HIS WAY IS IN
THE SANCTUARY
Part 9/32 - Stephen Bohr
THE SANCTUARY’S
TWO COVENANTS
Dibuka dengan doa.
The Bible describes two primary laws. And as we begin our
study we want to notice what these two primary laws are according to Scripture.
The first of these laws is God’s Moral Law which distinguishes good from evil.
Turn with me in your Bibles to Genesis 2:15-17. Here we find a
moral command by God. It says there, “Then the Lord God took the man and put him in the garden of Eden to tend
and keep it, and the Lord God commanded the man, saying, ‘Of every tree of the garden
you may freely eat; but of the tree of the knowledge of good and evil…” notice, “…the
tree of the knowledge of good and evil you shall not eat, for in the day that
you eat of it you shall surely die.’” Now as we studied in previous lectures, actually within this one command, were contained
all of the principles of the 10 Commandments.
I’m not going to go over that again because we have already covered it.
But within this one command are all of the
principles of the 10 Commandments.
Alkitab
menjelaskan tentang dua hukum utama. Dan pada awal
pelajaran kita ini saya ingin kalian memperhatikan apa kedua hukum utama
tersebut menurut Alkitab.
Yang pertama dari dari kedua hukum itu adalah Hukum
Moral Tuhan yang membedakan yang baik dari yang jahat.
Marilah kita ke Kejadian 2:15-17. Di sini kita temukan suatu
perintah moral dari Tuhan. Dikatakan di sana, “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman
Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada
manusia: ‘Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan
bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang
yang baik dan yang jahat itu’…” perhatikan “…‘pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu janganlah
kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.’" Sebagaimana yang telah kita pelajari
sebelumnya, sesungguhnya dalam satu perintah ini, terkandung semua prinsip 10
Perintah. Saya tidak akan mengulangi hal ini lagi, karena kita sudah mempelajarinya.
Tetapi, di dalam satu perintah ini,
terdapat semua prinsip 10 Perintah.
This is God’s moral command. To eat from the
tree is evil and to not eat from the tree is good. In other words God lays down
the ground rules of what is good and what is evil. And He expected obedience
from Adam and Eve. Basically God was saying the following, “If you disobey My
command, that will be sin.” And the wages of sin is what? The wages of sin is
death. So what I want you to notice is that Moral
Law existed before sin, before Adam and Eve sinned. And the
purpose of the Moral Law was to distinguish right from wrong, good from evil.
Ini
adalah Hukum Moral Tuhan. Makan dari pohon itu adalah jahat, dan tidak makan
dari pohon itu adalah baik. Dengan kata lain, Tuhan yang menentukan peraturan
dasar apa yang baik dan apa yang jahat. Dan Dia mengharapkan kepatuhan dari
Adam dan Hawa. Pada dasarnya Tuhan berkata seperti ini, “Jika kalian melanggar
perintahKu, itu adalah dosa.” Dan apa upah dosa? Upah dosa ialah maut. Jadi apa
yang saya ingin kalian perhatikan adalah bahwa HUKUM MORAL itu sudah ada
sebelum adanya dosa, sebelum Adam dan Hawa berdosa. Dan tujuan
dari Hukum Moral itu adalah untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang
baik dari yang jahat.
Of course we know that Adam and Eve sinned. And
when Adam and Eve sinned, God instituted
another law, it’s known as the Ceremonial Law or the law of ordinances and
sacrifices. The Ceremonial Law comes in after sin. It’s not part of God’s
original plan. The Moral Law existed before sin. The
Ceremonial Law comes in because of sin.
Tentu
saja kita tahu bahwa Adam dan Hawa berbuat dosa. Dan ketika Adam dan
Hawa berdosa, Tuhan melembagakan hukum yang lain, yang dikenal sebagai HUKUM
SEREMONIAL ATAU HUKUM ORDONANSI DAN KURBAN. Hukum Seremonial ini
muncul setelah adanya dosa. Ini bukanlah bagian dari rancangan semula Tuhan.
Hukum Moral sudah ada sebelum dosa. Hukum Seremonial diadakan
sebagai akibat adanya dosa.
Now notice Genesis 3:21 which we have studied
before. Here we are told that when Adam and Eve sinned, a sacrifice took place
the day that they sinned. It says there, “Also
for Adam and his wife the Lord God made tunics of…” what? “…of skin, and clothed them.” How was the shame of their nakedness covered? It
was covered by skins provided by what? By the lamb. Now, what do you need to do
to get the skin of an animal? The animal
has to be slain. And so basically God was showing from the very beginning of human history that the way in which He was
going to cover the shame of man’s nakedness, his sinfulness, was by the death
of the lamb and the death of the lamb would cover the shame of their nakedness.
Sekarang, perhatikan
Kejadian 3:21 yang sudah kita pelajari sebelumnya. Di sini kita mendapat tahu
bahwa ketika Adam dan Hawa berdosa, pada hari itu juga suatu kurban terjadi.
Dikatakan di sana, “Dan TUHAN Allah membuat
pakaian dari…” apa? “…dari kulit binatang untuk manusia dan untuk
isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” Dengan
apa aib ketelanjangan mereka itu ditutupi? Dengan kulit yang diberikan oleh
apa? Oleh domba. Sekarang, apa yang harus kita lakukan untuk memperoleh kulit
seekor hewan? Hewan itu harus dibunuh. Maka, sejak awal sejarah manusia, Tuhan
sudah menunjukkan dengan cara apa Dia akan menutupi aib ketelanjangan manusia,
keberdosaannya, yaitu dengan kematian domba, dan kematian domba itu akan
menutupi aib ketelanjangan mereka.
Notice that the law of sacrifices comes after
sin enters the world. The Moral Law existed before sin came into the world. Is that
very clear in the book of Genesis? It’s absolutely clear. The Moral Law
before sin and the Ceremonial Law sacrifices after sin and because of sin.
Perhatikan, hukum
mengenai upacara kurban muncul setelah dosa masuk ke dalam dunia. Hukum Moral
sudah ada sebelum dosa masuk ke dalam dunia. Apakah ini sangat jelas di dalam
kitab Kejadian? Ini sangat jelas. Hukum Moral itu sebelum dosa, dan Hukum
Seremonial setelah dosa dan sebagai akibat dosa.
Now, we have noticed this in Genesis chapters
1-3. But the question is, what about Genesis chapter 4 through Exodus 19?
Because in chapter 20 of Exodus, you have the 10 Commandments. Well, the fact
is, that the
10 Commandments, God’s Moral Law existed from Genesis chapter 4 through Exodus
chapter 19. You say, “How do we
know that?”
Nah, kita telah
memperhatikan hal ini di Kejadian pasal 1-3. Tapi pertanyaannya adalah,
bagaimana dengan Kejadian pasal 4 hingga Keluaran pasal 19? Karena di pasal 20
Keluaran, kita bertemu dengan 10 Perintah. Nah, faktanya adalah, 10 Perintah ini, Hukum Moral
Tuhan, tetap ada sejak Kejadian pasal 4 hingga Keluaran pasal 19.
Kalian berkata, “Dari mana kita tahu?”
Let me give you some individuals that actually
sinned before the 10 Commandments were written on tables of stone at Mount Sinai. Let me ask
you,
· did Satan sin in Heaven? We studied this. The Bible says that he
sinned from where? From the beginning.
· Did Adam sin? Romans 5:12 says that “sin entered the world through one man.”
· Did Cain sin?
Yes, God told him that “sin was
at the gate” when he was
deliberating whether to kill his brother.
· Did the race before the flood sin? The Bible
says that the wickedness of man was great and every intent of their hearts, of
the bottom of their hearts was only evil continually.
· Did Sodom and Gomorrah sin? Absolutely. Genesis
13:13 and Genesis 18:20 say that Sodom and Gomorrah were great sinners before
the Lord.
· Were the Amorites sinners before the law was
given on Mount Sinai? Absolutely. Genesis 15:16 says the cup of the iniquities of the
Amorites is not yet full.
· Did Joseph know that adultery was wrong? He
most certainly did. Genesis 39:9 Joseph says, “How
can I do this and commit this great sin against God?”
· Did Abraham know that lying was wrong? He most
certainly did and he lied twice, once in Egypt and he also lied to Abimelech.
Saya akan menyebutkan beberapa orang yang telah berbuat dosa
sebelum ke 10 Perintah itu ditulis di atas dua loh batu di gunung Sinai. Coba
saya tanya:
· Apakah Setan berbuat
dosa di Surga? Kita sudah mempelajari ini. Alkitab berkata dia berbuat dosa
sejak kapan? Sejak awal.
· Apakah Adam berbuat
dosa? Rom 5:12 berkata “dosa telah masuk ke dalam
dunia oleh satu orang…”
· Apakah Kain berbuat
dosa? Ya, Tuhan sudah memperingatkannya
bahwa “dosa sudah mengintip
di depan pintu…” ketika dia sedang mempertimbangkan
untuk membunuh saudaranya.
· Apakah bangsa sebelum
air bah berbuat dosa? Alkitab berkata “kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan
hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata…”
· Apakah Sodom dan
Gomorah berbuat dosa? Tentu saja. Kejadian 13:13 dan Kejadian 18:20 berkata
bahwa di mata Tuhan Sodom dan Gomorah adalah pendosa besar.
· Apakah orang-orang
Amori berdosa sebelum 10 Perintah diturunkan di G. Sinai? Tentu saja. Kejadian
15:16 berkata bahwa “kedurjanaan orang Amori itu
belum genap.”
· Apakah Yusuf tahu bahwa
berzinah itu dosa? Tentu saja dia tahu. Di Kejadian 39:9 Yusuf berkata, “Bagaimanakah mungkin aku
melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?”
· Tahukah Abraham bahwa
berbohong itu dosa? Tentu saja dia tahu,
dan dia berbohong dua kali, sekali di Mesir, kemudian dia juga berbohong kepada
Abimelek.
And also
we even find that the Sabbath existed before Mount Sinai because in Exodus
16, God rained manna from Heaven and this was before the 10 Commandments was
given.
So the
next question is, did the 10 Commandments exist between Genesis 4 and Exodus
19? Absolutely! Because there was sin, and sin is what? Sin is transgression of
the law.
Maka kita juga menemukan bahwa pemeliharaan hari Sabat sudah ada sebelum G. Sinai
karena di Keluaran pasal 16, Tuhan memberi hujan manna dari Surga dan ini
terjadi sebelum diturunkannya ke-10 Perintah.
Maka pertanyaan berikutnya adalah, apakah 10 Perintah ini
sudah ada antara Kejadian pasal 4 dan Keluaran pasal 19? Tentu saja! Karena di
sana sudah ada dosa. Dan dosa itu apa? Dosa ialah pelanggaran hukum.
But now let me ask you, did the Ceremonial Law exist between Genesis 4
and Exodus 19? Absolutely. Let me
just mention first of all that in Genesis chapter 4 you have the story of Cain
and Abel. Did God ask Cain and Abel to offer a sacrifice, yes or no?
Absolutely. Notice Genesis 4 and let’s read verses 3-5. “ And in
the process of time it came to pass that Cain brought an offering of the fruit
of the ground to the Lord. Abel also brought of the firstborn of his
flock and of their fat. And the Lord respected Abel and his offering, but He did
not respect Cain and his offering….” Did Abel offer a sacrifice in obedience to God?
He most certainly did. Did the Ceremonial Law exist after Genesis chapter 3?
Most certainly.
Tetapi sekarang coba saya tanya, apakah Hukum Seremonial
itu sudah ada antara Kejadian pasal 4 dan Keluaran pasal 19? Tentu saja. Saya
sebutkan dulu pertama-tama di Kejadian pasal 4, ada kisah tentang Kain dan
Habel. Apakah Tuhan minta Kain dan Habel mempersembahkan kurban? Ya atau tidak?
Tentu saja! Perhatikan Kejadian 4, dan mari kita baca ayat 3-5,
“Setelah beberapa waktu
lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN
sebagai korban persembahan; Habel juga
mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni
lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban
persembahannya tidak diindahkan-Nya…” Apakah Habel mempersembahkan kurban sebagai tanda
kepatuhannya kepada Tuhan? Tentu saja dia berbuat demikian. Apakah Hukum
Seremonial sudah ada setelah Kejadian pasal 3? Tentu saja.
