Wednesday, January 27, 2016

EPISODE 8 ~ HIS WAY IS IN THE SANCTUARY ~ STEPHEN BOHR

HIS WAY IS IN THE SANCTUARY
Part 8/32 - Stephen Bohr
THE TRIANGLE OF SANCTIFICATION


Dibuka dengan doa.


Today we are going to talk about the triangle of sanctification, or in other words, the three ways in which God  develops in us a holy life. Now we need to understand that Jesus at this moment is in the heavenly Sanctuary, in the Holy Place of the heavenly Sanctuary and He is pouring out the benefits of His atonement or of His work on earth. You remember that Jesus first of all lived the life that we should live, and then Jesus died the death that we should all die. And then at the Laver, Jesus resurrected from the dead, and then He entered into the Holy Place of the Sanctuary, to credit His life and His death to those individuals who come to Him, having confessed their sin, and repented of sin, and trusted in the merits of Jesus Christ.
But this is just the beginning of the Christian life.

Hari ini kita akan berbicara mengenai segitiga pengudusan, atau dengan kata lain, tiga cara Tuhan membuat kita memiliki kehidupan yang kudus. Sekarang kita perlu memahami bahwa pada saat ini (pada tahap yang sedang dibahas pelajaran ini), Yesus berada di Bait Suci Surgawi, di dalam Bilik Suci (Tempat Kudus) Bait Suci Surgawi, dan Dia sedang mencurahkan manfaat penebusanNya atau pekerjaanNya di dunia. Kalian ingat bahwa pertama Yesus menjalani kehidupan yang seharusnya kita jalani, lalu Yesus menjalani kematian yang seharusnya kita semua jalani. Kemudian di Bejana Pembasuh, Yesus bangkit dari kematian, lalu dia masuk ke Bilik Suci dari Bait Suci Surgawi untuk memperhitungkan hidupNya dan kematianNya kepada manusia yang datang kepadaNya, yang telah mengakui dosa-dosa mereka, dan bertobat dari dosa, dan bersandar pada jasa Yesus Kristus.
Tetapi ini baru permulaan dari kehidupan Kristiani.


You know, repenting of sin and confessing sin, and trusting in the merits of Jesus, and being baptized are very important. But these are things that take place at the beginning of our Christian life. But then, after we have accepted Jesus Christ, as our Savior and as our Lord, we need to grow into Jesus Christ. We need to come to reflect His holy character.

Kalian tahu, menyesali dosa dan mengakui dosa, dan bersandar pada jasa-jasa Yesus, dan dibaptiskan, semuanya penting. Tetapi hal-hal ini terjadi pada awal hidup Kristiani kita. Tetapi setelah itu, setelah kita menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan kita, kita harus bertumbuh di dalam Yesus Kristus. Kita perlu mencerminkan tabiatNya yang suci.


And this morning we are going to study the three ingredients of a holy walk with Jesus Christ. And those three ingredients are found in the Holy Place of the heavenly Sanctuary. Now, you find an illustration here of the Sanctuary in its proper order on the platform. We don’t have the Camp, we didn’t have enough panels to go there, but there should be one with the Camp, and then of course there is the Altar of Sacrifice, then there is the Laver, and then as you go into the Holy Place of the Sanctuary, you have three pieces of furniture.

Dan pagi ini kita akan belajar tentang ketiga unsur untuk berjalan dalan kekudusan  bersama Yesus Kristus. Dan ketiga unsur ini ditemukan di dalam Bilik Suci dari Bait Suci Surgawi. Sekarang, di atas panggung ini, kalian akan melihat ilustrasi Bait Suci menurut urutannya. Gambar Perkemahannya tidak ada, karena kami tidak punya cukup panel untuk itu, tetapi seharusnya ada satu gambar Perkemahan, lalu tentu saja ada Mezbah Kurban, lalu ada Bejana Pembasuh, dan pada saat kita masuk ke Bilik Suci dari Bait Suci, di sana ada 3 potong perabotan.


Now, the entrance to the Sanctuary was on the East, which means that as you go through the door, into the Holy Place, you are moving from West to East. And as you look towards your left hand side, in the Holy Place of the Sanctuary, that would be South, you see the 7 branch candlestick, that you have here, illustrated on the platform. And then as you go in through the eastern door into the Holy Place into the tent, on your right hand side, which would be North, you see the table of the showbread, 12 loaves of bread, in 2 stacks of 6, on a table overlaid with gold. And then immediately infront of you, which would be West, you see the Altar of Incense, the golden Altar of Incense where incense was burnt morning and evening, perpetually and continually, in the Sanctuary.

Nah, pintu masuk ke Bait Suci ada di sebelah Timur, artinya pada waktu kita memasuki   Bilik Suci, kita bergerak dari arah Barat ke Timur. Dan pada saat kita memandang ke sebelah kiri kita, di dalam Bilik Suci dari Bait Suci, yang adalah sebelah Selatan, kita akan melihat 7 Kaki Dian, yang gambarnya ada di sini, di atas panggung. Lalu pada waktu kita melewati pintu Timur masuk ke Bilik Suci ke dalam tenda, di sebelah kanan kita, yaitu Utara, kita akan melihat Meja Roti Sajian, 12 potong roti, dalam 2 tumpukan masing-masing terdiri atas 6 potong di atas meja yang berlapis emas. Lalu persis di depan kita, yaitu sebelah Barat, kita akan melihat Mezbah Ukupan, mezbah emas di mana dupa dibakar pagi dan sore, terus-menerus dan tidak berkeputusan di dalam Bait Suci.


Now these three pieces of furniture, actually illustrate the secret of a balanced, sanctified and holy life, a life similar to the life of Jesus Christ.
We are going to find in our study this morning that the 7 branch candlestick represents witnessing to others under the power of the Holy Spirit, because the candlestick had oil, and we are going to find that oil represents the Holy Spirit, and then the candlestick gives light. So in other words, the 7 branch candlestick represents witnessing for Jesus Christ, under the power of the Holy Spirit.

Nah, ketiga potong perabotan sesungguhnya menggambarkan rahasia dari suatu kehidupan suci yang seimbang, yang dikuduskan, suatu kehidupan yang mirip dengan kehidupan Yesus Kristus.
Kita akan mendapatkan dalam pelajaran kita pagi ini bahwa ketujuh Kaki Dian mewakili bersaksi kepada orang lain di bawah kuasa Roh Kudus, karena Kaki Dian itu berisi minyak, dan kita akan mendapatkan bahwa minyak mewakili Roh Kudus, kemudian Kaki Dian itu memancarkan cahaya. Jadi dengan kata lain, ketujuh Kaki Dian mewakili bersaksi untuk Yesus Kristus di bawah kuasa Roh Kudus.


The Table of The Showbread represents assimilating the life of Jesus Christ through the study of His holy Word, because bread represents the Word of God. In other words, it means nourishing ourselves spiritually on Jesus Christ, through a study of His holy Word. In other words, The Table of Showbread represents the study of Scripture and the assimilating of the life of Christ through a study of the Bible.

Meja Roti Sajian melambangkan pengasimilasian dengan kehidupan Yesus Kristus melalui mempelajari FirmanNya yang kudus, karena roti melambangkan Firman Tuhan. Dengan kata lain, itu artinya memberi nutrisi diri sendiri secara rohani dengan Yesus Kristus, lewat mempelajari FirmanNya yang kudus. Dengan kata lain, Meja Roti Sajian mewakili mempelajari Firman Tuhan dan mengasimilasikan kehidupan Kristus dengan mempelajari Alkitab.


And then we are going to find that the Altar of Incense represents prayer. It represents coming to Jesus to offer Him our praise, offer Him our thanks, offer Him our requests, and also our penitence because of our sins. So the Altar of Incense represents prayer.

Kemudian kita akan mendapati bahwa Mezbah Ukupan mewakili doa. Itu melambangkan kita datang ke Yesus dan mempersembahkan pujian kita kepadaNya, ucapan syukur kita kepadaNya, permohonan kita kepadaNya, dan juga pertobatan kita karena dosa-dosa kita. Jadi Mezbah Ukupan melambangkan doa.


So, actually we have here a triangle. You see, in Bible study God speaks to us. In prayer we speak to God. And in witnessing, we speak to others about God. And so these three pieces of furniture show us how we speak with God, how God speaks with us, and the importance of  speaking to other people about our experience  with Jesus Christ.

Jadi sebenarnya di sini ada sebuah segitiga. Kalian lihat, dengan mempelajari Alkitab, Tuhan berbicara kepada kita. Dalam doa, kita yang berbicara kepada Tuhan. Dan dengan bersaksi kita berbicara kepada orang lain tentang Tuhan. Maka ketiga potong perabotan itu menunjukkan kepada kita bagaimana kita berbicara dengan Tuhan, bagaimana Tuhan berbicara dengan kita, dan pentingnya berbicara kepada orang lain mengenai pengalaman kita bersama Yesus Kristus.


Now, first of all we want to study about the 7 branch candlestick that was found on the South side of the Holy Place of the Sanctuary. First of all I want to tell you a few things about the golden candlestick. It had 7 branches, 7 representing totality or completeness. It was made of solid gold and it weighed 1 talent which is the equivalent to 120 lbs. Now at US$1,400/oz which is ballpark  these days, that would be US$2,688,000 just for the golden candlestick that was in the Holy Place of the Sanctuary. The Bible tells us that the wicks of these candlesticks were trimmed everyday by the High Priest, and the High Priest always made sure that there was sufficient oil for these candlesticks to continue burning. In other words, the 7 branch candlestick never burned out. It was continually, perpetually, giving its light, which by the way, was the only source of light for the Hebrew Sanctuary.

Nah, pertama-tama kita akan belajar mengenai ketujuh Kaki Dian yang ditemukan di sebelah Selatan Bilik Suci dari Bait Suci. Pertama-tama saya mau memberitahu kalian beberapa hal mengenai Kaki Dian emas ini. Cabangnya ada 7, angka 7 melambangkan totalitas atau keseluruhan. Dia terbuat dari emas padat, dan beratnya 1 talen, yang merupakan ekuivalen 120 lbs [sekitar 54.4 kg]. Nah, jika sekarang harganya adalah US$1,400/oz (estimasi kasar) berarti nilainya sekitar US$2,688,000 hanya untuk Kaki Dian emas yang ada di dalam Bilik Suci dari Bait Suci. Alkitab memberitahu kita bahwa sumbu-sumbu apinya harus dipangkas setiap hari oleh Imam Besar, dan Imam Besar juga harus selalu memastikan bahwa ada cukup minyak untuk lampu-lampu itu agar terus menyala. Dengan kata lain, ketujuh Kaki Dian tidak pernah padam. Dia selalu, terus menerus memancarkan sinarnya, yang adalah satu-satunya sumber penerangan untuk Bait Suci Yahudi itu.

Now, the oil of these lamps represents the Holy Spirit. Let’s turn to your Bible to Zechariah 4:6. This is the next to last book of your Old Testament.  It says here, after referring to the candlesticks in the previous verses,  “ So he answered and said to me: “This is the word of the Lord to Zerubbabel: ‘Not by might nor by power, but by My Spirit,’ Says the Lord of hosts.” So we find the oil as a symbol of the Holy Spirit and  of course the 7 branches represent that the Holy Spirit gives complete or total light. Now what does this candlestick really represent?  We know the oil represents the Holy Spirit, but what does the candlestick itself represent?  In order to understand that, we must go to the Book of Revelation. So go with me to Revelation chapter 1, and I want you to notice that in Revelation 1 we have 7 churches that are mentioned, 7 churches of Asia Minor.

