HIS WAY IS IN
THE SANCTUARY
Part 4/32 - Stephen
Bohr
THE INCARNATION’S SEVEN SECRETS
Dibuka
dengan doa
In our study today we are going to discuss the incarnation’s seven secrets.
But before we talk about the incarnation, I need to cover one other
point which is extremely important.
Not only for what we are going to talk about tonight , but for what we are
going to discuss later on in our seminar.
And that is, what was Jesus like before His incarnation.
Pelajaran
kita hari ini akan membahas KETUJUH RAHASIA
INKARNASI.
Tetapi
sebelum kita bicara tentang inkarnasi, saya ingin membahas satu poin lain yang sangat penting. Pentingnya bukan hanya untuk pembicaraan
kita malam ini, tetapi untuk apa yang akan kita bahas kemudian dalam seminar
kita. Dan poin itu adalah, bagaimanakah
Yesus sebelum inkarnasiNya (= sebelum Yesus dilahirkan sebagai
manusia).
Now, I can tell you for absolute certainty that Jesus, before He
came to this world, was God in every sense of the word. He is God by nature. He
is not like God, neither did He become God, He IS God.
And so I’d like to read several verses as we begin, that show
the deity, the full deity, and Godhood of Jesus Christ. Let’s begin by reading from the gospel of
John 1:1. And we are going to go through this quickly because our main theme is
not having to do with the deity of Christ but rather with His humanity. John 1:1, very well known, you probably can
repeat it from memory, “In the
beginning was the Word, and the Word was with God, and the Word was God.” Not “a God” like you find in one bible but “the Word was
God.”
Nah, saya beritahukan
dengan kepastian penuh bahwa sebelum Dia datang ke dunia ini, Yesus benar-benar
100% Allah. KodratNya Allah. Dia bukan seperti Allah, Dia juga tidak menjadi
Allah, Dia MEMANG
Allah.
Maka
saya ingin membacakan beberapa ayat di awal pelajaran ini, yang menunjukkan
keilahian ~ keilahian penuh Yesus Kristus. Marilah kita mulai membaca dari
injil Yohanes 1:1. Kita akan membahas ini dengan cepat karena topik utama kita,
tidak berkaitan dengan keilahian Kristus, melainkan dengan kemanusiaanNya. Yohanes
1:1, ayat yang sangat terkenal, mungkin kalian bisa menghafalnya di luar
kepala. “Pada mulanya adalah Firman;
Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Bukan
“seorang Allah”
seperti yang terdapat pada salah satu terjemahan Alkitab, tetapi “Firman itu adalah Allah.”
Now, let’s go to John 8:58. Here Jesus makes a
revolutionary statement. He’s speaking to the Jews and He says something that
is going to shake them up. John 8:58, “Jesus
said to them, ‘Most
assuredly, I say to you, before Abraham was, I AM.’” The very next verse says, the Jews picked up
stones to stone Jesus, because according to them He was committing blasphemy,
because He was claiming to be the “I AM” who appeared in the burning bush. He
was claiming to be Almighty God.
Sekarang marilah
kita ke Yohanes 8:58. Di sini Yesus membuat suatu pernyataan yang revolusioner.
Dia sedang berbicara kepada orang-orang Yahudi dan Dia mengatakan sesuatu yang
akan mengejutkan mereka. Yohanes 8:58, “Kata Yesus kepada mereka:
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum ada
Abraham, Aku [selalu] ada.”
[NKJV yang diindonesiakan]. Ayat berikutnya berkata bahwa
orang-orang Yahudi lalu memungut batu untuk melempari Yesus, karena menurut
mereka Yesus sedang menghujat, karena sudah mengaku sebagai Sang “AKU [SELALU] ADA” yang nampak dari semak duri yang menyala.
Yesus mengaku sebagai Allah yang Mahakuasa.
Let’s go now to John 17:5. This verse makes it
very clear that Jesus existed before His incarnation. It says there, and this
is His High-Priestly prayer to His Father in the garden of Gethsemane. He says, “And now, O Father, glorify Me together with
Yourself, with the glory which I had with You...” when? “... before the world was.” Did
Jesus exist before the world was? Yes. In fact John 1:3 says “All
things were made through Him...” which
means that He pre-existed all things.
Marilah ke Yohanes
17:5. Ayat ini menerangkan dengan sangat jelas bahwa Yesus sudah ada sebelum
inkarnasiNya. Dikatakan di sana ~ dan
ini adalah doaNya sebagai Imam Besar kepada Allah Bapa di taman Getsemani.
Kristus berkata, “Oleh sebab itu, ya Bapa, muliakanlah Aku bersama diri-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki bersama-Mu...”
kapan? “... sebelum dunia ada.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apakah
Yesus ada sebelum dunia ada? Ya. Malah di Yoh 1:3 dikatakan “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia.” Artinya Dia sudah ada lebih dulu
sebelum semua yang lain.
Now, let’s go to Matthew 1:23, and we are going
through these verses quickly because I just want you to see that Jesus before
He became incarnate, was fully and completely God. Matthew 1:23, here the angel
is speaking and he says, “Behold, the virgin shall be with child, and
bear a Son, and they shall call His name Immanuel, which is translated... “ what? “....God
with us.” In
other words, one of the names of Jesus, Immanuel, means “God with us.”
Sekarang, marilah ke Matius
1:23 dan kita akan membaca ayat-ayat ini dengan cepat karena saya hanya ingin
kalian melihat bahwa sebelum Yesus menjadi manusia, Dia 100% sepenuhnya
Allah. Matius 1:23, di sini seorang
malaikat sedang berbicara, dan dia berkata, “Sesungguhnya, anak dara itu
akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan
menamakan Dia Imanuel --yang berarti...” apa? “... Allah menyertai kita.” Dengan
kata lain, salah satu nama Yesus: Imanuel, berarti “Allah menyertai kita.”
Now, let’s go to John 10:30. Here Jesus makes
another revolutionary statement that shook up the Jews. It says there in John
10:30, very short, “I and My Father
are one.” Now, Jesus is not saying that He and the Father are the same person. What He’s saying is
that He and the Father are one in the sense of perfect unity. They
are one like a husband and wife when they get married become one. Two persons
in perfect unity. In other words, Jesus is saying, “I and My Father are one, we
are perfectly
united in attributes, in power, and in character.”
Sekarang marilah ke
Yohanes 10:30. Di sini Yesus membuat pernyataan revolusioner yang lain yang
mengejutkan orang-orang Yahudi. Dikatakan di Yoh 10:30, sangat singkat, “Aku dan Bapa-Ku adalah satu.” Nah, Yesus tidak berkata bahwa Dia dan
Bapa adalah sosok yang sama. Apa yang dikatakanNya ialah Dia dan Bapa itu satu,
dalam pengertian kesatuan
yang sempurna. Mereka satu seperti seorang suami dan
istri menjadi satu ketika mereka menikah. Dua orang dalam kesatuan yang sempurna. Dengan kata lain, Yesus berkata, “Aku
dan Bapaku adalah satu, kami menyatu dengan sempurna dalam kemampuan, dalam kuasa, dan dalam karakter.”
Now, let’s go to Philippians 2:5-7, it says, “Let this mind be in you which was also in Christ Jesus, who,
being in the form of God...” that
word “form” is very important, it’s the Greek word μορφή [mor-fay'] which means “by nature”, it means “in
substance He was God.” In other words it
says, “being in
the form of God” or the same substance or essence of God, “...did not consider it robbery to be equal with
God...” ~ a better translation is “…did
not consider equality with God as something to be grasped…” and then it says, “…but made Himself of no reputation, taking the
form of a bondservant, and coming in the likeness of men.” So it’s
interesting that the word μορφή
[mor-fay'] is used,
which in Greek indicates the very substance or essence of God. God is of the
substance of God.
Sekarang marilah kita ke Filipi 2:5-7, dikatakan,
“Hendaklah pikiran ini ada di dalam
dirimu, yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah...” kata
“rupa” itu sangat penting, kata
Greekanya adalah μορφή [mor-fay'] yang berarti “kodrat”, jadi maksudnya, “dalam substansi
Dia adalah Allah.” Dengan kata lain,
dikatakan, “...dalam
rupa Allah...” atau yang substansi atau esensiNya
adalah Allah, “...tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan…” kemudian
dikatakan, “...melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan datang
dalam bentuk yang sama dengan manusia.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi, pemakaian kata Greeka μορφή [mor-fay'] ini menarik, karena dalam bahasa Greeka kata ini
mengindikasikan substansi atau esensi dari Allah. Substansi Allah adalah Allah.
Now, let’s notice also John 1: 51,
this is speaking about the ladder that Jacob saw in his dream. John 1:51 “And He said to him, ‘Most assuredly, I say
to you, hereafter you shall see heaven open, and the angels of God ascending and
descending upon the Son of Man.’” Now, when you go back to Genesis 28, you’ll
find something very interesting. You’ll find that it says, the ladder was
firmly planted on the earth and the top of the ladder reached to the highest
heaven. Now, the bottom of the ladder represents the humanity of Christ, He is
one with us, but the top of the ladder represents the Godhood or the divinity
of Jesus Christ because He is one with the Father. In other words, Jesus can
bridge heaven and earth because He’s God with God, and He is man with man.
Sekarang, mari
perhatikan Yohanes 1:51, ini berbicara mengenai anak tangga yang dilihat Yakub
dalam mimpinya. Yohanes 1:51 “Lalu kata Yesus kepadanya: ‘Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, ‘Sesudah ini engkau akan melihat langit terbuka
dan malaikat-malaikat Allah turun naik pada
Anak Manusia.’” [NKJV
yang diindonesiakan]. Nah, jika kita kembali ke Kejadian 28,
kalian akan menemukan sesuatu yang sangat menarik. Kalian akan melihat bahwa
anak tangga itu dikatakan kakinya tertanam kokoh di bumi, dan bagian atasnya
mencapai sampai ke langit. Bagian bawah anak tangga itu melambangkan
kemanusiaan Kristus, Dia adalah salah seorang dari kita. Tetapi bagian atas
anak tangga itu melambangkan keilahian atau keallahan Yesus Kristus, karena Dia
adalah satu dengan Allah Bapa. Dengan kata lain, Yesus bisa menjembatani Surga
dan bumi karena Dia Allah bagi Allah, dan Dia manusia bagi manusia.
So the first thing that I want us to notice is
that Jesus
according to the New Testament, is God in every sense of the word.
But the ladder shows that Jesus is also man in every sense of the word.
Now, let’s read several verses that present
Jesus Christ as fully being a man, being
human. Galatians 4:4. You have this on the list of text. Galatians 4:4, it
says,
“But when the fullness of the time had come, God
sent forth His Son...” born from whom? “... born
of a
woman, born under the law.” Was Jesus born of a
woman just like we are born from a woman?
Absolutely! He was born of a woman.
Jadi hal pertama yang saya ingin kalian perhatikan adalah, menurut Perjanjian Baru, Yesus itu 100% sepenuhnya Allah. Tetapi anak tangga itu menunjukkan bahwa Yesus juga 100% sepenuhnya manusia.
Sekarang,
marilah kita baca beberapa ayat yang menyatakan Yesus Kristus sebagai sesorang
manusia penuh, 100% manusia. Galatia 4:4. Ayat ini ada di daftar kalian.
Galatia 4:4, dikatakan “Tetapi setelah genap
waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya...”
lahir dari siapa? “...yang lahir dari seorang perempuan dan
takluk kepada hukum Taurat.” Apakah Yesus dilahirkan seorang
perempuan sama seperti kita dilahirkan seorang perempuan? Tentu saja! Dia
dilahirkan dari seorang perempuan.
Galatians 3:16 tells us that Jesus was of the
seed of Abraham, He was a descendant of Abraham and Abraham was a human being.
Notice Galatians 3:16 “Now
to Abraham and his Seed were the promises made. He does not say, ‘And to
seeds,’ as of many, but as of one, ‘And to your Seed,’ who is Christ.” In other words, Christ is the seed of whom? He’s the seed of Abraham. Abraham was a human
being, therefore Jesus being his descendant, also is a human being.
