HIS WAY IS IN
THE SANCTUARY
Part 8/32 - Stephen
Bohr
THE TRIANGLE OF SANCTIFICATION
Dibuka
dengan doa.
Today we are going to talk about the triangle of sanctification,
or in other words, the three ways in which God develops in us a holy life. Now we
need to understand that Jesus at this moment is in the heavenly Sanctuary, in
the Holy Place of the heavenly Sanctuary and He is pouring out the benefits of
His atonement or of His work on earth. You remember that Jesus first of all
lived the life that we should live, and then Jesus died the death that we
should all die. And then at the Laver, Jesus resurrected from the dead, and
then He entered into the Holy Place of the Sanctuary, to credit His life and
His death to those individuals who come to Him, having confessed their sin, and
repented of sin, and trusted in the merits of Jesus Christ.
But this is just the beginning of the Christian life.
Hari ini kita akan berbicara mengenai segitiga pengudusan,
atau dengan kata lain, tiga
cara Tuhan membuat kita memiliki kehidupan yang kudus. Sekarang
kita perlu memahami bahwa pada saat ini (pada tahap yang sedang dibahas pelajaran ini), Yesus berada di Bait Suci Surgawi, di
dalam Bilik Suci (Tempat Kudus) Bait Suci Surgawi, dan Dia sedang mencurahkan
manfaat penebusanNya atau pekerjaanNya di dunia. Kalian ingat bahwa pertama
Yesus menjalani kehidupan yang seharusnya kita jalani,
lalu Yesus menjalani kematian yang seharusnya kita semua jalani. Kemudian di
Bejana Pembasuh, Yesus bangkit dari kematian, lalu dia masuk ke Bilik Suci dari
Bait Suci Surgawi untuk memperhitungkan hidupNya dan kematianNya kepada manusia
yang datang kepadaNya, yang telah mengakui dosa-dosa mereka, dan bertobat dari
dosa, dan bersandar pada jasa Yesus Kristus.
Tetapi ini baru permulaan dari kehidupan
Kristiani.
You know, repenting of sin and confessing sin, and trusting in
the merits of Jesus, and being baptized are very important. But these are
things that take place at the beginning of our Christian life. But then, after we
have accepted Jesus Christ, as our Savior and as our Lord, we need to grow into
Jesus Christ. We need to come to reflect His holy character.
Kalian tahu, menyesali dosa dan mengakui
dosa, dan bersandar pada jasa-jasa Yesus, dan dibaptiskan, semuanya penting.
Tetapi hal-hal ini terjadi pada awal hidup Kristiani kita. Tetapi setelah itu, setelah kita menerima Yesus
Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan kita, kita harus bertumbuh di dalam Yesus
Kristus. Kita perlu mencerminkan tabiatNya yang suci.
And this morning we are going to study the three ingredients of a holy walk
with Jesus Christ. And those three ingredients are found in the Holy Place of the
heavenly Sanctuary. Now, you find an illustration here of the Sanctuary
in its proper order on the platform. We don’t have the Camp, we didn’t have
enough panels to go there, but there should be one with the Camp, and then of
course there is the Altar of Sacrifice, then there is the Laver, and then as
you go into the Holy Place of the Sanctuary, you have three pieces of furniture.
Dan pagi ini kita akan belajar tentang ketiga unsur untuk berjalan dalan
kekudusan bersama Yesus Kristus. Dan ketiga unsur ini ditemukan di dalam Bilik Suci
dari Bait Suci Surgawi. Sekarang, di atas panggung ini, kalian
akan melihat ilustrasi Bait Suci menurut urutannya. Gambar Perkemahannya tidak
ada, karena kami tidak punya cukup panel untuk itu, tetapi seharusnya ada satu
gambar Perkemahan, lalu tentu saja ada Mezbah Kurban, lalu ada Bejana Pembasuh,
dan pada saat kita masuk ke Bilik
Suci dari Bait Suci, di
sana ada 3 potong perabotan.
Now, the entrance to
the Sanctuary was on the East, which means that as you go through the door,
into the Holy Place, you are moving from West to East. And as you look towards
your left hand side, in the Holy Place of the Sanctuary, that would be South,
you see the 7 branch candlestick, that you have here, illustrated on the
platform. And then as you go in through the eastern door into the Holy Place
into the tent, on your right hand side, which would be North, you see the table of
the showbread, 12 loaves of bread, in 2 stacks of 6, on a table
overlaid with gold. And then immediately infront of you, which would be West,
you see the Altar of Incense, the golden
Altar of Incense where incense was burnt morning and evening, perpetually and
continually, in the Sanctuary.
Nah, pintu masuk ke Bait Suci ada di
sebelah Timur, artinya pada waktu kita memasuki Bilik Suci, kita bergerak dari arah Barat ke
Timur. Dan pada saat kita memandang ke sebelah kiri kita, di dalam Bilik Suci dari Bait Suci, yang adalah sebelah Selatan,
kita akan melihat 7 Kaki Dian, yang gambarnya ada di sini, di atas
panggung. Lalu pada waktu kita melewati pintu Timur masuk ke Bilik Suci ke
dalam tenda, di sebelah kanan kita, yaitu Utara, kita akan melihat Meja Roti Sajian,
12 potong roti, dalam 2 tumpukan masing-masing terdiri atas 6 potong di atas
meja yang berlapis emas. Lalu persis di depan kita, yaitu sebelah Barat, kita
akan melihat Mezbah Ukupan,
mezbah emas di mana dupa dibakar pagi dan sore, terus-menerus dan tidak
berkeputusan di dalam Bait Suci.
Now these three pieces of furniture, actually illustrate the secret
of a balanced, sanctified and holy life, a life similar to the life of Jesus
Christ.
We are going to find in our study this morning that the 7 branch
candlestick represents witnessing to others under the power of the Holy Spirit,
because the candlestick had oil, and we are going to find that oil represents
the Holy Spirit, and then the candlestick gives light. So in other words, the 7
branch candlestick represents witnessing for Jesus Christ, under the power of
the Holy Spirit.
Nah, ketiga potong perabotan sesungguhnya menggambarkan rahasia dari suatu
kehidupan suci yang seimbang,
yang dikuduskan, suatu kehidupan yang mirip dengan kehidupan Yesus Kristus.
Kita akan mendapatkan dalam pelajaran
kita pagi ini bahwa ketujuh Kaki Dian mewakili bersaksi kepada orang lain di
bawah kuasa Roh Kudus, karena Kaki Dian itu berisi minyak, dan kita akan
mendapatkan bahwa minyak mewakili Roh Kudus, kemudian Kaki Dian itu memancarkan
cahaya. Jadi dengan kata lain, ketujuh
Kaki Dian mewakili bersaksi untuk Yesus Kristus di bawah kuasa Roh Kudus.
The Table of The Showbread represents
assimilating the life of Jesus Christ through the study of His holy Word,
because bread represents the Word of God. In other words, it means nourishing
ourselves spiritually on Jesus Christ, through a study of His holy Word. In
other words, The Table of Showbread represents the study of Scripture and the
assimilating of the life of Christ through a study of the Bible.
Meja Roti Sajian melambangkan
pengasimilasian dengan kehidupan Yesus Kristus melalui mempelajari
FirmanNya yang kudus, karena roti melambangkan Firman Tuhan. Dengan kata lain,
itu artinya memberi nutrisi diri
sendiri secara rohani dengan Yesus Kristus, lewat mempelajari FirmanNya yang
kudus. Dengan kata lain, Meja
Roti Sajian mewakili mempelajari Firman Tuhan dan mengasimilasikan kehidupan
Kristus dengan mempelajari Alkitab.
And then we are going to find that the Altar of Incense
represents prayer. It represents coming to Jesus to offer Him our praise, offer
Him our thanks, offer Him our requests, and also our penitence because of our
sins. So the
Altar of Incense represents prayer.
Kemudian kita akan mendapati bahwa
Mezbah Ukupan mewakili doa. Itu melambangkan kita datang ke Yesus dan
mempersembahkan pujian kita kepadaNya, ucapan syukur kita kepadaNya, permohonan
kita kepadaNya, dan juga pertobatan kita karena dosa-dosa kita. Jadi Mezbah Ukupan melambangkan doa.
So, actually we have here a triangle. You see, in Bible
study God speaks to us. In prayer we speak to God. And in witnessing, we speak
to others about God. And so these three pieces of furniture show us how
we speak with God, how God speaks with us, and the importance of speaking to other people about our
experience with Jesus Christ.
Jadi sebenarnya di sini ada sebuah
segitiga. Kalian lihat, dengan
mempelajari Alkitab, Tuhan berbicara kepada kita. Dalam doa, kita yang berbicara
kepada Tuhan. Dan dengan bersaksi kita berbicara kepada orang lain tentang
Tuhan. Maka ketiga potong perabotan itu menunjukkan kepada kita
bagaimana kita berbicara dengan Tuhan, bagaimana Tuhan berbicara dengan kita,
dan pentingnya berbicara kepada orang lain mengenai pengalaman kita bersama
Yesus Kristus.
Now, first of all we want to study about the 7 branch
candlestick that was found on the South side of the Holy Place of the
Sanctuary. First of all I want to tell you a few things about the golden
candlestick. It had 7 branches, 7 representing totality or completeness. It
was made of solid gold and it weighed 1 talent which is the equivalent to 120
lbs. Now at US$1,400/oz which is ballpark these days, that would be US$2,688,000 just
for the golden candlestick that was in the Holy Place of the Sanctuary. The
Bible tells us that the wicks of these candlesticks were trimmed everyday by
the High Priest, and the High Priest always made sure that there was sufficient
oil for these candlesticks to continue burning. In other words, the 7 branch
candlestick never burned out. It was continually, perpetually, giving its
light, which by the way, was the only source of light for the Hebrew Sanctuary.
Nah, pertama-tama kita akan belajar
mengenai ketujuh Kaki Dian yang ditemukan di sebelah Selatan Bilik Suci dari
Bait Suci. Pertama-tama saya mau memberitahu kalian beberapa hal mengenai Kaki
Dian emas ini. Cabangnya ada 7, angka
7 melambangkan totalitas atau keseluruhan. Dia terbuat dari emas
padat, dan beratnya 1 talen, yang merupakan ekuivalen 120 lbs [sekitar 54.4
kg]. Nah, jika sekarang harganya adalah US$1,400/oz (estimasi kasar) berarti
nilainya sekitar US$2,688,000 hanya untuk Kaki Dian emas yang ada di dalam
Bilik Suci dari Bait Suci.
Alkitab memberitahu kita bahwa sumbu-sumbu apinya harus dipangkas setiap hari
oleh Imam Besar, dan Imam Besar juga harus selalu memastikan bahwa ada cukup
minyak untuk lampu-lampu itu
agar terus menyala. Dengan kata lain, ketujuh Kaki Dian tidak pernah padam. Dia
selalu, terus menerus memancarkan sinarnya, yang adalah satu-satunya sumber
penerangan untuk Bait Suci Yahudi itu.
Now, the oil of these lamps represents the Holy Spirit.
Let’s turn to your Bible to Zechariah 4:6. This is the next to last book of
your Old Testament. It says here, after
referring to the candlesticks in the previous verses, “ So
he answered and said to me: “This is
the word of the Lord to Zerubbabel: ‘Not by might nor by power, but by My Spirit,’ Says
the Lord of hosts.” So we find the oil as a symbol of the Holy Spirit and of course the 7 branches represent that the Holy
Spirit gives complete or total light. Now what does this candlestick
really represent? We know the oil
represents the Holy Spirit, but what does the candlestick itself
represent? In order to understand that,
we must go to the Book of Revelation. So go with me to Revelation chapter 1,
and I want you to notice that in Revelation 1 we have 7 churches that are
mentioned, 7 churches of Asia Minor.
