah
dan apa yang dikatakan rasul Paulus tentang meterai Allah ini? Faktanya, kita
akan melihat bahwa Ellen White dan rasul Paulus menekankan dua sisi yang
berbeda dari satu kebenaran yang sama. Ellen
White menekankan bagian luarnya yang tampak, sementara rasul Paulus menekankan
bagian batinnya, pekerjaan Roh Kudus yang tidak tampak. Dengan
kata lain, mereka bukannya bertentangan satu sama lain, mereka melengkapi satu sama lain. Mereka sebenarnya adalah
dua sisi dari satu mata uang.
Ellen White menekankan
bukti luar dari pekerjaan Roh Kudus di dalam kita, dan rasul Paulus menekankan
pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia. Jadi tidak
ada kontradiksi.
Now I’d like to use a biblical example ~ actually we are
going to use 3 biblical examples ~ to illustrate this relationship between the
internal and the external so that we understand it a little bit better.
And the first example that we are going to use is the
example of circumcision. Now, circumcision of course was an external act
that God commanded Israel to perform. Let’s read Leviticus 12:3, you’ll notice
that the external act, the physical act of circumcision was commanded by God.
It says there, “And
on the eighth day the flesh of his foreskin shall be circumcised.” It doesn’t say that it’s optional,
God is saying that his flesh “shall be circumcised”. Is that an order? It most certainly is an
order. Is it speaking about the external act of circumcision? It most certainly
is, the physical act.
Now, how important was the external act of circumcision?
Genesis 17:14 tells us how important circumcision was, the external act itself.
It says there in Genesis 17:14 “And
the uncircumcised male child, who is not circumcised in the flesh of his
foreskin…” is this a physical act, yes or no? Absolutely.
“…in the flesh of his foreskin, that person shall be…” what? “…shall be cut off from his people; he has
broken My covenant."
Was the external act a matter of life and death?
Absolutely. God says, “If you are not circumcised physically and externally
you’ll be cut off from My people and you have broken My covenant.” This was
such a serious thing, folks, that one time Moses was coming back from Midian to
Egypt, and on the way the Bible says that the Lord met him. Now Ellen White
clarifies that God sent an angel to meet him. And the Lord ~ it says in Exodus
~ threatened to kill Moses. And the reason
why He threatened to kill Moses was to emphasize and underline the
extreme importance of a ceremony that Moses had neglected to perform on his
son. Moses had not circumcised his son, because his wife did not want his son
to be circumcised. But Moses went back home and he told his wife what happened
and she herself circumcised their son when she heard what a serious matter this
was. Now, if you want to read this story, by the way, it’s found in Exodus
4:24-26. So the external act of circumcision was the sign of the covenant, it
was a very important thing.
Sekarang, saya ingin memakai suatu contoh dari
Alkitab ~ sebenarnya kita akan memakai tiga contoh ~ untuk mengilustrasikan
hubungan antara bagian batin dan bagian lahir ini supaya
kita bisa memahaminya sedikit lebih baik lagi.
Dan contoh pertama yang akan kita pakai adalah
contoh sunat.
Nah sunat tentunya adalah suatu tindakan lahiriah
yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan umat Israel. Mari kita baca Imamat
12:3, kalian akan melihat bahwa tindakan lahiriah ini, tindakan fisikal sunat
diperintahkan oleh Tuhan. Dikatakan di sana, “Dan pada hari yang kedelapan
haruslah dikerat daging kulit khatan anak itu.” Tidak disebutkan bahwa ini adalah opsional, Tuhan
berkata bahwa daging kulit itu “haruslah
dikerat”. Apakah ini suatu perintah? Jelas sekali ini suatu perintah. Apakah
ini berbicara tentang tindakan lahiriah penyunatan? Jelas sekali, ini adalah
suatu tindakan lahiriah.
Nah, seberapa pentingkan tindakan lahiriah
penyunatan ini? Kejadian 17:14 memberitahu kita betapa pentingnya penyunatan
itu, tindakan lahiriah itu sendiri. Dikatakan di Kejadian 17:14, “Dan anak laki-laki yang tidak
disunat pada kulit khatannya…” apakah ini tindakah lahiriah, ya atau
tidak? Betul sekali, “…pada kulit
khatannya, maka orang itu harus…” apa? “…harus dilenyapkan dari bangsanya: ia telah melanggar perjanjian-Ku.” [NKJV yang diindonesisakan]
Apakah tindakan
lahiriah ini masalah hidup dan mati? Betul sekali. Tuhan
berkata, “Jika kamu tidak disunat secara fisik dan lahiriah, kamu akan
dilenyapkan dari umatKu, dan kamu telah melanggar perjanjianKu.” Hal ini
sedemikian seriusnya, Saudara-saudara, hingga suatu kali dalam perjalanannya
kembali dari Midian ke Mesir, menurut Alkitab, di tengah jalan Tuhan menjumpai
Musa. Nah, Ellen White menjelaskan bahwa Tuhan mengirimkan seorang malaikat
untuk menemuinya. Dan Tuhan ~ dikatakan di Keluaran ~ mengancam akan membunuh
Musa. Dan alasannya mengapa Tuhan mengancam akan membunuh Musa adalah untuk
menekankan dan menggarisbawahi betapa pentingnya upacara yang telah dilalaikan
Musa untuk dijalankan pada anaknya. Musa tidak menyunat anaknya karena istrinya
tidak mau anaknya disunat. Tetapi Musa pulang dan memberitahu istrinya apa yang
terjadi, dan pada waktu istrinya mendengar betapa seriusnya masalah ini,
istrinya sendiri yang menyunat anak mereka. Nah, jika kalian mau membaca
kisahnya ada di Keluaran 4:24-26. Jadi tindakan lahiriah penyunatan merupakan
tanda perjanjian Tuhan, itu adalah hal yang sangat penting.
But there was a deeper meaning to circumcision. There
is something internal that needed to exist in order for the external act to
have value. And in order to understand this we must analyze the
experience of Abraham. Go with me to
Genesis 15:6. Here God comes to Abraham in a dream and tells Abraham that he is
going to have a son in his old age. This will be the son of the promise from
whom the Seed will come, from whom the Messiah would come. In fact we know that
Abraham understood this because the Lord Jesus in John 8:56 speaking to the
Jews said, “Your father Abraham rejoiced to see
My day, and he saw it and was
glad." Did
Abraham understand that through him the Messiah was going to come? Absolutely.
Now did Abraham believe what God had told him?
Absolutely. Genesis 15:6 says, “And he believed in the LORD, and He accounted it to him
for…” what? “…He accounted it to him for righteousness.”
How did Abraham become righteous? He became
righteous by
an internal act of what? Of faith. He believed God. And by the way,
belief is something that takes place in the heart, the New Testament speaks
about believing in the heart. In other words Abraham believed in the Lord in his
heart, and that was an internal act of Abraham. And the Bible says,
that at
the moment he believed it was reckoned to him as righteousness. In
other words God took the righteousness that the Messiah would develop and He
placed it to Abraham’s account and Abraham was looked upon as if he had never
sinned.
Tetapi ada
makna yang jauh lebih mendalam mengenai penyunatan. Ada sesuatu yang harus ada di
dalam batin supaya tindakan lahiriah tersebut memiliki nilai. Dan untuk
memahami ini kita harus menganalisa pengalaman Abraham. Marilah bersama saya ke
Kejadian 15:6. Di sini Tuhan datang kepada Abraham dalam mimpi dan memberitahu
Abraham dia akan memiliki seorang anak laki-laki di masa tuanya. Ini adalah
anak perjanjian dari mana Benih itu akan muncul, dari mana Sang Mesias akan
datang. Bahkan kita tahu bahwa Abraham memahami ini karena Tuhan Yesus di
Yohanes 8:56 ketika berbicara kepada orang Yahudi, berkata,
“Abraham bapamu bersukacita melihat hari-Ku, dan ia
telah melihatnya dan ia bersukacita." [NKJV yang diindonesiakan]. Apakah Abraham memahami bahwa melalui dia
Sang Mesias akan datang? Tentu saja. Nah, apakah Abraham percaya pada apa yang
dikatakan Tuhan kepadanya? Tentu saja. Kejadian 15:6 berkata, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal
itu kepadanya sebagai…” apa? “…TUHAN memperhitungkan hal
itu kepadanya sebagai kebenaran.”
