Wednesday, January 27, 2016

EPISODE 4 ~ HIS WAY IS IN THE SANCTUARY ~ STEPHEN BOHR

HIS WAY IS IN THE SANCTUARY
Part 4/32 - Stephen Bohr
THE INCARNATION’S SEVEN SECRETS

Dibuka dengan doa


In our study today we are going to discuss the incarnation’s  seven secrets.
But before we talk about the incarnation, I need to cover one other point  which is extremely important. Not only for what we are going to talk about tonight , but for what we are going to discuss later on in our seminar.  And that is, what was Jesus like before His incarnation.

Pelajaran kita hari ini akan membahas KETUJUH RAHASIA INKARNASI.
Tetapi sebelum kita bicara tentang inkarnasi, saya ingin membahas satu poin lain yang sangat penting. Pentingnya bukan hanya untuk pembicaraan kita malam ini, tetapi untuk apa yang akan kita bahas kemudian dalam seminar kita. Dan poin itu adalah, bagaimanakah Yesus sebelum inkarnasiNya (= sebelum Yesus dilahirkan sebagai manusia).


Now, I can tell you for absolute certainty that Jesus, before He came to this world, was God in every sense of the word. He is God by nature. He is not like God, neither did He become God, He IS God.
And so I’d like to read several verses as we begin, that show the deity, the full deity, and Godhood of Jesus Christ.  Let’s begin by reading from the gospel of John 1:1. And we are going to go through this quickly because our main theme is not having to do with the deity of Christ but rather with His humanity.  John 1:1, very well known, you probably can repeat it from memory,  “In the beginning was the Word, and the Word was with God,  and the Word was God.”  Not “a God” like you find in one bible but the Word was God.”

Nah, saya beritahukan dengan kepastian penuh bahwa sebelum Dia datang ke dunia ini, Yesus benar-benar 100% Allah. KodratNya Allah. Dia bukan seperti Allah, Dia juga tidak menjadi Allah, Dia MEMANG Allah.
Maka saya ingin membacakan beberapa ayat di awal pelajaran ini, yang menunjukkan keilahian ~ keilahian penuh Yesus Kristus. Marilah kita mulai membaca dari injil Yohanes 1:1. Kita akan membahas ini dengan cepat karena topik utama kita, tidak berkaitan dengan keilahian Kristus, melainkan dengan kemanusiaanNya. Yohanes 1:1, ayat yang sangat terkenal, mungkin kalian bisa menghafalnya di luar kepala. Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Bukan “seorang Allah” seperti yang terdapat pada salah satu terjemahan Alkitab, tetapi Firman itu adalah Allah.”


Now, let’s go to John 8:58. Here Jesus makes a revolutionary statement. He’s speaking to the Jews and He says something that is going to shake them up. John 8:58, “Jesus said to them, ‘Most assuredly, I say to you, before Abraham was, I AM.’” The very next verse says, the Jews picked up stones to stone Jesus, because according to them He was committing blasphemy, because He was claiming to be the “I AM” who appeared in the burning bush. He was claiming to be Almighty God.

Sekarang marilah kita ke Yohanes 8:58. Di sini Yesus membuat suatu pernyataan yang revolusioner. Dia sedang berbicara kepada orang-orang Yahudi dan Dia mengatakan sesuatu yang akan mengejutkan mereka. Yohanes 8:58, Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum ada Abraham, Aku [selalu] ada.” [NKJV yang diindonesiakan]. Ayat berikutnya berkata bahwa orang-orang Yahudi lalu memungut batu untuk melempari Yesus, karena menurut mereka Yesus sedang menghujat, karena sudah mengaku sebagai Sang “AKU [SELALU] ADA” yang nampak dari semak duri yang menyala. Yesus mengaku sebagai Allah yang Mahakuasa.


Let’s go now to John 17:5. This verse makes it very clear that Jesus existed before His incarnation. It says there, and this is His High-Priestly prayer to His Father in the garden of Gethsemane. He says, And now, O Father, glorify Me together with Yourself, with the glory which I had with You...”  when?  “... before the world was.” Did Jesus exist before the world was? Yes. In fact John 1:3 says  All things were made through Him...”  which means that He pre-existed all things.

Marilah ke Yohanes 17:5. Ayat ini menerangkan dengan sangat jelas bahwa Yesus sudah ada sebelum inkarnasiNya. Dikatakan di sana ~  dan ini adalah doaNya sebagai Imam Besar kepada Allah Bapa di taman Getsemani. Kristus berkata, Oleh sebab itu, ya Bapa, muliakanlah Aku bersama diri-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki bersama-Mu...”  kapan?   “... sebelum dunia ada.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apakah Yesus ada sebelum dunia ada? Ya. Malah di Yoh 1:3 dikatakan Segala sesuatu dijadikan oleh Dia.” Artinya Dia sudah ada lebih dulu sebelum semua yang lain.


Now, let’s go to Matthew 1:23, and we are going through these verses quickly because I just want you to see that Jesus before He became incarnate, was fully and completely God. Matthew 1:23, here the angel is speaking and he says,  “Behold, the virgin shall be with child, and bear a Son, and they shall call His name Immanuel, which is translated... “  what?   “....God with us.”  In other words, one of the names of Jesus, Immanuel,  means “God with us.”

Sekarang, marilah ke Matius 1:23 dan kita akan membaca ayat-ayat ini dengan cepat karena saya hanya ingin kalian melihat bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Dia 100% sepenuhnya Allah.  Matius 1:23, di sini seorang malaikat sedang berbicara, dan dia berkata, Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel --yang berarti...” apa? “... Allah menyertai kita.” Dengan kata lain, salah satu nama Yesus: Imanuel, berarti “Allah menyertai kita.”


Now, let’s go to John 10:30. Here Jesus makes another revolutionary statement that shook up the Jews. It says there in John 10:30, very short,   I and My Father are one.” Now, Jesus is not saying that He and the  Father are the same person. What He’s saying is that He and the Father are one in the sense of perfect unity. They are one like a husband and wife when they get married become one. Two persons in perfect unity. In other words, Jesus is saying, “I and My Father are one, we are perfectly united in attributes, in power, and in character.”

Sekarang marilah ke Yohanes 10:30. Di sini Yesus membuat pernyataan revolusioner yang lain yang mengejutkan orang-orang Yahudi. Dikatakan di Yoh 10:30, sangat singkat, Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” Nah, Yesus tidak berkata bahwa Dia dan Bapa adalah sosok yang sama. Apa yang dikatakanNya ialah Dia dan Bapa itu satu, dalam pengertian kesatuan yang sempurna. Mereka satu seperti seorang suami dan istri menjadi satu ketika mereka menikah. Dua orang dalam kesatuan yang sempurna. Dengan kata lain, Yesus berkata, “Aku dan Bapaku adalah satu, kami menyatu dengan sempurna dalam kemampuan, dalam kuasa, dan dalam karakter.”


Now, let’s go to Philippians 2:5-7, it says,  Let this mind be in you which was also in Christ Jesus,  who, being in the form of God...”  that word “form” is very important, it’s the Greek word μορφή   [mor-fay']  which means “by nature”, it means “in substance He was God.”  In other words it says,  being in the form of God”  or the same substance or essence of God,   “...did not consider it robbery to be equal with God...”  ~ a better translation is  “…did not consider equality with God as something to be graspedand then it says,  “…but made Himself of no reputation, taking the form of a bondservant, and coming in the likeness of men.”  So it’s interesting that the word  μορφή [mor-fay']  is used, which in Greek indicates the very substance or essence of God. God is of the substance of God.

Sekarang marilah kita ke Filipi 2:5-7, dikatakan, Hendaklah pikiran ini ada di dalam dirimu, yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,  yang walaupun dalam rupa Allah...” kata “rupa” itu sangat penting,  kata Greekanya adalah μορφή   [mor-fay']  yang berarti “kodrat”, jadi maksudnya, “dalam substansi Dia adalah Allah.”   Dengan kata lain, dikatakan,  “...dalam rupa Allah...” atau yang substansi atau esensiNya adalah Allah,    “...tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan kemudian dikatakan, “...melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan datang dalam bentuk yang sama dengan manusia.” [NKJV yang diindonesiakan].  Jadi, pemakaian kata Greeka μορφή   [mor-fay'] ini menarik, karena dalam bahasa Greeka kata ini mengindikasikan substansi atau esensi dari Allah. Substansi Allah adalah Allah.


Now, let’s notice also John 1: 51, this is speaking about the ladder that Jacob saw in his dream. John 1:51And He said to him, ‘Most assuredly, I say to you, hereafter you shall see heaven open, and the angels of God ascending and descending upon the Son of Man.’” Now, when you go back to Genesis 28, you’ll find something very interesting. You’ll find that it says, the ladder was firmly planted on the earth and the top of the ladder reached to the highest heaven. Now, the bottom of the ladder represents the humanity of Christ, He is one with us, but the top of the ladder represents the Godhood or the divinity of Jesus Christ because He is one with the Father. In other words, Jesus can bridge heaven and earth because He’s God with God, and He is man with man.

Sekarang, mari perhatikan Yohanes 1:51, ini berbicara mengenai anak tangga yang dilihat Yakub dalam mimpinya. Yohanes 1:51 Lalu kata Yesus kepadanya: ‘Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, ‘Sesudah ini engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik pada Anak Manusia.’” [NKJV yang diindonesiakan]. Nah, jika kita kembali ke Kejadian 28, kalian akan menemukan sesuatu yang sangat menarik. Kalian akan melihat bahwa anak tangga itu dikatakan kakinya tertanam kokoh di bumi, dan bagian atasnya mencapai sampai ke langit. Bagian bawah anak tangga itu melambangkan kemanusiaan Kristus, Dia adalah salah seorang dari kita. Tetapi bagian atas anak tangga itu melambangkan keilahian atau keallahan Yesus Kristus, karena Dia adalah satu dengan Allah Bapa. Dengan kata lain, Yesus bisa menjembatani Surga dan bumi karena Dia Allah bagi Allah, dan Dia manusia bagi manusia.


So the first thing that I want us to notice is that Jesus according to the New Testament, is God in every sense of the word. But the ladder shows that Jesus is also man in every sense of the word.
Now, let’s read several verses that present Jesus Christ as fully being a man,  being human. Galatians 4:4. You have this on the list of text. Galatians 4:4, it says, But when the fullness of the time had come, God sent forth His Son...” born from whom? “... born of a woman, born under the law.”  Was Jesus born of a woman just like we are born from a woman?  Absolutely! He was born of a woman.

Jadi hal pertama yang saya ingin kalian perhatikan adalah, menurut Perjanjian Baru, Yesus itu 100% sepenuhnya  Allah. Tetapi anak tangga itu menunjukkan bahwa Yesus juga 100% sepenuhnya manusia.
Sekarang, marilah kita baca beberapa ayat yang menyatakan Yesus Kristus sebagai sesorang manusia penuh, 100% manusia. Galatia 4:4. Ayat ini ada di daftar kalian. Galatia 4:4, dikatakanTetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya...”  lahir dari siapa?  “...yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.” Apakah Yesus dilahirkan seorang perempuan sama seperti kita dilahirkan seorang perempuan? Tentu saja! Dia dilahirkan dari seorang perempuan.


Galatians 3:16 tells us that Jesus was of the seed of Abraham, He was a descendant of Abraham and Abraham was a human being. Notice Galatians 3:16  Now to Abraham and his Seed were the promises made. He does not say, ‘And to seeds,’ as of many, but as of one, ‘And to your Seed,’  who is Christ.” In other words, Christ is the seed of whom?  He’s the seed of Abraham. Abraham was a human being, therefore Jesus being his descendant, also is a human being.