· Did Noah offer a sacrifice when he came out of
the Ark? Yes. You can read it in Genesis 8:20-21.
· Did Abraham offer sacrifices to the Lord and
raised up altars to the Lord? He most certainly did.
· And we studied the story of the sacrifice of
Isaac that pointed forward to the death of Jesus Christ on the cross. In fact
Jesus once said, Abraham saw My Day and he rejoiced, John 8:56.
· We also are told in Genesis that Isaac offered
sacrifices
· and Jacob also offered sacrifices.
So the ceremonial system of offerings and sacrifices existed between
Genesis chapter 4 and Exodus chapter 19 before the 10 Commandments. So the 10 Commandments and the Ceremonial Law both
existed before Mount Sinai. God’s Moral Law existed before sin, the Ceremonial
Law comes in after sin, in order to deal with the sin problem.
· Apakah
Nuh mempersembahkan kurban ketika dia keluar dari bahtera? Ya. Kita bisa
membacanya di Kejadian 8:20-21.
· Apakah
Abraham mempersembahkan kurban kepada Tuhan dan mendirikan mezbah untuk Tuhan?
Dia melakukannya.
· Dan
kita sudah mempelajari kisah pengurbanan Ishak yang menunjuk kepada kematian
Yesus Kristus di salib di masa mendatang. Bahkan Yesus berkata, “Abraham bapamu bersukacita
bahwa ia akan melihat hari-Ku…” [Yoh 8:56]
· Kita juga diberitahu di
kitab Kejadian bahwa Ishak mempersembahkan kurban,
· dan Yakub juga
mempersembahkan kurban.
Jadi sistem seremonial membawa persembahan dan
kurban
sudah ada sebelum Kejadian pasal 4 dan Keluaran pasal 19, sebelum ada 10
Perintah.
Jadi 10 Perintah dan Hukum Seremonial
sama-sama sudah ada sebelum G. Sinai. Hukum Moral Tuhan sudah ada sebelum ada dosa, Hukum Seremonial
muncul setelah ada dosa, tujuannya adalah untuk menangani problem dosa itu.
Now, let us do a comparison of the
two laws.
Let’s talk first of all about the 10
Commandments. The 10 Commandments are the constitution of God’s government.
The 10 Commandments are actually a reflection of God’s character. They tell
us what God is like in His Person. And therefore you cannot change the 10
Commandments. You cannot change the 10 Commandments anymore than you can change
God’s character. The purpose of the 10
Commandments is to reveal the distinction between good and evil and between
right and wrong. And of course the 10 Commandments
reveal what God is really like.
Sekarang, marilah kita bandingkan
kedua hukum itu.
Pertama-tama marilah
kita bicarakan 10 Perintah dulu. 10
Perintah adalah undang-undang dasar pemerintahan Tuhan. Sebenarnya 10
Perintah adalah refleksi/cermin
dari tabiat Tuhan. Hukum itu menjelaskan kepada kita bagaimana
Pribadi Tuhan ini. Maka, kita tidak bisa mengubah 10 Perintah ini. Sebagaimana kita tidak bisa mengubah tabiat
Tuhan, maka kita juga tidak bisa mengubah 10 Perintah ini. Tujuan 10 Perintah
ini adalah untuk menyatakan perbedaan yang jelas antara yang baik dan yang
jahat, dan antara yang benar dan yang salah. Dan tentu saja 10 Perintah ini
menyatakan bagaimana sebenarnya Tuhan itu.
Now, let’s talk a little bit about the 10
Commandments. Deuteronomy 5:22 tells us that God spoke the 10 Commandments directly
to the children of Israel. What did I say? God spoke the 10
Commandments directly to the children of Israel. Let’s read it in Deuteronomy
5:22, “These words the Lord spoke to all your assembly, in the mountain
from the midst of the fire, the cloud, and the thick darkness, with a loud
voice; and He added no more. And He wrote them on two tablets of stone and gave
them to me.” So to whom did God speak the 10 Commandments?
He spoke the 10 Commandments to “all your
assembly” it says, from the
mountain. God spoke the 10 Commandments to the entire encampment of Israel.
Sekarang, marilah kita
kupas sedikit tentang 10 Perintah ini. Ulangan 5:22 memberitahu kita bahwa Tuhan mengucapkan 10 Perintah
ini langsung kepada umat Israel. Apa saya bilang? Tuhan mengucapkan 10
Perintah ini langsung kepada umat Israel. Mari kita baca di Ulangan 5:22 “Firman itulah yang diucapkan
TUHAN kepada seluruh jemaahmu dengan suara nyaring di gunung, dari
tengah-tengah api, awan dan kegelapan, dan tidak ditambahkan-Nya apa-apa lagi.
Ditulis-Nya semuanya pada dua loh batu, lalu diberikan-Nya kepadaku.” Jadi kepada siapa Tuhan mengucapkan ke10
Perintah itu? Tuhan mengucapkan ke-10 Perintah itu kepada “seluruh
jemaahmu”, katanya, dari atas gunung. Tuhan menyampaikan secara verbal
ke-10 Perintah kepada seluruh perkemahan Israel.
Another interesting detail about the 10 Commandments is that God wrote
the 10 Commandments with His own finger. Notice Exodus 31:18, it says, “And
when He had made an end of speaking with him on Mount Sinai, He gave Moses two
tablets of the Testimony, tablets of stone, written with…” what? “…written with the finger of God.” Everything else in the Bible, God spoke to the
prophet and the prophet spoke it or wrote it to the people. But when it came to
the 10 Commandments, God wrote the 10 Commandments with His own finger, and He
spoke them personally to the entire assembly of Israel.
Suatu detail lain yang
menarik mengenai ke-10 Perintah adalah Tuhan
menulis ke-10 Perintah itu dengan jariNya sendiri. Perhatikan Keluaran
31:18, dikatakan, “Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara
dengan dia di gunung Sinai, kedua loh Kesaksian,
loh batu, yang ditulisi oleh…” apa? “…oleh jari Allah.” [NKJV yang diindonesiakan]. Segala
yang ada di dalam Alkitab, Tuhan berbicara kepada nabiNya, dan nabiNya
berbicara atau menulisnya kepada umat. Tetapi mengenai 10 Perintah ini, Tuhan
menulisnya dengan jariNya sendiri, dan Tuhan yang menyampaikannya secara
pribadi, secara verbal kepada seluruh jemaat
Israel.
Notice also that the 10 Commandments were written on
tables of stone. Let’s read Deuteronomy 4:13, it says here, “So
He declared to you His covenant which He commanded you to perform, the Ten
Commandments; and He wrote them on…” what? “…on
two tablets of stone.” Where did
God write with his own finger the 10 Commandments that He spoke directly to the
children of Israel? He wrote them on two tablets of stone.
Perhatikan juga, bahwa 10 Perintah ini ditulis di atas
loh batu.
Mari kita baca Ulangan 4:13, dikatakan di sini, “Dan Ia memberitahukan
kepadamu PerjanjianNya, yang diperintahkan-Nya kepadamu untuk dilakukan, yakni Kesepuluh Perintah dan Ia menuliskannya…” di mana? “…pada dua loh batu.” [NKJV yang diindonesiakan]. Di
mana Tuhan menulis dengan jariNya sendiri ke-10 Perintah yang diucapkannya
kepada umat Israel? Dia menulisnya pada dua loh
batu.
Now, another interesting detail is where the 10
Commandments were placed in the Sanctuary.
Deuteronomy 10:1-5 tells us that the 10 Commandments were placed inside the Ark of
the Covenant. Let’s read that
passage, Deuteronomy 10:1-5, it says here
“At that time the Lord said to me…” He is speaking to Moses, “…‘Hew for yourself two tablets of stone
like the first…” because Moses broke the first tables, “…and come up to Me on the mountain
and make yourself an ark of wood…” And God says, “…And I will write on the tablets the words that were on
the first tablets, which you broke; and you shall put them…” where?
“…in the ark.’ So I made an ark of acacia wood, hewed two
tablets of stone like the first, and went up the mountain, having the two
tablets in my hand…” And now notice, “… And He…” that is God “…wrote on the tablets according to the first writing, the Ten
Commandments, which the Lord had spoken to you…”
notice to Israel “…in the mountain from the midst of
the fire in the day of the assembly; and the Lord gave them to me…” And now notice, “…Then I turned and came down from the mountain, and put the tablets…” where? “…in the ark which I had made; and there they are, just as the Lord commanded me.”
Sekarang,
suatu detail lain yang menarik adalah di mana ke-10 Perintah itu disimpan di
dalam Bait Suci. Ulangan 10:1-5 memberitahu kita bahwa ke-10 Perintah
diletakkan di dalam Tabut Perjanjian. Mari kita baca teks ini,
Ulangan 10:1-5, dikatakan di sini, “Pada waktu itu berfirmanlah
TUHAN kepadaku…” Tuhan sedang berbicara kepada Musa, “…Pahatlah
untuk dirimu sendiri, dua loh batu yang
serupa dengan yang mula-mula…” karena
yang pertama sudah dipecahkan Musa, “…naiklah kepada-Ku ke atas
gunung, dan buatlah sebuah tabut dari kayu…” Dan
Tuhan berkata, “…maka
Aku akan menuliskan pada loh itu firman-firman yang ada pada loh yang mula-mula
yang telah kaupecahkan itu, kemudian letakkanlah kedua loh ke…” mana? “…ke dalam tabut itu.’ Maka aku membuat sebuah tabut dari kayu
penaga dan memahat dua loh batu yang serupa dengan yang mula-mula; kemudian aku
mendaki gunung dengan kedua loh itu di tanganku…” Dan
perhatikan sekarang, “…Dan pada loh itu Ia…” yaitu
Tuhan, “…menuliskan,
sama dengan tulisan yang mula-mula, Kesepuluh Perintah
yang telah diucapkan TUHAN kepadamu…” perhatikan, kepada Israel, “…di atas gunung dari tengah-tengah api pada hari kamu berkumpul;
sesudah itu TUHAN memberikannya kepadaku…” Dan
perhatikan sekarang, “…Lalu aku turun kembali dari atas gunung, dan aku meletakkan loh-loh
itu…” ke mana? “…ke dalam tabut yang telah kubuat; dan di
situlah tempatnya, seperti yang diperintahkan TUHAN kepadaku.” [NKJV
yang diindonesiakan].
1. So God spoke then, what? Directly to the
people.
2. Secondly He wrote them with His own
finger.
3. Third, He wrote them on tablets of what? Of
stone.
4. Fourth, He placed them where? Inside the
Ark of the Covenant.
5. And the fifth characteristic is that the 10 Commandments are not burdensome. In
other words the 10 Commandments are not a yoke of bondage like many Christians
teach.
1.
Jadi saat itu Tuhan berbicara,
bagaimana? Langsung kepada umatNya.
2.
Yang kedua, Tuhan menulisnya dengan jariNya sendiri.
3.
Ketiga, Tuhan menulisnya pada loh apa? Loh batu.
4.
Keempat, Tuhan menempatkannya di mana? Di dalam Tabut Perjanjian.
5.
Dan karakteristik yang kelima adalah 10 Perintah ini tidak berat. Dengan
kata lain, 10 Perintah ini bukanlah kuk perhambaan seperti yang diajarkan
banyak orang Kristen.
Now, notice 1 John 5:3, here the beloved
disciple John says, “For this is the love of
God, that we keep His commandments. And His commandments are not…” what? They are
not “…burdensome.” They are not a heavy
burden.
By the way David loved God’s law. He did not see
the law as being a heavy yoke of bondage. Notice Psalm 119 and we are going to
read now verse 72, and then verse 131, and finally verse 174, and I am going to
read them in sequence. Notice, “The law of Your
mouth…” says David, “…is better to me than thousands of coins of gold and silver…. I opened my mouth and panted, for I
longed for Your commandments…. I long for Your salvation, O Lord, and Your law is my delight.” Does that sound like the law was a yoke of bondage
to David? Absolutely not. He said, “I
love Your law.” How could a Christian say that the law is a yoke of bondage
when the law distinguishes right from wrong and good from evil?