Galatia 3:16 berkata
kepada kita bahwa Yesus berasal dari benih Abraham, Dia adalah keturunan
Abraham dan Abraham adalah seorang manusia. Perhatikan Galatia 3:16 “Dan janji itu diberikan kepada Abraham dan kepada benihnya. Dia
tidak berkata ‘kepada benih-benihnya’ dengan
arti kata banyak, tetapi hanya kepada satu: ‘dan kepada benihmu’, yaitu Kristus.” [NKJV yang diindonesiakan]. Dengan kata lain, Kristus adalah benih
siapa? Dia adalah benih [keturunan] Abraham. Abraham adalah manusia, karena itu
Yesus yang keturunannya, juga adalah seorang manusia.
Now notice Revelation 22:16. This is a very
interesting verse, referring both to the humanity and the divinity of Jesus
Christ. It says there in Revelation 22:16, Jesus is speaking, “I, Jesus, have sent My angel to testify to
you these things in the churches...” And now notice what He
says, “...I am the Root and the Offspring of David,
the Bright and Morning Star.” Did
you notice here that Jesus is David’s Father and He is also David’s Son? Now, the question is, how can you be the
person’s father and be that person’s son also?
Because Jesus is the Root of David ~ David comes from Him ~ but He is
also the Offspring of David. In what sense is Jesus the Root of David? In the sense
that Jesus was the Creator before He became a man. But He’s the Offspring of
David because, He became what? He became a man and He was the descendant by the
flesh from David.
Sekarang, perhatikan
Wahyu 22:16. Ini adalah ayat yang sangat menarik, mengacu kepada kemanusiaan
dan keilahian Yesus Kristus. Dikatakan di Wahyu 22:16, Yesus sedang berbicara, “Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk memberi kesaksian tentang
semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat.” Sekarang perhatikan apa kataNya, “...Aku adalah Akar dan Keturunan
Daud, bintang timur yang gilang-gemilang.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apakah kalian melihat di sini bahwa
Yesus adalah bapak
Daud dan Dia juga keturunan Daud? Nah, pertanyaannya ialah, bagaimana kita bisa menjadi bapak seseorang dan juga
menjadi anak orang tersebut? Karena Yesus adalah Akar Daud ~ Daud berasal
dariNya ~ tetapi Yesus juga adalah Keturunan Daud. Dalam pengertian apa Yesus adalah
Akar Daud? Dalam pengertian Yesus adalah Sang Khalik Pencipta sebelum Dia
menjadi manusia. Tetapi Dia adalah Keturunan Daud karena, Dia menjadi apa? Dia
menjadi manusia dan secara daging Dia adalah keturunan Daud.
Now, notice
John 1:14. Another verse that speaks about the humanity of Christ. John 1:14 it says, “And
the Word became...” what? “...flesh
and dwelt among us...” that word “dwelt” could very well be translated
“tabernacled” or “pitched His tent in
our midst”.
Now tonight we are going to talk about the
ministry of Jesus in the camp before He went to the Court to die. We are going to
talk about the facts that Jesus came to live in our midst. He became one of us
where we are camped on this earth. So it says,
“And the Word became flesh and dwelt
among us, and we beheld His glory, the glory as of the only begotten of the
Father, full of grace and truth.”
Sekarang perhatikan
Yohanes 1:14. Ayat yang lain yang berbicara mengenai kemanusiaan Kristus.
Yohanes 1:14 berkata, “Firman itu telah menjadi...“ apa?
“...daging, dan
diam di antara kita...” Kata “diam” itu bisa juga diterjemahkan
“bertabelnakel” atau “mendirikan kemahNya di tengah-tengah kita.”
Nah,
malam ini kita akan berbicara mengenai pelayanan Yesus di Perkemahan sebelum
Dia masuk ke Pelataran untuk mati. Kita akan berbicara mengenai fakta bahwa
Yesus datang untuk hidup di tengah-tengah kita. Dia menjadi salah satu di
antara kita, tinggal di mana kita tinggal di dunia ini. Jadi, dikatakan, “Firman itu telah menjadi daging dan
diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai satu-satunya yang berasal dari Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” [NKJV yang diindonesiakan].
Notice 1 Timothy 3:16
. There are so many of these verses in scriptures that speak about the humanity
of Christ. 1 Timothy 3:16 says “And without
controversy great is the mystery of godliness: God was
manifested in the...” what? “...God was manifested in the flesh.”
So He is God, and
He also took upon Himself human nature.
Perhatikan
1 Timotius 3:16. Ada begitu banyak ayat di dalam Alkitab yang berbicara
mengenai kemanusiaan Kristus. 1 Timotius 3:16 berkata, “Dan tanpa bisa
dibantah, memang sangat besarlah misteri keilahian itu: ‘Allah dinyatakan
dalam...” apa? “... Allah dinyatakan dalam daging.”
[NKJV yang diindonesiakan].
Jadi
Dia adalah Allah, dan Dia mengenakan kepada diriNya, kodrat manusia.
Now, let’s notice
Luke 24:39. Some people think that Jesus was a man until His resurrection. Then
after His resurrection, He left His manhood and He just took back His nature of
God and He went to Heaven as God. But after the
resurrection of Jesus, Jesus is still a full man. It says in Luke
24:39, Jesus is speaking to His disciples: “Behold My hands and
My feet, that it is I Myself. Handle Me and see, for a spirit does not have
flesh and bones as you see I have.” Did Jesus have flesh and bones after His resurrection? He most certainly
did.
Sekarang marilah perhatikan Lukas 24:39. Ada orang berpikir bahwa Yesus
adalah seorang manusia hingga saat kebangkitanNya. Lalu setelah Dia bangkit,
Dia meninggalkan kemanusiaanNya, dan Dia mengambil kembali keilahianNya dan Dia
kembali ke Surga sebagai Allah. Tetapi setelah
kebangkitanNya, Yesus masih tetap manusia penuh. Dikatakan di
Lukas 24:39, Yesus berbicara kepada para muridNya, “Lihatlah
tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena
hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” Apakah
Yesus mempunyai daging dan tulang setelah kebangkitanNya? Tentu saja Dia punya!
Now, there’s another
interesting passage in John 10:24-28.
There was a disciple that was not present when Jesus appeared to the disciples
the evening of the resurrection. That disciple’s name was Thomas and we know
him as Doubting Thomas and in a minute you are going to see why we call him Doubting
Thomas. John 20:24-28. Thomas is now where, the Sunday after the Sunday of the resurrection? And
let’s pick up the story there in verse 24.
“Now
Thomas, called the Twin, one of the twelve, was not with them when Jesus came. The other
disciples therefore said to him, ‘We have seen the Lord.’ So he said
to them, ‘Unless I
see in His hands the print of the nails, and put my finger into the print of
the nails, and put my hand into His side, I will not believe.’ And
after eight days His disciples were again inside, and Thomas with them. Jesus
came, the doors being shut, and stood in the midst, and said, ‘Peace to
you!’ Then He
said to Thomas, ‘Reach your
finger here, and look at My hands; and reach your hand here, and
put it into My side. Do not be unbelieving,
but believing.’ And Thomas
answered and said to Him, ‘My Lord and my God!’” Was Jesus a
real human being after His resurrection?
He most certainly was.
Nah, ada sebuah perikop yang menarik di Yohanes
10:24-28. Ada seorang murid yang tidak hadir ketika Yesus menampakkan diriNya
kepada para murid pada malam setelah kebangkitanNya. Nama murid itu adalah
Tomas, dan kita mengenalnya sebagai Tomas si Peragu. Dan sebentar lagi kalian
akan mengerti mengapa kita menyebutnya Tomas si Peragu. Yoh 20:24-28. Tomas
sekarang ada di mana, pada hari Minggu berikutnya setelah hari Kebangkitan? Marilah kita lihat kisahnya di ayat 24. “Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut
Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ. Maka kata murid-murid yang lain itu
kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi Tomas berkata kepada mereka: ‘Sebelum
aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke
dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali
aku tidak akan percaya.’ Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali
dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu
terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata:
‘Damai sejahtera bagi kamu!’ Kemudian Ia
berkata kepada Tomas: ‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku,
ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak
percaya lagi, melainkan percayalah.’ Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’ Apakah Yesus benar-benar seorang manusia setelah kebangkitanNya? Sudah tentu.
Now, let’s notice also Hebrews 2:14-15. This is so clear. It says there: “ Inasmuch
then as the children...” that’s us “...have
partaken of flesh and blood, He Himself likewise shared in the same, that
through death He might destroy him who had the power of death, that is, the
devil and release those who through fear of death
were all their lifetime subject to bondage.”
So did Jesus come to this earth and take flesh and blood
according to Scripture? He most certainly did. He was a human being in every sense of
the word but He was also God. He is called the God-Man. He is God and He is man in one person. Two
natures in one person. Please don’t ask me to explain that. It’s a mystery. I
can’t explain how one person can have two natures, the nature of God and the
nature of man. That is one of the mysteries that I don’t know even if God is
going to explain it to us in eternity. But for now we don’t need to know how it
happened, we need to know that it’s true because the bible says so.
Sekarang
marilah perhatikan Ibrani 2:14-15. Ini begitu jelas. Dikatakan di sini: “Karena anak-anak itu...” maksudnya kita, “...adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi
sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh
kematian-Nya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; dan supaya dengan jalan demikian Ia
membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena
takutnya kepada maut.” Jadi apakah Yesus datang ke dunia ini
dan mengambil bentuk daging dan darah?
Tentu saja. Dia adalah manusia
sepenuhnya, tetapi Dia juga Allah. Dia disebut Manusia-Allah. Dia adalah Allah,
dan dia adalah manusia dalam satu sosok. Dua kodrat dalam satu sosok. Tolong
jangan minta saya menjelaskan itu. Itu adalah suatu misteri, rahasia yang tidak
terungkap. Saya tidak bisa menjelaskan bagaimana satu sosok bisa memiliki dua
kodrat, kodrat Allah dan kodrat manusia. Itu adalah salah satu misteri yang
saya tidak tahu akan dijelaskan oleh Tuhan atau tidak di Surga. Tetapi untuk
sekarang ini, kita tidak perlu tahu bagaimana itu bisa terjadi, kita perlu tahu
bahwa hal itu benar, karena Alkitab berkata demikian.
Now we want
to study a little bit more why it was necessary for Jesus to become a man.
Why was it necessary for Him to come and camp with us? See, the
Sanctuary had the camp, and it had the Court and it had the Holy Place and the
Most Holy Place. Most Christians start in the Court with the death of Jesus
Christ. We are going to start in the Camp, because that’s where needy sinners
lived. Jesus before He died, came to live in our midst, didn’t He? He took
flesh of our flesh and bones of our bones and blood of our blood. He came to
live with us for over 30 years before He died. So His life with us must have
extreme significance. So we’re going to start with the life of Jesus in the
Camp.
The question is,
why did Jesus have to become one of us? Why did He have to become a man? I have
at least 7 reasons that I want to share with you as to why it was absolutely indispensable that Jesus come
to the Camp of the Sanctuary, and live
with us in our midst, take our flesh and our blood and our bones.
Sekarang
kita akan mempelajari sedikit lebih banyak tentang mengapa Yesus harus datang sebagai seorang manusia.
Mengapa Dia perlu datang dan hidup bersama kita? Perhatikan,
Kemah Suci memiliki Perkemahan, dan Pelataran, dan Bilik Suci, dan Bilik Mahasuci.
Kebanyakan orang Kristen mulai dengan Pelatarannya, dengan kematian Yesus
Kristus. Kita akan memulai dari Perkemahannya, karena di sanalah orang-orang
berdosa hidup. Sebelum Dia mati, Yesus datang untuk hidup di tengah-tengah
kita, bukan? Dia mengambil bentuk daging dari daging kita, tulang dari tulang
kita, dan darah dari darah kita. Dia datang untuk hidup bersama kita selama 30
tahun lebih sebelum dia mati. Jadi kehidupanNya
bersama kita tentunya mempunyai makna yang sangat besar. Jadi kita akan mulai
dengan kehidupan Yesus di Perkemahan.
Pertanyaannya
adalah, mengapa Yesus harus datang dan menjadi salah satu dari kita? Mengapa
Dia harus menjadi manusia? Saya punya sedikitnya 7 alasan yang ingin saya
bagikan kalian tentang mengapa tidak bisa tidak, Yesus harus datang ke
Perkemahan Kemah Suci dan hidup di tengah-tengah kita, mengambil daging dan
darah dan tulang kita.