Galatia 3:16 berkata kepada kita bahwa Yesus berasal dari benih Abraham, Dia adalah keturunan Abraham dan Abraham adalah seorang manusia. Perhatikan Galatia 3:16 Dan janji itu diberikan kepada Abraham dan kepada benihnya. Dia tidak berkata ‘kepada benih-benihnya’ dengan arti kata banyak, tetapi hanya kepada satu: ‘dan kepada benihmu’, yaitu Kristus.” [NKJV yang diindonesiakan]. Dengan kata lain, Kristus adalah benih siapa? Dia adalah benih [keturunan] Abraham. Abraham adalah manusia, karena itu Yesus yang keturunannya, juga adalah seorang manusia.


Now notice Revelation 22:16. This is a very interesting verse, referring both to the humanity and the divinity of Jesus Christ. It says there in Revelation 22:16, Jesus is speaking, “I, Jesus, have sent My angel to testify to you these things in the churches...”  And now notice what He says,  “...I am the Root and the Offspring of David, the Bright and Morning Star.” Did you notice here that Jesus is David’s Father and He is also David’s Son?  Now, the question is, how can you be the person’s father and be that person’s son also?  Because Jesus is the Root of David ~ David comes from Him ~ but He is also the Offspring of David. In what sense is Jesus the Root of David? In the sense that Jesus was the Creator before He became a man. But He’s the Offspring of David because, He became what? He became a man and He was the descendant by the flesh from David.

Sekarang, perhatikan Wahyu 22:16. Ini adalah ayat yang sangat menarik, mengacu kepada kemanusiaan dan keilahian Yesus Kristus. Dikatakan di Wahyu 22:16, Yesus sedang berbicara, Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat.” Sekarang perhatikan apa kataNya, “...Aku adalah Akar dan Keturunan Daud, bintang timur yang gilang-gemilang.” [NKJV yang diindonesiakan].   Apakah kalian melihat di sini bahwa Yesus adalah bapak Daud dan Dia juga keturunan Daud? Nah, pertanyaannya ialah, bagaimana kita bisa menjadi bapak seseorang dan juga menjadi anak orang tersebut? Karena Yesus adalah Akar Daud ~ Daud berasal dariNya ~ tetapi Yesus juga adalah Keturunan Daud. Dalam pengertian apa Yesus adalah Akar Daud? Dalam pengertian Yesus adalah Sang Khalik Pencipta sebelum Dia menjadi manusia. Tetapi Dia adalah Keturunan Daud karena, Dia menjadi apa? Dia menjadi manusia dan secara daging Dia adalah keturunan Daud.


Now,  notice John 1:14. Another verse that speaks about the humanity of Christ.  John 1:14 it says,  “And the Word became...”  what? “...flesh and dwelt among us...”  that word “dwelt” could very well be translated “tabernacled”  or “pitched His tent in our midst”.
Now tonight we are going to talk about the ministry of Jesus in the camp before He went to the Court to die. We are going to talk about the facts that Jesus came to live in our midst. He became one of us where we are camped on this earth. So it says,  And the Word became flesh and dwelt among us, and we beheld His glory, the glory as of the only begotten of the Father, full of grace and truth.”

Sekarang perhatikan Yohanes 1:14. Ayat yang lain yang berbicara mengenai kemanusiaan Kristus. Yohanes 1:14 berkata,Firman itu telah menjadi...“ apa? “...daging, dan diam di antara kita...” Kata “diam” itu bisa juga diterjemahkan “bertabelnakel” atau “mendirikan kemahNya di tengah-tengah kita.” 
Nah, malam ini kita akan berbicara mengenai pelayanan Yesus di Perkemahan sebelum Dia masuk ke Pelataran untuk mati. Kita akan berbicara mengenai fakta bahwa Yesus datang untuk hidup di tengah-tengah kita. Dia menjadi salah satu di antara kita, tinggal di mana kita tinggal di dunia ini. Jadi, dikatakan, Firman itu telah menjadi daging dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai satu-satunya yang berasal dari Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” [NKJV yang diindonesiakan].

Notice 1 Timothy 3:16 . There are so many of these verses in scriptures that speak about the humanity of Christ.  1 Timothy 3:16 says     “And without controversy great is the mystery of godliness: God was manifested in the...”  what?   “...God was manifested in the flesh.” 
So He is God, and He also took upon Himself human nature.

Perhatikan 1 Timotius 3:16. Ada begitu banyak ayat di dalam Alkitab yang berbicara mengenai kemanusiaan Kristus. 1 Timotius 3:16 berkata, Dan tanpa bisa dibantah, memang sangat besarlah misteri keilahian itu: Allah dinyatakan dalam...”  apa? “... Allah dinyatakan dalam daging.” [NKJV yang diindonesiakan].  
Jadi Dia adalah Allah, dan Dia mengenakan kepada diriNya, kodrat manusia.


Now, let’s notice Luke 24:39. Some people think that Jesus was a man until His resurrection. Then after His resurrection, He left His manhood and He just took back His nature of God and He  went to Heaven as God. But after the resurrection of Jesus, Jesus is still a full man. It says in Luke 24:39, Jesus is speaking to His disciples:  “Behold My hands and My feet, that it is I Myself. Handle Me and see, for a spirit does not have flesh and bones as you see I have.” Did Jesus have flesh and bones after His resurrection? He most certainly did.

Sekarang marilah perhatikan Lukas 24:39. Ada orang berpikir bahwa Yesus adalah seorang manusia hingga saat kebangkitanNya. Lalu setelah Dia bangkit, Dia meninggalkan kemanusiaanNya, dan Dia mengambil kembali keilahianNya dan Dia kembali ke Surga sebagai Allah. Tetapi setelah kebangkitanNya, Yesus masih tetap manusia penuh. Dikatakan di Lukas 24:39, Yesus berbicara kepada para muridNya,Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” Apakah Yesus mempunyai daging dan tulang setelah kebangkitanNya? Tentu saja Dia punya!


Now, there’s another interesting  passage in John 10:24-28. There was a disciple that was not present when Jesus appeared to the disciples the evening of the resurrection. That disciple’s name was Thomas and we know him as Doubting Thomas and in a minute you are going to see why we call him Doubting Thomas. John 20:24-28. Thomas is now where, the Sunday after the Sunday of the resurrection? And let’s pick up the story there in verse 24.   Now Thomas, called the Twin, one of the twelve, was not with them when Jesus came. The other disciples therefore said to him, We have seen the Lord. So he said to them, Unless I see in His hands the print of the nails, and put my finger into the print of the nails, and put my hand into His side, I will not believe.  And after eight days His disciples were again inside, and Thomas with them. Jesus came, the doors being shut, and stood in the midst, and said, Peace to you!  Then He said to Thomas, Reach your finger here, and look at My hands; and reach your hand here, and put it into My side. Do not be unbelieving, but believing. And Thomas answered and said to Him, ‘My Lord and my God!’   Was Jesus a real human being after His resurrection? He most certainly was.

Nah, ada sebuah perikop yang menarik di Yohanes 10:24-28. Ada seorang murid yang tidak hadir ketika Yesus menampakkan diriNya kepada para murid pada malam setelah kebangkitanNya. Nama murid itu adalah Tomas, dan kita mengenalnya sebagai Tomas si Peragu. Dan sebentar lagi kalian akan mengerti mengapa kita menyebutnya Tomas si Peragu. Yoh 20:24-28. Tomas sekarang ada di mana, pada hari Minggu berikutnya setelah hari Kebangkitan? Marilah kita lihat kisahnya di ayat 24.  Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.  Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi Tomas berkata kepada mereka: ‘Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.’ Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: ‘Damai sejahtera bagi kamu!’  Kemudian Ia berkata kepada Tomas: ‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.’  Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’  Apakah Yesus benar-benar seorang manusia setelah kebangkitanNya? Sudah tentu.

Now, let’s notice also Hebrews 2:14-15. This is so clear. It says there:  “ Inasmuch then as the children...”  that’s us “...have partaken of flesh and blood, He Himself likewise shared in the same, that through death He might destroy him who had the power of death, that is, the devil and release those who through fear of death were all their lifetime subject to bondage. So did Jesus come to this earth and take flesh and blood according to Scripture? He most certainly did. He was a human being in every sense of the word but He was also God. He is called the God-Man. He is God and He is man in one person. Two natures in one person. Please don’t ask me to explain that. It’s a mystery. I can’t explain how one person can have two natures, the nature of God and the nature of man. That is one of the mysteries that I don’t know even if God is going to explain it to us in eternity. But for now we don’t need to know how it happened, we need to know that it’s true because the bible says so.

Sekarang marilah perhatikan Ibrani 2:14-15. Ini begitu jelas. Dikatakan di sini:  “Karena anak-anak itu...” maksudnya kita, “...adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut;  dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut.” Jadi apakah Yesus datang ke dunia ini dan mengambil  bentuk daging dan darah? Tentu saja. Dia adalah manusia sepenuhnya, tetapi Dia juga Allah. Dia disebut Manusia-Allah. Dia adalah Allah, dan dia adalah manusia dalam satu sosok. Dua kodrat dalam satu sosok. Tolong jangan minta saya menjelaskan itu. Itu adalah suatu misteri, rahasia yang tidak terungkap. Saya tidak bisa menjelaskan bagaimana satu sosok bisa memiliki dua kodrat, kodrat Allah dan kodrat manusia. Itu adalah salah satu misteri yang saya tidak tahu akan dijelaskan oleh Tuhan atau tidak di Surga. Tetapi untuk sekarang ini, kita tidak perlu tahu bagaimana itu bisa terjadi, kita perlu tahu bahwa hal itu benar, karena Alkitab berkata demikian.

Now we want to study a little bit more why it was necessary for Jesus to become a man. Why was it necessary for Him to come and camp with us? See, the Sanctuary had the camp, and it had the Court and it had the Holy Place and the Most Holy Place. Most Christians start in the Court with the death of Jesus Christ. We are going to start in the Camp, because that’s where needy sinners lived. Jesus before He died, came to live in our midst, didn’t He? He took flesh of our flesh and bones of our bones and blood of our blood. He came to live with us for over 30 years before He died. So His life with us must have extreme significance. So we’re going to start with the life of Jesus in the Camp.
The question is, why did Jesus have to become one of us? Why did He have to become a man? I have at least 7 reasons that I want to share with you as to why it was       absolutely indispensable that Jesus come to the Camp of the Sanctuary, and  live with us in our midst, take our flesh and our blood and our bones. 
Sekarang kita akan mempelajari sedikit lebih banyak tentang mengapa Yesus harus datang sebagai seorang manusia. Mengapa Dia perlu datang dan hidup bersama kita? Perhatikan, Kemah Suci memiliki Perkemahan, dan Pelataran, dan Bilik Suci, dan Bilik Mahasuci. Kebanyakan orang Kristen mulai dengan Pelatarannya, dengan kematian Yesus Kristus. Kita akan memulai dari Perkemahannya, karena di sanalah orang-orang berdosa hidup. Sebelum Dia mati, Yesus datang untuk hidup di tengah-tengah kita, bukan? Dia mengambil bentuk daging dari daging kita, tulang dari tulang kita, dan darah dari darah kita. Dia datang untuk hidup bersama kita selama 30 tahun lebih sebelum dia mati. Jadi kehidupanNya bersama kita tentunya mempunyai makna yang sangat besar. Jadi kita akan mulai dengan kehidupan Yesus di Perkemahan.
Pertanyaannya adalah, mengapa Yesus harus datang dan menjadi salah satu dari kita? Mengapa Dia harus menjadi manusia? Saya punya sedikitnya 7 alasan yang ingin saya bagikan kalian tentang mengapa tidak bisa tidak, Yesus harus datang ke Perkemahan Kemah Suci dan hidup di tengah-tengah kita, mengambil daging dan darah dan tulang kita.