Sekarang, perhatikan 1 Yoh 5:3, di sini murid yang terkasih, Yohanes,
berkata, “Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita
menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak…” apa? “…perintahNya
itu tidak berat.” Hukum
Tuhan bukan beban yang berat.
Misalkan, Daud, dia sangat mencintai Hukum Tuhan. Dia
tidak menganggap Hukum itu sebagai kuk perhambaan yang berat. Perhatikan Mazmur
119 dan kita akan membaca sekarang ayat 72, lalu ayat 131 dan akhirnya ayat
174, dan saya akan membacanya dalam urutan ini. Perhatikan, “Taurat yang Kausampaikan…” kata
Daud, “…adalah
baik bagiku, lebih daripada ribuan keping emas dan perak…Mulutku kungangakan
dan terengah-engah, sebab aku mendambakan
perintah-perintah-Mu… Aku rindu kepada
keselamatan dari-Mu, ya TUHAN, dan Taurat-Mu menjadi kesukaanku.” Apakah ini sepertinya bagi Daud Hukum Tuhan itu suatu kuk perhambaan? Sama sekali tidak! Daud berkata, “Saya
mencintai Hukum-Mu.” Mana mungkin seorang Kristen mengatakan bahwa Hukum Tuhan
itu adalah kuk perhambaan padahal Hukum itu untuk membedakan yang benar dari
yang salah, dan yang baik dari yang jahat?
Now let’s talk a little
bit about the Ceremonial Law. The Ceremonial Law was actually written by Moses.
It was not written by God. Notice Deuteronomy 31:9, it says here “So Moses wrote this law and delivered it to the
priests, the sons of Levi, who bore the ark of the covenant of the Lord, and to all the elders of
Israel.” So who wrote the Ceremonial
Law? The Bible says, Moses wrote this law. But not only this. Moses also spoke this law
to the religious leaders and to the people.
Sekarang marilah kita bicara sedikit
tentang Hukum Seremonial. Hukum Seremonial sesungguhnya ditulis oleh Musa.
Tidak ditulis oleh Tuhan. Perhatikan Ulangan 31:9, dikatakan di sana, “Setelah hukum Taurat itu dituliskan Musa, maka
diberikannyalah kepada imam-imam bani Lewi, yang mengangkut tabut perjanjian
TUHAN, dan kepada segala tua-tua Israel.” Jadi,
siapa yang menulis Hukum Seremonial? Kata Alkitab, Musa yang menulis Hukum ini.
Tetapi bukan hanya itu. Musa juga mengucapkan Hukum ini kepada
pemimpin-pemimpin agama dan kepada umat Israel.
Who spoke the 10 Commandments? God spoke the 10
Commandments to all of the congregation.
Now, notice what it says in Leviticus 1:1-2. “Now the Lord called to Moses, and spoke to him…” to whom did God speak when He gave the 10
Commandments? To all of the encampment of Israel. To whom did God speak when He
gave the Ceremonial Law? To Moses. It says, “Now the Lord called to Moses, and spoke to him from the tabernacle of
meeting, saying, ‘Speak to the children of Israel…” see, God uses an intermediary to speak to the
people, “…‘Speak to the children of Israel and
say to them: ‘When any one of you brings an offering to the Lord, you shall bring your offering of the livestock—of the
herd and of the flock...’” and then the next several chapters describe the different
offerings and sacrifices that were made in the Sanctuary or in the Temple.
Siapa yang mengucapkan 10 Perintah?
Tuhan yang mengucapkan 10 Perintah
kepada seluruh jemaat Israel.
Sekarang, perhatikan apa yang dikatakan di Imamat 1:1-2 “TUHAN memanggil Musa dan
berfirman kepadanya…” Tuhan berbicara kepada siapa ketika Dia
memberikan 10 PerintahNya?
Kepada seluruh perkemahan Israel. Kepada siapa Tuhan berbicara ketika Dia
memberikan Hukum SeremonialNya? Kepada Musa. Dikatakan, “TUHAN memanggil Musa dan
berfirman kepadanya dari dalam Kemah Pertemuan:
‘Berbicaralah kepada orang Israel…” lihat,
Tuhan memakai seorang perantara untuk berbicara kepada umat, “…‘Berbicaralah kepada orang
Israel, dan katakan kepada mereka: Apabila seseorang di antaramu hendak
mempersembahkan persembahan kepada TUHAN, haruslah persembahanmu yang kamu
persembahkan itu dari ternak, yakni dari lembu sapi atau dari kambing domba.’” Dan pasal-pasal berikutnya menggambarkan jenis-jenis persembahan dan kurban yang dilakukan di Bait Suci atau
di Kemah Suci.
Also I want you to notice that
the Ceremonial Law was actually written in a book, and it was placed beside the
Ark of the Covenant, not inside the Ark of the Covenant. Notice Deuteronomy
31:24-26, it says here “So it was, when Moses had completed writing the words of
this law in…” what? “… in a book…” Who wrote this law? Moses. Where did he write it?
In a book. So it says, “So
it was, when Moses had completed writing the words of this law in a book, when
they were finished, that Moses commanded the Levites, who bore
the ark of the covenant of the Lord, saying: ‘Take this Book of the Law, and
put it beside the ark of the covenant of the Lord your God, that it may be there as a witness against
you…’” Where was the Ceremonial Law placed? It
was put beside the Ark. Where were the 10 Commandments put? They were put inside the Ark. Is there a clear
distinction between God’s Moral Law and God’s Ceremonial Law? Absolutely clear
according to Scripture.
Saya juga ingin kalian perhatikan bahwa Hukum Seremonial itu
ditulis di dalam kitab, dan ditempatkan di samping Tabut Perjanjian, bukan di
dalam Tabut Perjanjian. Perhatikan Ulangan 31:24-26, dikatakan di sini, “Ketika Musa selesai menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam…” apa? “…sebuah kitab…” Siapa yang menulis Hukum ini? Musa. Di
mana dia menulisnya? Di dalam sebuah kitab. Jadi dikatakan, “Ketika Musa selesai
menuliskan perkataan hukum Taurat itu dalam sebuah kitab sampai perkataan yang
penghabisan, maka Musa memerintahkan
kepada orang-orang Lewi pengangkut tabut perjanjian TUHAN, demikian: ‘Ambillah kitab Taurat ini dan letakkanlah di
samping tabut perjanjian TUHAN, Allahmu, supaya menjadi saksi di situ terhadap
engkau.’” Di mana Hukum Seremonial ini ditempatkan? Di samping Tabut
Perjanjian. Di mana ke-10
Perintah
ditempatkan? Di dalam Tabut Perjanjian.
Apakah ada perbedaan yang jelas antara Hukum Moral Tuhan dengan Hukum
Seremonial Tuhan? Sangat jelas menurut Alkitab.
Now, let’s talk a little
bit about the law – sin – death – and substitution. The first thing that I want
us to notice is that the purpose of the law is to point out sin. Notice Romans
3:20 “Therefore by the deeds of the law no flesh will be
justified in His sight, for by the law is…” what? “…is the knowledge of sin.” How do you know that an act is sinful? Because the
law of God tells you that it is sinful. For example, how do you know that it is
wrong for you to have sexual relation with your neighbour’s wife? Because there
is a commandment that says, “You shall not…” what? “…commit adultery.” How do you know that lying is wrong? Because there
is a commandment that says, “Thou shalt not bear…” what? “…false witness”. So the
purpose of the law, the 10 Commandments is to point out sin.
Nah, mari kita bicara sedikit tentang
hukum ~ dosa ~ kematian ~ dan substitusi. Hal pertama yang saya mau kalian
perhatikan adalah, tujuan Hukum itu untuk menunjukkan dosa. Perhatikan Rom
3:20 “Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan
Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat itulah…” apa? “…orang
mendapat
pengetahuan tentang dosa.” [NKJV yang diindonesiakan] Dari mana kita tahu suatu tindakan itu dosa? Karena Hukum Tuhan berkata itu
dosa. Misalnya, dari mana kita tahu bahwa menjalin hubungan seksual dengan
istri tetangga kita itu salah? Karena ada hukum yang berkata, “Jangan…” apa? “…berzinah”. Dari mana kita tahu berbohong itu salah? Karena ada Hukum
yang berkata, “Jangan
mengucapkan…” apa? “…saksi dusta tentang sesamamu.” Jadi tujuan
Hukum, ke-10 Perintah adalah menunjukkan dosa.
And the question is what is sin? The Bible defines
what sin is. In 1 John 3:4 it says, “Whoever commits sin also
commits lawlessness, and sin is…” what? “…lawlessness.” Or as the KJV has it, sin is what? “the transgression of the law.” So the law points out sin and sin is the transgression of God’s Moral Law.
And what is the consequence of sin according to Scripture? Notice Romans 6:23
the first part of the verse says, “For the
wages of sin is…” what? “…is death.” So notice, the law points out sin, sin is
transgression of the law and transgression of the law leads to what? To death.
How many of us have sinned? You know, if anybody here said that you haven’t
sinned, that would be your first sin because you are lying.
Dan pertanyaannya adalah, dosa itu apa? Alkitab
mendefinisikan apa dosa itu. Di 1 Yoh 3:4 dikatakan, “Setiap orang yang berbuat dosa, melanggar juga
hukum Allah, sebab dosa ialah pelanggaran hukum Allah.” Jadi, Hukum
menunjukkan mana yang dosa, dan dosa adalah pelanggaran Hukum Moral Tuhan.
Dan apakah konsekuensi atau akibat dosa menurut Firman
Tuhan? Perhatikan Rom 6:23 bagian yang pertama dari ayat itu berkata, “Sebab upah dosa ialah…” apa? “…ialah maut…” Jadi perhatikan, Hukum
Tuhan menunjukkan dosa, dosa adalah pelanggaran Hukum, dan pelanggaran Hukum
berakibat apa? Kematian.
Berapa orang dari kita yang sudah berbuat dosa? Kalian
tahu, jika ada di sini yang berkata bahwa dia tidak pernah berdosa, itu adalah
dosanya yang pertama, karena dia sudah berbohong.
The Bible says in
Romans 3:10 “As it is written: ‘There is none righteous, no, not one.’” And in Romans 3:23 says “for all have sinned and fall short of the glory of God.” So have we all transgressed God’s law?
Absolutely. And therefore all of us deserve what? Deserve death.
Now, the question is, must we all die? Absolutely not. Why? Because what the
law demands, Jesus provided. And the
penalty which the law of God demands, Jesus paid. So if I receive Jesus
as my Savior in repentance and in confession and I trust in Him, then His death
saves me from the penalty of death.
Alkitab berkata di Rom 3:10 “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorang pun
tidak.” Dan di Rom 3:23 dikatakan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan jauh kurangnya dari kemuliaan Allah.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi apakah kita semua sudah pernah melanggar Hukum Tuhan? Sudah pasti.
Karena itu kita semua pantas apa? Pantas mati.
Sekarang, pertanyaannya adalah, haruskah kita semuanya mati? Tentu saja
tidak. Mengapa? Karena apa
yang dituntut oleh Hukum, sudah dipenuhi oleh Yesus. Dan hukuman yang dikenakan oleh Hukum Tuhan,
sudah dibayar oleh Yesus.
Maka, jika saya menerima Yesus sebagai Juruselamat saya dengan pertobatan, dan
pengakuan, dan saya beriman kepadaNya, maka kematianNya telah menyelamatkan
saya dari hukuman mati.
Notice 2 Corinthians 5:21. Here is
the remedy for sin. The Ceremonial Law has to do with the remedy for sin. It
comes in after sin because sin puts us all on death row. 2 Corinthians 5:21
says, “For He…” that is God the Father, “…For He made Him…” that is Jesus, “…who knew no sin…” see, Jesus knew no sin, but the Father made Him what? “…made Him to be sin for us…”
In other words, God took
our sins and placed them on whom? On Jesus. Now go the last part of the verse, “…that we might become the righteousness of God in
Him.” He took our unrighteousness so that we could have His
perfect righteousness. That’s what the Ceremonial Law pointed to.