Reason #1 : So that He could reveal what God is really like. You see, before sin, Adam and Eve had face-to-face communion
with God. But when Adam and Eve sinned, God had to conceal Himself from Adam
and Eve. Because if He had not concealed
Himself, Adam and Eve would have been destroyed instantly because God cannot
co-exist with sin. So, God had to conceal Himself. I want you to notice Exodus
33:20 where we were told clearly that no one can see the face of God and live
in their sinful condition. It says there Exodus 33:20 “But He said, ‘You cannot see My face...” here God is speaking. “...for
no man shall see Me, and...” what? “… and live.’”
Notice also Deuteronomy 4:23-24, God is spoken
of as a consuming fire against sin. It says there: “Take heed to yourselves, lest
you forget the covenant of the Lord your God which He
made with you, and make for yourselves a carved image in the form of anything
which the Lord your God has
forbidden you. For
the Lord your God is a...” what? “...is a consuming fire, a jealous God.”
Alasan # 1: Supaya Dia bisa menyatakan bagaimana
sesungguhnya Allah itu. Kalian
lihat, sebelum dosa, Adam dan Hawa bisa berkomunikasi dengan Tuhan berhadapan
muka. Tetapi ketika Adam dan Hawa berdosa, Tuhan harus menyembunyikan diriNya
dari Adam dan Hawa. Karena seandainya tidak, Adam dan Hawa akan langsung binasa
karena Tuhan tidak bisa hadir bersama-sama dengan dosa. Jadi Tuhan harus
menyembunyikan diriNya. Saya mau kalian memperhatikan Keluaran 33:20, di mana
kita diberitahu dengan jelas bahwa tidak ada manusia dalam keadaan mereka yang
berdosa, yang bisa melihat wajah Tuhan dan hidup. Dikatakan di Kel 33:20 “Lagi firman-Nya: ‘Engkau tidak tahan memandang wajah-Ku,’…”
di sini
Tuhan yang berbicara. “...‘sebab
tidak ada orang yang memandang Aku’... “
dan bagaimana? “...‘dapat hidup.’”
Perhatikan juga Ulangan 4:23-24, Tuhan dilukiskan sebagai api yang
menghanguskan terhadap dosa. Dikatakan di sana: “Hati-hatilah, supaya jangan kamu melupakan perjanjian TUHAN,
Allahmu, yang telah diikat-Nya dengan kamu dan membuat bagimu patung yang menyerupai
apa pun yang oleh TUHAN, Allahmu, dilarang kauperbuat. Sebab TUHAN, Allahmu,
adalah...” apa? “...adalah
api yang menghanguskan, Allah yang cemburu.”
In
fact we are told ~ and this verse isn’t on your list, but you might want to write
it down ~ 1 Timothy 6:15-16 tells us that
God dwells “in unapproachable light, whom no
man has seen or can see” at least in their sinful condition.
So
God had a problem. Because the bible tells us that Adam and Eve spoke with God
face to face, but when man sinned, God had to conceal Himself, because His
glory would have destroyed these sinners.
But the bible tells us, that in order to be saved, we must know Jesus
Christ and we must know God. In fact let’s read that in John 17:3, here Jesus
is speaking and He says, “And this is eternal life, that they may know
You ...” remember He is
speaking to His Father, “...they may know You the only true God, and Jesus Christ whom You have
sent.” Let me ask you, is it
indispensable to know God in order to have eternal life, in order to have
salvation? Absolutely. But now we have a problem. How could man know God if God
had to conceal Himself from man, because of man’s sins?
Bahkan kita diberitahu ~ dan ayat ini tidak ada di daftar kalian tetapi
mungkin kalian mau mencatatnya ~ 1 Timotius 6:15-16, berkata bahwa Tuhan “bersemayam
dalam terang yang tak terhampiri. Seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang
manusia tidak dapat melihat Dia” setidaknya,
tidak dalam kondisi kita yang berdosa.
Jadi,
Tuhan punya kesulitan. Karena Alkitab berkata kepada kita bahwa Adam dan Hawa
berbicara kepada Tuhan berhadapan muka, tetapi ketika manusia berdosa, Tuhan
harus menyembunyikan diriNya, karena kemuliaanNya akan membinasakan orang-orang
berdosa ini. Tetapi Alkitab berkata, supaya bisa selamat, kita harus mengenal
Yesus Kristus dan kita harus mengenal Allah. Coba, mari kita baca di Yoh 17:3,
di sini Yesus sedang berbicara dan Dia berkata, “Inilah
hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau...” ingat
Yesus sedang berbicara kepada BapaNya, “...satu-satunya Allah yang benar, dan Yesus
Kristus yang telah Engkau utus.” [NKJV yang diindonesiakan]. Coba saya
tanya, apakah untuk memperoleh hidup kekal, untuk memperoleh keselamatan, kita
harus ~
tidak bisa tidak ~
mengenal Allah? Tentu saja. Tetapi sekarang ada masalah. Bagaimana manusia bisa
mengenal Allah jika Allah harus menyembunyikan diriNya dari manusia, karena
dosa manusia?
The fact is that God solved the problem
partially in the Old Testament by revealing Himself in words and in pictures
through the Sanctuary. He gave symbols, He spoke to the prophets, He gave
visions, He gave dreams, He spoke through Urim and the Thumim, in other words
He gave a partial and incomplete description of who God is. But it wasn’t a
personal appearance of God. It was words and symbols about God. Because God
cannot reveal Himself in His divine nature. Jesus Christ came to this earth and
He veiled His divine glory under human flesh so that we could see what God is
like without the glory of God destroying us. In other words, Jesus
became a man to veil His divine glory so that He could reveal the Father to us
and not destroy us at the same time.
Faktanya
di Perjanjian Lama Tuhan telah menyelesaikan masalah itu tapi hanya sebagian
saja, dengan menyatakan diriNya lewat perkataan dan simbol-simbol Kemah/Bait
Suci. Tuhan memberikan simbol-simbol, Dia berbicara kepada para nabi, Dia
memberikan penglihatan, Dia memberikan mimpi, Dia berbicara lewat Urim dan
Tumim; dengan kata lain Tuhan memberikan deskripsi terbatas yang tidak lengkap
mengenai siapa Tuhan itu. Tetapi itu bukan penampilan Tuhan sendiri secara
pribadi. Semua itu adalah kata-kata dan simbol tentang Tuhan. Karena Tuhan tidak bisa
menyatakan diriNya dalam kodratNya yang Ilahi, Yesus Kristus datang ke dunia ini dan
dia menyelubungi kemuliaan ilahiNya
dengan daging manusia, supaya kita bisa melihat bagaimana Tuhan itu, tanpa khawatir kemuliaan Tuhan
membinasakan kita. Dengan
kata lain, Yesus menjadi manusia untuk
menyelubungi kemuliaan ilahiNya supaya Dia bisa menyatakan Allah Bapa kepada
kita dan tidak membinasakan kita pada waktu yang sama.
You say, where do we find that in
Scripture? Notice Hebrews 1:1-2. There
is a comparison that is made here between how God revealed Himself in the Old
Testament and how He reveals Himself when Jesus comes. It says there, Hebrews
1:1-2 “God,
who at various times and in various ways spoke in time past to the fathers by
the prophets, has
in these last days spoken to us by...” whom? “...by His Son, whom He has appointed heir of all things, through whom also He made
the worlds.” So, in the Old Testament, He revealed Himself
through the prophets but in these last days, He has revealed Himself to us
through whom? Through His Son.
Kalian berkata, “Dimana kita temukan itu dalam Alkitab?” Perhatikan
Ibrani 1:1-2. Ada perbandingan yang dilakukan di sini antara bagaimana cara
Tuhan menyatakan diriNya di Perjanjian Lama dan bagaimana Dia menyatakan
diriNya ketika Yesus datang. Dikatakan di Ibrani 1:1-2 “Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai
cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada
zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita melalui...” siapa? “...melalui Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai ahliwaris semuanya. Oleh Dia juga Allah
telah menjadikan dunia-dunia.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi
di Perjanjian Lama, Tuhan menyatakan diriNya melalui para nabi, tetapi di zaman
akhir ini, Dia menyatakan diriNya kepada kita melalui siapa? Melalui AnakNya.
Notice John 1:14 once again that we read a little while ago
about the humanity of Christ. It says there
“And the Word became flesh and dwelt
among us...” And now notice what Jesus revealed. It says “...and
we beheld His...” what? “...His glory” it was veiled in human flesh. But the glory was revealed, “...and we beheld His glory, the glory as of the only begotten of the
Father, full of grace and truth.” You see, there is no
one in the universe who could reveal the Father like Jesus revealed
the Father. But He had to veil His divine glory or He would have destroyed us
as sinners. So He veiled His glory and He comes to reveal what His Father is
like.
Perhatikan Yohanes 1:14
sekali lagi, ayat yang sudah kita baca sebelumnya mengenai kemanusiaan Kristus.
Dikatakan di sana “Firman itu telah menjadi daging dan diam di antara kita…” dan sekarang perhatikan apa yang
dinyatakan Yesus. Dikatakan, “...dan kita telah melihat kemuliaan-Nya,
yaitu kemuliaan sebagai satu-satunya yang berasal dari Bapa, penuh kasih karunia dan
kebenaran.” [NKJV yang diindonesiakan]. Kalian lihat, tak seorang pun di alam semesta
ini yang bisa menyatakan Allah Bapa seperti Yesus menyatakan Bapa. Tetapi Yesus
harus menyelubungi kemuliaan ilahiNya, kalau tidak Dia akan membinasakan kita
orang-orang berdosa ini. Jadi Dia menyelubungi kemuliaanNya dan Dia datang
untuk menyatakan bagaimana Allah Bapa itu.
In fact notice John
1:18. I love this verse. It’s a beautiful verse. John 1:18 says “No
one has seen God at any time...” There’s the
emphasis again. Now, notice, “…The
only begotten Son, who
is...” where? “…who is in
the bosom of the Father, He has declared Him.” Let me ask you, what picture did you get when you talk about the
bosom? Closeness, intimacy. In other
words, He “who is in the
bosom of the Father”, the closest of anyone to the Father, has revealed what the
Father is like. And He has revealed Him in His humanity because He veiled His divinity because it would have
destroyed us.
Nah,
perhatikan Yoh 1:18, saya mencintai ayat ini, ini adalah ayat yang indah. Yoh 1:18
berkata, “Tidak seorang pun yang pernah melihat Allah...” hal
ini ditekankan lagi, nah, perhatikan, “...tetapi satu-satunya Anak, yang...” apa?
“...yang ada di dada
Bapa, Dialah yang menyatakan-Nya.” [NKJV yang diindonesiakan]. Coba
saya tanya, gambaran apa yang kita peroleh ketika kita berbicara mengenai dada?
Kedekatan, keintiman. Dengan kata lain, Dia “...yang
ada di dada Bapa”, yaitu
yang paling dekat kepada Bapa, telah menyatakan bagaimana Bapa itu. Dan Dia
telah menyatakan Bapa dalam kemanusiaanNya karena Dia menyelubungi keilahianNya
supaya jangan itu membinasakan kita.
That’s the reason
why, you remember Philip once asked, he said to Jesus, “Could you please show
us the Father?” Notice John 14:8-9 “Philip said to Him, ‘Lord,
show us the Father, and it is sufficient for us.’ Jesus
said to him, ‘Have
I been with you so long, and yet you have not known Me, Philip? He who has seen
Me has seen...” whom? “...the
Father; so how can you say, ‘Show us the Father’?’” Like Father like Son.
And so Jesus veils
His divine glory and He reveals what God is like without destroying sinners. He
had to assume human flesh to reveal God and at the same time not destroy
sinners.
Kalian
ingat, itulah mengapa Filipus pernah
bertanya, katanya kepada Yesus, “Bolehkah Bapa ditunjukkan kepada kami?”
Perhatikan Yoh 14:8-9, “Kata Filipus kepada-Nya: ‘Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami,
itu sudah cukup bagi kami.’ Kata Yesus kepadanya: ‘Telah sekian lama Aku
bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah
melihat Aku, ia telah melihat...” siapa? “...Bapa; bagaimana engkau
berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami.’” Sebagaimana
Bapa, begitu pula Anak.