Reason #1 So that He could reveal what God is really like. You see, before sin, Adam and Eve had face-to-face communion with God. But when Adam and Eve sinned, God had to conceal Himself from Adam and Eve. Because if He had  not concealed Himself, Adam and Eve would have been destroyed instantly because God cannot co-exist with sin. So, God had to conceal Himself. I want you to notice Exodus 33:20 where we were told clearly that no one can see the face of God and live in their sinful condition. It says there Exodus 33:20  But He said, ‘You cannot see My face...”  here God is speaking. “...for no man shall see Me, and...”  what?    “… and live.’”
Notice also Deuteronomy 4:23-24, God is spoken of as a consuming fire against sin. It says there:  Take heed to yourselves, lest you forget the covenant of the Lord your God which He made with you, and make for yourselves a carved image in the form of anything which the Lord your God has forbidden you.  For the Lord your God is a...”  what?   “...is a consuming fire, a jealous God.”

Alasan # 1:  Supaya Dia bisa menyatakan bagaimana sesungguhnya Allah itu. Kalian lihat, sebelum dosa, Adam dan Hawa bisa berkomunikasi dengan Tuhan berhadapan muka. Tetapi ketika Adam dan Hawa berdosa, Tuhan harus menyembunyikan diriNya dari Adam dan Hawa. Karena seandainya tidak, Adam dan Hawa akan langsung binasa karena Tuhan tidak bisa hadir bersama-sama dengan dosa. Jadi Tuhan harus menyembunyikan diriNya. Saya mau kalian memperhatikan Keluaran 33:20, di mana kita diberitahu dengan jelas bahwa tidak ada manusia dalam keadaan mereka yang berdosa, yang bisa melihat wajah Tuhan dan hidup. Dikatakan di Kel 33:20  Lagi firman-Nya: Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku,’…”  di sini Tuhan yang berbicara. “...‘sebab tidak ada orang yang memandang Aku’... “  dan bagaimana?   “...‘dapat hidup.’”
Perhatikan juga Ulangan 4:23-24, Tuhan dilukiskan sebagai api yang menghanguskan terhadap dosa. Dikatakan di sana:Hati-hatilah, supaya jangan kamu melupakan perjanjian TUHAN, Allahmu, yang telah diikat-Nya dengan kamu dan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang oleh TUHAN, Allahmu, dilarang kauperbuat. Sebab TUHAN, Allahmu, adalah...” apa?  “...adalah api yang menghanguskan, Allah yang cemburu.”
  
In fact we are told ~ and this verse isn’t on your list, but you might want to write it down ~  1 Timothy 6:15-16 tells us that God dwells in unapproachable light, whom no man has seen or can see”  at least in their sinful condition.
So God had a problem. Because the bible tells us that Adam and Eve spoke with God face to face, but when man sinned, God had to conceal Himself, because His glory would have destroyed these sinners.  But the bible tells us, that in order to be saved, we must know Jesus Christ and we must know God. In fact let’s read that in John 17:3, here Jesus is speaking and He says,  And this is eternal life, that they may know You  ...” remember He is speaking to His Father“...they may know You the only true God, and Jesus Christ whom You have sent.” Let me ask you, is it indispensable to know God in order to have eternal life, in order to have salvation? Absolutely. But now we have a problem. How could man know God if God had to conceal Himself from man, because of man’s sins?
Bahkan kita diberitahu ~ dan ayat ini tidak ada di daftar kalian tetapi mungkin kalian mau mencatatnya ~ 1 Timotius 6:15-16, berkata bahwa Tuhan  bersemayam dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia”  setidaknya, tidak dalam kondisi kita yang berdosa.
Jadi, Tuhan punya kesulitan. Karena Alkitab berkata kepada kita bahwa Adam dan Hawa berbicara kepada Tuhan berhadapan muka, tetapi ketika manusia berdosa, Tuhan harus menyembunyikan diriNya, karena kemuliaanNya akan membinasakan orang-orang berdosa ini. Tetapi Alkitab berkata, supaya bisa selamat, kita harus mengenal Yesus Kristus dan kita harus mengenal Allah. Coba, mari kita baca di Yoh 17:3, di sini Yesus sedang berbicara dan Dia berkata, Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau...” ingat Yesus sedang berbicara kepada BapaNya,  “...satu-satunya Allah yang benar, dan Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” [NKJV yang diindonesiakan]. Coba saya tanya, apakah untuk memperoleh hidup kekal, untuk memperoleh keselamatan, kita harus ~ tidak bisa tidak ~ mengenal Allah? Tentu saja. Tetapi sekarang ada masalah. Bagaimana manusia bisa mengenal Allah jika Allah harus menyembunyikan diriNya dari manusia, karena dosa manusia?
  
The fact is that God solved the problem partially in the Old Testament by revealing Himself in words and in pictures through the Sanctuary. He gave symbols, He spoke to the prophets, He gave visions, He gave dreams, He spoke through Urim and the Thumim, in other words He gave a partial and incomplete description of who God is. But it wasn’t a personal appearance of God. It was words and symbols about God. Because God cannot reveal Himself in His divine nature. Jesus Christ came to this earth and He veiled His divine glory under human flesh so that we could see what God is like without the glory of God destroying us. In other words, Jesus became a man to veil His divine glory so that He could reveal the Father to us and not destroy us at the same time.
Faktanya di Perjanjian Lama Tuhan telah menyelesaikan masalah itu tapi hanya sebagian saja, dengan menyatakan diriNya lewat perkataan dan simbol-simbol Kemah/Bait Suci. Tuhan memberikan simbol-simbol, Dia berbicara kepada para nabi, Dia memberikan penglihatan, Dia memberikan mimpi, Dia berbicara lewat Urim dan Tumim; dengan kata lain Tuhan memberikan deskripsi terbatas yang tidak lengkap mengenai siapa Tuhan itu. Tetapi itu bukan penampilan Tuhan sendiri secara pribadi. Semua itu adalah kata-kata dan simbol tentang Tuhan. Karena Tuhan tidak bisa menyatakan diriNya dalam kodratNya yang Ilahi, Yesus Kristus datang ke dunia ini dan dia menyelubungi kemuliaan ilahiNya dengan daging manusia, supaya kita bisa melihat bagaimana Tuhan itu, tanpa khawatir kemuliaan Tuhan membinasakan kita. Dengan kata lain, Yesus menjadi manusia untuk menyelubungi kemuliaan ilahiNya supaya Dia bisa menyatakan Allah Bapa kepada kita dan tidak membinasakan kita pada waktu yang sama.
  
You say, where do we find that in Scripture?  Notice Hebrews 1:1-2. There is a comparison that is made here between how God revealed Himself in the Old Testament and how He reveals Himself when Jesus comes. It says there, Hebrews 1:1-2   God, who at various times and in various ways spoke in time past to the fathers by the prophets,  has in these last days spoken to us by...”  whom?   “...by His Son, whom He has appointed heir of all things, through whom also He made the worlds.” So, in the Old Testament, He revealed Himself through the prophets but in these last days, He has revealed Himself to us through whom? Through His Son.
Kalian berkata, “Dimana kita temukan itu dalam Alkitab?” Perhatikan Ibrani 1:1-2. Ada perbandingan yang dilakukan di sini antara bagaimana cara Tuhan menyatakan diriNya di Perjanjian Lama dan bagaimana Dia menyatakan diriNya ketika Yesus datang. Dikatakan di Ibrani 1:1-2  “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita melalui...”  siapa?  “...melalui Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai ahliwaris semuanya. Oleh Dia juga Allah telah menjadikan dunia-dunia.[NKJV yang diindonesiakan]. Jadi di Perjanjian Lama, Tuhan menyatakan diriNya melalui para nabi, tetapi di zaman akhir ini, Dia menyatakan diriNya kepada kita melalui siapa? Melalui AnakNya.

Notice John 1:14  once again that we read a little while ago about the humanity of Christ. It says there  And the Word became flesh and dwelt among us...”  And now notice what Jesus revealed. It says  “...and we beheld His...”  what?  “...His glory”  it was veiled in human flesh.  But the glory was revealed, “...and we beheld His glory,  the glory as of the only begotten of the Father, full of grace and truth.”  You see, there is no one in the universe  who  could reveal the Father like Jesus revealed the Father. But He had to veil His divine glory or He would have destroyed us as sinners. So He veiled His glory and He comes to reveal what His Father is like.

Perhatikan Yohanes 1:14 sekali lagi, ayat yang sudah kita baca sebelumnya mengenai kemanusiaan Kristus. Dikatakan di sana “Firman itu telah menjadi daging dan diam di antara kita…”  dan sekarang perhatikan apa yang dinyatakan Yesus. Dikatakan,  “...dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai satu-satunya yang berasal dari  Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” [NKJV yang diindonesiakan].  Kalian lihat, tak seorang pun di alam semesta ini yang bisa menyatakan Allah Bapa seperti Yesus menyatakan Bapa. Tetapi Yesus harus menyelubungi kemuliaan ilahiNya, kalau tidak Dia akan membinasakan kita orang-orang berdosa ini. Jadi Dia menyelubungi kemuliaanNya dan Dia datang untuk menyatakan bagaimana Allah Bapa itu.

In fact notice John 1:18. I love this verse. It’s a beautiful verse. John 1:18 says  No one has seen God at any time...”  There’s the emphasis again. Now, notice,  “…The only begotten Son, who is...”  where? who is in the bosom of the Father, He has declared Him.” Let me ask you, what picture did you get when you talk about the bosom?  Closeness, intimacy. In other words, He “who is in the bosom of the Father”, the closest of anyone to the Father, has revealed what the Father is like. And He has revealed Him in His humanity because  He veiled His divinity because it would have destroyed us.

Nah, perhatikan Yoh 1:18, saya mencintai ayat ini, ini adalah ayat yang indah. Yoh 1:18 berkata, Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah...” hal ini ditekankan lagi,  nah, perhatikan,  “...tetapi satu-satunya Anak, yang...” apa?  “...yang ada di dada Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” [NKJV yang diindonesiakan].  Coba saya tanya, gambaran apa yang kita peroleh ketika kita berbicara mengenai dada? Kedekatan, keintiman. Dengan kata lain, Dia “...yang ada di dada Bapa”, yaitu yang paling dekat kepada Bapa, telah menyatakan bagaimana Bapa itu. Dan Dia telah menyatakan Bapa dalam kemanusiaanNya karena Dia menyelubungi keilahianNya supaya jangan itu membinasakan kita.


That’s the reason why, you remember Philip once asked, he said to Jesus, “Could you please show us the Father?” Notice John 14:8-9   Philip said to Him, ‘Lord, show us the Father, and it is sufficient for us.’  Jesus said to him, ‘Have I been with you so long, and yet you have not known Me, Philip? He who has seen Me has seen...”  whom?   “...the Father; so how can you say, ‘Show us the Father’?’” Like Father like Son.
And so Jesus veils His divine glory and He reveals what God is like without destroying sinners. He had to assume human flesh to reveal God and at the same time not destroy sinners.

Kalian ingat,  itulah mengapa Filipus pernah bertanya, katanya kepada Yesus, “Bolehkah Bapa ditunjukkan kepada kami?” Perhatikan Yoh 14:8-9,  “Kata Filipus kepada-Nya: ‘Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat...”  siapa?   “...Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.Sebagaimana Bapa, begitu pula Anak.
Maka Yesus menyelubungi kemuliaan ilahiNya dan Dia menyatakan bagaimana Tuhan itu tanpa membinasakan orang-orang berdosa. Yesus harus mengambil daging manusia untuk menyatakan Tuhan, dan pada waktu yang sama tidak membinasakan orang-orang berdosa.