Perhatikan 2 Korintus 5:21. Di sini diberikan jalan
keluarnya dosa. Hukum Seremonial ada kaitannya dengan jalan keluar dosa. Hukum
ini muncul setelah ada dosa karena dosa menempatkan kita semuanya di daftar
hukuman mati. 2 Korintus 5:21 berkata, “Dia…” yaitu Yesus, “…yang tidak mengenal dosa…” lihat, Yesus tidak mengenal dosa, “… telah dibuat Bapa…” dibuat
oleh Allah Bapa menjadi apa? “…menjadi
dosa karena kita…” Dengan kata lain, Tuhan mengambil dosa kita dan
meletakkannya pada siapa? Pada Yesus. Sekarang, kita ke bagian akhir dari ayat
ini, “…supaya kita
boleh memiliki kebenaran Tuhan di dalam Dia.” [NKJV yang
diindonesiakan]. Dia
mengambil ketidakbenaran kita agar kita boleh mendapatkan kebenaranNya. Itulah
yang ditunjukkan oleh Hukum Seremonial.
Now, we need to ask a very important question, what is it that saves human
beings from the sentence of death? It is what? The life of Jesus and His death on the cross,
right?
But now here comes a very important question: How were Old Testament saints saved before
Jesus Christ came? Has anybody ever
asked that question? How were people in the Old Testament saved, when Jesus had
not yet come to pay the death of sin by His death on the cross. Well, let’s use a hypothetical situation.
Sekarang, kita harus mengajukan pertanyaan yang
sangat penting, apa yang bisa menyelamatkan manusia dari hukuman mati? Apakah
itu? Itu adalah kehidupan Yesus dan kematianNya di atas salib, benar?
Tetapi sekarang ada pertanyaan yang sangat penting:
Bagaimana orang-orang saleh di zaman Perjanjian Lama diselamatkan, karena pada
waktu itu Yesus belum datang untuk membayar maut akibat dosa dengan
kematianNya di salib? Nah, marilah kita memakai suatu hipotesa.
Let’s suppose that someone in the encampment of Isreal decided to steal his
neighbor’s sandals. Is that a violation
of the Moral Law? Yes. The Moral Law
says “Thou shalt not…” what? “…steal.” And if you steal, the wages of stealing is what?
The wages of stealing or violating the Moral Law is death. And so this person
by stealing the sandals of his neighbor had placed himself on death row. Of
course the question is, is there any way that that sinner could escape the
death sentence and still live inspite of his sin? The answer is absolutely yes.
Misalkan seseorang di perkemahan Israel memutuskan
untuk mencuri sandal tetangganya. Apakah itu suatu pelanggaran terhadap Hukum
Moral Tuhan? Ya. Hukum Moral berkata, “Jangan…” apa? “…mencuri.”
Dan jika kamu mencuri, apa hukuman mencuri? Hukuman mencuri atau pelanggaran
terhadap Hukum Moral adalah kematian. Maka, dengan mencuri sandal tetangganya,
orang ini menempatkan dirinya pada daftar yang
akan dihukum mati. Tentu saja pertanyaannya adalah, apakah ada jalan bagi seorang
pendosa untuk lolos dari hukuman mati dan tetap boleh hidup walaupun dia punya
dosa? Jawabannya adalah pasti ya.
If you read Leviticus chapter 1 ~ and we are not going to go there, you can
read that in your leisure ~ Leviticus chapter 1 and verses 1-4, and actually
the first seven chapters have different types of sacrifices, you’ll find that
the sinner could bring an immaculate spotless lamb to the sanctuary. And he
could place his hands on the head of that lamb, and confessed his sin on the
head of that lamb, that sin of stealing
his neighbor’s sandals. In other words, by confessing his sin on the head ~ and
notice, it’s the head, it is very very important. Where did Jesus
bear our sins? He bore our sins on His conscience,
which had to do with His mind, with His brain. And so that sin was actually
being transferred from the sinner to the perfect victim. Then after the sin was transferred to the
victim, the sinner himself had to take the knife and he had to slay that animal.
In other words, the animal was suffering death in place of whom? In place of
the sinner. In other words, the animal was punished so that the sinner would
not have to be punished.
Jika kalian membaca Imamat pasal 1 ~ kita tidak
akan ke sana, kalian bisa membaca ini di waktu luang kalian ~ Imamat pasal 1
dan ayat 1-4, dan sebenarnya 7 pasal yang pertama menjelaskan tentang
jenis-jenis kurban yang berbeda, kalian akan mendapatkan bahwa seorang yang
berdosa bisa membawa seekor domba yang tidak bercacat cela ke Bait Suci. Dan
dia bisa menumpangkan tangannya di atas kepala domba itu dan mengakui semua
dosanya di atas kepala domba itu, yaitu dosa mencuri sandal tetangganya. Dengan
kata lain, dengan mengakui dosanya di atas kepala ~ perhatikan, di atas kepala,
ini faktor yang sangat penting. Di mana Yesus memikul dosa kita?
Dia memikul dosa kita di kesadaranNya, yang berkaitan dengan pikiranNya,
otakNya. Maka dosa itu dipindahkan dari
si pendosa kepada kurbannya yang tidak bercela. Lalu, setelah dosa itu
dipindahkan ke kurban, si pendosa sendiri harus mengambil pisau dan menyembelih
binatang itu. Dengan kata lain, binatang itu memikul hukuman sebagai pengganti
siapa? Sebagai ganti orang yang berdosa. Dengan kata lain, binatang itu dihukum
supaya orang yang berdosa tidak usah dihukum.
Now, it’s interesting to notice that this ritual actually did not legally take care of
the problem of sin. The Moral Law pointed out sin and its penalty, and
the Ceremonial Law provided the remedy for the problem. But the Old Testament
system legally did not actually remove sin. And you say, “How is that?”
Let’s read Hebrews 10:4 here the apostle
Paul is categorical when he says, “For it is not possible that the blood of bulls
and goats could…” what? “…could take away sins.” So did these
sacrifices actually legally take away sin? Absolutely not. Because sin cannot
be removed by animals dying, the Creator Himself had to come and
gave His life in place of His creatures.
Nah, adalah hal yang menarik, bahwa ritual ini sesungguhnya tidak
menghapus masalah dosa secara sah. Hukum Moral menunjukkan dosa dan hukumannya,
dan Hukum Seremonial menyediakan jalan keluar bagi problem itu. Tetapi sistem Perjanjian Lama tidak
menyingkirkan dosa itu secara sah. Dan kalian berkata, “Kok bisa?” Mari kita baca
Ibrani 10:4. Di sini rasul Paulus dengan mantap berkata berkata, “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau
darah domba jantan…” apa? “bisa menghapuskan dosa.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi, apakah kurban-kurban ini benar-benar secara sah
menghapuskan dosa? Sama sekali tidak! Karena dosa tidak bisa dihapuskan oleh kematian
binatang. Sang Khalik sendiri harus datang dan memberikan nyawaNya sebagai
pengganti nyawa ciptaanNya.
You say, “What was the purpose of this whole system of sacrifice then?” Let
me put it this way. The entire Old Testament system was
actually a system of I.O.U’s. When the sinner came to the sanctuary,
confessed his sin on the head of the animal,
and then slew the animal, at that moment Jesus said, “This sinner came
in penitence to Me, and I will pay.” In other words the sentence of
the sinner was commuted because Jesus Christ had promised that in the future He
was going to what? He was going to come to pay for that sin.
Kalian berkata, “Apa gunanya seluruh sistem kurban
ini kalau begitu?” Coba saya jelaskan. Seluruh
sistem Perjanjian Lama sesungguhnya adalah sistem Surat Utang. Pada waktu orang
yang berdosa datang ke Bait Suci, mengakui dosanya di atas kepala hewan kurban,
lalu menyembelih hewan itu, pada saat itu Yesus berkata, “Orang berdosa ini
datang dengan pertobatan kepadaKu, dan Aku akan
bayar.” Dengan kata lain, hukuman orang yang berdosa ini digantikan karena
Yesus Kristus telah berjanji bahwa kelak Dia akan melakukan apa? Dia akan datang untuk membayar dosa itu.
In other words, the sinner in the Old Testament saw in that sacrifice a
symbol of Christ and was still saved by the Christ who was to come but sin was not legally taken care of until Jesus
died on the cross. In other words what happened was that the sentence
was postponed or deferred on the basis of the promise that Jesus made that He
was going to come to pay all of those I.O.U.’s of the Old Testament system. The Old
Testament system in other words was a system of debt, it was a credit system,
which means that the sanctuary in the Old Testament was filled with sin,
because the blood of bulls and goats cannot remove sin.
Dengan kata lain, orang yang berdosa di Perjanjian
Lama, melihat dalam pengurbanan hewan itu simbol Kristus, dan dia tetap
diselamatkan oleh Kristus yang masih akan datang
kelak, namun dosanya belum
secara sah disingkirkan hingga saat Yesus mati nanti di atas salib. Dengan kata lain, apa yang terjadi adalah hukuman
matinya ditunda atau ditangguhkan atas dasar janji Kristus bahwa Dia
akan datang nanti untuk melunasi semua surat utang dari
sistem Perjanjian Lama. Dengan kata lain, sistem Perjanjian Lama itu adalah suatu sistem utang, sistem kredit, artinya Bait Suci Perjanjian Lama itu dipenuhi oleh dosa,
karena darah lembu dan kambing tidak bisa menyingkirkan
dosa.
Now, go with me to Colossians 2:13-14 which is
referring to this. Colossians 2:13-14 it says here, “And you,
being dead in your trespasses and the uncircumcision of your flesh, He has made
alive together with Him, having forgiven you all trespasses, having
wiped out the handwriting of ordinances that was against us…” the handwriting of ordinances was what? “…against us which was contrary to us. And He
has taken it out of the way…” what did He take out of the way? The
handwriting of requirements or ordinances. It says “…He has taken it out
of the way having nailed it to…” what? “…to the cross.” What did He nail to the cross?
Sekarang, marilah ke Kolose 2:13-14 yang mengacu kepada hal
ini. Kolose 2:13-14, dikatakan di sini, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena
tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia,
sesudah Ia mengampuni segala pelanggaranmu, dengan menghapuskan semua surat hutang yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan
mengancam kita…” Surat utang itu apa? “…mendakwa dan mengancam
kita. Dan Dia menyingkirkannya…” apa
yang disingkirkan? Surat
utang. Dikatakan, “…Dia menyingkirkannya dengan
memakukannya…” ke
mana? “…pada kayu
salib.”[NKJV yang diindonesiakan]. Jadi apa yang dipakukan Yesus ke kayu
salib?
The NKJV says “the handwriting of requirements”,
that is not the best translation. You know in recent years it’s been discovered
that the Greek word χειρόγραφον [cheirographon] which translates “handwriting of ordinances” actually is
referring to a bond of debt. I am going to read a definition that is given by
one Lexicon, the χειρόγραφον [cheirographon] or the handwriting
of requirements that is mentioned here, “is a certificate of indebtedness personally prepared
and signed by the debtor.”
Terjemahan NKJV menyebutnya
“tulisan persyaratan” itu bukan terjemahan yang terbaik. Kalian tahu,
belakangan ini telah didapati bahwa kata Greeka χειρόγραφον [cheirographon] yang diterjemahkan “tulisan persyaratan”
sesungguhnya mengacu kepada surat utang. Saya akan membacakan definisi yang
diberikan oleh sebuah Kamus bahwa kata χειρόγραφον [cheirographon] atau
“tulisan persyaratan” yang disebutkan di sini adalah “suatu sertifikat utang yang ditulis sendiri dan
ditandatangani oleh orang yang berutang.”
(** tidak jadi soal buat Alkitab terjemahan bahasa Indonesia yang sudah
memakai istilah yang benar yaitu “surat
utang”)
Now let me read you some translations from other versions of the
Bible.
The New American Standard Bibles says that it means “a
certificate of debt”.
The New Living Translations says that it refers to “a record of the charges against us.”
The English Standar version says “cancelling the records of our
debts”.
The Message translates “that old arrest warrant cancelled”.
The New Century version translates “He cancelled the debt”.
The New English Translations translates “a certificate of indebtedness”
The Revised Standard
Version translates “having cancelled the bond that stood against us”
The New Revised Standard Version says, “erasing the record that
stood against us.”
Saya akan membacakan beberapa
terjemahan dari versi-veri Alkitab yang lain.
New American Standard Bible
berkata itu artinya “suatu surat utang.”