Nah, minyak lampu-lampu itu
melambangkan Roh Kudus. Marilah membuka Alkitab kita ke Zakharia
4:6. Ini adalah satu buku sebelum yang terakhir dari Perjanjian Lama. Dikatakan
di sana setelah berbicara mengenai Kaki Dian di ayat-ayat sebelumnya, “Maka ia menjawab dan berkata kepadaku: ‘Inilah firman TUHAN kepada Zerubabel bunyinya: ‘Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan
kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.’” [NKJV yang diindonesiakan] Maka
kita dapati minyak sebagai simbol dari Roh Kudus dan tentu saja ketujuh cabangnya melambangkan
Roh Kudus yang memberikan terang sempurna atau terang yang menyeluruh. Sekarang,
sesungguhnya Kaki Dian itu sendiri
melambangkan apa? Kita sudah tahu
bahwa minyaknya melambangkan Roh Kudus, tetapi Kaki Dian itu sendiri
melambangkan apa? Untuk bisa memahaminya, kita harus ke Kitab Wahyu. Jadi
marilah kita ke Wahyu pasal 1, dan saya mau kalian perhatikan di Wahyu pasal 1
ada 7 gereja yang disebutkan, 7 sidang di Asia Kecil.
Revelation
1:10-11, here it says, and John is speaking: “I was in the Spirit on the Lord’s
Day, and I heard behind me a loud voice, as of a trumpet, saying,
‘I am the Alpha and the Omega, the First and
the Last,’ and, ‘What you see, write in a book and send it…” now notice, “…send it to the seven churches which are in Asia: to
Ephesus, to Smyrna, to Pergamos, to Thyatira, to Sardis, to Philadelphia, and
to Laodicea.’” So we have in Asia Minor, 7
churches.
Wahyu 1:10-11, dikatakan di sini,
dan yang berbicara adalah Yohanes, “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari
belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, katanya: ‘Aku adalah Alpha dan Omega, yang Awal dan
yang Akhir’ dan ‘Apa yang engkau lihat,
tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah…” sekarang
perhatikan, “…kirimkanlah kepada ketujuh jemaat yang ada di Asia: ke Efesus, ke Smirna, ke
Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia.’" [NKJV yang
diindonesiakan]. Jadi ada 7 sidang di Asia Kecil.
Now, I want you
to notice that also in this vision that John received in Revelation chapter 1,
there are 7 candlesticks. 7 churches we
just read their names, but there are also 7 candlesticks. Notice Revelation
1:12, it says: “Then I turned to see the voice that spoke with me. And having turned I
saw…” what? “…I saw seven golden lampstands.” And so you have 7 churches mentioned by name, and you have 7 golden
lampstands. Now the question is, what do the 7 golden lampstands stand for?
What do they represent?
Sekarang, saya mau kalian perhatikan di dalam penglihatan yang diterima
Yohanes di Wahyu pasal 1 ini ada 7 Kaki Dian. 7 sidang baru kita baca namanya,
tetapi di sana juga ada 7 Kaki Dian. Perhatikan Wahyu 1:12, dikatakan: “Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara
kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku…” apa? “…tampaklah
kepadaku tujuh Kaki Dian dari emas.” Jadi ada 7 sidang yang disebutkan namanya, dan ada 7 Kaki Dian. Sekarang
pertanyaannya adalah, apakah yang dilambangkan oleh ketujuh Kaki Dian emas itu?
Mereka melambangkan apa?
We don’t have to
guess, because in Revelation 1:20 we find an explanation of what is represented
by the 7 candlesticks. It says here in Revelation 1:20: “…The seven stars are the angels of the seven churches, and the seven
lampstands which you saw are…” what?
“…are the seven churches.” So
what do the 7 lampstands stand for? They
stand for the 7 churches. They are illustrations of the 7 churches. So in other
words, the
7 lampstands represent God’s church, these 7 churches in Asia Minor.
Kita tidak usah menebak, karena di Wahyu 1:20 kita temukan penjelasan
tentang apa yang dilambangkan oleh ke-7 Kaki Dian. Dikatakan di Wahyu 1:20 “…ketujuh bintang itu ialah malaikat ketujuh
jemaat dan ketujuh Kaki Dian yang kamu lihat itu
ialah…” apa? “…ketujuh jemaat.” [NKJV
yang diindonesiakan]. Jadi ketujuh Kaki Dian itu melambangkan apa? Mereka
melambangkan ke-7 sidang. Mereka adalah gambaran dari ke-7 sidang. Jadi dengan
kata lain, ketujuh Kaki Dian
melambangkan gereja Tuhan, yaitu ketujuh sidang ini di Asia Kecil.
Now, we come up
with a very important question. There were many other churches in Europe and in
Asia Minor at this time. John is writing at around 95 AD, this is long after Jesus resurrected and went to
Heaven. For example, just in Asia we have churches like Troyas, Easos, Myliters,
Colosse, Hierapolis, Magnesia among others, and there are many churches also in
Europe. So why these specific 7 churches chosen in Asia Minor? In one of the
sheets that you received this morning, you see the reason why. If you take Patmos
as the base of the candlestick, you’ll notice that the candlestick would
project the shadow into Asia Minor, having the churches in the exact
order in which they appear in the Book of Revelation. That is not a
coincidence. In other words the 7 churches form a candelabrum. That’s
the reason why these 7 churches were chosen specifically because they form a
candelabrum and of course the candelabrum represents the 7 churches.
Sekarang ada pertanyaan yang sangat penting. Ada banyak gereja lain di
Eropa dan di Asia Kecil pada waktu itu. Yohanes menulis sekitar tahun 95 AD,
ini lama setelah Yesus bangkit dan kembali ke Surga. Misalnya, di Asia Kecil saja
ada
gereja-gereja di antaranya seperti Troya,
Easos, Miletia, Kolose, Hierapolis, Magnesia, dan juga di Eropa ada banyak
gereja. Jadi mengaja harus ketujuh gereja ini yang dipilih di Asia Kecil? Di
salah satu kertas yang kalian terima pagi ini, kalian bisa melihat alasannya
mengapa. Jika kita ambil Patmos
sebagai dasar Kaki Dian, kalian bisa melihat bahwa Kaki Dian itu akan memproyeksikan
bayangannya ke Asia Kecil, yang jatuh pada gereja-gereja tersebut sesuai
susunannya sebagaimana yang tertulis di kitab Wahyu. Ini bukan suatu kebetulan.
Dengan kata lain, ketujuh sidang itu
membentuk sebuah kandil. Itulah mengapa ketujuh sidang ini yang
dipilih secara khusus karena mereka membentuk sebuah kandil, dan tentu saja
kandil itu melambangkan ketujuh sidang.
Of course, the
question still remains why were these 7 chosen over and above the fact that you
have a candelabrum form by the location of the churches. Why were 7
specifically chosen? Well, allow me to read you first of all a statement from
the book Acts of the Apostles, this is a
book by Ellen White where she comments about the Bible book Acts of the Apostles page 585 where she
explains why 7 churches were chosen. This is what she says: “The names of the 7 churches are symbolic
of the church in different periods of the Christian Era…” So the names are what? Symbolic of
different periods of church of the Christian Era. She continues saying, “…The number 7 indicates completeness and is symbolic of
the fact, that the messages extend to the end of time, while the symbols used
reveal the condition of the church at different periods in the history of the world.” So, you notice that she says, that the 7 churches represent 7 periods. 7
represents totality. In other words the 7 churches represent the totality of the
history of the Christian church from apostolic times till the end of time.
Tentu saja, pertanyaannya belum terjawab, mengapa ketujuh sidang ini yang
dipilih selain alasan bahwa lokasi mereka
membentuk sebuah kandil. Mengapa yang dipilih khususnya 7? Nah, izinkan saya
membacakan pertama pernyataan dari buku Acts of
the Apostles, hal
585. Ini adalah tulisan Ellen White
di mana dia mengomentari tentang kitab Kisah Para Rasul
di
Alkitab. Di sini dia menjelaskan mengapa 7 sidang yang dipilih. Inilah
katanya: “Nama-nama dari ketujuh sidang merupakan simbol dari
gereja pada periode-periode yang berbeda selama era Kristen…” Jadi nama-nama itu
apa? Simbol dari periode-periode berbeda selama era Kristen. Ellen melanjutkan
kata-katanya, “…Angka 7 melambangkan keseluruhan dan adalah simbol dari
fakta bahwa pesan itu berlaku terus hingga akhir masa, sementara simbol yang
dipakai mengungkapkan kondisi dari gereja pada periode yang berbeda selama
sejarah dunia.” Jadi,
kalian perhatikan, dia berkata bahwa ke tujuh sidang mewakili 7 periode. 7
melambangkan keseluruhan. Dengan kata lain ke
7 sidang mewakili keseluruhan sejarah gereja Kristen dari zaman apostolik hingga akhir
masa.
Now, I am going
to read you a statement, I normally wouldn’t read you a statement from this
author, but I will read this statement because he agrees with Ellen White, Hal
Lindsey. I disagree with almost everything else that he ever wrote, but he is
right on this point. I wanted to read this, because you might say “Well, that’s what Ellen White says.”
Actually, most conservative scholars believe that the 7 churches represent the
7 periods of church history. Most, not only Adventists but also non-Adventists.
Sekarang saya akan membacakan suatu pernyataan. Biasanya saya tidak akan
membacakan pernyataan dari penulis ini, tetapi sekarang saya akan membacakan pernyataannya
karena tulisannya sejalan dengan Ellen White, yaitu Hal Lindsey. Saya tidak
sepaham dengan hampir semua yang pernah dia tulis,
tetapi mengenai poin ini dia benar. Saya mau membacakan ini, karena mungkin
kalian akan berkata, “Ah, itu kan kata Ellen White.” Sebenarnya kebanyakan
pelajar Alkitab yang konservatif meyakini bahwa ke-7 sidang mewakili ke-7
periode sejarah gereja. Kebanyakan, bukan hanya golongan Advent saja, tetapi
juga golongan non-Advent.
Notice what he
had to say, this is in his book “Vanished into
Thin Air” page 276. He says, “I believe, along with many scholars, that
these 7 letters were not only written to 7 literal churches with real problems,
but also that they have a prophetic application to church history… I believe
that these 7 churches [though there was many more in Asia Minor] were selected
and arranged by our omniscient Lord because they had problems and
characteristics that would prophesy 7 stages of history through which the church
Universal would pass.”
So, very clearly:
· 7 were chosen because it represents
totality.
· These 7 churches were chosen because they
represent the totality of the Christian church.
· And the reason why you have these 7
specific churches in Asia Minor is because they form a candelabrum and the
candelabrum represents the 7 churches.
Perhatikan apa yang dikatakannya dalam bukunya “Vanishes into thin air”, hal 276. Dia berkata, “Saya yakin, bersama-sama dengan pelajar-pelajar Alkitab
lainnya, bahwa ke tujuh surat bukan saja ditulis untuk ke-7 sidang literal
dengan masalah yang literal, tetapi surat-surat itu juga adalah nubuatan untuk
diaplikasikan kepada sejarah gereja… Saya yakin bahwa ketujuh sidang ini
[walaupun ada banyak yang lain di Asia Kecil] dipilih dan diatur oleh Allah
kita yang Mahatahu karena mereka memiliki masalah dan karakteristik yang
menubuatkan ke-7 tahap sejarah yang akan dilewati oleh gereja Universal.”
Jadi jelas sekali:
· 7 dipilih karena itu
melambangkan keseluruhan.
· Ke-7 sidang ini dipilih karena
mereka mewakili keseluruhan gereja Kristen.