Nah, minyak lampu-lampu itu melambangkan Roh Kudus. Marilah membuka Alkitab kita ke Zakharia 4:6. Ini adalah satu buku sebelum yang terakhir dari Perjanjian Lama. Dikatakan di sana setelah berbicara mengenai Kaki Dian di ayat-ayat sebelumnya, Maka ia menjawab dan berkata kepadaku: Inilah firman TUHAN kepada Zerubabel bunyinya:  Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam. [NKJV yang diindonesiakan] Maka kita dapati minyak sebagai simbol dari Roh Kudus dan tentu saja ketujuh cabangnya melambangkan Roh Kudus yang memberikan terang sempurna atau terang yang menyeluruh. Sekarang, sesungguhnya Kaki Dian itu sendiri  melambangkan apa?  Kita sudah tahu bahwa minyaknya melambangkan Roh Kudus, tetapi Kaki Dian itu sendiri melambangkan apa? Untuk bisa memahaminya, kita harus ke Kitab Wahyu. Jadi marilah kita ke Wahyu pasal 1, dan saya mau kalian perhatikan di Wahyu pasal 1 ada 7 gereja yang disebutkan, 7 sidang di Asia Kecil.


Revelation 1:10-11, here it says, and John is speaking:  “I was in the Spirit on the Lord’s Day, and I heard behind me a loud voice, as of a trumpet,  saying, ‘I am the Alpha and the Omega, the First and the Last,’ and, ‘What you see, write in a book and send it…”  now notice, “…send it to the seven churches which are in Asia: to Ephesus, to Smyrna, to Pergamos, to Thyatira, to Sardis, to Philadelphia, and to Laodicea.’”  So we have in Asia Minor, 7 churches.

Wahyu 1:10-11, dikatakan di sini, dan yang berbicara adalah Yohanes, Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala,  katanya: ‘Aku adalah Alpha dan Omega, yang Awal dan yang Akhir’ dan ‘Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah…”  sekarang perhatikan, “…kirimkanlah kepada ketujuh jemaat yang ada di Asia:  ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia.’" [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi ada 7 sidang di Asia Kecil.

Now, I want you to notice that also in this vision that John received in Revelation chapter 1, there are 7 candlesticks.  7 churches we just read their names, but there are also 7 candlesticks. Notice Revelation 1:12, it says:  Then I turned to see the voice that spoke with me. And having turned I saw…” what? “…I saw seven golden lampstands.”  And so you have 7 churches mentioned by name, and you have 7 golden lampstands. Now the question is, what do the 7 golden lampstands stand for? What do they represent? 

Sekarang, saya mau kalian perhatikan di dalam penglihatan yang diterima Yohanes di Wahyu pasal 1 ini ada 7 Kaki Dian. 7 sidang baru kita baca namanya, tetapi di sana juga ada 7 Kaki Dian. Perhatikan Wahyu 1:12, dikatakan:  Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku…”  apa? “…tampaklah kepadaku tujuh Kaki Dian dari emas.” Jadi ada 7 sidang yang disebutkan namanya, dan ada 7 Kaki Dian. Sekarang pertanyaannya adalah, apakah yang dilambangkan oleh ketujuh Kaki Dian emas itu? Mereka melambangkan apa?


We don’t have to guess, because in Revelation 1:20 we find an explanation of what is represented by the 7 candlesticks. It says here in Revelation 1:20: …The seven stars are the angels of the seven churches, and the seven lampstands which you saw are…”  what?  “…are the seven churches.”  So what do the 7 lampstands stand for?  They stand for the 7 churches. They are illustrations of the 7 churches. So in other words, the 7 lampstands represent God’s church, these 7 churches in Asia Minor.

Kita tidak usah menebak, karena di Wahyu 1:20 kita temukan penjelasan tentang apa yang dilambangkan oleh ke-7 Kaki Dian. Dikatakan di Wahyu 1:20 …ketujuh bintang itu ialah malaikat ketujuh jemaat dan ketujuh Kaki Dian yang kamu lihat itu ialah…”  apa?  “…ketujuh jemaat.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi ketujuh Kaki Dian itu melambangkan apa? Mereka melambangkan ke-7 sidang. Mereka adalah gambaran dari ke-7 sidang. Jadi dengan kata lain, ketujuh Kaki Dian melambangkan gereja Tuhan, yaitu ketujuh sidang ini di Asia Kecil.


Now, we come up with a very important question. There were many other churches in Europe and in Asia Minor at this time. John is writing at around 95 AD, this is  long after Jesus resurrected and went to Heaven. For example, just in Asia we have churches like Troyas, Easos, Myliters, Colosse, Hierapolis, Magnesia among others, and there are many churches also in Europe. So why these specific 7 churches chosen in Asia Minor? In one of the sheets that you received this morning, you see the reason why. If you take Patmos as the base of the candlestick, you’ll notice that the candlestick would project the shadow into Asia Minor, having the churches in the exact order in which they appear in the Book of Revelation. That is not a coincidence. In other words the 7 churches form a candelabrum. That’s the reason why these 7 churches were chosen specifically because they form a candelabrum and of course the candelabrum represents the 7 churches.

Sekarang ada pertanyaan yang sangat penting. Ada banyak gereja lain di Eropa dan di Asia Kecil pada waktu itu. Yohanes menulis sekitar tahun 95 AD, ini lama setelah Yesus bangkit dan kembali ke Surga. Misalnya, di Asia Kecil saja ada gereja-gereja di antaranya seperti Troya, Easos, Miletia, Kolose, Hierapolis, Magnesia, dan juga di Eropa ada banyak gereja. Jadi mengaja harus ketujuh gereja ini yang dipilih di Asia Kecil? Di salah satu kertas yang kalian terima pagi ini, kalian bisa melihat alasannya mengapa. Jika kita ambil Patmos sebagai dasar Kaki Dian, kalian bisa melihat bahwa Kaki Dian itu akan memproyeksikan bayangannya ke Asia Kecil, yang jatuh pada gereja-gereja tersebut sesuai susunannya sebagaimana yang tertulis di kitab Wahyu. Ini bukan suatu kebetulan. Dengan kata lain, ketujuh sidang itu membentuk sebuah kandil. Itulah mengapa ketujuh sidang ini yang dipilih secara khusus karena mereka membentuk sebuah kandil, dan tentu saja kandil itu melambangkan ketujuh sidang.


Of course, the question still remains why were these 7 chosen over and above the fact that you have a candelabrum form by the location of the churches. Why were 7 specifically chosen? Well, allow me to read you first of all a statement from the book Acts of the Apostles, this is a book by Ellen White where she comments about the Bible book Acts of the Apostles page 585 where she explains why 7 churches were chosen. This is what she says:  “The names of the 7 churches are symbolic of the church in different periods of the Christian Era…” So the names are what? Symbolic of different periods of church of the Christian Era. She continues saying, “…The number 7 indicates completeness and is symbolic of the fact, that the messages extend to the end of time, while the symbols used reveal the condition of the church at different periods in the history of the world.”  So, you notice that she says, that the 7 churches represent 7 periods. 7 represents totality. In other words the 7 churches represent the totality of the history of the Christian church from apostolic times till the end of time.

Tentu saja, pertanyaannya belum terjawab, mengapa ketujuh sidang ini yang dipilih selain alasan bahwa lokasi mereka membentuk sebuah kandil. Mengapa yang dipilih khususnya 7? Nah, izinkan saya membacakan pertama pernyataan dari buku Acts of the Apostles, hal 585. Ini adalah tulisan Ellen White di mana dia mengomentari tentang kitab Kisah Para Rasul di Alkitab. Di sini dia menjelaskan mengapa 7 sidang yang dipilih. Inilah katanya:  “Nama-nama dari ketujuh sidang merupakan simbol dari gereja pada periode-periode yang berbeda selama era Kristen…” Jadi nama-nama itu apa? Simbol dari periode-periode berbeda selama era Kristen. Ellen melanjutkan kata-katanya,  “…Angka 7 melambangkan keseluruhan dan adalah simbol dari fakta bahwa pesan itu berlaku terus hingga akhir masa, sementara simbol yang dipakai mengungkapkan kondisi dari gereja pada periode yang berbeda selama sejarah dunia.” Jadi, kalian perhatikan, dia berkata bahwa ke tujuh sidang mewakili 7 periode. 7 melambangkan keseluruhan. Dengan kata lain ke 7 sidang mewakili keseluruhan sejarah gereja Kristen dari zaman apostolik hingga akhir masa. 

Now, I am going to read you a statement, I normally wouldn’t read you a statement from this author, but I will read this statement because he agrees with Ellen White, Hal Lindsey. I disagree with almost everything else that he ever wrote, but he is right on this point. I wanted to read this, because you might say  “Well, that’s what Ellen White says.” Actually, most conservative scholars believe that the 7 churches represent the 7 periods of church history. Most, not only Adventists but also non-Adventists.

Sekarang saya akan membacakan suatu pernyataan. Biasanya saya tidak akan membacakan pernyataan dari penulis ini, tetapi sekarang saya akan membacakan pernyataannya karena tulisannya sejalan dengan Ellen White, yaitu Hal Lindsey. Saya tidak sepaham dengan hampir semua yang pernah dia tulis, tetapi mengenai poin ini dia benar. Saya mau membacakan ini, karena mungkin kalian akan berkata, “Ah, itu kan kata Ellen White.” Sebenarnya kebanyakan pelajar Alkitab yang konservatif meyakini bahwa ke-7 sidang mewakili ke-7 periode sejarah gereja. Kebanyakan, bukan hanya golongan Advent saja, tetapi juga golongan non-Advent.


Notice what he had to say, this is in his book “Vanished into Thin Air” page 276. He says, “I believe, along with many scholars, that these 7 letters were not only written to 7 literal churches with real problems, but also that they have a prophetic application to church history… I believe that these 7 churches [though there was many more in Asia Minor] were selected and arranged by our omniscient Lord because they had problems and characteristics that would prophesy 7 stages of history through which the church Universal would pass.”
So, very clearly:
·       7 were chosen because it represents totality.
·       These 7 churches were chosen because they represent the totality of the Christian church.
·       And the reason why you have these 7 specific churches in Asia Minor is because they form a candelabrum and the candelabrum represents the 7 churches.

Perhatikan apa yang dikatakannya dalam bukunya “Vanishes into thin air”,  hal 276. Dia berkata, “Saya yakin, bersama-sama dengan pelajar-pelajar Alkitab lainnya, bahwa ke tujuh surat bukan saja ditulis untuk ke-7 sidang literal dengan masalah yang literal, tetapi surat-surat itu juga adalah nubuatan untuk diaplikasikan kepada sejarah gereja… Saya yakin bahwa ketujuh sidang ini [walaupun ada banyak yang lain di Asia Kecil] dipilih dan diatur oleh Allah kita yang Mahatahu karena mereka memiliki masalah dan karakteristik yang menubuatkan ke-7 tahap sejarah yang akan dilewati oleh gereja Universal.”
Jadi jelas sekali:
·       7 dipilih karena itu melambangkan keseluruhan.
·       Ke-7 sidang ini dipilih karena mereka mewakili keseluruhan gereja Kristen.
·       Dan alasan mengapa khusus ke 7 sidang ini di Asia Kecil yang dipilih adalah karena mereka membentuk sebuah kandil, dan kandil itu mewakili ke-7 sidang. 