New Living Translations berkata
itu mengacu kepada “suatu catatan yang mendakwa kita.”
English Standard Version berkata
“membatalkan catatan utang kita.”
Message menerjemahkannya
“membatalkan surat penangkapan yang lama.”
New Century Version
menerjemahkannya, “Dia [= Yesus] membatalkan utang itu.”
New English Translations
menerjemahkannya “suatu sertifikat utang.”
Revised Standard Version
menerjemahkannya, “setelah membatalkan surat utang yang mendakwa kita.”
New Revised Standard Version
berkata, “menghapuskan catatan yang mendakwa kita.”
What is it that Jesus Christ nailed to the cross of Calvary? Nailed to
the cross of Calvary all of the I.O.U.’s
that had been signed by the debtors who offered these animal sacrifices
in the Old Testament system. In other words, everytime that a sinner
offers a sacrifice and saw in that sacrifice a symbol of Jesus Christ, he
was looking at the future at the coming of the Messiah
who said, “I will pay for all of those
I.O.U.’s. I will pay for all of those unpaid bills that have come up.”
Apa yang dipakukan Yesus Kristus
ke salib di Kalvari? Dipakukan
ke salib di Kalvari ialah semua surat utang yang pernah ditandatangani oleh orang-orang yang
berutang, yang telah mempersembahkan kurban mereka menurut sistem Perjanjian
Lama. Dengan
kata lain, setiap kali seorang yang berdosa mempersembahkan kurban dan melihat
Yesus Kristus disimbolkan dalam
kurban itu, dia sedang memandang ke masa depan, ke saat datangnya Sang Mesias
yang berkata, “Aku akan melunasi semua surat utang itu. Aku akan membayar semua
tagihan yang belum dibayar itu.”
Now when Jesus came, the debt of sin had accumulated to an alarming rate. And the debt had not been
legally paid because the blood of bulls and goats cannot take away sins. In
fact between Sinai and Calvary over one million sacrifices were offered just in
the morning and evening sacrifice. God simply accepted the faith of the person
who brought the animal, and confessed
his sin, and killed the animal and Jesus said, “Someday I will come and I will
pay.” So when Jesus came, He nailed our debt to where? To the cross. He didn’t
nail the 10 Commandments to the cross, He nailed our bonds of debt to the
cross. He took care of it once and for all, legally, because now He offered His own precious blood. Are you understanding
what I’m saying?
Nah,
pada waktu Yesus datang, tumpukan surat-surat utang itu sudah bertambah dengan
kecepatan yang mengkhawatirkan. Dan
utangnya belum dilunasi secara sah karena darah lembu dan kambing tidak bisa
menyingkirkan dosa. Bahkan antara gunung Sinai dan Kalvari, lebih dari satu
juta hewan telah dikurbankan hanya pada waktu kurban pagi dan petang. Tuhan
semata-mata menerima iman orang yang membawa hewan kurban itu, yang mengakui
dosanya, lalu membunuh hewan itu, dan Yesus berkata, “Suatu hari kelak Aku akan
datang dan melunasinya.” Maka ketika Yesus datang, Dia memakukan surat utang
kita ke mana? Ke salib. DIA
TIDAK MEMAKUKAN 10 Perintah KE SALIB! DIA MEMAKUKAN SURAT UTANG KITA KE SALIB. Dia membereskannya,
untuk selama-lamanya, secara sah, karena sekarang Dia mempersembahkan darahNya
sendiri yang begitu berharga. Apakah kalian memahami apa yang saya katakan?
Now, let’s go to Colossians 2:15. As a result of what Jesus did on the
cross, He now can brag a little bit. And
He can actually expose Satan and his angels because Satan had said, “You can’t forgive sinners because the
blood of bulls and goats cannot take away sins.” But when Jesus nailed our IOU’s to the cross of
Calvary, now Jesus said something to the
principalities and powers. Notice Colossians 2:15, it says, “Having disarmed principalities and powers, He made a…” what?
“…a public spectacle of them,
triumphing over them in it…” That is in His what? In His cross.
Sekarang,
marilah kita ke Kolose 2:15. Sebagai akibat apa yang Yesus lakukan di atas
salib, Dia sekarang bisa menyombong sedikit. Dan Dia bisa mengekspos Setan dan
pengikutnya karena Setan telah berkata, “Engkau tidak bisa mengampuni orang
berdosa karena darah lembu dan kambing tidak bisa menghapus dosa.” Tetapi
ketika Yesus memakukan surat-surat utang kita ke salib di Kalvari, maka Yesus
berkata sesuatu kepada kepala-kepala pemerintahan dan penguasa-penguasa, perhatikan Kolose
2:15, dikatakan, “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan
menjadikan…” apa? “…menjadikan mereka sebagai tontonan umum dalam
kemenangan-Nya atas mereka.” Dalam kemenanganNya di mana? Di salibNya.
Let me give you a biblical
example so you can understand what this
means.
In Jude 9 we have the
story of the death of Moses and something that happened after Moses died. There
are two strange things about the death of Moses.
·
Number
1, the Bible said that God buried him. The only person that I know of in the Bible that God buried.
· And secondly, the Bible says that nobody knows where his tomb
was which is very unsual because the Jews marked the tombs of their
heroes.
And
then later on during the ministry of Christ, on the Mount of Transfiguration,
Moses appeared talking to Jesus Christ on the mount.
So
what must have happened after Moses died? He must have been what? He must have
been resurrected.
Coba saya beri contoh dari Alkitab, agar kalian
bisa memahami apa maksudnya.
Di kitab Yudas
ayat 9, kita dapatkan kisah tentang kematian Musa dan sesuatu yang terjadi
setelah Musa mati. Ada dua hal yang aneh mengenai kematian Musa:
· Pertama, Alkitab berkata bahwa Tuhan
yang mengubur Musa, satu-satunya manusia di Alkitab yang saya ketahui
dikuburkan Tuhan.
· Dan kedua, Alkitab berkata, tidak ada
yang tahu di mana makamnya, yang
merupakan hal yang luar biasa, karena orang Yahudi selalu menandai makam
para pahlawan mereka.
Kemudian setelah itu, selama pelayanan penginjilan
Kristus, di atas Bukit Transfigurasi, Musa terlihat sedang berbicara dengan
Yesus Kristus di bukit itu.
Jadi, apa yang pasti telah terjadi setelah Musa
mati? Dia pasti telah diapakan? Dia pasti telah dibangkitkan.
In fact notice Jude 9 where we have a reference to this event. It says, “Yet Michael the archangel,
in contending with the devil, when he disputed about…” what? Oh, Michael was disputing with the devil over what?
“…the body of Moses…” Do you think God fights over dead bodies? Over corpses?
What had Michael come to do? He had come
to do what He will do when He comes again. “…the Lord Himself will descend from heaven with a shout, with the voice of
the…” what? “…of the archangel, and with the trumpet of God.
And the dead in Christ will rise first.” And so it says, He “…dared not bring against
him a reviling accusation, but said, ‘The Lord rebuke you!’”
Sesungguhnya, perhatikan Yudas ayat 9 di mana kita
temukan referensi kejadian itu. Dikatakan, “Tetapi penghulu malaikat, Mikhael, ketika dalam suatu perselisihan
bertengkar dengan Iblis mengenai…” apa? Oh, Mikhael bertengkar dengan Iblis mengenai apa? “…mayat
Musa…” Menurut kalian apakah Tuhan punya kegemaran memperebutkan mayat? Memperebutkan jasad? Mikhael datang
untuk apa? Dia datang untuk melakukan apa yang akan Dia lakukan nanti bila Dia
datang lagi. “Tuhan sendiri akan turun dari Surga, dengan satu seruan, dengan
suara…”
apa? “…Penghulu Malaikat, dan dengan sangkakala Allah dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu
bangkit.” [1 Tesa 4:16 NKJV yang
diindonesiakan]
Jadi dikatakan [di Yudas ayat 9], Dia “…tidak berani melancarkan
kepada Iblis tuduhan yang menghakimi, tetapi berkata: ‘Tuhan memarahi engkau!’" [NKJV yang diindonesiakan]
Keterangan tentang Yudas 1:9
Banyak orang menganggap Mikhael (Yesus) takut
pada Iblis karena ayat ini. Inilah penjelasannya mengapa ayat itu ditulis
demikian:
Pada waktu Mikhael [=Yesus] mau membangkitkan
Musa dari kuburnya dan Iblis berusaha mencegah, itu terjadi sebelum kematian
Yesus di salib sehingga waktu itu belum waktunya Iblis dihakimi. Pada waktu itu
kebinasaan Iblis belum dipastikan oleh kematian Kristus. Karena itu Iblis
masih tidak dihakimi oleh Mikhael saat itu (diistilahkan "tidak berani melancarkan tuduhan yang
menghakimi")
tetapi Mikhael hanya berkata "Tuhan memarahi engkau!" Dengan
kata lain Mikhael berkata "Aku (Tuhan) memarahi engkau!"
Kata "memarahi" itu dari kata ἐπιτιμάω [epitimaō] yang artinya "memarahi" atau
"melarang" . Kekalahan Iblis baru termeterai di salib ketika Yesus
berkata "Sudah selesai", sejak itu kebinasaan Iblis sudah
dipastikan.
You know when Jesus resurrected from the death, He did not resurrect by Himself. There was a
multitude that resurrected with Him. Now, He could
resurrect them, because all of the IOU’s
have been what? Taken care of by Jesus Christ. Let’s read about that in Matthew
27:50-53, it says, “And Jesus cried out again with a loud
voice, and yielded up His spirit. Then, behold, the veil of the
temple was torn in two from top to bottom; and the earth quaked, and the rocks
were split, and the graves were opened; and many bodies of the saints who had fallen
asleep…” this is during the Old Testament
period, “…who had fallen asleep were…” what? “…were raised…” they didn’t come out on the Friday, they came out on the resurrection day,
because it continues saying here, “… and coming out of the graves…” when? “…after His resurrection, they went into the holy city and appeared to
many.”
Kalian tahu, ketika Yesus bangkit dari kematian, Dia
tidak bangkit seorang diri. Ada sekelompok orang yang bangkit bersamaNya. Nah,
sekarang Dia bisa membangkitkan mereka, karena semua surat utang mereka telah
apa? Telah dibereskan oleh Yesus Kristus. Marilah kita baca
mengenai hal itu dari kitab Matius 27:50-53, dikatakan di sini, “Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan
nyawa-Nya. Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah
dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah, dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang
kudus yang telah meninggal…” selama
masa Perjanjian Lama, “…yang telah meninggal…” apa? “…bangkit….” Mereka tidak keluar dari kubur pada hari Jumat itu,
mereka keluar pada hari kebangkitan, karena ayat itu selanjutnya berkata, “…Dan sesudah kebangkitan Yesus…” kapan? “…sesudah kebangkitan Yesus, mereka pun keluar
dari kubur, lalu masuk ke kota kudus dan menampakkan diri kepada banyak orang.”
If I had time I
would show you that the first fruit celebration which represents the
resurrection of Christ. That very day that Jesus resurrected, He went to the
presence of His Father, and He said,
“Father, I have offered the sacrifice for sin is the sacrifice accepted?” And
the Father said, “Yes.” And then Jesus took a trip back to the earth, and 40 days later, Jesus is
ascending to Heaven again, but now He is
not ascending by Himself, who is ascending with Him? All of those that came out of the graves, that
witnessed in favor of His resurrection, all go to Heaven and they are the first
fruits of the great harvest that will come forward from the tomb when Jesus
Christ returns in power and in glory.
Seandainya saya punya waktu, akan saya tunjukan perayaan buah-buah sulung
yang mewakili kebangkitan Kristus. Pada hari yang sama Kristus bangkit, Dia
menghadap ke hadirat BapaNya, dan Dia berkata, “Bapa, Aku telah mempersembahkan
kurban untuk dosa, apakah kurban itu diterima?” Dan Bapa berkata, “Ya.” Lalu
Yesus kembali ke dunia dan 40 hari kemudian, Yesus naik lagi ke Surga, tetapi
sekarang Dia tidak naik seorang diri, siapa yang naik bersamaNya? Semua yang keluar dari kubur
mereka, yang menjadi saksi bukti kebangkitanNya, mereka semua pergi ke Surga
dan mereka itu adalah buah-buah sulung dari tuaian besar yang akan keluar dari
kubur mereka ketika Yesus Kristus kembali dalam kuasa dan kemuliaan.