· Dan alasan mengapa khusus ke 7
sidang ini di Asia Kecil yang dipilih adalah karena mereka membentuk sebuah
kandil, dan kandil itu mewakili ke-7 sidang.
Now, let’s put
all of the symbols together.
The candelabrum represents what?
The
church, all throughout the course of history. Now what is
needed in order for the candelabrum to give light? You have to have oil in the
candelabrum to give light. Let me ask you, what must the church
need in all of the stages of its history in order to shed light? It
needs the presence of what? It needs the presence of God’s Holy Spirit in order to give
light to the world in all stages of church history.
Sekarang, mari kita susun semua simbol itu menjadi satu.
Kandil itu melambangkan apa? Gereja, pada semua periodenya dalam sejarah.
Sekarang apa yang dibutuhkan agar kandil itu bisa memberikan sinarnya?
Harus ada minyak di dalam kandil itu agar
bisa bercahaya.
Coba saya tanya, apa yang dibutuhkan gereja
dalam semua tahap sejarahnya agar bisa memancarkan terang? Dia
membutuhkan apa? Dia membutuhkan
kehadiran Roh Kudus Tuhan agar bisa memberikan terang kepada dunia
dalam semua tahap sejarah gereja.
Now, let’s notice
how the Bible portrays Jesus in this picture. Go with me to Revelation 1:13.
You see, the oil is not in the lamps automatically, in other words just by some
type of strange osmosis the oil is there. No. The High Priest had to be in the Holy
Place and he had to be continually filling the lamps with oil. Notice
Revelation 1:13, it says, “ and in the midst
of the seven lampstands…” and what do the 7 lampstands represent? The 7 churches. And the 7 churches
represent what? The history of the
church, when? All throughout, the history of the church from apostolic times
till the end of time. “…And in the midst of the seven lampstands One like the Son of Man, clothed with
a garment down to the feet and girded about the chest with a golden band.” Now, that’s an interesting description. He has ~ according to this ~ a
garment down to His feet and He has also, across His chest a golden band. Now
if you go back to Exodus 28:4, I am not going to read that text but you might
want to write it down, Exodus 28:4 tells us that these were the garments of a
high priest. In other words, Jesus is walking among the 7 candlesticks as the
High Priest. Now where did the
High Priest go according to our study in our last lecture, where did He
go? He went to the Most Holy Place,
right? No, no, no. He went into the
what? He went into the Holy Place to
intercede for His people. But now we notice that He went in for another reason.
Sekarang, mari kita perhatikan bagaimana Alkitab menggambarkan Yesus di
dalam ilustrasi ini. Mari bersama saya ke Wahyu 1:13. Kalian lihat, minyak itu
tidak secara automatis bisa berada di dalam lampu-lampu itu, dengan kata lain
bukan lewat suatu osmosis yang ajaib lalu minyak itu bisa berada di sana.
Tidak. Imam Besar harus berada di Bilik
Suci, dan dia harus mengisi lampu-lampu itu dengan minyak secara terus-menerus.
Perhatikan Wahyu 1:13, dikatakan “Dan di tengah-tengah Kaki Dian itu…” dan apa yang dilambangkan oleh ketujuh Kaki Dian itu? Ketujuh sidang. Dan
ketujuh sidang melambangkan apa? Sejarah gereja. Kapan? Sepanjang sejarah gereja
mulai dari zaman apostolik hingga akhir masa. “Dan di
tengah-tengah Kaki Dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah
yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari
emas.” Sekarang,
ini adalah deskripsi yang menarik. Menurut ayat ini, Dia mengenakan jubah
panjang sampai kaki dan Dia juga mengenakan ikat pinggang emas di dadaNya.
Sekarang jika kita kembali ke Keluaran 28:4, saya tidak akan membacakan ayat
itu, tetapi mungkin kalian ingin mencatatnya. Keluaran 28:4 memberitahu kita
bahwa ini adalah pakaian seorang Imam Besar. Dengan kata lain, Yesus sedang berjalan di antara
ketujuh Kaki Dian sebagai Imam Besar.
Sekarang,
ke mana Imam Besar ini pergi menurut pelajaran kita yang lalu? Ke mana dia
pergi? Dia masuk ke Bilik Mahasuci, benar?
Tidak, tidak, tidak. Dia masuk ke mana? Dia masuk ke Bilik Suci untuk
menjadi perantara bagi umatNya. Tetapi sekarang kita lihat bahwa Dia ke sana
juga demi alasan yang lain.
You see, the High
Priest is Jesus Christ, and Jesus walks among the 7 candlesticks. Why
does Jesus walk among the 7 candlesticks? Because He wants to make sure that the
candlesticks have sufficient oil so that they can give light. In fact,
let’s notice that, let’s go back to the book of Leviticus 24:1-4 to see what the role of the High
Priest was in the Holy Place of the Sanctuary. At least one of his roles in the
Holy Place of the Sanctuary. Leviticus 24:1-4. Let me ask you, what was Aaron?
What was the function of Aaron? Aaron
was the high priest and this passage is talking about Aaron. Notice what it
says there, Leviticus 24:1, “Then the Lord spoke to Moses, saying: ‘Command the
children of Israel that they bring to you pure oil of pressed olives for the
light, to make the lamps…” what? “…burn
continually…”
So they were to
bring oil to make the lamps burn continually and never go out. It continues
saying, now notice where this takes place, where Aaron is performing this
particular task. It says, “…Outside the…” what? “…the veil of the Testimony…” in other words, outside the veil that divided the Holy from the Most Holy
Place. This is taking place in what apartment?
It’s taking place in the Holy Place of the Sanctuary, because that’s
where the candlestick is. So it says in
verse 3, “…Outside the veil of the Testimony in the
tabernacle of meeting…” now notice, “…Aaron shall be in charge of it from evening until morning before the
Lord…” how?
“…continually; it shall be a statute forever in your generations. He
shall be in charge of the…” what? “…of the lamps on the pure gold lampstand before the Lord continually.”
Kalian lihat,
Imam Besar adalah Yesus Kristus, dan Yesus
berjalan di antara ke-7 Kaki Dian. Mengapa Yesus berjalan di
antara ke-7 Kaki Dian? Karena
Dia mau memastikan bahwa kaki-Kaki Dian ini punya cukup minyak agar mereka bisa
memancarkan terang. Malah, coba kita perhatikan, mari kita
kembali ke kitab Imamat 24:1-4 untuk melihat apa peranan Imam Besar di Bilik
Suci dari Bait Suci, paling tidak, salah satu peranannya dalam Bilik Suci dari Bait
Suci. Imamat 24:1-4. Coba saya tanya, apa jabatan Harun? Apa fungsi Harun?
Harun adalah imam besar dan teks ini berbicara mengenai Harun. Perhatikan apa
yang dikatakan di sana. Imamat 24:1, “TUHAN berfirman kepada Musa:
‘Perintahkanlah kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu
minyak zaitun tumbuk yang tulen untuk lampu, supaya lampu…” apa?
“…dapat dipasang dan tetap menyala.’”
Jadi
mereka harus membawa minyak agar lampu-lampu itu bisa menyala terus-menerus dan
tidak pernah padam. Dikatakan lebih lanjut, sekarang perhatikan di mana ini
terjadi, di mana Harus menjalankan tugasnya yang khas ini. Dikatakan, “Di sebelah luar …” apa? “…tabir Tabut Kesaksian…” dengan kata lain, di depan tabir yang
memisahkan antara Bilik Suci dan Bilik Mahasuci. Ini terjadi di bilik yang
mana? Ini terjadi di Bilik Suci dari Bait Suci, karena di sanalah Kaki Dian
itu. Maka dikatakan di ayat 3, “Di sebelah luar tabir Tabut Kesaksian, di dalam Kemah Pertemuan…” sekarang
perhatikan, “…Harun yang bertanggung jawab atasnya dari petang sampai pagi, di hadapan
TUHAN…” bagaimana? “…terus-menerus; ini harus menjadi
ketetapan selamanya bagimu turun-temurun. Dialah
yang bertanggung jawab
terus-menerus
atas…” apa?
“…atas lampu yang berada di kandil emas murni yang ada di hadapan Tuhan.” [NKJV yang diindonesiakan].
What was the role
of Aaron the high priest in walking among the candlesticks? It was to make sure that the candlesticks
always had oil and the wicks were trimmed so that the candlesticks never ceased
giving what? Never ceased giving its light. It was to perpetually give its
light.
Apa peranan Harun Imam Besar dengan berjalan di antara Kaki Dian? Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa Kaki Dian itu selalu ada minyaknya dan sumbunya
terawat sehingga kaki-Kaki Dian itu tidak pernah berhenti apa? Tidak pernah
berhenti memancarkan sinar. Kaki Dian itu harus selalu selamanya memancarkan
sinar.
Now, let me ask
you this question. Were there a period in church history where the light
flickered and it looked like it was going to go out? Have any of you ever heard of the Dark Ages?
Why do you suppose they call it the Dark Ages, because there was a scarcity of
what? There’s a scarcity of light. But
listen up, even though this period was dark, it was not totally dark. The light
of the church never went out. Because Jesus was walking throughout the history
of the Christian church, illustrated by the fact that He’s walking among the 7
candlesticks. He was always walking in the midst of the history of the church
to make sure that the light of church never went out.
Sekarang, coba saya tanya. Apakah pernah ada masanya di dalam sejarah
gereja ketika terang itu meredup dan tampaknya seolah-olah akan mati? Apakah
ada dari kalian yang pernah mendengar tentang Zaman Kegelapan? Mengapa
kira-kira waktu itu disebut Zaman Kegelapan? Karena ada kekurangan apa? Ada
kekurangan terang. Tetapi dengarkan, walaupun periode itu gelap, tetapi tidak
pernah gelap total. Terang gereja tidak pernah mati sama sekali. Karena Yesus
terus meronda selama sejarah gereja Kristen, yang digambarkan oleh fakta Dia
berjalan di antara ke-7 Kaki Dian. Dia selalu berjalan di tengah-tengah gereja
sepanjang sejarahnya, untuk memastikan terang gereja tidak pernah padam.
Let me ask you,
on the day of Pentecost, what was it that gave the disciples the power to
preach the message to the world? The Holy Spirit was poured out. And so here
you have illustrated the disciples would be like the candlesticks ~
this will be the first candlestick because it’s the apostolic church ~
and they needed what? They needed the oil. Now who poured out the oil on them?
Jesus Christ, through the power of what?
Through the power of the Holy Spirit.
Coba saya tanya, pada hari Pentakosta, apa yang memberi para murid kuasa
untuk mengabarkan injil kepada dunia? Roh Kudus dicurahkan. Maka di sini
diberikan ilustrasi, para
murid digambarkan sebagai Kaki Dian ~ ini adalah Kaki Dian yang pertama, karena
mereka adalah gereja apostolik ~ dan mereka membutuhkan apa?
Mereka membutuhkan minyak. Sekarang, siapakah yang mencurahkan minyak pada
mereka? Yesus Kristus, melalui kuasa apa? Melalui kuasa Roh Kudus.
So the 7 branch
candlestick simply represents God’s church in all ages, giving the light of
Jesus Christ through the power of the Holy Spirit. And who
is in the midst of the church making sure that the light never goes out? Jesus
Christ the High Priest is in the Holy Place making sure.
Maka ke-7 Kaki Dian melambangkan gereja Tuhan sepanjang masa, memberikan
terang Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus. Dan siapa yang berada di
tengah-tengah gereja memastikan bahwa terangnya tidak pernah padam? Yesus
Kristus Imam Besar berada di Bilik Suci, Dialah yang memastikan.