Maka
Yesus menyelubungi kemuliaan ilahiNya dan Dia menyatakan bagaimana Tuhan itu
tanpa membinasakan orang-orang berdosa. Yesus harus mengambil daging manusia
untuk menyatakan Tuhan, dan pada waktu yang sama tidak
membinasakan orang-orang berdosa.
There’s a 2nd reason
why Jesus had to assume human flesh, had to take human flesh. And that is so Jesus
could die for our sins. You say, “Why would He have to take humanity in
order to die for our sins?” It’s very
simple. 1 Timothy 6:15-16, we read this before, but let’s read it again. 1
Timothy 6:15-16, speaking about God, says,
“which He will manifest in His own time, He who is the blessed and only Potentate, the King of kings and Lord of lords, who alone has...” what? “...immortality...” What
does God have? “...immortality, dwelling...” here it is: “…in unapproachable light, whom
no man has seen or can see, to whom be honor and everlasting power. Amen.” What does God have? God has “immortality”. Can God die? That would be ridiculous to say that God can die.
God is by nature, immortal. He is life eternal within Himself. God as God
cannot die. So why would Jesus have to assume human nature? He would
have to assume a mortal human nature so that He could what? So that He
could die for our sins. Because if He had come as God He could not die, because
God is immortal. God does not die.
Ada alasan kedua mengapa Yesus harus memakai
daging manusia, harus mengambil bentuk daging manusia. Dan itu adalah agar Yesus bisa mati untuk
dosa-dosa kita. Kalian berkata, “Mengapa Dia harus memakai
kemanusiaan agar bisa mati untuk dosa-dosa kita?” Sederhana saja. 1 Timotius
6:15-16, kita sudah membaca ayat-ayat ini sebelumnya, tetapi mari kita baca
lagi. 1 Timotius 6:15-16 berbicara tentang Tuhan, berkata, “yang akan dinyatakanNya sendiri sesuai waktunya, Dia yang adalah satu-satunya Penguasa yang
terberkati, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas
segala tuan, Dialah satu-satunya yang...” bagaimana? “...tidak takluk kepada maut.” Jadi bagaimanakah Tuhan? ”...tidak takluk kepada maut, bersemayam...” ini
dia! “... dalam terang yang tak terhampiri. Seorang
pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia.
Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.”
[NKJV yang diindonesiakan]. Apa
yang dimiliki Tuhan? Tuhan memiliki kekekalan, “tidak takluk kepada maut.” Bisakah Tuhan mati? Menggelikan sekali
jika dikatakan Tuhan bisa mati. Tuhan kodratnya baka. Dia memiliki hidup kekal dalam diriNya Sendiri. Tuhan sebagai Tuhan tidak bisa
mati.
Jadi mengapa Yesus harus mengenakan kodrat manusia? Dia harus mengenakan kodrat
manusia yang fana supaya bisa apa? Supaya Dia bisa mati untuk dosa-dosa kita.
Karena seandainya Dia datang sebagai Tuhan, Dia tidak bisa mati karena Tuhan
itu kekal. Tuhan tidak mati.
Now, the question
is, did Jesus really die? He most certainly did. Notice Hebrews 2:9, it says
here: “But we see Jesus, who
was made a little lower than the angels, for the suffering of...” what? “…death, crowned with glory and honor, that He, by the grace of God, might
taste...” what? “...death for everyone.” Did Jesus really die? Did His divinity or deity die? No! His
humanity died. He had to become a man in order to die for our
sins. If Jesus had not come as a man we
would still be in our sins.
Notice John 19:30
speaking about the death of Christ. He really died. It says, “So when Jesus had received the sour wine, He
said, ‘It is...” what? “...It is finished!’ And bowing His head, He gave up His...” what? “...He gave up His spirit.”
Did Jesus really die? Of course He
really died. Did He die for His own sins or did He die for our sins? He died
for our sins. He assumed human nature, mortal human nature so that He could
die, because God, the deity of God does not die.
Sekarang pertanyaannya
adalah, apakah Yesus betul-betul mati? Tentu saja Dia betul-betul mati.
Perhatikan Ibrani 2:9, dikatakan di sini “Tetapi Yesus, yang untuk waktu
yang singkat dibuat sedikit lebih rendah daripada malaikat-malaikat untuk menjalani penderitaan…” apa? “…kematian, kita lihat sekarang dimahkotai kemuliaan dan hormat, supaya oleh kasih karunia Allah Ia bisa mengalami…” apa? “…kematian bagi semua manusia.” [NKJV
yang diindonesiakan]. Apakah
Yesus benar-benar mati? Apakah keilahianNya atau keallahanNya mati? Tidak! KemanusiaanNya yang mati.
Dia harus menjadi manusia supaya bisa mati untuk dosa-dosa kita. Andai Yesus
tidak datang sebagai manusia, kita masih akan berada dalam dosa-dosa kita.
Perhatikan Yoh 19:30, yang berbicara
mengenai kematian Kristus. Dia benar-benar mati. Dikatakan, “Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia...” apa? "… ‘Sudah selesai.’ Lalu
Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan...”
apa? “... menyerahkan nyawa-Nya.”
Apakah
Yesus benar-benar mati? Tentu saja Dia benar-benar mati. Apakah Dia mati untuk
dosa-dosaNya Sendiri atau apakah Dia mati untuk dosa-dosa kita? Dia mengenakan
kodrat manusia, kodrat manusia yang fana, agar Dia bisa mati; karena Tuhan,
keilahian Tuhan tidak mati.
Ellen White in the book Selected
Messages Vol. 1 page 30 has this very interesting remark. She says, and she is
quoting Christ, “I am the resurrection and the life. He who had said, I laid
down My life, that I might take it again...” now notice this, “... came forth from the grave to life that was in Himself.” When Jesus came from the
tomb, He came with the life that was within Himself because He was God. But notice
what she continued saying, “Humanity died,
divinity did not die. In His divinity Christ possessed the power to break the
bonds of death. He declares that He has life in Himself to quicken whom He
will.”
Ellen White
dalam bukunya Selected Messages Vol 1 hal 30 menulis komentar yang sangat
menarik ini. Dia berkata, dan dia sedang mengutip Kritus, “Akulah kebangkitan dan
hidup
[Yoh 11:25]. Dia yang berkata ‘Aku menyerahkan nyawa-Ku, agar
Aku bisa mengambilnya kembali’ [Yoh 10:17]...” sekarang
perhatikan ini, “…keluar dari kubur kepada hidup yang ada di
dalam DiriNya Sendiri.” Ketika
Yesus keluar dari kubur, Dia muncul dengan hidup yang ada di dalam diriNya
karena Dia adalah Allah. Tetapi perhatikan apa yang dikatakan Ellen White
selanjutnya, “Kemanusiaan mati. Keilahian tidak mati. Dalam keilahianNya,
Kristus memiliki kuasa untuk mematahkan belenggu kematian. Dia menyatakan
bahwa Dia memiliki hidup dalam diriNya untuk menghidupkan siapa pun yang
dikehendakiNya.”
So Jesus assumed mortal human nature
so that Jesus could die for our sins. And by the way this is the reason why the
devil tried to keep Jesus from going to the cross. You say, “What? I thought
the devil wanted Jesus to go to the cross and die!” Oh, no, he didn’t. The devil tried to keep
Jesus from going to the cross. Let me give you several examples.
Maka Yesus
mengenakan kemanusiaan yang fana supaya Yesus boleh mati untuk dosa-dosa kita. Tahukah
kalian inilah alasan mengapa Setan berusaha mencegah Yesus menuju ke salib?
Kalian berkata, “Apa? Bukankah Setan menghendaki Yesus menuju ke salib dan
mati?” Oh, tidak. Setan tidak. Setan mencoba mencegah Yesus menuju ke salib.
Izinkan saya memberikan beberapa contoh.
On the mount of temptation the devil
says, “I’ll give you all the kingdoms of the world if You will just bow down
and worship me, You don’t have to go to the cross.”
Remember Peter when Jesus said, “I
must go to Jerusalem and suffer and die
and resurrect the third day?” What did Peter say? “Hoh, that should never
happen to You.” And then Jesus said,
“Get thou behind Me, Satan.” He wasn’t
speaking to Peter, He was speaking to the devil who was trying to use Peter to
distract Jesus from the cross.
Even towards the end of His life, some
Greeks came to Jesus and said, “We want
You to preach the gospel in Greece.” And Jesus said, “It is not time to preach
the gospel in Greece,” He said, “It’s
time for the Son of Man to be glorified.”
Di bukit
pencobaan, Setan berkata, “Aku akan berikan kepadaMu seluruh kerajaan dunia
jika Engkau mau sujud dan menyembah aku. Engkau tidak usah pergi ke salib.”
Ingat
Petrus ketika Yesus berkata, “Aku harus pergi ke Yerusalem dan menderita dan
mati dan bangkit pada hari ketiga?” Apa kata Petrus? “Hoh! Hal itu tidak akan
terjadi padaMu!” Lalu Yesus berkata, “Enyahlah engkau, Iblis.” Yesus tidak
berbicara kepada Petrus, Dia berbicara kepada Setan yang berusaha memakai
Petrus untuk mengalihkan Yesus dari salib.
Bahkan
hingga akhir hidupNya, beberapa orang Yunani datang ke Yesus dan berkata, “Kami
minta Engkau mengabarkan injil di Yunani.” Dan Yesus berkata, “Ini bukan waktunya mengabarkan injil di Yunani.” Dia
berkata, “Ini adalah waktunya Anak Manusia dimuliakan.”
Even when Judas betrayed Jesus, you
see some people think that Judas betrayed Jesus because he wanted Jesus killed.
No way! The devil used Judas to betray Christ because he was hoping that Christ
when He was arrested, and He was mistreated, He would take over the
throne. You say, “how do we know that?” Because when his plan backfired, he took the
money, and he threw it and he went and committed suicide. If he had wanted
Jesus to die, he would have been happy. But his plan backfired.
Bahkan
ketika Yudas mengkhianati Yesus, beberapa orang menganggap bahwa Yudas
mengkhianati Yesus karena dia menghendaki Yesus dibunuh. Bukan! Setan memakai
Yudas mengkhianati Kristus karena dia berharap agar pada waktu Kristus
ditangkap, dan diperlakukan dengan buruk, Kristus akan mengambil alih takhta.
Kalian berkata, “Dari mana kita tahu itu?” Karena ketika rencananya gagal,
Yudas membawa uangnya dan dia lemparkan itu, lalu dia pergi dan membunuh
dirinya. Seandainya dia memang menghendaki Kristus mati, seharusnya dia gembira.
Tetapi rencananya terbalik.
Even when Jesus was on the cross at
Calvary, hanging there, there were people at the foot of the cross saying, “If You are really the Son of God...”
what? “...come
down from the cross!”
You say, “Well,
didn’t the devil want to kill Jesus?” Yes, the devil wanted to kill Jesus, but the
devil did not want Jesus to give His life voluntarily Himself. The
devil tried to kill Jesus many times during His ministry, but killing Jesus
would not be a sacrifice for sin. Because the bible says Jesus has to
voluntarily give His life, give Himself to save man. It wasn’t enough for the devil simply to kill Him. Are you understanding what
I am saying?
Bahkan
ketika Yesus tergantung di salib di Kalvari, ada orang-orang di kaki salib
berkata, “jikalau Engkau Anak Allah...”
bagaimana? “...turunlah dari salib itu!”
[Mat 27:40].
Kalian
berkata, “Lho, bukankah Setan ingin membunuh Yesus?” Betul, Setan ingin membunuh Yesus,
tetapi Setan tidak mau Yesus menyerahkan hidupNya Sendiri secara sukarela.
Setan berusaha membunuh Yesus banyak kali selama pelayananNya, tetapi
membunuh Yesus bukan sebagai korban untuk dosa. Karena Alkitab berkata, Yesus
harus menyerahkan hidupNya secara sukarela, menyerahkan DiriNya untuk
menyelamatkan manusia. Tidak cukup bagi Setan untuk membunuh Yesus begitu saja.