Bagaimana Abraham
dibenarkan? Dia dibenarkan oleh
suatu perbuatan di dalam batinnya, perbuatan
apa? Perbuatan iman. Dia mempercayai Tuhan. Dan ketahuilah,
percaya adalah sesuatu yang terjadi di dalam hati. Perjanjian Baru berbicara
mengenai percaya di dalam hati. Dengan kata lain, Abraham percaya dalam Tuhan di hatinya, dan itu adalah
perbuatan yang batiniah darinya. Alkitab berkata, pada saat dia percaya itulah, itu diperhitungkan kepadanya
sebagai kebenaran. Dengan kata lain, Tuhan mengambil kebenaran
yang nanti akan diciptakan oleh Sang Mesias, dan Dia
memperhitungkannya sebagai milik Abraham, dan Abraham dianggap seolah-olah dia
tidak pernah berbuat dosa.
Now, by the way this act of circumcision took place when
Abraham was 84 years old. Very interesting. 84 years old. Not the act of circumcision
but actually the believing in God, and being accounted as righteousness. Now,
we come to circumcision in Genesis 17:24. Now Abraham is 99 years old, how many
years have passed since he believed the Lord and it was reckoned to him as
righteousness? 15 years have gone by. Abraham had not been circumcised. He believed
in the Lord and it was accounted to him as righteousness. But now if you read
this text Genesis 17:24 the Lord tells Abraham to get circumcised.
Now, the apostle Paul reminisces about this experience and
explains the meaning of it. We need to understand that Abraham was saved when he believed God,
it was reckoned to him as righteousness. But he was not circumcised until 15
years later, in fact we are going to notice that circumcision was the sign or the
visible announcement that he had believed the Lord and the Lord had given him
His righteousness. Now the apostle Paul explains the experience of
Abraham, the theological meaning of it. Go with me to Romans 4:11-12, here the
apostle Paul is speaking about this experience of Abraham believing in God and
then later on being circumcised. This is what he says inspired by God’s Spirit:
“And he received the sign of
circumcision…” what was circumcision? It was a sign.
“…he received the sign of circumcision, a seal…” interchangeably “…a
seal of the righteousness of the faith
which he had while still…” what? “…uncircumcised,
that he might be the father of all those who believe, though they are
uncircumcised, that righteousness might be imputed to them also, …” verse 12 “… 12 and the father of
circumcision to those who not only are
of the circumcision, but who also walk in the steps of the faith which our
father Abraham had while still
uncircumcised.” Are
you understanding the apostle Paul’s argument? He is saying that Abraham was saved
when he was 84 years old, when he believed God and it was accounted to him as
righteousness. But the circumcision was given as a what? As the sign
or the visible seal of the experience of salvation that had come to the heart
of Abraham.
And so you have the internal experience and you have the
external rite of circumcision as an announcement of visible manifestation of
that experience.
Nah, ketahuilah, tindakan penyunatan itu terjadi
pada saat Abraham berusia 84 tahun (maaf ya, Pak Stephen Bohrnya lagi ngantuk,
tapi teruskan saja membaca nanti dia ralat sendiri). Sangat menarik. Usia 84.
Oh, bukan tindakan penyunatannya, tapi yang benar adalah saat Abraham percaya
pada Tuhan dan diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Nah, kita tiba di
Kejadian 17:24. Sekarang Abraham berusia 99 tahun. Berapa tahun sudah yang
lewat sejak dia percaya pada Tuhan dan diperhitungkan kepadanya sebagai
kebenaran? 15 tahun sudah lewat. Abraham belum disunat. Dia percaya kepada
Tuhan, dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Tetapi sekarang
kita baca teks di Kejadian 17:24, Tuhan
menyuruh Abraham untuk disunat.
Nah, rasul Paulus mengingat pengalaman ini dan
menjelaskan maknanya. Kita perlu memahami bahwa Abraham diselamatkan ketika dia percaya kepada Tuhan, itu
yang diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Tetapi dia tidak disunat
hingga lewat 15 tahun kemudian. Bahkan kita akan melihat bahwa sunat adalah pertanda atau
pernyataan lahiriah bahwa dia telah percaya kepada Tuhan dan Tuhan telah
memberikan kepadanya kebenaranNya.
Sekarang rasul Paulus menjelaskan pengalaman
Abraham, makna theologisnya.
Marilah bersama saya ke Roma 4:11-12, di sini rasul
Paulus berbicara mengenai pengalaman ini, bagaimana Abraham percaya pada Tuhan
dan kemudian dia disunat. Inilah yang dikatakannya di bawah inspirasi Roh
Tuhan: “Dan tanda sunat itu
diterimanya…” sunat itu
apa? Suatu
tanda. “…Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai
meterai…” kata
yang dipakai bergantian, “…meterai kebenaran dari
iman yang dimilikinya saat belum…” apa? “…bersunat. Agar
ia dapat menjadi bapa semua orang percaya walaupun
mereka tak bersunat, supaya kebenaran boleh
diperhitungkan kepada mereka juga…” ayat 12 “…12 dan juga menjadi bapa sunat,
bagi mereka yang bukan hanya bersunat,
tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum
disunat.” [NKJV yang diindonesiakan]
Apakah kalian paham argumentasi rasul Paulus? Rasul
Paulus berkata bahwa Abraham sudah diselamatkan ketika berusia 84 tahun, ketika
dia percaya kepada Tuhan dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran.
Tetapi sunat diberikan sebagai
suatu apa? Suatu tanda, atau
meterai lahiriah dari pengalaman diselamatkan yang telah ada di hati Abraham.
Maka di sini ada pengalaman batiniah, dan ada
ritus lahiriah penyunatan, sebagai pernyataan manifestasi lahiriah dari
pengalaman tersebut.
Now the Bible tells us that circumcision was much more than just
taking the foreskin from the human body. I want you to notice the
deeper dimension of circumcision. It wasn’t only an external act. The external
act only had meaning if you had the internal experience. Let’s read several
texts.
Deuteronomy 30:6, here Moses is speaking to the children
of Israel and he says ~ inspired by God’s Spirit ~ the following, “And the LORD your God will
circumcise…” what? Aha! Is that internal
experience? Absolutely! “…the LORD your God will circumcise your
heart and the heart of your descendants…”
what does that mean circumcise
your heart? He explains,
“… to…” what? “…to love the LORD your God with all your heart and with all your soul,
that you may live.”
Was there something internal about circumcision?
Absolutely. The external act of circumcision without the internal experience
was valueless.
Nah, Alkitab memberitahu kita bahwa penyunatan itu lebih dari
sekadar mengerat kulit khatan dari tubuh manusia. Saya mau
kalian melihat dimensi yang lebih mendalam dari penyunatan. Itu bukanlah hanya
suatu tindakan lahiriah. Tindakan lahiriahnya hanya punya arti jika orang itu
memiliki pengalaman batiniahnya. Mari kita
baca beberapa teks.
Ulangan 30:6, di sini Musa berbicara kepada umat
Israel dan dia berkata ~ diilhami oleh Roh Tuhan ~ seperti yang berikut, “Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat…”
apa? Aha! Apakah itu pengalaman batiniah? Tentu saja “…TUHAN Allahmu akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu…” apa maksudnya menyunat hati? Paulus menjelaskannya, “… agar…” apa? “…agar engkau mengasihi TUHAN, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau boleh hidup.” [NKJV yang diindonesiakan].
Apakah ada sesuatu yang batiniah tentang
penyunatan? Tentu saja. Tindakan lahiriah penyunatan tanpa pengalaman
batiniahnya tidak ada nilainya.
Notice Deuteronomy 10:16, the same idea of circumcision
being the internal experience and the outward circumcision just as the visible
manifestation. Notice what we find in Deuteronomy 10:16 “Therefore circumcise the foreskin of
your heart, and be stiff-necked no longer.” Being stiff necked means bullheaded, full of yourself. In
other words what is meant by circumcising the foreskin of your heart? It means
that your selfishness is what? Broken in your heart.
Perhatikan Ulangan 10:16, ide yang sama tentang
penyunatan sebagai pengalaman batiniah, dan sunat
jasmani yang hanya sebagai manifestasi lahiriah. Perhatikan apa yang kita
dapati di Ulangan 10:16 “Sebab itu sunatlah hatimu dan
janganlah lagi kamu tegar tengkuk.” Tegar tengkuk berarti kepala batu, percaya diri.