Now go with me to
Matthew 5:14-16. Here Jesus is speaking about His followers and one of the
roles of His followers. He says here: “You are the light of the world…” what are we? “…the light of the world. A city that is set on a hill
cannot be hidden. Nor do they light a lamp and put it under a basket, but
on a…” what? There it is, “…on a lampstand,
and it gives…” what? “…light to all who are in
the house…” And then Jesus explains what it means by
this, by saying that we are light and we are like a lampstand that needs to be
put where everyone can see it.
Sekarang marilah bersama saya ke
Matius 5:14-16. Di sini Yesus berbicara mengenai pengikut-pengikutNya dan salah
satu peranan pengikutNya. Dia berkata di sini, “Kamu adalah terang dunia…” Kita
ini apa? “…terang
dunia. Kota yang terletak di atas bukit tidak mungkin tersembunyi. Demikian pula orang tidak menyalakan pelita
lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di…” mana? Inilah kata-kata itu, “…di atas Kaki Dian, dan itu memberi…”
apa? “…terang kepada semua orang di dalam rumah itu…” [NKJV yang diindonesiakan]. Lalu
Yesus menjelaskan apa maksudnya ini, dengan mengatakan bahwa kita adalah terang
dan kita seperti kaki dian yang harus ditempatkan di mana semua orang bisa
melihatnya.
Notice verse 16: “Let your light so shine before men, that they may see
your good works and glorify your Father who is in heaven.” Folks, anyone who has the Holy Spirit in his or her life will shed light to
the world. If we don’t have any light to give, it’s because we are not
connected with the Source of Light. Notice in the book Christian
Service page 21, Ellen White had this awesome statement. “Everyone who is
connected with God, will impart light to others. If there are any who had no
light to give, it is because they have no connection with the Source of Light.” That’s an awesome statement. Which
means that if we are not witnessing, if we are not telling others, we don’t
have the oil, we are not connected with the Source of light.
Perhatikan
ayat 16: “Demikianlah hendaknya
terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik
dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Saudara-saudara, siapa pun yang
memiliki Roh Kudus di dalam hidupnya akan memancarkan terang kepada dunia. Jika
kita tidak tidak bisa memberikan terang, itu dikarenakan kita tidak terhubung
kepada Sumber Terang. Perhatikan di dalam buku Christian Service hal 21, Ellen White menuliskan pernyataan
yang hebat ini. “Semua yang terhubung kepada Tuhan, akan
memancarkan terang kepada orang lain. Jika ada yang tidak bisa memberikan
terang, itu dikarenakan mereka tidak memiliki hubungan dengan Sumber Terang.”
Itu adalah pernyataan yang hebat. Artinya, jika kita tidak bersaksi, jika kita
tidak memberitahu orang lain, kita tidak memiliki minyak, kita tidak terhubung
dengan Sumber Terang.
And by the way when Jesus said “You are the light of the world” actually Jesus is the light of the world, isn’t He? Jesus says “I am the light of the world”. So how can He say to the church “You are the
light of the world”? Well, let me give you an illustration.
Let’s take the sun. Does the sun have its own light? Does it have its own original light?
Absolutely. Now at night, the sun shines on what? It shines on the moon. Is the
light of the moon, light? Of course it is. But is it original light or is it
derived light? It’s derived light. So
when you go out at night and you see the beautiful moon, you say, “Ah, what a
beautiful full moon.” That’s only partially true. What you should really say,
you say, “Oh, the sun is so beautiful tonight, isn’t it?” Because the glory of
the moon is the glory of the sun. And so it is with us. When we are connecting
with the sun, we are like the moon and we project the light of Jesus Christ to
the world. If we are not projecting light, it is because we have no connection
with the Source of light.
Dan
ketika Yesus berkata “Kamu adalah terang dunia…” Sebenarnya Yesus-lah Terang Dunia, bukan? Yesus berkata, “Akulah Terang Dunia...” [Yoh 8:12]
Jadi mana bisa Dia berkata kepada gerejanya “Kamu adalah terang dunia”? Nah, coba saya beri suatu ilustrasi. Kita ambil contoh matahari. Apakah
matahari memiliki sinarnya sendiri? Apakah dia memiliki terang sendiri? Tentu
saja. Sekarang, pada malam hari, matahari menyinari apa? Dia menyinari bulan.
Apakah terang pada bulan itu terang? Tentu saja. Tetapi apakah itu terangnya
sendiri atau itu terang yang diperolehnya? Itu terang yang diperolehnya. Jadi,
jika kita keluar pada malam hari dan kita melihat bulan yang indah, kita
berkata, “Ah, alangkah indahnya pulan purnama ini.” Itu hanya betul sebagian.
Seharusnya kita berkata, “Oh, betapa indahnya matahari malam ini,” bukan? Karena kemuliaan yang dimiliki bulan adalah
kemuliaan matahari. Dan demikian jugalah dengan kita. Jika kita terhubung
dengan matahari, kita seperti bulan, dan kita memproyeksikan terang Yesus
Kristus kepada dunia. Jika kita tidak memproyeksikan terang, itu karena kita
tidak terhubung dengan Sumber Terang.
Now, let’s talk about the table of the
showbread. You understand what the candlesticks represent? It represents the
church doing what? Witnessing through the power of the Holy Spirit. One of the
ingredients of a holy life. Is that what Jesus did? Was Jesus constantly doing
missionary work? Was He constantly shedding light to other people? Absolutely.
Now let’s talk about the table of the showbread.
Sekarang
marilah kita bicara tentang Meja Roti Sajian. Kalian sudah mengerti Kaki Dian
itu melambangkan apa? Itu melambangkan gereja melakukan apa? Memberikan
kesaksian melalui kuasa Roh Kudus. Salah satu unsur dari suatu kehidupan yang
kudus. Apakah itu yang dilakukan Yesus? Apakah Yesus selalu melakukan pekerjaan
penginjilan? Apakah Dia terus memancarkan terang kepada orang lain? Tentu saja.
Sekarang, marilah kita berbicara mengenai Roti Meja Sajian.
What does bread
represent in Scripture? Let’s read 3 verses or 3 passages. Matthew 4:3-4 tells
us explicitly what bread represents. Matthew 4:3-4 “ Now when the tempter came to Him, he said...” speaking to Jesus, “…‘If You are the
Son of God, command that these stones become bread.’ But He
answered and said, ‘It is written, ‘Man shall not live by bread
alone, but by every…” what? “…by every word that proceeds from
the mouth of God.’” So what does bread represent? It
represents God’s Word.
Dalam
Alkitab roti melambangkan apa? Marilah kita membaca 3 ayat atau 3 teks. Matius
4:3-4 mengatakan secara tepat apa yang dilambangkan oleh roti. Matius
4:3-4 “Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya…” berkata kepada Yesus, "…‘Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini
menjadi roti.’ Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada
tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap…” apa?
“…setiap firman
yang keluar dari mulut Allah.’” Jadi
roti melambangkan apa? Melambangkan Firman Allah.
Notice Isaiah 55:2 another text that
speaks about the meaning of the bread. Isaiah 55:2. Here God says, “Why do you spend
money for what is not bread, and your wages for what
does not satisfy?...” And then He explains,
“…Listen carefully to Me…” how do we listen carefully to God? Through
His what? Through His Word. “…Listen
carefully to Me, and eat what is…” what? “…good…” So, listening to God’s Word is eating
according to this. And then it says, “…And let your soul delight itself
in abundance.”
Perhatikan Yesaya 55:2, teks yang lain yang berbicara
mengenai makna roti. Yesaya 55:2, di sini Tuhan berkata, “Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan
roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?...” Lalu Tuhan menjelaskan, “…Dengarkanlah Aku baik-baik…”
bagaimana
kita mendengarkan Tuhan? Melalui apaNya? Melalui FirmanNya. “…Dengarkanlah Aku baik-baik, dan makanlah yang…”
apa? “…yang
baik…” Jadi
mendengarkan Firman Tuhan berarti makan menurut ayat ini. Kemudian dikatakan, “…dan
jiwamu akan bersukacita dalam kelimpahan.” [NKJV yang diindonesiakan].
Notice also in the same chapter, Isaiah 55:10-11, it says there: “For as the rain comes
down, and the snow from heaven, and do not return there, but water the earth, and
make it bring forth and bud, that it may give seed to the sower and bread to
the eater; so shall My word be that goes forth from My mouth…” notice that bread is being compared to what? To the Word of God. “…It shall not
return to Me void, but it shall accomplish what I please, and it shall prosper in the thing for which I sent it” So the showbread represents God’s Word.
Perhatikan juga pasal
yang sama, Yesaya 55:10-11, dikatakan di sana,
“Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke
situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya memberikan
hasil dan bertunas, agar memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau
makan, demikianlah firman-Ku yang keluar
dari mulut-Ku…” perhatikan bahwa roti dibandingkan dengan apa? Dengan Firman
Tuhan, “…ia tidak akan kembali
kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan
akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” [NKJV
yang diindonesiakan]. Maka Roti Sajian melambangkan Firman Tuhan.
Now, let’s read a
passage that describes the showbread. Go with me to Leviticus 24:6-8, it’s
speaking about the showbread. It says there:
“You shall set them in two rows, six in a
row…” in other words how many loaves on the table
of showbread? There were 12. Is there sufficient bread for all of God’s people?
12 is the symbol of God’s people we studied last night, right? So is there
sufficient bread for everyone? Absolutely, for all of Israel. So it says,
“You
shall set them in two rows, six in a row on the pure gold table before the Lord. And you shall put…” now notice this, “…pure
frankincense on each row, that
it may be on the bread for a memorial, an offering made by fire to the
Lord…” and now notice when the fresh bread was
put. It says in verse 8 “…Every Sabbath he shall set
it in order before the Lord continually, being taken
from the children of Israel by an everlasting covenant.” And now let’s notice several details from this passage as well as some
other details that are found from other passages of Scripture.
Nah,
mari kita baca teks yang menerangkan tentang Roti Sajian. Marilah kita ke
Imamat 24:6-8, itu berbicara mengenai Roti Sajian. Dikatakan di sana: “Engkau harus mengaturnya
menjadi dua susun, enam buah sesusun…” dengan
kata lain ada berapa potong roti di atas Meja Roti Sajian? Ada 12. Apakah ada
cukup roti untuk semua umat Allah? 12
adalah simbol umat Allah yang kita pelajari semalam, bukan? Jadi apakah ada
cukup roti untuk semua orang? Tentu saja, untuk seluruh Israel. Jadi dikatakan,
“Engkau harus mengaturnya
menjadi dua susun, enam buah sesusun di atas meja dari emas murni itu, di
hadapan TUHAN. Engkau harus meletakkan…” sekarang perhatikan ini, “…kemenyan wangi yang murni pada setiap susun; agar kemenyan wangi
itu ada pada roti itu sebagai peringatan, yakni suatu persembahan api-apian bagi TUHAN…” sekarang
perhatikan kapan roti baru diletakkan di sana. Dikatakan di ayat 8: “…Setiap hari Sabat ia harus
mengaturnya di hadapan TUHAN, terus-menerus; yang diambil dari umat Israel berdasarkan perjanjian yang
kekal.” [NKJV yang diindonesiakan] Sekarang
marilah kita perhatikan beberapa detail dari bacaan ini, dan juga beberapa
detail yang lain yang ditemukan di ayat-ayat lain di Alkitab.
First of all the bread
was there everyday, right? It was changed on Sabbath, but the bread was there
everyday. And when was the bread placed on the table? It was placed
there, the fresh bread was placed when? On Sabbath. Let me ask you, when is it
that you get your fresh bread? You’re getting it right now. On Sabbath! That’s
the reason why the bread was changed on God’s holy Sabbath.