Now, let’s put all of the symbols together.
The candelabrum represents what?  The church, all throughout the course of history. Now what is needed in order for the candelabrum to give light? You have to have oil in the candelabrum to give light. Let me ask you, what must the church need in all of the stages of its history in order to shed light? It needs the presence of what? It needs the presence of God’s Holy Spirit in order to give light to the world in all stages of church history.

Sekarang, mari kita susun semua simbol itu menjadi satu.
Kandil itu melambangkan apa? Gereja, pada semua periodenya dalam sejarah.
Sekarang apa yang dibutuhkan agar kandil itu bisa memberikan sinarnya? Harus ada minyak di dalam kandil itu agar bisa bercahaya.
Coba saya tanya, apa yang dibutuhkan gereja dalam semua tahap sejarahnya agar bisa memancarkan terang? Dia membutuhkan apa? Dia membutuhkan kehadiran Roh Kudus Tuhan agar bisa memberikan terang kepada dunia dalam semua tahap sejarah gereja.


Now, let’s notice how the Bible portrays Jesus in this picture. Go with me to Revelation 1:13. You see, the oil is not in the lamps automatically, in other words just by some type of strange osmosis the oil is there. No. The High Priest had to be in the Holy Place and he had to be continually filling the lamps with oil. Notice Revelation 1:13, it says,     and in the midst of the seven lampstands…” and what do the 7 lampstands represent? The 7 churches. And the 7 churches represent what?  The history of the church, when? All throughout, the history of the church from apostolic times till the end of time.  “…And in the midst of the seven lampstands One like the Son of Man, clothed with a garment down to the feet and girded about the chest with a golden band.”  Now, that’s an interesting description. He has ~ according to this ~ a garment down to His feet and He has also, across His chest a golden band. Now if you go back to Exodus 28:4, I am not going to read that text but you might want to write it down, Exodus 28:4 tells us that these were the garments of a high priest. In other words, Jesus is walking among the 7 candlesticks as the High Priest.  Now where did the High Priest go according to our study in our last lecture, where did He go?  He went to the Most Holy Place, right?  No, no, no. He went into the what?  He went into the Holy Place to intercede for His people. But now we notice that He went in for another reason.

Sekarang, mari kita perhatikan bagaimana Alkitab menggambarkan Yesus di dalam ilustrasi ini. Mari bersama saya ke Wahyu 1:13. Kalian lihat, minyak itu tidak secara automatis bisa berada di dalam lampu-lampu itu, dengan kata lain bukan lewat suatu osmosis yang ajaib lalu minyak itu bisa berada di sana. Tidak. Imam Besar harus berada di Bilik Suci, dan dia harus mengisi lampu-lampu itu dengan minyak secara terus-menerus. Perhatikan Wahyu 1:13, dikatakan  “Dan di tengah-tengah Kaki Dian itu…”  dan apa yang dilambangkan oleh ketujuh Kaki Dian itu? Ketujuh sidang. Dan ketujuh sidang melambangkan apa? Sejarah gereja. Kapan? Sepanjang sejarah gereja mulai dari zaman apostolik hingga akhir masa. Dan di tengah-tengah Kaki Dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas.” Sekarang, ini adalah deskripsi yang menarik. Menurut ayat ini, Dia mengenakan jubah panjang sampai kaki dan Dia juga mengenakan ikat pinggang emas di dadaNya. Sekarang jika kita kembali ke Keluaran 28:4, saya tidak akan membacakan ayat itu, tetapi mungkin kalian ingin mencatatnya. Keluaran 28:4 memberitahu kita bahwa ini adalah pakaian seorang Imam Besar. Dengan kata lain, Yesus sedang berjalan di antara ketujuh Kaki Dian sebagai Imam Besar.
Sekarang, ke mana Imam Besar ini pergi menurut pelajaran kita yang lalu? Ke mana dia pergi? Dia masuk ke Bilik Mahasuci, benar?  Tidak, tidak, tidak. Dia masuk ke mana? Dia masuk ke Bilik Suci untuk menjadi perantara bagi umatNya. Tetapi sekarang kita lihat bahwa Dia ke sana juga demi alasan yang lain.


You see, the High Priest is Jesus Christ, and Jesus walks among the 7 candlesticks. Why does Jesus walk among the 7 candlesticks? Because He wants to make sure that the candlesticks have sufficient oil so that they can give light. In fact, let’s notice that, let’s go back to the book of Leviticus  24:1-4 to see what the role of the High Priest was in the Holy Place of the Sanctuary. At least one of his roles in the Holy Place of the Sanctuary. Leviticus 24:1-4. Let me ask you, what was Aaron? What was the function of Aaron?  Aaron was the high priest and this passage is talking about Aaron. Notice what it says there, Leviticus 24:1, “Then the Lord spoke to Moses, saying: ‘Command the children of Israel that they bring to you pure oil of pressed olives for the light, to make the lamps…” what?   “…burn continually…”
So they were to bring oil to make the lamps burn continually and never go out. It continues saying, now notice where this takes place, where Aaron is performing this particular task. It says,   “…Outside the…”  what?  “…the veil of the Testimony…”  in other words, outside the veil that divided the Holy from the Most Holy Place. This is taking place in what apartment?  It’s taking place in the Holy Place of the Sanctuary, because that’s where the candlestick is.  So it says in verse 3,  “…Outside the veil of the Testimony in the tabernacle of meeting…”  now notice, “…Aaron shall be in charge of it from evening until morning before the Lord…”   how?  “…continually; it shall be a statute forever in your generations.  He shall be in charge of the…”  what?  “…of the lamps on the pure gold lampstand before the Lord continually.”
Kalian lihat, Imam Besar adalah Yesus Kristus, dan Yesus berjalan di antara ke-7 Kaki Dian. Mengapa Yesus berjalan di antara ke-7 Kaki Dian? Karena Dia mau memastikan bahwa kaki-Kaki Dian ini punya cukup minyak agar mereka bisa memancarkan terang. Malah, coba kita perhatikan, mari kita kembali ke kitab Imamat 24:1-4 untuk melihat apa peranan Imam Besar di Bilik Suci dari Bait Suci, paling tidak, salah satu peranannya dalam Bilik Suci dari Bait Suci. Imamat 24:1-4. Coba saya tanya, apa jabatan Harun? Apa fungsi Harun? Harun adalah imam besar dan teks ini berbicara mengenai Harun. Perhatikan apa yang dikatakan di sana. Imamat 24:1,  “TUHAN berfirman kepada Musa:  ‘Perintahkanlah kepada orang Israel, supaya mereka membawa kepadamu minyak zaitun tumbuk yang tulen untuk lampu, supaya lampu…” apa? “…dapat dipasang dan tetap menyala.’
Jadi mereka harus membawa minyak agar lampu-lampu itu bisa menyala terus-menerus dan tidak pernah padam. Dikatakan lebih lanjut, sekarang perhatikan di mana ini terjadi, di mana Harus menjalankan tugasnya yang khas ini. Dikatakan, Di sebelah luar …” apa? “…tabir Tabut Kesaksian…” dengan kata lain, di depan tabir yang memisahkan antara Bilik Suci dan Bilik Mahasuci. Ini terjadi di bilik yang mana? Ini terjadi di Bilik Suci dari Bait Suci, karena di sanalah Kaki Dian itu. Maka dikatakan di ayat 3,  Di sebelah luar tabir Tabut Kesaksian, di dalam Kemah Pertemuan…” sekarang perhatikan,  …Harun yang bertanggung jawab atasnya dari petang sampai pagi, di hadapan TUHAN…” bagaimana? “…terus-menerus; ini harus menjadi ketetapan selamanya bagimu turun-temurun. Dialah yang bertanggung jawab terus-menerus atas…” apa?   “…atas lampu yang berada di kandil emas murni yang ada di hadapan Tuhan.” [NKJV yang diindonesiakan].

What was the role of Aaron the high priest in walking among the candlesticks?  It was to make sure that the candlesticks always had oil and the wicks were trimmed so that the candlesticks never ceased giving what? Never ceased giving its light. It was to perpetually give its light.

Apa peranan Harun Imam Besar dengan berjalan di antara Kaki Dian? Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa Kaki Dian itu selalu ada minyaknya dan sumbunya terawat sehingga kaki-Kaki Dian itu tidak pernah berhenti apa? Tidak pernah berhenti memancarkan sinar. Kaki Dian itu harus selalu selamanya memancarkan sinar.


Now, let me ask you this question. Were there a period in church history where the light flickered and it looked like it was going to go out?  Have any of you ever heard of the Dark Ages? Why do you suppose they call it the Dark Ages, because there was a scarcity of what?  There’s a scarcity of light. But listen up, even though this period was dark, it was not totally dark. The light of the church never went out. Because Jesus was walking throughout the history of the Christian church, illustrated by the fact that He’s walking among the 7 candlesticks. He was always walking in the midst of the history of the church to make sure that the light of church never went out.

Sekarang, coba saya tanya. Apakah pernah ada masanya di dalam sejarah gereja ketika terang itu meredup dan tampaknya seolah-olah akan mati? Apakah ada dari kalian yang pernah mendengar tentang Zaman Kegelapan? Mengapa kira-kira waktu itu disebut Zaman Kegelapan? Karena ada kekurangan apa? Ada kekurangan terang. Tetapi dengarkan, walaupun periode itu gelap, tetapi tidak pernah gelap total. Terang gereja tidak pernah mati sama sekali. Karena Yesus terus meronda selama sejarah gereja Kristen, yang digambarkan oleh fakta Dia berjalan di antara ke-7 Kaki Dian. Dia selalu berjalan di tengah-tengah gereja sepanjang sejarahnya, untuk memastikan terang gereja tidak pernah padam.


Let me ask you, on the day of Pentecost, what was it that gave the disciples the power to preach the message to the world? The Holy Spirit was poured out. And so here you have illustrated the disciples would be like the candlesticks ~ this will be the first candlestick because it’s the apostolic church ~ and they needed what? They needed the oil. Now who poured out the oil on them? Jesus Christ, through the power of what?  Through the power of the Holy Spirit.

Coba saya tanya, pada hari Pentakosta, apa yang memberi para murid kuasa untuk mengabarkan injil kepada dunia? Roh Kudus dicurahkan. Maka di sini diberikan ilustrasi, para murid digambarkan sebagai Kaki Dian ~ ini adalah Kaki Dian yang pertama, karena mereka adalah gereja apostolik ~ dan mereka membutuhkan apa? Mereka membutuhkan minyak. Sekarang, siapakah yang mencurahkan minyak pada mereka? Yesus Kristus, melalui kuasa apa? Melalui kuasa Roh Kudus.


So the 7 branch candlestick simply represents God’s church in all ages, giving the light of Jesus Christ through the power of the Holy Spirit.   And who is in the midst of the church making sure that the light never goes out? Jesus Christ the High Priest is in the Holy Place making sure.
Maka ke-7 Kaki Dian melambangkan gereja Tuhan sepanjang masa, memberikan terang Yesus Kristus melalui kuasa Roh Kudus. Dan siapa yang berada di tengah-tengah gereja memastikan bahwa terangnya tidak pernah padam? Yesus Kristus Imam Besar berada di Bilik Suci, Dialah yang memastikan.