Dengan kata lain apa yang dimaksud dengan menyunat hati? Artinya keegoisan dirimu diapakan? Dipatahkan di dalam hatimu.
Now the apostle Paul also reminiscing about his own
personal experience with the Lord, how before he was a Christian, he boasted you
know, about being from the tribe of Benjamin, circumcised the 8th
day, and so on, he says, “All of that I discovered was valueless without Jesus
Christ.” Notice what he had to say about circumcision in Philippians 3:3, he
tells the story of his conversion, how he thought before and how he thought
afterwards. Philippians 3:3 the apostle Paul says, “For we are the circumcision, who…” what? “…who
worship God…” who worship God how?
“…in the Spirit, rejoice in Christ Jesus, and have no confidence in the
flesh…” In other words we don’t have
confidence in circumcision as a saving act. He says, “For we are the circumcision, who
worship God in the Spirit, rejoice in Christ Jesus, and have no confidence in
the flesh…” Is
circumcision deeper than just the physical act? Absolutely.
Sekarang rasul Paulus juga mengingat pengalamannya
sendiri bersama Tuhan, bagaimana sebelum dia menjadi orang Kristen dia
menyombongkan diri, kalian tahu, bahwa dia berasal dari suku Benyamin, disunat
pada hari ke-8, dan sebagainya, dia berkata, “Semua itu, aku sadari tidak ada
nilainya tanpa Yesus Kristus.” Perhatikan apa yang dikatakannya tentang sunat
di Filipi 3:3, dia menceritakan kisah pertobatannya, bagaimana cara berpikirnya
sebelum itu dan bagaimana sesudahnya. Filipi 3:3 rasul Paulus berkata, “karena kitalah sunat itu,
yang…” apa? “…yang beribadah kepada Allah…” yang
beribadah kepada Allah bagaimana? “…dalam Roh, dan bersukacita dalam
Kristus Yesus, dan tidak mengandalkan daging…” Dengan kata lain kita tidak
mengandalkan sunat sebagai tindakan yang menyelamatkan. Paulus berkata, “karena kitalah sunat itu, yang beribadah kepada Allah dalam Roh, dan bersukacita dalam Kristus Yesus, dan tidak mengandalkan daging.”
[NKJV yang diindonesiakan]. Apakah sunat itu maknanya jauh lebih dalam daripada
sekadar tindakan jasmani? Tentu saja.
Let’s notice one more text, Romans 2:28-29 where the
apostle Paul once again is speaking about the internal meaning of circumcision.
He says there in Romans 2:28-29, “For
he is not a Jew who is one
outwardly…” what identified a Jew? Circumcision.
The apostle Paul is saying, “…For he is not a Jew who is one outwardly,
nor is circumcision that which is…”
what? “…outward in the
flesh…” by the way was it important to be circumcised in the
flesh? Did we notice that? The apostle Paul is not saying, “Oh, you know that
command that God gave wasn’t important.” No, no, no, he is saying there has to
be something deeper. So he says, “…he is not a Jew who is one outwardly, nor
is circumcision that which is outward in the flesh; 29 but he is a Jew who is one…” what? “…inwardly…”
see, here you have the outward and
you have inward, “…he is a Jew who is one inwardly; and
circumcision is that of
the…” what? “… of the heart…” and then he says, “…in the…” what? “…in the Spirit, not in the letter; whose
praise is not from men but from
God.”
Mari kita perhatikan satu teks lagi, Roma 2:28-29
di mana rasul Paulus sekali lagi berbicara tentang makna batiniah sunat. Dia
berkata di sana, Roma 2:28-29, “Sebab yang disebut Yahudi
bukanlah orang yang lahiriah Yahudi…” apa
ciri khas orang Yahudi? Disunat. Rasul Paulus berkata, “…Sebab yang disebut Yahudi
bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan
sunat bukanlah…” apa? “… sunat lahiriah pada daging…” apa
disunat secara jasmani itu penting? Apakah kita tadi sudah menyimak hal itu?
Rasul Paulus tidak berkata, “Oh, perintah yang diberikan Tuhan itu tidak
penting.” Tidak, tidak, tidak, dia berkata harus ada sesuatu yang lebih mendalam.
Jadi Paulus berkata, “…Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang
yang lahiriah Yahudi, dan sunat bukanlah
sunat lahiriah pada daging. 29
Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang…”
apa? “…Yahudi secara
batiniah; dan sunat adalah yang…” apa? “…yang di dalam hati…”
kemudian katanya, “… secara…” apa? “…secara Roh,
bukan secara harafiah; maka pujian baginya datang
bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” [NKJV yang diindonesiakan]
Does circumcision have an external dimension, a physical
dimension visible? Absolutely. Does it also have a invisible, internal
dimension? Circumcision? Absolutely. One thing does not annul the other, they
are two sides of one coin.
Apakah sunat memiliki dimensi lahiriah, suatu
dimensi jasmani yang tampak? Tentu saja. Apakah dia juga memiliki suatu dimensi
batiniah yang tidak tampak? Sunat? Tentu saja. Yang satu tidak membatalkan yang
lain, mereka adalah dua sisi mata uang yang sama.
Now, let me make something very clear about circumcision.
· Circumcision was clearly established
as a Jewish institution.
· It was established after the entrance
of sin.
· Furthermore the Bible makes it clear,
and that is going to be our next point, that baptism replaced circumcision. The New Testament, the apostle Paul makes
that clear that circumcision was replaced by baptism.
· Furthermore the Jerusalem Council
made it explicit that people no longer needed to be circumcised, that circumcision
was done away with.
Reviewing once again, this is very
important, circumcision was clearly established as a Jewish institution. It was
established after sin. It was replaced by baptism according to the clear
testimony of the New Testament, and
the
Jerusalem Council in Acts 15 makes it very clear that circumcision no longer
needs to be observed. Not so with the Sabbath.
Sekarang, saya mau menjelaskannya dengan sangat
jelas tentang sunat ini:
· Sunat jelas diciptakan sebagai suatu lembaga Yahudi.
· Sunat
diadakan setelah masuknya dosa.
· Lebih jauh,
Alkitab menjelaskan ~ dan ini akan menjadi poin pembahasan kita berikutnya ~
bahwa baptisan telah menggantikan
penyunatan. Perjanjian Baru, rasul Paulus menyatakannya dengan
jelas bahwa penyunatan digantikan oleh baptisan.
· Selain itu,
Konsili Yerusalem dengan sangat jelas menyatakan bahwa orang tidak perlu
disunat lagi, bahwa penyunatan sudah
dihapuskan.
Mengulang sekali lagi ~ ini sangat penting ~
penyunatan jelas diadakan sebagai suatu lembaga Yahudi. Dia diadakan setelah
dosa. Dia digantikan oleh baptisan
menurut pernyataan jelas dari Perjanjian Baru, dan Konsili Yerusalem di Kisah
pasal 15 menyatakan dengan jelas bahwa penyunatan tidak lagi perlu dilakukan.
Tidak demikian dengan pemeliharaan Sabat.
Now, I need to clarify that the reason I am using
circumcision is not to draw a precise parallel between circumcision and the
Sabbath. I am using circumcision just to show that there are rites and
ceremonies that God gave that have an internal dimension and have an external
dimension. I am only using this as an example so that we can then understand
how the Sabbath has an internal meaning and has an external meaning. Now the Sabbath is
different from circumcision.
· However, in the sense that the
Sabbath was created before sin, the Bible makes that clear.
· The Sabbath was made for all people.
· The Sabbath was made for man.
· And there is no evidence in the New
Testament whatsoever, that Sunday or something else replaced the Sabbath and
that we no longer have to keep the Sabbath.
In other words the Sabbath is in a different category
than circumcision. The only reason I am using circumcision, and I will
use baptism and some other rites as well, is so that we can see that there is
no conflict between the internal and the external but they actually complement
one another.
Nah, saya perlu menjelaskan alasan saya memakai
sunat sebagai contoh bukanlah untuk memberikan paralel yang persis sama antara
sunat dengan Sabat. Saya memakai sunat untuk menunjukkan bahwa ada ritus-ritus
dan upacara-upacara yang pernah diberikan Tuhan yang memiliki dimensi batiniah dan
dimensi lahiriah. Saya hanya memakai ini sebagai contoh supaya kita bisa
memahami bagaimana Sabat juga memiliki makna batiniah dan makna lahiriah. Nah, Sabat jelas berbeda dengan sunat.