Now, let me read
you this statement from Ellen White, it’s found in Signs of the Times, April 22, 1880. Some people think
that people in the Old Testament were saved by the law, that there was no grace
in the Old Testament. Listen to what she has to say, “Many regard the Jewish economy as an age
of darkness. They have received the erroneous idea that
repentance and faith had no part in the Hebrew religion, which they claim
consisted only of forms and ceremonies. But the children of Israel were saved
by Christ as virtually as is the sinner of today. By faith they saw Christ in
those types and shadows which pointed forward to His first advent and death,
when type should meet anti-type. They rejoiced in a Savior to come, typified by
sacrificial offerings, while we rejoice in a Savior who has come. That which
was expectation to ancient Israel, is certainty to modern Israel. The world’s
Redeemer was in close connection with His people then, being enshrouded in that
cloudy pillar. Let us not say, then, that they had not Christ in the Jewish
age.”
Nah, saya mau membacakan pernyataan dari Ellen White, yang terdapat di Signs
of the Times, 22 April 1880. Ada
orang yang berpikir bahwa manusia-manusia Perjanjian Lama, diselamatkan oleh
Hukum, bahwa di era Perjanjian Lama tidak ada kasih karunia. Dengarkan apa kata
Ellen White, “Banyak yang beranggapan
bahwa masa pemerintahan Yahudi adalah zaman kegelapan. Mereka telah menerima
pemahaman yang salah bahwa dalam agama Yahudi tidak ada pertobatan dan iman,
dan mereka mengklaim itu hanya terdiri atas formalitas dan upacara.
Tetapi umat Israel benar-benar diselamatkan oleh Kristus sama seperti orang
berdosa di zaman ini. Dengan iman mereka melihat Kristus dalam semua tipe
[lambang] dan bayangan yang menunjuk kepada kedatangan Kristus yang pertama dan
kematianNya, pada saat mana tipe [lambang] akan digenapi oleh antitype [yang
sebenarnya]. Mereka bersukacita dalam seorang Juruselamat yang akan datang,
yang dilambangkan oleh persembahan-persembahan kurban, sementara kita bersukacita
dalam seorang Juruselamat yang telah datang. Yang bagi Israel kuno merupakan
penantian, bagi Israel modern adalah kepastian. Juruselamat dunia mempunyai
hubungan yang erat dengan umatNya pada waktu itu, dalam wujud tiang awan. Oleh
karena itu, janganlah kita berkata bahwa di zaman Yahudi, mereka tidak memiliki
Kristus.”
How were people saved in the Old Testament?
They were saved by Jesus Christ. The sacrifices did not save them. They pointed forward to the Savior who would legally pay for sin. Everytime they sacrificed an animal there was an IOU,
and Jesus said, “Don’t worry I will pay the IOU.” It was a gigantic credit
system. And when Jesus came, He took all of the IOU’s, the bond of debt and He
nailed the bond of debt to the cross and all of those individuals who had died
in faith were actually legally saved at that moment from their sins because of
the death of Jesus Christ.
Bagaimana orang diselamatkan di
Perjanjian Lama? Mereka diselamatkan oleh Yesus Kristus. Kurban-kurban itu
tidak menyelamatkan mereka.
Kurban-kurban itu menunjuk ke masa depan, ke seorang Juruselamat yang akan
melunasi dosa secara sah. Setiap kali mereka mempersembahkan kurban, terjadilah
surat utang baru, dan Yesus berkata, “Jangan khawatir, Aku akan melunasi surat
utang itu.” Ini adalah suatu sistem kredit yang maha akbar. Dan ketika Yesus
datang, Dia mengambil semua surat utang ini, surat perjanjian utang, dan Dia
memakukan surat utang itu ke salib, dan pada waktu itu, semua orang yang telah mati di dalam iman, benar-benar
diselamatkan dari dosa mereka secara sah oleh Yesus Kristus.
You know this
whole system
of IOU’s came to an end when Jesus died on the cross. Let’s notice
Hebrews 7:18-19 it says here “For on the one hand there is an annulling of the former
commandment…” the “commandment” is
dealing with the commandment of the priesthood if you read the context, “…because of its weakness and unprofitableness…” and then it continues saying, “…for the law…” and if you read the context it is talking
about the Ceremonial Law, “…for the law made nothing perfect…” in other words, it does not finally resolve the
issue of sin, “…on
the other hand, there is the bringing in of a…” what? “…of a better hope, through which we draw near
to God.” What is the better hope? The hope that is brought by whom? By Jesus Christ.
Kalian tahu, seluruh sistem surat utang ini berakhir
ketika Yesus mati di atas salib. Marilah kita perhatikan Ibrani 7:18-19,
dikatakan di sini, “Karena di satu pihak,
terjadi pembatalan perintah yang lama…” jika kita membaca konteksnya, kata “perintah”
ini berkaitan dengan peraturan keimamatan, “…karena itu lemah
dan tidak menguntungkan…” lalu
dikatakan selanjutnya, “…sebab hukum Taurat…” dan
jika kalian membaca konteksnya, ini berbicara mengenai Hukum Seremonial, “…sebab hukum Taurat tidak menjadikan apa
pun sempurna…” dengan kata lain, Hukum Taurat/Hukum
Seremonial ini pada akhirnya tidak membereskan masalah dosa, “…di pihak lain, didatangkanlah suatu….” apa? “…pengharapan yang lebih
baik, yang membawa kita lebih dekat kepada
Allah.” [NKJV yang diindonesiakan]. Apa itu pengharapan yang lebih
baik? Pengharapan yang dibawa oleh
siapa? Oleh Yesus Kristus.
Notice also Hebrews 8:13, it says here, “In that He says, ‘A new covenant,’ He has made the first…” what? “…obsolete. Now what is becoming obsolete and
growing old is ready to…” what? “…is ready to vanish away.” And if you read the context it is talking about the
ceremonial system that is going to come to an end when Jesus Christ died on the
cross of Calvary. This whole priestly system of offering and sacrifices and washing etc.
pointed forward to Jesus and when Jesus came, all of this that is called
“unprofitable” was nailed to the cross and was taken away. And it was
no longer necessary to celebrate the rites and ceremonies. Now we are ready to
understand Colossians 2:16-17.
Perhatikan juga Ibrani 8:13, dikatakan di sini, “Dengan mengatakan ‘suatu perjanjian baru’, Dia telah menjadikan
perjanjian yang pertama…” apa?
“…kadaluwarsa. Nah, apa yang telah menjadi
kadaluwarsa dan tua siap untuk…” apa? “…siap
untuk berlalu dan lenyap.” [NKJV yang
diindonesiakan]. Dan
jika kalian membaca konteksnya, hal ini berbicara mengenai Hukum Seremonial
yang akan berakhir ketika Yesus Kristus mati di atas salib di Kalvari. Seluruh sistem keimamatan ini
yaitu dengan persembahan dan kurban dan pembasuhan, dll. menujuk
ke masa depan, ke Yesus. Dan ketika
Yesus datang, semua ini yang disebut “tidak berguna” dipakukan ke salib dan
diakhiri.
Dan sudah tidak perlu lagi merayakan semua ritual dan upacara itu. Nah,
sekarang kita baru siap untuk memahami Kolose 2:16-17.
This text is greatly misused by Christians. They try to use it to prove
that we can eat or drink anything we want, they try to use it to prove that we
don’t have to keep the 7th day Sabbath anymore. But let’s notice
what this passage is really teaching.
Colossians 2:16 “… So…” because He has nailed all the IOU’s to the
cross, that’s the context we have read in chapter 2 verse 15, “…let no one judge you in food or in drink, or regarding a festival or a
new moon or sabbaths, which are a shadow of things to come, but the substance is of…” who?
“…the substance is of Christ.”
Teks ini sangat disalahpergunakan oleh orang-orang
Kristen. Mereka mencoba memakai ayat ini untuk membuktikan bahwa kita boleh
makan atau minum semua yang kita mau. Mereka mencoba memakai ayat ini untuk
membuktikan bahwa kita tidak perlu memelihara Sabat Hari Ketujuh lagi. Tetapi
marilah kita perhatikan apa yang sebenarnya diajarkan oleh teks ini. Kolose
2:16, “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai makanan dan minuman atau
mengenai hari raya, bulan baru atau pun hari Sabat, yang adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan substansi
fisiknya
ialah…” siapa? “…substansi fisiknya ialah Kristus” [NKJV yang
diindonesiakan].
I want to read you a statement that we find in Patriarchs and Prophets page 365, notice what Ellen White had to say
about this Old Testament system, and what Christians, many Christians teach
about the Old Testament system. She says,
“There are many who try to blend these two systems, using the texts that
speak of the Ceremonial Law to prove that the Moral Law has been abolished; but
this is a perversion of the Scriptures. The distinction between the two systems
is broad and clear…” And we have noticed that tonight. “…The ceremonial system was made up of symbols
pointing to Christ, to His sacrifice and His priesthood. This ritual law,
with its sacrifices and ordinances, was to be performed by the Hebrews until
type met antitype in the death of Christ, the Lamb of God that taketh away the
sin of the world. Then all the sacrificial offerings were to cease. It is this law that Christ ‘took… out of the way,
nailing it to His cross.’ Colossians 2:14.”
Saya mau membacakan suatu pernyataan yang kita temukan di
buku Patriarchs and Prophets hal 365,
perhatikan apa kata Ellen White mengenai sistem Perjanjian Lama ini, dan apa
yang diajarkan oleh orang-orang Kristen, banyak orang Kristen, mengenai
sistem Perjanjian Lama ini. Kata Ellen White, “Ada banyak orang yang mencoba untuk menggabungkan kedua
sistem ini, dengan menggunakan ayat-ayat yang berbicara mengenai Hukum
Seremonial untuk membuktikan bahwa Hukum Moral telah dihapus; tetapi ini
merupakan penyimpangan Firman Tuhan. Perbedaan antara kedua sistem ini, sangat
lebar dan jelas…” Dan
malam ini sudah kita lihat sendiri. “…Sistem Seremonial terdiri atas
simbol-simbol yang mengacu kepada Kristus, kepada pengorbananNya dan kepada
keimamatanNya. Hukum ritual ini, dengan kurban-kurbannya dan peraturan-peraturannya, harus dilakukan oleh
orang-orang Yahudi hingga saat tipe bertemu dengan antitype dalam kematian
Kristus, Anak Domba Allah yang telah mengangkat dosa seluruh dunia. Lalu pada
waktu itu semua persembahan kurban harus berakhir. Hukum inilah yang “ditiadakan” oleh Kristus, “dengan
memakukannya pada kayu salib.” Kol 2:14.”
Now the question is, what is this “nobody judge you in food or in drink”? You know, some people think and say that you can eat anything you want. The fact is that food and drink here
has nothing whatsoever to do with the food that you put on your table. You see, with the sacrifices in the Old
Testament there were food and drink offerings. Let’s read one example, and
there are many. Exodus 29:38-41. This is
referring to food and drinks that were offered with the sacrifices. It has
nothing to do with food that we eat from our tables.
Sekarang, pertanyaannya adalah,
apa maksud “janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai makanan dan minuman”? Kalian tahu, ada orang yang berpikir dan berkata, kita boleh makan apa
saja yang kita mau. Faktanya adalah, bahwa makanan dan minuman yang dibicarakan
di sini, sama sekali tidak ada kaitannya dengan makanan dan minuman di meja
kita. Kalian lihat, bersama dengan kurban-kurban di Perjanjian Lama, ada
persembahan makanan dan minuman. Marilah kita baca satu contoh, dan ada banyak
mestinya. Keluaran 29:38-41. Ini mengacu kepada makanan dan minuman yang dipersembahkan bersamaan
dengan kurban-kurban. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan makanan yang
kita makan dari meja kita.