Now go with me to Matthew 5:14-16. Here Jesus is speaking about His followers and one of the roles of His followers. He says here:  “You are the light of the world…”  what are we?  “…the light of the world. A city that is set on a hill cannot be hidden. Nor do they light a lamp and put it under a basket, but on a…”  what? There it is, “…on a lampstand, and it gives…” what?  “…light to all who are in the house…”  And then Jesus explains what it means by this, by saying that we are light and we are like a lampstand that needs to be put where everyone can see it.
Sekarang marilah bersama saya ke Matius 5:14-16. Di sini Yesus berbicara mengenai pengikut-pengikutNya dan salah satu peranan pengikutNya. Dia berkata di sini, Kamu adalah terang dunia…”  Kita ini apa?  “…terang dunia. Kota yang terletak di atas bukit tidak mungkin tersembunyi. Demikian pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di…”  mana? Inilah kata-kata itu, “…di atas Kaki Dian, dan itu memberi…” apa? “…terang kepada semua orang di dalam rumah itu…” [NKJV yang diindonesiakan].  Lalu Yesus menjelaskan apa maksudnya ini, dengan mengatakan bahwa kita adalah terang dan kita seperti kaki dian yang harus ditempatkan di mana semua orang bisa melihatnya.   

Notice verse 16:   “Let your light so shine before men, that they may see your good works and glorify your Father who is in heaven.”  Folks, anyone who has the Holy Spirit in his or her life will shed light to the world. If we don’t have any light to give, it’s because we are not connected with the Source of Light. Notice in the book Christian Service page 21, Ellen White had this awesome statement. “Everyone who is connected with God, will impart light to others. If there are any who had no light to give, it is because they have no connection with the Source of Light.” That’s an awesome statement.  Which means that if we are not witnessing, if we are not telling others, we don’t have the oil, we are not connected with the Source of light.
Perhatikan ayat 16: Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Saudara-saudara, siapa pun yang memiliki Roh Kudus di dalam hidupnya akan memancarkan terang kepada dunia. Jika kita tidak tidak bisa memberikan terang, itu dikarenakan kita tidak terhubung kepada Sumber Terang. Perhatikan di dalam buku Christian Service hal 21, Ellen White menuliskan pernyataan yang hebat ini. “Semua yang terhubung kepada Tuhan, akan memancarkan terang kepada orang lain. Jika ada yang tidak bisa memberikan terang, itu dikarenakan mereka tidak memiliki hubungan dengan Sumber Terang.” Itu adalah pernyataan yang hebat. Artinya, jika kita tidak bersaksi, jika kita tidak memberitahu orang lain, kita tidak memiliki minyak, kita tidak terhubung dengan Sumber Terang.

And by the way when Jesus said “You are the light of the world” actually Jesus is the light of the world, isn’t He? Jesus says “I am the light of the world”. So how can He say to the church “You are the light of the world”? Well, let me give you an illustration. Let’s take the sun. Does the sun have its own light?  Does it have its own original light? Absolutely. Now at night, the sun shines on what? It shines on the moon. Is the light of the moon, light? Of course it is. But is it original light or is it derived  light? It’s derived light. So when you go out at night and you see the beautiful moon, you say, “Ah, what a beautiful full moon.” That’s only partially true. What you should really say, you say, “Oh, the sun is so beautiful tonight, isn’t it?” Because the glory of the moon is the glory of the sun. And so it is with us. When we are connecting with the sun, we are like the moon and we project the light of Jesus Christ to the world. If we are not projecting light, it is because we have no connection with the Source of light.

Dan ketika Yesus berkata Kamu adalah terang dunia…” Sebenarnya Yesus-lah Terang Dunia, bukan? Yesus berkata, “Akulah Terang Dunia...” [Yoh 8:12] Jadi mana bisa Dia berkata kepada gerejanya “Kamu adalah terang dunia”? Nah, coba saya beri suatu ilustrasi. Kita ambil contoh matahari. Apakah matahari memiliki sinarnya sendiri? Apakah dia memiliki terang sendiri? Tentu saja. Sekarang, pada malam hari, matahari menyinari apa? Dia menyinari bulan. Apakah terang pada bulan itu terang? Tentu saja. Tetapi apakah itu terangnya sendiri atau itu terang yang diperolehnya? Itu terang yang diperolehnya. Jadi, jika kita keluar pada malam hari dan kita melihat bulan yang indah, kita berkata, “Ah, alangkah indahnya pulan purnama ini.” Itu hanya betul sebagian. Seharusnya kita berkata, “Oh, betapa indahnya matahari malam ini,” bukan?  Karena kemuliaan yang dimiliki bulan adalah kemuliaan matahari. Dan demikian jugalah dengan kita. Jika kita terhubung dengan matahari, kita seperti bulan, dan kita memproyeksikan terang Yesus Kristus kepada dunia. Jika kita tidak memproyeksikan terang, itu karena kita tidak terhubung dengan Sumber Terang.


Now, let’s talk about the table of the showbread. You understand what the candlesticks represent? It represents the church doing what? Witnessing through the power of the Holy Spirit. One of the ingredients of a holy life. Is that what Jesus did? Was Jesus constantly doing missionary work? Was He constantly shedding light to other people? Absolutely. Now let’s talk about the table of the showbread.

Sekarang marilah kita bicara tentang Meja Roti Sajian. Kalian sudah mengerti Kaki Dian itu melambangkan apa? Itu melambangkan gereja melakukan apa? Memberikan kesaksian melalui kuasa Roh Kudus. Salah satu unsur dari suatu kehidupan yang kudus. Apakah itu yang dilakukan Yesus? Apakah Yesus selalu melakukan pekerjaan penginjilan? Apakah Dia terus memancarkan terang kepada orang lain? Tentu saja. Sekarang, marilah kita berbicara mengenai Roti Meja Sajian.

What does bread represent in Scripture? Let’s read 3 verses or 3 passages. Matthew 4:3-4 tells us explicitly what bread represents. Matthew 4:3-4   “ Now when the tempter came to Him, he said...”  speaking to Jesus,  “…‘If You are the Son of God, command that these stones become bread.’  But He answered and said,  ‘It is written, ‘Man shall not live by bread alone, but by every…”  what?  “…by every word that proceeds from the mouth of God.’” So what does bread represent?  It represents God’s Word.
Dalam Alkitab roti melambangkan apa? Marilah kita membaca 3 ayat atau 3 teks. Matius 4:3-4 mengatakan secara tepat apa yang dilambangkan oleh roti. Matius 4:3-4   Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya…”  berkata kepada Yesus, "…‘Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.’  Tetapi Yesus menjawab: ‘Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap…” apa?  “…setiap firman yang keluar dari mulut Allah.’”  Jadi roti melambangkan apa? Melambangkan Firman Allah.

Notice Isaiah 55:2  another text that speaks about the meaning of the bread. Isaiah 55:2. Here God says,  Why do you spend money for what is not bread, and your wages for what does not satisfy?...”  And then He explains,  “…Listen carefully to Me…”  how do we listen carefully to God? Through His what? Through His Word. “…Listen carefully to Me, and eat what is…” what? “…good…”  So, listening to God’s Word is eating according to this. And then it says,  “…And let your soul delight itself in abundance.”

Perhatikan Yesaya 55:2, teks yang lain yang berbicara mengenai makna roti. Yesaya 55:2, di sini Tuhan berkata,  Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan?...”  Lalu Tuhan menjelaskan,  “…Dengarkanlah Aku baik-baik…”  bagaimana kita mendengarkan Tuhan? Melalui apaNya? Melalui FirmanNya. “…Dengarkanlah Aku baik-baik, dan makanlah yang…”  apa?  “…yang baik…” Jadi mendengarkan Firman Tuhan berarti makan menurut ayat ini. Kemudian dikatakan,  “…dan jiwamu akan bersukacita dalam kelimpahan.” [NKJV yang diindonesiakan].


Notice also in the same chapter, Isaiah 55:10-11, it says there:    For as the rain comes down, and the snow from heaven, and do not return there, but water the earth, and make it bring forth and bud, that it may give seed to the sower and bread to the eater;  so shall My word be that goes forth from My mouth… notice that bread is being compared to what? To the Word of God.  “…It shall not return to Me void, but it shall accomplish what I please, and it shall prosper in the thing for which I sent it”  So the showbread represents God’s Word.
Perhatikan juga pasal yang sama, Yesaya 55:10-11, dikatakan di sana,  Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya memberikan hasil dan bertunas, agar memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan,  demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku…” perhatikan bahwa roti dibandingkan dengan apa? Dengan Firman Tuhan, “…ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” [NKJV yang diindonesiakan].  Maka Roti Sajian melambangkan Firman Tuhan.

Now, let’s read a passage that describes the showbread. Go with me to Leviticus 24:6-8, it’s speaking about the showbread. It says there:   “You shall set them in two rows, six in a row…”  in other words how many loaves on the table of showbread? There were 12. Is there sufficient bread for all of God’s people? 12 is the symbol of God’s people we studied last night, right? So is there sufficient bread for everyone? Absolutely, for all of Israel.  So it says,   “You shall set them in two rows, six in a row on the pure gold table before the Lord.  And you shall put…”  now notice this, “…pure frankincense on each row, that it may be on the bread for a memorial, an offering made by fire to the Lord…”  and now notice when the fresh bread was put. It says in verse 8   “…Every Sabbath he shall set it in order before the Lord continually, being taken from the children of Israel by an everlasting covenant.”  And now let’s notice several details from this passage as well as some other details that are found from other passages of Scripture.
Nah, mari kita baca teks yang menerangkan tentang Roti Sajian. Marilah kita ke Imamat 24:6-8, itu berbicara mengenai Roti Sajian. Dikatakan di sana: Engkau harus mengaturnya menjadi dua susun, enam buah sesusun…”  dengan kata lain ada berapa potong roti di atas Meja Roti Sajian? Ada 12. Apakah ada cukup roti untuk semua umat Allah?  12 adalah simbol umat Allah yang kita pelajari semalam, bukan? Jadi apakah ada cukup roti untuk semua orang? Tentu saja, untuk seluruh Israel. Jadi dikatakan,   Engkau harus mengaturnya menjadi dua susun, enam buah sesusun di atas meja dari emas murni itu, di hadapan TUHAN.  Engkau harus meletakkan…” sekarang perhatikan ini,   “…kemenyan wangi yang murni pada setiap susun; agar kemenyan wangi itu ada pada roti itu sebagai peringatan, yakni suatu persembahan api-apian bagi TUHAN…”  sekarang perhatikan kapan roti baru diletakkan di sana. Dikatakan di ayat 8:  “…Setiap hari Sabat ia harus mengaturnya di hadapan TUHAN, terus-menerus; yang diambil dari umat Israel berdasarkan perjanjian yang kekal.” [NKJV yang diindonesiakan] Sekarang marilah kita perhatikan beberapa detail dari bacaan ini, dan juga beberapa detail yang lain yang ditemukan di ayat-ayat lain di Alkitab.

First of all the bread was there everyday, right? It was changed on Sabbath, but the bread was there everyday. And when was the bread placed on the table? It was placed there, the fresh bread was placed when? On Sabbath. Let me ask you, when is it that you get your fresh bread? You’re getting it right now. On Sabbath! That’s the reason why the bread was changed on God’s holy Sabbath.