· Nah,
Alkitab jelas menyatakan bahwa Sabat ini diciptakan sebelum masuknya dosa.
· Sabat
dibuat untuk semua orang.
· Sabat
dibuat untuk manusia.
· Dan tidak
ada bukti sama sekali di Perjanjian Baru bahwa hari Minggu atau sesuatu yang
lain telah menggantikan Sabat, dan bahwa kita tidak perlu lagi memelihara
Sabat.
Dengan kata lain, Sabat
ini berada di kategori yang berbeda dengan sunat. Satu-satunya
alasan saya memakai sunat ~ dan saya akan memakai baptisan dan ritus-ritus
lainnya juga ~ adalah supaya kita bisa melihat bahwa tidak ada
konflik antara yang batiniah dengan yang lahiriah, tetapi justru mereka saling
melengkapi.
Now I mentioned that according to Scripture baptism
takes the place of circumcision. Now let’s examine that concept in Colossians 2:11-12. Here the
apostle Paul explicitly states that circumcision has been replaced by baptism.
This is what he says, “In
Him…” that is in Jesus, “…you were also
circumcised with the circumcision made…”
how? Oh, this is not physical
circumcision!
“…with the circumcision made without hands…” now what does that mean? “…by putting off the body of the sins of the flesh…” so what does the foreskin represent? It represents the
sins of the what? “…of the flesh, by the circumcision of
Christ…” now, what is the circumcision of Christ that removes the
foreskin spiritually speaking? Notice verse 12, “… 12 buried
with Him in…” what? “…in baptism…” So what replaces circumcision? Baptism! “…buried with Him in baptism, in which you
also were raised with Him
through faith in the working of God, who raised Him from the dead.”
So baptism replaces circumcision by the clear testimony of
the New Testament. Not so with the 7th day Sabbath.
Nah, saya sudah menyinggung bahwa menurut Alkitab, baptisan menggantikan tempat
sunat. Sekarang mari kita periksa konsep tersebut di Kolose 2:11-12.
Di sini rasul Paulus dengan jelas menyatakan bahwa sunat telah digantikan oleh
baptisan. Inilah yang dikatakannya, “Dalam Dia…” maksudnya dalam Yesus, “…kamu telah disunat, oleh sunat yang…” oh, ini bukan sunat jasmani! “…oleh sunat yang dilakukan bukan dengan tangan…” nah, apa maksudnya ini? “…yang memisahkan tubuh dari dosa-dosa
kedagingan…” jadi kulit khatan itu melambangkan apa?
Melambangkan dosa-dosa apa? “…dosa-dosa
kedagingan, yaitu
dengan sunat Kristus…” nah,
apa itu sunat Kristus yang menghilangkan kulit khatan secara rohani? Perhatikan
ayat 12, “…12 dikuburkan
bersama Dia dalam…” apa? “…dalam baptisan…” Jadi apa yang menggantikan sunat?
Baptisan! “…dikuburkan bersama Dia dalam baptisan, di mana kamu juga dibangkitkan bersama Dia melalui
iman karena
pekerjaan Allah, yang telah membangkitkan
Dia dari orang mati.” [NKJV yang diindonesiakan].
Jadi baptisan menggantikan sunat berdasarkan
kesaksian jelas Perjanjian Baru. Tidak demikian dengan Sabat hari ketujuh.
Now, let’s talk a little bit about baptism, which is a
ceremony that now the Christian church celebrates instead of circumcision which
was done away with. Is there an internal and an external dimension to the rite
or to the ceremony of baptism? Most certainly yes. Go with me to Mark 16 and
we’ll read verses 15 and 16, and we are going to read it carefully, because
this passage has the internal as well as the external. Notice Mark 16:15-16.
This is the great commission that Jesus gives to His disciples, “And He said to them, ‘Go into all the
world and preach the gospel to every creature…”
Now, listen carefully,
“…16 He who believes…”
is that an internal act? The New
Testament says you believe with your heart. Abraham believed God and it was
accounted to him as righteousness. So, it says, “…He who believes it’s not necessary for them to be baptized…” Is that what He says? A-a! It’s not “either or”, but “both
and.” He says, “…He who believes…” that’s the internal, “…and is baptized will
be…” what? “… saved…” do you need to be externally baptized in order to be
saved? Now let’s not talk about the exceptions like the thief on the cross, God
takes those things into account. You know some people use that, they say,
“Well, what about the thief on the cross?” And I tell them, “Your are not a
thief, and you are not on the cross.” Heheheh, it’s that simple, don’t use that
to make excuse, those are exceptions. People on their deathbed who can’t be
baptized God knows and He takes into account their hearts, because they are not
able to do it. But God expects that if we can do it, we should do it. And so it
says, “…He who believes and is baptized will be saved, but he who does
not believe will be condemned.”
So is there an internal aspect to baptism? Yes.
Is there an external rite of baptism? Yes.
Do they annul one another? Absolutely not.
Sekarang mari kita berbicara sedikit tentang
baptisan, yang adalah suatu upacara yang dirayakan gereja Kristen sekarang
sebagai ganti penyunatan yang sudah dihapus. Apakah ada dimensi batiniah dan
lahiriah dalam ritus atau upacara baptisan? Tentu saja, iya. Marilah bersama
saya ke Markus 16 dan kita akan membaca ayat 15 dan 16, dan kita akan
membacanya dengan teliti, karena bacaan ini berbicara tentang batiniah dan
lahiriahnya. Perhatikan Markus 16:15-16. Ini adalah penugasan besar yang
diberikan Yesus kepada murid-muridNya, “Lalu Ia berkata kepada
mereka: ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk…” sekarang dengarkan baik-baik, “…16 Siapa yang
percaya…” apakah
ini suatu tindakan batiniah? Perjanjian Baru berkata kita percaya dengan hati
kita. Abraham percaya kepada Tuhan dan itu diperhitungkan kepadanya sebagai
kebenaran. Jadi dikatakan, “…Siapa yang percaya, mereka tidak perlu dibaptis…” apakah itu yang dikatakanNya? O, tidak!
Ini bukan memilih “salah satu” tetapi “kedua-duanya”. Yesus berkata, “…Siapa yang percaya…” ini bagian batinnya, “…dan dibaptis akan…” apa? “…diselamatkan…” Apakah kita perlu dibaptiskan secara lahiriah supaya
diselamatkan? Nah, jangan menyinggung perkecualian-perkecualian seperti penjahat di atas salib. Tuhan akan
mempertimbangkan hal-hal itu sendiri. Kalian tahu, beberapa orang memakai itu
sebagai alasan dan berkata, “Nah, bagaimana dengan penjahat yang disalib?” Dan
saya menjawab mereka, “Kamu bukan penjahat dan kamu tidak disalibkan.”
Hehehehe, sederhana saja, jangan memakai itu sebagai alasan, itu adalah
perkecualian. Mereka yang sedang sekarat, yang tidak bisa dibaptis, Tuhan tahu,
dan Tuhan mempertimbangkan hati mereka karena mereka tidak sanggup melakukannya.
Tetapi Tuhan menghendaki jika
kita sanggup
melakukannya, kita harus melakukannya. Maka dikatakan, “…Siapa yang percaya dan
dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” [NKJV yang diindonesiakan]
Jadi apakah baptisan ada aspek batiniahnya? Ya.
Apakah ada ritus lahiriahnya pada baptisan? Ya.
Apakah mereka saling membatalkan? Sama sekali
tidak.
The other text that I want us to notice about baptism is
found in 1 Peter 3:21-22. Once again the two dimensions are presented in this
passage, written by the apostle Peter under the inspiration of the Holy Spirit.
1 Peter 3:21-22. Here the apostle Peter says, “There is also an antitype which now saves us…” so there is something that saves us, he says. What is
that? Baptism! You say, “What? Baptism saves us?” But there’s more to the
story. It’s not just only the external act. Let’s continue reading, “…--- baptism (not the removal of
the filth of the flesh…” that would be external, right? “…but the answer of a…” what? “…of a good conscience…” is that internal? “…the answer of a good
conscience toward God), through the resurrection of Jesus Christ…” So, does baptism have an internal dimension? Yes it does.