It says, “Now this is what you shall offer on the altar: two lambs of the first
year, day by day continually. One lamb you shall offer
in the morning, and the other lamb you shall offer at twilight. With the one lamb shall be
one-tenth of an ephah of flour…” see there’s a food offering, “…mixed with one-fourth of a hin of pressed…” what? “…oil…” that’s food also, “…and one-fourth of a
hin of…” what? “…wine as a…” what? “…drink offering.”
And then it says in verse 41, “…And the other lamb you shall offer at twilight; and you
shall offer with it the grain offering…”
see there’s the food, “…and the drink offering, as in the morning, for a sweet
aroma, an offering made by fire to the Lord.” So what is referred to
when you have food and drinks here? Is it talking about, ah you know, whether
we can eat pork or not, or whether we can eat
lobster or not, or whether we can eat shrimps or not, it has nothing to
do with common ordinary food. It has to do with
the food and drink offerings that were presented in conjunction with the
sacrificial system.
Dikatakan “Inilah yang harus kaupersembahkan di atas mezbah itu: dua anak domba berumur setahun, setiap hari secara terus-menerus. Domba yang satu haruslah kaupersembahkan pada waktu pagi dan domba yang lain kaupersembahkan pada waktu di antara dua senja [pukul 3 siang].
Dan beserta domba yang satu harus ada
sepersepuluh efa tepung yang terbaik…” tuh, ini adalah persembahan makanannya,
“…dicampur dengan…” apa?
“…minyak peras
seperempat hin…” ini juga makanan, “…dan seperempat hin…” apa?
“…anggur
sebagai…” apa? “…persembahan
minuman.” Lalu katanya di ayat 41, “…Dan domba yang lain
haruslah kaupersembahkan pada waktu antara dua senja [= pukul 3 siang]; dan engkau harus mempersembahkannya bersama dengan persembahan
sajian…” itu makanannya, “…dan persembahan minumannya, sebagaimana pada pagi harinya, sebagai suatu
persembahan yang harum, suatu kurban api-apian kepada Tuhan.” [NKJV yang diindonesiakan].
Jadi makanan dan minuman di sini ini berbicara tentang apa? Apakah ini berbicara mengenai, ah, kalian
tahu, apakah kita boleh makan babi atau tidak, atau apakah kita boleh makan
lobster atau tidak, atau apakah kita boleh makan udang atau tidak? Ini tidak ada kaitannya dengan makanan biasa sehari-hari. Ini berkaitan dengan makanan dan
minuman yang dipersembahkan dalam kaitan dengan sistem upacara kurban.
I want you to notice Hebrews 9 where this idea is picked
up. Hebrews 9:9-12, speaking about the Old Testament system, it says “It was symbolic for the present time in which both gifts and
sacrifices are offered which cannot make him who performed the service perfect
in regard to the conscience…” now there is no sacrifice of
the Old Testament could not really give
the people a consciousness “my sin has been definitely taken care of”, because
the blood of bulls and goats cannot take away sin. Notice verse 10. This system was concerned only with what?
Foods and drinks, the same expression that we found in Colossians chapter 2.
Saya mau kalian perhatikan Ibrani 9 di mana pemikiran ini
dibicarakan lagi. Ibrani 9:9-12 berbicara mengenai sistem Perjanjian Lama,
dikatakan, “Itu adalah
simbol [lambang] yang mengacu kepada masa sekarang, di mana baik
persembahan maupun kurban yang dipersembahkan,
tidak dapat membuat kesadaran dia yang
mempersembahkannya menjadi sempurna…” Nah, tidak ada persembahan kurban di
dalam Perjanjian Lama yang bisa memberikan kesadaran kepada umat bahwa “dosa
saya benar-benar telah dibereskan”, karena
darah lembu dan kambing tidak bisa menghapus dosa. Perhatikan ayat 10. Sistem
ini hanya terfokus pada apa? Makanan dan minuman, istilah yang sama yang kita
dapati di Kolose pasal 2.
So is this talking about the food we put on our table? No
it is talking about the law of sacrifices and offerings. So it says, “… concerned only with foods and drinks, various washings, and fleshly
ordinances…” now listen carefully, “…imposed until
the time of reformation.” Until when did you have these food and drinks and washing
and sacrifices? Until the time of reformation.
Jadi apakah ini berbicara mengenai
makanan yang kita letakkan di atas meja kita? TIDAK, ini berbicara mengenai
hukum kurban dan persembahan. Jadi dikatakan, “…yang hanya berkaitan dengan makanan minuman dan pelbagai macam pembasuhan, dan peraturan-peraturan untuk hidup insani…” sekarang dengarkan baik-baik, “…yang hanya berlaku sampai tibanya waktu
pembaharuan.” [NKJV yang diindonesiakan]. Hingga kapan peraturan tentang makanan dan minuman dan pembasuhan dan
kurban? Hingga waktu pembaharuan atau reformasi.
The question is when Is the time of reformation? That’s in the next verse. “But Christ came as High Priest of the good things to come, with the greater and more perfect tabernacle not made
with hands, that is, not of this creation. Not with the blood of
goats and calves, but with His own…” what? “…with His own blood He
entered the Holy Place once for all,
having obtained eternal redemption.”
Pertanyaannya adalah, kapan waktu pembaharuan/reformasi ini? Ini ada di
ayat berikutnya, “…Tetapi Kristus telah datang
sebagai Imam Besar dari hal-hal baik yang
akan datang: dari kemah yang lebih besar dan
lebih sempurna, yang bukan dibuat oleh tangan manusia, --artinya yang bukan dari dunia ini. Bukan dengan darah domba jantan atau anak lembu, melainkan dengan…” apa? “…dengan darahNya Sendiri, Ia telah masuk ke dalam Tempat yang Kudus satu
kali untuk semua manusia, setelah mendapatkan
penebusan yang kekal bagi kita. [NKJV yang diindonesiakan]
So what did the
food and drinks have to do with? They were related to the Ceremonial Law.
Notice Hebrews 10:1-4, the same idea comes through. It says “For the law…” and the context shows us it’s
the Ceremonial Law, we’ll see that in a minute, “…For the law having a shadow of the good
things to come…” what are those good things
to come? Jesus Christ, that’s right, “…and not the very image of the things, can never with these
same sacrifices…” see, this is the law of
sacrifices, right? “…with these same
sacrifices which they offer continually year by year, make those who approach
perfect….” It’s not talking about
moral perfection, it’s talking about them saying “My sin having been taken care
of once and for all.” Verse 2 “… For then would they not
have ceased to be offered?...” If those sacrifices took
care of sin why continue offering them day after day, year after year? “…For the
worshipers, once purified, would have had no more consciousness of sins. But
in those sacrifices there is a reminder of sins every year. For it is not possible that the blood of bulls and goats could take
away…” what? “…could take away
sins.” Are you understanding what
the foods and drinks are?
Jadi makanan dan minuman itu berhubungan dengan apa? Mereka
berhubungan dengan Hukum Seremonial. Perhatikan Ibrani 10:1-4, pemikiran yang
sama ditampilkan. Dikatakan, “Karena hukum Taurat…” dan
konteksnya menunjukkan kepada kita bahwa ini adalah Hukum Seremonial, kita akan
membuktikannya sebentar lagi. “Karena hukum Taurat memberikan bayangan saja dari hal-hal baik yang akan datang…” apa
itu hal-hal baik yang akan datang? Yesus Kristus, betul,
“…dan bukan gambar yang sesungguhnya, maka ia tidak bisa menyempurnakan mereka yang datang mempersembahkan kurban yang sama…” perhatikan, ini bicara tentang Hukum Upacara Kurban, betul? “…mempersembahkan kurban
yang sama terus-menerus dari tahun ke tahun…” Ini
tidak bicara mengenai kesempurnaan moral. Ini berbicara mengenai orang-orang
itu berkata, “Dosa saya sudah dibereskan sekali untuk selama-lamanya.” Ayat 2, Sebab seandainya hal itu mungkin, bukankah
kurban itu tak usah dipersembahkan lagi?…” Seandainya
kurban-kurban itu membereskan dosa, mengapa harus terus-menerus
mempersembahkannya dari hari ke hari, dari tahun ke tahun? “…sebab seandainya demikian, mereka yang beribadah,
setelah disucikan satu kali, tidak lagi akan memiliki kesadaran akan dosa. Tetapi di dalam
kurban-kurban itulah, setiap tahun diperingatkan akan adanya dosa. Sebab tidak mungkin darah
lembu jantan atau darah domba jantan bisa menghapuskan…” apa? “…bisa menghapuskan dosa.” Apakah
kalian sudah mengerti apa makanan dan minuman ini?
Now, let’s talk about the festivals. “Let nobody judge you about the festivals” or the feasts. In a book that has been
published recently by my friend Ron Dupree,
it’s called Judging The Sabbath,
he has done an interesting study of this word “feasts” that is used in Colossians
chapter 2. The KJV says “holy days” but really it’s the word
“feasts”. What is shown in this book is that the word חגג [châgag khaw-gag'] which is
translated here in the Old Testament “festival”, here is the Greek word ἑορτή [heortē] refers
not to all of the Hebrews feasts, but it refers
particularly to the feasts where people had to go to Jerusalem to mandatorily
be there for those feasts. What were those feasts? Passover and unleavened bread, Pentecost, and the Feast of Tabernacles.
Every male, 12 years and older had to go to Jerusalem to be there for those
feasts. Interestingly enough the word חגג [châgag khaw-gag'] in the Old Testament which is translated
“feast” in the Old Testament, and the Greek word ἑορτή [heortē
] which is the exact equivalent in the Greek language refers
exclusively to these pilgrimage festivals, they do not refer to the other
feasts.
Sekarang,
marilah kita bicara tentang hari-hari rayanya. “…janganlah kamu biarkan orang menghakimi
kamu mengenai… hari raya…” atau
perayaan-perayaannya. Di dalam sebuah buku yang baru diterbitkan, yang ditulis
oleh teman saya Ron Dupree, berjudul Judging the
Sabbath, dia telah melakukan
suatu penelitian yang sangat menarik mengenai kata “hari raya” yang dipakai di Kolose pasal 2 ini.
Versi KJV menyebutkan “hari yang suci” tetapi sebenarnya itu adalah “hari
raya/perayaan”. Buku ini menunjukkan bahwa kata חגג [châgag khaw-gag'] yang di Perjanjian Lama
diterjemahkan “hari raya”, dalam bahasa Greekanya ἑορτή [heortē ] tidak mengacu kepada semua hari
raya orang Yahudi, tetapi mengacu
khusus kepada hari-hari raya di mana orang Yahudi wajib pergi ke Yerusalem
untuk menghadiri perayaan-perayaan itu. Perayaan-perayaan mana
ini? Perayaan Passah, Roti Tidak
Beragi, Pentakosta dan Pondok Daun. Setiap laki-laki, yang
berusia 12 atau lebih, wajib pergi ke Yerusalem untuk hadir di
perayaan-perayaan itu. Yang menarik
adalah, kata חגג [châgag khaw-gag'] di
Perjanjian Lama yang diterjemahkan “hari raya” di Perjanjian Lama, dan kata
Greeka ἑορτή [heortē ] yang
merupakan ekuivalen yang sama dalam bahasa Greeka, mengacu hanya kepada
perayaan ziarah, mereka tidak mengacu ke hari-hari raya yang lain.
You know, because you had the Feast of Trumpets, you had the Day
of Atonement, and you had also the Jubilee, and you had the Sabbatical year, interestingly
enough all of those other days are called by the word “Sabbaths”, they were ceremonial
Sabbaths. And so some people argue, they say “Well, Pastor Bohr, it
says ‘Nobody judges you with feasts or with Sabbaths’ you are saying that the feasts, the 7th yearly
feasts aren’t that the same as the Sabbath,
the ceremonial Sabbaths?” They are not the same. Because the word חגג [châgag khaw-gag'] in the Old Testament and the word ἑορτή [heortē
] in the New Testament refers only to the big pilgrimage
festivals. Whereas the Sabbaths refers to things like the Feast of Trumpets,
the Day of Atonement which was a day of rest, the sabbatical
year every seven years, and the Jubilee year which took place every 50 years.
Kalian tahu, karena masih ada Hari
Raya Nafiri/Terompet, Hari Pendamaian, dan Tahun Yobel, dan juga ada Tahun
Sabat, dan yang menarik adalah semua
hari raya ini disebut sebagai hari “sabat”, mereka adalah Sabat Seremonial.