Pertama-tama, setiap hari ada roti di sana, betul? Roti itu diganti pada hari Sabat, tetapi roti itu setiap
hari ada di sana. Dan kapan roti itu ditempatkan di atas meja?
Kapan roti yang baru itu ditempatkan di atas meja? Pada hari Sabat. Coba saya
tanya, kapan kalian memperoleh roti baru kalian? Kalian mendapatkannya sekarang
ini. Pada hari Sabat! Itulah alasannya mengapa roti itu diganti pada hari Sabat
Tuhan yang kudus.
Notice also that
frankincense was placed on top of the bread. Frankincense represents praying for the
merits of Jesus Christ. We’ll come to that when we talk about the
altar. Should we ever partake of God’s Word without prayer? Absolutely not. The
prayer, the frankincense is on top of the bread. It’s connected with the bread.
Also, and I’ll give you the reference, Leviticus 2:5 says that this bread
has to be unleavened. What does leaven represent? It represents sin.
Let me ask you, is the Bible free from sin? It most certainly is. It’s free
from sin. Does the Bible rebuke sin? Does the Bible rebuke darkness? It most
certainly does, because it’s holy. It’s undefiled by sin. It tells the truth. And
so the bread was supposed to be unleavened.
Perhatikan juga bahwa kemenyan diletakkan di atas roti. Kemenyan melambangkan doa untuk
mendapatkan jasa-jasa Yesus Kristus. Kita akan kembali ke topik
ini nanti waktu kita berbicara mengenai mezbah. Apakah kita boleh makan Firman
Tuhan tanpa doa? Tentu saja tidak. Doa, atau kemenyan
wangi ada di atas roti, terkait dengan roti. Juga, saya akan memberikan ayat
rujukannya, Imamat 2:5 di mana dikatakan roti
itu haruslah tidak beragi. Ragi melambangkan apa? Ragi
melambangkan dosa. Coba saya tanya, apakah Alkitab itu bebas dari dosa? Tentu
saja! Alkitab itu bebas dari dosa.
Apakah Alkitab menegur dosa? Apakah Alkitab menegur kegelapan? Tentu saja, karena
Alkitab itu suci. Alkitab itu tidak
tercemar oleh dosa. Alkitab bercerita tentang kebenaran. Dan
itulah sebabnya roti harus tidak beragi.
Furthermore the
Bible tells us that this bread had to be salted. Leviticus 2:13 says that the
showbread had to be salted. You know salt performs several functions. First of
all it
seasons. Let me ask you, does the Bible season our lives? Oh, it most
certainly does. The salt also preserves. Does the Bible preserves us? It
most certainly does. And the salt purifies and cleanses, doesn’t it? Does
the Bible purify and cleanse? It most certainly does. And so, the Table of Showbread represents God’s holy Word, undefiled by human
bias, by human sin. It is salted because it gives flavor to our lives, it cleanses our lives,
it seasons our lives, every Sabbath it’s to be given fresh, that’s why
we come to church on the Sabbath. Unfortunately some people prefer
other kinds of food.
Lebih jauh, Alkitab memberitahu kita bahwa roti ini harus digarami. Imamat
2:13 berkata bahwa Roti Sajian harus
bergaram. Kita tahu garam mempunyai beberapa fungsi. Pertama dia
membuat sedap. Coba saya tanya, apakah Alkitab membuat hidup kita menjadi sedap? Oh,
tentu saja. Garam juga memelihara/mengamankan
dari kerusakan. Apakah Alkitab memelihara/mengamankan kita dari
kerusakan? Tentu saja. Dan garam juga memurnikan
dan membersihkan, bukan? Apakah Alkitab memurnikan dan
membersihkan? Tentu saja. Maka Meja
Roti Sajian melambangkan Firman Tuhan yang kudus, yang tidak tercemar oleh
pendapat manusia, oleh dosa manusia. Alkitab ibarat garam karena
dia memberi rasa dalam hidup
kita, membersihkan hidup kita, membuat hidup kita menjadi sedap. Setiap Sabat disajikan baru,
itulah sebabnya mengapa kita datang ke gereja pada hari Sabat.
Sayangnya ada orang-orang yang lebih menyukai makanan jenis lain.
You remember in
John chapter 6, let’s go there, John chapter 6. The Bible tells us there that many
people followed Jesus because of the miracles that He performed. In
fact if you read John chapter 6 you will
find that many people followed Jesus for 3 main reasons:
#1 they followed
Him because they loved His miracles.
#2 they followed Him because they got a
free lunch in other words for the loaves and the fishes.
#3 And in the third place they had the hope
that Jesus would establish His earthly kingdom here.
In other words they had
political aspirations, they had material aspirations, and they loved the
sensational and they loved miracles.
Kalian ingat di Yohanes pasal 6, marilah kita ke Yohanes pasal 6. Alkitab memberitahu kita ada
banyak orang yang mengikuti Yesus karena mujizat yang
dilakukanNya. Sesungguhnya jika kita baca Yohanes pasal 6, kita akan melihat
bahwa banyak orang mengikuti Yesus karena 3 alasan utama:
#1 mereka mengikuti Yesus karena
mereka menyukai mujizat-mujizatNya.
#2 mereka
mengikuti Yesus karena mereka mendapat makan siang gratis, dengan kata lain
demi roti dan ikannya.
#3 Dan di
tempat ketiga, mereka punya harapan bahwa Yesus akan mendirikan kerajaanNya di
dunia.
Dengan kata lain mereka
punya aspirasi politik, mereka punya aspirasi materi, dan mereka mencintai
sensasi dan mujizat.
Let’s read John
6:1-2, it says, “After these
things Jesus went over the Sea of Galilee, which is the Sea of Tiberias…” Now notice this, “…Then a great multitude followed Him…” why? “…because they saw His signs which He
performed on those who were diseased.” Is that the right reason for following Jesus? Ah, you know, people go to a church where
there are all kinds of signs and wonders, and jumping, and tounges and all kinds of things. But
when it comes to preaching the Word, it’s a different story. We’re going to see in a few moments.
Marilah
kita baca Yohanes 6:1-2, dikatakan, “Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau
Tiberias…” Sekarang perhatikan ini, “…Orang banyak
berbondong-bondong mengikuti Dia…” mengapa?
“…karena
mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap
orang-orang sakit.” Apakah ini alasan yang benar untuk
mengikuti Yesus? Yah, kalian tahu, banyak orang pergi ke gereja di mana ada
banyak tanda-tanda dan mujizat, dan melompat-lompat, dan bahasa lidah, dan
semua hal itu. Tetapi kalau bicara khotbah tentang Firman Allah, itu cerita
lain. Kita akan melihat ini sebentar lagi.
Now let’s go down
to verse 14. “Then…” See they were impressed by the miracles of
Jesus. “Then those men, when they had seen the sign that Jesus did…” because He had fed 5000 with 5
loaves and 2 fishes, they said what? “…‘This is truly…” what?
“… the Prophet who is to come into the
world.’” See, they said, “This is the Prophet!” because of the signs and wonders. “He feeds
5000 people with 5 loaves and 2 fishes. This guy would make a great king!”
But then Jesus started preaching.
Sekarang mari ke ayat 14. Lihat mereka terkesan dengan mujizat-mujizat
Yesus. “Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang
telah diadakan-Nya…” karena
Dia telah memberi makan 5000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan, mereka berkata
apa? “…mereka berkata: ‘Dia ini adalah
benar-benar…” apa? “…nabi yang akan datang ke dalam dunia.’” Lihat, mereka berkata “Ini adalah nabi!” karena tanda-tanda dan mujizat. “Dia telah memberi
makan 5000 orang dengan 5 potong roti dan 2 ikan. Orang ini cocok menjadi raja
yang hebat!” Tetapi lalu Yesus mulai berkhotbah.
Notice John
6:53-56, He says some revolutionary words. “Then Jesus said to them, ‘Most assuredly, I say to you, unless you eat the flesh of
the Son of Man and drink His blood, you have no life in you. Whoever eats My flesh and drinks My blood has eternal life, and I will
raise him up at the last day. For My flesh is food indeed, and My blood is drink indeed. He who eats My flesh and drinks My blood abides in Me, and I in him.’” And when the people heard Jesus say this, they said, “This guy is teaching
us cannibalism! How can anyone eat His flesh and drink His blood?” And Jesus
made it very clear what He meant.
Perhatikan Yoh 6:53-56, Yesus
mengucapkan kata-kata yang revolusioner.
“Maka kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya
jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak
mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum
darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada
akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah
benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal
di dalam Aku dan Aku di dalam dia.’” Dan ketika orang-orang mendengar Yesus
berkata demikian, mereka bilang, “Wah, orang ini mengajarkan kanibalisme! Mana
bisa orang makan dagingNya dan minum darahNya?” Dan Yesus memberikan penjelasan
yang sangat jelas apa yang dimaksudNya.
Notice John 6:63.
What He was saying is, we eat the flesh and drink the blood of Jesus
through a study of His holy Word. In other words, it’s not by eating
Jesus physically like it’s taught by the Roman Catholic church that in the
mass, you are actually eating the literal flesh and you are drinking the blood
of Jesus Christ even though it appears like bread and it appears like grape
juice it’s still the flesh and blood of Jesus. That’s not what Jesus was
saying. Notice what we’ll find in John
6:63. Jesus explained what He did not mean and what He meant. He says here: “It is the Spirit who gives life; the flesh profits nothing….” In other words, the Spirit gives life, eating My flesh doesn’t profit
anything. And then He explains, “…The words that I speak to you are
spirit, and they are life.”
Perhatikan Yoh 6:63. Apa yang dikatakannya adalah, kita makan daging dan minum darah Yesus dengan
mempelajari FirmanNya yang suci. Dengan kata lain, bukan dengan
memakan Yesus secara harafiah seperti yang diajarkan gereja Roma Katolik bahwa
saat misa, orang benar-benar makan daging Yesus betulan dan minum darah Yesus
betulan walaupun tampaknya seperti roti dan air anggur, tetapi itu tetap adalah
daging dan darah Yesus. Yesus tidak berkata demikian. Perhatikan apa yang kita
temukan di Yoh 6:63, Yesus menjelaskan apa yang tidak dimaksudkanNya, dan apa
yang dimaksudkanNya. Dia katakan di sini: “Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak
berguna...” Dengan kata lain, Roh yang memberi hidup, makan dagingKu
tidak berguna sama sekali. Lalu Dia menjelaskan, “…Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu
adalah roh dan hidup.”
So what does it
mean to
eat the flesh and drink the blood of Jesus? It means to listen to His what? To His
Words. “The Words that I
speak to you, they are spirit and they are life.” And do you know, when Jesus said that
almost everybody that was present in that multitude left and said, “We love
miracles and we’d love to have an earthly king, and we love it when we have the
material things, but forget it. If it comes to following this guy’s words, not
interested.” And so it says in John 6:66, hahahaha, it’s coincidence, but you can
always remember this verse. It says, as in John 6:66, “From that time
many of His disciples went back and walked with Him no more.”
Jadi apa maksudnya makan
daging dan minum darah Yesus? Artinya mendengarkan apaNya?
Mendengarkan FirmanNya.
“…Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu
adalah roh dan hidup.” Dan
tahukah kalian, ketika Yesus berkata demikian, nyaris semua orang yang hadir
dalam kumpulan orang banyak itu, pergi dan berkata, “Kita menyukai mujizat, dan
kita akan senang memiliki seorang raja di dunia, dan kita suka bila kita
mendapat benda-benda materi, tetapi kalau disuruh mengikuti kata-kata orang
ini, wah, enggak sajalah, tidak tertarik.” Maka dikatakan di Yoh 6:66,
hahahaha, ini hanya kebetulan [maksudnya angka 666] tetapi kalian akan selalu
bisa mengingat ayat ini. Dikatakan di Yoh 6:66, “Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak
lagi mengikut Dia.”