Mengertikah kalian apa yang saya katakan?
And so Jesus had to become a man so He
could die for our sins and by the way, His death is once for all. Jesus is not continually being sacrificed
like is taught in one church these days. You say, “You know you repeat the
sacrifice of Jesus over and over again.” No way! When Jesus
died on the cross, He died once and for all, no more sacrifices of
Christ. It was unrepeatable and it was complete.
In fact we are told in Hebrews 7:27
speaking about Christ, “who
does not need ‘daily’, as those high priests, to offer up sacrifices, first for
His own sins and then for the people’s, for this He did...” what?
“...once for all when
He offered up Himself.” See, the devil didn’t
take His life. Jesus said, “I lay down My life and I take it up again.”
Jadi, Yesus
harus menjadi manusia supaya Dia boleh mati untuk dosa-dosa kita, dan
perhatikan, kematianNya adalah satu kali untuk semua. Yesus tidak dikurbankan
berulang-ulang seperti yang diajarkan dalam salah satu gereja pada masa ini.
Kalian berkata, “Anda tahu, pengorbanan Yesus itu diulangi bolak-balik.”
Bukan! Ketika Yesus mati di salib, Dia mati sekali itu untuk
semua, tidak ada lagi pengurbanan Kristus. Yang dilakukan Kristus itu tidak
bisa diulangi dan itu sudah sempurna.
Sesungguhnya,
kita diberitahu di Ibrani 7:27, yang berbicara mengenai Kristus, “yang
tidak seperti imam-imam besar lain, yang setiap hari harus mempersembahkan
korban untuk dosanya sendiri dan sesudah itu barulah untuk dosa umatnya, sebab
hal itu telah dilakukan-Nya...” bagaimana?
“...satu kali untuk semua
manusia, ketika Ia mempersembahkan
diri-Nya sendiri sebagai korban.” Perhatikan,
bukan Setan yang mengambil nyawaNya. Yesus berkata “Aku menyerahkan nyawa-Ku agar Aku bisa mengambilnya
kembali.” [Yoh 10:17]
Let’s go to the 3rd reason why Jesus had to
become a man. He had to become a man so that we know that He is sympathizes with us,
that He understands us. Notice Hebrews 5:1-2, here’s the principle, it
says: “For every high priest taken from among men...” taken
from where? “...from among men, is appointed for men in things pertaining to God, that he may offer both gifts and sacrifices for sins.” Verse 2: “He can have...” what? “...compassion on those who are ignorant and going astray,
since He himself is also subject to...” what? “...to weakness.”
Let
me ask you, does Jesus really understand us? Can He really sympathize with us?
Can we know that He knows what it’s like
to walk in our shoes? Absolutely! Notice Hebrews 2:11 and then we’ll
read verse 14 and verse 17. Hebrews 2:11
says “...For both He who sanctifies and those who are
being sanctified...” that’s Jesus and us, “...are all of...” what? “...one...”
Because we are all what? We are all human beings. And now notice what it
continues saying “...for which reason He is not
ashamed to call them...” what? Jesus is not
ashamed to call us “...
brethren,” because we all are
human beings, we all come from one.
Marilah
ke alasan ketiga mengapa
Yesus harus datang sebagai manusia. Dia harus menjadi manusia supaya kita tahu bahwa dia
bersimpati kepada kita, bahwa dia mengerti kita. Perhatikan
Ibrani 5:1-2, inilah prinsipnya, dikatakan:
“Sebab setiap imam besar, yang
dipilih dari antara manusia...” dipilih dari mana? “...dari antara manusia, ditetapkan bagi
manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan
persembahan dan korban karena dosa…” Ayat 2: “…Ia bisa mempunyai... “ apa? “...empati pada orang-orang yang bodoh/tidak mengerti dan orang-orang
yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan...” apa? “...kelemahan.” [NKJV yang diindonesiakan].
Coba saya tanya, apakah
Yesus benar-benar mengerti kita? Bisakah dia bersimpati dengan kita? Bisakah
dia yakin bahwa Dia tahu gimana rasanya berjalan memakai sepatu kita? Tentu
saja! Perhatikan Ibrani 2:11 lalu kita akan membaca ayat 14 dan 17. Ibrani 2:11
berkata: “Sebab Ia yang menguduskan dan
mereka yang dikuduskan...” yaitu Yesus dan kita, “...mereka semua berasal dari...” mana? “...satu...” Karena kita semua adalah apa? Kita semua
adalah manusia. Dan sekarang perhatikan apa kelanjutannya, “...itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut
mereka...” apa?
Yesus tidak malu menyebut kita “...saudara” karena kita semua adalah manusia, kita
semua berasal dari satu.
Verse 14: “...Inasmuch then as the children...” that’s
us, “...have partaken of flesh and blood, He Himself likewise shared in the
same, that through death He might destroy him who had the power of death, that
is, the devil,” Verse 17: “Therefore, in all things He had to be made like His
brethren...” why did
He have to be made like us, His brethren, a human being? Here’s the reason: “...that He might be
a...” what? “... a merciful and...”
what else?
“...a faithful High Priest in things pertaining to God,
to make propitiation for the sins of the people.” So Jesus had to become a human being so that He
could be merciful and He could be faithful and He could represent us as one who
understands our situation.
Ayat 14: “Oleh sebab itu sebagaimana anak-anak
itu...” maksudnya kita, “...adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia Sendiri juga menjadi sama dengan mereka, agar supaya oleh kematian-Nya Ia bisa memusnahkan dia yang berkuasa atas maut, yaitu Iblis.” Ayat 17: “Itulah
sebabnya, dalam segala hal Ia harus dijadikan
sama dengan saudara-saudara-Nya...” mengapa Dia
harus dijadikan sama dengan kita, saudara-saudaraNya, seorang manusia? Inilah
alasannya: “...supaya Ia bisa menjadi…”
apa? “…Imam
Besar yang…” bagaimana? “…menaruh belas kasihan dan…” apalagi? “… yang setia dalam segala hal yang
berkaitan dengan Allah, membuat perdamaian
untuk dosa seluruh bangsa.” [NKJV yang
diindonesiakan]. Jadi Yesus
harus datang sebagai manusia supaya Dia bisa bersimpati dan Dia bisa setia dan
Dia bisa mewakili kita sebagai sosok yang mengerti kondisi kita.
Several years ago ~
you might remember this ~ these images came across the television screen, of
all these people that were dying of hunger in Ethiopia. Skin and bones. People
covered with flies. You remember that? The scene was grotesque. Now, let me
tell you something, I felt sorry for those people, but did I really understand
what they were going through? No. I could intellectually think, wow that’s
terrible, and I could sympathize with them to a certain degree, I could feel
sorry for them, but I couldn’t really understand them because I hadn’t been there
and went through their experience.
Beberapa tahun yang lalu ~ mungkin kalian ingat ~ lewat televisi kita
melihat bagaimana banyak orang di Etiopia sedang sekarat karena kelaparan.
Mereka tinggal tulang dan kulit. Seluruh tubuh mereka dipenuhi lalat. Kalian
ingat? Pemandangan itu sangat mengerikan. Nah, dengarkan, saya sangat prihatin
dengan orang-orang itu, tetapi apakah saya benar-benar mengerti apa yang mereka
alami? Tidak. Secara intelektual saya bisa berpikir bahwa hal itu sangat parah,
dan saya bisa bersimpati dengan mereka sampai batas tertentu, saya bisa merasa
iba, tetapi saya tidak bisa sungguh-sungguh memahami mereka karena saya tidak
ada di sana dan tidak mengalami pengalaman mereka.
You see,
Jesus could have remained in heaven, He could have seen the suffering on this
earth and the pain and the sorrow and He could have said, “Oh, it’s terrible
what they are going through.” He could
have said to His Father, “Oh, that grief is horrendous isn’t it?” Would He have understood what
we were going through? God would not
understand. And so Jesus said, “I’m going to go down there and I’m going to
become like one of them. And I’m going to walk in their shoes, I’m going to
share their grief, I’m going to share their sorrow, I’m going to share their
suffering, so that they can know, that when I represent them in heaven, I’ll
understand. So they will know that I empathize and I sympathize with them.”
Kalian
lihat, Yesus bisa saja terus tinggal
di Surga. Dia bisa saja melihat penderitaan di bumi dan segala sakit serta
kesedihan kita, dan Dia bisa saja berkata, “Wah, apa yang mereka alami itu sangat
parah.” Dia bisa saja berkata kepada BapaNya, “Wah, kesengsaraan itu sangat mengerikan,
bukan?” Mungkinkah Dia memahami apa yang kita alami? Tuhan tidak akan memahami.
Maka Yesus berkata, “Aku akan turun ke sana dan Aku akan menjadi salah satu
dari mereka. Dan Aku akan berjalan dengan sepatu mereka, Aku akan berbagi duka
mereka, aku akan berbagi kesedihan mereka, Aku akan berbagi penderitaan mereka,
supaya mereka bisa tahu bahwa pada waktu Aku mewakili mereka di Surga, Aku akan
mengerti. Maka mereka akan tahu bahwa Aku berempati dan Aku bersimpati dengan
mereka.”
You know, what’s really tragic, and I’ll
mention the name of the church: the Roman Catholic church, feels like they need
the virgin Mary, to do that job. Or they need the saints to do that job. See, in
Roman Catholic theology ~ even though they pay lip service to the idea that
Jesus is God and man, for them Jesus is
not fully man like us. He has a different kind of humanity than we do. And
therefore Jesus does not really fully understand us so you really need Mary and
the saints who really walked in our shoes to represent us before God. That’s impractical Roman Catholic theology. But Scripture tells us that Jesus has
walked in our shoes. He can fully and completely empathise and sympathise with
us, because He was and He is fully and completely human.
Tahukah
kalian apa yang benar-benar tragis? Saya akan menyebut nama gerejanya: yaitu
gereja Roma Katolik. Mereka menganggap mereka membutuhkan Perawan Maria untuk
melakukan pekerjaan tersebut. Atau mereka membutuhkan orang-orang suci untuk
melakukan pekerjaan itu. Tahukah kalian bahwa teologi Roma Katolik itu ~
walaupun mereka berkata mereka mengakui Yesus adalah Allah dan manusia, namun
bagi mereka Yesus itu tidak manusia sepenuhnya seperti kita. Yesus memiliki
kemanusiaan yang berbeda dengan kemanusiaan kita. Dan oleh karena itu Yesus
tidak bisa benar-benar memahami kita, itulah sebabnya mereka memerlukan Maria
dan orang-orang suci yang benar-benar pernah berjalan dengan sepatu kita untuk
mewakili kita di hadapan Tuhan. Itu adalah teologi Roma Katolik yang tidak sesuai dengan prakteknya. Namun Alkitab memberitahu kita bahwa Yesus pernah berjalan dengan sepatu kita. Yesus bisa
berempati dan bersimpati dengan kita sepenuhnya, karena Dia pernah dan masih
sepenuhnya 100% manusia.
Now, listen up. Jesus is the Supreme Pontiff.
There’s someone on earth who claims to be the supreme pontiff. Do you know what
the word “Pontiff” means? It comes from
two words, “pons” and “facere”. It means “bridge builder.” Jesus is the Supreme Bridgebuilder.
The Bridgebuilder between what? Between Heaven and earth. He is the ladder that connects Heaven
and earth because He is God and He is also man. What human being could
ever claim to be the Supreme Bridgebuilder when he is only a man and not God.
Sekarang,
dengarkan. Yesus adalah Pontif Tertinggi. Tetapi ada orang lain di dunia ini
yang mengklaim sebagai Pontif Tertinggi. Tahukah kalian apa arti kata “Pontif”?
Kata ini berasal dari dua kata, yaitu “pons” dan “facere”, artinya “Pembuat
Jembatan”. Yesus adalah
Pembuat Jembatan yang Tertinggi. Membuat jembatan antara apa?
Antara Surga dan dunia. Dia
adalah anak tangga yang menghubungkan Surga dan dunia karena Dia adalah Allah,
dan Dia juga manusia. Manusia mana yang bisa mengklaim sebagai Pembuat Jembatan
yang Tertinggi karena dia hanyalah seorang manusia dan bukan Allah?