Does it also have an external dimension? Absolutely.
Teks yang lain yang saya ingin kalian perhatikan
tentang baptisan didapati di 1 Petrus 3:21-22. Sekali lagi kedua dimensi
disampaikan dalam bacaan ini, yang ditulis rasul Petrus di bawah ilham Roh
Kudus. 1 Petrus 3:21-22. Di sini rasul Petrus berkata, “Juga ada suatu penggenapan yang sekarang menyelamatkan kita…” jadi ada sesuatu yang menyelamatkan
kita, katanya. Apa itu? Baptisan! Kalian berkata, “Apa? Baptisan menyelamatkan
kita?” Tetapi ceritanya belum selesai.
Baptisan itu bukan hanya tindakan lahiriahnya. Mari kita lanjutkan membaca, “…yaitu baptisan, (bukan dibuangnya
kenajisan daging…” kalau ini adalah yang lahiriah, bukan? “…melainkan hasil dari…” apa? “…dari hati nurani yang baik…” apakah
ini batiniah? “…hasil dari hati nurani yang baik terhadap Allah) oleh kebangkitan Yesus Kristus…” Jadi apakah baptisan ada dimensi batiniahnya? Ya,
benar. Apakah dia juga memiliki dimensi lahiriahnya? Betul sekali.
Now, I’d like to read you some statements from the
writings of Ellen White on the meaning of baptism. She caught this nuance of
internal and external, the importance of believing Christ in the heart, and
then being baptized as an evidence of that, as a public proclamation of that
fact.
Nah, saya ingin membacakan pernyataan dari tulisan-tulisan
Ellen White mengenai makna baptisan. Dia menangkap nuansa dari bagian batiniah
dan lahiriahnya, pentingnya mempercayai Kristus di dalam hati, kemudian
dibaptiskan sebagai buktinya, sebagai pernyataan kepada publik mengenai fakta
tersebut.
Ellen White in the devotional book God’s Amazing Grace pg. 143 had this to say, “Let those who receive the
imprint of God by baptism heed these words,…” and she is speaking about the words the Father spoke to
Jesus ‘This is My beloved Son, in whom I am well pleased’, “…Let those who receive the
imprint of God by baptism heed these words, remembering that upon them the Lord
has placed His signature,…” what
happens at baptism? God places His what? Signature. So does God place that as a
great big tattoo on your forehead? Absolutely not. Where is the signature? The
signature is in your heart. She says, once again, “…Let
those who receive the imprint of God by baptism heed these words remembering
that upon them the Lord has placed His signature, declaring them to be His sons
and daughters. The Father, the Son, and the Holy Ghost, powers infinite, and
omniscient, receiving those…” now
listen carefully, “…who
truly enter into covenant relationship with God…” Ahhh, “truly enter”, are there some who “do not truly
enter”? Absolutely. She says, “…They are present…” the Father, Son and Holy Spirit, “…They are present at every
baptism, to receive the candidates…” listen carefully, “…the candidates who have
renounce the world…” does
something take place, spiritual? Absolutely, “…who have renounce the world, and have received Christ into the
soul temple….” See, you
receive Christ into the soul temple first, and then you announce it, how? By
baptism. She continues saying, “…These candidates have entered
into the family of God, and their names are inscribed in the Lamb’s book of
life.”
Ellen White di dalam buku devosinya, God’s Amazing Grace, hal. 143, berkata demikian,
“Biarlah mereka yang menerima cap Allah melalui baptisan,
memperhatikan kata-kata ini…” dan dia berbicara tentang kata-kata yang diucapkan
Bapa kepada Yesus, “Inilah AnakKu yang Kukasihi, kepadaNya
Aku berkenan.”, “…Biarlah mereka yang menerima cap Allah melalui baptisan,
memperhatikan kata-kata ini, dengan mengingat bahwa Tuhan telah menempatkan
tandatanganNya pada mereka…” Apa yang terjadi saat baptisan? Tuhan menempatkan
apaNya? TandatanganNya. Nah, apakah Tuhan menempatkannya sebagai sebuah tattoo
besar di dahi kita? Sama sekali tidak. Di mana tandatangan ini kalau begitu? Tandatangan itu ada di hati kita.
Ellen White berkata, sekali lagi, “Biarlah mereka yang
menerima cap Allah melalui baptisan, memperhatikan kata-kata ini, dengan
mengingat bahwa Tuhan telah menempatkan tandatanganNya pada mereka, menyatakan
mereka sebagai putra-putra dan putrid-putriNya. Allah Bapa, Allah Anak dan Roh
Kudus, kuasa yang abadi, dan mahatahu, menerima mereka…” sekarang
dengarkan baik-baik, “…yang sungguh-sungguh mengikat
hubungan perjanjian dengan Tuhan…” Aaahh, “sungguh-sungguh mengikat”, berarti adakah
mereka yang “tidak sungguh-sungguh mengikat”? Tentu saja. Ellen White berkata, “…Mereka
hadir…” Bapa, Putra dan Roh Kudus, “…Mereka hadir pada
setiap upacara baptisan, untuk menerima calon-calon…” dengarkan
baik-baik, “…calon-calon yang telah meninggalkan dunia…” apakah
sesuatu telah terjadi, sesuatu yang batiniah? Betul sekali, “…yang
telah meninggalkan dunia dan telah menerima Kristus dalam kaabah jiwanya…” Lihat, kita lebih dulu menerima Kristus
di dalam kaabah jiwa kita, baru kemudian kita
menyatakannya, dengan apa? Dengan
baptisan. Ellen White
melanjutkan berkata, “Calon-calon ini telah masuk ke
dalam keluarga Tuhan, dan nama mereka tercantum di dalam kitab kehidupan Anak
Domba.”
Now, here’s another statement, SDA Bible Commentary Vol. 6 pg 1075, it’s also an Ellen White
statement. Listen to what she says, “The
new birth is a rare experience in this age of the world…” what? “…The new birth is…” what? “…a
rare experience in this age of the world. This is the reason why there are so
many perplexities in the churches. Many, so many, who assume the name of Christ
are unsanctified and unholy…” now
listen carefully, “…They have been baptized but
they were buried alive…”
does that baptism
mean anything? The external act? Absolutely not. Just like circumcision as an external act
was worthless unless it had the corresponding experience in the human heart.
She continues saying, “…They
have been baptized but they were buried alive. Self did not die, and therefore
they did not rise to newness of life in Christ…” You say, you can come out of the water but the rite is
meaningless unless you have truly died and resurrected with Jesus Christ
spiritually.
Nah, ini pernyataan yang lain, dari SDA Bible Commentary Vol. 6 hal. 1075, ini
juga pernyataan dari Ellen White. Dengarkan apa yang dikatakannya, “Kelahiran
baru adalah pengalaman yang langka di dunia ini zaman sekarang…” apa? “…Kelahiran
baru adalah…” apa? “…pengalaman langka di dunia ini zaman sekarang. Inilah
alasannya mengapa ada begitu banyak kekacauan di dalam gereja-gereja. Banyak
sekali, begitu banyak sekali, yang memakai nama Kristus tidak dikuduskan dan
tidak suci…” sekarang dengarkan baik-baik, “…Mereka telah dibaptis
tetapi mereka dikuburkan hidup-hidup…” apakah baptisan
ada maknanya? Tindakan lahiriahnya? Sama sekali tidak. Persis seperti penyunatan sebagai
tindakan lahiriah tidaklah bermanfaat kecuali ada pengalaman yang menyertainya
di dalam hati manusia tersebut. Ellen White melanjutnya berkata,
“…Mereka telah dibaptis tetapi mereka dikuburkan hidup-hidup.
Ego tidak mati, oleh karena itu mereka tidak bangkit kepada kehidupan yang baru
di dalam Kristus…” Bisa dikatakan, orang boleh saja keluar dari air baptisan tetapi ritus
tersebut tidak ada artinya kecuali dia
sungguh-sungguh telah mati dan bangkit bersama Kristus secara spiritual.
Desire of Ages pg. 181, this is a powerful
statement. Desire of Ages pg. 181, Ellen
White had this to say about baptism, “It
is the grace of Christ that gives life to the soul…” where is that happening?