There’s a 2nd reason why Jesus had to assume human flesh, had to take human flesh. And that is so Jesus could die for our sins. You say, “Why would He have to take humanity in order to die for our sins?”  It’s very simple. 1 Timothy 6:15-16, we read this before, but let’s read it again. 1 Timothy 6:15-16, speaking about God, says,    which He will manifest in His own time, He who is the blessed and only Potentate, the King of kings and Lord of lords,  who alone has...”  what?  “...immortality...” What does God have?  “...immortality, dwelling...”  here it is:  “…in unapproachable light, whom no man has seen or can see, to whom be honor and everlasting power. Amen.”  What does God have? God has “immortality”. Can God die? That would be ridiculous to say that God can die. God is by nature, immortal. He is life eternal within Himself. God as God cannot die. So why would Jesus have to assume human nature? He would have to assume  a  mortal  human nature so that He could what? So that He could die for our sins. Because if He had come as God He could not die, because God is immortal. God does not die.

Ada alasan kedua mengapa Yesus harus memakai daging manusia, harus mengambil bentuk daging manusia. Dan itu adalah agar Yesus bisa mati untuk dosa-dosa kita. Kalian berkata, “Mengapa Dia harus memakai kemanusiaan agar bisa mati untuk dosa-dosa kita?” Sederhana saja. 1 Timotius 6:15-16, kita sudah membaca ayat-ayat ini sebelumnya, tetapi mari kita baca lagi. 1 Timotius 6:15-16 berbicara tentang Tuhan, berkata, “yang akan dinyatakanNya sendiri sesuai waktunya,  Dia yang adalah satu-satunya Penguasa yang terberkati,  Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan, Dialah satu-satunya yang...” bagaimana?  “...tidak takluk kepada maut.”  Jadi bagaimanakah Tuhan?  ”...tidak takluk kepada maut,  bersemayam...” ini dia!  “... dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.”  [NKJV yang diindonesiakan]. Apa yang dimiliki Tuhan? Tuhan memiliki kekekalan, tidak takluk kepada maut.” Bisakah Tuhan mati? Menggelikan sekali jika dikatakan Tuhan bisa mati. Tuhan kodratnya baka. Dia memiliki  hidup kekal dalam diriNya Sendiri. Tuhan sebagai Tuhan tidak bisa mati. Jadi mengapa Yesus harus mengenakan kodrat manusia? Dia harus mengenakan kodrat manusia yang fana supaya bisa apa? Supaya Dia bisa mati untuk dosa-dosa kita. Karena seandainya Dia datang sebagai Tuhan, Dia tidak bisa mati karena Tuhan itu kekal. Tuhan tidak mati.

Now, the question is, did Jesus really die? He most certainly did. Notice Hebrews 2:9, it says here:    “But we see Jesus, who was made a little lower than the angels, for the suffering of...”  what?  “…death, crowned with glory and honor, that He, by the grace of God, might taste...”  what?  “...death for everyone.” Did Jesus really die? Did His divinity or deity die? No! His humanity died. He had to become a man in order to die for our sins.  If Jesus had not come as a man we would still be in our sins.
Notice John 19:30 speaking about the death of Christ. He really died. It says,  “So when Jesus had received the sour wine, He said, It is...”  what?   “...It is finished!  And bowing His head, He gave up His...” what?   “...He gave up His spirit.”
Did Jesus really die? Of course He really died. Did He die for His own sins or did He die for our sins? He died for our sins. He assumed human nature, mortal human nature so that He could die, because God, the deity of God does not die.

Sekarang pertanyaannya adalah, apakah Yesus betul-betul mati? Tentu saja Dia betul-betul mati. Perhatikan Ibrani 2:9, dikatakan di sini Tetapi Yesus, yang untuk waktu yang singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat untuk menjalani penderitaan…” apa?  “…kematian, kita lihat sekarang dimahkotai kemuliaan dan hormat,  supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa mengalami…” apa?  “…kematian bagi semua manusia.” [NKJV yang diindonesiakan].  Apakah Yesus benar-benar mati? Apakah keilahianNya atau keallahanNya mati? Tidak! KemanusiaanNya yang mati. Dia harus menjadi manusia supaya bisa mati untuk dosa-dosa kita. Andai Yesus tidak datang sebagai manusia, kita masih akan berada dalam dosa-dosa kita.
Perhatikan Yoh 19:30, yang berbicara mengenai kematian Kristus. Dia benar-benar mati. Dikatakan,  Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia...” apa?  "… ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan...”  apa?  “... menyerahkan nyawa-Nya.”
Apakah Yesus benar-benar mati? Tentu saja Dia benar-benar mati. Apakah Dia mati untuk dosa-dosaNya Sendiri atau apakah Dia mati untuk dosa-dosa kita? Dia mengenakan kodrat manusia, kodrat manusia yang fana, agar Dia bisa mati; karena Tuhan, keilahian Tuhan tidak mati.


Ellen White in the book Selected Messages Vol. 1 page 30 has this  very interesting remark. She says, and she is quoting Christ, “I am the resurrection and the life. He who had said, I laid down My life, that I might take it again...” now notice this, “... came forth from the grave to life that was in Himself.”  When Jesus came from the tomb, He came with the life that was  within Himself because He was God. But notice what she continued saying, “Humanity died, divinity did not die. In His divinity Christ possessed the power to break the bonds of death. He declares that He has life in Himself to quicken whom He will.”

Ellen White dalam bukunya Selected Messages Vol 1 hal 30 menulis komentar yang sangat menarik ini. Dia berkata, dan dia sedang mengutip Kritus, “Akulah kebangkitan dan hidup [Yoh 11:25]. Dia yang berkata ‘Aku menyerahkan nyawa-Ku, agar Aku bisa mengambilnya kembali’ [Yoh 10:17]...”  sekarang perhatikan ini,  “…keluar dari kubur kepada hidup yang ada di dalam DiriNya Sendiri.” Ketika Yesus keluar dari kubur, Dia muncul dengan hidup yang ada di dalam diriNya karena Dia adalah Allah. Tetapi perhatikan apa yang dikatakan Ellen White selanjutnya, “Kemanusiaan mati. Keilahian tidak mati. Dalam keilahianNya, Kristus memiliki kuasa untuk mematahkan belenggu kematian. Dia menyatakan bahwa Dia memiliki hidup dalam diriNya untuk menghidupkan siapa pun yang dikehendakiNya.”


So Jesus assumed mortal human nature so that Jesus could die for our sins. And by the way this is the reason why the devil tried to keep Jesus from going to the cross. You say, “What? I thought the devil wanted Jesus to go to the cross and die!”  Oh, no, he didn’t. The devil tried to keep Jesus from going to the cross. Let me give you several examples.

Maka Yesus mengenakan kemanusiaan yang fana supaya Yesus boleh mati untuk dosa-dosa kita. Tahukah kalian inilah alasan mengapa Setan berusaha mencegah Yesus menuju ke salib? Kalian berkata, “Apa? Bukankah Setan menghendaki Yesus menuju ke salib dan mati?” Oh, tidak. Setan tidak. Setan mencoba mencegah Yesus menuju ke salib. Izinkan saya memberikan beberapa contoh.


On the mount of temptation the devil says, “I’ll give you all the kingdoms of the world if You will just bow down and worship me, You don’t have to go to the cross.” 
Remember Peter when Jesus said, “I must go to Jerusalem and  suffer and die and resurrect the third day?” What did Peter say? “Hoh, that should never happen to You.” And then  Jesus said, “Get thou behind Me, Satan.”  He wasn’t speaking to Peter, He was speaking to the devil who was trying to use Peter to distract Jesus from the cross.
Even towards the end of His life, some  Greeks came to Jesus and said, “We want You to preach the gospel in Greece.” And Jesus said, “It is not time to preach the gospel in Greece,”  He said, “It’s time for the Son of Man to be glorified.”

Di bukit pencobaan, Setan berkata, “Aku akan berikan kepadaMu seluruh kerajaan dunia jika Engkau mau sujud dan menyembah aku. Engkau tidak usah pergi ke salib.”
Ingat Petrus ketika Yesus berkata, “Aku harus pergi ke Yerusalem dan menderita dan mati dan bangkit pada hari ketiga?” Apa kata Petrus? “Hoh! Hal itu tidak akan terjadi padaMu!” Lalu Yesus berkata, “Enyahlah engkau, Iblis.” Yesus tidak berbicara kepada Petrus, Dia berbicara kepada Setan yang berusaha memakai Petrus untuk mengalihkan Yesus dari salib.
Bahkan hingga akhir hidupNya, beberapa orang Yunani datang ke Yesus dan berkata, “Kami minta Engkau mengabarkan injil di Yunani.” Dan Yesus berkata, “Ini bukan  waktunya mengabarkan injil di Yunani.” Dia berkata, “Ini adalah waktunya Anak Manusia dimuliakan.”


Even when Judas betrayed Jesus, you see some people think that Judas betrayed Jesus because he wanted Jesus killed. No way! The devil used Judas to betray Christ because he was hoping that Christ when He was arrested, and He was mistreated, He would take over the throne.  You say, “how do we know that?”   Because when his plan backfired, he took the money, and he threw it and he went and committed suicide. If he had wanted Jesus to die, he would have been happy. But his plan backfired.

Bahkan ketika Yudas mengkhianati Yesus, beberapa orang menganggap bahwa Yudas mengkhianati Yesus karena dia menghendaki Yesus dibunuh. Bukan! Setan memakai Yudas mengkhianati Kristus karena dia berharap agar pada waktu Kristus ditangkap, dan diperlakukan dengan buruk, Kristus akan mengambil alih takhta. Kalian berkata, “Dari mana kita tahu itu?” Karena ketika rencananya gagal, Yudas membawa uangnya dan dia lemparkan itu, lalu dia pergi dan membunuh dirinya. Seandainya dia memang menghendaki Kristus mati, seharusnya dia gembira. Tetapi rencananya terbalik.


Even when Jesus was on the cross at Calvary, hanging there, there were people at the foot of the cross saying,  “If You are really the Son of God... what?  “...come down from the cross!” 
You say,   “Well, didn’t the devil want to kill Jesus?” Yes, the devil wanted to kill Jesus, but the devil did not want Jesus to give His life voluntarily Himself. The devil tried to kill Jesus many times during His ministry, but killing Jesus would not be a sacrifice for sin. Because the bible says Jesus has to voluntarily give His life, give Himself to save man.  It wasn’t enough for the devil  simply to kill Him. Are you understanding what I am saying?

Bahkan ketika Yesus tergantung di salib di Kalvari, ada orang-orang di kaki salib berkata, jikalau Engkau Anak Allah...”  bagaimana?  “...turunlah dari salib itu!” [Mat 27:40].
Kalian berkata, “Lho, bukankah Setan ingin membunuh Yesus?” Betul, Setan ingin membunuh Yesus, tetapi Setan tidak mau Yesus menyerahkan hidupNya Sendiri secara sukarela. Setan berusaha membunuh Yesus banyak kali selama pelayananNya, tetapi membunuh Yesus bukan sebagai korban untuk dosa. Karena Alkitab berkata, Yesus harus menyerahkan hidupNya secara sukarela, menyerahkan DiriNya untuk menyelamatkan manusia. Tidak cukup bagi Setan untuk membunuh Yesus begitu saja. Mengertikah kalian apa yang saya katakan?