Maka ada orang yang mendebat dan berkata, “Pastor Bohr, kan di sini dikatakan, ‘…janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai… hari
raya…atau pun hari sabat…’ dan Anda berkata bahwa hari-hari raya
itu, ketujuh hari raya tahunan, bukankah itu sama dengan Sabat, Sabat
Seremonial?” Tidak. Mereka tidak sama. Karena kata חגג [châgag khaw-gag'] di Perjanjian Lama dan
kata ἑορτή [heortē ] di
Perjanjian Baru, mengacu hanya kepada perayaan ziarah besar sedangkan hari-hari
sabat mengacu kepada perayaan seperti Hari Raya Nafiri/Terompet, Hari
Pendamaian, di mana orang-orang
harus berhenti bekerja, Hari Tahun Sabat setiap tujuh
tahun, dan tahun Yobel setiap 50 tahun.
And so basically, what the apostle Paul is speaking about when
he says “let no one judge you in foods or in drinks”, those were the foods and drinks offered with the sacrifices.
“Let no one judge you regarding a holy day” is these pilgrimage feasts.
And then he continues saying, “Let no one judge
you about the new moons”. What is this issue of
the new moon? Well, in the Hebrew
religious year you had 7 months of the religious year. The first was around our
time of Easter, around March and April, and the 7th month was around
the month of September or October. The new moon marked the beginning of each
month. Now, do we have 7 months today that we celebrate? No. We don’t celebrate
the 7 months in the Jewish festivals, right? Because they all pointed towards
what? They all pointed towards Jesus
Christ. So are we to celebrate the new moons that marked the beginning of those
months? Absolutely not.
Maka pada dasarnya, apa yang
dikatakan rasul Paulus ketika dia berkata, “…janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai makanan dan minuman…” itu adalah makanan dan minuman yang
dipersembahkan bersamaan dengan kurban.
“…janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai… hari raya…” ini bicara tentang hari-hari raya
ziarah (ke Yerusalem).
Lalu
Paulus melanjutkan kata-katanya, “…janganlah kamu biarkan orang menghakimi kamu mengenai… bulan baru…” Bicara
tentang apa ini “bulan baru”? Nah, penanggalan relijius tahunan Yahudi, terdiri
atas 7 bulan, bulan yang pertama adalah sekitar waktu Passah, antara Maret dan April; dan bulan yang ke-7 adalah
sekitar September atau Oktober. Bulan baru merupakan awal setiap tahun. Nah,
apakah sekarang ini kita merayakan 7 bulan? Tidak. Kita tidak merayakan ke-7
bulan perayaan orang Yahudi, bukan?
Karena mereka semuanya mengacu kepada apa? Mereka semua mengacu kepada
Yesus Kristus. Jadi, apakah kita harus merayakan bulan-bulan baru yang menjadi
pertanda dimulainya bulan-bulan itu? Sama sekali tidak.
Notice Numbers 28:11-19 where you have the new moons spoken of. It says, “ ‘At the beginnings of your months…” to be translated “new moons” “…you shall present a burnt offering to
the Lord: two young bulls,
one ram, and seven lambs in their first year, without blemish; three-tenths of an ephah of fine flour as a
grain offering, mixed with oil, for each bull; two-tenths of an ephah of fine flour as a
grain offering, mixed with oil, for the one ram; and one-tenth of an ephah of fine flour, mixed
with oil, as a grain offering for each lamb, as a burnt offering of sweet
aroma…” and so on. And then it goes on to speak about the month. The word “month”
here really is translated in the KJV “new moons”. So the “new moons” were also
connected with the 7 months Hebrews religious year which they observed but
which we don’t have to observe because they were fulfilled in Jesus Christ.
Perhatikan
Bilangan 28:11-19 di mana disinggung tentang bulan baru. Dikatakan, “Pada bulan barumu haruslah kamu mempersembahkan sebagai korban
bakaran kepada TUHAN: dua ekor lembu jantan muda, seekor domba jantan, tujuh
ekor domba berumur setahun yang tidak bercela, dan juga tiga persepuluh efa
tepung yang terbaik sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, untuk
tiap-tiap lembu jantan, serta dua persepuluh efa tepung yang terbaik sebagai korban
sajian, diolah dengan minyak, untuk domba jantan yang seekor itu, serta sepersepuluh efa tepung yang terbaik
sebagai korban sajian, diolah dengan minyak, untuk tiap-tiap domba; itulah
suatu korban bakaran, bau yang menyenangkan, suatu korban api-apian bagi
TUHAN…” dst. Lalu kelanjutannya berbicara mengenai bulan itu. (Kata “bulan” di NKJV
diterjemahkan di dalam KJV sebagai “bulan baru” sama dengan
terjemahan LAI). Jadi “bulan baru” juga berkaitan dengan ketujuh bulan
dalam penanggalan relijius Yahudi, yang harus mereka pelihara, namun yang tidak
usah kita pelihara karena semua itu sudah digenapi oleh Yesus Kristus.
Now, what about the
Sabbaths that are mentioned here in Colossians chapter 2? Is this
talking about the 7th day Sabbath, nobody can judge me if I don’t
keep the Sabbath? Of course not. You
see, it says in Colossians chapter 2, that these things were shadows of things to come. Is
the Sabbath a shadow of things to come? Is the 7th day Sabbath a shadow of things
to come? Absolutely not. The Sabbath was made before sin. And the Sabbath
does not point forward, the Sabbath points what? Backward. It’s a memorial of creation. And so these Sabbaths cannot be the 7th
day Sabbath, because the 7th day Sabbath were not shadows of
anything to come. They pointed backward
to what God did at the time of creation.
Nah, bagaimana dengan hari-hari
sabat yang disebutkan di Kolose pasal 2? Apakah ini berbicara mengenai Sabat Hari Ketujuh? Jangan ada yang
menghakimi saya jika saya tidak memelihara Sabat Hari Ketujuh? Tentu saja bukan.
Kalian lihat, dikatakan di Kolose pasal 2, bahwa semua hal ini adalah “bayangan dari apa yang harus datang.” Apakah Sabat Hari Ketujuh itu “bayangan dari yang harus datang”? Sama sekali bukan. Sabat Hari Ketujuh ini sudah ada
sebelum adanya dosa. Dan Sabat
Hari Ketujuh ini tidak mengacu kepada yang akan datang, tetapi dia mengacu ke
mana? Ke yang telah lewat. Sabat Hari
Ketujuh adalah peringatan penciptaan dunia. Maka sabat-sabat (yang
disebutkan di Kolose 2) ini tidak
mungkin Sabat Hari Ketujuh, karena Sabat
Hari Ketujuh bukanlah bayangan dari apa pun yang harus datang. Sabat Hari
Ketujuh menunjuk ke belakang, kepada apa yang telah dilakukan Tuhan pada saat
penciptaan.
Now, let’s cover
one final thing before we bring this to an end. Leviticus chapter 23 makes a
clear distinction between the ceremonial Sabbaths and the 7th day
Sabbath. Notice Leviticus 23:3. After verse 2 God had said “These are My feasts which you shall celebrate” and then there are seven of them mentioned. Notice that He places the
Sabbath, the 7th day Sabbath apart. It says here, “‘Six
days shall work be done, but the seventh day is a
Sabbath of solemn rest, a holy convocation. You shall do no work on
it; it is the Sabbath of the Lord in all your dwellings.”
Nah,
marilah kita bicarakan satu topik terakhir sebelum mengakhiri pelajaran ini.
Imamat pasal 23, memberikan perbedaan yang sangat jelas antara Sabat Seremonial
dan Sabat Hari Ketujuh. Perhatikan Imamat 23:3. Setelah ayat 2, Tuhan berkata, Hari-hari raya TUHAN yang harus kamu maklumkan sebagai waktu
pertemuan kudus…” lalu
ada tujuh hari raya yang disebutkan. Perhatikan bahwa Tuhan telah menempatkan
Sabat Hari Ketujuh itu terpisah. Dikatakan di sini, “…Enam hari untuk bekerja, tetapi hari yang ketujuh adalah hari sabat, hari perhentian yang khidmat, hari pertemuan kudus; janganlah kamu melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu; itulah sabat bagi TUHAN di seluruh tempat kediamanmu.” [NKJV yang diindonesiakan]
And then after mentioning the 7 celebrations in chapter 23 of Leviticus, we
find at the end of the chapter in verses 37 and 38, I want you to notice there
is a distinction between the ceremonial Sabbaths and the 7th day
Sabbath. It says there in verse 37 “‘These are the feasts of the Lord which you shall proclaim to be holy convocations, to offer an offering made by fire to
the Lord, a burnt offering and a
grain offering, a sacrifice and drink offerings, everything on its day…” and now notice verse 38, all of these offerings are
what? “… besides the Sabbaths of the Lord, besides your gifts,
besides all your vows, and besides all your freewill offerings which you give
to the Lord.” So are all of these celebrations besides the
Sabbaths of the Lord? Absolutely. The Sabbath of the Lord stands apart, it is
actually a memorial of creation.
Lalu setelah menyebut ke-7 hari raya di Imamat pasal 23, kita
temukan pada akhir pasal ini di ayat 37-38, saya ingin kalian perhatian ada
perbedaan antara Sabat Seremonial dengan Sabat Hari Ketujuh. Dikatakan di sini
di ayat 37, “Itulah hari-hari raya yang ditetapkan TUHAN, yang harus kamu
maklumkan sebagai hari pertemuan kudus untuk mempersembahkan korban api-apian
kepada TUHAN, yaitu korban bakaran dan korban sajian, korban sembelihan dan
korban-korban minuman, segala sesuai harinya …” dan
sekarang perhatikan ayat 38, semua persembahan ini adalah apa? “…belum termasuk hari-hari Sabat TUHAN dan belum termasuk
persembahan-persembahan atau segala korban nazarmu atau segala korban
sukarelamu, yang kamu hendak persembahkan kepada TUHAN.” [NKJV yang diindonesiakan]. Jadi,
apakah semua perayaan ini tidak termasuk Sabat-sabat Tuhan [Sabat Hari Ketujuh]?
Sudah pasti. Sabat Tuhan adalah terpisah, itu sebenarnya adalah peringatan
tentang penciptaan.
And so Colossians 2:17 ends by saying, all of these
things were “shadows of things to come…” but the body, or “…the substance is of…” whom? “…of Christ.” So basically this is the idea. Jesus was
standing here and He was projecting a shadow into the Old Testament period. And
as people looked at the shadow where was their attention directed to? As they
looked at the shadow ~ when you see a shadow what do you do? You want to see
what is the reality that projects the
shadow. So in all of these ceremonies, the Jews looked at the shadowy
celebrations and offerings and sacrifices,
and that was to lead them to look at what? At the reality or the body that was
projecting that shadow. In other words, the
whole system was centered in Jesus Christ. They were not saved by the law, they
were saved by grace just like we are today.
Maka Kolose 2:17 mengakhirinya dengan
berkata, semuanya itu “adalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan…” sosok yang asli, atau “…substansi fisiknya ialah…” siapa? “…ialah Kristus.” Jadi beginilah yang dimaksudkan. Yesus sedang berdiri di sini, dan Dia
memproyeksikan bayanganNya ke periode Perjanjian Lama. Dan pada saat orang-orang
memandang bayanganNya, ke manakah perhatian mereka terarah? Sementara mereka
memandang bayanganNya ~ jika kalian melihat suatu bayangan, apa yang kalian
lakukan? Kalian akan ingin mengetahui apa yang sesungguhnya memproyeksikan
bayangan itu. Maka dalam semua upacara ini, orang Yahudi memandang upacara-upacara bayangan itu, ke
persembahan-persembahannya, dan kurban-kurbannya, dan semua itu membimbing
mereka untuk melihat ke mana? Ke yang sesungguhnya, atau ke sosok yang
memproyeksikan bayangan tersebut. Dengan kata lain, seluruh sistem ini terpusat pada Yesus Kristus.
Orang-orang Yahudi pada zaman itu bukan diselamatkan oleh Hukum, mereka
diselamatkan oleh kasih karunia, sama seperti kita hari ini.
06
02 14
No comments:
Post a Comment