Inside. “It is
the grace of Christ that gives life to the soul…” now listen carefully to what she says. Some people say
that Ellen White was a legalist. Ellen White was not a legalist. Ellen White
had things in proper balance. She says, “Yes, the external is important, for
example the way we worship God is very important because God has rules of
worship. But unless the heart is right with God, all of the correct methodology of
worship is worthless.” Are you understanding me now? Now, listen to
what she says, “It is the grace of Christ that
gives life to the soul, apart from Christ, baptism, like any other service, is
a worthless form….” So let
me ask you, what is more important? The internal experience of forming a
relationship with Christ, or being baptized? See, it’s not “either or”, it’s
“both and”. One is the visible manifestation of the internal invisible work of the Holy Spirit. And so it’s not, oh,
if you have the internal you don’t need the external or if you have the external
you don’t need the internal. You need the internal which leads to the external.
Desire of
Ages hal. 181, ini adalah pernyataan yang sangat tegas. Desire of Ages hal. 181, Ellen White berkata demikian tentang
baptisan, “Anugrah Kristus-lah yang memberi hidup kepada jiwa…” di mana
ini terjadi? Di dalam, di batin. “…Anugrah Kristus-lah
yang memberi hidup kepada jiwa…” sekarang dengarkan baik-baik apa yang dikatakannya.
Ada orang yang mengatakan Ellen White seorang legalis. Ellen White bukanlah
legalis. Ellen White menempatkan semuanya secara seimbang. Ellen White berkata,
“Benar, bagian lahiriah itu penting, misalnya cara kita beribadah kepada Tuhan
itu sangat penting karena Tuhan punya peraturan mengenai ibadah. Tetapi kecuali hati kita terhubung
secara benar dengan Tuhan, maka semua metodologi ibadah yang benar itu tidak
ada nilainya.” Apakah kalian memahami saya sekarang? Nah,
dengarkan apa kata Ellen White, “Anugrah Kristus-lah yang
memberi hidup kepada jiwa, terpisah dari Kristus, baptisan adalah suatu bentuk
yang tidak ada nilainya, seperti juga upacara yang lain…” Jadi, coba
saya tanya, yang mana lebih penting, pengalaman batiniah membentuk suatu
hubungan dengan Kristus, atau dibaptis? Lihat, ini bukan
memilih salah satu, tetapi kedua-duanya. Yang satu adalah manifestasi lahiriah
dari pekerjaan batiniah Roh Kudus yang tidak tampak. Jadi bukan, “jika kita
memiliki yang batiniah kita tidak perlu yang lahiriah” atau “jika kita memiliki
yang lahiriah, kita tidak butuh yang batiniah.” Kita membutuhkan yang batiniah yang akan membawa
kita kepada yang lahiriah.
Now, allow me to give you one final example before we
bring this to a close. Today we are only setting the stage for our next study
together. Today we are not going to discuss the Sabbath directly. We’ve started
with Ellen White’s statements but we are not dealing with the internal and
external aspects of the Sabbath. Tomorrow we’ll deal with that extensively. But
we are setting the stage for that, we are laying the foundations so that we can
understand how Paul says that the Holy Spirit is the seal and Ellen White says
the Sabbath is the seal. There is no contradiction, they complement one
another.
Nah, izinkan saya memberikan satu contoh yang
terakhir sebelum kita mengakhiri pelajaran ini. Hari ini kita hanya meletakkan
dasarnya bagi pelajaran kita berikutnya. Hari ini kita tidak akan berbicara
tentang Sabat secara langsung. Kita telah mengawali dengan
pernyataan-pernyataan Ellen White, tetapi kita tidak akan membahas aspek
batiniah dan lahiriah Sabat. Besok kita akan membahas itu panjang lebar. Tetapi
sekarang kita mempersiapkan adegannya untuk itu, kita meletakkan dasarnya supaya kita bisa memahami
mengapa Paulus berkata bahwa Roh Kudus adalah meterainya, sedangkan Ellen White
berkata Sabbat adalah meterainya. Tidak ada kontradiksi, mereka saling melengkapi.
Marilah
bersama saya ke Ulangan 6:6-8, ini adalah contoh kita yang terakhir. Ulangan
6:6-8. Apakah kalian tahu faktanya bahwa Tuhan
menyuruh orang-orang Israel membuat kotak-kotak kecil dari kulit dan menulis
ayat-ayat Alkitab dari ke-5 kitab Musa pada lembaran-lembaran perkamen (dari
kulit binatang) dan untuk memasukkan lembaran-lembaran perkamen kecil itu ke
dalam kotak kulit kecil tersebut dan Tuhan menyuruh orang-orang Israel mengikat
kotak-kotak itu di dahi mereka dan di tangan mereka? Bayangkan!
Bayangkan orang-orang Yahudi itu turun ke jalan dengan kotak-kotak kecil dari
kulit ini yang berisikan potongan-potongan perkamen yang bertuliskan ayat-ayat
dari kitab-kitab Musa. Mereka turun ke jalan dan mereka benar-benar mengikatnya
di tangan kiri mereka, dan mereka kenakan di tangan kiri mereka di sini,
terikat, kotak-kotak kecil itu yang mereka buat dari kulit, kecil-kecil, dengan
teks dari tulisan-tulisan Musa. Apakah Tuhan menyuruh mereka berbuat seperti
itu? Ya, benar. Tetapi itu seharusnya adalah suatu tindakan lahiriah yang
mengandung makna batiniah. Sebaiknya mari kita simak itu di Ulangan 6:6-8.
By the way, as you are looking for that, did God tell
the Israelites to wear at the bottom of their
garments tassels of blue?
Do you think that was literal? Do you think literally God was saying, “You need
to wear tassels of blue on your garment?” God was speaking literally. But did
that have some spiritual meaning behind it? Of course. Blue is a representation
of God’s holy law. And so as they
walked, you know, it was visible to all of the nations as they walked, and the
nations would ask, “What does that mean?” “Oh, that means that we keep the law
of the Lord.”
Incidentally there’s where we get the expression “true
blue” from. Have you ever heard the expression “true blue”? Because God’s
commandments are the truth. But they came to the conclusion that there were
some merit in walking around with a robe with tassels of blue. They totally
lost the meaning, the internal spiritual meaning of it.
Nah, sementara kalian mencari ayat itu, apakah Tuhan menyuruh orang-orang
Israel ini memakai jumbai-jumbai dengan benang biru pada bagian bawah pakaian
mereka? Menurut kalian apakah perintah ini benar-benar harafiah?
Menurut kalian apakah Tuhan benar-benar berkata, “Kamu harus memakai
jumbai-jumbai berwarna biru pada pakaianmu”? Tuhan sungguh bicara demikian
secara harafiah. Tetapi apakah itu memiliki makna spiritual di baliknya? Tentu
saja. Warna biru melambangkan Hukum Tuhan yang suci. Maka pada waktu
orang-orang Israel ini turun ke jalan, kalian tahu, semua bangsa lain bisa
melihat dan mereka akan bertanya, “Apa artinya itu?” “Oh, itu artinya kami
memelihara hukum Tuhan.”
Ketahuilah, dari sanalah ungkapan “true blue”
(artinya “pengikut setia”). Pernahkah kalian mendengar ungkapan “true blue”?
Karena perintah-perintah Tuhan adalah kebenaran. Tetapi orang-orang Israel
menyimpulkan bahwa berjalan ke mana-mana dengan jubah berjumbai biru
itu ada pahalanya. Mereka sama sekali tidak mengerti maknanya, makna spiritual
batiniahnya.
Nah, apakah mereka berbuat hal yang sama dengan
Sabat? Lagi-lagi saya sedikit mendahului diri saya sendiri. Percayalah, mereka
berbuat kesalahan yang sama dengan Sabat.
Now, let’s read this passage: “And these words which I command you
today…” listen, listen to the condition now,
“…shall be in your heart…” where do the words go first? In the
heart. Is that the internal or the external? The internal. “…And these words which I command you
today shall be in your heart…” that’s before they are placed on the
forehead or the hand by the way. First of all where? In your heart. Verse 7,
“…7 You shall teach them…” after they have been placed in the heart, right? That’s
the condition.