And so Jesus had to become a man so He could die for our sins and by the way, His death is once for all.  Jesus is not continually being sacrificed like is taught in one church these days. You say, “You know you repeat the sacrifice of Jesus over and over again.” No way!  When Jesus died on the cross, He died once and for all, no more sacrifices of Christ. It was unrepeatable and it was complete.
In fact we are told in Hebrews 7:27 speaking about Christ, who does not need ‘daily’, as those high priests, to offer up sacrifices, first for His own sins and then for the people’s, for this He did...”  what?  “...once for all when He offered up Himself.”  See, the devil didn’t take His life. Jesus said, “I lay down My life and I take it up again.”

Jadi, Yesus harus menjadi manusia supaya Dia boleh mati untuk dosa-dosa kita, dan perhatikan, kematianNya adalah satu kali untuk semua. Yesus tidak dikurbankan berulang-ulang seperti yang diajarkan dalam salah satu gereja pada masa ini. Kalian berkata, “Anda tahu, pengorbanan Yesus itu diulangi bolak-balik.” Bukan!  Ketika Yesus mati di salib, Dia mati sekali itu untuk semua, tidak ada lagi pengurbanan Kristus. Yang dilakukan Kristus itu tidak bisa diulangi dan itu sudah sempurna.
Sesungguhnya, kita diberitahu di Ibrani 7:27, yang berbicara mengenai Kristus,  “yang tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab hal itu telah dilakukan-Nya...”  bagaimana?  “...satu kali untuk semua manusia, ketika Ia mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban.”  Perhatikan, bukan Setan yang mengambil nyawaNya. Yesus berkata Aku menyerahkan nyawa-Ku agar Aku bisa mengambilnya kembali.” [Yoh 10:17]


Let’s go to the 3rd reason why Jesus had to become a man. He had to become a man so that we know that He is sympathizes with us, that He understands us. Notice Hebrews 5:1-2, here’s the principle, it says: For every high priest taken from among men...” taken from where?  “...from among men, is appointed for men in things pertaining to God, that he may offer both gifts and sacrifices for sins.”  Verse 2:  “He can have...”  what?  “...compassion on those who are ignorant and going astray, since He himself is also subject to...”  what?   “...to weakness.”
Let me ask you, does Jesus really understand us? Can He really sympathize with us? Can we know that He knows what it’s like  to walk in our shoes? Absolutely! Notice Hebrews 2:11 and then we’ll read verse 14 and verse 17.  Hebrews 2:11 says  “...For both He who sanctifies and those who are being sanctified...” that’s Jesus and us, “...are all of...” what? “...one...”    Because we are all what? We are all human beings. And now notice what it continues saying   “...for which reason He is not ashamed to call them...” what? Jesus is not ashamed to call us  “... brethren,” because we all are human beings, we all come from one.   

Marilah ke alasan ketiga mengapa Yesus harus datang sebagai manusia. Dia harus menjadi manusia supaya kita tahu bahwa dia bersimpati kepada kita, bahwa dia mengerti kita. Perhatikan Ibrani 5:1-2, inilah prinsipnya, dikatakan:  Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia...”  dipilih dari mana?  “...dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa…”  Ayat 2: “…Ia bisa  mempunyai... “ apa?   “...empati pada orang-orang yang bodoh/tidak mengerti  dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan...” apa?   “...kelemahan.” [NKJV yang diindonesiakan].
Coba saya tanya, apakah Yesus benar-benar mengerti kita? Bisakah dia bersimpati dengan kita? Bisakah dia yakin bahwa Dia tahu gimana rasanya berjalan memakai sepatu kita? Tentu saja! Perhatikan Ibrani 2:11 lalu kita akan membaca ayat 14 dan 17. Ibrani 2:11 berkata: Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan...”  yaitu Yesus dan kita,  “...mereka semua berasal dari...”  mana?   “...satu...” Karena kita semua adalah apa? Kita semua adalah manusia. Dan sekarang perhatikan apa kelanjutannya,  “...itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka...”  apa?  Yesus tidak malu menyebut kita  “...saudara” karena kita semua adalah manusia, kita semua berasal dari satu.

Verse 14: “...Inasmuch then as the children...”  that’s us,   “...have partaken of flesh and blood, He Himself likewise shared in the same, that through death He might destroy him who had the power of death, that is, the devil,”   Verse 17:  “Therefore, in all things He had to be made like His brethren...”  why did He have to be made like us, His brethren, a human being? Here’s the reason:  “...that He might be a...”  what?   “... a merciful and...” what else?   “...a faithful High Priest in things pertaining to God, to make propitiation for the sins of the people.” So Jesus had to become a human being so that He could be merciful and He could be faithful and He could represent us as one who understands our situation.

Ayat 14:  “Oleh sebab itu sebagaimana anak-anak itu...” maksudnya kita, “...adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia Sendiri juga menjadi sama dengan mereka, agar supaya oleh kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang berkuasa atas maut,  yaitu Iblis.” Ayat 17:  “Itulah sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan sama dengan saudara-saudara-Nya...” mengapa Dia harus dijadikan sama dengan kita, saudara-saudaraNya, seorang manusia? Inilah alasannya:   “...supaya Ia  bisa menjadi…” apa?  “…Imam Besar yang…” bagaimana?  “…menaruh belas kasihan dan…” apalagi? “… yang setia dalam segala hal yang berkaitan dengan Allah, membuat perdamaian untuk dosa seluruh bangsa.” [NKJV yang diindonesiakan].  Jadi Yesus harus datang sebagai manusia supaya Dia bisa bersimpati dan Dia bisa setia dan Dia bisa mewakili kita sebagai sosok yang mengerti kondisi kita.


Several years ago ~ you might remember this ~ these images came across the television screen, of all these people that were dying of hunger in Ethiopia. Skin and bones. People covered with flies. You remember that? The scene was grotesque. Now, let me tell you something, I felt sorry for those people, but did I really understand what they were going through? No. I could intellectually think, wow that’s terrible, and I could sympathize with them to a certain degree, I could feel sorry for them, but I couldn’t really understand them because I hadn’t been there and went through their experience.

Beberapa tahun yang lalu ~ mungkin kalian ingat ~ lewat televisi kita melihat bagaimana banyak orang di Etiopia sedang sekarat karena kelaparan. Mereka tinggal tulang dan kulit. Seluruh tubuh mereka dipenuhi lalat. Kalian ingat? Pemandangan itu sangat mengerikan. Nah, dengarkan, saya sangat prihatin dengan orang-orang itu, tetapi apakah saya benar-benar mengerti apa yang mereka alami? Tidak. Secara intelektual saya bisa berpikir bahwa hal itu sangat parah, dan saya bisa bersimpati dengan mereka sampai batas tertentu, saya bisa merasa iba, tetapi saya tidak bisa sungguh-sungguh memahami mereka karena saya tidak ada di sana dan tidak mengalami pengalaman mereka.

You  see, Jesus could have remained in heaven, He could have seen the suffering on this earth and the pain and the sorrow and He could have said, “Oh, it’s terrible what they are going through.”  He could have said to His Father, “Oh, that grief is horrendous     isn’t it?” Would He have understood what we were going through?  God would not understand. And so Jesus said, “I’m going to go down there and I’m going to become like one of them. And I’m going to walk in their shoes, I’m going to share their grief, I’m going to share their sorrow, I’m going to share their suffering, so that they can know, that when I represent them in heaven, I’ll understand. So they will know that I empathize and I sympathize with them.”
Kalian lihat, Yesus bisa saja terus tinggal di Surga. Dia bisa saja melihat penderitaan di bumi dan segala sakit serta kesedihan kita, dan Dia bisa saja berkata, “Wah, apa yang mereka alami itu sangat parah.” Dia bisa saja berkata kepada BapaNya, “Wah, kesengsaraan itu sangat mengerikan, bukan?” Mungkinkah Dia memahami apa yang kita alami? Tuhan tidak akan memahami. Maka Yesus berkata, “Aku akan turun ke sana dan Aku akan menjadi salah satu dari mereka. Dan Aku akan berjalan dengan sepatu mereka, Aku akan berbagi duka mereka, aku akan berbagi kesedihan mereka, Aku akan berbagi penderitaan mereka, supaya mereka bisa tahu bahwa pada waktu Aku mewakili mereka di Surga, Aku akan mengerti. Maka mereka akan tahu bahwa Aku berempati dan Aku bersimpati dengan mereka.”

You know, what’s really tragic, and I’ll mention the name of the church: the Roman Catholic church, feels like they need the virgin Mary, to do that job. Or they need the saints to do that job. See, in Roman Catholic theology ~ even though they pay lip service to the idea that Jesus is God and man,  for them Jesus is not fully man like us. He has a different kind of humanity than we do. And therefore Jesus does not really fully understand us so you really need Mary and the saints who really walked in our shoes to represent us before God.  That’s impractical Roman Catholic theology.  But Scripture tells us that Jesus has walked in our shoes. He can fully and completely empathise and sympathise with us, because He was and He is fully and completely human.
Tahukah kalian apa yang benar-benar tragis? Saya akan menyebut nama gerejanya: yaitu gereja Roma Katolik. Mereka menganggap mereka membutuhkan Perawan Maria untuk melakukan pekerjaan tersebut. Atau mereka membutuhkan orang-orang suci untuk melakukan pekerjaan itu. Tahukah kalian bahwa teologi Roma Katolik itu ~ walaupun mereka berkata mereka mengakui Yesus adalah Allah dan manusia, namun bagi mereka Yesus itu tidak manusia sepenuhnya seperti kita. Yesus memiliki kemanusiaan yang berbeda dengan kemanusiaan kita. Dan oleh karena itu Yesus tidak bisa benar-benar memahami kita, itulah sebabnya mereka memerlukan Maria dan orang-orang suci yang benar-benar pernah berjalan dengan sepatu kita untuk mewakili kita di hadapan Tuhan. Itu adalah teologi Roma Katolik yang tidak sesuai dengan prakteknya. Namun Alkitab memberitahu kita bahwa Yesus pernah berjalan dengan sepatu kita. Yesus bisa berempati dan bersimpati dengan kita sepenuhnya, karena Dia pernah dan masih sepenuhnya 100% manusia.

Now, listen up. Jesus is the Supreme Pontiff. There’s someone on earth who claims to be the supreme pontiff. Do you know what the word “Pontiff” means?  It comes from two words, “pons” and “facere”. It means “bridge builder.” Jesus is the Supreme Bridgebuilder. The Bridgebuilder between what? Between Heaven and earth. He is the ladder that connects Heaven and earth because He is God and He is also man. What human being could ever claim to be the Supreme Bridgebuilder when he is only a man and not God.
Sekarang, dengarkan. Yesus adalah Pontif Tertinggi. Tetapi ada orang lain di dunia ini yang mengklaim sebagai Pontif Tertinggi. Tahukah kalian apa arti kata “Pontif”? Kata ini berasal dari dua kata, yaitu “pons” dan “facere”, artinya “Pembuat Jembatan”. Yesus adalah Pembuat Jembatan yang Tertinggi. Membuat jembatan antara apa? Antara Surga dan dunia. Dia adalah anak tangga yang menghubungkan Surga dan dunia karena Dia adalah Allah, dan Dia juga manusia. Manusia mana yang bisa mengklaim sebagai Pembuat Jembatan yang Tertinggi karena dia hanyalah seorang manusia dan bukan Allah?
  