Pertama-tama, setiap hari ada roti di sana, betul? Roti itu diganti pada hari Sabat, tetapi roti itu setiap hari ada di sana. Dan kapan roti itu ditempatkan di atas meja? Kapan roti yang baru itu ditempatkan di atas meja? Pada hari Sabat. Coba saya tanya, kapan kalian memperoleh roti baru kalian? Kalian mendapatkannya sekarang ini. Pada hari Sabat! Itulah alasannya mengapa roti itu diganti pada hari Sabat Tuhan yang kudus.


Notice also that frankincense was placed on top of the bread. Frankincense represents praying for the merits of Jesus Christ. We’ll come to that when we talk about the altar. Should we ever partake of God’s Word without prayer? Absolutely not. The prayer, the frankincense is on top of the bread. It’s connected with the bread. Also, and I’ll give you the reference, Leviticus 2:5 says that this bread has to be unleavened. What does leaven represent? It represents sin. Let me ask you, is the Bible free from sin? It most certainly is. It’s free from sin. Does the Bible rebuke sin? Does the Bible rebuke darkness? It most certainly does, because it’s holy. It’s undefiled by sin. It tells the truth. And so the bread was supposed to be unleavened.

Perhatikan juga bahwa kemenyan diletakkan di atas roti. Kemenyan melambangkan doa untuk mendapatkan jasa-jasa Yesus Kristus. Kita akan kembali ke topik ini nanti waktu kita berbicara mengenai mezbah. Apakah kita boleh makan Firman Tuhan tanpa doa? Tentu saja tidak. Doa, atau kemenyan wangi ada di atas roti, terkait dengan roti. Juga, saya akan memberikan ayat rujukannya, Imamat 2:5 di mana dikatakan roti itu haruslah tidak beragi. Ragi melambangkan apa? Ragi melambangkan dosa. Coba saya tanya, apakah Alkitab itu bebas dari dosa? Tentu saja! Alkitab itu bebas dari dosa. Apakah Alkitab menegur dosa? Apakah Alkitab menegur kegelapan? Tentu saja, karena Alkitab itu suci. Alkitab itu tidak tercemar oleh dosa. Alkitab bercerita tentang kebenaran. Dan itulah sebabnya roti harus tidak beragi.


Furthermore the Bible tells us that this bread had to be salted. Leviticus 2:13 says that the showbread had to be salted. You know salt performs several functions. First of all it seasons. Let me ask you, does the Bible season our lives? Oh, it most certainly does. The salt also preserves. Does the Bible preserves us? It most certainly does. And the salt purifies and cleanses, doesn’t it? Does the Bible purify and cleanse? It most certainly does. And so, the Table of Showbread represents God’s holy Word, undefiled by human bias, by human sin. It is salted because it gives flavor to our lives, it cleanses our lives, it seasons our lives, every Sabbath it’s to be given fresh, that’s why we come to church on the Sabbath. Unfortunately some people prefer other kinds of food.

Lebih jauh, Alkitab memberitahu kita bahwa roti ini harus digarami. Imamat 2:13 berkata bahwa Roti Sajian harus bergaram. Kita tahu garam mempunyai beberapa fungsi. Pertama dia membuat sedap. Coba saya tanya, apakah Alkitab membuat hidup kita menjadi sedap? Oh, tentu saja. Garam juga memelihara/mengamankan dari kerusakan. Apakah Alkitab memelihara/mengamankan kita dari kerusakan? Tentu saja. Dan garam juga memurnikan dan membersihkan, bukan? Apakah Alkitab memurnikan dan membersihkan? Tentu saja. Maka Meja Roti Sajian melambangkan Firman Tuhan yang kudus, yang tidak tercemar oleh pendapat manusia, oleh dosa manusia. Alkitab ibarat garam karena dia memberi rasa dalam hidup kita, membersihkan hidup kita, membuat hidup kita menjadi sedap. Setiap Sabat disajikan baru, itulah sebabnya mengapa kita datang ke gereja pada hari Sabat. Sayangnya ada orang-orang yang lebih menyukai makanan jenis lain.


You remember in John chapter 6, let’s go there, John chapter 6. The Bible tells us there that many people followed Jesus because of the miracles that He performed. In fact if  you read John chapter 6 you will find that many people followed Jesus for 3 main reasons:
#1 they followed Him because they loved His miracles.
#2 they followed Him because they got a free lunch in other words for the loaves and the fishes.
#3 And in the third place they had the hope that Jesus would establish His earthly kingdom here.
In other words they had political aspirations, they had material aspirations, and they loved the sensational and they loved miracles.

Kalian ingat di Yohanes pasal 6, marilah kita ke Yohanes pasal 6. Alkitab memberitahu kita ada banyak orang yang mengikuti Yesus karena mujizat yang dilakukanNya. Sesungguhnya jika kita baca Yohanes pasal 6, kita akan melihat bahwa banyak orang mengikuti Yesus karena 3 alasan utama:
#1  mereka mengikuti Yesus karena mereka menyukai mujizat-mujizatNya.
#2 mereka mengikuti Yesus karena mereka mendapat makan siang gratis, dengan kata lain demi roti dan ikannya.
#3 Dan di tempat ketiga, mereka punya harapan bahwa Yesus akan mendirikan kerajaanNya di dunia.
Dengan kata lain mereka punya aspirasi politik, mereka punya aspirasi materi, dan mereka mencintai sensasi dan mujizat.


Let’s read John 6:1-2, it says,   “After these things Jesus went over the Sea of Galilee, which is the Sea of Tiberias…”  Now notice this,  “…Then a great multitude followed Him…”  why?  “…because they saw His signs which He performed on those who were diseased.” Is that the right reason for following Jesus?  Ah, you know, people go to a church where there are all kinds of signs and wonders, and jumping, and tounges and all kinds of things. But when it comes to preaching the Word, it’s a different story. We’re going to see in a few moments.
Marilah kita baca Yohanes 6:1-2, dikatakan,  Sesudah itu Yesus berangkat ke seberang danau Galilea, yaitu danau Tiberias…” Sekarang perhatikan ini, “…Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia…”  mengapa?  “…karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit.” Apakah ini alasan yang benar untuk mengikuti Yesus? Yah, kalian tahu, banyak orang pergi ke gereja di mana ada banyak tanda-tanda dan mujizat, dan melompat-lompat, dan bahasa lidah, dan semua hal itu. Tetapi kalau bicara khotbah tentang Firman Allah, itu cerita lain. Kita akan melihat ini sebentar lagi.

Now let’s go down to verse 14. “Then…” See they were impressed by the miracles of Jesus.  “Then those men, when they had seen the sign that Jesus did…”   because He had fed 5000 with  5 loaves and 2 fishes, they said what? “…‘This is truly…”  what?  “… the Prophet who is to come into the world.’”  See, they said,  “This is the Prophet!because of the signs and wonders. “He feeds 5000 people with 5 loaves and 2 fishes. This guy would make a great king!”  But then Jesus started preaching.

Sekarang mari ke ayat 14. Lihat mereka terkesan dengan mujizat-mujizat Yesus.  Ketika orang-orang itu melihat mujizat yang telah diadakan-Nya…” karena Dia telah memberi makan 5000 orang dengan 5 roti dan 2 ikan, mereka berkata apa?  “…mereka berkata: ‘Dia ini adalah benar-benar…”  apa? “…nabi yang akan datang ke dalam dunia.’” Lihat, mereka berkata “Ini adalah nabi!” karena tanda-tanda dan mujizat. “Dia telah memberi makan 5000 orang dengan 5 potong roti dan 2 ikan. Orang ini cocok menjadi raja yang hebat!” Tetapi lalu Yesus mulai berkhotbah.


Notice John 6:53-56, He says some revolutionary words.  “Then Jesus said to them, Most assuredly, I say to you, unless you eat the flesh of the Son of Man and drink His blood, you have no life in you. Whoever eats My flesh and drinks My blood has eternal life, and I will raise him up at the last day.  For My flesh is food indeed, and My blood is drink indeed.  He who eats My flesh and drinks My blood abides in Me, and I in him.And when the people heard Jesus say this, they said, “This guy is teaching us cannibalism! How can anyone eat His flesh and drink His blood?” And Jesus made it very clear what He meant.
Perhatikan Yoh 6:53-56, Yesus mengucapkan kata-kata yang revolusioner.  Maka kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.’” Dan ketika orang-orang mendengar Yesus berkata demikian, mereka bilang, “Wah, orang ini mengajarkan kanibalisme! Mana bisa orang makan dagingNya dan minum darahNya?” Dan Yesus memberikan penjelasan yang sangat jelas apa yang dimaksudNya.

Notice John 6:63. What He was saying is, we eat the flesh and drink the blood of Jesus through a study of His holy Word. In other words, it’s not by eating Jesus physically like it’s taught by the Roman Catholic church that in the mass, you are actually eating the literal flesh and you are drinking the blood of Jesus Christ even though it appears like bread and it appears like grape juice it’s still the flesh and blood of Jesus. That’s not what Jesus was saying.  Notice what we’ll find in John 6:63. Jesus explained what He did not mean and what He meant. He says here:  “It is the Spirit who gives life; the flesh profits nothing….”  In other words, the Spirit gives life, eating My flesh doesn’t profit anything. And then He explains,  “…The words that I speak to you are spirit, and they are life.”

Perhatikan Yoh 6:63. Apa yang dikatakannya adalah, kita makan daging dan minum darah Yesus dengan mempelajari FirmanNya yang suci. Dengan kata lain, bukan dengan memakan Yesus secara harafiah seperti yang diajarkan gereja Roma Katolik bahwa saat misa, orang benar-benar makan daging Yesus betulan dan minum darah Yesus betulan walaupun tampaknya seperti roti dan air anggur, tetapi itu tetap adalah daging dan darah Yesus. Yesus tidak berkata demikian. Perhatikan apa yang kita temukan di Yoh 6:63, Yesus menjelaskan apa yang tidak dimaksudkanNya, dan apa yang dimaksudkanNya. Dia katakan di sini: Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna...”  Dengan kata lain, Roh yang memberi hidup, makan dagingKu tidak berguna sama sekali. Lalu Dia menjelaskan, “…Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.”


So what does it mean to eat the flesh and drink the blood of Jesus?  It means to listen to His what? To His Words. “The Words that I speak to you, they are spirit and they are life.” And do you know, when Jesus said that almost everybody that was present in that multitude left and said, “We love miracles and we’d love to have an earthly king, and we love it when we have the material things, but forget it. If it comes to following this guy’s words, not interested.” And so it says in John 6:66, hahahaha, it’s coincidence, but you can always remember this verse. It says, as in John 6:66,  “From that time many of His disciples went back and walked with Him no more.”

Jadi apa maksudnya makan daging dan minum darah Yesus? Artinya mendengarkan apaNya? Mendengarkan FirmanNya. “…Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.” Dan tahukah kalian, ketika Yesus berkata demikian, nyaris semua orang yang hadir dalam kumpulan orang banyak itu, pergi dan berkata, “Kita menyukai mujizat, dan kita akan senang memiliki seorang raja di dunia, dan kita suka bila kita mendapat benda-benda materi, tetapi kalau disuruh mengikuti kata-kata orang ini, wah, enggak sajalah, tidak tertarik.” Maka dikatakan di Yoh 6:66, hahahaha, ini hanya kebetulan [maksudnya angka 666] tetapi kalian akan selalu bisa mengingat ayat ini. Dikatakan di Yoh 6:66, Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.”