“…You shall teach them diligently to your children, and shall talk of
them…” after they are written where? After they are written in
the heart, you shall talk of them
“…when you sit in your house, when you walk by the way, when you lie down, and
when you rise up…” And now notice what he says. He’s
already spoken about the internal, alright? And you are supposed to teach these
things, and you are supposed to talk about these things to other people,
because you had an experience with the
Lord where? In your heart. And now, notice the external manifestation of this.
Verse 8, “…8 You shall bind them
as a sign…” isn’t that interesting that word
“sign”? “…You shall bind them as a sign…” a sign of what? According to the context this is a sign of
what? A sign that they what? A sign that they’ve written the word of the Lord
where? On their hearts. In other words, it’s a visible sign of their internal
experience with the Lord. And so it says, “…You shall bind them
as a sign on your hand, …” what do you use your hand for? For
work. You do with your hands, right? In other words it has to do with our
conduct, with our behavior because we do with our hands. Are you understanding
what this is saying? Okay. So it says, “…You shall bind them as
a sign on your hand, and they shall be as…”
what? “…as frontlets between your eyes.” Was God speaking literally? Of course
He was speaking literally. But why did
they need these little boxes with Scriptures on them, on their foreheads when
they had the internal experience? What was more important, the internal
experience or the little box? Both, as long as the little box was a
manifestation of the internal experience. Are you with me? And so, as they
walked very peculiarly by the way, they are walking down the street and they
had this little box on their forehead, and they had this little box attached to
their left hand, and people say, “That’s kinda strange, what does that
mean?” “Aha, let me explain it to you…”
a good missionary purpose. “…Let me explain to you what it means. It means that
I am obedient to all the commands of the Lord and I love the Lord with all my
heart, and I want His Word to be on my mind, and I want His Word to influence
my actions.” Are you with me? Was the external important? Yes. As long as you
had what? As long as you had the internal. And then it says in verse 9, “…9You shall write them on the doorposts
of your house and on your gates.”
Are you understanding the
relationship between the internal and the external? Both are important.
Nah, mari kita baca teks ini, “Dan kata-lata ini yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini…” dengar, dengarkan syaratnya sekarang, “…haruslah ada di dalam hatimu…” di mana kata-kata itu harus berada
dulu? Di dalam hati. Apakah itu batiniah atau lahiriah? Batiniah. “…Dan kata kata ini yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, haruslah
ada di dalam hatimu…” nah, ini sebelum ditempatkan di dahi
atau tangan mereka. Jadi pertama di mana dulu? Di dalam hatimu. Ayat 7, “…7 haruslah
engkau mengajarkannya…” jadi,
setelah kata-kata itu ditempatkan di dalam hati, benar? Itulah syaratnya, “…haruslah engkau mengajarkannya dengan
rajin kepada anak-anakmu dan membicarakannya…” setelah kata-kata tersebut tertulis di
mana? Setelah kata-kata tersebut tertulis di dalam hati, kamu harus
membicarakannya, “…apabila engkau duduk di
rumahmu, apabila engkau sedang berjalan,
apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun…” Sekarang perhatikan apa katanya. Dia
sudah berbicara tentang bagian batiniahnya, benar? Dan mereka diharuskan
mengajarkan kata-kata tersebut dan mereka diharuskan membicarakan kata-kata
tersebut dengan orang-orang lain, karena mereka telah memiliki pengalaman
bersama Tuhan, di mana? Di dalam hati. Sekarang, perhatikan manifestasi
lahiriahnya dari hal ini. Ayat 8, “…8 Haruslah engkau mengikatkannya sebagai tanda…” menarik tidak, kata “tanda” ini? “…Haruslah engkau
mengikatkannya sebagai tanda…” tanda
apa? Menurut konteksnya ini adalah tanda apa? Tanda bahwa mereka apa? Tanda
bahwa mereka telah menuliskan kata-kata Tuhan di mana? Di dalam hati mereka.
Dengan kata lain, ini adalah tanda lahiriah yang tampak, dari pengalaman
batiniah mereka bersama Tuhan. Maka dikatakan, “…Haruslah engkau mengikatkannya sebagai
tanda pada tanganmu…” tangan
itu dipakai untuk apa? Untuk bekerja. Kita berbuat dengan tangan kita, benar?
Dengan kata lain, ini berkaitan dengan perbuatan kita, dengan sikap kita karena
kita berbuat dengan tangan kita. Apakah kalian paham apa yang dikatakan di
sini? Baiklah. Jadi dikatakan, “…Haruslah engkau mengikatkannya sebagai
tanda pada tanganmu, dan haruslah itu menjadi…”
apa? “… kotak
tanda di dahimu…” [NKJV yang diindonesiakan].
Apakah Tuhan berbicara secara harafiah? Tentu saja Dia berbicara secara
harafiah. Tetapi mengapa orang-orang Israel ini memerlukan kotak-kotak kecil
dengan tulisan ayat-ayat di dahi mereka padahal mereka sudah memiliki pengalaman
batiniahnya? Yang mana yang lebih penting, pengalaman batiniahnya atau
kotak-kotak kecil tersebut? Keduanya! Selama kotak-kotak kecil itu adalah
manifestasi dari pengalaman batiniah itu. Apakah kalian memahami saya?
Maka, sementara orang-orang Israel ini berjalan dengan sangat aneh,
bukan? Sementara mereka turun ke jalan dan mereka memasang kotak
kecil itu di dahi mereka, dan tangan
kiri mereka terikat dengan kotak kecil itu, orang-orang berkata, “Ini rada
aneh, apa artinya?” “Aha! Izinkan saya
menjelaskannya kepada Anda…” suatu tujuan misionari yang baik, “…izinkan saya
menjelaskannya kepada Anda apa artinya. Artinya saya mematuhi semua perintah
Tuhan dan saya mengasihi Tuhan dengan segenap hati saya, dan saya mau FirmanNya
ada di benak saya, dan saya mau FirmanNya mempengaruhi perbuatan saya.” Apakah
kalian paham?
Apakah lahiriahnya penting? Iya. Selama apa? Selama ada yang batiniah.
Kemudian dikatakan di ayat 9, “…9 dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”
Apakah kalian paham hubungannya antara
yang batiniah dengan yang lahiriah? Keduanya sama-sama penting.
Now, notice Deuteronomy 11:18 where
you have the same idea expressed all over again. Deuteronomy
11:18, God says to Israel, listen carefully to what it says, I mean this is so
clear. Next time we are going to talk about the Sabbath. Did the Pharisees keep
the Sabbath? How did they ever keep the Sabbath? Any body hated them. Because
their observant of the Sabbath did not come from the heart. It was a legal
requirement but it didn’t come from the heart. Is Sabbath observance of any
value, if you don’t have a relationship with the Lord in your heart, if the
Holy Spirit has not done Its work in our hearts? Absolutely not. Now notice
what it says there, "Therefore
you shall lay up these words of mine…” where? “…in your heart…” and then it amplifies it and says
“…and in your…” what? “…in your soul…” where is that? Outside or inside? Inside, in your soul.
And now notice what it says, “…and bind them as a sign on your hand, and
they shall be as…” what? “…as frontlets between
your eyes.” By the way these are called phylacteries.
Have you ever heard of phylacteries? That word is used only once in the Bible,
in Matthew 23:5, where Jesus rebukes the scribes and the Pharisees for their
phylacteries. Let’s read that text, Matthew 23:5, Jesus is speaking about the
external religion of the Pharisees without the internal work of the Holy Spirit
in their hearts, in other words they are legalists. Everything they do is to be
seen by men, to impress men, but they have no relationship with God, therefore
the external is worthless. Notice what it says there. Here Jesus is
speaking, “But all their works they do…”
why? “…to be seen by men…” Is that the right motivation? When you do things to be
seen by men is your heart right? No, because you are trying to bring glory to
whom? You are trying to bring glory to yourself. Are there people who keep the
Sabbath who think that within the SDA church? That’s one of the reasons why
people in other churches don’t want to have anything to do with the Sabbath
because of the way we keep it. It becomes a yoke of bondage. It doesn’t come
from the heart. And people come to hate the Sabbath. If we kept the Sabbath the
way the Bible says we are supposed to keep the Sabbath, people would love it.
If we had that relationship with Jesus. And next time we are going to amplify
this from the Gospels because Jesus had to fight against this all the time. He
had conflict after conflict after conflict with the Pharisees over the Sabbath.