Notice 1 Timothy 2:5, we have only one mediator. It says here:   For there is one God and one Mediator between God and men, the Man Christ Jesus.”  Now what part of “one” don’t you understand?  It’s very clear.
Notice John 14:6   “Jesus said to him, I am the way, the truth, and the life. No one comes to the Father except...” how?   “... except through Me. Not through Mary, not through the saints, but through whom?  Jesus! Because He is one of us. He understands us, He empathises with us, He sympathises with us. He knows our situation. We don’t need any other individual who supposedly got more human than Jesus was. Jesus understands.
Perhatikan 1 Timotius 2:5, kita hanya memiliki satu perantara. Dikatakan di sini:  Karena Allah itu satu, dan Pengantara antara Allah dan manusia itu satu, yaitu Manusia Kristus Yesus.” [NKJV yang diindonesiakan].  Nah, apa yang tidak bisa dipahami dari kata “satu”?  Sangat jelas, kan?
Perhatikan Yoh 14:6,   “Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau... “  bagaimana?  “... tidak melalui Aku.”  Bukan melalui Maria, bukan melalui orang-orang suci, tetapi melalui siapa? Yesus! Karena Yesus adalah salah satu dari kita. Dia memahami kita, Dia berempati pada kita, Dia bersimpati dengan kita. Dia mengetahui situasi kita. Kita tidak membutuhkan individu lain yang lebih manusiawi ketimbang Yesus. Yesus memahami.

Notice Hebrews 7:25-26. You see, in order for a priest to represent us, not only does he have to be man, but he has to be a perfect man. And he also has to be God. So that disqualifies all human priests, because there is no human priest other than Jesus that has perfect humanity. And there is no human priest that is God. Now, notice Hebrews 7:25-26   Therefore He is also able to save to the uttermost those who come to God through Him...”  through whom? Through Mary? No. Through the saints? No. Through Jesus! It says, “...since He always...” what?  “...lives to make intercession for them....” Why can Jesus intercedes before the Father for us?  Because not only He’s a man but He is a perfect man. So that disqualifies every priest that I have ever known.

Perhatikan Ibrani 7:25-26. Kalian lihat, supaya seorang imam bisa mewakili kita, dia bukan saja haruslah seorang manusia, tetapi dia juga harus seorang manusia yang sempurna. Dan dia juga harus Allah. Jadi itu mendiskualifikasi semua imam manusia, karena tidak ada imam manusia selain Yesus yang memiliki kemanusiaan yang sempurna. Dan tidak ada imam manusia yang juga Allah. Sekarang perhatikan Ibrani 7:25-26:   “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang datang kepada Allah melalui Dia [Yesus]…melalui siapa?  Melalui Maria? Bukan. Melalui orang-orang suci? Bukan. Melalui Yesus! Dikatakan, “…Sebab Ia hidup senantiasa…” apa? “…untuk melakukan perantaraan bagi mereka…”  [NKJV yang diindonesiakan].
Mengapa Yesus bisa mewakili kita di hadapan Bapa? Karena Dia bukan saja manusia, tetapi Dia adalah manusia yang sempurna. Jadi ini mendiskualifikasi semua imam manusia yang pernah saya tahu.


Notice what it continues saying in verse 26:   “... For such a High Priest was fitting for us, who is holy, harmless, undefiled, separate from sinners, and has become higher than...” what?   “...higher than the heavens..”  In order for Jesus to  represent us, He has to be God and He has to be a perfect sinless man. That disqualifies any priest here on earth that claims to be able to represent us before the throne of God.  You see, Jesus as God represents us before God. And Jesus as man represents God to us. In other words Jesus is the supreme bridgebuilder. He has all the qualifications to connect Heaven and earth which are not possessed by any priest that I know of on planet earth.

Perhatikan apa katanya selanjutnya di ayat 26: Sebab Imam Besar yang demikianlah yang cocok untuk kita: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari orang-orang berdosa,  dan lebih tinggi daripada...” apa?   “.. daripada tingkat-tingkat sorga.” [NKJV yang diindonesiakan].  Supaya Yesus bisa mewakili kita, Dia haruslah Allah dan Dia haruslah manusia yang sempurna, yang tidak berdosa. Ini mendiskualifikasi imam mana pun di dunia ini yang mengklaim bisa mewakili kita di hadapan takhta Allah. Perhatikan, Yesus sebagai Allah mewakili kita di hadapan Allah. Dan Yesus sebagai manusia, mewakili Allah kepada kita. Dengan kata lain, Yesus adalah Pembuat Jembatan yang Tertinggi. Dia memiliki semua kualifikasi/persyaratan untuk menghubungkan Surga dan dunia, yang tidak dimiliki oleh imam mana pun yang saya kenal di planet bumi.

1 John 2:1  also emphasizes that Jesus can represent us because He is righteous. It says there in 1 John 2:1  My little children, these things I write to you, so that you may not sin. And if anyone sins, we have....” a what?  “...an Advocate with the Father...”  an Advocate means what? A defense attorney. “...we have an Advocate with the Father, Jesus Christ the...” what? “...the righteous.”  Let me ask you, can an unrighteous priest represent us before God? God would say, “Zaap! You’re a sinner. You can’t appear before Me!”  The priest has to be what? Righteous!

1 Yoh 2:1 juga menekankan bahwa Yesus bisa mewakili kita karena Dia benar. Dikatakan di 1 Yoh 2:1   “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai...”  mempunyai apa?  “...seorang pengantara pada Bapa...” apa artinya Pengantara? Seorang Pembela, “... kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang...”  bagaimana? “...yang benar.” [NKJV yang diindonesiakan]. Coba saya tanya,  bisakah seorang imam yang tidak memiliki kebenaran mewakili kita di hadapan Tuhan? Tuhan akan berkata, “Zaaap! Kamu orang berdosa. Kamu tidak bisa tampil di hadapanKu!” Si imam haruslah bagaimana? Memiliki kebenaran!


And when I come to Jesus ~ and we are going to talk about this in my next lecture ~ when I come to Jesus, and I am repentant, and I confess my sins, and I say, “Jesus, I’m miserable, I’m lost, Jesus, please take Your righteousness, your perfect righteous life and put in to my account.” And Jesus takes His righteous life and He places it  to my account and God looks upon me as if I had never sinned. A human priest cannot do that.

Dan ketika saya datang kepada Yesus ~ dan ini akan kita bicarakan dalam pelajaran saya berikutnya ~ ketika saya datang kepada Yesus, dan saya bertobat, dan saya mengakui dosa-dosa saya, dan saya berkata, “Yesus, aku sengsara, aku tersesat, Yesus, tolong berikan KebenaranMu, hidupMu yang benar dan sempurna, dan perhitungkan itu padaku.” Dan Yesus mengambil hidupNya yang benar dan Dia memperhitungkannya sebagai milik saya, maka Tuhan memandang saya dan menganggap seakan-akan saya tidak pernah berbuat dosa. Seorang imam manusia tidak bisa melakukan itu.


The 4th reason why Jesus has to be man. Is the incarnation important? It’s a matter of life and death, folks. He had to come and live in the Camp before He could die in the Court. Notice the 4th reason: Jesus became a man so that He could be tempted and help those who are tempted.
Do you know the bible says that God can’t be tempted?  Notice James 1:13, it says:   “Let no one say when he is tempted, I am tempted by God; for God cannot be...” what?   “...tempted by evil, nor does He Himself tempt anyone.” Can God be tempted by evil? Of course not. So what would have happened if Jesus had come as God?  Do you think the devil could deceive God?  Listen, if Jesus had come merely as God, and the devil had tried to deceive Jesus, Jesus would say, “You old devil, I know it’s you! Because the omniscience of Jesus would not have allowed Him to be deceived. That’s why Jesus had to come as a man. To live as a man, to be tempted as a man as we are tempted, and yet overcome. You see if Jesus had gained even one victory over Satan by using His own divine power, the devil would have said, “No fair! You expect human beings to overcome temptation but they are human beings. You beat me as God. That’s no fair!”
So Jesus came as a human being and He did not gain any victory over sin by using His divine omnipotence or His divine omniscience. He gained the victory as each one of us can gain the victory as well. He had no advantage over us.

Alasan ke-4 mengapa Yesus harus menjadi manusia. Apakah inkarnasi itu penting? Itu adalah urusan hidup dan mati, Saudara-Saudara. Yesus harus datang dan hidup di Perkemahan sebelum Dia bisa mati di Pelataran (Bait Suci). Perhatikan alasan keempat: Yesus menjadi manusia supaya Dia bisa dicobai dan membantu mereka yang dicobai. Tahukah kalian bahwa Alkitab mengatakan Tuhan tidak bisa dicobai? Perhatikan Yakobus 1:3, dikatakan:  “Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab Allah tidak dapat...”  diapakan?   “...dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun.” Dapatkah Tuhan dicobai oleh yang jahat? Tentu saja tidak. Jadi apa yang akan terjadi seandainya Yesus datang sebagai Allah? Menurut kalian apakah Setan bisa menipu Allah? Dengarkan, seandainya Yesus datang hanya sebagai Allah, dan Setan berusaha menipuNya, Yesus akan berkata, “Hei, Iblis tua, Aku tahu ini kamu!” Karena kemahatahuan Yesus tidak akan memungkinkan Dia bisa ditipu. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai manusia, hidup sebagai manusia, dicobai sebagai manusia sebagaimana kita dicobai, namun tidak jatuh. Kalian lihat, seandainya Yesus memperoleh satu saja kemenangan atas Setan dengan memakai kuasa ilahiNya sendiri, Setan akan berkata, “Tidak adil! Engkau menginginkan manusia mengalahkan pencobaan tetapi mereka adalah manusia. Engkau mengalahkan aku sebagai Allah. Itu tidak adil!”
Maka Yesus datang sebagai manusia dan Dia tidak memperoleh kemenangan apa pun atas dosa dengan memakai kemahakuasaan IlahiNya atau kemahatahuan IlahiNya. Dia memperoleh kemenangan seperti kita masing-masing bisa memperoleh kemenangan juga. Yesus tidak memiliki kelebihan di atas kita.


Notice Hebrews 4:14-16 where we will find this clearly revealed, that Jesus had to become a man in order to be tempted. Hebrews 4:14-16 it says there:  Seeing then that we have a great High Priest who has passed through the heavens, Jesus the Son of God, let us hold fast our confession.  For we do not have a High Priest who cannot sympathize with our weaknesses...” See, here’s the idea that He can sympathize with us. Now notice what it continues to say: “...who cannot sympathize with our weaknesses but was in most points...” Ah, thank you very much!, “...was in all points tempted such as Adam was....”   No!  Tempted such as what?  Such as “...we are, yet...” what?  “...yet without sin...” You see, Jesus, we are like little pebbles next to the sea side. Have you ever seen the waves come in? The little pebbles move up, and when the waves come down, the little pebbles move down. That’s the way we are before temptation, we move through and fro.
When we went to the Pacific Coast Highway, I love to go to the Pacific Coast Highway, and just stand there you know, from the heights, and see those waves come crashing in to those huge boulders at the edge of the sea, and the waves crashed against the boulders, and the waves would recede and the boulder was still there. That’s the way Jesus was. We are like little pebbles moved through and fro. But Jesus faced all of the waves of temptation and yet when the waves receded, Jesus had been victorious.  The bible says that because He was tempted in all things such as we are,  He is able to what? He is able to help us when we are tempted.
Perhatikan Ibrani 4:14-16 di mana kita temukan hal ini dengan jelas dinyatakan, bahwa Yesus harus menjadi manusia supaya bisa dicobai. Ibrani 4:14-16, dikatakan di sana: Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita.  Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita...” lihat, di sinilah idenya bahwa Dia bisa bersimpati dengan kita. Sekarang perhatikan apa yang dikatakan selanjutnya:  “...yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, melainkan yang dalam kebanyakan hal...” Ah, terima kasih banyak, “…yang dalam segala hal dicobai sebagaimana Adam dicobai…”  Tidak! Dicobai sebagaimana siapa?  “… sebagaimana kita dicobai, namun…”  apa? “...tidak berbuat dosa.” [NKJV yang diindonesiakan].
Ketika kami pergi ke Pacific Coast Highway ~ saya suka sekali ke Pacific Coast Highway dan hanya berdiri di sana, kalian tahu, dan dari atas melihat ombak-ombak memecah pada batu-batu besar di ujung laut, dan ombak-ombak itu akan memecah pada batu-batu besar itu lalu surut, dan batu-batu besar itu masih ada di sana. Begitulah Yesus. Kita ini seperti batu-batu kecil yang bergerak ke sana kemari. Tetapi Yesus menghadapi semua ombak pencobaan dan ketika ombak itu surut, Yesus menang. Alkitab berkata bahwa Yesus dicobai dalam segala hal sama dengan kita, dan Dia sanggup apa? Dia sanggup menolong kita pada waktu kita dicobai.