But you know Peter,  in spite of the facts that   many times he put his tongue in 4th gear before putting his brain in 1st gear, he caught the point that Jesus was trying to teach. because Jesus said to His disciples, “Are you going to leave too?”  Let’s notice John 6:67, beginning with verse 67, Then Jesus said to the twelve, ‘Do you also want to go away?’  But Simon Peter answered Him, ‘Lord, to whom shall we go? You have the…”  what?  “…You have the words of eternal life’...”  Did Peter understand what it meant to eat the flesh and drink the blood of Jesus?  He said, “Yes, You have the…” what? “You have the words of eternal life.”
Tetapi kalian tahu Petrus, kan? Walaupun dia terbukti sering menempatkan lidahnya di persneling 4 sebelum menempatkan otaknya di persneling 1, tetapi kali ini dia bisa menangkap poin yang diajarkan oleh Yesus. Karena ketika Yesus berkata kepada murid-muridNya, Apakah kamu tidak mau pergi juga?" Perhatikan Yoh 6:67, mulai dengan ayat 67  “Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: ‘Apakah kamu tidak mau pergi juga?’ Jawab Simon Petrus kepada-Nya: Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah…” apa?  “…perkataan hidup yang kekal.Apakah Petrus mengerti apa artinya makan daging dan minum darah Yesus? Dia berkata, “Ya, perkataan-Mu adalah…” apa?  “…Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal.”

Physically, we eat through our mouth, spiritually we eat primarily through our eyes and through our ears. And what we eat makes us either healthy or makes us sick. Is that true? Absolutely.The question is are we feeding on spiritual junk food? Television, novels, worldly music, that make us totally unlike Jesus Christ. Spiritually we become what we eat. Just like physically we become what we eat. In other words this is a principle of Scripture, that we are composed of spiritually what we eat. And that’s the reason why we must guard our senses, primarily our sight and our hearing and not allow anything to come to the avenue of our senses that would defile our spiritual health. Allow me to read you a statement from Messages to Young People, page 271-272. Listen to this solemn statement.
Secara fisik kita makan melalui mulut kita, secara rohani kita makan terutama lewat mata kita dan telinga kita. Dan apa yang kita makan, menjadikan kita sehat atau sakit. Apakah itu benar? Tentu saja!
Pertanyaannya adalah, apakah kita memberi makan rohani kita dengan makanan sampah? Televisi, novel, music duniawi, yang membuat kita sama sekali tidak mirip dengan Kristus. Secara rohani kita adalah apa yang kita makan. Sama seperti secara fisik kita adalah apa yang kita makan. Dengan kata lain, ini adalah prinsip Alkitab, bahwa secara spiritual kita terbuat dari apa yang kita makan. Dan itulah alasannya mengapa kita harus menjaga indera kita, terutama penglihatan dan pendengaran kita dan tidak mengizinkan segala yang mencemarkan kesehatan spiritual kita mendekati indera kita. Izinkan saya membacakan suatu pernyataan dari Messages to Young People, hal 271-272. Dengarkan pernyataan yang serius ini:


“Satan knows that to a great degree, the mind is affected by that upon which it feeds. He is seeking to lead, both the youth and those of mature age to read storybooks, tales and other literature…” And I think today she would add “going to the show”, and she would add “watching certain things on television”, and she would add “music” and many other things as well. But at that time these things did not exist, at least  I passed where you can put your music and so on. She continued saying, “the readers of such literature become unfitted for the duties lying before them. They live an unreal life and have no desire to search the Scriptures to feed upon the heavenly manna. The mind that needs strengthening is enfeebled and loses its power to study the great truths that relate to the mission and work of Christ ~ truths that would fortify the mind, awaken the imagination and kindle a strong earnest desire to overcome as Christ overcame.”

“Setan mengetahui bahwa pikiran sangat dipengaruhi oleh apa yang disuapkan kepadanya. Setan sedang berusaha membawa baik orang-orang muda maupun orang-orang dewasa agar membaca buku-buku cerita, dongeng, dan bacaan literatur yang lain…” dan saya rasa hari ini Ellen White akan menambahkan “pergi nonton”, dan dia akan menambahkan “menonton hal-hal tertentu di televisi”, dan dia akan menambahkan, “musik” dan banyak hal yang lain, tetapi pada zamannya hal-hal ini belum ada, paling tidak sudah saya lewati di mana kita bisa menempatkan musik dan yang lain-lain. Ellen White melanjutkan,  “Pembaca literatur-literatur seperti ini menjadi tidak sesuai untuk tugas-tugas yang ada di hadapan mereka. Mereka menjalani kehidupan yang tidak nyata, dan tidak punya keinginan untuk menyelidik Alkitab agar bisa makan dari manna surgawi. Pikiran yang perlu dikuatkan, justru menjadi lemah dan kehilangan kekuatannya untuk dapat mempelajari kebenaran-kebenaran hebat yang berkaitan dengan pelayanan dan pekerjaan Kristus ~ kebenaran yang bisa menguatkan pikiran, membangkitkan imajinasi, dan menghidupkan suatu niatan yang tulus untuk menang sebagaimana Kristus telah menang.”


Let me ask you, if you accustom  a child to eating cookies, and cake, and ice cream, and that is the child’s diet, and then one day you come and you have a plate of ice cream butter pecan, and you have a bag of carrots, and you say to the child, “Choose which of the two you want.” The child says, “Give me the carrots.” No way! The child says, “Give me the ice cream.” Why? Because that is how you have trained your physical habits. Well, spiritually it’s the same thing. We are spiritually composed of what we eat. And when we train ourselves to eat junk foods, spiritually speaking, that is what we are going to crave.

Coba saya tanya, jika kita membiasakan seorang anak makan kue, dan tart, dan es krim dan itulah yang menjadi makanan sehari-hari anak tersebut, lalu suatu hari kita datang dan kita membawa sepiring es krim butter pecan, dan kita punya sekantung wortel, dan kita berkata kepada anak itu, “Pilihlah yang mana yang kamu mau.” Anak itu akan berkata, “Berikan wortelnya kepada saya.” Tidak mungkin! Anak itu akan berkata, “Berikan es krimnya kepada saya.” Kenapa? Karena begitulah kita melatih kebiasaan fisikal kita. Nah, secara rohani, sama. Secara rohani kita juga terbuat dari apa yang kita makan. Dan bila kita selalu melatih diri kita sendiri untuk makan makanan sampah spiritual, maka itulah yang akan kita gandrungi.

What God wants us to do is that He wants us to contemplate Jesus Christ as found in His Word so that we can receive spiritual nourishment and Jesus can become part of us through a study of His holy Word. Do you know, as we behold Jesus in His Word, a spiritual metamorphosis takes place?  Go with me to 2 Corinthians 3:18. Here we find the apostle Paul giving us one of the secret ingredients of a sanctified and holy life.

Apa yang Tuhan mau kita lakukan adalah, Dia mau kita merenungkan Yesus Kristus sebagaimana yang tertulis di FirmanNya, agar kita bisa mendapatkan makanan spiritual yang bergizi, dan Yesus bisa menjadi bagian kita, melalui pelajaran Firman Tuhan. Tahukah kalian, pada waktu kita memandang Yesus dalam FirmanNya, suatu metamorfosa spiritual akan terjadi? Marilah kita ke 2 Korintus 3:18. Di sini kita temukan rasul Paulus memberikan kita salah satu unsur rahasia dari suatu kehidupan kudus yang dibenarkan.


The first ingredient of course is receiving the Holy Spirit so that we can give the life of Jesus to the world and His message to the world. The second is the table of the showbread. Now, notice 2 Corinthians 3:18, But we all, with unveiled face, beholding as in a mirror the glory of the Lord…”  what are we beholding? We are beholding  “… the glory of the Lord…”  what happens when we behold the glory of the Lord?  It says,  “…are being transformed into the same image from glory to glory, just as by the Spirit of the Lord.”  What happens as we continue to behold Jesus? We are being what? We are being changed.

Unsur yang pertama tentu saja adalah menerima Roh Kudus, supaya kita bisa membagikan kehidupan Yesus dan ajaranNya kepada dunia. Yang kedua adalah Meja Roti Sajian. Nah, perhatikan 2 Korintus 3:18 Tetapi kita semua, dengan wajah yang tidak terhalang penutup, memandang kemuliaan Tuhan, seakan melihat ke cermin…” apa yang kita pandang?  Kita memandang  “…kemuliaan Tuhan…” Apa yang terjadi bila kita memandang kemuliaan Tuhan?  Dikatakan, “…dan kita diubahkan menjadi gambar yang sama, dari kemuliaan ke kemuliaan, sebagaimana diubahkan oleh Roh Tuhan.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apa yang terjadi jika kita terus memandang Yesus? Kita diapakan? Kita sedang diubahkan.


If you don’t believe that what you watch changes you, I’ll give you an example. When I was teaching in South America, one Saturday night, they decided that they would project this movie. I don’t know why they did it at our school, but it was a Bruce Lee movie. And you know, Bruce Lee’s movies are “Chiiaa”, “Haahhh”, kicking out, you know. After the movie was over, you would have thought that you were in a training school of Karate because all of the kids went outside and they  “chiaaaa” “haaaah” “hoooo”. Let me ask you where did they learn to do that?  They learned that by what they saw and what they heard. This is only a small example, but it happens everyday. We are changed into the image of what we behold. And incidentally, that word that is used here “are being transformed”, the word “transformed” is the word “metamorphosis”.  

Jika kalian tidak percaya apa yang kalian tonton bisa mengubah kalian, akan saya berikan suatu contoh. Ketika saya mengajar di Amerika Selatan, suatu malam Minggu, mereka memutuskan untuk menayangkan film ini. Saya tidak tahu mengapa mereka melakukan ini di sekolah kita, tetapi itu adalah film Bruce Lee. Dan kalian tahu, film-film Bruce Lee itu penuh “Chiaaaa”, “Haaahhh”, menendang kanan kiri, kalian tahu. Setelah film itu habis, orang akan menyangka sedang berada di sebuah tempat latihan Karate karena semua anak-anak keluar dan mereka ber-“chiaaa” “haaaah” “hoooo”. Coba saya tanya, dari mana mereka belajar melakukan itu? Mereka belajar begitu dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Ini hanya suatu contoh kecil, tetapi ini terjadi setiap hari. Kita diubah ke model apa yang kita pandang. Dan ketahuilah, kata yang dipakai di sini “diubahkan”, kata “diubahkan” adalah kata “metamorfosa.”


Do you know what  a “metamorphosis” is?  You know, when I was a kid I collected butterflies, sometime I’ll tell you the whole story, we don’t have time right now. But I became a very proficient and professional collector of butterflies, classifying them, being careful about the way that they were dissected and so, now I can’t kill them anymore, you know they are more beautiful flying in the air the way God made them. But, you know,  I was able to observe what happens when the caterpillar attaches itself to a tree or to a wall or whatever, and then buries itself inside the chrysalis  or inside the cocoon. Inside the cocoon it process a transformation  takes places, one of the most miraculous things in nature called a metamorphosis.  And after several days, the cocoon starts shaking violently and all of a sudden the cocoon breaks and lo and behold  out of the cocoon comes a what? A butterfly. Thus even the name has changed. Before it was a caterpillar now it’s a butterfly. The caterpillar you know, drives itself along the ground can be stepped on but the butterfly flies.