But you know Peter, in spite of the facts that many times
he put his tongue in 4th gear before putting his
brain in 1st gear, he caught the point that Jesus was trying to
teach. because Jesus said to His disciples, “Are you going to leave too?” Let’s notice John 6:67, beginning with verse
67, “Then Jesus said to the twelve, ‘Do you also want to go away?’ But
Simon Peter answered Him, ‘Lord, to whom shall we go? You have the’…” what? “…‘You have the words of eternal life’...” Did Peter understand what it meant to eat
the flesh and drink the blood of Jesus?
He said, “Yes, You have the…” what? “You have the words of eternal life.”
Tetapi kalian
tahu Petrus, kan? Walaupun dia terbukti sering menempatkan lidahnya di
persneling 4 sebelum menempatkan otaknya di persneling 1, tetapi kali ini dia
bisa menangkap poin yang diajarkan oleh Yesus. Karena ketika Yesus berkata
kepada murid-muridNya, “Apakah kamu tidak mau pergi
juga?" Perhatikan Yoh 6:67, mulai dengan ayat
67 “Maka kata Yesus kepada kedua
belas murid-Nya: ‘Apakah kamu tidak mau pergi juga?’ Jawab Simon Petrus
kepada-Nya: ‘Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah’…” apa?
“…‘perkataan hidup yang kekal.’” Apakah
Petrus mengerti apa artinya makan daging dan minum darah Yesus? Dia berkata,
“Ya, perkataan-Mu adalah…” apa?
“…Perkataan-Mu adalah perkataan
hidup yang kekal.”
Physically, we
eat through our mouth, spiritually we eat primarily through our eyes and
through our ears. And what we eat makes us either healthy or makes us sick. Is
that true? Absolutely.The question is are we feeding on spiritual
junk food? Television, novels, worldly music, that make us totally unlike Jesus
Christ. Spiritually we become what we eat. Just like physically we become what
we eat. In other words this is a principle of Scripture, that we are composed
of spiritually what we eat. And that’s the reason why we must guard our senses,
primarily our sight and our hearing and not allow anything to come to the
avenue of our senses that would defile our spiritual health. Allow me to read
you a statement from Messages to Young People, page 271-272. Listen to this solemn statement.
Secara fisik kita makan melalui mulut kita, secara rohani
kita makan terutama lewat mata kita dan telinga kita. Dan apa yang kita makan,
menjadikan kita sehat atau sakit. Apakah itu benar? Tentu saja!
Pertanyaannya
adalah, apakah kita memberi makan rohani kita dengan makanan sampah? Televisi,
novel, music duniawi, yang membuat kita sama sekali tidak mirip dengan Kristus.
Secara rohani kita adalah apa yang kita makan. Sama seperti secara fisik kita
adalah apa yang kita makan. Dengan kata lain, ini adalah prinsip Alkitab, bahwa
secara spiritual kita terbuat dari apa yang kita makan. Dan itulah alasannya
mengapa kita harus menjaga indera kita, terutama penglihatan dan pendengaran
kita dan tidak mengizinkan segala yang mencemarkan kesehatan spiritual kita
mendekati indera kita. Izinkan saya membacakan suatu pernyataan dari Messages to
Young People, hal 271-272. Dengarkan pernyataan yang serius ini:
“Satan knows that to a great degree, the mind is affected by that upon
which it feeds. He is seeking to lead, both the youth and those of mature age
to read storybooks, tales and other literature…” And I think today she would add “going to the show”, and she would add
“watching certain things on television”, and she would add “music” and many
other things as well. But at that time these things did not exist, at
least I passed where you can put your
music and so on. She continued saying, “the readers of such literature become unfitted for the
duties lying before them. They live an unreal life and have no desire to search
the Scriptures to feed upon the heavenly manna. The mind that needs
strengthening is enfeebled and loses its power to study the great truths that
relate to the mission and work of Christ ~ truths that would fortify the mind,
awaken the imagination and kindle a strong earnest desire to overcome as Christ
overcame.”
“Setan mengetahui bahwa pikiran sangat
dipengaruhi oleh apa yang disuapkan kepadanya. Setan sedang berusaha membawa
baik orang-orang muda maupun orang-orang dewasa agar membaca buku-buku cerita,
dongeng, dan bacaan literatur yang lain…” dan saya
rasa hari ini Ellen White akan menambahkan “pergi nonton”, dan dia akan
menambahkan “menonton hal-hal tertentu di televisi”, dan dia akan menambahkan,
“musik” dan banyak hal yang lain, tetapi pada zamannya hal-hal ini belum ada,
paling tidak sudah saya lewati di mana kita bisa menempatkan musik dan yang lain-lain.
Ellen White melanjutkan, “Pembaca literatur-literatur seperti ini menjadi tidak sesuai untuk
tugas-tugas yang ada di hadapan mereka. Mereka menjalani kehidupan yang tidak
nyata, dan tidak punya keinginan untuk menyelidik Alkitab agar bisa makan dari
manna surgawi. Pikiran yang perlu dikuatkan, justru menjadi lemah dan
kehilangan kekuatannya untuk dapat mempelajari kebenaran-kebenaran hebat yang
berkaitan dengan pelayanan dan pekerjaan Kristus ~ kebenaran yang bisa
menguatkan pikiran, membangkitkan imajinasi, dan menghidupkan suatu niatan yang
tulus untuk menang sebagaimana Kristus telah menang.”
Let me ask you, if you accustom a child to eating cookies, and cake, and ice
cream, and that is the child’s diet, and then one day you come and you have a
plate of ice cream butter pecan, and you have a bag of carrots, and you say to
the child, “Choose which of the two you want.” The child says, “Give me the
carrots.” No way! The child says, “Give me the ice cream.” Why? Because that is
how you have trained your physical habits. Well, spiritually it’s the same
thing. We are spiritually composed of what we eat. And when we train ourselves
to eat junk foods, spiritually speaking, that is what we are going to crave.
Coba
saya tanya, jika kita membiasakan seorang anak makan kue, dan tart, dan es krim
dan itulah yang menjadi makanan sehari-hari anak tersebut, lalu suatu hari kita
datang dan kita membawa sepiring es krim butter pecan, dan kita punya sekantung
wortel, dan kita berkata kepada anak itu, “Pilihlah yang mana yang kamu mau.”
Anak itu akan berkata, “Berikan wortelnya kepada saya.” Tidak mungkin! Anak itu
akan berkata, “Berikan es krimnya kepada saya.” Kenapa? Karena begitulah kita
melatih kebiasaan fisikal kita. Nah, secara rohani, sama. Secara rohani kita
juga terbuat dari apa yang kita makan. Dan bila kita selalu melatih diri kita
sendiri untuk makan makanan sampah spiritual, maka itulah yang akan kita
gandrungi.
What God wants us to do is that He wants us
to contemplate Jesus Christ as found in His Word so that we can receive
spiritual nourishment and Jesus can become part of us through a study of His
holy Word. Do you know, as we behold Jesus in His Word, a spiritual
metamorphosis takes place? Go
with me to 2 Corinthians 3:18. Here we find the apostle Paul giving us one of
the secret ingredients of a sanctified and holy life.
Apa
yang Tuhan mau kita lakukan adalah, Dia mau kita merenungkan Yesus Kristus
sebagaimana yang tertulis di FirmanNya, agar kita bisa mendapatkan makanan
spiritual yang bergizi, dan Yesus bisa menjadi bagian kita, melalui pelajaran
Firman Tuhan. Tahukah kalian, pada
waktu kita memandang Yesus dalam FirmanNya, suatu metamorfosa spiritual akan
terjadi? Marilah kita ke 2 Korintus 3:18. Di sini kita temukan
rasul Paulus memberikan kita salah satu unsur rahasia dari suatu kehidupan
kudus yang dibenarkan.
The first ingredient of course is receiving
the Holy Spirit so that we can give the life of Jesus to the world and His
message to the world. The second is the table of the showbread. Now, notice 2
Corinthians 3:18, “But we all,
with unveiled face, beholding as in a mirror the glory of the Lord…” what are we beholding? We are beholding “… the glory
of the Lord…” what happens when we behold the glory of the
Lord? It says, “…are being
transformed into the same image from glory to glory, just as by the Spirit of
the Lord.” What happens as we continue to behold Jesus? We are being
what? We are being changed.
Unsur yang pertama tentu saja adalah menerima Roh Kudus,
supaya kita bisa membagikan kehidupan Yesus dan ajaranNya kepada dunia. Yang
kedua adalah Meja Roti Sajian. Nah, perhatikan 2 Korintus 3:18 “Tetapi kita semua, dengan wajah yang tidak terhalang
penutup, memandang kemuliaan Tuhan, seakan melihat ke cermin…” apa yang kita pandang? Kita
memandang “…kemuliaan Tuhan…” Apa yang terjadi bila kita memandang kemuliaan
Tuhan? Dikatakan, “…dan kita diubahkan menjadi gambar yang sama,
dari kemuliaan ke kemuliaan, sebagaimana diubahkan oleh Roh
Tuhan.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apa yang terjadi jika kita terus memandang Yesus? Kita
diapakan? Kita sedang diubahkan.
If you don’t believe that
what you watch changes you, I’ll give you an example. When I was teaching in
South America, one Saturday night, they decided that they would project this
movie. I don’t know why they did it at our school, but it was a Bruce Lee movie.
And you know, Bruce Lee’s movies are “Chiiaa”, “Haahhh”, kicking out, you know.
After the movie was over, you would have thought that you were in a training
school of Karate because all of the kids went outside and they “chiaaaa” “haaaah” “hoooo”. Let me ask you
where did they learn to do that? They
learned that by what they saw and what they heard. This is only a small
example, but it happens everyday. We are changed into the image of what we behold.
And incidentally, that word that is used here “are being transformed”, the word
“transformed” is the word “metamorphosis”.
Jika kalian tidak percaya apa yang kalian tonton bisa
mengubah kalian, akan saya berikan suatu contoh. Ketika saya mengajar di
Amerika Selatan, suatu malam Minggu, mereka memutuskan untuk menayangkan film
ini. Saya tidak tahu mengapa mereka melakukan ini di sekolah kita, tetapi itu
adalah film Bruce Lee. Dan kalian tahu, film-film Bruce Lee itu penuh
“Chiaaaa”, “Haaahhh”, menendang kanan kiri, kalian tahu. Setelah film itu
habis, orang akan menyangka sedang berada di sebuah tempat latihan Karate
karena semua anak-anak keluar dan mereka ber-“chiaaa” “haaaah” “hoooo”. Coba
saya tanya, dari mana mereka belajar melakukan itu? Mereka belajar begitu dari
apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Ini hanya suatu contoh kecil,
tetapi ini terjadi setiap hari. Kita
diubah ke model apa yang kita pandang. Dan ketahuilah, kata yang dipakai di sini
“diubahkan”, kata “diubahkan” adalah kata “metamorfosa.”
Do you know what a “metamorphosis” is? You know, when I was a kid I collected
butterflies, sometime I’ll tell you the whole story, we don’t have time right
now. But I became a very proficient and professional collector of butterflies,
classifying them, being careful about the way that they were dissected and so,
now I can’t kill them anymore, you know they are more beautiful flying in the
air the way God made them. But, you know, I was able to observe what happens when the
caterpillar attaches itself to a tree or to a wall or whatever, and then buries
itself inside the chrysalis or inside
the cocoon. Inside the cocoon it process a transformation takes places, one of the most miraculous
things in nature called a metamorphosis.
And after several days, the cocoon starts shaking violently and all of a
sudden the cocoon breaks and lo and behold out of the cocoon comes a what? A butterfly.