And some people say, “Well, Pastor Bohr, but Jesus never sinned, how can He understand us?  We do sin.” Well, let me give you an illustration. If you were sinking in quicksand, would you rather have someone on solid ground with a rope to throw  to you, or would you rather have somebody  in the quicksand sympathizing with you?  Imagine, the both of you in the quicksand “Oh, it’s terrible, isn’t it? Oh, we’re sinking! Oh, we’re going to die!”  If Jesus had sinned He would be in the quicksand with us. Praise the Lord that He faced temptation, every temptation plus much more than we suffered and yet He remained firm, He never sinned. If He had sinned, He could not be our Savior.

Dan ada orang berkata, “Yah, Pastor Bohr, tetapi Yesus tidak pernah berdosa, bagaimana Dia memahami kita? Kita berdosa.” Nah, saya mau  memberikan suatu ilustrasi. Seandainya kalian sedang tenggelam dalam pasir isap, apakah kalian lebih suka ada seseorang  yang berada di atas tanah yang kokoh yang punya tampar yang bisa dilemparkannya kepada kalian, atau kalian lebih suka ada orang yang berada juga di dalam pasir isap itu yang bersimpati dengan kalian? Bayangkan kalian berdua berada di dalam pasir isap itu dan berkata, “Wah, ini parah, bukan? Oh, kita sedang tenggelam! Oh, kita akan mati!” Seandainya Yesus berbuat dosa, Dia berada di dalam pasir isap itu bersama kita. Puji Tuhan Dia telah menghadapi pencobaan, setiap pencobaan plus jauh di atas segala kesengsaraan yang pernah kita alami, namun Dia tetap kokoh, Dia tidak pernah berbuat dosa. Seandainya Dia berbuat dosa, Dia tidak bisa menjadi Juruselamat kita.


Notice Hebrews 2:18 it says,  “For in that He Himself has suffered, being tempted, He is able to aid those who are tempted.” You see, Jesus is the great pioneer. Jesus has blazed the road before us. He knows all of the devil’s tricks because He has already faced all of the devil’s tricks. And He is able to reveal all of those tricks to us. He is able to say, “Now when it comes to this, remember to answer this way... when it comes to this temptation, remember to face it that way.”  He’s been over the road. He’s blazed the trail for us. So that when we are tempted, we can overcome as He overcame.

Perhatikan Ibrani 2:18, dikatakan,  “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai.” Kalian lihat, Yesus itulah pionir yang utama. Yesus telah membuka jalan bagi kita. Dia tahu semua tipu daya Setan karena Dia sudah pernah menghadapi semua tipu daya Setan. Dan Dia bisa menyatakan semua tipu daya itu kepada kita. Dia bisa berkata, “Nah, kalau masalahnya begini, ingatlah, inilah jalannya... kalau menghadapi cobaan itu, ingatlah, beginilah cara menghadapinya.” Dia sudah pernah melewati jalan itu. Dia telah membuka jalan di hadapan kita, supaya pada waktu kita dicobai, kita bisa menang sebagaimana Dia menang.


Reason # 5 why Jesus had to become a man and lived in the camp with us. Jesus became a man, in the likeness of sinful flesh, the bible saysa,  so that through the power of the Holy Spirit, Jesus could develop a perfectly righteous human life that He could impute  to us and that He could impart  to us.  Now, those are fancy theological terms: “impute” and “impart”. So let me just explain what they mean.
Jesus lived a perfect life, He lived the life that we should live. The life that the Law requires. The Law says, “I demand perfection. If you don’t give me perfection, you die.” Jesus came and lived that perfect life that the Law demands. He lived it in my place. So that when I come to Jesus in repentance, confessing my sins and trusting in His merits, Jesus takes the perfect life that He lived, and He places that to my account, and when God looks upon me,  as if I have never sinned.
Did Jesus have to become a man in order to credit His life to me? Absolutely. But Jesus not only came so that He could impute His life to us, He also came so that He could impart His righteousness to us so that we could live a holy life.
The Holy Spirit that developed His life, has the pattern now because the Holy Spirit developed the pattern life, that same Holy Spirit now is willing to mold our lives in harmony with the life of Jesus Christ.

Alasan # 5 mengapa Yesus harus menjadi manusia dan hidup di Perkemahan bersama kita. Alkitab berkata, Yesus menjadi manusia, dalam bentuk daging yang cenderung kepada dosa. Supaya lewat kuasa Roh Kudus, Yesus bisa mengembangkan suatu hidup kemanusiaan yang sempurna dan benar, yang bisa diperhitungkanNya sebagai milik kita, dan yang dapat diberikanNya kepada kita.  Sekarang, ini adalah istilah-istilah teologi: “impute” (memperhitungkan) dan “impart” (memberikan/membagikan), jadi coba saya jelaskan apa yang dimaksudkan.
Yesus menjalani hidup yang sempurna, Dia menjalani hidup yang seharusnya kita jalani, hidup seperti yang dituntut oleh Hukum. Hukum berkata, “Saya menuntut kesempurnaan. Jika kamu tidak sempurna, kamu mati.” Yesus datang dan menjalani hidup yang sempurna seperti yang dituntut oleh Hukum. Yesus menjalani hidup tersebut menggatikan saya. Sehingga pada waktu saya datang kepada Yesus dan bertobat, mengakui dosa-dosa saya dan bersandar pada kebaikan-kebaikanNya, Yesus mengambil hidup sempurna yang sudah dijalaniNya itu, dan Dia memperhitungkan-nya sebagai milik saya, dan ketika Tuhan melihat saya, seolah-olah saya tidak pernah berbuat dosa.
Apakah Yesus harus menjadi manusia supaya bisa memperhitungkan hidupNya sebagai milik saya? Tentu saja. Tetapi Yesus tidak hanya datang supaya Dia bisa memperhitungkan hidupNya sebagai milik kita, Dia juga datang supaya Dia bisa memberikan kebenaranNya kepada kita agar kita bisa menjalani hidup yang suci.
Roh Kudus yang membentuk hidup Yesus, sekarang sudah memiliki pola karena Roh Kuduslah yang mengembangkan pola hidup itu, Roh Kudus yang sama yang sekarang bersedia membentuk hidup kita selaras dengan hidup Yesus Kristus.


You see, it’s not enough only for Jesus to live for us, but Jesus also wants to live in us. The first is imputed righteousness, the second is called imparted righteousness.
Now, let me illustrate what I mean.
And eh, some people have criticized me for using this illustration but I want to use it anyway, because I think it is a good illustration.
Did Jesus gained any  victory  over temptation, over sin, by using His divine nature? Absolutely not. Did Jesus tell us that we are supposed to follow His examples? Yes. Does He give us the power to follow His examples? Absolutely. Now listen up!
Let’s suppose that Superman existed. Some people say, “Hoo, I don’t like that illustration.” It’s a good one. Believe me it’s a good one. Let’s suppose that Superman existed. And Superman shows up here in the middle aisle, and he says to all of us, he says, “Follow me!” whuuuuuiiishhh, and he flies off into the air. What would you say? “See you later!”  You know what I’d tell him? “I can’t fly, you have powers that I don’t have.” Right?

Kalian lihat, tidaklah cukup bagi Yesus untuk hidup UNTUK kita, tetapi Yesus juga mau hidup DI DALAM kita. Yang pertama adalah pembenaran yang diperhitungkan kepada kita, yang kedua adalah pembenaran yang diberikan kepada kita.
Sekarang, coba saya berikan ilustrasi tentang apa yang saya maksudkan.
Apakah Yesus memperoleh kemenangan dari pencobaan, dari dosa, dengan memakai kodrat IlahiNya? Sama sekali tidak. Apakah Yesus memberitahu kita bahwa kita harus mengikuti teladanNya? Ya. Apakah Dia memberi kita kuasa untuk mengikuti teladanNya? Tentu. Sekarang dengarkan!
Ibaratkan Superman benar-benar ada. Ada orang yang berkata, “Hooo, saya tidak suka ilustrasi ini.” Tapi ini adalah ilustrasi yang bagus. Percayalah, ini ilustrasi yang bagus. Jadi marilah kita anggap Superman ada. Dan Superman muncul di tengah deretan bangku di sini, dan dia berkata kepada kita semua, katanya, “Ikutlah saya!” lalu  whuuuuuiiiishhhh, dia terbang menghilang ke angkasa. Apa yang akan kalian katakan?  “Sampai jumpa nanti!” Tahukah kalian apa yang akan saya katakan kepadanya, “Saya tidak bisa terbang. Kamu punya kuasa yang tidak saya miliki.” Benar?


So let me ask you this question: Could Jesus ask us to follow His example if He used powers to develop that example that are not accessible to us?  Absolutely not! The bible repeatedly tells us that Jesus gave us an  example that we are supposed to follow. And God gives us the power to follow the examples. It’s not only just looking at the examples, “OK, I’ll copy it.” No, the Holy Spirit gives us the power and lives the life of Jesus in us.
Notice 1 John 2:6, it says,  “He who says he abides in Him ought himself also to walk just as He...” what?   “...just as He walked.”   
1 Peter 2:21 says  “For to this you were called, because Christ also suffered for us, leaving us...”  what?  “... an example, that you should follow His steps.”
John 10:27  Jesus says,  “My sheep hear My voice, and I know them, and they...” what?  “…and they follow Me.”

Jadi, coba saya tanya: Mungkinkah Yesus menyuruh kita mengikuti teladanNya seandainya Dia memakai kuasa yang tidak kita miliki untuk membentuk teladan itu? Tentu saja tidak! Alkitab berulang-ulang memberitahu kita bahwa Yesus memberi teladan kepada kita yang harus kita ikuti. Dan Tuhan memberi kita kuasa untuk mengikuti teladan-teladan itu. Bukan hanya memandang saja kepada teladan-teladan itu, “Oke, saya tiru.”  Tidak, Roh Kudus memberi kita kuasa dan menghidupkan hidup Yesus di dalam kita. Perhatikan 1 Yoh 2:6, yang berkata,  Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti...” apa? “...sama seperti Kristus telah hidup.”
1 Petrus 2:21 berkata,Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan...” apa?  “...teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.”
Yoh 10:27 Yesus berkata, Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka...”  apa?   “...dan mereka mengikut Aku.”