Tahukah kalian apa itu “metamorfosa”? Kalian tahu, kala saya masih anak-anak, saya mengumpulkan kupu-kupu, kapan-kapan saya ceritakan kisahnya karena kita tidak ada waktu sekarang ini. Tetapi saya menjadi kolektor kupu-kupu yang cukup terampil dan professional, mengklasifikasikan mereka, sangat berhati-hati ketika membedah mereka dan lain-lain. Sekarang saya tidak tega lagi membunuh mereka, kalian tahu. Mereka lebih indah terbang di udara seperti yang diciptakan oleh Tuhan. Tetapi, kalian tahu, saya bisa mengamati apa yang terjadi ketika ulat itu melekatkan dirinya kepada pohon atau dinding atau apa pun, lalu menyembunyikan dirinya di dalam kepompongnya. Di dalam kepompong terjadi suatu proses transformasi, salah  satu hal yang sangat menakjubkan di alam, yang disebut metamorfosa. Dan setelah beberapa hari, kepompong itu mulai bergetar keras dan tiba-tiba kepompong itu pecah, dan lihatlah dari dalam kepompong itu muncul apa? Seekor kupu-kupu. Jadi bahkan namanya pun berubah. Sebelumnya itu adalah ulat, sekarang jadi kupu-kupu. Kalian tahu, ulat itu kalau merambat di tanah, bisa diinjak, tetapi sebagai kupu-kupu dia terbang.


That’s what Jesus meant that those who are in Christ are new creations. Old things has passed and everything is made new. But we must feed that new spiritual nature. Notice what the Desire of Ages page 390 has to say. “As our physical life is sustained by food so our spiritual life is sustained by the Word of God. And every soul is to receive life from God’s Word for himself. As we must eat for ourselves in order to receive nourishment so we must receive the Word for ourselves. We are not to obtain it merely through the medium of another’s mind…” which is happening this morning,   “…we should carefully study the Bible asking God for the aid of the Holy Spirit, that we may understand His Word. We should take one verse and concentrate the mind on the task of ascertaining the thought which God had put in that verse for us. We should dwell upon the thought until it becomes our own and we know what saith the Lord.”
Itulah yang dimaksud Yesus bahwa mereka yang berada di dalam Kristus adalah ciptaan baru. Hal yang lama sudah lewat, dan semuanya menjadi baru. Tetapi kita harus memberi makan rohani yang baru ini. Perhatikan apa yang dikatakan The Desire of Ages, hal 390: “Sebagaimana kehidupan fisik kita ditunjang oleh makanan, maka kehidupan rohani kita ditunjang oleh Firman Allah. Dan setiap jiwa harus mendapatkan hidup dari Firman Allah untuk dirinya sendiri. Sebagaimana kita harus makan untuk tubuh kita sendiri untuk mendapatkan nutrisi demikian pula kita harus menerima Firman Allah untuk diri kita sendiri. Kita tidak bisa mendapatkannya hanya melalui perantara pikiran orang lain…” seperti yang sedang terjadi pagi ini, “…kita harus mempelajari Alkitab dengan teliti, memohon kepada Tuhan untuk mendapatkan bantuan Roh Kudus, supaya kita bisa memahami FirmanNya. Kita harus mengambil satu ayat dan memusatkan pikiran kita untuk menemukan pikiran yang Tuhan masukkan di ayat itu untuk kita. Kita harus terus merenungkan pikiran itu hingga pikiran itu menjadi milik kita sendiri dan kita tahu persis apa kehendak Tuhan.”


This is what Jesus meant when He said that we should pray, “Give us this week our daily bread.” Thank you very much. My mind is still working. It says, “Give us this day, our daily bread.” Let me ask you, do we eat once a week? I doubt it. I don’t see anyone here who eats once a week. I can see your robust faces. See, we are all well fed. What would happen if you only ate once a week? You’d get sick and die. Any yet many people their only diet is the Sabbath morning sermon. Now, I don’t meant to meddle, but it’s true. What happens spiritually if you only partake of the showbread on Sabbath morning?  Our spiritual life shrivels up and dies.

Inilah yang dimaksud Yesus ketika Dia mengajar kita berdoa Berikanlah kami minggu ini makanan kami yang secukupnya.” [suara protes]. Terima kasih banyak, saya masih waras kok. Dikatakan, Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” Coba saya tanya, apakah kita makan sekali seminggu? Saya rasa tidak. Saya tidak melihat di sini ada yang makan cuma sekali seminggu. Saya bisa melihat wajah-wajah kalian yang segar. Lihatlah, kita semua cukup makan. Apa yang akan terjadi jika kita hanya makan sekali seminggu? Kita akan menjadi sakit lalu mati. Namun banyak orang yang makanannya hanya khotbah Sabat pagi. Nah, saya tidak mau bawel, tetapi itu benar. Apa yang terjadi secara rohani jika kita hanya mengambil bagian dari Roti Sajian pada Sabat pagi? Kehidupan rohani kita akan mengerut dan mati.


Now let’s talk about the 3rd piece of furniture. Are we learning anything from what we have in  the Holy Place?  It’s the triangle of sanctification. Now, let’s notice the Altar of Incense, the golden Altar of Incense. This piece of furniture was immediately before the veil that divided the Holy from the Most Holy Place. Its orientation even though  it was in the Holy Place, its orientation was towards the Most Holy Place. In fact if you read a couple of verses from Scripture, Exodus 30:6 it tells us that this Altar was immediately before the veil that divided the Holy from the Most Holy. You see, what happens is, when the incense was placed upon this Altar with the fire,  the smoke would ascend the veil and would go over the veil into the presence of God where the Ark of the Covenant was.

Sekarang marilah kita berbicara mengenai perabot ketiga. Apakah kita telah mendapatkan pelajaran dari apa yang ada di dalam Bilik Suci? Itu adalah segitiga pengudusan. Sekarang marilah kita perhatikan Mezbah Ukupan, Mezbah Ukupan yang terbuat dari emas. Perabotan ini terdapat tepat sebelum tirai yang memisahkan antara Bilik Suci dari Bilik Mahasuci. Walaupun dia terdapat di Bilik suci, namun orientasinya adalah kepada Bilik Mahasuci. Bahkan jika kita membaca beberapa ayat dari Firman Tuhan, Keluaran 30:6 memberitahu kita bahwa mezbah ini terdapat tepat di depan tirai yang memisahkan antara Bilik Suci dari Yang Mahasuci. Kalian lihat, apa yang terjadi adalah, ketika kemenyan dibakar di atas mezbah ini dengan api, asapnya akan menaiki tirai, dan melewati tirai masuk ke hadirat Allah di mana Tabut Perjanjian itu berada.   


Notice Exodus 30:6  “And you shall put it before the veil that is before the ark of the Testimony, before the mercy seat that is over the Testimony, where I will meet with you.” Do you notice the orientation? It says the veil that leads into the Most Holy Place, the veil behind which the Mercy Seat is, and “I will meet with you” there. In other words, even though it was in the Holy Place, its orientation was towards the Most Holy Place.

Perhatikan Keluaran 30:6 Dan engkau harus menempatkannya di depan tabir yang terdapat di depan Tabut Kesaksian, di depan Tutup Pendamaian yang ada di atas loh Kesaksian, di mana Aku akan bertemu dengan engkau.” [NKJV yang diindonesiakan] Apakah kalian memperhatikan orientasinya? Dikatakan, tabir yang merupakan jalan masuk ke Bilik Mahasuci, di belakang mana terdapat Tutup Pendamaian, dan di mana  Aku akan bertemu dengan engkau.” Dengan kata lain, walaupun dia terdapat di Bilik Suci, tapi orientasinya adalah ke Bilik Mahasuci.


Perhaps this is the reason why in the book of Hebrews the Altar of Incense is actually placed inside the Most Holy Place. Notice for example Hebrews 9:2-4, it says,  For a tabernacle was prepared: the first part, in which was the lampstand, the table, and the showbread, which is called the sanctuary…”  and now notice,  “… and behind the second veil, the part of the tabernacle which is called the Holiest of All…”  what does it say?  “… which had the golden censer and…”  what else?  “…the ark of the covenant…” And so notice that the censer is placed in the context of the Most Holy Place.
  
Barangkali ini adalah alasannya mengapa di dalam kitab Ibrani, Mezbah Ukupan ditempatkan di dalam Bilik Mahasuci. Perhatikan misalnya Ibrani 9:2-4, dikatakan,  Sebab telah dipersiapkan suatu kemah:  bagian pertama di mana terdapat Kaki Dian dan meja dengan roti sajian, yang disebut Tempat yang Kudus…”  dan sekarang perhatikan,  “…Dan di belakang tirai, adalah bagian dari Kemah yang disebut Tempat yang Maha Kudus…”  apa katanya?   “….di mana terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas…”  dan apa lagi?   “…dan tabut perjanjian…” [NKJV yang diindonesiakan].  Jadi perhatikan bahwa Mezbah Ukupan itu terdapat dalam konteks Bilik Yang Mahasuci.

Now, let’s talk a little bit about the Altar of Incense. The Altar of Incense was so important that only holy fire can be placed upon that altar. And what does fire represent? The fire represents the Holy Spirit. The oil gives light, the Holy Spirit gives light.

Sekarang, marilah kita berbicara sedikit mengenai Mezbah Ukupan. Mezbah Ukupan ini begitu penting sehingga hanya api suci saja yang boleh dipakai di sana. Dan api itu melambangkan apa? Api melambangkan Roh Kudus. Minyak memberikan terang. Roh Kudus memberikan terang.


Secondly the incense was of a very special kind, which means that it could not be a duplicate. The Bible says, that anyone who tries to duplicate or to replicate the formula that was used for the incense, was to be put to death. It was so serious. You can read that in Exodus 30:34-38.  Now you say, “Why in the world would God put out such a dire sentence against people for trying to replicate or duplicate this incense?” The reason is, that the incense represented the merits of the righteousness of Jesus Christ. And that cannot be replicated. That cannot be reproduced. The righteousness of Christ is a one of a kind righteousness.

Yang kedua, kemenyannya juga dari jenis yang sangat istimewa, artinya kemenyan itu tidak boleh ditiru. Alkitab berkata, siapa pun yang mencoba untuk meniru atau mengulangi formula yang dipakai untuk membuat kemenyan itu, harus dibunuh. Tidak main-main. Kalian bisa membacanya di Keluaran 30:34-38. Nah, kalian berkata, “Mengapa Tuhan memberikan sanksi yang sedemikian beratnya bagi orang yang mencoba meniru atau mengulangi formula kemenyan ini?” Alasannya adalah, kemenyan itu melambangkan jasa-jasa kebenaran Yesus Kristus. Dan itu tidak bisa diulangi. Itu tidak bisa diciptakan lagi. Kebenaran Kristus adalah kebenaran yang hanya satu-satunya.


But I want you to notice that the Altar of Incense is connected with prayers. Notice Psalm 141:2, it says here:  “Let my prayer be set before You as incense, the lifting up of my hands as the evening sacrifice.” So notice what is connected with the incense?  With the incense is connected prayer, according to this text.  You can also read Revelation 8:3-5 where it speaks about the prayers of the saints ascending to the Sanctuary through the incense that is offered on the Altar.