Notice 1 Timothy 2:5, we have only one
mediator. It says here: “For there is one God and one Mediator between God and men, the Man Christ Jesus.” Now what part of “one” don’t you
understand? It’s very clear.
Notice John 14:6 “Jesus said to him, ‘I am the way, the truth, and the life. No one comes to the
Father except...” how? “... except through
Me.’” Not through Mary, not through the saints, but
through whom? Jesus! Because He is one
of us. He understands us, He empathises with us, He sympathises with us. He
knows our situation. We don’t need any other individual who supposedly got more
human than Jesus was. Jesus understands.
Perhatikan 1 Timotius 2:5, kita hanya memiliki satu
perantara. Dikatakan di sini: “Karena Allah itu satu, dan Pengantara antara Allah dan manusia itu satu, yaitu Manusia Kristus Yesus.” [NKJV yang
diindonesiakan]. Nah, apa yang
tidak bisa dipahami dari kata “satu”? Sangat
jelas, kan?
Perhatikan Yoh 14:6, “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan
dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa,
kalau... “ bagaimana?
“... tidak melalui Aku.’” Bukan melalui
Maria, bukan melalui orang-orang suci, tetapi melalui siapa? Yesus! Karena
Yesus adalah salah satu dari kita. Dia memahami kita, Dia berempati pada kita,
Dia bersimpati dengan kita. Dia mengetahui situasi kita. Kita tidak membutuhkan
individu lain yang lebih manusiawi ketimbang Yesus. Yesus memahami.
Notice
Hebrews 7:25-26. You see, in order for a priest to represent us, not only does
he have to be man, but he has to be a perfect man. And he also has to be God.
So that disqualifies all human priests, because there is no human priest other
than Jesus that has perfect humanity. And there is no human priest that is God.
Now, notice Hebrews 7:25-26 “Therefore He is also able to save to
the uttermost those who come to God through Him...”
through whom? Through
Mary? No. Through the saints? No. Through Jesus! It says, “...since
He always...” what? “...lives
to make intercession for them....” Why can Jesus intercedes before the Father for us? Because not only He’s a man but He is a perfect man. So that disqualifies
every priest that I have ever known.
Perhatikan
Ibrani 7:25-26. Kalian lihat, supaya seorang imam bisa mewakili kita, dia bukan
saja haruslah seorang manusia, tetapi dia juga harus seorang manusia yang
sempurna. Dan dia juga harus Allah. Jadi itu mendiskualifikasi semua imam
manusia, karena tidak ada imam manusia selain Yesus yang memiliki kemanusiaan
yang sempurna. Dan tidak ada imam manusia yang juga Allah. Sekarang perhatikan
Ibrani 7:25-26: “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang
yang datang kepada Allah melalui Dia [Yesus]…”
melalui siapa? Melalui Maria? Bukan. Melalui orang-orang
suci? Bukan. Melalui Yesus! Dikatakan, “…Sebab
Ia hidup senantiasa…” apa? “…untuk melakukan perantaraan bagi
mereka…” [NKJV yang diindonesiakan].
Mengapa Yesus bisa mewakili kita di
hadapan Bapa? Karena Dia bukan saja manusia, tetapi Dia adalah manusia yang
sempurna. Jadi ini mendiskualifikasi semua imam manusia yang
pernah saya tahu.
Notice what it
continues saying in verse 26: “... For
such a High Priest was fitting for us, who is holy,
harmless, undefiled, separate from sinners, and has become higher than...”
what? “...higher
than the heavens..” In order
for Jesus to represent us, He has to be
God and He has to be a perfect sinless man. That disqualifies any priest here on earth that claims to be
able to represent us before the throne of God.
You see, Jesus as God represents us before God. And Jesus as man
represents God to us. In other words Jesus is the supreme bridgebuilder. He has
all the qualifications to connect Heaven and earth which are not possessed by
any priest that I know of on planet earth.
Perhatikan
apa katanya selanjutnya di ayat 26: “Sebab
Imam Besar yang demikianlah yang cocok untuk
kita: yaitu yang saleh, tanpa salah, tanpa noda, yang terpisah dari
orang-orang berdosa, dan lebih tinggi
daripada...” apa? “.. daripada
tingkat-tingkat sorga.” [NKJV yang diindonesiakan]. Supaya Yesus bisa mewakili kita, Dia haruslah Allah dan
Dia haruslah manusia yang sempurna, yang tidak berdosa. Ini
mendiskualifikasi imam mana pun di dunia ini yang mengklaim bisa mewakili kita
di hadapan takhta Allah. Perhatikan, Yesus sebagai Allah mewakili kita di
hadapan Allah. Dan Yesus sebagai manusia, mewakili Allah kepada kita. Dengan
kata lain, Yesus adalah Pembuat Jembatan yang Tertinggi. Dia memiliki semua
kualifikasi/persyaratan untuk menghubungkan Surga dan dunia, yang tidak
dimiliki oleh imam mana pun yang saya kenal di planet bumi.
1 John 2:1 also
emphasizes that Jesus can represent us because He is righteous. It says there
in 1 John 2:1 “My little children, these things I write to you, so that you may not
sin. And if anyone sins, we have....” a what? “...an
Advocate with the Father...” an Advocate
means what? A defense attorney. “...we have an Advocate with the
Father, Jesus Christ the...” what? “...the righteous.” Let me ask you, can an unrighteous priest represent us before
God? God would say, “Zaap! You’re a sinner. You can’t appear before Me!” The priest has to be what? Righteous!
1 Yoh 2:1 juga menekankan bahwa
Yesus bisa mewakili kita karena Dia benar. Dikatakan di 1 Yoh 2:1 “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan
berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai...” mempunyai
apa? “...seorang pengantara pada Bapa...” apa
artinya Pengantara? Seorang Pembela, “...
kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang...” bagaimana? “...yang benar.” [NKJV yang
diindonesiakan]. Coba
saya tanya, bisakah seorang imam yang
tidak memiliki kebenaran mewakili kita di hadapan Tuhan? Tuhan akan berkata,
“Zaaap! Kamu orang berdosa. Kamu tidak bisa tampil di hadapanKu!” Si imam
haruslah bagaimana? Memiliki
kebenaran!
And when I come to Jesus ~ and we are going to talk about this
in my next lecture ~ when I come to Jesus, and I am repentant, and I confess my
sins, and I say, “Jesus, I’m miserable, I’m lost, Jesus, please take Your
righteousness, your perfect righteous life and put in to my account.” And Jesus
takes His righteous life and He places it
to my account and God looks upon me as if I had never sinned. A human
priest cannot do that.
Dan ketika saya datang kepada
Yesus ~ dan ini akan kita bicarakan dalam pelajaran saya berikutnya ~ ketika
saya datang kepada Yesus, dan saya bertobat, dan saya mengakui dosa-dosa saya,
dan saya berkata, “Yesus, aku sengsara, aku tersesat, Yesus, tolong berikan
KebenaranMu, hidupMu yang benar dan sempurna, dan perhitungkan itu padaku.” Dan
Yesus mengambil hidupNya yang benar dan Dia memperhitungkannya sebagai milik
saya, maka Tuhan memandang saya dan menganggap seakan-akan saya tidak pernah
berbuat dosa. Seorang imam manusia tidak bisa melakukan itu.
The
4th reason why Jesus has to
be man. Is the incarnation important? It’s a matter of life and death, folks.
He had to come and live in the Camp before He could die in the Court. Notice the
4th reason: Jesus became a man so that He could be tempted and help those who are
tempted.
Do you know the bible says that God can’t be tempted? Notice James 1:13, it says: “Let no one say when
he is tempted, ‘I am tempted by God’; for God cannot be...” what? “...tempted by evil,
nor does He Himself tempt anyone.” Can God be tempted by evil? Of course not. So what would have happened
if Jesus had come as God? Do you think
the devil could deceive God? Listen, if
Jesus had come merely as God, and the devil had tried to deceive Jesus, Jesus
would say, “You old devil, I know it’s you!” Because the omniscience of Jesus would not
have allowed Him to be deceived. That’s why Jesus had to come as a man. To live as
a man, to be tempted as a man as we are tempted, and yet overcome. You
see if Jesus had gained even one victory over Satan by using His own divine
power, the devil would have said, “No fair! You expect human beings to overcome
temptation but they are human beings. You beat me as God. That’s no fair!”
So Jesus came as a human being and He did not gain any victory over sin by using His
divine omnipotence or His divine omniscience. He gained the
victory as each one of us can gain the victory as well. He had no advantage
over us.
Alasan ke-4 mengapa
Yesus harus menjadi manusia. Apakah inkarnasi itu penting? Itu adalah urusan
hidup dan mati, Saudara-Saudara. Yesus harus datang dan hidup di Perkemahan
sebelum Dia bisa mati di Pelataran (Bait Suci). Perhatikan alasan keempat:
Yesus menjadi manusia supaya
Dia bisa dicobai dan membantu mereka yang dicobai. Tahukah kalian
bahwa Alkitab mengatakan Tuhan tidak bisa dicobai? Perhatikan Yakobus 1:3,
dikatakan: “Apabila
seorang dicobai, janganlah ia berkata: ‘Pencobaan ini datang dari Allah!’ Sebab
Allah tidak dapat...” diapakan? “...dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri
tidak mencobai siapa pun.” Dapatkah Tuhan dicobai
oleh yang jahat? Tentu saja tidak. Jadi apa yang akan terjadi seandainya Yesus
datang sebagai Allah? Menurut kalian apakah Setan bisa menipu Allah? Dengarkan,
seandainya Yesus datang hanya sebagai Allah, dan Setan berusaha menipuNya,
Yesus akan berkata, “Hei, Iblis tua, Aku tahu ini kamu!” Karena kemahatahuan
Yesus tidak akan memungkinkan Dia bisa ditipu. Itulah sebabnya Yesus harus datang sebagai
manusia, hidup sebagai manusia, dicobai sebagai manusia sebagaimana
kita dicobai, namun tidak jatuh. Kalian
lihat, seandainya Yesus memperoleh satu saja kemenangan atas Setan dengan
memakai kuasa ilahiNya sendiri, Setan akan berkata, “Tidak adil! Engkau
menginginkan manusia mengalahkan pencobaan tetapi mereka adalah manusia. Engkau
mengalahkan aku sebagai Allah. Itu tidak adil!”
Maka Yesus datang sebagai manusia dan Dia tidak memperoleh kemenangan apa pun atas dosa dengan
memakai kemahakuasaan IlahiNya atau kemahatahuan IlahiNya. Dia
memperoleh kemenangan seperti kita masing-masing bisa memperoleh kemenangan
juga. Yesus tidak memiliki kelebihan di atas kita.
Notice Hebrews 4:14-16 where we will find this clearly revealed, that
Jesus had to become a man in order to be tempted. Hebrews 4:14-16 it says
there: “Seeing then that we have a great High Priest who has
passed through the heavens, Jesus the Son of God, let us hold fast our confession. For we do not have a High Priest who cannot sympathize with
our weaknesses...” See, here’s the idea that He can sympathize
with us. Now notice what it continues to say: “...who cannot sympathize with our weaknesses but was in most points...” Ah, thank you very much!, “...was in all points tempted such as Adam was....” No!
Tempted such as what? Such as “...we are, yet...” what? “...yet without sin...” You see, Jesus, we
are like little pebbles next to the sea side. Have you ever seen the waves come
in? The little pebbles move up, and when the waves come down, the little
pebbles move down. That’s the way we are before temptation, we move through and
fro.
When we went to the Pacific Coast Highway, I
love to go to the Pacific Coast Highway, and just stand there you know, from
the heights, and see those waves come crashing in to those huge boulders at the
edge of the sea, and the waves crashed against the boulders, and the waves
would recede and the boulder was still there. That’s the way Jesus was. We are
like little pebbles moved through and fro. But Jesus faced all of the waves of
temptation and yet when the waves receded, Jesus had been victorious. The bible says that because He was tempted in
all things such as we are, He is able to
what? He is able to help us when we are tempted.