Now, let’s go quickly to reason # 6 why Jesus had to become a human being. Is the humanity of Jesus extremely important?  It’s a matter of life and death, folks.
# 6: Jesus became a man so that He could serve as a sympathetic and impartial judge.
Notice John 5:22 and then we’ll jump down to verse 27. John 5:22 says,  “For the Father judges no one, but has committed all judgment to...”  whom? “…to the Son.” Why had the Father committed judgment to Jesus?  Verse 27 says, “...and has given Him authority to execute judgment also, because He is...” what?   “...because He is the Son of Man.” Why can Jesus judge? Because He is what?  The Son of Man.
Are we all going to have to stand before the great judgment seat of Christ? 2 Corinthians 5:10 says  that we must all stand before the judgment seat of Christ.  “For we must all appear before the judgment seat of Christ...”

Sekarang, marilah kita segera ke alasan # 6 mengapa Yesus menjadi manusia. Apakah kemanusiaan Yesus sangat penting? Ini masalah hidup dan mati, Saudara-Saudara.
Alasan #6: Yesus menjadi manusia supaya Dia bisa melayani sebagai Hakim yang bersimpati dan tidak memihak. Perhatikan Yoh 5:22 lalu kita akan melompat ke ayat 27. Yoh 5:22 berkata, Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada...”  siapa?  “...kepada Anak.” Mengapa Bapa menyerahkan penghakiman kepada Yesus? Ayat 27 berkata, Dan Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia adalah...” apa? “...karena Ia adalah Anak Manusia.” Mengapa Yesus bisa menghakimi? Karena Dia siapa? Dia adalah Anak Manusia.
Apakah kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus? 2 Korintus 5:10 berkata, kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus.Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus...”


Now, do you know what the good news is for those who have received Jesus Christ? Who have repented their sin, confessed their sin, and through the power of the  Holy Spirit, to gain the victory over sin, do you know what the good news is?  The Judge is also our Defense Attorney. I love that. Wouldn’t you like to have a judge on your side?  Now, see, Jesus has been through our experience. When we come to Him. Jesus not only will close the devil’s mouth by saying,  “This individual, yes sinned, absolutely, the record is there, but he or she had received Me as Savior and Lord, and therefore I pronounce the judgment ‘Not guilty’.”  Because the Judge is also the Advocate, that’s good news.

Sekarang, tahukah kalian apa kabar baiknya bagi mereka yang telah menerima Kristus? Yang telah bertobat dari dosanya, mengakui dosanya, dan melalui kuasa Roh Kudus, memperoleh kemenangan atas dosa, tahukah kalian apa kabar baiknya? Sang Hakim juga adalah Pembela kita! Saya suka itu. Tidakkah kalian suka mempunyai Hakim yang berada di pihak kalian? Sekarang, simak, Yesus sudah pernah melewati pengalaman kita. Pada waktu kita datang kepadaNya, Yesus tidak hanya akan mengatupkan mulut Setan dengan berkata, “Orang ini, betul, memang telah berdosa, benar sekali, catatannya ada di sana, tetapi dia telah menerima Aku sebagai Juruselamat dan Tuhan, dan dengan demikian, Aku menyatakan vonisnya sebagai ‘Tidak bersalah’.” Karena sang Hakim juga adalah sang Pembela, itulah kabar baiknya.


Let me ask you. Could Jesus serve as a Judge if He wasn’t a human being? Could He really sympathize with us? Could He really represent us fairly with sympathy and empathy? Absolutely not! I would be afraid to appear before the Judge  at the  bar  of God, not having someone to represent me who belongs here as a human being.

Coba saya tanya, bisakah Yesus melayani sebagai Hakim seandainya Dia bukan seorang manusia? Bisakah Dia benar-benar bersimpati kepada kita? Bisakah Dia benar-benar mewakili kita dengan adil, dan dengan simpati dan empati? Tentu saja tidak! Saya akan takut muncul di depan Hakim di pengadilan Tuhan tanpa memiliki seseorang untuk mewakili saya, yang pernah hidup di sini sebagai seorang manusia.


2nd reason why Jesus Christ only can judge, and that is in the judgment there will be no excuses. I want you to imagine someone that  says,  “Well, you know it’s easy for You to sit there on the   throne and condemn me for all the sins that I have committed and didn’t repent of. But You wouldn’t really understand what it was like to go through depression and to go through grief, and have to take drugs.” You know what Jesus is going to say? He would say, “Excuse Me, have you ever been to Calvary? Have you ever been to Gethsemane? Listen, I was tested with drugs, when I was on the cross. They offered Me a drug to calm My pain. And I said No. So what did you say your excuse was?”
Only a human being who is walking in your shoes can be someone who will accept no excuses in the judgment for hanging on to sin.

Alasan kedua mengapa hanya Yesus Kristus yang bisa menghakimi, adalah agar di  penghakiman nanti, tidak akan ada lagi yang bisa berdalih. Saya ingin kalian membayangkan seseorang berkata, “Yah, ngomong itu gampang bagi Engkau yang duduk di atas takhta lalu menghukum saya karena semua dosa yang saya lakukan dan tidak saya tobati. Tetapi Engkau tidak sungguh-sungguh memahami betapa beratnya melewati depresi, melewati kesedihan, dan harus memakai narkotik.” Tahukah kalian apa yang akan dikatakan Yesus? Yesus akan berkata, “Maaf ya, tapi pernahkah kamu ke Kalvari? Pernahkah kamu ke Getsemani? Dengar, Aku pernah dicobai dengan narkotik pada waktu Aku di atas salib. Mereka menawariku narkotik untuk meringankan rasa sakitKu. Dan Aku menolak. Jadi, keberatan apa yang kamu kemukakan tadi?”
Hanyalah seorang manusia yang sudah pernah berjalan dengan sepatu kita yang di pengadilan nanti bisa menolak alasan-alasan kita untuk mempertahankan dosa.


Let’s go quickly to #7. I didn’t think we were going to get through all seven. This is the longest lecture that I have in the series. But we are doing alright, we still have 3 minutes to go.
Reason # 7 why Jesus had to become a man, so that He could come again in a second coming. Let’s read quickly John 14:1-3 which is greatly misunderstood. Jesus said,    Let not your heart be troubled; you believe in God, believe also in Me.  In My Father’s house are many mansions...”  You know many people say, Jesus went to Heaven to build mansions. No He didn’t. He says,   In My Father’s house are many mansions.”
They were there when He said it. Jesus does not need 2000 years to do Heavenly contracting, when He created the world in 6 days, and rested on the 7th day. So He says,     In My Father’s house are many mansions, if it were not so, I would have told you...”  Now, listen carefully,  “I go to prepare a place for you...” 

Marilah kita segera ke alasan # 7. Saya tidak menyangka kita akan sempat membahas ketujuhnya semua. Ini adalah pelajaran terpanjang yang ada dalam rangkaian seri ini. Tetapi kita punya cukup waktu, kita masih punya 3 menit.
Alasan # 7 mengapa Yesus harus datang sebagai manusia, agar Dia bisa datang lagi kedua kalinya.  Marilah kita membaca Yoh 14:1-3 dengan cepat, ayat ini sudah sangat disalahpahami. Yesus berkata:  Janganlah gelisah hatimu; kamu percaya kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku.  Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal....”   Tahukah kalian, banyak orang berkata bahwa Yesus ke Surga untuk membangun perumahan? Tidak. Itu tidak benar. Yesus berkata, Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal.” Rumah-rumah itu sudah ada di sana ketika Yesus berkata demikian. Yesus tidak butuh 2000 tahun untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan perumahan di Surga, karena Dia bisa menciptakan dunia dalam 6 hari dan berhenti pada hari ke-7. Jadi Dia berkata,  “Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu...”  Sekarang dengarkan baik-baik: “...Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”  [NKJV yang diindonesiakan].


We usually think that that means Jesus went to Heaven to build houses and to plant trees, and to prepare a place for us. But do you know why Jesus went back to Heaven?  He went back to Heaven to carry on His intercessory ministry in the Holy Place. That’s part of the work of preparation  of  us  for Heaven. You see, by living His life on earth, and by dying His death, He now makes provision for me to come to Him and say, “Jesus, I’m sorry, I confess my sins, I trust in Your merits, please take that life that You lived and the death that You died, and Lord, please place it to my account and I am accepted in the Beloved.”  That’s what Jesus does now.  We are going to talk about this in the next two lectures.

Biasanya kita berpikir itu artinya Yesus pergi ke Surga untuk membangun perumahan dan menanam pohon, dan menyediakan tempat bagi kita. Tetapi tahukah kalian mengapa Yesus kembali ke Surga? Dia kembali ke Surga untuk melaksanakan pelayanan pengantaraanNya di Bilik Suci. Itu adalah bagian dari pekerjaanNya menyiapkan kita bagi Surga. Kalian lihat, dengan menjalani hidup di duna ini dan dengan menjalani kematianNya, Yesus sekarang memberikan kesempatan bagi saya untuk datang kepadaNya dan berkata, “Yesus, saya menyesal, saya akui dosa-dosa saya, saya percaya dalam kebenaranMu, tolong perhitungkanlah pada saya hidup yang telah Engkau jalani dan kematian yang telah Engkau alami, Tuhan, maka saya akan diterima di dalam Yang Terkasih.” Itulah yang dilakukan Yesus sekarang. Kita akan membahas ini dalam dua pelajaran berikutnya.

You know there is this conception that on the cross Jesus forgave everyone’s sins. NO! NO! Jesus did not forgave anyone’s sins on the cross of Calvary. And you say, “Wow! This is some kind of heresy that Pastor Bohr is talking about.”   I’m going to prove it from Scripture. You see, sin is forgiven when you come to Jesus in faith,  and you claim what Jesus did by His life and by His death. And then He also has another thing that He has to do to prepare a place for  us. He has to perform the work of judgment to shut the devil’s mouth.

Kalian tahu, ada suatu konsep bahwa di atas salib Yesus telah mengampuni dosa semua orang. TIDAK!  Yesus tidak mengampuni dosa siapa pun di atas salib di Kalvari. Dan kalian berkata, “Wah, Pastor Bohr ini mengajarkan ajaran yang sesat!”  Saya akan membuktikannya dari Alkitab. Kalian lihat, dosa itu diampuni bilamana kita datang kepada Yesus dengan iman, dan kita mengklaim apa yang telah dilakukan Yesus dengan hidupNya dan kematianNya. Lalu Dia masih punya tugas lain yang harus dilakukanNya untuk menyiapkan tempat bagi kita. Dia harus melakukan tugas mengadili untuk membungkam mulut Setan.


And so now, He intercedes in Heaven, He applies His life and His death and then we all must stand before the Judgment Seat of Christ,  and Jesus would be our Advocate. And then when His work is finished, He’s prepared the place. And He will come again. And as it says in John 14:3    “ And if I go and prepare a place for you, I will come again and receive you to Myself; that where I am, there you may be also.” And at that time He will have taken care of the guilt of sin, He will have taken care of the power of sin, and He will have taken care of the presence of sin. So that the humanity of Christ is everything to us and we can thank Jesus that He became flesh of our flesh.

Maka sekarang Dia menjadi pengantara di Surga. Dia mengaplikasikan hidupNya dan kematianNya, lalu kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus, dan Yesus akan menjadi Pembela kita. Lalu ketika tugasNya selesai, Dia telah menyiapkan tempatnya. Dan Dia akan datang lagi. Dan sebagaimana dikatakan di Yoh 14:3   Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.” Dan pada waktu itu Yesus akan sudah selesai menangani semua perasaan bersalah yang datang dari dosa, Dia akan sudah selesai menangani kuasa dosa, dan Dia juga akan sudah selesai menangani kehadiran dosa. Sehingga kemanusiaan Kristus adalah segalanya bagi kita dan kita boleh bersyukur kepada Yesus bahwa Dia telah datang dalam bentuk daging kita.


03 12 2013

No comments:

Post a Comment