Tetapi saya ingin kalian perhatikan bahwa Mezbah Ukupan ini berkaitan dengan doa. Perhatikan Mazmur 141:2, dikatakan di sana:  “Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang.” Jadi perhatikan apa yang berkaitan dengan kemenyan itu? Doa berkaitan dengan kemenyan, menurut ayat ini. Kalian juga bisa membaca Wahyu 8:3-5 yang berbicara mengenai doa orang-orang kudus yang naik ke Bait Suci lewat kemenyan yang dipersembahkan di Mezbah.


Now, I want to read you a statement that we find in the Youth Instructor, April 16, 1903, where we find these very significant words. “The prayer and praise and confession of God’s people, ascend as sacrifices to the heavenly sanctuary…”  Now listen carefully,  “… But they ascend not in spotless purity. Passing through the corrupt channels of humanity, they are so defiled, that unless purified by the righteousness of the great High Priest, they are not acceptable by God….”  Your prayers if they go to the heavenly sanctuary without the incense, they would be rejected by God because they are going from simple human channels. She continues saying, listen carefully,  “…Christ gathers into the censers the prayers, the praise and the sacrifices of His people, and with these He puts the merits of His spotless righteousness. Then perfumed with the incense of Christ’s propitiation, our prayers, wholly and entirely acceptable, rise before God and gracious answers are returned.”

Sekarang, saya ingin kalian membaca pernyataan yang kita dapati di The Youth Instructor, April 16, 2903, di mana ada kata-kata yang signifikan ini. “Doa dan pujian dan pengakuan dosa umat Allah, naik sebagai persembahan ke Bait Suci surgawi…”  Sekarang dengarkan baik-baik.  “…Tetapi semua itu tidak naik dalam kemurnian tanpa cela. Setelah melewati saluran manusia yang terkontaminasi, semua itu begitu tercemar, sehingga andaikan tidak dimurnikan oleh kebenaran Imam Besar Agung, semua itu tidak akan diterima oleh Tuhan…” Seandainya doa kalian itu naik ke Bait Suci surgawi tanpa kemenyan, itu akan ditolak oleh Tuhan karena doa itu berasal dari saluran manusia biasa. Ellen White melanjutkan kata-katanya, dengarkan baik-baik, “…Kristus mengumpulkan ke dalam ukupan itu doa, pujian dan persembahan umatNya, dan kepada ini Dia memasukkan jasa-jasa dari kebenaranNya yang tidak bercela. Maka, diharumkan oleh kemenyan pendamaian Kristus, doa kita, kini seluruhnya bisa diterima, naik ke hadapan Tuhan, dan jawaban penuh karunia pun diberikan.”


And so the Altar of Incense represents prayer intermingled with the righteousness of Jesus Christ. Now do you know, the Bible tells us that angels will take our prayers to heaven and the angels bring the answers from God back to us? So what does it  say about that? Do you remember on the veil that divided the Holy and Most Holy Place there were what? There were cherubim. We studied this last Sabbath. Cherubim embroidered on the veil, ascending and descending on the veil. So when the smoke of the incense went over the veil into the presence ofs God, it represents the fact that the angels actually bore     the prayers to heaven and brought answers back to human beings who pray.

Maka Mezbah Ukupan melambangkan doa yang bercampur dengan kebenaran Yesus Kristus. Nah, tahukah kalian, Alkitab memberitahu kita bahwa malaikat-malaikat akan membawa doa-doa kita ke Surga dan malaikat-malaikat juga akan membawa jawaban dari Tuhan kembali kepada kita? Jadi apa katanya tentang hal itu? Ingatkah kalian apa yang ada pada tabir/tirai yang memisahkan Bilik Suci dan Bilik Mahasuci? Ada kerubim. Ini sudah kita pelajari Sabat yang lalu. Kerubim disulamkan pada tabir itu, sedang naik dan turun pada tabir itu. Jadi ketika asap kemenyan melampaui tabir masuk ke hadirat Tuhan, itu melambangkan fakta bahwa malaikat-malaikat sedang membawa doa-doa itu ke Surga dan membawa jawaban kembali kepada manusia yang berdoa.  


Incidentally do you remember the story of the ladder? The misnomered Jacob’s ladder?  It wasn’t Jacob’s ladder it was the Lord’s ladder, like we speak of Noah’s ark, it wasn’t Noah’s ark,  Solomon’s temple, you know really it wasn’t Solomon’s temple, it was the temple of the Lord, that was built by whom? That was built by Solomon. And you remember the ladder. The Bible tells us that the ladder represents Jesus Christ. The top of the ladder represents His divinity, or His deity. The bottom of the ladder represents His humanity. But ascending and descending upon the ladder what was that? Angels were ascending and descending upon the Son of Man. In other words, the Holy Spirit works through the ministration of the angels.  When we pray, the angels take our pleas to Jesus in the Sanctuary to present it before His Father. And then Jesus pleads with His Father and His Father gives us answers back through the ministration of the angels. In other words the angels are very, very important in the economy of salvation.
Omong-omong, ingatkah kalian tentang cerita anak tangga? Anak tangga yang disalahnamakan Anak Tangga Yakub?  Itu bukan anak tangga Yakub, itu anak tangga Tuhan; sebagaimana kita menyebut Bahtera Nuh, itu juga bukan bahtera Nuh; atau Bait Suci Salomo, kita tahu itu bukan Bait Suci Salomo, itu Bait Suci Tuhan yang dibangun oleh siapa? Yang dibangun oleh Salomo. Dan kalian ingat anak tangga ini. Alkitab memberitahu kita bahwa anak tangga itu melambangkan Yesus Kristus. Bagian atas anak tangga itu melambangkan keilahianNya atau keallahanNya. Bagian bawah anak tangga itu melambangkan kemanusiaanNya. Tetapi apa yang naik dan turun pada anak tangga itu? Malaikat-malaikat sedang menaiki dan menuruni Anak Manusia. Dengan kata lain, Roh Kudus bekerja melalui pelayanan para malaikat. Pada waktu kita berdoa, malaikat-malaikat membawa permohonan kita ke Yesus di Bait Suci untuk dipersembahkan di hadapan Bapa. Lalu Yesus akan memohon kepada BapaNya dan BapaNya memberi kita jawaban lewat pelayanan para malaikat. Dengan kata lain, malaikat-malaikat adalah amat sangat penting dalam sistem distribusi keselamatan.

Now, let me read you just one more passage as we draw this to a close. About the Altar of Incense. Luke 1:8-10, this is a very important passage, because it gives us the symbol and what the symbol represents. Notice Luke 1:8-10, it says here:  So it was, that while he…”  that is Zechariah father of John the Baptist,  “…while he was serving as priest before God in the order of his division, according to the custom of the priesthood, his lot fell to…”  do what?   “…to burn incense when he went into the temple of the Lord.  And the whole multitude of the people was…”  what?  “…praying outside at the hour of incense.”  Isn’t that interesting? You have the symbol and what  the symbol meant.  Because you have Zechariah offering what? Incense. But what were the other people doing outside while the incense was ascending? The people were doing what? Praying. So in other words, the Altar of incense represents our praises and our thankfulness and our petitions, and our praises to God, for how wonderful He is to us.

Nah, izinkan saya membacakan satu teks lagi untuk mengakhiri pelajaran ini. Mengenai Mezbah Ukupan. Lukas 1:8-10, ini adalah teks yang sangat penting karena ini menunjukkan simbolnya, dan simbol itu melambangkan apa. Perhatikan Lukas 1:8-10, dikatakan di sini, Pada suatu kali, sewaktu dia…” yaitu Zakharia, ayah Yohanes Pembaptis, “…sedang melayani sebagai imam di hadapan Tuhan menurut giliran kelompoknya, sebagaimana lazimnya, setelah diundi dialah yang mendapat bagian untuk...” untuk melakukan apa?  “…membakar kemenyan pada waktu dia masuk ke Bait Suci. Sementara itu seluruh umat sedang…” berbuat apa?  “…berdoa di luar pada jam pembakaran ukupan.”[NKJV yang diindonesiakan].
Apa ini tidak menarik? Di sini disebutkan simbolnya dan apa arti simbol itu. Karena di sini Zakharia sedang mempersembahkan apa? Kemenyan. Tetapi apa yang sedang dilakukan orang-orang di luar sementara asap kemenyan itu naik ke atas?  Umat sedang berbuat apa? Berdoa. Jadi dengan kata lain, Mezbah Ukupan melambangkan pujian kita, dan ucapan syukur kita, dan permohonan kita, dan pujian kita kepada Tuhan, karena begitu baiknya Dia kepada kita.


Steps to Christ page 91, ah excuse me, 93. We find this very significant statement:  “Prayer is the opening of the heart to God as to a friend…”   Some people say, “How do I pray?” Well, how do you talk to your friends? That’s how you should pray.  “Prayer is the opening of the heart to God as to a friend. Not that it is necessary in order to make known to God what we are, but in order to enable us to receive Him. Prayer does not bring God down to us, but brings us up to Him.” You are all very well acquainted with that very short verse in 1 Thessalonians 5:17 when the apostle Paul say, “Pray without ceasing.”

Steps to Christ, hal 91, ah maafkan saya, hal 93. Kita menemukan pernyataan yang sangat berarti: “Doa adalah curhat kepada Tuhan sebagaimana kepada seorang sahabat…”  Ada orang berkata, “Gimana saya harus berdoa?” Yah, gimana kamu berbicara kepada teman-temanmu? Begitulah caranya kita berdoa. “Doa adalah curhat kepada Tuhan sebagaimana kepada seorang sahabat. Bukan karena perlu memberitahu Tuhan bagaimana kita, tetapi supaya membuat kita layak menerimaNya. Doa tidak membawa Tuhan turun kepada kita, tetapi membawa kita naik kepadaNya.” Kalian tentunya sangat kenal dengan ayat pendek di 1 Tessalonika 5:17 ketika rasul Paulus berkata,  “Berdoalah tanpa henti.”[NKJV yang diindonesiakan].


So my question is this: What is the secret of a holy, balanced spiritual life? It is being in the Holy Place with Jesus Christ:
1.   Receiving the oil of His Holy Spirit to give His light to the world.
2.   Assimilating Jesus Christ as our life through a study of His holy Word.
3.   Raising on a regular basis our prayers to God, with our praises, our thanks, our penitence, and our requests.

And when we have these three ingredients in perfect balance, not one predominating over the other, we have a balanced spiritual life and we are in the Holy Place with Jesus Christ, our Savior and our Lord.

Jadi pertanyaan saya adalah ini: Apa rahasianya suatu kehidupan rohani yang kudus dan seimbang? Rahasianya adalah berada di Bilik Suci bersama Yesus Kristus:
1.   Menerima minyak dari Roh KudusNya untuk membagikan terangNya kepada dunia.
2.   Menerima Yesus Kristus sebagai kehidupan kita melalui pembelajaran FirmanNya yang kudus.
3.   Secara teratur memanjatkan doa kita kepada Tuhan, bersama pujian, ucapan syukur, penyesalan dan permohonan kita.


Dan bilamana ketiga unsur ini berada dalam keseimbangan yang sempurna, yang satu tidak mendominasi yang lain, kita akan memiliki kehidupan rohani yang seimbang, dan kita berada di Bilik Suci bersama Yesus Kristus, Juruselamat dan Tuhan kita.



X

No comments:

Post a Comment