Thus even the name has changed. Before it was a caterpillar now it’s a
butterfly. The caterpillar you know, drives itself along the ground can be
stepped on but the butterfly flies.
Tahukah kalian apa itu “metamorfosa”? Kalian tahu, kala
saya masih anak-anak, saya mengumpulkan kupu-kupu, kapan-kapan saya ceritakan
kisahnya karena kita tidak ada waktu sekarang ini. Tetapi saya menjadi kolektor
kupu-kupu yang cukup terampil dan professional, mengklasifikasikan mereka,
sangat berhati-hati ketika membedah mereka dan lain-lain. Sekarang saya tidak
tega lagi membunuh mereka, kalian tahu. Mereka lebih indah terbang di udara
seperti yang diciptakan oleh Tuhan. Tetapi, kalian tahu, saya bisa mengamati
apa yang terjadi ketika ulat itu melekatkan dirinya kepada pohon atau dinding
atau apa pun, lalu menyembunyikan dirinya di dalam kepompongnya. Di dalam
kepompong terjadi suatu proses transformasi, salah satu hal yang sangat menakjubkan di alam,
yang disebut metamorfosa. Dan setelah beberapa hari, kepompong itu
mulai bergetar keras dan tiba-tiba kepompong itu pecah, dan lihatlah dari dalam
kepompong itu muncul apa? Seekor kupu-kupu. Jadi bahkan namanya pun berubah.
Sebelumnya itu adalah ulat, sekarang jadi kupu-kupu. Kalian tahu, ulat itu
kalau merambat di tanah, bisa diinjak, tetapi sebagai kupu-kupu dia terbang.
That’s what Jesus meant
that those who are in Christ are new creations. Old things has passed and
everything is made new. But we must feed that new spiritual nature. Notice what
the
Desire of Ages page 390 has to say. “As our physical life is sustained by
food so our spiritual life is sustained by the Word of God. And every soul is
to receive life from God’s Word for himself. As we must eat for ourselves in
order to receive nourishment so we must receive the Word for ourselves. We are
not to obtain it merely through the medium of another’s mind…” which is happening this morning, “…we should carefully study the Bible asking God for the
aid of the Holy Spirit, that we may understand His Word. We should take one
verse and concentrate the mind on the task of ascertaining the thought which
God had put in that verse for us. We should dwell upon the thought until it
becomes our own and we know what saith the Lord.”
Itulah yang dimaksud Yesus bahwa mereka yang berada di
dalam Kristus adalah ciptaan baru. Hal yang lama sudah lewat, dan semuanya
menjadi baru. Tetapi kita harus memberi makan rohani yang baru ini. Perhatikan
apa yang dikatakan The Desire of Ages, hal 390: “Sebagaimana kehidupan fisik kita ditunjang oleh makanan,
maka kehidupan rohani kita ditunjang oleh Firman Allah. Dan setiap jiwa harus
mendapatkan hidup dari Firman Allah untuk dirinya sendiri. Sebagaimana kita
harus makan untuk tubuh kita sendiri untuk mendapatkan nutrisi demikian pula
kita harus menerima Firman Allah untuk diri kita sendiri. Kita tidak bisa
mendapatkannya hanya melalui perantara pikiran orang lain…” seperti yang sedang terjadi pagi ini, “…kita harus mempelajari Alkitab dengan
teliti, memohon kepada Tuhan untuk mendapatkan bantuan Roh Kudus, supaya kita
bisa memahami FirmanNya. Kita harus mengambil satu ayat dan memusatkan pikiran
kita untuk menemukan pikiran yang Tuhan masukkan di ayat itu untuk kita. Kita
harus terus merenungkan pikiran itu hingga pikiran itu menjadi milik kita
sendiri dan kita tahu persis apa kehendak Tuhan.”
This is what Jesus meant
when He said that we should pray, “Give us this week our daily bread.” Thank
you very much. My mind is still working. It says, “Give us this day, our daily bread.” Let me ask you, do we eat once a week? I doubt it. I
don’t see anyone here who eats once a week. I can see your robust faces. See,
we are all well fed. What would happen if you only ate once a week? You’d get
sick and die. Any yet many people their only diet is the Sabbath morning
sermon. Now, I don’t meant to meddle, but it’s true. What happens spiritually
if you only partake of the showbread on Sabbath morning? Our spiritual life shrivels up and dies.
Inilah yang dimaksud Yesus ketika Dia mengajar kita
berdoa “Berikanlah kami minggu ini makanan kami yang secukupnya.” [suara protes]. Terima kasih banyak, saya masih waras
kok. Dikatakan, “Berikanlah kami pada hari
ini makanan kami yang secukupnya.” Coba saya tanya, apakah kita makan sekali seminggu? Saya rasa tidak. Saya
tidak melihat di sini ada yang makan cuma sekali seminggu. Saya bisa melihat
wajah-wajah kalian yang segar. Lihatlah, kita semua cukup makan. Apa yang akan terjadi
jika kita hanya makan sekali seminggu? Kita akan menjadi sakit lalu mati. Namun
banyak orang yang makanannya hanya khotbah Sabat pagi. Nah, saya tidak mau
bawel, tetapi itu benar. Apa yang terjadi secara rohani jika kita hanya
mengambil bagian dari Roti Sajian pada Sabat pagi? Kehidupan rohani kita akan
mengerut dan mati.
Now let’s talk about the 3rd
piece of furniture. Are we learning anything from what we have in the Holy Place? It’s the triangle of sanctification. Now,
let’s notice the Altar of Incense, the golden Altar of Incense. This piece of
furniture was immediately before the veil that divided the Holy from the Most
Holy Place. Its orientation even though
it was in the Holy Place, its orientation was towards the Most Holy
Place. In fact if you read a couple of verses from Scripture, Exodus 30:6 it
tells us that this Altar was immediately before the veil that divided the Holy
from the Most Holy. You see, what happens is, when the incense was placed upon
this Altar with the fire, the smoke
would ascend the veil and would go over the veil into the presence of God where
the Ark of the Covenant was.
Sekarang marilah kita berbicara mengenai perabot ketiga.
Apakah kita telah mendapatkan pelajaran dari apa yang ada di dalam Bilik Suci?
Itu adalah segitiga pengudusan. Sekarang marilah kita perhatikan Mezbah Ukupan,
Mezbah Ukupan yang terbuat dari emas. Perabotan ini terdapat tepat sebelum tirai
yang memisahkan antara Bilik Suci dari Bilik Mahasuci. Walaupun dia terdapat di
Bilik suci, namun orientasinya adalah kepada Bilik Mahasuci. Bahkan jika kita
membaca beberapa ayat dari Firman Tuhan, Keluaran 30:6 memberitahu kita bahwa
mezbah ini terdapat tepat di depan tirai yang memisahkan antara Bilik Suci dari
Yang Mahasuci. Kalian lihat, apa yang terjadi adalah, ketika kemenyan dibakar
di atas mezbah ini dengan api, asapnya akan menaiki tirai, dan melewati tirai
masuk ke hadirat Allah di mana Tabut Perjanjian itu berada.
Notice Exodus 30:6 “And you
shall put it before the veil that is before
the ark of the Testimony, before the mercy seat that is over the Testimony, where I will meet
with you.” Do you notice the
orientation? It says the veil that leads into the Most Holy Place, the veil
behind which the Mercy Seat is, and “I will meet with you” there. In other words,
even though it was in the Holy Place, its orientation was towards the Most Holy
Place.
Perhatikan Keluaran 30:6 “Dan engkau harus
menempatkannya di depan tabir yang terdapat
di depan Tabut Kesaksian, di depan Tutup Pendamaian yang ada di atas loh Kesaksian, di mana Aku akan bertemu dengan engkau.” [NKJV yang
diindonesiakan] Apakah
kalian memperhatikan orientasinya? Dikatakan, tabir yang merupakan jalan masuk
ke Bilik Mahasuci, di belakang mana terdapat Tutup Pendamaian, dan di mana “Aku akan bertemu dengan engkau.” Dengan kata lain, walaupun dia terdapat di Bilik Suci,
tapi orientasinya adalah ke Bilik Mahasuci.
Perhaps this is the reason
why in the book of Hebrews the Altar of Incense is actually placed inside the
Most Holy Place. Notice for example Hebrews 9:2-4, it says, “ For a tabernacle was prepared: the first part, in which was the lampstand, the
table, and the showbread, which is called the sanctuary…” and now notice, “… and behind the second veil, the part of the
tabernacle which is called the Holiest of All…”
what does it say? “… which had the golden censer and…” what else? “…the ark of
the covenant…” And so notice that the censer is placed in the context of
the Most Holy Place.
Barangkali ini adalah alasannya mengapa di dalam kitab
Ibrani, Mezbah Ukupan ditempatkan di dalam Bilik Mahasuci. Perhatikan misalnya
Ibrani 9:2-4, dikatakan, “Sebab telah dipersiapkan suatu kemah: bagian pertama di mana terdapat Kaki Dian dan meja dengan roti sajian, yang disebut Tempat yang Kudus…” dan
sekarang perhatikan, “…Dan di belakang tirai, adalah bagian dari Kemah yang disebut Tempat yang Maha Kudus…” apa katanya? “….di mana terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas…” dan apa lagi? “…dan tabut perjanjian…” [NKJV yang
diindonesiakan]. Jadi
perhatikan bahwa Mezbah Ukupan itu terdapat dalam konteks Bilik Yang Mahasuci.
Now, let’s talk a little bit about the Altar of Incense. The Altar of
Incense was so important that only holy fire can be placed upon that altar. And
what does fire represent? The fire represents the Holy Spirit. The oil
gives light, the Holy Spirit gives light.
Sekarang, marilah kita berbicara sedikit mengenai
Mezbah Ukupan. Mezbah Ukupan ini begitu penting sehingga hanya api suci saja
yang boleh dipakai di sana. Dan api itu melambangkan apa? Api melambangkan Roh Kudus. Minyak memberikan
terang. Roh Kudus memberikan terang.
Secondly the incense was of a very special kind, which means that it could
not be a duplicate. The Bible says, that anyone who tries to duplicate or to
replicate the formula that was used for the incense, was to be put to death. It
was so serious. You can read that in Exodus 30:34-38. Now you say, “Why in the world would God put
out such a dire sentence against people for trying to replicate or duplicate
this incense?” The reason is, that the incense represented the merits of the
righteousness of Jesus Christ. And that cannot be replicated. That
cannot be reproduced. The righteousness of Christ is a one of a kind
righteousness.
Yang kedua, kemenyannya juga dari jenis yang sangat
istimewa, artinya kemenyan itu tidak boleh ditiru. Alkitab berkata, siapa pun
yang mencoba untuk meniru atau mengulangi formula yang dipakai untuk membuat
kemenyan itu, harus dibunuh. Tidak main-main. Kalian bisa membacanya di
Keluaran 30:34-38. Nah, kalian berkata, “Mengapa Tuhan memberikan sanksi yang
sedemikian beratnya bagi orang yang mencoba meniru atau mengulangi formula
kemenyan ini?” Alasannya adalah, kemenyan
itu melambangkan jasa-jasa kebenaran Yesus Kristus. Dan itu
tidak bisa diulangi. Itu tidak bisa diciptakan lagi. Kebenaran Kristus adalah
kebenaran yang hanya satu-satunya.
But I want you to notice that the Altar of Incense is connected with
prayers. Notice Psalm 141:2, it says here:
“Let my prayer be set
before You as incense, the lifting up of my hands as the evening sacrifice.” So notice what is
connected with the incense? With the
incense is connected prayer, according to this text. You can also read Revelation 8:3-5 where it
speaks about the prayers of the saints ascending to the Sanctuary through the
incense that is offered on the Altar.