Most of His conflicts have to do with the Sabbath. And some Christians say that
Jesus broke the Sabbath. No, He didn’t break the Sabbath. He broke the
Pharisees’ Sabbath, but He did not break His own Sabbath that He made at the
beginning, that would make Him a lawbreaker, that would make Him a sinner, and
He would need a redeemer. Now, notice, “…But all their works they do to be seen by
men. They make their phylacteries…” the little boxes with Scriptures
stuck to their foreheads and stuck or attached to their left arm,
“…they make their phylacteries…” notice, “… broad…” can you hear how they are trying to impress?
“…they make their phylacteries broad
and enlarge the borders of their garments…” that’s talking probably about the tassels at the bottom of their
garments you know. And then they walked ceremoniously down the street, you
know, with these little boxes and the borders of their garments in blue, and
everybody looked, “Wow!” All a façade. Because it’s only the external without
the internal work of the Holy Spirit.
When you go further in Matthew 23
which we are going to do next time, you’ll find that Jesus even called the
Pharisees “whited sepulchers”, He says, “Outside you look beautiful…” you know
I’ve seen some amazing gravestones like the one of C.W. Post in Battle Creek,
Michigan, the cereal man. Wow, a mausoleum! But what’s inside there? Heheheh,
bones and of course he’s already decomposed. So what happens if you took away
the façade? All you have inside is rot. So Jesus says, “You are like whited
sepulchers because outside you look righteous before men but inside you are
full of iniquity.”
Sekarang, perhatikan Ulangan 11:18 di mana gagasan yang sama diulangi
lagi. Ulangan 11:18, Tuhan berkata kepada Israel, dengarkan baik-baik apa yang
dikatakan ~ maksud saya ini begitu jelas. Lain kali kita akan berbicara tentang
Sabat. Apakah orang Farisi memelihara Sabat? Bagaimana mereka memelihara Sabat?
Semua orang membenci mereka karena pemeliharaan Sabat mereka tidak datang dari
hati. Itu hanya sebagai persyaratan legal tetapi tidak berasal dari hati.
Apakah pemeliharaan Sabat ini ada nilainya jika kita tidak memiliki hubungan
dengan Tuhan di hati kita, jika Roh Kudus belum melakukan pekerjaanNya di dalam
hati kita? Sama sekali tidak.
Ketahuilah kotak-kotak ini
disebut filakteri. Pernahkah kalian mendengar kata filakteri?
Kata ini hanya pernah dipakai satu kali di dalam Alkitab, di Matius 23:5 di
mana Yesus menegur para ahli Taurat dan orang Farisi mengenai filakteri mereka.
Mari kita baca teks itu di Matius 23:5. Yesus sedang berbicara mengenai ibadah lahiriah
orang Farisi tanpa pekerjaan batiniah Roh Kudus di dalam hati mereka. Dengan
kata lain mereka adalah legalis. Segala yang mereka lakukan itu untuk dilihat
manusia, untuk menarik perhatian manusia tetapi mereka tidak memiliki hubungan
dengan Tuhan. Dengan demikian perbuatan lahiriah mereka itu tidak ada nilainya.
Perhatikan apa yang dikatakan di sana. Yesus sedang berbicara, “Tetapi semua pekerjaan yang
mereka lakukan…” mengapa? “…supaya dilihat
orang…” Apakah itu motivasi yang benar? Bila kita melakukan
hal supaya dilihat orang, apakah hati kita benar? Tidak, karena kita sedang
berusaha mendapatkan kemuliaan bagi siapa? Kita berusaha mendapatkan kemuliaan
bagi diri sendiri. Aapakah ada orang-orang yang memelihara Sabat yang berpikir
seperti itu di dalam gereja MAHK? Itulah salah satu alasannya mengapa orang
dari gereja-gereja lain tidak mau punya urusan dengan Sabat akibat cara kita
memeliharanya. Sabat menjadi kuk yang membelenggu. Karena pemeliharaannya tidak
datang dari hati. Dan orang-orang jadi membenci Sabbat. Jika kita memelihara
Sabat seperti cara yang diajarkan Alkitab seharusnya kita lakukan, orang-orang
akan menyukainya. Jika kita memiliki
hubungan dengan Yesus ~ dan lain kali kita akan menjelaskan hal ini dari
kitab-kitab Injil, karena Yesus bolak-balik harus menentang ini berulang-ulang.
Yesus terus-menerus berkonflik dengan orang-orang Farisi mengenai Sabat ini.
Sebagian besar konflikNya berkaitan dengan Sabat. Dan ada orang Kristen yang
mengatakan bahwa Yesus telah melanggar Sabat. Tidak. Yesus tidak melanggar
Sabat. Dia melanggar sabat orang Farisi. Tetapi Dia tidak melanggar SabatNya
sendiri yang diciptakanNya pada awal. Andaikan begitu, itu akan membuatNya
menjadi seorang pelanggar hukum, itu akan membuatNya menjadi
seorang pendosa, dan Dia sendiri akan membutuhkan seorang juruselamat.
Sekarang, perhatikan, “…Tetapi semua pekerjaan yang
mereka lakukan supaya dilihat orang. Mereka membuat
kotak filakteri mereka…” kotak-kotak
kecil dengan tulisan ayat Alkitab yang dimasukkan di dalamnya, yang diikatkan
di dahi mereka dan diikatkan di tangan kiri mereka, “…Mereka membuat kotak filakteri mereka…” perhatikan, “… lebar…” bisakah kalian tangkap bagaimana orang
Farisi itu berusaha menarik perhatian? “…Mereka membuat
kotak filakteri mereka lebar dan memperluas
tepi pakaian mereka…” Kira-kira
ini berbicara mengenai jumbai-jumbai di bagian bawah pakaian mereka. Lalu
mereka berjalan dengan penuh gaya di jalan, kalian tahu, dengan kotak-kotak
kecil itu dan jumbai-jumbai biru di tepi pakaian mereka, dan semua orang yang
memandang berkata, “Wow!” Semua itu hanyalah pertunjukan luarnya karena itu
hanya yang lahiriah tanpa pekerjaan batiniah Roh Kudus.
Bila kita lanjut terus di Matius pasal 23, yang akan kita
lakukan lain kali, kita akan melihat bahwa Yesus bahkan menyebut orang Farisi
sebagai makam yang putih. Yesus berkata, “Di luarnya kamu indah…” tahukah
kalian saya pernah melihat makam-makam yang sangat mengagumkan seperti milik
C.W. Post di Battle Creek, Michigan, tokoh sereal yang terkenal itu. Wow! Suatu
bangunan makam yang megah! Tetapi apa yang ada di dalamnya? Heheheh, tulang
belulang. Dan pasti dia sudah membusuk. Jadi apa yang terjadi bila kita
menyingkirkan bagian luarnya? Apa yang ada di dalam hanyalah kebusukan. Maka
Yesus berkata, “Kamu seperti makam yang putih karena di luarnya kamu tampak
benar di hadapan manusia, tetapi di dalam kamu penuh dengan dosa.”
And so, what’s more important, the
inside or the outside? Don’t say the
inside, only the inside. If you have the inside, you have the outside, isn’t
that right?
You know if you ask a Christian
today, “Do you really think you should be baptized in the water?”
“Oh, yes, of course! Of course!”
“Oh, really? Isn’t it enough just to
love Jesus in your heart?”
“Oh, no-no, you’ve got to go through
the external rite.”
But if you come to the Sabbath, you
don’t have to do the external rite. Just love Jesus.
Let’s bow our heads.
Maka, mana yang lebih penting, yang batiniah atau yang lahiriah? Jangan
berkata yang batiniah, hanya yang batiniah! Jika kita memiliki batiniahnya,
kita akan memiliki lahiriahnya, bukankah begitu?
Tahukah kalian, bila kita bertanya kepada seorang Kristen hari ini,
“Menurut Anda apakah Anda harus dibaptiskan dalam air?”
“Oh, ya, tentu saja, tentu saja.”
“Masa ya? Apakah tidak cukup asal kita mengasihi Yesus di dalam hati
saja?”
“Oh, tidak, tidak, kamu harus menjalani ritus lahiriah itu.”
Tetapi bila kita bertanya tentang Sabat, maka jawabannya kamu tidak
perlu menjalani ritus lahiriahnya, mengasihi Yesus saja sudah cukup.
Marilah kita berdoa.
24 11 15
No comments:
Post a Comment