Perhatikan Ibrani 4:14-16 di mana kita temukan hal ini dengan
jelas dinyatakan, bahwa Yesus harus menjadi manusia supaya bisa dicobai. Ibrani
4:14-16, dikatakan di sana: “Karena kita sekarang
mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus,
Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah
imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita...” lihat,
di sinilah idenya bahwa Dia bisa bersimpati dengan kita. Sekarang perhatikan
apa yang dikatakan selanjutnya: “...yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, melainkan yang dalam kebanyakan hal...” Ah,
terima kasih banyak, “…yang
dalam segala hal dicobai sebagaimana Adam dicobai…” Tidak! Dicobai sebagaimana siapa? “… sebagaimana kita dicobai, namun…” apa? “...tidak berbuat dosa.” [NKJV yang diindonesiakan].
Ketika kami pergi ke Pacific Coast Highway ~ saya suka sekali
ke Pacific Coast Highway dan hanya berdiri di sana, kalian tahu, dan dari atas
melihat ombak-ombak memecah pada
batu-batu besar di ujung laut, dan ombak-ombak itu akan memecah
pada batu-batu besar itu lalu surut, dan batu-batu besar itu
masih ada di sana. Begitulah Yesus. Kita ini seperti batu-batu kecil yang
bergerak ke sana kemari. Tetapi Yesus menghadapi semua ombak pencobaan dan
ketika ombak itu surut, Yesus menang. Alkitab berkata bahwa Yesus dicobai dalam
segala hal sama dengan kita, dan Dia sanggup apa? Dia sanggup menolong kita
pada waktu kita dicobai.
And some people say, “Well, Pastor Bohr, but
Jesus never sinned, how can He understand us?
We do sin.” Well, let me give you an illustration. If you were sinking
in quicksand, would you rather have someone on solid ground with a rope to
throw to you, or would you rather have
somebody in the quicksand sympathizing
with you? Imagine, the both of you in
the quicksand “Oh, it’s terrible, isn’t it? Oh, we’re sinking! Oh, we’re going
to die!” If Jesus had sinned He would be
in the quicksand with us. Praise the Lord that He faced temptation, every
temptation plus much more than we suffered and yet He remained firm, He never
sinned. If He had sinned, He could not be our Savior.
Dan ada orang
berkata, “Yah, Pastor Bohr, tetapi Yesus tidak pernah berdosa, bagaimana Dia
memahami kita? Kita berdosa.” Nah, saya mau memberikan suatu ilustrasi. Seandainya kalian
sedang tenggelam dalam pasir isap, apakah kalian lebih suka ada seseorang yang berada di atas tanah yang kokoh yang
punya tampar yang bisa dilemparkannya kepada kalian, atau kalian lebih suka ada
orang yang berada juga di dalam pasir isap itu yang bersimpati dengan kalian?
Bayangkan kalian berdua berada di dalam pasir isap itu dan berkata, “Wah, ini
parah, bukan? Oh, kita sedang tenggelam! Oh, kita akan mati!” Seandainya Yesus
berbuat dosa, Dia berada di dalam pasir isap itu bersama kita. Puji
Tuhan Dia telah menghadapi pencobaan, setiap pencobaan plus jauh di atas segala
kesengsaraan yang pernah kita alami, namun Dia tetap kokoh, Dia tidak pernah
berbuat dosa. Seandainya Dia berbuat dosa, Dia tidak bisa menjadi Juruselamat
kita.
Notice Hebrews 2:18 it says, “For in that He Himself has suffered, being tempted, He is able to aid
those who are tempted.” You see, Jesus is the
great pioneer. Jesus has blazed the road before us. He knows all of the devil’s
tricks because He has already faced all of the devil’s tricks. And He is able
to reveal all of those tricks to us. He is able to say, “Now when it comes to
this, remember to answer this way... when it comes to this temptation, remember
to face it that way.” He’s been over the
road. He’s blazed the trail for us. So that when we are tempted, we can
overcome as He overcame.
Perhatikan Ibrani 2:18, dikatakan, “Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka
Ia dapat menolong mereka yang dicobai.” Kalian
lihat, Yesus itulah pionir yang utama. Yesus telah membuka jalan bagi kita. Dia
tahu semua tipu daya Setan karena Dia sudah pernah menghadapi semua tipu daya
Setan. Dan Dia bisa menyatakan semua tipu daya itu kepada kita. Dia bisa
berkata, “Nah, kalau masalahnya begini, ingatlah, inilah jalannya... kalau
menghadapi cobaan itu, ingatlah, beginilah cara menghadapinya.” Dia sudah
pernah melewati jalan itu. Dia telah membuka jalan di hadapan kita, supaya pada
waktu kita dicobai, kita bisa menang sebagaimana Dia menang.
Reason # 5 why Jesus had to become a man and lived in the
camp with us. Jesus became a man, in the likeness of sinful flesh, the bible
saysa, so that through the power of the Holy
Spirit, Jesus could develop a perfectly righteous human life that He could
impute to us and that He could impart to us.
Now, those are fancy theological terms: “impute” and “impart”. So let me
just explain what they mean.
Jesus lived a perfect life, He lived the life that we should live. The
life that the Law requires. The Law says, “I demand perfection. If you don’t
give me perfection, you die.” Jesus came and lived that perfect life that the
Law demands. He lived it in my place. So
that when I come to Jesus in repentance, confessing my sins and trusting in His
merits, Jesus
takes the perfect life that He lived, and He places that to my account, and
when God looks upon me, as if I have
never sinned.
Did Jesus have to become a man in order to credit His life to me?
Absolutely. But Jesus not only came so that He could impute His life to us, He also
came so that He could impart His righteousness to us so that we could live a
holy life.
The Holy Spirit that developed His life, has the pattern now because the
Holy Spirit developed the pattern life, that same Holy Spirit now is willing to
mold our lives in harmony with the life of Jesus Christ.
Alasan # 5 mengapa Yesus harus menjadi manusia dan hidup di Perkemahan
bersama kita. Alkitab berkata, Yesus menjadi manusia, dalam bentuk daging yang
cenderung kepada dosa. Supaya
lewat kuasa Roh Kudus, Yesus bisa mengembangkan suatu hidup kemanusiaan yang
sempurna dan benar, yang bisa
diperhitungkanNya sebagai milik kita, dan yang dapat
diberikanNya kepada kita. Sekarang, ini adalah istilah-istilah teologi:
“impute” (memperhitungkan) dan “impart” (memberikan/membagikan), jadi coba saya
jelaskan apa yang dimaksudkan.
Yesus menjalani hidup yang sempurna, Dia menjalani hidup yang
seharusnya kita jalani, hidup seperti yang dituntut oleh Hukum. Hukum berkata,
“Saya menuntut kesempurnaan. Jika kamu tidak sempurna, kamu mati.” Yesus datang dan menjalani hidup
yang sempurna seperti yang dituntut oleh Hukum. Yesus menjalani hidup tersebut
menggatikan saya. Sehingga pada waktu saya datang kepada Yesus
dan bertobat, mengakui dosa-dosa saya dan bersandar pada kebaikan-kebaikanNya, Yesus mengambil hidup sempurna
yang sudah dijalaniNya itu, dan Dia memperhitungkan-nya sebagai milik saya, dan ketika Tuhan melihat saya,
seolah-olah saya tidak pernah berbuat dosa.
Apakah Yesus harus menjadi manusia supaya bisa
memperhitungkan hidupNya sebagai milik saya? Tentu
saja. Tetapi Yesus tidak hanya datang supaya Dia bisa memperhitungkan hidupNya sebagai milik kita, Dia
juga datang supaya Dia bisa memberikan kebenaranNya kepada kita agar kita bisa
menjalani hidup yang suci.
Roh Kudus yang membentuk hidup Yesus, sekarang sudah memiliki
pola karena Roh Kuduslah yang mengembangkan pola hidup itu, Roh Kudus yang sama
yang sekarang bersedia membentuk hidup kita selaras dengan hidup Yesus Kristus.
You see, it’s not enough only for Jesus to live for us, but Jesus also wants
to live in us. The first is imputed righteousness, the second is called
imparted righteousness.
Now, let me illustrate what I mean.
And eh, some people have criticized me for using this illustration but I
want to use it anyway, because I think it is a good illustration.
Did Jesus gained any victory over temptation, over sin, by using His
divine nature? Absolutely not. Did Jesus tell us that we are supposed to follow
His examples? Yes. Does He give us the power to follow His examples?
Absolutely. Now listen up!
Let’s suppose that Superman existed. Some people say, “Hoo, I don’t like
that illustration.” It’s a good one. Believe me it’s a good one. Let’s suppose
that Superman existed. And Superman shows up here in the middle aisle, and he
says to all of us, he says, “Follow me!” whuuuuuiiishhh, and he flies off into
the air. What would you say? “See you later!”
You know what I’d tell him? “I can’t fly, you have powers that I don’t
have.” Right?
Kalian lihat, tidaklah cukup bagi Yesus untuk hidup
UNTUK kita,
tetapi Yesus juga mau hidup DI
DALAM kita.
Yang pertama adalah pembenaran yang diperhitungkan kepada kita, yang kedua adalah
pembenaran yang diberikan
kepada kita.
Sekarang, coba saya berikan ilustrasi tentang apa yang saya
maksudkan.
Apakah Yesus memperoleh kemenangan dari pencobaan, dari dosa,
dengan memakai kodrat IlahiNya? Sama sekali tidak. Apakah Yesus memberitahu
kita bahwa kita harus mengikuti teladanNya? Ya. Apakah Dia memberi kita kuasa
untuk mengikuti teladanNya? Tentu. Sekarang dengarkan!
Ibaratkan Superman benar-benar ada. Ada orang yang berkata,
“Hooo, saya tidak suka ilustrasi ini.” Tapi ini adalah ilustrasi yang bagus.
Percayalah, ini ilustrasi yang bagus. Jadi marilah kita anggap Superman ada.
Dan Superman muncul di tengah deretan bangku di sini, dan dia berkata kepada kita semua, katanya,
“Ikutlah saya!” lalu whuuuuuiiiishhhh,
dia terbang menghilang ke angkasa. Apa yang akan kalian katakan? “Sampai jumpa nanti!” Tahukah kalian apa yang
akan saya katakan kepadanya, “Saya tidak bisa terbang. Kamu punya kuasa yang
tidak saya miliki.” Benar?
So let me ask you this question: Could Jesus ask us to follow His
example if He used powers to develop that example that are not accessible to
us? Absolutely not! The bible repeatedly
tells us that Jesus gave us an example
that we are supposed to follow. And God gives us the power to follow the
examples. It’s not only just looking at the examples, “OK, I’ll copy it.” No, the Holy
Spirit gives us the power and lives the life of Jesus in us.
Notice 1 John 2:6, it says, “He who says he abides in Him ought himself also to walk just as He...” what? “...just as He
walked.”
1 Peter 2:21 says “For to this you were called, because Christ also suffered for us,
leaving us...” what? “... an example, that you
should follow His steps.”
John 10:27 Jesus says, “My sheep hear My
voice, and I know them, and they...” what?
“…and they follow Me.”
Jadi, coba saya tanya: Mungkinkah Yesus menyuruh kita
mengikuti teladanNya seandainya Dia memakai kuasa yang tidak kita miliki untuk
membentuk teladan itu? Tentu saja tidak! Alkitab berulang-ulang memberitahu
kita bahwa Yesus memberi teladan kepada kita yang harus kita ikuti. Dan Tuhan
memberi kita kuasa untuk mengikuti teladan-teladan itu. Bukan hanya memandang
saja kepada teladan-teladan itu, “Oke, saya tiru.” Tidak, Roh
Kudus memberi kita kuasa dan menghidupkan hidup Yesus di dalam kita. Perhatikan 1 Yoh 2:6, yang berkata, “Barangsiapa
mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti...” apa? “...sama seperti Kristus telah hidup.”
1
Petrus 2:21 berkata, “Sebab untuk
itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah
meninggalkan...” apa? “...teladan bagimu, supaya
kamu mengikuti jejak-Nya.”
Yoh
10:27 Yesus berkata, “Domba-domba-Ku
mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka...” apa? “...dan mereka mengikut Aku.”
Now, let’s go quickly to reason # 6 why Jesus had to become a human
being. Is the humanity of Jesus extremely important? It’s a matter of life and death, folks.
# 6: Jesus became a man so that He could serve as a sympathetic and
impartial judge.