Tetapi saya ingin kalian perhatikan bahwa Mezbah
Ukupan ini berkaitan dengan doa. Perhatikan Mazmur 141:2, dikatakan di sana: “Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti
persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada
waktu petang.” Jadi
perhatikan apa yang berkaitan dengan kemenyan itu? Doa berkaitan dengan
kemenyan, menurut ayat ini. Kalian juga bisa membaca Wahyu 8:3-5 yang berbicara
mengenai doa orang-orang kudus yang naik ke Bait Suci lewat kemenyan yang
dipersembahkan di Mezbah.
Now, I want to read you a statement that we find in the Youth Instructor, April 16, 1903, where we find these very
significant words. “The prayer and praise and confession of
God’s people, ascend as sacrifices to the heavenly sanctuary…” Now listen carefully, “… But they ascend not in spotless purity. Passing through
the corrupt channels of humanity, they are so defiled, that unless purified by
the righteousness of the great High Priest, they are not acceptable by God….” Your prayers if they go to the heavenly sanctuary without
the incense, they would be rejected by God because they are going from simple
human channels. She continues saying, listen carefully, “…Christ gathers into the
censers the prayers, the praise and the sacrifices of His people, and with
these He puts the merits of His spotless righteousness. Then perfumed with the
incense of Christ’s propitiation, our prayers, wholly and entirely acceptable, rise
before God and gracious answers are returned.”
Sekarang, saya ingin kalian membaca pernyataan yang
kita dapati di The Youth Instructor, April
16, 2903, di mana ada kata-kata yang signifikan ini. “Doa dan pujian dan pengakuan dosa umat
Allah, naik sebagai persembahan ke Bait Suci surgawi…” Sekarang dengarkan baik-baik. “…Tetapi semua itu tidak naik dalam kemurnian tanpa cela.
Setelah melewati saluran manusia yang terkontaminasi, semua itu begitu
tercemar, sehingga andaikan tidak dimurnikan oleh kebenaran Imam Besar Agung,
semua itu tidak akan diterima oleh Tuhan…” Seandainya doa kalian itu naik ke Bait Suci surgawi tanpa
kemenyan, itu akan ditolak oleh Tuhan karena doa itu berasal dari saluran
manusia biasa. Ellen White melanjutkan kata-katanya, dengarkan baik-baik, “…Kristus mengumpulkan ke dalam ukupan
itu doa, pujian dan persembahan umatNya, dan kepada ini Dia memasukkan
jasa-jasa dari kebenaranNya yang tidak bercela. Maka, diharumkan oleh kemenyan
pendamaian Kristus, doa kita, kini seluruhnya bisa diterima, naik ke hadapan
Tuhan, dan jawaban penuh karunia pun diberikan.”
And so the Altar of Incense represents prayer intermingled with the
righteousness of Jesus Christ. Now do you know, the Bible tells us that
angels will take our prayers to heaven and the angels bring the answers from
God back to us? So what does it say
about that? Do you remember on the veil that divided the Holy and Most Holy
Place there were what? There were cherubim. We studied this last Sabbath.
Cherubim embroidered on the veil, ascending and descending on the veil. So when
the smoke of the incense went over the veil into the presence ofs God, it represents the fact that the angels actually bore the
prayers to heaven and brought answers back to human beings who pray.
Maka Mezbah
Ukupan melambangkan doa yang bercampur dengan kebenaran Yesus Kristus. Nah, tahukah kalian, Alkitab memberitahu kita
bahwa malaikat-malaikat akan membawa doa-doa kita ke Surga dan
malaikat-malaikat juga akan membawa jawaban dari Tuhan kembali kepada kita?
Jadi apa katanya tentang hal itu? Ingatkah kalian apa yang ada pada tabir/tirai
yang memisahkan Bilik Suci dan Bilik Mahasuci? Ada kerubim. Ini sudah kita
pelajari Sabat yang lalu. Kerubim disulamkan pada tabir itu, sedang naik dan
turun pada tabir itu. Jadi ketika asap kemenyan melampaui tabir masuk ke
hadirat Tuhan, itu melambangkan fakta bahwa malaikat-malaikat sedang membawa
doa-doa itu ke Surga dan membawa jawaban kembali kepada manusia yang berdoa.
Incidentally do you remember the story of the ladder? The misnomered
Jacob’s ladder? It wasn’t Jacob’s ladder
it was the Lord’s ladder, like we speak of Noah’s ark, it wasn’t Noah’s ark, Solomon’s temple, you know really it wasn’t
Solomon’s temple, it was the temple of the Lord, that was built by whom? That
was built by Solomon. And you remember the ladder. The Bible tells us that the
ladder represents Jesus Christ. The top of the ladder represents His divinity, or
His deity. The bottom of the ladder represents His humanity. But ascending and descending upon the ladder what was
that? Angels were ascending and descending upon the Son of Man. In other words,
the Holy
Spirit works through the ministration of the angels. When we pray, the angels take our pleas to
Jesus in the Sanctuary to present it before His Father. And then Jesus pleads
with His Father and His Father gives us answers back through the ministration
of the angels. In other words the angels are very, very important in the
economy of salvation.
Omong-omong, ingatkah kalian tentang cerita anak
tangga? Anak tangga yang disalahnamakan “Anak Tangga Yakub”? Itu bukan
anak tangga Yakub, itu anak tangga Tuhan; sebagaimana kita menyebut Bahtera
Nuh, itu juga bukan bahtera Nuh; atau Bait Suci Salomo, kita tahu itu bukan
Bait Suci Salomo, itu Bait Suci Tuhan yang dibangun oleh siapa? Yang dibangun
oleh Salomo. Dan kalian ingat anak tangga ini. Alkitab memberitahu kita bahwa
anak tangga itu melambangkan Yesus Kristus. Bagian atas anak tangga itu
melambangkan keilahianNya atau keallahanNya. Bagian bawah anak tangga itu
melambangkan kemanusiaanNya. Tetapi apa yang naik dan turun pada anak tangga
itu? Malaikat-malaikat sedang menaiki dan menuruni Anak Manusia. Dengan kata
lain, Roh Kudus bekerja melalui
pelayanan para malaikat. Pada waktu kita berdoa, malaikat-malaikat membawa
permohonan kita ke Yesus di Bait Suci untuk dipersembahkan di hadapan Bapa.
Lalu Yesus akan memohon kepada BapaNya dan BapaNya memberi kita jawaban lewat
pelayanan para malaikat. Dengan kata lain, malaikat-malaikat adalah amat sangat
penting dalam sistem distribusi keselamatan.
Now, let
me read you just one more passage as we draw this to a close. About the Altar
of Incense. Luke 1:8-10, this is a very important passage, because it gives us
the symbol and what the symbol represents. Notice Luke 1:8-10, it says here: “ So
it was, that while he…” that is Zechariah father of John the Baptist, “…while
he was serving as priest before God in the order of his division, according to the custom of
the priesthood, his lot fell to…” do what?
“…to burn incense when he went into the temple
of the Lord. And the whole multitude of the people
was…” what? “…praying outside at the hour of
incense.” Isn’t that interesting? You have the symbol and
what the symbol meant. Because you have Zechariah offering what?
Incense. But what were the other people doing outside while the incense was
ascending? The people were doing what? Praying. So in other words, the Altar
of incense represents our praises and our thankfulness and our petitions, and
our praises to God, for how wonderful He is to us.
Nah, izinkan saya membacakan satu teks lagi untuk mengakhiri
pelajaran ini. Mengenai Mezbah Ukupan. Lukas 1:8-10, ini adalah teks yang sangat
penting karena ini menunjukkan simbolnya, dan simbol itu melambangkan apa.
Perhatikan Lukas 1:8-10, dikatakan di sini, “Pada suatu kali, sewaktu dia…” yaitu
Zakharia, ayah Yohanes Pembaptis, “…sedang melayani sebagai imam di hadapan Tuhan menurut giliran
kelompoknya, sebagaimana lazimnya, setelah
diundi dialah yang mendapat bagian untuk...” untuk
melakukan apa? “…membakar
kemenyan pada waktu dia masuk ke Bait Suci. Sementara itu seluruh umat sedang…” berbuat apa? “…berdoa di luar pada jam pembakaran ukupan.”[NKJV yang diindonesiakan].
Apa ini tidak menarik? Di sini disebutkan simbolnya dan apa
arti simbol itu. Karena di sini Zakharia sedang mempersembahkan apa? Kemenyan.
Tetapi apa yang sedang dilakukan orang-orang di luar sementara asap kemenyan
itu naik ke atas? Umat sedang berbuat apa?
Berdoa. Jadi dengan kata lain, Mezbah
Ukupan melambangkan pujian kita, dan ucapan syukur kita, dan permohonan kita,
dan pujian kita kepada Tuhan, karena begitu baiknya Dia kepada
kita.
Steps to Christ page 91, ah excuse me, 93. We find this very
significant statement: “Prayer is the opening of the heart to God as to a friend…” Some people say, “How do I pray?” Well, how do
you talk to your friends? That’s how you should pray. “Prayer
is the opening of the heart to God as to a friend. Not that it is necessary in
order to make known to God what we are, but in order to enable us to receive
Him. Prayer does not bring God down to us, but brings us up to Him.” You are all very well acquainted with that very
short verse in 1 Thessalonians 5:17 when the apostle Paul say, “Pray without ceasing.”
Steps to Christ, hal 91, ah maafkan
saya, hal 93. Kita menemukan pernyataan yang sangat berarti: “Doa adalah curhat kepada Tuhan sebagaimana
kepada seorang sahabat…” Ada orang berkata,
“Gimana saya harus berdoa?” Yah, gimana kamu berbicara kepada teman-temanmu?
Begitulah caranya kita berdoa. “Doa adalah curhat kepada Tuhan sebagaimana kepada seorang
sahabat. Bukan karena perlu memberitahu Tuhan bagaimana kita, tetapi supaya
membuat kita layak menerimaNya. Doa tidak membawa Tuhan turun kepada kita,
tetapi membawa kita naik kepadaNya.” Kalian tentunya sangat
kenal dengan ayat pendek di 1 Tessalonika 5:17 ketika rasul Paulus
berkata, “Berdoalah tanpa henti.”[NKJV yang diindonesiakan].
So my
question is this: What is the secret of a holy, balanced spiritual life? It is
being in the Holy Place with Jesus Christ:
1.
Receiving the oil of His Holy Spirit to give His light to the
world.
2.
Assimilating Jesus Christ as our life through a study of His
holy Word.
3.
Raising on a regular basis our prayers to God, with our
praises, our thanks, our penitence, and our requests.
And when
we have these three ingredients in perfect balance, not one predominating over
the other, we have a balanced spiritual life and we are in the Holy Place with
Jesus Christ, our Savior and our Lord.
Jadi pertanyaan saya adalah ini: Apa rahasianya
suatu kehidupan rohani yang kudus dan seimbang? Rahasianya adalah berada di
Bilik Suci bersama Yesus Kristus:
1.
Menerima minyak dari Roh KudusNya untuk membagikan
terangNya kepada dunia.
2.
Menerima Yesus Kristus sebagai kehidupan kita
melalui pembelajaran FirmanNya yang kudus.
3.
Secara teratur memanjatkan doa kita kepada Tuhan,
bersama pujian, ucapan syukur, penyesalan dan permohonan kita.
Dan bilamana ketiga unsur ini berada dalam
keseimbangan yang sempurna, yang satu tidak mendominasi yang lain, kita akan
memiliki kehidupan rohani yang seimbang, dan kita berada di Bilik Suci bersama
Yesus Kristus, Juruselamat dan Tuhan kita.
X
X
No comments:
Post a Comment