Notice John 5:22 and then we’ll jump down to verse 27. John 5:22 says, “For the Father
judges no one, but has committed all judgment to...” whom? “…to the Son.” Why had the Father
committed judgment to Jesus? Verse 27
says, “...and has given Him
authority to execute judgment also, because He is...” what? “...because He is the Son of
Man.” Why can Jesus judge? Because He is what? The Son of Man.
Are we all going to have to stand before the great judgment seat of
Christ? 2 Corinthians 5:10 says that we
must all stand before the judgment seat of Christ. “For we must all appear before the judgment
seat of Christ...”
Sekarang, marilah kita segera ke alasan # 6 mengapa Yesus
menjadi manusia. Apakah kemanusiaan Yesus sangat penting? Ini masalah hidup dan
mati, Saudara-Saudara.
Alasan #6: Yesus menjadi manusia supaya
Dia bisa melayani sebagai Hakim yang bersimpati dan tidak memihak. Perhatikan Yoh 5:22 lalu kita akan melompat ke ayat 27. Yoh
5:22 berkata, “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan
penghakiman itu seluruhnya kepada...” siapa?
“...kepada Anak.” Mengapa
Bapa menyerahkan penghakiman kepada Yesus? Ayat 27 berkata, “Dan Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi, karena Ia
adalah...” apa? “...karena Ia adalah Anak Manusia.” Mengapa
Yesus bisa menghakimi? Karena Dia siapa? Dia adalah Anak Manusia.
Apakah
kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus? 2 Korintus 5:10
berkata, kita semua harus berdiri di hadapan takhta penghakiman Kristus. “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus...”
Now, do you know what the good news is for those who have received Jesus
Christ? Who have repented their sin, confessed their sin, and through the power
of the Holy Spirit, to gain the victory
over sin, do you know what the good news is?
The
Judge is also our Defense Attorney. I love that. Wouldn’t you like to
have a judge on your side? Now, see,
Jesus has been through our experience. When we come to Him. Jesus not only will
close the devil’s mouth by saying, “This
individual, yes sinned, absolutely, the record is there, but he or she had
received Me as Savior and Lord, and therefore I pronounce the judgment ‘Not
guilty’.” Because the Judge is also the
Advocate, that’s good news.
Sekarang, tahukah kalian apa kabar baiknya bagi mereka yang
telah menerima Kristus? Yang telah bertobat dari dosanya, mengakui dosanya, dan
melalui kuasa Roh Kudus, memperoleh kemenangan atas dosa, tahukah kalian apa
kabar baiknya? Sang Hakim juga
adalah Pembela kita! Saya suka itu. Tidakkah kalian suka
mempunyai Hakim yang berada di pihak kalian? Sekarang, simak, Yesus sudah
pernah melewati pengalaman kita. Pada waktu kita datang kepadaNya, Yesus tidak
hanya akan mengatupkan mulut Setan dengan berkata, “Orang ini, betul, memang
telah berdosa, benar sekali, catatannya ada di sana, tetapi dia telah menerima
Aku sebagai Juruselamat dan Tuhan, dan dengan demikian, Aku menyatakan vonisnya
sebagai ‘Tidak bersalah’.” Karena sang Hakim juga adalah sang Pembela, itulah
kabar baiknya.
Let me ask you. Could Jesus serve as a Judge if He wasn’t a human being?
Could He really sympathize with us? Could He really represent us fairly with
sympathy and empathy? Absolutely not! I would be afraid to appear before the Judge
at the
bar of God, not having someone to
represent me who belongs here as a human being.
Coba saya tanya, bisakah Yesus melayani sebagai Hakim
seandainya Dia bukan seorang manusia? Bisakah Dia benar-benar bersimpati kepada
kita? Bisakah Dia benar-benar mewakili kita dengan adil, dan dengan simpati dan
empati? Tentu saja tidak! Saya akan takut muncul di depan Hakim di pengadilan
Tuhan tanpa memiliki seseorang untuk mewakili saya, yang pernah hidup di sini sebagai seorang manusia.
2nd reason why Jesus Christ only can judge, and that is in the judgment there will be no excuses.
I want you to imagine someone that says, “Well, you know it’s easy for You to sit there on the throne and condemn me for all the sins that
I have committed and didn’t repent of. But You wouldn’t really understand what it was like
to go through depression and to go through grief, and have to take drugs.” You
know what Jesus is going to say? He would say, “Excuse Me, have you ever been
to Calvary? Have you ever been to Gethsemane? Listen, I was tested with drugs, when I was
on the cross. They offered Me a drug to calm My pain. And I said No. So what
did you say your excuse was?”
Only a human being who is walking in your shoes can be someone who will
accept no excuses in the judgment for hanging on to sin.
Alasan kedua mengapa hanya
Yesus Kristus yang bisa menghakimi, adalah agar di penghakiman nanti, tidak akan ada lagi yang bisa berdalih. Saya ingin
kalian membayangkan seseorang berkata, “Yah, ngomong itu gampang bagi Engkau
yang duduk di atas takhta lalu menghukum saya karena semua dosa yang saya
lakukan dan tidak saya tobati. Tetapi Engkau tidak sungguh-sungguh memahami
betapa beratnya melewati depresi, melewati kesedihan, dan harus memakai
narkotik.” Tahukah kalian apa yang akan
dikatakan Yesus? Yesus akan berkata, “Maaf ya, tapi pernahkah kamu ke Kalvari?
Pernahkah kamu ke Getsemani? Dengar, Aku pernah dicobai dengan narkotik pada
waktu Aku di atas salib. Mereka
menawariku narkotik untuk meringankan rasa sakitKu. Dan Aku menolak. Jadi, keberatan apa yang kamu kemukakan tadi?”
Hanyalah seorang manusia yang sudah pernah berjalan dengan
sepatu kita yang di pengadilan nanti bisa menolak alasan-alasan kita untuk
mempertahankan dosa.
Let’s go quickly to #7. I didn’t think we were going to get through all
seven. This is the longest lecture that I have in the series. But we are doing
alright, we still have 3 minutes to go.
Reason # 7 why Jesus had to become a man, so that He
could come again in a second coming. Let’s read quickly John 14:1-3 which is greatly
misunderstood. Jesus said, “Let not your
heart be troubled; you believe in God, believe also in Me. In
My Father’s house are many mansions...” You know many people say, Jesus went to Heaven
to build mansions. No He didn’t. He says,
“ In My Father’s house are many mansions.”
They were there when He said it. Jesus does not
need 2000 years to do Heavenly contracting, when He created the world in 6
days, and rested on the 7th day. So He says,
“ In My Father’s house are many mansions, if it were not so, I would have told you...” Now, listen carefully, “I go to prepare a place for you...”
Marilah kita segera ke alasan # 7.
Saya tidak menyangka kita akan sempat membahas ketujuhnya semua. Ini adalah
pelajaran terpanjang yang ada dalam rangkaian seri ini. Tetapi kita punya cukup
waktu, kita masih punya 3 menit.
Alasan # 7 mengapa Yesus harus datang sebagai
manusia, agar Dia bisa datang lagi kedua
kalinya. Marilah kita
membaca Yoh 14:1-3 dengan cepat, ayat ini sudah sangat disalahpahami. Yesus
berkata: “Janganlah gelisah hatimu; kamu
percaya kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal....”
Tahukah kalian, banyak orang
berkata bahwa Yesus ke Surga untuk membangun perumahan? Tidak. Itu tidak benar.
Yesus berkata, “Di
rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal.” Rumah-rumah
itu sudah ada di sana
ketika Yesus berkata demikian. Yesus tidak butuh 2000 tahun untuk melaksanakan
pekerjaan pembangunan perumahan di Surga, karena Dia bisa menciptakan dunia
dalam 6 hari dan berhenti pada hari ke-7. Jadi Dia berkata, “Di
rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal. Jika
tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu...” Sekarang
dengarkan baik-baik: “...Sebab Aku
pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”
[NKJV yang diindonesiakan].
We usually think that that means Jesus went to
Heaven to build houses and to plant trees, and to prepare a place for us. But
do you know why Jesus went back to Heaven?
He went back to Heaven to carry on His intercessory ministry in the Holy Place.
That’s part of the work of preparation
of us for Heaven. You see, by living His
life on earth, and by dying His death, He now makes provision for me to come to
Him and say, “Jesus, I’m sorry, I confess my sins, I trust in Your merits,
please take that life that You lived and the death that You died, and Lord, please
place it to my account and I am accepted in the Beloved.” That’s what Jesus does now. We are going to talk about this in the next
two lectures.
Biasanya kita berpikir itu artinya Yesus pergi ke Surga
untuk membangun perumahan dan menanam pohon, dan menyediakan tempat bagi kita.
Tetapi tahukah kalian mengapa Yesus kembali ke Surga? Dia kembali ke Surga
untuk melaksanakan pelayanan
pengantaraanNya di Bilik Suci. Itu adalah bagian dari pekerjaanNya
menyiapkan kita bagi Surga. Kalian lihat, dengan menjalani hidup
di duna ini dan dengan menjalani kematianNya, Yesus sekarang memberikan
kesempatan bagi saya untuk datang kepadaNya dan berkata, “Yesus, saya menyesal,
saya akui dosa-dosa saya, saya percaya dalam kebenaranMu, tolong perhitungkanlah
pada saya hidup yang telah Engkau jalani dan kematian yang telah Engkau alami,
Tuhan, maka saya akan diterima di dalam Yang Terkasih.” Itulah yang dilakukan
Yesus sekarang. Kita akan membahas ini dalam dua pelajaran berikutnya.
You know there is this conception that on the
cross Jesus forgave everyone’s sins. NO! NO! Jesus did not forgave anyone’s sins on
the cross of Calvary. And you say, “Wow! This is some kind of heresy
that Pastor Bohr is talking about.” I’m going to prove it from Scripture. You see,
sin is
forgiven when you come to Jesus in faith, and you claim what Jesus did by His life and
by His death. And then He also has another thing that He has to do to
prepare a place for us. He has to
perform the work of judgment to shut the devil’s mouth.
Kalian tahu, ada suatu konsep bahwa
di atas salib Yesus telah mengampuni dosa semua orang. TIDAK! Yesus tidak mengampuni dosa siapa pun di atas salib di Kalvari.
Dan kalian berkata, “Wah, Pastor Bohr ini mengajarkan ajaran yang sesat!” Saya akan membuktikannya dari Alkitab. Kalian
lihat, dosa itu diampuni bilamana kita
datang kepada Yesus dengan iman, dan kita mengklaim apa yang telah dilakukan
Yesus dengan hidupNya dan kematianNya. Lalu Dia masih punya
tugas lain yang harus dilakukanNya untuk menyiapkan tempat bagi kita. Dia harus
melakukan tugas mengadili untuk membungkam mulut Setan.
And so now, He intercedes in Heaven, He applies
His life and His death and then we all must stand before the Judgment Seat of
Christ, and Jesus would be our Advocate.
And then when His work is finished, He’s prepared the place. And He will come
again. And as it says in John 14:3 “ And if I go and prepare a place for you, I will come again
and receive you to Myself; that where I am, there you may be also.” And
at that time He will have taken care of the guilt of sin, He will have taken
care of the power of sin, and He will have taken care of the presence of sin. So
that the humanity of Christ is everything to us and we can thank Jesus that He
became flesh of our flesh.
Maka sekarang Dia menjadi pengantara di Surga. Dia mengaplikasikan
hidupNya dan kematianNya, lalu kita semua harus berdiri di hadapan takhta
penghakiman Kristus, dan Yesus akan menjadi Pembela kita. Lalu ketika tugasNya
selesai, Dia telah menyiapkan tempatnya. Dan Dia akan datang lagi. Dan
sebagaimana dikatakan di Yoh 14:3 “Dan apabila Aku telah pergi ke
situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa
kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.” Dan
pada waktu itu Yesus akan sudah selesai menangani semua perasaan bersalah yang
datang dari dosa, Dia akan sudah selesai menangani kuasa dosa, dan Dia juga
akan sudah selesai menangani kehadiran dosa. Sehingga kemanusiaan Kristus
adalah segalanya bagi kita dan kita boleh bersyukur kepada Yesus bahwa Dia
telah datang dalam bentuk daging kita.
03 12 2013
No comments:
Post a Comment